1
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK
KONFORMITAS PERKAWINAN SEMARGA (SUMBANG) PADA BATAK KARO (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang) SKRIPSI DIAJUKAN OLEH JENIWATI BR TARIGAN 040901049
Guna Memenuhi Satu Syarat Memperoleh Gelar Sarjana DEPARTEMEN SOSIOLOGI FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATERA UTARA 2009
Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.
2
UNIVERSITAS SUMATRA UTARA FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK DEPARTEMEN SOSIOLOGI
LEMBAR PERSETUJUAN
Skripsi ini disetujui untuk dipertahankan oleh:
Nama
: Jeniwati Br Tarigan
NIM
: 040901049
Departemen
: Sosiologi
Judul
:
KONFORMITAS
PERKAWINAN
SEMARGA
(SUMBANG) PADA BATAK KARO (Studi Kasus: di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang)
Dosen Pembimbing
Ketua Departemen
Dra. Rosmiani, MA
Prof. Dr. Badaruddin. M.Si
Nip. 131 882 275
Nip. 131 996 175
Dekan
Prof. Dr. M.Arif Nasution, MA Nip. 131 757 010
Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.
3
ABSTRAK Masyarakat Batak Karo adalah salah satu bagian dari berbagai suku bangsa di Indonesia. Masyarakat Batak Karo bermukim di Kabupaten Karo, Langkat, Deli Serdang, Simalungun, Dairi, dan Aceh Tenggara. Ada lima klen besar (marga) pada masyarakat karo, yaitu Ginting, Karo-karo, Tarigan, Sembiring, Perangin-angin. Sifat perkawinan dalam masyarakat Batak karo adalah eksogami artinya harus menikah atau mendapat jodoh diluar marganya (klan). Perkawinan diantara semarga dilarang dan dianggap sumbang (incest), dengan kekecualian pada marga Peranginangin dan Sembiring. Larangan perkawinan yang dilansungkan diantara orang-orang yang semarga dimaksudkan untuk menjaga kemurnian keturunan berdasarkan sistem kekerabatan pada masyarakat Batak karo. Karena nilai budaya karo sangat tinggi pengaruhnya dalam budaya Batak karo dalam mewujudkan kehidupan yang lebih maju, damai, aman, tertib, adil, dan sejahtera. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui bagaimana konformitas perkawinan semarga (sumbang) pada Batak Karo di desa Durin Pitu, untuk mengetahui bagamana persyaratan perkawinan pada Batak Karo sekarang ini di Desa Durin Pitu, dan untuk mengetahui faktor-faktor yang mendukung konformitas itu sehingga pasangan yang melakukan perkawinan semarga (sumbang) di terima oleh masyarakat desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang. Penelitian ini dilakukan di desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang. Jenis penelitian yang dilakukan adalah penelitian kualitatif dengan pendekatan studi kasus. Untuk mengumpulkan data-data yang dibutuhkan, dilakukan melalui wawancara dengan informan, observasi, jurnal dan internet yang masih berkaitan dengan penelitian. Data-data dan informasi yang telah diperoleh dari lapangan diintepretasikan melalui teknik analisis data. Dari hasil penelitian yang telah dilakukan sampai kepada interpretasi data dan analisis data, dapat diketahui bahwa masyarakat Batak Karo di desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang secara adat, perkawinan semarga (sumbang) memang dianggap tabu namun dilain pihak misalnya jika kita lihat dari segi agama perkawinan semarga (sumbang) tidak tabu. Dari segi agama tidak ada laranga untuk perkawinan semarga (sumbang) dengan syarat hubungan kerabat yang jauh, tidak sesusuan, dan lain-lain. Pada akhirnya perkawinan semarga (sumbang) yang dianggap tabu dan melanggar hukum adat perkawinan akan bergeser menuju penyesuaian hukum adat perkawinan baru yang lebih fleksibel sesuai dengan nilai yang mereka anut dalam arena sosial mereka.
Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.
4
KATA PENGANTAR
Segala puji hormat dan syukur penulis panjatkan kepada Allah didalam Nama Tuhan Yesus Kristus atas segala Anugerah, Kasih dan penyertaanNya yang telah penulis terima sepanjang hidup dan telah memampukan dalam setiap proses penyelesaian mulai dari perkuliahan hingga pada penyusunan skripsi yang berjudul ”KONFORMITAS PERKAWINAN SEMARGA (SUMBANG) PADA BATAK KARO (Studi Kasus: di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang)”. Skripsi ini disusun untuk memenuhi syarat guna memperoleh gelar sarjana dari Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Dan Ilmu Politik Universitas Sumatra Utara. Dalam penulisan skripsi ini, penulis menyadari masih banyak kekurangan dan keterbatasan dalam penyelesaiannya. Oleh karena itu, penulis mengharapkan saran dari para pembaca agar kiranya skripsi ini dapat menjadi berkat dan bermanfaat bagi pembaca. Selama penulisan skripsi ini, penulis banyak menerima bantuan, kritikan, saran, motivasi, serta dukungan doa dari berbagai pihak, oleh karena itu penulis menyampaikan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu dalam menyelesaikan skripsi ini. Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan terima kasih kepada: 1. Bapak Prof. DR. M. Arif Nasution, MA selaku Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatra Utara.
Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.
5
2. Bapak Prof. DR. Badaruddin, M.Si sebagai Ketua Departemen Sosiologi, Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Sumatra Utara. 3. Ibu Dra. Rosmiani, MA selaku sekretaris Departemen Sosiologi Fakultas Ilmu Sosial Universitas Sumatra Utara, serta selaku dosen pembimbing penulis yang banyak memberikan bimbingan, arahan, saran, serta sumbangan pemikiran dan ide-ide dalam penyusunan skripsi ini. 4. Ibu Dra. Lina Sudarwati, M.Si selaku dosen wali penulis yang telah memberikan bimbingan dan arahan selama dalam perkuliahan penulis. 5. Ibu Dra. Harmona Daulay, M.Si, yang telah memberi masukan judul pada penulis dalam skripsi ini. 6. Seluruh staf pengajar dan administrasi FISIP USU khususnya Departemen Sosiologi, buat Kak Feny dan Kak Nurbetti penulis ucapkan terima kasih atas segala bantuannya. 7. Bapak Dahlan Purba selaku Kepala Desa dan Mulia Gurusinga selaku Bendahara desa Durin Pitu yang telah membantu dan memberikan masukan selama penelitian berlangsung. Beserta seluruh informan peneliti yang bersedia diwawancarai dalam membantu peneliti untuk mendapatkan datadata. 8. Teristimewa kepada kedua orang tua penulis, Bapak B. Tarigan dan Mama R. Br Munthe yang sangat penulis sayangi dan cintai, yang tak putusputusnya memberikan semangat, dukungan, tuntunan, doa, dan perhatian yang dilimpahkan kepada penulis. Terima kasih pada abangku Jhon Kenedi Tarigan, edaku H. Br Barus, kedua adikku Purnama Tarigan, Terkelin Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.
6
Tarigan, dan keponakanku Jhontra Tarigan, yang selalu memberikan dukungan, semangat dan doa kepada penulis. Terima kasih pada seluruh keluarga besarku yang penulis sayangi. 9. Kepada teman-teman seperjuangan Sosiologi Stambuk 2004: Anita, Rabanta, Beni, Flo, Tika, Ferika, Helen, Renova, Juni, Rosma, Titin, Herna, Kristina, Diana, Kasiati, Tuit, Weni, Yanti (dua-duanya), Devi, Hesti, Maipa, Heriani, Imay, Dini, Rini, Ika, Ismi, Ira, Kiki, Alex, Wildan, Heru, Otto, Eko Evan, Faisal, Robin, Cristian, Eko Rusadi, Suyadi, Idris, Iksan, Rudi dan teman-teman yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu, terima kasih atas dukungan, daran dan doanya. Kepada Senior Stambuk 2002-2003 dan junior 2005-2008 yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu, terima kasih atas dukungan dan semangat yang diberikan kepada penulis. 10. Buat sahabat yang penulis sayangi: Melda, Lina dan Wana, terima kasih atas semangat, dukungan, dan doanya yang selalu diberikan kepada penulis. Terima kasih pada teman-teman Permata GBKP Runggun D. Pitu dan Muda/i D. Pitu, yang telah memberikan doa, semangat dan dukungan kepada penulis. Terima kasih pada teman-teman kos Berdikari 52: Minar, Jois, Mey, Julia, Nora, Ningsih dan teman-teman yang tidak bisa penulis sebutkan satu-persatu yang telah memberikan semangat, dukungan, doa, dan tawa kepada penulis. Serta teman-teman yang tidak dapat penulis sebutkan satu-persatu, penulis ucapkan terima kasih.
Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.
7
Penulis menyadari tidak akan mampu membalas semua kebaikan yang telah diberikan, karena tanpa peran kalian semua penulis tidak akan mampu menyelesaikan skripsi ini. Biarlah kiranya Tuhan yang memberkati semuanya.
Medan, Agustus 2009 Penulis
(Jeniwati Br Tarigan)
Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.
8
DAFTAR ISI
Halaman ABSTRAKSI..................................................................................................................i KATA PENGANTAR...................................................................................................ii DAFTAR ISI................................................................................................................vi BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Masalah.............................................................................1 1.2. Perumusan Masalah....................................................................................7 1.3. Tujuan Penelitian........................................................................................7 1.4. Manfaat Penelitian......................................................................................8 1.5. Defenisi Konsep..........................................................................................8 BAB II KAJIAN PUSTAKA 2.1. Perkawinan Semarga (sumbang).............................................................11 2.2. Perkawinan Ideal.....................................................................................19 2.3. Tahap Perkawinan Batak Karo................................................................22 2.4. Konformitas.............................................................................................25 BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian........................................................................................28 3.2. Lokasi Penelitian.....................................................................................28 3.3. Unit Analisis Penelitian...........................................................................29 3.4. Teknik Pengumpulan Data......................................................................30 3.5. Interpretasi Data.......................................................................................31 3.6. Jadwal Penelitian.....................................................................................32 3.7. Keterbatasan Penelitian...........................................................................32 BAB IV DESKRIFSI DAN INTERPRETASI DATA PENELITIAN 4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian.....................................................................34 4.1.1. Sejarah Lokasi Penelitian..............................................................34 Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.
9
4.1.2. Batas Wilayah................................................................................35 4.1.3. Luas Wilayah.................................................................................35 4.1.4. Komposisi Penduduk.....................................................................36 4.1.4.1. Komposisi Penduduk Bedasarkan Jenis Kelamin ............36 4.1.4.2. Komposisi Penduduk Bedasarkan Usia............................37 4.1.4.3. Komposisi Penduduk Bedasarkan Tingkat Pendidikan....38 4.1.4.4. Komposisi Penduduk Bedasarkan Jenis Pekerjaan...........39 4.1.4.5. Komposisi Penduduk Bedasarkan Agama .......................40 4.1.4.6. . Komposisi Penduduk Bedasarkan Etnis.........................40 4.1.5. Gambaran Umum Desa Durin Pitu.................................................41 4.2. Profil Informan.......................................................................................43 4.3. Interpretasi Data......................................................................................54 4.3.1. Konformitas Perkawinan Semarga (sumbang) pada Batak Karo di Desa Durin Pitu.............................................................................54 4.3.2. Syarat-syarat Perkawinan Batak Karo..........................................58 4.3.3.Faktor-faktor Yang Mempengaruhi Konformitas Perkawinan Semarga (sumbang) di Desa Durin Pitu........................................64 BAB V PENUTUP 5.1.Kesimpulan...........................................................................................................71 5.2. Saran....................................................................................................................72 DAFTAR PUSTAKA LAMPIRAN
Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.
10
BAB I PENDAHULUAN 1.1. Latar belakang Masyarakat Batak Karo adalah salah satu bagian dari berbagai suku bangsa di Indonesia. Masyarakat Batak karo adalah suku bangsa yang berasal dari dataran tinggi tanah karo, dan ada sebagian yang menyebar (merantau) keseluruh pelosok tanah air. Menurut Neumann (1972:8) wilayah Karo adalah suatu wilayah yang luas, yang terlepas dari perbedaan-perbedaan antar suku, yang menganggap dirinya termasuk ke dalam Batak Karo. Seluruh perpaduan suku-suku Batak Karo diikat oleh suatu dialek yang dapat dimengerti dimana-mana dan hampir tidak ada perbedaannya antara yang satu dengan yang lain. Masyarakat Batak Karo bermukim di Kabupaten Karo, Langkat, Deli Serdang, Simalungun, Dairi, dan Aceh Tenggara. Mereka memiliki adat istiadat, bahasa, kesenian dan tata pergaulan yang spesifik (Bangun, Tridah, 1986:148). Sementara itu Parlindungan (1964:495) membagi wilayah Karo menjadi dua bahagian yaitu Wilayah Karo Gunung, wilayah ini terletak 1000 meter di atas permukaan laut yang mencakup di sekitar Gunung Sinabung dan Gunung Sibayak, dan wilayah Karo Dusun, 100 meter di atas permukaan laut. Wilayah ini berada di luar dari Wilayah Karo Gunung. Daerah ini boleh jadi mencakup Langkat, Deli Serdang, Simalungun, Pak-Pak Dairi sampai Tanah Alas. Berdasarkan perkiraan Neumann dan Parlindungan di atas, wilayah budaya Karo pada zaman sebelum kedatangan Belanda sangat luas. Namun setelah kedatangan Belanda (Putro, 1981),
Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.
11
wilayah Karo ini dibagi atas beberapa daerah. Pembagian ini bermotif kepentingan politik pemerintahan jajahan Belanda. Pada zaman sebelum masuknya Belanda ke tanah Karo, masyarakat Batak Karo terkenal dengan struktur (susunan) masyarakatnya yaitu kuta. Sendi-sendi kehidupan terutama mengenai pelaksanaan adat masih dipegang teguh oleh masyarakatnya. Segala sesuatu yang menyangkut kepentingan hidup bersama, diatur bersama dengan melibatkan masyarakat secara kekeluargaan dengan didahului musyawarah atau rembuk. Akan tetapi dengan terjadinya perubahan dan perkembangan, dalam masyarakat, kemudian terjadi pula perbedaan golongan terutama dikaitkan dengan sejarah dan keturunan suatu keluarga. Kendatipun demikian, hal tersebut tidak merupakan suatu ancaman bagi kesatuan dan kekompakan masyarakat Karo karena hal itu mereka terima sebagai suatu kenyataan. Sedangkan dalam kehidupan seharihari adanya perbedaan itu tidak merupakan suatu penonjolan kekuasaan atau mendapat perlakuan istimewa. Hal ini disebabkan karena masih adanya ikatan lain yang cukup besar fungsinya seperti hubungan keluarga dan adat yang berlaku. Masyarakat Batak karo adalah masyarakat yang pada umumnya masih memegang teguh nilai dan norma-norma, adat budaya yang dimiliki sejak nenek moyang dahulu. Masyarakat memegang nilai dan norma-norma, adat budaya yang merupakan hukum adat atau aturan yang harus dipelihara sepanjang hidup masyarakat Karo. Hubungan kekerabatan masyarakat Batak karo masih tetap merupakan suatu unsur yang penting dalam segala aspek kehidupan, ada lima klen
Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.
12
besar (marga) pada masyarakat Batak Karo, yaitu Ginting, Karo-karo, Tarigan, Sembiring, Perangin-angin. Pada dasarnya hubungan kekerabatan pada masyarakat Batak karo berdasarkan marga, namun ada dua hal penting yang mempengaruhi hubungan kekeluargaan itu, yaitu kelahiran dan perkawinan. Kedua hal tersebut akan manimbulkan hubungan darah, karena hubungan darah itulah dapat diketahui jauh dekatnya hubungan kekerabatan dalam masyarakat itu sendiri. Pada masyarakat Batak karo, perkawinan menjadi petanda bahwa seseorang telah mempunyai hak untuk bicara dalam pertemuan adat maupun hak untuk mengadakan upacara adat. Perkawinan juga merupakan sarana perluasan tali ikatan antara kelompok kekerabatan yang tercakup dalam dalikan sitelu (tungku yang berkaki tiga) atau telu sendalanen (tiga sejalan) ataupun sangkep sitelu (tiga yang lengkap atau tri tunggal), yaitu kalimbubu, senina, dan anak beru. Dari aspek biologis, perkawinan merupakan tuntutan bagi setiap orang yang sudah dewasa dan akil-baliq untuk menyalurkan kebutuhan seksnya. Pada usia tersebut umumnya, bagi manusia yang sehat secara biologis ada keinginan untuk melakukan hubungan seks. Keinginan melakukan hubungan seks pada usia akil-baliq tersebut dipengaruhi oleh jumlah hormon-hormon yang berkembang dalam tubuh manusia, sehingga secara alami manusia mempunyai naluri untuk melakukan hubungan seks dengan lawan jenisnya. Keluarga terbentuk melalui perkawinan, dalam hal ini perkawinan merupakan satu pola sosial yang disetujui dengan cara mana dua orang atau lebih membentuk keluarga. Perkawinan tidak hanya mencakup hak untuk malahirkan dan membesarkan Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.
13
anak, tetapi juga seperangkat kewajiban dan hal istimewa yang mempengaruhi banyak orang (masyarakat). Sifat perkawinan dalam masyarakat Batak karo adalah eksogami artinya harus menikah atau mendapat jodoh diluar marganya (klan). Hubungan perkawinan berpegang pada prinsip perkawinan sepihak (asimetris connubium) yakni marga pemberi anak gadis tidak boleh menerima anak gadis dari pihak yang diberi. Disini tidak boleh ada pemberian secara timbal balik karena perkawinan diantara semarga dilarang dan dianggap sumbang (incest). Dengan kekecualian pada marga Peranginangin dan Sembiring. Adakalanya perkawinan semarga (incest) tidak saja berlaku dalam satu marga tetapi dalam beberapa marga, misalnya dengan turang sepemeren (anak dari suadara ibu), turang impal (anak laki-laki dari saudara laki-laki ibu). Perkawinan semarga (sumbang atau incest) merupakan suatu hal yang memalukan,
karena
dianggap
(Pdt.Ginting’s,s.k,Pdt.Ginting’s,
E.P,
masih
ada
Dk.Surbakti,
hubungan Bujur,1996).
darah Larangan
perkawinan yang dilansungkan diantara orang-orang yang semarga dimaksudkan untuk menjaga kemurnian keturunan berdasarkan sistem kekerabatan pada masyarakat Batak Karo. Karena nilai budaya Karo sangat tinggi pengaruhnya dalam budaya Batak Karo dalam mewujudkan kehidupan yang lebih maju, damai, aman, tertib, adil, dan sejahtera. Terlarangnya orang-orang semarga melakukan perkawinan menurut prinsip adat adalah karena pada dasarnya orang-orang semarga adalah keturunan dari seorang kakek yang sama, oleh karena itu mereka dipandang sebagai orang-orang yang sedarah atau erkaka-agi (berabang-adik). Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.
14
Secara medis, terlarangnya orang-orang semarga melakukan perkawinan semarga (incest/sumbang) akan membawa akibat pada kesehatan fisik yang sangat berat. Selanjutnya, yang akan memperbesar kemungkinan anak cacat adalah perkawinan hubungan darah, baik yang bersifat garis lurus maupun menyamping. Masyarakat Batak Karo sangat menjunjung tinggi nilai-nilai budayanya khususnya dalam hal perkawinan. Namun kenyataannya pada masyarakat Batak Karo telah terjadi pelanggaran terhadap peraturan-peraturan dalam budaya Karo khususnya di desa Durin pitu, kecamatan Pancur Batu, Kabupaten, Deli Serdang. Pelanggaran yang dilakukan itu adalah perkawinan semarga (sumbang atau incest) pada Batak Karo. Perkawinan semarga antara seorang pria dan seorang wanita adalah sebuah larangan berat, sebab perkawinan semarga itu sama dengan mengawini turang atau saudara sendiri. Perkawinan semarga (sumbang) merupakan tindakan tidak konform terhadap peraturan-peraturan dalam budaya Karo khususnya dalam perkawinan. Adapun yang melakukan perkawinan semarga tersebut antara lain marga Karo-karo Sitepu dengan beru (boru) Karo-karo Gurusinga, marga Karo-karo Gurusinga dengan beru (boru) Karo, marga Karo-karo Gurusinga dengan beru (boru) Karo-karo Sinuraya, marga Tarigan tambak dengan beru (boru) Tarigan sibero, marga Karo-karo Sinuraya dengan beru (boru) Karo. Pada masyarakat jaman dahulu, pasangan yang melakukan pelanggaran atas ketetapan ini akan dihukum berat seperti pengusiran dari desa, dan desa lain biasanya tidak akan mau menerima mereka, tidak diakui sebagai anggota marga dan dilarang mengikuti upacara adat. Namun kenyataannya pasangan yang melakukan perkawinan Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.
15
semarga ini tidak diusir dari desa Durin Pitu, tetap tinggal dan bermukim di desa tersebut. Dari cerita di atas menunjukkan bahwa adat istiadat kebudayaan Karo yang asli diduga telah mengalami pergeseran nilai budaya Batak Karo pada masyarakat desa Durin pitu, kecamatan, Pancur Batu, kabupaten Deli serdang yang diasumsikan oleh perkembangan jaman dan kemajuan teknologi, dan lebih dari itu desa ini juga berada dilintasan jalan protokol dan tidak jauh dari pusat kota yaitu kota Medan sehingga
pengaruh-pengaruh
dari
luar
dapat
dengan
mudah
masuk
dan
mempengaruhi masyarakat sekitar. Pada masyarakat Batak Karo yang tinggal di dataran tinggi (gunung) lebih baik kedudukannya menurut konsep budaya Karo baik secara politis maupun secara ekonomis. Adat istiadat asli terasa lebih kuat dikalangan mereka, sedangkan didataran rendah (jahe) dipengaruhi kebudayaan melayu tampak kuat. Desa Durin Pitu termasuk dalam wilayah dataran rendah tanah karo. Mayoritas suku dari penduduk yang ada di desa Durin Pitu adalah suku Batak Karo. Batak Toba dan Jawa adalah masyarakat pendatang ke desa tersebut. Sedangkan mayoritas agama yang di anut adalah agama Kristen Protestan (GBKP), yang lainnya adalah Katolik, Pentakosta dan Islam. Inilah yang membuat peneliti tertarik untuk meneliti lebih jauh dan mendetail mengenai bagaimana sebenarnya konformitas perkawinan semarga (sumbang) pada masyarakat Karo di desa Durin Pitu, kecamatan Pancur Batu, Kabupaten.Deli serdang, Propinsi Sumatera Utara.
Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.
16
1.2. Perumusan Masalah Berdasarkan uraian diatas, maka yang menjadi perumusan masalah dalam penelitian ini adalah: 1. Bagaimana konformitas perkawinan semarga (sumbang) pada Batak Karo di desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kababupaten Deli Serdang? 2. Bagaimana persyaratan perkawinan pada Batak Karo sekarang ini di desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang? 3. Faktor-faktor yang mendukung konformitas itu sehingga pasangan yang melakukan perkawinan semarga (sumbang) di terima oleh masyarakat desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang?
1.3. Tujuan Penelitian Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah: 1. Untuk
mengetahui
bagaimana
konformitas
perkawinan
semarga
(sumbang) pada Batak Karo di desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kababupaten Deli Serdang. 2. Untuk mengetahui bagaimana persyaratan perkawinan pada Batak Karo sekarang ini di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kababupaten Deli Serdang. 3. Untuk mengetahui faktor-faktor yang mendukung konformitas itu sehingga pasangan yang melakukan perkawinan semarga (sumbang) di terima oleh masyarakat desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Patu, Kabupaten Deli Serdang. Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.
17
1.4. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang diharapkan dari penelitian ini adalah: a. Manfaat Teoritis Hasil penelitian ini di harapkan dapat memperluas pengetahuan bagi peneliti, akademis dan masyarakat lainnya. b. Manfaat Praktis Penelitian ini dapat menjadi bahan rujukan/referensi bagi peneliti selanjutnya yang tertarik dalam melihat Budaya Batak Karo dan khalayak luas juga masyarakat Batak Karo khususnya. c. Bagi Penulis Melalui penelitian ini diharapkan dapat meningkatkan pengetahuan dan menambah wawasan peneliti mengenai masalah yang terkait dan merupakan wadah dalam pembentukan pola pikir ilmiah serta rasional dalam menghadapi persoalan sosial dalam masyarakat.
1.5. Definisi Konsep Dalam sebuah penelitian ilmiah, defenisi konsep sangat diperlukan untuk mempermudah dan memfokuskan penelitian. Disamping mempermudah dan memfokuskan penelitian konsep juga berfungsi sebagai panduan bagi peneliti untuk menindaklanjuti kasus tersebut serta menghindari timbulnya kekacauan akibat kesalahan penafsiran dalam penelitian. Konsep-konsep penting dalam penelitian ini adalah: a. Konformitas Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.
18
Menurut Jon M. Shepard (Kamanto Sunarto, 2000), konformitas adalah bentuk interaksi yang didalamnya seseorang berperilaku terhadap orang lain sesuai dengan harapan kelompok. Setiap anggota baru masyarakat disosialisasikan agar berperilaku sesuai dengan harapan masyarakat. Konformitas berhubungan erat dengan sosialisasi sebab proses sosialisasi menghasilkan konformitas. Adat istiadat Batak Karo khususnya adat perkawinan perlu disosialisasikan kepada setiap anggota baru masyarakat agar sesuai dengan harapan dari kelompok masyarakat Batak Karo sekarang ini. b. Perkawinan semarga (sumbang) Perkawinan menurut UU No.1 tahun 1974 adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang maha Esa. Perkawinan semarga (sumbang) menurut Pdt.Ginting’s, S.K, Pdt.Ginting’s, E.P, Dk.Surbakti, Bujur, 1996, merupakan suatu hal yang memalukan, khususnya yang berhubungan dengan ikatan perkawinan karena dianggap masih ada hubungan darah. Contoh, pasangan yang melakukan perkawinan semarga (sumbang) di desa Durin Pitu, Kec. Pancur Batu, Kab. Deli Serdang antara lain marga Karo-karo Sitepu dengan beru (boru) Karo-karo Gurusinga, marga Karo-karo Gurusinga dengan beru (boru) Karo, marga Karo-karo Gurusinga dengan beru (boru) Karo-karo Sinuraya, marga Tarigan Tambak dengan beru (boru) Tarigan Sibero, marga Karo-karo Sinuraya dengan beru (boru) Karo. c. Semarga
Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.
19
Semarga adalah garis keturunan yang sama (sederajat) yang berasal dari ayah yang disebut dengan patrilineal sedangkan dari ibu disebut matrilineal yang diperoleh secara langsung dari orang tuanya. d. Batak karo adalah suku bangsa yang berasal dari dataran tinggi tanah karo. Batak karo adalah satu suku bangsa yang mendiami dataran tinggi tanah karo, dan ada sebagaian yang menyebar (merantau) keseluruh pelosok tanah air. Orang Karo tidak hanya tinggal di tanah di Kabupaten Karo, melainkan tersebar di Kabupaten Deli Serdang, Kabupaten Langkat, Kabupaten Simalungun, Kabupaten Dairi, Aceh Tenggara. Jumlah orang Karo di luar Kabupaten Karo lebih banyak dari pada orang-orang Karo yang tinggal di Kabupaten Karo. Sehingga masyarakat Karo terbagi menjadi tiga, yaitu Karo Gunung, Karo Jahe dan Karo Langkat.
Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.
20
BAB II KAJIAN PUSTAKA
2.1. Perkawinan Semarga (sumbang) Perkawinan menurut UU No.1 tahun 1974 adalah ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita sebagai suami istri dengan tujuan membentuk keluarga (rumah tangga) yang bahagia dan kekal berdasarkan ketuhanan yang maha Esa. Untuk itu suami istri perlu saling melengkapi agar masing-masing dapat mengembangkan kepribadian yang mencapai kesatuan yang sejati dalam perkawinan. Koentjaraningrat mengemukakan bahwa apabila dipandang dari sudut kebudayaan manusia, maka perkawinan merupakan pengaturan kalakuan manusia yang berkaitan antara manusia dengan kebutuhan seksnya. Dikemukakan pula bahwa perkawinan mempunyai beberapa fungsi lain yakni; untuk memenuhi kebutuhan manusia akan teman hidup, harta, gengsi dalam masyarakat, serta untuk memberi ketentuan hak dan kewajiban serta perlindungan kapada anak. Berdasarkan pendapat Koentjaraningrat, dapat dipahami bahwa setiap kelompok etnis atau masyarakat, budaya yang mereka anut, pengaturan perkawinan, hubungan seks, memiliki aturanaturan yang harus dipatuhi (Harmoni Sosial, vol.1, no.3, 2007:128). Perkawinan semarga (sumbang/incest taboo) merupakan suatu hal yang memalukan, khususnya yang berhubungan dengan ikatan perkawinan karena dianggap masih ada hubungan darah (Pdt.Ginting’s, S.K, Pdt.Ginting’s, E.P, Dk.Surbakti, Bujur, 1996). Perkawinan semarga adalah perkawinan antara kerabat
Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.
21
dekat yang tidak diijinkan oleh hukum, adat dan agama (kamus besar bahasa Indonesia). Secara medis, perkawinan semarga (sumbang/incest taboo) merupakan perkawinan dengan saudara/kerabat dekat yang masih mempunyai hubungan darah. Dr. Boyke mengatakan bahwa perkawinan semarga (sumbang/incest taboo) membawa akibat pada kesehatan fisik yang sangat berat. Selanjutnya dia mengatakan bahwa memperbesar kemungkinan anak cacat adalah perkawinan hubungan darah, baik yang bersifat garis lurus maupun menyamping. Penyakit-penyakit dari perkawinan hubungan darah seperti: cacat mental (idiot), cacat fisik, dan lain-lain. Perkawinan semarga (sumbang/incest taboo) secara langsung memberikan peluang yang
besar
dimana
anak
yang
dilahirkan
olehnya
mengalami
cacat
(http:/74.125.155.132/search?q=cahe:BeWaM543XC4J:www.suarakaryaonline.com/news.html%3Fid%3D121672+perkawinan+satu+darah&cd=21&hl=id&c t=cln&gl=id). Menurut
Clayton
(Kamanto
Sunarto,
2000:64),
larangan
hubungan
perkawinan semarga (sumbang/incest taboo) ini tidak terbatas pada orang yang mempunyai hubungan darah sangat dekat saja (orangtua-anak, saudara kandung) tetapi sering mencakup pula kerabat diluar orangtua dan saudara kandung). Meskipun perkawinan semarga (sumbang/incest taboo) dijumpai dalam semua masyarakat, para ahli sosiologi mencatat bahwa pada kelompok tertentu dalam masyarakat
dapat
dijumpai pengecualian, misalnya dikalangan raja Mesir kuno, Yunani kuno, dan romawi kuno banyak dijumpai perkawinan kakak-adik atau perkawinan anak-orang tua. Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.
22
Setiap masyarakat mengenal berbagai aturan mengenai perkawinan. Ada aturan mengenai apakah jodoh harus berasal dari anggota kelompok sendiri ataukah dari kelompok lain, dan siapa diantara anggota kelompok sendiri yang boleh ataupun tidak boleh dinikahi, misalnya dalam masyarakat Batak karo. Di dalam masyarakat Batak karo, seseorang itu dilarang kawin dengan saudara sekandungnya (eksogami keluarga inti) dan juga seseorang dilarang kawin dengan orang satu marga dengannya (eksogami marga). Defenisi Griffith memilki keterkaitan dengan hukum perkawinan dalam masyarakat Batak, menurut Vergouwen (1986) perkawinan yang dibenarkan diantara orang Batak adalah perkawinan dengan orang di luar kelompok (eksogami). Seorang pria tidak boleh mengambil isteri dari agnata (kelompok) sendiri. Perempuan yang telah menikah akan meninggalkan kelompoknya dan pindah kekelompok suami dan akan terus menyandang nama marganya (perempuan dari marga Siregar adalah tetap menjadi boru Regar walaupun sudah menikah dengan marga lain), kemudian sang suami untuk seterusnya akan menyebut kerabat isteri sendiri sebagai hula-hulanya (kalimbubunya) (Harmoni Sosial, vol.1, No.3, Mei 2007:128). Dalam masyarakat Batak Karo dikenal adanya dua macam larangan perkawinan yang pokok yaitu, pertama adalah larangan kawin dengan saudara sekandung (erturang) dan kerabat-kerabat lain yang termasuk dalam kategori erturang (saudara perempuan yang sekandung atau yang sederajat dengannya). ”Turang” adalah relasi antara sudara sekandung atau relasi dengan kerabat-kerabat lain yang termasuk dalam kategori tersebut dan masih termasuk kerabat dekat. Ukuran dekat disini adalah kerabat yang masih merupakan keturunan dari satu ayah atau satu Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.
23
nenek, sebab garis keturunan dalam masyarakat Batak Karo dihitung melalui laki-laki (patrilineal). Kedua adalah larangan bagi seorang pemuda untuk menikah dengan perempuan dimana abang kandung perempuan tersebut telah lebih dulu menikah dengan saudara perempuan si pemuda. Jadi, misalnya si A ingin kawin dengan si B tetapi ternyata kakak laki-laki si B telah menikah dengan kakak perempuan si A, maka A dan B tidak boleh menikah, sebab akan mengacaukan hubungan Kalimbubu dengan Anak Beru yang telah terjadi sebelumnya. Demikian juga ada larangan bagi seorang pria untuk kawin dengan seorang gadis anak saudara perempuan bapaknya karena gadis itu adalah ”turang impalnya” (saudara sepupu pihak ayah) yang dianggap sama dengan saudara sekandung sendiri karena itu tidak boleh dikawini. Perkawinan seorang pria dengan turang impalnya akan menyebabkan kacaunya hubungan Kalimbubu dengan Anak Beru yang telah ada antara dua kelompok kekerabatan yang selanjutnya akan mengacaukan lagi relasirelasi sosial lainnya yang berdasarkan atas hubungan Kalimbubu dengan Anak Beru tersebut. Perkawinan dengan turang impal akan menimbulkan hubungan tukar menukar yang simetris antara kelompok pada generasi berikutnya, hal mana tidak mungkin dilakukan dalam masyarakat Batak Karo yang mempunyai struktur hubungan perkawinan yang asimetris. Sebab dalam relasi pertukaran ini, bukan hanya wanita saja yang tersangkut di dalamnya, akan tetapi suatu system of presetations (sistem
pertukaran)
dimana
wanita
hanya
merupakan
salah
satu unsur saja. Dalam sistem ini, tercakup benda-benda yang dipertukarkan pada saat perkawinan serta berbagai macam hak dan kewajiban suatu kelompok terhadap yang lain dalam kehidupan sosial sehari-hari. Jika terjadi hubungan yang simetris, atau Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.
24
timbal balik berarti relasi pemberi gadis dengan penerima gadis akan berubah pada setiap generasi dan ini akan menimbulkan struktur sosial yang lain sama sekali dalam masyarakat. Struktur sosial masyarakat Batak Karo dapat digambarkan sebagai masyarakat dengan system asymetric prescriptive alliance (dengan struktur hubungan perkawinan yang asimetris). Dalam masyarakat seperti ini terdapat kelompok-kelompok kekerabatan yang berhubungan satu sama lain melalui perkawinan antar anggotanya, dan hubungan ini bersifat asimetris artinya kelompok pemberi gadis (Kalimbubu) tidak boleh menjadi kelompok penerima gadis (Anak Beru) terhadap satu kelompok yang sama. Hubungan asimetris ini berlangsung terus dari generasi ke generasi. Untuk berlangsungnya hubungan antar kelompok seperti ini, maka dalam masyarakat tersebut paling tidak harus ada tiga kelompok kekerabatan yang disebut kelompok struktural, yang melakukan tukar menukar wanita misalnya A, tidak boleh menjadi kelompok pemberi wanita bagi pihak B, dari mana A telah menerima wanita, maka pihak B harus mencari wanita ke pihak C. Perkawinan semarga (sumbang/incest taboo) adalah suatu penyimpangan dalam masyarakat berdasarkan adat yang berlaku ditengah-tengah masyarakat. Penyimpangan merupakan perilaku yang oleh sejumlah besar orang dianggap sebagai hal yang tercela dan diluar batas toleransi (Kamanto Sunarto, 2000:182). Oleh sebab itu, pelanggaran atas ketetapan ini akan dihukum berat, seperti pengusiran dari kampung (desa), tidak diakui sebagai anggota marga dan dilarang mengikuti upacara adat.
Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.
25
Para
fungsionalis
mencatat
bahwa
larangan
perkawinan
semarga
(sumbang/incest taboo) membantu keluarga untuk menghindari kekacauan peran (role confusion) yang pada akhirnya akan memudahkan sosialisasi anak-anak. Larangan perkawinan semarga (sumbang/incest taboo) memaksa orang memandang keluar keluarga untuk mencari pasangan pernikahannya (James Henslin, 2007:119). Dalam masyarakat Batak Karo di kenal 3 bentuk perkawinan, yaitu erdemu bayu, petuturken dan ngeranaken. Erdemu bayu adalah perkawinan beradasarkan perjumpaan ”impal” (pariban), yaitu sang pemuda mengambil anak Mama (paman saudara laki-laki ibunya) menjadi istrinya atau sang wanita menerima anak Bibi (tante saudara perempuan ayahnya) menjadi suaminya. Dalam kehidupan Batak Karo jaman dahulu, perkawinan yang seperti inilah yang sangat di inginkan orang tua, karena dianggap dapat mempererat tali kekeluargaan antara Anak Beru dan Kalimbubu. Perkawinan yang seperti inilah yang di anggap perkawinan ideal dalam masyarakat Batak Karo. Petuturken adalah perjumpaan seorang laki-laki dengan perempuan yang bukan impalnya. Dalam perkawinan ini kedua belah pihak keluarga harus melalui proses ertutur (kenalan). Sedangkan ngeranaken adalah akibat perjumpaan seorang pemuda dan seorang perempuan yang sebenarnya tidak diharuskan dan disana ada unsur pelanggaran adat. Pelanggaran ini diakibatkan mereka erturang, dan inilah yang dikatakan perkawinan semarga (sumbang). Erturang yang disebut diatas tidak hanya akibat semarga tetapi bisa juga turang sipemeren misalnya seorang anak laki-laki menikah dengan anak perempuan anak saudara ibunya. Turang impal yaitu seorang anak perempuan dengan anak laki-laki dari saudara ibu. Akibat peristiwa ini, harus Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.
26
berembuk untuk membicarakannya dengan serius, termasuk hukum adat yang harus dikenakan kepada mereka, sehingga disebut ngeranaken (dibicarakan) (Bimbingan PA Permata GBKP, 2008:67). Dalam masyarakat Batak Karo bahwa seseorang itu dilarang kawin dengan saudara sekandungnya (eksogami keluarga inti) dan juga seseorang dilarang kawin dengan orang yang satu marga dengannya (eksogami marga). Misalnya seorang lakilaki bermarga Bangun dilarang kawin dengan gadis bermarga Bangun, karena mereka adalah sedarah, walaupun diantara mereka tidak saling mengenal. Tapi entah berdasarkan latar belakang apa dulunya ada kekecualian yaitu antara cabang di lingkungan marga induk Perangin-angin sendiri yaitu sub marga Sebayang dibenarkan saling kawin dengan cabang lain dari marga induk Perangin-angin. Demikian
juga
dalam
cabang
induk
marga
Sembiring,
diantaranya
sub
marga/kelompok cabang yang dibenarkan memakan daging anjing dengan sub marga/kelompok yang memantangkan memakan daging anjing dibenarkan saling kawin yaitu sub marga Sembiring Meliala dengan Sembiring Gurukenayan. Ada lagi antara anak cabang dari marga yang berlainan dipantangkan saling kawin, seperti anak cabang dari induk marga Perangin-angin yaitu marga Sebayang dengan sub cabang dari marga induk Karo-karo yaitu marga Sitepu. Jadi antara laki-laki dan perempuan marga Sebayang dengan perempuan atau laki-laki marga Sitepu walaupun berlainan induk marga dilarang mengikat tali perkawinan. Hal ini tentu ada sejarahnya. Walaupun pantang saling kawin, namun ada juga yang melanggarnya dan mereka dikucilkan dari masyarakat atau diusir dari desanya. Jadi dilihat dari kenyataan ini, maka masyarakat Batak Karo terdapat juga perkawinan semarga Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.
27
(endogami marga), tetapi hanya pada beberapa marga atau sub marga tertentu saja seperti marga-marga yang disebutkan diatas. Menururt Darwin Prinst (2004:75), ada beberapa syarat perkawinan pada masyarakat Batak Karo, yaitu: 1. tidak berasal dari satu marga, kecuali marga perangin-angin dan sembiring. 2. bukan menurut adat dilarang untuk berkawin erturang (bersaudara), sipemeren, dan erturang impal. 3. sudah dewasa, dalam hal ini tidak mengukur kedewasaan seseorang tidak dikenal batas usia yang pasti, tetapi berdasarkan pada kemampuan untuk bertanggungjawab memenuhi kebutuhan keluarga. Untuk laki-laki hal ini diukur dengan telah mampu membuat peralatan rumah tangga, peralatan bertani, dan telah mengetahui peraturan adat berkeluarga (meteh mehuli). Sedangkan untuk perempuan hal ini diukur dengan telah akil balik, telah mengetahui adat (meteh tutur), dan sebagainya. Menurut Darwin Prinst (2004:75), ada beberapa fungsi dalam perkawinan Batak Karo, antara lain: 1.
Melanjutkan hubungan kekeluargaan.
2. Menjalin hubungan kekeluargaan apabila sebelumnya belum ada hubungan kekeluargaan. 3. Melanjutkan keturunan dengan lahirnya anak laki-laki dan perempuan. 4. Menjaga kemurnian suatu keturunan. 5. Menghindari berpindahnya harta kekayaan kepada keluarga lain, dan 6. Mempertahankan atau memperluas hubungan kekeluargaan. Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.
28
2.2. Perkawinan Ideal Batak Karo Pada masyarakat-masyarakat banyak suku bangsa di dunia, ada perkawinan yang menjadi prefensi umum, artinya ada perkawinan yang amat diingini oleh sebagian besar dari pada warga masyarakat dan dianggap perkawinan ideal (Koentjaraningrat, 1981:92). Masyarakat Batak Karo juga mengenal perkawinan ideal yaitu perkawinan antara orang-orang yang rimpal (ber-impal) ialah antara seorang laki-laki dengan anak perempuan saudara laki-laki ibunya. Perkawinan pada masyarakat Batak Karo umumnya merupakan satu pranata, yang tidak hanya mengikat seorang laki-laki dengan seorang wanita, tetapi juga mengikat dalam suatu hubungan tertentu, kaum kerabat dari kaum laki-laki dengan kaum kerabat dari si wanita. Perkawinan semacam ini
dianggap baik sebab memperbaharui hubungan Kalimbubu (pemberi gadis)
dengan Anak Beru (penerima gadis) yang sudah terjalin sebelumnya.
Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.
29
Bagan: Perkawinan yang ideal pada masyarakat Batak Karo. Kakek dan nenek (Bulang ras Nini)
Ayah dan Ibu (Bapa ras Nande)
Paman dan Bibik (Mama ras Mami)
Anak lakilaki
Anak lakilaki Anak perempuan
Anak perempuan
Menikah
Demikianlah banyak masyarakat di dunia ada prefensi untuk kawin dengan cross-cousin adalah dengan anak saudara perempuan ayah atau anak saudara laki-laki ibu. Tetapi pada masyarakat Batak Karo, perkawinan yang dilakukan adalah dengan cross-cousin pihak ibu (cross-cousin dari matrilateral) dan tidak pernah dilakukan dengan cross-cousin dari pihak ayah, karena dianggap masih sedarah. Pandangan bahwa anak saudara laki-laki ibunya (impal) merupakan pasangan yang ideal juga tercermin dalam kehidupan sehari-hari mereka. Misalnya orang-orang tua melontarkan godaan terhadap seorang gadis dengan
mengatakan bahwa orang
tersebut akan mengawinkan anaknya dengan gadis itu. Bahkan kalau orang ingin Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.
30
mempermainkan gadis kecil supaya menangis, mereka menggunakan cara menakutnakuti bahwa impalnya yang merupakan pasangan idealnya ingin kawin dengan orang lain. Menurut Masri Singarimbun (1975:154), bahwa masyarakat Batak Karo sangat menyetujui perkawinan seperti di atas sebab hal itu merupakan tanda bahwa keluarga-keluarga dari pasangan tersebut mempunyai hubungan yang baik, sebagaimana seharusnya hubungan Anak Beru dengan Kalimbubu. Karena begitu idealnya perkawinan seorang laki-laki dengan impalnya, sehingga seorang wanita atau ibu merasa mempunyai kewajiban moral untuk berusaha sebaik-baiknya agar salah satu anak laki-lakinya manikah dengan salah seorang anak perempuan saudara laki-lakinya. Alasan bagi orang tua untuk mempertemukan anak laki-lakinya dengan impalnya adalah selain agar hubungan kekerabatannya antara keluarga tetap terpelihara, saling menghormati dimana sang menantu menganggap mertua adalah orang tuanya sendiri, dimana tidak begitu khawatir menyampaikan persoalan apabila timbul masalah dalam rumah tangga. Orang tua dan mertua sendiri dengan segala usaha membantu bagi kesejahtraan rumah tangga anaknya tanpa selalu jauh mencampuri urusan rumah tangga anaknya itu, apabila suami isteri ini adalah dari kelompok keluarga yang dekat sekali, ada hubungan darah, maka biasanya mereka itu mampu mengendalikan diri untuk menciptakan kerukunan rumah tangga walaupun sering terjadi kerikil-kerikil dalam perjalanan hidup mereka.
Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.
31
2.3. Tahap Perkawinan pada Batak Karo Ada dua cara yang dapat ditempuh di dalam suatu perkawinan, yaitu melalui perantaraan orang tua, setelah lebih dahulu mengadakan pendekatan terhadap sicalon, artinya orang tua sipemuda mengadakan lamaran terhadap orang tua si gadis, dan yang kedua yaitu antara si pemuda dan si gadis telah berlangsung ikatan percintaan melalui hubungan muda-mudi. Cara yang ditempuh tersebut adalah sebagai berikut ( Prinst, Darwin, 2004:88-128). a. Nangkih Setiap permulaan suatu perkawinan, ditandai dengan suatu kegiatan yang disebut ”nangkih”, yaitu pada suatu hari yang telah ditentukan si pemuda membawa si gadis kerumah pihak keluarganya dengan diantar satu atau dua orang. Biasanya si gadis dibawa pemuda kerumah keluarganya sendiri yaitu ke rumah Anak Berunya. Cara demikian dimaksudkan agar pihak anak berunya secara langsung mengetahui maksudnya dan sekaligus mengambil langkah-langkah seperlunya. Dalam hubungan ini anak beru yang bertanggung jawab menghubungi keluarga si gadis yaitu pihak anak beru si gadis dan orang tuanya untuk mengatur acara adat selanjutnya. b. Maba Belo Selambar Maba belo selambar adalah upacara meminang gadis menurut adat Batak Karo. Tujuannya dalah untuk menanyakan kesediaan si gadis, orang tua, sembuyak, anak beru, kalimbubu atas pinangan tersebut. c. Nganting Manuk (Muduni/Maba Luah) Acara nganting manuk adalah suatu acara yang diadakan sebagai kelanjutan maba belo selambar untuk membicarakan tentang besarnya gantang tumba/unjuken Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.
32
(mas kawin/ganti gigeh) yang harus diterima oleh pihak perempuan. Untuk itu, dalam acara ini harus hadir sangkep geluh (keluarga dekat) dari masing-masing pihak. Gantang tumba/unjuken itu ternyata juga tidak sama untuk setiap wilayah. Setelah selesai membicarakan gantang tumba/unjuken (mas kawin), maka pembicaraan dilanjutkan mengenai hari pelaksanaan pesta dan ose (pakaian adat). Maksudnya dimana pesta akan dilakukan, pukul berapa, ose (pakaian adat) yang akan dipakai oleh penganten, orang tua (nande/bapa) sembuyak dan senina serta tanda-tanda untuk anak beru. d. Kerja Nereh Empo (Pesta Adat Perkawinan) Pada hari yang telah ditentukan diadakanlah pesta adat perkawinan. Hari itu semua sangkep geluh dari kedua belah pihak hadir untuk memuliakan pesta perkawinan itu. Apabila pesta itu adalah sintua (agung), yakni dengan memotong kerbau dan erkata gendang, dan kalimbubu membawa ose anak berunya (sukut). Akan tetapi, di daerah Karo Jahe (Langkat) apabila pesta sintu, maka perkawinan diawali dengan erpangir kulau (mandi untuk membersihkan diri ke sungai). Dimana kedua pengantin diarak mengelilingi kampung kesungai untuk erpangir kemudian ketempat pesta. Pengantin laki-laki pada waktu diarak ini tidak memakai baju (kemeja). Ada pun acara yang dilakukan dalam kerja nereh empo ini meliputi, nangketken ose, nuranjang/ngelangkah, ertembe-tembe, pedalan ulu emas, aturan menari/telah-telah, dan sijalapen. d. Mukul
Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.
33
Pada malam harinya setelah pesta perkawinan dilaksanakan acara mukul, dimana masih ikut beberapa keluarga terdekat dari masing-masing pihak. Mukul ialah acara trakhir dalam melengkapi syarat dalam pengukuhan suatu perkawinan menurut adat Batak Karo, karena terkandung didalamnya semacam persumpahan dengan isi sehidup semati. e. Ngulihi Tudung/Ngulihi Bulang Biasanya setelah empat hari setelah mukul, diadakanlah upacara ngulihi tudung/ngulihi bulang. Ngulihi tudung adalah suatu upacara dimana kedua mempelai diarak (diantar) ke rumah orang tua mempelai perempuan; sedangkan nguluhi bulang adalah suatu upacara dimana mempelai diarak dari rumah orang tua mempelai perempuan menuju rumah orang tua mempelai laki-laki. Selesai acara ini, kedua mempelai diantarkan ketempat/rumah mereka untuk memulai hidup baru secara mandiri. Harus diakui bahwa proses dan tata cara perkawinan Batak Karo sangat panjang dan berbelit-belit. Hal mana kalau dipikirkan adalah merupakan pemborosan waktu, tenaga dan materi. Dengan adanya proses dan tata cara yang panjang dan melelahkan,
rupanya
membawa
pengaruh
positif,
yaitu
jarang
terjadi
perceraian/poligami pada masyarakat Batak Karo. Dimana masyarakat Batak Karo juga mengenal bentuk perkawinan monogami. Monogami adalah perkawinan antara seorang laki-laki dengan seorang wanita. Monogami merupakan bentuk perkawinan yang pada umumnya diakui serta dilandasi oleh sanksi adat istiadat dan agama, maka perkawinan iti akan dapat bertahan (Khairuddin, 1997:22).
Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.
34
2.4. Konformitas Menurut M.Sherif, dalam (Kamanto Sunarto, 2000), konformitas berarti keselarasan, kesesuaian perilaku individu-individu anggota masyarakat dengan harapan-harapan masyarakatnya, sejalan dengan kecenderungan manusia dalam kehidupan berkelompok membentuk norma sosial. Norma-norma yang timbul dalam masyarakat karena diperlukan sebagai pengatur dalam hubungan antara seseorang dengan orang lain atau antara seseorang dengan masyarakat. Diadakannya normanorma serta peraturan lain bermaksud untuk menciptakan konformitas dari anggota masyarakat terhadap nilai-nilai yang berlaku di dalam masyarakat. Menurut Jon M Shepard, dalam (Kamanto, Sunarto, 2000), konformitas merupakan bentuk interaksi yang didalamnya seseorang berperilaku terhadap orang lain sesuai dengan harapan kelompok. Misalnya, laki-laki cenderung berperilaku sesuai dengan apa yang diharapakan dari laki-laki dan perempuan berperilku seperti harapan dari perempuan. Berperilaku sebagai laki-laki atau perempuan lebih disebabkan karena identitas diri sebagai laki-laki atau perempuan yang diberikan kepada kita melalui sosialisasi. Konformitas erat hubungannya dengan sosialisasi, sebab proses sosialisasi menghasilkan konformitas. Menurut Berger, sosialisasi adalah proses melalui mana seorang anak belajar menjadi seorang anggota yang berpartisispasi dalam masyarakat, (Kamanto, 2000:36). Sosialisasi adalah proses dimana warga masyarakat di didik untuk mengenal, mematuhi, mentaati dan menghargai norma-norma yang dinilai berlaku dalam masyarakat.
Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.
35
Menurut pememikiran Talcott Parsons, (Suwarsono, 1994:10-11) dengan rumusan fungsionalismenya, masyarakat tak ubahnya seperti organ tubuh manusia dan oleh karena itu masyarakat manusia dapat juga dipelajari seperti mempelajari tubuh manusia. Pertama, seperti struktur tubuh manusia yang memiliki barbagai bagian yang saling berhubungan satu sama lain. Oleh karena itu, masyarakat menurut Parsons juga mempunyai berbagai kelembagaan yang saling terkait dan tergantung satu sama lain. Untuk hal ini, Parsons menggunakan konsep ”sistem” untuk menggambarkan koordinasi harmonis antar kelembagaan tersebut. Kedua, karena setiap tubuh manusia memiliki fungsi yang jelas dan khas (specific), maka demikian pula setiap bentuk kelembagaan dalam masyarakat. Setiap lembaga dalam masyarakat melaksanakan tugas tertentu untuk setabilitas dan pertumbuhan masyarakat tersebut. Parsons merumuskan istilah ”fungsi pokok” (funsional imperative) untuk menggambarkan empat macam tugas utama yang harus dilakukan agar masyarakat tidak ”mati” yang terkenal dengan sebutan AGIL (adaptation to the environment, goal attainment, integration dan latency). Lembaga ekonomi menjalankan fungsi adaptasi lingkungan, pemerintah bertugas untuk pencapaian tujuan umum, lembaga hukum dan agama menjalankan fungsi integrasi, dan yang terakhir, keluarga dan lembaga pendidikan berfungsi untuk usaha pemeliharaan. Analogi dengan tubuh manusia mengakibatkan Parsons merumuskan konsep ”keseimbangan dinamis-stasioner” . Jika satu bagian tubuh manusia berubah, maka bagian lain akan mengikutinya. Ini dimaksudkan untuk mengurangi ketegangan intern Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.
36
dan mencapai keseimbangan baru. Demikian pula halnya masyarakat. Masyarakat selalu mangalami perubahan, tetapi teratur. Perubahan sosial yang terjadi pada satu lembaga akan berakibat pada perubahan di lembaga lain untuk mencapai keseimbangan baru. Denagan demikian, masyarakat bukan sesuatu yang statis, tetapi dinamis, sekalipun perubahan itu amat teratur dan selalu menuju pada keseimbangan baru. Namun demikian, disisi lain, teori fungsionalisme Parsons disebut sebagai konservatif, karena menganggap bahwa masyarakat akan selalu berada pada situasi yang harmoni, stabil, seimbang, dan mapan. Bias ini terjadi juga karena analogi antara masyarakat dan tubuh manusia yang dilakukan oleh Parsons bisa diilustrasikan, bahwa tidak mungkin terjadi konflik antara tangan kiri dengan tangan kanan, demikian pula tidak mungkin terjadi ada satu tubuh manusia yang membunuh dirinya sendiri dengan sengaja. Demikian pula karakter dalam masyarakat. Lembaga masyarakat akan selalu terkait harmonis, berusaha menghindari konflik dan tidak mungkin menghancurkan keberadaannya sendiri.
Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.
37
BAB III METODE PENELITIAN 3.1. Jenis Penelitian Metode penelitian adalah cara yang dipergunakan untuk mencapai tujuan dan memecahkan masalah. Pada hakekatnya, penelitian adalah untuk memecahkan masalah oleh sebab itu langkah-langkah yang ditempuh harus relevan dengan masalah (Nawawi, Hadari, 1990:63) Jenis penelitian yang dipakai dalam penelitian ini adalah penelitian studi kasus dengan menggunakan pendekatan kualitatif. Studi kasus merupakan suatu penelitian yang penelaahannya kepada satu kasus dilakukan secara intensif, mendalam, mendetail, dan konprensif (Faisal, 1992:22). Pendekatan kualitatif dapat diartikan sebagai pendekatan yang menghasilkan data, tulisan, dan tingkah laku yang didapat dari apa yang telah diamati.
3.2. Lokasi penelitian Tempat yang menjadi lokasi penelitian ini adalah desa Durin Pitu, Kecamatan pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang, Provinsi sumatera Utara. Alas an peneliti mengambil lokasi ini adalah karena di desa ini peneliti menemukan adanya keluarga (pasangan) perkawinan semarga (sumbang, incest). Keluarga (pasangan) perkawinan semarga (sumbang, incest) ada lima keluarga (pasangan).
Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.
38
3.3. Unit Analisis Yang menjadi unit analisis atau objek kajian dalam penelitian ini adalah pasangan perkawinan semaraga, kepala adat, dan masyarakat yang ada di lokasi penelitian. Informan dipilih atas pertimbangan dan kriteria tertentu yang telah ditetapkan oleh peneliti. Informan dibedakan atas dua jenis, yaitu informan kunci dan informan biasa. a. Informan kunci yaitu mereka yang mengetahui dan memiliki berbagai informasi pokok yang diperlukan dalam penelitian. Kriterianya adalah sebagai berikut:
Pasangan perkawianan semarga (sumbang).
Kepala adat dan yang paham mengenai adat dan istiadat karo
Pasangan perkawinan semarga (sumbang) yang telah ada anaknya yang menikah berdasarkan adat budaya Karo.
b. Informan biasa, merupakan sumber informasi sebagai data pendukung dalam menjelaskan keadaan adat astiadat masyarakat Batak Karo di desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu yang ditentukan sesuai dengan data yang diperlukan dalam penelitian. Kriterianya adalah sebagai berikaut:
Masyarakat di lokasi sekitar yang mengetahui dan paham tentang adat istiadat Batak Karo.
Keluarga dan kerabat dekat dari pasangan perkawinan semarga (sumbang).
Laki-laki atau perempuan
Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.
39
3.4. Teknik Pengumpulan Data Untuk memperoleh data yang diperlukan dalam penelitian ini peneliti menggunakan dua jenis data yaitu data primer dan data sekunder. Untuk mendapatkan dat tersebut, maka peneliti memakai teknik pengumpulan data melalui: 1. Data Primer Data primer merupakan data pertama yang akan diperoleh di lapangan. Data primer diperoleh melalui: a. Observasi, yaitu mengadakan pengamatan secara langsung serta ikut mengambil bagian dalam obyek penelitian untuk memperoleh dan mengumpulkan data yang diperlukan. Dalam penelitian ini peneliti mengamatin langsung kelapangan melihat gambaran konformitas perkawinan semarga pada Batak karo. b. Wawancara mendalam (dept interview), yaitu wawancara atau Tanya jawab secara mendalam kepada informan. Disisni peneliti akan berusaha mengambil informasi yang sebanyak-banyaknya guna memenuhi data-data yang diperlukan oleh peneliti dari informan seperti nama, usia, pendidikan, serta bagaimana konformitas perkawinan semarga (sumbang) pada Batak karo. 2. Data Sekunder Data sekunder atau pelengkap data merupakan data-data yang digunakan mendukung data primer. Dimana data dan informasi yang diperoleh secara tidak langsung melalui studi kepustakaan, yaitu dengan mengumpulkan data dan informasi dari buku-buku, jurnal, majalah, surat kabar, internet dan referensi Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.
40
lainnya yang dapat mendukung penelitian ini juga menggunakan dokumentasi, tape rekorder, dll.
3.5. Interpretasi Data Analisis data adalah proses pengorganisasian dan mengurutkan data ke dalam pola kategori dan satuan uraian sehingga dapat ditemukan tema dan selanjutnya dapat dianalisis (Moleong, 1993:103). Setiap data yang didapat, direkam dalam catatan lapangan, baik itu data utama hasil wawancara maupun dari data penunjang lainnya. Setelah data terkumpul, maka dilakukan analisis data dan interpretasi dengan mengacu pada tinjauan pustaka. Sedangkan hasil observasi diuraikan dan dinarasikan untuk memperkaya hasil wawancara sekaligus melengkapi data. Setiap data yang diperoleh diinterpretasikan untuk menggambarkan secara jelas keadaan melalui kata berdasarkan dukungan teori dan tinjauan pustaka.
Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.
41
3.5. Jadwal Kegiatan
No
Kegiatan
Bulan Ke 1
1
Pra Observasi
√
2
ACC Judul
√
3
Penyusunan
2
3
4
√
√
√
5
6
7
8
9
Proposal Penelitian 4
Seminar Proposal
√
Penelitian 5
Revisi Proposal
√
√
Penelitian 6
Penelitian
√
Kelapangan 7
Pengumpulan Data
√
dan Analisis Data 8
Bimbingan
9
Penulisan Laporan
√
√ √
Akhir 10
Sidang Meja Hijau
√
3.6. Keterbatasan Penelitian Keterbatasan penelitian yang di temukan oleh peneliti selama melakukan penelitian adalah dalam memperoleh data secara jelas dan mendetail. Pada mulanya Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.
42
juga informan terkesan enggan di wawancarai karena takut nantinya jika data-data yang mereka berikan disebar luaskan oleh peneliti khususnya pasangan perkawinan semarga (sumbang). Namun setelah melakukan beberapa pendekatan kepada beberapa informan barulah mereka bersedia diwawancarai. Selain itu, kendala lain dalam penelitian ini adalah keterbatasan waktu saat melakukan wawancara dengan informan, hal ini disebabkan kegiatan informan yang sarat dengan kesibukan yang pada akhirnya mempengaruhi kualitas data yang deperoleh.
Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.
43
BAB IV DESKRIPSI DAN INTERPRETASI DATA
4.1. Deskripsi Lokasi Penelitian 4.1.1. Sejarah Singkat Desa Durin Pitu Desa Durin Pitu terbentuk pada tahun 1946 dengan nama Simpang Durin Pitu. Simpang Durin Pitu dibuat karena didesa itu ditemukan tujuh pohon durian sehingga dibuatlah nama Simpang Durin Pitu oleh masyarakat yang datang kedesa tersebut. Pada tahun 1946, penduduk desa Durin Pitu belum ada yang menetaptinggal didesa tersebut. Mereka datang hanya untuk bercocok tanam (berladang). Setelah mereka panen mereka pulang lagi ke desa asalnya masing-masing dan setelah sampai waktunya untuk membersihkan dan menanam lagi maka mereka datang lagi ke desa Durin Pitu. Lading yang digarap oleh masyarakat adalah lahan perkebunan kelapa pada waktu jaman penjajahan Nippon (pada jaman penjajahan Jepang). Setelah Indonesia merdeka tahun 1945 maka semua lahan perkebunan dari para penjajah akan digarap kembali oleh rakyat Indonesia berdasarkan perintah dari Presiden RI yang pertama yaitu Sukarno Hatta. Semua masyarakat bebas untuk berladang dimana saja dan seberapa luas tanpa ada larangan dari siapa pun terhadap mereka, ini terjadi karena belum ada terbentuk pemerintahan daerah dan pemerintah desa. Pada tahun 1950 terbentuklah pemerintahan daerah atau camat. Setelah terbentuk dan ditetapkan pemerintahan daerah atau camat maka dibentuklah memerintahan desa pada tahun 1951. setelah pemerintahan desa terbentuk dan Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.
44
disahkan maka masyarakat tidak dapat lagi berladang dengan sistim yang berpindahpindah karena telah dibagikan kepada rakyat berdasarkan ketentuan perundangundanga pemerintah desa (kepala desa). Kepala desa yang pertama didesa Durin Pitu adalah Bp. D Purba dengan jumlah penduduk lebih kurang 50 jiwa. Masyarakat desa Durin Pitu pada awalnya menganut kepercayaan pemena (kepercayaan terhadap roh leluhur). Seiring dengan perkembangan jaman maka lamakelamaan masyarakat desa Durin Pitu mulai meninggalkan agama pemena tersebut dan menganut agama yang sesuai dengan kepercayaan mereka masing-masing.
4.1.2. Batas Wilayah Desa Durin Pitu berada di Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang. Desa ini berbatasan dengan berbagai wilayah yaitu: disebelah Utara berbatasan dengan desa Tiang Layar, disebelah Selatan berbatasan dengan desa Kutalimbaru, disebelah Barat berbatasan dengan desa Bintang Meriah, disebelah Timur berbatasan dengan desa Namo Rambe.
4.1.3. Luas Wilayah Desa Durin Pitu mempunyai luas wilayah 1068 ha. Desa ini terletak pada ketinggian 900 meter di atas permukaan laut, dengan bentuk permukaan tanah yang berbukit-bukit.
Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.
45
4.1.4. Komposisi Penduduk Jumlah penduduk desa Durin Pitu adalah 2596 dengan 363 kepala keluarga (KK). Bila digolongkan berdasarkan jenis kelamin yaitu, laki-laki sejumlah 1232 jiwa, dan perempuan sejumlah 1364 jiwa, dengan komposisi penduduk yaitu :
4.1.4.1.Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin Tabel I Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Kelamin No
Keterangan
Jumlah
Persentase
1
Laki-laki
1232
47,46
2
Perempuan
1364
52,54
Jumlah
2596
100
Sumber dari : Kantor Kepala Desa Durin Pitu, Feberuari 2009 Dari data pada tabel I di atas dapat diketahui bahwa penduduk di desa Durin Pitu memiliki jumlah penduduk sebanyak 2596 jiwa, berdasarkan jenis kelamin jumlah penduduk berjenis kelamin laki-laki lebih sedikit dari pada penduduk yang berjenis kelamin perempuan. Jumlah penduduk yang berjenis kelamin laki-laki yaitu sebanyak 1232 jiwa dengan persentase sebesar 47,46 %, sedangkan jumlah jenis kelamin perempuan sebanyak 1364 jiwa dengan persentase sebesar 52,54 %.
Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.
46
4.1.4.2.Komposisi Penduduk Berdasarkan Usia Tabel 11 Komposisi Penduduk Berdasarkan Usia No
Tingkat Usia
Jiwa
Persentase
1
0 s/d 1 Tahun
28
1,10
2
2 s/d 5 Tahun
138
5,10
3
5 s/d 7 Tahun
184
7,10
4
7 s/d 14 Tahun
360
13,90
5
15 s/d 24 Tahun
724
27,90
6
25 s/d 54 Tahun
816
31,40
7
55 Tahun keatas
346
15,30
Jumlah
2596
100
Sumber: Kantor Kepala Desa Durin Pitu, Feberuari 2009 Dari data pada tabel II diatas dapat diketahui bahwa komposisis penduduk berdasarkan usia di desa Durin Pitu berjumlah 2596 jiwa. Dengan jumlah penduduk terbanyak yaitu penduduk pada usia 25 s/d 54 tahun sebesar 816 jiwa dengan persentase 31,40 %, kemudian disusul oleh penduduk pada usia 15 s/d 24 tahun sebesar 724 jiwa dengan persentase 27,90 %, selanjutnya jumlah penduduk pada usia 7 s/d 14 sebesar 360 jiwa dengan persentase 13,90 %, kemudian disusul oleh penduduk pada usia 55 tahun keatas sebesar 346 jiwa dengan persentase 13,30 %, selanjutnya jumlah penduduk pada usia 5 s/d 7 tahun sebesar 184 jiwa dengan persentase 7,10 %, kemudian disususl oleh penduduk pada usia 2 s/d 5 tahun sebesar 138 jiwa dengan persentase 5,30 % dan terakhir yang merupakan jumlah paling
Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.
47
terkacil yaitu penduduk pada usia 0 s/d 1 tahun sebesar 28 jiwa dengan persentase 1,10 %.
4.1.4.3. Komposisi Penduduk Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tabel III Komposisi Penduduk Berdasarhan Tingkat Pendidikan No
Tingkat Pendidikan
Jiwa
Persentase
1
Belum sekolah
294
11,60
2
Tidak tamat
108
4.30
3
SD
586
23,13
4
SLTP
638
25,18
5
SMU
748
29,53
6
PT
159
6,26
Jumlah
2533
100
Sumber: Kantor Kepala Desa Durin Pitu, Feberuari 2009 Dari data pada tabel III diatas dapat diketahui bahwa komposisi penduduk berdasarkan tingkat pendidikan di desa Durin Pitu berjumlah 2533 jiwa. Dengan jumlah terbanyak yaitu pada tingkat SMU sebesar 748 jiwa dengan persentase 29,53 %, selanjutnya disusul oleh tingkat SLTP sebesar 638 jiwa dengan persentase 25,18 %, kemudian disusul oleh tingkat SD sebesar 586 jiwa dengan persentase 23,13 %, selanjutnya disusul oleh belum sekolah sebesar 294 jiwa dengan persentase 11,60 %, kemudian disusul oleh tingkat perguruan tinggi sebesar 159 jiwa dengan persentase 6,26 %, dan yang terakhir yang merupakan jumlah paling terkecil yaitu pada tingkat tidak tamat sebesar 108 jiwa dengan persentase 4,30 %. Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.
48
4.1.4.4. Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Pekerjaan Tabel IV Komposisi Penduduk Berdasarkan Jenis Pekerjaan No
Jenis Pekerjaan
Jiwa
Persentase
1
Bertani
1786
71,12
2
PNS dan swasta
296
11,80
3
Dagang
246
9,80
4
Dll
183
7,28
Jumlah
2511
100
Sumber: Kantor Kepala Desa Durin Pitu, Feberuari 2009 Dari data pada tabel IV diatas dapat diketahui bahwa komposisi penduduk berdasarkan jenis pekerjaan didesa Duri Pituberjumlah 2511 jiwa. Dengan jumlah terbanyak yaitu bertani sebesar 1786 jiwa dengan persentase 71,12 %, selanjutnya disusul oleh PNS dan swasta sebesar 296 jiwa dengan persentase 11,80 %, kemudian disusul oleh pedagang sebesar 246 jiwa dengan persentase 9,80 %, dan terakhir yang merupakan jumlah terkecil yaitu pekerjaan lain-lain sebesar 183 dengan persentase 7,28 %. Ini berarti komposisi penduduk berdasarkan jenis pekerjaan yang paling besar adalah bertani
Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.
49
4.1.4.5. Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama Tabel V Komposisi Penduduk Berdasarkan Agama No
Agama
Jiwa
Persentase
1
Islam
159
6,12
2
Kristen
2323
89,48
3
Dll
114
4,40
Jumlah
2596
100
Sumber: Kantor Kepala Desa Durin Pitu, Feberuari 2009 Dari data pada tabel V diatas dapat diketahui bahwa komposisis penduduk berdasarkan agama didesa Durin Pitu bahwa mayoritas masyarakat desa ini beragama Kristen sebesar 2323 jiwa dengan persentase 89,48 %, Islam sebesar 159 jiwa dengan persentase 6,12 % dan yang lain-lain sebesar 114 jiwa dengan persentase 4,40 %.
4.1.4.6. Komposisi Penduduk Berdasarkan Etnis Tabel VI Komposisi Penduduk Berdasarkan Etnis No
Etnis
Jiwa
Persentase
1
Karo
2048
78,90
2
Jawa
238
9,16
3
Dll
310
11,94
Jumlah
2596
100
Sumber: Kantor Kepala Desa Durin Pitu, Feberuari 2009 Dari data pada tabel VI diatas dapat diketahui bahwa komposisi penduduk berdasarkan etnis didesa Durin Pitu bahwa mayoritas penduduknya adalah etnis Karo Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.
50
sebesar 2048 jiwa dengan persentase 78,90 %, selanjutnya disusul oleh etnis lain sebesar 310 jiwa dengan persentase 11,94 %, dan yang terakhir adalah etnis Jawa sebesar 238 jiwa dengan persentase 9,16 %.
4.1.5 Gambaran Umum Desa Durin Pitu Desa Durin Pitu adalah desa yang mayoritas penduduknya adalah suku Batak Karo, masyarakatnya mayoritas agama Kristen Protestan. Walaupun di desa ini terdapat penduduk yang mayoritas namun tidak melemahkan penduduk yang minoritas. Penduduknya hidup rukun antara satu dengan yang lainnya. Sebagian besar masyarakat desa Durin Pitu bermata pencaharian petani dengan jenis tanaman keras seperti kemiri, dur ian, karet, pisang, jahe, dan tanaman muda seperti kacangkacangan, jagung, dan lain-lain serta penghasilan tambahan atau sampingan yaitu dengan berternak seperti berternak babi, ayam, dan ikan. Sarana ibadah yang terdapat didesa Durin Pitu yaitu tiga bangunan gereja (GBKP, Katolik, dan GKII). Sarana transportasi juga telah memadai seperti jalan dan kendara-kandaraan yang beroda dua dan empat telah ada sehingga mempermudahkan penduduk untuk melakukan aktivitasnya sehari-hari.
Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.
51
STRUKTUR ORGANISASI DESA DURIN PITU, KEC. PANCUR BATU KAB. DELI SERDANG
Kepala Desa
Serketaris Desa
Kepala Urusan Pemerintah
LMD
Kepala Urusan Pembangunan
Kepala Urusan Kesejahteraan Anggota
Kepala urusan Umum
Kepala Urusan Keuangan
Sumber: Kantor Kepala Desa Durin Pitu, Feberuari 2009.
Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.
52
4.2 Profil Informan 4.2.1. J Sitepu Informan ini adalah salah satu informan kunci yang melakukan perkawinan semarga (sumbang). Bp. J. Sitepu adalah seorang laki-laki yang berperawakan tinggi besar, kulit sawomatang, telah berusia 52 tahun, agama Protestan, pendidikan terakhirnya SD, dan kesehariannya bekarja sebagai petani, tinggal di desa Durin Pitu. Bp. J. Sitepu menikah pada umur 22 tahun dengan S br Gurusinga. Usia perkawinan mereka sekitar 32 tahun, jumlah anak empat orang (dua orang laki-laki dan dua orang perempuan), tiga orang telah berumah tangga dan sekarang Bp. J. Sitepu sudah mempunyai tujuh orang cucu. Menurut cerita informan, sebelum mereka menikah, mereka awalnya pacaran kurang lebih satu tahun. Kisah cinta kami berawal pada saat aron (bekerja di ladang secara berkelompok), karena seringnya bertemu maka tumbuhlah benih-benih cinta diantarakami. Kami berdua masuk dalam satu sub marga Karo-karo (erturang). Salama kami pacaran, hubungan kami memang telah ditentang oleh kedua belah pihak keluarga. Namun berbekal cinta, kami sepakat untuk menikah dan hidup bersama dalam satu rumah tangga. Kami tahu kalau hubungan perkawinan kami sangat melanggar peraturan adat istiadat Batak Karo, namun kami tetap melakukan pernikahan itu dengan latar belakang saling mencintai dan saling mengasihi satu sama lain. Pada awal pernikahan, kami memang selalu jadi bahan omongan orang-orang yang ada di sekitar kami begitu juga pada waktu kami mensosialisasikan anak-anak kami namun itu adalah batu loncatan bagi kami untuk membina keluarga yang baik dan harmonis Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.
53
hingga lama-kelamaan keluarga kami dan masyarakat didesa ini akhirnya dapat menerima kehadiran keluarga kami dikampung ini. Perkawinan kami memang tidak dilakukan secara adat dan tidak juga secara agama, namun kami hidup rukun. Tujuan dari sebuah perkawinankan adalah mempunyai keturunan, membangun hubungan kekeluargaan dengan keluarga pasang kita. Itu yang membuat kami berusaha untuk mempertahankan keutuhan keluarga ini sampai selama-lamanya. 4.2.2. M Br Gurusinga Informan ini adalah salah seorang ibu rumah tangga yang berperawakan sedang, berambut ombak-ombak, kulit sawomatang. Yang tinggal di desa Durin Pitu. Usianya 39 tahun, agama Katolik, pendidikan terakhirnya adalah SMP, pekerjaan sehari-harinya adalah membantu suami sebagai petani. Ibu M Br Gurusinga menikah pada umur 20 tahun dengan M Purba, usia perkawinan mereka saat ini adalah 19 tahun dan mempunyai dua orang anak (satu orang laki-laki dan satu orang perempuan) dan belum ada yang berumah tangga. Informan ini menceritakan kisah hubungan mereka, yaitu pada awal perjalanan hubungan kami dimulai pada saat kami aron, karena seringnya bertemu dan sudah saling mengenal satu sama lain maka tumbuhlah benih-benih cinta diantara kami berdua. Kami pacaran lebih kurang satu setengah tahun dan selama perjalanan cinta kami semua keluarga baik dari pihak saya dan dari pihak suami saya sangat menentang hubungan kami karena kami sama-sama masuk dalam satu sub marga Karo-karo.
Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.
54
Didalam adat, perkawinan kami dilarang namun kami sepakat untuk tetap melanjutkannya dengan alasan saling cinta dan berjanji untuk saling melengkapi satu sama lain walau keluarga tidak mendukung. Dengan susah payah kami melewati rintangan itu dan akhirnya sekarang kami dapat hidup rukun kembali dengan keluarga kedua belah pihak begitu juga dengan masyarakat di sekitar kami. 4.2.3. S Br Sinuraya Informan ini adalah salah satu pasangan perkawinan semarga (sumbang) yang merupakan salah satu informan kunci dalam penelitian ini. Informan ini berperawakan kecil, kurus, rambut lurus, kulit sawomatang. Informan ini berusia 26 tahun, agama Islam namun dulu beragama Protestan hanya karena kami melakukan perkawinan semarga jadi kami pindah agama. Pendidikan terakhir informan ini adalah SMA, pekerjaan sehari-harinya adalah sebagai ibu rumah tangga. Usia saya pada saat menikah yaitu 23 tahun dengan S Gurusinga, lama pernikahan kami 3 tahun. Sekarang kami mempunyai satu orang anak yang sehat dan lucu. Hubungan mereka berawal dari saat saya bekerja diwarung nasi dan doorsemer abang saya sebagai pelayan dan suami saya adalah seorang supir angkot. Ia sering makan dan mendoorsemer mobil bawaannya di tempat kami. Karena seringnya bertemu maka akhirnya tumbuhlah benih-benih cinta di antara kami. Walau kami tahu bahwa hubungan kami itu dilarang oleh adat namun kami tetap melanjutkannya karena kami saling mencintai. Kami pacaran lebih kurang satu tahun dan selama itu hubungan kami ditentang oleh keluarga kami terutama keluarga dari pihak suami saya. Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.
55
Awal perkawinan kami sangat menyakitkan karena tidak mendapat restu dari keluarga suami saya dan ia akhirnya dikucilkan oleh keluarganya namun saya bersukur keluarga dari pihak saya mau menerima saya begitu juga dengan masyarakat yang ada di sekitar kami. 4.2.4. Nd. M Br Tarigan Informsn ini telah berusia 71 tahun, ia adalah salah satu pasangan perkawinan semarga (sumbang), informan ini berperawakan kurus tinggi, rambut lurus, kulit hitam manis. Agamanya Protestan, tidak pernah mengecap pendidikan, pekerjaan sehari-harinya adalah bertani. Usianya pada saat menikah dengan Bp Martin Tarigan adalah 30 tahun dan mempunyai tiga orang anak (doa orang laki-laki dan satu orang perempuan) yang semuanya telah menikah dan sekarang telah punya tujuh orang cucu. Hubungan kami berawal dari saat saya merantau ke desa ini. Pada saat perkenalan kami sama-sama saling memberi tahu marga kami masing-masing. Kami pacaran lebih kurang delapan bulan dan selama kami pacaran, hubungan kami ditentang oleh keluarga kedua belah pihak namun kami sudah terlanjur saling mencintai dan tidak dapat dipisahkan lagi dan kami sepakat untuk menikah walau tanpa restu dari keluarga. Awal perkawinan kami memang sedikit sulit untuk bersosialisasi dengan masyarakat setempat itu karena kami merasa minder karena kami telah berbuat salah, namun lama-kelamaan rasa minder itu hilang karena masyarakat disini bersifat kekeluargaan. 4.2.5. B Sinuraya Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.
56
Informan ini adalah abang dari S Br Sinuraya informan yang ketiga. Informan ini berperawakan kurus tinggi, rambut lurus, kulit sawomatang, kimis tepis. Usianya 39 tahun, agama Islam namun dulunya kami beragama Kristen hanya karena kami melakukan perkawinan semarga maka kami pindah agama menjadi agama Islam. Pendidikan terakhir saya adalah SMA dan pekerjaan saya sebagai wirasuasta. Usia saya menikah dengan R. Br Karo adalah 26 tahun, usia perkawinan kami saat ini adalah 13 tahun dan kami dikaruniai dua orang anak (satu laki-laki dan satu perempuan). Kedua anak kami sehat-sehat aja, tidak ada tanda-tanda adanya kelainan pada mereka. Informan dengan istrinya adalah sama-sama tinggal di satu kampung dan telah saling mengenal satu sama lain begitu juga dengan keluarga kami masing-masing. Entah karena apa, setelah kami dewasa timbul rasa cinta di antara kami walau kami tahu bahwa hubungan cinta kami sangat dilarang dalam adat, namun kami tidak mempedulikannya karena kami saling mencintai dan tidak dapat di pisahkan lagi. Kami pacaran lebih kurang dua tahun dan selama itu hubungan kami ditentang oleh keluarga bahkan saya sempat dikirim merantau selama beberapa bulan namun karena diperantauan saya suka sakit maka saya kembali kekampung dan sejak itu hubungan kami semakin dalam dan akhirnya kami berdua sepakat untuk menikah secara agama Islam. Alasan kami melakukan perkawinan semarga ini adalah karena kami saling mencintai. Awal perkawinan kami, kami merasa sulit untuk bersosialisasi dengan masyarakat setempat namun lama-kelamaan jadi terbiasa dan masyarakat disini juga
Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.
57
telah menerima kami karena mereka mempunyai sifat kekeluargaan dan keluarga kami juga akhirnya menerima kami setelah anak pertama kami lahir. 4.2.6. N Tarigan Informan ini termasuk informan kunci karena ia mengetahui adat istiadat Batak Karo dan menjadi pemuka adat di kampung ini. Informan ini berperawakan tinggi besar, rambut memutih, kulit sawomatang, sedikit bungkuk dan ramah. Usianya 75 tahun, beragama Protestan, pendidikan terakhir SD namun tidak sampai tamat/selesai, pekerjaan sehari-hari adalah bertani dan mempunyai lima orang anak. Tanggapan pemuka adat, tentang perkawinan semarga adalah secara adat perkawinan semarga (sumbang) sangat dilarang karena bertentangan dengan adat budaya Batak Karo. Walau bagimanapun kita sebagai manusia yang hidup didalam masyarakat yang senantiasa berkembang, tentu saja pola pikir kita juga berkembang, apakah perkembangan itu dikarenakan pendidikan semakin maju ataupun karena penerapan hukum. Tetapi kita sebagai manusia yang berbudaya hendaknya melestarikan nilai-nilai budaya yang selama ini kita anut. Sebab hal itu merupakan kebudayaan yang harus kita lestarikan.
4.2.7. D Purba Informan ini merupakan salah satu informan kunci karena D Purba adalah Kepala Desa di desa Durin Pitu sehingga layak untuk menjadi informan dalam penelitian ini. D Purba adalah seorang laki-laki yang telah berusia 42 tahun dan merupakan sosok yang ramah, berperawakan tinggi besar, berkulit sawomatang,
Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.
58
rambut lurus dan tebal. Agama dari D Purba adalah Protestan, pendidikan terakhirnya SMA, dan mempunyai dua orang anak perempuan. Sebagai seorang Kepala Desa di kampung ini, saya harus bertindak bijaksana kepada setiap warga masyarakat yang ada di desa ini demi terciptanya kerukunan antar masyarakat. Sehingga jika ada permasalahan diantara sesama masyarakat maka akan di usahakan penyelesaiannya dengan kekeluargaan karena masyarakat yang tinggal dalam satu kampung tentunya masih mempunyai hubungan kekeluargaan. Menurut informan, perkawinan yang semarga memang dilarang secara adat. Namun di desa ini telah ada beberapa keluarga yang melakukan perkawinan semarga. Hal ini terjadi dulu sebelum masa jabatan saya sebagai Kepala Desa di sini dan selama masa jabatan saya, ada sepasang kekasih yang ingin melakukan perkawinan semarga. Saya tidak dapat berbuat banyak karena di desa ini telah ada keluarga yang melakukan perkawinan semarga dan mereka tetap tinggal di desa ini, jadi saya tidak tega mengusir mereka dari kampung ini. Sebenarnya secara hukum negara, perkawinan semarga tidak menjadi masalah asalkan sesuai dengan Undang-Undang Perkawinan pasal 1 tahun 1974. Namun karena masyarakat desa ini masih memegang teguh adat istiadanya jadi jika ada warga yang melakukan perkawinan semarga maka saya serahkan dulu kepada keluarganya. Setelah mereka dimaafkan dan telah membayar hutuang adatnya kepada Kalimbubunya maka saya berani untuk mengeluarkan surat nikahnya. 4.2.8. Pdt. R Sembiring Informan ini adalah seorang Pendeta di Runggun GBKP desa Durin Pitu sehingga dianggap cocok sebagai informan pendukung dalam proses pencarian data. Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.
59
Informan ini berperawakan tinggi besar, rambut kriting, kulit hitam manis dan ramah kepada setiap orang. Pdt R Sembiring saat ini berusia lima puluh tujuh tahun, agama Protestan, jumlah anaknya empat orang (tiga orang laki-laki dan satu orang perempuan). Pdt R Sembiring berumur 53 tahun. Menurut informan ini secara agama perkawinan semarga tidak menjadi masalah asalkan bukan dengan saudara dekat dan sesusuan. Namun karena dikaitkan dengan adat maka perkawinan semarga menjadi dilarang dan merupakan pelanggaran dalam masyarakat. Sebenarnya yang menjadi pelanggaran dalam gereja yaitu apabila perkawinan itu tidak melakukan pemberkatan di gereja. Pasangan yang tidak melakukan pemberkatan secara tidak langsung akan dikeluarkan dari anggota jemaat (perpulungen). Maka untuk menjadi anggota kembali maka pasangan tersebut harus mengikuti pengepkepan (pelajaran agama secara khusus). 4.2.9. Dk. Bp Sion Sembiring Informan ini merupakan informan pendukung dalam memperoleh informasi dalam penelitian ini. Ia adalah seorang diaken (gembala gereja atau petugas gereja). Dk. Bp Sion Sembiring barwatakan sedang, rambut lurus, kulit hitam manis, yang berusia 68 tahun, berpendidkan terakhir adalah SMP, dan mempunyailima orang anak (empat orang laki-laki dan satu orang perempuan). Informan ini sangat menjunjung tinggi adat istiada Batak Karo. Menurutnya, masyarakat Batak Karo tidak dapat dilakukan perkawinan semarga dalam masyarakat. Jika itu terjadi maka pasangan tersebut akan di kucilkan oleh masyarakat. Yang termasuk pelanggaran dalam ajaran agama Kristen tentang perkawinan yaitu Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.
60
apabila perkawinannya tidak melalui pemberkatan (pemasu-masun) dan setiap keluarga yang tidak melakukan pemberkata maka secara tidak langsung akan di keluarkan dari anggota perpulungen. Agar masyarakat ini diterima kembali maka ia harus dikepkek terlebih dahulu sampai memenuhi syarat tertentu sehingga mereka diterima kembali menjadi anggota perpulungen. Menurut informan, kita sebagai warga masyarakat harus dapat menjaga dan melestarikan adat istiadat kita agar kita tidak kehilangan identitas sebagai orang karo karena adat merupakan salah satu identitas bagi kita dan untuk generasi berikutnya. 4.2.10. Keluarga/kerabat Dekat Pada masyarakat Batak Karo, segala hubungan kekerabatan baik berdasarkan pertalian darah maupun karena hubungan perkawinan dapat dikelompokkan ke dalam tiga jenis kekerabatan, yaitu Kalimbubu (pemberi gadis), Senina (saudara), dan Anak Beru (penerima gadis). Ketiga jenis kekerabatan ini biasa disebut dengan istilah dalikan sitelu (tungku yang berkaki tiga) atau telu sendalanen (tiga seiring), ataupun sangkep sitelu (tiga yang lengkap/tri tunggal). Dalam masyarakat Batak Karo, ketiga jenis kekerabatan ini tidak dapat dipisahkan satu dengan yang lainnya karena ketiga-tiganya mempunyai fungsi yang berbeda-beda dimana kesemuanya itu saling mendukung dan saling melengkapi satu sama lain. Apabila ada salah satu dari ketiga jenis kekerabatan ini hilang maka hubungan kekerabatan/kekeluargaan dalam masyarakat Batak Karo sama dengan pincang. Di setiap kegiatan yang di lakukan oleh masyarakat Batak Karo, baik dalam perkawinan, memasuki rumah baru, dan kemalangan (kematian), ketiga jenis Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.
61
kekerabatan ini diharuskan untuk hadir dalam acara tersebut kerena tanpa ketiganya acara peradatan dalam masyarakat Batak Karo tidak dapat di laksanakan. Yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah keluarga/kerabat dekat dari pasangan perkawinan semarga (sumbang), seperti orang tua, saudara, dan anak beru dari masing-masing pasangan perkawinan semarga tersebut.
4.2.11. Anak dari Pasangan Perkawinan Semarga (sumbang) Setiap pasangan muda/mudi yang sepakat untuk hidup bersama atau menikah tentunya akan mempunyai keturunan (anak) karena salah satu tujuan dari perkawinan adalah berketurunan (mempunyai anak). Yang menjadi informan dari penelitian ini adalah anak-anak dari pasangan perkawinan semarga (sumbang) yang telah berkaluarga juga dan perkawinannya dilaksanakan berdasarkan adat istiadat Batak Karo. Awalnya mereka tidak bersedia untuk diwawancarai namun setelah dijelaskan inti permasalahan dan tujuan dari penelitian ini, akhirnya mereka bersedia juga untuk diwawancarai. Menurut mereka, perkawinan yang dilakukan oleh orang tua mereka secara adat memang telah melakukan pelanggaran, namun kami tidak menyalahkan mereka karena cinta memang tidak dapat dicegah dan apabila cinta sudah melekat di hati ya memang harus dijaga. 4.2.12. Masyarakat Sekitar Menuju kepada suatu perkawinan maka perlu di perhatikan proses-proses percintaan dan pemilihan jodoh, kita melihat bahwa masyarakat luas juga menaruh Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.
62
perhatian akan hasilnya karena kedua jaringan keluarga yang akan menikah akan di hubungkan karenanya. Dan oleh karena itu juga, jaringan-jaringan yang lain yang lebih jauh juga tersangkut. Yang menjadi informan dalam penelitian ini adalah masyarakat sekitar dari pasangan perkawinan semarga (sumbang), yaitu masyarakat Desa Durin Pitu yang mengerti akan adat istiadat Batak Karo. Masyarakat di desa ini bersifat yang ramah dan baik sehingga peneliti tidak sungkan untuk menanyai informan tentang masalahmasalah yang berhubungan dengan masalah penelitian ini. Menurut mereka, perkawinan semarga adalah perkawinan yang sangat memalukan dan melanggar adat istiadat kita sebagai orang Karo yang selama ini diketahui sangat menjunjung tinggi adat istiadat dan kebudayaannya. Namun, apabila ada pasangan yang melakukan perkawinan semarga dikampung ini, kita sebagai warga tidak dapat berbuat apa-apa karena keluarga mereka juga hanya diam saja selain itu juga mereka bukanlah orang lain melainkan adalah keluarga-keluarga kita juga.
Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.
63
4.3. Interpretasi Data Penelitian 4.3.1. Konformitas Perkawinan Semarga (sumbang) Pada Batak Karo di desa Durin Pitu Berdasarkan hasil penelitian, diketahui bahwa pelaku perkawinan semarga (sumbang) memahami kalau perkawinan yang mereka lakukan sangat bertentangan dengan hukum adat, tetapi sebaliknya tidak bertentangan dengan ajaran Islam dan Kristen. Perkawinan semarga (sumbang) umumnya dilakukan atas dasar cinta sehingga para pelakunya siap menerima sanksi adat yang berlaku di desa mereka. Pada awalnya, perkawinan semarga (sumbang) didasarkan pada kesamaan pandangan untuk membangun sebuah rumah tangga sampai akhir hayat mereka. Kesamaan
pandangan
dari
pasangan
perkawinan
semarga
(sumbang)
ini
dilatarbalakangi oleh rasa cinta. Cinta merupakan suatu faktor dalam perkawinan. Sama halnya dengan yang dikemukakan oleh informan ini: ”Perkawinan kami dilatarbelakangi oleh rasa cinta. Hidup tanpa cinta akan terasa hampa, apalagi dalam sebuah keluarga/perkawinan. Jika tidak dilandasi oleh rasa cinta maka rumah tangga akan terasa kurang bahagia” (M Br Gurusinga, perempuan 39 tahun. Wawancara April 2009).
Keluarga dari kedua mempelai tidak akan menyetujui apabila anak-anak mereka melakukan perkawinan semarga (sumbang), hal ini disebabkan struktur masyarakat Batak Karo masih tetap memegang teguh konsep dalikan sitelu. Nilai-nilai inilah yang mempengaruhi upacara perkawinan adat, dimana upacara tersebut melibatkan Kalimbubu (pemberi gadis), Senina/saudara, dan Anak
Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.
64
Beru (penerima gadis), sehingga dapat dikatakan bahwa bentuk perkawinan ideal untuk mereka adalah eksogami. Lebih lanjut, persoalan adat hanya bisa diselesaikan melalui keterlibatan struktur tersebut yaitu dengan keterlibatan pengetua adat dan dalikan sitelu, sehingga perkawinan atau mengawini perempuan harus menggunakan jalur adat ini. Perempuan yang akan kawin harus ngobah tutur (merobah tutur), baru dianggap sah dalam masyarakat karo yang ada di desa Durin Pitu. Untuk menjalankan proses adat ini, mereka yang melanggar menerima akibat/konsekuensi dengan diharuskan membayar sanksi adat, antara lain: 1. membayar sanksi adat kepada mertua, keluarga dan pengetua adat. Pembayaran sanksi adat ini, dalam masyarakat Batak Karo dilakukan pada saat mereka memasuki rumah baru atau pada saat pesta perkawinan anaknya. Dalam masyarakat Batak Karo, pembayaran sanksi adat tidak ada dipestakan secara khusus maka pembayaranya harus dilaksanakan disela-sela acara pesta memasuki rumah baru (mengket rumah mbaru) dan sebelum acara pesta adat anaknya karena sebelum hutang adat orang tuanya dibayar maka pesta adat anaknya juga tidak dapat dilaksanakan. Pembayaran sanksi adat harus melibatkan sangkep setelu, dan diumumkan ditengah masyarakatnya, bahwa pembayaran sanksi adat tentang kawin semarga yang mereka lakukan telah dilaksanakan. 2. wanita yang kawin semarga dengan suami, harus merombak berunya dengan meminta beru dari ibu sisuami melalui proses adat.
Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.
65
3. bardasarkan struktur adat, beru ibu yang diberikan kepada isteri hanya berlaku bagi dirinya sendiri, setelah penetapan beru tersebut, maka siisteri akan menjadi kelompok bero si suami (marga ibu dari suami) dan bukan lagi kelompok marga orang tuanya. 4. bila ada keturunan mereka anak laki-laki dikamudian hari, anak laki-laki tersebut tidak dibenarkan mengambil impalnya (anak dari saudara laki-laki ibu). Setelah mereka membayar sanksi adat, kemudian prosesi dilanjutkan dengan acara melunasi hutang adat kepada pihak kalimbubu, dan kemudian dilanjutkan dengan acara selanjutnya. Apa bila pembayaran hutang adatnya itu dilakukan pada saat memasuki rumah baru (mengket rumah mbaru), maka acara memasuki rumah baru (mengket rumah mbaru) dapat dilanjutkan dan jika pada saat pesta perkawinan anaknya, setelah selesai membayar hutang adat orang tuanya maka pesta adat anaknya dapat dilaksanakan. Hal ini dilakukan karena untuk membayar sanksi/hutang adat pasangan perkawinan semarga (sumbang) ini tidak dapat dilakukan secara khusus untuk membayar sanksi/hutang adat saja, ini di karenakan telah menjadi peraturan adat di desa itu. Seperti yang di utarakan oleh informan ini: ”Orang yang melakukan perkawinan semarga (sumbang) tidak dapat membayar sanksi/hutang adat kepada kalimbubunya secara khusus untuk membayar sanksi/hutang adat saja. Pembayarannya harus pada saat mereka memasuki rumah baru (mengket rumah mbaru) atau pada saat pesta perkawinan anaknya, karena ini memang telah menjadi peraturan dalam adat Batak Karo, lain halnya dengan mereka yang perkawinannya yang tidak melanggar adat namun hutang adatnya belum di bayarkan kepada pihak kalimbubu” (Nd. Hobby Br Gurusinga, Perempuan 56 Tahun, Wawancara April 2009). Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.
66
Pasangan yang melakukan perkawinan semarga (sumbang) harus malalui proses yang panjang agar mereka dapat di terima oleh keluarga dan masyarakat sekitar. Pasangan ini harus berjuang keras untuk hidup mandiri tanpa adanya bantuan dari keluarga besar mereka masing-masing. Mereka harus dapat membuktikan kepada keluarga mereka, yaitu kalimbubu, senina, dan anak beru mereka begitu juga dengan masyarakat yang ada di desa tersebut bahwa hubungan perkawinan yang mereka jalani ini akan membuahkan kebahagiaan, walau memang perkawinan mereka itu melanggar peraturan peradatan yang ada di desa itu. Mereka harus tetap berbuat baik dan hormat kepada keluarga kedua belah pihak dan kapada masyarakat meskipun awalnya hubungan perkawinan mereka ditentang oleh keluarga dan masyarakat. Sama halnya dengan yang dikemukakan oleh informan ini: ”Kami tetap berbuat baik pada keluarga dan masyarakat serta mengikuti peraturan-peraturan yang ada di kampung ini, walaupun perkawinan kami melanggar peraturan adat namun bukan berarti kami tidak dapat berbuat baik dan menjalankan peraturan lainnya sehingga mereka mau menerima kami di kampung ini” (M Br Gurusinga, Perempuan 39 Tahun, Wawancara April 2009).
Untuk mendapatkan kata maaf dari keluarga dan masyarakat memang membutuhkan perjuangan yang tidak mudah maka mereka harus mampu membuktikan kepada keluarga mereka dan masyarakat yang ada disekitar mereka bahwa tindakan pelanggaran yang mereka lakukan akan menghasilkan/melahirkan keluarga yang rukun dan bahagia dengan tetap berbuat baik pada keluarga dan masyarakat serta tetap berusaha untuk mengikuti paraturan-peraturan yang ada dikampung tempat tinggal mereka. Dengan begitu, keluarga, masyarakat dan Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.
67
lembaga-lambaga yang ada di tengah-tengah kampung mereka akan memberi maaf kepada pasangan yang melakukan pelanggaran tersebut. Seperti konsep dari teori Talcott Parsons, Fungsi sistem sosial ini adalah (1) adaptasi, menunjuk kepada keharusan bagi sistem-sistem sosial untuk menghadapi lingkungannya, (2) mencapai tujuan, merupakan persyaratan fungsional bahwa tindakan itu diarahkan pada tujuan-tujuannya (bersama sistem sosial), (3) integrasi, merupakan persyaratan yang berhubungan dengan interelasi antara para anggota dan sistem sosial, (4) pemeliharaan pola-pola tersembunyi, konsep latensi (latency) pada berhentinya interaksi akibat keletihan dan kejenuhan sehingga tunduk pada sistem sosial lainnya yang mungkin terlibat. Fungsi lainnya adalah mengatur, menata, menempatkan seseorang di dalam masyarakatnya. Tujuannya adalah untuk melestarikan nilai-nilai sosial budaya yang dimiliki yang pada gilirannya memberikan kestabilan dan ketenangan hidup bagi anggota masyarakat tersebut.
4.3.2. Syarat-syarat Perkawinan Pada Batak Karo Menurut Tridah (1986:35), tujuan perkawinan pada masyarakat Batak Karo ialah ikatan lahir batin, mendapatkan keturunan, memperkuat tali kekerabatan dan hak waris jatuh kepada anak laki-laki langsung, tidak akhirnya kepada orang lain, walau masih saudara senenek misalnya. Demikian juga bila ditinjau secara sosiologis maka tujuan perkawinan bagi orang karo adalah guna memperoleh pengakuan dari
Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.
68
kerabatnya dan masyarakat sekitar tempat kejadian, dimana upacara perkawinan berlangsung. Sesuai dengan tujuan perkawinan diatas, dalam adat istiadat masyarakat Batak Karo telah digariskan suatu aturan yang berkaitan dengan ”siapa boleh kawin dengan siapa dan siapa yang tidak boleh dikawini”. Dalam tatanan adat masyarakat Batak Karo, telah digariskan beberapa aturan berupa larangan kawin (pembatasan jodoh). Aturan-aturan tersebut antara lain : seorang laki-laki dan gadis yang seketurunan marga, sama sekali tidak dapat dibenarkan kawin, kecuali cabang anak marga Peranginangin Sebayang dapat kawin dengan anak marga lain dari marga induk marga
Peranginangin,
misalnya
marga
Bangun
dan
marga
Singarimbun
diperbolehkan dengan marga Sebayang dimana marga ini sama-sama anak cabang dari marga induk Peranginangin, demikian juga dengan seluruh anak cabang dari marga Peranginangin lain. Beberapa cabang dari induk marga Sembiring juga ada yang dapat dibenarkan saling kawin, misalnya antara marga Sembiring Milala dengan marga Sembiring Gurukinayan. Kecuali lainnya yang sudah merupakan tradisi bagi masyarakat Batak Karo adalah laki-laki atau gadis dari marga Sebayang tidak dibenarkan kawin dengan marga Sitepu dari induk marga Karo-karo. Jadi walaupun mereka ini berbeda marga tetapi mereka tidak boleh saling kawin, tentu hal ini ada sejarahnya. Selain larangan kawin semarga sebagaimana disebutkan diatas, masih ada lagi pantangan kawin atau yang menurut istilah Karo disebut ”la arus” (melawan arus) kalau antara laki-laki dan wanita ada pertalian kekerabatan seperti : a. Sepemeren (ibu bersaudara) Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.
69
b. Erturang impal (ibu sigadis bersaudara dengan ayah jejaka dan yang sederajat). c. Mamina (jejaka dengan gadis yang seharusnya menjadi isteri pamannya). d. Jejaka memanggil bibi terhadap si gadis (saudara perempuan ayah). e. Anak tiri atau anak angkat. f. Bere-bere (anak gadis dari kakak/adik perempuan) (Bangun, Tridah, 1986:120). Larangan perkawinan sebagaimana dituturkan tadi, umumnya hingga sekarang masih dipatuhi dan apabila ada perkawinan ”la arus” atau tidak menuruti jalurnya, maka orang tersebut akan dikucilkan dari adat dan kekerabatannya. Mereka yang melakukan perkawinan semarga (sumbang) ini biasanya akan meninggalkan desanya dan tidak akan berani datang lagi untuk selama-lamanya. Memperhatikan larangan yang dikemukakan diatas dalam perkembangan masyarakatnya ternyata sedikit demi sedikit telah mengalami perubahan walaupun larangan utama seperti kawin semarga dan bersaudara masih tetap menjunjung kekuatan sebagai aturan adat yang dipantangkan hingga sekarang ini. Dari hasil penelitian yang saya lakukan di desa Durin Pitu, ditemukan kasuskasus perkawinan yang menunjukkan adanya perubahan-perubahan dalam aturanaturan perkawinan/syarat pada pemilihan jodoh. Sebagai contoh di desa Duri Pitu terdapat lima pasang perkawinan semarga (sumbang) dan pasangan ini tinggal menetap di desa penelitian. Dari kasus ini terlihat adanya indikasi melemahnya kekuatan adat. Dikatakan demikian karena biasanya kalau terjadi hal yang demikian, maka orang tersebut akan dikucilkan kaum kerabatnya dan diusir supaya Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.
70
meninggalkan desa. Kenyataan bahwa pasangan tersebut tetap bertahan di desa tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa adanya pihak kerabat yang mau menerima mereka dan masyarakat setempat tidak bertindak mengusirnya juga merupakan indikasi terjadinya perubahan nilai adat dalam perkawinan. Kasus lainnya adalah perkawinan seorang jejaka dengan seorang gadis yang menurut hubungan kekerabatannya adalah anaknya (anak dari impal si jejaka tersebut), sama halnya dengan yang dikemukakan oleh informan ini : ”persyaratan perkawinan pada masyarakat Batak Karo sekarang ini telah mengalami perubahan misalnya menikahi anak impalnya dimana secara adat itu sudah menjadi anaknya” (J Sitepu, laki-laki 52 tahun. Wawancara April 2009). . Kasus-kasus perkawinan lainnya yang indikasinya mengarah pada bentuk perubahan tatanan perkawinan adalah seorang laki-laki kawin dengan seorang perempuan yang masih kategori maminya dan seorang laki-laki kawin dengan seseorang yang masih ketegori kemenakannya atau seseorang kawin dengan seorang perempuan yang masih kategori bibinya. Kasus-kasus perkawinan sebagaimana disebutkan di atas memang sudah hal yang biasa terjadi pada masyarakat Batak Karo, walaupun pada mulanya hal ini dilarang. Demikian halnya di desa penelitian, kasus-kasus perkawinan seperti di atas kenyataan terjadi dan dapat diterima masyarakat, hanya saja apabila dilihat struktur kekerabatannya mereka ini pada dasarnya sudah memiliki hubungan yang relatif jauh, karena mereka bukanlah orang yang ”sada nini” (satu nenek) atau ”sada bapa” (satu ayah). Umumnya keluarga-kaluarga menentang bentuk perkawinan seperti diatas apabila di lihat dari struktur hubungan kekerabatan masih dekat (sada nini). Akan Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.
71
tetapi apabila struktur hubungan kekerabatan menunjukkan hubungan yang relatif jauh, bentuk perkawinan diatas dapat diterima masyarakat. Seperti yang dinyatakan oleh informan ini : ”pasangan perkawinan semarga (sumbang) makin lama makin bertambah saja” (S Br Sinuraya, perempuan 26 tahun. Wawancara April 2009). Hal yang senada dikatakan oleh informan berikut : ”sepasang kekasih yang kalau secara adat tutur mereka adalah turang impal, namun karena hubungan kekeluargaan mereka tidak terlalu dekat maka hubungan mereka dianggap sah-sah saja oleh masyarakat” (M Br Gurusinga, perempuan 39 tahun. Wawancara April 2009). Hal-hal yang di kemukakan di atas adalah wujud indikasi terjadinya perubahan perkawinan atau syarat perkawinan pada masyarakat Batak Karo di lokasi penelitian. Hal-hal yang pada mulanya selalu dihindari karena dianggap dapat mengacaukan pola kekerabatan, pada akhirnya mulai di langgar dan dapat diterima sebagai suatu hal yang wajar. Dari cerita diatas dapat disimpulkan syarat-syarat perkawinan pada masyarakat desa Durin Pitu, yaitu: 1. tidak berasal dari satu marga yang sangat dekat (satu nenek), kecuali marga Perangin-angin dan Sembiring. 2. bukan menurut adat di larang untuk berkawin erturang atau bersaudara, sipemeren, erturang impal. 3. didasrakan kepada persetujuan bebas antara calon suami dan calon istri, berarti tidak ada paksan di dalam perkawinan. Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.
72
4. pria harus telah berumur 19 (sembilan belas) tahun dan wanita 16 (enam belas) tahun. 5. harus mendapat izin masing-masing dari kedua orangtua mereka, kecuali dalam hal-hal tertentu dan calon pengantin telah berusia 21 (dua puluh satu) tahun atau lebih, atau mendapat dispensasi dari pengadilan Agama apabila umur para calon kurang dari 19 dan 16 tahun. 6. tidak termasuk larangan-larangan perkawinan antara 2 (dua) orang yang: a) Berhubungan darah dalam garis keturunan lurus ke bawah ataupun ke atas. b) Berhubungan darah dalam garis keturunan ke samping yaitu antara saudara, antara saudara dengan saudara orangtua dan antara seseorang dengan saudara neneknya. c) Berhubungan semenda, yaitu mertua, anak tiri, menantu dengan ibu/bapak tiri. d) Perhubungan susuan, yaitu orangtua susuan dan bibi/paman susuan. e) Berhubungan saudara dengan istri (ipar) atau sebagai bibi atau keponakan dari istri, dalam hal seorang suami beristri, lebih dari seorang. f) Mempunyai hubungan yang oleh agamanya atau peraturan lain yang berlaku dilarang kawin. 7. seorang yang masih terikat tali perkawinan dengan orang lain, kecuali dispensasi oleh pengadilan.
Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.
73
4.3.3. Faktor-faktor Yang Mendukung Konformitas Perkawinan Semarga (sumbang) di Desa Durin Pitu
Dalam masyarakat yang hidup secara berkelompok akan membuat suatu aturun sebagai pegangan dalam kelompoknya. Hal ini dilakukan agar setiap anggota dalam masyarakat dapat hidup dengan rukun dan menyesuaikan diri dengan kelompoknya yang disebut dengan konformitas. Ada beberapa hal yang mendukung konformitas perkawinan semarga (sumbang) dalam masyarakat di desa Durin Pitu, yaitu : a. Kurangnya informasi dari orang tua, keluarga dan masyarakat kepada anakanak atau generasi muda tentang adat istiadat dan kebudayaannya, sehingga generasi muda kehilangan jati dirinya sebagai orang Batak Karo yang mempunyai adat istiadat tersendiri. b. Melemahnya nilai-nilai adat dalam masyarakat yang diakibatkan oleh kurangnya informasi tentang adat istiadat dalam masyarakat dan kurangnya penerapan nilai-nilai adat di tengah-tengah masyarakat. c. Adanya pihak keluarga yang mau menerima keberadaan mereka (pasangan perkawinan semarga tersebut) sehingga pasangan perkawinan semarga (sumbang) tersebut tetap bertempat tinggal di desa Durin P itu ini. Seperti yang diungkapkan oleh informan ini: “kalau dilihat secara adat, perkawinan semarga tidak boleh dilakukan namun jika mereka sudah saling menyayangi dan mencintai kenapa harus dihalangi, setiap manusia kan berhak untuk hidup bahagia” (B.Tarigan, laki-laki 32 tahun. Wawancara April,2009).
Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.
74
Masyarakat desa Durin Pitu akan tetap berusaha menyelesaukan masalah yang timbul di desa ini dengan cara musyawarah khususnya mereka yang masih mempunyai hubungan kekeluargaan. d. Kemajuan dibidang pendidikan dimana sejak zaman dahulu begitu ada kesempatan untuk mencari ilmu melalui pendidikan setelah negeri ini dinyatakan dalam keadaan aman dipenghujung tahun 1949, laksana air bah putra-putri orang Batak Karo termasuk tentara pelajarnya menyerbu sekolahsekolah lanjutan pertama dan atas, tidak hanya di Medan dan Pematang Siantar, tapi juga mara kekota-kota lainnya di Jawa terutama di Jakarta dan Jogjakarta (Sarjani Tarigan, 1986:199). e. Teknologi yang semakin berkembang dengan pesat di tengah-tengah masyarakat Batak Karo. f. Perubahan cara pandang (berpikir) dari masyarakat yang dipengaruhi oleh tingkat pendidikan yang dikenyam oleh masyarakat dan oleh kemajuan teknologi yang berkembang ditengah-tengah masyarakat Batak Karo khususnya di desa Durin Pitu. g. Adat budaya yang dinamis dimana budaya adalah hasil karya dan ciptaan manusia dan manusia akan terus berkembang dan berubah seiring dengan perkembangan zaman begitu juga dengan budaya dan adat istiadat akan mengalami perubahan sesuai dengan tuntutan perkembangan zaman. h. Pandangan Medis Tentang Perkawinan Semarga (sumbang). Hubungan sumbang (Inggris: incest) adalah hubungan saling mencintai yang bersifat seksual yang dilakukan oleh pasangan yang memiliki ikatan keluarga Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.
75
(kekerabatan) yang dekat, biasanya antara ayah dengan anak perempuannya, ibu dengan anak laki-lakinya, atau antar sesama saudara kandung atau saudara tiri. Hubungan sumbang diketahui berpotensi tinggi menghasilkan keturunan yang secara biologis lemah, baik fisik maupun mental (cacat), atau bahkan letal (mematikan). Dr. Ramonasari mengatakan tidak setiap perkawinan sumbang akan melahirkan keturunan yang memiliki kelainan atau gangguan kesehatan. Jadi detailnya seperti ini, bisa saja gen-gen yang di turunkan baik dan melahirkan anak yang normal. Walaupun begitu, kelemahan genetik lebih berpeluang muncul dan riwayat genetik yang buruk akan bertambah dominan serta banyak muncul ketika lahir dari orang tua yang memiliki kedekatan keturunan Dr. Boyke mengatakan bahwa perkawinan incest membawa akibat pada kesehatan fisik yang sangat berat. Selanjutnya dia mengatakan bahwa memperbesar kemungkinan anak cacat adalah perkawinan hubungan darah, baik yang bersifat gasir lurus maupun menyamping. Penyakit-penyakit dari perkawinan hubungan darah seperti: talasemia, hermopilia, dsb. Tetapi hal ini bisa dihindari bila kita berkosultasi dengan ahli genetika. Pada dasarnya ahli genetika akan memberikan solusi atau cara mengatasi lahirnya anak cacat dari perkawinan sepupu. Tetapi manipulasi genetika juga tidak dapat memastikan terhindarnya
lahirnya
anak
cacat
(http://modernitasjunal.blogspot.com/2008/10/perkawinan-pariban-ditinjaudari.html, diakses 9 Juni 2009).
Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.
76
Dari hasil observasi dan wawancara di lapangan, bahwa perkawinan sumbang tidak memiliki keturunan yang mengalami cacat dan mempunyai kesehatan yang baik, tidak menunjukkan tanda-tanda akan gangguan kesehatannya. Seperti yang dinyatakan oleh informan ini : “saya tidak takut akan gangguan kesehatan pada anak-anak saya karena apabila kedua orang tuanya sehat pasti anak-anaknya juga sehat-sehat dan buktinya anak-anak saya sehat-sehat semua begitu juga cucu saya” (Nd. Martin Br Tarigan, perempuan 60 tahun. Wawancara April, 2009).
Hal senada dinyatakan oleh informan berikut : “saya tidak takut, buktinya anak-anak dan cucu-cucu saya sehat semua. Kamikan bukan saudara dekat dan marganya juga beda ini menunjukkan nenek moyang kami juga beda hanya memanga masuk dalam satu sub marga” (J Sitepu, laki-laki 52 tahun. Wawancara April, 2009). Pada pasangan perkawinan semarga (sumbang) ini menunjukkan bahwa keturunan dari mereka akan tetap sehat-sehat dan dapat tumbuh dengan baik seperti anak-anak dari pasangan perkawinan normal. i.
Pengaruh ajaran agama Kristen terhadap adat istiadat Batak Karo. Kekristenan yang datang kewilayah nusantara yang dibawa oleh misionaris
Belanda kebanyakan merupakan aliran Protesyan yang sedang berkembang di Eropa kala itu. Aliran Protestan sangat menekankan ajaran agama menurut kitab suci, namun di samping itu juga menekankan aspek kesejahtraan bagi jemaatnya. Dalam perkembangannya banyak masyarakat Batak Karo menjadi Kristen yang di mulai di desa Buluh Awar, kemudian berkembang kewilayah sekitarnya. Selanjutnya ke Kabanjahe, dan wilayah lain di dataran tinggi tanah Karo, Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.
77
seterusnya kedaerah Pancurbatu tahun 1927. Sedangkan kedaerah Langkat di mulai penginjilan tahun 1921. Gereja pertama ditahbiskan tahun 1929, dua orang putra karo di sekolahkan menjadi pendeta di Siminari Sipoholoan dan menjadi pendeta pertama masyarakat Karo yakni Thomas Sibero dan P. Sitepu (Peranginangin, Martin, 2004:37). Adat istiadat atau hukum adat yang dilaksanakan sehari-hari oleh suku-suku bangsa kita termasuk dalam hal ini adat perkawinan, maka pelaksanaan adat dan upacara perkawinan pada masyarakat Batak Karo adalah kenyataan bahwa adat istiadat atau hukum perkawinan pada masyarakat Batak Karo tidaklah bersifat statis, tetapi dinamis karena ia berkembang menyesuaikan diri dengan perkembangan dan tututan zaman (Bangun, Tridah, 1986:114). Bagi masyarakat Batak Karo, upacara perkawinan menurut adat sebenarnya adalah sesuatu yang suci, karena itu selalu diusahakan agar dapat berjalan menurut semestinya, artinya disini menyangkut kehendah untuk menjaga martabat. Sebab menurut adat, suatu perkawinan itu tidak harus diupacarakan secara besar-besaran. Yang penting, segala persyaratan telah terpenuhi. Begitu juga dengan upacara perkawinan menurut agama, yang penting segala persyaratan telah terpenuhi dan melakukan pemberkatan di gereja saja sudah cukup dan dianggap sah setelah melakukan pemberkatan. Mengenai adat dengan agama yang dianut anggota masyarakat, sebegitu jauh tidak menimbulkan perbenturan. Ini karena adanya sikap toleransi antara tokohtokoh adat maupun acara menurut agama dapat diselaraskan dan ini cukup
Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.
78
menggembirakan. Adat dan agama tidak menjadi problem bagi masyarakat Batak Karo dalam perkawinan.. Dari hasil observasi dan wawancara dilapangan menunjukkan bahwa adat dan agama tidak menjadi masalah bagi masyarakat Batak Karo. Seperti yang dinyatakan oleh informan ini : “secara umum adat dan agama bagi masyarakat Batak Karo tidak dapat dipisahkan karena dapat disesuaikan dengan keadaan dari pihak yang melakukan pernikahan” (Dk. Bp. Sion Sembiring, lakilaki 68 tahun. Wawancara April, 2009). Hal senada dinyatakan oleh informan berikut : “agama cukup memberi pengaruh terhadap adat namun adat tidak dapat dihilangkan dari masyarakat karena adat telah mendarah daging dalam tubuh masyarakat khususnya masyarakat karo” (Pdt. R Sembiring, laki-laki 53 tahun. Wawancara April, 2009). Agama yang dianut (agama kepercayaan) masyarakat Batak Karo saat ini akan selalu berusaha untuk menyelaraskan diri dengan adat yang ada dikampung tersebut demi terjalinnya hubungan yang baik antara adat dan agama. Proses perkawinan yang dilakukan secara agama tidak serumit proses perkawinan yang dilakukan secara adat. Proses perkawinan berdasarkan agama Kristen yaitu hanya dengan melakukan pemberkatan di gereja dengan mengikuti peratura yang telah ditentukan di oleh gereja dimana pemberkatan perkawinan itu dilakukan. Perkawinan adalah syah apabila
dilakukan
menurut
hukum
masing-masing
agamanya
dan
kepercayaannya.
Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.
79
Oleh karena itu, bagi masyarakat Batak Karo yang beragama Kristen, ketentuan-ketentuan yang berlaku di dalam melaksanakan perkawinan, adalah ketentuan-ketentuan yang terdapat di dalam hukum adat, dan di dalam prosesnya adalah menurut Undang-undang No.1 Tahun 1974, serta peraturan pelaksanaanya.
Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.
80
BAB V PENUTUP
5.1. Kesimpulan Beberapa hal yang dapat disimpulkan dari penelitian yang telah dilakukan adalah sebagai berikut: 1. Konformitas perkawinan semarga (sumbang) pada Batak Karo adalah penyesuaian perkawinan semarga (sumbang) dalam kelompok masyarakat Batak Karo. 2. Secara adat, perkawinan semarga (sumbang) memang dianggap tabu namun di lain pihak misalnya jika kita lihat dari segi agama perkawinan semarga (sumbang) tidak tabu. Dari segi agama tidak ada laranga untuk perkawinan semarga (sumbang) dengan syarat hubungan kerabat yang jauh, tidak sesusuan, dan lain-lain. Pada akhirnya perkawinan semarga (sumbang) yang dianggap tabu dan melanggar hukum adat perkawinan akan bergeser menuju penyesuaian hukum adat perkawinan baru yang lebih fleksibel sesuai dengan nilai yang mereka anut dalam arena sosial mereka. 3. Interaksi dan adaptasi hukum akan mewarnai kehidupan mereka dikemudian hari. Pangaruh luar atau budaya kota serta kemajuan berfikir akan ikut mewarnai budaya baru tersebut, apalagi jika dihubungkan dengan perkembangan arus informasi dan komunikasi, baik dalam skala nasional maupun internasional. Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.
81
5.2. Saran Kasus-kasus perkawinan semarga (sumbang) yang dianggap tidak tabu lagi di tengah masyarakat kita saat ini yang di akibatkan oleh kemajuan berfikir
atau
pengaruh budaya luar yang ikut mewarnai budaya baru tersebut akan mengikis keberadaan budaya kita khususnya budaya perkawinan Batak Karo. Agar budaya kita tidak hilang oleh perkambangan jaman maka kita sebagai generasi muda Karo harus menjaga dan melestarikan budaya Karo dengan cara mancintai dan mengembangkan budaya kita karena itu adalah merupakan salah satu identitas kita. Jika budaya kita hilang maka kita akan kehilangan identitas kita sebagai suku Batak Karo. Untuk mencegah terjadinya perkawinan sumbang ini, biasanya masyarakat Karo mendidik anak-anaknya dengan sistem bertutur, si anak diajari mengenal klen dirinya, klen ibunya, klen kedua kakek dan neneknya. Juga dikenalkan cara-cara menghormati pihak kalimbubu dan anak berunya. Dengan begitu, generasi muda Karo tidak akan kehilangan jati diri dan adat istiadat serta kebudayaannya. Selain itu juga akan mempererat hubungan kekeluargaan antara satu keluarga dengan keluarga lainnya.
Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.
82
DAFTAR PUSTAKA
Baal, Van, 1987, Sejarah dan Pertumbuhan Teori Antropologi Budaya, Jakarta: PT Gramedia. Bagong, 2004, Sosiologi Teks Pengantar dan Terapan, Jakarta: Kencana Bangun, Tridah, 1986, Manusia Batak Karo, Jakarta: Inti Idayu Press. ……...1986, Adat Dan Upacara Perkawinan Masyarakat Batak Karo, Jakarta: Kesain Blanks. Bangun, Mulia, 1988, Tanah Karo dan Tokoh-tokohnya, Medan. Goeff, Woollams, 2004, Tata Bahasa Karo, Medan: Bina Media Perintis. Goode, J. William, 1985, Sosiologi Keluarga, Jakarta: PT. Bina Aksara. Harmoni Sosial, Volume 1, No. 3, 2007, DEPARTEMEN SOSIOLOGI – FAKULTS ILMU SOSIAL DAN ILOMU POLITIK UNIVERSITAS SUMATRA UTARA, Medan.
Henslin, James, 2007, Sosiologi Dengan Pendekatan Membumi, edisi 6, jilit 2, Jakarta: Penerbit Erlangga. Khairuddin, 1997, Sosiologi Keluarga, Yogyakarta: Liberty. Koentjarangingrat, 1984, Masalah-masalah Pembangunan, Jakarta: Bunga Rampai Antropologi Terapan, LP3ES. ............1990, Pengantar Antropologi, Jakarta: PT. Rinike Cipta. ............1982, Manusia dan Kebudayaan di I ndonesia, Jakarta: Penerbit Djambatan. Limbong, Yulianus, Ssn, 1995, Orat Tutur Karo, Medan: Ulih Saber. L. Martin, 2004, Orang Karo Diantara Orang Batak, Jakarta: Sora Mido. Moderamen GBKP, 2008, Bimbingan PA Permata GBKP, Kaban Jahe. Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.
83
Nawawi, Hadari, 1990, Metode Penelitian Bidang Sosial, Yogyakarta: Gajah Mada. Prinst, Darwin, 2004, Adat Karo, Bina Media Perintis, Medan. Ramulyo, Mohd. Idris, 1996, Hukum Perkawinan Islam, Suatu Analisis dr UU No 1 Tahun 1974 dan Kompilasi Hukum Islam, Jakarta: Bumi Aksara. Saragih, Djaren, dan kawan-kawan, 1980, Hukum Perkawinan Adat Batak, Bandung: Tarsito. Sitepu, Bujur, 1979, Mengenal Kebudayaan Karo, Medan. Sitepu, Sempa, dan kawan-kawan, 1996, Pilar Budaya Karo, Medan: Bali Scan dan P ercetakan. Soekanto, Soerjono, 1982, Teori Sosiologi Tentang Pribadi Dalam Masyarakat, Jakarta: Ghalia Indonesia. ……...1982, Sosiologi Suatu Pengantar, Jakarta: CV. Rajawali. ........... 2001, Hukum Adat Indonesia, Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada. Sunarto, Kamanto, 2000, Pengantar Sosiologi Edisi Kedua, Jakarta: F.E. Univesitas Indonesia. Tambunan, P, 1952, Adat Istiadat Karo, Jakarta: Balai Pustaka. Tarigan, Sarjani, 1986, Bunga Rampai Seminar Kebudayaan dan Kehidupan Masa Kini, Medan.
Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.
84
Jurnal dan website http://www.sabdaspace.net/pernikahan_adat_agama_negara, diakses 12 Mei 2009. http://74.125.155.132/search?q=cache:BVH2a8JLiZwJ:library.usu.ac.id/download/fs/ bhsindonesia-pertampilan2.pdf, diakses 12 Mei 2009. (http://modernitasjunal.blogspot.com/2008/10/perkawinan-pariban-ditinjau-dari.html, diakses 9 Juni 2009).
Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.
85
Draf wawancara kepada pasangan perkawinan semarga (sumbang) Identitas Responden: Nama : Umur : Agama : Pendidikan terakhir : Pekerjaan : Umur pada saat menikah : Jumlah anak : Alamat : Pertanyaan : 1. Bagaimana awalnya saudara berkenalan? 2. Apakah saudara tidak memberitahukan marga saudara masing-masing pada waktu berkenalan? 3. Apakah saudara tahu tata cara berkenalan/ertutur pada masyarakat Batak Karo? 4. Apakah keluarga saudara tidak mensosialisasikan (memberi tahu) kepada saudara tata cara berkenalan/ertutur dalam Batak Karo? 5. Berapa lama saudara berdua pacaran? 6. Apakah selama pacaran tidak ada larangan dari orang tua atau keluarga dekat saudara masing-masing? 7. Apakah saudara tahu kalau semarga itu dilarang kawin dalam adat Batak Karo? 8. Apa yang melatar belakangi saudara melakukan perkawinan semarga (sumbang)? 9. Apakah prosesi perkawinan di lakukan dalam acara adat? 10. Menurut saudara, apakah perkawinan semarga itu baik untuk dilakukan? 11. Secara medis, orang yang semarga dianggap satu darah. Apakah saudara tidak takut apabila saudara mempunyai keturunan yang mengalami cacat baik fisik maupun mental? 12. Apakah saudara tidak mendapatkan sanksi/hukuman adat dari warga setempat? 13. Apa yang saudara lakukan untuk membayar hutang adat dan agama setempat? 14. Apakah saudara tidak mendapat sanksi sosial dari masyarakat setempat? 15. Apakah masyarakat setempat langsung menerima keberadaan saudara? 16. Bagaimana cara saudara menyesuaikan diri dengan masyarakat disekitar saudara yang tidak melakukan perkawinan semarga (sumbang)? 17. Apakah saudara mengalami kesulitan dalam bersosialisasi baik mensosialisasikan anak-anak saudara kepada masyarakat setempat? 18. Bagaimana pendapat saudara jika anak anda melakukan perkawinan semarga (sumbang) seperti yang saudara lakukan? Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.
86
19. Menurut pandangan saudara, apakah telah terjadi perubahan persyaratan perkawinan pada masyarakat Batak Karo sekarang ini? 20. Menurut pandangan saudara, bagaimana cara mempertahankan adat istiadat Batak Karo khususnya adat perkawinan?
Draf wawancara kepada kepala adat atau tokoh masyarakat desa Durin Pitu yang mengerti tentang adat perkawinan Batak Karo. Identitas Responden : Nama Umur Agama Status Pendidikan terakhir Pekarjaan Alamat
: : : : : : :
Pertanyaan : 1. Apa yang saudara ketahui tentang perkawinan? 2. Apa yang saudara ketahui tentang perkawinan Batak Karo? 3. Bagaimana pandangan saudara tentang bentuk perkawinan yang sesuai dengan adat Batak Karo? 4. Apakah sampai saat ini bentuk perkawinan yang sesuai dengan adat masih dilaksanakan/dipertahankan? 5. Apa saja yang termasuk pelanggaran adat dalam perkawinan pada saat ini? 6. Apa yang saudara ketahui tentang perkawinan semarga (sumbang)? 7. Mengapa bisa terjadi perkawinan semarga (sumbang) pada Batak Karo? 8. Bagaimana pandangan saudara apabila ada keluarga saudara yang melakukan perkawinan semarga (sumbang)? 9. Sanksi apa yang diberikan kepada orang yang melakukan perkawinan semarga(sumbang), dilaksanakankah di desa Durin Pitu ini? 10. Bagaimana cara pembayaran hutang adat bagi orang yang melakukan perkawinan semarga (sumbang)? 11. Bagaimana cara kita mempertahankan adat istiadat Batak Karo? 12. Dijaman yang serba canggih dan modern seperti sekarang ini, masih relevankah adat istiadat Batak Karo di tengeh-tengah masyarakat khususnya generasi muda? 13. Bagaimana pandangan saudara tentang perubahan jaman yang kita hadapi sekarang ini? 14. Dalam menghadapi perubahan jaman, apa yang harus kita lakukan agar adat istiadat tidak hilang (tertelan oleh waktu) khususnya pada generasi muda? 15. Bagaimana pandangan saudara tentang pengaruh agama terhadap adat istiadat Batak Karo khususnya adat perkawinan? Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.
87
16. Apakah perpulungan (kelompok yang seagama) tidak mengeluarkannya dari anggota perpulunan tersebut? 17. Seberapa besar pengaruh agama terhadap adat istiadat dalam perkawinan? 18. Mana yang paling diutamakan oleh masyarakat Batak Karo sekarang ini, agama atau adat?
Draf wawancara kepada anak dari pasangan perkawinan semarga (sumbang). Identitas Responden : Nama Umur Agama Status Pendidikan terakhir Pekarjaan Alamat
: : : : : : :
Pertanyaan: 1. Bagaimana pandangan saudara tentang adat istiadat Batak Karo? 2. Bagaimana pandangan saudara tentang perkawinan semarga (sumbang)? 3. Apakah saudara punya keinginan untuk menikahi pariban (impal) saudara? 4. Bagaimana masyarakat memperlakukan saudara? 5. Apakah saudara mengalami kesulitan dalam bersosialisasi dengan teman bermain? Apakah mereka langsung menerima saudara?
Draf wawancara kepada keluarga dekat dari pasangan perkawinan semarga (sumbang) Identitas Responden : Nama Umur Agama Hubungan kekerabatan Alamat
: : : : :
Pertanyaan : 1. Menurut saudara, bagaimana bentuk perkawinan yang baik pada masyarakat Batak Karo? Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.
88
2. Bagimana pandangan saudara tentang adat istiadat Batak Karo khususnya dalam adat istiadat perkawinan? 3. Apa yang saudara ketahui tentang perkawinan semarga (sumbang)? 4. Bagaimana pandangan saudara apabila ada keluarga saudara yang melakukan perkawinan semarga (sumbang)? 5. Dari pihak keluarga, sanksi apa yang di berikan kepada pasangan yang melakukan perkawinan semarga (sumbang)? 6. Bagaimana cara pembayaran hutang adat kepada keluarga dari pasangan perkawinan semarga (sumbang) tersebut?
Draf wawancara kepada Kepala Desa/Perangkat Desa Durin Pitu, Kec. Pancur Batu, Kab. Deli Serdang Identitas Responden : Nama : Umur : Agama : Perangkat Desa : Alamat : Pertanyaan : 1. Apa yang saudara ketahui tentang perkawinan? 2. Apa yang saudara ketahui tentang perkawinan Batak Karo? 3. Apa yang saudara ketahui tentang perkawinan semarga (sumbang)? 4. Bagaimana pandangan saudara apabila ada warga anda yang melakukan perkawinan semarga (sumbang)? 5. Sanksi apa yang diberikan kepada warga yang melakukan perkawinan semarga (sumbang)? 6. Bagaimana cara pembayaran sanksi dari warga yang melakukan perkawinan semarga (sumbang)? 7. Bagaimana pandangan saudara tentang perubahan perubahan jaman yang keta hadapi sekarang ini? 8. Dalam menghadapi perubahan jaman, apa yang harus kita lakukan agar adat istiadat Batak Karo tidak hilang khususnya pada generasi muda sekarang ini? 9. Bagaimana pandangan saudara tentang pengaruh UU Negara tentang perkawinan terhadap adat istiadat Batak Karo khususnya adat perkawinan? 10. Mana yang paling diutamakan sekarang ini di desa Durin Pitu, UU Negara atau adat?
Draf wawancara kepada masyarakat biasa di desa Durin Pitu, Kec. Pancur Batu, Kab. Deli Serdang. Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.
89
Identitas Responden : Nama : Umur : Agama : Status : Alamat : Pertanyaan : 1. Apa yang saudara ketahui tentang perkawinan? 2. Apa yang saudara ketahui tantang perkawinan Batak Karo? 3. Bagaimana pandangan saudara tentang bentuk perkawinan yang sesui dengan adat Batak Karo? 4. Menurut pandanga saudara, masih perlukan adat istiadat Batak Karo dipertahankan khususnya adat perkawinan? 5. Bagaimana saudara mensosialisasikan adat istiadat kepada anak-anak anda? 6. Bagaimana pandangan saudara jika ada masyarakat yang melakukan parkawinan semarga (sumbang) di lingkungan anda?
Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.
90
Transkip Hasil Wawancara
1. Profil Informan Kunci Jam wawancara : 19.48 Wib-21.15 Wib Tanggal : 08 Mei 2009 Pewawancara : Peneliti (Jeniwati) Gambaran Informan adalah sebagai berikut: Nama : J.Sitepu Jenis kelamin : Laki-laki Usia : 52 tahun Suku : Karo Agama : Protestan Pendidikan terakhir : SD Pekerjaan : Bertani Umur pada saat menikah : 20 tahun Nama suami/isteri :S Br Gurusinga Alamat : Dusun 3 Desa Durin Pitu Lama perkawinan : 32 tahun Tanya: Bagaimana awalnya saudara berkenalan? Jawab: Perkenalan kami berawal pada saat aron, karena seringnya bertemu maka tumbuhlah benih-benih cinta diantara kami. Tanya: Apakah saudara tidak memberitahukan marga saudara masing-masing pada waktu perkenalan? Jawab: Saling memberitahu, namanya berkenalan ya pastilah di beritahu. Tanya: Apakah saudara tahu tata cara berkenalan/ertutur pada masyarakat Batak Karo? Jawab: Tahu, namanya anak muda ya tahunya hanya bersenang-senang aja karenakurang paham tentang peradatan. Tanya: Apakah keluarga saudara tidak mensosialisasikan (memberi tahu) kepada saudara tata cara berkenalan/erturtur dalam Batak Karo? Jawab: Disosialisasikan (diberitahu) namun tidak secara mandetail. Tanya: Berapa lama saudara berdua pacaran? Jawab: Lebih kurang satu tahun. Tanya: Apakah selama pacaran tidak ada larangan dari orang tua atau kaluarga dekat saudara masing-masing? Jawab: Selama kami pacaran semuanya melarang tetapi karena kami sudah saling cinta,kami tidak mendengarkan larangan mereka. Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.
91
Tanya: Apakah saudara tahu kalau semarga itu dilarang kawin dalam adat Batak Karo? Jawab: Tahu, kalau sudah saling cinta semua tidak dihiraukan. Tanya: Apa yang melatar belakangi saudara melakukan perkawinan semarga (sumbang)? Jawab: Kami melakukannya atas dasar cinta dan berjanji untuk saling mengasihi. Tanya: Apakah prosesi perkawinan di lakukan dalam acara adat? Jawab: Tidak karena tidak ada keluarga dari kedua belah pihak yang merestuinya dan anak beru pun tidak berani menanggungjawabi hubungan kami. Tanya: Menurut saudara, apakah perkawinan semarga itu baik untuk dilakukan? Jawab: Secara adat itu memang tidak baik untuk dilakukan, tetapi kalau hati sudah menyatu semuanya di anggap baik. Tanya: Secara medis, orang yang semarga dianggap satu darah. Apakah saudara tidak takut apabila saudara mempunyai keturunan yang mengalami cacat baik fisik maupun mental? Jawab: Tidak, buktinya anak-anak dan cucu-cucu saya sehat semua. Kitakan bukan saudara dekat dan marganya juga beda cuma termasuk dalam satu sub marga berarti nenek moyang kami juga beda. Tanya: Apakah saudara tidak mendapatkan sanksi/hukuman adat dari masyarakat setempat? Jawab: Kalau dari warga, hukumannya adalah berupa gunjingan dan cemoohan yang tidak baik. Buat kami itu adalah batu loncatan untuk membina keluarga yang baik dan harmonis. Tanya: Apa yang saudara lakukan untuk membayar hutang adat dan agama setempat? Jawab: Kmi dikaluarkan dari anggota Gereja karena perkawinan kami tidak di pasupasu (di berkati) di Gereja. Tanya: Apakah saudara tidak mendapatkan sanksi sosial dari masyarakat setempat? Jawab: Tidak karena mereka tidak lain adalah keluarga juga. Tanya: Apakah masyarakat setempat langsung menerima keberadaan saudara? Jawab: Ia, karena mereka mempunyai sifat kekeluargaan dan mereka juga tidak lain adalah keluarga kami juga. Tanya: Bagaimana cara saudara menyesuaikan diri dengan masyarakat di sekitar saudara yang tidak melakukan perkawinan semarga (sumbang)? Jawab: Tetap berbuat baik kepada mereka, kalau kita baik mereka juga akan baik dengan kita. Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.
92
Tanya:
Apakah saudara mengalami kesulitan dalam bersosialisasi baik mensosialisasikan anak-anak saudara kepada masyarakat setempat? Jawab: Tidak karena mereka tiadak lain adalah keluarga juga. Tanya: Bagaimana pendapat saudara jika anak saudara melakukan perkawinan semarga (sumbang) seperti yang saudara lakukan? Jawab: Saya tidak setuju karena saya tidak ingin anak-anak saya mengalami hal yang kami alami, namun apabila mereka memang sudah salinga cinta dan tidak dapat dipisahkan ya direstui asalkan bukan dengan saudara dekat sendiri. Tanya: Menurut pandangan saudara, apakah telah terjadi perubahan persyaratan perkawinan pada masyarakat Batak Karo sekarang ini? Jawab: Persyatan perkawinan pada masyarakat Batak Karo sekarang ini telah mengalami perubahan. Hal ini terlihat dari contoh ini, misalnya menikahi anak impalnya dimana secara adat pertuturan dalam masyarakat Batak Karo itu telah jadi anaknya. Tanya: Menurut pandangan saudara, bagaimana cara mempertahankan adat istiadat Batak Karo khususnya adat perkawinan? Jawab: Disosialisasikan (diceritakan) kepada anak-anak bagaimana sistem peradatan Batak Karo khususnya cara ertutur (kenalan) terbentuk suatu hubungan, misalnyajika dia semarga berarti mereka berturang untuk laki-laki dengan perempuan, senina untuk laki-laki dengan laki-laki begitu juga dengan perempuan dengan perempuan. Jika cara ertutur (kenalan) ini kita tidak tahu maka akan semakin banyak pasangan yang akan melanggar adat dalam perkawinannya.
Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.
93
2. Profil Informan Kunci Jam wawancara : 10.25Wib-11.58Wib Tanggal : 09 Mei 2009 Pewawancara : Peneliti (Jeniwati) Gambaran Informan adalah sebagai berikut: Nama : M Br Gurusinga Jenis kelamin : Perempuan Usia : 39 tahun Suku : Karo Agama : Katolik Pendidikan terakhir : SMP Pekerjaan : Bertani Umur pada saat menikah : 20 tahun Nama suami/isteri :M.Purba Alamat : Dusun 3 Desa Durin Pitu Lama perkawinan : 19 tahun Tanya: Bagaimana awalnya saudara berkenalan? Jawab: Ya kenal aja, karena kami sama-sama orang sini. Pada waktu dulu karena pendidikan kami tidak berlanjut maka kami beberapa pemuda/i (singudanguda, anak perana) sepakat untuk membentuk sebuah kelompok kerja (aron). Karena seringnya bertemu dan sudah semakin mengenal dia luar dalamnya maka tumbuhlah benih-benih cinta diantara kami berdua. Tanya: Apakah saudara tidak memberitahukan marga saudara masing-masing pada waktu perkenalan? Jawab: Kami sama-sama tahu apa marga kami karena kami sama-sama orang (anak) kampung ini. Tanya: Apakah saudara tahu tata cara berkenalan/ertutur pada masyarakat Batak Karo? Jawab: Tahu karena telah diajari oleh orang tua saya bagaimana cara ertutur (kenalan) yang baik dalam adat Batak Karo. Tanya: Apakah keluarga saudara tidak mensosialisasikan (memberi tahu) kepada saudara tata cara berkenalan/erturtur dalam Batak Karo? Jawab: Disosialisasikan (diceritakan) kepada anak-anaknya. Tanya: Berapa lama saudara berdua pacaran? Jawab: Lebih kurang satu setengah tahun. Tanya: Apakah selama pacaran tidak ada larangan dari orang tua atau kaluarga dekat saudara masing-masing? Jawab: Tentu ada karena itu perbuatan yang tidak baik dalam peradatan Batak Karo. Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.
94
Tanya: Apakah saudara tahu kalau semarga itu dilarang kawin dalam adat Batak Karo? Jawab: Tahu. Tanya: Apa yang melatar belakangi saudara melakukan perkawinan semarga (sumbang)? Jawab: Perkawinan kami dilatarbelakangi oleh rasa cinta. Hidup tanpa cinta akan terasa hampa, apalagi dalam sebuah keluarga/perkawinan. Jika tidak dilandasi oleh rasa cinta maka rumah tangga akan terasa kurang bahagia Tanya: Apakah prosesi perkawinan di lakukan dalam acara adat? Jawab: Tidak, karena kami melanggar peradatan Batak Karo jadi anak beru kami tidak berani untuk mengatur pesta perkawinan kami (tidak berani menanggung jawabinya). Tanya: Menurut saudara, apakah perkawinan semarga itu baik untuk dilakukan? Jawab: Secara adat memang tidak baik untuk dilakukan, namunkalau dipikir-pikir itu tidak masalah soalnya kita berdua tidak punya hubungan darah. Tanya: Secara medis, orang yang semarga dianggap satu darah. Apakah saudara tidak takut apabila saudara mempunyai keturunan yang mengalami cacat baik fisik maupun mental? Jawab: Itukan hanya anggapan saja buktinya nenek moyang dan asal-usul keluarga kita juga sangat beda jauh, jadi saya tidak takut dan puji Tuhan anak-anak saya sehat-sehat saja. Tanya: Apakah saudara tidak mendapatkan sanksi/hukuman adat dari warga setempat? Jawab: Namanya sudah melanggar, pasti ada sanksi yang harus di terima. Sanksinya berupa cemoohan (gunjingan) dan jarang diikutkan dalam acara-acara adat dalam kampung karena telah terjadi kekacauan dalam tutur. Tanya: Apa yang saudara lakukan untuk membayar hutang adat dan agama setempat? Jawab: Dari agama sanksi/hukumannya yaitu dikeluarkan dari keanggotaan gereja. . Tanya: Apakah saudara tidak mendapat sanksi sosial dari masyarakat setempat? Jawab: Kalau untuk membayar hutang adat yaitu dengan membayar hutang adat kepada kalimbubu dengan begitu hutang adat kepada warga setempat juga telah terbayar. Pembayaran hutang adt kami dilakukan pada saat pesta memasuki rumah baru kami. Sedangkan diagama kami sekeluarga khususnya suami isteri wajib mengikuti pelajaran agama secara khusus dan mengikuti (melakukan) semua kegiatan-kegiatan gereja sebagai persyaratan untuk diterima kembali menjadi anggota (jamaat) gereja. Tanya: Apakah masyarakat setempat langsung menerima keberadaan saudara? Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.
95
Jawab: Ia karena masyarakat disini sifat kekeluargaannya masih tinggi, jadi mereka mau menerima keberadaan kami. Memanga ada beberapa orang tidak langsung menerima dengan selalu menggunjingkan kami (menghina secara tidak langsung) dan itulah yang menjadi alasan (batu loncatan) bagi kami untuk membina keluarga yang baik dan membuktikan bahwa apa yang digunjingkan selama ini adalah salah. Tanya: Bagaimana cara saudara menyesuaikan diri dengan masyarakat disekitar saudara yang tidak melakukan perkawinan semarga (sumbang)? Jawab: Tetap berbuat baik kepada mereka dan mengikuti peraturan-peraturan yang ada dikampung ini walaupun perkawinan kami melanggar peraturan adat, namun bukan berarti kami tidak dapat berbuat baik dan menjalankan peraturan-peraturan lainnya sehingga mereka mau menerima kami. Tanya:
Apakah saudara mengalami kesulitan dalam bersosialisasi baik mensosialisasikan anak-anak saudara kepada masyarakat setempat? Jawab: Awal perkawinan kami memang kami mengalami sedikit masalah dalam bersosialisasi. Mereka memang menerima kami tapi kami yang merasa malu atas apa yang telah kami lakukan. Kalau untuk mensosialisasikan anak-anak tidak ada masalah karena masyarakat disini sudah kenal dan saling pengertian. Tanya: Bagaimana pendapat saudara jika anak anda melakukan perkawinan semarga (sumbang) seperti yang saudara lakukan? Jawab: Kalau bisa jangan karena kami tidak ingin keluarga kami melakukan kesalahan yang kedua tapi kalau memang mereka telah saling mencintai dan tidak dapat dipisahkan ya mau tidak mau harus direstui. Tanya: Menurut pandangan saudara, apakah telah terjadi perubahan persyaratan perkawinan pada masyarakat Batak Karo sekarang ini? Jawab: Ia, telah terjadi perubahan ini terlihat dari adanya sepasang kekasih yang kalau secara adat tutur mereka dalah turang impal, namun karena hubungan kekeluargaan mereka tidak terlalu dekat maka hubungan mereka jadi sah-sah saja. Tanya: Menurut pandangan saudara, bagaimana cara mempertahankan adat istiadat Batak Karo khususnya adat perkawinan? Jawab: Dari sejak kecil mereka diajari sedikit demi sedikit tentang adat istiadat pada anak-anak kita khususnya cara ertutur (berkenalan) dengan orang yang baru ia kenal. Kalau mereka telah mengetahui tentang adat, maka mereka akan tahu mana yang boleh dan yang tidak boleh dilakukan dengan begitu mereka akan berusaha untuk menghindari perbuatan yang dilarang dalam adat.
Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.
96
3. Profil Informan Kunci Jam wawancara : 15.25Wib-17.16Wib Tanggal : 09 Mei 2009 Pewawancara : Peneliti (Jeniwati) Gambaran Informan adalah sebagai berikut: Nama : S Br Sinuraya Jenis kelamin : Perempuan Usia : 26 tahun Suku : Karo Agama : Islam Pendidikan terakhir : SMA Pekerjaan : Dagang kede kopi Umur pada saat menikah : 23 tahun Nama suami/isteri :S Gurusinga Alamat : Dusun 4 Desa Durin Pitu Lama perkawinan : 3 tahun Tanya: Bagaimana awalnya saudara berkenalan? Jawab: Saya bekerja di warung nasi dan doorsemer abang saya sebagai pelayannya dan ia adalah seorang sopir anggot. Ia sering makan dan menyuci mobil bawaannya ditempat kami. Karena seringnya bertemu maka tumbuhlah benih-benih cinta diantara kami. Tanya: Apakah saudara tidak memberitahukan marga saudara masing-masing pada waktu berkenalan? Jawab: Awalnya dia (suami) membohongi saya soal marganya, namun lama-lama saya tahu marganya yang sebenarnya tapi saya tetap sayang dan cinta padanya. Tanya: Apakah saudara tahu tata cara berkenalan/ertutur pada masyarakat Batak Karo? Jawab: Tahu namun tidak terlalu banyak tahu tentang adat karo. Tanya: Apakah keluarga saudara tidak mensosialisasikan (memberi tahu) kepada saudara tata cara berkenalan/ertutur dalam Batak Karo? Jawab: Diceritakan (disosialisasikan) namun tidak terlalu mendetail maka untuk mengetahui lebih banyak lagi maka kita harus mencarinya dari pergaulan hidup sehari-hari dengan masyarakat. Tanya: Berapa lama saudara berdua pacaran? Jawab: Lebih kurang satu tahun. Tanya: Apakah selama pacaran tidak ada larangan dari orang tua atau keluarga dekat saudara masing-masing? Jawab: Tentu saja dilarang namun hubungan yang semakin dilarang malah semakin kuat cinta kasih yang ditumbuhkannya. Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.
97
Tanya: Apakah saudara tahu kalau semarga itu dilarang kawin dalam adat Batak Karo? Jawab: Tahu namun kami sudah saling cinta dan tidak dapat di pisahkan lagi. Tanya: Apa yang melatar belakangi saudara melakukan perkawinan semarga (sumbang)? Jawab: Cinta dan rasa sayang. Tanya: Apakah prosesi perkawinan di lakukan dalam acara adat? Jawab: Tidak, karena tidak ada yang berani menanggungjawabi hubungan kami khususnya anak beru karena tidak ada restu dari keluarga. Tanya: Menurut saudara, apakah perkawinan semarga itu baik untuk dilakukan? Jawab: Kalau bukan dengan saudara dekat dan tidak ada hubungan darah apa salahnya selama mereka saling menyayangi dan tidak merugikan orang lain, namun secara adat itu tidak baik dilakukan. Tanya: Secara medis, orang yang semarga dianggap satu darah. Apakah saudara tidak takut apabila saudara mempunyai keturunan yang mengalami cacat baik fisik maupun mental? Jawab: Bagaimana mungkin satu darahtoh silsilah keluarga kami sangat jauh jadi saya tidak takut dan nyatanya anak kami sehat-sehat aja. Tanya: Apakah saudara tidak mendapatkan sanksi/hukuman adat dari warga setempat? Jawab: Sanksi/hukum adatnya ya pesta adat kami tidak dapat dilaksanakan karena pelanggaran yang kami lakukan dan cemoohan-cemoohan (kata-kata yang tidak enak) dari masyarakat. Tanya: Apa yang saudara lakukan untuk membayar hutang adat dan agama setempat? Jawab: Dulunya kami beragama Kristen namun karena kami menikah semarga maka kami ganti agama menjadi agama Islam karena di Islam ada wali yang dapat mengesahkan perkawinan kami. Tanya: Apakah saudara tidak mendapat sanksi sosial dari masyarakat setempat? Jawab: Hutang adat kami belum dibayar karena kami belum mampu membuat rumah kami sendiri dan anak kami masih kecil jadi hutang adat kami belim bisa dibayar dan agama karena kami ganti agama jadi tidak ada masalah. Tanya: Apakah masyarakat setempat langsung menerima keberadaan saudara? Jawab: Ia walaupun dengan gunjingan-gunjingan yang tidak enak namun saya yakin lama kelamaan itu akan hilang kalua kami dapat membuktikan pada mereka bahwa kami dapat hidup bahagia. Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.
98
Tanya: Bagaimana cara saudara menyesuaikan diri dengan masyarakat disekitar saudara yang tidak melakukan perkawinan semarga (sumbang)? Jawab: Tetap berbuat baik dan mengikuti peraturan-peraturan lainnya yang ada dikampung ini. Tanya:
Apakah saudara mengalami kesulitan dalam bersosialisasi baik mensosialisasikan anak-anak saudara kepada masyarakat setempat? Jawab: Awalnya kami merasa minder dengan perkawinan kami yang melanggar adapt namun lama-lama terbiasa juga karena masyarakat disini bersifat kekeluargaan. Tanya: Bagaimana pendapat saudara jika anak anda melakukan perkawinan semarga (sumbang) seperti yang saudara lakukan? Jawab: Saya berharap itu tidak terjadi lagi karena saya tidak ingin mkeluarga kami melakukan kesalahan yang sama. Tanya: Menurut pandangan saudara, apakah telah terjadi perubahan persyaratan perkawinan pada masyarakat Batak Karo sekarang ini? Jawab: Ia telah terjadi perubahan karena saya lihat sekarang ini perkawinan semarga makin lama makin bertambah saja. Tanya: Menurut pandangan saudara, bagaimana cara mempertahankan adat istiadat Batak Karo khususnya adat perkawinan? Jawab: Semua adat istiadat kita perlu di pertahankan agar kita tidak kehilangan status kita sebagai orang karo. Ini dapat kita lakukan mengajari (mensosialisasikan) kepada anak-anak kita kedepannya agar mereka semakin beradat dan perkawinan semarga tidak bertambah lagi.
Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.
99
4. Profil Informan Kunci Jam wawancara : 20.10Wib-21.40Wib Tanggal : 09 Mei 2009 Pewawancara : Peneliti (Jeniwati) Gambaran Informan adalah sebagai berikut: Nama :B Sinuraya Jenis kelamin : Laki-laki Usia : 39 tahun Suku : Karo Agama : Islam Pendidikan terakhir : SMA Pekerjaan : Wiraswasta Umur pada saat menikah : 26 tahun Nama suami/isteri :R Br Karo Alamat : Dusun 4 Desa Durin Pitu Lama perkawinan : 13 tahun Tanya: Bagaimana awalnya saudara berkenalan? Jawab: Dari kecil kami sudah saling kenal karena kami satu kampung dan setelah dewasa tumbuh cinta diantara kami. Tanya: Apakah saudara tidak memberitahukan marga saudara masing-masing pada waktu berkenalan? Jawab: Memberi tahu dan kami sudah saling tahu karena kami memang satu kampung dan saling mengenal satu sama lain. Tanya:Apakah saudara tahu tata cara berkenalan/ertutur pada masyarakat Batak Karo? Jawab: Tahu namun asal tahu saja. Tanya: Apakah keluarga saudara tidak mensosialisasikan (memberi tahu) kepada saudara tata cara berkenalan/ertutur dalam Batak Karo? Jawab: Memberi tahu (mensosialisasikan) namun tidak banyak. Tanya: Berapa lama saudara berdua pacaran? Jawab: Lebih kurang dua tahun. Tanya: Apakah selama pacaran tidak ada larangan dari orang tua atau keluarga dekat saudara masing-masing? Jawab: Tentu saja dilarang malah saya sempat disuruh merantau selama beberapa bulan namun karena diperantauan say suka sakit maka saya kembali ke kampung dan sejak saat itu hubungan kami berlanjut lagi dan tidak terpisahkan lagi satu sama lain.
Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.
100
Tanya: Apakah saudara tahu kalau semarga itu dilarang kawin dalam adat Batak Karo? Jawab: Tahu tapi yang namanya cinta maka tidak peduli lagi dengan larangan itu. Tanya: Apa yang melatar belakangi saudara melakukan perkawinan semarga (sumbang)? Jawab: Cinta. Tanya: Apakah prosesi perkawinan di lakukan dalam acara adat? Jawab: Perkawinan kami secara adat belum dilaksanakan karena melanggar peraturan adat. Perkawinan kami disahkan oleh wali dalam agama Islam. Tanya: Menurut saudara, apakah perkawinan semarga itu baik untuk dilakukan? Jawab: Secara adat perkawinan semarga memang tidak baik untuk dilakukan namun secara agama itu tidak masalah asalkan tidak dengan saudara dekat atau dengan kerabat yang pada awalnya ada hubungan darah. Tanya: Secara medis, orang yang semarga dianggap satu darah. Apakah saudara tidak takut apabila saudara mempunyai keturunan yang mengalami cacat baik fisik maupun mental? Jawab: Pemikiran kami tidak sampai kearah itu dulu dan kenyataannya anak-anak saya sehat-sehat saja, jadi menurut saya tidak ada masalah. Tanya: Apakah saudara tidak mendapatkan sanksi/hukuman adat dari warga setempat? Jawab: Kalau kita berbuat salah pastilah ada sanksi/hukuman yang kita terima. Hukumannya yaitu pesta adat kami tidak dapat dilaksanakan dan kami mendapat cemoohan dari orang-orang yang suka mencemooh orang lain. Tanya: Apa yang saudara lakukan untuk membayar hutang adat dan agama setempat? Jawab: Dari agama tidak ada masalah karena kami pindah agama dari Kristen ke Islam. Tanya: Apakah saudara tidak mendapat sanksi sosial dari masyarakat setempat? Jawab: Hutang adat kami belum kami bayar karena kami belum punya uang untuk membangun rumah baru dan anak-anak kami masih kecil jadi belum bisa bayar hutang adat dan untuk agama, ya kami mesti mengikuti ibadah di agama yang kami anut sekarang. Tanya: Apakah masyarakat setempat langsung menerima keberadaan saudara? Jawab: Mereka menerima tetapi ada juga yang tidak namun tidak berani mengatakan secara langsung karena segan sama keeluarga lainnya. Tanya: Bagaimana cara saudara menyesuaikan diri dengan masyarakat disekitar saudara yang tidak melakukan perkawinan semarga (sumbang)? Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.
101
Jawab: Tetap berbuat baik dan saling membantu serta berusaha mengikuti semua peraturan-peraturan yang di tetapkan di desa ini untuk kedepannya. Tanya:
Apakah saudara mengalami kesulitan dalam bersosialisasi baik mensosialisasikan anak-anak saudara kepada masyarakat setempat? Jawab: Awalnya sih memang sulit namun lama kalamaan jadi terbiasa juga dan untuk mensosialisasikan anak-anak tidak sulit karena masyarakat disini sudah tahu hanya apabila ada orang baru saya sedikit malu untuk memperkenalkan identitas anak saya. Tanya: Bagaimana pendapat saudara jika anak anda melakukan perkawinan semarga (sumbang) seperti yang saudara lakukan? Jawab: Tidak masalah selama bukan dengan keluarga dekat namun kalau masih bisa dihindari tentu akan lebih baik lagi karena saya juga tidak ingin terjadi kesalahan yang sama. Tanya: Menurut pandangan saudara, apakah telah terjadi perubahan persyaratan perkawinan pada masyarakat Batak Karo sekarang ini? Jawab: Sekarang ini memang telah terjadi perubahan dalam persyaratan perkawinan pada Batak Karo dan perubahanitu akan terus terjadi. Tanya: Menurut pandangan saudara, bagaimana cara mempertahankan adat istiadat Batak Karo khususnya adat perkawinan? Jawab: Untuk mempertahankan adat perkawinan maka kita harus menceritakan pada anak-anak kita bagaimana cara berkenalan (ertutur) dengan orang yang baru pertama kali dia kenal agar perkawinan semarga dapat terhindari dan jangan pernah berbohong tentang marga dan bebere kita karena itu yang paling penting.
Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.
102
5. Profil Informan Kunci Jam wawancara : 13.18Wib-14.35Wib Tanggal : 10 Mei 2009 Pewawancara : Peneliti (Jeniwati) Gambaran Informan adalah sebagai berikut: Nama : Nd. Matrin Br Tarigan Jenis kelamin : Perempuan Usia : 60 tahun Suku : Karo Agama : Protestan Pendidikan terakhir : Tidak sekolah Pekerjaan : Bertani Umur pada saat menikah : 30 tahun Nama suami/isteri :Bp. Martin Tarigan Alamat : Dusun 2 Desa Durin Pitu Lama perkawinan : 30 tahun Tanya: Bagaimana awalnya saudara berkenalan? Jawab: Saya merantau ke desa ini dan suami saya adalah orang desa ini. Tanya: Apakah saudara tidak memberitahukan marga saudara masing-masing pada waktu berkenalan? Jawab: Saling memberitahu. Tanya: Apakah saudara tahu tata cara berkenalan/ertutur pada masyarakat Batak Karo? Jawab: Tahu karena di beritahu oleh orang tua saya. Tanya: Apakah keluarga saudara tidak mensosialisasikan (memberi tahu) kepada saudara tata cara berkenalan/ertutur dalam Batak Karo? Jawab: Diberitahu (disosialisasikan) namun kurang jelas (mendetail) di ceritakan. Tanya: Berapa lama saudara berdua pacaran? Jawab: Lebih kurang delapan tahun. Tanya: Apakah selama pacaran tidak ada larangan dari orang tua atau keluarga dekat saudara masing-masing? Jawab: Tentu saja dilarang namun kami tidak dapat dipisahkan lagi. Tanya: Apakah saudara tahu kalau semarga itu dilarang kawin dalam adat Batak Karo? Jawab: Tahu tapi yang namanya sudah saling cinta, adat jadi lupa. Tanya: Apa yang melatar belakangi saudara melakukan perkawinan semarga (sumbang)? Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.
103
Jawab: Cinta dan kasih sayang yang di dapat selama pacaran. Tanya: Apakah prosesi perkawinan di lakukan dalam acara adat? Jawab: Tidak karena perkawinan semarga tidak dapat dipestakan secara langsung dan tidak direstui keluarga karena melanggar adat.
Tanya: Menurut saudara, apakah perkawinan semarga itu baik untuk dilakukan? Jawab: Dari segi adat perkawinan semarga itu memang tidak baik untuk dilakukan namun kalau bukan dengan saudara dekat dan awalnya tidak ada hubungan apa-apa, ya buat saya tidak ada masalah. Tanya: Secara medis, orang yang semarga dianggap satu darah. Apakah saudara tidak takut apabila saudara mempunyai keturunan yang mengalami cacat baik fisik maupun mental? Jawab: Saya tidak takut karena jika kedua orang tuanya sehat pasti anak-anaknya juga sehat-sehat dan buktinya anak-anak dan cucu-cucu saya sehat semua. Tanya: Apakah saudara tidak mendapatkan sanksi/hukuman adat dari warga setempat? Jawab: Yang namanya pelanggaran tentu ada sanksi/hukuman yang diterima dari masyarakat sekitar. Sanksi/hukumannya adalah pesta adat kami tidak dapat dilaksanakan begitu saja. Tanya: Apa yang saudara lakukan untuk membayar hutang adat dan agama setempat? Jawab: Kami dikeluarkan dari keanggotaan gereja karena perkawinan kami tidak diberkati (dipasu-pasu) di gereja. Tanya: Apakah saudara tidak mendapat sanksi sosial dari masyarakat setempat? Jawab: Pembayaran hutang adat kami dilakukan pada saat pesta adat perkawinan anak kami karena sebelum hutang adat orang tuanya di bayar maka pesta adat anaknya juga tidak dapat dilaksanakan. Sedangkan pada agama, kami harus mengikuti pelajaran agama secara khusus (ikep-kep). Selama proses ini kami harus lebih aktif dalam mengikuti kegiatan-kagiatan keagamaan untuk menunjukkan rasa penyesalan atas pelanggaran yang kami lakukan. Setelah semua syarat telah terpenuhi maka kami di terima kembali jadi anggota gereja ( ialoken). Tanya: Apakah masyarakat setempat langsung menerima keberadaan saudara? Jawab: Ia karena masyarakat disini bersifat kekeluargaan. Tanya: Bagaimana cara saudara menyesuaikan diri dengan masyarakat disekitar saudara yang tidak melakukan perkawinan semarga (sumbang)? Jawab: Tetap berbuat baik dan rendah hati. Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.
104
Tanya:
Apakah saudara mengalami kesulitan dalam bersosialisasi baik mensosialisasikan anak-anak saudara kepada masyarakat setempat? Jawab: Awal-awal perkawinan kami dulu memang sedikit sulit karena kami merasa minder, ini karena kami telah berbuat salah namun lama-lama rasa minder itu hilang karena masyarakat disini bersifat kekeluargaan itu dan untuk mensosialisasikan anak-anak tidak ada masalah karena masyarakat sudah mengerti. Tanya: Bagaimana pendapat saudara jika anak anda melakukan perkawinan semarga (sumbang) seperti yang saudara lakukan? Jawab: Kalau mereka saling mencintai dan tidak ada hubungan kekerabatan dekat dengannya ya tidak masalah tetapi sebisa mungkin itu akan dihindari karena saya tidak ingin anak saya ikut menghianati adat istiadat karo. Tanya: Menurut pandangan saudara, apakah telah terjadi perubahan persyaratan perkawinan pada masyarakat Batak Karo sekarang ini? Jawab: Ia telah terjadi perubahan persyaratan perkawinan pada masyarakat karo sekarang ini lebih kurang dua puluh persen. Tanya: Menurut pandangan saudara, bagaimana cara mempertahankan adat istiadat Batak Karo khususnya adat perkawinan? Jawab: Diceritakan kepada anak-anak kita bagaimana sistem peradatan dalam batak karo, melibatkan anak-anak muda dalam kegiatan/pesta adat karena dengan begitu secara tidak langsung mereka dapat mengerti bagaimana sebenarnya adat ini bagi masyarakat khususnya masyarakat karo dan untuk mempertahankan adat perkawinan yaitu dengan menceritakan bagaimana cara berkenalan (ertutur) yang baik agar tidak terjadi pelanggaran misalnya perkawinan yang melanggar adat (perkawinan semarga) itu.
Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.
105
6. Profil Informan Kunci Jam wawancara : 10.30Wib-11.56Wib Tanggal : 12 Mei 2009 Pewawancara : Peneliti (Jeniwati) Gambaran Informan adalah sebagai berikut: Nama : D Purba Jenis kelamin : Laki-laki Usia : 42 tahun Suku : Karo Agama : Protestan Pendidikan terakhir : SMA Status : Kepala Desa Alamat : Dusun 3 Desa Durin Pitu Tanya: Apa yang saudara ketahui tentang perkawinan? Jawab: Perkawinan adalah pertemuan seorang pria dengan seorang wanita yang telah dewasa dan sepakat untuk hidup bersama dan membentuk satu keluarga yang rukun dan bahagia. Tanya: Apa yang saudara ketahui tentang perkawinan Batak Karo? Jawab: Ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita dengan tujuan membentuk keluarga yang bahagia dengan tidak melanggar peratursn adat, agama, dan hukum negara. Tanya: Apa yang saudara ketahui tentang perkawinan semarga (sumbang)? Jawab: Ikatan lahir batin antara seorang pria dan wanita yang bersaudara walaupun bukan saudara kandung (sedarah). Tanya: Bagaimana pandangan saudara apabila ada warga saydara yang melakukan perkawinan semarga (sumbang)? Jawab: Perkawinan semarga itu adalah perkawinan yang sangat memalukan dan mencoreng nama baik keluarga. Saya tidak dapat berbuat apa-apa, merekakan telah dewasa dan telah mengetahui mana yang baik dan mana yang buruk, jadi saya serahkan kepada keluarga dan kerabatnya supaya dinasehati. Tanya: Sanksi apa yang diberikan kepada warga yang melakukan perkawinan semarga (sumbang)? Jawab: Kalau di daerah karo gunung, pasangan perkawinan semarga akan diusir dari kampungnya itu namun dikampung ini mereka memang tidak diusir tetapi saya tidak berani membuat surat kawin mereka sebulum mereka membayar hutang adatnya. Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.
106
Tanya: Bagaimana cara pembayaran sanksi dari warga yang melakukan perkawinan semarga (sumbang)? Jawab: Apa bila pasangan perkawinan semarga ini telah membayar hutang adatnya maka kami sebagai pemerintahan desa dapat mengeluarkan surat kawin (nikahnya) karena telah ada yang menjamin perkawinan mereka secara adat. Tanya: Bagaimana pandangan saudara tentang perubahan jaman yang kita hadapi sekarang ini? Jawab: Kemajuannya memang cukup pesat. Kecanggihan teknologi telah banyak membantu kita untuk memperoleh informasi dan kebutuhan yang lainnya, namun di beberapa bidang memberi dampak yang negatif misalnya manusia semakin individualis dan kurang bersosialisasi dengan kerabat dan tetangganya dan berdampak juga pada adat istiadat kita. Tanya: Dalam menghadapi perubahan jaman, apa yang harus kita lakukan agar adat istiadat Batak Karo tidak hilang khususnya pada generasi muda sekarang ini? Jawab: Kita harus menjaga dan melestarikan adat istiadat kita karena itu merupakan salah satu identitas kita sebagai suku karo yang berbudaya dan merupakan warisan untuk anak cucu kita kelak. Tanya: Bagaimana pandangan saudara tentang pengaruh UU Negara tentang perkawinan terhadap adat istiadat Batak Karo khususnya adat perkawinan? Jawab: Undang-undang ditetapkan berdasarkan hasil dari musyawarah dan kesepakatan bersama dari setiap lembaga-lembaga, baik lembaga keagamaan, peradatan dan lembaga pemerintahan. Undang-undang negara memberi pengaruh terhadap peraturan adat istiadat batak karo dalam mempersingkat peroses peradatan. Ini dilakukan karena tuntutan yang harus disesuaikan dengan tuntutan jaman. Tanya: Mana yang paling diutamakan sekarang ini di desa Durin Pitu, UU Negara atau adat? Jawab: Sebenarnya Undang-undang Negara dan adat itu sama pentingnya namun disesuaikan juga dengan keadaan dan situasi dari kedua belah pihak. Jika keadaan tidak mendukung, misalnya pihak pria belum mampu membayar utang adatnya maka untuk mengesahkan perkawinannya secara Undangundang Negara dibuatlah catatan sipil.
Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.
107
7. Profil Informan Kunci Jam wawancara : 16.28Wib-17.40Wib Tanggal : 12 Mei 2009 Pewawancara : Peneliti (Jeniwati) Gambaran Informan adalah sebagai berikut: Nama : N Tarigan Jenis kelamin : Laki-laki Usia : 74 tahun Suku : Karo Agama : Protestan Pendidikan terakhir : SD Status : Ketua adat Alamat : Dusun 2 Desa Durin Pitu Tanya: Apa yang saudara ketahui tentang perkawinan? Jawab: Sepasang muda/mudi yang telah dewasa yang sepakat membentuk keluarga dan tidak melanggar peraturan peradatan pada batak karo, terus dilamar kerumah (nungkini) dan musyawarah langkah selanjutnya. Tanya: Bagaimana pandangan saudara tentang bentuk perkawinan yang sesuai dengan adat Batak Karo? Jawab: Perkawinan yang paling sesuai dengan adat batak karo yaitu perkawinan impal (mengawini anak perempuan saudara laki-laki dari ibu) dan perkawinan diluar marganya namun yang termasuk impalnya juga. Tanya: Apakah sampai saat ini bentuk perkawinan yang sesuai dengan adat masih dilaksanakan/dipertahankan? Jawab: Tentu saja dipertahankan, memang ada yang melanggar peraturan adat istiadat namun sebisa mungkin akan dipertahankan. Tanya: Apa saja yang termasuk pelanggaran adat dalam perkawinan pada saat ini? Jawab: Perkawinan semarga, ibu bersaudara (sipemeren), erturang impal, ermami (wanita yang seharusnya menjadi istri pamannya). Tanya: Apa yang saudara ketahui tentang perkawinan semarga (sumbang)? Jawab: Perkawinan yang sama sub marganya misalnya marga purba dengan beru barus, marga gurusinga dengan beru sinuraya. Tanya: Mengapa bisa terjadi perkawinan semarga (sumbang) pada Batak Karo? Jawab: Karena ia menyukai gadis itu maka si pria manipu wanita dengan mengganti marganya, kurangnya perhatian orang tua terhadap pergaulan anak-anaknya misalnya siapa pacar anaknya dan kurangnya sosialisasi orang tua akan pentingnya adat istiadat dalam masyarakat batak akro.
Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.
108
Tanya: Bagaimana pandangan saudara apabila ada keluarga saudara yang melakukan perkawinan semarga (sumbang)? Jawab: Sebisa mungkin itu akan dihindari namun apabila tidak dapat dicegah maka yang bersangkutan harus berani menaggung semua resiko yang bakal dihadapinya misalnya harus bisa membuktikan bahawa pilihannya itu tidak salah dengan hidup rukun dengan pasangannya. Tanya: Sanksi apa yang diberikan kepada orang yang melakukan perkawinan semarga(sumbang), dilaksanakankah di desa Durin Pitu ini? Jawab: Sanak saudara akan mengucilkan dia namun setelah pasangan tersebut mempunyai seorang anak dan tetap berbuat baik pada sanak saudaranya maka pasangan tersebut akan diterima kembali dan hubungan yang selama ini retak akan tersambung lagi dengan hadirnya seorang anak tersebut. Tanya: Bagaimana cara pembayaran hutang adat bagi orang yang melakukan perkawinan semarga (sumbang)? Jawab: Pembayaran hutang adat dari perkawinan semarga tidak dapat dilakukan begitu saja. Pembayarannya dilakukan pada saat memasuki rumah baru atau pada saat pesta perkawinan anaknya. Sebelum dilaksanakan pesta perkawinan anaknya, maka terlebih dahulu dibayar hutang adat orang tuanya. Pembayaran hutang adat ini dinamai dengan ngelegi perembah man Kalimbubu (mengambil kain panjang kepada pihak Kalimbubu) dan membayar mahar (tukur) kepada pihak Kalimbubu yang dulu belum diserahkan. Tanya: Bagaimana cara kita mempertahankan adat istiadat Batak Karo? Jawab: Disosialisasikan kepada anak-anak bagaimana cara berkenalan (ertutur) dengan orang yang baru dikenal, dibentuk perkumpulan pemuda/pemudi karo seperti karang taruna. Apabila ada pesta perkawinan atau kemalangan maka pemuda/pemudi tersebut diwajibkan ikut serta dalam acara tersebut untuk membantu anak beru. Dengan keikutsertaan pemuda/pemudi tersebut secara tidak langsung mereka dapat mengerti/memperhatikan bagaimana peradatan dalam Batak Karo. Tanya: Dijaman yang serba canggih dan modern seperti sekarang ini, masih relevankah adat istiadat Batak Karo di tengeh-tengah masyarakat khususnya generasi muda? Jawab: Tentu saja namun pada generasi muda, adat istiadat kurang begitu relevan karena mereka kurang mengerti akan adat istiadat Batak Karo khususnya generasi muda yang lahir dan dibesarkan dikota. Tidak jarang bahasa karo saja pun mereka tidak mengerti. Disinilah peran orang tuanya dibutuhkan untuk dapat mensosialisasikannya kepada anak-anaknya, betapa pentingnya adat istiadat itu dipertahankan demi kemakmuran dan kesejahtraan hidup kita karena tanpa adat hidup kita tidak akan teratur. Oleh sebab itu, adat istiadat harus tetap dipertahankan dan dilestarikan. Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.
109
Tanya: Bagaimana pandangan saudara tentang perubahan jaman yang kita hadapi sekarang ini? Jawab: Kalau kita perhatikan perkembangan jaman sekarang ini cukup maju namun kita tidak boleh meninggalkan nilai-nilai luhur kita atau adat istiadat kita sebab adat istiadat merupakan identitas kita sebagai orang karo, walaupun lama-kelamaan adat istiadat kita semakin terkikis namun saya yakin adat istiadat dan budaya kita akan tetap ada meskipun tidak seperti dahulu. Disinilah kita sebagai dan yang mengerti tentang adat istiadat dan budaya wajib melestarikan dan mensosialisasikan pada generasi berikutnya sebagai warisan untuk anak cucu kita kelak.
8. Profil Informan Kunci Jam wawancara : 20.29Wib-21.35Wib Tanggal : 14 Mei 2009 Pewawancara : Peneliti (Jeniwati) Gambaran Informan adalah sebagai berikut: Nama : Pdt. R Sembiring Jenis kelamin : Laki-laki Usia : 53 tahun Suku : Karo Agama : Protestan Pendidikan terakhir : Sarjana Teologi Status : Pendeta Alamat : Dusun 2 Desa Durin Pitu Tanya: Apa yang saudara ketahui tentang perkawinan? Jawab: Pertemuan pria dan wanita yang sepakat untuk membentuk sebuah rumah keluarga dalam ikatan perkawinan dan berjanji untuk saling mengasihi dan melengkapi diantara satu dengan yang lainnya. Tanya: Apa yang saudara ketahui tentang perkawinan Kristen? Jawab: Pertemuan pria dengan wanita yang sama-sama beragama Kristen dan sepakat untuk membentuk sebuah keluarga dan melakukan pemberkatan (pemasu-masun) di Gereja.
Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.
110
Tanya: Bagaimana pandangan saudara tentang bentuk perkawinan yang sesuai dengan ajaran agama Kristen? Jawab: Satu agama, telah disidi, sama-sama masih lajang atau tidak terikat dengan ikatan perkawinan, setelah itu dilakukanlah pemberkatan (pemasu-masun) di Gereja. Tanya: Apakah sampai saat ini bentuk perkawinan yang sesuai dengan ajaran agama Kristen masih dilaksanakan/dipertahankan? Jawab: Masih karena itu merupakan ketentuan yang harus dipatuhi dalam tata Gereja Kristen. Tanya: Apa saja yang termasuk pelanggaran ajaran agama Kristen dalam perkawinan pada saat ini? Jawab: Pasangan yang menikah tetapi tidak melakukan pemberkatan (pemasumasun) di Gereja. Tanya: Apa yang saudara ketahui tentang perkawinan semarga (sumbang)? Jawab: Pasangan suami isteri yang menikah dengan marga yang sama atau beda marga namun masih dalam satu sub marga. Tanya: Sanksi apa yang diberikan kepada pasangan yang melakukan pelanggaran dalam ajaran agama Kristen khususnys GBKP yang ada di desa Durin Pitu ini? Jawab: Dikeluarkan dari anggota perpulungen (keanggotaan gereja). Tanya: Bagaimana cara pembayaran hutang/sanksi dari pasangan yang melakukan pelanggaran? Jawab: Mereka mesti mengakui kesalahannya pada perpulungen (anggota gereja dan pengurus gereja) maka dilakukan pengepkeppen (melakukan pelajaran agama secara khusus). Selama dalam proses pengepkeppen, pasangan ini akan dilihat apakah mereka benar-benar mengikuti semua kegiatan gereja sebagai bukti penyesalan mereka akan pelanggaran yang mereka lakukan. Setelah semua dijalankan dan dianggap telah memenuhi syarat maka mereka akan diterima kembali manjadi anggota gereja (perpulungen). Tanya: Apakah perkawinan semarga (sumbang) dilarang dalam agama Kristen? Jawab: Secara agama tidak ada larangan terhadap perkawinan semarga (sumbang) asalkan mereka tidak ada hubungan darah sangat dekat dan satu susuan. Namun apabila dihubungkan dengan adat maka perkawinan semarga (sumbang) menjadi terlarang. Tanya: Seberapa besar pengaruh agama terhadap adat istiadat dalam perkawinan? Jawab: Agama cukup memberi pengaruh terhadap adat namun adat tidak dapat dihilangkan dari masyarakat karena telah mendarah daging di dalam tubuh mereka masing-masing. Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.
111
Tanya: Mana yang paling diutamakan oleh masyarakat Batak Karo sekarang ini, agama atau adat? Jawab: Dalam masyarakat Batak Karo sekarang ini, agama dan adat istiadat tidak dapat dipisahkan jadi sebisa mungkin keduanya akan dilaksanakan.
9. Profil Informan Kunci Jam wawancara : 20.35Wib-22.55Wib Tanggal : 15 Mei 2009 Pewawancara : Peneliti (Jeniwati) Gambaran Informan adalah sebagai berikut: Nama : Dk. Bp. Sion Sembiring Jenis kelamin : Laki-laki Usia : 68 tahun Suku : Karo Agama : Protestan Pendidikan terakhir : SMP Status : Diaken Alamat : Dusun 2 Desa Durin Pitu Tanya: Apa yang saudara ketahui tentang perkawinan? Jawab: Sepasang muda/mudi yang telah dewasa baik secara fisik maupun mental yang sepakat untuk membentuk sebuah keluarga. Tanya: Apa yang saudara ketahui tentang perkawinan Kristen? Jawab: Pasangan muda/mudi Kristen yang sudah sepakat membentuk keluarga dan melakukan pemberkatan di Gereja. Tanya: Bagaimana pandangan saudara tentang bentuk perkawinan yang sesuai dengan ajaran agama Kristen? Jawab: Bentuk perkawinan yang sesuai dengan ajaran agama Kristen yaitu perkawinan yang sesuai dengan hukum Kristen dan melakukan pemberkatan di Gereja. Tanya: Apakah sampai saat ini bentuk perkawinan yang sesuai dengan ajaran agama Kristen masih dilaksanakan/dipertahankan? Jawab: Tentu karena itu memang sudah menjadi kesepakatan bersama oleh dewan keagamaan. Tanya: Apa saja yang termasuk pelanggaran ajaran agama Kristen dalam perkawinan saat ini dan sanksi apa yang diberikan kepada pasangan yang melakukan pelanggaran? Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.
112
Jawab: Pasangan suami isteri yang tidak melakukan pemberkatan di Gereja (pemasu-masun). Sanksi yang diberikan yaitu mereka akan dikeluarkan dari anggota jemaat (perpulungen). Tanya: Bagaimana cara pembayaran hutang/sanksi dari pasangan yang melakukan pelanggaran? Jawab: Pasangan tersebut mengakui kesalahannya dan bersedia untuk dikepkep (melakukan pelajaran agama secara khusus) lebih kurang tiga bulan. Selama dalam proses pengepkepan, mereka diwajibkan mengikuti semua kegiatan yang ada dalam Gereja tersebut sebagai pembuktian bahwa mereka benarbenar telah menyadari kesalahan atas pelanggaran yang mereka lakukan dan setelah dianggap telah memenuhi syarat maka pasangan tersebut akan dialoken (diterima kembali jadi anggota jemaat de Gereja tersebut). Tanya: Apa yang saudara ketahui tentang perkawinan semarga (sumbang)? Jawab: Pasangan suami isteri yang marganya satu sub marga, misalnya Sitepu dengan Gurusinga dimana sub margannya adalah satu yaitu Karo-karo. Tanya: Apakah perkawinan semarga (sumbang) dilarang dalam ajaran agama Kristen? Jawab: Dilarang karena sama dengan mengawini saudara sendiri. Tanya: Apakah mereka tidak dikeluarkan dari anggota perpulungen (anggota jemaat)? Jawab: Dikeluarkan karena mereka tidak melakukan pemberkatan di gereja. Pasangan yang tidak melakukan pemberkatan (pemasu-masun) ini berarti telah melaggar persyaratan perkawinan kriste. Pasangan perkawinan semarga tidak dapat melakukan pemberkatan karena tidak ada kerabat atau sangkep geluh khususnya adalah anak beru yang berani bertanggujawab apabila ada heluarga atau jemaat yang berontak maka pihak gereja juga tidak berani memberkati perkawinan mereka. Tanya: Seberapa besar pengaruh agama terhadap adat perkawinan? Jawab: Agama cukup memberi pengaruh terhadap adat istiadat namun adat tidak dapat dihilangkan dalam masyarakat khususnya masyarkat karo. Ada juga agama yang dapat mengikis habis adat istiadat jemaatnya yaitu agama karismatik. Menurut ajaran agama ini, adat dianggap sebagai sesuatu yang haram harus dihilangkan. Sistem kekerabatan rakut sitelu tidak perllu untuk mereka misalnya dalam perkawinan rakut sitelu (tiga serangkai), seperti kalimbubu, senina dan anak beru tidak diperlukan asalkan ada pendeta, kepala desa dan sanksi atau beberapa anggota keluarga bagi mereka itu telah cukup untuk dapat malakukan pernikahan. Tanya: Mana yang paling diutamakan oleh masyarakat Batak Karo sekarang ini, agama atau adat? Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.
113
Jawab: Secara umum, agama dan adat bagi masyarakat Batak Karo tidak dapat dipisahkan namun iti disesuaikan dengan keadaan dan situasi dari keluarga pasangan tersebut. Apabila kedua belah pihak keluarga tidak sulit untuk kompromi (musyawarah), maka kedua-duanya akan dijalani atau dilaksanakan.
10. Profil Informan Kunci Jam wawancara : 09.15Wib-10.37Wib Tanggal : 20 Mei 2009 Pewawancara : Peneliti (Jeniwati) Gambaran Informan adalah sebagai berikut: Nama : M Tarigan Jenis kelamin : Laki-laki Usia : 49 tahun Suku : Karo Agama : Protestan Pendidikan terakhir : SD Status : Petani Alamat : Dusun 2 Desa Durin Pitu
Tanya: Bagaimana pandangan saudara tentang adat istiadat Batak Karo? Jawab: Sangat baik, adat istiadat dibuat untuk mengatur hubungan kita antara satu dengan yang lain agar hidup rukun dan saling menghormati. Tanya: Bagaimana pandangan saudara tentang perkawinan semarga (sumbang)? Jawab: Perkawinan yang memalukan karena menikah dengan saudara sendiri walau saya adalah anak dari pasangan perkawinan semarga (sumbang) namun saya tidak menyalahkan kedua orang tua saya. Kalau cinta udah melekat dihati jadi harus dijaga. Tanya: Apakah saudara punya keinginan untuk menikahi pariban (impal) saudara? Jawab: Tidak karena saya tidak mau membuat kesalahan yang kedua dalam keluarga saya. Tanya: Bagaimana masyarakat memperlakukan saudara? Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.
114
Jawab: Biasa saja, masyarakat tidak akan mempermasalahkan statusku jika aku tidak mengganggunya. Tanya: Apakah saudara mengalami kesulitan dalam bersosialisasi dengan masyarakat, anggota gereja dan teman bermain? Apakah mereka langsung menerima saudara? Jawab: Saya tidak mengalami kesulitan dalam bersosialisasi dengan masyarakat, anggota gereja dan teman bermain karena masyarakat disini sangat bersifat kekeluargaan.
11. Profil Informan Kunci Jam wawancara : 20.10Wib-21.00Wib Tanggal : 20 Mei 2009 Pewawancara : Peneliti (Jeniwati) Gambaran Informan adalah sebagai berikut: Nama : B Sitepu Jenis kelamin : Laki-laki Usia : 27 tahun Suku : Karo Agama : Protestan Pendidikan terakhir : STM Status : Petani Alamat : Dusun 3 Desa Durin Pitu
Tanya: Bagaimana pandangan saudara tentang adat istiadat Batak Karo? Jawab: Masyarakat harus hidup dengan adat karena tanpa adat maka kehidupan masyarakat tidak akan teratur. Adat mengatur hubungan antara satu dengan yang lain dalam arti manusia tidak terlepas dari adat istiadat khususnya masyarakat Batak Karo. Tanya: Bagaimana pandangan saudara tentang perkawinan semarga (sumbang)? Jawab: Secara adat perkawinan semarga sangat dilarang namun apabila ada orang yang saling mencintai tapi marganya termasuk dalam satu sub marga yang sama tapi tidak ada hubungan darah tidak jadi masalah selama mereka hidup rukun dan bahagia untuk apa dihalangi. Tanya: Apakah saudara punya keinginan untuk menikahi pariban (impal) saudara? Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.
115
Jawab: Tidak karena itu tidak boleh. Tanya: Bagaimana masyarakat memperlakukan saudara? Jawab: Baik. Tanya: Apakah saudara mengalami kesulitan dalam bersosialisasi dengan masyarakat, anggota gereja dan teman bermain? Apakah mereka langsung menerima saudara? Jawab: Sejauh ini saya tidak merasa kesulitan bersosialisasi dengan masyarakat sekitar begitu juga dengan anggota gereja hanya waktu dulu saya masih lajang, saya merasa malu bila berkenalan dengan perempuan.
12. Profil Informan Kunci Jam wawancara : 21.30Wib-22.45Wib Tanggal : 20 Mei 2009 Pewawancara : Peneliti (Jeniwati) Gambaran Informan adalah sebagai berikut: Nama : J Purba Jenis kelamin : Laki-laki Usia : 17 tahun Suku : Karo Agama : Katolik Pendidikan terakhir : STM Status : Sekolah Alamat : Dusun 3 Desa Durin Pitu
Tanya: Bagaimana pandangan saudara tentang adat istiadat Batak Karo? Jawab: Sejauh yang saya tahu adat istiadat Batak Karo baik karena adat dibuat untuk kebaikan kita semua. Tanya: Bagaimana pandangan saudara tentang perkawinan semarga (sumbang)? Jawab: Tidak masalah selama tidak dengan saudara dekat. Tanya: Apakah saudara punya keinginan untuk menikahi pariban (impal) saudara? Jawab: Tidak karena kalau menikahi pariban (impal) keluarga tidak akan bertambah hanya itu-itu saja. Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.
116
Tanya: Bagaimana masyarakat memperlakukan saudara? Jawab: Baik, selama kita baik sama orang tentu mereka juga akan baik dengan kita. Tanya: Apakah saudara mengalami kesulitan dalam bersosialisasi dengan masyarakat, anggota gereja dan teman bermain? Apakah mereka langsung menerima saudara? Jawab: Dengan masyarakat dan anggota gereja tidak ada masalah dalam bersosialisasi namun dengan temen-temen sedikit sulit apalagi dengan perempuan namun lama-kelamaan mereka akan berubah dan menerima saya.
13. Profil Informan Biasa Jam wawancara : 09.27Wib-10.58Wib Tanggal : 11 Mei 2009 Pewawancara : Peneliti (Jeniwati) Gambaran Informan adalah sebagai berikut: Nama : Bp.Cani Purba Jenis kelamin : Laki-laki Usia : 75 tahun Suku : Karo Agama : Katolik Pendidikan terakhir : Tidak sekolah Status : Petani Alamat : Dusun 3 Desa Durin Pitu Tanya: Menurut saudara, bagaimana bentuk perkawinan yang baik dalam masyarakat Batak Karo? Jawab: Perkawinan yang paling sesuai dengan adat Batak Karo yaitu perkawinan impal yang sesuai dengan rakut sitelu. Tanya: Bagaimana pandangan saudara tentang adat istiadat Batak Karo khususnya dalam adat istiadat perkawinan? Jawab: Adat istiadat Batak Karo dalam perkawinan sangat baik bila diikuti sesuai dengan peradatan kita. Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.
117
Tanya: Apa yang saudara ketahui tentang perkawinan semarga (sumbang)? Jawab: Perkawinan yang sama marganya. Tanya: Bagaimana pandangan saudara apabila ada keluarga saudara yang melakukan perkawinan semarga (sumbang)? Jawab: Memalukan keluarga, namun apa boleh buat kalau mereka sudah saling cinta dan tidak bisa dipisahkan lagi ya dibiarkan dari pada mereka saling menyakiti satu sama lain lebih baik didiamkan saja. Tanya: Dari pihak keluarga, sanksi apa yang diberikan kepada pasangan yang melakukan perkawinan semarga (sumbang)? Jawab: Tidak dapat membawa isterinya kerumah dan tidak diundang ke acara keluarga. Tanya: Bagaimana cara pembayaran hutang adat kepada keluarga dari pasangan perkawinan semarga (sumbang) tersebut? Jawab: Mereka tidak dapat dengan mudah membayar hutang adatnya. Hutang adatnya bisa dibayar pada saat memasuki rumah baru atau pada saat anaknya menikah (erjabu), karena apabila hutang adat orang tuanya belum dibayar maka pesta pernikahan anaknya tidak dapat dilaksanakan.
14. Profil Informan Biasa Jam wawancara : 13.15Wib-14.50Wib Tanggal : 11 Mei 2009 Pewawancara : Peneliti (Jeniwati) Gambaran Informan adalah sebagai berikut: Nama : Bp.Josep Gurusinga Jenis kelamin : Laki-laki Usia : 68 tahun Suku : Karo Agama : Katolik Pendidikan terakhir : Tidak sekolah Status : Petani Alamat : Dusun 2 Desa Durin Pitu Tanya: Menurut saudara, bagaimana bentuk perkawinan yang baik dalam masyarakat Batak Karo? Jawab: Perkawinan yang baik itu adalah perkawinan yang tidak melanggar adat istiadat Batak Karo yaitu perkawinan impal. Tanya: Bagaimana pandangan saudara tentang adat istiadat Batak Karo khususnya dalam adat istiadat perkawinan? Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.
118
Jawab: Adat istiadat itu dibuat agar kita hidup dengan rukun dan teratur. Dalam perkawinan adat istiadat juga sangat berperan agar perkawinan Batak Karo tidak menyimpang. Tanya: Apa yang saudara ketahui tentang perkawinan semarga (sumbang)? Jawab: Perkawinan yang melanggar adat karena mereka menikah dengan orang yang sama marganya. Tanya: Bagaimana pandangan saudara apabila ada keluarga saudara yang melakukan perkawinan semarga (sumbang)? Jawab: Sangat memalukan keluarga, sebisa mungkin itu akan dihindari/dilarang. Tanya: Dari pihak keluarga, sanksi apa yang diberikan kepada pasangan yang melakukan perkawinan semarga (sumbang)? Jawab: Sanksi yang diberikan yaitu dimarahi, tidak dapat mengikuti acara adat dalam keluarga. Tanya: Bagaimana cara pembayaran hutang adat kepada keluarga dari pasangan perkawinan semarga (sumbang) tersebut? Jawab: Pasangan ini tidak dapat membayar hutang adatnya begitu saja. Hutang adat baru dapat dibayar pada saat pesta anaknya atau pada saat memasuki rumah baru. Hutang adatnya berupa berupa kain panjang dan membayar mahar sang isteri kepada kalimbubunya.
15. Profil Informan Biasa Jam wawancara : 10.30Wib-12.00Wib Tanggal : 16 Mei 2009 Pewawancara : Peneliti (Jeniwati) Gambaran Informan adalah sebagai berikut: Nama : Bp.Sura Gurusinga Jenis kelamin : Laki-laki Usia : 73 tahun Suku : Karo Agama : Protestan Pendidikan terakhir : Tidak sekolah Status : Petani Alamat : Dusun 3 Desa Durin Pitu Tanya: Menurut saudara, bagaimana bentuk perkawinan yang baik dalam masyarakat Batak Karo? Jawab: Perkawinan yang sesuai dengan peraturan adat istiadat Batak Karo yaitu perkawianan impal.
Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.
119
Tanya: Bagaimana pandangan saudara tentang adat istiadat Batak Karo khususnya dalam adat istiadat perkawinan? Jawab: Perkawinan yang sesuai dengan adat adalah perkawinan yang paling diidamkan oleh setiap masyarakat karena itu akan memperluas ikatan diantara kedua belah pihak keluarga. Tanya: Apa yang saudara ketahui tentang perkawinan semarga (sumbang)? Jawab: Perkawinan yang melanggar adat dan sangat memalukan karena sama artinya dengan menikahi turangnya (saudaranya) sendiri. Tanya: Bagaimana pandangan saudara apabila ada keluarga saudara yang melakukan perkawinan semarga (sumbang)? Jawab: Itu sangat memalukan keluarga namun apabila mereka sudah saling mencintai dan tidak dapat dilarang lagi ya dibiarkan aja, merekakan sudah dewasa jadi sudah tahu mana yang baik dan mana yang buruk. Jadi merekla harus mampu menerima semua konsekuensi dari pelanggaran yang mereka lakukan. Tanya: Dari pihak keluarga, sanksi apa yang diberikan kepada pasangan yang melakukan perkawinan semarga (sumbang)? Jawab: Dimarahi, tidak diijinkan membawa pasangannya kerumah, tidak mengundangnya apabila ada acara-acara keluarga. Tanya: Bagaimana cara pembayaran hutang adat kepada keluarga dari pasangan perkawinan semarga (sumbang) tersebut? Jawab: Hutang adat dibayar apabila mereka sudah mampu dan itu dibayarkan pada saat memasuki rumah baru atau pada saat perkawinan anaknya karena apabila hutang adat orang tuanya belum dibayar maka pesta adat anaknya juga tidak dapat dilaksanakan.
16. Profil Informan Biasa Jam wawancara Tanggal Pewawancara
: 10.45Wib-11.50Wib : 17 Mei 2009 : Peneliti (Jeniwati)
Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.
120
Gambaran Informan adalah sebagai berikut: Nama : Nd.Besi Br Sembiring Jenis kelamin : Perempuan Usia : 53 tahun Suku : Karo Agama : Protestan Pendidikan terakhir : SD namun selesai Status : Petani Alamat : Dusun 4 Desa Durin Pitu Tanya: Menurut saudara, bagaimana bentuk perkawinan yang baik dalam masyarakat Batak Karo? Jawab: Perkawinan yang sesuai denagan aturan adat istiadat Batak Karo yaitu perkawinan impal kandung. Tanya: Bagaimana pandangan saudara tentang adat istiadat Batak Karo khususnya dalam adat istiadat perkawinan? Jawab: Adat istiadat dibuat untuk mengatur hubungan antar sesama agar berjalan dengan baik. Adat istiadat perkawinan dibuat agar kita orang karo tidak melanggar peradatan kita. Apabila kita melanggar adat, tentunya kita akan menerima hukuman dari pelanggaran itu. Tanya: Apa yang saudara ketahui tentang perkawinan semarga (sumbang)? Jawab: Perkawinan yang sama marganya (sama dengan mengawini saudaranya). Perkawinan semarga ini sangat dilarang oleh adat namun sekarang telah ada yang melakukan perkawinan semarga ini, seperti anak saya. Tanya: Bagaimana pandangan saudara apabila ada keluarga saudara yang melakukan perkawinan semarga (sumbang)? Jawab: Perkawinan semarga ini memang memalukan keluarga namun apabila mereka saling mencintai dan tidak dapat lagi dipisahkan maka dibiarkan saja asalkan mereka dapat mempertahankan kerukunan keluarganya. Tanya: Dari pihak keluarga, sanksi apa yang diberikan kepada pasangan yang melakukan perkawinan semarga (sumbang)? Jawab: Tidak diijinkan membawa pasangannya kerumah, tidak dapat menghadiri acara keluarga kecuali diundang. Tanya: Bagaimana cara pembayaran hutang adat kepada keluarga dari pasangan perkawinan semarga (sumbang) tersebut? Jawab: Pembayaran hutang adat dilakukan pada saat memasuki rumah baru atau saat pesta perkawinan anaknya karena apabila hutang adat orang tuanya belum dibayar maka pesta anaknya tidak dapat dilaksanakan. Hutang adatnya itu adalah mahar dari sang isteri yang dulu belum dibayar oleh pihak laki-laki kepada pihak perempuan. Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.
121
17. Profil Informan Biasa Jam wawancara : 13.50Wib-14.20Wib Tanggal : 17 Mei 2009 Pewawancara : Peneliti (Jeniwati) Gambaran Informan adalah sebagai berikut: Nama : Bp.Saul Tarigan Jenis kelamin : Laki-laki Usia : 68 tahun Suku : Karo Agama : Protestan Pendidikan terakhir : SD Status : Petani Alamat : Dusun 2 Desa Durin Pitu Tanya: Menurut saudara, bagaimana bentuk perkawinan yang baik dalam masyarakat Batak Karo? Jawab: Perkawinan yang sesuai dengan adat dan pelaksanaannya yaitu nungkuni (mbaba belo selambar/meminang, nganting manuk (membawa luah/muduni), dan pesta adat. Perkawinan yang sesuai dengan adat yaitu perkawinan dengan impal. Tanya: Bagaimana pandangan saudara tentang adat istiadat Batak Karo khususnya dalam adat istiadat perkawinan? Jawab: Adat istiadat Batak Karo sangat baik untuk diikuti karena dengan adanya adat istiadat kehidupan kita jadi teratur dalam perkawinan, apabila perkawinan itu sesuai dengan peraturan peradatan kita maka tidak akan terjadi kekacauan dalam keluarga dan masyarakat kita. Tanya: Apa yang saudara ketahui tentang perkawinan semarga (sumbang)? Jawab: Perkawinan yang sangat melanggar adat Batak Karo karena perkawinan semarga itu sama dengan mengawini saudara sendiri. Tanya: Bagaimana pandangan saudara apabila ada keluarga saudara yang melakukan perkawinan semarga (sumbang)? Jawab: Jika itu terjadi berarti dia telah memalukan nama baik keluarganya dan telah membuat kekacauan dalam sistem kekerabatan keluarga. Maka sedapat mungkin perkawinan semarga dihindari karena selain melanggar adat juga telah mengacaukan sistem kekerabatan dalam keluarga kita. Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.
122
Tanya: Dari pihak keluarga, sanksi apa yang diberikan kepada pasangan yang melakukan perkawinan semarga (sumbang)? Jawab: Dimarahi, tidak diijinkan membawa pasangannya kerumah dan tidak diundang ke pesta atau acara keluarga. Tanya: Bagaimana cara pembayaran hutang adat kepada keluarga dari pasangan perkawinan semarga (sumbang) tersebut? Jawab: Hutang adatnya tidak dapat dibayar begitu saja. Hutang adatnya baru dapat dibayar apabila ia memasuki rumah baru atau pada saat pesta perkawinan anaknya. Apabila hutang adat orang tuanya belum dibayar maka pesta anaknya secara adat juga tidak dapat dilaksanakan.
18. Profil Informan Biasa Jam wawancara : 13.30Wib-14.20Wib Tanggal : 17 Mei 2009 Pewawancara : Peneliti (Jeniwati) Gambaran Informan adalah sebagai berikut: Nama : S Sinulingga Jenis kelamin : Laki-laki Usia : 62 tahun Suku : Karo Agama : Katolik Pendidikan terakhir : SD Status : Petani Alamat : Dusun 3 Desa Durin Pitu Tanya: Menurut saudara, bagaimana bentuk perkawinan yang baik dalam masyarakat Batak Karo? Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.
123
Jawab: Perkawinan yang sesuai dengan adat istiadat Batak Karo dimana tujuan dari perkawinan itu adalah melanjutkan keturunan dan memperluas hubungan kekeluargaan dengan kedua belah pihak dari pasangan yang ingin menikah yang tidak terlepas dari cakupan rakut sitelu. Tanya: Bagaimana pandangan saudara tentang adat istiadat Batak Karo khususnya dalam adat istiadat perkawinan? Jawab: Adat istiadat Batak Karo dibuat sebaik mungkin demi terjalinya kerukunan hidup diantara sesama masyarakat khususnya masyarakat karo, begitu juga dalam perkawinan. Perkawinan harus sesuai dengan adat istiadat kita agar tidak terjadi kekacauan atau kerancuan dalam hubungan kekerabatan rakut sitelu. Tanya: Apa yang saudara ketahui tentang perkawinan semarga (sumbang)? Jawab: Perkawinan dengan orang yang marganya sama yang dalam adat sangat dilarang. Tanya: Bagaimana pandangan saudara apabila ada keluarga saudara yang melakukan perkawinan semarga (sumbang)? Jawab: Sama dengan mencoreng nama baik keluarga. Saya sebagai anak beru tidak berani untuk menanggung jawabi perkawinan anak dari kalimbubu saya karena pihak kalimbubu tidak akan menyetujui perkawinan semarga ini. Tanya: Dari pihak keluarga, sanksi apa yang diberikan kepada pasangan yang melakukan perkawinan semarga (sumbang)? Jawab: Dimarahi, diusir dari rumah dan tidak di undang ke acara keluarga. Tanya: Bagaimana cara pembayaran hutang adat kepada keluarga dari pasangan perkawinan semarga (sumbang) tersebut? Jawab: Dalam masyarakat Batak Karo, anak merupakan jembatan untuk menjalin (memperbaiki) hubungan yang telah retak dalam keluarga. Hutang adat pada perkawinan semarga tidak dapat dibayar kapan saja. Hutang adatnya baru dapat dibayar pada saat pesta memasuki rumah baru atau pesta perkawinan anaknaya karena apabila hutang adat orang tuanya belum dibayar maka pesta adat anaknya tidak dapat dilaksanakan. Hutang adat yang harus dibayar yaitu mahar yang dulunya belum dibayar maka harus dibayar kepada pihak kalimbubu dan bagian-bagiannya.
Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.
124
19. Profil Informan Biasa Jam wawancara : 13.25Wib-14.45Wib Tanggal : 18 Mei 2009 Pewawancara : Peneliti (Jeniwati) Gambaran Informan adalah sebagai berikut: Nama : Bp.Berta Sitepu Jenis kelamin : Laki-laki Usia : 59 tahun Suku : Karo Agama : Protestan Pendidikan terakhir : SMP Status : Petani Alamat : Dusun 3 Desa Durin Pitu Tanya: Menurut saudara, bagaimana bentuk perkawinan yang baik dalam masyarakat Batak Karo? Jawab: Ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita yang secara adat tidak melanggar sistem kekerabatan rakut sitelu. Tanya: Bagaimana pandangan saudara tentang adat istiadat Batak Karo khususnya dalam adat istiadat perkawinan? Jawab: Adat istiadat dalam perkawinan dibuat agar kita sebagai orang karo tidak melanggar (menyalahi) adat agar tidak terjadi kekacauan (kerancuan) dalam kekerabatan kita sebagai orang karo. Tanya: Apa yang saudara ketahui tentang perkawinan semarga (sumbang)? Jawab: Perkawinan antara saudara walaupun bukan dengan saudara dekat kerena maranya sama. Tanya: Bagaimana pandangan saudara apabila ada keluarga saudara yang melakukan perkawinan semarga (sumbang)? Jawab: Secara adat itu memang suatu pelanggaran dan memalukan keluarga, namun selama itu tidak merugikan orang lain dan mereka dapat hidup rukun dan bahagia ya tidak ada masalah. Tanya: Dari pihak keluarga, sanksi apa yang diberikan kepada pasangan yang melakukan perkawinan semarga (sumbang)? Jawab: Dimarahi, tidak direstui dan tidak diundang keacara atau pesta keluarga. Tanya: Bagaimana cara pembayaran hutang adat kepada keluarga dari pasangan perkawinan semarga (sumbang) tersebut? Jawab: Hutang adatnya dapat dibayar pada saat pesta memasuki rumah baru atau pada saat pesta perkawinan anaknya. Sebelum hutang adat orang tuanya belum dibayar maka pesta adat anaknya tidak dapat dilaksanakan. Pada saat itulah nahar yang dulu belum dibayar kepada pihak kalimbubu harus Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.
125
diberikan pada saat itu. Pada saat itu diundang kerabat-kerabat dekat sebagai pernyataan bahwa hutang adatnya telah dibayar dengan lunas.
20. Profil Informan Biasa Jam wawancara : 10.45Wib-11.40Wib Tanggal : 18 Mei 2009 Pewawancara : Peneliti (Jeniwati) Gambaran Informan adalah sebagai berikut: Nama : N Tarigan Jenis kelamin : Laki-laki Usia : 52 tahun Suku : Karo Agama : Protestan Pendidikan terakhir : SD Status : Wiraswasta Alamat : Dusun 2 Desa Durin Pitu Tanya: Menurut saudara, bagaimana bentuk perkawinan yang baik dalam masyarakat Batak Karo? Jawab: Perkawinan Batak Karo yang paling sesuai dengan adat istiadatnya adalah perkawinan impal, namun sekarang ini perkawinan impal jarang terjadi. Walaupun perkawinannya bukan perkawinan impal dekat namun secara beradat mereka berimpal dan tidak melanggar peradatan Batak Karo. Tanya: Bagaimana pandangan saudara tentang adat istiadat Batak Karo khususnya dalam adat istiadat perkawinan? Jawab: Adat istiadat perkawinan dibuat agar dalam perkawinan tidak terjadi kekacauan (kerancuan) dalam tutur dan sistem kekerabatan kita. Tanya: Apa yang saudara ketahui tentang perkawinan semarga (sumbang)? Jawab: Ikatan lahir batin antara seorang pria dan seorang wanita yang marganya sama. Tanya: Bagaimana pandangan saudara apabila ada keluarga saudara yang melakukan perkawinan semarga (sumbang)? Jawab: Memalukan keluarga, namun apabila mereka saling mencintai dan tidak dapat dipisahkan apa boleh buat. Dalam hal ini, anak beru sangat merasa Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.
126
kesulitan dalam menyelesaikan masalah ini dan tidak berani menanggung jawabinya karena melanggar peradatan Batak Karo. Tanya: Dari pihak keluarga, sanksi apa yang diberikan kepada pasangan yang melakukan perkawinan semarga (sumbang)? Jawab: Biasanya dimarahi, tidak diijinkan orang tuanya membawa pasangannya kerumah dan tidak diundang ke acara atau pesta keluarga. Tanya: Bagaimana cara pembayaran hutang adat kepada keluarga dari pasangan perkawinan semarga (sumbang) tersebut? Jawab: Cara pembayaran hutang adat yaitu dengan membayar mahar isterinya ke pihak kalimbubu yang dulu belum dibayar. Pembayarannya dapat dilakukan pada saat pesta memasuki rumah baru atau pada saat pesta perkawinan anaknya. Karena apabila hutang adat orang tuanya belum dibayar maka pesta adat anaknya tidak dapat dilaksanakan.
21. Profil Informan Biasa Jam wawancara : 19.10Wib-20.05Wib Tanggal : 18 Mei 2009 Pewawancara : Peneliti (Jeniwati) Gambaran Informan adalah sebagai berikut: Nama : C Purba Jenis kelamin : Laki-laki Usia : 53 tahun Suku : Karo Agama : Protestan Pendidikan terakhir : SD Status : Petani Alamat : Dusun 3 Desa Durin Pitu Tanya: Menurut saudara, bagaimana bentuk perkawinan yang baik dalam masyarakat Batak Karo? Jawab: Ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita yang pelaksanaan perkawinannya berdasarkan peradatan Batak Karo yang tujuannya adalah meneruskan keturunan dan memperluas ikatan tali kekerabatan dengan keluarga dari pasangan yang kawin tersebut. Tanya: Bagaimana pandangan saudara tentang adat istiadat Batak Karo khususnya dalam adat istiadat perkawinan? Jawab: Dalam masyarakat Batak Karo, adat istiadat sangat diperlukan karena dengan adanya adat istiadat maka kehidupan kita dapat berjalan dengan Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.
127
tenteram dan rukun begitu juga dalam perkawinan. Dengan adanya adat maka tidak terjadi kekacauan dalam sistem kekerabatan kita. Tanya: Apa yang saudara ketahui tentang perkawinan semarga (sumbang)? Jawab: Perkawinan dengan saudaranya karena menikah dengan orang yang marganya sama dan dalam adat hal ini sangat dilarang. Tanya: Bagaimana pandangan saudara apabila ada keluarga saudara yang melakukan perkawinan semarga (sumbang)? Jawab: Memalukan keluarga apabila itu terjadi maka sebelum hal itu terjadi maka sebisa mungkin akan dihindari (dilarang) apabila ada keluarga yang pacaran dengan semarga, namun apabila tidak dapat dihindari karena mereka saling mencintai dan tidak dapat dipisahkan maka akan dibiarkan dari pada mereka saling terluka kan lebih baik mereka bersatu, toh tidak merugikan siapa-siapa namun telah membuat kacaunya tutur dalam keluarga. Tanya: Dari pihak keluarga, sanksi apa yang diberikan kepada pasangan yang melakukan perkawinan semarga (sumbang)? Jawab: Dimarahi dan tidak mendapat restu dari orang tua kedua belah pihak. Tanya: Bagaimana cara pembayaran hutang adat kepada keluarga dari pasangan perkawinan semarga (sumbang) tersebut? Jawab: Mereka mengakui kesalahan yang telah diperbuat dan bersedia menerima semua resiko dari kesalahan yang telah dibuat dulu, yaitu dengan membayar hutang adat yang dulu belum dibayar dan mengganti beru isterinya dengan beru ibu dari suaminya agar tidak menyalahi adat. Pembayaran hutang adat dilakukan pada saat pesta memasuki rumah baru atau pesta perkawinan anaknya karena sebelum hutang adat orang tuanya belum dibayar maka pesta adat anaknya tidak dapat dilaksanakan.
22. Profil Informan Biasa Jam wawancara : 08.30Wib-09.52Wib Tanggal : 19 Mei 2009 Pewawancara : Peneliti (Jeniwati) Gambaran Informan adalah sebagai berikut: Nama : M Tarigan Jenis kelamin : Laki-laki Usia : 48 tahun Suku : Karo Agama : Protestan Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.
128
Pendidikan terakhir Status Alamat
: SMP : Petani : Dusun 2 Desa Durin Pitu
Tanya: Menurut saudara, bagaimana bentuk perkawinan yang baik dalam masyarakat Batak Karo? Jawab: Perkawinan yang sesuai dengan adat istiadat yaitu perkawinan impal dan ada juga yang bukan perkawinan impal dekat, namun secara adat mereka berimpal dan bisa kawin. Tanya: Bagaimana pandangan saudara tentang adat istiadat Batak Karo khususnya dalam adat istiadat perkawinan? Jawab: Adat istiadat dalam perkawinan dibuat agar jika ada yang ingin menikah tidak melakukan kesalahan yang pada akhirnya akan membuat kekacaun (kerancuan) dalam sistem kekerabatan Batak Karo demi terjalinnya hubungan yang tenteram dan rukun diantara sesamanya. Tanya: Apa yang saudara ketahui tentang perkawinan semarga (sumbang)? Jawab: Perkawinan sedarah walaupun tidak dekat namun karena ada anggapan semarga adalah keturunan dari satu kakek. Tanya: Bagaimana pandangan saudara apabila ada keluarga saudara yang melakukan perkawinan semarga (sumbang)? Jawab: Itu adalah perbatan yang memalukan keluarga, namun sekarang perkawinan semarga semakin banyak kita jumpai dimana-mana khususnya di daerah karo jahe. Ini menunjukkan nilai-nilai budaya dalam keluarga di daerah karo jahe semakin menurun yang mungkin disebabkan oleh kemajuan pendidikan dan teknologi dari masyarakat kita di daerah karo jahe. Untuk saya tidak terlalu jadi masalah selama perkawinan semarga itu tidak dengan keluarga dekat, namun kasian anak beru tidak dapat berbuat apa-apa pada anak kalimbubunya. Tanya: Dari pihak keluarga, sanksi apa yang diberikan kepada pasangan yang melakukan perkawinan semarga (sumbang)? Jawab: Dimarahi dan diusir dari rumah. Tanya: Bagaimana cara pembayaran hutang adat kepada keluarga dari pasangan perkawinan semarga (sumbang) tersebut? Jawab: Pembayaran hutang adatnya tidak dapat dilakukan sembarangan. Pembayarannya dapat dilakukan pada saat pesta perkawinan anaknya dengan cara meminta maaf kepada kedua belah pihak orang tua dan membayar mahar isterinya. Apabila hutang adat orang tuanya belum dibayar maka pesta adat anaknya tidak dapat dilaksanakan.
Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.
129
23. Profil Informan Biasa Jam wawancara : 18.45Wib-19.30Wib Tanggal : 19 Mei 2009 Pewawancara : Peneliti (Jeniwati) Gambaran Informan adalah sebagai berikut: Nama : P Gurusinga Jenis kelamin : Laki-laki Usia : 37 tahun Suku : Karo Agama : Protestan Pendidikan terakhir : SMA Status : Polisi Alamat : Dusun 1 Desa Durin Pitu Tanya: Menurut saudara, bagaimana bentuk perkawinan yang baik dalam masyarakat Batak Karo? Jawab: Ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita yang sepakat untuk membentuk sebuah keluarga yang bahagia yang tidak melanggar adat, agama dan hukum negara. Tanya: Bagaimana pandangan saudara tentang adat istiadat Batak Karo khususnya dalam adat istiadat perkawinan? Jawab: Adat dibuat untuk mengatur masyarakat agar hidup rukun diantara satu dengan yang lainnya, begitu juga adat perkawinan dibuat agar mengatur supaya tidak terjadi kekacauan dalam kekerabatan kita yang diakibatkan oleh perkawinan. Tanya: Apa yang saudara ketahui tentang perkawinan semarga (sumbang)? Jawab: Perkawinan yang dilarang di dalam adat karena saudara semarga walaupun tidak sama persis marganya namun sub marganya sama. Tanya: Bagaimana pandangan saudara apabila ada keluarga saudara yang melakukan perkawinan semarga (sumbang)? Jawab: Secara adat itu memang dilarang dan memalukan nama baik keluarga, namun kalau mereka sudah saling cinta dan sayang mau dibilang apa dari pada mereka saling melukai, lebih baik dibiarkan. Memang keluarga tidak berani bertanggung jawab atas hubungan mereka jadi mereka harus menanggung jawabi sendiri apa pun yang terjadi. Tanya: Dari pihak keluarga, sanksi apa yang diberikan kepada pasangan yang melakukan perkawinan semarga (sumbang)? Jawab: Dimarahi dan di usir dari rumah. Tanya: Bagaimana cara pembayaran hutang adat kepada keluarga dari pasangan perkawinan semarga (sumbang) tersebut? Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.
130
Jawab: Hutang adatnya di bayar pada saat pesta anaknya karena apabila hutang adat orang tuanya belum dibayar maka pesta adat anaknya juga tidak dapat dilaksanakan. Hutang adat yang harus dibayar yaitu uang mahar yang dulu belum dibayar harus dibayarkan kepada kalimbubu.
24. Profil Informan Biasa Jam wawancara : 18.45Wib-19.30Wib Tanggal : 19 Mei 2009 Pewawancara : Peneliti (Jeniwati) Gambaran Informan adalah sebagai berikut: Nama : Nd.Hobby Br Gurusinga Jenis kelamin : Perempuan Usia : 56 tahun Suku : Karo Agama : Protestan Pendidikan terakhir : Tidak sekolah Status : Petani Alamat : Dusun 1 Desa Durin Pitu Tanya: Menurut saudara, bagaimana bentuk perkawinan yang baik dalam masyarakat Batak Karo? Jawab: Hubungan antara seorang pria dengan seorang wanita yang secara adat tidak ada larangan untuk mereka membentuk satu keluarga. Tanya: Bagaimana pandangan saudara tentang adat istiadat Batak Karo khususnya dalam adat istiadat perkawinan? Jawab: Adat istiadat perkawinan dibuat agar tidak terjadi kekacauan dalam keluarga (tutur) karena dengan adanya perkawinan maka dua keluarga akan menjadi satu. Tanya: Apa yang saudara ketahui tentang perkawinan semarga (sumbang)? Jawab: Perkawinan semarga berarti perkawinan dengan saudara sendiri. Tanya: Bagaimana pandangan saudara apabila ada keluarga saudara yang melakukan perkawinan semarga (sumbang)? Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.
131
Jawab: Saya tidak akan setuju karena itu akan mengacaukan tutur dalam keluarga dan akan sangat memalukan keluarga. Sebisa mungkin itu akan dilarang, namun apabila tidak dapat dilarang lagi maka mereka harus menerima resiko dari apa yang mereka perbuat. Tanya: Dari pihak keluarga, sanksi apa yang diberikan kepada pasangan yang melakukan perkawinan semarga (sumbang)? Jawab: Diusir dari rumah. Tanya: Bagaimana cara pembayaran hutang adat kepada keluarga dari pasangan perkawinan semarga (sumbang) tersebut? Jawab: Pembayaran hutang adat tidak dapat dilakukan kapan saja jika keluarga telah memaafkan mereka. Hutang adatnya baru bisa dibayar pada saat memasuki rumah baru atau pada saat pesta perkawinan anaknya karena apabila hutang adat orang tuanya belum di bayar maka pesta adat anaknya tidak dapat dilaksanakan.
25. Profil Informan Biasa Jam wawancara : 10.10Wib-11.25Wib Tanggal : 21 Mei 2009 Pewawancara : Peneliti (Jeniwati) Gambaran Informan adalah sebagai berikut: Nama : B Tarigan Jenis kelamin : Laki-laki Usia : 59 tahun Suku : Karo Agama : Protestan Pendidikan terakhir : SMP Status : Petani Alamat : Dusun 2 Desa Durin Pitu
Tanya: Apa yang saudara ketahui tentang perkawinan Batak Karo? Jawab: Ikatan lahir batin antara seorang pria dengan seorang wanita yang tidak melanggar adat dimana tujuan dari perkawinannya adalah untuk membentuk keluarga yang bahagia, menambah keturunan dan memperluas kekerabatan. Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.
132
Tanya: Bagaimana pandangan saudara tentang bentuk perkawinan yang sesuai dengan adat Batak Karo? Jawab: Perkawinan yang paling sesuai dengan adat Batak Karo yaitu perkawinan impal walaupun tidak impal dekat tapi secara adat mereka berimpal. Apabila kedua keluarga tidak ada masalah maka anak beru dari pihak laki-laki akan menjumpai anak beru dari pihak perempuan untuk langkah selanjutnya yaitu untuk membicarakan kapan dilakukan peminangan (maba belo selambar) dan acara selanjutnya sampai pada pesta adatnya nanti. Di masyarakat Batak Karo ada tiga jenis perkawinan yaitu perkawinan sintua (perkawinan denga impal dekat/kandung), perkawinan sintengah (perkawinan yang secara adat tuturnya impal), dan perkawinan singuda ( perkawinan la arus atau yang dilarang). Tanya: Menurut pandanga saudara, masih perlukan adat istiadat Batak Karo dipertahankan khususnya adat perkawinan? Jawab: Sangat perlu karena adat istiadat mengatur kerukunan hidup kita sebagai orang karo dan mengajarai kita untuk saling menghormati dan saling menghargai. Begitu juga dalam adat perkawinan harus dipertahankan agar tidak terjadi kesulitan atau kekacauan dalam sistem kekerabatan (tutur) dalam keluarga. Tanya: Bagaimana saudara mensosialisasikan adat istiadat kepada anak-anak anda? Jawab: Diceritakan bagaimana cara berkenalan (bertutur) dengan orang yang baru dikenal. Kalau ada pesta keluarga, anak-anak diajak dan diperkenalkan dengan keluarga yang lainnya supaya dia tahu mana mama (pamannya), mami (isteri paman), bibi (saudara perempuan ayah), kila (suami dari saudara perempuan ayah), nini, bulang, senina, turang dan saudara-saudara lainnya. Tanya: Bagaimana pandangan saudara jika ada masyarakat yang melakukan parkawinan semarga (sumbang) di lingkungan anda? Jawab: Sebenarnya itu tidak baik karena melanggar peradatan kita orang batak karo. Kalau dulu apabila ada yang kawin semarga maka akan diusir dari kampung tapi sekarang dibiarkan saja karena tidak ada yang protes. Keluarganya juga diam saja, jadi kita sebagai tetangga juga hanya membiarkannya saja. 26. Profil Informan Biasa Jam wawancara : 13.15Wib-14.20Wib Tanggal : 21 Mei 2009 Pewawancara : Peneliti (Jeniwati) Gambaran Informan adalah sebagai berikut: Nama : U Br Gurusinga Jenis kelamin : Perempuan Usia : 56 tahun Suku : Karo Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.
133
Agama Pendidikan terakhir Status Alamat
: Protestan : SD : Petani : Dusun 2 Desa Durin Pitu
Tanya: Apa yang saudara ketahui tantang perkawinan Batak Karo? Jawab: Perkawinan yang sesuai dengan peradatan Batak Karo yang tujuannya adalah membentuk keluarga yang harmonis, meneruskan keturunan dan memperluas hubungan kekeluargaan. Tanya: Bagaimana pandangan saudara tentang bentuk perkawinan yang sesuai dengan adat Batak Karo? Jawab: Bentuk perkawinan yang sesuai dengan adat yaitu perkawinan impal kandung. Tanya: Menurut pandanga saudara, masih perlukan adat istiadat Batak Karo dipertahankan khususnya adat perkawinan? Jawab: Adat istiadat kita sangat perlu dipertahankan karena tanpa adat maka akan semakin banyak orang yang hidup tanpa adat. Dalam perkawinan, adat sangat berperan penting karena tanpa adat maka orang yang melakukan perkawinanyang melanggar adat akan semakin banyak. Tanya: Bagaimana saudara mensosialisasikan adat istiadat kepada anak-anak anda? Jawab: Dengan cara menceritakannya kepada mereka. Tanya: Bagaimana pandangan saudara jika ada masyarakat yang melakukan parkawinan semarga (sumbang) di lingkungan anda? Jawab: Apabila ada yang melakukan perkawinan semarga (sumbamg) disini ya itu adalah perbuatan yang sangat melanggar adat dan memalukan keluarga. Kalau jaman dulu mereka akan diusir dari kampung, nammun sekarang dibiarkan saja karena yang melakukan bukan orang lain melainkan keluargakeluarga kita juga jadi tidak mungkin kita mengusirnya toh keluarga besarnya juga diam saja.
27. Profil Informan Biasa Jam wawancara : 18.30Wib-19.45Wib Tanggal : 22 Mei 2009 Pewawancara : Peneliti (Jeniwati) Gambaran Informan adalah sebagai berikut: Nama : R Br Sembiring Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.
134
Jenis kelamin Usia Suku Agama Pendidikan terakhir Status Alamat
: Perempuan : 48 tahun : Karo : Protestan : SD : Petani : Dusun 3 Desa Durin Pitu
Tanya: Apa yang saudara ketahui tantang perkawinan Batak Karo? Jawab: Perkawinan yang tidak melanggar adat istiadat Batak Karo agar tercipta sebuah keluarga yang harmonis baik diantara keluarga kecil (inti) dengan keluarga besar kedua belah pihak. Tanya: Bagaimana pandangan saudara tentang bentuk perkawinan yang sesuai dengan adat Batak Karo? Jawab: Perkawinan yang sesuai dengan adat yaitu perkawinan impal dan diimpalkan berdasarkan peraturan adat istiadat Batak Karo. Tanya: Menurut pandanga saudara, masih perlukan adat istiadat Batak Karo dipertahankan khususnya adat perkawinan? Jawab: Sangat perlu karena apabila tidak dijaga maka akan semakin bertambah orang yang menikah dengan turangnya sendiri walaupun bukan dengan turang kandung (dekat). Hal ini dalam adat karo sangat dilarang. Tanya: Bagaimana saudara mensosialisasikan adat istiadat kepada anak-anak anda? Jawab: Diceritakan dirumah dan selanjutnya ia buktikan diluar dengan mengikuti acara-acara adapt dikampung ini. Tanya: Bagaimana pandangan saudara jika ada masyarakat yang melakukan parkawinan semarga (sumbang) di lingkungan anda? Jawab: Itu sangat memalukan keluarga dan kampung, namun warga kampung tidak berani berbuat apa-apa karena keluarga besar mereka juga diam saja. Dikampung ini, sifat kekeluargaannya masih sangat tinggi jadi saling menghormati satu sama lain.
28. Profil Informan Biasa Jam wawancara : 20.30Wib-21.55Wib Tanggal : 22 Mei 2009 Pewawancara : Peneliti (Jeniwati) Gambaran Informan adalah sebagai berikut: Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.
135
Nama Jenis kelamin Usia Suku Agama Pendidikan terakhir Status Alamat
: M Gurusinga : Laki-laki : 28 tahun : Karo : Katolik : SMA : Wiraswasta : Dusun 2 Desa Durin Pitu
Tanya: Apa yang saudara ketahui tantang perkawinan Batak Karo? Jawab: Hubungan antara seorang pria dengan seorang wanita yang diikat oleh sebuah perkawinan yang tidak malanggar peraturan adat, agama dan negara. Tanya: Bagaimana pandangan saudara tentang bentuk perkawinan yang sesuai dengan adat Batak Karo? Jawab: Perkawinan yang sesuai dengan adat adalah perkawinan impal, namun sekarang ini perkawinan impal sangat jarang terjadi. Walaupun perkawinan tidak dengan impal tetapi secara adat (tutur) mereka berimpal, itu sudah sesuai dengan adat Batak Karo. Tanya: Menurut pandanga saudara, masih perlukan adat istiadat Batak Karo dipertahankan khususnya adat perkawinan? Jawab: Sangat perlu khususnya adat perkawinan karena apabila tidak dipertahankan maka akan semakin banyak pasangan yang menikah semarga. Tanya: Bagaimana saudara mensosialisasikan adat istiadat kepada anak-anak anda? Jawab: Orang tua menceritakan pada anak-anaknya secara teori dan perakteknya kami mengikuti acara-acara adat yang ada dikampung, misalnya pesta adat perkawinan. Dengan ikut terjun ke acara-acara seperti itu kita dapat mengerti bagaimana sebenarnya peradatan Batak Karo. Tanya: Bagaimana pandangan saudara jika ada masyarakat yang melakukan parkawinan semarga (sumbang) di lingkungan anda? Jawab: Sebenarnya itu tidak baik karena meberikan contih yang buruk kepada generasi berikutnya untuk melanggar adat, namun apabila mereka tidak dapat dipisahkan lagi ya dibiarkan namun tidak dijadikan contoh dalam hubungan asmaranya nantinya.
29. Profil Informan Biasa Jam wawancara Tanggal Pewawancara
: 13.45Wib-14.50Wib : 23 Mei 2009 : Peneliti (Jeniwati)
Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.
136
Gambaran Informan adalah sebagai berikut: Nama : B Tarigan Jenis kelamin : Laki-laki Usia : 32 tahun Suku : Karo Agama : Protestan Pendidikan terakhir : SMA Status : Petani Alamat : Dusun 2 Desa Durin Pitu
Tanya: Apa yang saudara ketahui tantang perkawinan Batak Karo? Jawab: Ikatan antara seorang pria dengan seorang wanita yang sama-sama suku karo yang dihubungkan dalam sebuah perkawinan yang sesuai dengan adat istiadat Batak Karo. Tanya: Bagaimana pandangan saudara tentang bentuk perkawinan yang sesuai dengan adat Batak Karo? Jawab: Perkawinan impal. Tanya: Menurut pandanga saudara, masih perlukan adat istiadat Batak Karo dipertahankan khususnya adat perkawinan? Jawab: Semua adat istiadat yang ada di Batak Karo perlu dipertahankan karena tanpa adat maka kehidupan kita akan berantakan dan tidak beradat lagi. Tanya: Bagaimana saudara mensosialisasikan adat istiadat kepada anak-anak anda? Jawab: Diceritakan kepada mereka dan mawajibkan dirumah untuk menggunakan bahasa karo karena sekarang ini generasi muda karo, bahasa karo pun mereka tidak tahu khususnya mereka yang lahir dan dibesarkan di kota. Tanta: Bagaimana pandangan saudara jika ada masyarakat yang melakukan parkawinan semarga (sumbang) di lingkungan anda? Jawab: Kalau dilihat secara adat, perkawinan semarga tidak boleh dilakukan namun jika mereka sudah saling menyayangi dan mencintai kenapa harus dihalangi. Setiap manusiakan berhak untuk hidup bahagia.
Jeniwati Br Tarigan : Konformitas Perkawinan Semarga (Sumbang) Pada Batak Karo (Studi Kasus di Desa Durin Pitu, Kecamatan Pancur Batu, Kabupaten Deli Serdang), 2010.