PENGAWASAN BADAN KOORDINASI PROMOSI DAN PENANAMAN MODAL DAERAH (BKPPMD) PROVINSI JAWA BARAT DALAM KEGIATAN INVESTASI PENANAM MODAL ASING (PMA) DAN PENANAM MODAL DALAM NEGERI (PMDN) DI PROVINSI JAWA BARAT
SKRIPSI Diajukan Untuk Memenuhi Ujian Sidang Sarjana Pada Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik Universitas Padjadjaran
RIZKI WAHYU MOCH AZHAR 170411080003
UNIVERSITAS PADJADJARAN FAKULTAS ILMU SOSIAL DAN ILMU POLITIK JURUSAN ILMU PEMERINTAHAN JATINANGOR 2012
BAB I PENDAHULUAN
1.1.
Latar Belakang Penelitian Dalam proses pembangunan suatu negara, terdapat banyak aspek penting
yang harus diperhatikan dan dimengerti. Dari segala aspek yang ada, aspek ekonomi mempunyai pengaruh yang cukup besar. Di dalam aspek ekonomi, ada banyak variabel yang saling berkaitan satu dengan yang lainnya. Salah satu variabel yang memiliki pengaruh terhadap pembangunan ekonomi di suatu negara adalah investasi. Penanaman modal atau investasi merupakan langkah awal kegiatan produksi. Pada posisi semacam ini investasi pada hakekatnya juga merupakan langkah awal kegiatan pembangunan ekonomi. Dinamika penanaman modal mempengaruhi tinggi rendahnya. pertumbuhan ekonomi dan mencerminkan marak atau lesunya perekonomian. Dalam upaya menumbuhkan perekonomian setiap Negara senantiasa menciptakan iklim yang dapat menggairahkan investasi. Indonesia merupakan Negara berkembang, oleh karena itu di dalam usaha peningkatan perekonomiannya dibutuhkan modal dan investasi yang besar. Modal tersebut dapat disediakan oleh pemerintah dan masyarakat luas termasuk orang asing yang berdiam di Negara ini.
2
Untuk mempercepat pembangunan ekonomi daerah dan mewujudkan kedaulatan politik dan ekonomi diperlukan peningkatan penanaman modal untuk mengolah potensi ekonomi menjadi kekuatan ekonomi riil dengan menggunakan modal yang berasal, baik dari dalam negeri maupun dari luar negeri. Disamping menggali sumber pembiayaan asli daerah, pemerintah daerah juga mengundang sumber pembiayaan luar negeri salah satunya adalah Penanaman Modal Asing Langsung (Foreign Direct Investment). Dalam perkembangannya pemerintah Indonesia terus memperbaharui berbagai peraturan untuk lebih mendorong terciptanya iklim usaha yang kondusif dan untuk penguatan daya saing perekonomian nasional dan daerah serta mempercepat peningkatan penanaman modal yang dituangkan dalam UndangUndang No 1 Tahun 1967 jo Undang-Undang No 11 Tahun 1967 tentang Penanaman Modal Asing (PMA) dan Undang-undang No 6 Tahun 1968 jo Undang-Undang No 12 Tahun 1970 tentang Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN), hingga diperbaharui dengan Undang-Undang No 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, Provinsi Jawa Barat masih menjadi primadona pilihan investor untuk menanamkan modalnya, baik penanaman modal asing maupun penanaman modal dalam negeri. Hal ini dikarenakan Provinsi Jawa Barat secara geografis mempunyai letak yang sangat strategis, kekayaan alam yang cukup memadai, dan kebijakan pemerintah yang pro bisnis sehingga mendorong investor untuk melaksanakan kegiatan ekonominya. Provinsi Jawa Barat mempunyai daya tarik penanaman modal baik asing maupun dalam negeri, yaitu ditandai dengan perkembangan investasi PMA dan 3
PMDN yang masih cukup menggembirakan, selama 5 tahun terakhir yaitu tahun 2005 sampai dengan tahun 2009 berdasarkan Surat Persetujuan yang diterbitkan oleh pemerintah sebagai tahap perencanaan investasi. Terdapat 2.098 proyek PMA dengan nilai investasi Rp 98,78 Triliun dan 381 proyek PMDN dengan nilai investasi Rp 69,15 Triliun. Gambaran kuantitatif ini menunjukan beban dan bobot kewenangan penanaman modal di Jawa Barat cukup besar, yang berarti kegiatan PMA dan PMDN juga cukup tinggi di Jawa Barat, sehingga diperlukan pengelolaan secara kelembagaan yang bersifat koordinatif. Pengelolaan kegiatan Penanaman Modal secara koordinatif tersebut di Provinsi Jawa Barat menjadi wewenang dan tanggung jawab Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal Daerah Provinsi Jawa Barat (BKPPMD Provinsi Jawa Barat). Proyekproyek perencanaan penanaman modal selama 5 tahun yang cukup besar itu, dapat memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi Jawa Barat apabila proyek-proyek tersebut direalisasikan sesuai dengan Peraturan Perundangundangan yang berlaku. Agar proyek-proyek PMA dan PMDN yang telah direncanakan oleh investor dapat direalisasikan dengan baik, maka Pemerintah Daerah dalam hal ini BKPPMD Provinsi Jawa Barat harus mampu memfasilitasi secara optimal dan professional. Sesuai dengan kedudukan dan fungsinya BKPPMD Provinsi Jawa Barat berkewajiban melakukan fungsi pengawasan terhadap proyek PMA dan PMDN di Provinsi Jawa Barat melalui kegiatan pengendalian dan pembinaan sejak proyek PMA dan PMDN tersebut mendapat Surat Persetujuan pemerintah sampai dengan tahap komersil. Dengan kegiatan pengawasan ini diharapkan 4
proyek-proyek PMA dan PMDN dalam melakukan kegiatan ekonominya sesuai dengan ketentuan penanaman modal. Realisasi pelaksanaan fungsi pengawasan proyek-proyek investasi PMA dan PMDN sangat kompleks dikarenakan sifat penanaman modal yang multi sektoral dan lintas sektoral serta bersifat koordinatif sehingga memerlukan kerjasama yang baik antara pemangku kewenangan baik ditingkat Provinsi maupun tingkat Kabupaten/Kota bahkan bila diperlukan berkoordinasi dengan pemangku
kewenangan
permasalahan-permasalahan
ditingkat
pusat,
dalam
yang
dihadapi
oleh
rangka para
memecahkan
investor
dalam
merealisasikan proyeknya. Dalam awal penelitian ditemukan suatu permasalahan terutama Dalam pelaksanaan kegiatan pengendalian dan pembinaan masih terdapat banyak hal yang menjadi kendala bagi Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal Daerah
(BKPPMD) Provinsi Jawa Barat diantaranya yang paling mendasar
belum adanya petunjuk teknis yang dimiliki oleh pemerintah daerah, adanya otonomi daerah yang mewarnai kelembagaan investasi di Kabupaten/Kota yang berbeda-beda kondisi ini mengakibatkan lemahnya koordinasi sering terjadi mutasi pegawai di Kabupaten/Kota khususnya aparatur penanaman modal sehingga mengakibatkan kurang memahami wawasan dan pengetahuan tentang penanaman modal, peraturan daerah yang membebani para investor sehingga biaya ekonomi menjadi tinggi. Kesadaran investor untuk menyampaikan LKPM berkisar antara 4-6%. Kompleksnya permasalahan tersebut merupakan tantangan yang harus disikapi dengan penuh kesungguhan, cermat, teliti dan professional 5
oleh BKPPMD Provinsi Jawa Barat sehingga fungsi pengawasan yang dilakukan terhadap proyek-proyek PMA dan PMDN dapat berjalan secara efektif dan efisien. Dari permasalahan yang dipaparkan diatas maka diperlukan suatu Pengawasan yang teliti, cermat, dan professional oleh Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal Daerah Provinsi Jawa Barat (BKPPMD Provinsi Jawa Barat) dalam bidang penanaman modal supaya memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi khususnya Provinsi Jawa Barat. Dengan berbagai paparan yang telah dikemukakan di atas maka saya sebagai peneliti tertarik untuk meneliti lebih jauh mengenai pengawasan Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal Daerah (BKPPMD) Provinsi Jawa Barat. Dengan mengambil tema tersebut, peneliti menetapkan judul penelitian sebagai berikut “PENGAWASAN BADAN KOORDINASI PROMOSI DAN PENANAMAN MODAL DAERAH (BKPPMD) PROVINSI JAWA BARAT DALAM KEGIATAN INVESTASI PENANAMAN MODAL ASING (PMA) DAN PENANAMAN MODAL DALAM NEGERI (PMDN) DI PROVINSI JAWA BARAT”.
6
1.2.
Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang diatas, maka dapat di identifikasikan ruang
lingkup pembahasan masalah sebagai berikut: 1.
Bagaimana pengawasan preventif yang dilakukan oleh Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal Daerah (BKPPMD) Provinsi Jawa Barat dalam kegiatan investasi Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) di Provinsi Jawa Barat?
2.
Bagaimana pengawasan represif yang dilakukan oleh Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal Daerah (BKPPMD) Provinsi Jawa Barat dalam kegiatan investasi Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) di Provinsi Jawa Barat?
1.3.
Maksud dan Tujuan Penelitian Maksud dilaksanakannya penelitian ini adalah untuk mengetahui,
mengumpulkan data dan menganalisis sejauh mana pengawasan BKPPMD Provinsi Jawa Barat dalam kegiatan investasi PMA/PMDN di Provinsi Jawa Barat. Adapun yang menjadi tujuan penelitian ini adalah untuk : 1. Untuk mendeskripsikan dan menganalisi pengawasan preventif yang dilakukan oleh Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal Daerah (BKPPMD) Provinsi Jawa Barat dalam kegiatan investasi Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) di Provinsi Jawa Barat.
7
2. Untuk mendeskripsikan dan menganalisis pengawasan refersif
yang
dilakukan oleh Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal Daerah (BKPPMD) Provinsi Jawa Barat dalam kegiatan investasi Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) di Provinsi Jawa Barat.
1.4.
Kegunaan Penelitian Hasil penelitian ini bagaimanapun juga diharapkan berguna baik secara
teoritis maupun secara praktis. Dengan kata lain kegunaan teoritis berarti hasil penelitian memberikan kontribusi secara teoritis bagi pengembangan ilmu pengetahuan dan secara praktis berarti hasil penelitian memberikan kontribusi dalam pengambilan kebijakan guna perbaikan ke depan. Lebih jauh lagi mengenai kegunaan penelitian ini, diantaranya sebagai berikut: 1. Secara teoritis, penelitian ini diharapkan dapat memberikan sumbangan terhadap perkembangan dan pendalaman studi ilmu pemerintahan. Khususnya tentang pengawasan yang dilakukan oleh Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal Daerah (BKPPMD) Provinsi Jawa Barat dalam kegiatan investasi Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) di Provinsi Jawa Barat. 2. Secara praktis, hasil penelitian ini diharapkan dapat dijadikan bahan masukan dan evaluasi yang bermanfaat bagi Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal Daerah (BKPPMD) Provinsi Jawa Barat, 8
khususnya
mengenai
peningkatan
pengawasan
kegiatan
investasi
Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) di Provinsi Jawa Barat.
1.5.
Kerangka Pemikiran Dari sejumlah fungsi manajemen, pengawasan merupakan salah satu fungsi
yang sangat penting dalam pencapaian tujuan manajemen itu sendiri. Fungsi manajemen lainnya seperti perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan tidak akan dapat berjalan dengan baik apabila fungsi pengawasan ini tidak dilakukan dengan baik. Demikian pula halnya dengan fungsi evaluasi terhadap pencapaian tujuan manajemen akan berhasil baik apabila fungsi pengawasan telah di lakukan dengan baik.
Pengawasan adalah aktivitas yang mengusahakan agar pekerjaanpekerjaan terlaksana sesuai dengan rencana yang ditetapkan dan atau hasil yang dikehendaki (Ranupandojo, 1990 : 109). Pengawasan mempunyai hubungan yang erat dengan fungsi manajemen lainnya, terutama dengan fungsi perencanaan. Oleh karena itu Herbert G. Hicks dalam (Ulbert Silalahi) mengatakan bahwa pengawasan adalah berhubungan dengan : 1. Perbandingan kejadian-kejadian dengan rencana-rencana 2. Melakukan tindakan-tindakan korektif yang perlu terhadap kejadiankejadian yang menyimpang dari rencana-rencana. (Silalahi,1992:175)
9
Sedangkan Sondang P. Siagian dalam (Ulbert Silalahi) mengemukakan pengertian pengawasan yaitu proses pengamatan dari pada pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin agar semua pekerjaan
yang dilakukan
berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan (Silalahi, 1992:175). Dari beberapa defenisi yang di kemukakan di atas dapat di tarik kesimpulan bahwa: pengawasan
adalah proses untuk menjaga agar kegiatan
terarah menuju pencapaian tujuan seperti yang direncanakan dan bila ditemukan penyimpangan-penyimpangan
diambil tindakan koreksi. Pelaksanaan kegiatan
untuk mencapai tujuan yang telah ditetapkan memerlukan
pengawasan, agar
perencanaan yang telah disusun dapat dilasksanakan dengan baik. Pengawasan yang dilakukan adalah bermaksud untuk mendukung kelancaran pelaksanaan kegiatan sehingga dapat terwujud daya guna, hasil guna, dan tepat guna sesuai rencana dan sejalan dengan itu, untuk mencegah secara dini kesalahan-kesalahan dalam pelaksanaan. Sedangkan menurut Masry mengemukakan beberapa fungsi pengawasan sebagai berikut: 1. Mempertebal rasa tanggung jawab terhadap pejabat yang diserahi tugas dan wewenang dalam pelaksanaan pekerjaan. 2. Mendidik para pejabat agar mereka melaksanakan pekerjaan sesuai dengan prosedur yang telah ditentukan. (Masry,2004:62) Untuk mencegah terjadinya penyimpangan, penyelewengan, kelalaian, dan kelemahan, agar tidak terjadi kerugian yang tidak diinginkan. Adapun tujuan pengawasan seperti yang dikemukakan oleh Usman pengawasan adalah sebagai berikut:
10
menyatakan tujuan
1. Menghentikan atau meniadakan kesalahan, penyimpangan, penyelewengan, pemborosan, hambatan. 2. Mencegah terulang kembalinya kesalahan, penyimpangan, penyelewengan, pemborosan dan hambatan. 3. Meningkatkan kinerja lembaga 4. Melakukan tindakan koreksi terhadap kesalahan-kesalan yang dilakukan dalam pencapain kinerja yang baik. (Usman,2001:400) Sementara itu, menurut Masry menyatakan tujuan pengawasan adalah sebagai berikut: 1. Mencegah dan memperbaiki kesalahan,penyimpangan, ketidaksesuaian dalam pelaksanaan tugas yang dilakukan. 2. Agar pelaksanaan yang dilaksanakan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya. (Masry,2004:61) Pencapaian tujuan lembaga agar sesuai dengan yang diharapkan maka fungsi
pengawasan
harus
dilakukan
sebelum
terjadinya
penyimpangan-
penyimpangan sehingga lebih bersifat mencegah dibandingkan dengan tindakantindakan pengawasan yang sesudah terjadinya penyimpangan. Oleh karena itu, tujuan pengawasan adalah menjaga hasil pelaksanaan kegiatan sesuai dengan rencana, ketentuan-ketentuan dan instruksi yang telah ditetapkan benar-benar diimplementasikan, sebab pengawasan yang baik akan tercipta tujuan organisasi. Dari uraian di atas dapatlah kita ambil kesimpulam bahwa pada dasarnya pengawasan bertujuan untuk mengoreksi kesalahan-kesalahan yang terjadi nantinya dapat digunakan sebai pedoman untuk mengambil kebijakan guna mencapai sasaran yang optimal. Langkah-langkah yang dilakukan selama proses pengawasan menurut Schermerhorn dalam Ernie dan Saefullah antara lain: 11
1. Penetapan standar: Tujuan yang ingin dicapai organisasi bisnis atau organisasi harus ditetapkan dengan jelas dan lengkap pada saat perencanaan dibuat. 2. Penilaian kinerja: Upaya untuk membandingkan kinerja yang dicapai dengan tujuan dalam standar yang telah ditetapkan semula. 3. Tindakan koreksi: Tindakan yang dilakukan organisasi apabila organisasi mengalami masalah dan mencari jawaban mengapa masalah tersebut terjadi. (Saefullah, 2005:317) Sedangkan Taliziduhu Ndraha menyatakan bahwa proses
pengawasan
biasanya meliputi dua kegiatan utama, yaitu : 1. Pengawasan preventif Pengawasan preventif adalah pengawasan yang dilakukan sebelum pekerjaan mulai dilaksanakan, misalnya dengan mengadakan pengawasan terhadap persiapan rencana kerja, rencana anggaran, rencana penggunaan tenaga dan sumber-sumber lainnya. 2. Pengawasan represif Pengawasan refresif adalah pengawasan yang dilakukan setelah pekerjaan atau kegiatan tersebut dilaksanakan, hal ini kita ketahui melalui audit dengan pemerikasaaan terhadap pelaksanaan pekerjaan di tempat dan meminta laporan pelaksanaan kegiatan. (Ndaraha 2011:201) Selanjutnya pendapat dari beberapa para ahli yaitu dari Hasibuan membagi macam proses pengawasan sebagai berikut 1. Preventive Control, adalah pengawasan yang dilakukan sebelum kegiatan dilakukan dengan maksud supaya tidak terjadi penyimpangan-penyimpangan. Hal ini bisa dilakukan dengan beberapa cara yaitu : a. Membuat peraturan-peraturan yang berhubungan dengan tatacara suatu kegiatan atau dibuat tata tertib. b. Membuat pedoman-pedoman kerja c. Menetapkan sanksi-sanksi terhadap pembuat kesalahan d. Menentukan kedudukan, tugas, wewenang dan tanggungjawab e. Mengorganisasikan segala macam kegiatan f. Menentukan sistem koordinasi pelaporan dan pemeriksaan. 2. Repressive Control, ialah pengawasan yang dilakukan setelah terjjadi penyimpangan/kesalahan dalam pelaksanaan kegiatan, dengan maksud agar tidak terjadi pengulangan kesalahan, sehingga sasaran yang direncanakan dapat tercapai. Hal ini dapat dilakukan dengan cara-cara berikut : 12
a. Membandingkan hasil-hasil kegiatan dengan rencana yang telah ditentukan. b. Mencari penyebab terjadinya penyimpangan, kemudian mencari jalan keluarmya. c. Memberikan penilaian terhadap hasil kegiatan, termasuk kegiatan para penanggungjawabnya. d. Melaksanakan sanksi yang telah ditentukan terhadap pembuat kesalahan. e. Menilai kembali prosedur-prosedur yang telah ditentukan. f. Mengecek kebenaran laporan yang dibuat oleh para petugas pelaksana. (Hasibuan, 1985:221) Agar dapat efektif setiap pengawasan harus memenuhi kriteria tertentu. Kriteria penting bagi pengawasan yang baik menurut pendapat Ranupandojo yaitu 1. Informasi yang akan diukur harus akurat 2. Pengawasan harus dilakukan tepat waktu disaat penyimpangan diketahui 3. Sistem Pengawasan yang dipergunakan harus mudah dimengerti oleh orang lain 4. Pengawasan harus dititik beratkan pada kegiatan-kegiatan strategis 5. Harus bersifat ekonomis, artinya biaya pengawasan harus lebih kecil dibandingkan dengan hasilnya 6. Pelaksanaan pengawasan sesuai dengan struktur organisasi 7. Harus sesuai dengan arus kerja atau sesuai dengan sistem dan prosedur yang dilaksanakan dalam organisasi 8. Harus luwes dalam menghadapi perubahan-perubahan yang ada 9. Bersifat memerintah dan dapat dikerjakan oleh bawahan 10. Sistem pengawasan harus dapat diterima dan dimengerti oleh semua anggota organisasi (Ranupandojo,1990 : 114) Dalam kegiatan suatu organisasi, pengawasan sangat penting dalam upaya mendorong disiplin guna mencapai mutu kerja yang tinggi. Pengawasan bagi pimpinan merupakan proses pemantauan kegiatan untuk menjaga bahwa kegiatan tersebut memang dilaksanakan terarah dan menuju kepada pencapaian tujuan yang direncanakan. Pegawai yang tidak mempunyai komitmen terhadap tujuan organisasi dan mudah terganggu dalam bekerja membutuhkan pengawasan yang 13
tinggi. Pengawasan
disini meliputi ukuran atau standar pekerjaan, penilaian
terhadap pekerjaan, perbandingan antara hasil pekerjaan dengan ukuran atau standar pekerjaan, dan perbaikan atas penyimpangan. Dimana pengawasan dilaksanakan guna tercapainya kelancaran kerja agar semua rencana yang telah ditetapkan dapat terealisasi dengan baik. Dengan adanya pengawasan yang baik dimungkinkan akan meningkatkan disiplin kerja pegawai. Karena disiplin kerja merupakan salah satu faktor yang sangat penting bagi terciptanya suatu tujuan organisasi. Dan dengan adanya kedisiplinan diharapkan pekerjaan akan dilaksanakan seefektif mungkin, bilamana kedisiplinan tidak dilaksanakan maka kemungkinan tujuan yang telah ditetapkan tidak dapat tercapai secara efektif dan efesien. Disiplin kerja ini dapat diukur dengan adanya disiplin waktu, disiplin peraturan, dan disiplin tanggung jawab. Pengawasan adalah tindakan nyata dan paling efektif dalam mewujudkan kedisiplinan pegawai. Melalui pengawasan secara efektif, dimaksudkan agar para pegawai tidak melanggar aturan yang telah ditetapkan. Tingkat kesalahan dan pelanggaran yang terjadi dapat ditekan sekecil mungkin dengan adanya sikap disiplin dalam diri para pegawai, karena seketat apapun pengawasan yang dilakukan oleh pihak pimpinan jika dalam diri pegawai tersebut tidak mempunyai sikap disiplin maka akan sulit untuk bekerja sesuai aturan. Disinilah perlunya pengawasan untuk mendukung disiplin kerja pegawai agar lebih efektif. Sebab disiplin disini berarti ketaatan pegawai terhadap aliran atau pengaturan organisasi.
14
Sedangkan
pengawasan
berarti
mencegah
adanya
penyimpangan,
keterlambatan kerja, kesalahpahaman dan penyelewengan kerja. Dengan demikian apabila pengawasan dilakukan secara teratur dan kontinyu maka penyimpangan kerja dapat dihindari yang berarti disiplin kerja dapat terus dipertahankan dan ditingkatkan dalam kegiatan instansi. Berdasarkan apa yang dikemukakan di atas, maka disusun anggapan dasar sebagai berikut : 1. Pengawasan adalah aktivitas yang mengusahakan agar pekerjaan pekerjaan terlaksana sesuai dengan rencana yang ditetapkan dan atau hasil yang dikehendaki, 2. Pengawasan dilakukan melalui dua kegiatan utama yaitu : Pengawasan preventif atau pengawasan sebelum terjadi dan Pengawasan represif atau pengawasan sesudah terjadi, 3. Pengawasan BKPPMD Provinsi Jawa Barat dalam kegiatan investasi PMA dan PMDN dapat dilihat melalui pengawasan preventif atau pengawasan sebelum kegiatan pengawasan investasi PMA dan PMDN dan pengawasan represif atau pengawasan sesudah kegiatan pengawasan investasi PMA dan PMDN. Berdasarkan anggapan dasar tersebut, Untuk mempermudah pemahaman terhadap kerangka pemikiran diatas maka disederhanakan ke dalam model penelitian pada gambar berikut :
15
Pengawasan Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal Daerah (BKPPMD) Provinsi Jawa Barat dalam Kegiatan investasi Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) di Provinsi Jawa Barat.
Pengawasan Preventif: a. Membuat peraturan-peraturan yang berhubungan dengan tatacara suatu kegiatan atau dibuat tata tertib. b. Membuat pedoman-pedoman kerja c. Menetapkan sanksi-sanksi terhadap pembuat kesalahan d. Mengorganisasikan segala macam kegiatan e. Menentukan sistem koordinasi pelaporan dan pemeriksaan. (Ndraha 2011:201)
Pengawasan Represif: a. Membandingkan hasil-hasil kegiatan dengan rencana yang telah ditentukan b. Mencari penyebab terjadinya penyimpangan c. Memberikan penilaian terhadap hasil kegiatan, termasuk kegiatan para penanggungjawabnya. d. Melaksanakan sanksi yang telah ditentukan terhadap pembuat kesalahan. e. Mengecek kebenaran laporan yang dibuat oleh para petugas pelaksana. (Ndraha 2011:201)
Gambar 1.1 Model Penelitian
1.6.
Metode Penelitian Penelitian merupakan suatu proses kegiatan mencari kebenaran secara
sistematis dalam jangka waktu tertentu dengan menggunakan metode ilmiah serta aturan-aturan yang berlaku. Metode penelitian pada dasarnya mengungkapkan sejumlah cara yang diatur secara sistematis, logis, rasional, berencana, dan mengikuti konsep ilmiah, sebelum atau sesudah mengumpulkan data diharapkan mampu menjawab secara ilmiah rumusan masalah yang telah ditetapkan.
16
Penelitian ini menggunakan metode deskriptif dengan pendekatan kualitatif. Maksudnya adalah data yang dikumpulkan berupa kata-kata, gambar dan bukan angka-angka. Disamping itu, semua data yang dikumpulkan kemungkinan dapat menjadi kunci terhadap apa yang sudah diteliti. Dengan demikian, laporan penelitian akan berisi kutipan-kutipan data untuk memberi gambaran dari objek penelitian. Proses pendekatan kualitatif dimulai dengan menyusun asumsi dasar dan aturan berpikir yang akan digunakan dalam penelitian. Asumsi dan aturan berpikir tersebut selanjutnya diterapkan secara sistematis dalam pengumpulan dan pengolahan data untuk memberikan penjelasan dan argumentasi. Dalam penelitian kualitatif informasi yang dikumpulkan dan diolah harus tetap obyektif dan tidak dipengaruhi oleh pendapat peneliti sendiri. Oleh karena itu metode deskriptif secara sederhana merupakan metode penelitian yang hanya memaparkan situasi ataupun peristiwa. Dalam penelitian deskriptif penulis terjun ke lapangan dengan tanpa dibebani atau diarahkan oleh teori, Penulis tidak bermaksud untuk menguji teori, penulis juga bebas mengamati objeknya, menjelajah, dan menemukan wawasan baru karenanya menurut Rahmat bahwa :“Metode deskriptif digunakan untuk melahirkan teori-teori tentative, karenanya metode deskriptif dasarnya adalah mencatat teori, bukan menguji teori” (Rahmat 2002 :24-26). Metode desktiptif digunakan karena merode ini ideal dalam penelitian yang dilakukan peneliti, karena pebulis diberi kebebasan untuk mengamati objek dalam hal ini peranan Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal Daerah 17
(BKPPMD) Provinsi Jawa Barat dalam rangka pengawasan kegiatan investasi Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) di Provinsi Jawa Barat. Penelitian kualitatif banyak diterapkan dalam penelitian historis atau deskriptif. Bodgan dan Taylor yang dikutip oleh Moleong berpendapat bahwa “pendekatan kualitatif sebagai posedur penelitian yang menghasilkan data deskriptif berupa kata-kata tertulis atau lisan dari orang-orang dan perilaku yang dapat diamati ”(Moleong, 2000:4). Pendekatan yang digunakan dalam penelitian ini adalah pendekatan kualitatif. Pendekatan kualitatif digunakan karena perumusan gejala-gejala, informasi-informasi atau keterangan-keterangan mengenai peran BKPPMD Provinsi Jawa Barat dalam rangka pengawasan kegiatan investasi PMA/PMDN di Provinsi Jawa Barat dilakukan melalui kajian atau telaah terhadap situasi dan kondisi serta sistem gagasan para pelaku yang terlibat di dalamnya. Dengan demikian dalam penelitian ini, peneliti ingin menggambarkan suatu peran Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal Daerah (BKPPMD) Provinsi Jawa Barat dalam rangka pengawasan kegiatan investasi Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) di Provinsi Jawa Barat. Maka jenis penelitian yang paling tepat adalah jenis kualitatif dengan metode deskriptif, dimana data akan lebih berbentuk kata-kata. Menurut Kirk dan Miller yang dikutip dalam buku J. Moleong bahwa: “Penelitian kualitatif adalah tradisi tertentu dalam ilmu pengetahuan sosial yang secara fundamental bergantung dari pengamatan pada manusia baik dalam kawasannya maupun dalam peristilahannya” (Moleong : 2000 : 11 ). 18
Dengan demikian data yang dikumpulkan adalah non kuantitatif atau tanpa statistik tapi data yang dikumpulkan berupa kata-kata, berisi kutipankutipan data, yang data tersebut mungkin berasal dari naskah wawancara di lapangan, dokumen pribadi, catatan pribadi dan dokumen resmi lainnya.
1.6.1. Teknik Pengumpulan Data Teknik pengumpulan data merupakan langkah yang paling strategis dalam penelitian, karena tujuan utama dari penelitian adalah mendapatkan data. Suatu hal yang penting dalam penulisan karya ilmiah hasil penelitian adalah data-data dan informasi dari segala objek yang akan diteliti sehingga penulisan tersebut menjadi objektif, rasional, dan faktual. Guna memperoleh keterangan dan fakta-fakta yang lengkap dari keadaan empirik dalam penelitian ini, maka penulis menggunakan beberapa teknik pengumpulan data, yaitu sebagai berikut : 1. Studi Kepustakaan Studi kepustakaan yaitu teknik pengumpulan data yang dilakukan melalui penelaahan beberapa literatur, teori-teori, dokumen-dokumen, surat kabar, serta sumber tertulis lain yang berkaitan atau relevan terhadap objek penelitian. Menurut Moh. Nazir dalam bukunya yang berjudul “Metode Penelitian” mengemukakan bahwa yang dimaksud dengan Studi kepustakaan adalah teknik pengumpulan data dengan mengadakan studi penelaahan terhadap buku-buku, literatur-literatur, catatan-catatan, dan laporan-laporan yang ada hubungannya dengan masalah yang dipecahkan” (Nazir, 1999:111). 19
2. Studi Lapangan Studi lapangan adalah pengumpulan data dengan cara mengumpulkan dan menyeleksi data yang diperoleh di tempat penelitian. Studi lapangan ini dilakukan dengan teknik : a. Wawancara Mohammad Nazir menjelaskan bahwa:“Wawancara adalah proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian dengan cara tanya jawab sambil bertatap muka antara si penanya atau pewawancara dengan si penjawab atau responden dengan alat yang dinamakan interview guide (panduan pewawancara)”(Nazir, 1999:234). Dengan kata lain wawancara yaitu mengadakan aktivitas tanya jawab secara langsung kepada
responden. Cara ini dilakukan untuk
menambah data-data diperlukan dari narasumber atau mereka yang mengetahui secara jelas masalah apa yang akan ditanyakan oleh penulis (Nazir, 1999: 235). Dari beberapa uraian diatas, dapat disimpulkan bahwa wawancara adalah pengumpulan data dengan cara melakukan tanya jawab, teknik pengumpulan data yang dilakukan penulis melalui wawancara yaitu teknik pengumpulan data yang diperoleh yaitu dengan melakukan tanya jawab langsung kepada narasumber. Narasumber yang dapat memberi informasi dalam penelitian kualitatif disebut informan.
20
b. Observasi Observasi dapat diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap gejala yang dapat diartikan sebagai pengamatan dan pencatatan secara sistematis terhadap gejala yang tampak pada objek penelitian (Sugiyono, 2005: 166). Kegiatan observasi yang dilakukan penulis dalam penelitian ini yaitu dengan melakukan kegiatan pengamatan dan pencatatan dalam hal peranan Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal Daerah (BKPPMD) Provinsi Jawa Barat dalam rangka pengawasan kegiatan investasi Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) di Provinsi Jawa Barat.
1.6.2 Teknik Pengambilan Informan Teknik pengambilan informan merupakan salah satu aspek dari metode penelitian. Pengambilan informan erat hubungannya dengan wawancara. Dalam hal ini Wawancara merupakan proses memperoleh keterangan untuk tujuan penelitian sambil bertatap muka, dengan tanya jawab antara pewawancara dengan informan mengenai hal-hal yang berkaitan dengan masalah penelitian. Dalam hal ini wawancara dilakukan kepada informan yang diambil berdasarkan teknik purposive, yang berarti informan ditentukan berdasarkan dari tujuan dan kebutuhan. Dalam hal ini Teknik purposive, Sugiyono (2005;53-54) menyatakan bahwa :
21
”Purposive Sampling adalah teknik pengambilan sampel sumber data dengan pertimbangan tertentu. Pertimbangan tertentu ini misalnya, orang tersebut dianggap paling tahu tentang apa yang akan kita harapkan atau mungkin dia sebagai penguasa sehingga akan memudahkan peneliti menjelajahi objek/situasi sosial yang diteliti” (Sugiyono,2005;53-54). Dari kondisi tersebut, maka para narasumber yang akan diwawancarai oleh penulis dapat dilihat dalam tabel berikut ini: Table 1.1 Kriteria Informan No.
Informan
1.
Kasubag Pengendalian
Informasi yang ingin diperoleh
Pengawasan investasi PMA Jawa Barat 2. Kasubag Data dan Pengawasan Laporan investasi PMA Jawa Barat 3. Pimpinan PMA Pengawasan investasi PMA Jawa Barat 4. Pimpinan PMDN Pengawasan investasi PMA Jawa Barat Jumlah (Sumber: Diolah oleh Penulis, 2011)
BKPPMD kegiatan dan PMDN di Provinsi
Jumlah informan 1
BKPPMD kegiatan dan PMDN di Provinsi
1
BKPPMD kegiatan dan PMDN di Provinsi
1
BKPPMD kegiatan dan PMDN di Provinsi
1
4
1.6.3 Analisis Data Dalam penelitian kualitatif, teknik analisa data yang lebih banyak dilakukan bersamaan dengan pengumpulan data, sesuai dengan metode penelitian deskriptif dengan pendekatan kualitatif, maka analisa data dilakukan sepanjang penelitian. Analisa data bertujuan untuk menyederhanakan data kedalam bentuk yang lebih sederhana sehingga mudah dibaca dan dipahami sehinga kesimpulan dapat diambil secara tepat dan sistematis.
22
Hal tersebut sesuai dengan apa yang dikemukakan oleh Nasution mengemukakan bahwa analisis data dan penafsiran data dapat diuraikan sebagai berikut : “Analisis adalah proses menyusun dan menggabungkan data ke dalam pola, tema, kategori, sedangkan penafsiran adalah memberikan makna kepada analisis, menjelaskan pola atau kategori, dan mencari hubungan antara beberapa konsep. Penafsiran menggambarkan perspektif peneliti bukan kebenaran. Analisis dan penafsiran data dalam penelitian kualitatif pada dasarnya bukan merupakan hal yang berjalan bersama, keduanya dilakukan sejak awal penelitian.” (Nasution, 1996:126). Analisis data dilakukan agar data yang telah diperoleh akan lebih bermakna. Analisis data merupakan proses penyederhanaan data ke dalam bentuk yang lebih mudah dibaca dan diinterprestasikan. Bagdan dan Biklen menjelaskan analisis data adalah proses mencari secara sistematis dan mengatur catatan wawancara, catatan lapangan, dan rider lain yang dihimpun untuk menggiring pengertian. Analisis tersebut melibatkan kerja dengan data, mengaturnya, memisahkan ke dalam unit-unit yang dapat dikelola, memadukannya, mencari-cari pola memenuhi hal-hal penting dan apa yang diketahui dan memutuskan apa yang akan disampaikan kepada orang lain. Untuk menyajikan data agar lebih bermakna dan mudah difahami, maka langkah analisis data pada penelitian ini digunakan analisis model interaktif (Interactive Model Analysis) dari Miles dan Huberman (1984:21–23). Dalam penelitian ini setelah pengumpulan data maka kegiatan analisis dilakukan dengan mengikuti pola interaksi antara reduksi data, display data, dan penarikan kesimpulan atau verifikasi.
23
Pengumpulan Data Sajian Data
Reduksi Data
Verifikasi/ Kesimpulan
Gambar 1.2 Analisis Model Interaktif (Miles dan Huberman, 2004: 23)
Tahap-tahap tersebut merupakan kegiatan yang harus diperhatikan dalam analisis data kualitatif. Kegiatan pengumpulan data, reduksi data, penyajian dan penarikan kesimpulan/verifikasi dalam analisis model interaktif merupakan siklus interaktif dalam pengertian analisis kualitatif merupakan upaya yang berlanjut, berulang dan terus menerus.
1.7
Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Kantor Badan Koordinasi Promosi dan
Penanaman Modal Daerah (BKPPMD) Provinsi Jawa Barat. Adapun penelitian direncanakan dari bulan Maret 2011 sampai dengan November 2011, sebagaimana yang tergambar pada table berikut:
24
Table 1.2 Waktu Penelitian dan Penyusunan Skripsi 2011 No
2012
Kegiatan 4
1.
Studi Kepustakaan
2.
Studi Pendahuluan
3
Penelitian Lapangan
4
Pengolahan dan Analisis
5
6
7
8
Data 5
Penyusunan Laporan
6.
Seminar UP
7.
Seminar Draft
8.
Sidang
(Sumber: Diolah oleh Penulis, 2011)
25
9
10
11
12
1
2
3
4
5
6
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1
Pemerintahan
2.1.1
Pengertian Pemerintahan Pemerintah mempunyai peran penting dalam kehidupan masyarakat.
Sebagai pihak yang menyelenggarakan pemerintahan, tentunya banyak hal yang mesti dilakukan oleh pemerintah. Definisi pemerintah menurut Ndraha : “Pemerintah adalah organ yang berwenang memproses pelayanan publik dan berkewajiban memproses pelayanan sipil bagi setiap orang melalui hubungan pemerintahan, sehingga setiap anggota masyarakat yang bersangkutan menerimanya pada saat diperlukan, sesuai dengan tuntutan (harapan) yang diperintah” (Ndraha,2003:6) Secara etimologi kata Pemerintahan berasal dari kata “Perintah” yang kemudian mendapat imbuhan sebagai berikut: 1. Mendapat awalan “Pe” menjadi kata “Pemerintah” berarti badan atau organ elit yang melakukan pekerjaan mengurus suatu Negara. 2. Mendapat akhiran “An” menjadi kata “Pemerintahan berarti perihal, cara, perbuatan atau urusan dari badan yang berkuasa dan memiliki legitimasi. Di dalam kata dasar “Perintah” paling sedikit ada empat unsure penting yang terkandung didalamnya yaitu sebagai berikut: 1. Ada dua pihak yaitu yang memerintah disebut Pemerintah dan pihak yang di perintah disebut rakyat. 2. Pihak yang memerintah memiliki kewenangan dan pihak legitimasi untuk mengatur dan mengurus rakyat. 3. Hal yang di perintah memiliki keharusan untuk taat kepada Pemerintah yang sah.
26
4. Antara pihak yang memerintah dengan pihak yang di perintah terhadap hubungan timbale balik secara horizontal (Inu Kencana Syafi’ie,2001:3) Pengertian pemerintahan menurut Bayu Surianingrat, dalam bukunya yang berjudul Mengenal Ilmu Pemerintahan adalah sebagai berikut: “Pemerintahan adalah perbuatan atau cara urusan memerintah, misalnya pemerintahan yang adil, pemerintahan
demokrasi,
pemerintahan
diktator
dan
lain
sebagainya”
(Surianingrat, 1990:11) Definisi Pemerintahan lainnya yang dikemukakan oleh Taliziduhu Ndraha dalam bukunya berjudul Kybernology (Ilmu Pemerintahan Baru) I sebagai berikut: “Pemerintahan adalah sebuah system multiproses yang bertujuan memenuhi dan melindungi kebutuhan dan tuntutan yang diperintah akan jasa layanan civil. Tuntutan yang diperintah berdasarkan berbagai posisi yang dipegangnya, misalnya sebagai sovereign, sebagai pelanggan, consumer, yang tidak berdaya dan sebagainya. Pada dasarnya, prosesproses itu kumulatif; proses demand-supply, pembelian (penerimaan) penggunaan dan evaluasi-feadback (feedforward).” (Ndraha, 2003:5). Selanjutnya menurut Ramlan Surbakti membedakan antara pemerintah dan pemerintahan. Pemerintah merupakan aparat yang menyelenggarakan tugas dan kewenangan Negara. Kemudian istilah pemerintahan itu sendiri pengertiannya dapat dikaji atau ditinjau dari tiga aspek : 1. Ditinjau dari aspek kegiatan (dinamika), pemerintahan berarti segala kegiatan atau usaha yang terorganisasikan, bersumber pada kedaulatan dan berlandaskan pada dasar Negara, 2. Ditinjau dari aspek struktural fungsional, pemerintahan memandang arti seperangkat fungsi negara, yang satu sama lain saling berhubungan secara fungsional, dan melaksanakan fungsinya atas dasar-dasar tertentu demi tercapainya tujuan Negara, 3. Ditinjau dari aspek tugas dan kewenangan Negara, maka pemerintahan berarti seluruh tugas dan kewenangan Negara. 27
(Ramlan Surbakti, 1992:168) Dari Definisi diatas, dapat disimpulkan bahwa pemerintah merupakan organisasi yang memiliki tugas dan kewenangan tertentu, salah satunya adalah proses pelayanan publik. Pelayanan publik dilakukan oleh pemerintah adalah untuk mensejahterakan masyarakat.
2.1.2
Fungsi Pemerintahan Menurut Taliziduhu Ndraha dalam bukunya Kybernology Sebuah
Rekontruksi
Ilmu
Pemerintahan
mengutip
pendapat
Ryaas
Rasyid
mengungkapkan: “Ada tiga fungsi pemerintahan yaitu pelayanan (service), pemberdayaan (empowerment), dan pembangangunan (development).’ (Ndraha, 2005:58). Selain pendapat tersebut, Talidziduhu Ndaraha dalam bukunya yang sama menyatakan bahwa ada dua macam fungsi pemerintahan yaitu: Pertama, pemerintahan mempunyai fungsi primer atau fungsi pelayanan sebagai provider jasa dan yang tidak diprivatisasikan termasuk jasa hankam dan layanan sipil termasuk layanan birokrasi. Kedua, pemerintah mempunyai fungsi sekunder atau fungsi pemberdayaan sebagai provider kebutuhan dan tuntutan yang diperintah akan barangbarang dan jasa yang mereka tidak mampu penuhi sendiri karena masih lemah dan tidak berdaya, termasuk penyediaan dan pembangunan sarana dan prasarana. (Ndraha, 2005:78). Sedangkan menurut Ryaas Rasyid, menyatakan bahwa ada tiga macam fungsi
hakiki
pemerintahan
yaitu:
pelayanan
(service),
pemberdayaan
(empowerment), dan pembangunan (development).(Rasyid, 2000:59) Pelayanan akan membuahkan keadilan dalam masyarakat, pemberdayaan akan mendorong
28
kemandirian masyarakat, dan pembangunan akan menciptakan kemakmuran dalam masyarakat.
2.2
Pemerintahan Daerah Definisi Pemerintahan Daerah berdasarkan UU No 32 Tahun 2004 tentang
pemerintahan daerah pasal 1 ayat 2 adalah sebagai berikut: “Pemerintahan Daerah adalah penyelenggara urusan pemerintahan oleh pemerintahan daerah dan DPRD menurut asas otonomi dan tugas pembantuan dengan prinsip otonomi yang seluas-luasnya dalam system dan prinsip Negara Kesatuan Republik Indonesia sebagaimana dimaksud dalam Undang-undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun1945”. Melihat definisi pemerintahan daerah seperti yang telah dikemukakan diatas, maka yang pemerintahan daerah disini adalah penyelenggaraan daerah otonom oleh pemerintah daerah dan DPRD menurut asas
desentralisasi dan
unsure penyelenggara pemerintah daerah adalah Gubernur, Bupati atau Walikota dan Perangkat daerah Sedangkan menurut S Pamudji dalam bukunya kerjasama antar daerah dalam rangka membina wilayah menyebutkan, bahwa yang dimaksud dengan Pemerintahan Daerah adalah: “Pemerintahan Daerah adalah daerah otonom diselenggarakan secara bersama-sama oleh seorang kepala wilayah yang sekaligus merupakan kepala daerah otonom (Pamudji,1985:15). Berdasarkan definisi yang telah dikemukakan diatas, maka pengertian dari Pemerintahan Daerah pada dasarnya sama yaitu suatu kegiatan antara pihak yang berwenang memberikan perintah dalam hal ini pemerintah dengan menerima dan melaksanakan perintah tersebut dalam hal ini masyarakat. 29
Pemerintah Daerah memperoleh pelimpahan wewenang
pemerintahan
umum dari pusat, yang meliputi wewenang mengambil setiap tindakan untuk kepentingan rakyat berdasarkan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Urusan pemerintahan umum
yang dimaksud sebagian berangsur-angsur
diserahkan kepada pemerintah daerah sebagai urusan rumah tangga daerahnya, kecuali yang bersifat nasional untuk menyangkut kepentingan umum yang lebih luas.
2.3
Pengawasan
2.3.1
Pengartian Pengawasan Dari sejumlah fungsi manajemen, pengawasan merupakan salah satu fungsi
yang sangat penting dalam pencapaian tujuan manajemen itu sendiri. Fungsi manajemen lainnya seperti perencanaan, pengorganisasian, pelaksanaan tidak akan dapat berjalan dengan baik apabila fungsi pengawasan ini tidak dilakukan dengan baik. Demikian pula halnya dengan fungsi evaluasi terhadap pencapaian tujuan manajemen akan berhasil baik apabila fungsi pengawasan telah di lakukan dengan baik.
Istilah pengawasan dalam bahasa Inggris disebut controlling, yang oleh Dale (dalam Winardi, 2000:224) dikatakan bahwa: “concept of control rovides a historical record of what has happened and provides date the enable the executive to take corrective steps ”. (Winardi, 2000:224). Hal ini berarti bahwa pengawasan tidak hanya melihat sesuatu dengan seksama dan melaporkan hasil kegiatan
mengawasi,
tetapi
juga
mengandung
arti
memperbaiki
dan
meluruskannya sehingga mencapai tujuan yang sesuai dengan apa yang 30
direncanakan. More (dalam Winardi, 2000:226) menyatakan bahwa: “there’s many a slip between giving works, assignments to men and carrying them out. Get reports of what is being done, compare it with what ought to be done, and do something about it if the two aren’t the same”. (Winardi, 2000:224). Dengan demikian pengawasan pada hakekatnya merupakan tindakan membandingkan antara hasil dalam kenyataan (dassein) dengan hasil yang diinginkan (das sollen). Hal ini disebabkan karena antara kedua hal tersebut sering terjadi penyimpangan, maka tugas pengawasan adalah melakukan koreksi atas penyimpangan tersebut. Pengawasan merupakan fungsi manajerial yang keempat setelah perencanaan, pengorganisasian, dan pengarahan. Sebagai salah satu fungsi manajemen, mekanisme pengawasan di dalam suatu organisasi memang mutlak diperlukan. Pelaksanaan suatu rencana atau program tanpa diiringi dengan suatu sistem pengawasan yang baik dan berkesinambungan, jelas akan mengakibatkan lambatnya atau bahkan tidak tercapainya sasaran dan tujuan yang telah ditentukan. Pengertian tentang pengawasan sangat beragam dan banyak sekali pendapat para ahli yang mengemukakannya, namun demikian pada prinsipnya kesemua pendapat yang dikemukan oleh para ahli adalah sama, yaitu merupakan tindakan membandingkan antara hasil dalam kenyataan (dassein) dengan hasil yang diinginkan (das sollen), yang dilakukan dalam rangka melakukan koreksi atas penyimpangan yang terjadi dalam kegiatan manajemen. Berikut beberapa pengertian tentang pengawasan dari para ahli:
31
Sejalan dengan itu, Silalahi mengutip pendapat Herbert G. Hicks yang mendefinisikan pengawasan sebagai
berikut:
“Berhubungan
dengan
(1)
perbandingan kejadian-kejadian dengan rencana-rencana dan (2) melakukan tindakan-tindakan
koreksi
yang
perlu
terhadap
kejadian-kejadian
yang
menyimpang dari rencana”. (Silalahi, 1992: 175). Dari pengertian diatas, dapat dilihat bahwa pengawasan bertujuan agar rencana yang telah ditetapkan agar dipantau pelaksanaannya, sehingga bila ada penyimpangan atau kesalahan agar dapat dikoreksi atau diperbaiki agar pelaksanaannya sesuai dengan rencana semula. Mockler (dalam Certo dan Certo, 2006:480) menyebutkan pengawasan sebagai : “Controlling is a systematic effort by business management to compare performance to predetermined standard, plans, or objectives to determine whether performance is in line with theses standards and presumably to take any remedial action required to see that human and other corporate resources are being used in the most effective and efficient way possible in achieving corporate objectives”. (Certo dan Certo 2006:480) Konsep pengawasan dari Mockler di atas, menekankan pada tiga hal, yaitu (1) harus adanya rencana, standard atau tujuan sebagai tolak ukur yang ingin dicapai, (2) adanya proses pelaksanaan kerja untuk mencapai tujuan yang diinginkan, (3) adanya usaha membandingkan mengenai apa yang telah dicapai dengan standard, rencana, atau tujuan yang telah ditetapkan, dan (4) melakukan tindakan perbaikan yang diperlukan. Dengan demikian konsep pengawasan dari Mockler ini terlihat bahwa ada kegiatan yang perlu direncanakan dengan tolak ukur berupa kriteria, norma-norma dan standar, kemudian dibandingkan, mana yang membutuhkan koreksi ataupun perbaikan-perbaikan. 32
Siagian (1990:107) menyebutkan bahwa yang dimaksud dengan pengawasan adalah: “Proses pengamatan daripada pelaksanaan seluruh kegiatan organisasi untuk menjamin agar supaya semua pekerjaan yang sedang dilakukan berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya.” (Siagian 1990:107). Ciri terpenting dari konsep yang dikemukan oleh Siagian ini adalah bahwa pengawasan hanya dapat diterapkan bagi pekerjaan yang sedang berjalan dan tidak dapat diterapkan untuk pekerjaan yang sudah selesai dilaksanakan Sedangkan menurut Terry (dalam Winardi, 1986:395) juga berpendapat tentang pengertian pengawasan ini, ia mengatakan bahwa: “Pengawasan berarti mendeterminasi apa yang dilaksanakan, maksudnya mengevaluasi prestasi kerja dan apabila perlu menerapkan tindakantindakan korektif sehingga hasil pekerjaan sesuai dengan rencana. Jadi pengawasan dapat dianggap sebagai aktivitas untuk menemukan dan mengoreksi penyimpangan penting dalam hasil yang dicapai dari aktivitas yang direncanakan”. (Winardi 1986:395) Sementara
menurut
Lembaga
Administrasi
Negara
(1996:159)
mengungkapkan bahwa: “Pengawasan adalah salah satu fungsi organik manajemen, yang merupakan proses kegiatan pimpinan untuk memastikan dan menjamin bahwa tujuan dan sasaran serta tugas organisasi akan dan telah terlaksana dengan baik sesuai dengan rencana, kebijakan, instruksi, dan ketentuanketentuan yang telah ditetapkan dan yang berlaku”. (LAN 1996:159) Berdasarkan pendapat dari LAN di atas, tampak bahwa subjek yang melakukan pengawasan adalah pimpinan. Hal senada juga ditegaskan oleh Koontz, et. al. (dalam Hutauruk, 1986:195) bahwa :”Fungsi pengendalian harus dilaksanakan oleh tiap-tiap manajer, mulai dari direktur sampai pengawas”. (Hutauruk 1986:195)
33
Pengawasan sebagai fungsi manajemen sepenuhnya adalah tanggung jawab setiap pimpinan pada tingkat mana pun. Hakikat pengawasan adalah untuk mencegah
sedini
mungkin
terjadinya
penyimpangan,
pemborosan,
penyelewengan, hambatan, kesalahan dan kegagalan dalam pencapaian tujuan dan sasaran serta pelaksanaan tugas organisasi. Kemudian Handayaningrat mengemukakan pendapatnya tentang maksud dan tujuan dari pengawasan itu sendiri adalah: “Untuk mencegah atau untuk memperbaiki kesalahan, penyimpangan, ketidak sesuaian, penyelewengan, dan lainnya yang tidak sesuai dengan tugas dan wewenang yang telah ditentukan”. (Handayaningrat 1994:143) Farland seperti yang dikutip oleh Handayaningrat, memberikan definisi pengawasan sebagai berikut: “Suatu proses dimana pimpinan ingin mengetahui apakah hasil pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan oleh bawahannya sesuai dengan rencana, perintah, tujuan atau kebijaksanaan yang telah ditentukan” (Handayaningrat, 1994: 143) Pengertian lain dikemukakan oleh Soejamto yang mengutip pendapat G.R. Terry yang mengatakan: “Pengawasan adalah untuk menentukan apa yang ingin dicapai, mengadakan evaluasi atasnya, dan mengambil tindakan-tindakan korektif bila diperlukan untuuk menjamin agar hasilnya sesuai dengan rencana” (Soejamto, 1986:18). Suryaningrat menjelaskan bahwa : “Pengawasan adalah suatu proses yang menentukan tentang apa yang harus dikerjakan, agar apa yang diselenggarakan sejalan dengan rencana” (Suryaningrat, 1980:107). 34
Dari kedua pengertian pengawasan tersebut, ada kesamaan bahwa keduanya menyoroti pengertian pengawasan dari aspek yang sama, yaitu pengawasan atas pelaksanaan pekerjaan agar sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya. Dari beberapa defenisi yang di kemukakan di atas dapat di tarik kesimpulan bahwa: 1) Pengawasan adalah merupakan proses kegiatan yang terus-menerus di laksanakan untuk mengetahui pekerjaan apa yang sudah dilaksanakan, kemudian di adakan penilaian serta mengoreksi apakah pelaksanaannya sesuai dengan semestinya atau tidak. 2) Selain itu Pengawasan adalah suatu penilaian yang merupakan suatu proses pengukuran dan pembandingan dari hasil-hasil pekerjaan yang nyata telah di capai dengan hasil-hasil yang seharusnya di capai. Dengan kata lain, hasil pengawasan harus dapat menunjukkan sampai di mana terdapat kecocokan atau ketidakcocokan serta mengevaluasi sebabsebabnya. Akan tetapi kalau di terjemahkan begitu saja istilah controlling dari bahasa Inggris, maka pengertiannya lebih luas dari pengawasan yaitu dapat diartikan sebagai pengendalian, padahal kedua istilah ini berbeda karena dalam pengendalian terdapat unsur korektif. Istilah pengendalian berasal dari kata kendali yang berarti mengekang atau ada yang mengendalikan. Jadi berbeda dengan istilah pengawasan, produk langsung kegiatan pengawasan adalah untuk
35
mengetahui sedangkan kegiatan pengendalian adalah langsung memberikan arah kepada objek yang di kendalikan. Dalam pengendalian kewenangan untuk mengadakan tindakan korektif itu sudah terkandung di dalamnya, sedangkan dalam pengertian pengawasan tindakan korektif itu merupakan proses lanjutan. Pengendalian adalah pengawasan ditambah tindakan korektif. Sedangkan pengawasan adalah pengendalian tanpa tindakan korektif. Namun sekarang ini pengawasan telah mencakup kegiatan pengendalian, pemeriksaan, dan penilaian terhadap kegiatan. Sementara Mockler (dikutip Stoner & Freeman dalam Wilhelmus dan Molan 1994:241) mengatakan bahwa: “Pengendalian adalah suatu upaya yang sistematis untuk menetapkan standard kinerja dengan sasaran perencanaan, merancang sistem umpan?balik informasi, membandingkan kinerja sesungguhnya dengan standard yang terlebih dahulu ditetapkan itu, menentukan apakah ada penyimpangan dan mengukur signifikansi penyimpangan tersebut, dan mengambil tindakan perbaikan yang diperlukan untuk menjamin bahwa semua sumber daya perusahaan tengah digunakan sedapat mungkin dengan cara yang paling efektif dan efisien guna tercapainya sasaran perusahaan”. (Wilhelmus dan Molan 1994:241) Sedangkan berdasarkan Peraturan Kepala BKPM RI No 13 tahun 2009 yang
dimaksud
pengendalian
pelaksanaan
penanaman
modal
adalah:
Melaksanakan pemantauan, pembinaan dan pengawasan terhadap pelaksanaan penanaman modal sesuai dengan hak, kewajiban dan tanggung jawab penanam modal.
36
Adapun tujuan dari pengendalian pelaksanaan penanaman modal adalah sebagai berikut: a. Memperoleh data perkembangan realisasi penanaman modal dan informasi masalah dan hambatan yang dihadapi oleh perusahaan. b. Melakukan bimbingan dan fasilitas penyelesaian masalah dan hambatan yang dihadapi oleh perusahaan. c. Melakukan pengawasan pelaksanaan ketentuan penanaman modal dan penggunaan
fasilitas
fisckl
serta
melakukan
tindak
lanjut
atas
penyimpangan yang dilakukan oleh perusahaan. Masih dalam buku yang sama, Soejamto mengutip pendapat Henry Fayol yang menyatakan bahwa : “Pengawasan terdiri dari pengujian apakah segala sesuatu berlangsung sesuai dengan rencana yang ditentukan, dengan intruksi yang telah diberikan dan dengan prinsip-prinsip yang telah digariskan. Ia bertujuan (mengemukakan) kelemahan-kelemahan dan kesalahan-kesalahan dengan maksud untuk memperbaikinya kembali” (Soejamto, 1986:18). Kesimpulan yang dapat diambil adalah bahwa kegiatan pengawasan bertujuan agar pengawasan dimaksudkan untuk mencegah penyimpanganpenyimpangan dalam pelaksanaan kegiatan atau pekerjaan dan sekaligus melakukan tindakan perbaikan apabila penyimpangan sudah terjadi dari apa yang sudah direncanakan. Oleh karena pengawasan dimaksudkan agar tujuan yang dicapai sesuai atau tidak menyimpang dari rencana yang telah ditentukan, maka kegiatan pengawasan mengandung kegiatan pemberian bimbingan, petunjuk atau perintah.
37
Dari definisi yang telah dikemukakan diatas, diketahui bahwa pada dasarnya pengawasan adalah proses untuk menjamin pelaksanaan tugas dilakukan sesuai dengan rencana, kebijaksanaan atau perintah yang telah ditetapkan. Pengawasan ditujukan pula untuk memperbaiki penyimpangan-penyimpangan yang terjadi, sehingga pelaksanaan tugas dapat sesuai dengan rencana yang telah ditentukan. Bertitik tolak dari pengertian para ahli tentang pengawasan sebagai mana diungkapkan di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa yang dimaksud dengan pengawasan adalah sebagai suatu proses kegiatan pimpinan yang sistematis untuk membandingkan (memastikan dan menjamin) bahwa tujuan dan sasaran serta tugas organisasi yang akan dan telah terlaksana dengan baik sesuai dengan standard, rencana, kebijakan, instruksi, dan ketentuan-ketentuan yang telah ditetapkan dan yang berlaku, serta untuk mengambil tindakan perbaikan yang diperlukan, guna pemanfaatan manusia dan sumber daya lain yang paling efektif dan efisien dalam mencapai tujuan perusahaan
2.3.2
Maksud dan Tujuan Pengawasan Dalam setiap organisasi terutama dalam organisasi pemerintah pengawasan
adalah hal yang sangat penting, karena pengawasan pemerintah adalah suatu usaha untuk menjamin adanya keserasian antara penyelenggara pemerintahan dengan masyarakat. Pengawasan dimaksudkan untuk mencegah atau memperbaiki kesalahan, penyimpangan, ketidaksesuaian, ketidaktertiban, penyelewengan, pelanggaran, 38
dan lain-lainnya yang tidak sesuai dengan tugas dan wewenang serta peraturan yang telah ditentukan sebelumnya. Jadi maksud pengawasan bukan mencari-cari kesalahan terhadap orangnya tetapi mencari kebenaran terhadap hasil pelaksanaan pekerjaannya agar peraturan yang dibuat sebelumnya dilaksanakan dengan kesadaran sehingga hal-hal yang tidak diinginkan tidak akan terjadi. Dalam hal ini juga, Pengawasan bertujuan agar hasil pelaksanaan pekerjaan diperoleh secara berdaya guna dan berhasil guna sesuai dengan rencana yang telah ditentukan sebelumnya. Terwujudnya tujuan yang dikehendaki oleh organisasi sebenarnya tidak lain merupakan tujuan dari pengawasan. Sebab setiap kegiatan pada dasarnya selalu mempunyai tujuan tertentu. Oleh karena itu pengawasan mutlak diperlukan dalam usaha pencapaian suatu tujuan. Menurut Situmorang dan Juhir dalam bukunya yang berjudul Aspek Hukum Pengawasan Melekat dalam Lingkungan Aparatur Pemerintah, maksud pengawasan adalah untuk : 1. Mengetahui jalannya pekerjaan, apakah lancar atau tidak 2. Memperbaiki kesalahan?kesalahan yang dibuat oleh pegawai dan mengadakan pencegahan agar tidak terulang kembali kesalahankesalahan yang sama atau timbulnya kesalahan yang baru. 3. Mengetahui apakah penggunaan budget yang telah ditetapkan dalam rencana terarah kepada sasarannya dan sesuai dengan yang telah direncanakan. 4. Mengetahui pelaksanaan kerja sesuai dengan program (fase tingkat pelaksanaan) seperti yang telah ditentukan dalam planning atau tidak. 5. Mengetahui hasil pekerjaan dibandingkan dengan yang telah ditetapkan dalam planning, yaitu standard. (Situmorang dan Juhir 1994:22) Sedangkan menurut Rachman dalam buku Situmorang dan Juhir juga mengemukakan tentang maksud pengawasan, yaitu:
39
1. Untuk mengetahui apakah segala sesuatu berjalan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan 2. Untuk mengetahui apakah segala sesuatu telah berjalan sesuai dengan instruksi serta prinsip?prinsip yang telah ditetapkan 3. Untuk mengetahui apakah kelemahan?kelemahan serta kesulitankesulitan dan kegagalan?kegagalannya, sehingga dapat diadakan perubahan? perubahan untuk memperbaiki serta. mencegah pengulangan kegiatan?kegiatan yang salah. 4. Untuk mengetahui apakah segala sesuatu berjalan efisien dan apakah dapat diadakan perbaikan?perbaikan lebih lanjut, sehingga mendapat efisiensi yang lebih benar. (Situmorang dan Juhir 1994:22) Dari kedua pendapat di atas dapat disimpulkan bahwa maksud pengawasan adalah untuk mengetahui pelaksanaan kerja, hasil kerja, dan segala sesuatunya apakah sesuai dengan yang direncanakan atau tidak, serta mengukur tingkat kesalahan yang terjadi sehingga mampu diperbaiki ke arah yang lebih baik. Sementara berkaitan dengan tujuan pengawasan, Maman Ukas dalam bukunya Manajemen: Konsep, Prinsip dan Aplikasi mengemukakan: 1. Mensuplai pegawai manajemen dengan informasi yang tepat, teliti dan lengkap tentang apa yang akan dilaksanakan. 2. Memberi kesempatan pada pegawai dalam meramalkan rintanganrintangan yang akan mengganggu produktivitas kerja secara teliti dan mengambil langkah-langkah yang tepat untuk menghapuskan atau mengurangi gangguan-gangguan yang terjadi. 3. Setelah kedua hal di atas telah dilaksanakan, kemudian para pegawai dapat membawa kepada langkah terakhir dalam mencapai produktivitas kerja yang maksimum dan pencapaian yang memuaskan dari pada hasil yang diharapkan. (Maman Ukas 2004:337) Sementara itu Situmorang dan Juhir mengatakan bahwa tujuan pengawasan adalah : 1. Agar terciptanya aparat yang bersih dan berwibawa yang didukung oleh suatu sistem manajemen pemerintah yang berdaya guna (dan berhasil guna serta ditunjang oleh partisipasi masyarakat yang konstruksi dan terkendali dalam wujud pengawasan masyarakat (kontrol sosial) yang obyektif, sehat dan bertanggung jawab. 40
2. Agar terselenggaranya tertib administrasi di lingkungan aparat pemerintah, tumbuhnya disiplin kerja yang sehat. 3. Agar adanya keluasan dalam melaksanakan tugas, fungsi atau kegiatan, tumbuhnya budaya malu dalam diri masing?masing aparat, rasa bersalah dan rasa berdosa yang lebih mendalam untuk berbuat hal yang tercela terhadap masyarakat dan ajaran agama. (Situmorang dan Juhir 1994:26) Lebih lanjut Situmorang dan Juhir mengemukakan bahwa secara langsung tujuan pengawasan adalah untuk: 1. Menjamin ketetapan pelaksanaan sesuai dengan rencana, kebijaksanaan dan perintah. 2. Menertibkan koordinasi kegiatan?kegiatan 3. Mencegah pemborosan dan penyelewengan 4. Menjamin terwujudnya kepuasan masyarakat atas barang atau jasa yang dihasilkan 5. Membina kepercayaan masyarakat terhadap kepemimpinan organisasi. (Situmorang dan Juhir 1994:26) Sementara tujuan pengawasan menurut Soekarno yang dikutip Safrudin dalam bukunya Pemerintah Daerah dan Pembangunan, adalah: Untuk mengetahui apakah sesuatu berjalan sesuai dengan rencana, yang digariskan, mengetahui apakah sesuatu dilaksanakan sesuai dengan instruksi serta asas yang ditentukan, mengetahui kesulitan dan kelemahan dalam bekerja, mengetahui apakah sesuatu berjalan efisien atau tidak, dan mencari jalan keluar jika ternyata dijumpai kesulitan, kelemahan, atau kegagalan ke arah perbaikan. (Safrudin 1965:36) Berdasarkan pendapat para ahli di atas, dapat diketahui bahwa pada pokoknya tujuan pengawasan adalah: 1. Membandingkan antara pelaksanaan dengan rencana serta instruksiinstruksi yang telah dibuat. 2. Untuk mengetahui ada tidaknya kesulitan, kelemahan-kelemahan atau kegagalan serta efisiensi dan efektivitas kerja.
41
3. Untuk mencari jalan keluar apabila ada kesulitan, kelemahan dan kegagalan, atau dengan kata lain disebut tindakan korektif.
2.3.3
Sifat-Sifat Pengawasan Untuk lebih memperjelas pemahaman tentang pengawasan, maka perlu
kiranya penulis untuk mengemukakan sifat-sifat dari pengawasan. Siagian mengemukakan sifat-sifat dari pengawasan sebagai berikut : 1. Fact Finding. Dalam arti bahwa pelaksanaan pengawasan harus menemukan fakta-fakta tentang bagaimana tugas-tugas dijalankan dalam organisasi. 2. Pengawasan harus bersifat preventif yang berarti proses pengawasan tersebut dijalankan untuk mencegah terjadinya penyimpanganpenyimpangan. 3. Pengawasan diarahkan ke masa sekarang yang berarti hanya dapat ditujukan kepada kegiatan yang sedang dilaksanakan. 4. Pengawasan adalah alat untuk meningkatkan efisiensi. 5. Pengawasan sebagai alat manajemen dan administrasi, maka pelaksanaan pengawasan itu harus mempermudah tercapainya tujuan. 6. Proses pelaksanaan pengawasan harus efisien, jangan sampai menghambat peningkatan efisiensi. 7. Pengawasan tidak dimaksudkan untuk mencari siapa yang salah jika ada ketidak beresan, akan tetapi untuk menemukan apa yang tidak betul. 8. Pengawasan harus bersifat membimbing agar supaya para pelaksana meningkatkan kemampuannya untuk melakukan tugas. (Siagian, 1996: 137)
2.3.4
Macam-macam Pengawasan Apabila ditinjau dari berbagai sudut pandang, maka pengawasan dapat
dibedakan menjadi beberapa macam. Macam-macam pengawasan dapat dibedakan dalam beberapa jenis sesuai dengan aspek yang menjadi perhatian
42
utamanya. Lubis dalam buku Pengendalian dan Pengawasan dan Proyek dalam Manajemen menyebutkan macam-macam pengawasan sebagai berikut : 1. Dilihat dari segi bidang kerja atau objek yang diawasi pengawasanpengawasan dibidang penjualan, produksi, pembiayaan, perbekalan, kualitas, anggaran belanja, pemasaran dan lain sebagainya. 2. Dilihat dari segi subjek atau petugas pengawasan. Pengawasan intern, ekstern, formal, informal dan lain sebagainya. 3. Dilihat dari segi waktu pengawasan. Pengawasan-pengawasan preventif, represif, tengah berprosesnya pengawasan dan sebagainya. 4. Dilihat dari segi lainnya, pengawasan-pengawasan umum, khusus, langsung, tidak langsung, mendadak, teratur, terus menerus, menurut pengecualian dan sebagainya. (Lubis, 1985:159) Macam-macam pengawasan yang telah dikemukakan oleh Lubis dapat dijabarkan kembali dengan berdasarkan pada pendapat para ahli lain. Dilihat dari segi bidang kerja atau objek yang diawasi, Hasibuan dalam bukunya Manajemen Dasar, Pengertian dan Masalah, mengemukakan macammacam pengawasan sebagai berikut : 1. Production Control (Pengawasan Produksi) Yaitu untuk mengetahui kualitas dan kuantitas produksi yang dihasilkan, apakah sesuai dengan rencana yang ada.
2. Financial Control (Pengawasan Keuangan) Pengawasan ini ditujukan kepada hal-hal yang menyangkut keuangan, tentang pemasukan dan pengeluaran, biaya-biaya perusahaan termasuk pengawasan anggaran. 3. Personal Control ( Pengawasan Pegawai) Pengawasan ini ditujukan kepada hal-hal yang ada hubungannya dengan kegiatan pegawai, apakah pegawai bekerja sesuai dengan perintah, rencana, tata kerja, absensi pegawai serta lain-lain. 4. Time Control (Pengawasan Waktu) Pengawasan ini ditujukan kepada penggunaan waktu, artinya apakah waktu untuk mengerjakan suatu pekerjaan sesuai atau tidak dengan rencana. 5. Policy Control (Pengawasan Kebijaksanaan) Pengawasan ini ditujukan untuk mengetahui dan menilai apakah kebijaksanaan-kebijaksanaan organisasi yang telah dilaksanakan sesuai dengan yang telah digariskan. 6. Technical Control (Pengawasan Teknis) 43
Pengawasan ini ditujukan kepada hal-hal yang bersifat fisik, yang berhubungan dengan tindakan teknis pelaksanaan. 7. Sales Control (pengawasan Penjualan) Pengawasan ini ditujukan untuk mengetahui apakah produksi yang dihasilkan terjual sesuai dengan target yang ditetapkan. (Hasibuan, 1993:35) Dilihat dari subjek/petugas pengawasan, Handayaningrat mengemukakan pendapatnya sebagai berikut : 1. Pengawasan dari dalam (Internal control) Pengawasan dari dalam berarti pengawasan yang dilakukan oleh aparat/unit pengawasan yang dibentuk di dalam organisasi itu sendiri. Aparat unit pengawasan ini bertindak atas nama pimpinan organisasi, dan bertugas mengumpulkan segala data dan informasi yang diperlukan oleh pimpinan organisasi, yang diperlukan untuk menilai kemajuan dan kemunduran dalam pelaksanaan pekerjaan. Hasil pengawasan ini dapat pula dipergunakan untuk menilai kebijaksanaan pimpinan, untuk itu kadang-kadang pimpinan perlu meninjau kembali kebijakan yang telah dikeluarkan. Sebaliknya pimpinan dapat pula melakukan tindakan perbaikan (corrective) terhadap pelaksanaan pekerjaan yang dilakukan oleh bawahannya. 2. Pengawasan dari luar organisasi (External control) Pengawasan eksternal berarti pengawasan yang dilakukan oleh aparat/unit pengawasan dari luar organisasi itu. Aparat/unit pengawasan bertindak atas nama atasan dari organisasi tersebut, atau bertindak atas nama pimpinan organisasi itu karena permintaannya. Disamping itu, dapat pula pimpinan organisasi meminta bantuan pihak luar organisasinya, dengan maksud untuk mengetahui efisiensi kerja, untuk mengetahui jumlah keuntungan, untuk mengetahui jumlah pajak yang harus dibayar, dan sebagainya. 3. Pengawasan informal Pengawasan informal adalah pengawasan yang tidak melalui saluran formal atau prosedur yang telah ditentukan. Pengawasan informal ini biasanya dilakukan oleh pejabat pimpinan dengan melalui kunjungan yang tidak resmi (pribaadi atau dengan incagnio. Hal ini dimaksudkan untuk menghindarkan kekakuan hubungan antara atasan dengan bawahan. Dengan cara demikian pimpinan menghendaki keterbukaan dalam memperoleh informasi dan sekaligus usul/saran perbaikan dalam penyempurnaannya dari bawahan. Dimana pimpinan dapat memberikan jalan keluar pemecahannya, sebaliknya bawahan merasa bangga karena diberi kesempatan mengemukakan pendapatnya secara langsung terhadap pimpinan. (Handayaningrat, 1985:144-148) 44
Sementara Bohari (1992:25) membagi macam teknik pengawasan sebagai berikut : 1. Pengawasan preventif, dimaksudkan untuk mencegah terjadinya penyimpangan dalam pelaksanaan kegiatan. Pengawasan preventif ini biasanya berbentuk prosedur yang harus ditempuh dalam pelaksanaan kegiatan. Pengawasan preventif ini bertujuan: 1. Mencegah terjadinya tindakan yang menyimpang dari dasar yang telah ditentukan. 2. Memberi pedoman bagi terselenggaranya pelaksanaan kegiatan secara efisien dan efektif. 3. Menentukan saran dan tujuan yang akan dicapai. 4. Menentukan kewenangan dan tanggung jawab sebagai instansi sehubungan dengan tugas yang harus dilaksanakan. 2. Pengawasan represif, ini dilakukan setelah suatu tindakan dilakukan dengan membandingkan apa yang telah terjadi dengan apa yang seharusnya terjadi. Dengan pengawasan represif dimaksud untuk mengetahui apakah kegiatan dan pembiayaan yang telah dilakukan itu telah mengikuti kebijakan dan ketentuan yang telah ditetapkan. Pengawasan represif ini biasa dilakukan dalam bentuk: 1. Pengawasan dari jauh, adalah pengawasan yang dilakukan dengan cara pengujian dan penelitian terhadap surat?surat pertanggungan jawab disertai bukti?buktinya mengenai kegiatan?kegiatan yang dilaksanakan. 2. Pengawasan dari dekat, adalah pengawasan yang dilakukan di tempat kegiatan atau tempat penyelenggaraan administrasi. Bohari (1992:25) Jelasnya, pelaksanaan pengawasan ini dilakukan baik selama proses pelaksanaan pekerjaan maupun setelah pekerjaan tersebut selesai dan dapat diketahui hasilnya yang sudah ditetapkan maupun dengan peraturan yang berlaku sehingga apabila ada kesalahan atau penyimpangan dapat segera diketahui dan dicegah agar tidak meluas serta dapat mencari jalan keluar pemecahannya. Selanjutnya mengenai jenis-jenis pengawasan di lingkungan pemerintahan menurut Siagian, memberikan pendapatnya sebagai berikut : 1. Pengawasan melekat Bahwa efektivitas manajerial seseorang yang menduduki jabatan pimpinan, tanpa mempersoalkan tingkatannya dalam jajaran 45
kepemimpinan itu sangat bergantung pada kemampuannya melakukan pengawasan melekat disamping kemampuannya menyelenggarakan berbagai fungsi organik manajerial lainnya. 2. Pengawasan fungsional Pengawasan ini bisa dilakukan oleh aparat pengawasan yang terdapat dalam satu instansi tertentu, tetapi dapat pula dilakukan oleh aparat pengawasan yang berada di luar suatu instansi meskipun masih dalam lingkungan pemerintahan. 3. Pengawasan oleh lembaga Konstitusional Dalam Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia terdapat dua lembaga konstitusional yang turut melakukan pengawasan yang dapat dikatakan politis. Pertama adalah Badan Pemeriksa Keuangan negara yang dikelola oleh semua aparat yang terdapat dalam lingkungan negara Republik Indonesia. Kedua adalah Dewan Perwakilan Rakyat yang melalui berbagai kegiatannya. Dewan ini dalam arti seluasluasnya juga melakukan kegiatan pengawasan. 4. Pengawasan Sosial Dalam masyarakat yang menganut paham demokrasi, partisipasi masyarakat dalam mengawasi jalannya roda pemerintahan bukan saja dibenarkan tetapi juga didorong. Salah satu bentuknya adalah dengan turut serta mengamati pelaksanaan kegiatan tugas-tugas umum pemerintahan seperti dalam pemberian pelayanan kepada masyarakat dan penyelenggaraan berbagai kegiatan pengaturan dan juga dalam menyelenggarakan kegiatan-kegiatan pembangunan dalam segi kehidupan bangsa dan negara. (Siagian, 1996:198-204) Dari pendapat Siagian mengenai jenis-jenis pengawasan dilingkungan pemerintah tadi, dapat diambil pengertian bahwa jenis pengawasan yang pertama yaitu pengawasan melekat adalah fungsi inhern atau sudah dengan sendirinya ada pada setiap pimpinan dalam semua jenjang untuk melakukan pengawasan terhadap pegawai atau bawahannya. Tiga jenis pengawasan yang pertama adalah pengawasan di dalam tubuh badan-badan pemerintahan sendiri, sedangkan jenis pengawasan yang keempat adalah pengawasan dari masyarakat (kontrol sosial) terhadap aparatur pemerintah ataupun jalannya roda pemerintahan yang dapat dilakukan dalam berbagai bentuk dan media.
46
2.4
Investasi Menurut Mulyadi dalam bukunya yang berjudul “Akutansi Manajemen”
Investasi adalah sebagai pengkaitan sumber-sumber dalam jangka panjang untuk menghasilkan laba di masa yang akan datang (Mulyadi, 1997:248). Sedangkan menurut Eduardus Tandelilin dalam buku yang berjudul “Analisis Investasi dan Manajemen Portofolio” Investasi adalah Komitmen atas sejumlah dana atau sumber daya lainnya yang dilakukan pada saat ini, dengan tujuan memperoleh sejumlah keuntungan dimasa yang akan datang. (Tandelilin, 2001:3) Pengertian lain dikemukakan oleh Sunariyah dalam buku yang berjudul “Pengantar Pengetahuan Pasar Modal”. Investasi adalah penanaman modal untuk satu atau lebih aktiva yang dimiliki biasanya berjangka waktu lama dengan harapan mendapat keuntungan dimasa-masa yang akan datang. (Sunariyah, 2006:4) Berdasarkan teori ekonomi, investasi berarti pembelian (dan berarti juga produksi) dari capital/modal barang-barang yang tidak dikonsumsi tetapi digunakan untuk produksi yang akan datang (barang produksi). Berdasarkan uraian di atas, dapat disimpulkan bahwa investasi yang dilakukan memiliki alasan untuk memperoleh keuntungan yang sebesar-besarnya demi berjalannya operasional.
47
2.5
Penanam Modal Asing (PMA) Definisi Penanam Modal Asing (PMA) berdasarkan Undang-undang No.
11 Tahun 1970 tentang Penanam Modal Asing, adalah sebagai berikut: “Penanam Modal Asing adalah penanaman modal asing secara langsung yang dilangsungkan atau berdasarkan ketentuan dalam Undang-undang No.1 Tahun 1967 tentang Penanam Modal Asing dan yang digunakan untuk menjalankan perusahaan di Indonesia dalam arti bahwa pemilik modal secara langsung menanggung resiko di penanaman modal tersebut”. Sedangkan berdasarkan Undang-undang No. 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, adalah sebagai berikut: “Penanaman Modal Asing adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam modal asing, baik yang menggunakan modal asing sepenuhnya maupun yang berpatungan dengan penanam modal dalam negeri” Berdasarkan definisi Penanaman Modal Asing di atas, maka pengertian Penanaman Modal Asing (PMA) adalah : 1. Alat pembayaran luar negeri yang tidak merupakan bagian dari kekayaan devisa Indonesia,yang dengan persetujuan pemerintah digunakan untuk pembiayaan perusahaan di Indonesia. 2. Alat-alat untuk perusahaan, untuk penemuan baru milik orang asing dan bahan-bahan, yang dimasukkan dari ke dalam wilayah Indonesia, selama alat-alat tersebut tidak dibiyai dari kekayaan devisa Indonesia. 3. Bagian dari hasil perusahaan yang berdasarkan Undang-undang diperkenankan transfer, tetapi dipergunakan tetapi digunakan untuk membiayai perusahaan di Indonesia.
48
Adapun Penanaman Modal Asing (PMA) dalam Undang-undang ini tidak hanya berbentuk valuta asing, tetapi meliputi alat-alat perlengkapan tetap yang diperlukan untuk menjalankan perusahaan di Indonesia, penemuan-penemuan milik orang atau badan asing yang dipergunakan dalam perusahaan yang boleh ditransfer ke luar negeri tetapi dipergunakan kembali di Indonesia. Penanaman Modal Asing (PMA) lebih banyak mempunyai kelebihan diantaranya sifatnya jangka panjang, banyak memberikan andil dalam alih teknologi, alih keterampilan manajemen, membuka lapangan kerja baru. Lapangan kerja ini, sangat penting bagi negara sedang berkembang mengingat terbatasnya kemampuan pemerintah untuk penyediaan lapangan kerja. Berikut ini adalah Fungsi Penanaman Modal Asing (PMA) bagi Indonesia diantaranya adalah : 1) Sumber dana modal asing dapat dimanfaatkan untuk mempercepat investasi dan pertumbuhan ekonomi. 2) Modal asing dapat berperan penting dalam penggunaan dana untuk perbaikan struktural agar menjadi lebih baik lagi. 3) Membantu dalam proses industrilialisasi yang sedang dilaksanakan. 4) Membantu dalam penyerapan tenaga kerja lebih banyak sehingga mampu mengurangi pengangguran. 5) Mampu meningkatkan kesejahteraan pada masyarakat. 6) Menjadi acuan agar ekonomi Indonesia semakin lebih baik lagi dari sebelumnya.
49
7) Menambah cadangan devisa negara dengan pajak yang diberikan oleh penanam modal. Sedangkan Tujuan dari Penanaman Modal Asing (PMA) bagi Indonesia diantaranya adalah : 1) Untuk mendapatkan keuntungan berupa biaya produksi yang rendah, manfaat pajak lokal dan lain-lain. 2) Untuk membuat rintangan perdagangan bagi perusahaan-perusahaan lain 3) Untuk mendapatkan return yang lebih tinggi daripada di negara sendiri melalui tingkat pertumbuhan ekonomi yang lebih tinggi, sistem perpajakkan yang lebih menguntungkan dan infrastruktur yang lebih baik. 4) Untuk menarik arus modal yang signifikan ke suatu negara
2.5
Penanam Modal Dalam Negeri (PMDN) Definisi Penanam Modal Dalam Negeri (PMDN) berdasarkan Undang-
undang No. 6 Tahun 1968 tentang Penanam Modal Dalam Negeri, adalah sebagai berikut: “Penanam Modal Dalam Negeri adalah Bagian dari kekayaan masyarakat Indonesia, termasuk hak-hak dan benda-benda yang dimiliki oleh Negara maupun swasta yang berdomisili di Indonesia, yang disishkan atau disediakan guna menjalankan suatu usaha.” Sedangkan berdasarkan Undang-undang No.25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal, adalah sebagai berikut: “Penanam Modal Dalam Negeri adalah kegiatan menanam modal untuk melakukan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia yang dilakukan oleh penanam dalam negeri dengan menggunakan modal dalam negeri.” 50
Berdasarkan definsi yang telah dikemukakan di atas, maka pengertian dari Penanam Modal Dalam Negeri (PMDN) pada dasarnya sama yaitu suatu kegiatan menanam modal yang dilakukan oleh pihak dalam negeri untuk melakukan usaha di wilayah Negara Republik Indonesia. Faktor-faktor yang mempengaruhi terhadap Penanam Modal Dalam Negeri (PMDN) diantaranya adalah Potensi dan karakteristik suatu daerah, Budaya masyarakat, Pemanfaatan era otonomi daerah secara proposional, Peta politik daerah dan nasional, dan yang paling penting adalah Kecermatan pemerintah daerah dalam menentukan kebijakan lokal dan peraturan daerah yang menciptakan iklim yang kondusif bagi dunia bisnis dan investasi.
51
BAB III OBYEK PENELITIAN
3.1
Perkembangan Investasi Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) di Provinsi Jawa Barat Penanaman Modal Asing (PMA) maupun Penanaman Modal Dalam
Negeri (PMDN) setiap tahunnya mengalami kenaikan rata-rata di atas 12 % pertahun, hal ini menunjukan perkembangan penanaman modal di Provinsi Jawa Barat cukup menggembirakan. Membaiknya perkembangan penanaman modal di Provinsi Jawa Barat baik PMA maupun PMDN terlihat dari perkembangan investasi PMA dan PMDN di Provinsi Jawa Barat periode tahun 2005 sampai dengan 2009 sebagaimana tergambar pada tabel di bawah ini: Table 3.1 Perkembangan Realisasi Investasi PMA dan PMDN di Provinsi Jawa Barat Tahun 2005-2009 Penanaman Modal Asing Penanaman Modal Dalam Negeri Periode (PMA) (PMDN) Tahun Jumlah Nilai Investasi Jumlah Nilai Investasi Proyek Proyek 2005 281 14.160.258.539.422 69 4.210.731.785.513 2006 245 17.861.220.937.624 36 5.868.746.156.774 2007 286 12.197.398.800.198 39 11.347.889.345.657 2008 322 25.526.575.122.244 65 4.075.170.224.749 2009 255 19.135.363.487.466 51 2.817.336.718.386 Sumber: Buku Perkembangan realisasi PMA dan PMDN di Jabar Dengan melihat data diatas terlihat bahwa Perkembangan investasi PMA dan PMDN di Provinsi Jawa Barat setiap tahunnya mengalami kenaikan rata-rata
52
12% pertahun, hal ini menunjukan perkembangan perkembangan penanaman modal di Provinsi Jawa Barat cukup menggembirakan. Periode tahun 2005-2009 Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) maupun Penanaman Modal Asing (PMA) telah mengalami lompatan tajam. Kontribusi investasi paling tinggi pada tahun 2008 sebesar Rp 29,601 trilliun. Walaupun pada tahun 2007 mengalami penurunan dibandingkan pada tahun 2006, yaitu Rp 23,729 trilliun (tahun 2006) menjadi sebesar Rp 23,545 trilliun pada tahun 2007, tapi pada dasarnya penanaman modal di Provinsi Jawa Barat relative masih tinggi. Sedangkan pada tahun 2005 realisasi investasi sebesar Rp 18,371 trilliun.\
3.2
Sejarah Berdirinya Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal Daerah (BKPPMD) Provinsi Jawa Barat Dengan berlakunya Undang-Undang No.22 Tahun 1999 tentang
Pemerintah Daerah yang ditindaklanjuti dengan Peraturan Pemerintah No. 25 Tahun 2000 tentang kewenangan pemerintah pusat dan daerah di bidang promosi dan penanaman modal sebagai daerah otonom, membawa perubahan yang sangat mendasar di dalam keseluruhan system kewenangan pemerintah, termasuk di dalam proses pelayanan promosi dan penanaman modal yang berhubungan semakin tajam, baik di antara daerah Kabupaten/Kota maupun Provinsi. Dengan demikian daerah-daerah Kabupaten/Kota maupun Provinsi yang telah mampu menyediakan informasi tentang peluang usaha bagi perusahaan PMA atau PMDN dan pemberian pelayanan yang prima yang akan menjadikan pilihan utama 53
investor baik perusahaan PMA maupun PMDN guna melakukan investasi di Provinsi Jawa Barat. Oleh karena itu perlu adanya peningkatan daya saing di masing-masing daerah yang pada gilirannya akan dapat memberikan kontribusi pada peningkatan daya saing secara keseluruhan dalam menarik investor. Pada penghujung tahun 2000, berdasarkan dari Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat No. 16 Tahun 2000 tentang Lembaga Teknis Daerah Provinsi Jawa Barat, maka dibentuk Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal Daerah (BKKPMD) Provinsi jawa Barat dan ditindaklanjuti dengan Keputusan Gubernur Jawa Barat No. 62 Tahun 2001 tentang Tugas Pokok, Fungsi dan Rincian Unit Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal Daerah Provinsi Jawa Barat, dan dalam rangka memperdayakannya telah disusun Perencanaan Strategis (RENSTRA) BKPPMD Provinsi Jawa Barat selama lima tahun, yaitu selama tahun 2001-2005, RENSTRA tersebut kini telah diperbaharui dengan disusunnya RENSTRA tahun 2005-2008.
3.3
Visi dan Misi Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal Daerah (BKPPMD) Provinsi Jawa Barat Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal (BKPPMD) Provinsi
Jawa Barat mempunyai Visi adalah : “Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal (BKPPMD) Provinsi Jawa Barat sebagai fasilitator promosi dan pengembangan penanaman modal yang dinamis dan berdaya saing.
54
Adapun Misi dari Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal Daerah (BKPPMD) Provinsi Jawa Barat adalah : Menciptakan rumusan kebijakan teknis promosi dan penanaman modal yang terarah dan terpadu secara regional. Mendorong terwujudnya pengembangan promosi dan penanaman modal melalui kerjasama dengan stekholders. Mendorong dunia usaha untuk menanamkan modalnya di Provinsi Jawa Barat. Tujuan dari visi dan misi Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal Daerah (BKPPMD) Provinsi Jawa Barat adalah sebagai berikut : 1. Terwujudnya pedoman pelaksanaan penanaman modal yang memenuhi tuntutan dunia usaha. 2. Keterpaduan pelaksanaan penanaman modal dengan potensi regional. 3. Terwujudnya kegiatan promosi yang efektif dan efisien antara pemerintah, dunia usaha dan masyarakat. 4. Terciptanya penanaman modal yang berdaya saing tinggi dan ramah lingkungan. 5. Adanya peningkatan penanaman modal di daerah secara proporsional. 6. Terciptanya kesempatan kerja pada berbagai sektor/bidang usaha Sasaran dari visi dan misi Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal Daerah (BKPPMD) Provinsi Jawa Barat adalah sebagai berikut : 1. Tersusun satu buah pedoman di bidang promosi dan 3 buah pedoman di bidang penanaman modal. 55
2. Meningkatnya pelaksanaan penanaman modal sekitar 10% pertahun pada bidang usaha yang berbasis potensi regional. 3. Meningkatnya sinergitas dalam melaksanakan kegiatan promosi antara pemerintah, dunia usaha, dan masyarakat yang didukung oleh peningkatan anggaran. 4. Meningkatnya kegiatan penanaman modal yang menggunakan bahan baku local dan tidak merusak lingkungan. 5. Meningkatnya
penanaman
modal
sesuai
dengan
karakteristik
pengembangan Kabupaten/Kota masing-masing.
3.4
Struktur Organisasi Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal Daerah (BKPPMD) Provinsi Jawa Barat Struktur organisasi yang terdapat pada Badan Koordinasi Promosi dan
Penanaman Modal Daerah (BKPPMD) Provinsi Jawa Barat berdasarkan Peraturan Gubernur Jawa Barat No 50 Tahun 2009 Tentang Tugas Pokok, Fungsi, Rincian Tugas Unit dan Tata Kerja Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal Daerah Provinsi Jawa Barat adalah sebagai berikut: 1. Kepala BKPPMD Provinsi Jawa Barat 2. Sekertariat, terdiri atas : a. Sub Bagian Perencanaan dan Program b. Sub Bagian Keuangan c. Sub Bagian Kepegawaian dan Umum 3. Bidang Pengendalian, terdiri atas: 56
a. Sub Bidang Pengendalian b. Sub Bidang Data dan Laporan 4. Bidang Promosi, terdiri atas: a. Sub Bidang Promosi Dalam Negeri b. Sub Bidang Promosi Luar Negeri 5. Bidang Pelayanan dan Fasilitasi Investasi, terdiri atas: a. Sub Bidang Pelayanan b. Sub Bidang Fasilitasi 6. Bidang Pengembangan Investasi, terdiri atas: a. Sub Bidang Pengembangan Potensi dan Peluang b. Sub Bidang Pengembangan Infrastruktur 7. Kelompok Jabatan Fungsional 8. Unit Pelaksana Teknis Badan (UPTB). Berikut ini adalah Struktur Organisasi Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal Daerah Provinsi Jawa Barat secara rinci dapat dilihat pada gambar 1 berikut ini:
57
KEPALA BKPPMD PROV JABAR
SEKRETARIAT
SUB BAGIAN PERENCANAAN DAN PROGRAM
BIDANG PENGENDALIAN
BIDANG PROMOSI
SUB BIDANG PENGENDALIAN
SUB BIDANG PROMOSI DALAM NEGERI
SUB BIDANG DATA DAN LAPORAN
SUB BAGIAN KEUANGAN
BIDANG PELAYANAN DAN FASILITAS INVESTASI
SUB BIDANG PELAYANAN
SUB BIDANG PROMOSI LUAR NEGERI
SUB BAGIAN KEPEGAWAIAN DAN UMUM
BIDANG PENGEMBANGAN INVESTASI
SUB BIDANG PENGEMBANGAN POTENSI DAN PELUANG
SUB BIDANG FASILITAS SUB BIDANG PENGEMBANGAN INFRASTRUKTUR
KELOMPOK JAFUNG UPTB
(Sumber : PERGUB NO 50 TAHUN 2009)
Gambar 3.1 Struktur Organisasi Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal Daerah (BKPPMD) Provinsi Jawa Barat
58
3.5
Tugas Pokok dan Fungsi Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal Daerah (BKPPMD) Provinsi Jawa Barat
3.5.1
Kedudukan Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal Daerah (BKPPMD) Provinsi Jawa Barat Pelaksanaan kegiatan BKPPMD Provinsi Jawa Barat sebagai perangkat
daerah yang bergerak di dalam bidang promosi dan penanaman modal di daerah memiliki kedudukan, tugas pokok, dan fungsi yang sangat jelas. Hal tersebut disebabkan BKPPMD Provinsi Jawa Barat merupakan satuan kerja yang memiliki wewenang dan hak untuk melaksanakan promosi dan penanaman modal sesuai dengan ketentuan yang tercantum dalam Peraturan Daerah No. 16 Tahun 2000 tentang Lembaga Teknis Daerah Provinsi Jawa Barat dan juga Keputusan Gubernur Jawa Barat No 50 Tahun 2009 tentang Tugas Pokok, Fungsi dan Rincian Tugas Unit dan Tata Kerja Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal Daerah Provinsi Jawa Barat.
3.5.2
Tugas Pokok dan Fungsi Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal Daerah (BKPPMD) Provinsi Jawa Barat Keberadaan Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal Daerah
Provinsi Jawa Barat telah diatur dengan Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat No. 16 Tahun 2000 tentang Lembaga Teknis Daerah Provinsi Jawa Barat dan di tindak lanjuti dengan Keputusan Gubernur No 50 Tahun 2009 tentang Tugas Pokok, Fungsi dan Rincian Tugas Unit dan Tata Kerja Badan Koordinasi Promosi
59
dan Penanaman Modal Daerah Provinsi Jawa Barat maka BKPPMD Provinsi Jawa Barat mempunyai Tugas Pokok sebagai berikut: a. Merumuskan kebijakan teknis dan pengendalian di bidang koordinasi promosi dan penanaman modal serta melaksanakan kewenangan tertentu Pemerintah Provinsi seseuai dengan kebutuhan daerah dan kewenangan lain yang dilimpahkan kepada Gubernur. b. Merumuskan kebijakan teknis dan melaksanakan kewenangan tertentu Pemerintah Provinsi sesuai dengan kebutuhan daerah dan kewenangan yang dilimpahkan kepada Gubernur. Dalam menyelenggarakan tugas pokok di atas, BKPPMD Provinsi Jawa Barat mempunyai fungsi sebagai berikut: a. Penyelenggaraan perumusan dan penetapan kebijakan teknis koordinasi promosi dan penanaman modal daerah. b. Penyelenggaraan kesekertariatan, pengendalian, promosi, pelayanan dan fasilitas investasi dan pengembangan investasi. c. Penyelenggaraan koordinasi dan pembinaan UPTB.
3.5.3
Tugas dan Fungsi Jabatan Fungsional Sedangkan tugas pokok dan fungsi jabatan fungsional yang mengisi
struktur organisasi Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal Daerah (BKPPMD) Provinsi Jawa Barat dapat diuraikan sebagai berikut: 1. Kepala Badan
60
Kepala Badan mempunyai tugas pokok merumuskan, menetapkan, memimpin, mengkoordinasikan dan mengendalikan pelaksanaan kegiatan tugas pokok Badan serta mengkoordinasikan dan membina UPTB. Dalam menyelenggarakan tugas pokok sebagaimana dimaksud di atas, Kepala Badan mempunyai fungsi: a. Penyelenggaraan perumusan, penetapan, pengaturan dan koordinasi pelaksanaan kebijakan teknis pengendalian, promosi, pelayanan dan fasilitas investasi dan pengembangan investasi. b. Penyelenggaraan perumusan dan penetapan pemberian dukungan atas penyelenggaraan koordinasi promosi dan penanaman modal. c. Penyelenggaraan fasilitasi dan pengendalian pelaksanaan tugas-tugas koordinasi promosi dan penanaman modal. d. Penyelenggaraan koordinasi dan kerjasama dalam rangka tugas pokok dan fungsi badan. e. Penyelenggaraan koordinasi dan pembinaan UPTB. 2. Sekretariat Sekretariat mempunyai tugas pokok menyelenggarakan koordinasi perencanaan dan program Badan, pengkajian perencanaan dan program, pengelolaan keuangan, kepegawaian, dan umum. Dalam menyelenggarakan tugas pokoknya sebagaimana dimaksud di atas, Sekertariat mempunyai fungsi: a. Penyelenggaraan koordinasi perencanaan dan program Badan. b. Penyelenggaraan pengkajian perencanaan dan program Sekertariat. 61
c. Penyelenggaraan pengelolaan urusan keuangan, kepegawaian, dan umum. Sekretariat di sini membawahai juga beberapa sub-sub bidang seperti: 1. Subbagian Perencanaan dan Program Subbagian
Perencanaan
dan
Program
mempunyai
tugas
pokok
melaksanakan penyusunan bahan koordinasi perencanaan dan penyusunan program. Dalam menyelenggarakan tugas pokok sebagaimana dimaksud di atas, Subbagian Perencananaan dan Program mempunyai fungsi: a. Pelaksanaan penyusunan bahan perencanaan dan program Sekretariat. b. Pelaksanaan penyusunan bahan penyelenggaraan dan hasil koordinasi perencanaan dan program badan yang meliputi Pengendalian, Promosi, Pelayanan dan fasilitasi investasi, pengembangan investasi. c. Pelaksanaan koordinasi perencanaan dan program UPTB 2. Subbagian Keuangan Subbagian Keuangan mempunyai tugas pokok melaksanakan pengelolaan administrasi keuangan di lingkungan Badan.Dalam menyelenggarakan tugas pokok sebagaimana dimaksud di atas, Subbagian Keuangan mempunyai fungsi: a. Pelaksanaan penyusunan bahan rencana anggaran belanja langsung dan tidak langsung Badan. b. Pelaksanaan dan koordinasi pengelolaan teknis administrasi keuangan dan penyusunan pertanggungjawaban keuangan Badan. c. Pelaksanaan koordinasi pengelolaan keuangan pada UPTB. 3. Subbagian Kepegawaian dan Umum 62
Subbagian melaksanakan
Kepegawaian pengelolaan
dan
Umum
administrasi
mempunyai kepegawaian,
tugas
pokok
kelembagaan,
ketatalaksanaan, umum dan perlengkapan. Dalam menyelenggarakan tugas pokok sebagaimana dimaksud di atas, Subbagian Kepegawaian dan Umum mempunyai fungsi: a. Pelaksanaan penyusunan bahan penyelenggaraan mutasi, pengembangan karir, kesejahteraan dan disiplin pegawai, dan pengelolaan administrasi kepegawaian lainnya. b. Pelaksanaan penyusunan bahan penyelenggaraan pembinaan kelembagaan, ketatalaksanaan dan rumah tangga. c. Pelaksanaan administrasi, dokumentasi peraturan perundang-undangan, kearsipan dan perpustakaan. d. Pelaksanaan tugas kehumasan Badan. e. Pelaksanaan pengelolaan perlengkapan Badan. 3. Bidang Pengendalian Bidang Pengendalian mempunyai
tugas pokok menyelenggarakan
pengkajian kebijakan teknis dan fasilitas pengendalian penanaman modal. Dalam menyelenggarakan tugas pokok sebagaimana dimaksud di atas, Bidang pengendalian mempunyai fungsi:
a. Penyelenggaraan pengkajian bahan kebijakan teknis pengendalian. b. Penyelenggaraan pengendalian, monitoring, dan pelaporan penanaman modal. 63
Bidang Pengendalian di sini membawahi juga beberapa sub-sub bidang seperti: 1. Subbidang Pengendalian Subbidang
Pengendalian
mempunyai
tugas
pokok
melaksanakan
penyusunan bahan kebijakan teknis, melaksanakan kebijakan pengendalian penanaman modal. Dalam menyelenggarakan tugas pokok sebagaimana dimaksud di atas, Subbagian Pengendalian mempunyai fungsi: a. Pelaksanaan penyusunan bahan kebijakan teknis pengendalian penanaman modal. b. Pelaksanaan penyusunan bahan pedoman dan fasilitas pengendalian yang meliputi pemantauan, pembinaan dan pengawasan penanaman modal. c. Pelaksanaan dan fasilitasi pengendalian penanaman modal. 2. Subbidang Data dan Pelaporan Subbidang Data dan Laporan mempunyai tugas pokok melaksanakan pengolahan data serta pelaporan penanaman modal. Dalam menyelenggarakan tugas pokok sebagaimana dimaksud di atas, Subbidang Data dan Pelaporan mempunyai fungsi: a. Pelaksanaan penyususnan pengelolaan data dan informasi penanaman modal. b. Pelaksanaan penyususnan pengelolaan pelaporan penanaman modal 4. Bidang Promosi
64
Bidang Promosi mempunyai tugas pokok menyelenggarakan pengkajian bahan kebijakan teknis, dan menyelenggarakan fasilitas promosi. Dalam menyelenggarakan tugas pokok sebagaimana dimaksud di atas, Bidang Promosi mempunyai fungsi: a. Penyelenggaraan pengkajian bahan kebijakan teknis promosi. b. Penyelenggaraan pengkajian bahan kebijakan teknis pengembangan materi promosi. c. Penyelenggaraan dan fasilitas promosi. Dalam hal ini Bidang Promosi di sini membawahi juga beberapa sub-sub bidang seperti: 1. Subbidang Promosi Dalam Negeri Subbidang Promosi Dalam Negeri mempunyai tugas pokok melaksanakan penyusunan bahan kebijakan teknis dan fasilitas penyelenggaraan promosi dalam negeri. Dalam menyelenggarakan tugas pokok sebagaimana dimaksud di atas, Subbidang Promosi Dalam Negeri mempunyai fungsi: a. Pelaksanaan penyusunan bahan kebijakan teknis promosi dalam negeri. b. Pelaksanaan penyusunan bahan kebijakan teknis pengembangan materi promosi dalam negeri. c. Pelaksanaan fasilitasi penyelenggaraan promosi dalam negeri. d. Pelaksanaan promosi terpadu dalam negeri. 2. Subbidang Promosi Luar Negeri
65
Subbidang Promosi Luar Negeri mempunyai tugas pokok melaksanakan penyusunan bahan kebijakan teknis dan fasilitasi penyelenggaraan promosi luar negeri. Dalam menyelenggarakan tugas pokok sebagaimana dimaksud di atas, Subbidang Promosi Luar Negeri mempunyai fungsi: a. Pelaksanaan penyusunan bahan kebijakan teknis promosi luar negeri. b. Pelaksanaan penyusunan bahan kebijakan teknis pengembangan materi promosi luar negeri. c. Pelaksanaan fasilitasi penyelenggaraan promosi luar negeri. d. Pelaksanaan promosi terpadu luar negeri. 5. Bidang Pelayanan dan Fasilitas Investasi Bidang Pelayanan dan Fasilitas Investasi mempunyai tugas pokok menyelenggarakan pengkajian bahan kebijakan teknis dan pelayanan serta fasilitasi investasi. Dalam menyelenggarakan tugas pokok sebagaimana dimaksud di atas, Bidang Pelayanan dan Fasilitas Investasi mempunyai fungsi: a. Penyelenggaraan pengkajian bahan kebijakan teknis pelayanan dan fasilitas investasi. b. Penyelenggaraan koordinasi pelayanan dan fasilitasi investasi dengan unit dan stakeholders terkait. c. Penyelenggaraan koordinasi pelayanan dan fasilitasi pelayanan serta investasi. d. Penyelenggaraan pelayanan dan fasilitasi investasi. 66
Bidang Pelayanan dan Fasilitas Investasi di sini membawahi juga beberapa sub sub bidang seperti: 1. Subbidang Pelayanan Subbidang Pelayanan mempunyai tugas pokok melaksanakan penyusunan bahan kebijakan teknis dan pelayanan investasi. Dalam menyelenggarakan tugas pokok sebagaimana dimaksud di atas, Subbidang Pelayanan mempunyai fungsi: a. Pelaksanaan penyusunan bahan kebijakan teknis pelayanan investasi. b. Pelaksanaan penyusunan bahan pelaksanaan koordinasi pelayanan investasi dengan unit dan stakeholders terkait. c. Pelaksanaan penyusunan bahan dan fasilitas pelayanan investasi. 2. Subbidang Fasilitas Subbidang Fasilitas mempunyai tugas pokok melaksanakan penyususnan bahan kebijakan teknis dan melaksanakan fasilitas investasi. Dalam menyelenggarakan tugas pokok sebagaimana dimaksud di atas, Subbidang Fasilitas mempunyai fungsi: a. Pelaksanaan penyusunan bahan kebijakan teknis fasilitas investasi. b. Pelaksanaan penyusunan bahan pelaksanaan koordinasi fasilitas investasi dengan unit dan stakeholders terkait. c. Pelaksanaan penyusunan bahan fasilitas investasi. d. Pelaksanaan koordinasi dan fasilitas investasi. 6. Bidang Pengembangan Investasi
67
Bidang
Pengembangan
menyelenggarakan
pengkajian
Investasi bahan
mempunyai
kebijakan
teknis,
tugas
pokok
penyelenggaraan
pengembangan, potensi dan peluang serta infrastruktur pendukung investasi. Dalam menyelenggarakan tugas pokok sebagaimana dimaksud di atas, Bidang Pengembangan Investasi mempunyai fungsi : a. Penyelenggaraan pengkajian bahan kebijakan teknis pengembangan potensi dan peluang serta infrastruktur pendukung investasi. b. Penyelenggaraan koordinasi pengembangan potensi dan peluang serta infrastruktur pendukung investasi. c. Penyelenggaraan penyusunan data potensi dan peluang investasi serta pemetaan kebutuhan infrastruktur pendukung investasi. Bidang Pengembangan Investasi di sini membawahi juga beberapa sub sub bidang seperti: 1. Subbidang Pengembangan Potensi dan Peluang Subbidang Pengembangan Potensi dan Peluang mempunyai tugas pokok melaksanakan
penyusunan
bahan
kebijakan
teknis
dan
melaksanakan
pengembangan potensi dan peluang investasi. Dalam menyelenggarakan tugas pokok sebagaimana dimaksud di atas, Subbidang Pengembangan Potensi dan Peluang mempunyai fungsi : a. Pelaksanaan penyusunan bahan kebijakan teknis pengembangan potensi dan peluang investasi. b. Pelaksanaan koordinasi dan fasilitas pengembangan potensi dan peluang investasi. 68
c. Pelaksanaan penyusunan data potensi dan peluang investasi. 2. Subbidang Pengembangan Infrastruktur Subbidang melaksanakan
pengembangan
penyusunan
infrastruktur
bahan
kebijakan
mempunyai teknis
dan
tugas
pokok
pengembangan
infrastruktur penunjang investasi. Dalam menyelenggarakan tugas pokok sebagaimana dimaksud di atas, Subbidang Pengembangan Infrastruktur mempunyai fungsi : a. Pelaksanaan penyusunan bahan kebijakan penanaman modal dan pengembangan infrastruktur penunjang investasi. b. Pelaksanaan
penyiapan
koordinasi
dan
fasilitasi
pengembangan
infrastruktur penunjang investasi. c. Pelaksanaan penyusunan data pengembangan infrastruktur penunjang investasi. 7. Unit Pelaksana Teknis Badan Unit Pelaksana Teknis Badan mempunyai tugas pokok yaitu Untuk melaksanakan sebagian kegiatan teknis operasional dan/atau kegiatan teknis penunjang, pada badan dapat dibentuk UPTB, yang mempunyai wilayah kerja atau beberapa Kabupaten/Kota. 8. Kelompok Jabatan Fungsional Kelompok Jabatan Fungsional mempunyai tugas pokok melaksanakan sebagian tugas pemerintah daerah sesuai dengan keahlian dan kebutuhan. Kelompok Jabatan Fungsional terdiri dari sejumlah tenaga fungsional yang ditetapkan berdasarkan ketentuan peraturan perundang-undangan. 69
3.6
Keadaan dan Jumlah Pegawai Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal (BKPPMD) Provinsi Jawa Barat Keadaan mengenai pegawai BKPPMD Provinsi Jawa Barat sebagai salah
satu pelaksana pelaksana kegiatan dalam tubuh organisasi BKPPMD Provinsi Jawa Barat, mempunyai jumlah pegawai sampai tahun 2010 sebanyak 90 pegawai. Ketersediaan sumberdaya manusia yang handal, berkualitas, kompeten, dibidangnya akan mempercepat tercapainya tujuan dari suatu kegitan atau kebijakan pemerintah. Pendidikan merupakan salah satu indikator kemajuan dan keberhasilan dalam mencerdaskan kehidupan bangsa, sebagaimana diamanatkan dalam tujuan pembangunan nasional yaitu membangun manusia Indonesia seutuhnya. Berikut ini
Jumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS) berdasarkan tingkat
pendidikan pada BKPPMD Provinsi Jawa Barat dilampirkan dalam tabel pada halaman berikut : Tabel 3.2 Jumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS) berdasarkan tingkat Pendidikan Tahun 2010 BKPPMD Provinsi Jawa barat No.
Tingkat Pendidikan
Jumlah
1. S3 1 2. Pasca Sarjana/S2 22 3. Sarjana/S1 30 4. Sarjana Muda/D3 3 5. SLTA 24 6 SLTP 7 7. SD 3 Sumber : Bidang Sub Bagian Kepegawaian BKPPMD Prov. Jawa Barat
70
Dengan melihat Data Jumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS) berdasarkan tingkat pendidikan pada BKPPMD Provinsi Jawa Barat diatas, Secara umum terlihat sudah cukup baik, Hal ini terlihat dari dominan jumlah tingkat pendidikan sarjana/S1 hingga ke tingkat pendidikan yang lebih atas yaitu S3 dibandingkan melihat jumlah dari Sarjana Muda/D3 sampai jenjang pendidikan paling rendah yaitu SD.
71
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
4.1
Pengawasan Preventif Pengawasan Preventif merupakan bagian dari pengawasan yang ditinjau
dari segi waktunya. Pengawasan Preventif merupakan suatu pengawasan yang dilakukan sebelum pekerjaan mulai dilaksanakan. Pengawasan ini dimaksudkan untuk mencegah terjadinya penyimpangan dalam pelaksanaan kegiatan. Pengawasan preventif ini biasanya berbentuk prosedur yang harus ditempuh dalam pelaksanaan kegiatan. Apabila dikaitkan dalam dunia pemerintahan, Pengawasan Preventif merupakan suatu pengawasan yang dilakukan oleh aparatur pemerintah yang lebih tinggi terhadap keputusan-keputusan dari aparatur yang lebih rendah. Pengawasan dilakukan sebelum dikeluarkannya suatu keputusan atau ketetapan administrasi negara atau peraturan lainnya dengan cara pengesahan terhadap ketetapan atau peraturan tersebut. Apabila ketetapan atau peraturan tersebut belum disahkan maka ketetapan atau peraturan tersebut belum mempunyai kekuatan hukum. Dalam pembahasan ini, menjelaskan mengenai Pengawasan Preventif oleh Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal Daerah (BKPPMD) Provinsi Jawa Barat dalam kegiatan investasi Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) supaya memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi khususnya Provinsi Jawa Barat. 72
4.1.1
Peraturan-Peraturan
yang
Berhubungan
dengan
Pengawasan
BKPPMD Provinsi Jawa Barat dalam kegiatan Investasi PMA dan PMDN Dasar hukum merupakan sesuatu yang sangat penting dalam sebuah implementasi kebijakan. Dasar hukum tersebut sering dijadikan sebagai sebuah kekuatan hukum dalam sebuah kebijakan. Dasar hukum yang dijadikan landasan dalam Pelaksanaan kegiatan pengawasan investasi PMA dan PMDN oleh bidang pengendalian BKPPMD Provinsi Jawa Barat secara operasioanl berlandaskan kepada : 1. Undang-Undang No 22 Tahun 1999 Jo Undang-Undang No 32 Tahun 2004 tentang pemerintah daerah 2. Undang-Undang No 25 Tahun 2007 tentang Penanaman Modal 3. Peraturan Pemerintah No 38 Tahun 2007 tentang pembagian urusan Pemerintah, Pemerintah Provinsi dan Pemerintah daerah Kabupaten dan Kota. 4. Peraturan Kepala Badan Koordinasi Penanaman Modal No 13 Tahun 2009 tentang pedoman dan tata cara pengendalian pelaksanaan penanaman modal. 5. Peraturan Gubernur No 50 tahunn 1999 tentang Tugas Pokok dan Fungsi BKPPMD Prov Jabar. Apabila memperhatikan landasan hukum tersebut di atas semuanya merupakan komoditas kebijakan pusat yang masih bersifat umum dan belum diturunkan secara teknis oleh BKPPMD Provinsi Jawa Barat dalam bentuk juklak 73
(Petunjuk Pelaksanaan) padahal berdasarkan kajian lapangan dan memperhatikan tugas dan pokok fungsi BKPPMD Provinsi Jawa Barat salah satu tugasnya adalah merumuskan kebijakan penaman modal yang bersifat lebih teknis sebagai pedoman bagi para aparatur daerah instansi penanaman modal Kabupaten dan Kota. Hal ini terlihat selama ini BKPPMD Provinsi Jawa Barat sejak terbentuknya hingga saat ini belum pernah melaksanakan tugas perumusan kebijakan penanaman modal. Secara umum, dan khususnya pembuatan petunjuk teknis tentang tata cara pengendalian atau pengawasan kegiatan investasi PMA dan PMDN baik dalam bentuk Peraturan Daerah maupun Peraturan Gubernur Jawa Barat, padahal instansi penanaman modal di Jawa Barat sangat membutuhkan terbitnya peraturan tersebut sebagai petunjuk teknis dan payung hukum bagi aparatur daerah sebagai pemangku kewenangan Penanaman modal di Kabupaten dan Kota yang akan melakukan kegiatan pengendalian terhadap investasi PMA dan PMDN diwilayahnya. Pernyataan tersebut sesuai dengan hasil wawancara yang dilakukan penulis terhadap salah satu pimpinan PMA yang mengatakan bahwa dalam hal ini tidak adanya Petunjuk Teknis (Juknis) tentang tata cara pengawasan sekaligus pengendalian kegiatan investasi PMA dan PMDN sekaligus untuk payung hukum juga dalam melakukan kegiatan pengawasan dan pengendalian terhadap kegiatan investasi mengenai kejelasan dalam hal kewenangan antara Pemerintah provinsi, maupun Kabupaten dan Kota.
74
Kondisi tersebut menyebabkan instansi penanaman modal daerah Kabupaten dan Kota belum efektif dalam menyelenggarakan kegiatan pengawasan investasi PMA dan PMDN didaerahnya, hal ini tidak sejalan dengan Peraturan Pemerintah No 38 Tahun 2007 di mana kewenangan teknis operasional di bidang penanaman modal berada pada instansi penanaman modal Kabupaten dan Kota. Menurut hemat penulis dengan mengacu kepada Peraturan Gubernur No 50 Tahun 1999 BKPPMD Provinsi Jawa Barat harus segera merumuskan kebijakan penanaman modal di bidang pengendalian investasi PMA dan PMDN dalam bentuk petunjuk teknis tata cara pengendalian investasi PMA dan PMDN sebagai pedoman pemerintah Kabupaten dan Kota se Jawa Barat dalam melaksanakan pengendalian dan pengawasan kegiatana investasi PMA dan PMDN, agar batas kewenangan di bidang penanaman modal antar Pemerintah Provinsi maupun Kabupaten dan Kota menjadi lebih jelas. Dengan melihat hasil wawancara dan menganalisisnya maka penulis mengambil suatu kesimpulan bahwa terlihat jelas bahwa kegiatan pengawasan sekaligus pengendalian yang dilakukan oleh BKPPMD provinsi Jawa barat belum berjalan sesuai dengan yang diharapkan yang sesuai dengan tugas pokok dan fungsi dari BKPPMD sendiri yaitu merumuskan kebijakan penanaman modal yang lebih bersifat teknis. Dalam hal ini permasalahannya adalah tidak adanya Petunuk Teknis (Juknis) tentang tata cara pengawasan dan pengendalian kegiatan investasi PMA dan PMDN yang berdampak juga pada ketidakjelasan batas kewenangan kegiatan investasi antara Provinsi maupun Kabupaten dan kota. 75
4.1.2
Pedoman Kerja Pengawasan BKPPMD Provinsi Jawa Barat dalam kegiatan Investasi PMA dan PMDN Kegiatan pengawasan dan pengendalian pelaksanaan investasi PMA dan
PMDN dilakukan dalam rangka untuk mengetahui sejauh mana perkembangan pelaksanaan penanaman modal oleh investor, apakah sejalan atau tidak dengan Peraturan Perundang-undangan Penanaman Modal yang berlaku. Berdasarkan
hasil
wawancara
penulis
dengan
Staf
Subbidang
Pengendalian mengatakan bahwa, dalam hal ini pedoman kerja atau instrumen pengendalian biasanya petugas tim pengendalian investasi PMA dan PMDN BKPPMD Provinsi Jawa Barat menggunakan beberapa pedoman kerja atau instrument diantaranya adalah: 1. Surat Persetujuan Penanaman Modal Asing (SPPMA) bagi proyek-proyek Penanaman Modal Asing. 2. Surat Persetujuan Penanaman Modal Dalam Negeri (SPPMDN) bagi proyek-proyek Penanaman Modal Dalam Negeri. 3. Laporan Kegiatan Penamanam Modal (LKPM) yang dibuat oleh proyek PMA dan PMDN. 4. Izin Usaha Tetap (IUT) bagi proyek PMA maupun PMDN Dengan berlandaskan pedoman kerja atau instrumen tersebut di atas, dapat dilihat tingkat realisasi perkembangan pelaksanaan kegiatan proyek-proyek PMA dan PMDN di daerah Kabupaten dan Kota. Perkembangan proyek-proyek PMA dan PMDN biasanya dikategorikan kedalam 3 jenis tahapan yaitu : 76
1. Tahap Perencanaan yaitu tahapan dimana proyek PMA dan PMDN baru mendapat surat persetujuan pemerintah yang merupakan izin perinsip dan harus dilanjutkan dengan pelaksanaan permohonan izin-izin di daerah seperti izin lokasi, dan hak atas tanah, izin mendirikan bangunan, dan izin undang-undang gangguan serta izin lain yang diperlukannya. 2. Tahap Kontruksi/bangunan, yaitu tahap melakukan pembangunan fisik pabrik dan fasilitas fisik lainnya yang dapat menunjang kelancaran kegiatan operasional industri. 3. Tahap Produksi/Komersil, yaitu tahap dimana proyek PMA dan PMDN melakukan uji coba produksi dan selanjutnya melakukan produksi komersil sebagai realisasi proyeknya sesuai dengan rencana dan jadwal proyek yang telah ditentukan. Pengawasan
ini
melihat
berdasarkan
keberadaan
pedoman
pengawasan. Kita tahu bahwa pengawasan preventif dimaksudkan
kerja untuk
mencegah terjadinya penyimpangan dalam pelaksanaan kegiatan. Pengawasan preventif ini biasanya berbentuk prosedur yang harus ditempuh dalam pelaksanaan kegiatan. Dalam kenyataannya BKPPMD Provinsi Jawa Barat dalam tugasnya yaitu pengawasan pada kegiatan investasi PMA dan PMDN berdasarkan pada pedoman kerja pengawasan yang telah ada. Dengan demikian penulis berkesimpulan bahwa dalam hal pedoman kerja pengawasan yang dilakukan BKPPMD Provinsi Jawa Barat pada kegiatan investasi PMA dan PMDN tidak ada permasalahan. Ketersediaan Pedoman Kerja
77
Pengawasan memudahkan BKPPMD dalam melaksanakan tugas pokok dan fungsinya.
4.1.3
Sanksi-Sanksi Terhadap Pembuat Kesalahan dalam Pengawasan BKPPMD Provinsi Jawa Barat dalam kegiatan Investasi PMA dan PMDN Sanksi merupakan hal yang harus selalu ada di dalam suatu kegiatan baik
itu kegiatan yang dilakukan dalam suatu pemerintahan maupun swasta berupa tindakan tegas karena melanggar peraturan atau perjanjian yang sebelumnya telah disepakati bersama. Dalam hal ini apabila dikaitkan dalam tindakan atau langkah-langkah yang dilakukan oleh BKPPMD Provinsi Jawa Barat dalam hal pengawasan kegiatan investasi merupakan langkah tindak pemerintah yang dikenakan kepada perusahaan PMA dan PMDN yang melaksanakan kegiatan investasinya tidak sesuai atau melanggar Peraturan Perundang-undangan Penanaman Modal. Pengaturan mengenai sanksi terhadap perusahan yang melanggar atau tidak sesuai diatur dalam peraturan kepala BKPM RI No 13 tahun 2009 Pasal 20. Berdasarkan peraturan diatas perusahaan yang melanggar Peraturan Perundangundangan Penanaman Modal dapat dikenakan sanksi administratif jenis sanksi yang dikenakan oleh pemerintah terhadap perusahaan PMA dan PMDN adalah sebagai berikut: 1. Peringatan tertulis 2. Pembatasan kegiatan usaha 78
3. Pembekuaan kegiatan usaha/fasilitas penanaman modal atau 4. Pencabutan kegiatan usaha dan atau fasilitas penanaman modal (pasal 21 Peraturan Kepala BKPM RI no 13 tahun 2009) Dalam kesempatan ini penulis melakukan wawancara dengan pihak BKPPMD Provinsi Jawa Barat bermaksud untuk mencari tahu pelaksanaan sanksi-sanksi yang sudah diatur untuk perusahaan PMA dan PMDN yang melakukan pelanggaran. Hasil wawancara tersebut mengatakan bahwa Dalam implementasi pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan PMA dan PMDN pada setiap tahapan kegiatan investasi penerapan sanksi belum dilakukan secara tegas, baik yang dilakukan oleh BKPM RI, BKPM Provinisi Jawa Barat maupun instansi penanaman modal kabupaten dan kota. Keabsahan suatu data dalam penelitian ini lebih diutamakan oleh penulis, untuk itu penulis melakukan wawancara lanjutan terhadap orang yang berbeda namun tetap masih dalam ruang lingkup BKPPMD Provinsi Jawa Barat hanya sekedar untuk
mempertanyakan kebenaran
pernyataan hasil
wawancara
sebelumnya sekaligus hanya bersifat meminta penjelasan, beliau mengatakan hal tersebut memang ada dan terjadi hal seperti itu, dalam hal ini dikarenakan adanya faktor pertimbangan politis yang menjadi permasalahan, yaitu apabila perusahaan PMA dan PMDN yang melakukan pelanggaran dikenakan sanksi secara tegas katakan pemerintah memberikan sanksi pencabutan kegiatan usaha akan berdampak atau konsekuensi logisnya adalah terjadinya pemutusan hubungan kerja (PHK) besar-besaran dan bagi pemerintah menjadi problem solving yang pemecahannya perlu pertimbangan politis. Karena salah satu tujuan kegiatan 79
pengembangan investasi di daerah adalah menyerap tenaga kerja yang sebanyakbanyaknya guna meningkatkan pendapatan dan daya beli masyarakat. Dari beberapa pernyataan yang diperoleh dari hasil wawancara, diatas, penulis menganalisa bahwa pihak BKPPMD Provinsi Jawa Barat tidak bisa bertindak tegas dalam hal penerapan sanksi-sanksi yang telah ditentukan, dikarenakan melihat berbagai macam pertimbangan. Disamping sisi tujuan dari kegiatan pengembangan investasi sangat penting yaitu menyerap tenaga kerja yang sebanyak-banyaknya guna meningkatkan pendapatan dan daya beli masyarakat, disisi lain peraturan harus tetap berjalan yaitu sanksi bagi perusahaan PMA dan PMDN yang melanggar perjanjian sebelumnya. Dengan demikian penulis berkesimpulan bahwa dalam hal pelaksanaan sanksi bagi perusahaan PMA dan PMDN yang tidak sesuai atau melanggar perjanjian sebelumnya tidak berjalan sesuai dengan yang diharapkan dikarenakan ketidak tegasan dari pihak BKPPMD Provinsi Jawa Barat yaitu yang menjadi permasalahan adanya faktor pertimbangan politis. Dengan kata lain dari pihak BKPPMD tidak mau gegabah dalam hal memberikan sanksi kepada perusahaan PMA dan PMDN. 4.1.4
Pengorganisasian Segala Macam Kegiatan dalam Pengawasan BKPPMD Provinsi Jawa Barat dalam Kegiatan Investasi PMA dan PMDN Pengorganisasian merupakan langkah strategis dalam rangka pelaksanaan
program kegiatan pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan proyek-proyek PMA dan PMDN di Kabupaten dan Kota. Pengorganisasian Tim pengendalian 80
dilandasi oleh tugas pokok dan fungsi BKPPMD Provinsi Jawa Barat yang diatur dalam Peraturan Gubernur No. 50 Tahun 2009. Sejak Era Reformasi kedudukan dan wewenang BKPPMD Provinai Jawa Barat mengalami perubahan karena kewenangan Penanaman Modal sebagian besar diserahkan kepada Daerah Kabupaten dan Kota sejalan dengan UU No 22 Tahun 1999 Jo UU 32 Tahun 2004 Tentang Otonomi Daerah kondisi ini menjadikan peran dan kedudukan BKPPMD Provinsi Jawa Barat bersifat regulatif dan koordinatif, teknis operasional dan direck services kepada investor menjadi kewenangan Pemerintah Kabupaten dan Kota. Akan tetapi dalam realisasinya pengorganisasian tim pengendalian peran BKPPMD masih dominan dan daerah kurang dilibatkan maka nampaknya berjalan masing-masing. Hubungan manajemen antara Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten dan Kota seolah-olah terputus padahal otonomi daerah tidak berarti khirarchi manajemen terputus, tetapi memberikan kewenangan seluas-luasnya kepada daerah untuk membangun daerah sendiri tanpa intervensi Pemerintah dan Pemerintah Provinsi dimana fungsi koordinasi antar Pemerintah Provinsi dan Pemerintah Kabupaten dan Kota harus tetap dipelihara, sehingga peraturan yang diciptakan oleh daerah dalam rangka pelaksanaan Undang-undang No 25 tahun 1999 tentang Penanaman Modal tidak bertentangan dengan Undangundang Penanaman Modal itu sendiri. Selama ini pengorganisasian tim pengendalian berdasarkan pengamatan penulis dilandasi oleh Surat Tugas Kepala BKPPMD Provinsi Jawa Barat Kepada
81
Staf Bidang Pengendalian salah satu contoh Surat Tugas No 090/843/Pengdal, tertanggal April 2011 kepada 6 orang staf Bidang Pengendalian. Menurut hemat penulis dengan memperhatikan tugas pokok dan fungsi seharusnya pengorganisasian tim pengendalian dilandasi oleh Surat Keputusan Kepala BKPPMD Provinsi Jawa Barat selaku penanggungjawab team, ketua pelaksana bidang pengendalian, sekertaris tim kepala subid pengendalian, para anggotanya adalah: para staf bidang pengendalian, staf instansi penanaman modal Kabupaten dan Kota, staf lembaga teknis terkait baik yang ada di Provinsi maupun daerah agar fungsi koordinasi dan peran serta kedudukan BKPPMD sebagai badan koordinator lebih jelas dan akan dapat terjaminnya keselarasan tugas dan keserasian kerjasama antara BKPPMD dengan stakeholder terkait. Dengan demikian penulis berkesimpulan bahwa
pengorganisasian tim
pengendalian tidak berjalan dengan apa yang seharusnya. Di karenakan Peran BKPPMD Provinsi Jawa Barat masih dominan dan daerah kurang dilibatkan maka nampaknya berjalan masing-masing. dikarenakan tidak adanya penjelasan dan petunjuk teknis yang mengatur mengenai kedudukan antara pihak pemerintah provinsi dengan pemerintah kabupaten dan kota.
4.1.5
Sistem Koordinasi Pelaporan dan Pemeriksaan dalam Pengawasan BKPPMD Provinsi Jawa Barat dalam Kegiatan Investasi PMA dan PMDN Pengawasan yang dilaksanakan oleh Badan Koordinasi Promosi dan
Penanaman Modal (BKPPMD) Provinsi Jawa Barat yaitu pengawasan sekaligus 82
pengendalian terhadap pelaksanaan kegiatan investasi PMA dan PMDN di Kabupaten dan Kota yang ada di Jawa Barat. Pengendalian yang dimaksud yaitu pengendalian yang di atur dalam tata cara dan pedoman pengendalian pelaksanaan penanaman modal yang meliputi, kegiatan pemantauan, pembinaan dan pengawasan dengan harapan agar pelaksanaan kegiatan penanaman modal sesuai dengan ketentuan peraturan peundang-undangan penanaman modal yang berlaku. (Peraturan Kepala BKPM RI No 13 tahun 1999). Mekanisme Pengendalian dilakukan antara lain dengan cara Preventif yaitu Pengendalian yang dilakukan kepada perusahaan PMA dan PMDN lebih bersifat pembinaan, terutama kepada perusahaan-perusahaan PMA dan PMDN yang baru mendapatkan Surat Persetujuan Pemerintah, diberikan bimbingan teknis tentang langkah-langkah selanjutnya yang harus dilakukan melalui pelaksanaan program sosialisasi dan bimbingan teknis penanaman modal. Dalam 1 tahun dilaksanakan 3 kali kegiatan yang dikoordinasikan dengan perangkat daerah penanaman modal Kabupaten dan Kota yang akan dijadikan tempat kegiatan sosialisasi dan bekerjasama dengan Badan Koordinasi Wilayah (BAKORWIL) Jawa Barat, seperti: Bakorwil Cirebon, Bakorwil Priangan Timur (Garut), Bakorwil Bogor dan Bakorwil Purwakarta. Maksud dan tujuan diselenggarakan sosialisasi dan bimbingan teknis penanaman modal, yaitu: 1. Bagi para aparatur Penanaman Modal Kabupaten dan Kota diharapkan dapat memahami peraturan perundang-undangan penanaman modal yang 83
berlaku sehingga dapat berperan sebagai fasilitator bagi para perusahaan PMA dan PMDN yang akan menanamkan modalnya di daerah Kabupaten dan Kota yang bersangkutan dan mampu melayani secara professional kepada para pengusaha PMA dan PMDN. 2. Bagi para perusahaan PMA dan PMDN tentu diharapkan mengetahui, memahami
semua ketentuan-ketentuan atau
peraturan perundang-
undangan penanaman modal yang berlaku, sehingga dalam melaksanakan kegiatan investasi PMA dan PMDN tidak terjadi penyimpanganpenyimpangan yang tidak diharapkan serta memahami kewajibannya untuk menyampaikan Laporan Kegiatan Penanaman Modal (LKPM). Tujuan yang diharapkan dari diselenggarakan sosialisasi dan bimbingan teknis penanaman modal yaitu dalam rangka mewujudkan: 1. Perkembangan kegiatan investasi PMA dan PMDN yang berwawasan lingkungan. 2. Meningkatkan kesadaran para investor PMA dan PMDN dalam memenuhi kewajiabnnya. 3. Terciptanya iklim investasi PMA dan PMDN yang kondusif. Adapun penyelengaraan sosialisasi dan bimbingan teknis Penanaman Modal pada tahun anggaran 2011 adalah sebagai berikut: Table 4.1 Kegiataan Sosialisasi dan Bimbingan Teknis Penanaman Modal Bulan Lokasi Peserta Perusahaan Aparat Mei 2011 Bakorwil Cirebon 120 30 Juni 2011 Bakorwil Bogor 120 30 Juli 2011 Bakorwil Purwakarta 120 30 Sumber: Subbagian Pengendalian BKPPMD Prov Jabar 84
Disamping penyelenggaraan sosialisasi dan bimbingan teknis, juga dilakukan pemerikasaan administrasi dan pemantauan perkembangan kegiatan seperti halnya pengurusan izin-izin daerah, bagi perusahaan PMA dan PMDN yang mengalami kesulitan akan difasilisitasi dan biasanya mendapat bimbingan dan dibantu hingga diperolehnya perijinan daerah yang dikehendaki. Permasalahannya adalah Pemerintah Pusat (BKPM RI) selaku pemangku kewenangan yang berhak menerbitkan Surat Persetujuan Penanam Modal Asing dan Penanam Modal Dalam Negeri (SP PMA dan PMDN) terkadang tidak menyampaikan tembusan SP PMA dan SP PMDN ke Pemerintah Provinsi (BKPPMD Provinsi Jawa Barat).. Padahal SP PMA dan SP PMDN yang diterbitkan oleh Pemerintah merupakan alat atau instrument untuk bahan informasi yang dijadikan tolak ukur suatu perusahaan dalam melaksanakan perencanaan investasinya disuatu daerah. Dimana dalam Surat Persetujuan (SPPMA dan PMDN) dapat diperoleh informasi tentang: 1. No kode proyek 2. No Surat Persetujuan 3. Nama Perusahaan dan Alamat Perusahaan 4. Bidang usaha yang diminati 5. Struktur permodalan 6. Modal sendiri 7. Modal pinjaman 8. Jadwal kegiatan proyek 85
9. Rencana produksi dan kapasitas produksi 10. Rencana pengunaan tenaga kerja 11. Rencana pemasaran 12. Nama direktur perusahaan 13. Berlakunya surat persetujuan Dari informasi yang diperoleh dari Surat Persetujuan SP PMA dan PMDN yang dimiliki, maka perkembangan kegiatan dapat dipantau, dikendalikan dan diawasi bagi perusahaan yang baru tahap perencanaan. Bagi Perusahaan PMA dan PMDN yang telah mendapatkan Surat Persetujuan Pemerintah setelah 6 (enam) bulan sejak SK diterima perusahaan berkewajiban menyampaikan Laporan Kegiatan Penanaman Modalnya (LKPM). Untuk dapat diketahui kesungguhan perusahaan dalam merealisasikan rencana kegiatan proyeknya. Laporan Kegiatan Penanaman Modal ini sanggat penting sekali bagi kegiatan pengendalian karena realisasi perkembangan kegiatan investasi dapat dilihat melalui cara yaitu dengan memeriksa dan membandingkan antara Surat Persetujuan dengan isi materi Laporan Kegiatan Penanaman Modal (LKPM) yang disampaikan sehingga dapat diketahui informasinya, antara lain: 1. Bagi perusahaan yang bertahap rencana dapat dilihat, apakah izin-izin selanjutnya (izin daerah), seperti izin lokasi dan hak guna tanah, izin mendirikan bangunan, izin kerja tenaga kerja asing bagi yang menggunakan tenaga kerja asing apakah sudah dimiliki atau belum dan izin lainnya yang diperlukan.
86
2. Bagi perusahaan PMA dan PMDN yang bertahap kontruksi/pembangunan dapat dilihat dari pemilikan ijin bangunan setelah dari LKPM menunjukan adanya kepemilikan IMB tentu mencermikan perusahaan PMA dan PMDN ada pada tahap kontruksi, biasanya untuk memastikannya diadakan pemeriksaan lapangan atau check on the spot dan biasanya diperiksa tentang Building (BCR) dengan berpedoman kepada tata ruang daerah kabupaten dan kota yang bersangkutan dimana perusahaan industry dibangun atau lokasi daerah pabrik industi didirikan. Misalnya BCR yang diberlakukan di daerah Kab dan Kota tersebut berdasarkan tata ruang yang diberlakukan 60% bangunan dan 40% penghijauan. 3. Bagi perusahaan PMA dan PMDN yang bertahap produksi/komersil, LKPM merupakan informasi yang sangat penting bagi kegiatan pengendalian, karena dari LKPM yang disampaikan dapat dikaji dan dinilai antara rencana perusahaan dengan realisasi dilapangan apakah perusahaan PMA dan PMDN tersebut benar-benar melakukan kegiatan penanaman modalnya sejalan dengan peraturan perundang-undangan penanaman modal atau tidak. Pemeriksaan administrasi dapat di cros check antara SP PMA dan PMDN dengan LKPM yang disampaikan diantaranya dapat dikaji secara garis besar dapat ditemukan yaitu: 1. Rencana penggunaan modal sudah berapa persen modal sendiri berapa atau modal pinjaman berapa.
87
2. Rencana penggunaan tenaga kerja, yaitu berapa jumlah penggunaan tenaga kerja asing dan berapa jumlah penggunaan tenaga kerja Indonesia. 3. Rencana kapasitas produksi sudah terpenuhi atau belum. 4. Rencana pemasaran ekspor atau dalam negeri 5. Penyelesaian fisik 6. Keterangan perusahaan 7. Perijinan penanaman modal yang dimiliki. 8. Kewajiban perusahaan PMA dan PMDN yang tercantum dalam Surat Persetujuan penanaman modal atau izin usaha atau ketentuan yang berlaku. 9. Permasalahan yang dihadapi oleh perusahaan. Dari faktor-faktor tersebut diatas, dapat dilihat apakah proyek-proyek PMA dan PMDN berjalan sesuai dengan rencana, yaitu sesuai dengan isi materi yang terdapat dalam Surat Persetujuan (SP PMA dan SP PMDN) atau tidak. Apabila tidak sesuai, maka dilakukan pembinaan dan pengarahan agar kegiatan proyek PMA dan PMDN itu sesuai dengan rencana yang tertuang dalam Surat Persetujuan yang telah dimiliki. Dengan demikian penulis berkesimpulan bahwa dalam hal Koordinasi Pelaporan dan Pemeriksaan dalam Pengawasan BKPPMD Provinsi Jawa Barat dalam Kegiatan Investasi PMA dan PMDN berjalan sesuai dengan prosedur yang sudah ditetapkan. Pelaksanaan pembinaan, pengarahan hingga pelaksanaan sosialisasi tidak menghadapi suatu persoalan yang serius.
88
4.2
Pengawasan Represif Pengawasan Represif merupakan salah satu bagian lainnya dari
pengawasan yang ditinjau dari segi waktunya. Pengawasan represif, ini dilakukan setelah suatu tindakan dilakukan dengan membandingkan apa yang telah terjadi dengan apa yang seharusnya terjadi. Dengan pengawasan represif dimaksud untuk mengetahui apakah kegiatan dan pembiayaan yang telah dilakukan itu telah mengikuti kebijakan dan ketentuan yang telah ditetapkan. Apabila dikaitkan dalam dunia pemerintahan, Pengawasan a-posteriori atau pengawasan represif merupakan suatu pengawasan yang dilakukan oleh aparatur pemerintah yang lebih tinggi terhadap keputusan aparatur pemerintah yang lebih rendah. Pengawasan dilakukan setelah dikeluarkannya keputusan atau ketetapan pemerintah atau sudah terjadinya tindakan pemerintah. Tindakan dalam pengawasan represif dapat berakibat pencabutan apabila ketetapan pemerintah tersebut bertentangan dengan peraturan perundang-undangan yang lebih tinggi. Dalam keadaan yang mendesak tindakan dapat dilakukan yaitu salah satunya dengan cara menangguhkan ketetapan yang telah dikeluarkan sebelum dilakukan pencabutan. Dalam pembahasan ini, menjelaskan mengenai Pengawasan Represif oleh Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal Daerah (BKPPMD) Provinsi Jawa Barat dalam kegiatan investasi bidang Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri (PMDN) supaya memberikan kontribusi terhadap pertumbuhan ekonomi khususnya Provinsi Jawa Barat.
89
4.2.1
Perbandingan Hasil Kegiatan dengan Rencana dalam Pengawasan BKPPMD Provinsi Jawa Barat dalam Kegiatan Investasi PMA dan PMDN Pengendalian
merupakan
kegiatan
untuk
melakukan
pemantauan,
pembinaan, dan pengawasan agar pelaksanaan penanaman modal sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan Penanaman Modal yang berlaku. Pengendalian yang dimaksud yaitu pengendalian terhadap Penanaman Modal baik Penanaman Modal Asing
maupun Penanaman Modal Dalam Negeri dilakukan terhadap
proyek PMA dan PMDN mulai dari tahap perencanaan, tahap pembangunan dan tahap produksi atau komersil. Berdasarkan sumber data BKPPMD Provinsi Jawa Barat selama 5 tahun yaitu sejak tahun 2005-2009 total proyek PMA dan PMDN yang harus dikendalikan adalah 1649 proyek, jumlah tersebut merupakan target pengendalian. Untuk mendapatkan gambaran secara rinci penulis sajikan data perusahaan atau proyek-proyek PMA dan PMDN sebagai target kegiatan pengendalian yang direncanakan oleh Bidang Pengendalian selama 5 tahun adalah sebagai berikut: Tabel 4.2 Jumlah Proyek PMA dan PMDN yang Dijadikan Target Pengendalian Selama 5 tahun (2005-2009) Tahun PMA PMDN Jumlah 2005 281 69 350 2006 245 36 281 2007 286 39 325 2008 322 65 387 2009 255 51 306 (Sumber: Subbidang Pengendalian,2011) Dari gambaran table diatas setiap tahun target pengendalian bersifat flukfulatif berdasarkan hasil wawancara dan informasi yang diterima dari pejabat 90
yang bersangkutan sebagai pemangku kewenangan pengendalian hal tersebut dikarenakan bersumber pada Surat Persetujuan Penanaman Modal (SP.PMA dan SP.PMDN)
yang diterbitkan oleh pemerintahan baik yang berstatus PMA
maupun PMDN secara kuantatif setiap tahun berbeda jumlahnya tergantung pada minat Investor yang akan menanamkan modalnya di Provinsi Jawa Barat. Dari jumlah 1649 proyek PMA dan PMDN secara sektoral lebih banyak atau dominan minat Investor lebih tertarik pada sektor sekunder (sektor Industri) dibanding sektor primer (Pertanian dalam arti luas)
dan sektor tersier
(perdagangan dan jasa) hal ini dikarenakan sektor sekunder secara ekonomis lebih prospektif, marketabel, dan profitabel. Dari aspek lokasi yang dipilih tentu daerah yang dianggap strategis yaitu daerah kabupaten dan kota yang dekat dengan ibu kota Negara yaitu Jakarta dengan motif adannya dukungan fasilitas yang memadai baik infrastruktur maupun fasilitas lainnya sebagai penunjang kelancaran pelaksanaan kegiatan Penanaman Modal. Kabupaten dan Kota yang dimaksud seperti halnya; Kabupaten dan Kota Bekasi, Kabupaten Karawang, Kabupaten Purwakarta, Kota Depok, Kabupaten dan Kota Sukabumi serta Kabupaten dan Kota lainnya. Selama 5 tahun (2005-2009) dari target program kegiatan pengendalian investasi PMA dan PMDN se Jawa Barat sebanyak 1649 proyek terealisasi 767 proyek atau sekitar 47%. Adapun ratio perkembangan kegiatan pengendalian oleh Bidang Pengendalian BKPPMD Provinsi Jawa Barat selama 5 tahun tersebut dapat digambarkan pada tabel dibawah ini, adalah sebagai berikut:
91
Tabel 4.3 Realisasi capaian target pengendalian Tahun Jumlah Target Proyek Jumlah Realisasi 2005 350 138 2006 281 137 2007 325 156 2008 373 182 2009 306 154 1649 767 (Sumber: Sub Bidang Pengendalian, 2011)
Tingkat Capai 47 47 47 47 47 47
Dari aspek perencanaan program pengendalian nampaknya dilapangan masih banyak kelemahan yaitu: dalam proses pendataan baik PMA maupun PMDN belum memenuhi kebutuhan tugas pokok dan fungsi kegiatan pengendalian seperti halnya belum tersedianya data berupa jumlah Perusahaan PMA dan PMDN yang dikategorikan tahap perencanaan, Perusahaan PMA dan PMDN yang dikategorikan tahap pembangunan serta Perusahaan PMA dan PMDN tahap produksi/komersil. Kondisi tersebut menyulitkan untuk mendapatkan informasi atau untuk mengetahui jumlah perusahaan atau proyek PMA dan PMDN secara kongkrit yang bertahap perencanaan, jumlah perusahaan PMA dan PMDN yang bertahap pembangunan
dan
jumlah
perusahaan
PMA
dan
PMDN
bertahap
produksi/komersil padahal menurut hemat penulis instrument data merupakan alat yang sangat vital dan urgen bagi sebuah proses penyusunan perencanaan program kegiatan pengendalian agar hasilnya dapat dijadikan sebuah pedoman yang akurat dan dapat dievaluasi secara tepat tanpa data yang informatif tentu hasil kegiatan pengendalian tidak akan terlaksana secara efektif. Berdasarkan hasil pengamatan dilapangan nampaknya fungsi koordinasi masih lemah karena proses penyusunan perencanaan masih didominasi oleh unit 92
kerja Bidang Pengendalian belum melibatkan Stakeholder yang terkait khususnya Lembaga Teknis Penanaman Modal yang berada di Kabupaten dan Kota Provinsi Jawa Barat, demikian juga dengan Instansi Teknis terkait tentu hal ini tidak sejalan dengan nomenklatur lembaga teknis BKPPMD Provinsi Jawa Barat yang berfungsi sebagai Badan Kordinator kegiatan Promosi dan Penanaman Modal di daerah. Implikasinya
terhadap
hasil
penyusunan
perencanaan
program
pengendalian yang belum mengakomodir masukan-masukan dan pandanganpandangan dari setiap Stakeholder sehingga perencanaan program kegiatan pengendalian terhadap pelaksanaan kegiatan PMA dan PMDN belum sinergis dengan perencanaan program pengendalian Lembaga Teknis Kabupaten dan Kota di Jawa Barat. Menurut hemat penulis seharusnya untuk mendapat hasil penyusunan program kegiatan pengandalian terhadap pelaksanaan kegiatan PMA dan PMDN proses penyusunannya sebaiknya melibatkan Stakeholder atau Lembaga Teknis Penanaman Modal yang ada di Kabupaten dan Kota yang wilayahnya dijadikan tempat berinvestasi dengan harapan diperolehnya sinergitas, keserasian program yang dirumuskan. Sehingga sesuai dengan kedudukan dan peran BKPPMD Provinsi Jawa Barat sebagai unit organisasi kordinator Promosi dan Penanaman Modal (Peraturan Gubernur No 50 Tahun 2009). Dengan demikian penulis berkesimpulan bahwa dalam hal pengawasan BKPPMD terhadap kegiatan investasi PMA dan PMDN dengan cara membandingkan hasil kegiatan dengan rencana yang sudah di rencanakan 93
sebelumnya, pencapaiannya belum maksimal dan sesuai dengan target yang diharapkan dikarenakan permasalahan dalam hal seperti halnya belum tersedianya data berupa jumlah Perusahaan PMA dan PMDN yang dikategorikan tahap perencanaan, tahap pembangunan, dan tahap produksi/komersil, lalu fungsi koordinasi masih lemah karena proses penyusunan perencanaan belum melibatkan Stakeholder yang terkait khususnya Lembaga Teknis Penanaman Modal yang berada di Kabupaten dan Kota.
4.2.2
Penyebab Terjadinya Penyimpangan dalam Pengawasan BKPPMD Provinsi Jawa Barat dalam Kegiatan Investasi PMA dan PMDN Dalam setiap tindakan baik itu pengawasan maupun pengendalian
terhadap suatu organisasi maupun perusahaan tidak akan pernah luput dengan namanya mencari penyebab dari suatu hasil yang tidak diharapkan. Hal tersebut penting untuk melakukan perbaikan kearah yang lebih baik. Dalam hal ini tim pengendalian dan pengawasan terhadap pelaksanaan kegiataan penanaman modal yang dilakukan oleh BKPPMD terhadap baik PMA maupun PMDN di daerah, mereka harus siap bertanggungjawab dengan cara memberikan laporan berupa hasil pelaksanaan baik hasilnya baik maupun buruk. Penulis dalam hal ini melakukan wawancara dengan Staf Subbidang Pengendalian BKPPMD, bermaksud untuk menanyakan soal permasalahan yang terjadi terhadap pengendalian yang bersifat administratif maupun lapangan adalah sebagai berikut:
94
1. Perusahaan PMA dan PMDN tidak menyampaikan alamat yang sebenarnya atau pinjam alamat khususnya bagi perusahaan PMA dan PMDN yang tahap perencanaan. 2. Pengisian LKPM belum sesuai dengan ketentuan yang berlaku dan penyampaian yang terlambat. 3. Penggunaan tenaga kerja asing melebihi perencanaan. 4. Pemilikan ijin daerah yang belum lengkap. 5. Melaksanakan perluasan baik fisik maupun peningkatan produksi belum melaksanakan pengurusan ijin usaha tetep (IUT). 6. Belum tercapainya kapasitas produksi atau melebihi kapasitas produksi. 7. Mesin dilapangan belum sesuai dengan master list yang dimiliki 8. Pembangunan proyek belum sesuai dengan jadwal kegiatan proyek 9. Water treatment belum sesuai dengan amdal. 10. Dalam rangka alih teknologi tenaga kerja asing tidak menyampaikan job diskripsi, sehingga tenaga pendamping tidak mengetahui uraian tugas yg sebenarnya. Gambaran tersebut di atas menurut hemat penulis merupakan kondisi permasalahan dilapangan yang terjadi pada unit kerja bidang pengendalian BKPPMD Provinsi Jawa Barat bahwa tugas-tugas kegiatan pengendalian dan pengawasan Investasi PMA dan PMDN dari mulai perencanaan program dan pelaksanaan kegiatan program pengendalian dan pengawasan belum efektif hal ini dikarenakan lemahnya fungsi koordinasi baik pada pelaksanaan pengendalian dan pengawasan secara preventif maupun pengendalian secara represif. 95
Dalam hal ini juga diperlihatkan adanya gambaran secara ril dilapangan berdasarkan obeservasi, bahwa jumlah perusahaan PMA dan PMDN yang memiliki kewajiban sesuai dengan Amanah Undang Undang No 25 tahun 2009 tentang Penanaman Modal baru mencapai 10 % artinya sebagian besar masih terdapat perusahaan PMA dan PMDN dalam mengelola kegiatan operasional proyek PMA dan PMDN di daerah belum memenuhi amanah Peraturan Perundang-undangan Penanaman Modal yang berlaku. Kondisi ini berarti hasil tujuan pengendalian dan pengawasan belum optimal padahal berdasarkan teori tujuan dari kegitaan pengendalian dan pengawasan yang dikemukakan oleh masri pada bab I hal 8 adalah: Mencegah dan memperbaiki kesalahan, penyimpangan, ketidaksesuaian dalam pelaksanaan tugas yang dilakukan. Agar pelaksanaan yang dilaksanakan sesuai dengan rencana yang telah ditetapkan sebelumnya. (Masry,2004:61) Sejalan dengan konsep tujuan pengawasan yang dikemukakan masri, BKPPMD Provinsi Jawa Barat telah melaksanakan upaya pencegahan dan upaya mengeliminasi atau mengurangi penyimpangan-penyimpangan kegiatan Investasi PMA dan PMDN di daerah melalui kegiatan sosialisasi Peraturan Perundangundangan Penanaman Modal dan pembinaan penanaman modal kepada perusahaan PMA dan PMDN selama 3 (tiga) kali dalam satu tahun, akan tetapi hasilnya belum optimal oleh karena itu guna tercapainya efektifitas kegiatan perlu kegiatan pengendalian dan pengawasan Investasi PMA dan PMDN baik yang bersifat preventif maupun refresif perlu dievaluasi guna untuk meningkatkan 96
perusahaan PMA dan PMDN yang berkembang di Jawa Barat dapat melaksanakan kegiatannya sesuai dengan Peraturan Perundang-undangan yang berlaku. Dengan demikian penulis berkesimpulan bahwa pengendalian dan pengawasan yang dilakukan oleh BKPPMD terhadap kegiatan investasi PMA dan PMDN belum efektif dan oftimal, hal ini dikarenakan lemahnya fungsi koordinasi baik pada pelaksanaan pengendalian dan pengawasan secara preventif maupun pengendalian secara represif yang dilakukan oleh BKPPMD terhadap perusahaan PMA dan PMDN, sekaligus lemahnaya kordinasi antara pihak yang terkait dalam kegiatan investasi baik itu di Pemerintah Provinsi maupun dengan Pemerintah kabupaten atau kota.
4.2.3
Penilaian Terhadap Hasil Kegiatan dalam Pengawasan BKPPMD Provinsi Jawa Barat dalam Kegiatan Investasi PMA dan PMDN Setiap tim pengendalian dan pengawasan terhadap pelaksanaan kegiataan
penanaman modal baik PMA maupun PMDN di daerah, mereka harus menyampaikan laporan hasil tugas lapangannya sebagai bukti bahwa tim telah melaksanakan tugasnya. Laporan merupakan informasi yang disampaikan oleh tim pengendalian dan pengawasan yang memuat data perusahaan dan hasil-hasil temuan yang terjadi dilapangan sebagai pertanggungjawaban tim kepada pimpinan dalam hal ini Kepala BKPPMD Provinsi Jawa Barat sebagai pemberi tugas.
97
Hasil wawancara yang dilakukan oleh penulis terhadap salahsatu pekerja yang berada di BKPPMD Provinsi Jawa Barat menyatakan bahwa proses penilaian terhadap kegiatan pengawasan dan pengendalian yang dilakukan oleh BKPPMD pertama menerima hasil laporan yang disampaikan, yang kedua sekaligus tindak lanjut dari laporan tersebut dilakukan suatu tindakan pengecekan terhadap pelaporan tersebut. Laporan yang disampaikan dilengkapi dengan berita acara pemeriksaan terhadap perusahaan PMA dan PMDN, yang selanjutnya sebagai bahan pokok bahasan rapat untuk menghasilkan putusan sebagai langkah tindak terhadap perusahaan atau proyek PMA dan PMDN yang telah melakukan penyimpanganpenyimpangan atau pelenggaran ketentuan yang berlaku. Untuk mengkonfirmasikan kebenaran pelaksanaan tim pengendalian dan pengawasan terhadap proyek PMA dan PMDN di daerah, biasanya pimpinan meminta penjelasan kepada ketua tim agar menyampaikan penjelasan tentang kondisi proyek-proyek PMA dan PMDN yang telah diperiksa di dalam rapat. Penjelasan yang disampaikan oleh ketua tim merupakan alat cros check yang dilakukan pimpinan terhadap laporan hasil pengendalian dan pengawasan dilapangan sebagai bukti bahwa tim benar-benar telah melakukan kegiatan pengendalian dan pengawasan terhadap proyek PMA dan PMDN di daerah Kabupaten dan Kota yang bersangkutan. Dengan demikian penulis berkesimpulan bahwa pengendalian dan pengawasan yang dilakukan oleh BKPPMD Provinsi Jawa Barat terhadap kegiatan investasi PMA dan PMDN yaitu dalam segi proses kegiatan penilaian 98
terhadap hasil kegiatan dalam pengawasan kegiatan investasi sudah sesuai dengan prosedur. Dari pimpinan BKPPMD tidak hanya menerima hasil laporan semata, namun dilakukan suatu tindakan pengecekan langsung atau cros check sehingga hasil laporannya bisa dipertanggungjawabkan.
4.2.4
Sanksi yang Dilakukan Terhadap Pembuat Kesalahan dalam Pengawasan BKPPMD Provinsi Jawa Barat dalam Kegiatan Investasi PMA dan PMDN Sanksi merupakan hal yang harus selalu ada didalam suatu kegiatan baik
itu kegiatan yang dilakukan dalam suatu pemerintahan maupun swasta berupa tindakan tegas karena melanggar peraturan atau perjanjian yang sebelumnya telah disepakati bersama. Hasil wawancara didapatkan informasi mengenai Permasalahan yang menimbulkan pelanggaran-pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan PMA dan PMDN adalah sebagai berikut: 1. Kurangnya pemahaman Peraturan Perundang-undangan Penanaman Modal. 2. Rendahnya tingkat kesadaran para investor baik PMA maupun PMDN dalam memenuhi kewajibannya. 3. Terbatasnya kemampuan dari para aparatur pemerintah penanaman modal di daerah tentang pengetahuan teknis penanaman modal.
99
4. Motif perusahaan baik asing maupun lokal dalam melakukan kegiatan investasinya masih berorientasi profit orientit dan kurang memperhatikan sosial motif. 5. Sering terjadinya mutasi jabatan dilingkungan instansi penanaman modal di daerah, menyebabkan terjadinya stagnasi pegawai baru yang menguasai pengetahuan teknik penanaman modal. 6. Perusahaan PMA dan PMDN kurang memperhatikan program penempatan pegawai yang khusus menangani tugas-tugas yang berhubungan dengan pengelolaan
administrasi
kegiatan
usahanya
yang
harus
selalu
diinformasikan kepada pemerintah. Berdasarkan hasil wawancara dengan staf Subbidang Pengendalian dan pengawasan di BKPPMD Provinsi Jawa Barat, menyatakan bahwa dari adanya pelanggaran-pelanggaran tersebut, Pegawai Subbagian Pengendalian BKPPMD Provinsi Jawa Barat melakukan cross chek kelapangan yang selanjutnya memberikan surat peringatan kepada Perusahaan PMA dan PMDN, biasanya surat peringatan ini diberikan sebanyak 3 kali, apabila setelah surat peringatan sanksi dilakukan dengan cara diajukan rekomendasi oleh BKPPMD Provinsi Jawa Barat berupa jenis-jenis pelanggaran yang telah dilakukan oleh perusahaan PMA dan PMDN kepada BKPM RI dalam menindak atau memberikan sanksi lebih lanjut terhadap perusahaan PMA dan PMDN. Namun dalam inplementasinya pelanggaran-pelanggaran tersebut di atas yang dilakukan oleh perusahaan PMA dan PMDN penerapan sanksi belum begitu
100
tegas yang dilakukan oleh BKPM RI. Hal ini karena adanya faktor pertimbangan politis yang menjadi permasalahan. Dengan demikian penulis berkesimpulan bahwa Kegiatan pengawasan Represif yaitu pengawasan yang dilakukan oleh BKPPMD dalam kegiatan investasi oleh PMA dan PMDN dalam hal pemberian sanksi terhadap perusahaan yang melakukan pelanggaran belum dilakukan secara tegas oleh pihak BKPPMD Provinsi Jawa Barat. Alasannya sama dengan penjelasan alasan sebelumnya dalam pembahasan sanksi dalam pengawasan preventif yaitu alasan faktor pertimbangan politis yang menjadi permasalahannya.
4.2.5
Pengecekan Kebenaran Laporan yang Dibuat oleh Para Petugas Pelaksana dalam Pengawasan BKPPMD Provinsi Jawa Barat dalam Kegiatan Investasi PMA dan PMDN Kegiatan
pengecekan
merupakan
pemeriksaan
kembali,
kegiatan
pengecekannya dilakukan secara langsung atau bisa saja dilakukan dengan cara meminta laporan dari pihak yang berbeda. Pengendalian penanaman modal atau pelaksanaan kegiatan investasi PMA dan PMDN lebih banyak dilakukan secara preventif dari pada pengendalian atau pengawasan yang bersifat represif. Pengawasan yang bersifat represif biasanya dilakukan bagi proyek-proyek PMA dan PMDN yang melakukan pelanggaran berat seperti halnya terjadi pencemaran atau kurang memperhatikan aspek lingkungan dan biasanya terjadi karena adanya pengaduan-pengaduan masyarakat setempat yang merasa dirugikan karena dampak polusi tanaman di daerah sekitarnya mati, ikan-ikan terdapat di kolam 101
juga mati, dan biasanya terjangkitnya penyakit kulit atau pernapasan yang di derita oleh mereka. Apabila terjadi peristiwa tersebut di atas BKPPMD Provinsi Jawa Barat mengundang mitra kerja terkait untuk membahas permasalahanpermasalahan yang timbul sebagai akibat pelaksanaan proyek PMA dan PMDN di Kabupaten atau Kota dimana proyek tersebut dioperasikan. Dalam rapat koordinasi pembahasan masalah, biasanya di bentuk tim untuk melakukan peninjauan lapangan di daerah Kabupaten dan Kota dimana perusahaan PMA dan PMDN dibangun dalam rangka pencarian atau penggalian informasi baik dari perusahaan itu sendiri atau dari pihak masyarakat di daerah sekitar industri yang didirikan, untuk mendapatkan kebenaran informasi. Untuk memperoleh informasi dari perusahaan dapat dikaji secara administrasi dapat dilihat dari jenis perizinan yang dimiliki baik perizinan pusat maupun perizinan daerah. Sehingga secara legalitas dapat diketahui apakah perusahaan tersebut telah melanggar aturan atau tidak disamping secara administrasi juga diperiksa, dikaji, dievaluasi secara fisik tentang bangunan water tritmen yang dimiliki sudah sesuai dengan rencana amdal atau tidak. Apabila terjadi pelanggaran tim pengendalian akan melakukan langkah-langkah tindak dengan protap-protap yang telah dilakukan dalam ketentuan-ketentuan yang berlaku. Hasil dari pemeriksaan lapangan yang dilakukan oleh tim pengendalian biasanya dibuat dalam Berita Acara Pemeriksaan (BAP) yang ditandatangani oleh pihak tim pengendalian dan pihak perusahaan yang bersangkutan. Dalam Berita Acara Pemeriksaan juga dimuat temuan yang terjadi dalam operasional kegiatan 102
perusahaan PMA dan PMDN tersebut. Salah satu contoh pelanggaran yang dilakukan oleh perusahaan, misalnya pencemaraan lingkungan (tercemarnya air dilingkungan sekitar perusahaan). Bukti pelanggaran tersebut (contoh air yang tercemar) di bawa bersamaan dengan Berita Acara Pemeriksaan (BAP) oleh tim pengendalian. Kemudian tim pengendalian merumuskan rekomendasi yang ditandatangani oleh Kepala BKPPMD Provinsi Jawa Barat untuk disampaikan kepada kepala BKPM RI sebagai bahan pertimbangan untuk mengambil langkahlangkah kebijakan lebih lanjut. Dengan melihat hasil penelitian dan penjelasan di atas, maka penulis berkesimpulan bahwa kegiatan pengawasan yang dilakukan oleh BKPPMD provinsi Jawa Barat dalam hal ini pengecekan kembali terhadap hasil laporan yang diterima sudah diterapkan didalam program kerja dari BKPPMD provinsi Jawa barat, disamping itu.kegiatan pengecekaan kembali sudah sesuai dengan prosedur yang di tetapkan oleh BKPPMD provinsi Jawa Barat.
103
BAB V SIMPULAN DAN SARAN
5.1
Simpulan Berdasarkan hasil penelitian serta analisa peneliti mengenai pelaksanaan
pengawasan kegiatan Investasi Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri di Provinsi Jawa Barat oleh Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman
Modal
(BKPPMD)
Provinsi
Jawa
Barat,
maka
peneliti
mengemukakan kesimpulan sebagai berikut: 1. Pengawasan preventif yang dilakukan oleh BKPPMD Provinsi Jawa Barat dalam kegiatan Investasi PMA dan PMDN di Provinsi Jawa Barat pada dasarnya telah dilakukan dengan baik, namun masih terdapat beberapa kekurangan, yaitu: tidak adanya Petunjuk Teknis (JUKNIS) tentang tata cara pengawasan kegiatan Investasi PMA dan PMDN yang berdampak pada ketidakjelasan batas kewenangan kegiatan Investasi antara Provinsi maupun Kabupaten dan Kota, ada ketidakjelasan dalam hal penerapan sanksi-sanksi kepada perusahaan PMA dan PMDN yang melanggar peraturan, pengorganisasian tim pengendalian tidak berjalan dengan apa yang seharusnya, dikarenakan peran BKPPMD Provinsi Jawa Barat masih dominan dan daerah kurang dilibatkan. 2. Pengawasan represif yang dilakukan oleh BKPPMD Provinsi Jawa Barat dalam kegiatan Investasi PMA dan PMDN di Provinsi Jawa Barat masih terdapat kekurangan, antara lain: belum tersedianya berapa jumlah 104
perusahaan PMA dan PMDN yang dikategorikan tahap perencanaan, tahap pembangunan, dan tahap komersil, fungsi koordinasi masih lemah karena proses penyusunan perencanaan belum melibatkan lembaga teknis penanaman modal yang berada di Kabupaten dan Kota, laporan pelaksanaan tugas tim pengendalian dan pengawasan kegiatan Investasi PMA dan PMDN baru dilakukan secara tertulis dan belum di evaluasi oleh pimpinan untuk mengetahui kinerja tim berdasarkan tingkat struktural.
5.2
Saran-Saran Saran yang akan peneliti berikan bertujuan sebagai bahan masukan bagi
pelaksanaan pengawasan kegiatan Investasi Penanaman Modal Asing (PMA) dan Penanaman Modal Dalam Negeri di Provinsi Jawa Barat oleh Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal (BKPPMD) Provinsi Jawa Barat. Adapun saran peneliti dari hasil penelitian ini adalah sebagai berikut: 1. Dalam pengawasan preventif dalam kegiatan Investasi PMA dan PMDN di Provinsi Jawa Barat oleh BKPPMD Provinsi Jawa Barat sebaiknya sesuai dengan tugas pokok dan fungsi dari BKPPMD Provinsi Jawa Barat yaitu merumuskan kebijakan penanaman modal yang lebih bersifat teknis, pemberian sanksi yang lebih tegas kepada perusahaan PMA dan PMDN dalam rangka meningkatkan kesadaran para pelaku usaha yang melakukan kegiatan investasi di Jawa Barat, dalam pengorganisasian peran daerah lebih dilibatkan agar dapat terjaminnya keselarasan tugas dan keserasian
105
kerjasama antara BKPPMD Provinsi Jawa Barat dengan Stakeholder terkait. 2. Dalam pengawasan preventif dalam kegiatan Investasi PMA dan PMDN di Provinsi Jawa Barat oleh BKPPMD Provinsi Jawa Barat sebaiknya penyusunan program kegiatan pengendalian dan pengawasan terhadap pelaksanaan kegiatan PMA dan PMDN proses penyusunannya melibatkan lembaga teknis penanaman modal yang ada di Kabupaten dan Kota dengan harapan diperolehnya sinergitas, keserasian program yang dirumuskan, meningkatkan fungsi koordinasi antara BKPPMD Provinsi Jawa Barat dan lembaga teknis penanaman modal di Kabupaten dan Kota sebaiknya frekuensi kegiatan sosialisai dan bimbingan teknis penanaman modal lebih ditingkatkan, laporan tim yang telah melakukan tugas lapangan sebaiknya menyampaikan laporan secara lisan dalam pelaksanaan program rapat hasil pengendalian secara terprogram atau terjadwal.
106
DAFTAR PUSTAKA A. Buku-Buku Bohari. 1992. Pengawasan Keuangan Negara. Jakarta: Rajawali Press Certo,
Samuel C. & S. Travis Pearson Prentice Hall.
Certo.
2006.
Modern
Management,
Hasibuan. 1993. Manajemen Dasar, Pengertian dan Masalah. Jakarta: CV Haji Masagung Koontz, Harold & Cyril O’Donnel & Heinz Weihrich. 1986. Manajemen. Jilid 2. Terjemahan: Gunawan Hutauruk. Jakarta: Penerbit Erlangga. Lembaga Administrasi Negara Republik Indonesia. 1996. Sistem Administrasi Negara Republik Indonesia. Jilid II/Edisi Ketiga. Jakarta: Toko Gunung Agung. Lubis. 1985. Pengendalian dan Pengawasan Proyek dalam Manajemen. Jakarta: Ghalia Indonesia Maman Ukas. 2004. Manajemen: Konsep, Prinsip dan Aplikasi. Bandung : Penerbit Agnini. Miles dan Huber Mas. 1992. Analisis Dara Kualitatif (Buku Sumber tentang metode-metode barau). Jakarta: UI Press. Moloeng, L.J. 2000. Metode Penelitian Kualitatif Edisi Revisi. Bandung : PT Remaja Rosdakarya. Mulyadi. 1997. Akutansi Manajemen, Konsep, Manfaat dan Rekayasa. Jogjakarta: STIE YKPN Ndraha. 2003. Kybernologi (Ilmu Pemerintahan Baru) Jilid I. Jakarta: PT Rineka Cipta Ndraha. 2005. Kybernologi: Sebuah Rekontruksi Ilmu Pemerintahan. Jakarta: PT Rineka Cipta Pamudji S. 1985. Kerjasama Antara Daerah dalam Rangka Pembinaan Wilayah. Jakarta: Surya Cipta Setiady, Akbar dan Usman Husaini. 1990. Pengantar Statistika, Edisi kedua, Jakarta: Bumi Aksara. 107
Silalahi, Ulbert. 1992. Studi Tentang Ilmu Administrasi Konsep, Teori dan Dimensi. Bandung: Sinar Baru Algensindo. Situmorang, Viktor dan Jusuf Juhir. 1994. Aspek Hukum Pengawasan Melekat dalam Lingkungan Aparatur Pemerintah. Jakarta: PT Rineka Cipta Siagian. 2005. Fungsi-Fungsi Manajerial. Jakarta: Bumi Aksara Stoner, James A. F. and Edward R. Freeman. 1994. Manajemen. Jilid 2, Edisi Kelima. Alih Bahasa: Wilhelmus W. Bakowatun dan Benyamin Molan. Editor: Heru Sutejo. Jakarta : Intermedia Surianingrat, Bayu, Drs. 1990, Mengenal Ilmu Pemerintahan. Jakarta: PT Rineka Cipta Sugiyono. 2005. Memahami Penelitian Kualitatif. Bandung : Alpabeta Sunariyah. 2006. Pengantar Pengetahuan Pasar Modal. Jogjakarta: AMP YKPN Syafie, Kencana, Inu. 2001. Pengantar Ilmu Pemerintaham. Bandung: PT Refika Aditama Tandelilin, Eduardus. 2001. Analisis Investasi dan Manajemen Portofolio Edisi I. Jogjakarta: BPFE Jogjakarta Winardi. 2000, Manajer dan Manajemen. Bandung: Citra Aditya Bakti
B. Peraturan Perundang-undangan Undang-Undang No 6 Tahun 1968 Tentang Penanaman Modal dalam Negeri Undang-Undang No 11 Tahun 1970 Tentang Penanaman Modal Asing Undang-Undang No 32 Tahun 2004 Tentang Pemerintahan Daerah Undang-Undang No 25 Tahun 2007 Tentang Penanaman Modal Peraturan Daerah No. 16 Tahun 2000 tentang Lembaga Teknis Daerah Provinsi Jawa Barat Peraturan Gubernur Jawa Barat No 50 Tahun 2009 Tentang Tugas Pokok, Fungsi, Rincian Tugas Unit dan Tata Kerja Badan Koordinasi Promosi dan Penanaman Modal Daerah Provinsi Jawa Barat. 108
109