e-Journal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 2 No: 1 Tahun: 2014
PENERAPAN MODEL PEMBELAJARAN KOOPERATIF TIPE OPENENDED BERBANTUAN MEDIA GAMBAR UNTUK MENINGKATKAN KEAKTIFAN DAN HASIL BELAJAR MATEMATIKA SISWA KELAS V SD N.9 PEDUNGAN DENPASAR Oleh I Made Suwandha Jaya 1, I Wayan Wiarta2, I Komang Ngurah Wiyasa3 1,2,3
Jurusan Pendidikan Guru Sekolah Dasar, FIP Universitas Pendidikan Ganesha Singaraja, Indonesia
e-mail:
[email protected],
[email protected],
[email protected]
Abstrak Tujuan penelitian ini adalah (1) mengetahui peningkatan keaktifan belajar matematika melalui Model Pembelajaran Kooperatif tipe Open-Ended Berbantuan Media Gambar, (2) mengetahui peningkatan hasil belajar matematika melalui Model Pembelajaran Kooperatif tipe Open-Ended Berbantuan Media gambar. Berdasarkan pada kajian teori yang dilakukan antara lain Model Pembelajaran Kooperatif tipe Open-Ended Berbantuan Media Gambar, keaktifan belajar, dan hasil belajar matematika, maka model pembelajaran ini cocok digunakan untuk meningkatkan keaktifan belajar dan hasil belajar siswa dalam mata pelajaran matematika di Sekolah Dasar. Penelitian ini dilakukan pada siswa kelas V di SDN 9 Pedungan tahun pelajaran 2014/2015 dengan jumlah siswa yaitu 40 orang, yang dilakukan dalam 2 siklus. Keaktifan belajar siswa diukur dengan lembar observasi, pada pra siklus rata-rata persentase keaktifan sebesar 64% berada pada kriteria kurang aktif, sedangkan pada siklus I sebesar 76% berada pada kriteria cukup aktif, dan pada siklus II sebesar 84% yang derada pada kriteria aktif. Hasil belajar diukur dalam bentuk tes uraian, pada pra siklus rata-rata persentase hasil belajar matematika siswa sebesar 50%, dengan ketuntasan klasikal 45%, pada siklus I sebesar 64%, ketuntasan klasikal 67,5% dan pada siklus II yaitu 74,5% dengan ketuntasan klasikal 82,5%.Jadi hasil penelitian ini membuktikan bahwa Model Pembelajaran Kooperatif tipe Open-Ended berbantuan Media Gambar dapat meningkatkan keaktifan dan hasil belajar matematika pada siswa kelas V di SDN 9 Pedungan tahun pelajaran 2014/2015. Kata Kunci : Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Open-Ended Berbantuan Media Gambar, Keaktifan Belajar, dan Hasil Belajar Matematika
Abstract The purpose of this study is (1) determine the increase in the activity of learning mathematics through the Cooperative Learning Model of Open-Ended Assisted type Media Image, (2) know maths learning outcome through the Cooperative Learning Model of Open-Ended type Assisted Media images. Based on the theoretical study carried out among other types of Cooperative Learning Model of Open-Ended Assisted Media Picture, active learning, and mathematics learning outcomes, the learning model is suitable to increase the activity of learning and student learning outcomes in mathematics in elementary school. The research was conducted on the class V students in SDN 9 Pedungan school year 2014/2015 the number of students is 40 people, who performed in 2 cycles. Activeness of student learning measured by observation sheet,
e-Journal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 2 No: 1 Tahun: 2014 the pre-cycle average percentage of the activity by 64% in the less active criterion, whereas in the first cycle of 76% was quite active in the criteria, and the second cycle of 84%, which derada active on criteria . Learning outcomes measured in the form of the test description, the pre-cycle average percentage of students' mathematics learning outcomes by 50%, with 45% classical completeness, the first cycle of 64%, 67.5% classical completeness and the second cycle is 74.5 % with classical completeness 82.5%.So the results of this study prove that the Cooperative Learning Model of OpenEnded type aided Media Images can enhance the liveliness and mathematics learning outcomes in the fifth grade students at SDN 9 Pedungan school year 2014/2015. Keywords:
Cooperative Learning Model of Open-Ended Type Image Assisted Media, Learning Motivation, and Learning Outcomes Mathematics
PENDAHULUAN Matematika memiliki peran yang sangat penting khususnya di sekolah dasar. Matematika seharusnya menjadi salah satu mata pelajaran yang digemari dan disenangi oleh siswa khususnya di sekolah dasar. Namun demikian, pada kenyataannya mata pelajaran matematika masih merupakan pelajaran yang dianggap menakutkan, membosankan dan sering menimbulkan kesulitan dalam belajar. Matematika dirasakan sebagai momok oleh sebagian siswa di sekolah dasar. Indikasinya adalah masih banyak siswa sekolah dasar mengalami kesulitan dalam belajar matematika (Muhsetyo, 2009:1). Demikian pula halnya yang terjadi di SD N.9 Pedungan Kecamatan Denpasar Selatan pada pembelajaran matematika di kelas V. Berdasarkan hasil wawancara dengan guru mata pelajaran matematika kelas V pada tanggal 14 Juli 2014 Kriteria Ketuntasan Minimal (KKM) sekolah yaitu 60,00. Dari 40 orang siswa kelas V, 32 orang siswa mendapatkan nilai yang masih di bawah KKM. Padahal harapan dari guru wali seluruh siswa mendapatkan nilai tuntas atau sesuai dengan KKM yang ditetapkan. Salah satu penyebab hasil belajar matematika yang masih di bawah kriteria ketuntasan minimal adalah strategi pembelajaran yang diterapkan oleh guru cenderung masih bersifat konvensioal dan kurangnya alat peraga atau media yang mendukung proses pembelajaran. Guru masih mengajar dengan metode konvensional yaitu dengan ceramah dan tanya jawab yang
belum menunjukan penanaman konsep sehingga tidak terjadinya pembelajaran yang bermakna . Guru juga tidak memperhatikan karakter siswa yang berbeda-beda dalam menerima pengetahuan sehingga siswa kurang memperhatikan pembelajaran yang dampaknya hasil belajar siswa menjadi rendah. Melihat kondisi tersebut guru seharusnya merubah pola mengajar yang konvensional menjadi pola ajar yang tidak membosankan salah satunya menggunakan model pembelajaran kooperatif yang mampu meningkatkan semangat belajar siswa dan memaksimalkan potensi akademik siswa. Guru tidak boleh menganggap siswanya sebagai obyek belajar melainkan subyek belajar yang aktif membangun dan mencari pengetahuannya sendiri dan menghasilkan pengalaman bermakna bagi siswa. Guru juga harus menggunakan media belajar yang menarik untuk menarik perhatian siswa karena dengan media yang menarik, pikiran dan kosentrasi siswa akan tertuju pada proses pembelajaran (Sanaky, 2010:5). Pembelajaran yang demikian dapat terwujud dalam model pembelajaran kooperatif tipe Open-Ended berbantuan media gambar. Model pembelajaran kooperatif (Cooperative Learning) adalah kegiatan pembelajaran dengan cara berkelompok untuk bekerja sama saling membantu mengkonstruksi konsep dan menyelesaikan persoalan (Suyatno, 2009 : 51). Dengan kata lain model pembelajaran kooperatif
e-Journal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 2 No: 1 Tahun: 2014 adalah model pembelajaran dengan seting kelompok-kelompok kecil dengan memperhatikan keberagaman anggota kelompok sebagai wadah siswa bekerjasama dan memecahkan suatu masalah melalui interaksi sosial dengan teman sebayanya. Model pembelajaran kooperatif memiliki beberapa tipe, salah satu tipe dari model pembelajaran kooperatif yaitu tipe Open-Ended. Open-Ended merupakan salah satu tipe dari model pembelajaran kooperatif, Poppy (2011:2) menyatakan Open-Ended mempunyai arti masalah terbuka, maksud Open-Ended dalam model pembelajaran ini adalah masalah atau soal-soal matematika yang dirumuskan sedemikian rupa sehingga memiliki beberapa atau bahkan banyak solusi yang benar, dan terdapat banyak cara untuk mencapai solusi itu. Dalam model pembelajaran ini siswa dibentuk dalam kelompok-kelompok kecil dan masing-masing anggota kelompok mempunyai tanggung jawab yang sama untuk menjawab pertanyaan dengan berbagai cara, dan keberhasilan kelompoknya dalam memahami materi dan menjawab soal. Sedangkan media gambar adalah abstrak, tetapi mendekati kenyataan atau objek sebenarnya. Menurut Zainudin (1983;60), diantaara media pendidikan, gambar/ foto adalah media yang paling umum dipakai yang dapat dimengerti dan dinikmati dimana-mana. Karena kesederhanaan, mudah dimengerti, dapat dinikmati, dapat dibuat dan ditentukan dimana-mana, gambar sebagai media sangatlah cocok dan memungkinkan untuk meningkatkan pembelajaran lebih efektif. Dengan menggunakan media gambar maka dapat memungkinkan lebih sesuai dengan perorangan, yang mana para siswa belajar dengan banyak kemungkinan sehingga belajar berlangsung sangat menyenangkan bagi masing-masing individu (Depdiknas 2003:26). Berdasarkan latar belakang tersebut, dilakukan penelitian yang berjudul “Penerapan Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Open-Ended Berbantuan Media Gambar Untuk Meningkatkan Keaktifan dan Hasil Belajar Matematika
Siswa Kelas V SD N.9 Pedungan Denpasar Tahun Pelajaran 2013/2014”. Menurut Gagne dan Briggs melukiskan pembelajaran sebagai “upaya orang yang tujuannya adalah membantu orang belajar” (Aisyah, dkk, 2007), secara lebih terinci Gagne mendefinisikan pembelajaran sebagai “seperangkat acara peristiwa eksternal yang dirancang untuk mendukung terjadinya beberapa proses belajar yang sifatnya internal”. Suatu pengertian yang hampir sama dikemukakan oleh Corey dalam Syarifuddin (2008) bahwa pembelajaran adalah “Suatu proses di mana lingkungan seseorang secara sengaja dikelola untuk memungkinkan ia turut serta dalam kondisi-kondisi khusus atau menghasilkan respon terhadap situasi tertentu. Pembelajaran kooperatif adalah suatu metode pembelajaran yang terencana, terstruktur, dan sistematis dengan memanfaatkan kekuatan sinergi dan kerja kelompok kecil yang heterogen dalam bekerja sama saling menguntungkan melalui penguatan tanggung jawab individu siswa untuk belajar dan bekerja sama menyelesaikan tugas-tugas akademik demi mencapai tujuan belajar bersama secara optimal. Dari definisi tersebut jelaslah bahwa pembelajaran kooperatif menekankan pentingnya proses belajar yang terencana, terstruktur, dan sistematis dan memanfaatkan nilai-nilai sosial dalam kerja kelompok saling menghargai dan ketergantungan sosial. Pentingnya pembentukan kelompok kecil yang heterogen menguatkan tanggung jawab dan partisifasi individu dalam belajar kelompok dan penggunaan standar hasil belajar yang tinggi, kompleks, dan bermakna bagi kepentingan dan tujuan bersama. Terdapat enam langkah utama atau tahapan di dalam pelajaran yang menggunakan pembelajaran kooperatif (Suherman, dkk. 2003). Pelajaran dimulai dengan guru menyampaikan tujuan pelajaran dan memotivasi siswa belajar. Fase ini diikuti oleh penyajian informasi; seringkali dengan bahan bacaan daripada secara verbal. Selanjutnya siswa dikelompokkan ke dalam tim-tim belajar. Tahapan ini diikuti bimbingan guru pada
e-Journal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 2 No: 1 Tahun: 2014 saat siswa bekerja bersama untuk menyelesaikan tugas bersama mereka. Fase terakhir pembelajaran kooperatif meliputi persentasi hasil akhir kerja kelompok, atau evaluasi tentang apa yang telah mereka pelajari dan memberi penghargaan terhadap usaha-usaha kelompok maupun individu. Guna mencapai hasil yang maksimal dalam proses pembelajaran, lima unsur model pembelajaran cooperative learning yang harus diterapkan menurut Lie (2008) Yaitu: (1) Saling Ketergantungan Positif, keberhasilan suatu karya sangat bergantung pada usaha setiap anggotanya. Untuk menciptakan kelompok kerja yang efektif, pelajar perlu menyusun tugas sedemikian rupa sehingga setiap anggota kelompok harus menyelesaikan tugasnya sendiri agar yang lain bisa mencapai tujuan mereka. Prinsip ini memberikan karekteristik kepada masing-masing anggota yang heterogen dalam kelompok suatu perasaan, sikap, nilai-nilai, komitmen, dan keterampilan untuk saling memberi dan menerima secara adil. Prinsip ini dilandasi oleh pemikiran bahwa tidak seorang pun dapat berkembang optimal tanpa bantuan dan kerja sama orang lain.(2) Tanggung Jawab Perseorangan, walaupun dalam belajar kelompok yang dipentingkan adalah aktivitas kelompoknya, tetapi agar tercipta kondisi saling ketergantungan yang saling menguntungkan perlu dipikirkan pula pembagian tanggung jawab individu. Tanpa pembagian tanggung jawab individu mustahil sebuah usaha belajar kelompok dapat berlangsung dengan prinsip saling mengguntungkan. (3)Tatap Muka, setiap kelompok harus diberikan kesempatan untuk bertemu muka dan berdiskusi. Kegiatan ini akan memberikan para pelajar untuk membentuk sinergi yang menguntungkan semua anggota. Inti dari sinergi ini adalah menghargai perbedaan, memanfaatkan kelebihan dan mengisi kekurangan masing-masing. Para anggota kelompok perlu diberi kesempatan untuk saling mengenal dan menerima satu sama lain dalam kegiatan tatap muka dan interaksi pribadi.(4) Komunikasi Antaranggota, ini juga menghendaki agar para pelajar dibekali berbagai keterampilan berkomunikasi. Sebelum menugaskan
siswa dalam kelompok, pengajar perlu mengajarkan cara-cara berkomunikasi. Tidak semua siswa mempunyai keahlian mendengarkan dan berbicara. Keberhasilan suatu kelompok juga bergantung pada kesediaan para anggotanya untuk saling mendengarkan dan kemampuan mereka untuk mengutarakan pendapat mereka.(5) Evaluasi Proses Kelompok, dalam penilaian, siswa mendapat nilai pribadi dan nilai kelompok. Siswa bekerja sama dengan metode Cooperative Learning. Mereka saling membantu dalam mempersipakan diri untuk tes. Kemudian, masing-masing mengerjakan tes sendiri-sendiri dan menerima nilai pribadi. Ada beberapa tipe Model Pembelajaran Kooperatif yaitu Tipe Student Teams Achievement Division (STAD), Tipe Numbered Head Together (NHT), Tipe Jig Saw, Tipe Think Pairs Share (TPS), Tipe Open-Ended Sudiarta (Poppy, 2011:2) mengatakan bahwa secara konseptual open-ended problem dapat dirumuskan sebagai masalah atau soal-soal matematika yang dirumuskan sedemikian rupa sehingga memiliki beberapa atau bahkan banyak solusi yang benar, dan terdapat banyak cara untuk mencapai solusi itu. Contoh penerapan masalah Open-ended dalam kegiatan pembelajaran adalah ketika siswa diminta mengembangkan metode, cara atau pendekatan yang berbeda dalam menjawab permasalahan yang diberikan bukan berorientasi pada jawaban (hasil) akhir. Pembelajaran dengan pendekatan Open-ended diawali dengan memberikan masalah terbuka kepada siswa. Kegiatan pembelajaran harus mengarah dan mengantarkan siswa dalam menjawab masalah dengan banyak cara serta mungkin juga dengan banyak jawaban yang benar, sehingga merangsang kemampuan intelektual dan pengalaman siswa dalam proses menemukan sesuatu yang baru. Tujuan dari pembelajaran Openended problem menurut Nohda (dalam Suherman, dkk, 2003;124) ialah untuk membantu mengembangkan kegiatan kreatif dan pola pikir matematika siswa melalui problem posing secara simultan. Dengan kata lain, kegiatan kreatif dan pola pikir matematika siswa harus
e-Journal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 2 No: 1 Tahun: 2014 dikembangkan semaksimal mungkin sesuai dengan kemampuan yang dimiliki setiap siswa. Pendekatan Open-ended memberikan kesempatan kepada siswa untuk menginvestigasi berbagai strategi dan cara yang diyakininya sesuai dengan kemampuan yang dimilikinya untuk mengelaborasi permasalahan. Tujuannya tiada lain adalah agar kemampuan berpikir matematika siswa dapat berkembang secara maksimal dan pada saat yang sama kegiatan-kegiatan kreatif dari setiap siswa terkomunikasikan melalui proses pembelajaran. Inilah yang menjadi pokok pikiran pembelajaran dengan pendekatan Open-ended, yaitu pembelajaran yang membangun kegiatan interaktif antara matematika dan siswa sehingga mendorong siswa untuk menjawab permasalahan melalui berbagai strategi. Pembelajaran dengan Model Openended mengharapkan siswa tidak hanya mendapatkan jawaban tetapi lebih menekankan pada proses pencarian suatu jawaban. Silberman, dkk (2006) mengemukakan bahwa dalam kegiatan matematika dan kegiatan siswa disebut terbuka jika memenuhi ketiga aspek berikut: (1)Kegiatan siswa harus terbuka. Yang dimaksud kegiatan siswa harus terbuka adalah kegiatan pembelajaran harus mengakomodasi kesempatan siswa untuk melakukan segala sesuatu secara bebas sesuai kehendak mereka.(2) Kegiatan matematika merupakan ragam berpikir. Kegiatan matematika adalah kegiatan yang di dalamnya terjadi proses pengabstraksian dari pengalaman nyata dalam kehidupan sehari-hari ke dalam dunia matematika atau sebaliknya.(3) Kegiatan siswa dan kegiatan matematika merupakan satu kesatuan. Dalam pembelajaran matematika, guru diharapkan dapat mengangkat pemahaman dalam berpikir matematika sesuai dengan kemampuan individu. Meskipun pada umumnya guru akan mempersiapkan dan melaksanakan pembelajaran sesuai dengan pengalaman dan pertimbangan masing-masing. Guru bisa membelajarkan siswa melalui kegiatan-kegiatan matematika tingkat tinggi yang sistematis atau melalui kegiatankegiatan matematika yang mendasar untuk melayani siswa yang kemampuannya
rendah. Pendekatan uniteral semacam ini dapat dikatakan terbuka terhadap kebutuhan siswa ataupun terbuka terhadap ide-ide matematika. Keunggulan Pendekatan OpenEnded menurut Poppy (2011) memiliki beberapa keunggulan antara lain: (a).Siswa berpartisipasi lebih aktif dalam pembelajaran dan sering mengekspresikan idenya. (b). Siswa memiliki kesempatan lebih banyak dalam memanfaatkan pengetahuan dan keterampilan matematik secara komprehensif. (c).Siswa dengan kemapuan matematika rendah dapat merespon permasalahan dengan cara mereka sendiri. (d).Siswa secara intrinsik termotivasi untuk memberikan bukti atau penjelasan. (e). Siswa memiliki pengelaman banyak untuk menemukan sesuatu dalam menjawab permasalahan. (2). Kelemahan Pendekatan Open-Ended Disamping keunggulan, menurut Suherman, dkk (2003;133) terdapat pula kelemahan dari pendekatan Open-Ended, diantaranya: (a).Membuat dan menyiapkan masalah matematika yang bermakna bagi siswa bukanlah pekerjaan mudah. (b).Mengemukakan masalah yang langsung dapat dipahami siswa sangat sulit sehingga banyak siswa yang mengalami kesulitan bagaimana merespon permasalahan yang diberikan. (c).Siswa dengan kemampuan tinggi bisa merasa ragu atau mencemaskan jawaban mereka. (d).Mungkin ada sebagaian siswa yang merasa bahwa kegiatan belajar mereka mereka tidak menyenangkan karena kesulitan yang mereka hadapi. Kata media berasal dari bahasa latin dan merupakan bentuk jamak dari kata “medium” yang secara harfiah berarti perantara atau pengantar. Oleh karena itu Winataputra (2007) mengartikan kata media sebagai “segala sesuatu yang membawa informasi dari sumbernya kepenerima”. Sedangkan menurut Association for Educational Communication and Technology (AECT) media adalah semua bentuk dan saluran yang digunakan dalam proses pengajian informasi. Gagne berpendapat bahwa media adalah berbagai jenis komponen dalam lingkungan peserta didik yang dapat merangsang peserta didik untuk belajar. Demikian pula National
e-Journal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 2 No: 1 Tahun: 2014 Education Association (NEA) berpendapat bahwa media adalah segala benda yang dapat dimanipulasikan, dilihat, didengar, dibaca, yang dipergunakan untuk kegiatan tersebut. Dari beberapa definisi diatas dapat disimpulkan bahwa (1) media belajar merupakan segala sesuatu yang dapat digunakan untuk menyalurkan pesan, merangsang pikiran, perasaan, perhatian dan kemauan siswa sehingga dapat mendorong proses belajar, (2) pesan atau bahan ajar yang disampaikan adalah pesan atau materi pembelajara, dan (3) tujuan yang ingin dicapai adalah terjadinya proses belajar pada diri sendiri. Menurut Zainudin (2002;60) menyatakan, diantaara media pendidikan, gambar/ foto adalah media yang paling umum dipakai yang dapat dimengerti dan dinikmati dimana-mana. Karena kesederhanaan, mudah dimengerti, dapat dinikmati, dapat dibuat dan ditentukan dimana-mana, gambar sebagai media sangatlah cocok dan memungkinkan untuk meningkatkan pembelajaran lebih efektif. Hamalik (2004:87) menekankan bahwa faktor kematangan anak, tujuan dan teknik penggunaan media gambar sangat penting. Dari kedua pendapat dapat ditegaskan bahwa gambar adalah media yang mudah didapat dan disenangi anak anak serta dapat dijelaskan dengan katakata sehingga pembelajaran akan berhasil. Kelebihan media gambar sebagai berikut. (1) Sikap konkret; gambar/foto lebih realitas menunjukkan pokok masalah dibandingkan dengan media verbal semata, (2)Gambar dapat mengatasi batasan ruang waktu, (3) Media gambar/foto dapat mengatasi keterbatasan pengamatan, (4) Dapat menjelaskan suatu masalah dalam bidang apa saja, (5) Harga murah dapat serta digunakan, tanpa memerlukan peralatan khusus . Kelemahan media gambar, (1) Hanya menekankan perpepsi indra mata, (2) Benda yang terlalu konplek kurang efektif untuk kegiatan pembelajaran, (3) Ukurannya sangat terbatas untuk kelompok besar. Ada beberapa syarat yang perlu dipenuhi oleh gambar yang baik sehingga dapat dijadikan sebagai media pendidikan yaitu: Autenik dan Sederhana, Ukuran
relative, membesarkan atau memperkecil objek/benda sebenarnya. Dari Tiori-tiori tersebut Model Pembelajaran Kooperatif Tipe Open-Ended berbantuan media gambar merupakan suatu model pembelaja yang diinovasi sedemikian rupa, sehingga pengetahuan siswa dapat di bangun sendiri dan dapat memecahkan masalah dengan berbagai cara dengan membentuk kelompok kecil yang heterogen. Keaktifan belajar siswa merupakan unsur dasar yang penting bagi keberhasilan proses pembelajaran. Keaktifan itu dapat berupa kegiatan fisik yang mudah diamati maupun kegiatan psikis yang sulit diamati. Kegiatan fisik bisa berupa membaca, mendengar, menulis, berlatih keterampilanketerampilan dan sebagainya. Kegiatan psikis misalnya menggunakan pengetahuan yang dimiliki dalam memecahkan masalah yang dihadapi, membandingkan suatu konsep dengan yang lain, menyimpulkan hasil percobaan dan lain sebagainya. Berikut ini dapat dikemukakan beberapa pengertian dari keaktifan belajar siswa: Keaktifan belajar adalah bentuk – bentuk kegiatan yang muncul dalam suatu proses, pembelajaran, baik ekgiatan fisik yang sudah diamati maupun kegiatan psikis yang sulit diambil. Kegiatan fisik diantaranya meliputi membaca, mendengar, menulis, meragakan, dan mengukur. Sedangkan psikis seperti mengingat kembali isi pelajaran, menyimpulkan hasil eksperimen, membangkan suatu konsep yang lain dan sebagainya, (Dimyati dan Moedjiono, 2009:45). Pendapat lain menyatakan bahwa belajar aktif merupakan sebuah kesatuan suatu kumpulan strategi–strategi pembelajaran yang komprehensif. Belajar aktif meliputi berbagai cara untuk membuat peserta didik aktif sejak awal melalui aktivitas – aktivitas yang membangun kerja kelompok dan dalam waktu singkat membuat mereka berfikir tentang materi pelajaran. Terdapat juga teknik – teknik memimpin belajar seluruh kelas, bagi kelompok kecil, merangsang diskusi dan debat, mempraktekkan ketrampilan ketrampilan, mendorong adanya pertanyaan – pertanyaan, bahkan membuat
e-Journal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 2 No: 1 Tahun: 2014 peserta didik dapat saling mengajar satu sama lain, (Silberman, 2006 : 22). Menurut Paul Dierich (dalam Hamalik,2010 : 91) menyatakan bahwa keaktifan belajar dapat dibagi menjadi delapan kelompok, yaitu: Kegiatan – kegiatan visual, Kegiatan – kegiatan lisan, Kegiatan – kegiatan mendengarkan, Kegiatan – kegiatan menulis, Kegiatan – kegiatan emosional, Kegiatan – kegiatan mental, Kegiatan – kegiatan metric, Kegiatan – kegiatan menggambar Menurut Sumantri dan Johan Permana (2006 : 121) menyatakan bahwa terdapat lima ciri-ciri dalam keaktifan belajar siswa sebagai berikut. (a) Keberanian mewujudkan keaktifan, keinginan, dan dorongan pada dirinya. (b)Keinginan dan keberanian siswa untuk ikut serta dalam kegiatan pembelajaran. (c) Adanya usaha dan keaktifan siswa, (d) Adanya keingintahuan besar, (e) Memiliki rasa lapang dada dan bebas Apabila ciri-ciri tersebut muncul dalam proses pembelajaran maka akan membuat siswa menjadi aktif dalam proses belajar mengajar. Gagne dan Briggs (dalam Martinis, 2007:84) menyatakan bahwa faktor-faktor yang dapat menumbuhkan timbulnya keaktifan peserta didik dalam proses pembelajaran yaitu: (1) Memberikan motivasi atau menarik perhatian siswa, sehingga mereka berperan aktif dalam kegiatan pembelajaran, (2) Menjelaskan tujuan intruksional (kemampuan dasar kepada siswa), (3) Mengingatkan kompetensi belajar kepada siswa, (4) Memberikan stimulus (masalah, topik, dan konsep yang akan dipelajari, (5) Memberi petunjuk kepada siswa cara mempelajarinya, (6) Munculnya aktifitas, partisipasi siswa dalam kegiatan pembelajaran, (7) Memberi umpan balik, (8) Melakukan tagihan-tagihan terhadap siswa berupa tes, sehingga kemapuan siswa selalu terpantau dan terukur, (9) Mengumpulkan setiap materi yang disampaikan diakhir pembelajaran. Menurut pandangan psikologi anak adalah makhluk yang aktif. Anak mempunyai dorongan untuk berbuat sesuatu, mempunyai kemauan dan aspirasinya sendiri. Belajar tidak bisa dipaksakan oleh orang lain dan juga tidak
bisa dilimpahkan pada orang lain. Belajar hanya mungkin terjadi apabila anak mengalami sendiri. John Dewey mengemukakan bahwa belajar adalah menyangkut apa yang harus dikerjakan siswa untuk dirinya sendiri, maka inisiatif harus datang dari dirinya sendiri, guru hanya sebagai pembimbing dan pengarah. Menurut teori kognitif, belajar menunjukkan adanya jiwa yang aktif, jiwa mengolah informasi yang kita terima, tidak hanya menyimpan saja tanpa mengadakan transformasi (perubahan). Menurut teori ini anak memiliki sifat aktif, konstruktif, dan mampu merencanakan sesuatu. Anak mampu mencari, menemukan dan menggunakan pengetahuan yang telah diperolehnya. Maka dari banyak pendapat di atas, yang dimaksud dengan keaktifan belajar dalam penelitian ini adalah mampu mengkonstruksi pengetahuannya sendiri dan mampu menampilkan hasilnya dalam wujud respon yang positif melalui kegiatan yang dilakukan siswa dalam proses belajar mengajar. matematika adalah belajar tentang konsep-konsep dan struktur-struktur matematika yang terdapat dalam materi yang dipelajari serta mencari hubunganhubungan antar konsep-konsep dan struktur-struktur matematika tersebut. James dan James (dalam Suherman, 2003) mengatakan bahwa belajar matematika adalah belajar tentang logika mengenai bentuk, suasana, besaran, dan konsepkonsep berhubungan lainnya dengan jumlah yang banyak yang terbagi menjadi tiga bidang, yaitu aljabar, analisis dan geometri. Sementara itu, Johson dan Myklebust (dalam Syarifudin 2008) mengatakan bahwa belajar matematika adalah belajar tentang bahasa simbolik yang fungsi praktisnya untuk mengekpresikan hubungan-hubungan kuantitatif dan keruangan sedangkan fungsi teoritisnya adalah untuk memudahkan berfikir. Salah satu tujuan pembelajaran matematika di sekolah yang sejalan dengan konsep belajar bermakna adalah untuk mempersiapkan siswa agar dapat menggunakan matematika dan pola pikir matematika dalam kehidupan sehari-hari
e-Journal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 2 No: 1 Tahun: 2014 dan dalam mempelajari berbagai ilmu pengetahuan, sehubungan dengan itu siswa memerlukan matematika untuk memenuhi kehidupan praktis dan memecahkan persoalan dalam kehidupan sehari-hari, selain itu agar siswa mampu memahami bidang studi lain, berpikir logis, berpikir divergen (kritis dan kreatif), praktis serta bersikap positif. Menurut Robert M Gagne (dalam arbawa, 2003:15)hasil belajar adalah kapabilitas orang yang memungkinkan beragam ketrampilan.Kapabilitas sesuatu kata yang mengandung arti dimana seseorang mampu (cable) melakukan penampilan-penampilan tertentu. Kapabilitas antara lain : (1) informasi verbal, (2) keterampilan intelektual, (3) strategi kognitif, (4) sikap, (5) keterampilan gerak. Hasil belajar dapat dijadikan tolak ukur berhasil tidaknya proses pembelajaran. Hasil belajar merupakan kecakapan yang sesungguhnya atau hasil yang diperoleh siswa setelah melakukan kegiatan belajar pada periode tertentu (Muhsetyo, 2009 : 120). Menurut Moedjiono (dalam Muhsetyo, 2009:20) ciri-ciri hasil belajar adalah (1) memiliki kapasitas berupa pengetahuan, kebiasaan, keterampilan, sikap serta cita-cita, (2) adanya perkembangan mental dan perubahan jasmani, (3) memiliki dampak pengajaran dan dampak pengiring. Menurut Moedjiono (dalam Sudiarja, 2003:16) mengatakan factor-faktor yang mempengaruhi hasil belajar adalah (1) factor intern, adalah kondisi yang timbul dari dalam diri anak yang terdiri dari factor fisik yaitu kondisi badan sehat, cukup istirahat dan factor psikis yaitu kondisi dari asfek kejiwaan seperti minat, perhatian, kecerdasan, motivasi, kedisiplinan dan ingatan, (2) factor eksternal adalah kondisi yang berasal dari luar diri siswa biasanya berasal dari lingkungan seperti: tempat belajar, alat belajar, waktu, pergaulan, bahan yang dipelajari. Metode Penelitian ini dilaksanakan di SDN 9 Pedungan Tahun Pelajaran 2014/2015. Jenis penelitian yang dilaksanakan oleh penelitian tindakan kelas (PTK) yang
secara umum bertujuan meningkatkan dan memperbaiki kualitas proses pembelajaran di kelas yang bermuara pada peningkatan hasil belajar matematika siswa. Penelitian ini dilaksanakan pada satu kelas yang mempunyai masalah pembelajaran. Adapun subjek dalam penelitian ini adalah siswa kelas V SD N.9 Pedungan yang berjumlah 40 orang siswa. Dimana siswa pada kelas ini terdiri dari 22 orang siswa laki-laki dan 18 orang siswa perempuan. Latar belakang sosial dan ekonomi siswa di kelas ini berbeda antara yang satu dengan lainnya sehingga menghasilkan karakteristik dan kemampuan belajar yang berbeda-beda pula, yang meliputi keaktifan mereka di dalam mengikuti proses pembelajaran, serta hasil belajar yang dihasilkan siswa selama mengikuti proses pembelajaran. Adapun objek dalam penelitian ini adalah keaktifan belajar dan hasil belajar Matematika. Penelitian tindakan kelas ini sebagaimana dinyatakan oleh Stephen Kemmis dan Robin Mc. Taggart (1990) dalam Wardani (2007:58) “merupakan penelitian yang bersiklus, yang terdiri dari: 1) Perencanaan, 2) Aksi/tindakan, 3) Observasi dan evaluasi, dan 4) Refleksi yang dilakukan secara berulang “. Penelitian dilaksanakan dalam beberapa siklus sampai memperoleh hasil yang diharapkan yaitu keaktifan dan hasil belajar siswa yang meningkat. Apabila siklus 1 sudah mencapai target akan tetap dilanjutkan pada siklus ke-2 dengan alasan bahwa Penelitian Tindakan Kelas (PTK), tujuan pokoknya adalah untuk memperbaiki proses belajar mengajar agar lebih baik. Teknik ini digunakan untuk merekam data mengenai keaktifan belajar siswa selama proses pembelajaran berlangsung. Teknik observasi yang digunakan adalah teknik observasi sistematis yakni menggunakan pedoman observasi yang telah tersusun sebagai instrumen pengamatan. Observasi adalah kegiatan pengamatan (pengumpulan data) untuk mengamati seberapa efektif tindakan yang telah mencapai sasaran. Dalam penelitian ini aspek yang diobservasi adalah keaktifan belajar siswa mengenai kerjasama, tanggung jawab, dan mengemukakan ide.
e-Journal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 2 No: 1 Tahun: 2014 Dalam penelitian ini tes yang digunakan untuk pengumpulan data adalah tes dalam bentuk tes hasil belajar, dimana tes hasil belajar akan digunakan untuk mengukur hasil belajar Matematika di akhir pertemuan dan setiap siklus. Tes yang digunakan adalah tes dalam bentuk uraian. dimana tes tersebut merupakan seperangkat alat yang digunakan untuk mengukur hasil belajar siswa hasil belajar yang dibuat oleh guru dengan memperhatikan validitas isi melalui pembuatan kisi-kisi soal. Dalam validitas soal yang dibuat terdapat 20% soal mudah, 60% soal sedang dan 20% soal dengan kriteria sulit. HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN Hasil Pada refleksi awal atau pra siklus, secara keseluruan keaktifan belajar siswa dalam pelajaran matematika berada dalam kriteria kurang aktif. Hal ini dari pengamatan mengenai kerjasama, bertanya, menjawab, dan mengemukakan ide menunjukkan tidak lebih dari 40% dari semua siswa yang aktif melakukannya. Sedangkan dari pencapaian hasil belajar pada pelajaran Matematika sebelum penelitian, didapat hanya 45% tercapai ketuntasan belajar klasikal pada kelas ini, karena dari 40 siswa hanya 8 orang yang mendapatkan nilai di atas KKM yaitu 60. Sementara itu sisanya lagi 34 siswa nilainya berada di bawah nilai KKM dengan rata-rata persentase hasil belajar yaitu 50% Pada siklus pertama hasil pengamatan dengan menggunakan lembar observasi rata-rata persen Keaktifan adalah 60% dari banyak siswa atau sebanyak 24 orang sudah mulai nampak aktif, diperoleh peningkatan keaktifan belajar yang cukup baik dari sebelumnya, yaitu Rata-rata persentase keaktifan belajar siswa mencapai 67,75 %. Hal ini dapat dilihat dari perolehan skor keaktifan belajar saat proses pembelajaran berlangsung mengalami peningkatan dari kategori kurang aktif meningkat menjadi kategori cukup aktif. Sedangkan hasil belajar sudah tercapai peningkatan secara optimal, karena perolehan rata-rata persentase hasil belajar pada tahap pra Siklus PTK hanyalah 50% tetapi pada akhir siklus I sudah
mencapai 64% Ini berarti sudah terjadi peningkatan hasil belajar. Sedangakan untuk ketuntasan belajar belum mencapai 75%, karena hanya baru 25 siswa dari 40 siswa mencapai ketuntasan maksimal atau berada di atas nilai KKM yang ditetapkan, meskipun ada peningkatan ketuntasan klasikal 30% menjadi 67,5% hal ini belum mencapai indikator keberhasilan yang ditetapkan dalam penelitian ini. Pada siklus kedua, hasil pengamatan dengan menggunakan lembar observasi menunjukkan rata-rata persen keaktifan belajar siswa mencapai 81% atau siswa sudah mulai lebih aktif, artinya peningkatan keaktifan belajar yang cukup tinggi dari sebelumnya. Dari perolehan skor keaktifan belajar saat proses pembelajaran berlangsung mengalami peningkatan dari kriteria cukup aktif meningkat menjadi kriteria aktif. Peningkatan juga terjadi pada hasil belajar siswa secara optimal, karena perolehan rata-rata persentase hasil belajar pada siklus I yaitu 64% sedangkan pada akhir siklus II mencapai 74,5% yang berada pada kriteria tinggi. Sedangakan untuk ketuntasan belajar sudah mencapai 82,5%, karena 33 siswa dari 40 siswa mencapai ketuntasan maksimal atau berada diatas nilai KKM yang ditetapkan, meskipun ada peningkatan ketuntasan klasikal dari 67,5% menjadi 82,5%. Berarti hal ini sudah mencapai indikator keberhasilan yang ditetapkan dalam penelitian ini yaitu 75%. Pembahasan Melalui model pembelajaran Model Pembelajaran kooperatif tipe Open-Ended berbantuan Media Gambar. yang berorientasi pada pemecahan masalah bersifat terbuka, serta mengerjakan tugas secara berkelompok, menciptakan kondisi yang membuat siswa dapat aktif berinteraksi dalam proses pembelajaran. Pembelajaran dengan dunia nyata lebih membuat siswa aktif untuk menggali informasi untuk menambah pengetahuan dan pengalaman belajarnya, hal itu yang ditunjukkan saat pembelajaran berlangsung dari observasi yang dilakukan. Dalam penelitian ini setelah dilakukan pengamatan serta dilakukan refleksi selama pelaksanaan penelitian tindakan maka dapat dipaparkan
e-Journal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 2 No: 1 Tahun: 2014 temuannya sebagai berikut : (1) Dari pengamatan melalui lembar observasi selama proses pembelajaran siklus I dan II, maka dapat diperoleh peningkatan rata-rata persentase keaktifan belajar siswa. Mulai dari pengamatan awal sebelum tindakan atau pra siklus rata-rata persentase keaktifan belajar siswa hanya 64 %, sedangkan siklus ke I mulai ada peningkatan rata-rata persentase keaktifan belajar siswa sudah 76 %. Kaeran belum mencapai indikator keberhasilan penelitian ini, maka diputuskan melaksanakan tindakan siklus II dengan perolehan ratarata persentase keaktifan belajar siswa sudah mencapai 84 % atau sudah mencapai indikator keberhasilan yang ditetapkan yang berada pada kriteria aktif. (2) Dari hasil tes yang dilakuakan dalam dua siklus juga menunjukkan adanya peningkatan rata-rata persen hasil belajar siswa. Di awal atau sebelum siklus penelitian ini dilaksanakan dicatat data tentang rata-rata persen hasil belajar siswa 50% dan ketuntasan klasikal hanya 30% atau sekitar 18 dari 40 siswa yang memperoleh skor diatas KKM. Setah adanya tindakan siklus I, maka mulai ada peningkatan rata-rata persen hasil belajar siswa yaitu sebesar 64% dan ketuntasan klasikal 67,5% atau sekitar 27 dari 40 siswa yang sudah memperoleh skor diatas KKM. Pada siklus II dengan memperhatikan refleksi siklus sebelumnya maka dilakukan beberapa perbaikan untuk meningkatkan rata-rata persen hasil belajar siswa. Ratarata persen hasil belajar siswa pada siklus II yaitu 74,5%; dan ketuntasan klasikal mencapai 82% atau sekitar 33 dari 40 siswa yang memperoleh skor diatas KKM. Ini berarti tindakan sampai siklus II dinyatakan sudah sesuai dengan indikator keberhasilan yang ditetapkan yaitu rata-rata persen pada akhir siklus berada pada kriteria tinggi. (3) Pada penelitian tindakan ini melalui Model Pembelajaran Kooperatif tipe Open-Ended berbantuan Media Gambar menunjukkan adanya peningkatan Keaktifan dan hasil belajar siswa dalam pembelajaran Matematika di kelas V SDN 9 Pedungan tahun pelajaran 2014/2015. Namun, dalam tindakan selanjutnya masih diperlukan adanya inovasi pembelajaran
yang sesuai dengan situasi dan kondisi serta kebutuhan belajar peserta didik. PENUTUP Dari hasil penulisan dan pembahasan, maka simpulan yang dapat ditarik dari penelitian tindakan kelas ini adalah sebagai berikut : (1) Terjadi peningkatan akeaktifan belajar siswa dalam mata pelajaran matematika melalui Model Pembelajaran Kooperatif tipe Open-Ended berbantuan Media Gambar pada kelas V SDN 9 Pedungan Tahun Pelajaran 2014/2015. Hal ini berdasarkan dari data observasi yang dilakukan menunjukkan rata-rata persentase keaktifan belajar yang diukur dengan lembar observasi, pada pra siklus sebesar 64% berada pada kriteria kurang aktif, sedangkan pada siklus I sebesar 76% berada pada kriteria cukup aktif dan terjadi peningkatan sebesar 8% pada siklus II menjadi 84% yang tergolong pada kriteria aktif. Hal ini berarti, bahwa pendekatan ini sangat baik digunakan untuk meningkatkan keaktifan belajar matematika. (2) Terjadi peningkatkan rata-rata persen hasil belajar siswa dalam mata pelajaran matematika melalui Model Pembelajaran Kooperatif tipe Open-Ended berbantuan Media Gambar pada kelas V SDN 9 Pedungan Tahun Pelajaran 2014/2015. Hal ini terbukti dari peningkatan rata-rata persen hasil belajar dan peningkatan ketuntatasan belajar secara klasikal. Ratarata persen hasil belajar diukur dengan teknik tes, pada pra siklus rata-rata persen hasil belajar hanya 50% ketuntasan klasikal hanya 45%, pada siklus I terjadi peningkatan, rata-rata persen hasil belajar siklus I adalah 64% dan ketuntasan klasikal menjadi 67,5%, sedangkan terjadi peningkatan yang sangat baik pada siklus II yang rata-rata persen hasil belajar siswa mencapai 74,5% dengan ketuntasan klasikal mencapai 82,5% DAFTAR PUSTAKA Aisyah, Nyimas. dkk. 2007. ”Pengembangan Pembelajaran Matematika Sd”. Jakarta: Dirjen Dikti Departemen Pendidikan Nasional
e-Journal Mimbar PGSD Universitas Pendidikan Ganesha Jurusan PGSD Vol: 2 No: 1 Tahun: 2014 Arbawa, Nyoman.2003. Penerapan Media Belajar Model dan Grafis dalam Mata Pelajaran Ilmu Pengetahuan Alam dalam Peningkatan keaktifan dan Hasil Belajar Siswa Kelas V Sd N.3 Bulian Kecamatan Kubutambahan Tahun Ajaran1999/2000. Skripsi. Jurusan MIPA, STKIP Singaraja. Depdiknas, 2003. Manajemen Peningkatan Mutu Berbasis Sekolah. Pembelajaran dan Pengajaran Kontekstual (Buku 5). Jakarta: Derektorat Jendral Pendidikan Dasar dan Menengah. Dimyati dan Moedjiono. 2009. Belajar dan Pembelajaran. Jakarta : PT Rineka Cipta. Hamalik,Oemar. 2004. Media Pendidikan. Bandung. Alumni -------------------. 2010. Kurikulum dan Pembelajaran. Jakarta : PT Bumi Aksara. Lie, Anita. 2008. Cooperative Learning di Ruang-Ruang Kelas. Jakarta:Grasindo Martinis. 2007. Kiat Membelajarkan Siswa. Jakart: Gaung Persada Press Jakarta. Muhsetyo, Gatot, dkk. 2009. Pembelajaran Matematika SD. Jakarta: Universitas Terbuka. Poppy. 2011. “Model-model Pembelajaran Inovatif”. Tersedia pada http://www.sekolahdasar.net/2011/ 08/model-pembelajaran-openended.html (Diakses tanggal 21 Juni 2014) Sanaky, Hujar. 2010. Media Pembelajaran. Yogyakarta: Kaukaba Dipantara. Silberman, Mel.2006. Yogyakarta: Mandani.
Aktive Learning. Pustaka Insan