U. TINJAUAN PUSTAKA A. Batasan Pengertian Suksesi
Spurr ( 1964 ) menyatakan bahwa suksesi merupakan proses yang tejadi secara terus-menerus yang ditandai oleh perubahan vegetasi , tanah dan iklim mikro dimana proses ini tejadi Emlen ( 1973 ) menyatakan bahwa suksesi merupakan suatu proses dimana suatu masyarakat tumbuhan mencapai suatu keseimbangan dengan melalui tingkat vegetasi dirnana masing-masing tingkat diduduki oleh spesies dominan yang berbeda . Shukla dan Chandel ( 1982 ) menyatakan bahwa suksesi adalah suatu proses universal yang kompleks ,mulai ( awal ) berkembang dan akhirnya stabil pada tingkat klimaks.
Lebh ianjut dikatakan dimana suksesi pada umumnya progresip dan
menghasillcan adanya perubahan habitat dan bentuk kehidupan dalam pertumbuhan tumbuh-tumbuhan . Ewusie ( 1980 ) menyatakan bahwa suksesi adalah produk tumbuhan itu sendii dirnana tumbuh-turnbuhan yang ada di daerah tersebut merubah lingkungan tempat tumbuhnya, iklimnya , sehingga akhirnya lebii cocok untuk spesies lain. Sedangkan Soerianegara dan Indrawan ( 1998 ) menyatakan bahwa proses suksesi adalah perubahan secara bertahap dan berangsur-angsur melalui beberapa tahap invasi oleh tumbuh-tumbuh ,adaptasi ,agregasi ,persaingan dan penguasaan, reaksi terhadap tempat tumbuh dan stabisasi. Perubahan-perubahan bertahap atau proses suksesi ini berlangsung karena habitat tempat tumbuh masyarakat tumbuhan mengalami mo-
oleh beberapa
daya kekuatan alam dan aktifitas organisme berupa perubaban-perubahan pada keadaan sifat fisik dan kimia tanah ,air zat hara dan lain-lain. Tentang adanya perubahan habitat ,dinyatakan bahwa spesies pada komunitas pertama akan mengubah keadaan
tanah
dan
iklim mikro dengan demikian
memungkinkan masuknya spesies kedua yang menjadi dominan dan mengubah keadaan lingkungan dengan cara mengdahkan spesies yang pertama dan ha1 ini
memungkinkan masuknya spesies ketiga demikian seterusnya sampai tingkat klimaks tercapai ( Whittaker, 1970 ; Whitmore , 1986) . Perubahan masyarakat tumbuhan dimulai dari tingkat pionir sederhana sampai pada tingkat klirnaks , dalarn ha1 ini tumbuhan pionir mengubah habitatnya sendiri sehingga cocok untuk spesies baru, keadaan ini berlangsung terus sehingga tingkat klimaks tercapai ( elements, 1928 ;Halle, 1976 ; Ewusie , 1980 ) .
B. Proses Suksesi 1.
Terbentuknya Suatu Komunitas dalam froses Suksesi Whittaker ( 1970 ) menyatakan bahwa perubb-petubahan yang tejadi selama proses suksesi berlangsung adalah sebagai berilcut : a. Adanya perkembangan dari sifat-sifat tanah ,seperti meningkatnya kedalaman tanah, meningkatnya kandungan bahan organik dan meningkatnya perbedaan lapisan horizon tanah .
b. Teqadinya peningkatan dalam tinggi ,kerimbunan dan perbedaan strata dari tumbuh-tumbuhan .
c.
Dengan meningkatnya sifat-sifat tanah dan struktur komunitas, maka produktivitas dan pembentukan bahan organik meningkat .
d.
Keanekaragaman jenis ( species diversity ) meningkat dari komunitas yang
sederhana pada awal tingkat suksesi ke komunitas yang kaya pada akhir suksesi. e.
Populasi meningkat, pergantian suatu populasi oleh populasi lainnya meningkat sampai tingkat yang stabi juga spesies yang berumur pendek digantikan oleh spesies yang berumur panjang .
E
Kestabilan relatif dari komunitas meningkat pada awal komunitas tidak stabii dimana populasi secara cepat digantikan oleh populasi lain .
Sedangkan pa-
da komunitas akhir biasanya stabil dan dikuasai oleh tumbuh-tumbuhan yang berurnur panjang serta komposisi dari komunitas tidak banyak berubah .
Ewusie (1980), menyatakan bahwa ada tiga faktor
yang memegang
peranan penting dalam terbentuknya suatu komunitas yaitu : a. Tersedia kesempatan berkoloni atau bahan-bahan serbuan (invadingmaferiaZ) misalnya benih, buah dan spora-spora. Hal ini merupakan faktor yang sangat penting dalam perkembangan suatu komunitas tumbuhan pada setiap waktu tertentu. Jadi tergantung bahan yang terbawa ke lokasi tersebut . b.
Seleksi pada bahan-bahan yang terseilia secara alam di lingkungan tersebut. Setelah beberapa benih berkoloni dan semai telah mulai hidup pada habitat tersebut, hanya beberapa saja yang dapat toleran terhadap lingkungan dan dapat
tumbuh
dengan baik.
Ligkungan dapat
tidak
baik
untuk
perkecarnbahan beberapa benih d m juga dapat menekan semai-sernai tertentu sampai tidak dapat tumbuh. Tingkat ini adalah tingkat yang kritis, karena secara umum selang toleransi semai lebih sempit daripada tumbuhan yang sudah dewasa.
Tentunya perbedaan lingkungan menghasilkan perbedaan
dalarn tingkat seleksi. Sebagai kasus yang ekstrim misalnya pada permukaan batuan telanjang atau bukit pasir, di sini hanya beberapa jenis saja yang dapat tumbuh. c.
Modifikasi lingkungan oleh tumbuhan.
Dari saat yang akan berkoloni per-
tama tiba pada habitat telanjang tersebut dan mulai bertumbuh, masyarakat tumbuhan mulai memodiiikasi linglcungan. Pengaruhnya dapat ditihat pa& t h p akhir dari perkembangan. Sedangkan Odum ( 1971 ), menyatakan kesamaan/kesejajaran antara suksesi dengan perkembangan organisme-organisme individual sebagai berikut :
a.
Suatu proses yang berlangsung secara teratur / bennutan yang cukup terarah
dan dengan demikian dapat &duga. b.
Terjadi sebagai hasil modifikasi lingkungan fisik oleh komunitas, artinya perkembangan tersebut adalah perkembangan yang dikontrol oleh komunitas .
Mencapai puncaknya di dalam suatu ekosistem yang telah stabil ( disebut juga
c.
ekosistem klimaks, ekosistem yang telah matang) dengan sifat homeostatis ( ekosistem dalam keadaan setimbang dan sehat ) .
Masyarakat hutan adalah suatu sistem yang hidup dan tumbuh, suatu masyarakat yang dinamis. Masyarakat hutan terbentuk secara berangsur-angsur melalui beberapa tahap invasi oleh tumbuh-tumbuhan, adaptasi, agregasi, persaingan dan penguasaan, reaksi terhadap tempat tumbuh dan stabilitasi. Proses
ini disebut suksesi atau sere ( Soerianegara dan Indrawan, 1998 ). Shukla dan Chandel ( 1982 ), mengemukakan sembilan macam tahapan dalarn proses suksesi yaitu :
a. Nudation
: yaitu terbukanya vegetasi penutup tanah
b. Migrmi
: Cara-cara dimana tumbuh-tumbuhan sampai pada daerah
tersebut &atas.
Biji-biji tumbuhan
sampai pada daerah tersebut mungkin
terbawa oleh angin, aliran air dan mungkin pula melalui tubuh hewan tertentu. c. Ececis
: Proses perkecambahan, pertumbuhan, berkembang biak dan
menetapnya tumbuhan baru tersebut.
Sebagai hasil ecesis individu-individu
spesies tumbuh mapan disuatu tempat. d.
Agregation
: Sebagai hasil dari ecesis, individu-individu dari suatu jenis
berkembang dan menghasilkan biji maka biji-biji tersebut akan tersebar pada areal
yang
terbuka
di
sekelilingnya sehingga
tumbuh
mengeiompok
(beragregmi). Ecesis dan agregasi merupakan invasi spesies tersebut. e. Evolution of community reiatiomhip : Proses apabila daerah yang kosong ditempati spesies-spesies yang berkoloni , spesies tersebut akan berhubungan satu sama lainnya. Bentuk hubungan ini kemungkinan akan mengikuti salah satu dari tipe eksploitasi mutualisme dan coexistance .
f. Invasion w
: Dalam proses kolonisasi, biji tumbuh telah beradaptasi dalam
h yang relatif panjang, pada tempat tersebut biji tumbuh dan menetap .
g. Reactzon
: Teqadinya perubahan habitat yang disebabkan oleh tumbuhan
tersebut dengan merubah lingkungannya terutama dengan cara :
1). Merubah sifat d m reaksi tanah
2). Merubah iklim mikro
Reaksi merupakan proses yang terus-menerus dan menyebabkan kondisi kurang cocok bagi spesies yang telah ada dan lebih cocok pada individu yang ban.
Dengan cara demikian reaksi memegang peranan dalam pergantian
spesies . h. Stabilizdion
:
Kompetisi dan reaksi berlangsung terus-menerus ditandai
dengan perubahan lingkungan yang mengakibatkan keadaan struktur vegetasi berubah.
Dalam jangka waktu yang lama, akan terbentuk individu yang
dominan dan perubahan yang tejadipun relatif kecil disamping iklim mempunyai peranan penting dalam membatasi proses ini menjadi stabid. i.
Klimaks
:
Setelah stabilitasi
pada tahap ini spesies yang dominan
mempunyai keseimbangan dengan iingkungannya ,keadaan habitat dan struktur vegetasi relatif konstan karena pertumbuhan jenis dominan telah mencapai batas . Sedangkan Barbour et.al. , ( 1980 ), membedakan urut-urutan suksesi primer adalah sebagai berikut : Nudasi, Migrasj Ecesis, Agregasi, Kompetisi dan Reaksi serta Stabiisasi . Msra ( 1968 ) ,menyatakan bahwa proses suksesi terjadi melalui beberapa tahap yaitu migrasi biji, ecesis, persaingan d m stabilisasi . Sedangkan Clements ( 1928 ) , membedakan enam sub komponen dalam proses suksesi yaitu Nudation , Migration, Ecesis, Competition, Reaction dan Cfimax. Migrasi biji merupakan ha1 yang penting dalam proses suksesi . Soerianegara dan Indrawan (1998) , menyatakan bahwa klimaks asd seperti di Pulau Jawa dan Pulau Sumatera, di Pulau Krakatau tidak tercapai (subklirnaks) karena benih- bed^ yang dibawa di pdau ini terbatas oleh burung, kelelawar d m air . Gates (1949) , menyatakan bahwa proses suksesi bila ecesis tidak diikuti oleh migrasi maka suksesi tidak tejadi.
Clarke (1954) , menyatakan bahwa tumbuh-tumbuhan yang dapat menduduki daerah baru sangat bervariasi. Biji-biji yang tidak dapat bergerak mungkin terbawa oleh angin atau oleh &ran air dari tempat yang jauh dan mungkin pula terbawa oleh tubuh hewan tertentu.
2. Perubahan Masyarakat Tumbuh-tumbuhan dalarn Proses Suksesi Prinsip dasar dalam proses suksesi adalah adanya serangkaian perubahan masyarakat tumbuhan aenis dan strukturnya ) bersamaan dengan habitat tempat tumbuhnya ( Manan, 1979 ).
Sedangkan Emlen ( 1973 ) , menyatakan bahwa suksesi merupakan suatu proses dimana suatu masyarakat turnbuhan mencapai suatu keseimbangan dengan melalui tingkat vegetasi dim-
masing-masing tingkat diduduki oleh spesies
dorninan yang berbeda. Tingkatan-tingkatan
suksesi
menurut
Soerianegara
dan Indrawan
( 1998):
Tingkatan dalam suksesi primer adalah :
a. Vegetasi cryptogarne b. Vegetasi rurnput herba ,semak kecil c. Vegetasi semak belukar d. Vegetasi perdu pohon e. Vegetasi hutan kliiaks Sedangkan tingkatan vegetasi dalam suksesi sekunder adalah tergantung
dari tingkat kerusakan yang terjadi , dapat dimulai dari salah satu tingkatan di bawah ini untuk mencapai klimaks : a. Vegetasi rumput herba, semak kecil b. Vegetasi semak belukar c. Vegetasi perdu pohon dan d. Vegetasi klimaks (hutan).
Suksesi sekunder terjadi apabila klimaks atau suksesi yang normal terganggu atau dirusak misalnya oleh kebakaran, perladangan, penebangan, penggembalaan dan kerusakan-kerusakan lainnya (Soerianegara dan Indrawan, 1998) . Danserau ( 1954 ) dalam Spurr ( 1964 ) rnemperkenalkan lima tingkat suksesi yaitu : a. Tingkat pionir b. Tingkat consolidation ( penyesuaian )
c. Tingkat subklimaks d. T i g k a t quasi klimaks e. Tingkat klimaks Richard ( 1952 ) menyatakan bahwa apabila pohon yang besar mati pohon tersebut akan meninggdkan suatu celah ( "gap" ( bukaan ) d i dalam stratum pohon tersebut.
.
) atau "opening"
Pembentukan suatu celah
menyebabkan perkembangan tumbuhan bawah yang cepat .
Karena dirangsang
pertarnbahan penyinaran d m mungkin oleh berlcurangnya persaingan akar setempat , jenis
-
jenis pohon muda yang intoleran , yang terdapat disekitar
tumbuhan bawah itu akan lebih cepat tumbuh daripada jenis yang toleran. Halle (1976) menyatakan bahwa terdapatnya celah disebabkan karena pohon roboh. Robohnya pohon di hutan. bukan disebabkan karena angin ,ha1 ini terjadi terutarna pada waktu musirn hujan , dimana keadaan tanah menjadi basah dan lunak. Oleh karena itu di hutan , kebanyakan pohon rebah karena tercabut akarnya. Gap di hutan oleh Halle ( 1976 ) selanjutnya disebut Chablis ( bahasa Permcis ) ,yang selanjutnya "'chablis "diibagi menjadi tiga bagian : a. The crown gap ( celah yang disebabkan tajuk pohon )
b. The epicenter ( daerah yang menerima tumbukan batang pohon dan dahandahan besar ) .
c. The periphery around the epicenter ( daerah tumbukan ranting-ranting kecil dan daun ). Pada daerah crown gap, cahaya matahari akan langsung mengenai vegetasi yang ada dan pembentukan hutan akan cepat tanpa melalui tahap pionir. Pada daerah epicenter , tanah akan langsung mendapat cahaya matahari , bahkan pohon-pohon muda banyak yang rusak , karena daerah ini merupakan bagian yang kuat mendapat turnbukan tajuk . Pada daerah epicenter, silvigenesis diiulai dari tumbuhan herba pada waktu selama dua tahun. Batang pohon akan hilang pada waktu sepuluh tahun , tumbuhan herba akan hilang dan digantikan oleh komunitas pionir sarnpai umur 25 tahun komunitas dorninan . tegakan pionir mulai ditumbuhi jenis nomads ,
Di bawah
setelah berumur 30 tahun
komunitas pionir lenyap pada w a . bersamaan , setelah 40
- 50 tahun komunitas
nomads akan berkuasa . Tidak seperti pionir, komunitas nomads tidak mati pada waktu yang bersamaan, oleh karena itu flora akan kaya oleh komunitas nomads. Komunitas nomads dapat hidup 2 100 tahun.
Selanjutnya komunitas nomads
akan mati dan digantikan oleh pohon-pohon jenis k l i m a k s dan flora yang kaya akan jenis.
Komunitas pada chablis akan sama dengan komunitas sekitarnya
+ 200 tahun
-
Sedangkan Aweto ( 1981 ) menyatakan bahwa 'knature forest"
pada
suksesi sekunder akan terbentuk kira-kira 80 tahun. Jika hutan hujan mengalami kerusakan oleh dam atau manusia ( perladangan atau penebangan ) maka suksesi sekunder yang terjadi biasanya dimulai dengan vegetasi rumput atau semak . Kalau keadaan tanahnya tidak banyak menderita kerusakan oleh erosi setelah 15
-
maka
20 tahun akan tejadi hutan sekunder muda, dan sesudah 50 tahun
terjadi hutan sekunder tua yang secara berangsur-angsur akan mencapai klimaks ( Soerianegara dan Indrawan, 1983 ).
Halle (1976) menyatakan bahwa ciri-ciri jenis pohon pionir adalah cepat tumbuh, mempunyai kayu yang ringan, tidak mempunyai banir, berkelompok menempati tempat-tempat yang terbuka . Memproduksi jumlah biji yang banyak
dan dihamburkan dari tempat-tempat yang jauh antara lain dari tepi jalan angkutan, tebing sungai dan kadang-kadang dari suatu gap yang jauh .
Pionir
hidupnya berkelompok dan biji-bijinya membutuhkan cahaya untuk berkecambah . Spesies diversity akan m e ~ n g k a tdari komunitas yang sederhana pada awal suksesi ke komunitas yang kaya pada akhir suksesi ( Whittaker, 1970 ). Species diversity cenderung lebih tinggi didalam komunitas yang lebih tua dan rendah dalam komunitas yang baru terbentuk, kernantapan habitat merupakan faktor utarna yang mengatur keragaman jenis. Pada komunitas yang lebih stabil, spesies diversity lebih besar dari komunitas yang sederhana dan cenderung untuk memuncak pada tingkat permulaan dan pertengahan dari proses suksesi dan akan menurun lagi pada tingkat klimaks ( Ricklefs, 1973 ) .
3.
Perubahan Lingkungan Fisik dalam Proses Suksesi KeUman ( 1970) menyatakan bahwa proses re-vegetasi tidak berhubungan dengan keadaan hara tanah pada penelit-wya di daerah tropik di pegunungan Mindanau Fipina
Tanah yang mengalami suksesi antara 1-27 tahun
tidak
mempengaruhi hara tanah, oleh sebab itu disimpulkan bahwa perubahan kesuburan tanah tidak begitu penting dalam pergantian suksesi. Keadaan lingkungan sekitarnya seperti radiasi dan temperatur udara mempengaruhi p e d a h a n vegetasi.
merupakan faktor yang
Menumtnya kesimputan ini bertentangan
dengan pernyataan yang berulang-ulang , mengenai pentingnya unsur hara yang merupakan faktor yang menentukan jalannya suksesi sekunder pada hutan hujan tropika . Sedangkan Tracey ( 1969 ) menyatakan bahwa faktor fisik tanah tidak mempunyai akibat yang begitu besar dalam menentukan tipe hutan . Goodland dan PoUard ( 1973 )
m e m p d i t k a n hubungan yang erat
diantara struktur vegetasi ( tinggi , luas bidang dasar dan kerapatan ) dengan unsur N ,P dan K pada tanah vegetasi di Cerrado , Brazil Tengah . Pada daerah
ini tejadi perubahan dari vegetasi herba yang rendah kecil dan jarang , menjadi Iebat dimana lapisan tajuk atas 50 % terdiri dari pohon yang tinggi , besar dan pada tanahnya terjadi peningkatan kadar N ,P dan K. Webb ( 1969 ) menyatakan bahwa unsur-unsur kimia terutama N, K dan Ca adalah unsur-unsur yang penting untuk menentukan tipe hutan dan kondisi dari kesuburan tanah yang menitik beratkan pada faktor iklim yang menentukan distribusi dari tipe-tipe vegetasi tertentu. Grubb ( 1977 ) menyatakan bahwa laju pergerakan dari unsur-unsur hara pada tanah pegunungan tropik dapat menambah keterbatasan unsur hara, ia juga berpendapat bahwa keterbatasan s t r u h r dari hutan hujan pegunungan dapat menyebabkan miskinnya suppiy dari N dan P .
Suatu wntoh yang ekstrim dari
respon vegetasi terhadap kondisi tanah adalah rendahnya produktivitas, miskinnya jenis-jenis pohon hutan pada hutan kerangas
di daerah tropika ( Harcombe ,
1980) Richards ( 1952 ) menyatakan bahwa suksesi pada tanah yang kaya hara tidak jauh berbeda dengan tanah yang miskin . Aweto ( 1981') )
menyatakan bahwa penelitian pada tanah-tanah yang
berumur 1, 3, 7 dan 10 tahun setelah perladangan dan pada hutan primer. Peningkatan bahan organik terbatas pada daerah top soil ( 0
-
10 cm ) dan pada
tahun ke sepuluh telah mencapai 78 % dari bahan organik pada hutan primer. Tidak ada perubahan nyata dari nilai pH pada 3 tahun pertama d m setelah itu pH bertarnbah sampai tahun ke sepuluh .
Nilai tukar kation pada lapisan top soil
tidak ada peningkatan yang nyata selama tiga tahun pertama, tetapi terdapat peningkatan pada tahun ke tujuh yang dukuti penurunan pada tahun ke sepuluh. Tidak ada peningkatan yang nyata dari niiai tukar kation pada lapisaan 10-30 cm . Aweto (198121 mengemukakan hubungan timbal balik antara tanah dan vegetasi yaitu memperlihatkan hubungan yang positif antara hara-hara mineral topsoil dan bahan organik tanah dengan ukuran pohon dan penutupan vegetasi.. Penambahan konsentrasi bahan organik dan hara-hara mineral akan menambah biomasa dan penutupan vegetasi. Sebaliknya penambahan yang lebih besar dari
ukuran pohon dan penutupan vegetasi akan menambah timbunan hara mineral dan bahan organik pada tanah-tanah yang kosong, yaitu dengan menghasilkan serasah dan melindungi tanah terhadap penghancuran bahan organik dan hilangnya hara mineral akibat pencucian dan erosi. Implikasi dari hubungan ini menunjukan bahwa pa& tanah-tanah dengan penutupan yang cukup, lebih efisien dalarn perbailcan hara-hara tanah selama suksesi sekunder daripada tanah-tanah yang penutupan tanahnya
kurang juga
untuk
vegetasi
yang
pohon-pohonnya
beregenerasi cepat akan memulihkan kesuburan tanah lebih cepat begitupun sebaliknya. Ewell (1980) menyatakan bahwa di daerah tropika yang mempunyai musim kering yang periodik, suksesi lebii cepat terjadi pada musim hujan tetapi proses ini sebagian terjadi juga pada musim kering.
Pada setiap sistem ini ,
beberapa struktur vegetasi yang terjadi mang selama m u s h kering selanjutnya. Proses tersebut berlangsung terus sampai struktumya mempunyai perubahan yang stabil yang dikatakan sebagai keadaan yang mantap. Disamping perbedaan yang disebabkan oteh air, ada suatu j d a h yang nyata dari variabilitas suksesi tropis yang juga disebabkan oleh temperatur menurut ketinggian, karena suhu rata-rata lebih tinggi di h e r a h tropis maka lebiih banyak dihpatkan variasi perubahan vegetasinya diband'tngkan daerah sedang. C. Suksesi pada Hutan Hujan
Jochen ( 1928 ) dalam UNESCO I UNEP / FA0 ( 1978 ) memberikan tahaptahap permulaan suksesi di Deli Sumatera dan dikenal tiga tahap : I . Heha, suatu komunitas yang secara floristik kaya terdiri atas herba-herba umur
pendek dan pohon mu&. 2. Trema , Blumea ; suatu komunitas dimana Trema spp, BZumea balsanzfera dan
.
Abroma angusturn yang merupakan jenis-jenis utama.
3.
Pohon , suatu pertumbuhan sekunder dimana satu atau lebih Trema spp,
Macuranga fanarius,M. denficufata,Callicarpa fomentosa, Melochia urnbellata merupakan predominan. Kartawinata ( 1977 ) mempelajari perubahan floristik pada hutan tropik basah dataran rendah di Kalimantan Timur memberikan hasil sebagai berikut : 1. Pada hutan primer jenis yang umum dijumpai adafah Shorea parvzflora,
S. acuminafisszma,dan S. leptocfudos dan juga terdapat jenis yang penting yaitu Eusideroxyfon zwageri. 2. Pada 30 tahun umur hutan sekunder terdapat pohon dengan diameter lebih besar dari pada 50 cm yaitu Macaranga gigantea. Macaranga pruinosa,
odorata,
Cananga
Campnospema auriculata. Tenis yang menonjol di hutan tersebut
meliputi Macaranga gigantea, M. pruinosa, M. hypofeu-
Artacmpus tamatan,
A. integra. Pteronandes anrrea. P. caurulescens rkm P. galeata. Lima puluh dua spesies hutan primer ada dafam hutan ini atau kira-kira 50% dari total seluruh spesies yang ada. 3.
Enam bulan umur pertumbuhan hutan sekunder, dari areal bekas perladangan yang ditinggallcan didominir oleh tingkat sapihan yang berdiameter berkisar dari 2 cm.
Jenis-jenis yang paling penting disini adaiah
canobinu, Macaranga gigantea. M.
Callicarpa sp.. Trema
trifoba, Mallotus -is,
b a l ~ z ~ e e h aDurio , grafelens dan Bridellia gfauca dengan do-i berkisar
3
pedicellafa, conyugatum.
-
23 %.
Fims
- 6.7
Bfumea relatif
Diantara semai yang penting adalah spesies Uncaria
atfakernis,
Vztex sp.
Melastoma
mafabathricum,
Paspafum
Calicarpa sp-,Macmanga gigantea a h MafZotus
af/inis. 4.
-
Komposisi floristik dari areal kultifbi permanen yang berumur 1 15 tahun dalam tiga tapak yang diteliti berbeda, tetapi mereka mempunyai spesies yang umum dan dominan yaitu Parpalurn conyugatum yang mempunyai dominansi relatif dari 9 39%.
eni is-jenis
yang Lain yang juga penting adalah Gymrra crepidioides ,
Imperata cyIindrica , Macaranga trichocarpa , Phyrinium repens
. Pteria
tripartita dan Trema canabina . Kochummen dan Ng ( 1977 ) meneliti tentang suksesi alam sesudah perladangan di Kepong , Malaysia . Suatu petak 0,9 acre yang teiah ada sejak 1947 , dan daerah tersebut diisolasi dari hutan primer. hampir mendekati 30 tahun .
Petak ini telah dipeIajari selarna
Dua puluh satu jenis pionir berkayu menempati areal
pada tahun 1947 dimana Melastoma malabathricum sangat dominan .
Melastoma
- Gleichenia dihambat perkembangan mereka oleh jenis
Suksesi
berkayu . Pada
tahun 1976 meningkat menjadi 51 jenis ( 876 batang ) dari 25 jenis ( 274 batang ) pada tahun 1960 .
UNESCO / UNEP / F A 0 (1978) memperlihatkan berbagai pola suksesi pada hutan Dipterocarp bekas tebangan di Filipina .
Pada utara dan timur laut Negcos ,
pisang hutan ( Musa sp. ) terjadi bersama-sarna dengan rumput Panicum
mentosum
. kemudian jenis cepat tumbub dari generasi Trema
,
Meknolepsis
.
Homolanthus , Macaranga, P~ptorus. Pohon-pohon yang ditinggalkan setelah pemanenan dapat bercabang dengan baik dan merupakan sumber benih. Tingkat tiang yang tidak begitu rusak pada waktu pemanenan dapat tumbuh seterusnya . Di Bataan ( Filipina ) ,gulrna het-ba ( seperti Bulmea balsmifera ) d m rumputrumputan diikuti oleh jenis-jenis pionir di atas ditambah Ficus variegafa . Jenis-jenis Dipterocarp bensngsur-angw meiengkapi dan mengarnb'i alih sumber benih yang ada. Pada Gunung Mihiling ( Fipina ) dimana hutan Dipterocarp telah rnundur ke
savana akibat perladangan , pohon-pohon yang ada adalah dari genera Melochia
.
.
.
.
.
Columbia Litsea , Macaranga Ficus Mallotus. Premna, Trema ~~ium dan Artocarpus. Sesudah itu semai Dipterocarp , Parashorea plicuta dan Pentacne contorta yang muncul bila pohon induknya dekat. Jadi benar-benar jenis Dipterocarp hanya satu dua pohon yang tersebar antara semak-semak dan rumput-rumputan. Kemunduran hutan ask pada areal disini karena mungkin disebabkan pemanenan yang tidak terkendali dan perladangan yang terus-menerus.
Penelitian Gentry dan La Fritnkie ( 1993 ) di hutan hujan Malaysia , pada dua contoh hutan hujan dataran rendah Dipterocarp memiliki struktur dan floristik yang sama . Contoh pertama memiliki 121 liana dari 57 spesies dan contoh kedua memiliki 1 1 1 liana dari 57 spesies.
Pada hutan selcunder miskin spesies pohon dari famili Dipterocarpaceae dan didominir oleh jenis Eluteriospermum t a p s , Pometia pinnata, Nepheli~mlappaceurn
dan MalZotus philipinensis. Sedangkan pada hutan primer didorninir oleh jenis pohon dari famili Dipterocarpaceae yaitu Shorea Ceprosulu
. S.
ovalis dan S. parvtji'ora
( Shariff an Miller , 1992 )
D. Tebang Pilih Indonesia dan Tebang Pilih Tanarn lndonesia
.
Surat keputusan Dijen Kehutanan No. 35/Kpts/DD/y 1972 tanggal 13 Maret
1972 tentang Pedoman Tebang Pilih Indonesia ,Tebang Habis dengan Penanaman , Tebang Habis dengan Permudaan Alam
dan Pedornan-pedornan pengawasannya, .
menyatakan bahwa Tebang Pilih Indonesia (TPI) adalah suatu sistim silvikultur yang meliputi cara penebangan dan permudaan hutan yang merupakan perpaduan antara ( Direktorat Jenderal Kehutanan , 1972 ) :
1. Tebang dengan batas minimum diameter dari Indonesia (Tebang P i l i dengan Limit
Diameter) 2 Tebang Piiih Fipina ( Selective Logging )
3. Penyempumaan hutan dengan penanaman sulaman ( Enrichment Planting )
4. P e m b i i permudaan dengan pembebasan dari tumbuhan pengganggu
Jumlah Pohon Inti sesuai
dengan Surat Keputusan Diqen Kehutanan
No. 35/Kpts/DD/V1972 dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabe1 1.
Jurnlah Pohon Inti yang Harus Ditinggalkan dan Batas Diameter Boleh Ditebang Sesuai SK Dijen Kehutanan No. 35/ Kpts / DD / I /I972
Batas Diameter
Rotasi Tebang
Jumlah Pohon Inti
(cm)
(tahun)
Patang)
Diameter Pohon Inti
(-1
Sedangkan syarat-syarat Pelaksanaan Tebang Pilih Tanam Indonesia dapat dilihat pada tabel 2. ( Dijen Pengusahaan Hutan, 1989 ) : Tabel 2. Syarat-Syarat Pelaksanaan Tebang P i Tanam Indonesia No
1.
Batas Diameter
Rotasi Tebang
Jumlah Pohon Inti
Diameter Pohon Inti
(cm)
(tahun)
(batang/ha)
(cm)
35
25
Hutan alam c m u r a n
50
K D 20 KTD
2.
-
49 cm 50
Hutan rawa Hutan ramin campuran bila diameter 50 cm keatas tidak cukup : Khusus jenis rarnin
Keterangan :
KD
: Jenis KomersiaI Ditebang
KTD
: Jenis Komersial Tidak Ditebang
Sesuai dengan SK Dirjen Pengusahaan Hutan No. 151/1993 yang dimaksud dengan pohon inti adalah pohon jenis niagawi berdiameter 20-49 cm, yang akan
ditebang dalam rotasi tebang berikutnya. Pengganti pohon inti adalah pohon lain jenis niagawi yang ditunjuk sebagai pohon inti, bila pohon inti kurang dari 25 batang/ha. Sedangkan pohon binaan adalah Pohon inti dan permudaan yang dibebaskan jurnlahnya 200 batanglha atau jar& satu sarna lain 5-9 m. ( Dirjen Pengusahaan Hutan, 1993).
Pada tipe Hutan Alarn Daratan pengelolaan hutan melalui TPTI adalah sebagai berikut: (Direktorat Jenderal Pengusahaan Hutan, 1993). 1. Penataan areal kerja (PAK) kegiatan yang bertujuan untuk mengatur
berupa pembuatan tata batas blok k e j a tahunan dan petak k e j a guna perencanaan, pelaksanaan, pemantauan dan pengawasan kegiatan unit pengelolaan hutan (Et -3). 2. Inventarisasi tegakan sebelum penebangan (ITSP), dengan tujuan untuk
menentukan etat Volume guna
penyusunan Rencana Karya Tahunan,
yang berkaitan dengan pelaksanaan TPTI (Et
- 2).
3. Pembukaan Wilayah Hutan (PWH) kegiatan penyediaan prasarana
wilayah,
diwujudkan
oleh
penyediaan
jaringan
angkutan
berupa
pembuatan jalan dan jembatan, barak kerja, penimbunan kayu dan lain-lain (Et - 1). 4. Penebangan pohon dilaksanakan pada tahun tebang pilih (Et). Berupa
tebang pilih pohon jenis komersial ditebang dengan diameter r 50 cm bagi hutan produksi dan diameter
2
60 cm bagi hutan produksi terbatas,
kegiatan penebangan meliputi penentuan arah penebangan,
pembagian
batang,
penyaradan,
pengangkutan kayu bulat dari tempat pengum!pulan
rebah,
pelaksanaan
pengupasan,
dm
(TPn) ke Tempat
Penimbunan Kayu (TPK). 5. Perapihan berupa pembebasan semak belukar untuk membuang jenis
tumbuhan yang tidak berharga penyaing permudaan agar tidak menaungi permudaan atau menghalangi jatuhnya biji pohon jenis komersial pada tempat-tempat yang kosong permudaannya. (Et + 1)
6. Inventarisasi tegakan tinggal (ITT) adalah kegiatan pencatatan dan pengukuran pohon d m permudaan dam pada areal tegakan tinggal untuk rnengetahui komposisi jenis, penyebaran d m kerapatan pohon dan permudaan serta untuk untuk menentukan pohon binaan (Et + 2) 7. Pembebasan I,II,III untuk memeliira tegakan tinggal berupa pekerjaan
pembebasan tajuk dari pohon binaan 200 batang/ha dari jenis komersial ditebang yang terdiri dari pohon inti dan permudaan (Et + 2,4,6 ) 8. Pengadaan bibit kegiatan yang meliputi peyiapan tempat pembibitan untuk
keperluan pembibitan baik yang berasal dari biji, atau bibit yang dikurnpulkan dari hutadkebun bibitkebun pangkas untuk dipelihara pada suatu lokasi yang tertata baik. (Et + 2). 9. Pengajaan dan Rehabilitasi, Pengayaan addah kegiatan penanaman pada
areal bekas tebangan yang kurang cukup mengandung permudaan jenisjenis pohon komersial ditebang sedangkan rehabiiasi adalah kegiatan penanaman bidang-bidang kosong di dalam kawasan hutan. Tujuan dari peagayaan adalah untuk memperbaiki komposisi jenis, penyebaran pohon dan nil4 tegakan. Tujuan dari Rehabilitasi adalah agar setiap bidang hutan memiliki produktifitas dan nilai maksirnum. (Et + 3). 10. Pemeliharaan tanaman pengayaan clan rehabiitasi
adalah pekejaan
pembersihan jdur penanaman dengm menebas rumput dan menyulam tanaman mati. Pemeliharaan tanaman dihkukan setiap 4 bulan selama 3
tahun berturut-turut pada Et
+
3,4,5. Penyiangan dan pendangiran
dilakukan disekeliling tanaman. 11. Penjarangan tegakan tinggd adalah penyingkiran penyaing pohon b i i
bilamana pohon binaan telah berupa tingkat tiang dan pohon, atau berdiameter lebii besar dari 10 cm.(Et + 10, 15, 20)
E. Analisis Sistem Istilah sistem berasal dari bahasa Yunani "Systema" yang berarti sebagai berikut : 1.
Suatu keseluruhan yang tersusun dari sekian banyak bagian ( Scrode and Voich, 1974 ) .
2. Hubungan yang berlangsung diantara satuan-satuan atau komponen secara teratur ( Awad
,1979 )
Suatu sistem
adalah suatu kumpulan dari bagian-bagian yang berinteraksi
menurut proses tertentu , dan sistem sering d i v i d s a s i k a n sebagai kotak-kotak komponen dengan hubungan-hubungan tertentu ditarik diantara kotak-kotak tersebut ( Odum , 1983 ) .
Analisis sistem merupakan suatu cara mengorganisasikan data dan infonnasi secara teratur dan logika menjadi model-model kemudian diikuti dengan berbagai uji dan eksplorasi dari model-model tersebut untuk meningkatkan validasi model tersebut ( Jeffers, 1984 ) .
Prosedur aktual yang digunakan dalarn analisis sistem secara garis besar dapat mengikuti beberapa tahap berikut : ( Gaspertz, 1992 ). 1. Mengidentifikasi masalah 2. Mendifinisikan alternatif-alternatif yang layak
3. Memilih kcriteria evaluasi
4. Menerapkan teknik-teknik permodelan 5. Membangkitkan data input
6. Memanipulasi model
Model adalah rangkuman penyederhanaan dari suatu system permodelan adalah pengembangan analisis ilmiah dengan melalui beberapa w a , ini berarti dalam memodelkan suatu ekosistem akan lebih mudah dibandiigkan ekosistem sebenamya. (Hall and Day 1977).
Analisis sistem digunakan untuk mengadisis berbagai permasalahan ekologis (Odum 1971; Jefers 1985). Browder (1978) menggunakan analisis sistem untuk
menerangkan hubungan air, lahan basah d m populasi bumng wood stork di Florida. Jorgensen
(1976 dan 1976a) menggunakan analisis sistem untuk membuat model
eutrofikasi danau serta model produksi ikan. Sementara Sunkar (1994) menggunakan model dinamika sistem untuk mengandisis ekologi gua di Gornbong, Jawa Tengah Model simulasi biasanya ditunjukan dalam model matematik yang sederhana dan analisanya menggunakan perangkat kornputer
Dua ha1 penting yang menjadi
keunggulan model simulasi addah: Kemampuan untuk memecahkan banyak persamaan pada saat yang harnpir bersamaan dan rnemungkinkan untuk memasukan sifat-sifat persarnaan non linear dengan cara ini rnemungkinkan untuk memecahkan masalah dalam sistem yang kompleks atau gabungan ekosistem dan sistem sosial. Namun pendekatan sistem ini juga memiliki beberapa kelemahan diantaranya hasid yang diperoleh kurang tepat atau kurang akurat karena banyak pembatasan-pembatasan yang dilakukan (Hall dan Day 1977). Langkah pertama pada pembuatan model ialah menentukan batas-batas sistem, mengidentifikasi komponen-komponen dan sistem menentukan hubungan fimgsional antara komponen-komponen tersebut. Jadi, mula-mula model dari suatu sistem berbentuk bagan yang terdiri dari blokblok (blok diagram) yang menyatakan komponen-komponen sistem dan garis-garis yang menhubungkannya yang menyatakan fungsi atau hubungan transfer bahan dari energi. Selanjutnya ditentukan model matematiksnya yaltu hubungan kuantitatif antara komponen-komponen sistem itu, yaitu hubungan transfer dengan nilai-nilai keadaan dari komponen-komponen yang saling berhubungan. Model matematika itu hams dunantapkan dengan percobaan-perwbaan melalui komputer dan dibandingkan dengan keadaan sistern yang sebenarnya Proses ini d
i pengesahan model (model validation). Apabiia model matematika itu sudah
mantap maka selanjutnya &pat diakukan Analisa KepekaanISensitivity Analysis. (Soerianegara, 1978).