TUGAS AKHIR KULIAH PENDIDIKAN PANCASILA NILAI-NILAI PANCASILA STMIK AMIKOM YOGYAKARTA
NAMA
: Dhaim Matul Aslamiyah H
NIM
: 11.02.7970
KELOMPOK
:A
PRODI
: D3
JURUSAN
: MANAJEMEN INFORMATIKA
NAMA DOSEN : Bpk M Khalis Purwanto.Drs,MM
ABSTRAK Suatu dasar negara akan kuat, apabila dasar tersebut berasal dari berakar pada diri bangsa yang bersangkutan. Bangsa Indonesia mempunyai dasar negara yang bukan jiplakan dari luar, akan tetapi asli Indonesia. Dengan kata lain unsurunsur Pancasila telah dimiliki oleh bangsa Indonesia sejak dahulu. Unsur-unsur Pancasila terdapat didalam berbagai agama dan kepercayaan, bahasa, adat istiadat, dan kebudayaan. Oleh karena di dalam agama, kepercayaan, adat istiadat dan kebudayaan tersebut berkembang nilai-nilai antara lain nilai moral. Moral dapat berupa kesetiaan, kepatuhan terhdap nilai dan norma yang mengikat kehidupan masyarakat, negara, dan bangsa. Sebagaimana nilai dan norma, moralpun dapat dibedakan seperti moral ketuhanan atau agama, moral filsafat, etika, hukum, ilmu dan sebagainya. Nilai, norma, dan moral secara bersama mengatur kehidupan masyarakat dalam berbagai aspeknya. Pancasila secara filsafat mengandung nilainilai yang bersifat fundamental, universal, mutlak dan abadi dari Tuhan Yang Maha Esa yang tercermin dalam inti kesamaan ajaran-ajaran agama dalam kitab sucinya, artinya di dalam nilai-nilai tersebut mengandung nilai moral, maka Pancasila
pun
mengandung
nilai
moral
dalam
dirinya.
LATAR BELAKANG MASALAH Dengan melihat kondisi saat ini indonesia mendapat beberapa masalah diberbagai bidang.Sebagian besar bahkan hampir semuanya menyimpang dari nilai-nilai Pancasila.Contohnya penyimpangan itu adalah KKN.KKN ini sangatlah merugikan negara dan telah keluar dari aturan Pancasila.KKN kini terjadi dimana-mana.KKN seakan telah mendarah daging ,sangat kronis di indonesia. Permasalahan tersebut dapat terjadi,karena kesadaran dari masing-masing pelaku akan nilai-nilai Pancasila sangatlah minim.Hal-hal itulah yang kemudian menimbulkan ketidakrelevansian Pancasila sekarang menjadi besar dan lebih besar lagi. Dengan pembahasan ini,maka diharapkan timbul kesadaran –kesadaran dari masing-masing pribadi bahwa Pancasila merupakan dasar negara yang harus dan wajib dihormati dan dijunjung tinggi.
Rumusan Masalah 1.
Apakah yang dimaksud dengan nilai?
2.
Bagaimana kedudukan Pancasila sebagai sumber nilai?
3.
Bagaimana tinjauan historis tentang Pancasila?
4.
Apa makna sila-sila Pancasila?
5.
Bagaimana sikap positif terhadap Pancasila?
PEMBAHASAN 1.
Pengertian Nilai Nilai adalah sesuatu yang berharga, bermutu, menunjukkan kualitas, dan berguna bagi manusia. Sesuatu itu bernilai berarti sesuatu itu berharga atau berguna bagi kehidupan manusia. Adanya dua macam nilai tersebut sejalan dengan penegasan pancasila sebagai ideologi terbuka. Perumusan pancasila sebagai dalam pembukaan UUD 1945. Alinea 4 dinyatakan sebagai nilai dasar dan penjabarannya sebagai nilai instrumental. Nilai dasar tidak berubah dan tidak boleh diubah lagi. Betapapun pentingnya nilai dasar yang tercantum dalam pembukaan UUD 1945 itu, sifatnya belum operasional. Artinya kita belum dapat menjabarkannya secara langsung dalam kehidupan sehari-hari. Penjelasan UUD 1945 sendiri menunjuk adanya undang-undang sebagai pelaksanaan hukum dasar tertulis itu. Nilai-nilai dasar yang terkandung dalam pembukaan UUD 1945 itu memerlukan penjabaran lebih lanjut. Penjabaran itu sebagai arahan untuk kehidupan nyata. Penjabaran itu kemudian dinamakan Nilai Instrumental. Nilai Instrumental harus tetap mengacu kepada nilai-nilai dasar yang dijabarkannya Penjabaran itu bisa dilakukan secara kreatif dan dinamis dalam bentuk-bentuk baru untuk mewujudkan semangat yang sama dan dalam batasbatas yang dimungkinkan oleh nilai dasar itu. Penjabaran itu jelas tidak boleh bertentangan dengan nilai-nilai dasarnya.
2.
Pancasila Sebagai Sumber Nilai Diterimanya pancasila sebagai dasar negara dan ideologi nasional membawa konsekuensi logis bahwa nilai-nilai pancasila dijadikan landasan pokok, landasan fundamental bagi penyelenggaraan negara Indonesia. Pancasila berisi lima sila yang pada hakikatnya berisi lima nilai dasar yang fundamental. Nilai-nilai dasar dari pancasila tersebut adalah nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, Nilai Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, nilai Persatuan Indonesia, nilai Kerakyatan
yang
dipimpin
oleh
hikmat
kebijaksanaan
dalan
permusyawaratan/perwakilan, dan nilai Keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia. Dengan pernyataan secara singkat bahwa nilai dasar Pancasila adalah
nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai persatuan, nilai kerakyatan, dan nilai keadilan.
3.
Tinjauan historis Pembahasan
historis
Pancasila
dibatasi
pada
tinjauan
terhadap
perkembangan rumusan Pancasila sejak tanggal 29 Mei 1945 sampai dengan keluarnya Instruksi Presiden RI No.12 Tahun 1968. Pembatasan ini didasarkan pada dua pengandaian, yakni: 1) Tentang dasar negara Indonesia merdeka, baru dimulai pada tanggal 29 Mei 1945, saat dilaksanakan sidang Badan Penyelidik Usaha-usaha Persiapan Kemerdekaan Indonesia (BPUPKI); 2) Sesudah Instruksi Presiden No.12 Tahun 1968 tersebut, kerancuan pendapat tentang rumusan Pancasila dapat dianggap tidak ada lagi. Permasalahan Pancasila yang masih terasa mengganjal adalah tentang penghayatan dan pengamalannya saja. Hal ini tampaknya belum terselesaikan oleh berbagai peraturan operasional tentangnya. Dalam hal ini, pencabutan Ketetapan MPR No.II/MPR/1978 (Ekaprasetia Pancakarsa) tampaknya juga belum diikuti upaya Penghayatan dan pengamalan Pancasila secara lebih „alamiah‟. Tentu kita menyadari juga bahwa upaya pelestarian dan pewarisan Pancasila tidak serta merta mengikuti Hukum Mendel. Tinjauan historis Pancasila dalam kurun waktu tersebut kiranya cukup untuk memperoleh gambaran yang memadai tentang proses dan dinamika Pancasila hingga menjadi Pancasila otentik. Hal itu perlu dilakukan mengingat bahwa dalam membahas Pancasila, kita terikat pada rumusan Pancasila yang otentik dan pola hubungan sila-silanya yang selalu merupakan satu kebulatan yang utuh. o
Sidang BPUPKI – 29 Mei 1945 dan 1 Juni 1945 Dalam sidang BPUPKI tanggal 29 Mei 1945, Mr. Muhammad Yamin menyampaikan telaah pertama tentang dasar negara Indonesia merdeka sebagai berikut: 1) Peri Kebangsaan; 2) Peri Kemanusiaan; 3) Peri
Ketuhanan; 4) Peri Kerakyatan; 5) Kesejahteraan Rakyat. Ketika itu ia tidak memberikan nama terhadap lima (5) azas yang diusulkannya sebagai dasar negara. Pada tanggal 1 Juni 1945, dalam sidang yang sama, Ir. Soekarno juga mengusulkan lima (5) dasar negara sebagai berikut: 1) Kebangsaan Indonesia; 2) Internasionalisme; 3) Mufakat atau Demokrasi; 4) Kesejahteraan Sosial; 5) Ketuhanan Yang Berkebudayaan. Dan dalam pidato yang disambut gegap gempita itu, ia mengatakan: “… saja namakan ini dengan petundjuk seorang teman kita – ahli bahasa, namanya ialah Pantja Sila …” (Anjar Any, 1982:26). o
Piagam Jakarta 22 Juni 1945 Rumusan
lima
dasar
negara
(Pancasila)
tersebut
kemudian
dikembangkan oleh “Panitia 9” yang lazim disebut demikian karena beranggotakan sembilan orang tokoh nasional, yakni para wakil dari golongan Islam dan Nasionalisme. Mereka adalah: Ir. Soekarno, Drs. Mohammad
Hatta,
Mr.
A.A.
Maramis,
Abikusno
Tjokrosoejoso,
Abdulkahar Muzakir, H.A. Salim, Mr. Achmad Subardjo, K.H. Wachid Hasjim, Mr. Muhammad Yamin. Rumusan sistematis dasar negara oleh “Panitia 9” itu tercantum dalam suatu naskah Mukadimah yang kemudian dikenal sebagai “Piagam Jakarta”, yaitu: 1) Ke-Tuhanan dengan kewajiban menjalankan syariat Islam bagi pemeluk-pemelukknya; 2) Menurut dasar kemanusiaan yang adil dan beradab; 3) Persatuan Indonesia; 4) Kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan; 5) Mewujudkan suatu keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia. Dalam sidang BPUPKI tanggal 14 Juli 1945, “Piagam Jakarta” diterima sebagai rancangan Mukadimah hukum dasar (konstitusi) Negara Republik Indonesia. Rancangan tersebut – khususnya sistematika dasar negara (Pancasila) – pada tanggal 18 Agustus disempurnakan dan disahkan oleh Panitia Persiapan Kemerdekaan Indonesia (PPKI) menjadi: 1) Ketuhanan Yang Maha Esa; 2) Kemanusiaan yang adil dan beradab; 3)
Persatuan
Indonesia;
4)
Kerakyatan
yang
dipimpin
oleh
hikmat
kebijaksanaan dalam permusyawaratan/ perwakilan; 5) Keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia; sebagaimana tercantum dalam alinea keempat Pembukaan UUD 1945. o
Konstitusi RIS (1949) dan UUD Sementara (1950) Dalam kedua konstitusi yang pernah menggantikan UUD 1945 tersebut, Pancasila dirumuskan secara „lebih singkat‟ menjadi: 1) Pengakuan Ketuhanan Yang Maha Esa; 2) Perikemanusiaan; 3) Kebangsaan; 4) Kerakyatan; 5) Keadilan sosial. Sementara itu di kalangan masyarakat pun terjadi kecenderungan menyingkat rumusan Pancasila dengan alasan praktis/ pragmatis atau untuk lebih mengingatnya dengan variasi sebagai berikut: 1) Ketuhanan; 2) Kemanusiaan; 3) Kebangsaan; 4) Kerakyatan atau Kedaulatan Rakyat; 5) Keadilan sosial. Keanekaragaman rumusan dan atau sistematika Pancasila itu bahkan tetap berlangsung sesudah Dekrit Presiden 5 Juli 1959 yang secara implisit tentu mengandung pula pengertian bahwa rumusan Pancasila harus sesuai dengan yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945.
o
Instruksi Presiden RI No.12 Tahun 1968 Rumusan yang beraneka ragam itu selain membuktikan bahwa jiwa Pancasila tetap terkandung dalam setiap konstitusi yang pernah berlaku di Indonesia, juga memungkinkan terjadinya penafsiran individual yang membahayakan kelestariannya sebagai dasar negara, ideologi, ajaran tentang nilai-nilai budaya dan pandangan hidup bangsa Indonesia. Menyadari bahaya tersebut, pada tanggal 13 April 1968, pemerintah mengeluarkan
Instruksi
Presiden
RI
No.12
Tahun
1968
yang
menyeragamkan tata urutan Pancasila seperti yang tercantum dalam Pembukaan UUD 1945.
4.
Arti dan Makna Sila-Sila Pancasila a.
Sila ketuhanan yang maha esa Inti sila ketuhanan yang mahaesa adalah kesesuaian sifat-sifat dan hakikat Negara dengan hakikat Tuhan. Kesesuaian itu dalam arti kesesuaian sebab-akibat. Maka dalam segala aspek penyelenggaraan Negara Indonesia harus sesuai dengan hakikat nila-nilai yang berasal dari tuhan, yaitu nilanilai agama. Telah dijelaskan di muka bahwa pendukung pokok dalam penyelenggaraan Negara adalah manusia, sedangkan hakikat kedudukan kodrat manusia adalah sebagai makhluk berdiri sendiri dan sebagai makhluk tuhan. Dalam pengertian ini hubungan antara manusia dengan tuhan juga memiliki hubungan sebab-akibat. Tuhan adalah sebagai sebab yang pertama atau kausa prima, maka segala sesuatu termasuk manusia adalah merupakan ciptaan tuhan (Notonagoro). Hubungan manusia dengan tuhan, yang menyangkut segala sesuatu yang berkaitan dengan kewajiban manusia sebagai makhluk tuhan terkandung dalam nilai-nilai agama. Maka menjadi suatu kewajiban manusia sebagai makhluk tuhan, untuk merealisasikan nilai-nilai agama yang hakikatnya berupa nila-nilai kebaikan, kebenaran dan kedamaian dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Disisi lain Negara adalah suatu lembaga kemanusiaan suatu lembaga kemasyarakatan yang anggota-anggotanya terdiri atas manusia, diadakan oleh
manusia
untuk
manusia,
bertujuan
untuk
melindungi
dan
mensejahterakan manusia sebagai warganya. Maka Negara berkewajiban untuk
merealisasikan
kebaikan,
kebenaran,
kesejahteraan,
keadilan
perdamaian untuk seluruh warganya. Maka dapatlah disimpulkan bahwa Negara adalah sebagai akibat dari manusia, karena Negara adalah lembaga masyarakat dan masyarakat adalah terdiri atas manusia-manusi adapun keberadaan nilai-nilai yang berasal dari tuhan. Jadi hubungan Negara dengan tuhan memiliki hubungan kesesuaian dalam arti sebab akibat yang tidak langsung, yaitu Negara sebagai akibat langsung dari manusia dan manusia sebagai akibat adanya tuhan. Maka
sudah menjadi suatu keharusan bagi Negara untuk merealisasikan nilai-nilai agama yang berasal dari Tuhan. Jadi hubungan antara Negara dengan landasan sila pertama, yaitu ini sila ketuhanan yang mahaesa adalah berupa hubungan yang bersifat mutlak dan tidak langsung. Hal ini sesuai dengan asal mula bahan pancasila yaitu berupa nilai-nilai agama , nilai-nilai kebudayaan, yang telah ada pada bangsa Indonesia sejak zaman dahulu kala yang konsekuensinya harus direalisasikan dalam setiap aspek penyelenggaraan Negara Arti Sila Ketuhanan Yang Maha Esa Mengandung arti pengakuan adanya kuasa prima (sebab pertama) yaitu Tuhan yang Maha Esa Menjamin penduduk untuk memeluk agama masing-masing dan beribadah menurut agamanya. Tidak memaksa warga negara untuk beragama. Menjamin berkembang dan tumbuh suburnya kehidupan beragama. Bertoleransi dalam beragama, dalam hal ini toleransi ditekankan dalam beribadah menurut agamanya masing-masing. Negara memberi fasilitator bagi tumbuh kembangnya agama dan iman warga negara dan mediator ketika terjadi konflik agama.
b. Sila kemanusiaan yang adil dan beradab Inti sila kemanusiaan yang adil dan beradab adalah landasan manusia. Maka konsekuensinya dalam setiap aspek penyelengaraan Negara antara lain hakikat Negara, bentuk Negara, tujuan Negara , kekuasaan Negara, moral Negara dan para penyelenggara Negara dan lain-lainnya harus sesuai dengan sifat-sifat dan hakikat manusia. Hal ini dapat dipahami karena Negara adalah lembaga masyarakat yang terdiri atas manusia-manusia, dibentuk oleh anusia untuk memanusia dan mempunyai suatu tujuan bersama untuk manusia pula. Maka segala aspek penyelenggaraan Negara
harus sesuai dengan hakikat dan sifat-sifat manusia Indonesia yang monopluralis , terutama dalam pengertian yang lebih sentral pendukung pokok Negara berdasarkan sifat kodrat manusia monodualis yaitu manusia sebagai individu dan makhluk social. Oleh karena itu dalam kaitannya dengan hakikat Negara harus sesuai dengan hakikat sifat kodrat manusia yaitu sebagai makhluk individu dan makhluk social. Maka bentuk dan sifat Negara Indonesia bukanlah Negara individualis yang hanya menekankan sifat makhluk individu, namaun juga bukan Negara klass yang hanya menekankan sifat mahluk social , yang berarti manusia hanya berarti bila ia dalam masyarakat secara keseluruhan, maka sifat dan hakikat Negara Indonesia adalah monodualis yaitu baik sifat kodrat individu maupun makhluk social secara serasi, harmonis dan seimbang. Selain itu hakikat dan sifat Negara Indonesia bukan hanya menekan kan segi kerja jasmani belaka, atau juga bukan hanya menekankan segi rohani nya saja, namun sifat Negara harus sesuai dengan kedua sifat tersebut yaitu baik kerja jasmani maupun kejiwaan secara serasi dan seimbang, karena dalam praktek pelaksanaannya hakikat dan sifat Negara harus sesuai dengan hakikat kedudukan kodrat manusia sebagai makhluk berdiri seniri dan makhluk tuhan. Arti Sila Kemanusiaan yang Adil dan Beradab •
Menempatkan manusia sesuai dengan hakikatnya sebagai makhluk Tuhan
c.
•
Menjunjung tinggi kemerdekaan sebagai hak segala bangsa.
•
Mewujudkan keadilan dan peradaban yang tidak lemah.
Sila persatuan Indonesia Inti sila persatuan Indonesia yaitu hakikat dan sifat Negara dengan hakikat dan sifat-sifat satu. Kesesuaian ini meliputi sifat-sifat dan keadaan Negara Indonesia yang pada hakekatnya merupakan suatu kesatuan yang utuh, setiap bagiannya tidak berdiri sendiri-sendiri. Jadi Negara merupakan
suatu kesatuan yang utuh , setiap bagiannya tidak berdiri sendiri-sendiri. Jadi Negara Indonesia ini merupakan suatu kesatuan yang mutlak tidak terbagi-bagi , merupakan suatu Negara yang mempunyai eksistensi sendiri, yang mempunyai bentuk dan susunan sendiri. Mempunyai suatu sifat-sifat dankeadaan sendiri. Kesuaian Negara dengan hakikat satu tersebut meliputi semua unsur-unsur kenegaraan baik yang bersifat jasmaniah maupun rohania, baik yang bersifat kebendaan maupun kejiwaan. Hal itu antara lain meliputi rakyat yang senantiasa merupakan suatu kesatuan bangsa Indonesia, wilayah yaitu satu tumpah darah Indonesia, pemerintah yaitu satu pemerintahan Indonesia yang tidak bergantung pada Negara lain, satu bahasa yaitu bahasa nasional indoneisa,satu nasib dalam sejarah, satu jiwa atau satu asas kerokhanian pancasila. Kesatuan dan persatuan Negara, bangsa dan wilayah Indonesia tersebut, membuat Negara dan bangsa indoneisa mempunyai keberadaan sendiri di antara Negara-negara lain di dunia ini. Dalam kaitannya dengan sila persatuan Indonesia ini segala aspek penyelenggaraan Negara secara mutlak harus sesuai dengan sifat-sifat dan hakikat satu. Oleh karena itu dalamn realisasi penyelenggaraan negaranya, baik bentuk Negara, penguasa Negara, lembaga Negara, tertib hukum, rakyat dan lain sebagainya harus sesuai dengan hakikat satu serta konsekuensinya harus senantiasa merealisakan kesatuan dan persatuan. Dalam pelaksanaannya realisasi persatuan dan kesatuan ini bukan hanya sekedarberkaitan dengan hal persatuannya namun juga senantiasa bersifat dinamis yaitu harus sebagaimana telah dipahami bahwa Negara pada hakekatnya berkembang secara dinamis sejalan dengan perkembangan zaman, waktu dan keadaan. Arti Sila Persatuan Indonesia •
Nasionalisme.
•
Cinta bangsa dan tanah air.
•
Menggalang persatuan dan kesatuan Indonesia.
•
Menghilangkan penonjolan kekuatan atau kekuasaan, keturunan dan perbedaan warna kulit.
•
Menumbuhkan rasa senasib dan sepenanggungan.
•
Mengandung arti pengakuan adanya kuasa prima (sebab pertama) yaitu Tuhan yang Maha Esa
•
Menjamin penduduk untuk memeluk agama masing-masing dan beribadah menurut agamanya.
•
Tidak memaksa warga negara untuk beragama.
•
Menjamin berkembang dan tumbuh suburnya kehidupan beragama.
•
Bertoleransi dalam beragama, dalam hal ini toleransi ditekankan dalam beribadah menurut agamanya masing-masing.
•
Negara memberi fasilitator bagi tumbuh kembangnya agama dan iman warga negara dan mediator ketika terjadi konflik agama.
d. Sila kerakyatan yang dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan/perwakilan Inti sila keempat adalah kesesuaian sifat-sifat dan hakikat Negara dengan sifat-sifat dan hakikat rakyat. Dalam kaitannya dengan sila keempat ini, maka segala aspek penyelenggaraan Negara harus sesuai dengan sifatsifat dan hakekat rakyat, yang merupakan suatu keseluruhan penjumlahan semua warga Negara yaitu Negara Indonesia. Maka dalam penyelenggaraan Negara bukanlah terletak pada suatu orang dan semua golongan satu buat semua, semua buat satu. Dalam hal ini Negara berdasarkan atas hakikat rakyat , tidak pada golongan atau individu. Negara berdasarkan atas permusyawaratan dan kerjasama dan berdasarkan atas kekuasaan rakyat. Negara pada hakikatnya didukung oleh rakyat oleh rakyat itu dalam pelaksanaan dan penyelenggaraan. Negara dilakukan untuk kepentingan seluruh rakyat , atau dengan lain perkataan kebahagian seluruh rakyat dijamain oleh Negara.
Dalam praktek pelaksanaannya pengertian kerakyatan bukan hanya sekedar berkaitan dengan pengertian rakyata secara kongkrit saja namun mengandung suatu asas kerokhanian , mengandung cita-cita kefilsafatan. Maka pengertian kesesuaian dengan hakikat rakyat tersebut, juga menentukan sifat dan keadaan Negara, yaitu untuk keperluan seluruh rakyat, maka bentuk dan sifat-sifat Negara mengandung pengertian suatu cita-cita kefilsafatan yang demokrasi yang didalam pelaksanaannya meliputi demokrasi politik dan demokrasi politik dan demokrasi sosial ekonomi. Telah dijelaskan di muka bahwa pendukung pokok Negara adalah manusia yang bersifat monodualis sedangkan rakyat pada hakikatnya terdiri atas manusia-manusai. Oleh karena itu kesesuaian Negara dengan hakikat rakyat ini berkaitan dengan sifat Negara kita, yaitu Negara demokrasi monodualis, yang berarti demokrasi yang sesuai dengan sifat kodrat manusia yaitu sebagai makhluk individu dan makhluk social dalam suatu kesatuan dwitunggal, dalam keseimbangan dinamis yang selalu sesuai dengan situasi, kondisi dan keadaan zaman. Dalam pelaksanaannya demokrasi monodualis ini juga bersifat kekeluargaan yaitu prinsip hidup bersama yang bersifat kekeluargaan.
Arti Sila Kerakyatan yang Dipimpin oleh Hikmat Kebijaksanaan dalam Permusyawaratan Perwakilan Hakikat sila ini adalah demokrasi. Permusyawaratan, artinya mengusahakan putusan bersama secara bulat, baru sesudah itu diadakan tindakan bersama. Dalam melaksanakan keputusan diperlukan kejujuran bersama.
e.
Sila keadilan social bagi seluruh rakyat Indonesia Inti sila kelima yaitu “keadilan” yang mengandung makna sifat-sifat dan keadaan Negara Indonesia harus sesuai dengan hakikat adil, yaitu pemenuhan hak dan wajib pada kodrat manusia hakikat keadilan ini
berkaitan dengan hidup manusia , yaitu hubungan keadilan antara manusia satu dengan lainnya, dalam hubungan hidup manusia dengan tuhannya, dan dalam hubungan hidup manusia dengan dirinya sendiri (notonegoro). Keadilan ini sesuai dengan makna yang terkandung dalam pengertian sila kedua yaitu kemanusiaan yang adil dan beradab. Selanjutnya hakikat adil sebagaimana yang terkandung dalam sila kedua ini terjelma dalam sila kelima, yaitu memberikan kepada siapapun juga apa yang telah menjadi haknya oleh karena itu inti sila keadilan social adalah memenuhi hakikat adil. Realisasi keadilan dalam praktek kenegaraan secara kongkrit keadilan social ini mengandung cita-cita kefilsafatan yang bersumber pada sifat kodrat manusia monodualis , yaitu sifat kodrat manusia sebagai individu dan makhluk social. Hal ini menyangkut realisasi keadilan dalam kaitannya dengan Negara Indonesia sendiri (dalam lingkup nasional) maupun dalam hubungan Negara Indonesia dengan Negara lain (lingkup internasional). Dalam lingkup nasional realisasi keadilan diwujudkan dalam tiga segi (keadilan segitiga) yaitu: •
Keadilan distributive, yaitu hubungan keadilan antara Negara dengan warganya. Negara wajib memenuhi keadilan terhadap warganya yaitu wajib membagi-bagikan terhadap warganya apa yang telah menjadi haknya.
•
Keadilan bertaat (legal), yaitu hubungan keadilan antara warga Negara terhadap Negara. Jadi dalam pengertian keadilan legal ini negaralah yang wajib memenuhi keadilan terhadap negaranya.
•
Keadilan komulatif, yaitu keadilan antara warga Negara yang satu dengan yang lainnya, atau dengan perkataan lain hubungan keadilan antara warga Negara. Selain itu secara kejiwaan cita-cita keadilan tersebut juga meliputi
seluruh unsur manusia, jadi juga bersifat monopluralis . sudah menjadi bawaan hakikatnya hakikat mutlak manusia untuk memenuhi kepentingan hidupnya baik yang ketubuhan maupun yang kejiwaan, baik dari dirinya
sendiri-sendiri maupun dari orang lain, semua itu dalam realisasi hubungan kemanusiaan selengkapnya yaitu hubungan manusia dengan dirinya sendiri, hubungan manusia dengan manusia lainnya dan hubungan manusia dengan Tuhannya. Arti dan Sila Keadilan Sosial bagi Seluruh Rakyat Indonesia Kemakmuran yang merata bagi seluruh rakyat dalam arti dinamis dan meningkat. Seluruh
kekayaan
alam
dan
sebagainya
dipergunakan
bagi
kebahagiaan bersama menurut potensi masing-masing. Melindungi yang lemah agar kelompok warga masyarakat dapat bekerja sesuai dengan bidangnya Sikap positif terhadap nilai-nilai pancasila Nilai-nilai Pancasila telah diyakini kebenarannya oleh bangsa Indonesia. Oleh karena itu , mengamalkan Pancasila merupakan suatu keharusan bagi bangsa Indonesia. Sikap positif dalam mengamalkan nilai-nilai pancasila. •
Menghormati anggota keluarga
•
Menghormati orang yang lebih tua
•
Membiasakan hidup hemat
•
Tidak membeda-bedakan teman
•
Membiasakan musyawarah untuk mufakat
•
Menjalankan ibadah sesuai dengan agama masing-masing
•
Membantu orang lain yang kesusahan sesuai dengan kemampuan sendiri.
KESIMPULAN
Pancasila berisi lima sila yang pada hakikatnya berisi lima nilai dasar yang fundamental. Nilai-nilai dasar dari pancasila tersebut adalah nilai Ketuhanan Yang Maha Esa, Nilai Kemanusiaan Yang Adil dan Beradab, nilai Persatuan Indonesia, nilai
Kerakyatan
yang
dipimpin
oleh
hikmat
kebijaksanaan
dalan
permusyawaratan/perwakilan, dan nilai Keadilan sosial bagi seluruh rakyat indonesia. Dengan pernyataan secara singkat bahwa nilai dasar Pancasila adalah nilai ketuhanan, nilai kemanusiaan, nilai persatuan, nilai kerakyatan, dan nilai keadilan.
SARAN Melihat kondisi negara indonesia yang semakin memprihatinkan,sebagai warga negara kita harus berpegang teguh dan mengamalkan nilai-nilai Pancasila. Sebagai manusia yang adil dan beradab,kita seharusnya sadar atas sikap dan perbuatan yang didasari kepada potensi budi nurani dalam hubungannya dengan norma-norma,sehinga penyimpangan-penyimpangan di negara indonesia dapat berkurang.
REFERENSI
Drs.
Sunoto.1981-1984.
mengenal
filsafat
Pancasila.
Prof. Darji Darmodiharjo, SH. Dan Letjen. TNI Purn. Sutopo Yuwono, Pendidikan Pancasila. http://tutorialkuliah.blogspot.com/2009/05/tugas-matkul-kewarganegaraantentang.html http://kuliahade.wordpress.com/2010/07/30/pancasila-penjelasan-sila-sila/