TINJAUAN PUSTAKA Tataniaga Pertanian Menurut Sudiyono (2002), tataniaga pertanian adalah proses aliran komoditi yang disertai perpindahan hak milik dan penciptaan guna waktu, guna tempat, dan guna bentuk, yang dilakukan oleh lembaga-lembaga tataniaga dengan melaksanakan satu atau lebih tataniaga. Tataniaga pertanian tidak hanya meliputi aliran komoditi pertanian yang terjadi setelah proses produksi pada usahatani, tetapi juga meliputi penyediaan input produksi untuk melakukan proses produksi. Limbong dan Sitorus (1985) mengungkapkan bahwa tataniaga pertanian mencakup semua kegiatan dan usaha yang berhubungan dengan perpindahan hak milik dan fisik dari barang-barang hasil pertanian dan barang-barang kebutuhan usaha pertanian dari tangan produsen ke tangan konsumen. Selain itu
termasuk
didalamya
kegiatan-kegiatan
tertentu
yang
menghasilkan
perubahan bentuk dari barang yang ditujukan untuk lebih mempermudah penyalurannya
dan
memberikan
kepuasan
yang
lebih
tinggi
kepada
konsumennya. Khols dan Uhl (2002) mendefinisikan tataniaga sebagai suatu aktivitas bisnis yang didalamnya terdapat aliran barang dan jasa dari titik produksi sampai ke titik konsumen. Produksi adalah penciptaan kepuasan, proses membuat kegunaan barang dan jasa. Kepuasan dibentuk dari proses produktif yang diklarifikasikan menjadi kegunaan bentuk, tempat, waktu, dan kepemilikan. Pendekatan dalam tataniaga pertanian terbagi menjadi tiga, yaitu : pendekatan kelembagaan, pendekatan fungsi, dan pendekatan sistim. 1. Pendekatan kelembagaan Menurut
Limbong
dan
Sitorus
(1985)
pendekatan
kelembagaan
merupakan pendekatan pemasaran yang mempelajari masalah-masalah pemasaran melalui lembaga-lembaga pemasatan yang turut serta dalam proses penyaluran barang dan jasa mulai dari titik produsen hingga titik konsumen. Menurut Kols dan Uhl (2002) pendekatan ini menganalisis berbagai agen (pihak) dan struktur pasar yang terlibat dalam proses tataniaga.
Pendekatan
kelembagaan
ini
mencoba
menjawab
permasalahan yang berfokus pada “siapa”, dengan mempertimbangkan sifat dan karakter dari pedagang perantara (Middlemen Marketing), hubungan agen dan susunan/perlengkapan organisasi. Middlemen
4
Marketing
adalah
perantara
individu-individu
atau
yang
mengkonsentrasikan spesialisasi bisnis dalam pelaksanaan fungsi tataniaga, termasuk fungsi pembelian dan penjualan barang-barang dalam aliran produk dari produsen ke konsumen akhir. Macam-macam Middlemen Marketing diantaranya adalah sebagai berikut: a. Merchant
Middlemen
adalah
perusahaan
yang
memiliki
dan
memperdagangkan produk (menguasai dan memiliki) terdiri dari retailer dan wholesaler. b. Agent Middlemen adalah perusahaan yang mewakili pemilik dalam memperdagangkan produk, terdiri dari broker dan comissionmen. c. Speculative Middlemen adalah perusahaan yang mencari untung dari penjualan atau pembelian produk karena fluktuasi harga jangka pendek. d. Processors dan manufactures adalah organisasi yang melekukan aktifitas mengubah bentuk. e. Facilitative organization adalah organisasi yang secara tidak langsung berhubungan dengan proses pemasaran tetapi membantu kelancaran proses pemasaran. 2. Pendekatan Fungsi Pendekatan fungsi merupakan pendekatan yang mempelajari masalahmasalah pemasaran dari segi kegiatan atau fungsi-fungsi yang dalakukan dari proses penyaluran barang dan jasa mulai dari titik produsen sampai titik konsumen (Limbong & Sitorus 1985). Melalui metode ini dapat diklarifikasikan kegiatan yang berlangsung dalam proses tataniaga dengan menjabarkan proses tersebut kedalam fungsi-fungsi tataniaga, yang diantaranya adalah sebagai berikut: a. Fungsi pertukaran adalah kegiatan yang memperlancar perpindahan hak milik dari barang atau jasa yang dipasarkan, yang terdiri dari fungsi pembelian dan fungsi penjualan. b. Fungsi fisik meliputi aktivitas penanganan, pergerakan, perubahan fisik dari suatu komoditi, yang meliputi fungsi penyimpanan, fungsi transportasi, dan fungsi pengolahan. c. Fungsi fasilitas yaitu fungsi yang memperlancar fungsi pertukaran dan fungsi fisik, yang terdiri dari fungsi standarisasi, fungsi pembiayaan, fungsi penanggungan resiko dan fungsi informasi pasar.
5
3. Pendekatan Sistim Proses
tataniaga
berubah
secara
kontinyu
dalam
kombinasi
kelembagaan dan fungsi, oleh karena itu diperlukan pendekatan sistim. Empat masalah utama diantaranya adalah sistim input-output, sistim kekuatan, sistim komunikasi, dan sistim tingkah laku untuk beradaptasi dengan perubahan lingkungan eksternal dan internal. Limbong dan Sitorus (1985) menyebut pendekatan ini sebagai pendekatan teori ekonomi,
yang
lebih
menitiberatkan
kepada
masalah-masalah
penawaran, permintaan, harga, bentuk-bentuk pasar dan lain-lain. Pendekatan ini harus terpusat pada koordinasi antar tingkat lembaga tataniaga. Limbong dan Sitorus (1985) juga mengungkapkan satu hal lagi terkait dengan pendekatan dalam pemasaran, yaitu pendekatan barang. Pendekatan ini adalah pendekatan yang melibatkan studi tentang bagaimana barang-barang tertentu berpindah dari titik produksi ke titik konsumen. Beberapa permasalahan yang sering ada yaitu mengenai kerusakan, kehilangan dan kesegaran. Selain itu juga muncul masalah yang timbul setelah komoditi itu dipanen. Menurut Mubyarto (1989) tataniaga di Indonesia merupkan bagian yang paling lemah dalam mata rantai perekonomian atau dalam aliran barang-barang. Artinya
bahwa
efisiensi
dibidang
tataniaga
masih
rendah,
sehingga
kemungkinannya untuk dipertinggi masih besar. Sistim tataniaga dianggap efisien apabila memenuhi dua syarat: 1. Mampu menyampaikan hasil-hasil dari petani produsen kepada konsumen dengan biaya semurah-murahnya, dan 2. Mampu mengadakan pembagian yang adil dari keseluruhan harga yang dibayar konsumen terakhir kepada semua pihak yang ikut serta di dalam kegiatan produksi dan tataniaga barang itu. Sistem Pangan dan Gizi Menurut Farida (2011) sistem pangan dan gizi adalah sistem yang mempunyai tujuan meningkatkan dan mempertahankan status gizi masyarakat dalam keadaan optimal. Terdapat empat komponen sistem pangan dan gizi, yaitu: penyediaan pangan, distribusi pangan, konsumsi pangan, dan utilisasi pangan. Komponen-komponen tersebut saling berhubungan dan sangat berpengaruh dalam menentukan status gizi individu. Jika keempat komponen tersebut berjalan baik dan seimbang maka status gizi individu akan baik atau
6
normal dan sebaliknya jika ada satu atau lebih komponen sistem pangan dan gizi terganggu, maka status individu dapat menjadi kurang atau tidak normal. Komponen
distribusi
pangan
meliputi
transportasi,
penyimpanan,
pengolahan, pengemasan dan pemasaran. Pada distribusi pangan yang diteliti yaitu beras, jagung manis, ubi jalar, ketela pohon, bengkuang, mentimun, ikan mas, ikan mujair, dan ikan bawal pengamatan yang diteliti tidak mencakup pengolahan dan pengemasan, sehingga bahan pangan masih dalam keadaan mentah sampai ke tangan konsumen. Bahan pangan biasanya mengalami proses pengankutan atau transportasi, penyimpanan bila perlu, dan pemasaran. Sistem pangan dan gizi adalah suatu rangkaian masukan, proses, dan keluaran sejak pangan masih dalam tahap produksi (berupa bahan produk primer maupun olahan) sampai dengan tahap akhir, yaitu pemanfaatannya dalam tubuh manusia yang diwujudkan oleh status gizi (Baliwati YF & Roosita K 2004). Hal ini berarti dalam sistem tersebut terdapat serangkaian komponen atau subsistem, yaitu produksi/ketersediaan pangan, distribusi, konsumsi, dan gizi seperti yang ditunjukkan oleh gambar 1.
Gambar 1 Sistem pangan dan gizi Distribusi Pangan Menurut Suryana (2003) distribusi mencakup akses fisik dan ekonomi antar wilayah. Akses pangan menunjukkan adanya jaminan bahwa setiap individu mempunyai sumberdaya yang cukup untuk mengakses kebutuhan pangan sesuai norma gizi (Sharma 1992). Akses fisik akan menentukan apakah sumber pangan yang dikonsumsi akan dapat ditemui dan mudah diperoleh. Kemudahan dalam memperoleh pangan ditunjang oleh tersedianya sarana fisik yang cukup untuk memperoleh pangan.
7
Penny (1990) mengungkapkan pasar adalah tempat para penjual dan pembeli bertemu untuk berdagang. Pasar timbul setelah terjadi proses ekonomi yang didasari oleh perencanaan yang bersifat kekeluargaan. Pasar pada saat ini berkembang jauh lebih luas dan lebih penting sebagai faktor penentu bagi produksi dan distribusi. Suatu wilayah dikatakan mempunyai akses pangan yang tinggi jika di wilayah tersebut terdapat pasar yang menjual bahan pangan pokok. Dikatakan mempunyai akses pangan yang sedang jika tidak terdapat pasar yang menjual bahan pangan pokok di wilayah tersebut, namun jarak pasar kurang dari sama dengan 3 km dari wilayah tersebut, dan dikatakan akses pangan rendah jika jarak pasar terdekat lebih dari 3 km (Deptan 2007). Mata pencaharian berhubungan erat dengan akses pangan meliputi produksi
rumah
tangga
dan
alat
untuk
memperoleh
pendapatan.
Matapencaharian meliputi suatu kemampuan rumah tangga, asset-aset dan aktivitas yang diperlukan untuk menjamin kebutuhan dasar (makanan, tempat tinggal, kesehatan, pendidikan, dan pendapatan) (World Food Programme 2005). Fungsi dari akses terhadap sumber nafkah adalah daya beli rumah tangga, berarti akses pangan terjamin, seiring terjaminnya pendapatan dalam jangka panjang. Keterjangkauan pangan tergantung pada kesinambungan sumber nafkah. Jumlah orang miskin mencerminkan kelompok yang tidak punya akses yang cukup terhadap sumber nafkah yang produktif. Semakin besar jumlah orang miskin, semakin rendah daya akses terhadap panga dan semakin tinggi derajat kerawanan pangan di wilayah tersebut (Deptan dan WFP 2005). Komoditas Pangan 1. Beras Beras merupakan komoditas pangan utama masyarakat Indonesia, tercapainya kecukupan produksi beras nasional sangat penting sebagai salah satu faktor yang mempengaruhi terwujudnya ketahanan pangan nasional (BPS 2008). Peningkatan produksi beras dalam negeri menjadi salah satu prioritas pembangunan pertanian nasional, salah satunya melalui revitalisasi pertanian yang telah dicanangkan sejak bulan Juni 2005. Komposisi zat gizi beras per 100 g BDD (Berat Dapat Dimakan) menurut PERSAGI (2005) adalah 12 g air; 357 kkal energi; 8.4 g protein; 1.7 g lemak; 77.1 g KH; 0.2 g serat; 0.8 g abu; 147 mg kalsium; 81 mg fosfor; 1.8 mg besi; 27
8
mg natrium; 71 mg kalium; 0.1 mg tembaga; 0.5 mg seng; 0.2 mg tiamin; 2.6 mg niasin. Mubyarto (1989) mengemukakan bahwa beras sangat penting dalam perekonomian Indonesia. Secara kasar ditaksir kira-kira 30% produksi beras dalam negeri dijual oleh petani produsen dan sisanya untuk keperluan konsumsi petani sendiri. Untuk bagian yang masuk ke pasar ini kira-kira 80% diperdagangkan/disalurkan oleh usaha-usaha tataniaga swasta dan selebihnya oleh Badan Urusan Logistik (BULOG), lembaga tataniaga pemerintah yang mempunyai cabang-cabang Depot Logistik sampai ke kota-kota kabupaten. Pada saluran swasta, petani menjual padi/gabah kepada para tengkulak atau pedagang kecil yang ada di desa-desa atau khusus dating dari kota. Pedagang-pedagang kecil ini kemudian menggilingkan padi/gabahnya pada huller kecil-kecil di desa setempat atau menjual langsung ke penggilingan padi besar. Bila padi/gabahnya digilingkan sendiri maka beras yang dihasilkan dibawa ke kota untuk dijual pada pedagang beras besar dan kemudian pedagang beras besar (wholeseller) ini menjualnya lagi kepada pedagang pengecer. Pedagangpedagang beras besar biasanya mempunyai penggilingan beras sendiri. Beras yang diperdagangkan melalui saluran pemerintah (BULOG) pada tingkat terbawah (desa, kecamatan, kabupaten) sebenarnya masih melalui pedagang swasta. BULOG hanya mengadakan kontrak pembelian minimum 5 ton dengan pedagang-pedagang beras kecil atau penggilingan padi di ibukota kabupaten atau propinsi. 2. Jagung Jagung manis berasal dari suku Indian, bernama Squnto, yang kemudian menyebar ke Eropa, Afrika, dan Asia. Di Indonesia jagung manis sangat digemari oleh hamper seluruh masyarakat dari segala lapisan. Kandungan gizi jagung manis sangat mudah rusak. Segera setelah dipetik, zat gulanya berangsurangsur berubah menjadi zat tepung. Cairan yang menyerupai susu dan manis di dalam biji sedikit-demi sedikit akan meleleh dan menjadi seperti bubur. Perubahan itu akan menyebabkan jagung manis yang mula-mula terasa manis lambat laun akan berubah menjadi hambar. Jagung manis akan kehilangan 50% atau separuh kandungan zat gulanya hanya dalam tempo satu hari (Rubatzky Vincent E & Yamaguchi Mas 1999). Komposisi zat gizi jagung per 100 g BDD (Berat Dapat Dimakan) menurut PERSAGI (2005) adalah 61.8 g air; 147 kkal energi; 5.1 g protein; 0.7 g lemak;
9
31.5 g KH; 1.3 g serat; 0.9 g abu; 6 mg kalsium; 122 mg fosfor; 1.1 mg besi; 261 ug karoten total; 0.24 mg tiamin; 9 mg vitC. 3. Ubi Jalar Ubi jalar atau ketela rambat (Ipomoea batatas L.) adalah sejenis tanaman budidaya. Bagian yang dimanfaatkan adalah akarnya yang membentuk umbi dengan kadar gizi (karbohidrat) yang tinggi. Di Afrika, umbi ubi jalar menjadi salah satu sumber makanan pokok yang penting. Di Asia, selain dimanfaatkan umbinya, daun muda ubi jalar juga dibuat sayuran (Rubatzky Vincent E & Yamaguchi Mas 1999). Komposisi zat gizi ubi jalar per 100 g BDD (Berat Dapat Dimakan) menurut PERSAGI (2005) adalah 77.8 g air; 88 kkal energi; 0.4 g protein; 0.4 g lemak; 20.6 g KH; 4 g serat; 0.8 g abu; 30 mg kalsium; 10 mg fosfor; 0.5 mg besi; 2 mg natrium; 4 mg kalium; 0.1 mg tembaga; 0.2 mg seng; 13 ug bkaroten; 264 ug karoten total; 0.25 mg tiamin; 0.06 mg riboflavin; 36 mg vitC.
4. Ketela Pohon Ketela pohon (Manihot esculenta Crantz dahulu dikenal dengan nama Manihot utilisima Pohl), yang disebut pula ubi kayu, kaspe, budin, sampeu atau singkong, merupakan salah satu jenis makanan rakyat di Indonesia. Di jawa dan Madura tanaman ini menduduki tempat yang ketiga setelah padi dan jagung (Rubatzky Vincent E & Yamaguchi Mas 1999). Komposisi zat gizi ketela pohon per 100 g BDD (Berat Dapat Dimakan) menurut PERSAGI (2005) adalah 61.4 g air; 154 kkal energi; 1 g protein; 0.3 g lemak; 36.8 g KH; 0.9 g serat; 0.5 g abu; 77 mg kalsium; 24 mg fosfor; 1.1 mg besi; 2 mg natrium; 394 mg kalium; 0.06 mg tiamin; 31 mg vitC. 5. Bengkuang Bengkuang berasal dari Amerika Tengah dan Mexico. Tanaman ini diperkenalkan ke Philipina oleh Spanyol melalui jalur Acapulco-Manila dan sampai ke Ambon pada akhir abad ke-17. Kini bengkuang dapat ditemukan hampir diseluruh daerah tropis dan subtropis. Daerah penghasil utama bengkuang adalah Asia Tenggara, Mexico, Amerika Tengah dan Hawai (Westphal and Jansen, 1993). Komposisi zat gizi bengkuang per 100 g BDD (Berat Dapat Dimakan) menurut PERSAGI (2005) adalah 85.1 g air; 59 kkal energi; 1.4 g protein; 0.2 g
10
lemak; 12.8 g KH; 0.5 g abu; 15 mg kalsium; 18 mg fosfor; 0.6 mg besi; 0.04 mg tiamin; 0.06 mg riboflavin; 20 mg vitC. 6. Mentimun Mentimun merupakan family Cucurbitaceae dengan nama lain cucumis sativus Mentimun dianggap berasal dari India, tempat tanaman ini ditanam selama ribuan tahun. Mentimun juga dikenal dibudidayakan oleh bangsa mesir dan Yunani. Buah mentimun mudah dimakan sebagai sayuran salad atau acar dan juga digunakan sebagai sayuran rebus (Rubatzky Vincent E & Yamaguchi Mas 1999). Komposisi zat gizi mentimun per 100 g BDD (Berat Dapat Dimakan) menurut PERSAGI (2005) adalah 97.9 g air; 8 kkal energi; 0.2g protein; 0.2 g lemak; 1.4 g KH; 0.3 g serat; 0.3 g abu; 29 mg kalsium; 95 mg fosfor; 0.8 mg besi; 314 ug karoten total; 0.01mg tiamin; 0.7 mg vitC. 7. Ikan Mas Ikan mas (Cyprinus carpio) adalah ikan air tawar yang bernilai ekonomis penting dan sudah tersebar luas di Indonesia. Di Indonesia, ikan mas memiliki beberapa nama sebutan yakni kancra, tikeu, tombro, raja, rayo, ameh atau nama lain sesuai dengan daerah penyebarannya. Menurut Djoko Suseno (2000), di Indonesia pertama kali ikan mas berasal dari daratan Eropa dan Tiongkok yang kemudian berkembang menjadi ikan budi daya yang sangat penting. Komposisi zat gizi ikan mas per 100 g BDD (Berat Dapat Dimakan) menurut PERSAGI (2005) adalah 80 g air; 86 kkal energi; 16 g protein; 2 g lemak; 2 g abu; 20 mg kalsium; 150 mg fosfor; 2 mg besi; 45 ug retinol; 0.05 mg tiamin. 8. Ikan Mujair Komposisi zat ikan mujair per 100 g BDD (Berat Dapat Dimakan) menurut PERSAGI (2005) adalah 79.7 g air; 89 kkal energi; 18.7 g protein; 1 g lemak; 1.1 g abu; 96 mg kalsium; 209 mg fosfor; 1.5 mg besi; 6 ug retinol; 5 ug karoten total; 0.03 mg tiamin. 9. Ikan Bawal Bawal air tawar (Collosoma macropomum) memiliki nama dagang redfin pacu (paku). Awalnya, ikan ini disangka ikan piranha dan sempat menimbulkan kontroversi pembudidayaannya pada tahun 1999. Ikan ini pertama kali
11
dimasukkan ke Indonesia pada tahun 1980. Pada perkembangannya, ikan yang bias tumbuh besar ini dipanen seukuran 100 g serupa dengan ukuran ikan bawal yang asli ikan laut. Oleh karena itu namanya menjadi bawal air tawar. perkembangan tubuh bawal air tawar juga cukup pesat. Berat ikan bawal air tawar pada umur 6 minggu sudah 3 g, 12 minggu mencapai 25 g, sedangkan setelah 6 bulan dapat mencapai 500 g. Ikan bawal air tawar adalah ikan pemakan segala (omnivore). Ikan ini makan dengan mencaplok pakannya. Beberapa penani memberinya pakan sampah pasar sebagai makanan utama (Susanto 2006). Komposisi zat ikan bawal per 100 g BDD (Berat Dapat Dimakan) menurut PERSAGI (2005) adalah 78 g air; 91 kkal energi; 19 g protein; 1.7 g lemak; 1.3 g abu; 20 mg kalsium; 150 mg fosfor; 2 mg besi; 45.45 ug retinol; 0.05 mg tiamin. Saluran dan Lembaga Pemasaran Saluran pemasaran merupakan rangkaian lembaga pemasaran yang dilalui oleh barang dan jasa dari produsen ke tangan konsumen, sehingga mengakibatkan jalur berbeda akan memberikan keuntungan yang berbeda pula kepada masing-masing lembaga pemasaran yang terlibat di dalam kegiatan pemasaran, Saluran pemasaran adalah himpunan perusahaan atau perorangan yang mengambil alih hak, atau membantu dalam pengalihan hak atas barang dan jasa tersebut, selama barang dan jasa tersebut berpindah dari produsen ke konsumen (Limbong dan Sitorus 1985). Pemasaran menurut Limbong dan Sitorus (1985) adalah segala usaha kegiatan yang berhubungan dengan perpindahan hak milik dan fisik dari barangbarang hasil pertanian dan barang-barang kebutuhan usaha pertanian dari tangan produsen ke tangan konsumen, termasuk didalamnya kegiatan-kegiatan tertentu yang menghasilkan perubahan bentuk dari barang yang dituukan untuk lebih mempermudah penyaluran dan memberikan kepuasan yang lebih tinggi kepada konsumennya. Menurut Saefuddin dan Hanafiah (1983) panjang pendeknya saluran pemasaran tergantung pada: 1. Jarak antara produsen dan konsumen Semakin jauh jarak antara produsen dan konsumen maka makin panjang pola saaluran yang terjadi 2. Skala produksi
12
semakin kecil skala produksi, saluran yang terjadi cenderung panjang karena memerlukan pedagang perantara dalam penyalurannya. 3. Cepat tidaknya produk rusak Produk yang mudah rusak menghendaki saluran pemasaran yang pendek karena harus segera diterima konsumen. 4. Posisi keuangan pengusaha Pedagang dengan posisi keuangannya kuat cenderung dapat melakukan lebih banyak fungsi pemasaran dan memperpendek saluran pemasaran. Dengan mengetahui saluran pemasaran suatu komoditas maka dapat diketahui jalur mana yang lebih efisien dari semua kemungkinan jalur-jalur yang dapat di tempuh, serta dapat mempermudah mencari besarnya marjin yang diterima setiap lembaga yang terlibat. Marjin Tataniaga Marjin tataniaga adalah perbedaan harga ditingkat petani dengan harga ditingkat pengecer. Pengertian marjin tataniaga hanya mengacu pada perbedaan harga dan tidak
menyatakan jumlah produk yang dipasarkan (Dahl dan
Hammond 1977). Menurut Sudiyono (2002) komponen marjin tataniaga ini terdiri dari: 1) biaya yang diperlukan lembaga-lembaga pemasaran untuk melakukan fungsi-fungsi tataniaga yang disebut biaya tataniaga atau biaya fungsional dan 2) keuntungan lembaga tataniaga. Marjin tataniaga sering dipergunakan sebagai perbedaan antara harga diberbagai tingkat lembaga pemasaran di dalam sistim pemasaran. Pengertian marjin tataniaga sering dipergunakan untuk menjelaskan fenomena yang menjembatani adanya kesenjangan (gap) antara pasar ditingkat petani dengan pasar ditingkat pengecer. Tomek dan Robinson (1990), memberikan dua alternative dari defisiensi marjin pemasaran, yaitu: 1. Perbedaan harga yang dibayarkan konsumen dengan harga yang diterima produsen. 2. Harga dari kumpulan jasa-jasa pemasaran sebagai akibat adanya permintaan dan penawaran jasa-jasa pemasaran tersebut. Limbong dan Sitorus (1985) mengungkapkan bahwa sifat umum dari marjin tataniaga yaitu: 1. Marjin tataniaga berbeda-beda antara satu komoditi pertanian dengan komoditi lainnya. Hal ini disebabkan karena perbedaan jasa yang
13
diberikan pada berbagai komoditi mulai dari pintu gerbang petani sampai ke tingkat pengecer untuk konsumen akhir. 2. Marjin tataniaga produk pertanian cenderung akan naik dalam jangka panjang dengan menurunnya bagian harga yang diterima petani. 3. Marjin tataniaga relatif stabil dalam jangka pendek terutama dalam hubungannya dengan berfluktuasinya harga-harga produk hasil pertanian. Besarnya marjin pemasaran pada suatu saluran pemasaran trtentu dapat dinyatakan sebagai jumlah daeri marjin pada masing-masing lembaga tataniaga yang terlibat. Rendahnya biaya tataniaga suatu komoditi belum tentu dapat mencerminkan efisiensi yang tinggi. Salah satu indicator yang berguna dalam melihat efisiensi kegiatan tata niaga adalah dengan membandingkan bagian yang diterima petani (farmer’s share) terhadap harga yang dibayar konsumen akhir. Farmer’s share merupakan perbandingan harga yang diterima petani dengan harga yang diterima konsumen akhir. Bagian yang diterima lembaga tataniaga sering dinyatakan dalam bentuk persentase. Harga dan Kebijakan Harga Pangan Menurut Mubyarto (1989) salah satu gejala ekonomi yang sangat penting yang berhubungan dengan perilaku petani baik sebagai produsen maupun sebagai konsumen adalah harga. Dalam aspek ekonomi pangan, harga merupakan salah satu aspek penting yang perlu mendapat perhatian. Pentingnya harga pangan terutama ditingkat petani-produsen (dengan tetap malindungi konsumen) dilakukan oleh pemerintah diberbagai Negara melalui kebijakan intervensi. Secara umum kebijakan pemerintah dibidang harga pangan adalah untuk mencapai salah satu kombinasi dari beberapa hal berikut: (1) membantu meningkatkan pendapatan petani, (2) melindungi petani kecil untuk tetap memiliki insentif penghasilan pangan, (3) mencapai swasembada pangan dan mengurangi ketergantungan pangan, (4) menurunkan ketidakstabilan harga dan pendapatan petani, dan (5) memperhatikan daya beli konsumen agar kebutuhan pangan penduduk terpenuhi. Suatu barang mempunyai harga karena dua sebab yaitu: a. barang itu berguna, dan b. barang itu jumlahnya terbatas. Barang berguna bagi manusia dan jumlahnya terbatas ini disebut barang-barang ekonomi (Mubyarto 1989). Mengacu pada Hardinsyah (1985) harga zat gizi adalah harga yang harus dibayarkan untuk mendapatkan satu satuan zat gizi tertentu (Rp/satuan zat gizi).
14
Penetuan harga zat gizi juga harus memperhitungkan faktor BDD (Berat Dapat Dimakan). Perhitungan harga zat gizi adalah sebagai berikut :
atau
Menurut
Hardinsyah
(1985)
salah
satu
unsur
gizi
yang
perlu
diinformasikan kepada para pemeran-pemeran pengambil keputusan di rumah tangga adalah komposisi gizi dalam bahan makanan atau pangan dan hargaharga satuan zat gizidari setiap bahan pangan yang umum di pasar atau di lingkungannya, sehingga konsumen atau para pengambil keputusan konsumsi di rumah tangga dapat mempertimbangkan unsur gizi dalam makanan atau pangan yang akan dikonsumsinya. Dalam menjelaskan atau membandingkan harga zat gizi, pangan perlu dikelompokkan menurut sumber zat gizi utamanya. Secara ekonomi maksud pengelompokan pangan yaitu menurut sifat substitusinya. Sehingga pada masing-masing kelompok dapat dilihat keragaman harga zat gizi dan dapat disusun dari yang termurah sampai yang termahal. Dengan menggunakan daftar harga zat gizi dapat direncanakan susunan hidangan dengan biaya yang murah. Bila ini dipahami konsumen maka kondisi tertentu konsumsi pangan dan gizi dapat diperbaiki secara efektif tanpa meningkatkan pendapatan konsumen atau rumah tangga. Kebijakan komoditi beras di Indonesia dikenal kebijakan Pemerintah dalam hal penetapan harga dasar (floor price) dan harga atas (ceiling price). Kebijakan yang tepat dalam hal harga beras ini merupakan hal yang penting karena beras dihasilkan oleh hampir 60% petani kecil di pedesaan, beras dikonsumsi oleh sebagian besar penduduk, bentuk kurva permintaanya inelastic, dan lebih dari itu semua bahwa harga beras berpengaruh besar terhadap keadaan social ekonomi masyarakat (Hardinsyah 1985). Grading dan Standarisasi Mubyarto (1985) menjelaskan bahwa berkembangnya teknologi dalam tataniaga, pengolahan, dan pengawetan hasil pertanian, maka makin menonjol peranan dari grading dan standarisasi. Grading adalah klasifikasi hasil-hasil pertanian ke dalam beberapa golongan mutu yang berbeda-beda, masingmasing dengan nama dan etiket tertentu.
15
Pemenfaatan Lahan Pekarangan Menurut Karyono (1985) dalam Khomsan A et al (2009) menyatakan bahwa lahan pekarangan adalah sebidang tanah sekitar rumah yang biasanya berpagar keliling, ditanami dengan berbagai jenis tanaman semusim dan tahunan. Menurut Khomsan A et al (2009) memanfaatkan pekarangan dengan tanaman-tanaman sayuran sesungguhnya bermanfaat untuk meningkatkan asupan gizi bahan makanan sumber vitamin/mineral. Selain itu, dengan memanfaatkan
lahan
pekarangan
maka
sebagian
uang
belanja
dapat
dialokasikan untuk keperluan yang lain. Potensi pekarangan (terutama di desadesa) harus dioptimalkan dengan melibatkan unsure-unsur dari Dinas Pertanian, sehingga masyarakat selalu tergugah untuk merawat tanaman pekarangannya.