7
TINJAUAN PUSTAKA
Pengertian Penyuluhan Pertanian Istilah penyuluhan telah dikenal secara luas dan diterima oleh mereka yang bekerja di dalam organisasi pemberi jasa penyuluhan, tetapi tidak demikian halnya bagi masyarakat luas. Menurut van den Ban dan Hawkins (1999) istilah penyuluhan dalam bahasa Belanda digunakan kata voorlichting yang berarti memberi penerangan untuk menolong seseorang menemukan jalannya. Istilah ini digunakan pada masa kolonial bagi negara-negara jajahan Belanda, walaupun sebenarnya penyuluhan diperlukan oleh kedua belah pihak. Namun, Jahi (Mardikanto, 1993) menyebutkan istilah penyuluhan pada dasarnya diturunkan dari kata “Extension” yang dipakai secara meluas di banyak kalangan. Extension itu sendiri, dalam bahasa aslinya dapat diartikan sebagai perluasan atau penyebarluasan.
Proses
penyebarluasan
yang
dimaksud
adalah
proses
peyebarluasan informasi yang berkaitan dengan upaya perbaikan cara-cara bertani dan berusahatani demi tercapainya peningkatan produktivitas, pendapatan petani, dan perbaikan kesejahteraan keluarga atau masyarakat yang diupayakan melalui kegiatan pembangunan pertanian. Leagens (Lestari et al., 2000) mengkonseptualkan pendidikan penyuluhan sebagai ilmu terapan yang isinya berasal dari penelitian, pengalaman yang dikomulasikan, dan prinsip-prinsip yang sesuai yang diangkat dari ilmu yang berhubungan dengan perilaku dan disintesakan dengan teknologi dalam bentuk filosogi, prinsip, isi, dan metode yang difokuskan pada masalah pendidikan luar sekolah baik bagi dewasa maupun anak-anak. Pengertian penyuluhan yang tertuang dalam UU No. 16 Tahun 2006 adalah proses pembelajaran bagi pelaku utama serta pelaku usaha agar mereka mau dan mampu menolong dan mengorganisasikan dirinya dalam mengakses informasi pasar, teknologi, permodalan, dan sumber daya lainnya, sebagai upaya untuk
meningkatkan
produktivitas,
efisiensi
usaha,
pendapatan,
dan
kesejahteraannya, serta meningkatkan kesadaran dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup.
8
Tujuan yang sebenarnya dari penyuluhan pertanian adalah terjadinya perubahan perilaku sasarannya. Sejalan dengan hal ini Syahyuti et al. (1999) menyebutkan
tujuan
yang
ingin
dicapai
penyuluhan
pertanian
adalah
mengembangkan kemampuan petani secara bertahap agar memiliki tingkat pengetahuan yang semakin meningkat, perbendaharaan informasi yang memadai dan kemampuan mengaplikasikan teknologi yang dibutuhkan sehingga akhirnya mampu memecahkan masalah serta mengambil keputusan yang terbaik untuk usahataninya. Jadi, penyuluhan pertanian bukan sekedar menyampaikan informasi kepada petani lalu berhenti, tetapi berlanjut sampai pada dampaknya yang ada efek perbaikan langsung yang menguntungkan. Fungsi sistem penyuluhan menurut UU No. 16 Tahun 2006 adalah: (1) Memfasilitasi proses pembelajaran pelaku utama dan pelaku usaha; (2) Mengupayakan kemudahan akses pelaku utama dan pelaku usaha ke sumber informasi teknologi, dan sumber daya lainnya agar mereka dapat mengembangkan usahanya; (3) Meningkatkan kemampuan kepemimpinan, manajerial, dan kewirausahaan pelaku utama dan pelaku usaha; (4) Membantu pelaku utama dan pelaku usaha dalam menumbuhkembangkan organisasinya menjadi organisasi ekonomi yang berdaya saing tinggi, produktif, menerapkan tata kelola berusaha yang baik, dan berkelanjutan; (5) Membantu menganalisis dan memecahkan masalah serta merespon peluang dan tantangan yang dihadapi pelaku utama dan pelaku usaha dalam mengelola usaha; (6) Menumbuhkan kesadaran pelaku utama dan pelaku usaha terhadap kelestarian fungsi dan lingkungan; dan (7) Melembagakan nilai-nilai budaya pembangunan pertanian, perikanan, dan khutanan yang maju dan modern bagi pelaku utama secara berkelanjutan.
Peran Penyuluh Pertanian Menurut Departemen Pertanian (2005), penyuluh pertanian adalah perorangan yang melakukan kegiatan penyuluhan pertanian. Pengertian penyuluh pertanian berdasarkan UU No. 16 Tahun 2006 adalah: (1) Penyuluh pegawai
9
negeri sipil yang disebut penyuluh PNS adalah pegawai negeri sipil yang diberi tugas, tanggung jawab, wewenang, dan hak secara penuh oleh pejabat yang berwenang pada satuan organisasi lingkup pertanian, perikanan, atau kehutanan untuk melakukan kegiatan penyuluhan; (2) Penyuluh swasta adalah penyuluh yang berasal dari dunia usaha dan/atau lembaga yang mempunyai kompetensi dalam bidang penyuluhan; dan (3) Penyuluh swadaya adalah pelaku utama yang berhasil dalam usahanya dan warga masyarakat lainnya yang dengan kesadarannya sendiri mau dan mampu menjadi penyuluh. Petani mempunyai harapan dari cara penyuluh membantunya, tetapi atasan dari agen penyuluhan itu juga mengharapkan peranannya. Dengan demikian, posisi agen penyuluhan berada di tengah-tengah dan akan mengalami kesulitan jika terjadi pertentangan antara kedua kelompok ini (van den Ban dan Hawkins, 1999). Menurut Rogers (1995), terdapat tujuh peran agen pembaruan dalam proses pengenalan inovasi kepada klien yaitu: (1) Membangkitkan kebutuhan terhadap adanya perubahan. Tugas awal seorang agen pembaruan adalah untuk membantu klien menyadari kebutuhan akan adanya perubahan, terutama untuk mesyarakat yang masih terbelakang. Rendahnya
wawasan
tentang
perencanaan,
aspirasi,
motivasi
untuk
berprestasi, dan juga sikap mereka yang terlalu pasrah pada keadaan merupakan gambaran masyarakat terbelakang. Agen pembaruan dalam menghadapi kondisi seperti ini harus berperan sebagai katalisator (pembuka kran) untuk menyadarkan klien tentang kebutuhannya. Agen pembaruan dapat menjalankan perannya dengan menyampaikan alternatif-alternatif solusi yang dapat digunakan untuk menjawab permasalahan yang ada, mendramatisasi, dan juga mampu meyakinkan klien bahwa mereka mempunyai kemampuan untuk memecahkan persoalannya. Agen pembaruan melakukan upaya-upaya ini dengan cara persuasif dan membuka diri untuk melakukan konsultasi kepada kliennya. Kondisi klien yang kurang mempunyai wawasan seringkali kurang menyadari persoalan yang terjadi sehingga mereka juga tidak mempunyai solusi tepat untuk menyelesaikannya. Untuk itu maka agen
10
pembaruan dituntut untuk membantu kliennya dengan menyediakan informasi yang tepat dan sesuai dengan permasalahan yang dihadapi klien. (2) Menciptakan suatu hubungan yang memungkinkan adanya pertukaran informasi. Dalam melakukan kegiatan penyuluhan, agen pembaruan harus menciptakan hubungan yang akrab dengan klien. Keakraban dapat diciptakan agen pembaruan dengan menjadikan dirinya sebagai orang yang dapat dipercaya, jujur, memiliki empati yang tinggi terhadap klien, serta saling bertukar informasi dan pengalaman dengan klien. Untuk dapat melakukan penyuluhan dengan baik maka seorang agen pembaruan harus dapat diterima secara fisik dan sosial oleh klien sebelum dia menyampaikan inovasi. (3) Mendiagnosis permasalahan. Dengan keakraban yang sudah terjalin maka seorang agen pembaruan diharapkan dapat mendiagnosis permasalahan yang ada. Dalam mendiagnosis permasalahan yang ada, agen pembaruan harus melihatnya dari sudut pandang klien sehingga permasalahan yang dapat ditangkap oleh agen pembaruan benar-benar permasalahan yang dihadapi masyarakat. Untuk itu maka diperlukan empati yang tinggi dari seorang agen pembaruan. (4) Menumbuhkan motivasi untuk berubah pada diri klien. Setelah permasalahan dapat digali maka agen pembaruan harus berusaha untuk membangkitkan motivasi klien untuk melakukan perubahan dan mendorong klien untuk menaruh perhatian pada inovasi yang dibawa agen pembaruan. (5) Merencanakan aksi pembaruan. Agen pembaruan selanjutnya berusaha untuk mempengaruhi perilaku klien sesuai dengan rekomendasinya berdasarkan kebutuhan klien. Diharapkan klien tidak hanya menaruh minat tetapi juga merencanakan untuk mengadopsi inovasi tersebut. Agen pembaruan dapat memanfaatkan berbagai cara untuk membantu klien dalam mencapai tujuannya, yaitu dengan cara: memberikan nasehat secara tepat waktu untuk menyadarkan klien tentang permasalahan yang ada, memberikan alternatif solusi, memberikan informasi mengenai konsekuensi dari setiap alternatif yang diberikan, membantu klien memutuskan tujuan yang paling penting, membantu klien dalam mengambil keputusan secara sistematis baik
11
perorangan maupun kelompok, membantu klien belajar dari pengalaman dan uji coba, dan mendorong klien untuk saling bertukar informasi. (6) Menjaga keberlangsungan proses adopsi dan
menghindakan adanya
penghentian proses adopsi. Selanjutnya agen pembaruan harus mampu mendorong klien untuk menerima inovasi tersebut dan menjaga agar klien semakin yakin dengan penerapan inovasi tersebut dapat membantunya memecahkan persoalan hidupnya. Pada tahap ini agen pembaruan harus terus memberikan informasi yang dapat lebih meyakinkan klien. Informasi yang diberikan juga harus dapat mencegah klien membatalkan keinginannya menerapkan inovasi yang dibawa agen pembaruan. (7) Mencapai hubungan terminal. Tujuan akhir seorang agen pembaruan adalah adanya perilaku ”mempengaruhi diri sendiri” pada diri klien. Agen pembaruan berusaha untuk menjadikan klien mampu menjadikan dirinya sebagai agen pembaruan paling tidak untuk dirinya sendiri sehingga klien dapat mengenali kebutuhannya dan mampu memilih inovasi-inovasi yang paling tepat dengan kebutuhannya tersebut.
Pada tahap ini agen pembaruan memutuskan
hubungannya dengan klien, maksudnya adalah agen pembaruan menyudahi tugasnya untuk menyampaikan suatu inovasi kepada klien hingga klien mampu mandiri. Agen pembaruan dapat melanjutkan tugasnya di tempat lain dengan inovasi yang sama atau tetap di tempat yang sama dengan membawa inovasi lainnya. Hubeis et al. (1998) mengungkapkan bahwa peran penyuluhan di dalam penyelenggaraan kegiatan penyuluhan pertanian dapat optimal apabila didukung oleh kelembagaan penyuluhan yang holistik, independen, dan otonom. Kelembagaan penyuluhan harus memberi kebebasan kepada penyuluh pertanian untuk tidak hanya melaksanakan tugas karena status kepegawaiannya sebagai penyuluh.
Penyuluh
pertanian
memerlukan
kelembagaan
yang
tidak
mengharuskan mereka untuk mengembangkan penyuluhan dan membina petani pada arah tujuan tertentu. Lebih lanjut Hubeis (Hubeis et al., 1992) menjelaskan figur-figur penyuluhan dalam tiap subsistem sosial dapat memilih satu dari empat kemungkinan peran penyuluh pembangunan yakni:
12
(1) Katalis, penyuluh pembangunan (agen perubahan) sangat diperlukan untuk mengatasi
kebekuan
dengan
cara
mendorong
timbulnya
perasaan
ketidakpuasan di masyarakat mengenai hasil pembangunan yang sudah ada. Ketidakpuasan
ini
akan
membantu
mereka
untuk
melihat
sesuatu
permasalahan dalam pembangunan dengan lebih serius; (2) Penemu solusi, peranan penyuluh pembangunan dalam menyebarluaskan gagasan pembangunan merupakan hal yang mendominasi kelancaran operasional pembangunan sebelum diterapkan di masyarakat; (3) Pendamping, seorang penyuluh pembangunan dapat memainkan fungsinya sebagai seorang pendamping khalayak sasaran pembangunan dalam mensolusi masalah dengan cara sebagai berikut: (a) Membantu khalayak sasaran pembangunan tentang cara-cara mengenali dan mendefinisikan keperluan mereka, (b) Membantu khalayak sasaran pembangunan tentang cara-cara mendiagnosa masalah dan menetapkan tujuan perubahan yang ingin dicapainya, (c) Membantu khalayak sasaran pembangunan tentang cara-cara memperoleh sumber-sumber informasi, sarana, dan prasarana pembangunan yang diperlukan, (d) Membantu khalayak sasaran pembangunan tentang cara-cara memilih dan mengkreasi suatu solusi permasalahan yang disesuaikan dengan kondisi khalayak yang bersangkutan, dan (e) Membantu khalayak sasaran pembangunan dalam memodifikasi dan menempatkan solusi-solusi, serta (f) Membantu
khalayak
sasaran
pembangunan
dalam
mengevaluasi
kemanfaatan suatu solusi dalam memenuhi kebutuhan mereka dan mengantisipasi permasalahan yang mungkin akan timbul di masa yang akan datang. (4)Perantara, peran khusus dari penyuluh pembangunan sebagai perantara antara pembuat kebijakan dan khalayak sasaran pembangunan adalah mempersatukan dua kepentingan tersebut dengan membuat keputusan terbaik dalam menggunakan sumber daya yang tersedia di dalam dan di luar sistem kehidupan khalayak sasaran pembangunan.
13
Sesuai dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Kep: 29/MEN/III/2010 tentang Penetapan Standar Kompetensi Kerja Nasional Indonesia (SKKNI) Sektor Pertanian Bidang Penyuluhan Pertanian, dirumuskan fungsi dan peran penyuluh pertanian dalam sistem penyuluhan pertanian, yaitu: (1) memfasilitasi proses pemberdayaan pelaku utama dan pelaku usaha; (2) mengupayakan kemudahan akses pelaku utama dan pelaku usaha ke sumber informasi, teknologi, dan sumberdaya lainnya agar mereka dapat mengembangkan usahanya; (3) meningkatkan kemampuan kepemimpinan, manajerial, dan kewirausahaan pelaku utama dan pelaku usaha; (4) membantu pelaku utama dan pelaku usaha dalam menumbuhkembangkan organisasinya menjadi organisasi ekonomi yang berdaya saing tinggi, produktif, menerapkan tata kelola berusaha yang baik dan berkelanjutan; (5) membantu menganalisis dan memecahkan masalah serta merespon peluang dan tantangan yang dihadapi pelaku utama dan pelaku usaha dalam mengelola usaha; (6) menumbuhkan kesadaran pelaku utama dan pelaku usaha terhadap kelestarian fungsi lingkungan; dan (7) melembagakan nilai-nilai budaya pembangunan pertanian, perikanan dan kehutanan yang maju dan modern bagi pelaku utama dan pelaku usaha secara berkelanjutan. Untuk melaksanakan fungsi dan peran tersebut, menuntut adanya peningkatan kompetensi penyuluh pertanian untuk mewujudkan penyuluh pertanian yang profesional. Menurut UU No. 16 Tahun 2006, penyuluhan dilakukan oleh penyuluh PNS, penyuluh swasta, dan/atau penyuluh swadaya. Pengangkatan dan penempatan penyuluh PNS disesuaikan dengan kebutuhan dan formasi yang tersedia berdasarkan peraturan perundang-undangan. Keberadaan penyuluh swasta dan penyuluh swadaya bersifat mandiri untuk memenuhi kebutuhan pelaku utama dan pelaku usaha. Jika melihat beberapa peran di atas, maka penyuluh dituntut untuk mempunyai kemampuan membantu petani yaitu tidak hanya menyebarluaskan materi penyuluhan tetapi juga dapat membantu memecahkan masalah yang dihadapi petani.
14
Konsep Persepsi Menurut Leavit (1978), persepsi dalam arti sempit ialah penglihatan, bagaimana cara seseorang melihat sesuatu; sedangkan dalam arti luas ialah pandangan atau pengertian, yaitu cara seseorang memandang atau mengartikan sesuatu. Persepsi terkait erat dengan masalah sikap, karena persepsi merupakan komponen kognitif sikap. Dalam psikologi sosial, sikap diartikan sebagai derajat atau tingkat kesesuaian atau ketidaksesuaian seseorang terhadap objek tertentu. Kesesuaian atau ketidaksesuaian ini dinyatakan dalam skala yang menunjukkan sangat setuju atau sangat tidak setuju terhadap objek sikap (Mar’at, 1981). Menurut Asngari (1984), persepsi orang dipengaruhi oleh pandangan seseorang pada suatu keadaan, fakta, atau tindakan. Terdapat tiga mekanisme pembentukan persepsi, yaitu: selectivity, closure, interpretation. Informasi yang sampai kepada seseorang menyebabkan individu yang bersangkutan membentuk persepsi, dimulai dengan pemilihan atau menyaringnya, kemudian informasi yang masuk tersebut disusun menjadi kesatuan yang bermakna, dan akhirnya terjadilah interpretasi mengenai fakta keseluruhan informasi. Menurut De Vito (1997), persepsi adalah proses ketika kita menjadi sadar akan banyaknya stimulus yang memengaruhi indra kita. van den Ban (1999) menjelaskan bahwa persepsi adalah proses menerima informasi atas rangsangan dari lingkungan dan mengubahnya ke dalam kesadaran psikologis. Menurut Thoha (1999), persepsi pada hakikatnya adalah proses kognitif yang dialami oleh setiap orang di dalam memahami informasi tentang lingkungannya, baik lewat penglihatan, pendengaran, penghayatan, perasaan, dan penciuman. Kunci untuk memahami persepsi terletak pada pengenalan bahwa persepsi itu merupakan suatu penafsiran yang unik terhadap situasi, dan bukannya suatu pencatatan yang benar terhadap situasi. Menurut Rakhmat (2000), persepsi juga dapat diartikan sebagai pengalaman tentang objek, peristiwa, atau hubungan yang diperoleh dengan menyimpulkan informasi dan menafsirkan pesan. Persepsi memberikan makna pada rangsangan inderawi. Menafsirkan makna informasi inderawi tidak hanya melibatkan sensasi tetapi juga atensi (perhatian), ekspektasi (harapan), motivasi,
15
dan memori. Persepsi, seperti juga sensasi, ditentukan oleh faktor personal dan situasional. Tingkah laku seseorang merupakan fungsi dari cara dia memandang. Oleh karena itu, untuk mengubah tingkah laku seseorang harus dimulai dari mengubah persepsinya. Dalam proses persepsi, terdapat tiga komponen utama berikut (Sobur, 2003): (1) Seleksi adalah proses penyaringan oleh indra terhadap rangsangan dari luar, intensitas dan jenisnya dapat banyak atau sedikit. (2) Interpretasi, yaitu proses mengorganisasikan informasi sehingga mempunyai arti bagi seseorang. Interpretasi dipengaruhi oleh berbagai faktor, seperti pengalaman masa lalu, sistem nilai yang dianut, motivasi, kepribadian dan kecerdasan. Interpretasi juga bergantung pada kemampuan seseorang untuk mengadakan pengategorian informasi yang diterimanya, yaitu proses mereduksi informasi yang kompleks menjadi sederhana. (3) Interpretasi dan persepsi kemudian diterjemahkan dalam bentuk tingkah laku sebagai reaksi. Jadi, proses persepsi adalah melakukan seleksi, interpretasi, dan pembulatan terhadap informasi yang sampai. Proses persepsi seseorang dikemukakan oleh Pareek (Sobur, 2003) adalah: (1) Proses menerima rangsangan. Proses pertama dalam persepsi ialah menerima rangsangan atau data dari berbagai sumber. Kebanyakan data diterima melalui pancaindra yakni melihat sesuatu, mendengar, mencium, merasakan, atau menyentuhnya, sehingga dapat mempelajari segi-segi lain dari hal itu. (2) Proses menyeleksi rangsangan. Setelah diterima, rangsangan atau data diseleksi. Tidaklah mungkin untuk memperhatikan semua rangsangan yang telah diterima. Terdapat dua faktor yang menentukan seleksi rangsangan, yakni: (1) Faktor-faktor intern yang mempengaruhi seleksi persepsi. Dalam menyeleksi berbagai gejala untuk persepsi, faktor-faktor intern berkaitan dengan diri sendiri, faktor-faktor tersebut adalah: (a) kebutuhan psikologis. Kebutuhan psikologis seseorang mempengaruhi persepsinya. Kadang-kadang ada hal yang kelihatan (yang sebenarnya tidak ada)
16
karena kebutuhan psikologis; (b) latar belakang. Orang-orang dengan latar belakang tertentu mencari orang-orang dengan latar belakang yang sama.
Mereka
mengikuti
dunia
yang
serupa
dengan
mereka;
(c) pengalaman. Pengalaman mempersiapkan seseorang untuk mencari orang-orang, hal-hal, dan gejala-gejala yang mungkin serupa dengan pengalaman pribadinya. Seseorang yang mempunyai pengalaman buruk dalam bekerja dengan jenis orang tertentu, mungkin akan menyeleksi orang-orang ini untuk jenis persepsi tertentu; (d) kepribadian. Seseorang yang introvert mungkin akan tertarik kepada orang-orang yang serupa atau
sama
sekali
berbeda.
Berbagai
faktor
dalam
kepribadian
mempengaruhi seleksi dan persepsi; (e) sikap dan kepercayaan umum. Orang-orang yang mempunyai sikap tertentu terhadap kelompok tertentu, besar kemungkinan akan melihat berbagai hal kecil yang tidak diperhatikan oleh orang lain; (f) penerimaan diri.
Orang-orang yang
ikhlas menerima kenyataan diri akan lebih tepat menyerap sesuatu daripada mereka yang kurang ikhlas menerima realitas dirinya. (2) Faktor-faktor ekstern yang mempengaruhi seleksi persepsi. Beberapa faktor yang dianggap penting pengaruhnya terhadap seleksi rangsangan ialah: (a) intensitas. Pada umumnya, rangsangan yang lebih intensif, mendapatkan lebih banyak tanggapan daripada rangsangan yang kurang intens; (b) ukuran. Pada umumnya, benda-benda yang lebih besar lebih menarik perhatian. Barang yang lebih besar lebih cepat dilihat; (c) kontras. Hal-hal lain dari yang biasa kita lihat akan cepat menarik perhatian; (d) gerakan. Hal-hal yang bergerak lebih menarik perhatian daripada hal-hal yang diam; (e) ulangan. Biasanya hal-hal yang berulang dapat menarik perhatian. Akan tetapi, ulangan yang terlalu sering dapat menghasilkan kejenuhan semantik dan dapat kehilangan arti perspektif. Oleh karena itu, ulangan mempunyai nilai yang menarik perhatian selama digunakan dengan hati-hati; (f) keakraban. Hal-hal yang akrab atau dikenal lebih menarik perhatian; dan (g) sesuatu yang baru. Hal-hal baru juga dapat menarik perhatian. Jika orang sudah terbiasa dengan sesuatu yang sudah dikenal, maka sesuatu yang baru dapat menarik perhatian.
17
Tingkah laku manusia merupakan fungsi dari cara mereka memandang. Oleh karena itu, untuk mengubah tingkah laku seseorang harus dimulai dari mengubah persepsinya, dalam proses ini ada tiga komponen utama, yaitu: (1) seleksi, merupakan proses penyaringan oleh indra terhadap rangsangan dari luar; (2) interpretasi, yaitu proses mengorganisasikan informasi sehingga mempunyai arti bagi mereka; dan (3) interpretasi dan persepsi diterjemahkan dalam bentuk tingkah laku sebagai reaksi (van den Ban dan Hawkins, 1999). Menurut Rogers dan Shoemaker (1971), karakteristik seseorang akan ikut mempengaruhi persepsi dan selanjutnya akan mempengaruhi tindakan atau perilaku.
De
Vito
(1997)
mengemukakan
bahwa
faktor-faktor
yang
mempengaruhi ketepatan persepsi adalah umur, kecerdasan, kompleksitas, kognitif, popularitas, ciri-ciri pribadi, dan kesan latihan atau hasil belajar. Dengan melihat pendapat para pakar tersebut, dapat disimpulkan bahwa pengertian persepsi dalam penelitian ini adalah pandangan seseorang terhadap informasi tentang lingkungannya baik melalui penglihatan, pendengaran, penghayatan, perasaan, dan penciuman.
Kompetensi Penyuluh Pertanian Menurut Lucia dan Lepsinger (Prihadi,
2004), kata kompetensi
merupakan terjemahan dari kata “competency” yakni: a competency is build on the foundation of inherent talents and incorporating the types of skills and knowledge that can and acquitted through learning, effort, and experience. The all innate and acquired abilities manifests in a specific set of behaviors. Maknanya yakni kompetensi dibangun di atas dasar bakat yang melekat dan menggabungkan jenis keterampilan dan pengetahuan yang dapat dan dibebaskan melalui pembelajaran, usaha, dan pengalaman. Semua bawaan dan kemampuan yang diperoleh terwujud dalam satu set perilaku yang spesifik. Spencer dan Spencer (1993) menyebutkan kompetensi sebagai segala bentuk motif, sikap, keterampilan, pengetahuan, perilaku atau karakteristik pribadi lain yang penting untuk melaksanakan pekerjaan atau membedakan antara kinerja rata-rata dengan kinerja superior. Terdapat lima tipe kompetensi yaitu pengetahuan, keterampilan, konsep diri, sikap, dan motif.
Kompetensi
18
pengetahuan dan keterampilan relatif lebih mudah dikembangkan dibandingkan dengan konsep diri, sikap, dan motif yang relatif lebih tersembunyi dan merupakan pusat bagi kepribadian seseorang. Berdasarkan kriteria yang digunakan untuk memperediksi suatu pekerjaan, Spencer dan Spencer (1993) membedakan kompetensi menjadi dua kategori, yaitu: (1) threshold dan (2) differentiating. Threshold competencies merupakan karakteristik utama yang harus dimiliki seseorang untuk dapat melaksanakan pekerjaannya. Karakteristik utama tersebut adalah pengetahuan atau keahlian dasar yang terkait dengan bidang kompetensinya. Differentiating competencies adalah faktor-faktor yang dapat digunakan untuk membedakan antara individu yang berkinerja tinggi dengan yang berkinerja rendah. Pengertian kompetensi penyuluhan pertanian menurut Gilley dan Eggland (Puspadi, 2003) adalah kemampuan yang dimiliki seseorang, sehingga yang bersangkutan dapat menyelesaikan perannya. Menurut Rusmono (2008), kompetensi merupakan kebulatan pengetahuan, keterampilan dan sikap yang berwujud tindakan cerdas dan penuh tanggung jawab dalam melaksanakan tugas penyuluhan pertanian. Sedangkan dalam Pedoman Pelaksanaan Sertifikasi Profesi Penyuluh Pertanian (2010) dijelaskan pengertian kompetensi adalah seperangkat pengetahuan, keterampilan, dan perilaku yang harus dimiliki, dihayati, dan dikuasai sesuai dengan tugas pokok dan fungsinya sebagai tenaga profesional. Berlo (Mardikanto 1993) mengemukakan empat kualifikasi yang harus dimiliki setiap penyuluh mencakup: (1) kemampuan berkomunikasi, hal ini tidak hanya terbatas pada kemampuan: memilih inovasi, memilih dan menggunakan saluran komunikasi yang efektif, memilih dan menerapkan metoda penyuluhan yang efektif dan efisien, memilih dan menggunakan alat bantu dan alat peraga yang efektif dan murah, tetapi yang lebih penting adalah kemampuan dan ketrampilan penyuluh untuk berempati dan berinteraksi dengan masyarakat sasarannya; (2) sikap penyuluh yang: (a) menghayati dan bangga terhadap profesinya, serta merasakan kehadirannya sangat dibutuhkan oleh masyarakat sasaran,
(b)
meyakini
bahwa
inovasi
yang
disampaikan
telah
teruji
kemanfaatannya, (c) menyukai dan mencintai masyarakat sasaran; (3) kemampuan pengetahuan penyuluh tentang: (a) isi, fungsi, manfaat, dan nilai-nilai yang
19
terkandung dalam inovasi yang disampaikan, (b) latar belakang dan keadaan masyarakat sasaran, (c) segala sesuatu yang menyebabkan masyarakat suka atau tidak menghendaki perubahan; (4) karakteristik sosial-budaya penyuluh mencakup latar belakang bahasa, agama, dan kebiasaan-kebiasaan. Rusmono (2008) menjelaskan bahwa terdapat elemen-elemen kompetensi penyuluh pertanian, yakni pemahaman terhadap karakteristik sasaran, yakni: (1) Penguasaan sumber bahan ajar (disciplinary content) atau bidang keahlian; (2) Kemampuan penyelenggaraan penyuluhan (menyiapkan, melaksanakan, mengembangkan,
mengevaluasi
dan
melaporkan
kegiatan
penyuluhan;
(3) Kemauan dan kemampuan untuk mengembangkan profesionalisme dan kepribadian secara berkelanjutan; dan (4) Kemampuan berkomunikasi dan berinteraksi sosial. Kompetensi (keahlian) yang harus dimiliki penyuluh dalam melaksanakan tugasnya menurut Dubey dan De (1990, Lestari et al., 2001) adalah: (1) Keahlian teknis, adalah kemampuan penyuluh memberikan, memahami dan menerapkan informasi teknis yang diperlukan audiens. Hal itu termasuk kemampuan
penyuluh
menangani
dengan
tepat
bahan-bahan
dan
perlengkapan-perlengkapan teknis. (2) Keahlian ekonomi, adalah kemampuan penyuluh untuk memahami kekuatan pasar, menyarankan dan membimbing sistem si klien untuk mendapatkan keuntungan yang maksimal. Hal itu termasuk kemampuan penyuluh dalam mengatur aktifitas ekonomi dengan sistem yang ada seperti formasi komite penerima waris, masyarakat yang kooperatif, dan membangun bank perkreditan. (3) Keahlian keilmuan, adalah kemampuan penyuluh dalam memahami hubungan sebab akibat dan pendekatan yang logis dalam memecahkan masalah, penyuluh harus meyakini kemampuan ilmu bisa merubah manusia. (4) Keahlian jabatan, berhubungan dengan kehendak dan keahlian penyuluh dalam menampilkan serangkaian kerja fisik dalam pelaksanaan kegiatan khusus termasuk kemampuan penyuluh untuk mencoba dan memperagakan praktek-praktek untuk situasi yang dihadapi klien dan menginterpretasikan hasil-hasilnya.
20
(5) Keahlian berkomunikasi, berhubungan dengan kemampuan penyuluh dalam memilih, memroses dan menyampaikan pesan yang tepat kepada audiens dengan cara yang mudah dipahami dan mampu memotivasi mereka untuk mengubah kebiasaan menjadi lebih baik, termasuk di dalamnya adalah program seperti rapat, kampanye, pameran, pelatihan, dan sebagainya. (6) Keahlian
sosial,
berhubungan
dengan
kemampuan
penyuluh
untuk
memahami sistem sosial audiens sehingga mampu bersosialisasi dengan mereka, termasuk kemampuan mengawali dan menjaga kegiatan kelompok dalam mencapai tujuan. Menurut Rusmono (2008), terdapat beberapa komponen kompetensi penyuluh pertanian, yakni: (1) Kompetensi kepribadian, yakni kemampuan personal yang mencerminkan kepribadian yang mantap, stabil, dewasa, arif, dan berwibawa, menjadi teladan bagi sasaran penyuluhan dan berakhlak mulia. (2) Kompetensi andragogik, meliputi pemahaman terhadap sasaran penyuluhan, perencanaan,
pelaksanaan,
evaluasi
dan
laporan
penyuluhan,
serta
pengembangan sasaran untuk mengaktualisasikan berbagai kompetensi yang dimiliki. (3) Kompetensi profesional, merupakan penguasaan materi (sumber bahan ajar) penyuluhan secara luas dan mendalam, yang mencakup penguasaan materi yang dibutuhkan sasaran dan substansi keilmuan yang menaungi materinya, serta penguasaan struktur dan metodologi keilmuannya. (4) Kompetensi sosial, merupakan kemampuan penyuluh untuk berkomunikasi dan bergaul secara efektif dengan sasaran, sesama penyuluh, peneliti, dan pemangku kepentingan lainnya. Sumardjo (2009) mengemukakan bahwa kompeten diartikan sebagai kemampuan dan kewenangan yang dimiliki oleh seseorang untuk melakukan suatu pekerjaan, yang didasari oleh pengetahuan, keterampilan dan sikap yang sesuai dengan unjuk kerja yang ditetapkan (standar). Kebutuhan kompetensi bagi penyuluh setidaknya disusun berdasarkan dua hal, yaitu: (1) kebutuhan pembangunan masyarakat; dan (2) kebutuhan kompetensi berdasarkan tugas pokok dan fungsi (tupoksi) penyuluh.
21
Lebih lanjut Sumardjo (2010) menjelaskan bahwa penyuluh setidaknya memiliki kompetensi-kompetensi: (1) personal, (2) sosial, (3) andragogik, dan (4) komunikasi inovatif. Kompetensi personal adalah kesesuaian sifat bawaan dan kepribadian penyuluh yang tercermin dari kemampuan membawakan diri, kepemimpinan, kesantunan, motif berprestasi, kepedulian, disiplin, terpercaya, tanggung jawab, dan ciri kepribadian penyuluh lainnya. Kompetensi sosial menyangkut kemampuan-kemampuan berinteraksi/berhubungan sosial, melayani, bermitra, bekerjasama dan bersinergi, mengembangkan kesetiakawanan, kohesif, dan mampu saling percaya mempercayai. Kompetensi andragogik menyangkut kemampuan metodik dan teknik pembelajaran/mengembangkan pengalaman belajar
untuk
mempengaruhi
dan
mengubah
pengetahuan/wawasan,
keterampilan/tindakan dan sikap (minat) sasaran penyuluhan, membangkitkan kebutuhan belajar/berubah, menyadari tanggung jawab dan kebutuhan sasaran penyuluhan. Kompetensi komunikasi inovatif menyangkut reaktualisasi diri, penguasaan teknologi informasi, kemampuan berempati, kemampuan komunikasi partisipatif/konvergensi, menggali dan mengembangkan pembaharuan, serta kewiraswastaan (enterpreneurship). Slamet (2003b) menjelaskan bahwa penyuluhan telah menjadi bidang kajian ilmiah dan penyuluh pertanian telah menjadi tenaga fungsional. Wajarlah kiranya bila profesionalisme perlu dikembangkan di kalangan penyuluhan pertanian. Alasan lain akan perlunya profesionalisasi itu adalah bahwa tugas penyuluhan pertanian di masa mendatang akan semakin luas, intensif, dan kompleks, serta di lain pihak para petani semakin pandai dan maju, beragam dan canggih. Para petani pun perlu dibina usahataninya dalam berbagai bentuk pengorganisasian, yang semuanya perlu penanganan secara profesional. Berdasarkan UU SP3K No. 16 Tahun 2006 pada Pasal 21 dijelaskan mengenai kompetensi penyuluh dapat ditingkatkan melalui kegiatan pendidikan dan pelatihan. Adapun sesuai dengan Keputusan Menteri Tenaga Kerja dan Transmigrasi Nomor Kep.29/MEN/III/2010 tentang Penetapan SKKNI Sektor Pertanian Bidang Penyuluhan Pertanian, kompetensi dan kerangka profesi penyuluh dikelompokkan berdasarkan:
22
(1) Kompetensi umum, mencakup unit-unit kompetensi yang berlaku dan dibutuhkan pada hampir semua subbidang keahlian/pekerjaan. Misalnya mengaktualisasikan nilai-nilai kehidupan dan
melakukan komunikasi
dialogis. (2) Kompetensi inti, mencakup unit-unit kompetensi yang berlaku dan dibutuhkan untuk mengerjakan tugas pokok/utama pada suatu bidang keahlian/pekerjaan tertentu, dan merupakan unit-unit kompetensi yang wajib (compulsory) dari subbidang keahlian/pekerjaan dimaksud dengan tingkat pengetahuan dan keterampilan spesifik. Misalnya menyusun programa penyuluhan
pertanian,
menerapkan
metode
penyuluhan
pertanian,
mengevaluasi pelaksanaan penyuluhan pertanian, serta mengembangkan metode, sistem kerja, atau arah kebijakan penyuluhan pertanian. (3) Kompetensi khusus, mencakup unit-unit kompetensi yang dapat ditambahkan ke
dalam
subbidang
keahlian/pekerjaan
tertentu
yang
memerlukan
kekhususan/spesialisasi, serta memerlukan kemampuan analisis yang mendalam dan terstruktur. Unit-unit kompetensi ini sebagai pelengkap dan bersifat pilihan untuk mengerjakan tugas-tugas spesifik pada sektor, subsektor, atau bidang keahlian/pekerjaan tertentu. Misalnya mengelola kegiatan produksi benih tanaman, mengelola kegiatan produksi tanaman hortikultura, mengelola kegiatan pengolahan hasil perkebunan, mengelola kegiatan pemasaran produk pertanian ke pasar domestik, dan mengelola kegiatan fasilitasi akses permodalan. Berdasarkan paparan pengertian kompetensi di atas, maka pengertian kompetensi dalam penelitian ini disimpulkan sebagai kemampuan individu yang mencakup apek pengetahuan, keterampilan serta sikap kerja yang sesuai dengan standar yang diterapkan.