II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kualitas Penyuluhan Dalam commentary paper yang ditulisnya 20 tahun kemudian, Berry (2002) mengulas bahwa gagasan dan konsep pokok paper klasiknya tetap relevan, lima strategi utama “Relationship Marketing” yang saling berkaitan dan bisa digunakan secara simultan: 1. Core Service Strategy, yaitu merancang dan memasarkan jasa inti (core service) yang bisa mendasari bertumbuhnya relasi pelanggan. Jasa inti ideal adalah jasa yang bisa menarik para pelanggan baru melalui karakter pemenuhan kebutuhannya: memperkuat relasi bisnis melalui kualitas, multi komponen dan karakteristik jangka panjangya dan memberikan basis bagi penjualan layanan tambahan sepanjang waktu. 2. Relationship Customization, yaitu mengadaptasi jasa atau layanan yang di ditawarkan sesuai dengan karakteristik dan kebutuhan spesifik pelanggan individual. Strategi ini akan lebih efektif jika kapabilitas jasa personal dikombinasikan dengan kapabilitas teknologi informasi. 3. Service Augmentation, yaitu menambahkan layanan ekstra pada jasa utama untuk mendiferensiasikan produk perusahaan dari penawaran para pesaing. 4. Relationship Pricing, yaitu menggunakan harga sebagai insentif untuk menjalin relasi jangka panjang. 5. Internal Marketing, yaitu
menciptakan iklim organisasi yang bisa
memastikan bahwa staf layanan yang tepat menyampaikan jasa secara tepat. Kepuasan karyawan tak kalah pentingnya dibandingkan kepuasan pelanggan.
Strategi untuk meningkatkan efektivitas pelaksanaan penyuluhan maka diberikan panduan sebagai berikut: a. Pendaftaran Nomor Pokok Wajib Pajak ( NPWP)
23
1) Penanggung Jawab: Seksi Pelayanan 2) Tahapan Penyuluhan (Edukasi) a) Petugas pada Seksi Pelayanan melakukan penyuluhan (edukasi) dalam bentuk pelaksanaan kegiatan “Penjelasan Tiga Menit” yang pada intinya menjelaskan hak dan kewajiban WP setelah mendaftar untuk memiliki NPWP. b) Petugas pada Seksi Pelayanan menyampaikan NPWP disertai dengan “Starter Kit NPWP – Panduan dasar Wajib Pajak Orang Pribadi” dan surat pernyataan WP telah menerima edukasi. b. Kegiatan Triple One bagi WP Baru 1) Penanggung Jawab: Seksi Ekstensifikasi Perpajakan 2) Tahapan Penyuluhan (Edukasi) a) Petugas pada Seksi Ekstensifikasi Perpajakan melakukan kegiatan “Triple One” yang difokuskan terhadap WP Orang Pribadi non Karyawan dan WP Badan non PKP. b) Dalam rangka menjalankan kegiatan “Triple One”, Seksi Ekstensifikasi meminta data WP baru dari Seksi Pelayanan atau memperoleh melalui Sistem Informasi DJP atau aplikasi lain yang disediakan. c. Kegiatan Kelas Pajak 1) Penanggung jawab: Tim Penyuluhan Perpajakan 2) Tahapan Penyuluhan (Edukasi): a) Setiap unit kerja agar menyelenggarakan kegiatan Kelas Pajak secara berkala yaitu Minggu I dan II setiap bulan. b) Kegiatan Kelas Pajak minggu I difokuskan kepada edukasi terkait Hak dan Kewajiban Wajib Pajak baru, sedangkan minggu II bersifat tematik sesuai Analisa Kebutuhan Penyuluhan (AKP) yang dilakukan masing-masing unit kerja KPP. c) Kegiatan Kelas Pajak minggu II dapat dikembangkan dalam bentuk sosialisasi dengan menggandeng pihak ketiga misalnya perbankan terkait bagaimana WP (khususnya UMKM) dapat mengakses
24
modal atau terkait tema pencatatan dan pembukuan yang dilakukan secara sederhana. Pengembangan tema dimaksud diharapkan dapat menarik minat WP untuk hadir dan mengikuti kelas pajak. d) Mengumumkan secara luas jadwal waktu pelaksanaan kelas pajak melalui
pemasangan
spanduk/poster/pamflet/media
dan
menempatkan (menempel) jadwal dimaksud pada lokasi yang mudah dilihat oleh Wajib Pajak seperti di Tempat Pelayanan Terpadu (TPT) atau halaman kantor. e) Pelaksanaan kelas pajak menjadi tanggung jawab tim penyuluhan dengan koordinator (Kepala Bidang P2Humas/Kepala Seksi Pelayanan/Kepala Seksi Ekstensifikasi Perpajakan). f) Kegiatan kelas pajak agar tetap dilakukan sekalipun belum mendapatkan respon yang memadai (jumlah peserta sedikit) dari masyarakat WP. Hal ini dilakukan sebagai bentuk komitmen layanan informasi perpajakan kepada masyarakat bahwa jika masyarakat WP memiliki keinginan belajar pajak, maka tersedia saluran yang disediakan oleh DJP untuk membantu masyarakat WP menekan cost of compliance yaitu memilnimalisir pengeluaran biaya dalam belajar pajak. g) Kegiatan kelas pajak juga dapat dijadikan media pembelajaran bagi pegawai di lingkungan unit kerja masing-masing untuk menjadi Penyuluh Pajak yang baik. Proses pembelajaran ini dapat dilakukan dalam bentuk OJT (on the job training) melalui penugasan bersama antara pegawai lain yang memiliki potensi kompetensi yang sama namun belum memperoleh kesempatan cukup untuk melakukan penyuluhan. Misalnya sebagai pembicara ditunjuk
seorang
Account
Representative
bersama
dengan
pelaksana pada Seksi Ekstensifikasi Perpajakan (pairing). h) Penerimaan
pendaftaran
calon
peserta
kelas
pajak
agar
dilaksanakan melalui berbagai saluran pendaftaran seperti: pendaftaran langsung, melalui undangan tertulis, melalui telepon,
25
atau situs pajak pada alamat http://www.pajak.go.id. Pemilihan saran pendaftaran tergantung dari kondisi wilayah dan masyarakat yang akan menjadi target kelas pajak. Agenda kegaiatan kelas pajak agar dicantumkan dalam situs pajak di sub menu kelas pajak pada
alamat
http://www.pajak.go.id/kelas_pajak
melalui
mekanisme „publishing organization‟ sesuai Peraturan Direktur Jenderal Pajak Nomor PER-50/PJ/2011 tentang Tata Kelola Konten Situs Direktorat Jenderal Pajak.
Untuk kelancaran pelaksanaan kebijakan penyuluhan (edukasi) di atas, maka diminta kerjasama masing masing pimpinan unit kerja (Kantor Wilayah DJP dan Kantor Pelayanan Pajak Pratama) serta khusus untuk unit kerja Kantor Pelayanan Penyuluhan dan Konsultasi Perpajakan (KP2KP) melaksanakan: a) Dalam hal KP2KP juga melakukan kegiatan pemberian NPWP kepada WP, maka KP2KP menyiapkan sarana penyuluhan (edukasi) berupa Starter Kit NPWP bagi WP baru yang mengajukan permohonan pendaftaran NPWP. b) Melakukan pelatihan secara mandiri kepada petugas TPT sehingga mampu melakukan kegiatan “Penjelasan Tiga Menit” baik dilakukan sendiri maupun di bawah koordinasi Kantor Wilayah DJP/KPP masing-masing. c) Memastikan pelaksanaan kelas pajak secara berkala (reguler) di KP2KP sebagai bagian untuk memanfaatkan kelas pajak dalam rangka meningkatkan pengetahuan perpajakan mereka dalam setiap kesempatan penyuluhan baik secara langsung maupun melalui berbagai media yang tersedia). d) Menyampaikan keberhasilan pelaksanaan kegiatan penyuluhan (edukasi) melalui berbagai media (saluran) yang ada seperti Kantor Bikin Berita (porta
kepegawaian),
portal
p2humas,
situs
pajak
(http://www.pajak.go.id.), blog kp2kp dan berbagai saluran lain yang disediakan oleh DJP.
26
2.1.1. Economic Content Economic content dapat diukur dengan nilai ekonomi (economic value) dan service value (Lacey, 2003). Nilai ekonomi berhubungan dengan cost benefit ratio yang dirasakan setiap pihak yang terlibat dalam relationship. Keberhasilan dalam memberikan nilai ekonomi kepada pelanggan dapat dengan meningkatkan kualitas, mengurangi pengorbanan yang dirasakan pelanggan atau dengan meminimumkan biaya kepada pelanggan.
Lee dan Cunningham (2001) dalam Arduna Hasan (2009) menyatakan bahwa keinginan pelanggan untuk terus menjalin hubungan dengan penyedia jasa ditentukan oleh analisa perbandingan antara biaya dan benefit yang ditimbulkan dari relationship antara pelanggan dan pemberi jasa. Dalam proses transaksi, yang dimasukan dalam benefit adalah atribut produk, kualitas produk, kualitas pelayanan dan ragam pilihan produk. Sementara yang dikategorikan dalam pengorbanan adalah harga yang harus dibayar, biaya roaming, waktu yang terbuang dan biaya transportasi.
Motivasi utama pelanggan terlibat dalam pemasaran relasional adalah manfaat ekonomi, maka pelanggan yang terlibat dalam pemasaran relasional harus dikenakan biaya yang lebih rendah. Penggunaan insentif ekonomi seperti diskon dan hadiah untuk mempertahankan loyalitas pelanggan tidak dapat diharapkan dapat memberikan keuantungan jangka panjang bagi perusahaan kecuali jika dikombinasikan dengan strategi relationship yang lain, karena insentif keuangan merupakan elemen bauran pemasaran yang paling mudah ditiru dan tidak dapat membedakan perusahaan dengan pesaingnya.
Economic content
sering merupakan anteseden yang diperlukan
perusahaan yang memusatkan pemasarannya pada penciptaan transaksi
27
tunggal dan mungkin dengan pelanggan yang hanya sesekali melakukan transaksi.
Economic content merupakan manfaat ekonomi yang diterima pelanggan. Perusahaan dapat menggunakan economic content untuk mendorong motivasi konsumsi pelanggan dan memperoleh loyalitas mereka dengan menggunakan keputusan harga seperti tingkat tarif yang lebih rendah. Selain itu pelanggan juga mempertimbangkan biaya (compliance cost), waktu, dan usaha yang akan dikeluarkannya apabila ia beralih ke perusahaan lain (switching cost).
Compliance cost adalah biaya yang dikeluarkan oleh wajib pajak dalam rangka melakukan pemenuhan kewajiban pajak, besarnya biaya yang harus dikeluarkan Wajib Pajak dalam menyelenggarakan kewajiban perpajakannya, turut menentukan tingkat kepatuhan perpajakan. Biaya kepatuhan pajak terbagi atas 3 yaitu direct money cost, time cost dan psychological cost dapat diuraikan sebagai berikut: a. Direct money cost adalah biaya-biaya cash money (uang tunai) yang dikeluarkan Wajib Pajak dalam rangka pemenuhan kewajiban pajak, seperti pembayaran kepada konsultan pajak dan biaya perjalanan ke bank untuk melakukan penyetoran pajak. b. Time cost adalah waktu yang terpakai oleh Wajib Pajak dalam melakukan pemenuhan kewajiban pajak, antara lain waktu yang digunakan untuk membaca formulir SPT dan buku petunjuknya, waktu yang digunakan untuk berkonsultasi dengan akuntan atau konsultan pajak dalam mengisi SPT, dan waktu yang digunakan untuk pergi dan pulang ke kantor pajak. c. Psychological cost meliputi ketidakpuasan, rasa frustasi, serta keresahan Wajib Pajak dalam berinteraksi dengan sistem dan otoritas pajak. Psychological cost adalah rasa stress dan berbagai rasa takut atau cemas karena melakukan tax evasion. Wajib Pajak
28
berusaha patuh untuk membayar pajak sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan perpajakan yang berlaku, maka berharap agar dapat mengeluarkan biaya seminimal mungkin yang terkait dengan pemenuhan kewajiban pajaknya, apabila jumlah biaya kepatuhan pajak yang dikeluarkan lebih besar daripada ekspektasi wajib pajak, maka timbul potensi dalam diri Wajib Pajak untuk menjadi tidak patuh dalam melakukan pemenuhan kewajiban pajaknya.
Switching cost didefinisikan sebagai persepsi konsumen terhadap waktu, uang dan usaha yang diperlukan untuk menggati merk perusahaan. Burham et al (2003) menyatakan bahwa switching cost didefinisikan sebagai biaya-biaya yang dihubungkan dengan proses perpindahan dari satu supplier ke supplier yang lain, tiga tipe switching cost yaitu: 1. Procedural switching cost yang meliputi resiko ekonomi dan biaya evaluasi dan melibatkan penggunaan waktu dan usaha. 2. Financial switcing cost yang melibatkan hilangnya benefit dan sumber daya keuangan. 3. Relational switcing cost yang berhubungan dengan hilangnya hubungan personel dan hubungan merk, yang melibatkan ketidaknyamanan psikologikal dan emosional karena hilangnya identitas dan putusnya hubungan.
2.1.2. Resource Content Resource content merupakan sumber daya perusahaan yang dapat digunakan untuk membangun hubungan dengan mitra. Sumber daya dapat menjadi motivasi untuk membangun dan mempertahankan relationship. Kemampuan perusahaan untuk membangun dan mempertahankan relationship didasarkan pada kepemilikan sumber daya unik yang bernilai,
29
langka dan sulit untuk ditiru. Sumber daya dapat berarti sesuatu yang dapat dijadikan sebagai kekuatan atau kelemahan dari suatu perusahaan. Secara lebih formal, sumber daya perusahaan dapat didefinisikan sebagai aktiva berwujud atau tidak berwujud yang melekat pada perusahaan.
Resource content dapat diukur dengan reputasi perusahaan dan confidence benefit (Lacey (2003), Boonajsevee (2003) dan Morgan (2000) dalam Arduna Hasan (2009)). Reputasi perusahaan adalah persepsi seseorang mengenai keadaan masa lalu dan prospek masa yang akan datang mengenai kualitas perusahaan atau produk. Definisi lain adalah persepsi pelanggan mengenai kualitas yang dihubungkan dengan nama perusahaan. Ini berarti nama perusahaan memberi pengaruh positif pada respon pelanggan terhadap produk atau jasa.
Kualitas reputasi perusahaan tidak terbatas hanya pada produk atau jasa yang dihasilkan tetapi sering dihubungkan dengan reputasi perusahaan secara keseluruhan. Ada dua hal penting yang perlu dilewati untuk mencapai reputasi organisasi (Fombrun (1996) dalam Arduna Hasan (2009)) adalah Identitas Organisasi, Citra Organisasi kemudian baru menuju reputasi organisasi. Reputasi organisasi diawali dari identitas organisasi sebagai starting point yang tercermin dalam nama perusahaan (logo) ataupun penampilan fisik atau visual dalam berbagai bentuk (interior, seragam karyawan, alat transportasi dan lingkungan). Dapat pula materi komunikasi, brosur, leaflet, iklan, laporan tahunan, pemberitaan media, materi presentasi dan audio visual.
Identitas organisasi bukan hanya berbentuk fisik atau verbal, tetapi juga hal-hal yang bersifat non fisik seperti sejarah perusahaan, nilai-nilai dan filosofi. Juga dalam berhubungan dengan masyarakat, pengalaman pelanggan dan masyarakat dalam hubungan personal dengan pemimpin
30
dan karyawan perusahaan. Di sini juga menyangkut pelayanan, gaya kerja dan komunikasi baik internal maupun interaksi dengan pihak luar.
Identitas organisasi tersebut menimbulkan atau memberikan kesan pada masyarakat atau memancarkan citra kepada stakeholder, citra di mata konsumen, masyarakat sekitar dan karyawan sendiri. Kesan yang timbul itulah yang dinamakan citra organisasi yang terkumpul di benak khalayak atau publik itulah yang membentuk reputasi organisasi.Reputasi mencerminkan persepsi publik terkait tindakan organisasi yang telah berlalu dan prospek organisasi dimasa datang, tentunya dibandingkan dengan organisasi sejenis atau pesaing.
Confidence benefit berhubungan dengan kemampuan perusahaan dalam mengurangi kekhawatiran dan memberikan kenyamanan karena pelanggan mengetahui apa yang diharapkan dari pemberi jasa. Konsumen bersedia terlibat dalam pemasaran relasional karena mereka ingin mengurangi resiko dan menikmati kenyamanan. Konsumen dapat menjalin pemasaran relasional dengan merk atau perusahaan tertentu untuk mengurangi keraguan terhadap produk atau jasa.
2.1.3. Social Content Social content adalah hubungan sosial yang terbentuk dari adanya interaksi antara penyedia jasa dengan pelanggan, menurut Morgan (2000) dalam Arduna hasan (2009). Walaupun social content dapat tidak relevan untuk beberapa perusahaan yang berorientasi transaksi, tetapi ini dipertimbangkan menjadi dasar bagi kesuksesan pelaksanaan pemasaran relasional, yang merupakan proses mengembangkan dan mendorong relationship yang saling menguntungkan antara pemberi jasa dan pembeli.
31
Social content sebagai proses yang menjelaskan bagaimana tumbuhnya relationship antara dua pihak. Social content dapat menghasilkan perasaan suka, persahabatan dan social interactivity. Dari perspektif penyedia jasa, mengenal pelanggan dapat membantu menghindari kesalahpahaman, ketidakbersediaanuntuk bekerja sama atau akibat lainnya yang dapat menyebabkan kegagalan relationship. Dari sudut pandang pelanggan, personal relationship dengan penyedia jasa dapat mendorong pemahaman yang benar sehingga karyawan lebih mudah untuk memahami kebutuhan pelanggan, kekurangan kontak personal dapat mempengaruhi pelanggan membentuk persepsi mengenai kualitas pelayanan.
Social content terbentuk dari adanya komunikasi dan kekeluargaan. Salah satu karakteristik fundamental dari sebuah hubungan yang bekerja dengan baik adalah komunikasi. Komunikasi dapat didefinisikan secara luas sebagai informasi bermakna dan tepat waktu antara perusahaan dan pelanggan, baik secara formal maupun informal. Komunikasi yang tepat waktu dapat mempercepat kepercayaan dengan membantu menyelesaikan perselisihan dan menyamakan persepsi dan harapan pelanggan perusahaan. Ketika komunikasi terhambat, kemungkinan hubungan akan memburuk demikian juga yang terjadi dalam hubungan antara perusahaan dan pelanggannya.
Pelanggan
seringkali
mengacu
pada
keberadaan
komunikasi sebagai bukti dari adanya sebuah hubungan.
Relationship tanpa komunikasi adalah hal yang tidak mungkin, karena komunikasi merupakan hal yang penting bagi koordinasi dalam organizational setting termasuk dalam pemasaran relatisonal. Komunikasi antara penyedia jasa dengan kliennya merupakan bagian integral dari fungsi pemasaran interaktif. Apa yang dikatakan karyawan, bagaimana mereka mengatakannya, bagaimana perilaku mereka, bagaimana outlet jasa, tampilan mesin dan sumber daya fiskal dan bagaimana mereka mengkomunikasikan sesuatu kepada pelanggan.
32
Social content juga dihubungkan dengan kekeluargaan antara perusahaan dengan pekerjanya. Kekeluargaan dapat digambarkan sebagai tingkat pengakuan personal pelanggan oleh karyawan perusahaan sebagai hasil dari interaksi dalam beberapa waktu. Karyawan dapat memakai peluang untuk membangun hubungan dengan pelanggan dan kekeluargaan dapat berkembang menjadi persahabatan anatara pelanggan dengan karyawan. Hubungan yang meningkat ini akan membuat kedua belah pihak ingin menjalin hubungan yang menimbulkan rasa memiliki dan persahabatan.
2.2. Kualitas Pelayanan Layanan jasa (service) merupakan kunci dari nilai yang mendorong kesuksesan sebuah perusahaan. Bagi konsumen, nilai merupakan manfaat yang diterima untuk beban yang harus ditanggung konsumen seperti biaya, lokasi yang tidak strategis, karyawan yang tidak ramah atau fasilitas layanan jasa yang tidak menarik. Kualitas dari layanan jasa membantu perusahaan untuk memaksimalkan manfaat dan meminimalisir beban non biaya bagi konsumennya. Kualitas ditentukan oleh konsumen, bukan berupa kesesuaian dengan spesifikasi yang ditentukan perusahaan, melainkan kesesuaian dengan spesifikasi dari konsumen.
Dalam melakukan kajian tentang pengaruh kualitas pelayanan terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak KP2KP Sukadana – Lampung Timur, menggunakan teori yang dikemukakan oleh Pasuraman. Parsuraman dalam Fandy Tjiptono, Ph.D & Gregorius Chandra (2011) dalam penelitian awalnya mengidentifikasikan dimensi kualitas pelayanan kedalam sepuluh dimensi kelompok, yaitu reliabilitas, daya tanggap, kompetensi, akses, kesopanan, komunikasi, kredibilitas, keamanan, kemampuan memahami pelanggan dan bukti fisik, dalam penelitian selanjutnya Parasuraman mengelompokkan sepuluh dimensi tersebut menjadi lima dimensi kualitas pelayanan, yaitu :
33
1. Kehandalan (realibility) 2. Daya Tanggap (responsiveness) 3. Jaminan/Keyakinan (assurance) 4. Kepedulian (emphaty) 5. Bukti Fisik/berwujud (tangible)
Dimensi yang paling penting dari kelima dimensi service quality adalah reliability, kepercayaan pelanggan terhadap kemampuan perusahaan untuk memberikan layananyang dijanjikan akan hilang apabila perusahaan sering melakukan kesalahan dan tidak menepati janjinya. Sikap ramah dari karyawan dan permohonan maaf yang tulus tidak dapat menggantikan layanan yang tidak dapat diandalkan (Ujang S. et al, 2013).
2.2.1. Kehandalan ( Realibility) Reliability merupakan kemampuan perusahaan untuk melaksanakan jasa (pelayanan) sesuai dengan apa yang telah dijanjikan secara tepat waktu. Dimensi ini lebih menekankan pada kemampuan perusahaan untuk membuktikan janji-janjinya kepada pelanggan. Sebuah layanan yang handal adalah dimana karyawan menyediakan layanan sesuai yang dijanjikan, karyawan dapat diandalkan dalam menangani masalah layanan pelanggan, karyawan menyampaikan layanan sesuai waktu yang dijanjikan, serta karyawan menyimpan catatan / dokumen tanpa kesalahan.
Kehandalan merupakan kemampuan perusahaan untuk memberikan layanan yang akurat sejak pertama kali tanpa membuat kesalahan apapun dan menyampaikan jasanya sesuai dengan waktu tertentu.. Inti dari realibility adalah saat semua informan percaya bahwa pelayanan ditempat tertentu sangat memuaskan. Faktor sumber daya manusia dalam dimensi ini sangat penting, karena selain kesan pertama dari tampilan produk, gedung, tempat parkir dan kecanggihan teknologi dalam pelayanan,
34
prilaku dari pembuat pelayanan dapat memberikan kesan baik dan buruk bagi pelanggan. Prilaku yang baik dalam memberikan pelayanan adalah : a. Self esteem : Penghargaan terhadap diri sendiri, dengan pandai menghargai diri sendiri seorang karyawan akan berpikir dan bertindak positif terhadap orang lain, sehingga pandai menghargai pelanggan dengan baik b. Exceed expectation : memberikan pelayanan dengan melebihi harapan pelanggan (mematuhi dan melebihi standar) secara konsisten c. Recovery : adanya keluhan pelanggan tidak dianggap sebagai beban masalah namu dianggap sebagi peluang untuk memperbaiki dan meningkatkan diri d. Vision : Pelayanan prima sangat berkaitan dengan visi suatu organisasi e. Pemberdayaan : memberdayakan agar karyawan dapat bertanggung jawab Atribut-atribut dalam dimensi kehandalan kualitas pelayanan meliputi: pertama, memberikan pelayanan sesuai janji, kedua bertanggung jawab tentang
penanganan
konsumen
akan
masalah
pelayanan,
ketiga
memberikan pelayanan tepat waktu dan Kelima memberikan infornasi kepada konsumen tentang kapan pelayanan yang dijanjikan akan direalisasikan.
2.2.2. Daya Tanggap (Responsiveness) Daya
tanggap
merupakan
kesediaan
membantu
pelanggan
dan
memberikan jasa dengan cepat. Dalam dimensi ini suatu perusahaan harus memberikan pelayanan dan menanggapi permintaan dari sudut pandang pelanggan bukan dari sudut pandang perusahaan. Ketanggapan yaitu sebagai kemampuan untuk membantu dan memberikan pelayanan yang cepat responsive dan tepat kepada pelanggan dengan menyampaikan informasi yang jelas. Membiarkan konsumen menunggu tanpa adanya suatu alas yang jelas menyebabkan presepsi yang negative dalam kualitas pelayanan.
35
Dalam dimensi ini perusahaan bersedia 24 jam menerima keluhan dari pelanggan dan sigap memberikan keterangan-keterangam yang jelas tentang pelayanan atau informasi yang dibutuhkan oleh pelanggan, dalam dimensi ini karyawan harus memiliki pengendalian emosional karena setiap pelanggan yang melakukan keluhan berkeinginan setiap masalahnya dapat diselesaikan secepat mungkin. Perbedaan tingkat pendidikan, budaya dan kebiasaan masyarakat setempat meneyababkan perbedaan prilaku dan cara menyampaikan keluhan, sehingga hal tersebut terkadang menimbulkan ketegangan antara karyawan dan pelanggan.
Dimensi ini menuntut karyawan yang unggul dan kesiapan perusahaan dalam melayani komplain dari pelanggan, untuk melihat harapan pelanggan pada dimensi ini dapat dilihat dibawah ini : a. Petugas perusahaan yang unggul memberitahukan secara pasti kepada pelanggan kapan pelayanan dilakukan b. Petugas yang unggul akan memberikan pelayanan dengan cepat dan tepat kepada pelanggan c. Petugas yang unggul akan selalu berkeinginan untuk membantu pelangan d. Pelanggan yang unggul tidak pernah terlalu sibut untuk menanggapi tuntutan pelanggan.
2.2.3 Jaminan/Keyakinan (Assurance) Pada dimensi ini Pelanggan mengharapkan personil pemberi pelayanan memiliki sopan santun dan terpelajar. Dengan memperlakukan pelanggan dengan baik diharapkan perusahaan memperoleh kepercayaan dan keyakinan pelanggan kepada sebuahan perusahaan. Jaminan merupakan pengetahuan, kesopan santunan dan kemampuan para pegawai perusahaan
36
untuk menumbuhkan rasa percaya para pelanggan kepada perusahaan. Dimensi ini terdiri dari komponen-komponen antara lain : a. Komunikasi : kemampuan karyawan untuk berkumunikasi dengan baik, efektif dan benar dengan pelanggan serta mudah tidaknya pelanggan melakukan komunikasi dengan personal perusahaan. b. Kredibiltas : Menyangkut sikap mental personal yang memberikan pelayanan kepada pelanggan c. Keamanan : Menyangkut keamanan dan kenyamanan pelanggan selama berada di perusahaan dan jaminan menjalankan bisnis yang aman dengan perusahaan. d. Kompetan : Kecocokan personil pemberi layanan dengan bidang pekerjaan yang ditangani e. Sopan Satun : Prilaku perusahaan kepada pelanggan dengan sopan santun.
2.2.4 Kepedulian (Emphaty) Dimensi empathy merupakan sikap dan prilaku personil perusahaan yang menujukkan perhatian yang tulus pada para pelanggan. Pada dimensi ini karyawan dituntut seolah-olah merasakan kendala yang dimiliki oleh pelanggan sehingga karyawan dapat memberikan kepeduliannya kepada pelanggan dengan tulus, dimensi empathy terdiri dari : a. Memberikan perhatian secara individu kepada pelanggan b. Karyawan memperhatikan pelanggan dengan penuh perhatian c. Karyawan harus mengerti kebutuhan pelanggan Pada dimensi ini karyawan ditutut mengenal lebih jauh lagi tentang pelanggan dan fokus memperhatikan hal-hal yang diperlukan oleh pelanggan selama berada di perusahaan dan selama menjalin kerjasama bisnis dengan perusahaan.
37
2.2.5 Bukti Fisik/berwujud (tangible) Berwujud (tangible) dapat diartikan juga sebagai bukti fisik, yang pengertiannya dalam kualitas layanan adalah bentuk aktualisasi nyata secara fisik dapat terlihat atau digunakan oleh pelanggan sesuai dengan penggunaan dan pemanfaatannya yang dapat dirasakan membantu pelayanan yang diterima oleh orang yang menginginkan pelayanan, sehingga puas atas pelayanan yang dirasakan, yang sekaligus menunjukkan prestasi kerja atas pemberian pelayanan yang diberikan.
Dimensi tangible merupakan aspek kualitas pelayanan yang dinikmati, dirasakan dan dinilai oleh pelanggan dengan menggunakan indra manusia. Kemegahan gedung, kebersihan kantor, kerapihan kantor, kenyaman kantor, dan kecanggihan peralatan, merupakan contoh-contoh dimensi tangible dalam kualitas pelayanan. Aspek tangible juga merupakan faktor yang mempengaruhi pelanggan, aspek tangible yang baik akan meningkatkan harapan pelanggan menjadi tinggi.
Oleh karena itu, produsen harus mengetahui seberapa jauh aspek tangible masih memberikan pengaruh positif terhadap kualitas pelayanan tetapi tidak menyebabkan harapan pelanggan menjadi terlalu tinggi. Dimensi tangible umumnya lebih penting terhadap pelanggan baru, dimensi tangible umumnya tidak terlalu penting bagi pelanggan yang telah lama menjalin hubungan
dengan
perusahaan.
Sehingga,
perusahaan
yang
lebih
mengutamakan pelanggan lama untuk bertumbuhan harus lebih selektif dalam berinvestasi pada aspek tangible (Hermawanto, 2012).
2.3. Hubungan antar Variabel 2.3.1
Hubungan
kualitas
penyuluhan
perpajakan
terhadap
kepatuhan Wajib Pajak KP2KP Sukadana – Lampung Timur
38
tingkat
Menurut Gundlach (1995) dalam dalam Arduna H (2009) mengkaji komitmen
dalam
pemasaran,
konseptualisasi
yang
paling
luas
mengidentifikasi tiga aspek penting yang berhubungan dengan komitmen. Pertama, komitmen dalam hunbungan bisnis yang mencakup dimensi instrumental atau komponen masukan yang mengacu pada pertaruhan kepentingan sendiri dan rekanan dalam satu hubungan (Meyer & Allen, 1991). Dimensi ini mengusulkan komitmen sebagai tindakan kalkulatif, yaitu tindakan dimana biaya dan manfaat dipertukarkan. Hal ini berkembang sebagai hasil dari investasi yang dijalankan dalam suatu hubungan atau kurangnya alternatif yang menyebabkan tingkat biaya pertukaran (switcing cost) yang berhubungan dengan penghentian suatu hubungan.
Kedua, komitmen dalam suatu hubungan dikonseptualisasikan sebagai suatu konstruk sikap (atittudinal construct). Dimensi ini menggambarkan orientasi efektif dan keselarasan nilai dengan rekana bisnis yang terpisah dari kemurnian nilai instrumennya. Hubungan yang didalammnya terdapat keterkaitan individu dengan tujuan dan nilai organisasi sepertinya akan berlangsung lebih lama (Ruyter dan Wetzels, 1999).
Ketiga, perhatian diarahkan komitmen sebagai dimensi temporal yang berarti selama dilakukan dalam rentang waktu yang lama atau secara konsisten. Dengan adanya kesinambungan, maka tingkat turn over pelanggan dapat dikurangi dan pasangan kerja akan lebih meningkatkan kerjasama dalam pencapaian tujuan bersama. Melalui komitmen hubungan jangka panjang dan berkelanjutan berdampak pada peningkatan kerjasama dan penurunan perilaku oportunistik.
Speakman dalam Morgan & Hunt (1994) telah mendefinisikan kepercayaan sebagai dasar bagi persekutuan yang stratejik, dan mengartikan kepercayaan sebagai keyakinan yang dimiliki dalam
39
hubungan dengan pasangan kerja terkait dengan sikap jujur dan saling membantu satu sama lain.
2.3.2
Hubungan kualitas pelayanan terhadap tingkat kepatuhan Wajib Pajak KP2KP Sukadana – Lampung Timur Kepatuhan Wajib Pajak dapat dipengaruhi oleh dua jenis faktor yaitu faktor internal dan faktor eksternal. Faktor internal merupakan faktor yang berasal dari diri Wajib Pajak sendiri dan berhubungan dengan karakteristik individu
yang
menjadi
pemicu
dalam
menjalankan
kewajiban
perpajakannya. Berbeda dengan faktor internal, faktor eksternal adalah faktor yang berasal dari luar diri Wajib Pajak, seperti situasi dan lingkungan di sekitar Wajib Pajak.
Menurut Gardina dan Haryanto (2006) dalam Arabella Oentari Fuadi dan Yenni Mangoting (2013), penyebab rendahnya kepatuhan pajak dapat disebabkan oleh kurangnya kualitas pelayanan petugas pajak. Sistem self assessment yang berlaku di Indonesia dengan Wajib Pajak diberikan kepercayaan penuh untuk melaksanakan kewajiban pembayaran pajak dengan menghitung, membayar, dan melaporkan pajaknya sendiri. Agar self assessment dapat berjalan dengan baik, pemerintah dalam hal ini Direktorat Jenderal Pajak menjalankan salah satunya fungsinya yaitu fungsi pelayanan.
Ada tiga kemungkinan yang diambil oleh pelanggan (wajib pajak) yang mendapatkan masalah dengan layanan: pelanggan akan menyampaikan keluhan dan puas dengan tanggapan perusahaan (KP2KP), pelanggan akan menyampaikan keluhan dan tidak puas dengan tanggapan perusahaan, atau pelanggan tidak menyampaikan keluhan dan terus merasa kecewa.
40
Banyak wajib pajak yang kecewa tidak menyampaikan keluhannya secara langsung kepada KPP Pratama/KP2KP untuk menghindari terjadinya konfrontasi, atau karena mereka merasa segan untuk menyampaikan keluhan. KPP Pratama/KP2KP dapat mengatasi rasa segan pelanggan dan memperbaiki layanan melalui tiga cara, yaitu sebagai berikut:
1. Memberikan dukungan dan memberikan kemudahan bagi wajib pajak untuk menyampaikan keluhan. Contohnya kotak kepuasan yang disediakan KPP Pratama/KP2KP, nomor telepon bebas biaya 500200 untuk menerima keluhan (inbound) dan mengingatkan (outbound) wajib pajak yang di sentralisasi oleh Kantor Layanan Informasi dan Pengaduan serta melalui twitter: @kp2kpsukadana dan website http://www.pajak.go.id/blogs/kp2kpsukadana. 2. Cepat tanggap dan memberikan tanggapan secara personal. Dengan memberikan tanggapan yang cepat memperlihatkan bahwa KPP Pratama/KP2KP sangat memperhatikan kepuasan pelanggan. 3.
Membangun sistem untuk menyelesaikan permasalahan. Karyawan di bidang jasa harus mendapatkan pelatihan untuk menghadapi wajib pajak yang emosi dan cara untuk membantu wajib pajak menyelesaiakan masalah layanan yang dialami.
2.4 Penelitian Terdahulu Hasil penelitian Yusuf, 2013, yang bertujuan untuk mengetahui pengaruh Kesadaran Wajib Pajak, Pelayanan perpajakan dan Pengaduan Wajib Pajak sebagai variabel bebas dan kinerja pendapatan pajak (realisasi dan pertumbuhan penerimaan) sebagai variabel tidak bebas. Data yang digunakan diperoleh dari data primer hasil penyebaran kuisioner dengan metode sampling. Sampel terdiri dari Wajib Pajak Orang Pribadi di Tangerang Selatan, jumlah kuesioner yang disebar 50 set. Analisis menggunakan analisis regresi berganda. Tingkat signifikansi untuk t-test penelitian adalah 0.030
41
untuk Kesadaran Wajib Pajak, 0.030 untuk Pelayanan Wajib Pajak dan 0.039 untuk pengaduan Wajib Pajak dan tingkat signifikansi untuk f-test adalah 0.000. Hasil penelitian menunjukkan bahwa Kesadaran Wajib Pajak, Pelayanan perpajakan dan Pengaduan Wajib Pajak memiliki pengaruh yang signifikan kepada kinerja pendapatan pajak (realisasi dan pertumbuhan penerimaan).
Hasil survei tingkat kepuasan masyarakat terhadap pelayanan perpajakan pada Direktorat Jenderal Pajak tahun Anggaran 2012 sesuai surat Direktur Pelayanan, Penyuluhan dan Hubungan Masyarakat Nomor: S-750/PJ.09/2013 tanggal 22 Mei 2013. 1. Tujuan survei untuk mengetahui: a. Indeks kepuasan masyarakat terhadap pelayanan DJP b. Tingkat kepercayaan terhadap DJP c. Efektifitas Penyuluhan dan Kehumasan d. Sektor utama pemanfaatan pajak e. Citra Ditjen Pajak f. Efektivitas fasilitas layanan perpajakan. 2. Responden survei Survei dilakukan terhadap 68 responden Wajib Pajak di 331 KPP atau sebanyak 22.508 responden dengan metode wawancara tatap muka di tempat Wajib Pajak dengan karakteristik umum responden adalah sebagai berikut: a. Berusia kurang dari 35 tahun, sebanyak 27,45% responden berusia kurang dari 30 tahun dan 23,34% berusia 31 sampai 35 tahun. b. Sebagaian besar Wajib Pajak Badan, sebanyak 67,27% responden adalah Wajib Pajak Badan dan 32,73% responden Wajib Pajak Orang Pribadi. c. Bekerja sebagai karyawan swasta dan wirausaha, sebanyak 49,57% responden adalah karyawan swasta dan 23,36% wirausaha.
42
d. Memiliki pendidikan terakhir S1 dan SMU, sebanyak 47,13% responden lulusan S1 dan 34,59% lulusan SMU. e. Terakhir ke KPP kurang dari 3 bulan dan 13,66% dalam 4 samapai 6 bulan sebelum survei. f. Sebagaian besar berada dalam posisi staf perusahaan, sebanyak 48,6% responden memiliki jabatan sebagai staf 17,02% lainnya dan 15,34% sebagai pemilik. 3. Indeks Kepuasan Pengguna Layanan DJP secara nasional a. Indeks kepuasan pengguna layanan DJP dihitung dari persepsi dan harapan responden atas 4 (empat) aspek pelayanan yang terdiri dari aplikasi dan akses informasi, sumber daya manusia, Standard Operating Procedure (SOP) dan fasilitas. b. Indeks kepuasan pengguna layanan perpajakan DJP adalah 3,093 atau sebesar 77,33%. c. Prioritas utama untuk diperbaiki dalam aspek pelayanan adalah Sumber Daya Manusia (SDM) Dari aspek SDM, responden menilai bahwa 5 indikator yang memiliki kesenjangan terbesar antara persepsi dan harapan adalah: 1)
Kesesuaian jumlah petugan pelayanan di TPT.
2)
Penguasaan peraturan dan kemampuan menjelaskan dengan baik oleh petugas pajak (petugas TPT, petugas help desk, AR, Pemeriksa, Juru Sita).
3)
Konsistensi penanganan dalam hal masalah ditangani oleh lebih dari satu petugas pajak.
4)
Kecepatan petugas pajak menindaklanjuti pengaduan oleh Wajib Pajak.
5)
Pemenuhan janji oleh petugas dalam hal tenggat waktu yang dibutuhkan untuk menyelesaiakan layanan.
4. Efektivitas Penyuluhan dan Kehumasan
43
a. Nilai efektivitas penyuluhan dan kehumasan diperoleh dari persepsi responden atasia yang digunakan dalam melakukan aktivitas penyuluhan dan kehumasan. b. Nilai efektivitas penyuluhan dan kehumasan sebesar 73,34%. c. Media penyuluhan dan kehumasan yang paling banyak diakses oleh responden adalah buku/booklet/brosur perpajakan, billboard/spanduk, situs www.pajak.go.id. d. Media penyuluhan dan kehumasan yang paling efektif menurut responden adalah sosialisasi langsung ke KPP, buku/booklet/brosur perpajakan, billboard/spanduk, situs www.pajak.go.id. e. Berturut-turut, prioritas untuk tema sosialisasi/penyuluhan yang paling banyak dibutuhkan oleh responden adalah Hak dan Kewajiban Wajib Pajak secara umum, manfaat pajak dan mekanisme pengisian dan penyampaian SPT Tahunan. 5. Prosedur Administrasi Layanan di KPP a. Sebanyak 55,91% responden menyatakan “Tidak mengetahui tentang standar waktu penyelesaian pelayanan” dan 44,09% lainnya mengetahui. b. Sebanyak 82,2% responden menyatakan “Tidak mengetahui tentang 16 layanan unggulan bidang perpajakan” dan 17,8% lainnya mengetahui. c. Sebanyak 19,93% responden menyatakan “Pernah dikenakan sanksi atas kewajiban perpajakan”, dan 80,07% lainnya tidak pernah. 6. Sektor Utama Pemanfaatan Pajak Indikator ini diperlukan untuk melihat preferensi masyarakat atas pemanfaatan pajak, yang dapat menjadi topik sosialisasi penyuluhan dan kehumasan DJP. Tiga sektor utama pemanfaatan pajak yang paling banyak dipilih responden adalah: a. Sektor pendidikan, kebudayaan nasional dan kepercayaan terhadap Tuhan YME, Pemuda dan Olahraga. b. Sektor industri.
44
c. Sektor tenaga kerja. 7. Tingkat Kepercayaan terhadap DJP a. Tingkat kepercayaan terhadap DJP diartikan sebagai kepercayaan terhadap profesionalisme dari DJP dan pegawainya yang memberikan pelayan terhadap Wajib Pajak. b. Tingkat kepercayaan terhadap DJP sebesar 84,16% sebanyak 4,76% menyatakan sangat percaya dan 79,45% menyatakan percaya. 8. Citra DJP dibandingkan tahun 2011 a. Citra DJP adalah gambaran pandangan masyarakat tentang institusi DJP secara utuh, indikator ini diukur untuk mengetahui apakah kinerja dan upaya perbaikan yang dilakukan oleh DJP diketahui oleh masyarakat. b. Sebanyak 2,89% responden menyatakan Citra DJP jauh lebih baik dari tahun 2011, 49,51% responden menyatakan Citra DJP lebih baik dari tahuan 2011, dan 43,52% responden menyatakan Citra DJP sama dengan tahun 2011. 9. Efektivitas Fasilitas Layanan Perpajakan a. Sehubungan dengan beberapa inovasi layanan yang diberikan oleh DJP kepada Wajib Pajak, survei ini juga mengukur seberapa jauh inovasi tersebut bermanfaat bagi pengguna layanan. Fasilitas layanan perpajakan yang diukur adalah Drop Box SPT, e-SPT dan e-Filing. b. Sebanyak 70,7% responden menyatakan bahwa Drop Box efektif. c. Sebanyak 71,05% responden menyatakan bahwa e-SPT efektif. d. Sebanyak 62,61% responden menyatakan bahwa e-Filing efektif.
Beberapa penelitian terdahulu yang meneliti faktor yang mempengaruhi kepatuhan pajak, menurut Yesi Mutia Basri et.al. (2013) diantaranya dilakukan oleh Verboon dan Dijke (2007) yang meneliti pengaruh kepentingan pribadi dan keadilan pajak terhadap kepatuhan pajak. Pengaruh kualitas pelayanan, power dan trust terhadap kepatuhan pajak juga diteliti oleh Alabede et al., (2011), meneliti kualitas pelayanan pemerintah terhadap
45
kepatuhan pajak di Nigeria. Kemudian Meulbhacher dan Kirchler (2010) dan Kamleitner, Korunka, Kirchler (2012) meneliti kepatuhan pajak pada perusahaan kecil di Hongkong dll. Siahaan (2005) dan Mustikasari (2007) melakukan kajian empiris mengenai kepatuhan pajak badan menunjukkan bahwa tax professional yang memiliki sikap terhadap ketidakpatuhan positif, niat ketidakpatuhan pajaknya tinggi, pengaruh orang sekitar (perceived social pressure). Tabel 2.1 Kajian Penelitian Terdahulu No
Judul Penelitian
1.
Peneliti Nama
Pengaruh
- Arabella
Kualitas Pelayanan
Tujuan Thn
Penelitian
Hasil Penelitian
Untuk
Pengujian
Variabel
Oentari
mengetahui
Validitas dan
biaya
Fuadi
apakah
Realiabilitas
kepatuhan
- Yenni
kualitas
pajak
pelayanan
mengalami
Perpajakan dan
petugas pajak,
peningkatan
Biaya
sanksi
1 satuan
Kepatuhan
perpajakan
maka
Pajak Terhadap
dan biaya
kepatuhan
Kepatuhan
kepatuhan
Wajib Pajak
Wajib Pajak
pajak
UMKM
UMKM
mempunyai
akan
pengaruh yang
menurun.
Petugas Pajak, Sanksi
2013
Alat Analisis
Mangoting
signifikan terhadap kepatuhan Wajib Pajak UMKM (usaha mikro, kecil dan menengah) baik secara parsial maupun
46
simultan 2.
Analisis
Eddy
2013
Pengaruh
Pengujian
Kualitas
Pengaruh
Kualitas
Validitas dan
Layanan
Kualitas
Layanan dan
Realiabilitas
lebih
Layanan dan
Reputasi
berpengaruh
Reputasi
Perusahaan
daripada
Perusahaan
Terhadap
Reputasi
Terhadap
Loyalitas
Perusahaan
Loyalitas
Nasabah
Terhadap
Nasabah Bank
Loyalitas
Mandiri Bandar
Nasabah
Lampung 3.
Pengaruh
Irmayanti
Modernisasi
Madewing
2013
Untuk
Pengujian
Modernisasi
mengetahui
Validitas dan
sistem
Sistem
pengaruh
Realiabilitas
administrasi
Administrasi
antara
perpajakan
Perpajakan
modernisasi
berpengaruh
Terhadap
sistem
positif dan
Kepatuhan
administrasi
signifikan
Wajib Pajak
perpajakan
terhadap
Pada Kantor
terhadap
kepatuhan
Pelayanan
kepatuhan
wajib pajak
Pajak Pratama
wajib pajak
Makassar Utara 4.
Pengaruh
Arduna Hasan
2009
Untuk
Pengujian
Variabel
Economic
mengetahui
Validitas dan
Economic
Content,
pengaruh
Realiabilitas
Content,
Resource
Economic
Resource
Content, Social
Content,
Content,
Content dan
Resource
Social
Trust Terhadap
Content,
Content dan
Komitmen
Social Content
Trust
Pelanggan
dan Trust
memiliki
Kartu Halo PT
Terhadap
pengaruh
Telkomsel di
Komitmen
baik secara
Bandar
Pelanggan
gabungan
Lampung
maupun
47
secara parsial terhadap komitmen 5.
Studi Ketidakpatuhan Pajak: Faktor
- Yesi Mutia
2013
Basri - Raja Adri
Untuk
Pendekatan
Keadilan,
menguji
Structural
norma
pengaruh
Equation Model
sosial,
Yang
Satriawan
keadilan
(SEM) dengan
resiko
Mempengaruhi
Surya
sistem
menggunakan
terdeteksi
perpajakan,
software Partial
kecurangan,
norma sosial
Least Square
besarnya
dan norma
(PLS)
sanksi,
nya (Kasus Pada Wajib Pajak Orang Pribadi Yang
- Resy Fitriasari - Rahmat Novriyan
moral, sanksi
religiusitas,
legal,
berpengaruh
Terdaftar Di
- Tengku
Kpp Pratama
Septiani
religiusitas,
terhadap
Tampan
Tania
niat
niat untuk
berperilaku
berperikau
tidak patuh
tidak patuh
Pekanbaru)
terhadap ketidak patuhan Wajib Pajak
48