TINJAUAN PUSTAKA Kinerja Penyuluh Pertanian Pengertian Kinerja Kinerja berasal dari pengertian performance. Performance ialah hasil kerja atau prestasi kerja. Namun, sebenarnya kinerja mempunyai makna yang lebih luas, bukan hanya hasil kerja, tetapi termasuk berlangsungnya proses pekerjaan. Kinerja adalah hasil pekerjaan yang mempunyai hubungan kuat dengan tujuan strategis organisasi, kepuasan konsumen, dan memberikan kontribusi pada ekonomi (Armstrong dan Baron, 1998). Kinerja ialah cara melakukan pekerjaan dan hasil yang dicapai dari pekerjaan tersebut. Jadi Kinerja ialah hal-hal yang dikerjakan dan cara mengerjakannya. Menurut Mangkunegara dan Prabu, (2000), “kinerja (prestasi kerja) ialah hasil kerja secara kualitas dan kuantitas yang dicapai oleh seorang pegawai dalam melaksanakan tugasnya sesuai dengan tanggung jawab yang diberikan kepadanya.” Menurut Sulistiyani (2003), “kinerja seseorang merupakan kombinasi dari kemampuan, usaha dan kesempatan yang dinilai dari hasil kerjanya.” Bernadin dan Russel (Sulistiyani, 2003) menjelaskan bahwa kinerja merupakan catatan outcome yang dihasilkan dari fungsi pegawai tertentu atau kegiatan yang dilakukan selama periode waktu tertentu. Gibson et al., (2002) menyatakan bahwa kinerja adalah hasil yang diinginkan dari perilaku, dan kinerja individu adalah dasar kinerja organisasi. Menurut John Whitmore (Wibowo, 2007), “kinerja adalah pelaksanaan fungsi-fungsi yang dituntut dari seseorang, kinerja adalah suatu perbuatan, suatu prestasi, suatu pameran umum keterampilan.” Menurut Barry Cushway (Wibowo, 2007), “Kinerja adalah menilai bagaimana seseorang telah bekerja dibandingkan dengan target
yang telah ditentukan.” Veizal
Rivai (Suprasta,
2005)
mengemukakan bahwa kinerja “merupakan perilaku nyata yang ditampilkan setiap orang sebagai prestasi kerja yang dihasilkan oleh karyawan sesuai dengan perannya dalam perusahaan.”
11
12
Robert L. Mathis dan John H. Jackson (Wibowo, 2007), menyatakan bahwa kinerja pada dasarnya adalah hal-hal yang dilakukan atau tidak dilakukan karyawan.” Menurut John Witmore (Wibowo, 2007), “kinerja adalah pelaksanaan fungsi-fungsi yang dituntut dari seorang atau suatu perbuatan, suatu prestasi, suatu pameran umum keterampilan.” Kinerja merupakan kondisi yang harus diketahui dan dikonfirmasikan kepada pihak tertentu untuk mengetahui tingkat pencapaian hasil suatu instansi. Kinerja dihubungkan dengan visi yang diemban suatu organisasi atau perusahaan serta mengetahui dampak positif dan negatif dari suatu kebijakan operasional. Mink (Wibowo, 2007) mengemukakan pendapatnya bahwa individu yang kinerjanya tinggi memiliki beberapa karakteristik, yaitu: (a) berorientasi pada prestasi, (b) percaya diri, (c) berpengendalian diri dan (d) kompeten. Siagian (2002) mengemukakan rumus P = f (M, K, T); P adalah performance atau kinerja, M adalah motivasi, K adalah kemampuan dan T adalah tugas yang tepat. Menurut Simanjuntak (2003), kinerja individu adalah tingkat pencapaian atau hasil kerja seseorang dari sasaran yang harus dicapai atau tugas yang harus dilaksanakan dalam kurun waktu tertentu, sedangkan kinerja organisasi adalah tingkat pencapaian sasaran atau tujuan yang harus dicapai oleh organisasi tersebut dalam kurun waktu tertentu. Rahman dan Muh Azis (Sedarmayanti, 2001) juga memberikan definisi tentang kinerja, yaitu “prestasi yang dicapai seseorang, sekelompok orang atau lembaga berkaitan dengan posisi dan peran yang dimilikinya.” Murdijanto dan Sularso (2004) menyatakan kinerja adalah hasil kerja yang dapat dicapai oleh seseorang atau kelompok orang dalam suatu organisasi sesuai dengan wewenang dan tanggungjawab masing-masing dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral maupun etika. Prawirosentono (2007) mendefenisikan kinerja sebagai hasil kerja yang dicapai oleh seseorang atau sekelompok orang dalam suatu organisasi, sesuai dengan wewenang dan tanggung jawab masing-masing dalam rangka upaya mencapai tujuan organisasi bersangkutan secara legal, tidak melanggar hukum dan sesuai dengan moral dan etika. Untuk mengukur kinerja suatu organisasi,
13
digunakan beberapa faktor, yakni: effective dan efficient, authority dan responsibility baik secara moral etik maupun secara hukum discipline dan initiative. Menurut Sedarmayanti (2001), “performance” yang diterjemahkan menjadi kinerja, juga berarti prestasi kerja, pelaksanaan kerja, pencapaian kerja, hasil kerja atau tindakan, untuk kerja dan penampilan kerja.” Menurut Robbins (Veithzal, 2004) kinerja sebagai fungsi interaksi antara kemampuan atau ability (A), motivasi atau motivation (M) dan kesempatan atau opportunity (O), yaitu kinerja = f (A, M, O). Artinya: kinerja merupakan fungsi dari kemampuan, motivasi dan kesempatan. Jadi, kinerja ditentukan oleh faktor-faktor kemampuan, motivasi dan kesempatan. Hasibuan (2001) menyatakan bahwa kinerja (prestasi kerja) adalah hasil kerja yang dicapai seseorang dalam melaksanakan tugas-tugas yang dibebankan kepadanya yang didasarkan kecakapan, pengalaman, dan kesungguhan serta waktu.
Manajemen Kinerja Kinerja juga dapat dilihat dari sisi manajemen. Hal ini sesuai dengan pendapat Simanjuntak (2003), yang menjelaskan bahwa: “manajemen kinerja adalah keseluruhan kegiatan yang dilakukan untuk meningkatkan kinerja organisasi, termasuk kinerja setiap individu dan kelompok kerja. Kinerja individu dan kinerja kelompok dipengaruhi oleh banyak faktor intern dan ekstern organisasi.” Menurut Wibowo (2007), manajemen kinerja adalah manajemen tentang menciptakan hubungan dan memastikan komunikasi yang efektif. Manajemen kinerja memfokuskan pada apa yang diperlukan oleh organisasi, manajer dan pekerja untuk berhasil. Manajemen kinerja adalah bagaimana kinerja dikelola untuk memperoleh sukses. Bacal (2004) memandang manajemen kinerja sebagai proses komunikasi yang dilakukan secara terus-menerus dalam kemitraan antara karyawan dengan atasan langsungnya. Proses komunikasi ini meliputi kegiatan membangun harapan yang jelas serta pemahaman mengenai pekerjaan yang akan dilakukan. Proses
14
komunikasi merupakan suatu sistem, memiliki sejumlah bagian yang semuanya harus diikutsertakan, apabila manajemen kinerja ini hendak memberikan nilai tambah bagi organisasi, manajer dan karyawan. Armstrong (2004) melihat manajemen kinerja sebagai sarana untuk mendapatkan hasil yang lebih baik dari organisasi, tim dan individu dengan cara memahami dan mengelola kinerja dalam suatu kerangka tujuan, standar dan persyaratan-persyaratan atribut yang disepakati. Armstrong dan Baron (1998) berpandangan bahwa manajemen kinerja adalah pendekatan strategis dan terpadu untuk menyampaikan sukses berkelanjutan pada organisasi dengan memperbaiki kinerja karyawan yang bekerja di dalamnya dan dengan mengembangkan kapabilitas tim dan kontributor individu. Mereka mengutip pendapat Fletcher yang menyatakan manajemen kinerja adalah pendekatan menciptakan visi bersama tentang maksud dan tujuan organisasi, membantu karyawan memahami dan mengenal bagiannya dalam memberikan kontribusi, dalam melakukannya, mengelola, dan meningkatkan kinerja baik individu maupun organisasi. Menurut Schwartz (1999), manajemen kinerja ialah gaya manajemen yang berdasarkan komunikasi terbuka antara manajer dan karyawan dalam penetapan tujuan, memberikan umpan balik, baik, dari manajer kepada karyawan maupun sebaliknya dari karyawan kepada manajer, maupun penilaian kinerja. Costello (1994) menyatakan bahwa manajemen kinerja merupakan dasar dan kekuatan pendorong yang berada di belakang semua keputusan organisasi, usaha kerja dan alokasi sumberdaya. Suatu organisasi dibentuk untuk mencapai suatu tujuan tertentu. Tujuan adalah sesuatu yang diharapkan organisasi untuk dicapai. Tujuan organisasi dapat berupa
perbaikan
pelayanan
pelanggan,
pemenuhan
permintaan
pasar,
peningkatan kualitas produk atau jasa, meningkatnya daya saing, dan meningkatnya kinerja organisasi. Setiap organisasi, tim atau individu dapat menentukan tujuannya sendiri. Pencapaian tujuan organisasi menunjukkan hasil kerja atau prestasi kerja organisasi dan menunjukkan sebagai kinerja atau performa organisasi. Hasil kerja organisasi diperoleh dari serangkaian aktivitas yang dijalankan organisasi.
15
Aktivitas organisasi dapat berupa pengelolaan sumberdaya organisasi maupun proses pelaksanaan kerja yang diperlukan untuk mencapai tujuan organisasi. Untuk menjamin agar aktivitas tersebut dapat mencapai hasil yang diharapkan, diperlukan
upaya
manajemen
dalam
pelaksanaan
aktivitasnya.
Hakekat
manajemen kinerja adalah bagaimana mengelola seluruh kegiatan organisasi untuk mencapai tujuan organisasi yang telah ditetapkan sebelumnya. Manajemen kinerja memberikan manfaat bukan hanya bagi organisasi, tetapi juga manajer, dan individu. Manfaat manajemen kinerja bagi organisasi antara lain adalah: menyesuaikan tujuan organisasi dengan tujuan tim dan individu, memperbaiki kinerja, memotivasi pekerja, meningkatkan komitmen, mendukung nilai-nilai inti, memperbaiki proses pelatihan dan pengembangan, meningkatkan dasar keterampilan, mengusahakan perbaikan dan pengembangan berkelanjutan, mengusahakan basis perencanaan karier, membantu menahan pekerja terampil untuk tidak pindah, mendukung inisiatif kualitas total dan pelayanan pelanggan dan mendukung program perubahan budaya. Manfaat
manajemen
kinerja
bagi
manajer
antara
lain
berupa:
mengusahakan klarifikasi kinerja dan harapan perilaku, menawarkan peluang menggunakan waktu secara berkualitas, memperbaiki kinerja tim dan individual, mengusahakan penghargaan nonfinansial pada staf, mengusahakan dasar untuk membantu pekerja yang kinerjanya rendah, digunakan untuk mengembangkan individu, mendukung kepemimpinan, proses motivasi dan pengembangan tim, mengusahakan kerangka kerja untuk meninjau kembali kinerja dan tingkat kompetensi. Manfaat manajemen kinerja bagi individu adalah: memperjelas peran dan tujuan,
mendorong
dan
mendukung
untuk
tampil
baik,
membantu
mengembangkan kemampuan dan kinerja, peluang menggunakan waktu secara berkualitas, dasar objektivitas dan kejujuran untuk mengukur kinerja, dan menformulasi tujuan dan rencana perbaikan cara bekerja dikelola dan dijalankan. Menurut Costello (1994), manajemen kinerja mendukung tujuan menyeluruh organisasi dengan mengaitkan pekerjaan dari setiap pekerja dan manajer pada misi keseluruhan dari unit kerjanya. Seberapa baik kita mengelola kinerja bawahan akan secara langsung memengaruhi tidak hanya kinerja masing-
16
masing pekerja secara individu dan unit kerjanya, tetapi juga kinerja seluruh organisasi. Pekerja perlu memahami dengan jelas tentang apa yang diharapkan dari mereka dan mendapat dukungan yang diperlukan untuk memberikan kontribusi pada organisasi secara efisien dan produktif, maka pemahaman akan tujuan, harga diri dan motivasinya akan meningkat. Manajemen kinerja memerlukan kerjasama, saling pengertian, dan komunikasi secara terbuka antara atasan dan bawahan. Pengukuran Kinerja Pengukuran kinerja dilakukan untuk mengetahui deviasi dari rencana yang telah ditentukan selama pelaksanaan pekerjaan, atau apakah pekerjaan dilakukan sesuai dengan jadwal yang telah ditentukan, atau apakah hasil kinerja telah tercapai sesuai dengan apa yang diharapkan. Pengukuran kinerja membutuhkan kemampuan untuk mengukur kinerja sehingga diperlukan adanya ukuran kinerja. Pengukuran kinerja dapat dilakukan terhadap kinerja yang nyata dan terukur. Untuk memperbaiki kinerja, perlu diketahui seperti apa kinerja saat ini. Apabila deviasi kinerja dapat diukur, dapat diperbaiki. Menurut
Casio
(1992),
pengukuran
kinerja
merupakan
proses
mengevaluasi capaian karyawan dalam rangka mengembangkan potensi karyawan tersebut. Pengukuran kinerja adalah proses mengevaluasi atau menilai prestasi kerja karyawan. Pengukuran dilakukan dengan menggunakan metode tradisional atau metode modern. Pengukuran tradisional, antara lain dengan rating scale dan employee comparison, sedangkan pengukuran dengan menggunakan metode modern, antara lain dengan management by objective dan assessment centre. Menurut Kreitner dan Kinicki (2001), orang yang melakukan pengukuran kinerja perlu memenuhi persyaratan di antaranya: (a) dalam posisi mengamati perilaku dan kinerja yang menjadi kepentingan individu, (b) mampu memahami dimensi atau gambaran kinerja, (c) mempunyai pemahaman tentang format skala dan instrumennya, dan (d) harus termotivasi untuk melakukan pekerjaan rating secara sadar.
17
Thor (Armstrong & Baron, 1998) mengemukakan ada tiga dasar pengembangan ukuran kinerja sebagai alat peningkatan efektivitas organisasi, yaitu: (a) apa yang diukur semata-mata ditentukan oleh apa yang dipertimbangkan penting oleh pelanggan, (b) kebutuhan pelanggan diterjemahkan menjadi prioritas strategis dan rencana strategis mengindikasikan apa yang harus diukur dan (c) memberikan perbaikan kepada tim dengan mengukur hasil dari prioritas strategis, memberi kontribusi untuk perbaikan lebih lanjut dengan mengusahakan motivasi tim, dan informasi tentang apa yang berjalan dan tidak berjalan. Tujuan ukuran kinerja adalah memberikan bukti apakah hasil yang diinginkan telah dicapai atau belum dan apakah muatan yang terdapat di tempat pekerja memproduksi hasil tersebut. Fokus dan isi ukuran kinerja bervariasi di antara berbagai pekerjaan. Menurut Armstrong dan Baron (1998), ukuran kinerja adalah alat ukur yang obyektif sehingga diperlukan adanya kriteria yang sama. Kriteria yang sama akan memberikan hasil yang dapat diperbandingkan secara obyektif dan adil. Kriteria ukuran kinerja adalah: (a) dikaitkan dengan tujuan strategis dan mengukur sesuatu yang secara organisasional penting dan mendorong kinerja; (b) relevan dengan sasaran dan akuntabilitas tim dan individu; (c) fokus pada output yang terukur; (d) fokus pada data yang tersedia sebagai dasar pengukuran; (e) dapat diverifikasi; (f) hasil pengukuran dijadikan dasar untuk umpan balik dan tindakan; serta (h) bersifat komprehensif, mencakup semua aspek kinerja. Karakteristik ukuran kinerja adalah (a) secara akurat mengukur peubah kunci kinerja; (b) termasuk basis komparasi untuk membantu pemahaman yang lebih baik yang ditunjukkan tingkat kinerja; (c) dikumpulkan dan didistribusikan berdasarkan waktu; (d) dapat dianalisis secara makro dan mikro; dan (e) tidak mudah dimanipulasi untuk mencapai hasil yang diinginkan. Pedoman mendefinisikan ukuran kinerja adalah sebagai berikut: (a) ukuran harus berhubungan dengan hasil dan perilaku yang diamati; (b) hasilnya harus dalam jangkauan pengawasan tim atau individu, dan berdasarkan target yang disepakati; (c) kompetensi yang merupakan persyaratan perilaku harus didefinisikan dan disepakati; (d) data harus tersedia untuk pengukuran dan (e) ukuran harus obyektif. (Armstrong & Baron, 1998)
18
Indikator Kinerja Penyuluh Pertanian Departemen Pertanian menyatakan ada sembilan indikator kinerja (patokan kerja) penyuluhan pertanian dalam memotivasi dan membangun profesionalisme penyuluh pertanian. Kesembilan indikator kinerja (patokan kerja) penyuluhan pertanian tersebut, yaitu: (1) tersusunnya programa penyuluhan pertanian di tingkat BPP/Kecamatan sesuai dengan kebutuhan petani, (2) tersusunnya kinerja penyuluh pertanian di wilayah kerja masing-masing, (3) tersusunnya
peta
wilayah
komoditas
unggulan
spesifik
lokasi,
(4)
terdiseminasinya informasi dan teknologi pertanian secara merata dan sesuai dengan kebutuhan petani, (5) tumbuh kembangnya keberdayaan dan kemandirian petani, kelompok tani, usaha/asosiasi petani dan usaha formal (koperasi dan kelembagaan lainnya), (6) terwujudnya kemitraan usaha antara petani dengan pengusaha yang saling menguntungkan, (7) terwujudnya akses petani ke lembaga keuangan, informasi, sarana produksi pertanian dan pemasaran, (8) meningkatnya produktivitas agribisnis komoditi unggulan di masing-masing wilayah kerja dan (9) meningkatnya pendapatan dan kesejahteraan petani di masing-masing wilayah kerja. Kesembilan indikator kinerja penyuluhan pertanian tersebut, dilengkapi dengan sembilan alat verifikasi, yaitu: (1) naskah programa penyuluhan pertanian di BPP kabupaten/kota, provinsi dan nasional, (2) naskah rencana kerja penyuluhan pertanian di BPP kabupaten/kota, provinsi dan nasional, (3) peta wilayah perkembangan komoditas unggulan spesifik lokasi, (4) materi informasi teknologi pertanian sesuai dengan kebutuhan petani, (5) jumlah kelompok tani, usaha/asosiasi petani yang berkembang menjadi koperasi dan lembaga formal lainnya, (6) jumlah petani/kelompok tani yang sudah menjalin kemitraan yang saling menguntungkan dengan pengusaha, (7) jumlah petani yang sudah mengakses lembaga keuangan, informasi, sarana produksi pertanian dan pemasaran, (8) produksi persatuan skala usaha untuk komoditas unggulan di masing-masing wilayah kerja dan (9) pendapatan dan kesejahteraan petani di masing-masing wilayah kerja.
19
Berdasarkan Keputusan Menteri Negara Koordinator Bidang Pengawasan Pembangunan dan Pendayagunaan Aparat Negara No.9/KEP/MK.Waspan/5/1999, tugas pokok penyuluh pertanian adalah: (1) menyiapkan penyuluhan yang meliputi identifikasi potensi wilayah agroekosistem, penyusunan programa penyuluhan pertanian dan penyusunan rencana kerja penyuluhan pertanian; (2) melaksanakan penyuluhan meliputi penyusunan materi penyuluhan pertanian, penerapan metode penyuluhan pertanian dan pengembangan keswadayaan masyarakat; (3) evaluasi dan pelaporan penyuluhan; (4) pengembangan penyuluhan meliputi penyusunan petunjuk pelaksanaan dan petunjuk teknis penyuluhan pertanian, perumusan kajian
arah kebijakan
pengembangan
penyuluhan pertanian dan pengembangan metode dan sistem kerja penyuluhan pertanian; (5) pengembangan profesi penyuluhan meliputi penyusunan karya tulis ilmiah penyuluhan pertanian, penerjemahan atau penyaduran buku penyuluhan pertanian dan bimbingan penyuluh pertanian dan (6) penunjang penyuluhan meliputi seminar dan lokakarya penyuluhan pertanian serta mengajar pada diklat bidang penyuluhan. Spencer dan Spencer (1993) berpendapat dalam rangka menghasilkan kinerja yang baik, kompetensi dibagi menjadi dua yaitu treshold competency dan differentiating competency. Treshold competency merupakan suatu kompetensi dasar yang wajib dimilki suatu individu dalam suatu organisasi, sedangkan differentiating
competency
adalah
kompetensi
bidang
yang
merupakan
karakteristik pribadi yang spesifik dengan bidang pekerjaan yang dilaksanakan serta pengetahuan dan keterampilan yang relevan dimana lebih bersifat teknis. Kompetensi dasar (treshold competency) yang dimaksud adalah (1) integritas, (2) kepemimpinan, (3) perencanaan dan pengorganisasian, (4) kerjasama dan (5) fleksibilitas. Berdasar konsep kinerja dan tugas-tugas penyuluh, maka penyuluh dikatakan memiliki kinerja yang baik apabila bisa melakukan tugas-tugasnya dengan baik. Kondisi ini ditunjukkan oleh perubahan perilaku petani ke arah yang lebih baik dan kepuasan petani terhadap pelayanan yang diberikan oleh penyuluh. Ciri-ciri kinerja penyuluh yang bermutu dan kinerja penyuluh yang cenderung kurang berhasil disajikan pada Tabel 1.
20
Tabel 1. Ciri-ciri kinerja penyuluh yang bermutu dan yang cenderung kurang berhasil Aspek Kinerja Persiapan Penyuluhan
Pelaksanaan Penyuluhan
Evaluasi dan Pelaporan Penyuluhan
Pengembangan Penyuluhan
Kinerja Penyuluh yang Bermutu (1) Tersusunnya rumusan hasil pengumpulan data potensi wilayah dan agroekosistem tepat waktu (2) Tersedianya rumusan hasil kebutuhan teknologi spesifik lokasi sesuai dengan kebutuhan petani (3) Programa penyuluhan tersusun dengan jelas, terukur dan mengakomodir kebutuhan petani (4) Rencana kerja penyuluh tersusun dengan jelas, terukur dan terealisasi setiap tahunnya (1) Materi Penyuluhan disusun dan disajikan sesuai dengan kebutuhan petani, dalam bentuk dan bahasa yang mudah dipahami petani (2) Penerapan metode penyuluhan bervariasi dan sesuai dengan karakteristik petani (3) Berkembangnya kelompok tani menjadi kelompok yang lebih besar terkait dengan pengembangan usahataninya. (1) Setiap melaksanakan kegiatan penyuluhan selalu dibuat pelaporan dan evaluasi hasilnya (2) Evaluasi dampak penyuluhan dilakukan setiap dua tahun sekali (1) Tersusunnya pedoman teknis dan pelaksanaan penyuluhan untuk acuan penyuluhan dalam melaksanakan tugasnya (2) Adanya rumusan hasil kajian arah kebijakan
Kinerja Penyuluh yang Cenderung Kurang Berhasil (1) Rumusan hasil pengumpulan data potensi wilayah dan agroekosistem tidak tersusun tepat waktu (2) Rumusan hasil kebutuhan teknologi spesifik lokasi kurang sesuai dengan kebutuhan petani (3) Programa penyuluhan yang disusun kurang jelas, sulit diukur dan cenderung mengakomodir programprogram pusat (4) Rencana kerja penyuluh kurang disusun secara jelas, tidak terukur dan kurang bisa direalisasikan setiap tahunnya (1) Materi Penyuluhan cenderung dari program pusat dan kurang bisa dipahami petani (2) Penerapan metode penyuluhan monoton dan kurang sesuai dengan karakteristik petani (3) Kelompok tani kurang berkembang dalam meningkatkan usahataninya.
(1) Tidak semua kegiatan dibuat pelaporan dan evaluasi hasilnya (2) Evaluasi dampak penyuluhan tidak pernah dilakukan
(1) Penyuluh kurang terlibat dalam penyusunan pedoman penyuluhan (2) Penyuluhan kurang bahkan tidak pernah melakukan kajian arah kebijakan penyuluhan (3) Penyuluhan kurang bahkan
21 Tabel 1 (lanjutan) Aspek Kinerja
Pengembangan Profesi Penyuluhan
Penunjang penyuluhan
Kinerja Penyuluh yang Bermutu penyuluhan (3) Adanya rumusan hasil konsep baru metode penyuluhan (1) Penyuluh selalu menghasilkan karya tulis ilmiah bidang penyuluhan (2) Penyuluh selalu menghasilkan karya tulis ilmiah bidang penyuluhan (3) Penyuluh selalu menghasilkan saduran dan terjemahan bidang penyuluhan (1) Sering mendapat kesempatan mengikuti kegiatan seperti seminar, lokakarya dan pelatihan bidang penyuluhan (2) Sering mendapat kesempatan mengajar pada diklat terkait dengan bidang penyuluhan (3) Sering mendapat penghargaan atas prestasi kerjanya
Kinerja Penyuluh yang Cenderung Kurang Berhasil tidak pernah menghasilkan rumusan konsep baru metode penyuluhan (1) Karya tulis ilmiah bidang penyuluhan jarang dihasilkan dan bahkan tidak pernah (2) Jarang menghasilkan karya tulis ilmiah populer bidang penyuluhan dan bahkan tidak pernah (3) Kurang atau bahkan tidak pernah melakukan penyaduran dan penerjemahan di bidang penyuluhan (1) Kesempatan mengikuti kegiatan seperti seminar, lokakarya dan pelatihan bidang penyuluhan terbatas (2) Kesempatan mengajar pada diklat terkait dengan bidang penyuluhan terbatas (3) Kurang atau bahkan tidak pernah mendapat penghargaan atas prestasi yang diraihnya
Menurut Rennekamp (1999), uraian tugas dan tanggungjawab penyuluh pertanian yang dijadikan indikator kinerja adalah sebagai berikut: (1) Penetapan Program (program determination); terdiri atas: (a) menganalisis situasi dan menetapkan prioritas, (b) pengembangan hubungan dengan publik secara
formal/informal,
(c)
inventarisasi
kebutuhan
dan
aset,
(d)
mengidentifikasi peluang program, (e) membuat prioritas, (f) programa penyuluhan wilayah, menumbuhkan komitmen masyarakat, mengidentifikasi kolaborasi dan (g) menyusun situasi wilayah kerja (2) Penyusunan rencana kerja tahunan; terdiri atas: (a) menetapkan hasil atau outcomes yang diharapkan, (b) kriteria kesuksesan dan (c) mengidentifikasi pengalaman belajar yang direkomendasikan oleh penelitian dan pengalaman. (3) Evaluasi dan akuntabilitas; terdiri atas: (a) pengumpulan data tentang hitungan input yang digunakan, aktivitas yang dilakukan, catatan kehadiran peserta dan karakteristik peserta (partisipasi), reaksi atau perasaan peserta
22
terhadap program dan (b) mengukur sejauh mana efektivitas program dalam memproduksi outcome yang diharapkan. Outcome adalah benefit bagi orang lain seperti pengetahuan baru, perubahan perilaku. Deborah et al., (2002) memperkenalkan sebelas kompetensi inti yang perlu dikuasai penyuluh pertanian dalam menghasilkan kinerja yang baik, kompetensi inti tersebut adalah sebagai berikut: (1) proses aksi sosial, yaitu kemampuan untuk mengidentifikasi dan memonitor variabel-variabel dan isu-isu penting bagi vitalitas masyarakat contohnya demografis, ekonomi, pelayanan manusia, lingkungan, dll serta kemampuan untuk menggunakan dan menerapkan peubahpeubah dalam memprioritaskan program, perencanaan dan penyerahan; (2) keanekaragaman, yaitu kesadaran, komitmen, dan kemampuan termasuk rasa memiliki seperti juga budaya yang berbeda, asumsi-asumsi, norma-norma, kepercayaan-kepercayaan dan nilai-nilai; (3) program pembelajaran, yaitu kemampuan merencanakan, desain, penerapan, mengevaluasi, menghitung, dan menjual program pendidikan penyuluhan untuk memperbaiki mutu hidup pelajar penyuluhan; (4) berkomitmen, yaitu kemampuan untuk mengenali, memahami, dan memudahkan peluang dan sumberdaya yang diperlukan untuk merespons dengan baik terhadap kebutuhan individu atau masyarakat; (5) penyampaian informasi dan pendidikan, yaitu penguasaan keterampilan berkomunikasi baik lisan maupun tulisan, penerapan teknologi, dan metode-metode pengantara untuk mendukung program-program pendidikan dan memandu perubahan perilaku terhadap sasaran penyuluhan; (6) hubungan interpersonal, yaitu kemampuan berinteraksi secara baik dengan individu dan kelompok-kelompok yang berbeda untuk membangun kemitraan, jaringan dan sistem yang dinamis antara individu; (7) pengetahuan tentang organisasi, yaitu pemahaman terhadap sejarah, filosofi, dan sifat zaman dari penyuluhan; (8) kepemimpinan, yaitu kemampuan untuk memengaruhi individu dan kelompok secara positif; (9) manajemen organisasi, yaitu kemampuan membangun struktur, mengorganisasi proses, mengembangkan dan memonitor sumberdaya, dan memimpin perubahan untuk mencapai hasil-hasil pembelajaran secara efektif dan efisien; (10) profesionalisme, yaitu menunjukkan perilaku yang merefleksikan kinerja yang tinggi, etos kerja yang kuat, komitmen pada pendidikan yang berkelanjutan dengan visi, misi dan target penyuluhan; dan
23
(11) keahlian teknis, yaitu penguasaan terhadap disiplin ilmu, atau pengetahuan spesifik yang berguna, efektivitas individu dan organisasi. Komponen Kinerja Penyuluh Pertanian Berdasarkan beberapa pendapat para ahli tersebut di atas, maka komponen kinerja penyuluh pertanian yang diteliti dalam penelitian ini adalah sebagai berikut: (1) Persiapan Penyuluhan Pertanian Menurut Kelsey dan Hearne (1963), programa penyuluhan merupakan pernyataan tertulis tentang situasi, masalah, tujuan dan solusi yang dibuat berdasarkan pada prinsip-prinsip sebagai berikut: (1) berdasarkan analisis fakta dalam situasi tertentu, (2) seleksi masalah berdasarkan kebutuhan, (3) menetapkan tujuan dan solusi yang menawarkan kepuasan, (4) ada kepastian dengan fleksibilitas, (5) ada keseimbangan dengan penekanan, (6) mengandung rencana kerja yang pasti, (7) merupakan proses yang berkelanjutan, (8) merupakan proses pengajaran, (9) merupakan proses koordinasi dan (10) memungkinkan untuk mengevaluasi hasil. Programa penyuluhan merupakan daftar acara kegiatan penyuluhan sebagai rencana kegiatan yang tersusun sistematis atas dasar urutan waktu pelaksanaannya pada program penyuluhan. Berdasarkan pada programa penyuluhan yang disusun di tingkat BPP/WKBPP, maka disusunlah rencana kerja kegiatan penyuluhan di tingkat desa/WKPP (YST, 2001) Menurut Rennekamp (1999), model pengembangan program yang berorientasi kinerja terdiri dari tiga fase sebagai framework dalam rencana kerja, yaitu: (1) Faktor-faktor yang dipertimbangkan atau dijadikan prioritas perhatian di wilayah
kerja
tertentu
dalam
fase
penetapan
program
(program
determination) (2) Karakteristik kegiatan fase desain dan pelaksanaan program; sedangkan inti desain dan pelaksanaan adalah rencana kerja; (3) Hasil jangka pendek, jangka menengah dan jangka panjang yang diharapkan dari setiap kegiatan yang direncanakan.
24
Definisi program dan programa penyuluhan pertanian yang dianut Departemen Pertanian berbeda dengan teori tersebut di atas. Program penyuluhan pertanian Departemen Pertanian berorientasi pada tingkat produksi dan produktivitas tertentu, sehingga yang menjadi tujuan program penyuluhan adalah tujuan kerja bukan tujuan penyuluhan. Penetapan rencana kegiatan sepenuhnya menjadi tanggungjawab penyuluh pertanian (YST, 2001). Rencana kegiatan bisa berlaku untuk satu musim atau satu tahun. Rencana kegiatan harus termuat masalah khusus, tujuan kegiatan, metode, waktu, tempat, perlengkapan, petugas, lokasi, dan biaya, termasuk di dalamnya kolaborasi penggunaan sumberdaya, sarana dan prasarana dengan instansi lain. Rennekamp (1999) mengemukakan bahwa penyusunan rencana kerja tahunan dimulai dengan menetapkan hasil atau outcomes yang diharapkan, kemudian menetapkan kriteria kesuksesan dengan mengidentifikasi indikator hasil,
dan
terakhir
adalah
mengidentifikasi
pengalaman
belajar
yang
direkomendasikan oleh penelitian dan pengalaman untuk mencapai hasil (outcome) yang diharapkan. Bennet dan Rockwell (Rennekamp 1999) mengemukakan tujuh tingkatan hasil dari program yaitu: (1) Perubahan sosial, ekonomi atau kondisi lingkungan individu (sosek), kelompok atau masyarakat yang diharapkan sebagai hasil jangka panjang dari program, (2) Perubahan praktek-praktek keseharian yang dilakukan oleh peserta sebagai hasil jangka menengah dari program, (3) Perubahan pengetahuan, opini, keterampilan dan aspirasi (poka) yang nampak pada individu peserta program sebagai hasil initial outcome dari program, (4) Reaksi atau perasaan peserta terhadap program, (5) Jumlah dan karakteristik dari peserta program, (6) Kegiatan dan aktivitas yang dilakukan, interaksi secara langsung maupun tidak langsung antara peserta dengan penyuluh, (7) Input yaitu besarnya sumberdaya yang dialokasikan untuk program.
25
Tiga tingkatan yang paling atas (Sosek, Praktek dan Poka) disebut sebagai outcomes yang diidentifikasi dalam perencanaan program: perubahan sosial, ekonomi, atau kondisi lingkungan sesuai dengan yang diharapkan merupakan outcomes jangka panjang (long-term outcomes); perubahan praktek-praktek keseharian (behavior) sesuai dengan yang diharapkan merupakan outcomes jangka menengah (intermediate outcomes); dan yang terakhir adalah perubahan pengetahuan, opini, keterampilan dan aspirasi sesuai dengan yang diharapkan merupakan outcomes seketika program selesai (initial outcomes). Perubahan tingkat pengetahuan, opini, keterampilan dan aspirasi (poka) peserta program dapat diukur selama atau segera setelah kesimpulan dari pengalaman belajar. (2) Pelaksanaan Penyuluhan Pertanian Pelaksanaan penyuluhan pertanian terdiri atas penyusunan materi penyuluhan
pertanian,
penerapan
metode
penyuluhan
pertanian
dan
pengembangan keswadayaan masyarakat. Materi penyuluhan merupakan segala pesan yang ingin dikomunikasikan oleh penyuluh kepada masyarakat sasarannya. Havelock (Mardikanto, 1993) mengemukakan empat tipe pesan yang saling berhubungan, yaitu: pengetahuan dasar atau ilmu-ilmu dasar sebagai hasil dari penelitian dasar, hasil riset-terapan dan pengembangannya, pengetahuan praktis sebagai hasil dari pengalaman dan pesan dari pengguna atau masyarakat luas. Menurut Mardikanto (1993), proses penyuluhan perlu dirinci ragam pokok bahasan yang akan disuluhkan dengan memperhatikan hal-hal yang berkaitan dengan upaya perbaikan kesejahteraan. Ragam pokok bahasan dalam kegiatan penyuluhan mencakup: (1) budidaya beserta materi yang berkaitan dengan teknologi pasca panen, (2) ekonomi pertanian yang terdiri dari pengelolaan usahatani, ekonomi produksi, pemasaran hasil, pembiayaan, perencanaan, akuntansi dan kewirausahaan, (3) pengelolaan rumah tangga petani, terdiri dari pengenalan tentang makna hubungan usahatani dengan ekonomi rumah tangga dan pengelolaan sumberdaya dan evaluasi pengelolaan ekonomi rumah tangga, (4) pelembagaan petani dan (5) politik pembangunan pertanian.
26
Pemilihan dan penggunaan metode harus didasarkan atas kondisi petani yaitu perhatian, minat, kepercayaan, hasrat, tindakan dan kepuasan. Metode untuk mengembangkan perhatian dilakukan melalui demonstrasi atau pameran, sedangkan metode untuk membangkitkan dan memelihara kepercayaan seperti kunjungan rumah dan lapangan/usahatani. Metode untuk menumbuhkan hasrat sebagai hasil perkembangan dari minat dan kepercayaan dapat dilakukan dengan kegiatan melihat obyek nyata misalnya melalui studi banding. Macam-macam metode penyuluhan pertanian dikelompokkan atas dasar teknik komunikasi, jumlah sasaran dan proses adopsi dan berdasarkan indera penerima. Berdasarkan teknik komunikasi, metode penyuluhan dibedakan antara langsung (face to face comunication) contohnya pembicaraan di saung, kursus, anjangsana, sedangkan metode tidak langsung, contohnya melalui media cetak (brosur, majalah, leaflet, dsb), media elektronik (radio, televisi, internet, dsb), media pertunjukan atau sandiwara. (3) Evaluasi dan Pelaporan Penyuluhan Pertanian Evaluasi adalah proses menentukan nilai atau jumlah keberhasilan dalam meraih tujuan yang direncanakan. Menurut van den Ban dan Hawkins (1999) penyuluh melaksanakan evaluasi untuk menentukan apakah program penyuluhan telah mencapai sasaran dan apakah sasaran tersebut dapat dicapai dengan menggunakan cara lain agar lebih efektif. Rennekamp (1999) mengatakan bahwa penyuluhan dilakukan evaluasi proses maupun evaluasi outcome. Tipe evaluasi proses mencakup pengumpulan data tentang hitungan input yang digunakan, aktivitas yang dilakukan, catatan kehadiran peserta dan karakteristik peserta terhadap program; sedangkan tipe evaluasi outcome merupakan bentuk evaluasi program yang mengukur sejauh mana efektivitas program dalam memproduksi outcome yang diharapkan. Akuntabilitas berarti menyampaikan hasil evaluasi ke tangan orang yang memerlukannya untuk pengambilan keputusan, karena itu Rennekamp (1999) mengemukakan bahwa semakin baik penyuluh dalam mendokumentasikan dampak dari program yang berfokus pada kebutuhan dan isu yang relevan, maka semakin diperhitungkan peran penyuluhan dalam pembangunan.
27
(4) Pengembangan Penyuluhan Pertanian Pengembangan penyuluhan pertanian merupakan hal yang harus dilakukan dalam rangka mengikuti perkembangan zaman dan sebagai bentuk respons terhadap perubahan dalam masyarakat yang menjadi sasaran penyuluhan. Segala upaya harus dilakukan terutama kaitannya dengan perkembangan teknologi dan inovasi-inovasi dalam dunia pertanian. Pengembangan penyuluhan pertanian adalah: (1) tersusunnya pedoman teknis dan pelaksanaan penyuluhan untuk acuan penyuluhan dalam melaksanakan tugasnya, (2) adanya rumusan hasil kajian arah kebijakan penyuluhan, dan (3) adanya rumusan hasil konsep baru metode penyuluhan. (5) Pengembangan Profesi penyuluhan Pertanian Kutilek (Nani Sufiani Suhanda, 2008) mengatakan bahwa untuk memaksimumkan potensi karir individu, penempatan dan pemahaman terhadap struktur dan budaya organisasi ada pada entry stage atau tahap orientasi individu yang akan masuk organisasi dalam sistem pengembangan profesionalismenya. Penyuluh sebagai ahli dalam teknologi dan materi, maka penyuluh harus memiliki dasar pengetahuan dan keterampilan yang relevan sehingga dikenal sebagai ahli spesifik lokasi. Penyuluh harus mampu mempublikasikannya dalam publikasi teknologi terapan serta mampu mengkomunikasikan informasi terbaru. Kemampuan merencanakan, mendesain,
mengimplementasikan dan
mengevaluasi merupakan tanggungjawab penyuluh dalam meningkatkan kualitas hidup petani mitra kerjanya. Penyuluh harus mampu membuat desain program, dan memiliki pengetahuan tentang komponen-komponen dasar program pendidikan nonformal serta mampu mengembangkan program secara partisipatif berdasarkan kebutuhan masyarakat dan agroekosistem. Penyuluh harus mampu menemukenali sumber-sumber belajar untuk mengembangkan kurikulum sesuai dengan kebutuhan belajar peserta ajarnya, selanjutnya juga harus mampu menemukan dan mengajak sukarelawan dari masyarakat untuk menumbuhkan kepemimpinan. Profesionalisme penyuluh ditunjukkan dengan tingkah lakunya yang mencerminkan tingkat “performance” yang tinggi, etika kerja yang kuat dan komitmen yang kuat terhadap keberlanjutan pendidikan serta misi, visi dan tujuan
28
organisasi penyuluhan. Berpartisipasi dalam pelatihan, seminar, lokakarya dan kegiatan pengembangan profesi lainnya serta menjadi anggota asosiasi profesi merupakan
contoh
kegiatan
profesionalisme
penyuluh.
Ciri
lain
dari
profesionalisme adalah kemampuan dalam mengatur keseimbangan pekerjaan dengan kepentingan pribadi. Ia memahami antara jadwal secara profesional, menunjukkan kemampuan mengelola berbagai macam tugas sesuai dengan aturan waktu kerja (NCCE, 2006) (6) Kepemimpinan Penyuluh Pertanian Kepemimpinan adalah kegiatan memengaruhi perilaku orang lain agar mau bekerjasama untuk mencapai tujuan tertentu. Definisi tersebut mengandung dua pengertian pokok tentang kepemimpinan, yakni memengaruhi perilaku orang lain dan kepemimpinan diarahkan agar orang-orang mau bekerjasama untuk mencapai tujuan tertentu. Pimpinan membimbing, memberi pengarahan, memengaruhi perasaan dan perilaku orang lain, memfasilitasi serta menggerakkan orang lain untuk bekerja menuju sasaran yang diingini bersama. Usaha memengaruhi perasaan mempunyai peran yang sangat penting. Perasaan dan emosi orang perlu disentuh dengan tujuan menumbuhkan nilai-nilai yang baru (Slamet, 2003). Menurut van den Ban dan Hawkins (1999), gaya kepemimpinan partisipatif membutuhkan waktu lebih lama untuk pengambilan keputusan dari pada gaya otoriter. Gaya kepemimpinan partisipatif tidak tepat untuk keputusan yang harus diambil dengan cepat, misalnya jika terjadi serangan hama belalang. Pelaksanaan keputusan dengan gaya partisipatif jauh lebih cepat karena ketika proses pengambilan keputusan dilakukan sebagian besar sudah memahami apa yang diharapkan dilakukan dan sukarela melakukannya. (7) Diseminasi teknologi Slamet (2003) mengemukakan, prinsip-prinsip dan teknologi yang berkaitan dengan agribisnis harus dikuasai oleh para penyuluh. Penyuluh pertanian di masa depan tidak terbatas pada aspek teknologi produksi pertanian saja, tetapi jauh lebih luas meliputi aspek ekonomi, teknologi pasca panen, teknologi pengolahan, pengemasan, pengawetan, pengangkutan dan pemasaran. Kerjasama dan koordinasi dengan badan-badan yang menangani pengolahan dan
29
produk-produk olahan itu sangat perlu dilakukan oleh lembaga penyuluhan pertanian. Penggunaan teknologi baru dapat menaikkan produksi dan pendapatan petani. Penggunaan teknologi baru perlu disesuaikan dengan keadaan sosial ekonomi masyarakat setempat. Penggunaan teknologi baru yang sifatnya menghemat tenaga dan lebih ekonomis, sering menimbulkan ketegangan sosial di masyarakat, karena hilangnya kesempatan kerja. Teknologi baru sebelum diterapkan di suatu daerah, terlebih dahulu diadakan penelitian aspek teknis, sosial dan ekonomi di suatu daerah (YST, 2001). Pertimbangan yang digunakan dalam memilih teknologi adalah: (1) teknologi tersebut merupakan alat pemecahan masalah masyarakat yang lebih luas, (2) teknologi tersebut sesuai dengan kondisi daerah dan mempunyai harapan untuk dikembangkan, baik dilihat dari sisi petani maupun secara regional, (3) sederhana sehingga mudah diadopsi petani dan (4) teknologi yang dianjurkan telah tersedia dan dikuasai oleh peneliti. (8) Komunikasi penyuluh pertanian Menurut van den Ban dan Hawkins (1999), penyuluhan merupakan keterlibatan seseorang untuk melakukan komunikasi informasi secara sadar dengan tujuan membantu sesamanya dalam memberikan pendapat sehingga diperoleh keputusan yang benar. Mardikanto (1993) menyebut sekurangkurangnya ada lima proses yang terjadi dalam suatu kegiatan penyuluhan, yaitu: (1) proses penyebaran informasi, (2) proses penerangan, (3) proses perubahan perilaku, (4) proses pendidikan dan (5) proses rekayasa sosial. Dalam proses informasi, penyuluh menyampaikan berbagai pesan (message) dan informasi pembangunan kepada kelompok sasaran. Penyampaian informasi ini bertujuan agar kelompok sasaran mengetahui tentang sesuatu yang belum diketahui (proses penerangan). Menurut Rosyada (2004), kemampuan berkomunikasi meliputi: mampu memahami orang lain, mampu dan mau mendengarkan orang lain, mampu menjelaskan sesuatu kepada orang lain, mampu berkomunikasi melalui tulisan, bijak dan toleran terhadap kesalahan orang lain, mampu mengucapkan terima kasih pada orang lain, selalu mendorong orang lain untuk maju, selalu memelihara
30
agar setiap orang memperoleh informasi yang diperlukan dan selalu mengikuti dan memanfaatkan teknologi informasi. (9) Kemitraan Usaha Dalam era industrialisasi dan globalisasi, pembangunan pertanian dilihat dari dua sudut pandang, yaitu: (1) keutuhan mata rantai sub-subsistem agribisnis, yaitu subsistem pengadaan sarana produksi, subsistem produksi, subsistem pengolahan dan subsistem pemasaran dan (2) orientasi pengembangan masingmasing sub-sistem yaitu rasional ekonomis atau sebagai usaha yang saling menguntungkan semua pihak.
Dalam era ini, diperlukan jaringan kerjasama
antara lembaga penyuluhan pertanian dengan berbagai pihak lain seperti lembaga swadaya masyarakat (LSM), koperasi, asosiasi petani maupun lembaga penelitian dan pengembangan serta perguruan tinggi (YST, 2001). (10)
Kemampuan Teknis Budidaya Kakao Konservasi dan Persiapan Lahan.-- Di daerah asalnya, Amerika Selatan,
tanaman kakao merupakan tanaman kecil yang tumbuh di bawah naungan hutan hujan tropis sehingga terbiasa hidup di bawah lindungan pohon-pohon besar. Menurut Wibawa dan Baon (Wahyudi, 2008), kesesuaian lahan merupakan ukuran kecocokan suatu lahan untuk digunakan, termasuk untuk budidaya tanaman kakao Menurut Erwiyono (Wahyudi, 2008), persiapan lahan merupakan kegiatan penting yang dilakukan dalam budidaya tanaman kakao. Sebelum memulai penanaman, lahan yang telah dibuka dan dipersiapkan sebagai areal penanaman harus sudah dibersihkan dari hal-hal yang tidak diperlukan, seperti pohon-pohon penaung yang tidak sesuai dengan tanaman kakao, semak dan gulma yang bisa mengganggu pertumbuhan kakao. Lahan yang akan digunakan harus produktif dan dipastikan kelestariannya, agar tanaman kakao terjamin kebutuhan akan hara, air dan cahayanya. Pelestarian juga dimaksudkan agar tidak terjadi erosi yang menyebabkan hilangnya hara. Tanaman kakao juga memerlukan tanaman penaung untuk pengaturan cahaya dan iklim mikro. Tanaman kakao membutuhkan praktik-praktik budi daya yang menerapkan azas-azas pengawetan tanah dan air, antara lain pembuatan teras, penanaman menurut kontur, pembuatan saluran pembuangan air hujan dan
31
drainase menurut kontur, serta pembuatan rorak. Langkah-langkah demikian bisa menekan erosi, yakni dengan menurunkan laju aliran permukaan, memperbesar infiltrasi air ke dalam tanah, dan mencegah akumulasi air hujan yang mengalir dengan kekuatan yang merusak. Pembuatan teras diterapkan pada lahan-lahan miring, sedang pembuatan rorak dilaksanakan baik pada lahan miring maupun lahan datar. (Wahyudi, 2008) Bahan Tanam atau Pembibitan.-- Menurut Winarno (Wahyudi, 2008) bahan tanam merupakan salah satu faktor penting yang menentukan keberhasilan budidaya tanaman kakao. Interaksi genetis dari bahan tanam yang unggul dengan lingkungan yang optimal akan menghasilkan pertumbuhan tanaman yang optimal. Kesalahan pemilihan dan penggunaan bahan tanam bisa mengakibatkan kerugian dalam jangka panjang. Pemilihan bahan tanam merupakan tindakan awal yang sangat penting dalam budidaya kakao dan menjadi modal dasar untuk mencapai produksi kakao sesuai dengan yang diharapkan. Pengembangan bahan tanam dilakukan dengan dua metode perbanyakan, yaitu generatif maupun vegetatif. Perbanyakan secara generatif umumnya dilakukan melalui persilangan antara sel kelamin betina (sel telur) dan sel kelamin jantan (serbuk sari/polen) yang menghasilkan hibrida dengan sifat tetua unggul. Sementara itu, perbanyakan secara vegetatif umumnya melalui metode penyambungan (graft) atau metode tempel (okulasi). Bahan tanaman kakao bisa terdiri dari benih hibrida unggul yang diproduksi oleh kebun induk atau batang okulasi (entres) yang dihasilkan oleh kebun okulasi. Menurut Prawoto (Wahyudi, 2008), untuk menghasilkan tanaman kakao yang baik, benih harus berasal dari indukan yang sehat, memiliki pertumbuhan yang normal, serta berdaya produksi tinggi. Benih kakao harus diberi perlakuanperlakuan khusus selama dalam penyimpanan untuk mempertahankan daya tumbuhnya,. Benih yang disimpan di luar bila tidak diberi perlakuan khusus, akan cepat berkecambah hanya dalam kurun waktu 3-4 hari, lain halnya yang disimpan di dalam buah masih memiliki daya tumbuh selama 15-20 hari. Perlakuan khusus untuk benih yang disimpan di luar adalah mempertimbangkan faktor suhu, kelembaban dan kadar air. Benih kakao sangat peka terhadap suhu tempat penyimpanan benih yang terlalu tinggi atau terlalu rendah. Hal ini bisa
32
menurunkan daya tumbuh benih, oleh karena itu, tempat penyimpanan benih idealnya memiliki suhu sekitar 18–30ºC, sedangkan kelembaban udara yang baik adalah kelembaban relatif sekitar 100 persen, dimana kelembaban ini mampu mempertahankan sekitar 50 persen kadar air benih. Daya tumbuh benih kakao dapat bertahan selama satu bulan, yakni dengan menyimpannya di dalam kantung plastik yang berkadar air 50 persen, hal ini seirama dengan penyimpanan benih dalam ruang berkelembaban 100 persen. Benih sebaiknya dipilih dari buah yang benar-benar baik, ditandai dengan: (a) buah telah berwarna kuning atau masak secara fisiologis, (b) memiliki berat buah segar minimum 350 gram serta volume buah minimum 400 ml, dan (c) bila diguncang akan timbul suara atau bila diketuk akan terdengar suara menggema. Biji yang dipersiapkan untuk benih membutuhkan teknik tersendiri, yakni dengan memotongnya secara membujur. Pemotongan harus dilakukan dengan hati-hati agar biji-biji tidak ikut terbelah atau rusak. Biji yang dianggap baik untuk benih adalah yang berada pada posisi tengah buah. Biji juga bisa diambil dengan cara memecahkan buah menggunakan alat pemukul. Biji yang telah dikeluarkan dari dalam buah, kemudian dibersihkan dari kulit biji/testa dan lendirnya, dengan cara mengupasnya menggunakan tangan. Biji direndam terlebih dahulu ke dalam larutan air kapur selama ± 30 detik (1 liter larutan untuk 1.000 butir benih) dan dicuci hingga bersih untuk memudahkan dalam pengupasan testa. Biji sebaiknya dicuci dengan larutan fungisida 1% selama 5-10 menit untuk menghindarkan benih dari serangga jamur. Tahapan selanjutnya adalah proses pengeringan biji, yakni dengan cara dikering-anginkan atau dijemur di bawah sinar matahari selama sekitar 1-2 jam. Tujuannya adalah untuk menurunkan kadar air benih hingga 4050%. Biji yang telah kering tersebut dianggap telah siap disemai atau dikemas. Perkecambahan benih dilakukan dengan bedengan atau dengan karung goni. Perkecambahan dengan bedengan sebaiknya setinggi 1,5 m, lebar 0,8-1 m, dan panjang sesuai dengan kebutuhan. Bedengan sebaiknya berupa lahan yang datar yang telah dibersihkan dari gulma, akar-akar pohon, atau batu. Bedengan tersebut dilapisi media pasir setinggi ± 15 cm, di bagian tepi diberi bata merah untuk mencegah pasir terbawa oleh air siraman. Bedengan bagian atas dibuat atap dari daun kelapa atau alang-alang yang sengaja dibuat miring ke arah barat, tinggi
33
atap sebelah timur 1,5 m dan sebelah barat 1,20 m. Pengecambahan benih dilakukan dengan meletakkan atau memendam bagian benih dengan ujung besar atau di tempat keluarnya akar di bagian bawah dengan kerapatan tanam berjarak alur sekitar 3 cm dan jarak antar benih sekitar 1 cm, lalu disiram dengan air dan bedengan ditutup dengan daun ilalang yang telah disterilisasi dengan fungisida, siraman berikutnya 2 kali sehari (pagi dan sore), benih kakao akan mulai berkecambah pada hari ke-4 atau hari ke-5, pada hari ke-12, semua benih biasanya telah berkecambah dan siap untuk dipindah ke media pembibitan. Perkecembahan dengan karung goni, caranya hampir sama, dimana untuk menjamin drainase, pada dasar lahan diletakkan batu bata sebagai dasar untuk meletakkan karung goni. Bedengan juga diberi atap untuk melindungi kecambah dari air hujan dan paparan sinar matahari langsung. Karung goni kemudian dihamparkan di atas tumpukan batu-bata. Karung goni disiram dengan air sampai jenuh sebelum benih disemaikan. Benih kakao disusun di atas karung goni dengan jarak tanam 2 x 3 cm. Usai benih disusun, benih ditutup kembali dengan karung goni lain yang telah disterilisasi ke dalam larutan fungisida. Setelah 4 hari, karung goni dilepas dan biasanya benih telah berkecambah. Benih kemudian siap untuk dipindahkan ke media pembibitan. Benih yang ditanam sebaiknya diperiksa secara rutin setiap harinya, yakni sampai bibit berusia 120 hari. Penanaman.
Menurut Prawoto (Wahyudi, 2008) bibit yang paling baik
untuk ditanam di lapangan adalah yang berumur 4-5 bulan, tinggi 50-60 cm, berdaun 20-45 helai, dan diameter batangnya 8 mm. Untuk kakao Mulia sebaiknya setelah bibit berumur 6 bulan, sementara kakao Lindak setelah berumur 4-5 bulan. Jarak tanam 3 x 3 m, pembudidaya membutuhkan bibit sekitar 1.250 batang, termasuk untuk bibit sulaman. Agar bisa beradaptasi, sebelum dipindahkan ke kebun, bibit diaklimatisasi terlebih dahulu, yakni melalui penjarangan (hardening).
Penjarangan dilakukan dengan cara membuka atap
bedengan secara bertahap sehingga pada saat bibit dipindah atap telah terbuka penuh seperti kondisi di kebun. Untuk mendapatkan hasil yang seragam, perlu adanya pemilihan bibit yang akan dipindah ke kebun. Bibit tersebut harus normal, sehat dan
34
pertumbuhannya seragam. Bibit yang pertumbuhannya tidak serempak bisa dimanfaatkan sebagai bibit sulaman. Pada saat bibit kakao ditanam di kebun, idealnya pohon naungan harus sudah tumbuh dengan baik. Terlebih bila pemindahan dilakukan pada musim hujan, persiapan naungan harus sudah sempurna. Waktu pemindahan yang baik adalah ketika bibit belum membentuk flush. Pemangkasan. Menurut Prawoto (Wahyudi, 2008) berbeda dengan komoditas pada umumnya, kakao merupakan komoditas yang perlu pangkas. Tujuan pemangkasan adalah mencegah tanaman kehilangan nutrisi pada saat fase pertumbuhan vegetatifnya (pembentukan daun dan tunas) maupun pada fase pertumbuhan generatif (pembentukan bunga dan biji). Pada tanaman buah seperti kakao, pemangkasan ditujukan untuk menjaga kesehatan dan meningkatkan produksi buah. Kebun kakao yang dipangkas dengan benar biasanya hampir semuanya berbuah dan buahnya pun tersebar mulai dari permukaan tanah sampai ke cabang yang tinggi. Selain itu, pemangkasan juga membuat tanaman terjaga kelembabannya sehingga tak mudah terserang hama dan penyakit. Dilihat dari tujuannya, pemangkasan dibedakan menjadi empat, yaitu pemangkasan bentuk, pemangkasan pemeliharaan, pemangkasan produksi dan pemangkasan peremajaan. Pemangkasan bentuk dilakukan agar tanaman kakao memiliki bentuk atau kerangka yang baik sehingga pertumbuhannya seimbang dan semua daun terkena sinar matahari secara merata. Untuk mengoptimalkan tujuan hasil pemangkasan, sebaiknya tanaman dipangkas pada saat berumur 8-12 bulan (tanaman muda) dan pada saat berumur 18-24 bulan (tanaman remaja). Cara dapat dilakukan dalam pemangkasan bentuk adalah sebagai berikut: (1) hilangkan cabang-cabang primer yang sudah tidak layak lagi (lemah), biarkan hanya tersisa 3-4 cabang yang memiliki kondisi sehat dengan arah pertumbuhan merata ke segala arah, (2) buang cabang-cabang sekunder yang tumbuh terlalu dekat jorket (sekitar 30-60 cm dari jorket), (3) Atur agar cabang-cabang sekunder jaraknya tidak terlalu dekat satu dengan yang lainnya. Upayakan agar arah sebaran cabang-cabang sekunder tersebut berbentuk zig-zag dan (4) potong cabang-cabang yang menggantung dan
35
batasi pertumbuhannya agar tidak terlalu tinggi. Upayakan agar tinggi tanaman kakao selalu terjaga 3-4 meter. Pemangkasan pemeliharaan bertujuan untuk memelihara tanaman kakao sehingga pertumbuhannya bisa berlangsung sukses tanpa ada gangguan hama atau penyakit. Untuk memacu pembentukan organ-organ tanaman seperti daun, bunga dan buah, maka hal-hal yang dilakukan dalam pemangkasan pemeliharaan adalah sebagai berikut: (1) kurangi sebagian daun pada tajuk tanaman yang terlalu rimbun, yakni dengan cara memotong ranting-ranting yang sangat ternaungi, (2) pangkas cabang yang tumbuh dengan ketinggian >3,5 meter dan (3) buang daundaun yang menggantung agar tidak menghalangi pertumbuhan cabang-cabangnya. Pemangkasan
produksi
berkesinambungan
dengan
pemangkasan
pemeliharaan. Tujuannya untuk memaksimalkan produktivitas tanaman. Cara ini dilakukan dengan memangkas daun-daun agar tidak terlalu rimbun sehingga sinar matahari bisa tersebar merata ke seluruh organ daun. Proses fisiologis terpenting dari tanaman, yakni fotosintesis bisa berjalan lancar sehingga sirkulasi makanan dari daun ke seluruh organ tanaman juga lancar. Tanaman pun akhirnya dapat berproduksi secara optimal. Jadwal pangkas, khususnya pangkas produksi yang tepat didasarkan atas pola panen yang berkaitan erat dengan sebaran curah hujan. Untuk kawasan yang puncak panennya berlangsung pada bulan Oktober/November serta Mei/Juni, pemangkasan produksi sebaiknya dilaksanakan pada bulan April, OktoberNovember atau menjelang musim hujan. Di sela-sela pangkas produksi tersebut dilakukan pangkas pemeliharaan dengan frekuensi 2-3 bulan. Sementara itu wiwilan (pembuangan tunas air) dilakukan setiap bulan. Hal-hal yang diperhatikan dalam melakukan pemangkasan adalah sebagai berikut: (1) hindari pemotongan cabang yang terlalu besar (diameter lebih dari 2,5 cm) karena beresiko cabang mati, lapuk dan menjalar ke arah pangkal tanaman. Jika terpaksa harus memotong cabang besar, luka besar potongan harus ditutup dengan obat penutup luka, (2) jangan biarkan tajuk kakao terlalu terbuka karena dapat menyebabkan kulit batang mengalami keretakan, bantalan bunga mengering, serta sel-sel pada jorket dan cabang mati, (3) jangan lakukan pemangkasan ketika tanaman kakao sedang berbunga banyak atau sebagian besar
36
buah masih berukuran kecil dan (4) perlu diingat bahwa cabang dan ranting adalah aset bagi tanaman untuk memproduksi buah kakao, oleh karena itu, jangan terlalu mudah memotong cabang atau ranting tanpa pertimbangan yang bijaksana. Pemupukan. Menurut Pujiyanto dan Abdoellah (Wahyudi, 2008), pemupukan pada dasarnya dilakukan dengan tujuan menambah unsur-unsur hara yang kurang atau tidak tersedia di dalam tanah. Umumnya, pemupukan tanaman kakao menggunakan pupuk urea atau ZA sebagai sumber N, pupuk TSP sebagai sumber P, dan pupuk KCl sebagai sumber K. Selain pupuk buatan tersebut, pada tanaman kakao juga bisa ditambahkan pupuk organik berupa pupuk kandang atau kompos. Tanaman membutuhkan asupan tambahan berupa pupuk buatan ataupun pupuk organik, pemberian pupuk tetap harus memperhatikan petunjuk dan dosis yang dianjurkan, untuk mencegah tanaman kakao mengalami keracunan akibat kekurangan atau kelebihan dosis yang hanya akan mengganggu produktivitas tanaman kakao. Jaringan tanaman kakao mengandung sekurang-kurangnya 16 unsur hara yang biasa disebut dengan unsur hara esensial. Media pertumbuhan tanaman (tanah) dan lingkungannya harus mampu menyuplai unsur-unsur hara yang mutlak diperlukan untuk pertumbuhan tersebut. Jumlah dan macam unsur hara yang diperlukan tanaman kakao dapat diestimasi dari hasil analisis jaringan tanaman pada beberapa stadium pertumbuhannya. Hasil analisis jaringan tanaman kakao menunjukkan bahwa sekitar 200 kg N, 25 kg P, 300 kg K dan 140 kg Ca setiap hektar diperlukan untuk membentuk kerangka dan kanopi kakao sebelum tanaman mulai berbuah. Pemupukan dilakukan dengan memperhatikan kondisi tanaman dan lingkungannya. Pada tanaman kakao yang tumbuh di daerah dengan kondisi iklim lingkungan yang menunjang (penaungnya baik, curah hujan cukup, serta sifat fisika dan kimia tanahnya baik), jumlah atau dosis tentatif pupuk yang bisa diberikan adalah seperti tertera pada Tabel 2. Pemupukan biasanya dilakukan dua kali dalam setahun. Waktu ideal untuk melakukan pemupukan adalah saat musim penghujan atau akhir musim hujan (Maret-April atau Oktober-November).
37
Tabel 2. Jumlah/dosis pupuk pada tanaman kakao dengan kondisi lingkungan baik Jenis Pupuk Umur/Fase
Satuan
Urea
TSP/SP36
KCL
Kieserit
Bibit
g/bibit
5
7
4
4
0-1 th
g/ph/th
25
33
20
40
1-2 th
g/ph/th
45
60
35
40
2-3 th
g/ph/th
90
120
70
60
3-4 th
g/ph/th
180
240
135
75
>4 th
g/ph/th
220
240
170
120
Sumber: Pusat Penelitian Kopi dan Kakao Indonesia (Wahyudi, 2008)
Aplikasi pupuk sangat menentukan efektif atau tidaknya pupuk yang diberikan. Ketidaktepatan dalam melakukan pemberian pupuk bisa menurunkan efektivitas tanaman sehingga hasil yang dicapai menjadi tidak maksimal. Pemupukan tanaman kakao secara umum dibedakan menjadi dua metode, yaitu: metode pemupukan melalui tanah dan metode pemupukan melalui daun. Pemberian pupuk anorganik yang diaplikasikan melalui tanah dapat diberikan dengan cara meletakkan pupuk pada parit (alur) yang dibuat melingkar di sekeliling pohon dan kemudian di tutup kembali. Penutupan dimaksudkan untuk mengurangi hilangnya pupuk akibat penguapan (urea) dan erosi. Pupuk yang diaplikasikan melalui daun dapat diberikan apabila telah tampak gejala kekurangan atau kekahatan atau hanya dilakukan pada pemupukan unsur mikro (seperti Cu, Zn, Fe atau Mn). Unsur mikro sering diberikan melalui daun karena pemberiannya dilakukan dalam jumlah yang sangat sedikit sehingga jika diberikan melalui tanah, akan banyak yang diikat oleh tanah dan tidak dapat diserap oleh tanaman. Untuk meningkatkan efektivitas pupuk daun, penyemprotan dilakukan secara merata pada permukaan bagian bawah dari daun dan menghindari penyemprotan menjelang turun hujan. Ditinjau dari kebutuhan biayanya, pemupukan melalui daun akan membutuhkan biaya yang jauh lebih tinggi karena harga pupuk daun umumnya jauh lebih mahal dibandingkan pupuk
38
yang diberikan
melalui
tanah.
Selain
itu,
biaya
tenaga
kerja
untuk
mengaplikasikannya juga lebih mahal. Pupuk organik dapat ditaburkan di sekeliling pohon atau diletakkan pada parit di sekeliling pohon. Kedalaman parit sekitar 30 cm dan pupuk yang akan digunakan kemudian ditimbun dengan tanah setebal 5 cm. Pembenaman pupuk organik sebaiknya hanya dilakukan jika pupuk organik tersebut telah matang (sudah dikomposkan) yang ditandai dengan perbandingan antara C dengan N antara 10–15. Pengendalian Hama, Penyakit dan Gulma.-- Menurut Sulistyowati (Wahyudi, 2008), dalam melaksanakan program pengembangan komoditas kakao, salah satu aspek penting yang perlu mendapat perhatian adalah masalah organisme pengganggu tumbuhan (OPT). Organisme penganggu tumbuhan pada tanaman kakao meliputi hama, penyakit dan gulma. Hama. Hama merupakan organisme pengganggu tumbuhan yang disebabkan oleh serangga, tungau dan mamalia. Penyakit adalah organisme pengganggu tumbuhan yang disebabkan oleh mikroorganisme berupa jamur, bakteri atau virus, sedangkan gulma adalah organisme pengganggu berupa tanaman. Pengelolaan hama pada prinsipnya dilakukan melalui pendekatan ekologis, yaitu tindakan evaluasi dan penggabungan semua teknik pengendalian yang ada secara terpadu. Tujuannya adalah untuk mengelola populasi hama agar tidak terjadi kerusakan secara ekonomis yang bisa berpengaruh buruk terhadap lingkungan. Beberapa komponen teknologi pengendalian yang dapat dipadukan antara lain adalah kultur teknis, mekanis, biologis, pemanfaatan tanaman tahan dan komponen kimiawi. Komponen kimiawi merupakan pilihan terakhir yang dilakukan jika komponen lainnya tidak mampu membendung peledakan populasi hama. Di antara jenis hama utama tanaman kakao adalah: (a)
Penggerek Buah Kakao Tanaman kakao merupakan tanaman yang disukai oleh berbagai jenis organisme. Kelompok serangga merupakan salah satu jenis hama yang paling banyak menyerang tanaman kakao. Di Indonesia, jumlah
39
serangga merupakan kelompok hama yang populasinya paling banyak (lebih dari 130 spesies). Akan tetapi, hanya beberapa spesies yang benar merupakan
hama
utama,
yaitu
penggerek
buah
kakao/PBK
(Conopomorpha cramerella Snell.; Lepidopetra, Lithocolletidae) dan kepik penghisap buah (Helopeltis antonii Sign.; Hemiptera, Miridae). Hama ini menyerang buah kakao mulai dari yang masih muda (panjang ±8 cm) sampai buah menjelang masak. Stadium yang menimbulkan kerusakan pada tanaman kakao adalah stadium larva. Larva PBK cenderung memakan daging buah dan saluran makanan yang menuju biji, walaupun tidak sampai menyerang biji. Gejala serangan baru biasanya tampak dari luar, yakni pada saat buah mulai dewasa. Serangan ditandai dengan memudarnya warna kulit buah, munculnya belang berwarna hijau kuning atau merah jingga, dan bila buah dikocok tidak berbunyi. Gejala serangan akan semakin terlihat saat buah dibelah, yakni ditandai dengan daging buah yang tampak berwarna hitam dengan biji-biji melekat satu sama lain, keriput dan bobotnya sangat ringan. Hama PBK adalah ras biologis dari Conopomorpha cramerella Snell.
yang hanya hidup pada kakao. Serangga dewasa hama PBK
berbentuk ngengat yang aktif terbang, kawin dan meletakkan telurnya pada malam hari, yaitu mulai pukul 18.00 malam sampai pukul 07.00 keesokan harinya. Pada siang hari, ngengat bersembunyi di tempat yang terlindung dari sinar matahari, yaitu pada bagian bawah cabang horisontal. Larva yang baru menetas dari telur berwarna putih transparan dengan panjang kurang lebih 1 mm. larva tersebut langsung menggerek ke dalam buah dan memakan permukaan dalam kulit buah, daging buah, dan saluran makanan ke biji (plasenta). Tindakan pengendalian terpadu PBK terbagi menjadi dua, yaitu untuk daerah bebas PBK dan daerah serangan. Untuk daerah bebas PBK, pencegahan dapat dilakukan dengan melaksanakan peraturan mengenai karantina domestik maupun internasional secara benar. Tindakan karantina tersebut antara lain dengan tidak memasukkan bahan tanaman kakao dari
40
daerah yang terserang PBK. Selain karantina, hal yang perlu dilakukan adalah melakukan kegiatan monitoring, yaitu melakukan pengamatan serangan PBK di tempat pengumpulan hasil (TPH) pada setiap panen dengan cara mengambil 100 buah contoh untuk diamati serangan PBKnya. Sedangkan untuk daerah serangan, standar operasional pengendalian (SOP) PBK dibagi menjadi teknik pengendalian yang wajib dilakukan oleh pekebun, yaitu meliputi pemangkasan; pemupukan; panen sering; dan sanitasi serta teknik pengendalian lain jika serangan PBK masih tinggi dan dirasakan merugikan, yaitu meliputi pengendalian hayati, penyarungan buah, penyemprotan insektisida, pemasangan perangkap feromon dan pemanfaatan tanaman tahan. (b)
Kepik Pengisap Buah (Helopeltis spp.) Kepik pengisap buah Helopeltis spp. (Hemiptera, Miridae) merupakan hama yang menduduki peringkat dua setelah PBK. Terdapat lebih dari satu spesies Helopeltis pada tanaman kakao, antara lain H. antonii, H. theivora, dan H. claviver. Serangga muda (nimfa) dan imago Helopeltis spp. menyerang tanaman kakao dengan cara menusukkan alat mulutnya (stilet) ke dalam jaringan tanaman, yakni dengan menghisap cairan sel-sel di dalamnya. Bersamaan dengan tusukan stilet tersebut, Helopeltis spp. akan mengeluarkan cairan yang bersifat racun dari dalam mulutnya yang dapat mematikan jaringan tanaman di sekitar tusukan. Gejala serangan hama ini adalah munculnya bercak-bercak cekung berwarna cokelat muda yang lama-kelamaan berubah menjadi kehitaman. Serangan pada buah dapat menyebabkan buah mati. Bercak pada buah yang terserang berat akan menyatu sehingga bila buah tidak mati dan dapat berkembang terus, permukaan kulit buah menjadi retak dan terjadi perubahan bentuk (malformasi) yang dapat menghambat perkembangan biji di dalam buah. Serangan Helopeltis spp. pada pucuk atau ranting menyebabkan tunas ranting mengalami bercak-bercak cekung. Bercak mula-mula bulat dan berwarna cokelat kehitaman, kemudian memanjang seiring dengan pertumbuhan tunas itu sendiri. Akibatnya, ranting tanaman akan layu,
41
kering dan mati. Pada serangan yang berat, daun-daun akan gugur dan ranting tanaman akan tampak seperti lidi. Sasaran utama serangan Helopeltis spp. adalah buah.
Serangan hama ini bisa menyebabkan
penurunan produksi buah sebesar 50-60%. Bentuk H. antonii dewasa mirip walang sangit dengan panjang tubuh sekitar 10 mm. Bagian tengah tubuhnya berwarna jingga dan bagian belakang berwarna hitam atau kehijauan bercorak garis-garis putih. Pada bagian tengah tubuhnya terdapat embelan tegak lurus berbentuk jarum pentul. Telur H. antonii lonjong berwarna putih yang diletakkan di dalam jaringan kulit buah atau tunas. Pada salah satu ujungnya, terdapat dua embelan berbentuk benang dengan panjang sekitar 0,5 mm yang menyembul keluar jaringan. Lama periode bertelur adalah 6-7 hari. Perkembangan dari telur hingga menjadi serangga dewasa memerlukan waktu antara 30-48 hari. Seekor serangga betina dewasa selama hidupnya dapat meletakkan telur hingga 200 butir. Pengendalian hama ini dapat dilakukan dengan cara pengendalian hayati yaitu penggunaan semut hitam sebagai musuh alami. Semut hitam (D.thoracicus) selalu hidup bersama atau bersimbiosis dengan kutu putih (Planococcus spp.) karena sekresi yang dikeluarkan oleh kutu putih tersebut rasanya manis sehingga sangat disukai semut hitam, sedangkan semut hitam secara sengaja atau tidak sengaja turut membantu menyebarkan nimfa kutu putih. Aktivitas semut hitam yang selalu berada di permukaan buah menyebabkan Helopeltis spp. tidak sempat menusukkan stiletnya atau bertelur di atas buah kakao sehingga buah pun terbebas dari serangan Helopeltis spp. (c)
Ulat Kilan Ulat kilan (ulat jengkal), Hyposidra talaca Walker (Lepidoptera, Geometridae) adalah hama pemakan daun, terutama menyerang daun yang masih muda. Serangan dimulai sejak larva keluar dari dalam telur. Daundaun muda yang diserang tampak berlubang dan pada serangan yang berat, daun-daun yang lebih tua juga diserang sehingga tanaman akan gundul. Kerusakan tanaman kakao akibat serangan hama H. talaca
tidak
42
berpengaruh langsung pada produksi, tetapi dengan gundulnya tanaman proses fisiologi tanaman, khususnya proses fotosintesa menjadi sangat terganggu. Kerugian yang sangat berarti bisa terjadi apabila ulat kilan menyerang kakao pada stadium bibit atau tanaman muda. Imago H. talaca berupa kupu-kupu berwarna cokelat abu-abu yang aktif pada malam hari. Kupu-kupu betina akan meletakkan telurnya sebanyak 500-700 butir pada permukaan batang/cabang tanaman inang seperti lamtoro atau kakao. Lama stadium telur 5-6 hari. Ulat yang baru menetas hidup pada pohon lamtoro, kemudian setelah instar ketiga turun ke pohon kakao. Lama stadium ulat 12-18 hari. Kepompong berwarna cokelat mengkilat diletakkan di dalam tanah pada kedalaman 2-5 cm. Perkembangan dari telur sampai menjadi dewasa memerlukan waktu 24-32 hari. Pengendalian hama ini dapat dilakukan dengan cara mekanis yaitu memotong bagian ranting yang daun-daun mudanya rusak atau membunuh ulat yang telah dikumpulkan, kemudian dibenamkan ke dalam tanah, selain itu dapat dilakukan dengan insektisida nabati ekstrak daun mimba atau secara kimiawi dengan insektisida sintetik. (d)
Penggerek Batang Larva
penggerek
(Lepidoptera,
Cossidae)
batang/cabang mulai
Zeuzera
menggerek
dari
coffeae bagian
Nietn. samping
batang/cabang yang memiliki diameter 3-5 cm dengan panjang liang gerek mencapai 40-50 cm. Akibat gerekan, batang/cabang menjadi berlubang dan pada permukaan lubang sering terdapat campuran kotoran larva dan serpihan jaringan. Menjelang stadium pupa, larva membuat rongga gerekan dengan arah melintang di ujung gerekan hingga mendekati kulit batang/cabang dan sering meninggalkan liang gerekannya serta mulai membuat lubang gerekan baru pada pangkal batang/cabang yang sama atau kadang-kadang pada batang/cabang yang lain.
43
Akibat gerekan larva tersebut, bagian tanaman di atas lubang gerek menjadi layu, kering dan mati, terutama pada batang/cabang yang berukuran kecil. Apabila serangan terjadi pada tanaman kakao yang belum menghasilkan (TBM) maka akan menimbulkan kerugian yang lebih besar. Serangga dewasa berupa kupu-kupu yang memiliki bintik-bintik tebal berwarna hitam pada sayap bagian depannya. Jumlah telur yang dihasilkan oleh seekor betina sekitar 348-966 butir. Telur berbentuk oval berwarna kuning pucat dan diletakkan secara berkelompok pada permukaan batang/cabang. Pembentukan kepompong terjadi di dalam liang gerekan. Pada bagian tubuh di arah kepala, kepompong berwarna cokelat tua, sedangkan pada bagian arah ekor dan perut berwarna cokelat muda. Perkembangan dari telur sampai menjadi kupu-kupu membutuhkan waktu sekitar 3-4 bulan. Lama periode telur 10-11 hari, larva 81-151 hari, kepompong betina 21-23 hari dan kepompong jantan 27-30 hari. Pengendalian hama ini dapat dilakukan secara mekanis, biologis dan kimiawi. Secara mekanis dengan memotong batang/cabang yang terserang, yakni pada jarak 10 cm ke arah pangkal dari lubang gerekan, kemudian larva atau kepompong yang ditemukan dibunuh. Secara biologis dengan menggunakan campuran (suspensi) spora jamur B. bassiana dan air ke dalam lubang gerek menggunakan alat semprot tangan. Secara kimiawi yaitu menutup lubang gerekan menggunakan kapas yang telah dibasahi larutan insektisida racun pernafasan, kemudian lubang ditutup dengan potongan kayu. Penyakit: menurut Sukamto (Wahyudi, 2008) penyakit tanaman kakao merupakan gangguan yang terjadi pada setiap perkebunan kakao, baik perkebunan besar atau perkebunan rakyat. Bagian tanaman kakao mulai dari akar batang, daun dan buah dapat terserang oleh penyebab penyakit. Penyakit sangat mudah berkembang dalam keadaan lingkungan yang mendukung perkembangan patogen sehingga dapat menjadi penghambat dalam peningkatan produksi kakao.
44
Adapun penyakit-penyakit penting pada tanaman kakao di Indonesia adalah sebagai berikut: (a)
Buah Busuk Penyakit busuk buah kakao disebabkan oleh jamur Phytophthora palmivora Butl. Jamur ini merupakan soil born sehingga dapat mempertahankan hidupnya di dalam tanah sampai bertahun-tahun. Pada saat musim kering, spora jamur dapat mempertahankan hidup di dalam tanah bentuk klamidospora atau siste yang memiliki dinding tebal. Jamur P. palmivora dapat menyebar dari satu buah ke buah lain melalui beberapa cara, terutama melalui percikan air hujan, hubungan langsung antara buah sakit dengan buah sehat, atau melalui perantaraan binatang seperti tikus, tupai atau bekicot. Jamur ini dapat menyerang buah muda sehingga menyebabakan buah menjadi busuk. Proses ini hanya berlangsung dalam waktu beberapa hari saja sehingga buah tidak mungkin dapat dipanen. Sementara serangan yang terjadi pada buah yang hampir masak membuat biji rusak, tetapi buah masih dapat dipanen meskipun kualitas bijinya menurun. Pengendalian penyakit buah busuk dapat dilakukan dengan perpaduan tindakan sanitasi, penyemprotan fungisida dan perbaikan lingkungan. Sanitasi dilakukan dengan memetik buah busuk bersamaan pemangkasan atau panen dan membenamkannya sedalam 30 cm di bawah permukaan tanah. Apabila musim hujan, sanitasi dilakukan menggunakan tenaga khusus dengan waktu satu minggu sekali. Fungisida dilakukan sebagai tindakan preventif, yaitu dengan cara disemprotkan pada buah sehat setelah dilakukan sanitasi. Merek NORDOX, KOCIDE 77, VITIGRAN BLUE
yang berbahan aktif tembaga dapat disemprotkan
dengan konsentrasi 0,3% interval waktu dua minggu dengan menggunakan knapsack sprayer dengan volume semprot 500 liter/ha pada saat sebagian besar buah telah berumur tiga bulan (panjang buah ±10 cm). Sedangkan perbaikan lingkungan dengan cara pengaturan pohon penaung dan pemangkasan tanaman untuk mengurangi kelembaban yang terlalu tinggi.
45
(b)
Kanker Batang Penyakit kanker batang penyebabnya sama dengan penyakit buah busuk, yaitu jamur Phytophthora palmivora Butl. (Butl). Penyakit kanker batang dalam penyebarannya berkaitan erat dengan penyakit busuk buah. Apabila buah kakao yang busuk tidak diambil maka busuknya akan menjalar ke tangkai buah. Tangkai buah yang busuk akan menularkan patogen dan menginfeksi batang sehingga terjadi kanker batang. Batang yang diserang biasanya pada batang pokok walaupun tidak menutup kemungkinan cabang yang besar juga bisa terinfeksi. Akibat dari kanker batang adalah rusaknya jaringan kayu, batang menjadi busuk dan berlendir. Gejala bercak yang tampak dari luar berukuran kecil tetapi apabila dikupas ternyata kerusakan jaringan sudah meluas sampai ke dalam batang lebih luas daripada kenampakan luarnya. Kerusakan pada cabang menyebabkan cabang membusuk dan seluruh cabang tersebut mati. Apabila serangan terjadi pada batang pokok maka lama kelamaan akan berakibat matinya tanaman. Kerugian akan semakin parah apabila lingkungan sangat mendukung berkembangnya penyakit yaitu selalu lembab dan basah. Cara pengendaliannya untuk batang yang masih kecil bercaknya dapat dilakukan dengan mengupas kulit batang/cabang yang membusuk sampai batas yang sehat yaitu jaringan berwarna putih. Luka bekas kupasan dioles dengan bahan penutup luka seperti ter, TB 192, atau fungisida tembaga dengan konsentrasi 5-10% formulasi. Apabila batang tanaman sudah terserang sampai keliling batang, dan tanaman sudah menunjukkan kelayuan daun maka tanaman tersebut dipotong atau dibongkar.
(c) Antraknose Colletotrichum Penyakit
antraknose-colletotrichum
disebabkan
oleh
jamur
Colletotrichum gloeosporioides Penz. Sacc. Pengenalan penyakit ini dapat dilakukan dengan melihat gejala khusus pada bahagian tanaman yang diserang. Serangan ringan pada daun muda akan memperlihatkan gejala bintik-bintik nekrosis berwarna coklat. Setelah daun berkembang, bintik
46
nekrosis akan menjadi bercak berlubang dengan halo berwarna kuning. Pada daun yang lebih tua, bintik nekrosis berkembang menjadi bercak nekrosis yang beraturan. Daun-daun muda yang terserang berat, biasanya mudah mengalami kerontokan sehingga menyebabkan ranting gundul. Apabila serangan terjadi beberapa kali, akan terbentuk ranting-ranting seperti kipas dengan ruas yang pendek. Keadaan biasanya segera diikuti dengan kematian ranting. Infeksi pada daun muda atau tua yang berada pada tajuk bagian bawah menimbulkan gejala hawar daun. Serangan jamur C. gloeosporioides menimbulkan kerusakan pada kakao. Besarnya kerusakan tergantung pada besarnya intensitas serangan penyakit. Tidak setiap kerusakan yang terjadi menimbulkan kerugian karena kerusakan kecil, misalnya daun berlubang atau hawar daun bisa diabaikan. Hal ini karena tanaman kakao kerap membentuk daun-daun baru yang telah rusak dapat diganti. Infeksi pada buah-buah muda ikut menurunkan produksi kakao, karena buah-buah tersebut akan layu dan mengering menjadi mumi. Serangan pada buah yang lebih besar hanya sedikit menimbulkan kerugian. Cara pengendalian jamur ini berbeda, tergantung berapa besar intensitas serangannya, namun pada umumnya dengan memadukan teknik pengendalian kultur teknis, mekanis dan kimiawi, yaitu pupuk, naungan, sanitasi, fungisida dan eradikasi (pembongkaran tanaman yang sakit). (d)
Vascular Streak Dieback (VSD) Penyakit VSD disebabkan oleh jamur Oncobasidium theobromae Talbot & Keane. Jamur ini dideskripsi oleh Talbot dan Keane pada tahun 1971 di Papua Nugini sebagai genus baru dari famili Ceratobasidiaceae, ordo Tulasnelalles, Basidiomycotina. Penyakit menular dari pohon satu ke pohon yang lain melalui spora yang diterbangkan oleh angin pada tengah malam hari. Pada saat itu angin biasanya bertiup perlahan-lahan sehingga spora yang diterbangkan tidak jauh, kira-kira hanya 10 m dari sumbernya. Akan tetapi bila ada angin yang kencang spora dapat terbawa sampai 182 m. Spora-spora sangat peka terhadap cahaya dan menjadi tidak infektif setelah terkena sinar matahari
47
selama 30 menit. Spora yang jatuh pada daun muda akan segera berkecambah apabila tersedia air dan akan tumbuh masuk ke dalam jaringan xilem. Di dalam xilem jamur tumbuh ke batang pokok walaupun kadang-kadang dijumpai pula tumbuh ke arah sebaliknya. Setelah 3-5 bulan baru tampak gejala daun menguning dengan bercak hijau, daun-daun tersebut sangat mudah gugur, sehingga menyebabkan mati ranting. Pada saat itu jamur masih tetap tumbuh dalam jaringan tanaman dan menimbulkan kerusakan yang lebih besar. Pengendalian penyakit VSD di daerah basah dengan pangkasan sanitasi dua minggu sekali dan di daerah kering dengan pangkasan 1-3 bulan sekali. Pada tanaman dewasa, pangkasan sanitasi dilakukan dengan cara memotong ranting sakit sampai batas garis cokelat pada xilem ditambah 30 cm. (e)
Jamur Upas Penyakit
jamur
upas
disebabkan
oleh
jamur
Corticium
salmonocolor Berk. et Br. Jamur ini juga sering disebut Upasia salmonicolor (Berk. et Br) Tjok. Jamur membentuk lapisan himenium berbentuk kerak merah jambu yang mengandung banyak basidium dan selsel steril yang disebut pafisis. Pada musim kemarau jamur tidak berkembang, tetapi bertahan hidup secara laten, untuk berkembang kembali dalam musim hujan. Dengan demikian sumber infeksi dalam kebun selalu ada. Semua tanaman perkebunan yang termasuk tanaman keras dapat diserang oleh jamur upas, sehingga menimbulkan kerusakan pada bagian tanaman tersebut. Kerugian yang berarti karena kerusakan yang parah dapat mengakibatkan matinya ranting dan bahkan dapat mematikan tanaman. Cara pengendalian penyakit jamur upas adalah (1) dalam musim hujan dijaga agar kelembaban kebun tidak terlalu tinggi yaitu dengan jalan melakukan pangkasan cabang kakao setepat-tepatnya dan pengaturan naungan, (2) dilakukan pemotongan cabang yang terserang jamur pada bagian yang sehat ditambah 20 cm di bawahnya. Cabang sakit yang telah
48
dipotong kemudian dibakar atau dipendam, (3) apabila gejala yang dijumpai masih dalam tingkat sarang labah-labah dan cabang yang terserang masih hidup, maka cabang dapat dipertahankan dan (4) sumber infeksi yang ada selain pada tanaman kakao seperti di pohon penaung atau yang lain dan juga tanaman di sekeliling kebun agar dicari untuk dimusnahkan. (f)
Penyakit Akar Penyakit akar cokelat disebabkan oleh jamur Phellinus lamaoensis (Murr) Hein, sinonimnya Fomes noxius Corner atau Fomes lamaoensis Murr. Penyakit akar merah disebabkan oleh jamur Ganoderma pseudoforeum (Wakef) Ov. Et Stein. Penyakit akar putih penyebabnya adalah jamur Leptoporus lignosus (klot) Hein et Pat., sinonimnya Fomes lignosus Kloffzch, Rigidoporus microporus (Swartz, Fr) Van Overccm. Penularan jamur akar cokelat terjadi dengan kontak langsung antara akar sakit dan sehat. Pada umumnya jamur menyerang akar tunggang dan selanjutnya menyerang ke akar-akar yang besar. Apabila seluruh permukaan akar tunggang telah ditutupi oleh kerak, maka tanaman segera menguning kemudian mati. Jamur akar putih di dalam tanah bertahan pada sisa-sisa akar dan kayu-kayu. Penularan terutama terjadi dengan perantaraan rhizomorf. Rhizomorf tersebut dapat menjalar bebas di dalam tanah maupun di atas permukaan tanah, terlepas dari akar-akar tanaman. Infeksi jamur ini terutama terjadi pada kebun muda. Penyakit akar hanya dijumpai pada kebun-kebun tertentu di Indonesia, terutama pada bekas kebun terserang yang pembongkaran akarnya kurang bersih. Pada daerah tersebut kerugian yang diakibatkan sangat terasa bisa mengurangi populasi pohon kakao sampai 50%. Kerugian akan sangat tinggi karena kerusakan yang diakibatkan sangat fatal yaitu tanaman akan mati. Tanaman yang menunjukkan gejala sakit biasanya telah terserang parah sehingga tidak bisa ditolong lagi, tinggal menunggu kematian.
49
Pelaksanaan pengendalian penyakit jamur akar, hampir tidak ada perbedaan antara jamur akar merah, jamur akar cokelat maupun jamur akar putih. Beberapa cara pengendalian yang diusahakan, antara lain adalah: (1) tanaman yang telah mati akibat serangan berat jamur akar harus didongkel/dibongkar berikut akar-akarnya sampai bersih. Akar-akar tersebut dikumpulkan kemudian dibakar. Pada lubang bekas bongkaran diberi belerang sebanyak ±500 gram setiap lubang.Untuk bisa ditanami lagi, lubang tersebut dibiarkan paling tidak selama satu tahun. (2) untuk mencegah penyebaran ke tanaman lain, perlu dibuat selokan isolasi sedalam ± 80 cm lebar ± 30 cm pada daerah satu baris di luar tanaman mati, (3) tanaman yang berada di sekitar tanaman mati perlu dilakukan pemeriksaan akar tunggangnya. Pada serangan awal akan tampak adanya tanda-tanda berupa miselium atau rhizomorf pada permukaan akar. Miselium tersebut harus dibersihkan dengan sikat kemudian akar dioles dengan fungisida khusus untuk jamur akar, seperti Fomac2, Calixin CP, Sheel Collar Protectan, Ingro Paste. Gulma merupakan terjemahan dari bahasa Inggris weed, yang sering diterjemahkan sebagai tumbuhan penganggu. Gulma didefinisikan sebagai tumbuhan yang tumbuh di tempat yang tidak dikehendaki. Gulma dapat diklasifikasi dalam dua kelompok, yaitu berdasarkan umurnya dan morfologinya. Menurut umurnya, gulma terbagi menjadi dua, yaitu gulma semusim atau setahun (annual weed), dan gulma tahunan (perennial weed). Gulma semusim atau setahun (annual weed) yaitu gulma yang lama hidup dengan daur hidup kurang dari satu tahun. Setelah itu, gulma akan mati, contohnya antara lain ciplukan (Physalis angulata L.,) Babandotan (Ageratum conyzoides L.,) dan bayam duri (Amaranthus spinosa L.,). Gulma tahunan (perennial weed) yaitu gulma yang mampu hidup lebih dari dua tahun atau hidupnya hampir tidak ada batasnya, contohnya antara lain alang-alang (Imperata cylindrica L.) Beauv., teki (Cyperus rotundus L.), dan sembung rambat (Mikania micrantha HBK R.M. King). Kerugian yang dapat ditimbulkan gulma adalah: (1) menghambat pertumbuhan tanaman muda dan memperpanjang perekositas atau menunda masa tanaman menghasilkan, (2) menurunkan produksi sebagai dampak persaingan
50
(hara, air, cahaya, ruang tumbuh) dan karena peristiwa alelopati, (3) menimbulkan kerusakan langsung terhadap tajuk tanaman karena peristiwa parasitisme atau epifitosis, (4) menurunkan kualitas hasil karena kontaminasi atau karena menurunnya ukuran biji sehingga menurunkan kualitas grade, (5) menyulitkan pekerjaan di kebun sehingga menurunkan prestasi kerja dan kualitas hasil kerja, (6) jenis-jenis gulma tertentu dapat meracuni manusia dan hewan, (7) menjadi inang hama dan penyakit, (8) meningkatkan kelembaban kebun sehingga mendorong perkembangan hama dan penyakit atau menyebabkan mikroklimat menjadi kurang optimal untuk tanaman pokok. Selain kerugian, gulma juga memiliki keunggulan, yaitu: (1) dapat dijadikan sumber bahan organik, (2) dapat dijadikan sumber pakan ternak, dan (3) dapat dijadikan penutup tanah dan mencegah erosi. Pada tanaman kakao, jenis gulma yang dominan pada kakao dan berpengaruh nyata pada pertumbuhan maupun produksi dan sulit dikendalikan atau memerlukan biaya yang cukup besar untuk pengendalaiannya adalah: (1) pada kakao muda (tanaman belum menghasilkan/TBM) dikelompokkan menjadi tiga yaitu: (a) kelompok rumput: alang-alang (Imperata cylindrica), pahitan (Paspalum conjugatum), tulangan (Otochla nodosa), lemur (Ischaemum timorense), pahitan lanang (Axonopus compressus), jambean (Setaria plicata), (b) kelompok teki: teki (Cyperus rotundus), teki udelan (Cyperus kyllingia), (c) kelompok berdaun lebar: sembung rambat (Mikania micrantha), nocan (Alternathera brasiliana), wedusan (Agretarum conyzoides), (2) pada kakao dewasa (tanaman menghasilkan/TM) dikelompokkan menjadi dua, yaitu: (a) kelompok rumput: alang-alang (Imperata cylindrica), jambean (Setaria plicata), pahitan (Ageratum conyzoides), (b) kelompok berdaun lebar: sembung rambata (Mikania micrantha) dan (3) kelompok gulma di atas pohon, yaitu lumut (berbagai spesies) dan picisan (Drymoglossum piloselloides) Pengendalian gulma dapat dibagi menjadi empat kelompok, yaitu: (1) pengendalian secara mekanis, (2) pengendalian secara kultur teknis, (3) pengendalian secara biologi dan (4) pengendalian secara kimiawi. Pemetikan dan Sortasi Buah.-- Periode perkembangan buah kakao dari pembungaan sampai buah masak adalah sekitar 5-6 bulan. Perkembangan buah
51
kakao biasanya masih lambat pada 40 hari pertama, kemudian menjadi sangat cepat sampai umur 75 hari. Setelah itu, pertumbuhan buah kakao menjadi lambat dan mulai terjadi pertumbuhan embrio. Selama terjadi pertumbuhan embrio, lemak terakumulasi pada biji yang sedang berkembang. Pembentukan gula pada pulp terjadi selama 30-40 hari sebelum buah kakao betul-betul masak. Buah kakao hendaknya dipetik apabila sudah cukup masak, yakni ditandai dengan adanya perubahan warna kulit buah. Buah yang sewaktu belum masak berwarna hijau, pada waktu masak akan berubah warna menjadi kuning, sedangkan buah yang sebelum masak berwarna merah, sewaktu masak akan berubah menjadi jingga. Buah kakao dapat dipanen hampir sepanjang tahun. Selama setahun, biasanya terdapat satu atau dua puncak panen dan yang terjadi 56 bulan setelah perubahan musim kemarau ke musim hujan dan musim hujan ke musim kemarau. Waktu panen tersebut terutama terjadi pada wilayah yang terdapat musim hujan dan musim kering. Pemetikan terhadap buah muda atau lewat masak hendaknya dihindari karena akan menurunkan mutu biji keringnya, terutama meningkatnya jumlah biji gepeng dan biji berkecambah. Pemetikan buah dilakukan menggunakan gunting, sabit, atau alat tajam lainnya, asalkan tidak sampai membuat buah atau bantalan buah rusak. Buah hasil pemetikan harus dipisahkan antara yang baik dan yang jelek. Buah jelek dapat berupa buah terserang hama/penyakit, buah muda, atau buah lewat masak. Pemanenan meliputi kegiatan pengambilan buah kakao masak dari pohon, pemecahan buah dan pengambilan (extract) biji kakao segar. Pemeraman (penyimpanan) buah.-- Pemeraman buah dilakukan selama 512 hari tergantung kondisi setempat dan derajat kematangan buah. Selama pemeraman buah, dihindari buah kakao terlampau masak, rusak, atau diserang jamur, yakni dengan cara sebagai berikut: (a) mengatur tempat pemeraman agar cukup bersih dan terbuka, (2) disimpan menggunakan wadah pemeraman seperti keranjang atau karung goni, (3) memberi alas pada permukaan tanah dan penutup permukaan tumpukan buah dengan daun-daun kering apabila dilakukan pemeraman di kebun. Cara ini dapat menurunkan jumlah biji kakao yang rusak sekitar 15% menjadi sekitar lima persen.
52
Pemecahan buah.-- Pemecahan buah dilakukan dengan pemukul kayu, pemukul berpisau atau dengan pisau bagi yang sudah berpengalaman. Walaupun pemecahan dengan pisau tidak direkomendasikan karena berisiko merusak biji, tetapi pemecahan dengan cara ini paling umum dilakukan. Kerusakan biji segar karena terpotong pisau dapat meningkatkan biji terserang jamur. Syarat utama pemecahan adalah menghindari biji rusak oleh alat pemecah. Selama pemecahan, dilakukan sortasi buah dan sortasi biji basah. Buah yang sulit dipecah biasanya masih mentah dan buah mentah sebaiknya ditinggal di lapangan untuk di kemudian waktu dapat diambil sebagai biji “lelesan.” Buah-buah yang busuk atau diserang hama tikus biasanya menghasilkan biji-biji yang berwarna hitam. Bijibiji demikian harus dipisahkan dari biji-biji yang baik atau superior. Pecahan kulit, plasenta dan rantingnya juga harus dipisahkan dari biji superior. Proses pemecahan biji harus dilakukan dengan terampil dan penuh kehati-hatian agar biji tidak rusak. Setelah pemecahan buah, biji superior dan inferior dimasukkan ke dalam karung plastik dan ditimbang untuk menentukan besarnya upah masing-masing pekerja serta untuk mengetahui jumlah hasil pemanenan. Karung plastik sebaiknya diletakkan pada tempat yang bersih kemudian karung yang berisi biji kakao tersebut diangkut ke pusat pengolahan di hari yang sama dengan hari pemecahan buah. Keberhasilan pemisahan biji superior dan biji inferior serta kotoran-kotoran yang melekat di biji akan berpengaruh terhadap mutu biji kering. Fermentasi.-- Fermentasi pada awal sejarahnya hanya digunakan untuk membebaskan biji kakao dari pulp, mencegah pertumbuhan, memperbaiki kenampakan dan permudah pengolahan berikutnya di pabrik kakao. Namun, pada perkembangan selanjutnya, fermentasi menjadi proses yang mutlak harus dilakukan. Tujuannya agar diperoleh biji kakao kering yang bermutu baik dan memiliki calon aroma serta rasa khas cokelat. Biji kakao yang dikeringkan tanpa difermentasi terlebih dahulu akan bermutu rendah karena tidak mempunyai calon cita rasa cokelat. Begitu pula fermentasi yang tidak benar, akan menghasilkan biji yang bercita rasa buruk dan bermutu rendah. Cita rasa khas cokelat tersebut berkembang dalam dua tahapan, yaitu fermentasi oleh pekebun dan penyangraian oleh pabrikan kakao. Cita rasa
53
yang baik tidak dapat diperoleh hanya dari salah satu proses tersebut tanpa melibatkan proses lainnya. Oleh karena itu, untuk mendapatkan biji dengan kualitas tinggi dan berpotensi menghasilkan cita rasa khas kakao yang tinggi pula, dibutuhkan metode fermentasi yang baik dan benar. Biji kakao yang tidak difermentasi ditandai dengan ciri-ciri bertekstur pejal, berwarna slaty (keabu-abuan), memiliki rasa sangat pahit dan sepat, serta bercita rasa cokelat. Biji kakao yang difermentasi dengan baik akan bertekstur agak remah atau mudah pecah, warna keping biji kakao dengan sedikit warna ungu, bertekstur pejal, didominasi oleh rasa pahit dan sepat, serta sedikit cita rasa cokelat. Biji kakao yang kurang fermentasi inilah yang mendominasi perdagangan biji kakao rakyat sampai saat ini. Sementara biji kakao yang kelebihan fermentasi akan sangat mudah pecah, berwarna keping cokelat sampai cokelat tua, kurang memiliki rasa pahit dan sepat, cita rasa cokelat kurang serta serat permukaan bijinya banyak ditumbuhi jamur. Fermentasi sebenarnya dapat dilakukan dengan mudah. Para pekebun kakao di Jawa Timur misalnya, mereka terbiasa melakukan fermentasi – dalam istilah lokalnya “pep” – biji kakao sebelum dijual ke pasaran. Alat fermentasi yang digunakan umumnya masih sederhana, antara lain menggunakan kotak berdinding ganda, tumbu, kantung plastik, karung plastik dan timba. Waktu fermentasi yang diterapkan bervariasi antara 2-6 hari, tetapi umumnya petani menerapkan waktu fermentasi dua hari, sedangkan petani yang lebih mafhum akan tujuan fermentasi masih mau memfermentasi 5-6 hari, demikian pula unitunit pengolahan inti. Namun, masih banyak petani yang tidak menerapkan proses fermentasi maupun pencucian. Setelah fermentasi, biasanya sebagian petani langsung menjemur biji kakao, tetapi ada sebagian yang lain yang mencuci pulpnya terlebih dahulu hingga bersih sebelum melakukan penjemuran. Proses pemanenan hasil, fermentasi dan penjualan biasanya dilakukan oleh ibu rumah tangga. Metode fermentasi pada dasarnya dilakukan dalam kotak, melalui tumpukan dan dalam keranjang. Fermentasi dengan kotak kayu yang kuat yang dilengkapi dengan lobang-lobang di dasar kotaknya yang digunakan sebagai pembuangan cairan fermentasi atau lubang untuk keluar- masuknya udara (aerasi).
54
Biji dalam kotak fermentasi ditutup dengan daun pisang atau karung goni. Tujuannya adalah untuk mempertahankan panas. Selanjutnya diaduk tiap hari atau setiap dua hari selama kurun waktu 6-8 hari. Metode fermentasi tumpukan dilakukan dengan cara menimbun atau menumpuk biji kakao segar di atas daun pisang sehingga membentuk kerucut. Permukaan atas biji ditutup dengan daun pisang atau karung atau penutup lainnya yang memungkinkan udara masuk. Penutupan berfungsi untuk mencegah pembuangan panas yang terlalu besar. Daun pisang yang digunakan untuk menutup biji kakao biasanya ditindih dengan potongan-potongan kayu. Keuntungan metode fermentasi dalam tumpukan adalah penggunaannya yang sederhana dan tidak membutuhkan wadah khusus sehingga mudah dilakukan oleh petani. Pada metode fermentasi dalam keranjang, biji segar hasil panen dimasukkan ke dalam keranjang bambu atau rotan yang telah dilapisi daun pisang dengan kapasitas 20 kg. Permukaan biji ditutup dengan daun pisang atau karung. Seperti metode lainnya, fermentasi dalam keranjang juga membutuhkan perlakuan pengadukan yang harus dilakukan setelah 48 jam (dua hari) fermentasi. Caranya adalah dengan memindahkan biji ke keranjang lain atau diaduk di tempat yang sama kemudian ditutup kembali dan dibiarkan hingga proses fermentasi selesai. Keuntungan fermentasi dengan cara ini adalah wadah mudah didapat, pengadukan mudah dilakukan, mudah dipindah-pindah, dan biji bisa terhindar dari kotor akibat bersentuhan fisik dengan tanah. Perendaman dan Pencucian.-- Pencucian biji kakao dilakukan karena pulp yang melekat pada kulit masih tebal sehingga menurunkan kadar kulit biji kering. Biasanya sebelum dicuci biji kakao terlebih dahulu direndam selama kurang lebih tiga jam. Hal ini dilakukan untuk meningkatkan jumlah biji bulat dengan penampilan menarik dan berwarna cokelat cerah. Namun, proses ini tidak mutlak harus dilakukan, tergantung dari kebiasaan dan permintaan konsumen. Tujuan perendaman dan pencucian adalah menghentikan proses fermentasi dan memperbaiki penampilan biji. Biji yang tidak dicuci cenderung memiliki penampilan yang kurang menarik, tetapi pencucian yang terlalu bersih beresiko menyebabkan biji pecah dan mengurangi rendemen. Oleh karena itu, dianjurkan untuk melakukan pencucian setengah bersih. Cara ini dapat memperbaiki penampilan fisik biji kakao, mempercepat pengeringan dan tidak terlalu banyak
55
mengurangi rendemen. Pencucian dapat dilakukan secara manual atau menggunakan mesin cuci. Pengeringan.-- Proses pengeringan adalah kelanjutan dari tahap oksidatif dari fermentasi yang berperan penting dalam mengurangi kelat dan pahit. Tujuan utama pengeringan adalah mengurangi kadar air biji dari sekitar enam persen menjadi tujuh persen sehingga aman selama pengangkutan dan pengapalan menuju pabrikan. Selain itu, proses pengeringan dilakukan untuk menghasilkan biji kakao kering yang berkualitas baik, terutama dalam hal fisik, calon cita rasa, dan aroma yang baik. Untuk itu, metode spesifikasi dan jumlah alat pengeringan harus sesuai dan mencukupi. Tingkat pengeringan berpengaruh penting terhadap cita rasa dan mutu biji kakao kering. Pemilihan metode pengeringan sangat dipengaruhi alat dan jumlah kebutuhan alat pengering. Kecepatan pengeringan juga memengaruhi biji kering yang dihasilkan. Jika pengeringan terlalu lambat, bisa menjadi berbahaya karena bisa menstimulan kehadiran jamur yang berkembang dan masuk ke dalam biji. Pengeringan yang terlalu cepat bisa mengganggu kesempurnaan reaksi oksidatif yang berlangsung dan dapat menyebabkan tingkat keasaman berlebih. Reaksi asam asetat sangat dipengaruhi oleh pengeringan. Pengeringan biji kakao dilakukan dengan penjemuran, memakai alat pengering atau kombinasi dari keduanya. Tempering.-- Tempering adalah proses penyesuaian suhu pada biji kakao dengan suhu udara sekitarnya setelah dikeringkan. Tujuannya agar biji kakao tidak mengalami kerusakan fisik pada tahap pengolahan berikutnya (misalnya: sortasi dan pengemasan) serta untuk menjaga stabilitas kadar air dan berat. Tempat tempering biasa disebut gudang timbun sementara. Sortasi.-- Sortasi ditujukan untuk memisahkan biji kakao dari kotoran yang melekat dan mengelompokkan biji menjadi berdasarkan kenampakan fisik dan ukuran biji. Sortasi sebaiknya segera dilakukan setelah biji kakao kering lebih dari lima hari.
56
Karakteristik Penyuluh Pertanian Karakteristik atau ciri individu adalah sifat-sifat yang melekat pada diri seseorang yang berhubungan dengan aspek kehidupan seperti umur, jenis kelamin, status sosial, agama dan lain-lain. Karakteristik individu terdiri atas faktor internal, yang menentukan kebutuhannya sehingga mampu mengerahkan kekuatan sesuai dengan tuntutan pribadinya, sedangkan faktor eksternal berkaitan dengan situasi yang memengaruhi kemampuan individu untuk perkembangan dan perubahan. Karakteristik individu yang diperkirakan memengaruhi kompetensi penyuluh pertanian, antara lain: umur, tingkat pendidikan formal, pelatihan fungsional, pelatihan teknis, pengalaman kerja, lokasi tugas, luas wilayah kerja, jumlah petani binaan, interaksi dengan petani. (1)
Umur Umur seseorang berkaitan erat dengan tingkat perkembangannya. Secara kronologi, umur memberi petunjuk tentang tingkat perkembangan individu. (Salkind, 1985). Menurut Padmowihardjo (1994), umur bukan merupakan faktor psikologis, tetapi apa yang diakibatkan oleh umur adalah faktor psikologis. Seseorang yang berumur 15-25 tahun akan belajar lebih cepat dan berhasil mempertahankan retensi belajar jika diberi bimbingan belajar dengan baik. Kemampuan belajar berkembang hingga usia 45 tahun dan terus menurun setelah mencapai usia 55 tahun. Terdapat dua faktor yang menentukan kemampuan seseorang berhubungan dengan umur. Faktor pertama ialah mekanisme belajar dan kematangan otak, organ-organ seksual dan otot organ-organ tertentu. Faktor kedua adalah akumulasi pengalaman dan bentuk-bentuk proses belajar yang lain. Berkenaan dengan umur, von Senden et al., (Havighurst, 1974) mengamati gejala yang menyatakan bahwa terdapat periode kritis dalam tahap perkembangan manusia. Tahap seperti itu hadir dalam perkembangan sensor utama, seperti konsepsi tentang ukuran, bentuk, dan jarak dan juga dalam pengembangan perilaku sosial. Usia seseorang sangat erat hubungannya dengan kinerja, alasan yang memperkuat ungkapan ini adalah produktivitas seseorang akan merosot dengan bertambahnya usia
57
seseorang. Kecepatan, kecekatan, kekuatan dan koordinasi merosot dengan perjalanan waktu. Pekerjaan
yang membosankan dan kurangnya
rangsangan intelektual juga akan mengurangi produktivitas. (Robbins, 1996). (2)
Pendidikan Formal Menurut Slamet (2003), pendidikan didefinisikan sebagai usaha untuk menghasilkan perubahan-perubahan pada perilaku manusia. Menurut Lunandi (Nani Sufiani Suhanda, 2008), pendidikan adalah suatu proses terencana untuk mengubah perilaku seseorang yang dilandasi adanya perubahan pengetahuan, keterampilan, dan sikapnya. Soeitoe (1982) mengartikan pendidikan sebagai proses yang diorganisasi untuk mencapai sesuatu hasil yang nampak sebagai perubahan tingkah laku. Pendidikan memberikan nilai tertentu pada manusia, terutama dalam membuka pikiran serta menerima hal-hal baru dan juga bagaimana cara berpikir secara ilmiah. Menurut Vaizey (1978), tujuan utama pendidikan adalah mengembangkan kapasitas untuk dapat menikmati hidup yang biasa. Salam (1997) berpendapat bahwa pendidikan pada hakekatnya merupakan usaha untuk mengembangkan kepribadian dan kemampuan seseorang dapat melalui sekolah atau luar sekolah dan dapat dialami selama hidup. Melalui pendidikan, pengetahuan dan keterampilan seseorang akan bertambah. Pendidikan formal adalah satuan atau program pendidikan yang diselenggarakan oleh suatu badan baik pemerintah atau swasta.
(3)
Pelatihan Fokus utama pelatihan adalah peningkatan dan pengembangan kompetensi. Jayaratne dan Gamon (1998), menekankan pentingnya program pelatihan atau konseling untuk mengatasi „stress‟ akibat restrukturisasi dan realokasi penyuluh. Tagiuri (Jayaratne dan Gamon, 1998) menemukan adanya kecenderungan „stress‟ dalam menghadapi pekerjaan yang baru. Restrukturisasi dalam organisasi penyuluhan mengakibatkan
empat
perubahan
utama
yaitu
perubahan
materi
penyuluhan, wilayah kerja, kelompok inti dan sasaran (klien). Perubahan
58
kelompok inti dan klien, berpengaruh negatif terhadap kinerja. Kedua perubahan ini erat kaitannya dengan perubahan lingkungan sosial dan interaksi sosial. Disimpulkan bahwa kinerja penyuluh mengalami kelelahan segera setelah penunjukan kembali dalam pekerjaan yang baru dan berpengaruh negatif terhadap kinerja. Menurut Mezirow (1985), learning atau pembelajaran di dalam konteks dunia kerja terdiri dari tiga domain, yaitu: (1) instrumental learning, (2) dialogic learning dan (3) self-reflective learning yang masing-masing penting dalam meningkatkan potensi sumberdaya manusia dan kinerja. Instrumental learning dilakukan dengan tujuan agar seseorang mampu bekerja lebih baik. Knowles (Mezirow, 1985) menyebutnya sebagai pelatihan atau lebih cocok disebut “on the job training” dalam situasi informal melalui tahapan proses sebagai berikut: identifikasi masalah, perumusan kegiatan, uji coba, pengamatan terhadap efek, dan menilai hasil. Dialogic Learning dilaksanakan ketika pegawai mempelajari budaya organisasi dan ketika pegawai mempelajari bagaimana memahami kebijakan, prosedur, tujuan dalam pengertian di lingkup organisasi dan dengan orang lain. Tujuan dari pelatihan seperti ini adalah untuk meningkatkan pemahaman, saling pengertian dan bukan pemecahan masalah dalam cara konvensional. Tipe pelatihan ini diketahui sangat baik untuk perkembangan individu. Self-reflective learning yaitu pelatihan yang langsung ditujukan kepada kemampuan perseorangan atau pada motivasi untuk belajar organisasi atau pekerjaan. Tipe pelatihan seperti ini disebut sebagai “transformasi perspektif” yang meliputi pelatihan untuk memahami diri sendiri dan dunia kerjanya, sehingga memungkinkan seseorang untuk memperoleh cara pandang baru terhadap “values” dan sistem kepercayaan dirinya serta meningkatkan “self esteem” dan “self assurance.” Tujuan Self-reflective Learning adalah agar peserta pelatihan mengerti diri sendiri, peran mereka dalam organisasi melalui refleksi kritis.
59
Menurut Hickerson dan Middleton (Mezirow, 1985), learning yang dilaksanakan atau dialami oleh seseorang mengubah tiga domain yaitu: (1) psychomotoric meliputi fisik dan keterampilan, (2) cognitive yaitu kemampuan
untuk
me‟recall‟
materi-materi
dan
perkembangan
keterampilan berpikir, dan (3) affective yaitu sikap, “values” dan “interest.” Pelatihan bagi penyuluh pertanian dipersiapkan melalui program pelatihan bersyarat dan program pelatihan tidak bersyarat. Pertama, sifatnya berjenjang selaras dengan jabatan/golongan kepangkatan, misalnya pelatihan dasar I, pelatihan dasar II, sedangkan yang kedua tidak mensyaratkan golongan kepangkatan dan tidak mensyaratkan program pelatihan yang telah diikuti, tujuan dari program tidak bersyarat ini adalah untuk meningkatkan kemampuan penyuluh pertanian di bidang inovasi atau teknologi pertanian, misalnya pelatihan teknologi, komoditi dan budidaya (YST, 2001). Menurut Badan Pengembangan Sumberdaya Manusia Pertanian (2007), sejak dikeluarkannya Surat Keputusan Menteri Pertanian Nomor: 167/Kpts/KP.440/3/2007, penyelenggaraan pelatihan dilakukan oleh Badan Pengembangan Sumberdaya Manusia dalam hal ini oleh Sekolah Tinggi Penyuluhan Pertanian (STPP). Pelatihan bagi penyuluh ini terdiri dari: (a) Pelatihan Dasar yaitu pelatihan bagi pegawai negeri sipil yang akan menduduki jabatan fungsional sebagai penyuluh, terdiri dari pelatihan dasar umum dan pelatihan dasar khusus. (b) Pelatihan Perjenjangan yaitu pelatihan bagi penyuluh terampil maupun penyuluh ahli yang telah memenuhi persyaratan untuk diangkat atau menduduki jabatan fungsional setingkat lebih tinggi dari pelatihan penjenjangan terampil dan pelatihan penjenjangan ahli. (c) Pelatihan Alih Jenjang yaitu pelatihan bagi penyuluh pertanian terampil yang akan beralih ke penyuluh pertanian ahli.
60
(4)
Masa Kerja Masa kerja merupakan proses yang dialami seorang penyuluh pertanian dalam melakukan kegiatan penyuluhan yang menjadi bidang tugasnya. Menurut Padmowihardjo (1994), masa kerja adalah suatu kepemilikan pengetahuan
yang dialami seseorang dalam kurun waktu
yang tidak ditentukan. Seseorang akan berusaha menghubungkan hal yang dipelajari dengan pengalaman yang dimiliki dalam proses belajar. Seluruh pemikiran, kepribadian dan temperamen manusia, secara psikologi ditentukan oleh pengalaman indera. Menurut Faqih et al., (2001), pelatihan yang menekankan pada pelibatan dapat distrukturkan dalam beberapa tahap yang terdiri dari: mengalami atau rangkai ulang (rekonstruksi), mengungkapkan, kaji urai (analisis), kesimpulan dan tindakan. Pendapat ini menyempurnakan sekuen belajar seperti dikemukakan Ray (Gonzales, 1988) yang menyatakan bahwa dalam keterlibatan yang rendah efek kognitif terjadi dulu, kemudian diikuti oleh efek konatif dan setelah itu efek afektif. Dengan kata lain sekuen belajar menjadi belajar-bertindak-merasakan. Pada atribusi disonan efek konatif terjadi dulu, diikuti oleh efek afektif dan akhirnya diikuti oleh efek kognitif, sekuen ini merupakan kebalikan dari hirarki belajar sebelumnya. Sekuensinya menjadi bertindak-merasakan-belajar. Pengalaman akan memengaruhi perilaku seseorang. Pengalaman juga sangat berkaitan dengan produktivitas kerja. Masa kerja bagi seorang penyuluh pertanian merupakan akumulasi hasil belajar yang diperoleh baik dari
pendidikan,
pelatihan
maupun
aktivitas
kehidupannya,
dan
menentukan keberhasilan dalam menjalankan perannya. (5)
Lokasi Tugas Kemampuan seseorang tidak saja disebabkan oleh potensi yang ada dalam dirinya (faktor internal), tetapi juga oleh faktor di luar dirinya (faktor eksternal). Ndraha (1999) mengatakan bahwa terbentuknya pribadi seseorang dipengaruhi oleh lingkungannya, baik lingkungan vertikal (genetika, tradisi) maupun lingkungan horizontal (geografik, fisik dan sosial). Perilaku manusia akan terbentuk tidak saja secara alami, tetapi
61
juga karena faktor lingkungan, baik lingkungan keluarga maupun lingkungan masyarakat secara umum. Lokasi tugas juga dapat dikategorikan dalam lingkungan ekternal yang dapat memengaruhi kinerja seorang penyuluh pertanian. Penyuluh yang berdomisili dan sering berinteraksi dengan petani akan memengaruhi kinerjanya dibandingkan apabila penyuluh jauh dari lokasi tugasnya sebagai seorang penyuluh pertanian. (6)
Luas Wilayah Kerja Menurut Herzberg (Daniel, 2004), kondisi kerja mencakup kondisi fisik, lingkungan kerja, jumlah pekerjaan, suasana kerja dan fasilitas tempat kerja. Termasuk juga pencahayaan di ruang kerja, ventilasi, sarana, ruangan dan berbagai faktor lingkungan lainnya. Kondisi kerja yang dimaksud juga mencakup luas wilayah kerja penyuluh dan jumlah kepala keluarga tani. Wilayah kerja penyuluh pertanian (WKPP) adalah satu kesatuan wilayah pertanian yang meliputi satu sampai lima wilayah kecamatan yang secara efektif dapat dilayani seorang penyuluh pertanian, sedangkan wilayah kerja balai penyuluhan pertanian (WKBPP) merupakan satu kesatuan wilayah pertanian yang meliputi satu sampai tiga kecamatan dalam satu wilayah kabupaten/kota daerah Tingkat II, yang secara efektif dapat dilayani oleh BPP dan tersusun atas kurang lebih 10 WKPP. (Deptan, 1988).
(7)
Jumlah Petani Binaan Mardikanto (1993) mengatakan bahwa sejak pelaksanaan Repelita I (1969-1974) di Indonesia mulai dikembangkan pembentukan kelompok tani,
diawali
dengan
kelompok-kelompok
kegiatan
(kelompok
pemberantasan hama, kelompok pendengar siaran pedesaan) dan sejak 1976 dikembangkan kelompok tani berdasarkan hamparan lahan pertanian sejalan dilaksanakannya Proyek Penyuluhan Tanaman Pangan (National Food Extension Project). Kelompok tani adalah kumpulan orang-orang tani yang bersifat informal, anggota kelompok petani adalah petani yang berada dalam lingkungan pengaruh seorang kontak tani. Ikatan dalam kelompok
62
berpangkal
pada
keserasian
dalam
arti
mempunyai
pandangan,
kepentingan dan kesenangan yang sama. Kontak tani dan anggota kelompok maupun di antara sesama anggota terjalin hubungan yang luwes dan wajar. (8)
Interaksi dengan Petani Susanto (1999) mendefinisikan interaksi sebagai proses dimana manusia saling memengaruhi dan merumuskan pikiran, perasaan, harapan dan kecemasan masing-masing. Soekanto (2005) mengemukakan bahwa ada dua syarat terjadinya interaksi yakni adanya kontak dan adanya komunikasi. Tibaut dan Kelley (Susanto, 1999) menyatakan bahwa dalam mengadakan komunikasi dan kelangsungan interaksi, setiap individu mempunyai kecenderungan mengadakan penyuasaian diri dengan sistem interaksi yang bersangkutan. Manusia berinteraksi dalam kelompok mempunyai perasaan ia dapat maju dan berkembang. Menurut Mosher (1987), tugas penyuluh adalah menyadarkan petani akan adanya alternatifalternatif, adanya metode-metode lain untuk melakukan pekerjaan usahatani. Melalui interaksi dengan penyuluh, petani dapat maju dan berkembang.
(9)
Keberhasilan (Achievement) Menurut Gibson et al., (2002), setiap orang tentu menginginkan keberhasilan dalam setiap kegiatan yang dilaksanakan. Pencapaian prestasi atau keberhasilan (achievement) dalam melakukan suatu pekerjaan akan menggerakkan
yang
bersangkutan
untuk
melakukan
tugas-tugas
berikutnya. Prestasi yang dicapai dalam pekerjaan akan menimbulkan sikap positif, yang selalu ingin melakukan pekerjaan dengan penuh tantangan. Seorang yang memiliki keinginan berprestasi sebagai suatu kebutuhan dapat mendorongnya untuk mencapai sasaran. Menurut McClelland (Siagian, 2004), tingkat “needs of Achievement” (n-Ach) yang telah menjadi naluri kedua merupakan kunci keberhasilan seseorang. Kebutuhan prestasi biasanya dikaitkan dengan sikap positif, keberanian
63
mengambil resiko yang diperhitungkan untuk mencapai sasaran yang telah ditentukan. (10)
Kesempatan Pengembangan Diri dan Promosi Pengembangan diri penyuluh merupakan elemen penting dalam proses mengubah organisasi penyuluhan.(van den Ban & Hawkins 1999). Untuk menjalankan fungsi penyuluhan yang lebih partisipatif diperlukan perubahan isi dan metode pengembangan staf (staff development), baik perubahan pelatihan maupun gaya kepemimpinan yang berorientasi kepada pengembangan diri penyuluh (van den Ban & Hawkins, 1999). Menurut Gilley dan Eggland (1989), pengembangan diri bukan sekedar peningkatan
keterampilan
melainkan
juga
pengembangan
dan
pertumbuhan kepribadian yang diterapkan untuk pekerjaannya. Promosi adalah peningkatan jabatan seseorang ke tingkat yang lebih tinggi gajinya, tanggungjawab dan level organisasinya, biasanya diberikan sebagai penghargaan terhadap kinerjanya. Menurut Swinyard dan Bond (Werther & Davis, 1989), umumnya promosi diberikan sebagai penghargaan terhadap nilai kesuksesan kinerja (merit-based promotions) dan terhadap senioritas (seniority-based promotions). Penyuluh pertanian mendapatkan kesempatan promosi ke tingkat jabatan fungsional yang lebih tinggi jika dapat mencukupi persyaratan jumlah angka kredit kumulatif minimal (Deptan, 2003) (11)
Tingkat Kewenangan dan Tanggungjawab (Authority) Tanggungjawab mengacu pada output keseluruhan pekerjaan atau kegiatan yang harus dilakukan dalam rangka suatu pekerjaan. Menurut van den Ban dan Hawkins (1999), peranan penyuluh pertanian adalah membantu petani membentuk pendapat yang sehat dan membuat keputusan yang baik dengan cara berkomunikasi dan memberikan informasi
yang
mempromosikan
diperlukan. dan
Tanggungjawab
melengkapi
memperhatikan sistem nilai mereka.
proses
penyuluh
belajar
petani
adalah dengan
64
Menurut Herzberg et al., (Rathavoot & Stephen, 2003) faktor tanggungjawab berkaitan dengan sejauh mana seseorang diberi kebebasan atau wewenang untuk membuat keputusan. Seseorang dapat memiliki kewenangan tanggungjawab yang lebih besar dalam pekerjaan dari pada lainnya. (12)
Persepsi terhadap Makna Pekerjaan (work itsel) Menurut Hackman dan Oldham (Armansyah, 2002), terdapat tiga karakteristik pekerjaan yang dihipotesiskan memengaruhi persepsi seseorang terhadap pekerjaannya, yaitu (1) variasi keterampilan, (2) identitas tugas dan (3) signifikansi tugas. Derajat variasi kegiatan dalam suatu pekerjaan menentukan pemaknaan
seseorang
terhadap
pekerjaannya.
Suatu
tugas
mempersyaratkan seseorang untuk menggunakan aktivitas-aktivitas yang menantang atau menggunakan seluruh keahlian dan keterampilannya, maka mereka cenderung memiliki persepsi pekerjaan tersebut penuh makna. Dubin dan Goldman (1972) menunjukkan bahwa pekerjaan yang membutuhkan lebih banyak keahlian menantang dan lebih beragam menempati kepentingan atau kebutuhan hidup yang lebih sentral bagi individu daripada pekerjaan yang tuntutan keahliannya rendah dan bersifat rutin. Kepentingan atau semangat kerja yang nampak secara psikologis dalam penelitian tersebut menggambarkan bahwa orang tersebut bekerja seolah-olah bukan karena pertimbangan ekonomi saja melainkan pertimbangan non-ekonomi juga. Hal ini dibuktikan melalui riset terhadap para calon pensiun yang tidak mau berhenti karena takut merasa tidak berguna dan kekhawatiran bahwa pengangguran mempercepat kematian. Pandangan ini juga dapat ditemukan dalam tulisan atau buku-buku yang membahas tentang orang-orang yang kehilangan pekerjaan (PHK). Secara keseluruhan, bukti yang ada menunjukkan bahwa kerja memberikan arti psikologi bagi tiap orang.
65
Identitas tugas dimaknai sebagai derajat kejelasan suatu pekerjaan pada awal hingga akhir, dan dalam tuntutan hasil akhirnya. Seseorang lebih memperhatikan pekerjaannya bila mereka melakukan secara utuh keseluruhan suatu pekerjaan dan mereka juga cenderung melihat suatu tugas lebih bermakna. Menurut Hackman dan Oldham (Armansyah, 2002), signifikansi tugas atau manfaat tugas menyatakan sejauh mana suatu pekerjaan mempunyai dampak yang penting dan dirasakan terhadap kehidupan orang lain, pekerjaan akan lebih bermakna jika dirasakan bahwa pekerjaan tersebut mempunyai dampak terhadap kehidupan orang lain dan masyarakat. (13)
Pengakuan/Penghargaan (Recognition) Saydam (2006) mengemukakan bahwa setiap manusia mempunyai kebutuhan sense of belonging (rasa ingin dihargai). Pengakuan terhadap prestasi merupakan alat motivasi yang cukup ampuh, bahkan bisa melebihi kepuasan yang bersumber dari pemberian kompensasi. Menurut Hariandja (2005), pengakuan merupakan kepuasan yang diperoleh seseorang dari pekerjaan itu sendiri atau dari lingkungan psikologis dan atau fisik dimana orang tersebut bekerja, yang masuk dalam kompensasi non finansial.
(14)
Gaji (Salary) Gaji diartikan sebagai bentuk imbalan dalam bentuk moneter yang diterima oleh pegawai sebagai bentuk kompensasi tradisional yang tidak dihubungkan dengan kinerja melainkan dihubungkan dengan jabatan dan kepangkatan seseorang. Insentif yaitu pembayaran langsung di luar gaji yang dikaitkan langsung dengan kinerja yang disebut sistem kompensasi berdasarkan kinerja (pay for perfomance plan) (Hariandja, 2005). Menurut Werther dan Davis (1989), insentif sebagai bentuk kompensasi non tradisional memberi pengaruh positif terhadap kinerja, produktivitas dan kualitas, memperbaiki komitmen dan rasa memiliki, meningkatkan kerjasama tim serta a sense of common life atau common destiny.
66
(15)
Administrasi dan Kebijakan Organisasi Menurut Undang-Undang Republik Indonesia Nomor 16 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan, dalam menetapkan kebijakan penyuluhan pemerintah dan pemerintah daerah memperhatikan ketentuan sebagai berikut: (a) penyuluhan diselenggarakan secara terintegrasi dengan subsistem pembangunan pertanian, perikanan dan kehutanan; (b) penyelenggaraan penyuluhan dilaksanakan oleh pelaku utama dan/atau warga masyarakat lainnya sebagai mitra pemerintah dan pemerintah daerah, baik secara sendirisendiri maupun bekerjasama, dilaksanakan secara terintegrasi dengan programa
pada
tiap-tiap
tingkat
administrasi
pemerintahan;
(c)
memberikan kepastian hukum bagi terselenggaranya penyuluhan yang produktif,
efektif,
efisien,
terdesentralisasi,
partisipatif,
terbuka,
berswadaya, bermitra sejajar, kesetaraan gender, berwawasan lingkungan, dan bertanggung gugat yang dapat menjamin terlaksananya pembangunan pertanian, perikanan dan kehutanan; (d) memberikan perlindungan, keadilan dan kepastian hukum bagi pelaku utama dan pelaku usaha untuk mendapatkan
pelayanan
penyuluhan
serta
bagi
penyuluh
dalam
melaksanakan penyuluhan; dan (e) mengembangkan sumberdaya manusia yang maju dan sejahtera. Menurut Herzberg (Daniel, 2004), administrasi dan kebijakan organisasi
mencakup
efektifitas
managemen
organisasi
termasuk
didalamnya komunikasi, organisasi kerja, kebijakan, prosedur kerja lainnya. (16)
Pembinaan dan Supervisi (Supervision) Pengawasan (supervisi)
yaitu
atau
supervisi
efektivitas
mencakup
pengawas,
teknis
keahlian
pengawasan
manajemennya,
pengetahuan, kesuksesan dan kemampuan memecahkan masalah dan hubungan dengan pengawas (Relationship with supervisor). Menurut Herzberg (Daniel, 2004), seseorang memiliki kemampuan hubungan yang menyenangkan dengan pengawasnya dimana orang tersebut dapat belajar dari pengawasnya, bagaimana pengawas mendukungnya dan pengawas
67
tersebut jujur berkeinginan untuk mendengarkan saran dan memberikan penghargaan untuk hasil bekerja yang baik. Dua
fungsi
utama
supervisi
adalah
orientasi
tugas
dan
pertimbangan bagi petugas atau pegawai, oleh karena itu, arah dan aktivitas organisasi, motivasi pegawai dan manajemen dari kelompok kerja merupakan hal penting bagi supervisor. (17)
Kondisi Kerja (work condition) Menurut Herzberg (Daniel, 2004), kondisi kerja mencakup kondisi fisik lingkungan kerja, jumlah pekerjaan, suasana kerja dan fasilitas tempat kerja. Kondisi kerja juga termasuk pencahayaan di ruang kerja, ventilasi, sarana, ruangan dan berbagai faktor lingkungan lainnya. Kondisi kerja dalam penyuluhan juga mencakup luas wilayah kerja penyuluh dan jumlah kepala keluarga tani. Wilayah kerja penyuluhan pertanian (WKPP) adalah satu kesatuan wilayah pertanian yang meliputi satu sampai lima wilayah kecamatan yang secara efektif dapat dilayani seorang penyuluh pertanian, sedangkan wilayah kerja balai penyuluhan pertanian (WKBPP) merupakan satu kesatuan wilayah pertanian yang meliputi satu sampai tiga kecamatan dalam satu wilayah kabupaten/kota daerah tingkat II, yang secara efektif dapat dilayani oleh BPP dan tersusun atas kurang lebih sepuluh WKPP (Deptan, 1988). Pengaruh Karakteristik pada Kompetensi Penyuluh Pertanian Karakteristik individu merupakan ciri obyektif seseorang yang diperoleh
dari rekaman pribadinya. Karakteristik pribadi seorang penyuluh pertanian diduga berhubungan erat dan memengaruhi kompetensi penyuluh dalam menjalankan tugas dan perannya sebagai penyuluh pertanian. Sejumlah karakteristik pribadi yang dimaksud adalah: umur, pendidikan formal, pelatihan, pengalaman kerja, lokasi tugas, luas wilayah kerja, jumlah petani binaan dan interaksi dengan petani.
68
Pengaruh Umur pada Kompetensi Penyuluh Pertanian Menurut Baron dan Greenberg (1990), usia dan masa kerja seseorang berpengaruh terhadap kompetensi. Pegawai yang lebih tua dan memiliki masa kerja yang lebih lama menunjukkan kepuasan kerja yang tinggi dibanding pegawai yang lebih muda serta kurang berpengalaman. Menurut Luthans (1989), tingkat kepuasan kerja pegawai yang lebih muda cenderung lebih rendah dibandingkan dengan pegawai yang lebih tua karena pegawai yang lebih muda seringkali mempunyai harapan yang tinggi ketika memasuki dunia kerja, sementara tidak dapat terpenuhi karena pekerjaan kurang menantang atau kurang bermakna. Hal ini sesuai dengan pendapat Schultz dan Schultz (1994) yang membuktikan
bahwa
kepuasan
kerja
akan
meningkat
sejalan
dengan
bertambahnya usia. Schermerhon et al., (1991) berkesimpulan bahwa orang yang sudah tua lebih banyak tidak dapat menghindari absen daripada orang yang lebih muda. Szilagyi dan Wallace (1990) menyatakan beberapa pola perilaku mengalami perubahan ketika manusia tumbuh dewasa sebagai akibat dari proses sosialisasi. Sedangkan beberapa potensi untuk mempelajari keterampilan tertentu dipengaruhi oleh usia. Menurut
Padmowihardjo
(2004),
umur
seseorang
diduga
kuat
memengaruhi kemampuannya, baik kemampuan fisik ataupun kemampuan berpikir (inteligensia). Umur seseorang erat kaitannya dengan kemampuan belajarnya. Kemampuan belajar seseorang mencapai puncaknya pada umur 25 tahun, dan selanjutnya cenderung menurun. Umur seseorang dibagi dalam kelompok anak-anak (0-14 tahun), usia kerja (16-64) dan kelompok lanjut usia bila berumur 65 tahun atau lebih. Usia kerja dibagi juga dalam tiga kategori, yaitu golongan usia muda atau pradewasa (20-39 tahun), usia dewasa (40-54 tahun) dan yang berumur 55-65 termasuk golongan tua atau purna (Purba, 2002). Semakin tua umur seseorang akan semakin berkurang atau menurun kemampuannya, karena itu umur erat kaitannya dengan kompetensi seseorang. Penyuluh pertanian yang termasuk pada kelompok usia kerja dengan umur antara 20-65 tahun diduga mempunyai kompetensi yang berbeda dengan kompetensi yang termasuk usia muda dan atau usia dewasa.
69
Pengaruh Pendidikan Formal pada Kompetensi Penyuluh Pertanian Pendidikan menyebabkan seseorang memiliki harapan yang tinggi terhadap tanggungjawab dalam pekerjaannya, karena itu mereka yang memiliki pendidikan yang lebih tinggi cenderung terancam oleh perasaan tidak puas kerja dibanding mereka yang memiliki pendidikan lebih rendah (Schultz & Schultz 1994). Kuncel et al., (2004) melaporkan bahwa pendapat yang menyatakan kecerdasan (intelligence) selama pendidikan secara keseluruhan berbeda dengan sukses dalam pekerjaan tidak terbukti dalam penelitiannya, bahkan hasil penelitian menunjukkan konsistensi dengan hasil sebagian besar penelitian bahwa kinerja merupakan fungsi dari penerapan motivasi dan pengetahuan kerja dan pengetahuan prosedur kerja (keterampilan). Tingkat pendidikan formal penyuluh akan menunjukkan perbedaan tingkat pengetahuan, sikap dan keterampilan penyuluh dalam melaksanakan tugas, sehingga yang berpendidikan lebih tinggi mampu berpikir lebih abstrak dan memiliki wawasan yang lebih luas. Pendidikan yang lebih tinggi akan berpengaruh pada tingkat adaptasi, mempunyai pilihan-pilihan yang lebih luas dalam kehidupannya, termasuk dalam melaksanakan penyuluhan. Hal tersebut senada dengan pendapat Slamet (1992) bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan seseorang, ada kecenderungan semakin tinggi pula pengetahuan, sikap dan keterampilan, efisien bekerja dan semakin banyak tahu cara-cara dan teknik bekerja yang lebih baik dan lebih menguntungkan. Dengan demikian diduga tingkat pendidikan formal penyuluh pertanian memiliki pengaruh pada tingkat kompetensi mereka. Pengaruh Pelatihan pada Kompetensi Penyuluh Pertanian Pelatihan diklasifikasikan sebagai pendidikan nonformal. Menurut Coombs dan Ahmed (Cokroaminoto, 2007) bahwa pendidikan nonformal … is any organized, systematic, educational activity carried on outside the framework of the formal system to provide selected types of learning to particular sub groups in the population, adult as well as children.
70
Pendidikan nonformal merupakan kegiatan yang tertata, sistematis, di luar sistem formal dan ditujukan untuk orang dewasa. Mulyasa (2002) mengemukakan bahwa pendidikan berperan dalam mewujudkan masyarakat yang berkualitas, menampilkan individu yang memiliki keunggulan yang tangguh, kreatif, mandiri dan profesional dalam bidangnya masing-masing. Salah satu bentuk pendidikan nonformal yang dilakukan oleh penyuluh adalah pelatihan. Menurut Siagian (2002), salah satu cara untuk mengubah potensi seseorang menjadi kemampuan nyata ialah melalui pendidikan dan pelatihan. Sasaran yang ingin dicapai dalam suatu pelatihan adalah mengajarkan pengetahuan dan keterampilan tertentu yang pada umumnya berupa keterampilan baru yang belum dimiliki peserta, sehingga terjadi perubahan sikap dan perilaku. Pelatihan bagi penyuluh pertanian dipersiapkan melalui program pelatihan bersyarat dan program pelatihan tidak bersyarat. Pelatihan bersyarat sifatnya berjenjang selaras dengan jabatan/golongan kepangkatan, misalnya pelatihan dasar I, pelatihan dasar II, sedangkan pelatihan tidak bersyarat tidak mensyaratkan golongan kepangkatan dan tidak mensyaratkan program pelatihan yang telah diikuti, tujuan dari program tidak bersyarat ini adalah untuk meningkatkan kemampuan penyuluh pertanian di bidang inovasi atau teknologi pertanian, misalnya pelatihan teknologi, komoditi atau budidaya (YST, 2001). Pelatihan yang pernah diikuti dapat dilihat dari jumlah dan jenis pelatihan yang diikutinya selama kurun waktu tertentu. Pelatihan akan meningkatkan kompetensinya melalui peningkatan pengetahuan, keterampilan dan sikapnya dalam bidang tertentu guna menunjang pelaksanaan tugasnya. Pelatihan yang pernah diikuti oleh penyuluh pertanian memiliki pengaruh pada kompetensi mereka. Pengaruh Masa Kerja pada Kompetensi Penyuluh Pertanian Masa kerja akan memengaruhi perilaku seseorang. Masa kerja juga sangat berkaitan dengan produktifitas kerja. Callahan (Hackman, 1980) menyatakan bahwa seseorang hanya akan belajar, manakala dia menemukan arti yang memberinya pengalaman. Pengalaman yang dimiliki itu akan mengarahkan perhatian seseorang pada minatnya yang baru, kebutuhan dan masalah yang
71
dihadapi. Hackman (1980) menyatakan bahwa pengalaman adalah akumulasi proses belajar yang dialami seseorang, kemudian merupakan pertimbanganpertimbangan baginya dalam menerima ide baru. Hickerson dan Middleton (1975) menyatakan bahwa pada umumnya karyawan ditetapkan untuk promosi antara lain karena pengalaman kerjanya dan karyawan akan diberikan kedudukan atau jabatan lebih tinggi karena pengalaman, usia atau kemampuan karyawan yang diperoleh dari umur atau lamanya bekerja. Hal tersebut mencerminkan bahwa pengalaman yang diperoleh seiring waktu bekerja seorang karyawan dapat meningkatkan kemampuannya. Pengalaman dapat diperoleh dari melakukan sendiri suatu kegiatan atau juga dari pengalaman orang lain. Banyaknya pengalaman seseorang berarti telah memiliki pengetahuan, keterampilan, dan pola sikap yang memadai untuk memudahkan penyelesaian pekerjaan. Sebaliknya, keterbatasan pengalaman seseorang akan menutup cakrawala gagasan yang ada pada pikiran seseorang, sehingga pengalaman dapat memengaruhi kinerja seseorang dalam melaksanakan dan menyelesaikan pekerjaannya. Pengalaman kerja seorang penyuluh dapat dilihat dari lamanya mereka berperan dalam melakukan penyuluhan. Penyuluh berpengalaman berarti telah banyak melakukan komunikasi dengan kliennya, memahami aspirasinya, kebutuhannya dan permasalahan yang dihadapi kliennya. Dengan demikian, pengalaman kerja penyuluh dalam melakukan penyuluhan akan berpengaruh terhadap kompetensi mereka. Pengaruh Lokasi Tugas pada Kompetensi Penyuluh Pertanian Kemampuan seseorang tidak saja disebabkan oleh potensi yang ada dalam dirinya (faktor internal), tetapi juga oleh faktor di luar dirinya (faktor eksternal). Menurut Ndraha (1999), terbentuknya pribadi seseorang dipengaruhi oleh lingkungannya, baik lingkungan vertikal (genetika, tradisi) maupun lingkungan horizontal (geografik, fisik dan sosial). Jadi, perilaku manusia akan terbentuk tidak saja secara alami, tetapi juga karena faktor lingkungan, baik lingkungan keluarga maupun lingkungan masyarakat secara umum.
72
Lokasi tugas juga dapat dikategorikan dalam lingkungan ekternal yang dapat memengaruhi kompetensi seorang penyuluh pertanian. Penyuluh yang berdomisili dan sering berinteraksi dengan petani akan memengaruhi kinerjanya dibandingkan apabila penyuluh jauh dari lokasi tugasnya sebagai seorang penyuluh pertanian. Oleh karena itu, lokasi tugas diduga berpengaruh terhadap kompetensi penyuluh pertanian. Pengaruh Luas Wilayah Kerja pada Kompetensi Penyuluh Pertanian Luas wilayah kerja merupakan wilayah kerja penyuluh pertanian dalam melaksanakan
tugas-tugasnya,
khususnya
melakukan
pembinaan
kepada
kelompok tani. Semakin luas wilayah kerja penyuluh pertanian, semakin sulit dan terbatas baginya untuk melakukan kegiatan penyuluhan. Waktu tempuh yang diperlukan untuk melakukan kegiatan dari satu tempat ke tempat lain akan semakin lama dan membutuhkan biaya operasional semakin tinggi. Petani membutuhkan informasi maupun kehadiran penyuluh pertanian tidak dapat segera terwujud. Mereka harus menunggu dan hal tersebut dapat membuat petani jenuh dan frustasi. Dengan demikian, luas wilayah kerja penyuluh akan berpengaruh pada kompetensi mereka. Pengaruh Jumlah Petani Binaan pada Kompetensi Penyuluh Pertanian Jumlah petani binaan merupakan jumlah petani yang berada di wilayah kerja penyuluh pertanian dan tergabung ke dalam kelompok-kelompok tani. Pembinaan pada petani oleh penyuluh harus tertuang dalam rencana kerja mingguan harus terbagi habis dalam bentuk kegiatan kunjungan atau pembinaan kepada petani, pertemuan dan pelatihan di BPP, serta penyusunan laporan kegiatan. Atas dasar kebutuhan itu, pola LAKU beberapa waktu lalu mengalokasikan empat hari untuk kunjungan, satu hari untuk latihan dan satu hari untuk pelaporan. Bila jumlah petani binaan banyak, maka jumlah kelompok tani pun (@ 2025 orang) akan semakin banyak. Jumlah ideal kelompok yang dapat dibina melebihi delapan kelompok, maka akan menjadi kesulitan bagi penyuluh dalam melakukan pembinaan secara rutin. Dengan demikian jumlah petani yang dibina akan berpengaruh pada kinerja mereka.
73
Pengaruh Frekuensi Interaksi dengan Petani pada Kompetensi Penyuluh Pertanian Terjadinya interaksi antara penyuluh dengan petani menunjukkan terjadinya komunikasi antara kedua pihak, baik dilakukan secara langsung maupun tidak langsung. Menurut Wiriatmadja (1990), proses komunikasi timbul karena penyuluh berusaha mengadakan hubungan dengan petani. Tujuan penyuluh mengadakan komunikasi dengan sasarannya adalah untuk mengadakan perubahan perilaku, karena perubahan itu maka sasaran menjadi lebih terbuka untuk hal-hal baru. Kartasapoetra (1988) menyatakan bahwa hubungan yang kontinyu antara penyuluh dengan petani dapat tercipta rasa kekeluargaan yang mempermudah dan memperlancar pemberian dan penerimaan informasi dalam peningkatan produksi. Fremont dan James (2002) menyatakan bahwa interaksi secara luas dapat diartikan sebagai komunikasi jenis apa saja: komunikasi tertulis, lisan, isyarat dan ekspresi wajah. Biasanya interaksi itu adalah komunikasi langsung, terutama berbicara dan mendengar dimana makna dapat disampaikan dari satu orang kepada orang lainnya dan kembali lagi. Interaksi antara penyuluh dengan petani sangat penting dalam rangka memahami kebutuhan dan keinginan petani, sehingga rencana program lebih baik serta pelaksanaan penyuluhan lebih efektif. Frekuensi interaksi dengan petani menandakan banyaknya interaksi yang dilakukan penyuluh dengan petani dalam waktu tertentu. Dengan demikian, frekuensi interaksi dengan petani berpengaruh pada kompetensi penyuluh. Pengaruh Keberhasilan (Achievement) pada Kompetensi Penyuluh Pertanian Menurut Hariandja (2005), setiap orang tentu menginginkan keberhasilan dalam setiap kegiatan/tugas yang dilaksanakan. Pencapaian prestasi atau keberhasilan (achievement) dalam melakukan suatu pekerjaan akan menggerakkan yang bersangkutan melakukan tugas-tugas berikutnya. Prestasi yang dicapai dalam pekerjaan akan menimbulkan sikap positif, yang selalu ingin melakukan pekerjaan dengan penuh tantangan. Penyuluh pertanian yang bersikap positif, keberanian mengambil resiko yang diperhitungkan untuk mencapai sasaran yang ditentukan akan berpengaruh pada kompetensi mereka.
74
Pengaruh Kesempatan Pengembangan Diri dan Promosi pada Kompetensi Penyuluh Pertanian Menurut Hariandja (2005), peluang untuk maju (advance) atau dengan kata lain kesempatan untuk pengembangan diri merupakan pengembangan potensi diri seseorang karyawan dalam melakukan pekerjaan. Setiap penyuluh pertanian menghendaki adanya kemajuan atau perubahan dalam pekerjaannya yang tidak hanya dalam hal jenis pekerjaan yang berbeda atau bervariasi, tetapi juga posisi yang lebih baik. Setiap penyuluh menginginkan adanya promosi ke jenjang yang lebih tinggi, mendapatkan peluang untuk meningkatkan pengalamannya dalam bekerja. Peluang bagi pengembangan potensi diri akan menjadi motivasi yang kuat penyuluh untuk bekerja lebih baik. Oleh karena itu, peluang untuk maju (advance) akan berpengaruh terhadap kompetensi penyuluh pertanian. Pengaruh Tingkat Kewenangan dan Tanggungjawab (Authority) pada Kompetensi Penyuluh Pertanian Tanggungjawab adalah kewajiban seseorang untuk melaksanakan fungsifungsi yang ditugaskan dengan sebaik-baiknya sesuai dengan pengarahan yang diterima. (Kelsey & Hearne, 1963). Menurut Hariandja (2005), setiap orang yang bekerja pada suatu perusahaan/organisasi ingin dipercaya memegang tanggungjawab yang lebih besar dari sekedar apa yang telah diperolehnya. Tanggungjawab bukan saja atas pekerjaan yang baik, tetapi tanggungjawab berupa kepercayaan yang diberikan sebagai orang yang mempunyai potensi. Setiap orang ingin diikutsertakan dan ingin diakui sebagai orang yang mempunyai potensi, dan pengakuan ini akan menimbulkan rasa percaya diri dan siap memikul tanggung jawab yang lebih besar. Penyuluh pertanian sebagai individu apabila diikutsertakan dan diakui sebagai orang yang mempunyai potensi diri akan meningkatkan kepercayaan dirinya sebagai penyuluh dan akan berpengaruh pada kinerjanya.
75
Pengaruh Persepsi terhadap Makna Pekerjaan pada Kompetensi Penyuluh Pertanian Menurut Hariandja (2005), suatu pekerjaan akan disenangi oleh seseorang bila pekerjaan itu sesuai dengan kemampuannya. Pekerjaan yang tidak disenangi, kurang menantang, biasanya tidak mampu menjadi daya dorong, bahkan pekerjaan tersebut cenderung menjadi rutinitas yang membosankan dan tidak menjadi kebanggaan. Pekerjaan itu sendiri merupakan faktor motivasi bagi pegawai untuk berperforma tinggi. Pekerjaan atau tugas yang memberikan perasaan telah mencapai sesuatu, tugas itu cukup menarik, tugas yang memberikan tantangan bagi pegawai, merupakan faktor motivasi, karena keberadaannya sangat menentukan bagi motivasi untuk berperforma tinggi. Oleh karena itu, pekerjaan itu sendiri berpengaruh terhadap kompetensi penyuluh pertanian. Pengaruh Pengakuan/Penghargaan terhadap Kompetensi Penyuluh Pertanian Menurut (Siagian, 2004), kebutuhan akan harga diri/penghormatan lebih bersifat individual atau mencirikan pribadi, ingin dirinya dihargai atau dihormati sesuai dengan kapasitasnya (kedudukannya), sebaliknya setiap pribadi tidak ingin dianggap dirinya lebih rendah dari yang lain. Mungkin secara jabatan lebih rendah tetapi secara manusiawi setiap individu (pria atau wanita) tidak ingin direndahkan. Pimpinan yang bijak akan selalu memberikan pengakuan atau penghargaan kepada karyawan yang telah menunjukkan prestasi membanggakan sebagai faktor motivasi yang efektif bagi peningkatan prestasi kerja pegawainya. Begitupun halnya dengan penyuluh pertanian yang memperoleh pengakuan atau penghargaan akan dapat meningkatkan semangat kerjanya. Pengaruh Gaji pada Kompetensi Penyuluh Pertanian Bagi pegawai, gaji merupakan faktor penting untuk memenuhi kebutuhan diri sendiri dan keluarganya. Gaji selain berfungsi memenuhi kebutuhan pokok bagi setiap pegawai juga dimaksudkan untuk menjadi daya dorong bagi pegawai agar dapat bekerja dengan penuh semangat. Menurut Braid (Siagian, 2004) tidak ada satu organisasipun yang dapat memberikan kekuatan baru kepada tenaga kerjanya atau meningkatkan produktivitas, jika tidak memiliki sistem kompensasi
76
yang realistis dan gaji bila digunakan dengan benar akan memotivasi pegawai. Program kompensasi yang baik mempunyai tiga ciri penting yaitu bersaing, rasional, berdasarkan performa. Stephen et al., (Siagian, 2004) menyatakan bahwa uang/gaji tidak dapat memotivasi terkecuali pegawai menyadari keterkaitannya dengan performa. Meier (Siagian, 2004) bahwa pendistribusian gaji didasarkan pada produksi, lamanya kerja, lamanya dinas dan besarnya kebutuhan hidup. Agar karyawan dapat melaksanakan pekerjaannya dengan baik, dalam pemberian kompensasi harus memenuhi persyaratan sebagai berikut: (a) dapat memenuhi kebutuhan fisik minimum, (b) dapat mengikat karyawan agar tidak keluar dari perusahaan, (c) dapat menimbulkan semangat dan kegairahan kerja, (d) selalu ditinjau kembali, (e) mencapai sasaran yang diinginkan, (f) mengangkat harkat kemanusiaan dan (g) berpijak pada peraturan yang berlaku. Pengaruh Administrasi dan Kebijakan Organisasi pada Kompetensi Penyuluh Pertanian Keterpaduan antara pimpinan dan bawahan sebagai suatu keutuhan atau totalitas sistem merupakan faktor yang sangat penting untuk menjamin keberhasilan organisasi dalam mencapai tujuan yang telah ditetapkan. Melalui pendekatan manajemen partisipatif, bawahan tidak lagi dipandang sebagai objek, melainkan sebagai subjek (Kusnadi et al., 1999). Zainun (2005) berpendapat bahwa dengan komunikasi dua arah akan terjadi komunikasi antar pribadi sehingga berbagai kebijakan yang diambil dalam organisasi bukan hanya merupakan keinginan dari pimpinan saja tetapi merupakan kesepakatan dari semua anggota organisasi. Para pendukung manajemen partisipatif selalu menegaskan bahwa manajemen partisipatif mempunyai pengaruh positif terhadap karyawan, melalui partisipasi, para karyawan akan mampu mengumpulkan informasi, pengetahuan, kekuatan dan kreativitas untuk memecahkan persoalan. Oleh karena itu, kebijakan dan administrasi lembaga penyuluh bekerja akan berpengaruh pada kompetensi mereka.
77
Pengaruh Pembinaan dan Supervisi pada Kompetensi Penyuluh Pertanian Dharma (2004) menyatakan bahwa supervisi yang efektif akan membantu peningkatan produktivitas pekerja melalui penyelenggaraan kerja yang baik, pemberian petunjuk-petunjuk yang nyata sesuai standar kerja, dan perlengkapan pembengkalan yang memadai serta dukungan lainnya. Tanggungjawab utama seorang
supervisor
adalah
mencapai
hasil
sebaik
mungkin
dengan
mengkoordinasikan sistem kerja pada unit kerjanya secara efektif. Supervisor mengkoordinasikan sistem kerjanya itu dalam tiga hal penting yaitu: (a) melakukan dengan memberi petunjuk/pengarahan, (b) memantau proses pelaksanaan pekerjaan dan (c) menilai hasil kerja yang diikuti dengan melakukan umpan balik (feed back). Supervisor dalam melaksanakan penilaian kinerja, menurut Harper (Wibowo, 2007) pendekatan pengkajian dan pengembangan kinerja (performance review and development/PR&D) lebih efektif dari sistem penilaian kinerja karena seorang pimpinan tidak hanya memusatkan perhatian pada pengembangan kemampuan, potensi karier dan keberhasilan profesional setiap karyawan. Pendekatan PR&D mencakup penciptaan sasaran dan standar kinerja, mengkaji kinerja aktual, membandingkan kinerja aktual dengan sasaran yang telah ditentukan, mengaitkan imbalan dengan kinerja, membuat rencana pengembangan dan menyepakati sasaran dan standar kinerja masa depan. Pengaruh Kondisi Kerja pada Kompetensi Penyuluh Pertanian Kondisi kerja yang nyaman, aman dan tenang serta didukung oleh peralatan itu sendiri yang memadai tentu akan membuat pegawai betah untuk bekerja. Menurut Sumarni dan Salamah (2005) dengan kondisi kerja yang nyaman, karyawan akan merasa aman dan produktif dalam bekerja sehari-hari. Menurut Cumming (Ainsworth & Amiruddin, 2002), lingkungan fisik dimana individu bekerja mempunyai pengaruh pada jam kerja maupun sikap mereka terhadap pekerjaan itu sendiri. Tiga puluh persen dari kasus absensi para pekerja ternyata disebabkan oleh sakit yang muncul dari kecemasan neurosis yang berkembang sebagai reaksi bentuk kondisi kerja.
78
Kondisi kerja yang nyaman, aman dan tenang serta didukung oleh peralatan yang memadai akan berpengaruh pada kompetensi penyuluh pertanian dalam melaksanakan tugas-tugasnya sebagai penyuluh Faktor-Faktor Individu yang Memengaruhi Kinerja Penyuluh Pertanian Menurut Ilyas (2005), kinerja merupakan penampilan hasil kerja pegawai baik secara kuantitas maupun kualitas. Kinerja berupa penampilan kerja perorangan maupun kelompok. Kinerja organisasi merupakan hasil interaksi yang kompleks dan agregasi kinerja sejumlah individu dalam organisasi. Untuk mengetahui faktor yang memengaruhi (determinan) kinerja individu, perlu dilakukan pengkajian terhadap teori kinerja. Secara umum faktor fisik dan nonfisik sangat memengaruhi. Berbagai kondisi lingkungan fisik sangat memengaruhi kondisi karyawan dalam bekerja. Selain itu, kondisi lingkungan fisik juga akan memengaruhi berfungsinya faktor lingkungan non fisik. Penyuluh pertanian yang memiliki kinerja yang tinggi dalam menjalankan tugasnya, memiliki beberapa ciri atau karakteristik, yaitu: (1) berorientasi pada prestasi, (2) memiliki kepercayaan diri, (3) memiliki kompetensi, (4) motivasi, (5) adanya dukungan yang diterima dan (6) keberadaan pekerjaan yang dilakukan. Bagi penyuluh pertanian hal-hal tersebut merupakan faktor-faktor yang menentukan keberhasilannya dalam menjalankan tugas. Menurut Rogers dan Shoemaker (1995), beberapa faktor yang menunjang keberhasilan agen pembaharu, yaitu: (1) gencarnya usaha promosi, (2) lebih berorientasi pada klien, (3) kerjasama dengan tokoh masyarakat dan (4) kredibilitas agen pembaharu di mata kliennya. Kompetensi Penyuluh Pertanian Menurut Wibowo (2007), kompetensi adalah kemampuan untuk melaksanakan atau melakukan pekerjaan atau tugas yang dilandasi atas keterampilan dan pengetahuan serta didukung oleh sikap kerja yang dituntut oleh pekerjaan tersebut. Kompetensi menunjukkan keterampilan atau pengetahuan yang dicirikan oleh profesionalisme dalam bidang tertentu sebagai sesuatu yang terpenting sebagai unggulan bidang tersebut.
79
Kompetensi merupakan karakteristik individu yang mendasari kinerja atau perilaku di tempat kerja. Kinerja di pekerjaan dipengaruhi oleh: (a) pengetahuan, kemampuan dan sikap dan (b) gaya kerja, kepribadian, kepentingan/minat, dasardasar, nilai sikap, kepercayaan dan gaya kepemimpinan. Seorang pelaksana yang unggul adalah mereka yang menunjukkan kompetensi pada skala tingkat lebih tinggi, dengan frekuensi lebih tinggi, dan dengan hasil lebih baik daripada pelaksana biasa atau rata-rata. Spencer dan Spencer (1993) menyatakan bahwa kompetensi adalah “an underlying charakteristic of an individual that is casually related to criterionreferenced effective and/or superior performance in a job or situation.” Pada definisi tersebut dijelaskan bahwa dalam menggunakan konsep kompetensi harus ada „kriteria pembanding‟ (criterion reference) untuk membuktikan bahwa sebuah elemen kompetensi memengaruhi baik atau buruknya kinerja seseorang. Kompetensi merupakan landasan dasar karakteristik orang dan mengindikasikan cara berperilaku atau berpikir, menyamakan situasi, dan mendukung untuk periode waktu cukup lama. Spencer dan Spencer (1993) menyatakan bahwa terdapat beberapa ciri dari karakteristik individu yang membentuk kompetensi dan kinerja yang baik adalah: (1) motif individu (motives), (2) ciri-ciri fisik (traits), (3) konsep diri (self concept), (4) pengetahuan (knowledges) dan (5) kemampuan teknis (skill). Keterkaitan antara karakteristik individu dengan kompetensi digambarkan dalam bentuk model kausal pada Gambar 1. Karakteristik Individu (motif, ciri, konsep diri, Pengetahuan)
Kemampuan Teknis
Kompetensi
Gambar 1. Keterkaitan karakteristik individu dengan kompetensi
Masing-masing komponen dapat dijelaskan sebagai berikut: (1) Motif (motives) adalah sesuatu yang konsisten dipikirkan atau diinginkan orang yang menyebabkan tindakan. Motif mendorong, mengarahkan, dan memilih perilaku menuju tindakan atau tujuan tertentu. Contoh seseorang yang ingin mencapai sesuatu karena motifnya, secara konsisten yang bersangkutan akan memilih tujuan-tujuan yang diinginkan untuk dirinya,
80
dimana akan membuat sesuatu yang berakibat pada tanggung jawab yang sifatnya pribadi, dan akan menggunakan umpan-balik yang ada untuk melakukan sesuatu yang lebih baik. (2) Sifat (traits) adalah karakteristik fisik dan respons yang konsisten terhadap situasi atau informasi. Contoh Kecepatan reaksi dan ketajaman mata merupakan ciri fisik kompetensi seorang pilot tempur. (3) Konsep diri (self concept) adalah sikap, nilai-nilai atau citra diri seseorang. Contohnya, Percaya diri merupakan keyakinan orang bahwa mereka dapat efektif dalam hampir setiap situasi adalah bagian dari konsep diri orang. (4) Pengetahuan (knowledge) adalah informasi yang dimiliki orang dalam bidang spesifik. Pengetahuan adalah kompetensi yang kompleks. Skor pada tes pengetahuan sering gagal memprediksi prestasi kerja karena gagal mengukur pengetahuan dan keterampilan dengan cara yang sebenarnya dipergunakan dalam pekerjaan. (5) Keterampilan (skill) adalah kemampuan mengerjakan tugas fisik atau mental tertentu. Kompetensi mental atau keterampilan kognitif termasuk berpikir analitis dan konseptual. Kompetensi merupakan dimensi perilaku yang berada di belakang kinerja kompeten. Dinamakan kompetensi perilaku karena dimaksudkan untuk menjelaskan bagaimana orang berperilaku ketika mereka menjalankan perannya dengan baik. (Armstrong & Baron 1998). Perilaku apabila didefinisikan sebagai kompetensi dapat diklasifikasikan sebagai berikut: (1) Memahami apa yang perlu dilakukan dalam bentuk: alasan kritis, kapabilitas strategik dan pengetahuan bisnis. (2) Membuat pekerjaan dilakukan melalui: dorongan prestasi, pendekatan proaktif,
percaya
diri,
kontrol,
fleksibilitas,
berkepentingan
dengan
efektivitas, persuasi dan pengaruh. (3) Membawa serta orang dengan motivasi, keterampilan antar pribadi, berkepentingan dengan hasil, persuasi dan pengaruh. Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Negara Nomor 46A Tahun 2003 tanggal 21 Nopember 2003 menyatakan bahwa kompetensi adalah kemampuan dan karakteristik yang dimiliki seorang Pegawai Negeri Sipil berupa
81
pengetahuan, keterampilan dan sikap perilaku yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas jabatannya, sehingga Pegawai Negeri Sipil tersebut dapat melaksanakan tugasnya secara profesional, efektif dan efisien. Kompetensi inti (Core Competency) sebagai pengetahuan dasar, sikap, keterampilan, dan perilaku yang berperan untuk keunggulan program penyuluhan. Wisconsin Cooperative Extension (Gibson, 2001) menyatakan bahwa kompetensi adalah suatu kuantitas yang cukup dari pengetahuan, keterampilan, dan tanggung jawab untuk memenuhi tugas atau tujuan tertentu.
Missouri Cooperative
Extension (Gibson, 2001) menyatakan bahwa penyuluh profesional harus memproses
"kekuatan-kekuatan
pribadi,
kemampuan
sebagai
pendidik,
kemampuan di dalam teknologi informasi dan sebagai ahli (expert) di bidangnya. Personnel and Organizational Development Committee (PODC) (Deborah et al., 2002) memperkenalkan sebelas kompetensi inti yang diyakini sesuai untuk penyuluh profesional, yaitu: (1) “Community and Social Action Processes: the ability to identify and monitor variables and issues important to community vitality (e.g., demographics, economics, human services, environmental, etc.) and the ability to use and apply these variables to program prioritization, planning and delivery.” (2) “Diversity / Pluralism / Multiculturalism: the awareness, commitment and ability to include one’s own as well as the other’s different cultural perception, assumptions, norms, beliefs and values.” (3) “Educational Programming: the ability to plan, design, implement, evaluate, account for and market significant Extension education programs that improve the quality of life for Extension learner.” (4) “Engagement: the ability to recognize, understand and facilitate opportunities and to broker the necessary resources that best respond to the needs of individuals and communities.” (5) “Information and Education Delivery: the mastery of communication skill (such as written and verbal), application of technology and delivery methods for supporting educational programs and guiding behavior change among Extension learners.”
82
(6) “Interpersonal Relations: the ability to successfully interact with diverse individuals and groups to create partnerships, networks and dynamic human systems.” (7) “Knowledge of Organization: an understanding of the history, philosophy and contemporary nature of Extension.” (8) “Leadership: the ability to influence a wide range of diverse individuals and groups positively.” (9) “Organizational Management: the ability to establish structure, organize process, develop and monitor resources and lead change to obtain educational outcomes effectively and efficiently.” (10) Professionalism – the demonstration of behaviors that reflect high levels of performance, a strong work ethic, commitment to continuing education and to the mission, vision and goals of Extension. (11) Subject Matter – the mastery of scientific discipline, a research body of knowledge, or a technical proficiency that enhances individual and organizationl effectiveness. Berdasarkan uraian di atas, maka komponen kompetensi yang dianalisis pada penelitian ini adalah semua kompetensi inti yang harus dikuasai penyuluh profesional, yaitu: (1) kemampuan perencanaan penyuluhan, (2) kemampuan pelaksanaan penyuluhan, (3) kemampuan evaluasi dan pelaporan penyuluhan, (4) kemampuan pengembangan penyuluhan, (5) kemampuan pengembangan profesi penuluh, (6) kemampuan kepemimpinan penyuluh, (7) kemampuan diseminasi teknologi, (8) kemampuan komunikasi penyuluh, (9) kemampuan kemitraan usaha dan (10) kemampuan teknis budidaya kakao. Motivasi Penyuluh Pertanian Istilah motivasi berasal dari bahasa latin movere, yang berarti “bergerak.” Menurut Lindler (1998), motivasi didefenisikan sebagai proses psikologis yang menentukan kegunaan dan arah perilaku, kecenderungan untuk bertindak dalam mencapai kebutuhan tertentu yang belum terpenuhi, suatu dorongan internal untuk memuaskan kebutuhan yang belum terpenuhi dan kemauan untuk mencapainya.
83
Nelson dan Spitzer (2003) mendefenisikan motivasi sebagai energi internal manusia yang mendorong manusia memuaskan kebutuhannya, sedangkan Mwangi dan McCaslin (1994) mengutip tulisan Kreitner dan Lawler III menuliskan motivasi – sebagai suatu proses psikologi dalam mencapai tujuan, arah dan intensitas dalam berperilaku – merupakan tanggungjawab yang utama bagi hasil kerja yang berbeda dan juga merupakan faktor menentukan yang penting dalam pengukuran kinerja. Johansendan Page (Crawford, 2005) mendefinisikan motivasi sebagai proses-proses atau faktor-faktor yang menyebabkan orang-orang bertindak atau berperilaku dengan cara-cara tertentu. Proses motivasi meliputi: (1) identifikasi atau penghargaan terhadap kebutuhan yang tidak memuaskan, (2) pembentukan suatu tujuan yang dapat memuaskan kebutuhan dan (3) menentukan tindakan yang diperlukan untuk memuaskan kebutuhan. Nawawi (1997) menyatakan motivasi adalah kondisi yang mendorong atau menjadi sebab seseorang melakukan sesuatu kegiatan. Istilah motivasi berkaitan erat dengan timbulnya kecenderungan untuk membuat sesuatu guna mencapai tujuan. Menurut Hersey dan Blanchard (2005), motivasi berasal dari kata motif, merupakan dorongan utama seseorang beraktivitas atau kekuatan dari dalam yang mendorong sesorang untuk bertindak dengan cara tertentu melalui tindakan yang mengarah kepada pencapaian tujuan. Motivasi seseorang bergantung pada kuat lemahnya motif. Motif diartikan sebagai kebutuhan, keinginan, dorongan, gerak hati dalam diri seseorang. Motif timbul, mempertahankan aktivitas serta menentukan arah perilaku seseorang. Di dalam diri seseorang, terdapat dua jenis kekuatan sebagai pendorong motivasi; pertama kekuatan yang bersifat positif (keinginan, hasrat, atau kebutuhan) yang mendorong seseorang ke arah obyek atau kondisi tertentu, kedua, yang bersifat negatif (kekhawatiran, tidak suka atau menolak) yang mendorong seseorang menjauh dari obyek atau kondisi tertentu. Motivasi juga merupakan faktor penting dalam mendorong terbentuknya kompetensi.
84
Self-actualization needs Esteem needs personal growth and fulfilment Belongingness and Love needs achievement, status, responsibility, reputation Safety needs family, affection, relationships, work group, etc. Biological and Physiological needs protection, security, order, law, limits, stability, etc. basic life needs - air, food, drink, shelter, warmth, sex, sleep, etc.
Gambar 2. Hierarki kebutuhan Maslow (Chapman, 2001)
“motivators” achievement recognition work itself responsibility advancement personal growth
'hygiene' (or 'maintenance') factors status
security salary security
work condition
Relation with peers
Personal life
supervision
Relation with supervisor
company policy and administration
Gambar 3. Teori dua faktor Herzberg (Chapman dan Smith, 2003)
85
Hamalik (1993) mengemukakan bahwa motivasi merupakan perubahan energi dalam diri (pribadi) seseorang yang ditandai dengan timbulnya perasaan dan reaksi untuk mencapai tujuan. Memahami hal-hal yang memotivasi dan perilaku pegawai atau karyawan dan bagaimana mereka termotivasi merupakan hal yang penting dalam elemen organisasi. Hersey dan Blanchard (2005) mendiskusikan penyebab munculnya perilaku seseorang pada saat tertentu adalah karena adanya kebutuhan yang sangat kuat (strongest need), karena itu penting untuk memahami kebutuhan yang umumnya sangat penting bagi seseorang. Suatu framework yang menarik dalam menjelaskan kebutuhan manusia dikembangkan oleh Abraham Maslow. Menurut Herzberg (Hersey & Blanchard, 2005), manusia memiliki dua kategori kebutuhan yang tidak saling terkait dan memengaruhi perilaku dalam cara yang berlainan yaitu kategori kebutuhan yang disebut faktor-faktor hygiene dan faktor-faktor motivator. Kondisi yang mengakibatkan timbulnya hasil kerja tertentu, Herzberg menyebutnya sebagai faktor-faktor yang tidak mengakibatkan pertumbuhan dalam kapasitas kerja namun mencegah menurunnya kualitas kinerja karena keterbatasan kondisi kerja. Faktor-faktor hygiene terdiri dari kondisi kerja, hubungan interpersonal, kebijakan dan administrasi, supervisi, gaji dan keamanan kerja. Kebutuhan hygiene jika memuaskan maka akan menyebabkan hilangnya ketidakpuasan kerja dan keterbatasan kerja namun tidak akan meningkatkan kapasitas kerja. Teori Maslow membagi kebutuhan manusia berdasarkan tingkatan. Menurut Maslow (Hersey & Blanchard, 2005) para karyawan atau pegawai memiliki lima tingkat kebutuhan, yaitu: (1) kebutuhan fisiologis (physiological needs) berada pada tingkatan paling tinggi karena merupakan kebutuhan paling kuat sampai ia terpuaskan, (2) kebutuhan rasa nyaman dan keamanan (safety and security needs) muncul setelah kebutuhan fisiologis terpenuhi yaitu kebutuhan untuk self-preservation yaitu perhatian terhadap masa depan, berikutnya jika fisiologis dan keamanan terpenuhi maka muncul kebutuhan berikutnya, (3) kebutuhan sosial (afiliasi) yaitu kebutuhan untuk diterima oleh suatu kelompok, (4) setelah merasa diterima oleh suatu kelompok atau masyarakat maka kebutuhan
86
untuk dihormati dan dihargai atau mendapat pengakuan dari orang lain mulai muncul, hasil dari terpenuhinya kebutuhan keempat ini adalah perasaan percaya diri, berharga, berkekuatan dan kontrol. Ia mulai merasa berpengaruh terhadap lingkungan dan masyarakatnya dan (5) kebutuhan aktualisasi diri adalah kebutuhan untuk memaksimumkan potensi seseorang. Faktor motivator merupakan faktor intrinsik yang menentukan kepuasan kerja seorang karyawan. Faktor motivator terdiri atas prestasi, pengakuan, jenis pekerjaan, tanggungjawab, kemajuan dan pertumbuhan. Mc Clelland mengemukakan teorinya yaitu McClelland Achievement Motivation Theory atau Teori Motivasi Berprestasi McClelland (Robbins, 1996). Teori ini berpendapat bahwa karyawan mempunyai cadangan energi potensial, bagaimana energi dilepaskan dan digunakan tergantung pada kekuatan dorongan motivasi seseorang dan situasi serta peluang yang tersedia. Hal-hal yang memotivasi seseorang adalah: (1) Kebutuhan akan prestasi (need for achievement = nAch), merupakan daya penggerak yang memotivasi semangat bekerja seseorang. Karena itu, nAch akan
mendorong
seseorang
untuk
mengembangkan
kreativitas
dan
mengarahkan semua kemampuan serta energi yang dimilikinya demi mencapai prestasi kerja yang maksimal. Karyawan akan antusias untuk berprestasi tinggi, asalkan kemungkinan untuk itu diberi kesempatan. Seseorang menyadari bahwa hanya dengan mencapai prestasi kerja yang tinggi akan dapat memperoleh pendapatan yang besar. Pendapatan yang besar akhirnya memiliki serta memenuhi kebutuhan-kebutuhannya. (2) Kebutuhan akan afiliasi (need for Affiliation = nAff), menjadi daya penggerak yang akan memotivasi semangat bekerja seseorang. Oleh karena itu, nAff ini merangsang gairah bekerja karyawan karena setiap orang menginginkan halhal: kebutuhan akan perasaan diterima oleh orang lain di lingkungan ia tinggal dan bekerja (sense of belonging), kebutuhan akan perasaan dihormati, karena setiap manusia merasa dirinya penting (sense of importance), kebutuhan akan perasaan maju dan tidak gagal (sense of achievement), dan kebutuhan akan perasaan ikut serta (sense of patcipation). Seseorang karena
87
kebutuhan nAff
akan memotivasi dan mengembangkan dirinya serta
memanfaatkan semua energinya untuk menyelesaikan tugas-tugasnya. (3) Kebutuhan akan kekuasaan (need for Power = nPow), merupakan daya penggerak yang memotivasi semangat kerja karyawan. NPow akan merangsang dan memotivasi gairah kerja karyawan serta mengarahkan semua kemampuannya demi mencapai kekuasaan atau kedudukan yang terbaik. Ego manusia ingin lebih berkuasa dari manusia lainnya akan menimbulkan persaingan. Persaingan ditumbuhkan secara sehat oleh manajer dalam memotivasi bawahannya, supaya mereka termotivasi untuk bekerja giat. Jadi teori McClelland menyatakan bahwa ada tiga tipe dasar kebutuhan motivasi yaitu kebutuhan untuk berprestasi (need for achievement), kebutuhan akan afiliasi (need for affiliaton) dan kebutuhan akan kekuasaan (need for power) Teori X dan Y dikembangkan oleh Douglas McGregor berpendapat bahwa manusia dilihat dari dua perspektif, berdasar pandangan negatif yang ditandai sebagai teori X, dan berdasarkan pandangan positif ditandai dengan teori Y. Bila dicontohkan pada seorang karyawan, maka teori X mencerminkan seseorang yang tidak menyukai kerja, malas, tidak menyukai tanggung jawab dan harus dipaksa agar berprestasi, sedangkan teori Y adalah kebalikan dari teori X yaitu bahwa pada dasarnya seseorang menyukai kerja, rajin, menyukai tanggung jawab dan senang berprestasi. Teori ERG oleh Clyton Alderfer menekankan pada tiga kebutuhan karyawan, yakni eksistensi, keterhubungan dan pertumbuhan. Teori evaluasi kognitif membagi ganjaran-ganjaran ekstrinsik (upah) untuk perilaku sebelumnya cenderung mengurangi tingkat motivasi keseluruhan. Teori penentuan tujuan menganggap bahwa tujuan yang khusus dan spesifik cenderung sulit mencapai kinerja yang lebih tinggi. Teori penguatan berpandangan bahwa perilaku merupakan fungsi dari konsekuensi-konsekuensinya. Teori keadilan menganggap bahwa individu-individu membandingkan masukan dan keluaran pekerjaan mereka dengan masukan atau keluaran orang lain untuk membuat respons tertentu. Teori keadilan menekankan bahwa individu tidak hanya peduli akan ganjaran mutlak yang diterima, tetapi juga menghubungkan dengan yang diterima orang lain.
88
Teori harapan adalah teori yang menggambarkan kuatnya kecenderungan untuk bertindak dalam suatu cara tertentu tergantung adanya pengharapan. Teori ini memfokuskan pada tiga bentuk hubungan yakni; hubungan upaya-kinerja, dimana individu menganggap setiap upaya yang dilakukan akan mendorong kinerja, hubungan kinerja-ganjaran, dimana individu meyakini setiap kinerja pada tingkatan tertentu akan mendorong tercapainya keluaran yang diinginkan, hubungan ganjaran-tujuan, sejauh mana ganjaran-ganjaran dapat memenuhi tujuan. Jadi teori harapan menganggap bahwa motivasi adalah perwujudan dari keinginan seseorang dalam menyelesaikan tugas dengan harapan memperoleh imbalan. Dari uraian di atas diperoleh kesimpulan bahwa adanya prioritas kebutuhan berkaitan dengan motivasi. Faktor motivasi dalam lingkungan pekerjaan adalah pekerjaan itu sendiri, pencapaian, pertumbuhan, tanggung jawab, kemajuan dan pengakuan; kesemuanya ini termasuk motivator ekstrinsik. Bagi penyuluh pertanian, beberapa hal yang menjadi motivator antara lain: pengembangan potensi diri, pengakuan petani, adanya tambahan materi sebagai akibat logik dari fungsi perannya, adanya kesempatan untuk berprestasi dan adanya keinginan untuk berkuasa atau memiliki pengaruh. Kemandirian Penyuluh Pertanian Negarawan
Park
Chung
Hee
(Sumardjo,
1999)
mendefinisikan
kemandirian sebagai berikut: “independence and trying to defend one’s self firmly from any deteriorating factors in). “..learning to identfy one’s self in a more correct perpective, trying to solve one’s own effort and confidence, trying to develop selfreliance.” Konsep Kemandirian menurut Tan (Sumardjo, 1999) disamakan keswadayaan lahir sejak tahun 1967-an yang terindikasikan dengan adanya sebuah yayasan swadaya. Tujuan yayasan ini adalah untuk mencapai keswadayaan. Keswadayaan terkait dengan proses memberdayakan. Konsep yang ditawarkan lebih mengarah pada ekonomi tak akan terlihat jelas tanpa adanya proses pendidikan.
89
Kemandirian dicapai oleh manusia melalui proses belajar terutama dalam menerapkan teori Dewey yang terkait dengan Learning by Doing, yang berarti manusia belajar sendiri. Manusia didorong untuk berperan aktif dalam menciptakan pengalaman belajar yang bermakna. Belajar aktif berimplikasi pada upaya menumbuhkan kemampuan belajar secara aktif dalam menuju kemandirian. Mereka mampu mengembangkan potensi diri secara maksimal (Sumardi, 1998) Tarington (Carnegie, 1971) kemandirian adalah sikap mental yang tidak mau menjadi beban orang lain. Frankl (Schultz & Schultz, 1994) memberikan sifat-sifat orang mandiri adalah: (1) bebas menentukan langkah tindakan mereka sendiri yang berarti mereka dapat menentukan harapan masa depan sendiri, (2) percaya diri karena tidak ditentukan oleh kekuatan-kekuatan dari luar diri mereka dan (3) mampu mengatasi perhatian pada diri sendiri yang berarti mampu menolong diri sendiri. Padmowihardjo (2004) mengkategorikan kemandirian menjadi tiga, yakni: (1) Kemandirian material didefinisikan bahwa orang memiliki kapasitas untuk memanfaatkan secara optimal potensi sumberdaya alam yang mereka miliki tanpa harus menunggu bantuan orang lain. (2) Kemandirian intelektual artinya adalah orang memiliki kapasitas untuk mengkritisi dan mengemukakan pendapat tanpa dibayangi oleh rasa takut atau tekanan dari pihak lain. (3) Kemandirian
pembinaan
artinya
mereka
memiliki
kapasitas
untuk
mengembangkan dirinya sendiri melalui proses pembelajaran tanpa harus tergantung atau menunggu sampai adanya „pembina‟ atau „agen pembaharu‟ dari luar sebagai „guru‟ mereka. Proses pembelajaran yang dilakukan adalah discovery learning. Kemandirian merupakan totalitas kepribadian yang harus dimiliki oleh setiap individu sebagai sumberdaya manusia (Nawawi & Martini, 1994). Menurut Kant (Edward, 1967), kemandirian (autonomy) merujuk pada individualitas, bukan individualistis atau individualisme.) Kemandirian merupakan sikap dan perilaku yang mengantarkan manusia pada sukses dalam menjalani hidup dan kehidupan, “bersama” dengan orang lain.. Kemandirian adalah kemampuan mengakomodasikan sifat-sifat baik manusia, untuk ditampilkan di dalam sikap
90
dan perilaku yang tepat berdasarkan situasi dan kondisi yang dihadapi oleh seorang individu. Havighurst (1974) mengemukakan beberapa aspek dalam kemandirian, yaitu: (a) emosi, ditunjukkan dengan kemampuan mengontrol emosi dan tidak tergantungnya kebutuhan emosi dari orang tua, (b) ekonomi, ditunjukkan dengan kemampuan mengatur ekonomi dan tidak tergantungnya kebutuhan ekonomi pada orang tua, (c) intelektual, ditunjukkan dengan kemampuan untuk mengatasi berbagai masalah yang dihadapi dan (d) sosial, ditunjukkan dengan kemampuan untuk mengadakan interaksi dengan orang lain dan tidak tergantung atau menunggu aksi dari orang lain. Berdasarkan kajian secara deduktif dengan mengacu pada pendapat pakar, ciri-ciri kemadirian petani dalam hal ini berlaku juga bagi penyuluh pertanian adalah sebagai berikut: (1) Penyuluh pertanian mempunyai percaya diri dan mampu memutuskan atau mengambil suatu tindakan yang dinilai paling menguntungkan (efficient) secara cepat dan tepat dalam mengelola pekerjaannya di bidang penyuluhan tanpa tergantung atau tersubordinasi oleh pihak lain, baik itu berupa perintah, ancaman, petunjuk dan anjuran (self dependence). (2) Senantiasa mengembangkan kesadaran diri dan kebutuhan akan pentingnya memperbaiki diri dan kehidupannya, serta punya inisiatif dan kemauan keras untuk mewujudkan harapannya (optimistik dan daya juang). (3) Mampu bekerjasama dengan pihak lain dalam kedudukan setara sehingga terjadi kesalingtergantungan dalam situasi saling menguntungkan dalam suatu kemitraan usaha yang berkelanjutan (interdependence). (4) Mempunyai daya saring yang tinggi dalam menetapkan pilihan tindakan terbaik bagi alternatif usaha yang ditempuh dalam kehidupannya (filter system) (5) Senantiasa berusaha memperbaiki kehidupannya (hidup modern) melalui berbagai upaya memperluas wawasan berpikir dan pengetahuan, sikap dan keterampilannya (kosmopolit), sehingga berespons secara positif terhadap perubahan
situasi
(dinamis)
dan
berusaha
secara
sadar
permasalahan dengan prosedur yang dinilai paling tepat (progresif).
mengatasi
91
Menurut Sumardjo (1999), penyuluh pertanian dikatakan mandiri bila penyuluh mampu menciptakan situasi belajar yang kondusif bagi pengembangan kualitas perilaku petani dalam meningkatkan taraf kehidupannya. Kemandirian ditandai dengan adanya inisiatif yaitu kemampuan melihat kesempatan, memilih alternatif (kreatif) dan memutuskan pilihan yang terbaik bagi peranannya dalam masyarakat, serta berusaha meraih kesempatan dengan segala kemampuan yang telah dan perlu dimiliki. Kemandirian bukan berarti tidak mau bekerjasama dengan orang lain atau tergantung pada bantuan pihak lain, tetapi kemandirian justru menekankan perlunya kerjasama dan keberadaan pihak lain diposisikan justru sebagai mitra kerja yang saling menguntungkan. Tingkat kemandirian atau kemampuan untuk “berdiri sendiri” erat hubungannya dengan tingkat kepercayaan diri seseorang. Seseorang yang mempunyai kepercayaan diri yang relatif tinggi akan mampu menghadapi dan menyelesaikan pekerjaan tanpa harus menunggu perintah atau “bantuan” orang. Kemandirian terungkap dari segi inisiatif dan kemampuan untuk dapat menolong diri sendiri. Kepercayaan diri yang tinggi dan dapat mengangkat tingkat kemandirian seseorang adalah hasil kerja keras yang sistematis selama beberapa minggu, bulan, bahkan beberapa tahun dengan tekun (Soesarsono, 2002) Hubungan Faktor-Faktor Individu yang Memengaruhi Kinerja Penyuluh Pertanian Kinerja penyuluh pertanian dipengaruhi beberapa faktor individu penyuluh. Faktor-faktor tersebut adalah kompetensi, motivasi dan kemandirian. Pengaruh Kompetensi pada Kinerja Penyuluh Pertanian Menurut Hornby (1995), kompetensi adalah “. . . to do something of people having the necessary ability, authority, skill, knowledge; the ability to hold or contain something, the ability to produce; experience, understand and learn something.”
92
Pengertian tersebut menunjukkan kompetensi adalah kekuatan, kapasitas mental, kewenangan, pengetahuan, keterampilan menyelesaikan persoalan atau kualitas yang dibutuhkan untuk melakukan sesuatu. Lasmahadi (2002) mengemukakan bahwa kompetensi didefenisikan sebagai aspek-aspek pribadi dari seorang pekerja yang memungkinkan dia untuk mencapai kinerja yang superior. Aspek-aspek pribadi ini termasuk sifat, motifmotif, sistem nilai, sikap, pengetahuan, dan keterampilan. Kompetensikompetensi akan mengarahkan tingkah laku, sedangkan tingkah laku akan menghasilkan kinerja. Klemp (Puspadi, 2003) mengungkapkan kompetensi kerja sebagai berikut: “A job competency is an underlying characteristic of a person which results in effective and or superior performance in a job. A job competency is an underlying characteristic of a person in that it may be a motive, trait, skill, aspect of one’s self image or social role, or a body of knowledge which he or she uses.” Kompetensi kerja adalah segala sesuatu pada individu yang menyebabkan kinerja yang prima.
Pengetahuan-pengetahuan khusus yang mencerminkan
berbagai kompetensi belum dapat dikatakan sebagai kompetensi kerja. Secara harfiah, pengetahuan mengacu kepada kumpulan informasi. Kemampuan menggunakan pengetahuan-pengetahuan khusus secara efektif merupakan hasil menggunakan pengetahuan yang lain. Robbins (1996) menjelaskan kemampuan adalah kapasitas seorang untuk mengerjakan berbagai tugas dalam suatu pekerjaan. Kemampuan seseorang tersusun dari kemampuan intelektual dan kemampuan fisik. Kemampuan intelektual adalah kemampuan yang diperlukan untuk mengerjakan kegiatan mental dan berperan besar dalam pekerjaan-pekerjaan rumit melalui pengelolaan informasi yang dipersyaratkan sehingga berkaitan erat dengan tingkat pendidikan dan pengalaman seseorang. Kemampuan fisik diperlukan untuk melakukan tugastugas yang menuntut stamina, kecekatan, kekuatan dan keterampilan, sehingga kemampuan fisik erat kaitannya dengan usia dan karakter individu lain yang ada padanya. Sejumlah kompetensi yang dimiliki seseorang akan menjadi faktor pendorong atau motivasi untuk menjalankan fungsi dan perannya dengan baik. Jadi, kompetensi berhubungan erat dengan karakter individu dan sekaligus dapat
93
menjadi motivator dalam melaksanakan pekerjaan. Dengan demikian kompetensi penyuluh pertanian menjadi faktor penting untuk memperoleh kinerja yang baik dalam menjalankan fungsi dan perannya. Menurut Keputusan Kepala Badan Kepegawaian Nomor 46A Tahun 2003 menyatakan kompetensi adalah kemampuan, dan karakteristik yang dimiliki seseorang PNS berupa pengetahuan, keterampilan dan sikap perilaku yang diperlukan dalam pelaksanaan tugas jabatannya. Penyuluh pertanian yang menguasai beberapa kompetensi inti yang dipersyaratkan sebagai penyuluh profesional tentunya akan berpengaruh positif pada kinerja mereka. Pengaruh Motivasi pada Kinerja Penyuluh Pertanian Motivasi adalah faktor pendorong seseorang untuk bertindak memenuhi kebutuhan atau mencapai tujuan. Esensi dari motivasi adalah keinginan untuk berbuat atau menyelesaikan pekerjaan berharap memperoleh imbalan. Menurut Suparno (2002), motivasi adalah keadaan internal seseorang yang mendorong orang tersebut untuk melakukan sesuatu. Motivasi adalah suatu dorongan
untuk
tumbuh
dan
berkembang.
Motivasi
berkaitan
dengan
keseimbangan atau equilibrium yaitu upaya untuk membuat dirinya memadai dalam menjalani hidup. Menurut Kusnadi et al., (1999) motivasi adalah semua upaya untuk memunculkan semangat dalam diri, atau bagi orang lain (bawahan) agar mau bekerja guna mencapai tujuan yang diinginkan melalui pemberian atau pemuasan kebutuhan mereka. Bagi penyuluh pertanian, beberapa dimensi motivasi yang berhubungan erat dengan kinerja mereka adalah kesempatan dalam pengembangan potensi diri, pengakuan petani atas tugas yang dilakukan, dan penghasilan yang didapat dari hasil pekerjaannya. Semakin terbuka kesempatan bagi penyuluh untuk pengembangan potensi diri, maka semakin tinggi motivasi kerja mereka dalam melaksanakan tugas-tugas. Apabila petani mengakui dan menghargai pekerjaan yang dilakukan penyuluh, serta mendapatkan penghasilan yang cukup dari hasil kerjanya, maka motivasi kerja penyuluh akan tinggi. Motivasi kerja penyuluh pertanian yang tinggi akan memberikan hasil kerja yang baik dan berdampak
94
positif kepada petani binaannya. Dengan demikian motivasi kerja penyuluh pertanian memiliki pengaruh pada kinerja mereka. Pengaruh Kemandirian pada Kinerja Penyuluh Pertanian Menurut Barnadib (Mu‟tadin, 2002), kemandirian meliputi perilaku mampu berinisiatif, mampu mengatasi hambatan/masalah, mempunyai rasa percaya diri dan dapat melakukan sesuatu sendiri tanpa bantuan orang lain. Pendapat tersebut juga diperkuat oleh Kartini dan Dali (Mu‟tadin, 2002) yang mengatakan bahwa kemandirian adalah hasrat untuk mengerjakan segala sesuatu bagi diri sendiri. Kemandirian mengandung pengertian sebagai suatu keadaan dimana seseorang memiliki hasrat bersaing untuk maju demi kebaikan dirinya, mampu mengambil keputusan dan inisiatif untuk mengatasi masalah yang dihadapi, memiliki kepercayaan diri dalam mengerjakan tugas-tugasnya dan bertanggungjawab terhadap apa yang dilakukannya. Tingkat kemandirian atau kemampuan untuk berdiri sendiri erat hubungannya dengan kepercayaan diri seseorang. Seseorang yang mempunyai kepercayaan diri yang relatif tinggi akan mampu menghadapi dan menyelesaikan pekerjaan tanpa harus menunggu perintah atau bantuan orang lain. Kemandirian terungkap dari segi inisiatif dan kemampuan untuk dapat menolong diri sendiri. Kepercayaan diri yang tinggi dan dapat mengangkat tingkat kemandirian seseorang adalah hasil kerja keras yang sistematis selama beberapa minggu, bulan, bahkan beberapa tahun dengan tekun (Soesarsono, 2002) Kinerja penyuluh pertanian dipengaruhi oleh kemandirian seorang penyuluh pertanian. Penyuluh yang memiliki kemandirian yang tercermin dalam memiliki percaya diri yang tinggi, selalu optimis terhadap tugas yang diberikan dan berdaya juang tinggi, sikap mampu bekerjasama dengan pihak lain dalam kedudukan setara sehingga terjadi kesalingtergantungan dalam situasi saling menguntungkan dalam suatu kemitraan usaha yang berkelanjutan, sikap mempunyai daya saring yang tinggi dalam menetapkan pilihan tindakan terbaik bagi alternatif usaha yang ditempuh dalam kehidupannya, serta sikap senantiasa memperbaiki kehidupannya melalui berbagai upaya memperluas wawasan berpikir dan pengetahuan, sikap dan keterampilannya, sehingga berespons secara
95
positif terhadap perubahan situasi dan berusaha secara sadar mengatasi permasalahan dengan prosedur yang dinilai paling tepat akan berpengaruh pada kinerja penyuluh pertanian. Peran Penyuluh Pertanian pada Kegiatan Petani Kakao Kakao merupakan salah satu komoditas perkebunan yang peranannya penting bagi perekonomian nasional, khususnya sebagai penyedia lapangan kerja, sumber pendapatan dan devisa negara. Di samping itu, kakao juga berperan mendorong pengembangan wilayah dan pengembangan agroindustri. Mengingat pentingnya tanaman kakao, maka peran penyuluh dalam peningkatan produksi kakao di Indonesia sangat penting, terutama dalam memperbaiki mutu produksi kakao Indonesia. Menurut Kartasapoetra (1988), penyuluh pertanian adalah orang yang mengemban tugas memberikan dorongan kepada para petani agar mau mengubah cara berpikir, cara kerja dan cara hidupnya yang lama dengan cara-cara baru yang lebih sesuai dengan perkembangan zaman dan perkembangan teknologi pertanian yang lebih maju. Padmowihardjo (2004) menjelaskan bahwa penyuluh pertanian adalah “pemandu” yang memandu petani, pengusaha dan pedagang untuk menemukan ilmu dan teknologi yang mereka butuhkan untuk memecahkan masalah yang mereka hadapi. Dalam proses kepemanduan, petani, pengusaha dan pedagang pertanian bukan sebagai “murid” tetapi “mitra belajar” yang melakukan proses belajar. Hasilnya adalah petani, pengusaha dan pedagang pertanian yang berkualifikasi
sebagai
manusia
pembelajar,
manusia
peneliti,
manusia
penyelenggara agribisnis, manusia pemimpin dan manusia pemandu petani, pengusaha dan pedagang lainnya. Mereka dirangsang untuk belajar agar menjadi berdaya untuk memecahkan masalahnya sendiri. Rogers (Mardikanto, 1993) berpendapat bahwa penyuluh adalah seseorang yang atas nama pemerintah atau lembaga penyuluhan berkewajiban untuk memengaruhi proses pengambilan keputusan yang dilakukan oleh sasaran penyuluhan untuk mengadopsi inovasi. Berdasarkan definisi tersebut, Mardikanto (1993) mengatakan bahwa peran penyuluh tidak hanya terbatas menyampaikan inovasi dan memengaruhi proses pengambilan keputusan oleh sasaran penyuluhan, akan tetapi seorang penyuluh harus mampu menjadi jembatan
96
penghubung antara pemerintah atau lembaga penyuluhan yang diwakilinya dengan masyarakat sasaran, baik dalam hal menyampaikan inovasi atau kebijakan-kebijakan yang harus diterima dan dilaksanakan oleh masyarakat sasaran, maupun untuk menyampaikan umpan balik atau tanggapan masyarakat kepada pemerintah atau lembaga penyuluhan yang bersangkutan. Kurt Levin (Mardikanto, 1993) menyatakan tiga macam peran penyuluh yang terdiri atas kegiatan-kegiatan: (1) pencairan diri dengan masyarakat sasaran, (2) menggerakkan masyarakat untuk melakukan perubahan-perubahan, dan (c) pemantapan hubungan dengan masyarakat sasaran. Agar lebih profesional maka seorang penyuluh harus berperan sebagai: pembawa informasi, pendengar yang baik, motivator, fasilitator proses, agen penghubung, pembentuk kemampuan, guru keterampilan, pengelola program, pekerja kelompok, penjaga batas, promotor, pemimpin lokal, konsultan, protektor dan pembentuk lembaga. Menurut Lippit et al., (1958), peranan agen pembaruan yang akan memberikan kontribusi terhadap proses perubahan adalah: (a) menjembatani dan merangsang relasi baru dalam sistem klien, (b) menceriterakan pengalamannya dalam menyampaikan teknik-teknik baru, (c) menimbulkan kekuatan dari dalam, (d) menciptakan lingkungan yang khusus dan (e) memberikan dukungan selama proses perubahan berlangsung. Mosher (Mardikanto, 1993) mengungkapkan bahwa penyuluh pertanian harus mampu melaksanakan peran sebagai: (a) guru, mengubah perilaku masyarakat sasarannya, (b) penganalisa, melakukan pengamatan terhadap keadaan dan masalah-masalah serta kebutuhan masyarakat sasaran yang dilanjutkan dengan analisis tentang alternatif
pemecahan masalahnya, (c) penasehat,
memberikan pertimbangan kepada masyarakat sasaran dalam memilih alternatif yang tepat dan (d) organisator, mampu menjalin hubungan baik dengan segenap lapisan masyarakat, mampu menumbuhkan kesadaran dan menggerakkan partisipasi masyarakat, mampu berinisiatif bagi terciptanya perubahan-perubahan serta dapat memobilisasi sumberdaya, mengarahkan dan membina kegiatankegiatan maupun mengembangkan kelembagaan yang efektif.
97
Dari berbagai pendapat para ahli dapat disimpulkan bahwa peran penyuluh pertanian dalam usahatani kakao adalah memfasilitasi para petani kakao agar melakukan proses pembelajaran sehingga petani tersebut mau dan mampu memperbaiki cara berusahataninya baik dalam pengetahuan, sikap dan keterampilannya agar terjadi peningkatan produktivitas usahataninya. Kompetensi Petani Kakao Menurut Wibowo (2007), kompetensi adalah suatu kemampuan untuk melaksanakan atau melakukan suatu pekerjaan atau tugas yang dilandasi keterampilan dan pengetahuan serta didukung oleh sikap kerja yang dituntut oleh pekerjaan tersebut. Kompetensi menunjukkan keterampilan atau pengetahuan yang dicirikan oleh profesionalisme dalam bidang tertentu sebagai sesuatu yang terpenting, sebagai unggulan bidang tersebut. Kompetensi sebagai kemampuan seseorang untuk menghasilkan pada tingkat yang memuaskan di tempat kerja, termasuk di antaranya kemampuan seseorang untuk mentransfer dan mengaplikasikan keterampilan dan pengetahuan tersebut dalam situasi yang baru dan meningkatkan manfaat yang disepakati. Kompetensi
juga
menunjukkan
karakteristik
pengetahuan
dan
keterampilan yang dimiliki atau dibutuhkan oleh individu yang memampukan mereka untuk melakukan tugas dan tanggung jawab mereka secara efektif dan meningkatkan standar kualitas professional dalam pekerjaan mereka. Menurut Armstrong dan Baron (1998) kompetensi merupakan dimensi perilaku yang berada di belakang kinerja kompeten. Dinamakan kompetensi perilaku karena dimaksudkan untuk menjelaskan bagaimana orang berperilaku ketika mereka menjalankan perannya dengan baik. Perilaku apabila didefenisikan sebagai kompetensi dapat diklasifikasikan sebagai: (a) memahami apa yang perlu dilakukan dalam bentuk alasan kritis, kapabilitas strategik dan
pengetahuan
bisnis, (b) membuat pekerjaan dilakukan melalui: dorongan prestasi, pendekatan proaktif, percaya diri, kontrol, fleksibilitas, berkepentingan dengan efektivitas, persuasi dan pengaruh, (c) membawa serta orang dengan motivasi, keterampilan antar pribadi, berkepentingan dengan hasil, persuasi dan pengaruh.
98
Spencer dan Spencer (Wibowo, 2007) menyatakan bahwa kompetensi merupakan landasan dasar karakteristik orang dan mengindikasikan cara berperilaku atau berpikir, menyamakan situasi dan mendukung untuk periode waktu cukup lama. Lima tipe karakteristik kompetensi, yaitu: motif, sifat, konsep diri, pengetahuan dan keterampilan. Mosher (1987) menyatakan petani dalam menjalankan usahataninya, pada dasarnya mempunyai dua peran, yaitu sebagai juru tani (cultivator) dan sekaligus sebagai pengelola (manager). Untuk menjalankan kedua peran tersebut, petani kakao dituntut memiliki pengetahuan dan keterampilan dalam usahatani kakao. Mahekam dan Malcolm (1991) menjelaskan bahwa bidang utama pengetahuan yang harus dimiliki oleh petani adalah: (a) produksi dan perlindungan tanaman, (b) aspek-aspek ekonomi usahatani, (c) pemilihan alat-alat dan perawatannya, (d) kredit dan keuangan, (e) pemasaran, (f) pengelolaan tenaga kerja dan komunikasi dan (g) pencarian informasi. Petani membutuhkan keterampilan untuk menetapkan pengetahuannya secara efektif. Keterampilan yang dimiliki petani dengan berbagai tingkat kemampuan, tergantung pada relevansi keterampilan-keterampilan tersebut untuk situasi mereka masingmasing. Keterampilan dimaksud adalah: (a) mampu menyiapkan lahan, menanam, memupuk, menyiangi, mengairi, dan melindungi tanaman, lalu memanen, menyimpan dan memasarkan hasil untuk mendapatkan harga terbaik, dengan susut sedikit mungkin; (b) meminta bantuan penyuluh untuk menganalisis aspek fisik dan keuangan yang penting dalam usahatani melalui pembukuan yang tepat guna dan informasi yang relevan lainnya, memungkinkannya untuk bekerjasama dengan penyuluh dalam rangka membuat rencana tahunan usahatani; (c) menyiapkan laporan fisik dan keuangan secara berkala tepat waktu, akurat, relevan, singkat dan jelas bagi orang-orang yang mengawasi usahatani; (d) jika menggunakan alat/mesin pertanian, harus mampu memilih jenis yang paling tepat untuk jenis pekerjaannya. Mengetahui persyaratan perawatan, dan tahu menyesuaikan mesin/alat untuk penggunaan yang tepat serta mendiagnosa dan memperbaiki kerusakan-kerusakan kecil; (e) menentukan bentuk kredit yang paling cocok yang dapat diperoleh untuk berbagai kegiatan; (f) menilai berbagai
99
cara dalam menyiapkan dan menjual hasil usahatani; dan (g) mampu mendapatkan informasi yang relevan secara cepat untuk setiap masalah usahatani. Pengaruh Kinerja Penyuluh Pertanian dengan Kompetensi Petani Kakao Tujuan penyuluhan pertanian adalah perubahan dan peningkatan kompetensi petani yang sekaligus meningkatkan produktivitas usahatani. Perubahan pada petani terjadi karena berubahnya perilaku petani. Padmowihardjo (2004) menjelaskan bahwa penyuluh pertanian adalah “pemandu” yang memandu pengusaha dan pedagang untuk menemukan ilmu dan teknologi yang mereka butuhkan untuk memecahkan masalah yang mereka hadapi. Dalam proses kepemanduan, petani, pengusaha dan pedagang pertanian bukan sebagai “murid” tetapi “mitra belajar” yang melakukan proses belajar. Hasilnya adalah petani, pengusaha dan pedagang pertanian yang berkualitas sebagai manusia pembelajar, manusia peneliti, manusia penyelenggara agribisnis, manusia pemimpin, dan manusia pemandu petani/pengusaha/pedagang lainnya. Mereka dirangsang untuk belajar agar menjadi berdaya untuk memecahkan masalah. Menurut Kartasapoetra (1988), penyuluh pertanian adalah orang yang mengemban tugas memberikan dorongan kepada petani, agar mau mengubah cara berpikir, cara kerja dan cara hidupnya yang lama dengan cara-cara baru yang lebih sesuai dengan perkembangan zaman dan perkembangan teknologi pertanian yang lebih maju. Kinerja penyuluh pertanian yang tinggi sebagai pemberi dorongan dan pemandu petani bagi terselenggaranya proses belajar pada diri petani tentang budidaya kakao dan partisipasi petani dalam kelompok diharapkan akan terjadi pada peningkatan kompetensi petani dalam usahatani kakao. Peningkatan kompetensi petani kakao dalam usahataninya seperti kompetensi usahatani kakao (persiapan lahan, pemangkasan, pemupukan, pengendalian hama, penyakit dan gulma, serta panen dan pasca panen), kemampuan berpartisipasi dalam penyuluhan dan kelompok tani, kemampuan merencanakan usaha (planning), kemampuan mengorganisir dan memasarkan hasil (marketing), kemampuan keuangan (financial), kemampuan berkomunikasi dan memotivasi, kemampuan membentuk kelembagaan ekonomi, dan kemampuan mengakses pupuk, herbisida
100
dan insektisida, diharapkan akan berdampak pada peningkatan produksi kakao serta kualitas kakao itu sendiri. Peningkatan produksi dan kualitas kakao berpengaruh kepada pendapatan mereka. Bertambahnya pendapatan, maka petani kakao semakin sejahtera hidupnya.