II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Pertanian Organik Sistem Pertanian Organik adalah sistem produksi holistik dan terpadu, mengoptimalkan kesehatan dan produktivitas agro ekosistem secara alami serta mampu menghasilkan pangan dan serat yang cukup, bermutu dan berkelanjutan (Deptan, 2002). Pangan Organik adalah pangan yang berasal dari suatu lahan pertanian organik yang menerapkan praktek-praktek pengolahan yang bertujuan untuk memelihara ekosistem dalam mencapai produktivitas berkelanjutan dan melakukan pengendalian gulma, hama dan penyakit melalui berbagai cara seperti daur ulang sisa-sisa tumbuhan dan ternak, seleksi dan pergiliran tanaman, pengelolaan air, pengolahan lahan dan penanaman, serta penggunaan bahan hayati (SNI-6729:2010). Pestisida kimia banyak membunuh predator alami dan bahkan manusia sendiri. WHO (World Health Organization) melaporkan bahwa setiap tahun sekitar 3 juta orang teracuni pestisida. Kira-kira 200 ribu orang kemudian meninggal dunia. Bahan kimia sintetis tersebut juga diyakini
menjadi
faktor utama
yang mengakibatkan berkembangnya
penyakit-penyakit yang mengganggu metabolisme seperti ginjal, lever, paruparu dan sebagainya (Saragih, 2003). Prinsip pertanian organik adalah ramah lingkungan, tidak mencemarkan dan tidak merusak lingkungan hidup dari penggunaan bahan kimia berbahaya yang dapat berupa pupuk, pestisida, hormon pertumbuhan dan sebagainya (Pracaya, 2010). Pertanian organik menurut Saragih (2008) adalah sistem manajemen produksi holistik yang meningkatkan dan mengembangkan kesehatan agroekosistem, termasuk keragaman hayati, siklus biologi dan aktivitas biologi tanah. Sistem pertanian organik menurut pakar pertanian Barat merupakan “hukum pengembalian (low of return)” yang berarti suatu sistem yang berusaha untuk mengembalikan semua jenis bahan organik ke dalam tanah, baik dalam bentuk residu dan limbah pertanaman, maupun ternak yang selanjutnya bertujuan memberi makanan pada tanaman.
8
Tujuan jangka panjang yang akan dicapai melalui pengembangan pertanian organik (Sutanto, 2002) adalah : 1
Melindungi dan melestarikan keragaman hayati, serta fungsi keragaman dalam bidang pertanian.
2
Memasyarakatkan kembali budidaya organik yang sangat bermanfaat dalam mempertahankan dan meningkatkan produktivitas lahan, sehingga menunjang kegiatan budidaya pertanian berkelanjutan.
3
Membatasi terjadinya pencemaran lingkungan hidup akibat residu pestisida dan pupuk, serta bahan kimia pertanian lainnya.
4
Mengurangi ketergantungan petani terhadap masukan dari luar yang berharga mahal dan menyebabkan pencemaran lingkungan.
5 Meningkatkan usaha konservasi tanah dan air, serta mengurangi masalah erosi akibat pengolahan tanah yang intensif. 6
Mengembangkan dan mendorong kembali menculnya teknologi pertanian organik yang telah dimiliki petani secara turun-temurun dan merangsang kegiatan penelitian pertanian organik oleh lembaga penelitian dan universitas.
7
Membantu meningkatkan kesehatan masyarakat dengan cara menyediakan produk-produk pertanian bebas pestisida, residu pupuk dan bahan kimia pertanian lainnya.
8 Meningkatkan peluang pasar produk organik, baik domestik, maupun global dengan jalan menjalin kemitraan antara petani dan pengusaha yang bergerak dalam bidang pertanian. Budidaya pertanian organik, juga mendorong kemandirian dan solidaritas di antara petani sebagai produsen. Mandiri untuk tidak tergantung pada perusahaan-perusahaan besar penyedia pupuk dan bahan agrokimia serta perusahaan bibit. Solidaritas untuk berdaulat dan berorganisasi demi mencapai kesejahteraan, pemenuhan hak dan keadilan sosial bagi petani. Untuk lebih jelasnya, pada Tabel 2 disajikan perbedaan sistem budidaya pada pertanian organik dan konvensional.
9
Tabel 2. Perbedaan sistem budidaya pertanian organik dengan pertanian konvensional No
Proses
1
Persiapan benih
2
Pengolahan tanah
3 4
Persiapan bibit Penanaman
5
Pengairan
6
Pemupukan dan pengendalian hama serta gulma Panen dan pasca panen
7
Pertanian Konvensional
Pertanian Organik
Akomodatif terhadap benih yang berasal dari rekayasa genetika, Genetically Modified Organism (GMO) Maksimalisasi pengolahan tanah melalui mekanisasi pertanian yang berakibat pemadatan tanah dan matinya beberapa organisme Bibit diperlakukan dengan bahan kimia sintetis Monokultur, rotasi tanaman hanya dari satu jenis tanaman dan tidak ada kombinasi tanaman
Menolak penggunaan benih yang berasal dari rekayasa genetika (GMO)
Produk mengandung residu bahan kimia dan menggunakan bahan kimia sintetik
Tidak diperlakukan dengan bahan kimia anorganik dan sehat untuk konsumen
Minimalisasi pengolahan tanah dan mekanisasi pertanian yang memacu pertumbuhan organisme sehingga menjaga aerasi tanah Bibit diperlakukan secara alami Multikultur, rotasi bertahap, kombinasi tanaman dalam satu luasan lahan. Penanaman habitat predator dan pengendali hama. Tanaman pupuk hijau, pestisida hayati dan obatobatan alami Dapat menggunakan air Menggunakan air yang bebas dari mana saja bahan kimia sintetis Dominasi menggunakan Penggunaan pupuk organik, pupuk kimia dan pestisida pengendalian hama berdasarkan keseimbangan hayati
Menurut Winarno, et al. (2002), untuk pemrosesan, prinsipnya integritas produk pangan organik harus tetap dijaga selama pemrosesan (pasca panen dan pengolahan) dengan menggunakan cara-cara yang tepat dan hati-hati untuk menjaga kemurnian produk pangan organik. Bahan kemasan untuk mengemas produk organik sebaiknya dipilih dari bahan berikut : a. Dapat diuraikan oleh mikroorganisme (bio-degradable materials) b. Bahan hasil daur ulang (recycled materials)
10
c. Bahan yang dapat didaur ulang (recycleable materials) d. Tidak terkontaminasi oleh bahan-bahan kimia yang penggunaannya dilarang dalam sistem pertanian organik Menurut Winarno (2010), manfaat yang diperoleh dalam mengkonsumsi pangan organik adalah : a. Kesehatan 1) Mengandung zat antioksidan dan serat yang penting, serta kadar nitrat lebih rendah
yang dapat mengurangi tekanan darah, mengurangi risiko
penyakit jantung dan stroke, penangkal kanker dan demensia (pikun), serta untuk menjaga kesehatan pencernaan, karena mampu mengikat zat racun, kolesterol dan kelebihan lemak, sehingga mencegah berkembangnya sumber penyakit. 2) Produk organik jauh lebih menyehatkan b. Ramah lingkungan c. Ekonomi d. Sosial 2.2
Syarat dan Mutu Produk Organik Secara teknis menurut Agustina dan Syekhfani (2002), praktek pertanian organik diharapkan dilakukan dengan cara : 1
Menghindari penggunaan benuh/bibit hasil rekayasa genetik dan mikroorganisme yang belum tepat guna.
2
Menghindari penggunaan kimia sintetik, baik dalam pengendalian gulma, hama dan penyakit.
3
Menghindari penggunaan zat pengatur tumbuh dan pupuk kimia sintetik.
4
Menghindari penggunaan bahan pengawet dan penyedap rasa sintesis selama pengolahan hasil.
5
Menghindari penggunaan hormon tumbuh dan bahan sintetis, baik dalam makanan, ternak, ikan maupun produk olahan lainnya. Produk pertanian organik di Indonesia ditetapkan
dengan Standar
Nasional Indonesia (SNI) Pertanian Organik yang disahkan oleh Badan Standarisasi Nasional (BSN) melalui BSN SNI 01-6729-2002. Standar ini bersumber pada kesepakatan antarnegara yang tertuang dalam Codex
11
Alimentarius Guidelines for the Production, Processing, Labelling and Marketing of Organikally Produced Foods (Saragih, 2008). Pada tahun 2010 BSN merevisi SNI 01-6729-2002 menjadi SNI 6729-2010 dengan merevisi dua (2) poin standarisasi dalam standar pangan organik. Saat ini lembaga sertifikasi internasional yang beroperasi di Indonesia ada tujuh (7), yaitu IMO (Institute for Marketecology), Control Union, NASAA (North American Securities Administrators Association), Naturland, France Organic Certification Organization (Ecocert), Guaranteed Organic Certification Agency (GOCA) dan Australian Certified Organic (ACO). Sedangkan lembaga sertifikasi nasional yang telah diakreditasi Badan Standardisasi Nasional (BSN) dan diakui oleh OPKO yaitu BIOCert (Bogor), Inofice (Bogor), Sucofindo (Jakarta), LeSOS (Seloliman), Mutu Agung Lestari (Depok) dan PT. Persada (Yogyakarta). Produk pertanian organik tidak mudah diklaim sebagai produk organik, karena produk pertanian tersebut harus mendapatkan label, atau sertifikat dari lembaga sertifikasi pemerintah. Dengan adanya peraturan tersebut, tidaklah mudah menjual produk pertanian organik ke pasar. Labellabel produk organik dibagi menjadi empat (4) jenis (Saragih, 2008), yaitu : 1
Label Biru. Label ini mengindikasikan bahwa proses produksi yang dilakukan sudah bebas dari pestisida sintetik
2
Label Kuning. Label ini mengindikasikan bahwa proses produksi sedang mengalami masa transisi dari cara bertani yang selama ini menggunakan bahan kimia sintetik ke cara bertani yang tidak menggunakan sama sekali bahan kimia sintetik.
3
Label Hijau Organik. Label ini mengindikasikan bahwa proses produksi yang sudah setara dengan standar SNI.
4
Label Hijau Organikally Grown. Label ini mengindikasikan produk pertanian yang tumbuh secara organik dengan sendirinya. Adanya label dan sertifikat tersebut akhirnya para petani harus dapat
menjaga mutu produk organiknya. Menurut Agustina dan Syekhfani (2002), mutu produk organik harus memenuhi enam (6) syarat berikut :
12
1
Mutu terjamin : mulai dari teknik budidaya sampai produk sampai pada konsumen tidak tercemar secara fisik, kimia dan biologi.
2
Daya tahan produk lebih lama : pengolahan, penyimpanan dan kemasan.
3
Kemasan dan desain : tidak mudah rusak, sesuai dengan produk dan menarik.
4
Label dan sertifikat sesuai peraturan produk organik. Untuk tahap awal sebutkan apabila produk belum 100% organik, maka produk masuk kategori bebas pupuk dan pestisida kimia sintetik.
5
Jalur distribusi dan pemasaran yang tepat.
6
Produsen
memperhatikan
Undang-undang
(UU)
Pangan,
UU
Perlindungan Konsumen, Peraturan Pemerintah (PP) Label dan Iklan, PP Keamanan, Mutu dan Gizi, serta PP Ketahanan Pangan. Sertifikasi Prima adalah sertifikasi yang diberikan oleh Otoritas Kompeten yang ditunjuk oleh Gubernur kepada produsen atau kelompok produsen yang telah memenuhi kriteria prima, sehingga produsen berhak atas pelabelan prima (Gambar 1) pada produk yang dihasilkan (http://diperta.jabarprov.go.id/2012). Sertifikasi Prima terdiri dari 3 (tiga) bagian, yaitu : 1.
Prima 1 adalah peringkat penilaian yang diberikan terhadap pelaksanaan usaha tani, dimana produk yang dihasilkan aman dikonsumsi, bermutu baik dan cara produksinya ramah terhadap lingkungan
2.
Prima 2 adalah peringkat penilaian yang diberikan terhadap pelaksanaan usaha tani dimana produk yang dihasilkan aman dikonsumsi dan bermutu baik.
3.
Prima 3 adalah peringkat penilaian yang diberikan terhadap pelaksanaan usaha tani dimana produk yang dihasilkan aman dikonsumsi.
13
Prima 3.
Prima 2.
Prima 1.
Gambar 1. Bentuk label jaminanan pada produk
2.3
Kelembagaan Tani
2.3.1 Kelompok Tani Petani adalah perorangan warga negara Indonesia beserta keluarganya yang mengelola usaha di bidang pertanian, agroforestry, agrofishery, agropasture, penangkaran satwa dan tumbuhan, di dalam dan di sekitar hutan, yang mencakup usaha hulu, usahatani, usaha hilir dan usaha jasa penunjang (UU No. 6 Tahun 2006 tentang Sistem Penyuluhan Pertanian, Perikanan dan Kehutanan). Pembinaan kelompoktani (Poktan) bermaksud untuk membantu para petani agar mau dan mampu menolong dan mengorganisasikan dirinya dalam mengakses teknologi, permodalan, pasar dan sumberdaya lainnya sebagai upaya untuk meningkatkan produktivitas, efisiensi usaha, pendapatan dan kesejahteraannya, serta meningkatkan kesadaran dalam pelestarian fungsi lingkungan hidup. Di dalam suatu masyarakat terdapat berbagai potensi kelembagaan, karena pada dasarnya selalu terjadi interaksi antar individu atau antar kelompok masyarakat yang terpola. Berbagai bentuk potensi kelembagaan yang ada pada masyarakat, antara lain: (a) Kumpulan arisan; arisan uang, barang ataupun tenaga, (b) interaksi antara petani sebagai produsen dengan pedagang (konsumen), (c) Interaksi antar petani dalam memasarkan hasil maupun membeli saprodi, (d) Interaksi antara petani dengan pihak luar (pembina, pemodal, pedagang) (Deptan, 2007). Potensi kelembagaan ini dapat dimanfaatkan sebagai modal untuk pembentukan dan pembinaan kelembagaan-tani. Rasa sosial untuk saling tolong-menolong perlu ditumbuh-suburkan agar modal sosial ini tidak
14
terkikis
kemajuan
masyarakat.
Kelembagaan-tani
berupa
“Poktan”
merupakan alternatif wadah yang dapat diandalkan agar para petani dapat berhimpun dan saling bekerjasama meningkatkan usahanya. Poktan adalah wadah sebagai tempat/forum dari sekumpulan petani yang mempunyai kepentingan sama dalam suatu kawasan/hamparan yang sama dan terorganisasi secara musyawarah dan mufakat bersama. Azas Poktan dapat dilihat dari definisi tersebut, yaitu : a. Kesamaan kepentingan Dasar pembentukan Poktan adalah kesamaan kepentingan yang diwujudkan
dalam
suatu
tujuan
kelompok.
Tujuan
dan
cara
pencapaiannya ditetapkan secara bersama-sama. Pembagian dan pendegelasian pencapaian tujuan diwujudkan dalam suatu kepengurusan kelompok yang disepakati bersama. b. Kesamaan kawasan/hamparan usaha Kesamaan ini akan memudahkan terjadinya komunikasi antar anggota. Intensitas komunikasi akan tingi bila jarak dan jumlah anggota tidak besar, sehingga kekompakan kelompok dapat mudah terbentuk. Oleh karena itu, jumlah anggota yang efisien antara 10 - 25 orang. c. Musyawarah dan mufakat Prinsip ini merupakan fondasi dari kelompoktani dimana kepentingan setiap anggotanya diapresiasikan. Segala keputusan berada di tangan para anggota yang dituangkan dalam suatu kesepakatan bersama. Dalam peri-kehidupan petani, Poktan mempunyai fungsi sebagai : a. Wadah bagi anggotanya untuk berinteraksi guna meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan dalam berusahatani, sehingga lebih mandiri, dimana kelompok sebagai kelas wahana belajar b. Kesatuan unit usahatani untuk mewujudkan kerjasama dalam mencapai skala ekonomi yang menguntungkan, sehingga kelompok sebagai unit produksi usahatani. c. Tempat untuk memperkuat kerjasama diantara sesama petani dalam kelompok maupun antara kelompok dengan pihak lain, sehingga dapat menghadapi berbagai ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan.
15
Dinamika Poktan akan terjadi secara berkesinambungan apabila dalam kelompok tersebut terdapat proses-proses berikut : a. Penetapan tujuan kelompok Tujuan kelompok haruslah memberikan manfaat bagi seluruh anggota kelompok dan merupakan apresiasi kepentingan bersama. b. Pemilihan Ketua Poktan dan pengurusnya Ketua Poktan dipilih oleh anggotanya berfungsi sebagai pemimpin kelompok harus memiliki kemampuan berkomunikasi dengan baik dan dapat diteladani oleh anggotanya. Pengurus lainnya sebaiknya orang yang akomodatif. c. Penetapan AD-ART Ada pepatah “Jer basuki mawa bea” artinya untuk suatu keberhasilan memerlukan biaya. Aktivitas kelompok akan lebih lancar, apabila ada dukungan materi dan finansial oleh seluruh anggotanya. d. Penetapan tata cara dan aturan bersama Dalam suatu masyarakat ada norma dan aturan yang harus dianut agar terwujud keadilan bersama. e. Penetapan agenda kerja bersama Agar terjadi proses saling asih, asah, dan asuh dalam meningkatkan usahatani para anggotanya, perlu dibuat agenda kerja sesuai dengan permasalahan yang dihadapi. Sebaiknya terjadi pertemuan yang rutin dengan acara terencana. 2.3.2 Kerjasama Antar Poktan Kekuatan posisi tawar Poktan dapat ditingkatkan dengan melakukan kerjasama dengan kelompok lain. Bentuk kerjasama ini akan dapat diformalkan dalam suatu Gabungan Poktan (Gapoktan) atau dalam bentuk forum kontaktani. Kontaktani adalah Ketua Poktan/sub kelompok yang dipilih dan diangkat oleh para Anggotanya atas dasar musyawarah kelompok karena mempunyai kelebihan pengetahuan, keterampilan, sikap dan perilaku, serta mau berkorban untuk kemajuan kelompoknya. Organisasi ini akan menjadi wakil untuk bekerjasama dengan Poktan lainnya.
16
Gapoktan akan lebih cocok apabila bentuk dan jenis yang diusahakan oleh masing-masing Poktan sama, atau serupa, sehingga unit usahatani akan semakin besar dan lebih efisien sebagai agro industrial. Sedangkan apabila masing-masing kelompok mempunyai jenis usahatani berbeda tetapi mempunyai keterkaitan baik secara wilayah maupun produksinya maka akan lebih cocok melakukan kerjasama dalam bentuk forum kontaktani. Poktan pada dasarnya adalah organisasi non formal di perdesaan yang ditumbuhkembangkan dengan falsafah “dari, oleh dan untuk petani” http://perundangan.deptan.go.id//2012). Ciri–ciri Poktan adalah : a. Saling mengenal, akrab dan saling percaya diantara sesama anggota. b. Mempunyai pandangan dan kepentingan yang sama dalam berusaha tani c. Memiliki kesamaan dalam tradisi dan/atau pemukiman, hamparan usaha jenis usaha, status ekonomi maupun sosial, bahasa,
pendidikan dan
ekologi. d. Ada pembagian tugas dan tanggungjawab sesama anggota berdasarkan kesepakatan bersama. Menurut Peraturan Menteri Pertanian (2007), Poktan adalah kumpulan petani, peternak dan pekebun yang dibentuk atas dasar kesamaan kepentingan, kesamaan kondisi lingkungan (sosial, ekonomi dan sumber daya) dan keakraban untuk meningkatkan dan mengembangkan usaha anggota. Poktan mempunyai fungsi sebagai : a. Wadah bagi anggotanya untuk berinteraksi guna meningkatkan pengetahuan, sikap dan keterampilan dalam berusahatani, sehingga lebih mandiri, atau kelompok sebagai kelas wahana belajar. b. Kesatuan unit usahatani untuk mewujudkan kerjasama dalam mencapai skala ekonomi yang menguntungkan, sehingga kelompok sebagai unit produksi usahatani. c. Tempat untuk memperkuat kerjasama diantara sesama petani dalam kelompok, maupun antara kelompok dengan pihak lain, sehingga dapat menghadapi berbagai ancaman, tantangan, hambatan dan gangguan. Kelas kemampuan Poktan-nelayan ditetapkan berdasarkan nilai yang dicapai oleh masing-masing kelompok, yakni dengan kriteria nilai 0-1000.
17
Berdasarkan nilai tingkat kemampuan tersebut, masing-masing Poktannelayan ditetapkan kelasnya dengan ketentuan berikut : a. Kelas Pemula merupakan kelas terbawah dan terendah dengan nilai 0- 250. b. Kelas Lanjut merupakan kelas lebih tinggi dari kelas pemula dimana kelompok
tani-nelayan
sudah melakukan kegiatan perencanaan,
meskipun masih terbatas, dengan nilai 251-500. c. Kelas Madya merupakan kelas berikutnya, setelah kelas lanjut, di mana kemampuan Poktan-nelayan lebih tinggi dari kelas lanjut, yaitu nilai 501-750. d. Kelas Utama merupakan kelas kemampuan kelompok yang tertinggi, dimana Poktan-nelayan sudah berjalan dengan sendirinya atas dasar prakarsa dan swadaya sendiri. Nilai kemampuan di atas 750. Berdasarkan
SK
Menteri
Pertanian
No.41/Kpts.OT.210/1/1992,
tentang pedoman pembinaan Poktan-nelayan, maka pengakuan terhadap kemampuan kelompok diatur berikut: 1. Kelas Pemula, dengan piagam yang ditandatangani oleh Kepala Desa. 2. Kelas Lanjut, dengan piagam yang ditandatangani oleh Camat. 3. Kelas Madya, dengan piagam yang ditandatangani oleh Bupati/Walikota. 4. Kelas Utama, dengan piagam yang ditandatangani oleh Gubernur. 2.4 Analisis Kelayakan Sederhana Analisis kelayakan sederhana dalam kajian ini dilakukan dengan menghitung pendapatan petani, break even point (BEP) atau analisa pulang pokok, R/C ratio dan marjin pemasaran. Menurut Umar (2003), analisis pendapatan akan dibedakan menjadi dua (2) yakni pendapatan atas biaya tunai (pendapatan tunai) dan pendapatan atas biaya total (pendapatan total). Pendapatan atas biaya tunai adalah selisih antara penerimaan tunai dan biaya tunai usahatani. Perhitungan pendapatan atas biaya tunai secara umum adalah :
18
Y = TR – BT
TR = P × Q
Dimana : TR = Total penerimaan (revenue) usahatani dalam Rp Y = Pendapatan tunai atau keuntungan tunai usahatani (Kg) BT = Biaya tunai P = Harga jual dalam Rp/Kg Q = Jumlah Pendapatan total memasukkan biaya yang diperhitungkan sebagai biaya usahatani berikut : YT = TR - BT Dimana : YT = Pendapatan total atau keuntungan total usahatani BT = Biaya total termasuk biaya tunai dan biaya diperhitungkan. Hubungan antara biaya dan penerimaan usahatani ada beberapa kemungkinan, yaitu sebagai berikut : 1. Bila biaya usahatani (cost ) lebih besar dari penerimaan, maka usahatani dikatakan rugi. 2. Bila biaya usahatani sama dengan penerimaan, maka usahatani dikatakan tidak untung dan tidak rugi. Dengan kata lain keadaan ini disebut titik impas (Break Even Point ). Biaya usahatani lebih kecil dari penerimaan, maka usahatani dikatakan untung. Menurut Umar (2003), imbangan penerimaan (Return Cost Ratio) dan biaya adalah perbandingan antara total penerimaan dengan biaya total yang dikeluarkan dalam satu kali proses produksi usahatani. Hal ini menunjukkan berapa besar penerimaan yang diperoleh sebagai manfaat dari setiap rupiah yang dikeluarkan. Perhitungan R/C rasio dapat dirumuskan sebagai berikut : Rasio R/C atas biaya tunai =
Total Penerimaan (TR) Total Biaya Tunai
Rasio R/C atas biaya total =
Total Penerimaan (TR) Total Biaya Total
19
Jika Nilai R/C > 1, artinya setiap tambahan biaya yang dikeluarkan akan menghasilkan tambahan penerimaan yang lebih besar daripada tambahan biaya, atau dapat dikatakan kegiatan usahatani tersebut menguntungkan dan layak untuk dilaksanakan. Sebaliknya, bila nilai R/C < 1, berarti kegiatan usahatani tersebut tidak menguntungkan dan tidak layak untuk dilaksanakan. Jika R/C = 1, maka kegiatan usahatani tersebut berada pada kondisi keuntungan normal. 2.5 Analisis Lingkungan Eksternal Tujuan dilakukannya analisis eksternal adalah untuk mengembangkan sebuah daftar terbatas dari peluang yang dapat menguntungkan sebuah perusahaan dan berbagai ancaman yang harus dihindari. Peluang dan ancaman eksternal ini meliputi berbagai tren dan kejadian ekonomi, sosial, budaya, demografis, lingkungan hidup, politik, hukum, pemerintahan, teknologi dan kompetitif yang dapat secara nyata menguntungkan, atau merugikan suatu organisasi di masa mendatang (David, 2010). Hubungan antara kekuatan-kekuatan eksternal utama dengan organisasi dapat dilihat di Gambar 2.
Kekuatan Ekonomi Kekuatan sosial, budaya, demografi dan lingkungan Kekuatan politik, pemerintahan dan hukum Kekuatan teknologi Kekuatan kompetitif
Pesaing Pemasok Distributor Kreditor Konsumen Karyawan Masyarakat Manajer Para pemangku kepentingan Serikat buruh Pemerintah Asosiasi dagang Kelompok kepentingan khusus Produk Jasa Pasar Lingkungan hidup antara kekuatan-kekuatan
Gambar 2. Hubungan dengan organisasi
PELUANG DAN ANCAMAN SUATU ORGANISASI
eksternal utama
20
2.6 Analisis Lingkungan Internal Analisis internal adalah kegiatan mengidentifikasi kekuatan dan kelemahan organisasi atau perusahaan dalam rangka memanfaatkan peluang dan mengatasi ancaman. Hal ini menjelaskan analisis internal sangat berkaitan erat dengan penilaian terhadap sumber daya organisasi (Wheelen and Hunger, 2010). Kekuatan dan kelemahan internal menurut David (2010) merupakan aktivitas terkontrol suatu organisasi yang mampu dijalankan dengan sangat baik atau buruk. Hal tersebut muncul dalam manajemen, pemasaran, keuangan/akuntansi, produksi/operasi, penelitian dan pengembangan dan aktivitas sistem informasi manajemen (SIM) suatu bisnis. Faktor-faktor internal dapat ditentukan dengan sejumlah cara termasuk menghitung rasio, mengukur kinerja, membandingkan dengan pencapaian masa lalu dan rataan industri. 2.7 Perumusan Strategi Teknik-teknik perumusan strategi yang penting menurut David (2010) dapat diintegrasikan ke dalam kerangka pengambilan keputusan tiga (3) tahap, yaitu : 1 Tahap Input Tahap ini terdiri dari : a. Matriks Evaluasi Faktor Eksternal (EFE atau External Factor Evaluation). Matriks ini digunakan untuk mengetahui faktor-faktor eksternal yang menjadi peluang dan ancaman bagi perusahaan b. Matriks Evaluasi Faktor Internal (IFE atau Internal Factor Evaluation). Matriks ini digunakan untuk mengetahui kekuatan dan kelemahan yang dimiliki perusahaan. 2 Tahap Pencocokan Tahap pencocokan dari kerangka perumusan strategi terdiri atas : a. Matriks Strength, Weaknesses, Opportunities and Threats (SWOT). Matriks ini merupakan sebuah alat pencocokan yang penting yang membantu manajer mengembangkan empat (4) jenis strategi : (1) Strategi SO (kekuatan-peluang) memanfaatkan kekuatan internal
21
perusahaan untuk menarik keuntungan dari peluang eksternal; (2) Strategi WO (kelemahan-peluang) bertujuan untuk memperbaiki kelemahan internal dengan cara mengambil keuntungan dari peluang eksternal; (3) Strategi ST (kekuatan-ancaman) menggunakan kekuatan sebuah perusahaan untuk menghindari atau mengurangi dampak ancaman eksternal; (4) Strategi WT (kelemahan-ancaman) merupakan taktik defensif yang diarahkan untuk mengurangi kelemahan internal dan menghindari ancaman eksternal. b. Matriks Internal-Eksternal (IE). Matriks ini memosisikan berbagai divisi suatu organisasi dalam tampilan sembilan (9) sel yang didasarkan pada dua dimensi kunci: skor bobot IFE total pada sumbu x dan skor bobot EFE total pada sumbu y. Matriks IE dapat dibagi menjadi tiga (3) bagian besar yang mempunyai implikasi strategik berbeda-beda: (1) Divisi-divisi yang masuk dalam sel I, II, atau IV dapat digambarkan sebagai Tumbuh dan Membangun (grow and build), (2) Divisi-divisi yang masuk ke dalam sel III, V, atau VII dapat ditangani dengan baik melalui strategi Menjaga dan Mempertahankan (hold and maintain), (3) Divisi yang masuk ke dalam sel VI, VIII, atau IX adalah Panen atau Divestasi (harvest or divest). 3 Tahap Keputusan Tahap ini hanya melibatkan satu teknik, yaitu Matriks Perencanaaan Strategik Kuantitatif atau Quantitative Strategic Planning Matrix (QSPM). Matriks QSP menggunakan informasi input dari Tahap 1 untuk secara obyektif mengevaluasi strategi-strategi alternatif yang diidentifikasi dalam Tahap 2. QSPM menunjukkan daya tarik relatif berbagai strategi alternatif dan memberikan landasan obyektif bagi pemilihan strategi alternatif. 2.8
Sistem Manajemen Rantai Pasok Pertanian
2.8.1 Rantai Pasok Pertanian Manajemen Rantai Pasok (Supply Chain Management) dipopulerkan pertama kalinya pada tahun 1982 sebagai pendekatan manajemen persediaan yang menekankan pada pasokan bahan baku. Pada tahun 1990-an, isu manajemen rantai pasok telah menjadi agenda para manajemen senior
22
sebagai kebijakan strategis perusahaan. Para manajer senior menyadari bahwa keunggulan daya saing perlu didukung oleh aliran barang dari hulu dalam hal ini pemasok hingga hilir dalam hal ini pengguna akhir secara efisien dan efektif. Tentunya secara bersamaan akan mengalir pula infommsi. Ada beberapa tahapan yang harus dilalui oleh aliran barang dari hulu hingga hilir, yaitu pemasok, pabrik, distribusi, ritel dan konsumen akhir. Hal ini dapat diilustrasikan dalam Gambar 3 . Pengelolaan rantai pasok ini dikenal dengan istilah manajemen rantai pasok. Manajemen rantai pasok adalah keterpaduan antara perencanaan, koordinasi dan kendali seluruh proses dan aktivitas bisnis dalam rantai pasok untuk menghantarkan nilai superior dari konsumen dengan biaya termurah kepada pelanggan. Menurut Van der Vorst dalam Setiawan (2009), rantai pasok lebih ditekankan pada seri aliran bahan dan informasi, sedangkan manajemen rantai pasok menekankan pada upaya memadukan kumpulan rantai pasok. Pada tingkat agroindustri, manajemen rantai pasok memberikan
perhatian
pada
pasokan,
persediaan
dan
transportasi
pendistribusian. Hal ini sejalan dengan yang dinyatakan oleh Marimin dan Maghfiroh (2010) bahwa manajemen rantai pasok (supply chain management) produk pertanian mewakili manajemen keseluruhan proses produksi secara keseluruhan dari kegiatan pengolahan, distribusi dan pemasaran, hingga produk yang diinginkan sampai ke tangan konsumen, maka dapat didefinisikan bahwa sistem manajemen rantai pasok adalah satu kesatuan sistem pemasaran terpadu, yang mencakup keterpaduan produk dan pelaku, guna memberikan kepuasan pada pelanggan. 2.8.2 Struktur Rantai Pasok Ada beberapa pemain utama yang memiliki kepentingan dalam manajemen rantai pasok pertanian, yaitu petani/pemasok (supplier), agroindustri (pengolah), distributor, konsumen/pelanggan (Van der Vorst dalam Setiawan, 2009). Menurut Indrajit dan Djokopranoto (2002), hubungan organisasi dalam rantai pasok adalah : a. Rantai 1 adalah Supplier, merupakan sumber penyedia bahan pertama, mata rantai penyaluran barang akan dimulai.
23
b. Rantai 1-2 adalah Supplier Manufacturer. Manufaktur yang melakukan pekerjaan membuat, mempabrikasi, merangkai, merakit, mengonversikan, ataupun menyelesaikan barang. c. Rantai 1-2-3 adalah Supplier Manufacturer Distributor. Barang yang sudah jadi dari manufaktur disalurkan kepada pelanggan. d. Rantai 1-2-3-4 adalah Supplier Manufacturer Distributor Retail. Pedagang besar biasanya mempunyai fasilitas gedung sendiri, atau dapat menyewa dari pabrik lain. e. Rantai 1-2-3-4-5 adalah Supplier Manufacturer Distributor Retail
Pelanggan.
Pengecer
menawarkan
barangnya
kepada
pelanggan, atau pembeli. 2.8.3
Mekanisme Rantai Pasok Mekanisme rantai pasok produk pertanian secara alami dibentuk oleh para pelaku rantai pasok itu sendiri. Mekanisme ini dapat bersifat tradisional, ataupun modern. Mekanisme tradisional adalah Petani menjual produknya langsung ke pasar atau lewat tengkulak dan tengkulak yang akan menjualnya ke pasar Tradisional dan pasar Swalayan. Sedangkan mekanisme rantai pasok modern terbentuk oleh beberapa hal, antara lain mengatasi kelemahan karakteristik dari produk pertanian, meningkatkan kesejahteraan petani dari sisi ekonomi dan sosial, meningkatkan permintaan kebutuhan pelanggan akan produk yang bermutu, dan memperluas pangsa pasar yang ada (Marimin dan Maghfiroh, 2010). Menurut Jaffee et al (2008) rantai pasok pertanian modern adalah jaringan yang biasanya mendukung tiga aliran utama: (1) arus produk fisik, yang merupakan gerakan produk fisik dari pemasok input ke produsen untuk pembeli kepada konsumen akhir; (2) arus keuangan, berupa syarat-syarat kredit dan pinjaman, jadwal pembayaran dan pelunasan, tabungan dan pengaturan asuransi; (3) arus informasi, berupa koordinasi produk fisik dan arus keuangan. Menurut Siagian (2005), struktur manajemen rantai pasokan dijabarkan seperti pada Gambar 3.
24
- Informasi penjadwalan - Arus Kas - Arus Pesanan
Pemasok
Persediaan
Perusahaan
Distribusi
Konsumen
- Arus Kredit - Arus Bahan Baku
Gambar 3. Struktur manajemen rantai pasokan (Siagian, 2005) 2.8.4 Kelembagaan Rantai Pasok Menurut Marimin dan Maghfiroh (2010) kelembagaan rantai pasok adalah hubungan manajemen atau sistem kerja yang sistematik dan saling mendukung di antara beberapa lembaga kemitraan rantai pasok suatu komoditas. Bentuk-bentuk kelembagaan rantai pasok mengalami keragaman dengan keberadaan pasar tradisional dan modern, seperti mini market, supermarket, hypermarket dan departemen store dan keberadaan konsumen institusional seperti hotel, restoran, rumah sakit, serta industri pengolahan. Pola kelembagaan kemitraan rantai pasok adalah hubungan kerja diantara beberapa pelaku rantai pasok yang menggunakan mekanisme perjanjian, atau kontrak tertulis dalam jangka waktu tertentu. Secara umum, pola kemitraan rantai pasok pertanian yang dilakukan petani, antara lain kemitraan petani dengan Koperasi Unit Desa (KUD), atau asosiasi tani dan petani dengan manufaktur, atau pengolah. Keberhasilan
kelembagaan
rantai
pasok
pertanian
tergantung
bagaimana pelaku menerapkan kunci sukses. Kunci sukses tersebut adalah : a. Trust Building Kepercayaan di antara anggota rantai pasokan mampu mendukung kelancaran aktivitas rantai pasokan, seperti kelancaran transaksi penjualan, distribusi produk dan distribusi informasi pasar.
25
b. Koordinasi dan Kerjasama Hal ini dilakukan guna mewujudkan kelancaran rantai pasokan, ketepatan pasokan mulai dari produsen hingga retail dan tercapainya tujuan rantai pasokan. c. Kemudahan Akses Pembiayaan Akses pembiayaan yang mudah, disertai dengan bentuk administratif yang tidak rumit akan memudahkan anggota dalam rantai pasokan mengembangkan usahanya. d. Dukungan Pemerintah Peran pemerintah sebagai fasilitator, regulator dan motivator sangat penting dalam mewujudkan iklim usaha kondusif dan struktur rantai pasokan yang mapan. Menurut Lau, Pang dan Wong (2002), kemitraan di antara anggota supply chain dilakukan untuk menjamin mutu produk dan kefektifan supply chain yang selanjutnya akan mencapai hasil optimal. Pengembangan supply chain efektif dilakukan melalui beberapa tahapan berikut : a. Memilih kelompok pemasok berdasarkan reputasi industri dan transaksi sebelumnya tentang harga dan mutu melalui program penilai pemasok. Proses ini dilakukan untuk mendapatkan pemasok terbaik dalam industri yang menjamin mutu pasokan. b. Memilih pemasok yang memiliki manajemen supply chain berhubungan erat dengan strategi perusahaan. Langkah ini akan meminimalkan tujuh (7) konflik target strategik dengan para mitra. Kemitraan supply chain bersifat jangka panjang dan merupakan keputusan penting yang membutuhkan komitmen semua pihak. c. Membentuk kemitraan supply chain melalui negosiasi dan kompromi. d.
Membangun saluran umuk menjamin pengetahuan tentang informasi produksi yang diberikan tepat waktu melalui perjanjian teknologi. SCM harus menjamin ketepatan waktu, efektivitas biaya, dan sistem informasi yang komprehensif untuk menyediakan data yang dibutuhkan dalam membuat keputusan pasokan optimal.
26
e. Sistem monitoring dikembangkan untuk memantau kinerja mitra. Proses ini dimaksudkan untuk memelihara hubungan dengan pemasok dalam menjamin administrasi yang layak dari pengendalian logistik yang efisien. 2.9
Penelitian Terdahulu yang Relevan Penelitian terdahulu mengenai pertanian organik dan strategi pengembangan manajemen rantai pasok pertanian organik sekarang ini telah banyak ditemukan. Penelitian mengenai strategi pemasaran pangan organik berbasis Poktan pernah dilakukan oleh Palupi (2010). Strategi yang dapat diimplementasikan oleh Poktan Mega Surya Organik dapat dikategorikan menjadi 4 (empat), yaitu 4 (empat) berorientasi produk, 3 (tiga) berorientasi pasar, 2 (dua) penguasaan informasi dan 1 (satu) strategi merupakan kombinasi antara berorientasi produk dan berorientasi pasar. Strategi nomor 1 (satu) memiliki urutan prioritas : 1. Mempertahankan dan meningkatkan mutu, serta citra produk yang baik untuk mempertahankan konsumen yang ada saat ini dan menarik konsumen baru untuk mengatasi persaingan usaha. 2. Keberagaman produk dan komitmen menerapkan teknologi sesuai standar untuk menghasilkan produk bermutu guna mengantisipasi usaha. 3. Melakukan diversifikasi horizontal dan vertikal, serta meningkatkan kemampuan produksi untuk memanfaatkan peluang pasar dalam negeri yang besar 4. Melakukan promosi dengan tujuan menjaring konsumen potensial dalam mengantisipasi keberadaan usaha sejenis Penelitian sebelumnya dilakukan oleh Setiawan (2009) mengenai peningkatan kinerja manajemen rantai pasok sayuran dataran tinggi terpilih di Jawa Barat. Sayuran yang dipilih adalah Paprika di daerah Pasir Langu Kabupaten Bandung Barat, Lettuce di Kabupaten Garut dan Brokoli di daerah Cipanas Kabupaten Cianjur. Penelitian ini menggunakan metode perbandingan eksponensial (MPE) yang digunakan untuk pemilihan sayuran unggulan, analisis deskriptif untuk kondisi rantai pasok, fuzzy AHP dan Supply Chain Operations Reference (SCOR) model, pengukuran kinerja
27
menggunakan Data Envelopment Analysis (DEA) dan analisis SWOT. Hasilnya adalah pengukuran kinerja rantai pasok sayuran lettuce head dengan pendekatan DEA menunjukkan efisiensi relatif masing-masing petani dan potential improvement yang harus dilakukan untuk mencapai efisiensi relatif 100%. Rantai pasok sayuran lettuce head berada pada kuadran antara Kekuatan (Strenghts) dan Ancaman (Threats), sehingga strategi yang dapat dirumuskan adalah optimalisasi sistem penjadwalan, peningkatan kinerja responsifitas dan fleksibilitas untuk pemenuhan pesan dan perlunya implementasi sistem manajemen mutu, atau lingkungan. Suwantoro (2008) dalam penelitiannya mengenai pertanian organik di Kecamatan
Sawangan
Kabupaten
Magelang,
menggunakan
metode
penelitian deskriptif yang bertujuan untuk memberikan gambaran mengenai kondisi pertanian organik di daerah tersebut. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pengembangan pertanian organik menghadapi berbagai kendala, yaitu pertanian organik dipandang sebagai sistem pertanian yang merepotkan, keterampilan petani masih kurang, persepsi yang berbeda mengenai hasil, petani mengalami saat kritis, lahan pertanian organik belum terlindungi,
pembangunan
pertanian
belum
terintegrasi
dengan
pembangunan peternakan, kegagalan menjaga kepercayaan pasar dan dukungan pemerintah yang masih kurang. Penelitian mengenai kelembagaan dan kelayakan usaha pada tata niaga sayuran wortel dan bawang daun dilakukan oleh Zubair (2003) menggunakan beberapa metode analisis, antara lain analisis struktur kelembagaan tataniaga sayuran, analisis farmers’ share, analisis marjin tataniaga, analisis index market connection (IMC), analisis kiwari bersih (net present value, atau NPV), analisis Biaya Manfaat (Benefit-Cost atau B/C Analysis), analisis internal rate of return (IRR) dan analisis kebijakan usahatani sayuran. Hasilnya adalah usaha tani Wortel dan Bawang daun menguntungkan, atau layak diusahakan di Kecamatan Palet, baik melalui pendekatan finansial maupun pendekatan ekonomi. Hasil pendekatan untuk analisis finansial memberikan nilai B/C ratio rataan lebih dari 1,5.