II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Pertanian Organik Pertanian organik menurut Badan Penelitian dan Pengembangan (Litbang) adalah teknik budidaya pertanian yang mengandalkan bahan-bahan alami tanpa menggunakan bahan-bahan kimia sintetis. Tujuan utama pertanian organik adalah menyediakan produk-produk pertanian, terutama bahan pangan yang aman bagi kesehatan produsen dan konsumennya serta tidak merusak lingkungan. Gaya hidup sehat demikian telah melembaga secara internasional yang mensyaratkan jaminan bahwa produk pertanian harus beratribut aman dikonsumsi (food safety attributes), kandungan nutrisi tinggi (nutritional attributes) dan ramah lingkungan (eco-labelling attributes). Preferensi konsumen seperti ini menyebabkan permintaan produk pertanian organik dunia meningkat pesat. Pertanian organik merupakan sistem pertanian yang menjaga keselarasan antara kegiatan pertanian dan lingkungan dengan pemanfaatan proses alami secara maksimal, tidak menggunakan pupuk buatan dan pestisida tetapi sedapatnya menggunakan limbah organik yang dihasilkan oleh kegiatan pertanian organik itu sendiri (Pracaya, 2006). Penerapan pertanian organik merupakan salah satu dari pendekatan dalam pembangunan berkelanjutan, karena itu pengembangan pertanian organik tidak terlepas dari program pembangunan pertanian secara keseluruhan. Dalam pembangunan pertanian berkelanjutan bukan berarti penggunaan bahan kimiawi pertanian (agrochemical) tidak diperbolehkan sama sekali, namun sampai batas tertentu masih dimungkinkan. Pertanian organik merupakan salah satu metode produksi yang ramah lingkungan. Sistem produksi organik mendasarkan pada standar yang tepat dan spesifik produksi yang bertujuan mengembangkan agroekosistem secara sosial dan ekologis berkelanjutan. Pertanian organik merupakan sistem pertanian yang meminimalkan penggunaan input luar, menghindarkan penggunaan pupuk sintetis, pestisida sintetis (herbisida, fungisida), mikroba sintetis, bahan aditif dan pengawet sintetis dan irradiasi. Produk-produk pertanian modern yang menggunakan bahan kimia dan rekayasa genetik telah menimbulkan kekawatiran sebagian besar masyarakat. Pola
9
konsumsi masyarakat tertentu mulai bergesar, banyak yang memilih makanan yang dianggap aman, sehat, alami, segar, bervariasi, dan mudah disiapkan. Gerakan hidup kembali ke alami semakin banyak diminati, mulai diinginkan makanan yang kurang gula, kurang garam, kurang minyak/lemak/kolesterol, kurang residu pestisida dan antibiotik, kurang hormon, kurang pupuk sintesis, bukan makanan yang diradiasi, dan bukan Genetically Modified Organism (GMO).4 2.1.1 Tujuan Utama Produk Organik dan Pengolahannya Menurut Sutanto (2002) tujuan utama dari pertanian organik dan pengolahannya berdasarkan pada beberapa prinsip dan ide yang berkembang di kalangan masyarakat pertanian organik yang terdiri atas produsen, konsumen, peneliti, pemerintah dan pecinta lingkungan. Semua persyaratan yang dikembangkan mempunyai kedudukan yang sama, yaitu: •
Menghasilkan pangan berkualitas tinggi dalam jumlah yang cukup
•
Melaksanakan interaksi secara konstruktif dan meningkatkan ketahanan hidup sesuai proses daur ulang dan sistem alami
•
Memperhitungkan lebih luas dampak sosial dan ekologi produksi organik dan sistem pengolahannya
•
Mendorong dan meningkatkan daur biologi dalam sistem usahatani dengan melibatkan mikroorganisme, tanah, flora dan fauna, tanaman dan ternak
•
Mengembangkan
ekosistem
perairan
yang
menguntungkan
dan
berkelanjutan •
Mempertahankan dan meningkatkan kesuburan tanah dalam jangka panjang secara berkelanjutan
•
Mempertahankan keragaman genetika dalam sistem produksi dan lingkungan sekitarnya, termasuk perlindungan tanaman dan habitat asli
•
Memberikan kesempatan pada setiap orang untuk memperoses dan menghasilkan produk organik, dan mengembangkan kualitas organik yang memenuhi kebutuhan dasar,
4
[IFOAM] International Federation of Organic Agriculture Movements. 2005. Standar Produk Organik dan Prosesnya.
10
serta memberikan kesempatan untuk memperoleh penghasialn yang cukup dan memuaskan dari pekerjaan yang dilaksanakan, termasuk lingkungan pekerjaan yang aman •
Mempercepat tercapainya keseluruhan proses produksi, pengolahan, dan rantai distribusi yang memenuhi tuntutan sosial dan bertanggung jawab terhadap lingkungan.
2.1.2 Prinsip Ekologi Pertanian Organik Menurut Sutanto (2002) penerapan suatu teknologi tidak dapat digeneralisasi begitu saja untuk semua tempat, tetapi harus spesifik lokasi (site sfesifik) dengan mempertimbangkan kearifan tradisional dari masing-masing lokasi. Prinsip ekologi dalam penerapan pertanian organik dapat dilakukan dengan: 1. Memperbaiki kondisi tanah sehingga menguntungkan pertumbuhan tanaman, terutama pengelolaan bahan organik dan meningkatkan kehidupan biologi tanah 2. Optimalisasi ketersediaan dan keseimbangan daur hara, melalui fiksasi nitrogen, penyerapan hara, penambahan dan daur pupuk dari luar usaha tani 3. Membatasi kehilangan hasil panen akibat aliran panas, udara dan air dengan cara mengelola iklim mikro, pengelolaan air dan pencegahan erosi 4. Membatasi terjadinya kehilangan hasil panen akibat hama dan penyakit dengan melaksanakan usaha preventif melalui perlakuan yang aman 5. Pemanfaatan sumber genetika (plasma nutfah) yang saling mendukung dan bersifat sinergisme dengan cara mengkombinasikan fungsi keragaman sistem pertanian terpadu. Prinsip diatas dapat diterapkan pada beberapa macam teknologi dan strategi pengembangan. Masing-masing prinsip tersebut mempunyai pengaruh yang berbeda terhadap produktifitas , keamanan, kontinuitas dan identitas masingmasing usaha tani, tergantung pada kesempatan dan pembatas faktor lokal (kendala sumber daya) dan dalam banyak hal sangat tergantung pada permintaan pasar.
11
Pada prinsipnya, aliran hara terjadi secara konstan. Unsur hara yang hilang atau terangkat bersama hasil panen, erosi, pelindian dan volatilisasi harus digantikan. Untuk mempertahankan sistem usahatani tetap produktif dan sehat, maka jumah hara yang hilang dari dalam tanah tidak melebihi hara yang ditambahkan atau harus terjadi keseimbangan hara di dalam tanah setiap waktu. Apabila hara yang diekstrak dari dalam tanah lebih banyak daripada yang ditambahkan melalui proses alami, melalui debu dan air hujan, pelapukan batuan dan penambahan nitrogen udara, maka teknik pemupukan organik, mendaur ulang limbah organik yang dikombinasikan dengan pemupukan kimia sangat diperlukan untuk mempertahankan arus kesuburan tanah. 2.2 Perkembangan Pertanian Organik Pertanian organik pada awalnya berkembang dari konsep pertanian ramah lingkungan yang di perkenalkan oleh Mokichi Okada pada tahun 1935, yang kemudian dikenal dengan konsep Kyusei Nature Farming (KNF). Konsep ini memiliki lima prinsip, yaitu : (1) menghasilkan makanan yang aman dan bergizi, (2) menguntungkan baik secara dipraktekkan dan
mampu
ekonomi
maupun
spiritual; (3) mudah
langgeng, (4) menghormati alam dan menjaga
kelestarian lingkungan, dan (5) menghasilkan makanan yang cukup untuk manusia dengan populasi yang semakin meningkat. Pada tanggal 1 Februari 2000 di Malang telah dideklarasikan Masyarakat Pertanian Organik Indonesia (MAPORINA). Oleh karena itu, di Indonesia telah beredar produk pertanian organik dari produksi lokal seperti beras organik, kopi organik, teh organik dan beberapa produk lainnya. Demikian juga ada produk sayuran bebas pestisida seperti yang diproduksi oleh Kebun Percobaan Cangar FP Unibraw Malang. Walaupun demikian, produk organik yang beredar di pasar Indonesia sangat terbatas baik jumlah maupun ragamnya.5 Pemahaman akan bahaya bahan kimia sintetis dalam jangka waktu lama mulai disadari sehingga dicari alternatif bercocok tanam yang dapat menghasilkan produk yang bebas dari pencemaran bahan kimia sintetis serta menjaga
5
[MAPORINA] Masyarakat Pertanian Organik Indonesia. 2000. Malang: Pengembangan Pertanian Organik di Indonesia.
12
lingkungan yang lebih sehat. Sejak itulah mulai dilirik kembali cara pertanian alamiah (back to nature). Namun pertanian organik modern sangat berbeda dengan pertanian alamiah jaman dahulu. Dalam pertanian organik modern dibutuhkan teknologi bercocok tanam, penyediaan pupuk organik, pengendalian hama dan penyakit menggunakan agen hayati atau mikroba serta manajemen yang baik untuk kesuksesan pertanian organik tersebut.6 Pada prinsipnya, pertanian organik sejalan dengan pengembangan pertanian dengan masukan teknologi rendah (low-input teknologi) dan upaya menuju pembangunan pertanian yang berkelanjutan. Menurut Harwood (1990) diacu dalam Sutanto (2002) ada tiga kesepakatan yang harus dilaksanakan dalam pembangunan pertanian yang berkelanjutan yaitu (1) produksi pertanian harus ditingkatkan tetapi efisien dalam pemanfaatan sumber daya, (2) proses biologi harus dikontrol oleh sistem pertanian itu sendiri (bukan tergantung pada masukan yang berasal dari luar pertanian), (3) daur hara sistem pertanian harus lebih ditingkatkan dan bersifat lebih tertutup. 2.3 Perbedaan Sistem Pertanian Organik dan Pertanian Konvensional Perbedaan pertanian organik dan pertanian konvensional menurut Pracaya (2006) adalah : a. Persiapan benih Benih pada pertanian organik berasal dari pertumbuhan tanaman yang alami sedangkan benih pada pertanian konvensional berasal dari rekayasa genetik. b. Pengolahan tanah Pertanian organik memperkecil kerusakan tanah oleh traktor serta dengan pengolahan tanah yang minimum maka perkembangbiakan organisme tanah dan aerasi tanah tetap terjaga. Pengolahan tanah yang maksimum pada pertanian konvensional menyebabkan pemadatan tanah dan matinya beberapa organisme tanah.
6
Biotama. Teknologi Budidaya Organik. http://biotama.com . (23 November 2009)
13
c. Persemaian Pertumbuhan bibit pada pertanian organik terjadi secara alami. Pada pertanian konvensional, bibit dikembangkan dengan menggunakan bahan sintetik seperti pestisida dan pupuk kumia. d. Penanaman Pertanian organik menerapkan rotasi tanaman secara bertahap dan melakukan kombinasi tanaman dalam satu luasan. Rotasi tanaman secara bertahap tidak dilakukan pada sistem pertanian konvensional dan pada sistem pertanian ini tidak dilakukan kombinasi tanaman dalam satu luasan lahan. e. Pengairan atau penyiraman tanaman Pada pertanian organik, air yang dibutuhkan untuk keperluan pengairan merupakan air yang bebas dari bahan kimia sintesis sedangkan pada pertanian konvensional dapat menggunakan sumber air dari mana saja f. Pemupukan Pertanian organik hanya menggunakan pupuk organik sedangkan pada pertanian konvensional penggunaan pupuk kimia sangat dominan. g. Pengendalian hama, penyakit dan gulma Pada pertanian organik, kunci pengendalian hama dan penyakit adalah berdasarkan pada keseimbangan alami sedangkan pada pertanian konvensional penggunaan pestisida kimia sangat dominan. h. Panen dan pasca panen Hasil panen pertanian organik adalah bahan yang sehat bagi konsuman dan tidak diperlakukan dengan bahan kimia sedangkan hasil panen pertanian konvensional mengandung residu bahan kimia sintesis serta pada penanganan pasca panen diberi perlakuan dengan bahan kimia. 2.4 Teknik Budidaya Organik Teknik Budidaya merupakan bagian dari kegiatan agribisnis yang berorientasi pada permintaan pasar. Paradigma agribisnis “bukan bagaimana memasarkan produk yang dihasilkan, tapi bagaimana menghasilkan produk yang dapat dipasarkan”. Terkait dengan itu, teknik budidaya harus mempunyai daya
14
saing dan teknologi yang unggul. Usaha budidaya organik tidak bisa dikelola asalasalan, tetapi harus secara profesional. Usaha budidaya organik harus mampu membaca situasi dan kondisi serta inovatif dan kreatif. Berkaitan dengan pasar (market), tentunya usaha agribisnis harus dilakukan dengan perencanaan yang baik dan berkelanjutan, agar produk yang telah dikenal pasar dapat menguasai dan mengatur pedagang perantara bahkan konsumen dan bukan sebaliknya. Teknik budidaya organik merupakan teknik budidaya yang aman, lestari dan mensejahterakan petani serta konsumen.7 Menurut Sutanto (2002), pada dasarnya kegunaan budidaya organik adalah meniadakan atau membatasi kemungkinan dampak negatif yang ditimbulkan oleh budidaya kimiawi. Pupuk organik dan pupuk hayati mempunyai berbagai keunggulan nyata dibanding dengan pupuk kimia. Pupuk organik merupakan keluaran setiap budidaya pertanian, sehingga merupakan sumber unsur hara makro dan mikro. Pupuk organik dan pupuk hayati berdaya ameliorasi ganda dengan bermacam-macam proses yang saling mendukung, bekerja menyuburkan tanah dan sekaligus mengkonversikan dan menyehatkan ekosistem tanah serta menghindarkan kemungkinan terjadinya pencemaran lingkungan. 2.5 Komponen Pertanian Organik 1. Lahan Lahan yang dapat dijadikan lahan pertanian organik adalah lahan yang bebas pencemaran bahan agrokimia dari pupuk dan pestisida. Terdapat dua pilihan lahan: (1) lahan pertanian yang baru dibuka, atau (2) lahan pertanian intensif yang dikonversi untuk lahan pertanian organik. Lama masa konversi tergantung sejarah penggunaan lahan, pupuk, pestisida dan jenis tanaman. 2. Budidaya Pertanian Organik Selain aspek lahan, aspek pengelolaan pertanian organik dalam hal ini terkait dengan teknik budidaya juga perlu mendapat perhatian tersendiri. Sebagai salah satu contoh adalah teknik bertani sayuran organik, seperti uraian berikut:
7
Biotama. Teknik Budidaya Organik. http://biotama.com. (23 November 2009)
15
•
Tanaman ditanam pada bedengan-bedengan dengan ukuran bervariasi disesuaikan dengan kondisi lahan
•
Menanam strip rumput di sekeliling bedengan untuk mengawetkan tanah dari erosi dan aliran permukaan
•
Mengatur dan memilih jenis tanaman sayuran dan legum yang sesuai untuk sistem tumpang sari atau multikultur seperti contoh lobak, bawang daun dengan kacang tanah dalam satu bedengan.
•
Mengatur rotasi tanaman sayuran dengan tanaman legum dalam setiap musim tanam. Mengembalikan sisa panen/serasah tanaman ke dalam tanah (bentuk segar atau kompos).
•
Memberikan pupuk organik (pupuk hijau, pupuk kandang, dan lainnya), hingga semua unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman menjadi tersedia.
•
Menanam kenikir, kemangi, tephrosia, lavender, dan mimba di antara bedengan tanaman sayuran untuk pengendalian hama dan penyakit.
•
Menjaga kebersihan areal pertanaman.
3. Aspek Penting Lainnya Dalam pertanian organik yang sesuai dengan standar yang ditetapkan secara umum adalah mengikuti aturan berikut: •
Menghindari benih/bibit hasil rekayasa genetika, sebaiknya benih berasal dari kebun pertanian organik
•
Menghindari penggunaan pupuk kimia sintetis, zat pengatur tumbuh, pestisida. Pengendalian hama dilakukan dengan cara mekanis, biologis dan rotasi tanaman.
•
Peningkatan kesuburan tanah dilakukan secara alami melalui penambahan pupuk organik, sisa tanaman, pupuk alam, dan rotasi dengan tanaman legum.
•
Penanganan pasca panen dan pengawetan bahan pangan menggunakan cara-cara yang alami8
8
Balai Penelitian Tanah. 2004. Pengelolaan Budidaya Sayuran Organik.
16
2.6 Penelitian Terdahulu Penelitian terdahulu yang berhubungan dengan risiko adalah penelitian yang dilakukan oleh Sulistiyawati (2005) meneliti tentang “Analisis Pendapatan dan Risiko Diversifikasi Usahatani Sayur-Sayuran pada Perusahaan Pacet Segar, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Perusahaan mempunyai lahan sekitar 2 hektar pada daerah yang terpisah dengan perincian 3000 m2 di Desa Mekarsari, 3000 m2 di Desa Cugenang, 4400 m2 di Desa Ciherang dan 440 m2 untuk kantor dan gudang pengemasan sayuran. Untuk kegiatan distribusi alat angkut berupa 3 buah mobil truk box tanpa pendingin, satu buah mobil minibus dan satu buah mobil kijang. Komoditas unggulan perusahaan adalah wortel, tomat, lobak, kyuri, brokoli, bayam, bunga kol. Pemasaran dilakukan setiap hari dan melakukan mitra dengan petani di daerah sekitar wilayah kerjanya. Hasil panen akan dipasarkan ke Hero Supermarket yang berlokasi di Bogor, Jakarta dan Sukabumi serta Swalayan Makro Jakarta, selain itu Pacet Segar melayani pembelian secara langsung dengan cara datang langsung ke packing housnya. Hasil analisis yang dilakukan adalah analisis pendapatan yang menggunakan analisis usahatani dan analisis imbangan penerimaan dan biaya sedangkan analisis risiko dilakukan melalui metode single index portofolio. Risiko portofolio yang dihadapi perusahaan menurun hingga Rp 170.926.873,77 dari risiko aktualnya sebesar Rp 192.837.937,68 atau turun sebesar 11%. Perusahaan ini sebaiknya tetap diversifikasi komoditas karena risiko yang dihadapi lebih ringan daripada melakukan spesialisasi komoditas dalam usahataninya. Safitri (2009) meneliti tentang Analisis Risiko Produksi Daun Potong di PT Pesona Daun Mas Asri, Ciawi Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Perusahaan mempunyai lahan sekitar 3,8 hektar yang digunakan untuk bangunan tanaman, bangunan tanaman yang ada berupa shading house yang digunakan untuk perkembangan pot plant. Selain dibangunan tanaman, tanaman untuk produksi juga ditanam dilahan terbuka. Komoditas yang dihasilkan oleh perusahaan ini adalah Philodendron marble, Philodendron selloum, Asparagus bintang, Philodendron xanadu, Godseffiana, Baby doll, Song of jamaica, Leather leaf, Insignis, Florida beauty putih namun jenis daun potong yang menjadi unggulan perusahaan karena banyaknya permintan adalah Asparagus bintang dan
17
Philodendron marble. Pemasaran daun potong di PT. PDMA hanya meliputi pasar domestik saja yaitu di daerah Bogor dan Jakarta. Perusahan ini menjual daun potong ke florist, decorator dan pedagang besar yang selanjutnya didistribusikan oleh florist dan decorator ke konsumen akhir, sistem pembayaran yang dilakukan oleh konsumen dapat secara tunai atuapun tidak tunai. Analisis yang dilakukan dengan menggunakan analisis risiko dengan menggunakan Variance, Standard deviation, Coefficient variation pada kegiatan spesialisasi dan portofolio. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada analisis spesialisasi risiko produksi berdasarkan produktivitas pada Asparagus bintang dan Philodendron marble diperoleh risiko yang paling tinggi dari kedua komoditas adalah Philodendron marble yaitu 0,29 yang artinya setiap satu satuan yang dihasilkan maka risiko yang dihadapi akan sebesar 0,29. Sedangkan yang paling rendah adalah Asparagus bintang yakni 0,25 yang artinya setiap satu satuan yang dihasilkan maka risiko yang dihadapi akan sebesar 0,25. Berdasarkan pendapatan bersih diperoleh risiko yang paling tinggi dari kedua komoditas adalah Philodendron marble yaitu 0,40 yang artinya setiap satu rupiah yang dihasilkan maka risiko yang dihadapi akan sebesar 0,40. Sedangkan yang paling rendah adalah Asparagus bintang yakni 0,48 yang artinya setiap satu rupiah yang dihasilkan maka risiko yang dihadapi akan sebesar 0,48. Sedangkan analisis risiko produksi yang dilakukan pada kegiatan portofolio menunjukkan bahwa kegiatan diversifikasi dapat meminimalkan risiko. Tarigan (2009) menganalisis tentang Manajemen Risiko Produksi Sayuran Organik pada Permata Hati Organic Farm Desa Ciburial, Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat. Perusahaan mempunyai lahan sekitar 1,5 hektar yang dibagi menjadi bagian-bagian yang disebut blok, setiap blok kurang lebih 120 bed dan luas satu bed 10 m2. Komoditas yang diusahakan sangat bervariasi yaitu sekitar 33 jenis antara lain buncis, tomat, bayam hijau, terung ungu, kailan, brokoli, terong, kol, sawi putih, lobak, wortel, asparagus, jagung, cabai kriting, ubi dan lain-lain. Komoditas unggulan pada perusahaan ini diantaranya adalah brokoli, tomat, bayam hijau dan cabai keriting karena banyaknya permintaan pelanggan terhadap komoditas tersebut. Sayuran tidak langsung dipasarkan kepada konsumen atau supermarket tetapi menjalin mitra tetap dengan perusahaan Yayasan Bina Sarana
18
Bhakti (Peter Aghata), Mega Surya Farm, Kebun Kita dan konsumen yang dapat membeli langsung sayuran orgnik hanya karyawan Permata Hati itu sendiri baik dari unit resort maupun unit usahatani dan pengunjung resort. Analisis yang dilakukan dengan menggunakan analisis risiko dengan menggunakan Variance, Standard deviation, Coefficient variation pada kegiatan spesialisasi dan portofolio. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada analisis spesialisasi risiko produksi berdasarkan produktivitas pada brokoli, bayam hijau, tomat dan cabai keriting diperoleh risiko yang paling tinggi dari keempat komoditas adalah bayam hijau yaitu 0,225 yang artinya setiap satu satuan yang dihasilkan maka risiko yang dihadapi akan sebesar 0,225. Sedangkan yang paling rendah adalah cabai keriting yakni 0,048 yang artinya setiap satu satuan yang dihasilkan maka risiko yang dihadapi akan sebesar 0,048. Berdasarkan pendapatan bersih diperoleh risiko yang paling tinggi dari keempat komoditas adalah cabai keriting yaitu 0,80 yang artinya setiap satu rupiah yang dihasilkan maka risiko yang dihadapi akan sebesar 0,80. Sedangkan yang paling rendah adalah brokoli yakni 0,16 yang artinya setiap satu rupiah yang dihasilkan maka risiko yang dihadapi akan sebesar 0,16. Sedangkan analisis risiko produksi yang dilakukan pada kegiatan portofolio menunjukkan bahwa kegiatan diversifikasi dapat meminimalkan risiko. Wisdya (2009) menganalisis tentang Analisis Risiko Produksi Anggrek Phalaenopsis Pada PT Ekakarya Graha Flora di Cikampek, Jawa Barat. Perusahaan mempunyai lahan sekitar 30 hektar yang dibagi menjadi 3 yaitu kebun Cikampek untuk pembibitan anggrek, lokasi Cimanggis untuk pembungaan anggrek Phalaenopsis, dan bagian pemasaran yang berlokasi di pusat perkantoran Roxy di Jakarta. Selain itu, perusahaan dilengkapi dengan green house, laboratorium, gedung kantor, kendaraan, gudang, mess (tempat tinggal untuk karyawan). Komoditi yang dihasilkan oleh perusahaan ini adalah Phalaenopsis pot plant, Dendrobium cut flower dan Dendrobium pot plant, tetapi yamg menjadi unggulan perusahaan karena permintaan hampir 70% adalah Phalaenopsis dengan menggunakan bibit teknik mericlone dan seedling. Pemasaran untuk tanaman anggrek teknik mericlone seluruhnya dipasarkan keluar negeri karena harga dan permintaan tinggi, sedangkan tanaman anggrek teknik seedling dipasarkan di dalam negeri. Analisis yang dilakukan dengan menggunakan analisis risiko
19
dengan menggunakan Variance, Standard deviation, Coefficient variation pada kegiatan spesialisasi dan portofolio. Hasil penelitian menunjukkan bahwa pada analisis spesialisasi risiko produksi berdasarkan produktivitas pada tanaman anggrek menggunakan bibit teknik seedling dan mericlone diperoleh risiko yang paling tinggi adalah tanaman anggrek teknik seedling yaitu sebesar 0,078 yang artinya setiap satu satuan yang dihasilkan maka risiko yang dihadapi akan sebesar 0,078. Sedangkan risiko produksi berdasarkan pendapatan risiko yang paling tinggi adalah tanaman anggrek teknik seedling yaitu 1,319 yang artinya setiap satu rupiah yang dihasilkan maka risiko yang dihadapai akan sebesar 1,319. Ginting (2009) menganalisis tentang Risiko Produksi Jamur Tiram Putih pada Usaha Cempaka Baru di Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor. Perusahaan mempunyai lahan sekitar 4.000 m2, bangunan seluas 24m x 14m yang dijadikan sebagai tempat memproduksi bibit dan areal kantor serta aset lainnya. Komoditas yang dihasilkan hanya jamur tiram putih, hasil panen dijual kepada pedagang pengumpul yang datang langsung ke perusahan. Hasil penilaian risiko yang menggunakan ukuran Coefficient Variation, diketahui bahwa budidaya jamur tiram putih pada Cempaka Baru menghadapi risiko produksi sebesar 0,32 artinya untuk setiap satu satuan hasil produksi yang diperoleh Cempaka Baru, maka risiko (kerugian) yang dihadapi adalah sebesar 0,32. Berdasarkan hasil penilaian risiko produksi pada kegiatan budidaya jamur tiram putih Cempaka Baru diperoleh nilai expected return sebesar 0,25. Artinya usaha Cempaka Baru dapat mengharapkan perolehan hasil sebanyak 0,25 kg per baglog untuk setiap kondisi dalam proses budidaya
yang
telah
direkomendasikan
oleh
perusahaan.
Hal
tersebut
menunjukkan bahwa kegiatan budidaya jamur tiram putih memberi harapan hasil produksi sebesar 0,25 kg untuk setiap baglog jamur tiram putih. Penelitian ini memiliki persamaan dan perbedaan dengan penelitian terdahulu. Persamaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu adalah menggunakan alat analisis yang sama yaitu analisis yang dilakukan dengan menggunakan analisis risiko dengan menggunakan Variance, Standard deviation, Coefficient variation pada kegiatan spesialisasi dan portofolio. Terutama metode penelitian yang dilakukan oleh Tarigan (2009), Safitri (2009), Wisdya (2009), dan Ginting (2009). Persamaan lain pada penelitian Tarigan (2009) yaitu sama-
20
sama menganalisis sayuran organik dan beberapa komoditi yang diteliti yaitu brokoli dan tomat. Sedangkan perbedan dari penelitian ini adalah jenis komoditi yang diteliti, yaitu Sulistiyawati (2005) meneliti wortel, tomat, lobak, kyuri, brokoli, bayam, bunga kol, Safitri (2009) meneliti Asparagus bintang dan Philodendron marbel, Wisdya (2009) meneliti Anggrek Phalaenopsis dan Ginting (2009) yang meneliti jamur tiram putih. Perbedaan antar peneliti terdahulu dapat dilihat berdasarkan teknologi yang digunakan yaitu penelitian Wisdya (2009) dengan Safitri (2009) yang samasama meneliti bunga tetapi dalam kegiatan penanaman menggunakan bibit dengan teknik yang berbeda dan kegiatan pemasaran juga berbeda yaitu perusahan yang diteliti Wisdya (2009) mempunyai konsumen dalan negeri dan luar negeri, sedangkan
perusahan yang diteliti
Safitri (2009) kegiatan pemasaran hanya
dalam negri. Penelitian tentang sayuran dapat dilihat pada penelitian Tarigan (2009) yang meneliti tentang brokoli, tomat, bayam hijau dan cabai keriting. Komoditi yang dihasilakan tidak langsung dipasarkan ke supermarket tetapi sudah mempunyai mitra yang tetap. Sulistiyawati (2005) yang meneliti wortel, tomat, lobak, kyuri, brokoli, bayam, bunga kol. Komoditi yang dihasilkan akan dipasarkan ke Hero Supermarket yang berlokasi di Bogor, Jakarta dan Sukabumi serta Swalayan Makro Jakarta. Sedangkan Ginting (2009) yang meneliti tentang jamur tiram putih, hasil panen dijual kepada pedagang pengumpul yang datang langsung ke perusahan.
21
Tabel 5. Studi Terdahulu yang Berkaitan Dengan Penelitian Nama Tahun Penulis Sulistiyawati 2005
Safitri
2009
Tarigan
2009
Wisdya
2009
Ginting
2009
Judul
Metode Analisis
Analisis Pendapatan dan Risiko Diversifikasi Sayur-sayuran pada Perusahan Pacet Segar, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat.
Analisis Usahatani dan Analisis Imbangan, Analisis Risiko Melalui Metode Single Index Portofolio Analisis Spesialisasi dan Portofolio Analisis Spesialisasi dan Portofolio
Analisis Risiko Produksi Daun Potong di PT Pesona Daun Mas Asri, Ciawi Kabupaten Bogor, Jawa Barat Manajemen Risiko Produksi Sayuran Organik Pada Permata Hati Organic Farm Desa Ciburial, Cisarua, Kabupaten Bogor, Jawa Barat Analisis Risiko Produksi Anggrek Phalaenopsis Pada PT Ekakarya Graha Flora di Cikampek, Jawa Barat Risiko Produksi Jamur Tiram Putih pada Usaha Cempaka Baru di Kecamatan Cisarua, Kabupaten Bogor
Analisis Spesialisasi Portofolio Analisis Kegiatan Spesialisasi
dan pada
22