TINJAUAN PUSTAKA Puyuh Puyuh merupakan jenis burung yang tidak dapat terbang, ukuran tubuh relatif kecil dan berkaki pendek. Puyuh merupakan burung liar yang pertama kali diternakkan di Amerika Serikat pada tahun 1870. Puyuh terus dikembangkan ke seluruh penjuru dunia, sedangkan di Indonesia puyuh mulai dikenal dan diternakkan semenjak akhir tahun 1979 (Progressio, 2003). Menurut Pappas (2002), klasifikasi burung puyuh adalah sebagai berikut : Kingdom
: Animalia
Phylum
: Chordata
Subphylum
: Vertebrata
Class
: Aves
Ordo
: Galiformes
Famili
: Phasianidae
Genus
: Coturnix
Species
: Coturnix-coturnix japonica Karakteristik Morfologi Puyuh
Puyuh menjadi makin populer dan digemari karena produksi telur dan daging sebagai bahan makanan yang bergizi dan lezat, juga sebagai ternak percobaan pada berbagai penelitian. Menurut Nugroho dan Mayun (1986), ciri-ciri karakteristik dari Coturnix-coturnix japonica : -
bentuk tubuh besar, badan bulat, ekor pendek, paruh pendek dan kuat, tiga jari kaki menghadap ke muka dan satu jari kaki ke arah belakang
-
pertumbuhan bulu lengkap setelah berumur dua sampai tiga minggu;
-
jenis kelamin dapat dibedakan berdasarkan warna bulu, suara dan berat badan;
-
burung puyuh jantan dewasa bulu dada berwarna merah sawo matang tanpa adanya belang serta bercak-bercak hitam;
3
-
puyuh betina dewasa memiliki bulu dada berwarna merah sawo matang dengan garis-garis atau belang-belang hitam;
-
suara puyuh jantan lebih keras;
-
burung betina dapat berproduksi sampai 200-300 butir setiap tahun dengan berat telur sekitar 10 g/butir atau 7%-8% dari berat badan. Kandang Menurut Nugraha (1981), kandang puyuh harus memperhatikan hal-hal
tertentu untuk memberikan kondisi kandang yang terbaik. Kandang harus ditempatkan di lokasi yang memenuhi beberapa persyaratan teknis seperti yang disajikan berikut : 1. Jauh dari Permukiman yang Padat Tujuan dari penempatan kandang yang jauh dari pemukiman yaitu agar puyuh tidak stres karena kebisingan di lingkungan sekitar yang berakibat pada penurunan produksi. Masyarakat pun tidak terganggu karena bau yang ditimbulkan karena kotoran puyuh. 2. Letak Kandang Kandang puyuh harus dibangun di tempat yang lebih tinggi, agar sirkulasi udara cukup baik. Bahan pembuat kandangpun harus diperhatikan. Sebaiknya digunakan kawat ram atau bambu yang dipasang dengan jarak tertentu, sehingga sirkulasi udara bebas keluar masuk. 3. Arah Sinar Matahari Kandang dibangun membujur dari arah timur ke barat. Selain membunuh kuman penyakit, sinar matahari juga akan mengurangi kelembaban kandang dan membantu sintesis vitamin D dalam tubuh puyuh. 4. Ukuran Kandang Ukuran kandang koloni puyuh berukuran 1 x 1 m dengan tinggi sekitar 30-35 cm. Untuk memudahkan pengambilan telur. Lantai kandang dibuat agak miring sekitar 10 atau 20 derajat.
Alas kandang koloni yang berada di bagian bawah
sebaiknya ditempatkan penampung kotoran agar kotoran tidak mengotori kandang koloni di bagian bawah.
4
5. Alas Kandang Macam jenis alas yang dapat digunakan pada kandang puyuh. Pertama yaitu kandang diberi alas yang sepenuhnya tertutup dan dilapisi dengan sekam atau ampas gergaji yang disebut litter dan alas yang menggunakan kawat ram. Kelebihan alas litter yaitu menghindari terperosoknya kaki-kaki puyuh. Sekam mengandung beberapa vitamin B12 yang berguna bagi tubuh puyuh. Kelemahan alas litter yaitu kebersihan kandang kurang terjamin dan membutuhkan tenaga dan waktu lebih untuk membersihkan. Jenis alas kedua yaitu menggunakan kawat ram. Kebersihan kandang lebih mudah diperhatikan karena kotoran yang dihasilkan terkumpul pada penampung kotoran di bawah kawat ram (Nugraha, 1981). 6. Tempat Pakan dan Minum Tempat makan dan minum untuk puyuh (terutama puyuh grower dan layer) dapat menggunakan tempat makan dan minum untuk ayam ras, namun dengan melakukan modifikasi di beberapa bagian. Tujuan agar pakan dan minum tidak mudah terinjak-injak puyuh, tidak bercampur dengan kotoran, serta mencegah agar puyuh tidak tenggelam di tempat air minum. Berdasarkan peruntukan, kandang puyuh dibedakan menjadi beberapa jenis kandang yaitu : 1) kandang DOQ atau starter 2) kandang grower 3) kandang layer 4) kandang induk dan pejantan. Secara umum, puyuh-puyuh dipelihara dalam kandang koloni sejak DOQ hingga berproduksi. Berdasarkan hasil produksi tidak ada perbedaan konstruksi yang mendasar antara kandang koloni dengan kandang inti. Perbedaannya hanya terletak pada ukuran luas. Semakin tua umur puyuh (sampai umur tertentu), ukuran kandang harus semakin luas (Nugraha, 1981). Kepadatan dan Luasan Kandang Puyuh Menurut Nugraha (1981), model kandang puyuh ada 2 (dua) macam yang biasa diterapkan yaitu sistem litter (lantai sekam) dan sistem sangkar (batere). Ukuran kandang untuk 1 m2 dapat diisi 90 ekor anak puyuh, selanjutnya menjadi 60 ekor untuk umur 10 hari sampai lepas masa anakan dan untuk puyuh dewasa menjadi 40 ekor m2. Kandang yang biasa digunakan dalam budidaya burung puyuh adalah: a.
Kandang untuk induk pembibitan. Kandang ini berpengaruh langsung terhadap produktivitas dan kemampuan menghasilkan telur yang
5
berkualitas baik. Besar atau ukuran kandang yang digunakan harus sesuai dengan jumlah puyuh yang dipelihara. Ideal satu ekor puyuh dewasa membutuhkan luas kandang 200 m2. b.
Kandang untuk induk petelur. Kandang ini berfungsi sebagai kandang untuk induk pembibit serta mempunyai bentuk, ukuran, dan peralatan yang sama.
c.
Kandang untuk puyuh umur grower (3-6 minggu) dan layer (lebih dari 6 minggu). Bentuk, ukuran maupun peralatan sama dengan kandang untuk induk petelur. Alas kandang biasa berupa kawat ram. Perbandingan Jantan dan Betina
Woodard (1973) menjelaskan bahwa perbandingan jantan dan betina pada puyuh mempengaruhi fertilitas telur. Perbandingan burung puyuh jantan dengan betina yang makin kecil akan menurunkan ferlititas. Fertilitas yang tinggi dicapai jika dalam satu kandang terdapat puyuh jantan dan puyuh betina dengan perbandingan satu banding dua. Panda (1980) menyatakan bahwa daya tunas telur 73,78% diperoleh pada perbandingan jenis kelamin jantan dan betina satu banding dua. Junurmawan (1983) menyatakan fertilitas tertinggi dihasilkan dari perbandingan puyuh jantan dengan betina satu banding satu. Penggunaan pejantan dalam satu kandang koloni umumnya adalah lebih dari satu dan perbandingan jantan yang biasa digunakan satu banding empat. Tingkah Laku Tingkah laku hewan merupakan suatu kondisi penyesuaian hewan terhadap lingkungan dan pada banyak kasus merupakan hasil seleksi alam seperti terbentuknya struktur fisik (Craig, 1981). Fungsi tingkah laku adalah menyesuaikan diri terhadap beberapa perubahan keadaan, baik dari luar maupun dari dalam. Tingkah laku pada tingkat adaptasi ditentukan dengan kemampuan belajar hewan untuk menyesuaikan tingkah laku terhadap suatu lingkungan yang baru. Menurut Stanley dan Andrykovitch (1984), tingkah laku maupun kemampuan belajar hewan ditentukan oleh sepasang atau lebih gen sehingga terdapat variasi tingkah laku individu dalam satu spesies, meskipun secara umum relatif sama dan tingkah laku tersebut dapat diwariskan pada keturunan berupa tingkah laku dasar. Tingkah laku
6
dasar hewan merupakan kemampuan yang dibawa sejak lahir (innate behavior), antara lain gerakan menjauh atau mendekat dari stimulus, perubahan pola tingkah laku akibat mekanisme fisiologi seperti tingkah laku jantan dan betina saat estrus (Stanley dan Andrykovitch, 1984). Tingkah laku merupakan suatu aktivitas yang melibatkan fungsi fisiologis. Setiap macam perilaku melibatkan penerimaan rangsangan melalui panca indera, perubahan rangsangan-rangsangan ini menjadi aktivitas neural, aksi integrasi susunan syaraf, dan akhirnya aktivitsa organ motorik, baik internal maupun eksternal. Umumnya tingkah laku yang diarahkan untuk suatu tujuan (seperti makan, minum, tidur dan seksual) terdiri atas tiga tahap yang jelas dan terjadi secara siklis. Tiga tahap tersebut yaitu perilaku apetitif, konsumatoris dan refraktoris. Tahap apetitif dapat sederhana dan kompleks, sering mencakup mencari dari perilaku yang diubah, dan yang banyak dipelajari. Tahap refraktoris mencakup hilang perhatian dan berhenti aktivitas konsumatoris, meskipun kesempatan untuk memberi respon selalu ada (Tanudimadja dan Kusumamidihardja, 1985). Tingkah Laku Makan Secara umum hewan mempunyai tiga cara dalam memperoleh makanan, yaitu tahap (1) tetap berada di tempat dan makanan datang sendiri, (2) berjalan untuk mencari makanan dan (3) menjadi parasit bagi organisme lain. Tingkah laku makan dipengaruhi oleh faktor genetik, suhu lingkungan, jenis makanan yang tersedia dan habitat (Warsono, 2002). Tingkah laku makan disebabkan oleh ada rangsangan dari luar (makanan) dan rangsangan dari dalam (adanya kebutuhan atau lapar). Tingkah laku ini berkembang sesuai dengan perkembangan proses belajar (Alikodra, 1990). Tingkah Laku Agonistik Agonistik berasal dari kata latin yang berarti berjuang (Tomaszewazka et al., 1991). Agonistik mempunyai pengertian yang cukup luas seperti menonjolkan postur, melakukan pendekatan, menakut-nakuti, berkelahi dan terbang, juga meliputi seluruh tingkah laku yang berhubungan dengan agresifitas, kepatuhan dan pertahanan. Menurut Frazer (1975), tingkah laku agonistik merupakan tingkah laku
7
yang memperlihatkan tingkah laku aktif dan pasif, tingkah laku aktif seperti berkelahi, berlari atau terbang serta tingkah laku agresif. Pola perilaku agonistik merupakan interaksi sosial antara satwa yang dikategorikan beberapa tingkat konflik, yaitu dalam memperoleh makanan, pasangan seksual dan perebutan wilayah istirahat dengan melakukan tindakan yang bersifat ancaman menyerang dan perilaku patuh (Hart, 1985). Perilaku agonistik ini merupakan hal yang penting dalam menetapkan dan mempertahankan hubungan dominan dan subordinat antara tingkatan sosial spesies.
Menurut
Ensminger
(1991), tingkah laku yang termasuk dalam tingkah laku agonistik adalah berkelahi, berlari atau terbang dan tingkah laku lain yang mempunyai hubungan dengan konflik. Hewan jantan memiliki tingkah laku berkelahi lebih tinggi dibandingkan dengan betina, hal ini dipengaruhi hormon, terutama hormon testosteron. Menurut Craig (1981), tingkah laku agonistik juga dimiliki hewan betina dengan frekuensi sangat kecil karena betina juga dapat memproduksi hormon. Hormon androgen yang dihasilkan ovari dan pituitary glan, namun jumlahnya tidak sebanyak yang diproduksi jantan. Tingkal Laku Seksual Tingkah laku seksual merupakan tingkah laku interaksi antara jantan dengan betina yang sedang estrus. Tingkah laku ini ditunjukkan saat seekor jantan dewasa kelamin siap melakukan kopulasi ke dalam alat kelamin betina dan betina yang sudah dewasa kelamin serta sedang mengalami estrus akan tetap diam jika sedang terjadi proses kopulasi (standing heat). Apabila ternak betina tidak estrus, maka ketika jantan akan melakukan proses kopulasi, secara otomatis betina akan lari menghindar. Tingkah laku seksual ini sangat penting untuk memelihara kelangsungan kelompok. Prilaku seksual merupakan salah satu prilaku belajar (Septiana, 1996).
8
MATERI DAN METODE Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di laboratorium lapang kandang B unit unggas, Fakultas Peternakan, Institut Pertanian Bogor. Penelitian dilaksanakan pada Desember 2011 sampai Januari 2012. Materi Ternak Ternak yang digunakan adalah 45 ekor jantan dan 90 ekor betina puyuh (Coturnix coturnix japonica). Puyuh jantan (umur sepuluh minggu) dan siap kawin serta puyuh betina (umur sembilan minggu) sedang bertelur. Kandang Kandang yang digunakan dalam penelitian ini adalah kandang baterai yang berukuran panjang 50 cm x lebar 62 cm x tinggi 50 cm dengan alas berupa kawat ram. Kandang dilengkapi dengan fasilitas tempat pakan, tempat minum, tempat untuk mengumpulkan telur serta kawat pelindung yang berfungsi sebagai pelindung dari serangan predator disekitar kandang. Kandang puyuh ini diletakan di dalam kandang postal berukuran 15 x 5 m seperti yang disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1. Kandang Penelitian
9
Peralatan Peralatan yang digunakan dibagi menjadi dua yaitu, peralatan untuk pemeliharaan dan penelitian. Peralatan pemeliharaan terdiri atas timbangan dengan kapasitas dua kg, tempat pakan, tempat minum. Peralatan yang digunakan untuk penelitian adalah kamera, alat tulis dan buku catatan. Pakan Pakan yang diberikan merupakan ransum komersil khusus untuk puyuh berbentuk crumble yang bermerk Global. Komposisi kandungan dalam pakan disajikan pada Table 1. Tabel 1. Komposisi Kandungan Nutrisi Ransum Penelitian Zat Makanan Kadar Air Protein Kasar Lemak Kasar Serat Kasar Abu Ca P
Jumlah (%) 12 20-22 7 7 14 2,5-3,5 0,6-1
Sumber: PT. Global (2011)
Gambar 2. Pakan Ransum Komersil yang Digunakan
10
Vitamin Vitamin yang digunakan adalah vitamin komersial dengan dosis 1 gram dilarutkan dalam 2 liter air minum dan diberikan satu hari ketika puyuh datang dan perangsang telur dengan dosis 1 gram dilarutkan dalam 2 liter air minum yang diberikan setiap hari sampai puyuh bertelur 5%.
Gambar 3. Vitamin yang Digunakan Prosedur Persiapan Kandang Pembersihan kandang (postal dan kandang baterai) dilakukan sebelum puyuh datang. Lingkungan sekitar kandang dibersihkan dan rumput dibersihkan dengan cara dibabat dan disapu. Bagian dalam kandang dibersihkan. Kotoran dimasukkan ke dalam kantong plastik. Lantai dibersihkan dengan cara disapu dan disemprotkan air bertekanan tinggi dan digosok menggunakan sikat. Kandang dan peralatan pemeliharaan dicuci (disinfeksi) dengan deterjen dan lysol dan dibiarkan keringan. Pengapuran pada lantai dilakukan pada bagian dalam dan bagian luar kandang dan ditunggu sampai kering. Setelah kering, kandang dikosongkan selama satu minggu sabelum diisi puyuh.
11
Gambar 4. Pembersihan Kandang
Gambar 5. Pengkapuran Kandang
Kedatangan Puyuh Tahap kedua penelitian ini adalah penerimaan puyuh. Peralatan yang sudah dipersiapkan sebelum diperiksa kembali. Kondisi puyuh diperiksa meliputi bulu puyuh dan kondisi kaki puyuh. Puyuh dimasukkan ke dalam kandang dan dipisahkan antara jantan dan betina untuk adaptasi selama satu minggu. Setelah masuk kandang kemudian puyuh diberi anti stres berupa Vita Stress yang dicampurkan ke dalam air minum selama tiga hari. Egg Stimulant diberikan setelah dicampurkan ke dalam air minum. Pemeliharaan Puyuh yang telah melalui proses adaptasi ditempatkan ke dalam petak perlakuan (kandang baterai) dengan kombinasi sex ratio antara jantan dan betina 1 : 2. Kepadatan kandang sesuai perlakuan (P1, P2 dan P3). Tiap perlakuan terdiri dari tiga ulangan dengan jumlah ternak yang sama, sehingga total kandang yang digunakan sebanyak sembilan kandang. Pakan diberikan sesuai dengan kebutuhan ternak puyuh sebesar 20 g/ekor/hari. Pakan diberikan pada pukul 07.00 WIB. Air minum diberikan ad libitum. Setelah akhir pemeliharaan rataan konsumsi pakan diukur.
12
Gambar 6. Penomeran Kandang Sesuai dengan Kepadatan Kandang Pengambilan Data Tingkah Laku Data pengamatan berupa video diambil sekali dalam satu minggu. Tingkah laku yang diamati hanya tingkah laku Ingestive, agonistik dan Agonistik. Data tingkah laku diambil selama empat minggu menggunakan kamera digital dan difokuskan kepada puyuh jantan. Setiap pengamatan mengambil data sebanyak dua kali pada waktu, pagi (08.00-09.00 WIB) dan siang (14.00-15.00 WIB). Suhu dicatat saat pengambilan data. Ketika turun hujan saat pengambilan data, maka data tersebut tidak jadi diambil dan pengambilan data dilakukan pada hari selanjutnya. Pengamatan dilakukan selama lima menit pada satu kandang dan terdapat jeda tiga menit sampai pengamatan kandang selanjutnya. Total kandang yang diambil sebanyak sembilan kandang dengan rincian terdiri atas tiga perlakuan dan tiga ulangan. Rancangan dan Analisis Data Percobaan menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) untuk performa produksi dengan model matematik yang digunakan sebagai berikut : Yij = μ + Pi + εij Keterangan : Yij
= Nilai pengamatan pada tingkat kepadatan kandang ke-i dengan ulangan ke-j
μ
= Rataan Umum
Pi
= Pengaruh perlakuan tingkat kepadatan kandang ke-i ( i = 12, 15, 18 ekor)
εij
= Pengaruh galat percobaan dari perlakuan tingkat kepadatan kandang ke-i pada ulangan ke-j
13
Taraf perlakuan yang adalah tingkat kepadatan kandang dengan ratio jantan betina 1:2, yaitu: P1 : Kepadatan kandang 258,33 cm2/ekor dengan jumlah jantan empat ekor dan betina delapan ekor P2 : Kepadatan kandang 206,67 cm2/ekor dengan jumlah jantan lima ekor dan betina 10 ekor P3 : Kepadatan kandang 172,22 cm2/ekor dengan jumlah jantan enam ekor dan betina 12 ekor Analisis Data Performa Produksi Data performa produksi berupa rataan konsumsi dianalisis secara deskriptif. Analisis perhitungan rataan konsumsi terdiri atas nilai rataan beserta standar deviasi. Analisis Data Tingkah Laku Data hasil pengamatan dianalisis secara deskriptif dan merupakan penguraian serta penjelasan mengenai jenis aktifitas yang dilakukan, lama beraktivitas, frekuensi setiap aktivitas yang dilakukan, dan ritme aktivitas. Analisis perhitungan tingkah laku harian untuk mengetahui persentase tingkah laku dengan menggunakan persamaan matematika (Martin dan Bateson, 1993) :
Keterangan :
P = X x 100% Y P = persentase tingkah laku. X = jumlah kegiatan tingkah laku yang diamati, dan. Y = jumlah seluruh tingkah laku yang terjadi.
Selanjutnya data diintepretasikan dalam bentuk persentase untuk mengetahui proposisi penggunaan lama waktu ternak beraktivitas dan frekuensi setiap aktivitas. Table dan grafik menggambarkan peubah-peubah yang diukur dengan grafik yang menggambarkan intensitas tingkah laku. Peubah yang diamati 1. Jumlah dan Frekuensi Tingkah Ingestive Puyuh Jantan Jumlah tingkah laku mengkonsumsi pakan, air minum dan zat hara lainnya dengan cara mematuk pakan sampai puyuh tersebut mengangkat keluar kepalanya dari tempat pakan. Setiap tingkah laku Ingestive individu
14
(X) dibagi dengan seluruh frekuensi tingkah laku yang diamati dalam satu kandang perlakuan(Y) dikali 100%. 2. Jumlah dan Frekuensi Tingkah Laku Seksual Puyuh Jantan Tingkah laku yang ditunjukkan jantan pada betina dengan memasukan alat kelamin jantan ke dalam alat kelamin betina setiap individu (X) dibagi dengan frekuensi seluruh tingkah laku yang diamati (X) dalam satuan waktu pengamatan setiap individu dikali 100%. Tingkah laku seksual abnormal (jantan mengawini jantan lainnya tidak dihitung). 3. Jumlah dan Frekuensi Tingkah Laku Agonistik Puyuh Jantan Jumlah tingkah laku agresifitas yang memperlihatkan perlawanan seekor puyuh terhadap puyuh lainnya dengan cara mematuk-matuk lawan. Setiap tindakan agresifitas puyuh individu (Y) dibagi dengan frekuensi seluruh tingkah laku yang diamati (Y) pengamatan setiap individu dikali 100%. 4. Rataan Konsumsi Pakan Rataan konsumsi pakan diukur dari jumlah total konsumsi pakan selama pemeliharaan. Jumlah total konsumsi tersebut kemudian dibagi dengan lamanya hari pemeliharaan.
15