TINJAUAN PUSTAKA Karakteristik dan Potensi Ternak Kelinci Klasifikasi kelinci menurut Lebas et al. (1986) adalah sebagai berikut : Kingdom : Animalia, Phylum : Chordata, Sub phylum : Vertebrata, Ordo: Logomorpha, Family : Lepotidae, Sub family : Leporine, Genus: Oryctolagus, Species : Oryctolagus cuniculus. Kelinci rex merupakan ras kelinci yang mulai dikenal di Amerika Serikat sejak tahun 1980-an sebagai binatang kontes. Belakangan beralih fungsi menjadi ternak dwiguna. Sifat kuantitatif kelinci rex sebagai berikut: umur dewasa kelamin 4-6 bulan, bobot dewasa kelamin 2,3-3,5 kg, litter size sapih hidup 4 ekor, frekuensi beranak minimal 4 kali pertahun (Sarwono, 2001). Peternakan kelinci sudah dikembangkan di Indonesia sejak tahun 1837 yang konon dibawa oleh orang-orang Belanda sebagai kelinci hias. Kelinci pada awalnya merupakan hewan kesayangan yang dimiliki oleh tuan tanah. Progam pengembangan kelinci ditujukan untuk mengurangi rawan gizi telah dilakukan pemerintah pada tahun 1980, selanjutnya pada Tahun 1990 pemerintah sudah menerbitkan Pedoman Teknis Perusahaan Peternakan Kelinci sebagai upaya mendorong perkembangan budidaya kelinci di masyarakat. Namun sampai saat ini perkembangannya mengalami hambatan karena perbedaan tujuan produksi dalam pengembangannya (Putra, 2013). Tujuan pemeliharaan kelinci di Indonesia cukup beragam, mulai dari sebagai kelinci hias, kelinci penghasil bulu dan kelinci penghasil daging. Tujuan pemeliharaan kelinci yang kedua adalah penghasil bulu yang bernilai ekonomi tinggi sehingga potensial untuk diekspor. Contoh kelinci penghasil kulit bulu
Universitas sumatera utara
adalah rex dan satin. Sementara kelinci pedaging memiliki kriteria persentase karkas 50 – 60%, bobot badan mencapai 2 kg pada umur 8 minggu dan memiliki laju pertumbuhan tinggi yaitu sekitar 40 g/ekor/hari. Beberapa jenis kelinci pedaging antara lain Flemish Giant, New Zealand White, Vlameusreus, satin, rex, rexsa, persilangan antara Flemish dengan kelinci lokal (Masanto dan Agus, 2010). Seekor kelinci bisa menghasilkan anak dengan kisaran 48 – 74 ekor dalam setahun lebih banyak dibandingkan dengan sapi (0,9), domba (1,5) dan kambing (1,5), seperti yang tertera dalam Tabel 1. Kelinci mempunyai konversi daging yang cukup tinggi dibandingkan ternak lain yaitu 29%. Tabel 1. Perbandingan hasil daging beberapa hewan ternak
Jenis ternak Sapi Domba Kambing Kelinci intensif Kelinci hybrid
Bobot induk dewasa (kg) 500 60 45 4 4
Jumlah anak/ tahun (ekor)
Total bobot karkas/tahun (kg)
Konversi karkas terhadap bobot induk (%)
0,9 1,5 1,5 48,0 74,0
173 38 24 117 144
0,35 0,63 0,53 29,00 29,00
Sumber: Manshur (2009).
Kelinci dikenal dengan tingginya tingkat reproduksi, kualitas daging yang baik dan sehat (kholesterol rendah, protein tinggi dan rendah garam) mendorong peternak membudidayakan kelinci sebagai usahanya. Perkembangan kelinci cukup berkembang pesat dengan meningkatnya populasi kelinci yang dilaporkan oleh kelompok-kelompok peternak didaerah Jawa Barat (Lembang dan Sekitarnya), Jawa Tengah (Kab. Semarang dan Kab. Magelang), Jawa Timur (Batu, Blitar dan Malang), Sumatera Utara (Brastagi, Karo, dan Deli Serdang), Sumatera Barat (Solok) bahkan di Kalimantan (Samarinda) (Putra, 2013).
Universitas sumatera utara
Badan Pusat Statistik Sumatera Utara (2011), terdapat perkembangan populasi ternak kelinci di beberapa kabupaten/ kota di Sumatera Utara. Kabupaten Karo merupakan daerah yang memiliki populasi ternak kelinci paling banyak diikuti beberapa daerah berikutnya seperti Simalungun, Labuhan Batu Utara, Batubara, Langkat dan kabupaten lainnya seperti yang tertera pada Tabel 2 berikut. Tabel 2. Perkembangan populasi ternak kelinci per kabupaten/kota di Sumatera Utara (ekor) No
Kabupaten/kota
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13.
Tapanuli Selatan Simalungun Karo Langkat Nias Selatan Batubara Labuhan Batu Utara Sibolga Tanjung Balai Pematang Siantar Medan Binjai Padang Sidempuan Jumlah
2007 0 0 17.314 0 0 288 0 0 0 0 326 426 0 18.354
2008 0 0 28.924 0 0 353 0 0 84 0 0 0 0 29.361
Tahun 2009 171 3.353 30.565 0 0 355 0 0 30 125 0 1.160 0 35.759
2010 205 3.588 11.769 986 658 1.253 1.392 426 0 266 0 0 83 20.626
2011 210 3.664 12.019 1.007 672 1.280 1.422 435 0 272 0 0 85 21.063
Sumber : Badan Pusat Statistik Sumatera Utara (2011).
Sistem Pencernaan Kelinci Kelinci termasuk hewan pseudoruminant yang mampu memecah serat kasar yang cukup tinggi dengan bantuan mikroba fermentasi yang ada pada caecumnya, yaitu bagian pertama dari usus besar. Kapasitas terbesar (50%) dari saluran pencernaan kelinci berada di sini. Walaupun memiliki ukuran caecum yang besar, ternyata kemampuan kelinci dalam mencerna bahan-bahan organik dan serat kasar dari hijauan tidak sebanyak ternak ruminansia murni. Daya cerna kelinci terhadap hijauan hanya berkisar 10% (Hustamin, 2008).
Universitas sumatera utara
Gambar 1. Sistem Pencernaan Kelinci (Sarwono, 2009).
Menurut Blakely dan Bade (1991), sistem pencernaan kelinci merupakan sistem pencernaan yang sederhana dengan caecum dan usus yang besar. Hal ini memungkinkan kelinci dapat memanfaatkan bahan-bahan hijauan, rumput dan sejenisnya. Bahan-bahan itu dicerna oleh bakteri di saluran cerna bagian bawah seperti yang terjadi pada saluran cerna kuda. Kelinci mempunyai sifat coprophagy yaitu memakan feses yang sudah dikeluarkan. Feses ini berwarna hijau muda dan lembek. Hal ini terjadi karena konstruksi saluran pencernaannnya sehingga memungkinkan kelinci untuk memanfaatkan secara penuh pencernaan bakteri di saluran bagian bawah atau yaitu mengkonversi protein asal hijauan menjadi protein bakteri yang berkualitas tinggi, mensintesis vitamin B dan memecah selulase/serat menjadi energi yang berguna.
Kebutuhan Pakan dan Nutrisi Kelinci Menurut (Wheindrata, 2012) volume bahan hijauan harus paling banyak dalam komposisi pakan kelinci, karena kelinci membutuhkan makanan dengan kandungan serat kasar yang lebih tinggi dibanding bahan-bahan lain. Bahan hijauan
Universitas sumatera utara
yang dibutuhkan dalam pembuatan pakan kelinci minimal 25-30%. Kebutuhan bahan kering kelinci dibedakan sesuai dengan periode pemeliharaan. Kelinci muda dengan bobot 1,8-3,2 kg membutuhkan bahan kering 112-173 g/ekor/hari. Kelinci dewasa dengan bobot 2,3-6,8 kg membutuhkan bahan kering 92-204 g/ekor/hari. Pakan kelinci sebaiknya mengandung nutrisi yaitu air (maksimal 12%), protein (12-18%), lemak (maksimal 4%), serat kasar (maksimal 14%), kalsium (1,36%), fosfor (0,7%). Pakan kelinci bisa berupa pelet dan hijauan. Kelinci yang dipelihara secara intensif, porsi pakan hijauan bisa mencapai 60-80%, selebihnya menggunakan konsentrat. Namun beberapa peternak menggunakan 60% konsentrat dan 40% hijauan (Masanto dan Agus, 2013). Kebutuhan ransum kelinci lepas sapih umur 2-4 bulan dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Kebutuhan ransum kelinci lepas sapih No 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7.
Nutrisi Protein Lemak Serat Kasar Energi Calsium Phosfor Air
Jumlah 12-19%** 2,5-4%** 11-14%** 2005-2900%** 0,9-1,5%** 0,7-0,9%** 12%***
Sumber : Manshur (2009)**, Masanto (2009)***
Kebutuhan energi digunakan untuk pemeliharaan tubuh (hidup pokok), memelihara jaringan tubuh, menjaga agar perombakan cadangan energi dalam tubuh tidak terjadi serta untuk mempertahankan suhu tubuh dengan suhu lingkungan dengan cara mengubah energi menjadi panas (Tillman et al., 1998). Cheeke (1987) menyatakan bahwa kebutuhan energi dipengaruhi oleh fungsi produksi, umur, jenis kelamin, ukuran tubuh dan lingkungan. Kebutuhan energi pada kelinci untuk pertumbuhan atau laktasi dan hidup pokok adalah 2.500 dan 2.100 Kcal/kg DE (NRC, 1977).
Universitas sumatera utara
Serat kasar yang direkomendasikan NRC (1977), untuk pertumbuhan dan laktasi 10 – 12% serta untuk hidup pokok 14%. Ransum kelinci yang rendah serat kasar dapat menyebabkan enteritis, sedangkan serat yang berlebihan akan mengurangi karbohidrat yang terlarut (Cheeke et al., 1982) dan menurunkan kecernaan ransum (De Blas dan Wiseman, 1998). Potensi Kulit Daging Buah Kopi Sebagai Pakan Ternak
Indonesia tercatat merupakan negara terbesar kedua dalam luas areal perkebunan kopi namun masih di urutan keempat dalam hal produksi dan ekspor kopi dunia. Sampai dengan tahun 2008 luas perkebunan kopi Indonesia diperkirakan mencapai 1.303.000 ha. Menurut (Anthoni, 2009) dalam karya tulis Napitulu, L tahun 2010, menyatakan bahwa produksi perkebunan kopi selama lima tahun terakhir tumbuh sekitar 6%, pada tahun 2008 diperkirakan mencapai 683 ribu ton. Berdasarkan hasil produksi kopi tahunan Indonesia dapat diestimasikan bahwa dari 683 ribu ton yang dihasilkan per tahun juga dihasilkan limbah kulit kopi sebesar 310 ribu ton. Jumlah ini merupakan suatu potensi yang layak dimanfaatkan sebagai bahan baku pakan. Kulit buah kopi merupakan limbah dari pengolahan buah kopi untuk mendapatkan biji kopi yang selanjutnya digiling menjadi bubuk kopi. Kandungan zat makanan kulit buah kopi dipengaruhi oleh metode pengolahannya apakah secara basah atau kering. Pada metode pengolahan basah, buah kopi ditempatkan pada tanki mesin pengupas lalu disiram dengan air, mesin pengupas bekerja memisahkan biji dari kulit buah. Sedangkan pengolahan kering lebih sederhana, biasanya buah kopi dibiarkan mengering pada batangnya sebelum dipanen.
Universitas sumatera utara
Selanjutnya langsung dipisahkan biji dan kulit buah kopi dengan menggunakan mesin. Kadungan nutrisi dapat dilihat pada tabel 4. Tabel 4. Kandungan nutrisi kulit buah kopi berdasarkan pengolahannya Metode pengolahan
BK (%)
Basah Kering
23 90
% Bahan Kering Abu LK
PK
SK
12,8 9,7
24,1 32,6
9,5 7,3
BETN
2,8 1,8
50,8 48,6
Sumber: Murni et al (2008).
Menurut data analisa Laboratorium Biokimia dan Enzimatik Balai Penelitian Pasca Panen Institut Pertanian Bogor (2003), dapat dilihat pada tabel 5 kandungan zat gizi kulit daging buah kopi sebagai berikut: Tabel 5. Kandungan zat gizi kulit daging buah kopi Zat Nutrisi Bahan Kering Protein Kasar Lemak Kasar Serat Kasar TDN Energi (Mcal/ME)
Kandungan Nutrisi (%) 89,70 6,60 0,72 18,69 27,65 1.901,90
Menurut data analisa laboratorium nutrisi Loka Penelitian Kambing Potong (2014) dapat dilihat perbedaan kandungan zat gizi antara kulit daging buah kopi sebelum dan sesudah difermentasi pada tabel 6 berikut. Tabel 6. Kandungan nutrisi kulit daging buah kopi sebelum dan sesudah difermentasi Zat Nutrisi Bahan Kering (%) Lemak Kasar (%) Serat Kasar (%) Protein Kasar (%) Abu (%) Kadar Air (%) Gross energy (GE)
Tanpa Fermentasi 94,62 2,31 26,59 16,06 14,88 5,38 3,9733
Setelah Difermentasi 86,45 2,33 26,24 18,19 17,69 13,55 3,4074
Sumber : Laboratorium Loka Penelitian Kambing Potong (2014).
Universitas sumatera utara
Bahan Pakan Penyusun Pelet
Dedak Padi Dedak padi diperoleh dari penggilingan padi menjadi beras. Banyaknya dedak padi yangdihasilkan tergantung pada cara pengolahannya. Sebanyak 14,44% dedak kasar, 26,99% dedak halus, 3% bekatul dan 1-17% menir dapat dihasilkan dari berat gabah kering. Dedak padi sangatdisukai ternak, pemakaian dedak padi dalam ransum ternak umumnya sampai 25% daricampuran kosentrat. Kelebihan penambahan dedak padi dalam ransum dapat menyebabkanransum mengalami ketengikan selama penyimpanan (Intannursiam, 2010). Dedak padi mengandung PK (12%), SK (13%), LK (12%), Ca (0,12%), P (0,21%) dan EM (1.650 kkal/kg). Bungkil Kelapa Bungkil kelapa diperoleh sebagai hasil ikutan dari ekstraksi minyak dari daging kelapa kering (kopra). Meskipun kadar serta kualitas proteinnya lebih inferior dibanding dengan sumber protein nabati lainnya, namun produk ini tersedia dengan harga relatif murah terutama di daerah tropis (Parakkasi, 1999). Komposisi nutrisi bungkil kelapa dapat dilihat pada tabel 7 berikut. Tabel 7. Komposisi kandungan nutrisi bungkil kelapa Nutrisi Energy Metabolism (Kkal/kg) Protein kasar (%) Lemak kasar (%) Serat kasar Abu (%)
Kandungan 1.540 18,56 1,80 15,00 11,70
Sumber : Siregar (2009).
Universitas sumatera utara
Bungkil Kedelai Bungkil kedelai merupakan bahan pakan sumber protein yang biasa digunakan dalam formulasi pakan. Bungkil kedelai mengandung protein dan kaya akan lisin tetapi metioninnya rendah. Ketersediaan bungkil kedelai di Indonesia memang tidak ada, umumnya diimpor dari beberapa negara seperti Amerika dan India. Kandungan nutrisi bungkil kedelai dapat dilihat pada tabel 8 berikut. Tabel 8. Kandungan nutrisi bungkil kedelai Nutrisi Protein Kasar (%) Serat Kasar (%) Lemak Kasar (%) Kalsium (%) Posfor (%)
Kandungan 43,8 4,40 1,50 0,32 0,65
Sumber: Hartadi et al. (1997).
Jagung Jagung atau Zea mays adalah bahan pakan yang mempunyai nilai nutrisi tinggi, sehingga banyak dipakai sebagai bahan pakan penguat penguat terutama pada ternak ruminansia, non ruminansia, maupun pada unggas. Protein pada jagung sendiri adalah zein dan defisiensi lisin. Komposisi kimia jagung adalah bahan kering (BK) 84-86%, protein kasar (PK) 8-10%, serat kasar (SK) 2-4%, ekstrak eter (EE) 3,5-5%, BETN 68-80% dan TDN 75-80% (Wahyuni, 2009).
Molases Molases atau tetes merupakan suatu bahan pakan yang diperoleh dari pembuatan gula tebu. Bahan ini mengandung zat-zat protein, tetapi kaya akan zat hidrat arang yang mudah dicerna. Kandungan nutrisi molases dapat dilihat pada tabel berikut.
Universitas sumatera utara
Tabel 9. Komposisi kandungan nutrisi molases Kandungan Zat (%) Bahan Kering (BK) Protein Kasar (SK) Serat Kasar (SK) Lemak Kasar (LK) Kalsium (Ca) Posfor (P) TDN
Nilai Gizi 67,5 3,4 0,38 0,08 1,5 0,02 56,7
Sumber: Laboratorium Ilmu Makanan Ternak, Program Studi Petrnakan, Fakultas Pertanian, USU Medan (2009).
Molases sering di masukan ke dalam ransum sebanyak 2-5% ntuk meningkatkan palatabilitaspakan. Molases dapat berfungsi sebagai pellet binder yang dalam pelaksanaannya dapat meningkatkan kualitas pelet. Penggunaan molases pada industri pakan sampa level 5-10% akan menyebabkan masalah yaitu terjadinya penggumpalan pada mixer (Arifah, 2012).
Tepung Daun Wortel Daun wortel adalah limbah pertanian yang berasal dari tanaman wortel. Satu tanaman wortel didapatkan 162,3 gram, yang terdiri dari umbi sebanyak 135,1 gram (83,24%) dan daun wortel 27,2 gram (16,76%). Sedangkan untuk persentase daun wortel dari umbi wortel adalah 20,13% (Wicaksono, 2007). Menurut data Dinas Pertanian Kabupaten Karo tahun 2005, khususnya pada kecamatan Berastagi, memiliki kebun wortel dengan luas panen 145 hektar, dengan produksi umbi 4.520 ton. Produksi umbi wortel tersebut akan menghasilkan 855,3 ton daun wortel segar. Menurut hasil analisis Laboratorium Nutrisi Loka Penelitian Kambing Potong Sei Putih (2014), menyebutkan bahwa tepung daun wortel mengandung BK (80,47%), PK (16,06%), LK (2,23%), SK (11,50%) dan GE (3,0657 kkal/g).
Universitas sumatera utara
Minyak Bahan pakan sumber energi lain yang biasa digunakan untuk pakan adalah minyak goreng. Minyak digunakan dalam ransum hanya sebagai pelengkap dan penambah untuk mencapai kebutuhan energi baik bagi ternak dan untuk meningkatkan palatabilitas. Dengan demikian pemakaiannya hanya sedikit yaitu kurang dari 5 %. Namun beberapa minyak nabati mempunyai kandungan energi yang cukup tinggi seperti minyak kelapa yang mempunyai EM 8.600 kkal/kg dan lemak yang bisa melebihi 90 % (Intannursiam, 2010).
Mineral Mineral merupakan zat organik yang dibutuhkan dalam jumlah sedikit, namun beberapa berperan penting agar proses fisiologis dapat berlangsung dengan baik. Mineral merupakan nutrisi yang esensial selain digunakan untuk memenuhi kebutuhan ternak juga memasok kebutuhan mikroba rumen. Mineral harus dimasukkan dalam pakan kelinci. Walaupun yang dibutuhkan sangat sedikit tetapi peranannya sangat besar. Mineral yang dibutuhkan kelinci antara lain calsium, phospor, magnesium, zincum, copper, yodium, iron dan mangan
(Wheindrata,
2012). Kebutuhan mineral kelinci terutama Ca dan P adalah untuk pertumbuhan 0,4 dan 0,22% serta untuk laktasi 0,75 dan 0,5% (NRC, 1977). Menurut Cheeke (1987) kebutuhan mineral kelinci lebih tinggi daripada ternak lain, hal ini dilihat dari kandungan mineral daging dan susu kelinci lebih tinggi daripada ternak lain, terutama Ca dan P.
Universitas sumatera utara
Urea Urea sebagai bahan pakan ternak berfungsi sebagai sumber NPN (non protein nitrogen) dan lebih banyak mengandung 45% unsur nitrogen, sehingga pemakaian urea mampu memperbaiki kualitas rumput yang diberikan (Hartadi et al., 1997). Pemakaian NPN (non protein nitrogen = sumber N bukan protein) untuk ternak ruminansia telah banyak diketahui telah banyak diketahui manfaatnya selama penggunaan tersebut tidak berlebihan. Tetapi untuk ternak berlambung satu (seperti ternak babi) fasilitas yang dipunyainya tidak begitu baik untuk memanfaatkan NPN tersebut terutama mikro-organisma dalam saluran pencernaan tidak seaktif dibanding dengan ternak ruminan (Parakkasi, 1999).
Fermentasi Fermentasi merupakan proses biokimia yang dapat menyebabkan terjadinya perubahan sifat bahan pakan sebagai akibat dari pemecahan kandungan bahan pakan tersebut, dimana bahan pakan mengalami fermentasi biasanya mempunyai nilai gizi yang lebih baik dari asalnya disebabkan kerena mikroorganisme bersifat katabolik atau memecah komponen-komponen yang kompleks menjadi lebih sederhana sehingga lebih mudah dicerna
(Winarno,
1986). Fermentasi dapat juga diartikan penguraian unsur-unsur organik dengan mikroorganisme lokal dimana bahan yang digunakan dalam keadaan basah (kadar air 60%). Proses fermentasi dapat dikatakan sebagai proses “ protein enrichment” yang
berarti
proses
pengkayaan
protein
bahan
dengan
menggunakan
mikroorganisme tertentu (Mayasari, 2012).
Universitas sumatera utara
MOL (Mikroorganisme Lokal) MOL
(mikroorganisme
lokal)
merupakan
pengembangbiakan
mokroorganisme yang akan mampu mendegradasi bahan organik. Mikroorganisme ini diperoleh dari ragi tape (Saccharomyces sp), ragi tempe (Rhizopus sp) dan yoghurt (Lactobacillus sp) dikembangkan dengan cara pencampuran air sumur dan air gula. Tujuan tahapan ini adalah untuk membiakkan mikroorganisme yang mampu memfermentasi bahan organik, kulit daging buah kopi. Mikroorganisme dasar adalah Saccharomyces yang berasal dari ragi tape, Rhizopus dari ragi tempe dan Lactobacillus yang berasal dari yoghurt. Mikroorganisme ini mempunyai sifatsifat sebagai berikut: Sifat amilolitik, mikroorganisme yaitu Saccharomyces akan menghasilkan enzim amilase yang berperan dalam mengubah karbohidrat menjadi volatile fatty acids dan keto acids yang kemudian akan menjadi asam amino. Sifat proteolitik, mikroorganisme yaitu Rhizopus akan mengeluarkan enzim protease yang dapat merombak protein menjadi polipeptida-polipeptida, lalu menjadi peptide sederhana dan akhirnya menjadi asam amino bebas, CO2 dan air. Sifat lipopiltik, mikroorganisme yaitu Lactobacillus akan menghasilkan enzim lipase yang berperan dalam perombakan lemak (Compots Center, 2009). Rhizopus sp. Rhizopus sp merupakan kapang yang penting dalam industri makanan sebagai penghasil berbagai macam ezim seperti amilase, protease , pektinase dan lipase. Kapang dari Rhizopus sp juga telah diketahui sejak lama sebagai kapang yang memegang peranan utama pada proses fermentasi kedele menjadi tempe. Jenis-jenis kapang yang ditemukan diketahui sebagai Rhizopus oligosporus,
Rh.
oryzae, Rh. stolonifer (kapang roti), atau Rh. Arrhizus (Wulandari, 2012).
Universitas sumatera utara
Hasil penelitian dengan melakukan fermentasi bungkil kedelai memekai Rhizopus sp., mampu meningkatkan kandungan protein kasar bungkil kedelai dari 41% menjadi 55% dan meningkatkan asam amino sebesar 14,2% sehingga diduga dapat
dipakai
untuk
alternatif
sebagai
bahan
pemicu
pertumbuhan
(Handajani, 2007).
Saccaromyces sp. S. Cerevisiae merupakan kelompok mikroba yang tergolong dalam khamir (yeast). S. Cereviceae secara morfologis umumnya memiliki bentuk elipsodial dengan diameter yang tidak besar, hanya sekitar 1-3µm sampai 1-7µm3. Saccahromyses Cerevisiae bersifat fakultatif anaerobik mengandung 68-83% air, nitrogen, karbohidrat, lipid, vitamin, mineral dan 2,5-14% kadar N total. Cara hidupnya kosmopolitan dan mudah dijumpai pada permukaan buah-buahan, nektar bunga dan dalam cairan yang mengandung gula, namun ada pula yang ditemukan pada tanah dan serangga. Selain kosmopolitan, S. Cerevisiae ini dapat pula hidup secara saprofit maupun bersimbiosis. Komposisi kimia S. cerevisiae terdiri atas : protein kasar 50-52%, karbohidrat ; 30-37%; lemak 4-5%; dan mineral 7-8% S. cerevisiae mempunyai beberapa enzim yang mempunyai fungsi penting yaitu intervase, peptidase dan zimase. Probiotik adalah imbuhan pakan berbentuk mikroba hidup yang menguntungkan
dan
mempengaruhi
induk
semang
melalui
perbaikan
keseimbangan mikroorganisme dalam saluran pencernaan. S. cerevisiae termasuk salah satu mikroba yang umum dipakai untuk ternak sebagai probiotik, bersamasama dengan bakteri dan cendawan lainnya seperti Aspergillus niger, A. oryzae, Bacillus pumilus, B. centuss, Lactobacillus acidophilus, Saccharomyces crimers,
Universitas sumatera utara
Streptococcus lactis dan S. termophilus. Pengujian terhadap S. cerevisiae yang dipakai sebagai feed additive dalam bentuk probiotik terlebih dahulu diuji secara in vitro dengan melakukan uji kemampuan daya hidup terhadap asam-asam organik, garam empedu, dan pH rendah. Berikut tabel pemanfaatan S. cerevisiae untuk berbagai jenis ternak : Tabel 11. Pemanfaatan S. cerevisiae untuk berbagai jenis ternak Jenis ternak Ruminansia Sapi Domba Unggas Ayam
Aneka ternak Kelinci
Pemanfaatan
Sumber (pustaka)
Meningkatkan produksi Wina (2000) susu dan bobot badan Meningkatkan bobot Ratnaningsih (2002) badan Menurunkan kuman E. coli Meningkatkan bobot badan
Kumprecht et al. (1994) Kompiang (2002); Kumprechtova et al. (2001)
Meningkatkan bakteri Tedesco et al. (1994) yang menguntungkan
Sumber: Mayasari (2012).
Perlu dipertimbangkan pengaruh buruk jika pemberian secara berlebihan akan
mengganggu
keseimbangan
mikroflora
di
dalam
tubuh
sehingga
mengakibatkan terjadinya pengaruh patogen pada ternak yaitu penyakit "Saccharomikosis" (Mayasari, 2012).
Lactobacillus sp. Lactobacillus casei adalah bakteri Gram-positif, anaerob, tidak memiliki alat gerak, tidak menghasilkan spora, berbentuk batang dan menjadi salah satu bakteri yang berperan penting. Lactobacillus adalah bakteri yang bisa memecah protein, karbohidrat, dan lemak dalam makanan, dan menolong penyerapan elemen
Universitas sumatera utara
penting dan nutrisi seperti mineral, asam amino, dan vitamin yang dibutuhkan manusia dan hewan untuk bertahan hidup (Damika, 2006). Penggunaan probiotik pada unggas memberikan efek positif terhadap produktivitas dan memperbaiki status kesehatan unggas. Hal tersebut juga terjadi pada ternak ruminansia, pemberian probiotik terhadap ruminansia memberikan dampak positif dan pernyataan tersebut didukung oleh beberapa hasil penelitian yang berkaitan dengan pemanfaatan probiotik sebagai feed additive dalam air maupun pakan. Probiotik yang ditambahkan sebanyak 10 ml pada susu (pemerahan di pagi hari) pada pedet yang baru lahir menurunkan 40 % kasus diare sehingga probiotik (Lactobacillus sp) dapat memperbaiki status kesehatan pedet dan menurunkan
biaya
pengobatan
akibat
diare
dan
penyakit
lainnya
(Gorgulu, et. al., 2003).
Pakan Pelet Pelet adalah ransum yang dibuat dengan menggiling bahan baku yang kenudian dipadatkan menggunakan die dengan bentuk, diameter, panjang dan derajat kekerasan yang berbeda. (Pond et. al, 1995). McEllhiney (1994) menyatakan bahwa pelet merupakan hasil proses pengolahan bahan baku ransum secara mekanik yang didukung oleh faktor kadar air, panas dan tekanan. Pada prinsipnya dalam membuat pelet, bahan-bahan yang digunakan adalah bahan-bahan yang memang sudah tersedia dan mudah didapat. Adapun komposisi protein dan vitamin bisa disesuaikan dengan jumlah takaran bahan yang tersedia. Sangatlah penting bagi pemberi pakan untuk berhati-hati terhadap bahan pakan yang mengalami perlakuan baik untuk pengawetan, pemurnian, pengkonsentrasian atau untuk menaikkan nilai gizinya. Jadi, diperlukan penjelasan-penjelasan dari
Universitas sumatera utara
asal bahan pakan, metode prosesing seperti: pengawetan, pemisahan, pengurangan ukuran dan perlakuan-perlakuan panas (Hartadi et. al, 1997). Pemberian pakan bentuk pelet dapat meningkatkan performa dan konversi pakan ternak bila dibandingkan dengan pakan bentuk mash (Behnke, 2001). Kualitas pelet dapat diukur dengan mengetahui kekerasan pelet (hardness) dan daya tahan pelet dipengaruhi oleh penambahan panas yang mempengaruhi sifat fisik dan kimia bahan pakan (Thomas dan Van der Poel, 1997).
Performans Ternak Kelinci Konsumsi Konsumsi ransum adalah kemampuan untuk menghabiskan sejumlah ransum yang diberikan. Konsumsi ransum dapat dihitung dengan pengurangan jumlah ransum yang diberikan dengan sisa dan hamburan. Konsumsi ransum dipengaruhi oleh kesehatan ternak, palatabilitas, mutu ransum dan tata cara pemberian (Anggorodi, 1990). Perbedaan konsumsi ransum dipengaruhi oleh beberapa faktor, antara lain, bobot badan, umur, dan kondisi tubuh yaitu normal atau sakit, stres yang diakibatkan oleh lingkungan dan tingkat kecernaan ransum (Parakkasi, 1983). Menurut (Notrh dan Bell, 1990) tingkat konsumsi pakan dipengaruhi oleh bangsa, genetik, besar tubuh, jenis kelamin, umur dan tingkat produksi. Dari penelitian Aritonang (2004) yang menggunakan objek kelinci anakan jenis rex diberi ransum dengan beberapa level kandungan protein dan energi dan biovet diperoleh konsumsi ransum antar perlakuan berkisar antara 202,96 g/minggu hingga 244,34 g/minggu dengan rataan 225,46 g/minggu atau 32,21 g/hari. Hasil penelitian Tarigan (2013) yang menggunakan bioaktifator
Universitas sumatera utara
berupa MOL (mikroorganisme lokal) terhadap pakan yang diberikan kepada objek yang sama yaitu kelinci peranakan rex lepas sapih menunjukan bahwa total rataan konsumsinya mencapai 78,88 g/hari. Menurut hasil penelitian Magdalena (2013) yang menggunakan objek kelinci dan bioaktifator yang sama menunjukkan bahwa total rataan konsumsi yang dihasilkan mencapai 48,17 g/hari atau rataan konsumsi tertinggi mencapai 49,51 g/ekor/hari. Pertambahan Bobot Badan Average dailly gain (ADG) atau dalam bahasa Indonesia pertambahan bobot badan adalah rata-rata kecepatan pertambahan berat badan harian yang diperoleh dengan berat akhir dikurangi berat awal kemudian dibagi lama pemeliharaan. ADG normal untuk kelinci adalah 10 sampai 15 gram dan yang mempengaruhi ADG adalah mekanisme dan kecepatan pertumbuhan dari ternak itu sendiri. Menurut Reksohadiprojo (1995), ADG kelinci secara umum berkisar antara 8 sampai 20 gram. Menurut Tillman et al., (1998) pertumbuhan umumnya dinyatakan dengan pengukuran kenaikan bobot badan yang dengan mudah dilakukan dengan penimbangan berulang dan diketengahkan dengan pertumbuhan badan tiap hari, tiap minggu, atau tiap waktu lainnya. Magdalena (2013) menyatakan dalam hasil penelitiannya bahwa pertambahan bobot badan yang dihasilkan kelinci rex lepas sapih yang diberikan pakan fermentasi menggunakan MOL dalam bentuk pelet mencapai bobot dengan rataan tertinggi yaitu 21,17 g/ekor/hari dengan total rataan yaitu 19,86 g/hari. Menurut Tarigan (2013) dalam hasil penelitiannya menyatakan bahwa kelinci rex lepas sapih yang diberikan pakan fermentasi menggunakan bioaktifator yang sama
Universitas sumatera utara
dalam bentuk pelet menunjukan pertambahan bobot badan tertinggi yaitu 14,88 g/ekor/hari atau dengan total rataan mencapai 11,73 g/ekor. Kemampuan ternak dalam merubah zat-zat nutrisi yang terdapat dalam ransum menjadi daging ditunjukan dalam pertambahan bobot badan. Wahyu (1992) mengemukakan
bahwa
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
pertumbuhan
adalahbangsa, jenis kelamin, energi, metabolisme kandungan protein dan suhu lingkungan. Konversi Ransum Konversi pakan adalah jumlah ransum yang habis dikonsumsi ternak dalam jangka waktu tertentu dibandingkan dengan bobot hidup (pada akhir waktu tertentu). Semakin baik mutu ransum, semakin kecil pula konversi pakannya, angka konversi ransum menunjukkan tingkat efisiensi penggunaan ransum. Angka konversi ransum dipengaruhi oleh strain dan faktor lingkungan seperti seluruh pengaruh luar termasuk didalamnya faktor makanan terutama nilai gizi rendah. Konversi pakan kelinci yang diberikan pakan fermentasi lebih rendah dari konversi pakan kelinci yang tidak diberikan pakan tanpa fermentasi. Jika nilai konversi pakan yang ditunjukkan rendah, maka efisiensi penggunaan pakan tinggi atau baik. Pakan yang berkualitas akan digunakan seefisien mungkin oleh ternak menjadi produksi atau pertumbuhan maksimal, sehingga konversinya rendah (Usman dan Sulistiowati, 2006). Menurut Champbell dan Lasley konversi (1985), pakan dipengaruhi oleh kemampuan ternak dalam mencerna bahan pakan, kecukupan zat pakan untuk kebutuhan hidup pokok, pertumbuhan dan fungsi tubuh lain serta jenis pakan yang dikonsumsi.
Universitas sumatera utara
Dalam hasil penelitian Magdalena (2013) menyatakan bahwa hasil konversi yang diperoleh dari objek kelinci yang diberikan pakan menggunakan MOL mencapai konversi terendah yaitu 5,55. Menurut Tarigan (2013) dalam penelitiannya menunjukan hasil konversi pakan yang dihasilakan oleh objek kelinci rex lepas sapih yang diberikan pakan fermentasi menggunakan MOL mencapai 5,78.
Universitas sumatera utara