6
II KAJIAN PUSTAKA
2.1.
Deskripsi Puyuh Puyuh adalah spesies atau subspesies yang berasal dari genus Coturnix
yang tersebar di seluruh daratan. Burung puyuh merupakan jenis burung yang tidak dapat terbang tinggi, ukuran tubuhnya relatif kecil dan berkaki pendek. Masyarakat Jepang, China, Amerika dan beberapa negara Eropa telah mengkonsumsi telur dan dagingnya karena burung puyuh bersifat dwiguna. (Tetty, 2002). Salah satunya adalah burung puyuh yang berasal dari Jepang. Tahun 1870, burung yang berasal dari negara jepangdisebutjapanese quail (Coturnix coturnix japonica), sedangkan di Indonesia burung puyuh masih dikatakan baru dibandingkan di negara Jepang, Cina, Amerika dan negara eropa lainnya. (Listiyowati dan Roospitasari, 2009).Burung puyuh mulai dikenal di Indonesia dan diternakkan sejak tahun 1979 (Progressio, 2003). Menurut Pappas (2002), klasifikasi zoologi burung puyuh adalah sebagai berikut: Kingdom
: Animalia
Phylum
: Chordata
Sub phylum : Vertebrata Class
: Aves
Ordo
: Galliformes
Famili
: Phasianidae
Sub Famili
: Phasianidae
Genus
: Coturnix
Species
: Coturnix coturnix japonica
7
Burung puyuh yang disebut juga Gemak,merupakan kekayaan plasma nutfah Indonesia. Jenis burung puyuh yang dipelihara di Indonesia diantaranya Coturnixcoturnix japonica, Coturnix chinensis atau Bluebreasted quail, Turnic susciator,Arborophila javanica dan Rollus roulroul yang dipelihara sebagai burung hias karena memiliki jambul yang indah (Helinna dan Mulyantono, 2002). Burung puyuh yang banyak diternakkan adalah Coturnix coturnix japonica. Coturnix coturnixjaponica adalah burung puyuh yang telah lama didomestikasi sehingga kehilangan naluri untuk mengerami telurnya (Nugroho dan Mayun, 1986). Burung puyuh memiliki bentuk badan yang reletif kecil, bentuk badan bulat, ekor pendek, kuat, memiliki kaki empat serta memiliki corak warna bulu coklat kehitaman (Nugroho dan Mayun, 1986).Burung puyuh memiliki kebutuhan pakan yang sangat sedikit,sesuai dengan ukuran tubuhyang dimiliki puyuhyaitu 14-24 gram/ekor/hari (Triyanto, 2007). Burung puyuh memiliki kesuburan yang tinggi, mencapai dewasa kelamin dalam waktu singkat, sekitar 6 minggu, lama menetas singkat yaitu 16-17 hari (Tetty, 2002), Burung puyuh merupakan salah satu jenis unggas yang cukup produktif dalam menghasilkan telur (Triyanto, 2007), puyuh yang produktif dapat menghasilkan telur sebanyak 250-300 butir/tahun (Helinna dan Mulyantono, 2002). Produksi telur yang optimum dapat ditentukan oleh tiga faktor utama yaitu breeding, feeding dan management. Menurut Permana (2005), bibit burung puyuh petelur komersial didapatkan dari telur tetas yang fertil. Telur tetas yang fertil didapatkan dari perkawinan antara pejantan dan betina dengan rasio satu jantan dan tiga betina. Proses penetasan telur puyuh biasanya dilakukan pada suhu 3740°C dengan kelembaban 55% dalam waktu 17 hari masa tetas. Proses penetasan dimulai dari fumigasi telur, grading telur, penyimpanaan telur dalam setter, pemindahan ke hatcher, setelah menetas dilakukan grading DOQ dan sexing jantan/betina.
8
Burung puyuh membutuhkan pakan dengan kandungan protein yang berbeda padatiap periode. Pada periode starter minimal kandungan protein kasar 24 % danenergi termetabolis 2900 Kkal/kg. Pada periode grower minimal kandunganprotein kasar 20 % dan energi termetabolis 2700 Kkal/kg (NRC, 1994). Pada masa pertumbuhan, protein digunakan untuk menyusun jaringan tubuh yaitu membentuk otot, kuku, sel darah dan tulang tetapi pada masa bertelur protein tidak lagi digunakan untuk menyusun jaringan tubuh tetapi lebih digunakan untuk materi penyusun telur dan sperma (NRC, 1994). Manajemen lingkungan sangat penting diperhatikan dalam pemeliharaan puyuh, hal ini bertujuan untuk menjaga ternak merasanyaman. Suhu lingkungan yang optimal untuk pertumbuhan puyuh selama produksi adalah 20-25ºC (Tetty, 2002). Suhu yang terlalu tinggi akan menurunkan kesuburan spermapada puyuh pejantan dan pada puyuh betina suhu yang terlalu tinggi akanmenyebabkan kerabang telur yang dihasilkan lebih tipis dan mudah retak (North danBell, 1990). Kelembaban
dalam
kandang
sangat
penting
untuk
diperhatikan
karenamempengaruhi kesehatan ternak. Kelembaban dalam kandang idealnya adalah berkisar 30-80%. Kelembaban kandang yang terlalu tinggi menyebabkan puyuh mudah terserang penyakit, karena kelembaban yang tinggi akan mendukung perkembanganmikroorganisme dan bakteri dalam kandang dan lingkungan di sekitar kandang (Tetty, 2002). Penyakit pada puyuh secara umum digolongkan bedasarkan penyebabnya, penyebab adanyaserangan penyakit yang terjadi yaitudisebabkan oleh bakteri, virus, cendawan dan kekurangan gizi. Penyakit yang disebabkan oleh bakteri antaralain radang usus, pullorum dan coccidiosis. Pencegahan penyakit yang disebabkan oleh bakteri bisa dilakukan dengan melakukan pembersihan kandang dan disinfeksi kandang. Kandang dan peralatan merupakan media penularan yang sangat efektif. Penyakit yang disebabkan virus antaralain NewcastleDesease, quail bronchitis dan cacar unggas. Pencegahan penyakit tetelo atau ND bisa dilakukan dengan vaksinasi ND. Cendawan yang menyebabkan penyakit pada puyuh adalah Aspergillosis fumigatus. Cendawan Aspergillosis muncul apabila kondisi kandang
9
terlalu lmbab, kurang sinar matahari, kotor dan ventilasi udara kurang baik. Pencegahan penyakit yang disebabkan Cendawan Aspergillosis adalah dengan tidak memberikan pakan yang sudah bercendawan dan kelembaban kandang tidak boleh terlalu tinggi (Tetty, 2002). 2.2.
Deskripsi Telur Puyuh Telur puyuh merupakan produk peternakan yang memberikan sumbangan
besar bagi tercapainya kecukupan gizi di kalangan masyarakat Indonesia (Sudaryani, 2003). Sebutir telur puyuh dapat memberikan gizi yang cukup bagi masyarakat yang mengkomsumsinya. Telur puyuh memiliki gizi yang cukupsempurna karena mengandung zat-zat gizi yang lengkap dan mudah dicerna. Telur puyuh mempunyai nilai kandungan gizi yang tinggi, tidak kalah dengan telur unggas lainnya. Telur puyuh memiliki kandungan protein 13,6% dan lemak 8,2%, sedangkan telur ayam ras hanya memiliki kandungan protein12,8% sedangkan kandungan lemaknya lebih tinggi dibandingkan telur puyuh yaitu 11,5% (Daftar komposisi bahan makanan, 1989). Menurut Saerang (1997),kadar kolesterol per gram dari telur puyuh lebihtinggi dibandingkan kadar kolesterol telur ayam dan telur lainnya. Kadar kolesterol pada telur puyuh 168 mg/butir, bila satu butir beratnya sekitar 9-12 gr, maka kadar kolesterol telur puyuh per gram telur adalah 16-17 mg Sementara pada telur ayam terdapat kolesterol 6-8 mg kolesterol untuk setiap gram telur ayam. Untuk menurunkan kandungan kolesterol yang terkandung dalam telur puyuh dapat dilakukan dengan pemberian pakan kaya karotenoid monakolin lovastatin yang diperoleh melalui fermentasi dengan kapang monascus purpureus. Penggunaan produk kaya karotenoid seperti monakolin dalam ransum unggas dapat menghasilkan telur rendah kolesterol. Kemampuan karotenoid (monakolin/lovastatin) dalam menurunkan kolesterol melalui dua cara yaitu 1) Monakolin bersifat antioksidan yang dapat mencegah teroksidasinya lipid, dan 2) Monakolin mampu menghambat kerja aktivitas enzim HMG CoA reduktase
10
sehingga tidak terbentuk mevalonat yang diperlukan untuk sintesis kolesterol (Einsenbrand, 2005 dan Sies dan Stahl, 1995). 2.3.
Struktur, Kandungan dan Sifat Fungsional Telur Puyuh
2.3.1. Struktur Telur Puyuh Telur puyuh mempunyai struktur yang sangat khusus yang mengandung zat gizi yang cukup untuk mengembangkan sel yang telah dibuahi menjadi seekor anak burung puyuh.Secara umum, komposisi telur puyuh adalah sebagai berikut(Hadi Purnomo, dkk. 1985). a. Albumin ( putih telur ) Putih telur adalah larutan mengandung sekitar 12% persen protein. Dalam putih telur ini dapat dibedakan empat lapisan yaitu lapisan luar yang encer, lapisan kental, lapisan dalam yang encer, dan lapisan di sekeliling membran vitelin kuning telur. Lapisan membran vitelin kuning telur berhubungan dengan chalaza, suatu serabut yang menjaga kestabilan kuning telur. Sifat masing-masing lapisan ini berbeda, terutama dalam hal kandungan ovomusin dimana lapisan kental kandungannya lebih tinggi dibandingkan dengan lapisan encer(Listyowati dan Roospitasari, 2009). b. Yolk ( kuning telur ) Kuning telur terdiri dari 50% padatan, dan dari sejumlah kunimg telur sepertiganya adalah protein dan dua pertiganya lainnya adalah lipid. Apabila disentrifugasi, kuning telur dapat dipisahkan menjadi tiga fraksi, yaitu livetin yang larut dalam air, Komponen granular yang terdiri dari fasvitin dan lipovitelin, dan fraksi dengan densitas rendah yang mengandung lipovitelenin(Listyowati dan Roospitasari, 2009). Lipovitelin dan lipovitelenin adalah campuran lipoprotein kompleks, bagian lipidnya dapat dipisahkan dengan cara ekstraksi ekshaustif dengan alkohol 80%, sisanya adalah fosfoprotein, vitelin, dan vitelenin.
11
c. Cangkang dan selaput tipis Ketebalan cangkang telur puyuh sekitar 0,197 mm dan ketebalan membran atau selaput tipis sekitar 0.063 mm.Tebal cangkang telur mempunyai hubungan yang berbanding terbalik dengan suhu lingkungan.Menurut Sudaryani (2003) bahwa suhu yang tinggi berpengaruh terhadap kualitas putih telur dan mengurangi kekuatan dan ketebalan cangkang pada telur puyuh.Rataan tebal kerabang telur puyuh secara berturut-turut sebesar 0.198 ± 0.0032 mm dan 0.198 ± 0.0038 mm. Sedangkan menurut Faure (2003), rata-rata ketebalan cangkang telur puyuh berkisar antara 0,197 mm dan ketebalan membran/selaput tipis 0,063 mm. Selain itu suhu juga mempengaruhi ukuran telur, terutama suhu di atas 29oC. Sebagian besar elemen penyusun cangkang telur adalah kalsium, magnesium, sodium, dan karbon. Semakin tebal cangkang telur berarti kandungan Ca juga semakin tinggi (Powrie, 1972).
Ilustrasi1. Struktur Telur Puyuh
12
2.3.2. Kandungan Telur Puyuh Sebutir telur berisi 6-7 gram protein. Protein telur puyuh mempunyai kualitas yang tinggi untuk pangan manusia. Protein telur puyuh berisi semua asam amino esensial yang berkualitas sangat baik sehingga sering dipakai untuk standarisasi, untuk mengevaluasi protein pangan lain. Telur juga mengandung 6 gram lemak yang mudah dicerna. Jumlah asam lemak tidak jenuh lebih tinggi dibandingkan dengan yang terdapat pada produk hewani yang lain(Muchtadi, dkk, 2010). Telur biasanya juga mengandung semua vitamin yang sangat dibutuhkan kecuali vitamin C. Vitamin yang larut dalam lemak (A, D, E, dan K), vitamin yang larut air (thiamin, ribloflavin, asam pantotenat, niacin, asam folat dan vitamin B 12) dan faktor pertumbuhan yang lain juga ditemukan dalan telur(Muchtadi, dkk, 2010). Kuning telur memiliki kandungan kolesterol yang cukup tinggi, struktur telur dapat dilihat pada Gambar 1. Tabel 1. Komposisi komponen pokok telur puyuh Bahan Penyusun
Kulit
Albumen
Kuning Telur
Bahan Anorganik
95,1
-
1
Protein
3,3
12,0
17,0
Glukosa
-
0,4
0,2
Lemak
-
0,3
32,2
Garam
-
0,3
0,3
1,6
87,0
48,5
Air
Sumber: Muchtadi, dkk, 2010
2.3.3. Sifat-sifat Fungsional Telur Puyuh Sifat-sifat fungsional didefinisikan sebagai sekumpulan sifat dari pangan atau bahan pangan yang mempengaruhi penggunaannya. Setiap macam telur memiliki komposisi kimia yang spesifik.Telur baik secara keseluruhan maupun
13
bagian kuning telur atau putih telurmemiliki sifat fungsional sebagai berikut(Tien, 2011): a. Daya Koagulasi Daya koagulasi merupakan sifat yang menunjukkan kemampuan dari suatu protein untuk berubah dari bentuk cairan (sol) menjadi bentuk padat atau semi padat (gel). Peristiwa berubahnya struktur molekur protein yang mengakibatkan pengentalan dan hilangnya kelarutan disebut sebagai koagulasi. Koagulasi dapat disebabkan oleh panas, pengocokan, garam asam basa, atau pereaksi lainnya. Koagulasi yang reversible disebabkan dengan pemanasan pada suhu 60-70
o
c.
Sifat koagulasi ini dimiliki putih telur maupun kuning telur. a. Daya Buih (Foaming) Buih adalah bentuk dispersi koloida gas dalam cairan. Busa atau buih dibentuk oleh beberapa protein yang mempunyai keemampuan dan fungsi yang berbeda. Protein-protein putih telur yang berperan dalam pembentukan buih adalah ovalbumin, ovomusin, dan ovoglubin. Ovalbumin membentuk buih yang kuat. Ovomusin membentuk lapisan film tidak larut air dan menstabilkan buih. Ovoglubulin dapat meningkatkan viskositas, memperkuat penyebaran gelembung udara dan melembutkan testur buih yang dihasilkan. Faktor-faktor yang mempengaruhi volume dan stabilitas buih dari suatu telur adalah umur telur, suhu telur, Ph, lama pengocokan, perlakuan pendahuluan dan penambahan bahan-bahan kimia atau stabilisator. b. Daya Elmulsi (Emulsifying properties) Emulsi adalah campuran antara dua jenis cairan yang secara normal tidak dapat bercampur, dimana salah satu fase terdispersi dalam fase pendispersi. Kuning telur juga merupakan emulsi minyak dalam air. Kuning telur mempunyai bagian yang bersifat surface active yaitu lesitin, kolesterol dan lesitoprotein. Lesitin mendukung terbentuknya emulsi
minyak dalam air (o/w), sedangkan
kolesterol cenderung untuk membentuk emulsi air dalam minyak (w/o).
14
c. Kontrol Kristalisasi Penambahan albumen ke dalam larutan gula`(sirup) dapat mencegah terbentuknya kristal gula. Keberadaan albumen tersebut mencegah penguapan sehingga mencegah inversi sukrosa yang berlebihan. Sifat telur yang demikian ini dimanfaatkan dalam pembuatan gula-gula (candy). Penambahan telur dalam pembuatan gula-gula memberikan rasa manis, halus serta selalu basah di mulut. d. Pemberi Warna Sifat ini hanya dimiliki oleh kuning telur, yaitu pigmen kuning dari xantofil, lutein, beta karoten dan kriptoxantin. Sifat ini tidak hanya dimanfaatkan seperti sifat yang lain, hanya digunakan dalam beberapa produk misalnya baked product, es krim, custard dan saus.
2.4.
Produksi Telur Puyuh North dan Bell (1990) menyatakan bahwa produksi telur sangat ditentukan
oleh strain, umur pertama bertelur, kematian sebelum masa bertelur, konsumsi pakan dan kandungan protein pakan. Menurut Setyawan (2006), produksi telur ditentukan oleh produksi ovum dan produksi ovum ditentukan oleh jumlah pakan yang dikonsumsi dan proses hormonal. Eishu, dkk (2005), dari hasil penelitiannya melaporkan bahwa pemberian pakan dengan kandungan protein yang berbeda, lama pencahayaan 16 jam/hari dan suhu 22,5°C menghasilkan produksi telur seperti dalam Tabel 2. Pada tabel 2, terlihat produksi telur pada level 18 % merupakan produksi yang kurang bagus. Sedangkan, produksi telur yang paling bagus pada tingkat protein 24 % yang berada pada rentang umur 10-20 minggu.Tingkat produksi telur meningkat seiring dengan meningkatnya kandungan protein yang diberikan. Puyuh pertama kali bertelur setelah mencapai umur 51 hari dan pada umur 67 hari produksi telur sekitar 50%.
15
Tabel 2. Produksi Telur Burung Puyuh (QHP) Pada Level Protein Yang Berbeda
Level protein -- % ---
Umur (minggu) 6-10
10-20
20-32
6-32
-------------- % -------------18
46,7
61,6
42,8
53,0
20
67,9
63,0
62,5
63,7
22
51,3
71,7
62,3
64,6
24
66,5
81,7
81,1
78,7
Sumber: Eishu, et al. 2005 Produksi maksimum diperoleh pada umur 100 hari sejak mencapai umur dewasa kelamin (Tiwari dan Panda, 1978).Melalui perawatan yang baik puyuh betina akan bertelur 200 butir pada tahun pertama produksi dan periode bertelur selama 9 - 12 bulan dengan lama hidup 2 - 2,5 tahun (Anggorodi, 1995). Puyuh betina mulai bertelur saat umur 42 hari, dan puncak produksinya dicapai saat berumur 5 - 6 bulan.Selanjutnya, produktivitasnya mulai menurun pada umur 14 bulan dan berhenti bertelur sekitar umur 30 bulan (Wuryadi, 2013 ). Adanya perbedaan umur pada waktu mencapai dewasa kelamin menurut Rasyaf (1985) yang disertasi oleh Rahardjo (1994), disebabkan oleh adanya pengaruh tatalaksana produksi dan makanan yang diberikan. Pemberian ransum yang berkualitas tinggi, dalam hal ini yang mempunyai kandungan protein tinggi pada periode grower menyebabkan umur dewasa kelamin cepat tercapai. Makund (2006) melaporkan bahwa pemberian pakan dengan kandungan energi 2700 Kkal/kg cukup untuk produksi telur optimum yaitu 79,09% pada umur 9-19 minggu dengan konversi pakan 3,43. Pemberian pakan dengan kandungan energi 2900 Kkal/kg produksi tidak berbeda yaitu 78,59% dengan konversi pakan3,34. Pada permulaan masa bertelur, produksi telurnya puyuh sedikit dan cepat meningkat sesuai bertambahnya umur. Puyuh mencapai puncak
16
produksi lebih dari 80% pada minggu ke-13 (Tetty, 2002). Telur saat permulaan bertelur berukuran kecil, ukuran telur membesar sesuai pertambahan umur dan mencapai ukuran yang stabil. Burung puyuh yang awal bertelur terlalu muda menghasilkan telur yang lebih kecil apabila dibandingkan dengan telur yang dihasilkan oleh burung puyuh yang lambat mulai bertelurnya (Nugroho dan Manyun, 1986). 2.5.
Pengukuran Produksi Telur Menurut Rasyaf (1991), ukuran produksi telur yang biasa digunakan di
indonesia diantarannya yaitu : (1) Quail-Day Production (QDP), (2) QuailHoused Production(QHP), dan (3) Jumlah telur pada waktu tertentu. 1. Quail-Day Prdouction (QDP) Ukuran ini digunakan untuk membandingkan antara produksi telur yang diperoleh hari itu dengan jumlah puyuh yang hidup pada hari yang sama, dengan rumus: Quail-Day Prdouction =
𝛴 𝑃𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 𝑇𝑒𝑙𝑢𝑟 𝑝𝑢𝑦𝑢 ℎ (𝐵𝑢𝑡𝑖𝑟 ) 𝛴 𝑃𝑢𝑦𝑢 ℎ (𝐸𝑘𝑜𝑟 )
𝑥 100 %
2. Quail-housed Production (QHP) Merupakan ukuran produksi yang mengukur produksi bedasarkan jumlah puyuh pada masa awal produksi, dengan rumus: 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎 ℎ 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖 𝑡𝑒𝑙𝑢𝑟 𝑎𝑤𝑎𝑙 𝑚𝑎𝑠𝑎 𝑝𝑟𝑜𝑑𝑢𝑘𝑠𝑖
Quail-housed Production = 𝑗𝑢𝑚𝑙𝑎 ℎ 𝑝𝑢𝑦𝑢 ℎ 𝑝𝑎𝑑𝑎
𝑥 100 %
3. Jumlah Telur Jumlah telur yang dihasilkan pada waktu atau umur ayam tertentu dapat digunakan sebagai indikasi produksi telur.
17
2.6.Model Matematika dan Kurva Produksi Telur 2.6.1. Model Matematika Model-model matematika produksi
telur
dapat
digunakan untuk
meramalkan performans ternak, mengevaluasi harapaan teoritis, atau memprediksi performans produksi telur secara keseluruhan dari catatan persial. Beberapa model yang biasa digunakan, diantaranya permodelanfungsi gamma yang dikembangkan oleh Wood, fungsi Aljabar yang mengandung kurva pertumbuhan dan komponen degradasi linier, model logistik yang menggabungkan unsur-unsur model AdamBell dan kompartemen, perluasan model kompartemen yang menggunakan estimasi logistik dari distribusi umur pertaman bertelur (Anang, 2007). Model-model tersebut cukup baik dalam meramalkan performans populasi. Permodelan terdiri atas berbagai faktor, seperti kemudahan dalam perhitungan dan tipe data. Suatu model mungkin tidak selalu menjadi paling baik pada semua data. Sifat-sifat data dan model harus diuji dan model yang paling akurat yang dipilih (Anang, 1998). Akurasi beberapa model pada berbagai waktu disajikan pada Tabel 3. Model Mc Nally cukup baik dalam meramalkan produksi telur dua mingguan pada tahun pertama produksi. Model Adam-Bell yang digunakan untuk meramalkan produksi telur pada siklus pertaman produksi hingga masa produksi 450 hari, dan model Yang yang digunakan untuk memprediksi kurva produksi telur dari minggu ke -21 sampai minggu ke-72 serta mengandung parameterparameter yang memiliki arti biologis seperti rataan umur dewasa kelamin dan laju kemampuan bertelur ( Anang dan Indrijani, 2007).Koefesien korelasi dapat bersifat linear ataupun nonlinear. Kolerasi ini dihubungkan dengan bentuk garis lurus dan garis linear atau dengan kurva linear ( Rafi’i, 1983).
Tabel 3. Akurasi Model-model Produksi pada Berbagai Periode Waktu
18
No
Model
R2
Data Produksi Telur Pada Ayam
Referensi
Broiler Breeder Parent Stock
1
2
MC Nally
Adams-Bell
0.94-0.99
0.99
Produksi dua mingguan pada
MC Nally,
tahun pertama produksi
1971
Siklus Pertama
Cason dan Britton, 1988
0.98
Hingga 540 Hari
Mielenz dan Nueller, 1991
3
Yang
0.98 (hen
Produksi telur minggu ke-21
Yang, et.al.,
day)
hingga minggu ke-72
1989
0.99 (hen housed) Sumber: Anang dan Indrijani (2007). Koefesien kolerasi (r) dianggap sebagai pengukuran yang berguna tentang hubungan antara x dan y bila trend titik-titik koordinat (x dan y) dalam diagram tebar membentuk garis linear (Dajan, 1986). Sudjana (1996) menambahkan bahwa kolerasi dikatakan linear apabila semua titik pada diagram tebar (scatter diagram) terlihat mengelompok atau bergrombol di sekitar garis lurus, sedangkan kolerasi dikatakan non linear apabila titik-titik (x dan y) terletak di sekitar kurva non linear. Diagram pencar (scatter diagram) atau diagram titik adalah serangkaian titik-titik koordinat yang diperoleh dari menghubungkan hasil observasi pengukuran 2 variabel pengukuran (x dan y) yang digambarkan kertas berskala hitung (Dajan, 1986). Gaspersz (1995) juga menambahkan bahwa dua variabel dapat dikatakan berkolerasi positif jika kedua variabel tersebut cendrung berubah
19
secara bersamaan ke arah yang sama, dengan kata lain kenaikan atau penurunan nilai x terjadi bersamaan dengan kenaikan atau penurunan nilai y. Kolerasi positif dibagi menjadi dua yaitu kolerasi positif rendah apabila sebaran data menjauhi garis khayal x dan y, dan kolerasi positif tinggi apabila sebaran mendekati garis lurus antara x dan y (Rafi’i, 1983). Dua variabel juga dapat dikatakan berkolerasi negatif jika x dan y cendrung berubah dalam arah yang berlawanan, dimana jika x meningkat maka y menurun dan sebaliknya, atau apabila sebaran data memencar dari sudut kanan atas ke sudut kanan bawah mendekati garis khayal yang terletak diantara x dan y. Dua variabel dikatakan tidak berkolerasi (kolerasi nol)apabila mereka cendrung berubah dengan tidak ada hubungan atau kaitannya suatu dengan yang lainnya, atau apabila sebaran data memperlihatkan sebaran tak beraturan, menjauhi khayal x dan y ( mendekati sumbu x dan sumbu y)(Rafi’i. 1983). Perlakuan dengan korelasi dapat menyatakan adanya kejadian sebab akibat, tetapi dapat juga tidak, dan dapat menyatakan bahwa dalam kolerasi itu terdapat kejadian hubungan ( Rafi’i. 1983). 2.6.2. Kurva Produksi Telur Puyuh Laju produksi berkaitan dengan fungsi terhadap waktu yang dapat digunakan untuk mengukur lintas produksi. Laju produksi dapat diukur dengan produktivitas marginalnya. Lintas atau kurva produksi adalah hubungan antara waktu produksi dengan persentase produksi telur dalam kurun waktu produksi tersebut. Laju produksi dan lintas produksi sangat bermanfaat untuk membuat suatu perencanaan dan pengolahan produksi telur yang optimal (Rasyaf, 1995). Kurva produksi dapat dibagi menjadi 2 yaitu kurva produksi standar, dan kurva produksi yang nyata (aktual). Lintas produksi diperoleh dari pembibit dalam kondisi asalnya. Standar lintas produksi dibentuk bedasarkan iklim dan lingkungannya, sehingga lintas produksi standar suatu bibit yang dikeluarkan oleh pembibit masing-masing tidak pernah sama dengan lintas produksi yang ada di Indonesia. Kurva produksi standar merupakan publisitas dari pembibit dan belum
20
tentu digunakan untuk perencanaa produksi telur di peternakan yang bersangkutan, sedangkan kurva produksi yang nyata diperoleh dari hasil yang nyata di pertenakan yang bersangkutan, dimana dipengaruhi oleh temperatur dan pemeliharaannya (Anang dan Indrijani, 2007). Pengetahuan mengenai kurva produksi dapat dimanfaatkan untuk: a. Pengawasan produksi Kurva produksi dapat dimanfaatkan untuk mengawasi produksi telur, apabila terjadi penurunan produksi telur. Faktor- faktor penyebabnya dapat diperiksa seperti gangguan kesehatan, perubahan cuaca, atau gangguan dalam sistem pemeliharaan. b. Peramalan produksi Kurva produksi juga dapat dimanfaatkan untuk meramalkan produksi dengan suatu input tertentu. Peramalan ini dapat dilakukan dengan dua cara yaitu dengan menggunakan lukisan atau grafik dan hubungan matematika (Rasyaf, 1995).