TINJAUAN PUSTAKA Botani Tanaman Menurut Steenis (2005) klasifikasi tanaman kedelai sebagai berikut Kingdom : Plantae, Divisio : Spermatophyta, Class : Dicotyledoneae, Ordo : Polypetales,
Familia : Papilionaceae, Genus : Glycine, Species : Glycine max
(L.) Merril. Susunan akar kedelai pada umumnya sangat baik. Pertumbuhan akar tunggang lurus masuk ke dalam tanah dan mempunyai banyak akar cabang. Kedelai berakar tunggang. Pada tanah gembur akar kedelai dapat sampai kedalaman 150 cm. Pada akarnya terdapat bintil – bintil akar, berupa koloni dari bakteri Rhizobium japonicum. Pada tanah yang telah mengandung bakteri Rhizobium, bintil akar akan terbentuk sekitar 15-20 hari setelah penanaman (Hidayat, 1985). Kedelai berbatang semak dengan tinggi 30-100 cm. Batang dapat membentuk 3-6 cabang. Tipe pertumbuhan dapat dibedakan menjadi 3 macam yakni indeterminit, diterminit, dan semi diterminit (Sumarno et al., 2007). Daun kedelai merupakan daun majemuk yang terdiri dari tiga helai anak daun dan umumnya berwarna hijau muda atau hijau kekuning – kuningan. Bentuk daun ada yang oval, juga ada yang segitiga. Warna dan bentuk daun kedelai ini tergantung pada varietas masing – masing. Pada saat tanaman kedelai itu sudah tua, maka daun – daunnya mulai rontok (Effendi dan Utomo, 1993). Tanaman kedelai memiliki bunga bergerombol terdiri atas 3-15 bunga yang tersusun pada ketiak daun. Karakteristik bunganya seperti famili Legum lainnya, yaitu mahkota bunga terdiri atas 5 petal yang menutupi sebuah pistil dan
Universitas Sumatera Utara
10 stamen. 9 stamen berkembang membentuk seludang yang mengelilingi putik, sedangkan stamen yang kesepuluh terpisah bebas (Poehlman dan Sleper, 1995). Polong kedelai pertama kali terbentuk sekitar 7-10 hari setelah munculnya bunga pertama. Panjang polong muda sekitar 1 cm. Jumlah polong yang terbentuk pada setiap ketiak tangkai daun sangat beragam, antara 1-10 buah dalam setiap kelompok. Pada setiap tanaman, jumlah polong dapat mencapai lebih dari 50 bahkan ratusan. Kecepatan pembentukan polong dan pembesaran biji akan semakin cepat setelah proses pembentukan bunga berhenti. Ukuran dan bentuk polong menjadi maksimal pada saat awal periode pemasakan biji. Hal ini kemudian diikuti oleh perubahan warna polong, dari hijau menjadi kuning kecoklatan pada saat masak (Hidayat, 1985). Menurut Sumarno et al., (2007) biji merupakan komponen morfologi kedelai yang bernilai ekonomis,yang ada di Indonesia berkriteria lonjong. Pengelompokan ukuran biji kedelaiberbeda disetiap negara, di Indonesia kedelai dikelompokkan menurut ukuran. Untuk ukuran besar (berat > 14 g/100 biji), sedang (10-14 g/100 biji), dan kecil (< 10 g/100 biji). Biji kedelai terbagi menjadi dua bagian utama, yaitu kulit biji dan embrio. Pada kulit biji terdapat bagian yang disebut pusar (hilum) yang berwarna coklat, hitam atau putih. Pada ujung hitam terdapat mikrofil, berupa lubang kecil yang terbentuk pada saat proses pembentukan biji. Syarat Tumbuh Iklim Tanaman kedelai dapat tumbuh pada kondisi suhu yang beragam. Suhu tanah yang optimal dalam proses perkecambahan yaitu 30ºC. Curah hujan berkisar
Universitas Sumatera Utara
antara 150-200 mm untuk bulan pertama, dengan lama penyinaran matahari 12 jam pada hari pertama penanaman, dan kelembaban rata-rata (RH) 65 %. Untuk mendapatkan hasil yang optimal,tanaman kedelai membutuhkan curah hujan antara 100-200 mm pada bulan pertama (Effendi dan Utomo, 1993). Kedelai dapat tumbuh baik di tempat yang berhawa panas, di tempat – tempat yang terbuka dan bercurah hujan 100–400 mm per bulan. Oleh karena itu, kedelai kebanyakan ditanam di daerah yang terletak kurang dari 400 m di atas permukaan laut. Jadi tanaman kedelai akan tumbuh baik, jika ditanam di daerah beriklim kering (Hidayat, 1985). Pertumbuhan optimum tercapai pada suhu 20–25º C. Suhu 12–20º C adalah suhu yang sesuai bagi sebagian besar proses pertumbuhan tanaman, tetapi dapat menunda proses perkecambahan benih dan pemunculan kecambah, serta pembungaan dan pertumbuhan biji. Pada suhu yang lebih tinggi dari 30º C, fotorespirasi cenderung mengurangi hasil fotosintesis. Kedelai merupakan tanaman berhari pendek, yakni apabila penyinaran terlalu lama melebihi 12 jam, tanaman tidak akan berbunga. Hampir semua varietas tanaman kedelai berbunga dari umur 30–60 hari (Effendi dan Utomo, 1993). Tanah Tanaman kedelai menghendaki tanah yang subur, gembur, dan kaya akan humus atau bahan organik. Nilai pH ideal bagi pertumbuhan kedelai dan bakteri Rhizobium adalah 6,0-6,8. Apabila pH diatas 7,0 tanaman kedelai akan mengalami klorosis
sehingga
tanaman
menjadi
kerdil
dan
daunnya
menguning
(Prasastyawati dan Rumawas, 1980).
Universitas Sumatera Utara
Toleransi pH yang baik sebagai syarat tumbuh yaitu antara 5,8–7, namun pada tanah dengan pH 4,5 pun kedelai masih dapat tumbuh baik. Tanah – tanah yang cocok yaitu alluvial, regosol, grumosol, latosol dan andosol. Pada tanah – tanah podzolik merah kuning dan tanah yang mengandung banyak pasir kwarsa, pertumbuhan kedelai kurang baik, kecuali bila diberi tambahan pupuk organik atau kompos dalam jumlah yang cukup (Hidayat, 1985). Tanaman kedelai sebenarnya dapat tumbuh di semua jenis tanah, namun demikian, untuk mencapai tingkat pertumbuhan dan produktivitas yang optimal, kedelai harus ditanam pada jenis tanah berstruktur lempung berpasir atau liat berpasir. Hal ini tidak hanya terkait dengan ketersediaan air untuk mendukung pertumbuhan, tetapi juga terkait dengan faktor lingkungan tumbuh yang lain (Prasastyawatidan Rumawas, 1980). Persilangan Persilangan merupakan kegiatan persilangan yang terarah yang dilakukan terhadap tetua-tetua yang diinginkan. Tujuan persilangan ialah mengumpulkan sifat-sifat unggul yang tersebar pada berbagai galur ke dalam satu varietas. Suksesnya suatu persilangan buatan pada kedelai ditentukan oleh tingkat keberhasilan persilangan dan banyaknya biji hasil persilangan varietas-varietas tetua (Alia dan Wilia, 2010). Daya gabung dikenal dalam persilangan. Daya gabung adalah kemampuan suatu genotip untuk menyatukan konfigurasi gennya dengan genotip lain untuk membentuk atau menghasilkan suatu keragaman spesifik yang lebih baik. Kemampuan demikian bisa sangat beragam diantara genotipe, oleh karena itu,
Universitas Sumatera Utara
daya gabung gen pada prinsipnya adalah varian dari antara persilangan (Hadie, et al., 2008). Persilangan antara dua galur murni menghasilkan suatu hibrida F1 yang secara genetik seragam. Variabilitas fenotif dalam F1 juga asalnya adalah nongenetik. Pada pembentukan generasi F2 kombinasi-kombinasi gen dipertukarkan dan berbagi dalam kombinasi-kombinasi baru pada individu-individu F2. Secara umum terlihat generasi F2 lebih beragam dari F1 (Stansfield, 1991). Jika simpangan baku (σ) makin besar, kurvanya normalnya makin rendah (platikurtik) dan untuk simpangan baku (σ) makin kecil, kurvanya makin tinggi (leptokurtik). Beberapa bagian untuk distribusi normal umum dengan rata-rata μ dan simpangan baku σ dengan mudah dapat ditentukan (Sudjana, 1992). Sebaran Frekuensi Ciri-ciri penting sejumlah besar data dengan segera dapat diketahui melalui pengelompokkan data tersebut ke dalam beberapa kelas dan kemudian dihitung banyaknya pengamatan yang masuk ke dalam setiap kelas. Susunan itu terdapat
dalam
bentuk
tabel
yang
dikenal
dengan
sebaran
frekuensi
(Walpole, 1995). Jika frekuensi dinyatakan dalam persen, maka diperoleh daftar distribusi frekuensi relatif. Ada lagi sebuah daftar yang biasa dinamakan daftar distribusi kumulatif. Daftar distribusi frekuensi kumulatif dapat dibentuk dari daftar distribusi frekuensi biasa, dengan jalan menjumlahkan frekuensi demi frekuensi. Dikenal dua macam distribusi frekuensi kumulatif ialah kurang dari atau lebih dari. Tentu saja untuk kedua hal ini terdapat pula frekuensi-frekuensi absolut dan relatif (Sudjana, 2002).
Universitas Sumatera Utara
Pengelompokkan data ke dalam beberapa kelas dimaksudkan agar ciri-ciri penting data tersebut dapat segera terlihat. Daftar frekuensi ini akan memberikan gambaran yang khas tentang bagaimana keragaman data. Sifat keragaman data sangat penting untuk diketahui, karena dalam pengujian-pengujian statistik selanjutnya kita harus selalu memperhatikan sifat dari keragaman data. Tanpa memperhatikan sifat keragaman data, penarikan suatu kesimpulan pada umumnya tidaklah sah (Setiawan, 2012). Skewness berarti kurangnya simetri. Distribusi dikatakan simetris ketika nilai yang merata sekitar mean. Untuk distribusi simetris Sk = 0. Jika distribusi adalah negatif miring maka Sk negatif artinya terdapat kemenjuluran atau sebaran tidak normal atau aksi gen aditif dengan pengaruh epistasis duplikat, dan jika itu adalah positif miring maka Sk positif artinya epistasis komplementer. Kurtosis merupakan ukuran puncak atau kecembungan dari kurva. Distribusi ini disebut yang normal jika b2 = 3 dikatakan menjadi mesokurtis. Ketika b2 lebih dari 3 distribusi dikatakan leptokurtik. Jika b2 kurang dari 3 distribusi dikatakan platykurtik (Rangaswamy, 1995). Aksi gen yang mengendalikan suatu karakter pada generasi awal sulit dipisahkan dari epistasis duplikat. Epistasis duplikat adalah interaksi epistasis antara gen aditif x aditif, interaksi antar lokus ini dapat meningkatkan toleransi kedelai terhadap kondisi tercekam. Epistasis bersifat komplementer merupakan aksi gen-gen non aditif dalam mengendalikan keragaman (Sihaloho, et al., 2015). Heritabilitas Heritabilitas menentukan keberhasilan seleksi karena heritabilitas dapat memberikan petunjuk suatu sifat lebih dipengaruhi oleh faktor genetik atau factor
Universitas Sumatera Utara
lingkungan. Nilai heritabilitas yang tinggi menunjukkan bahwa faktor genetik lebih berperan dalam mengendalikan suatu sifat dibandingkan dengan faktor lingkungannya (Barmawi, et al., 2013). Crowder (1997) menyatakan bahwa kriteria heritabilitas yang tinggi lebih banyak dipengaruhi oleh faktor genetik daripada faktor lingkungan. Namun, dari enam genotipe yang di uji di lahan percobaan dengan lingkungan yang hampir sama, nilai heritabilitas yang tinggi tidak disebabkan oleh faktor genetik saja, tetapi memang ada perbedaan yang jelas pada karakter tersebut. Poligen adalah salah satu dari suatu seri gen ganda yang menentukan pewarisan secara kuantitatif. Oleh karena itu, kebanyakan sifat dari tumbuhtumbuhan dan hewan-hewan domestik (seperti tinggi, berat, waktu yang diperlukan untuk menjadi dewasa dan kualitas yang relevan terhadap gizi manusia) itu tergantung dari poligen, maka persoalan ini makin banyak mendapat perhatian. Menurut Kouleter, waktu menyilangkan dua tanaman dengan satu sifat beda, didapatkan keturunan F1 yang intermedier, sedangkan F2 terdiri dari tanaman-tanaman yang memperlihatkan banyak variasi antar kedua tanaman induknya, jika ditinjau secara kuantitatif (Suryo, 1998). Sharma (1994) mengatakan bahwa suatu karakter yang memiliki nilai heritabilitas tinggi dapat diseleksi pada generasi awal (F2 dan F3). Sebaliknya bila nilai heritabilitasnya rendah, maka karakter tersebut harus diseleksi pada generasi lanjut. Meskipun nilai heritabilitas untuk karakter umur berbunga, umur panen, tinggi tanaman, jumlah polong per tanaman, dan bobot biji per tanaman tinggi, perlu diperhatikan bahwa nilai heritabilitas tersebut dalam arti luas. Nilai heritabilitas dalam arti luas mencakup pengaruh aksi gen aditif, dominasi, dan
Universitas Sumatera Utara
epistasis. Jika yang lebih berperan dalam mengendalikan karakter yang bersangkutan adalah aksi gen dominans dan epistasis, maka seleksi tidak bisa dilakukan pada generasi awal. Heritabilitas dinyatakan sebagai persentase dan merupakan bagian pengaruh genetik dari penampakan fenotif yang dapat diwariskan dari tetua kepada turunannya. Heritabilitas tinggi menunjukkan bahwa varian genetik besar dan varian lingkungan kecil. Dengan makin besarnya komponen lingkungan, heritabilitas makin kecil. Dalam hal panjang tongkol, nilai heritabilitas 45% relatif tinggi dan menunjukkan bahwa seorang pemulia tanaman dapat memperoleh kemajuan dalam mencari tongkol jagung yang lebih panjang. Dalam kebanyakan program pemuliaan tanaman, tujuan dari pemuliaan tanaman meliputi lebih dari satu sifat. Sebagai tambahan terhadap panjang tongkol, pemulia tanaman mungkin juga tertarik pada ukuran biji, rasa manis dari biji, ketebalan perikarp, panjang kelobot dan sejumlah sifat-sifat lain (Crowder, 1997). Kebanyakan karakter yang telah diwariskan berbeda dalam hal heritabilitas. Sebuah karakter seperti hasil, sebagian besar dipengaruhi oleh lingkungan dan akan memiliki heritabilitas yang rendah. Karakter yang tidak besar dipengaruhi oleh lingkungan biasanya memiliki heritabilitas yang tinggi. Pengaruh ini yang mungkin dipilih sebagai prosedur dalam seleksi yang digunakan oleh pemulia tanaman. Seleksi pada F2 pada persilangan antara tetua homozigot akan sangat tidak efektif untuk karakter yang heritabilitasnya rendah. Seleksi pada F2 akan lebih efektif apabila dibatasi oleh karakter yang memiliki heritabilitas tinggi. Seleksi untuk karakter yang heritabilitasnya rendah bisa dibuat
Universitas Sumatera Utara
lebih
efektif
apabila
didasari
penampilan
keturunan
F2
(Poehlman dan Sleper, 1995). Heritabilitas digunakan untuk mengetahui apakah di dalam suatu populasi terdapat keragaman genetik atau tidak, dan untuk mengetahui apakah memungkinkan untuk dilakukan seleksi (Hasyim, 2008). Nilai duga heritabilitas arti luas dapat diduga dengan membandingkan besarnya ragam genetik total terhadap ragam fenotipik . Nilai heritabilitas yang
tinggi
menunjukkan
mengendalikan
suatu
sifat
bahwa faktor dibandingkan
genetik lebih berperan dalam dengan
faktor
lingkungan
(Poehlman, 1979).
Universitas Sumatera Utara