TINJAUAN PUSTAKA
Botani Tanaman
Klasifikasi tanaman karet adalah sebagai berikut : Divisi
: Spermatophyta
Subdivisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledonae
Ordo
: Euphorbiales
Family
: Euphorbiaceae
Genus
: Hevea
Spesies
: Hevea brasiliensis Muell Arg.
(Setyamidjaja, 1993). Tanaman karet memiliki sistem perakaran yang terdiri dari akar tunggang, akar lateral yang menempel pada akar tunggang dan akar serabut. Pada tanaman yang berumur 3 tahun kedalaman akar tunggang sudah mencapai 1,5 m. Apabila tanaman sudah berumur 7 tahun maka akar tunggangnya sudah mencapai kedalaman lebih dari 2,5 m. Pada konsisi tanah yang gembur akar lateral dapat berkembang sampai pada kedalaman 40-80 cm. Akar lateral berfungsi untuk menyerap air dan unsur hara dari tanah. Pada tanah yang subur akar serabut masih dijumpai sampai kedalaman 45 cm. Akar serabut akan mencapai jumlah yang maksimum pada musim semi dan pada musim gugur mencapai jumlah minimum (Basuki dan Tjasadihardja, 1995). Tanaman karet merupakan pohon yang tumbuh tinggi dan berbatang cukup besar. Tinggi pohon dewasa mencapai 15-25 m. Batang tanaman biasanya
Universitas Sumatera Utara
tumbuh lurus dan memiliki percabangan yang tinggi. Beberapa pohon karet ada kecondongan arah tumbuh agak miring. Batang tanaman ini mengandung getah yang dikenal dengan naman lateks (Setiawan dan Andoko, 2000). Daun karet berselang-seling, tangkai daunnya panjang dan terdiri dari 3 anak daun yang licin berkilat. Petiola tipis, hijau, berpanjang 3,5-30 cm. Helaian anak daun bertangkai pendek dan berbentuk lonjong-oblong atau oblong-obovate, pangkal sempit dan tegang, ujung runcing, sisi atas daun hijau tua dan sisi bawah agak cerah, panjangnya 5-35 cm dan lebar 2,5-12,5 cm (Sianturi, 2001). Daun karet berwarna hijau. Apabila akan rontok berubah warna menjadi kuning atau merah. Daun mulai rontok apabila memasuki musim kemarau. Daun karet terdiri dari tangkai daun utama dan tangkai anak daun. Panjang tangkai daun utama sekitar 3-20 cm. Panjang tangkai anak daun sekitar 3-10 cm. Biasanya terdapat 3 anak daun pada setiap helai daun karet. Anak daun karet berbentuk elips, memanjang dengan ujung yang meruncing, tepinya rata dan tidak tajam (Marsono dan Sigit, 2005). Bunga karet terdiri dari bunga jantan dan betina yang terdapat dalam malai payung yang jarang. Pada ujungnya terdapat lima taju yang sempit. Panjang tenda bunga 4-8 mm. Bunga betina berambut, ukurannya sedikit lebih besar dari bunga jantan dan mengandung bakal buah yang beruang tiga. Kepala putik yang akan dibuahi dalam posisi duduk juga berjumlah tiga buah. Bunga jantan mempunyai sepuluh benang sari yang tersusun menjadi suatu tiang. Kepala sari terbagi dalam 2 karangan dan tersusun lebih tinggi dari yang lain (Marsono dan Sigit, 2005). Bunga majemuk ini terdapat pada ujung ranting yang berdaun. Tiap-tiap karangan bunga bercabang-cabang. Bunga betina tumbuh pada ujung cabang,
Universitas Sumatera Utara
sedangkan bunga jantan terdapat pada seluruh bagian karangan bunga. Jumlah bunga jantan jauh lebih banyak daripada bunga betina. Bunga berbentuk “lonceng” berwarna kuning. Ukuran bunga betina lebih besar daripada bunga jantan. Apabila bunga betina terbuka, putik dengan tiga tangkai putik akan tampak. Bunga jantan bila telah matang akan mengeluarkan tepung sari yang berwarna kuning. Bunga karet mempunyai bau dan warna yang menarik dengan tepung sari dan putik yang agak lengket (Setyamidjaja, 1993). Buah karet memiliki pembagian ruang yang jelas. Masing-masing ruang berbentuk setengah bola. Jumlah ruang biasanya tiga, kadang-kadang sampai enam ruang. Garis tengah buah sekitar 3-5 cm. Bila telah masak, maka buah akan pecah
dengan
sendirinya.
Pemecahan
biji
ini
berhubungan
dengan
pengembangbiakan tanaman karet secara alami yaitu biji terlontar sampai jauh dan akan tumbuh dalam lingkungan yang mendukung (Marsono dan Sigit, 2005). Tanaman karet dapat diperbanyak secara generatif (dengan biji) dan vegetatif (okulasi). Biji yang akan dipakai untuk bibit, terutama untuk penyediaan batang bagian bawah harus sungguh-sungguh baik (Setyamidjaja, 1993).
Syarat Tumbuh
Iklim Tanaman karet adalah tanaman daerah tropis yang tumbuh antara 15° LS dan 15° LU. Tanaman ini tumbuh optimal di dataran rendah antara 0-200 meter diatas permukaan laut. Semakin tinggi letak tempat, pertumbuhannya semakin lambat dan hasil lateksnya rendah. Ketinggian lebih dari 600 m dpl kurang cocok untuk pertumbuhan tanaman karet (Setyamidjaja, 1993).
Universitas Sumatera Utara
Curah hujan tahunan yang cocok untuk pertumbuhan tanaman karet tidak kurang dari 2000 mm. Optimal antara 2000 – 4000 mm/tahun, yakni pada ketinggian sampai 200 m diatas permukaan laut. Untuk pertumbuhan karet yang baik memerlukan suhu antara 250 - 350 C, dengan suhu optimal rata-rata 280 C. Angin juga mempengaruhi pertumbuhan tanaman karet. Angin yang kencang pada musim-musim tertentu dapat mengakibatkan kerusakan pada tanaman karet yang berasal
dari
klon-klon
tertentu
yang
peka
terhadap
angin
kencang
(Setyamidjaja, 1993). Kelembaban nisbi (RH) yang sesuai untuk tanaman karet adalah rata-rata berkisar diantara 75-90%. Lama penyinaran dan intensitas cahaya matahari sangat menentukan produktivitas tanaman. Di daerah yang kurang hujan yang menjadi faktor pembatas adalah kurangnya air, sebaliknya di daerah yang terlalu banyak hujan, cahaya matahari menjadi faktor pembatas. Dalam sehari tanaman karet membutuhkan sinar matahari dengan intensitas yang cukup paling tinggi antara 5 – 7 jam. Angin yang bertiup kencang dapat mengakibatkan patah batang, cabang atau tumbang (Sianturi, 2001). Tanah Berbagai jenis tanah dapat sesuai dengan syarat tumbuh tanaman karet baik tanah vulkanis muda dan tua, bahkan pada tanah gambut < 2 m. Tanah vulkanis mempunyai sifat fisik yang cukup baik terutama struktur, tekstur, solum, kedalaman air tanah, aerasi dan drainasenya, tetapi sifat kimianya secara umum kurang baik karena kandungan haranya rendah. Tanah alluvial biasanya cukup subur, tetapi sifat fisikanya terutama drainase dan aerasenya kurang baik (Anwar, 2006).
Universitas Sumatera Utara
Tanaman karet termasuk tanaman perkebunan yang mempunyai toleransi cukup tinggi terhadap kesuburan tanah. Tanaman ini tidak menuntut kesuburan tanah yang terlalu tinggi. Tanaman ini masih bisa tumbuh dengan baik pada kisaran pH 3,5 – 7,5. Meskipun demikian, tanaman karet akan berproduksi maksimal pada tanah yang subur dengan pH antara 5 – 6 (Setiawan, 2000). Tanaman
karet
bukanlah
tanaman
manja,
dapat
tumbuh
pada
tanah – tanah yang mempunyai sifat fisik baik, atau sifat fisiknya dapat diperbaiki. Tanah yang dikehendaki adalah bersolum dalam, jeluk lapisan dalam lebih dari 1 m, permukaan air tanah rendah. Sangat toleran terhadap kemasaman tanah, dapat tumbuh pada pH 3,8 hingga 8,0, tetapi pada pH yang lebih tinggi sangat menekan pertumbuhan (Sianturi, 2001).
Stum Mata Tidur Karet
Biji Bahan tanaman yang baik dapat diperoleh dari biji. Biji adalah salah satu bentuk bahan tanaman yang harus dikenal kemurniannya. Sumber biji yang baik dapat diperoleh dari kebun biji yang kedua pohon induknya diketahui atau minimal salah satu pohon induknya diketahui dengan baik, dapat juga diperoleh dari kebun produksi biji yang dirawat dengan baik. Sumber biji yang baik adalah pohon yang telah berumur 15 hingga 25 tahun. Pohon pada umur tersebut dapat menghasilkan buah dengan mutu yang baik, sedangkan pada pohon muda menghasilkan biji yang kecil dan daya kecambah yang rendah (Sianturi, 2001). Asal usul biji juga dibedakan atas 4 jenis yaitu biji legitim adalah biji yang kedua pohon induknya diketahui dengan pasti. Biji ini biasanya digunakan
Universitas Sumatera Utara
digunakan untuk tujuan pemuliaan karena sulit dan mahal untuk menyediakan dalam jumlah yang besar. Biji propeligitim adalah biji yang berasal dari hasil penyerbukan alami dalam satu kebun benih yang terdiri atas dua atau lebih klon yang dikenal. Biji legitim adalah biji yang berasal dari hasil persilangan alami yang pohon induk betina dikenal dengan baik, tetapi induk jantan tidak diketahui. Kemudian yang terakhir biji sapuan adalah biji sembarang yang kedua induknya tidak diketahui dengan jelas (Sianturi, 2001). Biji karet tergolong rekalsitran. Beberapa sifat-sifat biji karet diantaranya biji tidak pernah kering di pohon tetapi akan jatuh dari pohon setelah masak dengan kadar air sekitar 35%. Biji karet tidak tahan terhadap kekeringan dan tidak mempunyai masa dormansi dan biji karet akan mati bila kadar air dibawah 12%. Biji karet tidak dapat disimpan pada kondisi lingkungan kering karena akan mengalami kerusakan. Daya simpan biji umumnya singkat dan kisaran suhu penyimpanan biji karet yang baik adalah 7-10°C, karena pada suhu ini belum mengalami pembekuan sel (Balit Sembawa, 2009). Batang Bawah Batang bawah pada stum mata tidur karet merupakan bagian yang terpenting dari keberhasilan proses okulasi, kesalahan penggunaan batang bawah dapat menurunkan produksi hingga 40%. Batang bawah ditumbuhkan dari biji, oleh sebab itu dibutuhkan biji yang dapat tumbuh dengan baik, kompatibel dengan batang atas, berpengaruh positif terhadap pertumbuhan dan produksi batang atas, proses penempelan mata tunas dapat berlangsung dengan baik, memiliki sistem perakaran yang baik dan tahan terhadap angin kencang serta tahan terhadap penyakit akar (Balit Sembawa, 2009).
Universitas Sumatera Utara
Biji yang digunakan adalah biji karet yang minimal salah satu induknya diketahui. Biji sapuan tidak baik dijadikan batang bawah karena kedua pohon induknya tidak diketahui dengan jelas (Marsono dan Sigit, 2005). Saat ini biji yang dianjurkan untuk batang bawah berasal dari klon GT 1, AVROS 2037, BPM 24 dan PB 260. Tanaman untuk batang bawah ditanam 1-1,5 tahun sebelum okulasi dan garis tengah batang bawah harus sudah mencapai 2 cm (Balit Sembawa, 2009). Pemupukan diberikan tiap tiga bulan sekali dengan dosis pemupukan yang dianjurkan untuk tanaman batang bawah yang berasal dari biji yaitu dengan dosis pemupukan 5 gram ZA (2,5 gram Urea)+3 gram TSP+2 gram ZK/KCI per tanaman (Semoiraya, 2010). Batang Atas Batang atas untuk perkebunan haruslah menggunakan klon-klon anjuran. Diantaranya yaitu GT 1 dan AVROS 2037. Pemilihan batang atas harus jelas diketahui asalnya, karena dari batang atas inilah akan diperoleh sadapan yang baik (Marsono dan Sigit, 2005). Untuk mendapatkan bahan tanam hasil okulasi yang baik diperlukan entres yang baik, Pada dasarnya mata okulasi dapat diambil dari dua sumber, yaitu dari entres cabang kebun entres dan entres dari kebun produksi. Dari dua macam sumber mata okulasi ini sebaiknya dipilih entres dari kebun entres murni, karena kelemahan diantaranya entres cabang dari kebun entres akan menghasilkan tanaman yang pertumbuhannya tidak seragam, mudah terserang hama dan penyakit, membutuhkan jumlah air yang banyak dan keberhasilan okulasinya
Universitas Sumatera Utara
rendah. Mata entres dari kebun entres murni lebih baik karena akan menghasilkan tanaman yang seragam (Anwar, 2006). Pemupukan tanaman bahan okulasi bertujuan untuk memperoleh pertumbuhan kayu okulasi yang baik, yang memiliki jumlah mata tunas yang banyak
untuk
tiap
satuan
panjang
kayu
bahan
okulasi
(entres).
Pemupukan diberikan tiap tiga bulan sekali dengan dosis pemupukan yang dianjurkan
adalah:
Tahun
pertama;
20
gram
ZA
(10
gram
Urea)+
10 gram TSP+10 gram ZK (10 gram KCI) per pohon. Tahun kedua; 30 gram ZA (15 gram Urea)+15 gram TSP+15 gram ZK (15 g KCI) per pohon (Semoiraya, 2010). Okulasi Okulasi adalah salah satu perbanyakan tanaman secara vegetatif yaitu dengan menempelkan mata tunas dari tanaman batang atas ke tanaman batang bawah yang keduanya memiliki sifat unggul. Dengan cara ini akan terjadi penggabungan sifat-sifat baik dari kedua tanaman tersebut dalam waktu yang relatif pendek dan dapat memperlihatkan pertumbuhan yang seragam. Tujuan utama pembuatan bibit okulasi adalah untuk meningkatkan hasil produksi (Marsono dan Sigit, 2005). Dalam budidaya karet ada dikenal 3 macam teknik okulasi yaitu okulasi dini, okulasi hijau dan okulasi cokelat. Pada dasarnya prinsip okulasi relatif sama, yang berbeda adalah umur batang bawah dan batang atas yang digunakan. Kebaikan yang diharapkan dari batang bawah secara umum adalah sifat perakarannya yang baik (Sianturi, 2001).
Universitas Sumatera Utara
Jenis okulasi yang digunakan banyak perkebunan yaitu okulasi cokelat. Pada okulasi coklat umur batang bawah yang digunakan adalah yang sudah berumur 8-18 bulan di pembibitan atau berdiameter mencapai 2 cm dan berwarna coklat. Ada juga beberapa perkebunan yang menetapkan diameter batang 1,8 cm. Batang atas yang digunakan pada teknik okulasi coklat adalah yang berasal dari kebun entres yang berwarna hijau kecoklatan sampai coklat, berbatang lurus, dan bermata
tunas
dalam
keadaan
tidur
pada
saat
pemotongan.
Pemotongan ini biasanya dilakukan 10 hari sebelum okulasi dan dimaksudkan agar tangkai daun gugur sehingga diperoleh mata tunas yang lebih banyak (Sianturi, 2001). Beberapa
faktor
yang
mempengaruhi
keberhasilan
okulasi
yaitu
keterampilan, kebersihan dan kecepatan mengokulasi, kompatibilitas antara batang atas dengan batang bawah, pemilihan entres dan kayu okulasi yang lurus dengan mata tunas yang masih dorman dan keadaan iklim. Pada musim kemarau tanaman karet mengalami gugur daun sehingga kurang baik untuk melakukan okulasi karena adanya gangguan fisiologis. Sebaiknya dilakukan pada awal atau akhir musim penghujan. Jika pada musim penghujan, air dapat meresap pada luka okulasi yang dapat mengakibatkan busuk (Sianturi, 2001). Bibit stum mata tidur karet diperoleh dari bibit okulasi yang tumbuh di pembibitan selama kurang dari 2 bulan setelah pemotongan. Bibit yang terbentuk berakar tunggang satu. Agar penyerapan unsur hara lebih optimal, sebelum penanaman dilakukan pemotongan akar tunggang hingga 35 cm dan akar lateralnya hanya 5 cm. Bibit stum mata tidur merupakan bibit yang mata tunasnya belum tumbuh (Setiawan dan Andoko, 2000).
Universitas Sumatera Utara
Pemeliharaan tanaman bahan okulasi adalah penyiangan, penggemburan tanah, dan yang terpenting adalah pemupukan. Dosis pemupukan tanaman karet berbeda untuk setiap jenis tanah dan umur tanamannya. Pemupukan diberikan tiap 6 bulan sekali dengan dosis pemupukan yang dianjurkan yaitu tahun pertama; 20 gram Urea+30 gram TSP+15 gram ZK (15 gram KCI) per pohon. Tahun kedua; 65 gram Urea+80 gram TSP+40 gram ZK (40 gram KCI) per pohon (LIPTAN, 2010).
Tanah Ultisol
Ultisol merupakan salah satu jenis tanah di Indonesia yang mempunyai sebaran luas, mencapai 45.794.000 ha atau sekitar 25% dari total luas daratan Indonesia. Sebaran terluas terdapat di Kalimantan (21.938.000 ha), diikuti di Sumatera
(9.469.000
ha),
Maluku
dan
Papua
(8.859.000
ha),
Sulawesi (4.303.000 ha), Jawa (1.172.000 ha) dan Nusa Tenggara (53.000 ha). Tanah ini dapat dijumpai pada berbagai relief, mulai dari datar hingga bergunung. Pada umumnya Ultisol berwarna kuning kecoklatan hingga merah kecokelatan dan memiliki kemasaman tanah sekitar 3,5-5.5. Kesuburan alami tanah Ultisol umumnya mengandung bahan organik yang rendah. Unsur hara makro seperti fosfor sangat
dan
kalium
masam
yang
sering
sehingga
sering
kahat,
reaksi
menghambat
tanah
masam
pertumbuhan
hingga tanaman
(Prasetyo dan Suriadikarta, 2006). Ultisol merupakan salah satu tanah mineral masam yang tergolong marginal dan terdapat sangat luas di Sumatera Selatan, yaitu sekitar 2,973 juta hektar. Pada tanah ini sering kali menghadapi kendala, seperti pH yang rendah,
Universitas Sumatera Utara
kekahatan unsur-unsur hara utama tanaman, seperti N, P, K, Ca, dan Mg, serta kekahatan Mo, dan tingginya kandungan unsur Al, Mn, dan Fe, serta rendahnya kandungan bahan organik tanah (Hermawan, 2002). Untuk meningkatkan produktivitas Ultisol, dapat dilakukan melalui pemupukan, penambahan bahan organik, penerapan tehnik budidaya tanaman tumpang sari, terasering, drainase dan pengolahan tanah yang seminim mungkin (Hakim, 1986).
Limbah Padat (Sludge)
Limbah padat adalah hasil buangan industri berupa padatan lumpur yang berasal dari sisa proses pengolahan. Limbah ini dapat dikategorikan menjadi dua bagian, yaitu limbah padat yang dapat didaur ulang, seperti plastik, tekstil, potongan logam dan kedua yaitu limbah padat yang tidak punya nilai ekonomis (Rahayu, 2009). Pabrik minyak kelapa sawit (PMKS) merupakan industri yang erat dengan residu pengolahan. Limbah cair PMKS merupakan sumber pencemaran yang potensial bagi manusia dan lingkungan, sehingga pabrik dituntut untuk mengolah limbah melalui pendekatan teknologi pengolahan limbah (end of the pipe) (Wardhanu, 2009). Limbah padat yang berasal dari pengolahan limbah cair berupa lumpur aktif yang terbawa oleh hasil pengolahan air limbah. Kandungan unsur hara yang berasal dari limbah kelapa sawit sekitar 0,4% (N), 0,029% sampai 0,05% (P2O5), 0,15% sampai 0,2% (K2O). Dalam 1 ha areal pertanaman kelapa sawit akan dihasilkan limbah sekitar 22 ton limbah pelepah kelapa sawit sedangkan dari
Universitas Sumatera Utara
limbah Tandan Kosong Sawit (TKS) dihasilkan 6,75 ton limbah TKS (Forum Komunikasi PBT, 2010). Limbah padat pabrik kelapa sawit, diantaranya berupa limbah lumpur (sering disebut dengan istilah sludge) pabrik kelapa sawit (PKS) dan abu janjang kosong kelapa sawit. Limbah lumpur PKS dihasilkan dari proses pengolahan kelapa sawit. Limbah ini diketahui merupakan bahan organik dengan kandungan serat dan lignoselulosa yang cukup tinggi. Sludge ini mengandung protein (14,16%), serat kasar (25,30%), dan lemak kasar (13,23%). Selain itu, kandungan N-total, P-tersedia, dan K-dd limbah lumpur ini cukup tinggi, yaitu berturut-turut 3,09 %, 240 µ g g , dan 2,37 Cmol(+)/kg, dengan pH yang rendah (pH 4,88) (Hermawan, 2002). Ada beberapa kandungan atau senyawa yang terkandung dalam padatan sludge. Pada sludge yang baru diambil, kandungan nitrogen paling tinggi dan yang paling rendah adalah senyawa MgO. Setelah dikeringkan selama 1 bulan, senyawa nitrogen semakin tinggi dan yang paling rendah adalah senyawa K2O (Hakimuddin, 2009). Bahan organik ini akan memberi pengaruh terhadap sifat fisik dan kimia serta biologi tanah. Bahan organik ini juga dapat meningkatkan ketersediaan unsur P. Hal ini disebabkan karena bahan organik dapat memasok proton dan terbentuknya senyawa compleks Ca dan anion organik yang dapat mencegah peningkatan ph pada permukaan tanah. Bahan organik memiliki peranan kimia di dalam menyediakan nitrogen, fosfor, kalium, magnesium dan sulfur bagi tanaman (Sarief, 1985). Peranan unsur nitrogen (N) bagi tanaman adalah untuk merangsang pertumbuhan secara keseluruhan, khususnya batang, cabang, dan daun. Selain itu,
Universitas Sumatera Utara
nitrogen juga berperan penting dalam pembentukan hijau daun yang sangat berguna dalam proses fotosintesis serta pembentukan protein dan lemak. Peran unsur kalium juga dapat membantu pembentukan protein dan karbohidrat. Kalium pun berperan dalam memperkuat tubuh tanaman agar daun, bunga, dan buah tidak mudah gugur dab juga merupakan sumber kekuatan bagi tanaman dalam menghadapi kekeringan dan penyakit. Magnesium di dalam sludge juga berfungsi sebagai transportasi fosfat dalam tanaman serta pembentukan inti klorofil untuk fotosintesis dan pembentukan buah (Daniely, 2008). Hasil analisis padatan sludge dapat dilihat pada Tabel. 1. Tabel. 1 Analisis Padatan (Sludge) Tanpa Pemanasan di Kebun Dolok Sinumbah.
Kandungan/senyawa Nitrogen P2O5 K2O MgO CaO
Sludge Baru (mg/100 g) 2.770,00 874,02 897,43 356,33 1.681,48
Sludge Umur 1 Bulan (mg/100 g) 3.400,00 338,25 285,05 329,72 664,42
(Hakimuddin, 2009). Limbar cair kelapa sawit sebelum menjadi padat juga mengandung beberapa komposisi kimia. Beberapa unsur yang dibutuhkan tanaman juga terdapat dalam limbah cair ini. Hasil analisis limbah cair Pabrik Minyak Kelapa Sawit dapat dilihat pada Tabel. 2.
Universitas Sumatera Utara
Tabel.2 Komposisi Kimia Limbah Cair PMKS. Komponen Ekstrak dengan ether Protein (N x 6,25) Serat Ekstrak tanpa N Abu P K Ca Mg Na Energi (kkal / 100 gr)
% Berat Kering 31.60 8.20 11.90 34.20 14.10 0.24 0.99 0.97 0.30 0.08 454.00
(Naibaho, 1998).
Pupuk Fosfat
Pupuk adalah suatu bahan yang digunakan untuk mengubah sifat fisik, kimia atau biologi tanah sehingga menjadi lebih baik bagi pertumbuhan tanaman. Pemupukan adalah penambahan bahan organik atau anorganik ke dalam tanah agar tanah dan tanaman menjadi subur. Usaha pertanian yang dilakukan oleh manusia menyebabkan proses pencucian unsur hara dari tanah semakin besar sehingga tanah menjadi kurang subur. Hal-hal yang perlu diperhatikan dalam pemupukan adalah tanaman yang akan dipupuk, jenis tanah yang akan dipupuk, jenis pupuk yang digunakan, dosis pupuk yang diberikan, waktu pemupukan dan cara pemupukan (Huda, 2007). Tanaman karet memerlukan unsur hara P untuk proses pertumbuhannya. Rendahnya ketersediaan hara dalam tanah dapat mengakibatkan proses-proses metabolisme dalam sel tanaman tidak dapat berlangsung dengan baik, dengan demikian tanaman akan terhambat pertumbuhannya. Unsur P sangat berpengaruh terhadap perkembangan dan pertumbuhan tanaman, hal ini disebabkan P banyak
Universitas Sumatera Utara
terdapat di dalam sel tanaman. P juga menstimulir pertumbuhan perakaran tanaman, terutama bulu-bulu akar. Selain itu, tanaman yang dipupuk P akan lebih tahan terhadap serangan penyakit. Kekurangan P pada tanaman muda atau bibit, mengakibatkan
pertumbuhan
akar
agak
terhambat
demikian
juga
penyerapan hara menjadi terhambat (My Adenium, 2006). Pupuk fosfat yang diserap oleh tanaman berbentuk ion H2PO4 atau ion (HPO4)2- . Jenis ion yang diserap tanaman tergantung pada pH tanah, pupuk dan tanaman, yang mempunyai ketersediaan tinggi pada pH 5,5 – 7,0. Kepekatan H2PO4 yang tinggi dalam larutan memungkinkan tanaman mengangkutnya dalam takaran
besar.
Kandungan
unsur
fosfat
pada
pupuk
yang
ada
dijual di pasar yaitu : - Superfosfat Tunggal (ES) mengandung 18 sampai 19 persen P2O5 - Superfosfat Rangkap (DS) mengandung lebih kurang 36 persen P2O5 - Superfosfat Triple (TSP) mengandung lebih kurang 48 persen P2O5. (Hasibuan, 2006). Fosfor terdapat dalam bentuk phitin, nuklein dan fosfatide yang merupakan bagian protoplasma dan inti sel. Fosfor ini sangat penting dalam pembelahan sel serta perkembangan jaringan meristem. Unsur ini diserap dalam bentuk ion H2PO4- dan HPO42-. Secara umum fungsi fosfor pada tanaman adalah dapat mempercepat pertumbuhan akar semai, mempercepat serta memperkuat pertumbuhan
tanaman
muda
menjadi
tanaman
dewasa
secara
umum,
mempercepat pembungaan dan pemasakan buah, biji atau gabah dan dapat meningkatkan produksi biji-bijian (Sutedjo, 2002).
Universitas Sumatera Utara
Fosfor terpencar-pencar dalam tubuh tanaman, semua inti mengandung fosfor sebagai senyawa-senyawa fosfat dalam sitoplasma dan membran sel. Bagian tanaman seperti daun-daun bunga, tangkai sari, kepala sari, butir tepung sari serta bakal biji mengandung fosfor, sehingga diperlukan unsur P yang banyak untuk pembentukan bagian-bagian tersebut (Sutedjo, 2002). Tanaman mengambil P sangat sedikit yaitu ± 20% dari yang diberikan. Cara mengurangi fiksasi P dalam tanah dapat dilakukan diantaranya mengatur pH yaitu dengan pengapuran, pemberian bahan organik, pemberian bahan organik ini akan menghasilkan anion dan kation yang akan mengurangi fiksasi, mengurangi kontak langsung antara pupuk dengan tanah dan pengeringan tanah agar mempercepat penguraian P-organik menjadi P tersedia (Sutedjo, 2002). Unsur ini diserap dalam bentuk ion H2PO4- , HPO42- dan PO4-. Diantara ke-3 ion ini yang lebih mudah diserap adalah ion H2PO4 karena bermuatan satu (valensi satu) sehingga tanaman hanya membutuhkan sedikit energi untuk menyerapnya. Esensialitas dari unsur ini adalah: 1. Membentuk senyawa ATP yaitu senyawa berenergi tinggi yang dihasilkan dalam proses respirasi siklus kreb sehingga tanaman dapat melakukan semua aktifitas biokimianya seperti pembungaan, pembentukan sel, transpirasi, transportasi dan fotosintesis. 2. Membentuk senyawa fitin (Ca-Mg-inositol-6P) yang terdapat dalam biji tepatnya dalam endosperm untuk proses perkecambahan. 3. Membentuk DNA dan RNA untuk pembentukan inti sel. DNA Nukleotida untuk pembentukan inti sel terdiri dari adenin, guanin deoxsiribosa, timin
Universitas Sumatera Utara
fosfat dan sitosin. Sedangkan RNA nukleotida terdiri dari adenin, guanin ribosafosfat, timin dan urasil. 4. Membentuk senyawa fosfolipid yang berfungsi dalam mengatur masuk keluarnya (permeabilitas) zat-zat makanan didalam sel dan merupakan bahan dasar dari bagian sel. (Smith dkk, 2002). Fosfat (P) bagi tanaman berguna untuk merangsang pertumbuhan akar, khususnya akar benih dan tanaman muda. Selain itu, fosfat berfungsi membantu proses asimilasi dan pernapasan serta mempercepat pembungaan, pemasakan biji dan buah (Daniely, 2008). Pupuk fospat yang larut dalam air seperti pupuk superfosfat bila ditambah kedalam tanah tidak semua fosfat dari pupuk tersebut dapat diserap oleh akar tanaman sebagian dari pupuk tersebut berubah menjadi senyawa yang tidak larut sehingga tidak dapat digunakan oleh tanaman. Proses ini disebut retensi fosfat atau fiksasi fosfat. Pada prinsipnya pupuk P yang diberikan pada tanah dipengaruhi oleh kemasaman tanah. Makin tinggi tingkat kemasaman tanah, ketersediaan P dari pupuk yang diberikan akan menurun (Hasibuan, 2008).
Universitas Sumatera Utara