TINJAUAN PUSTAKA
Karet (Hevea brasiliensis) Tanaman karet (Hevea brasiliensis) merupakan pohon dengan ke tinggiannya dapat mencapai 30-40 m. Sistem perakarannya padat/kompak akar tunggangnya dapat menghujam tanah hingga kedalaman 1-2 m, sedangkan akar rateralnya dapat menyebar sejauh 10 m. Batangnya bulat/silindris, kulit kayunya halus,
rata,
berwarna
pucat
hingga
kecoklatan,
sedikit
bergabus
(Syamsulbahri,1996). Dalam sistematika (taksonomi) tumbuh-tumbuhan Menurut Cahyono (2010) dalam ilmu tumbuhan, tanaman karet diklasifikasikan sebagai berikut. Kingdom : Plantae (tumbuh-tumbuhan) Divisi
: Spermatophyta (tumbuhan berbiji)
Sub divisi : Angiospermae (biji berada dalam buah) Kelas
: Dycotyledonae (biji berkeping dua)
Ordo
: Euphorbiales
Famili
: Euphorbiales
Genus
: Hevea
Spesies
: Hevea bransiliensis
Bagian-bagian karet terdiri atas akar, batang, daun, bunga, buah, dan biji. Secara morfologi, karakteristik bagian-bagian karet tersebut adalah sebagai berikut :
413 Universitas Sumatera Utara
a. Akar
Sesuai dengan sifat dikotilnya, akar tanaman karet merupakan akar tunggang, akar ini mampu menampang batang tanaman yang tumbuh tinggi dan besar. b. Batang
Tanaman karet merupakan pohon yang tumbuh tinggi dan berbatang cukup besar. Tinggi pohon dewasa mencapai 15-25 m. Batang tanaman biasanya tumbuh lurus dan memiliki perimbangan yang tinggi di atas. Di bebrapa perkebunan karet ada kecondongan arah tumbuh tanamannya agak miring ke utara. Batang ini mengandung getah yang dikenal dengan nama Lateks c. Daun
Daun karet berwarna hijau apabila akan rontok berubah warna menjadi kuning atau merah. Biasanya tanaman karet mempunyai “jadwal” kerontokan daun pada setiap musim kemarau. Dimusim rontok ini kebun karet menjadi indah karena daun-daun karet berubah warna dan jatuh berguguran. Daun karet terdiri dari tangkai daun utama dan tangkai daun. Panjang tangkai daun berukuran 3-20 cm. Panjang tangkai arakan daun antara 3-10 cm, dan pada ujungnya terdapat kelenjar anak daun disebut eliptis, memanjang dengan ujung meruncing. Tepinya serta dan gundul tidak terjun. d. Bunga
Bunga karet terdiri dari bunga jantan dan bunga betina yang terdapat dalam mali payung tambahan yang jarang, pangkal tenda bunga berbentuk lonceng. Pada ujungnya terdapat lima tajuk yang sempit, panjang tenda
14
5 Universitas Sumatera Utara
bunga 4-8 mm, bunga betina berambut vil, ukurannya lebih besar sedikit dari yang jantan yang mengandung bakal buah yang beruang tinggi. Kepala putik yang akan dibuahi dalam posisi duduk juga berjumlah tiga buah. Bunga jantan mempunyai sepuluh benang sari yang tersususun menjadi satu liang. Kepala sari terbagi dalam dua karangan, tersusun satu lebih tinggi dari yang lain. Paling ujungnya adalah suatu bakal buah yang tidak tumbuh sempurna. e. Buah
Buah karet memiliki pembagian ruang yang jelas, masing-nasing ruangan berbentuk wilayah bola. Jumlah ruang biasanya tiga, kadang-kadang sampai enam ruang. Garis tengah buah 3-5 cm. Apabila buah sudah masak maka akan pecah dengan sendirinya. Pecahannya terjadi dengan kuat menurut
ruang-ruangnya.
Pecahan
biji
ini
berhubungan
dengan
pengembang biakan tanaman karet secara alami, biji yang terlontar kadang-kadang sampai jatuh, maka akan tumbuh dalam lingkungan yang medukung. f.
Biji Biji karet terdapat dalam setiap ruang buah. Jadi jumlah biji biasanya tiga kadang sampai enam sesuai dengan jumalah ruang. Ukuran biji besar dengan kulit keras. Warnanya coklat kehitaman dengan bercak-bercak berpoin yang khas. Biji yang sering menjadi mainan anak-anak sebenarnya berbahaya karena mengandung racun (Setyamidjaja, 2000).
15 6 Universitas Sumatera Utara
Daerah Asal dan Penyebaran Karet Sejak berabad-abad yang lalu, karet telah dikenal dan digunakan secara tradisional oleh penduduk asli di daerah asalnya, yakni Brasil-Amerika Selatan. Karet tumbuh secara liar di lembah-lembah sungai Amazone dan secara tradisional diambil getahnya oleh penduduk setempat untuk digunakan dalam berbagai keperluan, antara lain sebagai bahan untuk menyalakan api dan bola untuk permainan. Akan tetapi meskipun telah diketahui penggunaannya oleh Colombus dalam pelayarannya ke Amerika Selatan pada akhir abad ke-15 dan bahkan oleh penjelajah-penjelajah berikutnya pada awal abad ke-16, sampai saat itu karet masih belum menarik perhatian orang-orang Eropa (Setyamidjaja, 1995). Tanaman karet atau Hevea brasiliensis. termasuk famili Euphorbiaceae. Tanaman karet ini dalam beberapa bahasa, antara lain rubber (Inggris), Chauco (Spanyol), Para-rubber (Belanda), Caoutchouc (Perancis), Kautschuk (Jerman), Seringueira (Portugis), Karet (Indonesia) (Sianturi, 2001). Tahun 1864 untuk pertama kalinya tanaman karet diperkenalkan di Indonesia yang pada waktu itu masih jajahan belanda. Mula-mula karet ditanam di Kebun Raya Bogor sebagai tanaman koleksi. Dari tanaman koleksi, karet selanjutnya dikembangkan ke beberapa daerah sebagai tanaman perkebunan komersil. Daerah yang pertama kali digunakan sebagai tempat uji coba penanaman karet adalah Pamanukan dan Ciasem, Jawa Barat. Jenis yang pertama kali diujicobakan di kedua daerah tersebut adalah species Ficus elastica atau karet rembung. Jenis karet Hevea brasiliensis baru ditanam di Sumatera bagian timur pada tahun 1902 dan di Jawa pada tahun 1906 (Tim Penebar Swadaya, 2008).
167 Universitas Sumatera Utara
Kesesuaian Tempat Tumbuh Pohon Karet Sesuai dengan habitat aslinya di Amerika Selatan, terutama di Brazil yang beriklim tropis, maka karet juga cocok ditanam di daerah – daerah tropis lainnya. Daerah tropis yang baik ditanami karet mencakup luasan antara 150 Lintang Utara sampai 100 Lintang Selatan. Walaupun daerah itu panas, sebaiknya tetap menyimpan kelembapan yang cukup. Suhu harian yang diinginkan tanaman karet rata – rata 25 – 30 0C. Apabila dalam jangka waktu panjang suhu harian rata – rata kurang dari 20 0C, maka tanaman karet tidak cocok di tanam di daerah tersebut. Pada daerah yang suhunya terlalu tinggi, pertumbuhan tanaman karet tidak optimal (Setiawan, 2000). Iklim Daerah yang cocok untuk tanaman karet adalah pada zone antara 150 LS dan 150 LU. Pertumbuhan tanaman karet agak terhambat sehingga memulai produksinya juga terlambat. Suhu yang dibutuhkan untuk tanaman karet 25 °C sampai 35 °C dengan suhu optimal rata-rata 28 °C, dalam sehari tanaman karet membutuhkan intensitas matahari yang cukup antara 5 sampai 7 jam (Suhendry, 2002). Menurut Endert (1949), dalam
Djikman, (1951) tanaman karet
(Hevea brasiliensis) paling cocok ditanam pada wilayah yang mempunyai iklim dengan kriteria bulan kering antara 0-3 dan jumlah curah hujan tahunan yang ideal adalah 2.500-5.000 mm, maka untuk wilayah Sumatera Utara yang cocok adalah wilayah yang
mempunyai tipe iklim Schimidth-Ferguson A-B, artinya kalau
dilihat dari sisi iklim (curah hujan) hampir semua wilayah sumatera Utara cocok untuk tanaman karet.
17
8
Universitas Sumatera Utara
Curah Hujan Tanaman karet memerlukan curah hujan optimal antara 2.500 mm sampai 4.000 mm/tahun,dengan hari hujan berkisar antara 100 sampai dengan 150 hari/tahun. Namun demikian, jika sering hujan pada pagi hari, produksi akan berkurang. Ketinggian Tempat Pada dasarnya tanaman karet tumbuh optimal pada dataran rendah dengan ketinggian 200 m – 400 m dari permukaan laut. Ketinggian > 600 m dari permukaan laut dan suhu harian lebih dari 30 °C, akan mengakibatkan tanaman karet tidak dapat tumbuh dengan baik (Nazaruddin dan Paimin, 2006). Angin Angin juga mempengaruhi pertumbuhan tanaman karet. Angin yang kencang dapat mengakibatkan kerusakan tanaman karet yang berasal dari klonklon tertentu dalam berbagai jenis tanah, baik pada tanah latosol, podsolik merah kuning, vulkanis bahkan pada tanah gambut sekalipun (Maryadi, 2005). Kecepatan angin yang terlalu kencang pada umumnya kurang baik untuk penanaman karet Untuk lahan kering/darat tidak susah dalam mensiasati penanaman karet, akan tetapi untuk lahan lebak perlu adanya trik-trik khusus untuk mensiasati hal tersebut. Trik-trik tersebut antara lain dengan pembuatan petak-petak guludan tanam, jarak tanam dalam barisan agar lebih diperapat. Metode ini dipakai berguna untuk memecah terpaan angin
.
18 9 Universitas Sumatera Utara
Tanah Lahan kering untuk pertumbuhan tanaman karet pada umumnya lebih mempersyaratkan sifat fisik tanah dibandingkan dengan sifat kimianya. Hal ini disebabkan perlakuan kimia tanah agar sesuai dengan syarat tumbuh tanaman karet dapat dilaksanakan dengan lebih mudah dibandingkan dengan perbaikan sifat fisiknya (Aidi dan Daslin, 1995). Berbagai jenis tanah dapat sesuai dengan syarat tumbuh tanaman karet baik tanah vulkanis muda dan tua, bahkan pada tanah gambut < 2 m. Tanah vulkanis mempunyai sifat fisika yang cukup baik terutama struktur, btekstur, sulum, kedalaman air tanah, aerasi dan drainasenya, tetapi sifat kimianya secara umum kurang baik karena kandungan haranya rendah. Tanah alluvial biasanya cukup subur, tetapi sifat fisikanya terutama drainase dan aerasenya kurang baik. Reaksi tanah berkisar antara pH 3, 0 – pH 8,0 tetapi tidak sesuai pada pH < 3,0 dan > pH 8,0. Sifat-sifat tanah yang cocok untuk tanaman karet pada umumnya antara lain : -
Tekstur tanah remah, poreus dan dapat menahan air
-
Struktur terdiri dari 35% liat dan 30% pasir
-
Kandungan hara NPK cukup dan tidak kekurangan unsur hara mikro
-
Reaksi tanah dengan pH 4,5 – pH 6,5
-
Kemiringan tanah < 16% dan
-
Permukaan air tanah < 100 cm
(Anwar, 2001).
1910 Universitas Sumatera Utara
Budidaya Karet Karet cukup baik dikembangkan di daerah lahan kering beriklim basah. Tanaman karet memiliki beberapa keunggulan dibandingkan dengan komoditas lainnya, yaitu: (1) dapat tumbuh pada berbagai kondisi dan jenis lahan, serta masih mampu dipanen hasilnya meskipun pada tanah yang tidak subur, (2) mampu membentuk ekologi hutan, yang pada umumnya terdapat pada daerah lahan kering beriklim basah, sehingga karet cukup baik untuk menanggulangi lahan kritis, (3) dapat memberikan pendapatan harian bagi petani yang mengusahakannya, dan (4) memiliki prospek harga yang cukup baik, karena kebutuhan karet dunia semakin meningkat setelah China membuka pasar baru bagi karet Indonesia (Anwar, 2001). Delapan faktor strategis yang mempengaruhi pengembangan karet berkelanjutan yaitu: ketersediaan teknologi, tenaga pembina, pelatihan petani, dukungan kebijakan, luas kebun petani, ketrampilan petani, kelembagaan petani, produksi dan produktivitas. Empat faktor strategis yaitu ketersediaan teknologi, tenaga pembina, pelatihan petani dan dukungan kebijakan dikategorikan sebagai faktor penentu (input) dalam sistem agribisnis karena faktor-faktor tersebut mempunyai pengaruh yang kuat terhadap faktor lainnya, tetapi ketergantungannya kepada faktor lain relatif lemah (Herman et al, 2009). pengembangan usahtani karet berbasiskan sistem wanatani merupakan salah satu upaya meningkatkan produktivitas karet rakyat dan pendapatan petani karet. Selain pola wanatani penanaman karet juga banyak diusahakan masyarakat dengan sistem monokultur (Suhatini at al, 2003).
20 11 Universitas Sumatera Utara
Jenis-Jenis Klon Karet Tanaman karet yang ditumbuhkan seragam di lapangan, sangat bergantung pada penggunaan bibit hasil okulasi yang entresnya diambil dari kebun entres yang memiliki klon yang murni. Kegiatan pemuliaan karet di Indonesia sendiri telah menghasilkan klon-klon karet unggul sebagai penghasil lateks dan penghasil kayu. Klon‐klon unggul baru generasi‐4 pada periode periode tahun 2006 – 2010, yaitu klon: IRR 5, IRR 32, IRR 39, IRR 104, dan IRR 118. Klon‐klon tersebut menunjukkan produktivitas dan kinerja yang baik pada berbagai lokasi, tetapi memiliki variasi karakter agronomi dan sifat‐sifat sekunder lainnya. Klon‐klon lama yang sudah dilepas yaitu GT 1, AVROS 2037, PR 255, PR 261, PR 300, PR 303, RRIM 600, RRIM 712, BPM 1, BPM 24, BPM 107, BPM 109, PB 260, RRIC 100 masih memungkinkan untuk dikembangkan, tetapi harus dilakukan secara hati‐hati baik dalam penempatan lokasi maupun sistem pengelolaannya. Klon GT 1 dan RRIM 600 di berbagai lokasi dilaporkan mengalami gangguan penyakit daun Colletotrichum dan Corynespora. Sedangkan klon BPM 1, PR 255, PR 261 memiliki masalah dengan mutu lateks sehingga pemanfaatan lateksnya terbatas hanya cocok untuk jenis produk karet tertentu. Klon PB 260 sangat peka terhadap kekeringan alur sadap dan gangguan angin dan kemarau panjang, karena itu pengelolaanya harus dilakukan secara tepat (Anwar, 2001). Jenis Klon karet unggul yang dianjurkan untuk sistem pertanian karet di daerah Sumatera dan Kalimantan adalah PB 260, AVROS 2037, RRIC 100, BPM 1 dan RRIM 600. Selain itu, BPM 24 dapat digunakan juga di Jambi. Semua jenis klon karet tersebut memberikan hasil yang baik, pertumbuhan batang yang cepat, dan dapat diadaptasikan ke dalam kondisi perkebunan rakyat. Semua jenis klon
12
21
Universitas Sumatera Utara
tersebut
mempunyai
daya
tahan
yang
tinggi
terhadap
penyakit
daun
Colletotrichum kecuali BPM 24 dan toleran terhadap penyadapan yang kasar (Purwanto, 2001). Pembibitan Karet Menurut Djoehana (2004).Pembibitan tanaman karet dapat dilakukan dengan dua cara, yaitu : a. Secara Vegetatif Pembibitan secara vegetatif yaitu dengan menggunakan okulasi atau penempelan bertujuan untuk menyatukan sifat-sifat baik yang dimiliki oleh batang bawah (stock) dengan batang atas (scion) yang ditempelkan kepadanya. Untuk maksud tersebut, dalam pelaksanaan okulasi harus tersedia pembibitan batang bawah dan kebun entres atau tanaman bahan okulasi. •
Okulasi adalah penempelan mata tunas dari tanaman batang atas ke tanaman batang bawah yang keduanya bersifat unggul. Dengan cara ini akan terjadi penggabungan sifat-sifat baik dari dua tanaman dalam waktu yang relatif pendek dan memperlihatkan pertumbuhan yang seragam. Tujuan utama membuat bibit okulasi adalah agar produksi lebih tinggi
b. Secara Generatif Pembibitan secara generatif yaitu pembibitan yang menggunakan biji, dimana biji-biji tersebut sudah diseleksi.
13 22 Universitas Sumatera Utara
Produktivitas Karet Rakyat Produktivitas adalah perbandingan antara jumlah produksi dengan luas lahan dalam suatu kegiatan usaha tani yang dinyatakan dalam satuan kg/ha atau ton/ha. Secara umum permasalahan utama dalam perkebunan karet rakyat adalah produktivitas yang rendah, hanya sekitar 610 kg/ha/tahun, padahal produktivitas perkebunan besar negara atau swasta masing-masing mencapai 1.107 kg dan1.190 kg/ha/tahun (Ditjenbut, 2002). Rendahnya produktivitas karet rakyat tersebu tantara lain disebabkan oleh luasnya areal karet yang menggunakan bahan tanam non unggul (seedling), dan tanaman umumnya sudah tua atau rusak sehingga perlu diremajakan. Upaya peremajaan oleh petani dengan menerapkan teknologi maju secara swadaya berjalan relatif lambat dan tingkat keberhasilannya rendah karena adanya berbagai kendala, antara lain terbatasnya dana, kurangnya ketersediaan informasi dan sumber dayamanusia yang handal, serta lemahnya kelembagaan finansial (Supriadi et al.1999). Perkebunan rakyat dicirikan oleh produksi yang rendah, keadaan kebun yang kurang terawat, serta rendahnya pendapatan petani. Rendahnya produktivitas perkebunan karet rakyat juga disebabkan oleh terbatasnya modal yang dimiliki oleh petani, sehingga petani tidak mampu untuk menggunakan teknik-teknik budidaya yang sesuai dengan syarat-syarat teknis yang diperlukan dan rendahnya produksi tnaman karet juga disebabkan oleh usia pohon yang sudah sangat tua (Soekartawi, 1995). Untuk mengembangkan potensi dan memanfaatkan peluang jangka panjang permintaan karet alam dunia yang akan terus tumbuh, pemerintah telah menetapkan Kebijakan Pengembangan Karet Nasional dengan sasaran jangka
23
14 Universitas Sumatera Utara
panjang produksi karet nasional mencapai 3,80 −4,00 juta ton pada tahun 2025. Upaya tersebut dilakukan dengan meningkatkan penggunaan klon unggul menjadi lebihdari
85%,
dengan
produktivitas
rata-rataminimal
1.500
kg/ha
(Badan Litbang Pertanian, 2005) Manfaat Tanaman Karet Karet merupakan salah satu komoditi perkebunan penting, baik sebagai sumber pendapatan, kesempatan kerja dan devisa, pendorong pertumbuhan ekonomi sentra-sentra baru di wilayah sekitar perkebunan karet maupun pelestarian lingkungan dan sumberdaya hayati. Kayu karet juga akan mempunyai prospek yang baik sebagai sumber kayu menggantikan sumber kayu asal hutan. Indonesia sebagai negara dengan luas areal kebun karet terbesar dan produksi kedua terbesar di dunia (Boerhendhy et al, 2002). Indraty (2005), menyebutkan bahwa tanaman karet juga memberikan kontribusi yang sangat penting dalam pelestarian lingkungan. Upaya pelestarian lingkungan akhir-akhir ini menjadi isu penting mengingat kondisi sebagian besar hutan alam makin memprihatinkan. Pada tanaman karet, energi yang dihasilkan seperti oksigen, kayu, dan biomassa dapat digunakan untuk mendukung fungsi perbaikan lingkungan seperti rehabilitasi lahan, pencegahan erosi dan banjir, pengaturan tata guna air bagi tanaman lain, dan menciptakan iklim yang sehat dan bebas polusi. Pada daerah kritis, daun karet yang gugur mampu menyuburkan tanah.
24 15 Universitas Sumatera Utara
Gambaran Umum Sumatera Utara Kondisi Geografis Provinsi Sumatera Utara terletak di antara 10-40 Lintang Utara dan 9801000 Bujur Timur. Luas wilayah Provinsi Sumatera Utara mencapai 71.680,68 km2 atau 3,72% dari luas Wilayah Republik Indonesia. Provinsi Sumatera Utara memiliki 162 pulau, yaitu 6 pulau di Pantai Timur dan 156 pulau di Pantai Barat. Batas wilayah Provinsi Sumatera Utara meliputi Provinsi Aceh di sebelah Utara, Provinsi Riau dan Sumatera Barat di sebelah Selatan, Samudera Hindia di sebelah Barat, serta Selat Malaka di sebelah Timur. Letak geografis Provinsi Sumatera Utara berada pada jalur strategis pelayaran Internasional Selat Malaka yang dekat dengan Singapura, Malaysia, dan Thailand. Topografis Wilayah Sumatera Utara terdiri dari daerah pantai, dataran rendah dan dataran tinggi serta pegunungan Bukit Barisan yang membujur di tengah-tengah dari Utara ke Selatan. Kemiringan tanah antara 0-12% seluas 65,51% seluas 8,64% dan di atas 40% seluas 24,28%, sedangkan luas Wilayah Danau Toba 112.920 ha atau 1,57%. Berdasarkan topografinya, Sumatera Utara dibagi atas 3 (tiga) bagian yaitu bagian Timur dengan keadaan relatif datar, bagian tengah bergelombang sampai berbukit dan bagian Barat merupakan dataran bergelombang. Wilayah Pantai Timur yang merupakan dataran rendah seluas 24.921,99 km2 atau 34,77% dari luas wilayah Sumatera Utara adalah daerah yang subur, kelembaban tinggi dengan curah hujan relatif tinggi pula. Wilayah ini memiliki potensi ekonomi yang tinggi sehingga cenderung semakin padat karena arus migrasi dari wilayah Pantai Barat
25
16 Universitas Sumatera Utara
dan dataran tinggi. Banjir juga sering melanda wilayah tersebut akibat berkurangnya pelestarian hutan, erosi dan pendangkalan sungai. Pada musim kemarau terjadi pula kekurangan persediaan air disebabkan kondisi hutan yang kritis. Wilayah dataran tinggi dan wilayah Pantai Barat seluas 46.758,69 km2 atau 65,23% dari luas wilayah Sumatera Utara, yang sebagian besar merupakan pegunungan, memiliki variasi dalam tingkat kesuburan tanah, iklim, topografi dan kontur serta daerah yang struktur tanahnya labil. Beberapa danau, sungai, air terjun dan gunung berapi dijumpai di wilayah ini serta sebagian wilayahnya tercatat sebagai daerah gempa tektonik dan vulkanik. Iklim Iklim di Sumatera Utara termasuk iklim tropis yang dipengaruhi oleh angin Passat danangin Muson. Kelembaban udara rata-rata 78%-91%, curah hujan (800-4000) mm/ tahun dan penyinaran matahari 43%. Batas Administrasi Wilayah Sumatera Utara berada pada jalur perdagangan internasional, dekat dengan dua negara Asean, yaitu Malaysia dan Singapura serta diapit oleh 3 (tiga) provinsi, dengan batas sebagai berikut : -
Sebelah Utara berbatasan dengan Provinsi Aceh
-
Sebelah Timur berbatasan dengan Selat Malaka
-
Sebelah Selatan berbatasan dengan Provinsi Riau dan Provinsi Sumatera Barat
-
Sebelah Barat berbatasan dengan Samudera Hindia
26
17 Universitas Sumatera Utara
Pembagian Wilayah Administrasi Pemerintahan Seiring dengan laju perkembangan pemekaran wilayah kabupaten/kota di wilayah Sumatera Utara yang begitu pesat, sampai tahun 2008 jumlah kabupaten/kota di Provinsi Sumatera Utara telah bertambah jumlahnya menjadi 28 kabupaten/kota yang terdiri dari 21 kabupaten dan7 kota, 383 kecamatan, desa kelurahan 5736 dengan ibukota provinsinya di Kota Medan dengan luas 265 km2 dan jumlah penduduk 2.083.156 jiwa.
27
18 Universitas Sumatera Utara