BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Budidaya Tanaman Karet Karet (Hevea brasiliensis) berasal dari Brazil. Negara tersebut mempunyai iklim dan hawa yang sama panasnya dengan negeri kita, karena itu karet mudah hidup dan menyesuaikan keadaannya di Indonesia. Pohon karet paling baik tumbuh pada daerah dengan ketinggian lebih kurang 500 meter diatas permukaan laut. Semakin tinggi letak tanaman karet, maka akan semakin sedikit getah yang dihasilkan. Kondisi tanah yang paling baik untuk tempat hidup pohon karet adalah tidak berbatu-batu dan terdapat pengaliran air tanah yang baik karena air tidak boleh tergenang. Pada saat benih karet berumur 8 sampai 10 bulan dan tingginya kira-kira 6070 cm, maka sudah boleh dipindahkan ke kebun yang sudah disiapkan. Jarak tanamnya bermacam-macam, ada yang 5x5 m, 5x8 m, atau 4x8 m. Semakin kurang subur tanah, sebaiknya semakin rapat jarak tanamnya. Tapi tidak boleh kurang dari 4x5 m. Karena bila terlalu rapat, saat pohon tersebut besar, maka lokasi penanaman akan menjadi sempit dan gelap sehingga menimbulkan berbagai penyakit. Masa pemeliharaan pohon karet dilakukan sampai umur 5-6 tahun. Pada masa itu, pohon baru mulai disadap. Dalam pemeliharaan, selain dilakukan pemupukan dan pemberantasan HPT, perlu pula dilakukan perawatan pada batang pohon karet sepanjang 1,5 meter dari permukaan tanah, dijaga supaya jangan bercabang atau bertunas karena bagian itu nanti yang akan disadap.
Pohon karet sudah dapat disadap pada umur 6 tahun, bila selama masa tersebut tidak terganggu oleh penyakit atau hal lainnya.
Selama 10 tahun pertama
penyadapan, getah yang diperoleh akan mengalami peningkatan. Sesudah berumur lebih kurang 16 tahun maka hasil yang akan diperoleh akan konstan sampai umur lebih kurang 26 tahun. Penyadapan karet biasanya dilakukan pada tiap pagi hari sekitar pukul 6 pagi. Bagian batang yang disadap kira- kira 1 meter dari permukaan tanah. Posisi menyadap adalah mengiris kulit ari batang dari kiri atas serong ke kanan bawah dengan besar sudut 30-45°. Hal ini dilakukan karena getah karet terletak di dalam urat-urat kulit ari dengan posisi dari kanan atas serong ke kiri bawah. Getah karet akan mengalir ke saluran sadap untuk kemudian ditampung pada mangkok getah. Tiap menyadap, kulit yang terbuang hanya setebal 1,5 mm (Latif, 1961).
2.2 Industri Pengolahan Karet Alam Indonesia Ragam produk karet yang dihasilkan dan diekspor Indonesia masih terbatas. Umumnya masih didominasi produk primer (raw material) dan produk setengah jadi. Sebagian besar bahan olah karet (bokar) yang berasal dari perke bunandiolah menjadi karet remah (crumb rubber) dengan kodifikasi SIR (Standart Indonesian Rubber) yang terdiri dari SIR 5, SIR 10, SIR 20, SIR 3CV, SIR 3L dan SIR 3F. Sedangkan yang lain diolah dalam bentuk lateks pekat dan sit yang terdiri dari smoked sheet serta unsmoked sheet. Pada lateks jenis sit, yang paling banyak diproduksi adalah jenis smoked sheet dengan kodifikasi RSS (Ribbed Smoked Sheet). Berbagai produk yang dihasilkan dari karet dapat dilihat secara rinci pada Gambar 2.
Lateks pekat
Bahan olah karet (bokar)
Sit
Industri peralatan kesehatan
Unsmoked sheet Smoked sheet
Karet remah (crumb rubber)
Minyak biji karet Getah karet /lateks
SIR 5, SIR 10, SIR 20, SIR 3CV, SIR 3L, SIR 3F
Industri Tas, sepatu, alat rumah tangga
Industri sabun, minyak cat
Biji karet Industri kerajinan tangan
Kayu karet
Industri furniture, pulp
Gambar 2. Produk-produk Hasil Olahan Getah Karet Sumber : Ditjen Industri Agro dan Kimia, 2007
Bila diolah
lebih lanjut, karet remah dapat dijadikan berbagai produk,
diantaranya : ban, sepatu, bola, selang, balon, dot susu, perlak, karpet, dan pelampung. Sedangkan lateks dapat dijadikan berbagai alat kesehatan dan laboratorium, antara lain: pipet, selang stetoskop, dan sarung tangan. Hasil sampingan dari pohon karet adalah kayu yang berasal dari kegiatan peremajaan kebun karet tua yang tidak menghasilkan lateks lagi. Kayu karet dapat dipergunakan sebagai bahan bangunan rumah, kayu api, arang, ataupun kayu
gergajian untuk alat rumah tangga (furniture) serta bahan baku dalam industri bubur kertas (pulp). Selain itu, biji karet juga menjadi salah satu hasil sampingan dari pohon karet. Biji karet antara lain dapat diolah menjadi kerajinan tangan, minyak cat dan makanan ternak (Ditjen Industri Agro dan Kimia, 2007). Di Indonesia sendiri, industri berbasis karet alam mengalami perkembangan beberapa tahun terakhir diantaranya industri ban, matras, alas kaki, isolasi listrik, dan sarung tangan karet. Hal ini ditandai dengan meningkatnya konsumsi domestik karet alam dari tahun 2006 sampai 2010 (Tabel 6). Tabel 6. Perkembangan Konsumsi Karet Alam Domestik Tahun 2006-2010 (juta ton) Jenis produk Tahun 2006 2007 2008* 2009* 2010* Bersumber dari karet padat : Ban 0,19 0,20 0,22 0,24 0,25 Tabung pipa dll 0,05 0,04 0,05 0,05 0,07 Alas kaki 0,04 0,04 0,05 0,05 0,05 Bersumber dari lateks pekat 0,07 0,07 0,07 0,08 0,09 Jumlah 0,35 0,35 0,39 0,42 0,46 Sumber : GAPKINDO dalam Parhusip, 2008 Keterangan : * estimasi Walaupun terjadi perkembangan konsumsi di dalam negeri, tapi hal itu belum optimal mengingat industri lokal setiap tahunnya hanya mampu menyerap 10 persen dari total produksi nasional. Dari beberapa industri berbasis karet alam yang ada di dalam negeri, industri ban yang paling banyak menyerap karet alam sekitar 55 persen dari total konsumsi nasional. Hal ini disebabkan peningkatan permintaan ban buatan dalam negeri dari sejumlah negara antara lain Jepang, Eropa, Amerika Serikat, Timur Tengah, dan sejumlah negara di kawasan Asia Pasifik. Tingginya volume ekspor ban juga didasari oleh ketatnya persaingan di dalam negeri terutama dengan ban impor asal Cina. Pada tahun 2005, ban impor
yang masuk ke Indonesia hanya 1,9 juta unit tapi tahun 2006 telah mencapai 2,3 juta unit3. Selain industri ban yang merupakan industri besar, industri berbasis karet alam lainnya hanya berskala menengah dan kecil dimana hasil produksinya lebih dititikberatkan kepada komponen atau barang pendukung dari produk utama seperti spare parts dan komponen alas kaki yang diproduksi oleh pabrik besar. Kemampuan modal dan pemasaran menjadi kendala dalam pengembangan industri menengah dan kecil tersebut. Pengembangan jenis produk karet lainnya dinilai cukup berat mengingat pengolahan karet membutuhkan modal dan teknologi yang cukup tinggi (Parhusip, 2008).
2.2 Penelitian-penelitian Terdahulu Penelitian tentang penawaran ekspor sudah pernah dilakukan sebelumnya dengan komoditi yang berbeda-beda. Mamlukat (2005) meneliti faktor-faktor yang mempengaruhi harga ekspor karet alam Indonesia. Variabel independen yang mempengaruhi volume ekspor karet alam Indonesia adalah : volume produksi karet Indonesia, nilai tukar riil Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat, harga riil ekspor karet alam Indonesia, harga riil karet sintetis dunia dan krisis moneter sebagai variabel dummy (0 = sebelum krisis, 1= saat dan setelah krisis). Dengan menggunakan persamaan regresi model log ganda diperoleh variabel yang berpengaruh signifikan pada taraf nyata 10 persen adalah volume produksi dan krisis moneter. Selanjutnya Arleen (2006) menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor kakao Indonesia. Variabel bebasnya adalah ketersediaan produk karet alam (terdiri dari volume produksi dan stok tahun sebelumnya),
harga domestik karet alam Indonesia, harga dunia karet alam, dan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat. Setelah dilakukan pengolahan data dengan persamaan regresi berganda diperoleh variabel yang berpengaruh signifikan terhadap volume ekspor karet Indonesia pada taraf 10 persen adalah ketersediaan produk dan nilai tukar. Kemudian Resmisari (2006) melakukan penelitian faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor teh pada PT Perkebunan Nusantara VIII. Ada tiga negara tujuan utama yang menjadi objek penelitian yaitu Pakistan, Inggris dan Rusia. Variabel independen yang digunakan pada masing-masing negara adalah : volume produksi teh, harga ekspor teh, harga ekspor teh bulan sebelumnya, harga domestik teh, harga domestik teh bulan sebelumnya, harga kopi dunia, nilai tukar Rupiah terhadap Dollar, nilai tukar mata uang masing-masing negara tujuan terhadap Dollar Amerika Serikat, dan volume ekspor teh bulan sebelumnya. Setelah dilakukan pengolahan data dengan persamaan regresi log ganda diketahui bahwa variabel yang berpengaruh signifikan pada taraf 10 persen untuk negara Pakistan adalah : harga ekspor teh, harga domestik teh, harga domestik teh bulan sebelumnya, harga kopi dunia, nilai tukar rupiah, volume ekspor bulan sebelumnya dan nilai tukar Rupee. Variabel yang berpengaruh nyata untuk negara Inggris adalah : harga ekspor teh, harga domestik teh, harga domestik teh bulan sebelumnya, nilai tukar Rupiah, nilai tukar Poundsterling dan volume ekspor bulan sebelumnya. Untuk negara Rusia variabel yang berpengaruh nyata pada taraf 10 persen adalah : harga ekspor teh, harga ekspor teh bulan sebelumnya, dan volume ekspor teh bulan sebelumnya. Komalasari (2009) juga melakukan penelitian tentang faktor-faktor yang mempengaruhi penawaran ekspor biji kakao Indonesia. Variabel independennya
adalah : volume produksi kakao, harga domestik kakao, harga dunia kakao, jumlah ekspor tahun sebelumnya, dan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat. Dengan menggunakan persamaan regresi model log ganda diperoleh hasil bahwa variabel yang berpengaruh signifikan pada taraf 10 persen adalah volume produksi kakao dan volume ekspor kakao tahun sebelumnya. Selanjutnya, Aruan (2009) melakukan analisis tentang faktor-faktor yang mempengaruhi ekspor CPO (Crude Palm Oil) Indonesia. Variabel independennya adalah : volume produksi CPO, harga minyak dunia, kebijakan tarif ekspor, nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika dan volume ekspor CPO bulan sebelumnya. Dengan menggunakan persamaan regresi model log ganda, diketahui bahwa variabel yang berpengaruh nyata pada taraf 10 persen adalah : volume produksi CPO, kebijakan tarif ekspor dan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat. Dari uraian di atas, ternyata sudah ada yang melakukan penelitian tentang penawaran ekspor karet alam Indonesia yaitu oleh Mamlukat (2005). Tapi penelitian tersebut hanya menganalisis 5 variabel independen dan data terakhir yang digunakan adalah tahun 2003. Maka penelitian ini akan memperbaharui hasil penelitian tersebut dimana data yang digunakan sampai tahun 2007. Sedangkan variabel independen yang digunakan diambil dari rangkuman hasil penelitian terdahulu yang berpengaruh signifikan, yaitu : volume produksi, nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat, lag ekspor, harga karet alam dunia, harga domestik tahun sebelumnya dan tarif ekspor. Penulis juga
menambah
beberapa variabel yang diduga akan berpengaruh pada ekspor karet alam Indonesia, yaitu : harga domestik, konsumsi domestik dan stok tahun sebelumnya. Hasil penelitian-penelitian terdahulu dirangkum pada Tabel 7.
Tabel 7. Penelitian-penelitian Terdahulu Tentang Penawaran Ekspor Peneliti
Tahun
Mamlukat, Indra
2005
Arleen
2006
Resmisari, Yusi
2006
Judul penelitian
Variabel yang digunakan
Analisis faktor-faktor yang Variabel dependen : volume mempengaruhi harga ekspor ekspor karet karet alam Indonesia Variabel independen : volume produksi, krisis moneter, nilai tukar riil Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat, harga riil ekspor, dan harga riil karet sintetis dunia Analisis faktor-faktor yang Variabel dependen : volume mempengaruhi ekspor ekspor kakao kakao Indonesia variabel independen : ketersediaan kakao domestik, harga domestik, harga dunia dan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat. Analisis faktor-faktor yang Variabel dependen : volume mempengaruhi ekspor teh ekspor teh ke Pakistan, Inggris dan PT Perkebunan Nusantara Rusia VIII Variabel independen : volume produksi, harga ekspor, harga ekspor bulan sebelumnya, harga domestik, harga domestik bulan sebelumnya, harga kopi dunia, nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat, volume ekspor bulan sebelumnya dan nilai tukar setiap negara tujuan terhadap Dollar Amerika Serikat
Alat analisis
Hasil yang diperoleh
Regresi berganda model log ganda
Variabel yang berpengaruh signifikan pada taraf 10 persen : volume produksi dan krisis moneter
Regresi berganda metode OLS
Variabel yang berpengaruh signifikan pada taraf 10 persen : ketersediaan kakao domestik dan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat
Regresi berganda model log ganda dengan metode OLS
Variabel yang berpengaruh signifikan pada taraf 10 persen di Pakistan : harga ekspor, harga domestik, harga domestik bulan sebelumnya, harga kopi dunia, nilai tukar Rupiah, volume ekspor bulan sebelumnya dan nilai tukar Rupee. Di Inggris : harga ekspor, harga domestik, harga domestik bulan sebelumnya, nilai tukar Rupiah, volume ekspor bulan sebelumnya, dan nilai tukar
16
Komalasari, Irma
Aruan, Iskandar
2009
Yuda 2009
Poundsterling. Di Rusia : harga ekspor, harga ekspor bulan sebelumnya, dan volume ekspor bulan sebelumnya Regresi Variabel yang berpengaruh berganda model signifikan pada taraf 10 persen log ganda : volume produksi dan volume dengan metode ekspor tahun sebelumnya OLS
Analisis faktor-faktor yang Variabel dependen : volume mempengaruhi penawaran ekspor biji kakao ekspor biji kakao Indonesia Variabel independen : volume produksi, harga domestik, harga dunia, volume ekspor tahun sebelumnya, dan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat. Faktor-faktor yang Variabel dependen : volume Regresi mempengaruhi ekspor CPO ekspor CPO berganda model (Crude Palm Oil) Indonesia Variabel independen : volume log ganda dan harga minyak goreng produksi CPO, harga minyak sawit domestik dunia, kebijakan tarif ekspor, nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat, dan volume ekspor tahun sebelumnya
Variabel yang berpengaruh signifikan pada taraf 10 persen : volume produksi CPO, kebijakan tarif ekspor dan nilai tukar Rupiah terhadap Dollar Amerika Serikat.
Sumber : Skripsi, 2005, 2006, 2009
17