TINJAUAN PUSTAKA
Gambaran Umum Karet Karet (Hevea brasiliensis.) termasuk dalam famili Euphorbiacea, disebut dengan nama lain rambung, getah, gota, kejai ataupun hapea. Karet adalah polimer yang terbentuk dari emulsi kesusuan dimana
diperoleh dari getah beberapa
jenis
yang
(dikenal sebagai
tumbuhan pohon
karet
lateks), tetapi
dapat juga diproduksi secara sintetis. Orang–orang yang diketahui pertama kali memanfaatkan karet dalam kehidupan sehari–hari adalah bangsa Amerika asli. Mereka mengambil getah dari sejenis pohon penghasil getah yang tumbuh liar di hutan sekitar tempat tinggalnya dengan cara menebangnya. Pada tahun 1860 dimulailah pengembangan karet di daratan Asia. Pada tahun tersebut Markham diutus oleh The Royal Botanic Garden, London, pergi ke Amerika Selatan untuk mengumpulkan biji–biji karet yang akan dikembangkan di Asia. Selain Markham, lembaga tersebut juga mengutus H.A. Wickham untuk mengumpulkan biji-biji karet dari Brasil (Setiawan dan Andoko, 2008). Biji-biji karet yang dikumpulkan oleh kedua orang tersebut selanjutnya disemaikan di India dan Sri Lanka. Dalam perkembangannya, biji-biji karet juga disemaikan di Malaysia, Singapura dan Indonesia yang ketika itu masih bernama Hindia Belanda. Setelah biji-biji itu tumbuh besar dan berproduksi, dimulailah pembukaan kebun-kebun karet secara besar-besaran di Asia.
Universitas Sumatera Utara
Dalam dunia tumbuhan tanaman karet tersusun dalam sistematika sebagai berikut : Kingdom
: Plantae
Divisi
: Spermatophyta
Subdivisi
: Angiospermae
Kelas
: Dicotyledonae
Ordo
: Euphorbiales
Famili
: Euphorbiaceae
Genus
: Hevea
Spesies
: Hevea brasiliensis
(Setyamidjaja,1993). Tanaman karet merupakan pohon yang tumbuh tinggi dan berbatang cukup besar tinggi pohon dewasa mencapai 15-25 meter. Batang tanaman biasanya tumbuh lurus dan memiliki percabangan yang tinggi diatas. Batang tanaman ini mengandung getah yang dikenal dengan nama lateks. Daun karet terdiri dari tangkai daun utama dan tangkai anak daun. Panjang tangkai daun utama 3-20cm. Panjang tangkai anak daun sekitar 3-10cm dan pada ujungnya terdapat kelenjar. Biasanya ada tiga anak daun yang terdapat pada sehelai daun karet. Anak daun berbentuk eliptis, memanjang dengan ujung meruncing. Tepinya rata dan gundul biji karet terdapat dalam setiap ruang buah. Jadi jumlah biji biasanya ada tiga kadang enam sesuai dengan jumlah ruang. Ukuran biji besar dengan kulit keras. Warnanya coklat kehitaman dengan bercak-bercak berpola yang khas. Sesuai dengan sifat dikotilnya, akar tanaman karet merupakan akar tunggang. Akar ini mampu
menopang
batang
tanaman
yang
tumbuh
tinggi
dan
besar
(LIPTAN, 1992).
Universitas Sumatera Utara
Setiap bagian pohon karet jika dilukai akan mengeluarkan getah susu yang disebut “lateks”. Banyak tanaman jika dilukai atau disadap mengeluarkan cairan putih yang menyerupai susu, tetapi hanya beberapa jenis pohon saja yang menghasilkan karet. Tabel 1. Komposisi lateks segar dari kebun dan karet kering yaitu: Komponen Karet hidrokarbon Protein Karbohidrat Lipida Persenyawaan organik lain Persenyawaan anorganik Air
Komponen dalam lateks Komponen dalam lateks segar (%) kering (%) 36 1,4 1,6 1,6 0,4 0,5 58,5
92 – 94 2,5 – 3,5 2,5 – 3,2 0,1 – 0,5 0,3 – 1,0
Sumber: Dipetik dan dikompilasi dari Morton, M. Rubber Technology. Edisi ke 3. New York: Van Nostrand Reinhold, 1987. Ada beberapa macam karet alam yang dikenal, diantaranya merupakan bahan olahan. Bahan olahan ada yang setengah jadi atau sudah jadi. Ada juga karet yang diolah kembali berdasarkan bahan karet yang sudah jadi. Jenis – jenis karet alam yaitu bahan olah karet (lateks kebun, sheet angin, slab tipis, dan lump segar), karet konvensional (ribbed smoked sheet, white crepes, dan pale crepe, estate brown crepe, compo crepe, thin brown crepe remills, thick blanket crepe ambers, flat bark crepe), lateks pekat, karet bongkah (Tim Penulis PS, 2008). Penyadapan tanaman karet dilakukan dengan menerapkan sistem yang telah disepakati secara Internasional. Penyadapan pada batang utama (atau cabang untuk tanaman menjelang ditumbang) bertujuan untuk pemutusan atau pelukaan pembuluh lateks di kulit pohon. Pembuluh lateks yang putus atau luka kelak akan pulih kembali sehingga bila dilakukan penyadapan untuk kedua kalinya luka tersebut akan pulih dan lateks akan mengalir lagi dengan baik. Kulit pohon yang pulih lazim disebut kulit pulihan (renewable bark), sedangkan kulit pohon yang
Universitas Sumatera Utara
baru pertama kali disadap lazim disebut kulit perawan (virgin bark) (Siregar, 1995). Pada dasarnya prinsip pengolahan karet remah SIR 20 adalah meremahkan dan mengeringkan karet. Dalam rangkaian proses peremahan karet diperlukan air untuk pencucian kotoran yang terdapat dalam bahan baku, alat peremah dan pengering yang digunakan biasanya bermacam-macam. Bahan baku untuk pengolahan SIR dapat dibagi menjadi dua yaitu berupa lateks dan koagulum. Bahan baku lateks dapat diolah menjadi SIR 5CV, SIR 5L dan SIR 5, sedangkan koagulum hanya dapat diolah menjadi SIR 10, SIR 20 dan SIR 50. Bahan baku lateks umumnya berasal dari kebun PN/PT perkebunan dan swasta besar, sedangkan koagulum sebagian besar berasal dari karet rakyat dengan jenis mutu (KKK) yang sangat bervariasi sehingga hal ini pula yang menyebabkan bervariasinya sifat teknis dari karet yang dihasilkan (Anwar dan Anas, 1987). Bahan baku crumb rubber (karet remah) yaitu lump segar. Lump segar adalah bahan olah karet yang bukan berasal dari gumpalan lateks kebun yang terjadi secara alamiah dalam mangkuk penampung. Lump segar yang baik harus memenuhi ketentuan sebagai berikut: a. Tidak terlihat adanya kotoran. b. Selama penyimpanan tidak boleh terendam air atau terkena sinar matahari langsung. c. Lump segar mutu 1 mempunyai kadar karet kering 60% dan lump segar mutu 2 mempunyai kadar karet kering 50%. d. Tingkat ketebalan pertama 40 mm dan tingkat ketebalan kedua 60 mm (Tim Penulis PS, 2007).
Universitas Sumatera Utara
Tabel 2: Pengaruh penyimpanan lump mangkuk terhadap nilai Po dan PRI Umur 1 2 3 4 5 6
Asal PIR Po 44
PRI 89
37 38 -
77 58 -
Asal kebun PTP Po PRI 53 75 52 73 53 73 53 70 47 61 45 51
Pada tahun 1965 telah ditetapkan adanya tiga jenis mutu SMR (Standar Malaysian Rubber), dan masing – masing jenis itu telah dibedakan menurut besarnya kadar kotoran, kadar abu, kadar zat menguap, kadar Cu, kadar Mn, dan kadar N. Pada tahun 1966
kadar Cu dan kadar Mn telah dihapuskan dari
spesifikasi SMR dan diganti oleh PRI (plasticity retention index) yang oleh Malaysia dianggap cukup dapat menggambarkan besarnya kadar Cu dan kadar Mn dalam karet alam mentah. Selain dianggap sebagai petunjuk mengenai besarnya ketahanan karet alam mentah terhadap pengusangan panas (heat aging), PRI juga dianggap sebagai petunjuk mengenai sifat–sifat pengolahannya dan dipakai untuk Po (viskositas awal) karet alam mentah yang dipakai sebagai petunjuk mengenai besarnya viskositas mooney kompon (Kartowardoyo, 1980). Suatu bahan yang plastisitasnya tinggi mudah sekali berubah bentuk atau dengan kata lain mudah sekali mengalir, sehingga telah didefenisikan, bahwa plastisitas adalah kepekaan terhadap deformasi (deformation), pengertian ini merupakan kebalikan daripada pengertian viskositas efektif, sedangkan viskositas efektif didefenisikan sebagai ketahanan terhadap deformasi. Metode pengujian viskositas umumnya bersifat mengukur konsistensi ketahanan terhadap deformasi (Sumarsono, 2004). Standard Indonesia Rubber (SIR) adalah produk karet alam yang baik prosesing ataupun penentuan kualitasnya dilakukan secara spesifikasi teknis. Untuk tiap golongan SIR tersebut harus ditentukan nilai plasticity retention index Universitas Sumatera Utara
(PRI)-nya dan digolongkan dengan menggunakan simbol huruf H, M dan S. H menunjukkan nilai PRI-nya sebesar 80; M untuk nilai PRI antara 60-79; dan S untuk nilai PRI antara 30-59. Karet remah dengan nilai PRI kurang dari 30 tidak boleh dimasukkan ke dalam golongan SIR. PRI adalah ukuran terhadap tahan usangnya karet dan juga sebagai petunjuk mudah tidaknya karet tersebut dilunakkan dalam gilingan pelunak. Makin tinggi nilai PRI, makin tinggi pula kualitas karet tersebut. Untuk menentukan nilai PRI digunakan alat yang disebut Wallace Plastemeter (Setyamidjaja,1993). Plasticity retention index (PRI) adalah ukuran dari besarnya sifat plastisitas (keliatan/kekenyalan) karet mentah yang masih tersimpan bila karet tersebut dipanaskan selama 30 menit pada suhu 140oC. Pengujian PRI dilakukan untuk mengukur degradasi (penurunan) ketahanan karet mentah terhadap oksidasi pada suhu tinggi (lebih dari 80%) menunjukkan bahwa ketahanan karet mentah terhadap oksidasi adalah besar. Oksidasi karet oleh udara (O2) terjadi pada ikatan rangkap molekul karet yang berakhir dengan pemutusan ikatan rangkap karbonkarbon, sehingga panjang rantai polimer pada karet mengakibatkan sifat PRI menjadi rendah. Dengan mengetahui nilai PRI dapat diperkirakan mudah tidaknya karet menjadi lunak dan lengket-lengket jika lama disimpan atau dipanaskan, hal ini penting hubungannya dengan proses vulkanisasi karet pada pembuatan barang jadi, agar diperoleh sifat karet yang lebih kuat dan teguh. Tinggi rendahnya nilai PRI dipengaruhi bahan baku lateks, serum yang digunakan dan proses lamanya pengeringan. Terdapatnya karet mentah dengan nilai PRI yang rendah penyebab utamanya adalah: a. Pengeringan terlalu
lama dan temperature pengeringan tinggi atau
pengeringan yang berulang-ulang. b. Mutu bahan baku kurang baik. c. Penyimpanan bahan baku terlalu lama. Universitas Sumatera Utara
Oksidasi pada karet alam merupakan proses yang kompleks, melibatkan banyak reaksi dimana dipengaruhi oleh kondisi pemrosesan, katalis logam, pemanasan dan penyusunan (Kroschwitz, 1998). Penguraian molekul karet oleh reaksi oksidasi dapat pula terjadi bila karet dikeringkan terlalu lama dan temperature pengeringan yang terlalu tinggi. Temperature pengeringan yang biasa dipakai adalah 100oC-120oC dengan waktu pengeringan berkisar antara 4-5 jam sesuai dengan alat jenis pengeringnya. Tidak dibenarkan bahwa untuk memperlambat pengeringan karet dengan cara menurunkan temperature sampai dibawah 90oC karena perlakuan semacam ini akan mengakibatkan karet terlalu lama tertahan dalam keadaan kering dan hal ini akan memperbesar kemungkinan terjadinya reaksi oksidasi pada karet. Sebaliknya usaha untuk menaikkan temperature diatas 120oC dengan tujuan mempercepat proses pengeringan karet adalah sangat berbahaya karena reaksi oksidasi akan lebih cepat pada suhu yang tinggi yang akan mengakibatkan nilai PRI rendah. Nilai dari PRI karet juga akan turun bila terjadi ikatan silang didalam lateks kebun dan diantara butiran-butiran karet hasil pengeringan. Ikatan silang terjadi dengan pembentukan gel secara perlahan-lahan sehingga butiran karet menjadi berlendir dan lengket-lengket. Ikatan silang ini akan mengakibatkan plastisitas karet sebelum pengusangan (Po) akan naik, selama karet tersebut dalam penyimpanan atau pengapalan. Dengan naiknya nilai Po karet maka nilai PRI akan turun. Karet yang berasal dari sadapan tanaman yang masih muda biasanya akan mengalami ikatan silang (Subihat, 2001). Sistem Kendali Mutu Setelah Perang Dunia Kedua, industri pabrikasi mulai mengembangkan arti khusus bagi mutu. Terdorong oleh tuntutan untuk memenuhi permintaan pelanggan terhadap produk-produk seperti yang para pelanggan inginkan, mutu
Universitas Sumatera Utara
mulai berarti desain dan pembuatan sebuah produk yang memenuhi identifikasi dan harapan pelanggan. Industri pabrikasi mengambil istilah mutu untuk mengartikan ”penyesuaian terhadap permintaan produk”, apakah permintaan itu berdasarkan spesifikasi yang dinyatakan atau kebutuhan pelanggan yang dapat dipuaskan.
Untuk
mencapai penyesuaian
produk,
perusahaan-perusahaan
menerapkan konsep tentang jaminan mutu dan kendali mutu. Jaminan mutu adalah suatu sistem manajemen yang dirancang untuk mengawasi kegiatankegiatan pada seluruh tahap (desain produk; produksi; penyerahan produk serta layanan), guna mencegah adanya masalah-masalah mutu dan memastikan bahwa hanya produk yang memenuhi syarat yang sampai ke tangan pelanggan. Kendali mutu adalah sebuah sistem kegiatan yang dirancang untuk menilai mutu produk atau jasa yang dipasok kepada pelanggan (Munro-Faure, 1992). Fungsi kendali mutu ialah agar suatu perusahaan dapat menghasilkan komoditi yang memuaskan kebutuhan para pelanggan. Fungsi ini dapat dilaksanakan dengan efisien dengan membuat tiap unit dalam perusahaan itu mengerti kendali mutu dan dengan membagi fungsi itu diantara berbagai sektor dan tingkat (Ishikawa, 1970). Prioritas utama yang harus dilakukan dalam manajemen mutu karet, yaitu : Bebas Kontaminan : produk yang akan kita hasilkan harus benar-benar bebas kontaminan. Makanya sejak proses penerimaan harus melakukan proses sortasi serta grading untuk klasifikasi mutu bahan karet. Konsisten : Proses produksi harus dapat menjamin konsistensi mutu produk yang dihasilkan, maka diperlukan proses kontrol dari awal proses hingga akhir proses. Spesifikasi : Spesifikasi produk mesti sesuai dengan permintaan pasar, baik Po dan PRI nya. (Effendi, 2010)
Universitas Sumatera Utara
Dalam rekayasa dan manufaktur, pengendalian mutu atau pengendalian kualitas melibatkan pengembangan sistem untuk memastikan bahwa produk dan jasa dirancang dan diproduksi untuk memenuhi atau melampaui persyaratan dari pelanggan. Sistem-sistem ini sering dikembangkan bersama dengan disiplin bisnis
atau
rekayasa
lainnya
dengan
menggunakan
pendekatan
lintas
fungsional. ISO 9000 dan TQM (total quality management) adalah contoh standar
dan
pendekatan
yang
digunakan
untuk
pengendalian
mutu
(Wikipedia, 2010). Tabel 3. Spesifikasi persyaratan mutu Persyaratan No
Parameter
1
Karet kering (KK) (min) Mutu I Mutu II
% %
28 20
-
-
-
Ketebalan (T) Mutu I Mutu II Mutu III Mutu IV
mm mm mm mm
-
3 5 10 -
< 50 51-100 101-150 > 150
50 100 150 > 150
Tidak terdapat kotoran
Tidak terdapat kotoran
Tidak terdapat kotoran
Tidak terdapat kotoran
Asam semut dan bahan lain yang tidak merusak mutu karet *) serta penggumpalan alami
Asam semut dan bahan lain yang tidak merusak mutu karet *) serta penggumpalan alami
2
Satuan
3
Kebersihan (B)
-
4
Jenis koagulan
-
Lateks kebun
Sit
Slab
Asam semut dan bahan lain yang tidak merusak mutu karet *)
Lump
KETERANGAN min = minimal *) Bahan yang tidak merusak mutu karet yang direkomendasikan oleh lembaga penelitian yang kredibel.
Total quality control (pengendalian mutu terpadu) diprakarsai oleh Dr. J.M. Juran dan Dr. E.W. Deming dan dikembangkan di Jepang oleh Kaoru Ishikawa dengan menerapkan quality control circle (QCC) atau gugus kendali mutu (GKM). GKM adalah salah satu konsep baru untuk meningkatkan mutu dan
Universitas Sumatera Utara
produktivitas kerja industri/jasa. Terbukti bahwa salah satu faktor keberhasilan industrialisasi di Jepang adalah penerapan GKM secara efektif. Karena keberhasilan ini, sejumlah negara industri maju dan sedang berkembang termasuk Indonesia,
menerapkan
GKM
di
perusahaan-perusahaan
industri
guna
meningkatkan mutu, produktivitas dan daya saing. Tujuan GKM ini adalah untuk mendayagunakan seluruh asset yang dimiliki perusahaan/instansi terutama sumber daya manusianya secara lebih baik, guna meningkatkan mutu dalam arti luas (Departemen Perindustrian, 2007). Peta Pengendali Peta pengendali pertama kali diperkenalkan oleh Dr. Walter Andrew Shewhart dari Amerika Serikat tahun 1924 dengan maksud untuk menghilangkan variasi tidak normal melalui pemisahan variasi yang disebabkan oleh penyebab khusus (special/assignable causes variation) dari variasi yang disebabkan oleh penyebab umum (common causes variation). Peta pengendali merupakan salah satu perangkat yang digunakan untuk pengendalian proses statistik yang dapat membantu dalam menetapkan kemampuan proses dengan melakukan pengukuran terhadap variasi produk yang dihasilkan atau kualitas pelayanan sepanjang waktu. Secara grafis pengendalian proses statistik menyajikan variasi yang terjadi yang memungkinkan untuk menetapkan apakah sebuah proses di dalam kontrol (in control) atau berada di luar kontrol (out control). Batas kontrol/garis pusat (control limit/CL) yang meliputi batas atas (upper control limit/UCL) dan batas bawah (lower control limit/LCL) dapat membantu kita untuk menggambarkan performansi yang diharapkan dari suatu proses yang menunjukkan bahwa proses tersebut berada dalam pengendalian (Indranata, 2008). Control chart adalah suatu graph dengan batasan atas (upper) dan bawah (lower) untuk menunjukkan batasan kualitas dalam proses produksi. Graph ini
Universitas Sumatera Utara
sangat bermanfaat untuk deteksi situasi abnormal di luar standar yang ditentukan dalam proses manufaktur. Dalam control chart diplot variabel waktu (kiri ke kanan) dan grafik output sekitar garis tengah (mean) sehingga dapat dilihat apakah output masih berada dalam batasan atau sudah melampaui batas atas atau bawah, dan kapan hal ini terjadi, apakah secara teratur atau jarang (Ibrahim, 2000). Data variable (variables data) merupakan data kuantitatif yang diukur untuk keperluan analisis. Ukuran-ukuran berat, panjang, lebar, tinggi, diameter, volume biasanya merupakan data variable. Peta-peta control yang umum digunakan untuk data variable adalah peta Xbar-R dan peta X-MR (Gaspersz, 2001). Pengendalian proses statistik menggunakan alat yang disebut peta pengendali (control chart) yang merupakan gambar sederhana dengan tiga garis, di mana garis tengah yang disebut garis pusat (center line) merupakan target nilai pada beberapa kasus, dan kedua garis lainnya merupakan batas pengendali atau dan batas pengendali bawah. Peta pengendali (control chart) tersebut memisahkan penyebab penyimpangan menjadi penyebab umum dan penyebab khusus melalui batas pengendalian. Bila penyimpangan atau kesalahan melebihi batas pengendalian, menunjukkan bahwa penyebab khusus telah masuk ke dalam proses dan proses harus diperiksa untuk mengidentifikasi penyebab dari penyimpangan atau kesalahan yang berlebihan tersebut (Ariani, 2005). Grafik pengendali adalah alat untuk menggambarkan dengan cara yang tepat apa yang dimaksudkan dengan pengendali statistik, di mana bentuk-bentuk grafik ini sangat sederhana yang terdiri atas tiga buah garis mendatar dan sejajar. Grafik pengendali sumbu datar melukiskan nomor sampel yang diteliti mulai dari sampel kesatu, kedua dan seterusnya. Sumbu tegak menyatakan karakteristik yang
Universitas Sumatera Utara
sedang diteliti, misalnya rata-rata, persentase dan sebagainya. Memuat tiga buah garis mendatar yang sejajar yaitu sebagai berikut: 1. Garis tengah (GT) Melukiskan ”nilai baku”
yang
menjadi
pangkal
perhitungan terjadinya
penyimpangan hasil-hasil pengamatan untuk tiap sampel. 2. Batas kontrol bawah (BKB) Garis yang menyatakan penyimpangan paling bawah dari “nilai baku” terdapat sejajar di bawah atau sentral. 3. Batas kontrol atas (BKA) Garis yang menyatakan penyimpangan paling tinggi dari “nilai baku” terdapat sejajar di atas atau sentral. Harga-harga statistik yang diperoleh tiap sampel setelah dihitung, digambarkan dalam diagram yang biasanya berupa titik-titik. Jika titik-titik itu ada di dalam daerah yang dibatasi oleh BKA dan BKB dikatakan bahwa proses dalam kontrol. Dalam hal ini, proses dibiarkan berlangsung terus. Sekali terdapat titik yang jatuh di bawah BKB atau di atas BKA, maka proses berada di luar kontrol. Ini menandakan bahwa penyebab terduga telah terjadi yang mempengaruhi proses tersebut. Dengan demikian perlu dicari dan dihilangkan agar proses berada dalam kontrol kembali (Nugraheni, 2007). Garis sentral merupakan nilai baku yang menjadi dasar perhitungan terjadinya penyimpangan hasil-hasil pengamatan untuk tiap sampel. BKA atau batas kontrol atas adalah garis yang menunjukkan penyimpangan paling tinggi dari nilai baku. BKB atau batas kontrol bawah adalah batas penyimpangan yang paling rendah.
Universitas Sumatera Utara
Karakteristik barang yang diperiksa
BKA
Garis sentral
BKB
Nomor sampel barang yang diperiksa Gambar 1. Diagram Kontrol (Control Chart) Nilai
tiap
sampel
berdasarkan
statistik
dihitung
dan
kemudian
digambarkan dengan titik-titik dan dihubungkan dengan garis untuk dianalisis. Apabila titik-titik berada dalam daerah yang dibatasi oleh BKA dan BKB, maka proses produksi berada dalam kontrol sehingga penyimpangan kualitas masih dapat ditolerir. Sebaliknya, bila titik-titik berada di luar batas BKA dan BKB, maka proses produksi berada di luar kontrol. Dalam keadaan demikian, perusahaan harus mencari hal-hal yang menyebabkan banyaknya barang yang kualitasnya menyimpang dari kualitas standar, kemudian dibetulkan agar proses produksi kembali dalam kontrol (Nasution, 2005). Salah satu teknik statistik untuk gugus kendali mutu adalah teknik yang digunakan untuk pengumpulan data. Salah satu teknik untuk mengumpulkan data adalah bagan pengendalian (control chart). Bagan pengendalian ini memberikan gambaran mengenai gejala stabilitas dalam suatu proses. Analisis statistik dilakukan atas dasar matematik untuk mencapai pengendalian. Sasaran akhir dari suatu proses produksi adalah membuat barang atau suku cadang yang sesuai dengan spesifikasi yang tertulis. Bilamana diketahui bahwa proses produksi adalah in-control, maka peran dari manajemen adalah mendapatkan hasil Universitas Sumatera Utara
semaksimal mungkin dari proses dengan menjalankannya penampilan yang ditujukan dengan baik dan secara seragam. Yang kami maksudkan dengan istilah in-control yaitu bahwa proses tersebut sesuai dengan spesifikasi tertentu yang telah ditetapkan sepanjang tidak adanya penyebab assignable yang mendorong proses keluar dari batas pengendalian proses (control limits). Yang kami maksud dengan penyebab yang assignable adalah sesuatu yang terjadi secara khusus atau yang diketahui dan dapat ditemukan dengan tepat. Matematika yang diterapkan pada bagan pengendalian menggunakan kurang lebih tiga standar deviasi sambil mengembangkan pengendalian batas atas dan batas bawah (Ingle, 1989). Diagram Sebab-Akibat Diagram sebab-akibat adalah suatu diagram yang menunjukkan hubungan antara sebab dan akibat. Berkaitan dengan pengendalian proses statistikal, diagram sebab-akibat dipergunakan untuk menunjukkan faktor-faktor penyebab (sebab) dan karakteristik kualitas (akibat) yang disebabkan oleh faktor-faktor penyebab itu. Diagram sebab-akibat ini juga sering disebut sebagai diagram tulang ikan (fishbone diagram) karena bentuknya seperti kerangka ikan, atau diagram Ishikawa (Ishikawa’s diagram) karena pertama kali diperkenalkan oleh Prof. Kaoru Ishikawa dari Universitas Tokyo pada tahun 1943 (Gaspersz, 2001). Diagram sebab-akibat atau diagram tulang ikan digunakan untuk memecahkan suatu masalah, sangat penting untuk mengetahui penyebab dan hubungan intra-penyebab masalah tersebut. Dengan analisa data dapat diketahui akar penyebab terbesar untuk pemecahan masalah. Sebelah ujung kanan digambarkan efek dan penyebab terbesar-efek digambarkan sebelah kiri-atas dan bawah garis tengah horizontal disebut efek. Penyebab-penyebab utama ini kemudian masih mempunyai sub-penyebab dan seterusnya hingga tingkat
Universitas Sumatera Utara
terendah atau terkecil. Diagram ini bukan alat statistik (membaca frekuensi kejadian) tetapi menunjukkan variasi-variasi penyebab (Ibrahim, 2000). Diagram sebab-akibat merupakan diagram yang digunakan untuk mengidentifikasi berbagai kemungkinan penyebab suatu permasalahan. Penyebab permasalahan ini bisa diidentifikasi melalui proses sesi brainstorming (curah pendapat). Secara umum penyebab utama permasalahan adalah metode kerja, mesin (peralatan), orang, material, alat pengukuran, dan lingkungan. Berdasarkan penyebab utama tersebut kemudian bisa dikembangkan penyebab-penyebab lain yang lebih spesifik melalui curah pendapat (Purnama, 2006).
Gambar 2: Kerangka Diagram Sebab Akibat Sebab-sebab atau faktor-faktor yang menimbulkan akibat atau effect yang mempengaruhi karakteristik kualitas itu antara lain dapat digolongkan sebagai berikut : • Manpower (men) • Materials • Methods • Machines • Others
Universitas Sumatera Utara
Langkah-langkah dalam pembuatan diagram sebab-akibat yaitu: 1. Mendefinisikan masalah. 2. Memilih masalah yang utama. Kemudian masalah utama diletakkan pada fish head (kepala ikan). 3. Menspesifikasikan kategori utama penyebab sumber-sumber masalah. Faktorfaktor penyebab atau kategori utama dapat dikembangkan melalui stratifikasi ke dalam pengelompokan dari faktor-faktor: manpower (men), machines, matherials, methods dan others. 4. Mengidentifikasikan kemungkinan sebab masalah ini, yaitu dengan membuat penyebab sekunder sebagai tulang yang berukuran sedang dan penyebab tersier/yang lebih kecil sebagai tulang yang berukuran kecil. 5. Mengambil tindakan-tindakan korektif yang perlu dilakukan untuk mengatasi penyebab-penyebab utama tersebut. Pada dasarnya fishbone diagram/diagram sebab-akibat berfungsi untuk: • Membantu mengidentifikasi akar penyebab dari suatu masalah. • Membantu membangkitkan ide-ide untuk solusi suatu masalah. • Membantu dalam penyelidikan atau pencarian fakta lebih lanjut. (Sasongko, 2008).
Universitas Sumatera Utara