TINJAUAN PUSTAKA
Lahan Kritis Kerusakan lahan Ine~pakan beban berat yang haws ditanggung masyarakat terutama jika diperhltungkan akibat samping yang ditimbulkannya, seperti kerusakan lingkungan, banjir pada saat musim hujan, pendangkalan irigasi dan saluran sungai serta kekurangan air pada saat musim kemarau. Hal ini menuntut perhatian karena memperbaiki lahan yang telah kritis agar dapat berfungsi dengan baik memerlukan waktu yang lama serta biaya yang mahal (Arsyad. 1989). Menurut Kumia (1993), penyebab utama terjadinya degradasi lahan dan timbulnya lahan kritis adalah erosi. Erosi yang terjadi pada lahan pertanian adalah yang terQesar dibandingkan dengan penggunaan lahan lain, ha1 ini disebabkan karena usahatani umumnya dilakukan pada lahan berlereng yang ditanami dengan tanaman semusim terus menerus sepanjang tahun tanpa memperhatikan kaidah-kaidah konservasi yang baik. Menurut Wiradisastra, et a/. (1991), lahan kritis merupakan lahan yang berada di daerah hidroorologi dengan fluktuasi debit air sungai dan tirlgkat kerusakan tanah serta erosi yang tinggi. dan atau lahan di daerah perladangan berpindah serta penggarapanyang merusak tanah dan lingkungan. Direktorat Jenderal Tanaman Pangan menetapkan lahan kritis sebagai lahan yang tidak atau kurang produktif lagi dari segi pertanian, karena pengelolaan dan penanganannya kurang atau tidak memperhatikan persyaratan konservasi tanah (Wahyunto et a/., 1993), sedangkan Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat mendefinisikan lahan kritis sebagai lahan yang telah mengalami kerusakan fisik tanah karena berkurangnya penutupan vegetasi dan adanya
gejala erosi dan akhirnya rnernbahayakan fungsi hidrologi dan daerah lingkungannya (Sunyoto et aL. 1993). PPLH UGM, 1987 rnendefinisikan lahan kritis sebagai lahan yang karena tidak sesuai penggunaan dan kernarnpuannya sehingga rnengalarni kerusakan fisik, kirnia dan biologi yang akhimya rnernbahayakan fungsi hidrologi, orologi, produksi pertanian, pernukirnan dan kondisi sosial ekonomi. Keputusan Direktorat Jenderal Reboisasi dan Rehabilitasi Lahan nornor 073lKptsNl1994 tanggal 24 Nopernber 1994 tentang Pedornan Penyusunan Rencana Teknik Lapangan Rehabilitasi Lahan dan Konservasi Tanah Daerah Aliran Sungai rnendefinisikan bahwa lahan kritis adalah lahan yang keadaan fisiknya sedernikian rupa sehingga lahan tersebut tidak dapat berfungsi secara baik sesuai dengan peruntukannya sebagai media produksi maupun media tata air. Lahan-lahan tersebut dapat berupa: a. Lahan gundul yang sudah tidak bervegetasi sarna sekali b. Padang alang-alang atau lahan yang diturnbuhi sernak belukar yang tidak produktif
c. Areal yang berbatu atau berparit sebagai akibat erosi tanah d. Lahan yang kedalarnan solurnnya sudah tipis sehingga tanarnan tidak dapat turnbuh dengan baik. e. Tanah yang tingkat erosinya rnelebihi tingkat erosi yang dapat ditoleransikan, yaitu untuk tanah dengan kedalaman solurn lebih dari 100 crn sebesar 14 tonlhalth, untuk tanah dengan kedalarnan solurn 30-100 crn sebesar 10 ton/ha/th, dan untuk tanah dengan kedalarnan solurn kumng dari 30 cm sebesar 5 ton/ha/th. Departernen Kehutanan yang tergolong paling sering rnenangani lahan kritis rnenitik-beratkan dari segi sifat hidrologi dan hidroorolagi lahan tanpa rnelihat kondisi tanah dengan rnelihat tingkat penutupan lahan (vegetasi) dan
kemiringan lahan. Lahan kritis didefinisikan sebagai lahan yang penutupan vegetasinya kurang dari 25 persen dengan kemiringan lebih besar dari 15 persen dan atau ditandai dengan adanya gejala emsi seperti erosi lembar dan erosi alur. Selanjutnya lahan kritis dibedakan menjadi empat kelas berdasarkan tingkat kekritisannya, yaitu potensial kritis, semi kritis, kritis, dan sangat kritis (Suwardjo,
eta/., 1996), Potensial Kritis, adalah lahan yang masih produktif tetapi kurang tertutup vegetasi, atau mulai tejadi erosi ringan, sehingga lahan akan rusak dan menjadi kritis. Lahan yang termasuk dalam kelas potensial kritis mempunyai ciri-ciri antara lain: a. Lahan masih mempunyai fungsi produksi, hidroorologi sedang, tetapi bahaya untuk menjadi kritis sangat besar bila tidak dilakukan usaha konse~asi. b. Lahan masih tertutup vegetasi, tetapi kondisi topografi atau keadaan lereng sedemikian curam (>45 persen), sangat tertoreh dan kondisi tanah atau batuan yang mudah longsor, atau peka erosi sehingga bila vegetasi dibuka akan terjadi emsi berat. c. Lahan yang produktivitasnya masih baik, tetapi penggunaannya tidak sesuai dengan kemampuannya dan belum dilakukan usaha konsewasi, misalnya hutan yang baru dibuka.
%mi Kritis, adalah lahan yang kurangltidak produktif, mempunyai ciri-ciri antara lain: a. Lahan telah mengalami erosi ringan hingga sedang (horizon A 6 cm), antara lain erosi permukaan dan emsi alur, tetapi produktivitasnya rendah karena tingkat kesuburannya rendah. b. Lahan masih produktif tetapi tingkat bahaya erosi tinggi sehingga fungsi hidrologi menurun. Bila tidak ada usaha perbaikan maka dalam waktu relatit singkat akan menjadi kritis. Solum tanah sedang (60-90 cm) dengan
,
7
ketebalan lapisan atas (horison A) umumnya kurang dari 5 cm. Vegetasi dominan biasanya alang-alang, rumput, semak belukar atau hutan jarang Kritis, adalah lahan yang tidak pmduktif atau produktivitasnya rendah sekali, dengan ciri-ciri: a. Lahan yang telah mengalami erosi berat, dimana tingkat erosi umumnya erosi parit (gully emsion). b. Kedalaman tanah sedang sampai dangkal(<60cm) c. Persentase tutupan lahan kurang dari 50 persen d. Kesuburan tanah rendah dan meliputi daerah perladangan yang telah rusak. padang rumpuUalang-alang dan semak belukar yang tandus. k tidak berpotensi lagi Sanaat Kritis, adalah lahan yang sangat ~ s a sehingga untuk digunakan sebagai lahan pertanian dan sangat sukar untuk direhabilitasi, dengan ciri-ciri:
a. Lahan telah mengalami erosi sangat berat (horison A dan B telah hilang). selain erosi parit, banyak dijumpai tanah longsor (land slide/slumping), tanah merayap (land creeping) dengan dinding longsoran sangat terjal. b. Lapisan tanah dangkal sampai sangat dangkal (<30cm) atau tanpa lapisan
atas dan atau tinggal bahan induk, sebagian horison B telah tererosi. c. Persentase penutupan (vegetasi) sangat rendah (< 25%) bahkan gundul atau tandus.
Aliran Permukaan Pendugaan volume dan laju puncak aliran permukaan dapat dilakukan dengan menggunakan metode Soil Concervation Service (SCS), dimana aliran permukaan (Q) tergantung atas curah hujan (P) dan volume simpanan air yang tersedia untuk menahan air (S). Penahanan aktual (F) adalah perbedaan antara
curah hujan dengan aliran permukaan. Selanjutnya sejumlah volume air hujan yang disebut abstraksi awal (la) tidak akan menjadi aliran permukaan. SCS
mengasumsikan hubungan antara curah hujan dan aliran pemukaan menurut persamaan (Arsyad, 1989): dengan F: retensi (penahanan) aktual atau perbedaan antara curah hujan dengan aliran permukaan, S: retensi air maksimum potensial, Q: volume aliran pemukaan, P: presipitasi (hujan) dan la: abstraksi awai. Volume aliran permukaan dan laju puncak aliran permukaan dihitung menggunakan rumus sebagai berikut:
dengan
Q : volume aliran pemukaan (mm),
P: curah hujan (mm), S:
penahananlretensi air potensial maksimum (mm), q : laju puncak aliran permukaan (m3/detik),A : luas DAS (hektar) dan BK :bilangan kurva Ada beberapa metode yang dapat digunakan untuk menduga erosi, yang masing-masing mempunyai pendekatan
yang
berbeda
sehingga
akan
memberikan has1 yang berbeda. Adapun metode-metode tersebut diantaranya: metode USLE, AGNPS, ANSWERS, dan lain-lain. Metode USLE merupakan metode prediksi erosi yang sederhana sebagai persamaan empiris yang dikembangkan dari analisis regresi yang biasanya digunakan untuk prediksi erosi
lembar dan emsi alur. Kelebihan metode ini adalah sederhana, nilai parameter sudah tersedia, sedangkan kekurangannya adalah tidak akurat untuk prediksi per kejadian hujan, kurang mengakomodasi deposisi dan poroduksi sedimen untuk skala catchmenf dan tidak memperhitungkan erosi dari hot spots seperti erosi pant. Secara matematik persamaan emsi metode USLE dikemukakan oleh Barrow (1997) maupun Wischmeier dan Smith (1978) dalam Asdak (1995) sebagai betikut:
A = RKLSCP dengan A = besamya kehilangan tanah per satuan luas lahan R = faktor erosivitas curah hujan K = faktor erodibilitas tanah
L = faktor panjang kemiringan lereng S = faktor gradien kemiringan lereng C = faktor pengelolaan P = faktor konsewasi tanah
Bilangan K u ~ Aliran a Permukaan (BK) Volume dan laju aliran permukaan tergantung pada sifat-sifat meteorologi
.
dan sifat-sifat daerah aliran sungai, dan pendugaan aliran permukaan memerlukan suatu indeks yang mewakili kedua faktor tersebut. Volume curah hujan mungkin me~pakansatu-satunya sifat meteorologi yang penting dalam menduga volume aliran permukaan. Tipe tanah, penggunaan tanah, dan kondisi hidrologi penutup adalah sifat-sifat daerah aliran yang mempunyai pengaruh paling penting dalam pendugaan volume aliran permukaan. Kandungan alir tanah sebelumnya juga penting dalam pendugaan alimn permukaan (Arsyad, 1989). SCS (Soil Concervation Service, Amerika Serikat) telah mengembangkan indeks yang disebut Runoff Curve Number (CN) atau yang dikenal dengan Bilangan Kuwa Aliran Permukaan (BK) yaitu suatu indeks yang menyatsrkan
,,
..
pengaruh bersama tanah, penggunaan tanah, perlakuan terhadap tanah pertanian, keadaan hidrologi dan kandungan air tanah sebelumnya. Faktor-faktor tersebut dapat dinilai dengan survai tanah, penelitian setempat dan peta penggunaantanah (Arsyad, 1989). Bilangan kurva ditentukanldiduga berdasarkan klasifikasi tipe tanah, klasifikasi kompleks penutup tanah dan kandungan air tanah sebelumnya. SCS telah mengembangkan suatu sistem klasifikasi tanah yang mengelompokkan tanah ke dalam empat tipe sebagai berikut (Wanielista, 1990): Tipe A: tanah pasir, pasir berlempung, loess dalam, debu yang beragregat m
Tipe 6: loess dangkal, lempung, lempung berpasir Tipe C: tanah lempung berdebu, lempung liat berpasir, tanah berkadar bahan
-
organik rendah dan tanah berkadar liat tinggi Tipe D: tanah , lempung berliat, lempung berpasir, lempung liat berdebu, liat, dan tanah saline tertentu. Klasifikasi kornpleks penut~lptanah SCS terdiri atas tiga faktor yaitu
penggunaan tanah, perlakuan atau tindakan yang diberikan dan keadaan hidrologi. Terdapat sekitar 14 macam penggunaan tanah yang dipergunakan pada tabel untuk menduga nilai BK (selengkapnya disajikan pada lampiran 1). Penggunaan tanah pertanian seringkali dibagi ke dalam perlakuanttindakan yang diberikan seperti penanaman menurut kontur atau pembuatan teras. Pembagian ini menunjukkan penga~hnyaterhadap aliran permukaan. Kondisi hidrologi mencerminkan tingkat pengelolaan tanah yang dipergunakan yang dibedakan ke dalam buruk, sedang dan baik. Kandungan air tanah sebelumnya mempengaruhi volume dan laju aliran permukaan. SCS menyusun tiga kondisi kandungan air sebelumnya yang diberi angka Romawi sebagai berikut (Arsyad, 1989): Kondisi I: tanah dalam keadaan kering tetapi tidak sampai pada titik layu; telah pemah ditanami dengan hasil memuaskan dengan batas curah hujan
Secara garis besarnya slstem penanderaan jauh dikelompokkan menjadi dua, yaitu pertama sistem data fotografik (pictorial) yang menghasilkan gambar berbentuk foto atau yang dikenal dengan foto udara dan memakai wahana pesawat terbang, kedua sistem data numerik adalah sistem yang umumnya menggunakan wahana satelit dimana hasil yang direkam merupakan data digital yang berbentuk angka-angka. Angka-angka ini kemudian diterjemahkan oleh kornputer agar dapat ditampilkan sebagai gambar. Pengenalan obyek di permukaan bumi didasarkan pada nilai reflektan energi elektromagnetik yang dipancarkan oleh obyek yang direkam oleh sensor. Di permukaan bumi terdapat tiga kelompok obyek utama yaitu vegetasi, tanah dan air yang masing-masing memancarkan energi elektromagnetik dengan panjang gelombang tertentu. Siat-sifat inilah yang digunakan oleh penginderaan jauh untuk mengenali obyek-obyek atau tipe-tipe penutup lahan yang ada di permukaan bumi (Lillesand and Kiefer, 1993). Pemisahan suatu objek dapat didekati dengan pengenalan ciri-ciri spektral (specfral signature). Ciri spektral adalah pola kecerahan relatif (pattern brightness) pada saluran spektral yang memberikan karakteristik suatu objek. Hunt (1980) mengemukakan bahwa ciri spektral mempakan bagian yang terpenting untuk interpretasi data dari sistem penginderaan jauh, baik foto udara maupun citra berbentuk data digital, karena biasanya ciri-ciri spektral tersebut memberikan sifat bagi kenampakan beberapa objek. Ciri-ciri spektral pada citm dapat dipakai sebagai ~ j u k a nspektral (spectml reference).
Beberapa Sistem Penginderaan Jauh Saat ini ada beberapa sistem penginderaan jauh satelit sumberdaya alam yang telah beroperasi diantaranya, Landsat yang niempunyai beberapa generasi
yaitu MSS, TM dan ETM+; SPOT; JERS; ERS; IKONOS dan lain-lain. Masingrnasing sistem tersebut mempunyai kemampuan yang bebeda-beda karena kemampuan sensornya yang berbeda. Sistem SPOT
mempunyai empat saluran termasuk tiga kanal
multispektral, yaitu kanal hijau (05-0,59 pm), rnerah (0,61-0,68 pm), infra merah dekat (0,79-0,89 prn) dan satu kanal pankromatik pada panjang gelombang 0,510,73 pm. Resolusi spasial citra SPOT adaltih 20x20 meter untuk kanal multispektral dan 10x10 meter untuk kanal pankromatik sedangkan cakupannya seluas 60 krn (Lillesand and Kiefer. 1993). SPOT tidak mempunyai kanal infra merah tengah yang peka terhadap kandungan air daun menyebabkan citra SPOT kurang baik untuk studi vegetasi, selain itu dari segi harga SPOT mernang lebih mahal (Dimyati, 1998). Sistem JERS mempakan salah satu satelit dengan sistem radar dan mempunyai kemampuan kenampakan tiga dimensi pada beberapa kanal. Satelit ini mempunyai dua kanal, yaitu kanal L-SAR dan OPS (optik) yang menggabungkan dua kanal tampak (0,52-0,60 prn dan 0,63-0,69 pm), satu kanal infra merah dekat (0,76-0,86 pm) dan empat kanal infra merah tengah (1,60-1,71 pm, 2,Ol-2,12 prn, 2,13-2,35 pm dan 2,27-2,40 pm). Citra JERS mempunyai resolusi spasial18x18 meter dengan lebar cakupan 75x75 km (Christopher, 1992 dalam Dimyati, 1998). Sistem satelit IKONOS me~pakansalahsatu sistem satelit resolusi spasial sangat tinggi yang mempunyai kemampuan untuk menghasilkan citra stereo, hampir menyamai foto udara dan dapatrnenghasilkancitra untuk S e l u ~ h permukaan bumi di dunia. Satelit IKONOS rnempunyai lima kanal sensor, yaitu 4 kanal multispektral yaitu: kanal biru (0,45 - 0,53 pm), kanal hijau (0,52
- 0,61
pm), kanal merah (0,64 - 0.72 pm) dan kanal infra merah dekat (0,77 - 0,88 pm)
dengan resolusi spasial masing-masing 4 meter dan 1 kanal pankromatik (0,45
-
0,90 pm) dengari resolusi spasial 1 meter. Ukuran scene nominal citra IKONOS adalah 11 x IIkrn dengan periode ulang 1-3 dan 14 hari (Sapce Imaging, 2001). Sistem Landsat MSS, TM dan ETM+ sama-sama merupakan slstem multi spektml tetapi masing-masing mempunyai perbedaan utama dalam ha1 resolusi spasial dan spektml yaitu 80 meter untuk MSS, 30 meter untuk TM sedangkan ETM mempunyai kelebihan yaitu kanal pankromatik yang resolusinya 15 meter sedangkan kanal lainnya sama dengan TM. Selain itu sistem MSS hanya mempunyai empat kanal yaitu gelombang hijau (0,50-0,60 pm), gelombang merah (0,60-0,70 pm), dan gelombang infra merah dekat (0,70-0,80 pm dan 0.80-1 ,I0 pm) (Schowengerdt, 1983). Sistem Landsat-TM merupakan penyempumaan dari seri landsat sebelumnya MSS, yaitu dalam ha1jumlah kanal dan resolusi spasialnya. Jumlah kanalnya Landsat-TM telah menjadi tujuh kanal dengan spesifikasi tertentu seperti disajikan dalam Tabel 1 sedangkan resolusi spasial Landsat-TM adalah 30 meter (Campbell, 1987) Tabel 1. Spesifikasi kanal Landsat-TM Kanal 1
1
Panjang gelombang 0.45- 0.52 pm
-
2
0,52 0,60 pm
- ..- . -
. . . - - -.. 0.63 0.69 pm
.. .
3
4
"
0.76- 0.90
-'
Warna
I I
fl
'
I
Biru
'
Aplikasi
I Untuk mempelajan tubuh air. pemetaan perI airan pantai, tanah & tanaman
Untuk mengetahui puncak reflektansi kehilauantanaman, membedakan vegetasi -I .serta - - ... penilaian kesuburan-. Merah Untuk kontras vegetasi dan bikan vegetsiserta kontras antara kelas vegetasi InfraRed / Untuk identifikasi tanaman dan memperkuat Hijau
I kelembaban tanah sprta nemetaan nanas
I
Sebagai program lanjutan dah sistem Landsat sebelumnya, Landsat-ETM+ mempunyai beberapa kelebihan diantaranya adalah dalam ha1 jumlah kanalnya lebih banyak karena mempunyai kanal infra merah (kanal 6) dan satu kanal pankmmatik. Selain itu juga terdapat peningkatan resolusi spasial yaitu pada infra merah menjadi 60 meter sedangkan pada kanal pankromatik 15 meter. Dengan peningkatan resolusi spasial tersebut diharapkan dapat memberikan informasi permukaan yang lebih detil (NASA, 2000).
Sistem lnformasi Geografi Sistem lnformasi Geografi (SIG) adalah suatu sistem informasi yang dirancang untuk bekerja dengan data yang berreferensi spasial atau berkoordinat geografi. SIG dapat diasosiasikan sebagai peta yang berorde tinggi yang juga mengoperasikan dan menyimpan data non spasial (Star dan Estes, 1990 dalam Barus dan Wiradisastra, 2000). Goodschild et. a/. 1996, dalam Wilson, 1996 mengemukakan bahwa SIG telah terbukti kehandalannya untuk mengumpulkan, menyimpan, mengelola, menganalisa dan menampilkan data spasial baik biofisik maupun sosial ekonomi. Secara umum SIG menyediakan fasilitas-fasilitas untuk mengambil, mengelola, memanipulasi dan manganalisa data serta menyediakan hasil baik dalam bentuk grafik maupun dalam bentuk tabel, namun demikian fungsi utamanya adalah untuk mengelola data spasial (Star dan Estes, 1990 dalam B ~ N dan S Wiradisastra, 2000). Menurut Wang (1991), SIG memberikan kebebasan pada pengguna untuk mengkombinasi, mengoverlay, dan menganalisa data dari berbagai sumber yang berbeda tanpa memperhatikan skala, akurasi, resolusi dan kualitas data. Kemampuan SIG untuk menyimpan, memetakan dan menganalisa data
dari berbagai tipe secara bersamaan termasuk mentransformasikan data tersebut sehingga skala geografi dan proyeksinya dapat diperbandingkan, membuat SIG lebih daripada suatu sistem pemetaan secara komputerisasi. lntegrasi SIG ke dalam model hidrologi mulai dikembangkan sejak awal tahun 1990-an, terutama di Arnerika Serikat dan kemajuan yang berarti pada awal dekade ini disebabkan karena ketersediaan data spasial yang memadai termasuk data meteorologi terdistribusi spasial untuk mendukung model-model hidrologi (Maidment, 1996 dan Leon, L ef a/. 1997). Tim dan Jolly (1994) dalam Olivera, 1996 mengemukakan bahwa terdapat tiga tingkatan potensial dari integrasi SIG dengan model hidrologi, yaitu: lntegrasi pertama yang disebut dengan integrasi ad hoc dimana SIG hanya digunakan sebagai pemroses awal dari data masukan model. lntegrasi kedua yang disebut dengan integrasi parsial dimana SIG juga digunakan untuk menyediakan data masukan dan menerima hasil model untuk diproses lebih lanjut. lntegrasi ketiga yang disebut dengan integrasi lengkap atau pemodelan, dimana fungsi-fungsi model diprogramkan langsung dalam SIG. Beberapa peneliti telah berhasil mengintegrasikan SIG dalam model hidrologi, namun integrasi tenebut umumnya dilakukan pada tingkat pertama dan kedua (Olivieri et al., 1992) Wang (1991) mengemukakan bahwa integrasi antara penginderaan jauh dan teknologi Sistem lnformasi Geografi (SIG) secara nyata akan meningkatkan kemampuan untuk menangani hal-ha1 yang berhubungan dengan data spasial (informasi geografr). Setain itu data penginderaan jauh mempunyai potensi untuk memperbaiki kualitas dan meningkatkan kuantitas ketersediaan data untuk SIG. Danoedoro (1994) telah b e h s i l melakukan integrasi data penginderaan jauh dan SIG untuk mengekstraksi informasi tataguna lahan, sedangkan Cialella et a/. (1997) juga telah menggunakan kemampuan SIG untuk memprediksi kelas
drainase tanah dengan menggunakan data penginderaan jauh dan data digital ketinggian. Menurut Van Camp and de Wulf (1998) d m Sarnarakoon and Honda (1998), pemanfaatan data penginderaan jauh dalam bidang hidrologi dapat
dikelornpokkan ke dalarn dua kelornpok, yaitu: 1) pernetaan rnelalui interpretasi data penginderaan jauh dan 2 ) klasifikasi penutupan lahan sebagai masukan dari model hidrologi. Data penginderaan jauh dapat rnernberikan informasi mengenai penutup lahan yang merupakan masukan penting untuk pendugaan aliran permukaan. Mengingat permukaan bumi seperti kecumrnan lereng, dan jenis tanah relatif tetap, maka dengan menggunakan data penginderaan jauh secara * temporal akan dapat diketahui perubahan aliran permukaan dalam kurun waktu tertenfu.
,