TINJAUAN PUSTAKA
Konsep Kecerdasan Menurut Sadli (1986) tingkah laku inteligentif adalah suatu tindakan untuk mengolah dan menguasai lingkungan secara efektif. Semakin tinggi tingkat kecerdasan makhluk hidup, semakin kuat makhluk tersebut untuk menyesuaikan diri terhadap berbagai kondisi dalam lingkungan alam. Menurut Sarwono (1975) dalam Sadli (1986) inteligensi atau kecerdasan memilikki banyak faktor bebas, tetapi berfungsi pada suatu saat tertentu dan hanya sebagian kecil dari keseluruhan faktor yang ada.Perlu diketahui juga, selain intelegensi ada tingkah laku lain yang mirip dengan tingkah laku inteligentif, yaitu tingkah laku yang didasari oleh instink dan bakat. Instink adalah suatu perilaku yang rumit, yang membutuhkan keterampilan yang tinggi untuk menyesuaikan diri dengan lingkungan yang sulit. Akan tetapi, perilaku instinktif memilikki sifat yang sangat kaku dan tidak bervariasi sebab instink merupakan faktor bawaan sejak lahir. Karena tidak dipelajari oleh makhluk yang bersangkutan, perilaku instinktif tidak akan berkembang dan hanya akan menjadi sesuatu yang tetap hingga beberapa tahun mendatang (Sadli 1986). Bakat
adalah
memungkinkannya
kondisi
dengan
di
suatu
dalam latihan
diri khusus
seseorang untuk
yang
mencapai
kecakapan, pengetahuan, dan ketrampilan khusus (Sadli 1986). Bakat yang tidak disertai dengan rangsangan pendidikan, pengalaman, dan latihan yang tepat serta memadai tidak akan berkembang optimal, sehingga prestasi-prestasi yang dapat dicapai oleh anak juga tidak akan optimal. Dengan demikian, bakat itu sendiri dipisahkan dari inteligensi karena berpengaruh besar terhadap inteligensi atau kecerdasan. Menurut Gardner (1993) ada beberapa pendapat dari beberapa pakar pendidikan yang masih berpikir secara sempit mengenai kecerdasan. Definisi dari kecerdasan itu antara lain : 1. Pada awalnya dipercaya Inteligensi merupakan suatu kesatuan ternyata ternyata terdapat berbagai Inteligensi setelah ditelaah kembali.
9
2. Pada awalnya dipercaya bahwa setiap orang dilahirkan dengan tingkat inteligensi tertentu. Hal ini terkait dengan teori dari JeanJacque Rousseau seorang ilmuwan sosial dari Swiss di mana dia menyatakan suatu konsep naturalisme di mana anak sudah memilikki bakat maupun kecerdasan tertentu sejak kecil sehingga orang tua maupun pengajar hanya cukup mengarahkan anak sesuai dengan bakat alaminya. Akan tetapi, ternyata setiap orang mempunyai berbagai tingkatan inteligensi yang berbeda untuk setiap bentuk inteligensi. Seperti yang diungkapkan oleh B.F. Skinner seorang filosof, dan ilmuwan sosial dari Amerika yang menyatakan teori behaviorisme. Teori ini menjelaskan mengenai peningkatan perkembangan anak terhadap suatu hal yang terjadi akibat adanya aktivitas-aktivitas yang dirangsang kepada anak secara teratur dari suatu kondisi lingkungan tertentu. 3. Pada awalnya diperkirakan sulit untuk merubah inteligensi kita, karena terdapat dalam DNA kita, tetapi pada akhirnya inteligensi tidak hanya terikat pada DNA, tetapi dia juga terikat pada tingkah laku dan kebudayaan. 4. Pada
awalnya
diperkirakan
psikolog
dapat
menunjukkan
kecerdasan hanya dengan menggunakan tes IQ. Saat ini, ternyata tes ini hanya mengukur sebagian inteligensi saja, khususnya untuk tujuan pemisahan anak pintar atau anak yang memilikki kelebihan dibandingkan dengan anak yang lain dari jumlah populasi yang banyak terhadap anak yang perlu dipilih. Inteligensi atau kecerdasan adalah sebuah sistem biofisikal yang potensial untuk proses yang lebih spesifik terhadap suatu informasi yang tentunya diperoleh dari beragam cara. Pengukuran inteligensi ini perlu dilakukan untuk suatu budaya atau komunitas tertentu (Gardner 1993). Secara biologis otak manusia terdiri dari tiga bagian yaitu right cerebral hemisphere atau belahan otak kanan, left cerebral hemisphere atau belahan otak kiri dan cerebellum atau belahan otang tengah. Pada belahan otak kiri terdapat dua kuadran yaitu kuadran I dan Kuadran II sedangkan pada belahan otak kanan terdapat dua kuadran juga yaitu Kuadran III dan Kuadran IV (Restak, 2001). Kuadran I menunjukkan letak
10
kemampuan berpikir logis, analisis, dasar fakta, dan kuantitatif berada. Pada
kuadran
II
menunjukan
kemampuan
seseorang
dalam
hal
pengorganisasian, perencanaan, dan detail. Sedangkan pada bagian III menunjukkan kemampuan interpersonal, merasakan sesuatu, kinestetik dan emosi dalam diri seseorang. Bagian terakhir yaitu kuadran IV menunjukkan kemampuan berpikir holistik, intuisi, integrasi dan memaknai sesuatu. Menurut Restak (2001) pada teori sebelumnya masih banyak orang yang beranggapan bahwa otak hanya terbagi menjadi dua bagian saja yaitu bagian kanan dan bagian kiri. Pendapat ini didasarkan pada model pemrosesan informasi
verbal, analitik, sekuensial, silogestik yang telah
diasosiasikan dengan kegiatan belahan otak sebelah kiri untuk orang yang tidak kidal dan normal. Sedangkan model pemrosesan informasi ruang, sintetik, simultan intuisi diasosiasikan dengan kegiatan otak sebelah kanan untuk orang normal. Menurut Susanto (2005) dalam (http://www.google.co.id/url?sa=t&) bahwa kemampuan yang dimiliki oleh seseorang lalu menyelesaikannya atau membuat suatu yang dapat berguna bagi orang lain. Hal ini juga diperkuat oleh pendapat Gardner bahwa kecerdasan adalah kemampuan untuk memecahkan persoalan dan menghasilkan sesuatu berupa hasil yang bermacam-macam dalam situasi yang nyata. Dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa kecerdasan adalah kemampuan untuk memproses suatu sumber masalah dengan solusi-solusi yang tepat sehingga dapat menciptakan penyelesaian masalah yang baik. Konsep Kecerdasan Musikal Menurut Gardner dalam Sephard (2007) kecerdasan musikal adalah situasi ketika seorang anak dapat dengan cepat dan akurat mempelajari pitch, struktur melodis, ritme, dan timbre dari suatu bentuk musik.
Anak
tersebut
dapat
juga
melakukan
kegiatan
itu
tanpa
membutuhkan banyak penjelasan mengenai apa yang perlu dilakukan. Anak seperti ini biasanya sangat suka mendengarkan musik dan akan berusaha melakukannya pada setiap kesempatan. Mereka biasanya berhasil menirukan musik dan suara, dan suka merekam suara diri sendiri, kemudian memainkan kembali.
11
Menurut Gardner dalam Sephard (2007) membuat musik dapat membantu perkembangan inteligensi-inteligensi seperti hubungan dan struktur otak, kemampuan koordinasi umum, koordinasi mental dan fisik, kemampuan pemahaman ruang, fungsi daya ingat, keterampilan bahasa, pemahaman matematika, kreativitas personal, keterampilan sosial serta kesehatan mental dan fisik. Kecerdasan musikal merupakan bagian dari kecerdaan jamak yang berkaitan dengan kepekaan mendengarkan suara musik dan suara lainnya. Kemunculan kecerdasan ini dapat dilihat melalui kemampuan seseorang untuk menghasilkan dan mengapresiasi ritme dan irama musik yang dapat diwujudkan
melalui
kemampuan
mempersepsikan.
Kecerdasan
ini
melibatkan kepekaan diri terhadap ritme, melodi dan bunyi musik lainnya dari suatu karya musik Sephard (2007). Ciri-ciri Kecerdasan musikal : a. Senang memainkan alat musik b. Dapat mengingat irama suatu melodi (hearing) c. Memilikki prestasi yang baik di bidang seni musik d. Senang belajar mengenai seni musik e. Mengoleksi lagu-lagu dari berbagai media (CD, DVD, situs internet, buku) f.
Menyanyi untuk diri sendiri maupun orang lain
g. Dapat mengikuti irama sebuah lagu yang sedang dimainkan. h. Memiliki suara yang baik untuk menyanyikan lagu i.
Peka terhadap berbagai macam suara pada lingkungan sekitar Dengan demikian dapat dikatakan bahwa pendidikan musik sangat
berharga untuk mempersiapkan seseorang menjadi generasi yang positif, kreatif, dan memiliki keseimbangan antara kecerdasan intelektual, emosional, dan bahkan spiritual. Konsep Seni Musik Pengertian Musik Musik adalah bagian dari kehidupan dan perkembangan jiwa manusia (Kamtini 2005). Kemudian definisi lain dari musik itu sendiri adalah kekuata dasar yang sangat efektif untuk menenangkan jiwa dan memberikan inspirasi bagi semua orang (Ortiz 2002).
12
Pengertian musik bermacam-macam. Dapat dikatakan demikian karena musik adalah bunyi yang dianggap enak oleh pendengarnya sedangkan penegrtian yang lain adalah musik merupakan berbagai bunyi yang dihasilkan dan diciptakan dengan sengajaoleh seseorang atau kelompok. Musik menurut Aristoteles adalah suatu hal yang memiliki kemampuan untuk menentramkan jiwa, menenangkan hati, dan sebagai alat terapi yang menghibur serta meningkatkan semangat kerja.
Jenis-Jenis Musik Musik Klasik adalah musik yang berasal dan berkembang di negara-negara eropa pada abad pertengahan setelah masehi. Istilah klasik yang berarti serius merupakan gaya musik yang berlawanan dengan musik populer (Safrina 2002). Musik klasik juga biasa disebut sebagai musik sastra karena biasanya lirik maupun suara instrumen yang dihasilkan bersifat megah dan memiliki arti moral kehidupan yang tinggi. Musik Populer dikenal juga sebagi musik pop. Jenis musik ini berkembang di Eropa dan Amerika pada awal tahun 1900 karena jenis musik ini muncul pada abad 20. Dengan demikian, banyak orang yang memberikan pengertian lain pada musik pop sebagai musik modern dan mengikuti perkembangan zaman anak muda saat ini. Musik populer pada awalnya adalah suatu kombinasi antara musik rakyat dengan musik klasik (Safrina 2002). Akan tetapi, musik pop berbeda dengan musik klasik terutama dalam hal bentuk komposisi dan cara menulis lagu. Walaupun ada pengaruh musik klasik, musik pop tidak terkait erat pada aturan-aturan agama seperti halnya pada musik klasik yang sangat dipengaruhi oleh agama Katolik. Menurut Safrina (2002) Jenis musik ini lebih sederhana sehingga lebih mudah untuk diterima oleh masyarakat luas. Jenis musik populer itu sendiri dapat dibagi menjadi beberapa jenis aliran musik yaitu musik jazz, musik rock, dan musik rakyat seperti keroncong.
13
Unsur-Unsur Musik Menurut Suprapti (2006) hal-hal yang mencakup di dalam unsurunsur musik tersebut antara lain suara, nada, harmoni, ritme, melodi dan notasi. Suara dinotasikan dalam suatu bentuk, kemudian ditangkap frekuensinya ke dalam alat pendengaran kita. Aspek dasar suara di bidang seni musik biasanya dapat dijelaskan melalui suatu alat penghasil suara. Alat yang digunakan tersebut adalah garpu tala. Nada.Suara dapat dibagi menjadi nada dengan kualitas tinggi nada yang berbeda-beda menurut frekuensinya.
Nada dapat dirangakai
sedemikian rupa di dalam tangga nada yang berbeda-beda. Tangga nada yang sering digunakan oleh orang-orang yang beraktivitas di bidang seni musik adalah tangga nada mayor, tangga nada minor dan tangga nada pentatonik. Nada dasar suatu akan menentukan ukuran frekuensi dari masing-masing nada dalam suatu karya musik tertentu. Harmoni adalah suatu peristiwa di mana dua atau lebih nada dengan kapasitas tinggi frekuensi yang berbeda yang kemudian dibunyikan secara bersamaan. Apabila terdapat tiga atau lebih nada yang dibunyikan secara bersamaan, maka hal tersebut dinamakan akord. Ritme
merupakan pengaturan bunyi dalam waktu tertentu,
sedangkan birama merupakan pembagian kelompok ketukan dalam waktu tertentu. Tanda birama menjelaskan jumlah ketukan yang terdiri dari rangkaian birama dan not yang dihitung menjadi satu ketukan. Melodi adalah rangkaian nada pada waktu tertentu. Melodi dapat dibentuk tanpa iringan alat musik (a capella) atau dikombinasikan dengan instrumen tertentu. Notasi merupakan penggambaran ekspresi musik secara tertulis. Pada notasi balok, tinggi nada digambarkan secara vertikal sedangkan ritme digambarkan secara horizontal. Selain itu, terdapat pula petunjukpetunjuk di dalam notasi tersebut seperti nada dasar, dinamika, tempo, ekspresi dan lain sebagainya. Ekstrakurikuler Musik Menurut Bernhard (2007) ekstrakurikuler musik merupakan suatu proses pembelajaran di bidang musik yang melibatkan aktivitas tatap muka
14
antara pengajar dengan murid di luar waktu sekolah. Kegiatan ini dapat dilakukan baik melalui les privat, kursus atau melalui sekolah musik yang lembaganya sudah diakui pemerintah. Kegiatan ekstrakurikuler ini antara lain piano, keyboard, electone, gitar akustik, biola, perkusi atau drum serta olah vokal. Usia yang tepat untuk mengajarkan anak seni musik tidak harus dilakukan sejak dini. Apabila ada anak berusia remaja ke atas yang baru mulai mempelajari bidang ini, sebaiknya dapat memberikan kesempatan pada mereka untuk belajar karena dengan adanya minat dan kemauan yang keras setiap orang dapat berprestasi di bidang seni musik. Usia anak di bawah lima tahun yang mempelajari musik belum tentu lebih baik dibandingkan anak dengan usia delapan tahun. Dapat dikatakan demikian karena (Bernhard 2007) :
Kemampuan otot dan koordinasi anak yang berusia di bawah lima tahun masih rendah apabila dibandingkan dengan anak yang lebih tua.
Anak yang memiliki usia lebih tua biasanya mengerti tentang tanggung jawab untuk belajar dan berlatih.
Anak yang lebih tua memilikki daya tangkap atau berpikir abstrak yang lebih baik, sehingga lebih mudah menyerap materi pelajaran. Kaitan Musik dan Prestasi Akademik Menurut Merrit dalam Bernhard (2007) ketergantungan seseorang
sejak usia dini terhadap dunia fisik membuat mereka tidak dapat lagi berimajinasi atau mengasah kemampuan intuisi mereka. Sistem pendidikan yang kaku membuat seseorang pada saat usia dini hanya berfokus pada sesuatu yang dianggap benar. Lebih dari 90% pembelajaran terjadi pada berbagai tingkatan di luar wilayah sadar manusia. Pengabaian wilayah berisi gambaran mental yang sangat kaya dan ingatan terpendam berarti menyia-nyiakan konsep dari gagasan-gagasan asli dan kreatif sebagai sumber daya tiap individu yang unik. Menurut Music Educators Journal dalam Bernhard (2007) Dewan Penerimaan Mahasiswa Baru di sebuah perguruan tinggi di Amerika melaporkan
bahwa
calon
mahasiswa
yang
pernah
belajar
musik
15
memeperoleh nilai lebih tinggi dalam ujian masuk perguruan tinggi tersebut dibandingkan dengan yang tidak pernah belajar musik. Menurut Ireland (2006) terdapat beberapa manfaat positif bagi anak yang memiliki kecerdasan musikal yang baik antara lain : 1. Kemampuan
menghafal
kata
dan
kalimat
anak-anak
balita
meningkat pesat melalui aktivitas menyanyi. 2. Pendidikan di bidang musik juga terbukti meningkatkan kemampuan anak-anak usia prasekolah dalam mempelajari bahasa dan matematika, sehingga memberikan bekal yang baik bagi mereka saat memasuki sekolah dasar. 3. Anak-anak yang mendapat pendidikan musik juga terlihat memiliki perkembangan fisik, keterampialn sosial, maupun emosi yang lebih baik. 4. Pendidikan musik juga meningkatkan kemampuan anak dalam mendengarkan dan memahami instruksi, bercerita dengan kreatif, berhitung
matematis,
percakapan
dan
menyusun
kalimat,
memahami dan membuat alur, sekuens, pola, dan berkonsentrasi. Semua hal tersebut sebagi bekal untuk membantu meningkatkan kualitas hidup seseorang di usia selanjutnya. Tahap Usia Remaja Menurut Papalia & Sally (1986) remaja adalah masa pertumbuhan dan perkembangan seseorang dari tahapan usia anak-anak yang telah melewati masa puber, dan beberapa diantaranya sudah memiliki tanggung jawab untuk bekerja di dunia orang dewasa. Interval usia remaja diawali pada usia 13 tahun dan diakhiri pada usia 18 tahun. Usia remaja merupakan tahapan usia yang baik untuk membentuk karakter seseorang agar berguna saat menempuh tahapan usia selanjutnya. Dapat dikatakan demikian karena pada tahapan usia ini membutuhkan waktu yang lama untuk menuju tahapan usia dewasa. Proses pendewasaan seseorang saat ini lebih cepat perkembangannya apabila dibandingkan dengan periode waktu yang lalu. Pada
usia
remaja
awal
masa
puber
ditandai
dengan
berkembangnya ciri-ciri organ primer jenis kelamin dan ciri-ciri organ sekunder jenis kelamin, baik pada laki-laki maupun pada perempuan. Masa
16
puber anak perempuan lebih cepat dibandingkan dengan anak laki-laki, di mana rata-rata usia normal anak perempuan mengalami masa puber bekisar pada usia tujuh tahun untuk masa puber yang paling cepat hingga usia 14 tahun untuk masa puber yang paling lambat. Pada anak laki-laki mengalami masa puber pada usia sembilan tahun untuk masa puber yang paling cepat hingga usia 19 tahun untuk masa puber yang paling lama. Proses pendewasaan yang cepan maupun lambat tersebut dipengaruhi oleh lingkungan dan kondisi psikis seseorang (Papalia, Sally 1986). Menurut Drum & Jackson dalam Cobb (2001), pada tahapan usia remaja seseorang sudah dapat berpikir secara abstrak yaitu dapat membedakan dan mengklasifikasikan sesuatu. Selain itu, seseorang pada tahapan usia remaja juga dapat melakukan hipotesis dalam berpikir, di mana seseorang dapat berpikir secara fokus terhadap sesuatu yang nyata dan mempersepsikan kemungkinan-kemungkinan yang terjadi pada suatu hal yang belum diketahui kebenarannya. Dalam kemampuan berpikir logis, seseorang pada tahapan usia remaja sudah dapat melakukan hal tersebut dengan lebih baik apabila dibandingkan dengn tahapan usia sebelumnya karena pada tahapan ini selain berpikir dengan menggunakan logika juga dapat memecahkan masalah secara wajar sesuai dengan kenyataan. Kemampuan ini berkembang hingga batas akhir tahapan usia remaja. Peran Keluarga Teori Behaviorisme Teori behaviorisme adalah teori yang memfokuskan pada konsep perilaku terulang yang dilakukan seseorang jika diberi reward dan tidak dilakukan/ hilang (extinction) jika diberikan punishment atau sanksi (Tennant 2006). Menurut B.F. Skiner dalam Tennant (2006) Opperant Conditioning adalah dorongan, penguatan yang disebut positive reinforcement yaitu suatu respon yang diikuti oleh pujian, hadiah (reward) yang akan diulangi kembali oleh individu dalam situasi dan kondisi yang serupa dengan respon pertama. Menurut Tennant (2006) dalam pandangan behaviorist pengasuhan adalah upaya penjualan terhadap perilaku positif yang dilakukan anak melalui pemberian dukungan, pujian baik bersifat verbal maupun non-
17
verbal. Sebaliknya, perbuatan atau perilaku negatif diberi hambatan untuk tidak diulangi dengan pemberian hukuman atau sanksi.setiap stimulus yang sama akan menghasilkan respon yang berulang. Besar Keluarga Keluarga besar adalah sekelompok orang yang memiliki motif hubungan yang majemuk dan diperkirakan dapat terjadi ketergantungan pada hubungan anggota keluarga yang lebih luas (Gunarja, Hartoyo, Puspitawati, Hastuti 1992). Dengan adanya ketergantungan tersebut akan menimbulkan perbedaan pada masing-masing orang di dalam keluarga besar tersebut. Aspek-aspek yang dapat terpengaruh tersebut antara lain pendidikan, umur, tugas, tanggung jawab dan lain sebagainya. Hal ini juga dapat menyebabkan hubungan komunikasi yang tidak baik dari masingmasing anggota keluarga. Semakin banyak jumlah anggota keluarga yang ada maka dapat disimpulkan bahwa semakin banyak dan komplek pula interaksi interpersonal yang terjadi. Menurut Gunarsa & Gunarsa (1991) untuk memperluas motif hubungan antar anggota keluarga perlu adanya rasa tanggung jawab baik dari masing-masing perorangan dalam anggota keluarga tersebut maupun anggota keluarga yang lain. Anak dari keluarga keluarga kecil mendapatkan stimuli yang berbeda jika dibandingkan dengan anak dari keluarga besar (Nur’aeni, 1997). Pemberian stimuli kepada anak pada keluarga besar lebih beragam dibandingkan dengan keluarga kecil karena pada keluarga besar ada banyak stimuli dari luar selain dari dalam seperti orang lain dan lingkungan. Menurut Ginting dalam Saputri (2010), besar keluarga akan mempengaruhi perhatian orang tua kepaa anak, semakin besar keluarga maka semakin sedikit perhatian yang diperoleh dari orang tua. Besar keluarga ditentukan oleh jumlah anggota keluarga yang terdiri dari ayah, ibu, dan anak. Anggota keluarga contoh paling sedikit berjumlah tiga orang dan paling banyak berjumlah sembilan orang. Dari hasil peneltian tersebut telah menunjukan bahwa lebih dari separuh contoh (51.2 %) termasuk kedalam keluarga kecil yang berjumlah kurang dari sama dengan empat orang. Sebanyak 46,4 persen contoh termasuk ke dalam keluarga sedang dan 2.4 persen contoh termasuk ke dalam keluarga besar. Lebih dari
18
separuh contoh
yang termasuk ke dalam keluarga kecil diduga akan
mendapatkan perhatian yang optimal dari orang tua karena sedikitnya anggota keluarga perlu mendapatkan perhatian. Pendidikan Orang Tua Pendidikan Orang tua merupakan faktor yang penting terhadap pertumbuhan dan perkembangan anak. Menurut Soetjiningsih (1998) orang tua dengan pendidikan yang baik dapat menerima dan menyerap segala informasi yang didapat baik secara langsung maupun tidak langsung, terutama mengenai cara pengasuhan yang baik. Konteks dari cara pengasuhan
tersebut
termasuk
kesehatan
keluarga,
kebersihan,
pendidikan anak dan lain sebagainya sehingga kesejahteraan anak tercapai. Menurut Harditono (1979) dalam Alsa dan Bachroni (1984) tingkat pendidikan orang tua memilikki hubungan positif terhadap pengasuhan anak. Tingkat pendidikan berkaitan dengan status sosial ekonomi. Hal tersebut berpengaruh terhadap kehidupan keluarga terutama terhadap kondisi mental dan psikis seluruh anggota keluarga (Gunarsa, Gunarsa 1991). Keluarga dengan tingkat pendidikan yang rendah serta tingkat perekonomian yang rendah kurang memberikan perhatian kepada anak, seperti kurangnya pengawasan terhadap perilaku anak, tidak adanya pemberian penghargaan terhadap anak dan tidak ada pemberian kata-kata pujian kepada anak karena perbuatan baik yang telah dilakukan oleh anak. Menurut Gunarsa & Gunarsa (1991) hal ini berkebalikan dengan keluarga
dengan
tingkat
pendidikan
yang
tinggi
dengan
kondisi
perekonomian yang cukup memadai. Keadaan seperti itu menyebabkan orang tua memilikki waktu yang efektif dan efisien untuk membimbing anak selama melakukan aktivitas sehari-hari karena sudah tidak lagi memikirkan kekurangan dalam urusan pendapatan keluarga. Keadaan seperti ini tidak ditemukan di dalam keluarga dengan tingkat perekonomian yang rendah, di mana keluarga tersebut hanya memikirkan satu kebutuhan saja yaitu kebutuhan pokok keluarga. Menurut Santrock dalam Saputri (2010) dengan pendidikan yang baik, orang tua akan lebih menerima segala informasi dari luar terutama tentang cara pengasuhan anak. Tingkat pendidikan orang tua contoh baik
19
ayah maupun ibu bervariasi, mulai dari tidak tamat SD sampai ke perguruan tinggi. Dari hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa rata-rata orang tua baik ayah maupun ibu di Indonesia telah menempuh jenjang pedidikan SMA/ sederajat sebesar 53,6 persen untuk ayah dan 52,6 persen untuk ibu. Pendidikan orang tua merupakan salah satu faktor yang penting dalam perkembangan anak. Hobi Orang Tua Hobi adalah adalah suatu cara yang tepat untuk bersantai dan mengisi waktu luang dari rutinitas kegiatan yang dilakukan sehari-hari. Cara terbaik untuk untuk mengembangkan minat anak terhadap sesuatu adalah memberikan dukungan terhadap apa yang disukai oleh anak-anak seperti membiarkan anak memilih sesuatu yang disukai dari kegiatan ekstrakurikuler yang tersedia di sekolah. Sebagai orang tua yang baik, tidak dibenarkan memaksakan suatu hobi yang tidak disukai oleh anak karena ini merupakan suatu hal yang sia-sia untuk dilakukan. Oleh karena itu, belum tentu hobi yang disukai oleh orang tua juga disukai oleh anak (Callahan 2007). Menurut Callahan (2007) jika anak sudah tidak berminat terhadap suatu hobi lagi maka orang tua harus membiarkan hal tersebut karena anak masih mengeksplor diri terhadap sesuatu yang disukai. Orang tua harus mendukung hobi anak meskipun hobi tersebut dapat berubah dan jangan beranggapan anak sebagai potensi yang menguntungkan dari cara orang tua yang terlalu memaksakan anak terhadap suatu hobi tertentu. Peran Peer-Group Menurut Juvonen & Graham (2001) peer-group merupakan pengaruh yang sangat penting bagi kehidupan. Orang tua memilikki pengaruh yang signifikan terhadap perkembangan anak hingga masa remaja. Peer-group akan menjadi lebih penting dalam kehidupan ketika hubungan keluarga tidak mendukung dan tidak terlalu dekat terhadap seseorang. Dapat dikatakan demikian karena seseorang memperoleh penerimaan dan rasa aman dari peer-group tersebut yang tidak tersedia di rumah maupun teman-teman sebaya yang lain. Peer-group memberikan kesempatan bagi anak-anak maupun orang dewasa untuk mengembangkan berbagai keterampilan, seperti
20
kepemimpinan, berorganisasi, berbagi, kerja sama dan empati (Juvonen & Graham 2001). Peer-group juga dapat memberikan kesempatan bagi setiap orang untuk menambah pengalaman dengan peran yang baru serta melakukan interaksi baru yang lebih bervariasi. Peer-group adalah salah satu indikator yang kuat terhadap prestasi seseorang (Fertig 2002). Selain itu, saluran efek kontekstual pada interaksi sosial juga menjadi faktor yang kuat di dalam mempengaruhi peer-group secara lebih luas. Suatu aturan untuk menciptakan suasana peer-group yang baru terhadap orang lain dapat diterapakan pada setiap tahapan usia, tetapi rata-rata seseorang dapat membuat lebih banyak pergaulan peergroup pada usia remaja dan dewasa awal (Bee 1987). Dimensi sosial remaja dalam peer-group dibagi menjadi beberapa dimensi. Menurut Putallaz dalam Cobb (2001) tindakan agresif seseorang pada tahapan usia remaja seperti tindakan kekerasan dialami oleh seseorang
yang
kurang
mendapatkan
informasi
dari
lingkungan,
sedangkan seseorang yang menjalin hubungan dengan banyak orang untuk bertukar informasi secara lebih luas memiliki tindakan agresif yang lebih rendah. Menurut Dodge dalam Cobb (2001) dimensi kedua dalam kompetensi sosial remaja adalah menanggapi respon dari sikap orang lain. Dari hasil penelitian yang ada menunjukan bahwa pendekatan dalam peergroup oleh seseorang jarang dilakukan, tetapi hal tersebut dapat menjaga segala sesuatu yang ada agar berjalan dengan baik, dan orang lain memiliki waktu yang lebih baik kepada orang tersebut. Menurut Asher dalam Cobb (2001) dimensi ketiga seseorang dalam tahapan usia remaja tersebut adalah perkembangan proses pendekatan terhadap orang lain menjadi hubungan yang lebih dekat dan tertutup. Seseorang dapat memiliki hubungan yang lebih tertutup dan lebih nyaman di dalam peer-group berkembang hingga beberapa waktu mendatang. Pada akhirnya seseorang pada tahapan usia remaja tersebut dapat memahami cara yang baik . dalam waktu tertentu secara tidak langsung agar dapat memenuhi tujuannya untuk memperoleh hubungan yang lebih tertutup dan mendalam terhadap orang lain.
21
Menurut Gunarsa et.al., (1989) perkembangang kecerdasan remaja mengarah pada pemikiran terhadap diri sendiri sehingga timbul suatu perubahan
dalam
perilaku,
pengalaman
dan
kebutuhan
seksual.
Banyaknya perubahan dalam waktu yang singkat menimbulkan masalah dalam penyesuaian dan usaha untuk memadukannya. Remaja merupakan masa terjadinya gejolak emosi yang tidak seimbang. Oleh karena itu, remaja mudah mengalami gangguan emosi dan tingkat stres dari lingkungan. Gejala tersebut antara lain : 1. Kekecewaan dan penderitaan 2. Meningkatnya konflik diri 3. Timbulnya pertentangan 4. Krisis penyesuaian antara impian dan khayalan Dari hal tersebut dapat disimpulkan bahwa hubungan remaja dengan orang tua semakin renggang. Maksud dari hal tersebut adalah remaja dapat dengan bebas mengendalikan emosinya. Menurut Gunarsa et.al, (1989) usia remaja adalah saat pencarian dan pembelajaran anak remaja terhadap model agar dapat diidentifikasi. Remaja mengalami pertumbuhan badan, kematangan berpikir dari tahapan usia sebelumnya dan kematangan seksual. Agar remaja tidak terjerumus dalam hal yang negatif, maka perlu dipilih peran model yang patut dicontoh tingkah laku maupun kepribadiannya baik dalam lingkungan rumah seperti keluarga, lingkungan sekolah seperti teman sebaya maupun lingkungan yang lebih luas. Kurangnya sikap perhatian dan peka orang tua terhadap kegiatan anak dan sikap anak dapat dilihat pada saat anak remaja yang telah mengalami tanda-tanda pada masa puber, lebih banyak mengurung diri di dalam kamar, kemudian orang tua menganggap anak merasa nyaman di rumah. Dari sikap tersebut muncul permasalahan remaja seperti narkoba, perkelahian, seks bebas dan lain sebagainya. Terjadinya seks bebas pada remaja sebagai akibat dari munculnya perasaan yang nyaman dari remaja yang berlawanan jenis kelamin yang saling bertemu secara rutin.Dalam perkembangannya dalam masa remaja masih banyak hal dalam pribadi anak remaja tersebut yang belum berkembang secara optimal, anak masih banyak mengalami perubahan dan pembentukan kepribadian. Pengalaman
22
dalam jangka panjang inilah yang menyebabkan terjadinya hubungan seksual yang tidak diinginkan. Oleh karena itu dari pihak orang tua perlu memperhatikan dan mengawasi kegiatan-kegiatan anak di luar lingkungan sekolah bersama teman sebayanya (Gunarsa et.al. 1989). Peran Gender Berdasarkan Women’s Studies Encyclopedia dijelaskan bahwa gender merupakan suatu konsep kultural yang berupaya membuat perbedaan dalam hal peran, mental serta karakteristik emosional antara laki-laki dan perempuan yang berkembang dalam masyarakat (Umar 2007). Menurut Lewis (1968) Pada saat usia dewasa, laki-laki dan perempuan secara bertahap mengembangkan minat yang hampir sama sehingga beberapa waktu kemudian cukup sulit untuk menemukan perbedaan yang konsisten dari kedua jenis kelamin tersebut. Hal ini tidak berpengaruh nyata meskipun pria dan wanita bergerak pada suatu bidang yang sama. Berdasarkan kenyataan minat pria saat ini berubah menjadi lebih feminim. Ini bukan berarti suatu hal yang buruk karena ada beberapa pekerjaan feminim yang dapat dilakukan tanpa memperhatikan batas-batas gender yang telah beredar di masyarakat seperti memasak dan menjahit pakaian. Orang-orang di masa lalu tidak terlalu membutuhkan dorongan untuk menjadi diri yang lebih maskulin. Mereka juga mengganggap sudah dapat mengatur diri sendiri untuk mengembankan minat selain dalam kegiatan maskulin. Akan tetapi, faktor yang paling penting adalah ketika hal tersebut mengakibatkan menurunnya kualitas kerja dari kaum laki-laki yang menyebabkan kondisi diri yang kurang aktif serta menurunkan kepuasan dalam kehidupan keluarga. Oleh karena itu, perlu adanya suatu dorongan berupa hiburan ringan untuk melakukan suatu pemulihan. Semua ini dapat terjadi apabila ada dukungan dari anggota keluarga yang lain terutama dari pihak perempuan yaitu isteri (Lewis 1968). Menurut Lewis (1968) remaja perempuan mengembangkan minat lebih stabil dan berpikir dewasa dibandingkan remaja laki-laki. Banyak remaja perempuan yang telah membentuk pola minat tersebut pada saat memasuki sekolah tinggi. Remaja perempuan lebih sedikit berminat
23
terhadap pelajaran pengetahuan alam di sekolah apabila dibandingkan dengan remaja laki-laki karena masih ada steorotip laki-laki harus mampu menguasai bidang pengetahuan alam meskipun dari
pihak perempuan
juga harus memiliki kemampuan di bidang pengetahuan alam tersebut. Menurut Tittle dalam Cobb (2001) 90 persen siswa sebelum menginjak usia dewasa menghabiskan waktu di sekolah untuk membaca buku, menonton film, dan belajar di kelas. Berdasarkan hasil survei banyak materi yang diajarkan di sekolah yang tidak memperhatikan gender (bias gender) dan hal ini mempengaruhi sikap para siswa tersebut. Meskipun peran laki-laki dan perempuan dalam beberapa pelajaran digambarkan secara seimbang, masih banyak sekolah yang tidak membeli buku-buku tersebut hingga buku-buku yang lama sudah mengalami kerusakan. Meskipun sudah banyak buku-buku pelajaran yang menggambarkan peran gender secara seimbang, sebagai contoh wanita yang bekerja sebagai dokter dan profesor, dan pria yang bekerja sebagai operater pelayanan konsumen dan manajer tempat penitipan anak, masih kurang memiliki peran penting dalam masyarakat karena hal tersebut pada kenyataannya tidak umum dilakukan dalam kehidupan sehari-hari dan dipengaruhi pula oleh minat dari masing-masing individu.