TINJAUAN PUSTAKA Konsep Ekosistem Ekosistem adalah segala sesuatu dalam area spesifik meliputi udara, tanah, air, kehidupan organisme, dan struktur fisik dalam berbagai skala. Ekosistem dapat dimulai dari skala kecil seperti kolam, hutan, dan lahan pertanian hingga skala besar seperti lanskap pedesaan, perkotaan, dan lanskap regional (Marten, 2001). Tiga hal penting mengenai konsep ekosistem adalah skala (scale), proses desain (design process), dan order. Skala merupakan konsep ekosistem sebagai subsistem dari sistem yang lebih besar. Sistem tersebut akan membentuk fenomena fisik yang merepresentasikan aktivitas pada berbagai skala, hal ini yang disebut dengan proses desain. Order yaitu kemampuan pemenuhan kebutuhan manusia dan komponen lain oleh lingkungannya (Lyle, 1985). Pada area produksi pangan tapak dilihat sebagai bagian dari lanskap pertanian. Secara umum terdapat 3 hal yang berkaitan dengan lanskap pertanian, yaitu adanya lokasi penanaman, lokasi bangunan, dan fasilitas serta hubungan yang saling menguntungkan antara satu bagian dengan bagian lain (Lyle, 1985).
Lanskap Pertanian Lanskap pertanian tidak hanya lahan pertanian atau ekosistem pertanian tetapi meliputi ekosistem yang menyeluruh seperti vegetasi non-crop, jalan raya, dan perkampungan disekitarnya (Forman dan Godron, 1986). Ekosistem pertanian di Indonesia memiliki struktur lanskap mulai dari sederhana sampai dengan kompleks. Berdasarkan Forman dan Godron (1986) struktur merupakan pola spasial yang dibentuk oleh pertanaman vegetasi non-crop dan lain-lain. Tiga struktur dasar dalam lanskap adalah matriks (matrix), bidang lahan (patch), dan koridor (corridor). Matriks merupakan elemen lanskap yang ukurannya paling luas dan berkelanjutan dan biasanya matriks mengelilingi bidang lahan serta memiliki peran penting dalam fungsi lanskap. Bentuk matriks kaitannya dengan lanskap pertanian adalah lahan pertanaman padi. Bidang lahan adalah elemen yang memiliki permukaan yang tidak lurus yang berbeda penampakannya dari matriks
yang mengelilinginya. Struktur lanskap bidang lahan pada lanskap pertanian adalah berbagai bidang lahan seperti pertanaman sayur, palawija, kebun campuran, semak-semak, dan perkampungan. Kerusakan yang terjadi pada bidang lanskap disebut juga disturbance patch (Forman dan Godron, 1986). Koridor merupakan lahan sempit dengan dua sisi linier yang berfungsi sebagai habitat. Koridor dapat berupa koridor perpindahan (movement corridor), dan koridor perintang (barrier corridor). Koridor perpindahan berfungsi sebagai penghubung yang membantu perpindahan atau pemencaran habitat dari satu bidang lahan ke bidang lahan lainnya. Koridor perintang adalah koridor yang menghambat pergerakan spesies tertentu dalam melintasi lanskap (Forman dan Godron, 1986). Struktur lanskap koridor dalam lanskap pertanian dapat berupa pematang sawah dan tumbuhan pagar (koridor perpindahan) serta saluran irigasi dan pinggiran sungai (koridor perintang). Menurut Cao (2001), dalam menangani area pertanian terdapat beberapa hal yang perlu diperhatikan terutama dalam pengelolaan area yang telah terdegradasi. Hal tersebut yaitu pemilihan varietas tanaman pertanian dan spesies asli atau lokal, pengembangan praktik pertanian, rotasi penanaman, dan memperkaya tanaman sekunder (melalui agroforestri). Pemilihan spesies vegetasi lokal lebih direkomendasikan sebagai tanaman budi daya karena kemampuannya bertahan dalam kondisi kekurangan air serta tahan terhadap serangan hama dan penyakit. Penerapan praktik pertanian seperti metode bercocok tanam secara multikultur, dinilai lebih efektif dan efisien dalam penggunaan sumber daya lahan dibandingkan monokultur. Hal itu disebabkan pada metode monokultur akan dihasilkan limbah sumber daya yang terbuang. Rotasi tanaman merupakan kegiatan penggantian tanaman pertanian setelah tanaman yang berbeda jenis sebelumnya dipanen. Hal ini akan meningkatkan unsur hara tanah. Tanaman yang dirotasi akan tahan terhadap hama dan penyakit (Cao, 2001). Pada lahan dengan kemiringan tertentu, kepekaan erosi, serta kedalaman solum tertentu dapat didesain model pola usaha tani (Deptan, 1991). Model pola usaha tani ini menggabungkan usaha tanaman pertanian dengan usaha peternakan. Pola usaha tani ini dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Model pola usaha tani dengan kemiringan serta kedalaman solum tertentu Kedalaman solum (cm) >90 Kepekaan erosi
90-40
<40
kurang
tinggi
kurang
tinggi
kurang
tinggi
<15
B
B
B
B
C
C
15-30
B
B
B
C
C
C
30-45
B
C
C
C
C
D
>45
D
D
D
D
D
D
Kemiringan (%)
Keterangan: A= Model pola usaha tani yang umumnya dilakukan oleh petani; B= Teras bangku dengan tanaman pangan + tanaman tahunan + rumput pakan + ternak; C= Teras gulud dengan tanaman pangan + tanaman tahunan + rumput pakan + pohon+leguminosa + ternak; D= Teras individu dengan tanaman tahunan + leguminosa penutup tanah dan leguminosa + pohon + rumput pakan + ternak. Sumber: Deptan, 1991.
Metode penggunaan lahan dapat dilakukan secara optimal dengan mengkombinasikan sistem produksi biologis (berotasi pendek dan panjang) dengan suatu cara berdasarkan azas kelestarian yang bertujuan untuk mencapai kesejahteraan
rakyat
(Anonim,
2010c).
Agroforestri
merupakan
sistem
penggunaan lahan teknologi, dimana tanaman keras berkayu ditanam bersamaan dengan tanaman pertanian dan hewan dengan suatu tujuan tertentu dalam suatu bentuk pengaturan spasial atau urutan temporal (Anonim, 2010c). Pada agroforestri terdapat interaksi-interaksi ekologi dan ekonomi diantara berbagai komponen yang bersangkutan. Sistem ini, akan menciptakan keanekaragaman tanaman dalam suatu luasan lahan sehingga akan mengurangi risiko kegagalan dan melindungi tanah dari erosi, serta mengurangi kebutuhan pupuk atau zat hara dari luar kebun karena adanya daur ulang sisa tanaman. Menurut definisi tersebut agroforestri dapat diklasifikasikan berdasarkan kriteria-kriteria dasar struktural, dasar fungsional, dasar sosial ekonomi, dan dasar ekologi. Dasar struktural menyangkut komponen seperti sistem silvikultur, silvopastur, dan agrosilvopastur. Dasar fungsional berkaitan dengan fungsi utama atau peranan dari sistem, terutama komponen kayu-kayuan. Dasar sosial ekonomi
berkaitan dengan tingkat masukan dalam pengelolaan (masukan rendah, masukan tinggi), intensitas dan skala pengelolaan, serta tujuan-tujuan usaha (subsistem, komersial, dan intermedier). Dasar ekologi berkaitan dengan kondisi lingkungan, kecocokan ekologi, dan sistem (Widianto, Nurheni dan Didik, 2003). Salah satu sasaran utama dari usaha pertanian termasuk agroforestri adalah produksi berkelanjutan (sustainable) yang dicirikan oleh stabilitas produksi dalam jangka panjang. Beberapa indikator sistem pertanian yang berkelanjutan: (a) dapat dipertahankannya sumber daya alam sebagai penunjang produksi tanaman dalam jangka panjang, (b) penggunaan tenaga kerja yang cukup rendah, (c) tidak adanya kelaparan tanah, (d) tetap terjaganya kondisi lingkungan tanah dan air, (e) rendahnya emisi gas rumah kaca, serta (f) terjaganya keanekaragaman hayati (Van der Heide et al., 1992 dalam Widianto et al., 2003). Tidak adanya kelaparan tanah pada sistem tersebut, dapat diartikan sebagai cukupnya kandungan bahan organik tanah, terpeliharanya kesetimbangan unsur hara, terpeliharanya struktur dan kondisi biologi tanah, serta adanya perlindungan tanaman terhadap gulma, hama, dan penyakit. Agroforestri lebih banyak memanfaatkan tenaga ataupun sumber daya sendiri (internal) dibandingkan sumber-sumber dari luar (eksternal). Disamping itu, agroforestri diharapkan dapat meningkatkan daya dukung ekologi manusia, khususnya di daerah pedesaan. Pada daerah tropis, beberapa peranan agroforestri dalam menangani masalah ekonomi dan ekologi: (1) perbaikan kebutuhan bahan pangan, (2) perbaikan penyediaan energi lokal, khususnya produksi kayu bakar, (3) peningkatan, perbaikan secara kualitatif dan diversifikasi produksi bahan mentah kehutanan maupun pertanian, (4) perbaikan kualitas hidup daerah pedesaan, khususnya pada daerah dengan persyaratan hidup yang sulit di mana masyarakat miskin banyak dijumpai, serta (5) pemeliharaan, bila mungkin perbaikan kemampuan produksi dan jasa lingkungan setempat (Von Maydell, 1986 dalam RLPS Dephut RI, 2010). Peranan tersebut dapat dicapai dengan mengoptimalkan interaksi positif antara berbagai komponen penyusunnya (pohon, produksi tanaman pertanian, ternak/satwa) atau interaksi antara komponen tersebut dengan lingkungannya. Beberapa keunggulan agroforestri dibandingkan sistem penggunaan lahan lainnya
yaitu dalam hal: (1) produktivitas (productivity), (2) diversitas (diversity), (3) kemandirian (self-regulation), dan (4) stabilitas (stability) (Von Maydell, 1986 dalam RLPS Dephut RI, 2010). Penentuan jenis tanaman agroforestri perlu memperhatikan kemampuan tumbuh serta kesesuaian antara tanaman pertanian dengan tanaman tahunan (berkayu). Berikut disertakan pasangan kesesuaian spesies pohon dan tanaman penyela dalam metode multikultur pada daerah tropis lembab (Tabel 2). Tabel 2 Daftar kesesuaian spesies pohon dan tanaman penyela dalam metode multikultur pada daerah tropis lembab No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Spesies Pohon Anacardium occidentale Bambusa sp. Betula sp Cassia siamea Cedrela sp. Durio zibethinus Eucalyptus spp. Gmelina arborea Hibiscus elatus Hopea odorata Morus alba Pinus sp. Prunus pudam Shorea robusta Terminalia superba
Intercrops/ Tanaman Penyela Amaranthus spp. Ananas comosus Cajanus cajan Citrullus vulgaris Colocasia esculenta Curcuma longa Dioscorea spp. Glycine max Hibiscus esculentus Ipomoea batatas Manihot esculenta Musa spp. Phaseolus spp. Vigna sp. Zingiber officinale
Sumber: Cao, 2001.
Pendekatan Agroekologi dan Agroekosistem Pendekatan agroekologi merupakan interaksi antara tanaman pertanian dan peternakan
dengan
lingkungan
yang
merupakan
faktor
biofisik
untuk
pertumbuhan tanaman dan satwa. Pada pendekatan ini terdapat agroekosistem. Agroekosistem yang disebut juga land use unit adalah proses pengubahan input pertanian menjadi output pertanian yang dapat bermanfaat untuk manusia. Agroekosistem dipengaruhi oleh sistem luar (external). Pengaruh luar tersebut diantaranya adalah lingkungan perkotaan, lanskap sekitar, dan ketersediaan air tanah (Huizing, 1990).
Menurut Huizing (1990), agroekosistem dapat dikombinasikan dengan land use spesifik lain sehingga menjadi sebuah land use system. Salah satu bentuk kombinasi tersebut adalah unit lahan pertanian yang dikombinasikan dengan penggunaan lahan perkotaan, lingkungan kehutanan, maupun dengan aktivitas rekreasi. Gambar 1 merupakan elemen-elemen pembentuk agroekosistem.
batasan input
komponen
interaksi
komponen
output
Gambar 1 Ilustrasi elemen-elemen pembentuk agroekosistem. Pada agroekosistem terdapat konsep yang lebih spesifik, yang disebut EcoEcological Garden (EEG). Konsep tersebut merupakan interaksi dari 3 sistem, yaitu manusia sebagai faktor utama, sosial ekonomi, dan sistem alam. Ketiganya berinteraksi membentuk taman berbasis ekologi (Gambar 2). Interaksi manusia dengan alam memungkinkan adanya dua kondisi. Kondisi pertama adalah bahwa manusia mengintervensi alam, sedangkan kondisi kedua manusia dapat mengembangkan pemahamannya mengenai alam (Cai, 2001). Keunggulan konsep EEG adalah merupakan ilmu yang mampu diterapkan (aplikatif) dan mudah diterima oleh masyarakat. Konsep EEG dipengaruhi oleh 2 faktor yang berkaitan yaitu faktor ekologi dan faktor ekonomi. Desain pembangunan EEG pada dasarnya membentuk kembali sistem baru melalui ilmu dan teknologi baik modern maupun tradisional (Gambar 3).
Sistem Alam
Sistem sosialekonomi Sistem manusia
Gambar 2 Konsep Eco-Ecological Garden (EEG).
Menuurut Cai (20 001), prinsipp-prinsip EE EG adalah menyeluruh m (entirely), m masing-mas ing komponnen memilikii aliran energi dan berinnteraksi (storrey), sesuai d dengan kondisi lokal, serta s terdapaat input dann berakhir ppada output (opening). P Prinsip lainnnya adalah berkemamppuan untuk memulihan lingkungann, sehingga d keseluruuhan sistem akan menujuu taman yanng berkelanjuutan. dari
a air
F Faktor Ekologiis
taanah cahayya/panas vegetaasi/satwa
EE EG
prooduksi
F Faktor Ekonom mi
tenagga kerja aliran ekonomi
EEG). Gambaar 3 Faktor yang mempengaruhi Eco-Ecologicaal Garden (E Dessain Lanskaap Desaain lanskap adalah a ilmu dan seni daalam menata ruang terbu uka melalui p penataan tan naman dan sttruktur dalam m hubungann fungsionalnnya dengan lingkungan l a alam (VanD Der Zanden dan d Rodie, 22008). Menuurut Fireza ((2008), desaain lanskap a adalah pembbentukan suuatu bentangg alam yang g dapat dikennang, berartti, bernilai, d berkelan dan njutan. Desaain lanskap ddapat dilihatt sebagai suaatu solusi innovatif dari m masalah yanng dialami suatu s lingkuungan akibat pengaruh eekologi, teknnologi, dan b budaya. Mennurut VanD Der Zanden ddan Rodie (22008), selainn sebagai peenyelesaian m masalah dessain lanskapp meliputi aaplikasi darii prinsip deesain secara universal, i integrasi hu uman landsccape, komuunikasi oral, dan visuaal yang meenghasilkan l lanskap yangg didesain dengan baik. Sebuuah desain lanskap yaang baik adalah a suatuu desain yang y dapat m mengintegra asikan antarra pengaruhh ekologi dan d manusiia. Pengaru uh tersebut s sebagai suattu bagian inttegral dari beentangan buudaya yang teerus berubah h, sehingga p penting untuuk mengertti sifat-sifat dan hubunngan timbal balik antarra ekologi, t teknologi, daan kebudayaaan (Fireza, 22008).
Desain akan menghasilkan ruang tiga dimensi. Perhatian desain ditujukan pada penggunaan volume atau ruang. Setiap volume atau ruang memiliki bentuk, ukuran, bahan, warna, tekstur, dan kualitas lainnya. Seluruhnya dapat dengan baik mengekspresikan dan mengakomodasikan fungsi-fungsi yang ingin dicapai. Pengorganisasian ruang yang berbeda akan memberikan dampak yang berbeda terhadap psikologis manusia. Dampak tersebut dapat berupa timbulnya rasa takut, keriangan, gerak dinamis, ketegangan, keheningan, dan lain-lain (Simonds dan Starke, 2006). Desain ruang luar yang baik dicapai dari kombinasi bentukan dengan prinsip pengorganisasian ruang, dalam hal ini disebut prinsip desain. VanDer Zanden dan Rodie (2008) menyatakan bahwa prinsip dasar dalam desain adalah keteraturan dan kesatuan yang memberikan keindahan. Keteraturan dapat dicapai melalui pendekatan tema yaitu keteraturan ruang formal, informal, dan simetris. Keteraturan juga dapat dicapai melalui pendekatan keteraturan bentuk yaitu alami, tradisional, dan modern. Kesatuan dapat dicapai melalui hubungan yang harmonis dari berbagai elemen yang ada dalam suatu desain. Prinsip desain yang sering digunakan adalah unity (kesatuan), harmony (harmoni),
interest
(ketertarikan),
simplicity
(kesederhanaan),
emphasis
(dominansi), balance (keseimbangan), scale (skala) dan proportion (proporsi) serta sequence (sekuens). Prinsip-prinsip ini diaplikasikan pada tahap awal perencanaan konsep dan dilanjutkan hingga tahap akhir pembuatan desain (Reid, 1993). Unity (kesatuan) adalah menggabungkan elemen desain yang terpisah menjadi kesatuan tema. Teknik untuk membentuk kesatuan ini adalah dengan pngulangan (repetisi) pada elemen desain (Crowe 1981; Reid 1993). Elemen desain mencakup titik, garis, bentuk, tekstur dan warna. Teknik lainnya dapat dilakukan dengan mengelompokkan elemen desain yang sama menjadi satu kelompok dan menghubungkannya dengan kelompok elemen desain lain (Reid, 1993). Menurut Crowe (1981), adanya variasi iklim, sejarah, kondisi alam, serta kebiasaan dalam taman, namum prinsip dalam mendesain taman tetap konstan meskipun aplikasinya dapat berubah-ubah. Pemahaman prinsip unity pada taman dahulu adalah unity dinilai sebagai kemungkinan yang sederhana (simplicity).
Kesederhanaan dapat dicapai dengan pembatasan material dan kekuatan satu tujuan didesainnya taman. Unity dapat dibentuk oleh beberapa hal diantaranya permukaan lahan, iklim, serta membuat suatu obyek dominan diantara obyek yang subordinat. Berdasarkan Reid (1993), kesederhanaan juga dapat dipahami sebagai pengurangan atau eliminasi hal yang tidak esensial. Kesederhanan diterapkan pada garis, bentuk, tekstur, dan elemen desain lainnya untuk menciptakan kejelasan pada desain. Kesederhanaan yang berlebihan dapat mengakibatkan kemonotonan. Keragaman (diversity) merupakan kebalikan dari kesederhanaan. Keragaman yang berlebihan dapat menyebabkan kekacauan dalam mencapai suatu tema. Oleh karena itu yang perlu diperhatikan adalah membuat keseimbangan antara simplicity dan diversity. Harmony (keharmonisan) merupakan salah satu prinsip desain dimana tercapainya taraf kesesuaian antara elemen dengan keseluruhan lingkungan. Beberapa teknik untuk mencapai keharmonisan dapat dilakukan dengan menciptakan transisi yang lembut, koneksi yang kuat antar elemen, serta memberi buffer yang cukup untuk memisahkan antar elemen. Keaslian dan nilai fungsional dapat meningkatkan keharmonisan. Penggunaan material alami yang sesuai tujuan akan terasa lebih harmoni dibandingkan dengan penggunaan produk buatan dengan nilai fungsi atau seninya kurang (Reid, 1993). Menurut Reid (1993), interest (ketertarikan) adalah merasa tertarik terhadap suatu pengaturan elemen. Prinsip ini bukan prinsip utama namun penting dalam mencapai kepuasan seni serta mendukung keberhasilan desain. Interest dapat dimunculkan melalui keragaman bentuk, ukuran, tekstur, warna, arah, pergerakan, suara, dan kualitas cahaya. Emphasis atau dominansi dapat dicapai dengan memfokuskan atraksi pada satu elemen. Emphasis berfungsi sebagai orientasi. Teknik untuk memunculkan emphasis adalah dengan membentuk kontras, penggunaan elemen yang unik, serta pembingkaian (enframement) dan fokalisasi. Prinsip emphasis yang diulang serta diaplikasikan pada elemen lanskap akan menghasilkan rhythm (ritme). Ritme akan memberikan perasaan yang menyenangkan pada pergerakan di lanskap.
Prinsip desain lainnya adalah balance (keseimbangan). Keseimbangan menunjukkan kestabilan, memberi kesan damai dan aman. Prinsip ini diaplikasikan dari titik pandang yang statis, seperti balkon, area istirahat, atau titik memasuki kawasan. Keseimbangan dalam lanskap dapat dilihat ketika dibuat sumbu vertikal pada suatu elemen. Keseimbangan yang sifatnya simetris, geometris, dan diulang secara sama pada axis disebut keseimbangan formal. Keseimbangan ini statis dan dapat diprediksi. Keseimbangan yang sifatnya nongeometris dan asimetris disebut keseimbangan informal. Keseimbangan ini biasanya dinamis, mengalir, alami, dan membentuk pergerakan (Reid, 1993). Scale dan proportion atau skala dan proporsi dalam lanskap menurut Crowe (1981) berkaitan dengan batas langit dan horizon. elemen lanskap yang satu dengan lainnya harus memiliki proporsi yang baik. Lanskap juga berhubungan dengan skala manusia, sehingga dalam aplikasinya perlu mempertimbangkan kebutuhan berdasarkan skala tersebut. Menurut Reid (1993), skala dan proporsi merujuk pada perbandingan relatif antara tinggi, panjang, area, massa, dan volume. Elemen yang ada diperbandingkan dengan skala tubuh manusia sehingga dihasilkan yang disebut skala kecil dan skala besar. Skala kecil (micro scale) merupakan miniatur dimana ukuran objek atau ruang lebih kecil dari ukuran tubuh kita. Skala besar (grand scale) merupakan objek atau ruang yang lebih besar dari ukuran tubuh manusia. Efek yang dihasilkan dari skala ini adalah rasa kekaguman dan ketakjuban. Sequence (sekuens) berkaitan dengan pergerakan. Koneksi yang memiliki pengalaman atau cerita dari satu ruang ke ruang lain disebut sekuens. Pada saat mendesain perlu diperhatikan arah pergerakan, kecepatan, dan tipe pergerakan. Sekuens berawal pada titik mula atau entrance kemudian ruang dan diikuti dengan pengalaman. Sekuens harus saling berkaitan dan berakhir pada perasaan klimaks ketika sampai tujuan akhir (Reid, 1993). Booth (1983) menjelaskan bahwa proses desain adalah mengkombinasikan elemen desain lanskap. Elemen desain lanskap terdiri atas bentukan lahan (landform), material tanaman, bangunan, penutup permukaan tanah, site structure, dan elemen air. Elemen desain tersebut dikoordinasikan untuk mengembangkan desain. Proses desain terdiri atas beberapa tahap yaitu project acceptance,
research dan analysis, design, construction drawing, implementation, postconstruction evaluation, dan maintenance. Tiap tahap dapat tumpang tindih dalam pelaksanaannya. Tiap tahap juga dapat dilakukan secara paralel sehingga dapat dilakukan beberapa proses sekaligus. Proses desain memiliki kegunaan seperti memberikan pemahaman logika, solusi yang sesuai, membantu klien dalam menemukan alternatif terbaik untuk tapak, dan dasar dalam menjelaskan serta mempertahankan solusi desain pada klien. Taman Pertanian (Agripark) Taman merupakan lahan terbuka yang berfungsi sosial dan estetik. Taman berperan sebagai sarana kegiatan rekreatif, edukasi, atau kegiatan lain pada tingkat lingkungan. Menurut Eriawan (2003), taman adalah salah satu bentuk pemanfaatan lahan perkotaan sebagai ruang terbuka kota yang disesuaikan untuk mewujudkan aktivitas masyarakat serta sebagai unsur alamiah dengan fungsi ekologis. Taman memiliki lima kriteria kualitas yaitu kriteria aksesibilitas, keamanan dan keselamatan, kenyamanan, kebebasan, dan estetika taman. Taman pertanian atau dikenal sebagai Agricultural Park, disingkat Ag Park merupakan kombinasi aktivitas bertani dan taman yang terletak pada perbatasan kota. Taman Pertanian didesain untuk pelestarian ruang terbuka, penyedia rekreasi pasif, dan pemanfaatan area pertanian. Taman tersebut didesain untuk berbagai penggunaan seperti lahan pertanian kecil, area publik, maupun habitat alami. Taman pertanian akan memudahkan akses pertanian kecil terhadap pasar lokal. Taman tersebut berperan dalam produksi makanan segar, edukasi, lingkungan, serta kenyamanan dan keindahan bagi masyarakat sekitar (Anonim, 2010d). Berdasarkan Management and Development Plan (MDP) of the Agricultural Park, taman pertanian pada dasarnya tempat dilakukannya aktivitas pertanian yang berdampingan dengan taman umum sehingga tercipta interaksi positif antara dua elemen. Keberhasilan dari taman pertanian adalah adanya keseimbangan koneksi dan pemisahan antara pertanian dan taman. Pada taman pertanian
dimungkinkan
untuk
rekreasi
pasif,
pendidikan,
lingkungan, rehabilitasi, dan interpretasi pada obyek-obyek di tapak.
peningkatan
Taman
pertanian
memiliki
beberapa
karakteristik,
yaitu
dapat
dimanfaatkan sebagai transisi atau zona penyangga (buffer) antara perkotaan dengan penggunaan lahan pertanian. Karakteristik lainnya dapat terletak baik pada lahan privat maupun lahan publik, luas areanya bervariasi, terdiri atas satu atau lebih petani penyewa, serta memiliki keberagaman komponen pertanian dan taman. Produk taman tersebut adalah aktivitas produksi makanan (sayur, buah, daging, ikan), aktivitas pendidikan, serta kenyamanan dari segi lingkungan dan estetika bagi komunitas setempat (Anonim, 2010d). Berdasarkan MDP of the Agricultural Park, taman pertanian bertujuan untuk mengembangkan pusat penggunaan lahan. Tujuan lainnya adalah memfasilitasi pertanian berkelanjutan dalam menunjang program-program yang mempreservasi nilai produktif, basis sumber daya, ekologis, dan sosial. Taman pertanian juga berfungsi dalam pengembangan fungsi ekonomi, lingkungan, dan sosial dari area pertanian, serta kaitanya dengan lingkungan alam sekitar. Disamping itu taman pertanian juga berfungsi sebagai penunjang metode pertanian yang ramah lingkungan, promosi produk pertanian, serta pemberian informasi nilai lanskap sebagai sumber daya pemasukan bagi generasi selanjutnya. Beberapa infrastruktur yang penting untuk dikembangkan pada area pertanian antara lain alat dan jalur transportasi, suplai air dan energi, fasilitas pertanian, dan fasilitas sosial. Fasilitas pertanian diantaranya berupa masukan (input) pertanian, perlengkapan pengelolaan serta pemeliharaan, tempat penyimpanan, proses pengolahan, dan pasar untuk peningkatan nilai ekonomi (Huizing, 1990). Agrowisata Saat ini terdapat berbagai kegiatan wisata yang dilakukan oleh masyarakat. Salah satunya yang berkembang adalah agrowisata atau dikenal juga dengan istilah agrotourism, atau wisata pertanian. Berbagai potensi dari lanskap pertanian diorganisasikan sehingga menjadi pengalaman yang menarik dan mengandung nilai pendidikan.
Agrowisata terdiri atas aktivitas wisata dan aktivitas pertanian. Wisata merupakan kegiatan berjalan-jalan ke luar menikmati kegiatan yang tidak terkait dengan pekerjaan wisatawan. Kegiatan tersebut terangkai satu sama lain sehingga memiliki alur perjalanan. Sedangkan aktivitas pertanian adalah aktivitas yang berkaitan dengan pemanenan energi matahari meliputi cara bertani mulai dari cara primitif hingga canggih. Kegiatan ini biasanya berawal dari pembibitan, penanaman, pemanenan, pengolahan hasil, hingga pemasaran hasil pertanian (Gambar 4).
Aktivitas wisata
Agrowisata Aktivitas pertanian
Gambar 4 Komponen agrowisata. Berdasarkan definisi diatas maka yang dimaksud agrowisata adalah rangkaian aktivitas perjalanan wisata yang memanfaatkan lokasi atau kawasan pertanian mulai dari awal hingga dihasilkan produk pertanian dalam berbagai skala (Nurisjah, 2001). Agrowisata merupakan bagian dari obyek wisata yang memanfaatkan usaha pertanian (agro) sebagai obyek wisata. Tujuannya adalah untuk memperluas pengetahuan, pengalaman rekreasi, dan hubungan usaha di bidang pertanian. Pengembangan agrowisata yang menonjolkan budaya lokal dalam memanfaatkan lahan dapat meningkatkan pendapatan petani. Wisatawan yang berkunjung akan menjadi konsumen produk pertanian yang dihasilkan, sehingga pemasaran hasil menjadi lebih efisien (Deptan, 2005). Pada perencanaan dan desain tapak menjadi agrowisata perlu diidentifikasi potensi wisata di lokasi tersebut. Potensi agrowisata terbagi menjadi 4 komponen
y yaitu, poten nsi visual ataau pemandanngan, atrakssi, beautiful senses, sertta aktivitas b budaya dan struktur buddaya (Nurisjaah, 2001) yang dapat diliihat pada Gaambar 5.
1
• Potensi P visual atau a pemandangan: • saawah teras dan n kebun teh
2
• Atraksi: A • aktivitas tani peenduduk
3
• Beautiful B sensess: • aroma produk pertanian p di suaatu kawasan
4
• Aktivitas A buday ya dan struktur budaya: • seeren taun, upaccara sebelum taanam, lumbung g padi, peralataan tani, dan kaandang
Gambaar 5 Empat kkomponen pootensi agrow wisata. a ddapat diarahkkan dalam bentuk ruang gan tertutup Penggembangan agrowisata ( (seperti musseum), ruanggan terbuka (taman atauu lanskap), atau kombinnasi antara k keduanya. A Agrowisata r ruangan terttutup dapat berupa koleeksi alat-alatt pertanian y yang khas dan d bernilai sejarah ataau naskah daan visualisasi sejarah penggunaan p l lahan maupun proses pengolahan p hasil pertannian. Agrow wisata ruangan terbuka d dapat berupaa penataan laahan yang khas k dan sesuuai dengan kapabilitas k dan d tipologi l lahan untuk k mendukungg suatu sisteem usahatan ni yang efekktif dan berkkelanjutan. K Komponen utama u pengeembangan agrowisata a ru uangan terbuuka dapat beerupa flora d fauna yang dibudid dan dayakan mauupun liar, tekknologi budii daya dan pascapanen p k komoditas p pertanian yaang khas daan bernilai sejarah, atraaksi budayaa pertanian s setempat, daan pemandanngan alam beerlatar belakkang pertaniaan dengan keenyamanan y yang dapat dirasakan. d A Agrowisata ruuang terbukka dapat dilakkukan dalam m dua pola, y yaitu alami dan d buatan (Deptan, ( 20005). Menuurut Sastrayyuda (2010)), dalam peengembangaan agrowisatta terdapat b beberapa pendekatan. Beberapa pendekatan tersebut aadalah penggembangan a agrowisata
berbasis
konservasi
dan
aggrowisata
bberbasis
m masyarakat.
P Pengembang gan agrowisata berbasis konservasi adalah pola pembinaan yang tetap m mempertaha ankan keasllian agroekkosistem deengan menggupayakan kelestarian
sumber
daya
Pengembangan
alam
lingkungan
agrowisata
hidup,
berbasis
sejarah,
masyarakat
budaya, adalah
dan
pola
rekreasi. pembinaan
masyarakat yang menempatkan agrowisata sebagai pemberdayaan masyarakat petani. Manfaat dari pengembangan basis masyarakat adalah diperolehnya nilai tambah baik dari sisi hasil pertanian maupun dari kunjungan wisatawan serta efek ganda dari penyerapan hasil pertanian oleh usaha pariwisata dan pengembang. Agrowisata yang berbasis masyarakat, maupun agrowisata yang bertumpu pada upaya-upaya konservasi, keduanya berorientasi pada pelestarian sumber daya alam serta masyarakat dan budaya lokal. Pengembangan agrowisata dapat dilakukan dengan mengembangkan kawasan yang sudah atau akan dibangun seperti kawasan agropolitan, kawasan usaha ternak, maupun kawasan industri perkebunan sehingga pengembangan kawasan agrowisata berarti mengembangkan suatu kawasan yang mengedepankan wisata sebagai salah satu pendorong pertumbuhan ekonominya. Industri wisata ini diharapkan mampu menunjang berkembangnya pembangunan agribisnis secara umum (Pamulardi, 2006). Kawasan agrowisata sebagai sebuah sistem tidak dibatasi oleh batasanbatasan yang bersifat administratif, tetapi lebih pada skala ekonomi dan ekologi yang melingkupi kawasan agrowisata tersebut. Hal ini berarti kawasan agrowisata dapat meliputi desa-desa dan kota-kota sekaligus sesuai dengan pola interaksi ekonomi dan ekologinya. Kawasan pedesaan dan daerah pinggiran dapat menjadi kawasan sentra produksi dan lokasi wisata alam, sedangkan daerah perkotaan menjadi kawasan pelayanan wisata, pusat-pusat kerajinan, yang berkaitan dengan penanganan pascapanen, ataupun terminal agribisnis (Anonim, 2010a). Pamulardi (2006) menjelaskan bahwa kawasan agrowisata yang sudah berkembang memiliki kriteria-kriteria, karakter, dan ciri-ciri yang dapat dikenali. Kawasan agrowisata merupakan suatu kawasan yang memiliki kriteria: (1) memiliki potensi atau basis kawasan di sektor agro baik pertanian, hortikultura, perikanan maupun peternakan, (2) adanya kegiatan masyarakat, (3) adanya interaksi antara kegiatan agro dengan kegiatan pariwisata. Ketiga kriteria dijelaskan secara rinci sebagai berikut; 1) memiliki potensi atau basis kawasan di sektor agro baik pertanian, hortikultura, perikanan maupun peternakan, misalnya:
a. subsistem usaha pertanian primer (on farm), terdiri atas: pertanian tanaman pangan dan holtikultura, perkebunan, perikanan, peternakan, dan kehutanan b. subsistem industri pertanian yang terdiri atas industri pengolahan, kerajinan, pengemasan, dan pemasaran baik lokal maupun ekspor c. subsistem pelayanan yang menunjang kesinambungan dan daya dukung kawasan baik terhadap industri dan layanan wisata maupun sektor agro, misalnya transportasi dan akomodasi, penelitian dan pengembangan, perbankan dan asuransi, fasilitas telekomunikasi, dan infrastruktur; 2) adanya kegiatan masyarakat yang didominasi oleh kegiatan pertanian dan wisata dengan keterkaitan dan ketergantungan yang cukup tinggi. Kegiatan pertanian yang mendorong tumbuhnya industri pariwisata, dan sebaliknya kegiatan pariwisata yang memacu berkembangnya sektor agro; 3) adanya interaksi yang intensif dan saling mendukung bagi kegiatan agro dengan kegiatan pariwisata dalam kesatuan kawasan sehingga dapat dikembangkan secara berkelanjutan. Sementara untuk pengembangan kawasan agrowisata harus memenuhi beberapa prasyarat dasar yaitu; 1) memiliki sumber daya lahan dengan agroklimat yang sesuai untuk mengembangkan komoditi pertanian yang akan dijadikan komoditi unggulan. Memiliki prasarana dan infrastruktur yang memadai untuk mendukung pengembangan sistem dan usaha agrowisata, seperti misalnya jalan, sarana irigasi serta pengairan, sumber air baku, pasar, terminal, jaringan telekomunikasi, fasilitas perbankan, pusat informasi pengembangan agribisnis, sarana produksi pengolahan hasil pertanian, dan fasilitas umum serta fasilitas sosial; 2) memiliki sumber daya manusia yang berkemauan dan berpotensi untuk mengembangkan kawasan agrowisata; 3) pengembangan
agrowisata
tersebut
mampu
mendukung
upaya-upaya
konservasi alam dan kelestarian lingkungan hidup bagi kelestarian sumber daya alam, kelestarian sosial budaya maupun ekosistem secara keseluruhan (Pamulardi, 2006).
Agrowisata sebagai kegiatan wisata yang terintegrasi dengan keseluruhan sistem pertanian dan pemanfaatan obyek-obyek pertanian seperti teknologi pertanian maupun komoditi pertanian. Industri ini mengandalkan kemampuan budi daya baik pertanian, peternakan, perikanan maupun kehutanan, dengan demikian agrowisata tidak hanya mencakup sektor pertanian, melainkan juga budidaya perairan, baik darat maupun laut. Perpaduan antara keindahan alam, kehidupan masyarakat pedesaan, dan potensi pertanian, dapat mengembangkan daya tarik wisata bagi satu daerah tujuan wisata (Anonim, 2010b). Agrowisata yang menghadirkan aneka tanaman dapat memberikan manfaat dalam perbaikan kualitas iklim mikro, menjaga siklus hidrologi, mengurangi erosi, melestarikan lingkungan, memberikan desain lingkungan yang estetis bila didesain dengan baik. Berkembangnya agrowisata di satu daerah tujuan wisata akan memberikan manfaat untuk peningkatan pendapatan masyarakat dan pemerintah, dengan kata lain bahwa fungsi pariwisata dapat dilakukan dengan fungsi budi daya pertanian, pemukiman pedesaan, dan fungsi konservasi (Anonim, 2010b). Agrowisata bermanfaat dalam berbagai aspek yaitu dalam peningkatan konservasi lingkungan, peningkatan nilai estetika dan keindahan alam, peningkatan nilai rekreasi, peningkatan kegiatan ilmiah serta pengembangan ilmu pengetahuan, dan pengembangan ekonomi masyarakat (Pamulardi, 2006). Upaya peningkatan konservasi lingkungan, agrowisata yang obyeknya menyatu dengan lingkungan harus diperhatikan kelestarian lingkungannya. Perencanaan ini tidak boleh merugikan lingkungan. Menurut Pamulardi (2006), sebagai upaya peningkatan nilai estetika dan keindahan alam, agrowisata berpotensi dengan lingkungan alam yang indah, panorama yang memberikan kenyamanan, dan tertata rapi, akan memberikan nuansa alami. Sebagai upaya peningkatan nilai rekreasi, dapat dikembangkan fasilitas yang dapat menunjang kebutuhan para wisatawan seperti, restoran, bila memungkinkan akomodasi, panggung hiburan, dan tempat penjualan hasil pertanian seperti buah-buahan, bunga, makanan, dan lain-lain. Sebagai upaya peningkatan kegiatan ilmiah dan pengembangan ilmu pengetahuan, agrowisata mendorong seseorang atau kelompok menambah ilmu
pengetahuan yang bernilai ilmiah. Kekayaan flora dan fauna dengan berbagai jenisnya dapat dijadikan sumber informasi kekayaan alam dan ekosistem di dalamnya (Pamulardi, 2006). Sebagai
upaya
pengembangan
ekonomi
masyarakat,
agrowisata
memberikan keuntungan ekonomi. Keuntungan tersebut meliputi, peningkatan pendapatan masyarakat yang dihasilkan melalui berbagai kegiatan penjualan dari hasil cocok tanam, peningkatan kesempatan berusaha, pengembangan lama tinggal dan belanja wisatawan, peningkatan daya dukung promosi, serta peningkatan produksi dan kualitas. Peningkatan hasil produksi pertanian merupakan acuan dasar bagi tumbuh berkembangnya sektor pertanian (Pamulardi, 2006).