11. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.
Perencanaan Lanskap Perencanaan merupakan suatu bentuk alat yang sisternatis yang diarahkan
untuk mendapatkan tujuan dan rnaksud tertentu melalui pengaturan, pengarahan atau pengendalian terhadap proses pengembangan dan pembangunan. Perencanaan berorientasi kepada kepentingan masa depan terutarna untuk mendapatkan suatu bentuk social good, dan umumnya dikategorikan sebagai pengelolaan (Nurisjah, 2000). Perencanaan bukanlah sekedar persiapan akan tetapi rnerupakan proses kegiatan yang secara terus menerus mewarnai dan mengikuti kegiatan sampai pada pencapaian tujuan. Perencanaan bahkan dapat dijadikan sebagai alat evaluasi yang hasilnya diharapkan dapat digunakan untuk masukan bagi perencanaan kegiatan selanjutnya (Suyitno,l999). John Glasson dalam Sitohang (1990) menyatakan perencanaan adalah terutama berorientasi kepada masa datang, sangat berkenaan dengan hubungan antara tujuan dan keputusan-keputusan kolektif dan mengusahakan kebijaksanaan dan program yang menyeluwh. Bilamana cara berpikir ini diterapkan, maka dapat dikatakan bahwa perencanaan sedang dilaksanakan. Knudson (1980) mengemukakan perencanaan adalah mengumpulkan dan menginterpretasikan data, memproyeksikannya ke rnasa depan, mengidentifikasi masalah, dan memberi pendekatan yang beralasan untuk memecahkan masalah-masalah tersebut. Perencanaan merupakan proses yang rasional untuk mencapai tujuan dan sasaran di masa mendatang berdasarkan kemampuan sumberdaya alam yang ada serta pernanfaatannya secara efektii dan efisien (Sujarto, 1985). Perencanaan lanskap yang baik harus melindungi badan air, dan menjaga air tanah, tidak mengkonsewasi hutan, dan sumber mineral, menghindari erosi, menjaga kestabilan iklim, menyediakan tempat yang cukup untuk rekreasi dan suaka margasatwa, serta melindungi tapak yang memiliki nilai keindahan dan ekologi. Proses perencanaan lanskap secara umum dapat dibagi menjadi commision, riset, analisis, sintesis, konstruksi dan pelaksanaan. Commission merupakan suatu pertemuan antara perencana dan client untuk memperoleh kesepakatan mengenai tujuan proyek dan rencana yang akan dibuat. Riset terdiri dari suwei dan pengumpulan data lainnya. Sedangkan analisis dilakukan pada tapak, meninjau peraturan pemerintah, peiuang, hambatan, dan program
pengembangan. Sintesis yang dilakukan mengacu pada dampak implementasi metoda. Kegiatan pembangunan dan operasional meliputi juga o b s e ~ a s pada i hasil perencanaan (Simonds, 1983). Menurut Hakim dan Utomo (2003), perencanaan lanskap tak hanya bergerak dalam perencanaan fisik saja, tetapi mencakup seluruh aspek kernanusiaan (to satisfy the complete human being). Nurisjah (2003) mengemukakan bahwa perencanaan lanskap sebenarnya adalah perencanaan ruang/wilayah/bentang alarn. Perencanaan lanskap mengkhususkan diri pada studi pengkajian proyek atau kegiatan berskala besar untuk bisa mengevaluasi secara sistematik area lahan yang sangat luas untuk ketepatan penggunaan bagi berbagai kebutuhan di masa datang. Pengamatan masalah ekologi dan lingkungan alarn sangat peka diperhatikan. Kerjasama antar lintas disiplin ilmu merupakan syarat mutlak untuk bisa sampai kepada produk kebijakan. Dalam perencanaan lanskap, kita bekerja dengan alam untuk kebutuhan manusia, dengan memadukan antara seni (Art) dan ilmu (Science). Dimana alam disini dapat berupa elemen mayor atau elemen lanskap yang hanya sedikit sekali dapat diubah seperti lernbah, topografi, iklirn, air dan sebagainya, yang dalam ha1 perencanaan lanskap haws diterimanya dan diadaptasikan sesuai dengan konsep perencanaan yang berbasis lanskap berkelanjutan. Sedangkan etemen lanskap minor yaitu elemen lanskap yang dapat dimodifikasi, misalnya bukit, hutan fanaman, kanal, rawa, dan lain sebagainya yang dapat dimodifikasi dengan cara mempertahankan (preservation), mempertegas (accentuation) mengubah (alteration), melindungi (conservation) yang kesemuanya ini ditujukan untuk kebutuhan manusia dan rnakhluk hidup lainnya. Pada perencanaan lanskap kota ada tiga faktor penting untuk dianalisa yaitu ekologi lanskap, manusia dengan sosial ekonomi budayanya dan estetika. Namun estetika pada lanskap kota bukan merupakan faktor yang berdiri sendiri tetapi merupakan polarisasi dari kedua faktor lainnya. Perencanaan
lanskap
kota
berkelanjutan dapat
diartikan
suatu
perencanaan bentang alam dengan segala kegiatan di atasnya baik alami maupun non alami atau keduanya, yang dilakukan dengan tujuan tidak menghabiskan, menguras sumberdaya alam atau merusak lingkungannya, tetapi menggunakan teknologi untuk mengintegarasikan lingkungan dan proses-proses buatan manusia. Seperti mengurangi (reduce), menggunakan ulang (reuse), mengolah ulang (recycle) Crenshaw et al. (1992).
2.2. Lanskap Kota Berkelanjutan 2.2.1. Lanskap
Menurut von Hurnboldt dalam Farina (1998) lanskap adalah Karakter total suatu wilayah. Sedangkan (Naveh,1987 dalarn Farina, 1998) mengernukakan bahwa lanskap selalu berhubungan dengan totalitas keseluruhan secara fisik, ekologis dan geografi, pengintegrasian seluruh proses-proses dan pola-pola rnanusia dan alarn. Selain itu rnenurut (Forman & Godron,1986 dalarn Farina, 1998) mendefinisikan lanskap sebagai area lahan heterogen rnenyusun sebuah cluster intefaksi ekosistemekosistem yang berulang pada bentuk yang sama pada setiap bagian. Ada juga yang rnendefinisikan lanskap sebagai suatu konfgurasi khusus dari topografi, penutupan vegetasi, tata guna lahan dan pola pemukirnan yang rnembatasi beberapa aktivitas dan proses alarn dan budaya (Green et a/. 1996 dalarn Farina, 1998). Dari berbagai definisi para ahli di atas dapat disirnpulkan bahwa lanskap adalah wajah dan karakter lahanltapak bagian dari rnuka burni ini dengan segala kegiatan kehidupan dan apa saja yang ada di dalarnnya, baik bersifat alarni, non alarni atau keduanya, yang rnerupakan bagian atau total lingkungan hidup rnanusia beserta rnakhluk lainnya, sejauh rnata mernandang, sejauh segenap indra dapat menangkap dan sejauh imajinasi dapat membayangkan. Pengertian lanskap ini terus berkembang agar lebih rnerniliki arti rnaka rnuncul bidang ilmu yang rnernpelajari tentang lanskap yaitu arsitektur lanskap. Arsitektur lanskap rnerupakan Bidang ilmu (science) dan seni (art) yang mempelajari pengaturan ruang dan
rnassa di
alarn terbuka,
dengan
mengkombinasikan elernenelemen lanskap alami ataupun buatan manusia, baik secara horizontal rnaupun vertikal, dengan segenap kegiatannya agar tercipta karya lingkungan yang secara fungsional berguna dan secara estetika indah, efektif, serasi, seirnbang, teratur dan tertib, sehingga tercapai kepuasan rohani dan jasrnaniah manusia dan makhluk hidup di dalarnnya. Ada tiga aspek penting dalarn arsitektur lanskap yaitu (1) perencanaan lanskap, (2) perancangan lanskap serta (3) pengelolaan lanskap. Dirnana masing-masing aspek tersebut mernegang peranan penting dalam menciptakan suatu lanskap yang nyarnan, arnan sesuai dengan keinginan makhluk yang hidup di atasnya. 2.2.2. Kota Berkelanjutan
Kota merupakan sebuah sistem terbuka, baik secara fisik maupun sosiai ekonomi, bersifat tidak statis dan dinamis atau bersifat sementara. Dalam
perkembangannya kota sulit untuk dikontrol dan sewaktu-waktu dapat menjadi tidak beraturan. Menurut Dickinson Dalam Jayadinata (1992) kota adalah suatu pemukiman yang bangunan rumahnya padat, dan penduduknya bernafkah bukan pertanian. watt, 1973, Stearns dan Montag,1974 dalam Djamal, 2005) mengemukan pengertian sebuah kota sebagai berikut: 1) Suatu areal dimana terdapat atau terjadi pemusatan pendudukan dengan
kegiatannya dan merupakan tempat konsentrasi penduduk dan pusat aktivitas perekonomian seperti industri, perdagangan dan jasa.
2) Kota merupakan sebuah sistem, baik secara fisik seperti iklim maupun sosial ekonomi, bersifat dinamis yang sewaktu-waktu dapat menjadi tidak teratur dan sulit untuk di kendalikan. 3) Kota mempunyai pengaruh terhadap lingkungan fisik seperti iklim dan sejauh
mana pengaruh itu sangat tergantung kepada perencananya. Sedangkan menurut Undang-undang Nomor 26 Tahun 2007 tentang penantaan ruang, kawasan perkotaan adalah wilayah yang mempunyai kegiatan utama bukan pertanian dengan susunan fungsi kawasan sebagai tempat perrnukiman perkotaan, pemusatan dan distribusi pelayanan jasa pemerintahan, pelayanan sosial, dan kegiatan ekonomi. Pembangunan kota berkelanjutan tidak dapat dipisahkan dari pelaksanaan pembangunan yang berkelanjutan. Kota berkelanjutan memiliki makna yang luas, namun sering kali pemahamannya dilihat dari segi konteks dan substansi mengarah pada keberadaan kota yang memperhatikan lingkungan. Waiaupun konteks dan substansi ini berada dalam iingkup yang meletakkan lingkungan sebagai aspek yang penting, akan tetapi juga memerlukan berbagai pendekatan dengan melibatkan aspek-aspek lain yang komprehensif. Dengan kata lain, bidang-bidang yang terkait tidak hanya berhubungan dengan lingkungan saja, namun secara bersama-sama rnengkaitkan pula bidang-bidang yang lain misalnya perencanaan dan desain, teknologi, ekonomi, sosial dan budaya, serta poliiik. Konsep pembangunan berkelanjutan pertama kali diperkenalkan oleh The World Commission on Environment and Development (WCED) pada tahun 1987 dengan laporannya berjudul "Our Common Future" (Kay dan Aider,1999). Laporan ini dibuat oleh sekelompok ahli yang diketuai oleh Gro Harlem Brundtland, sehingga laporan tersebut sering disebut sebagai laporan Brundtland (The
Brundtland Report).
Dalam laporan tersebut terkandung definisi
pembangunan berkelanjutan yaitu pembangunan yang dapat memenuhi kebutuhan saat ini tanpa membatasi peluang generasi mendatang untuk memenuhi kebutuhannya. Dengan pengertian ini, Beller (1990) mengemukakan prinsip "justice of fairness" yang bermakna manusia dari berbagai generasi yang berbeda mempunyai tugas dan tanggung jawab satu terhadap yang lainnya seperti layaknya berada di dalam satu generasi. Dalam konsep pembangunan berkelanjutan akan ada perpaduan antara dua kata yang kontradiktif yaitu pembangunan (development) yang menuntut perubahan pemanfaatan sumberdaya alam dan berkelanjutan (sustainability) yang berkonotasi "tidak boleh mengubah" di dalam proses pembangunan yang berkelanjutan. Persekutuan antara kedua kepentingan ini pada dasarnya mengembalikan developmentalist dan environmentalist back to basic yaitu oikos dimana kepentingan ekonomi dan lingkungan hidup disetarakan (Saragih dan Sipayung, 2000). Menurut (Soerjani, 2001), pembangunan berkelanjutan adalah upaya untuk meningkatkan kualitas hidup secara terus menerus atau berkelanjutan dengan memanfaatkan berbagai sumber daya pendukungnya, khususnya manusia sebagai potensi pokok pembangunan di samping sumberdaya alam atau melalui perubahan tatanan lingkungan hidup serta kehidupan sosial, ekonomi, dan budaya secara keseluruhan. Young dalam Kay dan Alder (1999) mengemukakan ada tiga tema yang terkandung dalam definisi pembangunan berkelanjutan yaitu
integritas
lingkungan, ekonomi dan keadilan kesejahteraan (equity). Pendapat ini sejalan dengan yang dikemukan dleh (Munasinghe, 1993), bahwa pembangunan dikatakan berkelanjutanjika memenuhi tiga dimensi, yaitu: secara ekonomi dapat efisien serta layak, secara sosial berkeadilan, dan secara ekologis lestari (ramah lingkungan). Makna dari pembangunan berkelanjutan dari dimensi ekologi memberikan penekanan pada pentingnya menjamin dan meneruskan kepada generasi mendatang sejumlah kuantitas modal alam (natural capital) yang dapat menyediakan suatu hasil berkelanjutan secara ekonomis dan jasa lingkungan termasuk keindahan alam. Konsep lain yang masih berkaitan dengan ha1 tersebut
adalah konsep pemanfaatan sumberdaya
yang
berkelanjutan
(sustainable use of resources) yang bermakna bahwa pemanenan, ekstraksi, ataupun pemanfaatan sumberdaya tidak boleh melebihi jumlah yang dapat diproduksi atau dihasilkan dalam kurun waktu yang sama. Berikut three dimensional model atau tiga pilar pembangunan berkelanjutan yang telah
digunakan sejak Deklarasi Stockholm 1972 menuju Rio de ~aneiro1992, sampai dengan Rio de Janeiro ke-10 di Johanerburg 2002 yang menekankan perlunya koordinasi dan integrasi sumber daya alam, sumber daya manusia dan sumber daya buatan dalam setiap bentuk pembangunan, dengan pendekatan kependudukan, pembangunan, dan lingkungan sampai dengan integrasi aspek sosial, ekonomi dan lingkungan (Von Stokar et a1 dalam Sugandhy dan Hakirn, 2007).
f North
Tommorow's Generation
Today's Generation
Gambar 2. Three Dimensional Model Sedangkan menurut Undang-undang Nomor 23 Tahun 1997 tentang lingkungan hidup pembangunan berkelanjutan yang berwawasan lingkungan hidup adalah upaya sadar dan terencana, yang memadukan lingkungan hidup, terrnasuk sumberdaya, ke dalam proses pembangunan untuk menjamin kemampuan, kesejahteraan, dan mutu hidup generasi masa kini dan generasi masa depan. Untuk
mencapai tujuan
pernbangunan kota
berkelanjutan,
harus
diperhatikan pada konsewasi dan pemeliharaan baik lingkungan alamiah maupun buatan yang ada. Terdapat tiga ha1 yang merupakan prinsip perencanaan kota yang berkelanjutan (Rahmi dan Setiawan,1999), yaitu: 1) Pemakaian kembali bangunan jalan, infrastruktur yang sudah ada, serta
komponen dan material bangunan yang telah didaur ulang. 2) Konsewasi sumberdaya alam, flora, fauna, dan tata ruang. 3) Pola dan konstruksi bangunan harus memakai energi seminimal mungkin. Setiap bangunan harus dirancang fleksibel sehingga dapat dipakai untuk
fungsi yang berbeda sepanjang usia bangunan tersebut. Dan material bangunan hams didapatkan dari sumber-sumber yang berkelanjutan. Untuk menciptakan kota yang berkelanjutan diperlukan lima prinsip dasar yang dikenal dengan Panca E: Environment (Ecology), Economy (Employment), Equity, Engagement, dan Energy, (Research triangle institute, 1996 dalam Budihardjo, 2005). Dalam konteks proses urbanisasi di negara-negara yang sedang berkembang "memenuhi kebutuhan saat ini" secara adil dan merata harus menjadi perhatian, baik dalam ha1 ekonorni, sosial, politik, keamanan, dan harmoni untuk menuju masa depan yang berkelanjutan (Haryadi dan Setiawan, 2002). Sedangkan (Mitlin dan Satterwhite, 1998) dalarn Sustainable Seattle berpendapat bahwa untuk mencapai pernbangunan kota yang berkelanjutan dipersyaratkan aksi pencegahan penurunan aset-aset lingkungan sehingga sumberdaya untuk kegiatan manusia dapat terus berlanjut. Aksi pencegahan tersebut meliputi: 1) Meminimalkan pemakaian atau limbah sumberdaya-sumberdaya yang tidak
dapat didaur ulang; 2) Pemakaian berkelanjutan dari sumberdaya-sumberdaya yang dapat didaur ulang, seperti air, tanaman pertanian, dan produk-produk, biomassa dan 3) Meyakinkan bahwa limbah dapat diabsorbsi secara lokal dan global, seperti oleh sungai, laut, dan atmosfer. Haryadi dan Sefiawan (2002) rnengemukakan berbagai jenis indikator keberlanjutan pembangunan suatu kota yang dikelompokkan rnenjadi tiga kelompok
yaitu
kelompok
indikator ekonomi,
sosial,
dan
lingkungan.
Pengelompokan tersebut didasarkan atas pengaruhnya terhadap keberlanjutan kesejahteraan masyarakat kota. Indikator-indikator dari masing-masing kelompok tersebut adalah sebagai berikut: 1) Indikator-lndikator Ekonomi
lndikator ekonomi ditujukan untuk mengukur tingkat kegiatan ekonomi atau produktivitas kota yang bersangkutan. lndikator ini meliputi antara lain jenis pekerjaan penduduk kota (tennas.uk yang mendukung kebutuhan dasar), tingkat pendapatan, cara mereka membelanjakannya (distribusi pendapatan). Distribusi pendapatan tersebut dapat bempa pengeluaran untuk kesehatan, pengeluaran
untuk perumahan, pengeluaran untuk energi, dan investasi rnasyarakat. Di sarnping itu, kemudahan mernperoleh rumah, jumlah anak miskin dan pengangguran, keanekaragarnan industri dan tenaga kerja, kewirausahaan, dan inovasi
teknologi
dapat
rnengindikasikan
keberlanjutan
kesejahteraan
masyarakat kota. 2) Indikator-lndikator Sosial-Budaya lndikator ini dirumuskan untuk mengukur aspek-aspek sosial-budaya dari
suatu kota rneliputi aspek-aspek dernografi dasar (rnisalnya jumlah penduduk, mata pencaharian, struktur umur dan lain-lain) serta aspek-aspek kesejahteraan dan keadilan sosial. Termasuk dalam kelompok ini antara lain: tingkat krirninalitas, konflik sosial, tingkat partisipasi masyarakat, ketimpangan sosial, tingkat demokratisasi dalam pengelolaan kota, keadilan dalam hukurn, kemampuan membaca dan menulis pada orang dewasa, keikutsertaan pemilih, kesehatan fisik dan mental individu, jumlah lembaga swadaya masyarakat, dan bayi yang lahir dengan berat badan rendah. 3) Indikator-lndikator Lingkungan lndikator lingkungan ini rnenggambarkan lingkungan yang sehat, indikatorindikator aspek lingkungan dapat berupa indikator fisik seperti kualitas air, udara. tingkat pemanasan global, kebisingan, kerusakan tanah (erosi), kondisi permukaan tanah
dan
drainase, fasilitas
kendaraan
bukan
bermotor
(pedesterian, jalan untuk sepeda). Indikator flora dan fauna juga dapat rnengindikasikan kesehatan kota seperti keragaman hayati dan ruang terbuka hijau. Serta ekosistem kota yang mendukung keberlangsungan pengembangan kota seperti daerah rawa yang hams dilindungi, sungai, hutan konsewasi. Salah satu cara agar pernanfaatan ruang bejalan secara efektif dan efisien perlu diciptakan kondisi yang kondusif melalui pengendalian pemanfaatan ruang terhadap sumberdaya alam, sumberdaya manusia dan lingkungan hidup secara sinergi untuk mencapai pembangunan yang berkelanjutan. Pengendalian pernanfaatan ruang yang rnengacu pada undang-undang No. 26 tahun 2007 tentang penataan ruang diharapkan dalam pernbangunan Kota Sintang dapat berjalan secara berkelanjutan. Salah satu komponen penting dalam perencanaan kota berkelanjutan adalah ruang terbuka (Hakim dan Utomo, 2003). Ruang terbuka merupakan ruang yang direncanakan karena kebutuhan akan tempat pertemuan dan aktivitas bersama di udara terbuka. Ruang umum pada dasarnya merupakan
suatu wadah yang dapat menampung aktivitas tertentu dari masyarakatnya, baik individu maupun kelompok. Ruang terbuka hijau maupun non hijau merupakan wadah yang dapat menampung aktivitas tertentu dari masyarakat di wilayah tersebut. Karena itu, ruang terbuka hijaulnon hijau rnernpunyai kontribusi penting yang akan diberikan kepada manusia berupa darnpak uang positif. Jadi kota berkelanjutan adalah kota yang dalam pembangunannya mampu memenuhi kebutuhan masyarakat masa kini, marnpu berkompetisi dalam ekonomi global dengan mempertahankan keserasian lingkungan vitalitas sosial, budaya, politik dan pertahanan keamanannya, tanpa mengabaikan atau mengurangi kemampuan generasi mandatang dalam pemenuhan kebutuhan mereka. Kota yang berkelanjutan mesti memiliki ekonomi yang kuat, lingkungan yang serasi, tingkat sosial yang relatif setara penuh keadilan, kadar peran serta masyarakat yang tinggi, dan konservasi energi yang terkendali dengan baik. Kota masa depan dalam era globalisasi diharapkan akan mampu berfungsi sebagai pernicu peradaban, mesin penggerak ekonomi, dan sekaligus juga tempat yang nyaman bagi kehidupan manusia. 2.3. Ruang Terbuka Hijau (RTH)
2.3.1. Definisi dan Pengertian
Ruang Terbuka Hijau (RTH) kota adalah bagian dari ruang-ruang terbuka (open spaces) suatu wilayah perkotaan yang diisi oleh tumbuhan, tanaman, dan vegetasi (endemik, introduksi) guna mendukung manfaat langsung dan atau tidak langsung yang dihasilkan oleh RTH dalam kota tersebut yaitu keamanan, kenyamanan, kesejahteraan, dan keindahan wilayah perkotaan tersebut. Selain untuk meningkatkan kualitas atmosfer, menunjang kelestarian air dan tanah, Ruang Terbuka Hijau (green openspaces) di tengah-tengah ekosistem perkotaan juga berfungsi untuk meningkatkan kualitas lanskap kota. Menurut Undang-Undang Penataan Ruang Nomor 26 Tahun 2007 Ruang Terbuka Hijau (RTH) adalah area memanjangljalur danlatau mengelompok, yang penggunaannya lebih bersifat terbuka, tempat tumbuh tanaman, baik yang tumbuh secara alamiah rnaupun yang sengaja ditanam. Berdasarkan bobot kealamiannya, bentuk RTH dapat diklasifikasi menjadi (a) bentuk RTH alami (habitat liar atau alami, kawasan lindung) dan (b) bentuk RTH non alami atau RTH binaan (pertanian kota, pertamanan kota, lapangan
.
olah raga, pemakaman, berdasarkan sifat dan karakter ekologisnya diklasifikasi menjadi (a) bentuk RTH kawasan (areal, non linear), dan (b) bentuk RTH jalur (koridor, linear), berdasarkan penggunaan lahan atau kawasan fungsionalnya diklasifikasi menjadi (a) RTH kawasan perdagangan, (b) RTH kawasan perindustrian, (c) RTH kawasan permukiman, (d) RTH kawasan per-tanian, dan (e) RTH kawasan-kawasan khusus, seperti pemakaman, hankarn, olah raga, alamiah (Lab. Perencanaan Lanskap ARL, 2005). Status kepemilikan RTH diklasifikasikan menjadi (a) RTH publik, yaitu RTH yang berlokasi pada lahan-lahan publik atau lahan yang dimiliki oleh perne-rintah (pusat, daerah), dan (b) RTH privat atau non publik, yaitu RTH yang berlokasi pada lahan-lahan milik privat (Lab. Perencanaan Lanskap ARL, 2005).
2.3.2. Fungsi dan Manfaat RTH, baik RTH publik maupun RTH privat, memiliki fungsi utarna (intrinsik) yaitu fungsi ekologis, dan fungsi tambahan (eksfrinsik) yaitu fungsi arsitektural, sosial, dan fungsi ekonomi. Dalam suatu wilayah perkotaan empat fungsi utama ini dapat dikombinasikan sesuai dengan kebutuhan, kepentingan, dan keberlanjufan kota. RTH berfungsi ekologis, yang menjamin keberlanjutan suatu wilayah kota secara fisik, hams merupakan satu bentuk RTH yang berlokasi, berukuran, dan berbentuk pasti dalam suatu wilayah kota, seperti RTH untuk per-lindungan sumberdaya penyangga kehidupan rnanusia dan untuk membangun jejaring habitat kehidupan liar. RTH untuk fungsi-fungsi lainnya (sosial, ekonomi, atsitektutal) rnerupakan RTH pendukung dan penarnbah nilai kualitas lingkungan dan budaya kota tersebut, sehingga dapat berlokasi dan berbentuk sesuai dengan kebutuhan dan kepentingannya, seperti untuk keindahan, rekreasi, dan pendukung arsitektur kota. Mamfaat RTH berdasarkan fungsinya dibagi atas manfaat langsung (dalam pengertian cepat dan bersifat tangible) seperti mendapatkan bahan-bahan untuk dijual (kayu, daun, bunga), kenyamanan fisik (teduh, segar), keinginan dan manfaat tidak langsung (berjangka panjang dan bersifat intangible) seperti perlindungan tata air dan konservasi hayati atau keanekaragaman hayati (Lab. Perencanaan Lanskap ARL, 2005).
2.3.3. Pola dan Struktur Fungsional Pola RTH kota merupakan struktur RTH yang ditentukan oleh hubungan fungsional
(ekologis,
sosial,
ekonomi,
arsitektural)
antar
komponen
pembentuknya. Pola RTH terdiri dari (a) RTH struktural, dan (b) RTH non stmktural. RTH struktural merupakan pola RTH yang dibangun oleh hubungan fungsional antar komponen pembentuknya yang mempunyai pola hierarki planologis yang bersifat antroposentris. RTH tipe ini didominasi oleh fungsi-fungsi non ekologis dengan struktur RTH binaan yang berhierarki. Contohnya adalah struktur RTH berdasarkan fungsi sosial dalam melayani kebutuhan rekreasi luar ruang (oufdoor recreation) penduduk perkotaan seperti yang diperlihatkan dalam urutan hierarki sistem pertamanan kota (urban park system) yang dimulai dari taman perumahan, taman lingkungan, taman kecamatan, taman kota, taman regional, dan seterusnya. RTH non struktural merupakan pola RTH yang dibangun oleh hubungan fungsional antar komponen pembentuknya yang umumnya tidak mengikuti pola hierarki planologis karena bersifat ekosentris. RTH tipe ini memiliki fungsi ekologis yang sangat dominan dengan struktur RTH alami yang tidak berhierarki. Contohnya adalah s t ~ k t u RTH r yang dibentuk oleh konfigurasi ekologis bentang alam perkotaan tersebut, seperti RTH kawasan lindung, RTH perbukitan yang terjal, RTH sempadan sungai, RTH sempadan danau, RTH pesisir. Untuk suatu wilayah perkotaan, maka pola RTH kota tersebut dapat dibangun dengan mengintegrasikan dua pola RTH ini berdasarkan bobot tertinggi pada kerawanan ekologis kota (tipologi alamiah kota: kota lembah, kota pegunungan, kota sungai, kota pulau dan lain-lain) sehingga dihasilkan suatu pola RTH yang ideal (tab. Perencanaan Lanskap ARL, 2005). 2.3.4. Elernen Pengisi RTH
RTH dibangun dari kumpulan tumbuhan dan tanaman atau vegetasi yang telah diseleksi dan disesuaikan dengan lokasi serta rencana dan rancangan peruntukkannya. Lokasi yang berbeda (seperti pesisir, pusat kota, kawasan industri, sempadan dan badan-badan air, dan lain-lain) akan memiliki permasalahan yang juga berbeda yang selanjutnya berkonsekuensi pada rencana dan rancangan RTH yang berbeda. Untuk keberhasilan rancangan, penanaman dan kelestariannya rnaka sifat dan ciri serta kriteria (a) arsitektural dan (b) hortikultural tanaman dan vegetasi penyusun RTH harus menjadi bahan pertimbangan dalam rnenyeleksi jenis-jenis tanaman yang akan ditanam. Persyaratan urnum tanaman untuk ditanam di wilayah perkotaan:
a. Disenangi dan tidak berbahaya bagi warga kota b. Mampu tumbuh pada lingkungan yang marjinal (tanah tidak subur, udara dan air yang tercemar) c. Tahan terhadap gangguan fisik (vandalisme) d. Perakaran dalam sehingga tidak mudah tumbang e. Tidak gugur daun, cepat tumbuh, bernilai hias dan arsitektural f.
Dapat menghasilkan 02dan meningkatkan kualitas lingkungan kota
g. Bibivbenih mudah didapatkan dengan harga yang murahlterjangkau oleh masyarakat h. Prioritas menggunakan vegetasi endemiWlokal i.
Keanekaragaman hayati Jenis tanaman endemik atau jenis tanaman lokal yang memiliki keunggulan
tertentu (ekologis, sosial budaya, ekonomi, arsitektural) dalam wilayah kota tersebut menjadi bahan tanaman utama penciri RTH kota tersebut, yang selanjutnya akan dikembangkan guna mempertahankan keanekaragaman hayati wilayahnya dan juga nasional (Lab. Perencanaan Lanskap ARL, 2005). 2.4. Pendekatan Spasial Dinamik
Menurut Ahmad and Simonovic (2004) spasial dinamik merupakan suatu pendekatan baru dimana pendekatan ini m e ~ p a k a ngabungan dari Sistem inforrnasi Geografi (SIG), Sistem Dinamik (SD). Kelebihan dari pendekatan ini adalah pertukaran dua data dan inforrnasi antara SD dan SIG berupa waktu dan ruang. Pada awalnya SIG menyediakan informasi spasial kepada SD misalnya tentang penggunaan lahan di perkotaan, penutupan lahan dan lain sebagainya. Kemudian informasi ini dimodelkan secara dinamik dengan sistem dinamik berupa diagram causal loop dimana dikaitkan antara aspek biofisik, ekonomi dan sosial untuk menghasilkan suatu skenarioskenario sistem yang berhubungan dengan ruang dan waktu dan pada akhirnya skenario yang dimodelkan dapat mempengaruhi suatu bentuk kebijakan yang berbasis spasial (Hadi, Suwarto, Rusdiana, 2004) Gambar 3.
Gambar 3. Arsitektur Spasial Dinamik (Sumber: Hadi, Suwarto, Rusdiana, 2004) 2.4.1. Sistem lnfonnasi Geografis (SIG) Menurut Malczewski (1999) definisi SIG berfokus pada, dua aspek sistem yaitu teknologi dan pemecahan masalah. Sistem lnformasi Geografi (SIG) merupakan teknologi untuk penanganan data spasial. Terdiri dari perangkat keras dan perangkat lunak kornputer yang mampu menangkap, menyimpan dan memproses informasi spasial berupa data kualitatif dan kuantitatif, menyatukan dan menginterpretasi peta (Farina, 1998). Sedangkan menurut Tkach dan Sirnonovic (1997) GIs merupakan teknologi yang berkembang dengan cepat dalam ha1 keefisienan penyimpanan data, analisis dan rnanajemen informasi spasial. Hampir semua proses manajemen pengarnbilan keputusan memerlukan analisis informasi spasial. Dengan menggunakan teknologi SIG rnaka banyak informasi berguna yang dapat dihasilkan dari data dasar. Ketelitian serta pengaturan kembali aliran informasi dalam pelaksanaannya dapat semakin efektif dan secara nyata memperbaiki kualitas kerja (Lin, 2000). Foote and Lynch (1996) membuat tiga ha1 penting yang dimiliki oleh SIG, yaitu: 1) SIG berhubungan dengan berbagai aplikasi database lainnya dengan menggunakan
georeference
sebagai
penyimpanan dan akses informasi.
dasar
utama
dalam
proses
2) SIG merupakan sebuah teknologi yang terintegrasi, karena dapat menyatukan berbagai teknologi geografi yang ada seperti penginderaan jauh, Global Positioning System (GPS), Computer Aided Design (CAD) dan lainnya. 3) SIG dapat membantu dalam proses pengambilan keputusan, bukan hanya dilihat sebagai sistem perangkat kerasllunak. Penginderaan jauh (remote sensing) merupakan ilmu pengetahuan dalam memperoleh informasi tentang suatu objek, area, atau fenomena melalui analisis data yang diperoleh dengan menggunakan alat tertentu tanpa ada kontak dan investigasi dengan objek tersebut (Lillesand dan Kiefer, 2000). lnformasi remote sensing yang dihasilkan dari satelit image untuk analisis lebih lanjutnya menggunakan SIG. Secara umum data dari penginderaan jauh agar dapat digunakan di SIG hams diinterpretasi dan di koreksi geometrik terlebih dahulu (Farina, 1998). Paling sedikit ada tiga alasan menggabungkan penggunaan SIG dan remote sensing (De Bruin dan Molenaar,1999) yaitu: 1. Analisis image dalam penginderaan jauh lebih menguntungkan dari GIs
-
stored data.
2. Penginderaan jauh dapat menjadi dasar untuk memperbaharui informasi geografi 3. Penggabungan dari informasi yang diperoleh dari proses-proses dalam SIG dapat membantu untuk menjaga dari kesalahan dan ketidaktentuan dalam menangkap dan memanipulasi data. 2.4.2. Sistem Dinamik Perencanaan suatu kota menggunakan sistem dinamik memang masih jarang dilakukan. Modul yang paling sering dilakukan adalah menganalisis berdasarkan data statistik yang ada. Untuk melakukan analisis kebijakan baru yang akan diterapkan di suatu kota atau wilayah, perlu dilakukan suatu skenario kebijakan yang dimodelkan. Salah satu metode untuk memodelkan kebijakan pengembangan
kota
dan
wilayah
adalah
Sistem
Dinamik.
Dengan
memanfaatkan model ini, kita dapat dengan mudah melakukan simulasi berbagai kebijakan yang akan kita terapkan di suatu kota atau wilayah. Pemodelan menggunakan metode sistem dinamis sangat baik untuk kajian perilaku suatu sistem, termasuk sistem perencanaan kota. Dengan mempelajari perilaku sistem yang ada, intervensi suatu kebijakan di suatu wilayah dapat lebih
diantisipasi dampak-dampaknya, karena perilaku sistem yang dipelajari telah dikenali. Metode sistem dinamis diperkenalkan pertama kali oleh Prof. Jay W. Forrester sekitar tahun lima puluhan di MIT, Amerika Serikat rnelalui bukunya yang berjudul The Limit to Growth. Dengan membuat model dunia, Forrester berhasil menyakinkan masyarakat untuk lebih peduli pada lingkungan dan memperhatikan keterbatasan sumberdaya alam yang dieksploitasi. Sesuai dengan namanya, model ini rnenitik beratkan pada pemodelan permasalahanpermasalahan kompleks yang bersifat dinamis berupa pola-pola perilaku yang ditimbulkan oleh sistem itu dengan bertambahnya waktu. Dalam kegiatan pengambilan keputusan, sistem ini sangat bermanfaat tewtama untuk mempelajari akar permasalahan sehingga pada saat melakukan skenario kebijakan dapat disimulasikan kemungkinan-kemungkinan yang lebih bervariasi, terutama skenario-skenario perubahan s t ~ k t uperilaku r yang ada dan mungkin sukar dilakukan dengan menggunakan model matematis- lainnya. Tujuan pemodelan menggunakan sistem dinamis adalah untuk: 1. Meningkatkan pengertian terhadap gejala sistem yang dialami.
2. Memprediksi gejala sistem yang akan terjadi. 3. Menemukan cara yang paling efektif untuk mempengawhi sistem.
Secara umum, pemodelan menggunakan sistem dinamis ini bertujuan menjawab pertanyaan how dan why suatu perilaku dinamis di dalam sistem yang kompleks. Sistern dinamis memiliki beberapa karakteristik dasar, yaitu: 1. Lebih menekankan pada pengertian umum (general understanding).
2. Lebih menekankan pada process oriented dibandingkan product oriented. 3. Mengembangkan konsep, persepsi, maupun teori yang sudah ada.
4. Memecahkan permasalahan kompleks karena adanya sating ketergantungan. 5. Memecahkan permasalahan yang bersifat dinamis.
6. Disimulasikan rnenggunakan komputer, sehingga dapat dilakukan berulangulang dalam waktu singkat. Menurut Hartrisari, (2007) penerapan ilmu sistem dalam pemecahan masalah guna rnencapai tujuan tertentu dalam suatu sistem adalah dengan menggunakan pendekatan sistem, yaitu kerangka berpikir untuk menyelesaikan suatu sistem. Berikut tahapan sistem dinamik:
1) ldentifikasi sistem dan rekayasa model Pada tahap ini dibuat konsep mengenai mekanisme yang terjadi dalam sistem. Pada tahap ini pendekatan yang dapat digunakan adalah dengan menyusun diagram lingkar sebab akibat (causal loop) atau diagram input output (black box diagram). 2)
lmplementasi model pada perangkat lunak komputer Setelah model yang sesuai didapatkan rnaka model konseptual tersebut
diidentifikasi ke dalam bentuk persarnaan kuantitatif dan diagram alir, kemudian diimplementasikan pada perangkat lunak komputer khusus untuk pemodelan sistern dinamik, dimana pada penelitian ini akan digunakan perangkat lunak Stella 8.0. 3) Validasi model Proses validasi model dalarn penelitian ini dilakukan dengan pendekatan verifikasi struktur model dan uji konsistensi dimensional. Verifikasi struktur model adalah untuk mengetahui kesesuaian model dengan prilaku sistem pada dunia nyata, yaitu dengan melakukan uji parsial pada bagian-bagian model. Sementara uji konsistensi dimensional ditunjukkan untuk menilai apakah semua unit paramater sudah konsisten dan sesuai, yaitu dengan cara memeriksa diagram alir model dan penamaan-persamaan yang terdapat dalam model. 4) Simulasi model dan penyusunan skenario
Simulasi model dilakukan dengan memasukan nilai-nilai variabel input yang disusun berdasarkan skenario untuk mendapatkan model perencanaan lanskap koia Sintang berkelanjutan. Berikut diagram proses sistem dinamik Garnbar 4.
ldentifikasi Sistem dan Rekayasa Model
Tidak
lrnplernentasi Model pada Komputer
Verifikasi dan Validasi Model
Tidak
I
I
Simulasi Model PenyusunanSkenario
I
Aplikasi Skenario Terbaik
I
Gambar 4. Diagram Sistem Dinamik 2.4.3. Analysis Hierarchy Process (AHP)
Sumber kerumitan masalah pengambilan keputusan bukan hanya ketidakpastian atau ketidak sempurnaan inforrnasi. Penyebab lainnya adalah faktor yang berpengaruh terhadap pilihan-pilihan yang ada. Beragamnya kriteria pemilihan dan jika pengarnbilan keputusan lebih dari satu pilihan. Di dalam games theory dibahas rnasalah keputusan jika surnber kerurnitannya atau ketidaksernpurnaan inforrnasi dan adanya lebih dari satu pengambilan keputusan yang sedang bersaing. Jika sumber kerumitan itu adalah beragam kriteria, maka Analysis Hierarchy Process (AHP)
merupakan teknik untuk membantu
rnenyelesaikan rnasalah ini. AHP diperkenalkan oleh Thomas L. Saaty pada periode 1971-1975 ketika di Wharton School.
Dalarn perkernbangannya, AHP tidak saja digunakan untuk rnenentukan prioritas pilihan-pilihan dengan banyak kriteria. Tetapi penerapannya telah rneluas sebagai model alternatif untuk rnenyelesaikan berrnacarn-rnacarn rnasalah seperti analisis rnanfaat biaya, perarnalan dan lain-lain. Pada dasarnya, AHP adalah suatu teori urnurn tentang pengukuran, yang digunakan untuk rnenernukan skala rasio baik dan perbandingan pasangan yang diskrit rnaupun kontinyu. Perbandingan-perbandingan ini dapat diarnbil dari ukuran aktual atau suatu skala dasar yang rnencerminkan kekuatan perasaan dan preferensi relatif. AHP rnerniliki perhatian khusus tentang penyirnpangan dari konsistensi, pengukuran dan ketergantungan di dalarn dan di antara kelornpok elernen strukturnya. 2.4.3.1. Prinsip Dasar Analysis Hierarchy Process (AHP)
Skala ukuran panjang (meter), ternperatur (derajat), waMu (detik) dan uang (rupiah) telah digunakan dalam kehidupan sehari-hari untuk rnengukur bermacarn-macarn kejadian yang sifatnya fisik. Kita tahu bahwa penerapan seperti ini dapat diterirna secara urnurn. Pertanyaannya adalah apakah kita dapat rnernperluas dan rnernbenarkan penggunaan skala tersebut secara beralasan dan rnudah dipaharni untuk rnencerminkan perasaan-perasaan kita pada berrnacam-rnacarn persoalan sosial, ekonorni lingkungan dan politik. Sulit dibayangkan. sebab disini lebih cocok bila digunakan suatu ukuran lain yang lebih sederhana. rnisalnya persentase. Narnun variabel-variatel sosial, ekonomi, lingkungan dan politik tidak jarang yang sulit diukur. seperti rnisalnya bagairnana rnengukur produk yang berupa rasa arnan karena tidak adanya serangan dan negara lain yang dihasilkan karena pengeluaran pernerintah di bidang pertahanan, bagairnana rnengukur kerugian yang diderita masyarakat karena bermacarn-rnacarn polusi dan kerusakan lingkungan akibat industrialisasi, bagaimana rnengkuantifikasi kesenangan karena dapat rnenikmati waMu senggang dan sebagainya (Mulyono, 1996). Beranjak dari ha1 ini rnaka diperlukan suatu skala yang fleksibel yang disebut prioritas yaitu suatu ukuran abstrak yang berlaku untuk sernua skala. Penentuan prioritas inilah yang akan dilakukan dengan rnenggunakanAHP (Mulyono,1996). Dalarn menyelesaikan persoalan dengan AHP ada prinsip-prinsip yang hams dipaharni, diantaranya adalah Decomposition, Comparative Judgment, Synthesis of priority dan Logical Consistency.
1) Decomposition
Setelah persoalan didefinisikan, rnaka perlu dilakukan decomposition yaitu rnernecah persoalan yang utuh rnenjadi unsur-unsumya. Jika ingin rnendapatkan hasil yang akurat, pernecahan juga dilakukan terhadap unsur-unsur sarnpai tidak rnungkin dilakukan pernecahan lebih lanjut, sehingga didapat beberapa tingkatan dari persoalan tadi. Karena alasan ini, rnaka proses analisis ini dinarnakan hirarki (hierarchy). Ada dua jenis hirarki. yaitu lengkap dan tak lengkap. Dalarn hirarki lengkap semua elemen pada suatu tingkat rnerniliki sernua elernen yang ada pada tingkat berikutnya. Jika tidak demikian, dinarnakan hirarki tak lengkap. 2) Comparative Judgment
Prinsip ini berarti rnembuat penilaian tentaang kepentingan relatif dua elemen pada suatu tingkat tertentu yang dalarn kaitannya dengan tingkat di atasnya. Penilaian ini rnerupakan inti dari AHP, karena akan berpengaruh terhadap prioritas elemen-elemen. Hasil dan penilaian ini akan tarnpak lebih baik bila disajikan dalam bentuk matrik yang dinarnakan rnatrik pairwise comparison. 3) Synthesis of Priority
Dari setiap rnatrik painvise comparison kemudian dicari eigen vectornya untuk rnendapatkan local priority. Karena matrik painvise comparison terdapat pada setiap tingkat, rnaka untuk mendapatkan global priority harus dilakukan sintesa diantara local priority. Prosedur rnelakukan sintesa berbeda rnenurut bentuk hirarki. Pengurutan elemen-elemen menurut kepentingan relarif rnelalui prosedur sintesa dinamakan priority setting. 4) Local Consistence
Konsistensi merniliki dua makna, pertarna adalah bahwa objek-objek yang serupa dapat dikelompokkan sesuai dengan keseragarnan dan relevansi. Contohnya. anggur dan kelereng dapat dikelornpokkan dalarn hirnpunan yang seragarn jika bulat, rnerupakan kriterianya, tetapi tak dapat jika rasa sebagai kriterianya. Kedua adalah rnenyangkut tingkat hubungan antara objek-objek yang didasarkan pada kriteria tertentu. Keberhasilan rnenggunakan metode AHP tergantung pada bagairnana rnengatur penggunaan hirarki yang tepat dan rnasalah yang tidak teratur untuk sarnpai pada pengarnbilan keputusan, karena AHP rnarnpu rnengkonversi faktorfaktor yang tidak dapat diukur ke dalarn aturan yang biasa sehingga bisa dibandingkan. Untuk rnenilai perbandingan tingkat kepentingan suatu elernen terhadap elernen lainnya rnaka digunakan pernbobotan berdasarkan skala
proses AHP yang disarankan oleh Saaty (1993). Pendekatan AHP menggunakan Skala banding berpasangan disajikan pada Tabel 1. Tabel 1. Skala Banding Secara Berpasangan (Painvise Comparison) lntesitas Definisi Penjelasan Kepentingan 1 Kedua elemen sama Dua elemen mempunyai pentingnya pengaruh yang sama besar terhadap tujuan 3 Elemen satu sedikit lebih Pengalaman dan penilaian penting daripada yang sangat kuat mendukung satu elemen dibanding elemen yang lainnya lainnya 5 Elernen satu lebih penting Pengalaman dan penilaian dibanding yang lain sangat kuat mendukung satu elemen dibanding elemen yang lainnya 7 Elernen satu jelas lebih Satu elemen dengan kuat penting dari elemen yang lain didukung dan dominansinya telah terlihat dalarn praktek 9 Elernen satu mutlak lebih BuMi yang mendukung elemen penting dari elemen yang lain yang satu terhadap elemen lain memiliki tingkat penegasan Yang mungkin tertinggi menguatkan Nilai-nilai diantara dua nilai Nilai ini diberikan bila ada dua 2,4,6,8 yang berdekatan kornpromi di antara dua pilihan