II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1
Konsep dan Terminologi Penyuluh Pertanian Menurut Mugniesyah (2006) Sejarah penyuluh pertanian menurut
(Swason, 1984) diawali ketika pada masa Ranaisense terdapat suatu gerakan yang menghubungkan
antara
pendidikan
dengan
kebutuhan-kebutuhan
dalam
kehidupan manusia dan dalam penerapan ilmu pengetahuan secara praktis atau dalam kondisi realita. Para ahli sepakat bahwa istilah penyuluhan pertanian berasal dari bahasa Inggris, yaitu extention, yang secara harfiah, kata tersebut diterjemahkan sebagai perpanjangan atau perluasan. Van de Ban dan Hawkins (1982) mengemukakan bahwa istilah “university extension” atau “extension of the university” pertama kali digunakan di Inggris pada tahun 1840-an, yang kemudian dimunculkan oleh William Swewll dalam proposal yang berjudul “Suggestion for the Extension of the University pada tahun 1850 (Swason, 1984) Selanjutnya dikemukakan ketika Kames Stuart dari Trinidad College (Cambridge) memberikan kuliah kepada asosiasi wanita dan pria Inggris Utara. Kegiatan ini menjadikan Stuart mendapat sebutan sebagai “The father of university extension”. Pada tahun 1871 Stuart mendekati pimpinan Universitas Cambridge agar penyuluhan dijadikan mata kuliah serta mengusulkan untuk mengorganisasikan suatu pusat penyuluhan dibawah pengawasan universitas. Istilah konsep “extension education” (pendidikan penyuluhan) dibakukan pada tahun 1873 oleh Universitas Cambridge, Inggris (Maunder, 1972; Van den Ban dan Hawkins, 1982). Konsep penyuluhan saat itu digunakan untuk menjelaskan suatu inovasi pendidikan khusus, dimana universitas Cambridge menyebarluaskan temua-temuan kepada masyarakat biasa dimana mereka hidup dan bekerja (Maunder, 1972) atau memperpanjang kegiatan-kegiatan pengajaran keluar kampus (Mosher, 1978). Maunder selanjutnya mengatakan bahwa istilah “extension” pertama kali muncul di Inggris bukan di Amerika, terdapat sejumlah karakteristik kegiatan pendidikan yang dilakukan Universitas Cambridge tersebut, yaitu : (1) menyelenggarakan pendidikan tingkat universitas bagi warga masyarakat yang sudah bekerja, (2) pendidikan dilaksanakan di tempat-tempat warga masyarakat tinggal dan bekerja, dan (3) dana berasal dari masyarakat,
namun country councils berkontribusi bagi terselenggaranya kuliah-kuliah dalam ilmu pertanian (Maunder, 1972). Dalam sekitar satu dasawarsa kegiatan serupa merambah ke universitasuniversitas lain baik di negeri Inggris sendiri maupun ke negara-negara lain, yakni Amerika Serikat dan negara-negara berkembang serta negara-negara sedang berkembang lainnya. Maunder mengemukakan bahwa di Inggris itu sendiri perubahan besar terjadi setelah dibentuknya Workers Educational Association pada tahun 1903. Di Amerika sendiri, gerakan penyuluhan berawal sebagaimana terjadi di Inggris. Direktur Penyuluhan di Amerika (Universitas Chicago, 1892) juga seorang berkebangsaan Inggris bernama Moulton, yang juga bertugas sebagai salah seorang penyuluh di Universitas Cambridge dan yang mendokumentasikan sepuluh tahun pertama gerakan penyuluhan pada tahun 1885. Dikemukakan oleh Maunder bahwa istilah agricultural extension itu berkembang kemudian. Mosher menyatakan bahwa istilah tersebut menyebar di Amerika mungkin sekitar 20 tahun setelah istilah "extension education' digunakan di Inggris. Program-program yang kemudian dikenal sebagai agricultural extension berkembang di berbagai negara bagian di Amerika sebagai respon terhadap kebutuhan-kebutuhan yang berbeda dan dengan pemrakarsa yang berbeda pula. Kegiatan-kegiatan yang bermakna penyuluhan tersebut menyebar ke berbagai negara di dunia, namun istilah yang digunakan beragam sebagaimana dikemukakan oleh van den Ban dan Hawkins (1982). Di Malaysia, karena mendapat pengaruh Inggris, konsep yang digunakan adalah "perkembangan", yang merupakan terjemahan dari konsep "extension" di Inggris. Di Jerman dikenal dengan istilah Beratung yang diartikan sebagai pekerjaan advokasi atau menasehati (advisory work), dimana seorang pakar dapat memberikan petunjuk kepada seseorang tetapi seseorang tersebut yang berhak untuk menentukan pilihannya. Selain itu, juga digunakan istilah Aufklarung (pencerahan) dan Erziehung yang bermakna pendidikan. Adapun kegiatan penyuluhan di Indonesia, dinyatakan mereka mendapat pengaruh dari Belanda. Dalam bahasa Belanda istilah yang bermakna penyuluhan tersebut dikenal dengan istilah voorlighting, secara harfiah berarti memberi cahaya yang bermakna memberi penerangan untuk
9
menolong seseorang menemukan jalannya. Istilah tersebut digunakan pada masa kolonial bagi negara-negara jajahan Belanda, walaupun sebenarnya penyuluhan diperlukan oleh kedua pihak. Meskipun demikian, sebagaimana dikemukakan Dahama dan Bhathagar (1980) penyuluhan pertanian atau pendidikan penyuluhan berakar pada sejarah penyuluhan di Amerika. Hal tersebut juga diakui oleh Gunardi, yang menyatakan bahwa praktek penyuluhan di Indonesia mendapat pengaruh dari praktek penyuluhan pertanian di Amerika.. 2.2
Sekilas Sejarah Penyuluhan Pertanian di Indonesia Sebagaimana tertuang dalam buku tersebut, perhatian penjajah Belanda
terhadap pertanian ditunjukkan oleh beragam upaya pemerintah kolonial Belanda untuk memajukan pertanian di negeri jajahannya, Indonesia. Upaya-upaya tersebut dapat dibedakan kepada sebelum dan sesudah dibentuknya petugas penyuluh. 2.2.1 Masa sebelum didirikannya Departemen Pertanian (1917-1903) ·
Pada tanggal 17 Mei 1817 C.G.L. Reinwardt mendirikan Kebun Raya Bogor dengan mendatangkan jenis-jenis tanaman baru
·
Tahun 1831, Gubernur Jendral Daendels memberi perintah untuk melakukan perbaikan budidaya berbagai tanaman, terutama tanaman padi serta dimulainya Tanam Paksa ("Cultuurstelsel") untuk nila, kopi, tebu, dan tembakau.
·
Tahun 1874 dibentuk Panitia beranggotakan orang Belanda yang diperintah untuk mengerahkan perhatiannya dalam meningkatkan produksi sawah dengan membimbing dan mengajar rakyat, tanpa paksaan.
·
Tahun 1876 Scheffer (Direktur Kebun Raya ke-2) mendirikan Kebun Tanaman Dagang (Cultuurtuin), sebagai bagian dari Kebun Raya, 75 Ha di desa Cikeumeuh. Di kebun ini juga dilakukan percobaanpercobaan tanaman padi.
·
Tahun 1877 Scheffer mendirikan Sekolah Pertanian dalam Kebun Raya, tetapi kemudian ditutup pada tahun 1884 karena kekurangan
10
dana dan dukungan politik. Karl Frederijk Holle (Penasehat Honorer Urusan Rakyat) meyakinkan Pemerintah agar mendemonstrasikan secara besar-besaran dan menyuruh mempraktekkan hasil-hasil percobaan yang telah dilakukannya. ·
Tahun 1880 Melchior Treub (Direktur Kebun Raya ke-3) mendirikan berbagai Pusat Penyelidikan.
·
Tahun 1890 Percobaan-percobaan dilakukan oleh pegawai Pamong Praja, yang kurang trampil dalam bercocok tanam.
·
Pemerintah mengeluarkan kebijaksanaan, bahwa bila akan mengadakan percobaan dengan tanaman-tanaman baru harus minta bantuan Jawatan Kehutanan.
·
Tahun 1899 Direktur Kebun Raya menerima perintah untuk membuat bermacam macam kebun demonstrasi tetap agar dengan demikian dapat dilakukan" penyuluhan kepada rakyat. Mula-mula ada 6 kebun (a 3-5 bau 1 ban Q dengan 0,7 Ha), pada 1908 ada 13 kebun. Cara ini tidak memuaskan karena perhatian masyarakat kurang sekali.
·
Tahun 1900 mulai dilakukan percobaan-percobaan penanaman padi oleh pegawai-pegawai Pamong Praja setempat dihentikan.
·
Tahun 1903 M. Treub mendirikan Sekolah Pertanian (Land en Tuinbouw Cursus) di Kebun Raya Bogor (Lembaran Negara No. 31 tahun 1903) dengan murid-murid Sekolah Pamong Praja (Osvia) yang diberi izin untuk mengikuti 2 tahun pelajaran. Sebagian murid dipersiapkan menjadi pegawai Pamong Praja; sebagian diserahi pekerjaan memimpin kebun-kebun percobaan padi, menggantikan para mandor; sebagian murid lain dipersiapkan menjadi pegawai rendahan perusahaan perkebunan.
2.2.2 Masa Dibentuknya Departemen Pertanian dan Penyuluh Pertanian (1904-1941) ·
Tahun 1904, atas usul Melchior Treub, dibentuk Departemen Pertanian (Departement van Landbouw), berlaku dengan Koninklijke Besluit 28 Juli 1904 no. 28 (Staatsblad no. 308). Tugas utama lembaga ini adalah memajukan pertanian rakyat pengajaran dan pendidikan
11
pertanian praktis dalam pertanian dan perkebunan. ·
Tahun 1905 ditetapkan bahwa Depertemen Pertanian mulai bekerja pada tangal 2 Januari 1905 (SK Gubernur Jenderal Hindia Belanda 23 September 1904 no. 20, (Staatsblad no. 382).
·
Tahun 1908 diperkenalkan konsep penyuluhan pertanian yang merupakan terjemahan dari landbouw voorlichtings (Wiriaatmadja, 1978). Pada tahun ini diangkat 5 orang Penasehat Pertanian (Landbouw Adviseur), untuk menjalin kontak Departremen Pertanian dengan pertanian rakyat (dengan permufakatan residen dan bupati), memimpin kebun-kebun demonstrasi dsb.
·
Namanya menjadi "Landbouw Consulent"(Penasehat Pertanian) yang tidak boleh campur tangan pada pertanian rakyat secara langsung, dan ditempatkan di 5 Wilayah Kerja di tingkat karesidenan : (1) Banten, Jakarta, Priangan; (2) Kedu dan Banyumas; (3) Pekalongan, Cirebon, Semarang; (4) Madiun, Surabaya, Madura; serta (5) Aceh dan sekitarnya.
·
Tahun 1908 dinyatakan sebagai permulaan penyuluhan pertanian di Indonesia dan tahun 1910 penyuluhan boleh langsung kepada petani dengan pendekatan pendidikan bagi petani. Karenanya kegiatan penyuluhan makin intensif dan merata oleh Departemen Pertanian. Dinas Penyuluhan Pertanian ada di tingkat Pusat, Provinsi, Karesidenan, Kabupaten, kemudian juga di tingkat Kewedanaan atau Kecamatan
·
Pada akhir masa kolonial Belanda tercatat telah bekerja 114 orang Mantri Pertanian dengan cakupan pekerjaan pada usahatani rakyat, meliputi kegiatan-kegitan bercocoktanam, beternak dan perikanan, dari
memproduksi,
mengolah
dan
memasarkannya.
Kegiatan
penyuluhan dilaksanakan melalui demonstrasi cara, kursus tani bagi tokoh-tokoh petani, ceramah-ceramah dalam pertemuan umum, serta kunjungan kerumah dan usahatani. ·
Hubungan Dinas Penyuluhan Pertanian, Khusus para penjabat dan petugas lapangan, dengan petani digambarkan sangat akrab.
12
2.2.3 Masa Pendudukan Jepang (1942-1945) ·
Masa penjajahan Jepang kegiatan penyuluhan pertanian terhenti atau tidak ada, karena para petani praktis diharuskan untuk mengusahakan produksi bahan makanan dan bahan strategis dalam ekonomi peperangan.
·
Namun demikian, pada masa pendudukan ini pemerintah Jepang telah membantu
dua
kelembagaan
penting
yang
bertugas
dalam
pengumpulan hasil pertanian untuk keperluan perang dengan membentuk Nogyo Kumiai (Koperasi di tingkat kecamatan) dan Son Sidoing (Mantri Pertanian Kecamatan). 2.2.4 Masa Awal Kemerdekaan (1945-1966) ·
Sesudah Indonesia merdeka dilaksanakan oleh Jawatan Pertanian Rakyat beserta dinas-dinas lain seperti Jawatan-jawatan Perikanan, Kehewanan. Perkebunan dalam lingkup Kementerian Kemakmuran dengan cara-cara yang serupa dengan cara-cara yang dilaksanakan di masa Belanda.
·
Tahun 1948 Kementerian Pertanian mengembangkan gagasan mendirikan Balai Pendidikan Masyarakat Desa (BPMD) di setiap kecamatan di mana Jawatan Pertanian Rakyat dapat berkumpul dengan rakyat, untuk memberi penerangan, nasehat dan bertukar pikiran tentang pertanian, yang baru terealisir sesudah tahun 1950.
·
Sesudah pemulihan kedaulatan, banyak pejabat Indonesia yang belajar ke Amerika Serikat dan banyak ahli-ahli Amerika Serikat yang datang ke Indonesia untuk memberi nasehat-nasehat kepada Pemerintah Indonesia. Berdasar penjelasan di atas, sebagaimana dikemukakan oleh Gunardi,
penyuluhan pertanian Indonesia bersumber dari landbouw voorlichting pada masa penjajahan Belanda yang mendapat pengaruh dari agricultural extension sebagaimana pengalaman Amerika Serikat. Hal tersebut diperkuat oleh pengalaman yang menunjukkan bahwa Indonesia mengadaptasi hal tersebut di atas, khususnya berkenaan dengan subyek penyuluhannya, sehingga kita mengenal tiga kategori subyek penyuluhan,
13
yaitu kelompok petani dewasa, wanita tani dan taruna tani. Demikian pula dalam hal tujuan dan lingkup penyuluhan pertaniannya. Namun. tidak demikian halnya dengan aspek kelembagaannya. 2.2.5 Masa Orde Baru (1966-1998) Dalam periode 1975-1990, sistem Latihan dan Kunjungan (LAKU) mendominasi sistem kerja penyuluh pertanian di Indonesia terutama di daerah-daerah produksi padi. Sistem ini diperkenalkan dan dilaksanakan dengan dukungan Bank Dunia melalui Proyek Penyuluhan Tanaman Pangan (NFCEP) tahun 1975 dan diikuti oleh Proyek Penyuluhan Pertanian Nasional (NAEP I dan NAEP II). Tujuan kedua proyek tersebut pada intinya adalah untuk meningkatkan produksi komoditi pertanian tertentu, dimulai dengan hasil pertanian utama yaitu padi yang masih menerapkan teknologi yang kurang produktivitasnya, dengan jalan mendiseminasikan teknologi usahatani, yang dikenal dengan Panca Usaha dan Sapta Usaha. Penyuluh pertanian, yang pada waktu itu dikenal dengan Penyuluh Pertanian
Lapangan
(PPL),
dilatih
untuk
mengajar
petani
dan
menyampaikan rekomendasi-rekomendasi yang telah disusun dalam paketpaket teknologi. Sistem ini merupakan sistem kerja yang berdasarkan manajemen waktu yang ketat dan mengalihkan teknologi dimana petani hanya dianggap sebagai pengguna teknologi yang dihasilkan lembagalembaga penelitian. Khusus mengenai program BIMAS, keberhasilannya ditentukan oleh beberapa hal sebagai berikut: 1.
Didukung oleh political will yang kuat langsung dari Presiden yang diturunkan sampai ke Kepala Desa. Setiap minggu Provinsi lokasi Bimas Padi harus mengirimkan laporan mengenai perkembangan pelaksanaan Bimas Padi ke Departemen Pertanian dan ke Bina Graha.
2.
Sifatnya sentralistis, pelaksana dan petani peserta Bimas di daerah harus mengerjakan apa yang diinstruksikan oleh Pemerintah yang umumnya sudah dalam bentuk paket, termasuk paket teknologi usahatani (Panca Usaha dan Sapta Usaha). 14
3.
Petani mendapatkan subsidi.
4.
Delivery system diorganisasikan dalam bentuk Catur Sarana dan receiving mechanism-nya adalah kelompok tani.
5.
Kelembagaan yang mengelola program Bimas seragam.
6.
Balai Penyuluhan Pertanian (BPP) berfungsi optimal sebagai basis (homebase) penyuluhan pertanian yang dibagi dalam Wilayah Kerja BPP (WKBPP), Wilayah Kerja Penyuluh Pertanian (WKPP) dan Wilayah Kelompok (WilKel).
7.
Anggaran besar, tersedia sesuai dengan kebutuhan di lapangan.
8.
Didukung oleh prasarana dan sarana yang memadai.
9.
Didukung oleh penyuluh pertanian yang relatif masih muda sehingga mobilitasnya tinggi dan mempunyai otoritas yang tinggi.
10. Menggunakan sistem kerja LAKU sebagai sistem kerja para penyuluh pertanian. Sistem Bimas dilaksanakan hanya pada beberapa komoditi tertentu yang dikoordinasikan oleh Sekretariat Badan Pengendali Bimas di pusat dan di daerah oleh Satuan Pembina Bimas Provinsi dan Satuan Pelaksana Bimas Kabupaten. Sekretariat Badan Pengendali Bimas di Pusat juga berfungsi sebagai satuan administrasi pangkal para penyuluh pertanian. Pada kondisi di atas, para penyuluh pertanian semuanya dikerahkan untuk mensukseskan Program Bimas dalam rangka swasembada beras, sehingga program peningkatan produksi komoditas di luar beras tidak berkembang sebagaimana yang diharapkan. Walaupun Departemen Pertanian merekrut tenaga penyuluh pertanian khusus untuk menangani komoditas non beras, yang berstatus dipekerjakan di daerah, ternyata juga tidak memberikan hasil yang optimal karena tidak didukung oleh perangkat-perangkat seperti pada Program Bimas, termasuk penyediaan dananya. Dalam
perkembangan
selanjutnya,
sistem
kerja
LAKU
pun
mengalami kemunduran, petani yang hadir dalam pertemuan dua mingguan di hamparan makin berkurang. Laporan studi Bank Dunia tahun 1995 menggambarkan makin banyak petani yang kurang puas dengan
15
sistem ini. Penyuluh pertanian tidak lagi dianggap sebagai sumber informasi untuk membantu memecahkan masalah yang dihadapi petani dalam usahataninya. 2.2.6 Masa Reformasi atau Otonomi Daerah Pembangunan pertanian merupakan salah satu dari lima prioritas dalam Program Pembangunan Nasional (Propenas) (1999-2004), khususnya dalam 3 program pertama, antara lain : 1.
Mempercepat pemulihan ekonomi dan memperkuat landasan pembangunan berkelanjutan dan berkeadilan yang berdasarkan sistem ekonomi kerakyatan.
2.
Peningkatan kesejahteraan rakyat
3.
Pembangunan sistem politik yang demokratis serta mempertahankan persatuan dan kesatuan
4.
Mewujudkan supremasi hukum dan pemerintahan yang baik. Visi Pembangunan Pertanian dalam 1999-2004 adalah : Terwujudnya masyarakat yang sejahtera khususnya petani melalui
pembangunan sistem agribisnis dan usaha-usaha agribisnis yang berdayasaing, berkelanjutan, berkerakyatan dan desentralistis. Memasuki RPJMN 2004-2009 terdapat perubahan dalam hal visi, misi dan tujuan pembangunan pertanian yang ingin dicapai. Dalam RPJMN, arah kebijakan perencanaan pembangunan pertanian tertuang dalam Bab 19 tentang Revitalisasi Pertanian. Revitalisasi pertanian tersebut ditempuh dengan empat langkah pokok, yaitu : (1) peningkatan kemampuan petani dan penguatan lembaga pendukungnya, (2) pengaman ketahanan pangan, (3) Peningkatan produktivitas, produksi, daya saing dan nilai tambah produk pertanian, perikanan serta (4) pemanfaatan hutan untuk diversifikasi usaha dan mendukung produksi pangan dengan tetap memperhatikan kesetaraan gender dan kepentingan pembangunan berkelanjutan. Misi Pembangunan Pertanian dalam 1999-2004 adalah : Terwujudnya pertanian tangguh untuk pemantapan ketahanan pangan, peningkatan nilai tambah dan dayasaing produk pertanian serta peningkatan kesejahteraan petani.
16
Misi yang harus dilaksanakan untuk mencapai visi pembangunan pertanian tersebut adalah : 1.
Mewujudkan birokrasi pertanian yang profesional dan memiliki integritas moral yang tinggi
2.
Mendorong pembangunan pertanian yang tangguh dan berkelanjutan
3.
Mewujudkan
ketahanan
pangan
melalui
peningkatan
produksi
dan
penganekaragaman konsumsi 4.
Mendorong peningkatan peran sektor pertanian terhadap pereokonomian nasional
5.
Meningkatkan akses pelaku usaha pertanian terhadap sumberdaya dan pelayanan
6.
Memperjuangkan kepentingan dan perlindungan terhadap petani dan pertanian dalam sistem perdagangan domestik dan global. Visi Pembangunan Pertanian Periode 2005-2009 adalah Terwujudnya pertanian tangguh untuk kemantapan ketahanan pangan,
peningkatan nilai tambah dan daya saing produk pertanian serta peningkatan kesejahteraan petani. Untuk mencapai visi Pembangunan Pertanian tersebut, Departemen Pertanian mengemban misi yang harus dilaksanakan adalah: 1.
Mewujudkan birokrasi pertanian yang profesional dan memiliki integritas moral yang tinggi;
2.
Mendorong pembangunan pertanian menuju pertanian yang tangguh, berdayasaing, berkelanjutan dan berwawasan lingkungan;
3.
Mewujudkan ketahanan pangan melalui peningkatan produksi komoditi pertanian dan penganekaragaman konsumsi pangan;
4.
Mendorong peningkatan kontribusi sektor pertanian terhadap perekonomian nasional, melalui peningkatan PDB, ekspor, penciptaan lapangan kerja, penanggulangan kemiskinan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat.
5.
Memfasilitasi pelaku usaha melalui pengembangan teknologi, pembangunan sarana, prasarana, pembiayaan, akses pasar dan kebijakan pendukung;
6.
Memperjuangkan kepentingan dan perlindungan terhadap petani dan pertanian Indonesia dalam sistem perdagangan Internasional. 17
Visi Pembangunan Pertanian dalam 2009-2014 adalah : Terwujudnya pertanian industrial unggul berkelanjutan yang berbasis sumberdaya lokal untuk meningkatkan kemandirian pangan, nilai tambah, daya saing, ekspor dan kesejahteraan petani. Untuk mencapai visi Pembangunan Pertanian tersebut, Departemen Pertanian mengemban Misi yang harus dilaksanakan adalah: 1.
Mewujudkan sistem pertanian berkelanjutan yang efisien, berbasis IPTEK dan sumberdaya lokal, serta berwawasan lingkungan melalui pendekatan sistem agribisnis.
2.
Menciptakan
keseimbangan
ekosistem
pertanian
yang
mendukung
keberlanjutan peningkatan produksi dan produktivitas untuk meningkatkan kemandirian pangan. 3.
Mengamankan plasma-nutfah dan meningkatkan pendayagunaannya untuk mendukung diversifikasi dan ketahanan pangan.
4.
Menjadikan petani yang kreatif, inovatif, dan mandiri serta mampu memanfaatkan iptek dan sumberdaya lokal untuk menghasilkan produk pertanian berdaya saing tinggi.
5.
Meningkatkan produk pangan segar dan olahan yang aman, sehat, utuh dan halal (ASUH) dikonsumsi.
6.
Meningkatkan produksi dan mutu produk pertanian sebagai bahan baku industri.
7.
Mewujudkan usaha pertanian yang terintegrasi secara vertikal dan horizontal guna menumbuhkan usaha ekonomi produktif dan menciptakan lapangan kerja di pedesaan.
8.
Mengembangkan industri hilir pertanian yang terintegrasi dengan sumberdaya lokal untuk memenuhi permintaan pasar domestik, regional dan internasional.
9.
Mendorong terwujudnya sistem kemitraan usaha dan perdagangan komoditas pertanian yang sehat, jujur dan berkeadilan.
10. Meningkatkan kualitas kinerja dan pelayanan aparatur pemerintah bidang pertanian yang amanah dan profesional.
18
2.3
Penelitian Terdahulu Tentang Kepuasan dan Kinerja Penyuluh Pertanian Mengukur tingkat kepusan terhadap kepuasan petani memiliki tujuan yang
sangat bermanfaat untuk mengetahui seberapa besar tingkat kepusan petani pada penyuluh pertanian dan menganalisis jenis jasa penyuluhan apa yang memuaskan petani serta memberikan rekomendasi kepada penyuluh sebagai upaya untuk meningkatkan atau memperbaiki kualitas penyuluhan. Mengukur tingkat kepuasan petani terhadap penyuluhan pertanian ini digunakan dalam penelitian Fitria (2003), Permata (2005) dan Andawan (2007) Walaupun memiliki tema penelitian sama namun masing–masing peneliti menggunakan alat analisis yang berbeda, tetapi memiliki tujuan yang sama yaitu mengetahui tingkat kepuasan petani. Fitria (2003) dalam penelitiannya yang berjudul menganalisis tingkat kepuasan petani terhadap penyuluh pertanian di BPP Yosowilangun (studi kasus dilakukan di Desa Yosowilangun Lor, Yosowilangun Kidul dan Kalipepe, Kecamatan Yosowilangun, Kabupaten Lumajang) menggunakan metode diskriptif dan metode analisis dengan menggunakan responden sebanyak 25 orang perdesa. Metode diskriptif memusatkan perhatiannya pada penemuan fakta-fakta untuk direpresentasikan secara obyektif. Sedangkan analisa diskriptif digunakan untuk menjawab identifikasi kepuasan petani dan jenis jasa penyuluhan pertanian yang dibutuhkan oleh petani. Hasil penelitian menunjukkan bahwa tingkat kepuasan petani pada penyuluhan pertanian yang ada di tiga desa yaitu Desa Yosowilangun Kidul, Desa Yosowilangun Lor dan Kalipepe terdapat perbedaan. Prosentase tingkat kepuasanya adalah Desa Yosowilangun Kidul tergolong rendah sedangkan Desa Yosowilangun Lor dan Kalipepe tergolong tinggi. Jenis jasa penyuluhan pertanian yang dapat memuaskan petani di tiga desa Kecamatan Yosowilangun adalah tingkat kepuasan petani pada jasa informasi pertanian (Y1.1) dengan rata-rata jumlah tertinggi 60.4667, kedua tingkat kepuasan petani pada jasa penerapan teknologi (Y1.2) dengan rata-rata jumlah 45.1619, ketiga tingkat kepuasan petani pada jasa penumbuhan dan pembinaan kelembagaan petani (1.3) dengan rata-rata 37.8097, keempat tingkat kepuasan petani pada jasa pembimbingan usahatani (Y1.4) dengan rata-rata 33.1507 dan 19
yang terakhir tingkat kepuasan petani pada jasa pelatihan/kursus (Y1.5) dengan rata-rata jumlah 31.1781. Permata (2005) dalam penelitiannya yang berjudul analisis tingkat kepusan komunikasi BPPT Jawa Barat : kasus petani bawang daun Desa Alamendah, Kecamatan Rancabali dan Desa Lebakmuncang, Kecamatan Ciwidey, Kabupaten Bandung. Penelitian dilakukan dengan menggunakan metode survei dengan menggunakan responden sebanyak 99 orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa responden cenderung bersikap positif terhadap kinerja komunikasi BPTP Jawa Barat. Dari 19 atribut kinerja komunikasi BPTP Jawa Barat ada 13 atribut yang memenuhi harapan sebagian besar (>50%). Karakteristik sosial ekonomi petani yang paling nyata berhubungan dengan kepuasan dan ketikapuasan petani adalah pendidikan formal petani dan jumlah tanggungan keluarga. Sumber informasi tanaman sayuran yang dominan digunakan responden adalah komunikasi interpersonal. Hasil perhitungan tentang manfaat BPTP Jawa Barat menunjukkan sebagian besar (93,93%) petani menyatakan bermanfaat. Dilihat dari perilaku adopsi petani pada musim tanam terakhir sebagian besar petani menggunakan varitas yang direkomendasikan oleh BPTP Jawa Barat, memakai pupuk organik dan anorganik serta mempunyai tingkat pengetahuan dampak pestisida yang cukup tinggi. Dalam
penelitiaanya
Andawan
(2007)
yang
berjudul
hubungan
karakteristik petani kedelai dengan kepuasan mereka pada bimbingan penyuluhan pertanian di Kabupaten Lahat Sumatra Selatan. Penelitian menggunakan analisis Konkordinasi Kendall dengan mengambil responden secara acak proporsional sebanyak 66 orang. Hasil penelitian menunjukkan bahwa empat aktivitas penyuluh pertanian yang cukup memuaskan adalah : (1) Informasi pertanian, (2) Pelatihan/ kursus petani, (3) penumbuhan dan pembinaan kelembagaan petani, (4) penerapan metode penyuluhan. Sedangkan empat aktivitas penyuluh pertanian yang kurang memuaskan adalah : (1) Pembimbingan usahatani, (2) penerapan teknologi pertanian, (3) Perencanaan penyuluh pertanian dan (4) pemenuhan kebutuhan sarana produksi, teknologi dan pemasaran. Karakteristik petani berhubungan nyata dengan kepuasan pada bimbingan penyuluhan pertanian yaitu : (1) umur, (2)
20
pendidikan formal, (3) pengalaman berusahatani, (4) luas lahan, (5) interaksi dengan penyuluh, (6) konsumsi media, (7) Akses Kredit, (8) pelatihan yang pernah diikuti dan (9) kekosmopolitan. Perbedaan pada alat analisis yang digunakan menjadi salah satu perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian terdahulu selain perbedaan pada lokasi dan kelompoktani. Alat analisis yang akan digunakan adalah Importance Performance Analysis (IPA) dan tingkat kesenjangan. Sedangkan persamaan penelitian ini dengan penelitian terdahulu berada pada penggunaan atribut pelayanan dalam menilai kepuasan.
21