TINJAUAN PUSTAKA Capung Klasifikasi Capung termasuk dalam kingdom Animalia, filum Arthropoda, klas Insecta, dan ordo Odonata. Ordo Odonata dibagi ke dalam dua subordo yaitu Zygoptera dan Anisoptera. Kedua subordo ini memiliki beberapa perbedaan yang dapat dilihat pada Tabel 1.
Tabel 1 Perbedaan umum antara capung Anisoptera dan Zygoptera* Subordo No Karakter Anisoptera Zygoptera 1 Sayap - Sayap belakang relatif - Ukuran sayap sama dan lebar, posisi sayap menempit pada bagian horizontal ketika dasar, posisi vertikal ketika hinggap, penerbang istirahat, penerbang lemah ulung 2
Mata majemuk
- Mata tidak memproyeksikan sisi kepala
3
Ovipositor - Kebanyakan famili memiliki ovipositor yang tereduksi
- Capung betina memiliki ovipositor yang sempurna
4
Naiad
- Bentuk naiad ramping dengan insang kauda seperti dayung
- Naiad dilengkapi dengan insang
- Bentuk mata bulat dan menonjol
*Sumber : William dan Feltmate (1992)
Subordo Anisoptera memiliki tujuh famili, sedangkan famili yang termasuk subordo Zygoptera sebanyak 19 famili seperti tertera pada Tabel 2. Morfologi Capung memiliki mata yang mampu melihat ke segala arah dengan dilengkapi mata majemuk, tiga oseli (William & Feltmate 1992) dan bulu pendek menyerupai antena serta tipe mulut mandibulata (Gullan & Cranston 2000). Toraks relatif kecil dan kompak (protoraks dan dua ruas toraks lainnya berukuran
4 kecil) dan pada permukaan dorsal terdapat pterotoraks yang berada di antara pronotum dan dasar sayap yang terbentuk oleh sklerit-sklerit pleura (Borror et al. 1996). Tabel 2 Pengelompokkan famili berdasarkan subordo* No Subordo 1 Anisoptera
2
Zygoptera
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14. 15. 16. 17. 18. 19.
Famili Aeshnidae Gomphidae Neopetallidae Petaluridae Cordulegastridae Corduliidae Libellulidae Coenagrionidae Megapodagrionidae Hemiphlebiidae Isostictidae Platycnemididae Platystictidae Protoneuridae Pseudostigmatidae Lestidae Lestoideidae Perilestidae Pseudolestidae Synlestidae Amphipterygidae Calopterygidae Chlorocyphidae Dicteriastidae Euphaeidae Polythoridae
*Sumber : Watson & O’Farrell (1996)
Capung memiliki tungkai relatif pendek yang merupakan bentuk adaptasi untuk hinggap, menangkap dan menahan mangsa. Tungkai terdiri dari trokanter dan femur kuat; tibia yang ramping tanpa taji dan tiga ruas tarsi. Pada tibia capung famili Corduliidae dan Cordulegastridae terdapat beberapa duri O’Farrell 1996).
(Watson &
5 Keempat sayap Odonata memanjang dan terdapat banyak venasi. Ukuran panjang sayap capung dewasa berkisar antara 2 cm sampai 15 cm bahkan bisa mencapai 17 cm. Abdomen berbentuk memanjang agak silindris, terdiri dari beberapa ruas, meruncing ke ujung. Abdomen Odonata mempunyai sepuluh ruas yang bersifat fleksibel. Ruas pertama sampai kedelapan terdapat spirakel sebagai alat bantu pernafasan bagi capung (Watson & O’Farrell
1996). Menurut William dan
Feltmate (1992), ukuran abdomen pada ruas pertama, kedua, kedelapan, dan kesepuluh lebih pendek daripada ruas lain. Bioekologi Sebelum melakukan kopulasi, capung jantan memindahkan sperma dari lubang kelamin primer pada ruas abdomen kesembilan ke lubang kelamin sekunder betina. Ketika kopulasi, leher capung betina atau protoraks dipegang dengan tungkai capung jantan dan sepasang capung ini terbang menggunakan tandem yang biasanya digunakan untuk hinggap. Capung betina membengkokan abdomen ke depan hingga mencapai lubang kelamin sekunder pada jantan. Sebelum memindahkan sperma, capung jantan membersihkan sisa sperma dari jantan sebelumnya yang terdapat pada capung betina. Kopulasi berlangsung selama beberapa menit atau beberapa jam tergantung jenis spesies (Gullan & Cranston 2000). Capung merupakan serangga yang mengalami metamorfosis hemimetabola. Hemimetabola adalah metamorfosis yang melalui tiga stadia perkembangan yaitu telur, naiad, dan imago. Perkembangan Odonata dimulai dengan fase telur. Telur capung diletakkan dengan dua cara yaitu tipe endofitik dan eksofitik. Pada spesies capung tipe endofitik, telur diletakkan di dalam jaringan tanaman air, tanaman yang berada di pinggiran air, atau ke dalam lumpur. Pada tipe eksofitik capung tidak memiliki ovipositor, telur dikeluarkan secara tunggal, bertahap, atau berkelompok dari lubang kelamin. Setelah telur menetas, capung memasuki fase naiad. Menurut Watson & O’Farrell (1996) istilah fase setelah telur adalah larva, namun menurut William &
6 Feltmate (1992), istilah fase setelah telur adalah nimfa. Walaupun sebagian spesies capung memiliki habitat khusus, larva capung terdapat di air jernih, air payau, air terjun, aliran air deras, danau, kolam, sungai kecil, rawa, tanah berlumpur, dan muara sungai. Beberapa jenis larva melekat di bawah permukaan tanaman (Watson & O’Farrell 1996). Selain itu, menurut William & Feltmate (1992) larva capung hidup di perairan yang ditumbuhi tanaman berdaun lebar. Periode pematangan reproduksi capung terjadi selama dua sampai 30 hari (Zygoptera) sedangkan periode pematangan subordo Anisoptera yang berada di daerah iklim sedang berlangsung selama enam sampai 45 hari yang dipengaruhi oleh jenis spesies, cuaca, lingkungan dan habitat. Masa reproduksi berlangsung selama satu sampai delapan minggu. Periode pematangan berlangsung sejak kemunculan naiad sampai kematangan seksual yang melibatkan; perubahan warna tubuh, warna sayap, perkembangan alat kelamin, ukuran dan kemunculan ektoparasit tertentu (tungau), dan pertumbuhan jumlah lapisan pada endokutikula. Selama periode ini, capung dewasa menyebar tergantung tempat bernaung dan keberlanjutan habitat. Masa reproduktif dimulai ketika capung dewasa mulai menunjukkan perilaku seksual, oviposisi, dan periode terbang (William & Feltmate 1992). Capung dewasa sering terlihat di tempat-tempat terbuka, terutama di perairan tempat berbiak dan berburu makanan. Sebagian besar capung hinggap pada pucuk rumput, perdu dan tanaman yang tumbuh di sekitar kolam, sungai, parit atau genangan-genangan air lainnya. Capung melakukan kegiatan pada siang hari ketika matahari bersinar. Oleh karena itu, ketika cuaca cerah, capung akan terbang sangat aktif dan sulit untuk didekati. Pada dini hari, senja hari, dan saat matahari terbenam, kadang-kadang capung relatif mudah didekati (Susanti 1998). Capung dewasa biasanya hidup secara diurnal, krepuskular, atau nokturnal. Kisaran musim terbang tiap spesies berbeda-beda mulai dari beberapa minggu hingga beberapa bulan. Beberapa jenis capung memilliki aktivitas utama yaitu hinggap di lokasi tertentu, biasanya capung hinggap secara horisontal di atas batu, pinggiran sungai, ranting dan sebagainya (Anisoptera). Perilaku capung dalam beraktivitas di habitatnya bermacam-macam. Perilaku tersebut antara lain, menyerang mangsa secara tiba-tiba ketika makan, menantang pengganggu
7 habitatnya, dan cara kopulasi yang cukup unik. Jenis capung selalu berhinggap umumnya jenis Zygoptera dan beberapa jenis Anisoptera (Gomphidae, Petaluridae, dan Libellulidae). Sebaliknya, jenis capung yang termasuk penerbang ulung dan hinggap secara vertikal ketika istirahat adalah famili Aeshnidae, Corduliidae, dan beberapa jenis Libellulidae (Watson & O’Farrell 1996). Capung dewasa merupakan penerbang yang kuat dan memiliki jarak terbang sejauh ratusan kilometer. Durasi dan periode terbang tergantung dengan habitat naiad, khususnya tergantung pada tingkat permanennya. Hal ini dapat dicontohkan dengan capung yang hidup pada iklim sedang dan lintang tinggi memiliki durasi dan periode terbang yang bersifat musiman, seperti pada spesies tropis, naiad tinggal sementara di perairan dan dipengaruhi musim hujan. Bagi spesies capung yang hidup di habitat tertentu secara permanen, periode terbangnya terus menerus. Aktivitas makan capung berlangsung selama fase hidup. Semua jenis capung merupakan predator. Kebanyakan capung memakan invertebrata akuatik yang berukuran sangat kecil, khususnya jenis serangga dan ikan. Menurut William dan Feltmate (1992) mangsa capung terdiri dari serangga kecil. Jenis Anisoptera akan menangkap capung lain sebagai mangsa menggunakan sayap. Jenis Zygoptera menangkap mangsa ketika mangsa beristirahat. Sejumlah spesies capung memiliki kemampuan untuk mengatur suhu tubuh melalui perubahan postur tubuh dan tingkat pembukaan terhadap matahari. Hal ini memberikan keuntungan bagi capung untuk mulai memangsa pada dini hari sebelum tubuh mangsa berfungsi secara sempurna. Ketika melewati masa prereproduktif, capung dewasa kembali pada masa kopulasi. Pada subordo Zygoptera, kedua jenis kelamin berkumpul dalam jumlah besar. Capung betina Anisoptera dan beberapa Zygoptera berada di perairan untuk kopulasi dan meletakkan telur. Sebaliknya, capung jantan menghabiskan waktu berada di dekat air dan memiliki perilaku dengan menunjukkan daerah teritorial terhadap beberapa spesies capung lain (William & Feltmate 1992).