Partipasi Masyarakat dalam Perencanaan Pembangunan Desa: Studi Kasus Perencanaan
Pembangunan Desa di Desa Karang Tengah, Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor
Thomas Oni Veriasa (H152150031) Program Studi Perencanaan Pembangunan Wilayah dan Perdesaan (PWD) SEKOLAH PASCA SARJANA INSTITUT PERTANIAN BOGOR
2016
PROLOG MENGAPA PERLU PARTISIPASI DALAM PEMBANGUNAN DESA? Lahirnya UU no 6 tahun 2014 tentang Desa, merupakan rangkaian proses yang panjang dan penuh lika-liku dari upaya reformasi di Indonesia. Gerakan-gerakan untuk merubah paradigma kebijakan yang sentralistik dengan kebijakan yang desentralistik semakin terus menguat sejak lahirnya Undang-undang Nomor 22 Tahun 1999 tentang Pemerintahan Daerah yang kemudian digantikan dengan Undang-Undang Nomor 32 Tahun 2004, dan digantikan lagi dengan UU 23 tahun 2014 tentang pemerintahan daerah serta direvisi 2 (dua) kali melalui UU no 9/2015. Undang-Undang ini memberikan ruang gerak untuk mewujudkan mekanisme pembangunan yang lebih praktis dengan kebijakan yang lebih representatif dan mengakomodasikan kepentingan masyarakat. Dengan kata lain, bahwa pelibatan aktif masyarakat mulai dari tingkat desa di dalam pengambilan kebijakan pembangunan daerah mutlak diperlukan. Keberadaan Undang-Undang desa ini, setidaknya memberikan harapan bagi perubahan tentang tata cara pembangunan wilayah di Indonesia saat ini. Kebijakan-kebijakan yang dulu selalu diinisiasi dengan pendekatan top-down diharapkan dapat diinisasiasi dengan pendekatan bottom-up melalui pelibatan dan partisipasi masyarakat desa dalam perencanan dan pengelolaan dan pengawasan pembangunan. Partisipasi ini seharusnya dibangun dan dikembangkan mulai dari lapisan masyarakat terendah. Pertanyaan yang muncul kemudian adalah: mengapa masyarakat perlu dilibatkan secara langsung dalam proses pembangunan, ketika pada sistem demokrasi, rakyat telah terwakili melalui kelembagaan legislatif? Dan di Indonesia, bukankah legislatif menjadi semakin kuat semenjak Orde Reformasi, dibanding orde sebelumnya? Ada dua jawaban yang dapat menjelaskan pertanyaan tersebut dan jawaban pertama adalah klasik (serta nyata) adanya, bahwa banyak motif yang menggerakkan para wakil rakyat kita, dan motif untuk mewakili suara konstituen bisa jadi bukan motif penggerak utama dalam proses-proses pengambilan kebijakan publik. Jawaban kedua bersifat lebih substantif yaitu pelibatan langsung masyarakat sangat dimungkinkan pada level perencanaan mikro, seperti ditingkatan Rukun Tetangga (RT), Rukun Warga (RW), hingga tingkatan desa/kelurahan. Semakin mikro (kecil) skala perencanaan, semakin tinggi pelibatan langsungnya. Dan demikian sebaliknya. Semakin makro (luas) skala perencanaan, semakin rendah pelibatan langsungnya, dan perwakilan menjadi dibutuhkan. Gambar 1 menunjukkan hal ini.
Gambar 1. Skala perencanaan berbanding terbalik dengan tingkat pelibatan langsung masyarakat
Jadi, pendekatan partisipatif lebih banyak bermain di ranah pembangunan pada skala mikro (RT, RW, dusun, hingga desa). Metode-metode partisipatif yang terkenal, seperti Participatory Rural Appraisal (PRA/Pengkajian Perdesaan Secara Partisipatif), Rapid Rural Appraisal (RRA/ Pengkajian Perdesaan Secara Cepat), sebagaimana namanya, adalah metode yang diterapkan di tingkat desa. Hal ini bukan berarti pendekatan partisipatif menjadi urusan “kecil” karena bermain di tingkat mikro. Pertama, arus desentralisasi telah berlanjut dan tidak terbendung hingga ke tingkat desa. Artinya, berbicara tentang otonomi daerah, pada akhirnya akan berbicara tentang otonomi desa, berikut segala sumber daya yang diserahkan kepadanya. Kedua, konflik yang meluas dan melibatkan masyarakat lokal yang terjadi di berbagai daerah dewasa ini, seringkali dipicu di level mikro (khususnya terkait pengelolaan sumber daya alam). Pendekatan partisipatif memungkinkan kita untuk lebih memahami dan mengelola potensi-potensi konflik yang ada sehingga tidak tercetus menjadi konfrontasi dan krisis. Apalagi, pendekatan ini membuat semua pihak dapat bersuara dan didengar, proses komunikasi yang seringkali buntu pada fase pra-konflik di banyak kasus sehingga tercetuslah konfrontasi. Ketiga, sistem perencanaan pembangunan yang ada di negara kita saat ini1 memungkinkan untuk hasil perencanaan di tingkat mikro dibawa dan membentuk perencanaan makro melalui mekanisme Musyawarah Perencanaan Pembangunan (Musrenbang). Musrenbang awalnya dilakukan di tingkat desa, kemudian hasilnya dimusyawarahkan pada Musrenbang Kecamatan, selanjutnya diteruskan ke Musrenbang Kabupaten/Kota, hingga dilanjutkan ke Musrenbang Provinsi dan berujung pada Musrenbang Nasional. Paper ini mengambil studi kasus di desa Karang Tengah, Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor. Wilayah desa ini berbatasan langsung dengan kawasan konservasi yaitu Taman Wisata Alam Gunung Pancar. Proses perencanaan pembangunan desa secara partisipatif di desa Karang Tengah di laksanakan pada 29-31 Maret 2005 namun proses pra kondisi dan kajian keadaan desa dilakukan sebelumnya sejak oktober 2004. Pertanyaan penelitian dalam paper ini adalah sebagai berikut: 1. Bagaimana Desain Proses Perencanaan Partisipatif Pembangunan Desa Karang Tengah? 2. Bagaimana partisipasi masyarakat didalam setiap tahapan proses perencanaan pembangunan desa Karang Tengah? 1
Sistem perencanaan pembangunan diatur oleh UU No. 25/2004 tentang Sistem Perencanaan Pembangunan Nasional dan dioperasionalkan lebih lanjut dalam PP No. 8/2008 tentang Tahapan, Tata Cara Penyusunan, Pengendalian dan Evaluasi Pelaksanaan Rencana Pembangunan
TINJAUAN PUSTAKA
PELIBATAN DAN PARTISIPASI MASYARAKAT Partisipasi masyarakat adalah sebuah pendekatan untuk memberikan kesempatan bagi masyarakat terlibat secara langsung dalam proses pengambilan keputusan terkait urusanurusan publik agar keputusan yang diambil didasari informasi yang mendekati sempurna (quasi-perfect information) dengan tingkat penerimaan masyarakat yang tinggi. Partisipasi masyarakat dalam pembangunan perdesaan adalah partisipasi langsung. Partisipasi langsung (bukan partisipasi perwakilan) merupakan pendekatan partisipatif yang lebih banyak bermain pada skala mikro (RT, RW, dusun, dan desa). Kesempatan yang diberikan kepada masyarakat untuk berpartisipasi juga harus disertai kewenangan yang memadai sehingga pendekatan partisipatif juga mencakup distribusi ulang kekuasaan (redistribution of power), bukan sekadar partisipasi semu. Meskipun demikian, masyarakat tidak dibiarkan sendiri dalam memanfaatkan kesempatan yang dibuka dan kewenangan yang didistribusikan. Agar pemanfaatannya dapat lebih bertanggungjawab dan berkualitas, maka diperlukan proses-proses pengorganisasian, pendampingan, penguatan, dan pemberdayaan yang dilakukan oleh pihak-pihak luar. Pelibatan pihak luar dalam pendekatan partisipatif adalah untuk mengorganisir, mendampingi, menguatkan, dan memberdayakan dengan tujuan akhir adalah keberdayaan masyarakat. Dengan demikian, ada syarat agar pendekatan partisipatif menjadi bermakna dan bukan partisipasi kosong belaka. Syarat tersebut adalah kesediaan pemerintah (pusat sampai desa) untuk memberikan kesempatan dengan kewenangan kepada masyarakat pada proses-proses pengambilan keputusan. Oleh karena itu, partisipasi harus dibangun dan dikembangkan mulai dari lapisan masyarakat terendah. Partisipasi di dalam demokrasi dapat membantu perkembangan di dalam melawan sikap apatisme, frustasi dan kebencian yang timbul akibat perasaan kehilangan kuasa (powerlessness) dan penindasan (oppression) yang terjadi di hadapan struktur kekuasaan yang tidak responsif (Campfens, 1997). Pelibatan komunitas ini penting di dalam mengembangkan partisipasi dan aksi kolektif yang merupakan esensi dari pengembangan komunitas. Pelibatan komunitas adalah proses kerjasama dari bekerja dengan komunitas untuk mengatasi kehidupan yang lebih baik, melintasi batas-batas disiplin ilmu dan menggunakan beberapa pengetahuan dari dalam dan luar komunitas (Lommerse, 2011 dalam Tiwari dkk, 2014) Pelibatan komunitas ini adalah tentang belajar dan pertukaran pengetahuan, identifikasi prioritas dan kemungkinan, membuat keputusan, dan membuat sesuatu terjadi. Beeck dkk 2011 dalam Tiwari, 2014 menjelaskan bahwa pelibatan komunitas seharusnya dikonsepkan
sebagai cara-cara bekerja, membentuk dan mengelola lingkungan melalui pengembangan strategi, proses, desain dan konstruksi. Salah satu indikator keberhasilan dalam tahap pelibatan komunitas adalah terbangunnya kepercayaan (trust building). Kepercayaan dan kredibilitas adalah faktor yang esensi di dalam membangun hubungan dan seharusnya dilihat sebagai perekat dan pemersatu bersama. Ada dua hal yang perlu di bangun terkait dengan kepercayaan yaitu 1) kepercayaan komunitas dengan pendamping, 2) kepercayaan di antara anggota komunitas. Kepercayaan diantara anggota komunitas adalah basis yang membentuk modal sosial komunitas. Kepercayaan akan berkembang ketika individuindividu saling percaya dan berjaringan satu dengan yang lain di dalam sebuah institusi (Svendsen dan Svendsen, 2009). Modal sosial yang dibangun oleh kepercayaan diantara individu di dalam komunitas akan berkontribusi besar terhadap keberhasilan aksi kolektif (collective action). BERBAGAI TIPE PARTISIPASI Berbagai tipe partisipasi dideskripsikan oleh Pretty J. N (1995) yang diadaptasikan dari Adnan dkk (1992) yaitu: • Keikutsertaan pasif. Orang mengambil bagian dengan diberitahukan apa yang akan terjadi atau apa yang telah telah terjadi. Misalnya pengumuman secara sepihak oleh suatu administrasi atau oleh manajemen proyek; tanggapan masyarakat tidak diperhitungkan. Informasi yang diberikan hanya dimiliki oleh para profesional dari luar. • Keikutsertaan di dalam memberi informasi. Orang mengambil bagian dengan menjawab pertanyaan yang diajukan oleh manager proyek dan peneliti dengan menggunakan daftar pertanyaan survei atau pendekatan serupa. Orang tidak mempunyai kesempatan untuk mempengaruhi cara bekerja, seperti hasil penemuan dari penelitian atau merancang disain tidak bersama maupun mengecek ketelitiannya. • Keikutsertaan dengan konsultasi. Orang mengambil bagian dengan menjadi konsultan, dan pelaksana eksternal mendengarkan pandangan. Pelaksana eksternal ini menggambarkan solusi dan permasalahan, dan bisa dimodifikasi dipandang dari sudut tanggapan masyarakat. Proses konsultatif seperti itu tidak mengizinkan apapun bagian dalam pengambilan keputusan dan para profesional tidak berkewajiban untuk mengumumkan pandangan masyarakat. • Keikutsertaan untuk insentif material. Orang mengambil bagian dengan menyediakan sumber daya, sebagai contoh bekerja keras, sebagai penukar makanan, tunai atau insentif material lain. Banyak di tempat asal penelitian dan bio-prospecting masuk dalam kategori ini, sebab orang perdesaan menyediakan sumber daya tetapi tidak dilibatkan di dalam percobaan atau proses pembelajaran. Adalah sangat umum untuk melihat hal ini dan disebut partisipasi, sekalipun begitu orang tidak punya kehendak untuk melakukan perpanjangan aktivitas manakala insentif berakhir. • Keikutsertaan fungsional. Orang mengambil bagian dengan pembentukan kelompok untuk mencapai sasaran hasil yang ditentukan berhubungan dengan proyek, yang dapat melibatkan promosi atau pengembangan organisasi sosial yang diaktifkan secara eksternal. Keterlibatan seperti ini tidak cenderung untuk tercapai pada tahap awal perencanaan atau siklus proyek, sampai keputusan utama telah dibuat. Institusi ini cenderung menjadi bergantung pada pemrakarsa eksternal dan facilitators, tetapi bisa menjadi mandiri.
• Keikutsertaan interaktif. Orang mengambil bagian dalam analisa sambungan, yang menuju ke arah rencana tindakan dan pembentukan kelompok lokal baru atau memperkuat yang ada. Kegiatan ini cenderung untuk melibatkan metodologi interdisciplinary yang mencari berbagai perspektif dan menggunakan proses pembelajaran tersusun dan sistematis. Kelompok ini mengambil kendali atas keputusan lokal, dengan demikian orang mempunyai suatu kehendak dalam pemeliharaan struktur atau praktek. • Pengerahan diri. Orang mengambil bagian dengan mengambil prakarsa, yang tidak terikat pada institusi eksternal untuk merubah sistem. Pengerahan diri seperti ini memulai aksi kolektif dan pengerahan yang bisa jadi untuk menghadapi tantangan distribusi kekayaan tidak adil ada dan kekuasaan. PERENCANAAN PARTISIPATIF Perencanaan adalah sebuah kegiatan merancang masa depan. Perencanaan merupakan suatu proses yang berkesinambungan yang mencangkup keputusan- keputusan atau pilihan – pilihan berbagai alternatif penggunaan sumber daya untuk mencapai tujuan – tujuan tertentu pada masa yang akan datang (Conyers & Hills , 1984). Perencanaan partisipatif adalah sebuah upaya membangun konsensus (kesepakatan) diantara beragam kepentingan yang ada di masyarakat dimana gesekan antar kepentingan dapat menjadi bagian dari dialog sebelum konsensus dapat mewujud. Perencanaan partisipatif juga merupakan “sebuah proses pengambilan keputusan dari seperangkat pilihan yang tersedia mengenai tujuan yang ingin dicapai di masa depan dan aksiaksi apa yang akan dilakukan untuk mencapainya dengan mempertimbangkan sumber daya yang tersedia”. Dengan demikian, kesepakatan yang dibangun dalam perencanaan partisipatif meliputi tiga bidang yaitu 1) kesepakatan mengenai penetapan tujuan (atau visi/misi), 2) kesepakatan mengenai urutan aksi-aksi atau kegiatan yang akan dilakukan, dan 3) kesepakatan mengenai pengalokasian sumber daya yang tersedia guna mendukung pencapaian tujuan dan pelaksanaan aksi-aksi atau kegiatan. Kegiatan perencanaan dilakukan melalui metode partisipatif dengan cara pengkajian perdesaan secara partisipatif (Participatory Rural Appraisal /PRA). Dalam perencanaan ini, komunitas dilibatkan dalam berbagai tahap, yaitu mengumpulkan, mengkategorikan masalah, dan menganalisanya dan menemukan solusinya (Chambers, 1992.). Hal inilah yang di sebut perencanaan partisipatif (Participatory Planning), dimana reprentasi dari setiap lapisan masyarakat menyuarakan aspirasinya ke dalam rencana-rencana yang berkaitan dengan kehidupan mereka. Beberapa teknik yang digunakan adalah kajian sejarah, transek lahan, pemetaan wilayah, analisa kerangka logis (logical frame work analysis), diskusi kelompok terfokus (Focus Group Discussion) dan konsultasi publik.
HASIL DAN DISKUSI
GAMBARAN UMUM WILAYAH Desa Karang Tengah merupakan desa penyangga yang berbatasan langsung dengan Tman Wisata Alam Gunung Pancar. Taman wisata alam (TWA) G. pancar dengan luas 447,5 ha, secara administratif berada dalam wilayah Desa Karang Tengah dan Desa Bojong Koneng, Kecamatan Babakan Madang, Kabupaten Bogor. TWA G. Pancar merupakan daerah konservasi yang ditetapkan melalui SK Menhut no. 156/Kpts-II/1988 dan hak pengusahaannya diberikan kepada PT Wana Wisata Indah melalui SK Menhut No. 54 /kptsII /1993. Secara topografi wilayah taman wisata alam G. pancar adalah berbukit- bukit dengan ketinggian dari permukaan laut (dpl) 1529 m. Kemiringan yang cukup tinggi dalam kawasan ini berpotensi untuk terjadinya longsor, banjir, berkurangnya air dan kekeringan. TWA G. pancar memiliki alam yang indah dan udara yang sejuk. Disamping itu terdapat pula pemandian air panas serta Goa Garunggang, sehingga menambah pesona G. Pancar sebagai kawasan wisata. Walaupun kawasan G. pancar merupakan daerah konservasi dan wisata alam namun desa yang berada disekitarnya, terutama desa Karang Tengah dan dusun yang ada didalamnya merupakan daerah yang tertinggal sehingga memerlukan sentuhan-sentuhan pembangunan. Permasalahan utama yang mengemuka di desa Karang Tengah adalah rendahnya penghasilan masyarakat yang disebabkan sempitnya lahan garapan pertanian, rendahnya harga jual, dan disamping itu sistem bercocok tanam selain padi sawah tidak dilakukan secara intensif dengan pola produksi yang belum mantap. Masalah yang cukup menonjol dalam bidang sosial adalah rendahnya kualitas sumber daya manusia, yang diukur dari tingkat pendidikan, 90 % masyarakat tamat Sekolah Dasar sejak tahun 1982 (sebelum tahun 1982 sebagian masyarakat tidak tamat SD karena tidak ada fasilitas pendidikan), tamatan SMP kurang lebih 10%, disamping itu sulitnya transportasi menyebabkan kurangnya keinginan masyarakat untuk menyekolahkan anaknya ke jenjang yang lebih tinggi, sejalan dengan itu pula penduduk usia sekolah sudah diharuskan membantu orang tuanya untuk menambah ekonomi keluarga. Masuknya nilai-nilai budaya luar yang tidak bisa disaring sangat mempengaruhi perilaku generasi penerus, yang menyebabkan berkurangnya inisiatif dan kreatifitas seperti, gotong royong, kegiatan yang bermanfaat dibidang ekonomi, agama, pelestarian alam, SDM, dll. Persoalan lain yang terkait dengan kawasan konservasi TWA Gunung Pancar adalah sebagai berikut 1) Rendahnya pemahaman masayarakat tentang konservasi; 2) Tumpang tindihnya penggunaan lahan pertanian; 3) Ketidakjelasan batas antara lahan perhutani, masyarakat, dan TWA G. Pancar; 4) Menurunnya debit dan kualitas air sangat nyata pada musim kemarau; 5) Potensi rawan longsor.
TAHAPAN PROSES PERENCANAAN PEMBANGUNAN DESA Tidak ada resep yang paling tepat untuk menjamin keberhasilan pembangunan desa. Hal ini karena berkaitan dengan perilaku sosial dari masyarkat tersebut yang dinamis. Pola pembangunan desa di suatu wilayah, tidak akan sama dengan pembangunan desa di wilayah yang lain. Karena setiap desa memiliki karakteristik wilayah dan nilai-nilai sosial budaya yang berbeda dengan desa yang lain. Pusat Informasi Lingkungan Indonesia (PILI) Bogor melakukan pendampingan kepada desa Karang Tengah dengan menggunakan Perencanaan Partisipatif Pembangunan Desa sebagai alat pemecahan masalah dan alat pemersatu masyarakat. Terdapat 3 (Tiga) komponen utama di dalam tahapan kegiatan perencanaan pembangunan desa secara partisipatif yang dilakukan oleh PILI. Komponen-komponen tersebut adalah 1) Pra Kondisi Masyarakat; 2) Pengkajian keadaan desa; 3) Perencanaan Pembangunan Desa Secara Partisipatif; PILI: Organizer, Facilitator, Technical Assistant
1
3 DATA REVIEW & FORMATION OF SOSIALIZATION October 7, 2004
Material Preparation and Roles Sharing
A COMMUNITY RESEARCH TEAM
Acception of the Community Research Team as a Village 5 Development Planning PARTICIPATORY
Village Planning (3 days) March 29-31, 2005
VILLAGE PLANNING
December, 2004
VILLAGE LEVEL
SUB-VILLAGE (RW/KAMPUNG) October-December 2004 4 2 INTENSIVE SOSIALIZATION LEVEL TRAINING & PARTICIPATORY IN EACH SUB-VILLAGE
ACTION RESEACH
Key Strategic/ta Focus Group Discussion in Person rget Sub-Village level Groups. (Kampung).
Rapid Survey Training for Community Research Team
Participatory Action Reseacrh on Village Resources in each subvillage.
January-February, 2005
Field survey Data verification and group discussion in focus on purpose and the utilization of village resources data. Institutional Strengthening & Reconstruction of Social Capital/Value
Sosialization of Village Planning and Selection of participants in sub village level
Gambar 2. Tahapan Proses Perencanaan Pembangunan Desa Karang Tengah, Kecamatan Babakan Madang. Kab. Bogor.
1. Pra Kondisi Kegiatan pra kondisi masyarakat merupakan kegiatan yang terkait dengan membangun dukungan dan kepercayaan (trust building) kepada masyarakat; menghubungi relasi yang luas dan kuat dengan masyarakat, mempersiapkan kader-kader lokal (local champion) untuk melakukan mobilisasi masyarakat dalam kegiatan perencanaan partisipatif. Berbagai kegiatan di bangun seperti upaya penyadaran bertahap bagi masyarakat dan upaya membangkitkan nilai-nilai sosial seperti gotong royong dan kerjasama masyarakat serta kegiatan pengkajian keadaan desa bersama masyarakat. Tahapan kegiatan pra kondisi ini dilakukan selama 3 (tiga) bulan yaitu Oktober – Desember 2004.
Sosialiasasi Kegiatan di Tingkat Desa. Sosialisasi dilakukan di tingkat desa Karang Tengah pada 7 Oktober 2004. PILI beserta pemerintah desa menyampaikan maksud dan tujuan perencanaan pembangunan desa kepada para pihak yang kepentingan di tingkat desa seperti kepala desa, kepala dusun/kampung, aparat keamanan seperti kepolisian dan babinsa, tokoh-tokoh masyarakat dan tokoh pemuda dan pihak swasta. Sosialisasi Intensif ke level kampung/RT/RW Sosialisasi intensif dilakukan pada tingkat kampung dan RT/RW dengan metode Rapid Rural Appraisal (RRA) atau pengkajian desa secara cepat dilakukan pada bukan OktoberDesember 2004. Pendamping dari PILI melakukan sosialisasi intensif dan pendekatan ke masyarkat di tiap-tiap dusun/kampung yang secara bersamaan juga untuk mengumpulkan data dan informasi secara cepat melalui observasi dan wawancara semiterstruktur. Selain itu, kegiatan ini juga bertujuan untuk mengidentifikasi dan membangun kontak dengan orang kunci (key person) dan kelompok-kelompok strategis di tiap-tiap dusun/kampung. Tahap ini merupakan langkah penting untuk masuk ke dalam masyarakat sampai lapisan terbawah dengan mengidentifikasi kader-kader lokal yang akan memobilisasi masyarakat dalam perencanaan partisipatif. Review Data RRA dan Membentuk Tim Desa Data awal yang dikumpulkan pendamping PILI ditelaah di tingkat desa bersama aparat pemerintah desa dan sekelompok orang kunci (key person) pada akhir Desember 2004. Tim desa kemudian dibentuk oleh pemerintah desa yang berisi aparat desa dan orangorang kunci yang telah diidentifikasi untuk melakukan kajian keadaan desa secara mendalam.
2. Kajian Keadaan Desa Salah satu komponen penting dalam perencanaan desa adalah data dan informasi keadaan desa yang terkini. Kajian keadaan desa dilakukan untuk mengumpulkan data primer dengan menggunakan metode Participatory Action Research (PAR) selama bulan Januari – Februari 2005. Tim Desa melakukan pengkajian keadaan desa dengan memetakan potensi Sumber Daya Alam, Sumber Daya Fisik, Sumber Daya Manusia, Sumber Daya Sosial, Sumber Daya Ekonomi beserta permasalahannya di desa Karang Tengah. Pengkajian Perdesaan secara partisipatif berasumsi bahwa orang perdesaan (komunitas) memiliki pengetahuan berharga mengenai pokok materi yang mempengaruhi hidup mereka. Melalui proses yang tepat, pendekatan ini tidak hanya memberikan identifikasi permasalahan dan isu secara cepat dan efisien, tetapi dalam banyak situasi memberikan hasil jauh lebih seksama, menyeluruh dan mendalam, kerangka kerja dimana untuk menganalisa isu dibanding yang dapat disajikan dengan metoda survei konvensional (FAO, 1995). Tahapan Kajian Keadaan Desa adalah sebagai berikut: Training of Trainer (ToT) Tim Desa Pelatihan Kajian Keadaan Desa kepada Tim Desa dilakukan oleh fasilitator PILI dengan mengenalkan teknik-teknik PRA yaitu transek tata guna lahan, sketsa desa, pemetaan potensi desa, analisis perubahan dan kecenderungan dan kajian sejarah kampung. Kajian Keadaan Wilayah di Setiap Kampung Kajian keadaan desa dilakukan oleh Tim Desa di setiap wilayah kampung di desa karang tengah. Kajian ini dilakukan selama lebih dari 1 bulan. Verifikasi Data Lapang bersama Masyarkat (FGD), Sosialisasi Tentang Perencanaan Pemangunan Desa dan Seleksi Peserta dari Tiap-Tiap Kampung.
Data-data hasil kajian lapang Tim Desa kemudian didokumentasikan dan diverifikasi bersama masyarakat di tiap-tiap kampung melalui focus group discussion (FGD). Selain itu Tim Desa menjelaskan kepada masyarakat tentang pentingnya data keadaan desa dalam perencanaan pembangunan desa. Bersamaan dengan itu, Tim Desa juga mensosialisasikan rencana kegiatan musyawarah Perencanaan pembangunan desa yang akan dilakukan. Peserta dari tiap-tiap kampung dipilih oleh masyarakat itu sendiri berdasarkan keterwakilan kelompok. 3. Perencanan Partisipatif Pembangunan Desa Musyawarah Perencanaan Pembangunan Desa Karang Tengah dilaksanakan pada 29-31 Maret 2005. Musyawarah diikuti oleh 85 orang peserta yang mewakili pemerintah desa dan kelompok kepentingan dari tiap-tiap kampung. Kegiatan ini dimulai dengan persiapan material perencanaan dan pembagian peran dari pihak yang terlibat yaitu: Pemerintah Desa, Tim Desa, PILI dan Masyarakat. Tahapan musyawarah perencanaan dapat dijelaskan pada Gambar 3. Identifikasi Sumber Daya Desa Merumuskan
2
Mimpi/Visualisasi VISI
Tim/ organisasi untuk menindaklanjuti Hasil
Identifikasi dan
1
3
Analisa Masalah
Desain Proses
8
Musyawarah
perencanaan
4
Perencanaan
Merumuskan Visi dan Misi
Pembangunan Desa Penyusunan
7
5
Anggaran Desa (APBDes)
Merumuskan Tujuan dan Tindakan
6 Prioritas, Pentahapan kegiatan, Indokator dan Tata Waktu
Gambar 3. Desain Proses Musyawaran Perencanaan Pembangunan Desa Karang Tengah, Kecamatan Babakan Madang. Kab. Bogor.
PARTISIPASI MASYARAKAT DALAM SETIAP TAHAPAN PROSES PERENCANAAN Tahapan Perencanaan Pembangunan Desa Karang Tengah dibagi menjadi 3 (tiga) tahapan utama yaitu Pra Kondisi, Kajian Keadaan Desa dan Perencanaan Pembangunan Desa. Dalam setiap tahapan tersebut, masyarakat dilibatkan dalam berproses. Namun, bagaimana tipe partisipasi masyarakat di setiap tahapan prosesnya. Untuk mengukurnya, Cohen dan Uphoff (1980) menggambarkan dengan bagaimana proses partisipasi terjadi. Setidaknya ada tujuh ukuran yang dapat digunakan yaitu:
Dari manakah datangnya inisiatif, apakah dari luar ataukah dari orang lokal itu sendiri? Apa insentif bagi orang lokal untuk berpartisipasi, apakah kesukarelaan (voluntary participation), ataukah karena dibayar (remunerated participation), ataukah karena instruksi/paksaan (coercive participation)/ Bagaimana pola pengorganisasian dari partisipasi, apakah orang berpartisipasi sebagai individu atau sebagai kolektif (anggota suatu kelompok)? Apakah orang berpartisipasi secara langsung (direct participation) ataukah diwakili oleh orang lain (indirect representation)? Seberapa lama durasi partisipasi yang direncanakan? Seberapa banyak (lingkup) aktivitas-aktivitas yang akan dipartisipasikan? Seberapa tinggi tingkat partisipasi orang lokal?
1. Partisipasi Masyarakat Pada Tahap Pra Kondisi Pada tahap Sosialisasi, sosialisasi intersif dan Rapid Rural Appraisal (RRA), pendamping/peneliti melibatkan masyarakat sebagai pemberi informasi dan konsultasi. Keikutsertaan di dalam memberi informasi adalah masyarakat mengambil bagian dengan menjawab pertanyaan yang diajukan oleh pendamping/peneliti dengan menggunakan daftar pertanyaan survei atau pendekatan serupa. Masyarakat juga terlibat dalam konsultasi dan menggambarkan solusi serta permasalahan dari sudut tanggapan masyarakat. 2. Partisipasi Masyarakat Dalam Tahap Kajian Keadaan Desa Pada tahap ini partisipasi masyarakat dalam kegiatan sudah lebih baik. Masyarakat secara sukrela mulai terlibat dan bekerjasama dalam penelitian keadaan desanya sendiri dan secara langsung memberikan umpan balik terhadap keakuratan data hasil kajian. Tim Desa Yang berisikan orang desa berjumlah 14 orang dan keterlibatan masyarakat dalam melakukan verifikasi data kajian di tiap-tiap dusun/kampung merupakan tipe partisipasi Keikutsertaan fungsional. 3. Partisipasi Masyarakat Dalam Tahap Perencanaan Partisipatif Pembangunan Desa Pada tahap perencanan partisipatif pembangunan desa, partisipasi masyarakat menekankan pada partisipasi dalam menganalisa masalah, yang menuju ke arah rencana tindakan dan pembentukan kelompok lokal baru atau memperkuat yang ada. Partisipasi masyarakat dalam perencanaan lebih menekankan pengambilan keputusan secara sadar oleh masyarakat atas pilihan-pilihan yang tersedia. Dalam kegiatan ini PILI memfasilitasi perencanaan dengan metodologi interdisciplinary yang mencari berbagai perspektif dan menggunakan proses pembelajaran tersusun dan sistematis. Partisipasi masyarakat dalam perencanaan pembangunan desa Karang Tengah merupakan tipe partisipasi keikutsertaan interaktif.
EPILOG Keseluruhan tahapan kegiatan perencanaan pembangunan desa merupakan rangkaian kegiatan untuk membangun dukungan dan kepercayaan (trust building) kepada masyarakat; membangun relasi yang luas dan kuat dengan masyarakat, mempersiapkan kader-kader lokal (local champion) dan sebagai upaya penyadartahuan bertahap bagi masyarakat serta upaya membangkitkan nilai-nilai sosial seperti gotong royong dan kerjasama masyarakat. Pendekatan yang digunakan dalam Perencanaan Pembangunan Desa Karang Tengah adalah pendekatan partisipatif. Pendekatan partisipatif digunakan agar masyarakat dapat menjadi pelaku utama di dalam Perencanaan Pembangunan Desa. Pendekatan ini juga menempatkan masyarakat sebagai pengambil keputusan pembangunan desa. Dengan memiliki rencana pembangunan desa, posisi tawar desa Karang Tengah akan meningkat ketika bersinergi dengan pemangku kepentingan (stake holder) lainnya. PUSTAKA Campfens, Hubert (Eds). 1997. Community Development Around The World: Practice, Theory, Research, Training. University of Toronto Press. Toronto, Canada. Cernea MM. 1992. The Building Blocks of Participation: Testing a Social Methodology. Di dalam: Bhatnagar B & Williams AC, editor. Participatory Development and the World Bank: Potential Directions for Change. Washington, D.C.: The World Bank. Chambers, Robert. 1992. Rural Appraisal: Rapid, Relaxed, and Participatory. Institute of Development Studies Discussion Paper 311. Sussex: HELP. Crush, Jonathan. 1995. Power of Development. Routledge. New York Food and Agriculture Organization of United Nations (FAO). 1995. Planning for sustainable use of land resources. Towards a new approach. FAO Land and Water Bulletin, Volume 2. Rome Frank, Flo and Anne Smith. 1999. The Community Development Handbook: A Tool To Build Community Capacity. Canada. Minister of Public Works and Government Services Canada. Hogue, Teresa. (1993). Community Based Collaboration: Community Wellness Multiplied. Oregon State University. Oregon Center for Community Leadership. Kumar, Somesh dan A. Shanti Kumari. 1991. The Thippapur Experience: A PRA Diary. RRA Notes Participatory Methods for Learning and Analysis No 14. IIED.London. Nasdian, Fredian Tonny. 2014. Pengembangan Masyarakat. Yayasan Pustaka Obor Indonesia. Jakarta Phillips, Rhonda dan Robert H. Pittman. 2008. An Introduction to Community Development. Taylor & Francis E-Library. New York. Svendsen, Gert Tinggaard dan Gunnar Lind Haase Svendsen. 2009. Handbook of Social Capital: The Troika of Sociology, Political Science and Economics. Edward Elgar Publishing Limited. UK. Tiwari, Reena, Marina Lommerse, Dianne Smith. 2014. M2 Models and Methodologies for Community Engagement. Springer Science – Business Media Singapore. Singapore.