ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL USAHA PEMBESARAN IKAN MAS DAN NILA PADA KERAMBA JARING APUNG (KJA) SISTEM JARING KOLOR DI KJA WADUK CIKONCANG, KECAMATAN WANASALAM, KABUPATEN LEBAK, BANTEN
Oleh : HARIS PERDANA A 14102538
SKRIPSI
PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
35
RINGKASAN
HARIS PERDANA. Analisis Kelayakan Finansial Usaha Pembesaran Ikan Mas dan Nila pada Keramba Jaring Apung (KJA) Sistem Jaring Kolor di Waduk Cikoncang, Kecamatan Wanasalam, Kabupaten Lebak, Banten. (Di bawah bimbingan DWI RACHMINA). Peningkatan produksi perikanan melalui pengembangan usaha perikanan bertujuan agar terpenuhinya kebutuhan potein hewani bagi masyarakat untuk mencapai pola konsumsi yang lebih berimbang. Sumber daya perairan umum yang potensial dimanfaatkan untuk pengembangan usaha perikanan seperti waduk, sungai, saluran irigasi teknis, rawa dan danau. Waduk merupakan perairan umum yang dapat dimanfaatkan untuk usaha perikanan budidaya melalui teknologi Keramba Jaring Apung (KJA). Pada saat ini berkembang usaha pembesaran ikan polikultur yaitu ikan yang dipelihara di KJA terdiri dari dua jenis ikan, umumnya ikan mas sebagai komoditas utama dipelihara pada jaring lapisan atas dan ikan nila sebagai komoditas tambahan dipelihara pada jaring lapisan bawah/jaring kolor. Teknologi KJA sudah berkembang pesat di beberapa danau dan waduk seperti di waduk Saguling, Cirata dan Jatiluhur yang terdapat di Jawa Barat. Waduk Cikoncang merupakan salah satu waduk yang dikembangkan dan dimanfaatkan untuk usaha pembesaran ikan dengan menggunakan teknologi KJA sistem jaring kolor. Untuk mengkaji kelayakan usaha tersebut, maka perlu dilakukan studi atau analisis kelayakan finansial usaha. Tujuan penelitian ini adalah untuk membuat desain kelayakan usaha melalui analisis aspek pasar, teknis, manjemen, hukum dan lingkungan. Selanjutnya, dilakukan analisis kelayakan finansial dengan menggunakan beberapa kriteria investasi untuk memperoleh gambaran kelayakan usaha pembesaran ikan mas dan nila pada KJA sistem jaring kolor di Waduk Cikoncang. Metode perhitungan dilakukan berdasarkan umur ekonomis KJA konstruksi kayu yaitu selama dua tahun. Berdasarkan analisis sensitivitas, dilakukan pengujian kepekaan usaha terhadap perubahan-perubahan dalam biaya pakan dan benih, harga jual ikan dan jumlah produksi yang akan mempengaruhi kelayakan finansial usaha. Kriteria-kriteria investasi yang digunakan untuk mengukur kelayakan finansial usaha yaitu nilai NPV, Net B/C Rasio, IRR, Payback Period. Aspek pasar yang dianalisis meliputi permintaan, penawaran, harga, program pemasaran dan perkiraan penjualan ikan, struktur pasar dan faktor persaingan usaha. Tingkat permintaan ikan mas dan nila dapat diketahui dari tingkat konsumsi ikan yang semakin meningkat yaitu sebesar 9,41 persen/tahun. Jumlah penawaran ikan mas dan nila pada tahun 2006 mencapai 4.246,02 ton. Harga ikan mas dan nila ditingkat petani cukup beragam dan bersaing dengan produk yang sama dari luar daerah. Strategi pemasaran ditinjau dari bauran pemasaran yaitu produk, harga, saluran distribusi dan promosi. Ditinjau dari aspek teknis cukup memadai yaitu ketersediaan sumber air yang baik, kedalaman lebih dari lima meter dan pemanfaatan waduk belum optimal untuk kegiatan budidaya ikan. Aspek manajemen usaha masih sederhana dengan bentuk badan usaha perseorangan. Usaha pembesaran ikan mas dan nila pada KJA sistem jaring
36
kolor mempunyai dampak positif yang cukup besar bagi lingkungan sekitarnya diantaranya terserapnya tenaga kerja baru dan ekonomi masyarakat dapat diberdayakan. Berdasarkan hasil analisis kelayakan finansial usaha dengan menggunakan tingkat suku bunga sebesar 13 persen menunjukkan bahwa kegiatan usaha pembesaran ikan mas dan nila pada KJA sistem jaring kolor di waduk Cikoncang layak untuk diusahakan. Hal tersebut dapat dilihat dari nilai hasil perhitungan NPV yang bernilai positif yaitu sebesar Rp. 15.578.956. Usaha pembesaran ikan memberikan keuntungan bersih setelah pajak sebesar Rp. 15.578.956 selama umur ekonomisnya. Hasil perhitungan nilai Net B/C rasio menunjukkan angka lebih besar dari satu yaitu 1,206. Setiap Rp. 1 yang dikeluarkan untuk penambahan biaya produksi variabel dapat menghasilkan pendapatan sebesar Rp. 1,206. Nilai IRR yang diperoleh lebih besar dari tingkat suku bunga yang ditetapkan yaitu sebesar 37,14 persen. Dengan demikian, usaha pembesaran ikan mas dan nila dengan menggunakan KJA sistem jaring kolor memberikan rata-rata pendapatan per tahun sebesar 37,14 persen dari modal yang diinvestasikan. Jangka waktu yang diperlukan untuk pengembalian biaya investasi usaha selama satu tahun tujuh bulan. Berdasarkan hasil perhitungan analisis switching value menunjukkan bahwa kenaikan harga ikan mas dan nila maksimum sebesar 7,43 persen dan harga pakan maksimum sebesar 2,82 persen, penurunan harga jual ikan mas dan nila sebesar 1,77 persen dan penurunan produksi maksimum sebesar 1,77 persen. Usaha pembesaran ikan pada KJA sistem jaring kolor lebih sensitif terhadap perubahan harga jual ikan dan hasil produksi dibanding dengan perubahan biaya pakan dan benih ikan. Berdasarkan analisis kelayakan finansial menunjukkan bahwa harga jual ikan dan hasil produksi serta biaya produksi variabel menentukan tingkat kelayakan yang diperoleh. Dengan demikian, pemeliharaan ikan nila sebagai komoditas tambahan yang dipelihara pada lapisan jaring bawah/jaring kolor akan memberikan tambahan hasil produksi yang dapat memberikan kelayakan lebih tinggi serta produktifitas usaha dapat ditingkatkan.
37
ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL USAHA PEMBESARAN IKAN MAS DAN NILA PADA KERAMBA JARING APUNG (KJA) SISTEM JARING KOLOR DI KJA WADUK CIKONCANG, KECAMATAN WANASALAM, KABUPATEN LEBAK, BANTEN
Skripsi
Sebagai Salah Satu Syarat untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
Oleh : HARIS PERDANA A 14102538
PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2008
38
Judul
: Analisis Kelayakan Finansial Usaha Pembesaran Ikan Mas dan Nila pada Keramba Jaring Apung (KJA) Sistem Jaring Kolor di KJA Waduk Cikoncang, Kecamatan Wanasalam, Kabupaten Lebak, Propinsi Banten
Nama
: Haris Perdana
NRP
: A14102538
Menyetujui : Dosen Pembimbing,
Ir. Dwi Rachmina, M.S. NIP. 131 918 503
Mengetahui : Dekan Fakultas Pertanian,
Prof. Dr. Ir. Didy Sopandie, M.Agr NIP. 131 124 019
Tanggal Lulus Ujian :
39
PERNYATAAN
DENGAN INI SAYA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI BERJUDUL “ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL USAHA PEMBESARAN IKAN MAS DAN NILA PADA KERAMBA JARING APUNG (KJA) SISTEM JARING KOLOR DI KJA WADUK CIKONCANG, KECAMATAN WANASALAM, KABUPATEN LEBAK, PROPINSI BANTEN” BELUM PERNAH DIAJUKAN PADA PERGURUAN TINGGI LAIN ATAU LEMBAGA LAIN MANAPUN UNTUK TUJUAN MEMPEROLEH GELAR AKADEMIK TERTENTU. SAYA JUGA MENYATAKAN BAHWA SKRIPSI INI BENAR-BENAR HASIL KARYA SENDIRI DAN TIDAK MENGANDUNG BAHAN-BAHAN YANG PERNAH DITULIS ATAU DITERBITKAN OLEH PIHAK LAIN KECUALI SEBAGAI RUJUKAN YANG DINYATAKAN DALAM NASKAH.
Bogor,
Januari 2008
Haris Perdana A14102538
40
RIWAYAT HIDUP
Penulis merupakan anak pertama dari empat bersaudara, dilahirkan di Kabupaten Lebak, Propinsi Banten.
Tahun 1999 penulis menyelesaikan
pendidikan di SMAN1 Rangkasbitung dan pada tahun 2002 telah menyelesaikan pendidikan di Program Diploma III Agroteknologi Hasil Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, IPB.
Pada tahun 2002 penulis melanjutkan
pendidikan di Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, IPB. Sejak tahun 2005 penulis menjadi staf di Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lebak, Propinsi Banten. Penulis menyelesaikan Pendidikan Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis pada tahun 2008 dengan judul Skripsi ”Analisis Finansial Usaha Pembesaran Ikan Mas dan Nila pada Keramba Jaring Apung (KJA) Sistem Jaring Kolor di Waduk Cikoncang, Kecamatan Wanasalam, Kabupaten Lebak, Propinsi Banten.
41
KATA PENGANTAR Puji dan syukur penulis panjatkan kehadirat Allah SWT, karena berkat ridho-Nya penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul
“Analisis
Kelayakan Finansial Usaha Pembesaran Ikan Mas dan Nila pada Keramba Jaring Apung (KJA) Sistem Jaring Kolor di KJA Waduk Cikoncang, Kecamatan Wanasalam, Kabupaten Lebak, Propinsi Banten. Skripsi disusun sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan pendidikan Strata 1 pada Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, IPB. Dalam kesempatan ini penulis menyampaikan ucapan terima kasih kepada pihak-pihak yang telah membantu dan memberikan dukungan serta masukan hingga terselesaikan skripsi ini. Penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada : 1.
Ir. Dwi Rachmina, M.S. selaku dosen pembimbing yang telah memberikan bimbingan, kritik dan saran-saran hingga terselesaikan skripsi ini
2.
Ir. Juniar Atmakusumah, M.S. selaku dosen penguji utama pada sidang ujian skripsi yang telah memberikan kritik dan saran pada penulis
3.
Dra. Yusalina, M.Si. selaku dosen penguji komisi pendidikan yang telah memberikan kritik dan saran pada penulis
4.
Ir. Nety Tinaprilla, M.M. selaku dosen evaluator yang telah memberikan kritik dan saran-sarannya
5.
Ir. Hermawan selaku Kepala Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lebak yang telah memberikan izin dan dukungannya
6.
Rekan-rekan di Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lebak terutama di Bidang Perencanaan yang telah memberikan saran-saran, data dan informasi serta rekan-rekan di UPT BBI Bapak Cakrawan dan Bapak Hadi yang telah membantu kelancaran pelaksanaan observasi di lapangan
7.
Orang tua dan istri yang telah memberikan doa, dukungan dan semangat
8.
Rekan-rekan satu almamater di Ekstensi MAB yaitu Roby Ramdhan yang telah bersedia menjadi pembahas seminar makalah penelitian, Hendra Sucipto dan Efri yang telah membantu kelancaran seminar
42
9.
Semua pihak yang tidak dapat sebutkan satu persatu, terima kasih atas bantuan dan semangatnya. Penulis menyadari bahwa masih banyak kekurangan dalam penulisan
Skripsi ini, saran dan kritik yang membangun sangat penulis harapkan untuk perbaikan dan penyempurnaan.
Semoga hasil karya ini dapat memberikan
sumbangan pemikiran yang berguna untuk pembangunan perikanan di Kabupaten Lebak khususnya dan di Propinsi Banten umumnya, Amin.
Bogor, Januari 2008
Haris Perdana A14102538
43
DAFTAR ISI
Halaman KATA PENGANTAR ……………………………………………………..... i DAFTAR ISI …………………………………………………………………
iii
DAFTAR TABEL ……………………………………………………..…......
v
DAFTAR GAMBAR ………………………………………………..….……
vii
DAFTAR LAMPIRAN ……………………………………………………..
viii
BAB I.
PENDAHULUAN …………………………….…….…….….…....
1
1.1 1.2 1.3 1.4
Latar Belakang …………………………………………….…. Perumusan Masalah ……………………………….………….. Tujuan Penelitian ………………………………………….….. Kegunaan Penelitian …………………………………………..
1 4 7 7
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA …………………………………………...
8
2.1 Perkembangan Perikanan Waduk ………………………….…. 2.2 Budidaya Ikan pada Keramba Jaring Apung (KJA) .....……..... 2.2.1 Pembesaran Ikan pada Keramba Jaring Apung (KJA) Tunggal (Polikultur) ………………………………… 2.2.2 Pembesaran Ikan pada Keramba Jaring Apung (KJA) Sistem Kolor (Polikultur) ………………………….... 2.2.3 Analisis Usaha Budidaya Ikan pada Keramba Jaring Apung (KJA) ...............................................................
8 9 9 10 12
BAB III. KERANGKA PEMIKIRAN ……………………………………...
17
3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis …………………………………. 3.1.1 Pengertian Studi Kelayakan Proyek .. ………………. 3.1.2 Identifikasi Biaya dan Manfaat …………………….. 3.1.3 Aspek-aspek Studi Kelayakan Proyek ……………… 3.1.3.1 Aspek Pasar ……………………………….. 3.1.3.2 Aspek Teknis ……………………………... 3.1.3.3 Aspek Manajemen ………………………... 3.1.3.4 Aspek Hukum …………………………….. 3.1.3.5 Aspek Lingkungan ………………………... 3.1.3.6 Aspek Keuangan ………………………….. 3.1.4 Analisis Sensitivitas ……………………………….. 3.1.4.1 Harga …………………………………….... 3.1.4.2 Keterlambatan Pelaksanaan ………………. 3.1.4.3 Kenaikan Biaya ............................................ 3.1.4.4 Hasil ............................................................. 3.2 Kerangka Pemikiran Konseptual ……………………………..
17 17 18 19 19 20 22 23 23 23 24 25 25 25 25 27
44
BAB IV. METODE PENELITIAN ………………………………
28
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian ……………………………….... 4.2 Jenis dan Sumber Data ……………………….……………… 4.3 Metode Analisis Data ………..………………………………. 4.3.1 Analisis Aspek Pasar …….…………………..…….. 4.3.2 Analisis Aspek Teknis …….…….……………….…. 4.3.3 Analisis Aspek Manajemen …………..…………..... 4.3.4 Analisis Aspek Hukum …………………………...... 4.3.5 Analisis Aspek Lingkungan ………………………... 4.3.6 Analisis Aspek Finansial ….………………………... 4.3.7 Analisis Sensitivitas ………………………………...
28 28 28 29 29 29 30 30 30 32
BAB V. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN .………………...
34
5.1 Gambaran Umum Kecamatan Wanasalam ………………….. 5.2 Gambaran Umum Waduk Cikoncang ………………………..
34 36
BAB VI. ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL USAHA ...................... 6.1 Analisis Aspek-aspek Studi Kelayakan ................................. 6.1.1 Analisis Aspek Pasar ................................................... 6.1.2 Analisis Aspek Teknis ................................................. 6.1.3 Analisis Aspek Manajemen ......................................... 6.1.4 Analisis Aspek Hukum ................................................ 6.1.5 Analisis Aspek Lingkungan ......................................... 6.1.6 Analisis Aspek Finansial/Keuangan ............................ 6.1.6.1 Analisis Biaya ................................................ 6.1.6.2 Analisis Manfaat ........................................... 6.1.6.3 Nilai Arus Tunai (Cash Flow) ........................ 6.1.6.4 Proyeksi Laba/Rugi ........................................ 6.1.6.5 Net Profit Margin ............................................ 6.1.6.6 Net Present Value (NPV) ............................... 6.1.6.7 Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) ................... 6.1.6.8 Internal Rate of Return (IRR) ………………. 6.1.6.9 Payback Period …………………………….. 6.2 Analisis Sensitivitas ...............................................................
38 38 38 42 49 50 50 50 51 57 59 62 63 63 62 64 64 65
BAB VII. KESIMPULAN DAN SARAN ....................................................
69
7.1
Kesimpulan ............................................................................
69
7.2
Saran .......................................................................................
70
DAFTAR PUSTAKA ……………………………………………………….. LAMPIRAN ....................................................................................................
72 75
45
DAFTAR TABEL
Nomor Halaman 1.
Data Produksi Perikanan Nasional dari Tahun 2001-2005 ………………. 1
2.
Produksi Ikan Air Tawar menurut Jenis Budidaya di Indonesia Pada Tahun 2004 …………………………………………………………. 2
3.
Luas Usaha, Produksi dan Produktifitas Budidaya Ikan pada KJA di Indonesia Tahun 2001-2004 ...................................................................
3
4.
Jumlah Produksi Perikanan Budidaya Jaring Apung di Indonesia Menurut Jenis Ikan dan Propinsi Penghasil Ikan Tahun 2004 .................... 4
5.
Luas Usaha, Produksi dan Produktifitas Perikanan Budidaya KJA di Propinsi Banten Tahun 2002-2005 ...........................................................
5
Luas Usaha dan Produksi Perikanan Budidaya Air Tawar di Kabupaten Lebak Tahun 2003-2006 .............................................................................
6
Perbandingan Hasil Penelitian Budidaya Ikan pada KJA dengan Sistem Monokultur dan Sistem Polikultur (Jaring Kolor) ..........................
15
Komposisi Penduduk Kecamatan Wanasalam berdasarkan Matapencaharian pada Tahun 2004 ...........................................................
36
Konsumsi Ikan Per Kapita dan Jumlah Konsumsi Ikan di Kabupaten Lebak Tahun 2003-2006 .……...................................................................
38
6. 7. 8. 9. 10.
Produksi dan Jumlah Ikan Mas dan Nila dari Luar Daerah Kabupaten Lebak Tahun 2006 …………………………………………... 39
11.
Produksi Ikan Mas dan Nila di KJA Waduk Cikoncang per Musim Tanam ………………………………………………………………..…..
43
Jenis Input Tetap dan Variabel yang Digunakan pada Usaha Pembesaran Ikan Mas dan Nila di KJA Waduk Cikoncang ……………..
47
13.
Perhitungan Biaya Investasi 5 Unit KJA Sistem Jaring Kolor ..................
52
14.
Perhitungan Biaya Reinvestasi Perlengkapan ............................................ 52
15.
Perhitungan Biaya Variabel Tahun ke-1 Usaha Pembesaran Ikan Mas dan Nila pada 5 Unit KJA Sistem Jaring Kolor ......................... 53
16.
Perhitungan Biaya Variabel Tahun ke-2 Usaha Pembesaran Ikan Mas dan Nila pada 5 Unit KJA Sistem Jaring Kolor ......................... 55
17.
Perhitungan Biaya Penyusutan dan Perkiraan Nilai Sisa per Tahun dari 5 Unit KJA Sistem Jaring Kolor .......................................
12.
56
46
18.
Perhitungan Biaya Tetap per Tahun ..........................................................
57
19.
Perhitungan Penerimaan Tahun ke-1 dari 5 Unit KJA Sistem Jaring Kolor ..........................................................................................................
58
20.
Perhitungan Penerimaan Tahun ke-2 dari 5 Unit KJA Sistem Jaring Kolor ……………………………………………………...
21
Nilai Arus Tunai Tahun ke-1 Usaha Pembesaran Ikan Mas dan Nila pada 5 Unit KJA Sistem Jaring Kolor dengan Tingkat Suku Bunga 13 Persen ………………………………………….
60
Nilai Arus Tunai Tahun ke-2 Usaha Pembesaran Ikan Mas dan Nila pada 5 Unit KJA Sistem Jaring Kolor dengan Tingkat Suku Bunga 13 Persen …………………………………………………..
61
Proyeksi Laba/Rugi Usaha Pembesaran Ikan Mas dan Nila pada KJA Sistem Jaring Kolor …………………………………………..
62
24.
Nilai NPV, Net B/C dengan Tingkat Suku Bunga 13 Persen ....................
63
25.
Hasil Analisis Switching Value yang Menghasilkan NPV=0/,
22.
23.
Nilai Net B/C Rasio=1 dan Nilai IRR=13 Persen .......................................
59
66
47
DAFTAR GAMBAR
Nomor Halaman 1. Konstruksi Keramba Jaring Apung (KJA) Kolor II ...............................
11
2. Konstruksi Keramba Jaring Apung (KJA) Kolor IV .............................. 12 3. Kerangka Pemikiran Konseptual Analisis Kelayakan Finansial Usaha Pembesaran Ikan Mas dan Nila pada KJA Sistem Jaring Kolor ............................................................................................
26
4. Saluran Distribusi Penjualan Ikan Mas dan Nila di KJA Waduk Cikoncang ............................................................. ………………….… 41 5. Siklus Produksi Ikan Mas Per Musim Tanam Selama 2 Tahun ……….
44
6. Siklus Produksi Ikan Nila Per Musim Tanam Selama 2 Tahun ……….
44
48
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor Halaman 1. 2.
Kegiatan Budidaya Pembesaran Ikan pada KJA Sistem Jaring Kolor di Waduk Cikoncang ...............................................................
76
Perhitungan Nilai NPV, Net B/C Rasio, IRR dan PBP Usaha Pembesaran Ikan Mas dan Nila pada 5 Unit KJA Sistem Jaring Kolor dengan Tingkat Suku Bunga 13 Persen ...........................................................................................
77
49
BAB I. PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang Keberhasilan Indonesia dalam mencapai swasembada beras pada tahun 1984 merupakan prestasi yang perlu terus dipertahankan dan bahkan dikembangkan menjadi swasembada pangan lain seperti ikan, sehingga tercapainya pola konsumsi masyarakat yang lebih berimbang. Sumber daya ikan merupakan salah satu modal dasar pembangunan, terutama dalam kaitannya dengan penyediaan protein hewani guna mencerdaskan kehidupan bangsa. Menurut Cahyono (2005), peranan sektor perikanan dalam pembangunan nasional antara lain meningkatkan produksi perikanan, meningkatkan lapangan kerja baru dan meningkatkan kebutuhan konsumsi ikan untuk memenuhi gizi masyarakat. Pada tahun 2006 sektor pertanian (dalam arti luas) mampu menyerap tenaga kerja paling banyak yaitu sebesar 44,5 persen (42,3 juta orang tenaga kerja) dari total 95,1 juta orang tenaga kerja nasional yang terserap pada berbagai bidang pekerjaan. Sub sektor perikanan mampu menyerap tenaga kerja sebesar 14,4 persen atau sebanyak 6,1 juta orang tenaga kerja (Badan Pusat Statistik, 2007). Produksi perikanan nasional setiap tahunnya mengalami peningkatan dari tahun 2001-2005 dengan laju kenaikan per tahun sebesar 6,57 persen.
Data
produksi perikanan nasional dari tahun 2001-2005 disajikan pada Tabel 1.
Tabel 1. Data Produksi Perikanan Nasional Indonesia Tahun 2001-2005 Tahun
Produksi (ton)
2001
5.353.470
2002
5.515.648
2003
5.915.988
2004
6.350.420
2005
6.900.000
Laju (%/tahun)
6,57
Sumber : Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap, 2005 Statistik Perikanan. http//:www.dkp.go.id, tanggal 25 Januari 2007 (diolah).
50
Budidaya ikan di perairan umum merupakan salah satu upaya untuk meningkatkan produksi perikanan melalui perluasan lahan perikanan dengan memanfaatkan perairan umum. Tujuan lainnya adalah untuk pelestarian sumber daya alam dan lingkungan hidup.
Sumber daya perairan umum yang dapat
dimanfaatkan untuk pengembangan budidaya perikanan seperti waduk, sungai, saluran irigasi teknis, rawa dan danau. Pada tahun 2000 luas perairan waduk tercatat 500.000 ha (Cahyono, 2005). Waduk merupakan perairan umum yang sangat potensial dikembangkan untuk budidaya ikan. Teknologi budidaya ikan pada Keramba Jaring Apung (KJA) saat ini sudah berkembang dengan pesat di beberapa danau dan waduk seperti di waduk Saguling, Cirata dan Jatiluhur yang terdapat di Jawa Barat. Selain dimanfaatkan untuk usaha budidaya perikanan, waduk juga memiliki fungsi utama sebagai sediaan air, irigasi, tenaga listrik dan agrowisata. Menurut Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya (2005), produksi budidaya ikan air tawar pada jaring apung secara nasional pada tahun 2004 baru mencapai 62.371 ton atau 5,95 persen dari total produksi ikan air tawar sebesar 1.047.691 ton (Tabel 2). Masih rendahnya produksi budidaya ikan KJA dikarenakan pengembangan budidaya ikan air tawar terbatas pada penggunaan lahan untuk dijadikan tambak, kolam dan sawah.
Tabel 2. Produksi Ikan Air Tawar menurut Jenis Budidaya di Indonesia pada Tahun 2004 No
Jenis Budidaya
Jumlah (Ton)
Persentase (%)
1.
Tambak
559.612
53,41
2.
Kolam
286.182
27,32
3.
Karamba
53.694
5,13
4.
Jaring Apung
62.371
5,95
5.
Sawah
85.832
8,19
Jumlah 1.047.691 Sumber : Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, 2005.
100,00
51
Tabel 3 menggambarkan luas usaha, jumlah produksi perikanan budidaya KJA di Indonesia yang setiap tahunnya mengalami kenaikan. Laju kenaikan luas usaha dan tingkat produksi pada tahun 2001-2004 masing-masing sebesar 51,67 persen dan 15,42 persen. Luas usaha mengalami kenaikan tertinggi pada tahun 2004 yaitu sebesar 952 ha dari 382 ha pada tahun 2003. Kenaikan luas usaha pada tahun 2004 tidak diikuti dengan kenaikan produktivitas lahan budidaya yang mengalami penurunan menjadi 65,52 ton/ha dari 150,86 ton/ha pada tahun 2003. Rendahnya produktivitas lahan pada tahun 2004 dikarenakan adanya kematian masal ikan sebelum dipanen akibat arus bawah air (Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, 2005).
Tabel 3. Luas Usaha, Produksi dan Produktivitas Budidaya Ikan pada KJA di Indonesia Tahun 2001 - 2004 Luas Usaha Produksi Produktivitas Tahun (Ha) (Ton) (Ton/Ha) 2001 361 40.710 112,77 2002
363
47.172
130,26
2003
382
57.628
150,86
2004
952
62.371
65,52
Laju (%/tahun) 51,77 15,42 Sumber : Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya, 2005 (diolah).
(8,41)
Berdasarkan data statistik budidaya ikan KJA pada tahun 2004 di Indonesia, ikan mas dan nila merupakan jenis ikan air tawar yang paling banyak dibudidayakan masing-masing produksinya sebanyak 42.382 ton dan 15.319 ton. Produksi perikanan budidaya ikan pada KJA secara nasional tertinggi dihasilkan di Jawa Barat yaitu 40.817 ton dari total produksi sebanyak 62.371 ton atau mencapai 65,44 persen dengan sentra produksinya terletak di waduk Cirata, Saguling dan Jatiluhur. Produksi budidaya ikan pada KJA di Propinsi Banten pada tahun 2004 sebesar 120 ton atau 0,19 persen dari total produksi nasional sebesar 62.371 ton1, sedangkan luas usaha baru mencapai 18 ha (hektar) atau sebesar 0,78 persen dari total potensi waduk yang tersedia seluas 2.302 ha di
1
Statistik Perikanan Budidaya. http://www/dkp.go.id. Tanggal 25 Juli 2006
52
Propinsi Banten (Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Banten, 2005). Berdasarkan data tersebut menunjukkan bahwa masih ada peluang usaha untuk meningkatkan produksi budidaya ikan KJA di Propinsi Banten. Data Produksi Perikanan KJA menurut Jenis Ikan dan Propinsi Penghasil Ikan dapat dilihat pada Tabel 4.
Tabel 4. Jumlah Produksi Perikanan Budidaya KJA di Indonesia menurut Jenis Ikan dan Propinsi Penghasil Ikan Tahun 2004 No
Produksi Ikan (Ton)
Propinsi Mas
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.
Sumatera Utara Sumatera Barat Jambi Bangka Belitung Lampung Banten Jawa Barat Jawa Timur Bali Kalimantan Selatan Sulawesi Utara Gorontalo Sulawesi Tengah Maluku Utara Jumlah
Nila
Gurame
Mujair
-
-
Tambak
Lele
Patin
-
-
-
3.392
-
2.911
1.928
-
-
-
-
47
477
8
-
-
-
-
20
-
-
-
-
646 64 31.545 1.896 13
68 56 7.365 632 94
664 632 -
-
-
316 4
54
66
-
1.806
4.078
-
533
-
Lain
Jumlah -
3.392
-
-
4.893
134
95
761
-
-
20
16
60
7
158
1 79
722 79
520 -
797 120 40.817 3.792 111
-
-
-
9
-
240
-
-
-
-
-
-
-
-
-
-
533
-
-
-
-
-
923
-
923
8
2
-
3
-
-
-
-
13
42.382
15.319
1.304
563
158
96
1.927
622
62.371
129 6.124
Sumber : Statistik Perikanan Budidaya Banten. http://www.dkp.go.id. Tanggal 25 Juli 2006. 1.2. Perumusan Masalah Perkembangan luas usaha budidaya ikan pada KJA di Propinsi Banten dari tahun 2002-2005 mengalami peningkatan dengan laju kenaikan sebesar 169,44 persen/tahun, namun produksi dan produktifitasnya mengalami penurunan masing-masing sebesar 18,95 persen/tahun dan 38,02 persen/tahun. Rendahnya produksi dan produktifitas lahan diantaranya disebabkan besarnya biaya investasi, biaya operasioanal/variable, serta waktu pengembalian modal yang cukup lama. Berdasarkan uraian tersebut, apakah kegiatan usaha budidaya ikan pada KJA di Propinsi Banten masih layak atau tidak untuk dikembangkan?. Luas usaha dan
53
produksi perikanan budidaya KJA di Propinsi Banten dari tahun 2002-2005 disajikan pada Tabel 5.
Tabel 5. Luas Usaha, Produksi dan Produktivitas Perikanan Budidaya KJA di Propinsi Banten Tahun 2002 - 2005 Luas Usaha (Ha)
Produksi (Ton)
2002
0,06
198,00
Produktivitas (Ton/Ha) 3.300,00
2003
0,06
196,00
3.266,67
2004
0,36
119,50
331,94
2005
0,39
99,40
254,87
Tahun
Laju (%/tahun) 169,44 (18,95) (38,02) Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Banten, 2005 (diolah).
Tabel 6 menyajikan data luas usaha dan produksi budidaya ikan air tawar di Kabupaten Lebak dari tahun 2003-2006. Luas usaha dan produksi perikanan budidaya air tawar di Kabupaten Lebak setiap tahunnya mengalami kenaikan dengan laju kenaikan masing-masing sebesar 12,04 persen/tahun dan 13,59 persen/tahun, namun dilihat dari laju kenaikan produktivitas lahan sangat rendah hanya mencapai 2,97 persen/tahun. Rendahnya produktivitas lahan diantaranya disebabkan sebagian besar lahan usaha budidaya ikan baik kolam maupun sawah merupakan lahan tadah hujan.
Upaya peningkatan produksi ikan air tawar
diarahkan pada pengembangan usaha budidaya ikan di perairan umum waduk, karena
ketersediaan air baik sepanjang waktu dan tidak pernah mengalami
kekeringan pada musim kemarau. Berdasarkan permasalahan tersebut, apakah usaha budidaya ikan di waduk Cikoncang layak untuk dikembangkan sehingga akan memberikan keuntungan secara finansial?. Rencana pengembangan budidaya ikan sistem KJA di waduk Cikoncang terkait dengan rencana jangka panjang Pemerintah Propinsi Banten dan Pemerintah Kabupaten Lebak yang akan mengembangkan beberapa kecamatan menjadi kawasan agropolitan. Salah satu kecamatan yang akan dikembangkan adalah kecamatan Wanasalam melalui pengembangan komoditas pertanian, perikanan dan perkebunan (Bappeda Kab. Lebak, 2007). Komoditas perikanan yang potensial dikembangkan adalah ikan mas dan nila melalui kegiatan budidaya
54
pada KJA sistem jaring kolor. Budidaya ikan sistem KJA jaring kolor lebih efisien dalam penggunaan pakan, karena ikan nila dapat memanfaatkan sisa-sisa pakan dari ikan mas (Sukamto dan Maryam 2005).
Tabel 6. Luas Usaha, Produksi dan Produktivitas Perikanan Budidaya Air Tawar di Kabupaten Lebak Tahun 2003-2006 Produktivitas Tahun Luas Usaha (Ha) Produksi (Ton) (Ton/Ha) 2003 2.900,02 2.109,20 0,73 2004
2.942,72
2.250,20
0,77
2005
3.962,00
2.649,20
0,67
2006
3.962,09
3.082,70
0,78
Laju (%/tahun) 12,04 13,59 Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kab. Lebak, 2007 (diolah).
Menurut
Dinas
Kelautan
dan
Perikanan
Prop.
2,97
Banten
(2007),
pembangunan bidang kelautan dan perikanan di Kabupaten Lebak diarahkan pada pengembangan budidaya ikan air tawar yang berbasiskan kawasan melalui pemanfaatan lahan-lahan potensial. Waduk merupakan salah satu perairan umum potensial yang dapat dimanfaatkan dan dikembangkan untuk kegiatan budidaya perikanan air tawar. Lahan waduk yang sangat potensial untuk pengembangan budidaya ikan pada KJA di Kabupaten Lebak mencapai 2.252 ha, namun sampai dengan tahun 2006 tingkat pemanfaatannya masih rendah yaitu 0,18 ha atau 0,008 persen (Dinas Kelautan dan Perikanan Kab. Lebak, 2007).
Berdasarkan
permasalahan tersebut, apakah lahan waduk yang tersedia dapat dikembangkan lebih luas lagi, sehingga dapat memberikan manfaat?. Berapa batas maksimum penggunaan lahan waduk untuk kegiatan usaha budidaya ikan pada KJA?. Tingkat konsumsi ikan masyarakat Kabupaten Lebak pada tahun 2006 baru mencapai 16,94 kg/kapita/tahun (Dinas Kelautan dan Perikanan Kab. Lebak, 2007), namun dibanding dengan tingkat konsumsi ikan nasional masih tertinggal jauh. Pada tahun 2006 tingkat konsumsi ikan nasional sudah mencapai 25,03 kg/kapita/tahun2.
2
Usaha pengembangan budidaya ikan diharapkan dapat
Rapat Koordinasi Nasional. http://www/dkp.go.id. Tanggal 25 Januari 2007
55
meningkatkan produksi perikanan yang pada akhirnya dapat memenuhi dan meningkatkan konsumsi ikan masyarakat. 1.3. Tujuan Penelitian Tujuan penelitian ini adalah sebagai berikut : 1.
Melakukan analisis aspek pasar, teknis, manajemen, hukum, lingkungan dan kelayakan finansial usaha pembesaran ikan mas dan nila pada Keramba Jaring Apung (KJA) sistem jaring kolor di daerah penelitian.
2.
Melakukan analisis tingkat sensitivitas kelayakan usaha pembesaran ikan mas dan nila pada Keramba Jaring Apung (KJA) sistem jaring kolor di daerah penelitian.
1.4. Kegunaan Penelitian Penelitian ini diharapkan dapat memberikan informasi dan masukan yang lengkap tentang usaha pembesaran ikan mas dan nila pada Keramba Jaring Apung (KJA) dengan sistem jaring kolor bagi pihak yang berkepentingan : 1. Bagi penulis sebagai media untuk melihat serta menganalisis masalah yang timbul di lapangan dan mencari penyelesaian masalahnya. 2. Bagi investor sebagai bahan masukan dalam pengambilan keputusan yang berkaitan dengan usaha pembesaran ikan mas dan nila pada Keramba Jaring Apung (KJA) sistem jaring kolor dalam rangka peningkatan produksi ikan air tawar. 3. Sebagai bahan informasi penelitian bagi pihak-pihak yang berkepentingan.
56
BAB II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Perkembangan Perikanan Waduk Menurut Jangkara (2000), waduk adalah wilayah yang digenangi badan air sepanjang tahun serta dibentuk atau dibangun atas rekayasa manusia. Waduk dibangun dengan cara membendung aliran sungai sehingga air sungai tertahan sementara dan menggenangi bagian daerah aliran sungai atau water shed yang rendah.
Waduk dapat dibangun di dataran rendah maupun dataran tinggi.
Beberapa waduk dapat dibangun disepanjang aliran sungai.
Waduk yang
dibangun di dataran tinggi atau hulu sungai akan memiliki bentuk menjari, relatif sempit dan bertebing curam serta dalam. Waduk yang dibangun di dataran rendah atau hilir sungai berbentuk bulat, relatif luas dan dangkal. Menurut Rochdianto (2000), Usaha ke arah pembudidayaan ikan di perairan umum kian hari memang terasa kian mendesak. Hal ini perlu dimaklumi karena usaha penangkapan ikan yang tidak diimbangi dengan usaha budidaya dan penebaran ikan (restocking), lambat laun akan mengganggu kelestarian sumber daya perairan. Bila di sungai dikenal budidaya ikan sistem keramba, maka di waduk dan danau dapat diterapkan cara budidaya ikan dalam keramba jaring apung. Budidaya ikan dengan sistem ini pada prinsipnya mirip dengan sistem keramba. Keuntungan budidaya ikan dalam keramba jaring apung yaitu ongkos produksi untuk penyediaan tanah (untuk membangun kolam) berkurang, dapat mengatasi berkurangnya lahan budidaya ikan akibat terdesak oleh kegiatan pertanian, industri serta pembangunan perumahan.
Secara teknis keuntungan
yang diperoleh antara lain adalah intensifikasi produksi ikan dan optimasi penggunaan pakan dapat diterapkan, pesaing dan pemangsa ikan mudah dikendalikan serta pengelolaan dan pemanenan tidak terlalu rumit. Pemanfaatan danau dan waduk menyangkut kepentingan masyarakat luas, maka dituntut agar fungsi utama perairan, kelestarian sumber daya hayati dan ekosistem perairan harus diperhatikan (Rochdianto, 2000).
57
2.2 Budidaya Ikan pada Keramba Jaring Apung Budidaya ikan di Keramba Jaring Apung (KJA) sudah dilakukan sejak tahun 1978 di perairan Situ Lido Bogor, dikembangkan oleh Balai Penelitian Perikanan Darat yang sekarang menjadi Balai Riset Perikanan Air Tawar. Kemudian berturut-turut pada tahun 1982 di Waduk Jatiluhur, Kelapa Dua dan Cibubur Jakarta, tahun 1984 di Danau Tondano Sulawesi Utara, Cekdam Guna Sari Jawa Barat, pada tahun 1986 di Riam Kanan Kalimantan selatan serta Danau Toba Sumatera Utara. Hasil uji coba tersebut menunjukkan bahwa budidaya ikan di KJA memiliki prospek cerah (Rochdianto, 2000). Menurut Achmad et al. (1995) dalam Fahrur dan Tamsil (2005), keramba jaring apung biasa digunakan untuk menamai wadah pemeliharaan ikan dari jaring yang dibentuk segi empat atau silindris dan diapungkan dalam air permukaan menggunakan pelampung dan kerangka kayu, bambu atau besi serta pemberian jangkar disetiap sudutnya. Ukuran kantong keramba jaring disesuaikan dengan jenis, ukuran dan kepadatan ikan yang akan dipelihara. Menurut Sutarman et al. (2003) dalam Fahrur dan Tamsil (2005), untuk pembesaran ikan digunakan mata jaring 1 inci (2,54 cm). Bahan yang digunakan harus memenuhi beberapa syarat yang layak seperti simpul kuat dan halus/tanpa simpul, tidak melukai ikan, dapat melindungi ikan dari predator, mudah dipotong dan dirajut serta mudah dibersihkan. Bahan jaring biasanya dibuat dari bahan polietilen (Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, 2005). Budidaya ikan pada KJA terdiri dari sistem jaring tunggal (monokultur) dan sistem jaring kolor (polikultur).
2.2.1
Pembesaran Ikan pada Keramba Jaring Apung (KJA) Sistem Tunggal (Monokultur) Menurut Suyanto dalam Maulana (2003), pembesaran ikan pada KJA
tunggal biasanya dilakukan secara monokultur yaitu dalam satu jaring pada lapisan atas ditebarkan hanya satu jenis ikan tanpa ada jenis ikan lain, dimana ikan yang ditebar sebagai komoditas pokok. Pada sistem KJA tunggal pakan tambahan mutlak diberikan karena jumlah pakan alami dalam waduk relatif sedikit, bahkan hampir tidak ada. Pakan tambahan berupa pellet diberikan setiap hari dengan dosis tiga persen dari berat ikan. Jaring apung yang telah terpasang di
58
danau atau waduk biasanya dirakit menjadi satu unit.
Satu unit rakit jaring
terapung terdiri dari empat net kolam dan satu tempat jaga (Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil, 2005).
2.2.2
Pembesaran Ikan pada Keramba Jaring Apung (KJA) Sistem Kolor (Polikultur) Menurut penelitian Sukamto dan Maryam (2005), teknik budidaya
Keramba Jaring Apung (KJA) dengan sistem jaring kolor yaitu jaring terdiri atas bagian bawah satu buah jaring dan di bagian atas dua buah jaring dalam dua petakan. Ada lagi jaring kolor empat yang terdiri dari atas satu jaring di bagian bawah dan empat jaring di bagian atas di dalam empat petakan. Berdasarkan teknik budidaya sistem KJA kolor petani ikan tidak harus membudidayakan ikan nila di jaring apung secara khusus, akan tetapi dapat dibudidayakan bersama dengan ikan mas (budidaya ikan secara polikultur) serta produksi ikan dapat ditingkatkan yaitu dari ikan mas di jaring atas dan ikan nila di jaring bawah. Keramba jaring apung sistem kolor terdiri dari jaring kolor dua dan jaring kolor empat. Jaring kolor dua artinya untuk jaring atas 7x7x3 m3 terdiri atas dua petak sedangkan untuk di bagian bawah 17x9x5 m3, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 1. Jaring kolor empat memiliki ukuran jaring kolor bagian atas 7x7x3 m3 yang terdiri atas 4 petak dan bagian bawah berukuran 17x17x 5 m3, untuk lebih jelasnya dapat dilihat pada Gambar 2 (Sukamto dan Maryam, 2005). Pada awalnya sistem KJA kolor digunakan oleh para petani ikan di Waduk Jatiluhur, Cirata dan Saguling untuk mengantisipasi kematian massal ikan yang hampir terjadi setiap tahun. Hal ini disebabkan sisa pakan yang terbuang ke dasar perairan, sehingga menyebabkan mutu/kualitas air menurun. Efisiensi pakan pada sistem KJA kolor bisa ditingkatkan karena pakan atau debu pakan yang terbuang ke bawah atau ke pinggir bisa dimanfaatkan ikan lain yang dipelihara seperti ikan nila, sehingga pakan yang terbuang ke perairan juga semakin berkurang (Sukamto dan Maryam, 2005).
59
7m
7m
Jaring II
Jaring I
9m
7m
7m
17 m A. Tampak atas
Jaring I
Jaring II
3m
5m
5
5
Jaring kolor
B. Tampak samping Gambar 1. Konstruksi Keramba Jaring Apung (KJA) Kolor II Keterangan : : Pelampung dari drum /
: Kerangka bambu
: Pemberat/jangkar
: Jaring kolor/bawah untuk pemeliharaan ikan nila
: Jaring atas untuk pemeliharaan ikan mas Sumber : Sukamto dan Maryam, 2005
5m
60
7m
7m
7m
7m Jaring I
Jaring II
17 m
7m
7m 7m
7m
Jaring IV
Jaring III
17 m A. Tampak atas
Jaring
3M
3m
Jaring
5m
Jaring kolor B. Tampak samping Gambar 2. Konstruksi Keramba Jaring Apung (KJA) Kolor IV Sumber : Sukamto dan Maryam, 2005
2.2.3
Analisis Usaha Budidaya Ikan pada Keramba Jaring Apung (KJA) Penelitian mengenai budidaya ikan pada KJA sistem jaring kolor belum
banyak dilakukan, tetapi penelitian mengenai analisis kelayakan usaha telah banyak dilakukan. Beberapa penelitian yang berkaitan dengan analisis kelayakan
61
finansial budidaya ikan pada KJA telah dilakukan oleh Mungky (2001), Gultom (2002) dan Maulana (2003). Mungky (2001), melakukan penelitian yang bertujuan membuat desain investasi usaha pembesaran ikan kolam jaring apung sistem tunggal (monokultur) dengan studi kasus pada KJA Batuhapur, Waduk Cirata, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Analisis yang dilakukan terdiri dari analisis keuntungan usaha, kelayakan finansial dan analisis sensitivitas. Analisis dilakukan selama satu tahun dengan tiga kali musim tanam. Luas kolam 1.568 m2 (32 unit kolam) dengan produksi total ikan mas 48.000 kg/tahun. Produktifitas lahan sebesar 10,20 kg/m2. Harga ikan mas di tingkat petani senilai Rp. 5.000/kg.
Penerimaan total pertahun
sebesar Rp. 240.000.000 dengan biaya total sebesar Rp. 215.976.960/tahun. Pendapatan pertahun sebesar Rp. 24.023.040. Analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C Ratio) sebesar 1,1. Nilai NPV sebesar Rp. 98.952.859 dengan tingkat diskonto 16 persen. Nilai IRR sebesar 34 persen yang berarti usaha memberikan pendapatan sebesar 34 persen/tahun dari modal yang diinvestasikan. Nilai Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) sebesar 1,93. Gultom (2002), melakukan penelitian mengenai prospek pengembangan usaha budidaya ikan mas dalam jaring apung sistem tunggal (monokultur) di Danau Toba Kabupaten Toba Samosir, Sumatera Utara. Analisis yang dilakukan meliputi analisis usaha, finansial dan sensitivitas.
Analisis dilakukan selama
setahun dengan dua kali musim tanam. Luas usaha 24 m2/kolam, namun tidak diketahui jumlah unit kolam yang diteliti. Produksi rata-rata ikan mas 19.914 kg/tahun. Harga ikan mas di tingkat petani senilai Rp. 9.000/kg. Penerimaan rata-rata pertahun sebesar Rp. 179.229.600 dengan biaya rata-rata sebesar Rp. 141.047.852/tahun.
Jumlah rata-rata pendapatan pertahun sebesar Rp.
38.181.748. Nilai R/C Ratio sebesar 1,27. Nilai NPV sebesar Rp. 55.495.666 dengan tingkat diskonto 18 persen. Nilai IRR sebesar 57,39 persen yang berarti usaha memberikan pendapatan sebesar 57,39 persen/tahun dari modal yang diinvestasikan. Nilai Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) sebesar 2,5. Maulana (2003), melakukan penelitian mengenai kelayakan usahatani pembesaran dan pemasaran ikan nila gift budidaya keramba jaring apung di Desa Cikidang Bayabang, Kecamatan Mande, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Analisis
62
usaha tani dilakukan terhadap budidaya ikan pada KJA dengan sistem tunggal (monokultur) dan sistem kolor (polikultur). Penelitian meliputi analisis usahatani (penerimaan, biaya dan pendapatan usahatani), analisis kelayakan investasi (aspek pasar, aspek teknik dan teknologi, aspek lingkungan dan aspek finansial) dan analisis pemasaran..
Perhitungan dilakukan selama setahun dengan tiga kali
musim tanam. Luas usaha KJA monokultur 196 m2 (empat unit kolam). Produksi rata-rata usahatani KJA monokultur 14.400kg/tahun. Produktifitas lahan sebesar 73,47 kg/m2. Harga ikan nila di tingkat petani senilai Rp. 3.800/kg. Penerimaan rata-rata pertahun usahatani KJA monokultur sebesar Rp. 54.720.000 dengan biaya rata-rata sebesar Rp. 42.180.642,85/tahun. Jumlah pendapatan pertahun sebesar Rp. 12.539.357,15. Nilai R/C Ratio sebesar 1,297. Nilai NPV sebesar Rp. 53.856.359,94 dengan tingkat diskonto 12 persen. Nilai IRR sebesar 179 persen. Nilai Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) sebesar 7,59. Perhitungan luas usahatani KJA sistem kolor (polikultur) terdiri dari luas jaring atas dan jaring bawah/jaring kolor. Luas jaring atas 588 m2 (12 unit kolam) dengan komoditas ikan mas dan jaring bawah 588 m2 (tiga unit kolam) dengan komoditas ikan nila. Jumlah produksi ikan mas 30.600 kg/tahun dan ikan nila 7.200 kg/tahun. Harga ikan mas di tingkat petani senilai Rp. 6.200/kg. Total produktifitas lahan sebesar 32,14 kg/m2.
Penerimaan
total per tahun dari
pemeliharaan ikan mas dan nila sebesar Rp. 217.080.000. dengan biaya total produksi sebesar Rp. 170.779.500/tahun.
Jumlah pendapatan total pertahun
sebesar Rp. 46.300.000. Nilai R/C Ratio sebesar 1,271. Nilai NPV sebesar Rp. 193.072.372,67 dengan tingkat diskonto 12 persen. Nilai IRR sebesar 132 persen. Nilai Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) sebesar 5,63 (Maulana, 2003). Perbandingan hasil penelitian budidaya ikan pada KJA dengan sistem monokultur dan sistem polikultur (jaring kolor) disajikan pada Tabel 7.
63
Tabel 7. Perbandingan Hasil Penelitian Budidaya Ikan pada KJA dengan Sistem Monokultur dan Sistem Polikultur (Jaring Kolor) Budidaya Budidaya Budidaya Budidaya Monokultur Monokultur Polikultur No Uraian Monokultur Ikan Mas Ikan Nila Ikan Mas dan ikan mas * ** *** Nila *** 1.568 196 588 1. Luas Usaha (m2) - Jaring Atas Jaring Bawah 2. Produksi 48.000 19.914 14.400 37.800 Total (kg/th) 3. Produktifitas 30,61 73,47 32,14 (Kg/m2) 4. Penerimaan 240.000.000 179.229.600 54.720.000 217.080.000 Total (Rp./th) 5. Harga (Rp/kg) 5.000 9.000 6.200 6.200 - Ikan Mas 3.800 3.800 - Ikan Nila 6. Tingkat 16 18 12 12 Diskonto (%) 7. Biaya Total 215.976.960 141.047.852 42.180.642,85 170.779.500 (Rp./th) 8. Pendapatan 24.023.040 38.181.748 12.539.357,15 46.300.500 Total (Rp./th) 9. R/C Ratio 1,1 1,27 1,297 1,271 10. NPV (Rp.) 98.952.859 55.495.666 53.856.359,94 193.073.372,67 11. IRR (%) 34 57,39 179 132 12. Net B/C 1,93 2,5 7,59 5,63 Keterangan : * Sumber dari penelitian Mungky (2001) ** Sumber dari penelitian Gultom (2002) *** Sumber dari penelitian Maulana (2003) Berdasarkan data pada Tabel 7 menunjukkan bahwa produktifitas lahan tertinggi dicapai pada budidaya ikan nila di KJA dengan sistem monokultur (tunggal). Capaian penerimaan dan pendapatan total terbesar pada budidaya ikan KJA sistem polikultur (sistem jaring kolor).
Nilai R/C Ratio tertinggi pada
budidaya ikan nila pada KJA dengan sistem monokultur sebesar 1,297 yang
64
berarti bahwa setiap Rp. 1 yang dikeluarkan untuk biaya produksi akan menghasilkan Rp. 1,297. Nilai NPV tertinggi diperoleh pada kegiatan budidaya ikan KJA polikultur sebesar Rp. 193.073.372,67. Budidaya ikan nila pada KJA sistem monokultur memberikan keuntungan internal terbesar yaitu 132 persen dari nilai investasi yang ditanamkan. Nilai Net B/C tertinggi diperoleh pada budidaya ikan nila dengan sistem monokultur. Studi kali ini melakukan analisis kelayakan finansial usaha pembesaran ikan mas dan nila pada Keramba Jaring Apung (KJA) sistem jaring kolor di Waduk Cikoncang yang merupakan salah satu waduk yang terletak di dataran rendah. Gejala alam umbalan sangat kecil kemungkinan terjadi di waduk dataran rendah. Umbalan dapat mengakibatkan arus balik dari dasar waduk yang dapat mempengaruhi pengaturan pola tanam dan kelayakan finansial usahanya.
65
BAB III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Pengertian Studi Kelayakan Proyek Proyek adalah suatu keseluruhan aktivitas yang menggunakan sumbersumber untuk mendapatkan kemanfaatan (benefit) atau suatu aktivitas yang mengeluarkan uang dengan harapan untuk mendapatkan hasil (returns) di waktu yang akan datang, dan yang dapat direncanakan, dibiayai dan dilaksanakan sebagai satu unit. Aktivitas suatu proyek selalu ditujukan untuk mencapai suatu tujuan (objektive) dan mempunyai suatu titik tolak (starting poin) dan suatu titik akhir (ending poin). Biaya-biayanya maupun hasilnya yang pokok dapat diukur (Kadariah, Karlina dan Gray, 1999). Menurut Gittinger (1986), proyek merupakan elemen operasional yang paling kecil yang disiapkan dan dilaksanakan sebagai suatu kesatuan yang terpisah dalam suatu perencanaan nasional atau program pembangunan pertanian. Proyek merupakan kegiatan tertentu yang dimaksudkan untuk mencapai tujuantujuan tertentu. Biasanya proyek merupakan kegiatan yang khas yang secara nyata berbeda dari kegiatan investasi yang diterangkan terdahulu dan kelihatannya berbeda pula dari kegiatan penggantinya, bukan merupakan bagian rutin dari suatu program yang sedang dilaksanakan. Proyek pertanian adalah kegiatan usaha yang rumit karena menggunakan sumber-sumber daya untuk memperoleh keuntungan atau manfaat. Studi kelayakan proyek adalah penelitian tentang dapat tidaknya suatu proyek (biasanya merupakan investasi) dilaksanakan dengan berhasil. Aktiva yang lebih terbatas terutama dipergunakan oleh pihak swasta yang lebih berminat tentang manfaat ekonomis suatu investasi, sedangkan dari pihak pemerintah atau lembaga non profit, pengertian menguntungkan bisa dalam arti yang lebih relatif. Pertimbangannya berbagai faktor seperti manfaat bagi masyarakat luas yang bisa berwujud penyerapan tenaga kerja dan pemanfaatan sumber daya yang melimpah. Hal ini dikaitkan dengan penghematan devisa ataupun penambahan devisa yang diperlukan oleh pemerintah. Dampak proyek bisa berupa dampak ekonomis, bisa juga yang bersifat sosial. Pada umumnya suatu studi kelayakan proyek akan
66
menyangkut tiga aspek, yaitu : 1). Manfaat ekonomis proyek bagi proyek itu sendiri (sering disebut sebagai manfaat finansial), 2). Manfaat ekonomis proyek tersebut bagi negara tempat proyek itu dilaksanakan (sering disebut manfaat ekonomi nasional), 3). Manfaat sosial proyek tersebut bagi masyarakat sekitar proyek tersebut.
Tujuan studi kelayakan proyek adalah untuk menghindari
keterlanjuran penanaman modal yang terlalu besar untuk kegiatan yang ternyata tidak menguntungkan. Studi kelayakan ini akan memakan biaya, tetapi biaya tersebut relatif kecil apabila dibandingkan dengan resiko kegagalan suatu proyek yang menyangkut investasi dalam jumlah besar (Husnan dan Muhamad, 2000).
3.1.2 Identifikasi Biaya dan Manfaat Secara sederhana suatu biaya adalah segala sesuatu yang mengurangi suatu tujuan atau segala sesuatu yang mengurangi pendapatan nasional dan secara langsung mengurangi jumlah barang dan jasa akhir. Suatu manfaat adalah segala sesuatu yang membantu suatu tujuan atau segala sesuatu yang langsung menambah jumlah dan jasa akhir (Gittinger, 1986). Menurut Choliq, Wirasasmita dan Hasan (1999), biaya proyek adalah seluruh biaya yang dikeluarkan guna mendatangkan penghasilan (return) pada masa yang akan datang. Benefit adalah suatu manfaat yang diperoleh dari suatu proyek baik yang dapat dihitung atau dinilai dengan uang (tangible benefit) ataupun yang tidak dapat dinilai dengan uang (intangible benefit), baik secara langsung (direct benefit) maupun yang tidak langsung (indirect benefit). Menurut Choliq, Wirasasmita dan Hasan (1999), biaya proyek pada dasarnya diklasifikasikan atas biaya investasi dan biaya operasional. 1. Biaya investasi adalah seluruh biaya yang dikeluarkan mulai proyek tersebut dilaksanakan sampai proyek tersebut mulai berjalan (beroperasi).
Biaya
investasi misalnya pendirian bangunan pabrik, pembelian mesin dan peralatannya, tenaga kerja yang berhubungan dengan investasi dan sebagainya. 2. Biaya operasional adalah seluruh biaya yang dikeluarkan karena proses produksi berlangsung dan secara rutin biaya ini harus dilakukan.
Biaya
67
operasional misalnya pembelian bahan baku, biaya listrik dan air, bahan bakar dan sebagainya.
3.1.3 Aspek-aspek Studi Kelayakan Proyek Untuk melakukan studi kelayakan, terlebih dahulu harus ditentukan aspekaspek apa yang akan dipelajari. Walaupun belum ada kesepakatan tentang aspek apa saja yang perlu diteliti, tetapi umumnya penelitian akan dilakukan terhadap aspek-aspek pasar, teknis, keuangan, hukum dan ekonomi negara. Tergantung pada besar kecilnya dana yang tertanam dalam investasi tersebut, maka terkadang juga ditambahkan studi tentang dampak sosial (Husnan dan Muhamad, 2000).
3.1.3.1 Aspek Pasar Menurut Husnan dan Muhamad (2000), aspek pasar dan pemasaran terdiri dari permintaan, penawaran, harga, program pemasaran dan perkiraan penjualan. 1. Permintaan, baik secara total ataupun diperinci menurut daerah, jenis konsumen, perusahaan besar pemakai dan proyeksi permintaan tersebut. 2. Penawaran, baik yang berasal dari dalam negeri maupun juga yang berasal dari impor.
Bagaimana perkembangannya di masa lalu dan bagaimana
perkiraan di masa yang akan datang.
Faktor-faktor yang mempengaruhi
penawaran, seperti jenis barang yang bisa menyaingi, perlindungan dari pemerintah dan sebagainya. 3. Harga, dilakukan perbandingan dengan barang-barang impor, produksi dalam negeri lainnya. Apakah ada kecenderungan perubahan harga dan bagaimana polanya. 4. Program pemasaran, mencakup strategi pemasaran yang akan dipergunakan dan bauran pemasaran (marketing mix). Identifikasi siklus kehidupan produk dan pada tahap apa produk akan dibuat. 5. Perkiraan penjualan yang bisa dicapai perusahaan dan market share yang bisa dikuasai perusahaan. 6. Struktur Pasar terdiri dari pasar persaingan sempurna, monopoli, oligopoli dan monopolistik. Pasar persaingan sempurna adalah pasar yang harga-harganya tidak mungkin dipengaruhi oleh pembeli atau penjual secara perorangan
68
dengan pembelian atau penjualannya. Pasar persaingan sempurna mempunyai syarat yaitu produk yang serba sama (homogen), Mobilitas sumber tidak ada pembatasnya dan terdapat banyak pembeli dan penjual. Pasar monopoli yaitu suatu pasar atau sektor industri yang hanya memiliki satu perusahaan (produsen) tunggal yang bertindak sebagai satu-satunya penjual atau pemasok atas suatu barang yang tidak ada substitutan atau barang penggantinya. Pasar oligopoli yaitu jumlah perusahaan yang kuat lebih dari dua tapi tetap sedikit, dalam struktur oligopoli iklim kompetitif masih terjaga. Pasar monopolistik adalah suatu pasar yang memiliki banyak perusahaan yang menjual produkproduk yang terdiferensiasi (product differentiation), terdapat banyak produk yang mirip namun berbeda, yang semuanya menyajikan pilihan-pilihan (Miller dan Meiners, 2000). 7. Faktor persaingan perlu diperhatikan dari perusahaan sejenis terutama terhadap usaha yang telah ada dan kemungkinan tentang berdirinya usaha sejenis lainnya di masa yang akan datang (Ibrahim, 2003).
3.1.3.2 Aspek Teknis Menurut Gittinger (1986), analisis secara teknis berhubungan dengan input proyek (penyediaan) dan output (produksi) berupa barang-barang nyata dan jasajasa. Aspek teknis merupakan suatu aspek yang berkenaan dengan proses pembangunan proyek secara teknis dan pengoperasiannya setelah proyek tersebut selesai dibangun.
Berdasarkan analisa ini dapat diketahui rancangan awal
penaksiran biaya investasi termasuk biaya eksploitasinya.
Aspek teknis
membahas tentang lokasi proyek, luas produksi, lay out pabrik dan pemilahan jenis teknologi dan equipment (Husnan dan Muhamad, 2000). 1. Lokasi proyek Lokasi proyek untuk perusahaan industri mencakup dua pengertian yakni lokasi dan lahan pabrik serta lokasi untuk bukan pabrik. Pengertian kedua menunjuk pada lokasi untuk kegiatan yang secara langsung tidak berkaitan dengan proses produksi, yakni meliputi bangunan administrasi perkantoran dan pemasaran.
Pemilihan lokasi pabrik harus memperhatikan variabel-
variabel utama dan bukan utama. Variabel utama terdiri dari ketersediaan
69
bahan mentah untuk proses operasi perusahaan, letak bahan mentah yang dituju, ketersediaan tenaga listrik dan air terutama untuk jenis industri hulu, tersedianya tenaga kerja terdidik maupun terlatih akan berpengaruh terhadap biaya produksi yang ditanggung perusahaan dan fasilitas transportasi. Variabel sekunder yang perlu diperhatikan antara lain : hukum dan peraturan, iklim dan keadaan tanah, sikap dari masyarakat setempat, rencana masa depan perusahaan. 2. Luas produksi dan rencana produksi Luas produksi produksi merupakan jumlah produk yang akan diproduksi untuk mencapai keuntungan yang optimal.
Beberapa faktor yang perlu
diperhatikan dalam penentuan luas produksi adalah batasan permintaan, tersedianya kapasitas mesin-mesin, jumlah dan kemampuan tenaga kerja pengelola
proses
produksi,
kemampuan
finansial
dan
manajemen,
kemungkinan adanya perubahan teknologi produksi di masa yang akan datang. Perencanaan produksi tergantung pada pangsa pasar dari produk yang dihasilkan. 3. Lay out Lay out merupakan keseluruhan proses penentuan bentuk dan penempatan fasilitas yang dimiliki oleh perusahaan. Pengertian lay out mencakup lay out site (lay out lahan lokasi proyek), lay out pabrik, lay out bangunan bukan pabrik dan fasilitasnya. Lay out pabrik terdiri dari dua tipe utama yaitu lay out fungsional (lay out process) dan lay out produk (lay out garis). Dalam lay out fungsional mesin-mesin dan peralatan yang mempunyai fungsi yang sama dikelompokkan dan ditempatkan dalam suatu ruang/tempat tertentu. Pada lay out produk, mesin dan peralatan disusun berdasarkan urutan dari opersi pembuatan produk. 4. Pemilihan jenis teknologi dan equipment Patokan umum yang dapat digunakan dalam pemilihan jenis teknologi adalah seberapa jauh derajat mekanisasi yang diinginkan dan manfaat ekonomi yang diharapkan.
Pemilihan equipment dipengaruhi oleh proses produksi yang
dipilih, derajat mekanisasi dan luas produksi yang ditetapkan.
70
5. Penggunaan input Input dibutuhkan bagi produksi suatu komoditi. Input atau faktor produksi atau sumber-sumber daya produktif secara sederhana dapat dikelompokkan menjadi dua kategori, yakni modal (capital) dan tenaga kerja (labor). Klasifikasi lebih jauh terbagi menjadi dua golongan input, yakni input tetap (fixed input) dan input yang berubah-ubah atau input variabel (variable input). Berdasarkan klasifikasi ini, maka modal dianggap sebagai biaya tetap, sedangkan tenaga kerja dianggap sebagai biaya variabel (Miller dan Meiners, 2000).
3.1.3.3 Aspek Manajemen Aspek manajemen mempelajari tentang manajemen dalam masa pembangunan proyek yang meliputi pelaksana proyek, jadwal penyelesaian proyek, siapa yang melakukan studi masing-masing aspek pemasaran, teknis dan sebagainya. Manajemen dalam operasi meliputi bentuk organisasi/badan usaha yang dipilih, struktur organisasi (deskripsi jabatan dan spesifikasi jabatan), anggota direksi dan tenaga-tenaga kunci.
Jumlah tenaga kerja yang akan
digunakan (Husnan dan Muhamad, 2000). 1. Manajemen pembangunan proyek Tahap rencana pembangunan proyek dapat menerangkan bagaimana menyusun
rencana
penyelesaian
proyek
tepat
pada
waktunya.
Mengkoordinasikan berbagai kegiatan dan sumber daya agar sarana fisik proyek tersebut bisa disiapkan tepat pada waktunya. Fasilitas penunjang yang harus disiapkan seperti tenaga kerja, transportasi, komunikasi dan berbagai perangkat lunak. 2.
Manajemen dalam operasi Manajemen dalam operasi menjelaskan tentang bagaimana merencanakan pengelolaan proyek tersebut dalam opersinya nanti. Beberapa hal yang harus diperhatikan adalah bentuk badan usaha yang sebaiknya digunakan, jenis-jenis pekerjaan yang diperlukan agar usaha tersebut bisa berjalan dengan lancar, persyaratan-persyaratan yang diperlukan untuk bisa menjalankan pekerjaan-
71
pekerjaan tersebut dengan baik, struktur organisasi yang akan dipergunakan, mencari tenaga untuk memenuhi kebutuhan tersebut.
3.1.3.4 Aspek Hukum Aspek hukum mempelajari tentang badan usaha yang dipergunakan., jaminan-jaminan yang bisa disediakan kalau akan menggunakan sumber dana yang berupa pinjaman.
Berbagai izin, akta, sertifikat yang diperlukan untuk
kegiatan usaha (Husnan dan Muhamad, 2000).
3.1.3.5 Aspek Lingkungan Pembangunan mempunyai dampak terhadap kualitas lingkungan secara global
baik
dampak
positif
maupun
negatif.
Pembangunan
yang
berkesinambungan merupakan tuntutan yang realistis dan bersifat jangka panjang. Faktor pokok yang menyebabkan kemerosotan kualitas lingkungan adalah pembangunan dengan menggunakan teknologi yang mencemari (polluting technology) (Choliq, Wirasasmita dan Hasan, 1999).
3.1.3.6 Aspek Keuangan Aspek
keuangan/finansial
menyangkut
masalah
pengeluaran
dan
penerimaan dari pelaksanaan proyek, menyangkut masalah-masalah kemampuan proyek dalam pengembalian dana-dana proyek, lebih jauh lagi apakah proyek itu akan berkembang sehingga secara finansial dapat berdiri sendiri.
Analisis
finansial menitik beratkan kepada pendekatan individu yaitu analisis yang melihat suatu hasil kegiatan proyek dilihat dari segi individu dalam hal ini bisa perorangan, perseroan, CV ataupun kelompok usaha lainnya yang berhubungan langsung dengan proyek.
Proyek-proyek yang akan dilakukan swasta pada
umumnya cukup hanya dianalisis secara analisis finansial saja, sedangkan proyekproyek pemerintah pada umumnya dianalisis secara analisis finansial dan ekonomi (Choliq, Wirasasmita dan Hasan, 1999). Menurut Choliq, Wirasasmita dan Hasan (1999), unsur-unsur yang perlu diperhatikan dalam perhitungan kelayakan suatu proyek yaitu :
72
1. Harga, analisis finansial menggunakan harga yang berlaku setempat atau market price atau harga yang diterima oleh pengusaha. 2. Subsidi, besarnya subsidi dalam analisis finansial merupakan keringanan karena mengurangi biaya Adanya subsidi akan menambah benefit, dengan perkataan lain subsidi tidak diperhitungkan dalam biaya proyek 3. Pajak, besarnya pajak dalam analisis finansial diperhitungkan dalam biaya proyek. 4. Upah, upah yang digunakan dalam analisis finansial baik untuk tenaga kerja ahli, menengah maupun kasar adalah upah yang berlaku setempat. 5. Bunga modal, besarnya bunga modal dalam analisis finansial dibedakan atas bunga yang dibayarkan kreditur, dianggap biaya dan untuk bunga atas modal proyek tidak dianggap biaya. Menurut Kadariah, Karlina dan Gray (1999), beberapa kriteria investasi yang digunakan untuk menilai kelayakan suatu proyek, antara lain : 1). Net Present Value dari Arus-arus Benefit dan Biaya (NPV), 2). Internal Rate of Return (IRR), 3). Net Benefit-Cost Ratio (Net B/C), 4). Gross Benefit-Cost Ratio (Gross B/C), 5). Profitability Ratio. Untuk melihat posisi keuangan unit usaha ditambahkan analisis proyeksi laba/rugi dan Net Profit Marjin (Ibrahim, 2003).
3.1.4 Analisis Sensitivitas Analisis sensitivitas (sensitivity analysis) adalah meneliti suatu analisa untuk dapat melihat pengaruh-pengaruh yang akan terjadi akibat keadaan yang berubah-ubah. Bagaimana sensitivitasnya manfaat sekarang neto suatu proyek pada tingkat nilai ekonomi atau pada harga finansial, atau terhadap rasio perbandingan manfaat dan investasi neto atau terhadap biaya-biaya pelaksanaan yang terus meningkat, terhadap penurunan harga-harga, terhadap perpanjangan periode waktu pelaksanaan).
Pada bidang pertanian, proyek-proyek sensitif
berubah-ubah akibat beberapa masalah utama yaitu harga, keterlambatan pelaksanaan dan hasil (Gittinger, 1986).
73
3.1.4.1 Harga Pada setiap proyek pertanian barangkali diteliti apa yang akan terjadi bila asumsi mengenai harga jual produk proyek pertanian tersebut ternyata keliru. Analis boleh saja membuat asumsi alternatif lain mengenai harga jual pada masa yang akan datang dan meneliti pengaruhnya terhadap manfaat sekarang neto yang akan diterima oleh proyek, terhadap tingkat pengembalian secara nilai finansial maupun ekonomi atau terhadap rasio perbandingan manfaat dan investasi neto (net benefit-investmen ratio).
3.1.4.2 Keterlambatan Pelaksanaan Keterlambatan pelaksanaan mempengaruhi hampir semua proyek-proyek pertanian.
Meneliti pengaruh-pengaruh keterlambatan dalam proyek terhadap
manfaat sekarang neto, tingkat pengembalian secara finansial dan secara ekonomi, dan ratio manfaat-investasi neto dari suatu investasi dalam bidang pertanian merupakan salah satu bagian yang penting dari analisis sensitivitas.
3.1.4.3 Kenaikan Biaya Proyek-proyek cenderung sangat sensitif terhadap kenaikan biaya terutama untuk konstruksi, karena biaya-biaya seringkali diperkirakan sebelum proyek dilaksanakan yang mungkin faktor diskonto yang digunakan terlalu besar atau karena semua fasilitas harus sudah tersedia padahal manfaat proyek belum dapat direlisasikan. Salah satu alasan mengapa proyek harus diuji kembali bila terjadi kenaikan biaya adalah terdapat ketidakpastian mengenai harga yang sebenarnya dan jumlah yang harus dibayar untuk peralatan dan perlengkapan, terdapat kecenderungan bagi teknisi dan analis proyek dalam mengestimasi biaya didasarakan kepada asumsi-asumsi dan kerangka pelaksanaan proyek yang terlalu optimis mengenai harga input proyek.
3.1.4.4 Hasil Analis harus menguji kembali mengenai suatu usaha proyek mengenai sensitivitasnya
terhadap
kesalahan-kesalahan
memperkirakan hasil yang akan diperoleh.
yang
dilakukan
dalam
Proyek-proyek pertanian terdapat
74
kecenderungan untuk bersikap optimis dalam memperkirakan hasil yang akan diperoleh, terutama bila suatu cara panenan baru diusulkan dan bila informasi agronominya terutama didasarkan atas percobaan-percobaan eksperimental.
Aspek Pasar : - Permintaan - Penawaran - Harga - Perkiraan Penjualan - Struktur Pasar Aspek Teknis : - Lokasi Proyek - Penggunaan Input - Luas Produksi dan Rencana Produksi - Lay Out lahan lokasi - Pemilihan Jenis Teknologi dan Aspek Manajemen : - Struktur Organisasi - Spesifikasi Tenaga Kerja - Wewenang dan Tanggung Jawab - Kebutuhan Upah - Pelaksana Kegiatan Usaha dan Jadwal Kegiatan Usaha Aspek Hukum : - Bentuk Badan Usaha - Izin Usaha
Tidak Layak
Aspek Finansial
Layak
Analisis Sensitivitas
Aspek Lingkungan : - Dampak positif - Dampak negatif Gambar 3. Kerangka Pemikiran Konseptual Analisis Kelayakan Finansial Usaha Pembesaran Ikan Mas dan Nila pada KJA Sistem Jaring Kolor
75
3.2 Kerangka Pemikiran Konseptual Usaha pembesaran ikan mas dan nila di waduk Cikoncang menggunakan teknologi KJA sistem jaring kolor. Usaha pembesaran ikan ini merupakan suatu unit bisnis perorangan yang tidak berbadan hukum dianalisis berdasarkan kelayakan finansial usaha. Untuk menentukan kelayakan finansial usaha harus ditentukan terlebih dahulu kelayakan dari aspek pasar, teknis, manajemen, hukum dan lingkungan. .Hasil kelayakan analisis finansial usaha dapat menghasilkan dua rekomendasi yaitu layak atau tidak layak. Analisis sensitivitas dapat menguji kembali pengaruh-pengaruh yang akan terjadi akibat keadaan yang berubah-ubah, sehingga dapat diperoleh hasil analisis kelayakan finansial usaha yang lebih lengkap dan bermanfaat. Berdasarkan uraian tersebut, dibuatlah bagan kerangka pemikiran pada Gambar 3.
76
BAB IV. METODE PENELITIAN
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di Waduk Cikoncang, Desa Ketapang, Kecamatan Wanasalam, Kabupaten Lebak, Propinsi Banten.
Pemilihan lokasi penelitian
ditentukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan karena waduk ini diarahkan untuk dikembangkan sebagai kawasan budidaya pembesaran ikan pada KJA di Kabupaten Lebak. Penelitian ini dilaksanakan selama tiga bulan, dimulai dari bulan September sampai dengan Nopember 2007.
4.2 Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini menggunakan data primer dan sekunder.
Pengumpulan data primer diperoleh dari hasil pengamatan di
lapangan dan melalui wawancara langsung dengan petani ikan pemilik, buruh tani dan informan lainnya yang ditetapkan secara purposive sampling.
Informan
terdiri dari pedagang input dan output maupun petugas pengawas perikanan. Data primer seperti harga input dan output, biaya dan jumlah produksi, jumlah penjualan serta data lain yang berkaitan dengan penelitian ini. Data sekunder diperoleh dari berbagai literatur, antara lain : internet, Badan Pusat Statistik, Buletin, Departemen Kelautan dan Perikanan, Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Banten dan Kabupaten Lebak, hasil-hasil penelitian yang pernah dilakukan sebelumnya serta literur-literatur yang mendukung penelitian ini. Data sekunder berupa data permintaan dan penawaran pasar, data potensi perikanan, data produksi perikanan Indonesia, luas usaha budidaya ikan, konsumsi ikan perkapita serta data lain yang berkaitan dengan penelitian ini.
4.3 Metode Analisis Data Analisis data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi analisis aspek pasar, teknis, manajemen, hukum, lingkungan, finansial dan analisis sensitivitas. Analisis aspek pasar, teknis, manajemen, hukum dan lingkungan dilakukan terlebih dahulu sebelum dilakukan analisis finansial sehingga memberikan
77
informasi yang lengkap mengenai kelayakan usaha pembesaran ikan mas dan nila dengan sistem jaring kolor.
Analisis yang terakhir yaitu analisis sensitivitas
digunakan untuk menguji kelayakan usaha bila terjadi perubahan harga produk, biaya dan jumlah produksi.
Pengolahan data dilakukan dengan tahapan
pemasukan data, transfer data dan editing data, pengolahan data dengan menggunakan mesin hitung kalkulator dan komputer dengan program Excel. Jumlah KJA yang di analisis sebanyak lima unit KJA sistem jaring kolor, terdiri dari 20 kolam jaring atas dan lima kolam jaring bawah atau jaring kolor. Benih ikan mas yang dipelihara pada kolam jaring atas mempunyai ukuran 5-8 cm berumur sekitar dua bulan, sedangkan benih ikan nila yang dipelihara pada kolam jaring kolor mempunyai ukuran 8-12 cm berumur sekitar tiga bulan.
4.3.1
Analisis Aspek Pasar Aspek pasar dianalisis secara deskriptif atau kualitatif. Analisis aspek
pasar dilakukan untuk mengetahui permintaan, penawaran, harga, perkiraan penjualan, struktur pasar dan persaingan. Usaha pembesaran ikan mas dan nila dengan sistem jaring kolor dikatakan layak ditinjau dari aspek pasar bila terdapat suatu permintaan dengan harga yang menguntungkan.
4.3.2
Analisis Aspek Teknis Analisis aspek teknis dilakukan secara deskriptif. Analisis ini meliputi
lokasi proyek, penggunaan input, luas produksi dan rencana produksi, lay out lahan lokasi serta pemilihan jenis teknologi dan equipment.
4.3.3
Aspek Manajemen Analisis aspek manajemen dilakukan secara deskriptif.
Analisis ini
menjelaskan mengenai pengelolaan usaha pembesaran ikan mas dan nila dengan sistem jaring kolor, meliputi struktur organisasi, spesifikasi tenaga kerja, wewenang dan tanggung jawab, kebutuhan biaya upah, pelaksana kegiatan dan jadwal kegiatan usaha.
78
4.3.4
Analisis Aspek Hukum Analisis aspek hukum dilakukan secara deskriptif. Aspek hukum yang
dianalisis meliputi bentuk badan dan izin usaha budidaya ikan pada KJA sistem jaring kolor di waduk Cikoncang.
4.3.5
Analisis Aspek Lingkungan Analisis aspek lingkungan dilakukan secara deskriptif. Aspek lingkungan
yang dianalisis mengenai pengaruhnya terhadap lingkungan sosial maupun lingkungan hidup sekitar baik berupa dampak positif maupun negatif adanya usaha budidaya ikan di waduk.
4.3.6
Analisis Aspek Finansial Analisis aspek finansial dilakukan terhadap lima unit KJA sistem jaring
kolor. Setiap unit KJA terdiri dari jaring atas empat petak (196 m2) dan satu jaring bawah/jaring kolor (289 m2).
Jaring atas ditebar ikan mas sebagai
komoditas utama dan jaring bawah ditebar ikan nila sebagai komoditas tambahan. Menurut Ibrahim (2003), format aliran kas (cash flow) disusun untuk menganalisis finansial. Cash flow terdiri dari cash inflow (arus penerimaan kas) dan cash outflow (arus pengeluaran kas). Cash inflow meliputi nilai produksi total, penerimaan pinjaman, dana bantuan, nilai sewa, nilai sisa dan lain-lain. Cash outflow terdiri dari biaya investasi, biaya produksi, pembayaran pinjaman dan bunga, pajak dan lain-lain.
Pengurangan cash inflow dengan cash outflow
diperoleh net benefit (manfaat bersih). Analisis kriteria investasi yang digunakan untuk menilai kelayakan usaha dapat dihitung setelah cash flow diketahui. Kriteria investasi yang digunakan adalah NPV, IRR dan Net B/C (Kadariah, Karlina dan Gray, 1999). 4.3.6.1 Net Present Value (NPV) Net Present Valu (NPV) atau nilai bersih sekarang adalah nilai sekarang (present value) dari selisih antara benefit (manfaat) dengan cost (biaya) pada discount rate tertentu. NPV merupakan kelebihan manfaat dibandingkan biaya. Jika present value manfaat lebih besar daripada present value biaya, berarti proyek tersebut menguntungkan. Dengan perkataan lain, apabila NPV>0 berarti
79
proyek tersebut menguntungkan. Sebaliknya jika NPV<0 berarti proyek tersebut tidak layak diusahakan (Choliq, Wirasasmita dan Hasan, 1999). Cara perhitungan NPV menurut Kadariah, Karlina dan Gray (1999), adalah sebagai berikut :
NPV =
( Bt − Ct ) (1 + i ) t
n
∑ t=0
Keterangan : Bt Ct n t
= = = =
Benefit pada tahun ke t Biaya pada tahun ke t Umur ekonomis dari proyek Tahun
4.3.6.2 Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) Menurut Ibrahim (2003), Net B/C merupakan perbandingan net benefit yang telah didiskonto yang bernilai positif dengan net benefit yang telah di discount yang bernilai negatif. Jika nilai Net B/C lebih besar dari satu berarti gagasan suatu usaha layak untuk dikerjakan dan jika lebih kecil dari satu berarti tidak layak untuk dikerjakan. Net B/C sama dengan satu berarti cash in flow sama dengan cash outflow. Perhitungan Net B/C (Kadariah, Karlina dan Gray, 1999), adalah sebagai berikut :
( Bt − Ct ) (1 + i)t Net B / C = t =n0 ( Bt − Ct ) ∑ t t = 0 (1 + i ) n
∑
( Bt − Ct ) > 0 ( Bt − Ct ) > 0
4.3.6.3 Internal Rate of Return (IRR) Menurut Choliq, Wirasasmita dan Hasan (1999), IRR adalah suatu kriteria investasi untuk mengetahui presentase keuntungan dari suatu proyek tiap-tiap tahun dan merupakan alat ukur kemampuan proyek dalam mengembalikan bunga pinjaman. IRR adalah suatu tingkat discount rate yang menghasilkan Net Present Value sama dengan nol. Jika hasil perhitungan IRR lebih besar dari discount rate dikatakan proyek tersebut layak, sedangkan IRR yang sama dengan discount rate
80
berarti pulang pokok dan di bawah discount rate berarti proyek tersebut tidak layak (Ibarahim, 2003). Nilai IRR ditentukan dengan menghitung nilai NPV1 dan nilai NPV2 dengan cara coba-coba. Apabila nilai NPV1 telah menunjukkan angka positif maka discount factor yang kedua harus lebih besar dari discount rate, sebaliknya apabila NPV2 menunjukkan angka negatif maka discount factor yang kedua berada di bawah discount rate. Berdasarkan hasil percobaan ini, nilai IRR berada antara nilai NPV positif dan nilai NPV negatif yaitu NPV nol. Formula untuk IRR (Ibrahim, 2003), adalah sebagai berikut :
IRR = i1 + Keterangan : i1 = = i2
NPV1 (i2 − i1 ) NPV1 − NPV2 Discount Rate yang menghasilkan NPV1 Discount Rate yang menghasilkan NPV2
4.3.6.4 Payback Period Menurut Ibrahim (2003),
payback period adalah waktu tertentu yang
menunjukkan terjadinya arus penerimaan (cash in flow) secara kumulatif sama dengan jumlah investasi dalam bentuk present value. Analisis Payback Period diperlukan untuk mengetahui berapa lama usaha yang dikerjakan dapat mengembalikan investasi. Semakin cepat dalam pengembalian biaya investasi sebuah proyek, maka semakin baik proyek tersebut karena semakin lancar perputaran modal. Perhitungan payback period menggunakan data yang telah didiskontokan (discounted payback period) sebagai berikut : PBP =
v I (1 + i ) t
Keterangan : v = Nilai Investasi I = Net Benefit 4.3.7
Analisis Sensitivitas Menurut Kadariah, Karlina dan Gray (1999), analisis sensitivitas bertujuan
untuk melihat apa yang akan terjadi dengan hasil analisis proyek jika ada suatu kesalahan atau perubahan dalam dasar-dasar perhitungan biaya dan manfaat.
81
Variasi yang digunakan pada analisis sensitivitas adalah nilai pengganti (switching value). Analisis sensitivitas secara langsung memilih sejumlah nilai yang dengan nilai tersebut dilakukan perubahan terhadap masalah yang dianggap penting pada analisa proyek dan kemudian dapat ditentukan pengaruh perubahan terhadap daya tarik proyek. Sebaliknya, bila ingin dihitung suatu nilai pengganti maka harus ditanyakan berapa banyak elemen yang kurang baik dalam analisa yang akan diganti agar supaya
proyek dapat memenuhi tingkat minimum
diterimanya proyek sebagaimana ditunjukkan oleh salah satu ukuran-ukuran kemanfaatan proyek (Gittinger, 1986). Variabel-variabel yang akan dirubah dalam skenario analisis switching value yaitu harga output, biaya input dan hasil produksi atau kuantitas output. Perubahan variabel-variabel tersebut mempunyai pengaruh yang cukup besar pada perhitungan biaya total, jumlah produksi, jumlah penerimaan dan manfaat bersih dari usaha pembesaran ikan mas dan nila pada KJA sistem jaring kolor.
82
BAB V. KEADAAN UMUM DAERAH PENELITIAN 5.1 Gambaran Umum Kecamatan Wanasalam 5.1.1
Letak Geografis dan Luas Wilayah Kecamatan Wanasalam merupakan salah satu kecamatan yang terletak di
Kabupaten Lebak Propinsi Banten. Jarak dari Rangkasbitung sebagai ibukota Kabupaten Lebak sekitar 120 km yang dihubungkan oleh jalan negara, propinsi dan kabupaten. Secara administrasi wilayah Kecamatan Wanasalam dibatasi : Sebelah Utara
: berbatasan dengan Kecamatan Banjarsari
Sebelah Timur
: berbatasan dengan Kecamatan Malingping
Sebelah Selatan
: berbatasan dengan Samudera Indonesia
Sebelah Barat
: berbatasan dengan Kecamatan Cikeusik Kabupaten Pandeglang
Luas Kecamatan Wanasalam berdasarkan data pokok kecamatan tahun 2003/2004 adalah 12.922 ha yang terbagi pada 12 desa.
Jumlah penduduk
Kecamatan Wanasalam sampai dengan tahun 2004 sebanyak 44.157 jiwa, terdiri dari laki-laki sebanyak 22.691 jiwa dan wanita sebanyak 21.466 jiwa (Bappeda Kab. Lebak, 2005). Bentuk fisiografi Kecamatan Wanasalam mempunyai bentang lahan berada pada lereng datar sampai berbukit dengan kemiringan tanah 0-15 persen. Ketinggian tempat mencapai 0-200 m di atas permukaan laut (dpl). Sebagian besar lahan mencapai 98,8 persen merupakan dataran rendah (kurang dari 100 m dpl) meliputi dataran 80,53 persen dan pantai 18,27 persen. Dataran tinggi (lebih dari 100 m dpl) hanya mencapai 1,2 persen (Bappeda Kab. Lebak, 2005). Jenis tanah yang terdapat di Kecamatan Wanasalam adalah podsolik, latosol, alluvial dan regosol yang mempunyai pH 4-7,5. Tingkat kesuburan tanah secara umum dari tidak subur sampai agak subur dengan tingkat kepekaan terhadap erosi dari tidak peka sampai sangat peka.
Morfologi lahan
bergelombang hingga landai karena berbatasan dengan lautan. Keadaan curah hujan menurut Schmidt-Ferguson termasuk pada iklim basah yaitu tipe A dan B. Jumlah curah hujan rata-rata per tahun berkisar antara 2.000-3.000 mm dengan jumlah hari hujan 122-130 hari hujan per tahun (Bappeda Kab. Lebak, 2005).
83
Bencana yang perlu mendapat perhatian adalah bencana letusan gunung api, gempa bumi dan bencana longsor akibat berkembangnya kegiatan pertanian yang tidak berwawasan konservasi.
Berdasarkan kondisi geologi (litologi,
stratigrafi dan struktur geologi), bentuk medan (sudut lereng dan bentuk muka tanah), curah hujan, tata guna lahan dan kondisi kegempaan, Kecamatan Wanasalam termasuk ke dalam zona kerentanan gerakan tanah menengah rendah. Pusat gempa dangkal yang terdekat yang pernah terjadi di sekitar Selat Sunda dengan magnitude 6-6,9 dan 7-7,9 dengan kedalaman pusat gempa antara 0-65 km (Bappeda Kab. Lebak, 2005). Pemanfaatan lahan di Kecamatan Wanasalam didominasi oleh kawasan budidaya dataran rendah (pertanian lahan basah dan lahan kering) dan kawasan non budidaya (kawasan pariwisata, pengembangan pelabuhan laut, pemukiman dan fasilitas umum).
5.1.2
Kependudukan Kecamatan Wanasalam merupakan daerah pemekaran dari Kecamatan
Malingping pada tahun 2004 yang terdiri dari 12 Desa. Jumlah penduduk tercatat sebanyak 45.990 jiwa pada tahun 2004 dan 47.823 jiwa pada tahun 2005 dengan jumlah penduduk terbesar terdapat di Desa Muara dan Wanasalam dengan kepadatan penduduk masing-masing sebesar 6 jiwa/ha dan 5 jiwa/ha. Rata-rata kepadatan penduduk di Kecamatan Wanasalam sebesar 3 jiwa/ha.
Laju
pertambahan penduduk rata-rata di Kecamatan Wanasalam termasuk kategori tinggi yaitu sebesar 1,87 persen per tahun (Bappeda Kab. Lebak, 2005).
5.1.3
Komposisi Pendidikan dan Tenaga Kerja Komposisi
penduduk
Kecamatan
Wanasalam
pada
tahun
2004
berdasarkan tingkat pendidikan menunjukkan bahwa jumlah penduduk yang berpendidikan rendah (Sekolah Dasar) masih dominan mencapai 62,58 persen, 36,53 persen berpendidikan menengah (SMP dan SMU), sedangkan penduduk yang berpendidikan tinggi (Perguruan Tinggi) hanya mencapai 0,41 persen. Berkaitan dengan pengembangan usaha budidaya ikan di KJA, maka salah satu aspek yang perlu diperhatikan adalah sumber daya manusia petani. Sumber daya
84
manusia petani yang rendah akan menjadi faktor penghambat. Kegiatan yang dapat dilakukan untuk meningkatkan SDM petani dapat dilakukan melalui kegiatan alih teknologi (Bappeda Kab. Lebak, 2005). Komposisi penduduk berdasarkan matapencaharian pada tahun 2004 menunjukkan bahwa sektor pertanian (arti luas) merupakan sektor yang paling banyak menyerap tenaga kerja, dimana sebesar 50,25 persen penduduk adalah petani.
Posisi kedua terbanyak matapencaharian penduduk sebagai buruh
tani/kebun mencapai 19,62 persen. Komposisi penduduk Kecamatan Wanasalam berdasarkan matapencaharian pada tahun 2004 dapat dilihat pada Tabel 8.
Tabel 8. Komposisi Penduduk Kecamatan Wanasalam berdasarkan Matapencaharian pada Tahun 2004 No Matapencaharian Persentase (%) 1.
Petani
50,25
2.
Buruh tani/kebun
19,62
3.
Buruh bangunan
15,21
4.
Pedagang/pengusaha
8,18
5.
Nelayan
3,61
6.
Industri
1,31
7.
PNS/TNI/Polri
1,25
8.
Buruh industri
1,31
Jumlah
100,00
Sumber : Bappeda Kab. Lebak, 2005.
5.2 Gambaran Umum Waduk Cikoncang Waduk Cikoncang berlokasi di Desa Cipedang Kecamatan Wanasalam. Waduk ini selesai dibangun pada tahun 1993 dengan luas area 2.252 ha dan kedalaman mencapai 10-15 m.
Waduk Cikoncang termasuk dalam kategori
waduk dataran rendah dengan ketinggian lebih kurang 170 m dpl. Sumber utama air waduk berasal dari sungai Cikoncang, Cibeureum, Sangiang dan anak sungai Cipaas, Cikarang, Cikaludan dan Cihaer. Areal waduk mempunyai topografi alam yang relatif datar dan tidak berbukit-bukit. Sarana penunjang di daerah ini kurang
85
memadai seperti fasilitas jalan yang rusak, jarak yang cukup jauh dari pasar dan terminal.
Kecamatan Wanasalam dapat ditempuh melalui jalan darat dari
Rangkasbitung dengan menggunakan angkutan umum bus dan mini bus, dari ibu kota Kecamatan Wanasalam menuju Desa Cipedang dapat ditempuh dengan kendaraan ojeg atau dengan cara menyewa kendaraan. Fungsi awal pembangunan waduk Cikoncang adalah sebagai irigasi pertanian, sediaan air dan pengendali banjir. Pemanfaatan Waduk dalam bidang perikanan pada awalnya hanya terbatas pada penangkapan ikan, kemudian berkembang dengan adanya kegiatan pemeliharaan ikan pada keramba jaring apung pada tahun 2000. Perkembangan jumlah petani ikan jaring apung sampai dengan tahun 2004 sebanyak empat orang, namun pada tahun 2006 petani ikan berkurang menjadi satu orang. Kondisi lingkungan yang ada disekitar waduk Cikoncang adanya pertanian lahan surut untuk kegiatan bercocok tanam di beberapa daerah hulu sungai. Selain usaha budidaya pembesaran ikan pada KJA juga hadir usaha penangkapan ikan dengan bagan terapung dan alat pancing. Bagian hilir bendungan/sungai banyak dimanfaatkan untuk pertanian sawah. Daya dukung waduk adalah areal kehutanan dan perkebunan yang masih dominan.
86
BAB VI. ANALISIS KELAYAKAN FINANSIAL USAHA 6.1 Analisis Aspek-aspek Studi Kelayakan Analisis kelayakan finansial dilakukan untuk menganalisis kelayakan suatu unit bisnis baik yang berbadan hukum maupun tidak.
Hasil analisis
finansial akan lebih bermanfaat dengan dilengkapi dengan analisis aspek-aspek studi kelayakan yang lain seperti aspek pasar, teknis, manjemen, hukum dan lingkungan. 6.1.1
Analisis Aspek Pasar Analisis aspek pasar dilakukan untuk mengamati permintaan, penawaran,
harga, program pemasaran dan perkiraan penjualan ikan mas dan nila, struktur pasar dan faktor persaingan usaha. Pangsa pasar ikan mas dan nila di Kabupaten Lebak cukup prospektif dengan jumlah penduduk sampai dengan tahun 2006 sebanyak 1.202.909 jiwa. 6.1.1.1 Permintaan Ikan mas dan nila merupakan ikan air tawar yang sudah dikenal oleh masyarakat. Ikan ini banyak diusahakan melalui budidaya ikan di sawah, kolam air tenang, kolam air deras maupun di keramba jaring apung. Tingkat permintaan ikan mas dan nila dapat diketahui dengan cara menganalisis tingkat konsumsi ikan secara keseluruhan.
Tabel 9. Konsumsi Ikan Per Kapita dan Jumlah Konsumsi Ikan di Kabupaten Lebak Tahun 2003-2006 2003
Konsumsi Ikan Per Kapita (kg) 13,00
Jumlah Penduduk (jiwa) 1.122.368
Jumlah Konsumsi Ikan (kg) 14.590.784,00
2004
13,50
1.125.475
15.193.912,50
2005
14,30
1.176.350
16.821.805,00
2006
16,94
1.202.909
20.377.278,46
Tahun
Laju (%/tahun)
9,41
2,35
11,99
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kab. Lebak, 2007 (diolah)
Berdasarkan data Tabel 9, menunjukkan bahwa jumlah konsumsi ikan di Kabupaten Lebak setiap tahunnya meningkat dengan laju kenaikan sebesar 11,99
87
persen per tahun seiring dengan meningkatnya jumlah konsumsi ikan per kapita dan jumlah penduduk. Kebutuhan konsumsi ikan bagi masyarakat sebagian dapat dipenuhi melalui peningkatan produksi ikan mas dan nila pada kegiatan usaha budidaya di KJA. 6.1.1.2 Penawaran Jumlah penawaran ikan mas dan nila di Kabupaten Lebak diperoleh berdasarkan data produksi dan jumlah ikan yang masuk dari luar daerah yang mengalami kenaikan setiap tahunnya. Ikan mas dan nila diproduksi dari berbagai kegiatan usaha budidaya seperti budidaya kolam air deras, kolam air tenang, sawah dan jaring apung. Jumlah penawaran ikan mas di Kabupaten Lebak pada tahun 2006 sebesar 3.613,12 ton, dimana sebanyak 2.372,32 ton masih dipenuhi dari luar daerah dan sebanyak 1.240,80 ton diproduksi di dalam daerah. Jumlah penawaran ikan nila pada tahun 2006 sebesar 623,90 ton dapat dipenuhi dari produksi di dalam daerah (Tabel 10). Berdasarkan data tersebut menunjukkan bahwa terdapat peluang usaha bagi peningkatan produksi ikan mas dan nila untuk memenuhi kebutuhan ikan di Kabupaten Lebak.
Tabel 10. Produksi dan Jumlah Ikan Mas dan Nila dari Luar Daerah Kabupaten Lebak Tahun 2006
1.
Mas
1.240,80
Jumlah Ikan yang Masuk ke Kabupaten Lebak (ton) 2.372,32
2.
Nila
623,90
-
632,90
Jumlah
1.864,70
2.372,32
4.246,02
No
Jenis Ikan
Produksi (ton)
Jumlah (ton) 3.613,12
Sumber : Dinas Kelautan dan Perikanan Kab. Lebak, 2007.
6.1.1.3 Harga Harga ikan mas dan nila di tingkat petani cukup beragam per musim tanamnya. Harga rata-rata ikan mas pada musim tanam pertama dijual dengan harga Rp. 9.500/kg, musim tanam kedua senilai Rp. 10.000/kg, musim tanam ketiga senilai Rp. 10.500/kg dan musim tanam keempat senilai Rp.9.500/kg. Harga ikan mas tertinggi dicapai pada musim tanam (MT) kedua dan ketiga
88
sekitar bulan April-Juni dan Juli-September, dimana terjadi kenaikan harga ikan akibat berkurangnya pasokan ikan karena musim kemarau. Harga ikan mas hasil produksi KJA cukup bersaing dengan harga produk yang sama dari luar daerah, dimana harga ikan mas dari luar daerah lebih tinggi dengan selisih antara Rp.500Rp. 1.000. Harga rata-rata ikan nila pada musim tanam kedua dan keempat masing-masing dijual dengan harga Rp. 7.500 dan Rp. 7.000 per kilogramnya. 6.1.1.4 Strategi Pemasaran Menurut Husnan dan Muhamad (2000), bauran pemasaran (marketing mix) merupakan salah satu strategi pemasaran yang bertujuan agar produk dapat dipasarkan dan dapat mencapai market share.
Komponen-komponen bauran
pemasaran lazim disebut dengan 4p yaitu produk (product), harga (price), saluran distribusi (place) dan promosi (promotion). 1) Produk Produk ikan mas dan nila yang dijual disesuaikan dengan kebutuhan pasar baik dalam ukuran, berkesinambungan, bentuk dan kualitas atau mutu. Ukuran ikan mas yang dijual berkisar antara 125-250 gram per ekor, sedangkan untuk ikan nila sekitar 320-500 gram per ekor. Kesinambungan penjualan ikan mas dan nila perlu ditingkatkan untuk memenuhi permintaaan pasar dengan cara mengatur pola tanam. Bentuk ikan mas dan nila yang dijual berupa ikan hidup atau ikan segar sesuai dengan permintaan pasar, sehingga mutu ikan dapat dipertahankan. 2) Harga Harga produk merupakan salah satu komponen yang perlu diperhatikan dalam pemasaran agar dapat bersaing dengan produk yang sama. Harga ikan mas pada tingkat petani yang berasal dari daerah penelitian dijual lebih rendah dari harga ikan yang berasal dari luar daerah, sehingga memiliki daya saing yang cukup tinggi. 3) Saluran Distribusi Distribusi ikan mas dan nila dilakukan dengan cara transportasi ikan hidup.
Ikan yang didistribusikan ke pedagang pengumpul dilengkapi dengan
oksigen, bertujuan untuk menjaga mutu produk. Saluran distribusi penjualan ikan mas dan nila di daerah penelitian dapat dilihat pada Gambar 4. Penjualan ikan mas dan nila ada yang langsung ke konsumen akhir atau melalui pedagang
89
pengumpul dan akhirnya ke konsumen akhir. Saluran yang ke tiga yaitu dari petani ditampung oleh pedagang pengumpul kemudian disalurkan ke pedagang pengecer dan akhirnya ke konsumen akhir. Petani ikan
Pedagang pengumpul
Pedagang pengumpul
Konsumen akhir
Pedagang pengecer
Gambar 4. Saluran Distribusi Penjualan Ikan Mas dan Nila di KJA Waduk Cikoncang. 4) Promosi Pemerintah Daerah telah berupaya membantu promosi produk perikanan dengan tujuan untuk meningkatkan konsumsi ikan masyarakat yaitu melalui program Gerakan Makan Ikan (Gemarikan) dan pameran pembangunan. Beberapa kegiatan promosi yang dilakukan dengan cara menyebarluaskan poster dan leaflet berisi tentang manfaat ikan dan cara memilih ikan yang aman (food safety). 6.1.1.5 Perkiraan Penjualan Perkiraan penjualan ikan mas yang bisa dicapai dari hasil budidaya KJA di daerah penelitian rata-rata sebanyak 13,43 ton/musim tanam dan ikan nila sebanyak 1,7 ton/musim tanam, perkiraan penjualan disesuaikan dengan kemampuan produksi.
Produksi ikan mas dan nila baru mampu mengisi
penawaran sebesar 1,33 persen dari total keseluruhan penawaran ikan mas dan nila sebesar 4.246,02 ton pada tahun 2006. 6.1.1.6 Struktur Pasar Harga ikan mas dan nila ditentukan oleh skema pasar yaitu permintaan dan penawaran. Terdapat banyak penjual ikan baik dari dalam daerah dan luar daerah. Penawaran ikan mas dan nila dari dalam daerah berasal dari budidaya kolam, sawah dan KJA. Pembeli ikan mas dan nila terdiri dari berbagai kegiatan baik
90
komersial maupun non komersial seperti rumah makan, pemancingan dan konsumsi rumah tangga. 6.1.1.7
Persaingan Usaha Faktor persaingan yang perlu diperhatikan di daerah penelitian yaitu
kegiatan usaha budidaya ikan di kolam dan sawah. Persaingan usaha tersebut tidak ada permasalahan karena pasar mampu menyerap komoditas ikan mas dan nila.
6.1.2
Analisis Aspek Teknis Analisis aspek teknis membahas tentang lokasi kegiatan usaha, luas
produksi, lay out KJA dan pemilihan jenis teknologi dan peralatan serta kegiatan budidaya. Aspek teknis dapat menguji kelayakan usaha pembesaran ikan mas dan nila pada KJA secara teknis dan pengoperasiannya. 6.1.2.1 Lokasi Usaha Lokasi kegiatan usaha budidaya pembesaran ikan mas dan nila pada KJA di daerah penelitian dipilih berdasarkan pada ketersediaan lahan waduk yang memadai, yaitu : 1) Sumber air waduk Cikoncang berasal dari aliran sungai sehingga sirkulasi air dalam kondisi baik. 2) Waduk Cikoncang memiliki kedalaman lebih dari lima meter sesuai dengan persyaratan minimal kedalaman untuk kegiatan budidaya pada KJA. 3) Waduk Cikoncang terletak di dataran rendah sehingga peluang terjadinya up welling (umbalan) sangat kecil dibanding dengan waduk yang terletak di dataran tinggi. Up welling merupakan gejala alam yang mengakibatkan arus balik dari dasar waduk yang dapat mengapungkan lumpur ke permukaan perairan, biasanya terjadi pada pergantian musim dari musim kemarau ke hujan. 4) Pemanfaatan waduk baru mencapai 0,006 persen (1.280 m2) masih di bawah batas maksimum yang ditetapkan sebesar 10 persen dari luas total areal waduk seluas 2.252 ha.
Penetapan batas maksimum pemanfaatan waduk untuk
kegiatan budidaya ikan bertujuan agar ekosistem perairan tetap lestari dalam jangka panjang.
91
5) Waduk Cikoncang merupakan salah satu perairan umum yang dapat dimanfaatkan oleh setiap orang. 6.1.2.2 Luas Produksi, Produktifitas dan Rencana Produksi Produksi lima unit KJA di daerah penelitian rata-rata menghasilkan ikan mas sebanyak 13,43 ton/musim tanam dan ikan nila sebanyak 1,70 ton/musim tanam. Produksi ikan mas dan nila tertinggi dapat dicapai pada musim tanam ke-4 antara bulan Oktober-Desember yang didukung oleh kualitas dan suplay air yang baik.
Jumlah produksi ikan mas dan nila per musim tanam selama umur
ekonomis KJA sistem jaring kolor dapat dilihat pada Tabel 11.
Tabel 11. Produksi Ikan Mas dan Nila di KJA Waduk Cikoncang per Musim Tanam No.
Produksi (kg)
Jenis Ikan
Tahun ke-1
Tahun ke-2
Jumlah
MT 1
MT2
MT3
MT4
MT 1
MT2
MT3
MT4
1.
Mas
13.450
13.420
13.415
13.440
13.455
13.423
13.416
13.442
107.461
2.
Nila
-
1.740
-
1.750
-
1.741
-
1.753
6.984
13.450
15.160
13.415
15.190
13.455
15.164
13.416
15.195
114.445
Jumlah
Hasil produksi ikan mas dan nila diperoleh pada tiap akhir periode Musim Tanam (MT). Musim tanam ikan mas dalam satu tahun terdiri dari empat kali, Periode MT pertama ikan mas antara bulan Januari-Maret, periode MT kedua antara bulan April-Juni, periode MT ketiga antara bulan Juli-September dan periode MT keempat antara bulan Oktober-Desember. Siklus produksi ikan mas di KJA sistem jaring kolor berfluktuasi bergantung pada MT. Akhir periode MT kedua dan ketiga bertepatan dengan musim kemarau dimana kualitas air menjadi menurun. Pengaruh negatif penurunan kualitas air menyebabkan produksi ikan mas rendah. Siklus produksi ikan mas di KJA sistem jaring kolor disajikan pada Gambar 5.
92
Siklus Produksi Ikan Mas Per Musim Tanam Selama 2 Tahun 13.460 13.455 Produksi (kg)
13.450
13.450
13.440
13.442
13.440
13.430 13.420
13.423
13.420
13.416
13.415 13.410 13.400 13.390
MT 1 MT 2 MT 3 MT 4 MT 1 MT 2 MT 3 MT 4 Tahun ke-1
Tahun ke-2
Gambar 5. Siklus Produksi Ikan Mas Per Musim Tanam Selama 2 Tahun
Musim tanam ikan nila hanya dua kali per tahun, hal ini dikarenakan pemeliharaan ikan nila tidak intensif pakan sehingga diperlukan waktu yang lebih lama untuk pemeliharaannya yaitu enam bulan. Periode MT pertama ikan nila antara bulan Januari-Juni, periode MT kedua antara bulan Juli-Desember. Siklus produksi ikan nila hampir sama dengan ikan mas berfluktuasi bergantung pada MT. Akhir periode MT pertama sebagai waktu panen ikan nila bertepatan dengan musim kemarau dimana kualitas air menjadi menurun.
Pengaruh negatif
penurunan kualitas air menyebabkan produksi ikan nila rendah. Siklus produksi ikan nila di KJA sistem jaring kolor disajikan pada Gambar 6. Siklus Produksi Ikan Nila Per Musim Tanam Selama 2 Tahun
Produksi (kg)
1.755
1.753 1.750
1.750 1.745 1.740
1.741
1.740
1.735 1.730 MT 1
MT 2 Tahun ke-1
MT 1
MT 2
Tahun ke-2
Gambar 6. Siklus Produksi Ikan Nila Per Musim Tanam Selama 2 Tahun
93
Produktifitas usaha pembesaran ikan mas dan nila pada KJA sistem jaring kolor dapat diketahui dari perbandingan produksi dengan luas lahan usaha. Jumlah produksi rata-rata ikan mas dan nila (polikultur) sebesar 14.305,63 kg/tahun dengan luas usaha 1.280 m2. Produktifitas usaha pembesaran ikan mas dan nila pada KJA sistem jaring kolor di daerah penelitian sebesar 11,18 kg/m2, namun dibandingkan dengan produktifitas usaha yang sama di waduk Cirata masih tertinggal jauh. Produktifitas budidaya ikan mas dan nila di waduk Cirata mencapai 32,14 kg/m2 (Maulana, 2003). Rencana produksi mengacu pada target maksimum luas usaha yang boleh digarap sebesar 10 persen dari total areal waduk seluas 2.252 ha yaitu 225,2 ha (2.252.000 m2). Diperkirakan jumlah produksi ikan mas dengan luasan usaha 2.252.000 m2 mencapai 94.532.367,09 kg/tahun dan ikan nila
mencapai
6.144.634,65 kg/tahun dengan asumsi produksi rata-rata ikan mas sebesar 53.730,50 kg/tahun dan ikan nila sebesar 3.492,50 kg/tahun untuk setiap luasan 1.280 m2 (lima unit KJA sistem jaring kolor). Berdasarkan data tersebut serta mengacu pada data produksi ikan mas dan nila yang masuk dari luar daerah, menunjukkan bahwa produksi ikan KJA sistem jaring kolor dapat memenuhi kebutuhan ikan di daerah Kabupaten Lebak bahkan mampu untuk memasok ikan ke luar daerah.
Untuk mencapai produksi sesuai dengan rencana diperlukan
benih ikan mas sebanyak 7.037.520 kg/tahun dan benih ikan nila sebanyak 5.278.140 kg/tahun (asumsi luasan usaha 1.280 m2 dibutuhkan benih rata-rata ikan mas sebesar 4.000 kg/tahun dan ikan nila sebesar 3.000 kg/tahun). Besarnya kebutuhan ikan mas dan nila menjadi peluang besar untuk pengembangan unitunit usaha pembenihan ikan oleh masyarakat sekitar. Semakin dekatnya sumbersumber input dapat meningkatkan efisiensi biaya produksi.
6.1.2.3 Lay Out Keramba Jaring Apung Konstruksi keramba jaring apung terdiri dari kerangka jaring, pelampung dan kantong atau jaring pemeliharaan ikan. 1) Kerangka jaring apung menggunakan bambu dan kayu kaso yang memiliki daya tahan selama dua tahun.
Kerangka bambu berfungsi untuk
menggantungkan kantong jaring dan sebagai tempat pijakan di atas keramba
94
jaring apung. Kerangka kayu digunakan untuk menjepit pelampung agar tidak terlepas. Jumlah bambu yang digunakan sebanyak 600 batang per lima unit KJA dan menggunakan kayu kaso sebanyak 500 batang per lima unit KJA. 2) Pelampung yang digunakan terdiri dari drum plastik. Penggunaan pelampung bertujuan agar kantong jaring dapat terapung dipermukaan air. Drum plastik yang digunakan sebanyak 240 buah. 3) Kantong atau jaring digunakan untuk wadah pemeliharaan ikan. Bahan jaring yang digunakan harus memenuhi syarat kuat dan tahan lama. Bahan jaring yang digunakan biasanya terbuat dari net nylon atau polyethylene. Jaring yang digunakan terdiri dari jaring lapisan atas (kolam jaring atas) berukuran 7x7x2,5 m dengan lebar mata jaring 1,27 cm dan jaring lapisan bawah (kolam jaring bawah/jaring kolor) berukuran 16x16x3 m dengan lebar mata jaring 3,81 cm. Jaring lapisan atas digunakan untuk pemeliharaan ikan mas dan jaring lapisan bawah digunakan untuk pemeliharaan ikan nila. Setiap unit KJA terdiri dari empat kolam jaring lapisan atas dan satu kolam jaring lapisan bawah. Jumlah KJA yang diusahakan sebanyak lima unit terdiri dari 20 kolam jaring atas (980 m2) dan lima kolam jaring bawah/jaring kolor (1.280 m2). 6.1.2.4 Teknologi dan peralatan Kegiatan budidaya ikan mas dan nila di daerah penelitian termasuk dalam kategori budidaya pembesaran ikan. Teknologi pembesaran ikan mas dan nila yang digunakan di area waduk adalah teknologi keramba jaring apung dilengkapi kolam jaring atas dan kolam jaring bawah (jaring kolor). Ikan mas dipelihara pada kolam jaring atas dan ikan nila dipelihara pada kolam jaring bawah. Perlengkapan yang dipergunakan untuk menunjang kegiatan usaha budidaya ikan pada KJA yaitu tabung oksigen, plastik bag, serok, ember plastik, baskom plastik dan perahu. 6.1.2.5 Penggunaan Input Input yang digunakan pada kegiatan usaha pembesaran ikan mas dan nila di KJA sistem jaring kolor terdiri dari input tetap dan variabel. Input tetap yang digunakan terdiri dari konstruksi KJA dan perlengkapannya. Jenis input tetap dan variabel dapat dilihat pada Tabel 12.
95
Tabel 12. Jenis Input Tetap dan Variabel yang Digunakan pada Usaha Pembesaran Ikan Mas dan Nila di KJA Waduk Cikoncang No. I.
II.
Jenis Input Input Tetap : − Bahan jaring − Drum plastik − Bambu − Kayu Kaso − Paku − Tambang − Bandul/pemberat − Jangkar − Rumah jaga − Tabung oksigen − Plastik bag − Serok − Ember dan Baskom plastik − Perahu Input Variabel : − Benih ikan mas dan nila − Pakan − Tenaga kerja − Obat-obatan − Isi ulang oksigen
6.1.2.6 Kegiatan Budidaya Kegiatan budidaya ikan di daerah penelitian merupakan teknik pembesaran ikan mas dan nila dengan menggunakan teknik KJA jaring kolor. KJA tersebut terdiri dari kolam jaring atas dan kolam jaring bawah/jaring kolor. Kegiatan budidaya pembesaran ikan pada KJA jaring kolor di waduk Cikoncang dapat dilihat pada Lampiran 1. Tahapan kegiatan pembesaran ikan yaitu tahap persiapan, penebaran benih, pemberian pakan, pengendalian penyakit, panen dan penanganan paska panen. 1) Persiapan Tahap persiapan pembesaran ikan mas dan nila yaitu pengadaan sarana dan prasarana atau input, penyusunan konstruksi KJA.
Penentuan lokasi
tempet peletakan KJA dipilih perairan yang memiliki kedalaman lebih dari lima meter dan tidak ditempatkan dekat dengan pintu air.
96
2) Penebaran Benih Benih ikan mas yang ditebarkan berukuran 5-8 cm atau berumur sekitar 1,5-2 bulan dengan jumlah benih sekitar 50 kg/kolam jaring atas atau sekitar 5.000 ekor/kolam jaring atas (jumlah ikan per kilogram sekitar 100 ekor). Jumlah benih ikan mas dalam lima unit KJA sebanyak 1.000 kg atau sekitar 100.000 ekor. Benih ikan mas dipelihara selama tiga bulan sampai ikan siap dipanen.
Benih ikan nila yang ditebar mempunyai ukuran 8-12 cm atau
berumur sekitar 2-4 bulan dengan jumlah ikan sekitar 300 kg/kolam jaring bawah atau sekitar 15.000 ekor/kolam jaring bawah (jumlah ikan per kilogram sekitar 50 ekor). Jumlah ikan nila dalam lima unit KJA sebanyak 1.500 kg atau sekitar 75.000 ekor. Lama pemeliharaan benih ikan nila selama enam bulan sampai ikan siap dipanen. Ikan nila yang dipelihara pada kolam jaring bawah/kolam jaring kolor tidak diberikan pakan secara langsung, akan tetapi memanfaatkan sisa pakan ikan mas yang dipelihara pada kolam jaring atas. Benih ikan mas diperoleh dari luar daerah dengan kisaran harga pada tingkat petani antara Rp. 22.000 – Rp. 25.000/kg, sedangkan benih ikan nila diperoleh dari Balai Benih Ikan dan pembenihan masyarakat sekitar dengan harga pada tingkat petani senilai Rp. 12.500/kg. 3) Pemberian Pakan Pakan merupakan salah satu komponen yang sangat penting dalam kegiatan budidaya ikan, karena pembesaran ikan pada KJA bergantung pada pemberian pakan tambahan.
Pakan yang digunakan berupa pakan
buatan/pellet memiliki sifat terapung sehingga memudahkan dalam melakukan pengawasan terhadap perkembangan ikan. Pakan yang diberikan memiliki ukuran sekitar 2 mm. Frekuensi pemberian pakan dilakukan sebanyak tiga kali dalam sehari yaitu pada waktu pagi, siang dan sore hari. Pakan diberikan secara langsung pada ikan mas di kolam jaring atas, sedangkan ikan nila hanya menerima sisa-sisa pakan dari ikan mas. Harga pakan ikan pada tingkat petani berkisar Rp. 4.200 – Rp. 4.500/kg. 4) Pengendalian Penyakit Serangan penyakit pada ikan di daerah penelitian jarang terjadi, hal ini disebabkan kondisi kualitas air waduk masih cukup baik. Penyakit yang
97
pernah terjadi pada ikan ditandai kulit luka memerah dan sisik pada luka terlepas diakibatkan oleh bakteri Aeromonas hydrophiladan.
Pengobatan
dapat dilakukan dengan cara penyuntikan dengan Terramycine 25-30 mg/kg ikan, diulang tiga hari sekali sebanyak tiga kali ulangan atau dengan cara mencampur pakan dengan Terramycine 50 mg/kg ikan/hari selama 7-10 hari. 5) Panen dan Penanganan Pasca Panen Panen ikan mas dilakukan sampai usia pemeliharaan selama tiga bulan dan ikan nila selama enam bulan. Panen ikan dilakukan pada pagi hari untuk menjaga kondisi ikan tetap segar. Ikan yang akan dipanen dipuasakan selama satu hari dengan tujuan agar pada saat pendistribusian ikan tidak banyak mengeluarkan kotoran yang dapat menyebabkan racun. Panen ikan dilakukan dengan cara mengangkat jaring sehingga dapat mempermudah penangkapan ikan, kemudian dilakukan penimbangan. Ikan mas didistribusikan dengan cara memasukan ikan kedalam plastik yang diberi air bersih dan oksigen, sedangkan ikan nila memiliki kondisi fisik lebih kuat dimasukan ke dalam drum plastik yang diberi air tanpa oksigen.
6.1.3
Analisis Aspek Manajemen Aspek manajemen yang dianalisis meliputi struktur organisasi, spesifikasi
tenaga kerja, wewenang dan tanggung jawab, kebutuhan upah dan pelaksana kegiatan usaha dan jadwal kegiatan usaha. Struktur organisasi petani pengelola kegiatan usaha pembesaran ikan mas dan nila pada KJA hanya terdiri atas ketua dan anggota.
Petani pemilik merangkap sebagai ketua, pemilik modal dan
pengelola keuangan, sedangkan tenaga kerja yang berjumlah tiga orang sebagai anggota.
Ketua memiliki wewenang dan bertanggung jawab atas kelancaran
kegiatan budidaya baik secara teknis dan keuangan secara keseluruhan. Tenaga kerja memiliki pengalaman dalam kegiatan budidaya di kolam dan sawah. Tenaga kerja memiliki tanggung jawab terhadap kelancaran kegiatan pembesaran ikan pada KJA secara teknis. Pelaksanaan kegiatan usaha pembesaran ikan mas dilaksanakan selama tiga bulan dan ikan nila selama enam bulan. Jadwal kegiatan usaha pembesaran ikan meliputi jadwal pemberian pakan dan memeriksa
98
persediaan pakan, pengawasan adanya gangguan atau kerusakan pada jaring dengan cara membagi jadwal penjagaan.
6.1.4
Analisis Aspek Hukum Aspek hukum yang dianalisis terdiri dari bentuk badan usaha dan izin
usaha. Bentuk badan usaha pembesaran ikan mas dan nila pada KJA di daerah penelitian merupakan badan usaha perorangan. Sesuai dengan Peraturan Daerah Propinsi Banten Nomor 6 Tahun 2004 tentang Izin Usaha Perikanan dinyatakan bahwa setiap usaha perikanan yang berdomisili di Propinsi Banten wajib memiliki izin. Usaha pembudidayaan ikan pada Keramba Jaring Apung yang memiliki lebih dari empat unit diwajibkan memiliki izin dan dikenakan retribusi sebesar Rp. 14.000/unit/tahun, dengan asumsi satu unit = 4x(7x7x2,5m3). Usaha KJA yang luasnya 2,5 ha atau lebih, atau jumlahnya 500 unit atau lebih wajib dilengkapi dengan analisis Dampak Lingkungan.
6.1.5
Analisis Aspek Lingkungan Pemeliharaan ikan mas dan nila pada KJA di waduk memiliki dampak
positif dan negatif terhadap lingkungan perairan dan masyarakat sekitar waduk. Dampak positif terhadap masyarakat yaitu dapat terserapnya tenaga kerja baru dan ekonomi masyarakat dapat diberdayakan mulai dari tingkat petani pembenih, pembesaran dan penjual serta pemilik sarana transportasi.
Dampak positif
terhadap lingkungan yaitu terpeliharanya kelestarian sumber daya ikan di perairan waduk karena kegiatan perikanan tidak bergantung pada penangkapan ikan. Sisasisa pakan dari KJA dapat dimanfaatkan sebagai makanan bagi ikan-ikan yang hidup bebas di luar area KJA. Dampak negatif dari adanya kegiatan usaha pembesaran ikan mas dan nila pada KJA di waduk masih dalam batas kewajaran. Populasi unit KJA masih sedikit sehingga tidak berpengaruh buruk terhadap kualitas air.
6.1.6
Analisis Aspek Finansial/Keuangan Analisis aspek finansial dapat memberikan perhitungan secara kuantitatif
usaha pembesaran ikan mas dan nila pada KJA sistem jaring kolor. Analisis
99
finansial dilakukan pada ikan mas sebagai komoditas utama yang dipelihara pada kolam jaring atas dan ikan nila sebagai komoditas tambahan yang dipelihara pada kolam jaring kolor/jaring bawah. Untuk menganalisis aspek finansial diperlukan analisis biaya dan manfaat, nilai arus tunai (cash flow), kemudian dapat dihitung beberapa kriteria investasi yaitu NPV, IRR dan Net B/C.
Analisis kriteria
investasi sebagai ukuran tentang layak tidaknya kegiatan usaha dilihat dari segi keuangan (Ibrahim, 2003).
Asumsi-asumsi yang digunakan dalam analisis
finansial usaha pembesaran ikan mas dan nila pada KJA sistem jaring kolor, yaitu : 1) Umur ekonomis sekitar dua tahun berdasarkan kegunaan konstruksi KJA secara ekonomis 2) Pola tanam usaha pembesaran ikan mas sebanyak empat kali musim tanam per tahun dan ikan nila sebanyak dua kali musim tanam per tahun.
Masa
pemeliharaan ikan mas selama tiga bulan dan ikan nila selama enam bulan. 3) Biaya investasi dikeluarkan dalam satu tahun yaitu pada tahun ke nol 4) Tingkat suku bunga ditetapkan sebesar 13 persen sesuai dengan rata-rata tingkat suku bunga kredit yang berlaku saat ini di Bank Umum 5) Modal investasi yang digunakan berasal dari modal pribadi pemilik 6.1.6.1
Analisis Biaya Biaya kegiatan usaha pembesaran ikan mas dan nila meliputi biaya
investasi, biaya tetap dan biaya variabel. Biaya investasi yang diperhitungkan dalam arus tunai (cash flow) terdiri dari : 1) Biaya investasi awal yang dikeluarkan pada tahun ke nol 2) Biaya reinvestasi yang muncul pada saat proyek berjalan. Biaya investasi awal terdiri atas biaya investasi kolam jaring atas dan bawah serta biaya investasi perlengkapan. Perhitungan biaya investasi awal untuk lima unit KJA sistem jaring kolor dapat dilihat pada Tabel 13. Biaya investasi awal terbesar berasal dari biaya pembangunan konstruksi kolam jaring atas senilai Rp. 38.252.500. Total biaya investasi awal untuk lima unit KJA sistem jaring kolor sebesar Rp. 60.437.500.
100
Tabel 13. Perhitungan Biaya Investasi 5 Unit KJA Sistem Jaring Kolor No. 1 I. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 II. 1 2 3 4 III. 1 2 3 4 5 6
Komponen Biaya 2 Biaya Investasi Kolam Jaring Atas Drum plastic Bambu Kayu kaso Bahan jarring atas Paku Tambang Bandul/pemberat Jangkar Biaya pengerjaan (5 hari) Rumah Jaga Biaya Investasi Kolam Jaring Bawah/Kolor Bahan jarring kolor Tambang Bandul/pemberat Biaya pengerjaan (2 hari)
Satuan 3
Jumlah Unit 4
Harga Satuan (Rp.) 5
Jumlah Biaya (Rp.) 6=4x5
buah batang batang kg kg kg buah buah orang unit Jumlah I
240 600 500 500 175 90 80 8 4 1
13.000 3.000 3.500 45.000 7.500 25.000 17.500 65.000 30.000 3.000.000
3.120.000 1.800.000 1.750.000 22.500.000 1.312.500 2.250.000 1.400.000 520.000 600.000 3.000.000 38.252.500
kg kg buah orang Jumlah II
250 60 40 4
45.000 25.000 17.500 30.000
11.250.000 1.500.000 700.000 240.000 13.690.000
4
950.000
3.800.000
5 5 2 2 1
22.500 12.500 5.000 5.000 4.500.000
112.500 62.500 10.000 10.000 4.500.000 8.495.000 60.437.500
Biaya Investasi Perlengkapan Tabung oksigen berat kotor buah 75kg Plastik bag kg Serok buah Ember plastik buah Baskom plastik buah Perahu unit Jumlah III Jumlah Total
Biaya pengadaan bahan jaring merupakan komponen biaya investasi awal terbesar. Tingginya biaya investasi dikarenakan komponen utama konstruksi KJA seperti bahan jaring dan jangkar berasal dari luar daerah.
Tabel 14. Perhitungan Biaya Reinvestasi Perlengkapan No. 1 1 2 3 4
Komponen Biaya 2 Plastik bag Serok Ember plastik Baskom plastik
Satuan 3 kg buah buah buah Jumlah
Jumlah Unit
Harga Satuan (Rp.)
Jumlah Biaya (Rp.)
4
5
6=4x5
5 5 2 2
22.500 12.500 5.000 5.000
112.500 62.500 10.000 10.000 195.000
101
Total biaya reinvestasi yang diperhitungkan dalam arus tunai pada tahun ke dua sebesar Rp. 195.000. Perhitungan biaya reinvestasi usaha pembesaran ikan mas dan nila pada KJA sistem jaring kolor ditampilkan pada Tabel 14. Tabel 15. Perhitungan Biaya Variabel Tahun Ke-1 Usaha Pembesaran Ikan Mas dan Nila pada 5 Unit KJA Sistem Jaring Kolor No. 1 I. 1 2 3 4 5 6 7 8 II. 1 2 3 4 5 6 7 8 III. 1 2 3 4 5 6 7 8 IV. 1 2 3 4 5 6 7 8
Komponen Biaya
Satuan
2 3 Musim Tanam 1 : Pakan kg Benih Ikan Mas kg Upah TK org/bulan Benih Ikan Nila kg Biaya Angkut Benih kali Obat-obatan pot Upah Panen orang Isi Ulang Oksigen ulangan Jumlah I Musim Tanam 2 : Pakan kg Benih Ikan Mas kg Upah TK org/bulan Benih Ikan Nila Biaya Angkut Benih kali Obat-obatan pot Upah Panen orang Isi Ulang Oksigen ulangan Jumlah II Musim Tanam 3 : Pakan kg Benih Ikan Mas kg Upah TK org/bulan Benih Ikan Nila kg Biaya Angkut Benih kali Obat-obatan pot Upah Panen orang Isi Ulang Oksigen ulangan Jumlah 3 Musim Tanam 4 : Pakan kg Benih Ikan Mas kg Upah TK (3 orang) org/bulan Benih Ikan Nila Biaya Angkut Benih kali Obat-obatan pot Upah Panen orang Isi Ulang Oksigen ulangan Jumlah 4 Total Biaya Variabel Tahun ke-1
Jumlah Unit 4
Harga Satuan (Rp.) 5
Jumlah Biaya (Rp.) 6=4x5
20.000 1.000 3 1.500 1 1 4 9
4.200 22.000 750.000 12.300 850.000 55.000 35.000 50.000
84.000.000 22.000.000 6.750.000 18.450.000 850.000 55.000 140.000 450.000 132.695.000
20.000 1.000 3 1 1 4 10
4.200 23.000 750.000 700.000 55.000 35.000 50.000
84.000.000 23.000.000 6.750.000 700.000 55.000 140.000 500.000 115.145.000
20.000 1.000 3 1.500 1 1 4 9
4.200 25.000 750.000 12.500 850.000 55.000 35.000 50.000
84.000.000 25.000.000 6.750.000 18.750.000 850.000 55.000 140.000 450.000 135.995.000
20.000 1.000 3 1 1 4 10
4.200 24.000 750.000 700.000 55.000 35.000 50.000
84.000.000 24.000.000 6.750.000 700.000 55.000 140.000 500.000 116.145.000 499.980.000
102
Komponen biaya yang diperhitungkan dalam biaya reinvestasi merupakan komponen-komponen yang memiliki umur kegunaannya kurang dari dua tahun. Biaya reinvestasi muncul pada awal tahun ke dua yaitu untuk mengganti biaya perlengkapan yang mengalami kerusakan. Komponen biaya variabel terdiri dari biaya pembelian benih ikan mas dan nila, pakan dan upah tenaga kerja, biaya angkut benih, obat-obatan, upah panen dan isi ulang oksigen. Rincian perhitungan biaya variabel tahun pertama usaha pembesaran ikan mas dan nila pada 5 unit KJA Sistem Jaring Kolor disajikan pada Tabel 15. Berdasarkan perhitungan biaya variabel pada tahun pertama menunjukkan bahwa komponen terbesar biaya variabel berasal dari pembelian pakan mencapai Rp. 84.000.000/musim tanam. Biaya pakan menyumbang 74,67 persen atau Rp. 336.000.000 terhadap total biaya variabel pada tahun pertama. Besarnya biaya pakan dikarenakan pemeliharaan ikan mas di KJA memerlukan intensifikasi pemberian pakan buatan dan adanya keterbatasan ruang gerak ikan mas untuk mencari makanan tambahan alami. Komponen kedua terbesar biaya variabel yaitu biaya benih ikan mas dan nila mencapai 26,24 persen atau Rp.131.200.000 dari total biaya variabel pada tahun pertama. Berdasarkan Tabel 16 menunjukkan bahwa biaya variabel pada tahun kedua mengalami peningkatan sebesar 4,8 persen atau meningkat menjadi Rp. 523.980.000. Peningkatan biaya variabel tahun kedua dipengaruhi oleh kenaikan harga pakan sebesar 7,14 persen dari Rp. 4.200/kg menjadi Rp. 4.500/kg. Harga benih ikan mas tertinggi dicapai pada musim tanam ketiga dan keempat karena awal musim tanam sekitar bulan Juli dan Oktober sudah memasuki musim kemarau, dimana pasokan benih berkurang yang menyebabkan harga benih menjadi naik. Kenaikan harga benih ikan mas tertinggi pada MT ketiga yaitu dari harga Rp.23.000/kg menjadi Rp. 25.000/kg atau mengalami kenaikan sebesar 8,69 persen. Sedangkan benih ikan nila mengalami kenaikan sebesar 1,63 persen dari harga Rp. 12.300/kg menjadi Rp. 12.500/kg.
103
Tabel 16. Perhitungan Biaya Variabel Tahun ke-2 Usaha Pembesaran Ikan Mas dan Nila pada 5 Unit KJA Sistem Jaring Kolor No. 1 I. 1 2 3 4 5 6 7 8 II. 1 2 3 4 5 6 7 8 III. 1 2 3 4 5 6 7 8 IV. 1 2 3 4 5 6 7 8
Komponen Biaya
Satuan
Jumlah Unit
Harga Satuan (Rp.)
Jumlah Biaya (Rp.)
2
3
4
5
6=4x5
kg kg org/bulan kg kali pot orang ulangan
20.000 1.000 3 1.500 1 1 4 9
4.500 22.000 750.000 12.300 850.000 55.000 35.000 50.000
90.000.000 22.000.000 6.750.000 18.450.000 850.000 55.000 140.000 450.000 138.695.000
kg kg org/bulan kali pot orang ulangan
20.000 1.000 3 1 1 4 10
4.500 23.000 750.000 700.000 55.000 35.000 50.000
90.000.000 23.000.000 6.750.000 700.000 55.000 140.000 500.000 121.145.000
kg kg org/bulan kali kg pot orang ulangan
20.000 1.000 3 1 1.500 1 4 9
4.500 25.000 750.000 850.000 12.500 55.000 35.000 50.000
90.000.000 25.000.000 6.750.000 850.000 18.750.000 55.000 140.000 450.000 141.995.000
kg kg
20.000 1.000
4.500 24.000
90.000.000 24.000.000
3 1 1 4 10
750.000 700.000 55.000 35.000 50.000
6.750.000 700.000 55.000 140.000 500.000 122.145.000 523.980.000
Musim Tanam 1 : Pakan Benih Ikan Mas Upah TK Benih Ikan Nila Biaya Angkut Benih Obat-obatan Upah Panen Isi Ulang Oksigen Jumlah I Musim Tanam 2 : Pakan Benih Ikan Mas Upah TK Biaya Angkut Benih Benih Ikan Nila Obat-obatan Upah Panen Isi Ulang Oksigen Jumlah II Musim Tanam 3 : Pakan Benih Ikan Mas Upah TK Biaya Angkut Benih Benih Ikan Nila Obat-obatan Upah Panen Isi Ulang Oksigen Jumlah 3 Musim Tanam 4 : Pakan Benih Ikan Mas
Upah TK org/bulan Benih Ikan Nila Biaya Angkut Benih kali Obat-obatan pot Upah Panen orang Isi Ulang Oksigen ulangan Jumlah 4 Total Biaya Variabel Tahun ke-2
Menurut Horngren, Harrison, Robinson dan Secokusumo (1996), tujuan utama perhitungan penyusutan adalah untuk memperhitungkan penurunan kegunaan aktiva tetap karena pemakaian dan untuk menentukan jumlah
104
keuntungan yang diperoleh perusahaan. Semua aktiva tetap kecuali tanah hanya akan memberikan manfaat dalam suatu jangka waktu tertentu. Pemakaian aktiva tetap yang terus menerus merupakan elemen yang menyebabkan terjadinya penyusutan.
Perhitungan biaya penyusutan menggunakan metode garis lurus
yaitu menghitung selisih antara nilai perolehan dengan jumlah perkiraan nilai sisa dibagi umur kegunaanya. Perkiraan biaya penyusutan KJA sistem jaring kolor dan perlengkapannya sebesar Rp. 11.951.250/tahun. Nilai sisa yang diharapkan pada akhir masa kegunaan KJA sebesar Rp.10.715.000. Bahan jaring merupakan komponen terbesar penyumbang biaya penyusutan. Perhitungan biaya penyusutan dan perkiraan nilai sisa per tahun dari lima unit KJA sistem jaring kolor ditampilkan pada Tabel 17.
Tabel 17. Perhitungan Biaya Penyusutan dan Perkiraan Nilai Sisa per Tahun dari 5 Unit KJA Sistem Jaring Kolor No. 1 I. 1 2 3 4 5 6 7 8 9 II. 1 2 3 III. 1 2 3 4 5 6
Komponen Biaya Penyusutan 2 Kolam Jaring Atas Drum plastic Bambu Kayu kaso Bahan jarring atas Paku Tambang Bandul/pemberat Jangkar Rumah Jaga Jumlah I Kolam Jaring Bawah Bahan jarring kolor Tambang Bandul/pemberat Jumlah II Perlengkapan Tabung oksigen berat kotor 75kg Plastik bag Serok Ember plastik Baskom plastik Perahu Jumlah III Jumlah Total
Jumlah Perkiraan Nilai Sisa(Rp.) 5
Umur Kegunaan (Tahun)
Nilai Perolehan (Rp.)
Perkiraan Penyusutan (Rp./th)
3
4
5 2 2 5 2 2 5 5 5
3.120.000 1.800.000 1.750.000 22.500.000 1.312.500 2.250.000 1.400.000 520.000 3.000.000
960.000 5.000.000 450.000 400.000 80.000 300.000 7.190.000
432.000 900.000 875.000 3.500.000 656.250 900.000 200.000 88.000 540.000 8.091.250
5 2 5
11.250.000 1.500.000 700.000
2.500.000 300.000 200.000 3.000.000
1.750.000 600.000 100.000 2.450.000
10 1 1 1 1 5
3.800.000 112.500 62.500 10.000 10.000 4.500.000
400.000 125.000 525.000 10.715.000
340.000 112.500 62.500 10.000 10.000 875.000 1.410.000 11.951.250
6=(4-5)/3
105
Komponen biaya tetap yang masuk ke dalam perhitungan arus tunai usaha pembesaran ikan mas dan nila pada KJA sistem jaring kolor terdiri dari retribusi izin usaha perikanan dan biaya perawatan jaring. Retribusi dibebankan sebesar Rp. 14.000/jaring/tahun. Biaya perawatan jaring dikeluarkan setiap kali selesai panen ikan yaitu sebayak empat kali per tahunnya. Perawatan jaring dikerjakan oleh tiga orang pekerja selama dua hari yang dibayar berdasarkan upah harian. Besaran biaya perawatan jaring sebanyak empat kali yaitu Rp. 840.000. Total biaya tetap yang diperhitungakan dalam arus tunai sebesar Rp. 910.000/tahun. Rincian biaya tetap yang dapat diperhitungkan per tahunnya ditampilkan pada Tabel 18.
Tabel 18. Perhitungan Biaya Tetap per Tahun No.
Komponen Biaya
1 2
Retribusi Izin Usaha Perikanan (5 unit x @ Rp. 14.000) Biaya Perawatan Jaring (3 org x 2 hr x @ Rp. 35.000) x 4 MT Jumlah Biaya Tetap
Jumlah (Rp./th) 70.000 840.000 910.000
Keterangan : MT = Musim Tanam 6.1.6.2
Analisis Manfaat Analisis finansial usaha lebih menitik beratkan pada financial benefit atau
manfaat yang dapat di nilai dengan uang (tangible benefit). Manfaat yang dapat diperoleh dari kegiatan usaha pembesaran ikan mas dan nila pada KJA sistem jaring kolor di peroleh dari penerimaan hasil penjualan ikan mas dan nila dari lima unit KJA. Penerimaan penjualan ikan mas sebanyak dua kali dan penerimaan penjualan ikan nila sebanyak satu kali untuk dua kali musim tanam. Penerimaan hasil usaha penjualan ikan mas sebanyak empat kali per tahun dan ikan nila sebanyak dua kali pertahun. Berdasarkan Tabel 19 menunjukkan bahwa penerimaan total usaha pada tahun pertama sebesar Rp. 555.812.000. Penerimaan usaha terbesar diperolah dari penjualan ikan mas pada musim tanam ketiga yaitu sebesar Rp. 140.857.500 yang dipengaruhi oleh harga jual ikan yang tinggi di tingkat petani mencapai Rp. 10.500/kg. Kegiatan panen ikan mas pada musim tanam ketiga sekitar bulan September bertepatan dengan musim kemarau
106
dimana harga ikan menjadi meningkat karena persediaan ikan mas di pasar semakin sedikit. Penerimaan hasil penjualan ikan nila pada musim tanam ikan kedua sekitar bulan Juni cukup tinggi sebesar Rp. 13.050.000, hal ini dipengaruhi oleh harga ikan nila yang cukup tinggi ditingkat petani yaitu Rp. 7.500/kg.
Tabel 19. Perhitungan Penerimaan Tahun Ke-1 dari 5 Unit KJA Sistem Jaring Kolor Komponen Penerimaan
No. 1 I.
2 Musim Tanam 1 :
1 2
Ikan Mas Ikan Nila
II. 1 2 III. 1 2 IV. 1 2
Harga Satuan (Rp./kg)
Produksi (kg)
Jumlah (Rp.)
3
4
5=3x4
9.500 -
13.450 13.450
127.775.000 127.775.000
10.000 7.500
13.420 1.740 15.160
134.200.000 13.050.000 147.250.000
10.500 -
13.415 13.415
140.857.500 140.857.500
9.500 7.000
13.440 1.750 15.190 57.215
127.680.000 12.250.000 139.930.000 555.812.500
Jumlah 1 Musim Tanam 2 : Ikan Mas Ikan Nila Jumlah 2 Musim Tanam 3 : Ikan Mas Ikan Nila Jumlah 3 Musim Tanam 4 : Ikan Mas Ikan Nila Jumlah 4 Jumlah Total
Perhitungan penerimaan usaha pada tahun kedua dari lima unit KJA dapat ditampilkan pada Tabel 20. Berdasarkan perhitungan penerimaan pada tahun kedua menunjukkan bahwa total penerimaan usaha pada tahun kedua sebesar Rp. 557.695.000 atau mengalami peningkatan dibandingkan hasil penerimaan pada tahun pertama sebesar 0,34 persen. Peningkatan hasil penerimaan dipengaruhi oleh meningkatnya hasil produksi ikan mas dan nila pada tahun kedua sebanyak 57.230 kg.
107
Tabel 20. Perhitungan Penerimaan Tahun Ke-2 dari 5 Unit KJA Sistem Jaring Kolor Komponen Penerimaan
No. 1 I. 1 2 II. 1 2 III. 1 2 IV. 1 2
Harga Satuan (Rp./kg)
Produksi (kg)
Jumlah (Rp.)
3
4
5=3x4
2 Musim Tanam 1 : Ikan Mas Ikan Nila Jumlah 1 Musim Tanam 2 : Ikan Mas Ikan Nila Jumlah 2 Musim Tanam 3 : Ikan Mas Ikan Nila Jumlah 3 Musim Tanam 4 : Ikan Mas Ikan Nila Jumlah 4 Jumlah Total
9.500 -
13.455 127.822.500 13.455 127.822.500
10.000 8.000
13.423 134.230.000 1.741 13.928.000 15.164 148.158.000
10.500 -
13.416 140.868.000 13.416 140.868.000
9.500 7.500
13.442 127.699.000 1.753 13.147.500 15.195 140.846.500 57.230 557.695.000
Harga jual ikan mas mengalami penurunan tertinggi terjadi pada MT keempat yaitu 9,52 persen dari harga awal Rp. 10.500/kg menjadi Rp. 9.500/kg, sedangkan harga ikan nila mengalami penurunan tertinggi pada tahun pertama sebesar Rp. 500/kg atau 7,14 persen. Penurunan produksi ikan mas tertinggi terjadi pada MT kedua tahun pertama sebesar 0,24 persen dari produksi awal sebanyak 13.455 kg menjadi 13.423 kg, sedangkan produksi ikan nila mengalami penurunan produksi mencapai 0,68 persen dari produksi awal 1.753 kg menjadi 1.741 kg.
6.1.6.3
Nilai Arus Tunai (Cash Flow) Menurut Ibrahim (2003), perkiraan nilai arus penerimaan dan pengeluaran
kas perlu dilakukan untuk menghitung suatu kriteria investasi. Nilai arus tunai atau cash flow terdiri dari arus penerimaan kas (cash inflow) dan arus pengeluaran kas (cash aut flow).
Perhitungan nilai arus tunai dilakukan terhadap usaha
pembesaran ikan mas sebagai komoditas utama dan ikan nila sebagai komoditas tambahan pada KJA sistem jaring kolor. Arus penerimaan kas meliputi nilai produksi total dan nilai sisa, sedangkan arus pengeluaran kas terdiri dari biaya
108
investasi, biaya tetap dan biaya variabel.
Nilai produksi ikan mas dan nila
diperoleh dari hasil penjualan ikan mas dan nila pada harga tingkat petani. Nilai sisa diperoleh dari nilai kas yang diharapkan dari aktiva tetap konstruksi KJA sistem jaring kolor pada akhir masa kegunaannya. Biaya investasi usaha pembesaran ikan mas dan nila pada KJA sistem jaring kolor yaitu biaya pembuatan konstruksi KJA serta biaya pengadaan sarana dan prasarana pendukung.
Biaya tetap merupakan biaya retribusi izin usaha
perikanan dan biaya perawatan jaring per tahun. Biaya variabel terdiri dari biaya pembelian pakan, benih ikan mas dan nila, upah tenaga kerja, biaya angkut benih, obat-obatan, upah panen dan isi ulang oksigen yang dihitung per musim tanam. Arus penerimaan kas diperoleh dari komponen penjualan hasil produksi ikan mas dan nila serta perkiraan nilai sisa aktiva tetap KJA sistem jaring kolor pada akhir umur ekonomisnya. Biaya-biaya yang dapat diperhitungkan dalam pengeluaran kas teridiri dari biaya investasi dan reinvestasi, biaya tetap dan biaya variabel. Tabel 21. Nilai Arus Tunai Tahun ke 1 Usaha Pembesaran Ikan Mas pada 5 Unit KJA Sistem Jaring Kolor dengan Tingkat Suku Bunga 13 Persen N o 1
2
3 4 5
Uraian Arus Penerimaan Kas (Cash Inflow) a. Nilai Produksi b. Nilai Sisa Aktiva Tetap Jumlah Cash Inflow Arus Pengeluaran Kas (Cash Outflow) a. Biaya Investasi b. Biaya Tetap c. Biaya Variabel per Musim Tanam Jumlah Cash Outflow Net Benefit Sebelum Pajak Pajak 10% Net Benefit Setelah Pajak
Tahun Nol (Rp.)
MT 1
Tahun ke 1 (Rp.) MT 2 MT 3
MT 4
-
127.775.000 -
147.250.000 -
140.857.500 -
139.930.000 -
-
127.775.000
147.250.000
140.857.500
139.930.000
-60.437.500 -
132.695.000
115.145.000
135.995.000
910.000 116.145.000
- 60.437.500
132.995.000
115.145.000
135.995.000
117.055.000
-60.437.500 -
-4.920.000 -
32.105.000 2.718.500
4.862.500 486.250
22.875.000 2.287.500
-60.437.500
-4.920.000
29.386.500
4.376.250
20.587.500
Berdasarkan Tabel 21 mengenai perhitungan arus tunai di tahun pertama, menunjukkan bahwa penerimaan musim tanam pertama dan ketiga diperoleh dari hasil penjualan ikan mas, sedangkan penerimaan pada musim tanam kedua dan
109
keempat diperoleh dari hasil penjualan dua komoditas yaitu ikan mas dan nila sehingga akan menghasilkan penerimaan yang lebih tinggi. Penerimaan pada musim tanam kedua dan keempat masing-masing sebesar Rp. 147.250.000 dan Rp. 139.930.000. Namun penerimaan dari hasil penjualan ikan mas dan nila pada musim tanam keempat lebih rendah dibandingkan penerimaan pada musim tanam ketiga yang mencapai Rp. 140.857.500. Rendahnya penerimaan di musim tanam keempat disebabkan oleh rendahnya harga ikan di pasaran yaitu masing-masing senilai Rp. 9.500/kg untuk ikan mas dan Rp. 7.000/kg untuk ikan nila. Arus pengeluaran kas terbesar terjadi pada musim tanam kesatu dan ketiga masingmasing sebanyak Rp. 132.995.000 dan Rp. 135.995.000. Hal ini terjadi karena ada tambahan biaya benih ikan nila. Manfaat bersih setelah pajak tahun kesatu musim tanam pertama masih bernilai negatif, kemudian musim tanam kedua sampai dengan musim tanam keempat manfaat bersih atau keuntungan bernilai positif. Perhitungan nilai arus tunai usaha di tahun kedua ditampilkan pada Tabel 22. Tabel 22. Nilai Arus Tunai Tahun ke 2 Usaha Pembesaran Ikan Mas pada 5 Unit KJA Sistem Jaring Kolor dengan Tingkat Suku Bunga 13 Persen No
Uraian
1
Arus Penerimaan Kas (Cash Inflow) a. Nilai Produksi b. Nilai Sisa Aktiva Tetap Jumlah Cash Inflow Arus Pengeluaran Kas (Cash outflow) a. Biaya Investasi b. Biaya Tetap c. Biaya Variabel per Musim Tanam Jumlah Cash Outflow Net Benefit Sebelum Pajak Pajak 10% Net Benefit Setelah Pajak
2
3 4 5
MT 1
Tahun ke 2 (Rp.) MT 2 MT 3
MT 4
127.822.500
148.158.000
140.868.000
140.846.500
127.822.500
148.158.000
140.868.000
10.715.000 151.561.500
195.000 -
-
-
910.000
138.695.000 139.190.000
121.145.000 121.145.000
141.995.000 141.995.000
122.145.000 123.055.000
-11.067.500 -
27.013.000 1.594.550
-1.127.000 -
28.506.500 2.737.950
-11.067.500
25.418.450
-1.127.000
25.768.550
Berdasarkan Tabel 22 mengenai perhitungan arus tunai di tahun kedua, menunjukkan bahwa penerimaan terbesar dicapai pada musim tanam kedua dan keempat masing-masing sebesar Rp. 148.158.000 dan Rp. 151.561.500. Besarnya
110
penerimaan ini merupakan hasil penjualan ikan mas dan nila serta ada peningkatan produksi ikan. Pengeluaran kas terbanyak terjadi pada musim tanam kesatu sebesar Rp. 139.190.000 dan musim tanam ketiga sebesar Rp. 141.995.000 karena adanya tambahan biaya benih ikan nila. Manfaat bersih pada musim tanam kesatu dan ketiga masih bernilai negatif yang berarti bahwa biaya-biaya yang dikeluarkan untuk usaha pembesaran ikan mas dan nila di KJA masih lebih besar dari penerimaan yang diperoleh dari hasil penjualan ikan.
Penerimaan pada
musim tanam kedua dan keempat menghasilkan manfaat bersih yang bernilai positif.
6.1.6.4 Proyeksi Laba/Rugi Menurut Ibrahim (2003), analisis finansial membahas proyeksi laba/rugi yang bertujuan untuk mengetahui posisi keuangan dari suatu proyek atau usaha yang akan dilaksanakan. Berdasarkan perhitungan proyeksi laba/rugi pada Tabel 23 menunjukkan bahwa usaha pembesaran ikan di KJA sistem jaring kolor memperoleh laba.
Laba terbesar diperoleh pada tahun kesatu sebesar Rp.
39.493.125 setelah dipotong pajak. Rendahnya perolehan laba pada tahun kedua disebabkan oleh adanya peningkatan yang cukup besar terhadap biaya pakan dan benih yang merupakan komponen utama dalam struktur biaya variabel, peningkatan biaya variabel tidak diimbangi dengan penerimaan usaha yang besar. Proyeksi laba/rugi untuk usaha pembesaran ikan pada KJA sistem jaring kolor dilakukan per tahun selama umur ekonomisnya disajikan pada Tabel 23.
Tabel 23. Proyeksi Laba/Rugi Usaha Pembesaran Ikan Mas dan Nila pada KJA Sistem Jaring Kolor No. 1. 2.
3. 4.
Uraian Penerimaan Usaha Biaya-biaya : - Biaya Reinvestasi - Biaya Penyusutan per Tahun - Biaya Variabel Laba/Rugi Sebelum Pajak 10 % Laba/Rugi Setelah Pajak 10 %
Tahun ke 1
Tahun ke 2
555.812.500
557.695.000
11.951.250 499.980.000 43.881.250 39.493.125
195.000 11.951.250 523.980.000 21.568.750 19.411.875
111
6.1.6.5 Net Profit Margin (NPM) Berdasarkan laba bersih yang diperoleh usaha KJA sistem jaring kolor ini dapat diketahui Net Profit Margin yaitu rasio yang menggambarkan tingkat keuntungan yang diperoleh unit usaha dibandingkan dengan pendapatan yang diterima dari kegiatan operasionalnya. Semakin tinggi nilai NPM maka semakin tinggi pula profitabilitas suatu usaha (Dendawijaya, 2000). Nilai NPM usaha pembesaran ikan mas dan nila pada KJA sistem jaring kolor selama dua tahun sebesar 5,3 persen. Kemampuan usaha pembesaran ikan ini dalam menghasilkan laba dari kegiatan usaha pokok sebesar 5,3 persen.
6.1.6.6 Net Present Value (NPV) Menurut Ibrahim (2003), apabila hasil NPV lebih besar dari nol menunjukkan bahwa suatu usaha/proyek feasible (layak) untuk dilaksanakan. Berdasarkan kriteria NPV menunjukkan bahwa usaha pembesaran ikan mas dan nila layak untuk dilaksanakan karena mempunyai prospek yang menguntungkan. Tabel 24, menampilkan data mengenai usaha pembesaran ikan mas dan nila yang dipelihara di KJA sistem jaring kolor dengan luas usaha 1.280 m2 pada tingkat suku bunga (discount rate) 13 persen yang memberikan manfaat bersih (Net Present Value) setelah pajak yaitu sebesar Rp. 15.578.956.
Tabel 24. Nilai Present Value (NPV) dan Net B/C dengan Tingkat Suku Bunga 13 Persen No 1 2
3
Uraian Tahun Nol Tahun Ke-1 : MT 1 MT 2 MT 3 MT 4 Tahun Ke-2 : MT 1 MT 2 MT 3 MT 4 Jumlah
Net Benefit Setelah Pajak (Rp.) -60.437.500
Diskon Faktor 13 %
PV DF 13 % (Rp.) 1
-60.437.500
-4.920.000 29.386.500 4.376.250 20.587.500
0,96990 0,94072 0,91242 0,88496
-4.771.908 27.644.468 3.992.978 18.219.114
-11.067.500 25.418.450 -1.127.000 25.768.550
0,85832 0,83249 0,80744 0,78315
-9.499.457 21.160.605 -909.985 20.180.640 NPV = 15.578.956
Net B/C
1,206
112
Nilai NPV usaha pembesaran ikan mas dan nila pada KJA sistem jaring kolor di daerah penelitian masih tergolong kecil dibandingkan dengan usaha pembesaran ikan dengan teknologi yang sama di daerah Kabupaten Cianjur yang mencapai Rp. 193.073.372,67 (Maulana, 2003). Rendahnya nilai NPV di daerah penelitian diantaranya disebabkan tingginya biaya pengadaan sarana dan prasarana konstruksi KJA, biaya pakan serta biaya benih ikan mas. 6.1.6.7 Net Benefit Cost Ratio (Net B/C) Menurut Ibrahim (2003), Net Benefit Cost Ratio merupakan perbandingan antara manfaat bersih yang telah didiskontokan yang bernilai positif dengan manfaat bersih yang telah didiskontokan yang bernilai negatif. Berdasarkan Tabel 24 menunjukkan usaha pembesaran ikan mas dan nila pada KJA sistem jaring kolor dengan tingkat suku bunga 13 persen adalah sebesar 1,204. Makna angka ini menjelaskan bahwa setiap tambahan pengeluaran satu rupiah dalam biaya produksi variabel akan menghasilkan tambahan keuntungan bersih sebesar Rp. 1,204 yang akan diperoleh setiap musim tanam. Berdasarkan kriteria Net B/C, usaha pembesaran ikan mas dan nila layak untuk dilaksanakan pada KJA sistem jaring kolor karena memiliki Nilai Net B/C lebih besar dari satu. Penambahan biaya produksi variabel di daerah penelitian hanya memberikan keuntungan bersih yang kecil dibandingkan dengan usaha pembesaran ikan yang sama di Waduk Cirata dengan nilai Net B/C sebesar 5,63 (Maulana, 2003).
6.1.6.8 Internal Rate of Return (IRR) Nilai IRR menggambarkan persentase pendapatan rata-rata yang dapat diperoleh dari modal yang diinvestasikan setiap tahun selama umur kegunaan suatu kegiatan usaha (Ibrahim, 2003). Perkiraan nilai IRR diperoleh dengan cara mencoba menghitung
terhadap nilai suku bunga (i) terdiskonto untuk
mendapatkan nilai NPV yang bernilai positif dan negatif mendekati nol. Nilai IRR usaha pembesaran ikan mas dan nila pada KJA sistem jaring kolor berdasarkan eksplorasi data untuk diskon faktor 13, 37 dan 38 persen. NPV bernilai positif terkecil berada pada tingkat diskon faktor 37 persen dan NPV bernilai negatif terkecil berada pada diskon faktor 38 persen. Perhitungan IRR usaha pembesaran ikan mas dan nila pada KJA sistem jaring
113
kolor menghasilkan nilai sebesar 37,14 persen. Dengan demikian usaha ini akan memberikan kelebihan pendapatan rata-rata setiap tahun dari modal yang telah ditanamkan sebesar 37,14 persen. Nilai ini lebih besar atau berada jauh di atas suku bunga 13 persen sebagai biaya opportunity of capital. Artinya dengan biaya opportunity of capital sebesar 13 persen, usaha ini masih layak dilaksanakan karena memberikan pendapatan rata-rata sebesar 37 persen per tahun dari modal yang ditanamkan.
6.1.6.9 Payback Period Menurut Ibrahim (2003), analisis payback period perlu ditampilkan dalam studi kelayakan untuk mengetahui berapa lama suatu usaha atau proyek yang baru dikerjakan dapat mengembalikan investasi.
Nilai payback period usaha
pembesaran ikan mas dan nila pada KJA sistem jaring kolor diperoleh dari perbandingan nilai investasi dengan net benefit yang terdiskonto. Semakin cepat pengembalian biaya investasi sebuah proyek/usaha, semakin baik proyek tersebut karena semakin lancar perputaran modal (Ibrahim, 2003). Jangka waktu yang diperlukan untuk pengembalian biaya investasi usaha pembesaran ikan mas dan nila pada KJA sistem jaring kolor selama satu tahun tujuh bulan. Selama umur ekonomisnya dua tahun, usaha pembesaran ikan mas dan nila sudah mampu mengembalikan biaya investasi dari nilai net benefit yang diperoleh. Semakin besar nilai net benefit yang diperoleh semakin singkat waktu pengembalian yang dapat ditentukan.
6.2 Analisis Sensitivitas Menurut Kadriah, Karlina dan Gray (1999), analisis sensitivitas bertujuan untuk menganalisis pengaruh-pengaruh yang akan terjadi akibat keadaan yang berubah-ubah. Proyek/usaha pertanian sensitiv terhadap perubahan harga output, keterlambatan pelaksanaan, kenaikan biaya-biaya dan kesalahan dalam perkiraan hasil. Berdasarkan perubahan-perubahan yang pernah terjadi di daerah penelitian menunjukkan bahwa harga benih ikan, pakan dan harga jual ikan serta hasil produksi sering berubah. Biaya benih dan pakan merupakan komponen biaya terbesar serta harga jual ikan dan produksi merupakan komponen yang paling
114
menentukan dari penerimaan. Dalam analisis usaha pembesaran ikan mas dan nila pada KJA sistem jaring kolor menggunakan skenario (dengan asumsi variabel yang lain tetap konstan) 1). Terjadi peningkatan harga benih ikan, 2). Peningkatan harga pakan, 3). Penurunan harga jual ikan dan 4). Penurunan hasil produksi Variasi yang digunakan pada analisis sensitivitas yaitu switching value (nilai pengganti), dalam analisis switching value dapat diketahui batas maksimum perubahan yang dapat ditolerir oleh kegiatan usaha agar dapat layak untuk dilaksanakan. Nilai perubahan maksimum diperoleh dengan cara mencoba-coba tingkat perubahan sampai menghasilkan nilai NPV sama dengan nol. IRR sama dengan tingkat suku bunga 13 persen dan nilai Net B/C Rasio sama dengan satu. Hasil analisis swithing value ditampilkan pada Tabel 25.
Tabel 25. Hasil Analisis Switching Value yang Menghasilkan Nilai NPV=0, Nilai Net B/C Rasio=1 dan Nilai IRR=13 Persen No 1 2 3 4
Komponen Perubahan Kenaikan harga benih ikan mas dan nila Kenaikan harga pakan Penurunan harga jual ikan mas dan nila Penurunan hasil produksi
Maksimum Perubahan (%) 7,43 2,82 1,77 1,77
1. Peningkatan harga benih ikan Biaya benih ikan merupakan komponen kedua terbesar dalam struktur biaya variabel dan dapat berfluktuasi setiap waktu sesuai dengan keadaan yang berubah.
Berdasarkan hasil analisis switching value menunjukkan bahwa
peningkatan maksimum harga benih ikan yang dapat ditolerir oleh usaha pembesaran ikan mas dan nila pada KJA sistem jaring kolor adalah sebesar 7,43 persen (dengan asumsi variabel yang lain tetap konstan). Kenaikan harga benih ikan sebesar 7,43 persen menghasilkan nilai NPV sama dengan nol, nilai Net B/C Rasio sama dengan satu dan nilai IRR sama dengan tingkat suku bunga 13 persen (Tabel 26). Peningkatan biaya benih dapat meningkatkan pula biaya variabel sebesar 7,43 persen. Peningkatan yang lebih besar dari 7,43 persen terhadap biaya benih ikan pada tingkat suku bunga 13 persen akan menyebabkan usaha pembesaran ikan ikan mas dan nila tidak layak dilanjutkan karena menghasilkan
115
nilai NPV kurang dari nol, nilai Net B/C rasio menjadi kurang dari 1 serta nilai IRR yang lebih kecil dari tingkat suku bunga 13 persen. Kenaikan harga benih ikan mas yang mencapai 8,93 persen pada MT ketiga perlu diperhatikan karena sudah melampaui batas maksimum kenaikan yang diperbolehkan berdasarkan perhitungan analisis switching value. Tingginya kenaikan harga benih ikan mas yang mencapai 8,93 persen akan mengakibatkan usaha ini tidak layak dilaksanakan karena akan mengalami kerugian (asumsi variabel lain tetap konstan). Kenaikan harga benih ikan nila masih wajar karena baru mencapai 1,63 persen. 2. Peningkatan harga pakan Biaya pakan merupakan komponen terbesar dalam struktur biaya. Berdasarkan hasil analisis switching value menunjukkan bahwa peningkatan maksimum harga pakan ikan yang masih layak sebesar sebesar 2,82 persen. Kenaikan harga pakan yang lebih tinggi dari 2,82 persen (dengan asumsi variabel lain tetap konstan) pada tingkat suku bunga 13 persen akan menyebabkan usaha pembesaran ikan mas dan nila tidak layak dilanjutkan karena menghasilkan nilai NPV kurang dari nol, nilai Net B/C rasio menjadi kurang dari 1 serta nilai IRR yang lebih kecil dari tingkat suku bunga 13 persen. Tabel 26 menunjukkan peningkatan harga pakan maksimum sebesar 2,82 persen menghasilkan nilai NPV sama dengan nol, nilai Net B/C Rasio sama dengan satu dan nilai IRR sebesar sama dengan tingkat suku bunga 13 persen. Kenaikan harga pakan ikan mas yang mencapai 7,14 persen perlu diperhatikan karena sudah melampaui batas maksimum kenaikan yang diperbolehkan berdasarkan perhitungan analisis switching value.
Tingginya
kenaikan harga pakan sebesar 7,14 persen akan mengakibatkan usaha ini tidak layak dilaksanakan karena akan mengalami kerugian (asumsi variabel lain tetap konstan). 3. Penurunan harga jual ikan Berdasarkan hasil perhitungan analisis switching value pada Tabel 26, menunjukkan bahwa penurunan maksimum harga jual ikan sebesar 1,77 persen masih memberikan kelayakan usaha karena menghasilkan nilai NPV sama dengan nol, nilai Net B/C Rasio sama dengan satu dan nilai IRR sama dengan tingkat
116
suku bunga 13 persen. Penurunan harga jual ikan yang lebih besar dari 1,77 persen (dengan asumsi variabel lain tetap konstan) pada tingkat suku bunga 13 persen akan menyebabkan usaha pembesaran ikan ikan mas dan nila tidak layak dilanjutkan karena menghasilkan nilai NPV kurang dari nol, nilai Net B/C rasio menjadi kurang dari satu serta nilai IRR yang lebih kecil dari tingkat suku bunga 13 persen. Penurunan harga jual ikan mas yang mencapai 9,42 persen pada MT keempat dan ikan nila mencapai 7,14 persen perlu diperhatikan karena sudah melampaui batas maksimum penurunan yang diperbolehkan berdasarkan perhitungan analisis switching value. Tingginya penurunan harga jual ikan mas dan nila mengakibatkan usaha ini tidak layak dilaksanakan karena akan mengalami kerugian (asumsi variabel lain tetap konstan). 4. Penurunan hasil produksi Berdasarkan hasil analisis switching value yang ditampilkan pada Tabel 26 menunjukkan bahwa penurunan maksimum hasil produksi ikan mas dan nila yang masih masih dikatakan layak sebesar 1,77 persen (dengan asumsi variabel lain tetap konstan), penurunan produksi sebesar 1,77 persen menghasilkan nilai NPV sama dengan nol, nilai Net B/C rasio sama dengan satu dan nilai IRR sama dengan tingkat suku bunga 13 persen. Penurunan harga jual ikan yang lebih besar dari 1,77 persen pada tingkat suku bunga 13 persen akan menyebabkan usaha pembesaran ikan ikan mas dan nila tidak layak dilanjutkan karena menghasilkan nilai NPV kurang dari nol, nilai Net B/C rasio menjadi kurang dari satu serta nilai IRR yang lebih kecil dari tingkat suku bunga 13 persen. Penurunan hasil produksi ikan mas di KJA sistem jaring kolor sebesar 0,24 persen dan ikan nila sebesar 0,68 persen masih berada di bawah batas maksimum penurunannya yaitu 1,77 persen, sehinggga usaha ini masih layak dilaksanakan (asumsi variable lain tetap konstan). Berdasarkan Tabel 26 dapat diambil kesimpulan bahwa usaha pembesaran ikan pada KJA sistem jaring kolor lebih sensitif terhadap perubahan harga jual ikan dan hasil produksi dibanding dengan biaya pakan dan benih ikan. Penurunan yang kecil saja terhadap harga jual dan hasil produksi ikan akan menyebabkan usaha menjadi tidak menguntungkan.
117
VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan Waduk Cikoncang yang berlokasi di Kabupaten Lebak, Banten, selain mempunyai fungsi utama sebagai irigasi pertanian dan sediaan air, juga dimanfaatkan untuk kegiatan perikanan.
Pemanfaatan Waduk dalam bidang
perikanan pada awalnya hanya terbatas pada penangkapan ikan dengan menggunakan alat pancing dan jala, kemudian berkembang dengan adanya kegiatan pemeliharaan ikan mas dan pada keramba jaring apung sistem jaring kolor. Kesimpulan yang dapat diambil dari penelitian mengenai analisis kelayakan finansial usaha pembesaran ikan mas dan nila pada KJA sistem jaring kolor, diantaranya : 1) Beberapa elemen yang dianggap penting dari aspek pasar yaitu peluang permintaan dan penawaran. Permintaan konsumsi ikan di Kabupaten Lebak cukup besar, hal ini terlihat dari semakin meningkatnya konsumsi ikan masyarakat setiap tahunnya dengan laju kenaikan sebesar 9,41 persen per tahun. Penawaran ikan mas di Kabupaten Lebak sebagian besar dipenuhi dari luar daerah, sehingga terdapat peluang usaha untuk meningkatkan produksi budidaya perikanan di dalam daerah. 2) Aspek teknis, air waduk Cikoncang berasal dari aliran sungai sehingga sirkulasi air cukup baik dan cocok untuk pembesaran ikan mas dan nila. Kedalaman waduk telah memenuhi syarat minimal kedalaman yaitu 5 meter. Waduk Cikoncang terletak di dataran rendah sehingga kemungkinan terjadinya up welling (umbalan) sangat kecil.
Pemanfaatan lahan waduk
masih di bawah batas maksimum yang ditetapkan yaitu sebesar 10 persen dari luas total area waduk seluas 2.252 ha, sehingga ekosistem perairan masih tetap lestari dalam jangka panjang. 3) Aspek manajemen kegiatan usaha masih sederhana. Struktur organisasi hanya terdiri dari ketua dan anggota.
Petani pemilik merangkap sebagai ketua,
pemilik modal dan pengelola keuangan, sedangkan tenaga kerja yang berjumlah tiga orang sebagai anggota.
118
4) Aspek hukum, bentuk badan usaha pembesaran ikan mas dan nila pada KJA sistem jaring kolor merupakan badan usaha perseorangan. 5) Usaha pembesaran ikan mas dan nila pada KJA sistem jaring kolor mempunyai dampak positif terhadap masyarakat yaitu dapat terserapnya tenaga kerja baru dan ekonomi masyarakat dapat diberdayakan mulai dari tingkat petani pembenih, pembesaran dan penjual serta pemilik sarana transportasi.
Dampak positif terhadap lingkungan yaitu terpeliharanya
kelestarian sumber daya ikan di perairan waduk karena kegiatan perikanan tidak bergantung pada penangkapan ikan. 6) Berdasarkan analisis aspek finansial menunjukkan bahwa usaha pembesaran ikan mas dan nila pada KJA sistem jaring kolor masih layak dilaksanakan karena menghasilkan nilai NPV yang positif yaitu sebesar Rp. 15.578.956, nilai Net B/C rasio lebih dari satu yaitu sebesar 1,206, persentase nilai IRR sebesar 37,14 persen lebih besar dari tingkat suku bunga yang ditetapkan. Waktu yang diperlukan untuk mengembalikan biaya investasi selama satu tahun tujuh bulan. 7) Berdasarkan analisis switching value menunjukkan bahwa usaha pembesaran ikan mas dan nila pada KJA sistem jaring kolor lebih sensitiv terhadap penurunan harga jual ikan dan penurunan hasil produksi ikan, dengan maksimum penurunan masing-masing sebesar 1,77 persen. Penurunan harga jual dan hasil produksi ikan yang lebih besar dari 1,77 persen akan menyebabkan usaha tidak layak.
7.2 Saran Beberapa saran yang dapat disampaikan sebagai berikut : 1) Perlu adanya peningkatan produksi ikan mas dan nila dari budidaya KJA melalui perluasan lahan usaha budidaya KJA sampai batas maksimum luas lahan yang ditetapkan yaitu 10 persen untuk mencapai produksi yang maksimum. Usaha pembesaran ikan nila bersama ikan mas perlu ditingkatkan karena terjadi efisiensi dalam penggunaan pakan. 2) Pemerintah Daerah dapat membantu dalam penyediaan modal untuk para petani kecil yang ingin mengembangkan usaha perikanan karena usaha ini
119
membutuhkan biaya investasi yang cukup besar serta berperan sebagai fasilitator antara pihak petani ikan dengan pihak perbankan.
Usaha
pembesaran ikan mas dan nila pada KJA sistem jaring kolor mempunyai kemampuan menghasilkan laba sebesar 5,3 persen dari kegiatan usaha pokoknya. 3) Mengantisipasi perubahan-perubahan dalam biaya produksi dan harga jual, disarankan agar petani ikan bergabung dengan petani lainnya untuk membentuk organisasi atau koperasi yang bertujuan agar para petani mempunyai posisi tawar menawar yang tinggi.
120
DAFTAR PUSTAKA Badan Pusat Statistik. 2007. Statistik Indonesia 2006. Badan Pusat Statistik. Jakarta. Bappeda (Badan Perencanaan Pembangunan Daerah) Kab. Lebak. 2005. Master Plan Pengembangan Kawasan Agropolitan. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah Kab. Lebak. Rangkasbitung. Cahyono. 2005. Budidaya Ikan di Perairan Umum. Yogyakarta.
Penerbit Kanisius.
Charles T. Horngren, Walter T. Horrison, Jr. Michael A. Robinson dan Secokusumo. 1996. Akuntansi di Indonesia. Penerbit Salemba Empat. Jakarta. Choliq, A, H.R.A.R. Wirasasmita, S. Hasan. 1999. Evaluasi Proyek (Suatu Pengantar). Pionir Jaya. Bandung. Dendawijaya, L. 2000. Manajemen Perbankan. Ghalia Indonesia. Jakarta. Departemen Kelautan dan Perikanan,. 2006. Statistik Perikanan Budidaya. Departemen Kelautan dan Perikanan. http://www.dkp.go.id/ . 25 Juli 2006. Departemen Kelautan dan Perikanan,. 2007. Rapat Koordinasi Nasional Departemen Kelautan dan Perikanan. Departemen Kelautan dan Perikanan. http://www.dkp.go.id/ . 25 Januari 2007. Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Banten. 2005. Statistik Perikanan Budidaya Banten 2005. Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Banten. Serang. Dinas Kelautan dan Perikanan Kabupaten Lebak. 2007. Laporan Tahunan 2006. Rangkasbitung. Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Banten. 2007. Perencanaan Pembangunan Kelautan dan Perikanan Berbasiskan Kawasan disampaikan pada Forum Satuan Kerja Perangkat Daerah Bidang Kelautan dan Perikanan Tingkat Propinsi Banten. April 2007. Dinas Kelautan dan Perikanan Propinsi Banten. Serang. Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. 2005. Teknologi untuk Masyarakat Pesisir : Seri Budidaya Perikanan. Direktorat Jenderal Kelautan, Pesisir dan Pulau-pulau Kecil. Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta.
121
Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. 2005. Statistik Perikanan Budidaya Indonesia Tahun 2004. Direktorat Jenderal Perikanan Budidaya. Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta. Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. 2005. Statistik Perikanan Tangkap Indonesia Tahun 1999-2004. Direktorat Jenderal Perikanan Tangkap. Departemen Kelautan dan Perikanan. Jakarta. Fahrur, M dan Tamsil. 2005. Buletin Litkayasa Akuakultur. Pusat Riset Perikanan Budidaya. Badan Riset Kelautan dan Perikanan. Vol. 4 No. 1, Hal 33. Gittinger, J.P. 1986. Analisa Ekonomi Proyek-proyek Pertanian. Universitas Indonesia (UI-Press). Jakarta.
Penerbit
Gultom, 2002. Prospek Pengembangan Usaha Budidaya Ikan Mas Dalam Jaring Apung di Danau Toba, Desa Pasar Pangururan, Kabupaten Toba Samosir. Skripsi. Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan. IPB (tidak dipublikasikan). Bogor. Husnan, S dan S. Muhammad. 2000. Studi Kelayakan Proyek. Unit Penerbit dan Percetakan AMP YKPN. Yogyakarta. Ibrahim, M. Y. 2003. Studi Kelayakan Bisnis. Rineka Cipta. Jakarta. Jangkara, J. 2000. Pembesaran Ikan Air Tawar Di Berbagai Lingkungan Pemeliharaan. Penebar Swadaya. Jakarta. Kadariah, L. Karlina dan C. Gray. 1999. Pengantar Evaluasi Proyek. Lembaga Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia. Jakarta Maulana, A. B. 2003. Analisis Kelayakan Usahatani Pembesaran dan Pemasaran Ikan Nila Gift Budidaya Keramba Jaring Apung, Desa Cikidang Bayabang, Kecamatan Mande, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Skirpsi. Fakultas Pertanian IPB (tidak dipublikasikan). Bogor. Miller, Roger LeRoy dan Roger E. Meiners. 2000. Teori Ekonomi Intermediat. PT. Raja Grafindo Persada. Jakarta. Mungky, HGPL. 2001. Analisis Kelayakan Finansial Usaha Pembesaran Ikan pada Kolam Jaring Apung, KJA Batuhapur, Waduk Cirata, Kabupaten Cianjur, Jawa Barat. Skripsi. Fakultas Pertanian IPB (tidak dipublikasikan). Bogor. Rochdianto, A. Jakarta.
2000.
Budidaya Ikan di Jaring Apung.
Penebar Swadaya.
122
Sukamto dan S. Maryam. 2005. Buletin Litkayasa Akuakultur. Pusat Riset Perikanan Budidaya. Badan Riset Kelautan dan Perikanan. Vol. 4 No. 1, Hal 5.
123
LAMPIRAN
124
Lampiran 1. Kondisi Kegiatan Budidaya Pembesaran Ikan pada KJA Sistem Jaring Kolor di Waduk Cikoncang.
Lampiran 2. Perhitungan Nilai NPV, B/C Rasio dan IRR Usaha Pembesaran Ikan Mas dan Nila pada 5 Unit KJA Sistem Jaring Kolor dengan Tingkat Suku Bunga 13 Persen No. 1
2
Uraian
MT 1
MT 2
Tahun ke 2 (Rp.)
MT 3
MT 4
MT 1
MT 2
MT 3
MT 4
Arus Penerimaan Kas (Cash Inflow) a. Nilai Produksi
-
127,775,000
147,250,000
140,857,500
139,930,000
127,822,500
148,158,000
140,868,000
140,846,500
b. Nilai Sisa Aktiva Tetap
-
-
-
-
-
-
-
-
10,715,000
Jumlah Cash Inflow Arus Pengeluaran Kas (Cash Outflow)
-
127,775,000
147,250,000
140,857,500
139,930,000
127,822,500
148,158,000
140,868,000
151,561,500
60,437,500
-
-
-
-
195,000
-
-
-
b. Biaya Tetap
-
-
-
-
910,000
-
-
-
910,000
c. Biaya Variabel per Musim Tanam
-
132,695,000
115,145,000
135,995,000
116,145,000
138,695,000
121,145,000
141,995,000
122,145,000
60,437,500
132,695,000
115,145,000
135,995,000
117,055,000
121,145,000
-4,920,000
32,105,000
4,862,500
22,875,000
141,995,000 1,127,000
123,055,000
-60,437,500
138,890,000 11,067,500
a. Biaya Investasi
Jumlah Cash Outflow 3
Tahun ke 1 (Rp.)
Tahun Nol (Rp.)
Net Benefit Sebelum Pajak
4
Pajak 10%
5
Net Benefit Setelah Pajak
6
Discount Factor 13%
7
PV 13 %
8
NPV 13 %
9
Net B/C Rasio
12
IRR
13
PBP
27,013,000
28,506,500
-
-
2,718,500
486,250
2,287,500
-
1,594,550
-
2,737,950
-60,437,500
-4,920,000
29,386,500
4,376,250
20,587,500
-11,067,500
25,418,450
-1,127,000
25,768,550
1
0.96990 4,771,908
0.94072
0.91242
0.88496
0.83249
3,992,978
18,219,114
0.80744 909,985
0.78315
27,644,468
0.85832 9,499,457
-60,437,500 15,578,956 1.206 37,14 % 1.6
21,160,605
20,180,640
35