ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBERHASILAN STUDI MAHASISWA PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS INSTITUT PERTANIAN BOGOR (Pendekatan Model Persamaan Struktural)
Oleh : SYAFRUDIN A.14101701
PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
RINGKASAN SYAFRUDIN. A14101701. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Studi Mahasiswa Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis Institut Pertanian Bogor (Pendekatan Model Persamaan Struktural). Di bawah bimbingan MUHAMMAD FIRDAUS. Kemajuan pembangunan perekonomian di Indonesia tidak terlepas dari perkembangan bidang agribisnis secara umum. Hal ini dapat dilihat dari besarnya tenaga kerja yang terserap. Pada tahun 2003 sektor pertanian menyerap tenaga kerja sekitar 46 persen dari orang yang bekerja. Namun demikian, dilihat dari status pekerjaannya, orang yang berusaha dengan buruh tetap hanya sekitar 2,5 persen. Komponen terbesar adalah orang yang berusaha dengan dibantu anggota rumah tangga/buruh tidak tetap sekitar 39 persen. Sekitar 33 persen merupakan pekerja tak dibayar (unpaid worker). Keterampilan SDM tidak terlepas dari tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan. Menurut data BPS (2004) pada tahun 2003 jumlah tenaga kerja disektor agribisnis yang menamatkan pendidikan sampai universitas hanya sebesar 0,13 persen. Tenaga kerja terbanyak adalah lulusan SD sebanyak 48 persen, bahkan terdapat sebanyak 28 persen yang tidak tamat SD atau belum pernah sekolah. Untuk meningkatkan kualitas SDM melalui bidang pendidikan ternyata banyak sekali faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilannya. Situasi yang sangat kompleks umumnya banyak dijumpai dalam proses pencapaian pendidikan. Situasi yang sangat berpengaruh seperti adanya perbedaan lingkungan belajar, gaya belajar, lingkungan kampus, sarana dan prasarana pendidikan, karakteristik dosen dan karakteristik mahasiswa itu sendiri. Faktor-faktor tersebut dapat berpengaruh terhadap keberhasilan studi mahasiswa baik secara langsung maupun tidak langsung. Banyak faktor yang mempengaruhi tingkat keberhasilan studi mahasiswa. Faktor-faktor tersebut ada yang berpengaruh secara langsung dan tidak langsung yang relatif sulit untuk diukur dan berpengaruh secara simultan. Faktor-faktor tersebut antara lain faktor eksternal dan internal dari mahasiswa, proses studi selama di Program Ekstensi Manajemen Agribisnis IPB serta kemampuan akademik yang mempengaruhi kesuksesannya.
3
Penelitian ini bertujuan untuk mengidentifikasi karakteristik mahasiswa dan
menganalisis
faktor-faktor
yang
mempengaruhi
keberhasilan
studi
mahasiswa. Untuk menjawab tujuan tersebut digunakan alat analisis model persamaan struktural (SEM). Penelitian ini menggunakan data sekunder yang berasal dari Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis Institut Pertanian Bogor sebanyak 211 sampel. Dilengkapi data dari berbagai sumber yang mendukung penelitian ini. Hasil penelitian menunjukkan model awal yang dipasang pada penelitian ini yaitu terdiri dari 4 peubah laten dan 16 peubah manifes tidak layak dalam mengolah data, untuk itu diperlukan perbaikan model. Evaluasi terhadap model dilakukan berdasarkan Uji khi-kuadrat, GFI, AGFI, RMSR, dan RMSEA. Perbaikan model yang dilakukan dengan membagi menjadi dua model terpisah sesuai dengan ukuran tingkat keberhasilan studi yaitu IPK dan masa studi. Perbaikan model juga mencakup pengurangan jumlah peubah manifest. Model keberhasilan studi untuk IPK menggunakan 4 peubah laten dengan 9 peubah manifes, peubah laten sukses hanya diukur oleh peubah IPK (Y11). Peubah laten proses diukur oleh (1) total SKS (Y21), (2) status bekerja (Y23), (3) PT asal (Y25), (4) jenis tempat tinggal (Y27). Peubah laten eksternal meliputi (1) pendidikan ayah (X11), dan (2) penghasilan orang tua (X13). Peubah laten internal meliputi (1) usia (X21), dan (2) jenis kelamin (X22). Evaluasi terhadap model SEM secara keseluruhan dilakukan dengan Uji khi-kuadrat, GFI, AGFI, RMSR dan RMSEA. Hasil pengujian menunjukkan bahwa model dinyatakan layak dalam mengepas data. Status bekerja memberikan kontribusi terbesar dalam membangun proses studi dengan nilai koefisien sebesar 0.90. Penghasilan orang tua memiliki koefisien terbesar dalam peubah eksternal yaitu sebesar 0.63. Usia mempunyai kontribusi terbesar terhadap peubah eksogen internal yaitu dengan koefisien sebesar 0.73 Model keberhasilan studi untuk masa studi menggunakan 4 peubah laten dengan 9 peubah manifes. Sukses hanya diukur oleh peubah masa studi (Y12), sedangkan proses studi diukur oleh (1) total SKS (Y21), (2) status bekerja (Y23), (3) PT asal (Y25), (4) jenis tempat tinggal (27). Peubah eksternal meliputi (1) pendidikan ayah (X11), dan (2) penghasilan orang tua (X13). Peubah internal
4
meliputi (1) usia (X21), dan (2) jenis kelamin (X22). Hasil pengujian menunjukkan bahwa model dinyatakan layak dalam mengepas data. Status bekerja memberikan kontribusi terbesar dalam membangun proses studi dengan nilai koefisien sebesar 0.89. Penghasilan orang tua memiliki koefisien terbesar dalam peubah eksternal yaitu sebesar 0.65. Usia mempunyai kontribusi terbesar terhadap peubah eksogen internal yaitu dengan koefisien sebesar 0.73 Penggunaan metode SEM sangat bergantung terhadap teori yang mendasari bidang yang diteliti. Model terbaik untuk menduga faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan studi mahasiswa program ekstensi yaitu model SEM IPK dan model SEM masa studi. Proses studi berpengaruh langsung terhadap keberhasilan studi, baik untuk model SEM IPK maupun model SEM masa studi. Peubah eksternal dan internal berpengaruh secara tidak langsung terhadap keberhasilan studi mahasiswa (IPK dan masa studi), akan tetapi berpengaruh langsung terhadap proses studi. Program ekstensi dalam penerimaan mahasiswa baru hendaknya menetapkan prioritas yaitu calon mahasiswa berusia 22 tahun atau kurang dan penghasilan orang tua per bulan di atas Rp 750 ribu. Kesesuain program studi memiliki pengaruh cukup signifikan, sehingga dapat menjadi acuan dalam prioritas penerimaan mahasiswa baru. Mahasiswa bekerja dan telah menikah agar mendapat perhatian lebih dalam proses studinya, karena biasanya banyak menghadapi kendala yang dapat menghambat pencapaian pendidikannya.
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBERHASILAN STUDI MAHASISWA PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS INSTITUT PERTANIAN BOGOR (Pendekatan Model Persamaan Struktural)
Oleh : SYAFRUDIN A.14101701
SKRIPSI Sebagai Bagian untuk Memperoleh Gelar Sarjana Pertanian pada Fakultas Pertanian Institut Pertanian Bogor
PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
PROGRAM SARJANA EKSTENSI MANAJEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS PERTANIAN INSTITUT PERTANIAN BOGOR Dengan ini menyatakan bahwa skripsi yang disusun oleh : Nama
: SYAFRUDIN
NRP
: A.14101701
Program Studi : Ekstensi Manajemen Agribisnis Judul
: Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Studi Mahasiswa Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis Institut Pertanian Bogor (Pendekatan Model Persamaan Struktural)
Dapat diterima sebagai salah satu syarat kelulusan pada Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor.
Menyetujui Dosen Pembimbing
Muhammad Firdaus, SP, MSi NIP 132158758 Mengetahui Dekan Fakultas Pertanian
Prof. Dr. Ir. Supiandi Sabiham, M.Agr NIP 130422698
Tanggal Kelulusan :
PERNYATAAN
DENGAN
INI
SAYA
MENYATAKAN
BAHWA
SKRIPSI
YANG
BERJUDUL “ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI KEBERHASILAN EKSTENSI BOGOR
STUDI
MANAJEMEN
(PENDEKATAN
MAHASISWA AGRIBISNIS MODEL
PROGRAM INSTITUT
PERSAMAAN
SARJANA PERTANIAN
STRUKTURAL)”
BENAR-BENAR MERUPAKAN HASIL KARYA SAYA SENDIRI DAN BELUM PERNAH DIAJUKAN SEBAGAI KARYA ILMIAH PADA SUATU
PERGURUAN
TINGGI
MANAPUN
ATAU
LEMBAGA
MANAPUN.
BOGOR, PEBRUARI 2006
SYAFRUDIN A14101701
RIWAYAT HIDUP Penulis lahir di Jakarta pada tanggal 13 Oktober 1979. Peneliti adalah putra keempat dari empat bersaudara dari pasangan Hidayat dan Saniyem. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SD Taman Sukarya, Kecamatan Neglasari Kota Madya Tangerang pada tahun 1992, kemudian melanjutkan pendidikan ke SMP Panca Karya dan selesai pada tahun 1995. Pada tahun yang sama penulis melanjutkan pendidikan menengah atas di SMK N 2 Tangerang dan selesai pada tahun 1998. Pada tahun 1998 penulis diterima di Institut Pertanian Bogor melalui jalur umum pada program studi Agribisnis Peternakan Jurusan Sosial Ekonomi Industri Peternakan dan selesai pada tahun 2001. Tahun 2002 diterima di Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis Institut Pertanian Bogor melalui jalur umum.
KATA PENGANTAR Puji syukur dihaturkan kehadirat Allah SWT, Rabb Sekalian Alam atas limpahan rahmat dan hidayah-Nya, sehingga penulis mampu menyelesaikan penelitian dan penulisan skripsi yang berjudul “Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Studi Mahasiswa Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis Institut Pertanian Bogor (Pendekatan Model Persamaan Struktural)”. Salawat beriring salam tak lupa tercurah kepada Rasulullah, Nabi Muhammad SAW yang telah mewariskan pedoman hidup kepada kita agar senantiasa berada pada jalan yang diridhai-Nya. Penulisan skripsi ini dimaksudkan untuk memenuhi syarat kelulusan dalam memperoleh gelar sarjana pertanian pada Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Penulis menyadari bahwa penulisan skripsi ini masih jauh dari sempurna, penulis mohon maaf jika dalam penulisan skripsi ini masih terdapat kekurangan. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang membutuhkannya.
Bogor, Pebruari 2006
Penulis
UCAPAN TERIMA KASIH Pada kesempatan ini penulis juga mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada : 1. Bapak, Mamak, Ibu, Mas Wahid sekeluarga, Mbak Nur sekeluarga, Mas Lihin atas segala doa, dorongon moral maupun materi. 2. Bapak Muhammad Firdaus, SP, MSi. selaku dosen pembimbing skripsi atas bimbingan, arahan dan sarannya yang menjadikan skripsi ini modal berharga bagi penulis dalam menapaki kehidupan dimasa mendatang. 3. Ibu Ir. Netti Tinaprilla, MM selaku dosen evaluator kolokium atas saran yang diberikan kepada penulis. 4. Bapak Dr. Ir. Ma`mun Sarma, MS, Mec selaku dosen layak uji atas saran yang diberikan kepada penulis. 5. Ibu Ir. Rita Nurmalina, MS yang berkenan menjadi dosen penguji utama pada saat sidang. 6. Ibu Febriantina Dewi, SE, MM, MSc yang berkenan menjadi dosen komdik pada saat sidang. 7. Ibu Ir. Yayah K. Wagiono, MEc selaku pimpinan tempat penelitian, atas ijin dan kesempatan melakukan penelitian di Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis Institut Pertanian Bogor. 8. Faisal Ali Ahmad atas saran-sarannya saat menjadi pembahas pada seminar hasil penelitian. 9. Para staf dan karyawan Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis Institut Pertanian Bogor. 10. Agung Bosshasni dan kru Gemilangnya, Muchlis, Daan, Lia, Sunarti, temanteman di Ciwaluya 6, dan di Pondok Unyil atas semangat dan segala fasilitas selama penulisan skripsi. 11. Teman-teman saat di program ekstensi yang namanya tak bisa disebutkan satu per satu. 12. Semua pihak yang tidak dapat penulis sebutkan satu per satu.
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR ISI.............................................................................................
vi
DAFTAR TABEL ...................................................................................
viii
DAFTAR GAMBAR................................................................................
ix
BAB I PENDAHULUAN 1.1 1.2 1.3 1.4
Latar Belakang ...................................................................... Perumusan Masalah .............................................................. Tujuan Permasalahan ............................................................ Kegunaan Penelitian .............................................................
1 4 5 5
BAB II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Profil Pendidikan Nasional ................................................... 2.2 Faktor-faktor yang Mempengaruhi Keberhasilan Studi........ 2.3 Studi Terdahulu.....................................................................
7 11 15
BAB III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis ................................................ 3.1.1 Model Persamaan Struktural ..................................... 3.1.2 Diagram Lintas.......................................................... 3.1.3 Pendugaan Parameter ................................................ 3.1.4 Identifikasi Model Struktural .................................... 3.1.5 Pemeriksaan Kebaikan (Goodness of Fit) Model...... 3.1.6 Interpretasi dan Modifikasi Model............................ 3.2 Kerangka Pemikiran Konseptual........................................... 3.3 Hipotesis................................................................................ 3.4 Definisi Operasional .............................................................
18 18 20 22 24 25 30 31 33 35
BAB IV METODE PENELITIAN 4.1 4.2 4.3 4.4
Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................ Jenis dan Sumber Data ......................................................... Metode Analisis ................................................................... Model SEM ...........................................................................
38 38 39 41
BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN 5.1 Latar Belakang Berdirinya Program Ekstensi Manajemen Agribisnis IPB....................................................................... 5.2 Progrm Ekstensi Manajemen Agribisnis IPB ....................... 5.3 Struktur Organisasi ............................................................... 5.4 Sistem Pengajaran .................................................................
43 45 48 48
vii
5.5 Staf Pengajar ........................................................................ 5.6 Sumberdaya Fisik..................................................................
48 49
BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1 Karakteristik Mahasiswa Program Ekstensi Manajemen Agribisnis IPB....................................................................... 6.1.1 Deskripsi Mahasiswa Berdasarkan Nilai IPK S1...... 6.1.2 Deskripsi Mahasiswa Berdasarkan Masa Studi ........ 6.1.3 Deskripsi Mahasiswa Berdasarkan Total SKS yang harus Diselesaikan..................................................... 6.1.4 Deskripsi Mahasiswa Berdasarkan IPK Diploma ..... 6.1.5 Deskripsi Mahasiswa Berdasarkan Status Bekerja ... 6.1.6 Deskripsi Mahasiswa Berdasarkan Kesesuaian Program Studi ........................................................... 6.1.7 Deskripsi Mahasiswa Berdasarkan Perguruan Tinggi Asal................................................................ 6.1.8 Deskripsi Mahasiswa Berdasarkan Lama Skripsi ..... 6.1.9 Deskripsi Mahasiswa Berdasarkan Jenis Tempat Tinggal ...................................................................... 6.1.10 Deskripsi Mahasiswa Berdasarkan Pendidikan Ayah 6.1.11 Deskripsi Mahasiswa Berdasarkan Pendidikan Ibu .. 6.1.12 Deskripsi Mahasiswa Berdasarkan Penghasilan Orang Tua ................................................................. 6.1.13 Deskripsi Mahasiswa Berdasarkan Daerah Asal....... 6.1.14 Deskripsi Mahasiswa Berdasarkan Usia ................... 6.1.15 Deskripsi Mahasiswa Berdasarkan Jenis Kelamin.... 6.1.16 Deskripsi Mahasiswa Berdasarkan Status Perkawinan................................................................ 6.2 Analisis Model Awal ............................................................ 6.3 Model Keberhasilan Studi untuk IPK ................................... 6.3.1 Gambaran Umum Peubah-peubah Laten ..................... 6.3.2 Dekomposisi Pengaruh-pengaruh ................................ 6.4 Model Keberhasilan Studi untuk Masa Studi ....................... 6.4.1 Gambaran Umum Peubah-peubah Laten ..................... 6.4.2 Dekomposisi Pengaruh-pengaruh ................................
50 50 51 52 53 55 56 57 59 60 61 63 64 65 67 68 69 71 76 78 80 81 83 84
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1 Kesimpulan .......................................................................... 7.2 Saran......................................................................................
86 87
DAFTAR PUSTAKA ...............................................................................
88
vii
DAFTAR TABEL Nomor 1.
Halaman
Rasio Pendaftar dan yang Diterima pada Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis periode Oktober 1999 – April 2005.............
47
Sebaran Dosen Pengajar pada Program Ekstensi Berdasarkan Jenjang Studi dan Asal Departemen .................................................
49
3.
Koefisien dalam Model Struktural ....................................................
73
4.
Dugaan Parameter pada Model Pengukuran .....................................
73
5.
Dugaan Parameter pada Model Pengukuran untuk IPK ...................
78
6.
Koefisien dalam Model Struktural untuk IPK ..................................
80
7.
Dugaan Parameter pada Model Pengukuran untuk Masa Studi........
83
8.
Koefisien dalam Model Struktural untuk Masa Studi.......................
85
Lampiran 2 - 10..........................................................................................
91 - 99
2.
DAFTAR GAMBAR Nomor 1.
Halaman
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses dan Keberhasilan Belajar Seseorang..............................................................................
14
2.
Kerangka Pemikiran Konseptual.......................................................
33
3.
Model Keberhasilan Studi yang Dihipotesiskan ...............................
42
4.
Komposisi Mahasiswa Program Ekstensi Lulusan 2002 - 2005 Berdasarkan IPK ...............................................................................
50
Komposisi Mahasiswa Program Ekstensi Lulusan 2002 - 2005 Berdasarkan Masa Studi....................................................................
51
Nilai IPK dan Masa Studi Mahasiswa Berdasarkan Jumlah SKS yang Diambil.....................................................................................
53
Nilai IPK S1 dan Masa Studi Mahasiswa Berdasarkan IPK Diploma.............................................................................................
54
8.
Nilai IPK dan Masa Studi Mahasiswa Berdasarkan Status Bekerja .
56
9.
Nilai IPK dan Masa Studi Mahasiswa Berdasarkan Kesesuaian Program Studi ...................................................................................
57
Nilai IPK dan Masa Studi Mahasiswa Berdasarkan Perguruan Tinggi Asal........................................................................................
58
11.
Nilai IPK dan Masa Studi Mahasiswa Berdasarkan Lama Skripsi ...
59
12.
Nilai IPK dan Masa Studi Mahasiswa Berdasarkan Jenis Tempat Tinggal. .............................................................................................
60
Nilai IPK dan Masa Studi Mahasiswa Berdasarkan Pendidikan Ayah ..................................................................................................
62
14.
Nilai IPK dan Masa Studi Mahasiswa Berdasarkan Pendidikan Ibu
64
15.
Nilai IPK dan Masa Studi Mahasiswa Berdasarkan Penghasilan Orang Tua .........................................................................................
65
16.
Nilai IPK dan Masa Studi Mahasiswa Berdasarkan Daerah Asal.....
66
17.
Nilai IPK dan Masa Studi Mahasiswa Berdasarkan Usia .................
68
5. 6. 7.
10.
13.
x
18.
Nilai IPK dan Masa Studi Mahasiswa Berdasarkan Jenis Kelamin..
69
19.
Nilai IPK dan Masa Studi Mahasiswa Berdasarkan Status Perkawinan........................................................................................
70
20.
Diagram Lintas Model Keberhasilan Studi.......................................
72
21.
Diagram Lintas Model Keberhasilan Studi untuk IPK .....................
76
22.
Diagram Lintas Model Keberhasilan Studi untuk Masa Studi..........
81
Lampiran 1 .................................................................................................
90
x
BAB I PENDAHULUAN
1.1 Latar Belakang Salah satu pendukung keberhasilan pembangunan di suatu negara adalah adanya sumberdaya manusia (SDM) yang berkualitas. Tenaga kerja (SDM) merupakan modal bagi bergeraknya roda pembangunan. Jumlah dan komposisi tenaga kerja akan terus mengalami perubahan seiring dengan berlangsungnya proses demografi. Badan Pusat Statistik (2004) menyebutkan pada tahun 2003, dari total angkatan kerja sebesar 100,3 juta, sekitar 90,50 persen dari mereka telah bekerja. Dari sebagian yang bekerja, 76,78 persen berpendidikan rendah dan yang berpendidikan tinggi sebesar 23,22 persen. Pada tahun 2003, dari 10 angkatan kerja sekitar satu orang diantaranya masih mencari pekerjaan. Jumlah pengangguran terbuka di Indonesia mencapai 9,5 juta jiwa di mana sekitar 59,68 persen diantaranya berpendidikan rendah dan 40,32 persen berpendidikan tinggi. Hal ini menunjukkan peran angkatan kerja yang berpendidikan tinggi dalam pembangunan nasional kurang maksimal. Kemajuan pembangunan perekonomian di Indonesia tidak terlepas dari perkembangan bidang agribisnis secara umum. Hal ini dapat dilihat dari besarnya tenaga kerja yang terserap. Pada tahun 2003 sektor pertanian menyerap tenaga kerja sebesar 42.001.766 orang atau sekitar 46 persen dari 90.784.917 orang yang bekerja. Namun demikian, dilihat dari status pekerjaannya yaitu kedudukan seseorang dalam unit usaha/kegiatan dalam melakukan pekerjaan, orang yang berusaha dengan status buruh tetap hanya sebesar 1.032.955 atau sekitar 2,5 persen. Komponen terbesar adalah orang yang berusaha dengan dibantu anggota
2
rumah tangga/buruh tidak tetap sebanyak 16.427.472 orang atau sekitar 39 persen. Pekerja bebas disektor pertanian sebanyak 4.555.248 orang. Sebanyak 13.857.766 orang atau sekitar 33 persen merupakan pekerja tak dibayar (unpaid worker). Unpaid worker yaitu seseorang yang bekerja membantu usaha untuk memperoleh penghasilan atau keuntungan. Usaha tersebut dilakukan oleh salah seorang anggota rumah tangga atau bukan anggota rumah tangga tanpa mendapat upah/gaji (BPS, 2004). Keterampilan SDM tidak terlepas dari tingkat pendidikan tertinggi yang ditamatkan. Menurut data BPS (2004) pada tahun 2003 jumlah tenaga kerja di bidang agribisnis yang menamatkan pendidikan sampai universitas hanya sebesar 0,13 persen. Tenaga kerja yang tamat akademi/diploma sebanyak 47.777 orang atau sekitar 0,11 persen. Tenaga kerja terbanyak adalah lulusan SD sebanyak 48 persen, bahkan terdapat sebanyak 11.796.165 orang yang tidak tamat SD atau belum pernah sekolah. Hal ini menunjukkan bahwa tingkat keterampilan SDM Indonesia di bidang agribisnis masih belum sesuai dengan harapan dunia usaha. Kebijakan dalam pendidikan termasuk pendidikan tinggi diharapkan dapat mengantisipasi persaingan global yang semakin ketat. Namun tidak mengabaikan strategi pengembangan pendidikan terpadu dan dilandasi visi pendidikan tinggi yang mampu melihat keberlakuannya untuk masa yang jauh ke depan. Berbagai kebijakan
pemerintah
dibidang
pendidikan
telah
mendorong
terjadinya
industrialisasi pendidikan. Hal itu ditunjukkan antara lain dengan berkembangnya perguruan tinggi swasta (PTS) sebagai suatu private corporation in perpetuity (Azahari, 2000). Data BPS (2003) menyebutkan bahwa jumlah PTS pada tahun ajaran 2002/2003 lebih banyak dibanding dengan perguruan tinggi negeri (PTN).
3
Demikian pula untuk jumlah mahasiswanya (mahasiswa PTN sebanyak 918.276 orang dan mahasiswa PTS 1.926.351 orang). Semua masalah dan tantangan menuntut SDM Indonesia khususnya masyarakat intelektual PT agar meningkatkan serta memperluas wawasan pengetahuan, keunggulan, dan keahlian yang profesional. Upaya peningkatan partisipasi PT dalam penyediaan sumberdaya berkualitas perlu adanya diversifikasi pendekatan untuk mencapai peningkatan kualitas SDM. Salah satu upaya diversifikasi pendekatan untuk mencapai peningkatan kualitas SDM yaitu dengan program ekstensi. Untuk meningkatkan kualitas SDM melalui bidang pendidikan ternyata banyak sekali faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilannya. Situasi yang sangat kompleks umumnya banyak dijumpai dalam proses pencapaian pendidikan. Situasi yang sangat berpengaruh seperti adanya perbedaan lingkungan belajar, gaya belajar, lingkungan kampus, sarana dan prasarana pendidikan, karakteristik dosen dan karakteristik mahasiswa itu sendiri. Faktor-faktor tersebut dapat berpengaruh terhadap keberhasilan studi mahasiswa baik secara langsung maupun tidak langsung. Pencapaian pendidikan mahasiswa program ekstensi sangat kompleks. Keberhasilan studi mahasiswa banyak dipengaruhi oleh faktor-faktor yang relatif sulit diukur. Faktor-faktor tersebut yang juga menjadi fokus penelitian ini antara lain latar belakang pendidikan sebelumnya, latar belakang keluarga (orang tua), lingkungan belajar, dan faktor individu mahasiswa. Faktor-faktor tersebut saling mendukung dan berpengaruh secara simultan terhadap keberhasilan studi mahasiswa.
4
1.2 Perumusan Masalah Program sarjana ekstensi merupakan sistem pendidikan yang dibina untuk mengatasi kendala baik ekonomi maupun waktu, dan menjadi alternatif peningkatan SDM. Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis IPB menyediakan program pendidikan yang berkelanjutan dalam upaya pencapaian link & macth antara kualitas sumberdaya manusia dan kebutuhan sektor riil. Saat ini dunia usaha sudah memasuki persaingan global yang menuntut SDM dengan kualifikasi tinggi. Konsumen yang dibidik adalah lulusan program diploma diutamakan yang sudah bekerja, maupun lulusan S1 agribisnis dan non agribisnis, akibatnya mahasiswa pada program ini memiliki karakter yang berbeda-beda. Keragaman karakteristik tersebut juga terjadi dari segi demografis, psikologis, maupun kemampuan akademisnya. Hal ini menimbulkan situasi yang sangat kompleks dalam pencapaian keberhasilan studi masing-masing mahasiswa. Indikasi keberhasilan studi mahasiswa dapat diukur melalui Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) yang dicapai serta masa studinya. Tingkat keberhasilan mahasiswa ekstensi secara umum belum terlalu memuaskan. Hal ini terlihat dari pencapaian nilai IPK mahasiswa dan masa studinya. Mahasiswa dengan IPK antara 3.50 – 4 hanya mencapai 9 persen. Mahasiswa dengan IPK di bawah 2.50 mencapai 24 persen. Mahasiswa yang mampu menyelesaikan studinya lebih lama dari masa studi normal mencapai 43 persen. Kombinasi yang diharapkan adalah mahasiswa yang lulus dengan IPK yang tinggi dan masa studi yang cepat. Dalam hal ini tingkat pencapaian baru 4.7 persen. Hal ini menunjukkan adanya penyimpangan-penyimpangan dari mahasiswa program ekstensi, sehingga perlu
5
diteliti bagaimana sesungguhnya keadaan mahasiswa yang dapat berpengaruh terhadap keberhasilan studinya. Banyak faktor yang mempengaruhi tingkat keberhasilan studi mahasiswa. Faktor-faktor tersebut ada yang berpengaruh secara langsung dan tidak langsung yang relatif sulit untuk diukur dan berpengaruh secara simultan. Faktor-faktor tersebut antara lain faktor eksternal dan internal dari mahasiswa, proses studi selama di Program Ekstensi Manajemen Agribisnis IPB serta kemampuan akademik yang mempengaruhi kesuksesannya. Dengan demikian pertanyaan mendasar dalam penelitian ini adalah sebagai berikut : 1. Bagaimana karakteristik mahasiswa dan lulusan Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis IPB? 2. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi keberhasilan studi mahasiswa Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis IPB? 1.3 Tujuan Penelitian Dari kajian permasalahan, maka tujuan penelitian ini untuk : 1. Mengidentifikasi karakteristik mahasiswa dan lulusan Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis IPB. 2. Menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan studi mahasiswa Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis IPB. 1.4 Kegunaan Penelitian Hasil dari penelitian ini diharapkan dapat dimanfaatkan khususnya oleh Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis IPB, mahasiswa serta pihak-
6
pihak terkait. Bagi Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis IPB untuk dijadikan acuan dalam penerimaan mahasiswa baru maupun dalam mengelola program pendidikannya. Selain itu diharapkan dapat bermanfaat bagi mahasiswa dalam rencana studinya, maupun pihak-pihak lain yang berkepentingan dalam pengembangan dunia pendidikan.
BAB II TINJAUAN PUSTAKA
2.1 Profil Pendidikan Nasional Pendidikan merupakan hal yang penting dan dibutuhkan oleh setiap manusia karena pendidikan merupakan dasar pengembangan manusia. Baik dari segi kognitif, afektif dan psikomotorik sehingga seorang manusia dapat bertindak secara bijaksana dengan mempertimbangkan lingkungannya. Menurut Azahari (2001), pendidikan adalah suatu investasi jangka panjang. Pendidikan tidak mampu menghasilkan dan berdampak seketika. Untuk itu, kita harus memperhatikan lebih dahulu bagaimana keadaan sumber daya manusianya. Penduduk usia sekolah (BPS, 2003) ada sebanyak 75,65 juta orang atau sekitar 35,29 persen dari total penduduk Indonesia. Di antara penduduk usia sekolah (724 tahun), terdapat sebanyak 60,92 persen yang berstatus masih sekolah. Penduduk usia kerja (BPS, 1996) yang tidak bersekolah 9,2 persen dan SD ke bawah mempunyai porsi yang terbesar yaitu 69,4 persen, sedangkan diploma hanya mencapai 1,3 persen dan universitas 1,2 persen. Keadaan ini tidak jauh berbeda dengan penduduk usia kerja yang bekerja. Penduduk dewasa yang buta aksara (1990) sekitar 16 persen, sedangkan dibeberapa negara Asia seperti Korea Selatan, Thailand, Filipina, Sri Lanka dan Singapura sangat rendah berkisar antara 2 hingga 12 persen. Demikian pula kesempatan belajar di SLTP, SLTA, dan PT masih tertinggal dari negara lain. Angka partisipasi SLTP, SLTA dan PT yang kita capai saat ini adalah sama dengan yang telah dicapai oleh Malaysia, Korea Selatan, Singapura, dan Thailand pada 15-20 tahun yang lalu (Azahari, 2001).
8
Menurut UNDP, pada tahun 2002 Human Development Index (HDI) yaitu gabungan antara angka melek huruf, angka harapan hidup, dan pendapatan per kapita penduduk adalah sebesar 0,692 (peringkat 111). Peringkat Indonesia masih berada jauh di bawah Singapura (25, HDI : 0,902), Brunei Darussalam (33, HDI : 0,867), Malaysia (59, HDI : 0,793), Thailand (76, HDI : 0,768), Filipina (83, HDI : 0,753), dan hanya lebih baik satu tingkat di atas Vietnam (112, HDI : 0,691). Nilai HDI 2002 sebenarnya telah meningkat dibanding tahun 1994 sebesar 0, 586 namun berada pada peringkat 105. Nilai tersebut telah membaik pada tahun 1996 yaitu 0,641 (peringkat 102), dan pada tahun 1997 dengan nilai HDI 0,668 Indonesia berada pada peringkat 99. Hal ini menunjukkan peningkatan mutu pendidikan yang dicapai Indonesia masih jauh tertinggal dari negara-negara sahabat. Pada tahun 1993 pembiayaan pendidikan hanya mencapai sekitar 3,5 persen dari GDP, sedangkan rata-rata di negara berkembang sekitar 3,7 persen dan di negara ASEAN 4,3 persen dari GDP. Anggaran pendidikan Singapura tahun 1995 telah mencapai $ 4 miliar, sedangkan Indonesia dengan jumlah penduduk 200 juta lebih tahun 1997/1998 sekitar Rp. 3.503,6 milyar. Pemerintah Singapura (1995) telah memberikan subsidi kepada setiap mahasiswa untuk tingkat junior college sebesar $ 6.300, tingkat politeknik sebesar $ 7.800 dan universitas sebesar $ 17.200. Indonesia mengalokasikan biaya penelitian sekitar 0,25 persen dari GDP, sedangkan di negara industri baru telah mencapai rata-rata 1,6 persen dari GDP (Azahari, 2001). Lebih lanjut Azahari (2001), menyatakan pendidikan di Indonesia, selama 20 tahun sejak tahun 1968 telah mengalami kemajuan. Kemajuan ini terlihat
9
dengan adanya perubahan suatu indikasi kuantitatif yang disebut angka partisipasi pendidikan (APP). Angka partisipasi pendidikan merupakan rasio antara jumlah siswa terhadap jumlah penduduk usia sekolah untuk jenjang pendidikan yang bersangkutan. Data sementara Depdiknas 2002 angka partisipasi pendidikan jenjang SD-MI, SLTP-MTS, SLTA-(SM-MA), dan pendidikan tinggi berturutturut 113,95 persen, 75,27 persen, 44,25 persen, dan 14,09 persen. Menurut Alhumami (2004), bila angka-angka aprtisipasi pendidikan pada tahun 2003 dielaborasi berdasar kategori desa-kota, status sosial-ekonomi (kaya-miskin), dan provinsi (Jawa-luar Jawa), akan ditemukan fakta disparitas yang amat mencolok. Sebagai contoh, APP pada jenjang SLTP dan SLTA di perkotaan, masing-masing mencapai 71,9 persen dan 56,1 persen; sementara di pedesaan baru mencapai 54,1 persen dan 28,7 persen. Pembangunan nasional menuntut partisipasi dari seluruh masyarakat, termasuk PT yang menjadi “partner in progress”. Ada empat ciri yang menunjukkan PT sebagai partner in progress (Tilaar, 1997). Pertama, output PT harus merupakan output yang mempunyai kualitas, salah satu unsur kualitas output PT yaitu kemampuan berpikir analitik sintatik. Kedua, PT harus mampu melahirkan calon-calon pemimpin dalam bidang kehidupan masyarakat dan kehidupan ilmu pengetahuan serta teknologi. Ketiga, PT harus merupakan bagian dari sistem kelembagaan nasional yang ikut serta memecahkan masalah kekaryaan. Keempat, PT harus mampu memacu pertumbuhan ekonomi. Menurut Tampubolon (2001), ada tiga pandangan filosofis dalam perkembangan PT di Indonesia. Pertama, elitisme yaitu pandangan yang mengutamakan mutu dalam pengelolaan pendidikan. Pandangan ini terbagi dua
10
yaitu elitisme tradisional dan elitisme modern. Elistisme tradisional menganggap pendidikan sangat penting tertutama untuk melestarikan tradisi kebangsawanan serta memperdalam pengetahuan tentang agama dan menyebarluaskannya melalui pendidikan formal di sekolah termasuk PT. Elitisme modern memandang pembatasan memperoleh pendidikan tinggi bukan lagi didasari faktor keturunan yang berkaitan dengan status sosial, melainkan pada kemampuan akademik dan kemampuan ekonomi. Pandangan kedua, populisme memandang bahwa peranan PT dalam mempersiapkan SDM untuk industri dan bukan lagi untuk melestarikan tradisi dan keagamaan. Tujuan utama PT adalah pemerataan, disamping mutu. Perguruan tinggi mengutamakan pemerataan demi penyesuaian terhadap tuntutan masyarakat
akan
kesempatan
mendapatkan
pendidikan
tinggi.
Ketiga,
integralisme bahwa tujuan PT ialah mutu dan pemerataan secara terpadu. Mutu diartikan
sebagai
kesesuaian
produknya
dengan
kebutuhan
mahasiswa,
masyarakat dan dunia kerja. Menurut BPS (2002) Jumlah PTN pada tahun 2002 tercatat sebanyak 45 buah dengan jumlah mahasiswa sebanyak 973.706 orang. Sementara jumlah PTS tercatat berjumlah 1.846 buah dengan jumlah mahasiswa sebanyak 1.941.585 orang. Banyaknya PTS yang beroperasi didorong oleh banyak masyarakat Indonesia yang ingin melanjutkan pendidikan ke jenjang yang lebih tinggi guna meningkatkan keterampilan maupun kemampuan akademis. Sementara jumlah penerimaan PTN yang terbatas membuat pilihan masyarakat beralih ke PTS. Menurut Kurniawan (2003), PT memiliki misi yakni pendidikan dan pengajaran, penelitian dan pengembangan, serta pengabdian kepada masyarakat. Dengan misi yang diembannya, PT diharapkan dapat memberikan kontribusi yang
11
fungsional
dalam
menjawab
permasalahan
yang
dihadapi
masyarakat.
Pengembangan ipteks di lingkungan PT dilakukan melalui kegiatan pengabdian kepada masyarakat sesuai dengan kebutuhan pembangunan sekarang dan masa depan. Kehidupan kampus harus dikembangkan sebagai lingkungan masyarakat ilmiah yang dinamis, berwawasan budaya bangsa yang plural, bermoral Pancasila, dan berkepribadian Indonesia. Kiprah PT juga harus dipusatkan pada optimalisasi kontribusi terhadap upaya peningkatan kualitas hidup dan kehidupan bangsa Indonesia. Hal ini dapat dilakukan melalui pengembangan ipteks, kehidupan kebudayaan, dan identitas kebangsaan. Sampoerno (2002) menyatakan, PT merupakan salah satu tempat yang berperan untuk menjadikan generasi baru yang berkualitas tinggi mampu mengejar dan mengembangkan ipteks. Mahasiswa yang telah selesai belajar di PT, diharapkan mampu meningkatkan kualitas dirinya baik secara internal seperti kemampuan kerja, kreativitas dan sikap. Secara eksternal yaitu pengakuan masyarakat sebagai penyerap sumber daya manusia terhadap kredibilitas PT tersebut. 2.2 Faktor-Faktor Yang Mempengaruhi Keberhasilan Studi Tujuan pendidikan pada dasarnya adalah mempersiapkan generasi agar dapat menjalani kehidupan dan dapat memecahkan masalah-masalah yang akan dihadapi. Tujuan pendidikan dapat tercapai apabila ada usaha-usaha yang serius dari pemerintah untuk meningkatkan mutu pendidikan nasional. Ketersediaan fasilitas pendidikan baik sarana maupun prasarana akan sangat menunjang dalam meningkatkan mutu pendidikan.
12
Prestasi yang dapat dicapai seseorang ditentukan oleh potensi dan motivasi yang dimiliki orang tersebut. Potensi adalah faktor kemampuan seseorang yang sudah dianggap tetap sedangkan motivasi adalah faktor yang dapat dikembangkan untuk
mengoptimalkan
prestasi
seseorang.
Oleh
karena
itu,
dengan
memaksimalkan motivasi maka prestasi yang dapat dicapai juga menjadi maksimal. Sedangkan betapapun tinggi atau besarnya potensi seseorang tetapi memiliki motivasi yang rendah maka prestasi yang akan dicapai juga akan rendah. Menurut Sampoerno (2002), kualitas seorang mahasiswa dapat dilihat dari prestasi yang dicapainya, potensi yang dimiliki, dan juga motivasi yang tinggi yang ada dalam dirinya. Motivasi yang dimaksud adalah adanya keinginan yang besar untuk dapat meraih apa yang diinginkannya. Ada dua macam motivasi dapat mempengaruhi seseorang yaitu motivasi intrinksik dan motivasi ekstrinksik. Motivasi intrinksik adalah motivasi dari dalam diri orang itu sendiri, biasanya terdorong oleh rasa ingin tahu atau untuk mendapat kepuasan. Motivasi intrinksik seseorang tidak dapat dipengaruhi oleh apapun, karena hanya orang tersebutlah yang dapat mengubah motivasi dalam dirinya sendiri. Sedangkan motivasi ekstrinksik adalah motivasi dari luar diri seseorang yaitu berupa pengaruhpengaruh dari luar yang mengakibatkan orang tersebut berbuat sesuatu. Belajar adalah kegiatan yang dilakukan untuk menguasai pengetahuan, kemampuan, kebiasaan, keterampilan dan sikap melalui hubungan timbal balik antara orang yang belajar dengan lingkungannya. Untuk meningkatkan keberhasilan belajar mahasiswa harus mengetahui cara belajar yang tepat dan sesuai dengan keadaan dirinya dan dapat mengatur lingkungannya. Selain itu, dengan pengetahuan mengenai kaidah dan hukum belajar diharapkan mahasiswa
13
dapat mencapai hasil belajar yang maksimal, kaidah belajar yang dimaksud adalah sebagai berikut (Hutabarat, 1985) : 1. Kegiatan belajar akan lebih berhasil, jika orang yang belajar itu aktif di dalamnya dengan cara mengalami, berbuat dan memberikan reaksi. 2. Semakin banyak ragam pengalaman mengenai sesuatu bahan pelajaran, maka akan semakin berhasil mempelajari dan menguasainya. 3. Kegiatan belajar akan lebih berhasil, jika orang yang belajar memandang bahan pelajaran yang dipelajarinya bermakna dan bermanfaat baginya. 4. Kegiatan belajar akan lebih berhasil, jika minat orang yang belajar, besar terhadap bahan yang dipelajarinya. 5. Kegiatan belajar dipengaruhi oleh sikap orang yang belajar, keadaan lingkungan dan juga oleh sikap dan kemampuan dosen mengajar. 6. Kegiatan belajar akan lebih berhasil, jika orang yang belajar tahu denga pasti kemajuan yang diperolehnya dalam belajar. 7. Bahan pelajaran akan lebih mudah dikuasai, jika orang yang belajar dapat melihat hubungan-hubungan yang terdapat antara berbagai unsur dalam bahan pelajaran. 8. Kegiatan dan hasil belajar tidak sama pada semua orang karena kemampuannya berbeda-beda. 9. Jika ingin menguasai suatu pengetahuan dan keterampilan sampai lebih dari mahir atau menghafalkan suatu pelajaran sampai hafal betul, maka harus belajar dan berlatih berulang-ulang. 10. Belajar dan latihan yang dilakukan dalam jangka waktu yang lebih singkat tetapi berulang-ulang, lebih berhasil daripada dilakukan satu kali tetapi waktunya panjang.
14
Faktor-faktor yang mempengaruhi proses dan hasil belajar dibedakan menjadi dua golongan (Purwanto, 1990). Pertama, faktor yang ada pada diri seseorang itu sendiri, yang disebut faktor individual. Faktor individual antara lain : kematangan, pertumbuhan dan perkembangan jasmani dan rohani seseorang, kecerdasan/ intelijensi, latihan dan ulangan, motivasi, faktor pribadi (sifat-sifat pribadi). Kedua, faktor dari luar individu yaitu faktor keluarga (penghasilan dan pendidikan orang tua, dan suasana dalam keluarga), guru dan cara mengajar, alatalat dan perlengkapan belajar/pengajaran, motivasi sosial, lingkungan dan kesempatan. Faktor-faktor tersebut diilustrasikan sebagai berikut (Purwanto, 1990) : Alam Lingkungan Luar
Sosial Kurikulum/bahan pelajaran
Instrumrntal
Pengajar Sarana dan fasilitas Administrasi/manajemen
Faktor Fisiologis
Dalam
Kondisi fisik Kondisi panca indra Bakat Minat
Psikologis
Kecerdasan Motivasi Kemampuan kognitif
Gambar 1. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Proses dan Keberhasilan Belajar Seseorang
15
2.3 Studi Terdahulu 2.3.1 Studi tentang Keberhasilan Mahasiswa Penelitian Thoha (2003) mengenai studi tentang tingkat keberhasilan mahasiswa S2 program pascasarjana IPB menggunakan data alumni mahasiswa S2 lulusan tahun 1999 sampai September 2002 yang diperoleh dari PPs IPB. Peubah-peubah yang digunakan adalah IPK S2 dan masa studi S2 (sebagai peubah respon). Sebagai peubah penjelas meliputi jenis kelamin, status perkawinan, sumber biaya pendidikan, usia, nilai IPK S1, jenis pekerjaan mahasiswa sebelum menempuh S2 dan status PT S1. Hasil pengujian menunjukkan bahwa tingkat keberhasilan mahasiswa S2 IPB berdasarkan nilai IPK S2 dipengaruhi oleh empat faktor yaitu usia, nilai IPK S1, jenis dan status pekerjaan. Sedangkan masa studi S2 dipengaruhi oleh empat faktor, yaitu jenis kelamin, status perkawinan, nilai IPK S1dan jenis pekerjaan. Wulandari (2004) melakukan analisis tingkat keberhasilan mahasiswa S2 IPB menggunakan pendekatan pohon regresi. Pohon regresi yang dibangun menunjukkan bahwa peubah yang mempengaruhi nilai IPK S2 adalah status PT asal mahasiswa, status pekerjaan IPK S1, usia, sumber biaya dan durasi dari lulus S1 hingga masuk S2. Sedangkan untuk masa studi peubah yang paling mempengaruhi adalah kesesuaian program studi S1 dan S2, status PT asal dan sumber biaya. Sampoerno (2002), dalam tesisnya yang berjudul : Analisis kualitas mahasiswa dalam pencapaian pendidikannya dengan menggunakan metode partial least squares. Hasil penelitian menunjukkan semua hubungan peubah laten terhadap kelompok peubah manifesnya dalam model pengukuran nyata pada
16
tingkat kepercayaan yang bebeda-beda. Sedangkan pada model struktural yang menghubungkan peubah-peubah laten didapat hasil sebagai berikut : (1) lingkungan belajar mahasiswa di rumah/kost dan sikapnya terhadap almamater nyata di tingkat 1 persen terhadap motivasi. (2) sikap mahasiswa terhadap dosen nyata pada taraf 5 persen terhadap kualitas mahasiswa. (3) lingkungan belajar mahasiswa terhadap kualitas mahasiswa signifikan pada taraf 10 persen. 2.3.2 Studi dengan Model SEM Wirda (2002) melakukan penelitian yang berjudul : Suatu kajian tentang persamaan struktural linear dengan variabel laten dalam bidang pendidikan. Hasil penelitian menyatakan bahwa penggunaan metode analisis untuk data bidang pendidikan yang relatif rumit dapat dilakukan dengan metode SEM. Namun demikian kecanggihan suatu metode belum tentu cocok untuk setiap kondisi data yang dimiliki akan tetapi haruslah disesuaikan dengan teori yang mendasarinya. Salah satu kelemahan metode SEM adalah ketergantungannya yang tinggi terhadap teori yang melatarbelakangi bidang yang diteliti. Walaupun jumlah dan jenis peubah serta data yang dianalisis sama namun dengan mengubah salah satu tanda panah pada diagram alur dari model, maka akan dapat menyebabkan perbedaan hasil analisis yang dapat dilihat dari koefisien-koefisiennya. Penelitian Satria (2003) tentang model persamaan struktural akreditasi program studi jenjang sarjana, membahas penerapan model persamaan struktural untuk mengepas data akreditasi program studi. Dua metode pengepasan model digunakan yaitu metode kuadrat terkecil terboboti dan metode kemungkinan maksimum. Metode kemungkinan maksimum memberikan hasil yang lebih baik dalam mengepas data akreditasi. Untuk memenuhi kriteria kelayakan yang baik
17
maka model dengan metode kemungkinan maksimum dimodifikasi dengan alat bantu indeks modifikasi. Sichah (2004) dalam penelitiannya menerapkan model SEM untuk menganalisis kepuasaan pelanggan dan untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhinya pada perusahaan bengkel mobil di Jakarta dan Bogor. Model kepuasan pelanggan dalam penelitian tersebut dibuat untuk menggambarkan loyalitas pelanggan dalam kaitannya dengan faktor-faktor yang mempengaruhi. Berdasarkan model yang dihasilkan tampak bahwa faktor yang berpengaruh langsung pada loyalitas pelanggan adalah pelayanan utama dan harga. Sedangkan yang berpengaruh tak langsung adalah pelayanan tambahan dan fasilitas dari bengkel.
BAB III KERANGKA PEMIKIRAN
3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1 Model Persamaan Struktural Model SEM menggambarkan hubungan sebab akibat di antara peubah laten, pengaruh-pengaruh sebab akibat langsung, tak langsung maupun total, dan menggambarkan peubah-peubah yang dapat diterangkan dan yang tidak. Ghozali (2000), menyatakan hubungan kausal antar peubah dalam pendidikan disamping ada yang sederhana terdapat juga yang rumit. Hubungan kausal yang sederhana adalah hubungan yang langsung; sedangkan hubungan kausal yang rumit adalah hubungan yang bukan hanya langsung tetapi juga tidak langsung. Analisis hubungan kausal yang sederhana, dimana hanya terdapat pengaruh langsung dari peubah-peubah bebas terhadap peubah-peubah terikat dan semua peubah dapat diukur secara langsung maka kita dapat menggunakan model regresi. Sedangkan jika pengaruh dari peubah-peubah bebas terhadap peubahpeubah terikat tersebut langsung dan juga tidak langsung maka kita dapat menggunakan model jalur. Bila peubah-peubah tersebut tidak dapat diukur langsung maka kita harus membentuk peubah tersebut dengan menggunakan peubah-peubah indikator yang dapat diukur langsung dengan bantuan model pengukuran. Apabila kita ingin menganalisis hubungan kausal antar peubah laten, kita dapat menggunakan model persamaan struktural yang mencakup model jalur dan model pengukuran. Model SEM melibatkan 2 tipe peubah laten yaitu eksogenus dan endogenus. Peubah eksogenus adalah peubah bebas dalam setiap persamaan
19
dimanapun peubah tersebut muncul. Peubah endogenus adalah peubah terikat dalam minimal 1 persamaan walaupun mungkin saja peubah tersebut sebagai peubah bebas dalam sistem persamaan yang lain. Dalam bentuk gambar, endogenus
merupakan peubah
tujuan (target)
dari tanda panah yang
menghubungkan peubah-peubah laten. Sedangkan eksogenus hanya menjadi tujuan apabila panahnya dua arah. Sistem persamaan struktural terdiri dari peubah random, parameter struktural dan kadang-kadang peubah tetap (non random). Peubah random terdiri dari peubah laten, peubah teramati, dan peubah error. Parameter-parameter struktural menggambarkan hubungan antar peubah-peubah yang tidak teramati, antar peubah-peubah yang teramati atau antar peubah teramati dan tak teramati. Peubah tetap adalah peubah yang nilainya konstan jika pengambilan contohnya diulang. Secara umum, model SEM dapat dinyatakan dalam bentuk persamaan tiga buah matriks (Bollen, 1989; Joreskog, 1996 dalam Satria, 2003), yaitu :
η = βη + γξ + ζ
(1)
y = λ yη+ ε
(2)
x = λxξ + δ
(3)
dimana : η
= vektor peubah laten endogen berukuran m x 1
β
= matrik koefisien peubah laten endogen berukuran m x m
γ
= matrik koefisien peubah laten eksogen berukuran m x n
ξ
= vektor peubah laten eksogen berukuran m x 1
ζ
= vektor sisaan acak hubungan antara η dan ξ berukuran m x 1
20
y
= vektor peubah penjelas tidak bebas yang berukuran p x 1
x
= vektor peubah penjelas bebas yang berukuran q x 1
λy
= matriks koefisien regresi antara y terhadap η yang berukuran p x m
λx
= matriks koefisien regresi antara x terhadap η yang berukuran q x m
ε
= vektor sisaan pengukuran terhadap y yang berukuran p x 1
δ
= vektor sisaan pengukuran terhadap x yang berukuran q x 1 Persamaan (1) adalah model persamaan struktural, sedangkan persamaan
(2) dan (3) adalah model pengukuran untuk y dan x. Faktor acak yang terdapat dalam model LISREL diasumsikan memenuhi kriteria bahwa ε tidak berkorelasi dengan η, δ tidak berkorelasi dengan ξ, ζ tidak berkorelasi dengan ξ, cov (ξ) = Ф(nxm), cov (ζ) = Ψ(mxm), cov (ε) = Θε(pxp), cov (δ) = Θδ(qxq). Asumsi yang digunakan berimplikasi terhadap matriks koragam bagi peubah pengamatan. 3.1.2 Diagram Lintas
Model SEM sering dinyatakan dalam bentuk diagram lintas (path diagram). Diagram lintas adalah penggunaan gambar yang merepresentasikan
suatu sistem persamaan simultan. Keuntungan digunakannya diagram lintas di dalam model SEM antara lain mempermudah dalam memahami hubungan antar peubah, baik dalam model pengukuran maupun model struktural. Menurut Wirda (2002), diagram lintas menunjukkan hubungan antar semua peubah termasuk peubah pengganggu atau error. Diagram lintas digambarkan dengan menggunakan simbol-simbol. Simbol utama yang digunakan adalah tanda panah, kotak dan lingkaran. Kotak menggambarkan peubah teramati (observed/manifest variable). Lingkaran menunjukkan peubah tak teramati (unobserved/latent variable). Peubah yang tidak berada dalam kotak ataupun
21
lingkaran menggambarkan komponen pengganggu (error). Panah satu arah menggambarkan arah pengaruh dari satu peubah ke peubah lain. Panah dua arah yang menghubungkan 2 peubah menggambarkan hubungan timbal balik antara kedua peubah tersebut. Panah dua arah berbentuk kurva menggambarkan asosiasi yang tidak jelas antara dua peubah. Menurut Supranto (2004), satu aspek yang penting tentang model pengukuran yang sering kurang mendapat perhatian adalah arah anak panah antara variabel manifes dan laten. Arah anak panah dari variabel laten ke variabel manifes berarti bahwa variabel manifes dipengaruhi oleh variabel laten. Variabel laten sebagai variabel bebas yang mempengaruhi variabel manifes atau variabel manifes tergantung pada variabel laten. Peubah laten didalam model SEM digambarkan dalam bentuk lingkaran. Peubah laten di dalam model SEM dapat berupa peubah endogen, apabila dipengaruhi oleh peubah laten lain, ataupun berupa peubah eksogen, apabila hanya mempengaruhi peubah laten lain. Peubah endogen dilambangkan dengan huruf Yunani "eta" (η), sedangkan peubah eksogen dengan "ksi" (ξ). Di dalam diagram lintas pada bagian model struktural, peubah endogen dicirikan dengan peubah yang menjadi target paling tidak satu panah satu arah. Sedangkan peubah eksogen dicirikan dengan peubah yang tidak dituju oleh oleh panah satu arah. Besarnya pengaruh dari peubah endogen ke peubah endogen lain dilambangkan dengan "beta" (β), sedangkan besarnya pengaruh dari peubah eksogen ke peubah endogen dilambangkan dengan "gamma" (γ). Besarnya koragam antar peubah laten, dilambangkan dengan "phi" (Φ). Sebagaimana dengan model hubungan antar peubah biasa yang bersifat stokastik (melibatkan komponen acak/galat), model hubungan antar peubah laten
22
juga melibatkan komponen acak yang dinamakan dengan galat struktural. Di dalam diagram lintas, galat ini dilambangkankan dengan "zeta" (ζ) Untuk memperoleh dugaan parameter yang konsisten, galat struktural diasumsikan tidak berkorelasi dengan peubah eksogen. Meskipun demikian, galat struktural dapat berkorelasi dengan galat struktural lain. 3.1.3 Pendugaan Parameter
Menurut Firdaus (2005), pendugaan parameter di dalam analisis SEM didasarkan pada matriks koragam data peubah-peubah manifes, bukan data asal. Hal ini dikarenakan fokus analisis SEM bukan pada masing-masing pengamatan, namun lebih pada pola hubungan antar pengamatan. Asumsi yang mendasari analisis SEM antara lain antar pengamatan saling bebas dan merupakan contoh acak serta hubungan antar peubah bersifat linier. Selain itu, analisis ini juga sensitif terhadap ketidaknormalan data (dalam hal ini normal ganda). Mengingat bahwa input bagi analisis ini adalah matriks koragam data, maka semua pengecekan termasuk terhadap adanya pencilan dilakukan pada data asal. Adanya data hilang juga perlu mendapat perhatian sebelum matriks koragam data diperoleh. Pendekatan listwise deletion atau tidak disertakannya suatu pengamatan yang memiliki data hilang pada peubah-peubahnya merupakan pendekatan umum yang biasa dipakai untuk menangani data hilang. Hanya saja, pendekatan ini dapat mengurangi ukuran data cukup banyak terutama apabila proporsi data hilang cukup besar. Pendekatan pairwise deletion yaitu tidak disertakannya suatu pengamatan dalam penghitungan koragam antar peubah hanya apabila pengamatan tersebut memiliki data hilang pada peubah yang bersesuaian.
23
Salah satu hal yang cukup penting di dalam pendugaan adalah penggunaan matriks korelasi sebagai alternatif input matriks di dalam analisis SEM. Matriks korelasi juga merupakan matriks koragam hanya saja peubah-peubahnya telah dibakukan terlebih dahulu. Matriks korelasi dapat digunakan sebagai input analisis SEM apabila tujuan analisis adalah hanya untuk memahami pola hubungan antar peubah laten bukan untuk mengetahui seberapa besar total keragaman dari peubah laten. Ada beberapa metode pendugaan parameter yang sering digunakan, diantaranya adalah metode kemungkinan maksimum (ML), metode kuadrat terkecil terboboti (WLS) dan metode bebas sebaran secara asimtotik (ADF). Metode kemungkinan maksimum merupakan prosedur pendugaan yang memanfaatkan informasi mengenai sebaran data, terutama sebaran normal, di dalam pendugaan yang dilakukan. Karena itu, metode ini sensitif terhadap ketidaknormalan data. Masalah yang biasa muncul di dalam pendugaan model SEM adalah adanya matriks yang tidak definit positif. Hal ini berarti matriks input atau dapat pula matriks hasil pendugaan adalah matriks singular, yang berarti terdapat ketidakbebasan linier atau pun ketidakkonsistenan antar peubah. Apabila masalah ini terjadi pada matriks input, hal ini terjadi biasanya dikarenakan: (1) pendekatan pada penanganan data hilang, terutama apabila menggunakan pair-wise deletion. (2) adanya hubungan linier antar peubah, seperti digunakannya peubah total skor walaupun peubah masing-masing skor juga digunakan. Untuk sebab pertama solusinya adalah penggunaan pendekatan lain dalam penanganan data hilang. Sedangkan untuk sebab kedua solusinya adalah tidak disertakannya peubah yang
24
berhubungan tersebut. Apabila masalah ini terjadi pada matriks hasil pendugaan, maka solusinya adalah dilakukan pengkoreksian terlebih dahulu terhadap setiap ragam galat yang bernilai negatif atau penggunaan nilai awal lain. 3.1.4 Identifikasi Model Struktural
Berkaitan
dengan
identifikasi
model,
suatu
model
tergolong
underidentified apabila model tersebut tidak dapat diperoleh dugaan bagi
parameter-parameternya. Just identified apabila dapat diperoleh dugaan yang unik bagi parameter-parameternya, dan over identified apabila terdapat berbagai kemungkinan dugaan bagi parameter-parameternya. Derajat bebas (db) di dalam analisis SEM merupakan selisih antara banyaknya koragam atau korelasi data dengan banyaknya koefisien yang akan diduga, dengan formula sebagai berikut (Firdaus, 2005) :
db =
1 [( p + q )( p + q + 1)] − t 2
(4)
di mana p = banyaknya peubah manifes untuk peubah laten endogen q = banyaknya peubah manifes untuk peubah laten eksogen t
= banyaknya koefisien model yang akan diduga Penentuan identifikasi model, terdapat dua kondisi yang harus dipenuhi,
yaitu rank dan order condition. Order condition merupakan syarat perlu bagi identifikasi model, di mana suatu model dapat diduga apabila besarnya derajat bebas model lebih dari atau sama dengan nol. Apabila derajat bebas model sama dengan nol, maka model tersebut tergolong just identified, sedangkan apabila lebih dari nol, maka model tergolong overidentified. Apabila order condition tidak
25
dipenuhi, yaitu derajat bebas model bernilai negatif, maka model tersebut tergolong underidentified. Pendekatan yang bisa digunakan pada rank condition adalah pertama, apabila suatu peubah laten diukur dengan paling tidak oleh tiga peubah manifes maka peubah laten tersebut akan selalu dapat diidentifikasi. Pendekatan kedua adalah aturan model rekursif yang menyatakan bahwa model rekursif dengan peubah latennya tergolong dapat diidentifikasi (dari threemeasure rule) maka model rekursif tersebut akan selalu dapat diidentifikasi. 3.1.5 Pemeriksaan Kebaikan (Goodness of Fit) Model
Sebelum evaluasi terhadap hasil analisis SEM dilakukan, terlebih dahulu perlu diperiksa adanya offending estimates atau dugaan yang tidak wajar. Setelah model tidak terdapat dugaan semacam ini, maka pemeriksaan terhadap kebaikan suai model dilakukan yang meliputi keseluruhan model, model pengukuran dan model strukturalnya. Beberapa dugaan yang tergolong offending estimates antara lain: (1) ragam galat yang bernilai negatif atau ragam galat yang tidak nyata pada sembarang peubah laten. (2) koefisien terbakukan yang melebihi atau hampir bernilai 1.0. (3) galat baku bagi sembarang dugaan parameter yang bernilai sangat besar. Masalah ragam galat yang bernilai negatif dapat diatasi dengan menetapkan nilai yang sangat kecil (katakanlah 0.005) bagi ragam galat tersebut. Dua masalah berikutnya serupa dengan masalah multikolinier dalam analisis regresi. Masalah tersebut dapat diatasi dengan memeriksa kembali validitas peubah laten yang digunakan atau dengan membuang peubah laten yang memiliki korelasi yang sangat kuat dengan peubah laten lain.
26
Kebaikan suai keseluruhan model (overall model fit) memiliki tiga macam ukuran kebaikan model, yaitu: (1) ukuran kebaikan mutlak (absolute fit measures) yaitu ukuran kebaikan model secara keseluruhan tanpa mempertimbangkan banyaknya koefisien yang ada di dalam model; (2) incremental/relative fit measures yaitu ukuran kebaikan yang bersifat relatif sehingga digunakan untuk pembandingan model dengan model lain yang digunakan oleh peneliti; dan (3) parsimonious/adjusted
fit
measures,
yaitu
ukuran
kebaikan
yang
mempertimbangkan banyaknya koefisien yang ada di dalam model. Kebaikan Suai Khi-Kuadrat, pada dasarnya merupakan pengujian seberapa dekat matriks hasil dugaan dengan matriks data asal dengan menggunakan uji khikuadrat. Hipotesis yang diuji adalah H0: Σ = Σ (θ) lawan H1: Σ ≠ Σ (θ) Dimana Σ adalah matriks input, sedangkan Σ (θ) adalah matriks hasil dugaan. Hipotesis H0 menyatakan bahwa matriks dugaan dari model SEM mampu mengepas data dengan baik, sedangkan h1 sebaliknya. Ukuran Goodness-of-Fit Index (GFI) mirip dengan ukuran R2 di dalam analisis regresi biasa, yang pada dasarnya merupakan ukuran seberapa besar model mampu menerangkan keragaman data. Formula bagi GFI tergantung dari metode pendugaan yang digunakan. Berikut ini beberapa formula bagi GFI untuk berbagai metode pendugaan (Firdaus, 2005). •
Metode kemungkinan maksimum 2 ⎡⎛ ∧ ⎞ ⎤ tr ⎢ ⎜ ∑ −1 S − I ⎟ ⎥ ⎠ ⎦⎥ GFI = 1 - ⎣⎢ ⎝ ⎡ ⎛ ∧ −1 ⎞ 2 ⎤ tr ⎢ ⎜ ∑ S ⎟ ⎥ ⎠ ⎦⎥ ⎣⎢ ⎝
(5)
27
•
Metode Unweighted Least Square (ULS) ∧ ⎡⎛ ⎞ tr ⎢⎜ S − ∑ ⎟ ⎝ ⎠ GFI = 1 - ⎢⎣ 2 tr S
2
[ ]
⎤ ⎥ ⎥⎦
(6)
Root Mean Square Residual (RMSR) merupakan akar dari rata-rata sisaan kuadrat. Sisaan yang dimaksudkan di sini adalah selisih antara matriks input dengan matriks hasil dugaan. Ukuran RMSR sebenarnya merupakan ukuran ketidakcocokan model dengan data, sehingga nilai RMSR diharapkan kecil. Formula bagi RMSR adalah ∧ ⎡ 2 RMSR = ⎢ 2 Σk Σi ( S ij − σ ⎢ i =1 j =1 k ( k + 1) ⎣⎢
⎤ ⎥ ⎥ ⎦⎥
1/ 2
(7)
Ukuran Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) mirip dengan RMSR di mana keduanya merupakan ukuran ketidakcocokan model dengan data. Hanya saja, RMSEA merupakan ukuran pada tingkat populasi (berupa aproksimasi atau pendekatannya), sedangkan RMSR semata-mata dari contoh yang diperoleh. Formula bagi RMSEA adalah
RMSEA =
F(θ) − db (n − 1)db
di mana F(θ) merupakan fungsi yang diminumkan pada metode pendugaan parameter. Kebaikan Suai Model Pengukuran, pemeriksaan yang dilakukan berkaitan dengan pengukuran peubah laten melalui peubah-peubah manifesnya. Dalam hal apakah peubah-peubah manifes tersebut memang mengukur peubah latennya (validity) dan seberapa besar kekonsistenan peubah-peubah manifes mengukur
28
peubah latennya (reliability). Evaluasi validitas berkaitan dengan apakah peubah manifes yang digunakan untuk mengukur peubah laten memang mengukur peubah laten tersebut. Berkaitan dengan validitas pengukuran, di dalam ilmu psikologi dikenal empat macam konsep, yaitu: content validity, criterion validity, construct
validity, dan convergent-discriminant validity. Penilaian validitas dari sisi content validity bersifat kualitatif, dan didasarkan pada teori yang mendasari pengukuran. Penilaian Criterion Validity didasarkan adanya suatu peubah yang menjadi patokan dalam mengukur peubah laten. Peubah manifes dikatakan valid dalam mengukur peubah laten bila peubah manifes ini berkorelasi kuat dengan peubah yang menjadi patokan tersebut. Ide dari konsep Construct Validity adalah apabila suatu peubah laten secara teoritis berkorelasi kuat dengan peubah laten lain, maka hubungan serupa juga akan ditemui pada peubah manifes keduanya. Penentuan validitas dengan konsep Convergent-Discriminant Validity mirip dengan contruct
validity di atas, dalam arti bahwa keduanya melibatkan peubah laten lain di dalam penentuan validitas peubah manifes suatu peubah laten. Hanya saja, convergent-
discriminant validity mensyaratkan masing-masing peubah laten diukur dengan lebih dari satu metode. Selanjutnya, evaluasi terhadap validitas dilakukan melalui korelasi antara peubah manifes antar metode pengukuran. Reliabilitas merupakan ukuran kekonsistenan peubah manifes dalam mengukur peubah latennya. Pemeriksaan terhadap kekonsistenan pengukuran ini dilakukan terhadap peubah laten (construct reliability) dan terhadap masingmasing peubah manifes. Pengukuran terhadap peubah laten untuk menilai kekonsistenan pengukuran keseluruhan peubah manifes yang mengukur peubah laten itu (composite reliability). Formula bagi construct reliability adalah
29
2 ( Σloading baku ) Construct reliability = (Σloading baku )2 + Σe j
(8)
di mana ej adalah besarnya kesalahan pengukuran (measurement error) peubah manifes ke-j. Kesalahan pengukuran diperoleh dari 1 dikurangi kuadrat loading baku. Kuadrat loading baku peubah manifes merupakan ukuran kekonsistenan pengukuran peubah manifes tersebut. Batas minimum 0,7 sering dijadikan patokan bagi peubah yang reliabel. Ukuran Variance Extracted menggambarkan seberapa besar keragaman peubah-peubah manifes dapat dikandung oleh peubah laten. Dengan semakin besarnya keragaman peubah-peubah manifes yang dapat dikandung peubah laten, hal ini berarti bahwa semakin besar representasi peubah manifes terhadap peubah latennya. Formula bagi variance extracted adalah sebagai berikut
(Σloading baku ) (Σloading baku )+ Σe 2
Variance extracted =
(9)
2
j
Patokan minimal 0,5 biasa digunakan bagi nilai ini untuk peubah-peubah manifes yang mampu merepresentasikan dengan baik peubah latennya. Kebaikan Suai Model Struktural, Pemeriksaan terhadap model struktural berkaitan dengan pengujian hubungan yang dihipotesiskan di model, yaitu apakah koefisien yang diperoleh nyata secara statistika. Pengujian yang dilakukan dapat bersifat satu arah atau dua arah tergantung dari apakah hipotesis yang disusun juga menentukan arah hubungan atau tidak. Apabila digunakan taraf nyata pengujian sebesar 5 persen, maka titik kritis untuk uji satu arah adalah 1.645, sedangkan untuk uji dua arah digunakan titik kritis 1.96. Sebagai ukuran kebaikan untuk keseluruhan persamaan struktural digunakan koefisien determinasi (R2) yang serupa dengan analisis regresi berganda.
30
3.1.6 Interpretasi dan Modifikasi Model
Setelah pemeriksaan terhadap model dilakukan, baik terhadap model secara keseluruhan maupun terhadap model pengukuran dan model struktural, dan diperoleh model yang layak. Langkah berikutnya adalah interpretasi terhadap model yang dikaitkan dengan teori yang diangkat melalui pembentukan model SEM. Dari sini diharapkan diperoleh kesimpulan apakah model yang dibangun didukung oleh data ataukah tidak melalui evaluasi dugaan koefisien hubungan yang diperoleh. Berkaitan dengan evaluasi ini, dapat digunakan koefisien yang dibakukan atau tidak dibakukan. Koefisien yang dibakukan maksimum nilainya adalah 1 dan memiliki skala ragam yang sama, sehingga dapat digunakan sebagai ukuran relatif untuk pembandingan antar koefisien. Hanya saja, koefisien yang dibakukan sangat tergantung dari data yang digunakan sehingga tidak dapat dibandingkan antar data contoh yang berbeda. Koefisien yang tidak dibakukan masih mengandung skala peubah latennya, yang dalam hal ini adalah ragamnya. Dengan demikian, koefisien yang tidak dibakukan dapat dibandingkan antar data contoh yang berbeda. Hanya saja, pembandingan antar koefisien pada model yang sama menjadi sulit karena adanya perbedaan skala pada koefisien ini. Modifikasi bagi model SEM, bertujuan untuk meningkatkan kebaikan model dalam mengepas data, atau dalam kaitannya dengan teori yang mendasari model. Modifikasi model dilakukan dengan membuang atau menambah hubungan di dalam model SEM. Hanya saja, penambahan atau penghilangan hubungan tersebut haruslah didasarkan pada teori yang mendasari model, tidak semata-mata didasarkan dari data contoh yang digunakan.
31
3.2 Kerangka Pemikiran Konseptual
Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis Institut Pertanian Bogor merupakan sistem pendidikan yang dibentuk untuk mengatasi kendala baik ekonomi maupun waktu, dan menjadi alternatif peningkatan sumber daya manusia. Konsumen yang dibidik adalah lulusan program diploma berbagai bidang, diutamakan yang sudah bekerja, dan lulusan S1 non agribisnis. Mahasiswa pada program ini memiliki karakter yang berbeda-beda baik dari segi demografis, psikologis maupun kemampuan akademisnya. Hal ini menimbulkan situasi yang sangat kompleks dalam pencapaian keberhasilan studi masing-masing mahasiswa. Tingkat keberhasilan studi mahasiswa diukur melalui IPK yang diperoleh dan masa studi yang diselesaikannya. Masa studi normal rata-rata mahasiswa program ekstensi antara 36 sampai 42 bulan. Kombinasi terbaik yang diharapkan yaitu mahasiswa yang lulus dengan IPK 3,51 atau lebih dengan masa studi 35 bulan atau kurang, dalam hal ini tingkat pencapaian baru 4.7 persen. Banyak faktor yang mempengaruhi tingkat keberhasilan studi mahasiswa antara lain faktor eksternal dan internal dari mahasiswa, proses studi selama diperkuliahan serta kemampuan akademik yang mempengaruhi kesuksesannya. Faktor-faktor tersebut merupakan peubah peubah dalam pendidikan yang tidak dapat diukur secara langsung melainkan berbentuk peubah laten yang harus dikonstruksi oleh peubah-peubah lain yang dapat diukur. Oleh karena itu, untuk menganalisis hubungan kausal dalam pendidikan yang bersifat struktural ini dibutuhkan metode analisis yang memperhitungkan sifat-sifat hubungan tersebut. Penelitian dalam bidang pendidikan umumnya terdiri dari peubah-peubah yang relatif sulit diukur (peubah laten), sehingga harus dibangun oleh peubah lain
32
(peubah manifes) yang dapat diukur. Peubah laten tersebut dapat terdiri dari (1) sukses, (2) proses studi, (3) eksternal dan (4) internal. Peubah laten sukses diukur melalui (1) IPK dan (2) masa studi. Peubah laten proses studi diukur melalui (1) banyaknya SKS yang harus diambil, (2) IPK diploma, (3) status bekerja saat masuk program ekstensi, (4) kesesuaian program studi diploma dengan program ekstensi, (5) status PT asal, (6) lama penyusunan skripsi, dan (7) jenis tempat tinggal. Peubah laten eksternal diukur melalui (1) pendidikan ayah, (2) pendidikan ibu, (3) pengahasilan orang tua, dan (4) daerah asal. Peubah laten internal diukur melalui (1) usia, (2) jenis kelamin, dan (3) status perkawinan. Salah satu metode yang dapat digunakan untuk menganalisis hubungan kausal tersebut adalah structural equation modeling (SEM). SEM mencakup model pengukuran dan model jalur. Model pengukuran menspesifikasikan hubungan antara peubah laten dan peubah manifes yang digunakan untuk mengkonstruksinya. Model ini juga menjelaskan kehandalan (reliability) dan keabsahan (validity) dari hubungan tersebut. Model jalur menspesifikasikan hubungan sebab akibat antar peubah laten, menjelaskan sebab akibat, dan mengidentifikasi variasi yang dapat dijelaskan dan yang tidak dapat dijelaskan. (Mueller 1996 dalam Ghozali 2000).
33
Mahasiswa program ekstensi memiliki karakter yang berbeda-beda baik dari segi demografis, psikologis serta kemampuan akademisnya.
Mahasiswa dengan IPK tinggi dan masa studi cepat baru mencapai 4.7 persen Faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan studi mahasiswa
Peubah laten : Sukses, proses studi, eksternal, dan internal
Peubah manifes: IPK, masa studi, total SKS, IPK diploma, status bekerja, status PT asal, PS sesuai, lama skripsi, jenis tempat tinggal, pendidikan ayah, pendidikan ibu, pengahasilan orang tua, daerah asal, usia, jenis kelamin, status perkawinan.
Model persamaan struktural (Structural Equation Modeling = SEM) Informasi khususnya bagi program studi dan mahasiswa Gambar 2. Kerangka Pemikiran Konseptual
3.3 Hipotesis
Berdasarkan latar belakang, perumusan masalah, tujuan penelitian dan kerangka pemikiran yang telah diuraikan sebelumnya, maka dalam penelitian ini diduga bahwa keberhasilan studi mahasiswa program ekstensi dipengaruhi oleh faktor-faktor yang berasal dari dalam maupun dari luar diri mahasiswa itu sendiri. Faktor-faktor yang membangun proses studi berpengaruh langsung terhadap keberhasilan studi. Faktor eksternal dan internal berpengaruh secara tidak
34
langsung terhadap keberhasilan studi mahasiswa. Hubungan faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan studi mahasiswa dapat diduga sebagai berikut : 1. Total SKS yang harus diambil berpengaruh positif terhadap masa studi, artinya semakin banyak total SKS yang harus diambil akan semakin lama masa studi mahasiswa. 2. IPK diploma dan penghasilan orang tua berpengaruh positif terhadap IPK S1 dan masa studi, artinya semakin tinggi IPK diploma dan penghasilan orang tua maka mahasiswa akan memperoleh IPK S1 lebih tinggi dan masa studi lebih cepat. 3. Status bekerja berpengaruh negatif terhadap IPK dan masa studi artinya mahasiswa bekerja akan memperoeh IPK lebih rendah dan masa studi lebih lama dibanding mahasiswa tidak bekerja. 4. Kesesuaian program studi berpengaruh posistif terhadap IPK dan masa studi, artinya mahasiswa berasal dari diploma manajemen akan memperoleh IPK lebih tinggi dan masa studi lebih cepat dibanding mahasiswa dari diploma non-manajemen. 5. Status PT asal berpengaruh positif terhadap IPK dan masa studi, artinya mahasiswa berasal dari diploma PTN akan memperoleh IPK lebih tinggi dan masa studi lebih cepat dibanding mahasiswa dari diploma PTS. 6. Lama skripsi berpengaruh positif terhadap masa studi, artinya semakin lama mahasiswa menyelesaikan skripsi maka semakin lama masa studinya. 7. Jenis tempat tinggal berpengaruh positif terhadap IPK dan masa studi, artinya mahasiswa yang tinggal di rumah sewa (kost) akan memperoleh IPK lebih
35
tinggi dan masa studi lebih cepat dibanding mahasiswa yang tinggal di rumah orang tua dan lainnya. 8. Pendidikan orang tua berpengaruh positif terhadap IPK dan masa studi, artinya semakin tinggi pendidikan orang tua maka mahasiswa akan memperoleh IPK lebih tinggi dan masa studi lebih cepat. 9. Daerah asal berpengaruh positif terhadap IPK dan masa studi, artinya mahasiswa yang berasal dari Pulau Jawa akan memperoleh IPK lebih tinggi dan masa studi lebih cepat dibanding mahasiswa dari luar Pulau Jawa. 10. Usia berpengaruh positif terhadap IPK dan masa studi, artinya mahasiswa berusia 22 tahun atau kurang akan memperoleh IPK lebih tinggi dan masa studi lebih cepat dibanding mahasiswa berusia 23 tahun atau lebih. 11. Jenis kelamin berpengaruh negatif terhadap IPK dan masa studi, artinya mahasiswa perempuan akan memperoleh IPK lebih tinggi dan masa studi lebih cepat dibanding mahasiswa laki-laki. 12. Status perkawinan berpengaruh negatif terhadap IPK dan masa studi, artinya mahasiswa yang telah menikah akan memperoleh IPK lebih rendah dan masa studi lebih lama dibanding mahasiswa belum menikah.
3.4 Definisi Operasional
Sukses
: tingkat keberhasilan studi diukur berdasarkan IPK dan masa studi.
Proses studi
: faktor-faktor yang berpengaruh pada saat mahasiswa masih mengikuti perkuliahan di program ekstensi.
Eksternal
: faktor-faktor
dari
luar
mempengaruhi motivasinya.
diri
mahasiswa
yang
dapat
36
Internal
: faktor-faktor
dari
dalam
diri
mahasiswa
yang
dapat
mempengaruhi motivasinya. IPK
: indeks prestasi kumulatif S1.
Masa studi
: dalam satuan bulan.
Total SKS
: banyaknya
SKS
yang
harus
diambil
setelah
melalui
penyetaraan. IPK diploma
: IPK pada saat menempuh studi diploma.
Status bekerja
: status bekerja pada saat mendaftar pada program ekstensi.
Kesesuaian PS : kesesuaian program studi diploma dengan program ekstensi, dibagi menjadi manajemen dan non manajemen. PT asal
: perguruan tinggi asal, dibagi menjadi (perguruan tinggi negeri dan perguruan tinggi swasta).
Lama skripsi
: lama penyusunan skripsi dihitung sejak mahasiswa mendapat dosen pembimbing skripsi hingga dinyatakan lulus dari program ekstensi.
Jenis tempat tinggal : dibagi menjadi kamar sewa, rumah orang tua, dan lainnya (rumah pribadi, rumah kerabat, asrama, dll). Pendidikan ayah : pendidikan terakhir yang ditamatkan ayah mahasiswa. Pendidikan ibu : pendidikan terakhir yang ditamatkan ibu mahasiswa. Penghasilan orang tua : penghasilan orang tua per bulan. Daerah asal
: dibagi menjadi dari Pulau Jawa dan luar Puau Jawa.
Usia
: usia mahasiswa pada saat mendaftarkan diri di program ekstensi.
Jenis kelamin
: jenis kelamin mahasiswa.
Status perkawinan : status perkawinan pada saat mahasiswa mendaftarkan diri pada program ekstensi. Model Persamaan Struktural (SEM) : sering disebut juga dengan model LISREL, merupakan salah satu software yang paling sering dipakai dalam analisis SEM. Diagram lintas : penggunaan gambar yang merepresentasikan suatu sistem persamaan simultan. Keuntungan digunakannya diagram lintas di dalam model SEM antara lain mempermudah di dalam
37
memahami hubungan antar peubah, baik didalam model pengukuran maupun model struktural. Uji khi-kuadrat : merupakan pengujian seberapa dekat matriks hasil dugaan dengan matriks data asal.
Goodness-of-Fit Index (GFI) : merupakan ukuran seberapa besar model mampu menerangkan keragaman data.
Root Mean Square Residual (RMSR) : merupakan akar dari rata-rata sisaan kuadrat.
Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) : merupakan ukuran ketidakcocokan model dengan data pada tingkat populasi. Validitas
: dengan patokan titik kritis 1.96
Reliabilitas
: diukur dengan pengujian construct reliability dan variance
extracted
BAB IV METODE PENELITIAN
4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian
Penelitian ini merupakan studi kasus pada Program Ekstensi Manajemen Agribisnis IPB di Kampus IPB Baranangsiang, Bogor. Pemilihan lokasi penelitian ini dilakukan secara sengaja berdasarkan pertimbangan bahwa masih sangat sedikit perguruan tinggi yang membuka program ekstensi bidang agribisnis. Khususnya di wilayah Jabotabek yang notabene merupakan daerah pusat bisnis dan pendidikan di Indonesia. Dimana salah satu sasaran Program Ekstensi Manajemen Agribisnis IPB adalah lulusan program diploma dari berbagai bidang, terutama yang telah bekerja. Penelitian ini dilaksanakan pada bulan Agustus – September 2005. 4.2 Jenis dan Sumber Data
Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data sekunder yang berasal dari Program Ekstensi Manajemen Agribisnis IPB dan sumber literatur lain yang berkaitan dengan tujuan penelitian. Data tersebut adalah data alumni mahasiswa lulusan pertama tahun 2002 hingga lulusan bulan Juni 2005, yaitu sebanyak 211 sampel. Data yang digunakan adalah indeks prestasi kumulatif (IPK), masa studi, banyaknya SKS yang harus diikuti, IPK diploma, status bekerja saat masuk program ekstensi, status perguruan tinggi asal, kesesuaian program studi diploma dengan program ekstensi, lama penyusunan skripsi, jenis tempat tinggal, pendidikan ayah, pendidikan ibu, penghasilan orang tua, daerah asal, usia, jenis kelamin, dan status perkawinan.
39
4.3 Metode Analisis
Untuk menganalisis data dengan menggunakan metode SEM maka digunakan paket program LISREL 8.30. Langkah-langkah yang dilakukan adalah (Wirda, 2002): 1. Membuat model dengan menggunakan model struktural yang mengakomodasi semua variabel baik yang bisa diamati maupun yang tidak. Terdapat tujuh langkah dalam pemodelan SEM (Firdaus, 2005), yaitu : a. Pengembangan model teoritis, pada prinsipnya merupakan pengujian kausalitas secara empiris dari teori yang sudah ada dan digunakan untuk mengkonfirmasi model teori tersebut. b. Pengembangan diagram path atau diagram lintas dibangun berdasarkan pada konstruk untuk menunjukkan hubungan kausalitas. c. Mengkonversi diagram path pada persamaan. Diagram path dikonversikan ke dalam bentuk persamaan struktural untuk menyatakan hubungan kausalitas. d. Menentukan matriks input dan estimasi model. Data input SEM merupakan matrik kovarian untuk melakukan pengujian model dari teori yang ada setara dengan regresi untuk digunakan dalam penjelasan atau prediksi fenomena yang dikaji. e. Pendugaan koefisien model. Kadangkala proses pendugaan memberikan hasil yang irasional. Hal ini disebabkan ketidakmampuan struktur model dalam menduga hasil yang unik atau setiap koefisien memerlukan model tersendiri atau terpisah dalam pendugaannya. Untuk menanggulangi model tak teridentifikasi perlu dilakukan penetapan beberapa nilai koefisien pada
40
nilai tertentu (fix coefficient) dan peubah laten yang hanya memiliki satu peubah indikator ditetapkan nilainya (umumnya 1). f. Evaluasi kriteria goodness-of-fit. Beberapa indeks kesesuaian dan cut-of-
value yang umumnya digunakan adalah sebagai berikut : 1). Degree of freedom (DF) harus positif yang menandakan model tidak
underidentified. DF umumnya berkisar antara ≤ 2,0 – 3,0 sebagai salah satu indicator untuk mengukur tingkat kesesuaian model. 2). RMSEA (Root Means Square Error of Approximation) adalah indeks untuk untuk mengkompensasikan chi-square dalam contoh besar, menunjukkan kesesuaian yang dapat diharapkan bila model diestimasi. RMSEA ≤ 0,08 adalah syarat agar model menunjukkan close fit dari model tersebut. 3). Root Mean Square Residual (RMSR) merupakan akar dari rata-rata sisaan kuadrat, merupakan ukuran ketidakcocokan model dengan data, sehingga nilai RMSR diharapkan kecil. 4). GFI (Goodness of Fit = R2) adalah rentang ukuran antara 0 (poor fit) sampai dengan 1 (perfect fit) yang memperhitungkan proporsi tertimbang dari varian dalam sebuah matriks kovarian contoh. Nilai GFI dan AGFI ≥ 0,90 menunjukkan good fit (baik), jika antara 0,80 ≤ GFI dan AGFI < 0,90 menunjukkan marginal fit (sedang). g. Interpretasi dan modifikasi model. Setelah model diterima, interpretasi dilakukan mengikuti teori yang mendasarinya. Modifikasi hanya boleh dilakukan dengan kehati-hatian dan modifikasi dilakukan jika terdapat perubahan yang signifikan dengan dukungan data empiris.
41
2. Memilih data yang tersedia menjadi data yang sesuai dengan penelitian ini, dimana tidak semua peubah yang ada dalam data set tersebut yang dianalisis dalam studi ini akan tetapi dipilih peubah-peubah yang menunjang model tersebut. 3. Melakukan data cleaning sesuai dengan kebutuhan penelitian ini. 4. Menyiapkan matriks korelasi dan atau kovarian yang akan diolah dengan menggunakan LISREL melalui program PRELIS. 5. Mengolah data dengan menggunakan program LISREL 4.4 Model SEM
Model persamaan struktural dalam penelitian ini dikembangkan dengan menggunakan 4 peubah laten dan 16 peubah manifes. Hubungan kausalitas model SEM ini lebih jelas dapat dilihat melalui diagram lintas. Diagram lintas atau path
diagram digunakan untuk mempermudah di dalam memahami hubungan antar peubah, baik di dalam model pengukuran maupun model struktural. Diagram lintas keberhasilan studi mahasiswa Program Ekstensi Manajemen Agribisnis IPB dapat dilihat pada Gambar 3.
42
ζ1 δ11 δ12 δ13
X11 X12 X13
λX11 X
λ
12
λX13
Sks (η1)
δ21 δ22 δ23
ε11
Y12
ε12
Y21
ε21
λ Y21 λY22
Y22
ε22
λY23
Y23
ε23
Y24
ε24
Y25
ε25
Y26
ε26
Y27
ε27
λY12
Etl (ξ1)
λX14
γ1 δ14
Y11
λY11
β
X14 X21 X22
λX21 λX22 λX23
γ2 Itl (ξ2)
Prs (η2) ζ2
X23
λY24 λY25 λY26 λY27
Gambar 3. Model Keberhasilan Studi yang Dihipotesiskan
Keterangan : Sks Prs Etl Itl Y11 Y12 Y21 Y22 Y23 Y24 Y25 Y26 Y27 X11 X12 X13 X14 X21 X22 X23
= Sukses (η1) = Proses Studi (η2) = Eksternal (ξ1) = Internal (ξ2) = IPK = Masa studi (bulan) = Banyaknya SKS yang harus diambil = IPK diploma = Status bekerja saat masuk pro emas IPB = Kesesuaian program studi diploma dengan program ekstensi = Perguruan tinggi asal = Lama penyusunan skripsi = Jenis tempat tinggal = Pendidikan ayah = Pendidikan ibu = Penghasilan orang tua = Daerah asal = Usia = Jenis kelamin = Status perkawinan
BAB V GAMBARAN UMUM LOKASI PENELITIAN
5.1 Latar Belakang Berdirinya Program Ekstensi Manajemen Agribisnis IPB
Mengacu pada hasil Rakernas Depdikbud tahun 1995, di mana dinyatakan bahwa akan ada pertambahan jumlah mahasiswa dalam PJP II sebesar 4,0 juta dengan perbandingan daya tampung PTN dan PTS 1:4. Dalam rarngka meningkatkan partisipasi PTN dalam penyediaan sumberdaya berkualitas diperlukan diversifikasi pendekatan untuk mencapai peningkatan kualitas sumberdaya masyarakat. Salah satu upaya peningkatan kualitas sumberdaya tanpa membebani terlalu besar anggaran negara adalah dengan program ekstensi. Pertambahan sumberdaya yang ingin meningkatkan kualitas dirinya dalam bidang agribisnis semakin terasa dengan adanya krisis moneter dan ekonomi. Dimana semakin banyak investor yang ingin menanamkan modalnya disektor ini. Hal ini membawa dampak semakin banyaknya lulusan program studi diploma dari berbagai bidang, terutama yang sudah bekerja, ingin memperoleh kemampuan analitis-konseptual lebih dalam bidang agribisnis. Wilayah Bogor dan sekitarnya misalnya, terdapat lebih dari 2000 orang pekerja dengan kualifikasi tersebut yang pada siang harinya bekerja di Jakarta, dan pada malam harinya ingin meningkatkan kualitas dirinya. Selain itu di Bogor terdapat banyak balai penelitian dan instansi pemerintah yang memiliki karyawan lulusan dari program diploma berbagai bidang yang ingin memperoleh wawasan agribisnis lebih mendalam. Sedangkan di IPB sendiri, setiap tahunnya dilepaskan sekitar 800 lulusan diploma, yang sebagian besar memperoleh pekerjaan di Jabotabek.
44
Di sisi lain, lapangan usaha pertanian lambat laun makin berorientasi bisnis, selain itu tuntutan konsumen juga semakin tinggi (demanding). Menanggapi perubahan perilaku konsumen perusahaan agribisnis harus makin canggih dan memiliki jangkauan yang luas. Akibatnya jenis pekerjaan profesional dan manajerial makin diperlukan. Untuk menghasilkan manajer agribisnis yang profesional, dapat dipenuhi dari lulusan program studi agribisnis berbagai strata. Strata-0 (S0) untuk manajemen lini pertama, strata-1 (S1) untuk menajemen lini tengah, dan strata-2 (S2) untuk manajemen lini atas. Namun dalam kenyataannya tidak demikian, banyak lulusan manajemen agribisnis bekerja di luar bidang agribisnis. Sebaliknya kedudukan manajer agribisnis banyak diisi oleh orang yang berpendidikan bukan dibidang agribisnis. Pemenuhan kebutuhan terhadap manajer agribisnis secara “sistematis” melalui jenjang pendidikan profesional relatif sangat kecil. Dengan perkataan lain pasar manajemen agribisnis dalam praktek jauh lebih besar daripada yang dapat diisi melului jenjang pendidikan profesional. Kebanyakan kebutuhan manajer agribisnis dipenuhi dari kalangan manajer (praktisi) yang memperoleh keterampilan manajemen dari pengalaman dalam praktek bukan manajer profesional. Pemenuhan kebutuhan terhadap manajer agribisnis dengan mengandalkan keterampilan manajemen dari pengalaman dapat dikatakan merupakan “pilihan dalam jalur lambat”. Kondisi tersebut secara individual mengakibatkan perkembangan karir manajemen ke jenjang yang lebih tinggi terhambat, dan secara agregat mengakibatkan efisiensi manajemen tidak dapat tercapai. Pemenuhan kebutuhan terhadap manajer agribisnis melalui jalur pendidikan formal merupakan tantangan yang harus dipenuhi untuk dapat turut bersaing dalam era pasar bebas. Kesenjangan antara permintaan terhadap manajer
45
agribisnis profesional akan dapat dikurangi dengan memberikan pendidikan khusus kepada para manajer dan praktisi yang bergerak dalam usaha agribisnis, khususnya pendidikan strata-1. 5.2 Program Ekstensi Manajemen Agribisnis IPB
Program Ekstensi Manajemen Agribisnis IPB adalah program pendidikan yang diselenggarakan oleh Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Program ini berdiri pada bulan Oktober 1999 berdasarkan Surat Keputusan Ditjen Dikti No 436/DIKTI/Kep/1999, tentang pembukaan program sarjana ekstensi, Fakultas Pertanian IPB. Proses pendirian tersebut dikukuhkan oleh Surat Keputusan Rektor IPB No 059/K13.12.1/KP/2000 tentang pengesahan buku panduan pendidikan program sarjana IPB edisi tahun 2000. Program Ekstensi Manajemen Agribisnis diselenggarakan sebagai alternatif program pendidikan melalui jalur diploma yang memberikan peluang kerja sambil meningkatkan ilmu pengetahuan secara bertahap dan terus menerus. Program sarjana ekstensi, menjadikan visi IPB sebagai landasan dalam penyelenggaraan
pendidikannya.
Rumusan
yang
dijalankan
IPB
dalam
penyelenggaraan pendidikannya adalah : “IPB sebagai center of excellent dalam pengembangan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan pertanian sebagai kompetensi utama”. Misi yang dibangung program ini berdasarkan pandangan bahwa kebanyakan kebutuhan manajer agribisnis dipenuhi dari kalangan manajer (praktisi). Dimana para manajer ini memperoleh keterampilan manajemen dari pengalaman dalam praktek bukan manajer profesional. Kondisi tersebut secara
46
individual menghambat perkembangan karir manajemen kejenjang yang lebih tinggi menjadi lambat dan secara agregat mengakibatkan efisiensi manajemen tidak dapat tercapai. Pemenuhan kebutuhan terhadap manajer agribisnis melalui pendidikan formal merupakan tantangan yang harus dipenuhi untuk dapat turut bersaing dalam era pasar bebas. Misi penyelenggaraan Program Ekstensi Manajemen Agribisnis adalah : ”menyediakan program pendidikan yang berkelanjutan dalam upaya pencapaian
link & macth antara kualitas sumberdaya manusia dan kebutuhan sektor riil, sesuai dengan tuntutan masyarakat yang semakin demanding”. Tujuan
umum
diselenggarakannya
Program
Ekstensi
Manajemen
Agribisnis adalah : 1. Memberikan kesempatan bagi masyarakat lulusan diploma terutama yang berasal dari IPB meningkatkan pengetahuan lanjutan diluar waktu kerja dengan mempergunakan fasilitas belajar diluar penyelenggaraan waktu kuliah reguler. 2. Memberikan kesempatan bagi masyarakat lulusan diploma yang telah menyelesaikan pendidikan dijalur ekstensi untuk dapat
melanjutkan
pendidikan yang lebih tinggi. Tujuan khusus diselenggarakannya Program Ekstensi Manajemen Agribisnis adalah : 1. Menghasilkan lulusan S1 yang dibekali dengan pengetahuan konseptual dan analisis dalam bidang manajemen agribisnis melalui proses belajar mengajar dengan Sistem Kredit Semester dalam kisaran waktu 2 – 5 tahun
47
2. Mengoptimalkan
pemanfaatan
sumberdaya
perguruan
tinggi
dalam
meningkatkan kualitas penyelenggaraan pendidikan. Program Ekstensi Manajemen Agribisnis menerima mahasiswa yang berasal dari : 1. Lulusan program diploma; diutamakan yang sudah bekerja. 2. Lulusan S1 non agribisnis. Tabel 1. Rasio Pendaftar dan yang Diterima pada Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis periode Oktober 1999 – April 2005
Angkatan Jumlah Pendaftar Diterima I 83 68 II 36 24 III 145 118 IV 49 42 V 162 144 VI 80 61 VII 183 94 VIII 124 74 IX 199 114 X 87 65 XI 187 138 XII 66 44 TOTAL 1401 986 Sumber : Program Ekatensi Manajemen Agribisnis IPB (2005)
Rasio 1.2 1.5 1.2 1.2 1.1 1.3 1.9 1.7 1.7 1.3 1.4 1.5
Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis membuka dua periode penerimaan mahasiswa baru setiap tahunnya, yaitu periode pertama pada bulan September hingga Oktober dan periode kedua pada bulan Pebruari hingga April. Jumlah mahasiswa program ekstensi sampai bulan April 2005 mencapai 986 orang, sementara yang telah mendaftar tercatat sebanyak 1401 orang. Rasio calon mahasiswa yang mendaftar dan yang diterima hingga April 2005, berfluktuasi dari 1.1 hingga 1.9. Fluktuasi tersebut terjadi karena adanya kecenderungan calon mahasiswa dengan kualifikasi yang sesuai dengan standar program ekstensi mendaftar pada periode pertama. Angka rasio yang tinggi menunjukkan bahwa
48
kualifikasi pendaftar tidak sesuai dengan standar yang ditetapkan oleh program ekstensi. 5.3 Struktur Organisasi
Program Ekstensi Manajemen Agribisnis IPB diselenggarakan di bawah pembina Rektor Institut Pertanian Bogor dengan pelaksana Departemen Ilmu-ilmu Sosial Ekonomi Fakultas Pertanian. Struktur keorganisasian Program Ekstensi Manajemen Agribisnis IPB dapat dilihat pada Lampiran 1. 5.4 Sistem Pengajaran
Program Ekstensi Manajemen Agribisnis IPB melaksanakan sistem pengajaran yang sama dengan program reguler S1 Program Studi Sosial Ekonomi Pertanian kekhususan Agribisnis. Sebagaimana yang tercantum dalam Surat Keputusan Rektor Institut Pertanian Bogor Nomor : 085/K13/HK/PR/1997. Calon mahasiswa yang telah mengambil mata kuliah sejenis sebelumnya dapat dilakukan penyetaraan oleh suatu tim yang dibentuk oleh rektor atau pejabat berwenang yang ditunjuk rektor. Program Ekstensi Manajemen Agribisnis IPB memiliki peserta program yang bekerja pada siang harinya. Maka untuk optimalisasi pemanfataan sumberdaya, perkuliahan diselenggarakan pada pukul 19.00 sampai dengan 22.30 untuk hari Senin – Jumat dan pukul 09.00 sampai dengan 21.00 untuk hari Sabtu. 5.5 Staf Pengajar
Penyelenggaraan program dilakukan dengan dukungan staf pengajar terutama dalam unit kerja Fakultas Pertanian dan fakultas-fakultas lain di IPB dengan cara mengoptimalkan pendayagunaannya dalam suatu hubungan
49
keprofesian. Sebaran dosen yang mengajar pada Program Ekstensi berdasarkan jenjang studi dan asal departemen dapat dilihat pada Tabel 1 berikut. Tabel 2. Sebaran Dosen Pengajar pada Program Ekstensi Berdasarkan Jenjang Studi dan Asal Departemen
Jenjang Studi Fakultas
Departemen
S1
S2
S3
Agronomi 1 3 Hortikultura 2 Tanah 2 Pertanian HPT 1 1 GMSK 2 Sosek 18 23 Total Fakultas Pertanian 22 31 Ilmu Komputer 2 Statistika 2 1 Biologi 1 1 2 MIPA Fisika 1 Kimia 1 Matematika 4 1 Agrometeorologi 1 5 Total Fakultas MIPA 6 10 6 Luar IPB 1 3 Total 7 45 37 Sumber : Program Ekatensi Manajemen Agribisnis IPB (2005)
Guru Besar 1 1 3 5 5
Total 4 3 2 2 3 44 58 2 3 4 1 1 5 6 22 4 84
5.6 Sumberdaya Fisik
Sumberdaya fisik pendukung penyelenggaraan program diperoleh dengan mengoptimalkan sarana pendidikan IPB melalui hubungan jangka panjang yang saling menguntungkan. Fasilitas ruang untuk kegiatan perkuliahan, pelayanan administrasi dan menyimpan peralatan perkuliahan sejak September 1999 sampai saat ini menggunakan fasilitas di Kampus IPB Baranangsiang.
BAB VI HASIL DAN PEMBAHASAN
6.1 Karateristik Mahasiswa Program Ekstensi Manajemen Agribisnis IPB 6.1.1 Deskripsi Mahasiswa Berdasarkan Nilai IPK S1
Mahasiswa Program Ekstensi Manajemen Agribisnis IPB memiliki tingkat kemampuan akademis yang sangat bervariasi, hal ini dapat dilihat dari perolehan nilai IPK-nya. Perbedaan kemampuan akademis tersebut terjadi antara lain karena adanya perbedaan intelijensi, motivasi belajar, keadaan jasmani dan rohani mahasiswa, lingkungan belajar dan lain-lain. Rata-rata nilai IPK S1 mahasiswa yaitu 2.83 dengan nilai terkecil 2.01 dan nilai tertinggi 3.90. Nilai IPK S1 dibagi menjadi empat selang yaitu selang 2.00 – 2.49, 2.50 – 2.99, 3.00 – 3.49, dan selang 3.50 – 4.00. Komposisi nilai IPK S1 sebagian besar yaitu 42 persen berada pada selang 2.50 – 2.99, kemudian diikuti selang 3.00 – 3.49 sebesar 25 persen. Selang IPK terendah yaitu 2.00 – 2.49 juga cukup besar yaitu 24 persen, dan selang nilai IPK tertinggi 3.50 – 4.00 sebesar 9 persen. Gambar 4 menunjukkan komposisi mahasiswa program ekstensi lulusan 2002 – 2005 berdasarkan nilai IPK S1 mahasiswa. Indeks Prestasi Kumulatif (IPK) 9%
24%
25%
2.00 - 2.49 2.50 - 2.99 3.00 - 3.49
42%
3.50 - 4.00
Gambar 4. Komposisi Mahasiswa Program Ekstensi Lulusan 2002 - 2005 Berdasarkan IPK
51
6.1.2 Deskripsi Mahasiswa Berdasarkan Masa Studi
Masa studi menjadi salah satu ukuran tingkat keberhasilan studi mahasiswa di samping IPK yang diperoleh. Masa studi dibagi ke dalam tiga kelompok selang yaitu 35 bulan atau kurang, 36 – 42 bulan, dan 43 atau lebih bulan. Dimana 36 – 42 bulan merupakan masa studi normal bagi rata-rata mahasiswa di Program Ekstensi Manajemen Agribisnis IPB. Rata-rata masa studi mahasiswa Program Ekstensi Manajemen Agribisnis IPB yaitu 41.9 bulan dengan waktu tercepat 24 bulan dan terlama 65 bulan. Mahasiswa yang menyelesaikan studinya 35 bulan atau kurang sebanyak 30 persen, sementara untuk selang 36 – 42 bulan sebesar 27 persen, dan 43 persen mahasiswa menyelesaikan masa studinya lebih dari 42 bulan. Komposisi mahasiswa Program Ekstensi Lulusan 2002 – 2005 berdasarkan masa studi ditunjukkan oleh Gambar 5. Masa Studi
29%
43%
≤ 35 bln 36 - 42 bln ≥ 43 bln
28%
Gambar 5. Komposisi Mahasiswa Program Ekstensi Lulusan 2002 – 2005 Berdasarkan Masa Studi
Kombinasi yang diharapkan dalam penentuan tingkat keberhasilan studi mahasiswa Program Ekstensi Manajemen Agribisnis IPB adalah mahasiswa yang mendapatkan nilai IPK S1 tinggi (3.50 – 4) dengan masa studi yang cepat (kurang dari 36 bulan). Dalam hal ini tingkat pencapaian baru 4.74 persen.
52
6.1.3 Deskripsi Mahasiswa Berdasarkan Total SKS yang harus Diselesaikan
Total SKS yang harus diselesaikan setiap mahasiswa berbeda sesuai dengan tingkat penyetaraan yang dilakukan. Rata-rata total SKS yang harus diselesaikan mahasiswa Program Ekstensi Manajemen Agribisnis IPB adalah sebanyak 84 SKS dengan jumlah SKS paling sedikit 75 SKS dan terbanyak 112 SKS. Sebanyak 42 persen mahasiswa harus menyelesaikan jumlah SKS antara 80 – 89 SKS, dan 40 persen mahasiswa harus menyelesaikan jumlah SKS kurang dari 80 SKS, serta sisanya 18 persen harus menyelesaikan jumlah SKS 90 SKS ke atas. Berdasarkan IPK S1 mahasiswa yang harus menyelesaikan total SKS di bawah 80 SKS didominasi oleh mahasiswa yang memperoleh IPK pada selang 2.50 – 2.99 yaitu sebesar 46 persen. Mahasiswa dengan total SKS antara 80 – 89 SKS memiliki nilai IPK pada selang 2.00 – 2.49, dan 2.50 – 2.99, serta selang 3.00 – 3.49 hampir merata yaitu masing-masing 31 persen, 33 persen, dan 28 persen. Sedang sisanya (8 persen) mahasiswa dngan nilai IPK 3.50 – 4. Mahasiswa yang harus menyelesaikan total 90 SKS atau lebih didominasi oleh mahasiswa dengan nilai IPK pada selang 2.50 – 2.99 yaitu sebesar 53 persen. Berdasarkan masa studi mahasiswa yang harus menyelesaikan total SKS kurang dari 80 SKS didominasi oleh mahasiswa yang mampu menyelesaikan studinya dalam waktu kurang dari 36 bulan yaitu sebesar 56 persen. Mahasiswa yang harus menyelesaikan total SKS antara 80 – 89 SKS didominasi oleh mahasiswa yang menyelesaikan masa studi lebih dari 42 bulan yaitu sebesar 57 persen. Demikian halnya dengan mahasiswa yang harus menyelesaikan total 90 SKS atau lebih didominasi oleh mahasiswa dengan masa studi lebih dari 42 bulan
53
yaitu 53 persen. Hal ini membuktikan adanya kecenderungan bahwa mahasiswa yang harus menyelesaikan total SKS lebih banyak cenderung lebih lama menyelesaikan studi dan sebaliknya. Nilai ipk dan masa studi mahasiswa berdasarkan jumlah sks yang diambil dapat dilihat pada Gambar 6. Total SKS
18% 40%
≤ 79 80 - 89 ≥ 90
42%
6.A Total SKS Terhadap IPK 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
Total SKS Terhadap Masa Studi 60% 2.00 - 2.49
40%
≤ 35
2.50 - 2.99 3.00 - 3.49
36 - 42
20%
≥ 43
3.50 - 4.00 0% ≤ 79
80 - 89
≥ 90
≤ 79
6.B
80 - 89
≥ 90
6.C
Gambar 6. Nilai IPK dan Masa Studi Mahasiswa Berdasarkan Jumlah SKS yang Diambil
6.1.4 Deskripsi Mahasiswa Berdasarkan IPK Diploma
Komposisi IPK diploma menurut empat kelompok selang (2.00 – 2.74, 2.75 – 2.99, 3.00 – 3.49, dan 3.50 – 4) sebagian besar yaitu 47 persen berada pada selang nilai 3.00 – 3.49. Diikuti nilai IPK selang 2.75 – 2.99 dan 2.00 – 2.74 masing-masing sebesar 23 persen dan 20 persen serta nilai IPK diploma selang 3.50 – 4 sebesar 10 persen. Rata-rata nilai IPK diploma mahasiswa Program Ekstensi Manajemen Agribisnis IPB adalah 3.05 dengan nilai terendah 2.11 dan nilai tertinggi yaitu 3,92. Berdasarkan nilai IPK S1, mahasiswa dengan nilai IPK diploma selang 2.00 – 2.74 didominasi oleh mahasiswa yang mendapat nilai IPK S1 selang 2.00 – 2.49 yaitu sebesar 67 persen. Mahasiswa dengan nilai IPK diploma selang 2.75 -
54
2.99 dan selang 3.00 – 3.49 sebagian besar memperoleh nilai IPK S1 selang 2.50 – 2.99 yaitu masing-masing 65 persen dan 44 persen. Sementara mahasiswa dengan nilai IPK diploma selang 3.50 – 4 memiliki komposisi yang sama untuk nilai IPK S1 selang 3.00 – 3.49 dan selang 3.50 – 4 yaitu sebesar 45 persen. Nilai IPK S1 dan masa studi mahasiswa berdasarkan nilai IPK diploma dapat dilihat pada Gambar 7. IPK Diploma
10%
20% 2.00 - 2.74 2.75 - 2.99 3.00 - 3.49 24%
46%
3.50 - 4.00
7.A IPK Diploma Terhadap IPK S1
IPK Diploma Terhadap Masa Studi
80%
80%
60%
60%
40%
2.00 - 2.49
20%
2.50 - 2.99
40%
≤ 35
0%
3.00 - 3.49
20%
3.50 - 4.00
0%
36 - 42 ≥ 43
2.00 2.74
2.75 2.99
3.00 3.49
IPK Diploma
7.B
3.50 4.00
2.00 - 2.74 2.75 - 2.99 3.00 - 3.49 3.50 - 4.00 IPK Diploma
7.C
Gambar 7. Nilai IPK S1 dan Masa Studi Mahasiswa Berdasarkan IPK Diploma
Berdasarkan masa studi, mahasiswa dengan nilai IPK diploma selang 2.00 – 2.74 didominasi oleh mahasiswa yang lulus S1 dalam waktu lebih dari 42 bulan yaitu 71 persen. Mahasiswa dengan nilai IPK diploma antara 2.75 – 2.99 memiliki komposisi yang hampir sama untuk masa studi selang 36 – 42 bulan dan di atas 42 bulan yaitu masing-masing sebesar 40 persen dan 46 persen. Demikian juga mahasiswa dengan nilai IPK diploma antara 3.00 – 3.49 memiliki komposisi yang hampir merata disemua selang masa studi, dari yang tercepat yaitu 39 persen, 30 persen, dan 31 persen. Mahasiswa dengan nilai IPK diploma antara 3.50 – 4 didominasi oleh mahasiswa yang mampu menyelesaikan masa studinya kurang
55
dari 36 bulan. Hal ini menunjukkan adanya kecenderungan bahwa semakin tinggi nilai IPK diploma maka semakin tinggi nilai IPK S1 dan sebaliknya. Begitu juga semakin tinggi nilai IPK diploma maka semakin cepat mahasiswa menyelesaikan studi S1 dan sebaliknya. 6.1.5 Deskripsi Mahasiswa Berdasarkan Status Bekerja
Status bekerja dilihat pada saat mahasiswa mendaftarkan diri pada Program Ekstensi Manajemen Agribisnis IPB. Komposisi mahasiswa sebagian besar merupakan mahasiswa yang belum bekerja (83 persen) dan sisanya 17 persen adalah mahasiswa yang sedang bekerja. Mahasiswa yang belum bekerja cenderung memiliki IPK lebih tinggi yaitu sebesar 10 persen dibanding mahasiswa yang sedang bekerja (6 persen) pada IPK selang 3.50 – 4. Hal ini disebabkan mahasiswa yang belum bekerja umumnya mahasiswa fresh graduate. Mahasiswa yang belum bekerja masih segar dengan suasana belajar dan materimateri kuliah dasar, serta cukup kuat mengingat pelajaran. Mahasiswa belum bekerja juga tidak terbebani tugas-tugas pekerjaan serta keletihan pada saat mengikuti perkuliahan seperti pada mahasiswa yang telah bekerja. Mahasiswa yang telah bekerja cenderung lebih lama menyelesaikan masa studinya (60 persen pada masa studi 43 bulan atau lebih) dibanding mahasiswa yang belum bekerja (39 persen). Hal ini dapat dimengerti sebab kesibukan bekerja menjadi alasan untuk tidak mengambil jumlah SKS terlalu banyak pada setiap semesternya. Mahasiswa yang belum bekerja mempunyai waktu lebih banyak untuk belajar dan mencari bahan-bahan tambahan untuk kuliah. Gambar 8 menunjukkan nilai IPK dan masa studi mahasiswa berdasarkan status bekerja.
56
STATUS BEKERJA 17% BKJ TDK BKJ 83%
8.A Status Bekerja Terhadap Masa Studi
Status Bekerja Terhadap IPK 50%
60% 50%
40% 2.00 - 2.49
30%
2.50 - 2.99 3.00 - 3.49
20%
3.50 - 4.00 10% 0%
40%
≤ 35
30%
36 - 42 ≥ 43
20% 10% 0%
BKJ
TDK BKJ
BKJ
8.B
TDK BKJ
8.C
Gambar 8. Nilai IPK dan Masa Studi Mahasiswa Berdasarkan Status Bekerja 6.1.6 Deskripsi Mahasiswa Berdasarkan Kesesuaian Program Studi
Mahasiswa Program Ekstensi Manajemen Agribisnis IPB didominasi oleh mahasiswa dengan latar belakang pendidikan diploma manajemen yaitu sebesar 55 persen, sedangkan 45 persen berasal dari non manajemen dari berbagai bidang pendidikan. Berdasarkan IPK lulus, mahasiswa yang
berasal dari diploma
manajemen cenderung mencapai IPK yang lebih tinggi (11 persen) dibanding mahasiswa non manajemen (6 persen). Sementara komposisi mahasiswa yang berasal dari diploma manajemen dengan IPK 2.00 – 2.49 lebih kecil (22 persen) dibanding mahasiswa non manajemen (27 persen). Tujuan Program Ekstensi Manajemen Agribisnis IPB untuk menghasilkan lulusan S1 yang dibekali dengan pengetahuan konseptual dan analisis dalam bidang manajemen agribisnis. Dimana mata kuliah manajemen lebih ditekankan, sehingga mahasiswa yang berasal dari diploma manajemen lebih siap menerima pelajaran dibanding non manajemen.
57
Masa studi mahasiswa yang berasal dari diploma manajemen cenderung lebih singkat dengan komposisi 46 persen lulus dalam waktu kurang dari 36 bulan dan 31 persen lulus diatas 42 bulan sedangkan sisanya (23 persen) lulus antara 36 – 42 bulan. Mahasiswa non manajemen dengan masa studi kurang dari 36 bulan hanya mencapai 10 persen, dan 57 persen mahasiswa lulus dalam waktu lebih dari 42 bulan. Mahasiswa yang berasal dari diploma non manajemen harus mengambil mata kuliah (SKS) lebih banyak dalam penyetaraannya. Gambar 9 menunjukkan nilai IPK dan masa studi mahasiswa berdasarkan kesesuaian program studi. Kesesuaian Program Studi
45%
Manajemen 55%
Non-Mnjm
9.A Kesesuaian Program Studi Terhadap Masa Studi
Kesesuaian Program Studi Terhadap IPK 50%
60% 50%
40% 2.00 - 2.49
30%
2.50 - 2.99 3.00 - 3.49
20%
3.50 - 4.00 10% 0%
40%
≤ 35
30%
36 - 42 ≥ 43
20% 10% 0%
Manajemen
Non-manajemen
9.B
Manajemen
Non-Manajemen
9.C
Gambar 9. Nilai IPK dan Masa Studi Mahasiswa Berdasarkan Kesesuaian Program Studi 6.1.7 Deskripsi Mahasiswa Berdasarkan Perguruan Tinggi Asal
Mahasiswa yang berasal dari PTN jauh lebih banyak (94 persen) dibanding mahasiswa yang berasal dari PTS yang hanya sebesar 6 persen. Mahasiswa asal PTS yang memiliki IPK antara 3.00 – 3.49 adalah sebesar 46 persen dan IPK 3.50 – 4 sebesar 8 persen. Mahasiswa yang memperoleh IPK dibawah 2.50 sebesar 15 persen sedang sisanya (31 persen) memperoleh IPK antara 2.50 - 2.99. Mahasiswa dari PTN dengan IPK 3.00 – 3.49 dan IPK 3.50 – 4
58
masing-masing sebesar 24 persen dan 9 persen. Komposisi mahasiswa PTN didomonasi oleh mahasiswa dengan IPK antara 2.50 – 2.99 yaitu sebesar 42 persen dan 25 persen mahasiswa dengan IPK dibawah 2.50. Mahasiswa dari PTN cenderung lebih cepat lulus, PTN umumnya memiliki dosen dengan kualifikasi lebih baik serta sarana dan prasarana yang lebih memadai dibanding PTS. Mahasiswa dengan masa studi kurang 35 bulan sebesar 31 persen dibanding mahasiswa dari PTS yang hanya 8 persen. Komposisi mahasiswa dari PTN didominasi oleh mahasiswa dengan masa studi 43 bulan atau lebih yaitu sebesar 43 persen sedang sisanya 26 persen adalah mahasiswa dengan masa studi antara 36 – 42 bulan. Mahasiswa dari PTS di dominasi oleh mahasiswa dengan masa studi 36 – 42 bulan dan 43 ≥ bulan dengan komposisi yang sama yaitu 46 persen. Gambar 10 menunjukkan nilai IPK dan masa studi mahasiswa berdasarkan PT asal. Perguruan Tinggi Asal 6% Negeri Swasta 94%
10.A Perguruan Tinggi Asal Terhadap IPK
Perguruan Tinggi Asal Terhadap Masa Studi
50%
50%
40%
2.00 - 2.49
40%
30%
2.50 - 2.99
30%
20%
3.00 - 3.49
20%
10%
3.50 - 4.00
10%
0%
Negeri
Swasta
10.B
0%
≤ 35 36 - 42 ≥ 43
Negeri
Swasta
10.C
Gambar 10. Nilai IPK dan Masa Studi Mahasiswa Berdasarkan Perguruan Tinggi Asal
59
6.1.8 Deskripsi Mahasiswa Berdasarkan Lama Skripsi
Lama skripsi diukur sejak mahasiswa mendapatkan dosen pembimbing skripsi hingga dinyatakan lulus. Komposisi mahasiswa berdasarkan lama skripsi didominasi oleh mahasiswa yang menyelesaikan skripsi antara 13 – 24 bulan yaitu sebesar 43 persen. Mahasiswa dengan lama skripsi 12 bulan atau kurang sebesar 33 persen, dan mahasiswa dengan lama skripsi 25 bulan atau lebih sebesar 24 persen. Rata-rata mahasiswa mampu menyelesaikan skripsi dalam waktu 18,88 bulan, dengan waktu tercepat 6 bulan dan waktu terlama 48 bulan. Berdasarkan IPK S1 mahasiswa dengan lama skripsi 12 bulan atau kurang didominasi oleh mahasiswa dengan IPK S1 selang 2.50 – 2.99 yaitu sebesar 44 persen dan selang 3.00 – 3.49 sebesar 36 persen. Mahasiswa dengan lama skripsi 13 – 24 bulan didominasi oleh mahasiswa dengan IPK S1 2.50 – 2.99 (42 persen) dan selang IPK 2.00 – 2.49 sebesar 26 persen. Sementara mahasiswa dengan lama skripsi 25 bulan atau lebih didominasi oleh mahasiswa dengan IPK selang 2.00 – 2.49 dan 2.50 – 2.99 dengan komposisi yang sama yaitu 39 persen. Gambar 11 menunjukkan nilai IPK dan masa studi mahasiswa berdasarkan lama skripsi Lama Skripsi
24%
33%
≤ 12 13 - 24 ≥ 25
43%
11.A Lama Skripsi Terhadap IPK
Lama Skripsi Terhadap Masa Studi 100%
50%
80%
40%
2.00 - 2.49
60%
≤ 13
20%
3.00 - 3.49
40%
10%
3.50 - 4.00
20%
14 - 24 ≥ 26
30%
0%
2.50 - 2.99
≤ 12
13 - 24
11.B
≥ 25
0%
≤ 35
36 - 42
43 ≥
11.C
Gambar 11. Nilai IPK dan Masa Studi Mahasiswa Berdasarkan Lama Skripsi
60
Berdasarkan masa studi mahasiswa dengan lama skripsi 12 bulan atau kurang didominasi oleh mahasiswa dengan masa studi 35 bulan atau kurang yaitu sebesar 72 persen. Sementara mahasiswa dengan lama skripsi 13 – 24 bulan didominasi oleh mahasiswa dengan masa studi 36 – 42 bulan dan 43 bulan atau lebih masing-masing sebesar 46 persen dan 40 persen. Mahasiswa dengan lama skripsi 25 bulan atau lebih didominasi oleh mahasiswa dengan masa studi 43 bulan atau lebih yaitu sebesar 98 persen. Hal ini menunjukkan semakin cepat mahasiswa menyelesaikan skripsi maka akan semakin cepat masa studi dan sebaliknya. 6.1.9 Deskripsi Mahasiswa Berdasarkan Jenis Tempat Tinggal
Sebagian besar (61 persen) mahasiswa program ekstensi bertempat tinggal di kamar sewa. Mahasiswa yang bertempat tinggal di rumah orang tua sebesar 27 persen, dan lainnya (rumah sendiri, asrama, ikut saudara/kerabat, dll) sebesar 12 persen. Gambar 12 menunjukkan nilai IPK dan masa studi mahasiswa berdasarkan jenis tempat tinggal. Jenis Tempat Tinggal
12% K Sewa R Ortu
27%
61%
Lainnya
A Jenis Tempat Tinggal Terhadap IPK
Jenis Tempat Tinggal Terhadap Masa Studi
50%
60% 50%
40%
2.00 - 2.49
40%
2.50 - 2.99
≤ 35
20%
30%
3.00 - 3.49
20%
36 - 42
10%
3.50 - 4.00
10%
30%
0%
K Sewa
R Ortu
Lainnya
B
0%
≥ 43
K Sewa
R Ortu
Lainnya
C
Gambar 12. Nilai IPK dan Masa Studi Mahasiswa Berdasarkan Jenis Tempat Tinggal
61
Berdasarkan IPK mahasiswa yang bertempat tinggal di kamar sewa memiliki komposisi lebih besar (12 persen) dibanding rumah orang tua ( 5 persen) dan lainnya. Mahasiswa bertempat tinggal kamar sewa dan rumah orang tua didominasi oleh mahasiswa dengan nilai IPK selang 2.50 – 2.99 yaitu masingmasing sebesar 43 persen dan 39 persen. Mahasiswa yang bertempat tinggal lainnya didominasi oleh mahasiswa dengan nilai IPK selang 2.00 – 2.49 sebesar 46 persen. Berdasarkan masa studi, mahasiswa yang bertempat tinggal di kamar sewa memiliki komposisi lebih besar (34 persen) dibanding rumah orang tua (21 persen) dan lainnya (27 persen). Mahasiswa dengan masa studi 43 bulan atau lebih mempunyai komposisi terbesar pada setiap jenis tempat tinggal yaitu masing-masing sebesar 40 persen, 45 persen dan 54 persen. Mahasiswa umumnya sudah terbiasa dengan jenis tempat tinggal kamar sewa pada saat masih kuliah di diploma. Kamar sewa umumnya dekat dengan lokasi kampus, sehingga lebih mudah dalam mencari bahan-bahan tambahan untuk kuliah. 6.1.10 Deskripsi Mahasiswa Berdasarkan Pendidikan Ayah
Komposisi mahasiswa program ekstensi didominasi oleh mahasiswa dengan ayah berpendidikan SLTA yaitu sebesar 44 persen. Kemudian diikuti pendidikan ayah diploma/akademi sebesar 22 persen, universitas 17 persen, dan SLTP serta SD masing-masing 12 persen dan 5 persen.
Berdasarkan IPK S1
mahasiswa dengan ayah berpendidikan SD didominasi oleh mahasiswa dengan IPK selang 2.50 – 2.99 sebesar 46 persen. Mahasiswa dengan ayah berpendidikan SLTP sebagian besar memperoleh nilai IPK selang 3.00 – 3.49 (40 persen). Mahasiswa dengan ayah berpendidikan SLTA, diploma/akademi serta universitas
62
didominasi oleh mahasiswa dengan IPK selang 2.50 – 2.99 masing-masing sebesar 38 persen, 52 persen dan 49 persen. Gambar 13 menunjukkan nilai IPK dan masa studi mahasiswa berdasarkan pendidikan ayah. Pendidikan Ayah
17%
5%
SD
12%
SLTP SLTA 22%
Dplm Univ
44%
A Pendidikan Ayah Terhadap Masa Studi
Pendidikan Ayah Terhadap IPK 60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
2.00 - 2.49 2.50 - 2.99 3.00 - 3.49 3.50 - 4.00 SD
SLTA
Univ
B
60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
≤ 35 36 - 42 ≥ 43 SD
SLTP
SLTA
Ak+Dplm
Univ
C
Gambar 13. Nilai IPK dan Masa Studi Mahasiswa Berdasarkan Pendidikan Ayah
Berdasarkan masa studi mahasiswa dengan ayah berpendidikan SD, SLTA dan universitas didominasi oleh mahasiswa dengan masa studi 43 bulan atau lebih yaitu masing-masing sebesar 55 persen, 50 persen dan 40 persen. Mahasiswa dengan ayah berpendidikan SLTP sebagian besar menyelesaikan masa studi 36 – 42 bulan yaitu sebesar 56 persen. Komposisi mahasiswa dengan ayah berpendidikan diploma/akademi hampir merata, masing-masing dari yang tercepat sebesar 37 persen, 26 persen dan 37 persen. Hal ini menunjukkan bahwa tidak selalu mahasiswa dengan ayah berpendidikan semakin tinggi akan mendapatkan nilai IPK yang semakin tinggi dan sebaliknya. Demikian halnya dengan masa studi bahwa tidak selalu mahasiswa dengan ayah yang berpendidikan semakin tinggi akan mampu menyelesaikan studinya lebih cepat dan sebaliknya. Pendidikan orang tua sudah
63
kurang berpengaruh terhadap keberhasilan studi mahasiswa program ekstensi. Mahasiswa adalah manusia dewasa yang yang memanggul tanggung jawab atas pencapaian
pendidikannya
sendiri.
Keberhasilan
studi
mahasiswa
lebih
diipengaruhi oleh latar belakang pendidikan sebelumnya, lingkungan belajar, dan faktor individu. 6.1.11 Deskripsi Mahasiswa Berdasarkan Pendidikan Ibu
Komposisi mahasiswa berdasarkan pendidikan ibu didominasi oleh mahasiswa dengan ibu berpendidikan SLTA yaitu sebesar 47 persen. Mahasiswa dengan pendidikan ibu SLTP dan SLTA masing-masing sebesar 27 persen dan 14 persen. Sedangkan pendidikan ibu SD dan universitas masing-masing sebesar 10 persen dan 2 persen. Berdasarkan IPK komposisi mahasiswa dengan ibu berpendidikan SD didominasi oleh mahasiswa dengan IPK 2.00 – 2.49 dan 2.50 – 2.99 yaitu masing-masing sebesar 38 persen. Pendidikan ibu SLTP didominasi oleh mahasiswa dengan IPK 2.50 – 2.99 yaitu sebesar 35 persen. Pendidikan ibu SLTA dan akademi/diploma didominasi oleh mahasiswa dengan IPK 2.50 – 2.99 yaitu masing-masing sebesar 44 persen. Sebagian besar mahasiswa dengan pendidikan ibu universitas memiliki IPK 2.50 – 2.99 yaitu sebesar 80 persen. Berdasarkan masa studi mahasiswa dengan ibu berpendidikan SD sampai dengan akademi/diploma didominasi oleh mahasiswa dengan masa studi 43 bulan atau lebih. Mahasiswa dengan ibu berpendidikan universitas didominasi oleh mahasiswa dengan masa studi 35 bulan atau kurang yaitu sebesar 60 persen. Sama halnya dengan pendidikan ayah, pendidikan ibu juga menunjukkan kecenderungan bahwa tidak selalu mahasiswa dengan ibu berpendidikan semakin tinggi akan mendapatkan nilai IPK yang semakin tinggi dan sebaliknya. Masa
64
studi juga menunjukkan adanya kecenderungan bahwa tidak selalu mahasiswa dengan ibu yang berpendidikan semakin tinggi akan mampu menyelesaikan studinya lebih cepat dan sebaliknya. Gambar 14 menunjukkan nilai IPK dan masa studi mahasiswa berdasarkan pendidikan ibu. Pendidikan Ibu
14%
2%
10%
SD SLTP
27%
SLTA Dplm Univ
47%
14.A Pendidikan Ibu Terhadap IPK
Pendidikan Ibu Terhadap Masa Studi
80% 60%
2.00 - 2.49
40%
2.50 - 2.99 3.00 - 3.49
20% 0%
3.50 - 4.00 SD
SLTA
14.B
Univ
60% 50% 40% 30% 20% 10% 0%
≤ 35 36 - 42 ≥ 43 SD
SLTP
SLTA
Ak+Dplm
Univ
14.C
Gambar 14. Nilai IPK dan Masa Studi Mahasiswa Berdasarkan Pendidikan Ibu 6.1.12 Deskripsi Mahasiswa Berdasarkan Penghasilan Orang Tua
Komposisi mahasiswa berdasarkan penghasilan orang tua didominasi oleh mahasiswa dengan penghasilan orang tua antara Rp 500.000 – Rp 750.000 per bulan yaitu sebesar 44 persen. Mahasiswa dengan penghasilan orang tua lebih dari Rp 750.000 sebesar 42 persen dan sisanya 14 persen adalah mahasiswa dengan penghasilan orang tua kurang dari Rp 500.000. Berdasarkan IPK mahasiswa dengan orang tua berpenghasilan kurang dari Rp 500.000 didominas oleh mahasiswa dengan IPK 2.00 – 2.49 yaitu sebesar 33.33 persen. Mahasiswa dengan penghasilan orang tua antara Rp 500.000 – Rp 750.000 dan lebih dari Rp 750.000 didominasi oleh mahasiswa dengan IPK 2.50 – 2.99 yaitu masing-masing
65
sebesar 43 persen dan 44 persen. Gambar 15 menunjukkan nilai IPK dan masa studi mahasiswa berdasarkan penghasilan orang tua. Penghasilan Orang Tua (Rp ribu/bln)
14% 42%
< 500 500 s/d 750 > 750 44%
15.A Penghasilan Orang Tua Terhadap Masa Studi
Penghasilan Orang Tua Terhadap IPK 50%
60%
40%
2.00 - 2.49
30%
3.00 - 3.49
10% 0%
40%
≤ 35
2.50 - 2.99
20%
36 - 42
20%
≥ 43
3.50 - 4.00 0% < 500
500 s/d 750
> 750
< 500
500 s/d 750
750 >
15.B 15.C Gambar 15. Nilai IPK dan Masa Studi Mahasiswa Berdasarkan Penghasilan Orang Tua Mahasiswa dengan penghasilan orang tua kurang dari Rp 500.000 dan Rp 500.000 – Rp 750.000 didominasi oleh mahasiswa dengan masa studi 43 bulan atau lebih yaitu masing-masing sebesar 53 persen dan 44 persen. Mahasiswa dengan penghasilan orang tua lebih dari Rp 750.000 hampir merata disemua selang masa studi yaitu masing-masing dari yang tercepat sebesar 39 persen, 24 persen, dan 37 persen. Sebagian mahasiswa program ekstensi adalah mahasiswa yang sudah bekerja, sehingga semua kebutuhan untuk pendidikannya dapat dipenuhi sendiri dengan cepat. 6.1.13 Deskripsi Mahasiswa Berdasarkan Daerah Asal
Sebagian besar mahasiswa berasal dari Pulau Jawa yaitu sebesar 73 persen dan sisanya 27 persen berasal dari luar Jawa. Mahasiswa yang berasal dari luar Pulau Jawa cenderung memiliki IPK lebih tinggi (14 persen untuk IPK 3.50 – 4) dibanding mahasiswa dari Pulau Jawa yang hanya 7 persen. Komposisi
66
mahasiswa dari luar Pulau Jawa relatif lebih merata yaitu dari IPK terendah masing-masing sebesar 32 persen, 34 persen, dan 20 persen. Komposisi mahasiswa dari Pulau Jawa didominasi oleh mahasiswa dengan IPK 2.50 – 2.99 yaitu sebesar 45 persen, sedangkan IPK 2.00 – 2.49 dan IPK 3.00 – 3.49 masingmasing sebesar 21 persen dan 27 persen. Gambar 16 menunjukkan nilai IPK dan masa studi mahasiswa berdasarkan daerah asal. Daerah Asal
27% Jawa Luar Jawa 73%
16.A Daerah Asal Terhadap Masa Studi
Daerah Asal Terhadap IPK 50%
50%
40%
2.00 - 2.49
40%
2.50 - 2.99
30%
20%
3.00 - 3.49
20%
10%
3.50 - 4.00
10%
30%
0%
Jawa
Luar Jawa
16.B
0%
≤ 35 36 - 42 ≥ 43
Jawa
Luar Jawa
16.C
Gambar 16. Nilai IPK dan Masa Studi Mahasiswa Berdasarkan Daerah Asal
Berdasarkan masa studi komposisi mahasiswa baik yang berasal dari Pulau Jawa maupun dari luar Pulau Jawa relatif hampir sama. Komposisi mahasiswa yang berasal dari Pulau Jawa didominasi oleh mahasiswa dengan masa studi 43 bulan atau lebih yaitu sebesar 42 persen. Mahasiswa dengan masa studi 35 bulan atau kurang dan 36 – 42 bulan masing-masing sebesar 30 persen dan 28 persen. Sebagian besar mahasiswa dari luar Pulau Jawa mampu menyelesaikan masa studinya dalam waktu 43 bulan atau lebih yaitu sebesar 45 persen. Komposisi mahasiswa dengan masa studi 35 bulan atau kurang dan 36 – 42 bulan masing-masing sebesar 32 persen dan 23 persen. Hal ini menunjukkan bahwa daerah asal tidak terlalu berpengaruh terhadap masa studi. Mahasiswa umumnya
67
telah terbiasa dengan lingkungan kampus dan perkuliahan pada saat masih kuliah diploma. 6.1.14 Deskripsi Mahasiswa Berdasarkan Usia
Sebagian besar mahasiswa berusia 22 tahun ke bawah (75 persen) yakni usia pada saat lulus diploma, sementara sisanya 25 persen berusia 23 tahun ke atas. Rata-rata usia mahasiswa pada saat masuk program ekstensi adalah 22.30 tahun. Komposisi mahasiswa berusia 22 tahun atau kurang didominasi oleh mahasiswa dengan IPK 2.50 – 2.99 yaitu sebesar 44 persen, diikuti IPK 3.00 3.49 sebesar 26 persen, sementara IPK 2.00 – 2.49 sebesar 19 persen. Mahasiswa berusia 23 tahun atau lebih didominasi oleh mahasiswa dengan IPK 2.00 2.49 yaitu sebesar 40 persen. Mahasiswa dengan IPK 2.50 – 2.99 sebesar 35 persen, sedangkan mahasiswa dengan IPK 3.00 – 3.49 sebesar 23 persen. Mahasiswa berusia 22 tahun atau kurang cenderung lebih cepat lulus (36 persen masa studi 35 bulan atau kurang) dibanding dengan mahasiswa berusia 23 tahun atau lebih sebesar 10 persen. Komposisi mahasiswa berusia 22 tahun ke atas relatif merata yaitu dari masa studi tercepat masing-masing sebesar 36 persen, 29 persen, dan 35 persen. Mahasiswa yang berusia 23 tahun ke atas didominasi oleh mahasiswa dengan masa studi 43 bulan atau lebih yaitu sebesar 67 persen, diikuti mahasiswa dengan masa studi 36 – 42 bulan sebesar 23 persen. Mahasiswa berusia 22 tahun atau lebih memiliki daya nalar yang relatif lebih baik. Disamping daya ingat yang masih segar sehingga mampu menyerap materi perkuliahan dengan lebih baik. Gambar 17 menunjukkan nilai IPK dan masa studi mahasiswa berdasarkan usia mahasiswa.
68
Usia Mahasiswa (Tahun)
25% ≤ 22 ≥ 23 75%
A Usia Terhadap IPK
Usia Terhadap Masa Studi
50%
80%
40%
2.00 - 2.49
30%
2.50 - 2.99
20%
3.00 - 3.49
10%
3.50 - 4.00
0%
60%
36 - 42
20%
≥ 43
0% ≤ 22
≥ 23
B
≤ 35
40%
≤ 22
≥ 23
C
Gambar 17. Nilai IPK dan Masa Studi Mahasiswa Berdasarkan Usia 6.1.15 Nilai IPK dan Masa Studi Mahasiswa Berdasarkan Jenis Kelamin
Berdasarkan jenis kelamin, komposisi mahasiswa perempuan lebih besar (53 persen) dari pada mahasiswa laki-laki (47 persen). Mahasiswa perempuan yang mencapai IPK 3.50 – 4 lebih besar (13 persen) dibanding mahasiswa lakilaki yang sebesar 5 persen. Sebagian besar mahasiswa perempuan adalah mahasiswa dengan IPK 2.50 – 2.99 yaitu sebesar 39 persen. Mahasiswa dengan IPK 3.00 – 3.49 sebesar 32 persen, diikuti mahasiswa dengan IPK 2.00 – 2.49 sebesar 16 persen. Komposisi mahasiswa laki-laki didominasi oleh mahasiswa dengan IPK 2.50 – 2.99 yaitu sebesar 44 persen, diikuti mahasiswa dengan IPK 2.00 – 2.49 sebesar 33 persen, kemudian mahasiswa dengan IPK 3.00 – 3.49 sebesar 18 persen. Mahasiswa perempuan cenderung lebih cepat lulus, komposisi mahasiswa perempuan dengan masa studi 35 bulan ke bawah lebih besar (39 persen) dibanding mahasiswa laki-laki (19 persen). Jumlah lulusan program ekstensi untuk mahasiswa perempuan merupakan 51 persen dari total mahasiswa
69
perempuan hingga angkatan VII. Jumlah lulusan laki-laki merupakan 32 persen dari total mahasiswa laki-laki. Angkatan VII adalah angkatan terbaru program ekstensi yang lulus hingga bulan Juni 2005. Mahasiswa perempuan relatif hampir merata, dari masa studi tercepat yaitu masing-masing 39 persen, 23 persen, dan 38 persen. Mahasiswa laki-laki didominasi oleh mahasiswa dengan masa studi 43 bulan atau lebih sebesar 48 persen, diikuti mahasiswa dengan masa studi 36 – 42 bulan yaitu sebesar 33 persen. Gambar 18 menunjukkan nilai IPK dan masa studi mahasiswa berdasarkan jenis kelamin. Jenis Kelamin
47% 53%
Laki-laki Perempuan
18.A Jenis Kelamin Terhadap IPK
Jenis Kelamin Terhadap Masa Studi
50%
50%
40%
2.00 - 2.49
40%
2.50 - 2.99
30%
20%
3.00 - 3.49
20%
10%
3.50 - 4.00
10%
30%
0%
Laki-laki
Perempuan
18.B
0%
≤ 35 36 - 42 ≥ 43 Laki-laki
Perempuan
18.C
Gambar 18. Nilai IPK dan Masa Studi Mahasiswa Berdasarkan Jenis Kelamin 6.1.16 Deskripsi Mahasiswa Berdasarkan Status Perkawinan
Berdasarkan status perkawinan, mahasiswa yang belum menikah jauh lebih besar yaitu 92 persen dibanding mahasiswa yang telah menikah (8 persen). Mahasiswa belum menikah cenderung memiliki IPK lebih tinggi (9 persen untuk IPK 3.50 – 4 dan IPK 3.00 – 3.49 sebesar 26 persen) dibanding mahasiswa yang telah menikah (6 persen pada IPK 3.50 – 4, dan 13 persen pada IPK 3.00 – 3.49). Mahasiswa yang belum menikah didominasi oleh mahasiswa dengan IPK 2.50 –
70
2.99 yaitu sebesar 42 persen, sedangkan IPK 2.00 – 2.49 sebesar 23 persen. Komposisi mahasiswa yang telah menikah didominasi oleh mahasiswa dengan IPK 2.50 – 2.99 yaitu sebesar 43 persen, diikuti oleh mahasiswa dengan IPK 2.00 – 2.49 sebesar 38 persen. Gambar 19 menunjukkan nilai IPK dan masa studi mahasiswa berdasarkan status perkawinan. Status Perkawinan 8% Kawin Blm Kwn 92%
A Status Perkawinan Terhadap IPK
Status Perkawinan Terhadap Masa Studi
50%
80%
40%
2.00 - 2.49
30%
2.50 - 2.99
20%
3.00 - 3.49
10%
3.50 - 4.00
0%
Kawin
Belum kawin
B
60%
≤ 35
40%
36 - 42
20%
≥ 43
0%
Kawin
Belum kawin
C
Gambar 19. Nilai IPK dan Masa Studi Mahasiswa Berdasarkan Status Perkawinan
Mahasiswa belum menikah memiliki kecenderungan lebih cepat (32 persen untuk masa studi 35 bulan atau lebih), dibanding mahasiswa yang telah menikah (6 persen). Komposisi mahasiswa yang belum menikah didominasi oleh mahasiswa dengan masa studi 43 bulan atau lebih yaitu sebesar 40 persen, sedangkan mahasiswa dengan masa studi 36 – 42 bulan sebesar 28 persen. Mahasiswa yang telah menikah didominasi oleh mahasiswa dengan masa studi 43 bulan atau lebih yaitu sebesar 75 persen diikuti mahasiswa dengan masa studi 36 – 42 bulan sebesar 19 persen.
71
6.2 Analisis Model Awal
Sebagaimana disebutkan pada bagian depan, model yang dipasang pada penelitian ini terdiri dari 4 peubah laten dan 16 peubah manifes. Peubah laten terdiri dari yaitu (1) sukses, (2) proses, (3) eksternal dan (4) internal. Peubah laten sukses dan proses merupakan peubah endogen yang dilambangkan dengan huruf Yunani “eta” (η). Peubah endogen minimal dalam satu persamaan pernah menjadi peubah terikat walaupun peubah tersebut menjadi peubah bebas pada untuk persamaan lain dalam model tersebut. Sedangkan peubah laten eksternal dan internal merupakan peubah eksogen yang dilambangkan dengan huruf Yunani ”ksi” (ξ) yaitu peubah yang selalu menjadi peubah bebas pada setiap persamaan dalam model struktural. Peubah endogen dicirikan dengan peubah yang menjadi target paling tidak satu panah satu arah, sedangkan peubah eksogen dicririkan dengan peubah yang tidak dituju oleh panah satu arah. Peubah manifes digambarkan dalam bentuk kotak pada diagram lintas. Peubah manifes yang berkaitan dengan peubah laten endogen dilambangkan dengan Y, sedangkan yang berkaitan dengan peubah laten eksogen dilambangkan dengan X. Dalam model keberhasilan studi ini, peubah laten endogen terdiri dari 9 peubah manifes dan 7 peubah manifes lainnya merupakan indikator bagi peubah laten eksogen. Peubah laten sukses meliputi (1) IPK (Y11) dan (2) masa studi (Y12). Peubah laten proses meliputi (1) banyaknya SKS yang harus diambil (Y21), (2) IPK diploma (Y22), (3) status bekerja saat masuk program ekstensi (Y23), (4) kesesuaian program studi diploma dengan program ekstensi (Y24), (5) status PT asal (Y25), (6) lama penyusunan skripsi (Y26), dan (7) jenis tempat tinggal (Y27).
72
Peubah laten eksternal meliputi (1) pendidikan ayah (X11), (2) pendidikan ibu (X12), (3) pengahasilan orang tua (X13), dan (4) daerah asal (X14). Peubah laten internal meliputi (1) usia (X21), (2) jenis kelamin (X22), dan (3) status perkawinan (X23). Diagram lintas untuk model ini dapat dilihat pada Gambar 20. 0.55
X 11
0.30
X 12
0.97
0.67
EKSTERNA X 13
Y12
0.86
Y21
0.14
Y22
0.96
Y23
0.72
Y24
0.19
Y25
0.78
Y26
0.98
Y27
0.92
SUKSES
0.31 -0.02 -0.06
1.00
0.05
-0.37 0.84
0.90
Y11
0.92
-0.09
-0.19
X 14
-0.53
INTERNAL
0.54
PROSES
0.68 0.53
X 21 -0.45
0.90 0.46 0.14
-0.83 0.80
X 22
0.31
X 23
0.27
Chi-Square=961.16, df=101, P-value=0.00000, RMSEA=0.201
Gambar 20. Diagram Lintas Model Keberhasilan Studi
Pada pengepasan model pertama kali ditemukan adanya ragam sisaan yang bernilai negatif pada peubah laten sukses. Masalah ini diatasi dengan memberikan ragam sisaan yang kecil terhadap peubah manifes Y11 yaitu sebesar 0.05, sebagaimana terlihat dalam program simplis yang disajikan pada Lampiran 2. Hasil analisis dengan model awal ini (4 peubah laten dan 16 peubah manifes) ditunjukkan pada Tabel 3 – 5. Evaluasi awal terhadap model SEM yang diperoleh yaitu melalui offending estimates. Evaluasi terhadap adanya offending estimates berkaitan dengan ragam sisaan yang bernilai negatif, koefisien terbakukan yang melebihi atau hampir bernilai 1.0, serta galat baku yang bernilai besar. Dari Tabel 3 tidak terlihat adanya offending estimates.
73
Tabel 3. Koefisien dalam Model Struktural
Peubah Laten Endogen Sukses =
Peubah Laten Endogen Sukses Proses -0.094a 0.000 (0.074)b -1.27c 0.000 0.000
Peubah Laten Eksogen Ekstenal Internal 0.000 0.000
-0.060 (0.076) -0.80 Keterangan : a. besarnya dugaan hubungan struktural b. besarnya galat baku c. besarnya t-hitung Proses
=
0.54 (0.091) 5.89
R2 0.0089 0.30
Pada Tabel 4 diperoleh adanya peubah manifes yang tidak nyata (titik kritis 1.96) hubungannya dengan peubah latennya, yaitu peubah daerah asal (X14). Untuk itu pada pengepasan model selanjutnya peubah daerah asal tidak disertakan. Tabel 4. Dugaan Parameter pada Model Pengukuran Peubah Laten Endogen Peubah Laten Endogen Sukses Proses 0.000 0.97* Y11: IPK 0.000 -0.37a Y12: Masa studi b (0.068) -5.49c 0.92 0.000 Y21: Total SKS (0.064) 14.49 -0.19 0.000 Y22: IPK diploma (0.072) -2.72 -0.53 0.000 Y23: Status bekerja (0.069) -7.72 0.90 0.000 Y24: PS sesuai (0.063) 14.16 0.46 0.000 Y25: PT asal (0.069) 6.70 0.14 0.000 Y26: Lama skripsi (0.072) 2.00
Peubah Laten Eksogen Ekstenal Internal 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
0.000
74
X11: Pendidikan ayah
Peubah Laten Endogen Sukses Proses 0.27 0.000 (0.071) 3.86 0.000 0.000
X12: Pendidikan ibu
0.000
0.000
X13: Penghasilan orang tua
0.000
0.000
X14: Daerah asal
0.000
0.000
X21: Usia
0.000
0.000
0.67 (0.10) 6.66 0.84 (0.11) 7.32 0.31 (0.079) 3.97 -0.017 (0.079) -0.21 0.000
X22: Jenis kelamin
0.000
0.000
0.000
X23: Status perkawinan
0.000
0.000
0.000
Peubah Laten Endogen Y27: Jenis tempat tinggal
Peubah Laten Eksogen Ekstenal Internal 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.68 (0.073) 9.42 -0.45 (0.074) -6.00 -0.83 (0.073) -11.34
Keterangan : a. besarnya dugaan hubungan struktural b. besarnya galat baku c. besarnya t-hitung * tidak dilakukan pengujian, karena digunakan untuk penskalaan peubah laten Evaluasi terhadap model secara keseluruhan didasarkan pada ukuran mutlak, diantaranya dengan Uji khi-kuadrat, GFI, AGFI, dan RMSR. Ukuran kebaikan model secara keseluruhan untuk model awal ini dapat dilihat pada Lampiran 3. Dari pengujian dengan khi-kuadrat diperoleh nilai χ2 sebesar 961.19 dengan derajat bebas 101 dan nilai-p sebesar 0.000, nilai χ2 ini lebih dari dua kali derajat bebas. Nilai GFI dan AGFI masing-masing diperoleh sebesar 0.64 dan 0.51 dibawah batas minimum idealnya yang sebesar 0.90 dan 0.80. Ukuran mutlak lain yang dapat digunakan adalah RMSR dan RMSEA, kedua nilai ini
75
masing-masing diperoleh sebesar 0.19, dan 0.20. Berdasarkan hasil ini disimpulkan bahwa model tidak layak dalam mengepas data, untuk itu diperlukan perbaikan model. Berdasarkan hasil analisis dengan 16 peubah manifes, disimpulkan bahwa model tidak layak dalam mengepas data, untuk itu dilakukan perbaikan model. Perbaikan model dilakukan dengan menghilangkan beberapa peubah manifes dari model. Pada perbaikan model ini keberhasilaan studi (peubah sukses) tetap diukur dengan IPK dan masa studi secara bersamaan. Namun demikian dari hasil evaluasi disimpulkan bahwa model masih belum layak dalam mengolah data. Penggabungan IPK dan masa studi untuk mengukur keberhasilan studi dalam satu model pada program ekstensi ternyata tidak baik dalam membangun model. Hal ini disebabkan jumlah mahasiswa yang memperoleh IPK tinggi (3.50 – 4) dan masa studi cepat (35 bulan atau kurang) hanya mencapai 4.7 persen. Perbaikan model selanjutnya dilakukan dengan membagi menjadi dua model terpisah sesuai dengan ukuran tingkat keberhasilan studi yaitu IPK dan masa studi. Perbaikan model juga mencakup pengurangan jumlah peubah manifes, yaitu dengan membuang peubah yang tidak nyata hubungannya dengan peubah latennya, yaitu peubah yang memiliki nilai t-hitung kurang dari titik kritis 1.96. selain itu dengan memperhatikan nilai koefisien korelasi pada matrik korelasi hasil pendugaan. Dimana peubah yang memiliki nilai korelasi yang besar dikeluarkan dari model. Matriks korelasi hasil pendugaan dapat dilihat pada Lampiran 4. Menurut Wirda (2002), peubah yang mengukur hal yang sama akan memberikan kontribusi lebih besar apabila sebagian peubahnya dikurangi. Hal ini tidak mengubah arti karena peubah tersebut memang harus dikeluarkan, jika tidak kontribusinya akan menyebar ke peubah manifes lain yang sebetulnya mengukur hal yang sama.
76
6.3 Model Keberhasilan Studi untuk IPK
Model keberhasilan studi untuk IPK menggunakan 4 peubah laten dengan 9 peubah manifest, peubah laten sukses hanya diukur oleh peubah IPK (Y11). Peubah laten proses diukur oleh (1) total SKS (Y21), (2) status bekerja (Y23), (3) PT asal (Y25), (4) jenis tempat tinggal (Y27). Peubah laten eksternal meliputi (1) pendidikan ayah (X11), dan (2) penghasilan orang tua (X13). Peubah laten internal meliputi (1) usia (X21), dan (2) jenis kelamin (X22). Diagram lintas untuk model ini dapat dilihat pada Gambar 21.
0.89
Y11
0.00
Y21
0.76
Y23
0.19
Y25
0.74
Y27
0.66
X11 1.00 0.33
EKSTERNA
SUKSES
0.63 0.60
X13 -0.30
-0.17
0.49 -0.90
0.46
X21
0.73
INTERNAL
0.79
PROSES 0.51
-0.40 0.59 0.84
X22
Chi-Square=92.67, df=24, P-value=0.00000, RMSEA=0.117
Gambar 21. Diagram Lintas Model Keberhasilan Studi untuk IPK
Program simplis yang digunakan untuk analisis model SEM untuk IPK dapat dilihat pada Lampiran 5. Pada model ini peubah laten sukses hanya diukur oleh IPK, dengan demikian peubah laten sukses dianggap diukur tanpa salah. Pada program, pengukuran tanpa salah ini diakomodasi dengan memberikan koefisien hubungan sebesar 1 antara IPK dengan sukses, serta ragam sisaan ditentukan bernilai 0.
77
Tabel 5 dan Tabel 6 menyajikan hasil-hasil yang terkait dengan pemeriksaan offending estimates model untuk IPK. Kedua tabel tersebut mengindikasikan tidak adanya offending estimates pada model. Evaluasi terhadap model SEM secara keseluruhan dilakukan dengan Uji khi-kuadrat, GFI, AGFI, RMSR dan RMSEA. Ukuran kebaikan model secara keseluruhan dapat dilihat pada Lampiran 6. Pengujian dengan khi-kuadrat diperoleh nilai χ2 sebesar 92.67 dengan derajat bebas 24 dan nilai-p sebesar 0.000, berdasarkan hasil ini disimpulkan bahwa model tidak layak dalam mengepas data. Namun demikian statistik khi-kuadrat ini peka terhadap ukuran contoh serta asumsi kenormalan data, sehingga penilaian kelayakan model dengan uji khi-kuadrat perlu didampingi dengan ukuran lain. Nilai GFI dan AGFI diperoleh masing-masing sebesar 0.91 dan 0.83, nilai ini sudah sesuai dengan batas minimum idealnya yaitu sebesar 0.90 dan 0.80, hal ini menunjukkan model cukup baik dalam mengepas data. Ukuran lain yang digunakan yaitu RMSR dan RMSEA diperoleh nilai masing-masing sebesar 0.08 dan 0.12. Dengan hasil ini, disimpulkan model cukup baik dalam mengepas data. Evaluasi terhadap model pengukuran dilakukan dalam hal validitas dan reliabilitas. Tabel 5 menampilkan nilai t-hitung, dengan patokan titik kritis sebesar 1.96, semua peubah valid dalam mengukur peubah latennya. Reliabilitas model diukur dengan construct reliability dan variance extracted, perhitungannya dapat dilihat pada Lampiran 7. Penghitungan reliabilitas menunjukkan bahwa semua peubah memiliki nilai diatas batas minimum 0.7, nilai peubah laten proses sebesar 0.956, peubah laten eksternal sebesar 0.76, peubah laten internal sebesar 0.865. Dari penghitungan variance extracted juga diperoleh nilai diatas batas minimum
78
0.5, peubah laten proses memiliki nilai sebesar 0.85, peubah laten eksternal sebesar 0.636, peubah laten internal sebesar 0.78. Dengan demikian, disimpulkan bahwa model pengukuran bagi peubah laten cukup memadai. 6.3.1 Gambaran Umum Peubah-peubah Laten
Tabel 5 menyajikan koefisien dan sumbangan keragaman setiap peubah manifes untuk peubah endogen dan eksogen. Peubah laten sukses hanya diukur oleh IPK, dianggap diukur tanpa salah dengan memberikan koefisien hubungan sebesar 1 antara IPK dan peubah sukses, serta ragam sisaan ditentukan bernilai 0. Tabel 5. Dugaan Parameter pada Model Pengukuran untuk IPK
X11: Pendidikan ayah
Peubah Laten Endogen Sukses Proses 0.000 1.000* 0.49* 0.000 -0.90a 0.000 (0.13)b -6.75c 0.000 0.51 (0.094) 5.43 0.000 0.59 (0.100) 5.88 0.000 0.000
X13: Penghasilan orang tua
0.000
0.000
X21: Usia
0.000
0.000
0.33 (0.10) 3.27 0.63 (0.16) 4.00 0.000
X22: Jenis kelamin
0.000
0.000
0.000
Peubah Laten Endogen Y11: IPK Y21: Total SKS Y23: Status bekerja Y25: PT asal Y27: Jenis tempat tinggal
Peubah Laten Eksogen Ekstenal Internal 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
0.000
0.000
0.000 0.000 0.000 0.73 (0.092) 7.94 -0.40 (0.077) -5.24
Keterangan : a. besarnya dugaan hubungan struktural b. besarnya galat baku c. besarnya t-hitung * tidak dilakukan pengujian, karena digunakan untuk penskalaan peubah laten
79
Peubah laten proses diukur oleh 4 peubah manifes yakni total SKS, status bekerja, PT asal, dan jenis tempat tinggal. Status bekerja memberikan kontribusi terbesar dalam membangun proses studi dengan nilai koefisien sebesar 0.90. Tanda negatif pada status bekerja menunjukkan bahwa peningkatan aktivitas pekerjaan dapat menurunkan tingkat pencapaian nilai IPK mahasiswa. Mahasiswa yang bekerja menurun konsentrasinya, karena faktor keletihan disebabkan aktivitas pekerjaan yang padat pada siang harinya. Koefisien untuk 3 peubah lainnya berpengaruh positif dalam membangun proses studi dengan nilai yang relatif sama, berturut-turut sebesar 0.49, 0.51, dan 0.59. Dengan asumsi bahwa peubah lain konstan, maka setiap penigkatan total SKS yang harus diambil, status PT asal, dan jenis tempat tinggal sebesar 1 unit, maka akan menyebabkan proses studi meningkat sebesar sekitar setengah unit. Faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi pencapaian nilai IPK mahasiswa yaitu pendidikan ayah dan penghasilan orang tua memiliki pengaruh positif, koesfisien masing-masing sebesar 0.33, dan 0.63. Artinya setiap peningkatan pendidikan ayah dan penghasilan orang tua sebesar 1 unit akan meningkatkan peubah eksternal masing-masing sebesar 0.33, dan 0.63 unit, jika peubah lain dianggap tetap. Peran pendidikan ayah yang relatif kecil, kemungkinan disebabkan oleh sifat peubah tersebut yang tidak mendukung secara langsung kepada pencapaian nilai IPK mahasiswa. Hal ini sejalan dengan nilai R2 untuk peubah tersebut yang hanya sebesar 0.11. Artinya keragaman peubah pendidikan ayah yang disumbangkan kepada peubah eksternal hanya sebesar 11 persen.
80
Usia mempunyai kontribusi terbesar terhadap peubah eksogen internal yaitu dengan koefisien sebesar 0.73, artinya setiap peningkatan peubah usia sebesar 1 unit akan meningkatkan peubah internal sebesar 0.73 unit, jika peubah lain dianggap tetap. Jenis kelamin mempunyai pengaruh negatif terhadap peubah internal yaitu sebesar 0.40. 6.3.2 Dekomposisi Pengaruh-pengaruh
Pengaruh peubah laten baik peubah endogen maupun peubah eksogen terhadap pencapaian nilai IPK mahasiswa dapat dilihat pada Tabel 6. Peubah proses studi berpengaruh langsung terhadap pencapaian nilai IPK mahasiswa (peubah sukses), sedangkan peubah eksternal dan internal berpengaruh secara tidak langsung, melainkan berpengaruh langsung terhadap peubah proses. Tabel 6. Koefisien dalam Model Struktural untuk IPK
Peubah Laten Peubah Laten Endogen Endogen Sukses Proses -0.17a Sukses = 0.000 (0.077)b -2.24c Proses = 0.000 0.000
Peubah Laten Eksogen Ekstenal Internal 0.000 0.000
0.79 -0.30 (0.16) (0.13) 5.07 -2.36 Keterangan : a. besarnya dugaan hubungan struktural b. besarnya galat baku c. besarnya t-hitung
R2 0.029 0.84
Pengaruh proses studi terhadap sukses sebesar 0.17 dengan nilai uji-t sebesar 2.24. Tanda negatif menunjukkan bahwa jika ada peningkatan pada proses studi akan menurunkan pencapaian nilai IPK mahasiswa. Pengaruh peubah eksternal terhadap proses studi yaitu sebesar 0.30 dengan nilai uji-t sebesar 2.36. Peubah internal mempunyai pengaruh positif terhadap peubah proses yaitu sebesar
81
0.79 dengan nilai uji-t sebesar 5.07 angka ini cukup signifikan untuk mengatakan bahwa ada pengaruh peubah internal terhadap proses studi mahasiswa. 6.4 Model Keberhasilan Studi untuk Masa Studi
Model keberhasilan studi untuk masa studi menggunakan 4 peubah laten dengan 9 peubah manifes. Sukses hanya diukur oleh peubah masa studi (Y12), sedangkan proses studi diukur oleh (1) total SKS (Y21), (2) status bekerja (Y23), (3) PT asal (Y25), (4) jenis tempat tinggal (27). Peubah eksternal meliputi (1) pendidikan ayah (X11), dan (2) penghasilan orang tua (X13). Peubah internal meliputi (1) usia (X21), dan (2) jenis kelamin (X22). Diagram lintas untuk model ini dapat dilihat pada Gambar 22.
0.90
0.00
Y21
0.74
Y23
0.21
Y25
0.75
Y27
0.67
1.00
0.32
EKSTERNA 0.58
Y12 X 11
X 13
SUKSES
0.65 -0.30
0.48
0.51 -0.89
0.46
X 21
0.73
INTERNAL
0.80
PROSES 0.50
-0.40 0.58 0.84
X 22
Chi-Square=71.03, df=24, P-value=0.00000, RMSEA=0.097
Gambar 22. Diagram Lintas Model Keberhasilan Studi untuk Masa Studi
Program simplis yang digunakan untuk analisis model SEM untuk masa studi dapat dilihat pada Lampiran 8. Pada model ini sukses hanya diukur oleh masa studi, dengan demikian sukses dianggap diukur tanpa salah dengan memberikan koefisien hubungan sebesar 1 antara masa studi dengan sukses, serta ragam sisaan ditentukan bernilai 0.
82
Tabel 7 dan Tabel 8 menyajikan hasil-hasil yang terkait dengan pemeriksaan offending estimates model untuk masa studi. Kedua tabel tersebut mengindikasikan tidak adanya offending estimates pada model. Evaluasi terhadap model SEM secara keseluruhan dilakukan dengan Uji khi-kuadrat, GFI, AGFI, RMSR dan RMSEA. Ukuran kebaikan model secara keseluruhan dapat dilihat pada Lampiran 8. Pengujian dengan khi-kuadrat diperoleh nilai χ2 sebesar 71.03 dengan derajat bebas 24 dan nilai-p sebesar 0.000, berdasarkan hasil khi-kuadrat disimpulkan bahwa model tidak layak dalam mengepas data. Nilai GFI dan AGFI diperoleh masing-masing sebesar 0.93 dan 0.87, nilai ini sudah sesuai dengan batas minimum idealnya yaitu sebesar 0.90, hal ini menunjukkan model cukup baik dalam mengepas data. Ukuran lain yang digunakan yaitu RMSR dan RMSEA diperoleh nilai masing-masing sebesar 0.067 dan 0.09. Dengan hasil ini, disimpulkan model cukup baik dalam mengepas data. Evaluasi terhadap model pengukuran dilakukan dalam hal validitas dan reliabilitas. Tabel 7 menampilkan nilai t-hitung, dengan patokan titik kritis sebesar 1.96, semua peubah valid dalam mengukur peubah latennya. Reliabilitas model diukur dengan construct reliability dan variance extracted, penghitungannya dapat dilihat pada Lampiran 9. Hasil penghitungan reliabilitas menunjukkan bahwa semua peubah memiliki nilai diatas batas minimum 0.7. Proses studi memiliki nilai sebesar 0.955, peubah eksternal sebesar 0.752, serta peubah internal sebesar 0.866. Hasil penghitungan variance extracted juga menunjukkan nilai diatas batas minimum 0.5. Proses studi memiliki nilai sebesar 0.85, peubah eksternal sebesar 0.629, dan peubah internal sebesar 0.779. Dengan demikian, disimpulkan bahwa model pengukuran bagi peubah laten cukup memadai.
83
6.4.1 Gambaran Umum Peubah-peubah Laten
Tabel 7 menyajikan koefisien dan sumbangan keragaman setiap peubah manifes untuk peubah endogen dan eksogen. Sukses hanya diukur oleh masa studi, dan dianggap diukur tanpa salah dengan memberikan koefisien hubungan sebesar 1 antara masa studi dengan sukses, serta ragam sisaan ditentukan bernilai 0. Tabel 7. Dugaan Parameter pada Model Pengukuran untuk Masa Studi
X11: Pendidikan Ayah
Peubah Laten Endogen Sukses Proses 0.000 1.000* 0.51* 0.000 -0.89a 0.000 (0.12)b -7.19c 0.000 0.50 (0.091) 5.54 0.58 0.000 (0.096) 6.04 0.000 0.000
X13: Penghasilan Orang Tua
0.000
0.000
X21: Usia
0.000
0.000
0.32 (0.10) 3.19 0.65 (0.16) 3.98 0.000
X22: Jenis Kelamin
0.000
0.000
0.000
Peubah Laten Endogen Y12: Masa Studi Y21: Total SKS Y23: Status Bekerja Y25: PT Asal Y27: Jenis Tempat Tinggal
Peubah Laten Eksogen Ekstenal Internal 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000 0.000
0.000
0.000
0.000 0.000 0.000 0.73 (0.091) 8.00 -0.40 (0.076) -5.26
Keterangan : a. besarnya dugaan hubungan struktural b. besarnya galat baku c. besarnya t-hitung * tidak dilakukan pengujian, karena digunakan untuk penskalaan peubah laten Proses studi diukur oleh 4 peubah manifes yakni total SKS, status bekerja, PT asal, dan jenis tempat tinggal. Status bekerja memberikan kontribusi terbesar
84
dalam membangun proses studi dengan nilai koefisien sebesar 0.89. Tanda negatif pada status bekerja menunjukkan bahwa peningkatan aktivitas pekerjaan dapat memperlama masa studi mahasiswa. Mahasiswa bekerja umumnya mengambil mata kuliah (SKS) tidak terlalu banyak pada setiap semester. Koefisien untuk 3 peubah lainnya berpengaruh positif dalam membangun proses studi dengan nilai yang relatif sama, berturut-turut sebesar 0.51, 0.50, dan 0.58. Dengan asumsi bahwa peubah lain konstan, maka setiap penigkatan total SKS yang harus diambil, status PT asal, dan jenis tempat tinggal sebesar 1 unit, maka akan menyebabkan proses studi meningkat sebesar sekitar setengah unit. Faktor-faktor eksternal yang mempengaruhi masa studi mahasiswa yaitu pendidikan ayah dan penghasilan orang tua memiliki pengaruh positif, dengan koesfisien masing-masing sebesar 0.32, dan 0.65. Artinya setiap peningkatan pendidikan ayah dan penghasilan orang tua sebesar 1 unit akan meningkatkan peubah eksternal masing-masing sebesar 0.32, dan 0.65 unit, jika peubah lain dianggap tetap. Penghasilan orang tua memiliki kontribusi terbesar, sehingga dapat menjadi penduga terbaik untuk peubah eksternal. Usia mempunyai kontribusi terbesar terhadap peubah internal yaitu dengan koefisien sebesar 0.73, artinya setiap peningkatan usia sebesar 1 unit akan meningkatkan peubah internal sebesar 0.73 unit, jika peubah lain dianggap tetap. Jenis kelamin mempunyai pengaruh negatif terhadap peubah internal yaitu sebesar 0.40. 6.4.2 Dekomposisi Pengaruh-pengaruh
Pengaruh peubah laten baik peubah endogen maupun peubah eksogen terhadap masa studi mahasiswa dapat dilihat pada Tabel 8. Proses studi
85
berpengaruh langsung terhadap masa studi mahasiswa (peubah sukses), sedangkan peubah eksternal dan inernal berpengaruh secara tidak langsung, melainkan berpengaruh langsung terhadap proses studi. Tabel 8. Koefisien dalam Model Struktural untuk Masa Studi
Peubah Laten Peubah Laten Endogen Endogen Sukses Proses 0.48a Sukses = 0.000 (0.090)b 5.40c Proses = 0.000 0.000
Peubah Laten Eksogen Ekstenal Internal 0.000 0.000
0.80 -0.30 (0.15) (0.13) 5.32 -2.39 Keterangan : a. besarnya dugaan hubungan struktural b. besarnya galat baku c. besarnya t-hitung
R2 0.23 0.86
Pengaruh proses studi terhadap peubah sukses sebesar 0.48 dengan nilai uji-t sebesar 5.40. Hal ini berarti jika ada peningkatan pada proses studi maka mahasiswa akan mampu menyelesaikan masa studinya lebih cepat. Peubah eksternal memiliki koefisien sebesar 0.30 dengan nilai uji-t sebesar 2.39. Tanda negatif menunjukkan bahwa jika ada peningkatan pada peubah eksternal maka mahasiswa akan menyelesaikan masa studinya lebih lama. Peubah internal mempunyai pengaruh positif terhadap proses studi yaitu sebesar 0.80 dengan nilai uji-t sebesar 5.32 angka ini cukup signifikan untuk mengatakan bahwa ada pengaruh usia dan jenis kelamin terhadap proses studi mahasiswa.
BAB VII KESIMPULAN DAN SARAN
7.1 Kesimpulan
Mahasiswa program ekstensi memiliki karakteristik yang sangat beragam. Deskripsi karakteristik mahasiswa dapat disimpulkan sebagai berikut : mahasiswa dengan kombinasi nilai IPK tinggi dan masa studi cepat baru mencapai 4.7 persen. Mahasiswa bekerja umumnya memperoleh IPK lebih rendah dan masa studi lebih lama. Mahasiswa yang berasal dari diploma manajemen memperoleh IPK lebih tinggi dan masa studi lebih singkat. Mahasiswa yang bertempat tinggal di kamar sewa lebih memiliki IPK lebih tinggi dan masa studi lebih cepat. Pendidikan orang tua kurang berpengaruh terhadap IPK dan masa studi mahasiswa. Mahasiswa berusia 22 tahun atau kurang memperoleh IPK lebih tinggi dan masa studi lebih cepat. Mahasiswa perempuan memiliki IPK lebih tinggi dan masa studi lebih singkat. Mahasiswa yang telah menikah memperoleh IPK lebih rendah dan masa studi lebih lama. Penggunaan metode SEM sangat bergantung terhadap teori yang mendasari bidang yang diteliti untuk mendapatkan model yang lebih baik. Model terbaik untuk menduga faktor-faktor yang mempengaruhi keberhasilan studi mahasiswa program ekstensi yaitu model SEM IPK dan model SEM masa studi. Hasil penelitian menunjukkan bahwa proses studi berpengaruh langsung terhadap keberhasilan studi, baik untuk model SEM IPK maupun model SEM masa studi. Status bekerja dapat menjadi penduga terbaik untuk proses studi pada kedua model tersebut.
87
Peubah eksternal dan internal berpengaruh secara tidak langsung terhadap keberhasilan studi mahasiswa (IPK dan masa studi), tetapi berpengaruh langsung terhadap proses studi. Adapun peubah-peubah yang berpengaruh signifikan adalah penghasilan orang tua, dan usia. 7.2. Saran
Program ekstensi dalam penerimaan mahasiswa baru hendaknya menetapkan prioritas yaitu calon mahasiswa berusia 22 tahun atau kurang dan penghasilan orang tua per bulan di atas Rp 750 ribu. Kesesuain program studi memiliki pengaruh cukup signifikan, sehingga dapat menjadi acuan dalam prioritas penerimaan mahasiswa baru. Mahasiswa bekerja dan telah menikah agar mendapat perhatian lebih dalam proses studinya, karena biasanya banyak menghadapi kendala yang dapat menghambat pencapaian pendidikannya. Pada penelitian ini analisis terbatas hanya dengan menggunakan data sekunder. Sesungguhnya penelitian dalam bidang pendidikan juga dapat menggunakan data primer seperti bagaimana motivasi intrinksik dari mahasiswa tersebut. Untuk itu dapat ditelaah lebih jauh model SEM dengan mengeksplorasi data primer. Durasi jeda pendidikan yaitu setelah lulus diploma dan sebelum masuk program ekstensi, kemungkinan dapat berpengaruh terhadap pencapaian pendidikan apabila kemudian masuk kuliah kembali. Untuk itu perlu ditelaah model keberhasilan studi dengan memasukkan peubah durasi jeda pendidikan.
DAFTAR PUSTAKA
Alhumami, A. 2004. Tiga Isu Kritis Pendidikan. http://www.kompas.com/kompas-cetak/0407/02/opini/1111851.htm [5 Juli 2005] Azahari, A. 2000. Reformasi Sistem Pendidikan Menuju Indonesia Baru. http://www.depdiknas.go.id/Jurnal/25/azrilazahari.htm. [1 Juni 2005] Badan Pusat Statistik. 2004. Statistik Indonesia. BPS. Jakarta. . 2003. Statistik Indonesia. BPS. Jakarta Depdiknas. 2003. www.bppt.go.id/rakorbangnas03/DEPDIKNAS-slide.pdf. [23 Juni 2005] Firdaus, M. 2005. Analisis Kuantitatif untuk Bidang Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Ghozali, A. 2000. Structural Equation Modelling dan Penerapannya dalam Pendidikan. http://www.depdiknas.go.id/Jurnal/25/abbasgozali.htm. [23 Juni 2005] Hutabarat, E.P. 1985. Cara Belajar. Pegangan Bagi Siapa Saja yang Belajar Di Perguruan Tinggi. PT BPK Gunung Mulia. Jakarta. Kurniawan, K. 2003. Transformasi Perguruan Tinggi Menuju Indonesia Baru. http://www.depdiknas.go.id/Jurnal/41/Khaerudin.htm. [1 Juni 2005] Program Ekstensi Manajemen Agribisnis IPB. 2005. Evaluasi Tahunan. Bogor. Purwanto, M.N. 1990. Psikologi Pendidikan. PT Remaja Rosdakarya. Bandung. Sampoerno, P.D. 2002. Analisis Kualitas Mahasiswa dlam Pencapaian Pendidikannya dengan Menggunakan Metode Partial Least Squres. Tesis. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Satria, E. 2003. Model Persamaan Struktural Akreditasi Program Studi Jenjang Sarjana. Tesis. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Sichah, I.A. 2004. Penggunaan Model Persamaan Struktural untuk Mnegukur Kepuasan Pelanggan. Tesis. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Supranto, J. 2004. Analisis Multivariate. Penerbit Rineka Cipta. Jakarta.
89
Tampubolon, D.P. 2001. Perguruan Tinggi Bermutu. PT Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Thoha, I.F. 2003. Studi Tentang Tingkat Keberhasilan Mahasiswa S2 Program Pascasarjana IPB. Skripsi. Departemen Statistika. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Tilaar, H.A.R. 1997. Pengembangan Sumberdaya Manusia dalam Era Globalisasi. PT Grasindo. Jakarta. UNDP. 2002. http://hdr.undp.org/statistics/data/. [23 Juni 2005] Wirda, Y. 2002. Suatu Kajian Tentang Persamaan Struktural Linear Dengan Variabel Laten Dalam Bidang Pendidikan. Tesis. Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Bogor. Wulandari, S.A. 2004. Analisis Tingkat Keberhasilan Mahasiswa S2 IPB Menggunakan Pendekatan Pohon Regresi. Skripsi. Departemen Statistika. Fakultas Matematika dan Ilmu Pengetahuan Alam. Institut Pertanian Bogor. Bogor.
90
Lampiran 1. Struktur Organisasi Program Ekstensi Manajemen Agribisnis IPB
Pembina Rektor IPB
Penasehat
Penanggungjawab
Dekan-dekan IPB
Dekan Faperta IPB
Tenaga Pengajar
Pelaksana
Dosen-dosen IPB
Jurusan Sosek IPB
LP3 IPB
Program Studi Ketua Wakil Ketua I Akademik
Wakil Ketua II Keuangan Administrasi
91
Lampiran 2. Program Simplis untuk Model Awal
MODEL KEBERHASILAN STUDI OBSERVED VARIABLES Y11 Y12 Y21 Y22 Y23 Y24 Y25 Y26 Y27 X11 X12 X13 X14 X21 X22 X23 CORRELATION MATRIX FROM FILE E:\UDAY\SEM\KORELASI.COR SAMPLE SIZE 211 LATENT VARIABLES SUKSES PROSES EKSTERNAL INTERNAL RELATIONSHIPS Y11 Y12 = SUKSES Y21 Y22 Y23 Y24 Y25 Y26 Y27 = PROSES X11 X12 X13 X14 = EKSTERNAL X21 X22 X23 = INTERNAL SUKSES = PROSES PROSES = EKSTERNAL INTERNAL OPTIONS ME = ML SET THE ERROR VARIANCE OF Y11 EQUAL TO 0.05 PATH DIAGRAM END OF PROBLEM
92
Lampiran 3. Ukuran Kebaikan Suai Model secara Keseluruhan
Goodness of Fit Statistics Degrees of Freedom = 101 Minimum Fit Function Chi-Square = 1564.61 (P = 0.0) Normal Theory Weighted Least Squares Chi-Square = 961.16 (P = 0.0) Estimated Non-centrality Parameter (NCP) = 860.16 90 Percent Confidence Interval for NCP = (764.57 ; 963.19) Minimum Fit Function Value = 7.45 Population Discrepancy Function Value (F0) = 4.10 90 Percent Confidence Interval for F0 = (3.64 ; 4.59) Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) = 0.20 90 Percent Confidence Interval for RMSEA = (0.19 ; 0.21) P-Value for Test of Close Fit (RMSEA < 0.05) = 0.00 Expected Cross-Validation Index (ECVI) = 4.91 90 Percent Confidence Interval for ECVI = (4.46 ; 5.40) ECVI for Saturated Model = 1.30 ECVI for Independence Model = 10.85 Chi-Square for Independence Model with 120 Degrees of Freedom = 2245.55 Independence AIC = 2277.55 Model AIC = 1031.16 Saturated AIC = 272.00 Independence CAIC = 2347.18 Model CAIC = 1183.47 Saturated CAIC = 863.85 Root Mean Square Residual (RMR) = 0.19 Standardized RMR = 0.19 Goodness of Fit Index (GFI) = 0.64 Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) = 0.51 Parsimony Goodness of Fit Index (PGFI) = 0.47 Normed Fit Index (NFI) = 0.30 Non-Normed Fit Index (NNFI) = 0.18 Parsimony Normed Fit Index (PNFI) = 0.26 Comparative Fit Index (CFI) = 0.31 Incremental Fit Index (IFI) = 0.32 Relative Fit Index (RFI) = 0.17 Critical N (CN) = 19.38
93
Lampiran 4. Matriks Korelasi Hasil Pendugaan MODEL KEBERHASILAN STUDI Correlation Matrix Y11 Y12 Y21 Y22 Y23 Y24 -------- -------- -------- -------- -------- -------Y11 1.00 Y12 -0.36 1.00 Y21 -0.06 0.41 1.00 Y22 0.68 -0.39 -0.16 1.00 Y23 0.13 -0.41 -0.43 0.04 1.00 Y24 -0.03 0.43 0.86 -0.18 -0.42 1.00 Y25 0.16 0.07 0.40 -0.07 -0.45 0.40 Y26 -0.27 0.80 0.08 -0.29 -0.24 0.12 Y27 -0.27 0.26 0.21 -0.21 -0.55 0.13 X11 0.02 -0.04 -0.04 0.04 0.17 -0.09 X12 0.03 -0.05 -0.08 -0.02 0.32 -0.13 X13 0.01 -0.22 -0.06 -0.03 0.31 -0.07 X14 -0.05 -0.03 0.13 -0.14 -0.10 0.06 X21 -0.20 0.35 0.35 -0.14 -0.56 0.23 X22 0.34 -0.26 -0.19 0.27 0.30 -0.16 X23 0.17 -0.51 -0.38 0.16 0.82 -0.31 Correlation Matrix to be Analyzed Y25 Y26 Y27 X11 X12 X13 -------- -------- -------- -------- -------- -------Y25 1.00 Y26 -0.09 1.00 Y27 0.22 0.17 1.00 X11 -0.17 -0.10 -0.02 1.00 X12 -0.15 -0.03 0.03 0.56 1.00 X13 -0.34 -0.14 -0.03 0.21 0.26 1.00 X14 -0.19 -0.09 0.00 0.01 -0.02 0.08 X21 0.31 0.24 0.39 -0.06 -0.13 -0.10 X22 -0.18 -0.23 -0.24 0.08 0.29 0.13 X23 -0.38 -0.40 -0.77 0.08 0.06 0.12 Correlation Matrix to be Analyzed X14 X21 X22 X23 -------- -------- -------- -------X14 1.00 X21 0.19 1.00 X22 -0.23 -0.29 1.00 X23 -0.25 -0.57 0.37 1.00
94
Lampiran 5. Program Simplis pada Model SEM untuk IPK
MODEL KEBERHASILAN STUDI OBSERVED VARIABLES Y11 Y12 Y21 Y22 Y23 Y24 Y25 Y26 Y27 X11 X12 X13 X14 X21 X22 X23 CORRELATION MATRIX FROM FILE E:\UDAY\SEM\KORELASI.COR SAMPLE SIZE 211 LATENT VARIABLES SUKSES PROSES EKSTERNAL INTERNAL RELATIONSHIPS Y11 = 1*SUKSES Y21 Y23 Y25 Y27 = PROSES X11 X13 = EKSTERNAL X21 X22 = INTERNAL SUKSES = PROSES PROSES = EKSTERNAL INTERNAL OPTIONS ME = ML SET THE ERROR VARIANCE OF Y11 EQUAL TO 0.00 PATH DIAGRAM END OF PROBLEM
95
Lampiran 6. Ukuran Kebaikan Suai Model secara Keseluruhan untuk IPK Goodness of Fit Statistics Degrees of Freedom = 24 Minimum Fit Function Chi-Square = 100.97 (P = 0.00) Normal Theory Weighted Least Squares Chi-Square = 92.67 (P = 0.00) Estimated Non-centrality Parameter (NCP) = 68.67 90 Percent Confidence Interval for NCP = (42.82 ; 102.09) Minimum Fit Function Value = 0.48 Population Discrepancy Function Value (F0) = 0.33 90 Percent Confidence Interval for F0 = (0.20 ; 0.49) Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) = 0.12 90 Percent Confidence Interval for RMSEA = (0.092 ; 0.14) P-Value for Test of Close Fit (RMSEA < 0.05) = 0.00 Expected Cross-Validation Index (ECVI) = 0.64 90 Percent Confidence Interval for ECVI = (0.52 ; 0.80) ECVI for Saturated Model = 0.43 ECVI for Independence Model = 2.64 Chi-Square for Independence Model with 36 Degrees of Freedom = 536.83 Independence AIC = 554.83 Model AIC = 134.67 Saturated AIC = 90.00 Independence CAIC = 593.99 Model CAIC = 226.06 Saturated CAIC = 285.83 Normed Fit Index (NFI) = 0.81 Non-Normed Fit Index (NNFI) = 0.77 Parsimony Normed Fit Index (PNFI) = 0.54 Comparative Fit Index (CFI) = 0.85 Incremental Fit Index (IFI) = 0.85 Relative Fit Index (RFI) = 0.72 Critical N (CN) = 90.39
Root Mean Square Residual (RMR) = 0.083 Standardized RMR = 0.083 Goodness of Fit Index (GFI) = 0.91 Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) = 0.83 Parsimony Goodness of Fit Index (PGFI) = 0.49
96
Lampiran 7. Penghitungan Reliabilitas Model SEM untuk IPK
Construct reliability =
(Σloading baku )2 (Σloading baku )2 + Σe j
Jumlah loading baku Proses = 0.49 + 0.9 + 0.51 + 0.59 = 2.49 Eksternal = 0.33 + 0.63 = 0.96 Internal = 0.73 + 0.4 = 1.13 Jumlah galat pengukuran Proses = 0.079 + 0.06 + 0.077 + 0.071 = 0.287 Eksternal = 0.1 + 0.19 = 0.29 Internal = 0.11 + 0.088 = 0.198 Construct reliability
Proses Eksternal Internal
(2.49)2 = 0.956 (2.49)2 + 0.287 (0.96)2 = 0.76 = (0.96)2 + 0.29 (1.13)2 = = 0.865 (1.13)2 + 0.198 =
(Σloading baku ) (Σloading baku )+ Σe 2
Variance extracted =
2
j
Jumlah kuadrat loading baku Proses = 0.492 + 0.92 + 0.512 + 0.592 = 1.6583 Eksternal = 0.332 + 0.632 = 0.5058 Internal = 0.732 + 0.42 = 0.6929
Variance extracted Proses Eksternal Internal
(1.658) = 0.85 (1.658) + 0.287 (0.5058) = 0.636 = (0.5058) + 0.29 (0.6929) = 0.78 = (0.6929) + 0.198 =
97
Lampiran 8. Program Simplis pada Model SEM untuk Masa Studi
MODEL KEBERHASILAN STUDI OBSERVED VARIABLES Y11 Y12 Y21 Y22 Y23 Y24 Y25 Y26 Y27 X11 X12 X13 X14 X21 X22 X23 CORRELATION MATRIX FROM FILE E:\UDAY\SEM\KORELASI.COR SAMPLE SIZE 211 LATENT VARIABLES SUKSES PROSES EKSTERNAL INTERNAL RELATIONSHIPS Y12 = 1*SUKSES Y21 Y23 Y25 Y27 = PROSES X11 X13 = EKSTERNAL X21 X22 = INTERNAL SUKSES = PROSES PROSES = EKSTERNAL INTERNAL OPTIONS ME = ML SET THE ERROR VARIANCE OF Y12 EQUAL TO 0.00 PATH DIAGRAM
98
Lampiran 9. Ukuran Kebaikan Suai Model secara Keseluruhan untuk Masa Studi Goodness of Fit Statistics Degrees of Freedom = 24 Minimum Fit Function Chi-Square = 89.21 (P = 0.00) Normal Theory Weighted Least Squares Chi-Square = 71.03 (P = 0.00) Estimated Non-centrality Parameter (NCP) = 47.03 90 Percent Confidence Interval for NCP = (25.47 ; 76.21) Minimum Fit Function Value = 0.42 Population Discrepancy Function Value (F0) = 0.22 90 Percent Confidence Interval for F0 = (0.12 ; 0.36) Root Mean Square Error of Approximation (RMSEA) = 0.097 90 Percent Confidence Interval for RMSEA = (0.071 ; 0.12) P-Value for Test of Close Fit (RMSEA < 0.05) = 0.0021 Expected Cross-Validation Index (ECVI) = 0.54 90 Percent Confidence Interval for ECVI = (0.44 ; 0.68) ECVI for Saturated Model = 0.43 ECVI for Independence Model = 2.22 Chi-Square for Independence Model with 36 Degrees of Freedom = 447.66 Independence AIC = 465.66 Model AIC = 113.03 Saturated AIC = 90.00 Independence CAIC = 504.83 Model CAIC = 204.42 Saturated CAIC = 285.83 Root Mean Square Residual (RMR) = 0.067 Standardized RMR = 0.067 Goodness of Fit Index (GFI) = 0.93 Adjusted Goodness of Fit Index (AGFI) = 0.87 Parsimony Goodness of Fit Index (PGFI) = 0.50 Normed Fit Index (NFI) = 0.80 Non-Normed Fit Index (NNFI) = 0.76 Parsimony Normed Fit Index (PNFI) = 0.53 Comparative Fit Index (CFI) = 0.84 Incremental Fit Index (IFI) = 0.85 Relative Fit Index (RFI) = 0.70 Critical N (CN) = 102.17
99
Lampiran 10. Penghitungan Reliabilitas Model SEM untuk Masa Studi
Construct reliability =
(Σloading baku )2 (Σloading baku )2 + Σe j
Jumlah loading baku Proses = 0.51 + 0.84 + 0.5 + 0.58 = 2.43 Eksternal = 0.32 + 0.65 = 0.97 Internal = 0.73 + 0.4 = 1.13 Jumlah galat pengukuran Proses = 0.077 + 0.054 + 0.077 + 0.071 = 0.279 Eksternal = 0.1 + 0.21 = 0.31 Internal = 0.11 + 0.087 = 0.197 Construct reliability
Proses Eksternal Internal
(2.43)2 = 0.955 (2.43)2 + 0.279 (0.97 )2 = 0.75 = (0.97 )2 + 0.31 (1.13)2 = = 0.866 (1.13)2 + 0.197 =
(Σloading baku ) (Σloading baku )+ Σe 2
Variance extracted =
2
j
Jumlah kuadrat loading baku Proses = 0.512 + 0.892 + 0.52 + 0.582 = 1.6386 Eksternal = 0.322 + 0.652 = 0.5249 Internal = 0.732 + 0.42 = 0.6929 Variance extracted
Proses Eksternal Internal
(1.6386) = 0.85 (1.6386) + 0.279 (0.5249) = 0.63 = (0.5249) + 0.31 (0.6929) = 0.78 = (0.6929) + 0.197 =