NO 45/TH XIV 6-12 MARET 2017
Rp 7000,- ( Luar Aceh Rp 10.000,- )
MODUS ACEH
2
Redaksi
NO 45/TH XIV 6 - 12 MARET 2017
TABLOID BERITA MINGGUAN
MODUS ACEH BIJAK TANPA MEMIHAK
P e n a n g g u n g j awa b / Pimpin an Red aksi Pimpinan Redaksi Muhammad Saleh Direktur Usaha Agusniar Man a ger Mana
liput an liputan
Juli Saidi Editor Salwa Chaira Kar tunis/Design Kartunis/Design
Grafis
Rizki maulana Pemasaran/Sirkulasi Firdaus, Hasrul Rizal, Ghifari Hafmar iklan M. Supral iklan/Sirkulasi Lhokseuma we/a ceh Lhokseumawe/a we/aceh
ut ara utara
mulyadi
Merayakan 15 Tahun Program Pertukaran Muslim Australia-Indonesia ima pemimpin Muslim Indonesia akan mengunjungi Melbourne, Sydney dan Canberra sebagai bagian dari Program Pertukaran Muslim Australia-Indonesia yang bergengsi. Selama 15 tahun terakhir hampir 200 peserta telah menikmati program pertukaran unik ini. Kelompok ini akan menjelajahi keragaman budaya dan agama di Australia serta mengalami bagaimana Islam dipraktikkan di Australia. Mereka juga akan belajar tentang kontribusi masyarakat Islam terhadap budaya Australia selama dua abad terakhir melalui kunjungan ke Museum Islam Australia, Masjid Gallipoli bersejarah di Sydney dan Masjid New-
L
port di Melbourne. Kehadiran Islam di Australia sudah ada sejak tahun 1650 dan hampir setengah dari populasi Muslim saat ini lahir di Australia. Bersama dengan Muslim pendatang baru, mereka berasal dari berbagai latar belakang termasuk Timur Tengah, Asia Selatan, Eropa Timur dan Asia Tenggara. Mereka telah membawa kekayaan pemahaman, keterampilan dan juga bakat yang berbeda-beda. Terdapat sekitar 175 masjid dan hampir setengah juta Muslim di Australia. Islam adalah salah satu agama yang paling cepat berkembang di Australia, yang diperkirakan tumbuh sekitar 40 persen setiap tahun.
Australia merupakan campuran beragam budaya dan agama dimana masyarakat dapat mengekspresikan keyakinan mereka dan mempraktekkan agama mereka secara bebas. Para pemimpin Muslim Australia akan mengunjungi Indonesia pada bulan Mei. Duta Besar Australia untuk Indonesia Paul Grigson mengatakan Program Pertukaran Muslim terus menciptakan ikatan abadi antara pemimpin muda Muslim di kedua negara dan memberi mereka pengalaman yang mengubah hidup. Program ini didirikan pada tahun 2002 oleh Australia-Indonesia Institute dan merupakan kemitraan dengan Universitas Paramadina.***
Sekret aria t/ADM ta at
Images google
Yulia Sari Kep ala B a gian Keuang an Kepala Agusniar Bagian I T Joddy Fachri Wa r taw a n rt Muhammad Saleh Juli Saidi ZULHELMI azhari usman
Ko r e s p o n d e n Aceh Selatan Sabang Nagan Raya Takengon Aceh Besar Aceh Tenggara Gayo Lues Kuala Simpang Pidie, Langsa Bener Meriah Simeulue
Alama t Red aksi Alamat Redaksi Jl. T. Panglima Nyak Makam No. 4 Banda Aceh. Telp (0651) 635322 email:
[email protected] [email protected] [email protected] [email protected] www.modusaceh.com. Penerbit PT Agsha Media Mandiri Rek Bank Aceh: 01.05.641993-1 Rek Bank BRI Cabang Banda Aceh: 0037.01.001643.30.9 NPWP: 02.418.798.1-101.000 Percetakan PT. Medan Media Grafikatama
Terbit Sejak 2003
Dalam Menjalankan Tugas Jurnalistik, Wartawan MODUS ACEH Dibekali Kartu Pers. Tidak Dibenarkan Menerima Atau Meminta Apapun Dalam Bentuk Apapun dan Dari Siapa Pun
MODUS ACEH
Bireuen
NO 45/TH XIV 6 - 12 MARET 2017
3
■ Terkait Pilkada 2017
DUGAAN SUAP PANWASLIH BIREUEN MODUS ACEH/Zulhelmi Agani
Hasil Pilkada Bireuen 2017 hingga kini masih menuai protes, terutama adanya dugaan praktik money politics (politik uang) yang dilakoni pasangan nomor urut 6 serta dugaan suap terhadap Panwaslih Bireuen. Begitu parahkah? Zulhelmi
arimau mati meninggalkan belang. Pilkada Bupati dan Wakil Bupati Bireuen 2017, semoga tidak meninggalkan persoalan. Begitulah harapan banyak warga di Kota Juang Bireuen. Begitupun, harapan tentu saja tak selamanya sesuai keinginan. Buktinya, sejumlah warga di sana telah mengirim dan melaporkan adanya dugaan praktik politik uang serta sinyalemen adanya suap terhadap Komisioner Panwaslih di kota itu. Ini sejalan dengan adanya laporan warga yang ditolak Panitia Pengawas Pemilihan (Panwaslih) Bireuen. Alasannya tak memenuhi syarat. Nah, dari sana pula kemudian berhembus kabar tak sedap bahwa komisioner Panwaslih Bireuen menerima suap. Benarkah? Inilah yang jadi soal. Sebab, dugaan dan sinyalemen itu merembet pada kemenangan pasangan calon Bupati/Wakil Bupati Bireuen H Saifannur-Muzakkar A Gani, pada Pilkada 15 Februari 2017 lalu. Sejumlah warga di sana tak menerima kemenangan itu. Tentu bukan tanpa alasan, karena ya itu tadi, adanya dugaan praktik politik uang. Lalu, masyarakat melakukan aksi demontrasi. Itu terjadi bukan hanya sekali, tapi dua kali dalam waktu berselang. Sekali di Kantor Panwaslih Bireuen, kemudian di Kantor Bupati Bireuen. Kamis 23 Februari 2017 lalu misalnya, sekitar lima ribuan massa yang mengatasnamakan dirinya Aliansi Masyarakat dan Pemuda Bireuen (AMPB), melakukan aksi unjuk rasa di Kantor
H
Panwaslih Bireuen. Aksi demo tersebut menuntut Panwaslih menuntaskan kasus dugaan politik uang yang diduga, dilakukan Tim Pemenangan Paslon Nomor Urut 6, H Saifannnur S.SosDr.Muzakkar A.Gani SH.M.Si. Sebelumnya, massa yang didominasi kaum perempuan dan ratusan pemuda itu berkumpul di halaman Masjid Agung Bireuen sejak pukul 09.00 WIB, sambil membawa poster kecaman politik uang. Koordinator aksi Ridwan Abdullah dan sejumlah orator secara bergantian berorasi di atas mobil trailler bak terbuka dengan menggunakan pengeras suara. Massa kemudian berjalan kaki sejauh satu kilometer diiringi mobil kendaraan patroli polisi, menuju Kantor Pawaslih Bireuen, melewati Jalan Protokol (Jalan Laksamana Malahayati). Lalu, berbelok menuju Jalan T. Hamzah Bendahara, depan RSUD dr Fauziah Bireuen dan akhirnya berhenti di depan kantor penyelenggara Pemilu tersebut, di Simpang Adam Batre, Meunasah Blang, Kota Juang,Bireuen. Saat itu, Fadhil salah satu orator meminta agar masyarakat tak harus takut melaporkan dan menjadi saksi bila memang terdapat praktik politik uang (money politics) yang terjadi di desa mereka. “Jangan takut diintimidasi, jangan takut masuk pen-
jara demi membela kebenaran dan keadilan, katakan yang sebenarnya bila memang ada terjadi politik uang,” tegasnya Memang, kemenangan Saifannur dan Muzakkar A Gani sudah telanjur dianggap curang. Ini disebabkan, adanya dugaan bagi-bagi pecahan uang seratus ribu rupiah kepada pemilih. Dugaan ini bahkan sempat menjadi viral di media sosial (medsos). Kota Juang ini kemudian dijuluki: Kota Rp 100 ribu, sehingga masyarakat melakukan aksi dan menolak hasil Pilkada itu dan meminta KIP untuk menyelenggarakan Pilkada ulang di Bireuen. Dalam orasinya mereka mendesak Panwaslih Bireuen segera memproses secara hukum atas dugaan praktik politik uang tadi dan mendesak Panwaslih Bireuen meminta kepada KIP Bireuen untuk menunda pleno penetapan pasangan tersebut. Selain itu, mendesak diadakan Pilkada ulang dan membatalkan pasangan itu untuk dibatalkan sebagai pemenang lantaran terindikasi melakukan politik uang. Nah, saat itu Ketua Panwaslih Bireuen, Muhammad Basyir S.H.I, MA mengaku akan memproses laporan yang masuk sesuai dengan PKPU 2016 dan Perbawaslu RI nomor 14 tahun 2016, peraturan Kapolri Nomor 1/2016 dan kejaksaan RI Nomor
1/2016 tentang sentra Penegakkan Hukum Terpadu (Gakkumdu). Sayangnya, pengakuan Muhammad Basyir tidak mampu memuaskan warga sehingga muncul aksi demo di Kantor Panwaslih Bireuen. Aksi serupa juga digelar kembali Aliansi Masyarakat dan Pemuda Bireuen (AMPB) di Kantor Bupati Bireuen, terkait dugaan praktik politik uang yang dilakoni paslon nomor urut 6, Saifannur dan Muzakkar A Gani, Senin 27 Februari 2017. Dalam orasi yang disampaikan beberapa orator menyebutkan, praktik politik uang itu telah mereka sampaikan kepada pihak berwajib dan sedang dalam proses pemeriksaan. Mereka juga meminta pihak terkait, melakukan langkah-langkah proaktif, cepat, transparan, dan bebas dari kepentingan apapun untuk menindak siapa pun yang melanggar aturan yang berlaku. Massa juga minta kepada Pemerintah Kabupaten Bireuen turut andil dan meminta kepada Bupati Bireuen agar menyahuti kasus ini sebelum berakhirnya masa tugas. Mereka menegaskan, Pemerintah Bireuen bersama-sama mengawal proses penegakan hukum praktik politik uang yang sedang dalam proses. Massa berharap Pemerintah Bireuen meminta KIP Bireuen untuk tidak menerbitkan penetapan Bupati dan Wakil Bu-
pati Bireuen sampai proses politik uang selesai. Hanya itu? Tunggu dulu. Mereka juga meminta agar Pemerintah Kabupaten Bireuen menyampaikan secara tertulis kepada Menteri Dalam Negeri, terkait situasi saat ini di Kabupaten Bireuen. Dan Pemerintah Kabupaten Bireuen menempuh upaya hukum melalui Dewan Kehormatan Penyelenggara Pemilu, karena hasil penafsiran keliru yang telah dilakukan KIP Bireuen dengan serta merta memasukan nama Saifannur dan Muzakkar A Gani sebagai pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Bireuen, tanpa memenuhi persyaratan sebagaimana ketentuan hukum dan peraturan perundang-undangan. Tak hanya praktik politik uang dan demontrasi saja, kabar tak sedap lain juga berhembus. Seperti diwartakan salah satu media online. Diduga, Panwaslih Bireuen ada menerima suap dari pasangan nomor urut 6, agar dugaan pratik politik uang bisa diredam. Ini sejalan dengan laporan warga yang ditolak Panwaslih Bireuen dengan alasan tak memenuhi syarat. Dugaan suap itu berhembus sangat kencang berhembus di masyarakat Bireuen. Bahkan, sempat beredar kabar bahwa Ketua Panwaslih Bireuen, telah menerima suap. Itu sebabnya, Ketua Panwas-
4
MODUS ACEH
Bireuen
NO 45/TH XIV 6 - 12 MARET 2017
MODUS ACEH/Zulhelmi Agani
lih Bireuen Muhammad Basyir angkat bicara. Dia menegaskan, dirinya tidak menerima suap seperti informasi beredar di masyarakat pasca pemungutan suara Pilkada calon Bupati dan Wakil Bupati Bireuen. Itu disampaikan Muhammad Basyir untuk mengklarifikasi tulisan satu lama media online, Senin, 27 Februari 2017 pukul 16.21 WIB, yang kemudian diposting pengguna media social lainnya. Dia mengatakan, Panwaslih Bireuen tidak pernah menerima iming-iming yang diberikan pihak manapun. “Jika memang ada informasi yang berkembang dan menyudutkan lembaga Panwaslih Bireuen maupun hal lainnya, kepada semua pihak dapat melakukan konfirmasi terlebih dahulu sebelum menulis sesuatu yang dapat merugikan pihak lain,” ucap Basyir. Katanya sesuatu informasi yang kurang jelas dapat membuat opini miring di masyarakat umum dan akan mengiring opini seakan-akan benar apa yang ditulis. Kondisi itu berefek secara meluas. “Sebuah informasi walaupun dugaan perlu di cek tingkat keakuratannya,” harap Basyir. Basyir meminta kepada siapa pun yang menulis informasi berjudul “Tersebar Isu Panwaslih Bireuen Terima Uang 1 Milyar” datang ke Kantor Panwaslih Kabupaten Bireuen, untuk mengklarifikasi secara langsung pada pihaknya. “Sebab kami tidak tahu harus menyampaikan klarifikasi kemana, di situs itu tidak box redaksi, tidak ada alamat kantor, nomor telepon dan nama perusahaan dan tidak ada nama atau inisial penulisnya, kecuali sebuah alamat email,” tukas Basyir. Basyir mengatakan, dalam melakukan pengawasan tahapan
Pilkada Bireuen, pihaknya melibatkan Panwascam dan Pengawas Pemilu Lapangan (PPL) di tingkat desa serta membuat temuan dan menerima laporan dugaan pelanggaran. Menurut Muhammad Basyir, Panwaslih Bireuen telah menerima perkara terkait dugaan politik politik uang sebanyak 22 kasus. Nah, dalam menindaklanjuti perkara yang diajukan pelapor, pihaknya telah bekerja sesuai dengan Perbawaslu Nomor 2 Tahun 2015 perubahan atas perbawaslu Nomor 11 Tahun 2014, tentang Pengawasan Pemilu. Selain itu sesuai Peraturan Bersama Bawaslu RI Nomor 14 Tahun 2016, Peraturan Kapolri Nomor 01/Tahun 2016 dan Jaksa RI Nomor 013/JA/11/2016 Tentang Sentra Penegakan Hukum Terpadu Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota. Ditegaskan Basyir, semua
laporan yang masuk ke Panwaslih Bireuen melalui staf Hukum dan Penindakan Pelanggaran, diperiksa keabsahan secara formil dan materil, terutama unsur tindak pidana pemilihan sesuai Pasal 15 – Pasal 20 Peraturan Bersama Bawaslu RI Nomor 14 Tahun 2016, Kapolri Nomor 01/Tahun 2016 dan Jaksa RI Nomor 013/JA/11/2016 Tentang Sentra Penegakan Hukum Terpadu Pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota. Lalu, penanganan laporan kasus dilakukan Kordiv HPP dengan mengundang Tim Sentra Gakkumdu untuk pembahasan bersama. Semua perkara tadi dibahas secara tiga tahap oleh Panwaslih dalam waktu 5 lima hari kerja. Pendampingan juga dilakukan Penyidik Tindak Pidana Pemilihan dan Jaksa. Lalu dilakukan identifikasi, verifikasi, dan
konsultasi terhadap laporan/temuan dugaan pelanggaran Tindak Pidana Pemilihan. “Sentra Gakkumdu melakukan klarifikasi terhadap pelapor dan saksi yang hadir hingga proses selanjutnya. Jika memenuhi syarat dilimpahkan pada kepolisian untuk dilakukan penyelidikan dan penyidikan, dilimpahkan ke jaksa hingga pengadilan,” jelasnya. Namun Ketua Komisi A Dewan DPRK Bireuen, Fadhli Yusuf, mengaku pihaknya kecewa karena Ketua Panwaslih Bireuen tidak memenuhi panggilan untuk membahas pelanggaran selama Pilkada. Kepada awak media, Fadhli Yusuf mengatakan, Komisi A DPRK Bireuen sudah memanggil ketua maupun anggota Panwaslih Bireuen. Namun, yang hadir hanya anggota Panwaslih, sementara Ketua Panwaslih
tidak hadir tanpa alasan jelas. Ini dilakukan untuk melihat sejauhmana komitmen mereka dalam memproses pelanggaran selama Pilkada Bireuen. Salah satunya dugaan politik yang yang dilakukan salah satu paslon Bupati dan Wakil Bupati Bireuen. “Dikarenakan tidak hadirnya Ketua, pertemuan dengan Komisi A tanpa menghasil sebuah keputusan,” jelasnya. Tapi, pihaknya akan menjadwalkan kembali, pemanggilan Panwaslih Bireuen, Senin, 6 Maret 2017. “Disamping mitra kerja Panwaslih, pemanggilan ini kami lakukan untuk menyahuti permitaan masyarakat,” ungkap Fadhli. Dan, Ketua Panwaslih Bireuen Muhammad Basyir kepada wartawan membenarkan bahwa dirinya tidak hadir saat dipanggil DPRK Bireuen, karena ada urusan keluarga. Alamak!***
MODUS ACEH
Bireuen
NO 45/TH XIV 6 - 12 MARET 2017
5
POLRES TEMUKAN DUA TERSANGKA, PANWASLIH LAPOR MEDIA PEWARTA MODUS ACEH/Zulhelmi Agani
Polres Bireuen telah melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi, menyusul tiga laporan yang dilimpahkan Panitia Pengawas Pemilihan (Panwaslih) Kabupaten Bireuen. Ditemukan dua tersangka dugaan praktik politik uang. Sementara itu, Panwaslih Bireuen melaporkan laman Rakyat Berdaulat.id ke Polres Bireuen karena menulis dugaan lembaga ini menerima suap dari pasangan calon nomor urut 6, H. Saifannur-Muzakar Abdul Gani. Zulhelmi
“
Kami sudah menindaklanjuti pelimpahan kasus dari Panwaslih Bireuen dengan memeriksa sembilan orang saksi atas Laporan LP 37, 38 dan 39,” begitu jelas Kapolres Bireuen AKBP Heru Novianto SIK, dalam konferensi pers, Jumat pekan lalu di Mapolres setempat. Sambung Heru, dari hasil pemeriksaan saksi-sakis itu, sudah temukan tersangka dari tiga laporan dugaan praktik mon-
ey politics (politik uang) yang masuk pada pihaknya. Karena itu pula, minggu depan kata Heru, Polres Bireuen akan memanggil dua tersangka. Kemungkinan bisa bertambah, sesuai perkembangan dari hasil pemeriksaan saksi-saksi. Kapolres menerangkan, saat di Panwaslih Bireuen laporan dugaan praktik money politics ada masuk 22 laporan. Namun, setelah dilakukan klarifikasi terhadap saksi dan pelapor, ditemukan dua calon tersangka. “Di Panwas itu kan hanya sebatas kulit saja, jika sudah di Polres, maka Kasat Reskrim akan mengupas lagi secara lebih detil sampai disimpulkan ada atau tidak tindak pidananya,” jelas Kapolres. Dikatakanya, dalam menindaklanjuti proses tersebut, pihaknya berpedoman pada batas waktu dan aturan yang harus dipatuhi dan tidak boleh dilanggar, termasuk memberikan hakhak saksi didampingi penasehat hukumnya. “Kasus ini masuk pada 18 Februari 2017 dan 3 Maret 2017, sudah berjalan 14 hari, kita punya waktu 15 hari ke depan untuk menuntaskannya hingga sampai ke penuntutan.”Kami tidak tidur dan diam, kami bekerja semaksimal mungkin untuk hasil yang maksimal,” tegas Heru.
Sementara itu, Ketua Panwaslih Bireuen Muhammad Basyir melaporkan satu media online, RakyatBerdaulat.id ke Polres Bireuen, Jumat pekan
Muhammad Basyir lalu. Ini terkait dugaan pencemaran nama baik pribadinya dan lembaga yang dipimpinnya. “Benar kami telah laporkan atas pencemaran nama baik lemba-
ga kami,” sebut Desi Saifnita Komisioner Panwaslih Bireuen. Dugaan pencemaran nama baik tersebut berupa tulisan yang dilansir situs tersebut, Senin, 27 Februari 2017 pukul 16.21 WIB, dengan judul; Tersebar Isu Panwaslih Bireuen Terima Uang 1 Milyar, yang kemudian diposting dan disebarkan pengguna media social (medsos). Komisioner Panwaslih Bireuen, Desi Safnita saat konferensi pers di Mapolres Bireuen, Jumat pekan lalu meminta penulis dan penyebar berita fitnah tersebut datang langsung ke Kantor Panwaslih Bireuen untuk meminta maaf secara gentlemen kepada pihaknya. Kata Desi, pi-
haknya sudah mengantongi siapa pihak yang menebarkan isu tak elok itu. “Kita sudah tahu siapa orang tersebut, dimana posisisnya dan apa motifnya. Datang saja minta maaf baik secara kelembagaan maupun pribadi,” harap dia. Dikatakan, bukan hanya kepada penulis berita di media abalabal tersebut yang harus datang minta maaf. “Kepada siapapun yang terlanjur menyebarkan terkait isu tersebut di media sosial, kami masih membuka pintu maaf, sebelum kasus ini diproses penegak hukum,” harap Desi. Memang, laman online RakyatBerdaulat.id menulis berita tersebut. Begitupun, portal berita itu, tidak mencantumkan nama penanggungjawab dan pemimpin redaksi serta para wartawannya. Itu sebabnya disebut; media online abal-abal.***
6
MODUS ACEH NO 45/TH XIV 6 - 12 MARET 2017
Aceh Barat
WARGA MELAPOR, KIP DAN PANWASLIH TAK MERESPON MODUS ACEH/Juli Saidi
Forum KMBSA berulang kali menyampaikan berbagai persoalan pelaksanaan Pilkada di Aceh Barat. Mulai dari dugaan orang meninggal dunia, pemilih ganda hingga pindah alamat dan tidak dikenal masuk DPT. Namun, Panwaslih setempat terkesan pura-pura tidak tahu.
Juli Saidi
S
elembar kertas itu terbaca jelas data sejumlah masyarakat yang meninggal dunia, nama ganda, pindah alamat dan tidak mendapat undangan serta tak dikenal. Namun, mereka masuk dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT), Kabupaten Aceh Barat. Itu sebabnya, Komunitas Muda Barat Selatan Aceh (KMBSA) mengambil contoh tadi di Desa Ujong Baroh, Kecamatan Johan Pahlawan, Meulaboh. Bahkan, jumlahnya untuk satu desa tersebut, mencapai 121 orang. Secara rinci KMBSA menyebutkan, DPT meninggal dunia ada 26 orang, ganda 70 orang, pindah 11 orang, tidak dapat undangan empat orang, dan tidak dikenal 12 orang. Nah, dugaan permasalahan serupa, diyakini forum KMBSA juga terjadi di tempat lain, dalam wilayah Aceh Barat. Misal di perumahan Budha Tzu Chi, Kecamatan Meureubo. “Ini juga terjadi di desa lain,” ungkap Abdul Jalil, Jumat pekan lalu. Diperkirakan, jumlah masyarakat yang tidak dapat menggunakan hak pilihnya pada Pilkada 2017, mencapai 27 ribu lebih. Kata Abdul Jalil saat pertemuan dengan Komisioner Panwaslih Aceh Barat, Jumat pekan lalu. Jumlah masyarakat yang tidak memilih itu bukan golput, tapi tak mendapat undangan (C6). Karena itu, Abdul Jalil menyoalkan berbagai persoalan
lain pada Pilkada Aceh Barat itu. Itu sebabnya, berdasarkan data yang mereka dapati di lapangan, beberapa awak KMBSA yang dikomandoi Fitiadi Lanta, Jumat, 3 Maret 2017 kembali mendatangi Kantor Panwaslih Aceh Barat, di Jalan Swadaya, Meulaboh. Kedatangan, merupakan tindaklanjut penyampaian masalahan sebelumnya. Maklum, Selasa, 28 pekan lalu, forum KMBSA telah menyerahkan pernyataan sikap pada Ketua Panwaslih Aceh Barat Syafwan Syafriadi. Dalam pernyataan sikapnya, KMBSA menyebut ada lima tuntutan yang disuarakan. Pertama, meminta Panwaslih Aceh Barat wajib bertanggungjawab atas kasus yang ditemukan oleh elemen sipil Aceh Barat itu. Kedua, meminta Panwaslih Aceh Barat, harus mengakui di depan umum atau secara tertulis atas kelemahan dalam melaksanakan tugas pengawasan kinerja Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh Barat dalam menyelenggarakan tahapan Pilkada di negeri Teuku Umar itu. Ketiga, KMBSA menuntut agar Panwaslih Aceh Barat, harus merekomendasi KIP Aceh Barat untuk diberikan hak pilih kepada masyarakat yang tidak mendapat hak memilih pada hari pencoblosan, Rabu, 15 Februari lalu, karena tidak dapat C6-KWK. Berikutnya, KMBSA meminta Panwaslih harus ikut bertanggungjawab atas kerugian negara yang diakibatkan oleh kasus-ka-
sus tertentu, terkait Pilkada. Misal, menggunakan Daftar Pemilih Sementara (DPS) yang diusulkan Panitia Pemungut Suara (PPS), melalui Panitia Pemilihan Kecamatan, mencetak kertas kertas suara kepada orang yang telah meninggal dunia, pindah alamat dan nama pemilih ganda.
Marzalita
Tak hanya itu, KMBSA juga minta tanggungjawab Panwaslih terkait biaya lipat kertas suara yang dilakukan KIP Aceh Barat, termasuk minimnya sosialisasi yang dilakukan KIP Aceh Barat. Terakhir, forum KMBSA meminta Panwaslih segera meletakan jawaban atau mengundurkan diri, karena tidak mampu mengawasi kinerja KIP Aceh Barat. “Ini bicara moral,” kata Fitriadi Lanta, Selasa pekan lalu. Sayangnya, pertemuan kedua kali, Jumat pekan lalu itu, boleh dibilang tak membuahkan hasil. Komisioner Panwaslih Aceh Barat Bidang Devisi Hukum M. Yunus Bidin menegaskan, agar KMSBA menempuh jalur hukum yaitu ada Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN). “Tentu apa yang disampaikan pada Panwaslih ada prosedur,
ada mekanisme yang harus kami ditempuh sesuai peraturan perundang-undangan. Dibenarkan atau tidak sesuai perundangundangan, kalau dibenarkan kami tindak lanjuti,” kata M. Yunus Bidin, usai memimpin pertemuan tersebut, Jumat pekan lalu. Pernyataan M. Yunus Bidin soal bisa ditempuh melalu PTUN, sempat membuat mereka yang tergabung dalam forum KMBSA kesal. Abdul Jalil misalnya, ia mengaku mekanisme itu mereka tahu. “Kalau itu kami tahu, tetapi untuk apa Panwaslih,” katanya. Sementara itu, Komisioner KIP Aceh Barat Marzalita mengakui, adanya data yang meninggal dunia 26 orang, sudah saya kroscek, namun kata Marzalita, penetapan DPT November 2016. “Dalam rentang waktu dari November 2016 ke Februari 2017, ada yang meninggal, itu tidak bisa kita rubah. Karena setelah ada penetapan DPT, baru ada yang meninggal. Kita pastikan yang meninggal ini tidak mendapat undangan,” ujanya, Jumat pekan lalu. Sedangkan ada nama ganda yang masuk DPT, Marzalita tak membantahnya.”Kalau yang ganda kami akui juga, jujur saya katakan kami tidak lakukan kroscek secara spesifik misalnya di Ujong Baroh,” katanya. Terjadinya nama ganda dalam DPT diakui juga oleh Marzalita karena sistem, selain ada kesamaan nama, seperti
penulisan nama Muhammad ditulis secara lengkap dan ada yang disingkat (M) saja.”Foktor ini bukan kelalaian saja, tapi ada juga faktor sistem,” sebutnya. Lanjut Marzalita, itulah masalahnya, saat mereka cek yang 70 ganda, kadang-kadang ada yang pakai Muhammad lengkap tapi ada yang disingkat M. “Sistem tidak bisa menghapus, jadi tingkat bawah lakukan kroscek, memang ada yang beda. Kalau ada yang beda kita tidak berani menghapus,” sebut Marzalita, Jumat pekan lalu. Lantas bagaimana menurut Komisi Pemilihan Umum (KPU) Republik Indonesia, Nomor 151/II/2017 yang bersifat segera, tanggal 10 Februari 2017? Sebab, instruksi KPU itu menyebutkan, terkait persiapan pemungutan suara, huruf menjelaskan. Berdasarkan ketentuan pasal 16 ayat (1) Peraturan KPU Nomor 14 tahun 2016, dalam hal fomulir model C6-KWK tidak dapat diserahkan kepada pemilih. Karena itu, Ketua Kelompok Panitia Pemungutan Suara (KPPS) wajib mengembalikan fomulir model C6-KWK kepada PPS setelah memastikan bahwa pemilih tersebut: meninggal dunia, pindah alamat, tidak dikenal, tidak dapat ditemui atau sebabsebab lain diluar yang disebutkan diatas. Sementara pada huruf b, pengembalian fomulir model C6-KWK tersebut dilaksanakan satu hari sebelum pemungutan suara paling cepat pada pukul 16.00 WIB dan paling lambat pukul 24.00 WIB dan dicatatkan pada fomulir model D-1-KWK yang diisi KPPS bersama-sama dengan PPS. “KIP tidak menjalankan instruksi KPU Nomor 151,” kata Abdul Jalil, Jumat pekan lalu. Pada Panwaslih Aceh Barat, Abdul Jalil mempersoalkan KIP juga tidak membentuk desk pemunguntan dan perhitungan suara dengan melibatkan Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil. Padahal, itu telah diatur dalam instruksi KPU. “Apakah Panwaslih mengetahui itu, dimana fungsi pengawasan Panwaslih,” kata Abdul Jalil pada Panwaslih Aceh Barat,” Jumat pekan lalu. Atas penjelasan Abdul Jalil, amatan media ini Panwaslih Aceh Barat tak bisa berkutik, sehingga terlihat diam.***
Aceh Barat
MODUS ACEH NO 45/TH XIV 6 - 12 MARET 2017
7
SERVIS NEGARA UNTUK PENYELENGGARA Dua penyelenggara Pilkada Aceh Barat yaitu KIP dan Panwaslih mendapat alokasi anggaran yang cukup. Namun, hasil pelaksanaan Pilkada menuai masalah, seperti masuknya nama pemilih yang sudah meninggal dunia dan nama ganda. Juli Saidi
Ilustrasi
etua Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh Barat Bahagia Idris dan Ketua Panwaslih Aceh Barat Syafwan Syafriadi, tahu persis jumlah Anggaran Pendapatan dan Belanja Kabupaten (APBK) Aceh Barat, yang dihibahkan untuk pelaksanaan Pilkada serentak, tahun 2017 ini. Sebab, kedua ketua institusi itu telah menandatangani naskah perjanjian hibah daerah (NPHD). Bahagia Idris dan Syafwan Syafriadi adalah pihak kedua yang sepakat dan menerima dana hibah Rp 26 miliar dari pihak pertama Bupati Aceh Barat Dr (H.C) H. T. Alaindinsyah. Fulus sebanyak itu terbagi dua. Untuk Panwaslih Rp 6 miliar dan KIP Aceh Barat Rp 20 miliar. Untuk KIP, anggaran Rp 20 miliar itu dialokasikan untuk membiayai berbagai kebutuhan dalam menyukseskan Pilkada serentak tersebut. Maka, dari Rp 20 miliar tersebut, anggaran untuk tahapan persiapan dan pelaksanaan, diperkirakan sesuai Rencana Kegiatan Anggaran (RKA) yang disebut dalam NPHD nomor 9/ NPHD/III/2016-nomor 22/KIPAB-001.434512/ 2016, disebutkan Rp 6,8 miliar lebih. Operasional dan administrasi perkantoran Rp 2, 1 miliar lebih, honorium dan pokja, yaitu pokja tingkat KIP Kabupaten Rp 1,7 miliar lebih dan pokja panitia pemilihan Kecamatan Rp 124 juta lebih. Honorium penyelenggaran pemilihan antara lain panitia pemungutan suara Rp 7,5 miliar dan kelompok penyelenggara pemungutan suara (KPPS) Rp 1,4 miliar lebih. Dalam NPHD
K
tersebut, alokasi anggaran sosialisasi/penyuluhan media cetak dan elektronik Rp 210 juta lebih dan bimbingan teknis Rp 60 juta. Berdasarkan NPHD tadi, alokasi pemutakhiran data pemilih dan daftar pemilih, memang tidak sebanyak anggaran untuk pengadaan alat peraga-termasuk biaya pemasangan, perawatan dan penggantian. Karena alokasi anggaran pada kegiatan tersebut mencapai Rp 3 miliar. Sedangkan pemutakhiran data untuk lima kegiatan hanya Rp 50 juta. Entah karena itu pula data menjadi centang plenang, seperti nama ganda dalam Daftar Pemilih Tetap (DPT). Penarikan fulus Rp 20 miliar oleh KIP Aceh Barat, dilakukan dalam tiga tahapan. Pertama Rp 8 miliar, tahap kedua 31 Oktober 2016, Rp 4 miliar dan tahap ketiga 10 Januari 2017, Rp 8 miliar. Begitu juga anggaran untuk Panwaslih Kabupaten Aceh Barat, pada pelaksanaan Pilkada 2017 ini, dialokasikan anggaran Rp 6 miliar. Jumlah alokasi anggaran tersebut, sesuai naskah perjanjian hibah daerah (NPHD), nomor 15/NPHD/III/2016-nomor 01/Panwaslih-AB-01.VIII/2016 antara pihak pertama Pemerintah Aceh Barat H. T. Alaidinsyah dengan pihak kedua yaitu Ketua Panwaslih Syafwan Syafriadi. Berdasarkan naskah hibah tersebut, pencairan fulusnya dilakukan tiga tahap. Pertama Rp 2,5 miliar, kedua (Rp 1 miliar) dan ketiga Rp 2,5 miliar. Untuk tahap pertama, dicairkan setelah ditandatanganinya perjanjian hibah, tahap kedua paling lambat 1 November 2016, dan terakhir paling lambat 10 Januari 2017.
Sesuai NPHD itu, peruntukan anggaran sepertinya lebih banyak pada perjalanan dinas luar dan dalam daerah. Lihat saja, perjalanan dinas dalam rangka konsultasi/supervisi/investigasi dan panggilan sidang kode etik lainnya. Kegiatan tersebut, untuk tujuh kali dan enam orang, sebagai biaya transportasi Kabupaten/Kota ke Jakarta, hingga biaya taxi, uang harian dan penginapan selama empat, totalnya mencapai Rp 564 juta lebih. Kemudian biaya konsultasi ke Banwaslu Provinsi, sebanyak 12 kali untuk enam orang, senilai Rp 464 juta lebih. Uang tersebut, termasuk uang harian selama empat hari Rp 259 juta lebih dan penginapan selama tiga hari Rp 183 juta lebih. Sementara, untuk biaya pokja pengawasan Daftar Pemilih Tetap (DPT) hanya berkisar Rp 47 juta lebih. Anggaran tersebut, digunakan belanja bahan ATK, pengadaan fotocopy, pencetakan laporan, kosumsi dan snack. Kemudian honor tim kegiatan pokja pengawasan DPT, seperti pengarah satu orang selama tiga bulan Rp 5 juta lebih, penanggungjawab satu orang dengan masa kerja tiga bulan Rp 4,5 juta. Entah itu pula sebabnya, seperti yang disampaikan aktivis Forum Komunitas Muda Barat Selatan Aceh (KMBSA) pada Ketua Panwaslih Aceh Barat Syafwan Syafriadi, Selasa pekan lalu. Dia menduga ada DPT ganda, orang yang sudah meninggal masuk DPT, dan ada dugaan penggelembungan DPT. Ketua DPRK Aceh Barat Ramli, SE Kamis pekan lalu mengaku anggaran Panwaslih Aceh Barat lebih banyak ke provinsi dan Jakarta. Sehingga
terkesan Panwaslih suka warawari, daripada melaksanakan tugas mengawasi DPT di lapangan. “Kalau kita lihat masalah Panwas, di lapangan tidak ada bekerja. Yang ada cuma ke Provinsi dan ke Jakarta, ini terbaca dari RKA dana hibah,” kata kader Partai Amanat Nasional (PAN) Ramli, SE, di ruang kerjanya, kantor DPRK Aceh Barat, Kamis pekan lalu. Harusnya kata Ramli, SE alokasi anggaran dalam kegiatan Panwaslih Aceh Barat, lebih banyak untuk pengawasan di lapangan, terutama untuk mengecek Daftar Pemilih Tetap (DPT) pada Pilkada 2017 di Aceh Barat. “Seharusnya banyak diplotkan anggaran untuk pengecekan DPT karena DPT di Aceh Barat banyak bermasalah,” ujar Ramli, SE. Bahkan, Ramli, SE juga mengaku Panwaslih Aceh Barat terkesan buang badan terkait berbagai laporan kejanggalan dalam pelaksanaan Pilkada 2017 dan terkesan memihak pada pasangan calon nomor dua. “Panwaslih sendiri seperti buang badan sekarang, sebenarnya DPRD juga pernah menyurati supaya dilakukan Pilkada ulang di beberapa titik, tetapi Panwaslih buang badan. Malah kita lihat Panwas seperti memihak sebelah, apakah Panwaslih ini tidak berani? Kita tidak tahu,” kata Ramli, SE, kesal. Begitupun, Ramli, SE menegaskan tidak ada masalah. Apapun yang dilakukan Panwaslih dan Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh Barat, menggunakan Anggaran Pendapatan dan Belanja Kabupaten (APBK)
untuk dua lembaga itu Rp 26 miliar, DPRK Aceh Barat akan melalukan perhitungan anggaran. “Itu tidak masalah, apapun yang digunakan anggaran APBK oleh Panwaslih dan KIP, tetap kita lakukan perhitungan. Nah, dalam perhitungan anggaran akan nampak dan dalam waktu dekat juga akan kita lakukan pemanggilan terhadap Panwaslih dan KIP Aceh Barat untuk dengar pendapat terkait penggunaan anggaran,” ujar Ramli, SE menegaskan. Tak hanya itu, DPRK Aceh Barat kata Ramli, SE diperkirakan pekan ini akan berkonsultasi dengan Banwaslu Pusat untuk menindaklanjuti berbagai persoalan Pilkada Aceh. Selain itu DPRK Aceh Barat juga akan bertemu dengan Komisi III DPR RI dan Dirjen Otonomi Daerah (Otda) di Jakarta, untuk menindaklanjuti masalah gelar S1 dan S-3 Ramli. MS. “Kita juga akan melaporkan masalah Ijazah pada Komisi III DPR RI, juga pada Otda dalam dua tiga hari ini,” kata Ramli. Sayang, Ketua Panwaslih Aceh Barat tak mau menjelaskan saat diminta konfirmasi, Jumat pekan lalu. Tetapi, komisioner Devisi Hukum M. Yunus Bidin mengaku, dari Rp 6 miliar, hanya Rp 3,5 yang sudah digunakan. “Setahu saya Rp 3,5 miliar yang kita gunakan. Anggaran yang diberikan pemerintah belum semuanya kita pakai hanya Rp 2,5 miliar sedikit pun belum tersentuh, kalau kita tidak pakai kita kembalikan. Tentu harus proporsonal, sesuai apa yang kita lakukan dengan fungsi kita,” kata M. Yunus Bidin, Jumat pekan. M. Yunus juga mengaku, dalam kegiatan ke Jakarta, ia hanya sekali dan untuk perjalanan dinas ke provinsi, sekitar empat dan lima kali menggunakan anggaran dari Rp 6 miliar tersebut. “Kalau ke Jakarta, saya baru sekali, kalau ketua saya tidak tahu, tanya sama ketua sendiri. Kalau ke provinsi ada beberapa kali, lebih empat kali, karena kita ada rapat,” katanya. Komisioner KIP Aceh Barat lainnya Marzalita juga mengaku, pengalokasian dan penggunaan anggaran, sudah sesuai dengan Peraturan Menteri Dalam Negeri (Mendagri). “Kita tidak bisa alokasikan melebihi yang diatur Permendagri,” jelas Marzalita, Jumat pekan lalu.***
MODUS ACEH
8
HUKUM
NO 45/TH XIV 6 - 12 MARET 2017
■ Mediasi Gagal
Pak Mayor Gugat PT Mifa Bersaudara
MODUS ACEH/Juli Saidi
Kuasa Hukum Supardi S, Ibrahim Marsian di depan Majelis Hakim PN Aceh Barat.
Sidang perdana gugatan Mayor TNI (Purn) Supardi S terhadap PT Mifa Bersaudara, dipimpin Ketua Majelis Hakim Pengadilan Negeri (PN) Meulaboh Muhammad Tair (ketua), dampingi T. Latiful, Muhammad Al Kudri (anggota) serta panitera Hasbi, Rabu pekan lalu. Juli Saidi abar itu ada batasnya. Mungkin, prinsip itulah yang dialami Supardi S. Maklum, setelah proses mediasi antara dirinya dengan PT Mifa Bersaudara gagal terlaksana. Mayor purnawirawan TNI-AD ini, akhirnya melangkah ke pengadilan. Ini terkait lahan kebun karetnya yang dikuasai PT Mifa Bersaudara. Melalui Ibrahim Masrian, SH, kuasa hukumnya, Supardi tak hanya menggugat perusahaan itu, tapi juga Ilatung (73), asal
S
Desa Kuta Padang, Kecamatan Suka Makmue, Kabupaten Nagan Raya. Dia merupakan orang kepercayaan Supardi S untuk menjaga lahan perkebunan karet di Desa Sumber Batu, Kecamatan Meureubo, Aceh Barat. Tergugat dua Direktur PT. Mifa Bersaudara, yang kini sedang menggarap batu bara di Aceh Barat. Dan, tergugat tiga Camat Meureubo, selaku pejabat pembuat akta tanah (PPAT), untuk wilayah Kecamatan Meureubo. Terakhir, yaitu tergugat IV Kepala Desa Balee, Ke-
camatan Meureubo. Nah, Rabu pekan lalu berlangsung sidang perdana di Pengadilan Negeri (PN) Meulaboh, Jalan Dr. Sutomo dengan agenda pembacaan berkas gugatan. “Hari ini agendanya membaca gugatan yang diajukan penggugat karena proses mediasi gagal dilakukan,” kata Ketua Majelis Hakim PN Meulaboh Muhammad Tair. Munculnya gugatan ini, karena Ilatung sebagai tergugat satu, diduga telah menjual tanah milik Supardi S pada PT. Mifa Bersaudara tahun 2012 silam. Berdasarkan berita acara gugatan, ada empat kali proses jual-beli yang dilakukan Ilatung pada PT. Mifa Bersaudara. Pertama, 30 Maret 2012. Penjualan awal seluas 21.966 m2 dengan nilai Rp 17 juta lebih. Kedua, 2 Agustus 2012, luas tanah 18.530 m2 dengan harga Rp 18 juta lebih dan ketiga, 14 Agustus 2012 dengan luas tanah
42.179 m2 seharga Rp 50 juta lebih, terakhir pada tanggal yang sama seluas 44.232 m2 dengan harga 53 juta lebih. Menurut penggugat akibat penjualan yang dilakukan Ilatung pada perusahaan pengambilan batu bara tadi, Supardi S mengaku telah dirugikan Rp 7, 3 miliar lebih. Karena berbagai tanaman, terutama karet tidak dapat dimanfaatkan lagi, itu sebabnya, harga tanaman saja yang dirinci Supardi S, mencapai Rp 5 miliar lebih. Lepas dari gugatan Supardi, nama PT Mifa Bersaudara memang tidak asing bagi warga dan Pemerintah Aceh Barat, terutama soal lingkungan tak bisa dianggap temeh. Termasuk dampak yang ditimbulkan. Ini terkait dengan operasional perusahaan tambang yang mengunakan kandungan kimia sehingga mencemari lingkungan. Bukan tak mungkin, suatu hari nanti, warga
sekitar tambang akan menerima akibat yang cukup parah. Jika sudah begini, maka sulit untuk mencari siapa yang bertanggungjawab. Itu sebabnya, langkah preventif (pencegahan) mesti dikedepankan. Apalagi, jejak limbah PT Mifa Bersaudara memang sudah kadung muncul ke permukaan. PT Mifa Bersaudara adalah sebuah perusahaan yang bergerak di sektor tambang, khususnya batu bara. Perusahaan ini beroperasi di Kecamatan Meureubo, Aceh Barat dengan sekitar enam desa masuk dalam lokasi Ring I, Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP). Sesuai Undang-Undang Perseroan Terbatas, perusahaan yang bergerak di sektor sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan. Perusahaan yang tak melaksanakannya bakal mendapat sanksi sesuai peraturan perundangundangan.***
MODUS ACEH
HUKUM
NO 45/TH XIV 6 - 12 MARET 2017
Antara Limbah dan Dana CSR
9 Sinar Harapan
PT Mifa Bersaudara berada di Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP). Bukan sekali atau dua warga di sana mengeluh akibat dampak lingkungan yang diduga berasal dari perusahaan batu bara itu. Sebaliknya, sudah berulang-ulang warga sekitar tambang PT Mifa Berusaudara mengeluh. Tak hanya soal pencemaran, tapi juga tentang tanggung jawab sosial perusahaan. Tapi para pengambil kebijakan di sana tetap ramah pada perusahaan tersebut. Juli Saidi
tatus terbaik agaknya tak sejalan dengan kondisi di lapangan. Pengakuan Keuchik Gampong Bale saat itu, Malek Ridwan, menunjukkan realisasi dana CSR PT Mifa Bersaudara 2015, tak sepenuhnya menyentuh masyarakat sekitar tambang, khususnya wilayah Ring I. Menurut Malek, manajemen perusahaan mengaku mengalami devisit dana, sehingga tak mengalokasikannya pada 2015 untuk Gampong Bale. “Makanya, kami heran. PT Mifa diumumkan mendapat predikat CSR terbaik dari Pemerintah Daerah Aceh Barat,” kata Malek saat bincang-bincang dengan MODUS ACEH, Senin, 4 April 2016. Diungkapkan Malek, dengan penghargaan terbaik, sejatinya menandakan PT Mifa sudah optimal merealisasikan dana CSR. Dan, sesuai peraturan perundang-undangan, kata Malek, pengembangan dan pemberdayaan masyarakat diprioritaskan untuk masyarakat di sekitar Wilayah Izin Usaha Pertambangan yang terkena dampak langsung akibat aktivitas pertambangan. Karena itu, wajar jika operasional tambang PT Mifa Bersaudara dikaji dan dievaluasi lebih teliti. Pemerintah daerah tak cukup hanya menerima dan setuju dengan laporan di atas kertas. Bukankah kita memiliki Penyidik Pegawai Negeri Sipil (PPNS) yang bisa difungsikan untuk mengungkap kebenaran dari keluhan warga. Dari sana, setidakn-
S
ya publik bisa mendapat informasi apakah manajemen limbah PT Mifa Bersaudara sudah dijalankan dengan benar. Ini sejalan dengan prestasi tingkat nasional yang diraih Pemerintah Aceh Barat 2016 lalu. Kabupaten ini berhasil meraih penghargaan dalam ajang Anugerah Inovasi Pelayanan Publik Nasional 2016. Aceh Barat menggondol predikat terbaik kedua tingkat kabupaten karena keberhasilan inovasinya mengkoordinir dana Coorporate Social Responsibility (CSR) dengan total komitmen Rp 22 miliar pada 2015. “Ada 14 perusahaan yang menandatangani MoU dengan Pemerintah Kabupaten Aceh Barat,” kata Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Aceh Barat, Teuku Ahmad Dadek, pada media ini, Sabtu, 2 April 2016 lalu. Dan jika ada yang patut diapreasiasi, PT Mifa Bersaudara boleh dikatakan sebagai perusahaan yang paling berhak mendapatkannya. Sebab, perusahaan ini tercatat sebagai yang terbaik dalam merealisasikan dana CSR-nya tahun 2015 yakni Rp 1,56 miliar atau 96 persen dari total komitmen perusahaan. Menurut Dadek ketika itu, dari total keseluruhan komitmen dana CSR Rp 22 miliar, yang terealisasi sekitar 64 persen saja. “Dan PT Mifa yang paling optimal realisasinya dari 14 perusahaan,” kata Dadek. Itu sebabnya, PT Mifa diganjar sebagai yang terbaik dari total 14 perusahaan yang berkomitmen merealisasikan
dana CSR 2015. Kata Dadek, inovasi ini dilakukan Pemkab Aceh Barat tak sebatas membangun komitmen alokasi dana CSR, tapi juga menyangkut dengan realisasinya. “Jadi, soal program penggunaan dananya juga dibahas bersama pemkab,” katanya. Hasil monitoring dan evaluasi yang dilakukan tim pemerintah daerah, kata Dadek, menunjukkan realisasi CSR PT Mifa sangat baik. “Tak hanya untuk pengembangan ekonomi masyarakat, tapi juga untuk program community development; pendidikan, pelatihan, dan peningkatan kapasitas SDM. Ada banyak yang mereka buat,” ujar Dadek. “Faktanya, pada 2015, dana CSR Mifa tak menyentuh warga Gampong Bale. Padahal, yang terkena dampak langsung itu adalah enam gampong dalam Ring I, termasuk Gampong Bale,” katanya. Malek mencontohkan dampak yang dialami para petani di desanya yang terkena paparan limbah PT Mifa Bersaudara. “Kami mengalami gatal-gatal lantaran aliran air di sawah kami terkontaminasi limbah PT Mifa,” katanya. Di penghujung Maret hingga awal April 2016, misalnya, air di sistem pengairan sawah desa mereka berubah warna menjadi hitam. “Setelah ada reaksi dari warga, mereka (PT Mifa) seperti menghentikan pembuangan limbahnya. Dibantu dengan turunnya hujan, maka air kembali berwarna kecoklatan seperti bi-
asa,” kata Malek. Menurut Malek, pihaknya telah melaporkan hal tersebut ke camat Meureubo. “Camat mengaku telah mengontak Dinas Pertambangan dan pihak dinas sudah mengontak PT Mifa. Katanya perusahaan berjanji akan menindaklanjuti keluhan warga itu,” katanya. Reaksi tentang pencemaran ini bukanlah yang pertama terjadi. Pertengahan 2015 lalu, warga dari enam desa bahkan sempat mengadu ihwal pencemaran lingkungan itu ke Mapolres Aceh Barat. Operasional PT Mifa dianggap lebih banyak mudharatnya ketimbang manfaat yang didapat. Seiring perjalanan waktu, berangsur-angsur protes itu meredup. Tapi, warga tetap merasakan dampak dari perubahan lingkungan. “Kalau kita yang sudah dewasa mungkin paham saat sungai (kanal) sedang terpapar limbah. Tapi, sayang bagi anak-anak. Mereka tidak paham dan biasanya langsung menggunakan air, seperti untuk mandi. Akibatnya mereka gatal-gatal,” ulas Jamaluddin, saat ditemui media ini di kawasan persawahan, Gampong Bale, Senin, 4 April 2016. Saat itu, Jamal hendak beranjak dari sawahnya ketika MODUS ACEH mengajaknya untuk bincang-bincang sejenak. Menurut Jamal, air yang mengalir di kanal tersebut biasanya digunakan untuk mengairi puluhan hektar lahan persawahan di desa tersebut. Selain itu, air juga digunakan petani untuk membersihkan diri usai be-
raktivitas. “Sepanjang pekan lalu, air berubah warna menjadi hitam. Baru dua hari belakangan setelah hujan, air kembali coklat,” katanya. Kanal itu memang mengarah langsung ke lokasi produksi PT Mifa. “Jaraknya hanya sekitar satu kilometer,” katanya. Itulah sebabnya, Jamal menyakini, perubahan warna air tersebut akibat kontaminasi limbah dari perusahan batu bara itu. Keuchik Gampong Bale Malek juga menduga PT Mifa membuang limbahnya langsung ke kanal tersebut. “Kami menjadi ragu, apakah kolam limbah mereka itu berfungsi atau tidak,” katanya. Malek menukilkan, kontaminasi limbah PT Mifa tersebut bukanlah yang pertama. “Ini sudah terjadi berulang-ulang. Dan saat ada reaksi warga, mereka menghentikan sementara pembuangan limbahnya. Setelah itu, akan terjadi lagi,” katanya. Malek berharap Badan Lingkungan Hidup Aceh Barat dapat mengkaji ulang izin Analisa Mengenai Dampak Lingkungan milik PT Mifa Bersaudara. “Jangan asal memberikan izin, tapi tanpa evaluasi dan pengawasan,” katanya. Komentar lebih pedas muncul dari Anggota DPRK Aceh Barat dari Fraksi Partai Aceh, Banta Lidan. Banta menilai PT Mifa Bersaudara tak memiliki itikat baik, terutama dalam manajemen limbah pertambangannya. Ini disampaikan Tgk Lidan saat ditemui media ini di Gampong Bale, Senin 4 April 2016. Menurut Lidan, ada bebera
10
MODUS ACEH
HUKUM
NO 45/TH XIV 6 - 12 MARET 2017
pa indikator yang menunjukkan PT Mifa memang tak serius mengelola limbahnya secara sehat. “Pertama, pencemaran sungai ini sudah terjadi berulang-ulang. Ini menguatkan dugaan bahwa ada yang tidak beres dengan sistem pengelolaan limbah mereka,” kata Banta Lidan. Selain itu, kata Banta, realisasi dana Cooporate Social Responsibilty (CSR) PT Mifa juga tak sepenuhnya menyentuh warga sekitar tambang. “Pada 2015, mereka bahkan tak berkontribusi terhadap daerah Ring I, seperti Gampong Bale,” kata Banta. Disampaikan Banta Lidan, Undang-Undang Perseroan Terbatas jelas menegaskan, perusahaan yang bergerak di sektor sumber daya alam wajib melaksanakan tanggung jawab sosial dan lingkungan atau yang biasa disebut dengan CSR. Faktanya, kata Lidan, Mifa terkesan mengabaikan amanah undang-undang itu. Lidan juga mengaku heran dengan pemerintah daerah setempat yang terkesan sangat ramah terhadap dampak negatif dari aktivitas PT Mifa Bersaudara. Menurut Lidan, seharusnya instansi lingkungan hidup Aceh Barat mesti proaktif melakukan monitoring dan evaluasi terhadap manajemen pengelolaan limbah perusahaan itu. “Saat ini, mungkin masyarakat belum merasakan dampak signifikan. Tapi, ini menyangkut kandungan kimia dalam limbah. Seperti yang sering kita dengar, dampaknya di masa mendatang sangat menakutkan. Ini artinya implikasinya akan dirasakan anak cucu kita nanti,” kata Lidan. Hingga saat ini manajemen PT Mifa belum memberikan konfirmasi ihwal ini. Permintaan konfirmasi yang dilayangkan MODUS ACEH saat itu sampai kini belum berbalas. Tapi, pejabat Humas PT Mifa, Rahmad saat itu mengatakan, mekanisme konfirmasi lazimnya dilakukan lewat surat elektronik. “Baik, nanti saya kirimkan emailnya,” kata Rahmad, Selasa, 5 April 2016. Sayang, daftar pertanyaan yang dilayangkan, juga tak berbalas. Dampak negatif dari aktivitas pertambangan PT Mifa Bersaudara ini juga disampaikan Koordinator Forum Solidaritas untuk Kemanusiaan Orian Saputra. Dalam rilisnya yang diterima media ini, Selasa, 5 April 2016, Orian mengatakan, pemerintah daerah sudah sepatutnya melakukan evaluasi menyeluruh terhadap izin dampak lingkungan PT Mifa. “Jika pemerintah
RRI
daerah memihak pada rakyat, ini harus ditindaklanjuti secara konkret,” katanya. Reaksi warga ini ternyata memancing Wakil Ketua DPRK Aceh Barat ketika itu, Haji Kamaruddin. Dia meninjau langsung lokasi kolam limbah PT Mifa Bersaudara, Rabu, 6 April 2016. Kepada MODUS ACEH, Kamaruddin mengatakan, pihaknya belum bisa menyimpulkan apakah benar terjadi pencemaran lingkungan. “Namun, kami sudah mengambil sampel air langsung dari kolam limbah,” kata Kamaruddin, saat dihubungi media ini, Kamis, 7 April 2016. Selanjutnya, kata Kamaruddin, sampel itu akan diserahkan pada Badan Lingkungan Hidup Aceh Barat untuk diteliti. Namun, berbeda dengan pengakuan warga, Kamaruddin mengatakan, hasil pantauan di lokasi tak menunjukkan adanya indikasi pencemaran. “Kami melihat biota air di kolam limbah, seperti udang dan ikan masih dalam keadaan hidup,” katanya. Menurut Kamaruddin, dia juga mempertanyakan pada manajemen PT Mifa tentang realisasi dana CSR—seperti yang diakui warga—tak sepenuhnya menyentuh masyarakat yang berada di Ring I wilayah operasi tambang. Kamaruddin mengatakan, sesuai pengakuan PT Mifa, pada 2015 dari total realisasi CSR senilai Rp 1,5 miliar. Wilayah Ring I memperoleh alokasi yang paling besar yakni mencapai 70 persen. “Total CSR itu memang relatif menurun jika dibanding tahun-tahun sebelumnya,” papar Kamaruddin. Kamaruddin sepertinya sangat memahami kondisi PT Mifa Bersaudara. Menurut dia, Mifa sedang dihadapkan dengan per-
soalan bisnis perusahaan. Ini menyangkut harga batu bara di pasar dunia yang terus anjlok. “Kami mendapat satu salinan laporan operasional produksi mereka, termasuk laporan realisasi CSR,” katanya. Lesunya pasar batu bara dunia, kata Kamaruddin, berkaitan erat dengan jumlah produksi perusahaan. “Sehingga, berpengaruh juga pada pengalokasian dana CSR. Pada 2016, CSR Mifa diproyeksikan akan turun lagi karena mereka kembali menekan jumlah produksinya,” jelas Kamaruddin. Itu sebabnya, Kamaruddin mengharapkan agar masingmasing pihak tak cepat terbakar isu yang berkembang. Jika ada persoalan, kata Kamaruddin, selayaknya diselesaikan dengan cara-cara bermusyawarah. “Kita juga harus maklumi kondisi perusahaan yang memang dalam kondisi memprihatinkan,” katanya. Apakah sempat menemui warga? Kamaruddin mengatakan kunjungannya hanya ke PT Mifa Bersaudara. “Saat itu, sudah sore,” kata Ketua DPD II Partai Golkar Aceh Barat ini. Pernyataan calon Wakil Bupati Aceh Barat pada Pilkada 2017 ini mendapat reaksi dari Ketua Forum Solidaritas untuk Kemanusiaan, Orian Saputra. “Kami mengapresiasi langkah Wakil Ketua DPRK Haji Kamaruddin yang turun langsung untuk menindaklanjuti keluhan masyarakat. Tapi, kami menyimak hasil kunjungannya yang menyatakaan belum terlihat adanya indikasi pencemaran, sebagai pernyataan yang mencederai hati rakyat,” kata Orian pada pada media ini, Jumat pekan lalu. Menurut Orian ketika itu,
pernyataan Kamaruddin tersebut dapat ditafsirkan sebagai bentuk pembelaan terhadap investor. “Kita bukan tidak mendukung investasi karena itu dapat memajukan ekonomi negara. Tapi, jika diduga sudah mengabaikan hakhak rakyat, ini artinya sudah tidak sesuai dengan semangat dan tujuan perekonomian nasional. Menurut Orian, perekonomian nasional harus dijalankan dengan prinsip kebersamaan, berkeadilan dan berwawasan lingkungan. “Faktanya, kita berulang-ulang mendengar keluhan warga, tak hanya soal lingkungan, tapi juga soal perekonomian,” katanya. Disampaikan Orian, langkah Kamaruddin mengambil sampel air dari kolam limbah PT Mifa juga sudah sangat tepat. Namun, pihaknya juga mendorong agar pemerintah daerah menurunkan tim untuk menyelidiki dan mencari kebenaran ihwal keluhan warga itu. “Bukankah kita memiliki Penyidik Pegawai Negeri Sipil,” katanya. Diungkapkan Orian, dari pengakuan masyarakat, ada indikasi perusahaan memberikan laporan tidak benar, baik itu menyangkut total produksi, pengelolaan limbah maupun realisasi CSR. Menurut Orian, sejauh ini PT Mifa Bersaudara sering mengatakan bahwa mereka terus menekan volume produksinya lantaran menurunnya harga batu bara di pasar dunia. “Nah, sejauh apa tingkat kebenarannya, apakah ini hanya untuk menekan alokasi CSR?” katanya. Khusus untuk realisasi CSR PT Mifa Bersaudara, media ini sempat mendapat data yang diteruskan Kepala Badan Perencanaan dan Pembangunan (Bap-
peda) Aceh Barat, Teuku Ahmad Dadek, Kamis, 7 April 2016. Data itu menunjukkan untuk apa dan siapa saja penerima manfaat dari program CSR PT Mifa Bersaudara. Sedikitnya program CSR diperuntukkan untuk lima pilar utama, yaitu kesehatan masyarakat, pendidikan dan pelatihan, keagamaan dan pelestarian budaya lokal, pembangunan sarana dan prasarana, pengelolaan sumber daya berbasis lahan, kemitraan usaha mikro kecil dan menengah (UMKM) dan kewirausahaan, serta pelestarian lingkungan dan keanekaragaman hayati. Untuk kesehatan, misalnya PT Mifa mengalokasikan dana Rp 22 juta pada 2015 untuk program pengobatan keliling di enam gampong dalam Wilayah Izin Usaha Pertambangan (WIUP) atau daerah Ring I, masing-masing Gampong Bale, Reuduep, Buloh, Sumber Batu, Bukit Jaya dan Peunaga Cot Ujong. Untuk pilar keagamaan dan pelestarian budaya lokal, PT Mifa Bersaudara merealisasikan total senilai dana Rp 109 juta, antara lain senilai Rp 23 juta untuk partisipasi kegiatan Maulid Nabi di 28 gampong Ring I, lintasan dan Ring III. Senilai Rp 23,1 juta untuk honor fasilitator agama (tengku gampong) di enam desa dalam wilayah ring I. Senilai Rp 10 juta untuk membeli solar alat berat milik Makorem Teuku Umar guna penggalian parit di Gampong Buloh. Untuk pilar pendidikan dan pelatihan, PT Mifa merealisasikan senilai Rp 457 juta lebih, untuk beasiswa 38 murid SMA dan SMP dari enam gampong dalam Ring I. Untuk program pembangunan sarana dan prasarana, Mifa merealisasikan dana senilai Rp 424 juta lebih, antara lain untuk pembangunan lapangan sepak bola dan pembersihan sungai. Perusahaan ini juga merealisasikan senilai Rp 122 juta untuk program sumber daya berbasis lahan. Senilai Rp 12,9 juta untuk kemitraan UMKM dan kewirausahaan, serta senilai Rp 4,8 juta untuk pelestarian lingkungan. Dari total RP 1,56 miliar realisasi CSR 2015, PT Mifa mengklaim senilai Rp 1,1 miliar di antaranya diperuntukkan bagi kawasan ring I, pelabuhan dan kawasan lintasan. Sedangkan program yang tidak terkait secara langsung kemanfaatannya terhadap warga Ring I senilai Rp 234 juta.***
MODUS ACEH
HUKUM
NO 45/TH XIV 6 - 12 MARET 2017
11
■ Sidang Kedua Nanda Feriana
Penasehat Hukum Tolak Esepsi JPU MODUS ACEH/Khairul Anwar
Sidang kedua Nanda Feriana berujung panas. Penasihat hukum terdakwa Yusuf Ismail Pase dan rekan, menolak dakwaan Jaksa Penuntut Umum. Khairul Anwar Koresponden Aceh Utara
“
Seharusnya surat dakwaan disusun secara kumulatif karena Pasal 27 ayat (3) UU ITE tidak dapat dipisahkan dari norma hukum pokok dalam Pasal 310 KUHP. Ini juga yang menjadi salah satu pertimbangan Mahkamah Konstitusi dalam putusan perkara No. 50/PUU-VI/2008 atas judicial review pasal 27 ayat (3) UU ITE terhadap UUD 1945,” begitu kata T. Fakhrijal Dani, kuasa hukum Nanda Feriana. Pendapat itu disampai Fakhrijal dari Kantor Advokat Yusuf Ismail Pase dan Rekan pada sidang kedua dengan terdakwa Nanda Feriana di Pengadilan Negeri (PN) Lhokseumawe, Kamis pekan lalu. Itu sebabnya, kuasa hukum Nanda Feriana menolak esepsi Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Lhokseumawe. Selain itu, dakwaan JPU juga di kabur. Sidang kedua Nanda dipimpin Majelis Hakim H.M Yusuf (ketua), Muhammad Kasim, Mukhtari (anggota), sementara JPU Kejari Lhokseumawe Muhajir SH. Fakhrijal menyebutkan, dakwaan JPU dalam menyusun surat dakwaan telah menjerat terdakwa Nanda Feriana dengan dakwaan alternatif yaitu dakwaan kesatu melanggar Pasal 27 ayat (3) Jo. Pasal 45 ayat (3) UU ITE atau melanggar Pasal 310 ayat (1) dan (2). Menurutnya, surat dakwaan tersebut, tidak cermat dan haruslah dibatalkan, karena JPU telah mendakwa terdakwa melakukan tindak pidana pencemaran nama baik dengan media elektronik. Fakhrijal menguraikan, dakwaan disusun secara alternatif, meskipun dakwaan terdiri dari beberapa lapisan, maka JPU hanya akan membuktikan satu
dakwaan saja tanpa harus memperhatikan urutannya atau lapisan sebagai bukti. Tentu kata Fakhrijal, pada Pasal 27 Ayat (3) jo 45 Ayat (3) UU ITE sebagai lex specialis dari Pasal 310 KUHP. Untuk terbukti adanya penghinaan menurut Pasal 27 Ayat (3) jo 45 Ayat (3) UU ITE, terlebih dulu harus terbukti adanya pencemaran dalam Pasal 310 KUHP sebagai lex generalis pencemaran. Ditambah satu lagi unsur khususnya yaitu, terbukti pula pencemaran nama baik tersebut dengan menggunakan sarana elektronik. Nah, undang-undang ITE tidak terdapat pengertian tentang pencemaran nama baik, sehingga sudah seharusnya merujuk Pasal 310 ayat (1) KUHP, yang menjelaskan maksud pencemaran nama baik yaitu sebagai perbuatan menyerang kehormatan atau nama baik seseorang dengan menuduhkan sesuatu hal yang maksudnya terang supaya hal itu diketahui umum. “Sebab itu, demi kepastian hukum dan rasa keadilan hukum bagi terdakwa Nanda Feriana Binti Hamdani, maka kami mohon kepada Majelis Hakim yang memeriksa dan mengadili perkara a quo untuk membatalkan demi hukum dakwaan Jaksa Penuntut Umum terhadap terdakwa dan membebaskan terdakwa dari segala dakwaan JPU,” urainya Selain itu dalam Qanun Nomor 9 Tahun 2008 tersebut
jelaskan bahwa yang termasuk sengketa/perselisihan adat dan adat istiadat, salah satunya adalah pelecehan, fitnah, hasut, dan pencemaran nama baik, sebagaimana diuraikan dalam Pasal 13 ayat (1) huruf o Qanun
T. Fakhrijal Dani
Aceh Nomor 9 Tahun 2008 Tentang Pembinaan Kehidupan Adat dan Adat Istiadat. “Lebih lanjut qanun tersebut juga memerintahkan agar aparat penegak hukum memberikan kesempatan agar sengketa atau perselisihan diselesaikan terlebih dahulu secara adat di gampong atau nama lain (Pasal 13 ayat (3) Qanun dimaksud),” tegas Fakhrijal. Sekedar mengulang, kisah ini berawal pada tanggal 27 September 2016 lalu. Nanda Feriana menulis curahan hatinya (curhat) di media sosial (medsos) facebook. Isi curhat itu ditujukan pada Dwi Fitri, seorang dosen Unimal lulus German. Nanda kesal karena dia gagal menjalani yudisium dan ditolak Dwi Fitri.
Dalam surat curhat itu, Nanda Feriana menulis lebar tentang baju baru yang sudah digantung pada sangkutan untuk persiapan yudisium. Namun semua kebahagian itu buyar. Kesedihan melanda, karena sikap seorang dosen yang oleh Nanda dianggap tidak punya hati. Sang dosen Dwi Fitri tak berkenan dan melaporkan curhat Nanda pada aparat penegak hukum, Polres Lhokseumawe. Tentu, setelah proses mediasi dan tuntutan agar Nanda meminta maaf secara terbuka pada salah satu media cetak pers lokal, tidak terlaksana. Nah, sesuai berkas acara pemeriksaan (BAP) polisi berdasarkan keterangan saksi ahli bahasa dari Universitas Malikussaleh Aceh Utara. Pernyataan tersebut dapat dikategorikan sebagai perbuatan menghina atau merendahkan harkat martabat seseorang. Itu sebabkan perbuatan tersebut dipublikasikan ke masyarakat umum. Itulah yang disebut sebagai perbuatan pencemaran nama baik. Karena yang dimaksud menghina seseorang dengan tuduhan itu akan tersiar diketahui orang banyak. Saksi korban Dwi Fitri merasa sangat malu karena integritasnya sebagai dosen tercemar, marwah keluarga dan Korp Alumni Lulusan German juga ikut tercemar. Lalu, saksi korban Dewi Fitri diberitahukan masalah ini pada Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Malikussaleh Aceh Ut-
ara, yakni M. Akmal, S.Sos , MA, tentang tulisan yang di upload melalui akun facebook milik terdakwa Nanda Feriana. Selanjutnya saksi Dewi Fitri langsung membuka facebook milik saksi Dwi Fitri dan mencari akun facebook milik Nanda Feriana melalui smartphone merk Huawei P8 Lite. Berdasarkan keterangan ahli Dahlan Abdullah, ST., M. Kom, dari Universitas Malikussaleh Lhokseumawe, facebook adalah sebuah layanan jejaring sosial yang diluncurkan pada bulan Februari 2004. Pada September 2012, facebook memiliki lebih dari satu miliar pengguna aktif. Pengguna facebook dapat membuat sebuah tulisan (status) atau posting gambar di beranda pada pengguna dan bertukar pesan yang dapat dilihat oleh semua pengguna facebook. Untuk mempertanggung jawab perbuatan terdakwa Nanda Feriana dijerat dengan Pasal 27 ayat (3) Jo Pasal 45 Ayat (3) Undang Undang Republik Indonesia Nomor 19 Tahun 2016 tentang Perubahan atas Undang Undang 11 Tahun 2008 Tentang Informasi dan Transaksi elektronik (ITE). Tim JPU Kejari Lhokseumawe dalam persidangan menegaskan, JPU akan pikir terkait eksepsi yang diajukan penasehat hukum terdakwa Nanda Feriana. “Kita lihat nanti pada putusan sela, hasil musyawarah majelis hakim,” tegasnya.***
12
MODUS ACEH
Nasional
NO 45/TH XIV 6 - 12 MARET 2017
Raja Salman Mengenang Jasa Soekarno merdeka
Presiden Joko Widodo kemudian menyambut langsung kedatangan Raja Salman dengan Karpet merah di depan tangga khusus yang disiapkan untuk Raja Salman. Muhammad Saleh|dbs esawat yang membawa Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz al-Saud dengan mulus mendarat di Bandara Halim Perdanakusuma, Jakarta, sekitar pukul 12.40 WIB, Rabu pekan lalu. Protokoler dari Arab Saudi dan Indonesia tampak begitu bersiap menyambut di depan pintu pesawat. Selanjutnya, Raja Salman akan langsung menuju Istana Bogor. Serangkaian acara sudah disiapkan, dari pertemuan bilateral, penandatanganan MoU, hingga penanaman pohon. Ini sejarah baru, bagi kedua pemimpin negara tersebut, sekaligus membuka kembali kenangan ketika Presiden Soekarno bertemu dengan Raja Saud bin Abdulaziz Al Saud. Keduanya bertemu di Wina, Austria pada 4 Juni 1963, 54 tahun silam. Genggaman tangan antara Soekarno dengan Raja Saud begitu kuat dan gagah. Pertemuan antara Soekarno dan Raja Saud bukanlah yang pertama. Keduanya bertemu saat Soekarno menunaikan ibadah haji di tanah suci pada 1955 silam. Pihak kerajaan Saudi memfasilitasi Soekarno yang tengah menunaikan Rukun Islam ke-5 dengan mobil Chrysler Crown Imperial. Begitupun dengan Soekarno yang memberikan hadiah berupa bibit pohon mimba untuk ditanam di Arafah. Bibit yang
P
kini telah tumbuh menjadi pohon tersebut dikenal dengan Pohon Soekarno. Nostalgia pertemuan Soekarno dengan Raja Saud pun dibawa saat Raja Salman berkunjung ke Indonesia. Ia begitu terkesan dengan sosok Soekarno. Ketika bertemu Jokowi, Raja Salman menanyakan keberadaan cucu Soekarno. “Saat baru tiba dan disambut Presiden Jokowi, Raja Salman menanyakan keberadaan cucu Soekarno. ‘Mana cucu Soekarno?’ tanya Raja Salman pada Presiden Jokowi,” kata Kepala Biro Pers, Media, dan Informasi Sekretariat Presiden Bey Machmudin, Rabu pekan lalu. Jokowi langsung memanggil Menko Pembangunan Manusia dan Kebudayaan Puan Maharani, yang merupakan cucu dari Soekarno. Keduanya nampak dalam perbincangan dengan nuansa nostalgia akan kenangan di masa lalu. “Saya ingat sekali dengan Presiden Soekarno, selalu mengatakan ‘Saudara-saudara’. Ini yang saya ingat, di sini,” kata Raja Salman kepada Puan, seperti dikatakan oleh Bey. Kunjungan Raja Salman ke Indonesia menghasilkan 11 nota kesepahaman (MoU) untuk peningkatan hubungan kedua negara. Sebelas MoU yang diteken mencakup kerja sama hubungan luar negeri, kesehatan, kebudayaan, transportasi, perdaga-
ngan, keagamaan dan pendidikan. Selain dirinya, raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz al-Saud juga membawa sejumlah keluarga termasuk 15 pangeran. Mereka memilih Bali untuk berlibur. “Dari data yang saya terima, ada 15 pangeran,” kata Kepala Humas Angkasa Pura I Bandara Ngurah Rai, Arie Ahsanurrohim, di kantornya, Jl Raya Airport, Badung, Bali, Sabtu (4/3/ 2017). Dijadwalkan pesawat Raja Salman akan tiba sekitar pukul 17.45 Wita. Pihak bandara menyebut ada 39 penerbangan yang terdampak penundaan. “Rombongan Raja Salman ada 81 pax dan 31 aircrew dalam satu pesawat dan diparkir di Base Ops Lanud Ngurah Rai,” sebut Arie. Sementara itu, pesawat lainnya diketahui membawa kru dan staf kerajaan beserta logistik rombongan keluarga kerajaan. Pesawat dengan muatan logistik akan mendarat setelah pesawat Raja Salman tiba.”Lima pesawat kerajaan landing hari ini, dari pukul 13.45 hingga 20.50 Wita. Tadi pagi logistik, lalu 3 pesawat Raja, dan kemarin malam pukul 21.20 Wita itu 237 penumpang,” ujar Arie. Liburan Raja Salman tetap mendapatkan pengamanan ketat. Total ada 2.500 personel gabungan Polri dan TNI yang dikerahkan. Pengamanan akan dilakukan di ring 2 dan ring 3 lokasi Raja Salman dan rombongan kerajaan berlibur. Sedangkan ring 1 dilakukan oleh pengawal kerajaan dengan bantuan
Paspampres. Memang, kehadiran Raja Arab Saudi Salman bin Abdulaziz al-Saud memiliki kesan tersendiri bagi rakyat muslim Indonesia dan Imam Besar Masjid Istiqlal Nasaruddin Umar. Saat Raja Salman berkunjung ke Istiqlal misalnya, Nasaruddin mengenakan serban yang sama. “Saya pakai serban merah, kebetulan sama dengan beliau,” ujar Nasaruddin mengawali ceritanya saat berbincang dengan detikcom, Kamis (2/3/2017) malam. Kata Nasaruddin, dia berjalan mendampingi Raja Salman selama berkeliling Masjid Istiqlal. Termasuk saat naik lift. Dia berada pada sesi yang sama di dalam lift saat naik ke lantai dua. “Beliau bicara dengan bahasa Arab, katanya, ‘Ini sama dengan punya saya, beli di mana?’, lalu saya jawab, ‘Beli di Riyadh’. Kebetulan 3 minggu lalu saya ke Riyadh,” tutur Nasaruddin sambil menirukan perkataan Raja Salman. Raja Salman lalu mengangkat serban milik Nasaruddin yang diselempangkan di pundak. Dalam tradisi Arab memang serban dipakai di kepala.
Pertemuan Raja Salman dengan putri Soekarno, Megawati Soekarnoputri, dan Puan Maharani difasilitasi Presiden Jokowi di Istana Merdeka, Kamis (2/3/ 2017). Pertemuan tersebut berlangsung selama sekitar 15 menit, yang diakhiri dengan selfie Mega, Puan, bersama Jokowi dan Raja Salman, yang kemudian menjadi viral di media sosial. Seusai pertemuan itu, Puan Maharani, yang kini duduk sebagai Menko PMK, mengungkap cerita unik yang disampaikan Raja Salman. Yaitu tentang hubungan baik Raja Arab Saudi terdahulu dengan Soekarno. Seperti diwartakan detikcom. Puan berkisah bahwa dia belum mengetahui dengan jelas siapa Raja Arab Saudi yang pernah berkunjung ke Indonesia dan bertemu dengan kakeknya itu. Namun ia mengungkap kakeknya membuatkan ranjang untuk sang Raja Arab Saudi. “Jadi menceritakan bahwa waktu itu Raja Saudi ada yang bertemu dengan Bung Karno. Ini yang tadi kita bicara nggak tahu Raja Saudi yang mana, bahwa Raja Faisal atau Abdullah. Kemudian pada kesempatan itu raja yang mau datang ke Jakarta kare-
Nasaruddin lalu bercerita bahwa Raja Salman tampak kagum memandangi interior masjid Istiqlal. Dia terus memanjatkan ayat suci Alquran selama berkeliling. “Beliau kan hafal Alquran, jadi sepanjang berkeliling beliau berdoa,” kata Nasaruddin. Lantas, apa yang membuat Raja Salman begitu rindu ingin bertemu dengan anak dan cucu Presiden Soekarno? Ternyata memang ada sejarah kedekatan keluarga Soekarno dengan Raja Arab Saudi pendahulunya.
na tinggi besar sekali nggak ada tempat tidur yang cukup,” ungkap Puan. “Nah Bung Karno selaku arsitek membuat tempat tidur khusus untuk raja tersebut, (nama) rajanya lupa, sepanjang dua meter,” kata Puan. Ranjang itu pun kini disimpan di tempat yang aman. “Sekarang tempat tidur itu ada di Istana Bogor,” ujar Puan. Sampai kini Raja Arab Saudi yang dibuatkan ranjang oleh Soekarno itu masih misterius.***
Nasional
MODUS ACEH NO 45/TH XIV 6 - 12 MARET 2017
13
Pohon Soekarno, Padang Arafah Hijau kemenag.go
Setiap musim haji tiba, Padang Arafah dipadati jutaan jamaah. Di tengah teriknya sinar mentari yang menyengat hamparan tandus, terdapat tumbuhan unik bernama pohon Soekarno. Usai melaksanaan rukun haji, jutaan manusia dari berbagai dunia, memilih untuk beristirahat dan berteduh di bawah pohon yang banyak khasiat ini.
Muhammad Saleh
ersis pukul 15.00 waktu Arab Saudi, saya dan istri serta jamaah haji lainnya tiba Padang Arafah. Tanpa banyak bicara, kami langsung menuju ma’tab tempat beribadah dan bermalam (wukuf) pada musim haji 2016 lalu. Selanjutnya, ba’da shalat ashar, magrib dan isya berjamaah, kami pun larut dalam zikir dan doa. Sesekali, membuat kopi serta pop mie dengan air panas dari dapur umum yang berjarak hanya sepuluh meter dari ma’tab. Lalu, dilanjutkan dengan berdoa, zikir serta shalat sunat lainnya. Malam itu, nyaris perhatian saya tak tertuju pada apapun yang ada di sekitar ma’tab. Nah, baru esok hari, usai melaksanakan wukuf dan jelang matahari terbenam serta persiapan untuk meninggalkan Arafah menuju Mudhalifah, seorang jamaah berbisik pada saya; haji inilah yang disebut pohon Soekarno! Sejujurnya, saya kaget dan benar-benar luput dari perhatian. Sebab, sebelumnya saya hanya mengetahui ada pohon Seokarno dari bacaan di buku serta internet. Namun, Allah SWT telah memberikan kesempatan untuk saya dan istri, melihatnya secara langsung. “Pahit ya,” kata saya, sambil mengigit selembar daun. Selanjutnya, rekan sesama jamaah asal Surabaya itu pun berkisah tentang asal muasal pohon tersebut hingga akhirnya diberi nama pohon Soekarno. *** Padang Arafah memiliki luas sekitar 5,5 x 3,5 kilometer, dike-
P
lilingi bukit-bukit. Salah satun- gobati penyakit, pohon ini juga ya adalah Jabal Rahmah, yaitu sangat bertahan hidup di daerbukit tempat bertemunya Nabi ah tandus, bahkan dalam suhu Adam dan Siti Hawa setelah dip- udara yang panasnya ekstrem. isahkan kembali selama 300 Ada yang menyebut nama tahun dari surga. pohon Soekarno itu berjenis Jika bergerak dari Mekkah, Mindi. Maklum, pohon Mindi posisinya kurang lebih 26 kilo- dan Mimba memang berasal meter dari arah tenggara. Saya dari rumpun yang sejenis. Nah, dan jutaan jamaah haji dari ber- dari beberapa refrensi saya ketbagai belahan dunia, memang ahui bahwa, dulu ada dua suka berlindung di pohon Soekarno itu, untuk menghindari sinar matahari yang panas. Ya, Soekarno lah yang menggagas penghijauan di Padang Arafah. Konon, Soekarno pula yang memilihkan jenis tanaman, hingga menyiapkan sebuah tim penghijauan di Arafah. Gagasan Soekarno berhasil. Padang tandus dengan permukaan batu cadas nan gersang, berhasil dihijaukan. Begitu tulis Roso MODUS ACEH Daras dalam bukunya Soekarno, Sejarah yang Ter- gagasan besar Presiden Soekarcecer. Lantas, kenapa dinama- no di Arab Saudi yaitu, menankan pohon Soekarno? Semua am pohon di Arafah dan pemitu tak lepas dari penghargaan buatan tiga jalur tempat sa’i, laribangsa Arab kepada Presiden lari kecil bolak-balik tujuh kali Republik Indonesia pertama ini. dari Bukit Shafa ke Bukit MarRaja Fahd, ketika itu sangat ber- wah dan sebaliknya. Gagasan itu terima kasih dan mengabadikan rupanya direspons Pemerintah nama “pohon Soekarno” untuk Kerajaan Arab Saudi. Kini tempohon-pohon yang sekarang pat sa’i antara Bukit Safa dan menghijaukan areal di Arafah Marwa terbagi menjadi tiga jalur. tersebut. Jalur pertama adalah dari Di Indonesia, jenis pohon Bukit Safa ke Bukit Marwa. Kedyang ditanam di Arafah itu na- ua adalah dari Bukit Marwa ke manya pohon “Mimba”. Selain bukit Safa. Dan, jalur ketiga bedaunnya berkhasiat untuk men- rada di tengah-tengah antara
jalur pertama dan kedua yang diperuntukkan bagi orang-orang yang sudah uzur atau cacat fisik dengan menggunakan kursi roda. Setiap musim haji, di bawah pohon-pohon Soekarno itu dipasang tenda-tenda untuk penginapan sementara para jamaah. Tenda-tenda itu dipersiapkan menjelang wukuf yang dimulai pada 9 Dzulhijjah setelah shalat Zuhur. Puncak wukuf dipusatkan di Masjid Namirah yang terletak tepat di tengah-tengah Padang Arafah. Menariknya, di halaman Museum Kabah, atau di sekitar Masjid Aisyiah, Tan’im, dan di sepanjang jalan Kota Mekkah, pohon Soekarno dipangkas berbentuk bulat, meruncing, atau bentuk lain, sesuai selera. *** Pohon Soekarno sering disebut Mimba atau dalam bahasa latin Azadirachta indica A. juss, memiliki banyak sekali khasiat. Pohon berkayu ini dapat juga digunakan sebagai konstruksi bangunan, karena kualitas kayunya sebanding dengan kayu jati. Bahkan kayu pohon Mimba memiliki nilai jual tinggi di pasaran Internasional, komoditas ini termasuk ekspor. Namun, dibalik semua itu, daun dari tanaman ini memiliki banyak khasiat yang belum diketahui banyak orang. Daun Mimba memiliki manfaat yang luar biasa untuk kecantikan kulit dan pengobatan. Pohon Mimba tergolong
tanaman perdu yang ditemukan pertama kali di kawasan Hindustani, India. Kini, Mimba sudah tersebar seantero nusantara sejak abad ke 15. Pulau Jawa merupakan kawasan utama yang banyak ditumbuhi tanaman ini. Sebab, Mimba lebih suka tumbuh di daerah tropis dengan ketinggian sekitar 300 meter di atas permukaan air laut. Tumbuhan Mimba sering ditemukan di tepian jalan atau hutan yang tidak terlalu banyak semaknya. Dibandingkan dengan tanaman herbal lainnya, Mimba memang cenderung kalah populer di tengah masyarakat, namun tidak banyak yang tahu bahwa tanaman ini tergolong sebagai tanaman yang banyak memiliki kandungan manfaat untuk kesehatan. Jika dilihat sepintas, Mimba memang tidak berbeda dengan tanaman pagar yang lain. Karena itu, tidak mengherankan jika belum banyak orang yang tahu apalagi memanfaatkannya. Entah karena rasanya yang pahit sehingga daun Mimba memiliki khasiat untuk mengobati penyakit. Maklum, selain memiliki kandungan kimia juga terdapat senyawa-senyawa lain yang konon mampu menyembuhkan berbagai gangguan kesehatan. Tanaman Mimba memiliki daun dengan helaian memanjang berukuran antara 3-10 senti meter dan lebar 0,5 senti meter. Warna daunnya hijau muda dengan bagian tepi daun bergerigi kasar. Banyak manfaat yang bisa diperoleh dari tumbuhan Mimba. Misal, berkhasiat untuk membantu program keluarga berencana (KB), mengatasi diare, diabetes, mengobati masuk angin, pencuci luka, menurunkan panas, meredakan nyeri dan menyembuhkan hepatitis. Nah, jika Anda mendapat panggilan dari Allah SWT untuk melaksanakan ibadah haji, Insya Allah pasti akan bertemu dan melihat pohon Soekarno di Padang Arafah. Selain mengagumi karunia Allah, sebagai rakyat Indonesia kita pun wajib bangga telah memiliki Presiden Soekarno yang telah mengagas penanaman pohon Mimba di tanah suci, Arafah.***
14
MODUS ACEH
oPINI
NO 45/TH XIV 6 - 12 MARET 2017
Endemik DBD di Negeri Adipura Banda Aceh dr. Said Andy Saida, SpPD*
enurut data Plt Kandinkes Kota Banda Aceh dr. Warqah Helmi tentang Penderita Demam Berdarah Dengue (DBD) di Banda Aceh sejak Januari hingga Februari 2017 berjumlah 121 kasus. Rinciannya, pada januari 2017 ada 81 kasus dan bulan Februari 2017, 40 kasus. Data ini berbeda dengan jumlah kasus DBD pada tahun 2016 yang hanya memiliki 12 kasus, sehingga peningkatan data tersebut membuat kota Banda Aceh masuk kategori Kejadian Luar Biasa (KLB). Penyakit demam berdarah dengue, istilah kedokterannya Dengue Hemorrhagik Fever (DHF), adalah penyakit yang disebabkan oleh gigitan nyamuk Aedes Aegypti yang membawa virus dengue. Infeksi virus dengue inilah yang merupakan penyebab infeksi demam berdarah di mana terjadi kebocoran pembuluh darah yang dapat berakibat fatal bila tidak ditangani dengan cepat dan tepat. Umumnya penderita akan merasakan gejala demam mendadak tinggi 2-7 hari, sakit kepala, serta terasa nyeri pada otot, sendi, serta tulang. Pada hari ke 3 - 6 pada lengan, kaki dan menjalar ke seluruh tubuh, dapat terjadi pendarahan hidung, gusi, berak darah dan muntah darah, terjadi pembengkakan hati dan nyeri tekan, dan keadaan
M
lebih parah dapat terjadi syok. Inilah bahayanya penyakit demam berdarah karena kekebalan tubuh kita akan ikut berkurang Anomali iklim dan buruknya penanganan lingkungan menyebabkan kasus demam berdarah meluas di Banda Aceh. Iklim yang sulit diprediksi membuat hujan terus terjadi sepanjang tahun dan kucuran air dari langit inilah yang membuat genangan semakin banyak. Perilaku terhadap kebersihan lingkungan adalah respon seseorang terhadap lingkungan sebagai determinan kesehatan manusia. Belum hilang dari ingatan kita sebagai warga Kota Banda Aceh. Pada tanggal 22 Juli 2016 lalu, Wali Kota Banda Aceh, Hj Illiza Sa’aduddin Djamal SE hadir langsung ke Siak Provinsi Riau untuk menerima penghargaan Anugerah Adipura Kirana 2016 yang diserahkan Wakil Presiden Jusuf Kalla. Kemewahan hingga kemeriahan dipertontonkan ke masyarakat bahwa telah berhasilnya Kota Banda Aceh dinobatkan sebagai penerima Anugerah Adipura yang diperoleh secara beruntun kedelapan kalinya dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan pada tanggal 15 Juli 2016. Penghargaan ini, diberikan kepada kota atau kabupaten yang mampu mendorong pertumbuhan ekonomi melalui ‘Trade Tourism and Investment”
yang berbasis pengelolaan lingkungan hidup. Pada kesempatan itu Pemkot Banda Aceh memiliki harapan terhadap penghargan tersebut, agar dapat meningkatkan kepedulian masyarakat terhadap kebersihan kota, dan memotivasi masyarakat untuk mempertahankan piala tersebut pada tahun depan. Namun, saat ini warga Kota Adipura mulai ‘ketakutan’ mendengar serangan nyamuk yang kecil disebut Aedes Aegepty yang ‘sakti’, karena menjadi biang penyebab Demam Berdarah Dengue (DBD) dan wabahnya hampir sulit dicegah, bahkan sudah masuk kategori Kejadian Luar Biasa (KLB) sebagai daerah endemi. Buktinya, hanya perlu kurun waktu enam bulan, sejak Juli hingga Desember, nyamuk berkembang biak di air tergenang itu telah dilaporkan sebanyak 121 kasus yang tersebar dibeberapa kecematan seperti kecamatan baiturahman 13 kasus, Meuraxa 15 kasus, Syiah Kuala 15 kasus, Kuta Alam 11 kasus dan selebihnya kasus DBD terjadi dibeberapa kecamatan lainnya di Banda Aceh. Harapan serta cita – cita terhadap penghargaan piala adipura yang diraih Kota Banda, ternyata tidak sesuai dengan status KLB DBD kota ini. Piala Adipura sesungguhnya memang layak untuk Kota Banda Aceh, tetapi meraih penghargaan itu bukan
berarti menjamin akan kebersihan lingkungan. Pemko Banda Aceh perlu melakukan pembenahan dalam berbagai bidang yang berhubungan dengan kebersihan kota, tidak hanya menjadikan kebersihan lingkungan hanya untuk mendapatkan Piala Adipura. Karena itu, Pemko Banda Aceh jangan terjebak dengan kebanggaan semu terhadap Piala Adipura, sehingga program kesehatan lingkungan tidak mendapatkan perhatian secara khusus. Pemerintah kota sudah seharusnya menghubungkan upaya meraih Piala Adipura dengan kepentingan masyarakat dalam mendapatkan kesehatan lingkungan, sehingga dapat melakukan tindakan preventif dalam mencegah penyebaran wabah penyakit DBD Dinas Kesehatan Kota Banda Aceh harus memiliki program berkesinambungan untuk menekan kasus DBD. Hasil Akhir dari program dapat dinilai dengan melihat KLB DBD yang terjadi pada Bulan Januari - Februari 2017 masih tinggi dengan jumlah 121 kasus, dapat menjadi cerminan terhadap program yang dijalankan ternyata belum optimal dibandingkan tahun 2016 dengan kasus yang sangat sedikit. Idealnya kasus DBD dapat diminimalisasi bukan malah bertambah. Sebagai peringatan dan penyadaran bahwa wabah pen-
yakit perlu tindakan preventif dan keseriusan semua pihak dalam menanggulanginya. Jika Dinkes Kota Banda Aceh memiliki program yang jelas dalam upaya pencegahan dan penanganan DBD, maka di masa mendatang endemi DBD bisa diturunkan. Banyak pihak mempertanyakan peran masyarakat terhadap lingkungan yang dianggap masih rendah, namun indikator ini bertolak belakang dengan penghargaan 8 kali Piala Adipura. Penghargaan tersebut sudah membuktikan masyarakat sudah sadar dalam menjaga kebersihan lingkungan masing-masing. Itu sebabnya, diperlukan proaktif masyarakat untuk membersihkan rumah dan lingkungan harus di tingkatkan. Partisipasi masyarakat dapat diwujudkan dengan melaksanakan gerakan kebersihan dan kesehatan lingkungan secara gotong-royong serta memotivasi kepada masyarakat secara terus menerus terhadap keberadaan jentik nyamuk tersebut, sehingga butuh peran semua pihak dalam menyadarkan masyarakat bahwasanya “kebersihan itu adalah sebagian dari iman”, karena lingkungan yang bersih Insya Allah dapat mewujudkan kawasan sehat dan terbebas dari kasus demam berdarah dengue (DBD).*** *Dosen Fakultas Kedokteran Universitas Abulyatama Aceh. Bagian Ilmu Penyakit Dalam. Email:
[email protected].
MODUS ACEH
di balik berita
NO 45/TH XIV 6 - 12 MARET 2017
15
■ Setelah OTT
Operasi Redup Tetap Berlanjut lintasgayo
Sejak dilantik dan diresmikan Plt Gubernur Aceh Mayjen TNI (Purn) Soedarmo, 16 November 2016 lalu. Tim Satuan Tugas (Satgas) Sapu Bersih (Saber) Pungutan Liar (Pungli) Aceh terus melaksanakan tugas. Hasilnya, sejumlah praktik pungli berhasil di sikat. Sayang, operasi redup ini terkesan tanpa tindaklanjut? Muhammad Saleh| Kontributor Aceh Tengara
epandai-pandai tupai meloncat, sesekali pasti akan jatuh juga. Itulah nasib apes yang dialami AL, seorang oknum Pegawai Negeri Sipil (PNS) pada Dinas Kesehatan (Dinkes) Kabupaten Aceh Tenggara. Nah, Selasa siang, 28 Februari 2017 lalu, dibekuk polisi karena diduga melakukan pungutan liar alias pungli. Saat dijerat, dari tangan AL, polisi menyita barang bukti (BB) uang tunai Rp 119 juta. Penangkapan perempuan itu dilakukan oleh tim Polsek Babussalam, Polres Aceh Tenggara, Provinsi Aceh, setelah AL menerima uang dari bidan PTT yang hendak memperpanjang surat keputusan (SK) kontrak mereka. Kabid Humas Polda Aceh Kombes Goenawan mengatakan, AL melakukan pungutan liar terhadap 92 bidan PTT yang telah habis masa kontrak pada 2017. Untuk memuluskan pengurusan perpanjangan SK kontrak tadi, AL mematok tarif Rp 3 juta per orang. “Dari 92 bidan PTT yang akan menjadi sasarannya baru diterima sebanyak 40 orang dengan jumlah pungutan per orang Rp 3 juta,” ungkap Goenawan kepada media ini di Banda Aceh. Sementara 52 orang lagi, sebut Goenawan, belum sempat menyerahkan uang mereka. Saat dibekuk, polisi mengamankan sejumlah barang bukti berupa uang tunai Rp 119 juta, 92 berkas usulan perpanjangan SK kontrak bidan PTT Kabupaten Aceh Tenggara, satu unit laptop dan satu unit mobil Toyota Avanza. Usai ditangkap, AL diboyong ke Polres Aceh Tenggara untuk menjalani pemeriksaan. Polisi juga melakukan pemeriksaan terhadap saksi-saksi. “Saat ini dilakukan
S
pengembangan lebih lanjut terhadap kasus pungli tersebut,” jelas Goenawan. Sebelumnya, Tim Satuan Tugas (Satgas) Sapu Bersih (Saber) Pungutan Liar (Pungli) Aceh, Jumat (25/11/2016), juga berhasil menyergap oknum aparatur dari Dishub Banda Aceh dalam suatu operasi tangkap tangan (OTT) yang secara masif bergerak sejak tim itu disahkan Plt. Gubernur Aceh, Soedarmo. Oknum berinisial SHR dan tinggal di daerah Gampong Geucu Banda Raya itu, disergap Tim Satgas SABER sekitar pukul 17.00 WIB di sekitar jalan Mohammad Jam, Kota Banda Aceh. Ini berkat laporan masyarakat, bahwa SHR melakukan tindakan tidak terpuji dalam menjalankan tugasnya, yaitu pengutipan uang parkir yang tidak sesuai dengan ketentuan dan peruntukan. Setelah disergap, oknum Dishub itu kemudian digelandang ke Posko SABER Aceh, untuk dimintai keterangan. Dalam pemeriksaan oleh interiogator Tim SABER ketika itu, tersangka pungli SHR mengatakan jika aktifitas pengutipan parkir dia lakukan setiap hari di waktu sore. “Pengutipan saya lakukan terhadap set-
iap juru parkir yang ada di wilayah Kota Banda Aceh, dengan nominal setoran berkisar antara Rp 10 ribu sampai Rp 105 ribu. Tergantung dari pendapatan juru parkir di suatu lokasi,” ungkat SHR. Dari pengembangan keterangan SHR, muncul nama oknum petugas Dishub Kota Banda Aceh yang juga melakukan aktifitas sama dengan SHR, antara lain, RZL, HRZ, ILY, BBG, AMR dan lain-lain. Dan yang lebih mengejutkan, SHR mengakui pengutipan itu atas instruksi langsung dari pejabat Kabid di lingkungan Dishub Kota Banda Aceh, berinisial ZAK alias Ampon. “Ini semua kami lakukan sudah atas instruksi Pak Kabid, jadi kami sebagai bawahan hanya melaksanakan perintah”, demikian kata SHR kepada pemeriksa dari Tim SABER Pungli Aceh. Lazim terjadi, tersangka SHR kabarnya masih dalam pengusutan Tim Penindakan Satgas Saber Pungli Aceh. Hanya itu? Tunggu dulu. Tim Sapu Bersih (SABER) Pungli Polda Aceh melakukan operasi tangkap tangan (OTT) terhadap Pegawai Negeri Sipil (PNS) Provinsi Aceh bernama Opin. Opin ditangkap saat menerima
uang pungli dari seorang kontraktor. Kepala Biro (Karo) Penmas Divisi Humas Polri Brigjen Rikwanto mengatakan, Opin ditangkap pada Rabu (28/12) sekitar pukul 18.30 WIB. “Unit Tindak Saber Pungli Provinsi Aceh yang dipimpin oleh Katim 1, telah melakukan operasi tangkap tangan terhadap saudara Opin selaku Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) Dinas Cipta Karya Provinsi Aceh dan saudara Miswar, ST selaku konsultan pengawas,” jelas Rikwanto dalam keterangannya kepada detikcom, Kamis (29/ 12/2016) di Jakarta. Ungkap Rikwanto, modus operandi pungli yang dilakukan adalah, tersangka Opin meminta uang kepada kontraktor bernama Dahlan selaku karyawan CV USA Metua Rp 15,5 juta. “Yang mana itu di luar ketentuan, dengan alasan sebagai fee proyek pembangunan sarana ibadah/MCK, di Siron Kuta Cot Glie, Kabupaten Aceh Besar,” ungkapnya. Dalam OTT tersebut, petugas menyita uang tunai Rp 10,5 juta dari Opin dan uang tunai Rp 5 juta dari Miswar, ST. Saat ini kedua tersangka diperiksa di Direktorat Reskrimsus Polda Aceh. “Untuk selanjutnya akan
dilakukan pemeriksaan terhadap kedua tersangka dan meminta keterangan dari korban atas nama saudara Dahlan,” pungkasnya. Setali tiga uang, Tim Sapu Bersih Pungutan Liar (Saber Pungli) Kota Lhokseumawe, juga menangkap seorang pria berinisial GAC (35), karena diduga melakukan pungli Rp 50 juta. Penangkapan dilakukan aparat kepolisian di Corner Coffe KP3 Lhokseumawe, Jumat (24/2/2017) sore sekitar pukul 15.30 WIB. Kapolres Lhokseumawe AKBP Hendri Budiman melalui Kabag Sumda Kompol Suharmadi mengatakan, pelaku GAC tertangkap tangan saat akan melakukan pungli terhadap korban bernama Hamdani. Dari pelaku, polisi mengamankan barang bukti Rp 5 juta. “Hamdani ini terkait perkara gugatan praperadilan yang diajukan Adnan (pemohon) kepada Polres Lhokseumawe dan Kejari Lhokseumawe (termohon),” katanya. Lanjutnya, kemudian GAC meminta uang Rp 50 juta kepada Hamdani agar gugatan praperadilan tersebut dicabut oleh pemohon. Setelah disepakati waktu dan tempat pertemuan, Tim SABER Pungli melakukan pembututan terhadap korban hingga korban sampai di lokasi tujuan mereka bertemu. “Lalu kami melakukan observasi dari jarak yang terjangkau dan selang 15 menit kemudian pelaku dan korban memasuki warung kopi Corner Coffee. Setelah uang muka sebesar Rp5 juta diserahkan oleh korban kepada pelaku, Tim masuk ke ruang belakang dan langsung menangkap tangan pelaku,” ungkapnya. Suharmadi menambahkan, barang bukti berupa uang tunai Rp 5 juta dan pelaku beserta saksi dan korban telah diamankan di Mapolres guna dilakukan penyidikan lebih lanjut. Nah, sebatas ini tentu tak ada soal. Semoga usai penangkapan sejumlah pelaku dan menyita barang bukti (BB), kasus ini berlanjut ke pengadilan.***
Kasus AO Menuju Pengadilan “
Ditreskrimsus Polda Aceh menyerahkan tersangka operasi tangkap tangan (OTT) Sapu Bersih Pungutan Liar (Saber Pungli), AO kepada Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh. Dia diciduk bersama barang bukti uang Rp 10.5 juta di Kantor Dinas Cipta Karya Aceh, 28 Desember 2016. Muhammad Saleh
Berdasarkan hasil pemeriksaan berkas dari penyidik diperoleh bukti yang cukup kuat, tersangka diduga keras melakukan tindak pidana yang dapat dikenakan penahanan,” ujar Asisten Pidana Khusus yang juga Plt Kajari Banda Aceh Teuku Rahmatsyah. Dia mengatakan, tersangka melanggar Pasal 12 huruf b, subsidiair Pasal 11 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 se-
bagaimana telah diubah dengan UndangUndang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Pemberantasan Korupsi. Teuku Rahmadyah menambahkan, terdakwa akan ditahan selama 20 hari di Lapas Kelas II A Lambaro, Banda Aceh. “Terhitung sejak 25 Januari sampai dengan 13 Februari, terdakwa ditahan di Lapas kelas II Lambaro Banda Aceh, “ tutupnya. Selamat buat AO.***
16
MODUS ACEH
uTAMA
NO 45/TH XIV 6 - 12 MARET 2017
DI LAUT KITA NELAYAN ASING MENJARAH IKAN
tribratanewsaceh
Setiap hari, belasan atau bahkan puluhan kapal (bot) nelayan asing berbendera Thailand dan Malaysia, menjarah ikan di wilayah Indonesia umumnya dan Aceh khususnya. Walau ada yang tertangkap dan kapal ikan mereka di hancurkan (tembak), namun tak sedikit yang masih beroperasi secara leluasa, menggunakan pukat harimau dan tunda (trawl netts). Sayang, pemerintah belum berdaya menghadapi para ‘tuan’ pelaku pencurian ikan atau illegal fishing ini. Penyebabnya, selain kurangnya armada dan personil juga luasnya hamparan laut yang langsung berbatasan dengan negara tetangga seperti Malaysia dan Thailand. Selain itu, bukan mustahil juga terjadi praktik cincai di laut lepas. Berikut wartawan MODUS ACEH Muhammad Saleh menulisnya untuk Laporan Utama pekan ini.
ABTU, 25 Februari 2017. Laut tenang, udara pun cerah. Searah mata memadang, tak ada yang mencurigakan di laut lepas, perairan Selat Malaka, persis di kawasan Aceh Timur, Provinsi Aceh. Begitupun, sejumlah polisi air di jajaran Direktorat Polair Polda Aceh, tetap melaksanakan tugas rutin mereka, mengawal dan menjaga kawasan pantai Bumi Serambi Mekah ini. Nah, pukul 07.00 WIB, menggunakan speed boat dan bersenjata lengkap, mereka menarik jangkar, menuju laut lepas. Dari kejauhan atau 50 mil dari daratan (bibir) Pantai Kuala Langsa Provinsi Aceh, pada titik koordinat 05°01’005'’ N-98°48’988'’E, tampak satu unit kapal mencurigakan sedang menjaring ikan. Tak buang waktu, mereka mengejar kapal nelayan berbendera Malaysia dengan nomor punggung KM. PKFB1488 (GT. 6499). Hasilnya, para nelayan negeri tetangga ini sedang menjarah ikan di perairan Indonesia (Aceh), mengunakan pukat tunda (trawl netts). “Kapal tersebut melakukan pe-
S
nangkapan ikan secara illegal di perairan Indonesia,” ujar Kasubdit Gakkum Ditpolair Polda Aceh AKBP Sukamat, didampinggi Kabid Humas Polda Aceh Kombes Pol Goenawan pada temu pers di Aula Direktorat Polair Polda Aceh, Selasa pekan lalu di Banda Aceh. Setelah dilakukan pemeriksaan, petugas Polair mengamankan satu nahkoda bernama Sakon (53), warga negara Thailand dan tiga anak buah kapal (ABK), Phansari (68), warga Negara Thailand, Penh (37) dan Phearin (35), warga negara Kamboja. Selain itu, petugas juga berhasil menyita barang bukti (BB) berupa satu unit kapal KM. PKFB 1488 (GT.64.99), dokumen kapal, 4 buah pasport, jaring pukat tunda, ikan campuran sekitar 45 kilogram, GPS dan radio mariner kompas. Keempat tersangka tadi sebut Kombes Goenawan, diduga melanggar Pasal 93 UU RI No.31 Tahun 2004, tentang Perikanan JO Pasal 85 JO Pasal 93 Ayat (2) UU RI No. 45 Tahun 2009, tentang Perubahan Atas UU RI No.31 Tahun 2004, tentang perikan-
an. “Saat ini masih dilakukan pemeriksaan lanjutan,” ujar AKBP Sukamat. Sebelumnya atau Minggu, 4 September 2016, Satuan Direktorat Polisi Perairan (Ditpolair) Polda Aceh juga menangkap kapal asing berbendera Malaysia. Kapal dengan nomor lambung KP. Perkakak 3017 ini, melakukan pencurian ikan atau illegal fishing di perairan Selat Malaka atau sekitar empat mil masuk wilayah Indonesia. Kapal dan nakhoda berinisial SR (warga Thailand) dan empat orang anak buah kapal (ABK) juga berasal dari Thailand, serta ikan campur tangkapan 1,5 ton, ikut diamankan petugas. Direktur Polisi Air (Dirpolair) Polda Aceh Kombes Pol Suroso Miharjo mengungkapkan, setelah dilakukan pemeriksaan ternyata kapal-kapal ini tidak dilengkapi dokumen resmi, di antaranya, tidak memiliki SIPI untuk melakukan penangkapan ikan di wilayah perairan Zone Ekonomi Eksklusif Indonesia (ZEEI) sehingga patut diduga melanggar pasal 93 ayat(2) UU RI No.45 th 2009 tentang perubahan atas UU RI No.31
MODUS ACEH
uTAMA Th. 2004 ttg Perikanan. “Karena melakukan illegal fishing di perairan Indonesia dan tidak dilengkapi dokumen resmi akhirnya kita tangkap. Selanjutkan akan diadakan penyidikan dan di proses sesuai dengan ketentuan yang berlaku,” ujar Suroso. Ibarat cerita bersambung, kisah ini pun belum juga berakhir. Selasa, 15 Maret 2017, Kapal Patroli (KP) Lory 3018 Mabes Polri yang sedang bertugas di wilayah perairan Aceh (Polda Aceh), berhasil memburu satu kapal asing ilegal fishing berbendera Malaysia, berjarak 40 mil yang mengarah selatan perairan ZEE Indonesia atau persis di perairan Kuala Langsa. Kapal Kayu berbendera Malaysia dengan nomor lambung PKFB 663 ini, memperkerjakan lima warga negara Thailand, juga diamankan di Pelabuhan Kuala Langsa. Kelima warga Thailand (muslim) tersebut, berdasarkan pasport yang dimiliki bernama Montree alias Ali (50) selaku
NO 45/TH XIV 6 - 12 MARET 2017
tekong, Anusak Wanni alias Husen (38), Khamphon (38), Samart Soka (37) dan Chema Samaat (47). Iptu Antonius Trias K, Perwira Muda Komandan Kapal Dit Pol Air Baharkam Mabes Polri menjelaskan. “Setelah melakukan pemeriksaan segala dokumen kapal dan kelima ABK, mereka telah melakukan pelanggaran, karena itu kapal berbendera Malaysia yang mempekerjakan lima ABK berkewarganegaraan Thailand ini, kita amankan di Pelabuhan Kota Kuala Langsa, bersama barang bukti ikan campur yang ditaksir lebih kurang dua ton. Selanjutnya untuk dilakukan proses hukum,”ucapnya. Mayoritas, kapal asing (kapal kayu) ilegal fishing berbendera Malaysia ini, menggunakan alat tangkap pukat trawler (harimau), papar Antonius. Dan, selama sebulan terakhir, Satuan KP Lory 3018 yang bertugas di Aceh sudah berhasil menangkap tiga unit kapal asing ilegal fishing berbendera Malaysia.
“Sedang kasus ini kita limpahkan ke Pengawasan Sumberdaya Kelautan dan Perikanan (PSDKP) Idi, Aceh Timur. Penyidikannya dilaksanakan Sat Pol Air Polres Langsa, sementara ikan campur dilelang oleh tim sesuai UU dan peraturan yang ada,” sebut Antonius. Montree alias Ali yang juga tekong kapal itu, pandai berbahasa melayu. Dia mengaku hanya sebagai tekong pengganti. Dia baru dua hari melaut dan melakukan penangkapan ikan. Menurut Ali, kebiasaan mereka beroperasi di laut ZEE Indonesia, sekitar jam 04.00 WIB pagi. “Kami baru bekerja dengan Akok, pengusaha keturunan Cina tapi warga Malaysia,” ungkap Ali. Pertanyaan adalah, begitu mudahkan mereka menjarah ikan di laut kita? Inilah yang jadi soal. Sebab, walau belasan kapal di tangkap dan diledakkan, namun tak membuat sejumlah toke kapal tersebut di Malaysia dan Thailand jera. Bisa jadi, selain
jenis dan kawasan tangkapan ikan di perairan Indonesia dan Aceh masih tergolong mengiurkan. Pengawasan pun bisa disebut relatif rendah dan lemah. Ini disebabkan, kurangnya armada dan personil serta luasnya perairan Indonesia, sehingga memudahkan bagi nelayan asing untuk menjarahnya. Namun, Kamis pekan lalu, Direktorat Kepolisian Perairan Polda Aceh merencanakan akan melakukan pengeboman kembali terhadap tiga kapal ikan asing asal Malaysia dan Thailand di perairan Kuala Langsa yang berhasil diringkus oleh Kapal Polisi Perairan Bittern Mabes Polri, berkerjasama dengan Kapal Polisi Perairan Polda Aceh beberapa waktu lalu. Rencana ini disampaikan Dir. Polair Polda Aceh melalui Kabag Bin Opsnal Polair AKBP Ir. Sulasnawan dalam rapat bersama di Aula Lantai III Markas Komando (Mako) Ditpolair Polda Aceh, Banda Aceh. Dalam rapat yang dihadiri
17
sejumlah perwakilan beberapa instansi terkait seperti, Dinas Kelautan dan Perikanan (DKP) Aceh, Brimob Polda Aceh, Humas Polda Aceh, Pengawas Lingkungan Hidup (WALHI) Aceh dan beberapa instansi lainnya. Hari itu, mereka membahas sejumlah hal penting dan persiapan sebelum dilakukan proses pengeboman dan penenggelaman kapal ikan asing tersebut. Rencananya, berlangsung 7 Maret 2017. “Proses penenggelaman Kapal Ikan Asing ini memang suatu proses tindakan hukum yang harus dilakukan, sesuai intruksi Menteri Kelautan Susi Pudjiastuti. Tetapi kita juga harus memperhatikan kondisi alam sekitar agar tidak tercemar dan jangan sampai merusak trumbu karang yang ada. Karena itu kita mengundang beberapa instansi terkait, guna meminta saran agar proses pengeboman kapal ini dapat berjalan dengan baik,” ungkap Sulasnawan.***
■ Selat Malaka
Jalur Sutra Senjata Ilegal dan Bandar Narkoba
tribratanewsaceh
Luas dan mudahnya memasuki perairan Indonesia umumnya dan Aceh khususnya, tak hanya menjadi surga bagi pelaku penjarahan ikan (illegal fishing) negara asing seperti Malaysia dan Thailand. Tapi juga jalur sutra bagi bandar narkoba seperti sabusabu, ganja serta senjata api illegal untuk keluarmasuk ke Aceh. Begitu mudahkah?
anja seberat 700 gram itu berhasil digagalkan petugas Polair Polda Aceh, melalui Satuan Polair Langsa bersama Kapal Patroli (KP) LORY-308 milik Mabes Polri, yang sedang melaksanakan tugas bawah kendali operasi (BKO) di perairan Aceh, persis di wilayah Langsa.
G
Hari itu, Senin, 22 Februari 2016. Bermula ketika KP. LORY308 sedang melaksanakan patroli di sekitar perairan pasir putih Langsa. Lalu, mendeteksi adanya keberadaan satu unit kapal ikan KM. HIKMAH JAYA. Nah, saat dilakukan pemeriksaan, ditemukan ganja yang telah dibungkus bersama beberapa lembar daun pisang. Itu dilakukan
untuk mengelabui petugas ketika melakukan pemeriksaan kapal. Saat itu juga, petugas menangkap KM. HIKMAH JAYA beserta 700 Gram ganja kering dan satu orang nakhoda bernisial (RJ) dan dua orang ABK. Dirpolair Polda Aceh saat itu Kombes Pol Bambang Irianto, SH. MH mengakui, peredaran narkotika di wilayah perairan
Aceh memang tergolong lebih besar dan jarang terlihat petugas. Namun, ia mengaku tidak tinggal diam serta tetap akan melaksanakan pemberantasan narkoba, termasuk masuknya senjata illegal dari wilayah laut. “Para tersangka ini juga nantinya akan dijerat sesuai dengan Undang-Undang Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika
dengan ancaman hukuman penjara di atas lima tahun,” ujarnya. *** Perairan laut Aceh memang di kenal sebagai jalur sutra. Sebab, berbatasan langsung dengan sejumlah perairan negara tetangga seperti Malaysia, Thailand bahkan India. Itu sebabnya, jalur ini khususnya Selat Malaka dan Samudera Hin-
18
MODUS ACEH
uTAMA
NO 45/TH XIV 6 - 12 MARET 2017
dia, kerap dijadikan sebagai lalu lintas penyeludupan dan praktik kriminalitas lainnya di Aceh. Misal, illigal fishing, narkoba, perompak laut bahkan penyeludupan senjata illegal. Kondisi ini semakin lengkap dan sahih, karena Selat Malaka merupakan perairan di kawasan Asia Tenggara yang menghubungkan Samudera Hindia dan Samudera Pasifik, terletak di antara Pulau Sumatra dan Semenanjung Melayu. Karena itu, selat ini di sebut sebagai jalur pelayaran internasional, karena beberapa negara menggunakan selat ini sebagai jalur perlintasan kapal pengangkut bahan bakar dan bahan industri berbagai negara, hingga menyebabkan beberapa negara bergantung pada kondisi keamanan serta keselamatan di Selat Malaka. Setiap tahunnya, Selat Malaka dilintasi minimal 50 ribu kapal dengan berbagai tipe dan 30 persen merupakan kapal niaga yang mengangkut barangbarang perdagangan dunia. Termasuk jalur pelayaran yang digunakan oleh kapal tanker untuk mengangkat separuh pasokan energi dunia. Strategisnya serta padatnya jalur pelayaran di Selat Malaka, menyebabkan selat ini rawan terjadinya gangguan keamanan dan tindak kejahatan di laut. Misal, pembajakan/perompakan, penyeludupan, illegal Fishing , narkoba serta pasokan senjata illegal. Kondisi ini menjadi pe-
ningkatan yang signifikan, terutama saat Aceh masih dilanda konflik bersenjata antara Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dengan Pemerintah Indonesia. Begitupun, walau telah tercipta perdamaian berdasarkan MoU Helsinki, 15 Agustus 2005 lalu. Tak berarti jalur ini sepi dari aktivitas tadi. Pasokan narkoba dan senjata illegal, diam-diam masih saja terjadi. Akademisi Universitas Negeri Malikussaleh (Unimal) Lhokseumawe, Kamaruddin Hasan berpendapat. Secara geopolitik, Selat Malaka merupakan jalur laut terpendek antara Samudera India dan Laut China Selatan atau Samudera Pasifik. Selat ini terletak sepanjang garis pantai Thailand, Malaysia dan Singapura di bagian Timur dengan pulau Sumatera dibagian Barat, membentang sepanjang 600 mil laut (900 km) dari titik terluasnya (sekitar 350 km antara Sumatera Utara dan Thailand) hingga terpendeknya (kurang dari 3 km antara Sumatera Selatan dengan Singapura). “Indonesia sendiri memiliki perbatasan pantai yang terpanjang diantara tiga negara pantai lainnya (littoral states) sekitar 400,8 mil laut atau dua pertiga dari total panjang selat. Karena itu, Selat Malaka menjadi jalur pelayaran tertua dan tersibuk di dunia,” ujar Kamaruddin Hasan. Nah, dengan menjadi jalur laut terpendek di antara dua samudera itulah, Selat Malaka men-
jadi rute laut yang secara ekonomis paling disukai. Transportasi laut setiap tahun meningkat, ratarata mencapai sekitar 75.000 kapal setiap tahun dan ada sekitar 20.000 diantaranya jenis super tanker. “Jadi, jika dihitung setiap harinya berarti 200 kapal telah melintasi selat ini. Secara kese-
Kamaruddin Hasan luruhan, Selat Malaka mewakili 80 persen volume perdagangan negara- negara Asia Pasifik atau setara dengan 25 persen total komoditas perdagangan dunia,” ungkap dosen FISIP Unimal ini. Itu sebabnya, Selat Malaka secara ekonomis dan strategis penting untuk menopang pertumbuhan ekonomi negaranegara Asia Timur dan Selatan. Karena, dari total tonase yang melintasi selat tersebut, dua pertiganya terdiri dari minyak mentah dari kawasan Teluk yang diimpor oleh negara-negara besar
seperti Jepang dan China atau negara-negara yang sedang tumbuh menjadi kekuatan ekonomi baru, seperti Korea dan India. Total pengiriman minyak yang melintasi selat ini tiga kali lebih besar dari Terusan Suez dan lima belas kali lebih besar dari Terusan Panama. Kekhawatiran terbesar justeru berasal dari trend perompakan (piracy) dan perampokan bersenjata (armed robbery), illegal fhising , penyelundupan narkoba dan senjata, yang cenderung naik tiap tahun. “Selat Malaka sejatinya telah menjadi tempat perburuan favorit para perompak sejak lama. Laporan IMO (International Maritime Organisazation) menunjukkan bahwa kejahatan maritim mencapai keadaan yang membahayakan,” ulas Kamaruddin Hasan. Mengutip laporan tahunan IMB (International Maritime Bureau) tahun 2004 misalnya, terdapat 330 kasus perompakan di dunia dan ada 169 diantaranya dilaporkan terjadi di Selata Malaka serta 68 sisanya terjadi di perairan Indonesia. “Ditaksir, kasus yang tidak dilaporkan dua kali lebih besar. Kekhawatiran yang muncul adalah jika kejahatan maritim tradisional tersebut diambil alih oleh kelompok teroris demi tujuan politik sehingga akhirnya mengacaukan salah satu jalur laut yang terpenting dunia ini,” papar Kamaruddin. *** Indonesia adalah Negara
Kepulauan terbesar di dunia. Berdasarkan data resmi yang dikeluarkan pemerintah, Indonesia memiliki 17.508 pulau. Ada 7.870 pulau yang telah diberi nama, dan 9.634 pulau atau 55 persen belum memiliki nama. Dari 45 persen pulau yang telah tercatat namanya itu, 67 pulau berbatasan langsung dengan negara tetangga. Masalah konflik perbatasan, minimnya akses, sarana, dan prasarana, serta tidak terperhatikannya kesejahteraan masyarakat di pulau-pulau terluar menjadi isu yang sampai saat ini belum terjawab oleh pemerintah. Secara nasional, saat ini wilayah perbatasan laut menghadapi sejumlah permasalahan seperti, belum selesainya penetapan batas wilayah dengan negara tetangga, kemudian belum ditetapkannya batas wilayah antara daerah di Indonesia, baik antar provinsi maupun kabupaten/kota. Selanjutnya pengelolaan wilayah perbatasan laut masih sektoral serta pembinaan masyarakat perbatasan yang termajinalkan. Terkait besarnya potensi ancaman terhadap keamanan laut di Indonesia, Bakorkamla memang telah mengeluarkan empat rekomendasi yaitu, laut bebas dari ancaman kekerasan, bebas dari ancaman navigasi, bebas dari ancaman terhadap sumber daya laut dan bebas dari ancaman pelanggaran hukum. ***
MODUS ACEH
uTAMA
NO 45/TH XIV 6 - 12 MARET 2017
19
tribratanewsaceh
Secara umum potret permasalahan di wilayah perbatasan dan pulau-pulau terluar antara lain, letaknya yang jauh dari pemerintahan, keterbatasan sarana komunikasi dan transporatasi menuju pulau-pulau itu; potensi ekonomi kemaritiman yang belum dikelola secara optimal; tingkat kesejahteraan dan pendidikan penduduk yang masih rendah; ketergantungan kebutuhan sehari-hari pada negara tetangga; sering terjadi berbagai kegiatan illegal fishing, jalur illegal logging, illegal trading dan illegal traficking. Kini bertambah, menjadi jalur sutra bagi para bandar narkoba dan senjata illegal. Ini disebabkan, belum optimalnya pengembangan wilayah perbatasan karena sejumlah faktor yang saling terkait. Mulai dari politik, hukum, kelembagaan, sumber daya, koordinasi, dan faktor lainnya. Sebagian besar wilayah perbatasan di Indonesia merupakan daerah tertinggal dengan sarana dan prasarana sosial dan ekonomi yang masih sangat terbatas. Dinamika pembangunan dan masyarakat yang pada umumnya masih tertinggal serta banyak yang berorientasi kepada negara tetangga, dinilai akademisi FISIP Unimal Lhokseumawe, Kamaruddin Hasan akan menimbulkan ancaman terhadap integritas masyarakat Indonesia yang bertempat tinggal di wilayah perbatasan. Masalah lain yang muncul adalah, kurang optimalnya koordinasi antar kementerian/lembaga, pemerintah pusat, dan Pemerintah Aceh. Sebab itu, pembangunan wilayah perbatasan harus mendapat prioritas pemerintah, terutama dalam men-
intah daerah. Memang, pembentukan Badan Nasional Pengelola Perbatasan (BNPP) berdasarkan Peraturan Presiden Nomor 12 Tahun 2010 Tentang Badan Nasional Pengelola Perbatasan, merupakan komitmen kuat pemerintah untuk membangun wilayah perbatasan. Karena itu, BNPP diharapkan mampu mengatasi permasalahan yang ada di wilayah-wilayah perbatasan agar masyarakat di wilayah tersebut bisa ikut menikmati pembangunan. Termasuk Permendagri Nomor 2 Tahun 2011 tentang Pedoman Pembentukan BPP di daerah. Tujuannya, melaksanakan kebijakan pemerintah dan menetapkan kebijakan lainnya dalam rangka otonomi daerah dan tugas pembantuan, melakukan koordinasi pembangunan di kawasan perbatasan, melakukan pembangunan kawasan perbatasan antar-pemerintah daerah dan/atau antara pemerintah daerah dan pihak ketiga. Pemer-
kan kawasan tertinggal, tidak berpenduduk namun memiliki potensi sumberdaya alam yang tinggi. PPKT merupakan Kawasan Stratagis Nasional Tertentu (KSNT) yang memiliki potensi sumber daya alam dan jasa lingkungan yang tinggi, disamping peran strategis dalam menjaga kedaulatan Negara,” usul Kamaruddin Hasan. Kawasan ini di satu sisi menyediakan sumber daya alam yang produktif seperti terumbu karang, padang lamun (seagrass), hutan mangrove, perikanan dan kawasan konservasi. Dari sudut pertahanan dan keamanan, PPKT memiliki arti penting sebagai pintu gerbang keluar masuknya orang dan barang sehingga rawan terhadap penyelundupan barang ilegal, narkotika, senjata illegal, dan obat-obat terlarang. PPKT memiliki arti penting sebagai garda depan dalam menjaga dan melindungi keutuhan NKRI. Melalui serangkaian kebijakan dan tribratanewsaceh
gurangi disparitas pembangunan antar wilayah, melalui program-program percepatan pembangunan prasarana dan sarana, pengembangan ekonomi, peningkatan keamanan dan kelancaran lalu lintas orang dan barang, dan peningkatan kapasitas kelembagaan pemer-
intah juga menetapkan Peraturan Pemerintah Nomor 62 Tahun 2010 tentang Pemanfatan PulauPulau Kecil Terluar (PPKT), sebagai upaya untuk membangun wilayah terdepan Indonesia. “Pulau-pulau kecil terluar di Indonesia perlu dikelola karena sebagian besar PPKT merupa-
strategi, pemerintah akan terus mengembangkan wilayah perbatasan sesuai dengan karakteristiknya untuk mengejar ketinggalan dari daerah di sekitarnya yang lebih berkembang. Itu sebabnya, diperlukan sinergitas dan sinkronisasi dari setiap kebijakan agar implementa-
si kebijakan di lapangan benarbenar tepat sasaran. “Kebijakan nasional yang sudah ditetapkan dapat dilaksanakan di daerah. Sebaliknya apa yang dibutuhkan daerah perbatasan sinkron dengan kebijakan yang ditetapkan pemerintah pusat. Yang paling penting adalah komitmen yang kuat dari segenap bangsa untuk membangun setiap jengkal wilayah kedaulatan negara Indonesia, sehingga mewujudkan kesejahteraan dan kedamaian masyarakat dan bangsa Indonesia, khususnya di wilayah perbatasan sebagai beranda terdepan Kedaulatan Negara,” ucap Kamaruddin Hasan. Begitupun, muncul persoalan antara overlapping versus sinergitas serta koordinasi antar penegakan hukum dan keamanan di laut. Misalnya keberadaan coastguard sangat dibutuhkan, karena penegakan hukum di laut hingga sekarang masih sedikit rumit dan menimbulkan kondisi yang cukup membingungkan bagi mereka yang menjadi obyek dari upaya penegakan hukum itu. “Memang masih tumpangtindih (overlapping). Untuk menegakkan hukum di laut terdapat banyak lembaga yang terlibat seperti; Polisi Air, Angkatan Laut, Kesatuan Penjagaan Laut dan Pantai (KPLP), Bea dan Cukai hingga Administrator Pelabuhan (Adpel). Ini menjadikan kegiatan pemeriksaan hingga penangkapan kapal niaga nasional semakin marak dan dikeluhkan para operator pelayaran nasional,” ungkap Kamaruddin Hasan. Situasi tersebut telah menimbulkan kebingungan bagi obyek penegakan hukum di laut seperti kapal niaga, kapal penangkap ikan, nelayan, pelaut dan mereka yang karena sifat pekerjaannya harus bersinggungan dengan laut. “Mereka mengungkapkan, instansi tertentu sering memberhentikan dan naik ke kapal di tengah lautan untuk memeriksa
berbagai persyaratan yang harus ada di atas kapal atau dokumen/ surat yang harus dimiliki oleh ABK. Bagi mereka ini sah-sah saja. Yang menjadi persoalan, manakala instansi itu selesai menjalankan tugasnya dan kapal akan bergerak kembali, ada instansi lain lagi yang memberhentikan dan naik ke kapal tak lama kemudian. Parahnya, setiap kali kapal ingin melanjutkan perjalanan kapten harus merogoh dalam-dalam koceknya agar tidak muncul permasalahan yang kadang dibuat-buat oleh oknum aparat tertentu,” sebut Kamaruddin Hasan. Persoalan akan sedikit runyam jika kapal yang diberhentikan dan diperiksa itu berbendera asing. Sebab, praktek yang lazim di dunia pelayaran, kapal adalah the mobile state (negara yang berjalan) sehingga hanya tunduk kepada aturan hukum yang berlaku di negara benderanya. “Jika ingin diproses dengan hukum negara lain, ada sejumlah aturan main yang juga berlaku internasional yang harus dipenuhi. Salah satunya melalui admiralty court/pengadilan. Mungkin inilah salah satu sebab mengapa main line operator/ MLO (pelayaran besar kelas dunia) enggan sandar di pelabuhan di Indonesia,” kritik Kamaruddin Hasan. Belum lagi karena biaya yang timbul akibat tumpang tindih kewenangan penjagaan laut dan pantai sangat mahal dengan proyeksi hingga ratusan miliar rupiah. Karena, jumlah kapal niaga nasional saat ini mencapai 10.919 unit. “Namun, angka kerugian bisa lebih tinggi hingga dua kali lipat akibat tumpang tindih kewenangan dalam kegiatan penjagaan laut dan pantai bila dihitung dari tambahan biaya operasional kapal pelayaran rakyat atau Pelra hingga angkutan sungai, danau dan penyeberangan atau ASDP”.***
20
MODUS ACEH NO 45/TH XIV 6 - 12 MARET 2017
Sudut kutaraja
■ Pelaku Pelanggar Syariat Islam
Mahasiswa, Anak Pejabat dan Ancaman Terhadap Petugas Sebagai kota pelajar, Banda Aceh menjadi tujuan bagi generasi muda dari berbagai kabupaten dan kota di Aceh, untuk menempuh pendidikan tinggi. Diantara mereka, ada juga anak pejabat. Sayang, entah karena jauh dari pantauan orang tua, mereka pun kerap melakukan perbuatan yang melanggar ketentuan atau syariat Islam. Saat terjaring petugas Satpol PP/WH, orang tua mereka malam cenderung mengancam petugas.
ANTARA
Azhari Usman
“
Saya sedang di Kantor Satpol PP dan WH Kota Banda Aceh. Tolong datang kemari dan bantu kami. Malu kita kalau kejadian seperti ini,” begitu ucap ibu setengah baya itu dengan wajah cemas. Di beberapa meja dan kursi pada sudut ruang kerja itu, sejumlah anggota Satpol PP dan WH Kota Banda Aceh tampak serius melaksanakan tugas rutinnya. Terkesan, mereka tak peduli atau sudah terbiasa menghadapi perilaku seperti ibu setengah baya tadi. “Silahkan duduk, maaf sudah lama menunggu, itu orang tua pasangan non muhrim yang kami tangkap tadi Rabu dini hari (1/3/2017) di Gampong Lambaroe Skep, Banda Aceh. Orangtuanya dari Takengon,
Kabupaten Aceh Tegah dan meminta saya melepaskan anaknya. Tapi saya tetap berpegang pada aturan yang berlaku, hukum itu harus kita jalankan pada semua masyarakat yang melanggar,” kata Kepala Bidang (Kabid) Penindakan Syariat Islam, Dinas Satuan Polisi Pamong Praja dan Wilayatul Hisbah (Satpol PP dan WH) Kota Banda Aceh, Evendi A Latief, S. Ag pada media ini, Rabu pekan lalu. Menurut Evendi, yang diciduk malam itu adalah satu pasangan mahasiswa. Diduga, mereka telah melakukan perbuatan yang melanggar Qanun Syiat Islam. “Sebagai kota pelajar den-
gan keberadaan berbagai perguruan tinggi negeri dan swasta, Banda Aceh memang menjadi daya tarik bagi remaja dan pe-
Evendi muda untuk menempuh pendidikan tinggi di kota ini. Sayangnya, mereka kurang mendapat pengawasan dari orang tua. Akibatnya, kondisi ini dimanfaatkan
segelintir mahasiswa untuk melanggar hukum Allah,” ungkap Evendi. Ironisnya, dari sejumlah kasus yang berhasil ditangani pihaknya, tidak sedikit berasal dari keluarga berada alias anak pejabat dari berbagai kabupaten dan kota di Aceh. Itu sebabnya kata Evendi, khusus pelanggaran hukum khalwat, kebanyakan pelakunya bukanlah warga Kota Banda Aceh, tapi mahasiswa yang berasal dari berbagai daerah di Aceh, namun tinggal dan sedang menempuh pendidikan tinggi pada beberapa universitas di Banda Aceh. Begitupun Evendi mengakui, para pelanggar hukum Al-
lah ini kebanyakan bukan kasus khalwat melainkan kasus seperti maisir (judi), khamar (mabuk) dan bidang aqidah, ibadah serta syiar Islam lainnya seperti tidak berbusana sopan. “ Tapi secara keseluruhan pelanggarannya dilakukan oleh masyarakat luar Banda Aceh,” tegas alumni UIN Ar-Raniry Banda Aceh itu. Itu sebabnya kisah Evendi, mereka sering menghadapi perlakuan dari pelaku maupun keluarganya, terutama jika terjaring anak pejabat, baik di Banda Aceh maupun kabupaten dan kota. Tak jarang ungkap Evendi, jika terjaring, para pelaku berusaha untuk memperdaya petugas dengan pemberian uang. Jika dito-
Sudut kutaraja lak, bukan mustahil mengarah pada ancaman pisik berupa pembunuhan. “Kalau ancaman itu biasa, apalagi kalau kita menangkap anak-anak pejabat. Mereka datang ke sini dan bawa becking. Tapi, itulah resiko kerja yang harus saya dan anggota hadapi, yang penting kami menjalakan aturan yang berlaku pada semua warga, terlepas salah atau tidak, biarlah pengadilan yang menetukan,” sebut Evendi Lantas, berapa banyak jumlah pelanggaran yang terjadi di Banda Aceh? Evendi menyebutkan, tahun 2014, pelangaran Qanun No 11 tahun 2002 tentang pelaksanaan syariat Islam bidang aqidah, ibadah, dan syiar Islam yang ditangani Satpol PP dan WH Banda Aceh berjumlah 72 kasus. Nah, dari 72 kasus tersebut semuanya dapat diselesaikan dan dilakukan pembinaan. Tahun 2015 naik atau menjadi 75 kasus dan semua dapat diselesaikan dengan cara pembinaan. Justru pada tahun 2016, mengalami penurunan signifikan yaitu 47 kasus dan semuanya dapat diselesaikan dengan cara pembinaan dan membuat pernyataan tidak akan pernah mengulainginya kembali. Masih kata Evendi, untuk pelanggaran Qanun No. 6 tahun 2014, tentang hukum jinayah Pasal 15-17 mengenai khamar (Mabuk). Tahun 2014 merupakan awal pemberlakuan dan pihaknya berhasil mengamankan 17 pelaku, namun tidak satupun yang dicambuk tapi hanya dilakukan pembinaan. Untuk tahun 2015 dengan pelanggaran yang sama jumlah kasus yang ditangani mencapai 14 kasus, dari jumlah tersebut semua dapat diselesaikan dengan cara pembinaan. Namun baru tahun 2016 pihaknya dapat melakukan eksekusi cambuk bagi 2 terdakwa kasus Khamar
MODUS ACEH NO 45/TH XIV 6 - 12 MARET 2017
21 MODUS ACEH/Azhari Usman
itu dari 4 kasus yang ditangani oleh pihaknya, sedangkan 2 kasus lain diterapkan hukum pembinan. Sambung Evendi, untuk pelanggaran Qanun No. 6 tahun 2014 hukum Jinayah pasal 1822 mengenai maisir (Judi). Tahun 2014 Satpol PP dan WH Kota Banda Aceh menangani 5 kasus, 2 diantaranya dapat dilakukan eksekusi cambuk selebihnya dilakukan pembinaan. Sedangkan tahun 2015 terdapat 7 kasus dan hanya 3 kasus yang bisa dilakukan cambuk serta 4 kasus lagi dilakukan pembinaan. Baru pada 2016 pihaknya dapat menerapkan cambuk bagi 7 pelanggar Qanun Judi yaitu, dari 7 kasus yang diterima. Lanjut Evendi, untuk kasus khalwat yang menjadi buah bibir masyarakat, tahun 2015 pihaknya berhasil mengungkap 130 kasus. Nah, hanya 10 kasus yang bisa dibuktikan dan dapat dilakukan hukuman cambuk di depan umum, sementara 120 kasus di-
lakukan pembinaan. Disusul tahun 2016, jumlah kasus khalwat yang dapat dilakukan cambuk mencapai 22 kasus dari 84 kasus yang ditangani Satpol PP dan WH Banda Aceh. “Secara keseluruhan kurang dari 10 pesen saja yang bisa diterapkan eksekusi cambuk, padahal cambuk itu sebagai efek jera, dan juga dapat membuat orang lain berpikir ulang jika mau
melakukannya,” ujar Evendi. Masih minimnya kasus yang bisa ditingkatkan ke pengadilan diakuinya, menjadi pekerjaan rumah yang harus dipikirkan. “Personel kami kurang, statusnya pun bukan Pegawai Negeri Sipil (PNS) dan juga penyidik kita kurang. Padahal penyidik sangat menentukan satu kasus dapat disidang atau tidak, yang nantinya akan
berujung pada hukuman cambuk”, ungkap Evendi. Namun walau terdapat berbagai keterbatasan, pihaknya sebut Evendi akan bekerja semaksimal mungkin, menindak siapapun yang terbukti melanggar syariat Islam di Kota Banda Aceh. Dia memastikan akan tetap menegakkan hukum Allah ini secara kaffah, sesuai harapan warga kota. Semoga.***
22
MODUS ACEH NO 45/TH XIV 6 - 12 MARET 2017
KRIMINAL
■ Di Kawasan Binjai Sumut
Berulang Kisah Bandar Sabu Asal Aceh Baku tembak antara petugas Badan Narkotika Nasional (BNN) dengan sindikat pengedar sabu asal Aceh kembali terjadi, Rabu pekan lalu. Satu orang yang diduga bandar narkoba tewas dalam peristiwa di Kawasan Jalan MedanBinjai KM 13, Deliserdang, Sumatera Utara ini. Berulang kisah bandar sabu asal Aceh. Azhari Usman | Mirna abu sore itu juga, Deputi Bidang Pencegahan BNN Pusat Irjen Pol. Arman Dapari mengelar temu pers. Kepada awak media, Arman Dapari mengungkapkan. Selain narkoba jenis sabu-sabu seberat 46 kilogram. Sebelas gembong narkoba asal Aceh ini, juga memiliki 3620 pil ekstasi dan 445 pil happy five (H5) serta satu pucuk senjata api jenis FN. Semua barang bukti tersebut diperoleh dari komplotan tersangka tadi. Masih menurut Arman Dapari. Terungkapnya peredaran narkoba ini berkat kerjasama BNN Pusat dengan berbagai instansi seperti TNI, Polri serta Bea Cukai, dalam operasi bersama yang berjalan tiga pekan sebelumnya. Hasilnya, sebelas orang berhasil ditangkap. Mereka adalah; Hendra Sahputra, Zakaria, Maulana Habibi, Safrizal, Andri, Saiful, Adi, Rahmat Maulana, Riswan Ismail alias Syech (tewas), Dedi dan Heri. Penangkapan dilakukan di Kecamatan Sunggal, Medan dan di Kecamatan Medan Johor, Kota Medan. Ada 10 orang yang ditangkap yakni berinisial R, MU, SY, AN, ZAK, DE, HS, RM, S dan HER. “Pelaku meninggal dunia berinisial R, warga Aceh,” kata Deputi Pemberantasan Narkoba BNN Irjen Arman Depari kepada wartawan di Medan, Rabu pekan lalu. Penangkapan ini merupakan tindaklanjut petugas dari informasi yang diberikan masyarakat. Narkoba yang disita diketahui hasil selundupan melalui jalur laut. “Kita melakukan pengintaian dari Aceh terhadap kendaraan dan orang-orang yang dicurigai. Dan tadi pagi kita mencurigai ada kendaraan masuk ke perbatasan Sumatera Utara,” ujar Arman. Setelah sampai di Jalan MedanBinjai Kilometer 10,5, Kecamatan Sunggal, petugas menghentikan tiga unit mobil, namun satu unit mobil berusaha kabur. Petugas yang tak ingin kehilangan jejak, kemudian melakukan tembakan peringatan, namun tak diindahkannya. “Kemudian tembakan diarahkan pada kendaraan tersebut dan berhenti. Pemeriksaan di dalam ditemukan dua orang, satu terkena tembakan, satu laginya tidak kena. Kemudian yang terkena tembakan dibawa ke RS, namun sesampainya di RS yang ber-
R
sangkutan meninggal dunia,” terangnya. Dari lokasi, petugas gabungan menyita 38 bungkus sabu hingga dilakukan pengembangan ke Kecamatan Johor, Medan. Di lokasi kedua ini, ditemukan 7 kilogram sabu. Setelah itu, petugas melakukan pengembangan lagi di Kecamatan Sunggal dan menemukan sabu, pil ekstasi dan pil happy five. “Di rumah ini, teridentifikasi ditempati seorang anggota TNI inisial HA. Yang bersangkutan tidak ditemukan. Total barang bukti yang kita sita 59 bungkus sabu dengan berat total 46,9 kilogram, 3.620 butir ekstasi dan 445 pil happy five,” papar Arman. Petugas juga menyita satu unit senjata api, 3 unit mobil, alat timbangan dan sejumlah telepon genggam. Kini barang bukti tersebut sudah diamankan. Sebelumnya, Subdit II Direktorat Reserse Narkoba Polda Sumut membongkar peredaran sabu-sabu jaringan internasional yang masuk ke Indonesia. Hasilnya, tiga pelaku asal Aceh diciduk usai melakukan penyelidikan kurang lebih selama tiga pekan. Modus pengungkapan yang dilakukan polisi sama seperti sebelumnya. Yakni, dengan cara undercover buy atau menyamar sebagai pembeli narkoba. Ketiganya adalah M Jamil, Abdul Aziz dan Jalaluddin. Kasubdit II Ditresnarkoba Polda Sumut, AKBP Hilman Wijaya menjelaskan, ketiganya dibekuk di seputaran Jalan Ringroad, Kelurahan Tanjungsari, Kecamatan Medan Selayang. Sebelumnya, petugas menyaru sebagai pembeli, telah ketemu dengan tiga tersangka itu di Jalan Medan-Binjai KM 16. Menurut Hilman, proses penyelidikan untuk deal membeli sabu itu berlangsung alot. Begitupun, pihaknya berhasil sepakat dengan pembeli untuk membeli sabu tersebut. Nah, ketiga warga Aceh ini me-
ngaku disuruh seorang bandar besar berinisial P. Kata Hilman, saat ini bandar besar berinisial P itu berada di Malaysia. “Mereka (tersangka) menerima barang dari orang suruhan si P atau perantaranya. Ketiga tersangka itu dapat komando dari P untuk menemui orang suruhan si P tersebut,” ungkap Hilman, Selasa, 6 September 2016 lalu. Namun, Hilman tak dapat memastikan kalau bandar besar berinisial P itu merupakan jaringan internasional. “Kemungkinan iya. Karena asumsi saya, kalau barang bukti itu dibungkus dalam goni wang yang dikemas dalam bubuk teh china. Contohnya, kasus sebelumnya ada ditemukan di Labuhan Batu. Tapi saat ini kami masih melakukan pengembangan,” tambah Hilman. Hilman menambahkan, ketiga pelaku memiliki peran yang berbeda. Dua diantaranya kurir yang membawa kristal putih itu dari Aceh menuju Kota Medan. Masing-masing M Jamil dan Abdul Azis. Sedangkan seorang lagi, Jalaluddin adalah tim survey yang mengkondisikan lokasi transaksi aman dari endusan polisi. Lantas darimana ketiganya ini kenal dengan bandar besar itu? “Hasil interogasi penyidik, mereka pernah kerja di Malaysia. Saat di Malaysia itulah, mereka kenal dengan bandar besar tersebut,” tandas Hilman seraya bilang, kalau ketiganya sudah menerima upah dari P senilai Rp 16 juta. “Nanti kalau sudah selesai (beres transaksi), mereka akan dapat upah tambahan lagi,” pungkas perwira dengan dua melati emas di pundaknya ini. Sementara, tersangka Jalaluddin mengakui, kalau tugasnya menjadi tim survei yang lebih dulu bergerak ke Kota Medan guna mensterilkan tempat transaksi barang haram tersebut. Tapi, Jalaluddin sebut, tidak kenal terhadap M Jamil dan Abdul Aziz.
“Saya enggak tahu, dipanggil dan diajak ke Medan untuk lihat rumah. Masih dikasih ongkos operasional saja. Makan, ongkos mobil dan lainnya,” sebut Jalaluddin. Lain halnya dengan M Jamil. Bapak anak dua ini mengakui kenal dengan bandar berinisial P tersebut. Bahkan, aku Jamil, P itu kawannya dulu. “Rp16 juta kami diupah. Sudah dikasih cash,” ungkapnya. Hanya itu? Nanti dulu. Kembali soal kisah buram pria asal Aceh yang terjerat dunia hitam narkoba. Inisialnya MN (26), pria asal Aceh ini diringkus di Bandara Kualanamu, Deli Serdang, Sumut. Dia ditangkap karena kedapatan menyelundupkan 256 gram sabu asal Malaysia di dalam tasnya. Kepala Kantor Pengawasan dan Pelayanan Bea dan Cukai Tipe Madya Pabean B Kualanamu Zaky Firmansyah mengatakan, tersangka berinisial MN (26). Dia diringkus saat baru tiba pada Selasa (28/2). “Dia merupakan penumpang pesawat Air Asia AK 396 dari Kuala Lumpur,” kata Zaky, Kamis pekan lalu. Zaky menjelaskan, penangkapan berawal saat petugas Bea dan Cukai melihat seorang pria mencurigakan di Bandara Kualanamu. Pria itu merupakan penumpang yang baru tiba di bandara internasional tersebut. Petugas yang curiga kemudian melakukan pemeriksaan. Hasilnya, petugas menemukan serbuk putih diduga sabu di dalam barang bawaannya. “Setelah kita periksa, ditemukan sabu seberat 256 gram yang disembunyikan di dalam tasnya,” ujar dia. Kepada petugas, pelaku mengaku mendapatkan barang haram itu dari temannya berinisial MS yang berada di Malaysia. Saat ini, kasus tersebut masih dikembangkan oleh Polda Sumut. Polisi masih menelusuri kemungkinan pelaku narkoba lain. Satuan Tugas Polda Sumatera
Utara juga menangkap bandar narkoba internasional yang membawa sabu-sabu dari Malaysia, Jumat (22/ 1/2017) malam, sekira pukul 22.00 WIB. Kabid Humas Polda Sumut Kombes Pol Helfi Assegaf mengatakan, bandar itu adalah Mul (46) yang berprofesi sebagai pedagang di Pasar Tumpuk Tengah, Kecamatan Banda Sakti, Kota Lhokseumawe. “Tersangka ditangkap di Jalan Binjai KM 12,2, Desa Mulyo Rejo, Kecamatan Sunggal, Kabupaten Deliserdang,” ujar Helfi di Medan. Dalam penangkapan tersebut, Satgas Polda Sumut menemukan barang bukti berupa satu bungkusan besar berwarna hijau dilapisi warna kuning berisi sabu-sabu dengan berat sekitar 1 kilogram. Petugas juga mengamankan satu unit mobil berwarna putih dengan nomor polisi BK 34 LA yang dipergunakan untuk membawa narkoba tersebut. Penangkapan itu berawal ketika anggota Direktorat Reserse Narkoba Polda Sumut mendapatkan informasi di Malaysia bahwa telah terjadi pengiriman sabu-sabu dalam jumlah besar melalui jalur laut. Setelah mengumpulkan berbagai informasi, diketahui sabu-sabu tersebut dikirim kepada tersangka yang merupakan salah satu bandar besar di Sumut. Setelah mendapatkan bukti yang cukup, petugas langsung melakukan penangkapan terhadap tersangka. Dalam pemeriksaan petugas, tersangka mengaku sabu-sabu tersebut diantar oleh adik kandungnya Iis yang kini dalam pengejaran. Sebagian sabu-sabu yang diterima dari Malaysia itu telah dijual ke pengedarnya di Medan, Aceh, dan Riau. Sedangkan barang bukti 1 kilogram yang diamankan adalah sisanya. “Saat ini, penyidik sedang melakukan pengembangan terhadap jaringan tersangka melalui koordinasi dengan Polda Aceh dan Polda Riau,” tambah Helfi.***
MODUS ACEH
opini
Herry Dharmawan MEng*
A
ceh merupakan salah satu provinsi terbarat di Indonesia dengan posisi terujung di pulau Sumatra. Jumlah cadangan Migas Aceh masih sangat banyak dan berlimpah, hanya saja perlu explorasi lebih menggunakan teknology tinggi. Banyak isu yang dihembuskan pihak tertentu mengenai sudah habisnya cadangan Migas Aceh. Ini tak terlepas dari niat buruk pihak-pihak tertentu dan kental unsur politik pembodohan. Di Aceh ada beberapa lokasi yang memiliki cadangan Migas terbesar di dunia. Itu terungkap dari hasil survey yang telah dilakukan salah satu lembaga German di laut Aceh. Ini setara dengan potensi serta kandungan industri minyak dan gas di Rusia, yang juga salah satu terbesar di dunia. Rusia memiliki cadangan terbesar dengan urutan keempat dari cadangan minyak di dunia, dan merupakan eksportir terbesar gas alam yang menguasai pasar Asia dan Eropa. Selain minyak dan gas, Rusia juga Ini memiliki cadangan batubara terbesar kedua. Rusia merupakan salah satu negara yang paling berpengaruh
NO 45/TH XIV 6 - 12 MARET 2017
23
Aceh dan Rusia dalam Perspektif Migas
di dunia dan negara maju dengan jumlah industri yang besar dalam konsumsi energi minyak dan gas ketiga di dunia. Namun, Rusia mampu memproduksikan minyak dan gas sekitar 10 – 11 juta barrels per hari. Dan, sebagian besar di eksport ke Eropa dan Asia. Jumlah konsumsi minyak dan gas equivalent 2,5 juta barrels per hari dan sisanya untuk di eksport. Industri Migas Rusia merupakan sektor utama dan industri vital itu sangat di lindungi serta diawasi oleh pemerintah. Migas di Rusia merupakan project besar dan membutuhkan dana investasi yang sangat besar juga. Selain Migas, Rusia juga memiliki teknology nuklir dan mampu mengurangi konsusmsi minyak dan gas terumata untuk kesediaan listrik 24 jam dan tidak pernah mati. Kata orang bijak; bangsa yang besar adalah bangsa yang menghargai sejarah dan pahlawan serta menjunjung dan melindungi rakyatnya. Kalimat tersebut sudah diaplikasi dari dulu hingga sekarang. Sifat nasionalisme, membela dan melindungi rakyat sangat memberikan pengaruh besar dalam perkemabngan dan kemajuan Rusia, baik dalam negeri maupun di luar atau kancah International.
Di Rusia sangat sulit kita menemukan orang asing yang bekerja, kalau pun ada hanya satu atau dua orang. Mereka memiliki keahlian khusus dan banyak pengalaman. Rusia mengutamakan rakyatnya dalam segala bidang termasuk salah satunya pekerja di industry Migas. Hampir 100 persen orang Rusia dan mereka dilindungi oleh undang – undang (mengutamakan pribumi Rusia). Rusia juga menciptakan industry pendukung Migas, dimana semua peralatan dan material industry di produksikan di Rusia dan sudah pasti pekerjanya juga orang Rusia. Rusian juga terus mengembangkan teknology di bidang Migas, membangun pusat penelitian dan pengembangan teknology Migas di beberpa wilayah di Rusia. Universitas di Rusia berperan sangat besar dan aktif dalam menciptakan teknokrat Migas yang mampu menjalankan dan memimpin industry Migas. Di masa datang, lebih maju dan bermartabat. Industri Migas seperti Gazprom, LukOil, Rosneft dan lainnya juga aktif berekspansi ke luar negeri, baik di Asia, Eropa, Timur Tengah dan Afrika. Kondisi alam Aceh dan Rusia memang sangat jauh berbeda. Aceh memiliki kondisi alam
yang cukup panas atau setara plus 25 hingga 35 derakat celsius dan hanya dua musim yaitu hujan dan kemarau serta cendrung stabile. Sedangkan Rusia memiliki kondisi cuaca yang sangat signifikan dan ekstrim. Saat musim panas misalnya, maksimum sekitar plus 20 derakat celsius dan musim dingin sekitar minus 30-50 derajat celsius dengan kelembaban udara yang rendah. Faktor alam sangat berpengaruh dalam industri Migas dan semakin sulitnya alam, maka akan semakin besar investasi dan tingginya teknologi yang di gunakan. Kondisi alam Aceh yang hangat dan stabile sangat memudahakan untuk menciptakan dan mengembangkan indisutri Migas dengan biaya produksi yang rendah dan mengutamakan putra putri Aceh. Tentu harus diikutsertakan dengan pelatihan dan pendidikan sebagai dasar dalam bekerja di industri Migas Aceh. Tidak ada alasan orang Aceh di anak tirikan seperti masa lalu, hanya sebagai penonton , tukang sapu dan petugas satuan pengamanan (Satpam). Saat ini rakyat Aceh harus jadi pioneer dalam menciptakan lapangan kerja di sektor Migas dan mengurangi kemiskinan. Dari total
FOTO DOK
penduduk Aceh sekitar 5 juta jiwa, tercatat ada pengangguran sekitar 500 ribu orang (pengangguran aktif sama dengan berpendidikan tidak bekerja) dan rakyat miskin sekitar 30 persen (1,5 juta jiwa). Karena itu, istilah; buya temeng troe , buya krueng teu deng deng , cocok untuk Aceh hingga saat ini. Kalau kita survey masih banyak orang luar Aceh yang bekerja di sektor Migas Aceh, sedangkan anak muda Aceh masih banyak menjadi pengangguran. Kondisi ini terjadi, salah satu penyebab adalah, tidak adanya tanggung jawab Pemerintah Pusat dan Pemerintah Aceh dalam mengatasi masalaah kemiskinan dan pengangguran yang sangat tinggi di Aceh. Semoga saja ada hal yang baik atau positif dari Rusia yang bisa kita ambil dan kita terapkan di Aceh terutama dalam industry Migas dengan mengutamakan putra putri Aceh.*** * Alumni Master Degree (Oil and Gas di Gubkin University, Moscow, Russia- 2011) dan kandidat Phd Oil and Gas di Gubkin University, Moscow, Russia 2016-2020. Sekitar 14 tahun bekerjasa sebagai profesional Migas, termasuk di Turkmenistan Oil and gas Field. Tinggal di Banda Aceh. Email:
[email protected]