NO 41/TH XIV 6-12 FEBRUARI 2017
Rp 7000,- ( Luar Aceh Rp 10.000,- )
MODUS ACEH
2
Redaksi
NO 41/TH XIV 6-12 FEBRUARI 2017
TABLOID BERITA MINGGUAN
MODUS ACEH BIJAK TANPA MEMIHAK
Islamisasi Pendidikan di Aceh, Mungkinkah?
P e n a n g g u n g j awa b / Pimpin an Red aksi Pimpinan Redaksi Muhammad Saleh Direktur Usaha Agusniar Man a ger Mana
liput an liputan
Juli Saidi
A
Editor Salwa Chaira Kar tunis/Design Kartunis/Design
Grafis
Rizki maulana Pemasaran/Sirkulasi Firdaus, Hasrul Rizal, Ghifari Hafmar M. Supral iklan/Sirkulasi Lhokseuma we/a ceh Lhokseumawe/a we/aceh
ceh sebagai daerah yang telah di deklarasikan syariat Islam dan satu-satunya propinsi Indonesia yang mendapatkan legetimasi untuk menerapkan syariat Islam dalam pelaksanaan kehidupan sehari-hari. Dunia tarbiyah di Aceh khususnya pendidikan formal seperti kurang realisasi dalam merespon syariat Islam untuk direduksikan dalam kurikulum berbasis syariat Islam. Sistem pendidikan Islami dipandang sesuai dengan falsafah hidup dan nilai sosial masyarakat Aceh pada khususnya dan bangsa Indonesia pada umumnya. Pendidikan Islami bukan hanya sekedar berisi ilmu pengetahuan atau mata pelajaran agama Islam, tetapi lebih dari itu, dia menyangkut implementasi nilai-nilai Islam dalam kehidupan sekolah, sehingga budaya Islami menjadi inti dari kebudayaan sekolah (school culture) dan menjadi ruh dalam proses penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Implementasi nilai Islami tercermin dalam visi, misi, tujuan, kurikulum, interaksi sosial antara warga sekolah, suasana kelas, suasana asrama, suasana lingkungan sekolah serta dalam berbagai aturan dan kebiasaan sekolah. Pendidikan Aceh yang Islami merupakan konsep ideal bagi Aceh untuk menyiapkan peserta didik atau lulusan pendidikan yang berilmu dan berkepribadian Islami sebagaimana menjadi core value dari tujuan pendidikan nasional dan visi strategis pendidikan Aceh. Namun harapan masyarakat yang di pundakkan kepada pemerintah baik eksekutif maupun legislative sepertinya belum mampu mewujud-
ut ara utara
mulyadi
Sekret aria t/ADM ta at Yulia Sari Kep ala B a gian Keuang an Kepala Agusniar Bagian I T Joddy Fachri Wa r taw a n rt Muhammad Saleh Juli Saidi ZULHELMI azhari usman
Ko r e s p o n d e n Aceh Selatan Sabang Nagan Raya Takengon Aceh Besar Aceh Tenggara Gayo Lues Kuala Simpang Pidie, Langsa Bener Meriah
kan lebih real implementasi system dan kurikulum yang mampu melahirkan sebuah pendidikan berbasis nilai syariat. Dalam perspektif Ahmad Tafsir (2010) mengungkapkan bahwa pendidikan Islami adalah pendidikan yang berdasarkan pada nilai-nilai Islam, pendidikan yang teori-teori dan prakteknya disusun berdasarkan Al-Qur’an dan Hadits. Dalam mewujudkan pendidikan Islami perlu ada usaha, kegiatan, cara, alat dan lingkungan hidup yang menunjang keberhasilannya yang dapat membentuk kepribadian muslim yang Islami (Nasir Budiman, 2000). Sedangkan tujuan pendidikan dalam Islam adalah untuk membimbing perkembangan peserta didik secara optimal agar mengabdi kepada Allah SWT dan untuk membentuk manusia sebagai pribadi yang bermoral, jujur, bersih dan disiplin (Jamal, 2005). Karena itu, sistem tersebut dipandang sangat cocok untuk masyarakat Aceh yang menjadikan Islam sebagai jati dirinya. Pendidikan Islami semestinya menjadi agenda utama dalam proses penerapan syariat Islam di Aceh. Sebab, tidak diragukan lagi bahwa hanya dengan pendidikan Islami yang komprehensif pintu gerbang kebangkitan Islam dan umatnya dapat dikembangkan, dan hanya dengan nilai-nilai pendidikan Islami cita-cita syariat Islam yang kaffah di Aceh sangat mungkin untuk diwujudkan. Merujuk kepada UU Nomor 44 tahun 1999, UU Nomor 18 tahun 2001 dan Qanun Nomor 5 tahun 2008 tersebut, sesungguhnya sudah jelas mengharuskan agar semua stakeholder pendidikan di Aceh secara serius mewujudkan semua
usaha pendidikan Islami. Pendidikan Islami (Islamic Education) merupakan suatu sistem pendidikan yang menjadi komitmen pemerintah dan masyarakat Aceh untuk dikembangkan dalam praktik pendidikan di Aceh. Karena sistem pendidikan Islami dipandang sesuai dengan falsafah hidup dan nilai sosial masyarakat Aceh pada khususnya dan bangsa Indonesia pada umumnya. Praktek pendidikan, termasuk pendidikan agama di Aceh selama ini, masih berorientasi kepada proses mengejar dan menghimpun informasi keilmuan sebanyak mungkin, namun melupakan aspek pendidikan yang fundamental, yaitu bagaimana melahirkan generasi yang mampu menjalani hidup dan kehidupan dengan seutuhnya bersandar kepada nilai-nilai Ilahiyah. Hal tersebut relevan dengan apa yang diungkapkan Muhaimin bahwa dewasa ini pendidikan agama di sekolah sering dianggap kurang berhasil dalam menggarap sikap dan perilaku keberagamaan peserta didik serta membangun moral dan etika bangsa. Beranjak dari itu kapan “nanggrou endatu yang teuleubeh” mampu mengimplentasikan kurikulum dan sistem pendidikan islam yang mampu melahirkan generasi qurani yang berkarakterk akhlakul karimah dan beriptek dalam menjawab tantangan zaman di era globalisasi ini menuju hari esok yang lebih indah? Iswadi Arsyad Dewan Guru Dayah MUDI Mesjid Raya Samalanga, Bireun
Simeulue
Alama t Red aksi Alamat Redaksi Jl. T. Panglima Nyak Makam No. 4 Banda Aceh. Telp (0651) 635322 email:
[email protected] [email protected] [email protected] [email protected] www.modusaceh.com. Penerbit PT Agsha Media Mandiri Rek Bank Aceh: 01.05.641993-1 Rek Bank BRI Cabang Banda Aceh: 0037.01.001643.30.9 NPWP: 02.418.798.1-101.000 Percetakan PT. Medan Media Grafikatama
Terbit Sejak 2003
Dalam Menjalankan Tugas Jurnalistik, Wartawan MODUS ACEH Dibekali Kartu Pers. Tidak Dibenarkan Menerima Atau Meminta Apapun Dalam Bentuk Apapun dan Dari Siapa Pun
di balik Berita
MODUS ACEH NO 41/TH XIV 6-12 FEBRUARI 2017
3
■ Irwandi Sebut Apa Karya Tak Bisa Bikin Anak
Canda Tak Biasa Level Dewa Menyebut Zakaria Saman (Apa Karya) tak bisa bikin anak, menurut Irwandi Yusuf, sebuah candaan atau humor berlevel dewa. Tapi, diakui Darwati A. Gani berlebihan, bahkan tidak pantas serta membuat banyak orang kecewa. Sebaliknya, Apa Karya bilang, “Bek tanyoe dikap le asee, tabalah kap asee! Azhari Usman ebat pasangan calon (paslon) Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh berakhir sudah di Gedung Amel Banda Aceh, Selasa siang pekan lalu. Seribu kesan, sejuta pesona positif maupun negatif melekat kuat di kepala rakyat Aceh. Baik yang hadir di arena debat maupun mengikuti siaran langsung di iNEWS TV. Debat tahap (III) akhir ini sadar atau tidak memang telah menunjukkan karakter calon pemimpin Aceh untuk lima tahun mendatang. Simak saja, mulai dari saling serang dan klaim program Jaringan Kesehatan Aceh (JKA) hingga keluarnya kata-kata yang dinilai tak pantas dan nyaris menyerang harkat serta pribadi. “Itu hoak, Apa Karya. Tidak benar. Bikin JKA itu mudah, tapi lebih mudah bikin anak. Tapi, Apa Karya tidak bisa itu,” ujar Irwandi Yusuf. Seketika, pengunjung yang hadir tertawa. Tapi, tidak sedikit yang heran dan mengaku kecewa. “Waduh, kenapa begitu, Pak Irwandi? Itu tidak sehat dan menyerang pribadi. Tidak pantas dia mengeluarkan katakata seperti itu,” kata Usman, seorang warga Ulee Kareng, Banda Aceh, yang hadir di acara tersebut. Bermula dari pernyataan Zakaria Saman atau akrab disapa Apa Karya, calon Gubernur Aceh Nomor Urut 2 kepada Irwandi Yusuf, soal siapa sebenarnya pencetus program Jaminan Kesehatan Aceh (JKA). “Saya ingin tanya JKA dengan Bapak. Kapan buatnya? Siapa yang buatnya, apa saya dulu?” tanya Apa Karya dengan gaya khasnya dan disambut aplus pengunjung. Nah, entah sadar atau tidak, Irwandi Yusuf saat itu terkesan ‘emosi’. Dan, mantan Gubernur
D
Aceh itu kemudian menjawab bahwa JKA adalah program yang dia cetus ketika menjadi Gubernur Aceh. Saat menjawab itulah, Irwandi menyindir Apa Karya yang tidak memiliki anak. “Itu hoak, Apa Karya. Tidak benar. Bikin JKA itu mudah, tapi lebih mudah bikin anak. Tapi, Apa Karya tidak bisa itu,” ujar Irwandi. Begitupun, mendapat jawaban menohok dari Irwandi, Apa Karya tak merespon. Sebaliknya, dia menjelaskan bawah ide melahirkan JKA pertama kali dicetuskan dirinya saat berbicara dengan mantan Presiden Finlandia Martti Ahtisaari dan mantan tim pemantau perdamaian Aceh (AMM) Peter Faith. Saat itu, menurut Apa Karya, dirinya mengusulkan jaminan kesehatan untuk masyarakat Aceh yang selanjutnya dibicarakan dengan Pemerintah Indonesia. Itu sebabnya, Apa Karya menolak klaim Irwandi Yusuf terkait pencetus program JKA. “Jangan sapi punya susu, lembu punya nama,” kata Apa Karya yang disambut tepuk tangan penonton debat. Apa Karya juga menjamin pernyataan yang disampaikannya di hadapan ribuan pemirsa iNews TV ketika itu dapat dipertanggungjawabkan. “JKA nyan ka awai ta lakee dan lon na rekaman dan siap lon peulamah (JKA itu sudah lebih awal kita minta dan saya punya rekaman dan siap saya tunjukkan),” ujar mantan Menteri Pertahanan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) itu sambil mengatakan, JKA itu sudah lama dia minta dan siap untuk dibuktikan. Sebatas ini memang tak ada persoalan. Namun, hanya lima menit setelah debat berakhir, di dunia maya dan media sosial (Facebook) beredar sejumlah komentar. Pernyataan Irwandi spontan blunder. Banyak netizen
melalui Facebook dan bertemu langsung dengan media ini di sejumlah warung kopi di Banda Aceh mengaku kecewa dengan sikap dan perkataan Irwandi. “Sejujurnya, saya simpati dengan Bang Wandi. Tapi, ketika dia menghujat seperti itu, saya kurang tertarik lagi,” kata Ruslan, seorang mahasiswa di Warung Kopi Solong Ulee Kareng Banda Aceh. Pendapat serupa juga disampaikan Irwan. “Walau ini guyon atau sekedar bercanda, tapi ini tidak etis secara politik. Sebagai mantan Gubernur Aceh, Bang Wandi harusnya tidak terjebak dalam permainan sesaat ini. Katanya, dia ahli propaganda. Kok terprovokasi dengan Apa Karya. Jujur, saya kecewa,” jelas Irwan. Menariknya, walau mendapat banyak kecaman di media sosial, Irwandi justru menanggapinya dengan santai. Andaipun ada meminta maaf di akun Facebook-nya, terkesan dia menilai persoalan yang dia sebut canda level dewa, tetap normal dan biasa saja. Itu terpasang di dinding Facebook-nya. Banyak orang mengkritik lelucon sangar saya terhadap Apa Karia. Sebenarnya jawaban saya bercampur humor dewasa level dewa itu sebagai respon thd kampanye Apa Karia yang bertubi2 mengejek JKA yang saya gagas itu adalah Jalan Kereta Api yang terlantar di Aceh Utara (tdk ada kaitannya dgn saya) minggu belakangan ini. Apa Karia selama ini terkenal karena mengolok2 lawan politiknya. Tak kurang Wali Nanggroe juga dioloknya. Tapi yang itu tadi memang saya maksudkan hanya sebatas guyonan orang dewasa. Kalau Apa Karia tersinggung, ya jangan tersinggunglah. Tapi kalau benar2 tersinggung, saya minta maaf se-
maaf2nya. Sebenarnya, Apa Karia dan saya kalau bercanda, ya seperti itu..... Bagi kami itu normal saja. Adapun tanggapan Zaini Abdullah thd guyonan keras itu seperti yang ditulis AJNN sebenarnya lebih karena Abu Doto tidak bisa menjawab pertanyaan saya. Saya mengatakan bahwa semasa Aceh dibawah kepemimpinan saya, 2007-2012, angka kemiskinan turun dari 30an persen menjadi 18.9%. Sedangkan semasa Zikir yang hampir 5 tahun angka kemiskinan Aceh hanya turun 2% padahal dana otsusnya telah naik 2 x lipat. Selain itu, ketika saya tanyakan mengapa Abu Doto membatalkan 2 program besar yang sudah saya rancang sangat baik, yaitu program jalan tol sebagai urat nadi ekonomi Aceh karena dimasa pembangunannya saja dapat menampung setidaknya 100.000 tenaga kerja selama 7 tahun belum lagi multiplier effects-nya; dan pembangkit listrik tenaga panas bumi di Seulawah yg juga bisa menampung belasan ribu tenaga kerja padahal saya sdh berhasil melobi pemerintah Jerman utk memberikan dana gratis Rp 133 Milyar dan uang itu sdh berada di Aceh, Abu Doto tidak bisa menjawabnya. Mengapa mengapa Abu Doto membatalkannya...... Beliau tidak bisa menjawabnya. Abu Doto terpaksa ploh bron (melepas penat—red) terhadap saya dengan menumpang guyonan cadas saya thd Apa Karia, lewat AJNN yg dikelola oleh Akhiruddin Mahyuddin yang juga merupakan Timsesnya. Selanjutnya, dalam akun serupa Irwandi juga menulis; Apa Karia and I. Saya dan Apa Karia sdh biasa tukar menukar guyonan dan ejek2an di berbagai forum tanpa marah dan sakit hati. Yang heboh justru peulandok2
(kancil—red) opportunis lain. Ada yang langsung, ada yang dengan perantara proxy -nya. Alahai, peulandok! Bisa jadi, alasan dan argumentasi Irwandi itu benar. Namun, tak sejalan dengan Darwati A. Gani. Dari Tapaktuan, Kabupaten Aceh Selatan, istrinya itu mengaku terusik serta menyayangkan pernyataan sang suami. Dalam akun Facebook-nya, Darwati menulis dengan penuh sejuk. Pagi yang mendung, menuju Subulussalam..Irwandi Yusuf apa kabarmu, mungkin semalam aku menjadi orang yg paling tidak nyenyak tidur, Semestinya saat2 seperti ini aku ada bersamamu, ada dalam pelukanmu, tempat paling nyaman yang aku punya.. Candaanmu yang berlebihan dan bahkan di anggap tidak pantas itu, membuat banyak orang kecewa, tp itu smua sudah terjadi, kamu juga manusia, sekali2 ada silapnya juga, pada kesempatan ini aku sebagai istrimu meminta maaf kepada semua pihak dan khususnya kepada Apa Karya, Apa..maafkanlah dia, bukankah kita selama ini sering becanda di luar batas kewajaran. Semoga ini menjadi pembelajaran bagi kita semua. Teruslah berjuang suamiku, aku akan selalu mendukungmu, kita memang diciptakan Allah untuk saling mengisi kekurangan dan saling melengkapi. Kamulah separuh hidupku, Mendoakanmu dari tempat yang jauh. Tapak Tuan, 1 Februari 2017. Hasilnya, setelah muncul komentar dan permintaan Darwati, para netizen baru berhenti ‘membuli’ Irwandi yang dinilai tak pantas dan menyerang kehormatan pribadi. Tapi, itulah canda tak biasa level dewa ‘made in’ Irwandi Yusuf. “Terserah rakyat menilainya,” ucap Apa Karya.***
4
MODUS ACEH NO 41/TH XIV 6-12 FEBRUARI 2017
di balik Berita
Apa Karya: Biarlah Rakyat Menilai! Calon Gubernur Aceh Nomor Urut 2 dari jalur independen, Zakaria Saman atau akrab disapa Apa Karya, mengaku tak mempersoalkan usuf pernyataan Ir wandi YYusuf Irwandi terhadap dirinya dalam Debat Kandidat Gubernur Aceh Tahap III di Gedung Amel, Banda Aceh, Selasa siang pekan lalu.
H
anya saja, sebut Apa Karya, sejumlah pendukung dan keluarga besarnya merasa tidak senang dan terusik. Begitupun, dengan jiwa besar, Apa Karya menyerahkan sepenuhnya pada rakyat untuk menilai pernyataan dan sosok seorang Irwandi Yusuf. “Bah rakyat yang nilai, kiban dan so Irwandi. Bagi lon, hana masalah. Rakyat ka diteupe pu yang lon peulaku untuk rakyat Aceh (Biarlah rakyat yang menilai seperti apa dan siapa Irwandi itu. Bagi saya, tidak masalah. Rakyat sudah tahu apa yang saya lakukan untuk rakyat Aceh),” kata Apa Karya menjawab pertanyaan media ini, Rabu pagi pekan lalu melalui saluran telpon seluler. Apa Karya mengaku, dia tidak ada maksud apapun terkait pertanyaan soal Jaminan Kesehatan Aceh (JKA) kepada Irwandi, hanya semata-mata untuk penjelasan agar rakyat Aceh tahu. Sebab, semua pihak ikut terlibat saat itu, termasuk dirinya. “Lage lon peugah baroe, lon telpon dan peugah haba ngon Martti dan Peter Faith serta Pak Jusuf Kalla (Seperti yang saya katakan kemarin, saya hubungi dan bicara dengan Martti dan Peter Faith serta Jusuf Kalla),” jelasnya. Namun, kata Apa Karya, karena posisi saat itu bukan Gubernur Aceh, maka cukup kuat alasan bagi pihak tertentu untuk tidak mengakui jasanya itu. “Tapi, ci tanyong bak Pak Mustafa (Plt Gubernur Aceh saat itu—red), puna lage lon peugah (Tapi, coba tanya pada Pak Mustafa Abu
Bakar, apakah seperti yang saya katakan),” ucap Apa Karya dan dia mengaku punya dokumentasi atau rekaman soal itu. Apa Karya berharap, persoalan Pilkada Gubernur Aceh jangan sampai melahirkan pernyataan-pernyataan yang menyesatkan, sehingga rakyat Aceh bingung. Soal siapa yang berbuat atau menjalankan, itu urusan lain. Sebab, antara dirinya, Irwandi, Muzakir Manaf (Mualem) serta dr. Zaini Abdullah saat itu masih dalam satu jemaah yaitu Partai Aceh. “Adak meudeh, kon ci peugah le Irwandi, JKA nyan na hasil tanyo mandum, kon ata jih mantong (Harusnya, Irwandi berkata bahwa JKA itu ada karena usaha kita semua, bukan dia saja),” ujar Apa Karya. Diakui Apa Karya, “Bahwa program JKA Irwandi yang jalankan, itu sudah pasti karena dia Gubernur Aceh saat itu. Tapi, kalau tidak ada pimpinan GAM dan para kombatan GAM serta Partai Aceh saat itu, tidak mungkin Irwandi bisa jadi Gubernur Aceh dan bisa menjalankan JKA,” kritik Apa Karya. Terkait pernyataan Irwandi soal dirinya tidak bisa bikin anak. Apa Karya berulangkali menyatakan dan menyerahkan sepenuhnya pada rakyat untuk menilai siapa sosok Irwandi. “Lon sikula hana manyang. Tapi, di likot lon rame awak carong dan na sikula. Lon na nit lon keunek peugot Aceh beujroh. Maka jih, lon pulang bak rakyat Aceh, termasuk ulama dan abu-abu dayah (Pendidikan saya tidak tinggi. Tapi, di belakang saya, banyak orang
cerdas dan berpendidikan tinggi, termasuk ulama dan kiai dayah. Saya hanya punya niat untuk memperbaiki Aceh untuk lebih baik),” kata Apa Karya pada media ini. Hanya itu? Tunggu dulu. Pernyataan Apa Karya yang lebih tajam justru dia sampaikan pada portal Mediaaceh.co, 1 Februari 2017 lalu. “Bek tanyoe dikap le asee, tabalah kap asee (Jangan karena kita digigit anjing, kita balas dengan menggigit anjing),” ujar Apa Karya. Begitupun, tulis Mediaceh.co, Apa Karya tetap tidak menempuh jalur hukum dan membiarkan rakyat Aceh sendiri yang menilai pernyataan yang dikeluarkan Irwandi Yusuf itu. “Hana lon gugat nyan. Bek tanyoe dikap le asee, tabalah kap asee. Ma ken ka geubalah le Dokto Zaini Baroe (Tidak saya gugat itu. Jangan karena kita digigit anjing, kita balas menggigit anjing. Kemarin sudah dibalas oleh Dokto Zaini),” kata Apa Karya pada Mediaaceh.co, Rabu, 1 Februari 2017. Apa Karya mengakui jika dirinya memang tidak memiliki keturunan, tetapi bukan berarti tidak bisa melahirkan program JKA. Maka, dia meminta, masyarakat Aceh menilai sendiri apa yang dinyatakan Irwandi Yusuf itu.”Memang lon hana aneuk. Ma peu hana jadèh peugèt JKA (Memang saya tidak punya anak. Tapi, apa saya tidak bisa buat JKA),” kritiknya. Pertanyaan kemudian, benarkah program JKA bukan ide Irwandi Yusuf? Untuk menjawab secara pasti memang sulit. Na-
mun, satu pernyataan dari mantan Kepala Dinas Kesehatan Aceh, dr. TM Thaib Sp.A, M.Kes menarik untuk diketahui. “JKA itu ide Mustafa Abu Bakar,” sebut dr. Thaib. Pengakuan itu disebut dr. Thaib dalam keterangannya yang dikutip Tabloid Kontras, No:468/ Tahun X, 18-24 Desember 2008, halaman 2 dengan judul ‘Program JKA Rp 529 M Cet Langet?’ yang masih tersimpan di dokumentasi media ini. “Ide pelayanan kesehatan gratis bukanlah dari Irwandi. Sejak Pak Mustafa Abu Bakar menjadi gubernur, ide ini sudah digulirkan, namun baru coba kita realisasikan di masa Pak Irwandi,” begitu ungkap mantan Kepala Dinas Kesehatan Aceh, TM.Thaib Sp. A, M.Kes. Ketika itu, program ini mendapat kritik cukup tajam dari anggota Dewan Perwailan Rakyat (DPR) Aceh. Alasannya, apabila anggaran yang diplot Rp 529 miliar disetujui, maka akan menuai masalah seperti yang terjadi pada tahun-tahun sebelumnya. “Penundaan tersebut karena Kepala Dinas Kesehatan Aceh, dr. TM. Thaib Sp.A, M.Kes, belum mampu menunjukkan kepada Pokja I Panggar DPRA data penerima kartu JKA dan mekanisme serta tata cara pengobatan gratis menggunakan kartu JKA di RSU pemerintah maupun swasta,” kata Nasrul Musadir, anggota DPR Aceh saat itu. Nah, lepas dari semua itu, jika pernyataan mantan Kadis Kesehatan Aceh, dr. TM. Thaib seperti diwartakan Tabloid KONTRAS benar adanya. Maka, tak elok jika ada pihak yang mengklaim bah-
wa Irwandi Yusuf merupakan satu-satunya penggagas JKA Aceh, sehingga dia berhak disebut sebagai: Bapak JKA Aceh. Pernyataan atau ‘gugatan’ itu juga disampaikan calon Wakil Gubernur Aceh TA. Khalid yang berpasangan dengan Muzakir Manaf (Mualem) Nomor Urut 5 dalam berbagai kampanye atau pertemuan dengan masyarakat di seluruh Aceh. “Sebenarnya, saya sudah dapat informasi itu sejak awal. Hanya saja, secara etika politik, itu tidak baik saya sampaikan. Namun, agar informasi tidak sesat dalam masyarakat, saya hanya melihatnya dari sisi anggaran. Nah, andai saja tidak ada Partai Aceh (PA) yang mem-back up program JKA ketika itu, apa mungkin bisa dilaksanakan,” sebut TA Khalid. Tak hanya itu, kata TA Khalid, Aceh ke depan harus dipimpin oleh sosok yang benar-benar amal ma’ruf. “Bukan sebaliknya, bicara amal ma’ruf dan halal, tapi perbuatan dan perkataan nahi munkar,” sebut TA Khalid di hadapan 50 ribuan lebih massa yang menghadiri kampanyenya di Nagan Raya, Kamis pekan lalu. Masih kata TA Khalid, “Itu sebabnya, sejak dari awal Mualem mengajak seluruh partai politik lokal dan nasional bersama dalam barisannya karena alasan tadi. Saat ini, kami bersama partai politik nasional memiliki 59 kursi. Insya Allah, akan terus bertambah dan jika kami berhasil serta terpilih, akan mengajak semua kawan-kawan di parlemen Aceh untuk berpikir dan berbuat yang terbaik bagi kesejahteraan rakyat Aceh, sehingga tidak ada klaim-klaim semu dan tak mendasar,” papar TA Khalid yang juga Ketua DPD I Partai Gerindra Aceh. Usai kampanye, pada media ini, TA Khalid mengutip beberapa hadih maja. Geupeuna utak geuyue seumike, geupeujeut até geuyue meurasa, panè na ék gop peugah sabé, leubèh meusampé ingat keudroe lam dada (Punya otak untuk berpikir, punya hati untuk merasa. Mana sanggup selalu kita ingatkan, alangkah baiknya, ingat sendiri dalam hati). Meunye Hanjeut Ilmee Tauhid, Salah Narit jeut keu kaphee. Meunye Hanjeut ilmee Tasawof, Roh ta Pajoh Bangkee-Bangkee. Meunye Hanjeut Ilmee Fiqah, Roh ta gagah bak buet jahee. Meunye hanjeut ilmee Alat, ‘oh Meudeubat Talo sabee’. ***
di balik Berita
MODUS ACEH NO 41/TH XIV 6-12 FEBRUARI 2017
5
Bang Leman Kembali Setelah hampir dua tahun kursi Wakil Ketua DPR Aceh jatah Partai Golkar kosong atau tanpa kepastian, Minggu malam, 29 Januari 2017 lalu terjawab sudah. Kursi tersebut akhirnya dikembalikan anggota dan pimpinan DPR Aceh kepada Drs H Sulaiman Abda M.Si. Buah dari kesabaran?
Muhammad Saleh ak ada perang yang tidak berakhir damai. Dan, tidak ada hujan yang tak berhenti. Agaknya, kondisi inilah yang sempat membalut tubuh Dewan Pimpinan Daerah (DPD) I Partai
T
Golkar Aceh. Itu terkait dengan bongkar-pasang Wakil Pimpinan DPR Aceh, jatah partai berlambang pohon beringin tersebut. Begitupun, sejak minggu pekan lalu, semua itu berakhir sudah. Drs H Sulaiman Abda M.Si dikembalikan posisinya sebagai Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Aceh. Keputusan itu dilakukan melalui Rapat Paripurna Sidang I Tahun 2017, dipimpin langsung Ketua DPR Aceh, Muharuddin. “Berdasarkan surat masuk yang menegaskan Partai Golkar Aceh menghentikan seluruh proses pergantian antar waktu (PAW) pimpinan DPRA. Selanjutnya, Sulaiman Abda tetap sebagai pimpinan DPRA. Surat ini sekaligus mencabut surat DPP Golkar, 15 Juni 2016, perihal penggantian pimpinan DPRA,” begitu ucap Ketua DPR Aceh Muharuddin. Nah, itu berarti, seluruh polemik soal siapa yang berhak menduduki kursi pimpinan lembaga wakil rakyat tersebut tuntas sudah. Banyak pihak menilai, kembalinya kursi tadi tak lepas dari kesabaran Sulaiman Abda
atau akrab disapa Bang Leman ini dalam menghadapi berbagai ‘riak’ yang terjadi. Sebelumnya atau tanggal 15 Juni 2016, Dewan Pimpinan Pusat (DPP) Partai Golkar, disusul DPD I Partai Golkar Aceh mengirim surat pada DPRA. Isinya, mengganti kursi dan
posisi Sulaiman Abda kepada M Saleh sebagai Wakil Ketua DPR Aceh. Namun, tanggal 30 September 2016, DPP Partai Golkar dan DPD I Partai Golkar Aceh mencabut surat dimaksud dan mengembalikan posisi Sulaiman Abda pada 12 Oktober 2016.
Sementara itu, pada MODUSACEH.CO, Selasa pagi, 31 Januari 2019 di ruang kerjanya, Sulaiman Abda menyambut baik keputusan anggota dan pimpinan DPR Aceh. Terutama pada DPP dan DPD I Partai Golkar Aceh. Dia mengaku tak mempersoalkan semua dinamika partai yang sudah terjadi. “Ini biasa dalam partai,” sebutnya singkat. Itu sebabnya, dia mengajak seluruh kader dan pimpinan Partai Golkar Aceh, kabupaten/kota, kecamatan hingga gampong (desa) untuk kembali merapatkan barisan. “Untuk jangka pendek, bagaimana memenangkan pilkada. Sementara, jangka panjang, bagaimana kita merebut hati rakyat untuk meraih kursi di parlemen pusat, Aceh serta kabupaten dan kota,” imbau dia. Menurut Sulaiman Abda, konsolidasi internal partai sangat penting demi kemajuan dan kesuksesan seluruh program maupun visi dan misi partai. “Ayo kita lupakan masa lalu dan kembali melihat ke depan,” ajak mantan Ketua DPD I Komite Nasional Pemuda Indonesia (KNPI) Aceh ini.***
6
MODUS ACEH NO 41/TH XIV 6-12 FEBRUARI 2017
di balik Berita
Sudut kutaraja
MODUS ACEH NO 41/TH XIV 6-12 FEBRUARI 2017
7
■ Terkait Temuan BPK RI
Semua Sudah Diselesaikan!
“ Kepala Dinas (Kadis) Pekerjaan Umum (PU) Banda Aceh Ir Samsul Bahri menjelaskan terkait hasil pemeriksaan BPK RI Perwakilan Aceh mengenai proyek pembangunan Gedung Banda Aceh Madani Education Center sudah tidak ada persoalan lagi. Sebab, semua rekomendasi BPK RI telah dilaksanakan dan ditindaklanjuti pihaknya bersama kontraktor pelaksana.
Azhari Usman
Sudah, semua sudah selesai. Termasuk kewajiban mengembalikan kelebihan bayar juga telah disetor ke kas daerah oleh perusahaan pelaksana,” begitu jelas Samsul Bahri pada media ini pekan lalu di Banda Aceh. Menurutnya, temuan atau rekomendasi Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) adalah hal biasa dalam pelaksanaan proyek. Sebab, BPK adalah lembaga negara yang diberi kewenangan untuk itu. Karenanya, BPK memberi waktu 60 hari kepada para pihak untuk menindaklanjuti hasil temuan mereka. “Sifatnya menyampaikan berbagai temuan, untuk kemudian diselesaikan atau ditindaklanjuti. Makanya, kami patuh pada aturan itu dan menyelesaikan semua saran auditor BPK,” jelas Samsul Bahri. Sebelumnya, Lembaga Pemantau Lelang Aceh (LPLA) mendesak agar pihak penegak hukum untuk segera mengusut tuntas temuan BPK Perwakilan Aceh, terkait pembangunan Gedung Banda Aceh Madani Education Center (BMEC), yang te-
lah ditemukan pelanggaran hukum dan adanya kerugian negara. Desakan itu disampaikan Ketua LPLA, Nasruddin Bahar, kepada media pers melalui siaran persnya, Senin, 23 Januari 2016. Kata Nasruddin, proyek Pembangunan BMEC Tahap II yang dialokasikan anggaran sebesar Rp 35.476.062.000 melalui dana Otonomi Khusus itu dikerjakan PT BAK. Berdasarkan pemeriksaan BPK pada kegiatan belanja modal Pemerintah Kota Banda Aceh tahun anggaran 2015 dan 2016 (sampai Oktober 2016), ditemukan adanya penambahan item sewa scaffolding (rangka penyangga) Rp 1.666.620.000 dan kelebihan pembayaran untuk item pekerjaan bekisting Rp 202. 407.023 pada proyek pembangunan gedung tersebut. Adanya penambahan item baru di bawah sub pekerjaan persiapan untuk sewa scaffolding sebanyak 9.259 set atau sebesar Rp 1.666.620.000 (Rp 180.000/set), Namun, seperti diketahui pada analisa kontrak dokumen awal, komponen pem-
bentuk pekerjaan lantai adalah pekerjaan beton, besi dan bekisting tidak terdapat item sewa scaffolding. Selain itu, berdasarkan shop drawing (gambar kerja) yang dibuat dari detail engineering design (DED), yang merupakan bagian dari dokumen pengadaan, terdapat pekerjaan lantai atap berupa pelat lantai seluas 3590,17 meter persegi, sesuai volume kontrak awal. “Dalam Perpres 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang dan Jasa sangat jelas dinyatakan dalam hal terdapatnya perbedaaan antara kondisi lapangan pada saat pelaksanaan, dengan gambar dan/atau spesifikasi teknis yang ditentukan dalam dokumen kontrak, PPK (pejabat pembuat komitmen) bersama penyedia barang/ jasa dapat melakukan perubahan produk yang meliputi; menambah atau mengurangi volume pekerjaan yang tercantum dalam kontrak, menambah dan/ atau mengurangi jenis pekerjaan, mengubah spesifikasi teknis pekerjaan sesuai dengan kebutuhan lapangan, atau mengubah jadwal pekerjaan,” urai Nasruddin.
Adanya temuan BPK RI Perwakilan Aceh tadi diakui Kadis PU Banda Aceh, Samsul Bahri. Itu sebabnya, pihaknya menyelesaikan semua temuan tersebut. Ini sejalan dengan saran yang diberikan BPK. “Nah, jika telah diselesaikan, maka tidak ada masalah dan akan disebutkan atau dicatat pada laporan audit tahun berikut. Sebaliknya, menjadi masalah jika tidak dilakukan tindak lanjut atau pekerjaan fiktif. Ini baru bisa dikatakan berimplikasi hukum dan akan tetap menjadi temuan pada tahun berikutnya. Menurut Samsul, sifat audit BPK tak hanya sebagai pengawasan, tapi juga pembinaan terhadap aparatur pemerintah dalam tata kelola keuangan negara. “Tentu dalam pelaksanaannya, ada di sana-sini kekurangan. Itu biasa dalam dunia pekerjaan dan kami telah minta pada kontraktor untuk menyelesaikannya. Termasuk melakukan konsultasi dengan auditor BPK dan menegur konsultan pengawas,” jelas Samsul Bahri pada MODUSACEH.CO, Selasa sore, 31 Januari 2017 di Banda Aceh.***
MODUS ACEH
8
Bireuen
NO 41/TH XIV 6-12 FEBRUARI 2017
■ Realisasi APBK Bireuen 2017
MASIH TERSANGKUT DPA Meski Anggaran Pendapatan Belanja Kabupaten (APBK) Bireuen 2017 sudah disahkan. Namun, realisasi anggaran untuk berbagai kegiatan belum dilaksanakan. DPRK Bireuen mendesak agar eksekutif segera menyerahkan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) tahun 2017.
Zulhelmi
ambatnya penyusunan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) 2017 oleh sejumlah Satuan Kerja Perangkat Kabupaten (SKPK) Bireuen membuat realisasi anggaran 2017 tidak bisa dicairkan. Padahal, APBK telah disahkan legislatif tepat waktu atau bulan November 2016 lalu. Akibatnya, hingga saat ini, seluruh program belum berjalan. Itu sebabnya, sejumlah pertanyaan muncul dari anggota DPRK Bireuen. Salah satunya Athaillah Saleh. Dia mendesak Plt Bupati Bireuen Ir. Mukhtar Abda,M.Si segera merealisasikan seluruh kegiatan proyek dalam APBK Bireuen 2017. “Kami menyarankan eksekutif segera merealisasi programprogram 2017 yang sudah disahkan dalam APBK,” kata Wakil ketua DPRK Bireuen ini pekan lalu. Selain itu, Athaillah mempertanyakan alasan, sehingga belum terlaksana realisasi DPA sampai saat ini. “Untuk apa pengesahan pada bulan November 2016 ketok palu? Tentu, dilakukan agar realisasinya cepat terlaksanakan, sehingga ekonomi masyarakat dapat menggeliat,” ungkapnya. Politisi Partai Persatuan Pembangunan (PPP) itu menegaskan, tim anggaran Pemkab Bireuen segera menyerahkan DPA kepada dewan dan segera merealisasikan seluruh kegiatan
L
serta program yang sudah ada dalam APBK. Sebutnya, pihak legislatif sudah punya itikat baik untuk mempercepat pengesahan APBK 2017. Karena bila terlambat, akan jadi bumerang kepada pihaknya. Sayangnya, eksekutif
penghasilan lain,” ulas dia. Menurutnya pengesahan APBK 2017 Kabupaten Bireuen nomor satu tercepat di Provinsi Aceh. Itu sebabnya, dia sangat berharap agar eksekutif Bireuen tak memperlambat lagi penyusunan DPA. “Kalau ada sink-
Athaillah Saleh
sangat lamban dalam menyusun DPA. “Jika kegiatan realisasi ini dikerjakan di akhir tahun waktu sangatnya sempit. Kami takutkan, kualitas proyek juga tidak baik, semisal pembangunan irigasi kalau sudah dikerjakan musim hujan tentu kualitas diragukan,” jelasnya. Percaya atau tidak, lanjutnya, masyarakat Kabupaten Bireuen sangat tergantung pada APBK. “Cairnya APBK akan sangat membuat masyarakat gembira. Tapi, jika belum cair, masyarakat tidak tahu mengerjakan apa karena Bireuen tidak ada sumber
ronisasi dan kerja sama yang baik, maka akan cepat selesai. Ketika semua program sudah selesai, maka kita pun cepat melobi program baru 2018 ke pusat,” sebut dia. Kata Athaillah, baru dua SKPK yang telah menyerahkan DPA, namun pihaknya mengharapkan semua dinas segera mempercepat penyusunannya. “Yang perlu dilaksanakan dan dipercepat dinas-dinas yang mempunyai anggaran dominan atau lumayan besar,” pintanya. Athaillah Saleh meminta, set-
elah selesai disusun DPA tadi, diserahkan kepada semua anggota DPRK Bireuen. “Kami berharap DPA itu diserahkan kepada seluruh anggota DPRK, tidak hanya kepada pimpinan saja,” tegasnya. Saat ditanya apakah masih ada keterlibatan Bupati Bireuen non aktif untuk menekan SKPK agar memperlambat penyusunan dokumen DPA, Athaillah menyebutkan, “Ini kan masih dalam masa politik. Hal itu bisa saja terjadi,” ungkap dia. Itu sebabnya, dia mendesak eksekutif untuk segera bekerja. Tapi, menurut Sekda Kabupaten Bireuen, Ir Zulkifli SP, yang mewakili Plt Bupati Bireuen pada MODUS ACEH, Rabu, 1 Februari 2017 lalu, DPA sedang dalam tahapan penyusunan. “DPA itu rata-rata SKPK sudah disiapkan dan dalam proses jilid serta persiapan, begitu juga dengan dokumen lainnya, masih dalam persiapan,” jelas Sekda Kab Bireuen. Kata Sekda, setelah dievaluasi kembali, maka dalam waktu dekat DPA segera menyerahkan kepada DPRK Bireuen. “Pengesahan APBK dua triliun rupiah lebih. Pak Plt sudah memerintahkan dinas-dinas agar segera mempersiapkan DPA,” jawab Zulkifli. Nah, lepas dari jawaban tadi, Wakil Ketua DPRK Bireuen Athaillah Saleh meminta agar segera diserahkan. Desakan se-
rupa juga disampaikan Ketua Fraksi Partai Nasional Aceh (PNA) Bireuen. Malah, mereka mengancam akan melaporkan calon Bupati Bireuen, Ruslan M. Daud ke Mendagri, Jakarta. Alasannya, diduga ada Ruslan M Daud, masih ikut bermain untuk menghambat Kepala Satuan Kerja Perangkat Kabupaten (SKPK) di lingkungan Pemkab Bireuen dalam menyiapkan Dokumen Pelaksanaan Anggaran (DPA) tahun 2017. “Setelah pengesahan anggaran pada November 2016 lalu, SKPK belum berhasil menyusun DPA, sehingga APBK 2017 belum dapat dinikmati oleh masyarakat,” sebutnya. Suhaimi menduga, lambannya kerja kepala SKPK tadi lantaran ada tekanan dari Bupati Bireuen non aktif, Ruslan M. Daud yang maju kembali sebagai calon petahana Bupati Bireuen periode 2017-2022. “Kami berharap kepada Ruslan M. Daud untuk tidak menghambat kepala SKPK. Dan, apabila dilakukan, akan kami laporkan ke Mendagri,” tegasnya. Terkait tudingan itu, pada media ini, Ruslan M Daud menyebutkan, segala urusan pemerintahan tidak lagi menjadi wewenangnya. “Segala urusan pemerintahan berada di tangan Wabup dan ini sesuai dengan peraturan. Konon lagi Wabup tidak mencalonkan diri. Jadi, dialah yang melaksanakan tugas pemerintahan,” tegas Ruslan.***
MODUS ACEH
utama
NO 41/TH XIV 6-12 FEBRUARI 2017
9
Opini
‘MENGGUGAT’ GELAR AKADEMIS RAMLI MS ugaan pemalsuan! Tiba-tiba kalimat ini muncul di media pers cetak lokal dan menjadi pembicaraan hangat di Bumi Teuku Umar, Meulaboh, Kabupaten Aceh Barat dalam sepekan terakhir. Lebih dipertajam, saat pimpinan dan Ketua Panitia Khusus (Pansus) Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Aceh Barat membawa dugaan ini ke Kepolisian Daerah (Polda) Aceh. Yang disasar adalah Ramli MS, S.Pd, M.Si, mantan Bupati Aceh Barat (2009-2012), yang kini maju kembali ke arena kontestasi Pilkada Bupati dan Wakil Bupati daerah itu (2017-2022), 15 Februari 2017 mendatang. Suhunya kian memanas, sebab hari-H nyaris tinggal dua pekan lagi. “Benar, mereka ada melapor ke Polda Aceh,” jelas Kabid Humas Polda Aceh, Kombes Pol. Goenawan pada media ini, Jumat pekan lalu. Begitupun, sejauh ini, belum dapat dipastikan apakah dugaan pemalsuan itu benar-benar terbukti atau tidak. Sebab, polisi masih melakukan pendalaman dari sejumlah data, dokumen dan fakta-fakta yang diserahkan tim Pansus DPRK Aceh Barat. *** Kata bodong memang selalu dikaitkan dengan kepalsuan atau bernada palsu dan yang ilegal maupun tak berizin. Misal, mobil bodong, berarti mobil itu tidak ada surat-suratnya. Investasi bodong, tentu usaha penanaman modal yang tak jelas izinnya. Lukisan bodong, merujuk kepada lukisan yang dipal-
D
sukan. Yang jelas, kata bodong selalu diasosiasikan dan identik dengan yang tidak sah. Dan, tak sulit menduga arti bodong alias palsu atau tidak berizin serta tidak mengikuti prosedur yang benar. Soal gelar sarjana contohnya, sebelum mencapai tahap wisuda, patut diduga bahwa perkuliahan yang diselenggarakan adalah asalasalan, tak sesuai kurikulum atau tak taat waktu dan lainnya. Namun demikian, hingga kini, tak jelas asal-muasal kenapa arti bodong bisa berbelok menjadi palsu atau yang bernada palsu serta tidak sah dan ilegal. Padahal, Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI) mengartikan bodong (kata sifat, Bahasa Jawa) sebagai ‘tersembul pusatnya’ atau ‘bujal’. Arti lain kata bodong adalah ’angin kencang’. Secara medis, bodong
adalah keadaan pusar yang menonjol keluar akibat tidak tertutupnya dinding perut dengan sempurna. Biasanya, kelainan ini dialami pada masa bayi dan balita. Sebagian besar bodong akan kembali normal saat anak berumur 3-4 tahun. *** Nah, terkait dugaan ijazah strata 1 (S1) dan strata 2 (S2) Ramli MS, kejadian ini hanyalah bagian kecil dari persoalan serupa yang mengemuka di Aceh jelang Pilkada 2017. Sebelumnya, sempat muncul dugaan serupa terhadap ijazah MIN, MTsN dan MAN milik Roni Achmad alias Abusyiek, calon Bupati Pidie. Kemungkinan masih banyak pengelola pendidikan tinggi ecek-ecek yang mengobral ijazah dengan modus yang berbeda-beda. Sekali lagi, tentu belum lupa dalam ingatan kita bahwa ada belasan perguruan tinggi swasta di negeri ini yang terpaksa ditutup Menteri Riset dan Teknologi Pendidikan Tinggi (Menristek Dikti), M Nasir, terkait adanya praktik jual-beli gelar sarjana, baik S1 maupun S2 dan S3. Salah satunya adalah Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi (STIA) Yappann, Jakarta dan Ramli MS adalah salah satu alumninya. Dia meraih gelar magister ilmu administrasi di perguruan tinggi swasta ini, tahun 2011 lalu. Sebenarnya, praktik terang-terangan penawa-
ran gelar doktoral atau magister dan acara wisuda di hotel berbintang bukan pula kisah atau cerita baru. Pengelola mensyaratkan bayaran dengan jumlah tertentu. Bayangkan, dari Rp 20 hingga Rp 40 juta. Ada juga yang mengaku-ngaku bekerjasama dengan perguruan tinggi luar negeri. Pokoknya, beragamlah cara ‘bodong’nya. Lantas, satu pertanyaan klasiknya muncul. Mengapa masih ada wisuda di hotel atau gedung mewah? Jawaban sederhana, karena ada yang menawarkan dan ada yang membutuhkan ( supply-demand). Siapa yang menyediakan? Ya, penyelenggara sekolah tinggi yang anti kepatutan, anti ilmiah serta menghamba kepada uang. Lalu, yang membutuhkan adalah mereka yang gila hormat, yang gemar jalan pintas sesat dan yang bangga dengan kepalsuan. Berikutnya adalah karena ijazah bodong itu terbukti tidak lagi bodong ketika digunakan. Patut diduga, sebagian dari antara pemilik ijazah bodong itu sudah bekerja. Ada pejabat daerah serta anggota dewan terhormat. “Ya, bukan saya saja, ada sejumlah bupati, kepala dinas dan anggota DPRA dan DPRK saat itu yang kuliah di sana,” ungkap Ramli MS. Hanya saja, dia tak menyebut siapa saja mereka itu. Persyaratan memiliki ijazah tentu untuk menduduki jabatan tertentu pula atau naik pangkat. Ini turut memberi andil terhadap
suburnya pencarian ijazah bodong. Karena itu, sering kita mendengar ungkapan “sebenarnya ijazahnya yang penting, bukan ilmunya”. Contohnya, kelulusan program sarjana menjadi syarat untuk naik pangkat atau menduduki jabatan tertentu. Langkah ini tentu tidak salah, bahkan diperlukan. Namun, mengutamakan lulusan pendidikan formal dan menomorduakan kompetensi, tentu tidak baik pula apabila dikaitkan dengan kinerja. Seharusnya, kompetensi dan kepatutan perolehan ijazah itu harus menjadi pertimbangan utama. Lalu, mengapa ijazah yang tak jelas asal-usulnya itu masih diminati dengan jamaknya orang yang gila gelar? Ada beberapa alasan. Pertama, karena masih banyak orang yang tak percaya diri jika tidak memiliki embelembel gelar. Gelar kesarjanaan seolah-olah menjadi penopang sakti untuk rasa percaya diri. Apakah itu diperoleh secara pantas atau tidak, itu soal lain. Apakah otak berisi atau tidak, itu pun mungkin tak begitu penting. Kedua, kehormatan akan terasa terdongkrak kalau di depan atau di belakang nama tercantum gelar. Kalau perlu, berpanjang-panjang. Semakin panjang gelar, makin terasa pula sensasi hormatnya. Padahal, sesungguhnya kehormatan itu bukan terletak pada deretan gelar. Tapi, justru berasal dari kelayakan untuk memperolehnya dan dari jati diri si pemilik gelar tersebut. Untuk apa banyak gelar jika isinya sedikit. Maka, bodonglah kehormatan dirinya. Kembali pada kasus yang kini menimpa Ramli MS. Agaknya aparat penegak hukum di Polda Aceh memang harus serius turun tangan dan mengusut kasus ini hingga tuntas. Sebab, selain untuk penegakan hukum, juga adanya kepastian hukum terhadap terlapor (Ramli MS), sehingga tidak melahirkan fitnah panjang. Pertanyaan kemudian adalah akankah tim penyidik Polda Aceh serius mengusutnya? “Saya sepakat. Biar semua jelas dan saya tidak terus menjadi korban informasi yang tidak benar itu,” tantang Ramli MS pada media ini, Sabtu petang lalu. Nah, seperti apakah lika-liku kasus ini? Wartawan MODUS ACEH menulisnya untuk Laporan Utama pekan ini.***
10
MODUS ACEH
utama
NO 41/TH XIV 6-12 FEBRUARI 2017
GELAR DIRAIH DUGAAN PALSU DIDAPAT Menempuh jarak seratusan kilometer lebih dari Meulaboh menuju Banda Aceh, Ketua DPRK dan Ketua Tim Pansus lembaga itu melaporkan gelar akademis Ramli MS ke Polda Aceh. Diduga, calon Bupati Aceh Barat 2017 ini menggunakan ijazah S1 dan S2 palsu.
elasa pekan lalu, Wakapolda Aceh, Brigjen Pol. Bambang Soetjahyo, kedatangan ‘tamu istimewa’ di Mapolda Aceh, Banda Aceh. Mereka adalah unsur pimpinan dan ketua panitia khusus (pansus) dari DPRK Aceh Barat. Nah, kepada orang nomor dua di Polda Aceh ini, Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Aceh Barat, Ramli SE, membawa segepok dokumen sebagai barang bukti (BB). Sekaligus melaporkan Ramli MS dengan tuduhan telah melakukan pemalsuan gelar akademis, baik sarjana (S1) maupun magister (S2). Salinan data dan dokumen tersebut juga diperoleh media ini. Itu sebabnya, melalui laporan polisi nomor: BL/16/I/2017/ SPKT, tanggal 31 Januari 2017, yang disampaikan Ilyas Yusuf (pelapor) dan diterima Aiptu M Yunus Lukman, berbagai dugaan diungkap. “Benar, ada pihak DPRK Aceh Barat yang membuat laporan ke Polda Aceh atas dugaan pemalsuan,” kata Kabid Humas Polda Aceh, Kombes Pol. Goenawan pada media ini, Sabtu sore pekan lalu di Banda Aceh. Kepada media ini di Meulaboh, Aceh Barat, Jumat siang, 3 Januari 2017 pekan lalu, Ketua DPRK Ramli SE menjelaskan, berawal dari adanya tanggapan atau aspirasi masyarakat yang diterima pihaknya terkait penggunaan gelar akademis S1 dan S2, mantan Bupati Aceh Barat Ramli MS yang diragukan keabsahannya alias terindikasi palsu (baca: Data Diungkap, Fakta Ditelusur). Nah, agar tidak menimbulkan sakwa sangka dan fitnah di tengah masyarakat, selanjutnya DPRK Aceh Barat membentuk panitia khusus (pansus). Hasil-
S
Ketua DPRK Aceh Barat Ramli SE menyerahkan dokumen kepada Wakapolda Aceh.
nya, setelah menelusuri berbagai pihak, lembaga dan instansi, Pansus DPRK Aceh Barat berkesimpulan, kuat dugaan adanya praktik pemalsuan yang dilakukan Ramli MS. “Untuk menelusuri pemalsuan ini, kami sudah membentuk pansus yang bekerja untuk mencari bukti-buktinya,” ujar Ramli SE yang juga politisi Partai Amanat Nasional (PAN) ini. Selanjutnya, untuk adanya kepastian hukum, Selasa pekan lalu, mereka datang ke Banda Aceh dan melaporkan mantan Wakil Ketua DPRK Aceh Barat, Ramli MS, ke Polda Aceh dengan tuduhan pemalsuan gelar akademis. “Ya, laporan itu dibuat atas nama Ketua Pansus, Ilyas Yusuf S.Pd.I dan saya didampingi atas nama Ketua DPRK Aceh Barat sebagai penanggungjawab,” ujar Ramli SE. Menurut Ramli SE, tim pansus sudah mendatangi Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta (Kopertis) Wilayah I di Medan dan III, Jakarta serta Universitas Abulyatama di Aceh Besar (tempat ijazah S1 Ramli MS dikeluarkan). Dan, diketahui bahwa Ramli MS masuk kuliah pada tahun 1997 dan menyelesaikan studi pada tahun 2008, dalam kurun waktu 11 tahun. Sedang gelar S2 Ramli MS diraih dari Sekolah Tinggi Ilmu Administrasi (STIA) Yappann Jakarta tahun 2011. Dan, sejak 2015 lalu, perguruan tinggi swasta itu dinyatakan tutup oleh Menteri Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia (Menristek Dikti RI), Prof. Dr M. Nasir. Tak hanya itu, saat tim Pansus DPRK Aceh Barat menelu-
suri hingga ke Kopertis Wilayah III Jakarta, data akademik atas nama Ramli MS dari STIA Yappann juga tidak ditemukan dalam Pangkalan Data Dikti Kopertis. Ramli SE menambahkah, berdasarkan penjelasan Koordinator Kopertis Wilayah III Jakarta, Illa Sailah, data akademik Ramli MS pernah dilaporkan. Namun, karena kampus tersebut bermasalah dan ditutup, pihak Kopertis tidak mendaftarkan lagi nama tersebut. Nah, setelah memperoleh beberapa bukti dan surat keterangan dari sejumlah lembaga terkait, Pansus DPRK Aceh Barat pun melaporkan kasus itu ke Polda Aceh. Menurutnya, dengan titel yang diduga palsu itu, Ramli MS telah menandatangani sejumlah surat keputusan dan menandatangani prasasti ketika dia menjadi Bupati Aceh Barat periode 2009-2012. Bahkan, saat maju sebagai anggota DPRK Aceh Barat 2014 lalu, Ramli MS masih memakai gelar akademis tadi. Termasuk, nama dan gelar akademisnya tertulis dalam Surat Keputusan (SK) Gubernur Aceh terkait pengangkatannya sebagai anggota dan pimpinan DPRK Aceh Barat. Anehnya, sebut Ramli SE, sesuai fakta dan data yang disampaikan masyarakat kepada pihaknya atau sejak STIA Yappann Jakarta dinyatakan ilegal dan ditutup Kemenristek Dikti RI, Ramli MS tak lagi menggunakan gelar akademis tersebut. Termasuk saat dia mendaftar sebagai calon Bupati Aceh Barat untuk kontestasi Pilkada 15 Februari 2017. Ramli MS menggunakan ijazah setara SMA.
“Setelah kasus ini mencuat, sejumlah masyarakat Aceh Barat hingga mahasiswa mendesak kami untuk mengungkapkan, makanya kita telusuri untuk mengungkap yang benar,” ujarnya. *** Memang, akreditasi prodi dan akreditasi institusi merupakan upaya pemerintah untuk melakukan standarisasi dan penjaminan mutu alumni perguruan tinggi, sehingga kualitasnya antar perguruan tinggi (PT) tidak terlalu bervariasi, sesuai kebutuhan kerja. Akreditasi PT dilakukan Badan Akreditasi Nasional-Perguruan Tinggi (BAN-PT) yang terdiri dari dua macam, yakni akreditasi program studi (prodi) dan perguruan tinggi/institusi. Ibarat mobil, maka akreditasi adalah semacam keterangan kelaikan dari sebuah badan penjamin mutu bahwa mobil yang diproduksinya laik dipasarkan. Bahkan, tidak hanya di tingkat lokal, tapi bisa bersaing untuk diekspor. Itu sebabnya, Direktur Pembelajaran dan Kemahasiswaan, Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi, Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Illa Saillah, beberapa waktu lalu menyebutkan, hingga akhir 2012, tercatat ada 16.777 prodi. Sejumlah 4.721 prodi di antaranya berada di PT negeri (PTN) dan 12.056 prodi di PT swasta (PTS). Dan, akreditasi prodi yang masih berlaku terdata sebanyak 8.638. Selebihnya kedaluwarsa dan belum diakreditasi, baik yang sedang dalam proses pengajuan akreditasi di BAN-PT maupun yang belum diajukan.
Akreditasi institusi berbeda dengan akreditasi program studi. Akreditasi institusi berarti akreditasi lembaganya secara keseluruhan dan dilakukan empat tahun sekali. Hingga kini, baru beberapa PTN/PTS saja yang telah melakukan akreditasi institusi. Jika akreditasi institusi dijadikan andalan syarat untuk mencari kerja, maka lulusan perguruan tinggi swasta sulit mencari kerja karena almamater mereka banyak yang belum terakreditasi secara institusi. Sementara, akreditasi institusi tahun 2013 ada 30 perguruan tinggi dengan hasil sebanyak delapan PT mendapatkan akreditasi A, 20 PT akreditasi B, sisanya mendapat C. Tak hanya itu, boleh disebut ada delapan PT yang mendapat akreditasi A yang terbaik di Indonesia, yaitu lima PTN (UI, Unhas, UGM, ITB, IPB) dan tiga PTS (UII, UMY dan UMM). Tetapi, dalam Undang-Undang Nomor 12/2012 tentang Pendidikan Tinggi, mulai 10 Agustus 2014 lalu, ijazah akan legal jika dikeluarkan oleh kampus yang memiliki akreditasi prodi dan institusi. “Jika prodinya saja yang terakreditasi, ijazahnya bodong. Masyarakat harus tahu aturan baru ini supaya tidak menyesal,” kata Ketua BAN-PT, Mansyur Ramli, seperti dikutip JPNN (baca: (10 Agustus 2014) Institusi dan Prodi Wajib Terakreditasi). Penilaian akreditasi prodi didasarkan pada tujuh standar, antara lain: visi, misi, tujuan dan sasaran, serta strategi pencapaian (Standar 1), tata pamong, kepemimpinan, sistem pengelolaan, dan penjaminan mutu (Standar 2), mahasiswa dan lulusan (Standar 3) yang biasanya dilihat dari kuesioner para lulusannya, indeks prestasi (IP) yang diraih para mahasiswanya, serta rekrutmen mahasiswa. Lalu, sumber daya manusia (Standar 4) seperti jumlah dosen, kualifikasi dosen, dan pengembangan dosen. Kemudian, ada kurikulum, pembelajaran, dan suasana akademik (Standar 5), pembiayaan, sarana dan prasarana, serta sistem informasi (Standar 6), dan terakhir ada penelitian (karya ilmiah, jurnal-jurnal, penulisan buku dan lain-lain) pelayanan maupun pengabdian kepada masyarakat serta kerja sama (Standar 7).***
MODUS ACEH
utama
NO 41/TH XIV 6-12 FEBRUARI 2017
11
■ Ramli MS
SILAHKAN LAPOR BIAR SEMUA JELAS! Ramli MS, terlapor dugaan pemalsuan gelar akademis yang dilayangkan Pimpinan dan Ketua Pansus DPRK Aceh Barat ke Polda Aceh, mengaku tak gentar dengan laporan tersebut. Alasannya, dia mengikuti seluruh proses kuliah, baik di Universitas Abulyatama, Aceh Besar maupun di STIA Yappann, Jakarta. “Di Abulyatama, saya tercatat sebagai mahasiswa kelas jarak jauh. Karena konflik dan saya bergabung dengan GAM, saya terpaksa melarikan diri dari Aceh. Soal STIA ditutup pemerintah, itu di luar kemampuan saya, kecuali saya memalsukan nama serta tahun lulusan,” ungkap Ramli MS. Nah, apa saja pengakuannya? Berikut penuturannya pada wartawan MODUS ACEH, Muhammad Saleh Saleh, melalui sambungan telpon seluler, Sabtu sore pekan lalu.
ertama, saya mengucapkan terima kasih kepada MODUS ACEH yang telah memberikan kesempatan hak jawab dan klarifikasi kepada saya. Terus terang, saya kecewa pada salah satu media cetak yang menulis berita tersebut tanpa konfirmasi kepada saya terlebih dahulu. Kata si wartawan itu, telpon seluler saya tidak aktif. Itu mustahil. Saat seperti ini, tidak mungkin telpon saya mati. Kalaupun saya tidak angkat, itu karena sedang shalat, rapat atau istirahat. Nah, begitu selesai, pasti saya telpon kembali. Buktinya
P
Anda sendiri, langsung saya telpon ulang. Terkait dugaan dan tudingan bahwa saya menggunakan gelar akademis palsu, itu saya bantah keras. Saya ada kuliah, bayar uang kuliah, ada skripsi di Universitas Abulyatama Aceh, Aceh Besar dan tesis, yudisium serta pelantikan atau wisuda di STIA Yappann, Jakarta. Nah, kalau kemudian STIA Yappann ditutup Kemenristek dan Pendidikan Tinggi, itu di luar kuasa saya. Status saya hanya mahasiswa. Saya pun tidak tahu kalau perguruan tinggi swasta itu bermasalah. Itu urusan yayasan, bukan saya. Untuk diketahui, bukan saya saja yang kuliah S2 di STIA Yappann, ada sejumlah bupati dan walikota lainnya di Aceh, kepala dinas serta anggota DPRA dan DPRK yang juga kuliah di sana. Tapi, tidak etis saya sebutkan namanya. Karena itu, saya setuju bila dilaporkan ke Polda Aceh biar semua jelas dan tidak menimbulkan fitnah berkepanjangan. Yang jelas, saya ada pergi kuliah S1 dan S2. Yang saya kecewa, kenapa DPRK Aceh Barat tidak mewawancarai serta melakukan pansus terhadap diri saya selaku pemilik ijazah. Harusnya, mereka bertanya dulu pada saya, baru kemudian menelusuri lembaga
pendidikan tadi. Saya juga berhak memberi klarifikasi karena menyangkut diri saya. Akibatnya, saat ini, masyarakat dan tim pemenangan saya gamang dan bertanya-tanya. Sebab, ada isu bahwa saya mau ditangkap tim Polda Aceh. Ini jelas merugikan saya. Tegas saya katakan: saya tidak takut sedikit pun! Lantas, kenapa Anda tidak menggunakan gelar akademis S1 (S.Pd) dan S2 (M.Si) saat mendaftar sebagai calon Bupati Aceh Barat? Itu karena supaya mudah dikenal masyarakat. Nama saya sudah dikenal atau populer dengan sebutan Ramli MS. Jadi, soal ijazah S1 saya, silakan cek. Hingga kini, dosen saya di Abulyatama Aceh banyak yang masih hidup. Soal S2, ya itu tadi, saya lulus atau selesai di STIA Yappann 2012 lalu. Kalau ada keputusan lain dari pemerintah soal status perguruan tinggi ini, itu di luar pengetahuan saya. Karena itulah, saya menolak dan membantah jika disebutkan gelar akademis S1 dan S2 saya palsu. Kecuali kalau saya tidak kuliah, saya ubah nama atau tahun lulusan. Tapi, semua sesuai dengan apa yang dikeluarkan, itulah yang saya pakai. Makanya, saya juga berpikir untuk menempuh jalur hukum. Demikian dan terima kasih.***
■ Drs Ahyar MSi, Ketua Prodi PPKN FKIP Abulyatama Aceh, Banda Aceh
RAMLI MAHASISWA SAH ABULYATAMA Keraguan soal status Ramli MS dijawab Ketua Prodi PPKN, Fakultas Keguruan dan Ilmu Pendidikan (FKIP) Universitas Abulyatama Aceh, Aceh Besar, Drs Ahyar M.Si. Katanya, Ramli MS tercatat sebagai mahasiswa sah atau legal di perguruan tinggi swasta ini. Berikut penuturan Ahyar pada wartawan MODUS ACEH, Muhammad Saleh Saleh, Jumat malam pekan lalu di Banda Aceh.
epengetahuan saya, Ramli MS itu mahasiswa Abulyatama (Unaya) Aceh dengan program jarak jauh. Saat itu, Ramli MS berstatus sebagai guru sekolah dasar (SD)
S
di Meulaboh dan dan dia mendaftar sebagai mahasiswa Program Studi PPKN, FKIP kelas jauh di Kaway XVI. Memang, seharusnya empat tahun kuliah, dia sudah selesai dan sidang. Tapi, karena lari dan disebut-sebut terlibat GAM (Gerakan Aceh Merdeka), Ramli lari ke Jakarta. Sementara, teman-temannya saat itu sudah sidang, dia tidak berada di tempat. Tapi, dia terdaftar dan punya nomor induk. Setelah konflik, dia pulang dan kembali ke Aceh (Meulaboh). Nomor NIM lama itu sudah kedaluwarsa. Maka, dimunculkan RENIM dan saat itu dibolehkan. Dan, nomor NIM lama maupun baru ada, yang dikeluarkan Kopertis Wilayah I dan itu bisa dicek. Yang tidak ada (mungkin) nilai, tapi transkripnya ada, namun nilai per semesternya harus dikumpulkan kembali. Itu yang disebut telah dimakan rayap. Tapi, sidang dan berita acaranya
ada. Kemudian, setelah dia membuat skripsi, dia juga ikut sidang di Banda Aceh. Setelah itu, selesailah kuliah dia. Jadi, terdaftar semua. Kalau masih ada keraguan, kita bisa cek kembali. Saya baru menjabat sebagai Ketua Prodi PPKN, FKIP Unaya dua bulan. Tapi, saya sebagai saksi karena saya dan kawan-kawan sebagai dosen Ramli MS. Saya bertemu dengan dia dalam kelas. Karena itu, saya katakan dia memang ada kuliah. Hanya Ramli macet saat itu. Bersama Ramli, ada 40-an mahasiswa lainnya. Tapi, Ramli MS lari saat itu. Semua data akademisnya ada, mungkin tidak ada lagi nilai per semester. Tapi, ada data juga yang dikeluarkan Kopertis Wilayah I dan itu bisa kita kroscek. Dan, itu ada pada kami dan sudah dilihat oleh Tim Pansus DPRK Aceh Barat. Jadi, saya tegaskan bahwa status Ramli MS sah sebagai mahasiswa FKIP Unaya, Aceh Besar.***
12
MODUS ACEH
UTAMA
NO 41/TH XIV 6 - 12 FEBRUARI 2017
■ Inilah Hasil Pansus DPRK Aceh Barat
Data Diungkap, Fakta Ditelusur
Untuk menindaklanjuti tanggapan dan aspirasi masyarakat yang diterima DPRK Aceh Barat, lembaga wakil rakyat ini membentuk panitia khusus (pansus), menelusuri gelar sarjana (S.Pd) dan gelar pasca sarjana (M.Si) atas nama H. Ramli MS, S.Pd, M.Si. Berikut hasil pansus tersebut.
S
aat pencalonan sebagai anggota Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Aceh Barat Pemilu 2014 hingga terpilih menjadi anggota DPRK Aceh Barat, Ramli MS memakai gelar S1 dan S2 (sesuai Surat Keputusan Gubernur Aceh Nomor 171.2/639/2014 tanggal 20 Agustus 2014 tentang Peresmian Pemberhentian dan Pengangkatan Anggota DPRK Aceh Barat dan Surat Keputusan Gubernur Aceh Nomor 171.21/753/2014 tanggal 14 Oktober 2014 tentang Peresmian Pengangkatan Pimpinan DPRK Aceh Barat). Sedangkan pada saat pendaftaran sebagai calon Bupati Aceh Barat pada Pilkada 2017, Ramli MS tidak lagi menggunakan kedua gelar dimaksud. Nah, sesuai tanggapan dan aspirasi masyarakat yang masuk ke DPRK Aceh Barat terhadap pemakaian gelar tersebut, setelah H. Ramli MS, S.Pd, M.Si mengundurkan diri dari anggota/Wakil Ketua DPRK Aceh Barat, diperlukan langkah untuk menelusuri dan menindaklanjuti informasi tadi. Apakah Ramli MS berhak menggu-
nakan gelar S.Pd/M.Si atau tidak. Itu sebabnya, Badan Musyawarah DPRK Aceh Barat melalui Rapat Badan Musyawarah, 1 Desember 2016, merekomendasikan Pembentukan Tim Pansus DPRK Aceh
Barat dengan pertimbangan yang bersangkutan telah mundur dari anggota DPRK Aceh Barat dan tidak lagi menjadi Bidang Tugas Badan Kehormatan Dewan. Sesuai Peraturan Pemerintah Nomor 16 Tahun 2010 tentang Pedoman Penyusunan Peraturan DPRD tentang Tata Tertib DPRD, Pasal 30 huruf j, “Anggota DPRD mempunyai kewajiban menampung dan menindaklanjuti aspirasi dan pengaduan masyarakat” junto Pasal 24 huruf e Peraturan DPRK Aceh
Barat Nomor: 145 Tahun 2014 tentang Tata Tertib DPRK Aceh Barat. Keputusan Pimpinan DPRK Aceh Barat Nomor: 13 Tahun 2016 tanggal 1 Desember 2016 tentang Pembentukan Panitia Khusus Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten Aceh Barat. Tujuannya, melakukan klarifikasi terhadap gelar akademik sarjana dan pasca sarjana, mantan anggota/Wakil Ketua DPRK Aceh Barat, H. Ramli MS, S.Pd, M.Si pada perguruan tinggi yang mengeluarkan ijazah.
Termasuk Koordinasi Perguruan Tinggi Swasta (Kopertis) dan Kementerian Riset dan Teknologi Pendidikan Tinggi RI untuk mendapat data dan informasi apakah yang bersangkutan berhak menggunakan gelar akademik sarjana (S.Pd) dan gelar akademik pasca sarjana (M.Si) sesuai ketentuan Pasal 28 Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi. Lantas, bagaimana Tim Pansus DPRK Aceh Barat bekerja? Tanggal 8 Desember 2016, Panitia Khusus
MODUS ACEH
UTAMA DPRK Aceh Barat telah melakukan pertemuan dengan Kopertis Wilayah XIII Aceh yang diwakili M. Fuad Abdullah, S. Ag, Kasie Akademik dan Kemahasiswaan. Pada kepala jajaran ini, tim pansus menjelaskan maksud dan tujuan dari kehadiran dan urgensinya pertemuan ini. Sekedar informasi, Kopertis Wil-XIII Aceh diresmikan pada Januari 2014. Data perguruan tinggi swasta (PTS) di Aceh, baik data para mahasiswa maupun dosen, terdata hanya tahun 2014 ke atas. Sementara, data di bawah tahun 2014, jika dibutuhkan harus menghubungi Kopertis Wil-I Sumut (Medan), karena Aceh merupakan wilayah kerja Kopertis Wil-I sebelum dibentuk Kopertis Wil-XIII Aceh. Untuk mencari data di bawah tahun 2011, tim pansus harus ke kampus yang mengeluarkan ijazah, karena sistem forlap baru dibuat. Semua data mahasiswa dan dosen terdata pada sistem forlap Kopertis. Menurut M. Fuad Abdullah, dulu, ijazah PTS ditandatangani oleh dekan dan disahkan oleh Kopertis. Sekarang, karena dianggap sudah mandiri, maka cukup ditandatangani dekan dan rektor perguruan tinggi tersebut. Nah, jika dibutuhkan data, Kopertis siap menjawab secara resmi melalui surat untuk dijadikan bahan pegangan bagi anggota dewan. Selanjutnya, pada hari yang sama, tim pansus melakukan pertemuan dengan pihak Universitas Abulyatama Aceh (Unaya) di Aceh Besar dan diterima Usman, S.Pd, M.Si, Wakil Rektor I Bidang Akademik dan Pembantu Dekan I Bidang Akademik bersama para jajarannya, pansus mendapatkan
NO 41/TH XIV 6 - 12 FEBRUARI 2017
penjelasan bahwa Ramli MS masuk atau mendaftar ke Unaya tahun 1997. Namun, setelah itu, yang bersangkutan tidak aktif kuliah dengan mengambil non aktif. Tahun 2006, Ramli mendaftar ulang/aktif kembali dengan melakukan RENIRM, karena nomor induk registrasi mahasiswa (NIRM) yang lama sudah tidak ada lagi (sudah dihapus) dari data Kopertis. Karena datanya dihapus, maka yang bersangkutan mendaftar ulang sebagai mahasiswa baru dengan NIRM baru dan ada beberapa mata kuliah selama non aktif yang dikonversi/diakui sebagai nilai akademis. Dan, tahun 2008, yang bersangkutan menyelesaikan kuliah atau lulus. Tanggal 19 Desember 2016, Panitia Khusus DPRK Aceh Barat melakukan pertemuan dengan Kepala Sub Direktorat Pengakuan Kualitas Dirjen Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kemenristek Dikti, Ir. Darmita Chandra, M.Si, di ruang rapat Dirjen Pembelajaran dan Kemahasiswaan, Jakarta. Setelah Tim Pansus menjelaskan maksud kehadiran dan menyerahkan Surat Pimpinan DPRK Aceh Barat Nomor: 420/176/ II/DPRK/2016 tanggal 9 Desember 2016 perihal keabsahan ijazah sarjana dan pasca sarjana yang dialamatkan kepada dirjen tersebut, tim pansus mendapat penjelasan. Pertama, terhadap pertanyaan tim pansus dengan berpedoman pada ijazah akademik sarjana atas nama Ramli MS yang diterbitkan Universitas Abulyatama Aceh Besar, tanggal 5 Februari 2008, tahun pertama yang bersangkutan masuk perguruan tinggi tahun 1997. Kemudian, cuti dan pada tahun 2006 masuk kembali ke Unaya dengan status pindahan dan lulus
tanggal 3 Desember 2007 serta memiliki nomor induk mahasiswa (NIM) yang kemudian dilakukan R-NIM (dasar penjelasan pihak Abulyatama kepada tim pansus), ditanggapi Kasubdit Pengakuan Kualitas Kemenristek Dikti RI bahwa: itu bukan pindahan tetapi cuti. Nah, yang namanya pindahan adalah dari satu perguruan tinggi ke perguruan tinggi yang lain. Karena yang bersangkutan cuti, maka NIM tidak berubah dan harus tetap. Kedua, terhadap pernyataan tim pansus tentang ketentuan lamanya izin cuti seorang mahasiswa, dijelaskan bahwa sesuai peraturan, tidak diatur secara tegas lamanya cuti, namun diatur masa pendidikan program sarjana paling lama tujuh tahun dan izin cuti sudah termasuk dalam masa pendidikan tujuh tahun atau 14 semester. Dengan demikian, di setiap perguruan tinggi, izin cuti paling lama diberikan dua tahun atau empat semester dan berarti masa pendidikannya lima tahun atau sepuluh semester. Terhadap pertanyaan tim pansus, bahwa ijazah akademik sarjana atas nama Ramli MS, NIM: 06111064, Perguruan Tinggi Universitas Abulyatama, Program Studi Pendidikan Pancasila dan Kewarganegaraan, S1, semester awal 2006 (ganjil), status awal mahasiswa pindahan, tanggal lulus 3 Desember 2007, riwayat status kuliah/riwayat studi. Hasilnya diakui, tidak tercantum dalam Forlap Pangkalan Data Dikti dan tim pansus membandingkan dengan profil mahasiswa Universitas Abulyatama atas nama YUSYENI, NIM: 06111160, semester awal 2006 ganjil, status pindahan, tanggal lulus 7 Juli 2010, nomor ijazah 117/01/2010, riwayat status
kuliah/riwayat studi berupa jumlah sistem kredit semester (SKS) setiap semester dan mata kuliah setiap semester tercantum dalam Forlap Pangkalan Data Dikti. Pertanyaannya, apakah ijazah sarjana S1 Ramli MS sah? Kepala Subdit Pengakuan Kualitas Kemenristek Dikti mengatakan, ‘Kami tidak pernah bicara ijazah sah atau tidak sah sebelum mempelajari empat indikator yaitu: ijazah dikeluarkan oleh perguruan tinggi yang memiliki izin operasional atau tidak. Kedua, ijazah dikatakan tidak sah apabila dipalsukan. Ketiga, ijazah ditandatangani oleh rektor dan dekan, tapi ijazah tersebut dibeli, juga tidak sah. Keempat, proses belajar mengajar benar atau tidak, apabila tidak benar juga tidak sah. Soal ijazah sarjana Ramli MS yang ditanyakan Tim Pansus DPRK Aceh Barat, diakui Kepala Sub Direktorat Pengakuan Kualitas Dirjen Pembelajaran dan Kemahasiswaan Kemenristek Dikti, Ir. Darmita Chandra M.Si, bisa kemungkinan proses belajar mengajarnya terindikasi tidak benar. Karena itu, dia persilakan tim pansus untuk berhubungan dengan Kopertis Wilayah I Sumut. Apabila tidak ada data di Kopertis Wilayah XIII Aceh, karena baru terbentuk tahun 2014 dan Kemenristek Dikti akan menyurati Kopertis Wilayah I Sumut serta surat DPRK Aceh Barat akan dijawab setelah ada penjelasan dari Kopertis Wilayah I Medan. Hanya itu? Tunggu dulu. Tim Pansus DPRK Aceh Barat pada Selasa, 20 Desember 2016, juga bertemu Koordinator Kopertis Wilayah III Jakarta, Illa Sailah, di ruang rapat Kopertis Wilayah III Jakarta. Tim Pansus juga menjelaskan tujuan dari kunjungan mereka yaitu melakukan
13
klarifikasi ijazah Program Magister Ilmu Administrasi atas nama Ramli MS, Nomor Pokok Mahasiswa (NPM) 010410282, tanggal lulus 22 Agustus 2011 yang diterbitkan STIA “Yappann” Jakarta serta menyerahkan surat Ketua DPRK Aceh Barat Nomor 420/178/ II/DPRK/2016 tanggal 9 Desember 2016 tentang Konfirmasi Keabsahan Ijazah Program Magister Ramli MS. Koordinator Kopertis Wilayah III Jakarta menjelaskan, berdasarkan data pada laporan Pangkalan Data Dikti Kopertis Wilayah III, data akademik atas nama Ramli MS tidak ditemukan dan pernah dilaporkan bersamaan dengan seribu orang lulusan pasca sarjana lainnya yang tidak didaftarkan datanya dari awal. Namun, karena kampus tersebut berkasus, Kopertis tidak mendaftarkan. Dan, saat ini, kampus tersebut telah ditutup. Pihak Kopertis mengindikasikan ini kelas jauh. Dan, kalaupun dia belajar yang diasuh oleh STIA “Yappann” entah ada pembelajaran atau tidak, diakui Illa Sailah, di luar pengetahuan Kopertis dan itu dilarang. “Kalaupun dia benar belajar, harus ada tugas belajar. Dan, kalau dia tugas belajar, karena jauh sekali berbeda pulau, maka dia harus ada tugas belajar dari Mendagri dan dia harus berhenti sementara dari jabatan bupati. Jadi, ini kan abnormal. Jangankan dia sebagai pejabat, kita yang staf saja akan ke luar kota, harus tugas belajar, tidak mungkin dilaju (karena Aceh-Jakarta jauh). Aturannya seperti itu,” ungkap Illa. Itu sebabnya, sesuai arahan Kasubdit Pengakuan Kualitas Kemenristek Dikti, selanjutnya Tim Pansus DPRK Aceh Barat melakukan klarifikasi ke Kopertis Wilayah I Sumut dan diterima Koordinator Kopertis Wilayah I, tanggal 5 Januari 2017. Didapatkan informasi bahwa proses akademik atas nama Ramli MS (riwayat status kuliah dan riwayat studi) sepenuhnya dilakukan pada Universitas Abulyatama. Nah, untuk mengetahui proses perkuliahannya, tim pansus diarahkan untuk memintakan data pada Universitas Abulyatama. Dan, mereka juga memberi saran agar Tim Pansus DPRK Aceh Barat meminta klarifikasi data pada Universitas Abulyatama Aceh, Banda Aceh atas nama Ramli MS berupa buku induk/pendaftaran pertama, SK penetapan mahasiswa baru, kartu rencana studi (KRS), kartu hasil studi (KHS), SK penetapan aktif setiap semester, daftar hadir setiap semester; kuitansi pembayaran SPP, SK ujian skripsi, SK pembimbing mahasiswa, daftar hadir ujian akhir semester, berita acara ujian, bukti perbaikan skripsi, SK ujian skripsi serta skripsi.***
14
MODUS ACEH
utama
NO 41/TH XIV 6-12 FEBRUARI 2017
■ Ketua DPRK Aceh Barat Ramli SE
HASIL KLARIFIKASI BANYAK KEJANGGALAN
Tim Pansus DPRK Aceh Barat, tanggal 16 Januari 2017 kembali berkunjung ke Universitas Abulyatama Aceh, Aceh Besar sekaligus menyerahkan surat pimpinan DPRK Aceh Barat Nomor 172/26/II/DPRK/2017 tanggal 11 Januari 2017 dan meminta data seperti yang disarankan Kopertis Wilayah I Sumut. Mereka diterima Wakil Rektor I, Usman S.Pd, M.Si dan Ferliana.
iungkapkan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Aceh Barat, Ramli SE, saat pendamping tim pansus mengambil data yang dijanjikan tanggal 21 Januari 2017, pihak Abulyatama (Unaya) hanya menyerahkan surat bernomor: 026.01.12 tanggal 20 Januari 2017 perihal verifikasi data lulusan yang ditandatangani Wakil Rektor I, Usman, S.Pd, M.Si. Isinya, diakui Ketua DPRK Aceh Barat Ramli SE antara lain, menyatakan agak sulit ditelusuri karena dokumen lama dan tempat penyimpanan dokumen Unaya belum begitu baik saat itu. Dan, telah beberapa kali berpindah karena pemanfaatan serta renovasi ruangan maupun banyak juga dokumen yang
D
sudah rusak karena dimakan rayap/anai-anai. “Sehingga, mohon maaf kami tidak dapat memberikan dokumen yang dimaksud, namun data lain dapat dilihat pada Forlap Pangkalan Data Perguruan Tinggi Dikti,” begitu tulis surat itu. Nah, berdasarkan penjelasan dari staf Universitas Abulyatama Aceh, yang disampaikan pada tim pansus itulah, tim pansus mempertanyakan masa non aktif Ramli MS antara tahun 1997 sampai 2006 (lebih kurang 9 tahun). Hasil konfirmasi tim pansus dijelaskan bahwa non aktif Ramli tidak terdata dalam sistem Forlap Unaya. Muncul pertanyaan selanjutnya, kata Ramli SE, kalau data non aktif yang bersangkutan tidak terdata atau telah dihapus di data Kopertis, bagaimana mungkin beberapa mata kuliah selama non aktif bisa dikonversi/ diakui sebagai nilai akademis? Seharusnya, Ramli MS murni sebagai mahasiswa baru yang mendapatkan Nomor Induk Registrasi Mahasiswa (NIRM) yang baru pada tahun 2006. “Dari data yang diterima tim pansus saat itulah, kami menduga ada beberapa kejanggalan dan perbedaan,” ungkap Ramli SE. Sebut saja pada Buku Duplikat Perguruan Tinggi Dalam Daerah Koordinasi PTS Wilayah I. Tertera identitas Ramli MS dan tanda tangannya tidak sama dengan yang terlihat selama ini. Selain itu, pada Daftar Nilai Akademis/Transkrip, tercantum nama Ramli tanpa adanya MS dan tidak ada tanggal, bulan serta tahun. “Kapan transkrip nilai akade-
mis itu dikeluarkan? Khusus terhadap poin b. ketika tim mempertanyakan kepada staf akademik yang membidangi masalah ini, mereka menjawab, ‘Mungkin lupa diketik’,” ujar Ramli SE. Nah, sesuai Forlap Pangkalan Data Dikti yang sudah ada sejak tahun 2002, semestinya data riwayat status kuliah dan status studi tahun 2006 atas nama Ramli MS telah dapat didaftarkan melalui Pangkalan Data Dikti, sebagaimana data pembanding yang diperoleh tim pansus pada Pangkalan Data Dikti atas nama salah seorang mahasiswi Universitas Abulyatama yaitu Yusyeni, NIM: 0611160, masuk semester awal 2006 (ganjil), status awal pindahan, tanggal lulus 7 Juli 2010, nomor ijazah: 117/01/2010. Tim pansus menemukan riwayat status kuliah, dan riwayat studi berupa
jumlah SKS setiap semester dan mata kuliah setiap semester, sementara terhadap Ramli MS tidak ada. “Padahal, NIM Ramli MS hanya berbeda empat angka dari Yusyeni yaitu 0611164,” sebut Ramli SE. Berdasarkan indikator itulah, Tim Pansus DPRK Aceh Barat menduga, Ramli MS terindikasi tidak mengikuti proses belajar mengajar. Ini sesuai dengan petunjuk atau aturan pendidikan tinggi serta diperkuat dengan tidak satu pun dari 14 item data akademis yang diminta, dipenuhi pihak Universitas Abulyatama Aceh, Aceh Besar dengan alasan telah dimakan rayap atau anai-anai. Terkait ijazah pasca sarjana (M.Si) yang dikeluarkan Perguruan Tinggi Swasta STIA “Yappann” Jakarta, berdasarkan penjelasan detail Koordinator Kopertis Wilayah III Jakarta dan surat Kopertis Wilayah III Jakarta Nomor 1070/K3/KM/2016 tanggal 20 Desember 2016 perihal Klarifikasi Ijazah atas Nama Ramli MS, yang dialamatkan kepada Ketua DPRK Aceh Barat menjelaskan, berdasarkan data pada Laporan Pangkalan Data Pendidikan Tinggi Kopertis Wilayah III, Data Akademik Ramli MS tidak ditemukan.
“Karena itu, pihak Kopertis Wilayah III sendiri ragu untuk mendaftarkan karena terindikasi proses belajar mengajar tidak benar, sehingga ijazah pasca sarjana (M.Si) yang diterbitkan STIA “Yappann” atas nama H. Ramli MS sulit dipertanggungjawabkan, termasuk kampus tersebut berkasus dan akhirnya ditutup,” tegas Ketua DPRK Aceh Barat Ramli SE pada media ini, Jumat siang di Meulaboh, Aceh Barat. Lantas, bagaimana nasib dan gelar akademis Ramli MS? “Pada Pasal 28 ayat (6) Undang-undang Nomor 12 Tahun 2012 tentang Pendidikan Tinggi menyebutkan bahwa perseorangan, organisasi atau penyelenggara pendidikan tinggi yang tanpa hak dilarang memberikan gelar akademik, gelar vokasi atau gelar profesi dan pada ayat (7) menyebutkan bahwa perseorangan yang tanpa hak dilarang menggunakan gelar akademik, gelar vokasi dan/atau gelar profesi,” tegas Ramli SE. Itu sebabnya, Tim Pansus DPRK Aceh Barat mengeluarkan rekomendasi kepada pimpinan DPRK Aceh Barat, supaya menjadi jelas dan tidak menimbulkan fitnah serta berdampak pada kewibawaan lembaga DPRK di mata masyarakat. Maka, persoalan penggunaan gelar akademik mantan anggota/Wakil Ketua DPRK Aceh Barat periode 2014-2019, H. Ramli MS, S.Pd, M.Si, ditindaklanjuti secara hukum. “Dan, itu sudah kami lakukan pekan lalu di Polda Aceh. Kita tunggu saja,” ucap Ramli SE. Ya, biarlah waktu yang menjawabnya.***
utama
MODUS ACEH NO 41/TH XIV 6-12 FEBRUARI 2017
15
16
MODUS ACEH NO 41/TH XIV 6-12 FEBRUARI 2017
Laporan Khusus
■ Menuju Kursi Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh 2017
Doa dan Restu Ulama Untuk Mualem-TA Khalid Hari pencoblosan Pilkada Aceh serentak, 15 Februari 2017, tinggal dua pekan lagi. Berbagai arus dukungan terus mengalir untuk pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh Nomor Urut 5, Muzakir Manaf-TA Khalid. Terutama dari sejumlah ulama kharismatik Aceh. Mualem-TA Khalid dinilai memiliki komitmen tegak lurus, menjalan Ahlussunnah Waljamaah di Bumi Serambi Mekah. Sementara itu, sejumlah pimpinan partai politik nasional, juga sudah menyatakan dan mengalihkan dukungannya. Mulai dari DPP Partai Hanura, DPN PKPI serta Partai Amanat Nasional (PAN). Sementara Ketua DPD Partai NasDem Aceh Zaini Djalil SH juga mengaku siap bersama Mualem. “Mualem sudah cukup lama bersabar,” ungkap Ketua DPP Partai Gerindra, Letjen (Purn) Prabowo Subianto dalam orasi politiknya, saat kampanye di Lapangan Sepak Bola Garuda Leupe, Kabupaten Nagan Raya, Kamis pekan lalu. Nah seperti apa peta dan arus dukungan ulama serta tokoh Jakarta terhadap Muzakir Manaf-TA Khalid? Wartawan MODUS ACEH, Juli Saidi, Zulhelmi helmi, Azhari Usman serta sejumlah Kontributor daerah melakukan serangkaian liputan dan wawancara. Laporan tersebut dirangkum Muhammad Saleh. Berikut liputannya.
T
AKBIR, tahlil, tahmid serta zikir, memecah ketenangan Pasantren Dayah Tuha Bakongan, Kabupaten Aceh Selatan, Rabu pekan lalu. Maklum, ada sekitar dua belas ribu warga (kaum Adam dan Hawa) serta santri dan santriwati, larut dalam memuji asma Allah di pesantren yang dipimpinan Tgk. Yahlod Jabir Gampong Keude Bakongan itu. Mereka mengelar doa bersama untuk kemenangan Muzakir Manaf-TA Khalid sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh, pada kontestasi Pilkada Aceh, 15 Februari 2017 mendatang. Acara itu diakhiri dengan pengukuhan Pengurus Ahlussunnah Waljamaah (Aswaja) Aceh Selatan oleh Ketua Aswaja Aceh, Tu Bulqaini Tanjungan. K o n t r i b u t o r MODUSACEH.CO (Kelompok Media MODUS ACEH dan Majalah INSPIRATOR) di Aceh Selatan mengabarkan. Hadir dalam acara itu, sejumlah ulama kharismatik seperti Abu Mawardi (Labuhan Haji), Walet Marhaban (Bakongan), Abon Armia (Guha Kota Fajar), Abu Zazuri (Meukek), Abi Khairuddin (Kota Bahagia), Abu Mahdi (Labuhan Haji), Abah Basirun (Trumon Teungoh), Abon Jafaruddin (Meukek), Abu Lot Muhammad
(Kota Fajar), Abi Saleum (Kluet Timur), Abi Lot (Trumon Timur), Abi Jauhari (Trumon Timur), Abi Basri (Pasi Raja), Abi Cut Tamrin (Kluet Utara), Abati Bakongan (Bakongan), Tgk Sabaruddin (Trumon Dalam) dan Tgk Syawir (Kluet Utara). Ketua Aswaja Aceh Tu Bulqaini kembali menegaskan. Ulama dan umara harus bersatu untuk memperjuangkan Ahlus-
sunah Waljamaah (Aswaja) di Aceh. Sebab tidak ada jalan lain untuk memperkuat aqidah ummat selain terjun ke politik untuk memilih pemimpin yang siap memperkuat serta menerapkan Aswaja pada setiap insan di Bumi Serambi Mekah ini. Itu sebabnya Aswaja, siap berdiri di garda terdepan untuk memperjuangkan Mualem-TA Khalid menjadi pemimpin Aceh.
Mendapat dukungan ulama tadi, Mualem dan TA Khalid tak kuasa menyembunyikan keharuannya. Dengan mata binar, dia menyampaikan sambutan. Mualem mengajak seluruh ulama, santri dan masyarakat Aceh umumnya dan Aceh Selatan (Bakongan) khususnya, untuk membangun Aceh dan memperkuat sendi-sendi agama. “Tabangun Aceh dengan
Laporan Khusus tapeukeong agama (Kita bangun Aceh dengan memperkuat agama),” kata Mualem. Lalu, dia diam sejenak, kemudian melanjutkan kembali. “Karena itu saya dan TA Khalid siap memberi perhatian serius bagi pemantapan aqidah Ahlussunnah Waljamaah di Aceh,” tegas Mualem. Selain itu, Mualem mengaku siap diperintah ulama demi membangun Aceh dan ummat serta masa depan Bangsa Aceh. “Kita mau bangun roh kembali kejayaan bangsa Aceh. Bagi generasi mendatang yang ada di dayah dan pesantren, harus mampu ekspansi kembali seperti jaman Iskandar Muda, menguasi segala perjuru dunia dalam syiar Islam,” sebut Mualem yang disambut; Allahuakbar! Para santri. Itu sebabnya, jika dirinya terpilih sebagai Gubernur Aceh, Mualem berjanji akan memperlakukan sama antara sekolah umum dengan dayah dan pesantren, sehingga Aceh akan jaya kembali di tangan para generasi dayah, terutama kembalinya roh kegemilang ajaran Islam di Aceh dibawah panji Ahli Sunnah Waljamaah dengan mashab Imam Syafe’i. Dari Kota Langsa, calon Wakil Gubernur Aceh TA Khalid, berpasangan dengan Muzakir Manaf Nomor Urut 5, menghadiri Pengajian Akbar di kota itu, Jumat malam (3/2/ 2017). Pengajian ini dihadiri 10 ribu jamaah bersama sejumlah ulama kharismatik Aceh dan Ahlussunnah Waljamaah di Islamic Center, Dayah Bustanul Huda Kota Langsa. Hadir diantaranya Abu Paya Pasi. Abon di Arongan, Abi Lhok Nibong, Abu Ceriget, Abati Aramiyah dan Tu Bulqaini. Dihadapan ulama dan jamaah, Abu Paya Pasi menyampaikan pentingnya menegakkan Ahlussunnah Waljamaah. Dan yang mampu menegakkan itu adalah Mualem-TA Khalid. Sementara Abi Jafar Sulaiman menjelaskan tentang kriteria Ahlussunnah Wal jamaah dan Abi Abati Aramiyah menjelaskan kriteria pemimpin menurut Ahlussunnah Waljamaah. Sementara penerapan Ahlussunnah Waljamaah di sampaikan Ketua Aswaja Aceh, Tu Bulqaini. TA. Khalid juga tak kuasa menahan air mata. Di tengah keharuan itu, dia menyampaikan kepada masyarakat Kota Langsa untuk tetap teguh dan tegak bersama Mualem, memantapkan aqidah Ahlussunnah Waljamaah kepada Bangsa Aceh. Katanya, kejayaan Iskandar Muda pada masa lalu juga disebabkan dua faktor. Pertama karena ideologi Ka-Acehan dan kedua penerapan aqidah Ahlussunnah Waljamaah. “Kedepan
bila Allah SWT meridhai kami jadi pemimpin Aceh, siap menjalankan apa yang diputuskan para ulama Aceh. Jangan sekali-kali meninggalkan ulama. Jika itu terjadi, maka tunggu kehancuran. Mualem dan saya sadar betul hal ini. Karena itu, kepemimpinan kami mendatang akan tetap bersama ulama,” tegas TA Khalid. Doa dan dukungan serupa juga datang dari ulama kharismatik lainnya seperti Abu Kuta Kreueng, Waled Hasanoel Sa-
MODUS ACEH NO 41/TH XIV 6-12 FEBRUARI 2017
malangga, Abu Mustafa Puteh (Lhokseumawe) serta puluhan ulama lainnya. Termasuk Abu Musa di Gayo Lues. Pimpinan pesantren tertua dan terbesar serta ulama kharismatik Gayo Lues itu menyatakan siap membantu Muzakir Manaf atau Mualem dalam menyebarkan ajaran Ahlussunnah Waljamaah (Aswaja) di daerah tersebut. Itu disampaikan Abu Musa dengan raut wajah ceria dan
sejuk, saat bertemu Mualem, Minggu (29/1/2017) di Pasantren Bustanul Arifin Kuta Panjang Gayo Lues. Keduanya bercerita tentang perjalanan Ahlussunnah Waljamaah ketika tahun 1965 sampai rezim Presiden Suharto dan diakui Abu Musa, menemui berbagai hambatan. Abu Musa mengatakan, sebelumnya sempat terjun dalam politik di bawah Partai Persatuan Pembangunan (PPP). “Saya berharap dengan jiwa dan pikiran bersih serta se-
17
mangat Mualem memimpin Aceh untuk membenahi aqidah rakyat Aceh. Masih kata Abu Musa. “Insya Allah saya akan mengajak semua santri dan santriwati serta masyarakat untuk berdoa dan berusaha semampu mungkin agar pemimpin ke depan dari Partai Aceh baik di provinsi dan kabupaten, melakukan penguatan aqidah dibawah Ahlussunnah Waljamaah bisa terlaksana,” harap Abu Musa. Semoga.***
18
MODUS ACEH NO 41/TH XIV 6-12 FEBRUARI 2017
Laporan Khusus
■ Mualem-TA Khalid di Mata Ulama Aceh Tgk H. Abah Asnawi Ben Ramli (Abah Budi)
Mualem-TA Khalid Ikhlas Tegakkan Aswaja Peran Muzakir ManafTA Khalid sudah sesuai tuntutan para ulama, ustadz dan santri dayah (pesantren). Itu terjadi salah satunya di Makam Syiah Kuala, Lamdingin, Banda Aceh, pada penghujung 2015. Saat itu, terkait tata cara pelaksanaan ibadah shalat Jumat dengan dua rukun al-khutbah. Ini yang menjadi pegangan para ulama dayah. Karena itu, mereka sepakat untuk memenangkan pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh Muzakir Manaf-TA. Khaled.
A
BAH Budi menilai, Muzakir Manaf-TA Khalid menyokong tegaknya Ahlus Sunnah Wal Jamaah di Aceh. Itulah sebabnya, ulama dayah diakui Abah Budi, mayoritas mendukung Muzakir Manaf-TA Khalid pada Pilkada 2017. Bahkan, ada ulama secara terang-terangan memberi dukungan, namun ada juga ulama pesantren yang mendukung secara diam-diam alias tak mau muncul di media pers. Misal Waled Marhaban asal Bakongan, Kabupaten Aceh Selatan. Sikap tak mau muncul itu, karena dia adalah ulama Aceh Selatan yang berpengaruh di Pantai Barat-Selatan dan mendukung Muzakir Manaf-TA. Khaled pada Pilkada 2017 ini. Lantas apa saja alasan ulama mendukung Muzakir ManafTA. Khaled? Wartawan MODUS ACEH, Juli Saidi mewawancara Pimpinan Pesantrenn Budi Lamno, Aceh Jaya Tgk. H. Abah Asnawi (Abah Budi), melalui sambungan telpon, Selasa pekan lalu. Abah Budi mengaku saat wawancara berlangsung sedang di Lamno, Aceh Jaya. Berikut petikan wawancara lengkapnya.
Maaf, bisa Abu sebutkan alasan mundukung Muzakir Manaf-TA Khaled? Sebagai ulama, tujuan kami hanya satu soal tegaknya syariat Islam di Aceh. Dari enam pasangan calon, hanya Muzakir Manaf yang mendukung Ahlussunnah Wal Jamaah. Kenapa?
Kita ketahui bersama, saat kegiatan ulama pesantren berkumpul di Banda Aceh. Dalam aksi itu kalau kami lihat, Muzakir Manaf yang komit dengan Ahlus Sunnah Wal Jamaah. Sedangkan kandidat lain kurang mendukung Ahlus Sunnah Wal Jamaah. Tapi Muzakir Manaf bersedia menanda tangani perjanjian di Komplek Makam Syiah Kuala atas tuntutan ulama pesantren ketika itu. Hanya alasan itu? Tidak juga, Kalau pengalaman lain dalam pemerintahan, Mualem tidak ada bedanya dengan kandidat lain. Kalau ada perbedaan, hanya sedikit. Jadi, kami mendukung Mualem karena dia mendukung Ahlus Sunnah Wa Jamaah. Alasan lain? Mualem juga mendengar apa yang disampaikan ulama. Bersama TA Khalid, dia ikhlas menegakkan Aswaja. Apa pesan Anda pada keduanya dan mereka mendengarnya? Ya, Muzakir Manaf menjalaninya serta menerima masukanmasukan dari apa yang disampaikan ulama. Jadi itu, kalau kandidat lain yang menang tidak juga memberikan uang pada rakyat, begitu juga Muzakir Manaf. Bahkan, negara paling maju pun juga tidak memberi uang pada rakyat. Jadi, ini masalah komitmen Ahlus Sun-
nah Wal Jamaah sehingga ulama pesantren sudah ada kesepakatn mendukung Mualem. Begitu besarkah komitmenkah Muzakir Manaf dengan ulama? Benar! Komitmen Muzakir Manaf ketika penandatanganan tuntutan ulama di Makam Syiah Kuala, Banda Aceh. Setelah Muzakir Manaf menanda tangani tuntutan tentang Ahlus Sunnah Wal jamaah, maka ulamaulama mendukung Mualem. Sejauh mana komitmen Mualem-TA Khalid jalankan Ahlussunnah Wal Jamaah? Setelah kami mendengarkan sejarah beliau, Mualem pernah mengaji di pesantren. Selain itu, Mualem berkomitmen dengan masalah agama dan akan diserahkan pada ulama. Jadi, apa yang disarankan ulama, itu komitmen dijalankan oleh Mualem. Jadi dukungan ini murni karena Ahlus Sunnah Wal
Jamaah? Insya Allah. Setelah Mualem terpilih dan semoga terpilih, ia tetap jalankan sesuai Ahlus Sunnah Wal Jamaah. Lalu? Bahkan dalam muqadimah UUPA disebutkan Ahlus Sunnah Wal Jamaah. Jadi, sebenarnya dalam muqadimah UUPA ada, tapi gubernur-gubernur lain tidak mempedulikannya. Baik, apakah pernah duduk dengan Mualem setelah ditetapkan sebagai calon Gubernur Aceh? Ulama tidak ada duduk, tetapi ada beberapa tokoh ulama sudah bicara dengan Mualem. Karena hubungan ulama dengan murid-muridnya, apa yang telah disampaikan ulama, tetap muridnya mendengar. Dari seluruh Aceh, ada berapa ulama yang berdoa dan mendukung Mualem? Sudah seratus persen ulama dayah dukung Mualem. Bukankah ada visi-misi calon Gubernur Aceh lain yang juga menyebut Ahlus Sunnah Wal Jamaah? Memang, tapi seperti dihikayahkan bahwa Irwandi Yusuf pernah menyampaikan itu di Aceh Selatan. Saat itu ditanya bagaimana tentang Ahlus Sunnah Wal Jamaah? Dijawab Irwandi tidak mungkin, karena di Aceh ini bukan semata-mata Ahlus Sunnah Wal Jamaah. Intinya tidak mendukung 100 persen.
Berarti ada konfirmasdi lanjutan soal visi-misi Gubernur selain Mualem? Benar, tapi ketika ditanya kembali di beberapa-berapa kabupaten-kota, jawaban Irwandi seperti saya sampaikan tadi, tetap seperti itu. Hikayah Irwandi di Aceh bukan Ahlus Sunnah Wal Jamaah saja. Jadi, jawaban Irwandi tidak mungkin kita jalankan Ahlus Sunnah Wal Jamaah semata-mata. Berarti ulama-ulama pesantren jelas ke Mualem? Benar ke Mualem. Tapi ada juga yang berkampanye pada calon lain? Begini, itu mungkin karena ada hal-hal pribadi. Misal, hubungan kekeluargaan. Memang, selama ini ada bantuan dan program anggaran dari Pemerintah Aceh. Tapi bukan karena Ahlus Sunnah Wal Jamaah. Kami sepakat mendukung Mualem karena itu tadi, bagi ulama pesatren pada Ahlus Sunnah Wal Jamaah dan bermazhab Imam Syafi’i. Harapan Anda pada masyarakat Aceh? Kita harapkan, masyarakat yang mengerti Ahlus Sunnah Wal Jamaah, mendukung Ahlus Sunnah Wal Jamaah. Kecuali masyarakat yang tidak mengerti. Karena agama di Aceh termasuk turun-menurun, belum tentu ilmunya ada. Jadi apa yang diharapkan? Kami tidak berharap yang lain, kami berharap supaya agama di Aceh berdasarkan iktikat Ahlus Sunah Wal Jamaah dan untuk perhatikan dayah-dayah. Itu saja. Kami melihat, visi dan misi itu ada pada Mualem-TA Khalid.***
Laporan Khusus
MODUS ACEH NO 41/TH XIV 6-12 FEBRUARI 2017
19
■ Pimpinan Pesantren Serambi Aceh Tgk. H. Mahmuddin Usman
Mualem-TA Khalid Sejalan dengan Ulama Aswaja Pimpinan Pesantren Serambi Aceh Tgk. H. Mahmuddin Usman mengaku bahwa visi-misi yang diusung pasangan Nomor Urut 5, Muzakir Manaf-TA. Khaled, membuat alumni Pesantren Darul Muarif Lam Ateuk, Aceh Besar ini semakin yakin pada Muzakir Manaf. Sebab, Pimpinan Pesantren Serambi Aceh yang akrap dipanggil Abu itu, menilai hanya Muzakir Manaf yang mengusung visimisi soal Ahlus Sunnah Wal Jamaah. Apa saja pengakuan Tgk. H. Mahmuddin Usman? Berikut penjelasannya pada wartawan MODUS ACEH Juli Saidi Saidi, Rabu, 1 Februari 2017.
Apa alasan ulama pesantren mendukung Muzakir Manaf? Alhamdulillah, saya juga ke Muzakir Manaf. Sama juga dengan ulama-ulama pesantren lainnya. Sikap jelas saya dan tidak ragu, dalam Pilkada ini saya mendukung Mualem. Alasan Anda mendukung Muzakir Manaf? Pertama secara pribadi, saya melihat apa yang sudah diperbuat Mualem, khususnya dalam bidang syariat. Jadi, semangat beliau tentang pembangunan syariat Islam di Aceh tetap konsisten ketika menjabat sebagai Wakil Gubernur Aceh. Jadi sangat menarik perhatian saya ketika terjadi pawai Aswaja di Banda Aceh. Mualem adalah satu-satunya tokoh Aceh yang menyambut dan menyahuti aspirasi Ahlus Sunnah Wal Jamaah di Aceh. Itu yang pertama. Lalu? Kedua, ketika saya mengikuti debat calon Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh putaran pertama. Dari beberapa calon Gubernur Aceh yang ikut debat pada waktu itu, saya melihat satu-satunya calon Gubernur Aceh yang menjadikan syariat Islam, Ahlus Sunnah Wal Jamaah bermazhab Syafi’i, dalam poin yang pertama dari pada program Mualem. Jadi, Abu tetap dukung Muzakir Manaf-TA Khalid? Saya berkesimpulan, beliau sangat tinggi semangatnya dalam mewujudkan syariat Islam di Aceh. Jadi, saya mendukung Mualem.
Lainnya? Alasan ketiga. Menurut saya, Aceh ini baru saja keluar dari masalah. Dan sebagian orang Aceh, kita ketahui dengan nyata bahwa Mualem adalah salah seorang tokoh perjuangan Aceh dalam mencapai kesepakatan damai dengan pemerintah RI. Maksud Anda? Dua kali Pilkada Aceh, dengan izin Allah SWT memang sudah berhasil dipegang oleh orang-orang kita Aceh dari dikalangan mantan GAM. Irwandi Yusuf sudah memimpin, dia juga petinggi GAM yang kita anggap sangat penting di Aceh. Termasuk Doto Zaini. Kemudian? Yang terakhir Zaini Abdullah juga sudah memimpin Aceh. Maka, kalau menurut saya perlu hari ini, kita beri kesempatan sekali lagi untuk Aceh dan itu ini dipegang oleh petinggi dari mantan GAM yaitu Mualem. Artinya Anda berharap Aceh kembali dipimpin petinggi mantan GAM? Benar. Irwandi Yusuf salah seorang petinggi mantan GAM, sudah membangun Aceh menurut kemampuannya dan masyarakat Aceh tentu saja sudah merasakan dan sudah melihat dalam periode
kepemimpinannya. Begitu juga Zaini Abdullah sudah memimpin Aceh saat ini. Jadi, untuk yang ketiga, biarlah Aceh ini dipimpin Mualem, dan itu yang kita harapkan. Bagaimana dengan kinerja periode pemerintahan dua gubernur mantan GAM sebelumnya? Saya tidak dalam kapasitas menilai kinerja Pemerintahan Aceh, mungkin itu ada orang Aceh lain yang lebih tepat menilainya. Namun, saya menyampaikan pilihan ke Mualem, hanya alasan-alasan tadi. Bagi rakyat Aceh, yang paling dominan diketahui Zaini Abdullah, kemudian Irwandi. Itu yang paling dikenal masyarakat Aceh. Kemudian Muzakir Manaf. Bukan berarti kita menafikkan yang lain. Namun yang tiga ini cukup dikenal sampai kalangan anak kecil. Anda tetap berharap, periode ketiga pasca damai Aceh harus dipimpin mantan GAM? Itu harapan kita, dengan tiga periode Aceh ini diimpin orang mantan GAM, kita bisa melihat hasil yang nyata. Paling tidak bisa mendekati harapan-harapan masyarakat Aceh. Karena itu, ini bisa kita katakan sebagai bentuk keadilan dari kita
orang Aceh terhadap petinggi-petinggi GAM di Aceh yang sudah bersusah payah berjuang dan memperjuangkan kemakmuran di Aceh. Maka kali ini pantas kita membangun Aceh dengan mendukung Mualem. Bukan berarti tidak ada tokoh lain di Aceh, tapi pertimbangan itu tadi. Kenapa mesti Aceh ini kembali dipimpin mantan GAM? Setelah tiga periode mantan GAM memimpin Aceh, apa yang terjadi di Aceh, baru masyarakat Aceh mengambil kesimpulan. Saya rasa bila masyarakat Aceh kedepan meninggalkan tokoh GAM atau justuru semakin memantapkan, maka ini bisa diambil satu kesimpulan setelah tiga periode mantan GAM memimpin Aceh Maksud Anda? Sudah tiga kali periode Aceh dipegang orang-orang Aceh sendiri, dari mantan GAM sendiri, bagaimana Aceh? Maka kita harapkan Aceh ke depan jauh lebih baik. Tapi seandainya gagal, mungkin orang Aceh ke depan akan bebas berpikir untuk memilih pemimpin yang lebih baik lagi. Dan jika petinggi-petinggi mantan GAM ini satu persatu sudah diberi amanah oleh masyarakat untuk memimpin Aceh, namun tidak amanah, maka ke depan masyarakat Aceh tidak percaya lagi. Karena itu, orang Aceh memilih yang lain, diluar mantan GAM untuk menjadi Gubernur Aceh ke depan. Ini harapan saya. Intinya adalah jangan ada lagi penyebab Aceh ini jatuh dalam masalah di masa depan. Anda tetap mempertimbangan Aceh mesti dipimpin Muzakir Manaf? Benar! Inilah pertimbangan saya. Maka saya bersikap bulat. Apalagi para ulama sebahagian besar ada di belakang Mualem. Namun, saya walaupun sendiri, tetap bersikap seperti itu mendukung Mualem. Apalagi sekarang saya lihat banyak ulama-ulama yang berada dibelakang Mualem. Karena itu menjadikan lebih yakin dan hati saya semakin teguh, tidak ragu sedikitpun lagi untuk mendukung Mualem. Walau semua kandidat ada menyinggung syariat Islam. Itu saya lihat hanya sebagai cangkok-cangkok saja. Tetapi Mualem memang benar-benar batangnya. Lima kandidat semua dicangkok saja, biar jangan sampai nggak ada sama sekali. Seperti itu kelihatan daam pandangan saya. Kenapa begitu menarik dengan visimisi Muzakir Manaf soal syariat Islam? Karena masyarakat Aceh ini sangat menuntut syariat yang ada di Aceh. Itu saya lihat pada debat Gubernur Aceh. Satu-satunya calon Gubernur Aceh yang menjadikan program syariat sebagai program utama adalah Mulem. Dan sangat jelas terlhat.***
20
MODUS ACEH NO 41/TH XIV 6-12 FEBRUARI 2017
Laporan Khusus
■ Ketua Aswaja Aceh Tgk. Haji Tu Bulqaini Tanjungan
Mualem-TA Khalid Terbaik Saat Ini
Ditemui di pesantrennya, kawasan Lueng Bata, Banda Aceh. Haji Tu Bulqaini mengaku tak akan bergeser untuk mendukung Muzakir Manaf-TA Khalid menuju kemenangan sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh pada Pilkada, 15 Februari 2017. Berikut alasannya.
Bagiamana Tu Bulqaini melihat pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh? Semua pasangan calon (paslon) yang mencalon diri pada Pilkada Aceh adalah putra-putra terbaik Aceh. Namun paslon Gubernur dan Wakil Gubernur Muzakir Manaf -TA Khalid adalah yang terbaik. Maksud Tu? Memang ada beberapa sudut pandang saya lihat. Pertama, Muzakir Manaf (Mualem) adalah seorang mantan Panglima Gerakan Aceh Merdeka(GAM), harus kita sadari bahwa adanya perimbangan keuangan dari pusat untuk Aceh serta juga Otonomi Khusus karena ada perjuangan GAM, ini adalah sejarah. Jadi itu sebabnya Abu dan Ulama HUDA mendukung Mualem-TA Khalid? Bukan itu saja, kita harus mengakui hari ini telah banyak kita menikmati pembangunan, berkat perjuangan GAM, termasuk JKA. Ini juga hasil perjuangan GAM. Walau pun hari ini banyak calon Gubernur Aceh yang mengklaim program itu, tapi harus kita sadari bahwa JKA adalah hasil dari perjuangan GAM, apapun yang kita kerjakan setelah pendatanganan MOU Helsinki asal dananya dari perjuangan GAM. Dana yang melimpah di Aceh bukan langsung ada, tapi dana ada itu karena perjuangan GAM. Namun, hari ini apa yang terjadi banyak pejabat yang tidak paham. “Hana lee deh but lagai, kadeh but creh, padahai hana lagai pane jet tacemereh”. Artinya, orang GAM yang telah memperjuangkan Aceh sudah dilupakan, padahal orang GAM lah yang memperjuangkan semua itu. Kita juga tidak menafikan musibah tsunami sehingga Aceh dikenal seluruh dunia hingga bantuan datang dari seluruh penjuru dunia.
Apa harapan dari perjuangan Mualem-TA Khalid jika terpilih? Muzakir Manaf itu bukanlah ahli bidang agama. Dia dipanggil Mualem karena ahli perang. Gelar Mualem itu adalah pelatih perang, orang yang mengajarkan perang. Tetapi komitmen Mualem dibidang agama tidak main-main, apalagi Mualem sangat serius memperjuangkan aqidah yang dianut Nabi Muhammad SAW yaitu Ahlussunnah waljamaah. Ini adalah komitmen Mualem dan itu bisa dilihat dari keseharian Mualem dalam beribadat kepada Allah SWT serta keseriusan Mualem dalam memperjuangkan tegaknya syariat Islam di Aceh dengan bemazhab Imam Syafii. Hanya itu? Mualem juga dekat dengan ulama, sudah berapa bulan saya mendampingi Mualem, kami sering berbincang tentang hal-hal menuntut agama. Jadi, saya rasa tidaklah keliru kalau orang Aceh memilih Mualem-TA Khalid. Apalagi kita bisa lihat dilapangan bahwa sudah 99 persen ulama besar di Aceh, mendukung Mualem. Alasan Tu menyebut sudah 99 persen? Saya sudah keliling Aceh dan para ulama sudah sepakat dan mengetahui komitmen Mualem tadi. Bagaiman
Mualem berani mendatangani parade Ahli Sunnah Waljamaah (ASWAJA) di Makam Syah Kuala, Banda Aceh beberapa waktu lalu. Hanya Mualem yang berani, Mualem juga terus berusaha memperjuangkan penegakan syarih Islam di Aceh, tetapi terganjal karena beliau hanya seorang Wakil Gubernur. Makanya dalam mengambil keputusan agak berat. Dan dalam waktu dekat ini, Mualem akan mengikrarkan diri dihadapan 200 ulama kharismatik Aceh dan membuat kometmen yang jelas tentang bagaimana Aceh kedepan dalam memperjuangkan aqidah agama Islam. Tu sendiri mendukung Mualem, apa ada hubungan keluaga? Tidak, secara persaudaraan saya tidak punya ikatan apapun dengan Mualem. Ini hanya tentang bagaimana komitmen Mualem soal syariat Islam dan Aswaja. Bukan hanya saat ini tapi sebelum berpasangan dengan Abu Doto (Zaini Abdullah), Abu Paya Pasi malam mendorong Mualem untuk menjadi Gubernur, namun waktu itu Mualem mengatakan Insyaallah. Tetapi Abu Paya Pasi mengatakan ragu kalau Mualem bukan Gubernur akan susah bertindak, dan itu terbukti sekarang kalau Mualem hanya dijadikan sebagai ban serap oleh Abu Doto.
Sekarang bisa dilihat Abu Doto tidak mau menjalankan aqidah ASWAJA, ulama telah memberi fatwa tentang aqidah, dimana ada tempat-tempat pengajian yang melanggar dari aqidah (ASWAJA). Tapi Abu Doto tidak berani bertindak, apalagi almarhum Teungku Muhammad Hasan Ditiro (Wali Nanggroe) telah menitip pesan pada Mualem, untuk bermufakat dengan ulama dan menegakkan syariat Islam secara Kaffah di Aceh. Jadi, isu ASWAJA ini bukan tiba-tiba tapi sudah menjadi citacita para pejuang Aceh, bahkan zaman Sultan Iskandar Muda, dan kami melihat hanya Mualem yang mampu mengembalikan kejayaan Islam di Aceh. Alasannya? Itu juga terlihat dari visi dan misi yang di usung Mualem bersama TA Khalid yaitu 5K dalam membangun Nanggroe Aceh. Salah satunya adalah aqidah keimanan berdasarkan mazhab Imam Syafii. Dan itu tidak ada dalam visi misi calon Gubernur Aceh yang lain. Anda yakin Mualem menang? Insyaallah, berkat doa dan dukungan ulama serta kami mengajak semua masyarakat Aceh, santri dan orang tua santri untuk mendukung Mualem-TA Khalid. Dan saya ingatkan bahwa, perjuangan ini belumlah usai sebab masih banyak butir-butir MOU Helsinki yang belum jalan. Saya kurang yakin kalau orang lain jadi Gubernur Aceh butir-butir MoU akan ditelantarkan. Kalau TA Khaled bagaimana? TA. Khalid itu orang baik, pernah menjadi Ketua DPRK Lhoksemawe. Kalau bicara masalah aqidah saya lebih paham dengan TA Khalid, karena dia masih family denga saya. Apakah pemilihan TA Khalid sebagai wakil Mualem ada peran ulama juga? Ada dan ini juga bukan tiba-tiba, karena ulama-ulama seluruh Aceh menugaskan saya memberi saran pada Mualem untuk memilih pemimpin yang taat dengan ASWAJA. Pemilihan TA Khalid langsung permintaan dari Abu Kuta Krueng, karena Abu Kuta pemimpin tertinggi di HUDA yaitu sebagai Dewan Syuro. Kami percaya permintaan Abu Kuta Krueng adalah yang terbaik untuk Aceh. Terakhir, harapan ulama Huda terhadap pasangan calon Nomor Urut, Muzakir Manaf-TA Khalid? Apabila Partai Aceh (PA) hancur, maka Aceh tidak akan lebih baik dari sekarang. Karena itu saya menghimbau kepada seluruh mantan kombatan GAM yang telah keluar dari PA, janganlah bercerai-berai. Mari rapatkan barisan, karena perjuangan belum selesai. Saya sendiri memberikan kesempatan terakhir kepada orang PA, tapi saya yakin karena ulama sudah ada bersama Mualem, maka Insyaallah Mualem akan menjaga marwah Aceh sesuai norma serta aqidah Aswaja. ***
Laporan Khusus
MODUS ACEH NO 41/TH XIV 6-12 FEBRUARI 2017
21
■ Menuju Kursi Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh 2017
Mualem dan Kesabaran Seorang Panglima “Dia (Mualem) Panglima. Saya juga Panglima (Letnan Jenderal), kami pernah berseberang. Dulu, dia saya cari dan kejar terus. Sekarang kami berangkulan. Coba, dimana ada di dunia ini pihak yang dulu berseberangan, sekarang berangkulan? Hampir tidak ada. Kenapa? Sekali lagi, karena ayah saya dari dulu, sangat dekat dengan tokoh-tokoh Aceh,” ucap Prabowo Subianto dalam orasi politiknya pada kampanye pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh Nomor Urut 5, Muzakir Manaf-TA Khalid di Lapangan Garuda Leupe, Kamis sore, di Kabupaten Nagan Raya.
ata Prabowo. “Mungkin kalau saya buka kacamata ini, Anda akan melihat air mata saya keluar jika mengenang semua itu. Saya prajurit dan dilatih demi negara saya. Saya tidak kenal Muzakir Manaf dan kami berseberang. Tapi, sekitar tahun 2012, saya dapat berita Muzakir Manaf mau bertemu saya. Saya bertanya: ada apa, Panglima GAM kok mau bertemu saya? Tapi, enam bulan saya berpikir dan renungkan. Kemudian, karena datang utusan terus, akhirnya saya berubah pikiran dan menerima kehadiran Mualem,”ungkap Prabowo dengan suara tinggi dan disambut; hidup Prabowo, hidup Panglima, hidup Mualem! Prabowo bercerita. Keinginan Mualem bertemu dirinya, membuat dia terus merenung. “Ada apa dengan Panglima GAM ini? Saya binggung mau bicara apa ketika itu. Saat datang dan bertemu, saya persilahkan masuk, tapi saat itu saya belum tahu apa yang akan saya katakan. Saya berdiri dia juga berdiri dan masuk dengan jenggotan. Memang kalau panglima-panglima di gunung pakai jenggot semua,” ujar Prabowo, disambut aplus puluhan ribu massa yang hadir. Kenang Prabowo. “Saat itu, tidak ada kata satu pun dari mulut saya dan Mualem. Tapi tibatiba kami berangkulan. Dan selesai semua ‘permusuhan’ yang telah terjadi. Banyak orang tidak menduga, bisa terjadi seperti ini. Saat ini, kita satu panggung dan hari ini saya katakan dukungan penuh kepada Muzakir Manaf-TA
K
Khalid untuk menjadi Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh. Saudara..saudara siap,” tanya Prabowo. Serentak dijawab massa yang hadir. Siaaap! (dia juga sudah berjenggot, kata Prabowo untuk TA Khalid). Dulu tidak berjenggot. Ha...ha ( Prabowo tertawa). Prabowo juga mengaku sebagai saksi betapa sabarnya Mualem. “Saya menjadi saksi, tahun 2012 lalu, Mualem datang minta saya mendukung PA, sebagai Wakil Gubernur. Saat itu saya tanya: Pak Mualem, kenapa tidak Anda saja yang jadi Gubernur? Saya yang minta dia jadi Gubernur Aceh. Tapi apa dia jawab Mualem; biar kita kasih kepada yang lebih tua,” ungkap Prabowo. Itu sebabnya, dia menilai bahwa Mualem adalah pemimpin yang sangat sabar. “Saya katakan: Anda Panglima, Anda yang harus jadi Gubernur! Dan sekarang tidak boleh mengalah lagi. Mualem-TA Khalid, harus jadi Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh,” tegas Prabowo dalam orasinya. Dukungan serupa juga disampaikan anggota DPR RI dari
Fraksi PKS M. Nasir Djamil. Dia menilai, peluang dan modal pasangan calon (paslon) Muzakir Manaf-TA Khalid untuk memenangkan kontestasi Pilkada Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh pada Pilkada 15 Februari 2017, mendatang cukup besar.
Nasir Djamil
Wakil rakyat asal Aceh ini menyebutkan. “Mualem (sebutan akrab Muzakir Manaf) punya rumah, ada penghuni rumah, penjaga rumah bahkan pagar rumah. Berbeda dengan Zaini Abdullah, Irwandi Yusuf serta Zakaria Saman, Abdullah Puteh dan Tarmizi Karim. Mereka tidak ada rumah, tidak ada penghuni, penjaga serta pagar rumah,” ungkap Nasir Djamil berfilosifi.
Itu disampaikan Nasir Djamil pada media ini, usai mengikuti kampanye pasangan nomor urut 5 ini di Lapangan Sepak Bola Garuda Leupe, Kabupaten Nagan Raya, Kamis sore (2/2/ 2017). Karena itulah nilai Nasir Djamil, Mualem adalah sosok yang mampu dan bisa merawat perdamaian Aceh. “Karena secara politik Mualem memiliki kemampuan untuk bisa merawat perdamaain di Aceh. Kami menilai Mualem adalah seorang sosok tokoh politik lokal yang bisa menjaga dan mengendalikan keamanan di Aceh,” ujar Nasir. Tak hanya itu, kata Nasir Djamil, Ketua PA/KPA Muzakir Manaf adalah sosok yang masih memiliki modal kuat dan besar untuk bisa meyakinkan rakyat Aceh dan nasional (Jakarta) bahwa dia masih punya peran untuk mengendalikan dan menjadikan mantan kombantan GAM ke arah lebih baik dan kondusif. Alasannya sebut Nasir, Mualem merupakan salah seorang tokoh perdamaian Aceh yang masih memiliki rumah. Sementara yang lainnya tidak pun-
ya rumah lagi. Misal Zaini Abdullah, Zakaria Saman dan Irwandi Yusuf. Mereka memang tokoh kunci GAM dan perdamaian Aceh. Tapi mereka bukan hanya tidak punya rumah, tapi juga penghuni, penjaga rumah bahkan pagar rumah. “Nah, kalau ditanya apakah Mualem menang? Saya jawab Insya Allah! Sebab dia sudah punya modal untuk menang. Setengah dari kemenangan sudah ada, karena dia sudah punya rumah (PA), penghuni rumah (bersama partai politik pengusung), penjaga rumah (KPA) serta pagar rumah (belasan organisasi sayap),” ulas Nasir Djamil. Begitupun sebut Nasir Djamil, dia meminta penyelenggara Pilkada (KIP) dan Panwaslih Aceh untuk tetap netral, adil dan jujur, sehingga tidak menjadikan Pilkada Aceh sebagai ajang perebutan kekuasaan dengan cara-cara liar, tidak fair dan tidak jujur. Apakah ada indikasi itu? “Tentu, semua kandidat berusaha tapi peluangnya kecil. Mungkin di tingkat kabupaten/kota ada, tapi di level provinsi kecil, sebab ada calon yang dicoret dari kontestasi. Kalau bergesek itu biasa, tapi kalau masif dan terstruktur untuk meraih kekuasaan, itu tidak benar. Rebutlah dengan cara-cara yang ma’ruf (baik),” ajak Nasir Djamil. Lantas, apa alasan PKS menjatuhkan pilihannya untuk mendukung Mualem? “Intensitas komunisi Mualem sehingga menyatukan pikiran dan persepsi diantara kami, termasuk kerjasama serta peluang untuk menang. Kerja sama tentu akan dibicarakan setelah Mualem terpilih nanti,” sebut Nasir Djamil.***
■ Mantan Kapolda Aceh Irjen Pol (Purn) Iskandar Hasan
Visi dan Misi Mualem-TA Khalid Jelas Bangun Aceh Berjenggot, mengenakan topi serta ujung bawah celana sedikit di atas tumit. Sekilas memang tak mirip jenderal purnawirawan bintang dua ini sebagai mantan Kapolda Aceh. Begitupun, ketika menuju panggung utama kampanye pasangan calon Gubernur-Wakil Gubernur Aceh Nomor Urut 5, Muzakir Manaf-TA Khalid di Lapangan Sepak BOLA Garuda Leupe, Kabupaten Nagan Raya, Kamis sore pekan lalu. Perwira tinggi yang sebagian karirnya dihabiskan pada bidang intelijen dan International Police (Interpol) ini, tak mampu menghindar dari arus puluhan ribu massa yang memadati lapangan tersebut. “Pak Iskandar, photo dulu, photo Pak,” ajak sejumlah massa, sambil menarik tangannya bersama anggota DPR RI asal Aceh, Nasir Djamil.
22
MODUS ACEH NO 41/TH XIV 6-12 FEBRUARI 2017
arena itu, langkahnya menuju panggung utama tadi, sempat beberapa menit tertunda. Bahkan, sejumlah polisi yang ada di lokasi, merapat sambil memberi hormat. “Siap jenderal, kondisi aman terkendali,” kata salah seorang perwira pertama, menjawab pertanyaan sang jenderal ini. “Yang lantik saya bintara dulu di SPN Seulawah Jenderal Iskandar Hasan,” bisik seorang bintara pada saya, yang mendampinggi Iskandar Hasan dan Nasir Djamil, menuju panggung utama. Lantas apa kata Iskandar Hasan soal Muzakir Manaf-TA Khalid? “Dari hati paling dalam dan jujur saya katakan. Saya kenal Mualem sejak enam tahun lalu. Saat dia maju sebagai Wakil Gubernur Aceh bersama Zaini
K
Abdullah. Sebelumnya kami memang sering bertemu dan terlibat banyak diskusi soal Aceh. Apa yang saya lihat, hatinya benar-benar memikirkan nasib rakyat,” ungkap Iskandar Hasan, sambil menikmati secangkir kopi hitam dicampur durian pada salah satu warung kopi rakyat di sana. Ini memang menjadi kegemarannya sejak lama. Menurut Iskandar Hasan, jika ke Jakarta, Mualem sering berdiskusi dengannya tentang kemajuan pembangunan Aceh dan nasib rakyat Aceh serta mantan kombatan GAM. “Saya sendiri mantan calon Gubernur di Sumatera Selatan. Tapi faktanya jauh beda, belum semua amanah. Masyarakat kelas bawah masih banyak sekali yang belum sejahtera serta keluar dari garis kemiskinan,” ujarnya. Masih kata Iskandar Hasan.
“Fakta itu saya temui sejak saya Kapolres di Aceh Utara hingga Kapolda di Aceh. Saya masuk dari satu gampong ke gampong lain. Dari pinggir laut hingga gunung, saya sudah lihat semua. Masih banyak yang hidup di bawah garis kemiskinan. Padahal di satu sisi, potensi Aceh cukup besar. Kenapa justeru rakyat masih belum sejahtera? Kuncinya ada pada kepala daerah yaitu Gubernur,” ulas Iskandar Hasan. Nah, itu sebabnya dia menaruh harapan besar pada Muzakir Manaf-TA Khalid untuk membangun Aceh lebih baik. “Yang saya lihat, Mualem punya niat dan legalitas untuk itu. Salah satunya, Mualem masih dipercaya rakyat, baik di gampong-gampong maupun kota. Itulah alasan kenapa saya untuk mendukung Mualem-TA Khalid. Saya non partai, saya belum masuk partai
Laporan Khusus politik apapun. Jadi, ini murni pemikiran saya sebagai bagian tak terpisahkan dari Aceh,” sebutnya. Selain itu sebut Iskandar Hasan, visi dan misi Mualem jelas ingin membangun Aceh. “Pilkada lalu dia ikhlas sebagai Wagub Aceh , sehingga tidak bisa banyak berbuat. Dan seingat saya, sejak 2006 dan 2012 lalu, sebenarnya dia sudah punya kesempatan. Tapi dia berikan kepada yang lain serta ikhlas menjadi orang nomor dua. Dan kenyataannya, sampai hari ini pembangunan dan kesejahteraan rakyat Aceh masih belum sesuai dengan yang diharapkan. Rakyat Aceh semua tahu itu,” papar Iskandar Hasan. Bahkan sebut Iskandar Hasan, sebelum mereka dilantik sebagai Gubernur dan Wakil
Gubernur Aceh lima tahun lalu, keduanya termasuk Wali Nanggroe bertemu dengan dirinya di Jakarta secara khusus. “Kami membicarakan bagaimana strategi membangun Aceh. Namun faktanya, baru empat bulan berjalan sudah ribut alias perahu sudah mulai bocor, bagaimana mau menyeberang samudra luas kalau perahunya sudah bocor,” kata Iskandar Hasan beranalogi. “Saya pikir, saat ini Mualem maju langsung sebagai Gubernur Aceh bersama TA Khalid (Wakil Gubernur Aceh). Mudahmudahan komitmennya tidak berubah. Sebab, sampai hari ini keduanya masih komit dengan MoU Helsinki dan UUPA. Insya Allah dia menang. Makanya saya katakan: Mualem-TA Khalid memang, Allahu Akbar! Karena semua kehendak Allah SWT.***
■ Mayjen TNI (Purn) Djali Yusuf
Mualem-TA Khalid Selamatkan Energi Ke-Acehan Kembalinya DPP PAN, mendukung pasangan calon Gubernur-Wakil Gubernur Aceh Nomor Urut 5, Muzakir Manaf-TA Khalid, semakin mensahihkan arus dukungan sejumlah tokoh dan pimpinan partai politik nasional terhadap pasangan ini, kian mengelinding dan membesar. Semua ini, tak lepas dari peran Prabowo Subianto Ketua Umum Gerindra dalam menyakinkan Ketua Umum DPP PAN Zulkfili Hasan yang telah bersama dalam Koalisi Merah Putih pada Pilpres 2014 lalu. Sementara, komunikasi politik yang dibangun Oesman Sapta Odang (OSO), Ketua Umum Hanura, mampu menyakinkan AH Hendropriyono, Ketua Umum PKPI untuk satu barisan serta turunnya ‘restu’ Ketua Umum Partai NasDem Surya Paloh, agar partai ini bersama Muzakir Manaf atau akrab disapa MualemTA Khalid.
ang menarik Partai Golkar. Ada kabar berhembus, diamdiam di tingkat pusat juga sudah mulai ada kaji ulang soal arus dukungan ini. Sementara, di Aceh, sejumlah kader partai ini juga terbelah. Ada yang mendukung paslon Tarmizi A. Karim-T Machsalmina Ali, tapi tak sedikit yang berpaling ke paslon Irwandi Yusuf-Nova Iriansyah dan paslon Muzakir Manaf-TA Khalid. Hanya saja, baik NasDem maupun Golkar, tak menyampaikan secara ‘vulgar’ ke masyarakat. “Ya faktanya memang begitu. Bahkan ada sejumlah elit DPD I Partai Golkar Aceh yang mendukung dua paslon tadi yaitu Muzakir Manaf-TA Khalid serta Irwandi-Nova,” ungkap seorang sumber di DPD I Partai Golkar Aceh. Karena alasan etika politik, dia minta namanya tidak ditulis. Pergeseran peta politik nasional tersebut, diakui atau tidak, memang telah menambah ‘amunisi’ dan semangat pengalangan suara yang dilakukan tim pemenangan Muzakir Manaf-TA Khalid. Baik di tingkat pusat, Jakarta hingga ke seluruh desa atau gampong-gampong. Sebab, secara nyata, hanya mesin politik Partai Aceh (PA) dan Komite Peralihan Aceh (KPA) serta organisasi sayap lainnya seperti Rakan Mualem, yang mampu bekerja hingga akar rumput. Nah, dari observasi tim riset MODUSACEH.CO (Kelompok Media MODUS ACEH dan INSPIRATOR). Paslon
Y
Muzakir Manaf-TA Khalid akan meraih suara di seluruh kabupaten dan kota di Aceh. Ini tak lepas dari kantong suara utama Muzakir Manaf-TA Khalid seperti Aceh Utara, Lhokseumawe, Aceh Timur, Pidie, Pidie Jaya, Bireuen, Aceh Jaya, Nagan Raya, Aceh Selatan, Aceh Barat, Gayo Lues dan sebagian wilayah lainnya, masih sangat sulit untuk ditembus oleh paslon lain hingga saat ini. Itu disebabkan, selain massa pendukung utama Mualem yaitu Partai Aceh dan KPA tetap dalam satu jamaah, peran Gerindra, Hanura, PKPI serta PAN, semakin menambah lumbung suara. Entah itu sebabnya, tim pemenangan Muzakir Manaf-TA Khalid optimis, jagoaan mereka akan meraih kemenangan. “Paling rendah, dua puluh persen. Tapi, melihat arus dukungan yang terus datang, saya optimis bisa lebih atau mencapai 30 persen,” kata Mayjen (Purn) Djali Yusuf, mantan Pangdam Iskandar Muda (IM) pada media ini. Prediksi dan optimisme itu disampaikan Djali Yusuf, usai mengikuti Debat Kandidat Paslon Gubernur Aceh di Ge-
dung Amel Banda Aceh, Selasa sore (31/1/2017) di Banda Aceh dan kampanye di Nagan Raya, Kamis sore pekan lalu. Menurut Djali Yusuf, dari hitungan angka perolehan kursi di DPR Aceh dan DPR Kabupaten/ Kota, baik PA, Gerindra, PAN, PKPI dan Hanura, posisi Mualem akan lebih unggul dari paslon lainnya. “Insya Allah, semua mesin kita jalan dan bekerja maksimal,” kata Djali Yusuf, yakin. Lantas, bagaimana dengan rumor adanya ‘perpecahan’ di tubuh mantan kombatan GAM? Menurut Djali Yusuf, rumor itu tidak benar dan terlalu mengada-ada. Sebab, dari analisanya di lapangan, mereka justeru saat itu bertebaran di sejumlah paslon lain, tapi tetap pada satu komitmen untuk memperkuat kemenangan Mualem. “Saya ini mantan tentara dan pernah mencalonkan diri sebagai Gubernur Aceh. Jadi, saya tahu persis dan sudah punya pengalaman. Insya Allah, pada saatnya sebelum hari H, mereka akan kembali bersama Mualem,” ungkap Djali Yusuf. Satu hal yang patut dicatat sebut Djali Yusuf, hadirnya Partai Aceh (PA) yang dipimpin Muzakir Manaf dan memiliki kursi mayoritas di parlemen Aceh serta kabupaten dan kota di Aceh, telah memberi bargaining position dengan Jakarta. Dan, Mualem dengan tegas menyatakan; Aceh tetap dalam NKRI.
“Anda dengar sendiri tadikan, Irwandi saja mengakui bahwa JKA itu pun bisa mulus dilakukan untuk rakyat Aceh, karena ada persetujuan anggaran dari parlemen Aceh dan itu mayoritas Partai Aceh,” ujar Djali Yusuf. Hanya saja diakui Djali Yusuf, fenomenanya telah berubah. Sejak awal niatnya maju sebagai calon Gubernur Aceh, Mualem telah mengajak seluruh partai politik nasional, untuk bersama-sama berpikir demi kemajuan pembangunan dan kesejahteraan Aceh. “Ini titik fokus yang perlu diingat rakyat Aceh bahwa Mualem tidak mempertahankan ego sektoralnnya,” kata Djali Yusuf. Menurut Djali Yusuf, paslon Mualem-TA Khalid harus menang, karena hanya pada sosok Mualem, energi dan potensi ke-Acehan bisa diselamatkan. Energi dan potensi yang dimaksudkan Djali Yusuf adalah, dalam merawat perdamaian Aceh serta membangun poros AcehJakarta, demi kesejahteraan rakyat Aceh. Selain itu, posisi Partai Aceh (PA) sebagai pemilik kursi mayoritas di parlemen Aceh, menjadi energi Mualem dalam membangun bargaining dengan Jakarta. Ini dimaksudkan sebagai kontrol dari sistem pemerintahan nantinya. “Dia itu Panglima GAM. Pendukungnya jelas. Mualem juga sudah membuktikan kesabarannya sejak sepuluh tahun lalu. Padahal, kalau dia mau, sejak 10 tahun lalu sudah bisa jadi Gubernur Aceh. Insyaallah Mualem-TA Khalid menang,” sebut Djali Yusuf, tersenyum.***
MODUS ACEH
Laporan Khusus
NO 41/TH XIV 6-12 FEBRUARI 2017
23
■ Anggota DPD RI Fachrul Razi, MIP
Kemenangan Mualem Untuk Rakyat Aceh dan Indonesia NAMA Fachrul Razi, MIP tentu tak asing di telinga masyarkat Aceh. Ingatan tertuju pada tahun 2014 lalu. Sebab, Fachrul Razi merupakan satu-satunya politisi yang didukung Partai Aceh (PA) serta sukses menjadi salah satu dari empat Anggota Dewan Perwakilan Daerah (DPD) asal Aceh yang melenggang ke Senayan, Jakarta. Kini, dia turun gunung melakukan segala upaya untuk memastikan Muzakir Manaf-TA Khalid yang diusung partainya (PA) sebagai pemenang pada Pilkada Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh 2017-2022. Berikut testimoni Fachrul Razi terhadap jagoannya pada media ini.
emilihan Kepala Daerah (Pilkada) Aceh untuk memilih Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh 2017-2022, tinggal menghitung hari. Itu sebabnya, hari demi hari dukungan terhadap Muzakir Manaf-TA Khalid terus meningkat. Berbagai pertemuan dan kampanye politik dihadiri ribuan pendukung kandidat Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh yang diusung Partai Aceh, Nomor Urut 5 ini, hingga membuat ruas jalan nasional menjadi macet. Begitu antusiasnya masyarakat dalam mendukung Muzakir Manaf-TA Khalid.
P
Fachrul Razi, MIP yang juga mantan juru bicara Pusat Partai Aceh selalu tampil di panggung politik. Salah satunya, saat ini dia dipercaya sebagai senator DPD RI asal Aceh. Tokoh muda Aceh yang juga alumni Ilmu Politik Universitas Indonesia (UI) itu, terus berkampanye untuk memenangkan Mualem Muzakir Manaf. Berbagai panggung turut diisi dengan orasi lantang dan tegas, hingga membakar semangat para calon pendukung Gubernur, Walikota dan Bupati yang di usung Partai Aceh. Kini, Ketua Tim Kerja Penyusunan RUU usulan DPD RI itu, rela meninggalkan jabatan tersebut, demi memenangkan Mualem-TA Khalid. “Saya sudah mengundurkan diri dari beberapa jabatan, termasuk Ketua Timja DPD RI demi memenangkan Mualem,” tegas pria yang nama sempat mencuat di nasional dalam pemilihan Ketua DPD RI beberapa waktu lalu. Amatan media ini, Razi hampir tak pernah abses melakukan silaturrahmi dan menghadiri kampanye politik di panggung PA. Dia sering menyampaikan beberapa hal menyangkut keberhasilan dan terobosan yang telah dicapai, selama terpilih dan menjadi Pimpinan Komite I DPD RI. Selain persoalan Perpres dan PP turunan UUPA yang telah ditandatangani Presiden RI Joko Widodo. Termasuk persoalan dana desa yang tahun depan akan ada penambahan Rp 1,4 miliar pada tahun 2019, sehingga masing-masing gampong tahun ini akan mendapatkan Rp 800 juta serta bantuan pusat berupa PRONA Pertanahan di Aceh. Tak hanya itu, pemekaran DOB Kota Meulaboh, DOB Aceh Selatan Jaya, DOB Kabupaten Selaut Besar,
dan DOB Aceh Raya merupakan salah satu terobosannya saat ini. “Ada 4 kabupaten dan kota di Aceh yang kita prioritaskan untuk dilakukan pemekaran, dan ini tugas saya selaku Ketua Timja Pemekaran Wilayah Barat,” ungkap Fachrul Razi, yang disambut tepuk tangan masyarakat yang hadir ketika itu. Fachrul Razi, MIP memiliki pendapat sendiri mengapa MualemTA Khalid wajib dimenangkan sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh Periode 2017-2022, Walikota dan Bupati yang diusung PA. Menurutnya, dikarenakan pasangan bupati dan pasangan gubernur yang diusung Partai Aceh, didukung sejumlah ulama Aceh dengan menjaga Ahlussunah Waljamaah bermahzab Syafi’i. Makanya, jika Pemerintah Aceh ke depan menerapkan akidah Ahlussunah Waljamaah, Aceh akan mengalami perubahan mendasar dalam membangun pondasi akidah masyarakatnya. “Kejayaan Kerajaan Iskandar Muda menurutnya salah satu bukti, jika rakyat Aceh dapat disatukan dalam Ahlussunah Waljamaah,” sebut Razi.
Pasangan yang diusung PA menurutnya juga mampu mendorong perekonomian Islam, bukan kapitalis atau liberal. Semua kandidat yang diusung PA memiliki kepribadian yang sangat dekat masyarakat. “Demikian juga sosok Mualem yang sangat dekat dengan rakyat dan disegani lawan politiknya,” jelas Fachrul Razi. Di setiap akhir kampanyenya, Fachrul Razi selalu mengajak semua kader PA untuk tidak terpancing pada propaganda yang dapat merusak kedamaian di Aceh. “Saya yakin di tangan Mualem, sebagai Gubernur Aceh yang terpilih nanti, benar-benar bisa membuat Aceh sejahtera dan mampu menyelesaikan butir-butir perjanjian Pemerintah RI -GAM yang tertuang di dalam MoU Helsinki dan UUPA” ungkap Fachrul Razi sambil mengacungkan jari 5 dan yel yel pemenangan PA. Disisi lain, sosok Muzakir Manaf atau (Mualem) disamping disegani, juga mempunyai daya tawar yang tinggi dengan pemerintah pusat, sehingga memudahkan untuk menyelesaikan masalah yang berhubungan langsung dengan pemerintah pusat. Sikap Politik Pusat belakang ini berubah, dari lawan menjadi kawan. Ini terbukti dengan berubahnya dukungan partai nasional penguasa di Jakarta untuk mendukung Mualem. “Partai Nasdem, PAN, HANURA telah menunjukkan betapa ke-
menangan Mualem sudah dibaca secara politik oleh teman teman di pusat. Sosok Mualem mampu merubah paradigma pusat yang penuh kecurigaan menjadi sosok yang dapat diajak kerja sama demi Aceh ke depan dan Indonesia mendatang,” kata Fachrul Razi. Karena itu, dia berpendapat, kemenangan Mualem adalah kemenangan Rakyat Aceh dan Indonesia. “Kita harus perkuat semangat ini,” himbaunya. Fachrul Razi, MIP mengatakan, pengalaman dua periode gubernur yang lalu, belum mampu menyelesaikan masalah penting. Indikasinya, sampai sekarang banyak butir-butir Memorandum of Understanding (MOU) Helsinki yang belum bisa diselesaikan dengan baik, padahal itu merupakan anak yang lahir dari konflik yang berkepanjangan dan harus dijaga, rawat dan perjuangkan, sesuai cita-cita syuhada dari pejuang Aceh yang telah mendahului kita. Fachrul Razi melanjutkan, selain kuat dan disegani, sosok Mualem adalah Ketua Partai Aceh (PA) yang notabenenya sebagai partai yang mempunyai kursi mayoritas di Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), sehingga memudahkan mendapat persutujuan dalam membuat kebijakan-kebijakan yang dibahas antara pihak eksekutif dengan legislatif akan terealisasi dengan baik. Untuk itu senator asal Aceh itu mengajak masyarakat Aceh melihat secara jernih sosok calon-calon yang ada, tentunya pasangan gubernur terpilih nanti betul-betul bisa membawa Aceh lebih maju dan juga bisa memakmurkan semua rakyat Aceh serta yang terpenting dalam menyelesaikan persoalan pusat yang belum selesai, tutup Fachrul Razi.***