NO 48/TH XIV 27 MARET - 2 APRIL 2017
Rp 7000,- ( Luar Aceh Rp 10.000,- )
MODUS ACEH
2
Redaksi
NO 48/TH XIV 27 MARET - 2 APRIL 2017
TABLOID BERITA MINGGUAN
MODUS ACEH BIJAK TANPA MEMIHAK
P e n a n g g u n g j awa b / Pimpin an Red aksi Pimpinan Redaksi Muhammad Saleh
Belanja Online Simpel Namun Berisiko Tinggi
Direktur Usaha Agusniar Man a ger Mana
liput an liputan
Juli Saidi Editor Salwa Chaira Kar tunis/Design Kartunis/Design
Grafis
Rizki maulana Pemasaran/Sirkulasi Firdaus, Hasrul Rizal, Ghifari Hafmar iklan M. Supral iklan/Sirkulasi Lhokseuma we/a ceh Lhokseumawe/a we/aceh
ut ara utara
mulyadi Sekret aria t/ADM ta at Yulia Sari Kep ala B a gian Keuang an Kepala Agusniar Bagian I T Joddy Fachri Wa r taw a n rt Muhammad Saleh Juli Saidi ZULHELMI azhari usman
Ko r e s p o n d e n Aceh Selatan Sabang Nagan Raya Takengon Aceh Besar Aceh Tenggara Gayo Lues Kuala Simpang Pidie, Langsa Bener Meriah Simeulue
Alama aksi Alamat Redaksi t Red Jl. T. Panglima Nyak Makam No. 4 Banda Aceh. Telp (0651) 635322 email:
[email protected] [email protected] [email protected] [email protected] www.modusaceh.com. Penerbit PT Agsha Media Mandiri Rek Bank Aceh: 01.05.641993-1 Rek Bank BRI Cabang Banda Aceh: 0037.01.001643.30.9 NPWP: 02.418.798.1-101.000 Percetakan PT. Medan Media Grafikatama
Terbit Sejak 2003
S
tatistik penggunaan smartphone (telepon pintar) yang dikemukakan Skycure menyatakan bahwa selama 2016 uang sebesar $ 40.241 miliar telah dihabiskan dengan menggunakan smartphone. Lalu, sekitar $ 656 miliar habis untuk kegiatan yang berkaitan dengan jual beli online pada musim libur. Dan, 90 persen pengguna smartphone mencari keterangan dengan telepon mereka selama belanja di toko fisik serta 50 persen tidak sengaja mengklik iklan digital. Besarnya jumlah uang yang berputar untuk belanja online memberikan gambaran mengapa pengguna smartphone merupakan sasaran empuk bagi kejahatan digital. Data tersebut sekaligus menguatkan prediksi ESET sejak 2013 tentang pertumbuhan malware smartphone. Selama 2015, ditemukan per bulannya rata-rata 200 malware varian baru dan kode berbahaya dibuat untuk Android. Pada 2016, jumlah ini meningkat menjadi 300 varian baru per bulan untuk Android dan dua untuk iOS. Jumlah itu terus meningkat pada 2017 menjadi ratarata 400 malware baru per bulan. Sementara, menurut Daily Social, di Indonesia, pengguna smartphone mendominasi penggunaan internet hingga mencapai 84 persen. Ada 65 persen di antaranya melakukan transaksi sekali dalam satu bulan saat berbelanja online. Faktanya seperti ditulis pada laporan ESET tentang cyber savviness di Asia tahun 2015, Indonesia menduduki peringkat keenam atau menjadi negara yang paling tidak memiliki wawasan cukup tentang proteksi diri saat online. Technical Consultant PT ProsperitaESET Indonesia, Yudhi Kukuh, berpendapat, jalan keluar terbaik yang bisa dilakukan adalah dengan terus-menerus melakukan edukasi bagi pengguna tentang pentingnya mengimplementasi perlindungan terhadap keamanan transaksi keuangan online dan perbankan yang
tepat guna pada perangkat, sehingga terhindar dari kejahatan digital. Seperti adagium mengatakan, di mana ada uang dan pengguna, maka penjahat digital juga akan ada di sana. Dan, untuk memastikan aman, Yudhi menyarankan beberapa hal seperti menggunakan aplikasi resmi yang dikeluarkan oleh setiap toko online, aplikasi resmi hanya terdapat di Google Play Store atau Apple App Store. Aplikasi-aplikasi yang masuk toko aplikasi pihak ketiga seringkali tidak melalui pemeriksaan keamanan, sehingga kemungkinan besar mengandung malware berbahaya atau ransomware ponsel. Kedua, pelajari permintaan akses pada aplikasi smartphone. Jangan mudah memberikan hak admin terhadap aplikasi yang terinstal pada perangkat. Beberapa malware ponsel memiliki kebiasaan meminta hak admin, tujuannya untuk memperoleh akses ke fungsi yang paling penting, sehingga mampu mengontrol ponsel dan melakukan berbagai kegiatan ilegal tanpa sepengetahuan pemilik. Ketiga, berhati-hati dalam menyimpan informasi penting, seperti username/ password dan nomor kartu kredit. Begitu besar peralihan pengguna komputer ke smartphone dan tablet karena didorong oleh fleksibilitas dalam penggunaan, kemampuan menyimpan data dan berbagai keunggulan lain yang mempermudah manusia dalam beraktivitas. Keempat, pastikan mengunci komputer/smartphone Anda. Kebiasaan menyimpan informasi login serta metode pembayaran pada aplikasi/browser dapat dengan mudah digunakan oleh orang yamg memiliki hak akses ke perangkat. Kelima, bila harus menggunakan browser, pastikan browser yang digunakan dilengkapi fitur Banking dan Payment Protection yang mampu memberikan keamanan dan kenyamanan dalam bertransaksi. Sementara, untuk
mengenali situs online palsu atau yang mungkin memiliki indikasi kuat sebagai situs jebakan, berikut beberapa tips mengenali situs abal-abal. Keenam, perhatikan URL situs yang dikunjungi, bila memiliki URL yang aneh sebaiknya dihindari. Ketujuh, pilihan produk yang janggal, misalnya situs mengkhususkan diri menjual pakaian tetapi juga menjual suku cadang mobil atau bahan konstruksi. Kedelapan, sebuah toko online akan menyewa copywriter khusus untuk membuat deskripsi produk yang sederhana, mudah diingat dan indah. Jadi, jika menemukan sebuah produk menggunakan deskripsi asal-asalan ini bisa jadi pertanda bahwa produk yang dijual meragukan. Kesembilan, kontak email yang aneh, jika email untuk layanan pelanggan seperti “
[email protected]” daripada “
[email protected]” bisa dipastikan toko online adalah palsu. Kesepuluh, menawarkan harga sangat murah dibandingkan toko online yang lain atau bahkan dari website resmi produk yang dijual. Kesebelas, desain buruk. Toko online, terutama di bidang fashion akan memberikan tampilan desain yang sangat menarik, kreatif dan berkesan, bukan asal-asalan atau asal jadi. Karena bila begitu, ada indikasi kuat toko online ini abal-abal. Selanjutnya, saran Yudhi sebagai penutup, “Setidaknya setiap ecommerce harus mulai menggunakan Two Factor Authentication (2FA) sebagai pengamanan tambahan saat customer bertransaksi.” Dengan meningkatnya ancaman penipuan online, mengamankan e-commerce merupakan prioritas utama. Metode 2FA membantu perusahaan e-commerce mengendalikan akses ke jaringan internal mereka dan menawarkan layanan keamanan berlapis kepada pelanggan.***
Dalam Menjalankan Tugas Jurnalistik, Wartawan MODUS ACEH Dibekali Kartu Pers. Tidak Dibenarkan Menerima Atau Meminta Apapun Dalam Bentuk Apapun dan Dari Siapa Pun
Aceh Barat
MODUS ACEH NO 48/TH XIV 27 MARET - 2 APRIL 2017
3
MODUS ACEH/DOK
RAMLI MS DIBIDIK DUGAAN PENCEMARAN NAMA BAIK
Polres Aceh Barat sedang menangani kasus dugaan pencemaran nama baik yang dilakukan Ramli MS, Bupati Aceh Barat terpilih 2017. Sudah lebih enam orang saksi diminta keterangan. Juli Saidi
ehari sebelum Komisi Independen Pemilihan (KIP) menetapkan Ramli MS sebagai Bupati Aceh Barat terpilih 2017, mantan bupati periode 20072012 itu lebih awal datang ke Polres setempat, Jalan Swadaya, Kecamatan Johan Pahlawan, Meulaboh. Kedatangannya, Rabu, 15 Maret 2017 lalu itu bukan untuk bersilaturahmi. Tapi, memberi keterangan atas dugaan pencemaran nama baik yang dilakukan mantan Wakil Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Aceh Barat ini. “Rabu kemarin saya diperiksa pihak Reskrim,” kata Ramli
S
MS melalui sambungan telpon, Jumat siang, 17 Maret 2017. Saat itu, dia mengaku sedang berada di Medan, Sumatera Utara. Ramli MS yang sempat menggunakan gelar strata dua (S2) saat menjadi anggota DPRK Aceh Barat itu mengatakan, perkaranya berlabuh di Polres Aceh Barat, berawal dari pertemuan saat melakukan penyampaian visi dan misi sebagai calon Bupati Aceh Barat di Desa Teupin Peurahu, Kecamatan Arongan Lambalek, Kabupaten Aceh Barat. Nah, saat itu atau sekitar dua bulan sebelum pencoblosan, Ramli MS ingin melakukan klarifikasi terhadap berbagai fitnah yang sering dialamatkan pada dirinya, terutama terkait isu tak elok: perempuan. Itu sebabnya, agar tidak terjadi fitnah liar secara terus-menerus terhadap dirinya, Ramli secara terbuka meminta kepada aparat desa dan masyarakat umum untuk melaporkan secara resmi pada pihak kepolisian terkait isu miring dialamatkan pada dirinya. “Sebenarnya, saya hanya bilang banyak sekali orang yang memfitnah saya. Sehingga, saya mohon pada keuchik dan masyarakat, jika memang benar isu tersebut, laporkan saja pada polisi, supaya lebih jelas,” tantang Ramli MS ketika itu. Alasannya, menurut Ramli, jika tudingan tak elok tadi disampaikan di belakang dirinya, itu berarti fitnah. Bahkan, di berbagai pertemuan, Ramli sempat menantang masyarakat untuk naik atas pentas. “Kalau ngomong di belakang itu fitnah. Terus, kalau ada antara kalian yang bilang saya ada masalah dengan perempuan, coba naik atas pentas, biar kita buat klarifikasi,” kata Ramli MS menjawab tuduhan pencemaran nama baik dimaksud, Jumat dua pekan lalu. Cerita Ramli MS, kebetulan, suatu malam di Desa Teupin Peurahu, hadir M. Nazir, Kepala Desa Cot Lagan, Kecamatan Woyla Barat. Entah itu sebabnya, sehingga Ramli MS dilaporkan ke Polres Aceh Barat dengan tuduhan pencemaran nama baik terhadap Kepala Desa Cot Lagan, M. Nazir. Padahal, jelas Ramli MS, pernyataannya itu tak bermaksud atau ditujukan pada seor-
ang kepala desa. Ramli MS mengaku, pernyataan serupa juga dia sampaikan hampir setiap pertemuannya dengan masyarakat, menuju Pilkada Aceh Barat. “Dalam pidato, saya tidak menyebut seseorang, yang saya sampaikan bahwa saya siap buat klarifikasi. Jangan fitnah dan ada unsur politik. Dan, dalam pemeriksaan polisi, apa yang disampaikan dalam pidato, itu juga yang saya jelaskan,” papar Ramli MS.
Kasat Reskrim AKP Fitriadi
Ramli MS membenarkan bahwa dia dengan M. Nazir kenal baik. Makanya, dia kaget kalau M. Nazir melaporkan dirinya pada polisi. Dan, saat pertemuannya dengan masyarakat di Desa Teupin Peurahu, dirinya dengan M. Nazir hanya berjarak sekitar tiga meter. Yang membuat Ramli MS heran, pada pertemuan di Teupin Peurahu, dia tidak mengundang M. Nazir, tapi dia hadir. Padahal, pertemuan itu bukan di desa yang dipimpin M. Nazir. “Kebetulan malam itu di Teupin Peurahu ada Keuchik Cot Lagan. Sebenarnya, dia kawan saya. Pidato saya saat itu tidak bertujuan untuk dia. Di mana pun, tetap saya sampaikan untuk sosialisasi masalah fitnah. Jadi, bukan untuk Keuchik Cot Lagan saja,” kata Ramli MS, membantah. Bisa jadi, duga Ramli, laporan dugaan pencemaran nama baik yang dilakukan M. Nazir terhadap dirinya tak lepas dari unsur politik. Sebab, antara dirinya dengan Keuchik Lagan tidak ada persoalan apapun. Maka, apakah Keuchik Lagan marah pada dirinya, Ramli MS mengaku tidak tahu. “Selama ini, saya tidak ada persoalan dengan keuchik itu. Kemudian, apa yang menjadi penyebab dia laporkan saya pada polisi, sebab orasi politik saya di desa lain, kenapa dia datang ke desa itu? Apa tujuannya? Saya tidak mengerti sama sekali. Saya yakin ada nuansa politik
karena bahasa saya malam itu tidak ada saya tujukan untuk seseorang,” kata Ramli MS. Karena itu, Ramli MS berharap pihak polisi dapat menjalankan tugasnya secara profesional. Misalnya, tidak hanya minta keterangan dari saksi pelapor saja. Ramli MS bermaksud, saksi dari pihaknya juga diminta penjelasan. Bila perlu, panitia pelaksanaan kegiatan malam itu juga diminta keterangan. Sebab, jika M. Nazir mampu menghadirkan lima saksi, Ramli MS juga mengaku mampu membawa saksi sebanyak-banyaknya dari Teupin Peurahu. “Saya berharap polisi profesional. Jangan diambil saksi dari keuchik saja, saya juga banyak saksi. Karena tidak ada yang saya sembunyikan. Bagi saya, tidak ada persoalan,” ujar Ramli MS. Kasat Reskrim Aceh Barat, AKP Fitriadi SE, didampingi KBO Ipda P Panggabean, di ruang kerja Kasat Reskrim, Polres Aceh Barat, Jumat dua pekan lalu mengatakan, saat ini, Reskrim Polres Aceh Barat sedang mengumpulkan alat bukti dan saksisaksi, terkait dugaan pencemaran nama baik tersebut. “Untuk saat ini, masih dalam tahap kumpulkan bukti-bukti dan saksisaksi,” kata AKP Fitriadi, Jumat dua pekan lalu. Kasat Reskrim juga menjelaskan, hingga kini, lebih enam orang saksi sudah diminta keterangan, termasuk si pelapor, M. Nazir. Itu sebabnya, kuat atau lemah laporan itu akan dilihat pada alat bukti dan saksi-saksi. Minimal untuk menetapkan seseorang sebagai tersangka harus ada dua alat bukti kuat. “Yang terlapor iya, Pak Ramli saja,” sebut Kasat Reskrim, Jumat dua pekan lalu. AKP Fitriadi juga membenarkan bahwa laporan yang diterima polisi dari pelapor M. Nazir. Jika dugaan itu cukup alat bukti, maka kasus tersebut masuk pada pidana murni. “Kita bicara konteks hukum, pada prinsipnya, kita masih kumpulkan bukti-bukti dan saksi-saksi. Itu saja. Kalau memang Pak Ramli sebagai saksi, iya kita periksa. Kan tidak ada larangan sampai saat ini,” katanya. Sebelumnya, Ramli MS juga dilaporkan Ketua DPRK Aceh Barat pada Polda Aceh terkait dugaan ijazah palsu, terutama ijazah S2. Namun, hingga saat ini, laporan tersebut belum berbunyi dari Polda Aceh.***
4
MODUS ACEH
Bireuen
NO 48/TH XIV 27 MARET - 2 APRIL 2017
■ Antisipasi Perbaikan Jembatan Krueng Tingkeum
BERHARAP JEMBATAN DARURAT MODUS ACEH/Zulhelmi Agani
Pembongkaran Jembatan Rangka Baja Krueng Tingkeum, Kecamatan Kutablang, Kabupaten Bireuen menuai berbagai persolan. Selain debu, sejumlah siswa harus naik perahu ke sekolah. Warga berharap jalan alternatif dan jembatan darurat. Zulhelmi ua perahu kayu yang biasanya mengangkut pasir milik warga Kutablang kini beralih fungsi dan mengangkut warga serta para siswa. Tak peduli derasnya arus sungai, perahu itu tetap berjasa menyeberangi pelajar dan warga yang bermukim di bagian barat jembatan (Krueng Tingkeum Manyang) untuk keperluan berbelanja maupun bersekolah di kawasan Pasar Kutablang atau arah timur jembatan. Langkah alternatif ini terpaksa dilakukan agar tidak terlambat tiba ke sekolah. Maklum, se-
D
jak jembatan itu ditutup untuk dilakukan pembongkaran, Rabu 15 Maret 2017 lalu, aktivitas penyeberangan dengan perahu menjadi rutinitas baru bagi siswa dan warga di sana. Kondisi ini memaksakan mereka harus bergelut dengan derasnya arus sungai Kuta Blang. Memang, saat pembongkaran, semua pihak pengambil kebijakan setuju untuk menggunakan jalan alternatif. Misal, arus kendaraan dialihkan ke jalur lain dengan jarak tempuh bertambah hingga delapan kilometer untuk bisa kembali di ujung jembatan.
Nah, karena jarak tempuh yang sangat jauh, ditambah kondisi jalan alternatif yang jelek dan berdebu, membuat para siswa dan warga sekitar lebih memilih menyeberangi sungai walau risiko derasnya sungai mereka hadapi. Namun, semua itu tidaklah gratis. Bayangkan, siswa dan warga yang menggunakan jasa perahu kayu tadi harus merogoh kocek dua ribu hingga tiga ribu rupiah untuk sekali penyeberangan. Dan, dari titik penyeberangan tadi, para siswa harus berjalan kaki lagi sepanjang satu kilometer untuk bisa tiba di sekolah. “Jembatan Krueng Tingkeum ini dibongkar tiga hari lalu. Saat pergi dan pulang sekolah kami terpaksa naik perahu. Kami sangat takut ketika menyeberang sungai. Sebab, arus sungai cukup deras,” ujar seorang siswa Madrasah Ibtidaiyah Negeri (MIN) Kuta Blang pada media ini, pekan lalu. Karena kondisi yang membahayakan itulah, sejumlah warga di sana berharap agar Pemerintah Aceh dan Pemerintah Kabupaten Bireuen dapat menyediakan speedboat atau boat khusus untuk penyeberangan gratis. Sebab, yang menyeberang kebanyakan siswa dan
warga kurang mampu. Jembatan Rangka Baja Krueng Tingkuem berada di lintas Jalan Nasional Banda AcehMedan atau di Kecamatan Kutablang, Kabupaten Bireuen. Jembatan itu dibongkar untuk dibangun yang baru. Pembongkaran jembatan yang dibangun pada tahun 1992 ini karena tiang penyangga dihantam balok kayu yang terbawa air bah dari arah pegunungan, Jumat, 20 Januari
Ismunandar ST
2017 lalu, sekira pukul 4.00 WIB. Dan, tidak bisa lagi dilalui kendaraan karena kondisinya miring. Bila siswa dan warga sekitar menggunakan perahu untuk ke sekolah atau ke pasar Kutablang, kondisi berbeda dialami pengguna kendaraan roda empat dan dua. Mereka dialihkan ke jalan alternatif. Kendaraan dari Banda Aceh dialihkan melalui jalur alternatif arah utara dari jembatan itu. Sementara, dari arah Medan, melewati jalan alternatif ke arah selatan jembatan tersebut. Nah, awalnya semua pihak telah sepakat dengan pengalihan ini. Namun, akibat lalu-lalang kendaraan yang melintas cukup banyak, sehingga timbul persoalan baru dari warga. Misal, ruas jalan alternatif arah utara jembatan yang dilintasi berbagai jenis kendaraan telah mengaki-
batkan banyaknya debu. Akibatnya, para pengendara harus ekstra hati-hati. Dan, bila malam hari, tebaran debu hampir seperti kabut menutupi pandangan pengendara. Beberapa warga di sana mengakui, dibukanya jalan alternatif untuk dilintasi berbagai jenis kendaraan, namun tebaran debu ketika kendaraan melintas membahayakan kesehatan dan para pengendara itu sendiri. Apalagi, pengendara sepeda motor yang berada di belakang kendaraan bus atau truk besar terpaksa menghirup debu jalan. Untuk mengantipasi kondisi ini, warga berharap dinas terkait melakukan penyiraman berkala, mulai pagi, siang atau sore hari untuk mengurangi tebaran debu. Dan, keluhan warga maupun pengendara sudah disampaikan kepada rekanan untuk melakukan penyiraman, sehingga tebaran debu berkurang. Satker Kerja Pelaksanaan Jalan Nasional (PJN ) Wilayah I Provinsi Aceh melalui Pejabat Pembuat Komitmen (PPK) Pekerjaan Umum (PU) Aceh Wilayah Bireuen, Amri Mirza, kepada wartawan mengatakan, selain dilakukan penyiraman pada waktu tertentu, tim lapangan melakukan koordinasi dengan rekanan dan unsur Muspika untuk membahas dan mengurangi dampak tebaran debu yang muncul sejak jalur dipergunakan sebagai lintasan berbagai jenis kendaraan. “Kami sudah melakukan koordinasi dan mengharapkan warga bersabar. Para pengendara juga mengurangi kecepatan kendaraan, sehingga tebaran debu berkurang. Kasihan warga dan para pengendara roda dua,” ujarnya. Bukan hanya itu, warga juga meminta agar dibangun jembatan darurat untuk pejalan kaki dan pengguna kendaraan roda dua. Dan, ini telah diusulkan sejumlah tokoh masyarakat Kutablang dalam rapat dengan Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Bireuen. Hasil Rapat Koordinasi Rakor Penanggulangan Kerusakan Jembatan Krueng Tingkeum, Kecamatan Kutablang yang diprakarsai Komisi D DPRK Bireuen, Selasa 21 Maret 2017 lalu ini, menghasilkan sejumlah rekomendasi. Salah satunya pembuatan jembatan darurat. Namun, Kepala Dinas Pekerjaan Umum dan Penataan Ruang Kabupaten Bireuen, Ismunandar
MODUS ACEH
Bireuen ST, kepada awak media, Rabu siang, 22 Maret 2017, di ruang kerjanya mengatakan, bila dibangun jembatan darurat, risiko keamanan secara teknis ini sangat tinggi. Alasannya, secara teknis, apabila dilakukan pembangunan jembatan darurat, maka harus dilaksanakan pemancangan tiang penyangga yang dalam istilah teknis disebut pilar berbentuk besi atau kayu dalam posisi rapat. Apabila ini dilakukan, sebut Ismunandar, maka berpotensi akan menghambat aliran air atau sampah yang hanyut pada saat musim penghujan. Ditambahkannya, jembatan permanen Krueng Tingkuem yang dibangun dengan satu buah pilar tengah bisa miring saat dihantam kayu yang hanyut beberapa waktu lalu. Artinya, risiko keamanan secara teknis sangat tinggi terjadinya musibah. “Ini analisa dan pertimbangkan secara teknis,” sebutnya. Dijelaskan Ismunandar, terkait penanganan jembatan dan jalur alternatif, pihaknya hanya sebatas melakukan koordinasi. Sebab, semua yang menyangkut jembatan dan jalan ditangani Balai PJN Wilayah 1 Aceh dan satker. Namun, ditegaskannya, Pemerintah Kabupaten Bireuen tidak diam dalam masalah ini. “Kita tetap saling koordinasi dengan semua pihak terkait, walaupun pembangunan jembatan itu bukan ditangani Pemerintah Kabupaten Bireuen,” ujarnya. Sebutnya, Pemerintahan Kabupaten Bireuen melalui Dinas PU hanya sebatas memantau dan berkoordinasi, terkait permasalahan teknis dengan pihak-pihak terkait. Sementara, semua hal menyangkut jembatan ditangani Pemerintah Aceh melalui Balai PJN Wilayah 1 Aceh dan satker. “Kerja sama Pemkab Bireuen melalui Dinas PUPR dengan pihak-pihak lainnya sangat bagus dan selalu berkoordinasi,” katanya. Terkait penanganan jalan alternatif berdebu yang dikeluhkan warga, pihaknya sudah menyampaikan kepada satker dan rekanan. Mereka berkomitmen untuk melakukan penyiraman secara berkala. “Kalau ada jalan yang berlubang, rusak dan melendut, akan diperbaiki dan ditangani segera. Kita berharap suatu saat jalan itu diaspal,” jelasnya. Untuk speedboat yang diminta warga, kata Ismunandar, telah disampaikan kepada pihak Badan Penanggulangan Bencana Daerah (BPBD) Provinsi Aceh untuk membantu dua unit speedboat. “Semoga harapan itu terkabul,” harapnya.***
NO 48/TH XIV 27 MARET - 2 APRIL 2017
5
■ 30 Tersangka Narkoba Ditangkap
KAPOLRES HERU MENGAKU TAK BANGGA goaceh
Polres Bireuen berhasil menangkap 30 orang tersangka sabu dan mengamankan 543,42 gram barang haram itu dalam kurun waktu tiga bulan terakhir. Empat di antaranya tersandung kasus ganja. Zulhelmi
ebelas pemuda itu dikeluarkan dari bagian belakang Mapolres Bireuen. Mengenakan baju oranye, mereka berjalan berbaris saling memegang pundak satu sama lain. Lalu, berjalan menuju gazebo di bagian timur Mapolres Bireuen. Saat berjalan, kesebelas pemuda tadi dikawal ketat anggota Polisi Polres Bireuen. Sampai di gazebo, mereka berbaris lagi menghadap ke arah timur. Nah, kesebelas pemuda itu merupakan pengedar narkoba jenis sabu dan ganja yang ditangkap pada beberapa kawasan dalam Kabupaten Bireuen. Sejak Januari-Maret 2017, Polres Bireuen memang telah berhasil mengungkap 30 pengedar narkoba. Dari jumlah itu, empat tersangka kasus ganja dan dua di antaranya sedang dalam proses penyelidikan. Sementara, 11 tersangka masih ditahan di Mapolres Bireuen guna pengembangan. Empat dititipkan di LP Bireuen, selebihnya sudah P-21. Itu dikatakan Kapolres Bireuen, AKBP Heru Novianto S.IK, dalam konferensi pers Kamis, 23 Maret 2017. Kapolres Heru membeberkan kronologi beberapa tersangka yang berhasil dibekuk atas laporan masyarakat. Sebutnya, barang bukti dan tersangka pertama ditangkap berinisial FSL (27), berprofesi tukang
S
kayu, warga Cot Tarom Baroh, Kecamatan Jeumpa. Lalu, SKN (25) dan MHN (25), keduanya warga Gampong Raya Dagang, Peusangan. Ketiganya ditangkap tim Opsnal Satres Narkoba Polres Bireuen di kawasan Kecamatan Juli, Bireuen pada Februari 2017. “ Tim berhasil menyita barang bukti 3 paket besar yang diduga narkotika jenis sabu. Barang serbuk putih itu dikemas dalam plastik bening seberat 246,16 gram,” jelas Kapolres Heru Novianto. Katanya, setelah gelar perkara, mereka terbukti memenuhi unsur Pasal 114 ayat (2) sub Pasal 112 ayat (2) dari Undang-Undang RI Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dengan ancaman pidana penjara paling singkat enam tahun dan paling berat pidana mati. Bukan hanya mereka, ada juga anggotanya yang berhasil membekuk yaitu ASN (43), warga Meunasah Timu, Kecamatan Peusangan, Bireuen. Pemuda itu ditangkap Tim Opsnal Satres Narkoba Polres Bireuen di sebuah rumah di Gampong Meunasah Timu, Kecamatan Peusangan, Minggu 19 Maret 2017 sekira pukul 20.30 WIB. “Saat penangkapan, anggota berhasil menyita barang bukti tiga paket besar diduga narkoba jenis sabu yang dikemas dengan plastik bening, lima paket sedang dan 13 paket kecil dengan berat lebih kurang 270 gram,” jelas Heru.
Lanjutnya, tersangka ASN ini merupakan residivis kasus yang sama dan pernah ditahan di Rutan Tanjung Gusta, Medan. Setelah gelar perkara, tersangka ini terbukti memenuhi unsur Pasal 114 ayat (2) sub Pasal 112 ayat (2) dari Undang-Undang RI, Nomor 35 Tahun 2009 tentang Narkotika dengan ancaman pidana penjara paling singkat enam tahun dan paling berat pidana mati. “Setelah dilakukan penyelidikan dengan pengembangan, kedua kelompok yang berhasil ditangkap ini berasal dari kelompok yang berbeda. Tim mereka bermain secara berpisah saat melakukan transaksi narkoba,” ungkapnya. Setelah diperiksa, rata-rata jaringan mereka sangat tertutup. Karena itu, masih sangat sulit untuk diketahui siapa pimpinan mereka. “Walau demikian, kami akan tetap melakukan pengembangan, sehingga dapat meringkus pimpinan mereka,” tegas Heru. Heru sangat menyayangkan tingkat peredaran dan penggunaan narkoba jenis sabu dan ganja di wilayah hukum Polres Bireuen telah memasuki tahap yang luar biasa dan dapat merusak generasi bangsa. “Kita bukannya bangga atas banyaknya kasus narkoba yang berhasil diungkap. Tapi, saya sangat prihatin masih tingginya peredaran barang haram itu,” ungkapnya. Peran semua pihak untuk
memberantasnya barang perusak generasi muda ini sangat dibutuhkan. Polisi tidak mampu bekerja sendiri katanya. “Bayangkan, setiap penangkapan, baik kurir maupun pengedar yang tertangkap di luar Aceh, tersangkanya kebanyakan warga Bireuen,” katanya. Nah, makanya, terang Heru, tingkat peredaran narkoba di Bireuen sudah sangat mengerikan, sehingga perlu adanya tindakan nyata. “Bila tidak, maka seluruh anak dan pemuda akan terperangkap dalam masalah narkoba. Bayangkan, untuk tiga bulan ini saja, narkoba jenis sabu-sabu berhasil diamankan 543,42 gram,” lanjutnya lagi. Antisipasi serta penekanan terhadap peredaran narkoba di Bireuen butuh dukungan semua pihak. Tak hanya kepolisian, semua pihak harus memiliki rasa tanggung jawab dalam memerangi narkoba. “Polisi sendiri tidak hentihentinya melakukan tindakan preventif dengan melakukan kegiatan sosialisasi bahaya narkoba kepada masyarakat, dibantu BNNK Bireuen,” terangnya. Namun, kata Heru, peran semua lapisan masyarakat sangat dibutuhkan, terutama di lingkungannya masing-masing. “Masyarakat wajib lapor bila mengetahui pihak atau oknum tertentu yang ikut terlibat dalam kegiatan peredaran narkoba,” pintanya. ***
6
MODUS ACEH
Sudut kutaraja
NO 48/TH XIV 27 MARET - 2 APRIL 2017
■ Lima Bulan di Tahanan, 15 Kali Sidang
Darwin dan Edward Bebas serambinews
Setelah ditetapkan sebagai tersangka. Darwin dan Edward dijobloskan lima bulan di ruang tahanan. Setelah 15 kali persidangan, Majelis Hakim Tipikor Banda Aceh membebaskan keduanya. Menurut majelis, mereka tak bersalah dan terbukti melakukan tindak pidana korupsi dana desa. Azhari Usman
K
ini, Darwin dan Edward tak lagi merasakan dinginnya malam, saat tidur dibalik jeruji besi, Rumah Tahanan (Rutan) Kahju, Kabupaten Aceh Besar. Maklum, sejak Senin pekan lalu, Sekretaris dan Bendahara Gampong Lueng Bata ini sudah menghirup udara besa. Ini sejalan dengan putusan Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Banda Aceh, Eti Astuti SH MH (ketua), Elyunita, SH., MH, Mardefni, SH., MH (anggota) dan Halfikri Efendi, SH (panitera penganti), yang menyatakan keduanya tidak terbukti secara sah dan menyakinkan, melakukan tindak pidana dana desa tersebut. Sebelumnya, Darwin dan Edward sempat lima bulan menghabiskan hari-hari panjang di ruang tahanan. Termasuk menghadiri 15 kali persidangan hingga akhirnya dinyatakan bebas murni. “Alhamdulillah, setelah lima bulan saya ditahan dan lima belas kali mengikuti persidangan, akhirnya kami diputuskan bebas,” ujar Darwin gembira, saat ditemui media ini di kediamannya, Jalan T. Imum Lueng Bata, Gampong Lueng Bata, Kecamatan Lueng Bata, Banda Aceh, Jumat pekan lalu. Nasib apes Darwin dan Edward bukan tanpa sebab. Ini ada kaitannya dengan kasus yang menimpa mantan pimpinan mereka yaitu, Geuchik Gampong
Lueng Bata, Syarifuddin. Darwin berkisah. Mulanya masyarakat Gampong Lueng Bata menyepakati pembangunan rumah sewa. Namun dalam perjalannya, ada seorang warga yang tidak setuju dengan pembangunan rumah sewa tersebut. Alasannya, karena bahan bangunan sudah dibeli dalam bentuk DO (pesan antar). Akibatnya, pesan antar tadi terpaksa dibatalkan. Selanjutnya, DO pesanan tadi harus dikembalikan ke toko bangunan, tapi uangnya tidak dikembalikan pada Bendahara Gampong. Usut punya usut, ternyata pengembalian uang tadi telah digunakan Syarifuddin. “Waktu itu Geuchik Syarifudin mengaku ada mengambil uang Rp 150 juta dengan dasar pinjaman dan dia memberikan tanah sebagai agunan. Kalau Gampong Lueng Bata sudah perlu uang dan dia tidak mampu membayar, maka sesuai batas waktu yang ditetapkan, bisa dilelang tanah yang dijadikan agunan tadi,” jelas Darwin. Namun, ada sekelompok masyarakat yang sudah sakit hati langsung membuat laporan pada pihak kepolisian. Sebenarnya sebut Darwin, telah ada kesepakatan agar kasus pinjam pakai itu diselesaikan pada tingkat gampong saja, karena bukan berasal dari dana pemerintah. Namun sejumlah warga yang sudah terlanjur marah dan sakit hati, kemudian melaporkan pada pihak berwajib.
“Secara pembukuan sangat jelas pertanggungjawabnya, Rp 150 juta yang dipinjam sama Pak Geuchik. Itupun sudah dia akui. Tapi biasalah dalam gampong, ada yang ingin jabatan tapi tidak ada kesempatan untuk naik, lalu
Darwin
marah dan membuat laporan pada polisi,” ungkap Darwin. Terkait dirinya dan Edward bebas, menurut Darwin karena majelis hakim tidak menemukan mereka bersalah, walau Jaksa Penuntut Umum (JPU) mendakwa keduanya telah ikut membiarkan memperkaya orang lain yaitu Syarifudin. “Sebagai sekretaris dan bendahara Gampong, kami memang mengetahui aliran dana tersebut dan seharusnya itu menjadi tugas pengawasan dari Geuchik Syarifudin. Karena itu, kami didakwa membiarkan Geuchik memperkaya diri dengan uang masyarakat serta tidak mengawasi Geuchik. Tapi kami
buktikan di persidangan, kalau saran dan pendapat selalu kami berikan,” ujar Darwin. Karena itulah, Darwin mengaku dapat memetik hikmah dan pelajaran dari kasus yang menimpa dirinya itu. “Atas putusan ini, secara pribadi saya tidak akan menuntut balik. Biarkan semua ini menjadi hikmah bagi saya dan keluarga. Kalau pun saya tuntut sia-sia dan capek saja,” ungkap Darwin. Dia berharap, JPU dari Kejari Banda Aceh, juga tidak melakukan kasasi atau banding dari kasusnya tadi. “Karena punya keluarga yang lama saya telantarkan. Saya ingin bisa beraktifitas kembali dan mencari nafkah untuk keluarga,” harap Darwin. Darwin mengaku, sebenarnya dana PAG itu sudah di audit Inspektorat Kota Banda Aceh, yang merupakan mitra pengawasan bagi setiap gampong di Kota Banda Aceh, terkait penggunaan anggaran. Dan dari hasil audit sambung Darwin, tidak ditemukan adanya kekeliruan. Nah kasus ini baru mencuat ketika di audit Badan Pengawasan Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Banda Aceh. Dari hasil audit BPKP itulah, ditemukan kerugian Gampong Rp 150 juta lebih. Jadi, kata Darwin pihak penyidik Polresta Banda Aceh mengambil data yang diaudit BKPP Kota Banda Aceh. Pengakuan serupa juga dis-
ampaikan Edward, Bendahara Gampong Lueng Bata. Dia mengaku lega atas putusan bebas yang dia terima. “Sebagai bendahara, saya tidak di gaji. Disitu pun hanya bantu-bantu saja, tapi akhirnya saya ikut terseret juga dalam kasus yang menimpa Pak Geuchik Syarifuddin,” sebut dia. Bahkan, Edward mengaku bahwa dirinya tertipu oleh Syarifuddin. Sebab, uang yang diambil geuchik ini, tak pernah dikembalikan pada dirinya. “Makanya saya terkejut kok saya yang dijadikan tersangka,” kata Edward. Begitupun, dia tidak ingin menyalahkan siapa-siapa atas kasus itu, dan pengadilan pun telah memutuskan dirinya tidak bersalah. Dia mengaku ingin menata kembali kehidupan bersama keluarga dan mencari nafkah serta dapat membahagiakan anak-anaknya. Sementara itu, Syarifudin telah lebih dulu disidangkan dengan majelis hakim yang sama. Terdakwa Syarifudin telah mendapat vonis hakim dan dinyatakan bersalah, karena telah menyelewengkan dana Gampong Lueng Bata yang bersumber dari PAG tahun 2012-2014. Akibat perbuatan Syarifuddin, gampong mengalami kerugian Rp 150.956.450. Karena itu, dia dihukum selama 1,6 bulan penjara, ditambah denda Rp 50 juta. Apabila tidak sanggup membayar denda, maka hukuman ditambah dua bulan kurungan penjara.***
MODUS ACEH
Di balik Berita
7
NO 48/TH XIV 27 MARET - 2 APRIL 2017
■ Dua Pelaku Insiden Peunaron Diciduk
‘Hutang’ Kapolda Lunas tribratanewsaceh
Hanya butuh dua pekan sejak kejadian. Tim Gabungan Ditreskrimum Polda Aceh dan Polres Aceh Timur akhirnya berhasil mengungkap dan menangkap dua dari empat yang diduga pelaku penembakan Juman dan Misno. ‘Hutang’ Kapolda Aceh Irjen Pol. Rio S. Djambak untuk menciduk pelaku lunas. Azhari Usman
S
eketika Yatinem (45) sujud. Mulut istri Juman (51), korban insiden penembakan di Dusun Simpang Tiga, Desa Peunaron Baru, Kecamatan Peunaron, Kabupaten Aceh Timur, Minggu, 5 Maret 2017 lalu, tak henti mengucap syukur. “Alhamudillah, ya Allah,” katanya sambil menadahkan kedua tangan. Itu disebut Yatinem setelah dia mengetahui pelaku penembakan ayah dari anak-anaknya dan tetangganya Misno (35), berhasil ditangkap Tim Gabungan Ditreskrimum Polda Aceh dan Polres Aceh Timur, Senin petang, 20 Maret 2017 lalu. Mereka adalah AR (31), MJ (30), Z (31) alias N dan C (31). Keempatnya merupakan warga Dusun Kabu, Kecamatan Peureulak Barat, Kabupaten Aceh Timur. Namun, hingga Sabtu pekan lalu, baru AR dan MJ yang berhasil diringkus. Sedangkan, N dan C masih diburu. Kabid Humas Polda Aceh, Kombes Pol. Goenawan membenarkan adanya penangkapan itu. “Benar, dua lainnya sedang kita buru. Sesuai arahan Kapolda Aceh, sebaiknya mereka menyerahkan diri saja. Bila tidak, polisi terus memburu mereka ke mana pun,” tegas Goenawan pada MODUSACEH.CO, Senin pekan lalu. Keberhasilan ini tak lepas dari beberapa petunjuk yang diperoleh tim gabungan, termasuk dari kesaksian Yatinem sendiri. Lalu, dilakukan pemer-
iksaan terhadap 19 saksi. Baru kemudian, dilakukan pelacakan terhadap keberadaan pelaku dengan menggunakan alat informasi dan teknologi (IT). Peristiwa ini, diakui Kombes Goenawan, mendapat perhatian dan atensi serius dari Kapolda Aceh Irjen Pol. Rio S. Djambak. Itu dibuktikan dengan perintah langsung kepada tim gabungan untuk menciduk dan memburu para pelaku. Hasilnya, untuk sementara, ‘hutang’ jenderal bintang dua ini lunas sudah. Yang tersisa hanya dua lagi. “Sabar, insya Allah, dalam waktu dekat, akan kita tangkap juga. Posisi mereka sudah terlacak. Karena itu, kami mengimbau lebih baik menyerah saja,” kata Kombes Goenawan. Nah, AR dan MJ merupakan perencana eksekusi terhadap Juman dan Misno, sementara pelaku penembakan diduga, Z dan N. Maklum, sebelum melakukan eksekusi terhadap Juman dan Misno, polisi memperoleh keterangan dari sejumlah saksi bahwa, Sabtu, 4 Maret 2017, sekira pukul 20.00 WIB, melintas mobil Avanza warna putih yang bergerak dari Desa Semenah Jaya menuju arah Desa Peunaron Baru. Lalu, terlihat dua orang turun dari mobil tadi dan ke rumah Dar. Selanjutnya, Minggu, 5 Maret 2017, sekira pukul 1.30 WIB, mobil Avanza putih tersebut melintasi rumah korban Juman atau arah timur dari perkebunan sawit PT Mapoli. Sekira pukul 2.00 WIB, Avanza putih
kembali melintasi rumah korban menuju arah barat atau pertigaan dekat rumah Dar. Kabid Humas Polda Aceh Kombes Pol. Goenawan membenarkan hal ini. “Ya, kira-kira begitulah kronologisnya. Informasi lain sedang kita kembangkan,” kata Goenawan saat dikonfirmasi media ini, Senin petang pekan lalu. Juman dan Misno diberondong dengan senjata api pada Minggu, 5 Maret 2017 sekira pukul 2.30 WIB. Korban Juman tertembak di bagian leher melalui pintu depan rumah atau saat mau keluar memadamkan api. Sebab, sebelum memuntahkan timah panas, pelaku membakar gorden rumah, untuk memancing korban keluar dari kamar. Sementara, korban Misno terkena tembakan saat mengintip peristiwa penembakan tersebut. Persis pada waktu yang sama, sejumlah saksi mengungkapkan, ada melihat empat orang tak dikenal (OTK) yang mengendarai tiga unit sepeda motor dari arah tempat kejadian perkara (TKP) atau penembakan menuju arah perkebunan PT Mapoli. Dan, Minggu, 5 Maret 2017, sekira pukul 15.19 WIB, polisi melihat mobil Avanza putih tersebut berada di salah satu doorsmeer di Langsa bersama tiga orang pemuda. Mereka mencuci dan membersihkan mobil tadi. Akibat penembakan tersebut, kedua korban dilarikan ke Ru-
mah Sakit Umum Daerah Zainoel Abidin (RSUDZA) Banda Aceh, Minggu Sore, 5 Maret 17 untuk mendapat perawatan serius. Setelah mendapat perawatan intensif beberapa hari kemudian, kondisi Juman (51) dan Misno (31) berangsur membaik. Wakil Direktur pelayanan RSUDZA, Dr. Azharuddin, pada sejumlah media di ruang kerjanya, Senin, 06 Maret 17 mengatakan, kedua korban langsung dioperasi saat tiba di RSUDZA, setelah sebelumnya mendapat perawatan di RSUD dr. Zubir, Idi Rayeuk, Aceh Timur. “Kedua korban telah kita lakukan tindakan operasi dan saat ini telah kita tempatkan di ruang ICU (intensive care unit). Keduanya dalam kondisi stabil dan baik,” kata Dr. Azharuddin di RSUDZA, Banda Aceh. Ketika itu, Azharuddin menambahkan, korban telah dirawat dengan baik. Selama beberapa hari ke depan, sambung Azharuddin, kedua korban masih akan ditempatkan di ruang ICU, mengingat masih dalam perawatan intensif hingga membaik akan diperbolehkan pindah ke ruang biasa. “Kita berharap kondisi mereka ke depan lebih baik mudahmudahan kita dapat memberikan pelayanan terbaik terhadap kedua korban,” katanya. Untuk Juman, sambung Azharuddin, yang terkena tembakan di daerah leher, pihak RSUDZA telah menangani dan membersihkan pecahan peluru yang ada di leher korban.
“Sudah 90 persen pecahan peluru itu sudah kita ambil. Sisanya yang kecil-kecil tidak kita ambil karena di daerah leher itu ada saraf dan pembuluh darah besar apabila kena itu susah berhenti pendarahannya,” jelas Azharuddin. Dokter ahli bedah toraks RSUDZA, dr. Yopy A Habibi Sp.BT, TKV, membenarkan dua korban penembakan Peunaron, Aceh Timur. Namun kemudian, Misno dan Juman sudah diperbolehkan pulang. “Kondisi kedua pasien secara keseluruhan baik, nadi baik, dan juga yang terkena tembakan di leher juga rasa sakitnya sudah berkurang,” kata Yopy pada sejumlah awak media di ruang kerjanya RSUDZA, Lampriet, Banda Aceh, Rabu petang pekan lalu. Namun, sambung Yopy, kedua pasien itu bukan dipulangkan ke kampung halamannya. “Khusus pasien yang tertembak di leher yaitu Juman hanya masih ada rasa nyeri, serta gerak tangan masih kurang berfungsi, sehingga kita lanjutkan pengobatan pada anggota tangannya dengan cara terapi, karena masih harus dikontrol, makanya kita pulangkan dulu ke rumah saudaranya yang ada Banda Aceh,” jelas Yopy. Sementara itu, Misno, pasien yang tertembak di perut, pelurunya tidak menembus ke dalam. “Kalau Misno luka hanya di luar saja. Dan, kondisinya jauh lebih baik, serta tidak ada lagi keluhan,” kata Yopy.***
8
MODUS ACEH NO 48/TH XIV 27 MARET - 2 APRIL 2017
Di balik Berita
Karena Mengejek, Juman Didor selawahnews
Tim Gabungan Ditreskrimum Polda Aceh dan Polres Aceh Timur tak hanya berhasil menciduk dua dari empat pelaku penembakan di Peunaron, tapi juga mengungkap motif di balik ‘aksi koboi’ tersebut. ak ada asap jika tidak ada api. Agaknya, pepatah ini pantas disandarkan pada peristiwa penembakan terhadap Juman dan Misno oleh empat sekawan yaitu AR, MJ, Z alias N dan C. Keempatnya warga Dusun Kabu, Kecamatan Peureulak Barat, Kabupaten Aceh Timur.
T
Rupanya, sebelum peristiwa berdarah itu terjadi, empat pelaku mengaku marah dan dendam pada Juman karena mengejek (sambil berjoget) usai perhitungan suara Pilkada Gubernur Aceh dan Bupati Aceh Timur, 15 Februari 2017 lalu di TPS Peunaron. Maklum di tempat pemungutan suara (TPS) itu, pasangan calon Bupati-Wakil Bupati Aceh Timur, Ridwan Abu Bakar (Nek Tu)-Abdul Rani, unggul. “Hasil sementara masih faktor marah dan dendam. Tidak ada motif politik,” tegas Goenawan pada MODUSACEH.CO, Senin petang lalu. Sebelumnya, sempat beredar kabar bahwa penembakan terhadap Juman bermotif politik. Sebab, Juman merupakan kader Partai Nasional Aceh (PNA)
Peunaron, Aceh Timur, yang juga tim pemenangan paslon Gubernur-Wakil Gubernur Aceh Irwandi Yusuf-Nova Iriansyah serta paslon Bupati dan Wakil Bupati Aceh Timur Ridwan Abu Bakar (Nek Tu)-Abdul Rani. Bahkan, ada yang menyebut penembakan tersebut merupakan bentuk teror, pasca pencoblosan. Tapi, sumber media ini dan penjelasan Kombes Goenawan mengungkapkan bahwa pelaku nekat menghabisi Juman karena marah. Juman mengejek pelaku setelah berhasil memenangkan Nek Tu-Abdul Rani, Paslon Nomor Urut I Pilkada Bupati Aceh Timur di Kecamatan Peunaron, Aceh Timur. “Sementara, pelaku merupakan tim pemenangan Paslon Nomor Urut 2, (H Hasballah HM Thaib atau
Rocky-Syahrul bin Syamaun atau Linud),” ungkap sumber media ini. Nah, tak terima dengan sikap dan perbuatan Juman, AR dan MJ, Z alias N dan C (masuk daftar pencarian orang), merencanakan untuk menghabisi korban dengan senjata api. “Alasan dilakukan penembakan untuk balas dendam dan mengobati sakit hati akibat ejekan. Korban Juman sempat menari-nari dan menertawakan AR setelah rekapitulasi suara di TPS yang berhasil memenangkan paslon Nek Tu,” papar sumber yang tak mau ditulis namanya itu. Selanjutnya, penembakan terhadap Juman dilakukan Z dan C, Minggu, 5 Maret 2017 sekira pukul 2.30 WIB itu menggunakan senjata api. Sebelum menembak korban, pelaku
menggunakan mobil Avanza BK 1191 IC yang dirental pada M untuk keluar dari Aceh Timur. Dan, MJ pula yang memberi petunjuk bagi pelaku untuk melarikan diri atau keluar dari TKP. Lepas dari motif dan alasan tadi, jika memang terbukti, pelaku bisa dijerat Pasal 340 jo Pasal 53 KUHP jo Pasal 1 UU Darurat 1951 (percobaan pembunuhan yang direncanakan dan menggunakan senpi). Selain itu, Pasal 338 jo Pasal 53 KUHP jo Pasal 1 UU Darurat 1951 (percobaan pembunuhan dengan menggunakan senpi), serta Pasal 351 ayat 2 KUHP jo Pasal 1 UU Darurat 1951 (penganiayaan dengan menggunakan senpi) dan Pasal 1 UU Darurat 1951 (membawa dan menggunakan senpi secara ilegal).***
MODUS ACEH
9 Venetian Tak Miliki Siang dan Malam
Kabar Dunia
Saya berkesempatan mengembara ke salah satu kota yang memiliki administratif khusus layaknya Hong Kong yaitu Makau. Mereka diberikan wewenang sendiri untuk mengurusi rumah tangganya, baik mata uang maupun sistem hukum, bahkan bendera. Bagaimana dengan Aceh hari ini? Apakah masih riuh soal siapa pemenang? Atau lebih ingin sama-sama riuh untuk mengimplementasikan kemakmuran rakyat tanpa harus memiliki jabatan? Laporan AL-ZUHRI* etelah memperoleh Macau Pataca atau MOP (mata uang Makau) di bandara, saya menuju stasiun terdekat dengan Galaxy, kemudian melanjutkan perjalanan ke City of Dreams dan mulai berkelana.
S
Al Zuhri
Sedikit informasi, Yuan dan Dollar Hong Kong juga diterima di sini. Dari pengalaman, jika menukar uang dalam wujud MOP di Aceh sangat sulit didapat, namun kita bisa menukarnya setiba di Makau. Untuk menghindari kekhawatiran berlebihan, bawa saja Dolar Amerika, mata uang ini tentunya lebih mudah untuk change di mana pun. Bicara Makau tak pernah melesat dari perbincangan kasino kelas dunia yang mewah. Orang ke Makau pasti identik dengan bermain judi. Betapa tidak, kasino yang memfasilitasi perjudian legal ini telah menghidupkan kotanya hingga kini dari penghasilan bisnis tersebut. Kehidupan di sini tak pernah
sepi dengan lalu-lalang perjudian kelas berat. Setelah bertolak dari Filipina, saya memutuskan untuk mengintip kota di mana dewa judi pernah main. Tahu kan film “Dewa Judi” (God of Gambler) atau Du Shen sebagai judul aslinya itu? Ini bukan untuk mengatakan masa kecil Anda bahagia seperti di meme-meme kocak, tetapi ingin memberitahu bahwa tempat ini dulu pernah menjadi lokasi syuting film tersebut. Salah satunya adalah Lisboa yang merupakan satu di antara beberapa kasino terkenal di Asia. Makau telah menjamur kasino yang sudah ramai diketahui orang seperti The Venetian, Wynn, Lisboa, Galaxy, Sands, dan lainnya. Atau mungkin Anda sendiri pernah main di salah satunya. Di antara beberapa kasino, The Venetian mungkin lebih familiar di Indonesia, karena film Korea kesukaan anak muda ini pernah syuting di sana. The Venetian merupakan hasil percontohan bangunan yang ada di Kota Venesia, Italia. Mendatangkan langit dan sungai tiruan seperti yang ada di Venesia. Di dalamnya, kita akan menemukan restoran, hotel, mal dan tentunya kasino serta wahana hiburan lainnya. Berada dalam Venetian, waktu akan susah ditebak, apalagi jika lama di dalamnya seakan tak mengenal siang dan malam. Langit buatannya pun sangat ahli mengelabui mata seakan tampak hari masih seperti siang. Hanya jam tangan yang dapat memberitahukan kita saat ini siang atau malam. Orang-orang kerap dibuat lalai berada di dalamnya, ditambah bagi yang memiliki taruhan seperti tak ingin keluar sebelum mengepal
NO 48/TH XIV 27 MARET - 2 APRIL 2017
kemenangan. Di dalam sini, binar lampu menggantikan matahari siang dan bulan ketika malam. Bagi saya pribadi, sekilas pemandangan di dalam kasino sama halnya dengan wahana mainan anak-anak. Hanya saja di sini, mereka bermain dengan tumpukan uang yang ditukar dalam bentuk cish. Tak ketinggalan, saya menyempatkan diri untuk membidik dan merekam interior elegan di dalamnya untuk dokumentasi perjalanan. Walaupun sedianya ini adalah hal yang tidak mereka perkenankan untuk dilakukan dan kalau kedapatan pasti akan diminta hapus. Mujurnya, saya lewat dari pengamanan itu hanya bermodalkan nekat dan sedikit trik tapi bukan Venetian Makau magic walaupun penjasatu kasino mewah di Makau ga ada di mana-mana. Di Venetian, menaiki gondo- yang berada di Pulau Taipa. Sela adalah pengalaman berkesan cara geografis, Makau dibagi yang jangan sampai terlewatkan. menjadi empat bagian yaitu PuApalagi, bagi pasangan yang lau Taipa, Pulau Cotai, Metro sedang bermulan madu, bunga Makau, dan Pulau Coloane. Kota hati masih mekar meruah. Sang ini tidaklah besar untuk dikelipengayuh yang mengenakan lingi, dua atau tiga hari mungkin pakaian khas akan membawa kita cukup. Layanan transportasi berkeliling di sepanjang sungai umumnya pun sangat membanbuatan itu dengan nyanyian ber- tu, bahkan ada bus gratis milik nuansa Italia habis. Untuk sa- kasino-kasino yang bisa kita habat yang tidak tahu, gondola tumpangi. Ada banyak tempat wisata adalah perahu dayung tradisionyang bisa dikunjungi di kota tetal asal Venesia, Italia. Venetian merupakan salah angganya Zhuhai ini, baik ber-
wujud masjid, kuil, gereja, benteng, bangunan klasik, museum, kasino, taman, tower, jembatan, kuliner dan berbagai hal lainnya. Ruins of St. Paul’s adalah bekas gereja yang merupakan salah satu landmark kotanya. Mulai dari area Senado Square menuju Ruins of St. Paul’s ini sesak dengan lalu-lalang manusia, bahkan sampai bulan berkata malam. Di area ini pula, kita bisa belanja oleh-oleh khas Makau sambil mencicipi kuliner istimewa Kota Judi itu. Kala malam berlabuh, banyak
10
MODUS ACEH NO 48/TH XIV 27 MARET - 2 APRIL 2017
bangunan yang dilumuri lampu membuat mata tak ingin berkedip, menikmati keelokannya. Sudah hal umum untuk diketahui bahwa kota-kota di Tiongkok mendandani malam dengan pemandangan lampu warna-warni yang menawan. Bahkan, saya memiliki kesempatan bagus di kala malam karena ada festival kembang api yang ketika itu menjadi acara rutin mereka lakukan dengan jadwal yang sudah ditentukan. Saya tahu festival ini dari Lilin, seorang teman Tiongkok asal Sichuan yang baru saja saya kenal. Dia juga sedang menikmati liburan kerjanya di Makau yang orang Tiongkok sebut O’men. Kami pun sepakat untuk bersama melewati festival di malam itu. Persis seperti Hong Kong, Makau juga ramai ditempati orang Indonesia, bahkan ada yang sudah menetap lama, menjadi pengusaha, pembantu dan berbagai bidang profesi lainnya. Salah satunya, pria yang beristrikan orang Jepang yang sempat saya jumpai di rumah makan “Rasa Sayang” milik pengusaha
Makau
Indonesia yang belum genap setahun merajut usahanya. Jadi, jangan terlalu khawatir jika Anda berada di Makau untuk kali pertama, Anda hanya butuh banyak menyapa saja. Kemudahan insya Allah akan da-
tang berawal dari komunikasi yang baik dengan orang-orang di sekeliling. Selanjutnya, dalam momen menunggu bus, saya juga berjumpa dengan seorang ibu muda asal Pulau Jawa yang sudah pan-
Kabar Dunia
jang lebar berbincang dan berbagi informasi. Tapi, saya lupa menanyakan namanya. Perjumpaan kami harus berakhir saat bus yang kami tumpangi tiba di stasiun tujuannya. Dari dalam bus, saya melihat ia terus melambaikan-lambaikan tangan pada pertemuan yang begitu singkat itu. Raut wajah beliau menggambarkan kekhawatiran nasib perjalanan saya di Makau. Tapi, alhamdulillah. Berkat dia yang sudah lama bekerja di sana setidaknya saya sudah memungut banyak informasi bagaimana Kota Judi tersebut, di mana ada orang Indonesia dan tempat wisata paling bagus. Makau punya sedikit cerita. Dulu, kota ini berada di bawah kelola Portugal sebagai tanah jajahannya, sebelum akhirnya dikembalikan lagi kepada kedaulatan Tiongkok. Sehingga, bahasa resmi mereka adalah Portugis dan Mandarin meskipun sehari-
harinya mereka menggunakan dialek lokal yaitu Kanton. Bahasa Portugis masih dapat kita lihat baik di petunjuk jalan bahkan keterangan nama bangunan atau tempat. Sedang Bahasa Inggris sering digunakan dalam pelaksanaan bisnis, pariwisata dan perdagangan. Bagi Anda yang belum memiliki deposito cukup untuk mengintip Eropa, bisa menyambangi Makau dulu. Lagipula, tidak dibutuhkan visa dan ada banyak tiket promo untuk menerbangkan animo Anda kemari. Tiongkok memang unik sekaligus menarik. Semua tempatnya memiliki kekhasan tersendiri, sehingga setiap kota yang kita kunjungi memiliki magnet untuk membuat para petualang bergairah.*** *Ketua Komunitas Pelajar AcehTiongkok (Cakradonya Community), Region Wuhan, melaporkan dari City of Dreams, Makau.
MODUS ACEH
opini
NO 48/TH XIV 27 MARET - 2 APRIL 2017
“Paradigma Kesehatan Lansia Masa Depan”
dr. Said Aandy Saida, Sp.PD*
asalah kesehatan pada orang lanjut usia (lansia) terus menjadi bahan untuk diskusi. Ini sejalan dengan kemajuan teknologi di bidang kesehatan, meningkatnya sosial ekonomi masyarakat dan semakin meningkatnya pengetahuan masyarakat yang bermuara meningkatnya kesejahteraan rakyat serta usia harapan hidup. Ini menyebabkan jumlah penduduk lansia dari tahun ke tahun semakin meningkat. Jika pemerintah dengan berbagai program pembangunan tidak mengantisipasi keadaan ini, maka keberadaan lansia akan menjadi bom waktu. Sebab, diperkirakan tahun 2020, di Indonesia, penduduk lansia yang sekarang berjumlah 18 juta jiwa, akan meningkat jadi 27 juta jiwa
tuk menjaga agar tetap hidup sehat dan produktif secara sosial maupun ekonomis. Selain itu, pemerintah wajib menjamin ketersediaan pelayanan kesehatan dan memfasilitasi kelompok lanjut usia untuk dapat tetap hidup mandiri dan produktif. Upaya peningkatan kesejahteraan lansia, khususnya dalam bidang kesehatan tentu melibatkan peran serta pemerintah, swasta, dan masyarakat. Namun, harus ada koordinasi yang efektif antara lintas program dalam upaya peningkatan kesehatan lanjut usia. Kebijakan pemerintah dalam pelayanan kesehatan lanjut usia bertujuan untuk meningkatkan derajat kesehatan lanjut usia yang berkualitas melalui penyediaan sarana pelayanan kesehatan yang ramah bagi lanjut usia. Ini dilakukan untuk mencapai
dan akan meningkat lagi menjadi 80 juta jiwa pada tahun 2050. Kesehatan pada lansia menjadi sebuah dilematik ketika terjadi penurunan fungsi sel-sel tubuh, daya tahan tubuh yang menurun serta faktor risiko terhadap penyakit pun meningkat. Masalah kesehatan yang sering dialami lansia adalah malnutrisi, gangguan keseimbangan, kebingungan serta demensia. Selain itu, beberapa penyakit yang sering terjadi pada lansia antara lain hipertensi, gangguan pendengaran dan penglihatan, demensia, osteoporosis. Berdasarkan UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan, upaya pemeliharaan kesehatan bagi lansia harus ditujukan un-
lanjut usia yang berdaya guna bagi keluarga dan masyarakat. Upaya yang dikembangkan untuk mendukung kebijakan tersebut antara lain meningkatkan upaya kesehatan bagi lansia di pelayanan kesehatan dasar dengan pendekatan pelayanan santun lanjut usia, meningkatkan upaya rujukan kesehatan bagi lanjut usia melalui pengembangan Poliklinik Geriatri Terpadu di rumah sakit di Aceh. Menua merupakan proses yang mengubah seorang dewasa sehat menjadi seorang yang frail dengan meningkatnya kerentanan terhadap berbagai penyakit dan kematian. Seiring dengan bertambahnya usia, terjadi berbagai perubahan fisiologis
M
Ilustrasi
11
yang tidak hanya berpengaruh terhadap penampilan fisik, namun juga terhadap fungsi dalam kehidupan sehari-hari. Namun demikian, proses menua seharusnya dianggap sebagai suatu proses normal dan tidak selalu menyebabkan gangguan fungsi organ atau penyakit. Bernard Isaac, seorang profesor dalam bidang kedokteran geriatri, merumuskan istilah four geriatric giants yang sangat membahayakan kesehatan lansia. Terdapat 14 macam gangguan kesehatan (impairments) yang umumnya dialami lansia. Gangguan kesehatan tersebut antara lain adalah immobility yaitu keterbatasan bergerak, instability yaitu gangguan keseimbangan, incontinence yaitu buang air besar atau kecil secara tidak sadar, intellectual impairment yaitu gangguan fungsi berpikir, impairments of vision, hearing, skin integrity and taste yaitu gangguan penglihatan, pendengaran, keriput pada kulit dan pengecap, impaction yaitu gangguan saluran pencernaan seperti diare dan sembelit, infection yaitu kerentanan terhadap infeksi bakteri maupun virus, isolation yaitu pengucilan diri dari lingkungan sosial, inanition yaitu malnutrisi diakibatkan oleh pengaruh perubahan fisiologis organ-organ pencernaan, impecunity yaitu kemiskinan, iatrogenesis yaitu kerentanan terhadap infeksi akibat efek samping pengobatan itu sendiri, insomnia yaitu kesulitan tidur, impotence yaitu ketidakmampuan melakukan aktivitas seksual pada lanjut usia dan yang terakhir adalah immunodefficiency yaitu penurunan sistem kekebalan tubuh. Pasien lansia patut mendapat perhatian khusus dibandingkan pasien muda. Sebab, penyakit yang dialami bermacammacam. Selain itu, juga daya tahan tubuh sudah mulai melemah. Karenanya, evaluasi secara menyeluruh diperlukan dalam penata-laksanaan pasien lansia. Evaluasi pasien lansia secara komprehensif menjadi pokok perhatian utama dalam bidang penyakit dalam. Dari segi fisik, nilai tandatanda vital pasien yang wajib di-
periksa seperti tekanan darah saat berbaring maupun duduk, suhu tubuh, denyut nadi, frekuensi napas, lingkar lengan atas, tinggi lutut. Wajib diperiksa juga apakah ada kelainan dari ujung kepala hingga ujung kaki. Dari segi ekonomi sosial, evaluasi apakah pasien masih dapat melakukan pekerjaan sederhana atau tidak, apakah perlu bantuan untuk memakai pakaian, apakah dana yang ada cukup untuk memenuhi kebutuhan sehari hari serta bagaimana lingkungan tempat tinggalnya. Termasuk bagaimana kehidupan religinya, apakah masih dapat untuk melakukan rekreasi atau berpergian bersama keluarga. Dari sisi psikologis, dapat dievaluasi bagaimana perasaan pasien, apakah mendapat perhatian yang cukup dari anakanak maupun cucunya. Apakah masih memiliki pasangan hidup yang bisa diajak berbagi, apakah masih memiliki suatu hobi atau kegemaran melakukan suatu hal, apakah bahagia dengan kondisinya saat ini. Para lansia sepatutnya diperlakukan secara layak sebagaimana manusia seutuhnya. Kita harus tetap menghormati mereka, mendengarkan pendapat mereka, sehingga para lansia tetap merasa berharga. Dalam penata-laksanaan kesehatan baik level promotive, preventive, curative maupun rehabilitative perlu ditingkatkan hubungan baik secara vertikal melalui sistem rujukan bertingkat mulai puskesmas sampai pelayanan spesialis di rumah sakit maupun horizontal yaitu hubungan antara kelompok geriatri dengan departemen departemen pemerintahan lainnya. Akhirnya, kesadaran dari setiap individu untuk menjaga kesehatan dan menyiapkan hari tua dengan sebaik dan sedini mungkin merupakan hal yang sangat penting. Semua pelayanan kesehatan harus didasarkan pada konsep pendekatan siklus hidup dengan tujuan jangka panjang, yaitu sehat sampai memasuki lanjut usia.*** * Dosen Ilmu Penyakit Dalam, Fakultas kedokteran-Universitas Abulyatama Aceh. Email:
[email protected]
12
MODUS ACEH
Utama
NO 48/TH XIV 27 MARET - 2 APRIL 2017
Opini
SURIANI JALANI SENDIRI FB
S
uriani (44) dan Kartini (58) adalah dua perempuan yang sama-sama terlibat dalam proyek pengadaan alat kedokteran radiologi Magnetic Resonance Imaging (MRI) 3 Tesla untuk Rumah Sakit Umum Daerah Zainoel Abidin (RSUDZA) Banda Aceh, tahun anggaran (APBA) 2008 silam. Walau keduanya sempat terjerat hukum karena dugaan praktik korupsi, tapi nasib dan perjalanan hidup mereka justru berbeda. Kini, Suriani S.Si M.Kes hanya bisa pasrah meratapi nasib. Maklum, hari-hari panjang akan dihabiskan di Rumah Tahanan (Rutan) Perempuan di Lhoknga, Aceh Besar, Provinsi Aceh. Ini sejalan dengan turunnya putusan kasasi Mahkamah Agung (MA) yang menjatuhkan vonis enam tahun penjara bagi dirinya. Sebelumnya, Pengadilan Negeri (PN) Banda Aceh sudah memvonis Suriani dua tahun penjara tanpa kurungan badan. Tak puas, dia naik banding ke Pengadilan Tinggi (PT) Banda Aceh. Hasilnya, dia menerima vonis tiga tahun penjara atau satu tahun lebih berat. Lalu, Suriani mengajukan banding ke Mahkamah Agung (MA). Sementara, Kartini Hutapea, Direktur PT Kamara Idola, malah bebas murni setelah melakukan langkah serupa yaitu banding ke MA, pasca putusan tingkat pertama. Dalam amar putusannya, 2 April 2015 lalu, MA menjatuhkan vonis terhadap Suriani, selaku ketua panitia pengadaan MRI, tiga tahun lebih berat dari putusan banding Pengadilan Tinggi Banda Aceh. Namun, putusan Majelis Hakim MA, Dr. Artidjo Alkostar SH, LL.M (ketua), MS Lumme SH dan Dr. Leopold Luhut Hutagalung SH MH (anggota) serta Panitera Pengganti, Bambang Ariyanto SH MH, telah mengakhiri harapan putusan yang meringankan bagi Suriani. Selain itu, Suriani juga harus membayar denda pada negara Rp 200 juta, dengan ketentuan apabila tidak dibayar, maka diganti dengan pidana kurungan selama enam bulan. Dalam salinan putusan MA, majelis hakim sependapat dengan putusan tingkat pertama dan kedua bahwa Suriani tidak melaksanakan tugas dengan mestinya, karena telah menunjuk PT Kamara Idola sebagai pemenang tender, padahal perusahaan tersebut tidak memenuhi syarat. Ironisnya, Direktur Utama PT Kamara Idola, Kartini Hutapea, yang dinilai ikut terlibat (rekanan) justru divonis bebas oleh Majelis Hakim MA. Majelis menilai, dia tidak terbukti melakukan korupsi pada proyek pengadaan alat kesehatan (alkes) Magnetic Resonance Imaging (MRI) 3 Tesla untuk Rumah Sakit Umum Daerah Zainoel Abidin Banda Aceh pada 2009 silam. Putusan hukum tetap (inkrah) ini juga diadili Majelis Hakim MA, Dr.
Suriani Artidjo Alkostar, yang diputuskan 2 Oktober 2013. Inti putusan, MA mengabulkan permohonan kasasi terdakwa dan membatalkan putusan Pengadilan Tinggi Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Banda Aceh, 10 Juni 2013, yang memperbaiki putusan PN Tipikor Banda Aceh, 13 Februari 2013. Selain itu, menyatakan terdakwa Kartini tak terbukti secara sah dan meyakinkan, melakukan tindak pidana korupsi, sehingga harus dibebaskan. Karena itu, memerintahkan terdakwa segera dikeluarkan dari tahanan. Nah, sehari setelah menerima petikan putusan ini, PN Banda Aceh langsung memberitahukan pada jaksa penuntut umum (JPU) dan Kartini yang ditahan di Rumah Tahanan (Rutan) Wanita di Lhoknga, Aceh Besar untuk segera dibebaskan. Bisa jadi, Majelis Hakim MA membebaskan Kartini dengan pertimbangan tak ada kerugian negara dalam perkara ini, karena MRI sudah sesuai, tanpa mempersoalkan perusahaan yang dipimpin Kartini, memenuhi syarat dan kemampuan atau tidak sebagai dasar dari keikut-sertaannya dalam pengadaan alkes Rp 34 miliar tersebut. Sebelumnya atau 13 Februari 2013, Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tipikor Banda Aceh menjatuhkan hukuman pada Kartini empat tahun penjara dipotong masa penahanan, denda Rp 200 juta atau bisa diganti pidana tambahan (subsider) tiga bulan kurungan dan harus membayar uang pengganti Rp 400 juta. Tak terima dengan putusan tersebut, Kartini kemudian banding ke Pengadilan Tinggi Aceh. Hasilnya, Majelis Hakim Pengadilan Tinggi, 10
Juni 2013, menghukum lebih berat lagi atau empat tahun penjara. Termasuk membebankan dia untuk membayar uang pengganti delapan miliar rupiah, sesuai kerugian negara versi putusan Majelis Hakim Pengadilan Negeri Tipikor Banda Aceh. Sementara, saat itu, permohonan kasasi yang diajukan Suriani, ketua panitia pengadaan MRI 3 Tesla ini belum putus. Itu sebabnya, pasca putusan tadi, Suriani tak ditahan oleh Majelis Hakim PN Banda Aceh. Namun, dia terhukum dua tahun penjara dan denda Rp 50 juta subsider dua bulan kurungan. Persoalan menjadi rumit, karena Suraini tak terima dengan putusan tadi, sehingga dia mengajukan banding ke Mahkamah Agung, Jakarta. *** Ibarat melepas busur panah sambil menunggang kuda. Sebetulnya kasus ini tak berdiri sendiri. Selain nama Suriani dan Kartini, juga tersebut nama mantan Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Zainoel Abidin (RSUDZA) Banda Aceh, dr. Taufik Mahdi Sp.OG. Ini sejalan dengan penetapan statusnya sebagai tersangka dari Tim Penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh. Selain itu, dalam amar putusan MA terhadap Suriani, juga tersebut nama Toni (Kepala Bagian Sublayanan dan Program RSUDZA Banda Aceh) sebagai para pihak yang turut serta atau bersama-sama. Itu sebabnya, nama dr. Taufik Mahdi dan Toni ikut terseret sebagai tersangka dalam kasus dugaan korupsi pengadaan alat kesehatan pada tahun anggaran 2008. Pemberian status tersangka pada
Taufik Mahdi dan Toni tentu saja tak lepas dari persoalan pembelian atau pengadaan CT-Scan (alat pemindai otak dan sumsum tulang belakang) serta cath lab—catheterization laboratory—(ruang tes yang dilengkapi alat diagnosis dengan prosedur kateter) untuk bagian kardiologi (jantung) dan CT-Scan, yang diduga sarat dengan penggelembungan harga. Makanya, Kasi Penkum dan Humas Kejati Aceh, Amir Hamzah SH, dengan gamblang menyebutkan bahwa terhitung 1 Juli 2014, Kejati Aceh resmi menetapkan Taufik Mahdi dan Toni sebagai tersangka. Menurutnya, saat pembelian kedua alkes untuk RSUDZA itu, terjadi selisih harga antara yang tertera di kontrak dengan harga beli sebesar Rp 15,3 miliar lebih. Nah, dari pengadaan kedua alat kesehatan itu, negara dirugikan Rp 15,3 miliar lebih. Rinciannya, dari harga CT-Scan Rp 7,4 miliar lebih. “Kemudian, selisih harga dari pembelian cath lab sebesar Rp 8,2 miliar,” ungkap Amir Hamzah ketika itu. Amir Hamzah juga mengungkapkan, kedua tersangka dijerat dengan Pasal 2 dan 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi dengan ancaman kurungan 20 tahun atau seumur hidup. *** Sekedar mengulang, kasus ini pertama kali menimbulkan kecurigaan saat tim Pansus XII Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) berkunjung ke RSUDZA Banda Aceh pada Agustus 2009. Ketika itu, anggota DPRA menemukan kejanggalan pada pengadaan sejumlah alkes di sana. Tim Pansus DPRA menduga ada penggelembungan harga dalam pengadaan CT-Scan dan MRI di RSUDZA Banda Aceh. Jumlah pagu keseluruhannya pada tahun anggaran 2008 itu berjumlah Rp 46,6 miliar. Rincinya, Rp 17,6 miliar untuk CTScan dan Rp 39 miliar untuk MRI. Tapi, nilai kontrak pengadaan CTScan yang mencapai Rp 17,6 miliar per unit tersebut, dinilai wakil rakyat dari DPR Aceh ketika itu terlalu mahal, dibandingkan dengan harga alat yang sama pada distributornya di Jakarta. Untuk merek Siemens misalnya, hanya Rp 11 miliar per unit. Taksiran dan asumsi ini, sejalan pula dengan hasil investigasi dan konfirmasi tim auditor Inspektorat Aceh kepada perwakilan Siemens dan Philips di Jakarta. Tim itu adalah Drs. Abdul Karim M.Si dan Iskandar ST. Anehnya, belakangan, penyidik Kejati Aceh menyatakan bahwa pengadaan CT-Scan dan MRI tidak terdapat kerugian negara. Namun, pendapat ini tidak diaminkan Kejaksaan Agung (Kejagung). Entah terindikasi ada yang tidak beres, Kejagung kemudian mengambil alih penanganan kasus ini. Selanjutnya, mereka beberapa kali melakukan pemeriksaan terhadap beberapa staf dan Direktur RSUDZA dr. Taufik Mahdi, baik di Banda Aceh maupun Jakarta. Selain itu, aktivis anti korupsi
Aceh dari Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) dan Gerakan Rakyat Anti Korupsi (GeRAK) Aceh juga menaruh curiga. Itu sebabnya, tahun 2010, kedua lembaga swadaya anti rasuah ini mendatangi Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta dan melaporkan sejumlah kasus besar yang terindikasi korupsi di Aceh. Namun, tak ada penyelesaian akhir secara hukum. Salah satunya kasus CT-Scan dan MRI RSUDZA Banda Aceh. Apakah murni adanya novum (bukti baru) atau setelah adanya desakan dari aktivis anti korupsi Aceh, termasuk tekanan (supervisi) dari Kejagung? Nah, tahun 2012, Kejati Aceh akhirnya menetapkan dua tersangka dalam kasus itu, yakni Kartini Hutapea, Direktur Utama PT Kamara Idola (rekanan) dan Suryani, ketua panitia pengadaan barang dan jasa tahun anggaran 2009 dalam proyek tersebut. Penetapan kedua tersangka ini, dinilai para aktivis anti korupsi di Aceh tidak adil. Sebab, ada pihak lain yang ikut bertanggungjawab yaitu dr Taufik Mahdi (Direktur RSUDZA Banda Aceh) dan Toni (Kepala Bagian Sublayanan dan Program RSUDZA Banda Aceh). Memang, memasuki tahun 2009, Taufik dan Toni terus dipanggil dan diperiksa hingga yang bersangkutan tak lagi dipercayakan Gubernur dr. Zaini Abdullah atau akrab disapa Abu Doto sebagai Direktur RSUDZA pada akhir 2012. Dan, persis 1 Juli 2014, Tim Penyidik Kejati Aceh menetapkan Taufik bersama Toni sebagai tersangka, terkait kasus korupsi pengadaan alat kesehatan di rumah sakit pendidikan ini. Begitupun, hingga kini, status Taufik Mahdi dan Toni masih mengambang alias tak jelas proses hukumnya. Tanda tanya ini dijawab Kepala Seksi (Kasi) Penkum dan Humas Kejaksaan Tinggi Aceh Amir Hamzah bahwa khusus untuk tersangka dr. Taufik Mahdi dan Toni, perkaranya sudah masuk ranah supervisi KPK Jakarta. Artinya, kasus ini tidak lagi menjadi tugas rumah (PR) jajaran Kejati Aceh. “Namun, kami tetap berkoordinasi dengan penyidik KPK,” sebut Amir Hamzah. Kini, tinggallah Suriani sendiri, meratapi nasib, menanti hari-hari panjang dari hukuman yang harus dia jalani. Padahal, sempat beredar sassus, kasus ini tidaklah berdiri sendiri alias sebatas Suriani. Tapi, ada nama Taufik Mahdi dan Toni serta orangorang yang konon dekat dengan kekuasaan saat itu. Mereka memang tidak terlibat langsung, tapi ikut mengarahkan sejumlah perusahaan dan pemenang lelang melalui panitia pengadaan. Lantas, bagaimana rekam jejak kasus ini dan seperti apa putusan MA terhadap Suriani? Wartawan MODUS ACEH, Muhammad Saleh menulisnya untuk Laporan Utama pekan ini.***
MODUS ACEH
Utama
NO 48/TH XIV 27 MARET - 2 APRIL 2017
13
BERAWAL DARI NYALI ANGGOTA DEWAN Aceh kita
Kartini Hutapea menutup muka saat sidang di Pengadilan.
asih ingat dokter Erlina Kamla (Fraksi PBB), Said Ichsan (Fraksi Perjuangan Umat), Teuku Surya Darma (Fraksi PKS) dan Ketua Panitia Khusus XII, Muchlis Mukhtar? Nah, dari ‘empat sekawan’ anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) Aceh inilah, bau busuk dari dugaan praktik rasuah ini terkuak. Maklum, mereka sempat mengaku gerah dengan pengadaan tiga alat medis modern di Rumah Sakit Umum Daerah Zainoel Abidin (RSUDZA) Banda Aceh tersebut. Ini bukan tanpa alasan, diduga pembelian alat canggih tadi masih belum lepas dari aroma mark-up atau penggelembungan harga. Itu sebabnya, mereka pun akhirnya bersikap dan menyatakan tak setuju. Pendapat terse-
M
(MRI). Alat pemindai ini mengandalkan magnet sangat kuat untuk mendapatkan gambaran dalam tubuh/otak seseorang tanpa menggunakan sinar X dan MRI ini lebih sensitif daripada CT-Scan. Alat radiodiagnostik tadi dibeli tahun 2008, namun saat itu belum juga bisa dioperasikan di gedung baru rumah
an alat yang terlalu mahal. Inilah yang memunculkan dugaan adanya mark-up,” ungkap Ketua Pansus XII DPRA, Mukhlis Mukhtar SH ketika itu. Sebut Mukhlis Mukhtar, sebagai Panitia Anggaran DPRA, pihaknya sudah menyetujui usulan pengadaan alat medis modern untuk RSUDZA, yaitu selain CT-Scan, juga MRI dengan pagu anggaran sangat besar atau sekitar Rp 46,6 miliar. Untuk CT-scan, dialokasikan Rp 17,6 miliar, sedangkan untuk MRI diplot dana Rp 39 miliar. Harga MRI itu, menurut daftar harga peralatan medis produksi Siemens di Jakarta, sekitar 2,6 juta dolar AS atau Rp 26 miliar. Ini artinya, terjadi perbedaan harga yang cukup besar antara pagu yang diusul dengan harga riil di pabrik Siemens. Berdasarkan temuan itu, dr. Erlina Kamla dari Fraksi PBB meminta aparat penegak hukum di Aceh, baik jaksa maupun polisi, mengusut dugaan penggelembungan harga pengadaan tiga alat medis di RSUDZA tadi. Alasannya, ada satu alat medis yang ketika dibeli penggelembungan harganya hampir mencapai 100 persen dari harga MODUS ACEH/Dok
Ketika itu, empat anggota DPR Aceh mendesak aparat penegak hukum untuk menyidik dugaan markup dana pembelian tiga alat medis modern di RSUDZA Banda Aceh. Lalu, terkuaklah kasus ini. Tapi, kenapa hanya Suriani yang menjadi korban?
but disampaikan wakil rakyat Aceh ini pada Sidang Paripurna DPRA, dengan agenda Penyampaian Pendapat Umum Anggota DPRA terhadap Perhitungan Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) 2008, Kamis, 27 Agustus 2008 di Gedung DPR Aceh, Jalan Tgk Daud Bereueh, Banda Aceh. Tentu, ketidak-setujuan tadi bukan asal ucap. Sebab, sebelumnya mereka telah melakukan kegiatan panitia khusus (Pansus XII) ke RSUDZA Banda Aceh, Selasa, 3 Agustus 2009. Tim ini dipimpin Muchlis Mukhtar SH. Nah, dari sanalah, terungkap adanya indikasi penggelembungan harga dalam pengadaan CT-Scan (alat pemindai otak dan sumsum tulang belakang) senilai Rp 17,6 miliar. Karena itulah, empat anggota dewan tadi, termasuk Mukhlis Mukhtar SH, meminta aparat penegak hukum di Aceh dan Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta, mengusut dugaan mark-up pengadaan tiga alat medis canggih tersebut. Sebut saja CT-Scan, catheterization laboratory (ruang tes yang dilengkapi alat diagnosis dengan prosedur kateter), dan Magnetic Resonance Imaging
Muklis Muktar sakit itu. Makanya, Tim Pansus XII DPRA berkunjung ke sana, terlihat alat tadi masih parkir di lokasi lama. “Selain belum difungsikan, nilai kontrak pengadaannya Rp 17,6 miliar per unit juga terlalu mahal, dibandingkan harga alat yang sama pada distributornya, Siemens, Jakarta, yang hanya 1,1 juta dolar AS atau Rp 11 miliar per unit. Nilai kontrak pengada-
pabrik. Selain itu, ungkap dr Erlina Kamla, ada informasi uang masuk ke DPRA, satu alat yang dibeli belum memenuhi spek teknis. Kapasitas alat medis tersebut dikatakan 64 slice, tapi menurut info dari orang dalam, katanya, hanya 32 slice. Kapasitas 64 slice bisa dicapai alat tersebut kalau dilakukan dua kali penembakan. Celakanya, dua alat medis yang dibeli tahun 2008, yaitu CTScan dan cath lab, ketika itu sempat tidak dioperasikan. Alasan saat itu, karena petugas operatornya sedang ikut pelatihan. Kondisi ini, kata Surya Darma dari Fraksi PKS, sebagai bukti bahwa perencanaan pengadaan dua alat medis yang diadakan itu tidak dilakukan dengan baik. Dalil lain, perencanaan pengadaan alat medis modern tersebut juga tidak terintegrasi dengan gedung RSUDZA yang baru atas bantuan Jerman. Semua itu terlihat dari fakta bahwa dua alat tersebut, walau telah dipasang di gedung lama RSUDZA, lalu dipindahkan lagi ke gedung baru di RSUDZA. Untuk pemindahannya saja, malah terpaksa merogoh kocek Rp 600 juta dari APBA 2009. Tak hanya Muklis Muktar dan dr. Erlina yang geram. Said Ichsan dari Fraksi Perjuangan Umat juga mengaku sama. Mereka menduga, ada penggelembungan harga dalam pengadaannya, sehingga ketiga alat medis yang dibeli pada tahun 2008 dan 2009 ini, minta diusut aparat penegak hukum. Contohnya CT-Scan, maklum hasil pengecekan anggota DPRA ke sebuah distributor alat tersebut di Jakarta, ternyata harga yang dibeli RSUDZA tersebut di pabrik Siemens hanya sekitar Rp 9,8 miliar. Sementara, nilai kontrak pengadaan alat tersebut mencapai Rp 17,6 miliar. Artinya, ada Rp 7,8 miliar atau hampir delapan miliar rupiah selisih harga antara pabrik dengan kontrak pengadaannya. Pemenang pengadaan CT-Scan tersebut adalah CV Mutiara Indah Permai, salah satu perusahaan lokal. Kabarnya, perusahaan ini memiliki hubungan harmonis dengan orang-orang dekat kekuasaan ketika itu. Selain CT-Scan, ungkap Said Ichsan, masih ada dua alat medis lainnya yang juga diduga harganya mark-up yaitu cath lab. Harga di pabrik setelah dikonfirmasi anggota DPRA sekitar Rp 16 miliar, tapi nilai kontrak pengadaan alat itu mencapai Rp 22,5 miliar. Selisih harganya Rp 6,5
14
MODUS ACEH
utama
NO 48/TH XIV 27 MARET - 2 APRIL 2017
aceh.tribunnews
miliar. Pemenang tender pengadaan alat medis ini adalah PT Kimia Farma. Salah satu perusahaan badan usaha milik negara (BUMN), tapi di-back-up juga oleh orang-orang dekat pemerintahaan saat itu. Satu lagi, sebut Said Ichsan, adalah MRI. Harga alat medis ini di pabrik Siemens, menurut penjelasan prinsipilnya kepada DPRA, sekitar Rp 23 miliar. Tapi, nilai kontrak pengadaan alat medis itu kepada kontraktor pemenangnya mencapai Rp 34 miliar. Dengan demikian, ada selisih harga sangat besar atau mencapai sembilan miliar rupiah. Pengadaan alat medis itu dimenangkan PT Kamara Idola, yang disebut-sebut memiliki relasi kuat dengan pejabat di RSUDZA Banda Aceh. Baik Said Ichsan maupun Surya Darma mengungkapkan, karena adanya dugaan mark-up itulah, mereka wajib menyampaikan pada Pandangan Umum Anggota DPRA (perhitungan APBA 2008). Alasannya, karena dua di antaranya alat medis tersebut dibeli pada tahun 2008 dan satu lagi pada tahun 2009. Kedua, ada perbedaan harga kontrak pengadaan barang antara pemerintah dengan harga pabrik sangat tinggi, antara Rp 6,5-9 miliar. Karena selisih harganya sangat tinggi, maka patut dicurigai. Kecurigaan itu muncul, kata Surya Darma, karena normalnya perbedaan nilai kontrak barang pemerintah dengan harga pasar
atau pabrik, sekitar 30 persen, itu pun sudah termasuk margin keuntungan untuk kontraktor, Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 10 persen, dan Pajak Penghasilan (PPh) 2 persen. Nah, hasil temuan Pansus XII tersebut rupanya ikut memancing perhatian Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh. Mereka memberi respon dengan memanggil Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK), Selasa, 11 Agustus 2009. “Jaksa sudah mengundang Suparman, pejabat PPTK, untuk dimintai klarifikasi terkait laporan Pansus XII yang menduga terjadinya mark-up harga mencapai miliar rupiah pada proyek pengadaan alat medis,” kata sumber media ini di RSUDZA saat itu. Gayung bersambut. Asisten Intelijen (Asintel) Kejati Aceh saat itu, HM Adam SH, pada awak media menyatakan pendapatnya terkait laporan Pansus XII DPRA. “Meskipun disampaikan melalui media, kita merespon permintaan dewan untuk mengusut kasus tersebut,” ujar M Adam. Buktinya, kata Adam, hanya satu hari setelah berita dugaan mark-up alat medis ini disiarkan di media pers, pihaknya langsung mengundang Suparman, salah seorang PPTK dalam proyek pengadaan alat medis tersebut untuk dimintai klarifikasi. “Ini kan masih tahap operasi intelijen, maka kita hanya bisa melakukan klarifikasi,” kata M Adam sembari menolak memberi
keterangan hasil klarifikasi tersebut. Namun, kata Adam, berdasarkan keterangan Suparman, kedua alat tersebut pengadaannya dilakukan dalam tahun anggaran (2008 dan 2009). Untuk pengadaan alat MRI misalnya, ungkap Adam saat itu, Suparman mengetahuinya karena alat itu dibeli dalam tahun anggaran 2009. Sedangkan alat CTScan pengadaannya tahun 2008, saat itu PPTK-nya dijabat orang lain. Untuk mengklarifikasi dugaan mark-up alat CT-Scan tersebut, kata M Adam, pihaknya sudah mengundang PPTK tahun 2008 yang terlibat dalam proyek ini. “Agar proses pengusutan kasus ini berlangsung cepat, Asintel Kejati Aceh meminta pihak dewan (Pansus XII) dapat menyerahkan bukti-bukti hasil temuan mereka. Kalau dewan ingin cepat kasus ini tuntas diusut, maka mari dukung kami dalam mengusutnya dengan menyerahkan bukti-bukti yang dimiliki,” tantang Adam. Menariknya, Direktur RSUDZA saat itu, dr. Taufik Mahdi Sp.OG, justru menjawab enteng temua Pansus DPR Aceh. “Saya tidak melihat temuan pansus tersebut sesuatu yang luar biasa. Masalahnya di mana dan kalau pansus mengatakan ada masalah, kita harus melihat lagi di mana masalahnya,” tantang Taufik ketika itu. Taufik juga berujar, “Maka, kita mau tanya, siapa yang menentukan harga itu mahal atau
tidak, termasuk keuntungan pihak ketiga. Hal itu masih perlu diperdebatkan?” jelas Taufik. Direktur RSUDZA itu juga mengatakan, harusnya media masa tidak merilis lebih dulu masalah tadi. Sebab, belum tentu benar. “Sama seperti pernyataan barang RSUDZA ilegal, itu kan berita tidak benar. Kalau kita importirnya mungkin masuk akal. Tapi, apa gunanya diberitakan begitu?” kata Taufik yang mengaku kecewa. “Saya pikir terlalu cepat diberitakan. Semestinya setiap ada informasi yang diterima, dikroscek dulu, telusuri dan lakukan konfirmasi, jangan langsung main diberitakan. Kami sudah diperiksa Bawasda (Badan Pengawasan Daerah), BPK (Badan Pemeriksa Keuangan) nanti bakal masuk, karena setiap kerja yang dilakukan selalu diperiksa,” jelas Taufik. *** Nah, lepas dari berbagai bantahan Direktur RSUDZA Banda Aceh dr. Taufik Mahdi ketika itu, tapi berdasarkan data yang dimiliki media ini menyebutkan, pengadaan alkes RSUDZA Banda Aceh yang bersumber dari APBA 2008, ikut melibatkan banyak perusahaan atau rekanan dengan harga penawaran yang bervariasi. Sebut saja CV Tegab (Rp 764,8 juta lebih), CV Mita Sare Group (Rp 233,5 juta lebih), PT Rezeki Rezi Utama (Rp 1,213 miliar lebih), PT Darussalam Persada (Rp 2,149 miliar lebih), CV
Fahyumas Sakti (Rp 4,073 miliar lebih), PT Kimia Farma Trading & Distribution (Rp 22,33 miliar lebih), PT Indo Farma GM (Rp 5,438 miliar lebih) serta CV Mutiara Indah Permai (Rp 17,6 miliar lebih). Sementara itu, untuk alat kedokteran kardiologi, CLI 3131 IQ GE Healthcare. Dari data dalam dokumen, hanya menjelaskan harga pembelian untuk pengadaan satu unit Cath Lab Inova 3131 IQ, GE Healthcare oleh PT Kimia Farma Trading & Distribution, Rp 25,97 miliar lebih. Pengadaan satu unit CT-Scan 64 Slices, Siemens oleh PT Mutiara Indah Permai Rp 19,87 miliar lebih. Sehingga, total Rp 45,97 miliar lebih. Harga ini berbeda dengan perkiraan harga hasil audit Inspektorat Aceh yaitu satu unit CLI 3131 IQ GE Healthcare, Rp 13,61 miliar lebih. Harga satu unit CT-Scan 64 Slices Siemens, Rp 10,16 miliar lebih, dengan total Rp 23,78 miliar lebih. Ini berarti ada selisih harga, Rp 22,86 miliar lebih. Sayangnya, hingga saat ini, kasus tersebut tak jelas nasibnya walau sudah menjadi ranah penyidik KPK, makanya membuka ruang bagi penyidik Kejati Aceh untuk bisa sedikit berpaling. “Sampai saat ini, kami masih terus berkoordinasi dengan KPK. Bahkan, beberapa waktu lalu, kami ke Jakarta (KPK) untuk mendalami kasus ini,” jelas Kasi Penkum dan Humas Kejati Aceh, Amir Hamzah SH. Semoga.***
MODUS ACEH
utama
NO 48/TH XIV 27 MARET - 2 APRIL 2017
15
INI SEBAB SURIANI TERJERAT Dalam amar putusannya, nomor 26/Pid.Sus/ 2012/P.TIPIKOR-BNA, Majelis Hakim Pengadilan Tindak Pidana Korupsi Banda Aceh menyatakan Suriani secara sah dan meyakinkan bersalah hingga divonis dua tahun tanpa kurungan badan. Putusan ini diperkuat Pengadilan Tinggi Aceh. Lalu, dia mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung. Hasilnya, hukuman ditambah menjadi enam tahun penjara. Nasib..nasib! erawal saat Suriani S.Si, M.Kes, Kasubid Penunjang Non Medis Rumah Sakit Umum dr Zainoel Abidin (RSUDZA) Provinsi Aceh, diangkat sebagai ketua pengadaan barang/jasa RSUDZA, Banda Aceh. Jabatan itu berdasarkan Keputusan Direktur RSUDZA, Nomor: 445/08/2009, tanggal 4 Februari 2009, untuk pengadaan alat kedokteran Radiologi (MRI 3 TESLA) dengan pagu anggaran Rp 39 miliar yang berasal dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) dengan nomor: 1.02.1.02.02.35.01.5.2. Selanjutnya, bersama anggota panitia pengadaan lainnya, dia menyusun dan mempersiapkan harga perkiraan sendiri (HPS) dengan nilai Rp 39 miliar. Ini berdasarkan penawaran harga dari PT Beta Medical, 19 Desember 2008, Nomor: 0899/ BM/08 yang menawarkan MRI 3 Tesla Merk Siemens Type Magnetom Verio seharga Rp 39 miliar, termasuk Pajak Pertambahan Nilai (PPN) 10 persen dan biaya instalasi. Selain itu, PT Fondaco Mitratama dengan surat penawaran tanggal 15 Januari 2009, Nomor: MD-008/EH/150109, menawarkan MRI 3 Tesla Merk GE Healthcare Type Signa DHx dengan harga Rp 39 miliar, juga sudah termasuk pajak, instalasi dan pelatihan. Sedangkan penawaran PT Berca Niaga Medika, 27 Februari 2009, menawarkan MRI 3 Tesla Merk Philips Type Magnet Achieva 3.0 T x Series Quasar 16 Channels dengan harga Rp 38,94 miliar. Namun, tidak
B
dipakai oleh panitia pengadaan dengan alasan surat baru diterima pada 30 Maret 2009, di bagian perencanaan setelah rumah sakit membuat pagu anggaran. Lalu, panitia pengadaan hanya menggunakan penawaran dari kedua perusahaan tadi untuk keperluan menyusun HPS dan bukan berdasarkan survei pasar atau harga dari pabrikan atau daftar harga yang dikeluarkan instansi yang berwenang. Melainkan hanya mendapatkan dari Bagian Perencanaan RSUDZA. Sebelumnya, panitia pengadaan melakukan pertemuan untuk membahas penyusunan HPS dan menyepakati hanya mengambil data/informasi dari Bidang Perencanaan. Dan kemudian, panitia pengadaan melakukan klarifikasi secara lisan terhadap tiga perusahaan/distributor untuk mengetahui apakah ada penurunan atau kenaikan harga. Sedangkan penawaran harga dari ketiga perusahaan tersebut didapatkan karena sebelum-
nya saksi Toni BE, Kabag Bina Program dan Pemasaran RSUDZA membuat konsep surat yang kemudian ditandatangani dr. Taufik Mahdi Sp.OG, Direktur RSUDZA Banda Aceh. Isinya, perihal mohon informasi harga yang ditujukan kepada tiga distributor alat kesehatan MRI yaitu PT Beta Medical (Siemens) dengan Nomor: 040/8124/2008, tanggal 11 Desember 2008. PT Fondaco Mitratama (GE), tanggal 11 Desember 2008. PT Berca Niaga Medika (Philips) tanggal 11 Desember 2008. Ironisnya, panitia pengadaan hanya melakukan pengecekan ulang secara lisan (via telepon) terhadap harga yang ditawarkan yaitu berdasarkan informasi yang diperoleh panitia dari ketiga perusahaan tersebut, yaitu harga alat MRI 3 Tesla dengan spesifikasi tersebut memang harganya sesuai dengan harga penawaran yang diajukan dengan surat resmi kepada Direktur RSUDZA. Nah, berdasarkan penawaran tersebut, panitia pengadaan me-
netapkan HPS Rp 39 miliar tanpa melakukan perbandingan dengan harga yang dikeluarkan pabrik ataupun daftar harga yang dikeluarkan instansi yang berwenang. Bergerak ke depan, panitia pengadaan kemudian melakukan pengumuman lelang melalui surat kabar nasional Media Indonesia edisi, tanggal 11 Maret 2009 dan surat kabar lokal Serambi Indonesia, tanggal 10 Maret 2009, dengan persyaratan yang harus dipenuhi sesuai aturan pelelangan. Tak berapa lama kemudian, ada 31 perusahaan yang ikut mendaftar pengadaan alkes MRI 3 Tesla. Sedangkan yang memasukkan dokumen hanya 10 perusahaan yaitu PT Beta Sinarindo dengan harga penawaran Rp 32,46 miliar lebih (didukung PT Philips), PT Solusindo Ganda Kharisma (Rp 32,99 miliar— didukung PT Siemens), PT Pusaka Amsal Farma (Rp 34,32 miliar lebih—didukung PT Siemens), PT Kamara Idola (Rp 34,5 miliar—didukung PT Siemens).
Ada lagi, PT Ghanna Riffa dengan harga penawaran Rp 34,53 miliar lebih—didukung PT Siemens), PT Indofarma Global Medika (Rp 34,6 miliar lebih—didukung PT Phillips), PT Rajawali Nusindo (Rp 35,475 miliar—didukung PT Siemens), CV Pramoedya Maju Abadi (Rp 35,529 miliar—didukung PT Siemens), CV Cipta Triguna (Rp 38 miliar—didukung PT General Electric) dan PT Diptria Medilabindo (Rp 38,799 miliar lebih—didukung PT General Electric). Menariknya, panitia pengadaan juga mensyaratkan adanya Surat Izin Usaha Perdagangan (SIUP) dan surat dukungan dari pemegang merek bagi perusahaan yang akan memasukkan penawaran tersebut. Nyatanya, bertentangan dengan Pasal 3, Pasal 5, Pasal 14 ayat (7), Lampiran I huruf A angka 1 huruf a angka 3 Keppres 80 Tahun 2003. Sebab, seharusnya pengadaan barang/jasa wajib menerapkan prinsip-prinsip adil/ tidak diskriminatif, sehingga pabrikan/agen/distributor dapat mengikuti pengadaan peralatan tersebut. Entah merasa sudah berjalan mulus, panitia pengadaan MRI 3 Tesla ini menggunakan metode pasca kualifikasi (sistem gugur) dengan metode penawaran satu sampul. Namun, sebelum dilakukan evaluasi administrasi, disusun terlebih dahulu nilai aritmatika dengan susunan mulai harga terendah sampai yang tertinggi dan selanjutnya diambil tiga penawaran terendah. Dari hasil evaluasi administrasi itu, kemudian diperoleh hasil, PT Solusindo Ganda Kharisma tidak memenuhi syarat karena nilai kemampuan dasar (KD) dan isian kualifikasi tidak lengkap, sehingga gugur. PT Pusaka Amsal Farma tidak memenuhi syarat karena nama penanggungjawab tidak sesuai dengan akta perusahaan, sehingga gugur. Dengan demikian, yang lulus evaluasi administrasi adalah PT Beta Sinarindo, PT Kamara Idola, PT Ghanna Riffa, PT Indo Farma Global Medika dan PT Rajawali Nusindo. Pada tahapan evaluasi administrasi, PT Kamara Idola juga memasukkan dokumen penawaran berupa sertifikat kompetensi dan kualifikasi perusahaan PT Kamara Idola, Nomor: A. 003
16
MODUS ACEH
utama
NO 48/TH XIV 27 MARET - 2 APRIL 2017
MODUS ACEH/Dok
202 05-3-0008, tanggal 25 Maret 2009 dari Gabungan Perusahaan Alat-Alat Kesehatan dan Laboratorium (Gakeslab) yang mencantumkan kemampuan permodalan PT Kamara Idola dengan omzet tahunan tertinggi empat tahun terakhir, Rp 3,9 miliar lebih. Nyatanya, Suriani selaku ketua panitia pengadaan dan anggota panitia pengadaan lainnya tidak mempertimbangkan dokumen ini, sehingga PT Kamara Idola dinyatakan lulus evaluasi administrasi. Selanjutnya, panitia pengadaan melakukan evaluasi teknis terhadap lima perusahaan tersebut dengan hasil; PT Beta Sinarindo dan PT Indofarma Global Medica tidak memenuhi syarat teknis karena earplug dan chiller tidak disebutkan kuantitasnya. Sehingga, yang lulus evaluasi teknis adalah PT Kamara Idola, PT Ghanna Riffa dan PT Rajawali Nusindo. Dan, terhadap ketiga perusahaan yang lulus evaluasi teknis tadi, dilakukan evaluasi harga dengan hasil sesuai penawaran harga terendah berdasarkan evaluasi Nomor: 239/PANPPBJ/DRSUDZA/2009, tanggal 13 April 2009 yaitu; PT Kamara Idola, PT Ghanna Riffa dan PT Rajawali Nusindo. Baru kemudian, dilakukan penilaian kualifikasi terhadap calon pemenang, sesuai urutan. Apabila urutan satu tidak lulus, maka dilanjutkan dengan urutan selanjutnya, serta hasil penilaian kualifikasi. Tak lama kemudian, panitia pengadaan mengaku ada memanggil PT Kamara Idola untuk dilakukan penilaian kualifikasi. Namun, nyatanya panitia tidak melakukan verifikasi dan konfirmasi terhadap keaslian dokumen yang diajukan pada waktu penilaian kualifikasi tersebut, termasuk tidak memverifikasi pengalaman perusahaan PT Kamara Idola secara cermat. Sebab, ada perbedaan antara dokumen Surat Penawaran Harga Nomor: 428/K.I/SPH/IV/2009, tanggal 6 April 2009 yang mencantumkan pengalaman perusahaan dalam melaksanakan pengadaan alkes di Kesdam Wirabuana. Ini dibuktikan dengan kontrak nomor: SKJB/68/ALKES/XI/ KESDAM/2006, tanggal 24 November 2006 dengan kontrak Rp 8,4 miliar lebih, dengan dokumen Sertifikat Kompetensi dan Kualifikasi Perusahaan PT Kamara Idola Nomor: A. 003 202 05-3-0008, tanggal 25 Maret 2009 dari Gakeslab, termasuk mencantumkan kemampuan permodalan PT Kamara Idola dengan omzet tahunan tertinggi
selama empat tahun terakhir, Rp 3,9 miliar lebih. Akibatnya, panitia pengadaan tidak melakukan penilaian KD perusahaan. Seharusnya, dihitung berdasarkan nilai kontrak tertinggi yang pernah dilaksanakan selama lima tahun dikalikan lima, sehingga diperoleh nilai KD. Tragisnya, sebagai ketua panitia pengadaan dan anggota panitia pengadaan, Suriani justru hanya mempertimbangkan dokumen PT Kamara Idola berupa; dokumen Surat Penawaran Harga Nomor: 428/K.I/SPH/IV/ 2009, tanggal 6 April 2009 yang mencantumkan pengalaman perusahaan dalam melaksanakan pengadaan alkes di Kesdam Wirabuana, yang merupakan nilai kontrak tertinggi yang pernah dilaksanakan PT Kamara Idola, sehingga panitia menggunakan nilai tersebut sebagai nilai peglaman tertinggi (NPT) dalam menentukan KD PT Kamara Idola, termasuk menjadi acuan untuk penentuan nilai KD. Namun, panitia pengadaan mengabaikan dokumen lainnya yang juga telah diserahkan PT Kamara Idola seperti Sertifikat Kompetensi dan Kualifikasi Perusahaan PT Kamara Idola dari Gakeslab. Nah, dari berbagai isi Sertifikat Kompetensi dan Kualifikasi Perusahaan Pemasok Barang Nomor: A.003 202 05-3–0008, yang diserahkan PT Kamara Idola kepada Gakeslab Indonesia, kemudian sertifikat tersebut dipergunakan Kartini Hutapea,
Direktur PT Kamara Idola, untuk dokumen pendukung proses pelelangan/pengadaan. Padahal, kontrak nomor: SKJB/68/ALKES/XI/KESDAM/ 2006, tanggal 24 November 2006 dengan nilai kontrak Rp 8,4 miliar antara PT Kamara Idola dengan Kesdam VII Wirabuana bukanlah kontrak sebenarnya. Menyangkut harga pekerjaannya sebenarnya justru berjumlah Rp 3,9 miliar. Begitupun, berdasarkan penilaian kualifikasi tersebut, panitia membuat hasil penilaian kualifikasi yang dituangkan dalam BA Penilaian Kualifikasi Nomor: 240/PAN-PPBJ/RSUDZA/2009, tanggal 14 April 2009, yang ditandatangani panitia pengadaan barang/jasa dan yang menyatakan PT Kamara Idola lulus dari penilaian kualifikasi. Selanjutnya, panitia pengadaan mengadakan rapat dan hasilnya dituangkan dalam Berita Acara Calon Pemenang Pelelangan Nomor: 241/PAN-PPBJ/RSUDZA/2009, tanggal 14 April 2009 dengan urutan calon pemenang lelang PT Kamara Idola, PT Ghanna Riffa dan PT Rajawali Nusindo. Berdasarkan hasil evaluasi administrasi, teknis, harga dan penilaian kualifikasi, panitia pengadaan membuat usulan penetapan pemenang kepada Pengguna Anggaran (PA) Satuan Kerja Perangkat Aceh (SKPA) cq Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan (PPTK) SKPA RSUDZA dengan surat nomor: 242/PANPPBJ/RSUDZA/2009, tanggal
14 April 2009 dan mengusulkan PT Kamara Idola sebagai calon pemenang lelang. Kemudian, berdasarkan surat panitia pengadaan tersebut, saksi dr. Taufik Mahdi, Direktur RSUDZA melalui surat nomor: 027/020/RSUDZA/2009, tanggal 14 April 2009, menetapkan PT Kamara Idola sebagai pemenang lelang dengan nilai kontrak Rp 34,5 miliar. Disusul kemudian panitia pengadaan membuat pengumuman pemenang lelang nomor: 273/PAN-PPBJ/ RSUDZA/2009, tanggal 15 April 2009 dengan jangka waktu pekerjaan selama 150 hari. Setelah menetapkan PT Kamara Idola sebagai pemenang lelang tanpa melakukan verifikasi dan konfirmasi terhadap keaslian dokumen yang diajukan perusahaan tersebut. Muncullah sanggahan dari PT Ghanna Riffa kepada PA. Namun, terkait sanggahan tadi, Suriani selaku ketua panitia pengadaan menyampaikan surat itu kepada Pengguna Anggaran/Kuasa Pengguna Anggaran cq PPTK SKPD BPKRSUDZA dengan nomor: 304/ PAN-PPBJ/RSUD DR. ZAINOEL ABIDIN/2009, tanggal 22 April 2009. Sanggahan itu intinya menyebutkan bahwa; “sanggahan telah ditindaklanjuti dan ternyata tidak terdapat sanggahan yang dapat menggugurkan/ membatalkan pelaksanaan proses tender pekerjaan Pengadaan Alat Kedokteran MRI 3 Tesla pada RSUDZA”. Sejalan kemudian, Direktur
RSUDZA selaku PA juga menerima surat pengaduan dari Koordinator Lembaga Sosial Swadaya Masyarakat Yayasan Pejuang Siliwangi (YAPSI) Nomor: ITS/BPD-YAPSI/IX/09, tanggal 14 Mei 2009 dan diterima tanggal 25 Mei 2009. Isinya menyebutkan, adanya dugaan pemalsuan data kemampuan dasar oleh PT Kamara Idola sebagai pemenang tender pada Proyek Pengadaan Alat Kedokteran Radiologi MRI 3 Tesla di RSUDZA Banda Aceh tahun anggaran 2009. Atas surat tersebut, Direktur RSUDZA, dr. Taufik Mahdi, menyampaikan surat kepada Kepala Kesdam VII/Wirabuana dengan nomor: 121/V/RSUDZA-/2009 perihal konfirmasi data tanggal 26 Mei 2009. Isinya menyebutkan antara lain “... dalam rangka menegakkan kebenaran dokumen Kontrak Pengadaan Alkes No. SKJB/68/Alkes/XI/Kesdam/ 2006, tanggal 24 November 2006 dengan nilai proyek Rp 8.468.730.490 yang dilampirkan pada saat pemasukan penawaran harga”. Kemudian, surat tersebut mendapat tanggapan dari Kesdam VII/Wirabuana dengan nomor: B/512/V/2000 perihal Jawaban Konfirmasi tanggal 29 Mei 2009 yang hanya menyampaikan bahwa PT Kamara Idola pernah ditetapkan sebagai penyedia barang untuk pengadaan alkes di Kesdam VII/ Wirabuana dengan Surat Kontrak Jual Beli Nomor: SKJB/68/ Alkes/XI/Kesdam/2006 tanggal 24 November 2006, tanpa
MODUS ACEH
utama mengkonfirmasikan nilai proyek yang sebenarnya. Setelah ditetapkan sebagai pemenang proyek Pengadaan Alkes MRI 3 Tesla di RSUDZA, PT Kamara Idola sebagai penyedia barang dan jasa kemudian melakukan perjanjian jual beli dengan PT Beta Medical, tanggal 28 April 2009, untuk pengadaan peralatan MRI 3 Tesla di RSUDZA Banda Aceh. Selanjutnya, melakukan tahapan pelaksanaan pengadaan. Saksi Kartini Hutapea kemudian membuat purchase order (PO) ke PT Beta Medical dengan membayar down payment (DP) sebesar lebih kurang 20 persen dari harga yang ditawarkan Beta Medical, yaitu USD 498.740. Kemudian PT Beta Medical mendatangkan barang ke Aceh dan perusahaan PT Kamara Idola melakukan pekerjaan persiapan instalasi. Setelah MRI terpasang, selanjutnya, PT Kamara Idola bekerja sama dengan PT Beta Medical melaksanakan pelatihan bagi operatornya. Terkait pelatihan tersebut, PT Kamara Idola membuat bank garansi Rp 250 juta sebagai jaminan bahwa alkes MRI 3 Tesla telah dipasang pada RSUDZA Banda Aceh oleh PT Siemens Indonesia (Departemen Service), tanggal 10 September 2009 atas pembelian dari PT Beta Medical, distributor alat kesehatan dari PT Siemens Indonesia untuk wilayah Sumatera. Selanjutnya, usai pekerjaan pengadaan peralatan MRI 3 Tesla dilaksanakan PT Kamara Idola dan diserahkan ke RSUDZA berdasarkan Berita Acara Serah Terima Nomor: 250/RSUDZA/ 2009, tanggal 24 September 2009. Namun, masih ada kewajiban PT Kamara Idola yang belum dilaksanakan yaitu pelatihan tenaga medis di Top Training di luar negeri, sehingga PT Kamara Idola membuat surat pernyataan untuk melaksanakannya an sebagai jaminan dibuat bank garansi Rp 250 juta. Sementara itu, atas selesaikannya pekerjaan pengadaan MRI 3 Tesla pada RSUDZA yang telah dilaksanakan PT Kamara Idola, Pemerintah Aceh kemudian melakukan pembayaran pelaksanaan pengadaan tersebut sesuai proses yang ada atau melalui Zulfahmi, selaku bendahara pengeluaran di RSUDZA Banda Aceh. Nah, proses pencairan uang yang dilakukan Zulfahmi adalah; pertama, proyek pengadaan alat kesehatan MRI 3 TESLA Type Magnetom Vario berdasarkan Dokumen Pelaksanaan Anggaran Satuan Kerja Perangkat Aceh
NO 48/TH XIV 27 MARET - 2 APRIL 2017
(DPA-SKPA) pada RSUDZA, Banda Aceh, Provinsi Aceh dengan nomor: 1.02.02/DPA-SKPD/ 2009, tanggal 05 Maret 2009. Kedua, program pelayanan penunjang medis/non medis, kegiatan peningkatan pelayanan radiologi dengan uraian pekerjaan belanja modal pengadaan alat-alat radiologi MRI 3 Tesla, dengan harga satuan Rp 39 miliar dan ketiga, proses pencairan uang pada proyek pengadaan alat kesehatan MRI 3 Tesla di RSUDZA adalah berawal dari penyampaian surat permintaan pembayaran (SPP) dari pejabat PPTK yang saat itu dijabat Suparman Lisda, tanggal 23 Oktober 2009. Pelunasan ini dilengkapi kuitansi yang ditandatangi PPTK, pihak penyedia barang dan Pengguna Anggaran, tanggal 25 September 2009 dengan nilai Rp 34,5 miliar. Selanjutnya, Berita Acara Persetujuan Pembayaran dari PPTK Nomor: 251/ RSUDZA/2009, tanggal 25 September 2009, juga ditandatangani saksi Kartini Hutapea, selaku pihak penyedia barang (PT Kamara Idola) dan saksi dr. Taufik Mahdi selaku PA. Dan, Berita Acara Serah Terima Barang Nomor: 250/RSUDZA/2009, ditandatangani PPTK, pihak penyedia barang dan PA tertanggal 24 September 2009. Disusul Berita Acara Pemeriksaan Pekerjaan Barang/Jasa Nomor: 116/BA-PP/2009, tanggal 17 September 2009, ditandatangani saksi Kartini Hutapea, Direktur PT Kamara Idola selaku pihak penyedia barang, Jufri
S.KM selaku ketua panitia pemeriksa pekerjaan atau barang dan dr. Taufik Mahdi selaku PA. Nah, pada faktur barang dari PT Kamara Idola, nomor: 05/KI/ FKR/IX/2009, tanggal 15 September 2009, berisi rincian dan spesifikasi serta harga alat radiologi MRI 3 Tesla pada RSUDZA, Rp 34,5 miliar, yang ditandatangani saksi Kartini Hutapea selaku pihak penyedia barang dan diterima Firdaus Sinaya S.Farm, Apt selaku pihak gudang RSUDZA. Setelah SPP dari PPTK diterima bendahara pengeluaran, selanjutnya diterbitkanlah SPP satu, dua dan tiga. Namun, diketahui kemudian, nilai uang atau pembayaran yang keluar dari negara, Rp 30,4 miliar lebih tadi, bukanlah harga wajar karena nilai wajar atau harga pasar yang seharusnya terjadi tanpa ada penyimpangan adalah Rp 22,1 miliar. Sehingga, jumlah pembayaran yang dikeluarkan negara terlalu besar jumlahnya atau Rp 8,2 miliar lebih. Terkuaknya masalah ini juga berdasarkan Laporan Hasil Audit Perhitungan Kerugian Negara Keuangan Negara atas Tindak Pidana Korupsi dalam Pengadaan Alat Kedokteran Radiologi MRI 3 Tesla di RSUDZA Banda Aceh, Provinsi Aceh Tahun Anggaran 2009, Nomor: SR-1346/D6/01/ 2011, tanggal 16 November 2011. Karena itu, perbuatan Suriani, selaku Ketua Panitia Pengadaan bertentangan dengan Keppres Nomor 80 Tahun 2003 tentang Pedoman Pelaksanaan Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah beserta perubahannya dan
terakhir perubahannya adalah Perpres Nomor 95 Tahun 2008 tentang Perubahan Ketujuh atas Keppres Nomor 80 Tahun 2003 tersebut adalah untuk pengadaan barang/jasa yang pembiayaannya sebagian atau seluruhnya dibebankan pada APBN/ APBD. Itu sebabnya, Suriani dijerat Pasal 13 ayat (1) dan Lampiran I Bab I huruf E Keppres Nomor 80 Tahun 2003 yang menentukan bahwa; perhitungan HPS harus dilakukan dengan cermat, menggunakan data dasar dan mempertimbangkan: analisis harga satuan pekerjaan yang bersangkutan perkiraan perhitungan biaya oleh konsultan/ engineer’s estimate (EE), harga pasar setempat pada waktu penyusunan HPS harga kontrak/surat perintah kerja (SPK) untuk barang/pekerjaan sejenis setempat, yang pernah dilaksanakan informasi harga satuan yang dipublikasikan secara resmi Badan Pusat Statistik (BPS), badan/instansi lainnya dan media cetak yang datanya dapat dipertanggungjawabkan harga/tarif barang/jasa yang dikeluarkan oleh pabrikan/ agen tunggal lembaga independen daftar harga standar/ tarif biaya yang dikeluarkan oleh instansi yang berwenang serta informasi lain yang dapat dipertanggungjawabkan. Juga ada Pasal 3, Pasal 5, Pasal 14 ayat (7) Lampiran I huruf A angka 1 huruf a angka 3 karena pabrikan/agen/distributor tidak dapat mengikuti pengadaan peralatan tersebut dengan
17
adanya persyaratan surat dukungan dari pemegang merek bagi perusahaan yang akan memasukkan penawaran tersebut. Pasal 9 ayat (1) dan Lampiran I Bab II huruf A angka 1 huruf b angka 1 mengenai Persyaratan Kualifikasi Penyedia Barang/ Jasa. Pasal 11 ayat (1) dan Lampiran I Bab II huruf A angka 1 huruf b angka 1 menyebut bahwa salah satu persyaratan penyedia barang adalah memiliki kemampuan pada bidang dan sub bidang pekerjaan untuk usaha non kecil KD=5 NPt. Suriani bersama-sama saksi Kartini Hutapea, Dirut PT Kamara Idola, dinilai telah merugikan keuangan negara terkait pengadaan alat kedokteran radiologi MRI 3 Tesla di RSUDZA tahun anggaran 2009, Rp 8,2 miliar atau setidak-tidaknya sekitar jumlah tersebut. Perbuatan Suraini diatur dan diancam pidana Pasal 2 ayat (1) jo Pasal 18 Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi sebagaimana telah diubah dengan Undang-Undang Nomor 20 Tahun 2001 tentang Perubahan atas Undang-Undang Nomor 31 Tahun 1999 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHPidana. Sayangnya, hingga berita ini diturunkan, Suriani tak bersedia memberi keterangan terkait putusan Mahkamah Agung yang akan menyita enam tahun perjalanan hidupnya. Bahkan, bisa dipecat dari statusnya sebagai pegawai negeri sipil (PNS).***
18
MODUS ACEH
utama
NO 48/TH XIV 27 MARET - 2 APRIL 2017
■ Setelah Dinyatakan Tersangka
NASIB DAN STATUS TAUFIK MAHDI SIAPA PEDULI? MODUS ACEH/Dok
Tim penyidik Kejaksaan Tinggi Aceh telah menetapkan mantan Direktur Rumah Sakit Umum Daerah Zainoel Abidin (RSUDZA) Banda Aceh, dr. Taufik Mahdi Sp.OG, sebagai tersangka. Selain itu, juga ada nama Toni, Kepala Bagian Sublayanan dan Program RSUDZA Banda Aceh. Apa kabar status hukum keduanya?N
IAT sungguh baik dan amat sangat mulia. Pengadaan alat kesehatan untuk melayani kebutuhan rakyat Aceh. Alat itu adalah CTScan (alat pemindai otak dan sumsum tulang belakang) serta cath lab—catheterization laboratory—(ruang tes yang dilengkapi alat diagnosis dengan prosedur kateter) untuk bagian kardiologi (jantung). Hanya saja, muncul dugaan miring, pembeliannya diiringi dengan mark-up atau penggelembungan harga. Itu sebabnya, Kasi Penkum dan Humas Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh, Amir Hamzah SH kepada awak media, Rabu siang, 2 Juli 2014 lalu menyebut, terhitung 1 Juli 2014, Kejati Aceh resmi menetapkan dr. Taufik Mahdi dan Toni sebagai tersangka. Menurutnya, saat pembelian kedua alat kesehatan (alkes) untuk RSUDZA itu terjadi selisih harga antara yang tertera di kontrak dengan harga beli sebesar Rp 15,3 miliar lebih. Dari pengadaan kedua alat kesehatan itu, negara dirugikan Rp 15,3 miliar lebih. Rinciannya, dari harga CTScan, Rp 7,4 miliar lebih. “Kemudian, selisih harga dari pembelian cath lab sebesar Rp 8,2 miliar,” ungkap Amir Hamzah saat itu. Amir Hamzah juga mengatakan, kedua tersangka dijerat dengan Pasal 2 dan 3 Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi dengan ancaman kurungan 20 tahun atau seumur hidup. Ia menambahkan, kedua tersangka korupsi pengadaan alkes RSUDZA Banda Aceh itu akan segera dipanggil ke alamat masingmasing. Jika pemanggilan tersebut tak segera mereka indahkan, maka akan dipanggil paksa se-
N
suai ketentuan hukum yang berlaku. “Bila tetap tidak diindahkan, maka nama mereka akan dimasukkan ke dalam daftar pencarian orang (DPO),” janji Amir Hamzah saat itu. Terkuaknya kasus ini tak lepas dari kecurigaan anggota tim Pansus XII Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) saat berkunjung ke RSUDZA Banda Aceh pada Agustus 2009. Ketika itu, anggota DPRA menemukan kejanggalan pada pengadaan sejumlah alkes di sana. Tim Pansus DPRA menduga, ada penggelembungan harga dalam pengadaan alkes CT-Scan dan Magnetic Resonance Imaging (MRI). Nah, jumlah pagu keseluruhannya pada tahun anggaran 2008 itu Rp 46,6 miliar, masingmasing Rp 17,6 miliar untuk CTScan dan Rp 39 miliar untuk MRI. Sementara, nilai kontrak pengadaan CT-Scan mencapai Rp 17,6 miliar per unit tersebut dinilai terlalu mahal dibandingkan dengan harga alat yang sama pada distributornya di Jakarta. Untuk merek Siemens di Jakarta misalnya, hanya Rp 11 miliar per unit. Belakangan, Kejati Aceh menyatakan pengadaan CT-Scan dan MRI tidak terdapat kerugian negara, sehingga Kejaksaan Agung (Kejagung) mengambil alih penanganan kasus itu. Tim Kejagung juga telah beberapa kali memeriksa sejumlah staf dan Direktur RSUDZA. Namun, kasus itu tetap mengambang. Entah itu sebabnya, aktivis Masyarakat Transparansi Aceh (MaTA) dan Gerakan Anti Korupsi (GeRAK) Aceh tahun 2010 sempat mendatangi Gedung Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) di Jakarta dan melaporkan sejumlah kasus besar yang terindikasi korupsi di Aceh. Salah satunya kasus CT-Scan dan MRI RSUDZA Banda Aceh. Lalu, tahun 2012, Kejati Aceh menetapkan dua tersangka dalam kasus itu yakni Kartini Hutapea, Direktur Utama PT Kamara Idola, sebagai rekanan dan Suryani, ketua panitia pengadaan barang dan jasa tahun anggaran 2009 dalam proyek tersebut. Tapi kemudian, keduanya dinyatakan bebas oleh majelis
dr. Taufik Mahdi Sp.OG
hakim tingkat kasasi karena tidak terbukti melakukan tindak pidana korupsi. Penetapan kedua tersangka yang belakangan bebas itu juga sempat menimbulkan tanda tanya besar bagi para aktivis anti korupsi di Aceh. Para aktivis menganggap ada pihak lain yang lebih bertanggungjawab dalam kasus ini, yaitu dr. Taufik Mahdi yang merupakan Direktur RSUDZA Banda Aceh waktu itu. Memasuki tahun 2009, dr. Taufik terus dipanggil dan diperiksa hingga yang bersangkutan tak lagi dipercayakan Gubernur Zaini Abdullah sebagai Direktur RSUDZA pada akhir 2012. Persis, 1 Juli 2014, tim penyidik Kejati Aceh menetapkan Taufik bersama Toni sebagai tersangka dalam kasus korupsi pengadaan alat kesehatan di rumah sakit pendidikan itu. Lalu, bagaimana nasib kasus dan dugaan pelaku saat ini, sejalan dengan turunnya putusan MA terhadap Suriani? Kasi Penkum dan Humas Kejaksaan Tinggi Aceh, Amir Hamzah SH, mengaku, kasus ini sudah masuk dalam ranah KPK. “Kami hanya berkoordinasi dengan KPK terkait perhitungan kerugian negara,” kata Amir Hamzah, Jumat pekan lalu. Itu sebabnya, sebut Amir Hamzah, tim penyidik Kejati Aceh sudah beberapa kali pulang-pergi memenuhi panggilan KPK di Jakarta. Tujuannya, untuk berkoordinasi dengan lembaga anti rasuah tersebut. “Ya, sejauh ini, itu yang dapat kami sampaikan. Kita tunggu saja bagaimana hasil akhir dari KPK,” sebut Amir Hamzah.
Karena alasan itu pula, Amir Hamzah mengaku tak bisa memberi keterangan lebih terkait status tersangka mantan Direktur RSUDZA Banda Aceh dr. Taufik Mahdi dan stafnya, Toni. “Status tersebut memang belum dicabut, tapi proses lanjutan, masih menunggu koordinasi dengan KPK,” ujar Amir Hamzah. Lantas, benarkah ada dugaan penyimpangan atau selisih harga? Hasil pemeriksaan Inspektorat Aceh membenarkan fakta tersebut. Data yang diterima media ini menyebutkan, saat itu, Inspektur Aceh Syarifuddin Z SH MH, menugaskan Drs. Abdul Karim M.Si dan Iskandar ST untuk melakukan konfirmasi harga alat-alat kesehatan pada PT Siemens dan PT General Electric Perwakilan Jakarta. Tugas itu dilaksanakan pada 14-17 Juli 2009. Tak lama kemudian, Gubernur Aceh mengirim surat kepada Direktur RSUDZA Banda Aceh. Perihal, tindak lanjut hasil pemeriksaan Inspektorat Aceh pada BPK-RSUDZA Banda Aceh, tahun anggaran 2008. Isinya menyangkut banyak temuan. Salah satunya pengadaan alat CT-Scan dan cath lab. Disebutkan dalam surat yang masih draf itu, harga perkiraan sendiri (HPS) alat CT-Scan 64 Slice Merk Siemens dan Cath Lab Merk General Electric Model INOVA 3131 IQ yang disusun panitia pengadaan barang dan jasa terlalu tinggi. Alat CT-Scan 64 Slices Merk Siemens Model SOMATOM Sensation yang dilaksanakan berdasarkan kontrak nomor: 010/166/RSUDZA/2008, tanggal 11 Agustus 2008, senilai Rp 17,6 miliar oleh CV Mutiara Indah Permai misalnya. Menurut perhitungan yang wajar yang dikeluarkan Siemens, ungkap Inspektorat Aceh, hanya Rp 11,7 miliar lebih. Sehingga, ada selisih anggaran dengan HPS yang telah disusun panitia lelang saat itu, Rp 8,6 miliar lebih. Sementara, alat Cath Lab Merk General Electric Model INOVA 3131 IQ yang dilakukan sesuai kontrak nomor: 010/164/ RSUDZA, tanggal 31 Juli 2009 senilai Rp 22,3 miliar lebih oleh
PT Kimia Farma Trading & Distribution. Padahal, harga yang dikeluarkan General Electric ketika itu, Rp 15,7 miliar lebih. Sehingga, selisih anggaran yang telah disusun panitia lelang saat itu, Rp 10,2 miliar lebih. Terhadap dokumen hasil konfirmasi tim Inspektorat Aceh saat itu, diakui Drs Abdul Karim, “Benar, ini memang benar surat tugas saya dan draf laporan yang kami buat,” sebut Abdul Karim yang juga mantan Inspektur Aceh pada media ini, Kamis pekan lalu. Terkait adanya corat-coret serta perubahan nama surat tadi dari Wakil Gubernur Aceh Muhammad Nazar kepada Gubernur Aceh Irwandi Yusuf, diakui Abdul Karim, sebagai hal wajar dan biasa. “Dalam pemerintahan, itu biasa. Ada hasil audit Inspektorat Aceh ditandatangani Wagub, bisa juga Pak Gub,” ungkap Abdul Karim yang kini menduduki kursi Staf Ahli Pemerintah Aceh. Berbeda dengan mantan Inspektur Aceh, Syarifuddin. Awalnya, dia mengaku bersedia untuk dikonfirmasi terkait draf surat tadi. Entah mengapa, tiba-tiba dia mengaku tidak berada di Banda Aceh. “Mohon maaf, saya terpaksa berangkat ke Medan, karena ada kepentingan mendadak,” jawab Syarifuddin melalu pesan singkat pada media ini, Kamis pekan lalu. Menghindarnya Syarifuddin mengundang tanda tanya besar. Sebab, selain mengetahui adanya selisih harga—berdasarkan hasil konfirmasi dua stafnya tadi—juga muncul perubahan atau pergantian nama dan tanda tangan dari konsep laporan hasil konfirmasi Inspektorat Aceh saat itu yang ditujukan kepada Direktur RSUDZA Banda Aceh dr. Taufik Mahdi. Adakah yang janggal dari kebijakan tersebut? Entahlah, sepertinya aparat penegak hukum dari Kejati Aceh dan KPK juga terkesan tidak serius mengusut tuntas kasus ini, kecuali sudah memakan satu korban yaitu; Suriani! Itu sebabnya, KPK dan Kejati Aceh perlu segera memberi kepastian hukum terhadap Taufik Mahdi dan Toni, terkait status tersangka yang telah mereka sandang sejak tiga tahun lalu. Jika memang tidak terbukti, sebaiknya kasus ini ditutup saja, sehingga tidak menyandera dr. Taufik Mahdi dan Tono serta keluarganya.***
MODUS ACEH
19 Inilah Hasil Audit Inspektorat Aceh
utama
NO 48/TH XIV 27 MARET - 2 APRIL 2017
MODUS ACEH/Dok
Kabar tak sedap tentang dugaan mark-up pengadaan alkes 2008-2009 untuk Rumah Sakit Umum Daerah Zainoel Abidin (RSUDZA) Banda Aceh akhirnya sampai juga ke Gubernur Aceh Irwandi Yusuf saat itu. Lalu, orang nomor satu ini memerintahkan Inspektur Aceh, Syarifuddin Z SH MH, melakukan konfirmasi, investigasi dan audit keseluruhan terhadap manajemen rumah sakit plat merah ini.
anya dalam hitungan hari, satu tim besar di bawah kendali Drs. Abdul Karim dibentuk. Hasilnya, berbagai temuan di RSUDZA Banda Aceh terungkap. Mulai dari penggunaan Dana Askeskin, Askes Sosial dan Jamkesmas hingga jasa medis Askeskin dan Askesos yang belum dibayar saat itu. Termasuk pembayaran honorarium kepada pembantu perawat jaga malam dan petugas laundri. Termasuk juga pengangkatan Kamaluddin ketika itu, dinilai belum memenuhi persyaratan kepangkatan. Hanya itu? Tunggu dulu. Ketika itu, termasuk pengadaan mesin laundri yang dilakukan CV Mita Sare Group, Rp 233 juta lebih, yang dinyatakan tidak siap pakai, ngadat alias rusak. Menariknya, dalam tindak lanjut pemeriksaan Inspektorat Aceh pada BPK-RSUDZA Banda Aceh saat itu, juga mengungkapkan adanya selisih harga yang sangat mencolok dari pengadaan alkes 2008-2009. Ini terlihat dari surat dalam bentuk draf yang akan dikirim kepada Direktur RSUDZA Banda Aceh. Karena itulah, Gubernur Aceh Irwandi Yusuf sempat beberapa kali melakukan inspeksi mendadak (sidak). Berikut pemaparannya, berdasarkan dokumen yang diperoleh media ini.***
H
20
MODUS ACEH NO 48/TH XIV 27 MARET - 2 APRIL 2017
utama
utama
MODUS ACEH NO 48/TH XIV 27 MARET - 2 APRIL 2017
21
22
MODUS ACEH
Nasional
NO 48/TH XIV 27 MARET - 2 APRIL 2017
■ Berkas Pilkada Dicuri
Euy, Ada Maling di MK MODUS ACEH/Muhammad Saleh
Kantor lurah dibobol maling itu biasa. Jika Gedung Mahkamah Konstitusi disatroni manusia ‘panjang tangan’ tersebut, nah ini baru luar biasa. Diduga, ada kantor pengacara yang bermain. Muhammad Saleh|dbs
encurian dapat terjadi dengan mudah, bukan hanya karena ada pelaku dan kesempatan, tapi juga karena ada orang dalam. Nah, praktik tak elok ini pula yang terjadi di Mahkamah Konstitusi (MK), Jakarta, pekan lalu. Menariknya, para pelaku tak jauh dari lembaga tersebut alias orang dalam sendiri yaitu EM dan SA, dua anggota satuan pengamanan (satpam) serta R, Kasubbag Humas. Begitupun, sepandai-pandai EM, SA dan R menyembunyikan akan bulusnya tersebut, tetap saja ketahuan dan terungkap setelah Tim Reskrim Polda Metro Jaya turun tangan. Kini, ketiganya terpaksa meringkuk di ruang tahanan Polda Metro Jaya. Kabid Humas Polda Metro Jaya, Kombes Pol Raden Prabowo Argo Yuwono mengungkapkan, kedua satpam itu tak hanya mengambil berkas Pilkada Kabupaten Dogiyai, Provinsi Papua, tapi juga berkas pilkada
P
lain. “Ada dua orang tersangka EM dan SA, itu sekuriti dua-duanya. Ini disuruh oleh seseorang oleh R, Kasubbag Humas di MK. Kasubbag yang di MK itu menyuruh EM. Dia dipanggil 27 Februari 2017 sekitar jam 19.45 WIB, dipanggil di Kementerian Desa Tertinggal. Perintahnya, suruh ambil berkas hasil Pilkada Kabupaten Tugiya, Takalar (Sulsel), dan Bengkulu,” kata Kombes Argo pada media pers, Jumat pekan lalu di Jakarta. Lalu, di tempat lain atau keesokan harinya, Kasubbag tersebut memerintahkan tersangka SA untuk mengambil berkas juga. Selanjutnya, kata Argo, dua satpam itu bertemu dan bersamasama mengambil berkas. Saat itu, keduanya mema-
sukkan berkas pilkada di Salatiga, Sangihe, Daerah Istimewa Yogyakarta (DIY) dan memasukkan ke tas milik EM lalu disimpan di lokernya SA. “Besoknya, kemudian fotokopi ini diserahkan kepada seorang Kasubbag Humas ini di kawasan Gedung RRI. Untuk yang lainnya, masih dalam penyelidikan dan belum ditetapkan tersangka,” sambung Argo. Sebelumnya, Mahkamah Konstitusi telah memberhentikan empat pegawai karena diduga terlibat pencurian surat permohonan sengketa perolehan hasil pilkada yang diajukan pasangan calon (paslon) Bupati dan Wakil Bupati Dogiyai, Papua, Markus Waine-Angkian Goo. Keempat orang itu adalah dua orang petugas keamanan, satu orang pe-
gawai MK bernama Sukirno, dan satu orang lainnya merupakan Kepala Sub Bagian Humas yang merupakan pejabat eselon IV bernama Rudi Haryanto. Selain pemecatan, kasus pencurian tersebut juga dilaporkan ke Polda Metro Jaya. Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Raden Prabowo juga mengatakan, selain berkas Pilkada Kabupaten Dogiyai, dokumen Pilkada Provinsi Papua dan Aceh Singkil serta berkas Pilkada DIY Pilkada serentak 2017 juga ikut disikat oleh para maling tadi. “Dari keterangannya (dua tersangka) seperti itu. Fotokopi berkas pilkada. Ada DIY, Salatiga, kemudian ada Sangi,” ujar Argo di Mapolda Metro Jaya, Jumat pekan lalu. Namun, kata Raden
Prabowo, hal itu belum terbukti. Sebab, saat ini, penyidik tengah mencari berkas tersebut. Adapun dua tersangka yang ditangkap polisi terkait kasus pencurian berkas sengketa perolehan suara Pilkada Serentak 2017 itu merupakan bekas satpam di MK. “Masih diperiksa. Dia ngaku seperti itu (berkas DIY, Salatiga, dan Sangi dicuri juga). Berkasnya sedang kita cari,” katanya. Sebelumnya, aparat Kepolisian Polda Metro Jaya telah menerima laporan pencuri berkas permohonan perkara sengketa hasil Pilkada Kabupaten Dogiyai, Provinsi Papua dan Aceh Singkil. Dua orang bekas satpam MK pun ditangkap dan ditetapkan sebagai tersangka. Anggota Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Republik In-
MODUS ACEH
Nasional
NO 48/TH XIV 27 MARET - 2 APRIL 2017
23 acehterkini
MODUS ACEH-DOK
donesia (DPR RI), Muhammad Nasir Djamil, menilai, pemecatan terhadap empat pegawai MK merupakan langkah tepat. Tetapi, tidak sampai di situ, keempatnya harus diproses hukum hingga tuntas. “Kasus yang dialami MK itu menunjukkan ada sesuatu yang tidak beres. Karena itu, menurut saya, Sekjen harus diingatkan Presiden. Dalam hal ini, Seskab harus mengingatkan terkait MK,” ujar Nasir Djamil di Jakarta, Jumat, 24 Maret 2017. Nasir Djamil mengatakan, teguran kepada Sekjen di MK tidak terkait kelembagaan, tetapi lebih kepada masalah penanganan administrasi. “Jadi, dalam konteks administrasi, bukan dalam konteks MK lembaga sendiri, Presiden lembaga sendiri. Tetapi, ini lebih menyangkut bagaimana rakyat menilai MK,” paparnya. Nasir sendiri memberikan apresiasi dengan dilakukan pemecatan terhadap empat pegawai MK. Namun, kasus itu tidak boleh berhenti sampai sanksi indisipliner. “Tidak cukup dipecat, harus proses hukum. Pecat tindakan baik, tetapi proses hukum agar mendapatkan keadilan, sehingga orang yang dirugikan merasa dilindungi negara,” tuturnya. Nasir Djamil juga menuturkan, pencurian berkas sengketa pilkada itu menunjukkan kelemahan sistem tata kelola arsip MK. Adapun yang harusnya terjadi dapat dilakukan pencegahan. “Justru sistem itu harus preventif, harus bisa mencegah orang untuk tidak melakukan itu. Walaupun punya kesempatan, dia punya kemampuan tetapi tidak mampu. Justru keblinger orang yang bilang itu, ingin menutupi kelemahan, tetapi malah menunjukkan kelemahan. Ibarat kata orang ‘sembunyi di balik ilalang, tetapi masih kelihatan’,” tegasnya. Ketua MK, Arief Hidayat, menyebut, perilaku empat bawa-
Laode M Syarif
hannya sebagai pelanggaran berat. Karena itu, Arief tidak memberikan toleransi sedikit pun. “Hasil pemeriksaan memang benar, empat orang ini sudah terlibat secara nyata. Karena itu, Sekjen memecat empat orang ini, yang dua di antaranya satpam. Mereka ini yang terlihat CCTV adalah satpam senior yang sejak awal ada di MK. Kemudian, kedua satpam ini tugasnya memang mengamankan di situ (ruang penyimpanan berkas), tetapi dia yang mengambil satu dokumen itu. Kemudian, yang berikutnya, PNS yang namanya Sukirno dan kemudian berikutnya pangkatnya lebih tinggi, dia Kasubag Humas, pejabat eselon empat namanya Rudi Harianto,” tutur Arief. Lantas, apa tujuan dan target dan pencurian berkas tersebut? Seperti diwartakan Kompas , diduga berkas perkara sengketa Pilkada Kabupaten Dogiyai, Papua yang hilang dicuri itu akan diperjualbelikan pegawai MK kepada pihak luar. Tujuannya agar pihak luar mengetahui lebih awal informasi rinci permohonan pemohon. Dari informasi yang dihimpun Kompas, pihak luar yang kini jadi pengacara atau konsultan hukum di suatu firma hukum itu adalah mantan pegawai MK. Dia dipecat sekitar empat tahun lalu karena melakukan pelang-
garan, yaitu menerima uang dalam suatu perkara sengketa pilkada. Mantan pegawai MK itu punya hubungan dekat dengan Kepala Subbagian Humas MK, Rudi Harianto, yang telah diberhentikan karena kasus pencurian berkas sengketa Pilkada Dogiyai. Keduanya saling kenal ketika sama-sama bekerja di MK. Pencurian berkas Pilkada Dogiyai dilakukan Rudi bersama dengan pegawai negeri sipil (PNS) Mahkamah Konstitusi, Sukirno, yang dibantu dua anggota satuan pengamanan MK. Setelah berkas dicuri, mereka memberikannya kepada pengacara itu. Informasi lain yang diperoleh Kompas juga menyebutkan, mantan pegawai MK yang menjadi “makelar perkara” itu telah menyerahkan berkas permohonan Dogiyai itu kepada firma hukum lainnya untuk keperluan pihak tertentu. Berkas yang hilang dan diserahkan kepada pihak luar itu terdiri dari satu eksemplar surat permohonan awal yang belum diperbaiki dan satu eksemplar surat kuasa. Juru Bicara MK, Fajar Laksono Soeroso, yang dikonfirmasi ihwal adanya keterlibatan mantan pegawai MK dan motif pencurian itu mengatakan, pihaknya tidak bisa berkomentar lebih jauh. “Penyelidikan mengenai
M. Nasir Djamil
motif pencurian itu kami serahkan kepada pihak kepolisian. Kami belum mengetahui secara pasti apa motifnya, begitu pula pihak luar yang terlibat dalam pencurian tersebut. Hasil pemeriksaan tim investigasi bentukan MK baru mengonfirmasi keterlibatan empat pegawai MK. Keempat pegawai itu juga telah dipecat dari MK per 17 Maret 2017,” katanya, Kamis pekan lalu di Jakarta. Kompas juga memberitakan, Ketua MK Arief Hidayat mengatakan, empat pegawai MK terbukti mencuri berkas permohonan Pilkada Kabupaten Dogiyai. Perbuatan mereka terekam kamera pemantau (CCTV) dan telah dilaporkan ke Polda Metro Jaya. Selain dikenai sanksi administratif berupa pemecatan, empat pegawai MK itu juga dilaporkan atas tindak pidana. Arief menuturkan, MK berkomitmen membersihkan pegawai di MK yang mencoba bermainmain dengan perkara. Sebagai respon lanjutan atas hilangnya berkas perkara Dogiyai itu, MK menerapkan percepatan pengunggahan berkas perkara ke laman MK. Percepatan dilakukan supaya tidak ada jeda bagi pihak internal MK ataupun pihak luar MK untuk menjual informasi. Setelah berkas permohonan diterima petugas dan ditandai dengan diberikannya akta pen-
erimaan permohonan kepada pemohon, berkas di-scan dan diunggah ke laman MK. Informasi mengenai dugaan pencurian berkas itu disampaikan kuasa hukum pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Dogiyai, Markus Waine-Angkian Goo, yang mendatangi Gedung MK sehari sebelum MK mulai menyidangkan sengketa perselisihan hasil pemilihan. Kuasa hukum Markus Waine, Andi Syamsul Bahri, menduga pencurian berkas dilakukan agar permohonan kliennya gagal karena saat sidang berkas aslinya tidak ada. Syamsul juga bertanya-tanya karena berkas yang dicuri merupakan berkas permohonan awal yang masih bisa diperbaiki kuasa hukum. Dia berharap polisi bisa mengungkap kasus itu. “Dugaan orang tertentu yang memerintahkan ada. Informasi yang kami dapat, di Papua ada yang menyampaikan, ‘Kami sudah bereskan semua di Jakarta. Tidak bisa mengajukan gugatan’. Namun, belum bisa disampaikan siapa,” kata Syamsul Bahri. Terungkapnya kasus dugaan pencurian berkas perselisihan hasil Pilkada Kabupaten Dogiyai diharapkan membuat MK memperkuat sistem pengawasan dan transparansi. Wakil Ketua Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Laode M Syarif menuturkan, kebocoran atau pencurian dokumen di MK bisa dicegah dengan perbaikan sistem agar menjadi lebih transparan. Dia menilai, langkah MK mempercepat proses pindai dan unggah berkas ke laman MK dapat meminimalkan penyelewengan. Namun, dia juga mendorong penerapan dan pengawasan etika di MK. “Proses yang berhubungan dengan etika juga tidak hanya untuk hakim, tetapi juga untuk semua pegawai dan pejabat di MK,” kata Laode.***