cmyk
NO.17/TH.X/27 Agustus - 2 September 2012
facebook.com/modusacehdotcom
twitter.com/modusacehdotcom
Rp 5.000,- ( Luar Aceh Rp 5.500,-)
2
Redaksi
EDISI 27 AGUSTUS - 2 SEPTEMBER 2012
Tabloid Berita Mingguan
MODUS ACEH Bijak Tanpa Memihak
Penanggungjawab/ Pimpinan Redaksi: Muhammad Saleh Direktur Usaha: Agusniar Sekretaris Redaksi: Rizki Adhar Kordinator Liputan Juli Saidi Pemasaran/Sirkulasi Firdaus Hasrul Rizal M. Fauzan Desain Grafis Rasnady Nasri Sekretariat/ADM: Dewi Fitriana Kepala Bagian Keuangan Nurfajrina Iklan Boy Hakki Wartawan Banda Aceh: Muhammad Saleh Fitri Juliana Juli Saidi Rizki Adhar Masrizal Ade Irwansah Bireuen: Suryadi, Ikhwati Hamdani Koresponden Sabang Aceh Utara Lhokseumawe Takengon Aceh Selatan Aceh Besar Aceh Tenggara Gayo Lues Kuala Simpang Pidie Langsa Bener Meriah Simeulue Alamat: Redaksi Jl. T. Panglima Nyak Makam No 4 (Samping Gedung BPK RI Aceh) Banda Aceh. Telp (0651) 635322 Fax. (0651) 635316,Email:
[email protected] Web: www.modusaceh.com.
(Redaksi menerima sumbangan tulisan yang sesuai dengan misi tabloid ini. Tulisan diketik dua spasi, maksimal lima halaman kuarto. Redaksi berhak merubah isi tulisan tanpa menghilangkan makna, arti dan substansi dari tulisan tersebut. Setiap tulisan yang dikirim, harus disertai photo diri ) Dalam menjalankan tugas jurnalistik, wartawan MODUS ACEH dibekali dengan Kartu Pers. Tidak dibenarkan menerima atau meminta apapun dalam bentuk apapun dan dari siapapun.
SUARA ANDA Organisasi Guru Gugat UUPA ke MK KOALISI BARISAN GURU BERSATU (KOBARGB) ACEH, Sabtu 11 Agustus 2012, menggelar diskusi pendidikan yang mengangkat Tema : Mengkaji Manfaat dan mudharat Pasal 263 Undang-Undang Pemerintah Aceh (UUPA) nomor 11 Tahun 2006. Karena pasal tersebut dinilai bertolak belakang dengan semangat pendidikan dan keinginan para stakeholder pendidikan dan masyarakat Aceh. Diskusi yang berlansung alot ini dihadiri Advokat Mukhlis Mukhtar SH, Kepala Dinas Pendidikan Aceh dan Kakankemenag Aceh sebagai pembicara, selain itu juga hadir Kepala LPMP Aceh, Dekan Fakultas Tarbiyah, mantan Kadisdik Aceh Drs. Anas M. Adam, ketua komisi pendidikan DPR Kota Banda Aceh, Kadisdik Kota Banda Aceh, para kepala sekolah, kepala Madrasah se Kota Banda Aceh, organisasi guru, PGRI,KOBAR-GB, ASGU-NAD, GAM-GB. Diskusi yang berlansung selama lebih kurang dua jam tersebut, menghasilkan kesepakatan antara lain : sepakat mengatakan; belum waktunya pasal 263 UUPA diberlakukan, dengan alasan apabila pasal tersebut diberlakukan, akan sangat merepotkan PemerintahKabupaten/Kota untuk membuat aturan-aturan yang merupakan turunan dari pasal tersebut dan akan sangat membebankan APBK. Ada juga mengatakan
■ Google images
menolak diberlakukan pasal 263 UUPA dengan alasan; Pendidikan yang diselenggarakan oleh dua lembaga seperti yang ada selama ini, akan lebih baik karena adanya persaingan yang kompetitif. Menghindari terjadinya gugatan dari ahli waris yang umumnya tanah tempat berdirinya bangunan Madrasah adalah berstatus tanah wakaf yang diwakafkan pemiliknya, khusus untuk sekolah agama atau Madrasah. Akan terjadi protes keras dari 9836 orang guru dijajaran Kemenag Aceh yang selama ini berstatus pegawai pusat, karena mereka akan kehilangan tunjangan uang makan sebesar Rp. 25.000 per hari dan per guru. Apabila status kepegawaian mereka berubah menjadi guru
daerah, sedangkan guru daerah tidak diberikan uang makan. Akan terjadi protes keras dari 81.000 guru PNS di Aceh yang akan kehilangan bantuan Kesejahteraan sebesar Rp. 2.200.000 per guru, per sepuluh bulan dari dana bagi hasil MIGAS. Akan mendapat protes keras dari 5000 orang guru kontrak di Aceh yang terancam kehilangan pekerjaan karena akan terjadi pemutusan kontrak. Akan mendapat protes dari 115.000 anak yatim dan Piatu di Aceh yang akan dihentikan pemberian beasiswa sebesar Rp. 1.800.000 per orang, per tahun. Ketua KOBAR-GB Aceh Sayuthi Aulia berharap agar tidak ada pihak manapun yang menolak, jika pasal
tersebut diusulkan untuk digugat memalalui Judical review ke Mahkamah Konstitusi. Karena itu, dalam waktu dekat pihak KOBAR-GB akan melakukan Koordinasi intensif dengan pimpinan DPR Aceh dan Komisi A DPR Aceh guna menperoleh masukan dan penjelasan yang seutuhnya, terhadap maksud yang terkandung dalam pasal 263 dan apabila tidak mendapat penjelasan dan solusi yang memuaskan, maka kami akan mengusulkan kepada Pemerintah Aceh agar pasal 263 tidak diberlakukan, karena bertentangan dengan pasal 18, yang merupakan batang tubuh UUPA, ditangguhkan pemberlakuannya sampai adanya revisi atau perubahan. Dan, mengusulkan pembatalan ke MK.
Aceh Besar
EDISI 27 AGUSTUS - 2 SEPTEMBER 2012
3
Mutasi Dulu, Gugat Belakangan Dengan alasan kepentingan dinas, seorang penjaga sekolah di Aceh Besar dimutasi ke sekolah fiktif (belum ada). Kepala Dinas berkilah terjadi kesalahan pembuatan SK. Ironinya, hal tersebut justru sepengetahuan Pj Bupati Aceh Besar Zulkifli Ahmad yang menandatangani SK. Fitri Juliana
T
ATAPAN pria paruh baya itu nanar. Guratan emosi tergambar jelas di wajahnya yang keras. Saat ditemui MODUS ACEH di sekretariat Koalisi Barisan Guru Bersatu (Kobar-GB ACEH) di Jalan Study Fond, Nomor 31, Kuta Alam, Banda Aceh Kamis tiga pekan lalu, Jamaluddin terlihat sedikit lelah. Maklum, sejak persoalannya muncul ke publik pada akhir Mei lalu, ia mesti rela bolak-balik Aceh Besar-Banda Aceh. “Saya berharap permasalahan ini segera cepat berlalu. Tidak ingin berlarut-larut seperti ini,” harap Jamal. Jamal adalah seorang Pegawai Negeri Sipil (PNS) di Kabupaten Aceh Besar. Sejak 13 tahun lalu (1999-red), ia telah mengabdi di SMA Negeri 1 Kecamatan Mesjid Raya, Desa Meunasah Mon, Krueng Raya, Aceh Besar. Meski, baru setelah bencana gempa dan tsunami 2004 lalu, ia di angkat menjadi PNS di sekolah tersebut. Sebagai pesuruh, Jamal tinggal di sebuah rumah yang berada di komplek sekolah dan mengelola kantin sekolah. Karena itu, setiap ada proyek di sekolah, Jamal selalu dilibatkan terutama dalam bidang konsumsi seperti menyediakan air pada setiap proyek di sekolah. Begitupun, apa yang telah dilakukan Jamal selama bertahuntahun tersebut ternyata tidak berlangsung lama. Lewat SK Bupati Aceh Besar Nomor: Peg 824.1/ 261/2012 tanggal 28 Mei 2012, Jamal akhirnya dimutasi ke SMP Negeri 1 Ujong Batee Aceh Besar. Menariknya, SK tersebut terkesan dipaksakan. Ini karena lokasi dinas baru yang akan
■ MODUS ACEH /Fitri Juliana
ditempati Jamal justru fiktif karena sekolah tersebut belum ada. SK itu di keluarkan oleh Dinas Pendidikan dan ditanda tangani Pj Bupati Aceh Besar. Keluarnya SK itu sontak saja membuat Jamal kaget. Jamal pun menduga, mutasi atas dirinya tersebut buntut dari silang pendapat antara dirinya dan Kepala Sekolah ditempatnya mengabdi selama ini. Padahal, menurutnya, permasalahan antara dirinya dan Baharuddin selaku Kepala Sekolah telah selesai dengan damai di kantor kepolisian setempat. Menurut Jamal, kisruh ini sendiri bermula saat adanya proyek pembangunan di sekolah yang tidak melibatkan dirinya selaku petugas di lingkungan sekolah. Ini terjadi karena Kepala Sekolah Baharuddin lebih mengutamakan orang di desanya untuk bekerja dalam proyek terse-
but. Menurut Jamal, kejadian itu selalu terjadi sejak Baharuddin memimpin sekolah. “Asal proyek ada uang, saya tidak pernah di ajak, tapi kalau ada tim penilai dari dinas lain yang ingin berkunjung ke sekolah, barulah saya diperintahakan untuk merapikannya,” ujar Jamal kesal. Padahal, menurut Jamal lagi, sekolah tersebut dibangun atas tanah milik keluarganya yang disumbangkan untuk Negara. Pada mulanya Geucik dan perangkat desa lainnya berkunjung ke rumahnya ingin menyampaikan bahwa tanah milik orang tua Jamal akan dijadikan lokasi pembangunan sekolah. Namun, tidak ada dana kompensasi dari Dinas Pendidikan. Hanya saja orang tuanya mendapatkan biaya ganti rugi oleh dinas pendidikan sebesar 300 ribu atas pondasi rumah yang niatnya juga akan dibangun
rumah di perkarangan tanah tersebut. Beberapa tahun kemudian, setelah pembangunan sekolah selesai, geucik dan perangkat kembali mendatangi orang tua Jamal untuk meminta tanah tambahan guna pembangunan perluasan sekolah tahap dua. Pada permohonan yang kedua, Jamal ditawari bekerja di sekolah sebagai penjaga sekolah, izin untuk berjualan dan dibangunkan sebuah rumah tempat tinggal. “Jadi jumlah keseluruhan tanah yang dibangun sekolah kurang lebih dua hektar,” sebut Jamal. Tak hanya itu, pengorbanan dan pengabdian Jamal selama ini juga ditunjukkan lewat dedikasinya dalam menjaga sekolah tersebut sejak masa konflik hingga saat ini. Maklum, semasa konflik sekolah tersebut sempat dibakar oleh Orang Tak Dikenal (OTK).
Namun, Jamal dengan tanggung jawabnya berhasil memadamkan api yang berkobar. Tak heran, karena jasanya tersebut Jamal mendapat piagam penghargaan oleh Bupati Aceh Besar dan Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Aceh Besar. Ternyata pengorbanan Jamal tidak berlaku dengan kepala sekolah yang baru, Baharuddin. Nah, keputusan tersebut ternyata membuat Jamal kalap dan emosi sehingga ia nekad merusak sekolah dengan cara mengecet drum penampungan air. Perseteruan antara Jamal dan Baharuddin sudah berlangsung lama. Jamal mengaku selama 13 tahun bekerja sebagai pesuruh sekolah, ia sudah mengalami tiga dekade kepala sekolah, namun belum pernah terjadi perseteruan antara dirinya dan pihak kepala sekolah. Hingga akhirnya ia menerima SK mutasi beberapa waktu lalu. Tak terima dengan SK yang dikeluarkan PJ Bupati Aceh Besar tersebut, PNS golongan I/C tersebut menempuh bermacam cara mencari keadilan atas perlakuan yang menimpanya. Dia sempat mendatangi sejumlah pihak berwenang di Aceh Besar dan Kota Banda Aceh untuk mengadukan nasibnya. Namun usahanya justru membentur tembok. Hingga akhirnya setelah dua bulan berjuang, Jamaluddin mendapat sambutan dari pihak Koalisi Barisan Guru Bersatu (Kobar GB) yang kemudian bersamasama memperjuangkan nasibnya. “Kami bersedia membantu dia karena jelas ada penzaliman dalam kasus ini. Kami sudah konfirmasikan ke sejumlah pihak di Krueng Raya, apa yang diadukan Jamaluddin ini benar adanya,” kata Ketua Dewan Presidium Kobar GB Aceh, Sayuthi Aulia kepada MODUS ACEH Jum’at Pagi tiga pekan lalu. “Jamaluddin dimutasi karena melaporkan kinerja kepsek yang tidak disiplin ke pengawas sekolah, sehingga dia kemudian dimutasi ke sekolah fiktif,” kata Sayuthi sambil menyerahkan surat permohonan peninjauan SK mutasi Jamaluddin. Sayuthi juga menyatakan, jika pihaknya sudah berusaha mencari keberadaan SMPN 1 Ujong Batee yang menjadi tempat tugas baru Jamaluddin. “Penelusuran kami, SMPN 1 Ujong Batee tidak ada alias fiktif, yang ada adalah SMPN 2 Neuheun. Ini adalah kesalahan administrasi yang cukup fatal. Jika dalam 20 hari tidak ada tindaklanjut, dengan membatalkan pemindahan saudara Jamaluddin, maka kami akan
4
Aceh Besar
EDISI 27 AGUSTUS - 2 SEPTEMBER 2012
■ MODUS ACEH /Fitri Juliana
menggugat pejabat yang menandatangani SK mutasi Jamaluddin ke Pengadilan Tata Usaha Negara (PTUN),” tegas Sayuthi. Ancaman KobarGB ternyata tidak sebatas omongan. Awal Agustus 2012 lalu, perkara inipun didaftarkan ke Pengadilan Tata Usaha Negeri Aceh (PTUN). Pendaftaran gugatan ke PTUN ini dilakukan Jamal dan Kobar-GB sebagai jalan terakhir setelah menempuh bermacam Jamaluddin Pesuruh cara lainnya. Sebelumnya, Jamal dan Kobar-GB pernah membawa kasus ini ke Komisi E DPRK Aceh Besar yang membidangi masalah pendidikan. Namun sayangnya Mulyadi salah seorang anggota Komisi E DPRK Aceh Besar, bukannya mendengarkan keluhan Jamal, tetapi malah sebaliknya. Mulyadi justru mengusir penjaga sekolah tersebut. Saat dikonfirmasi MODUS ACEH terkait hal tersebut, Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Krueng Raya, Aceh Besar Baharuddin, membantah segala tuduhan dan cerita yang dikatakan Jamaluddin dan Kobar-GB. Baharuddin yang dijumpai MODUS ACEH di mesjid Lambaro dua pekan lalu ini, membantah keras semua tuduhan Jamaluddin kepada dirinya. Menurutnya, persoalan ini berawal dari keinginan Jamaluddin untuk ikut terlibat langsung dalam pembangunan (rehabilitasi) ruang serbaguna beberapa waktu lalu. “Awalnya saya minta dia untuk memasok air kebutuhan pekerjaan pembangunan, atau paling tidak mengawasi ketersediaan air. Karena sekolah kami berada di atas bukit, sehingga airnya harus dipasok dari luar. Tapi Jamal malah minta ikut kerja sebagai tukang bangunan. Kan tidak mungkin PNS bekerja bangunan di tempatnya bertugas,” ujar Baharuddin yang diamini Wakil Kepala sekolah yang ikut mendampingi kepala sekolah saat itu. Menurut Baharuddin, kejadian itu terjadi pada hari Sabtu. Dan saat dirinya datang ke sekolah pada hari Senin, Jamal sudah memblokir sekolah dengan drum bertuliskan “Kepala Sekolah dan satpam korupsi”. Oleh karena itu, sebut Baharuddin, berdasarkan bukti-bukti, pihaknya melaporkan persoalan ini ke pengawas sekolah dan Dinas Pendidikan Aceh Besar. Masih menurut Baharuddin, persoalan ini juga sudah pernah dilaporkannya ke Polsek Krueng Raya, karena Jamaluddin pernah mengancamnya dengan membawa parang. “Jamal mengacungkan parang ke arah saya, sambil mengancam dan menuduh saya yang memindahkan dia dari SMA,” ujarnya. Baharuddin juga membantah dan tidak terima dengan beberapa pengakuan Jamaluddin ke Kobar-GB, karena itu tidak sesuai fakta. “Seperti tuduhan ada permainan judi di sekolah, juga kasus mesum. Semua terjadi pada tahun 2008, dan itu saat pertama saya masuk sebagai kepala
Geuchik Meunasah MON Krueng Raya, Aceh Besar, Nazaruddin
Ada Konflik Kepentingan
SMA Negeri I Krueng Raya.
sekolah di sekolah tersebut. “Karena semua siswa yang terlibat sudah saya keluarkan dari sekolah. Jadi tidak ada persoalan lagi. Kalau melihat pengakuan Jamal yang ditulis Kobar GB seolah-olah kasus itu masih terjadi sampai sekarang, padahal itu cerita lama yang sudah selesai,” jelas Baharuddin. Tak hanya itu, Kepala SMA Negeri 1 Mesjid Raya ini juga mengaku punya bukti atas semua pernyataan dan bantahannya terhadap pernyataan Jamaluddin. “Saya menyayangkan ketika Kobar-GB hanya mengambil informasi sepihak, lalu menulis semua pengakuan mentah-mentah dari Jamaluddin secara sepihak tanpa konfrimasi ke saya. Mereka bermaksud membuat saya malu,” ujarnya. Baharuddin juga menjelaskan kalau yang mengeluarkan SK mutasi tersebut bukan atas usulan saya tapi itu murni keputusan pengawas dan Kadis pendidikan Aceh Besar, sebab dirinya hanya melaporkan apa yang terjadi di lapangan. Kisruh antara Jamal dan Baharuddin akhirnya membuat Geuchik Desa Meunasah MON Krueng Raya, Aceh Besar Nazaruddin angkat bicara. Menurutnya, kisruh tersebut adalah konflik kepentingan antara para guru di sekolah tersebut yang tidak senang dengan kepala sekolah sehingga menggunakan Jamal sebagai si pemilik tanah dan juga PNS di sekolah tersebut yang bisa dikatakan berani dari yang lain. “Dan tidak ada yang salah ketika Jamal yang sudah lama mengabdi di sekolah tersebut mempertahankan haknya dan bersuara akan ketidakbenaran yang ada di sekolah,” ujar Nazaruddin. Karena itu ia berharap agar kasus ini cepat selesai dan tidak ada permasalahan lagi. Sumber media ini menyebutkan jika Bupati Aceh Besar terpilih, Muklis Basyah melalui Geuchik Meunasah MON meminta Jamaluddin dan Kobar-GB untuk menarik kembali gugatannya ke PTUN. Namun Jamal dan Kobar-GB akan menarik gugatannya ke PTUN jika Bupati Aceh Besar selaku pemberi kebijakan atas SK tersebut menarik kembali SK mutasi Jamaluddin ke SMP Negeri 1 Ujong Batee. Permintaan tersebut akhirnya dikabulkan Bupati Aceh Besar Muklis Basyah dengan menandatangani SK baru Senin dua pekan lalu (13 Agustus 2012-red) untuk membatalkan SK mutasi yang pernah dikeluarkan Pj. Bupati Aceh Besar Zulkifli Ahmad beberapa waktu lalu.***
Perseteruan antara Jamaluddin pesuruh di SMA Negeri 1 Krueng Raya, Aceh Besar dengan Kepala Sekolah berbuntut panjang dengan dikeluarkannya SK mutasi oleh Pj. Bupati Aceh Besar ke SMP yang tidak ada fisiknya alias fiktif. Dan hal itu dibenarkan Geuchik Gampong Meunasah MON yang juga ikut dalam upaya perdamaian yang difasilitasi Polsek Krueng Raya dan tokoh masyarakat gampong setempat. Dan Nazaruddin selaku Geuchik gampong tersebut melihat perselisihan tersebut sarat kepentingan. Berikut penuturannya kepada Fitri Juliana dari MODUS ACEH, Senin dua pekan lalu. Apa sebenarnya yang terjadi di SMA Negeri 1 Krueng Raya? Ada perselisihan antara Jamaluddin sebagai pesuruh di sekolah SMA tersebut dengan kepala sekolah, dan setau saya masalah proyek. Ada proyek sekolah yang tidak melibatkan Jamal, kemudian dia datang dan menanayakan hal tersebut kesekolah dan setelah kita bicarakan dengan komite sekolah dan kepala sekolah. di ijinkan Jamal memasukan air, namun entah kenapa tiba-tiba jamal menulis kepala sekolah dan Satpam korupsi di drum air sekolah tersebut. Apa yang memicu perselisihan ini? Seccara pasti saya tidak tahu, tapi ketidak harmonisan itu sudah lama terlihat. Saya melihat perselisihan kedua belah pihak tersebut adalah perselisihan kepentingan. Maksudnya? Saya melihat ada konflik kepentingan disini, teruma para guru di sekolah tersebut dengan kepala sekolah. Disisi lain saya melihat Jamal menjadi alat, karena ia yang menghibahkan sebagian tanahnya ke pihak sekolah yang kemudian mengabdi di sekolah tersebut. Apalagi Jamal punya tanggung jawab yang baik hal ini terlihat dari beberapa waktu yang lalu saat rumah sekolah dibakar oleh OTK tapi Jamal berhasil memadamkannya. Sehing pengaruh Jamal di sekolah tersebut bisa dimanfaatkan orang lain. Kabarnya tanah yang dibangun sekolah tersebut milik orang tua Jamal? Iya benar, tanah tersebut milik orang tuanya. Tapi saya tidak tahu apa seluruhnya atau hanya sebagian Berapa luas tanah milik orang
■ MODUS ACEH /Fitri Juliana
tua Jamal? Pastinya saya tidak tahu, kurang lebih sekitar 5000 meter selebihnya tanah mesjid, kalau saya tidak salah. Terkait masalah Jamal dan kepala sekolah, apa betul sudah selesai di kantor polisi? Oh bukan di kantor polisi, tapi di rumah sekolah diselesaikan secara damai. Apa Anda tahu Jamal dipindahkan, dan kemana? Iya saya tahu. Setahu saya ke SMP Ujung Bate, tapi SMP nya nihil (tidak ada sekolahnya) yang ada hanya SMP Negeri 1 Neuheun Apa Anda tahu kenapa Jamal sampai dipindahkan? Saya tidak tahu,mungkin itu usulan kepala sekolah Bagaimana perilaku Jamal di masyarakat? Sejauh ini karakter Jamal baik seperti masyarakat yang lain, tidak pernah meresahkan masyarakat. Kalau disekolah seperti itu mungkin karena adanya perilaku yang tidak harmonis makanya Jamal bersifat seperti itu. Apa yang Anda tahu tentang Jamal? Jamal sudah berjasa memberikan tanahnya ke pihak sekolah, berjasa dalam tanggung jawab sebagai penjaga sekolah dan pengabdian Jamal selama berkerja. oleh karena itu maka Jamal merasa memiliki dan ingin punya hak suara. Harapan Anda selaku geucik? Saya berharap permasalah ini segera cepat berlalu. Tidak ingin berlarut-larut seperti ini kalau desa aman kan masyarakat juga yang merasakan. Kabarnya banyak masalah yang terjadi di sekolah ini, mulai dari siswa berjudi dan mesum di sekolah? Wah kalau itu saya tidak tahu, hanya saja isu yang beredar seperti itu. Terkait benar atau tidaknya silahkan tanya langsung ke pihak sekolah.***
Parlementaria
EDISI 27 AGUSTUS - 2 SEPTEMBER 2012
5
Berharap SKPA Tingkatkan Kinerja DPRA meminta Pemerintah Aceh dapat mengoptimalkan serapan APBA 2012. Upaya dimaksud agar anggaran 2012 tidak menjadi Silpa. Juli Saidi royek penimbunan pembangunan terminal Bakongan Kabupaten Aceh Selatan senilai penawaran Rp 789 juta lebih, hingga akhir Agustus 2012 belum juga dikerjakan. Diduga Kepala Dinas Perhubungan Komunikasi dan Informasi Kabupaten Aceh Selatan Tio Achriayat “belum memberi restu” kepada CV. Isvan Perdana. Padahal, Panitia Kerja (Pokja) Yusli, ST sudah mengumumkan pemenang pekerjaan terimal Bokongan seluas satu hektar itu melalui surat nomor 16/POKJA. ULP-AS/ IV/2012, 21 Juni lalu. Itu sebabnya, ada dugaan, penyebab tidak mendapatkan restu tadi, karena perusahaan yang ingin dimenangkan kalah dalam proses tender. Salah satu alasannya karena tidak mencukupi syarat. “Hingga kini saya lihat belum dikerjakan terminal Bakongan,” ucap sumber MODUS ACEH yang tidak mau ditulis namanya, Kamis pekan lalu melalui telpon. Tak hanya itu, menurut sumber media ini, belum dikerjakan terminal Bakongan oleh CV. Isvan Perdana, diduga karena konflik kepentingan Kadis Perhubungan Aceh Selatan terhadap proyek tersebut. Namun, karena perusahaan pemenang
P
Pelindung/Penasehat: Drs. Hasbi Abdullah, M. Si, Amir Helmi, SH, Drs. H. Sulaiman Abda Penanggungjawab: H. Burhanuddin, SE Koordinator: Mahyar,SH.M.Hum Pengarah: Muhammad Saleh Pimpinan Redaksi: Mirzani,S.Kom Staf Redaksi: T. Fadhil, ST T.Ismediansyah Staf Media Center DPRA, dan Wartawan MODUS ACEH Alamat Redaksi; Media Center DPRA Gedung Utama, Jl. Tgk. H.M. Daud Beureueh. Email:
[email protected] Website: dpra.acehprov.go.id Informasi ini terlaksana atas kerjasama Tabloid Berita Mingguan Modus Aceh dengan sekretariat DPR Aceh.
■ MODUS ACEH/Dok
Meuligoe Wali Nanggroe. ■ MODUS ACEH/Dok
mencukupi syarat, maka CV. Isvan Perdana selaku pemenang pertama proyek terminal Bakongan yang telah diumumkan Pokja, tidak bisa dibatalkan. Makanya, agar perusahaan tidak dirugikan karena konflik itu, dinas bersangkutan merubah kembali jadwal pengumuman pemenang. Artinya pengumuman 21 Juni 2012 diperbaharui. “Agar tidak menyalahi aturan, jadwal pengumuman diperbaharui,” ujar sumber MODUS ACEH. Dana pembangunan terminal Bakongan itu bersumber dari Otonomis Khusus (Otsus) kemudian disebut sumber biaya Anggaran Pendapat dan Belanja Aceh (APBA) 2012. Sedangkan pemenang cadangan CV. Putroe Aloh. Entah itu sebabnya, pimpinan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA) Amir Helmi, SH meminta Kepala Pemerintah Aceh Zaini Abdullah dan Muzakir Manaf, dapat meningkatkan kinerja Satuan Kerja Pemerintah Aceh (SKPA) dalam upaya pelaksanaan anggaran 2012. “Kita menyarankan agar Pemerintah Aceh dapat meningkatkan kinerja SKPA,” saran Amir Helmi, Rabu pekan lalu. Masukan dari kader Partai Demokrat (PD) Amir Helmi itu bukan tanpa alasan. Menurutnya, pelaksanaan fisik dari anggaran per Agustus 2012, baru sekitar 45 persen. Dan, serapan anggaran sekitar 50
Amir Helmi
persen lebih. “Pelaksanaan fisik dan serapan anggaran hingga Agustus 2012 belum sampai 60 persen,” kritik anggota DPR Aceh dari daerah pemilihan Kota Banda Aceh, Aceh Besar, dan Kota Sabang (Dapil I). Menurut Amir Helmi yang sudah dua periode menjabat sebagai wakil rakyat Aceh ini, jika Kepala Pemerintah Aceh tidak meningkatkan kinerja SKPA, ia khawatir anggaran 2012 akan menjadi sisa lebih penggunaan anggaran (Silpa), seperti tahun sebelumnya.
Itu sebabnya, melalui pemerintah baru, dia berharap agar eksekutif memanfaatkan secara optimal dana pembangunan untuk kepentingan masyarakat dan meminimalisasi Silpa APBA 2012. “Masyarakat berharap serapan anggaran 2012 100 persen,” saran Amir Helmi. Tak hanya itu, mantan anggota Badan Legislasi Aceh (Banleg) 2004-2009 ini yakin, soal keluhan pajak nanggroe dapat diatasi Wakil Gubernur Aceh Muzakir Manaf. Karena, mantan Panglima Gerakan Aceh Merdeka (GAM) ini sudah meminta semua pihak agar melapor pada dirinya jika ada kutipan pajak nanggroe di Aceh. Karena prilaku tak elok itu juga akan berpengaruh terhadap pelaksanaan pekerjaan di lapangan. “Saya kira jika pajak nanggroe salah satu kendala di lapangan, Wakil Gubernur sudah meminta untuk melapor,” kata Amir Helmi. Sementara itu, Wakil Ketua Komisi B DPR Aceh Darmawan Muhammad Daud (Darmuda) menyarankan agar Gubernur Aceh Zaini Abdullah dan SKPA segera memproses dana hibah dan bantuan sosial (Bansos). Alasan kader Partai Aceh (PA) yang saat ini masih dalam proses hukum untuk Pergantian Antar Waktu (PAW) itu, pelaksanaan anggaran 2012 hanya empat bulan lagi ini, ia berharap potensi Silpa dapat diperkecil. Semoga!***
6
Utama
EDISI 27 AGUSTUS - 2 SEPTEMBER 2012
■ PARTAI ACEH.COM
7 Tahun MoU Damai Helsinki
Tujuh tahun sudah rakyat Aceh menikmati perdamaian. Ada harapan, tantangan dan janji yang belum terselesaikan. Muhammad Saleh
T
ANGGAL 15 AGUSTUS, bisa jadi salah satu hari penting dan bersejarah bagi perjalanan hidup seorang Hamid Awaluddin. Entah karena alasan itu pula, dia seakan tak mau melewatkan begitu saja kerinduannya pada Aceh atau akrab disebut Bumi Serambi Mekkah. “Aceh sudah menjadi tanah kelahiran kedua saya,” begitu kata Hamid, Rabu, 15 Agustus lalu di Banda Aceh. Memang, selain menjalankan syariat Islam, Aceh dikenal sebagai salah satu kawasan kaya minyak dan gas bumi di Indonesia. Entah itu sebabnya, Aceh menjadi salah satu wilayah di Indonesia yang sem-
pat dilanda konflik bersenjata selama tiga dekade lebih. Ini terjadi, saat rezim Orde Baru yang dipimpin Presiden Soeharto. Hamid datang ke Banda Aceh, Ibukota Provinsi Aceh bukan tanpa alasan. Sebab, putra Bugis ini merupakan salah satu tokoh penting dibalik proses dan penandatanganan MoU Damai antara Pemerintah Indonesia dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM), 15 Agustus 2005 silam di Hensinki, Finlandia. Saat itu, Hamid dipercaya Presiden Susilo Bambang Yudhorono (SBY) sebagai Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia. Nah, Rabu, 15 Agustus 2012 lalu, Hamid kembali datang ke Banda Aceh. Dia sengaja diundang Kepala Pemerintah Aceh, dr. Zaini Abdullah dan Pemangku Wali Nanggroe, Malek Mahmud untuk menghadiri Peringatan 7 Tahun MoU Damai antara Pemerintah RI dengan Gerakan Aceh Merdeka, yang dipusatkan di depan Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh. Inilah kesempatan kedua Hamid datang ke Banda Aceh tahun ini. Pertama, saat pelantikan dr. Zaini Abdullah-Muzakir Manaf sebagai Gubernur dan Wakil
Gubernur Aceh Periode 2012-2017 oleh Menteri Dalam Negeri Gamawan Fauzi dan kedua, Rabu, 15 Agustus 2012 lalu. Didapuk sebagai tamu istimewa, Hamid berdiri disamping Pemangku Wali Nanggroe Malek Mahmud. Sejajar dengan Gubernur Aceh, dr. Zaini Abdullah, Ketua DPR Aceh Hasbi Abdullah, Kapolda Aceh, Irjen Pol. Iskandar Hasan serta Pangdam Iskandar Muda, Mayjen TNI. Zahari Siregar. Tangan mereka mengengam seekor burung merpati dan melepaskan ke udara. Ini sebagai petanda perdamaian. Seperti tahun sebelumnya, peringatan Mou Damai setiap tanggal 15 Agustus, selalu memberi makna ganda. Antara harapan dan kenyataan. Pemangku Wali Nanggroe, Malek Mahmud berharap, persoalan kepentingan rakyat Aceh untuk bisa hidup adil dan sejahtera selama ini banyak yang telah dikhianati, sehingga Aceh harus angkat senjata melawan pemerintah RI. Tapi kini, sudah berakhir dengan perdamaian. “Dan itu harus di kawal serta jaga secara bersama-sama oleh seluruh rakyat Aceh,” pesan Malek Mahmud dalam konferen-
si pers, Selasa (14/8), jelang peringatan 7 tahun penandatanganan MoU Helsinki di Finlandia, di Meuligo Wali Nanggroe Geuce Kayee Jato, Banda Aceh. Kata Malek, rakyat Aceh perlu memahami dan mengetahui isi MoU dan UUPA, baik partai nasional, lokal maupun masyarakat umum. Sehingga seluruh elemen di Aceh akan memiliki tanggung jawab untuk terus memperjuangkan implimentasi Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA) sesuai dengan MoU Helsinki. “Mou Helsinski ini adalah salah satu hasil cara kita secara diplomasi waktu itu, bagaimana menyelesaikan masalah Aceh di tingkat Internasional. Selanjutnya setelah disepakati, Uni Eropa meminta pendapat kami agar dilibatkan negara ASEAN, dan kami setuju, termasuk Indonesia dan negara-negara di ASEAN semua kita libatkan,” ujarnya kepada wartawan. Terkait UUPA yang belum sepenuhnya sesuai dengan MoU Helsinki, Malek Mahmud selaku Pemangku Wali Nanggroe Aceh menjelaskan, dengan semangat pemerintah Aceh yang baru saat ini,
Utama dia yakin bisa menyelesaikan “hutang” yang belum diselesaikan pemerintah pusat dengan baik. Alasannya, lima tahun lalu sangat terkendala karena kurang mendapat dukungan dari Pemerintah Aceh, sehingga membuat MoU tidak berjalan sesuai apa yang diharapkan. Itu sebabnya, Malek berharap kepada Zaini Abdullah selaku Gubernur Aceh, roda Pemerintahan Aceh dapat dijalankan sesuai dengan MoU Helsinki yang tertuang dalam UUPA. Sementara kepada Pemerintah Pusat, Malek berharap terus mendorong dan mengupayakan terciptanya regulasi sesuai dengan MoU Helsinki. Dia menilai, Pemerintah Pusat saat ini memiliki niat baik untuk terus menjaga dan menciptakan iklim perdamaian di Aceh secara permanen. Dan, apabila dapat mensinkronkan MoU Helsinki dengan UUPA, tentu masa depan Aceh tidak akan ada masalah lagi. “Dalam jangka waktu 10 tahun, Aceh akan berubah maju dan kesejahteraan rakyat akan meningkat,” janji Malek. Begitupun, penilaian berbeda datang dari Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Aceh. Dalam Refleksi 7 Tahun MoU Helsinki, KontraS Aceh menilai. Tujuh tahun Memorandum of Understanding (MoU) Helsinki sesungguhnya telah memberikan kemajuan tersendiri bagi pemerintah Indonesia, namun masih belum memberikan nilai keadilan kepada warga Aceh yang menjadi korban pelanggaran HAM dimasa konflik. Padahal, jelas termaktub dalam Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2006 tentang Pemerintahan Aceh (UUPA). Isinya, keadilan menjadi salah satu agenda utama dalam mengelola perencanaan pembangunan Aceh yang bijaksana dan bermartabat. “Seharusnya dengan usia MoU Helsinki yang masuk tujuh tahun tersebut, pemerintah mendorong upaya percepatan yang komprehensif, seperti mendorong pembentukan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) Aceh yang memang sudah menjadi agenda usul inisiatif bersama antara Pemerintah Aceh dan DPR Aceh,” kata Destika Gilang Lestari, Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Aceh, awal Agustus 2012 lalu di Banda Aceh. Agenda keadilan dimaksud meliputi pembentukan mekanisme Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) di Aceh. KontraS Aceh mengungkapkan, sejalan dengan tuntutan pemenuhan agenda keadilan korban pelanggaran HAM di Aceh, 20 Juni 2012, Rancangan Qanun Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) menjadi usulan inisiatif sejumlah anggota DPRA. Itu sebabnya, KontraS Aceh tetap mendorong Pemerintah Pusat dan Pemerintah Aceh untuk memegang komitmen tinggi pada agenda keadilan yang telah diamanahkan dalam pointpoint kesepakatan MoU Helsinki. Hal ini mutlak dilakukan agar setiap inisiatif perdamaian dapat dilakukan secara berlanjut dan konsisten sesuai dengan ketentuan MoU Helsinki dan UUPA. “Harus dikawal dengan baik oleh semua elemen masyarakat,” ajak Destika Gilang Lestari, Koordinator Komisi untuk Orang Hilang dan Korban Tindak Kekerasan (KontraS) Aceh.
EDISI 27 AGUSTUS - 2 SEPTEMBER 2012
Pengakuan terbuka justeru disampaikan Gubernur Aceh dr. Zaini Abdullah. Katanya, hingga tujuh tahun terwujudnya perdamaian Aceh, sampai saat ini masih banyak butir-butir kesepakatan MoU Helsinki yang belum dijalankan pemerintah pusat. “Dari substansi perdamaian, kita akui, memang belum semua butir -butir MoU Helsinki telah berjalan dengan baik. Dari 71 komitmen yang disepakati dalam perjanjian damai itu, ada sejumlah butir yang belum terealisasi,” ungkap Zaini Abdullah, dalam sambutannya pada acara peringatan 7 Tahun MoU Helsinki dan perdamaian Aceh, di halaman Masjid Raya Baiturrahman Banda Aceh, Rabu, 15 Agustus lalu. Zaini menambahkan, Pemerintah Aceh menekankan Instruksi Presiden RI Nomor 15 Tahun 2005, tentang Pelaksanaan Nota Kesepahaman Antara Pemerintah Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka, harus segera direalisasikan. Sebab, dalam pelaksanaan Nota Kesepahaman yang ditandatangani di Helsinki, Finlandia 15 Agustus 2005 silam, Presiden RI, Susilo Bambang Yudhoyono menginstruksikan kepada gubernur sebagai kepala Pemerintah Aceh untuk menyiapkan rencana dan kebijakan yang menyangkut penyempurnaan undang-undang tentang penyelenggaraan pemerintahan, nama Aceh dan gelar pejabat senior yang dipilih, perbatasan, penggunaan simbol-simbol daerah termasuk bendera, lambang dan himne, serta penyusunan qanun dan pembentukan Lembaga Wali Nanggroe. Tak hanya itu, dia merencanakan dan melaksanakan reintegrasi dengan cara memberdayakan setiap orang yang terlibat dalam Gerakan Aceh Merdeka ke dalam masyarakat. Kebijakan itu mulai dari penerimaan, pembekalan, pemulangan ke kampung halaman dan penyiapan perkerjaan. “Ini harus bersama-sama kita kawal agar dapat terbentuk proses integrasi politik dan ekonomi yang nyata dan dirasakan langsung oleh rakyat Aceh,” jelas Zaini Abdullah. Masih kata Zaini, pemerintah pusat juga masih memiliki sejumlah pekerjaan rumah (PR) yang belum direalisasikan, terutama hal yang terkait dengan Peraturan Pemerintah (PP), Peraturan Presiden (Perpres) dan Keputusan Presiden (Keppres), berkaitan dengan Undang-Undang Pemerintahan Aceh. “Namun perlu kita pahami, keterlambatan ini bukanlah akibat kesengajaan, tapi karena memang ada hal lain yang harus didahulukan. Insya Allah, dalam waktu dekat, butir-butir yang belum terealisasi itu akan bisa segera kita implementasikan,” katanya optimis. Mantan Menteri Pendidikan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) ini berharap adanya dukungan dan partisipasi seluruh elemen masyarakat, ulama, LSM, kelompok perempuan. Termasuk cerdik pandai, media dan stakeholder perdamaian lainnya. “Agar terus menjaga dan melestarikan perdamaian ini, serta mendukung semua program pembangunan perdamaian yang berjalan di Aceh secara abadi dan berkelanjutan,” kata Zaini. Semoga hutang dan janji yang belum terbayar dapat diselesaikan, agar damai tetap abadi di Aceh.?***
Demo korban konflik di Banda Aceh beberapa waktu lalu.
7
■ Google images
PR Pemerintah Aceh Dalam Undang-Undang Pemerintah Aceh (UUPA) nomor 11 Tahun 2006 Pasal 271 telah jelas disebutkan “Ketentuan pelaksana undangundang ini yang menjadi kewajiban pemerintah dibentuk paling lambat dua tahun sejak undang-undang ini diundangkan”, inilah kata kunci yang termaktub dalam pasal 271 Undang-undang No 11 Tahun 2006 tentang Pemerintah Aceh yang memberikan batas waktu bagi pemerintan republik Indonesia dalam menyelesaikan kewajibannya untuk membentuk peraturan pelaksana UU Pemerintah Aceh yang telah diundangkan pada 01 Agustus 2006 silam, namun perlu diketahui bersama bahwa sudah tujuh tahun UUPA disahkan oleh Pemerintah Republik Indonesia sebagai bentuk tindak lanjut dari kesepakatan damai antara RI dan GAM, namun sampai hari ini masih ada peraturan pelaksana UUPA yang belum diterbitkan: - Peraturan Pemerintah (PP) Tentang Pengelolaan Migas. - Peraturan Pemerintah (PP) Tentang Bantuan Hutang Luar Negeri - Peraturan Pemerintah (PP) Tentang bendera, lambang dan himne - Peraturan Presiden (Perpres) Tentang Kerjasama Luar Negeri Pe merintah Aceh - Peraturan Presiden (Perpres) Tentang Pengalihan Badan Pertanah an Nasional (BPN) Aceh dan Kabupaten/Kota menjadi Perangkat Dae rah Aceh dan Kabupaten/Kota. Qanun Aceh yang Belum Disahkan DPRA; - Qanun Aceh tentang Gelar Pejabat Senior di Aceh sesuai dengan MoU Helsinki Poin 1.1.3 dan Undang-undang Pemerintah Aceh No 11 Tahun 2006 Pasal 251 UUPA Pasal 251. Nama Aceh sebagai daerah provinsi dalam sistem Negara Kesatuan Republik Indonesia berdasarkan Undang-Undang Dasar Negara Republik Indonesia Tahun 1945 dan gelar pejabat pemerintahan yang dipilih akan ditentukan oleh DPRA setelah pemilihan umum tahun 2009. - Qanun Aceh terkait dengan Simbol-simbol wilayah termasuk Bendera, lambang dan Himne Aceh sesuai dengan MoU Helsinki Poin 1.1.5 dan Undang-undang Pemerintah Aceh No 11 Tahun 2006 Pasal 246, 247 dan 248.UUPA Pasal 246 Poin 2 (dua) Selain Bendera Merah Putih sebagaimana dimaksud pada ayat (1), Pemerintah Aceh dapat menentukan dan menetapkan bendera daerah Aceh sebagai lambang yang mencerminkan keistimewaan dan kekhususan UUPA Pasal 247 Poin 1 (satu) Pemerintah Aceh dapat menetapkan lambang sebagai simbol keistimewaan dan kekhususan UUPA Pasal 248 Poin 2 (dua) Pemerintah Aceh dapat menetapkan himne Aceh sebagai pencerminan keistimewaan dan kekhususan Belum terbentuknya Pengadilan HAM dan Komisi Kebenaran dan Rekonsiliasi (KKR) Di Aceh. Dalam MoU Helsinki Disebutkan Human Rights Poin 2.1. A Human Right Court will be established for Aceh. (Sebuah Pengadilan Hak Asasi Manusia akan dibentuk untuk Aceh). Tapol Napol Aceh yang Masih Mendekam di Penjara; Perkara Hukuman Perkara Hukuman Perkara Hukuman
-Irwan bin Ilyas : Undang-undang Darurat : Pidana Penjara Seumur -Ibrahim Hasan : Undang-undang Darurat : Pidana Penjara Seumur -Teuku Ismuhadi Jafar : Undang-undang Darurat : Pidana Penjara Seumur
No. 12 Thn 1951 Hidup. No. 12 Thn 1951 Hidup No. 12 Thn 1951 Hidup ■ SUMBER: RISET MODUS ACEH
8
Utama
EDISI 27 AGUSTUS - 2 SEPTEMBER 2012
7 Tahun MoU Damai Helsinki
Rekan Seperjuangan Beda Haluan Perbedaan prinsip dan intrik kepemimpinan telah melahirkan faksi di tubuh Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Majelis Pimpinan Gerakan Aceh Merdeka (MP-GAM) muncul kembali. Semoga damai Aceh tidak terkoyak. Muhammad Saleh BDULLAH hanya bisa menatap dari luar halaman Masjid Raya Baiturrahman, Banda Aceh, Rabu, 15 Agustus 2012 lalu. Dari kejauhan, tukang becak mesin berusia kepala lima ini (55 tahun—red), tersenyum, saat Gubernur Aceh, Zaini Abdullah, Pemangku Wali Nanggroe Malek Mahmud, Pangdam Iskandar Muda Mayjen TNI Zahri Siregar, Kapolda Aceh Irjen Pol. Iskandar Hasan serta mantan Menteri Hukum dan Hak Azasi Manusia (Menkumham) serta sejumlah tokoh adat dan agama melepas burung merpati ke udara. Seketika, dari mulutnya keluar kata-kata. “Alhamdulillah, semoga Aceh terus aman dan damai. Jika aman, saya mudah cari rezeki untuk makan dan sekolahkan anak,” ucapnya lirih kepada media ini, saat itu. Bersama Abdullah, hari itu ada ratusan warga Kota Banda Aceh yang ikut larut dalam peringatan 7 Tahun MoU Damai antara Pemerintah RI dengan GAM. “Biarlah saya di sini saja. Saya bukan tokoh dan pejabat,” jawabnya, saat media ini mengajaknya untuk masuk ke dalam masjid kebanggaan rakyat Aceh ini. Perang memang mudah dan murah, tapi damai mahal. Itulah pelajaran penting, sekaligus tantangan yang dihadapi rakyat Aceh, paska konflik dan perjanjian damai antara Pemerintah RI dengan Gerakan Aceh Merdeka (GAM), 15 Agustus 2005 di Helsinki, Finlandia. Maklum, selain harus menjalani proses kalut yang dibalut dengan kekerasan politik. Perbedaan haluan dari pimpinan dan kader Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di luar
A
■ ERNAS
Ilustrasi
negeri, hingga kini masih menjadi ujian serta tantangan yang dihadapi rakyat Aceh, paska tujuh tahun MoU Damai Helsinki. Penyebabnya tentu mudah ditebak. Adanya faksionalisasi dalam tubuh GAM itu sendiri. Dan, kisah ini sebenarnya bukanlah cerita baru. Yang tak kalah menarik, meski berbeda, baik faksi muda maupun tua, mereka masih tetap mengakui kepemimpinan almarhum Dr. Hasan Muhammad Tiro sebagai pucuk pimpinan GAM yang lama bermukim di Swedia, kemudian kembali ke Aceh dan wafat, 3 Juni 2010 lalu di Banda Aceh. Deklarator Gerakan Aceh Merdeka ini meninggal dunia pukul 12.02 WIB di Banda Aceh, akibat kondisi kesehatan yang terus menurun sejak beberapa waktu. Jasadnya terbaring di samping pusara kakeknya, Teungku Syeh Muhammad Saman di Tiro atau dikenal dengan sebutan Teungku Chik Ditiro di Desa Keumire, Aceh Besar atau sekitar 50 kilometer dari Kota Banda Aceh. Teungku Chik
Ditiro merupakan ulama besar dan pejuang Aceh serta pahlawan nasional. Hasan Tiro merupakan keturunan ketiga dari Teungku Syeh Muhammad Saman di Tiro (garis ibu—red) yang memproklamirkan pendirian Acheh Sumatra National Liberation Front (ASNLF), 4 Desember 1976. Belakangan ASNLF lebih sering disebut sebagai Gerakan Aceh Merdeka (Free Aceh Movement). Selanjutnya, tahun 1999, sejumlah pengikut di Tiro memilih jalan berbeda. Mereka mendirikan Free Aceh Movement Government Council (Majelis Pemerintahan GAM) atau disingkat MP GAM. Pucuk pimpinannya dipegang dr. Husaini Hasan, salah satu tangan kanan Hasan Di Tiro. Beberapa nama lain juga berhimpun. Mereka adalah Daud Paneuek (nama aslinya Muhammad Daud Husin), Tengku Don Zulfahri (bermukim dan tewas ditembak di Malaysia, Kamis, 1 Juni 2000 red) serta Abdurrahman Ismail atau
akrab disapa Guree Rachman. Majelis Pemerintahan (MP) GAM berkantor di Swedia. Kedua kubu ini mulanya sama-sama mengikuti perundingan Helsinki. Namun, di tengah jalan, MP GAM mengundurkan diri karena usulannya ditolak baik oleh pemerintah RI maupun dari utusan ASNLF. Yang diusulkan MP GAM adalah pelibatan komponen rakyat Aceh yang lain semisal ulama, thaliban, mahasiswa (SIRA) dan LSM. Silang pendapat antara kubu ini sebenarnya meliputi banyak hal. Kedua kubu saling menuding pihak lawan sebagai kelompok yang lebih “ramah” terhadap Jakarta. Hingga kini, siteru rekan seperjuangan ini belum menemukan titik temu. Begitupun, ideologi Hasan Tiroisme yang mengusung semangat merdeka hingga kini masih melekat kuat dalam dada sejumlah pimpinan, kader serta Teuntara Neugara Atjeh (TNA), sayap militer Gerakan Aceh Merdeka. Hanya saja,
ada yang menyatakan secara tertutup dan sedikit yang berani terang menderang. “MoU Helsinki dan UUPA, merupakan jalan alternatif untuk kita menuju self goverment,” ungkap seorang mantan kombatan GAM kepada media ini, Rabu, 15 Agustus lalu di Banda Aceh. Ibarat cerita bersambung. Kisah itupun terus berlanjut. Terutama pimpinan dan kader GAM di luar negeri. Situs yang mengatasnamakan ASLNF mewartakan. Selebaran berlambangkan Buraq dan Singa, bertaburan di Denmark. Ini terkait dengan undangan untuk menghadiri perhelatan akbar yang diseponsori Poros Tokoh Faksi GAM seperti Arif Fadhillah-Dr Husaini Hasan, 6-8 April 2012 lalu atau sehari menjelang Pemilukada di Aceh. “Kami sedang melakukan rekonsiliasi dan konsolidasi dengan sejumlah kader dan pimpinan GAM di dunia, begitu pesan Arif Fadhillah dalam situs tersebut. Dua hari kemudian atau tanggal 10 April 2012, pemimpin Ma-
Utama
EDISI 27 AGUSTUS - 2 SEPTEMBER 2012
9
Hasan memperkirakan, perpecahan antara faksi Irwandi Yusuf versus Partai Aceh (PA) akan semakin luas dan berpotensi melahirkan kerawanan yang tinggi dengan adanya perbedaan pendapat dan prinsip di antara keduanya. Selama ini kelompok Dr. Husaini Hasan memang dikenal sebagai MP-GAM dan menentang MoU Helsinki. Sebaliknya, mereka bercita-cita Aceh tetap merdeka melalui jalan damai dengan membangun jaringan baru bersama kelompok Maluku (RMS) dan Papua (OPM) di Belanda. Pemimpin Aceh Merdeka yang berbasis di Stockholm, Swedia ■ ACEHKITA.COM ini menyatakan, rakyat Wakil Gubernur Aceh Muzakir Manaf memberi hormat saat pengibaran bendera Merah Putih pada upacara 17 susah karena ulah para Agustus 2012 di Banda Aceh. pemimpin yang ada saat ini. “Saya melihat Aceh sangat da Aceh. Bahkan untuk pertama kir Manaf serta 16 Panglima Buka kembali Laporan Internasedih, tidak ada yang peduli kepa- kali dihadiri sejumlah pejabat ting- Wilayah GAM unggul. Sementara tional Crisis Group (ICG). Isinya da rakyat. Dulu kawan-kawan gi dari Jakarta. Ada Mendagri, Pan- kelompok mantan GAM dibawah membenarkan bahwa Partai Aceh yang mereka bantu, sekarang se- glima TNI, Kapolri, hingga Men- pemimpin eks-Swedia kedodoran. kecewa terhadap peran Presiden perti tidak kenal lagi. Kemudian ko Polhukam, dan Ketua Komisi Calon yang mereka usung Humam Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) pemimpin-pemimpin sekarang ini Pemilihan Umum dan Wakil Ketua Hamid-Hasbi Abdullah, tak mam- yang netral dalam sengketa soal hanya memikirkan proyek dan duit, DPR RI. pu meraih suarat terbanyak. Tapi, calon independen. SBY yang rumah besar. Padahal rakyat sendiSemua ini membawa pesan kemudian, paska Pilkada, mereka menang di Pilpres 2009 dengan ri susah,” kata Husaini. yang jelas. Bagi Jakarta, perdama- sama-sama melahirkan dan mem- bekal dukungan kuat dari Partai Husaini meminta agar pe- ian di Aceh adalah segala-galanya. besarkan partai lokal: Partai Aceh. Aceh, ternyata tidak memberi immimpin Aceh memikirkan rakyat Sebab, sejak perdamaian Helsinki, Sejak itu, Pemilu parlemen balan kepada partai tersebut. miskin, anak yatim dan janda, su- rakyat Aceh menikmati perdama- daerah mencerminkan perpecahGelombang kekerasan mepaya mereka dapat hidup dan ian. Namun perdamaian juga be- an yang semakin besar. Partai mang meningkat sejak akhir tahun sekolah dengan layak. Dia menye- rarti membuka ruang bagi tantan- Aceh menguasai DPRA dan DPRK 2011 lalu, dan pada awal tahun salkan GAM dibubarkan, pasca gan untuk membangun negeri ini di Aceh. Sengketa politik dan hu- 2012. Seperti masa lalu, masalah MoU Helsinki. “Kalau tidak dila- secara lebih demokratis dan stabil. kum seputar absah-tidaknya calon keamanan menciptakan proyek rang mengapa orang tidak boleh Adalah fakta, Pilkada tahun independen, membuat Partai Aceh keamanan yang masih menjadi menaikkan bendera GAM, ben- 2006 telah menunjukkan perpeca- sempat memboikot Pemilukada. komoditi. Pertambahan aparat dera Aceh,” gugat Husaini. han dalam kubu mantan Gerakan Partai dominan di DPRA ini, me- menjadi perlu dan menambahkan Sahihkah kekhawatiran Husaini Aceh Merdeka GAM. Irwandi mainkan bobot ancamannya. anggaran daerah. Hasan? Ini pula yang jadi soal. Jusuf yang berpasangan dengan Di sisi lain, sadar atau tidak, Menariknya, di Jakarta, justeSekedar menginggatkan. Pilkada Muhammad Nazar versus Malek ru ada pihak yang ingin memaksa- kemelut ikut mengundang tampilGubernur serta 17 Bupati dan Wa- Mahmud dan dr. Zaini Yusuf. Hasil- kan Pilkada atau Pemilukada Aceh nya para pemain baru yang sebelikota dimulai dengan ikrar damai nya, Irwandi Yusuf yang saat itu tepat waktu dan menaifkan jalan narnya pemain lama dan sudah di Masjid Raya Baiturrahman, Ban- didukung Panglima GAM Muza- kompromi politik untuk memudah- dikenal di Aceh. Tak kurang emkan aparat keamanan masuk Aceh pat mantan perwira tinggi TNI, atas nama pengamanan Pilkada. termasuk mantan Pangdam IskanDengan begitu, ada pertambahan dar Muda, yang dulu berperang dan dana belasan miliar dengan dalih pernah menghebohkan Aceh, tupengamanan. Dengan kata lain, run gelanggang dan memilih unsengketa isu politik-legal sekitar tuk mendukung Partai Aceh. Betapa pun, perdamaian Helcalon independen hanya menjadi selimut untuk menutupi persaingan sinki dan UUPA, Undang Undang kekuasaan sebagian elit di pusat dan Pemerintah Aceh, tetap menjadi di daerah. landasan bersama. Diam-diam, Hasilnya, membuat Jakarta Aceh menjadi lautan merah, warakhirnya turun tangan. Kemente- na partai mantan GAM, Partai rian Dalam Negeri, Kapolri, Pol- Aceh. Wakil-wakil partai ini mehukam, bahkan Presiden berem- menangi banyak kursi kepala daerbug. Jadwal Pilkada diubah hing- ah, termasuk kursi Gubernur. ga lima kali. Akhirnya ditetapkan, Bagitupun, rakyat tetap ber9 April 2012 sebagai hari pencob- harap, siapa pun yang telah losan, agar partai dominan yang menang, semua itu hanya akan sudah terlanjur memboikot, dapat berharga bila qanun-qanun (peratuikut Pilkada. ran daerah—red) dan pola perJakarta harus mengakui Partai mainan kelak mampu menjamin Aceh (PA) menang secara de- permainan demokrasi yang tertib mokratis dan menguasai parlemen dan terhormat. Bila tidak, tentu daerah. PAtidak boleh tersisih dari rakyat akan menghakiminya pada pemerintahan daerah. Ini sekaligus Pemilu Legislatif 2014 mendatang. mencerminkan bahwa para peBisa jadi, bagi Jakarta, pertanding politik di Aceh belum mam- damaian di Aceh adalah segalanya. pu memainkan demokrasi secara Tapi bagi rakyat Aceh, keamanan ■ Google images tertib tanpa intimidasi. adalah segalanya. Semoga.*** Rumah warga dibakar saat konflik Aceh. jelis Pemerintahan Gerakan Aceh Merdeka (MP GAM) yang berbasis di Stockholm, Swedia, Dr. Husaini Hasan, menyampaikan ucapan selamat atas kemenangan pasangan Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh dari Partai Aceh dr. Zaini Abdullah-Muzakkir Manaf (ZIKIR) dalam Pemilukada, 9 April 2012 yang berjalan secara demokratis. Namun demikian, secara pribadi Dr. Husaini Hasan menilai, kemenangan itu sebagai awal dari sebuah perjalanan panjang yang sarat dengan pengorbanan. Sebab rakyat Aceh masih susah, miskin serta tingginya angka pengangguran. Dia menilai, semua itu terjadi akibat ulah para pemimpin yang korup, semena-mena dan inkompeten dalam memimpin Aceh. Itu sebabanya, Dr. Husaini Hasan berpesan kepada generasi muda GAM yang ada di Partai Aceh (PA) dan dunia, untuk kembali mengingat apa yang diperjuangkan Hasan Tiro dan mereka sejak awal gerakan perlawanan ini di deklarasikan tahun 1976 di Gunung Halimon, Kabupaten Pidie atau sekitar seratus kilometer dari Banda Aceh. Tak hanya itu, Dr. Husaini Hasan menilai, sebelum dan sesudah kemenangan pasangan ZIKIR, ketegangan dan konflik bermotif kriminal meningkat di Aceh. Ini disebabkan, munculnya berbagai aksi kriminalitas secara terbuka antara pendukung Irwandi Yusuf (mantan Gubernur Aceh) versus pendukung Malek Mahmud-Zaini Abdullah dan Muzakir Manaf. Persoalan kian meruncing, setelah muncul pula gagasan dari sebagian kalangan mantan GAM yang menginginkan Malek Mahmud menjadi pengganti Hasan Tiro selaku Wali Nanggroe. Dan, ini menjadi program prioritas di awal kebijakan kepemimpinan ZIKIR bersama DPR Aceh yang mayoritas diisi kader PA. Lebih dari itu, Dr. Husaini
10
Utama
EDISI 27 AGUSTUS - 2 SEPTEMBER 2012
Dr. Husaini Hasan:
Api Perjuangan Dipadamkan “Saya menerima email sekarang, 5 Agustus 2012, pukul 12.30 tengah hari waktu Australia Timur. Sudah melewati deadline yang diberikan. Saya mencoba menjawab pertanyan yang mungkin dapat digunakan dan perlu diketahui masyarakat Aceh tentang pendirian saya”. Itulah kalimat pembuka dr. Husaini Hasan, pimpinan MP-GAM, menjawab wawancara tertulis media ini melalui surat elektronik (email) awal Agustus 2012 lalu. Wawancara dilakukan, terkait Peringatan 7 Tahun MoU Damai antara Pemerintah RI dengan GAM. Kepada media ini, dr. Husaini Hasan sedang berada di Australia dan dalam kondisi baru sembuh dari sakit. Nah, apa saja pendapat dr. Husaini Hasan? Berikut penuturannya.
Dr. Husaini Hasan
Apa pendapat Anda tentang kondisi Aceh saat ini. Sudahkah sesuai dengan harapan dan misi perjuangan Anda dan kawankawan sebelumnya? Kondisi Aceh saat ini sangat mengecewakan, tragedi kebangsaan yang berulang dari segi politik, jauh terbelakang dari segi ekonomi rakyat. Dari misi perjuangan Aceh Merdeka sangat jauh menyimpang dan kembali ke status dasar seperti sebelum Proklamasi Aceh Merdeka. Maksud Anda? Yang sangat mengenaskan adalah figur-figur pemimpin mantan GAM telah bersama melaungkan Lagu “Indonesia Raya” disaksikan di depan umum “penidakkan” kebangsaan Aceh dan pengakuan bangsa Indonesia demikian juga tanah air Aceh disulap menjadi tanah air Indonesia. Semua orang Aceh telah menjadi orang Indonesia. Artinya? Bagi kami pejuang Aceh Merdeka masalah kebangsaan ini adalah masalah pokok dan dasar perjuangan, dasar ideologi yang telah mengorbankan puluhan ribu jiwa masa sesudah 1945 dan jutaan korban jiwa jika dihitung sejak 1873. Kini api perjuangan tersebut dipadamkan begitu saja seolah-olah semua korban itu tidak ada. Jangankan hasrat untuk merdeka dari bangsa Aceh di atas telah dilenyapkan, ethnis Aceh, sejarah Aceh dan Aceh dipeta bumi telah dilenyapkan. Sangat panjang kalau saya uraikan akan semua konsekwensinya. Apa makna perdamaian yang kini sudah diperoleh rakyat Aceh. Pendapat Anda? Saya bukan orang “pacificisme”
Muhammad Di Tiro dan dokter Mokhtar Yahya Hasbi mendirikan Organisasi Aceh Merdeka yang dikenal sebagai GAM (Gerakan Aceh Merdeka) atau dalam bahasa Inggris pada mulanya disebut NLFAS (National Liberation Front of Aceh Sumatra). Kini, kami menyebutnya ASNLF (Aceh Sumatra National Liberation Front). Nah, MP GAM dibentuk oleh Panglima-Panglima GAM yang berkumpul di Malaysia yang tidak menyetujui kepemimpinan Malik Mahmud, dan mengangkat Teuku Don Zulfahri sebagai sekretaris jenderal (Sekjen) mereka dan kemudian dibunuh. MP GAM tetap mematuhi Pimpinan Wali Negara Tengku Hasan Muhammad Di Tiro, hanya waktu itu mereka menganggap kepemimpinan beliau sudah uzur dan perlu dibuat Madjelis Pemerintahan (MP) yang tidak hanya dipimpin oleh Malik Mahmud dan Dr. Zaini Abdullah (baca tulisan The unfinished diary of Tengku Hasan di Tiro edisi 1982 atau awal 1984). Apa yang diperjuangankan MP GAM? Sementara banyak pimpinan dan kombantan GAM yang berdamai dengan Indonesia? MP GAM bukan saya yang mendirikannya dan MP GAM telah bubar setelah pembunuhan atas diri Teuku Don Zulfahri di restoran di Kuala Lumpur. Pembunuhan seperti ini mengingatkan kita akan pembunuhan Prof. Dayan Daud, Prof. Safwan Idris dan Hanafiah Norway. Seperti saya telah terangkan, saya adalah sesepuh GAM. Bermacam nama telah dilontarkan kepada kami oleh pihak musuh. Saudara bisa meninjau kembali dari sumber-sumber ber-
yang menerima semua boleh asal damai. “Dumpeuë jeuët asai bèk karu!” Tapi saya adalah orang yang mempunyai prinsip. Yang akan berdiri tegak meskipun seorang diri menyatakan yang salah tetap salah. Saya tidak membenarkan konsep Aceh sebagai Provinsi NKRI, Bagi saya Aceh adalah satu bangsa yang berhak untuk merdeka seperti bangsa-bangsa lainnya di atas dunia. Tapi, proses perdamaian itu tidak mudah? Semua orang ingin damai. Damai yang saya kehendaki adalah damai dengan keadilan. Bukan hanya damai untuk saya, tapi catastrophe untuk orang lain. Saya tahu tidak ada keadilan di dalam dunia, itu menyebabkan kerusuhan dimana-mana. Sebagai seorang muslim kita harus menjaga keseimbangan ini. Anda sendiri, kenapa tidak kembali ke Aceh, seperti halnya Dr. Zaini Abdullah, Malek Mahmud, Bahtiar Abdullah dan lain-lain. Apakah Anda ada rencana berkunjung ke Aceh? Seperti telah saya terangkan, perjuangan saudara-saudara saya tersebut telah menyimpang dari tujuan semula. Mereka telah mengkhianati Proklamasi Aceh Merdeka, 4 December 1976. Saya harap mereka dapat mempertanggung jawabkan sumpah mereka dihadapan sjuhada-sjuhada yang telah mengorbankan jiwanya demi perjuangan Aceh Merdeka. Selama ini, Anda ikut memantau perkembangan di Aceh? Benarkah Anda telah mendirikan MP GAM? Apa alasannya? Saya adalah sesepuh GAM, bersama-sama dengan Tengku Hasan
■ Google images
ita dalam media terdahulu di zamannya. Maksud Anda? Dari sejak semula sampai sekarang saya masih digaris yang sama dan tujuan perjuangan semula yaitu: Kemerdekaan Negara Aceh Sumatra yang merdeka dan berdaulat di bumi Aceh Sumatra; bebas merdeka dari Wilayah NKRI. Semua hasil Aceh diatur sendiri oleh Aceh tidak ada sangkut paut sama sekali dengan Jakarta/NKRI. Soal pimpinan GAM Malik Mahmud dan kombatan GAM yang berdamai dengan Indonesia menegakkan Provinsi Aceh dalam NKRI. Kini, mereka adalah pegawai dan kaki tangan yang disumpah oleh Pemerintah NKRI, menjaga kepentingan NKRI. Apa pendapat Anda tentang Wali Nanggroe? Dalam kamus Aceh Merdeka yang ada adalah WALI NEGARA, bukan Wali Nanggroe. Wali Negara adalah nama lain untuk Kepala Negara, atau Presiden dari Negara. Tengku Hasan Muhammad Di Tiro bukan Wali Nanggroe dalam istilah NKRI tetapi beliau adalah WALI Negara Aceh, The Head of State of Aceh. Apa yang Anda maksudkan dengan Wali Nanggroe itu tidak sama. Siapa yang pantas menggantikan Hasan Tiro? Yang berhak menggantikan Wali Negara Aceh Merdeka itu telah diatur dalam konstitusi Aceh Merdeka. Sebelum meninggalkan Aceh, 1978 Tengku Hasan Di Tiro telah menulis sebuah peraturan siapa yang berhak memegang pucuk pimpinan pada masa darurat seandainya seorang pimpinan gugur di medan perang dan siapa yang berhak menggantikannya. Menurut hirarki dan seniority kepemimpinan
Utama Aceh Merdeka, Malik Mahmud tidak tersebut dalam daftar tersebut. Bagi ASNLF atau Aceh Merdeka sangat penting pada masa ini untuk memilih seorang Wali Negara, memimpin dan meneruskan perjuangan Aceh Merdeka. Ini harus menjadi satu program penting bagi semua pengikut setia Aceh Merdeka yang masih ingin meneruskan perjuangan. Jadi, apa artinya Wali Naggroe menurut Anda? Untuk Wali Nanggroë tidak penting dipersoalkan menurut pikiran saya. Buat apa Wali Nanggroe dibawah NKRI? Apalagi untuk bermewah-mewah dan bermegah dengan menghabiskan duit bermilyar rupiah selagi masih banyak anak yatim dan fakir miskin korban perang yang belum terbantu, saya tidak setuju. Sejauhmana Anda mengenal keluarga Hasan Tiro? Pernahkah Anda berhubungan dengan Karim Tiro, anak Hasan Tiro? Apa pendapatnya tentang Aceh? Hanya dari penuturan almarhum Tengku Hasan di Tiro sendiri dan dari photo-photo yang beliau tunjukkan kepada saya semasa kami bersama dua tahun di rimba Aceh dan satu tahun tinggal bersama di Sweden. Saya tidak pernah bertemu dengan Karim Tiro. No comment! Menurut Anda, pantaskah Malek Mahmud menjadi Wali Nanggroe? Menjadi Wali Nanggroe NKRI, mungkin pantas. Tapi tidak sesuai sama sekali menjadi Wali Negara Aceh. Dia selalu menyebut “toke” kepada Tengku Hasan Di Tiro sewaktu kami pertama sekali bertemu dengannya di Malaysia, tahun 1980. Dari sebutannya ini, kesimpulan saya bahwa hubungan antara Tgk. Hasan di Tiro dengan Malik Mahmud adalah lebih terkait kepada bisnis daripada hubungan politik. Dari pergaulan saya dengannya, saya mendapat kesan bahwa dia tidak mendalami ideologi Aceh Merdeka. Menurut Anda, siapa yang paling layak menjadi WN atau memang sudah tidak diperlukan lagi? Saya sudah jawab. Mohon Anda uraikan dan ulas, seputar masalah Wali Nanggroe (WN) seperti yang diamanahkan almarhum Hasan Tiro. Kenapa akhirnya Anda memilih
EDISI 27 AGUSTUS - 2 SEPTEMBER 2012
jalan berpisah dengan Hasan Tiro? Sebenarnya saya tidak memisahkan diri dari Tengku Hasan di Tiro. Saya dipisahkan dari beliau dan tidak pernah diberi kesempatan untuk bertemu dengan beliau sampai beliau almarhum. Hal ini sangat memilukan hati saya, karena saya sangat menyintai dan menghormati beliau. Saya menghormati beliau bukan saja sebagai pemimpin tetapi beliau juga sebagai seorang kawan yang saling mengerti dan memahami satu sama lain. Kelompok yang memisahkan saya dengan Tengku Hasan di Tiro termasuk kolega saya sendiri dan kerabat-kerabat beliau yang selalu menyembunyikan dimana Tengku berada, dan mensabotage semua call atau pesanan-pesanan yang disampaikan kepada almarhum. Semoga semua sabotage dan conspiracy penipuan terbesar didalam sejarah Aceh ini akan terbuka kepada masyarakat Aceh dan semua pelaku-pelakunya akan mempertanggungjawabkannya dihadapan Allah SWT di yaumil mahsyar kelak. Itu sebabnya Anda menghidupkan kembali Aceh Merdeka? Memang benar, saya dan beberapa pengikut setia pejuang Aceh Merdeka telah menghidupkan kembali ASNLF dan menyusun pengurus baru melanjutkan perjuangan Aceh Merdeka menegakkakn kedaulatan Negara Aceh di bumi Aceh Sumatra. Sebenarnya sejak semula kami tidak pernah beranjak dari tujuan perjuangan Aceh Merdeka hanya kami menggunakan istilah menghidupkan kembali karena GAM telah dinyatakan bubar oleh Malek Mahmud dengan membentuk Parti Aceh dalam NKRI. Bukankah Internasional sudah mengakui perdamaian Aceh? International sudah mengakui perdamaian dengan Indonesia? Bukan hanya itu, UN telah mengakui terbentuknya NKRI dan merupakan anggota dari UN. Apakah dengan itu hak Aceh untuk menentukan dirinya sendiri akan hilang? Sudahkah pernah dibuat referendum di Aceh dan ditanyakan apa maunya bangsa Aceh? Bagaimana caranya? Masuk dulu menjadi anggota ASNLF baru kami beritahu bagaimana caranya. Terimakasih.***
Jl. Mr. Moh. Hasan, Batoh, Banda Aceh Hp 0813 7700 5566/0852 6016 8106 (Safrizal Soufyan)
Corolla Altis 2003, Jazz Rs 2008, Corolla Allnew 1997, Feroza 94, Escudo Nomade 2000, Grand Civic, Innova 2007.
Dr. Husaini Hasan
11
■ Google images
Siapa Husaini Hasan? DR. HUSAINI HASAN merupakan mantan Menteri Pendidikan Gerakan Aceh Merdeka (GAM), yang menjabat Ketua Majelis Pemerintahan (MP) GAM yang berpusat di Malaysia. Dr. Husaini Hasan, lahir di Sigli (Pidie) tanggal 3 Juli 1944, pekerjaan sekarang, Ahli Kebidanan dan Penyakit Kandungan (O&G Specialist) di Consultant Medical Centre Specialist Group, Stockholm, Swedia. Istrinya bernama Rahmaniar benti Yusuf (Inong Atjeh) dan karuniai empat anak, dua laki-laki dan dua perempuan. Anak laki-laki sulung lahir di Medan (Sumut) tahun 1968 saat ini berada di Australia. Anak kedua perempuan lahir di Sigli (Pidie) tahun 1970 dan kini sudah menikah, memiliki dua orang putra yang lahir di Australia
tahun 1994 dan 1996 lalu, anak ketiga perempuan, lahir di Banda Aceh pada tahun 1974, saat ini masih belajar di University/Perguruan Tinggi, sedangkan anak yang bungsu laki-laki, lahir di Stockholm, Swedia tahun 1986. Saat ini tinggal di Swedia, di MP-GAM anggota biasa. Tamat tahun 1973, ia ditugaskan di RSU Banda Aceh dan Sabang. Konsultan Mobil Oil, dirangkapnya, sampai ia kembali lagi ke Medan untuk melanjutkan pendidikan specialist Obstetrics and Gynecology di kampus serupa. Keinginannya yang besar untuk belajar, membawanya melanglang buana ke Swedia dan Malaysia. Gelar Specialist Kebidanan dari Medical Board Sweden dan Malaysian Medical Council pun diraihnya.***
12
Utama
EDISI 27 AGUSTUS - 2 SEPTEMBER 2012
7 Tahun MoU Damai Helsinki
Hasrat Merdeka Tetap Membara Lahir sebagai generasi Aceh ketiga, berpendidikan tinggi di luar negeri dan memiliki kemampuan intelektual serta teknologi. Mereka menjalin komunikasi dengan mantan kombatan GAM yang kecewa. Hasrat untuk Merdeka ternyata masih ada. Muhammad Saleh
T
UBUHNYA tinggi kurus. Penampilannya juga sederhana. Usianya sudah kepala lima (50 tahun—red). Jika tak kenal, jangan ajak bicara. Dia cenderung tertutup dan enggan untuk bertanya. Sebaliknya, jika bisa merebut hatinya, dia akan ungkapkan semua. Apa yang dia lakukan dan kerjakan saat Aceh masih dilanda konflik. Termasuk menghabisi semua yang dianggap musuh. Prajurit TNI, Polri, sesama rakyat dan tokoh Aceh serta etnis Jawa. “Andai orang yang telah kami bunuh dulu bisa hidup dan bangkit kembali, mungkin mereka akan mengejar dan membunuh kami kembali. Saya benar-benar menyesal. Jika saya tahu, akhir dari perjuangan Paduka Yang Mulia Wali Neugara Atjeh Merdeka Tgk Hasan Tiro, digunakan hanya untuk meraih kursi gubernur, bupati, walikota dan DPR Aceh, saya tak mau bergabung dalam GAM,” kata pria ini polos, sambil mengusap air mata. Tanpa diminta, dia pun menyebutkan satu persatu nama-nama yang syahid. Mulai dari rakyat biasa yang dituduh cuak (matamata—red) hingga Prof. Dr. Dayan Dawood (Rektor Unsyiah, Banda Aceh), Dr. Safwan Idris (Rektor IAIN Ar-Raniry, Banda Aceh) dan Mayjen TNI (Purn) Teuku Djohan (mantan Wagub Aceh). “Itu saja yang masih saya ingat, sisanya saya lupa,” ungkap dia. Seterusnya, dia bercerita tentang sisi lain dari perjuangan yang telah dia lakoni sejak bergabung dengan GAM tahun 1990-2004. Mulai dari berhadap-hadapan dengan prajurit TNI dan Polri di
FOTO: DOK PRIBADI
Delegasi Aceh Yusuf Daud dua dari kanan di sidang HAM Dewan PBB.
lapangan hingga kesepakatan untuk tidak saling menyerang atau baku tembak. “Ya, kalau nasib lagi baik malah kami beli senjata dan peluru dari oknum TNI dan Polri. Mereka juga butuh uang,” kenang dia, sambil tersenyum. Secara tak senggaja, pria ini bertemu saya, awal Agustus lalu di Banda Aceh. Sebut saja namanya RAJU (samaran—red). Pendidikannya hanya tamat sekolah dasar (SD). Karena alasan keselamatan, kami sepakat untuk tidak menuliskan secara jelas identitasnya. “Bukan saya takut, tapi dari pada mati konyol, lebih baik nama saya Anda sembunyikan,” pinta ayah dua anak ini. Selanjutnya, kami pun sering bertegur sapa dan bercerita. Tentu tak jauh dari kenangan indah dan pahit getir masa lalu, saat Aceh masih dilanda konflik bersenjata hingga datang MoU Damai Helsinki, antara Pemerintah Indonesia dan Gerakan Aceh Merdeka (GAM), 15 Agustus 2005 silam di Helsinki, Finlandia. Dan, Rabu, 15 Agustus 2012 lalu, saya mengajak dia untuk bertemu kembali sambil ngopi. Tujuannya, hanya ingin meminta pendapatnya seputar peringatan 7 Tahun MoU Damai. “Kini, saya tak lagi berharap banyak. Saya dan kawan-kawan telah memilih jalan sendiri, mencari kehidupan untuk anak dan istri. Tapi satu hal, kami jangan diganggu. Mempertahankan diri itu wajib,” tegasnya dengan wajah serius. Nah, dari RAJU saya pun dapat memahami dan mengetahui
posisi pimpinan dan mantan kombatan GAM saat ini. Walau tak lengkap dan utuh, setidaknya bisa sebagai pintu masuk selanjutnya. Termasuk, kiprah dan gerakan anggota Majelis Pemerintah (MP) GAM di Aceh. Salah-salah gerakan “sempalan” dari Aceh Merdeka (AM) yang dibentuk Hasan Tiro tahun 1976. Situasi ini jauh berbeda dengan tahun pertama dan kedua, paska penandatanganan MoU Damai RI-GAM. Hampir tak dapat diperoleh dan akses berbagai cerita serta sisi lain dari sepak terjang para pimpinan maupun mantan anggota GAM. “Ada, memang benar. Beberapa kawan seperjuangan yang dulu saya kenal, kini mengaku sebagai anggota MP GAM. Dia tidak puas dengan hasil yang ada sekarang,” ungkap RAJU. Masih kata RAJU. “Semua sudah mabuk kekuasaan. Hanya gara-gara kursi Gubernur, Bupati dan Walikota, kami saling membunuh. Saat di hutan, sama-sama tahan lapar dan dalam ancaman mati. Tapi sekarang, lupa diri. Yang menerima manfaat justeru orangorang yang bergabung kemudian. Mereka pinter menjilat dan cari muka,” katanya sambil menyedot dalam sebatang rokok kretek. RAJU berkisah tentang duka saat perjuangan di Buket Cot Keueung, Aceh Besar. Batinnya sempat terpukul sepekan, karena sohib dekatnya syahid dalam perjuangan. Suaranya tiba-tiba tinggi, ketika dia bercerita tentang sukses story yang telah dia dan kawan-kawannya laku-
kan. “Saat itu, kami berhasil menembak mati beberapa prajurit TNI dalam kontak tembak 24 jam,” kenang RAJU. Begitupun, satu hal yang tak dapat dia dan kawan-kawannya terima. “Dulu, ketika kami mati dianggap syahid dan resiko perjuangan. Kini, sedikit saja berbeda pandangan politik, langsung dicap sebagai pengkhianat. Ini benar-benar tidak adil,” sebut RAJU yang mengaku ikut memenangkan pasangan Irwandi Yusuf-Muhammad Nazar, saat Pemilukada 2006 silam dan Partai Aceh (PA) untuk kursi DPR Aceh dan DPRK Aceh Besar pada Pemilu Legislatif 2009 lalu. “Sejujur saja, saat itu saya ikut menekan orang kampung untuk memilih PA,” ungkap dia. Memang, paska damai dan Pemilukada 2006 silam, RAJU lebih merapatkan diri dalam barisan Irwandi Yusuf. Ini dia lakukan, karena perintah Panglima GAM (komando—red). Hasilnya, RAJU memperoleh beberapa pekerjaan. Dari hasil itulah, dia bisa menghidupkan dapur untuk anak dan istri serta kawan-kawan. Pernah sekali waktu, dana Rp 1 miliar lebih dari hasil keuntungan proyek dia bagikan. Saat itu, menjelang Hari Raya Idul Fitri 1431 H atau 2010 lalu. “Uang itu saya ambil cash di bank dan saya masukkan dalam karung beras serta saya bagikan kepada kawan-kawan,” kenang dia. *** SEPERTI Idul Fitri tahun lalu, lebaran kedua dan ketiga tahun
ini pun saya dan keluarga memilih mudik ke Lhokseumawe dan Aceh Timur. Selain bersilaturrahmi dengan keluarga, juga bertemu dengan rekan-rekan lainnya. Hari itu, Selasa, 21 Agustus 2012, sekira pukul 11.00 WIB, saat sedang bertamu di Bagok, Kabupaten Aceh Timur, telpon seluler saya berdering. “Halo, mohon maaf lahir dan batin. Lebaran ini kita tak bisa bertemu. Kondisi saya dan kawan-kawan sedang tidak kondusif, paska Pilkada lalu,” kata seorang anak muda di ujung telpon, sambil bertanya dimana posisi saya saat itu. Sebut saja RAMAN (samaran—red). Dia merupakan mantan kombatan GAM Wilayah Aceh Utara atau akrab disebut Pase. RAMAN adalah salah seorang teman saya di SMA dulu, di Lhokseumawe. Ayahnya merengang nyawa, setelah ditembak oknum TNI tahun 1986 silam dengan tuduhan terlibat dan ikut membantu GAM. Nah, entah karena dendam atau kesadaran sendiri, setamat SMA, warga Kecamatan Nisam, Kabupaten Aceh Utara ini, memilih bergabung dalam GAM. Dia sempat diburu TNI dan Polri dan akhirnya kabur ke Malaysia dan kembali tahun 2000. Saat melakukan tugas jurnalistik ketika itu, saya sering meminta jasa RAMAN untuk menerobos ke sejumlah Markas GAM. Termasuk berbagai informasi operasi serta kontak senjata yang terjadi. Dari mulut RAMAN pula, saya kembali mendapat cerita
Utama basah seputar situasi dan kondisi di tubuh (internal) PA serta mantan kombatan GAM. “Saat ini saya dan 30 kawan-kawan pendukung Tgk Liyah Pase (Ilyas A. Hamid, mantan Bupati Aceh Utara—red) berada di salah satu tempat di pedalaman Sawang. Untuk sementara, kami tidak bisa bermain di kota, karena telah dicap sebagai pengkhianat,” ungkap RAMAN. Saat Pemilukada, 9 April 2012 lalu, RAMAN memang pendukung setia Tgk Liyah Pase. Untuk posisi gubernur, dia mengaku pendukung ring satu Irwandi Yusuf. Dia punya alasan tertentu kenapa menjatuhkan pilihan kepada Tgk Liyah dan Irwandi Yusuf. “Saya bukan pengkhianat. Yang saya dan kawan-kawan lakukan, semata-mata karena setia kepada perjuangan dan panglima. Dulu pun saya mendukung Tgk Agam (sebutan untuk Irwandi— red) dan Tgk Liyah karena perintah komando dari Mualem (Panglima GAM Muzakir Manaf, kini Wagub Aceh) dan Tgk Sofyan Daud,” ungkap RAMAN. Bukankah, Mualem juga maju sebagai Wagub Aceh? tanya saya. Dengan lantang RAMAN mengatakan. “Karena itulah, kami tak mendukungnya. Anda bisa bayangkan, apa jadinya perjuangan selama 30 tahun lebih yang di proklamirkan Paduka Yang Mulia Hasan Tiro, jika panglima tertinggi maju jadi pejabat. Jika ada masalah, kepada siapa lagi kami mengadu,” kata RAMAN lantang. Kecuali itu, yang membuat batin RAMAN berontak adalah, begitu mudah gelar pengkhianat perjuangan diberikan kepada dia dan kawan-kawannya saat ini. “Saat kampanye di Landing, Lhoksukon, Aceh Utara Anda dengar sendiri penjelasan dari Tgk Sofyan Daud, Tgk Liyah dan Tgk Agam. Apa peran mereka dalam perjuangan dan siapa merekamereka itu (Malek Mahmud, Zaini Abdullah dan Mualem— red). Jadi, tidak usah saya jelaskan lagi,” ungkap RAMAN. Satu hal yang membuat jantung saya berdetak kencang adalah saat muncul pengakuan RAMAN tentang MP GAM. “Sejak setahun lalu, saya terus melakukan kontak dengan Arif Fadillah (aktivis MP GAM—red) di Sweden dan Amerika serta beberapa pemimpin lainnya. Dari dialah, kami paham, duduk persoalan perjuangan yang sebenarnya. Tak semua tuduhan dan propaganda murahan yang selama ini diarahkan kepada MP GAM dan Tgk Husaini Hasan benar,” ulas RAMAN. Menurut RAMAN, saat ini ada seratusan anggota dan aktivis MP GAM asal negeri jiran Malaysia, Sweden, Denmark dan Australia, berada di Aceh. “Kami sudah beberapa kali bertemu dan
EDISI 27 AGUSTUS - 2 SEPTEMBER 2012
FOTO DOK PRIBADI
ASNAWI Ali pada Sidang Laporan HAM di Jenewa, Selasa, 22 Mei 2012.
mengadakan rapat. Tapi, Anda tak perlu tahu dimana. Kami akan lanjutkan perjuangan Paduka Yang Mulia Tgk Hasan Tiro untuk Aceh Merdeka. Dan kami akan tueng bela (membalas— red) kematian Tgk Don Fahri dan Hanafiah Norwe serta Tgk Cage,” kata RAMAN dengan suara tinggi dan langsung mematikan telpon seluler. Hingga, Jumat pekan lalu, nomor seluler RAMAN, tak bisa lagi dihubungi. “Ka beh, saleum (sudah ya, salam—red),” kata RAMAN. *** DARI hulu hingga hilir. Dari Aceh hingga luar negeri, semangat perlawanan atau keinginan untuk mengusung Aceh Merdeka, ternyata belum juga padam di benak sebagian mantan kombatan GAM serta warga Aceh yang kini bermukim di luar negeri. Sebaliknya, tetap saja membara. Namanya Arif Fadillah. Di dunia maya (blog), dia menyatakan diri sebagai Ketua Presidium Gerakan Kemerdekaan Aceh atau Aceh Sumatra National Liberation Front (ASLNF). Sosok anak muda ini aktif mengelola dan menyuarakan lanjutan perjuangan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) di luar negeri, khususnya Eropa. Mereka menamakan dirinya Majelis Pemerintah (MP) Gerakan Aceh Merdeka, dipimpin dr. Husaini Hasan, sohib dekat almarhum Hasan Tiro dan dr. Zaini Abdullah (mantan Menteri Luar Negeri Aceh Merdeka—red). Selain sekampung, Pidie. Husaini Hasan dan Zaini Abdullah merupakan satu almamater, Fakultas Kedokteran Universitas Sumatera Utara (USU). Mereka pecah, karena beda tafsir dalam menarik simpati dari Hasan Tiro. Puncaknya, dalam proses damai, 15 Agustus 2005 di Helsinki. Husaini Hasan Cs mengaku tak dilibatkan jika tak elok disebut telikung. Hasilnya, gerbong Zaini Abdullah bersama Malek Mahmud Cs, menerima tawaran
damai Pemerintah Indonesia. Sementara, gerbong Husaini Hasan Cs, menolaknya dan mendirikan MP GAM. Bersama Arif, Husaini Hasan, ada sederet nama lain seperti, Tengku Amir Ishak SH, Asnawi Ali, Yusuf Daud, Diya Yusuf, Mustafa Ali, Herry Iskandar, Muhammad Ali, M. Nur Daud, Hanafiah Sjech, Awee Hasan, Mazlan Yakob, Sahli bin Mubin, Tayeb Yet, Fasola, Abdul Manaf, Ali Rahmad, Ahmad Amin, Junaidi Ahmad dan lain-lain. Arif Fadillah, Asnawi Ali dan Yusuf Daud (Yusda), cukup berperan mengeluarkan pernyataan pers atas nama ASLNF. Arif, Asnawi dan Yusuf Daud, sepertinya seiring dan sejalan. “Memang betul, pada pertemuan, Mei 2012 lalu, Yusda dan Asnawi Ali menghadiri pertemuan dan pelatihan HAM serta demokrasi di Jenewa, Swiss. Termasuk pertemuan serupa di Belanda,” ungkap sumber media ini, Jumat pekan lalu. Sumber tadi menjelaskan, Arif Fadillah sempat tercatat sebagai salah seorang dosen di Universitas Syiah Kuala, Banda Aceh. Medio tahun 1998 atau 1999, kabarnya dia mendapat beasiswa atau tugas belajar dari BPPT, Kemenristek RI ke Jerman. Nah, saat di Jerman, Arif ikut membantu dan bergabung dengan sejumlah pimpinan GAM di Eropa, terutama saat pertemuan dan pembahasan MoU Damai di Helsinki. Merasa tak sepakat dengan butir-butir MoU, Arif bersama Fadlon Tripa dan Yusuf Daud saat itu, menyatakan menarik diri dan berikrar akan melanjutkan perjuangan Hasan Tiro yaitu Aceh Merdeka. Maka, tahun 2009 lalu, disepakati kembali melanjutkan perjuangan Aceh Merdeka dengan tetap menambalkan nama: Aceh Sumatra National Liberation Front (ASLNF) dan Arif Fadillah ditunjuk sebagai Ketua Presidium. “Tapi Fadlon sempat pulang ke Aceh karena
diajak Irwandi, sementara Yusuf Daud dan Arif tidak kembali ke Aceh,” ungkap sumber ini. Entah karena alasan itu pula, saya sempat menerima beberapa kali surat elektronik (email) dari Asnawi Ali. Isinya, cerita tentang berbagai kegiatan ASLNF. Termasuk siaran pers Asnawi Ali dan Yusuf Daud (Yusda) yang terbang dari Swedia menuju Jenewa, 12 Mei 2012 lalu. Mereka hadir di sana, untuk memenuhi undangan salah satu LSM international yang bekerja untuk Perserikatan BangsaBangsa (PBB) dengan fokus mengatasi ketidakadilan dan permasalahan hak asasi manusia di belahan dunia. LSM Internasional itu berkantor pusat di Jenewa dan terpaut ratusan meter dari kantor PBB urusan masalah HAM di Swiss. “Kami sudah mengirim siaran pers, tapi kenapa MODUS ACEH tidak mempublikasinya,” tanya Asnawi Ali melalui email. Kabarnya, hampir semua aktivis HAM di setiap negara, khususnya negara anggota PBB wajib menyampaikan upaya pelaksanaan kemajuan dan perlindungan HAM di negaranya masing-masing sebagai Tinjaun Periodik Universal -UPR (Universal Periodic Review). “Acara empat tahunan sekali itu merupakan mekanisme terbaru Dewan HAM yang memberi kesempatan kepada negara anggota PBB untuk menyampaikan berbagai upaya dan pelaksanaan pemajuan dan perlindungan HAM di negaranya,” jelas Yusuf Daud. Sebelumnya, Minggu (20/5), Harian Media Indonesia memberitakan, satu LSM Human Right Working Group (HRWG) menilai Indonesia memang tidak mampu menyelesaikan permasalahan HAM. “Kami berharap bahwa sidang UPR (Universal Periodic Review) bisa meberikan rekomendasi lengkap,” kata Choirul Aman yang juga
13
salah satu anggota delegasi LSM Indonesia untuk menghadiri sidang yang diadakan 23 Mei, di Jenewa, Swiss. Tak hanya itu, Rabu pagi, 8 Agustus 2012 lalu, sejumlah aktivis HAM dan demokrasi dari berbagai dunia, juga menghadiri “International Human Rights Training” yang berlangsung di Gedung Clingendael Netherlands Institute. Sebagai diplomat resmi, Duta Besar Bolivia untuk Belanda didaulat berpidato, selanjutnya Direktur Clingendael Netherlands Institute, Ketua Unpresented Nations and Peoples Organization (UNPO), Ketua Netherlands Centre for Indigenous Peoples (NCIV) dan Walikota Den Haag. Nama UNPO sudah akrab bagi mereka dipengasingan. Pelatihan Speakout! 2012 ini adalah even tahunan yang keempat kalinya. Tahun ini giliran UNPO memfokuskan pelatihan HAM kepada generasi muda. Beberapa diantaranya pemudi Zimbabwe representatif dari UNPO Brussel, aktivis untuk Tibet, The Young Assyrians in Australia, Anne Frank House Netherland, Nuria Andreu Spain, Hmong Federation People Assembly, Khmer Krom Cambodia, Political Advisor for Internatonal Affairs Republic of Kosovo, Swedish Achehnese Association, Acheh Sumatra National Liberation Front (ASNLF), serta beberapa mahasiswa asal Jerman dan Belanda kandidat master jurusan hubungan Internasional. Rupanya, Yusda danAsnawiAli memanfaatkan pertemuan itu dengan membuka telepon gratis melalui sambungan internet Skype. Tujuannya, bukan hanya untuk didengar, tapi dapat juga melihat langsung melalui kamera tentang pelatihan HAM SpeakOut! 2012, di Den Haag, Belanda. Diakui Aswani Ali, pertemuan di Kota Den Haag mempunyai arti besar bagi aktivis ASNLF. Setelah sebelumnya sempat “lolos” dan berhasil memasuki Gedung PBB urusan HAM di Jenewa dalam sidang UPR (Universal Periodic Review) akhir Mei lalu 2012. Sebulan kemudian memenuhi undangan untuk berdialog dengan salah satu LSM dan lembaga kemanusiaan Internasional di kota dan negara yang sama. “Menyadari akan kelangsungan perjuangan yang panjang, regenerasi untuk mencetak aktivis baru bagi ASNLF sedang dipersiapkan,” tulis Asnawi. Lantas, apa kata Malek Mahmud? “Semua terserah mereka. Kalau masih ada yang mau merdeka silahkan. Kami tidak melarang”. Sepertinya, hasrat untuk merdeka masih membara di belahan negara Eropa? Entahlah, hanya waktu dan sejarah yang bisa menjawabnya.***
14
Utama
EDISI 27 AGUSTUS - 2 SEPTEMBER 2012
■ MODUS ACEH /Juli Saidi
Malek Mahmud (tengah) saat Konferensi Pers memperingati 7 Tahun MoU Helsinki 14 Agustus lalu di Meuligoe Wali Nanggroe.
Pemangku Wali Nanggroe Malek Mahmud:
Terserah Mereka! Pemangku Wali Nanggroe Malek Mahmud mengelar konferensi pers, terkait peringatan 7 Tahun MoU Helsinki di Meuligoe Wali Nanggroe, Jalan Residen Danubroto, Geuceu Kaye Jato, Banda Aceh, 14 Agustus 2012 lalu. Pada kesempatan itu, Malek Mahmud menyampaikan terimakasih kepada mantan Presiden Republik Indonesia Yusuf Kalla atas jasa dan perannya. Begitupun sebut Malek, meski sudah tujuh tahun umur perdamaian Aceh, masih ada tugas yang perlu diselesaikan Pemerintah Aceh. Tugas dimaksud Malik Mahmud adalah, implementasi Undang-Undang Pemerintah Aceh (UUPA). Sebab, UUPA adalah turunan dari MoU Helsinki. Itu sebabnya, Malik mengaku Pemerintah Aceh dibawah dr. Zaini AbdullahMuzakir Manaf berkomitmen untuk mengawal dan menyempurnakan UUPA. Tak hanya itu, Malek juga menyerukan kepada semua elemen rakyat Aceh harus tahu subtansi MoU dan UUPA. Ini dimaksudkan, agar rakyat Aceh sadar apa yang menjadi hak dan kewajiban dalam undang-undang dimaksud. Nah, pada sesi tanya jawab, Juli Saidi dari MODUS ACEH mengajukan dua pertanyaan kepada Malik Mahmud. Namun karena waktu begitu singkat, dua pertanyaaan tadi tak dijawab secara tuntas. Berikut penuturannya. Secara subtansi, apa perbedaan antara Otonomi Khusus (Otsus) yang diberikan Pemerintah Pusat tahun 2002 dengan MoU Helsinki? Jadi begini, masalah kekhususan UUPA atau MoU Helsinki memang sudah ada, jelas sudah disetujui Pemerintah Pusat. Ini menjadi inti atau landasan daripada perjuangan kita di Aceh, dalam menyelesaikan sengketa atau konflik. Itu sudah disetujui Pemerintah Pusat. Sebenarnya, bagi kita bagus punya kekhususan Aceh. Sudah disetujui Pemerintah Pusat, juga orang luar negeri yang ikut membantu senang. Apa pendapat Anda soal riak dari MP GAM pimpinan Husaini Hasan? Masalah yang saudara katakan itu, karena ada pihak-pihak di luar negeri yang
dibilang. Misal, tidak sesuai dengan aslinya dari apa yang diperjuangkan Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Jawaban saya begini. Ini masalah politik, kenapa Aceh meminta merdeka? Itu dipelajari kembali. Dulu Aceh sebagai inisiator berdirinya Indonesia, sehingga Presiden pertama Indonesia mengakui Aceh daerah modal, harus kita tahu apa yang dimaksud daerah modal? Sebagai pejuang dia (Husaini Hasan— red) tahu, karena kalau bukan Aceh, waktu itu Indonesia tidak ada lagi. Tetapi karena Aceh konstan, berdiri dari awal, waktu Jawa dan daerah lain semuanya jatuh, Aceh tetap dan bendera di sini merah putih. Dibantu moral dan tentara. Kita mempunyai dua senjata lengkap waktu itu yang dirampas dari Jepang, itu kekua-
tan. Uang kita punyai, Aceh punya hasil bumi dan dijual ke Penang untuk kebutuhan Indonesia. Termasuk ongkos kegiatan luar negeri Indonesia waktu itu. Indonesia waktu itu belum berdiri. Kemudian yang paling penting waktu itu, semuanya sudah jatuh, Medan sudah jatuh, Presiden dan Wakil Presiden waktu kan ditawan dibawa ke Pulau Bangka. Tapi wakil Indonesia bilang masih ada lagi, Aceh. Sehingga Komisi dari PBB waktu itu mengadakan satu kebijakan. Masih ada lagi, uang pertama di Indonesia dari Aceh. Jadi, itu yang memberi suatu sokongan moral pada Pemerintah Pusat. Dunia mengatakan: oh,, ya memang benar Indonesia masih ada. Pertanyaan tentang luar negeri, memang dulu begini, itu masalah pendapat, jadi pendapat, untuk memerdeka itu memang objek kita dulu, tetapi karena Pemerintah SBY mengambil kebijakan berunding dan sedia memberi konsesi, kami pun begitu juga. Indonesia memberi hak-hak bahagian yang kami rasa pantas diberi pada kami dan yang lain sebagai dari kompromi. Oke enggak apa-apa Aceh dalam NKRI, antara enam itu kita pulang pada pusat, apa salahnya? Itu kan kompromi, artinya dalam tertutup tadi, tapi ada jalan keluar yang dibuka, kita harus ambil. Jadi, kalau masih ada yang mau merdeka, ya silakan! Yang mau merdeka itu kami tidak larang juga. Ya ndak? Ha...ha...ha... (tertawa—red). Kita tidak larang, sebab semua itu ada resikonya. Anda bisa tanya rakyat Aceh, apa menyokong mereka atau
menyokong kita di sini yang sudah kompromi? Itu Wallahu’alam, terserah kepada mereka, saya tidak mau komen itu. Terserah pada mereka, apalagi kata orang Jawa mengomel itu sangat mudah, tapi untuk membuat susah. Saat saya mengambil keputusan itu, saya memikirkan apa jalan keluar yang ada. Kita lihat Pemerintah Pusat berubah pola pikirannya. Dari pada memaksa Aceh dan menghantam Aceh dengan bersenjata, lebih baik membuka pintu kompromi. Dan itu ada, kenapa kita tidak mau ambil? Kadang ini jalan keluar yang terbaik, iyakan? Kita ambil dan dalam waktu yang singkat bagaimana kita pikirkan menyelamatkan Aceh yang sedang dilanda bencana. Jika orang luar mau membantu kita, maka tak ada dan kita terus bergerak. Saya, walaupun di luar negeri saat itu, saya monitor semua. Saya ada hubungan dengan panglima-panglima GAM di lapangan dan pihak asing memberitahu kepada kita tentang kegiatan mereka di lapangan. Kata mereka, orang Aceh berkelompok-kelompok tidak ada arahan, tidak ada makanan, tidak ada obat, tidak ada minuman. Jadi, kalau kita terus mengantam di waktu samasama sulit, banyak lagi orang Aceh yang korban (lee lom, ureng luar nanggroe han gejet tamong awaknyan jak ngon lon, -awak Amerika—banyak orang luar negeri yang tidak bisa masuk dan mereka orang Amerika pergi dengan saya—red). Kita harus berani mengambil keputusan, dan saya itu saya mengambil keputusan sangat berat.***
Opini
EDISI 27 AGUSTUS - 2 SEPTEMBER 2012
15
Antara Damai dan Merdeka (Refleksi MoU Helsinki 15 Agustus 2005 dan Proklamasi Kemerdakaan RI 17 Agustus 1945) Oleh: Khairil Miswar*
Ditinjau dari berbagai aspek Aceh memang pantas disebut unik. Keunikan yang lahir secara natural tersebut dalam kondisi tertentu malah menjadi sesuatu yang khas bagi Aceh. epanjang sejarah kemunculannya di muka bumi ini, Aceh telah mencatat cerita–cerita unik di masa lalu. Pada masa penjajahan Belanda meskipun Sultan berhasil dikalahkan Belanda, namun perjuangan gerilya rakyat Aceh terus berlanjut di bawah pimpinan para Teungku Chiek dan Ulee Balang. Mungkin hal ini berbeda dengan daerah lain, karena Sultan merupakan simbol kekuatan, jika Sultan kalah secara otomatis rakyatpun kalah; dan hal ini tidak berlaku bagi Aceh. Di Aceh, siapapun berhak memakai gelar “Teungku” yang pada prinsipnya merupakan gelar untuk orang– orang berilmu khususnya dalam ilmu agama. Jika di daerah lain untuk dapat disebut sebagai kiyai atau ustaz mungkin harus belajar bertahun–tahun di pesantren dan bahkan harus memiliki pesantren baru kemudian bisa disebut sebagai kiyai. Berbeda dengan Aceh, gelar “Teungku” bisa di dapatkan secara gratis tanpa melalui proses panjang. Sebenarnya masih banyak contoh lain yang tidak mungkin disebut satu per satu. Contoh tadi setidaknya bisa memberi gambaran kepada kita bahwa Aceh memang unik. Dalam konteks kekinian, khususnya pasca penandatangan MoU Helsinky 15 Agustus 2005 keunikan Aceh semakin bertambah. Khususnya di bulan ini (baca: Agustus) Aceh memiliki dua hari bersejarah yang tanggalnya saling berdekatan. Tanggal 15 Agustus merupakan hari yang sangat bersejarah bagi Aceh sebagai pintu menuju Aceh baru yang damai setelah puluhan tahun dilanda perang (baca: konflik). Tanggal 17 Agustus juga merupakan momen paling penting yang tidak bisa dilewatkan oleh setiap anak bangsa di negeri ini dan tidak terkecuali Aceh yang pada masa silam juga sempat menjadi Ibu Kota Negara Republik Indonesia. Bagi masyarakat Aceh tanggal 15 Agustus merupakan tanggal paling
S
Ilustrasi
bersejarah yang merupakan tanggal di tandatanganinya sebuah nota kesepahaman antara Pemerintah RI dengan pihak Gerakan Aceh Merdeka. Pasca penandatangan naskah tersebut kondisi Aceh yang sebelumnya dilanda konflik panjang secara perlahan mulai pulih dan lentera perdamaian mulai bersinar setelah sekian lama redup dalam rentang waktu hampir tiga puluh tahun lamanya. MoU Helsinki yang di fasilitasi CMI (Crisis Management Initiatif) dan dipimpin Marti Arthisari, bisa dikatakan sebagai sebuah produk yang sukses dimana sebelumnya di Aceh sudah beberapa kali dilaksanakan kesepakatan yang serupa namun akhirnya kandas ditengah jalan. Tanpa terasa gemuruh damai di Aceh sudah berjalan tujuh tahun dan para combatan GAM telah berhasil menguasai pemerintahan baik di eksekutif maupun legislatif melalui pergerakan politik. Pada tahun 2006 kursi kekuasan ditingkat provinsi berhasil dimenangkan oleh GAM dengan terpilihnya Irwandi Yusuf sebagai Gubernur Aceh Periode 2006 – 2011. Di beberapa kabupaten kota di Aceh juga terjadi hal yang sama, kursi Bupati juga di dominasi mantan GAM. Fenomena ini berlanjut pada pemilu 2009, mayoritas kursi Dewan Perwakilan Rakyat baik di tingkat provinsi dan kabupaten/kota juga di dominasi mantan GAM. Selanjutnya pada Pemilu 2012 mantan GAM kembali memperoleh kejayaan politiknya dengan terpilihnya Zaini Abdullah dan Muzakkir Manaf sebagai Gubernur
■ ERNAS
dan Wakil Gubernur Aceh Periode 2012 – 2017). Sederetan keberhasilan politik yang berhasil dicapai mantan GAM dalam kurun waktu tujuh tahun terakhir tidak terlepas dari momen bersejarah pada tanggal 15 Agustus 2005 silam. Meskipun sebelumnya Gerakan Aceh Merdeka merupakan musuhnya Republik ini namun pasca 15 Agustus 2005 fenomena tersebut telah mencair dan hilang dalam ingatan kita. Perdamaian Aceh yang pada hakikatnya merupakan anugrah Allah SWT sudah semestinya kita jaga bersama agar terus bersemi sepanjang masa. Slogan–slogan anti RI yang dulunya kita jadikan sya’ir dan kita lagukan disetiap waktu sudah sewajarnya kita hapus dalam memori kita. Tidak ada lagi kata–kata “merdeka” karena pada tanggal 15 Agustus 2005 kita telah berkomitmen untuk kembali kepangkuan Ibu Pertiwi. Sebagai seorang sejati tentu kita harus konsisten dengan keputusan ini. Lantas, bagaimana dengan tanggal 17 Agustus? Bagi bangsa Indonesia tanggal 17 Agustus 1945 merupakan hari paling bersejarah mengingat pada tanggal tersebut bangsa Indonesia secara resmi memproklamirkan kemerdekaannya. Tanggal 17 Agustus merupakan tonggak berdirinya Negara Kesatuan Republik Indonesia yang bebas dari penjajahan bangsa asing. Gema kemerdekaan juga merambah sampai ke Aceh yang notabene juga merupakan lumbungnya para nasionalis. Rakyat Aceh rela berkorban jiwa
raga, terjun ke medan perang mempertahankan Indonesia hingga ke luar Aceh seperti yang kita kenal dengan perang Medan Area. Sejarah tak dapat dibohongi, sekiranya Radio Rimba Raya tidak dioperasikan di Aceh sabagai satu–satunya radio yang mengabarkan kepada dunia bahwa Indonesia masih ada, yaitu wilayah Aceh. Sementara semua wilayah–wilayah strategis di Indonesia saat itu telah berhasil diduduki kembali oleh Belanda dalam agresi Belanda kedua. Nurcholis Madjid dalam pengantar buku “Tragedi Anak Bangsa” seperti dikutip beberapa penulis di Aceh menyebutkan, Indonesia atau Keindonesiaan tidak akan mungkin ada seandainya tidak ada Aceh. Justru itu, tidaklah berlebihan kalau dikatakan bahwa Aceh adalah “nafas terakhir Indonesia”. Selain itu pada tahun 1948 Presiden Soekarno juga sempat hijrah ke Bireuen (Aceh) dan mengendalikan pemerintahan di rumah Kolonel Husen Yusuf. Bireuen ketika itu menjadi ibu kota RI yang ke tiga setelah jatuhnya Yogyakarta dalam kekuasaan Belanda. Berdasarkan kesaksian sejarah tentang keterlibatan Aceh dalam proses kemerdekaan Indonesia maka sangat patut dan layak jika hari bersejarah 17 Agustus juga menjadi momen penting bagi Aceh yang tidak bisa dilewatkan begitu saja. Tanggal 15 Agustus dan 17 Agustus merupakan hari yang sangat bersejarah bagi masyarakat Aceh. Sebagai bangsa yang pernah menjadi modal untuk kemerdekaan Indonesia sudah sepatutnya kita mempertahankan rasa nasionalisme yang telah diwariskan oleh para leluhur kita di Aceh. Meskipun Aceh sempat bergolak baik di masa Daud Beureueh (DI TII) maupun pada masa Hasan Tiro (GAM) namun berkat rahmat Allah semua itu telah kita lewati bersama. Pada prinsipnya, paska 15 Agustus 2005 rasa nasionalisme Aceh yang sekian lama pernah pudar telah bersemi kembali dengan kembalinya GAM ke pangkuan RI. Kita telah berdamai dengan Indonesia hampir tujuh tahun lamanya, dan sudah sepatutnya kita pula berdamai sesama Aceh. Perbedaan pandangan politik antar sesama bangsa Aceh jangan sampai melahirkan permusuhan baru. Sudah saatnya bibir kita berhenti mencela saudara kandung kita yang notabene sebangsa sebagai “pengkhianat”. Seperti kata pepatah “jangan meludah ke atas karena akan menimpa wajah sendiri”; menuduh bangsa sendiri sebagai pengkhianat sama halnya dengan menyebut diri kita sebagai pengkhianat. Wallahu A’lam.*** *Sekretaris Jenderal Front Mahasiswa dan Pemuda Aceh Jeumpa (Jempa Mirah)
16
Hukum
EDISI 27 AGUSTUS - 2 SEPTEMBER 2012
Lika-liku Kasus Blang Panyang
Syaridin Yahya, terdakwa kasus lahan Blang Panyang sedang memberi keterangan didepan hakim. ■ MODUS ACEH/Hasnul Yunus
Sidang kasus dugaan penipuan dan penggelapan pembebasan lahan Blang Panyang hingga kini belum juga tuntas. Padahal, banyak saksi telah dihadirkan ke persidangan. Hasnul Yunus
H
ARI menjelang siang. Jarum jam menunjuk ke arah pukul 10.00 WIB, 31 Juli lalu. Syaridin Yahya ditemani dua orang pria memasuki Gedung Pengadilan Negeri Lhokseumawe. Ia melempar senyum ke arah orang yang ada di lobi. Hari itu, dia mengenakan kemeja lengan panjang berwarna kuning. Sidang belum di mulai. Dia duduk di ruang tunggu pengadilan ditemani rekannya. Beberapa saat kemudian, ia didatangi seorang perempuan muda. Wanita itu adalah Heni Naslawaty, SH, salah satu pengacara yang mendampinginya untuk kasus tanah Blang Panyang. Namun, sesaat kemudian perempuan itu beranjak pergi meninggalkan Syaridin. Tak jauh dari bangku yang diduduki Syaridin, satu papan pengumuman menempel di dinding. Di sana tercantum, dua kasus yang akan disidangkan hari itu. Kasus lahan Blang Panyang masuk dalam agenda sidang pertama, dengan nomor perkara 131/pid.B/2011/PN.LSM. Sambil menunggu waktu sidang, ia berbincang-bincang dengan dua orang temannya. Sesaat MODUS ACEH menghampirinya dan memperkenalkan diri kepada Syaridin. Dia justeru menolak untuk diwawancara. “Saya punya pengacara, jadi silakan
tanyakan pada pengacara saya saja,” tolaknya dengan nada rendah, ketika ditemui media ini. Tak berhenti disitu, media ini berusaha mendapatkan informasi dari Syaridin Yahya terhadap kasus yang didakwakan kepadanya. Tapi, tak banyak yang bisa diperoleh langsung dari terdakwa. Kepada media ini, ia menerangkan bahwa dirinya sudah setahun menjalani proses peradilan untuk kasus tersebut. Ia mengaku perasaannya biasa saja ketika mengetahui kasus Blang Panyang masuk dalam perkara pidana. ”Saya jalani saja sebagaimana biasanya,” katanya lagi. Kemudian, ia kembali melanjutkan pembicaraannya dengan rekannya. Sekedar mengulang, tahun 2007 silam, Pemerintah Kota Lhokseumawe melakukan upaya pembebasan tanah di Desa Blang Panyang, Kecamatan Satu, Kota Lhokseumawe. Tanah tersebut rencananya diperuntukkan bagi pembangunan Rumah Sakit Umum Daerah bertaraf internasional yang bekerjasama dengan Korea Selatan. Saat itu Walikota Lhokseumawe Munir Usman membentuk tim sembilan. Nah, tim inilah yang kemudian mengajukan harga tanah seharga Rp 20.000,- per meter. Menurut mereka saat itu harga tersebut sudah sesuai dengan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP), harga pasaran dan harga yang ditawarkan penduduk setempat. Setelah kasus tersebut mencuat kepermukaan, anggota DPRK Lhokseumawe Syaridin Yahya kemudian ditetapkan sebagai tersangka atas dugaan penggelapan sisa ganti rugi lahan Blang Panyang. Saat itu ia mengaku, uang dua miliar rupiah sebagai fee untuk dirinya selaku pemegang surat kuasa. Ketika masih berstatus sebagai tersangka, kepada polisi Syaridin Yahya mengakui menerima dana empat miliar rupiah dari Pemko Lhokseumawe untuk ganti rugi pembebasan 20 hektar lahan. Tapi, Syaridin hanya membayar Rp 10.000,- per meter atau dua miliar
rupiah untuk 20 hektar lahan kepada pemilik tanah. Kemudian pihak Kejaksaan Negeri Lhokseumawe mendakwa Syaridin Yahya bersalah melanggar pasal 378 atau pasal 372 KUHP karena melakukan penggelapan dan penipuan uang sisa ganti rugi lahan di Desa Blang Panyang. Selasa tiga pekan lalu, sidang lanjutan kasus pembebasan lahan Blang Panyang kembali digelar. Pada sidang tersebut, Iskandarsyah, pembuat akta notaris untuk pembebasan lahan Blang Panyang dihadirkan sebagai saksi. Dalam kesaksiannya, ia mengaku membuat surat kuasa tersebut berdasarkan perintah dari pemberi kuasa yaitu para pemilik lahan kepada Syaridin Yahya. Menurutnya, surat kuasa tersebut dibuat agar Syaridin Yahya yang juga anggota Dewan Perwakilan Rakyat Kota (DPRK) Lhokseumawe itu supaya bisa dijual kepada Pemerintah Kota Lhokseumawe. “Biayanya Rp 300 ribu rupiah untuk setiap surat kuasa,” katanya dipersidangan. Saksi juga mengatakan, dirinya dibantu tiga orang stafnya ketika membuat surat kuasa tersebut. Satu laki-laki dan dua orang perempuan. Total jumlah surat kuasa berjumlah 19 eksemplar yang isinya memberikan kuasa pada terdakwa untuk menjual tanah warga. Selain itu, dipersidangan Iskandarsyah mengatakan, pihaknya membacakan semua isi surat kuasa sebelum ditandatangani oleh pemilik yang memberi kuasa. Ia juga menyampaikan kepada majelis hakim, tidak benar surat tersebut ditandatangani warga dalam bentuk kertas kosong. “Saya membacakan isinya di depan warga,” kata Iskandar dalam sidang tersebut. Menurut keterangannya Tgk. Abdul Mutaleb, 80 tahun, salah satu warga sempat meminta dirinya untuk memperbaiki isi surat tersebut. “Saat saya bacakan di depan mereka, Tgk. Thaleb (Abdul Muthalebred) meminta saya untuk memperbaiki isinya,” kata Iskandar. Berdasarkan
keterangannya semua surat tersebut ditandatangani langsung oleh pihak yang bersangkutan. “Setahu saya tidak ada yang ditandatangani diluar,” kata Iskandar menjawab pertanyaan hakim. Kemudian setelah meminta keterangan saksi. Majelis Hakim meminta terdakwa Syaridin untuk duduk di depan. Terdakwa didampingi dua orang pengacara Mulyadi, SH dan Heni Naslawaty, SH. Di sana terdakwa meminta kepada majelis hakim agar Tgk. Abdul Muthaleb dihadirkan ke pengadilan supaya bisa dimintai keterangan. ”Saya minta agar Teungku Thaleb bisa dihadirkan kepersidangan,” kata Syaridin. Hakim kemudian meminta pihak Jaksa Penuntut Umum, Vendrio Arthaleza, SH, untuk memanggil saksi Tgk. Abdul Muthaleb. Namun, beliau pada hari itu tidak hadir dalam persidangan. Kemudian Jaksa meminta waktu tiga hari kepada Majelis Hakim untuk bisa menghadirkan saksi ke persidangan. Sidang hari itu selesai pada pukul 12.15 WIB. Syaifuddin Ibrahim, 35 tahun, adalah salah satu korban yang menghadiri persidangan pada Selasa tiga pekan lalu itu. Ketika ditemui di luar gedung pengadilan, dirinya bercerita banyak kepada media ini. Sebagai orang yang dirugikan, ia mengetahui persis tentang duduk perkara kasus tersebut. Ia seketika membantah semua yang dikatakan notaris tersebut dipersidangan. Menurutnya, pengakuan Iskandar tidak seperti apa yang dialami dirinya dan korban lain. “Itu pengakuan Iskandar saat persidangan tadi tidak benar,” bantahnya dengan suara agak sedikit keras. “Pada saat persidangan tadi dia (Iskandarsyah-red) mengatakan, dirinya ada membacakan surat tersebut di depan warga sebelum ditandatangani itu adalah bohong,” lanjutnya lagi. “Itu tidak dilakukan oleh Iskandar,” ulangnya lagi menegaskan. Hal ini juga dibenarkan oleh rekan-rekannya sesama korban pembebasan lahan Blang Panyang yang
turut hadir pada persidangan Selasa lalu. “Seandainya tadi ditanyakan kepada kami, kesaksian Iskandar langsung kami bantah,” ujar Syaifuddin. “Tapi itu tidak dilakukan majelis hakim saat persidangan tadi,” tambahnya. Menurut Syaifuddin, semua warga yang bersangkutan saat itu disuruh menandatangani lembaran kertas kosong oleh Iskandar. “Itu semua kertas kosong yang disuruh tandatangani,” kata pria berkulit sawo matang ini. “Tapi, walaupun kertas kosong, saat sudah menjadi akta di sana tercantum tulisan mencari pembeli, mengurus administrasi dan uang sepenuhnya diterima oleh orang yang memberi kuasa” lanjutnya panjang lebar. Ia juga menceritakan, sebelumnya mereka melaporkan tim sembilan sebagai pihak yang dianggap paling bertanggungjawab terhadap pembebasan lahan di Desa Blang Panyang. “Entah bagaimana ceritanya, kemudian cuma Syaridin saja yang diproses,” katanya lagi. “Waktu itu kasusnya masih perdata jadi kami para korban tidak dipanggil sebagai saksi,” ungkapnya. ”Sekarang kasusnya menjadi perkara pidana dan di sini kami baru dipanggil untuk menjadi saksi,” lanjutnya lagi. Syaifuddin mengaku sudah lima tahun mengikuti proses hukum kasus lahan Blang Panyang. Laki-laki ini juga mengatakan dirinya tidak setuju kalau hanya Syaridin yang diproses. “Ini perkara pidana jadi tidak mungkin hanya Syaridin seorang yang diminta bertanggungjawab, semua yang terlibat harus diproses secara hukum,” tegasnya. Dia berharap agar semua sisa uang mereka bisa segera dibayar. ”Bagi kami yang penting uang dibayar, proses hukum tetap jalan,” tandasnya. Ternyata, Kamis 2 Agustus 2012, sidang kembali digelar. Namun, hanya satu orang saksi yang hadir pada hari itu, yaitu Abdul Muthaleb. Sedangkan empat saksi lain tidak pernah hadir. Mereka adalah Safwan mantan Sekdako Lhokseumawe yang telah masuk dalam Daftar Pencarian Orang (DPO), Ilyas, Ramli Ibrahim serta Abubakar yang telah meninggal dunia, mereka adalah para pemilik lahan. Dalam persidangan tersebut Abdul Muthaleb mengaku banyak lupa dengan perkara pembebasan lahan tersebut. Dia mengatakan, jumlah uang yang dibayar untuk dirinya tidak sesuai dengan jumlah dana yang dibayar Pemko Lhokseumawe. Dirinya tetap menuntut agar sisa uang tersebut dibayar. Sampai Senin dua pekan lalu, sidang perkara pidana tanah Blang Panyang merupakan persidangan yang ke 18 digelar di PN Lhokseumawe. Ironisnya, belum ada tandatanda jaksa penuntut akan membacakan tuntutan kepada terdakwa. Lalu, akankah keadilan didapatkan para korban? ”Kita akan kawal proses hukumnya sampai tuntas,” tegas Syaifuddin.***
Lingkungan
EDISI 27 AGUSTUS - 2 SEPTEMBER 2012
17
Tebang Hutan Melawan Tuhan Banjir bandang dan tanah longsor kembali menghantam Kabupaten Aceh Tenggara. Penyebabnya, pemalakan liar. Gubernur Aceh Zaini Abdullah tunjuk hidung. Pelakunya oknum anggota TNI, Polri dan mantan kombatan GAM. Muhammad Saleh
S
UARA azan petanda datangnya waktu shalat Isya sudah 20 menit berlalu, memecah kesunyian Kutacane, Kabupaten Aceh Tenggara, Jumat malam, 17 Agustus lalu. Dari puncak menara masjid, para imam melantunkan ayat suci Al-quran, silih berganti. Begitupun, tak membuat badan dan kaki Abdi (45), bangkit dari tempat tidur, menuju kamar mandi, mengambil wuduk, menuaikan shalat lima waktu. Entah karena lelah setelah seharian berpuasa dan berjualan sayur di Pasar Pagi kota itu, atau karena guyuran hujan lebat yang menebar hawa dingin hingga menusuk tulang, sehingga mata Abdi diserang kantuk berat. Namun, dengan mata sedikit terbuka dan langkah terhayun, Abdi melawan rasa malasnya. Apalagi, istrinya, Rohimah (35) beberapakali menegur. “Ayo Pak, shalat dulu. Nanti baru tidur kembali”. Usai shalat, Abdi melanjutkan mimpi indahnya malam itu. Sementara, Rohimah melanjutkan pekerjaannya, menyiapkan beberapa kue kering, untuk persiapan menyambut Hari Raya Idul Fitri 1433 H yang jatuh tanggal 19-20 Agustus 2012. Memang, sejak beberapa hari sebelumnya, beberapa kawasan di kabupaten dan kota di Aceh, diguyur hujan lebat serta angin kencang. Tak kecuali di Banda Aceh. Sebelumnya, memang sempat dilanda kemarau panjang sehingga ulama dan warga kota ini melaksanakan shalat minta hujan di Lapangan Blang Padang, Banda Aceh. Hasilnya, hujan sempat beberapa saat membasahi Ibukota Bumi Serambi Mekkah ini. Nah, malam itu, jarum jam sudah bergerak ke pukul 21.45 WIB. Berjarak sekitar 50 kilometer dari Kutacane, ratusan warga Desa Gaye Sendah, Sepakat, Naga Timbul, Liang Pangi dan Desa Unbun-unbun Alas, Kecamatan Leuser, Aceh Tenggara, juga sudah terlelap tidur. Kalaupun masih terjaga, karena belum kantuk, terutama kaum perempuan dan remaja putri muslim. Seperti Rohimah, mereka disibukkan, mempersiapkan kue kering untuk menyambut lebaran. Sementara, hujan yang turun sejak siang hari, belum juga reda. Persis pukul 22.00 WIB, tiba-tiba suara gemuruh disertai teriakan minta tolong memecah kesunyian malam. “Tolong,,,,tolong,,,,banjir,,,,,banjir,” teriak warga Desa Gaye Sendah di kegelapan malam. Rupan-
BERITASORE.COM
Banjir Agara.
ya, musibah serupa juga melanda Desa Sepakat, Naga Timbul, Liang Pangi dan Desa Unbun-unbun Alas, masih dalam Kecamatan Leuser, Aceh Tenggara. Dalam hitungan menit, seratusan rumah rusak dihantam air yang membawa gelondong pohon. Diketahui kemudian 53 unit rumah rusak berat, 13 rusak sedang dan 106 rusak ringan. Belum lagi fasilitas umum seperti masjid/musalla, sekolah dasar, jembatan, jalur transportasi dan berbagai sarana lainnya, hancur hingga tak dapat digunakan. Tuhan murka dan menunjukkan kekuasaan-Nya. Tak hanya itu, ada enam orang tewas, empat diantara berhasil ditemukan esok harinya. Sementara dua lainnya belum diketahui nasibnya hingga, Selasa 21 Agustus lalu. Korban tewas diketahui bernama Syahbudin (14), Ariati (4), Taufik (2), Sakidan (0,4), Taufik (2) dan Sadiman (15). Diduga, korban tidak sempat menyelamatkan diri dan terbawa arus sungai yang bercampur lumpur. Hari itu juga, jasad yang ditemukan, dikuburkan. Hingga Selasa (21/8) ratusan warga yang bermukim di Kecamatan Leuser masih mengungsi ke tempat kerabat mereka di Kutacane dan lokasi lainnya yang dianggap aman. Mayoritas masyarakat diperkirakan mengungsi ke tenda-tenda yang dibangun TNI. Personel TNI masih terus membantu warga Desa Gaye Sendah. Bupati Kabupaten Aceh Tenggara H. Hasanuddin B memperkirakan, kerugian akibat banjir bandang dan tanah lonsor tersebut Rp 18,5 miliar. Itu sebabnya, Gubernur Aceh, Zaini Abdullah dan Pangdam Iskandar Muda Mayjen TNI Zahri Siregar, turun ke lokasi. Tersirat, ada kesan duka di wajah mantan petinggi Gerakan Aceh Merdeka (GAM) ini. Orang nomor satu Aceh itu dengan lugas mengungkapkan, penyebab bencana
alam banjir bandang dan tanah lonsor di Aceh umumnya dan Aceh Tenggara khususnya, karena maraknya aksi pembal-
akan liar. “Kita merasakan masih banyak orang-orang jahat menebang hutan tanpa kendali, sehingga menyebabkan masya-
18
Lingkungan
EDISI 27 AGUSTUS - 2 SEPTEMBER 2012
rakat banyak sengsara akibat hutan ditebang sembarangan dan ke depan jangan terjadi lagi,” kata Zaini Abdullah di Banda Aceh pekan lalu, usai berkunjung ke Kutacane. Menurut Zaini, praktek pembalakan liar (illegal logging) tidak hanya melanggar hukum negara yang dibuat oleh manusia tetapi juga melanggar hukum Tuhan. Bahkan tambahnya, pembalakan liar selama ini dilakukan oleh oknum aparat seperti polisi, tentara, dan mantan kombatan GAM. “Sebagian diantaranya juga perbuatan masyarakat yang tidak menyadari sudah merusak lingkungan hidup,” katanya. Karena itu, Pemerintah Aceh terus memantau suasana paska banjir bandang di Aceh Tenggara yang wilayahnya berbatasan dengan Provinsi Sumatera Utara. “Kita terus memantau perkembangan bencana alam di sana, TNI juga telah menurunkan tim untuk melakukan langkah-langkah pembersihan material yang dibawa saat banjir, termasuk perbaikan fasilitas publik yang rusak,” terangnya. Praktik pembalakan liar bukanlah cerita baru di negeri ini, tak kecuali Aceh. Kisah pelakunya pun tak bergeser jauh dari oknum prajurit TNI, anggota polisi serta mantan kombantan GAM. Cerita persis bak novel Tiga Sekawan. Direktur Eksekutif Wahana Lingkungan Hidup Indonesia (WALHI) Aceh, T. Muhammad Zulfikar mengungkapkan, banjir bandang tersebut bukan tidak mungkin akan kembali terulang. Sebab, sesuai fakta dan data yang dimiliki WALHI Aceh, tahun sebelumnya Kabupaten Aceh Tenggara juga ditimpa musibah yang sama. WALHI Aceh mengingatkan jika pembalakan liar yang
Gubernur Aceh Zaini Abdullah serahkan bantuan.
menyebabkan hutan gundul dikawasan tersebut tidak ditumpas, maka bencana serupa kembali akan datang. WALHI Aceh mencatat, hasil investigasi dan survei yang dilakukan bersama Yayasan RMTM dan YELPED Aceh Tenggara, penebangan liar (ilegal logging) masih terus merambah Kawasan Ekosistem Leuser yang dilindungi. Hutan yang gundul menyebabkan laju air dari curah hujan yang deras mengalir tak terbendung menyapu desa-desa di bawahnya. Itu sebabnya, belum hilang dalam ingatan tanggal 26 April 2005 lalu, Desa Lawe Ger-Ger dan sekitarnya di kabupaten yang sama juga ditimpa banjir bandang. Kini, musibah serupa datang lagi. Kerugian yang dialami cukup banyak baik rumah yang rusak total maupun rusak berat.
■ THE ATJEH POST.COM
Tak hanya itu, delapan bulan kemudian (Desember 2005), terjadi lagi banjir bandang di Kecamatan Semadam yang menghanyutkan rumah, lahan pertanian bahkan menelan korban jiwa. Desa-desa yang mengalami kerusakan adalah Semadam Awal, Semadam Asal, Lawe Beringin Gayo, Suka Makmur, Titi Pasir, Kampung Baru, Kebun Sere, dan Lawe Petanduk I dan II. Rupanya, bencana di Kecamatan Semadam tidak hanya sampai di sini, pada 3 Desember 2007, banjir bandang kembali terjadi dan menghayutkan tiga rumah penduduk walaupun tidak menelan korban jiwa. Terakhir, banjir bandang telah menghantam sejumlah desa di Kecamatan Lawe Alas dan Bukit Tusam, Kabupaten Aceh Tenggara pada 8 April 2012 yang menghantam enam buah desa di Kecamatan
Lawe Alas. Dan tanggal 12 April 2012, banjir bandang juga merusak 296 unit rumah penduduk di Kecamatan Bukit Tusam, Aceh Tenggara. “Yang menjadi pertanyaan adalah mengapa bencana banjir bandang terus-menerus terjadi di Aceh Tenggara?” ujar T. Muhammad Zulfikar. Makanya sebut T. Muhammad Zulfikar, diperlukan tindakan nyata untuk mencegah pembalakan liar. “Kami harap Gubernur Aceh segera mengambil tindakan tegas dan memerintahkan aparat penegak hukum mengungkap pelaku penebangan liar di Kawasan Ekosistem Leuser. Hasil investigasi kami, rata-rata pemilik perusahaan panglong di Aceh Tenggara adalah para oknum aparatur Negara. Tapi jika terjadi bencana yang kena imbasnya adalah masyarakat,” jelas T. Muhammad Zulfikar. Kecamatan Leuser berada di sebelah Timur Aceh Tenggara, dan berbatasan dengan Kabupaten Karo, Provinsi Sumatera Utara, dikelilingi oleh kawasan hutan lindung dengan luas hutan 6.193 Ha. Semua kecamatan yang ada di Aceh Tenggara berbatasan dengan hutan lindung kecuali Kecamatan Babussalam yang terletak di tengah-tengah Kota Kutacane. Aceh Tenggara memiliki KEL (Kawasan Ekosistem Leuser) dan TNGL (Taman Nasional Gunung Leuser) yang mengandung kekayaan sumber daya alam (SDA) yang sangat bernilai. Entah itu pula sebabnya, kawasan ini selalu menjadi primadona bagi para pembalak liar. Pelakunya, ya seperti diungkapkan Gubernur Aceh, Zaini Abdulah. Tiga Sekawan: Oknum TNI, Polri dan mantan kombatan GAM. Sampai kapan?***
ANDA SUKA TANTANGAN? Menguasi Beberapa Program Keuangan - Pria atau Wanita dan berumur tidak lebih dari 30 tahun - Berbadan Sehat - Mampu Bekerja Dalam Tekanan - Membuat Lamaran Tertulis, Biodata Lengkap, Pengalaman Kerja dan Pas Photo 3x4 = 3 lembar (Warna)
Mungkin Anda yang kami cari. PT Agsha Media Mandiri/Tabloid Berita Mingguan MODUS ACEH di Banda Aceh membutuhkan: 1. 2. 3. 4. 5.
Karyawan Bagian Keuangan Karyawan Bagian Pemasaran (Sirkulasi) Karyawan Bagian Redaksi (Lay Out) Karyawan Bagian Iklan Karyawan Bagian Umum (SUPIR)
Syarat: 1. - Pendidikan S-1 Akutansi - Berpengalaman Minimal Setahun Dalam Bidang Keuangan - Mampu Membuat dan Menyusun Laporan Keuangan serta Pajak - Mampu Mengoperasikan Komputer dan
2. - Pendidikan Minimal D-3 Pemasaran (PRIA) - Berbadan Sehat dan Berumur Maksimal 30 tahun - Mampu Menggunakan dan Mengoperasikan Komputer - Memiliki Kenderaan Pribadi - Memiliki SIM A dan C - Mampu Bekerja Dibawah Tekanan - Membuat Lamaran Tertulis, Biodata Lengkap, Pengalaman Kerja dan Pas Photo 3x4 = 3 lembar (Warna) 3. - PRIA dan Pendidikan Minimal D-3 (Diutamakan Lulusan Program Komputer/ Desain Grafis Media) - Memiliki Bakat dan Nilai Seni Tinggi - Menguasai Program Pagemaker, Photoshop, Corel dan Paham Sistem Jaringan (LAN) - Berumur Tidak Lebih 30 Tahun - Berbadan Sehat dan Tidak Berkacamata - Berpengalaman. - Membuat Lamaran Tertulis, Biodata Lengkap, Pengalaman Kerja dan Pas
Photo 3x4 = 3 lembar (Warna) 4. -
PRIA atau WANITA Berbadan Sehat Pendidikan Minimal D-3 Berpenampilan Menarik dan Simpatik Berusia Maksimal 30 Tahun Memiliki Kenderaan Pribadi Membuat Lamaran Tertulis, Biodata Lengkap, Pengalaman Kerja dan Pas Photo 3x4 = 3 lembar (Warna)
5. - Berbadan Sehat dan Berpengalaman (PRIA) - Berumur Tidak Lebih 30 Tahun - Tidak Berkacamata/Rabun - Memiliki SIM A dan B1 - Pendidikan Minimal SMA/Sederajat - Mampu Bekerja Dibawah Tekanan - Membuat Lamaran Tertulis, Biodata Lengkap, Pengalaman Kerja dan Pas Photo 3x4 = 3 lembar (Warna) Kirimkan Lamaran Anda ke Bagian Administrasi Tabloid Berita Mingguan MODUS ACEH. Jl. T Nyak Makam, No: 4, Pertokoan Ie Masen (Samping Gedung BPK-RI Aceh) Banda Aceh. Paling Lambat 7 (Tujuh) Hari Sejak Lamaran Ini Dibuka. LAMARAN MELALUI E-MAIL TIDAK AKAN DIPROSES
Lingkungan
EDISI 27 AGUSTUS - 2 SEPTEMBER 2012
19
Tiga Sekawan Pembalak Hutan Dulu, karena alasan pemberontakan, prajurit TNI dan Polri berperang melawan kombantan GAM. Setelah damai, ketiganya justeru berteman untuk memalak hutan. Apa kata dunia? Muhammad Saleh UBERNUR ACEH, dr. Zaini Abdullah tentu tidak sedang bercanda, apalagi berkisah fiksi. Sebaliknya, orang nomor satu Aceh ini sedang berduka. Maklum, ratusan rakyatnya di Kabupaten Aceh Tenggara, baru saja tertimpa bencana. Musibah banjir bandang dan tanah longsor, Jumat malam, 17 Agustus 2012 lalu atau dua belas jam usai peringatan HUT Kemerdekaan RI Ke-67. Bayangkan, tak hanya kerugian harta benda, tapi juga nyawa. Banjir bandang telah meluluh-lantakan ratusan rumah, lahan pertanian dan perkebunan di Desa Gaye Sendah, Sepakat, Naga Timbul, Liang Pangi dan Desa Unbun-unbun Alas, Kecamatan Leuser, Aceh Tenggara. Kerugian ditaksir mencapai Rp 18,5 miliar. Kecuali itu, enam orang tewas, empat diantara berhasil ditemukan esok harinya. Sementara dua lainnya belum diketahui nasibnya hingga, Selasa 21 Agustus lalu. Korban tewas diketahui bernama Syahbudin (14), Ariati (4), Taufik (2), Sakidan (0,4), Taufik (2) dan Sadiman (15). Diduga, korban tidak sempat menyelamatkan diri dan terbawa arus sungai yang bercampur lumpur. Semua itu, akibat ulah tangan manusia. Si pelakunya adalah para pembalak hutan liar atau illegal logging. Mantan petinggi Gerakan Aceh Merdeka (GAM) ini bukan pula tak ikhlas menerima musibah dari Allah. Tapi, ulah pemalaklah yang membuatnya marah dan berang. Dia pun langsung menunjuk hidung. Pelakunya oknum TNI, Polri dan mantan kombatan GAM. “Kita merasakan masih banyak orang-orang jahat menebang hutan tanpa kendali, sehingga menyebabkan masyarakat banyak sengsara akibat hutan ditebang sembarangan. Ke depan jangan terjadi lagi,” tegas Zaini Abdullah di Banda Aceh pekan lalu, usai berkunjung dari Kutacane. Ini tentu bukan kisah dan cerita baru. Hikayatnya telah
G
■ THE ATJEH POST.COM
jauh, merasuk dalam kehidupan masyarakat negeri ini, tak kecuali Aceh. Sebab, selain tanpa modal besar, merambah hutan pasti sangat menjanjikan dan mengiurkan. Nah, karena alasan dan faktor itu pula. Para pembalak hutan liar tak mengenal status, pangkat, jabatan bahkan strata sosial. Mulai dari menteri, gubernur, bupati, walikota, jenderal hingga bintara sampai mantan kombatan GAM. Semua dengan mudah bisa menyatu dan diatur, asalkan dengan satu alasan: berbagi untung dan fulus bersama! Jangan tanya soal penegakkan hukum, kisahnya juga setali tiga uang. Dijerat polisi, justeru lepas di Kejaksaan. Tersangkut di Kejaksaan, eeh malam bebas di pengadilan. Rendahnya hukuman terhadap pelaku juga menjadi faktor utama. Meliriklah ke Kabupaten Aceh Tenggara. Mengapa kawasan ini menjadi primadona berbagai aksi pemalakan hutan liar, sekaligus menjadi kawasan langganan bencana banjir bandang dan tanah longsor di Aceh, selain Tangse di Kabupaten Pidie? Data penyidikan di Polres Aceh Tenggara selama tahun 2005-2006 menyebutkan. Banyak pelaku illegal logging yang bebas di persidangan, Pengadilan Negeri Aceh Tenggara. Padahal, selama ini penyidikan yang dilakukan Polres Aceh Tenggara telah dinyatakan lengkap oleh pihak Kejaksaan. Sebab, barang bukti dan kesaksian masyarakat serta saksi ahli telah mengarah kepada keterlibatan para pelaku yang divonis bebas tersebut. Kenyataan dan fakta tersebut, sekaligus menjadi tanda tanya dan tantangan besar serta menyakitkan dalam dunia penegakan hukum khususnya terhadap upaya pemberantasan tindak pidana illegal logging. Padahal, penegakkan hukum yang dilakukan jajaran Polres Aceh Tenggara bersama dengan pihak
Kehutanan dalam melaksanakan operasi Kepolisian Terpusat dengan sandi Operasi Wanalaga dan Operasi Hutan Lestari (OHL). Kejaksaan Negeri Aceh Tenggara sebagai salah satu lembaga pemerintah yang berada pada tingkat kabupaten, mempunyai tugas pokok penegakan hukum yaitu melakukan penuntutan. Kenyataannya, Kejaksaan Negeri (Kejari) Aceh Tenggara tidak mampu berdiri sebagai lembaga yang independen jika tak elok disebut bermuka dua. Seolah-olah serius menangani perkara illegal logging padahal, disisi lain melakukan kompromi dengan para pelaku illegal logging. Fakta ini, justru membuat semakin tidak berwibawanya aparat penegak hukum di wilayah Polres Aceh Tenggara. Sebenarnya gelagat terkontaminasinya pihak Kejaksaan Negeri Aceh Tenggara dengan pihak pelaku illegal logging terlihat dari beberapa kegiatan seperti beberapa kali menolak ajakan Polres Aceh Tenggara ketika akan melakukan survei lapangan atau pengecekan TKP di pegunungan Lauser atau TNGL. Sikap ini sebenarnya cukup mengherankan, karena maksud dari ajakan itu adalah supaya Kejaksaan mau memahami kondisi medan pegunungan yang cukup berat dan menyulitkan penyidik Polri apabila barang bukti yang berjumlah ribuan meter kubik ini harus diturunkan. Selain itu juga terjadi bolak balik perkara antara pihak penyidik Polres Aceh Tenggara dengan Kejaksaan Negeri Aceh Tenggara. Permintaan dari Kejaksaan kepada Penyidik Polres sebenarnya sudah diantisipasi sejak awal, yaitu tentang barang bukti yang harus diturunkan dari hutan di pegunungan. Karenanya sewaktu penyidikan masih dilakukan di Polres saat itu penyidik telah mengajak pihak Kejari Aceh Tenggara untuk sama-sama melihat kondisi medan yang cukup berat apabila
barang bukti harus diturunkan. Nyatanya, Kejari selalu menolak dengan alasan hal tersebut adalah porsi penyidik Polres. Hanya itu? Tunggu dulu. Setelah perkara dilimpahkan ke Kejaksaan Negeri dari penyidik Polres Aceh Tenggara, maka tanggung jawab penyidikan beralih ke tangan pihak Kejaksaan selaku penuntut umum. Tapi, ketidak seriusan pihak Kejaksaan Negeri Aceh Tenggara, dibuktikan kembali dengan dikabulkannya permohonan penangguhan penahanan bagi para pelaku tindak pidana illegal logging. Pasal yang dikenakan pun dirubah dengan menambah pasal-pasal lain yang memberatkan tersangka, seperti pasal dalam UU Korupsi. Dari data penyidikan yang telah di buat penyidik Polres terlihat, dua pelaku tindak pidana illegal logging telah divonis bebas dalam persidangan di Pengadilan Negeri Aceh Tenggara. Fakta ini menunjukkan, Pengadilan Negeri (hakim) tidak menunjukkan keseriusannya dalam memberantas tindak pidana illegal logging di wilayah Kabupaten Aceh Tenggara. Memberikan vonis bebas kepada para tersangka tindak pidana illegal logging, maka praktis tidak akan memberikan efek jera kepada para pelaku tindak pidana tersebut dan yang lainnya. Putusan kontroversial ini menambah parah keberadaan dan kewibawaan jajaran aparat penegak hukum yang ada di wilayah hukum Polres Aceh Tenggara dalam memberantas dan menegakkan hukum terhadap tindak pidana illegal logging. Disisi lain proses penegakan hukum terhadap illegal logging di Kabupaten Aceh Tenggara tidak berjalan mulus, karena adanya oknum dari aparat penegak hukum sendiri seperti TNI, Polri ikut dan bermain mata dengan para pelaku tindak pidana illegal logging. Termasuk para cukong, oknum pejabat pemer-
intah, oknum anggota DPRK serta mantan kombatan GAM. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Floura dan Fauna Internasional (FFI) dalam laporannya bertajuk: Penanganan Masalah Pembalakan Liar di Kawasan Ulu Masen, Aceh (Strategi, Aksi dan Tujuan di Masa Yang Datang) menyebutkan. Sejak bulan Agustus 2008 sampai Agustus 2009, mencatat. Ada sebanyak 369 kasus pelanggaran hutan dari kawasan Ulu Masen. Jenis kejahatan hutan yang paling sering terjadi adalah pembalakan liar (perambahan hutan dan penebangan kayu secara selektif, 45,3%), diikuti dengan penyimpanan kayu (37,9 %), pengangkutan kayu ilegal (7,3%), produsen kayu (6,0%) dan gergaji kayu (3,5%). Dari kondisi ini, diperkirakan 895m³ ton kayu ilegal tercatat telah ditebang dari Ulu Masen. Pada tahun 2009, 738,000 hektare wilayah Ulu Masen diusulkan sebagai suatu Areal Strategis (untuk perlindungan) di tingkat provinsi sebagai pengakuan pentingnya lingkungan dan ekonominya bagi Aceh. Wilayah ini, mencakup bagian dataran tinggi di daerah Aceh Besar, Aceh Jaya, Aceh Barat, Pidie, Pidie Jaya dan perbatasan Bireuen, terdiri dari beberapa jenis hutan khusus mulai dari hutan karst dataran rendah hingga hutan pegunungan. Ulu Masen memberikan berbagai layanan sosial dan ekonomi yang tak ternilai harganya bagi sekitar 300.000 masyarakat yang tinggal berbatasan dengan hutan tersebut, ditambah dengan masyarakat yang tinggal dipusatpusat populasi utama di Banda Aceh dan Aceh Besar (1 juta jiwa). Misalnya, hutan-hutan ini menstabilkan lereng-lereng
20
Lingkungan
EDISI 27 AGUSTUS - 2 SEPTEMBER 2012
curam yang banyak ditemukan di daerah tersebut, mencegah tanah longsor dan membantu mengatur iklim, serta menjamin pasokan air tetap untuk mendukung ekonomi pertanian lokal. Sebab, sebagian besar masyarakat yang tinggal di pinggiran hutan sangat bergantung padanya. Manfaat lingkungan yang diberikan bagi kekayaan keragaman hayati yang dimiliki kawasan Ulu Masen termasuk sedikitnya 300 spesies dari habitat burung, 87 spesies reptil dan amfibi serta populasi harimau Sumatra dan populasi gajah yang secara global sangat penting. Banyak lahan pertanian di sekitar hutan Ulu Masen yang membuatnya mudah diakses sehingga rentan terhadap berbagai ancaman yang diakibatkan oleh pembalakan liar. Ancaman ini pada mulanya dinilai melalui suatu penilaian cepat, yang dikoordinir oleh TIPERESKA dan dilaksanakan oleh tim lapangan FFI dan LSM lokal di lima kabupaten di Kawasan Ulu Masen sejak bulan Oktober hingga November 2008. Untuk itu, dilakukan survei keseluruhan lingkar batas kawasan Ulu Masen seluas 2.453 km, yang mendokumentasikan 179 jalan yang baru dibuka di daerah Aceh Barat (118 km), Aceh Besar (241 km), Aceh Jaya (263 km), Pidie (176 km) dan Pidie Jaya (250 km). Sementara penebangan kayu ilegal di Aceh Besar terdapat di 12 lokasi, Pidie (25), Aceh Jaya (30) dan Pidie Jaya (38) dan konversi hutan ilegal menjadi lahan pertanian di Aceh Besar (17 lokasi), Aceh Jaya (14), Pidie (14), Pidie Jaya (56) dan Aceh Barat (11). Hasil-hasil ini digunakan sebagai panduan dalam penyusunan strategi mitigasi pembalakan liar lanjutan untuk kawasan Ulu Masen. Dari 369 kasus yang tercatat, 190
diantaranya dianggap telah memiliki informasi yang memadai dan telah dilaporkan NGO ini kepada lembaga penegak hukum dari pemerintah. Dan, lembaga-lembaga ini telah menerima sebanyak 86 laporan (45,3%) dengan operasi penegakan hukum yang telah berhasil mengamankan 251m3 kayu ilegal, 17 kendaraan roda empat, sembilan kendaraan roda dua, 17 chainsaw, dua gergaji untuk industri dan menutup tiga kilang kayu. Perbandingan hasil penegakan hukum terhadap jumlah kasus yang diajukan, terungkap bahwa laporan LSM lokal yang dibuat, mengenai kejahatan hutan di Aceh Besar, Pidie dan Bireuen lebih memungkinkan untuk menghasilkan penangkapan dan penyitaan daripada di kabupaten lainnya. Namun, tingkat penuntutan selanjutnya kasus-kasus dengan hasil yang diketahui jauh lebih tinggi di Aceh Jaya (100.0%), Pidie (81,5%) dan Pidie Jaya (66,7%) dibandingkan di Aceh Besar (20,0%). Tak hanya itu, hasil kegiatan operasi penegakan hukum mengakibatkan ditangkapnya 145 orang (termasuk Bener Meriah) yang diduga terlibat dalam pembalakan liar. Mayoritas (88,9%) dari para penebang liar ini ditemukan berasal dari daerah dimana mereka tertangkap saat melakukan pembalakan. Dari 145 tersangka yang ditangkap, 45 kasus diantaranya terus dimonitor hingga diketahui hasilnya, dimana 34 kasus lainnya masih dalam penanganan polisi dan 66 kasus (atau 45,5%) masih belum termonitor, disebabkan terbatasnya sumber daya manusia. Dari 45 kasus yang dipantau sampai hasil yang diketahui, sebagian besar (64,4%) dilanjutkan ke pengadilan dan kurang lebih setengah (48,3%) terdakwa menerima hukuman penjara
berkisar antara 4 bulan sampai 4,5 tahun, dengan sisanya menerima peringatan secara lisan (41,4%) untuk pelanggaran pertama atau menunggu keputusan final (10,3%). Dari 16 orang yang dituntut, 12 diantaranya dibebaskan karena kurangnya bukti; tiga orang melarikan diri dari lokasi tahanan dan satu orang remaja (berusia 15 tahun) dibebaskan karena masih di bawah umur (18 tahun) untuk dapat menjalani penuntutan. Lantas siapa pelaku illegal logging dan benarkah tudingan Gubernur Aceh Zaini Abdullah, pelaku oknum TNI, Polri dan mantan kombatan GAM? Data dan hasil penelusuran media ini mengungkapkan. Pelaku illegal logging yang sering beroperasi di wilayah hutan lindung Kabupaten Aceh Tenggara terbagi dalam beberapa kelompok. Misal, kelompok yang sudah terorganisir dan sistematis, yaitu adanya Cukong (pemilik modal). Dia merupakan pelaku utama yang perlu diungkap dan ditangkap dalam jaringan illegal logging. Pemilik modal ini biasanya bekerja hanya dibalik layar, baik berasal dari dalam maupun luar daerah, sehingga apabila para pelaku/penebang kayu di lapangan tertangkap maka pemilik modal tidak dapat terdeteksi. Hal ini terjadi karena ketidaktahuan pelaku di lapangan terhadap siapa pemilik modal sehingga tidak diketahui identitasnya atau dengan kata lain “hubungan terputus”. Diduga, Kepala Daerah/Bupati setempat turut berperan sebagai pemilik modal dari beberapa perusahaan sawmill dan perseoran terbatas (PT) yang dipimpin orang kepercayaannya. Kedua Cukong Ilir, merupakan orang-orang kepercayaan dari pemi-
lik modal (Cukong), ada juga Cukong Ilir yang memiliki sawmill. Pemilik modal biasanya memiliki beberapa Cukong Ilir atau anak buah yang sering dinamakan Cukong Lokal (Bateik). Cukong Ilir bertugas menampung atau mengumpulkan kayu dari beberapa Cukong Lokal. Sebelumnya Cukong Ilir telah memberikan dana kepada Cukong Lokal. Cukong Ilir mendapat bantuan dana dari Pemilik Modal (Cukong). Biasanya hubungan antara Pemilik Modal dengan Cukong Ilir terputus, apabila polisi melakukan penangkapan terhadap pelaku illegal logging sehingga Pemilik modal tidak dapat tersentuh dan tidak terjerat oleh hukum. Ada pula Cukong Lokal (Bateik). Cukong Lokal juga akan mencari beberapa “Kapten” (istilah orang yang memimpin penebangan di lapangan). Cukong Lokal/Bateik ini bertugas membeli kayu dari para penebang. Para penebang tersebut dikoordinir oleh “Kapten”. Setelah Bateik membeli kayu tersebut, kemudian kayu itu diserahkan kepada Cukong Ilir. Proses penyerahan kayu dilakukan secara bervariasi, ada yang ditampung lebih dahulu di Sawmill (kayu mentah atau bulat diolah menjadi kayu jadi atau olahan), ada yang langsung dikirim (berupa kayu bulat atau Log) ke Cukong (pemilik modal), atau langsung dikirim ke alamat tujuan (pembeli) diluar daerah (Sumatera Utara) atau luar negeri (Malaysia). Kapten (pemimpin penebangan di lapangan) biasanya berasal dari daerah (masyarakat setempat/sekitar hutan) dan mempunyai beberapa orang anak buah penebang kayu. Kapten ini biasanya mengetahui areal-areal penebangan kayu dan mere-
Monitoring Kasus Pembalakan Liar (Agustus 2008 – Agustus 2009) di Sekitar Kawasan Ulu Masen KAB UPA TEN Ace h Bara t Ace h Jaya Ace h Besar Pid ie Pid ie Jaya Bireuen Total
Pembalakan Liar 10 38 53 40 25 4 167
Pen um pu kan Kayu 21 17 5 54 43 0 140
K ASUS Mes in Gergaji 1 0 11 0 0 1 13
Pem asok K ayu 1 5 1 9 0 6 22
Pengan gku ta n K ayu 3 4 4 11 5 0 27
PEN UTUPAN DA N PENYITAA N KAB UPA TEN
K ilang Ka yu
Sepe da M otor
Truk / Jee p
0 0 3 0 0 0 3
0 0 4 3 2 0 9
0 2 2 7 2 0 17
Ace h Bara t Ace h Jaya Ace h Besar Pid ie Pid ie Jaya Bireuen Total
KAB UPA TEN
C hainsaw/ Gergaji u nt u k Ind ustri 0 0 9 4 4 0 19
Kayu (m 3) 0 7 85 64 0 55 251
PEN YITA AN dan KESIMPU LA N Pene bang Liar Kend araan dan Yang Dita ng kap Peralatan 0 0 8 2
Ace h Bara t Ace h Jaya
Juml ah Laporan 36 64
Ace h Besar* Pid ie* Pid ie Jaya Bireuen
74 114 73 8
31 62 25 12
18 14 8 0
Penangkap an Pem bala k Liar 0 8 31 62 25 12 7 145
Sedang Di proses ole h Po lisi 0 4 16 0 2 12 0 34
D ilepa s tanpa Proses Pengadilan 0 0 +4 5 7 0 0 16
0 7
RA TA -R ATA KEJA DIA N/L APORAN Kenda ra an dan Kayu (m 3) Peralatan 0.0 0 0 .00 0 .00 0.1 3 0 .03 0 .11
85 64 0 55
0.4 8 0.9 7 0.3 9 0.1 9
Kayu (m 3)
Dita ng kap
0 .28 0 .22 0 .13 0 .00
1 .33 1 .00 0 .00 0 .86
KASU S KAB UPA TEN Ace h Bara t Ace h Jaya Ace h Besar Pid ie Pid ie Jaya Bireuen Bener Meriah* Total
■ Sumber: FFI
D iproses ke Pengadil an 0 4 1 14 10 0 0 29
D ivonis Penjara 0 2 0 8 4 0 0 14
Mendapat Perin gatan Lisan 0 0 0 6 6 0 0 12
H asil B elum Dike tah ui 0 0 10 43 6 0 7 66
ka bebas masuk dalam areal hutan tersebut. Setelah ada pesanan dari Cukong Lokal, kemudian Kapten memerintahkan para penebang kayu untuk melakukan kegiatannya di areal hutan yang telah ditentukan. Penebang Liar (Buruh/pekerja) melakukan kegiatan penebangan kayu dipimpin dan dikoordinir oleh Cukong Lokal. Para pekerja diberi upah dan kayu yang telah dilakukan penebangan dan dibeli oleh Cukong Lokal (melalui Kapten). Masyarakat di sekitar hutan tidak punya alternatif dan pilihan untuk mencari nafkah guna memenuhi kebutuhan hidupnya, mengingat keterbatasan tingkat pendidikan dan pengetahuannya serta keterbatasan lapangan pekerjaan. Kondisi ini mengakibatkan mereka secara turun menurun menekuni kegiatan penebangan kayu baik yang legal maupun yang illegal. Kondisi masyarakat tersebut, dimanfaatkan para pemodal (Cukong) Illegal Logging untuk memperoleh uang yang banyak dengan cara yang dilarang oleh hukum di Indonesia. Kelompok yang tidak terorganisir namun secara tidak langsung menjadi salah satu bagian dari pelaku tindak pidana illegal logging. Kelompok inilah yang selama ini disebut-sebut berasal dari oknum Dinas Kehutanan. Walaupun secara tidak langsung mereka melakukan penebangan kayu di hutan namun perannya dalam melancarkan dan meloloskan praktek illegal logging cukup besar. Misal, perijinan terhadap pengusaha HPH yang ingin mendapatkan SKSHH dari pejabat Kehutanan, mereka mau berkompromi dengan pengusaha tersebut dengan menerima uang pelicin, bahkan telah beredar SKSHH kosong yang diperjual belikan oleh oknum Kehutanan kepada para pengusaha kayu. Padahal pengusaha kayu tersebut sebenarnya menebang di luar areal HPH, sementara oknum Kehutanan itu mengetahui namun tutup mata dan mulut, karena sudah menerima uang pelicin dari para pengusaha tersebut. Pelaku lain adalah, oknum Polri dan TNI yang berada di lapangan dan mengijinkan angkutan kayukayu illegal tersebut lewat begitu saja setelah menerima uang upeti dari Cukong Lokal atau Kapten. Kondisi seperti ini sebenarnya yang membuat salah satu penyebab merosotnya kewibawaan aparat penegak hukum dan aparat terkait lainnya. Yang tidak kalah penting adalah perbuatan kolusi terhadap pelaku illegal logging yang dilakukan aparat penegak hukum seperti peyidik Polri, Kejaksaan dan hakim. Cara melakukan kolusi disesuaikan dengan keadaan dan caranya masing-masing sesuai tingkat dan kewenangannya. Salah satu contoh nyata adalah adanya putusan bebas bagi para pelaku illegal logging di Pengadilan Negeri Aceh Tenggara beberapa waktu lalu. Kelompok terakhir yang cukup berperan dalam tindak pidana illegal logging adalah para mantan kombatan GAM. Mereka mendirikan pos-pos penjagaan di tengah hutan atau jalan yang jauh dari jangkauan aparat keamanan. Mereka juga menerima upeti atau uang keamanan dari para pelaku penebangan (Cukong Lokal / Kapten) yang sedang menurunkan kayu hasil tebangan liar. Namun ada juga dari mantan kombatan GAM yang melakukan tebangan liar langsung di hutan.***
Iklan
EDISI 27 AGUSTUS - 2 SEPTEMBER 2012
M Jaini Jafar, Ketua DPW PA Kota Lhokseumawe:
21
22
Politik
EDISI 27 AGUSTUS - 2 SEPTEMBER 2012
Dibalik Pengunduran Diri Ketua DPRK Lhokseumawe
Ambisi dan Rotasi Partai Setelah tiga tahun menjabat, Saifuddin Yunus alias Pon Pang, mendadak mengeluarkan pernyataan mengejutkan. Dia mengaku akan mundur dari jabatan sebagai Ketua DPRK Lhokseumawe. Hasnul Yunus
G
EDUNG Dewan Perwakilan Rakyat Kota (DPRK) Lhokseumawe, Kamis dua pekan lalu terlihat ramai. Puluhan mobil dinas tampak berjejer di halaman komplek gedung dewan tersebut. Maklum, hari itu sedang digelar rapat paripurna dalam rangka mendengar pidato kenegaraan Hari Ulang Tahun Republik Indonesia (HUT RI) ke-67. Selain anggota dewan, sidang turut dihadiri semua unsur Muspida Kota Lhokseumawe, seperti Walikota Suaidi Yahya dan Wakil Walikota Nazaruddin.. Karena itu, Ketua DPR Kota Lhokseumawe Saifuddin Yunus alias Pon Pang didapuk untuk memimpin acara tersebut Rapat berjalan mulus. Sampai diakhir masa sidang, persis setelah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) berpidato, Pon Pang justru menyampaikan sebuah pernyataan mengejutkan.
“Mungkin habis lebaran saya akan mengundurkan diri,” kata politisi Partai Aceh ini. Keputusan mundur dari jabatan Ketua DPRK Lhokseumawe, menurut Pon Pang adalah untuk menghindari keributan internal. Dirinya bersedia mundur dikarenakan ada anggota dewan yang menurutnya sangat ambisi ingin menjadi ketua dewan. “Jadi saya mundur, dan tanpa jabatan pun saya sudah menjadi anggota terhormat,” ujarnya seusai mendengar pidato kenegaraan. Tak ayal, banyak pihak yang berada di ruangan rapat tersebut merasa terkejut. Dalam pernyataannya Pon Pang menyampaikan, rencana pengunduran dirinya dari jabatan Ketua DPRK Lhokseumawe sengaja ia persiapkan guna menghindari perpecahan dan selisih paham antara dirinya dengan teman-teman dari Partai Aceh. “Maka saya tidak bisa pertahankan Ketua DPRK harus tetap saya. Kalau ada rekan-rekan yang lain ingin jadi ketua, silahkan. Saya berikan dengan ikhlas, jabatan ini bukan pusaka saya,” katanya lagi. Menariknya, menurut Pon Pang dirinya mundur bukan karena telah melakukan kesalahan, tetapi ada anggota dewan lainnya yang diketahui sangat ambisi untuk menjadi Ketua DPRK dan menebar fitnah atas dirinya. “Ketimbang ribut internal Partai PA dan internal DPRK, lebih baik saya turun,” katanya saat itu. Karena itu keputusan dirinya mundur karena merasa kasihan dengan temannya yang amat
bernafsu menjadi ketua parlemen di bekas kota gas itu. Begitupun, Pon Pang juga mengatakan dirinya akan meminta petunjuk dari pimpinan. “Saya nanti akan meminta petunjuk dari atasan, kalau atasan mengatakan mundur, saya sudah siap mundur, agar rekan saya puas,” katanya. Karena itu, dirinya menyerahkan kepada atasan di Partai Aceh untuk mengambil keputusan yang terbaik. “Saya akan rujukkan (serahkan-red) kepada atasan saya. Dan, saya sendiri yang tahu siapa atasan saya,” kata mantan kombatan GAM berpostur tinggi tegap ini. “Kalau atasan saya bilang jangan, saya ikuti. Kalau atasan saya menyetujui, saya minta jadi anggota biasa saja di dewan, tidak perlu jadi ketua fraksi dan ketua komisi,” tambah Pon Pang. Menurutnya, dari 25 anggota DPRK Lhokseumawe (13 orang di antaranya dari Partai Aceh), ia memilih menjadi yang paling ujung. Karena itu, sebagai pemimpin lembaga DPRK saat ini, dirinya ingin memberikan kesempatan kepada orang lain untuk menjadi pemimpin. Ketua Fraksi Partai Aceh DPRK Lhokseumawe Baktiar alias Marcos saat dihubungi terpisah mengaku, di internal dewan selama ini biasa saja dan tidak ada masalah. Tetapi dirinya tidak tahu mengapa Pon Pang berencana mengundurkan diri. “Sebab tidak disebutkan apa alasannya, ada yang bertanya mengapa dan alasannya apa? Pon Pang menjawab cukup dirinya saja yang tahu,” ujar politisi PA ini. Marcos juga tidak
Pon Pang saat dirawat Rumah Sakit beberapa waktu lalu.
■ ACEHTRAFFIC
Pon Pang
bisa memastikan apakah Pon Pang ingin mundur dari Ketua DPRK atau dari keanggotaan DPRK Lhokseumawe. “Tidak disebutkan ingin mundur dari (jabatan) Ketua atau dari DPRK,” katanya. Paska pernyataan tersebut, MODUS ACEH berulang kali mencoba menghubungi Pon Pang. Namun, selalu gagal. Beberapa nomor handphone miliknya juga tidak ada yang aktif. Terkait hal ini, Ketua Partai Aceh Kota Lhokseumawe M Jaini Jafar alias Pang Ben mengaku, pergantian pimpinan DPRK Lhokseumawe dari Partai Aceh adalah bentuk penyegaran yang dilakukan Partai Aceh. Selain itu menurutnya rotasi dilakukan demi
■ ATJEH POST
pertimbangan kemajuan partai sendiri. “Jadi terkait masalah rotasi, memang dari jauh-jauh hari kita telah memprogramkan ini dimana setelah menduduki jabatan selama dua tahun setengah kita akan melakukan pergantian untuk tujuan penyegaran kinerja dalam tubuh dewan,” kata Pang Ben kepada MODUS ACEH, Jumat pekan lalu. Tak hanya itu, Jaini juga mengatakan pergantian itu tidak hanya dilakukan kepada Pon Pang, “Jadi ini harus dilihat secara menyeluruh karena rotasi ini tidak hanya kita lakukan kepada Pon Pang saja, tapi juga terhadap kader yang menjadi ketua komisi serta ketua fraksi,”katanya. “ Jadi, ini harus dilihat semuanya,”lanjut Ketua PA ini. Lalu, benarkah ada persoalan internal yang terjadi sebagaimana yang diungkapkan Pon Pang? “Sejauh ini kita belum menerima laporan tersebut. Kalau ada tentu saja kami tidak akan mengabaikan hal-hal yang akan berdampak terhadap kinerja kader kami di dewan,” jawabnya. “Kalau dituding ada konflik internal, sudah pasti ada laporan yang dilakukan ketua fraksi. Tapi, itu tidak ada. Nyatanya, dia (ketua fraksi-red) juga kita gantikan posisinya. Jadi semua kita rotasi, tidak ada pilih kasih yang kami lakukan,” ungkap Pang Ben kepada media ini. Saifuddin Yunus menjabat sebagai Ketua DPRK Lhokseumawe hampir tiga tahun yang diusung Partai Aceh. Selama dia menjabat, pengesahan APBK tercepat dilakukan telah tigakali. Dan pada Desember ini, APBK 2013 akan segera disahkan.***
Politik
EDISI 27 AGUSTUS - 2 SEPTEMBER 2012
23
M Jaini Jafar, Ketua DPW PA Kota Lhokseumawe
Pon Pang Saudara Kami Kabar pengunduran diri Ketua DPRK Lhokseumawe Saifuddin Yunus alias Pon Pang telah menyebar dengan cepat. Keputusan Pon Pang untuk meletakkan jabatannya sebagai ketua DPRK Lhokseumawe, mengejutkan banyak pihak yang hadir pada sidang paripurna 16 Agustus silam. Benarkah ada konflik internal yang terjadi? Nah, lalu bagaimana tanggapan pihak Partai Aceh sendiri terkait dengan pernyataan pengunduran diri yang dilakukan oleh Pon Pang? Apa saja yang disampaikan M Jaini Jafar alias Pang Ben, Ketua DPW Partai Aceh (PA) Kota Lhokseumawe? Berikut petikan wawancara kepada Hasnul Yunus, dari MODUS ACEH di kantor Partai Aceh di Simpang Legos, Kota Lhokseumawe, Jumat, pekan lalu. Bagaimana tanggapan Anda terkait pernyataan mundurnya Pon Pang dari Ketua DPR Kota Lhokseumawe beberapa waktu lalu? Begini ya, sebenarnya kita melihat ini terkait dengan keputusan strategis partai untuk kedepan. Jadi ada kebijakan dari manajemen Partai Aceh untuk melakukan rotasi demi pertimbangan kemajuan partai sendiri. Jadi terkait masalah rotasi, memang dari jauh-jauh hari kita telah memprogramkan, setelah menduduki jabatan selama dua tahun setengah kita akan melakukan pergantian untuk tujuan penyegaran kinerja dalam tubuh dewan. Kenapa? Ya, karena partai lain juga melakukan hal yang sama sebagaimana yang kita lakukan. Kebetulan ada partai lain yang sedang melakukan PAW terhadap anggotanya saat ini, maka kita juga melakukan rotasi. Jadi, atas inisiatif yang dilakukan Pon Pang untuk melakukan pengunduran diri, kami juga menghargai. Pon Pang itu adalah rekan seperjuangan dan saudara kami. Kami berterimakasih kepada beliau karena telah ikut membangun Partai Aceh Kota Lhokseumawe. Pon Pang telah membesarkan Partai Aceh ketika menjabat sebagai Ketua DPRK Kota Lhokseumawe. Kita memberi apresiasi atas kontribusinya terhadap Partai Aceh. Sebenarnya apa yang mendorong Partai Aceh sendiri melakukan pergantian ini? Jadi, wajar-wajar saja Partai Aceh
ada kekurangan dari kita. Sebab kita masih terus belajar dan membenahi berbagai kekurangan. Perubahan yang kita lakukan terhadap posisi kader kita didewan bukan hal yang aneh. Ini masih wajar. Kedepan kita akan melakukan terobosan-terobosan lain yang mungkin lebih besar. Dan kenapa tidak, jika itu bisa membawa kebaikan terhadap Partai dan kemaslahatan bagi masyarakat Kota Lhokseumawe yang telah memberi kepercayaan kepada orang-orang yang telah mereka pilih dari Partai Aceh sendiri. Jadi menurut Anda apa alasan Pon Pang mengundurkan diri? Itu kami tidak tahu, mungkin ■ MODUS ACEH/Hasnul Yunus anda bisa tanyakan itu kepada melakukan rotasi terhadap kadernya Pon Pang. Mungkin dia sudah tahu bahyang diduduk di parlemen. Mereka-kan wa masanya akan ada pergantian yang belum pernah mendapat peran, maka kita dilakukan partai dan ini adalah hasil memberi kesempatan yang sama ter- musyawarah. Kita menganggap pernhadap kader lain yang ada di dewan. yataan mundur Pon Pang ini adalah benSebelumnya PA sudah cukup baik dan tuk dukungan yang kooperatif terhadap kita menginginkan PA ingin lebih maju hasil keputusan musyawarah partai dan lagi ke depan. Pertimbangan Partai Aceh ini bentuk kerjasama yang baik. Kepukarena kita kan masih muda dan masih tusan ini murni karena pertimbangan-perseumur jagung dan masih perlu banyak timbangan dari hasil evaluasi dan untuk belajar. kepentingan strategis kemajuan partai Bisa dijelaskan bagaimana sebe- kedepannya. Jadi ini harus dilihat secara narnya keputusan rotasi ini diambil menyeluruh karena rotasi ini tidak hanya oleh Partai Aceh sendiri? kita lakukan kepada Pon Pang saja tapi Kita ingin semua pihak memahami juga terhadap kader yang menjadi ketua bahwa rotasi yang kita lakukan ini ad- komisi serta ketua fraksi. Jadi, ini harus alah keputusan manajemen partai dan dilihat semuanya. kita tidak mempertimbangkan persoalan Menurut kabar, ada terjadi konfyang muncul dari pihak-pihak yang ber- lik internal di dewan dan di dalam tikai secara pribadi. Kami juga manusia tubuh Partai Aceh sendiri, apa benar biasa, jika ada sesuatu yang terjadi se- demikian? cara pribadi sesama anggota dewan kami Bicara tentang Partai Aceh, kami di tidak tahu. DPW Kota Lhokseumawe memiliki alatNah, bagaimana sikap Partai alat yang bisa mengkomunikasikan perAceh sendiri jika ada anggotanya soalan-persoalan yang terjadi antara sesyang melakukan pelanggaran di dew- ama anggota dewan yaitu Fraksi Partai an? Aceh di DPRK Lhokseumawe. Kita Sikap kita dari Partai Aceh sangat te- tidak bisa menjangkau semua persoalan gas kalau ada kesalahan yang tidak bisa yang terjadi sesama anggota yang ada ditolerir, kita tidak segan-segan me-re- didewan. Selama ini tidak ada laporan call orang. Partai akan mengambil lang- dari perangkat yang ada disana, yaitu kah untuk melakukan pergantian antar fraksi Partai Aceh sendiri. Baik dari ketwaktu (PAW-red). Dan itu sudah per- ua fraksi maupun kader-kader yang lain nah dilakukan Partai Aceh sebagaimana disana. yang telah dilakukan oleh DPP Partai Apa Anda pernah mendapat laAceh di provinsi. Tapi yang kita lakukan poran tentang masalah-masalah yang saat ini adalah sebuah bentuk penyega- terjadi di dewan? ran dan kita sedang mencari pola yang Secara pribadi saya tidak pernah lebih maju. mendapatkan laporan seperti itu. Kalau Caranya seperti apa? ada masalah, kita sudah mendapat lapoKita selalu melakukan evaluasi kare- ran. Jadi, sejauh ini kita belum menerima na kita dalam tahap belajar. Jika dulu pu- laporan tersebut. Kalau ada kami tentu luhan tahun kami berperang dihutan, dan saja kami tidak akan mengabaikan haldisana kami hanya diajarkan meng- hal yang akan berdampak terhadap kingunakan senjata sekarang sudah berd- erja kader kami didewan. Kalau ditudamai, kan baru beberapa tahun terjun ing ada konflik internal, sudah pasti ada kedalam dunia politik dan ini pun baru satu laporan yang dilakukan ketua fraksi. periode kita bekerja. Jadi, wajar jika masih Tapi, itu tidak ada. Nyatanya, dia (ketua
fraksi-red) juga kita gantikan posisinya. Jadi semua kita rotasi, tidak ada pilih kasih yang kami lakukan disini. Terkait masalah Pon Pang? Kami tidak melihat ke sana. Itu terlalu jauh. Perkara adanya kabar konflik internal, jangankan dia (Pon Pang-red) teman-teman lain di dewan tidak pernah melaporkan kepada kami. Kalau memang ada perseteruan tertutup di dewan, kami tidak tahu. Dan sejauh ini kami belum mendengarnya, namanya saja tertutup mana mungkin orang lain tahu. Apa benar bahwa Pon Pang pernah dipanggil oleh pihak partai sendiri? Kalau di panggil memang setiap enam bulan sekali kita melakukan rapat dengan semua kader yang ada di dewan termasuk dengan Pon Pang sendiri. Jadi, kalau masalah harus patuh kepada AD/ ART, bukan Pon Pang saja. Jauh hari kita sudah mewanti-wanti agar seluruh kader harus taat dan patuh kepada aturan tersebut. Kita perlakukan sama semuanya. Bahkan mereka kita buat surat pernyataan untuk itu. Bila ada pelanggaran kita tegur secara lisan, lalu, kita kirimkan surat teguran dan jika diabaikan kita mengambil sikap tegas bahkan dengan melakukan PAW terhadap kader yang kesalahannya sudah tidak bisa di tolerir. Ada kabar yang berhembus bahwa pergantian ini terkait dengan persoalan yang terjadi karena adanya tolak-tarik terkait pencalonan pasangan walikota yang diusung oleh Partai Aceh pada Pemilukada sebelumnya, apa benar demikian? Sebenarnya yang ingin kami tekankan, pergantian ini kita lakukan dengan berbagai pertimbangan dan banyak hal yang menyangkut tentang kinerja kader kita di sana serta kelemahan pengawasan yang ada pada kita terhadap fraksi yang ada di dewan. Jadi pergantian ini bukan persoalan satu orang semata apalagi terkait dengan pencalonan walikota. Tetapi, evaluasi menyeluruh pada rekan kita yang ada di parlemen. Jadi bukan persoalan pencalonan pada pemilukada? Bukan itu. Kebijakan Ini murni karena hasil evaluasi yang kita buat terhadap mereka. Ini pertimbangan untuk mempersiapkan kesiapan Partai Aceh secara strategis menghadapi Pemilu 2014. Ini yang kita persiapkan dari sekarang. Lalu, apa yang ingin Anda sampaikan untuk orang-orang baru yang akan menempati posisi di DPRK Lhokseumawe nantinya? Harapan kami mereka meneruskan apa saja yang baik dari apa yang telah dilakukan oleh orang-orang sebelumnya, serta membenahi berbagai kekurangan yang ada. Itu saja harapan kepada mereka. Dan kita akan terus memonitoring kinerja orang yang akan menempati posisi tersebut.***
■ ACEHTRAFFIC
cmyk facebook.com/modusacehdotcom
twitter.com/modusacehdotcom