NO 44/TH XIV 27 FEBRUARI - 5 MARET 2017
Rp 7000,- ( Luar Aceh Rp 10.000,- )
MODUS ACEH
2
Redaksi
NO 44/TH XIV 27 FEBRUARI - 5 MARET 2017
TABLOID BERITA MINGGUAN
MODUS ACEH BIJAK TANPA MEMIHAK
Gotong Royong Dalam Perspektif Islam
P e n a n g g u n g j awa b / Pimpin an Red aksi Pimpinan Redaksi Muhammad Saleh Direktur Usaha Agusniar Man a ger Mana
liput an liputan
Editor Salwa Chaira Kar tunis/Design Kartunis/Design
Grafis
Rizki maulana Pemasaran/Sirkulasi Firdaus, Hasrul Rizal, Ghifari Hafmar iklan M. Supral iklan/Sirkulasi Lhokseuma we/a ceh Lhokseumawe/a we/aceh
ut ara utara
mulyadi Sekret aria t/ADM ta at Yulia Sari Kep ala B a gian Keuang an Kepala Agusniar Bagian I T Joddy Fachri Wa r taw a n rt Muhammad Saleh Juli Saidi ZULHELMI azhari usman
Ko r e s p o n d e n Aceh Selatan Sabang Nagan Raya Takengon Aceh Besar Aceh Tenggara Gayo Lues Kuala Simpang Pidie, Langsa Bener Meriah Simeulue
Alama t Red aksi Alamat Redaksi Jl. T. Panglima Nyak Makam No. 4 Banda Aceh. Telp (0651) 635322 email:
[email protected] [email protected] [email protected] [email protected] www.modusaceh.com. Penerbit PT Agsha Media Mandiri Rek Bank Aceh: 01.05.641993-1 Rek Bank BRI Cabang Banda Aceh: 0037.01.001643.30.9 NPWP: 02.418.798.1-101.000 Percetakan PT. Medan Media Grafikatama
Terbit Sejak 2003
iantara ciri khas bangsa Indonesia, salah satunya adalah gotong royong. Kita mengetahui bahwa modernisasi dan globalisasi melahirkan corak kehidupan yang sangat kompleks. Kondisi ini seharusnya jangan sampai membuat bangsa Indonesia kehilangan kepribadiannya sebagai bangsa yang kaya unsur budaya. Tetapi dengan semakin derasnya arus globalisasi mau tidak mau kepribadian tersebut akan terpengaruh oleh kebudayaan asing yang lebih mementingkan individualisme. Dalam kehidupan ekonomi misalnya, semula bangsa Indonesia berdasarkan pertanian, setelah masuknya masa industrialisasi, semangat gotong royong masyarakat berkurang. Ini disebabkan masyarakat sekarang cenderung bersifat individualistis, sehingga ada anggapan umum “hidup bebas asal tidak mengganggu kehidupan orang lain”. Contoh lain, beberapa tahun lalu, sekitar awal tahun 2000-an, kita masih bisa melihat masayarakat pedesaan memperthankan gotong royong, seenggak-enggaknya tiga bulan sekali. Seriring berjalannya waktu, dan masuknya budaya barat yang lebih mendorong masyarakat berkeinginan untuk ketidakmauan meninggalkan masalah perekonomian setelah masuknya masa industrialisasi, serta kesibukan masyarakat dengan menomorsatukan kepentingan pribadi. Lambat laun budaya gotong royong akan menipis. Tradisi gotong royong yang menipis ini, termasuk dalam teori evolusi (evolutionary theory), seperti pendapat Emile Durkheim (1858-1917) bahwa perubahan karena evolusi mempengaruhi cara pengorganisasian masyarakat, terutama yang berhubungan dengan kerja. Dan pendapat Ferdinand Tonnies (1963) bahwa masyarakat berubah dari masyarakat sederhana yang mempunyai hubungan yang erat dan kooperatif, menjadi tipe masyarakat besar yang memiliki hubungan yang terspesialisasi dan impersonal. Sebenarnya banyak kegiatan yang sering dilakukan secara bergotong – royong seperti kerja bakti kebersihan, kegiatan keagamaan seperti mauludan dan rajaban, pembangunan masjid, pembangunan pos ronda dan masih banyak lagi lainnya. Contoh pertama ialah pembangunan masjid sangat di perlukan, mengingat masih sedikit masjid yang memenuhi kriteria untuk di pakai Shalat Jum’at berjamaah. Diantara permasalahannya ialah masjid terlaku kecil. Meskipun ada be-
D
Juli Saidi
berapa masjid yang memenuhi kriteria, tetapi itu belum cukup untuk menampung semua warga yang ingin melaksanakan kewajibannya itu. Pekerjaan yang di targetkan dua bulan umpamanya akan selesai,namun dengan gotroy dalam tempo satu bulan lebih telah selesai. Inilah salah satu keuntungan dari kegiatan yang dilakukan secara bersama-sama (gotong royong). Dalam Islam nilai gotong royong sangat dianjurkan. Membuka lembaran sejarah bagaimana kaum ansar yang tanpa pamrih membantu segala sesuatu untuk kaum muhajirin. Bahkan dalam Al-Quran sendiri Allah menyuruh kita untuk saling membantu dalam kebaikan dan
kepada orang yang kesulitan, maka Allah akan memudahkan dia di dunia dan akhirat. Barangsiapa yang menutup aib seorang muslim, maka Allah akan menutupi aibnya di dunia dan akhirat. Dan Allah akan selalu menolong seorang hamba selama hamba itu menolong saudaranya” (HR. Muslim). Dalam hadist lain di sebutkan juga dengan bunyinya: “Barangsiapa menolong saudaranya, maka Allah akan selalu menolongnya”. (HR. Bukhari dan Muslim). Selain melakukan kerjasama dan gotong royong pada hal-hal yang diperbolehkan dalam Islam atas sesama muslim, Islam juga memperbolehkan pemeluknya untuk bekerjasama atau
melarang tolong menolong dalam maksiat. Ini di sebutkan dalam surat Al-Maidah: “Dan tolong-menolonglah kamu dalam (mengerjakan) kebajikan dan takwa, dan jangan tolong-menolong dalam berbuat dosa dan pelanggaran. Dan bertakwalah kamu kepada Allah, sesungguhnya Allah amat berat siksa-Nya”. (QS. al-Mâidah:5:2). Rasulullah SAW juga menjabarkan pentingnya gotong-royong untuk membangun kekuatan kaum muslimin dan menegakkan kemuliaan agama Islam pada suatu daerah. Sebab Islam merupakan ajaran penuh dengan kebaikan. Senantiasa mengajarkan berfikir positif dan berusaha untuk berlaku baik terhadap sesama manusia lainnya. Sehingga, tepatlah wasiat Nabi SAW berbunyi: “Barangsiapa yang membebaskan satu kesusahan seorang mukmin dari kesusahan-kesusahan dunia, maka Allah akan melepaskannya dari satu kesusahan di antara kesusahan-kesusahan akhirat. Barangsiapa memberikan kemudahan
tolong menolong dalam perkara ma’ruf. Diantaranya dengan tidak mencederai akidah seorang muslim dan tidak menjatuhkan ia ke dalam kendali kemaksiatan. Sehingga gotong-royong dan tolongmenolong terhadap kaum non-muslim juga memiliki batasan tersendiri. Tidak bermudah-mudahan melakukan aktifitas tanpa di dasari oleh ilmu sebelumnya. Beranjak dari penjelasan di atas semoga gotong royong yang telah lama dirintis dan telah dijadikan sebagai nilai budaya Islam nusantara harus kita lestarikan dan realisasikan dalam kehidupan sehari-hari.*** Helmi Abu Bakar Ellangkawi Dewan Guru Dayah MUDI Mesjid Raya Samalanga.
Dalam Menjalankan Tugas Jurnalistik, Wartawan MODUS ACEH Dibekali Kartu Pers. Tidak Dibenarkan Menerima Atau Meminta Apapun Dalam Bentuk Apapun dan Dari Siapa Pun
Aceh Barat
MODUS ACEH NO 44/TH XIV 27 FEBRUARI - 5 MARET 2017
3
RAMLI MENANG PILKADA ULANG DIMINTA MODUS ACEH/Juli Saidi
Rekapitulasi hasil perhitungan perolehan suara, RATA unggul. Belakangan ada desakan Pilkada ulang untuk 27 ribu lebih pemilih Aceh Barat yang tak dapat menggunakan hak pilihnya. Juli Saidi
anpa menggunakan alat pengeras suara, Rahmad Fauzi, Sekretaris Jenderal Tim Pemenangan Pasangan Calon (Paslon) Bupati dan Wakil Bupati Aceh Barat, Dr. (H.C.) H. T. Alaidinsyah-Kamaruddin (ALAIKA), bersuara lantang. Dalam rapat pleno rekapitulasi perhitungan perolehan suara Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh Barat, di Aula Hotel Meuligoe, Rabu siang, 22 Februari 2017, Rahmad Fauzi meminta komisioner KIP dan Panwaslih Aceh Barat, menunda reka-
T
pitulasi perhitungan suara, paslon Bupati dan Wakil Bupati Aceh Barat. Sekretaris Dewan Pimpinan Daerah (DPD II) Partai Golongan Karya (Golkar) itu punya argumentasi kenapa dia meminta penundaan rapat pleno yang dipimpin Ketua KIP Aceh Barat Bahagia Idris tersebut. Rahmad menyebut, jadwal rapat pleno mulai tanggal 22 sampai 24 Februari 2017. Itu sebabnya, kata Rahmad masih ada waktu dua hari untuk ditunda rapat pleno terbuka rekapitulasi perhitungan suara tadi. Selain masih ada waktu, tim
pasangan nomor urut satu, juga beralasan telah mengirim surat pada Panwaslih Aceh Barat, terkait berbagai dugaan persoalan di tingkat kecamatan. “Untuk apa buruburu, secara jadwal rapat pleno mulai 22 sampai 24, ini masih ada waktu. Kami juga telah menyurati Panwaslih,” kata Rahmad Fauzi, Rabu siang pekan lalu. Permintaan Rahmad Fauzi itu, direspon cepat tim sukses pasangan nomor urut dua Ramli. MS-Banta Puteh Syam (RATA). Ibnu Umar dalam forum rapat pleno rekapitulasi terbuka itu menegaskan, mereka hadir sesuai undangan seperti tertulis di spanduk. “Kami hadir sesuai undangan jadi kami tidak mau mendengar masalah lain dala rapat pleno ini,” kata Ibnu Umar,
yang meminta rapat pleno tetap dilanjutkan. Karena ada tolak-tarik, Ketua KIP Aceh Barat Bahagia Idris
Ramli, SE
akhirnya mengskor rapat pleno sekitar lima menit. Sembari Komisioner KIP dan Panwaslih keluar dari ruangan untuk ber-
musyarawah. “Beri kami lima menit waktu untuk bermusyawarah sebentar,” kata Bahagia Idris. Usai duduk sejenak antara KIP dan Panwaslih Aceh Barat, akhirnya rapat pleno disepakati lanjut. Dan, Rahmad Fauzi bersama satu rekannya pun memutuskan keluar. Sikap walk out tim pasangan nomor satu itu, sebenarnya sudah sejak awal terbaca. Sebab, pada awal rapat pleno rekapitulasi perhitungan suara calon Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh, Rahmad Fauzi telah lakukan interupsi, meminta komisioner KIP agar menunda rapat pleno. Tapi, permintaan tersebut tak diakomodir Ketua KIP Aceh Barat Bahagia Idris. Ia beralasan ini masih rekapitulasi suara calon gubernur. “Nanti, ini masih calon gubernur. Kami juga telah menerima surat nanti akan kami baca,” ujar Bahagia Idris, menjawab interupsi Rahmad Fauzi
4
MODUS ACEH
Aceh Barat
NO 44/TH XIV 27 FEBRUARI - 5 MARET 2017
MODUS ACEH/Juli Saidi
tadi. Karena itu, timses nomor urut satu tetap akan melanjutkan proses hukum, terkait berbagai dugaan pelanggaran Pilkada Aceh Barat. “Kami tetap tempuh proses hukum ke Panwaslih Aceh dan Banwaslu pusat,” ujar Rahmad Fauzi, Rabu pekan lalu. Setali tiga uang, sehari setelah rapat pleno KIP, Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Aceh Barat menggelar rapat dengar pendapat, dengan aktivis Forum Komunitas Muda Barat Selatan (KMBA), KIP, dan Panwaslih Aceh Barat, di ruang gabungan komisi, lantai dua, gedung DPRK, Kamis, 23 Februari 2017. Rapat ini dipimpin Ketua DPRK Ramli, SE, mendengar penyampaian aspirasi dari aktivis KMBA dan penjelasan KIP dan Panwaslih Aceh Barat. Dalam rapat tersebut, Ketua umum KMBA Fitriadi Lanta mendesak KIP Aceh Barat untuk melakukan Pemilukada ulang terhadap 27 ribu lebih pemilih, yang diduga tidak mendapatkan hak pilihnya, pada hari pencoblosan, Rabu 15 Februari lalu. “Banyaknya pemilih di Aceh Barat yang tidak dapat memberikan hak pilihnya pada hari pencoblosan terindikasi ada terlibat KIP dan Panwaslih, sehingga
kemi meminta agar KIP untuk melakukan pilkada ulang untuk 27 ribu pemilih yang belum menggunakan hak pilihnya,” kata Fitriadi Lanta. Dalam tuntutannya KMBA juga manyampaikan, dugaan kejangkalan yang dilakukan KIP dalam tahapan pemilukada, seperti Daftar Pemilih Tetap (DPT) yang dikembalikan oleh KIP ke PPK dan PPS tidak sesuai dengan yang diajukan oleh PPDP atau Gampong/Desa, bahkan banyak terdapat nama pemilih ganda. ”Kami meminta KIP untuk melakukan evaluasi kenirjanya, karena banyak kami temukan kejanggalan,” katanya. Banyaknya warga yang tidak dapat memilih dan tingginya angka golput yang mencapai 27 ribu atau 21 persen dari total daftar pemilih tetap (DPT) karena disebabkan kurangnya sosialisasi yang dilakukan KIP dan acakan lokasi TPS yang jauh dari tempat tinggal pemilih, sehingga dapat menyulitkan pemilih lansia untuk memberikan hak pilihnya pada hari pencoblosan. “Tingginya angka golput di Aceh Barat pada Pemilukada kali ini karena KIP tidak maksimal melakukan sosialisasi, kemudian mengacak lokasi TPS yang membuat pemilih sulit menjangkau saat melakukan pencob-
losan,” ujarnya. Rekan Fitriadi Lanta, Abdul Jalil dalam rapat pendapat itu juga sempat menantang Panwaslih Aceh Barat untuk menunjukan berita acara, seperti pemilih yang pindah dan meninggal. “Tunjukan berita acara, tinggal
Fitriadi Lanta
telpon bagian sektariat saja dan tunjukan. KIP dan Panwaslih pantengong,”kata Abdul Jalil, Kamis pekan lalu. Sebagai kesimpulan pertemuan itu, Ketua DPRK Aceh Barat Ramli, SE menegaskan, DPRK akan membentuk panitia khusus (Pansus). Direncanakan, ada pansus yang akan dibentuk dan bekerja pada Maret 2017 Pansus satu pencari fakta
yang akan dipercayakan pada Komisi A, untuk menelusuri berbagai dugaan yang dilaporkan KMBSA. Sedangkan Pansus dua tentang anggaran Pilkada, akan ditugaskan Komisi B DPRK Aceh Barat. Sebab, pada Pilkada 2017 kata Ramli, SE KIP mendapat alokasi anggaran Rp 20 miliar dan Panwaslih Rp 6 miliar. Salah satu yang akan dipansuskan terkait pemasangan baliho paslon nomor urut dua yang kabarnya sudah dilipas tidak diganti. “KIP dan Panwaslih hati-hati, anggaran dilokasikan Rp 20 miliar untuk KIP dan Rp 6 miliar untuk Panwaslih,” kata Ramli, SE, Kamis pekan lalu. Sedangkan Ketua umum pemenangan RATA, Bukhari menegaskan tidak bisa menerima dilakukan Pilkada ulang terkait ada 27 ribu lebih masyarakat yang tidak dapat menggunakan hak suara pada Pilkada 2017. Menurut Bukhari, tingkat partisipasi pemilih di Aceh Barat dalam Pilkada yang baru diselenggarakan itu, mencapai 80 persen. “Kita tidak bisa terima
Pilkada ulang, tingkat partisipasi pemilih tinggi mencapai 80 persen,” kata Bukhari, di Sektariat Bersama (Sekber) wartawan Aceh Barat, Kamis sore pekan lalu. Sementara itu, Divisi Hukum Panwaslih Aceh Barat M. Yunus Bidin usai pertemuan mengatakan, jika ada tuntutan Pilkada ulang, maka akan dikaji dan proses sesuai peraturan perundangan. Setiap warga punya hak konstisional, maka ada hak sendiri dilakukan upaya hukum. “Ada Pilkada ulang yang disuarakan, kita berpedoman pada peraturan perundangan-undangan.Tentu akan dikaji semuanya,” kata M. Yunus Bidin, Kamis pekan lalu. Sedangkan Ketua KIP Aceh Barat Bahagia Idris memilih tak mau dikonfirmasi usai rapat dengan pendapat tersuta. “Saya juga punya hak tidak bicara,” kata Bahagia Idris, sambil keluar ruangan saat diminta tanggapan sejumlah wartawan, Kamis pekan lalu. Nah, hasil pleno rekapitulasi hasil perhitungan suara tiga calon Bupati dan Wakil Bupati Aceh Barat, Rabu pekan lalu, pasangan nomor satu ALAIKA memperoleh suara 48. 201, nomor dua RATA 52. 538 dan nomor urut tiga Fuad Hadi-Muhammad Arif 4.215 suara.***
Aceh Barat
MODUS ACEH
5
NO 44/TH XIV 27 FEBRUARI - 5 MARET 2017
KARENA PILKADA DARWIS TERSANGKA MODUS ACEH/Juli Saidi
Laporan M. Dahlan pada Panwaslih Aceh Barat atas dugaan pencoblosan ganda di Desa Manggie, Kecamatan Panton Reu, Aceh Barat, membuahkan hasil. Pelakunya Darwis ben alm Jubah ditetapkan sebagai tersangkan Polres Aceh Barat. Adakah yang menyusul? Juli Saidi
Tersangka pencoblosan ganda.
etua Komisi Independen Pemilihan (KIP) Kabupaten Aceh Barat Bahagia Idris, Kamis sore, 23 Februari 2017 lalu, terpaksa memberi keterangan pada tim penyidik Satuan Reskrim Polres Aceh Barat. Ini gara-gara perbuatan Darwis yang melakukan pencoblosan dua kali atau di dua TPS, 15 Februari 2017. Hari itu, Ketua KIP Aceh Barat Bahagia Idris, dimintai keterangan sebagai saksi, terkait dugaan pencoblosan ganda yang dilakukan Darwis (28). Akibat perbuatan itu, Darwis sudah ditetapkan sebagai tersangka. “Hari ini kita periksa Ketua KIP sebagai saksi terkait pencoblosan ganda yang dilakukan oleh satu orang tersangka pada saat hari pencoblosan 15 Februari lalu, karena dimata hukum status semua warga sama,” kata Kasat Reskrim Polres Aceh Barat AKP Fitriadi, pada wartawan, Kamis sore. Ketua KIP Aceh Barat ini melalui pesan WhataApp juga membenarkan. Bahagia Idris mengatakan, keterangan yang diminta tim penyidik padanya, seputar dugaan pelanggaran yang dilakukan tersangka yang kini dalam tanahanan Polres
K
Aceh Barat. “Seputar peraturan yang dilanggar saudara tersangka,” jawab Bahagia Idris, Kamis pekan lalu. Itu sebabnya, untuk mendalami dugaan pencoblosan ganda tersebut, kata AKP Fitriadi, Ketua KIP Aceh Barat resmi diperiksa oleh tim penyidik dari Satuan Reskrim Polres Aceh Barat sebagai saksi dalam kasus pencoblos ganda di dua Tempat Pemungutan Suara (TPS) tersebut. Darwis sudah ditahan di Mapolres Aceh Barat sejak Rabu pekan lalu. “Sebelumnya kita telah melakukan pemeriksaan terhadap sejumlah saksi, dan tersangka terbukti melakukan pencoblosan ganda, sehingga hari ini kita periksa Ketua KIP selaku penyelenggara Pemilukada,” katanya. Jelas AKP Fitriadi, Darwis ditetapkan sebagai tersangka dalam kasus pencoblosan ganda, setelah tim penegakan hukum terpadu yang terdiri dari Polisi, Kejaksaan dan Panwaslih mengkaji terkait laporan terhadap tersangka yang melakukan pencoblosan ganda di dua TPS. Atas dugaan pelanggaran hukum yang dilakukan Darwis, ia dijerat dengan pasal 178 B Undang-Undang Nomor 10
tahun 2016 tentang pemilihan Gubernur, Bupati dan Walikota. Berdasarkan pasal tersebut, Darwis terancam minimal hukuman 36 bulan penjara dan maksimal
coblosan ganda, sekira pukul 09.00 WIB, Rabu 15 Februari 2017 lalu. Hari itu, Darwis memberikan suaranya di TPS Gampong Ba-
AKP Fitriadi
M. Yunus Bidin
108 bulan. Bahkan, Fitriadi mengaku, terhitung dalam waktu 14 hari tim penyidik dari Satuan Reskrim Polres Aceh Barat telah merampungkan dan mengirim berkas perkara kepada Jaksa Penuntut Umum. (JPU). “Untuk kasus ini dalam waktu 14 hari sudah kita kirim ke JPU,” ujarnya. Ihwal kasus ini, dilaporkan M. Dahlan (49). Sebagai pekerja swasta asal Gampong Manggie, Kecamatan Panton Reu, Aceh Barat. Darwis bin Alm Jubah dilaporkan juga pada Panwaslih Aceh Barat, terkait dugan pen-
bah Iseung Kecamatan Pante Cermin, Aceh Barat, tempat terlapor berdomisili bersama orang tuanya. Diduga, dia menggunakan formulir model (C6KWK) atas terlapor. Dan setelah memberikan suaranya padaTPS dimaksud, Darwis memberikan lagi suaranya di TPS Gampong Manggie, dengan menggunakan surat keterangan pengganti KTP elektronik dari Dinas Kependudukan dan Catatan Sipil (Dukcapil) Kabupaten Aceh Barat. Sebagai barang bukti, formulir C6-KWK dari KPPS Gampong
Babah Iseung atas nama Darwis. Selain itu, ada juga barang bukti surat keterangan pengganti KTP elektronik dari Dinas Dukcapil juga atas nama Darwis. Tak hanya itu, barang bukti lain berupa fotocopy daftar pemilih tambahan dari TPS Gampong Manggie, fotocopy DPT dari TPS Gampong Babah Iseung, Kecamatan Pante Cermin, fotocopy kartu keluarga (KK) dengan nomor 110508060070002 atas nama kepala keluarga Mayet Din, dan KK atas nama Darwis sendiri, dengan alamat Gampong Manggie. AKP Fitriadi Kamis pekan lalu menjelaskan, saksi-saksi yang sudah diminta keterangan antara lain, Ketua PPS, Ketua KPPS, anggota KPPS, Geuchik dari Gampong Babah Iseung dan ketua KPPS, anggota PTPS Gampong Manggie. Anggota Panwslih Aceh Barat, Bidang Divisi Hukum M. Yunus Bidin membenarkan terkait ada dugaan pencoblosan ganda. Kata M. Yunus, Kamis pekan lalu, yang memberikan hak pilih lebih satu kali sudah ditahan. “Itu sudah ditahan pelakunya. Panwas sudah menyerahkan berkas pada Gakumdu,” kata M. Yunus, di Kantor DPRK Aceh Barat, Kamis pekan lalu.***
6
MODUS ACEH
HUKUM
NO 44/TH XIV 27 FEBRUARI - 5 MARET 2017
Kursi Terdakwa Buat Nanda
ungkin, Nanda Febriana atau akrab disapa Nanda (23) tak pernah menyangka. Usai duduk di kursi ujian skripsi, alumni FISIP Universitas Negeri Malikussaleh (Unimal) Lhokseumawe ini, akan duduk di kursi ‘persakitan’ sebagai terdakwa di Pengadilan Negeri (PN) Lhokseumawe. Ini terkait kasus yang menimpa dirinya. Maklum, dia dijerat Jaksa Penuntut Umum (JPU) dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Lhokseumawe dengan Pasal 310 ayat (1) dan (2) KUHP. Nanda didakwa telah melakukan perbuatan pencemaran nama baik melalui media sosial (medsos) facebook terhadap dosennya sendiri yaitu Dwi Fitri. Nanda menulis; Sepucuk Surat Untuk “ Ibu Lulusan Jerman “. Nah, karena Bu dosen tak mau memaafkannya, kasus Nanda pun akhirnya berlabuh di Pengadilan Negeri Lhokseu-
M Kamis pekan lalu, Pengadilan Negeri (PN) Lhokseumawe mulai mengelar sidang kasus perseteruan mahasiswa versus dosen di media sosial (medsos) facebook. Kuasa hukum terdakwa menilai sangat kejam! Muhammad Saleh
mawe. Dan, Kamis pekan lalu, kasus tersebut mulai berjalan. JPU dari Kejaksaan Negeri (Kejari) Lhokseumawe, Darmawan Siregar, SH dan Al Muhajir, SH menyebutkan. Terdak-
Dwi Fitri
wa Nanda Feriana Binti Hamdani, Selasa, 27 September 2016, sekira pukul 21. 10 WIB, dengan sengaja dan tanpa hak mendistribusikan dan menstransmisikan kata-kata yang
dapat diaksesnya serta bermuatan penghinaan atau pencemaran nama baik terhadap saksi pelapor Dwi Fitri binti (alm) Jamluddin Amin. Perbuatan tersebut menurut JPU, dilakukan Nanda dengan cara meng-upload (masukkan) melalui akun facebooknya yang dinilai telah menuding nama baik dosennya sendiri yaitu Dwi Fitri. Mengetahui hal itu, Dwi Fitri langsung membuka facebook milik Nanda melalui smartphonenya. Nah, ditemukan kata-kata atau kalimat yang menurut Dwi Fitri telah mencemarkan nama baik dirinya. Merasa tak senang dan nyaman, Dwi Fitri melaporkan hal itu pada Dekan Fakultas Ilmu Sosial dan Ilmu Politik (FISIP) Universitas Malikulsaleh, Aceh Utara yakni M. Akmal S.Sos, MA (saksi), tentang tu-
Acehterkini
lisan Nanda di akun facebooknya. Pengakuan Dwi Fitri, sesuai dengan keterangan ahli yaitu Dahlia Abdullah, ST., M. Kom (ahli IT) dari Universitas Malikulsaleh, Aceh Utara. Menurut Dahlia sebut JPU, perbuatan Nanda telah memenuhi unsur melanggar hukum. Sebab, facebook adalah sebuah layanan jejaring sosial yang diluncurkan pada tahun 2004 dan pada September 2012 telah memiliki lebih satu milliar pengguna aktif. Tak hanya itu, pengguna facebook juga dapat membuat sebuah tulisan (status) atau posting gambar di beranda pengguna dan bertukar pesan yang dapat dilihat oleh semua pengguna. Dari sanalah terlihat dan terbaca isi dari tulisan yang di upload Nanda melalui akun miliknya. Nanda menulis; Sepucuk Surat Untuk “ Ibu Lulusan Jerman”. Harusnya Anda semakin berperadaban, bukan primitive. Sempit sekali hati Anda,
MODUS ACEH/Dok
HUKUM
Nanda Feriana
MODUS ACEH NO 44/TH XIV 27 FEBRUARI - 5 MARET 2017
barangkali hati Anda jauh lebih sempit. Anda boleh lulusan luar (Jerman lagi), tapi kualitas moral Anda itu patut dipertanyakan. Kalau dulu saya memberi angka 8 untuk keilmuan dan kehebatan ibu, namun sekarang angka itu hilang dan soal moral, kedewasaan angka jadi 0 di mata saya. Kalimat itu pula yang dinilai JPU sebagai perbuatan di luar kezaliman. Alasannya, norma “kezaliman” dalam berbahasa dan penulisan merupakan pilihan kata yang sesuai dengan lawan bicara (pembaca) dalam norma ini memilki sifat “ketabuan berbahasa”. Sebab kata JPU, ada kata yang lebih cocok digunakan Nanda pada lawan bicara tertentu dan kata tersebut menjadi tidak cocok digunakan pada lawan bicara yang lain. Merujuk pada norma tersebut, Nanda Fitriana dinilai tidak tepat menggunakan diksi tersebut, karena objek yang dituju merupakan pendidiknya. Selain itu makna dari diksi-diksi tersebut juga banyak mengandung unsur merendahkan, bahkan mempermalukan. Pendapat JPU diperkuat oleh ahli bahasa Syahriandi, S. Pd., M.Pd dari Universitas Malikulsaleh Aceh Utara. Kata Syahriandi berdasarkan dakwaan JPU, penyertaan tersebut dapat dikatagorikan sebagai perbuatan menghina/merendahkan harkat martabat seseorang. Karena perbuatan itu dipublikasikan ke masyarakat umum. Nah, itu dikatagorikan juga sebagai pencemaran nama baik, karena yang dimaksud dengan pencemaran nama baik adalah, perbuatan yang merendahkan/ menghina seseorang dengan maksud tuduhan itu tersiarkan atau diketahui orang banyak. Akibat perbuatan Nanda,
7
menurut JPU Dwi Fitri merasa sangat malu karena integritas dosen tercemar, marwah keluarga dan Korp Alumni Lulusan Jerman juga ikut tercemar. “Perbautan terdakwa Nanda Febriana Binti Hamdani sebagaimana diatur dan diancam pidana dalam 310 ayat (1) dan (2) KUHP,” ucap JPU Darmawan Siregar, SH. Karena berbagai alasan itulah, alumni FISIP Unimal Aceh Utara yang tinggal di Lorong Buntu Dusun III, Desa Tamboh Tunong, Kecamatan Dewantara, Kabupaten Aceh Utara ini diseret ke meja hijau. “Maka, bedasarkan Pasal 84 ayat (2) KUHAP, Pengadilan Negeri Lhoksemawe berwenang untuk memeriksa dan mengadilinya terdakwa Nanda Febriana Binti Hamdani,” sebut JPU. Sebaliknya, Yusuf Ismail Pase, kuasa hukum Nanda mengatakan. Secara hukum, perkara pidana Nanda sedang berproses di ranah hukum. “Namun sangat kejam dan disayangkan, karena kasus ini terjadi antara pendidik dengan anak didik. Seharusnya dapat diselesaikan pada di tingkat akademik,” ujar Yusuf. Caranya, rektorat dapat melakukan mediasi serta melibatkan aparat gampong. “Tentu, ini juga menyangkut nama baik kampus. Karenanya, kami sebagai penasihat hukum mencoba menggunakan eksepsi terhadap kekaburan perkara ini. Kita berharap majelis hakim memberi perhatian terhadap perkara ini, khususnya mengenai kritik mahasiswa terhadap dosen ke pengadilan dengan menggunakan UU ITE,” ucap Yusuf Ismail Pase, didampinggi rekannya, T. Fakhrial Dani SH MH dan Nabhahi Yustisi, SH. Sidang akan dilanjutkan, Senin, 27 Februari 2017.***
MODUS ACEH
8
HUKUM
NO 44/TH XIV 27 FEBRUARI - 5 MARET 2017
Antara Narkotika dan Rasuah
acehkita.com
Selama 2016, Kejaksaan Negeri (Kejari) Banda Aceh menangani 123 kasus narkotika dan 54 kasus pelanggaran Qanun. Sementara Pengadilan Negeri (PN) Banda Aceh menerima 51 kasus tindak pidana korupsi. Azhari Usman|Mirna ari luar, Kantor Kejaksaan Negeri (Kejari) Banda Aceh di kawasan Gampung Baru, Kecamatan Baiturrahman, Kota Banda Aceh, terlihat sepi. Namun, setelah memasuki ruang kerja, tampak para pegawai sibuk di meja kerja masing-masing. Maklum, mereka mempersiapkan berbagai kelengkapan perkara yang masuk, untuk secepatnya dilimpahkan ke Pengadilan Negeri (PN) dan
D
Polresta Banda Aceh Ringkus Sembilan Pengedar Narkoba.
pada Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor), Banda Aceh. Memang, selama tahun 2016, Kejari Banda Aceh telah menerima 123 perkara pelimpahan dari penyidik Kepolisian. Mayoritas kasus narkotika. Bayangkan, dari jumlah tersebut,
Mobil damkar disita pihak Kejaksaan Negeri Banda Aceh.
ada 115 perkara sudah dilimpahkan ke PN Banda Aceh. Sisanya, delapan perkara, masih pada tahap penyempurnaan untuk dilimpahkan. Menariknya dari jumlah 115 perkara yang sudah dan sedang disidangkan, terdapat tiga perka-
ra yang dilakukan anak dibawah umur. Untuk perkara pelanggaran Qanun, selama tahun 2016, Kejari Banda Aceh telah menerima 54 perkara, diantaranya terdapat 12 perkara Qanun Khalwat, 17 Qanun Ikhtilath, 20 perkara Qanun Judi dan 5 Qanun Miras. Dari jumlah perkara tersebut semuanya sudah disidangkan dan telah dieksekusi dengan hukuman cambuk yang dijatuhkan majelis hakim. Humas Pengadilan Negeri Banda Aceh, Eddy SH mengatakan, jumlah perkara tidak pidana korupsi yang masuk pada PN Banda Aceh tahun 2016 ada 51 perkara. Sedangkan kasus yang sudah putus sebanyak 34 perkara. Terdapat 51 perkara yang masuk pada tahun 2016, sedangkan yang selesai putusan ada sekitar 34 perkara dan sisanya yang belum putus akan dilanjutkan pada tahun 2017 berjalan.
Eddy SH
Nah, dari 51 perkara yang sudah ditangani, PN Banda Aceh berhasil menetapkan 54 terdakwa. “Masing-masing perkara ada yang satu atau dua terdakwa bahkan lebih,” ungkap Eddy. Adapun perkara baru yang masuk pada bulan Januari- Februari 2017, ada delapan kasus dengan jumlah terdakwa 17 Orang. “Kasus yang baru masuk pada awal tahun 2017, semuanya masih dalam proses persidangan”, ujar Humas Pengadilan Negeri Eddy SH.***
liputan Khusus
MODUS ACEH NO 44/TH XIV 27 FEBRUARI - 5 MARET 2017
9
■ Irwandi Yusuf-Nova Iriansyah
Aceh 1 dan 2
Sidang pleno rekapitulasi perolehan suara pasangan calon (paslon) Gubernur-Wakil Gubernur Aceh, hasil Pilkada Aceh serentak, 15 Februari 2017 berakhir sudah. KIP Aceh menetapkan pasangan Irwandi Yusuf-Nova Iriansyah sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh Periode 2017-2022. Walau sempat diwarnai berbagai aksi dan protes. Mulai dari dugaan politik uang hingga proses penyelenggaraan yang terindikasi curang. Termasuk tim pemenangan nomor urut 5, Muzakir Manaf-TA Khalid menolak proses tahapan penyelenggaraan Pilkada. KIP Aceh tetap pada putusannya. Nah, bagaimana kisah aksi protes hingga menggelar demontrasi tersebut? Juli Saidi, Zulhelmi, Azhari Usman dan Mirna dari MODUS ACEH, melakukan liputan yang dirangkum Muhammad Saleh. Berikut laporannya.
ALAU sempat saling klaim kemenangan, namun penantian dua pekan tentang siapa Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh, akhirnya tuntas sudah. Berdasarkan hasil Sidang Pleno Rekapitulasi Suara yang digelar Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh, Sabtu pekan lalu di Gedung DPR Aceh, Jalan Tgk Daud Beureueh, Banda Aceh. Pasangan nomor urut 6, Irwandi Yusuf-Nova Iriansyah ditetapkan sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh Periode 2017-2022. “Dengan demikian, menetapkan pasangan nomor urut 6, Irwandi Yusuf dan Nova Iriansyah sebagai Gubernur dan Wakil
W
Gubernur Aceh Periode 20172022,” kata Ketua KIP Aceh, Ridwan Hadi menutup sidang pleno tersebut. Nah, kemenangan IrwandiNova (6) diraih setelah unggul perolehan suara dari enam pasangan calon yaitu, Tarmizi A. Karim-T. Machsalmina Ali (1), Abdullah Puteh-Sayed Mustafa Usab (2), Zakaria Saman-T. Alaidinsyah (3), Zaini Abdullah-Nasaruddin (4), Muzakir Manaf-TA Khalid (5). Pasangan nomor urut 6 meraih suara 898.710,”sebut Ridwan Hadi sambil mengetuk palu, diikuti sambutan riuh peserta dan pendukung yang hadir, baik dalam ruang sidang pleno maupun di halaman parkir. Sebelumnya, baru beberapa saat sidang pleno dibuka Ketua KIP Aceh Ridwan Hadi, tim saksi dari Paslon Nomor Urut 5, Muzakir Manaf - TA Khalid, Wen Rimba Raya dan Adi Laweung mengajukan interupsi. Dia menyatakan dan menolak hasil pelaksanaan Pilkada 15 Februari 2017. Alasan Adi Laweung pelaksanaan Pilkada Aceh telah melanggar aturan dan dilakukan secara sistematis serta terstruktur, karena itu harus dibatalkan, tegas Adi Laweng (baca: Inilah Alasan Penolakan Paslon Nomor Urut 5). Namun Ridwan Hadi mengatakan, tidak mungkin menghentikan penghitungan suara, karena KIP Aceh tidak melihat temuan itu, makanya kita berikan dulu para KIP Kabupaten/Kota untuk
membuka kotak suara, kalau ada temuan baru bisa lihat bersama. “Kalau nantinya ada pelanggaran masih ada upaya hukum yang bisa dilakukan,” kata Ridwan Hadi. Serupa tapi tak sama. Setelah Ketua KIP Aceh Tengah Marwansyah selesai membacakan hasil rekapitulasi dan perhitungan surat suara di kabupaten itu. Lalu muncul protes dari Ketua Panwaslih Aceh Samsul Bahri. “Interupsi pimpinan,” kata Ketua Panwaslih Aceh, Samsul Bahri pada Sidang Pleno di Gedung DPRA, Banda Aceh, Sabtu (25/02/17). Samsul mempertanyakan adanya dugaan selisih 10 ribu suara antara paslon nomor urut 5 versus nomor urut 6. Menurut Samsul Bahri, Kabupaten Aceh Tengah menjadi salah satu wilayah yang menjadi wilayahnya. “Bahwa saya turun ke sana dan menemukan perbedaan surat suara yang direkap oleh KIP dengan hasil rekapitulasi Panwaslih, “ ungkap Samsul. Namun, ia mempersilahkan Ridwan Hadi sebagai pemimpin sidang untuk melanjutkan. “Sidang silahkan dilanjutkan, namun saya akan mencocokkan hasil KIP Aceh Tengah dengan data Formulir C1 asli yang kami pegang, karena selisihnya mencapai 10 ribu suara” tegas Samsul Bahri. Pada MODUSACEH.CO, Samsul Bahri mengaku. “Di wilayah tengah hampir setiap pemilihan banyak dilakukan kecurangan, makanya saya pilih
wilayah itu untuk turun, dan mau saya saksikan sendiri. Ternyata betul, saya hadir di sini untuk melihat langsung di sini,” ungkap Samsul. Selanjutnya ia mengakui kalau surat suara 10 ribu lebih yang hilang itu digiring untuk salah satu paslon. Ketika ditanya ke paslon mana suara itu di arahkan, sambil tertawa ia menjawab; paslon nomor urut 6. Terkait munculnya protes dan aksi keluar ruang sidang pleno KIP Aceh di Gedung DPR Aceh oleh saksi pasangan calon (paslon) Gubernur dan Wakil Gubernur Muzakir Manaf- TA Khalid, dinilai Ketua Panwaslih Aceh Samsul Bahri merupakan langkah yang wajar dan tepat. “Itu sudah benar, kalau merasa ada kekeliruan,” kata Ketua Panwaslih Aceh, Samsul Bahri pada MODUSACEH.CO (Kelompok Media MODUS ACEH dan INSPIRATOR), disela-sela sidang tersebut di DPRA, Banda Aceh, Sabtu (25/02/17). Kata Samsul Bahri. “Setiap ada yang tidak sesuai, karena itu saya meminta sedikit waktu untuk berkomunikasi dengan Bawaslu RI dan jangan sampai terjadi kerusuhan dalam gedung, ini tidak bagus. Makanya saya minta izin berkoordinasi dengan Bawaslu Pusat, lalu kembali jalan sesuai dengan UUD,” kata Samsul Bahri. Dia juga mengatakan, walaupun pimpinan sidang sudah mengetok palu dan mengatakan sah tentang rekapitulasi dan per-
lintasgayo.co
hitungan suara KIP Aceh Tengah yang sempat dia protes, diakui Samsul Bahri itu tidak masalah. “Nanti kita cocokkan data saja, kalau memang mereka bisa membuktikan di Mahkamah Konstitusi (MK) maka kita liat nanti,” ujarnya. Samsul Bahri juga mengakui, temuan yang disampaikan saksi Paslon Nomor Urut 5, juga sudah dilaporkan pada Panwaslih Aceh. Karena itu pihaknya sudah mengirimkan tim ke seluruh Aceh, termasuk Aceh Tengah. “Saya juga mendengar banyak kecurangan yang terjadi di Aceh Tengah, makanya saya turun ke sana, jadi nanti saya akan cocokkan dengan Formulir C 1 yang menjadi bukti pihak Panwaslih”, kata Samsul Bahri. Terkait adanya suara lebih 10 ribu yang tertulis untuk paslon nomor urut 6, diakui Samsul Bahri belum dapat memastikannya. “Apakah salah Panwaslih di kabupaten itu, atau salah mereka (KIP) Aceh Tengah. Nanti kita cocokkan saja,” ujarnya sambil menegaskan akan tetap bekerja pada aturan yang berlaku. Nah, lepas dari berbagai dinamika yang terjadi dalam ruang sidang pleno KIP Aceh, Sabtu pekan lalu, yang pasti palu sudah diketuk dan GubernurWakil Gubernur Aceh sudah diputuskan dan tetapkan. Tinggal kini, jika para pihak ada yang tidak puas, maka langkah yang paling tepat adalah menuju Mahkamah Konstitusi (MK) di Jakarta.***
MODUS ACEH
liputan Khusus 10 Bunga Rampai di ‘Pesta’ Pilkada NO 44/TH XIV 27 FEBRUARI - 5 MARET 2017
MODUS ACEH/Azhari Usman
Diduga dan terindikasi curang money politik (politik uang) pada pelaksanaan Pemilihan Kepala Daerah 2017. Aliansi Mahasiswa Peduli Pilkada Aceh Singkil , melakukan aksi unjuk rasa di depan Kantor Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh dan Panwaslih Aceh, Kamis pekan lalu. Aksi serupa juga terjadi di Kabupaten Bireuen, menyambut kemenangan Haji Saifannur-Muzakar A. Gani. Inilah bunga rampai Pilkada Aceh 2017.
auh merantau dan menempuh pendidikan tinggi ke Ibukota Provinsi Aceh, Banda Aceh. Tak berarti putra dan putri Kabupaten Aceh Singkil, yang tergabung dalam Aliansi Mahasiswa Peduli Pilkada Aceh Singkil, lupa dengan berbagai persoalan politik di tanah kelahirannya. Salah satunya, pesta demokrasi lima tahunan bertajuk; Pilkada 2017. Itu sebabnya, Kamis pekan lalu, mereka mengelar aksi unjuk rasa, terkait berbagai dugaan dan kecurangan yang terjadi pada kontestasi politik ini. Misal, sarat money politic (politik uang). Entah itu pula alasannya, mereka mengelar aksi unjuk rasa di depan Kantor Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh dan Panwaslih Aceh, Kamis pekan lalu. Aliansi Mahasiswa Peduli Pilkada Aceh Singkil mengungkapkan, banyak terjadi kecurangan saat proses pemilihan di Kabupaten Aceh Singkil, khususnya di Kecamatan Simpang Kanan. “Terjadinya penggelembungan mencapai 256 suara di Kecamatan Simpang Kanan. Bahkan ada satu pemilih bisa dua kali melakukan pemilihan”, ungkap Syahrul, selaku koordinator lapangan dalam aksi ini. Lanjutnya, tiga hari setelah pemilihan, masyarakat Simpang Kanan telah melakukan aksi unjuk rasa di depan Kantor KIP dan Panwaslih Kabupaten Singkil. Mereka menuntut adanya pemilihan ulang. Namum KIP dan Panwaslih Kabupaten Singkil tidak merespon. “Kecurangan-kecurangan tersebut tidak mendapat respon dari KIP dan Panwas kabupaten, sehingga kami melakukan unjuk rasa di Kantor KIP dan Panwaslih Provinsi Aceh, memohon agar KIP dan Panwas Kabupat-
J
en untuk melakukan pengusutan atas kecurangan-kecurangan tersebut,” harap Syahrul. Aksi serupa juga terjadi di Kabupaten Bireuen, usai KIP setempat menyatakan pasangan calon nomor urut 6, Haji Saifannur-Muzakar A. Gani dinyatakan sebagai pemenang Pilkada 15 Februari 2017 lalu. Hari itu, ribuan massa itu tergabung dalam Aliansi Masyarakat dan Pemuda Bireuen menggelar aksi demonstrasi di Kantor Panwaslih Bireuen, Kamis 23 Februari 2017 atas dugaan praktik politik uang yang dilakoni pasangan itu. Kemenangan Saifannur dan Muzakkar A Gani dianggap curang lantaran diduga membagi-bagikan pecahan uang seratus ribu rupiah kepada pemilih, sehingga masyarakat yang melakukan aksi menolak hasil Pilkada itu dan meminta KIP untuk menyelenggarakan Pilkada ulang di Bireuen. Dalam orasinya mereka mendesak Panwaslih Bireun segera memproses hukum atas praktik politik uang itu. Kemudian mendesak agar Panwaslih Bireuen meminta kepada KIP Bireuen untuk menunda pleno penetapan pasangan itu. Selain itu, mendesak diadakan Pilkada ulang dan membatalkan pasangan itu untuk dibatalkan sebagai pemenang lantaran terindikasi melakukan money politics. Aksi itu dikawal aparat keamanan dari pihak kepolisian dan TNI. Dari pantai timur, enam partai nasional yang tergabung dalam forum partai pendukung pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Aceh Timur nomor urut 1, Ridwan Abubakar-Tgk Abdul Rani (Nek Tu-Polem) ikut menyampaikan keberatannya dan menolak hasil Pilkada Serentak
2017 di kabupaten tersebut. Pernyataan keenam partai tersebut disampaikan secara tertulis kepada Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh Timur nomor: Istimewa/II/2017. Surat diterima oleh Kasubbag Umum KIP Aceh Timur, M Faisal, Jumat 17 Februari 207 sore. Dalam surat itu juga dibubuhkan tandatangan dari masingmasing pimpinan partai, terdiri dari Nyak Musa Husein (Ketua DPD Partai NasDem), Zulkifli Zamzam (Ketua DPC PDIP), Tgk H Mudawali Ibrahim (Ketua DPC PPP), Mirnawati (Ketua DPC Demokrat), Ir H Kasad (Ketua DPD II Golkar), dan Muslim Hasballah (Ketua DPW PNA). Selain ke KIP Aceh, tembusan surat ditujukan kepada Menko Polhukam RI, Mendagri RI, Kapolri RI, Ketua KPU RI, Ketua Bawaslu RI, Ketua DKPP RI, ketua umum DPP partai pendukung Nek Tu-Polem, Kapolda Aceh, Ketua KIP Aceh, Ketua Panwaslih, dan Ketua DPP/ DPW/DPD I partai pendukung Nek Tu-Polem di Banda Aceh. Mewakili partai pendukung, Nyak Musa Husein pada media pers, Minggu 19 Februari 2017 mengatakan, pihaknya sepakat menolak hasil Pilkada Aceh Timur setelah membaca surat yang dikeluarkan oleh tim pemenangan Nek Tu-Polem sebelumnya dengan nomor: 10/TPNP/II/2017 tentang keberatan atas hasil Pilkada Aceh Timur. Alasannya, lanjut Nyak Musa, karena Pilkada yang telah dilaksanakan di Aceh Timur pada 15 Februari 2017 lalu diduga bertentang dengan hukum yang berlaku. Sebab, hingga pukul 24.00 WIB di hari pencoblosan, Panitia Pemungutan Suara (PPS) tidak menyerahkan form C-KWK, C1 KWK dan lampirannya kepada
Panitia Pemilihan Kecamatan (PPK) dan KIP Aceh Timur. “Karena hingga batas waktu yang telah ditentukan, KIP Aceh Timur tidak menerima seluruhnya form C-KWK, C1 KWK dan lampirannya, sehingga hal ini bertentangan dengan PKPU nomor 14 tahun 2017 pasal 55 ayat 3, yang menyatakan bahwa KPPS wajib menyerahkan 1 (satu) rangkap salinan formulir model C-KWK, dan C1-KWK, dan lampirannya kepada PPK dan KPU/KIP kabupaten/kota pada hari pemungutan melalui PPS,” jelas Nyak Musa. Alasan lainnya, sebut dia, pada tanggal 16 Februari 2017 sekitar pukul 03.00 WIB, Kapolres Aceh Timur AKBP Rudi Purwiyanto, Panwaslih Aceh Timur, dan Bupati Aceh Timur, H Hasballah HM Thaib yang juga cabup petahana, bersama sekitar 500 simpatisan Partai Aceh (PA) meminta form C-KWK, C1 KWK dan lampirannya yang ada pada KIP/KPU Aceh Timur untuk diserahkan kepada Panwaslih Aceh Timur. Tindakan tersebut, menurut pihaknya, merupakan sebuah bentuk pelanggaran Pilkada, karena sesuai dengan ketentuan hukum, semua form C-KWK, C1 KWK dan lampirannya haruslah berada di KIP Aceh Timur sebagai penyelenggara Pilkada. Atas dasar tersebut, pihaknya meragukan nilai perolehan suara yang benar, sesuai form C-KWK, C1 KWK dan lampirannya. “Untuk itu, kami meminta agar Pilkada di Aceh Timur dibatalkan dan dilakukan pemilihan ulang sesuai ketentuan hukum yang berlaku,” pungkas Nyak Musa. Yang justeru relatif ‘dingin’ terjadi di dataran tinggi Gayo. Pasangan calon (paslon) Bupati Kabupaten Aceh Tengah Nomor Urut
2, Mukhsin Hasan-Taufik berencana akan menempuh jalur hukum, terkait hasil pilkada di daerah itu, 15 Februari 2017 lalu. Ini disampaikan paslon ini pada temu pers di kediaman Mukhsin Hasan, Bur Jimet, Kamping Tan Saril, Kecamatan Bebesen, Aceh Tengah, Senin (21/2/2017), sekira pukul 18.15 WIB. Kontributor MODUSACEH.CO di Aceh Tengah melaporkan. Sebelum menyerahkan laporan kecurangan pada proses pemungutan suara Pilkada Aceh Tengah, 15 Februari 2017 lalu ke Panwaslih Aceh Tengah, Mukhsin Hasan-Taufik menggelar konferensi pers. Keduanya, didampingi tim advokasi yang dipimpin Hasnan Manik, SH, MH dan tiga orang lainya. Kepada awak media, tim advokasi memaparkan sejumlah dugaan kecurangan yang dilakukan secara terstruktur, sistematis dan masif untuk memenangkan salah satu kandidat. Menurut dugaan kuasa hukum pasangan Muchsin Hasan-Taufik, kecurangan itu terlihat pada perbedaan suara di form C1 antara pasangan Mukhsin Hasan dengan salah satu kandidat, terutama dibeberapa kecamatan atau kantong - kantong suara nomor urut 2 (Huchsin Hasan-Taufik). Misal, banyak masyarakat tidak mendapat kartu undangan dan masih banyak dugaan lain. “Dugaan kecurangan suara di form C1 ada perbedaan antara pasangan Mukhsin-Taufik. Di kantong-kantong suara nomor urut 2 banyak masyarakat tidak mendapatkan kartu pemilih,” tegas Hasnan Manik. Usai konferensi pers, tim advokasi meluncur ke Kantor Panwaslih Aceh Tengah, untuk menyerahkan data-data dugaan kecurangan. Selain itu, kuasa hukum Mukhsin Hasan-Taufik meminta KIP Aceh Tengah agar menunda penghitungan suara tingkat kabupaten yang akan dilaksanakan besok, Selasa (22/2/ 2017). “Sore ini kami akan melayangkan surat permohonan penghentian perhitungan suara, tentu sebagai kandidat kami punya hak juga,” papar Manik sambil mengatakan berharap pihak KIP menyahuti permohonan mereka, begitu juga Panwaslih Aceh Tengah. Nah, akankah semua ‘reaksi’ tadi akan redup dengan sendirinya atau berlanjut sampai ke Mahkamah Konstitusi? Hanya waktu yang bisa menjawabnya.***
liputan Khusus
MODUS ACEH NO 44/TH XIV 27 FEBRUARI - 5 MARET 2017
11
■ KIP Aceh Putuskan
Tim Mualem-TA Minta Pemilihan Ulang Juru Bicara Tim Pemenangan Pasangan Calon (Paslon) Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh, Muzakir Manaf-TA Khalid, Nasir Djamil menilai. Pelaksanaan pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh telah menyimpang dari ketentuan perundangundangan yang berlaku. Indikasikanya, banyak terjadi kecurangan yang dilakukan secara terstruktur, sistematis, dan masif.
L
AMA tak memberi pendapat soal proses dan penyelenggaraan Pilkada Aceh 2017. Sabtu sore pekan lalu, politisi Partai Keadilan Sejahtera (PKS), Nasir Djamil akhirnya tak kuasa juga untuk ‘berpuasa’ terlalu lama berbicara. Ini terkait adanya berbagai dugaan kecurangan yang terjadi. “Tadi pagi ketika rapat pleno rekapitulasi suara yang berlangsung di DPRA merupakan sikap klimak kami atas pelanggaran yang dilakukan, karena sudah jauh-jauh hari pelanggaran ini kami sampaikan, makanya kami mengambil sikap keluar dari sidang pleno,” jelasnya. Itu disampaikan politisi PKS dan anggota Komisi III DPR RI ini, pada temu pers di Balai Pemenangan paslon Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh, Muzakir Manaf-TA Khalid, Sabtu sore di Banda Aceh. Karena itu, mereka meminta penyelenggara pilkada untuk menggelar pemilihan ulang di beberapa tempat pemungutan suara (TPS) pada sejumlah daerah (kabupaten dan kota) di Aceh. “Dugaan kami kejadian ini sengaja dilakukan, padahal jelasjelas melanggar PKPU,” kata Nasir Djamil. Nasir Djamil yang didampinggi Ketua Tim Pemenangan Mualem-TA Khalid, Kamaruddin Abu Bakar (Abu Razak) serta kuasa hukum tim ini, Teuku Kamaruzzaman (Ampon Man) serta Ketua Aswaja Aceh Tgk Bulqaini menjelaskan. Berdasarkan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 8 tahun 2016, tentang perubahan PKPU nomor 4 tahun 2015. Setiap TPS paling banyak hanya boleh untuk 800 orang. Tapi di beberapa
daerah yang terjadi adalah, jumlah pemilih 1.200 orang dibuat menjadi empat TPS. Dan ini diduga sengaja dilakukan untuk memudahkan terjadinya kecurangan saat pemungutan suara di TPS Se-Aceh. Kecuali itu, Nasir juga mengungkapkan berdasarkan Qanun Nomor 12 tahun 2016 tentang pemilihan gubernur, bupati dan wali kota, setiap pemilih diperkenankan bisa mengunakan Kartu Tanda Penduduk (KTP) atau identitas lainnya untuk memberikan hak suaranya. “Namun faktanya penyelenggara hanya memperboleh masyarakat yang memilih harus menggunakan formulir C6 KWK dan E-KTP,” ungkap alumni UIN Ar-Raniry Banda Aceh ini. “Gara-gara peraturan itu, ada 25 hingga 30 persen masyarakat tidak bisa memilih karena tidak memiliki E-KTP. Ini luar biasa total jumlah pemilih yang tidak bisa memilih,” kata Nasir. Dia mengulas, menurut ketentuan PKPU Nomor 15 tahun 2016, perubahan atas PKPU nomor 11 tahun 2015, pada pasal 4 ayat 1 huruf a menyebutkan, setelah menerima kotak suara yang tersegel dan salinan formulir C-KWK dan model C1-KWK lampirannya dari KPPS. Kemudian PPS mengumumkan hasil perhitungan dari seluruh TPS dengan menggunakan lampiran model C1 KWK dengan cara menempelkan pada sarana pengumuman di desa. “Tapi itu juga tidak dilakukan, hampir seluruh kab/kota di Aceh tidak melaksanakan ketentuan itu, sehingga pelanggaran ini telah mengakibatkan cacat hukum terhadap seluruh tahapan pilkada di Aceh,” kata Nasir. Itu sebabnya, Tim Pemenangan Mualem-TA Khalid menilai telah terjadi pelanggaran terhadap undang-undang yang dilakukan oleh penyelenggara, bukan secara tiba-tiba dan kebetulan, tapi dari kabupaten dan
kota. “Kami juga sudah menyampaikan pelanggaran itu kepada pihak penyelenggaran, namun tidak pernah ditindaklanjuti,” ujar Nasir Djamil. Untuk itu, dia meminta kepada KIP dan Panwaslih Aceh untuk menindaklanjuti berbagai laporan pelanggaran yang terjadi, karena hingga saat ini tim pemenangan Mualem-TA Khalid masih sangat percaya dengan kerja-kerja penyelenggaran pemilu di Aceh. “Kami menginginkan ada pemungutan suara ulang. Bukan sesuatu yang luar biasa ketika meminta pemilihan ulang. Di Jakarta saja yang suhu politiknya tinggi bisa menggelar pemilihan ulang di beberapa TPS, apalagi Aceh yang damai tanpa konflik apapun, bukan hal yang luar biasa itu,” kata Anggota DPR RI itu. Dirinya juga meminta kepada Panwaslih Aceh agar bisa menegakkan martabatnya. Sehingga tidak menjadi macam ompong. “Apakah nanti kasus ini akan sampai ke MK, kami belum berpikir, yang jelas kami masih sangat percaya kepada KIP dan Panwaslih. Mohon kepercayaan kami segera ditindaklanjuti,” harap Nasir Djamil. Sementara itu, Ketua Komite Peralihan Aceh (KPA) dan Partai Aceh (PA) Kabupaten Aceh Tengah, Renggali mengaku dan memberi apresiasi kepada Ketua Panwaslih Aceh Samsul Bahri yang dengan tegas mengungkapkan adanya kecurangan rekapitulasi suara di datarang tinggi Gayo tersebut. “Memang begitulah adanya dan itu disampaikan langsung oleh Ketua Panwaslih Aceh,” kata Renggali. Itu disampaikan putra Gayo tersebut, usai mengikuti temu pers yang digelar Tim Pemenangan Muzakir Manaf-TA Khalid di Balai Pemenang paslon ini, Sabtu sore (25/2/2017) di Banda Aceh. Menurut Renggali, banyak
terjadi kejanggalan. Misal, sampul DAA dari Kecamatan Bintang yang tidak tersegel. Segel sampul DAA dari Kecamatan Linge juga dibuka tanpa disaksikan oleh saksi dan jumlah sampul DAA yang tidak seragam. “Ada kecamatan yang dua dan ada kecamatan yang satu sampul,” ungkap Renggali. Sebelumnya, usai Ketua KIP Aceh Tengah Marwansyah membacakan hasil rekapitulasi dan perhitungan surat suara di Kabupaten itu. Lalu muncul protes dari Ketua Panwaslih Aceh Samsul Bahri. “Interupsi pimpinan,” kata Ketua Panwaslih Aceh Samsul Bahri pada Sidang Pleno di Gedung DPRA, Banda Aceh, Sabtu (25/02/17). Lalu, Samsul Bahri melanjutkan bahwa di Kabupaten Aceh Tengah, menjadi salah satu wilayah yang sarat dugaan praktik penyimpangan, terutama pengelembungan suara untuk salah satu calon. “Saya turun ke sana dan menemukan perbedaan surat suara yang direkap KIP dengan hasil rekapitulasi Panwaslih, “ begitu ungkap Samsul saat itu. Samsul Bahri mengaku. “Di wilayah tengah hampir setiap pemilihan banyak dilakukan kecurangan, makanya saya pilih wilayah itu untuk turun, dan mau saya saksikan sendiri. Ternyata betul, saya hadir di sini untuk melihat langsung di sini,” ungkap Samsul. Selanjutnya ia mengakui kalau surat suara 10 ribu lebih yang hilang itu digiring untuk salah satu paslon. Sementara itu, Zulfata, Tim Pemenangan Paslon Nomor Urut 5 di Aceh Selatan, juga memberi apresiasi terhadap sikap tim saksi Pusat Pasangan H. Muzakkir Manaf-TA Khalid yang menolak rekapitulasi suara. Alasan Zulfata, alasannya karena cacat hukum. “Sama halnya dengan kami di Aceh Selatan. Meski Mualem-TA Menang, kami tetap menolak hasil pleno KIP,” sebut Zulfata.
Zulfata menilai, penyelenggaraan Pilkada oleh KIP cacat hukum karena KIP Aceh dan KIP Aceh Selatan khususnya, tidak mengacu atau tidak sesuai dengan Qanun Aceh Nomor 12 tahun 2016, tentang pemilihan Gubernur dan Wakil Gubernur, Bupati dan Wakil Bupati serta Wali Kota dan Wakil Wali kota di Provinsi Aceh. “Mulai dari KPPS, PPS, PPK hingga KIP Aceh Selatan telah menyelenggarakan Pilkada 2017 secara cacat hukum, karena tidak sesuai atau bertentangan dengan Qanun Nomor 12 tahun 2016. Itu terjadi karena pihak penyelenggara tidak memberikan hak pilih kepada masyarakat yang memiliki Kartu Keluarga (KK) serta membatasi hak pilih masyarakat yang memiliki KTP, sementara hal itu jelas-jelas bertentangan dengan Qanun Aceh Nomor 12 tahun 2016,” ungkap Zulfata. Selaku penyelenggara Pilkada nilai Zulfata, KIP Aceh terkesan menganggap angka 2,5 persen surat suara cadangan yang disediakan di masing-masing TPS, merupakan bagian dari presentasi masyarakat yang memiliki KTP. “Asumsi KIP bahwa angka 2,5 persen di masing-masing TPS itu merupakan masyarakat yang memiliki KTP atau surat keterangan lainnya, padahal anggapan itu salah. Sebab seharusnya yang dimaksud 2,5 persen itu adalah Daftar Pemilih Tetap (DPT)”. Disamping itu, Zulfata juga menuding bahwa dalam penyelenggaraan Pilkada Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh tahun 2017, KIP Aceh Selatan tidak menjalankan Peraturan Komisi Pemilihan Umum (PKPU) Nomor 15 tahun 2016. Alasannya, pasal 4 point A jelas di sebutkan bahwa, pengumuman hasil penghitungan suara dari seluruh TPS harus ditempelkan ditempat umum pada masing-masing gampong tempat masing-masing TPS dimaksud berada. “Namun yang terjadi di lapangan justru rekapitulasi tersebut tidak di publikasi di tempat umum. Karena itu kami menilai bahwa penyelenggaraan Pilkada 15 Februari lalu sangat merugikan rakyat Aceh khususnya rakyat Aceh Selatan serta para kandidat mulai dari paslon nomor 1 hingga nomor 6,” sebut Zulfata, usai mengikuti temu pers yang digelar Tim Pemenangan Mualem-TA di Balai Pemenangan, Lampriet, Banda Aceh.***
12
MODUS ACEH NO 44/TH XIV 27 FEBRUARI - 5 MARET 2017
utama
Opini
LIMA TAHUN KEMUDIAN ERAWAL dari bobolnya kas Anggaran Pendapatan Belanja Aceh (APBA), Rp 22,3 miliar pada Dinas Pengelolaan Keuangan Aceh (DPKA) tahun 2010 silam. Lalu, untuk menutupi kebocoran dana negara tadi, tahun 2011 ‘disumpal’ dengan anggaran serupa yaitu APBA. Sumbernya, berasal dari salah satu mata anggaran, dana bagi hasil minyak dan gas (Migas) Aceh. Ironisnya, kebocoran itu awalnya tidak terdeteksi. Namun, terungkap juga setelah adanya Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksaan Keuangan (BPK RI) Perwakilan Aceh Tahun 2012. Dalam LHP itu diungkapkan, dana senilai Rp 33 miliar ini tidak dapat dipertanggungjawabkan oleh pejabat DPKA. Inilah yang kemudian memunculkan kecurigaan tentang adanya kebocoran anggaran negara atau daerah. Maklum, tidak ada mata anggaran yang bisa menutupinya lagi.
B
Raja Nafrizal, SH
Bergerak maju, temuan Rp 33 miliar tersebut, kemudian diaudit investigasi oleh Badan Pemeriksaan Keuangan dan Pembangunan (BPKP). Hasilnya, lagilagi ditemukan kebocoran. Bahkan, secara dua tahap. Pertama pada tahun anggaran 2010 ke bawah dan di tahun 2011. Untuk tahun 2010 ke bawah misalnya, jumlah kebocoran mencapai Rp 22 miliar, sementara tahun 2011, Rp 11 miliar. Namun untuk tahun 2011, ada yang sudah disetorkan kembali ke kas daerah sekitar Rp 8 miliar lebih. Sisanya Rp 2 miliar lebih, menurut hasil audit, sudah sesuai keterangan pihak DPKA bahwa angka atau jumlah tersebut hanya salah ketik saja. Nah, bau amis dari praktik culas ini akhirnya menebar hawa tak sedap ke publik hingga akhirnya memancing alabi aparat penegak hukum dari Kejaksaan Tinggi Aceh, untuk mengusutnya. Walau sempat membutuhkan waktu beberapa lama, namun tetap saja membuah hasil. Tim penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh, akhirnya menetapkan tiga tersangka yaitu, mantan Kepala DPKA Drs Paradis (almarhum) dan dua stafnya, Mukhtar serta Hidayat. Berdasarkan informasi awal melalui website Kejati Aceh ketika itu. Kedua tersangka adalah Hidayat dan Muhktar. Keduanya ditetapkan tersangka pada Juli 2015.
Sebelumnya, pada 18 Februari 2015, penyidik telah menetapkan mantan Kepala DPKKA, Drs Paradis MSi (telah meninggal dunia, Rabu/23/2/2017). Penetapan ketiga tersangka tersebut, setelah tim penyidik mempelajari dan mendalami keterlibatan mereka dalam pembobolan kas Aceh. Saat kejadian, ketiga tersangka berstatus sebagai staf keuangan di DPKKA. Itu sebabnya, Hidayat dan Mukhtar patut diduga turut bersama-sama dengan Kepala DPKKA, almarhum Paradis. Menurut penyidik, penggunaan dana Migas tersebut tidak untuk semestinya sehingga mengalami kerugian Negara Rp 22 miliar lebih. Begitupun, keberhasilan tim penyidik Kejati Aceh tersebut, tidak serta merta membuat publik di Aceh puas. Sebab, ada kesan hanya ketiga orang tadi yang tergaruk jika tak elok disebut tebang pilih. Sebab, ada dugaan praktik tak sehat itu dilakukan secara terstruktur dengan melibatkan sejumlah pejabat lebih tinggi di atasnya. Tapi, sinyalemen itu tak membuat tim penyidik Kejati Aceh patah arang. Pelan, namun pasti, proses penyelidikan terus dilakukan hingga akhirnya ditemukan satu nama baru yaitu; mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Aceh Husni Bahri TOB. Diduga, terseretnya nama Husni Bahri TOB, tak lepas dari ‘nyanyian’ tiga tersangka sebelumnya yaitu, Hidayat, Mukhtar dan almarhum Paradis. Karena itu, sejak Kamis pekan lalu, mantan pejabat Pemerintah Aceh ini pun diberi status atau lebel sebagai; tersangka. Keputusan pahit ini disampaikan Kepala Penerangan Hukum (Penkum) dan Hubungan Masyarakat (Humas) Kejaksaan Tinggi Aceh, Amir Hamzah pada awak media, Kamis pekan lalu di Banda Aceh. Menurut Amir Hamzah, penetapan tersangka terhadap Husni Bahri TOB, setelah tim penyidik memperoleh bukti permulaan yang cukup dalam pengembangan penyidikan guna menentukan tersangka, terkait perkara dugaan tindak pidana korupsi pengelolaan dana perimbangan pusat dan daerah Migas pada Dinas Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Aceh tahun 2010, Rp 22 miliar lebih. Sehingga negara mengalami kerugiaan atau perekonomian negara sejumlah Rp 4.023.829.152,- berdasarkan hasil penghitungan pihak BPK Perwakilan Aceh. Penetapan Husni Bahri TOB SH, MM, M.Hum, tertuang dalam Surat Penetapan Tersangka Nomor : R0879/N.1/Fd.1/02/2017, tanggal 21 Februari 2017 yang ditanda tangani Kepala Kejaksaan Tinggi Aceh Raja Nafrizal, SH. Isinya, tersangka ikut berperan dalam menanda tangani cheque yang seharusnya dipergunakan untuk pembayaran pajak, namun dana tersebut tidak pernah dibayarkan sehingga negara dirugikan.
Jika merunut ke belakang. Kisah dugaan rasuah ini tentu saja sama persis seperti membuat anak tangga. Pertama, tim penyidik Kejati Aceh berhasil ‘menjerat’ Paradis, Mukhtar dan Hidayat. Nah, dari pengembangan informasi, saksi dan alat bukti, muncul kemudian nama mantan Sekda Aceh Husni Bahri TOB. Yang jadi soal adalah, apakah kasus ini berhenti sampai pada Husni Bahri TOB atau ada nama lain yang patut diduga ikut terlibat atau menikmati dana tadi? Tentu, sangat tergantung pada Husni Bahri TOB, apakah dia mau pasang badan sendiri atau juga bernyanyi seperti tiga tersangka sebelumnya. Selain itu, sangat tergantung pada komitmen tim penyidik Kejati Aceh. Apakah mereka mau mengusut hingga tuntas alias tanpa pilih kasih atau sebatas mencari ‘korban’ dan ‘kambing hitam’ sementara sang ‘induk semang’ tertawa girang, menyaksikan mantan anak buahnya duduk di kursi persakitan sebagai tersangka? Nah, Wartawan MODUS ACEH, Muhammad Saleh menulisnya untuk Laporan Utama pekan ini.***
MODUS ACEH
utama
NO 44/TH XIV 27 FEBRUARI - 5 MARET 2017
13
DANA TAK DISETOR, NEGARA TEKOR MODUS ACEH/DOK
Kejaksaan Tinggi (Kejati) menetapkan satu nama baru Husni Bahri TOB sebagai tersangka kasus dana kas bon 2010, yang membuat daerah atau negara tekor Rp 22,3 miliar. Kejujurannya sangat diharap untuk membuka ‘kotak pandora’ siapa saja penerima nikmat uang negara tersebut.
asus ini sempat merebak pada medio 2013 lalu. Itu sebabnya, aset sejumlah tersangka kabarnya sempat diburu, untuk mengembalikan duit negara. Namun, kasus ini kemudian landai hingga akhirnya kembali disidik Kejaksaan Tinggi Aceh sejak Agustus 2014 lalu. Nah, nama Husni Bahri TOB menjadi buah bibir dan salah
K
satu fokus pembicaraan masyarakat Aceh. Mulai dari analis hukum hingga aliran dana yang kabarnya menyerempet mantan sejumlah petinggi di Tanah Rencong. Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Aceh Raja Nafrizal benarbenar memenuhi janjinya. Itu disampaikan kepada wartawan, melalui Kepala Penkum dan Humas Amir Hamzah, Kamis pekan lalu. Ini sesuai Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Aceh terhadap Laporan Keuangan Pemerintah Daerah (LKPD) Aceh Tahun anggaran 2011, yang menjadi rujukan kejaksaan dalam mengungkap perkara rasuah ini. Untuk memperkuat adanya dugaan kerugian negara, kejaksaan kemudian meminta Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Aceh, untuk melakukan audit kerugian negara. Hasilnya, berdasarkan hasil audit tersebut, duit daerah terindikasi tekor Rp 33 miliar lebih yang merupakan akumulasi dari kerugian anggaran tahun 2004
hingga 2011. Rincinya, sejak 2004 hingga 2010, ada ketekoran daerah senilai Rp 22 miliar lebih. Dan pada 2011 senilai Rp 11 miliar lebih. Khusus untuk tahun anggaran 2011, dari indikasi korupsi Rp 11 miliar itu dikembalikan pihak tersangka sekitar Rp 8 miliar dan Rp 2 miliar lagi ternyata terjadi salah pencatatan. Itu sebabnya, untuk sementara kejaksaan menggunakan nilai kerugiaan dari akumulasi 2004 hingga 2010 yang memang sudah fix. Ibarat pepatah, sepandai pandai menyimpan bangkai, baunya tetap akan tercium juga. Begitulah perumpamaan yang pantas ditujukan Husni Bahri TOB, yang kini sedang dibelit kasus dugaan korupsi. Bayangkan, meski sudah menjadi temuan dan dipublikasikan pada 2012 lalu oleh BPK Perwakilan Aceh, tapi mantan mantan Sekda Aceh bersama dua anak buahnya itu, masing-masing, Mukthar dan Hidayat, kabarnya berhasil meredam kasus ini agar tak muncul kepermukaan. Buktinya, berhasil dikelola dengan
aman untuk waktu yang cukup lama, lebih dari lima tahun, meski akhirnya mencuat juga. Yang punya hajat tentu saja Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh. Kamis pekan lalu, dia ditetapkan sebagai tersangka keempat, setelah Hidayat, Mukhtar dan almarhum Paradis. Dan, entah itu sebabnya, banyak yang menyakini jika tiga tersangka ini tak mutlak sebagai penikmat utama duit rasuah. Sumber MODUS ACEH yang dekat dengan salah seorang tersangka mengatakan, kebocoran anggaran daerah itu tak semata dinikmati Mukhtar dan Hidayat. Bahkan, dipastikan almarhum Paradis hanya sebagai korban atau kambing hitam dari kebijakan pimpinannya saat itu. Sebab, juga mengalir ke atas alias pejabat teras kala itu dan beberapa politisi penguasa di Aceh. Khususnya, kata dia, terkait kebocoran duit negara pada 2011 yang diduga erat kaitannya dengan momen Pemilukada yang saat itu memang sudah bergulir. Diduga, para penguasa yang ingin maju menggunakan
kesempatan ini untuk menambah logistik pemilu yang memang membutuhkan dana segar dalam jumlah besar. Sayang, almarhum Paradis memilih bungkam. Selain Paradis, kasus kebocoran kas ini diduga memiliki kaitan dengan pejabat sebelum Paradis. Dugaan ini semakin sahih lantaran kerugian negara memang datang dari akumulasi kebocoran anggaran tahun 2004, yang saat itu DPKKA masih dijabat TM Lizam. “Ini artinya, ada pihak lain yang seharusnya bertanggung jawab,” kata sumber itu. Berdasarkan LHP BPK Perwakilan Aceh Terhadap Laporan Keuangan Pemerintah daerah (LKPD) Aceh 2011, DPKKA memiliki sederet catatan hitam ihwal penggunaan anggaran. Pada 2004, misalnya, pengeluaran uang dari Kas Daerah untuk uang muka kerja atau pinjaman kepada pihak ketiga (rekanan) Rp 48,1 miliar lebih tak dapat dipertanggung jawabkan. Pada 2005, juga terjadi pengeluaran uang dari Kas Daerah untuk uang muka kerja atau pinjaman kepada pihak ketiga (rekanan) Rp 22,8 miliar dan tak dapat dipertanggungjawabkan. Sisa Lebih Perhitungan Anggaran Provinsi NAD Tahun Anggaran 2006 Rp 3,39 triliun mengendap di bank dan Bendahara Umum Daerah. Aroma korupsi juga tak kalah pekatnya pada 2008. Misalnya, terdapat pengeluaran yang mendahului pengesahan APBA 2008 Rp 60,8 miliar lebih yang bukan untuk belanja bersifat tetap. Pada 2009, ada pula Belanja Bantuan Keuangan Kepada Pemerintah Kabupaten/Kota, Rp 86 miliar lebih yang disalurkan DPKKA dan belum dipertanggung jawabkan. Begitu juga dengan penyaluran dana untuk partai politik penerima bantuan keuangan, tapi tidak menyampaikan laporan pertanggungjawaban penggunaan bantuan keuangan Rp 1,3 miliar lebih. Namun, tim penyidik dari kejaksaan tak mau merinci ihwal modus operandi dugaan penyimpangan uang negara ini. Mereka hanya menjelaskan singkat bila kebobolan kas daerah ditutupi para tersangka menggunakan dana yang bersumber dari Migas. Padahal, sumbernya juga berasal dari dana pajak yang tidak di setor ke kas negara. Begitu mudahkah? Faktanya memang demikian.***
14
MODUS ACEH
utama
NO 44/TH XIV 27 FEBRUARI - 5 MARET 2017
SETELAH HUSNI BAHRI TOB
Tim Penyidik Kejaksaan Tinggi Aceh terus mengejar dan menguak tabir dugaan pelaku dan penikmat dana cash bon Pemerintah Aceh, Rp 23 miliar tahun 2010. Setelah menjerat tiga tersangka yaitu, Hidayat, Mukhtar dan Paradis (almarhum). Satu nama baru muncul yaitu Husni Bahri TOB. Akankah mantan Sekda Aceh ini pasang badan atau ‘bernyanyi’ hingga muncul nama baru? ARAPAN Husni Bahri TOB dapat menjalani hari tuanya dengan tenang dan nyaman bersama keluarga (istri, anak dan cucu), sepertinya terusik sudah. Bayangkan, usai mengabdikan dirinya puluhan tahun lebih sebagai pengawai negeri sipil (PNS) di jajaran Pemerintah Aceh. Mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Aceh ini justeru mulai menghadapi masalah pelik. Kini, dia menyandang status tersangka dari tim penyidik Kejaksaan Tinggi Aceh. Diduga, sebagai salah satu mantan pejabat di jajaran Pemerintah Aceh, dia ikut bertanggungjawab terhadap dana cash bon, Rp 23 miliar tahun 2010, yang diduga pula sarat penyimpangan alias praktik rasuah. “Tim jaksa penyidik menetapkan mantan Sekda Provinsi Aceh H.B Tob, SH, MM, M.Hum sebagai tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi pengelolaan dana perimbangan pusat dan daerah (Migas) pada Dinas Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Aceh tahun 2010,
H
Rp 22 miliar lebih. Negara mengalami kerugian Rp. 4.023.829.152,-. Ini berdasarkan hasil penghitungan BPK RI Perwakilan Aceh,” ungkap Amir Hamzah pada awak media, Kamis pekan lalu di Banda Aceh. Penetapan Husni Bahri TOB sebagai tersangka kata Amir Hamzah, berdasarkan Surat Penetapan Tersangka Nomor : R0879/N.1/Fd.1/02/2017, tanggal 21 Februari 2017, yang ditanda tangani Kepala Kejaksaan Tinggi Aceh Raja Nafrizal, SH. Isinya, diduga tersangka ikut berperan dalam menandatangani cheque yang seharusnya dipergunakan untuk pembayaran pajak. “Tapi, dana tersebut tidak pernah dibayarkan sehingga negara dirugikan,” tegas Amir Hamzah. Itu sebabnya ungkap Kepala Penerangan Hukum (Penkum) dan Humas Kejati Aceh Amir Hamzah SH. Mantan Sekretaris Dewan (Sekwan) DPR Aceh ini dijerat melanggar Pasal 2 ayat (1) dan/Pasal 3 Undang-undang Nomor 31 tahun 1999, tentang Tindak Pidana Korupsi se-
bagaimana diubah dengan Undang-undang Nomor 20 tahun 2001, tentang perubahan atas Undang-undang 31 tahun 1999 Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. “Penetapan pasal ini, setelah kami melakukan pemeriksaan intensif terhadap para tersangka yaitu Drs Paradis (alm), Muktaruddin dan Hidayat, yang telah terlebih dahulu ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan hasil ekspos tim jaksa penyidik,” ujar Amir Hamzah pada MODUS ACEH, Kamis sore pekan lalu di Banda Aceh. Sayangnya, Husni Bahri TOB tak mau berkomentar banyak, terkait statusnya itu. “Maaf, saya tidak mau berkomentar soal itu,” begitu kata Husni Bahri TOB, saat dikonfirmasi MODUS ACEH, Jumat siang pekan lalu, melalui sambungan telpon di Banda Aceh. Akibatnya, media ini tak memperoleh keterangan lebih lanjut dari Husni Bahri TOB. Lepas dengan prinsip dan azas praduga tak bersalah, enggannya Husni Bahri TOB berbicara pada media pers, terkait kasus yang menjeratnya itu, semakin memperpanjang dugaan banyak pihak bahwa dia memang ikut bertanggungjawab terhadap kasus tadi atau memang sengaja pasang badan, demi melindungi pihak lain. Asumsi dan alibi ini sah-sah saja. Sebab, sebelum ditetapkan sebagai tersangka, tim penyidik Kejati Aceh telah lebih dulu men-
jerat tiga anak buah Husni yaitu, Hidayat dan Mukhtar (staf DPKKA) serta mantan Kepala DPKKA Paradis (almarhum) sebagai tersangka. Nah, ada sas sus yang beredar, dari pengakuan dan sejumlah bukti yang didapat itulah, tim penyidik Kejati Aceh kemudian sampai pada kesimpulan bahwa Husni Bahri TOB ikut terlibat atau setidaknya pejabat yang bertanggungjawab. Memang, informasi ini sebenarnya bukan cerita baru. Sebab, awal 2015 lalu, Kepala Kejaksaan Tinggi (Kajati) Aceh saat dijabat Tarmizi SH, juga sudah menggelar temu pers. “Pada 15 Februari 2015, kami sudah gelar perkara dan didapati dua alat bukti yang cukup untuk meningkatkan kasus ini ke tahap penyidikan,” begitu kata Kepala Tarmizi dalam konferensi pers hari itu. Begitupun, entah bagaimana ceritanya, usai temu pers tadi, ihwal tindak lanjut penanganan kasus ini menjadi diam jika tak elok disebut “mati suri”. Itu sebabnya, menimbulkan tanda tanya sejumlah pihak, terutama adanya dugaan cincai-cincai. Namun, sikap diam tim penyidik Kejati Aceh dan dugaan miris tadi, dibuktikan pengganti Tarmizi yaitu Raja Nafrizal SH. Dia membuka kembali kasus ini. Hasilnya, ya seperti diketahui. Paradis (almarhum), Hidayat dan Mukhtaruddin, sudah ditetapkan
acehexpose
sebagai tersangka dan ditahan untuk proses hukum selanjutnya. Bisa jadi, itulah pola kerja dan cara Raja dalam menegakkan hukum di Aceh. Sedikit bicara, tapi membawa hasil. Sejak menjadi temuan dan dipublikasi pada 2012 lalu oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) Perwakilan Aceh. Insan Adhyaksa ini terus memantau gerak-gerik mantan Kepala Dinas Pendapatan dan Kekayaan Aceh (DPKKA) (almarhum) Paradis bersama dua mantan stafnya, Mukhtaruddin dan Hidayat. Hasilnya, Kamis, 8 Desember 2016 lalu, hajat tim penyidik Kejaksaan Tinggi (Kejati) Aceh berada di garis final. Mereka menahan Paradis Cs untuk proses hukum selanjutnya di Pengadilan Tipikor Banda Aceh. Semua itu bukan tanpa alasan. Leluasanya tim penyidik Kejaksaan Tinggi Aceh bergerak, karena mereka memang memiliki data lengkap dari hasil audit BPK RI Perwakilan Aceh. Kecuali itu, meminta Badan Pengawas Keuangan dan Pembangunan (BPKP) Aceh, melakukan audit kerugian negara berdasarkan temuan BPK Perwakilan Aceh. Nah, berdasarkan hasil audit BPKP tersebut, duit daerah terindikasi tekor Rp 33 miliar lebih, yang merupakan akumulasi dari kerugian anggaran tahun 2004 hingga 2011. “Dalam penyidikan
MODUS ACEH
utama ini, kami akan menelusuri secara detail, siapa saja yang bertanggungjawab akan dijerat,” tegas Raja Nafrizal. Benar saja, banyak yang meyakini jika tiga tersangka ini tak mutlak sebagai penikmat utama duit rasuah tersebut. Sumber MODUS ACEH yang dekat dengan salah seorang tersangka mengatakan. Kebocoran anggaran daerah itu tak semata dinikmati Paradis, Mukhtar dan Hidayat. Tapi, juga mengalir ke atas alias pejabat teras kala itu dan beberapa politisi penguasa di Aceh. Tapi, sumber ini tak merinci secara jelas siapa pejabat daerah tadi. Tapi, sebutnya, kebocoran duit negara pada 2011 memang diduga erat kaitannya dengan momen Pemilukada 2012
NO 44/TH XIV 27 FEBRUARI - 5 MARET 2017
yang saat itu memang sudah bergulir. Nah, ada dugaan, para penguasa yang ingin maju menggunakan kesempatan ini menambahkan logistiknya dengan dana segar dalam jumlah besar. Benarkah? Sayangnya, hingga kini, baik Mukhtaruddin, Hidayat dan almarhum Paradis lebih memilih bungkam. Upaya konfirmasi media ini, sebelum dia ditahan, juga tak ditanggapi. Diduga, kasus kebocoran dana kas bon ini juga memiliki kaitan dengan pejabat sebelum Paradis. Dugaan ini semakin sahih lantaran kerugian negara memang datang dari akumulasi kebocoran dari anggaran tahun 2004, yang saat itu Kepala DPKKA dijabat TM Lizam. “Ini artinya, ada pihak lain yang seharus-
nya bertanggungjawab,” ungkap sumber itu. Berdasarkan Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK Perwakilan Aceh terhadap Laporan Keuangan Pemerintah daerah (LKPD) Aceh 2011, DPKKA memiliki sederet catatan hitam ihwal penggunaan anggaran. Pada 2004 misalnya, pengeluaran uang dari kas daerah untuk uang muka kerja atau pinjaman kepada pihak ketiga (rekanan) Rp 48,1 miliar lebih tak dapat dipertanggungjawabkan. Pada 2005, juga terjadi pengeluaran uang dari kas daerah untuk uang muka kerja atau pinjaman kepada pihak ketiga (rekanan) Rp 22,8 miliar tak dapat dipertanggungjawabkan. Sementara, Sisa Lebih Perhitungan Anggaran (SiLPA) Provinsi NAD Tahun
Anggaran 2006 Rp 3,39 triliun justru mengendap di bank dan bendahara umum daerah. Itu sebabnya, aroma korupsi di jajaran itu juga tak kalah pekatnya. Pada 2008, misalnya, terdapat pengeluaran yang mendahului pengesahan Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) 2008, Rp 60,8 miliar lebih bukan untuk belanja yang bersifat tetap. Pada 2009, ada pula belanja bantuan keuangan kepada pemerintah kabupaten/kota, Rp 86 miliar lebih yang disalurkan DPKKA dan belum dipertanggungjawabkan. Begitu juga dengan penyaluran dana untuk partai politik penerima bantuan keuangan, tapi tidak menyampaikan laporan pertanggungjawaban penggunaan bantuan keuangan Rp
15
1,3 miliar lebih. Begitupun, belum diketahui secara rinci modus operandi yang digunakan untuk menilep uang negara ini, termasuk siapa saja yang menikmatinya. Itu sebabnya, tak adil rasanya jika berbagai dugaan rasuah dana negara ini diarahkan pada Paradis, Mukhtaruddin dan Hidayat dan kini termasuk Husni Bahri TOB. Begitupun sekali lagi, semua sangat tergantung pada ketiganya di pengadilan nanti. Mau bicara jujur dan membuka siapa saja yang ikut menikmatinya atau bungkam alias pasang badan? Jika langkah kedua dilakukan ketiganya, maka sahih dan pantaslah dugaan tadi diarahkan pada mereka yang menikmati dan harus bertanggungjawab. Kita tunggu saja.***
16
MODUS ACEH
utama
NO 44/TH XIV 27 FEBRUARI - 5 MARET 2017
INISIATIF SENDIRI ATAU PERINTAH ATASAN? Masuknya nama mantan Sekda Aceh Husni Bahri TOB sebagai tersangka kasus kas bon dana Migas dan pajak 2010-2011, semakin membuka tabir tentang skenario pat gulipat uang negara tersebut. Benarkah Husni Bahri TOB mengambil kebijakan atas inisiatif sendiri atau ada perintah dari atasan?
nilah pertanyaan besar yang harus dijawab dan diungkap tim penyidik Kejaksaan Tinggi Aceh, terkait kasus dugaan korupsi dana kas bon, Rp 22,3 miliar, yang menjerat sejumlah mantan pejabat dan staf Sekretariat Daerah (Sekda) Pemerintah Aceh. Salah satunya, mantan Sekda Aceh Husni Bahri TOB. Sebelumnya, insan Adhiyaksa ini telah menjerat Hidayat, Mukhtar dan almarhum Paradis, mantan Kepala Dinas Pendapatan dan Kekayaan Aceh (DPKA). Kepala Penerangan Hukum (Penkum) dan Humas Kejati Aceh, Amir Hamzah SH menegaskan. Mantan Sekretaris Daerah (Sekda) Aceh Husni Bahri TOB dijerat melanggar Pasal 2
I
ayat (1) dan/ Pasal 3 Undangundang nomor 31 tahun 1999 tentang Tindak Pidana Korupsi sebagaimana diubah dengan Undang-undang nomor 20 tahun 2001 tentang perubahan atas Undang-undang 31 tahun 1999 Jo Pasal 55 ayat (1) ke-1 KUHP. “Penetapan pasal ini, setelah kami melakukan pemeriksaan intensif terhadap para tersangka antara lain yaitu Drs Paradis (alm), Muktaruddin dan Hidayat, yang telah terlebih dahulu ditetapkan sebagai tersangka berdasarkan hasil ekspos tim Jaksa penyidik,” kata Amir Hamzah pada MODUSACEH.CO, Kamis sore (23/2/2017) di Banda Aceh. Menurut Amir Hamzah, penetapan tersangka terhadap Hus-
ni Bahri TOB, setelah tim penyidik memperoleh bukti permulaan yang cukup dalam pengembangan penyidikan guna menentukan tersangka. “Tim Jaksa Penyidik akhirnya menetapkan mantan Sekda Provinsi Aceh H.B Tob, SH, MM, M.Hum sebagai tersangka dalam perkara dugaan tindak pidana korupsi pengelolaan dana perimbangan pusat dan daerah MIGAS pada Dinas Pengelolaan Keuangan dan Kekayaan Aceh tahun 2010 sebesar 22 Milyat lebih yang mengakibatkan kerugiaan negara atau perekonomian negara sejumlah Rp. 4.023.829.152,- berdasarkan hasil penghitungan pihak BPK Perwakilan Aceh,” ungkap Amir Hamzah.
Selain itu sebut Amir Hamzah, penetapan tersangka H.B. Tob, SH, MM, M.Hum tertuang dalam Surat Penetapan Tersangka Nomor : R- 0879/N.1/ Fd.1/02/2017 tanggal 21 Februari 2017 yang ditanda tangani Kepala Kejaksaan Tinggi Aceh Raja Nafrizal, SH. Isinya, tersangka ikut berperan dalam menanda tangani cheque yang seharusnya dipergunakan untuk pembayaran pajak, namun dana tersebut tidak pernah dibayarkan sehingga negara dirugikan. Penetapan status tersangka kepada Husni Bahri TOB, tentu saja bukan asal ucap. Sebaliknya, tim penyidik sudah memiliki bukti yang cukup. Misal, dari hasil pengembangan (keterangan) tiga tersangka lainnya. Se-
lain itu, juga berdasarkan barang bukti yang berhasil di sita. Misal, buka check yang dibubuhi tanda tangan Husni Bahri TOB bersama Paradis, Hidayat serta Mukhtar. Sumber MODUS ACEH di jajaran Pemerintah Aceh, Sabtu pekan lalu mengungkapkan. Kuat dugaan, baik Husni Bahri TOB maupun almarhum Paradis, melakukan aksi tersebut atas perintah atasan secara berjenjang. Misal, perintah itu datang dari atasan kepada Husni, selanjutnya dia memerintahkan Paradis. Dari Paradis, perintah ‘eksekusi’ diteruskan pada Hidayat atau Mukhtar. Sebaliknya, dari atasan tertinggi kepada Paradis, lalu mantan Khatibul Wali Nanggroe ini meminta arahan kepada Husni Bahri TOB. Selanjutnya, pencairan dilakukan Hidayat serta Mukhtar. “Sayang sekali almarhum, yang kami tahu beliau tidak menerima dan menikmati dana tersebut. Dia hanya menjalankan perintah atasan,” ungkap sumber tadi. Tak hanya itu, sumber tersebut juga menduga, praktik rasuah yang mengakibatkan kerugian negara tadi, dinikmati oleh banyak pihak. Mulai dari atas hingga ke kiri dan kanan. Namun, dia tak bersedia menyebutkan dugaan inisial si penerima. “Ya, salah satunya yang bisa Anda telusuri apakah Pak Husni Bahri TOB melakukan itu atas inisiatif sendiri atau memang atau perintah atasan. Karena itu, tidak ada rasanya kalau pedang keadilan hanya tajam ke bawah, tapi tumpul ke atas,” ungkap sumber tadi. Nah, kini kunci kotak pandora berada di tangan tim penyidik Kejaksaan Tinggi Aceh. Apakah mereka mau membuka kasus ini hingga tuntas atau hanya memakan korban Husni Bahri TOB, Hidayat serta Mukhtar? Kita tunggu saja.***
MODUS ACEH
utama
NO 44/TH XIV 27 FEBRUARI - 5 MARET 2017
17
BERHARAP HUSNI BAHRI TOB, JADI JUSTICE COLLABORATOR Istilah whistle blower dan justice collaborator kerap muncul dalam penanganan kasus korupsi di Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK). Istilah ini berdasarkan Surat Edaran Mahkamah Agung (SEMA) Nomor 4 Tahun 2011, tentang Perlakuan Bagi Pelapor Tindak Pidana (Whistle Blower) dan Saksi Pelaku yang Bekerjasama (Justice Collaborator) dalam Perkara Tindak Pidana Tertentu. Akankah Husni Bahri TOB menggunakan peluang ini?
W
histle blower adalah pihak yang mengetahui dan melaporkan tindak pidana tertentu dan bukan merupakan bagian dari pelaku kejahatan yang dilaporkannya. Sedangkan justice collaborator merupakan salah satu pelaku tindak pidana tertentu, mengakui yang dilakukannya, bukan pelaku utama dalam kejahatan tersebut serta memberikan keterangan sebagai saksi di dalam proses peradilan. Tindak pidana tertentu yang dimaksud SEMA adalah tindak pidana korupsi, terorisme, tindak pidana narkotika, tindak pidana pencucian uang, perdagangan orang, maupun tindak pidana lainnya yang bersifat terorganisir. Sehingga, tindak pidana tersebut telah menimbulkan masalah dan ancaman serius bagi stabilitas dan keamanan masyarakat. Dalam SEMA dijelaskan bahwa keberadaan dua istilah ini bertujuan untuk menumbuhkan partisipasi publik dalam mengungkap suatu tindak pidana tertentu tersebut. Salah satu acuan SEMA adalah Pasal 37 Ayat (2) dan Ayat (3) Konvensi PBB Anti Korupsi (United Nations Convention Against Corruption) tahun 2003. Ayat (2) pasal tersebut berbunyi, se-
tiap negara peserta wajib mempertimbangkan, memberikan kemungkinan dalam kasus-kasus tertentu mengurangi hukuman dari seorang pelaku yang memberikan kerjasama yang substansial dalam penyelidikan atau penuntutan suatu kejahatan yang diterapkan dalam konvensi ini. Sedangkan Ayat (3) pasal tersebut adalah, setiap negara peserta wajib mempertimbangkan kemungkinan sesuai prinsip-prinsip dasar hukum nasionalnya untuk memberikan kekebalan dari penuntutan bagi orang yang memberikan kerjasama substansial dalam penyelidikan atau penuntutan (justice collaborator) suatu tindak pidana yang ditetapkan berdasarkan konvensi ini. Ketentuan serupa juga terdapat pada Pasal 26 Konvensi PBB Anti Kejahatan Transnasional yang Terorganisir (United Nation Convention Against Transnational Organized Crimes). Indonesia sendiri telah meratifikasi Konvensi PBB Anti Korupsi menjadi UU No. 7 Tahun 2006 dan meratifikasi Konvensi PBB Anti Kejahatan Transnasional menjadi UU No. 5 Tahun 2009. Wakil Menteri Hukum dan HAM RI saat itu Denny Indrayana mengatakan, menjadi whistle blower maupun justice collaborator memiliki perlindungan ber-
beda satu sama lain. Ini sesuai ketentuan Pasal 10 UU No. 13 Tahun 2006 tentang Perlindungan Saksi dan Korban. Pasal itu menyebutkan, whistle blower atau saksi pelapor tidak dapat dituntut secara hukum baik pidana maupun perdata atas laporan, kesaksian yang akan, sedang atau yang telah diberikan. Sedangkan justice collaborator atau saksi sekaligus tersangka dalam kasus yang sama tidak dapat dibebaskan dari tuntutan pidana apabila terbukti secara sah dan meyakinkan bersalah. Namun, kesaksiannya dapat dijadikan pertimbangan hakim dalam meringankan pidananya. Untuk menyamakan visi dan misi mengenai whistle blower dan justice collaborator, dibuatlah Peraturan Bersama yang ditandatangani oleh Menteri Hukum dan HAM, Jaksa Agung, Kapolri, KPK dan Ketua Lembaga Perlindungan Saksi dan Korban (LPSK). Peraturan Bersama tersebut mengatur tentang Perlindungan Bagi Pelapor, Saksi Pelapor dan Saksi Pelaku yang Bekerjasama. Menurut Denny, terdapat empat hak dan perlindungan yang diatur dalam peraturan bersama ini. Pertama, perlindungan fisik dan psikis bagi whistle blower dan justice collaborator. Kedua, perlindungan hukum. Ketiga penanganan secara
khusus dan terakhir memperoleh penghargaan. Untuk penanganan secara khusus, terdapat beberapa hak yang bisa diperoleh whistle blower atau justice collaborator tersebut. Yakni, dipisahnya tempat penahanan dari tersangka atau terdakwa lain dari kejahatan yang diungkap, pemberkasan perkara dilakukan secara terpisah dengan tersangka atau terdakwa lain dalam perkara yang dilaporkan. Kemudian, dapat memperoleh penundaan penuntutan atas dirinya, memperoleh penundaan proses hukum seperti penyidikan dan penuntutan yang mungkin timbul karena informasi, laporan dan atau kesaksian yang diberikannya. Serta bisa memberikan kesaksian di depan persidangan tanpa menunjukkan wajahnya atau menunjukkan identitasnya. Selain penanganan secara khusus, saksi sekaligus pelaku tindak pidana tersebut bisa memperoleh penghargaan berupa keringanan tuntutan hukuman, termasuk tuntutan hukuman percobaan. Serta memperoleh pemberian remisi dan hakhak narapidana lain sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku apabila saksi pelaku yang bekerjasama adalah seorang narapidana. Semua hak ini bisa diperoleh oleh whistle blower atau justice collaborator
dengan persetujuan penegak hukum. *** Masih ingat kasus korupsi yang ditangani KPK terhadap mantan anggota DPR dari Fraksi PDIP Agus Tjondro Prayitno yang divonis bersalah menerima suap terkait pemilihan Deputi Gubernur Senior Bank Indonesia (DGS BI) tahun 2004. Agus sendiri sudah memperoleh pembebasan bersyarat sejak akhir Oktober tahun lalu. Selain itu, Agus, mantan Direktur Marketing PT Anak Negeri, Mindo Rosalina Manulang juga memperoleh label justice collaborator. Rosa sendiri telah divonis bersalah karena menyuap Sesmenpora Wafid Muharram dalam proyek pembangunan wisma atlet di Palembang. Kini, Rosa sedang menunggu pembebasan bersyarat. Sebelumnya, LPSK bersama KPK mengajukan permohonan agar Rosa diberikan pengurangan hukuman (remisi) yang diharapkan bisa berujung ke pembebasan bersyarat. Setidaknya ada dua orang yang sudah memposisikan dirinya sebagai justice collaborator. Lantas, bagaimana dengan Husni Bahri TOB? Apakah dia akan pasang badan atau membuka semua tabir dari praktik rasuah uang negara tersebut? Kita tunggu saja.***
18
MODUS ACEH
POLITIK
NO 44/TH XIV 27 FEBRUARI - 5 MARET 2017
■ Hasil Pilkada 2017
Partai Aceh Ambil Alih Wilayah Barat
Kolaborasi pasangan calon yang diusung dan dukung Partai Aceh (PA) tak terkalahkan pada kontestasi di wilayah Barat Aceh. Di empat kabupaten, paslon PA meraih suara terbanyak serta tampil sebagai pemenang.
Juli Saidi ebut saja Kabupaten Simeulue.Pada Pilkada serentak 2017 ini, pulau yang dikenal sebagai markas lobster itu terdapat tiga ‘petarung’ (pasangan calon) Bupati dan Wakil Bupati. Mereka adalah paslon nomor urut 1, Drs. H. Riswan, NSHamdan Amin, SE. H. AryaudinH. Rapian (2) dan Erly Hasim-Afridawati (3). Paslon nomor urut satu diusung lima partai politik yaitu PAN, NasDem, Golkar, Demokrat dan PKS. Nah, hasil pleno Komisi Independen Pemilihan (KIP) Simeulue, Rabu, 22 Februari 2017, petahana ini hanya mampu mengumpulkan dukungan masyarakat 15.685 suara atau 33,14 persen. Sementara, paslon nomor urut dua diusung PDIPerjuangan, PKPI, PNA, PKB, PDA, dan PPP, berhasil menda-
S
patkan dukungan10.654 suara atau 22,51 persen. Sementara paslon nomor urut tiga, Erly Hasim-Afridawati, yang diusung Partai Aceh (PA), PBB, Hanura dan Gerindra, unggul atau meraih 20.994 suara, setara 44,35 persen. “Alhamdulillah kita masih unggul,” kata Erly Hasim, melalui WhatsApp, Kamis malam pekan lalu. Selanjutnya meliriklah paslon Kabupaten Nagan Raya yang juga mekar dari Kabupaten Aceh Barat. Di kabupaten penghasilan sawit itu, ada lima yang bertarung, termasuk keluarga petahana T. Zulkarnaini yaitu Teuku Raja Keumangan yang berpasangan dengan Said Junaidi. Sayangnya, paslon nomor urut satu yang diusung Partai Golongan Karya (Golkar). Bah-
kan, orang nomor satu di Kabupaten Nagan Raya, juga ikut turun tangan, tak berhasil mengalahkan pasangan M. Jamin Idham-Chalidin. Paslon nomor urut lima itu, diusung gabungan partai politik lokal dan nasional, salah satunya partai Demokrat dan Partai Aceh. Unggul nomor lima dari paslon nomor urut satu mencapai 8.882 suara. Karena TR. Keumangan-Saidi Junaidi mendapat dukungan sebanyak 35.474 suara dan M. Jamin Idham-Chalidin 44.356 suara. Memang, TR. Keumangan sempat meminta pilkada ulang pada Panwaslih Nagan Raya. Terutama di tiga kecamatan, Kuala, Kuala Pesisir dan Tadu Raya. Namun, hasil kajian dan klarifikasi yang dilakukan Pan-
waslih Nagan Raya, permintaan Pilkada ulang di tiga kecamatan tadi, ditolak. Ketua Panwaslih Nagan Raya Jufizal, Kamis pekan lalu mengatakan. Salah satu alasan Panwaslih Nagan Raya menolak permohonan paslon TR. Keumangan-Saidi Junaidi, karena tidak sesuai antara alasan dengan permohonan yang diajukan, sehingga objek dari laporan dan permohonan tersebut kabur serta error in objecto. “ Permintaan Pilkada ulang kami tolak,” kata Jufrizal melalui telpon, sembari mengirim salinan surat melalui WhatsApp, Kamis pekan lalu. Itu artinya, harapan keluarga T. Zulkarnaini boleh disebut pupus sudah melanjutkan kepemimpinan di Nagan Raya, untuk lima tahun akan datang.
Bergerak ke Aceh Barat, tanah Teuku Umar itu juga dimenangkan kader Partai Aceh yaitu Ramli. MS-Banta Puteh Syam. Paslon nomor urut dua ini diusung PA sendiri, tanpa bergabung dengan partai lain. Karena itu, berdasarkan rekapitulasi perhitungan suara yang dilakukan KIP Aceh Barat, pada rapat pleno terbuka, di Aula Hotel Meuligo, Aceh Barat, Rabu, 22 Februari lalu, Ramli. MS-Banta Puteh Syam, menang 52.538 suara. Sedangkan pasangan nomor urut satu yang juga petahana Dr. (H.C) H. T. AlaidinsyahKamaruddin (ALAIKA) yang diusung delapan partai politik, seperti Demokrat, PAN, NasDem dan Golkar ini, hanya mampu bersaing 48.201 suara. Kemudian Kabupaten Aceh Jaya, ini memang sejak Pilkada 2007, 2012 dan 2017 tetap dikuasai kader Partai Aceh. Pasangan nomor urut satu Drs. T. Irfan TBTgk. Yusri menang telak dari paslon nomor dua Junaidi-Bustami. Meskipun PA menang, hasil pleno KIP Aceh Jaya, Rabu, 22 Februari 2017 tetap ditolak oleh tim pemenangan JunaidiBustami. Nah, berdasarkan hasil rekapitulasi di masing-masing kabupaten wilayah barat Aceh, maka untuk empat kabupaten di sana kembali diambil alih oleh pasangan Bupati dan Wakil Bupati yang diusung Partai Aceh.***
MODUS ACEH
pOLITIK
NO 44/TH XIV 27 FEBRUARI - 5 MARET 2017
19 medanbisnisdaily.com
Kampanye Aminullah Usman-Zainal Arifin.
Wajah Baru di Kursi Kekuasaan Dua puluh dari 23 kabupaten dan kota yang menggelar Pilkada Aceh serentak 2017. Ada sebelas diantara wajah baru yang berhasil dan terpilih sebagai penguasa baru di kursi kekuasaan. Berharap menepati janji saat kampanye lalu.
ak sampai satu kali 24 jam, usai pencoblosan, 15 Februari 2017 lalu. Berbagai ucapan selamat dan salam suka cita, membanjiri telpon seluler Aminullah Usman dan Zainal Arifin. Seketika, kediamanan mereka pun, ramai ‘disatroni’ tim sukses dan pemenangan maupun para rela-
T
wan. “Alhamdulillah, selamat buat Pak Amin,” ucap seorang warga Lampaseh yang mengaku bernama Mardhiah pada media ini, Rabu malam itu. Bertubi-tubi, ucapan serupa juga beredar di media sosial (medsos) serta laman media online, walau pengumuman resmi dari KIP Banda Aceh belum dis-
ampaikan secara terbuka pada publik alias warga kota ini. Umumnya, mewartakan hasil perolehan suara yang memang mencolok jauh dari pesaing paslon ini yaitu Hj. Illiza Sa’aduddin Djamal-Farid Nyak Umar. Menariknya, malam itu juga, calon petahana Hj Illiza atau akrab disapa Bunda Illiza ini, langsung mengucapkan selamat buat
Muhammad Saleh
MODUS ACEH/Mawardi
Kampanye Erli Hasim- Afridawati.
20
MODUS ACEH NO 44/TH XIV 27 FEBRUARI - 5 MARET 2017
Aminullah Usman-Zainal Arifin. Disusul kemudian, Konsul Jenderal Amerika Serikat di Medan, Sumatera Utara, juga terbang ke Banda Aceh. Tujuannya sama, bertemu dan mengucapkan selamat untuk paslon ini. Luapan gembira juga tak bisa disembunyikan puluhan ribu pendukung Roni AhmadFadhullah TM.Daud, paslon Bupati dan Wakil Bupati Pidie Periode 2017-2022. Disusul tim sukses dan pemenangan Mawardi Ali-Husaini AW, Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Aceh Besar terpilih. Suasana haru juga menyelimuti keluarga serta pendukung dan relawan Erli Hasim- Afridawati, Bupati dan Wakil Bupati terpilih Kabupaten Simuelue. Maklum, sehari jelang hari H atau pencoblosan, Erli Hasim mendapat musibah. Istri tercintanya meninggal dunia. “Allah SWT maha adil dan kuasa, dalam kesedihan, juga diberi keberhasilan. Semoga kehadiran paslon ini dapat membawa perubahaan bagi rakyat Simeulue,” harap Indra, seorang warga Sinabang pada media ini, Jumat malam pekan lalu. Memang, sesuai Hasil Rapat Pleno Rekapitulasi Suara Pilkada Aceh serentak di 20 Kabupaten dan Kota. Ada dua belas kabupaten dan kota diantara, diisi oleh wajah baru. Bahkan, ada yang berhasil mengalahkan paslon petahana. Sebut saja Erli Hasim, dia mampu meraih suara dan mengalahkan paslon incumbent , Riswan MS. Di Banda Aceh, Aminullah Usman, berhasil unggul dari Hj Illiza Sa’aduddin Djamal. Sementara di Kabupaten Bireuen, H. Saifannur menang telak dari rival kuatnya Ruslan M. Daud (lihat tabel). Menariknya, dari 11 paslon tadi, hanya paslon Roni Ahmad (Abusyik)-Fadhlullah TM Daud satu-satunya paslon BupatiWakil Bupati Pidie dari jalur perseorangan (independen) yang mampu mengalahkan petahana, Sarjani Abdullah-M. Iriawan. Nah, keberhasilan tersebut tentu saja bukan tanpa catatan kaki. Sebaliknya, mereka harus membuktikan dan merealisasikan berbagai janji yang pernah ditebar dan ucapkan saat kampanye lalu. Terutama, peningkatan ekonomi dan membuka lapangan kerja. Terbaik berbagai asupan atau janji manis lainnya. Semoga.***
Kampanye Saifannur
Kampanye Roni Ahmad-Fadhullah TM.Daud
Kampanye T Irfan TB-Tgk Yusri.
politik
goaceh
aceh.tribunnews
TRIBUNNEWS.COM
politik
MODUS ACEH NO 44/TH XIV 27 FEBRUARI - 5 MARET 2017
21
22
MODUS ACEH NO 44/TH XIV 27 FEBRUARI - 5 MARET 2017
Kabar Dunia
Berseluncur Dalam Tikaman Minus Kota Es FOTO FOTO: IST
“BRRR”, menjadi kata pertama yang impulsif keluar dari mulut saat saya menginjakkan kaki di Kota Es itu, untuk pertama kalinya. Pujian agung kepada Allah SWT, sebab saya bisa melakukan lis target resor wisata satu persatu terkabul sudah, di sela-sela bergelut dengan thesis yang runyam karena menggunakan Bahasa Mandarin.
aat rekan-rekan saya dari berbagai belahan dunia balik ke negaranya masing-masing di libur musim dingin, tak membuat saya merasa kesepian. Sebab saya memanjakan diri dengan berdarmawisata ke Harbin, China Utara yang menjadi tetangga Mongolia, Rusia, dan Korea Utara. Selain dijuluki “Kota Es”, Ibu kota Heilongjiang ini juga famil-
S
iar dengan ungkapan “Oriental Moscow”, “Mutiara di Leher Angsa”, dan beberapa sebutan lainnya, jelas menggambarkan secara jelas berbagai sisi yang bisa mewakili kota tersebut. Temperatur cuaca Harbin di hari persiapan keberangkatan sempat mencapai minus 24 °C. Namun, rasa syukur itu tak terhingga, saat saya tiba di sana udara mulai sedikit jinak pada kisaran minus 13 °C. Walaupun
salju terus saja bergulir jatuh menimbun lantai bumi. Mengakhiri bulan Februari ini, udara semakin membeku. Tapi bagaimanapun ini sudah menjadi kota wajib yang terurut dalam lis pertualangan saya, walau dingin dan jauh menjadi resiko untuk mencapainya. Setidaknya, tak bisa ke Rusia, saya digantikan dengan Harbin. Ini disebabkan di sini terdapat beberapa bangunan khas negara beruang putih itu. Cuacanya membuat jemari saya berhenti berfungsi untuk membidik objek-objek eksotis. Untungnya informasi dan rekomendasi dari teman yang pernah ke sana sangat banyak membantu. Saya pun membekali trip dengan “re tie” sejenis koyok panas yang seharusnya digunakan untuk tubuh, tapi saya gunakan di jemari dan telapak tangan. Alhamdulillah tubuh tercukupi dengan hangatnya pakaian tebal dan syal yang saya kenakan, sedang tangan masih mampu ditembus dinginya suhu. Perlu diketahui musim dingin berlalu sangat panjang di sini, entah bagaimana orang-orang masih mau menghuni kota ini, pikir saya. Begitupun, musim dingin di sini tidaklah lebih ek-
strim dari Antartika yang mampu menyentuh minur 89 °C. Tak terbayangkan sebelumnya, dingin Harbin bakal seperti yang saya rasakan kini. Syukurnya di hotel yang saya sadari dilengkapi heater dan selimut tebal. Sedang jika berada di alam terbuka hanya filled coats, scarf, gloves, long john, sweater, winter boots, lip balm, pelembab serta koyok panas jadi tameng bertahan di cuaca yang merobohkan kehangatan tubuh. Tidak saja tubuh, bahkan baterai mobile dan camera juga tak dapat bertahan panjang walaupun baru dicas. Di saat begini, ski menjadi winter sport yang digemari. Dengan price (harga) 160 saya memperoleh dua jam berseluncur di Mingdu Ski Field dengan alat dan akomodasi. Mingdu Ski Field terletak di Haping Road, Dongli District tak seberapa jauh dari Stasiun Bis Zhiyejishu Xueyuan. Mingdu adalah sebuah resor taman ski selain Yabuli Ski Resort yang sudah dikenal luas dan ramai pengunjungnya. Jarak yang jauh dari hotel dan cuaca yang dingin menyayat tubuh, bukan pilihan bagi saya untuk ke Yabuli. Toh, di Mingdu saja bisa memiliki kesempatan yang sama
Kabar Dunia
untuk bermain ski. Mingdu juga menyediakan ski lift untuk memboyong para pemain yang ingin mencoba eksekusi dari puncak hingga berseluncur girang sampai ke dasar bukit menyusuri lautan salju. Tidak mudah memang olahraga yang satu ini untuk pertama mencoba. Tapi ketika telah banyak mengetahui triknya pasti akan ketagihan. Bermain ski butuh keseimbangan dan sikap yang tenang untuk mendapatkan kenikmatan berseluncur di hamparan putih yang dingin dan licin. Ski menjadi olahraga musim dingin yang menyenangkan untuk dicoba selain snow board dan ice skat-
ing. Dengan dilengkapi dua papan seluncur yang dipasangkan di kaki dan tongkat yang dimainkan pada kedua tangan, guna memperoleh keseimbangan laju pergerakan saya mulai berseluncur. Untuk keamanan dan kemudahan, di sana juga ada pelatihnya jika baru pertama kali bagi sahabat bermain ski dan itu jelas akan dikenakan biaya tambahan. Next trip saya menuju Harbin Ice-Snow World dan Sun Island Park untuk melihat pahatan es yang dibuat menjadi berbagai wujud artistik menawan. Sayangnya, setiba di sana waktu kunjungan telah berakhir karena keasikan bermain ski. Al-
MODUS ACEH NO 44/TH XIV 27 FEBRUARI - 5 MARET 2017
hasil, saya harus kembali pulang dalam dekapan dingin yang dahsyat. Baru esoknya saya memiliki kesempatan untuk melihat bagaimana balok-balok es besar yang diukir dalam berbagai bentuk di Zhongyang Pedestrian Street dan Harbin Ice Light Garden Party. Ini turut menjadi target darmawisata yang tak terlupakan dalam memori. Malahan, di Sun Island Park, setiap tahunnya menyelenggarakan International Snow Sculpture Art Expo. Pemahatnya berasal dari berbagai negara yang saling unjuk kebolehannya dalam seni ukir, menjadikan salju dan balok-balok es menjadi berbagai wujud replika ban-
gunan, patung, wahana mainan anak, dan sebagainya baik dalam skala kecil maupun besar. Feeling di pahatan-pahatan tersebut ditambah dengan membuai ayunan musik, atraksi kembang api, dan pemasangan cahaya warna-warni lampu. Festival ini saban tahun diadakan pada setiap tanggal 5 Januari, menjadi gerbang awal acara berlangsungkan. Ditambah ada bangunan berdekorasi Rusia yang tertancap elok turut, menampilkan sisi berbeda dari hamparan kotanya seperti Saint Sophia dan Volga Monar. Bagi saya, China menjadi tujuan pendidikan menarik tidak saja karena menjadi tempat be-
23
lajar yang aman. Lebih dari itu, juga mengakomodir tempat wisata bagus dan menarik untuk dikunjungi. Terlepas ada kebiasan-kebiasan penduduknya yang menurut kita kurang baik. Tapi yang jelas, alam ciptaan Allah SWT ini terkembang luas dan gratis, dinikmati untuk disyukuri oleh siapapun. Sebab bersyukur bukan berarti harus berharta dan harus bahagia dulu, karena mati tidak menunggu semua itu.*** ■ AL-ZUHRI, Alumnus Education Coordinating Board Mandarin of Aceh, penerima China Scholarship Council pada Studi Master Communication Studies di Huazhong University of Science and Technology melaporkan dari Harbin, China.