NO 37/TH XIV 9 - 15 JANUARI 2017
Rp 7000,- ( Luar Aceh Rp 10.000,- )
MODUS ACEH
2
Redaksi
NO 37/TH XIV 9 - 15 JANUARI 2017
TABLOID BERITA MINGGUAN
MODUS ACEH BIJAK TANPA MEMIHAK
P e n a n g g u n g j awa b / Pimpin an Red aksi Pimpinan Redaksi Muhammad Saleh Direktur Usaha Agusniar Man a ger Mana
liput an liputan
Juli Saidi Editor Salwa Chaira Kar tunis/Design Kartunis/Design
Grafis
Rizki maulana Pemasaran/Sirkulasi Firdaus, Hasrul Rizal, Ghifari Hafmar M. Supral, azhari usman iklan/Sirkulasi Lhokseuma we/a ceh Lhokseumawe/a we/aceh
Selamat Bahagia Yulia Pembaca Setia Semoga menjadi keluarga sakinah, mawaddah wa rahmah. kalimat ini sepatutnya kami ucapkan pada pasangan suami-istri, Yulia Sari dan Agus Riadi. Karena, Selasa, 11 Oktober 2016 lalu, Yulia Sari, salah seorang karyawan Tabloid Berita Mingguan MODUS ACEH, telah resmi dipersuntingkan dan sah menjadi istri Agus Riadi. Hari itu, perjalanan dan pengalaman hidup Yulia berubah dan ada yang tak bisa ia lupakan. Sebuah penantian yang berbuah bahagia. Disaksikan sanak-ke-
luarga, Agus Riadi mengucap ijab kabul, mempersunting Yulia Sari di Masjid Faizin, Lampeuneurut, Aceh Besar. Sebagai lanjutan dari dari kebahagian itu, keluarga Yulia Sari mengadakan acara Walimah (resepsi), Minggu, 8 Januari 2017, di rumahnya, Aceh Besar. Sekali lagi kami ucapkan semoga menjadi keluarga sakinah, mawaddah, wa rahmah. Yulia Sari adalah putri dari pasangan Muhammad Yusuf-Jusnani (almh), dan Agus Riadi putra dari pasangan Abdullah Yusuf-Rusna. Rasulullah SAW bersabda “ Menikah itu adalah sunnah ku.
Akan tetapi apabila kalian enggan untuk menikah, maka kalian bukan dari golonganku”. Menikah juga mempunyai banyak manfaat, salah satunya untuk menghidari manusia dari perbuatan zina. Karena itu, kami berharap pasangan Yulia Sari cepat mendapat momongan, anak yang shaleh atau shalehah. Sekali lagi, kami mengucapkan dan berdoa, pasangan suami-istri itu rukun hingga akhir ayat, damai dan bahagia. Ayo, siapa yang akan menyusul Yulia atau akrab kami sapa Lia?*** MODUS ACEH/Azhari Usman
ut ara utara
mulyadi
Sekret aria t/ADM ta at Yulia Sari Kep ala B a gian Keuang an Kepala Agusniar Bagian I T Joddy Fachri Wa r taw a n rt Muhammad Saleh Juli Saidi ZULHELMI
Ko r e s p o n d e n Aceh Selatan Sabang Nagan Raya Takengon Aceh Besar Aceh Tenggara Gayo Lues Kuala Simpang Pidie, Langsa Bener Meriah Simeulue
Alama t Red aksi Alamat Redaksi Jl. T. Panglima Nyak Makam No. 4 Banda Aceh. Telp (0651) 635322 email:
[email protected] [email protected] [email protected] [email protected] www.modusaceh.com. Penerbit PT Agsha Media Mandiri Rek Bank Aceh: 01.05.641993-1 Rek Bank BRI Cabang Banda Aceh: 0037.01.001643.30.9 NPWP: 02.418.798.1-101.000 Percetakan PT. Medan Media Grafikatama
Dalam Menjalankan Tugas Jurnalistik, Wartawan MODUS ACEH Dibekali Kartu Pers. Tidak Dibenarkan Menerima Atau Meminta Apapun Dalam Bentuk Apapun dan Dari Siapa Pun
Sudut Kutaraja
MODUS ACEH NO 37/TH XIV 9 - 15 JANUARI 2017
3
■ Temuan BPK RI Perwakilan Aceh Tahun Anggaran 2015
Yang Sempat Kurang dari Gedung Megah MODUS ACEH/Azhari Usman
Gedung DPRK Banda Aceh
Hasil audit BPK RI Perwakilan Aceh atas Laporan Keuangan Pemerintah Kota Banda Aceh mengungkapkan, pembangunan lanjutan gedung Sekretariat DPRK Banda Aceh mengalami kurang volume pekerjaan. Sementara, anggaran sudah dicairkan seratus persen. Azhari Usman
ni kisah dan bukan temuan baru. Tapi, sudah berulangkali terjadi dalam dunia usaha, khususnya pelaksana pembangunan jalan maupun gedung. Simak saja, hampir saban tahun, auditor Badan Pemeriksa Keuangan Republik Indonesia (BPK RI) Perwakilan Aceh di Banda Aceh, membuat catatan hitam terhadap berbagai temuannya itu. Salah satunya, pembangunan lanjutan gedung Sekretariat Dewan Perwakilan Rakyat Kota (DPRK) Banda Aceh, yang mengalami kurang volume pekerjaan. Sementara, anggaran sudah dicairkan seratus persen. Ironisnya, penyelesaian pun terkesan gampang. Jika kurang volume, pekerjaan ditamba. Kalau kelebihan membayar, ya dikembalikan pada kas negara. Akibatnya, tanggung jawab konsultan pengawasan dan kuasa pengguna anggaran (KPA) menjadi terabaikan. Nah, bisa jadi, karena sebab itu pula, setiap instansi atau dinas tak pernah ‘jera’ dan kapok dengan rapor merah BPK tadi. Alasannya, karena penyelesaiannya gampang, tanpa sanksi hukum, termasuk bisa ‘main mata’.
I
Coba buka temuan atau Laporan Hasil Pemeriksaan (LHP) BPK RI Perwakilan Aceh, nomor: 08.A/LHP/XVIII.BAC/05/2016, tanggal 25 Mei 2016. Nah, di sana, tersebut telah terjadi kekurangan volume pekerjaan pada pembangunan lanjutan gedung Sekretariat DPRK, di bawah Dinas Pekerjaan Umum (PU) Kota Banda Aceh, setara dengan nilai Rp 113 juta lebih. Ironisnya, Pemerintah Kota Banda Aceh dalam Laporan Realisasi Anggaran telah menganggarkan Belanja Modal Rp 144,22 miliar lebih dan terealisasi Rp 121,19 miliar lebih atau 84 persen dari anggaran. Realisasi tersebut di antaranya digunakan untuk pembangunan lanjutan gedung Sekretariat DPRK pada Dinas PU Kota Banda Aceh dengan pagu anggaran Rp 9,7 miliar, dan realisasi Rp 9,49 miliar lebih atau 97,91 persen dari pagu anggaran. Pekerjaan pembangunan tersebut dilaksanakan PT. PPB dengan anggaran Rp 9,49 miliar lebih sesuai kontrak nomor: 602.1/14/KONTRAK/TB-DPU/ 2015, tanggal 6 Juli 2015. Jangka waktu pelaksanaan pekerjaan selama 165 hari kalender
terhitung sejak ditandatanganinya Surat Perintah Mulai Kerja (SPMK) nomor 602.1/SPMK/ TB-DPU/2015, tanggal 6 Juli sampai 17 Desember 2015. Selama pelaksanaannya, kontrak tersebut mengalami satu kali adendum yaitu Addendum
Ir. Samsul Bahri M.Si
Kontrak 01 Nomor: 602.1/14/ ADD.01-KONTRAK/TBDPU/ 2015, tanggal 3 September 2015 tentang perubahan/penyesuaian tambah-kurang volume pekerjaaan dan penambahan item pekerjaan baru serta pengurangan item pekerjaan. Atas adendum tersebut, tidak ada perubahan nilai kontrak. Berdasarkan laporan kemajuan fisik tahun 2015, pekerjaan tersebut telah selesai dilaksanakan 100 persen sesuai dengan mutual check (MC) 06 tanggal 15 Desember 2015. Pekerjaan tersebut telah dibayar lunas Rp 9.496.895.000 dalam dua kali pembayaran, yaitu pada 3 September 2015, Rp 7.597.516.000 dan 14 Agustus 2015, Rp 1.899.379.000. Hingga, total Rp
9.496.895.000. Namun, hasil pemeriksaan secara uji petik pada beberapa item pekerjaan tanggal 19 Februari 2015 yang dilakukan tim BPK bersama PT PPB dan Pejabat Pengendali Teknis Kegiatan (PPTK) diketahui, pada pekerjaan sanitari lantai II, terdapat satu cubicle toilette (bilik toilet) yang rusak. Dan, pada lantai IV serta lantai V untuk pekerjaan AC ceiling 4 way cassette MU-1, sudah terpasang, namun belum sepenuhnya tersambung dengan kabel power dan pengatur suhu belum juga terpasang. Sebelum berakhirnya pelaksanaan audit di lapangan, pada 10 Mei 2016, tim BPK telah melakukan perhitungan ulang atas penyempurnaan pekerjaan tersebut. Hasil pemeriksaan fisik kedua menunjukkan, nilai kekurangan volume pekerjaan adalah Rp 113.472.500. Yaitu, untuk pekerjaan kabel power unit outdoor NYY 4 x16, tidak dapat dilakukan pengecekan ulang karena pihak rekanan tidak dapat menunjukkan dengan pasti yang mana kabel telah dikerjakan kembali. Kondisi tersebut tidak sesuai dengan Peraturan Presiden Nomor 70 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Presiden Nomor 54 Tahun 2010 tentang Pengadaan Barang/Jasa Pemerintah. Pasal 89 ayat (4) disebutkan, pembayaran bulanan/termin untuk pekerjaan konstruksi dilakukan senilai pekerjaan yang telah
terpasang, termasuk peralatan dan/atau bahan yang menjadi bagian dari hasil pekerjaan yang akan diserah-terimakan sesuai dengan ketentuan yang terdapat dalam kontrak. Selain itu, lampiran Perka LKPP Nomor: 14 Tahun 2012 tentang Petunjuk Teknis Perpres 70, Bab III Tata Cara Pemilihan Penyedia Pekerjaan Konstruksi Bagian C.2.i.1 dan pembayaran dilakukan senilai pekerjaan yang telah terpasang, tidak termasuk bahan/material dan peralatan yang ada di lokasi pekerjaan. Termasuk Surat Perjanjian (Kontrak) Nomor 602.1/14/Kontrak/TB-DPU/2015 angka 1 yang menyatakan bahwa penyedia mempunyai kewajiban kepada pengguna anggaran untuk melaksanakan, menyelesaikan, dan memelihara pekerjaan, serta memperbaiki kerusakan sesuai ketentuan dokumen spesifikasi yang tercantum dalam kontrak. Kondisi tersebut mengakibatkan kelebihan pembayaran kepada rekanan Rp 113.472.500. Tak hanya itu, BPK RI Perwakilan Aceh juga menyatakan, kondisi itu terjadi karena konsultan pengawas tidak optimal dalam melakukan pengawasan di lapangan. Sedangkan Pejabat Pelaksana Teknis Kegiatan lemah dalam melakukan pengendalian dan pengawasan atas kegiatan yang menjadi tanggungjawabnya. Termasuk Kepala Dinas PU Kota Banda Aceh, belum optimal dalam melaksanakan pengawasan dan pengendalian atas pelaksanaan pekerjaan di satuan kerja yang dipimpinnya. “Pemerintah Kota Banda Aceh melalui Kepala Dinas Pekerjaan Umum Kota Banda Aceh, mengakui telah terjadi kekurangan volume serta meminta waktu perbaikan atas dua unit AC ceiling (atap). Sementara, untuk pekerjaan di lantai IV dan V, akan dilakukan penyempurnaan pekerjaan,” begitu tulis BPK RI Perwakilan Aceh dalam laporannya. Kepala Dinas PU Banda Aceh, Ir. Samsul Bahri M.Si, membenarkan adanya temuan BPK RI Perwakilan Aceh. Tapi, kata dia, kurangnya volume pekerjaan tersebut sudah dipenuhi oleh kontraktor pelaksana. Malah, barang-barang yang tercantum dalam kontrak dengan kualitas kurang bagus justru diganti dengan kualitas baik. “Itu semua sudah clear,” tutup Samsul Bahri. Nah, begitu mudah kan?***
4
MODUS ACEH
Fokus
NO 37/TH XIV 9 - 15 JANUARI 2017
Akhir Kisruh RAPBA 2017
Foto Facebook Fadhilfan Usman
Pertemuan Plt Gubernur dengan Banggar DPRA.
Pemerintah Aceh di bawah komando Plt. Gubernur Aceh Mayjen (Purn) Soedarmo bersama Badan Anggaran DPRA akhirnya sepakat untuk mengesahkan Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) 2017 senilai Rp 14,5 triliun, 17 Januari 2017 mendatang. Namun, di balik kesepakatan itu, masih perlu kajian mendalam terhadap peruntukan APBA. Walaupun direncanakan APBA 2017 akan meningkat untuk belanja modal, tapi persoalan guru non pegawai negeri sipil (PNS), sekolah menengah atas (SMA) dan sekolah menengah kejuruan (SMK) yang sudah dilimpahkan--menjadi tanggung jawab provinsi, anggarannya masih terancam. Sebab, Rp 300 miliar lebih yang dikuras dari Pendapatan Asli Aceh (PAA) hanya diperuntukkan untuk biaya tenaga kontrak provinsi sebanyak tujuh ribu lebih. Akankah menjadi dilema? Wartawan MODUS Aceh, Juli Saidi Saidi, menulisnya untuk rubrik Fokus pekan ini.
real pertemuan Badan Anggaran (Banggar) Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), Rabu siang, 4 Januari 2017 dijaga ketat sejumlah anggota satuan pengamanan (satpam) di DPR Aceh, Jalan Teungku Daud Beureueh, Banda Aceh. Mereka berjaga-jaga di semua pintu masuk dan keluar. Bagi yang tidak berkepentingan-selain anggota DPRA dan Tim Anggaran Pemerintah Aceh (TAPA) dilarang masuk maupun berada di areal ruang Banggar, meskipun hanya melintasi. “Areal ini disterilkan,” kata salah seorang petugas, menuturkan pada saya saat melarang melintasi areal dimaksud, Rabu pekan lalu. Adanya pengamanan ketat Rabu siang pekan lalu itu karena kedatangan Plt. Gubernur Aceh Mayjen (Purn) Soedarmo. Semula, sebelum melanjutkan pertemuan dengan tim Banggar DPR Aceh, Soedarmo melakukan pertemuan dengan pimpinan DPR Aceh di ruang Ketua DPR Aceh, Muharuddin. Usai berbincang-bincang dengan pimpinan DPR Aceh, sekitar pukul 15.30 WIB, Soedarmo bersama Ketua DPR Aceh Muharuddin, menuju ruang Banggar. Di sana, ia sudah ditunggu tim Banggar DPRA dan TAPA. Agenda pertemuan Plt. Gubernur Aceh Soedarmo dengan tim Banggar DPR Aceh hari itu membicarakan jadwal pengesa-
A
han APBA 2017. Itu sebabnya, pertemuan tadi berakhir hingga azan shalat Maghrib berkumandang. Ada kata sepakat, Plt. Gubernur Aceh Soedarmo ikut menyusun jadwal pembahasan hingga pengesahan APBA bersama, Selasa 17 Januari 2017 mendatang. “Untuk penentuan penyelesaian APBA. Artinya menyesuaikan waktu yang kemarin sudah ditentukan DPRA. Jadi, penyelesaian akhir itu, 17 Januari sudah paripurna,” kata Soedarmo di DPR Aceh usai melakukan pertemuan tertutup dengan Banggar DPR Aceh, Rabu pekan lalu. Dan, pengesahan APBA yang direncanakan Plt. Gubernur Aceh Soedarmo dengan Peraturan Gubernur (Pergub) berakhir tanpa kisruh. Makanya, pengesahan APBA tetap melalui Rancangan Qanun APBA. “Hasil kesepakatannya memang qanun,” ujar Soedarmo. Jalan tengah ini melahirkan apresiasi dari Ketua DPR Aceh Muharuddin terhadap pada Plt. Gubernur Aceh Soedarmo. Konon, Plt. Gubernur Aceh ini ikut aktif menyusun jadwal pengesahan APBA 2017. “Kita apreasiasi kepada Plt. Gubernur yang ikut membahas bersama tentang jadwal sampai kepada penetapan waktu,” kata Ketua DPRA yang juga kader Partai Aceh, Muharuddin, Rabu pekan lalu. Namun, jadwal pengesahan APBA, 17 Januari 2017 tersebut tetap saja ada memangkas be-
berapa mekanisme sidang paripuna yang lazim dilaksanakan selama ini. Seperti Pendapat Umum DPR Aceh itu ditiadakan. Sementara, program aspirasi anggota DPR Aceh yang disebut-sebut meningkat pada tahun ini dari Rp 10 miliar menjadi Rp 11 miliar per anggota dewan akan disepakati, Senin, 9 Januari 2017. Muharuddin mengaku, usulan masyarakat pada DPR Aceh, nilai kegiatannya 80 persen kecilkecil atau rata-rata Rp 200 juta. “Ini juga yang tadi kita bahas dengan Plt. Gub bahwa untuk tahun 2017, kita arahkan untuk belanja modal. Dengan catatan untuk anggaran 2017 belanja modal naik,” kata Muharuddin, Rabu pekan lalu. *** Begitupun, di balik kesepakatan pengesahan APBA 2017, yang direncanakan 17 Januari 2017, kabarnya, sempat melahirkan ketersinggungan Ketua DPR Aceh, Muharuddin, pada Plt. Gubernur Aceh Mayjen (Purn) Soedarmo. Alasannya, Senin siang, 19 Desember 2016 lalu, Plt. Gubernur Aceh Soedarmo mengundang pimpinan, komisi, dan pimpinan Fraksi DPR Aceh untuk makan siang bersama di Pendopo Gubernur Aceh. Siang itu, juga dilanjutkan dengan pembahasan Kebijakan Umum Anggaran (KUA) dan Prioritas Plafon Anggaran Sementara (PPAS) Rancangan APBA (RAPBA) 2017. Ini, menyusul disahkan Qanun Susunan Or-
ganisasi Tata Kerja (SOTK), Jumat, 9 Desember 2016. Dalam penyusunan KUAPPAS 2017 itu, ada komitmen bersama antara eksekutif dengan DPRA. Tiba-tiba, muncul dugaan bahwa Plt. Gubernur Aceh Soedarmo mengirim pesan singkat pada Muharuddin. Isinya, memberitahukan bahwa Plt. Gubernur Aceh Soedarmo telah menandatangani KUA-PPAS 2017. “Tanggal 19 Desember 2016 sore, Plt. Gubernur Aceh menandatangani KUA-PPAS 2017,” begitu kata Irwan Djohan pada akun Facebook-nya. Lalu, berdasarkan penjelasan Irwan Djohan dalam akun Facebook-nya tadi, Selasa pagi, 20 Desember 2016, Pemerintah Aceh menyerahkan KUA-PPAS 2017 secara administratif kepada sekretariat DPR Aceh. Sudah pasti, berkas KUAPPAS itu diterima Sekretaris Dewan (Sekwan) Hamid Zein. Namun, berdasarkan Tata Tertib (Tatib) DPR Aceh, penyerahan fisik KUA-PPAS harus dilakukan secara resmi pada DPRA, melalui sidang paripurna atau minimal rapat Banggar. Nah, dari kronologis ini, DPR Aceh tak langsung menindaklanjuti penyerahan administratif KUA-PPAS tadi. Tapi, baru ditindaklanjuti, Rabu, 27 Desember 2016. Sebab, Badan Musyawarah (Banmus) DPR Aceh baru menggelar rapat untuk jadwal penyerahan KUAPPAS secara resmi dari TAPA pada Banggar.
MODUS ACEH
Fokus Kenapa rapat Banmus DPR Aceh diulur-ulur? Sumber media ini mengungkapkan, karena Ketua DPR Aceh Muharuddin tersinggung pada Plt. Gubernur Aceh Soedarmo. Diduga, dia tidak mengindahkan komitmen bersama dengan DPR Aceh. “Tiba-tiba KUA-PPAS sudah ditandatangani,” ujar sumber media ini saat bincang-bincang terkait tarikulur jadwal pengesahan KUAPPAS RAPBA 2017. Itu sebabnya, Sabtu, 31 Desember 2016 keluar pernyataan Plt. Gubernur Aceh bahwa penetapan APBA 2017 melalui Pergub. Diduga, munculnya pernyataan Plt. Gubernur Aceh Soedarmo karena tidak setuju atas keputusan rapat Banggar DPRA mengenai penetapan penandatanganan nota kesepakatan KUA-PPAS 2017, antara pimpinan DPRA dengan Gubernur Aceh, 25 Januari 2017. Tapi, bukan justru DPR Aceh mundur, bahkan ada anggota DPR Aceh yang mengaku siap dengan rencana Soedarmo mempergubkan APBA 2017. Ini dinilai sebagai contoh tidak baik. “Diserahkan 28 Desember 2016 dan hari ini ada pernyataan ingin dipergubkan. Berarti memang tidak ada rencana anggaran dibahas oleh DPRA. Plt sebagai perwakilan Pemerintah Pusat tidak memberikan contoh yang baik,” kata kader NasDem, Saifuddin Muhammad, Sabtu, 31 Desember lalu. Begitupun, ada dugaan bahwa Plt. Gubernur Aceh menandatangani KUA-PPAS 2017 karena tak restu dengan program aspirasi DPR Aceh, jika tidak dialokasikan dengan kegiatan dan jumlah kecil. Kabarnya, dari Rp 11 miliar program aspirasi anggota dewan, Soedarmo berharap, 80 persennya diperuntukkan bagi kegiatan skala besar. Selain itu, dalam pertemuan Plt. Gubernur Aceh dengan Banggar DPRA, agar pengesahan APBA 2017 tidak molor, bertujuan supaya pengesahan tidak dilakukan saat Gubernur Aceh nonaktif dr. Zaini Abdullah kembali aktif--mengisi jabatan Plt. Gubernur Aceh. Sebab, jika itu terjadi, kekhawatiran Plt. Gubernur Aceh KUA-PPAS yang sudah disusun akan berubah. Selain itu, ada kekhawatiran Soedarmo, jika terjadi perubahan KUA-PPAS yang sudah ada, akan terjadi tarik-ulur kembali dan bukan mustahil, pengesahan APBA pada Gubernur Aceh terpilih pada Pilkada 15 Februari 2017. Artinya, pengesahan bisa saja pertengahan tahun 2017, jelas sumber di DPR Aceh, Rabu pekan lalu.***
NO 37/TH XIV 9 - 15 JANUARI 2017
5
■ Pengesahan Mulus
Nasib Guru Kontrak Terancam
Tribunnews
Puluhan Guru Kontrak Aceh Mendatangi DPRA.
Personel guru non PNS untuk SMK/SMK di kabupaten/kota, jumlah mencapai 12.417 guru. Tapi, sumber pembiayaan ‘Oemar Bakrie’ ini masih suram, sebab alokasi anggaran Rp 300 miliar dari PAA, hanya untuk tenaga kontrak dinas dan badan Provinsi Aceh yang berjumlah 7.950 orang.
paya untuk bertemu Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (Bappeda) Provinsi Aceh, Prof. Dr. Ir. Amhar Abubakar, MS, hingga pekan lalu belum berhasil. Didatangi ke Kantor Bappeda, Kamis, 5 Januari 2017 pekan lalu, Amhar Abubakar mengaku tidak ada waktu. Hari itu, ia ada agenda pertemuan dengan Sekda Aceh, Dermawan. Karena kesibukan inilah, kepada satpam di sana, Pak Prof tadi meminta media ini untuk bertemu Sekretaris Bappeda, Zulkifli. “Pak Kepala ada pertemuan dengan sekda, diarahkan pada sekretaris,” kata seorang anggota Satpam di Bappeda Aceh, Kamis pekan lalu. Sesuai arahan tersebut, lalu melalui pesan singkat, media ini meminta konfirmasi pada Sekretaris Bappeda Aceh, Zulkifli, namun hasilnya tetap tak berhasil. “Saya kira informasi detail tentang hal tersebut ada di Dinas Pendidikan atau yang membahas hal ini di Bappeda ada Kabid P2KSDM. Saya sebagai Sekretaris, tidak mempunyai informasi secara detail,” kata Zulkifli melalui pesan singkat, Kamis pekan lalu. Tak berhenti di situ, mentok pada sekretaris, selanjutnya kembali pada Amhar Abubakar. Namun, Prof itu masih menolak untuk memberi penjelasan. “Yang tepat di
DKA,” balas Amhar Abubakar melalui pesan singkat. Padahal, Bappeda Aceh sebagai dapur perencanaan, tentu mengetahui informasi terkait peruntukan Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) 2017. Termasuk soal nasib guru kontrak sekolah menengah atas (SMA) dan sekolah menengah kejuruan (SMK) di 23 kabupaten/kota.
U
Murdani Yusuf
Syahdan, berdasarkan Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2014 tentang Pemerintah Daerah, pengelolaan SMA dan SMK, terhitung 1 Januari 2017, menjadi tanggung jawab provinsi, termasuk Aceh. Tapi, berdasarkan penjelasan anggota Banggar DPR Aceh, Murdani Yusuf, alokasi anggaran untuk tenaga guru kontrak atau honor di SMA dan SMK belum ada alokasi anggarannya. Sebaliknya, ada Rp 300 miliar lebih anggaran untuk tenaga kontrak yang dikuras dari Pendapatan Asli Aceh (PAA). Ironisnya, anggaran tersebut hanya diperuntukkan pada pegawai kontrak yang selama ini bekerja pada dinas atau badan di Provinsi Aceh. “Anggaran Rp 300 miliar lebih itu baru untuk tenaga kontrak di semua dinas dan badan, belum termasuk guru-guru sekolah SMA/SMK,” ungkap Ketua Fraksi Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Murdani Yusuf, Jumat pekan
lalu. Fulus Rp 300 miliar lebih ini tentu sejalan dengan alokasi anggaran dalam APBA 2016. Sebab, pada APBA 2016, Pemerintahan Aceh mengalokasikan anggaran untuk honorium non pegawai negeri sipil (PNS) Rp 368,6 miliar lebih. Tahun 2016, diperuntukkan untuk honorium instruktur Rp 1,4 miliar lebih, honorium pegawai honorer tidak tetap Rp 325, 5 miliar lebih, honorium tenaga tukang/teknisi/operator dan asisten Rp 37 miliar lebih dan honorium pelaksana peneliti Rp 414 juta. Nah, dari jumlah tersebut terlihat jelas, biaya honorium honorer tidak tetap menyedot anggaran lebih banyak. Maklum, berdasarkan data dari Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan (BKPP) Provinsi Aceh Desember 2015, jumlah tenaga kontrak yang tersebar di 48 Satuan Kerja Perangkat Aceh (SKPA) berjumlah 7.950 orang. Sedangkan jumlah guru non PNS tahun 2017 yang ada di SMA/ SMK mencapai 12.417 orang. Begitupun, meski anggarannya belum ada kejelasan, tapi Murdani Yusuf mengatakan, DPR Aceh mendorong Dinas Pendidikan Aceh untuk melakukan verifikasi. Karena guru non PNS tersebut ada yang kontrak kabupaten/kota serta guru bakti saja. “Kami berharap Dinas Pendidikan Aceh memverifikasi dulu sesuai kebutuhan dengan kontrak sekarang. Sebab, hingga kini, belum jelas ada anggaran atau tidak. Tapi, ada guru yang sudah puluhan tahun itu patut dan layak dialokasi anggaran, prioritas dulu guru K2,” kata Murdani Yusuf. Plt. Gubernur Aceh Soedarmo Rabu pekan lalu, mengaku, dari anggaran Rp 14,5 triliun, soal gaji tenaga kontrak, termasuk guru tidak ada masalah lagi. “Tidak masalah lagi, sudah tertampung semua, termasuk untuk guru,” katanya.***
6
MODUS ACEH
Fokus
NO 37/TH XIV 9 - 15 JANUARI 2017
■ TPK Melimpah
PAA Tersedot Belanja Tukang BIRO HUMAS PEMERINTAH ACEH
Rencana PAA 2017 terjadi peningkatan sebanyak Rp 21 miliar lebih. Tapi, dari total PAA Rp 2,078 triliun lebih dalam KUAPPAS 2017, habis tersedot untuk belanja rutin, termasuk TPK PNS. aban tahun, Aceh boleh bangga dengan menumpuknya Dana Otonomi Khusus (Otsus) yang ditransfer dari Pemerintah Pusat sejak tahun 2008 silam. Sebab, akan membuat postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) menjadi besar. Ambil contoh dalam rencana APBA 2017. Total APBA mencapai Rp 14,5 triliun lebih. Jumlah ini besar karena disokong dari Dana Otsus, Rp 8,3
S
triliun. Sebaliknya, Pendapatan Asli Aceh (PAA) justru masih mangkrak alias tak bertambah secara signifikan. Berdasarkan ringkasan KUA-PPAS 2017, PAA direncanakan Rp 2,078 triliun, meningkat sekitar Rp 21 miliar dari tahun 2016. Karena tahun 2016, PAA senilai Rp 2,057 triliun lebih. Namun, dari jumlah itu, banyak tersedot untuk belanja rutin tukang--pegawai negeri sipil (PNS) dan tenaga kontrak. Tengok saja, berdasarkan ringkasan KUA-PPAS 2017, dari Rp 2,078 triliun lebih PAA Provinsi Aceh digunakan untuk tambahan penghasilan PNS Rp 421 miliar lebih. Kemudian, untuk tenaga kontrak, kata anggota Banggar DPRA, Murdani Yusuf, juga diambil dari anggaran bersumber dari PAA Rp 300 miliar. Untuk dua peruntukan anggaran dari PAA itu, sudah menyedot Rp 700 miliar lebih. Karenanya, Murdani Yusuf sepakat jumlah tenaga kontrak meskipun tak mungkin dievalu-
asi pada masa Plt. Gubernur Aceh Soedarmo, pada Gubernur Aceh terpilih nantinya, didorong untuk dievalusi. Tapi, evaluasi yang diharapkan Murdani Yusuf, tidak semua tenaga kontrak diamputasi dari Pemerintah Aceh. Karena, ada juga tenaga kontrak tertentu yang tetap dibutuhkan. Misal, tenaga kontrak yang tidak diisi PNS; sopir dinas, tenaga cleaning service, Satpol PP dan WH, tenaga kontrak administratif, dan Polisi Kehutanan. “Ada juga tenaga kontrak secara spesifik itu dibutuhkan,” ujar Murdani Yusuf. Alasan kader Partai Persatuan Pembangunan (PPP) ini perlu dievaluasi tenaga kontrak memang cukup kuat. Karena jumlah pegawai negeri sipil (PNS) di Provinsi Aceh mencapai sembilan ribu lebih yang bekerja di 48 Satuan Kerja Perangkat Aceh (SKPA). Padahal, kata Murdani Yusuf, dari jumlah masyarakat Aceh lima juta jiwa, maka jumlah PNS bisa 1 banding 100. “Ka-
lau kita hitung secara umum, sudah lebih. Walaupun bidang tertentu masih kurang. Idealnya, dengan jumlah penduduk lima juta, lima ribu atau 1 banding 100,” kata wakil Rakyat dari Dapil Bireuen itu. Yang membuat ia miris, kinerja dinas yang dibantu pegawai tenaga kontrak justru tidak memberi manfaat terhadap peningkatan PAA. Terjadi sebaliknya, PAA habis digunakan untuk belanja rutin pegawai. Itu sebabnya, DPR Aceh mendorong agar dana tunjangan prestasi kerja (TPK) PNS ditinjau ulang. Karena, pemberian TPK pada PNS memang tidak dilarang, tapi juga tidak melanggar jika TPK PNS itu dipotong. Besarnya Pendapatan Asli Aceh tersedot untuk TPK karena untuk PNS eselon II, membutuhkan anggaran per bulan Rp 12,5 juta. Itu belum lagi PNS eselon III dan seterusnya. Padahal, kata Mudarni Yusuf, PNS tanpa TPK juga sudah sejahtera. “Seharusnya dengan besarnya TPK,
harus giat menarik PAA. Kalau kita lihat hari ini tanpa Otsus, tidak ada pembangunan di Aceh,” kata Murdani Yusuf. Perlu ditinjau ulang pemberian TPK, tak hanya soal kinerja PNS yang selama ini tak mampu meningkatkan Pendapatan Asli Aceh. Tapi, jika PNS bisa bersabar dan rela terpangkas TPK setengah saja, maka sisanya bisa digunakan untuk kegiatan pembangunan di Aceh. Tapi, karena PNS tidak mau mengalah, sehingga pembangunan di Aceh tidak bisa dibangun secara optimal dari anggaran bersumber PAA. “Kecuali PNS tidak ngotot minta TPK berlebih, bisa digunakan untuk biaya pembangunan,” ujarnya. Anggota Banggar DPR Aceh lainnya Hendri Yono juga mengaku, dalam pertemuan dengan TAPA, Banggar DPR Aceh mendorong PAA tahun 2017 ditambah peningkatan sekitar Rp 100 miliar, tapi eksekutif tidak siap. Karena, kata Hendri Yono, penambahan PAA dari tahun 2016 ke tahun 2017 hanya Rp 21 miliar. Ini menunjukkan kinerja eksekutif dalam upaya peningkatan PAA, tidak optimal. Bahkan, PAA selama ini, didapati dari kegiatan rutinitas, seperti dari kendaraan bermotor. “Kita minta TAPA untuk tambah PAA, tapi mereka tidak mau,” kata Hendri Yuno, Rabu pekan lalu.***
Di balik berita
MODUS ACEH NO 37/TH XIV 9 - 15 JANUARI 2017
7
■ Perselingkuhan di Banda Aceh
Nikah Beda Usia Tren di Lhokseumawe
Selama 2016, terdapat 326 kasus perceraian di Mahkamah Syar’iah Banda Aceh. Jumlah ini terus naik hingga 30 persen dari tahun 2015 yaitu 259 kasus. Perselingkuhan menjadi penyebab. Azhari Usman | Koresponden Lhokseumawe Ilustrasi.
K
antor Mahkamah Syar’iyah (MS) Kota Banda Aceh, Jalan Soekarno-Hatta, Gampong MiboBanda Aceh tak pernah sepi dari para pencari keadilan, khususnya yang mengalami prahara dalam rumah tangga. Kamis, 5 Januari 2016 lalu misalnya, banyak orang yang rela antri menunggu giliran kasus mereka disidangkan. Salah satunya Nasir (55), warga Gampong Laksana, Kuta Alam, Banda Aceh. Dia mengaku, sudah tiga jam menunggu giliran persidangan. Karena adanya perselisihan masalah tanah dengan tetangganya yang berujung ke Pengadilan MS Banda Aceh. Sebab, kasus ini tidak bisa diselesaikan secara damai di tingkat gampong. “Sekarang, lagi sidang gugat cerai, Bang. Setelah ini, langsung sidang kami,” ujar Nasir pada media ini. Tak lama menunggu, pintu ruang sidang pun dibuka petugas MS. Maklum saja, sidang yang diselenggarakan Pengadilan MS Banda Aceh tidak dibuka untuk umum. Namun, dari kejauhan, jelas terlihat seorang laki-laki keluar dengan muka tertunduk lesu. Saat media ini coba menyapa, ia hanya tersenyum kecil dan mengaku baru saja selesai putusan sidang atas gugatan cerai yang dilayangkan istri terhadap dirinya. Begitupun, pria ini tak mau menyebut namanya. Tapi, dia mengaku akan mengupayakan langkah-langkah hukum atas putusan majelis hakim. Ini dilakukan, dengan dalih untuk menyelamatkan bahtera rumah
tangga yang telah mereka bina 12 tahun lebih. Apalagi, mereka sudah punya dua orang anak. “Kasihan anak-anak masih kecil serta sangat butuh kasih sayang kedua orangtua. Kalau sudah berpisah, nanti anak pun tidak ada yang rawat,” ujarnya. Dia bercerita, menikahi istrinya di Kantor Urusan Agama (KUA), Kecamatan Kuta Alam, Banda Aceh, 13 Juni 2003 silam. Awalnya, rumah tangga mereka sangat harmonis hingga dikaruniai dua orang anak (putra dan putri). Namun, sejak istrinya membeli sebuah handphone (HP) Android, ia merasakan istrinya sudah banyak berubah. Misal, sering marahmarah tak menentu, anak-anak juga sering dipukul walaupun tidak berbuat salah. Tak berapa lama kemudian, istrinya juga sudah mulai marahmarah pada dirinya, hingga percekcokan pun tak bisa dihindari. “Kadang kalau istri saya sudah marah, saya memilih menginap di rumah orang tua. Nanti setelah berselang dua hari, baru saya kembali lagi ke rumah,” akunya pada media ini. Dia menambahkan, kejadian seperti itu terus-menerus terjadi. Hingga, ia pasrah dengan keadaan. Padahal, kedua keluarga maupun aparat desa (Tuha Peut) sudah sering mendamaikan. Namun, tak berselang satu bulan, terulang kembali. Sehingga, Tuha Peut gampong akhirnya pasrah dengan kondisi mereka. Puncak prahara rumah tangga mereka akhirnya harus diselesaikan di Mahkamah Syar’iyah Kota Banda Aceh setelah istrinya melayangkan gugatan cerai
blogspot.com
awal Juli 2016. Tapi, Pejabat Pengadilan (Panitera) MS Kota Banda Aceh memberi nasihat agar istrinya mengurungkan niat untuk bercerai. Tapi, istrinya tetap keukeuh untuk berpisah. Itu sebabnya, dia menduga, istrinya sudah mempunyai pria idaman lain (PIL), namun masih menyembunyikan rapat-rapat hal
Drs. A Murad MH
itu. “Mungkin kalau sudah ada putusan cerai dari pengadilan, dia akan menikah dengan lelaki itu,” ujarnya. Sekedar informasi, Kantor Mahkamah Syar’iyah Kota Banda Aceh beberapa waktu lalu, telah merilis data bahwa selama tahun 2016, terdapat 326 kasus perceraian. Bila dibandingkan tahun 2015, MS Kota Banda Aceh menerima 259 kasus. Ini artinya, jumlah ini mengalami kenaikan hingga 30 persen lebih. Dari 326 kasus itu, sebanyak 311 kasus, di antaranya sudah putus di pengadilan dan 15 kasus lainnya masih dalam tahap persidangan. Masih menurut data itu, dari 326 kasus, 228 kasus atau 70 persen di antaranya adalah kasus gugat cerai (pihak perempuan yang menggugat). Namun, faktor dari perceraian itu menun-
jukkan bahwa perselingkuhan menduduki urutan pertama (105 kasus), lalu masalah ekonomi (70 kasus), percekcokan rumah tangga (50 kasus), serta masalah-masalah lain seperti kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), ketidak-harmonisan, kawin muda, kawin beda usia dan sebagainya. Namun demikian, kasus perceraian ini banyak dialami keluarga dengan tingkat ekonominya bercukupan. Hanya sedikit sekali kasus perceraian dialami oleh keluarga kurang mampu. Panitera MS Kota Banda Aceh, Drs. A Murad MH, mengaku kewalahan, mengingat hampir setiap hari pihaknya menerima kasus perceraian. “Bayangkan, kalau satu perkara ada 10 kali persidangan, berarti Pengadilan MS Banda Aceh harus mengadakan sidang minimal lima kali dalam satu hari. Belum lagi perkara-perkara yang lain,” ujar Murad. Masih menurut Murad. “Mungkin lebih daripada ini jumlahnya, tapi masyarakat kan tidak berani menggugat melalui pengadilan karena malu. Jadi, kalau cerai di tingkat gampong saja,” ujarnya. Kurun waktu lima tahun terakhir, kasus perceraian terus meningkat di Banda Aceh. Ia menduga, bebasnya orang berkenalan di dunia maya (media sosial) menjadikan mereka bisa berbuat apa saja tanpa diketahui orang lain, tak terkecuali yang sudah menikah. Curhat masalah rumah tangga dan itu menjadi awal kehancuran rumah tangga mereka. Untuk itu, Murad meminta warga Banda Aceh untuk mengurangi dan tak melakukan hal yang bisa mengancam bahtera rumah tangga. “Tentunya lebih banyak berdoa kepada Allah SWT untuk kelangsungan rumah tangga yang sakinah, mawadah, warahmah,” saran A Murad. Nah, sementara itu, ada hal menarik di Lhokseumawe. Perkawinan beda usia lagi ngetren di kota ini. Usia perempuan lebih tua bahkan menyandang status janda. Begitu juga dengan laki-laki menyandang status duda. Ada juga bujang hingga mempersunting perawan tua. Tetapi, memiliki pekerjaan dan penghasilan yang luar biasa. Sebut saja pasangan Din
(26), warga Lhokseumawe. Dia menikahi Milah (37) nama samaran. Milah merupakan salah seorang wanita yang berkarir, bahkan memiliki dua orang anak. Din menceritakan kisah asmaranya yang berujung ke pelaminan. Berawal dari perkenalan di dunia maya. Awalnya, perkenalan itu hanya sebagai sebatas mencari sensasi hiburan. Akhirnya, Milah mengajak jumpa di salah satu cafe di Lhokseumawe. Tak disangka, setelah berjumpa, hubungan pun berlanjut. “Milah sering curhat mengenai kehidupan dalam rumah tangga. Bahkan, dia sering menceritakan kesepian, ingin mencari hidup baru. Dari situlah saya mulai memperhatikan. Sehingga, saya memutuskan menikah dengan Milah,” cerita Din, Minggu, 1 Januari 2017. Din menjelaskan, pada awal rencana untuk menikahi Milah, keluarganya sempat menolak karena beda usia sangat jauh. Apalagi, Milah janda beranak dua. “Putusan itu saya ambil sendiri meskipun keluarga tidak merestui. Tapi, setelah menikah tiga bulan, keluarga saya menerima juga menantunya,” papar. Buruh bangunan ini mengakui, untuk memenuhi kebutuhan hidup, terpaksa menjadi buruh bangunan. Karena, orangtuanya hanya sebagai seorang nelayan. “Saya menikah dengan Milah suka sama suka dan tidak ada unsur pemaksaan. Kelebihan saya hanya ganteng, yang lain tidak ada,” ulasnya sambil tersenyum dan sedikit bangga. Dia mengakui, menikah dengan janda tak asing lagi di Lhokseumawe. Bahkan, ada sebagian orang berasumsi dengan lelucon, tetapi realita tidak. “Banyak oknum anak-anak gadis yang relatif tak suci lagi. Jadi, kalau menikah janda sudah jelas,” terangnya. Din mengakui, nikah beda usia lagi ngetren di Lhokseumawe. Bukan hanya pada kalangan masyarakat biasa, tapi juga istri mantan pejabat. “Di Lhokseumawe, sekarang lagi ngetren menikah seperti saya. Tapi, dalam agama pun tidak dilarang, tergantung niat masing-masing. Ada yang mengharap materi dan kebahagian, tapi tidak sedikit yang gagal dan kecewa dalam rumah tangga,” ujar Din.***
8
MODUS ACEH NO 37/TH XIV 9 - 15 JANUARI 2017
Di balik berita
Popon Laporkan Kapolres MPU Minta Hotel Sabang Hill Ditutup MODUS ACEH-DOK
Kasus pengerebekan Hotel Sabang Hill sepertinya akan berbuntut panjang. Setelah pengelola melaporkan tindakan Kapolres Sabang ke Dirpropam Polda Aceh. Giliran Kapolres mengelar rapat bersama. Hasilnya, MPU setempat minta hotel itu ditutup. Alamak! Muhammad Saleh | Kontributor Sabang
S
aling mengadu dan atur serangan. Agaknya, kondisi itulah yang kini sedang terjadi di Sa-
bang. Simak saja, setelah pengelola Hotel Sabang Hill, Teuku Indra Yoesdiansyah alias Popon, tak terima dengan tindakan Kapolres Sabang AKBP Slamet Wahyudi, saat malam tahun baru 2017 lalu, selanjutnya melapor ke Dirpropam Polda Aceh. Eeh, Jumat pekan lalu, giliran Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) setempat yang meminta Hotel Sabang Hill ditutup. Alasannya, karena ditemukan minuman keras atau miras. “Kami sangat mendukung apa yang sudah dilakukan pihak kepolisian terhadap proses hukum pengelola hotel dan temuan miras. Semua yang hadir di sini sudah pasti setuju operasional Hotel Sabang secepatnya ditutup,” kata Ketua MPU Sabang, M Yakub Saleh. Berawal dari kegiatan menyambut tahun baru di hotel tersebut, 31 Desember 2016 lalu. Semula, malam pergantian tahun itu berlangsung ceria. Tiba-tiba berubah dan nyaris tegang. Ini disebabkan, Tim Operasi Lilin
2016 yang dipimpin Kapolres Kota Sabang AKBP Slamet Wahyudi, mensatroni Hotel Sabang Hill. Kabarnya, aparat penegak hukum itu menemukan lima kaleng bir dari hotel tersebut. Itu sebabnya, Kapolres Sabang merencanakan akan memanggil Teuku Indra Yoesdiansyah atau akrab disapa Popon, untuk dimintai keterangannya terkait penemuan minuman keras dan sejumlah kegiatan yang melanggaraturan hukum syariah di Aceh. “Pengelola Sabang Hill akan segera dipanggil untuk dimintai keterangan terkait dengan aktivitas dj (disc jockey), penemuan minuman keras, serta beberapa perempuan di hotel itu pada malam Tahun Baru,” kata Kapolres Kota Sabang AKBP Slamet Wahyudi di Rumah Tahanan Negara (Rutan) Kelas IIB Sabang, Senin (2/1). Penegasan itu disampaikan Kapolres, saat mendampingi BNN Kota Sabang, melakukan tes urine rutin terhadap narapinada binaan Rutan Kelas IIB Sabang. Tak hanya Hotel Sabang Hill, Tim Operasi Lilin gabungan juga merazia tempat-tempat umum serta sejumlah hotel. Di Hotel Sabang Hill, petugas menemu-
kan sejumlah minuman keras yang diketahui tanpa izin yang sah dari pemerintah. Menurut Kapolres Sabang, sebagai pengelola hotel tentu harus bertanggung jawab atas semua aktivitas di tempat itu. “Sabang ini sama seperti daratan lainnya di Aceh dan jika ada aktivitas yang melanggar penerapan qanun Syariah Islam, akan ditindak,” katanya. Kepala Satuan Polisi Pamong Praja dan Wilayatul Hisbah (Satpol PP dan WH) Kota Sabang Hafwan Pasaribu mengatakan, operasi lilin sesuai dengan perintah pimpinan dan menindaklanjuti seruan bersama Forum Koordinasi Pimpinan Daerah (Forkompinda), yakni melarang keras warga Sabang maupun para pengunjung membakar petasan, meniupkan terompet, serta hiburan lainnya yang sifatnya hura-hura. Menurutnya, Sabang sama seperti beberapa daerah lainnya di Aceh, untuk itu pihaknya kembali mengimbau para pengunjung untuk menghargai kekhususan daerah dalam hal ini penerapan hukum Syariah Islam. “Pariwisata kita tidak boleh bertentangan dengan penerapan hukum Syariah Islam dan pari-
wisata kita berbasis Syariah Islam,” tegas Kasatpol PP dan WH Kota Sabang. Nah, pengelola Hotel Sabang Hill Teuku Indra Yoesdiansyah alias Popon mengaku tidak nyaman dengan razia tadi, apalagi dituding ada miras di hotel. Itu sebabnya, Popon menilai, operasi lilin tadi, merupakan tindakan sewenang-wenang dan tidak prosedural dari Kapolres Sabang. “Saya mengantongi izin sampai 2019. Seharusnya razia ini diberitahukan kepada saya sebagai penanggung jawab. Atas tindakan semena-mena ini saya akan menempuh jalur hukum,” ujarnya. Saat dihubungi, Popon mengaku sedang di Mapolda Aceh. Dia melaporkan Kapolres Kota Sabang AKBP Slamet Wahyudi dan sejumlah anak buahnya ke Dir-Propam Polda Aceh. “Saya sangat kecewa pada Kapolres Sabang, dia menegakkan hukum tapi tanpa prosedur. Mereka masuk hotel seperti menyerbu teroris, tanpa melibatkan manajemen. Harus, saat melakukan razia, manajemen hotel mendampinggi,” ungkap Popon. Masih kata Popon. Saat itu saya tanya, Pak Kapolres ini ada
apa? Tapi Kapolres berteriak. Arintonga, amankan Popon! Aritonga adalah Kanit Reskrim Polres Sabang. Terkait tuduhan musik live (Dj) dan miras, itu pun dibantah Popon. “Saat itu saya dan kawan-kawan dari Polres sedang di cafetaria, musik juga sudah mati. Tapi, dua personil Polres Sabang yaitu Dimas dan Rahmat, minta musik dihidupkan kembali,” ujar Popon. Mengenai minuman keras, kata Popon saat razia tidak ditemukan apa-apa. Anehnya, tibatiba dari tangan Aritonga, ditemukan lima kaleng bir dalam plastik. Saya tanya dimana Anda dapatkan itu? Dijawab Aritonga. Jadi, Anda tuduh kami? “Logika saja, kalau kami jual tentu tidak lima kaleng, tapi ber krat-krat dan tidak dimasukkan dalam kantong plastik, tapi lemari, kulkas atau digudang,” ungkap Popon. Tak hanya itu, Popon juga mengaku tak diterima jika tamu yang menginap di hotelnya malam itu di bawa ke Polres, di tes narkoba dan (maaf) celana dalamnya (CD) juga dibuka, untuk memastikan apakah mereka berbuat zina atau tidak. “Saya telah rugi besar. Tamu yang seharusnya menginap tiga
Di balik berita
MODUS ACEH NO 37/TH XIV 9 - 15 JANUARI 2017
9 AJNN
sampai lima malam, akhirnya check out dan pulang,” sebut Popon kesal. Itu sebabnya, dia melaporkan tindakan Kaporles Sabang di Direktorat Profesi dan Pengamanan (Propam) Polda Aceh. Selesaikah persoalan? Tidak juga, malah berbuntut panjang. Majelis Permusyawaratan Ulama (MPU) Kota Sabang, justeru meminta Hotel Sabang Hill ditutup, bila terbukti melanggar Qanun Syariat Islam. Permintaan tersebut disampaikan pada Rapat Koordinasi Polres Sabang bersama alim ulama perwakilan dari elemen masyarakat seperti pimpinan pondok pesantren, imam masjid dan meunasah, Ketua MPU Kota Sabang M Yakub Saleh, Keuchik Gampong Kuta Barat, Azhari serta sejumlah tokoh masyarakat Kota Sabang lainnya, di Aula Dhira Brata Reskrim Polres Sabang, Jumat (6/1). Pada pertemuan itu para alim ulama mengapresiasi serta menyatakan sikap dan mendukung penuh serta akan turut mengawal tindakan hukum yang dilakukan Polres Sabang. Tujuannya, agar tidak terjadi tebang pilih dalam penegakan Syariat Islam. “Kami sangat mendukung apa yang sudah dilakukan pihak kepolisian terhadap proses hukum pengelola hotel dan temuan miras. Semua yang hadir di sini sudah pasti setuju operasional Hotel Sabang secepatnya ditutup,” kata Ketua MPU Sabang, M Yakub Saleh Tak hanya itu, sambung M Yajub Saleh. “Sudah jelas itu il-
Pertemuan Terkait Sabang Hill.
egal. Karenanya Pemko Sabang selaku pemilik aset harus bertindak segera mungkin, kalau namanya untuk kebaikan bersama tentunya bukan kita saja di sini mendukung tapi seluruh masyarakat Sabang, semua pasti mendukung,” kata M Yaku Saleh yang turut diamini alim ulama lainnya. Kapolres Sabang AKBP Slamet Wahyudi SIK,MH yang memimpin rapat menerangkan kronologis, terkait tindakan razia operasi yang dilaksanakan pada malam pergantian tahun baru 2017 lalu. Saat itu, razia didukung Satpol-PP/WH Kota Sabang, dan Polisi Militer (POM) dari kesatuan TNI-AD dan TNI-AL. Bahkan, membubarkan kegiatan hiburan Disc Jokey (DJ) dan penemuan miras. Dijelaskan, awalnya aparat
mendapat informasi dari masyarakat dan langsung disikapi pada pukul 00.15 WIB, Polres Sabang melaksanakan razia gabungan dalam rangka mengamankan malam tahun baru. Razia tersebut merupakan “Operasi Rencong 2016” terhadap penginapan dan hotel-hotel yang ada di Kota Sabang, dan selanjutnya tim merazia Hotel Sabang Hill yang beralamat di Jalan Iskandar Muda, Jurong Kebun Merica, Gampong Kuta Barat, Kecamatan Sukakarya Sabang. “Saat tiba di Hotel Sabang Hill tim gabungan menemukan antara lain empat kaleng minuman keras (khamar) jenis Bir Bintang, dalam kondisi masih tertutup yang disimpan di bawah meja ruang loby hotel. Kemudian ditemukan juga dua kaleng kosong bir bekas minuman di atas meja
aula hotel yang dijadikan sebagai tempat DJ. Selanjutnya tim menemukan satu botol kosong minuman keras merek Anggur Merah, yang disimpan di balik tirai atau gorden tempat yang dijadikan sebagai ruangan DJ. “Tim juga menemukan tiga buah gelas warna putih polos yang didalamnya berisi sisa minuman keras, gelas tersebut berada di atas meja ruangan yang digunakan pengelola hotel sebagai tempat DJ,” kata Kapolres sambil menyebutkan secara rinci temuan tim. Selain itu petugas juga mengamankan sembilan perempuan yang diduga ikut dalam kegiatan hiburan malam Disc Jokey. Usai mendengar penjelasan Kapolres, salah seorang Pengurus MPU Sabang emosi. Dia malah mengancam bila operaSABANGHILL.COM
sional Hotel Sabang Hill tidak segera dicabut masyarakat akan beraksi. Menurut Tgk.Bahar, persoalan maksiat yang kerap dilakukan di Hotel Sabang Hill, bukan lagi rahasia umum bahkan sudah menjadi pembicaraan masyarakat sehari-hari. Namun, Pemerintah Kota (Pemko) Sabang, masih membiarkan hal itu berjalan sudah bertahun-tahun. “Hari ini kami sangat bangga kepada pihak Kepolisian, begitu mengetahui sudah dilakukan penindakan, masyarakat memberi apresiasi dan terima kasih kepada Kapolres Sabang, yang telah menindak dugaan maksiat di Hotel Sabang Hill,”kata Tgk Bahar. Sementara Kepala KTSP Kota Sabang Faisal, menjelaskan persoalan itu bukan hal baru, tetapi sudah berlarut-larut. Selama ini yang dilakukan hanya sebatas teguran biasa, tanpa ada penegasan yang positif sehingga pengelola menjadi manja. Padahal hotel tersebut merupakan aset daerah yaitu milik Pemko Sabang, yang dikontrakkan kepada istri saudara Indra Yoesdiansyah alias Popon dengan masa kontrak berakhir pada bulan Juli 2016 lalu. Sebenarnya yang bersangkutan sudah tidak punya hak mengelola Hotel Sabang Hill lagi. Untuk itu, guna mengembalikan milik pemerintah daerah tersebut kepada pemiliknya, pihak Pemko Sabang segera mengeluarkan surat pemutusan kontrak sekaligus, mengambil kunci, agar persoalan itu selesai. “Kita semua sudah sepakat untuk dicabut izin, sekaligus menutup kegiatannya, jadi apalagi yang ditakutkan dan ditunggutunggu,”pintanya.***
10
MODUS ACEH NO 37/TH XIV 9 - 15 JANUARI 2017
Di balik berita
■ Terkait Dugaan Pemalsuan Dokumen T Aznal
Menanti Surat Keputusan Kemendagri
Walau belum final, proses dugaan pemalsuan SK kenaikan pangkat Kepala Biro Umum Setda Aceh yang juga Plt. Walikota Sabang, T Aznal, mulai ada titik terang. Plt. Gubernur Aceh Mayjen (Purn) Soedarmo mengaku, proses persetujuan pemberhentian dari Kementerian Dalam Negeri sudah siap, namun belum dikirim dari Jakarta ke Aceh.
Juli Saidi
Teuku Aznal
“
Itu sudah diproses ke Kemendagri, minta persetujuan pemberhentian untuk memutuskan hukuman bagi yang bersangkutan. Kita usulkan dan saya lihat persetujuan dari Kemendagri juga sudah siap, tetapi belum dikirim ke kita,” begitu kata Soedarmo pada media di Banda Aceh, Rabu pekan lalu. Sebelumnya, Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Aceh Mayjen (Purn) Soedarmo, mengaku telah minta persetujuan Menteri Dalam Negeri (Mendagri) Tjahjo Kumolo. Ini sesuai aturan dan prosedur yang berlaku. “Kita ikut dan sesuai prosedur. Artinya proses tetap lanjut, kemudian kita juga sudah minta proses persetujuan Menteri Dalam Negeri untuk tindak lanjutnya. Karena memang aturannya begitu. Saya sebagai plt harus minta persetujuan Menteri Dalam Negeri,” kata Plt. Gubernur Aceh usai melakukan pertemuan dengan Kepala Satuan Kerja Perangkat Aceh (SKPA), terkait serapan Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) 2016, di Ruang P2K, Kantor Gubernur Aceh, Selasa pekan lalu. Karena itu, bagaimana tindak lanjut terhadap kasus T Aznal, menurut Soedarmo, masih harus
menunggu jawaban dari Menteri Dalam Negeri. “Sudah kita minta Minggu lalu. Kita tunggu surat keputusan Menteri Dalam Negeri seperti apa,” ujarnya. Sekedar mengulang, dugaan tersebut berawal pada saat surat keputusan (SK) itu ditandatangani Sekretaris Daerah (Sekda) Provinsi Aceh saat itu, Teuku Setia Budi, tanggal 18 Februari 2013, dengan nomor: PEG.821.22003.2013. Dan, SK tersebut, kata Kepala Inspektorat Aceh, Abdul Karim, dipalsukan dengan cara mengubah tanggal, bulan, tahun, serta memindahkan tanda tangan Teuku Setia Budi yang ada di SK jabatan sebelumnya, tertanggal 18 Februari 2012. Cara itu dilakukan dengan men-scan dan kemudian memindahkan ke SK jabatan tertanggal 5 September 2012. Hal yang sama juga dilakukan terhadap paraf para asisten. Abdul Karim mengungkapkan, modus operandi ini diketahui karena dari dua SK yang ditemukan arsipnya di Sekretariat Daerah Aceh serta Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan (BKPP) Aceh, SK jabatan diteken Sekda Teuku Setia Budi, tanggal 18 Februari 2013. Sementara, yang diteken tertanggal 5
September 2012 tidak pernah ada. Kata Abdul Karim, menurut analisis tim pemeriksa Baperjakat, motif T Aznal memalsukan SK kenaikan jabatannya saat dilantik menjadi Kabag Keuangan Biro Umum untuk mempercepat kenaikan pangkat dari III/d ke IV/ a atau lainnya. “Tindakan Saudara Aznal ini melanggar Peraturan Pemerintah (PP) RI Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri,” ujar Abdul Karim. Berdasarkan Pasal 7 PP Nomor 53 Tahun 2010, PNS yang melakukan pelanggaran disiplin berat, bisa dikenakan sanksi antara lain penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama tiga tahun, pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah, pembebasan dari jabatan, pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS, dan pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS. Badan Pertimbangan Jabatan dan Pangkat (Baperjakat) Pemerintah Aceh, Senin, 5 Desember 2016 telah memeriksa T Aznal Zahri M.Si, Kepala Biro Umum Setda Aceh yang juga Pelaksana Tugas (Plt) Walikota Sabang. Pemeriksaan itu,
antara lain, melibatkan Kepala Biro Hukum dan Kepala Biro Organisasi Setda Aceh, Kepala Badan Kepegawaian, Pendidikan, dan Pelatihan (BKPP), serta Kepala Inspektorat. Pemeriksaan berlangsung di Kantor BKPP Aceh, kawasan Lampineung, Banda Aceh. Kepala Inspektorat Aceh, Abdul Karim, yang dikonfirmasi Serambi kemarin menjelaskan, Aznal dipanggil untuk dimintai klarifikasinya terkait laporan yang masuk ke Plt. Gubernur Aceh Mayjen TNI (Purn) Soedarmo bahwa ia diduga memalsukan dokumen kepangkatan pada saat menjabat Kabag Umum untuk menjadi Kepala Biro Umum Setda Aceh. “Teuku Aznal sudah pernah kita panggil pada tanggal 21 November 2016. Tapi, saat itu, yang bersangkutan tidak hadir karena sedang mengikuti rapat persiapan pilkada serentak di Jakarta. Aznal hadir pada rapat itu dalam kapasitasnya sebagai Plt. Walikota Sabang,” ungkap Abdul Karim. Pemanggilan kedua, lanjutnya, dilakukan pada Senin, 5 Desember 2016 dan T Aznal hadir. Menurutnya, pemanggilan itu dilakukan karena setiap laporan dugaan pelanggaran oleh PNS sebelum dikenakan sanksi. Maka, tim Baperjakat wajib memeriksa apakah pelanggaran yang dilakukan itu termasuk pelanggaran berat, sedang atau ringan. Dalam laporan yang masuk ke Plt. Gubernur Aceh, kata Abdul Karim lagi, Aznal diduga mengusulkan kenaikan pangkatnya dari III/d ke VI/a dengan cara memalsukan SK kenaikan jabatannya agar cepat naik pangkat. “SK itulah yang kita periksa apakah ada yang dipalsukan atau tidak. Sebab, laporan yang masuk kepada Plt Gubernur, ada dokumen kepangkatan dan kenaikan jabatan yang dipalsukan Aznal dengan cara mengundurkan tanggal, bulan, dan tahunnya,” jelas Abdul Karim. Nah, walau telah mengaku pasrah dengan temuan Inspektorat Aceh terkait dugaan pemalsuan persyaratan administrasi untuk usulan kenaikan pangkat. Tak berarti Kepala Biro Umum Setda Aceh yang juga Plt. Walikota Sabang, Teuku Aznal, bebas dari jeratan hukum. Jika memang terbukti, Aznal bisa dijerat
Pasal 263 KUHP. Isinya, tindak pidana berupa pemalsuan suatu surat berbunyi: (1) Barangsiapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai
Mayjen (Purn) Soedarmo
bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolah-olah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama enam tahun. Pasal (2): Diancam dengan pidana yang sama, barangsiapa dengan sengaja memakai surat palsu atau yang dipalsukan seolah-olah sejati, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian. Selanjutnya, di dalam Pasal 264 KUHP ditegaskan bahwa: (1) Pemalsuan surat diancam dengan pidana penjara paling lama delapan tahun, jika dilakukan terhadap; akta-akta otentik; surat hutang atau sertifikat hutang dari sesuatu negara atau bagiannya ataupun dari suatu lembaga umum; surat sero atau hutang atau sertifikat sero atau hutang dari suatu perkumpulan, yayasan, perseroan atau maskapai; talon, tanda bukti dividen atau bunga dari salah satu surat yang diterangkan dalam 2 dan 3, atau tanda bukti yang dikeluarkan sebagai pengganti surat-surat itu; surat kredit atau surat dagang yang diperuntukkan untuk diedarkan. Pasal; (2): Diancam dengan pidana yang sama, barangsiapa dengan sengaja memakai surat tersebut dalam ayat pertama, yang isinya tidak sejati atau yang dipalsukan seolah-olah benar dan tidak dipalsu, jika pemalsuan surat itu dapat menimbulkan kerugian.***
MODUS ACEH
utama
NO 37/TH XIV 9 - 15 JANUARI 2017
11
Opini Foto KIP Bireuen
Pasangan Calon Bupati dan Wakil Bupati Bireuen.
PILKADA PELANGI DI KOTA JUANG S EPERTI 19 kabupaten dan kota di Aceh, rakyat Kabupaten Bireuen juga akan menentukan pemimpinnya pada Pemilihan Kepala Daerah (Pilkada), 15 Februari 2017 mendatang. Hari itu, nasib 450.544 jiwa rakyat di sana ditentukan untuk lima tahun mendatang. Sesuai pendaftaran dan hasil seleksi Komisi Independen Pemilihan (KIP) Bireuen beberapa waktu lalu, ada enam pasangan calon (paslon) yang siap bertarung pada kontestasi demokrasi tersebut. Mereka adalah H. Saifannur-Muzakkar A. Gani yang diusung Partai Golkar, NasDem, Demokrat dan PDA. Khalili-Yusri Abdullah (Partai Aceh), Amiruddin IdrisRidwan Khalid (PPP, PKS dan PAN). Sementara, Tgk H Muhammad Yusuf A Wahab- dr. Purnama Setia Budi, Ruslan M Daud-Jamaluddin Idris, dan Husaini M Amin (Tgk Batee)-Azwar A Gani mengadu nasib melalui jalur perseorangan atau independen. Berdasarkan daftar pemilih tetap (DPT) yang telah ditetapkan KIP Bireuen, ada 298.718 pemilih yang akan memberikan suara atau pilihannya. Rincinya, 143.885 laki-laki dan 154.833 orang perempuan. Pemilih itu tersebar di 609 desa dalam 17 kecamatan di Kabupaten Bireuen.
Di Kecamatan Gandapura misalnya, ada 40 desa dengan jumlah pemilih lakilaki 7.734 jiwa dan perempuan 8.802. Total pemilih di kecamatan paling timur Kabupaten Bireuen itu 16.536 jiwa. Di Kecamatan Makmur (27 desa dengan jumlah pemilih laki-laki 4.971 dan perempuan 5.521) total pemilih 10.492. Sementara, Kecamatan Kuta Blang (41 desa, pemilih laki-laki 7.634 serta perempuan 8.344) dengan total pemilih 15.978 jiwa. Lalu, di Kecamatan Peusangan (69 desa, pemilih lakilaki 17.327, perempuan 18.972) total pemilih 36.299 jiwa. Peusangan Selatan (21 desa, pemilih laki-laki 4.973 serta perempuan 5.350) total pemilih 10.323 jiwa. Peusangan Siblah Krueng (21 desa, pemilih laki-laki 3.857 dan perempuan 4.261 jiwa) total pemilih 8.118 jiwa. Lalu, Kecamatan Jangka yang berbatasan pesisir laut ini memiliki 46 desa, dengan pemilih laki-laki 9.639 dan perempuan 10.285. Total pemilih 19.924. Kecamatan Kuala ada 20 desa dengan pemilih laki-laki 6.434 dan perempuan 6.874. Total pemilih 13.308. Berikutnya, Kecamatan Kota Juang ada 23 desa (pemilih laki-laki 16.552 dan perempuan 17.849). Total pemilih 34.401. Kecamatan Juli 23 desa (pemilih laki-laki 10.555
dan perempuan 11.547). Total pemilih 22.102 jiwa. Di Kecamatan Jeumpa ada 42 desa dengan pemilih laki-laki 12.172 jiwa dan perempuan 12.811 jiwa, total pemilih 24.983. Kecamatan Peudada 52 desa (9.129 pemilih laki-laki, perempuan 9.691). Total pemilih 18.820 jiwa. Selanjutnya, Kecamatan Peulimbang 22 desa dengan 3945 pemilih laki-laki dan 4.041 perempuan dan total pemilih 7.986 jiwa. Disusul Kecamatan Jeunieb 43 desa (pemilih laki-laki 8.187 jiwa, sedangkan perempuan 8.820 jiwa). Total ada 17.007 pemilih. Dilanjutkan dengan Kecamatan Pandrah 19 desa (pemilih laki-laki 2.818 jiwa, perempuan 3.111 jiwa). Total pemilih 5.929. Kecamatan Simpang Mamplam 42 desa (pemilih laki-laki 9.261 jiwa, perempuan 9.245 jiwa). Total pemilih 18.506 jiwa. Di kecamatan paling barat Kabupaten Bireuen yakni Samalanga ada 46 desa dengan jumlah pemilih laki-laki 8.697 jiwa dan perempuan 9.312 jiwa. Total pemilih 18.009 jiwa. Nah, dari 17 kecamatan itu, kantong suara yang paling banyak ada di Peusangan. Di Kecamatan Ampon Chik Teuku Muhammad Johan Alamsyah ini, ada 36.299 pemilih. Urutan kedua terbanyak ada di Kota Juang (34.401) dan urutan
ketiga Kecamatan Jeumpa dengan jumlah pemilih 24.983 jiwa. Berbeda dengan Pilkada 2012 silam, Pilkada Bireuen 2017 bolehlah disebut sebagai pesta demokrasi pelangi. Ini disebabkan, para pasangan calon berasal dari berbagai profesi. Mulai dari akademisi, birokrat, pengusaha, ulama dan mantan kombatan GAM. Sebut saja Amiruddin Idris. Dia adalah akademisi sedangkan wakilnya Ridwan Khaled seorang politisi. Muzakar (birokrat), H. Saifannur (pengusaha). Dari mantan kombatan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) yaitu H. Khalili dan H. Husaini alias Tgk Batee sementara berlatar belakang ulama adalah Tgk H Muhammad Yusuf A Wahab atau akrab disapa Tu Sop. Selain itu, muncul juga calon petahana yaitu Ruslan M. Daud. Beragamnya latar belakang tadi, tak salah jika banyak pihak menyebut bahwa Pilkada Bireuen 2017 mendatang merupakan ajang kontestasi paslon pelangi. Mereka akan berjuang untuk memenangkan pertarungan, menjadi orang nomor satu dan dua di Kota Juang tersebut. Seperti apa lika-liku jelang Pilkada Bireuen 2017 mendatang? Wartawan MODUS ACEH, Muhammad Saleh dan Zulhelmi Zulhelmi, menulisnya untuk Laporan Utama pekan ini.***
12
MODUS ACEH NO 37/TH XIV 9 - 15 JANUARI 2017
utama
utama
MODUS ACEH NO 37/TH XIV 9 - 15 JANUARI 2017
13
14
MODUS ACEH
utama
NO 37/TH XIV 9 - 15 JANUARI 2017
VISI DI ANTARA AMBISI MERAIH KURSI HARIAN ANDALAS
Semua pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Bireuen mengklaim akan mendapat dukungan penuh dari masyarakat. Namun, dari sebaran pemilih, mesin partai dan militansi kader partai yang bekerja dapat diasumsikan, arus dukungan tak akan merata. AGAL pada Pilkada Bupati Bireuen 2012 silam, tak membuat Amiruddin Idris patah arang untuk bertarung kedua kalinya pada kontestasi pesta demokrasi lima tahunan di kabupaten tersebut, 15 Februari 2017 mendatang. Sebaliknya, Rektor Universitas Al-Muslim, Matang Glumpang Dua, Kabupaten Bireuen ini justru haqqul yakin akan meraup suara mayoritas alias menang. Optimisme ini tentu bukan tanpa sebab. Maklum, selain mengaku memiliki basis suara di kalangan mahasiswa, dia juga pernah menjadi Wakil Bupati Bireuen periode 2002-2007 bersama Bupati Mustafa A Glanggang. Walau sebenarnya, saat keduanya memimpin kabupaten ini, tak ada pula yang amat sangat dibanggakan. Hanya saja, saat itu, keduanya dapat duduk di kursi Bireuen-1 dan 2 karena dipilih melalui Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) setempat. Sementara, pada Pilkada 2012,
G
walau berada di urutan kedua suara terbanyak, Amiruddin Idris terpaksa bertekuk lutut dari pasangan Nurdin AbdurrahmanBusmadar yang diusung Partai Aceh, ketika itu. “Kali ini, insya Allah, saya yakin berhasil,” begitu katanya singkat pada media ini beberapa waktu lalu di Banda Aceh. Rasa percaya diri itu tentu saja bukan hanya milik Amiruddin Idris. Secara psikologis, semua pasangan calon (paslon) wajib menunjukkan sikap ksatria itu alias tak mau takluk sebelum bertarung. Begitupun, walau semua paslon Bupati dan Wakil Bupati Bireuen mengklaim akan mendapat dukungan penuh dari masyarakat. Namun, dari sebaran pemilih, mesin partai serta militansi kader partai yang bekerja dapat diasumsikan, arus dukungan tak akan merata. Selain itu, tergantung pula pada intensitas turun lapangan alias melakukan pertemuan dengan masyarakat. Nah, untuk yang satu ini, paslon Ruslan M Daud-Dja-
maluddin Idris (calon perseorangan) bisa disebut paling sering melakukannya. Lihat saja, pasangan nomor urut 1 itu hampir setiap kecamatan menggelar pertemuan dan melakukan pengukuhan tim sukses. Maklum, selain posisinya sebagai petahana, dari sisi logistik alias dana, tentu masih segar. Itu sebabnya, mereka mengklaim akan meraih suara di 17 kecamatan. Setali tiga uang, paslon Amiruddin Idris-Ridwan Khalid (nomor urut 2) juga tak bisa dipandang sebelah mata. Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Partai Keadilan Sejahtera (PKS) dan Partai Amanat Nasional (PAN) adalah mesin penggerak yang terus bekerja hingga hari pencoblosan tiba. Mereka mengklaim dan memiliki lumbung suara di Kecamatan Peusangan dan Kota Juang, Bireuen. Meski demikian, pasangan ini akan terusik dengan hadirnya kembali paslon Saifannur-H. Muzakkar A Gani setelah Mahkamah Agung (MA) mengabulkan permohonan mereka, setelah sempat dinyatakan gagal oleh Komisi Independen Pemilihan (KIP) setempat, karena tak lulus tes kesehatan. Menariknya, muncul pula paslon kombinasi antara ulama dan dokter spesialis kandungan, yaitu Tgk H. Muhammad Yusuf
Abdul Wahab (Tu Sop) dan dr. Purnama Setia Budi. Dilihat dari elektabilitas politik, pasangan ini lebih condong menjejal pemilih kaum hawa serta santri dan berbasis di dayah (pesantren). Ini sejalan dengan jumlah pemilih perempuan lebih mayoritas dari pada laki-laki. Selain itu, trik dan strategi pasangan tadi bisa disebut jitu. Mereka menjadikan dakwah sebagai media untuk merekat hubungan emosional dengan masyarakat. “Simak saja, tak ada ceramah atau kuliah tujuh menit (kultum) Tu Sop yang disiarkan melalui radio swasta yang menyinggung perasaan masyarakat dan paslon lain. Ini yang saya suka dari mereka,” kata Hasbi, seorang pedagang di Bireuen. Walau tak punya restu dari kalangan ulama, paslon Tgk H Muhammad Yusuf Abdul Wahab-dr. Purnama Setia Budi (nomor urut 3), tetap menyatakan maju sebagai kandidat. Keduanya mengusung visi; perubahan untuk Kabupaten Bireuen ke arah yang lebih baik. Pasangan ini maju melalui jalur perseorangan. Searah jarum jam, paslon Bupati Bireuen yang diusung Dewan Pimpinan Wilayah (DPW) Partai Aceh (PA) Bireuen yaitu Khalili-Yusri S.Sos, M.Si, juga tak bisa dilihat sebelah mata.
Awalnya, partai lokal itu memang sempat menggadanggadang H. Ruslan M Daud (calon petahana). Tapi, sejumlah mantan kombatan Gerakan Aceh Merdeka (GAM) kemudian menolaknya. Tarik ulur di tubuh partai itu pun terjadi walau akhirnya Ketua DPW PA Bireuen, Darwis Djeunieb, menetapkan dan mengusung H. Khalili SH. Alasan Darwis, Khalili lahir dari ‘darah’ perjuangan, sementara Ruslan tidak. Akibatnya, perpecahan di internal PA tak terhindarkan. Ada sejumlah mantan kombatan GAM yang hengkang dan lari ke kubu Ruslan. Namun, beberapa di antara mereka kembali lagi ke ‘pangkuan’ Darwis Djeunieb. Itu sebabnya, pasangan nomor urut 4 tadi masih memiliki pemilih dan kader fanatik, terutama dari warga pedalaman Bireuen. Hengkangnya sejumlah kader PA Bireuen membuat partai lokal ini semakin getol melakukan konsolidasi internal, sekaligus merestrukturisasi pengurus di tingkat kecamatan dan gampong. Tujuannya, untuk memuluskan dan memenangkan paslon Khalili-Yusri, sekaligus paslon Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh, Muzakir Manaf-TA Khalid. Calon lain yang ikut meramaikan pesta demokrasi lima
MODUS ACEH
utama
NO 37/TH XIV 9 - 15 JANUARI 2017
15 FB
tahunan itu adalah mantan kombatan GAM. Namanya H. Husaini M. Amin atau lebih dikenal Teungku Batee. Dia berpasangan dengan Azwar S.Pd. Bila dilihat dari pasangan lain, elektabilitas paslon ini memang masih relatif rendah. Tapi, pada MODUS ACEH beberapa pekan lalu, Teungku Batee justru mengaku optimis. Dia menyebut, ada strategi siput. Walau lambat, tapi pasti ‘selamat’ sebagai pemenang. Pasangan nomor urut 5 ini tampil sebagai kontestan di jalur independen atau perseorangan. Nah, dilihat dari jumlah daftar pemilih tetap (DPT), terdapat tiga kecamatan yang memiliki pemilih terbanyak seperti Peusangan (36.299 orang), Kota Juang (34.401) dan Kecamatan Jeumpa (24.983). Bila setiap paslon mampu meraup suara terbanyak di tiga kecamatan ini, maka dapat dipastikan dialah sebagai pemenang dan yang akan beruntung. Lantas, apa yang akan mereka lakukan jika terpilih? Paslon
nomor urut 1 (H. Ruslan M Daud-Drs. H. Djamaluddin Idris) misalnya, mengusung visi; terwujudnya masyarakat Kabupaten Bireuen yang sejahtera, berkeadilan dengan kebersamaan berlandaskan islami. Sementara, misinya ada lima, yaitu meningkatkan akhlak, budi pekerti, pelestarian budaya dan kearifan lokal sesuai syariat Islam, tata kelola pemerintahan yang baik, meningkatkan sumber daya manusia (SDM) melalui pelayanan kesehatan dan pendidikan, pertumbuhan ekonomi daerah dan investasi serta peningkatan sarana dan prasarana terintegrasi dan berkelanjutan. Selanjutnya, paslon Dr. H. Amiruddin Idris SE, M.Si-Drs. Ridwan Khalid (nomor urut 2); terwujudnya masyarakat Kabupaten Bireuen sejahtera, religius dan berdaya saing melalui pembangunan berkelanjutan berlandaskan MoU Helsinki dan Undang-Undang Pemerintahan Aceh (UUPA). Paslon ini juga mempunyai lima misi; men-
ingkatkan kemampuan dan kesempatan bagi masyarakat mendapatkan hak-haknya, mengembangkan ekonomi syariat, memperkuat penerapan syariat Islam, meningkatkan sistem pelayanan aparatur pemerintah serta pendampingan dan penguatan kapasitas kelembagaan pemerintahan gampong. Paslon H. M. Yusuf Abdul Wahab-dr. Purnama Setia Budi Sp.OG (nomor urut 3); menjadikan Bireuen kota yang inovatif dan mandiri berbasis nilai-nilai Islam. Misinya juga lima; mewujudkan tata kelola pemerintahan yang bersih, profesional dan transparan, menjadikan sistem dan kinerja pemerintahan yang berorientasi pada pelayanan publik. Menciptakan tata ruang Kabupaten Bireuen yang bersih, nyaman, tertata rapi dan konsisten sesuai rencana tata ruang wilayah (RTRW). Menciptakan tata ekonomi serta menjadikan Bireuen kabupaten ramah, terbuka dan berkarakter. Sementara, Paslon nomor
urut 4 (H. Khalili SH-Yusri S.Sos, M.Si, MS) memiliki visi; menuju Bireuen yang islami, mandiri, sehat, pintar dan sejahtera, dengan misi; melaksanakan dan mengamalkan ajaran dinul Islam, mempercepat pembangunan struktur dan infrastruktur dasar pertanian. Pengembangan ekonomi usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) dan industri, peningkatan SDM melalui peningkatan mutu pendidikan rakyat dan melalui pelayanan kesehatan rakyat. Paslon nomor urut 5, H. Husaini M. Amin SE-Azwar S.Pd, visinya berupa; terwujudnya masyarakat Bireuen yang agamis, sejahtera dan berbasis agribisnis yang berkelanjutan. Didukung dengan 11 misi; memperkuat pemahaman dan pengamalan syariat Islam, membangun infrastruktur dasar/pendukung, meningkatkan dan memperkuat kapasitas dan kualitas kelembagaan agama, merevitalisasi usaha-usaha pertanian tanaman pangan.
Tak hanya itu, meningkatkan kapasitas pelaku usaha UMKM, meningkatkan kapasitas SDM melalui peningkatan pelayanan pendidikan dan kesehatan, mewujudkan pemerintahan yang bersih, memperluas peranan kaum perempuan dalam pembangunan. Lalu, menegakkan supremasi hukum, mengembangkan dan melestarikan nilai budaya dan adat istiadat serta memanfaatkan sumber daya alam secara optimal dan melestarikan lingkungan. Terakhir, paslon H. Saifannur S.Sos-DR. H. Muzakkar A Gani SH, M.Si. Visi mereka; terwujudnya Kabupaten Bireuen yang adil, makmur, aman, damai berlandaskan syariat Islam. Sedangkan misi pasangan ini ada tujuh; syariat Islam, sosial, adat dan budaya, ketahanan pangan dan perekonomian masyarakat, kesehatan, pendidikan dan olahraga, reformasi birokrasi dan tata kelola pemerintahan, serta menjaga keberlanjutan perdamaian. Terakhir, lingkungan dan penanggulangan kemiskinan.***
16
MODUS ACEH
Utama
NO 37/TH XIV 9 - 15 JANUARI 2017
■ Ayah Sop dan Pilkada Bireuen
LANGKAH PERTAMA PENUH PERTARUHAN Tribunnews
Dari 19 kabupaten dan kota di Aceh yang melaksanakan pilkada serentak, 15 Februari 2017 mendatang, hanya Tgk. H. Muhammad Yusuf bin Abdul Wahab atau akrab disapa Ayah Sop alias Tu Sop satu-satunya calon kepala daerah dari kalangan ulama dayah yang tidak menggandeng partai politik. Langkah pertama penuh pertaruhan?
“
Kuatkan barisan, kita perjuangkan agar pemimpin orang yang berilmu pengetahuan agama banyak. Jadi, potensi korupsinya kecil yaitu; Ayah Sop atau Tu Sop.” ITULAH sebait kalimat yang tertulis di salah satu akun media sosial (medsos) Facebook pendukung Tu Sop, calon Bupati Bireuen pada Pilkada 2017 mendatang. Ulama Dayah itu berpasangan dengan dr. Purnama Setia, dokter spesialis kandungan di Kota Juang, Bireuen. Di akun serupa juga tertulis; saatnya Bireuen dipimpin ulama, untuk menuju Bireuen Madani! ALLAHU AKBAR......ALLAHU AKBAR......ALLAHU AKBAR......ALLAHU AKBAR! Tak hanya itu; selama ini, ulama hanya dijadikan tameng dan jembatan untuk mencapai tujuan politik. Jika ingin menjadi bupati, gubernur, anggota dewan dan berbagai jabatan publik lainnya, mereka mendatangi ulama untuk mencari dukungan dan restu. Setelah tujuan tercapai, tak jarang ulama pun ditinggalkan, sehingga krisis kepemimpinan terjadi hampir merata di seluruh negeri ini. Kemaksiatan dan kebohongan merajalela, rakyat pun apatis jadinya. *** Tampilnya Tu Sop memang menjadi fenomena dan memiliki makna tersendiri dalam pesta demokrasi 2017 mendatang. Maklum, pasca reformasi dan lahirnya perdamaian antara
GAM-RI, 15 Agustus 2005 di Helsinki, baru pada Pilkada 2017 mendatang, ada ulama dayah yang tampil sebagai kandidat dalam kontestasi demokrasi lima tahunan ini. Begitupun, kehadirannya tak semulus yang dibayangkan banyak orang. Dia sempat menuai kritik dari beberapa kalangan. Ini disebabkan, tak ingin sosok ulama tersebut terjun dalam dunia politik praktis yang kadung dinilai kotor, jahat, picik dan menghalalkan segala cara. Namun, tekad sudah bulat, langkah pun sudah diayunkan. Sepertinya, Tu Sop bismillah dan sudah siap mengambil risiko itu, termasuk mengatur strategi untuk meraih kemenangan. Bermodal posisinya sebagai ulama dan pimpinan salah satu dayah di Kabupaten Bireuen, tentu tak sulit bagi Tu Sop untuk mengumpulkan salinan kartu tanda penduduk (KTP). Sebab, dia maju melalui jalur perseorangan atau independen. Bayangkan, hanya dalam hitungan hari sejak pendaftaran dibuka oleh Komisi Independen Pemilihan (KIP) Bireuen, jumlah KTP yang berhasil diperoleh tim pemenangannya justru berlebih. Keberhasilan ini tak lepas dari peran para santri atau anak muridnya. “Menurut arahan yang kami terima bahwa penggalangan KTP untuk guru kita Ayah Sop sudah dimulai. Bagi santri, rekan, handai taulan dan
masyarakat yang berkeinginan Ayah menjadi bupati kita di Bireuen, sudah bisa mengumpulkan fotokopi KTP dan bagi yang memakai medsos (media sosial) Facebook, untuk cara pengiriman via inbox atau bisa langsung menghubungi Tgk Zainuddin Mz-Albiruny, Sekretaris Barisan Muda Ummat (BMU), Tim Relawan Ayah Sop. Terima kasih atas dukungan dan doa dari masyarakat yang mendambakan Bireuen ke depan yang Islami, Madani dan sejahtera dibawah Bendera ASWAJA. Mudah-mudahan kehadiran Ayah Rohani kita Tgk H Muhammad Yusuf bin Abdul Wahab, sebagai calon Bupati Bireuen bisa menghilangkan dahaga kita tentang sosok pemimpin ulama yang umara. Insha Allah, impian dan harapan kita akan dikabulkan Allah. Amiin...Amiin...Ya Rabbal A’lamin”. Begitulah komunikasi politik yang dimainkan tim pemenangan Tu Sop. *** Bisa jadi, kehadiran Tu Sop sebagai pelepas dahaga bagi rakyat Bireuen yang sudah lama ‘haus’ dan kadung mulai tidak percaya pada politisi, birokrat atau pengusaha untuk memimpin Kota Juang Bireuen. Itu sebabnya, ulama ini dengan mudah diterima masyarakat. Belum lagi caranya menyampai dakwah. Bisa disebut, tak pernah masuk dalam ranah politik atau menjelekkan lawan politik.
Sebaliknya, semua tudingan dibalas Tu Sop dengan pesanpesan agama. “Jangan pernah membalas fitnah dengan fitnah. Tapi, berdoalah agar dia mendapat petunjuk dan ampunan dari Allah SWT,” begitu pesan Tu Sop di banyak tempat serta pertemuan. Entah itu pula sebabnya, langkah pertama Tu Sop di kancah politik ini telah membuat sejumlah kandidat atau pasangan calon (paslon) Bupati dan Wakil Bupati Bireuen relatif kecut. Bisa disebut, mereka pun nyaris kehilangan akal untuk mampu mengimbangi arus dukungan yang terus bertambah. Ibarat bola salju, kian hari terus membesar. Itu sebabnya, banyak pihak memprediksi, Tu Sop akan meraih dan mendulang suara terbanyak. Nah, jika ramalan ini benar-benar terjadi, maka untuk pertama kali dan lima tahun mendatang, Bireuen akan dipimpin oleh seorang ulama dayah. Success story ini akan dicatat sebagai sejarah gemilang dari perjalanan politik seorang ulama. Dan, dapat dipastikan, pesta demokrasi seperti pilkada lima tahun berikutnya serta Pemilu Legislatif 2019 mendatang, akan banyak kalangan ulama dan santri yang terjun ke kancah politik. Kehadiran Tu Sop akan menjadi ikon serta spirit bagi kalangan ulama dan santri untuk terjun ke arena politik praktis. Pertanyaannya adalah
bagaimana jika Tu Sop gagal terpilih atau setelah terpilih tak mampu membawa perubahan dan kesejahteraan bagi rakyat Bireuen? Inilah pertaruhan yang harus dibayar dengan harga mahal. Bukan mustahil, citra dan kepercayaan rakyat serta umat kepada sosok ulama dalam kancah politik praktis menjadi sirna di Aceh umumnya dan Bireuen khususnya. Kehadiran ulama dalam ranah perpolitikan di negeri ini memang bukan cerita baru di negeri ini. Tak sedikit dari mereka yang memilih untuk menjadi politisi dengan kendaraan partai politik berbasis Islam maupun nasionalis. Itu sudah terjadi sejak Indonesia merdeka. Dan, gerakan ini sempat mencapai titik puncak, namun terus mengalami reduksi hingga saat ini. Misal, ada Partai Masyumi saat awal kemerdekaan dan Orde Lama. Kemudian, muncul PPP di era Orde Baru dan PBB, PKB, PKS serta PBR yang kemudian gagal meraih kursi mayoritas di parlemen. Faktanya, basis suara dari partai politik Islam terus tergerus dan berkurang, baik dalam skala nasional maupun lokal (Aceh). Hanya saja yang beda dari Tu Sop adalah dia tidak memilih jalan melalui partai politik. Itu sebabnya, langkah Tu Sop tak hanya memberi harapan, tapi juga dinilai sebagai pertaruhan.***
MODUS ACEH
hukum
NO 37/TH XIV 9 - 15 JANUARI 2017
17
■ Kasus Pemukulan dan Pengeroyokan
Abdussamad Disidang Muzakir A Hamid Kok Belum? FOTO FOTO MODUS ACEH/Juli Saidi
Abdussamad sudah beberapa kali menjalani sidang di PN Banda Aceh terkait dugaan pemukulan staf khusus Gubernur Aceh, Muzakir Abdul Hamid. Muzakir A Hamid kok belum? Juli Saidi uhammad Nabil (4) tampak tak diam. Dia mondarmandir di Pengadilan Negeri (PN) Banda Aceh, Selasa, 3 Januari 2017. Amatan media ini, Muhammad Nabil berulangkali menaiki tiang beton dan kursi untuk melihat ayahnya di ruang tahanan singgahan Pengadilan Negeri (PN) Banda Aceh. “Ayah…Ayah...Ayah eue. Bak pintoe neu dong (Ayah...Ayah lihat. Berdiri di pintu),” teriak Nabil memanggil ayahnya Ab-
M
Abdussamad di PN Banda Aceh.
dussamad di PN Banda Aceh, Selasa pekan lalu. Bahkan, Muhammad Nabil memanjat tiang beton sambil menunjukkan bungkusan HVS merek Bola Dunia. Maklum, dalam bungkusan itu, ada foto Abdussamad dengan wajah memar di bagian mata, termasuk CD rekaman pengeroyokan Abdussamad di Pendopo Gubernur Aceh. Hari itu, Abdussamad berada dalam tahanan singgahan pria Pengadilan Negeri Banda Aceh. Dia terpaksa menerima nasib, menjalani proses hukum terkait dugaan pemukulan terhadap Muzakir Abdul Hamid, staf khusus Gubernur Aceh nonaktif dr. Zaini Abdullah, di Pendopo Gubernur Aceh, Senin, 12 September 2016 lalu. Akibatnya, Abdussamad dilaporkan ke Polda Aceh. Tak lama setelah laporan Muzakir Abdul Hamid, AbMuhammad Nabil bertemu Ayahnya dussamad ditahan Abdussamad di Tahanan Singgahan di Mapolda Aceh, Pengadilan Negeri Banda Aceh, Banda Aceh. Sete-
lah berkasnya lengkap, Abdussamad ditahan di Lembaga Permasyarakatan (LP) Kajhu, Aceh Besar. Menurut istrinya Marlina (22), tepat 12 Januari 2017 mendatang, Abdussamad sudah menjalani masa tahanan empat bulan. “Ini persidangan keempat,” ujar Marlina, di PN Banda Selasa pekan lalu. Marlina sempat berharap agar proses hukum suaminya cepat tuntas. Sebab, sempat tertunda selama 21 hari. Tapi, Marlina, harus kecewa karena sidang keempat suaminya itu kembali ditunda majelis hakim PN Banda Aceh. “Sidangnya ditunda karena berkasnya belum siap,” kata Abdussamad dan Marlina di PN Banda Aceh, Selasa pekan lalu. Menurut Marlina, jaksa penuntut umum (JPU) dari Kejaksaan Tinggi Aceh, Zuhri, menjerat suaminya dengan Pasal 351 ayat (1) KUHP. Pasal ini, ancaman hukumannya lumayan tinggi, maksimal dihukum dua tahun delapan bulan penjara. “Dijerat Pasal 351 ayat (1),” kata Marlina. Sidang sebelumnya, Senin, 5 Desember 2016, pada Majelis Hakim Roni Susanta (ketua) dan Supriadi serta Muhammad Tahir (anggota), Muzakir Abdul Hamid menyebut, penyebab ia dipukul terdakwa Abdussamad gara-gara tidak mau mengurus proposal yang diajukan terdak-
wa. Menurut adik ipar dr. Zaini Abdullah ini, Abdussamad memaksa dirinya untuk memproses proposal yang pernah diajukan. Karena merasa bukan bagiannya, dia tidak mau melayani. Namun, entah karena tersinggung, Abdussamad langsung melayangkan bogem mentah ke wajahnya. “Saya tidak kenal. Dia tanya masalah proposal, itu bukan tugas saya,” katanya, awal Desember 2016 lalu. Tapi, Abdussamad membantah penyebab dia memukul Muzakir A Hamid karena masalah proposal, melainkan sikap dan respon Muzakir yang tidak bersahabat, sehingga dia tersulut emosi. “Saya hanya minta dipertemukan dengan Gubernur Zaini Abdullah, tapi dibilang tidak ada. Padahal, Gubernur ada di sana,” ujarnya. Sebenarnya, Abdussamad juga balik melapor Muzakir Abdul Hamid cs ke Polda Aceh. Karena, Abdussamad mengaku, dikeroyok ramai-ramai di Pendopo Gubernur Aceh, 12 September 2016 lalu. Nomor laporan Abdussamad terhadap adik ipar dr. Zaini Abdullah, adalah: BL/152/IX/2016/SPKT. Tapi, diakui Marlina, laporan suaminya tadi belum dilimpahkan ke pengadilan. Padahal, berbagai bukti, termasuk hasil visum, sudah diserahkan pada polisi. Tak hanya itu, dia juga memiliki rekaman singkat video
pengeroyokan pada suaminya. Sahabat Abdussamad, Amri, yang hadir di Pengadilan Negeri Banda Aceh, Selasa pekan lalu sempat memutar dan memperlihatkan rekaman tersebut pada media ini. Diduga, Abdussamad terlihat dikerumuni ramai-ramai oleh pria berbaju putih. Bahkan, ada seorang laki-laki yang diduga Kepala Dinas Sosial Aceh, Al-Hudri, seperti meninju Abdussamad. Begitupun, Al-Hudri membantah tuduhan itu. Plt. Bupati Aceh Tengah ini mengaku tidak ikut memukul. “Sepengetahuan saya, tidak merasa ikut memukul dia,” kata Al-Hudri di Anjong Mon Mata, Rabu, 26 Oktober 2016 lalu. Terkait belum terang laporan balik Abdussamad terhadap Muzakir Abdul Hamid cs, beberapa waktu lalu, Kabid Humas Polda Aceh Kombes Goenawan pada media ini mengaku, pihaknya masih menuntaskan kasus Abdussamad terlebih dulu.”Kita memproses laporan pertama dulu. Semua akan diproses. Satu dulu kita jalan biar clear duduk persoalannya. Kalau sudah selesai, baru diproses,” ujar Kombes Goenawan. Kata Goenawan, polisi tetap akan memproses laporan Abdussamad terhadap Muzakir Abdul Hamid cs. “Itu kita proses dulu, nanti kita konfrontir. Masih berjalan. Tunggu sebentar karena belum ada perkembangan,” katanya. Begitupun, menurut penjelasan Marlina, Muzakir Abdul Hamid sempat mengirim pesan singkat pada dirinya, agar laporan Abdussamad terhadap dirinya di Polda Aceh dicabut dulu. Tapi, Abdussamad, kata Marlina, menolak permintaan Muzakir Abdul Hamid tersebut. Karena jika dicabut, yang diduga ikut mengeroyoknya akan bebas dari laporan yang diadukan Abdussamad ke Polda Aceh. “Mana mau kita cabut, sementara suami saya sudah sampai ke pengadilan,” kata Marlina dalam Bahasa Aceh, Selasa pekan lalu. Amatan media ini, proses hukum Abdussamad di Pengadilan Negeri Banda Aceh tak didampingi kuasa hukumnya, Muhammad Zubir SH, dari Yayasan Advokasi Rakyat Aceh (YARA).***
18
MODUS ACEH NO 37/TH XIV 9 - 15 JANUARI 2017
Kriminal
Rabo Ngaku Tanam Bom Sulasmi Kritis Dibacok Mantan Tunangan tribratanews
Sulasmi (26) terpaksa dirawat di RSUD Tamiang setelah dianiaya mantan tunangannya. Di Idi, Aceh Timur, ISM alias Rabo harus menginap di sel setelah mengancam Tgk Usman Musa dengan teror bom. Kontributor Aceh Timur dan Aceh Tamiang ragis benar nasib Sulasmi. Dia roboh bersimbah darah setelah dibacok mantan tunangannya, Selasa, 3 Januari 17. Perempuan muda ini mengalami tindak kekerasan dengan sebilah parang, sehingga ia mengalami luka bacok di kedua tangan dan perut. Kontributor MODUS-
T
ACEH.CO (Kelompok Media MODUS ACEH dan INSPIRATOR) melaporkan. Berdasarkan keterangan Kapolres Aceh Tamiang, AKBP Yoga Prasetyo SIK, melalui Kapolsek Seruway, AKP Sumasdiono SH, penganiayaan tersebut terjadi tiba-tiba atau sekira pukul 7.00 WIB, saat korban sedang berada di dapur rumahnya. Lalu, datang pelaku dan masuk ke dalam rumah melalui pintu belakang yang terbuka dan langsung melakukan penganiayaan dengan senjata tajam secara membabi buta. “Setelah menganiaya korban, pelaku melarikan diri dengan menggunakan sepeda motor miliknya,” terangnya. Akibat peristiwa itu, korban mengalami luka sobek di lengan kanan dan kiri, serta luka sobek di bagian perut. Selanjutnya, korban yang kondisinya kritis tersebut langsung dibawa ke Rumah Sakit Umum Daerah (RSUD) Aceh Tamiang guna
Tribratanewsaceh.com
Wanita Muda Dianiaya Mantan Tunangan.
Pelaku Teror Bom Aceh Timur.
mendapatkan pertolongan medis. “Pelakunya sudah diketahui. Diduga motif penganiayaan ditenggarai sakit hati karena korban memutuskan pertunangan dengan pelaku,” ungkap Kapolsek. Saat ini, pihaknya sudah menangani kasus tersebut guna pengusutan lebih lanjut. Kasat Reskim Polres Aceh Tamiang, Iptu Ferdian Chandra S.Sos mengungkapkan, pihaknya sudah mendapat laporan atas kejadian tersebut. Petugas juga sudah mengantongi identitas pelaku penganiayaan yakni berinisial M yang diduga mantan pacar korban. “Nama pelaku sudah kami ketahui. Saat ini, masih dalam pengejaran,” tegasnya. Sementara, di Idi, Kabupaten Aceh Timur, karena terlalu lancang dan menebar teror, ISM
alias Rabo (43), terpaksa berurusan dengan aparat penegak hukum di sana. Kapolres Aceh Timur, AKBP Rudi Purwiyanto SIK, M.Hum pada Kontributor MODUSACEH.CO menjelaskan. Bermula ketika pelaku menelepon Tgk. Usman Musa yang saat itu menghadiri peresmian Dayah Bustanut Tazkirah di Desa Keude Blang. Semula, pelaku menanyakan posisi Tgk Usman Musa dan dijawabnya sedang berada di lokasi peresmian dayah. Lalu, pelaku mengatakan, “Bek lale peusijuk, enteuk Teungku jipupo lam bak pineung. Di sinan, ka lon tanom saboh bom (jangan asyik tepung tawar, karena nanti Tgk Imum melayang ke pohon pinang. Karena di sana sudah saya tanam satu bom).” Mendapat ancaman terse-
but, Tgk Usman Musa (46) kemudian menghubungi Polsek Idi Rayeuk untuk melapor. Selanjutnya, anggota Opsnal Sat Reskrim bersama anggota Opsnal Sat Intelkam Polres Aceh Timur dan Tim Jibom Kompi 2 Batalyon B Pelopor Brimob Aramia menuju lokasi untuk melakukan sterilisasi. Syukur, tidak ditemukan adanya bahan peledak di seputar lokasi peresmian dayah. Selanjutnya, anggota Opsnal Sat Reskrim dan Sat Intelkam melakukan penyelidikan terhadap pelaku dan berhasil diamankan di wilayah Peureulak. “Saat ini, pelaku sudah kami amankan guna pemeriksaan lebih lanjut,” jelas Kapolres Aceh Timur, AKBP Rudi Purwiyanto SIK, M.Hum. Inikah yang disebut: mulutmu, harimaumu? Ada, ada saja!***
MODUS ACEH
Bireuen
NO 37/TH XIV 9 - 15 JANUARI 2017
19
■ Gelar Kasus Akhir Tahun 2016 Polres Bireuen
TANPA BARANG BUKTI DAN TERSANGKA MODUS ACEH/Zulhelmi
ak seperti biasanya, kali ini press release akhir tahun Polres Bireuen dihadiri tokoh masyarakat, geuchik dan undangan lainnya. Jika dibandingkan tahun sebelumnya, siaran pers itu hanya dihadiri wartawan. Bukan hanya itu, ada juga yang tak “lazim” yaitu ekspose akhir tahun tadi tanpa menunjukkan barang bukti maupun tersangka yang ikut dihadirkan di hadapan awak media maupun tamu undangan lainnya. Hampir semua awak media yang hadir bertanya-tanya. Ada apa ini? Terkesan, ada yang ditutup-tutupi. Beberapa awak media menyebutkan, setiap gelar kasus akhir tahun, Polres Bireuen selalu menghadirkan barang bukti (BB) dan tersangka. Namun, kali ini, Kapolres Bireuen AKBP Heru Novianto tak memperlihatkan barang bukti dan tersangka. Sabtu, 31 Desember 2016 tahun lalu, jajaran Polres Bireuen mengundang sejumlah tokoh masyarakat, tak terkecuali Pem-
T Tutup tahun 2016 lalu, Polres Bireuen memaparkan berbagai kasus. Namun, tak menghadirkan barang bukti (BB) dan tersangka. Ada apa?
Zulhelmi
da Bireuen dan Ketua Dewan Perwakilan Rakyat Kabupaten (DPRK) Bireuen. Termasuk sejumlah awak media untuk mendengarkan paparan keberhasilan Polres Bireuen dalam mengungkap dan menyelesaikan kasus selama tahun 2016. Sekdakab Bireuen, Ir H Zulkifli SP, juga hadir mewakili Plt. Bupati Bireuen. Press release akhir tahun itu dilaksakan di Aula Mapolres setempat, Sabtu, 31 Desember 2016 pekan lalu. Kapolres Heru langsung memaparkan sejumlah kasus. melalui layar proyektor. Misal, keberhasilan pengungkapan data kasus. Menariknya, tak hanya kasus, jumlah dana yang diterima Polres Bireuen juga dipaparkan. Kapolres Heru menyebutkan, kasus paling menonjol sepanjang tahun 2016 yang ditangani pihaknya adalah penganiayaan di urutan pertama yang mencapai 95 kasus dari 137 kasus yang ada (70,25 persen). Kedua, curanmor 140 kasus dan ada 32 kasus yang telah diselesaikan (22,85 persen).
Urutan ketiga pencurian biasa 130 kasus (36 kasus telah diselesaikan) atau 27,69 persen. Penggelapan masuk pada urutan keempat yaitu 44 kasus dan telah diselesaikan 24 kasus (54,54 persen). Urutan kelima, narkotika, dari 81 kasus, telah diselesaikan 50 kasus (38,28 persen). Lalu, pembunuhan, 2 kasus (belum selesai), dan dugaan korupsi dua kasus (belum selesai), dugaan pengancaman dengan senpi satu kasus (belum selesai) serta dugaan terorisme, satu kasus (juga belum selesai). “Total kasus menonjol tahun 2016 sebanyak 596, yang selesai 279 kasus atau 53 persen. Kasus-kasus yang belum selesai tahun sebelumnya akan menjadi pekerjaan rumah (PR) bagi jajaran kepolisian untuk menuntaskannya,” sebut Heru. Kasus narkoba misalnya, tahun 2016, sebut Heru, tersangkanya juga meningkat dibanding tahun 2015, yaitu 149 orang; 15 di antaranya kasus ganja, 134 orang kasus sabu-sabu. Jumlah barang bukti (BB) yang berhasil diamankan, 15.676.3 gram ganja
dan 1.021.96 gram sabu. Selama ini, diakui Kapolres Heru, kasus narkoba kurang diekspos ke media. Itu lantaran anggotanya sedang mengintai bandar atau pengedar narkoba dalam jumlah banyak. “Kasus yang kita ambil nggak pernah pahe (paket hemat-red). Tapi, kita ikuti, yang kita ambil di atas ons. Memang, kami tidak pernah mengeskposnya, tapi dua bulan, Kasat Narkoba baru bekerja, sudah setengah kilo kita dapat,” sebutnya saat itu. Begitupun, saat ditanya mengapa barang bukti dan tersangka tidak dihadirkan dalam gelar kasus itu. Heru menjawab, “Bila perlu, BB dan tersangkanya nanti kita hadirkan, kita memang beda sekarang.” Tak jelas, apa maksud perbedaan menurut Heru. Namun, apa yang dijanjikan kepada awak media tak terpenuhi walau sejumlah wartawan menunggu untuk dikeluarkan barang bukti dan tersangkanya. Upaya itu tidak membuahkan hasil, sehingga wartawan yang hadir mengambil inisiatif untuk balik kanan alias pulang.***
20
MODUS ACEH NO 37/TH XIV 9 - 15 JANUARI 2017
Aceh tengah
■ Kampanye Akbar Paslon Bupati Aceh Tengah
MUCHSIN HASAN MENGHALAU FITNAH MODUS ACEH/DOK
Sekitar 40 ribu massa menghadiri kampanye akbar pasangan calon (paslon) Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Aceh Tengah, Mukhsin HasanTaufik. Politisi PKS, Bardan Saidi, mengaku, jangankan kalah, seri pun tak boleh. Sementara, anggota DPR RI Fraksi Partai Golkar asal Aceh, H. Firmandez, berjanji akan mengawal proses pembangunan di dataran tinggi Gayo. Muhammad Saleh engawali awal tahun, Minggu pagi hingga siang, 1 Januari 2017, Lapangan Pacuan Kuda Hasan Gayo di Blang Bebangka, Kecamatan Pegasing, Kota Takengon, Kabupaten Aceh Tengah dipenuhi warga di dataran tinggi Gayo. Tapi, jangan salah, tak ada pesta rakyat apalagi pacuan kuda tradisional yang kerap dilakukan dua kali dalam setahun. Maklum, hari itu digelar kampanye akbar pasangan calon Bupati Aceh Tengah periode 2017-2022, Mukhsin Hasan-Taufik MM. Itu sebabnya, ada sekira 40 ribu massa pendukung diperkirakan hadir, termasuk anggota Dewan Perwakilan Rakyat Republik Indonesia (DPR RI) dari Fraksi Partai Golkar, H. Firmandez, yang juga Ketua Korwil Aceh DPP Partai Golkar. Ada Bardan Saidi, anggota DPR Aceh dari PKS. Dan, paslon nomor urut 2 (Mukhsin HasanTaufik) yang diusung partai koalisi yaitu Golkar, Partai Demokrat, PKS, PPP dan PKB. Dalam orasinya, Muchsin Hasan mengatakan, sejak dia maju sebagai calon Bupati Aceh Tengah, berbagai fitnah dilancarkan lawan politiknya. “Saya difitnah gunakan narkoba dan banyak istri. Saya menikah 2004. Itu ada ibu saya, Hajjah Nurjannah. Tanyakan saja langsung,” kata Muchsin sambil menunjuk ibu dan istrinya di panggung utama, Minggu, 1 Januari 2017. Terkait
M
soal narkoba, Muchsin Hasan menantang lawan politiknya untuk melakukan tes urin. “Sebagai calon, kami sudah melakukan tes kesehatan selama dua hari di Rumah Sakit Zainal Abidin Banda Aceh. Hasilnya, negatif dan tidak seperti yang dituduhkan pada saya,” sebut Muchsin yang disambut Allahu Akbar oleh massa pendukung. Walau sempat diguyur hujan, tak menyurutkan semangat kader dan pendukung pasangan ini. Kata Muchsin, sejak dirinya menyatakan maju sebagai calon bupati bersama calon wakilnya Taufik, peta perpolitikan di dataran tinggi Gayo berubah. “Dan, ada yang bilang pada saya buat apa maju. Sayang jabatan Ketua DPRK Aceh Tengah ditinggalkan. Saya jawab, ‘Lebih sayang lagi jika nasib dan kesejahteraan rakyat Aceh Tengah tidak berubah.’ Karena itu, kami berdua akan berbuat dan mengabdi pada rakyat bukan kelompok. Kami sudah siap mewakafkan diri untuk rakyat Aceh Tengah,” kata Muchsin Hasan disambut aplus sekitar 40-an ribu massa yang hadir dari berbagai pelosok desa di Aceh Tengah. Muchsin Hasan yakin, Allah SWT akan mencabut kekuasaan dari siapa pun dan akan memberikan kepada siapa saja yang Allah kehendaki. “Karena itu, sabar dan berdoa kepada Allah,” ajak Muchsin kepada pendukungnya. Pasangan calon (paslon)
Muchsin Hasan-Taufik diusung Partai Golkar, Partai Demokrat, PPP, PKS dan PKB (14 kursi di DPRK) dengan suara riil hasil Pileg 2014 lalu sebanyak 40 ribu suara. Anggota DPR RI Fraksi Partai Golkar dari Dapil Aceh, H. Firmandez, yang juga Ketua Korwil Aceh DPP Partai Golkar hadir dalam kampanye tersebut. Kampanye akbar yang digelar di Lapangan Pacuan Kuda Hasan Gayo, Blang Bebangka, Kecamatan Pegasing Aceh Tengah ini diawali pembacaan ayat suci Al-Quran, lagu Indonesia Raya dan kesenian beberapa daerah seperti Gayo, Minang serta kuda lumping dan reog (Jawa). Anggota DPR Aceh dari Fraksi PKS, Bardan Saidi, menegaskan, pasangan calon Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Aceh Tengah, Muchsin Hasan-Taufik, tidak boleh kalah pada Pilkada, 15 Februari 2017 mendatang. “Jangankan kalah, seri saja tidak boleh,” tegas Bardan. Alasan Bardan, paslon ini sudah teruji dalam memimpin daerah. Muchsin Hasan adalah mantan Ketua DPRK Aceh Tengah, sementara Taufik, mantan Sekda Kabupaten Aceh Tengah. “Sebagai sesama wakil rakyat, saya cukup mengenal Muchsin. Dia politisi santun, bermoral dan paham agama,” teriak Bardan dalam orasinya itu. Tak hanya itu, lanjut Bardan Saidi, selama 15 tahun dirinya menjadi wakil rakyat di Aceh Tengah dan Aceh, dia cukup
mengenal jati diri pasangan ini, terutama Muchsin Hasan. Sebab, sama-sama pernah menjadi anggota DPRK Aceh Tengah. “Saudara Muchsin Hasan adalah pemimpin muda masa depan Gayo. Dia memiliki komitmen yang tinggi untuk membangun Aceh Tengah. Karena itu, PKS mendukungnya. Jangankan kalah, seri saja tidak boleh. Saya minta seluruh kader dan simpatisan PKS di Aceh Tengah untuk memenangkan pasangan ini,” ajak Bardan Saidi yang juga berasal dari Daerah Pemilihan Bener Meriah dan Aceh Tengah. Sementara itu, Koordinator Wilayah (Korwil) Aceh, DPP Partai Golkar, yang juga anggota DPR RI Fraksi Golkar asal Aceh, H. Firmandez, menyatakan komitmennya untuk tetap membantu dan mengawal seluruh proses pembangunan di dataran tinggi Gayo yaitu Kabupaten Bener Meriah dan Aceh Tengah. Menurut Firmandez, sebagai wakil rakyat asal Aceh dan kedua wilayah ini menjadi daerah pemilihannya, sudah menjadi kewajibannya pula untuk membantu dan memantau seluruh proses pembangunan dan politik yang terjadi. Namun, tak berarti daerah lain dia nafikan. “Intinya, Aceh tetap kita perhatikan secara serius,” kata Ketua Pemantau Dana Otsus Aceh ini. Kata Firmandez, sesuai kepercayaan rakyat dan DPP Partai Golkar, dirinya diberi tugas
untuk memantau seluruh proses politik, organisasi serta pilkada yang kini sedang berlangsung di Aceh. Semua itu tertuang dalam poin-poin tugas, fungsi dan tanggungjawabnya sebagai Korwil Aceh. “Ketua Umum Pak Setya Novanto dan Sekjen Idrus Marham selalu memantau dan berkomunikasi tentang perkembangan partai. Sebaliknya, saya juga melaporkan seluruh perkembangan yang ada, temasuk kepada Bidang Pemenangan Pemilu Wilayah I (Sumatera UtaraAceh),” ungkap Firmandez. Firmandez berjanji, jika rakyat Aceh Tengah memberikan kepercayaan pada paslon Muchsin Hasan-Taufik untuk memimpin Aceh Tengah lima tahun ke depan, maka dia akan membantu dan berusaha untuk mencari berbagai sumber dana pembangunan dari pusat atau Jakarta. “Insya Allah, banyak jalan yang bisa kita lakukan,” kata salah satu anggota Badan Anggaran DPR RI ini. Pada kontestasi Pilkada Aceh Tengah, 15 Februari 2017 mendatang, ada lima paslon yang akan bertarung. Mereka adalah paslon (independen) Usman Nudzuli dan M Bukri NS (nomor urut 1) Mukhsin Hasan dan Taufik (nomor urut 2), Alamsyah Mahmud Gayo dan Anda Suhada MM Tami (nomor urut 3), Khairul Asmara dan Zulfikar AB (nomor urut 4) serta Shabela Abubakar-Firdaus (nomor urut 5).***
Aceh timur
MODUS ACEH NO 37/TH XIV 9 - 15 JANUARI 2017
21
■ Aksi Nawan
ROCKY MENJAMIN
Bentrok antara pendukung Ridwan Abu Bakar alias Nek Tu versus kader Partai Aceh (PA) kembali terjadi. Pemicunya, salah paham antara Ridwan (Nawan) dengan pendukung paslon jalur independen tersebut. Sedikitnya, 107 simpatisan PA sempat diamankan, lalu dibebaskan karena ada jaminan dari M. Hasballah HM Thaib atau akrab disapa Rocky. Kontributor Aceh Timur ntah sudah ‘tradisi’ atau menjadi tabiat. Hampir setiap proses demokrasi seperti pemilu legislatif (pileg) dan pemilihan kepala daerah (pilkada) di Aceh, kawasan Aceh Timur, selalu ‘bergejolak’. Kalau tidak saling pukul, tembak, ya rusak dan bakar atribut. Akibatnya, daerah itu menjadi titik sentral perhatian aparat penegak hukum, khususnya jajaran Polda Aceh. Nah, aksi tak elok itu kembali terjadi, Minggu, 1 Januari 2017, sekira pukul 10.30 WIB, persis di Desa Teupin Jareng, Kecamatan Idi Rayeuk, Kabupaten Aceh Timur. Massa merusak kantor
E
Partai Aceh (PA) dan dua unit mobil minibus berstiker partai lokal ini serta mencabut sejumlah baliho yang terpasang di halaman Kantor PA. Kapolda Aceh, Brigjen Rio S Djambak, melalui Humas Kombes Pol Goenawan, mengatakan, kejadian ini berawal sekira pukul 10.30 WIB ketika tiga unit mobil yang membawa rambongan ke Desa Teupin Jareng, Kecamatan Idi Rayeuk menuju acara paslon Bupati dan Wakil Bupati Aceh Timur, Ridwan Abu Bakar alias (Nektu) dan Abdul Rani alias Polem serta paslon Gubernur Aceh Irwandi Yusuf-Nova Iriansyah di Desa Alue Bu, Kecama-
tan Peureulak Barat. Di tengah perjalanan, lanjut Kombes Goenawan, ketiga mobil tersebut berdempetan dengan mobil yang dikendarai Ridwan alias Nawan. Sehingga, mobil Nawan tidak bisa dilalui karena akses jalan sempit. Tak diam, akhirnya Nawan yang juga pernah ‘menghadiahkan’ bogem mentah untuk Din Minimi ini banting stir sampai ke bahu jalan. “Nawan beraksi karena merasa rombongan mau mencari keributan, sehingga turun dari mobil dan memukul kaca depan dengan tangan pada salah satu mobil double cabin yang mengangkut rombongan Nek Tu hingga kaca pada bagian belakang pecah,” kata Goenawan. Menurut Goenawan, insiden bentrok antara kedua tim pemenangan ini ada dua versi. Pertama, rombongan itu hendak menuju ke Balai Umara tempat diadakannya acara pertemuan tim Nek Tu. Sementara, Nawan menyusul rombongan tadi dengan mengendarai mobilnya dari arah belakang.
Sedangkan versi kedua, Nawan melarang Tim Nek Tu untuk membawa simpatisannya ke Desa Teupin Jareng, mengikuti acara salah satu paslon Bupati Aceh Timur dari jalur independen tersebut. “Merasa tidak dihargai, Saudara Nawan memukul kaca depan mobil rombongan dan langsung pergi meninggalkan lokasi,” sebutnya. Berselang beberapa jam kemudian atau sekira pukul 17.00 WIB, tim pemenangan Nek TuPolem mendatangi Posko Partai Aceh di Desa Kuala Peudawa Puntong, Kecamatan Idi Rayeuk menggunakan sekitar 30 unit mobil. Lanjut Goenawan, massa kemudian merusak Posko PA dan satu unit mobil Nissan March, nomor polisi BK 1784 IZ yang terparkir di dekat posko juga ikut dirusak. Tak puas, massa juga mencopot spanduk dan bendera Partai Aceh yang dipasang sepanjang jalan. Rombongan ini masuk dari Desa Seunebok Rambong dan keluar melalui Jalan Kuala Peudawa Puntung. Itu
sebabnya, kata Goenawan saat itu, Polda Aceh terus melakukan mediasi dan upaya penyelesaian dengan mempertemukan kedua pihak di Polres Aceh Timur. Pada media ini, Nek Tu menjelaskan, selama ini, baliho dan spanduk dirinya dan Polem (calon Wakil Bupati) selalu dikoyak. Namun, Minggu lalu, ada acara di Balai Umara, Desa Alue Bu, Kecamatan Peureulak Barat, Kabupaten Aceh Timur yang dibuat timses Irwandi YusufNova Iriansyah, calon Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh. Karena acara tersebut, Ridwan Abubakar (Nek Tu) bersama timsesnya memenuhi undangan Irwandi Yusuf. Maka, ada satu unit mobil double cabin merah ditugaskan untuk antar dan jemput massa, terutama timses yang menghadiri acara Irwandi Yusuf. Setiba di Desa Teupin Jareng, Aceh Timur, mobil tersebut ditabrak. Diduga, pelakunya kader Partai Aceh. “Selama ini, baliho kita selalu dikoyak. Kemarin itu, ada acara Irwandi Yusuf
22
MODUS ACEH
Aceh timur
NO 37/TH XIV 9 - 15 JANUARI 2017
MODUS ACEH-DOK
di Balai Umara, saya juga ada undangan. Lalu, di Desa Teupin Jareng, mobil ditabrak oleh anggota Partai Aceh. Mobil itu ada gambar saya. Mobil itu membawa rombongan ke tempat acara di Balai Umara,” kata Ridwan Abubakar, mantan anggota Dewan Perwakilan Rakyat Aceh dari Partai Aceh, Senin, pekan lalu. Lantas, jelas Nek Tu, saat ditabrak, dia sudah berada di tempat acara Irwandi Yusuf. Diketahui kemudian, pelaku penabrak mobil tadi adalah Ridwan atau yang akrab dipanggil Sinawan alias Nawan. “Saya sudah di tempat acara. Kalau yang lain, saya tidak begitu tahu apakah ada ditabrak. Pelakunya Sinawan,” ungkap Nek Tu. Itu sebabnya, usai acara di Balai Umara, datang lagi kelompok timses Nek Tu-Polem. Mereka mendatangi pelaku yang menabrak mobil tadi, namun tidak ketemu. “Pulang dari acara, timses saya datangi mereka, tapi ketemu,” ujar
Ridwan Abubakar. “Sebenarnya, bukan satu kali dia lakukan perbuatan tersebut, tapi selalu lepas. Datang anggota timses saya, tibatiba sudah dibalik mobil orang PA,” kata Nek Tu. Tapi, bukan malah reda. Kata Nek Tu, kemudian datang orang PA mengoyak lagi spanduk dan baliho miliknya dengan parang. “Mereka memang sudah siap dari dulu. Melihat ramai yang datang dan rusak baliho dengan senjata tajam, masyarakat mulai kaget,” sebutnya. Begitupun, tambah Nek Tu, tidak ada upaya apa-apa dari pihaknya. “Kita mau berdamai sama siapa, toh sesama sendiri juga. Saya selalu imbau damai dan jangan ribut. Tapi, di lapangan, kondisi dan situasinya berbeda. Selama ini, timses saya selalu pasang badan,” katanya. Tak mau meluas, aparat penegak hukum dari Polres Aceh Timur dibantu personel Tentara Nasional Indonesia (TNI)
Rusuh Timses di Aceh Timur.
langsung turun ke lokasi. Polres Aceh Timur, melakukan sweeping dan mengamankan 107 kader dan simpatisan Partai Aceh. Malam itu, mereka diangkut dengan menggunakan truk reo milik Polres Aceh Timur tribunnews.com
Hendri (30) Timses Calon Bupati Aceh Timur Ridwan Abu Bakar alias Nek Tu.
dan Yonif Raider 111/KB untuk diperiksa dan mengantisipasi terjadinya aksi susulan. Nah, setiap mobil simpatisan Partai Aceh yang dibawa oleh pemilik atau supir, didampingi anggota TNI/Polri per satu unit mobil. Pantauan media ini saat itu, ada sekira 107 kader dan simpatisan Partai Aceh (PA) yang diangkut ke Polres Aceh Timur. Tapi, mereka tak lama di sana, kemudian dibebaskan setelah adanya surat jaminan yang dibuat empat elit PA di sana. Mereka adalah H. Hasballah bin HM Thaib atau akrab disapa Rocky (42), calon petahana Bupati Aceh Timur. Kedua, Syahrul bin Syamaun alias Linud (47). Ketiga, Hamdani (50) dan keempat, Ahmadi Mustafa (53). Dalam surat jaminan itu disebutkan; sehubungan terjadinya dugaan tindak pidana kekerasan terhadap orang atau barang yang dilakukan secara bersama-sama dan atau dugaan tindak pidana pengrusakan terhadap barang, sebagaimana dimaksud Pasal 170 KUHPi-
dana dan/atau Pasal 406 KUHPidana jo Pasal 55, Pasal 56 KUHPidana, yang peristiwa tersebut terjadi pada Senin, 2 Januari 2017, sekira pukul 4.00 WIB di wilayah hukum Polres Aceh Timur. Maka, mereka berjanji tidak akan mengulangi lagi. Semua hal yang bertentangan dengan hukum dan menjaga keutuhan Pilkada Damai 2017. Kedua, semua kerugian materil yang disebabkan oleh peristiwa itu menjadi tanggung jawab mereka. Dan, ketiga, apabila tindak pidana tadi terulang kembali, maka yang bertanggungjawab adalah empat pimpinan PA tersebut. Surat tanggal 2 Januari 2017 itu juga ditandatangani Plt. Bupati Aceh Timur, Prof. Dr. Ir H. Amhar Abubakar MS; Ketua DPRK Aceh Timur, Marzuki Ajad; Dandim Aceh Timur, Letkol Amril Haris Isya Siregar SE; Kajari Aceh Timur, Muhammad Ali Akbar SH, M.Hum; dan Kapolres Aceh Timur, AKBP Rudi Purwanto SIK, M.Hum.***
iklan
MODUS ACEH NO 37/TH XIV 9 - 15 JANUARI 2017
23