NO 35/TH XIV 26 DESEMBER 2016 - 1 JANUARI 2017
Rp 7000,- ( Luar Aceh Rp 10.000,- )
MODUS ACEH
2
Redaksi
NO 35/TH XIV 26 DESEMBER 2016 - 1 JANUARI 2017
TABLOID BERITA MINGGUAN
MODUS ACEH
SUARA ANDA
BIJAK TANPA MEMIHAK
P e n a n g g u n g j awa b / Pimpin an Red aksi Pimpinan Redaksi Muhammad Saleh Direktur Usaha
Mahasiswa dan Masyarakat Aceh di Makassar Salurkan Bantuan Gempa Pidie Jaya
Agusniar Man a ger Mana
liput an liputan
Juli Saidi Editor Salwa Chaira Kar tunis/Design Kartunis/Design
Grafis
Rizki maulana Pemasaran/Sirkulasi Firdaus, Hasrul Rizal, Ghifari Hafmar M. Supral, azhari usman iklan/Sirkulasi Lhokseuma we/a ceh Lhokseumawe/a we/aceh
ut ara utara
mulyadi
Sekret aria t/ADM ta at Yulia Sari Kep ala B a gian Keuang an Kepala Agusniar Bagian I T Joddy Fachri Wa r taw a n rt Muhammad Saleh Juli Saidi ZULHELMI
Ko r e s p o n d e n Aceh Selatan Sabang Nagan Raya Takengon Aceh Besar Aceh Tenggara Gayo Lues Kuala Simpang Pidie, Langsa
M
ahasiswa dan masyarakat Aceh di Makassar yang tergabung dalam Ikatan Mahasiswa Aceh Makassar (IMAM) dan Ikatan Masyarakat Aceh (IMA) menyalurkan bantuan sebagai bentuk kepedulian terhadap korban gempa Pidie Jaya, Selasa, 22 Desember 2016. Bantuan dana senilai Rp 32.108.100 yang diserahkan secara simbolis oleh Muri Wandani selaku Sekretaris Jenderal IMA yang diterima langsung oleh Kepala Dinas Pendapatan, Pengelolaan Keuangan dan Aset Daerah (DPPKAD) Kabupaten Pidie Jaya, Drs. M. Diwarsyah.
Selain dana, IMAM dan IMA juga memberikan bantuan 40 koli pakaian layak pakai. Pakaian ini dikirim melalui Kantor Pos yang ditujukan langsung ke Posko Pusat Bantuan Gempa Pidie Jaya, ujar Muri. Kegiatan penggalangan dana dilakukan oleh mahasiswa dan masyarakat Aceh di Makassar dengan cara membuka poskoposko bantuan di Jalan Urip Sumoharjo, Makassar. Adriman selaku koordinator lapangan (Ketua IMAM) menyatakan bahwa kegiatan penggalangan dana berlangsung pada 8 Desember hingga 13 Desember 2016. Tidak hanya dana,
pakaian layak pakai juga banyak kamiterima dari sumbanganmasyarakat Makassar, ujarnya. Ketua IMA, Ir. Khairussalam, MM, M.AP dalam pesan singkatnya menyampaikan banyak terimakasih kepada warga dan mahasiswa Aceh di Makassar yang telah berpartisipasi aktif dalam aksi peduli gempa Pidie Jaya. “Terimakasih juga kami sampaikan kepada dermawan yang telah memberikan bantuan baik dalam berbentuk dana maupun pakaian layak pakai. Semoga dengan bantuan ini, dapat meringankan beban saudara-saudara kita yang ada di Aceh,” tutup Khairul.
Bener Meriah Simeulue
Alama t Red aksi Alamat Redaksi Jl. T. Panglima Nyak Makam No. 4 Banda Aceh. Telp (0651) 635322 email:
[email protected] [email protected] [email protected] [email protected] www.modusaceh.com. Penerbit PT Agsha Media Mandiri Rek Bank Aceh: 01.05.641993-1 Rek Bank BRI Cabang Banda Aceh: 0037.01.001643.30.9 NPWP: 02.418.798.1-101.000 Percetakan PT. Medan Media Grafikatama
Dalam Menjalankan Tugas Jurnalistik, Wartawan MODUS ACEH Dibekali Kartu Pers. Tidak Dibenarkan Menerima Atau Meminta Apapun Dalam Bentuk Apapun dan Dari Siapa Pun
liputan Khusus
MODUS ACEH NO 35/TH XIV 26 DESEMBER 2016 - 1 JANUARI 2017
3
Ironi Zulkifli Adam pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan. Hasil simulasi menunjukkan, jika program pembangunan sistem kelistrikan tahun 2016-2017 dilaksanakan sesuai dengan RUPTL, maka, diperkirakan akan memberikan peningkatan total nilai tambah kepada perekonomian Indonesia (indirect) yang lebih tinggi dibanding nilai tambah langsung (direct). Ini menandakan bahwa pembangunan di sektor ketenagalistrikan akan mendorong peningkatan nilai tambah sektor lainnya yang lebih banyak
ecara nasional, realisasi dan percepatan pembangunan infrastruktur ketenagalistrikan dalam Rencana Pembangunan Jangka Menengah Nasional (RPJMN) 2015-2019 merupakan salah satu arah kebijakan dan strategi pembangunan energi. Ini dilakukan melalui percepatan pembangunan pembangkit listrik. Tujuannya untuk meningkatkan kapasitas daya listrik nasional. Sejalan dengan itu, Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) telah menetapkan Keputusan Menteri ESDM, Nomor: 5899 K/20/MEM/2016 tentang Pengesahan Rencana Usaha Penyediaan Tenaga Listrik (RUPTL), PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) tahun 2016 sampai dengan 2025. Ini sejalan dengan pedoman pengembangan sistem kelistrikan PT PLN untuk sepuluh tahun mendatang. Tentu, pengembangan ketenagalistrikan tidak hanya memberikan dampak positif terhadap perusahaan itu, tapi juga memberikan efek pengganda terhadap sektor lain, yaitu berdampak positif bagi
S
dibanding di sektornya sendiri. Sektor lain yang turut mendapatkan tambahan gross value added (GVA) yang cukup besar adalah manufaktur; perdagangan, hotel, dan katering; serta sektor pertanian. Sementara, nilai tambah ikutan (induced) menunjukkan, besaran tambahan pengeluaran konsumsi yang berasal dari pendapatan/upah akibat adanya penambahan tenaga kerja dari pembangunan sistem kelistrikan sebesar 0,012 persen dan 0,03 persen pada tahun 2016 dan 2017. Di sisi ketenagakerjaan, pembangunan pembangkit listrik yang sesuai RUPTL diperkirakan akan menyerap tenaga kerja total sebesar 13.759.000 pada 2016 dan 27.167.000 tenaga kerja pada 2017. Penyerapan tenaga kerja selama dua tahun tersebut diperkirakan terjadi pada sektor pertanian (27%), konstruksi (25%), perdagangan, hotel, dan katering (16%), sektor listrik, gas, dan air (11%), serta sektor manufaktur (8%). Nah, peluang ini rupanya menjadi lirikan sejumlah provinsi di Indonesia. Tujuannya, untuk mendapatkan penambah-
an nilai lebih terbanyak akibat dari efek positif pembangunan sistem kelistrikan di Indonesia tahun 2016-2017. Dan, provinsi yang lincah menggunakan kesempatan serta manfaat itu adalah Jawa Tengah, Jawa Barat, Sumatera Utara, Riau, dan Jawa Timur. Hasil tersebut sejalan dengan rencana pembangunan sistem kelistrikan 20162017, di mana nilai investasi terbesar untuk tahun 2016 dan 2017 terdapat di wilayah-wilayah tadi. Sementara, dalam rencana investasi program pengembangan sistem ketenagalistrikan 2016 dan 2017, Aceh kebagian 138,0 pada 2016 dan bertambah menjadi 274,0 pada tahun 2017 mendatang (USD juta). Itu sejalan dengan perkiraan pendapatan operasional di sektor listrik tahun 2017 di Aceh yang mencapai 274,0 (USD juta). Peluang ini tentu saja tak lepas dari perhatian Presiden RI Joko Widodo untuk Aceh. Saat berkunjung ke Aceh (Sabang) beberapa waktu lalu, orang nomor satu di Indonesia ini menyatakan akan terus meningkatkan pembangunan supra dan infrastruktur di Bumi Serambi Mekkah, salah satunya listrik. Ini sejalan pula dengan rencana pertumbuhan investigasi di kawasan paling barat Indonesia. Itu sebabnya, melalui Kementerian ESDM, Presiden Jokowi meminta PT PLN (Persero) untuk berperan aktif di Sabang. Caranya, dengan penyediaan arus dan daya listrik yang maksimal. Perintah ini tentu saja tak lepas dari realitas yang terjadi selama ini di Sabang. Bayangkan, arus listrik padam mendadak tiga sampai empat kali setiap hari. Bahkan, pada malam hari, anak-anak tak bisa mengaji dan belajar dengan baik. Tak hanya itu, PT PLN (Persero) Wilayah Aceh memperkirakan, beberapa tahun ke depan, kapasitas pembangkit listrik yang ada saat ini di Sabang pada 2017 akan kritis. Sebab, antara daya mampu pembangkit sudah setara dengan beban yang harus dipikul, sehingga akan terjadi pemadaman bergilir. Ancaman di depan mata adalah pada tahun 2018, sistem kelistrikan di Sabang juga akan mengalami defisit. Jika kondisi ini benar-benar terjadi, maka pertumbuhan investasi seperti pariwisata, perhotelan serta resor maupun industri rumah tangga akan sangat terganggu. Bergerak dari situasi dan kondisi itulah, PT PLN merencanakan pembangunan pembangkit listrik tenaga mesin gas (PLTMG) di Desa Jaboi, Sabang yang direncanakan akan beroperasi pada 2017 mendatang. Sayangnya, rencana itu hingga kini belum ada tanda-tanda ke arah lebih baik. Sebab, hingga pekan lalu, Pemko Sabang belum mengeluarkan izin prinsip terkait lokasi pembangunan. Alasannya, sungguh sangat tidak masuk akal.
Pertama, ada empat persil tanah milik transmigrasi yang status tanahnya belum diserahkan pada Pemko Sabang. Kedua, masyarakat Gampong Jaboi telah menjadikan kawasan pantai (sebelah selatan) yang berdampingan dengan zona lokasi pembangunan di daerah Batee Tamon sebagai daerah objek wisata dan tempat transplantasi terumbu karang serta diving. Ketiga, berdampak bising dan menimbulkan dampak kumulatif. Terakhirnya, karena belum adanya arahan dari Walikota Sabang yang saat itu dijabat Zulkifli Adam. Alasan Walikota Sabang itu dibantah keras oleh seluruh perangkat Gampong Jaboi. Sebaliknya, mereka sangat berharap hadirnya pembangunan tersebut. Selain alasan menyerap tenaga kerja, juga membuat Kota Sabang menjadi terang benderang. Diakui, selama ini, Sabang mengalami pemadaman listrik secara bergilir tiga sampai empat kali sehari. Tak hanya itu, Pemerintah Aceh juga menyatakan sepakat dengan rencana pembangunan tersebut. Dasar pertimbangannya adalah demi kemaslahatan masyarakat Sabang. Namun, Walikota Sabang non-aktif Zulkifli Adam tetap sesumbar dan menyatakan tidak ada urusan dengan Pemerintah Aceh, sebab yang punya wilayah adalah Sabang! Dia keukeuh jika itu mengganggu dan merusak ekosistem lingkungan, khususnya terumbu karang, Zulkifli Adam mengaku akan tetap melawan, siapa pun dia. Sebaliknya, dia beralasan, akan mengeluarkan izin prinsip jika lokasi pembangunan tadi dipindahkan ke kawasan lain. Tapi, warga di sana menduga, itu adalah alasan yang terlalu dibuat-buat. Karena, ada sas-sus yang beredar, dari lima hektar luas areal tadi, ada seribu meter milik Nazaruddin, mantan Wakil Walikota Kota Sabang periode 20122017, yang kini menjadi rival kuat Zulkifli Adam pada kontestasi Pilkada Aceh 2017 mendatang. Jika asumsi dan dugaan ini benar, maka sangat tidak wajar jika Zulkifli Adam mencampur-adukkan persoalan pribadi dan politik dengan pembangunan kelistrikan di kota ini, yang tentu saja untuk kemaslahatan dan kesejahteraan masyarakat di Sabang. Yang jadi soal adalah keteguhan Zulkifli Adam akan langgeng dengan menolak untuk mengeluarkan izin prinsip jika dia terpilih kembali sebagai Walikota Sabang pada Pilkada 2017 mendatang. Jika tidak, maka dia akan dicap rakyat Sabang sebagai mantan kepada daerah yang jika tak elok disebut sebagai penghalang pembangunan. Kini, keputusan ada di tangan rakyat Sabang, apakah akan memilih pemimpin model dan berkarakter seperti Zulkifli Adam atau ‘menghukumnya’ dengan cara tidak memilih kembali. Nah, wartawan MODUS ACEH, Muhammad Saleh Saleh, menulisnya untuk Liputan Khusus pekan ini.***
4
MODUS ACEH NO 35/TH XIV 26 DESEMBER 2016 - 1 JANUARI 2017
liputan Khusus
■ Kota Sabang
Pulau Harapan Tersandera Kebijakan FOTO MODUS ACEH
Harapan masyarakat Kota Sabang agar arus listrik tidak lagi hidupmati tahun 2017, agaknya belum bisa terwujud. Ini sejalan dengan tidak keluarnya izin prinsip dari Walikota Sabang nonaktif Zulkifli Adam, terkait Pembangunan PLTMG 6 MW dan PLTD 6 MW milik PT PLN di Gampong Jaboi, Kecamatan Sukajaya. Alasannya, merusak lingkungan, terutama terumbu karang serta menimbulkan kebisingan dan menghasilkan limbah. Benarkah?
Peninjauan lokasi di Jaboi. APAT itu digelar di Ruang Kerja Sekretaris Daerah Kota Sabang dan dipimpin Sofyan Adam, sekira pukul 09.WIB hingga jelang ma-
R
kan siang, Kamis, 15 September 2016 lalu. Agendanya, pertemuan koordinasi masalah permohonan izin prinsip pembangunan PLTMG 6 MW dan PLTD 6 MW di Gampong Jaboi, Kecamatan Sukajaya, Kota Sabang. Rapat itu diikuti Assisten I dan II Setdako Sabang, Kepala Bappeda dan Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) hingga perangkat dan staf lainnya. Setdako Sabang Sofyan Adam, yang juga abang kandung Walikota Sabang nonaktif Zulkifli Adam, memimpin langsung rapat itu. Sebelumnya, peserta rapat sepakat bahwa pembangunan PLTMG dan PLTD Sabang, dari sisi RTRW sudah sesuai. Ini sejalan dengan pernyataan Kepala Bappeda Kota Sabang selaku Sekretaris BKPRD Kota Sabang, melalui suratnya Nomor: 050/ 593, tanggal 13 Juli 2015, mengenai Rekomendasi Kesesuian Tata Ruang. Selain itu, ada surat dari Gubernur Aceh, Nomor 671.22/ 15329, tanggal 1 September 2016, tentang Persetujuan Prinsip Pembangunan PLTMG 4 MW Kota Sabang. Nah, permohonan atas persetujuan prinsip itu, diakui masuk ke Pemko Sabang, tanggal 30 Desember 2016. Meski begitu, izin prinsip belum juga keluar dan proses di-
lapangan, kabarnya terus berjalan. Padahal, menurut peserta rapat tadi, ada emapt persil (sebidang tanah dengan ukuran tertentu yang diperuntukkan untuk perkebunan atau perumahan), milik warga transmigrasi yang belum diserahkan kepada masyarakat. Sebaliknya, bisa jadi sudah diserahkan ke Pemko Sabang. “Jangan sampai tanah Pemko ikut terjual ke pihak PLTMG. Mohon pihak DPPKKD untuk segera melakukan cross chek ke pihak terkait,” begitu perintah Setdako Sabang, Sofyan Adam. Sempat muncul pertanyaan dari peserta rapat, mengapa proses keluarnya izin prinsip berlarutlarut? Sebab, meski telah sesuai dengan RTRW yang merupakan kawasan industry, namun secara impirisnya saat kegiatan sosialisasi terjadi, ada beberapa pendapat yang berkembang tapi tidak disampaikan ke permukaan. Misal, tulis peserta rapat tadi dalam natulensinya. Jaboi ingin dijadikan sebagai gampong wisata dan mereka sedang gencarnya melakukan penanaman terumbu karang terutama di lokasi Batee Tamouen. Bahkan, Panglima Laot Jaboi, sudah mengingatkan. Boleh dilakukan pembangunan dengan catatan tidak merusak lingkungan dan tidak
menghambat rencana gampong untuk penetapan lokasi wisata. Selain itu, dari permohonan yang disampaikan jelas akan dilakukan pembangunan dua pembangkit listrik yaitu PLTMG 4 MW dan PLTD 6 MW, yang dari sisi lingkungan nilai peserta rapat, jelas ada dampak polusi terutama mesin diesel yang menggunakan solar sebagai pembangkitnya serta suara yang dihasilkan pada saat mesin beroperasi. Ini sangat tidak relevan jika disandingkan dengan daerah wisata di Gampong Jaboi. Secara prospek RTRW, Jaboi adalah Kawasan Industri, namun peserta rapat mengusulkan agar melihat kemauan masyarakat Gampong Jaboi, untuk menjadikan daerah itu sebagai gampong wisata. Maka, tidak tertututp kemungkinan bagi Bappeda untuk menjadi bahan masukan dan pertimbangan dalam melakukan revisi RTRW yang sudah ada. Mengingat boleh dilakukan revisi terhadap RTRW, jika tidak sesuai dengan perkembangan daerah dan kemauan masyarakat setempat dengan tidak mengabaikan daya dukung lingkungan. Nah, sesuai dokumen natulensi rapat yang diperoleh media ini mengungkapkan. Bustamam (Bidang Aset, DPPKKD)
liputan Khusus berpendapat. “Kita sudah pernah minta peta aset tanah di Kantor Transmigrasi Aceh, namun hingga sekarang belum ada jawaban. Untuk lokasi yang dimintakan pihak PLTMG, belum sampai masuk tanah polisi air. Akan coba kita cross chek kembali ke pihak Transmigrasi Aceh,” sebutnya. Pendapat Bustama, disambut Anas Fahruddin, Kepala Bappeda Kota Sabang. “Harus kita pastikan titik koordinat terhadap lokasi tanah yang diajukan pihak PLTMG. Secara RTRW sduah sesuai dengan peruntukkan Jaboi sebagai kawasan industry, sesuai surat Kepala Bappeda Kota Sabang, selaku Sekretaris BKPRD Kota Sabang, Nomor 050/593, tanggal 13 Juli 2015, tentang Rekomendasi Kesesuaian Tata Ruang,” katanya. Namun, tata prosedur terhadap suatu permohonan kegiatan usaha harus terlebih dahulu ada izin Kesesuaian RTRW, baru diikat izin prinsip. “Memang, kalau dilihat perkembangan dan kemauan masyarakat Gampong Jaboi, cenderung kearah konsep pengembangan pariwisata dan saat ini mereka sekarang sedang gencar-gencarnya berbenah terhadap kebersihan dan keindahan gampong dengan salah satu objek Batee Tamon yang sedang digalakkan penanaman terumbu karang,” ujar Fahruddin. Tak jelas, apakah Fahruddin ada bertemu dengan masyarakat Jaboi atau tidak, tapi dia mengklaim bahwa masyarakat
Gampong Jaboi, sudah pernah mengatakan bahwa boleh dilakukan pembangunan apa saja asal tidak merusak pariwisata yang ada di Gampong Jaboi. Itu sebabnya, Fahruddin mengusulkan agar tahapan pembebasan lahan dilakukan dengan dua tahap yaitu, perencanaan dan penetapan Lokasi yang melibatkan adanya Izin Prinsip dan Izin Lokasi dengan luas di atas lima hektar dan itu menjadi kewenangan Gubernur Aceh. Kecuali telah didelegasikan ke daerah. Sosialisasi juga sudah dilakukan di Gampong Jaboi, tanggal 24 Maret 2016, kata Fahruddin. Nah, pembahasan rencana pembangunan tadi, rupanya sudah pernah dilakukan. Itu diakui Agusri, Kepaal BLH Kota Sabang. Katanya, pembangunan PLTMG 4 MW dan PLTD 6 MW di Jaboi, sudah pernah dilakukan pembahasan terhadap Dokumen UKL-UPL, dengan pertimbangan kesesuaian RTRW. Dan, tidak berada dalam Kawasan Hutan Lindung, dengan kapasitas pembangkit yang diajukan tidak di atas 10 MW. Selain itu, hasil pemeriksaan tahap awal sudah dilakukan dan ada beberapa perbaikan yang harus dilakukan oleh pemrakarsa, termasuk belum adanya izin prinsip yang dimiliki pemrakarasa. Ini merupakan syarat tambahan bagi pihak BLH Kota Sabang dalam memberikan rekomendasi UKL-UPL. Selanjutnya, Asisten Administrasi Sekdako Sabang, Drs.
MODUS ACEH NO 35/TH XIV 26 DESEMBER 2016 - 1 JANUARI 2017
Kamaruddin mengaku. “Seingat saya kita sudah pernah mengeluarkan rekomendasi untuk PLTD 6 MW di Aneuk laot, dan entah sebab apa tidak jadi dipergunakan. Bahkan yang ada dilakukan pembangunan PLTD 6 MW di tanah pemerintah yang statusnya di sewa sedangkan sebagian lagi belum diketahui dengan jelas,” ungkap dia. Terhadap rencana Pembangunan PLTMG 4 MW danPLTD 6 MW di Gampong Jaboi, Kamaruddin mengaku tidak begitu mengetahui perkembangan dari awal. “Secara RTRW memang benar bahwa kawasan Industri diperuntukkan mulai dari Balohan hingga Jaboi. Mengapa tidak dialihkan saja pembangunan PLTMG dan PLTD tersebut ke Balohan, mengingat sama-sama sebagai Kawasan Industri dan bila dipindahkan ke Balohan, artinya sangat mendukung terhadap perkembangan Master Plan BPKS mengenai pengembangan kawasan pelabuhan,” usul Kamaruddin. Menurut Kamaruddin, sejak dulu Jaboi telah bergerak ke arah pariwisata sehingga perlu dilakukan mediasi antara Pemerintah Kota Sabang dengan PT. PLN (Persero). Tujuannya, untuk membicarakan hal tersebut dan menghindari kesan bahwa Pemerintah Kota Sabang menolak program pembangunan PLTMG dan PLTD di Jaboi. Tak hanya itu, menurut Kamaruddin, pemberdayaan potensi daerah Gampong Jaboi oleh masyarakat setempat menuju daerah wisata juga perlu dipertimbangkan, sehingga dengan tidak mengesampingkan pembangunan infrastruktur sektor energy listrik dengan mengalihkan ke lokasi lain. Setidaknya di kawasan Balohan agar sesuai dengan Master Plan BPKS,” usul dia. Namun, pendapat Kamaruddin ditanggapi Anas Fahruddin, Kepala Bappeda Kota Sabang. Katanya, rencana pembangunan PLTMG dan PLTD di Gampong Jaboi sudah dua kali dilakukan pemaparan di depan Tim BKPRD. Hasilnya, ada kesesuaian RTRW pada saat itu karena Jaboi merupakan Kawasan Industri dan pada saat itu juga dilakukan pembahasan tentang kabel bawah laut sehingga ada koneksi antara listrik panas bumi Jaboi dengan kabel bawah laut yang akan diarahkan ke Neuheun, Kabupaten Aceh Besar. Begitupun, diakui Anas, Rekomendasi Kesesuaian Tata Ruang yang dikeluarkan Kepala Bappeda se-
laku BKPRD, bukan merupakan izin. “Apabila masyarakat Gampong Jaboi berkeinginan untuk menjadikan daerah mereka sebagai kawasan pariwisata serta adanya pernyataan dari masyarakat sendiri melalui Panglima Laot, yang menyatakan boleh dilakukan pembangunan asal tidak mengganggu pariwisata, maka bisa dialihkan lokasi pembangunan PLTMG dan PLTD tersebut ke Balohan, yang juga merupakan Kawasan Industri dan sesuai dengan Master Plan BPKS,” tambah Anas. Masih kata Anas. “Kita juga harus mempertimbangkan apabila menjadi kendala terhadap dibangunnya PLTMG dan PLTD, bila suatu ketika terjadi defisit listrik, PT. PLN (persero) bisa jadi akan menolak melakukan investasi listrik, mengingat sudah pernah dilakukan penolakan terhadap pembangunan PLTMG dan PLTD yang mereka ajukan di Gampong Jaboi kepada Pemerintah Kota Sabang. Karena, persetujuan prinsip terhadap pembangunan kedua pembangkit tersebut sudah didukung oleh Gubernur Aceh, melalui surat Nomor 671.22/15329, tanggal 1 Desember 2016,” ungkap Anas, setengah khawatir. Entah bagaimana ceritanya, Sofyan Adam, S.H, Sekretaris Daerah Kota Sabang juster berpendapat lain. Katanya, harapan masyarakat Gampong Jaboi harus dipertimbangkan dan diperhatikan agar pelaksanaan pembangunan baik di sektor apapun, akan lebih mudah dilakukan karena adanya dukungan masyarakat setempat. “Bila revisi RTRW dapat diperbolehkan sepanjang sesuai peraturan maka perlu dilakukan beberapa perubahan bila dirasa tidak sesuai lagi rencana peruntukannya,” sebut Sofyan Adam,
5
terkesan mengiring peserta rapat untuk menolak rencana itu. Sebaiknya, keinginan masyarakat Gampong Jaboi cenderung perkembangan ke arah pariwisata, karena itu lokasi pembangunan PLTMG dan PLTD dapat dialihkan ke Balohan yang juga merupakan Kawasan Industri, sebagai pengganti lokasi Jaboi yang sama-sama merupakan Kawasan Industri menurut RTRW Kota Sabang Tahun 2012-2032 atau lokasi lainnya yang tidak dalam pengembangan pariwisata, timpa Sofyan Adam. Terkait surat Gubernur Aceh Nomor 671.22/15329, tanggal 1 Desember 2016, perihal Persetujuan Prinsip Pembangunan PLTMG dan PLTD tersebut, menurut Sofyan Adam harus dijawab dan tindaklanjuti segera. Nah, keinginan Sofyan Adam, diamini M. Daud, S.E.,MM, Asisten Ekonomi dan Pebangunan Sekda Kota Sabang. “Kita harus sepakat untuk menjawab surat Guberur Aceh dan memanggil pihak PT. PLN (Persero), untuk membicaraka pemindahan lokasi pembangunan di Balohan atau lokasi lainnya yang tidak dalam pengembangan wisata,” lanjut M. Daud. Masih kata M Daud. “Perlu dibuat semacam SOP terhadap pelaksanaan invesatasi di Kota Sabang dan lebih dulu harus diperoleh apakah izin prinsip atau izin kesesuaian tata ruang dengan berkoordianasi pada dinas terkait dan aturan lainnya yang terkait,” papar dia. Yang menarik, walau tidak dihadiri unsur kecamatan dan gampong, rapat tadi justeru menghasilkan beberapa kesimpulan. Misal, membuat surat balasan terhadap surat Gubernur Aceh Nomor: 671.22/15329, tanggal 1 September 2016, peri-
6
MODUS ACEH NO 35/TH XIV 26 DESEMBER 2016 - 1 JANUARI 2017
hal Persetujuan Prinsip Pembangunan PLTMG 4 MW dan PLTD 6 MW. Isinya, Pemko Sabang menyambut baik maksud dari Pembangunan PLTMG dan PLTD tersebut, namun lokasi yang dimintakan perlu dilakukan pemindahannya ke lokasi lain, mengingat ada beberapa hal yang perlu disampaikan yaitu; keinginan masyarakat Jaboi yang cenderung pengembangannya kearah pariwisata sehingga tidak memunkinkan untuk dilakukan pembangunan tersebut di Gampong Jaboi. Sebab, di lokasi pembangunan tersebut sudah ada objek wisata Batee Tamoeun yang sedang gencar-gencarnya dilakukan pengembangan terumbu karang. Ketua, adanya pernyataan Panglima Laot Jaboi bahwa, boleh dilakukan pembangunan apapun di Gampong Jaboi, asal tidak merusak pariwisata yang sudah ada dan yang sedang dilakukan pengembangan. Selain itu, juga disinggung status tanah yang lokasinya diajukan sebagai lokasi rencana pembangunan PLTMG 4 MW dan PLTD 6 MW, karena masih diragukan status kepemilikannya, terutama ada empat persil milik transmigrasi yang belum diserahkan ke Pemerintah Kota Sabang. Itu sebabnya, perlu dilakukan revisi terhadap RTRW Kota Sabang Tahun 2012 – 2032, mengingat ada beberapa lokasi atau wilayah yang mengalami perubahan peruntukkan seperti Gampong Jaboi yang cenderung pengembangan wilayahnya ke arah pariwisata. Benarkah? Inilah pengakuan Pejabat Keuchik Gampong Jaboi Ramli Usman (56). “Siapa bilang, masyarakat tidak setuju. Kami sangat setuju. Sebab, jika pembangunan listrik ini jadi, masyarakat sekitar akan mendapat lapangan pekerjaan,” tegasnya. Apakah tidak menganggu kawasan wisata? “Siapa bilang menganggu. Tidak ada rencana untuk pariwisata di lokasi ini. Apalagi jika disebut bising,” ungkapnya. Bahkan, kabarnya masyarakat menolak? “Tidak ada yang menolak, kami sudah duduk rapat di Jaboi, malah masyarakat berharap jadi dibangun,” sebut Ramli Usman. Menurut Ramli, bukti dari keseriusan dan keinginan warga setempat hadirnya proyek listrik tersebut, mereka rela memberikan lahan untuk pembuatan jalan secara gratis. “Apakah ini masih kurang bukti bahwa masyarakat Jaboi menerima proyek itu. Jadi, kalau ada yang bilang masyarakat Jaboi menolak, itu bohong,” tegas Ramli.***
liputan Khusus
Zulkifli Adam: Gubernur Tak Tahu, Saya Lebih Paham! Walikota Sabang nonaktif Zulkifli Adam tetap bertahan dan tidak mau mengeluarkan izin prinsip pembangunan PLTMG dan PLTD di Jaboi, Sabang. Alasannya, merusak terumbu karang dan ancaman polusi laut. Dia pun mengaku akan bergeming walau ada rekomendasi dari Gubernur Aceh. Saya lebih tahu dan paham Sabang!
etahana calon Walikota Sabang pada kontestasi Pilkada 2017 mendatang ini mengaku punya alasan kuat, mengapa dirinya tak mau mengeluarkan izin prinsip. Dihubungi media ini, Rabu pekan lalu melalui telpon seluler, Zulkifli Adam sesumbar dengan pendapatnya itu. “Jadi begini. Kebetulan itu dibangun di pinggir laut, sementara laut Sabang terbersih tingkat Indonesia selama beberapa tahun. Kemudian, laut Sabang menjadi percontohan laut di Indonesia. Sekarang, apabila dibangun listrik di pinggir laut, otomatis akan dibangun juga jembatan darurat atau jembatan sementara. Itu akan merusak terumbu karang,” jelas. Menurut Zulkifli Adam, Pusat Listrik Tenaga Diesel (PLTD) dan Pusat Listrik Tenaga Mesin Gas (PLTMG) itu otomotis akan mengeluarkan oli dan minyak bekas dan itu akan mencemari laut. “Makanya, saya tidak mengeluarkan rekomendasi dan tolong dipindah ke daerah lain, jangan di pinggir laut. Kalau di pinggir laut, tetap tidak akan saya keluarkan. Pokoknya, jangan di pinggir laut. Karena kita berpikir untuk masa depan Sabang. Sabang tujuan daerah wisata. Masak dicemari oleh semua itu!” gugat Zulkifli Adam. Bagaimana jika PT PLN membuat bunker dan tidak akan mencemari laut? Kata Zulkifli Adam, “Saat ini, memang mereka bilang apa aja boleh. Tapi, bila sudah berjalan, siapa yang bertanggungjawab,” ujarnya. Terkait adanya Surat Keputusan Gubernur Aceh nomor: 590/733/2016 soal penetapan lokasi, ini artinya, sudah melalui telaah mendalam? Itu dibantah Zulkifli Adam. “Gubernur tidak ada di tempat. Tidak tahu di mana lokasinya dan yang tahu saya. Saya mantan supir truk. Jadi, tahu sekali Sabang dan di mana lokasi tujuan wisata yang harus dikembangkan di Sabang dan mencemari laut. Jika mencemari laut, tetap tidak boleh,” tegas Zulkifli Adam. Bukankah kehadiran pembangunan listrik tadi untuk kemudahan masyarakat Sabang juga? “Oke, ada juga yang sedang dibangun di Jaboi yaitu geotermal. Itu kan tidak mencemari lingkungan. Bagi saya,
P
MODUS ACEH-DOK
Zulkifli Adam
tetap tidak boleh. Kita tidak berpikir saat ini, tapi masa depan. Cari saja daerah lain. Kenapa harus di pinggir laut?” sebutnya berulang-ulang. Ada kabar menyatakan, ketidak-setujuan Anda karena di lokasi itu ada tanah Nazaruddin (Tgk. Agam), yang menjadi rival kuat pada pilkada mendatang? “Tidak ada urusan. Tanah Teungku Agam di daerah lain. Saya tanda-tangani izin prinsipnya. Kenapa, karena tidak ada masalah, memang tidak mengganggu kelestarian alam, tidak mengganggu perkembangan wisata. Apabila mengganggu kelestarian dan keindahan laut, mengganggu kegiatan wisata yang sedang dikembangkan, tetap tidak saya keluarkan izin,” tuturnya. Terkait persetujuan prinsip yang dikeluarkan Kepala Bappeda Sabang, Anas Fahruddin, tanggal 13 Juli 2015 lalu. Zulkifli Adam menegaskan, “Bappeda tidak bisa mengeluarkan izin, yang mengeluarkan izin rekomendasi itu Badan Lingkungan Hidup (BLH). Dalam ketentuan BKN, apabila walikota tidak merekomendasikan, maka tetap tidak bias,” ujarnya. Jadi, Anda tetap bertahan tidak akan mengeluarkan izin? “Apabila di pinggir laut, tidak akan saya kasih, walaupun sudah ada SK Gubernur Aceh. Tidak ada urusan. Pokoknya selama mencemari laut Sabang, akan merusak laut Sabang, akan merusak wisata Sabang, tetap saya larang,” tegasnya. Bukankah, kawasan Jaboi
tidak termasuk kawasan wisata? “Oke, tapi masyarakat Jaboi telah mengembangkan wisata di sana. Pokoknya, laut Sabang tidak boleh tercemar. Sebagai walikota, saya tidak bisa kita pikir untuk sekarang. Jangan setelah tercemar baru dibuat pencegahan.” Lantas, bagaimana dengan ancaman 2017, Kota Sabang akan defisit daya dan mengalami pemadaman bergilir? “Itu tidak mungkin. Itu hanya cerita dongeng,” bantah Zulkifli Adam.***
liputan Khusus
MODUS ACEH NO 35/TH XIV 26 DESEMBER 2016 - 1 JANUARI 2017
7
Pemko Sabang Bohong, Masyarakat Sangat Berharap dan Setuju Seluruh perangkat Gampong Batee Tamon (Jaboi), Kecamatan Sukajaya, Kota Sabang membantah pengakuan Walikota Sabang nonaktif Zulkifli Adam yang menyebutkan lahan itu merupakan kawasan wisata, termasuk akan merusak terumbu karang serta pencemaran lingkungan. Berikut rangkuman pendapat mereka pada wartawan MODUS ACEH, Muhammad Saleh Saleh, yang langsung terjun ke lokasi, Selasa pekan lalu.
Kaur Pemerintahan Gampong Jaboi, Muhammad Husein (46) FOTO-FOTO MODUS ACEH
pa betul masyarakat Jaboi menolak pembangunan PLTMG dan PLTD? Apa? Menolak? Itu tidak benar! Berbalik dengan fakta dan aspirasi masyarakat Batee Tamon (Jaboi) yang sebenarnya. Tanggal 1 April 2016, pihak PLN telah melakukan konsultasi publik. Hasilnya, semua warga setuju. Jadi, kalau ada yang mengaku tidak setuju, mungkin ada warga lain yang tidak setuju. Tidak ada satu pun warga Batee Tamon (Jaboi) yang tak setuju. Sebab, di lokasi itu hanya ada dua warga atau rumah. Bahkan, lokasi itu pun tidak mengganggu. Limbah yang dihasilkan juga dibuat tempat penampungan di areal lima hektar. Jadi, kalau ada yang menyatakan tidak setuju, itu karangan pihak tidak bertanggungjawab. Sebab, kami sudah rapat dan ada absensi rapat. Jujur saja, saya bisa emosi mendengar perkataan seperti itu. Sebab, informasinya simpang siur. Kami ini perwakilan masyarakat, sudah setuju. Ada geuchik, kepala jurong, ketua pemuda dan Tuha Peut. Bahkan, dua minggu lalu, ada rapat di kantor geuchik. Hasilnya, kami sudah sepakat untuk membuat kesepakatan bersama dan kami kirim ke Walikota Sabang, Gubernur dan PLN. Jika tidak ada persetujuan, PLN akan mengalihkan anggaran ke daerah lain? Inilah yang jadi masalah dan kami khawatirkan. Tidak ada
A
persoalan dengan pembebasan lahan. Jika ada anggapan bahwa ada lahan Tgk. Agam (Nazaruddin--calon Walikota Sabang), saingan berat politik (Zulkifli Adam), itu picik sekali dan terlalu kekanak-kanakan. Kami tidak sekolah, tapi kami tetap berpikir bagaimana menciptakan lapangan pekerjaan. Kalau ada pejabat Pemko Sabang tidak setuju, itu dasarnya apa? Kapan mereka ada duduk rapat dengan kami di gampong, sehingga mereka mengklaim bahwa rakyat tidak setuju?! Soal limbah dan kebisingan, itu pun aneh, sebab lokasinya jauh dari warga. Soal merusak terumbu karang, lokasinya juga jauh. Soal pariwisata, tidak ada ketentuan tersebut. Itu hanya pemikiran kami tahun 2010 untuk meningkatkan pendapatan warga. Tidak ada konsultasi dengan pemerintah atasan. Jadi, bagaimana mereka klaim ini kawasan pariwisata? Nah, begitu ada rencana proyek tadi, tentu kami sambut baik. Bagaimana mengembangkan pariwisata kalau listrik dan air tidak ada? Sementara, air baru bisa naik jika ada listrik. Awalnya, kami perangkat gampong masih menahan jika ada warga yang ingin demo ke kantor walikota. Tapi, kalau sudah begini, kami tidak lagi menyuruh dan melarang, terserah warga saja. Apa yang terjadi, ya terjadilah. Dulu mereka minta, kami sebutkan jangan. Buat apa ada kami, orang tua gampong?***
Pejabat Geuchik Jaboi, Ramli Usman (56) MASY ARAKA MASYARAKA ARAKATT setuju sekali. Jika jadi, bisa bekerja di sana. Itu yang kami harapkan. Masyarakat malah meminta, kalau disebutkan lokasi pariwisata, tidak ada di sini, yang ada di gunung berapi. Masyarakat tidak menolak, malah harus jadi. Proyek ini juga perintah Presiden Jokowi saat ke Sabang. Nah, kalau perintah Jokowi sudah berani ditolak, saya ndak tahu harus berpikir dan berkata apalagi. Tidak ada kebisingan. Ini memang lokasi industri. Nah, kenapa tiba-tiba ditetapkan sebagai kawasan wisata? Jadi, jangan mengada-ada.***
Yusrizal (42), Warga Ulee Jurong Gampong Baro TIDAK ada warga yang menolak. Itu tidak benar! Kalaupun ada, hanya oknum yang mau menggagalkan proyek ini. Sebenarnya, semua masyarakat mendukung, minimal ada terserap tenaga kerja. Luas lokasinya ada enam hektar dan itu tanah warga, tapi belum ada pembebasan dan baru tahap perhitungan pohon. Buat apa kami tolak? Kalau jadi, paling tidak, ada warga di sini yang bisa bekerja, minimal cleaning service. Jangan sampai pengeboran panas bumi yang telah gagal terulang kembali pada proyek ini. Kondisi listrik kami saat ini, satu hari bisa terjadi pemadaman tiga kali di Sabang. Istri saya mengajar ngaji malam hari, tiba-tiba listrik mati dan terpaksa menghentikan belajar ngaji. Jadi, daya listrik di Sabang sangat-sangat tidak memadai. Kalau listrik tidak memadai, bagaimana mau datang investor ke Sabang.***
8
MODUS ACEH NO 35/TH XIV 26 DESEMBER 2016 - 1 JANUARI 2017
liputan Khusus
M. Isa (39), Ulee Jurong Meunasah Tuha SA YA pikir, sebagai seorang SAY pimpinan, harusnya berpikir untuk kesejahteraan masyarakat. Bukan sebaliknya, membuat rakyat sengsara. Saya orang bodoh dan sudah lelah. Ibarat tepung, apabila banyak, maka bisa buat semua kue. Nah, jika ada listrik, semua bisa kami kerjakan. Apakah mereka tidak berpikir untuk kesejahteraan rakyat Sabang? Ingat! Bukan hanya untuk warga Jaboi. Jadi, picik sekali cara berpikir mereka. Kalau proyek itu gagal, alangkah kecewanya rakyat Sabang. Kondisi hari ini, nasib rakyat Sabang kenyang-lapar. Nah, jika ada proyek seperti PLN
ini, tentu bisa menyerap tenaga kerja. Anak-anak kami juga bisa mengaji dan belajar dengan baik pada malam hari karena ada jaminan listrik. Soal dampak lingkungan? Tidak ada itu. Mayoritas warga tidak mempermasalahkan. Kalaupun ada sedikit pantai, itu tidak terganggu. Bahkan, Pemko Sabang belum mengakui kawasan itu adalah areal wisata. Di Jaboi, kawasan wisata itu adalah vulkano. Tapi, apa alasan sebenarnya, sehingga Zulkifli Adam tidak mengeluarkan izin? Itu saya tidak tahu persis. Saya yang tidak sekolah saja tak berpikir seperti itu. Ada pertanyaan dari warga,
apakah proyek itu tidak jadi? Saya sampaikan, berdoalah. Kami tidak berjuang untuk pribadi, tapi demi masyarakat Sabang. Kalau dampak, justru geotermal yang berbahaya. Awalnya warga tidak setuju, tapi Pemko Sabang memaksa dan akhirnya kami setuju. Kok, proyek PLN itu tidak berdampak pada warga, kenapa justru Pemko Sabang sendiri tidak setuju? Ini kan aneh! Apa yang kami sampaikan ini bukan pendapat pribadi, tapi warga. Boleh Anda kumpulkan warga Jaboi dan tanyakan satu per satu apa pendapat mereka? Pasti setuju.***
Hamdan (42) Panglima Laot Jaboi SAA SAATT itu, ada datang tiga orang dari Kantor Gubernur Aceh, dan lima orang dari PLN Medan. Kami rapat di kantor geuchik, 12 April 2016 lalu. Kami juga mengundang tokoh pemuda dan masyarakat. Hasilnya, kami setuju dan mendukung proyek itu. Kami turut tanda tangan pada daftar hadir. Lengkap, ada geuchik, Tuha Peut dan ketua pemuda dan lain-lain. Kalau mereka di kantor walikota membuat rapat dan katanya ada warga yang tidak setuju, apakah kami ada diundang saat rapat di kantor walikota? Tidak! Mereka rapat sendiri. Camat dan geuchik saja tidak diundang. Kalau dikait-kaitkan dengan wisata dan terumbu karang, itu bohong! Saya Panglima Laot sangat tahu dan paham. Untuk apa wisata kalau kami rakyat gelap
gulita. Kalau ada yang menyatakan Panglima Laot menolak, itu bohong. Jika tidak dikeluarkan izin oleh walikota, itu sama artinya melawan perintah Presiden Jokowi. Kenapa kalau rakyat langsung ditindak, mengapa kalau pejabat tidak? Bahkan, Pemerintah Aceh sudah setuju, kenapa dia (Zulkifli Adam) berani melawannya? Inilah penyakit di tubuh Pemko Sabang. Merusak terumbu karang? Suruh mereka datang pada saya selaku Panglima Laot, biar saya luruskan. Kepala BLH itu kan abang ipar Zulkifli Adam, makanya dia membuat rekomendasi seperti itu. Dia saja tidak mengenal masyarakat dan tidak pernah turun kemari. Mereka bicara di kantor dan tidak turun ke lapangan. Mereka telah membalik fakta sebenarnya.***
Kami setuju dan mendukung proyek itu. Kami turut tanda tangan pada daftar hadir.
MODUS ACEH
liputan Khusus
NO 35/TH XIV 26 DESEMBER 2016 - 1 JANUARI 2017
9
Lima Sekawan Memimpin Sabang
Zulkifli Adam
Mulusnya Walikota Sabang nonaktif Zulkifli Adam menjalankan berbagai kebijakan, tak lepas dari peran beberapa pejabat di sana yang masih memiliki pertalian saudara, mulai dari abang kandung, ipar hingga suami sepupu. Kisahnya, persis seperti cerita Lima Sekawan. Hayeu that!
K
APAL cepat Ekpres Bahari dengan mulus melaju dari Pelabuhan Ule Lhee, Banda Aceh menuju Pelabuhan Balohan, Sabang, Selasa pagi pekan lalu. Itulah kepergian saya untuk ke sekian kalinya ke pulau paling barat republik ini. Tak ada yang istimewa memang selain melepas keinginan untuk melakukan tugas jurnalistik (investigasi) terkait tarik ulur izin prinsip pembangunan pembangkit listrik (PLTMG) milik PT PLN (Persero) di kawasan Gampong Batee Tamon (Jaboi), Kecamatan Sukajaya, Sabang. Maklum, rumor dan dokumen penolakan izin dari Walikota nonaktif Zulkifli Adam sudah beberapa pekan diserahkan seseorang pada awak redaksi media ini. Nah, untuk memastikan apakah isi dokumen itu benar-benar sahih, saya pun harus turun langsung ke lokasi serta menjumpai sejumlah narasumber utama. Salah satunya, Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Agustiar dan perangkat Gampong Batee Tamon (Jaboi). Sebab, instansi dan tokoh masyarakat di sana merupakan kunci dari keluar atau tidaknya izin prinsip tersebut. Seperti biasa, dengan jarak tempuh 45 menit dari Banda Aceh-Sabang, saya tak betah duduk di kursi dalam kapal. Selain ingin melihat lepas Selat
Sofyan Adam Malaka dengan sejuta aroma air lautnya, saya pun suka bertanya kiri-kanan, termasuk pada sejumlah turis asing yang melancong ke Sabang. “Wah, setahu saya, tidak benar kalau warga Jaboi menolak pembangunan listrik di sana,” ungkap salah seorang penumpang yang masuk dalam ‘perangkap’ pertanyaan saya. Selanjutnya, saya pun mengali berbagai informasi dari warga yang mengaku sebagai nelayan ini. Tak hanya itu, membuat saya lebih memahami tentang sosok dan model kepemimpinan di sana, khususnya Zulkifli Adam. Misal, terkait penempatan sejumlah kerabat kandung serta ipar maupun suami sepupunya dalam jajaran pejabat Pemko Sabang. *** TANPA terasa, perjalanan hari itu pun berakhir seiring dengan merapatnya Kapal Ekpres Bahari ke dermaga di Balohan. Tak butuh waktu lama, sebab di sana sudah menunggu supir mobil rental yang telah saya pesan sejak di Banda Aceh. Tanpa basa basi, sasaran utama saya adalah Gampong Jaboi dan menemui sejumlah perangkat desa. Tujuannya, untuk memastikan tentang adanya kabar bahwa tokoh masyarakat setempat menolak kehadiran pembangunan PLTD dan PLTMG. Selain itu, melihat langsung areal seluas lima hektar yang dijadikan lokasi pembangunan, termasuk kawasan yang disebut-sebut sebagai lokasi wisata serta tempat bersarangnya terumbu karang. Ini sesuai dengan beberapa pernyataan (rekomendasi) dari hasil rapat, 15 September 2016 lalu yang dipimpin Setdako Sabang, Sofyan Adam. Hasilnya, selain mendengar langsung bantahan dari sejumlah tokoh, saya pun mendapat informasi segar dan baru bahwa ada lima pejabat di sana yang masih memiliki pertalian darah dan saudara dengan Zulkifli Adam.
“Ah, siapa bilang kawasan wisata, tidak ada itu. Ini kawasan industri. Mana terumbu karang yang terancam rusak itu,” kata Hamdan, Panglima Laot di Jaboi pada saya. *** JIKA satu pejabat bertalian saudara dan diberi posisi serta jabatan itu biasa, apalagi memang pangkat dan kinerjanya baik. Tapi, apa jadinya jika pejabat yang ditempatkan itu justru semata-mata karena pertimbangan saudara dekat, misal abang kandung, abang ipar dan suami sepupu. Nah, inilah yang jadi soal. Selain membuat kinerja aparatur berjalan lambat seperti kurakura, iklim birokrasi pun menjadi tak sehat. Bayangkan, bukan mustahil berbagai kebijakan tak lepas dari kepentingan sang walikota. Tapi, fakta itulah yang terjadi di tubuh Pemko Sabang. Sebagai walikota, Zulkifli Adam menempatkan abang kandungnya, Sofyan Adam, sebagai Sekdako Sabang. Itu dimaksudkan agar sang abang mengontrol semua iklim dan siklus birokrasi yang berjalan. Selain itu, juga menempatkan abang iparnya (suami dari kakak kandung), Agustiar, sebagai Kepala Badan Lingkungan Hidup (BLH) Sabang. Hanya itu? Tunggu dulu. Kadis Pendidikan Sabang, Drs Misman adalah suami dari sepupu Zulkifli Adam. Ada lagi, Kepala Perikanan Sabang, Effendi, merupakan suami dari adik perempuan kembaran Zulkifli Adam, termasuk istri Kadis Perhubungan Kota Sabang, Irawadi, yang menurut sas-sus, masih ada hubungan keluarga dengan Zulkifli Adam. Itu sebabnya, tak sulit untuk merekam dan melacak berbagai kebijakan yang dilakonkan Zulkifli Adam selama satu periode memimpin kota paling ujung Indonesia ini. Lihat saja, mulai dari mengatur mata anggaran hingga berbagai program (proyek)
Agustiar titipan untuk kolega dekatnya. “Syukur juga alokasi anggaran di APBK Perubahaan tidak disahkan oleh Plt Walikota Teuku Aznal. Sebab, kalau mau jujur, hampir setengah program yang ada adalah pesanan dari Zulkifli Adam,” ungkap seorang pejabat di Pemko Sabang pada media ini Selasa pekan lalu. Terkait soal mulusnya keluar rekomendasi, berdasarkan hasil rapat yang dipimpin Sekdako Sabang, Sofyan Adam, yang menolak izin prinsip pembangunan PLTMG di Jaboi, diakui sumber tadi, tak aneh. “Itu kan rapat yang memang di-setting oleh Zulkifli Adam melalui abangnya Sofyan Adam. Maka, keluar rekom seperti itu. Kalau mau jujur, apakah mereka pernah mendengar suara warga di sana secara langsung,” kritik pejabat tadi. Nah, bangunan jaring labalaba dengan melibatkan keluarga dan saudara memang sengaja dilakukan Zulkifli Adam, termasuk melibatkan seluruh kerabat dari istri mudanya. Tujuannya, untuk memuluskan langkah keduanya menuju kursi Walikota Sabang. *** Dari Jaboi, saya menuju kota dan bertemu serta mewawancarai Kepala BLH, Agustiar, termasuk sejumlah pedagang di pasar serta lokasi lainnya. Saya benarbenar ingin mengetahui dan memahami sosok Zulkifli Adam. Sebagai pejabat, dia memang terkesan fenomenal bahkan tergolong berani. “Saya dibilang korupsi. Jangan percaya berita koran, apalagi MODUS; modal dusta!” begitu kata Zulkifli Adam dalam rekaman yang saya peroleh dari warga di sana. Pernyataan tersebut justru semakin membuat saya penasaran dan ingin membuktikan apakah pemberitaan tentang sepak terjangnya selama ini memang berdasarkan fakta dan data atau benar-benar dusta? Bisa jadi saya salah kata dan
Misman sangka. Misal, saat menunaikan ibadah haji lalu (2016), usai wukuf di Arafah, tiba-tiba Zulkifli Adam melintas di depan maktab saya. Kami pun sempat bertegur sapa. Tapi, ada yang salah dari pertanyaan saya. “Pak Wali, sama siapa? Itu anaknya, ya?” tanya saya saat melihat seorang gadis belia digandengnya. “Oh, tidak. Itu istri saya,” jawabnya. Seketika, pikiran saya menerawang, itulah istri mudanya. Nah, secara kualitas sumber daya manusia (SDM) dan kepemimpinan, Zulkifli Adam bukanlah sosok yang luar biasa. Sebab, dia sendiri pernah menjadi sopir truk di pulau itu. Tapi, sebaliknya, dia mengaku sangat menguasai Sabang. Itu sebabnya, ketika namanya muncul sebagai petahana, banyak pihak bertanya-tanya, akankah rakyat di pulau itu kembali mempercayai dan memilihnya? *** Tanpa terasa, jarum jam sudah bergerak ke arah 16.00 WIB. Dan, kapal cepat yang membawa saya kembali dari Balohan menuju Ule Lhee Banda Aceh sudah lepas jangkar. Sementara, hari itu, tak ada kapal kedua. Satu-satunya jalan adalah menggunakan jasa boat nelayan untuk mengantarkan saya kembali ke Kutaraja (Banda Aceh). Syukur, hari itu, gelombang laut tenang, angin juga teduh. Diiringi ikan lumba-lumba, saya pun menempuh perjalanan 1,5 jam untuk bisa merapat di bibir pantai Ule Lhee. Antara lelah dan senang, pikiran saya tetap saja menerawang tentang nasib Pilkada Sabang, 15 Februari 2017 mendatang. Akankah rakyat Sabang memilih kembali Zulkifli Adam sebagai orang nomor satu di pulau itu atau tidak. Lepas dari garis tangan, soal pilihan rakyat memang menjadi penentu nasib Zulkifli Adam selanjutnya. Karena itu, biarlah waktu yang menjawabnya.***
10
MODUS ACEH NO 35/TH XIV 26 DESEMBER 2016 - 1 JANUARI 2017
liputan Khusus
MODUS ACEH
Di balik Berita
NO 35/TH XIV 26 DESEMBER 2016 - 1 JANUARI 2017
11
■ Hasil Sitaan Polisi
Atribut GAM di Aceh Utara, Bendera Palu Arit di Takengon
FOTO-FOTO MODUS ACEH-DOK
Polres Aceh Tengah Temukan Bendera Palu Arit di Ruang Notaris.
Aparat gabungan TNIPolri dari Kodim 0103/ Aceh Utara dan Polsek Tanah Jambo Aye Aceh Utara berhasil sita sejumlah atribut menyerupai simbol dan lambang Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Di Takengon, bendera palu arit pada salah satu ruang kerja seorang notaris. Muhammad Saleh
B
UDI Harto SH, seorang notaris di Takengon, Aceh Tengah, bisa jadi tak menduga. Souvenir atau cendera mata yang dibelinya saat berlibur ke Vietnam beberapa waktu lalu akan berbuntut perkara. Rabu siang pekan lalu, dia terpaksa berurusan dengan aparat kepolisian dari Polres Aceh Tengah. Maklum, di ruang kerjanya, Jalan Terminal, Kampung Blangkolak, Kecamatan Bebesen, Kabupaten Aceh Tengah, ditemukan bendera palu arit,
yang identik dengan simbol dan lambang Partai Komunis. Walau Budi Harto sempat berdalih bahwa bendera tersebut diperoleh pada saat liburan ke Vietnam sekitar enam bulan lalu, aparat kepolisian setempat tak mudah percaya. Ini sejalan dengan laporan masyarakat bahwa di ruang kerja Budi ada bendera berlambang komunis. Apalagi, saat ditanya Tim Intel Polres Aceh Tengah, apakah dia tahu kalau itu lambang komunis dan Vietnam negara komunis, Budi Harto menjawab tahu dan mengaku benar. Begitupun, Budi mengaku tidak memakainya atau bendera tersebut tidak dipajang di depan atau di tempat umum, hanya di ruangan pribadinya. Kontributor MODUS ACEH di Takengon melaporkan. Saat ini, Kasat Intel Polres Aceh Tengah masih berkoordinasi dengan Kapolres Aceh Tengah terkait langkah hukum selanjutnya. Sementara, Budi belum berhasil dikonfirmasi. Dari Aceh Utara, Senin pekan lalu, tim penyidik Polres Aceh Utara berhasil menyita sejumlah simbol dan atribut yang menyerupai lambang Gerakan
Tim Gabungan TNI-Polri Sita Atribut GAM.
Aceh Merdeka (GAM) pada salah satu tukang jahit di Panton Labu. Lambang bordiran itu disematkan pada pakaian yaitu bendera Bulan Bintang dan lambang singa buraq. Penyitaan itu dilakukan tujuh personel gabungan dari Polsek Tanah Jambo Aye dan Koramil 14/TJA, Kodim 0103/Aceh Utara bertempat di Rizal Tailor milik Afriza (31), seorang penjahit di Desa Samakurok, Kecamatan Tanah Jambo Aye, Kabupaten Aceh Utara atau Komplek Pasar Sayur, Kota Panton Labu, Kecamatan Tanah Jambo Aye, Aceh Utara. Berawal pukul 14.40 WIB, personel gabungan mendapat informasi dari masyarakat bahwa di kios Rizal Tailor, ia sedang menjahit seragam loreng dan dipasang atribut berupa bordiran bendera Bulan Bintang serta lambang singa buraq. Lalu, tim gabungan mendatangi kios tersebut dan mendapati para penjahit sedang menjahit baju seragam yang terdapat atribut GAM berupa bendera Bulan Bintang dan lambang singa buraq, terdiri dari 12 pasang seragam warna hitam yang dipasang bordiran bendera Bulan Bintang di bagian dada sebelah
kanan dan delapan pasang seragam motif loreng gurung (loreng kotak-kotak). Kain bahan baju tersebut berasal dari Bared (panggilan akrab), warga Desa Lhok Nibong, Kecamatan Simpang Ulim, Kabupaten Aceh Timur dengan ongkos jahit Rp 220.000 per pasang. Sedangkan 18 lembar bordiran bendera Bulan Bintang ukuran 4 x 6 sentimeter untuk dipasang di atas saku pakaian sebelah kanan. Dan, enam pasang baju warna hitam, kain disiapkan oleh pemilik toko dengan harga Rp 400.000 per pasang. Tak hanya itu, 12 buah lambang singa buraq, 4 buah bordiran lambang Partai Aceh, 1 buah bordiran simbol Satgas Partai Aceh, 1 buah bordiran simbol singa buraq segitiga. Selanjutnya, personel gabungan menyita pakaian dan atribut tersebut serta 1 unit mesin bordir merek Singer dan satu buah laptop untuk dibawa ke Mapolres Aceh Utara. Kepada tim gabungan, Afriza mengaku, menerima kain loreng sepanjang 22 meter dari Bared untuk dijadikan baju dan celana loreng dan dilengkapi
(ditempel) bordiran bendera Bulan Bintang dengan ongkos jahit Rp 220.000 per setel. Masih kata Afriza, Bared meninggalkan sejumlah nama untuk seragam tersebut. Seragam warna hitam sebanyak 12 setel atas nama Mawardi, Muktar, Saifuddin, Sukri, Nurdin Sikrib, Husaini, Nurdin, Abdul Muthalib, Jamaludin, Nurdin Komodo, Ridwan Malaria dan Jafaruddin. Sementara, seragam loreng (baju 7 plus celana 6 pasang) atas nama Alex Perlak, Gadeng, Zulfakri, Piyah, Mahdi dan Bared. Adapun pemilik usaha jahit dan pekerja yang dibawa ke Mapolres Aceh Utara untuk diminta keterangan Afriza dan Tarmizi (27), tukang jahit, beralamat di Desa Seuneubok Pidie, Kecamatan Madat, Kabupaten Aceh Timur. Ibrahim (58), tukang jahit, alamat Desa Kota Panton Labu, Kecamatan Tanah Jambo Aye, Kabupaten Aceh Utara. Zulfikar (33), tukang jahit, alamat Desa Samakurok, Kecamatan Tanah Jambo Aye, Aceh Utara. Saat ini, kasus tersebut telah ditangani pihak Polres Aceh Utara.***
12
MODUS ACEH
utama
NO 35/TH XIV 26 DESEMBER 2016 - 1 JANUARI 2017
Opini
MUTASI DAN DUGAAN MAHAR
MENGUJI KONSISTENSI SOEDARMO
beritalima.com
S
EJAK pekan lalu, khazanah perpolitikan dan birokrasi di Aceh seketika menjadi buah bibir. Ini tak hanya soal dugaan pemalsuan dokumen yang dilakukan Kepala Biro Umum Setda Aceh yang juga Plt. Walikota Sabang, Teuku Aznal, serta belasan pegawai negeri sipil (PNS) di Sekretariat Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh yang menerima tunjangan ganda dan menjadi temuan Inspektur Aceh. Lebih dari itu, pernyataan Pelaksana Tugas (Plt) Gubernur Aceh Mayjen (Purn) Soedarmo agar pejabat
eselon yang akan menempati posisi kepala dinas atau badan di Satuan Kerja Perangkat Aceh (SKPA) tidak melakukan manuver-menuver atau menggunakan ‘tangan’ pihak ketiga untuk meraih posisi tersebut. Sinyal positif ini harus dicermati sebagai langkah awal atau upaya preventif untuk melakukan revitalisasi sejumlah pejabat di daerah ini. Sebab, ia mengaku akan bekerja secara profesional dalam menempatkan pejabat SKPA di Aceh. Yang menggelitik adalah Soedarmo juga menyentil adanya dugaan dan isu yang kadung beredar selama ini di Bumi Se-
rambi Mekkah, untuk meraih satu jabatan di Pemerintah Aceh, ada ‘uang mahar’ yang harus disetor antara Rp 3-5 miliar. Dan, paling kecil Rp 300 sampai Rp 500 juta. Tentu, ini hanya sinyalemen atau rumor. Tapi, bukan mustahil adalah fakta yang terjadi sejak empat tahun terakhir. Ibarat kentut, nyaris tak berbunyi, namun menebarkan bau busuk ke manamana. *** Sebagai Plt. Gubernur Aceh, posisi Soedarmo memang bukan pejabat biasa. Dia juga sebagai salah satu pejabat eselonering di Kemendagri RI (Dirjen), Jakarta yang ditugaskan selama
tiga bulan untuk membenahi birokrasi yang kadung carutmarut di Aceh. Kecuali itu, lama bertugas di Badan Intelijen Negara (BIN). Itu sebabnya, dia memiliki jaringan luas, baik dari kalangan birokrasi maupun satuan intelijen, termasuk jurnalis. Nah, soal dugaan adanya ‘mahar’ tadi, memang sudah lama diendus Soedarmo. Maklum, tak sedikit pula laporan yang masuk padanya dalam kapasitasnya sebagai salah satu Dirjen di Kemendagri RI, Jakarta. Apalagi, saat ini, sebagai Plt. Gubernur Aceh. Itu berarti, apa yang disinyalir Soedarmo tidaklah mengada-ada, tapi telah tercium jauh hingga ke Jakarta. Lantas, siapakah pihak yang paling bertanggungjawab dan pantas dilirik dari sinyalemen tadi? Orang pun menduga-duga. Salah satunya diarahkan pada calon petahana Gubernur Aceh, dr. Zaini Abdullah. Namun, tak elok jika kita suudzon (berprasangka) pada sesuatu yang belum diketahui kebenarannya. Selain berdosa juga menimbulkan fitnah. Sebab, dari enam pasangan calon Gubernur-Wakil Gubernur Aceh, ternyata hanya Abu Doto yang terkecil memiliki harga dan uang di rekening. Ini artinya, dialah calon orang nomor satu Aceh pada kontestasi Pilkada 2017 mendatang yang ‘termiskin’ dan amat sangat jujur. Jangankan korupsi, menerima ‘upeti’ saja ogah alias dia tolak! Makanya, bayangkan saja, bila tak terpilih sebagai Gubernur Aceh pada Pilkada 2017 mendatang. Sungguh rakyat dan pengusaha Aceh tidak adil. Sebagai mantan elit Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan orang nomor satu Aceh, dia tak memiliki harta apa pun setelah 30-an tahun berjuang dan satu periode memimpin Aceh. Persoalan kemudian menjadi lain tatkala kasus Teuku Aznal mencuat. Sebagai ‘Golden Boy’ Abu Doto, maka berbagai pertanyaan kemudian muncul, termasuk sejumlah memori hitam terkait utak-atik pejabat di jajaran Pemerintah Aceh. Bayang-
kan, pasca reformasi atau perjanjian damai antara GAM dengan Pemerintah Indonesia, hanya di era kepemimpinan Abu Doto terjadi mutasi hingga 17 kali. Inilah proses mutasi terbanyak di Indonesia dan pantas tercatat di Museum MURI. Yang jadi soal adalah apakah proses mutasi (yang juga terjadi pada orang telah meninggal dunia) muncul begitu saja? Seorang mantan pejabat mengaku pada media ini, dia terdepak dari posisi kepala dinas karena dugaan yang diutarakan Plt. Gubernur Aceh Mayjen (Purn) Soedarmo tak mampu dia penuhi. Bisa jadi Abu Doto tak tahu atau pura-pura tidak tahu dengan ‘permainan’ ini. Sebab, bukan mustahil pula, ‘permainan’ mahar tadi dilakonkan orang-orang di sekitar Abu Doto. Itu sebabnya, jangankan masyarakat, adik kandung Abu Doto sendiri yaitu Hasbi Abdullah pada media ini sempat mengaku pusing dengan ‘gerakan’ dan ‘manuver’ yang dilakukan orang-orang di sekeliling Abu Doto atau elok disebut para: PENGGAWA! *** Memang, mutasi adalah hal biasa dalam iklim birokrasi di negeri ini. Namun, menjadi aneh jika mutasi itu dilakukan hingga mencapai 17 kali dalam satu periode kepemimpinan. Bahkan, ada pejabat (SKPA) baru enam bulan menjabat, sudah diganti tanpa alasan yang jelas. Eh, selidik punya selidik, karena ‘penggawa’ di Pendopo Gubernur Aceh yang tak senang dengan pejabat SKPA tadi. Apakah benar karena bekerja dan berkinerja tak becus atau ada persoalan lain? Karena itulah, terkait kasus Teuku Aznal dan kebijakan utakatik pejabat eselon selama ini, banyak pihak menduga bukan tanpa sebab. Termasuk tidak adil rasanya jika Baperjakat (Sekda Aceh, Asisten I dan III, Kepala Inspektur Aceh serta Kepala BKPP Aceh) melempar handuk alias buang badan, membiarkan Aznal sendiri dalam pesakitan. Sebab, semua proses tadi adalah
MODUS ACEH
utama
NO 35/TH XIV 26 DESEMBER 2016 - 1 JANUARI 2017
13
humas
lumrah terjadi dan mereka ‘pasti’ tahu. Menjadi tak aneh jika Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat) berani bersuara pada publik bahwa proses mutasi selama ini (Abu Doto memimpin) semata-mata karena kebijakan tunggal dari Abu Doto sendiri tanpa melibatkan Baperjakat. Jika memang begitu adanya, wajar jika Baperjakat lepas tangan. Sebaliknya, jika mereka ikut terlibat, ini jelas perbuatan munafik! Sebab, bisa jadi kasus Aznal mencuat ke permukaan, karena ada ambisi pejabat tertentu yang tidak tercapai. Misal, kenapa harus Aznal sebagai Plt. Walikota Sabang, sedang pangkat dan senioritas lebih pada oknum pejabat tadi? Terlalu naif rasanya jika praktik yang dilakukan Teuku Aznal berdiri
sendiri tanpa adanya keterlibatan pihak lain. Walau tak jelas, sejumlah mantan Kepala SKPA dengan sangat halus berbisik pada media ini bahwa apa yang disentil Mayjen (Purn) Soedarmo, begitulah fakta yang terjadi. Para penggawa di sekitar Abu Doto, tak pernah henti dan terus mencari ‘mangsa’ untuk ‘melelang’ sejumlah posisi dan jabatan. Pertanyaannya adalah sekali lagi apakah Abu Doto tahu atau kurakura dalam perahu alias purapura tidak tahu? Tanda tanya besar ini perlu dicermati, sebab dalam banyak kesempatan, Wakil Gubernur Aceh Muzakir Manaf (Mualem) juga selalu berujar bahwa dirinya tak pernah dilibatkan dalam penempatan seorang Kepala SKPA. Itu berarti, mutlak diputuskan dan ditentukan oleh Abu
Doto bersama para penggawanya. Sebenarnya, ada satu langkah berani yang pernah dilakukan Gubernur Irwandi Yusuf dengan melakukan fit and proper test untuk sejumlah Kepala SKPA. Walau tak sempurna benar, tapi Irwandi ketika itu telah memberi warna baru dalam upaya menempatkan pejabat di jajaran Pemerintah Aceh dengan prinsip: penempatan seseorang dengan keahliannya. Walau akhirnya tak lepas juga dari pesan sponsor dari orang-orang di sekelilingnya. Tapi, Irwandi memberi porsi. Ada 80 persen profesional sesuai dengan bidang dan keahlian. Sisanya, baru hak ‘pawang’ atau toke bangku yaitu para elit GAM, sohib dekatnya. Sayangnya, kebijakan ini tidak dilanjutkan Abu Doto. Se-
baliknya, malah menarik pejabat dari kabupaten/kota dengan dalih adanya pemerataan daerah atau wilayah. Masalahnya, jika pejabat tadi memang profesional atau bisa bekerja, tentu wajar. Tapi, bila berselemak dengan masalah dan tak mampu, tentu menjadi bumerang. Apalagi, jika penempatannya dengan melakukan manuver atau menggunakan jasa pihak ketiga. Sebut saja Safwan, mantan Kadisperindag Aceh dan Hasanuddin Darjo, keduanya tak lepas dari masalah. Safwan di Pemko Lhokseumawe sedangkan Hasanuddin Darjo sempat disebut-sebut sebagai pejabat yang ikut bertanggungjawab dalam kasus dugaan korupsi di Kabupaten Aceh Tenggara. Tapi, dengan modal atau jaringan yang dia punya, serta-merta menjadi Kadis Pendidikan Aceh. Setali
tiga uang, nasib baik juga diraih Alhudri, Kadis Sosial Aceh. Pada Pilkada 2012 silam, Alhudri adalah tim pemenangan almarhum Iklil Ilyas (putra tokoh GAM, Ilyas Leube) yang maju sebagai calon Bupati Aceh Tengah serta menjadi rival kuat Nasaruddin ketika itu. Nasib baik, calon Wakil Gubernur Aceh bersama Abu Doto ini unggul dari Iklil. Akibatnya, nasib Alhudri sempat tak menentu arah. Nah, sebagai balas jasa, almarhum Iklil datang ke Banda Aceh dan menghadap Abu Doto. Karena ketokohan dan perannya di GAM, Iklil meminta pada Abu Doto agar Alhudri ditarik ke Banda Aceh. Permintaan itu dikabulkan Abu Doto karena jasa-jasa Iklil di GAM. Jadilah mantan Camat Samarkilang ini sebagai salah satu pejabat SKPA di Pemerintah Aceh. Nah, akankah niat baik serta langkah ‘pembersihan’ yang akan dilakukan Plt. Gubernur Aceh Mayjen (Purn) Soedarmo berjalan mulus? Inilah yang masih jadi tanda tanya besar. Sebab, sebelum rencana itu disampaikan ke publik, sesungguhnya para pejabat SKPA pun telah lebih awal mengambil langkah antisipasi. Caranya, mendekat pada jaringan Soedarmo, baik pejabat sipil, militer dan ulama. Inilah pertaruhan yang akan dihadapi Soedarmo. Jika dia kuat dan tangguh, maka jasanya akan dikenang selamanya oleh rakyat Aceh yang masih ingin Bumi Serambi Mekkah ini bersih dari para pejabat berakal bulus. Sebaliknya, bila goyah, rakyat Aceh juga akan mencatat: Eh, ternyata sama saja. Jangan goyah, Jenderal! Wartawan MODUS ACEH, Muhammad Saleh dan Juli Saidi Saidi, menulisnya untuk Laporan Utama pekan ini ***
14
MODUS ACEH
utama
NO 35/TH XIV 26 DESEMBER 2016 - 1 JANUARI 2017
MELIRIK PERAN BAPERJAKAT Kanal Aceh
Baperjakat akan dipercaya penuh oleh Plt. Gubernur Aceh Mayjen (Purn) Soedarmo dalam rencana penempatan Kepala Satuan Kerja Perangkat Aceh. Berharap tak salah gunakan peran dan kesempatan. engakuan itu diucapkan langsung Plt. Gubernur Aceh Mayjen (Purn) Soedarmo. Dirjen Politik dan Pemerintahan Umum Kementerian Dalam Negeri (Kemendagri) ini menegaskan, dalam rekrutmen pejabat eselon di Satuan Kerja Perangkat Aceh (SKPA), ia akan menelisik track record dan integritas pejabat yang akan dipercaya. Ituah sebabnya, kata Soedarmo, penempatan pejabat, terutama eselon II, akan dilakukan secara profesional. “Artinya the right man on the right place. Saya berazaskan itu,” kata Plt. Gubernur Aceh di Ruang Gedung Utama Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), Banda Aceh, Senin, 19 Desember 2016 lalu. Kata Soedarmo, “Kita mengikuti aturan yang sudah ditetapkan. Jadi, biar nanti Baperjakat yang menyusun, kemudian diajukan pada saya,” tegasnya, Senin pekan lalu. Maka, peran penting Baperjakat dalam menempatkan pejabat eselon II sangatlah menentukan. Karena tujuan Baperjakat dibentuk memang untuk menjamin kualitas dan objektivitas dalam pengangkatan, pemindahan, dan pemberhentian pegawai negeri sipil dari jabatan struktural eselon II
P
ke bawah. Secara aturan, Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat) dibentuk berdasarkan Peraturan Pemerintah Republik Indonesia Nomor 100 Tahun 2000 tentang Pengangkatan Pegawai Negeri Sipil dalam Jabatan Struktural dan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 13 Tahun 2002 tentang Perubahan PP Nomor 100 Tahun 2000. Sesuai aturan tersebut, Pasal 5 ayat (4) disebutkan, semua unsur penilaian prestasi kerja sekurang-kurangnya bernilai baik dalam dua tahun terakhir. Berdasarkan rambu-rambu itulah, tim Baperjakat yang terdiri dari Sekretaris Daerah (Sekda), Asisten III, Kepala Biro Organisasi Setda Aceh, Kepala Inspektorat Aceh, dan Kepala Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan (BKPP) Aceh, yang akan melakukan kajian dengan berpedoman pada aturan tersebut. Makanya, peran BKPP sebagai Sekretaris Baperjakat sangat menentukan dalam menilai rekam jejak dan kualitas pejabat eselon yang akan ditempatkan. Sebab, semua rekam jejak pegawai negeri sipil diproses BKPP Aceh. Dan, itu dilakukan sebelum diserahkan pada Gubernur Aceh untuk keputusan final.
Tim Baperjakat diangkat atas restu Gubernur Aceh, yang bertugas memberikan pertimbangan dan masukan kepada Plt. Gubernur Aceh Soedarmo. Sebab, yang berwenang dalam penempatan kepala SKPA adalah Gubernur Aceh. Dari alur itu, dalam menyodorkan nama-nama pejabat struktural pada Plt. Gubernur Aceh nantinya, maka harus ada penjelasan tim Baperjakat sebelum pengambilan keputusan tertinggi. Selain itu, dalam penyelesaian administratif, proses yang dilakukan Baperjakat berlangsung tertutup. Tidak boleh ada orang luar yang mengetahui keputusan mereka, bahkan hingga hari pelantikan. Nah, proses tertutup inilah yang sering dicurigai, terutama pasca pejabat eselon itu dilantik. Karena, sepanjang gonta-ganti pejabat eselon II, III, dan IV di Pemerintah Aceh pada tahun 20122016, banyak kejanggalan-kejanggalan yang muncul. Di awal kepemimpinan dr. Zaini Abdullah-Muzakir Manaf tahun 2013 silam misalnya, ada pengangkatan pejabat yang mengejutkan, karena masuk nama pegawai negeri sipil yang sudah meninggal dunia. Sehingga, dr. Zaini Abdullah mengevaluasi kinerja Baperjakat. Sayangnya, siapa biang kerok di balik semua itu tak diungkap secara terang-terangan. Sehingga, publik mencurigai, fungsi Baperjakat dari kasus itu tak berjalan bila tidak elok disebut ada Baperjakat jalanan.
Konon, mencuatnya nama pegawai negeri sipil yang sudah meninggal dunia itu, dalam proses rotasi ratusan pejabat eselon III dan IV, membuat publik kian curiga tentang adanya Baperjakat jalanan dan juga titipan oknum-oknum tertentu. Disinyalir, oknum itu berasal dari orang dekat pejabat yang berperan. Teranyar, terungkap dugaan lahirnya Surat Keputusan (SK) Pangangkatan Kepala Biro Umum Setda Aceh, Teuku Aznal. Ihwalnya, Plt. Walikota Sabang ini diangkat sebagai Kepala Bagian (Kabag) Keuangan Biro Umum Setda Aceh tahun 2013 silam. SK T. Aznal, ditandatangani Sekda Aceh kala itu yang dijabat T. Setia Budi, 18 Februari 2013 dengan nomor 821.22003.2013. Nah, nomor inilah yang diduga palsu. Anehnya, dugaan kejanggalan SK T. Aznal itu justru diungkap tim Baperjakat Aceh sendiri, salah satunya Kepala Inspektorat Aceh, Abdul Karim. Takbir tak elok tersebut terkuak secara terang benderang. Padahal, yang mengangkat T. Aznal juga atas pertimbangan tim Baperjakat. Entah kenapa itu bisa lolos? Sebab, Baperjakat dalam mengevaluasi jabatan harus berpedoman pada lampiran Peraturan Menteri Negara Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi, Nomor 34 Tahun 2011 tentang Pedoman Evaluasi Jabatan. Maksud dan tujuan dari peraturan itu adalah sebagai acuan
bagi setiap kementerian/lembaga dan pemerintah provinsi/kabupaten/kota untuk melaksanakan evaluasi jabatan dalam rangka penentuan nilai dan kelas jabatan pegawai negeri sipil di lingkungan masing-masing. Kemudian, ada pula Peraturan Kepala Badan Kepegawaian Negara (BKN) Nomor 35 Tahun 2011 tentang Pedoman Penyusunan Pola Karier Pegawai Negeri Sipil atau pedoman bagi pejabat Pembina Kepegawaian Pusat dan Daerah dalam menetapkan pola karier pegawai ngeri sipil di lingkungan masing-masing. Karena itu, ruang lingkup penyusunan pola karier pegawai negeri sipil yang diatur dalam peraturan tadi meliputi prinsip penyusunan pola karier, pembentukan tim penyusunan pola karier dan metode dan teknis serta penyusunan pola karier pegawai negeri sipil. Salah satu yang dipelajari dalam pola karier ini adalah masa kerja dan jabatan seseorang atau pegawai negeri sipil dalam menduduki suatu jabatan. Prinsip penyusunan pola karier itu adalah kepastian, profesionalisme, dan transparansi. Sudah tentu, dalam proses itu, ada analisa jabatan untuk menghasilkan informasi jabatan. Lantas, jika rambu-rambu pola karier pegawai negeri sipil sudah jelas, kenapa bisa bobol? Sumber-sumber media ini menyebutkan, jika Plt. Gubernur Aceh Soedarmo mempercayai penuh penempatan kepala dinas dan badan pada Baperjakat tetap saja diragukan hasil yang independen. Alasannya, ya itu tadi. Sebab, tim Baperjakat saat ini adalah pejabat kepercayaan dari Gubernur Aceh nonaktif dr Zaini Abdullah atau akrab disapa Abu Doto. Nah, jika pada mereka diberi kepercayaan, harapan dan tumpuan untuk melahirkan para Kepala SKPA nantinya tetap saja masyarakat ragu. Maklum, bukan mustahil mereka pun ada ingin mencari posisi aman. Sebab, sumber media ini di jajaran Pemerintah Aceh menyebutkan, selama ini, pejabat yang sok idealis, tapi fakta tidak seperti itu. Bahkan, cenderung main cantik dan menyelamatkan kepentingan serta dirinya sendiri. Makanya, penempatan kepala dinas dan badan selama ini belum juga lepas dari dugaan adanya titipan oknum tertentu atau paling tidak orang dalam pendopo.***
MODUS ACEH
utama
NO 35/TH XIV 26 DESEMBER 2016 - 1 JANUARI 2017
SISI GELAP BAPERJAKAT
15 MODUS ACEH-DOK
Di era pemerintahan Irwandi Yusuf-Muhammad Nazar, peran dan fungsi Baperjakat sempat tak mendapat tempat. Sebab, penempatan pejabat eselon II dilakukan dengan mekanisme fit and proper test. Walau tak sempurna betul, tapi mampu menepis dugaan adanya kongkalikong di internal Baperjakat.
Irwandi Yusuf dan Zaini Abdullah.
engenang sejenak—sekitar delapan tahun silam. Saat Irwandi Yusuf-Muhammad Nazar terpilih sebagai Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh periode 2008-2012, Kepala Pemerintah Aceh dari jalur independen itu melakukan rekrutmen kepala dinas dan badan serta pejabat eselon II dengan sistem fit and proper test atau uji kelayakan dan kepatutan. Itu sebabnya, setiap pegawai negeri sipil yang punya golongan cukup mengisi formulir asesmen yang dibagikan pada setiap dinas dan badan di lingkup Pemerintah Aceh ketika itu. Setiap peminat, mengisi data lengkap dan memilih instansi, dinas dan badan yang diinginkan. Maka, setiap pegawai bisa memilih tiga instansi yang ingin dia pimpin. Nah, berdasarkan pilihan itulah, pegawai negeri sipil yang berpengalaman dites secara menyeluruh, baik manajerial maupun skill (keahlian). Mantan ketua tim fit and proper test, Prof. Dr. Jasman J Ma’ruf, yang kini menjabat Rektor Universitas Teuku Umar (UTU), Meulaboh, Aceh Barat adalah salah satu sosok yang melakukan tugas itu. Jasman J Ma’aruf mengaku, dilakukan mekanisme fit and proper test, dalam penempatan
M
kepala dinas dan badan, untuk menemukan orang-orang yang tepat. “Karena dengan fit and proper test, akan teruji. Intinya, menemukan orang-orang yang tepat untuk posisinya,” kata Prof. Dr. Jasman melalui sambungan telepon, Jumat, 23 Desember 2016. Proses fit and proper test dilakukan oleh tim asesor. Tim itu, kata Prof. Jasman, orang yang sudah teruji dan dapat dibuktikan dari sertifikat yang dia miliki. Makanya, tim Badan Pertimbangan Jabatan dan Kepangkatan (Baperjakat) tak ikut serta sebagai penguji kecuali Sekretaris Daerah (Sekda) Aceh. Itu pun jika dia tidak ikut melamar sebagai orang yang akan di-fit and proper test. Sedangkan tim Baperjakat lainnya adalah Badan Kepegawaian, Pendidikan, Pelatihan (BKPP) Aceh. Namun, hanya ikut sebagai panitia administrasi saja. Prof. Dr. Jasman mengaku punya alasan sendiri mengapa tidak melibatkan Baperjakat sebagai asesor. “Karena Baperjakat itu orang dalam pemerintahan,” jelasnya. Selain itu, untuk mewujudkan netralitas tinggi dalam proses dan penempatan Kepala Satuan Kerja Perangkat Aceh (SKPA). “Bukan berarti tidak percaya pada Baperjakat, tapi mereka itu orang dalam. Perlu netralitas tinggi, karena untuk menghasil-
kan orang tepat. Tetapi, kalau kita percayakan pada Baperjakat, dia juga berkepentingan di situ,” ujar Prof. Dr. Jasman J Ma’ruf, Jumat pekan lalu.
Prof. Dr. Jasman J Ma’ruf
Praktik rekrutmen dalam penempatan kepala dinas dan badan, menurut Prof. Dr. Jasman J Ma’ruf, sempat menular di beberapa kabupaten/kota di Aceh. Seperti Kabupaten Aceh Jaya, Aceh Timur, dan Aceh Barat. “Beberapa daerah juga pernah lakukan fit and proper test,” katanya. Namun, fokus fit and proper test pada pemerintahan Irwandi Yusuf-Muhammad Nazar hanya pada pegawai negeri sipil eselon II. Sedangkan eselon III dan IV, dilakukan fit and proper test tidak secara spesifik. “Eselon III ada, tapi sifatnya lain. Tidak dites secara spesifik,” kata Prof. Dr. Jasman. Ketika itu, rasa percaya diri Irwandi Yusuf bertambah karena
para pejabat dipilih sesuai uji fit and proper test. Para pejabat yang dipilih menempati 42 posisi, terdiri dari tiga asisten, 17 kepala dinas, 15 badan dan tujuh biro di jajaran Setda Aceh. Para calon harus melewati serangkaian tes, mulai dari ujian tulis (writing test), tes potensi akademik (reasoning test group) dan local group discussion (LGD). Itulah tes yang harus diikuti. Penguji pun tidak kalah hebat. Dari sembilan tim independen, dua orang di antaranya bergelar guru besar yaitu Prof. Dr. Sofyardi dari Universitas Andalas Padang dan Prof. Dr. Jasman J Ma’ruf dari Universits Syiah Kuala (Unsyiah). Ada pula Dr. Alit Merthayasa dari Yayasan Inovasi Pemerintahan Daerah (Jakarta), Dr. Erna Sulistyaningsih Widodo (STIP-AN, Jakarta), Dr. Faisal A Rani SH, MH (Unsyiah), Dr. Said Musnadi SE, M.Si (Unsyiah), dan Dr. Husni Jalil SH, MH (Unsyiah), termasuk Fachrurrazi Zamzami SE, MBA (Unsyiah), Weri SE, MBA (Unsyiah), dan Dra. Nurjannah Nitura MM (Unsyiah). Sedangkan manajer tim asesor ini adalah Lee Meng Foon MBA dari Institut Tadbiran Awam Negara (INTAN), Malaysia. Menurut Prof. Dr. Jasman J. Ma‘ruf yang juga koordinator tim penguji, dalam melaksanakan tugas, tim dibantu dua orang
konsultan, yaitu Dr. Willy McCourt dari The University of Manchester (Inggris) dan Peter J Reed yang berasal dari West End Consulting, Inggris. Begitupun, hasilnya ada juga yang tak sesuai harapan. Berat dugaan, karena diselimuti oleh kepentingan politik pejabat pengambil kepentingan. Sebab, dari hasil tes, tim fit and proper test menyerahkan tiga nama pada Gubernur Aceh Irwandi Yusuf, untuk kemudian dipilih satu orang untuk menduduki instansi yang dipilih berdasarkan formulir yang dibagikan dan diisikan oleh pelamar jabatan tadi. Misal, pada era itu, ada kepala dinas yang dianggap orang dekat Irwandi Yusuf. Sebut saja Kepala Dinas Pendidikan Aceh, Muhammad Ilyas, dan Kepala Dinas Pemuda dan Olahraga Aceh, Hasan Basri, yang dianggap punya hubungan kerabat dengan Irwandi Yusuf. Walau tak berjalan 100 persen seperti yang diharapkan, namun bongkar-pasang kepala dinas dan badan pada pemerintahan Irwandi Yusuf-Muhammad Nazar tak sebanyak terjadi pada era dr. Zaini AbdullahMuzakir Manaf. Bayangkan, jumlahnya tak sebanyak yang dilakukan pada daerah lain, yaitu belasan kali. “Fit and proper test hanya sekali ketika itu,” kata Jasman J. Ma’ruf.***
16
MODUS ACEH
Utama
NO 35/TH XIV 26 DESEMBER 2016 - 1 JANUARI 2017 MODUS ACEH/Juli Saidi
■ Akademisi Unsyiah, Rustam Effendi
PLT GUBERNUR HARUS BERI CONTOH BAIK Akademisi Fakultas Ekonomi dan Bisnis Universitas Syiah Kuala (Unsyiah), Dr. Rustam Effendi, berharap Plt. Gubernur Aceh Soedarmo dapat memberi contoh yang baik dalam penempatan kepala dinas dan badan yang akan dilakukan. Sebab, sebagai wakil Pemerintah Pusat di Aceh, Plt. Gubernur Aceh ini tidak memiliki kepentingan apa pun, kecuali menata kembali tata kelola pemerintahan sesuai aturan berlaku. Berikut penuturannya pada Juli Saidi dari MODUS ACEH, di Banda Aceh, Selasa, 20 Desember 2016.
Pasca Qanun SOTK disetujui bersama, Plt. Gubernur Aceh akan menempatkan Kepala SKPA dan akan mempercayai Baperjakat. Pendapat Anda? Idealnya sudah ada Baperjakat. Badan itu yang punya catatan siapa dan bagaimana serta kenapa dia harus dipercaya. Itulah perlunya database kepegawaian yang lengkap. Jadi, semua tampak di situ. Anda sependapat dengan Plt. Gubernur Aceh? Yang kita lihat selama ini, diakui atau tidak, apakah ada pelibatan Baperjakat? Kita juga tidak tahu apakah selama ini Gubernur Aceh dr. Zaini Abdullah ada melakukan koordinasi dengan Muzakir Manaf sebagai wakilnya. Menurut Anda? Yang terkesan pada saya adalah mutasi sampai beberapa kali. Sebenarnya ada
apa? Ini bermakna ada sesuatu yang harus kita pertanyakan. Mengapa kebijakan itu terjadi sampai belasan kali. Maksud Anda? Dengan berbagai masalah yang muncul, apakah selama ini tidak melibatkan Baperjakat, sebagai database dan gudang track record-nya pegawai? Atau tidak cukup informasi, sehingga seperti itu yang terjadi. Menurut Anda? Menurut saya sesuatu yang tidak sehat, sangat mengganggu performa kinerja, siapa pun. Kita tidak bicara politik, tetapi ketika dalam sebuah kinerja, proses pergantian rata-rata, diganti 4-6 bulan untuk satu jabatan dinas, ini sangat mengganggu. Seharusnya? Hemat saya, untuk satu masa jabatan, minimal punya waktu tiga tahun. Kenapa
harus tiga tahun? Karena tahun pertama dia melihat kondisi di lapangan, tupoksi dia ada, lalu mau buat apa. Supaya RPJM bisa terealisasi dengan baik, maka harus melihat kondisi kekinian di lapangan. Kenyataannya? Bukan 4-6 bulan, kalau begitu kapan dia buat planning, kapan lobi kementerian dan kapan ke DPRA? Jadi, tidak ada waktu yang cukup. Apakah ketika itu tidak ada fungsi Baperjakat? Sepertinya Baperjakat tidak berfungsi. Kalau tidak, maka tidak seperti itu. Coba dicek, kalau benar dilibatkan Baperjakat, kenapa bisa sampai begitu banyak mutasi dan pergantian, belasan kali pergantian kepala dinas. Kalau bekerja buruk, bukankah ada catatan? Jadi, impossible! Kalau memang dilibatkan Baperjakat, kenapa bisa muncul seperti kasus T. Asnal? Bukankah semua melalui penelaahan yang mendalam? Kenapa yang sudah meninggal dilantik? Jadi, ini yang tidak optimal saya lihat. Mutasi seperti membuat sambal terasi, kapan suka lalu diulek. Mutasi itu harus ada tenggang waktu, sehingga adil dan tidak menzalimi orang. Begitu burukkah? Ini salah satu catatan yang terjelek dalam pengelolaan pemerintahan di bawah kendali Abu Doto. Seingat saya,
mutasi belasan kali itu tidak bagus, sangat tidak sehat untuk tata kelola pemerintahan. Tapi, Plt. Gubernur Aceh tetap akan mempercayai Baperjakat. Bagaimana menghindari kepentingan dari Baperjakat itu sendiri? Ini kembali kepada komitmen dari Plt. Gubernur Aceh, mau atau tidak memperbaiki Aceh. Lalu? Maka, dalam penempatan SKPA nanti, keberpihakan dan mungkin Pak Plt. Gubernur lebih objektif karena tidak punya kepentingan. Plt itu hanya sebentar. Jadi, dia bisa membantu untuk memasukkan nilai-nilai yang baik. Jadi, kita ubahlah. Bagaimana dengan isu manuver dan mahar? Kalau ada isu sampai Rp 3-5 miliar, sedih juga kita. Begitu mahal sebuah jabatan. Tetapi, kalau ada uang di belakang itu, mungkin tidak tercapai pembangunan Aceh seperti yang diharapkan karena sudah menghabiskan uang sebelumnya. Lalu, apa yang Anda harapkan? Ini momentumnya Plt. Gubernur Aceh. Kedua, masa dia juga singkat. Siapa pun yang dilantik bisa jadi ke depan tidak digunakan lagi, itu juga dilematis. Tapi, saya katakan ini momentum, karena paling tidak Plt. Gubernur sudah menunjukkan begini rekrutmen yang bagus. Ini momentum bagi beliau. Maksud Anda? Dia bisa menitipkan nilai itu kepada Aceh, bek kuto (jangan kotor). Jadi, siapa pun ke depan, bisa mencontoh apa yang dilakukan Plt. Gubernur ini. Jadi, bantu kami sebagai pemimpin yang dititipkan pusat. Jadilah agent of change untuk Aceh. Berikan contoh dan momentum hadiah untuk membangun Aceh. Apakah itu mungkin? Kembali pada dia atau saya tanya sejauh mana komitmen beliau? Tunjukkan pada kami bahwa bisa melakukan rekrutmen dengan benar. Paling tidak jadi contoh bahwa pondasinya bagus. Semuanya ada pada Plt. Gubernur Aceh. Dia harus menunjukkan yang terbaik dalam perekrutan kadis nantinya. Dulu, pada pemerintahan Irwandi Yusuf, Baperjakat pernah tidak “dipercaya” dalam rekrutmen kadis dan itu dilakukan melalui mekanisme fit and proper test? Benar, ada Pak Jasman, tapi saya tidak ikut. Sejauh mana independen? Saya juga tidak tahu. Tetapi, juga ada bagusnya walaupun tidak maksimal, 60 persen tercapai. Bukan sebentar-bentar mutasi. Coba dilihat mutasi saat ini dengan dulu, memang kacau balau. Tetapi, saya ingin Pak Soedarmo memberikan contoh yang baik untuk Aceh walaupun beliau hanya sebentar di Aceh. Jadi, itu jauh lebih bagus. Karena nanti, siapa pun yang menang dalam pilkada, sudah ada patron yang bisa dipakai untuk lima tahun ke depan. Kalau dia salah, mana juga contoh yang baik sebagai wakil Pemerintah Pusat di Aceh? Kita sudah cukup tersiksa. Bagaimana bisa membenahi birokrasi?***
MODUS ACEH
Lhokseumawe
NO 35/TH XIV 26 DESEMBER 2016 - 1 JANUARI 2017
17
MEMBIDIK OKNUM PEMOTONG BEASISWA BIDIKMISI Mahasiswa Universitas Malikussaleh mendesak penegak hukum mengusut tuntas kasus dugaan pemotongan beasiswa Bidikmisi di perguruan tinggi itu. Polres Lhokseumawe telah mengeluarkan surat perintah lidik. Khairul Anwar
Foto Ilmu Teknik Sipil Universitas Malikussaleh.
Mahasiswa Baru Universitas Malikussaleh.
ak ada asap jika tidak ada api. Agaknya, pepatah lawas ini cukup tepat disandingkan pada oknum pimpinan di Universitas Malikussaleh (Unimal) Aceh Utara. Maklum, jawatan ini diprotes sejumlah mahasiswa penerima beasiswa Bidikmisi. Kuat dugaan telah “dipangkas” oleh oknum tak bertanggungjawab. Dugaan ini bukan tak beralasan. Hingga sekian tahun lamanya, terhitung sejak 2010 lalu hingga 2016, dana bantuan yang diberikan Pemerintah Pusat melalui Kementerian Riset, Teknologi dan Pendidikan Tinggi Republik Indonesia (Ristekdikti RI) untuk bantuan mahasiswa miskin berprestasi. Tapi, bantu-
T
an itu tidak dapat dimanfaatkan karena diduga telah sengaja dipermainkan oknum tak bertanggungjawab. Makanya, ada mahasiswa penerima beasiswa Bidikmisi yang kecewa lalu memprotes. Entah karena alasan itu pula, penerima bantuan beasiswa Bidikmisi kemudian mengambil sikap memprotes dan membongkar birokrasi akademik Unimal selaku pengguna dan pengelola aliran dana tersebut. Kisah ini berawal dari tahun 2010 hingga 2013. Pemerintah memberikan bantuan beasiswa untuk mahasiswa miskin berprestasi. Dana itu dikirimkan langsung ke rekening masingmasing, Rp 2.400.000 per semester. Sementara, pihak birokrasi akademik Unimal memangkas untuk biaya sumbangan pembinaan pendidikan (SPP), seminar, praktik dan berbagai kegiatan lainnya. “Dana yang dipangkas itu tidak pernah digunakan untuk keperluan mahasiswa. Anehnya lagi, pihak birokrasi akademik meminta untuk membayar SPP, biaya praktik dan seminar,” kata Muhammad Rozi, Senin, 20 Desember 2016, pekan lalu. Lanjut Rozi, sedangkan pada akhir semester 2014 hingga 2016, jumlah dana yang diterima, enam juta rupiah per semester. Tapi, pihaknya hanya menerima Rp 4,2 juta pada semester pertama atau pada penarikan pertama. Bahkan, jumlah tersebut kembali menyusut pasca
masuk semester kedua, sehingga dana bantuan tersebut hanya diperoleh Rp 3,9 juta. Lalu, pada semester ketiga mereka hanya menerima Rp 3,6 Juta. “Kami pernah mempertanyakan terkait jumlah beasiswa yang kami terima itu. Namun, berdasarkan penjelasan biro kemahasiswaan, pemotongan leb-
beritakan masalah ini. Ada sassus, jajaran kepolisian di Polres Lhokseumawe telah melakukan proses pemeriksaan terhadap kasus tersebut sejak Juni 2016 lalu. Dan, hingga kini, masih dalam tahap awal proses penyelidikan untuk mengkroscek dan mempelajari adanya indikasi korupsi lebih lanjut.
Muhammad Rozi
AKP Yasir, SE
ih kurang Rp 600 ribu tersebut untuk kegiatan seminar penerima beasiswa Bidikmisi,” kata Muhammad Rozi, Ketua Ikatan Mahasiswa Penerima Beasiswa Bidikmisi pada media ini. Itu sebabnya, Rozi mendesak penegak hukum mengusut tuntas dugaan ini. Sebab, diduga, dana yang telah dikutip itu jumlahnya mencapai miliaran rupiah per tahun. “Banyak mahasiswa yang dirugikan, ditambah lagi dengan birokrasi di akademik juga berbelit-belit. Makanya, penegak hukum harus membuktikan kepada publik terkait proses hukum yang sedang diusut itu,” tegasnya. Sebelumnya, beberapa media cetak dan online telah mem-
Bahkan, pihak kepolisian juga sudah melakukan pemanggilan terhadap oknum pimpinan di Unimal yang diduga terlibat melakukan kutipan dana beasiswa tersebut. Meski tidak disebut secara rinci identitas lengkap mereka, oknum itu sudah memenuhi panggilan polisi. Kapolres Lhokseumawe, AKBP Hendri Budiman melalui Kasat Reskrim AKP Yasir, tidak bersedia diwawancarai. Katanya, ini sejalan dengan instruksi Presiden RI Joko Widodo, terkait proses penyidikan perkara dugaan korupsi. “Seiring instruksi Presiden RI Joko Widodo pada butir nomor kelima, tidak membolehkan lagi adanya pember-
itaan kasus dugaan korupsi yang sedang berlangsung masa proses lidik,” kata Yasir. Apalagi, setiap laporan kasus dugaan korupsi yang diperiksa polisi harus terlebih dahulu dicari bukti kuat yang memenuhi dua unsur, yaitu pertama, adanya bukti kuat terjadinya potensi kerugian negara atau masyarakat dan kedua, adanya unsur melawan hukum. “Saya tidak berani memberi keterangan, nanti saya melawan instruksi Presiden. Setiap perkara korupsi yang sedang disidik oleh pihak kepolisian tidak boleh diberitahu ke publik,” katanya. Apa yang menjadi alasan Yasir memang benar. Tapi, banyak pihak di Unimal membocorkan informasi pada media ini. Kata mereka, setiap kasus dugaan korupsi yang ikut menyeret oknum pimpinan di Unimal selalu tak pernah tuntas dan berakhir di pengadilan. Itu disebabkan, selain oknum pimpinan tadi pintar berkomunikasi dengan oknum penyidik, sebagian besar penyidik di Polres Lhokseumawe dan Aceh Utara juga merupakan mahasiswa kelas khusus Fakultas Hukum Unimal. “Jadi ya, begitulah,” ujar seorang staf di Biro Akademik fakultas tersebut. Sementara, Rektor Unimal, Prof Apridar, tidak berhasil dihubungi. Dia mengaku sedang berada di luar negeri. “Mohon maaf, saya di Washington DC, AS,” jawaban Apridar melalui pesan singkat, pekan lalu.***
18
MODUS ACEH
Pariwara
NO 35/TH XIV 26 DESEMBER 2016 - 1 JANUARI 2017
Merealisasikan UUPA dan Qanun Dalam Memperkuat Fungsi Lembaga Wali Nanggroe
Wali Nanggroe Mengukuhkan Waliyul ‘Ahdi dan Majelis Fungsional.
Berbagai kegiatan terus dilakukan secara optimal dalam merealisasikan Qanun guna memperkuat fungsi Lembaga Wali Nanggroe. Suatu cermin kebangkitan kembali peradaban Aceh. erja keras tim katibul Lembaga Wali Nanggroe, dalam merealisasikan Qanun Nomor 9 tahun 2013 tentang perubahan atas Qanun Aceh Nomor 8 tahun 2012 tentang Lembaga Wali Nanggroe, dan Qanun Aceh Nomor 10 tahun 2013 tentang Pembentukan Susunan Organisasi dan Tata Kerja Keurukon Katibul Wali, terus dioptimalkan tahun 2016 ini. Simak saja, Selasa malam, 20 Desember 2016, Wali Nanggroe Aceh Malik Mahmud Al-Haytar kembali mengukuhkan Waliyul ‘Ahdi dan Majelis Fungsional Lembaga Wali Nanggroe. Pengukuhan itu, dihadiri berbagai elemen, termasuk Tuha Peuet dan Tuha Lapan Lembaga Wali Nanggroe itu sendiri, di Meuligoe Lembaga Wali Nanggroe, Jalan Soekarno-Hatta, Gampong Lam Blang Manyang, Kecamatan Darul Imarah, Aceh Besar, sekira pukul 20.30 Wib. Jabatan Waliyul ‘Ahdi, Wali Nanggroe Malik Mahmud Al-Haytar mempercayakan pada Tgk. H. T. M. Nazar, atau yang akrap di-
K
panggil Ampon Nazar. Masa kerja (periode) 2016 -2021 mendatang. Waliyul ‘Ahdi sendiri, sesuai Pasal 32 Qanun Nomor 9 tahun 2013, Waliyul ‘Ahdi mempunyai tugas memberikan pertimbangan dalam hal pembentukan perangkat Lembaga Wali Nanggroe, dengan segala upacara adat dan gelarnya. Kemudian, memberikan pertimbangan dalam hal pengangkatan, menetapkan dan meresmikan serta memberhentikan personil perangkat Lembaga Wali Nanggroe. Selain mengukuhkan Waliyul ‘Ahdi, Wali Nanggroe secara bersamaan, juga mengukuhkan Majelis Kesejahteraan Sosial dan Kesehatan Lembaga Wali Nanggroe. Yang anggotanya, dr. Buchari, Sp.PK, Prof. Dr. Eka Srimuliyani, MA, Dr.dr. Iskandar Zakaria, Sp.R, Dr. dr. Syahrul, Sp.S (K), Syarifah Maraiyuna, S.Si, Apt, dr. Teuku Yasir, Sp. An, KiC, dan dr. M. Diah, Sp. PD.KKV. Majelis Kesejahteraan Sosial dan Kesehatan Lembaga Wali Nanggroe ini, mempunyai tugas, salah satunya memberi informasi tentang penyelenggaraan kese-
jahteraan sosial dan kesehatan kepada Wali Naggroe, dan menyiapkan kebijakan umum penyelenggaraan kesejahteraan sosial dan kesehatan Aceh. Berikutnya, Wali Nanggroe mengukuhkan Majelis Perempuan Lembawa Wali Nanggroe. Yang anggotanya, Ainal Mardhiah, S. Ag, MA.Pd, Ainal Mardiah, S.Pd.I, Maryati B., S.H., M.H, Mukhlisah, MA,Ph.D, Ummi Hj. Rahimun Ibrahim,SS, Rismawati, S.H.,M.H, dan Umi Jariah. Majelis perempuan ini, salah satu tugasnya memberi informasi tentang pemberdayaan perempuan dan perlindungan anak kepada Wali Nanggroe. “Waliyul ‘Ahdi, Kesejahteraan Sosial dan Kesehatan, dan Majelis Perempuan bekerja membantu Wali Nanggroe,” kata Wali Nanggroe Malik Mahmud Al-Haytar, Selasa malam pekan lalu. Sebelumnya, Wali Nanggroe juga telah mengukuhkan Tuha Peuet Lembaga Wali Nanggroe yang berasal dari tujuh kalangan ulama Aceh. Prosesi pengukuhan Tuha Peuet itu, Minggu, 14 Agustus 2016 lalu. Ulama yang dipercayakan sebagai majelis Tuha Peuet, pimpi-
nan Pesantren Budi Lamno, Aceh Jaya Tgk. H. Asnawi Ramli, Pesantren Ruhul Fata Seulimum, Aceh Besar Tgk. H. Azhari Bin Abdul Latif. Kemudian, pimpinan Pesantren Malikullsaleh, Aceh Utara Tgk. H. Baihaqi Panton (Abu Panton), dan Tgk. H. Ali Basyah. Tuha Peuet mempunyai tugas, seperti membentuk dan memberhentikan Komisi Pemilihan Wali Nanggroe dan memberikan pertimbangan atas usulan pengangkatan dan pemberhentian Waliyul ‘Ahdi kepada Wali Nanggroe. Optimalisasi penguatan Lembaga Wali Nanggroe, kembali berlanjut Selasa, 1 November 2016 lalu, Wali Nanggroe Malik Mahmud Al-Haytar, juga telah mengukuhkan majelis fatwa sebanyak 23 orang dan Tuha Lapan 43 orang, berasal dari Kabupaten-Kota, di Bumi Serambi Mekkah ini. Majelis Fatwa mempunyai tugas, misalnya melakukan telaahan berbagai kebijakan yang terkait dengan tugas, fungsi dan ke-
agai kegiatan lain. Contoh, Kamis, 8 Desember 2016 lalu, mengadakan musyawarah majelis tinggi Lembaga Wali Nanggroe. Salah satu yang dihasilkan dalam musyarawah itu, Tuha Lapan untuk menyerap berbagai persoalan di daerah, guna dijadikan skala prioritas untuk dibahas bersama. Maka, lanjutan musyawarah itu bertuan untuk terbentuknya draf reusam Lembaga Wali Nanggroe. Tak hanya aktivitas perkantoran saja yang menjadi kegiatan utama. Namun, Minggu, 11 Desember 2016 lalu, Wali Nanggroe beserta rombongan, mengujungi beberapa titik pengungsian di Pidie Jaya, akibat gempa Rabu, 7 Desember 2016 lalu. Kehadiran Wali Nanggroe ini, sekaligus menjawab sejumlah pertanyaan rakyat Aceh, paska musibah yang melanda Pidie Jaya, Pidie dan sebagian Bireuen. Katibul Wali Nanggroe Ampon Nazar mengatakan, Wali Nanggroe sangat prihatin dengan terjadinya
wenangan Wali Nanggroe. Sedangkan Tuha Lapan, mempunyai tugas, seperti menyiapkan rancangan Reusam Wali Nanggroe dan menyerap aspirasi masyarakat dari berbagai wilayah dan kemukiman untuk dijadikan bahan pertimbangan dalam perumusan kebijakan Wali Nanggroe. Disamping memilih dan mengukuhkan majelis-majelis Lembaga Wali Nanggroe, tim Katibul Wali Nanggroe juga melakukan berb-
musibah tersebut. Itu sebabnya, Wali Nanggroe berharap masyarakat dapat tabah mendapat cobaan ini sembari memberi semangat pada kaum perempuan dan anak-anak. “Wali disambut haru oleh masyarakat yang telah bersedia mengunjungi barak-barak pengungsi,” kata H.T. M. Nazar. Dalam kunjungan Wali tersebut turut juga didampingi Tuha Peuet dan Tuha Lapan Lembaga Wali Nanggroe, Staf Khusus Wali Nanggroe dan Anggota Keurukon Katibul Wali. Wali Nanggroe juga mengucapkan terima kasih kepada dermawan peduli musibah yang telah mengunjungi dan memberi bantuan korban bencana Pidie Jaya, Pidie dan Bireuen, serta pada para relawan dari berbagai Universitas, di Aceh. Wali Nanggroe baru Minggu, 11 Desember 2016 dapat mengunjungi masyarakat yang terkena musibah. Karena saat gempa terjadi, Wali Naggroe sedang berobat di Malaysia.***
Wali Nanggroe Bersama Tuha Peuet, Waliyul ‘Ahdi, Majelis Fungsional, Ketua DPRA dan Pegawai Katibul.
MODUS ACEH
Wawancara
NO 35/TH XIV 26 DESEMBER 2016 - 1 JANUARI 2017
19
■ Wali Nanggroe Malik Mahmud Al-Haytar
Buat Peraturan, Jangan Saling Tuding Sesama Kandidat FOTO-FOTO MODUS ACEH/Juli Saidi
Wali Nanggroe Malik Mahmud Al-Haytar mengajak semua lapisan, terutama pemerintahan di Aceh untuk mengambil hikmah dan pelajaran dari musibah gempa 6,5 skala richter (SR) yang terjadi di Pidie, Pidie Jaya dan Bireuen, Rabu Subuh, 7 Desember 2016 lalu. Akibat musibah itu, telah jatuh korban harta dan nyawa. Itu sebabnya, di masa datang, jajaran pemerintahan di Aceh mesti membuat regulasi anti gempa. Tentu, dengan melakukan penelitian mendalam dengan melibatkan unsur berkompeten dan ahli di bidangnya. Menurut Wali Nanggroe Malik Mahmud Al-Haytar, kebijakan itu sangat penting. Sebab, Aceh memiliki potensi yang tinggi terhadap bencana, seperti letusan gunung, gempa bumi, tsunami, banjir, dan tanah longsor (wilayah ring of fire). Selain itu, menyambut pesta demokrasi 2017 mendatang di Bumi Serambi Mekkah, Wali Nanggroe meminta agar partai pendukung (parlok, parnas, dan tim pemenangan) melakukan cara yang benar. Misal, meyakinkan rakyat dengan visi-misi untuk membangun Aceh. Apa saja imbauan Wali Nanggroe? Berikut penuturannya pada Juli Saidi dari MODUS ACEH, Rabu sore, 21 Desember 2016 di Mess Wali Nanggroe, Banda Aceh. Minggu, 11 Desember 2016 lalu, Wali sudah mengunjungi masyarakat korban gempa. Apa penjelasan Anda? Kita semuanya tentu amat berduka atas musibah yang menimpa masyarakat wilayah Pidie, Pidie Jaya dan Bireuen. Ini musibah kedua kalinya setelah kita mengalami gempa dan tsunami yang berat pada akhir 2004 silam. Saya sedih sekali melihat penderitaan masyarakat. Rumah-rumah dan juga masjid hancur. Mereka tinggal di tendatenda. Paling menyedihkan, banyak yang meninggal dunia. Begitu juga yang lukaluka, cukup menyayat hati kita semua. Atas musibah itu, apa pesan Wali? Sebagai orang Aceh dan Islam, kita harus ikhlas dan tabah. Rakyat Aceh memang luar biasa tabah. Ini yang membedakan dengan rakyat lain di Indonesia. Jiwa kepahlawanan tetap ada dalam jiwa. Bayangkan, ketika pengunjung atau rela-
wan datang, yang kemudian minta foto bersama, mereka pun dengan rela melakukannya. Sementara, hati kita hancur melihatnya. Tentu ada pesan yang perlu diambil dari musibah tersebut. Menurut Wali? Ini pelajaran bagi kita semua, terutama bagi pemerintah tentang bagaimana memperhatikan dan melayani masyarakat korban, termasuk menjamin mulusnya berbagai bantuan-bantuan yang disalurkan sejumlah dermawan dengan baik dan merata. Saya dengar banyak bantuan dari dalam dan luar Aceh, bahkan sampai luar negeri. Kita harapkan, bantuan itu bisa digunakan sebaik-baiknya untuk orangorang yang mengalami musibah. Di balik musibah itu, apa hikmah yang perlu diambil sebagai pelajaran? Satu hal yang saya pelajari, waktu tsunami juga ada gempa. Struktur bangunan di Aceh ini cukup rendah mutunya. Ke depan, ada suatu peraturan bagaimana untuk konstruksi rumah dan gedung-gedung yang tinggi, seperti jembatan dan sebagainya, mesti betul-betul harus anti gempa. Apakah aturan ini sudah ada atau belum? Kalau belum, harus buat peraturan yang menyeluruh tentang pembangunan di Aceh, anti gempa. Apakah untuk bangunan yang besar saja? Bukan hanya bangunan yang tinggi dan struktur yang besar, harus juga rumah masyarakat. Perlu dibuat suatu analisa dan struktur. Ini bagian arsitektur yang lebih mengerti tentang struktur anti gempa. Ini paling penting! Lalu? Kalau kita lihat dari zaman dulu, memang sudah ada ilmu tersebut. Misalnya, rumah Aceh, malahan tidak pakai paku dan baut, tapi menggunakan bajoe (pasak). Sehingga, ketika ada gempa, hanya goyang saja, tidak masalah atau rubuh. Itu sebenarnya penemuan arsitektur yang sangat besar, tapi sekarang sudah kita lupakan. Saat ini, sudah ada bangunan rumahrumah baru, apalagi tempat saya ini (Wali Nanggroe (menunjuk bagian rumah tempat ia tinggal yang retak akibat gempa) tidak ada konstruksi anti gempa. Berarti, begitu penting regulasi bangunan di Aceh? Ya, harus segera kita desain. Satu lagi, Aceh bahkan Indonesia, menurut ahli geologi, berada di wilayah ring of fire, pegunungan Sumatra, Jawa, sampai Asia Tenggara dan Maluku. Itu alur gunung berapi, kemudian Pulau Solomon dan Banu Atu. Dari Maluku juga pecah dua, satu ke Almahera dan Filipina, kemudian Taiwan, dan Jepang ada di Okairo, Pulau Alukian, Alaska di Utara Amerika sampai San Fransisco, California, Meksiko, negara Amerika Latin Tengah sampai ke pen-
gunungan Endis di Colombo, Chili, Peru. Itu semua adalah ring of fire, menjadi satu semuanya. Berikutnya? Masalah ini, aktivitasnya bergilir di Indonesia, terutama di Aceh sejak gempa dan tsunami yang paling dahsyat mungkin dalam abad ini. Gempa dan tsunami paling dahsyat di Aceh dan korbannya banyak sekali. Makanya, menurut saya, ahli geologi sudah ada kajian. Karena itu, Pemerintah Aceh dan kabupaten serta kota sudah seharusnya membuat sebuah kerja sama dengan badan-badan tersebut untuk identifikasi di mana daerah retaknya. Di Aceh yang saya tahu (Wali Nanggroe menunjuk peta) yang berat ini sampai ke Danau Toba. Itu masuk daerah retakan dan perlu antisipasi. Begitu penting untuk dilakukan? Ya, kalau sudah diidentifikasi daerah retakan, lalu buat suatu peraturan di situ, hindari bangunan yang tinggi, termasuk membangun jembatan harus benar-benar anti gempa. Kalau rumah-rumah, terutama di Banda Aceh, itu daerah gempa sebetulnya. Cuma kita sudah buat kota di sini. Jadi, harus lebih ketat menjaga spek rumah, apalagi sudah ada pengalaman dengan tsunami. Bagaimana Wali melihat bangunan di Aceh pasca tsunami? Sangat saya sayangkan. Yang saya tahu, menurut desain, tiga kilometer dari pantai seharusnya tidak lagi ada rumah. Tetapi, yang kita sayangkan, masih ada yang buat di situ. Padahal, pengalaman sudah ada. Kita tidak tahu kapan tsunami datang lagi. Kalau itu terjadi, sudah banyak rumah di tepi laut. Seharusnya, kita jadikan daerah hijau saja. Ini masalahnya. Gempa yang terjadi di Pidie Jaya menjadi peringatan bagi kita kembali, harus membuat sebuah aturan. Dikaji ulang semuanya dan buat regulasi untuk antisipasi gem-
pa dan tsunami. Kita harus pikirkan bersama dan Pemerintah Aceh harus mengerjakannya, jangan terulang lagi. Begitu semrawutkah bangunan di Banda Aceh? Sebenarnya saat rehab-rekon tsunami silam, kesempatan untuk melakukan pendataan baru di Banda Aceh ada, tetapi tidak kita buat. Malah kita buat di tempat yang awal dan menjadi semakin semrawut. Apalagi, daerah Ulee Lheu-Blang Padang memang jalan padat dari dulu. Tetapi, rumah yang dibangun dari bantuan malah semrawut. Saya tahu rekomendasi daerah itu tidak bisa dibuat lagi rumah, seharusnya penghijauan, tetapi tidak diikuti. Rugi sekali kita. Uang banyak habis dan bangunannya simpang siur. Saya harap di Pidie Jaya dan sekitarnya seperti itu nantinya. Misalnya, di Ulee Glee, kalau dibongkar dan dibangun kembali, maka harus ada desain dan struktur yang bagus, jangan semrawut, jangan tak improvement. Yang kita sayang, uang dan kesempatan ada, tetapi tidak kita lakukan. Uang banyak sekali sampai USD 6,000 miliar. Itu saja? Kemudian waktu rekonstruksi daerah tsunami, saya lihat kontruksi rumah-rumah tidak mengikuti standar, kemudian uang yang telah diberikan cukup banyak. Yang saya amati saat itu, untuk rumah bantuan rata-rata Rp 70 juta per unit, tetapi yang dibuat cuma Rp 30 juta. Jadi, ini masalah kejujuran. Jangan sampai di Pidie Jaya terjadi lagi. Kalau ada bantuan, bangun gedung yang layak dan bagus. Ikuti spek anti gempa. Baik Wali, selain musibah gempa, Aceh juga sedang berlangsung pesta demokrasi-Pilkada. Apa pesan Wali? Pesan saya kepada semua pihak, partai lokal (parlok) dan partai nasional (parnas) serta tim-timnya, ikuti pesta demokra-
20
MODUS ACEH NO 35/TH XIV 26 DESEMBER 2016 - 1 JANUARI 2017
si ini dengan jalan yang benar, jangan memanaskan. Apalagi, saya lihat ada juga saling tuding-menuding sesama kandidat. Itu tidak baik dan tidak bagus. Seharusnya? Yang paling penting adalah apa yang Anda bisa buat untuk Aceh yang lebih bagus daripada yang ada sekarang? Jadi, itu saja, kasih tahu ke rakyat programprogram calon jika jadi kepala daerah, akan dibuat dan bangun lebih baik lagi. Biarlah rakyat yang menilai dan menentukan pilihannya, jangan saling tudingmenuding dan menyalahkan pihak lain. Sikap Wali Nanggroe bagaimana? Bagi saya, siapa pun yang menang tidak masalah. Cita-cita dan perjuangan saya, dengan adanya Lembaga Wali Nanggroe ini, mengarahkan rakyat Aceh. Beginilah Aceh ke depan yang harus kita buat. Misal, masalah ekonomi, pembangunan, sosial, budaya dan akhlak. Yang paling penting akhlak. Di mana-mana, keruntuhan akhlak dan ini menjadi beban bagi kita semua tentang bagaimana cara untuk kita perbaiki. Lalu? Dalam Lembaga Wali Nanggroe, saya mengajak para ulama. Maksud saya, ulama ini bukan sekedar khutbah, tetapi turun ke masyarakat, melihat apa yang salah dan benar serta memberi masukan secara agama. Mudah-mudahan, itu yang akan kita lakukan dan saya yakin itu bisa kita
Wawancara
Wali Nanggroe Malik Mahmud Al-Haytar Menjelaskan Wilayah yang Berpotensi Gempa. lakukan. Kita beragama Islam yang rahmatan lil alamin. Aceh dan Islam sudah ada sejak 1.200 tahun silam. Kita punya adat istiadat yang dari dulu sudah dipakai dan dilaksanakan dalam Kerajaan Aceh berdasarkan Al-Quran dan sunnah. Memang, ada yang bercampur berdasarkan adat asli dan itu tidak salah menurut agama Islam. Jadi, endatu kita dulu telah membuat aturan dan menjalankannya dengan bagus, sehingga Aceh menjadi negara Islam
yang damai, maju dalam semua bidang ketika itu, termasuk industri seperti kapal. Begitu terkenalkah Aceh tempo dulu? Ya, ketika kita perang dengan Portugis, hanya ada 500 buah kapal, tetapi kita bisa menghadapi mereka. Padahal, Portugis negara maritim di Eropa dan yang paling kuat waktu itu. Inggris belum dan Belanda belum lagi, membangun armada yang luar biasa dengan tujuan menjajah dan mengkristenisasi dunia. Bahkan, mereka sampai datang ke Aceh dan
mendapat pertentangan yang begitu kuat di Aceh. Kenapa begitu kuat Aceh ketika itu? Bukan hanya karena semangat orang Aceh yang tinggi, tetapi daya pikir juga luar biasa saat itu. Kita menguasai teknologi pembuatan kapal sebanding dengan Portugis. Mereka tidak dapat mengalahkan kita, malah sebaliknya. Padahal, mereka sangat maju. Bagaimana orang tua kita, dari segi diplomasi politik, mereka kuasai dunia dan teknologi. Apalagi, Sultan Ali Mughayat Syah, dialah orang pertama yang membuat industri perkapalan dan persenjataan. Waktu itu, alhamdulillah, dapat dukungan dari Turki dan India. Jadi, kita luar biasa! Selain itu? Kita punya undang-undang negeri Aceh yang berdasarkan Al-Quran dan hadits. Aceh mengembangkan Islam di Nusantara. Jadi, alim ulama cukup banyak di Aceh. Itu sebabnya, menjadi tantangan tersendiri bagaimana kita membangun kembali dengan akhlak yang kita akui mulai runtuh. Contohnya, akhlak rusak yang Wali maksudkan? Misalnya dengan narkoba yang menjelekkan orang Aceh. Kasihan juga keluarganya kalau ditangkap dan dihukum. Ini harus kita hindari. Kita minta para ulama turun dan masuk, juga untuk menjaga lingkungan alam yang banyak rusak.***
MODUS ACEH
Hukum
NO 35/TH XIV 26 DESEMBER 2016 - 1 JANUARI 2017
21
■ Di Balik Dugaan Pemalsuan Syarat Administrasi Kenaikan Pangkat
Teuku Aznal Bisa Dijerat Pasal 263 KUHP?
Walau telah mengaku pasrah dengan temuan Inspektorat Aceh terkait dugaan pemalsuan persyaratan administrasi untuk usulan kenaikan pangkat, tak berarti Kepala Biro Umum Setda Aceh yang juga Plt. Walikota Sabang, Teuku Aznal, bebas dari jeratan hukum. Jika memang terbukti, Aznal bisa dijerat Pasal 263 KUHP. Teuku Aznal Bersama Mendagri.
Muhammad Saleh sinya, tindak pidana berupa pemalsuan suatu surat berbunyi: (1) Barangsiapa membuat surat palsu atau memalsukan surat yang dapat menimbulkan sesuatu hak, perikatan atau pembebasan hutang, atau yang diperuntukkan sebagai bukti daripada sesuatu hal dengan maksud untuk memakai atau menyuruh orang lain memakai surat tersebut seolaholah isinya benar dan tidak dipalsu, diancam jika pemakaian tersebut dapat menimbulkan kerugian, karena pemalsuan surat, dengan pidana penjara paling lama enam tahun. Pasal (2): diancam dengan pidana yang sama, barangsiapa dengan sengaja memakai surat palsu atau yang dipalsukan seolah-olah sejati, jika pemakaian surat itu dapat menimbulkan kerugian. Selanjutnya, di dalam Pasal 264 KUHP ditegaskan bahwa: (1) Pemalsuan surat diancam dengan pidana penjara paling lama delapan tahun, jika dilakukan terhadap; akta-akta otentik; surat hutang atau sertifikat hutang dari sesuatu negara atau bagiannya ataupun dari suatu lembaga umum; surat sero atau hutang atau sertifikat sero atau hutang dari suatu perkumpulan, yayasan, perseroan atau maskapai; talon, tanda bukti dividen atau bunga dari salah satu surat yang diterangkan dalam 2 dan 3 atau tanda bukti yang dikeluarkan sebagai pengganti surat-surat itu; surat kredit atau surat dagang yang diperuntukkan untuk diedarkan. Pasal; (2): diancam dengan pidana yang sama barangsiapa dengan sengaja memakai surat tersebut dalam ayat pertama, yang isinya tidak sejati atau yang dipalsukan seolah-olah benar
I
dan tidak dipalsu, jika pemalsuan surat itu dapat menimbulkan kerugian. Sekedar mengulang, kabar tak sedap itu menimpa Kepala Biro Umum Setda Aceh yang juga Plt. Walikota Sabang, Teuku Aznal serta Kepala Sekretariat Komisi Independen Pemilihan (KIP) Aceh. Diduga, birokrat karir ini memalsukan persyaratan administrasi untuk usulan kenaikan pangkat. Sementara, Darmansyah ditengarai ikut ‘menilep’ tunjangan ganda. Kepala Inspektorat Aceh, Abdul Karim, membenarkan dugaan ini berdasarkan hasil penyelidikan dan pengusutan pihaknya. Abdul Karim, mengaku sudah menuntaskan pemeriksaan dan audit terhadap kasus penerimaan tunjangan ganda pegawai negeri sipil (PNS) di Sekretariat KIP Aceh dan kasus dugaan pemalsuan surat keputusan (SK) jabatan di Biro Umum Sekretaris Daerah (Setda) Aceh. Nah, khusus kasus T. Aznal, inilah yang kini menjadi perhatian publik di Aceh, khususnya jajaran birokrasi. Maklum, kasus ini baru pertama kali terjadi dan berhasil diungkap oleh Plt. Gubernur Aceh Mayjen (Purn) Soedarmo. “Hasil pemeriksaan kedua kasus itu telah kita laporkan kepada Plt. Gubernur Aceh, Mayjen TNI (Purn) Soedarmo,” kata Kepala Inspektorat Aceh, Abdul Karim, usai rapat dengan Asisten I dan Asisten III Setda Aceh, Kamis, 15 Desember 2016 di ruang kerja Asisten III, Pemerintah Aceh di Banda Aceh. Didampingi Asisten I, Dr. Muzakkar dan Asisten III Setda Aceh, Syahrul Badaruddin, Kepala Inspektorat Aceh Abdul Karim mengatakan, khusus kasus dugaan pemalsuan SK jabatan, Teuku Aznal telah terbukti me-
malsukan SK jabatan saat diangkat menjadi Kabag Keuangan Biro Umum tahun 2013 lalu. Katanya, SK itu ditandatangani Sekda Provinsi Aceh saat itu, Teuku Setia Budi, tanggal 18 Februari 2013, dengan nomor PEG.821.22003.2013. Dan, SK tersebut, kata Abdul Karim, dipalsukan dengan cara mengubah tanggal, bulan, tahun, serta memindahkan tanda tangan Teuku Setia Budi yang ada di SK jabatan sebelumnya, tertanggal 18 Februari 2012. Cara itu dilakukan dengan men-scan dan kemudian memindahkan ke SK jabatan tertanggal 5 September 2012. Hal yang sama juga dilakukan terhadap paraf para asisten. Abdul Karim mengungkapkan, modus operandi ini diketahui karena dari dua SK yang ditemukan arsipnya di Setda Aceh dan Badan Kepegawaian, Pendidikan dan Pelatihan (BKPP) Aceh, SK jabatan diteken Sekretaris Daerah (Sekda) Teuku Setia Budi, tanggal 18 Februari 2013. Sementara, yang diteken tertanggal 5 September 2012 tidak pernah ada. Kata Abdul Karim, menurut analisis tim pemeriksa Baperjakat, motif T. Aznal memalsukan SK kenaikan jabatannya saat dilantik menjadi Kabag Keuangan Biro Umum untuk mempercepat kenaikan pangkat dari III/d ke IV/a atau lainnya. “Tindakan Saudara Aznal ini melanggar Peraturan Pemerintah (PP) RI Nomor 53 Tahun 2010 tentang Disiplin Pegawai Negeri,” ujar Abdul Karim. Berdasarkan Pasal 7 PP Nomor 53 Tahun 2010, PNS yang melakukan pelanggaran disiplin berat bisa dikenakan sanksi antara lain penurunan pangkat setingkat lebih rendah selama tiga tahun, pemindahan dalam rangka penurunan jabatan setingkat lebih rendah, pembebasan dari
FOTO FB
jabatan, pemberhentian dengan hormat tidak atas permintaan sendiri sebagai PNS dan pemberhentian tidak dengan hormat sebagai PNS. Terkuaknya kasus ini, kabarnya, karena bisikan seseorang kepada Plt. Gubernur Aceh, Mayjen (Purn) Soedarmo. Tak jelas apa maksud dan tujuan dari bisikan tadi. Itu sebabnya, Plt. Gubernur Aceh Soedarmo meminta Asisten III Setda Aceh, Syahrul Badaruddin bersama Kepala Inspektorat Aceh, Abdul Karim, untuk mengusut dan mengungkap tuntas dugaan tadi. Perintah itu diakui Syahrul. “Benar, Pak Plt. Gubernur yang langsung memerintahkan kasus ini agar diusut dan diungkap secara tuntas,” sebut Syahrul. Menurut Syahrul Badaruddin pada media ini beberapa waktu lalu, dari laporan yang masuk pada pihaknya, si pelapor mengungkapkan bahwa kenaikan pangkat T Aznal belum cukup masa atau bulannya, tapi sudah diusul. Tak hanya itu, diduga Aznal juga melakukan pemalsuan surat keputusan (SK) kenaikan pangkat atau jabatannya dari IV/a ke IV/b. Sebelumnya, SK kenaikan pangkat T. Aznal dari III/d ke IV/a diterbitkan Sekda Aceh, T Setia Budi, atas nama Gubernur Aceh dr Zaini Abdullah pada 18 Februari 2013 dengan nomor: PEG 821/22003.2013. Untuk bisa mengusul kenaikan pangkat ke IV/b, menurut PP Nomor 12 Tahun 2002, ia harus duduk pada pangkat IV/a selama 24 bulan. Setelah itu, baru boleh mengusul naik pangkat ke IV/b. Entah itu sebabnya, Badan Pertimbangan Jabatan dan Pangkat (Baperjakat) Pemerintah Aceh akhirnya turun tangan. Nah, Senin, 5 Desember 2016, mereka melakukan pemeriksaan ter-
hadap T. Aznal Zahri M.Si, Kepala Biro Umum Setda Aceh yang juga Pelaksana Tugas (Plt) Walikota Sabang. “Teuku Aznal sudah pernah kita panggil pada tanggal 21 November 2016. Tapi, saat itu, yang bersangkutan tidak hadir karena sedang mengikuti rapat persiapan pilkada serentak di Jakarta. Aznal hadir pada rapat itu dalam kapasitasnya sebagai Plt. Walikota Sabang,” ujar Abdul Karim seperti diwartakan Harian Serambi Indonesia, Banda Aceh. Pemanggilan kedua, lanjut Abdul Karim, dilakukan Senin, 5 Desember 2016 dan T. Aznal hadir. Menurutnya, pemanggilan itu dilakukan karena setiap laporan dugaan pelanggaran oleh PNS sebelum dikenakan sanksi, maka tim Baperjakat wajib memeriksa apakah pelanggaran yang dilakukan itu termasuk pelanggaran berat, sedang atau ringan. Lantas, apa kata T. Aznal? “Itu hanya miskomunikasi saja. Tidak ada dokumen yang saya palsukan. Proses yang dilakukannya terhadap diri saya justru sudah sesuai dengan Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 12 Tahun 2002. Tapi, tim Baperjakat melihatnya dari Nomor 13 Tahun 2002,” ungkap T. Aznal. Dia menduga, laporan tersebut sengaja dilakukan oleh pihak yang tidak senang terhadap promosi jabatan yang diberikan kepala daerah kepada dirinya. R. Soesilo dalam bukunya Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) serta komentarkomentarnya lengkap Pasal Demi Pasal (hal. 195) mengatakan bahwa yang diartikan dengan surat dalam bab ini adalah segala surat, baik yang ditulis dengan tangan, dicetak, maupun ditulis memakai mesin tik, dan lain-lainnya. Sementara itu, sumber MODUSACEH.CO di Polda Aceh menegaskan, walaupun perbuatan itu patut diduga pemalsuan, pihaknya dapat tak serta merta melakukan proses hukum, kecuali ada permintaan dari pimpinan, dalam hal ini Gubernur Aceh. “Jadi, kami menunggu, apakah dugaan pemalsuan itu diproses secara internal atau dilaporkan sebagai perbuatan tindak pidana,” sebut sumber tersebut. Nah, bagaimana Pak Plt. Gubernur Aceh Mayjen (Purn) Soedarmo? Rakyat Aceh menunggu sikap Anda.***
22
MODUS ACEH
Politik
NO 35/TH XIV 26 DESEMBER 2016 - 1 JANUARI 2017
■ Plt Ketua DPD II Partai Golkar Gayo Lues
Yang Janggal dari Alasan Ibnu Hasyim
Setelah lama mengambang tentang siapa yang menjadi Pelaksana Tugas (Plt) Ketua DPD II Partai Golkar Gayo Lues, DPD I Partai Golkar Aceh akhirnya memberi kepercayaan pada Aminuddin. Tapi, alasan cuti Ibnu Hasyim dinilai janggal. Kenapa?
Azhari Usman
nak-enak sedap, masuk barang, tuh! Agaknya, kata-kata humoris yang sempat dipopulerkan almarhum Sutan Bhatoegana, politisi Partai Demokrat ini, dirasakan juga Aminuddin, anggota DPR Aceh dari Fraksi Partai Golkar. Bayangkan, walau telah diberi kepercayaan menjadi Plt. Ketua DPD II Partai Golkar Gayo Lues, anggota DPR Aceh dari Daerah Pemilihan (Dapil) Kabupaten Aceh Tenggara dan Gayo Lues ini bisa jadi merasa kurang puas. Yang jadi soal tentu bukan beban tugas yang harus dia pikul. Sebaliknya, alasan Bupati Gayo Lues yang juga mantan Ketua DPD II Gayo Lues ini yang kurang sedap. Maklum, Ibnu Hasyim diganti karena alasan mengambil cuti dari jabatannya
E
itu. Ini disebabkan, kabupaten tersebut ikut dalam kontestasi Pilkada Bupati dan Wakil Bupati, 15 Februari 2017 mendatang. Ibnu Hasyim sendiri tak maju lagi. Itu sebabnya, sejak 5 Desember 2016 lalu, DPD I Partai Golkar Aceh menunjuk Aminuddin. Penetapan itu berdasarkan Surat Keputusan (SK) DPD I Partai Golkar Aceh, Nomor: KEP-38/ DPD-I/GK/XII/2016, tanggal 5 Desember 2016 yang ditandatangani TM Nurlif (Ketua) dan T Machsalmina Ali (Sekretaris). Yang menjadi pertimbangan penunjukan Aminuddin adalah karena Ibnu Hasyim telah mengajukan permohonan cuti sampai dengan diselesaikan pencoblosan Pilkada 2017 mendatang. Karena itu, demi kelanjutan pelaksanaan visi dan misi serta program umum partai, ditunjuklah Aminuddin untuk menggantikan Ibnu Hasyim. “Memperhatikan Rapat Koordinasi Teknis DPD I Partai Golkar Aceh yang dihadiri Koordinator Provinsi Aceh DPP Partai Golkar, 9 Oktober 2016 di Banda Aceh serta Surat DPD II Partai Golkar Kabupaten Gayo Lues, tanggal 1 Desember 2016 perihal permohonan cuti sebagai Ketua DPD II Partai Golkar Kabupaten Gayo Lues,” begitu tulis SK tadi pada poin memperhatikan. Selanjutnya, Aminuddin diberi tugas dan wewenang untuk menjalankan visi dan misi serta program umum partai. Kedua, mempersiapkan Musyawarah
Daerah (Musda) Partai Golkar Gayo Lues sesuai jadwal yang telah ditetapkan DPD I Partai Golkar Aceh dan ketiga, melaksanakan kebijakan sesuai dengan kewenangannya dalam rangka pemenangan pasangan calon Gubernur/Wakil Gubernur, Bupati/Wakil Bupati Gayo Lues yang diusung Partai Golkar. Bisa jadi, karena alasan cuti tersebut, Ibnu Hasyim akan maju atau mencalonkan diri kembali sebagai Ketua DPD II Partai Golkar Gayo Lues. Nah, jika itu terjadi, lantas untuk apa mengambil cuti? Lepas dari adanya SK Plt. Ketua DPD II Partai Golkar Gayo Lues tadi, sumber media ini di DPD I Partai Golkar Aceh mengungkapkan, sebenarnya, tanpa mengajukan cuti dari ketua, kepengurusan Ibnu Hasyim memang sudah berakhir. Hanya saja, Bupati Gayo Lues itu tak melaksanakan musda Akibatnya, sempat beberapa kali mendapat teguran, baik dari DPD I Partai Golkar Aceh maupun DPP Partai Golkar melalui Ketua Badan Pemenangan Pemilu (Bappilu) Sumatera Utara-Aceh, Andi Sinulingga, serta Korwil Aceh, Firmandez, yang juga anggota DPR RI Fraksi Golkar dari Dapil Aceh. Itu sebabnya, ungkap sumber tadi, menjadi aneh jika Ibnu Hasyim justru mengajukan cuti, bukan melaksanakan musda. “Saya lucu saja. Baru kali ini ada Ketua DPD II yang mengajukan cuti dari jabatannya, padahal
sudah berakhir,” sebut sumber yang tak mau ditulis namanya itu. Sumber tadi menduga, langkah yang diambil Ibnu Hasyim tak lepas dari kegagalan istrinya untuk maju sebagai calon Bupati Gayo Lues karena faktor kesehatan. Selanjutnya, Ibnu Hasyim menggantikan posisi istri dengan keluarganya juga. “Tampak sekali perannya untuk menguasai partai dan takut kalah dari rival kuatnya Amru yang berpasangan dengan calon Wakil Bupati dari kader partai Golkar juga,” ungkap sumber ini. Entah karena kejanggalan tersebut, Koordinator Wilayah (Korwil) Aceh DPP Partai Golkar, Firmandez, ikut bicara. Dia mengaku, ada yang aneh dari alasan Ibnu Hasyim cuti dari jabatan Ketua DPD II Partai Golkar Gayo Lues. “Sebenarnya, saya enggan berkomentar banyak. Tapi, coba pelajari kembali aturan main dan mekanisme Partai Golkar. Apakah sangat etis dengan cara-cara seperti itu?” sebut Firmandes. Tak hanya itu, SK DPD I Partai Golkar Aceh, terkait Plt. Ketua DPD II Partai Golkar Gayo Lues juga mendapat tanggapan serius dari Ketua Koordinator Bappilu Wilayah I (Sumatera Utara dan Aceh) dan Korwil Aceh, DPP Partai Golkar, Andi Sinulingga. Ini terkait posisi Ketua DPD II Partai Golkar Kabupaten Gayo Lues, Ibnu Hasyim, yang tidak mendukung calon Bupati dan Wakil Bupati Gayo Lues yang diusung dan didukung DPP Par-
tai Golkar pada Pilkada Aceh, 15 Februari 2017 mendatang. “Jelas itu melanggar ketentuan dan etika organisasi,” kata Andi Sinulingga saat dikonfirmasi MODUSACEH.CO, Minggu sore pekan lalu. Kenapa? “Karena dalam Rakornis, kami sudah sepakat agar diberi sanksi pada Ketua Golkar Gayo Lues. Tapi, waktu itu, Ketua DPD I Partai Golkar Aceh dalam rapat meminta waktu satu minggu untuk bicara dengan Ketua Golkar Gayo Lues, agar bersedia mengundurkan diri dan semua peserta rapat menyetujuinya,” kata Andi Sinulingga atau akrab disapa Ucok. Menurut Ucok, keputusan Plt. Ketua DPD II Partai Gayo Lues atas dasar cuti tidak diatur dalam petunjuk pelaksana (juklak) Nomor: 06/2016. Sebaliknya, yang melanggar juklak itu adalah Ketua DPD II Partai Golkar Gayo Lues, yang tidak mendukung pasangan calon Bupati-Wakil Bupati Gayo Lues yang didukung Golkar. “Aturan partai pada Juklak Pasal Pilkada, Bab VIII jelas disebutkan, wajib mendukung calon yang diusung partai. Jadi, perbuatan Ketua DPD II Golkar Gayo Lues, sudah cukup untuk dijadikan dasar dalam menegakkan aturan partai,” sebut Ucok. Itu sebabnya, Ucok menegaskan, “Ketua Golkar Gayo Lues tidak loyal dan bahkan membangkang dengan keputusan DPP Golkar dan itu tidak bisa dibenarkan,” tegas Ucok. Alamak!***
MODUS ACEH
Politik
NO 35/TH XIV 26 DESEMBER 2016 - 1 JANUARI 2017
23
Yang Terucap dari Muzakir Manaf acehimage
Debat kandidat enam pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh periode 2017-2022 terkesan agak lucu. Ini tak lepas dari kehadiran Zakaria Saman. Namun, ada juga pertanyaan yang menohok kandidat lain, misal dari Muzakir Manaf untuk dr. Zaini Abdullah. Juli Saidi Debat Kandidat Calon Gubernur Aceh.
utaan masyarakat Aceh menyaksikan langsung debat kandidat enam pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh melalui salah satu siaran televisi swasta nasional, Kamis malam, 22 Desember 2016 pekan lalu. Debat putaran (sesi) pertama ini berlangsung di Hermes Palace Hotel, Jalan T. P. Nyak Makam, Banda Aceh. Debat publik itu diawali dengan penyampaian visi-misi oleh enam pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh. Tentu, dari tampilan enam pasangan calon tersebut, membuat debat itu menjadi ramai dan seru. Ini karena kelucuan dari beberapa pernyataan dan pendapat yang dilontarkan Zakaria Saman atau akrab disapa Apa Karya, yang juga mantan petinggi Gerakan Aceh Merdeka (GAM). Lalu, berlanjut pada sesi pertanyaan dari panelis tentang isuisu faktual, seperti masalah
J
narkoba dan kemiskinan di Aceh, kemudian dijawab masing-masing pasangan calon. Berlanjut ke sesi tanya jawab antar pasangan calon. Salah satu adalah pasangan calon nomor urut lima yaitu Muzakir ManafTA. Khalid. Ketua Partai Aceh ini bertanya pada pasangan calon Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh nomor urut empat, dr. Zaini Abdullah-Nasaruddin. Moderator mempersilakan Muzakir Manaf untuk langsung bertanya pada sohibnya sendiri, dr. Zaini Abdullah. “Baik, nomor urut empat, saya ingin bertanya, bagaimana cara Anda menyampaikan poin-poin MoU Helsinki dan turunan UUPA (UndangUndang Pemerintahan Aceh) yang belum selesai, sedangkan Anda tidak bisa membuat kekompakan dengan DPRA, dengan Wakil Gubernur, dengan partai Anda terdahulu. Bahkan, dengan kepala dinas yang sering Anda gonta-ganti,” tanya Muzakir Manaf atau akrab disapa Mualem pada Zaini Abdullah, Kamis
malam pekan lalu. Pertanyaan tersebut tentu saja mengundang tepuk tangan hadirin di acara debat kandidat tersebut. Tapi, dr. Zaini Abdullah menjawab, perdamaian antara GAM dan Pemerintah Republik Indonesia, 15 Agustus 2005 di Helsinki berada bawah Negara Kesatuan Republik Indonesia. “Itu poin paling penting,” kata dr. Zaini Abdullah. Kata dr. Zaini Abdullah, adanya poin-poin yang tidak sejalan alias seirama dengan Dewan Perwakilan Rakyat Aceh (DPRA), termasuk kejanggalan-kejanggalan dalam program di DPR Aceh. “Kita harus bersinkronisasi saat itu,” katanya. Tak hanya itu, lebih menggigit lagi, dr. Zaini Abdullah justru mengatakan, keretakan hubungan antara dirinya dengan Muzakir Manaf telah terjadi satu tahun pertama kepemimpinan. Muzakir Manaf adalah Wakil Gubernur Aceh yang berpasangan dengan Zaini Abdullah periode 2012-2017, hasil Pilkada 2012
silam. “Boleh dikatakan, saya bekerja sendiri. Satu tahun saya bekerja dengan Saudara, setelah itu putus. Jadi, alhasil, Saudara menuntut saya tidak memberikan jabatan. Itu salah besar. Karena tugas saya sebagai gubernur dan Anda Wakil Gubernur. Saudara bukan sopir saya. Saudara adalah Wakil Gubernur. Sementara, menyangkut bendera (bendera Aceh atau Bulan Bintangred), misalnya, ada yang gila-gilaan dengan menaikkan bendera itu di Arab Saudi. Ini kan gila,” timpal Zaini. Munculnya pengakuan dr. Zaini Abdullah tadi semakin mensahihkan bahwa mutasi kepala dinas dan badan setelah tahun 2013 tak lagi melibatkan Muzakir Manaf. Padahal, setelah tahun 2013, mutasi kepala dinas, badan bahkan sampai pada pegawai negeri sipil eselon III dan IV, jumlahnya mencapai 12 kali. Begitu juga penyusunan Anggaran Pendapatan dan Belanja Aceh (APBA) tahun 20142015. Menurut pengakuan itu,
Muzakir Manaf tak dilibatkan secara aktif oleh dr. Zaini Abdullah. Padahal, diakui atau tidak, menangnya pasangan dr. Zaini Abdullah-Muzakir Manaf tak lepas dari pengaruh mantan Panglima Gerakan Aceh Merdeka (GAM) dan Ketua Partai Aceh itu. Ini juga bisa dibuktikan Pilkada 2007 silam, ketika adik kandung dr. Zaini Abdullah yakni Hasbi Abdullah berpasangan dengan Humam Hamid kalah dari pasangan Irwandi Yusuf-Muhammad Nazar. Semua itu tak lepas dari peran Mualem. “Dulu, saya mendukung Irwandi Yusuf sebagai gubernur, lalu mendampingi Zaini Abdullah dan berhasil. Kini, saya ingin memimpin kembali untuk meluruskan kembali roh perjuangan,” kata Mualem di akhir debat kandidat, Kamis malam pekan lalu. Entah itu sebabnya, menjelang pengesahan APBA 2016 lalu, Muzakir Manaf bersitegang dengan dr. Zaini Abdullah sebelum anggaran disahkan. Peristiwa itu terjadi saat Pertemuan DPR Aceh, eksekutif, termasuk Gubernur dan Wakil Gubernur Aceh dengan Kementerian Dalam Negeri RI di Jakarta. Saat itu, sempat terjadi perseteruan yang memalukan. Tapi, Muzakir Manaf tetap keukeuh, bahwa selama ini dia tak mendapat bagian dalam program APBA. Sehingga, pertemuan pertama tak menghasilkan kesepakatan. Lalu, dilanjutkan dalam ruang Direktur Jenderal Keuangan Daerah Kementerian Dalam Negeri, Reydonnyzar Moenek. Hingga akhirnya disepakati ada bagian yang sama dalam porsi program APBA 2016.***