perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PENGARUH MODEL PEMBELAJARAN VCT (VALUE CLARIFICATION TECHNIQUE) TERHADAP PEMAHAMAN NILAI TRADISI SEJARAH SISWA KELAS X SEKOLAH MENENGAH ATAS NEGERI DI KABUPATEN KUDUS TAHUN PELAJARAN 2011/2012 DITINJAU DARI KECERDASAN EMOSIONAL
TESIS Untuk Memenuhi Sebagian Persyaratan Mencapai Derajat Magister
Oleh: IMANIAR PURBASARI S861008017
PROGRAM STUDI PENDIDIKAN SEJARAH PROGRAM PASCASARJANA UNIVERSITAS SEBELAS MARET SURAKARTA commit to user 2012 i
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
ii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
iii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERNYATAAN
Yang bertanda tangan di bawah ini, saya: Nama
: IMANIAR PURBASARI
NIM
: S861008017
Program Studi
: Pendidikan Sejarah
menyatakan dengan sesungguhnya bahwa tesis yang berjudul Pengaruh Model Pembelajaran VCT (Value Clarification Technique) terhadap Pemahaman Nilai Tradisi Sejarah Siswa Kelas X Sekolah Menengah Atas Negeri Kabupaten Kudus Tahun Pelajaran 2011/2012 Ditinjau dari Kecerdasan Emosional betul-betul karya saya sendiri dan belum pernah diajukan untuk memperoleh gelar kesarjanaan di suatu perguruan tinggi. Sepanjang pengetahuan saya, dalam tesis ini tidak terdapat karya atau pendapat yang pernah ditulis atau diterbitkan oleh orang lain, kecuali yang secara tertulis diacu dalam naskah ini dan disebutkan dalam daftar pustaka. Demikian pernyatan ini saya buat dengan sebenar-benarnya dan apabila di kemudian hari terbukti pernyataan saya tidak benar, maka saya bersedia menerima sanksi akademik yang berupa pencabutan gelar yang saya peroleh dari tesis ini. Surakarta, Yang membuat pernyataan,
Imaniar Purbasari commit to user
iv
S861008017
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
MOTTO Sejarah adalah sebagai saksi dari Sang waktu, Obor daripada kebenaran, nyawa daripada ingatan, Sang Guru dari pada kehidupan, dan pembawa pesan daripada masa lampau. (Cicero)
commit to user
v
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
PERSEMBAHAN
Tesis ini saya persembahkan kepada: 1. Ayah dan Ibuku tercinta. 2. Adikku tersayang. 3. Dr. Nunuk Suryani, M. Pd
commit to user
vi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KATA PENGANTAR
Puji syukur atas karunia Allah SWT, yang telah melimpahkan rahmat dan hidyah-Nya kepada Penulis sehingga dapat menyelesaikan tesis yang berjudul Pengaruh Model Pembelajaran VCT (Value Clarification Technique) Terhadap Pemahaman Nilai Tradisi Sejarah Siswa Kelas X Sekolah Menengah Atas Negeri Kabupaten Kudus Tahun Pelajaran 2011/2012 Ditinjau dari Kecerdasan Emosional dapat terselesaikan untuk memenuhi persyaratan mencapai derajat magister pada Program Studi Pendidikan Sejarah Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret. Penyelesaian tesis ini tidak lepas dari bimbingan dan dukungan dari berbagai pihak. Untuk itu, Penulis mengucapkan banyak terima kasih kepada semua pihak yang telah membantu penyelesaian tesis ini, terutama: 1. Rektor Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberi ijin penelitian dan menggunakan fasilitas kampus. 2. Direktur Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta yang telah memberi kesempatan belajar dan ijin penelitian untuk menyelesaikan tesis ini. 3. Ketua Program Studi Pendidikan Sejarah yang telah mendukung penuh penyelesaian tesis ini. 4. Prof. Dr. Sri Jutmini M.Pd., selaku Pembimbing I yang telah membimbing penulis dengan penuh kesabaran dan ketelitian sampai tesis ini selesai. commit to user
vii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
5. Dr. Warto, M. Hum., selaku dan selaku Pembimbing II yang telah membimbing penulis dengan penuh kesabaran dan ketelitian sampai tesis ini selesai. 6. Segenap Keluarga Besar Prodi Teknologi Pendidikan dan Keluarga Besar Program Pascasarjana UNS yang telah memberikan ijin dan dukungan kepada penulis dalam menjalani studi lanjut ini. 7. Kepala Sekolah SMA Negeri 1 Bae Kudus, SMA Negeri 2 Kudus, SMA Negeri 2 Bae Kudus yang telah memberikan ijin untuk melaksanakan penelitian di instansinya. 8. Ibu Dwi Harjanti, S. Pd, M. Pd, bapak Ahmad Sofwan, S. Pd, bapak Djupri, S. Pd.,yang telah mendukung sepenuhnya penelitian ini sebagai guru model. 9. Rekan-rekan mahasiswa program studi Pendidikan Sejarah Program Pascasarjana angkatan 2010 yang telah memberikan semangat selama penyelesaian tesis ini. Semoga segala bantuan, bimbingan, dan dukungan yang telah diberikan senantiasa sebagai suatu ibadah yang akan mendapatkan imbalan setimpal dari Allah SWT., baik di dunia maupun di akhirat nanti. Penulis yakin bahwa tesis ini masih banyak kekurangannya. Untuk itu, penulis mengharapkan saran dari berbagai pihak demi perbaikan tesis ini agar menjadi lebih sempurna. Semoga tesis ini dapat bermanfaat dan memberikan kontribusi bagi pengembangan pendidikan di Indonesia, khususnya pendidikan sejarah. Surakarta, commit to user
viii
Penulis
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRAK Imaniar Purbasari, S861008017, Pengaruh Model Pembelajaran VCT (Value Clarification Technique) terhadap Pemahaman Nilai Tradisi Sejarah Siswa Kelas X Sekolah Menengah Atas Negeri Kabupaten Kudus Tahun Pelajaran 2011/2012 Ditinjau dari Kecerdasan Emosional. Tesis: Program Studi Pendidikan Sejarah Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret Surakarta, 2011: (1) Prof. Dr. Sri Jutmini, M. Pd (Pembimbing I), (2) Dr. Warto, M. Hum (Pembimbing II). Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui: (1) Perbedaan pengaruh antara model pembelajaran VCT (Value Clarification Technique) dan Ekspositori terhadap Pemahaman Nilai Tradisi Masa Pra-Aksara dan Aksara pada peserta didik kelas X SMA Negeri di Kabupaten Kudus, (2) Perbedaan pengaruh antara peserta didik yang memiliki kecerdasan emosional rendah dan tinggi terhadap Pemahaman Nilai Tradisi Masa Pra-Aksara dan Aksara pada peserta didik kelas X SMA Negeri di Kabupaten Kudus, (3) Interaksi antara model pembelajaran dan kecerdasan emosional terhadap Pemahaman Nilai Tradisi Masa Pra-Aksara dan Aksara pada peserta didik kelas X SMA Negeri di Kabupaten Kudus. Metode yang dipergunakan dalam penelitian ini adalah kuantitatif eksperimen. Populasi penelitian adalah siswa SMA Kelas X di Kabupaten Kudus semester 1 Tahun Pelajaran 2011/2012. Teknik pengambilan sampel yang digunakan adalah multistage cluster random sampling. Berdasarkan teknik tersebut diperoleh 106 siswa: 34 siswa SMA N 1 Bae Kudus sebagai kelompok eksperimen, 34 siswa SMA N 2 Kudus sebagai kelompok kontrol, dan 38 siswa SMA N 2 Bae Kudus sebagai kelompok uji coba. Teknik pengumpulan data menggunakan angket untuk mengumpulkan data tentang kecerdasan emosional dan tes untuk mengumpulkan data tentang Pemahaman Nilai Tradisi Masa PraAksara dan Aksara. Analisis hasil penelitian menggunakan teknik Analisis Varians (ANAVA) dua jalur (2 x 2). Hasil uji hipotesis penelitian menunjukkan: (1) Terdapat perbedaan pengaruh antara model pembelajaran VCT (Value Clarification Technique) dan Ekspositori terhadap Pemahaman Nilai Tradisi Masa Pra-Aksara dan Aksara pada siswa kelas X SMA Negeri di Kabupaten Kudus dengan Fhitung = 155,765 > F tabel (α = 0,05) = 3,11 taraf signifikansi 0,05, hal ini berarti Ho ditolak; (2) Tidak terdapat perbedaan pengaruh antara siswa yang memiliki kecerdasan emosional rendah dan tinggi terhadap Pemahaman Nilai Tradisi Masa Pra-Aksara dan Aksara siswa kelas X SMA Negeri di Kabupaten Kudus dengan Fhitung = 0,610 < F tabel (α = 0,05) = 3,11 taraf signifikansi 0,05, hal ini berarti Ho diterima; (3) Tidak terdapat interaksi antara model pembelajaran dan kecerdasan emosional terhadap Pemahaman Nilai Tradisi Masa Pra-Aksara dan Aksara siswa kelas X SMA Negeri di Kabupaten Kudus dengan Fhitung = 0,82 < F tabel (α = 0,05) = 3,11 taraf signifikansi 0,05, hal ini berarti Ho diterima.
Kata Kunci : Pemahaman Nilai Tradisi Masa Pra-Aksara dan Aksara, Model Pembelajaran VCT (Value Clarification Technique), Kecerdasan Emosional
commit to user
ix
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
ABSTRACT Imaniar Purbasari. 2011. S861008017. The Influences of VCT (Value Clarification Technique) Learning Model towards the Understandings of Historical Tradition Values on Pra-Aksara and Aksara Period of Students in Grade X of the State High Schools in Kudus Regency, Academic Year of 2011/2012, Observed from the Emotional Intelligence. Thesis Supervisor I: Prof. Dr. Sri Jutmini, M.Pd. Thesis Supervisor II: Dr. Warto, M.Hum. Postgraduate Thesis. History Education Studies. Postgraduate Program of Sebelas Maret University, Surakarta. The objectives of this research are to find out: (1) the differences of the influences between VCT (Value Clarification Technique) learning model and Expository toward the understanding of historical values of the students in grade X of the State High Schools in Kudus Regency, (2) the differences of the influences between students who have high level of emotional intelligence and low level of emotional intelligence toward the understanding of historical value of the students of grade X of the State High School in Kudus Regency, (3) the interactions between learning model and emotional intelligence toward the understanding of historical value of the students of grade X of the State High School in Kudus Regency. This research employs quantitative experiment method. The populations are high school (SMA) students of X grade in Kudus Regency, academic year of 2011/2012. The sampling technique is multistage cluster random sampling. Based on the technique, 106 students were obtained: 34 students of SMA N 1 Bae Kudus as the experiment group, 34 students of SMA N 2 Kudus as the control group, and 38 students of SMA N 2 Bae Kudus as the trial group. The researcher used two kinds of methods of data collection: questionnaire and test. Questionnaire was employed to obtain the data about emotional intelligence; and test was conducted to gather the data about the understanding of historical values. In analyzing the results of the research, the researcher used two-way Analysis of Variance (ANAVA) technique. The result of the hypothesis experiment shows that: (1) There are differences of the influences of VCT (Value Clarification Technique) and Expository learning model toward the understanding of historical values of students in grade X of the State High Schools in Kudus Regency with Fhit = 155,765 > Ftable (α = 0,05) = 3,11 significance level 0,05, means that Ho denied; (2) There are no differences of influences between students who have low emotional intelligence and high emotional intelligence toward the understanding of historical values of students in grade X of the State High Schools in Kudus Regency with Fhit = 0,610 > Ftable (α = 0,05) = 3,11 significance level 0,05, means that Ho accepted; (3) There are no interactions between learning models and emotional intelligence toward the understanding of historical values of students in grade X of the State High Schools in Kudus Regency with Fhit = 0,81 > Ftable (α = 0,05) = 3,11 significance level 0,05, means that Ho accepted.
Keywords: The Understanding of Historical Values, VCT (Value Clarification Technique) Learning Model, Emotional Intelligence
commit to user
x
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR ISI Halaman HALAMAN JUDUL …………………………………….…….……….…........ i HALAMAN PERSETUJUAN ............................................................................
ii
HALAMAN PENGESAHAN .............................................................................
iii
PERNYATAAN ...................................................................................................
iv
MOTTO ................................................................................................................
v
PERSEMBAHAN ...............................................................................................
vi
KATA PENGANTAR .........................................................................................
vii
ABSTRAK ...........................................................................................................
ix
ABSTRACT .........................................................................................................
x
DAFTAR ISI ………..……………………………………………....................
xi
DAFTAR TABEL ................................................................................................
xv
DAFTAR GAMBAR ...........................................................................................
xviii
DAFTAR LAMPIRAN .......................................................................................
xix
BAB I.
PENDAHULUAN .................................................................
1
A. Latar Belakang Masalah …………………………………....
1
B. Identifikasi Masalah .......……..............................................
10
C. Pembatasan Masalah ....…………………………........……
11
D. Rumusan Masalah ………………........................................
12
E. Tujuan Penelitian ….………………………….....………....
12
F. Manfaat Penelitian ………………………….……....….…..
13
1. Manfaat Praktis ..................................................................
13
commit to user
xi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
2. Manfaat Teoritis ................................................................. BAB II.
14
DAN
15
A. Kajian Teori ... …………………………....………….........
15
1. Pemahaman Nilai Sejarah ..............................................
15
2. Model
27
KAJIAN
TEORI,
KERANGKA
BERPIKIR,
HIPOTESIS
Pembelajaran
VCT
(Value
Clarification
Technique) .. …………………………………………..
BAB III.
3. Model Pembelajaran Ekspositori .......………………...
43
4. Kecerdasan Emosional ..................................................
52
B. Penelitian yang Relevan .......................................................
59
C. Kerangka Berpikir …………………………….……....…....
65
D. Hipotesis …………………………………………………...
68
METODE PENELITIAN ......................................................
70
A. Tempat dan Waktu Penelitian …………………....………..
70
1. Tempat Penelitian …………………....…………..............
70
2. Waktu Penelitian …………………....…………................
70
B. Jenis Penelitian .....................................................................
72
C. Definisi Opersional ................................................................
73
D. Prosedur Penelitian .................................................................
77
E. Populasi, Sampel, dan Sampling ………………....…………
79
1. Populasi Penelitian …………………....………….............
79
2. Penetapan Sampel dan Teknik Sampling ………….........
81
F. Teknik Pengumpulan Data ……………………....…..…….. commit to user
82
xii
perpustakaan.uns.ac.id
BAB IV
digilib.uns.ac.id
1. Metode Pengembangan Data .........................................
82
2. Instrumen Penelitian ........................................................
84
3. Uji Coba Instrumen .........................................................
85
G. Teknik Analisis Data ...........................................................
93
1. Uji Prasyarat Analisis .....................................................
94
2. Uji Hipotesis ...................................................................
94
3. Uji Lanjut ........................................................................
99
HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN ...............
102
A. Deskripsi Data Hasil Penelitian ...................................
102
1. Tabel Distribusi Frekuensi .....................................
102
2. Grafik Histogram ....................................................
118
B. Uji Persyaratan Analisis ...............................................
124
1. Uji Kesetaraan ........................................................
125
2. Uji Normalitas ........................................................
126
3. Uji Homogenitas .....................................................
130
C. Pengujian Hipotesis .....................................................
132
D. Pembahasan Hasil Penelitian .......................................
138
E. Keterbatasan Penelitian ................................................
146
commit to user
xiii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
KESIMPULAN, IMPLIKASI, SARAN .............................
148
A. Kesimpulan ...................................................................
148
B. Implikasi .......................................................................
149
C. Saran .............................................................................
151
DAFTAR PUSTAKA ..................................... ....................................................
153
........................................... ...........................................
157
BAB V
LAMPIRAN
commit to user
xiv
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR TABEL Halaman Tabel 1.
Jadwal Penelitian .................................................................................
71
Tabel 2.
Rancangan Desain Penelitian ...............................................................
72
Tabel 3.
Distribusi Frekuensi Skor Pemahaman Nilai Tradisi Masa PraAksara dan Aksara dengan Model Pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) Secara Keseluruhan (A1) ........................................
Tabel 4.
103
Distribusi Frekuensi Skor Pemahaman Nilai Tradisi Masa PraAksara dan Aksara dengan Model Pembelajaran Ekspository Secara Keseluruhan (A2) .................................................................................
Tabel 5.
105
Distribusi Frekuensi Skor Pemahaman Nilai Tradisi Masa PraAksara dan Aksara Siswa Kelompok Kecerdasan Emosional Tinggi Secara Keseluruhan (B1) …………………………………………….
Tabel 6.
107
Distribusi Frekuensi Skor Pemahaman Nilai Tradisi Masa PraAksara dan Aksara Kelompok Kecerdasan Emosional Rendah Secara Keseluruhan (B2) .................................................................................
Tabel 7.
109
Distribusi Frekuensi Skor Pemahaman Nilai Tradisi Masa PraAksara dan Aksara dengan Model Pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) pada Siswa yang Memiliki Kecerdasan Emosional Tinggi (A1B1) ......................................................................................
Tabel 8.
Distribusi Frekuensi Skor Pemahaman Nilai Tradisi Masa PraAksara dan Aksara dengan Model Pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) pada Siswa yang Memiliki Kecerdasan Emosional commit to user
xv
111
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Rendah (A1B2) ................................................................................... Tabel 9.
113
Distribusi Frekuensi Skor Pemahaman Nilai Tradisi Masa PraAksara dan Aksara dengan Model Pembelajaran Ekspository pada Siswa yang Memiliki Kecerdasan Emosional Tinggi (A2B1) ............. 115
Tabel 10.
Distribusi Frekuensi Skor Pemahaman Nilai Tradisi Masa PraAksara dan Aksara dengan Model Pembelajaran Ekspository pada Siswa yang Memiliki Kecerdasan Emosional Rendah (A2B2) ...........
117
Tabel 11.
Kesimpulan Hasil Uji Normalitas ........................................................
130
Tabel 12.
Hasil Uji Homogenitas Variansi Skor Pemahaman Nilai Tradisi Masa Pra-Aksara dan Aksara Keempat Kelompok Perlakuan ............
Tabel 13.
Tabel 14.
131
Rangkuman Pemahaman Nilai Tradisi Masa Pra-Aksara dan Aksara Siswa ....................................................................................................
132
Hasil Perhitungan Anava .....................................................................
134
commit to user
xvi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR GAMBAR Halaman Gambar 1.
Model Pembelajaran VCT ..............................................................
33
Gambar 2.
Pelaksanaan Model Pembelajaran VCT ...........................................
38
Gambar 3.
Kecerdasan Emosional .....................................................................
55
Gambar 4.
Kerangka Berpikir ............................................................................
68
Gambar 5.
Grafik Histogram Distribusi Frekuensi Skor Pemahaman Nilai Tradisi Masa Pra-Aksara dan Aksara dengan Model Pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) Secara Keseluruhan (A1) .....
Gambar 6.
118
Grafik Histogram Distribusi Frekuensi Skor Pemahaman Nilai Tradisi Masa Pra-Aksara dan Aksara dengan Model Pembelajaran Ekspository Secara Keseluruhan (A2) .............................................
Gambar 7.
119
Grafik Histogram Distribusi Frekuensi Skor Pemahaman Nilai Tradisi Masa Pra-Aksara dan Aksara Siswa Kelompok Kecerdasan Emosional Tinggi Secara Keseluruhan (B1) ....................................
Gambar 8.
120
Grafik Histogram Distribusi Frekuensi Skor Pemahaman Nilai Tradisi Masa Pra-Aksara dan Aksara Kelompok Kecerdasan Emosional Rendah Secara Keseluruhan (B2) ..................................
Gambar 9.
121
Grafik Histogram Distribusi Frekuensi Skor Pemahaman Nilai Tradisi
Masa
Pra-Aksara
dan
Aksara
Dengan
Model
Pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) pada Siswa yang Memiliki Kecerdasan Emosional Tinggi (A1B1) .................. Gambar 10. Grafik Histogram Distribusi Frekuensi Skor Pemahaman Nilai commit to user
xvii
122
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Tradisi Masa Pra-Aksara dan Aksara dengan Model Pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) pada Siswa yang Memiliki Kecerdasan Emosional Rendah (A1B2) ......................................... Gambar 11.
123
Grafik Histogram Distribusi Frekuensi Skor Pemahaman Nilai Tradisi Masa Pra-Aksara dan Aksara dengan Model Pembelajaran Ekspository pada Siswa yang Memiliki Kecerdasan Emosional Tinggi (A2B1) .................................................................................
124
Gambar 12. Grafik Histogram Distribusi Frekuensi Skor Pemahaman Nilai Tradisi Masa Pra-Aksara dan Aksara dengan Model Pembelajaran Ekspository pada siswa yang Memiliki Kecerdasan Emosional Rendah (A2B2) ................................................................................
125
Gambar 13. Tidak Terdapat Interaksi Antara Model Pembelajaran dan Kecerdasan Emosional Siswa Terhadap Pemahaman Nilai Tradisi Masa Pra-Aksara dan Aksara ...........................................................
commit to user
xviii
137
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR LAMPIRAN Halaman Lamp 1.1
RPP VCT..........................................................................................
157
Lamp. 1.2
RPP Ekspository...............................................................................
174
Lamp 1.3
Materi Pembelajaran Tradisi Masyarakat Indonesia masa PraAksara dan masa Aksara ..................................................................
Lamp 2.1
Kisi-kisi Try Out Tes Pemahaman Nilai Tradisi Masa Pra-Aksara dan Aksara.........................................................................................
Lamp 2.2
190
200
Instrumen Try Out Tes Pemahaman Nilai Tradisi Masa Pra-Aksara dan Aksara......................................................................................... 202
Lamp 2.3
Kunci Jawaban dan Norma Penilaian Tes Pemahaman Nilai Tradisi Masa Pra-Aksara dan Aksara................................................
Lamp 2.4
Kisi-kisi Tes Pemahaman Nilai Tradisi Masa Pra-Aksara dan Aksara ...............................................................................................
Lamp 2.5
216
Instrumen Tes Pemahaman Nilai Tradisi Masa Pra-Aksara dan Aksara................................................................................................
Lamp 2.6
213
218
Lembar Jawab Instrumen Tes Pemahaman Nilai Tradisi Masa PraAksara dan Aksara............................................................................
228
Lamp 2.7
Kisi-Kisi Angket Try Out Kecerdasan Emosional............................
229
Lamp 2.8
Try Out Angket Kecerdasan Emosional & Pedoman Skoring Angket Kecerdasan Emosional.........................................................
Lamp 2.9
232
Kisi-Kisi Angket Kecerdasan Emosional dan Angket Kecerdasan Emosional ......................................................................................... commit to user
xix
241
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
Lamp 3.1
Tabulasi Data Try Out Angket Kecerdasan Emosional …………...
247
Lamp 3.2
Hasil Uji Validitas Try Out Angket Kecerdasan Emosional ............
248
Lamp 3.3
Hasil Uji Reliabilitas Try Out Angket Kecerdasan Emosional ........
252
Lamp 3.4
Tabulasi Data, Validitas dan Reliabilitas Try Out Tes Pemahaman Nilai Tradisi Masa Pra-Aksara dan Aksara ......................................
255
Lamp 3.5
Data Uji Tingkat Kemakmudan dan Daya beda…………………… 256
Lamp 3.6
Hasil Uji Tingkat Kesukaran dan Daya Beda Try Out Tes Pemahaman Nilai Tradisi Masa Pra-Aksara dan Aksara..................
257
Lamp 4.1
Data Nilai UTS Uji Kesetaraan Kelompok Kontrol .........................
258
Lamp 4.2
Data Nilai UTS Uji Kesetaraan Kelompok Eksperimen...................
259
Lamp 4.3
Hasil Uji Kesetaraan Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol .............................................................................................
260
Lamp 5.1
Tabulasi Data Angket Kecerdasan Emosional Kelompok Kontrol ..
261
Lamp 5.2
Tabulasi
Data
Angket
Kecerdasan
Emosional
Kelompok
Eksperimen ....................................................................................... 262 Lamp 5.3
Hasil Perhitungan dan Pengelompokkan Data Angket Kecerdasan Emosional Kelompok Kontrol .........................................................
Lamp 5.4
Hasil Perhitungan dan Perngelompokkan Data Angket Kecerdasan Kecerdasan Emosional Kelompok Eksperimen ...............................
Lamp 5.5
263
264
Hasil Perhitungan Tabulasi Perngelompokkan siswa dengan Kecerdasan Emosional Kelompok Eksperimen dan Kelompok Kontrol .............................................................................................
Lamp 6.1
Data Hasil Pre-Test Pemahaman Nilai Tradisi Masa Pra-Aksara commit to user
xx
265
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
dan Aksara Kelompok Kontrol ........................................................ Lamp 6.2
Data Hasil Post-Test Pemahaman Nilai Tradisi Masa Pra-Aksara dan Aksara Kelompok Kontrol ........................................................
Lamp 6.3
272
Data Hasil Pre-Test Pemahaman Nilai Tradisi Masa Pra-Aksara dan Aksara Kelompok Eksperimen ..................................................
Lamp 6.4
271
273
Data Hasil Post-Test Pemahaman Nilai Tradisi Masa Pra-Aksara dan Aksara Kelompok Eksperimen ..................................................
274
Lamp 7.1
Hasil Uji Deskripsi Data ..................................................................
275
Lamp 7.2
Hasil Uji Normalitas .........................................................................
291
Lamp 7.3
Hasil Uji Anava ................................................................................
293
Lam 9.1
Surat Ijin Penelitian ..........................................................................
297
Lamp 9.2
Surat Ijin Telah Melakukan Penelitian .............................................
298
commit to user
xxi
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
commit to user
xxii
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB I PENDAHULUAN
A. Latar Belakang Masalah Pendidikan nasional Indonesia berupaya mengembangkan kemampuan dan membentuk watak serta peradaban bangsa yang bermartabat dalam rangka mencerdaskan kehidupan bangsa, bertujuan untuk mengembangkan potensi peserta didik, agar menjadi manusia beriman dan bertaqwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, berakhlak mulia, sehat, berilmu, cakap, kreatif, mandiri dan menjadi warga negara yang demokratis serta bertanggung jawab (UU Sisdiknas No.20 Tahun 2003 Pasal 3). Pembangunan masyarakat Indonesia yang memiliki peradaban bangsa yang bermartabat tersebut merupakan suatu tujuan yang kini belum tercapai. Pembangunan manusia Indonesia sebagai masyarakat dunia ketiga mendorong lahirnya kebijakan pembangunan dengan mengadopsi ideologi modern dan penggunaan teknologi Barat. Modernisasi membawa kecenderungan perubahan positif dan negatif masyarakat Indonesia. Perubahan positif membawa kemampuan peningkatan kompetensi masyarakat global. Perubahan negatif akibat modernisasi justru lebih disikapi berlebihan oleh masyarakat Indonesia seperti individualisme,
hedonisme,
konsumerisme
dan
kenikmatan
material,
penomorsatuan kualitas penguasaan teknologi, sedangkan nilai moral dan kepentingan sosial terabaikan (Tilaar, 2006: 57). Modernisasi yang membawa dampak negatif demikian semakin menguat dalam masyarakat Indonesia dan mengancam identitas bangsa.
commit to user
1
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 2
Arus globalisasi merasuk dalam berbagai aspek kehidupan tanpa filter kuat menjadikan bangsa ini mulai kehilangan identitas. Globalisasi pada tataran budaya menghadirkan global culture, seolah terbuai dengan budaya bangsa asing generasi muda bangsa ini mulai melupakan budayanya sendiri. Fenomena tersebut menghadirkan kecenderungan terjadinya keterasingan dan krisis kerpibadian generasi bangsa. Kondisi tersebut menghadirkan kekhawatiran akan hilangnya identitas bangsa bagi generasi penerus bangsa (Tilaar, 2006: 149). Keterasingan generasi muda dari sejarah identitas bangsanya sebagai sumber nilai pendidikan kini kian nyata (Taufik Abdullah, 1996: 1). Pengembalian peran pendidikan dalam memahami berbagai karakteristik fenomena sosiokultural sebagai dampak globalisasi sangat diperlukan masa kini. Peran pendidikan sangat penting dalam proses penemuan dan pemahaman jati diri yang terkait dengan transmisi nilai budaya dalam memasuki globalisasi yang tak terelakkan (I Gde Widja, 2002: 20). Upaya pembangunan karakter bangsa, pembangunan masyarakat Indonesia seutuhnya dan pembangunan masyarakat madani, semuanya merujuk pada pembangunan manusia Indonesia yang cerdas berkepribadian Indonesia. Kualifikasi manusia yang cerdas berkepribadian Indonesia diharapkan mampu membawa Indonesia maju, berkualitas dan bermartabat. Upaya pembangunan tersebut, sarat dengan penanaman nilai dan pembentukan sikap dalam dunia pendidikan.
Dengan
demikian,
pembelajaran
tidaklah
lengkap
tanpa
mengembangkan strategi penanaman nilai dan pembentukan sikap (Wina Sanjaya, 2009: 273). commit to user
2
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 3
Pendidikan merupakan suatu usaha masyarakat dan bangsa dalam mempersiapkan generasi mudanya bagi keberlangsungan kehidupan masyarakat dan bangsa yang lebih baik di masa depan. Keberlangsungan itu ditandai oleh pewarisan budaya yang telah dimiliki masyarakat dan bangsa. Oleh karena itu, pendidikan adalah proses pewarisan budaya bangsa bagi generasi muda dan juga proses pengembangan budaya dan jati diri bangsa untuk meningkatkan kualitas kehidupan masyarakat dan bangsa di masa mendatang. Proses pendidikan budaya bangsa, secara aktif peserta didik mengembangkan potensi dirinya, melakukan proses internalisasi, dan penghayatan nilai-nilai menjadi kepribadian mereka dalam bergaul di masyarakat, mengembangkan kehidupan masyarakat yang lebih sejahtera, serta mengembangkan kehidupan bangsa yang bermartabat. Peserta didik mampu memahami nilai-nilai dalam kehidupan salah satunya karena peran pendidikan. Menurut Tjetjep Rohendi (1994: 6), nilai adalah suatu segi baik buruknya sesuatu, baik yang bersifat jasmaniah maupun rohaniah. Nilainilai hidup dalam masyarakat sangat beragam, sehingga pendidikan berusaha membantu untuk mengenali, memilih, dan menetapkan nilai-nilai tertentu yang dapat digunakan sebagai landasan pengambilan keputusan untuk berperilaku secara konsisten dan dijadikan kebiasaan dalam hidup bermasyarakat (Nurul Zuriah, 2008: 19). Proses penanaman nilai dalam individu dapat diperoleh melalui pendidikan. Pendidikan merupakan salah satu sarana mengalihkan esensi nilai dari pendidik kepada peserta didik. Pemahaman nilai kehidupan dapat lebih mudah ditanamkan oleh guru apabila melalui kerangka budaya commit to useryang dimiliki peserta didik dan
3
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 4
menautkan dengan budaya di tempat penyelenggaraan pendidikan. Usaha pengalihan nilai dari pendidik kepada peserta didik akan lebih mudah diterima apabila sesuai dengan substansi budaya peserta didik dengan tujuan dijadikan pedoman (penghayatan dan pemilikan). Karakteristik peserta didik dalam pemahaman nilai sebagai subjek belajar juga harus diperhatikan karena masingmasing peserta didik memiliki latar belakang yang berbeda (C. Asri Budiningsih, 2008: 3). Manusia merupakan makhluk budaya, secara genetik manusia memiliki nilai-nilai yang dijadikan pedoman dalam kehidupannya. Manusia sebagai makhluk budaya secara moral memiliki gaya hidup yang menjadi ciri khas masing-masing individu atau kelompok individu, sehingga keberagaman dalam peserta didik perlu dihormati. Perwujudan nilai dalam gaya hidup dapat dilihat dari cara khas yang dilakukan seseorang dalam kehidupan, tata kelakuan, aturan, dan sebagainya (Tjetjep Rohendi, 1994: 2-5). Keberhasilan
proses
pengalihan
nilai
diukur
melalui
pelestarian
mempertahankan nilai dari satu generasi ke generasi berikutnya. Pendidikan sebagai pelestari, pengembang kebudayaan, dan pembaharuan yang kreatif harus mampu menghasilkan cara berpikir, bersikap, tindakan, dan lisan peserta didik yang memahami nilai-nilai akar budayanya sebagai pedoman (Tjejep Rohendi, 1994: 5-6). Proses pengembangan nilai-nilai yang menjadi landasan pendidikan budaya bangsa menghendaki suatu proses yang berkelanjutan, dilakukan melalui berbagai mata pelajaran yang ada dalam kurikulum. Kesadaran akan siapa dirinya dan bangsanya adalah bagian yang teramat penting dalam mengembangkan commit to user
4
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 5
pemahaman nilai. Kesadaran tersebut hanya dapat terbangun dengan baik melalui pembelajaran sejarah yang memberikan pencerahan dan penjelasan mengenai siapa diri bangsanya di masa lalu yang menghasilkan dirinya dan bangsanya di masa kini. Pemahaman nilai-nilai sejarah merupakan tujuan pembelajaran sejarah yang harus dicapai dalam menghadapi krisis global culture, perlu sebuah penyeimbang dalam menekankan nilai-nilai budaya leluhur dengan budaya yang berkembang. Pemahaman nilai sejarah pada tingkat Sekolah Menengah Atas berada pada tahap analisis gagasan terhadap suatu peristiwa untuk diambil nilai-nilainya, sehingga peserta didik tidak lagi hanya berorientasi pada tokoh dan peristiwa sejarah saja. Aspek penalaran dan pertanggungjawaban atas nilai atau aturan semakin ditanamkan dan menjadi stressing kegiatan. Keyakinan terhadap suatu nilai dan sikap sosial yang telah terbentuk dalam diri anak didik perlu didalami dan terus diperkenalkan adanya nilai-nilai yang mendasarinya. Anak pada tingkat Sekolah Menengah Atas haruslah mampu memilah nilai, mengemukakan pendapatnya dan mencerminkannya melalui tingkah laku yang sesuai dengan nilai-nilai yang mendasarinya (Nurul Zuriah, 2008: 56). Pendidikan di Indonesia sampai saat ini hanya mendorong hasil yang gemilang (lulus dengan prestasi nilai tinggi) dari peserta didik, tanpa memperhatikan proses pembentukan karakter dan kepribadian anak didik melalui pemahaman nilai-nilai lokal dan nasional (Drost, 1998: 251). Pemahaman nilai dalam pendidikan hanya sebagai wacana dan keharusan, tapi implementasinya commit to user
5
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 6
jauh dari unsur proses pemberian pedoman dan pembentukan sikap/kepribadian peserta didik (Drost, 1998: 149). Aspek pembentukan kemampuan intelektual untuk membentuk kecerdasan peserta didik merupakan salah satu aspek penting dalam pendidikan. Aspek yang tidak kalah penting yaitu pembentukan ketrampilan untuk mengembangkan kompetensi agar peserta didik tidak hanya memiliki kemampuan motorik. Proses pendidikan tidak hanya membentuk kecerdasan peserta didik saja, akan tetapi juga membentuk perilaku anak yang sesuai dengan norma yang berlaku di masyarakat. Pemahaman nilai dalam pendidikan di Indonesia masih banyak diabaikan karena memiliki beberapa kesulitan, antara lain: a. Selama ini proses pendidikan sesuai dengan kurikulum yang berlaku cenderung diarahkan untuk pembentukan intelektual. b. Sulitnya melakukan kontrol karena banyaknya faktor yang dapat mempengaruhi perkembangan sikap seseorang, baik itu karena lingkungan maupun kemauan peserta didik. c. Keberhasilan pembentukan sikap tidak dapat dievaluasi dengan segera. d. Pengaruh kemajuan teknologi informasi yang mempengaruhi proses pembentukan karakter anak. Pemahaman nilai melalui proses pembelajaran bukan hal yang mudah, melainkan cukup sulit sehingga membutuhkan model pembelajaran yang tepat. Pembelajaran sejarah selama ini terkendala oleh banyaknya materi yang harus disampaikan guru kepada peserta didik, waktu belajar sejarah yang sangat minim, dan rendahnya kemampuan guru commitdalam to userpemahaman nilai-nilai sejarah.
6
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 7
Pembelajaran sejarah kebanyakan guru cenderung hanya menyampaikan atau menuntaskan materi sejarah yang padat kepada peserta didik tanpa memberikan pemahaman nilai-nilai sejarah kepada peserta didik akibat keterbatasan waktu dan rendahnya
kompetensi
guru
dalam
menggunakan
metode
serta
media
pembelajaran yang tepat dalam mengungkapkan nilai-nilai dari suatu peristiwa sejarah. Berkaitan dengan materi dan isi dari nilai yang harus ditanamkan oleh seorang guru, guru dituntut harus kreatif untuk menanamkan nilai luhur di tengah gerusan dunia global (Nurul Zuriah, 2008: 62). Karena salah satu sasaran pembelajaran sejarah adalah meningkatkan pemahaman dan penghargaan terhadap warisan budaya (Kochhar, 2008: 41). Rendahnya
pemahaman
terhadap
nilai-nilai
budaya
masyarakat
mengakibatkan semakin lunturnya nilai-nilai budaya bangsa. Materi pelajaran sejarah SMA kelas X semester 1 mengenai tradisi sejarah Indonesia di masa praaksara dan aksara berperan menggali nilai-nilai yang terkandung dalam kekayaan budaya bangsa. Peserta didik diharapkan tidak hanya mengetahui budaya yang ada, namun dapat memahami nilai-nilai dari budaya tersebut dan melalui pemahaman nilai budaya tersebut peserta didik terus memupuk kesadaran untuk memiliki dan melestarikan budaya yang dimiliki. Mata pelajaran sejarah khususnya materi tradisi sejarah Indonesia masa pra-aksara dan aksara yang digunakan dalam penelitian ini termasuk materi tradisi masyarakat Kudus, secara tidak langsung akan membimbing peserta didik secara sukarela meningkatkan kesadaran diri pada nilai-nilai luhur budaya lokal (Mawardi Lubis dan Zubaedi, 2009: viii). Penelitian ini memfokuskan pencapaian pemahaman nilai-nilai commit to user
7
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 8
pendidikan sejarah pada tingkat persepsi atau pendapat dan nilai pendidikan sejarah yang terkandung, sedangkan faktor pengamatan sikap peserta didik diabaikan. Nilai-nilai pembelajaran sejarah yang diharapkan dengan model pembelajaran VCT (Value Clarification Technique) materi tradisi masyarakat Indonesia masa pra-aksara dan aksara termasuk mengenai tradisi-tradisi masyarakat Kudus, antara lain: cinta tanah air, menghargai prestasi, peduli sosial dan lingkungan, toleransi, kreatif, demokratis, rasa ingin tahu. Upaya untuk meningkatkan pemahaman nilai-nilai sejarah peserta didik dapat menggunakan model pembelajaran VCT (Value Clarification Technique) maupun model pembelajaran Ekspositori. Model pembelajaran VCT (Value Clarification Technique) adalah “teknik pengajaran untuk membantu peserta didik dalam mencari dan menentukan suatu nilai yang diangap baik dalam menghadapi suatu persoalan melalui proses menganalisis nilai yang sudah ada dan tertanam dalam diri peserta didik” (Wina Sanjaya, 2008: 283). Model VCT (Value Clarification Technique) akan membantu peserta didik mengerti dan menemukan nilai-nilai sejarah lebih mendalam. Model pembelajaran Ekspositori yang berpusat pada guru memberikan pemahaman nilai-nilai sejarah cukup baik kualitasnya karena suatu nilai sejarah dapat diserap dengan benar oleh peserta didik melalui guru, namun proses eksplorasi nilai sejarahnya kurang begitu mendalam dari berbagai karakteristik siswa. Materi tradisi masyarakat Indonesia masa pra-aksara dan aksara termasuk mengenai tradisi masyarakat Kudus memiliki tingkat kesukaran tersendiri bagi para guru untuk menyampaikancommit materi tokepada user peserta didik. Materi tersebut
8
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 9
mengandung banyak mitos dan cerita lisan yang mengandung pesan moral sejak jaman nenek moyang yang dipercaya dalam lingkungan sosial peserta didik. Guru cenderung terjebak karena menganggap materi tersebut materi ringan yang telah diketahui oleh peserta didik dalam kehidupan sehari-harinya. Peserta didik dalam hal
ini
justru
memerlukan
pemahaman
nilai-nilai
lebih
lanjut
atau
pengklarifikasian nilai-nilai yang terkandung di dalam tradisi tersebut agar nilainilai yang dibawa oleh masing-masing peserta didik dan berasal dari masingmasing latar belakang menjadi jelas kebenaran nilai-nilai sejarahnya. Setelah nilai-nilai tersebut sampai kepada peserta didik maka harapannya pelestarian nilai dan budaya mengilhami kehidupan peserta didik yang menyokong kesadaran sejarah peserta didik dan pelestarian budaya bangsa. Model pembelajaran VCT (Value Clarification Technique) menjadi salah satu strategi pembelajaran yang dapat dilakukan guru untuk mencapai tujuan tersebut. Penerapan model pembelajaran tertentu dalam pemahaman nila-nilai sejarah juga dipengaruhi oleh faktor internal dalam diri peserta didik dan lingkungan yang melingkupi kehidupan peserta didik. Pemahaman nilai-nilai sejarah dapat ditinjau melalui tingkat kecerdasan emosional. Cooper dan Sawaf dalam Zaim Elmubarok (2008:
121)
mengemukakan
bahwa
kecerdasan
emosional
merupakan,
“kemampuan merasakan, memahami, dan secara selektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi dan pengaruh yang manusiawi. Pentingnya kecerdasan emosional dengan sasaran untuk meningkatkan kadar keterampilan emosional dan sosial pada anak sebagai bagian dari pendidikan reguler mereka, sebagai rangkaian keterampilan commit dan pemahaman nilai yang perlu bagi anak to user
9
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 10
(Daniel Goleman, 2006: 372). Peserta didik yang memiliki kecerdasaan emosional tinggi diharapkan memiliki kepekaan terhadap pemahaman nilai sejarah yang terkandung dalam setiap peristiwa sejarah, dari kepekaan tersebut akan mendasari sikap atau tindakan peserta didik dalam memaknai suatu peristiwa sejarah. Proses analisis nilai-nilai pendidikan sejarah materi menggunakan model pembelajaran VCT materi tradisi masyarakat Indonesia masa pra-aksara dan aksara termasuk mengenai tradisi-tradisi masyarakat Kudus membutuhkan alat analisis kecerdasan emosional yang berproses dalam diri peserta didik untuk mampu menerima nilainilai tradisi yang dilatarbelakangi budaya Hindu, Jawa, dan Islam. Untuk itu, keterkaitan antara model pembelajaran, pemahaman nilai tradisi masa pra-aksara dan aksara, dan kecerdasan emosional menarik untuk diteliti sebagai dasar pengembangan pembelajaran sejarah dalam rangka membentuk generasi Indonesia yang sadar sejarah, mampu berpikir dan bersikap dengan berlandaskan nilai-nilai kepribadian luhur bangsa Indonesia.
B. Identifikasi Masalah Berdasarkan latar belakang masalah di atas dapat diduga timbul macammacam masalah, sebagai berikut : 1. Faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pemahaman nilai tradisi masa pra-aksara dan aksara siswa kelas X SMA Negeri di Kabupaten Kudus? 2. Bagaimana model pembelajaran VCT (Value Clarification Technique) dapat mempengaruhi pemahaman nilai tradisi masa pra-aksara dan masa aksara siswa kelas X SMAcommit Negerito di user Kabupaten Kudus?
10
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 11
3. Bagaimana model
pembelajaran
Ekspositori
dapat
mempengaruhi
pemahaman nilai tradisi masa pra-aksara dan aksara siswa kelas X SMA Negeri di Kabupaten Kudus? 4. Bagaimana kecerdasan emosional dapat mempengaruhi pemahaman nilai tradisi masa pra-aksara dan aksara siswa kelas X SMA Negeri di Kabupaten Kudus? 5. Bagaimana lingkungan belajar siswa dapat mempengaruhi pemahaman nilai tradisi masa pra-aksara dan aksara siswa kelas X SMA Negeri di Kabupaten Kudus? 6. Bagaimana ketersediaan sumber dapat mempengaruhi pemahaman nilai tradisi masa pra-aksara dan aksara siswa kelas X SMA Negeri di Kabupaten Kudus? 7. Bagaimana cara belajar siswa dapat mempengaruhi pemahaman nilai tradisi masa pra-aksara dan aksara siswa kelas X SMA Negeri di Kabupaten Kudus?
C. Pembatasan Masalah Berdasarkan identifikasi masalah di atas, penelitian ini difokuskan pada eksperimen model pembelajaran VCT (Value Clarification Technique) yang disinyalir berpengaruh terhadap pemahaman nilai tradisi masa pra-aksara dan aksara termasuk tradisi masyarakat di daerah Kudus dan akan dikontrol dengan model pembelajaran Ekspositori. Masalah tersebut juga dibatasi dengan tinjauan dari segi kecerdasan emosional. Maka variabel commit to userbebas dalam penelitian ini adalah:
11
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 12
model pembelajaran VCT (Value Clarification Technique) dan kecerdasan emosional. Kecerdasan emosional dibedakan menjadi dua, yaitu tinggi dan rendah. Variabel terikat dalam penelitian ini adalah pemahaman nilai tradisi masa pra-aksara dan aksara. Subyek penelitian adalah siswa kelas X SMA Negeri di Kabupaten Kudus.
D. Rumusan Masalah Rumusan masalah dalam penelitian ini, antara lain: 1. Apakah terdapat perbedaan pengaruh antara model pembelajaran VCT (Value Clarification Technique) dan Ekspositori terhadap pemahaman nilai tradisi masa pra-aksara dan aksara pada peserta didik kelas X SMA Negeri di Kabupaten Kudus? 2. Apakah terdapat perbedaan pengaruh antara peserta didik yang memiliki kecerdasan emosional rendah dan tinggi terhadap pemahaman nilai tradisi masa pra-aksara dan aksara pada peserta didik kelas X SMA Negeri di Kabupaten Kudus? 3. Apakah terdapat interaksi antara model pembelajaran dan kecerdasan emosional terhadap pemahaman nilai tradisi masa pra-aksara dan aksara pada peserta didik kelas X SMA Negeri di Kabupaten Kudus?
E. Tujuan Penelitian Berdasarkan rumusan masalah penelitian di atas maka tujuan dari penelitian ini adalah untuk mengetahui :
commit to user
12
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 13
1. Perbedaan pengaruh antara model pembelajaran VCT (Value Clarification Technique) dan Ekspositori terhadap pemahaman nilai tradisi masa pra-aksara dan aksara pada peserta didik kelas X SMA Negeri di Kabupaten Kudus. 2. Perbedaan pengaruh antara peserta didik yang memiliki kecerdasan emosional rendah dan tinggi terhadap pemahaman nilai tradisi masa pra-aksara dan aksara pada peserta didik kelas X SMA Negeri di Kabupaten Kudus. 3. Interaksi antara model pembelajaran dan kecerdasan emosional terhadap pemahaman nilai tradisi masa pra-aksara dan aksara pada peserta didik kelas X SMA Negeri di Kabupaten Kudus.
F. Manfaat Penelitian Manfaat yang diharapkan dari penelitian eksperimen ini meliputi manfaat teoritis dan praktis. 1. Manfaat Teoritis Manfaat teoritis yang diharapkan adalah sebagai berikut: a. Memperkaya kajian Pendidikan Sejarah, terutama menyangkut pengembangan model pembelajaran sejarah dalam rangka meningkatkan hasil belajar aspek pemahaman nilai tradisi masa pra-aksara dan aksara. b. Memperkaya kajian Pendidikan Sejarah, terutama menyangkut pengaruh model pembelajaran VCT (Value Clarification Technique) dan kecerdasan emosional dalam pembelajaran sejarah terhadap hasil belajar afektif pemahaman nilai tradisi masa pra-aksara dan aksara peserta didik. commit to user
13
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 14
2. Manfaat Praktis Manfaat praktis yang diharapkan dari penelitian ini adalah sebagai berikut: a. Bagi sekolah, antara lain: memberikan gambaran penerapan model pembelajaran VCT (Value Clarification Technique) dan Ekspositori serta sekaligus evaluasi pemahaman nilai tradisi masa pra-aksara dan aksara bagi peserta didik kelas X SMA Negeri di Kabupaten Kudus. b. Bagi guru, khususnya guru mata pelajaran sejarah adalah memberikan pedoman dalam mengembangkan pembelajaran pemahaman nilai sesuai dengan mata pelajaran yang diampunya, terutama menggunakan model pembelajaran VCT (Value Clarification Technique). c. Bagi peserta didik, antara lain: (1) Memberi suasana belajar yang menyenangkan, peserta didik ikut berpartisipasi aktif dalam proses pembelajaran sejarah, (2) Peserta didik diberi mengembangkan
penalaran
dan
kesempatan
ketrampilannya
sehingga
untuk akan
meningkatkan pemahaman mereka mengenai warisan sejarah, (3) Peserta didik berani mengemukakan analisis pendapat mereka, dan (4) Prestasi belajar peserta didik pada pembelajaran sejarah materi tradisi masyarakat pada masa pra-aksara dan masa aksara termasuk tradisi masyarakat Kudus dapat lebih meningkat.
commit to user
14
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB II KAJIAN TEORI, KERANGKA BERFIKIR, DAN HIPOTESIS
A. Kajian Teori 1. Pemahaman Nilai Sejarah a. Pengertian Pemahaman Pemahaman
berarti
penguasaan
atau
kesanggupan
menggunakan
pengetahuan dan kepandaiannya. Suatu pemahaman akan terjadi karena ada masukan yang dapat diproses untuk menghasilkan sesuatu. Menurut Winkel (1996: 246), pemahaman mencakup kemampuan untuk menangkap makna dan arti dari materi yang dipelajari. Menurut Bloom ada tiga kategori atau ranah yaitu kognitif, afektif, dan psikomotorik. Pemahaman merupakan bagian aspek afektif. Dalam ranah afektif terdapat enam aspek hierarkis. Aspek-aspek tersebut adalah pengetahuan, pemahaman, penerapan, analisis, sintesis, dan evaluasi. Pemahaman merupakan jenjang kemampuan berpikir yang lebih tinggi dari ingatan dan hafalan (Hamzah B Uno, 2010: 17). Pemahaman menenkankan pada proses belajar mengajar di mana siswa dituntut untuk memahami atau mengerti apa yang diajarkan, mengetahui apa yang sedang
dikomunikasikan
dan
dapat
memanfaatkan
isinya.
Kemampuan
pemahaman dapat dijabarkan menjadi tiga, yaitu: 1) Menerjemahkan (translation), hal ini dimaksudkan kecuali kemampuan penglihatan arti dari bahasa satu ke bahasa yang lain. Dari konsepsi yang commit to user
15
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 16
abstrak menjadi suatu modal simbolik, sehingga orang lain mudah untuk mempelajarinya. 2) Melakukan interpretasi, penafsiran seseorang. 3) Mengeksplorasi kemampuan, kemampuan ini lebih tinggi sifatnya daripada kemampuan menerjemahkan dan menafsirkan. Kemampuan ini menuntut kemampuan intelektual yang tinggi (Daryanto, 2007: 106-107). Sejalan dengan pendapat di atas, Nana Sudjana menyatakan bahwa pemahaman dapat dibedakan ke dalam tiga kategori yaitu: 1) Tingkat
terendah
adalah
pemahaman
terjemahan,
mulai
dari
menerjemahkan dalam arti yang sebenar-benarnya, mengartikan dan menerapkan prinsip-prinsip. 2) Tingkat kedua adalah pemahaman penafsiran, yaitu menghubungkan bagian-bagian terendah dengan yang diketahui sebelumnya, atau menghubungkan beberapa bagian grafik dengan kejadian, membedakan yang pokok dengan yang tidak pokok. 3) Tingkat ketiga merupakan tingkat tertinggi pemahaman eksplorasi. Pada tingkat ini seseorang mampu melihat dibalik yang tertulis, dapat membuat estimasi, prediksi berdasarkan pada pengertian akan kondisi-kondisi yang di terangkan dalam ide-ide atau simbol, serta kemampuan membuat kesimpulan yang berhubungan dengan implikasi konsekuennya. (Nana Sudjana, 1999: 24) Berdasarkan teori tersebut dapat disimpulkan bahwa, pemahaman adalah suatu proses, perbuatan terhadap bahan-bahan commit to user yang dipelajari, pemahaman
16
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 17
meletakkan pada dasar suatu kegiatan belajar. Tanpa hal tersebut, maka suatu pengetahuan ketrampilan dan sikap yang diharapkan tidak akan bermakna serta proses belajar yang dialami oleh individu (subyek didik) tidak membawa hasil yang maksimal. Pemahaman siswa merupakan alat untuk membuktikan bahwa ia memahami hubungan yang sederhana di antara fakta-fakta atau konsep. Pemahaman tidak hanya menghendaki seseorang mengerti, tetapi menuntut agar kita dapat menggunakan bahan-bahan yang telah dipahami dengan layak dan efektif. Pemahaman sejarah dalam penelitian ini akan memotivasi siswa untuk mengetahui, mempelajari, mengerti serta menginterpretasi suatu obyek peristiwa sejarah melalui model pembelajaran.
b. Pengertian Nilai Nilai adalah suatu konsep yang berada dalam pikiran manusia yang sifatnya tersembunyi, tidak berada di dalam dunia yang empiris (Wina Sanjaya, 2009: 274). Menurut Milton Roceach dan James Bank dalam Mawardi Lubis (2008: 16), nilai adalah suatu tipe kepercayaan yang berbeda dalam ruang lingkup sistem kepercayaan, dimana seseorang harus bertindak atau menghindar dari suatu tindakan, atau mengenai sesuatu yang pantas atau tidak pantas dikerjakan, dimiliki dan dipercaya. Definisi nilai menurut Rath, Harmin, Simon dalam Moh Amien, Moh Noer, Wisnu Harso (1979: 17), memiliki ciri-ciri sebagai berikut: 1) Dicintai/dikasih sayangi. 2) Diakui/dikuatkan secara umum. commit to user
17
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 18
3) Dipilih secara bebas. 4) Dipilih dari alternative-alternatif. 5) Dipilih, dan mengetahui konsekuensi-konsekuensinya. 6) Berkaitan erat dengan nilai-nilai lain. 7) Dilaksanakan. Individu yang memiliki nilai, antara lain: 1) Selalu tampak gembira/bangga, percaya pada diri sendiri. 2) Bersemangat/bergairah. 3) Bersikap positif dalam melakukan persepsi (tanggapan daya memahami) dan reaksi. 4) Konsekuensi/bertanggung jawab. 5) Tidak emosional. 6) Memiliki tujuan tertentu dalam hidupnya. Individu yang kurang memiliki nilai, antara lain: 1) Apatis/acuh tak acuh. 2) Kurang/tidak percaya pada diri sendiri. 3) Tidak konsekwen 4) Sukar/tidak dapat menyesuaikan diri 5) Mudah emosi. 6) Tidak tentram, pikiran selalu kacau/bingung. Nilai berhubungan dengan pandangan seseorang tentang baik buruk, indah dan tidak indah, layak dan tidak layak, adil dan tidak adil dan sebagainya (Wina Sanjaya, 2009: 274). Nilai merupakan commitkonsep to user tentang kelayakan yang dimiliki
18
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 19
seseorang atau kelompok yang memiliki cara, tujuan dan perbuatan yang dikehendakinya sesuai dengan anggapannya bahwa pikirannya adalah yang terbaik. Nilai sebagai acuan dalam menentukan pilihan manusia dalam bertindak, bersikap dan berjuang baik sebagai bangsa maupun sebagai warga bangsa. Segala nilai yang kemudian menjadi kepribadian manusia, baik sebagai bangsa maupun sebagai perorangan, bukanlah suatu yang dapat menjadi milik kepribadian kita dengan sendirinya, melainkan sesuatu untuk dapat menjadi milik dan kepribadian diperlukan suatu proses. Berdasarkan arti nilai tersebut maka nilai itu berguna, baik, benar dan indah nilai itu merupakan obyek atau keinginan untuk bersikap serta sesuatu yang mendorong untuk menentukan apa yang diinginkan. Nilai menurut Milton Rokeach dan James Bank dalam H Una Kartawisastra, M. B Soeranto, Waspodo, Darmo Mulkyoatmodjo, Mappasoro. (1980: 1) adalah suatu tipe kepercayaan yang berada dalam ruang lingkup sistem kepercayaan dimana seseorang harus bertindak atau menghindari suatu tindakan atau mengenai sesuatu yang pantas atau tidak pantas dikerjakan, dimilki dan dipercayai. Menurut Fraenkel, nilai adalah standar tingkah laku, keindahan, keadilan, kebenaran dan efisiensi yang mengikat manusia dan sepatutnya dijalankan serta dipertahankan. Setiap apa yang dikerjakan, apa yang diyakini, dan apa yang diputuskan didasarkan pada nilai dan kepercayaan yang dianut. Tiap orang memiliki pendapat dan kepercayaan terhadap nilai-nilainya sendiri oleh karena itu guru hendaknya membimbing siswa mampu memilih dan menentukan bermacam alternatif yang akan dihadapi siswa dalam kehidupan nyata (H Una Kartawisastra, M. B Soeranto, Waspodo, Darmo Mulkyoatmodjo, Mappasoro, 1980: 4). commit to user
19
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 20
Nilai bagi seseorang tidaklah statis, akan tetapi selalu berubah. Setiap orang akan menganggap baik terhadap sesuatu apabila sesuai dengan pandangan orang tersebut. Oleh sebab itu, pendidikan berfungsi untuk memberikan arahan atau binaan untuk membentuk pemahaman nilai siswa (Wina Sanjaya, 2009: 276). Menurut Gulo dalam Wina Sanjaya (2009: 276) menyimpulkan tentang nilai sebagai berikut : 1) Nilai tidak bisa diajarkan tetapi diketahui dari penampilannya. 2) Pengembangan domain afektif pada nilai tidak dapat dipisahkan dari aspek kognitif dan psikomotorik. 3) Masalah nilai adalah masalah emosional dan karena itu dapat berubah, berkembang, sehingga bisa dibina. 4) Perkembangan nilai atau moral tidak terjadi sekaligus, tetapi melalui tahap tertentu. Menurut Max Scheler dalam Kaswadi (1993: 32 - 42) menyatakan bahwa nilai merupakan suatu kenyataan yang pada kenyataannya tersembunyi di balik kenyataan lain merupakan pembawa nilai. Max Scheler juga menegaskan bahwa nilai-nilai itu sungguh-sungguh merupakan kenyataan yang benar adanya, bukan hanya kita anggap ada karena benar-benar ada, walaupun tersembunyi di balik kenyataan-kenyataan lain itu. Nilai-nilai itu bersifat mutlak tak berubah, kenyataan-kenyataan lain yang membawa nilai-nilai itu berubah dari waktu ke waktu. Terkait dengan pemahaman nilai-nilai Max Scheler mengatakan, memahami nilai-nilai dapat dilakukan menggunakan commit tohati, userbukan dengan akal budi. Manusia
20
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 21
berhubungan dengan dunia nilai melalui keterbukaan dan kepekaan hatinya. Manusia tidak memahami suatu nilai dengan berpikir mengenai nilai itu, melainkan dengan mengalami dan mewujudkan nilai itu. Sepaham dengan hal tersebut, dijelaskan juga bahwa dalam pendidikan meyakini bahwa nilai yang menyangkut afektif anak perlu diajarkan kepada siswa agar siswa menerima nilai dengan sadar, mantap dan dengan nalar yang sehat. Mengajarkan nilai lebih memerlukan skill dibanding dengan mengajarkan kepercayaan dan sikap dalam pendidikan nilai. Berdasarkan teori tersebut mengenai nilai dapat digarisbawahi, bahwa nilai merupakan suatu hal yang harus dipahami dan diwujudkan dalam kehidupan. Hati nurani merupakan alat kontrol sekaligus alat ukur dari nilai yang diakui atau dimiliki oleh manusia. Nilai dalam pendidikan sejarah merupakan suatu salah satu tujuan yang harus dicapai. Cara guru mengajarkan nilai dalam pembelajaran sejarah guru
menggunakan pendekatan keterbukaan dan kepekaan hati guru
kepada peserta didik, sehingga proses pemahaman nilai yang seutuhnya dapat mengena pada peserta didik.
c. Nilai-Nilai Pembelajaran Sejarah Masyarakat dalam perjalanan kehidupannya mengalami upaya untuk mewujudkan suatu budaya kemudian mewariskan nilai-nilai yang bisa dijadikan suatu pegangan bagi generasi penerusnya. Nilai-nilai budaya melekat pada berbagai warisan sejarah, bersifat materiil maupun immaterial. Pewarisan nilainilai sejarah diperlukan untuk memperkuat identitas, jati diri, serta kepribadian commit to user
21
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 22
generasi muda terhadap berbagai tantangan jaman. Warisan sejarah merupakan warisan nilai-nilai sosial budaya suatu masyarakat yang menunjukkan akar jati diri suatu masyarakat yang sangat diperlukan agar tidak kehilangan jati diri, bangga dan percaya diri terhadap budayanya, serta tidak terjatuh pada sikap hidup yang negatif. Di sinilah peran pembelajaran sejarah, sebagai upaya untuk mengungkapkan nilai kearifan lokal yang sering terkaburkan oleh maraknya budaya global dan kecanggihan teknologi (I Gde Widja, 2002: 21-22). Sejarah sangat berperan dalam proses mendidik kehidupan suatu bangsa. Sejarah diajarkan sebagai sarana pewarisan budaya (cultural transmission) dalam rangka proses sosialisasi dan enkulturasi. Sejarah merupakan pendidikan moral, yang memiliki tujuan menjadikan masyarakat bijaksana. Sejarah melatih kemampuan mental seperti berpikir kritis, berlatih
menyimpan
ingatan
dan
imajinasi,
memperdalam
pemahaman,
memperdalam wawasan tentang sosial, ekonomi, politik, dan teknologi seseorang. Pembelajaran sejarah memiliki banyak nilai yang dapat diterapkan dalam segala aspek kehidupan. Nilai-nilai yang terkandung dalam pembelajaran sejarah memiliki sifat khas yang diajarkan dengan tipe-tipe pembelajaran tertentu, untuk siswa pada tingkat tertentu, dan diajarkan menggunakan metode pembelajaran tertentu (Kochhar, 2008: 54-55). Pembelajaran sejarah memiliki nilai-nilai, antara lain: 1)
Nilai Keilmuan Sejarah memberikan pelatihan mental dalam membandingkan dan membedakan,
menguji commitdata to userdan
22
mengambil
kesimpulan,
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 23
mempertimbangkan bukti, menghubungkan sebab dan akibat, memilah kebenaran dari kisah-kisah yang bertentangan. Sejarah juga melatih imajinasi dan ingatan siswa. 2)
Nilai Informatif Sejarah merupakan pusat informasi yang menyediakan panduan untuk menemukan jalan keluar dari semua masalah yang dihadapi manusia yang berkaitan dengan sains dan seni, bahasa dan sastra, kehidupan sosial dan politik, spekulasi filsafat, dan pertumbuhan ekonomi. Sejarah memperluas pemikiran tentang berbagai kondisi, perilaku, dan cara berpikir di masa lampau. Pengalaman masa lampau yang nyata, menjadikan generasi muda sekarang dapat memperlajarinya untuk mengambil pelajaran dari pengalaman masa lampau tersebut. Sejarah mampu mendeskripsikan asal mula perdaban yang telah dibangun nenek moyang dan perkembangan peradaban yang harus terus memperhatikan akar munculnya peradaban.
3)
Nilai Pendidikan Sejarah sebagai intisari kisah nyata yang dapat mengajarkan intisari pendidikan nilai kepada siswa.
4)
Nilai Etika Pembelajaran sejarah sebagai pembelajaran moral. Sejarah tidak hanya memperlihatkan
makna
kualitas
moral
seperti
kepahlawanan,
pengorbanan diri, cinta kepada tanah air, keteguhan pada tugas, dengan commit to user
23
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 24
jalan yang kongkret dan sangat menarik, tetapi juga dihiasi dengan sekumpulan contoh yang dapat ditiru oleh para siswa. 5)
Nilai Budaya Sejarah dapat menjadi instrument yang sangat efektif untuk membuat manusia lebih berbudaya. Sejarah memaparkan berbagai ragam masyarakat, membuat kita memahami dan bertoleransi terhadap perbedaan-perbedaan dan sejarah memperlihatkan bahwa masyarakat telah mengalami berbagai transformasi budaya yang mengakibatkan perubahan perilaku dan inovasi.
6)
Nilai Politik Sejarah memberi pelajaran kepada kita mengenai bagaimana dalam kondisi tertentu kita dapat melakukan sesuatu yang pernah dilakukan oleh orang lain. Sejarah melengkapi ilmu sosial dan politik dengan kajian perkembangan fenomena-fenomena di masa lampau.
7)
Nilai Nasionalisme Sejarah sebagai salah satu penggugah rasa cinta tanah air. Sejarah mengajarkan nilai patriotisme kepada generasi muda.
8)
Nilai Internasional Sejarah
mengajarkan
perbedaan
antar
bangsa,
terjadi
saling
ketergantungan dan saling membutuhkan antar bangsa-bangsa yang menunjukkan akar internasionalisme. Nilai internasionalis yang diajarkan sejarah mengembangkan kepedulian antar bangsa di dunia. commit to user
24
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 25
9)
Nilai Kependidikan Sejarah mengajarkan asal usul yang bermakna di masa lalu dan tujuan yang bermakna di masa depan, yang menjadi alasan bagi kerja keras manusia di masa sekarang. (Kochhar, 2008: 56-63)
Tujuan pembelajaran sejarah di sekolah menengah atas adalah untuk memberikan pengetahuan kepada siswa, melatih pemahaman siswa, dan melatih pemikiran kritis siswa. Materi sejarah yang digunakan dalam penelitian ini tentang tradisi masyarakat Indonesia masa pra-aksara dan masa aksara terdiri dari materi: tradisi sejarah masyarakat Indonesia sebelum mengenal tulisan, jejak-jejak sejarah Indonesia, tradisi sejarah masyarakat Indonesia setelah mengenal tulisan, serta tradisi masyarakat Kudus. Tradisi sejarah masyarakat Indonesia sendiri terdiri dari materi tradisi lisan. Jejak-jejak sejarah Indonesia terdiri dari materi: folklore, mitologi, legenda, dongeng. Tradisi sejarah masyarakat Indonesia setelah mengenal tulisan terdiri dari materi: tulisan dan benda-benda tradisi masa sejarah. Dalam pembelajaran materi tersebut memerlukan pemahaman nilai sejarah mengenai nilai informatif, nilai budaya, nilai etika/moral, nilai kebangsaan, nilai individu dan sosial: 1)
Nilai kebangsaan, membentuk rasa cinta tanah air yaitu siswa mampu mengenal, memahami nilai, serta melestarikan tradisi yang berlaku dalam masyarakat.
2)
Nilai informatif, menghargai prestasi yaitu siswa mampu menghargai teknologi yang telah dihasilkan oleh masyarakat awal bangsa Indonesia, mempelajari dan mengagumi berbagai commit to userpeninggalan budaya & peradaban
25
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 26
dalam perjalanan panjang sejarah Indonesia, siswa bersikap ramah dan berteman baik dengan teman-teman sekelas dari berbagai daerah tanpa membedakan etnis, agama, budaya, golongan, asal-usul sosial. 3)
Nilai etika/moral dan budaya yaitu (1) tanggung jawab individu: diantaranya siswa mampu mengontrol kecerdasan emosionalnya untuk mampu memahami diri dan lingkungannya; (2) tanggung jawab sosial yaitu
bersama-sama
bertanggung
jawab
sosial
sebagai
bangsa
melestarikan budaya bangsa; (3) toleransi: diantaranya siswa menjalin hubungan pertemanan dengan teman-teman sekolahnya yang berasal dari latar belakang budaya dan struktur sosial yang berbeda, memaparkan berbagai ragam masyarakat, membuat kita memahami dan bertoleransi terhadap perbedaan-perbedaan dan sejarah memperlihatkan bahwa masyarakat telah mengalami berbagai transformasi budaya yang mengakibatkan perubahan perilaku dan inovasi (Kochhar, 2008: 56-61). Berdasarkan uraian di atas, maka dapat diambil kesimpulan bahwa nilai-nilai yang dapat dikembangkan melalui pembelajaran sejarah SMA Kelas X materi tradisi masyarakat Indonesia masa pra-aksara dan masa aksara termasuk materi tradisi masyarakat Kudus, antara lain menyangkut nilai informatif, nilai budaya, nilai etika/moral, nilai kebangsaan, nilai individu dan sosial, kesemuanya tersebut terdapat dalam materi tersebut. Siswa memiliki ciri khas dalam memaknai nilai budaya yang ada dalam lingkungannya, hal tersebut mempengaruhi pemahaman dan sikap siswa terhadap pelestarian budaya bangsa. Melalui pendidikan siswa mengalami proses berpikir, bagaimana tumbuhnya commit to user budaya itu dan apa makna dari
26
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 27
budaya tersebut, bagaimana harus bersikap terhadap proses budaya tersebut. Melaui pemahaman nilai sejarah materi tradisi masyarakat Indonesia masa praaksara dan masa aksara, siswa diharapkan semakin bijak memahami nilai-nilai budayanya. Oleh karena itu, maka model pembelajaran yang digunakan adalah model pembelajaran yang dapat mengklarifikasi nilai-nilai yang sebelumnya ada dalam diri siswa.
2. Model Pembelajaran VCT (Value Clarification Technique) Salah
satu
faktor
penting
yang
menentukan
keberhasilan
proses
pembelajaran adalah pemanfaatan model pembelajaran yang tepat. Penanaman dan pemahaman suatu nilai melalui proses pembelajaran bukan hal yang mudah, melainkan cukup sulit sehingga membutuhkan model pembelajaran yang tepat. Model Pembelajaran VCT (Value Clarification Technique) pertama kali dikembangkan oleh Louis Raths tahun 1950 dari Universitas New York. Model pembelajaran klarifikasi nilai ini bertujuan untuk menumbuhkan kesadaran dan mengembangkan kemampuan peserta didik dalam mengidentifikasi nilai-nilai mereka sendiri dan nilai-nilai orang lain. Karakteristik individu dalam menentukan nilai sangat tidak stabil, bisa naik bisa juga juga turun. Ketidakstabilan atau fluktuasi nilai yang ada dalam diri individu dipengaruhi perkembangan individu itu sendiri. Guru sebagai fasilitator dalam proses pembelajaran menggunakan model pembelajaran VCT (Value Clarification Technique) bertugas melakukan penyegaran nilai-nilai yang setiap saat mengalami commit to user
27
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 28
fluktuasi agar diperoleh nilai yang baik yang diyakini oleh peserta didik (Claudia Macari, 1972: 621). Model pembelajaran, menurut Uno (2007: 2) adalah cara yang digunakan guru dalam menjalankan fungsinya, sebagai alat untuk mencapai tujuan pembelajaran. Karakteristik VCT (Value Clarification Technique) sebagai suatu model dalam strategi pembelajaran nilai/moral, bertujuan untuk menumbuhkan kesadaran dan mengembangkan kemampuan peserta didik dalam mengidentifikasi nilai-nilai mereka sendiri dan nilai-nilai orang lain (Nurul Zuriah, 2007: 75). Setiap strategi pembelajaran nilai/moral pada umumnya menghadapkan siswa pada situasi yang mengandung konflik atau situasi yang problematis. Proses pemahaman nilai dilakukan melalui proses analisis nilai yang sudah ada sebelumnya dalam diri peserta didik kemudian menyelaraskannya dengan nilainilai baru yang hendak ditanamkan kepada peserta didik (Wina Sanjaya, 2009:283). Model pembelajaran klarifikasi nilai membantu peserta didik untuk mampu mengkomunikasikan secara jujur dan terbuka tentang nilai-nilai mereka sendiri kepada orang lain dan membantu peserta didik dalam menggunakan kemampuan berpikir rasional dan emosional dalam menilai perasaan, nilai, dan tingkah laku mereka sendiri. Cara yang dapat dilakukan dengan model pembelajaran ini adalah akitivitas yang mengembangkan sensitivitas, kegiatan di luar kelas, dan diskusi kelompok (Nurul Zuriah, 2008: 75-76).
commit to user
28
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 29
a. Pengertian Model Pembelajaran VCT (Value Clarification Technique) Model pembelajaran VCT (Value Clarification Technique) adalah teknik pengajaran untuk membantu siswa dalam mencari dan menentukan suatu nilai yang dianggap baik dalam menghadapi suatu persoalan melalui proses menganalisis nilai yang sudah ada dan tertanam dalam diri siswa (Wina Sanjaya, 2008: 283). Perhatian guru pada siswa dalam memperlajari ilmu pengetahuan saja belum cukup, guru harus lebih aktif membantu siswa mengembangkan keaktifan siswa dalam pembelajaran. Guru harus mampu membina keaktifan siswa dalam pembelajaran antara lain melalui pertanyaan yang menggugah analisis siswa. Simon, Hove, dan Krischenbaun menyatakan bahwa siswa yang dihadapkan pada proses value clarification di sekolah ternyata sikap apatisnya, sikap betingkahnya, dan sikap suka menolak menjadi berkurang. Siswa menjadi lebih bergairah, penuh semangat belajar dan cara berpikirnya lebih kritis. Value clarification membawa siswa yang memiliki intelegensi rendah menjadi lebih berhasil studi disekolahnya. Tujuan value clarification adalah untuk membantu siswa dalam mengembangkan proses yang digunakan dalam menentukan nilai mereka sendiri. Value clarification bukan untuk mengindoktrinasi siswa. Guru harus bersikap terbuka dan menerima pandangan atau pendapat siswa, membantu siswa mengungkapkan nilai-nilainya (Moh Amien, Moh Noer, Wisnu Harso. 1979: 17). Menurut Simon teknik value clarification bagi siswa dan guru tidak hanya berpengaruh terhadap proses kognitif tentang pencapaian moral tetapi juga berpengaruh terhadap perasaan dan emosi individu. commit to user
29
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 30
Siswa perlu merasakan pendidikan nilai karena nilai merupakan suatu hal yang penting baginya, karena melalui model pembelajaran VCT (Value Clarification Technique) siswa akan merasa senang dan bahagia untuk dapat memberikan pendapat dan ide mereka. Setiap bidang ilmu pengetahuan memiliki nilai penting yang menjadi perhatian siswa. Tujuan VCT (Value Clarification Technique) bukan untuk merubah nilai individu siswa melainkan bertujuan untuk membangkitkan kesadaran tentang bagaimana seseorang itu sungguh-sungguh merasakan sesuatu dan membuat keputusan sendiri (Moh Amien, Moh Noer, Wisnu Harso. 1979: 18). Menurut Mildred W Abramowitz & Claudia Macari (1972: 621-625), model pembelajaran VCT (Value Clarification Technique) adalah salah satu model pembelajaran yang berusaha memberikan jawaban kepada peserta didik mengenai nilai kehidupan yang mendasari kehidupan manusia. Proses memahami nilai-nilai kehidupan cukup susah, membutuhkan kontinuitas dalam pengambilan keputusan dari beberapa pilihan dalam kehidupan sesuai dengan perasaan pribadi dan kelompok. Proses pemahaman nilai pada peserta didik cukup sulit karena nilainilai kehidupan muncul dari masa leluhur mereka harus disesuaikan dengan nilainilai kehidupan masa sekarang. Keluarga sebagai dasar peserta didik dalam melihat/mencontoh dan bertanya terhadap nilai-nilai kehidupan, lingkungan dan sekolah menjadi penguatan terhadap nilai-nilai kehidupan yang diketahui dari keluarga. Model pembelajaran VCT (Value Clarification Technique) memberi peserta didik teladan suatu nilai kehidupan dengan memperhatikan personality masing-masing siswa disesuaikancommit denganto aturan/adat yang telah dicapai masa lalu user
30
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 31
dan diseimbangkan dengan perkembangan nilai-nilai kehidupan masa kini. Nilainilai dalam kehidupan tidak hanya dapat disalurkan tapi dapat pula dipelajari dari segi moralnya melalui proses klarifikasi nilai. Praktik dan teori model pembelajaran VCT (Value Clarification Technique) yang dikembangkan oleh Louis Raths, Merrill Harmin, dan Sidney Simon. Menurut Louis Raths, proses pembelajaran menggunakan model VCT (Value Clarification Technique) lebih berarti bagi peserta didik karena proses pencapaian nilai dimulai dari kepercayaan, kebanggaan, dan penguatan yang ada dalam peserta didik. Menurut Sidney Simon proses pencapaian nilai dilakukan melalui percontohan masalah di depan kelas. Menurut William W Niles proses pemahaman nilai melalui membaca, menulis, memecahkan masalah sendiri. Strategi model pembelajaran VCT (Value Clarification Technique) memberikan kesempatan kepada peserta didik untuk ikut berpikir dan dalam proses berpikir dituntut kesadaran dalam proses klarifikasi nilai. Proses klarifikasi nilai siswa dilatih untuk kebebasan berpendapat dengan menghargai dan menghormati setiap pendapat yang mengekspresikan diri peserta didik, dan bagaimana peserta didik merespon yang terjadi. Keberhasilan model pembelajaran VCT (Value Clarification Technique) adalah siswa memiliki perhatian terhadap rasa pribadi, menyamankan peserta didik karena peserta didik mampu mengekspresikan ide dan perasaan mereka, dalam proses memecahkan masalah belum tentu nilai yang menurut peserta didik benar mungkin menurut orang lain belum tentu benar, proses klarifikasi nilai lebih hidup dan menyenangkan dengan menghargai perbedaan (Mildred commit W Abramowitz to user & Claudia Macari, 1972: 621-
31
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 32
625). Metode yang dapat digunakan dalam model pembelajaran VCT (Value Clarification Technique), antara lain: role playing, simulasi keadaan atau kenyataan nilai yang termuat dalam suatu situasi, latihan analisis mendalam, akvititas yang melatih sensitivitas, aktivitas luar kelas, diskusi kelompok kecil (Superka, Ahrens, & Hedstrom, 1976: 11). Strategi
value
clarification
dimulai
dengan
adanya
beberapa
konflik/problema yang meragukan dan membingungkan siswa atau belum tercapainya semua kriteria bagi seorang individu yang memiliki nilai-nilai yang ada dalam dirinya. Guru yang menggunakan strategi value clarification harus menyajikan problema yang dapat mendorong siswa mengidentifikasi nilai-nilai sendiri atau memecahkan problema yang mengandung 2 macam nilai yang saling bertentangan.
Siswa
mungkin
terlibat
dalam
menyelidiki
problema,
mendiskusikan problema dalam kelompok-kelompok kecil atau diskusi kelas, dan kemudian meringkas serta merumuskan pandangan-pandangannya sendiri. Melalui strategi value clarification diharapkan siswa dapat belajar: 1. Membuat pilihan positif bila berada dalam kedudukan yang sulit menghadapi masalah etika atau moral, dan sebagainya. 2. Melihat adanya alternatif-alternatif. 3. Mempertimbangkan alternatif dan konsekuensi-konsekuensi dengan kesungguhan hati. 4. Mempertimbangkan apakah yang diperlukan berkaitan dengan bidang problemanya. 5. Menguatkan pilihan.
commit to user
32
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 33
6. Memperlakukan dan menghidupkan pilihan-pilihannya. 7. Berkali-kali menguji cara-cara dan tingkah laku dalam kehidupannya. Langkah-langkah mengajar nilai : 1. Guru harus memberikan kesempatan kepada siswa untuk menyatakan ideide, perasaan dan pengalaman yang berhubungan dengan topik permasalahannya. 2. Pernyataan (ekspresi) nilai-nilai yang berhubungan dengan topik permasalahannya, harus diterima dengan cara tidak menjatuhkan putusan langsung. 3. Siswa harus diberi semangat untuk menguji posisi/kedudukannya terhadap problema spesifik secara mendalam, dan juga mengeksplorasi aspek-aspek lain dari problemanya (Moh Amien, Moh Noer, Wisnu Harso. 1979: 20). Secara teoritik, model pembelajaran VCT (Value Clarification Technique) dapat digambarkan dalam bentuk bagan sebagai berikut:
The Clarifying Interview
The Clarifying Question Value Clarification
Three Level Teaching
Value Clarification Strategies
Bagan 1. Bagan Model Pembelajaran (Value Clarification Technique) commitVCT to user
33
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 34
Karakteristik model pembelajaran VCT (Value Clarification Technique) adalah penanaman nilai kepada siswa dengan menyelaraskan antara nilai-nilai yang sudah dimiliki oleh siswa dengan nilai-nilai baru yang hendak ditanamkan, yang menurut Darmiyati Zuchdi (2008: 10) disebut sebagai proses inkuiri nilai. Keselarasan ini akan menjadikan stabilitas nilai sebagai dasar kepribadian siswa tetap terjaga di tengah perubahan pemaknaan nilai yang semakin kompleks karena ditemukan oleh siswa sendiri melalui proses yang rasional. Berdasarkan definisi-definisi di atas dapat digarisbawahi, bahwa model pembelajaran
VCT
(Value
Clarification
Technique)
merupakan
model
pembelajaran penanaman nilai yang dilakukan melalui proses analisis nilai yang sudah ada sebelumnya dalam diri siswa kemudian menyelaraskannya dengan nilai-nilai yang sebenarnya yang hendak ditanamkan. Model VCT (Value Clarification Technique) dalam penelitian ini sebagai strategi pembelajaran dalam mencapai pemahaman nilai-nilai sejarah siswa terhadap tradisi masyarakat Indonesia masa pra-aksara dan masa aksara. Siswa mempelajari asal mula tradisi masyarakat Indonesia, mengerti, dan kemudian model VCT (Value Clarification Technique) berfungsi menganalisis pemahaman nilai siswa terhadap materi tersebut.
b. Tujuan Model Pembelajaran VCT (Value Clarification Technique) Menurut Douglas Superka dalam Zaim Elmurabok (2008: 70), model VCT (Value Clarification Technique) memiliki tiga tujuan, yaitu: commit to user
34
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 35
1) Membantu siswa untuk menyadari dan mengidentifikasi nilai-nilai mereka sendiri dan nilai-nilai orang lain; 2) Membantu siswa supaya mereka mampu berkomunikasi secara terbuka dan jujur dengan orang lain berhubungan dengan nilai-nilai mereka sendiri; 3) Membantu siswa supaya mereka mampu menggunakan secara bersamasama kemampuan berpikir rasional dan kesadaran emosional, untuk memahamai perasaan, nilai-nilai, dan pola tingkah laku mereka sendiri. Salah satu karakteristik VCT (Value Clarification Technique) sebagai suatu model dalam strategi pembelajaran sikap adalah proses penanaman nilai dilakukan melalui proses analisis nilai yang sudah ada sebelumnya dalam diri siswa kemudian menyelaraskannya dengan nilai-nilai baru yang hendak ditanamkan. Wina Sanjaya (2008: 284) juga mengemukakan tujuan dari model pembelajaran klarifikasi nilai (value clarification technique), yaitu: 1) Untuk mengukur atau mengetahui tingkat kesadaran siswa tentang nilai; 2) Membina kesadaran tentang nilai-nilai yang dimilikinya, baik tingkatan maupun sifatnya (positif dan negatifnya) untuk kemudian dibina ke arah peningkatan dan pembetulan; 3) Untuk menanamkan nilai-nilai tertentu dengan cara yang rasional dan diterima siswa sehingga pada akhirnya nilai-nilai tersebut akan menjadi milik siswa; commit to user
35
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 36
4) Melatih siswa menilai, menerima, serta mengambil keputusan terhadap suatu persoalan dalam hubungannya dengan kehidupan sehari-hari di masyarakat. Dalam pembelajaran sejarah tujuan penggunaan model pembelajaran VCT (Value Clarification Technique) diharapkan dapat membantu siswa dalam mencari dan menentukan suatu nilai yang dianggap baik dalam mempelajari suatu peristiwa sejarah melaui proses menganalisis nilai yang sudah ada, yang tertanam dalam diri siswa, ataupun gagasan siswa.
c. Langkah-Langkah Model Pembelajaran VCT (Value Clarification Technique) Menurut John Jarolimek dalam Wina Sanjaya (2008: 284-285), langkah yang dikembangkan dalam model pembelajaran VCT (Value Clarification Technique) meliputi tujuh langkah yang terbagi dalam tiga tingkat: 1) Kebebasan Memilih: a) Memilih secara bebas, artinya kesempatan untuk menentukan pilihan yang menurutnya baik; b) Memilih dari beberapa alternatif, artinya menentukan pilihan dari beberapa alternatif pilihan secara bebas; c) Memilih setelah dilakukan analisis pertimbangan konsekuensi yang akan timbul sebagai pilihannya.
commit to user
36
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 37
2) Menghargai: a) Adanya perasaan senang dan bangga atas nilai yang menjadi pilihannya sehingga nilai tersebut akan menjadi bagian integral dari dirinya; b) Menegaskan nilai yang sudah menjadi bagian dari dirinya di depan umum. 3) Berbuat Pada tingkat berbuat ada dua tahap, yaitu: a) Kemauan dan kemampuan untuk mencoba melaksanakannya; b) Mengulang perilaku sesuai sehingga tercermin dalam kehidupan sehari-hari. Menurut A. Kosasih Djahiri (1996) dalam Martiyono (2010: 136), langkah-langkah pelaksanaan model VCT (Value Clarification Technique) mengikuti desain sebagai berikut:
commit to user
37
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 38
Desain/Skenario Pembelajaran Model VCT
Target Nilai & Moral
Pelaksanaan Pembelajaran Model VCT
Proses Klarifikasi Diri & Nilai
Penyimpulan dan Pengarahan Kembali
Tindak Lanjutan/Petunjuk Studi Lanjutan & Penerapan/Pembakuan
Performing/Acting/ Behaving
Bagan 2. Pelaksanaan Model Pembelajaran VCT (Value Clarification Technique) Proses pengambilan nilai melalui strategi klarifikasi nilai, menurut Raths: 1) Memilih a) Memilih bebas. b) Memilih dari alternatif. c) Memilih setelah mempertimbangkan konsekwensi dari setiap alternatif. commit to user
38
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 39
2) Menghargai : a) Menyukai, dan merasa senang dengan pilihannya. b) Dengan mengukuhkan pilihannya maupun pendapatnya. 3) Melaksanakan a) Sesuai dengan pilihannya. b) Secara berulang-ulang dalam suatu pola kehidupan (H Una Kartawisastra, M. B Soeranto, Waspodo, Darmo Mulkyoatmodjo, Mappasoro, 1980: 6). Pembelajaran value clarification mengajarkan siswa untuk menggunakan langkah-langkah
dalam
proses
pengambilan
nilai,
menerapkan
proses
pengambilan nilai pada keyakinan dan nilai yang ada atau akan muncul. Tugas guru adalah menyadarkan siswa akan nilai dan tingkah laku yang luhur atau dihargai, untuk itu guru diharapkan memberikan sejumlah rangsangan sejumlah alternatif sebagai stimulan. Berdasarkan rangsangan dari guru tersebut siswa akan menganalisis, membandingkan, mengemukakan, alasan dasar pilihannya sehingga mampu menentukan pilihannya dengan keyakinan mereka sendiri. Siswa tidak lagi sekedar menerima nilai-nilai yang didapatkannya (H Una Kartawisastra, M. B Soeranto, Waspodo, Darmo Mulkyoatmodjo, Mappasoro, 1980: 7). Pelaksanaan model pembelajaran VCT (Value Clarification Technique) sangat fleksibel dalam penggunaan model pembelajaran. Model pembelajaran yang efektif adalah dialog atau tanya jawab, menulis, diskusi kelompok kecil, diskusi kelompok besar, observasi, dan praktik. Peranan guru dalam pembelajaran sebagai role model atau pendorong sehingga commit to user harus mendorong siswa dengan
39
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 40
pertanyaan-pertanyaan yang relevan untuk mengembangkan keterampilan siswa dalam melalukan proses menilai atau mengklarifikasi nilai. Beberapa hal yang perlu diperhatikan dalam pembelajaran dengan model VCT (Value Clarification Technique), antara lain sebagai berikut: 1) Hindari penyampaian pesan melalui proses pemberian nasihat, yaitu memberikan pesan-pesan moral yang menurut guru dianggap baik. 2) Jangan memaksa siswa untuk memberikan respons tertentu apabila memang siswa tidak menghendakinya. 3) Usahakan dialog dilakukan secara bebas dan terbuka sehingga siswa akan mengungkapkan perasaannya secara jujur dan apa adanya. 4) Dialog dilakukan kepada individu, bukan kepada kelompok. 5) Hindari respons yang dapat menyebabkan siswa terpojok sehingga ia menjadi defensif. 6) Tidak memaksa siswa pada pendirian tertentu. 7) Jangan mengorek alasan siswa secara mendalam (Wina Sanjaya, 2008: 285). Berdasarkan teori di atas maka, dapat dipaparkan langkah-langkah pelaksanaan pembelajaran sejarah menggunakan model pembelajaran VCT (Value Clarification Technique) dapat dilaksanakan menggunakan metode: dialog atau tanya jawab, menulis, diskusi kelompok kecil, diskusi kelompok besar, observasi, dan praktik. Siswa dalam model pembelajaran VCT (Value Clarification Technique) memiliki konsep pemahaman nilai awal namun nilai yang dimiliki siswa belum tentu merupakan nilai yang relevan. commit to user Guru berperan sebagai guru role
40
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 41
model atau pendorong sehingga harus mendorong siswa dengan pertanyaanpertanyaan yang relevan untuk mengembangkan keterampilan siswa dalam melalukan proses menilai atau mengklarifikasi nilai.
d. Kelebihan dan Kekurangan Model Pembelajaran VCT (Value Clarification Technique) Menurut A. Kosasih Djahiri dalam Hermi Zanzi (2008: 2), kelebihan model pembelajaran VCT (Value Clarification Technique) adalah: 1) Mampu membina dan mempribadikan nilai dan moral. 2) Mampu mengklarifikasi dan mengungkapkan isi pesan materi yang disampaikan. 3) Mampu mengklarifikasi dan menilai kualitas nilai moral diri siswa dan nilai moral dalam kehidupan nyata. 4) Mampu mengundang, melibatkan, membina, dan mengembangkan potensi siswa, terutama afektualnya. 5) Mampu memberikan pengalaman belajar dalam berbagai kehidupan. 6) Mampu menangkal, meniadakan, mengintervensi, dan menyubversi berbagai nilai moral yang ada dalam nilai dan moral yang ada dalam diri seseorang. 7) Menuntun dan memotivasi untuk hidup layak dan bermoral tinggi. Upaya untuk meningkatkan pemahaman nilai tradisi masa pra-aksara dan aksara peserta didik dapat menggunakan model pembelajaran VCT (Value Clarification Technique), karena commit model to pembelajaran VCT (Value Clarification user
41
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 42
Technique) menggunakan teknik pengajaran untuk membantu peserta didik dalam mencari dan menentukan suatu nilai yang diangap baik dalam menghadapi suatu persoalan melalui proses menganalisis nilai yang sudah ada dan tertanam dalam diri peserta didik (Wina Sanjaya, 2008: 283). Model VCT (Value Clarification Technique) akan membantu peserta didik mengerti dan menemukan nilai-nilai sejarah lebih mendalam. Pada dasarnya model pembelajaran Ekspositori yang berpusat pada guru memberikan pemahaman nilai-nilai sejarah cukup baik kualitasnya karena suatu nilai sejarah dapat diserap dengan benar oleh peserta didik namun proses eksplorasi nilai sejarahnya kurang begitu mendalam. Materi tradisi masyarakat Indonesia masa pra-aksara dan aksara termasuk mengenai tradisi-tradisi masyarakat Kudus memiliki tingkat kesukaran tersendiri bagi para guru untuk menyampaikan materi kepada peserta didik. Materi tersebut mengandung banyak mitos dan cerita lisan yang mengandung nilai moral luhur yang dipercaya dalam lingkungan sosial peserta didik. Guru cenderung terjebak karena menganggap materi tersebut materi ringan yang telah diketahui oleh peserta didik dalam kehidupan sehari-harinya, padahal dalam hal ini peserta didik memerlukan pemahaman nilai-nilai lebih lanjut atau pengklarifikasian nilai-nilai yang terkandung di dalam tradisi tersebut agar nilai-nilai yang dibawa oleh masing-masing peserta didik dan berasal dari masing-masing latar belakang menjadi jelas kebenaran nilai-nilai sejarahnya. Nilai-nilai sejarah setelah sampai kepada peserta didik maka harapannya pelestarian nilai dan budaya mengilhami kehidupan peserta didik yang menyokong kesadaran sejarah peserta didik dan pelestarian budaya bangsa. Model pembelajaran VCT (Value Clarification commit to user
42
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 43
Technique) menjadi salah satu strategi pembelajaran yang dapat dilakukan guru untuk mencapai tujuan tersebut. Kelemahan model pembelajaran VCT (Value Clarification Technique) menurut Darmiyati Zuchdi (2008: 10) adalah klarifikasi nilai dapat berimplikasi pada relativisme nilai dan menganggap semua nilai sama. Selain itu, klarifikasi nilai merupakan modifikasi perilaku yang kompleks karena menyangkut konsep, ide, dan penerapannya sehingga dalam pelaksanaannya membutuhkan persiapan yang matang dan dukungan guru yang benar-benar profesional. Model pembelajaran VCT (Value Clarification Technique) memberikan pemahaman langsung kepada siswa dalam menentukan pendapat terhadap suatu persoalan nilai yang dihadapi dan cara siswa bersikap dalam kehidupan sehari-hari.
3. Model Pembelajaran Ekspositori a.
Pengertian Model Pembelajaran Ekspositori Model pembelajaran Ekspositori adalah model pembelajaran yang
menekankan kepada proses penyampaian materi secara verbal dari seorang guru kepada sekelompok siswa dengan maksud agar siswa dapat menguasai materi pelajaran secara optimal (Wina Sanjaya, 2009: 79). Pengajaran yang menyampaikan pesan dalam keadaan telah siap dinamakan bersifat ekspositorik. Biasanya strategi belajar mengajar ekspositorik bersifat deduktif, karena disampaikan dari awal (T Raka Joni. 1980: 4). Kegiatan belajar menggunakan model pembelajaran Ekspositori dengan ceramah dan media tertulis menurut Ausubel untuk materi tertentu sangat bermakna commit to userdan dapat sepenuhnya dimengerti
43
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 44
oleh siswa sebab terjadi asimilasi kognitif pengalaman belajar yang dialami oleh siswa. Tujuan utama pembelajaran adalah penyampaian informasi atau pengertian, maka model pembelajaran Ekspositori merupakan model yang efektif dan efisien (T. Raka Joni, 1980: 4). Pengambilan bagian oleh siswa dalam kegiatan belajar mengajar ini dapat dilakukan melalui pembangkitan motivasi siswa dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk mencoba mencari sendiri jawaban suatu masalah, bekerjasama dengan teman sekelas, membuat sesuatu. Komunikasi dua arah dalam proses belajar mengajar model ini memberikan feedback bagi guru untuk menilai keefektivitasan pembelajarannya. Pengetahuan yang diberikan dari sekolah dan keluarga yang minimal mampu menjadi bekal anak menghadapi perkembangan ilmu pengetahuan dan teknologi, menjadikan anak mampu berpikir kritis menghadapi tantangan. Untuk itu kebebasan terhadap anak mengembangkan ketrampilan, sehingga perlu ada keseimbangan antara siswa dan guru (T. Raka Joni, 1980: 5-7). Model pembelajaran Ekspositori merupakan model pembelajaran yang terpusat pada guru, merupakan dasar suatu model pembelajaran klasikal (Laurie Braudy, 1985: 17). Menurut Bruner dalam Laurie Braudy (1985: 18) model pembelajaran Ekspositori cocok digunakan untuk menjelaskan konsep-konsep pengetahuan dan mengetahui hubungan antar konsep pengetahuan tersebut. Beberapa ilmu yang dapat menggunakan model pembelajaran Ekspositori: matematika, fisika, bahasa dan seni, ilmu sosial, sejarah, agama, dan filsafat. Menurut Roy Killen dalam Wina Sanjaya (2009: 79), menyatakan bahwa model Ekspositori merupakan pembelajaran commitlangsung, to user materi pelajaran disampaikan
44
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 45
langsung oleh guru dan siswa tidak dituntut untuk menemukan materi, menekankan pada proses bertutur sehingga dinamakan strategi chalk and talk. Model pembelajaran Ekspositori merupakan proses pembentukan nilai secara tradisional dengan cara memberi nasehat atau indoktrinasi. Orang tua maupun guru yakin akan nilai-nilai baik/luhur yang dianutnya karena itu guru dan orang tua menghendaki agar anak didiknya juga memiliki nilai tersebut. Strategi yang ditempuh adalah memberi tahukan secara langsung nilai-nilai yang baik, kurang baik, atau tidak baik. Strategi ini memiliki kelemahan, karena: anak sekedar tahu dan hafal namun tingkah lakunya belum tentu sejalan dengan nilai yang perlu dia miliki, pemberi nasehat kadang hanya juru bicara nilai, bukan memberikan teladan nilai (H Una Kartawisastra, M. B Soeranto, Waspodo, Darmo Mulkyoatmodjo, Mappasoro, 1980: 4). Model pembelajaran menekankan pada proses bertutur, materi pelajaran sengaja diberikan secara langsung. Peran siswa yaitu menyimak untuk menguasai materi pelajaran yang disampaikan oleh guru. Model pembelajaran Ekspositori dalam proses pembelajaran merupakan strategi pembelajaran yang dalam pelaksanaannya didominasi oleh guru, dimana guru menjelaskan atau memberi informasi. Guru dan sumber belajar hanya sebagai perantara dalam upaya pembedaan atau pengalihan informasi, ketrampilan dan lain-lain kepada siswa. Tujuan dari pembelajaran model Ekspositori adalah memindahkan pengetahuan ketrampilan dan nilai-nilai kepada siswa melalui ceramah mengenai materi pembelajaran, sedangkan siswa mendengarkan dan mencatat informasi dari guru (Endang Wuryaningsih, 2010: 79).commit to user
45
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 46
Model
Ekspositori
memiliki
beberapa
karakteristik,
yaitu:
(1)
menyampaikan materi pelajaran secara verbal, (2) materi pelajaran yang disampaikan berupa data atau fakta, (3) tujuan utama pembelajaran adalah penguasaan materi pembelajaran (Wina Sanjaya, 2009: 179). Model pembelajaran Ekspositori guru memegang peranan (teacher centered approach), guru menyajikan materi pembelajaran dalam bentuk yang telah dipersiapkan secara rapi, sistematis, dan lengkap. Guru menyampaikan materi pembelajaran tersebut secara terstruktur sehingga anak didik tinggal menyimak dan mencernanya saja secara tertib dan teratur. Secara garis besar prosedur model pembelajaran Ekspositori adalah: 1) Guru mempersiapkan bahan selengkapnya secara sistematis. 2) Guru bertanya atau memberikan uraian singkat untuk mengarahkan perhatian anak didik kepada materi yang akan diajarkan. 3) Guru menyajikan bahan dengan cara memberikan ceramah atau menyuruh anak didik membaca bahan yang telah disiapkan dari buku teks tertentu atau yang ditulis guru sendiri. 4) Guru bertanya dan anak didik menjawab sesuai dengan bahan yang dipelajari atau anak didik disuruh menanyakan kembali dengan katakata sendiri (resitasi) tentang pokok-pokok masalah yang telah dipelajari baik yang dipelajari secara lisan maupun tulisan (Syaiful Bachri Jamarah, 2006: 174). Cara
penyampaian
pelajaran
menggunakan
model
pembelajaran
Ekspositori, dari seorang guru commit kepada tosiswa user di dalam kelas bisa dilakukan
46
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 47
dengan: (1) berbicara di awal pelajaran; (2) menerangkan materi dan contoh soal disertai tanya jawab. Penggunaan model pembelajaran Ekspositori perlu diperhatikan beberapa prinsip yang harus diperhatikan oleh guru, antara lain: 1) Berorientasi pada tujuan: guru harus merumuskan tujuan pembelajaran dengan jelas dan terukur. 2) Prinsip komunikasi: dalam pembelajaran terjadi proses komunikasi, penyampaian pesan dari seseorang kepada sekelompok orang. 3) Prinsip kesiapan: agar siswa dapat menerima materi yang akan disampaikan oleh guru, maka siswa perlu dikondisikan dalam keadaan siap secara fisik dan psikis dalam menerima pelajaran. 4) Prinsip berkelanjutan: proses pembelajaran Ekspositori harus mampu mendorong siswa mau mempelajari materi pelajaran
lebih lanjut
(Wina Sanjaya, 2009: 181-183). Prosedur pelaksanaan model Ekspositori, ada beberapa langkah dalam penerapan model Ekspositori yaitu: 1) Persiapan Langkah persiapan merupakan langkah yang sangat penting, tujuan yang ingin dicapai dalam melakukan persiapan adalah: mengajak siswa keluar dari kondisi mental yang positif, membangkitkan motivasi dan minat siswa untuk belajar, merangsang dan menggugah rasa ingin tahu siswa, menciptakan suasana dan iklim pembelajaran yang terbuka. 2) Penyajian: (a) penggunaan bahasa, bahasa yang digunakan sebaiknya bahasa yang komunikatif danto mudah commit user dipahami; (b) intonasi suara,
47
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 48
pengaturan nada suara akan akan membuat perhatian siswa tetap terkontrol, sehingga tidak akan mudah bosan; (c) menjaga kontak mata dengan siswa, melalui kontak mata yang selamanya terjaga, siswa bukan merasa dihargai oleh guru, akan tetapi juga mereka seakan-akan diajak terlibat dalam proses pembelajaran. 3) Korelasi Langkah korelasi adalah langkah menghubungkan materi pelajaran dengan
pengalaman
siswa
atau
dengan
hal-hal
lain
yang
memungkinkan siswa dapat menangkap keterkaitannya dalam strukturstruktur pengetahuan yang telah dimilkinya. 4)
Menyimpulkan Menyimpulkan adalah tahapan untuk memahami inti dari materi pelajaran yang telah disajikan.
5)
Mengaplikasikan Langkah aplikasi adalah langkah unjuk kemampuan siswa setelah mereka menyimak penjelasan guru (http://id.shvoong.com/sosialsciences/education/2009915-strategi-pembelajaran-ekspositori-spe/: diakses 14 Oktober 2010).
Berdasarkan
teori
tersebut
dapat
digarisbawahi,
bahwa
model
pembelajaran Ekspositori merupakan pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher centered) artinya guru mendominasi dalam pelaksanaan proses pembelajaran. Guru berperan secara aktif memberikan penjelasan atau informasi. Model Ekspositori secara umumcommit digunakan to userguru sejarah untuk menerangkan
48
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 49
materi-materi sejarah, agar tumbuh minat serta kesadaran akan kecintaan terhadap tanah air sebagai penghargaan dari sejarah. Tugas guru sejarah untuk dapat menanamkan pemahaman nilai sejarah dari materi-materi sejarah tersebut kepada siswa.
b.
Keunggulan dan Kelemahan Model Ekspositori Keunggulan Model Ekspositori: 1) Dengan model Ekspositori, guru bisa mengontrol urutan dan keluasan materi pembelajaran. 2) Dianggap sangat efektif apabila materi pelajaran yang harus dikuasai siswa sangat luas, sementara waktu yang disediakan cukup terbatas. 3) Selain siswa dapat mendengar melalui penuturan, siswa juga bisa melihat atau mengobservasi. 4) Bisa digunakan untuk jumlah dan ukuran kelas yang besar. 5) Dapat menampung kelas besar. 6) Bahan pelajaran diberikan secara urut oleh guru. 7) Guru dapat menentukan hal-hal yang dianggap penting. 8) Guru dapat memberikan penjelasan-penjelasan secara individual maupun klasikal. Upaya untuk meningkatkan pemahaman nilai-nilai sejarah peserta didik
dapat menggunakan model pembelajaran Ekspositori, karena model pembelajaran Ekspositori menggunakan teknik pembelajaran yang berpusat pada guru (teacher centered) artinya guru mendominasi dalam pelaksanaan proses pembelajaran. commit to user
49
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 50
Guru berperan secara aktif memberikan penjelasan atau informasi kepada peserta didik mengenai materi yang belum diketahui secara mendalam oleh peserta didik. Model Ekspositori secara umum digunakan guru sejarah untuk menerangkan materi-materi sejarah, agar tumbuh minat serta kesadaran akan kecintaan terhadap tanah air sebagai penghargaan dari sejarah. Materi tradisi masyarakat Indonesia masa pra-aksara dan aksara termasuk mengenai tradisi-tradisi masyarakat Kudus memiliki tingkat kesukaran tersendiri bagi peserta didik untuk mengetahui nilainilai sejarah luhur yang termuat dalam setiap contoh tradisi masyarakatnya, karena kini nilai-nilai sejarah mulai tergeser oleh nilai ekonomis dan praktis dari perkembangan masyarakatnya. Tugas guru sejarah untuk dapat menanamkan pemahaman nilai sejarah dari materi-materi sejarah tersebut kepada peserta didik. Model pembelajaran Ekspositori yang berpusat pada guru memberikan pemahaman nilai-nilai sejarah cukup baik kualitasnya karena suatu nilai sejarah dapat diserap dengan benar oleh peserta didik langsung dari guru, namun proses eksplorasi nilai sejarahnya oleh peserta didik kurang begitu mendalam. Kelemahan Model Pembelajaran Ekspositori: 1) Hanya mungkin dapat dilakukan terhadap siswa yang memiiki kemampuan mendengar dan menyimak secara baik. 2) Tidak mungkin dapat melayani perbedaan setiap individu baik perbedaan kemampuan, pengetahuan, minat dan bakat serta perbedaan gaya belajar.
commit to user
50
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 51
3) Karena lebih banyak disampaikan melalui ceramah, maka akan sulit mengembangkan
kemampuan
siswa
dalam
sosialisasi,
serta
kemampuan berpikir kritis. 4) Keberhasilan model Ekspositori sangat bergantung pada persiapan guru, baik persiapan, pengetahuan, semangat, antusiasme, motivasi dan berbagai kemampuan yang lain. 5) Karena lebih banyak satu arah, maka kesempatan untuk mengontrol pemahaman siswa akan materi pembelajaran akan terbatas pula. 6) Metode ini tidak menekankan penonjolan aktivitas fisik seperti aktivitas mental siswa, sehingga siswa yang terlalu banyak mengikuti pembelajaran (kegiatan belajar mengajar) dengan model Ekspositori cenderung tidak aktif dan tidak kreatif. 7) Kegiatan terpusat pada guru sebagai pemberi informasi (bahan pelajaran). 8) Pengetahuan yang didapat dengan model Ekspositori cepat hilang, karena seringkali siswa kurang terlibat dalam pembelajaran (Wina Sanjaya, 2009: 190-192). Dapat disimpulkan, bahwa model Ekspositori memiliki kelebihan dan kekurangan dalam pelaksanaannya. Model pembelajaran Ekspositori dalam pembelajaran sejarah memiliki kelebihan yaitu guru sebagai pusat belajar menjadi pusat informasi yang mampu menanamkan nilai-nilai sejarah terhadap siswa melalui ceramah. Pemahaman nilai-nilai sejarah melalui ceramah akan mengena kepada peserta didik apabila gurucommit berperan to aktif. user Kelemahan model pembelajaran
51
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 52
ekspositori dalam pemahaman nilai-nilai sejarah adalah karena guru menjadi pusat pembelajaran, maka anak didik sekedar sebagai pendengar sehingga sulit terintegrasi dalam perlakuan sehari-hari peserta didik.
4. Kecerdasan Emosional Konsepsi tentang kecerdasan berkembang seiring dengan berkembangnya kemampuan manusia. Menurut Howard Gardner dalam Agus Efendi (2005: 81), kecerdasan adalah kemampuan untuk memecahkan masalah atau menciptakan sesuatu yang bernilai bagi budaya tertentu. Menurut Alfred Binet dan Theodore Simon dalam Agus Efendi (2005: 81), kecerdasan memiliki tiga komponen, yaitu 1) kemampuan mengarahkan pikiran dan/atau tindakan, 2) kemampuan mengubah arah tindakan jika tindakan tersebut telah dilakukan, dan 3) kemampuan mengkritik diri sendiri. Sedangkan menurut Mappadjantji Amien (2005: 331), kecerdasan setidaknya memiliki tiga sisi yang berbeda, tetapi saling melengkapi, yaitu intelektual, emosional, dan spiritual.
a. Pengertian Kecerdasan Emosional Menurut Howard Gardner dalam Agus Efendi (2005: 136), di dalam diri manusia terdapat spektrum kecerdasan yang mencakup tujuh jenis, yaitu 1) kecerdasan verbal, 2) kecerdasan visual, 3) kecerdasan logis-matematis, 4) kecerdasan musikal, 5) kecerdasan kinestetik, 6) kecerdasan intrapribadi (intrapersonal), dan 7) kecerdasan kecerdasan interpribadi (interpersonal). Kemudian menambahkan tiga jenis kecerdasan commit to user yang lain, yaitu 1) kecerdasan
52
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 53
naturalis, 2) kecerdasan eksistensial, dan 3) kecerdasan spiritual. Dengan demikian, spektrum kecerdasan manusia menurut teori kecerdasan majemuk (Multiple Intelligence) Gardner meliputi sepuluh kecerdasan manusia. Kecerdasan emosional merupakan penggabungan antara dua kecerdasan yaitu kecerdasan intrapribadi (intrapersonal) dan kecerdasan interpribadi (interpersonal). Kecerdasan intrapribadi adalah kemampuan memahami orang lain, yang ditampakkan pada kegembiraan berteman dan kesenangan dalam berbagai macam aktivitas sosial serta ketidaknyamanan atau keengganan dalam kesendirian dan menyendiri (Julia Jasmine, 2007: 26). Kecerdasan interpribadi adalah kemampuan yang korelatif, tetapi terarah ke dalam diri, yang tercermin dalam kesadaran mendalam akan perasaan batin (Julia Jasmine, 2007: 27). Menurut Deborah Mackin, “emotional intelligence is a product of the amaunt of communication between the rational and emotional centers of the brain” (kecerdasan emosional adalah hasil komunikasi antara rasio dan emosi yang berpusat pada otak) (http://www.eiconsortium.org, diakses : 13 November 2010). Dengan demikian, kecerdasan emosional dapat dipahami sebagai dimensi pengembangan kodrat manusia sebagai makhluk pribadi dengan kemampuan dan kepentingannya yang khas serta makhluk sosial yang tidak dapat hidup sendiri, tetapi selalu berhubungan dengan orang lain. Kecerdasan emosi merupakan kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustasi, mengendalikan dorongan hati dan tidak melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati dan menjaga agar beban stres tidak melumpuhkan kemampuan commitberpikir, to user berempati dan berdoa (Daniel
53
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 54
Goleman, 2006: 45). Menurut Cooper dan Sawaf dalam Zaim Elmubarok (2008: 121) mengemukakan bahwa kecerdasan emosional merupakan, kemampuan merasakan, memahami, dan secara selektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi dan pengaruh yang manusiawi. Kecerdasan emosional (emotional quotient) adalah gabungan kemampuan emosional dan sosial. Seseorang yang mempunyai kecerdasan emosional akan mampu menghadapi masalah yang terjadi dalam kehidupan karena biasanya orang mempunyai kesadaran untuk mengontrol emosinya, mampu menumbuhkan motivasi dalam dirinya karena selalu tergerak melakukan aktivitas dengan baik dan ingin mencapai tujuan yang diinginkannya, serta dapat mengungkapkan perasaan dengan baik dan kontrol dirinya sangat kuat. Orang yang memiliki kecerdasan emosional akan mandiri, berusaha keras dalam setiap aktivitas hidupnya, optimis, tidak terpendam, dan tekun. Kecerdasan emosional dapat dijadikan landasan yang kuat dalam pendidikan secara ilmiah. Seseorang yang memiliki kecerdasan emosional yang baik, akan mempunyai kemampuan mengelola emosinya sehingga setiap kali mengikuti pelajaran tidak pernah terbebani dan tidak pernah merasa cemas meski harus menghadapi kesulitan dalam proses menerima pelajaran. Makin tinggi jenjang pendidikan, maka porsi pemberian kecerdasan emosional semakin rendah, karena semakin tinggi jenjang pendidikan lebih menekankan pada pendidikan keilmiahan (Nurul Zuriah, 2008: 37-38). Kecerdasan emosional digambarkan oleh Ary Ginanjar Agustian (2007: 45) secara sederhana, sebagai berikut: commit to user
54
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 55
Manusia
Manusia Bagan 3. Kecerdasan Emosional
Bedasarkan pengertian di atas dapat disimpulkan bahwa kecerdasan emosional adalah kecerdasan seseorang untuk mengakui dan menghargai perasaan diri sendiri dan membangun hubungan dengan orang lain dalam konteks sosialnya.
b. Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Kecerdasan Emosional Kecerdasan emosional yang bersumber pada potensi emosi manusia dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu keturunan dan lingkungan. Secara lebih terperinci, Atkinson dalam Sri Sumaryati (2008: 57) mengemukakan bahwa kecerdasan emosional dipengaruhi oleh beberapa faktor, yaitu 1) keturunan yang merupakan kebiasaan-kebiasaan individu, 2) kematangan (maturation), 3) kesukacitaan (excitement), dan 4) stimulus dari luar yang menimbulkan reaksi emosional dan merupakan hasil dari pembelajaran. Pendidikan emosi sangat penting untuk mencapai meningkatkan kadar keterampilan emosional dan sosial pada anak sebagai bagian dari pendidikan reguler mereka, bukan hanya sesuatu yang diajarkan sebagai tambal sulam kepada anak yang gagal dan yang dicap sebagai “tukang bikin onar”, melainkan sebagai rangkaian keterampilan dan pemahaman yang perlu bagi anak (Daniel Goleman, 2006: 372). Menurut Casmini (2007: 23)tokecerdaan emosional dipengaruhi oleh commit user
55
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 56
dua faktor, yaitu faktor internal, sebagai faktor yang timbul dari dalam individu yang dipengaruhi oleh keadaan otak emosional dan faktor eksternal, sebagai faktor yang datang dari luar individu dan mempengaruhi individu untuk mengubah sikap.
c. Unsur-Unsur Kecerdasan Emosional Kecerdaan emosional secara esensial meliputi empat kompetensi, yaitu 1) understanding yourself or self-awareness, 2) managing yourself or selfmanagement, 3) understading others or sosial awareness, 4) managing othes or sosial skills (http://www.4nsights.com, diakses 31/11/2010). Menurut Salovey dalam Daniel Goleman (2006: 58), kecerdasan emosional mencakup kemampuan di lima wilayah, yaitu 1) mengenali emosi diri, 2) mengelola emosi, 3) memotivasi diri sendiri, 4) mengenali emosi orang lain, dan 5) membina hubungan. Kelima wilayah kecerdasan emosional tersebut diadaptasi oleh Daniel Goleman dalam Suryaputra N. Awangga (2008: 21-22) menjadi lima dasar kecerdasan emosional sebagai berikut: 1) Kesadaran diri, yaitu mengetahui apa yang dirasakan pada suatu saat dan menggunakannya untuk memandu pengambilan keputusan diri sendiri, memiliki tolak ukur yang realistis atas kemampuan diri dan kepercayaan diri yang kuat. 2) Pengaturan diri, yaitu menangani emosi sedemikian rupa sehingga berdampak positif kepada pelaksanaan commit to usertugas, peka terhadap kata hati dan
56
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 57
sanggup menunda kenikmatan sebelum tercapainya sasaran, mampu pulih kembali dari tekanan emosi. 3) Motivasi, yaitu menggunakan hasrat yang paling dalam untuk mengerakkan dan menuntun ke arah sasaran, membantu mengambil inisiatif dan bertindak secara efektif, serta bertahan menghadapi kegagalan dan frustasi. 4) Empati, yaitu merasakan apa yang dirasakan orang lain, mampu memahami perspektif mereka, menumbuhkan hubungan saling percaya, dan menyelaraskan dengan bermacam-macam orang. 5) Keterampilan sosial, yaitu menangani emosi secara baik ketika berhubungan dengan orang lain dan dengan cermat membaca situasi dan jaringan sosial, berinteraksi dengan lancar, serta menggunakan keterampilan ini untuk mempengaruhi dan memimpin, bermusyawarah dan menyelesaikan perselisihan, bekerja sama, dan bekerja dalam tim. Berdasarkan uraian di atas, dapat dipahami bahwa kecerdasan emosional meliputi dua aspek penting, yaitu kesadaran akan emosi diri serta pengontrolan dan pengembangannya serta kesadaran bergaul dengan orang lain atas dasar kesadaran dan keterampilan sosial.
d. Pentingnya Kecerdasan Emosional Emosi merupakan bagian integral kehidupan manusia karena emosi adalah suatu perasaan dan pikiran-pikiran khasnya, suatu keadaan biologis dan psikologis, serta serangkaian kecenderungan untuk bertindak (Agus Efendi, 2005: commit to user
57
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 58
176). Manusia memiliki potensi hati atau qalbu, yang menurut Toto Tasmara (2001: 94) memiliki tiga dimensi, yaitu: 1) fu’ad, potensi qalbu yang berkaitan dengan inderawi, mengolah informasi, yang sering dilambangkan berada dalam otak manusia; 2) shadr, potensi qalbu yang berperan untuk merasakan dan menghayati atau mempunyai fungsi emosi; 3) hawaa, potensi qalbu yang menggerakan kemauan. Dengan demikian, sangat jelas bahwa emosi berperan dalam membentuk kepribadian seseorang. Menurut
penelitian
Daniel
Goleman,
kecerdasan
emosional
turut
mendukung keberhasilan hidup seseorang sebesar 80 %, sedangkan IQ hanya sekitar 20%. Dalam konteks belajar, emosi mempengaruhi proses dan hasil belajar sehingga
dengan
memperhatikan
emosi
siswa
dapat
membantu
Anda
mempercepat pembelajaran mereka (Bobbi dePorter, dkk, 2000: 21). Berdasarkan uraian di atas dapat disimpulkan bahwa kecerdasan emosional memiliki
peran
dalam
mempercepat
proses
pembelajaran,
membentuk
kepribadian, dan mendukung kesuksesan seseorang. Model pembelajaran VCT (Value Clarification Technique) membutuhkan proses analisis siswa yang disinkronkan terhadap latar belakang siswa.
e. Pengukuran Kecerdasan Emosional Kecerdasan emosional merupakan wilayah psikologis. Oleh karena itu, pengukurannya menggunakan tes psikologi. commit to user Akan tetapi, tinggi rendahnya
58
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 59
kecedasan emosional tidak dapat diukur dengan angka-angka karena indikator kecerdasan emosional bersifat abstrak. Hal itu seperti dikemukakan oleh Daniel Goleman (2006: 60), “Berbeda dengan tes-tes untuk IQ yang sudah dikenal, sampai sekarang belum ada tes tertulis yang menghasilkan nilai kecerdasan emosional dan barang kali tidak pernah akan ada tes semacam itu”. Menurut Suryaputra N. Awangga (2008: 26), Tes EQ dikembangkan untuk dapat mengidentifikasi, mengukur, dan memahami ketahanan emosi seseorang sehingga mampu mengelola emosi dengan baik, yang dapat dikembangkan dengan dua pendekatan, yaitu skala Likert dan skala penilaian terhadap suatu kasus. Penelitian ini menggunakan skala sikap model Likert, untuk mengetahui tingkat kecerdasan emosi siswa. Dimensi yang diukur berdasarkan lima dasar kecerdasan emosional yang dikembangkan oleh Daniel Goleman, yaitu 1) kesadaran diri, 2) pengaturan diri, 3) motivasi, 4) empati, dan 5) keterampilan sosial. Setiap aspek kecerdasan emosional dikembangkan menjadi beberapa indikator sebagai dasar pengembangan skala sikap.
B. Penelitian yang Relevan 1. Penelitian (Tesis) Martiyono (2010), bertujuan untuk mengetahui: 1) perbedaan pengaruh antara model pembelajaran VCT (Value Clarification Technique) dan Konsiderasi terhadap kepribadian, 2) perbedaan pengaruh antara peserta didik yang memiliki kecerdasan emosional rendah dan tinggi terhadap kepribadian, 3) perbedaan antara peserta didik yang commit topengaruh user
59
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 60
memiliki kecerdasan spiritual rendah dan tinggi terhadap kepribadian, 4) interaksi pengaruh antara model pembelajaran, kecerdasan emosional, dan kecerdasan spiritual terhadap kepribadian peserta didik. Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen. Populasi penelitian adalah peserta didik SMP Kelas VII di Kabupaten Kebumen semester 1 Tahun Pelajaran 2009/2010. Penelitian ini menyimpulkan bahwa model pembelajaran VCT (Value Clarification Technique) dan Konsiderasi dapat mempengaruhi secara signifikan terhadap kepribadian peserta didik SMP Negeri Kelas VII di Kabupaten Kebumen, Kecerdasan emosional (emotional quotient) dapat mempengaruhi secara signifikan terhadap kepribadian peserta didik SMP Negeri Kelas VII di Kabupaten Kebumen, Kecerdasan spiritual (spiritual quotient) dapat mempengaruhi secara signifikan terhadap kepribadian peserta didik SMP Negeri Kelas VII di Kabupaten Kebumen, Interaksi antara model pembelajaran, kecerdasan emosional (emotional quotient), dan kecerdasan spiritual (spiritual quotient) dapat mempengaruhi secara signifikan terhadap kepribadian peserta didik SMP Negeri Kelas VII di Kabupaten. Acuan relevansi penelitian ini adalah konsep model pembelajaran VCT (Value Clarification Technique) dalam pembelajaran peserta didik. Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah materi pembelajaran yang digunakan mengenai tradisi masyarakat Indonesia masa pra-aksara dan masa aksara. Model pembelajaran yang digunakan sebagai pembanding dalam penelitian Martiyono adalah model Konsiderasi, sedang yang digunakan dalam penelitian mdel pembelajaran Ekspositori. Variabel atribut yang commit to user
60
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 61
digunakan dalam penelitian Martiyono ini adalah kecerdasan emosional dan kecerdasan spiritual dalam membentuk kepribadian peserta didik yang bermoral baik dan berakhlak mulia. Variabel atribut yang digunakan dalam penelitian ini adalah kecerdasan emosional untuk mengetahui pemahaman peserta didik dalam menyikapi nilai-nilai budaya masyarakat Indonesia masa pra-aksara dan aksara. 2. Penelitian (Tesis) Siti Nurkhoti’ah (2009), tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh metode studi mandiri dan kecerdasan emosional terhadap kemampuan memahami nilai-nilai perjuangan bangsa Indonesia pada peserta didik kelas VIII SMP N Kota Klaten. Metode penelitian yang digunakan adalah metode eksperimen, dengan populasi penelitian adalah peserta didik SMP N 1 dan SMP N 2 Klaten. Penelitian ini menyimpulkan bahwa: (1) metode studi mandiri dapat mempengaruhi secara signifikan terhadap kemampuan memahami nilai-nilai perjuangan bangsa Indonesia peserta didik kelas VIII SMP N Kota Klaten, (2) Kecerdasan emosional (emotional quotient) dapat mempengaruhi secara signifikan terhadap kemampuan memahami nilai-nilai perjuangan bangsa Indonesia peserta didik kelas VIII SMP N Kota Klaten, (3) Interaksi antara metode studi mandiri dan kecerdasan emosional (emotional quotient) dapat mempengaruhi secara signifikan terhadap kemampuan memahami nilai-nilai perjuangan bangsa Indonesia peserta didik kelas VIII SMP N Kota Klaten. Acuan relevansi penelitian ini adalah konsep pemahaman nilai-nilai sejarah dalam pembelajaran sejarah. Perbedaan dengan penelitian yang akan commit to user
61
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 62
dilakukan adalah materi pembelajaran yang digunakan mengenai tradisi masyarakat Indonesia masa pra-aksara dan masa aksara. Model pembelajaran yang digunakan dalam penelitian Siti Nurkhotiah adalah model studi mandiri, sedang yang digunakan dalam penelitian ini adalah model pembelajaran VCT (Value Clarification Technique) dan Ekspositori dalam pemahaman nilai tradisi masa pra-aksara dan aksara peserta didik. 3. Penelitian (Jurnal) Endang Wuryaningsih (2010), tujuan penelitian ini adalah untuk mengetahui pengaruh strategi pembelajaran Problem Solving, Inquiry, Ekspositori terhadap prestasi belajar PKn pada peserta didik yang memiliki minat belajar berbeda. Metode yang digunakan dalam penelitian ini adalah metode eksperimen, dengan populasi penelitian SMK Muhammadiyah Surakarta. Penelitian ini menyimpulkan, bahwa: (1) terdapat pengaruh antara strategi pembelajaran terhadap prestasi belajar PKn, (2) terdapat pengaruh minat belajar peserta didik terhadap prestasi belajar PKn, (3) tidak terdapat interaksi antara strategi pembelajaran dan minat belajar terhadap prestasi belajar PKn. Acuan relevansi penelitian ini adalah model pembelajaran Ekspositori dalam pembelajaran. Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah materi pembelajaran yang digunakan mengenai tradisi masyarakat Indonesia masa pra-aksara dan masa aksara. Penelitian Endang Wuryaningsih mengatakan bahwa tidak ada interaksi antara model pembelajaran yang digunakan, maka dalam penelitian ini Ekspositori sebagai kontrol terhadap model pembelajaran VCT (Value Technique) yang menjadi commitClarification to user
62
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 63
tujuan utama mengklarifikasi pemahaman nilai tradisi masa pra-aksara dan aksara peserta didik. 4. Penelitian
(Tesis)
Kasimanuddin
Ismain
(2010)
bertujuan
untuk
mendeskripsikan klarifikasi nilai pendidikan sejarah pada mahasiswa jurusan Pendidikan Sejarah di Universitas Negeri Malang, berdasarkan partisipasinya dalam Festival Malang Tempo Doeloe dan persepsinya terhadap sejarah lokal Malang dan festival ini. Penelitian ini menggunakan penelitian kualitatif dengan studi kasus. Simpulan dari penelitian ini adalah latar belakang penyelenggaraan Festival Malang Tempo Doeloe terkait dengan rendahnya apresiasi generasi muda terhadap sejarah dan budaya Malang. Festival bertujuan menyebarluaskan kepemilikan memori kolektif sejarah Malang agar tumbuh kepedulian terhadap masa depan kotanya. Mahasiswa Pendidikan Sejarah berpartisipasi secara individual/kelompok dalam festival, lepas dari ikatan primordial, sebab lebih otonom dan tidak diikat oleh tanggung jawab terhadap festival. Lewat partisipasinya diperoleh memori kolektif, dan konstruksi persepsi. Persepsi mahasiswa Pendidikan Sejarah terhadap sejarah local Malang dalam festival pada umumnya konstruksif, tetapi persepsi terhadap festival bergerak dari festival sebagai wadah pendidikan, ke festival sebagai wadah kegiatan ekonomi komersial. Festival belum efektif menjalankan fungsi konsistensi. Melalui klarifikasi nilai, mahasiswa Pendidikan Sejarah menemukan keragaman nilai pendidikan sejarah, meliputi nilai-nilai yang termasuk dalam kategori nilai kebangsaan, kemanusiaan, sosial.
commit to user
63
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 64
Acuan relevansi penelitian ini adalah nilai-nilai modernisasi dan globalisasi
menyebabkan
fenomena
demoralisasi,
dehumanisasi,
dan
depersonalisasi yang memudarkan jati diri bangsa. Penumbuhan kembali jati diri bangsa melalui nilai-nilai pendidikan sejarah terutama sejarah lokal menjadi salah satu solusi menyeimbangkan masuknya budaya global dan pelestarian budaya lokal. Melalui klarifikasi nilai pendidikan sejarah diharapkan terbentuk pendidikan nilai pada diri mahasiswa sebagai penguat jati diri bangsa. Perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan adalah metode penelitian yang digunakan metode kuantitatif eksperimen. Penelitian ini mengangkat materi tradisi masyarakat Indonesia masa pra-aksara dan masa aksara termasuk materi tradisi masyarakat Kudus menggunakan model pembelajaran VCT (Value Clarification Technique) yang ditinjau dari kecerdasan emosional peserta didik SMA Kelas X. Model pembelajaran VCT (Value Clarification Technique) yang diterapkan menggunakan pendekatan peserta didik aktif dan berusaha menganalisis nilai-nilai yang terkandung dalam
materi
pembelajaran
sejarah
tersebut.
Kecerdasan
emosional
merupakan faktor yang ikut mempengaruhi keberagaman peserta didik dalam proses pemahaman nilai tradisi masa pra-aksara dan aksara. 5. Penelitian (Jurnal) Nunuk Suryani (2010) bertujuan untuk membentuk sikap nasionalisme peserta didik melalui pembelajaran sejarah menggunakan model pembelajaran VCT (Value Clarification Technique). Penelitian ini merupakan penelitian eksperimen. Populasi penelitian adalah siwa kelas XI SMA Karangpandan Tahun Pelajaran 2010/2011. commit to user Penelitian ini menyimpulkan
64
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 65
bahwa: (1) Model pembelajaran VCT (Value Clarification Technique) (dan Konvensional dapat mempengaruhi secara signifikan terhadap pemahaman sejarah peserta didik kelas XI SMA Karangpandan, (2) Kecerdasan Emosional dapat mempengaruhi secara signifikan terhadap pemahaman sejarah peserta didik kelas XI SMA Karangpandan, (3) Interaksi antara model pembelajaran dan kecerdasan emosional dapat mempengaruhi secara signifikan terhadap kepribadian peserta didik kelas XI SMA Karangpandan. Acuan relevansi penelitian ini adalah konsep pembelajaran VCT (Value Clarification Technique) dalam pembelajaran sejarah. Perbedaan dengan penelitian yang telah dilakukan dan akan dilakukan adalah materi pembelajaran yang telah digunakan nasionalisme dan materi yang akan digunakan materi tradisi masyarakat Indonesia masa pra-aksara dan aksara. Perbedaan model pembelajaran yang digunakan sebagai pembanding dalam jurnal ini adalah konvensional dan model pembelajaran yang digunakan penelitian ini adalah Ekspositori.
C. Kerangka Pikir Kerangka pikir yang dikembangkan dalam penelitian ini dapat dijelaskan sebagai berikut: 1. Perbedaan pengaruh antara metode pembelajaran VCT (Value Clarification Technique) dan Ekspositori terhadap pemahaman nilai tradisi masa pra-aksara dan aksara peserta didik SMA Negeri di Kabupaten Kudus. commit to user
65
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 66
Pemahaman nilai-nilai sejarah merupakan konsepsi yang terbentuk dari kepercayaan, sikap, dan pandangan yang terimplementasi dalam pendapat peserta didik. Pemahaman nilai-nilai sejarah dapat berkembang secara optimal jika dilakukan pembelajaran yang berkualitas. Pembelajaran yang berkualitas membutuhkan suatu model yang benar-benar sesuai dan mengarahkan potensi peserta didik. Model pembelajaran VCT (Value Clarification Technique) yang berangkat dari pembersihan nilai akan memberikan dampak yang lebih baik daripada model pembelajaran Ekspositori yang terbatas pada konsepsi pembelajaran kognitif. Model pembelajaran VCT (Value Clarification Technique) membantu siswa mengeksplorasi nilai-nilai sejarah yang selama ini diketahui, sekaligus menciptakan kebanggan terhadap pemilikan budaya luhur bangsa karena mengenal nilai-nilai sejarahnya melalui klarifikasi nilai oleh guru. Dengan demikian, pantas diduga penggunaan model pembelajaran VCT (Value Clarification Technique) lebih baik daripada penggunaan model pembelajaran Ekspositori terhadap pemahaman nilai tradisi masa pra-aksara dan aksara oleh peserta didik. 2. Perbedaan pengaruh antara peserta didik yang memiliki kecerdasan emosional rendah dan tinggi terhadap pemahaman nilai tradisi masa pra-aksara dan aksara peserta didik SMA Negeri di Kabupaten Kudus. Pemahaman nilai-nilai sejarah merupakan konsepsi yang terbentuk dari kepercayaan, sikap, dan pandangan yang terimplementasi dalam pendapat peserta didik. Pemahaman nilai dapat berkembang secara optimal jika didukung dengan faktor internal yang to ada di dalam diri seseorang. Kecerdasan commit user
66
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 67
emosional merupakan kemampuan seseorang untuk menerima dan beradaptasi dengan
keadaan.
Kecerdasan
emosional
yang
tinggi
dan
matang
memungkinkan terbentuknya kepribadian yang mantap sesuai dengan norma dan situasi yang dihadapi seseorang. Kecerdasan emosional yang rendah menjadikan seseorang sulit membentuk karakter seseorang yang siap menghadapi segala kondisi. Model pembelajaran VCT (Value Clarification Technique) membutuhkan tingkat kecerdasan emosional yang tinggi dalam metode pembelajarannya terutama saat eksplorasi nilai-nilai sejarah oleh guru melalui tanya jawab interaktif, diskusi kelompok kecil dan diskusi kelompok besar. Tiap siswa membawa nilai-nilai yang diyakininya sehingga pendapat yang kontra antara siswa yang satu dengan yang lain membutuhkan kontrol kecerdasan emosional siswa untuk menerima perbedaan. Dengan demikian, pantas diduga peserta didik yang tingkat kecerdasan emosionalnya tinggi akan menangkap lebih cepat pemahaman nilai tradisi masa pra-aksara dan aksara dibandingkan peserta didik dengan kecerdasan emosional rendah. 3. Interaksi antara model pembelajaran VCT (Value Carification Technique) dan kecerdasan emosional terhadap pemahaman nilai tradisi masa pra-aksara dan aksara peserta didik SMA Negeri di Kabupaten Kudus. Pemahaman nilai-nilai sejarah merupakan konsepsi yang terbentuk dari kepercayaan, sikap, dan pandangan yang terimplementasi dalam pendapat peserta didik. Pemahaman nilai dipengaruhi oleh banyak faktor, baik internal maupun eksternal. Model pembelajaran VCT (Value Carification Technique) merupakan faktor ekstern yang mempengaruhi pemahaman nilai commitdapat to user
67
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 68
seseorang. Sedangkan faktor kecerdasan emosional merupakan faktor intern yang membentuk kemampuan seseorang untuk menerima, beradaptasi, atau mengubah keadaan menjadi lebih baik.
Dengan demikian, pantas diduga
bahwa model pembelajaran VCT (Value Clarification Technique) dan tingkat kecerdasan emosional peserta didik yang tinggi sangat mempengaruhi pemahaman nilai tradisi masa pra-aksara dan aksara peserta didik. Ketiga kerangka pikir di atas dapat digambarkan dalam bentuk bagan sebagai berikut: Model Pretest
Kelas
EQ
Pembelajar
Posttest
Tradisi Masa Pra-
an VCT
Eksperimen
Kelas Kontrol
Pemahaman Nilai
aksara dan Aksara
EQ
Pretest
Bagan 4.
Model
Posttest
Pemahaman Nilai
Pembelajar
Tradisi Masa Pra-
an Eksposi
aksara dan Aksara
tori
Kerangka Pikir
D. Hipotesis Bertolak dari kerangka pikir di atas, maka hipotesis yang diajukan dalam penelitian ini sebagai berikut : 1. Terdapat perbedaan pengaruh yang signifikan antara model pembelajaran VCT (Value Clarification Technique) dan Ekspositori terhadap pemahaman nilai tradisi masa pra-aksara dan aksara SMA Negeri di Kabupaten Kudus. commit to user
68
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 69
2. Terdapat perbedaan pengaruh yang signifikan antara siswa yang memiliki kecerdasan emosional rendah dan tinggi terhadap pemahaman nilai tradisi masa pra-aksara dan aksara SMA Negeri di Kabupaten Kudus. 3. Terdapat interaksi yang signifikan antara model pembelajaran VCT dan kecerdasan emosional terhadap pemahaman nilai tradisi masa pra-aksara dan aksara SMA Negeri di Kabupaten Kudus.
commit to user
69
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB III METODOLOGI PENELITIAN
A. Tempat dan Waktu Penelitian 1. Tempat Penelitian Penelitian dilaksanakan di Kelas X Sekolah Menengah Atas (SMA) Negeri di Kabupaten Kudus Provinsi Jawa Tengah yaitu: SMA N 1 Bae Kudus, SMA N 2 Kudus, SMA N 2 Bae Kudus. Pemilihan lokasi penelitian didasarkan pada pertimbangan sebagai berikut: a. Dipilihnya ketiga sekolah tersebut karena memiliki karakteristik sekolah yang hampir sama dan memiliki potensi yang sama dalam pembelajaran. b. Penggunaan model pembelajaran untuk mencapai hasil belajar mata pelajaran Sejarah aspek afektif, terutama VCT (Value Clarification Technique) dan Ekspositori belum banyak dikembangkan oleh para guru Sejarah SMA di Kabupaten Kudus Provinsi Jawa Tengah. c. Jumlah populasi memungkinkan untuk dilakukan penelitian.
2. Waktu Penelitian Penelitian dilaksanakan pada siswa SMA Negeri Kelas X Semester 1 Tahun Pelajaran 2011/2012 di Kabupaten Kudus selama delapan bulan, tepatnya bulan Juli 2011 sampai dengan Desember 2011. Kegiatan penelitian meliputi persiapan, pelaksanaan eksperimen, dan pascaeksperimen. Waktu dan kegiatan penelitian secara terperinci seperti tabel di bawah ini. commit to user
70
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 71
Tabel 1. Jadwal Penelitian 2011
No Kegiatan . 1.
Juli
Ag
Sep
Okt
Nov
Des
Persiapan a. Observasi awal di lokasi
V
penelitian b. Penyusunan proposal penelitian
V
c. Penyusunan Instrumen dan RPP
V
e. Ijin penelitian
V
f. Uji coba instrumen penelitian
V
g. Analisis validitas dan reliabilitas
V
instrumen penelitian 2.
Pelaksanaan Eksperimen a. Pretest
V
b. Kegiatan eksperimen dengan
V
berpedoman pada RPP oleh guru model. c. Posttes 3.
V
Penulisan Laporan a. Analisis data penelitian
V
b. Penulisan laporan penelitian
V
commit to user
71
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 72
B. Jenis Penelitian Penelitian ini merupakan penelitian kuantitatif dengan jenis penelitian eksperimen. Desain penelitian yang digunakan adalah desain faktorial 2 x 2 dengan teknik analisis varian (Anava Two Way). Tabel 2. Rancangan Desain Penelitian Model Pembelajaran (A) Kecerdasan Value Clarification Emosional (EQ)
Ekspositori Technique (VCT)
(B)
(A2) (A1)
EQ Tinggi (B1)
A1B1
A2B1
EQ Rendah (B2)
A1B2
A2B2
Sumber: Data Primer Keterangan: A1
: kelompok siswa yang diberi perlakuan Value Clarification Technique (VCT).
A2
: kelompok siswa yang diberi perlakuan Ekspositori.
B1
: kelompok siswa dengan kecerdasan emosional tinggi.
B2
: kelompok siswa dengan kecerdasan emosional rendah.
A1B1
: kelompok siswa dengan kecerdasan emosional tinggi yang diberi perlakuan Value Clarification Technique (VCT).
A1B2
: kelompok siswa dengan kecerdasan emosional rendah yang diberi commit to user
72
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 73
perlakuan Value Clarification Technique (VCT).
A2B1
: kelompok siswa dengan kecerdasan emosional tinggi yang diberi perlakuan Ekspositori.
A2B2
: kelompok siswa dengan kecerdasan emosional rendah yang diberi perlakuan Ekspositori.
C. Definisi Operasional Penelitian ini melibatkan tiga variabel, yaitu dua variabel bebas (model pembelajaran dan kecerdasan emosional) serta satu variabel terikat, yaitu pemahaman nilai tradisi masa pra-aksara dan aksara. Uraian dari ketiga variabel penelitian tersebut adalah sebagai berikut: 1. Variabel bebas pertama adalah variabel yang dimanipulasi, yaitu penerapan model pembelajaran VCT (Value Clarification Technique) dan Ekspositori yang diimplementasikan pada mata pelajaran Sejarah di SMA Kelas X semester 1 dengan standar kompetensi, “Memahami Prinsip Dasar Ilmu Sejarah” dan kompetensi dasar, “Mendeskripsikan Tradisi Sejarah dalam Masyarkat Indonesia Masa pra-Aksara dan Masa Aksara” termasuk bahasan mengenai tradisi masyarakat Kudus. Sebagai pedoman dalam menerapkan kedua model pembelajaran tersebut, setiap model pembelajaran dipersiapkan rencana pelaksanaan pembelajaran (RPP). RPP dengan model pembelajaran VCT (Value Clarification Technique) diterapkan di SMA Negeri 1 commit Bae Kudus oleh guru model, yaitu guru sejarah to user
73
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 74
Kelas X di sekolah tersebut Ibu Dwi Harjanti, S. Pd, M. Pd, sedangkan RPP dengan model pembelajaran Ekspositori diterapkan di SMA N 2 Kudus oleh guru model, yaitu guru sejarah kelas X di sekolah tersebut Bapak Ahmad Sofwan, S. Pd. 2. Variabel bebas kedua adalah kecerdasan emosional (EQ) yang terdiri atas dua kategori, yaitu kecerdasan emosional tinggi dan rendah. Variabel ini tidak dimanipulasi dalam eksperimen, namun dimasukkan dalam desain penelitian sebagai variabel atribut sehingga dapat dilihat interaksinya dengan variabel aktif dalam mempengaruhi variabel terikat. Pedoman menentukan kecerdasan emosional tinggi dan rendah digunakan rata-rata (mean) skor kecerdasan emosional yang diperoleh dengan angket kecerdasan emosional yang berupa data ordinal (sinambung). Kriteria kecerdasan emosional tinggi jika skornya di atas rata-rata, sedangkan rendah jika di bawah rata-rata dari seluruh sampel, baik kelompok eksperimen maupun kontrol. 3. Variabel ketiga penelitian ini sebagai variabel terikat adalah pemahaman nilai tradisi masa pra-aksara dan aksara siswa kelas X SMA Negeri sebagai hasil belajar sejarah. Untuk mempertegas variabel-variabel tersebut, dapat dijelaskan dengan definisi operasional sebagai berikut: 1. Pemahaman nilai-nilai sejarah Pemahaman berarti penguasaan atau kesanggupan menggunakan pengetahuan dan kepandaiannya. Suatu pemahaman akan terjadi karena ada masukan yang dapat diproses untuk menghasilkan commit sesuatu. to user Seperti halnya yang dikatakan
74
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 75
oleh Winkel bahwa pemahaman mencakup kemampuan untuk menangkap makna dan arti dari materi yang dipelajari. Pemahaman dapat dibedakan ke dalam tiga kategori yaitu : a. Tingkat terendah adalah pemahaman terjemahan, mulai dari menerjemahkan dalam arti yang sebenar-benarnya, mengartikan dan menerapkan prinsip-prinsip. b. Tingkat kedua adalah pemahaman penafsiran, yaitu menghubungkan bagian-bagian terendah dengan yang diketahui sebelumnya, atau menghubungkan
beberapa
bagian
grafik
dengan
kejadian,
membedakan yang pokok dengan yang tidak pokok. c. Tingkat ketiga merupakan tingkat tertinggi pemahaman eksplorasi. Pada tingkat ini seseorang mampu melihat di balik yang tertulis, dapat membuat estimasi, prediksi berdasarkan pada pengertian akan kondisi-kondisi yang di terangkan dalam ide-ide atau simbol, serta kemampuan membuat kesimpulan yang berhubungan dengan implikasi konsekuennya. 2. Model VCT (Value Clarification Technique) Model pembelajaran VCT (Value Clarification Technique) adalah teknik pengajaran untuk membantu siswa dalam mencari dan menentukan suatu nilai yang dianggap baik dalam menghadapi suatu persoalan melalui proses menganalisis nilai yang sudah ada dan tertanam dalam diri siswa. Langkah yang dikembangkan dalam model pembelajaran VCT (Value commit to user
75
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 76
Clarification Technique) meliputi tujuh langkah yang terbagi dalam tiga tingkat, yaitu: (1) Kebebasan Memilih, (2) Menghargai, (3) Berbuat. 3. Model Ekspositori Strategi pembelajaran Ekspositori adalah strategi pembelajaran yang menekankan kepada proses penyampaian materi secara verbal dari seorang guru kepada sekelompok siswa dengan maksud agar siswa dapat menguasai materi pelajaran secara optimal. Prosedur pelaksanaan model pembelajaran Ekspositori, ada beberapa langkah yaitu: a.
Persiapan Langkah persiapan merupakan langkah yang sangat penting, tujuan yang ingin dicapai dalam melakukan persiapan adalah: mengajak siswa keluar dari kondisi mental yang positif, membangkitkan motivasi dan minat siswa untuk belajar, merangsang dan menggugah rasa ingin tahu siswa, menciptakan suasana dan iklim pembelajaran yang terbuka.
b.
Penyajian: penggunaan bahasa, bahasa yang digunakan sebaiknya bahasa yang komunikatif dan mudah dipahami; intonasi suara, pengaturan nada suara akan membuat perhatian siswa tetap terkontrol,sehingga tidak akan mudah bosan; menjaga kontak mata dengan siswa, melalui kontak mata yang selamanya terjaga, siswa bukan merasa dihargai oleh guru, akan tetapi juga mereka seakanakan diajak terlibat dalam proses pembelajaran. commit to user
76
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 77
c.
Korelasi Langkah korelasi adalah langkah menghubungkan materi pelajaran dengan
pengalaman
siswa
atau
dengan
hal-hal
lain
yang
memungkinkan siswa dapat menangkap keterkaitannya dalam struktur-struktur pengetahuan yang telah dimilkinya. d.
Menyimpulkan Menyimpulkan adalah tahapan untuk memahami inti dari materi pelajaran yang telah disajikan.
e.
Mengaplikasikan Langkah aplikasi adalah langkah unjuk kemampuan siswa setelah mereka menyimak penjelasan guru.
4. Kecerdasan Emosional Kecerdasan emosi merupakan kemampuan untuk memotivasi diri sendiri dan bertahan menghadapi frustasi, mengendalikan dorongan hati dan tidak melebih-lebihkan kesenangan, mengatur suasana hati dan menjaga agar beban stres tidak melumpuhkan kemampuan berpikir, berempati dan berdoa. Kecerdasan emosional mencakup kemampuan di lima wilayah, yaitu 1) mengenali emosi diri, 2) mengelola emosi, 3) memotivasi diri sendiri, 4) mengenali emosi orang lain, dan 5) membina hubungan.
D. Prosedur Penelitian commit to user
77
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 78
Untuk mengetahui langkah-langkah yang dilakukan dalam penelitian ini, maka disampaikan prosedur penelitian sebagai berikut:
1. Tahap Persiapan Setelah melalui tahapan pra-persiapan penelitian yang meliputi: menentukan masalah, menyusun proposal, maka langkah awal dari tahap persiapan penelitian, yaitu: a. Mengkaji masalah dan melakukan seminar proposal. b. Menetapkan populasi penelitian dan mengambil sampel dengan cara multistage cluster random sampling untuk menentukan sekolah eksperimen, sekolah kontrol, dan sekolah uji coba instrument. c. Menyusun instrument penelitian berupa tes pemahaman nilai tradisi masa pra-aksara dan aksara dan angket kecerdasan emosional siswa. d. Mengambil data awal berupa UTS kelas X semester I tahun pelajaran 2011/2012 dari ketiga sekolah yang digunakan penelitian untuk mengetahui kesetaraan sekolah eksperimen, sekolah kontrol, dan sekolah uji coba instrument. e. Melakukan uji kesetaraan dengan uji-t. f. Menyusun jadwal kegiatan penelitian. g. Menyusun perangkat pembelajaran model VCT (Value Clarification Technique) dan pembelajaran model Ekspositori. 2. Tahap Pelaksanaan commit to user
78
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 79
Langkah-langkah pelaksanaan penelitian yang dilakukan kegiatan pembelajaran
menggunakan
model
pembelajaran
VCT
(Value
Clarification Technique) dan model pembelajaran Ekspositori sesuai RPP. Secara rinci langlah-langkah yang dilakukan adalah sebagai berikut: a. Menyiapakan subyek penelitian dengan menggunakan model pembelajaran VCT (Value Clarification Technique) dan model pembelajaran Ekspositori. b. Melaksanakan penelitian eksperimen. c. Pada akhir penelitian mengumpulkan data penelitian berupa tes pemahaman nilai tradisi masa aksara dan dan angket kecerdasan emosional. d. Melakukan analisis hasil penelitian. e. Melakukan uji hipotesis penelitian. 3. Tahap Pelaporan Laporan penelitian berisikan Pendahuluan, Kajian Teori, Kerangka Pikir, dan Hipotesis, Metodologi Penelitian, Hasil dan Pembahasan, Kesimpulan, Implikasi dan Saran.
E. Populasi, Sampel, dan Sampling 1. Populasi Penelitian Menurut Sugiyono (2008:117), populasi adalah wilayah generalisasi yang terdiri atas obyek/subyek yang mempunyai kualitas dan karakteristik”. Sehingga commit to user
79
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 80
populasi penelitian merupakan suatu kelompok individu yang diselidiki tentang aspek-aspek yang terdapat dalam kelompok. Aspek–aspek yang diungkapkan disini adalah pengaruh model pembelajaran VCT (Value Clarification Technique) terhadap pemahaman nilai tradisi masa pra-aksara dan aksara siswa Kelas X di Kabupaten Kudus ditinjau dari kecerdasan emosional. Populasi penelitian ini adalah siswa Kelas X SMA Negeri Semester 1 Tahun Pelajaran 2011/2012 di Kabupaten Kudus Provinsi Jawa Tengah, namun bukan siswa secara langsung, melainkan sekolah, yaitu SMA Negeri di Kabupaten Kudus yang berjumlah 7 sekolah. Populasi yang diambil bersifat homogen karena memiliki derajat keseragaman yaitu siswa Kelas X SMA Negeri di Kabupaten Kudus dengan alasan materi sejarah yang diajarkan yaitu “Tradisi Sejarah dalam Masyarakat Indonesia Masa pra-Aksara dan Masa Aksara” termasuk bahasan mengenai tradisi masyarakat Kudus membutuhkan penguatan pemahaman nilai tradisi masa pra-aksara dan aksara yang tinggi untuk melestarikan budaya lokal. Siswa yang mampu memahami nilai-nilai sejarah yang kuat biasanya siswa yang memiliki kecerdasan emosinal tinggi sehingga siswa mampu mengerti hakikat suatu nilai dalam suatu peristiwa sejarah. Jumlah SMA Negeri di Kabupaten Kudus Provinsi Jawa Tengah yang menjadi populasi penelitian secara keseluruhan adalah sebagai berikut. SMA Negeri Kabupaten Kudus berjumlah 7 sekolah : a. SMA N 1 Kudus b. SMA N 2 Kudus c. SMA N 1 Bae Kudus
commit to user
80
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 81
d. SMA N 2 Bae Kudus e. SMA N 1 Jekulo Kudus f. SMA N 1 Gebog Kudus g. SMA N 1 Mejobo Kudus
2. Penetapan Sampel dan Teknik Sampling Sampel adalah ”bagian dari jumlah dan karakteristik yang dimiliki oleh populasi tersebut” (Sugiyono, 2008: 118). Sampel dalam penelitian ini bukan individu secara langsung, melainkan sekolah (SMA Negeri) yang dipilih dengan teknik sampling. Sample yang diambil dari ketujuh SMA Negeri di Kabupaten Kudus merupakan sample yang representatif dari SMA Negeri yang ada di Kabupaten Kudus. Teknik sampling merupakan teknik pengambilan sampel yang akan digunakan dalam penelitian (Sugiyono, 2008: 118). Cara pengambilan sampel dilakukan dengan multistage cluster random sampling, yaitu pemilihan sampel secara bertahap, berdasarkan kelompok, dan secara acak dari kelompok SMA Negeri yang ada di Kabupaten Kudus. Langkah-langkah pengambilan sampel adalah sebagai berikut: a. Memilih tempat penelitian dengan menggunakan multistage cluster random sampling, yaitu penarikan sampel secara acak untuk menentukan sekolah yang menjadi sampel dari ketujuh SMA Negeri di Kabupaten Kudus. Berdasarkan multistage cluster random sampling terpilih tiga sekolah, yaitu SMA N 1 Bae Kudus, SMA N 2 Kudus, SMA N 2 Bae Kudus. commit to user
81
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 82
c. Menentukan kelompok uji coba instrumen, eksperimen, dan kontrol dengan multistage cluster random sampling, yaitu penarikan secara acak untuk menentukan sekolah sebagai kelompok uji coba, eksperimen, dan kontrol. Berdasarkan multistage cluster random sampling terpilih tiga sekolah, yaitu SMA N 2 Bae Kudus sebagai uji coba, SMA N 1 Bae Kudus sebagai kelompok eksperimen, dan SMA N 2 Kudus sebagai kelompok kontrol. d. Menentukan kelas uji coba instrumen, eksperimen, dan kontrol dengan multistage cluster random sampling, yaitu penarikan secara acak untuk menentukan kelas di kelompok uji coba instrumen, eksperimen, dan kontrol. Berdasarkan multistage cluster random sampling terpilih kelas X-1 yang berjumlah 38 siswa di SMA N 2 Bae Kudus sebagai uji coba instrumen, kelas X-2 yang berjumlah 34 siswa di SMA N 1 Bae Kudus sebagai kelompok eksperimen, serta kelas X-9 yang berjumlah 34 siswa di SMA N 2 Kudus sebagai kelompok kontrol. Jadi, seluruhnya ketiga kelas dengan jumlah siswa 106 siswa. Kelas eksperimen dikenai perlakuan dengan model pembelajaran VCT (Value Clarification Technique), sedangkan kelas kontrol dikenai model pembelajaran Ekspositori.
F. Teknik Pengumpulan Data 1. Metode Pengumpulan Data Metode yang digunakan untuk mengumpulkan data dalam penelitian ini ada 2, cara yaitu metode angket dan metode tes. a. Metode Tes
commit to user
82
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 83
Menurut Suharsimi Arikunto (2003: 53) tes adalah alat atau prosedur yang digunakan untuk mengetahui atau mengukur sesuatu dalam suasana, dengan cara dan aturan-aturan yang sudah ditentukan. Pengumpulan data dilakukan menggunakan metode tes, untuk memperoleh data tentang pemahaman nilai tradisi masa pra-aksara dan aksara siswa. Dalam penelitian instrumen tes dikembangkan berdasarkan indikator-indikator sesuai landasan teori yang dituangkan dalam bentuk tes obyektif sebanyak 50 butir soal untuk mengetahui pemahaman nilai tradisi masa pra-aksara dan aksara siswa.
b. Metode Angket Menurut Budiyono (2003: 47) metode angket adalah cara pengumpulan data melalui pengajuan pertanyaan-pertanyaan tertulis kepada obyek penelitian, responden, atau sumber data dan jawabnya diberikan pula secara tertulis. Pengumpulan data penelitian dilakukan dengan teknik komunikasi tidak langsung, yaitu dengan menggunakan angket, untuk memperoleh data tentang kecerdasan emosional. Angket yang dikembangkan untuk variabel kecerdasan emosional berbentuk skala pengukuran yang dikembangkan oleh Likert dengan rentang angka 1 sampai 5. Dalam penelitian ini digunakan skala Likert, dengan pertimbangan sebagai berikut: 1. Untuk memperoleh informasi tentang diri responden. 2. Mempemudah responden untuk menjawab pertanyaan yang dinilai paling sesuai dengan keadaan dirinya. commit to user
83
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 84
3.
Memperlancar pelaksanaan penelitian, karena skor telah ditentukan terlebih dahulu dengan tingkatannya.
Penggunaan skala Likert mempunyai lima kategori jawaban dan sistem penskorannya, sebagai berikut: 1. Skoring untuk item positif, dengan ketentuan sebagai berikut: a) Sangat Setuju
: Skor 5
b) Setuju
: Skor 4
c) Ragu-Ragu
: Skor 3
d) Tidak Setuju
: Skor 2
e) Sangat Tidak Setuju
: Skor 1
2. Skoring untuk item negatif, dengan ketentuan sebagai berikut : a) Sangat Setuju
: Skor 1
b) Setuju
: Skor 2
c) Ragu-Ragu
: Skor 3
d) Tidak Setuju
: Skor 4
e) Sangat Tidak Setuju
: Skor 5
Angket dikembangkan berdasarkan indikator-indikator sesuai landasan teori yang dituangkan dalam bentuk kisi-kisi angket kecerdasan emosional. 2. Instrumen Penelitian Agar dapat mencapai tujuan penelitian yang optimal memerlukan alat pengumpulan data yang dipengaruhi dalam obyektifitas penelitian. Pada penelitian ini teknik pengumpulan data berupa teknik tes dan teknik angket sebagai instrument dalam penelitian:
commit to user
84
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 85
a. Tes pemahaman nilai tradisi masa pra-aksara dan aksara siswa b. Angket kecerdasan emosional 3. Uji Coba Instrumen Instrumen penelitian yang telah disusun kemudian diujicobakan terlebih dahulu untuk mengetahui tingkat validitas, reabilitas. Dari analisis uji coba instrument dijadikan pertimbangan untuk memutuskan apakah suatu butir soal dalam instrumen penelitian layak atau tidak untuk digunakan sebagai instrumen pengumpulan data pada penelitian yang sesungguhnya. Sebelum penelitian dilakukan terlebih dahulu dilakukan uji coba instrumen untuk menentukan item-item pertanyaan dalam tes pemahaman nilai tradisi masa pra-aksara dan aksara siswa dan item-item pernyataan angket kecerdasan emosional siswa yang memenuhi syarat sebagai instrumen dalam penelitian ini. a. Tes 1) Validitas Untuk mendapatkan data yang menunjang pemecahan masalah maka dalam penelitian ini digunakan tes untuk mengumpulkan data tentang pemahaman nilai tradisi masa pra-aksara dan aksara siswa. Validitas merupakan sejauh mana ketepatan dan kecermatan suatu alat ukur dalam melakukan fungsi ukurnya (Syaifudin Azwar, 2001: 5). Menurut Budiyono (2003: 58), agar tes mempunyai validitas isi, maka harus diperhatikan hal-hal sebagai berikut:
commit to user
85
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 86
(a) Bahan uji (tes) harus merupakan sample representative untuk mengukur seberapa jauh tujuan pembelajaran tercapai baik ditinjau dari materi, maupun proses belajar. (b) Titik berat bahan yang disajikan harus seimbang dengan titik berat bahan yang diajarkan. (c) Tidak diperlukan pengetahuan lain yang tidak diajarkan untuk menjawab pertanyaan tes dengan benar. Berdasarkan indikator dari teori dikembangkan kisi-kisi sebagai pedoman pengembangan tes pemahaman nilai tradisi masa pra-aksara dan aksara untuk diujicobakan dan yang valid digunakan dalam penelitian (Tes pemahaman nilai tradisi masa pra-aksara dan aksara selengkapnya pada lampiran 2.1). Adapun langkah-langkah yang dilakukan dalam uji validitas tes adalah:
identitas
bahan-bahan
beserta
tujuan
instruksionalnya,
membuat kisi-kisi tes, menyusun soal tes, kemudian menelaah butir tes. Untuk mengetahui validitas item soal tes digunakan Point Biserial, sebagai berikut: rpb = M – M1 . √p S
p-1
Setelah diperoleh rxy kemudian dikonsultasikan dengan harga kritik sebesar 0.300. Apabila rxy > 0.300 maka item soal tersebut dikatakan valid (Saifudin Azwar,commit 2001: 13). to user
86
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 87
Hasil perhitungan uji coba instrument tes pemahaman nilai tradisi masa pra-aksara dan aksara, dari 55 butir soal diperoleh 50 butir soal valid dan 5 butir soal tidak valid. Soal yang tidak valid adalah nomor 1, 13, 29, 39, 52. Sehingga, 5 butir soal yang tidak valid tidak digunakan dalam penelitian (Hasil perhitungan selengkapnya dapat dilihat dalam lampiran 3.4).
2) Reliabilitas Reabilitas adalah suatu ukuran yang menunjukkan hasil yang dapat dipercaya apabila alat ukur dites berkali-kali. Tes pemahaman nilai tradisi masa pra-aksara dan aksara yang digunakan dalam penelitian ini memakai tes pilihan ganda dengan 4 option (pilihan), yaitu setiap jawaban benar memperoleh skor 1 dan setiap jawaban salah memperoleh skor 0. Oleh karena itu, untuk menguji reabilitas instrumen digunakan rumus KR-20 dari Kuder-Richardfson, yaitu: 2 n s t − ∑ p1 q1 r11 = s t2 n − 1
Dengan:
r11
= indeks reliabilitas instrument
n
= banyaknya butir instrument
pi
= proporsi banyaknya subjek yang menjawab benar butir ke-i
qi
= 1 - pi
commit to user
87
pada
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 88
s t2
= variansi total
Kriteria: hasil skor tes reliable jika r 11 > 0.70, ini berarti jika hasil skor tes diatas 0,70 maka tes tersebut reliable dan tes tersebut bisa dipakai (Sugiyono, 2008: 186). Hasil perhitungan uji coba instrument diperoleh r11 0,92. Hasil ini lebih besar dari table harga kritik 0,70, atau 0,92 > 0,70. Sehingga, instrumen tes pemahaman nilai tradisi masa pra-aksara dan aksara yang digunakan sangat reliable. (Hasil perhitungan selengkapnya dapat dilihat dalam lampiran 3.4).
3) Tingkat kesukaran Soal yang baik adalah soal yang tidak terlalu mudah atau tidak terlalu sukar. Soal yang terlalu mudah tidak merangsang siswa untuk mempertinggi usaha memecahkannya. Sebaliknya soal yang terlalu sukar akan menyebabkan siswa menjadi putus asa dan tidak mempunyai
semangat
untuk
mencoba
lagi
karena
di
luar
jangkauannya. Untuk menentukan derajat kesukaran soal dipakai rumus: P=
B x100 % T
Dengan: P = tingkat kesukarancommit soal to user
88
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 89
B = jumlah siswa yang memberi responden betul T = jumlah peserta tes Soal dipandang memadai jika tingkat kesukarannya 25% - 75%. Makin rendah angka persentase tingkat kesukaran soal, maka soal tersebut makin sukar, sebab sedikit siswa yang menjawab benar, juga sebaliknya (Suharsimi Arikunto, 2003: 176). Menurut ketentuan, indeks kesukaran diklasifikasikan sebagai berikut: Jika p = 0,00 – 0,30 adalah soal sukar p = 0,31 - 0,70 adalah soal sedang p = 0,71 – 1,00 adalah soal mudah Hasil perhitungan, dari 55 butir soal maka diperolah 19 soal kategori mudah dan 31 soal kategori sedang. (Hasil selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 3.6).
4) Daya Beda Daya beda soal digunakan untuk mengetahui apakah soal tersebut sebagai instrument mampu membedakan pemahaman pemahaman nilai tradisi masa pra-aksara dan aksara antara kelompok siswa yang pandai dan kelompok siswa yang bodoh. Jika kelompok siswa yang pandai menjawab soal tersebut lebih banyak maka soal tersebut mempunyai daya beda yang negatif, sehingga soal tersebut harus ditinjau kembali, direvisi atau didrop. commit to user
89
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 90
D=
Ba Bb − Ja Jb
Dengan: D = daya pembeda butir soal Ba = banyaknya siswa kelompok atas yang menjawab benar Bb = banyaknya siswa kelompok bawah yang menjawab benar Ja = banyaknya subyek kelompok atas Jb = banyaknya subyek kelompok bawah Kriteria : Butir soal mempunyai daya pembeda baik jika indeks daya pembeda ≥ 0.15 (Suharsimi Arikunto, 2003: 177). Menurut ketentuan, indeks daya pembeda diklasifikasikan sebagai berikut: Jika D = 0,00 – 0,20 adalah soal jelek D = 0,21 – 0,40 adalah soal cukup D = 0,41 – 0,70 adalah soal baik D = 0,71 – 1,00 adalah soal baik sekali D = negative
adalah soal tidak baik/dibuang
Hasil perhitungan, dari 55 butir soal diperoleh 2 butir soal daya pembeda jelek, 35 butir soal daya pembedanya cukup, dan 17 butir soal daya pembedanya baik, serta 1 soal tidak baik/dibuang karena daya pembedanya negative yaitu -0,11. (Hasil selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 3.6). commit to user
90
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 91
b. Pengembangan Angket 1) Validitas Instrumen Dalam penelitian ini untuk mengukur validitasnya dengan langkahlangkah sebagai berikut: membuat kisi-kisi angket, menyusun soal angket, kemudian menelaah butir angket. Pada penelitian ini validator adalah guru dan pakar pendidikan sejarah yang telah mempunyai kelayakan sebagai validator. Kreteria: angket valid jika pakar telah mengatakan bahwa angket baik dan bisa digunakan. Berdasarkan dikembangkan
indikator
kisi-kisi
kecerdasan
sebagai
pedoman
emosional
dari
pengembangan
teori angket
kecerdasan emosional untuk diujicobakan dan yang valid digunakan dalam penelitian (angket kecerdasan emosional selengkapnya pada lampiran 2.7). Untuk validitas butir, angket kecerdasan emosional diujicobakan, kemudian hasil uji coba dinalisis. Skor butir dipandang sebagai X dan skor total dipandang sebagai Y, kemudian diuji validitasnya dengan rumus korelasi Product Moment dari Pearson sebagai berikut.
rxy =
{N ∑ X
N ∑ XY − (∑ X )(∑ Y ) 2
− (∑ X ) 2
}{N ∑Y 2 − (∑Y )2 }
(Suharsimi Arikunto, 2003: 327) Keterangan:
commit to user
91
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 92
rxy
: koefisien validitas
N
: jumlah responden
Y
: skor rata-rata dari Y
X
: skor rata-rata dari X
∑XY
: jumah butir dikalikan skor total Hasil perhitungan kemudian dibandingkan dengan angka kritik dari
tabel korelasi nilai r dengan taraf signifikansi 5 %. Kriteria pengujian valid jika r hitung > r tabel atau tidak valid jika r hitung < r tabel. Berdasarkan hasil uji validitas dengan rumus korelasi Product Moment dari Pearson diketahui bahwa butir soal yang valid 24 butir, yaitu nomor 4, 10, 14, 15, 17, 18, 21, 22, 24, 27, 28, 29, 30, 32, 34, 36, 37, 38, 39, 40, 41, 45, 46, dan 47. Dari 24 butir angket yang valid sudah mewakili kelima indikator kecerdasan emosional, sehingga semua butir angket yang valid digunakan dalam penelitian ini (Analisis validitas angket kecerdasan emosional dapat dilihat pada lampiran 3.2).
2) Uji Reliabilitas Pada penelitian ini untuk menguji reliabilitas menggunakan teknik Alpha dari Cronbach: r 11
s i2 n ∑ = 1− 2 st n − 1
Dengan: r 11
= indeks reliabilitas instrument
n
= banyaknya butir instrument
s i2
user (k≤n) = variansi belahan commit ke-i, i= to 1,2,…,k
92
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 93
s t2
= variansi skor-skor yang diperoleh subjek uji coba
Kriteria: instrument reliable jika r 11 ≥ 0,70 (Suharsimi Arikunto, 2003: 180). Berdasarkan hasil uji reliabilitas dengan rumus α – Cronbach diketahui bahwa reliabilitas angket kecerdasan emosional adalah 0.906, sedangkan r tabel pada tingkat signifikansi 5 % dengan n = 38 adalah 0,763. Hal itu berarti angket kecerdasan emosional memiliki reliabilitas tinggi karena r hitung (0,906) > r tabel (0,763) (Analisis reliabilitas angket kecerdasan emosional selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 3.2).
G. Teknik Analisis Data Data yang telah dikumpulkan dianalisis untuk menguji kebenaran hipotesis dan memperoleh kesimpulan. Berdasarkan banyaknya faktor dari variabel bebas yang dilibatkan dalam penelitian ini maka rancangan analisis data menggunakan rancangan faktorial 2 x 2. Teknik analisis yang digunakan adalah analisis variansi (Anava) dua jalan dengan maksud dapat mengetahui berapa besar pengaruh perlakuan terhadap respon dari eksperimen. Analisis variansi dua jalan (2 x 2) membutuhkan dua persyaratan, yaitu uji variansi yang sama (uji homogenitas) untuk setiap kelompok perlakuan dan populasi berdistribusi secara normal (uji normalitas). Untuk itu, sebelum uji hipotesis dilakukan, terlebih dahulu dilakukan uji prasyarat, baik uji normalitas maupun homogenitas.
commit to user
93
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 94
1. Uji Prasyarat Analisis a. Uji Normalitas Pengujian normalitas sampel menggunakan uji Lilliefors Significance Correction dari Kolmogorov-Smirnov pada taraf signifikansi α = 0,05 (Budiyono, 2009: 170-171). Uji normalitas ditujukan terhadap H0 yang menyatakan bahwa sampel berasal dari populasi yang terdistribusi secara normal. Penerimaan atau penolakan H0 didasarkan pada kriteria jika nilai signifikansi > 0,05 maka distribusi data normal, sedangkan jika nilai signifikansi < 0,05 maka distribusi data tidak normal.
b. Uji Homogenitas Pengujian homogenitas variansi populasi menggunakan uji Levenee’s test of homogenity of variance pada taraf signifikansi α = 0,05 %. Penerimaan atau penolakan homogenitas didasarkan pada kriteria jika nilai signifikansi > 0,05 dan < 0.95 maka dapat dikatakan bahwa terdapat kesamaan varians (homogenitas) dua kelompok yang dibandingkan, sedangkan jika nilai sig. atau signifikansi < 0,05 atau > 0.95 maka dapat dikatakan bahwa tidak terdapat kesamaan varians (homogenitas) dua kelompok yang dibandingkan.
2. Uji Hipotesis commit to user
94
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 95
Uji hipotesis dalam analisis data penelitian menggunakan teknik analisis varians dua jalan (desain factorial 2 x 2) pada taraf signifikansi
0,05 dan
dilanjutkan dengan uji komparasi ganda Scheffe. a.
Model untuk data pada populasi ini adalah: X ijk = µ+α i + β j + (αβ )ij + ε ijk Dengan: X ijk = data amatan ke-k pada baris ke-i dan kolom ke-j.
µ = rata-rata dari seluruh data
α i = µ i − µ = efek baris ke-i pada variabel terikat. β j = µ j − µ = efek kolom ke-j pada variabel terikat.
(αβ )ij = µ ij − (µ + α i + β j )
= kombinasi efek baris ke-i dan kolom ke-j
pada variabel terikat.
ε ijk = deviasi data X ijk terhadap rataan populasi µ ij yang berdistribusi normal dengan rataan 0. i = 1, 2 dengan
1 = model pembelajaran VCT 2 = model pembelajaran Ekspositori.
j = 1, 2 dengan
1 = kecerdasan emosional tinggi 2 = kecerdasan emosional rendah (Budiyono, 2004: 207)
b.
Prosedur 1) Hipotesis: commit to user (a) H oA : α 1 = 0 untuk setiap i = 1,2 95
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 96
Tidak ada pengaruh model pembelajaran terhadap pemahaman nilai tradisi masa pra-aksara dan aksara H 1 A : paling sedikit ada satu α 1 byang tidak nol Terdapat pengaruh model pembelajaran terhadap pemahaman nilai tradisi masa pra-aksara dan aksara (b) H oB : β j = 0, untuk setiap j = 1, 2, 3 Tidak
ada
pengaruh
kecerdasan
emosional
terhadap
pemahaman nilai tradisi masa pra-aksara dan aksara H 1B : paling sedikit ada satu β j yang tidak nol Terdapat pengaruh kecerdasan emosional terhadap pemahaman nilai tradisi masa pra-aksara dan aksara (c) H oAB : ( αβ ) ij = 0, untuk setiap i = 1, 2 dan j = 1, 2 Tidak ada interaksi antara model pembelajaran dan kecerdasan emosional terhadap pemahaman nilai sejarah H 1 AB : Paling sedikit ada satu ( αβ ) ij yang tidak nol Terdapat interaksi antara model pembelajaran dan kecerdasan emosional terhadap pemahaman nilai tradisi masa pra-aksara dan aksara 2) Taraf Signifikasi α = 0,05 3) Komputasi Pada analisis variansi dua jalan dengan sel tidak sama, dilakukan perhitungan sebagai berikut: commit to user
96
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 97
N=
∑n
= banyaknya seluruh data amatan; dengan n ij = banyaknya dat
ij
i, j
amatan pada sel ke-ij. nh =
pq = rerata harmonik frekuensi seluruh sel; 1 ∑ i , j nij p = banyaknya baris q = banyaknya kolom
(1) =
(2) =
G2 ; dengan G = pq
∑ SS
ij
∑ AB
; dengan SS ij =
(4) =
j
(5) =
2 ijk
k
Ai2 ∑i p ; dengan A i =
∑
= jumlah rataan semua sel
∑X
i, j
(3) =
ij
i, j
B 2j q
∑ AB
; dengan B j =
∑ AB
ij
∑ X ijk − nijk
2
= jumlah rataan pada baris ke-i
j
∑ AB
ij
= jumlah rataan pada kolom ke-j
i
2 ij
; dengan AB ij = rataan pada sel ij
i, j
Kemudian dihitung lima jumlah kuadrat pada analisis variansi dua jalan pada sel tidak sama, yaitu jumlah kuadrat baris (JKA), jumlah kuadrat kolom (JKB), jumlah kuadrat interaksi (JKAB), jumlah kuadrat galat (JKG), dan jumlah total (JKT) dengan rumus sebagai berikut: JKA = n h ((3) − (1)) JKB = n h ((4 ) − (1))
commit to user
97
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 98
JKAB = n h ((1) + (5) − (3) − (4 )) JKG = (2)
JKT = JKA+JKB+JKAB+JKG Derajat kebebasan masing-masing jumlah kuadrat di atas adalah: dkA = p-1
dkB = q-1
dkAB = (p-1)(q-1)
dkG = N-pq
dkT = N-1 Selanjutnya menghitung rataan kuadrat sebagai berikut: RKA =
JKA dkA
RKAB =
JKAB dkAB
RKB =
JKB dKB
RKG =
JKG dkG
4) Statistik Uji Fa =
RKA RKG
Fb =
RKB RKG
F ab =
RKAB RKG
5) Daerah Kritik: Untuk F a ; DK = {F/F>F α ; p −1; N − pq } Untuk F b ; DK = {F/F> F α :q −1; N − pq } Untuk F ab ; DK = {F/F> F α ;( p −1)(q −1); N − pq } commit to user
98
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 99
6) Keputusan Uji: H o ditolak jika F obs ∈ DK
(Budiyono, 2004: 228-230).
Berdasarkan uji analisis di atas dapat digunakan untuk menentukan langkah selanjutnya apakah perlu uji lanjut pasca ANAVA atau tidak. Jika H oA ditolak, maka tidak perlu dilakukan uji komparasi ANAVA antar baris, sebab kalaupun dilakukan komparasi ganda antar rataan siswa yang mendapat model pembelajaran VCT dan rataan siswa yang mendapat model pembelajaran Ekspositori, dapat dipastikan bahwa hipotesisnya juga akan ditolak (Budiyono,
2004:219). Untuk mengetahui mana yang lebih baik dapat dilihat pada rataan marginalnya. Jika H oB ditolak, maka perlu dilakukan komparasi ganda pasca ANAVA antar kolom. Sedang jika H oAB ditolak, juga perlu dilakukan komparasi pada pasca ANAVA antar sel. Statistik uji yang digunakan jika komparasi ganda pasca ANAVA harus dilakukan adalah metode Scheffe’ yaitu: a. Komparasi Rataan Antar Kolom Fi − j
(X
)
2
−Xj = 1 1 RKG + n n j i i
Dengan Fi − j = nilai F obs pada pembanding kolom ke-i dan kolom ke-j
X .i = rataan pada kolom ke-i X . j = rataan pada kolom ke-j commit to user
99
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 100
RKG = rataan kuadrat galat n.i
= ukuran sampel kolom ke-i
n. j
= ukuran sampel kolom ke-j
Daerah kritik: DK= {F/F>(q-1)F α
; q −1, N − pq
}
(Budiyono, 2004: 214)
b. Komparasi Rataan antar Sel pada Baris yang Sama Fij −ik =
(X
ij
− X ik
)
2
1 1 RKG + n ij nik
Dengan: Fij −ik = nilai F obs pada pembanding rataan pada sil ij dan rataan pada sel ik X ij = rataan pada sel ij
X ik = rataan pada sel ik RKG = rataan kuadrat galat n ij
= ukuran sel ij
nik
= ukuran sel ik
Daerah Kritik; DK = {F/F>(pq-1)F α ; pq −1, N − pq }
(Budiyono, 2004: 215)
c. Komparasi Rataan antar Sel pada Kolom yang Sama Fij − kj =
(X
ij
− X kj
)
1 1 RKG + n ij n kj
Dengan:
commit to user
100
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 101
Fij − kj = nilai F obs pada pembanding rataan pada sel ij dan rataan pada sel
kj X ij
= rataan pada sel ij
X kj = rataan sel kj
RKG = rataan kuadrat galat n ij
= ukuran sel ij
nkj
= ukuran sel kj
Daerah kritik: DK = {F/F>(pq-1)F α ; pq −1, N − pq }
commit to user
101
(Budiyono, 2004: 215)
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB IV HASIL PENELITIAN DAN PEMBAHASAN
Pada bab ini akan disajikan deskripsi data hasil penelitian, uji kesetaraan, uji persyaratan analisis, pengujian hipotesis, dan pembahasan hasil penelitian, serta keterbatasan penelitian. Data hasil penelitian akan disajikan dalam bentuk distribusi frekuensi dan diagram. Pengujian hipotesis dilakukan dengan teknik Analisis Vaktorial (ANAVA).
A. Deskripsi Data Berikut ini disajikan secara berturut-turut tabel distribusi frekuensi data, histogram, dan deskripsi data mengenai pemahaman nilai tradisi masa pra-aksara dan aksara melalui model pembelajaran VCT (Value Clarification Technique) terhadap siswa dengan kecerdasan emosional tinggi dan rendah maupun dengan model pembelajaran Ekspositori baik terhadap siswa yang mempunyai kecerdasan emosional tinggi dan rendah.
1. Tabel Distribusi Frekuensi a.
Data Pemahaman Nilai Tradisi Masa Pra-aksara dan Aksara dengan Model Pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) Secara Keseluruhan (A1) Dari hasil analisis mengenai pemahaman nilai tradisi masa pra-aksara dan aksara dengan model pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) commit to user
102
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 103
diketahui bahwa: N = 34, skor tertinggi = 48,00 dan skor terendah = 27,00 sehingga rentangannya = 21,00 Berdasarkan perhitungan statistik dasar yang dibantu dengan program SPSS diperoleh Mean = 42,0588, Median = 42,50, Modus = 44,00,
Standar Deviasi = 3,60085. Distribusi frekuensi skor
Pemahaman Nilai Tradisi Masa Pra-aksara dan Aksara dengan Model Pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) Keseluruhan (A1) dapat dilihat pada histogram pada table 3. Banyak kelas yang ditetapkan dalam penelitian ini terdiri dari 5 kelas dengan panjang kelas 5. Selanjutnya distribusi frekuensi skor Pemahaman Nilai Tradisi Masa Pra-aksara dan Aksara dengan Model Pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) secara keseluruhan (A1) disajikan pada tabel berikut: Tabel 3. Distribusi Frekuensi Skor Pemahaman Nilai Tradisi Masa Pra-aksara dan Aksara dengan Model Pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) Secara Keseluruhan (A1).
Kelas No
Interval
Frekuensi
frel (%)
fkum (%)
1
27 – 31
1
2.941
2.941
2
32 – 36
1
2.941
5.882
3
37 – 41
9
26.470
32.352
4
42 – 46
22
64.705
97.058
5
47 – 51
1
2.941
100
34
100
Jumlah
commit to user Sumber: Data Primer 103
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 104
Dari tabel 3 di atas, dapat dilihat bahwa sebanyak 22 (64,705 %) responden berada pada kelompok rata-rata, 11 (32, 352 %) responden berada di bawah kelompok rata-rata dan 1 (2,941 %) responden di atas kelompok rata-rata. Dari uraian di atas, dapat dicatat bahwa Pemahaman Nilai Tradisi Masa Pra-aksara dan Aksara dengan Model Pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) secara Keseluruhan (A1) sudah baik, hal ini terlihat dari jawaban responden tentang Pemahaman Nilai Tradisi Masa Pra-aksara dan Aksara dengan Model Pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) dimana jawaban 23 (67,647 %) responden berada pada skor rata-rata dan di atas rata-rata dari jumlah total 34 responden.
b.
Data Pemahaman Nilai Tradisi Masa Pra-aksara dan Aksara dengan Model Pembelajaran Ekspositori Secara Keseluruhan (A2) Dari hasil analisis mengenai pemahaman nilai tradisi masa pra-aksara dan aksara dengan model pembelajaran Ekspositori diketahui bahwa: N = 40, skor tertinggi = 37,00 dan skor terendah = 20,00 sehingga rentangannya = 17,00. Berdasarkan perhitungan statistik dasar yang dibantu dengan program SPSS diperoleh Mean = 29,7059, Median = 29,00, Modus = 26,00, Standar Deviasi = 4,428. Distribusi frekuensi skor pemahaman nilai tradisi masa praaksara dan aksara dengan model pembelajaran Ekspositori dapat dilihat pada tabel 4. Banyak kelas yang ditetapkan dalam penelitian ini terdiri dari 4 kelas dengan panjang kelas 5. Selanjutnya frekuensi skor Pemahaman commit to distribusi user
104
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 105
Nilai Tradisi Masa Pra-aksara dan Aksara dengan Model Pembelajaran Ekspositori Secara Keseluruhan (A2) disajikan pada tabel berikut :
Tabel 4. Distribusi Frekuensi Skor Pemahaman Nilai Tradisi Masa Pra-aksara dan Aksara dengan Model Pembelajaran Ekspositori Secara Keseluruhan (A2)
Kelas No
Interval
Frekuensi
frel (%)
fkum (%)
1
20 - 24
3
8.823
8.8235
2
25 - 29
15
44.117
52.941
3
30 - 34
11
32.352
85.2941
4
35 - 39
5
14.705
100
34
100
Jumlah Sumber: Data Primer
Dari Tabel 4 di atas, dapat dilihat bahwa sebanyak 11 (32,352 %) responden berada pada kelompok rata-rata, 18 (52,941 %) responden berada di bawah kelompok rata-rata dan 5 (14,705 %) responden di atas kelompok ratarata. Dari uraian di atas, dapat dicatat bahwa Pemahaman Nilai Tradisi Masa Pra-aksara dan Aksara dengan Model Pembelajaran Ekspositori Secara Keseluruhan (A2) belum begitu baik, hal ini terlihat dari jawaban responden tentang Pemahaman Nilai Tradisi Masa Pra-aksara dan Aksara dengan Model Pembelajaran Ekspositori dimana jawaban 29 (85,294 %) responden berada pada skor rata-rata dan di bawah rata-rata dari jumlah total 34 responden.
commit to user Sehingga Pemahaman Nilai Tradisi Masa Pra-aksara dan Aksara dengan 105
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 106
Model Pembelajaran Ekspositori Secara Keseluruhan (A2) harus ditingkatkan lebih baik lagi dengan memperhatikan aspek-aspek lain.
c.
Data Pemahaman Nilai Tradisi Masa Pra-aksara dan Aksara Kelompok Kecerdasan Emosional Tinggi Secara Keseluruhan (B1) Dari hasil analisis mengenai pemahaman nilai tradisi masa pra-aksara dan aksara pada kelompok siswa dengan kecerdasan emosional tinggi secara keseluruhan diketahui bahwa: N = 32, skor tertinggi = 46,00 dan skor terendah = 20,00 sehingga rentangannya = 26,00. Berdasarkan perhitungan statistik dasar yang dibantu dengan program SPSS diperoleh Mean = 35,91, Median = 37,00, Modus = 26,00, Standar Deviasi = 7,08. Distribusi frekuensi pemahaman nilai tradisi masa pra-aksara dan aksara pada kelompok siswa dengan kecerdasan emosional tinggi dapat dilihat pada tabel 5. Banyak kelas yang ditetapkan dalam penelitian ini terdiri dari 6 kelas dengan panjang kelas 5. Selanjutnya distribusi frekuensi skor Pemahaman Nilai Tradisi Masa Pra-aksara dan Aksara Kelompok Kecerdasan Emosional Tinggi Secara Keseluruhan (B1) berdasarkan disajikan pada tabel berikut :
commit to user
106
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 107
Tabel 5. Distribusi Frekuensi Skor Pemahaman Nilai Tradisi Masa Pra-aksara dan Aksara Kelompok Kecerdasan Emosional Tinggi Secara Keseluruhan (B1)
Kelas No
Interval
Frekuensi
frel (%)
fkum (%)
1
20 – 24
1
3.125
3.125
2
25 – 29
8
25
28.125
3
30 – 34
5
15.625
43.75
4
35 – 39
4
12.5
56.25
5
40 – 44
12
37.5
93.75
6
45 – 49
2
6.25
100
32
100
Jumlah Sumber: Data Primer
Dari tabel 5 di atas, dapat dilihat bahwa sebanyak 4 (12,5 %) responden berada pada kelompok rata-rata, 14 (43,75 %) responden berada di bawah kelompok rata-rata dan 14 (43,75 %) responden di atas kelompok rata-rata. Dari uraian di atas, dapat dicatat bahwa Pemahaman Nilai Tradisi Masa Praaksara dan Aksara Kelompok Kecerdasan Emosional Tinggi Secara Keseluruhan (B1) belum begitu baik, hal ini terlihat dari jawaban responden tentang Pemahaman Nilai Tradisi Masa Pra-aksara dan Aksara Kelompok Kecerdasan Emosional Tinggi Secara Keseluruhan (B1) dimana jawaban 18 (56,25 %) responden berada pada skor rata-rata dan di bawah rata-rata dari jumlah total 32 responden. Sehingga Pemahaman Nilai Tradisi Masa Pra-
commit to user aksara dan Aksara Kelompok Kecerdasan Emosional Tinggi Secara 107
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 108
Keseluruhan (B1) harus ditingkatkan lebih baik lagi dengan memperhatikan aspek-aspek lain.
d.
Data Pemahaman Nilai Tradisi Masa Pra-aksara dan Aksara Kelompok Kecerdasan Emosional Rendah Secara Keseluruhan (B2) Dari hasil analisis mengenai pemahaman nilai tradisi masa pra-aksara dan aksara kelompok siswa dengan kecerdasan emosional rendah secara keseluruhan diketahui bahwa: N = 36 skor tertinggi = 48,00 dan skor terendah = 20,00 sehingga rentangannya = 28,00. Berdasarkan perhitungan statistik dasar yang dibantu dengan program SPSS diperoleh Mean = 35,86, Median = 37,00, Modus = 26,00, Standar Deviasi = 7,77. Distribusi frekuensi skor Pemahaman Nilai Tradisi Masa Pra-aksara dan Aksara kelompok Kecerdasan Emosional Rendah Secara Keseluruhan (B2) dapat dilihat pada tabel 6. Banyak kelas yang ditetapkan dalam penelitian ini terdiri dari 6 kelas dengan panjang kelas 5. Selanjutnya distribusi frekuensi skor Pemahaman Nilai Tradisi Masa Pra-aksara dan Aksara Kelompok Kecerdasan Emosional Rendah Secara Keseluruhan (B2) disajikan pada tabel berikut :
commit to user
108
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 109
Tabel 6. Distribusi Frekuensi Skor Pemahaman Nilai Tradisi Masa Pra-aksara dan Aksara kelompok Kecerdasan Emosional Rendah Secara Keseluruhan (B2)
fkum
Kelas No
Interval
Frekuensi
frel (%)
(%)
1
20 – 24
2
5.556
5.556
2
25 – 29
8
22.222
27.778
3
30 – 34
6
16.667
44.444
4
35 – 39
4
11.111
55.556
5
40 – 44
13
36.111
91.667
6
45 – 49
3
8.333
100
36
100
Jumlah Sumber: Data Primer
Dari tabel 6 di atas, dapat dilihat bahwa sebanyak 4 (11,11 %) responden berada pada kelompok rata-rata, 16 (44,44 %) responden berada di bawah kelompok rata-rata dan 16 (44,44 %) responden di atas kelompok ratarata. Dari uraian di atas, dapat dicatat bahwa Pemahaman Nilai Tradisi Masa Pra-aksara dan Aksara kelompok Kecerdasan Emosional Rendah Secara Keseluruhan (B2) belum begitu baik, hal ini terlihat dari jawaban responden tentang Pemahaman Nilai Tradisi Masa Pra-aksara dan Aksara kelompok Kecerdasan Emosional Rendah Secara Keseluruhan (B2) dimana jawaban 20 (55,55 %) responden berada pada skor rata-rata dan di bawah rata-rata. Sehingga Pemahaman Nilai Tradisi Masa Pra-aksara dan Aksara Kelompok
commit to user
109
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 110
Kecerdasan Emosional Rendah Secara Keseluruhan (B2) harus ditingkatkan lebih baik lagi dengan memperhatikan aspek-aspek lain.
e.
Data Pemahaman Nilai Tradisi Masa Pra-aksara dan Aksara Dengan Model Pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) Pada Siswa Yang Memiliki Kecerdasan Emosional Tinggi (A1B1) Dari hasil analisis mengenai pemahaman nilai tradisi masa pra-aksara dan aksara dengan Model Pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) Pada Siswa Yang Memiliki Kecerdasan Emosional Tinggi (A1B1) diketahui bahwa: N = 15, skor tertinggi = 46,00 dan skor terendah = 36,00 sehingga rentangannya = 10,00. Berdasarkan perhitungan statistik dasar yang dibantu dengan program SPSS diperoleh Mean = 42,33, Median = 42,00, Modus = 42,00, Standar Deviasi = 2,38. Distribusi frekuensi skor Pemahaman Nilai Tradisi Masa Pra-aksara dan Aksara dengan Model Pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) pada Siswa yang Memiliki Kecerdasan Emosional Tinggi (A1B1) dilihat pada tabel 7. Banyak kelas yang ditetapkan dalam penelitian ini terdiri dari 3 kelas dengan panjang kelas 4. Selanjutnya distribusi frekuensi skor Pemahaman Nilai Tradisi Masa Pra-aksara dan Aksara dengan Model Pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) pada Siswa yang Memiliki Kecerdasan Emosional Tinggi (A1B1) disajikan pada tabel berikut:
commit to user
110
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 111
Tabel 7. Distribusi Frekuensi Skor Pemahaman Nilai Tradisi Masa Pra-aksara dan Aksara Dengan Model Pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) pada Siswa yang Memiliki Kecerdasan Emosional Tinggi (A1B1)
Kelas No
Interval
Frekuensi
frel (%)
fkum (%)
1
36 – 39
1
6.667
6.667
2
40 – 43
9
60
66.667
3
44 – 47
5
33.333
100
15
100
Jumlah Sumber: Data Primer
Dari tabel 7 di atas, dapat dilihat bahwa sebanyak 9 (60 %) responden berada pada kelompok rata-rata, 1 (6,67 %) responden berada di bawah kelompok rata-rata dan 5 (33,33 %) responden di atas kelompok rata-rata. Dari uraian di atas, dapat dicatat bahwa Pemahaman Nilai Tradisi Masa Pra-aksara dan Aksara dengan Model Pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) pada Siswa yang Memiliki Kecerdasan Emosional Tinggi (A1B1) belum begitu baik, hal ini terlihat dari jawaban responden tentang Pemahaman Nilai Tradisi Masa Pra-aksara dan Aksara dengan Model Pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) pada Siswa yang Memiliki Kecerdasan Emosional Tinggi (A1B1) dimana jawaban 10 (66,67%) responden berada pada skor rata-rata dan di bawah rata-rata dari jumlah total 15 responden. Sehingga Pemahaman Nilai Tradisi Masa Pra-aksara dan Aksara Sejarah
commit to user dengan Model Pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) pada Siswa
111
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 112
yang Memiliki Kecerdasan Emosional Tinggi (A1B1) harus ditingkatkan lebih baik lagi dengan memperhatikan aspek-aspek lain.
f.
Data Pemahaman Nilai Tradisi Masa Pra-aksara dan Aksara Dengan Model Pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) Pada Siswa Yang Memiliki Kecerdasan Emosional Rendah (A1B2) Dari hasil analisis mengenai pemahaman nilai tradisi masa pra-aksara dan aksara dengan Model Pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) pada siswa yang memiliki kecerdasan emosional rendah (A1B2) diketahui bahwa: N = 19, skor tertinggi = 48,00 dan skor terendah = 27,00 sehingga rentangannya = 21,00 Berdasarkan perhitungan statistik dasar yang dibantu dengan program SPSS diperoleh Mean = 41,84, Median = 43,00, Modus = 44,00, dan Standar Deviasi = 4,38. Distribusi frekuensi skor Pemahaman Nilai Tradisi Masa Pra-aksara dan Aksara dengan Model Pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) pada Siswa yang Memiliki Kecerdasan Emosional Rendah (A1B2) dilihat pada tabel 8. Banyak kelas yang ditetapkan dalam penelitian ini terdiri dari 5 kelas dengan panjang kelas 5. Selanjutnya distribusi frekuensi skor Pemahaman Nilai Tradisi Masa Pra-aksara dan Aksara dengan Model Pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) pada Siswa yang Memiliki Kecerdasan Emosional Rendah (A1B2) disajikan pada tabel berikut:
commit to user
112
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 113
Tabel 8. Distribusi Frekuensi Skor Pemahaman Nilai Tradisi Masa Pra-aksara dan Aksara dengan Model Pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) pada Siswa yang Memiliki Kecerdasan Emosional Rendah (A1B2)
Kelas No
Interval
Frekuensi
frel (%)
fkum (%)
1
27 – 31
1
5.2632
5.263
2
32 – 36
0
0
5.263
3
37 – 41
6
31.579
36.842
4
42 - 46
11
57.895
94.736
5
47 - 51
1
5.263
100
19
100
Jumlah Sumber: Data Primer
Dari tabel 8 di atas, dapat dilihat bahwa sebanyak 11 (57,89 %) responden berada pada kelompok rata-rata, 7 (36,84 %) responden berada di bawah kelompok rata-rata dan 1 (5,26 %) responden di atas kelompok ratarata. Dari uraian di atas, dapat dicatat bahwa Pemahaman Nilai Tradisi Masa Pra-aksara dan Aksara dengan Model Pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) pada Siswa yang Memiliki Kecerdasan Emosional Rendah (A1B2) belum begitu baik, hal ini terlihat dari jawaban responden tentang Pemahaman Nilai Tradisi Masa Pra-aksara dan Aksara dengan Model Pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) pada Siswa yang Memiliki Kecerdasan Emosional Rendah
(A1B2) dimana jawaban 18 (94,73 %)
commit to user responden berada pada skor rata-rata dan di bawah rata-rata dari jumlah total
113
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 114
19 responden. Sehingga Pemahaman Nilai Tradisi Masa Pra-aksara dan Aksara dengan Model Pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) pada Siswa yang Memiliki Kecerdasan Emosional Rendah (A1B2) harus ditingkatkan lebih baik lagi dengan memperhatikan aspek-aspek lain.
g.
Data Pemahaman Nilai Tradisi Masa Pra-aksara dan Aksara Dengan Model Pembelajaran Ekspositori Pada Siswa Yang Memiliki Kecerdasan Emosional Tinggi (A2B1) Dari hasil analisis mengenai pemahaman nilai tradisi masa pra-aksara dan aksara dengan Model Pembelajaran Ekspositori pada siswa yang memiliki kecerdasan emosional tinggi (A2B1) diketahui bahwa: N = 17, skor tertinggi = 37,00 dan skor terendah = 20,00 sehingga rentangannya = 17,00. Berdasarkan perhitungan statistik dasar yang dibantu dengan program SPSS diperoleh Mean = 30,23, Median = 29,00, Modus = 29,00, Standar Deviasi = 4,39. Distribusi frekuensi skor Pemahaman Nilai Tradisi Masa Pra-aksara dan Aksara dengan Model Pembelajaran Ekspositori pada Siswa yang Memiliki Kecerdasan Emosional Tinggi (A2B1) dilihat pada tabel 9. Banyak kelas yang ditetapkan dalam penelitian ini terdiri dari 4 kelas dengan panjang kelas 5. Selanjutnya distribusi frekuensi skor Pemahaman Nilai Tradisi Masa Pra-aksara dan Aksara dengan Model Pembelajaran Ekspositori pada Siswa yang Memiliki Kecerdasan Emosional Tinggi (A2B1) berdasarkan disajikan pada tabel berikut :
commit to user
114
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 115
Tabel 9. Distribusi Frekuensi Skor Pemahaman Nilai Tradisi Masa Pra-aksara dan Aksara dengan Model Pembelajaran Ekspositori pada Siswa yang Memiliki Kecerdasan Emosional Tinggi (A2B1)
Kelas No
Interval
Frekuensi
frel (%)
fkum (%)
1
20 – 24
1
5.882352941
5.882352941
2
25 – 29
8
47.05882353
52.94117647
3
30 – 34
5
29.41176471
82.35294118
4
35 – 39
3
17.64705882
100
17
100
Jumlah Sumber: Data Primer
Dari tabel 9 di atas, dapat dilihat bahwa sebanyak 5 (29,41 %) responden berada pada kelompok rata-rata, 9 (52,93 %) responden berada di bawah kelompok rata-rata dan 3 (17,64%) responden di atas kelompok ratarata. Dari uraian di atas, dapat dicatat bahwa Pemahaman Nilai Tradisi Masa Pra-aksara dan Aksara dengan Model Pembelajaran Ekspositori pada Siswa yang Memiliki Kecerdasan Emosional Tinggi (A2B1) belum begitu baik, hal ini terlihat dari jawaban responden tentang Pemahaman Nilai Tradisi Masa Pra-aksara dan Aksara dengan Model Pembelajaran Ekspositori pada Siswa yang Memiliki Kecerdasan Emosional Tinggi (A2B1) dimana jawaban 14 (82,35 %) responden berada pada skor rata-rata dan di bawah rata-rata. Sehingga Pemahaman Nilai Tradisi Masa Pra-aksara dan Aksara dengan Model Pembelajaran Ekspositori pada Siswa yang Memiliki Kecerdasan commit to user
115
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 116
Emosional Tinggi (A2B1) harus ditingkatkan lebih baik lagi dengan memperhatikan aspek-aspek lain.
h.
Data Pemahaman Nilai Tradisi Masa Pra-aksara dan Aksara Dengan Model Pembelajaran Ekspositori Pada Siswa Yang Memiliki Kecerdasan Emosional Rendah (A2B2) Dari hasil analisis mengenai Pemahaman Nilai Tradisi Masa Pra-aksara dan Aksara dengan Model Pembelajaran Ekspositori pada Siswa yang Memiliki Kecerdasan Emosional Rendah (A2B2) diketahui bahwa: N = 17, skor tertinggi = 36,00 dan skor terendah = 20,00 sehingga rentangannya = 16,00. Berdasarkan perhitungan statistik dasar yang dibantu dengan program SPSS diperoleh Mean = 29,17, Median = 28,00, Modus = 26,00, dan Standar Deviasi = 4,53. Distribusi frekuensi skor Pemahaman Nilai Tradisi Masa Praaksara dan Aksara dengan Model Pembelajaran Ekspositori pada Siswa yang Memiliki Kecerdasan Emosional Rendah (A2B2) dilihat pada tabel 10. Banyak kelas yang ditetapkan dalam penelitian ini terdiri dari 4 kelas dengan panjang kelas 5. Selanjutnya distribusi frekuensi skor Pemahaman Nilai Tradisi Masa Pra-aksara dan Aksara dengan Model Pembelajaran Ekspositori pada Siswa yang Memiliki Kecerdasan Emosional Rendah (A2B2) disajikan pada tabel berikut:
commit to user
116
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 117
Tabel 10. Distribusi Frekuensi Skor Pemahaman Nilai Tradisi Masa Praaksara dan Aksara dengan Model Pembelajaran Ekspositori pada Siswa yang Memiliki Kecerdasan Emosional Rendah (A2B2)
No
Kelas Interval
Frekuensi
frel (%)
fkum (%)
1
20 - 24
2
11.765
11.765
2
25 - 29
7
41.177
52.941
3
30 - 34
6
35.294
88.235
4
35 - 39
2
11.765
100
17
100
Jumlah Sumber: Data Primer
Dari tabel 10 di atas, dapat dilihat bahwa sebanyak 6 (35,29 %) responden berada pada kelompok rata-rata, 9 (52,94 %) responden berada di bawah kelompok rata-rata dan 2 (11,76 %) responden di atas kelompok ratarata. Dari uraian di atas, dapat dicatat bahwa Pemahaman Nilai Tradisi Masa Pra-aksara dan Aksara dengan Model Pembelajaran Ekspositori pada Siswa yang Memiliki Kecerdasan Emosional Rendah (A2B2) belum begitu baik, hal ini terlihat dari jawaban responden tentang Pemahaman Nilai Tradisi Masa Pra-aksara dan Aksara dengan Model Pembelajaran Ekspositori pada Siswa yang Memiliki Kecerdasan Emosional Rendah (A2B2) dimana jawaban 15 (88,23 %) responden berada pada skor rata-rata dan di bawah rata-rata dari jumlah total 17 responden. Sehingga Pemahaman Nilai Tradisi Masa Praaksara dan Aksara dengan Model Pembelajaran Ekspositori pada siswa yang memiliki Kecerdasan Emosional Rendah (A2B2) harus ditingkatkan lebih baik
commit to user lagi dengan memperhatikan aspek-aspek lain. 117
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 118
2. Grafik Histogram a. Grafik Histogram Distribusi Frekuensi Skor Pemahaman Nilai Tradisi Masa Pra-aksara dan Aksara dengan Model Pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) secara keseluruhan (A1) Gambaran lebih jelas mengenai distribusi skor data variabel Pemahaman Nilai Tradisi Masa Pra-aksara dan Aksara dengan Model
Pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) secara Keseluruhan (A1) ini disajikan pada histogram berikut: Model Pembelajaran VCT Keseluruhan (A1) 25
Frekuensi
20 15 10 5 0 0 - 27
27 - 31
32 - 36
37 - 41
42 - 46
47 - 51
Pemahaman Nilai Tradisi Masa Pra-Aksara dan Aksara
Gambar 5. Grafik Histogram Distribusi Frekuensi Skor Pemahaman Nilai Tradisi Masa Pra-aksara dan Aksara dengan Model Pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) secara
Keseluruhan (A1)
commit to user
118
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 119
b. Grafik Histogram Distribusi Frekuensi Skor Pemahaman Nilai Tradisi Masa Pra-aksara dan Aksara dengan Model Pembelajaran Ekspositori Secara Keseluruhan (A2) Gambaran lebih jelas mengenai distribusi skor data variabel Pemahaman Nilai Tradisi Masa Pra-aksara dan Aksara dengan Model
Pembelajaran Ekspositori secara Keseluruhan (A2) ini disajikan pada histogram berikut: Model Pembelajaran Ekspositori Keseluruhan (A2) 16 14 Frekuensi
12 10 8 6 4 2 0 0 - 20
20 - 24
25 - 29
30 - 34
35 - 39
Pemahaman Nilai Tradisi Masa Pra-Aksara dan Aksara
Gambar 6. Grafik Histogram Distribusi Frekuensi Skor Pemahaman Nilai Tradisi
Masa
Pra-aksara
dan
Aksara
dengan
Model
Pembelajaran Ekspositori Secara Keseluruhan (A2).
c. Grafik Histogram Distribusi Frekuensi Skor Pemahaman Nilai Tradisi Masa Pra-aksara dan Aksara Kelompok Kecerdasan Emosional Tinggi Secara Keseluruhan (B1) Gambaran lebih jelas mengenai distribusi skor data variabel
commit to user Pemahaman Nilai Tradisi Masa Pra-aksara dan Aksara Kelompok Kecerdasan 119
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 120
Emosional Tinggi Secara Keseluruhan (B1) ini disajikan pada histogram
berikut :
Kecerdasan Emosional Tinggi Keseluruhan (B1) 14
Frekuensi
12 10 8 6 4 2 0 0 - 20
20 - 24
25 - 29
30 - 34
35 - 39
40 - 44
45 - 49
Pemahaman Nilai Tradisi Masa Pra-Aksara dan Aksara
Gambar 7. Grafik Histogram Distribusi Frekuensi Skor Pemahaman Nilai
Tradisi
Masa
Pra-aksara
dan
Aksara
Kelompok
Kecerdasan Emosional Tinggi Secara Keseluruhan (B1)
d. Grafik Histogram Distribusi Frekuensi Skor Pemahaman Nilai Tradisi Masa Pra-aksara dan Aksara Kelompok Kecerdasan Emosional Rendah Secara Keseluruhan (B2) Gambaran lebih jelas mengenai distribusi skor data variabel Pemahaman Nilai Tradisi Masa Pra-aksara dan Aksara Kelompok Kecerdasan Emosional Rendah Secara Keseluruhan (B2) ini disajikan pada histogram
berikut :
commit to user
120
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 121
Kecerdasan Emosional Rendah Keseluruhan (B2) 14 12 Frekuensi
10 8 6 4 2 0 0 - 20
20 - 24
25 - 29
30 - 34
35 - 39
40 - 44
45 - 49
Pemahaman Nilai Tradisi Masa Pra-Aksara dan Aksara
Gambar 8. Grafik Histogram Distribusi Frekuensi Skor Pemahaman Nilai Tradisi Masa Pra-aksara dan Aksara Kelompok Kecerdasan Emosional Rendah Secara Keseluruhan (B2)
e. Grafik Histogram Distribusi Frekuensi Skor Pemahaman Nilai Tradisi Masa Pra-aksara dan Aksara Dengan Model Pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) Pada Siswa Yang Memiliki Kecerdasan Emosional Tinggi (A1B1) Gambaran lebih jelas mengenai distribusi skor data variabel Pemahaman Nilai Tradisi Masa Pra-aksara dan Aksara dengan Model
Pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) pada Siswa yang Memiliki Kecerdasan Emosional Tinggi (A1B1) ini disajikan pada histogram berikut:
commit to user
121
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 122
Frekuensi
Model Pembelajaran VCT dengan Kecerdasan Emosional Tinggi (A1B1)
10 9 8 7 6 5 4 3 2 1 0
0 - 36
36 - 39
40 - 43
44 - 47
Pemahaman Nilai Tradisi Masa Pra-Aksara dan Aksara
Gambar 9. Grafik Histogram Distribusi Frekuensi Skor Pemahaman Nilai Tradisi Masa Pra-aksara dan Aksara Dengan Model Pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) Pada Siswa Yang Memiliki Kecerdasan Emosional Tinggi (A1B1)
f. Grafik Histogram Distribusi Frekuensi Skor Pemahaman Nilai Tradisi Masa Pra-aksara dan Aksara dengan Model Pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) pada siswa yang memiliki Kecerdasan Emosional Rendah (A1B2) Gambaran lebih jelas mengenai distribusi skor data variabel Pemahaman Nilai Tradisi Masa Pra-aksara dan Aksara dengan Model
Pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) pada siswa yang memiliki Kecerdasan Emosional Rendah (A1B2) ini disajikan pada histogram berikut
:
commit to user
122
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 123
Model Pembelajaran VCT dengan Kecerdasan Emosional Rendah (A1B2)
Frekuensi
12 10 8 6 4 2 0 0 - 27
27 - 31
32 - 36
37 - 41
42 - 46
47 - 51
Pemahaman Nilai Tradisi Masa Pra-Aksara dan Aksara
Gambar 10. Grafik Histogram Distribusi Frekuensi Skor Pemahaman Nilai Tradisi Masa Pra-aksara dan Aksara dengan Model Pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) pada siswa yang memiliki Kecerdasan Emosional Rendah (A1B2)
g. Grafik Histogram Distribusi Frekuensi Skor Pemahaman Nilai Tradisi Masa Pra-aksara dan Aksara dengan Model Pembelajaran Ekspositori pada siswa yang memiliki Kecerdasan Kecerdasan Emosional Tinggi (A2B1) Gambaran lebih jelas mengenai distribusi skor data variabel Pemahaman Nilai Tradisi Masa Pra-aksara dan Aksara dengan Model
Pembelajaran Ekspositori pada siswa yang memiliki Kecerdasan Emosional Tinggi (A2B1) ini disajikan pada histogram berikut :
commit to user
123
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 124
Frekuensi
Model Pembelajaran Ekspository dengan Kecerdasan Emosional Tinggi (A2B1)
9 8 7 6 5 4 3 2 1 0 0 - 20
20 - 24
25 - 29
30 - 34
35 - 39
Pemahaman Nilai Tradisi Masa Pra-Aksara dan Aksara
Gambar 11. Grafik Histogram Distribusi Frekuensi Skor Pemahaman Nilai Tradisi Masa Pra-aksara dan Aksara dengan Model Pembelajaran Ekspositori pada siswa yang memiliki Kecerdasan Emosional Tinggi (A2B1)
h. Grafik Histogram Distribusi Frekuensi Skor Pemahaman Nilai Tradisi Masa Pra-aksara dan Aksara dengan Model Pembelajaran Ekspositori pada siswa yang memiliki Kecerdasan Emosional Rendah (A2B2) Gambaran lebih jelas mengenai distribusi skor data variabel Pemahaman Nilai Tradisi Masa Pra-aksara dan Aksara dengan Model
Pembelajaran Ekspositori pada siswa yang memiliki Kecerdasan Emosional Rendah (A2B2) ini disajikan pada histogram berikut :
commit to user
124
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 125
Frekuensi
Model Pembelajaran Ekspositori dengan Kecerdasan Emosional Rendah (A2B2)
8 7 6 5 4 3 2 1 0 0 - 20
20 - 24
25 - 29
30 - 34
35 - 39
Pemahaman Nilai Tradisi Masa Pra-Aksara dan Aksara
Gambar 12. Grafik Histogram Distribusi Frekuensi Skor Pemahaman Nilai Tradisi Masa Pra-aksara dan Aksara dengan Model Pembelajaran Ekspositori pada siswa yang memiliki Kecerdasan Emosional Rendah (A2B2)
B. Uji Persyaratan Analisis Setelah data mengenai variabel penelitian dikumpulkan, maka akan dilakukan uji hipotesis dengan menggunakan Anava dua jalan. Untuk itu perlu dilakukan uji prasyarat yang harus dipenuhi dalam Anava yakni uji kesetaraan, uji normalitas dan uji homogenitas.
1. Uji Kesetaraan Uji kesetaraan dilakukan dilakukan untuk melihat apakah kelas eksperimen dan kelas kontrol telah sepadan atau sama keadaannya sebelum adanya perlakuan yang berbeda. Uji kesetaraan tersebut diambil dari nilai UTS (Ujian Tengah Semester) gasal. Kelas eksperimen eksperimen mempunyai Mean = 84, 058
commit to user dan Standar Deviasi = 10, 559 dengan jumlah siswa 34 orang, sedangkan kelas 125
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 126
kontrol dengan jumlah siswa 34 orang diperoleh Mean = 83,8235 dan Standar Deviasi = 3,49433. Hasil uji keseteraan menggunakan Uji Independent Sample TTest dengan bantuan SPSS diperoleh kelompok eksperimen memiliki taraf signifikansi = 0,902, sedangkan kelompok kontrol memiliki taraf signifikansi = 0,902. Hasil Uji Independent Sample T-Test dapat diambil kesimpulan bahwa kelompok eksperimen dan kelompok kontrol berada dalam keadaan setara (Hasil perhitungan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 4.3).
2. Uji Normalitas Uji Normalitas yang digunakan dalam penelitian ini adalah Uji Normalitas Kolmogorov-Smirnov. Uji ini dilakukan untuk memenuhi salah satu asumsi yang diperlukan dalam analisis variansi dua jalan dengan sel sama, yakni untuk melihat apakah data yang diperoleh dari sampel berasal dari populasi yang berdistribusi normal. Kriteria kenormalan yang digunakan adalah: Suatu distribusi nilai variabel dianggap normal jika nilai signifikansi pada hasil uji Kolmogorov Smirnov lebih besar dari nilai probabilitasnya (0,05). Data yang akan mengalami uji persyaratan adalah data yang akan di analisis untuk pengujian hipotesis, yaitu data skor hasil uji pemahaman nilainilai sejarah yang diperoleh melalui pengamatan setelah eksperimen berakhir.
commit to user
126
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 127
a. Normalitas Siswa Dengan Model Pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) (A1) Dari data hasil pengujian dengan menggunakan SPSS, data Pemahaman Nilai Tradisi Masa Pra-aksara dan Aksara dengan Model Pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) diperoleh besaranbesaran statistik: N = 34. Dengan menggunakan α = 0,05 dan N = 34 diperoleh harga satatistik Kolmogorov Smirnov 1.041 dengan signifikansi kenormalan sebesar 0.229 Hal ini berarti nilai signifikansi lebih tinggi dari 0,05. Jadi dapat disimpulkan asumsi kenormalan untuk kelompok data ini terpenuhi (Data dan tabel kenormalan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 7.2).
b. Normalitas Kelompok dengan Model Pembelajaran Ekspositori (A2) Dari data hasil pengujian dengan menggunakan SPSS, data Pemahaman Nilai Tradisi Masa Pra-aksara dan Aksara dengan Model Pembelajaran Ekspositori diperoleh besaran-besaran statistik: N = 34. Dengan menggunakan α = 0,05 dan N = 34 diroleh harga satatistik Kolmogorov Smirnov 0,659 dengan signifikansi kenormalan sebesar 0,777. Hal ini berarti nilai signifikansi lebih tinggi dari 0,05 Jadi dapat disimpulkan asumsi kenormalan untuk kelompok data ini terpenuhi. (Data dan tabel kenormalan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 7.2).
commit to user
127
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 128
c. Normalitas Model Pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) dengan Kecerdasan Emosional Tinggi (A1B1) Dari data hasil pengujian dengan menggunakan SPSS, data model pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) dengan kecerdasan emosional tinggi diperoleh besaran-besaran statistik: N = 15. Dengan menggunakan α = 0,05 dan N = 15 diperoleh harga satatistik Kolmogorov Smirnov 0,688 dengan signifikansi kenormalan sebesar 0,731. Hal ini berarti nilai signifikansi lebih tinggi dari 0,05. Jadi dapat
disimpulkan asumsi
kenormalan untuk kelompok data ini terpenuhi (Data dan tabel kenormalan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 7.2).
d. Normalitas Kelompok Model Pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) Dengan Kecerdasan Emosional Rendah (A1B2) Dari data hasil pengujian dengan menggunakan SPSS, data kelompok Model
Pembelajaran
Value
Clarification Technique
(VCT) dengan
Kecerdasan Emosional Rendah (A1B2) diperoleh besaran-besaran statistik: N = 19. Dengan menggunakan α = 0,05 dan N = 19 dperoleh harga satatistik Kolmogorov Smirnov 0,782 dengan signifikansi kenormalan sebesar 0,574. Hal ini berarti nilai signifikansi lebih tinggi dari 0,05 Jadi dapat disimpulkan asumsi kenormalan untuk kelompok data ini terpenuhi (Data dan tabel kenormalan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 7.2).
commit to user
128
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 129
e. Normalitas Pada Kelompok Model Pembelajaran Ekspositori dengan Kecerdasan Emosional Tinggi (A2B1) Dari data hasil pengujian dengan menggunakan SPSS, data kelompok model pembelajaran Ekspositori pada siswa yang memiliki kecerdasan emosional tinggi diperoleh besaran-besaran statistik: N = 17. Dengan menggunakan α = 0,05 dan N = 17 diperoleh harga satatistik Kolmogorov Smirnov 0,694 dengan signifikansi kenormalan sebesar 0,721. Hal ini berarti nilai signifikansi lebih tinggi dari 0,05. Jadi dapat disimpulkan asumsi kenormalan untuk kelompok data ini terpenuhi (Data dan tabel kenormalan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 7.2).
f. Normalitas Kelompok Model Pembelajaran Ekspositori dengan Kecerdasan Emosional Rendah (A2B2) Dari data hasil pengujian dengan menggunakan SPSS, data kelompok dengan model pembelajaran Ekspositori pada siswa yang memiliki kecerdasan emosional rendah (A2B2) diperoleh besaran-besaran statistik: N = 17. Dengan menggunakan α = 0,05 dan N = 17 diroleh harga statistik Kolmogorov Smirnov 0,640 dengan signifikansi kenormalan sebesar 0,808. Hal ini berarti nilai signifikansi lebih tinggi dari 0,05. Jadi dapat disimpulkan asumsi kenormalan untuk kelompok data ini terpenuhi (Data dan tabel kenormalan selengkapnya dapat dilihat pada lampiran 7.2). Kesimpulan hasil uji normalitas data dapat dilihat pada tabel di bawah ini:
commit to user
129
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 130
Tabel 11. Kesimpulan Hasil Uji Normalitas Uji Normalitas Model Pembelajaran Value
Uji KS
Signifikansi
Keterangan
1,041
0,229
Normal
0,659
0,777
Normal
0,688
0,731
Normal
0,782
0,574
Normal
0,694
0,721
Normal
0,640
0,808
Normal
Clarification Technique (VCT) (A1) Model Pembelajaran Ekspository (A2) Model Pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) dengan Kecerdasan Emosional Tinggi (A1B1) Model Pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) Dengan Kecerdasan Emosional Rendah (A1B2) Model Pembelajaran Ekspositori dengan Kecerdasan Emosional Tinggi (A2B1) Model Pembelajaran Ekspositori dengan Kecerdasan Emosional Rendah (A2B2) Sumber: Data Primer
3. Uji Homogenitas Varians Pengujian homogenitas variansi keempat kelompok data dilakukan dengan menggunakan Lavene test of homogenity of variance dihitung dengan SPSS untuk menguji asumsicommit anova to bahwa user setiap group (kategori variabel
130
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 131
independent memiliki variance yang sama. Hasil uji ini menunjukkan bahwa nilai F test 1,888 dan nilai signifikansi pada 0,141 (p>0,05) yang berarti tidak dapat menolak hipotesis nol yang menyatakan variance sama. Hal ini berarti variansi populasi sama. Untuk jelasnya hasil uji homogenitas variabel keempat kelompok tersebut dapat disajikan pada tabel berikut : Tabel 12. Hasil Uji Homogenitas Variansi Skor Pemahaman Nilai Tradisi Masa Pra-aksara dan Aksara Keempat Kelompok Perlakuan.
Levene's Test of Equality of Error Variancesa Dependent Variable:Pemahaman Nilai Sejarah F 1.888
df1
df2 3
Sig. 64
.141
Tests the null hypothesis that the error variance of the dependent variable is equal
across groups. Sumber: Data Primer
commit to user
131
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 132
C. Pengujian Hipotesis Sebelum melakukan pengujian hipotesis, berikut dipaparkan data lengkap rangkuman hasil uji pemahaman nilai-nilai sejarah dapat dilihat pada tabel berikut: Tabel 13. Rangkuman Pemahaman Nilai-Nilai Sejarah Siswa Model
Model
Pembelajaran
Pembelajaran
Kecerdasan
VCT
Ekspositori
Emosional (B)
(A1)
(A2)
15
17
32
Model
Pembelajaran
(A)
Total
EQT
N
(B1)
Rata-rata
42,33
30,24
72,57
Median
42,00
29,00
71,00
Std
2,38
4,39
6,77
Nilai Min
36,00
20,00
56,00
Nilai Max
46,00
37,00
83,00
Jumlah
635,00
514,00
1149,00
19
17
36
EQR
N
(B2)
Rata-Rata
41,84
29,18
71,02
Median
43,00
28,00
71,00
Std
4,38
4,53
8,91
Nilai Min
27,00
20,00
47,00
Nilai Max
48,00
36,00
84,00
Jumlah
795,00
496,00
1291,00
34
34
68
84,17
59,42
143,59
85
57,00
142
Std
6,77
8,93
15,70
Nilai Min
63,00
40,00
103,00
Nilai Max
94,00
73,00
167,00
Total
N Rata-rata Median
Jumlah
1430,00 to user 1010,00 commit
132
2440,00
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 133
Sumber: Data Primer Hipotesis yang akan diuji dengan hasil penelitian ini adalah hipotesis perbedaan skor pemahaman nilai tradisi masa pra-aksara dan aksara antara kelompok siswa yang diajar melalui model pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) dan melalui model pembelajaran Ekspositori, baik secara keseluruhan, antara kelompok kecerdasan emosional siswa rendah dan tinggi, antar sub-sub kelompok, dan interaksi antara model pembelajaran dan kecerdasan emosional. Rerata skor yang diperoleh pada tiap-tiap sel selanjutnya akan diuji secara statistik, apakah perbedaan-perbedaan yang terjadi memang signifikan atau tidak. Jika analisis membuktikan perbedaan-perbedaan tersebut signifikan, maka dapat disimpulkan bahwa pemahaman nilai tradisi masa pra-aksara dan aksara siswa yang dihasilkan melalui model pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) berbeda dengan yang dihasilkan melalui model pembelajaran Ekspositori. Disamping itu akan dapat diketahui siswa yang memiliki kecerdasan emosional tinggi memiliki tingkat pemahaman nilai tradisi masa pra-aksara dan aksara lebih baik daripada siswa yang memiliki kecerdasan emosional rendah, serta dapat diketahui secara meyakinkan apakah kedua variabel yaitu model pembelajaran dan kecerdasan emosional siswa saling berinteraksi terhadap pemahaman nilai tradisi masa pra-aksara dan aksara. Pengujian hipotesis penelitian dilakukan dengan Analisis Vaktorial Dua Jalur, kemudian dilanjutkan dengan Uji Scheffe untuk mengetahui kelompok mana yang lebih unggul secara signifikan. Tujuan ANAVA 2 jalur adalah menyelidiki commit to user
133
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 134
dua pengaruh utama (main effect) dan satu pengaruh interaksi (interaction effect). Pengaruh utama yaitu perbedaan model pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) terhadap pemahaman nilai tradisi masa pra-aksara dan aksara dan kecerdasan emosional siswa terhadap pemahaman nilai tradisi masa praaksara dan aksara. Pengaruh interaksi adalah pengaruh model pembelajaran dan kecerdasan emosional siswa terhadap pemahaman nilai tradisi masa pra-aksara dan aksara siswa. Secara keseluruhan ringkasan hasil ANAVA termuat dalam tabel berikut ini:
Tabel 14. Hasil Perhitungan ANAVA 2x2
Tests of Between-Subjects Effects Dependent Variable:Pemahaman Nilai Sejarah Type III Sum Source
of Squares
Df
Mean Square
F
Sig.
Corrected Model
2605.670a
3
Intercept
87012.845
1
2588.106
1
2588.106
155.765
.000
10.140
1
10.140
.610
.438
1.360
1
1.360
.082
.776
1063.389
64
16.615
Model_Pembelajaran Kecerdasan_Emosional
868.557
52.274
.000
87012.845 5.237E3
.000
Model_Pembelajaran * Kecerdasan_Emosional Error
commit to user
134
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 135
Total Corrected Total
91222.000
68
3669.059
67
a. R Squared = .710 (Adjusted R Squared = .697) Sumber: Data Primer
Berdasarkan hasil perhitungan ANAVA-2 jalur tersebut di atas, dapat disimpulkan sebagai berikut:
1. Hipotesis Pertama: Terdapat perbedaan pengaruh yang signifikan antara model pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) dan Ekspositori terhadap pemahaman nilai tradisi masa pra-aksara dan aksara SMA Negeri di Kabupaten Kudus. Dari Tabel ANAVA di atas diperoleh harga Fhitung = 155,765 > F tabel (α = 0,05) = 3,11. Hal ini berarti hipotesis statistik (H0) pertama ditolak. Dan H1 diterima. Dengan demikian dapat disimpulkan terdapat perbedaan rata-rata antara model pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) dengan Ekspositori. Dapat disimpulkan bahwa pemahaman nilai tradisi masa praaksara dan aksara yang diajar dengan model pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) lebih baik dari pada dengan model pembelajaran Ekspositori.
2. Hipotesis Kedua: commit to user
135
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 136
Terdapat perbedaan pengaruh yang signifikan antara siswa yang memiliki
kecerdasan
emosional
rendah
dan
tinggi
terhadap
pemahaman nilai tradisi masa pra-aksara dan aksara SMA Negeri di Kabupaten Kudus. Dari Tabel ANAVA di atas diperoleh harga Fhitung = 0,610 < F
tabel
(α= 0,05) = 3,11. Hal ini berarti hipotesis statistik (H0) pertama diterima. Dan H1 ditolak. Dengan demikian dapat disimpulkan tidak terdapat perbedaan ratarata pemahaman nilai tradisi masa pra-aksara dan aksara antara siswa dengan kecerdasan emosional tinggi maupun rendah. Dapat disimpulkan bahwa pemahaman nilai tradisi masa pra-aksara dan aksara siswa yang memiliki kecerdasan emosional tinggi tidak berbeda dengan siswa yang memiliki kecerdasan emosional rendah.
3. Hipotesis ketiga: Terdapat interaksi yang signifikan antara model pembelajaran VCT dan kecerdasan emosional terhadap pemahaman nilai tradisi masa pra-aksara dan aksara SMA Negeri di Kabupaten Kudus. Untuk mengetahui ada tidaknya pengaruh interaksi penggunaan model pembelajaran dan kecerdasan emosional terhadap pemahaman nilai tradisi masa pra-aksara dan aksara dari tabel ANAVA di atas diperoleh Fhit = 0,82 < F
tabel
(α = 0,05) = 3,11. Karena Fhit lebih kecil dari Ftab, maka H0
diterima. Hal berarti tidak terdapat interaksi antara penggunaan model pembelajaran dan kecerdasan emosional terhadap pemahaman nilai tradisi masa pra-aksara dan aksara. Dengan terujinya secara signifikan interaksi committidak to user
136
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 137
antara model pembelajaran dan kecerdasan emosional terhadap pemahaman nilai tradisi masa pra-aksara dan aksara maka tidak perlu dilakukan uji lanjut dengan menggunakan uji Scheffe. Siswa yang memiliki kecerdasan emosional tinggi maupun kecerdasan emosional rendah tingkat pemahaman nilai tradisi masa pra-aksara dan aksara hampir sama, dilihat dari mean siswa yang memiliki kecerdasan emosional tinggi 36,284 dan siswa yang memiliki kecerdasan emosional rendah 35,509. Siswa yang memiliki kecerdasan emosional tinggi maupun rendah diberi perlakuan dengan model pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) maupun model pembelajaran Ekspositori tingkat pemahaman nilai tradisi masa pra-aksara dan aksara hampir sama, dilihat dari mean: VCT(A1)*Kecerdasan Emosional Tinggi (B1)
Mean = 42.333
VCT (A1)*Kecerdasan Emosional Rendah (B2)
Mean = 41.842
EKSPOSITORI (A2) * Kecerdasan Emosional Tinggi (B1)
Mean = 30.235
EKSPOSITORI (A2) * Kecerdasan Emosional Rendah (B2)
Mean = 29.176
Bentuk tidak adanya interaksi tersebut dapat dilihat pada gambar 14 berikut :
commit to user
137
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 138
Gambar 13. Tidak Terdapat Interaksi Antara Model Pembelajaran dan Kecerdasan Emosional Siswa Terhadap Pemahaman Nilai Tradisi Masa Pra-aksara dan Aksara.
D. Pembahasan Hasil Penelitian Dari hasil pengujian hipotesis diatas, berikut ini dikemukan pembahasan mengenai hasil penelitian.
1. Terdapat
perbedaan
pengaruh
yang
signifikan
antara
model
pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) dan Ekspositori terhadap pemahaman nilai tradisi masa pra-aksara dan aksara SMA Negeri di Kabupaten Kudus. Hasil pengujian hipotesis pertama memperoleh Fhitung = 155,765 > Ftabel (α = 0.05) = 3,11, sehingga dapat dikatakan terdapat pengaruh yang signifikan antara model
pembelajaran
Value
Clarification
Technique
(VCT)
dan
model
pembelajaran Ekspositori terhadap pemahaman nilai tradisi masa pra-aksara dan commit to user
138
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 139
aksara. Hasil analisis menunjukkan bahwa pemahaman nilai tradisi masa praaksara dan aksara bagi siswa dengan menggunakan model pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) memperoleh skor rata-rata sebesar 42,088, adapun untuk kelompok siswa dengan menggunakan model pembelajaran Ekspositori skor rata-rata pemahaman nilai tradisi masa pra-aksara dan aksara sebesar 29,706. Hal ini berarti bahwa penggunaan model pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) terbukti memberikan pengaruh yang lebih baik daripada penggunaan model pembelajran Ekspositori. Pembelajaran sejarah yang diharapkan merupakan pembelajaran yang melatih pemahaman nilai tradisi masa pra-aksara dan aksara kepada siswa, karena peristiwa
sejarah
yang
terjadi
mengandung
unsur
nilai
yang
dapat
diinternalisasikan dalam kehidupan berbangsa dan bernegara. Nilai-nilai yang termuat dalam pembelajaran sejarah materi tradisi masyarakat masa pra-aksara dan masa aksara dalam penelitian ini, antara lain: nilai kebangsaan (membentuk rasa cinta tanah air, mengenal budaya, memahami nilainya, kemudian melestarikan tradisi yang berlaku), nilai informatif (siswa mampu menghargai peninggalan, mempelajari dan mengagumi peninggalan budaya), nilai etika/moral (siswa mampu menghargai keanekaragaman budaya bangsa). Untuk mencapai pemahaman nilai-nilai sejarah tersebut, model pembelajaran yang mengeksplor nilai-nilai yang sudah dimiliki oleh siswa untuk dianalisis dan dikuatkan lebih mendalam diperlukan oleh guru salah satunya menggunakan model pembelajaran Value Clarification Technique (VCT).
commit to user
139
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 140
Hasil penelitian ini membuktikan bahwa dengan menggunakan model pembelajaran
Value
Clarification
Technique
(VCT)
siswa
mampu
mengungkapkan pendapat dan nilai-nilai yang diyakininya, siswa belajar mengemukakan lebih dalam berbagai perbedaan nilai yang ada di diri dan di lingkungannya, kemudian siswa memahami nilai-nilai untuk diimplementasikan dalam kehidupannya. Model pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) dalam proses pembelajaran melatih peserta didik lebih interaktif, memberi kesempatan kepada peserta didik untuk mengungkapkan pendapatnya dan lebih menyenangkan karena peserta didik diajak untuk menemukan nilai-nilai sendiri lewat berbagai sumber dan media pembelajaran. Bagi guru penggunaan model pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) memudahkan dalam penyampaian pembelajaran dan bagi siswa memudahkan untuk memahami materi pembelajaran dan nilai-nilai sejarah dari materi yang diajarkan tersebut. Dengan menitik beratkan pada adanya keaktifan siswa, model pembelajaran Value Clarification Technique
(VCT) menarik
siswa
karena
merasa
dihargai
pendapatnya, menerima perbedaan, dan mendapatkan penguatan nilai-nilai sejarah dalam proses pembelajaran di kelas sehingga menjadikan pembelajaran interaktif bagi siswa untuk mencapai kompetensi belajar yang telah ditetapkan. Senada dengan hal tersebut, model pembelajaran VCT (Value Clarification Technique) yang dikembangkan oleh Louis Raths, Merrill Harmin, dan Sidney Simon. Menurut Louis Raths, proses pembelajaran menggunakan model VCT (Value Clarification Technique) lebih berarti bagi peserta didik karena proses pencapaian nilai dimulai dari kepercayaan, kebanggaan, dan penguatan yang ada commit to user
140
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 141
dalam peserta didik kemudian dapat diterapkan dalam kehidupan sehari-hari peserta didik. Dalam model pembelajaran VCT (Value Clarification Technique), keaktifan siswa dalam proses belajar mengajar yang secara nyata dapat ditunjukkan oleh siswa selama proses belajar mengajar berlangsung. Pada saat berlangsung kegiatan belajar di kelas siswa lebih termotivasi oleh adanya pertanyaan/stimulus dan tugas analisis yang diajukan oleh guru. Selain itu siswa berusaha untuk menyelesaikan tugas analisis nilai-nilai sejarah baik secara individu maupun secara kelompok sehingga siswa menguasai materi selama diskusi kelompok. Dengan demikian model pembelajaran VCT (Value Clarification Technique) mampu meningkatkan pencapaian kompetensi belajar siswa dan pemahaman nilai tradisi masa pra-aksara dan aksara siswa menjadi lebih baik. Pada penggunaan model pembelajaran Ekspositori meskipun siswa juga aktif memperhatikan penjelasan yang dilakukan guru dan termotivasi oleh adanya pertanyaan yang diajukan oleh guru dan diskusi kelompok, akan tetapi siswa dalam menguasai materi serta penyelesaian masalah kurang adanya kesiapan serta kemandirian dalam mengerjakannya. Hal ini disebabkan guru yang cenderung mendominasi dalam pembelajaran, guru yang mempersiapkan materi secara runtut dan siswa dituntut aktif dalam pembelajaran namun latihan ketajaman analisis pemahaman nilai tradisi masa pra-aksara dan aksara pada materi belum mendalam karena kurangnya kesempatan terhadap siswa
untuk menerima stimulus,
menemukan sendiri, dan menganalsisis nilai yang dimiliki, sehingga pemahaman
commit to user
141
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 142
nilai tradisi masa pra-aksara dan aksara dengan menggunakan model pembelajaran Ekspositori masih rendah.
2. Tidak Terdapat perbedaan pengaruh yang signifikan antara siswa yang memiliki kecerdasan emosional rendah dan tinggi terhadap pemahaman nilai tradisi masa pra-aksara dan aksara SMA Negeri di Kabupaten Kudus. Hasil pengujian hipotesis kedua memperoleh Fhitung = 0,610 < F
tabel
(α =
0.05) = 3,11, sehingga dapat dikatakan bahwa tidak terdapat pengaruh yang signifikan antara kecerdasan emosional tinggi dan kecerdasan emosional rendah terhadap pemahaman nilai tradisi masa pra-aksara dan aksara.
Hasil analisis
menunjukkan bahwa pencapaian pemahaman nilai tradisi masa pra-aksara dan aksara bagi siswa yang memiliki kecerdasan emosional tinggi memperoleh skor rata-rata sebesar 36,284, adapun untuk kelompok siswa yang memiliki kecerdasan emosional rendah skor rata-rata pemahaman nilai tradisi masa pra-aksara dan aksara sebesar 35,509. Hal ini berarti bahwa siswa yang memiliki kecerdasan emosional tinggi hampir sama baiknya dalam pemahaman nilai tradisi masa praaksara dan aksara dengan siswa yang memiliki kecerdasan emosional rendah. Keberhasilan penerapan model pembelajaran tertentu dalam pemahaman nilai tradisi masa pra-aksara dan aksara juga dipengaruhi oleh faktor internal dalam diri peserta didik dan lingkungan yang melingkupi kehidupan peserta didik. Menurut Cooper dan Sawaf dalam Zaim Elmubarok (2008: 121) mengemukakan bahwa kecerdasan emosional merupakan, merasakan, memahami, commit to “kemampuan user
142
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 143
dan secara selektif menerapkan daya dan kepekaan emosi sebagai sumber energi dan pengaruh yang manusiawi. Pentingnya kecerdasan emosional dengan sasaran untuk meningkatkan kadar keterampilan emosional dan sosial pada anak sebagai bagian dari pendidikan reguler mereka, sebagai rangkaian keterampilan dan pemahaman nilai yang perlu bagi anak (Daniel Goleman, 2006: 372). Seseorang yang memiliki kecerdasan emosional yang baik, akan mempunyai kemampuan mengelola emosinya sehingga setiap kali mengikuti pelajaran tidak pernah terbebani dan tidak pernah merasa cemas meski harus menghadapi kesulitan dalam proses menerima pelajaran. Casmini (2007: 23) kecerdaan emosional dipengaruhi oleh dua faktor, yaitu faktor internal, sebagai faktor yang timbul dari dalam individu yang dipengaruhi oleh keadaan otak emosional dan faktor eksternal, sebagai faktor yang datang dari luar individu dan mempengaruhi individu untuk mengubah sikap. Model pembelajaran VCT (Value Clarification Technique) membutuhkan proses analisis siswa yang disinkronkan terhadap latar belakang siswa sehingga membutuhkan pengelolaan kecerdasan emosional peserta didik. Masalah nilai adalah masalah emosional dan karena itu dapat berubah, berkembang, sehingga bisa dibina. Pemahaman nilai-nilai Max Scheler mengatakan, memahami nilainilai dapat dilakukan menggunakan hati, bukan dengan akal budi. Mengontrol kecerdasan emosionalnya untuk mampu memahami diri dan lingkungannya, yang berasal dari latar belakang budaya dan struktur sosial yang berbeda, memaparkan berbagai ragam masyarakat, membuat siswa memahami dan bertoleransi terhadap perbedaan-perbedaan. Sehingga dalam commitpenelitian to user ini kecerdasan emosional siswa
143
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 144
sangat mempengaruhi ketika proses diskusi kelas, tanya jawab interaktif dengan guru, dan sikap siswa menghargai berbagai perbedaan budaya dan nilai dari budaya itu sendiri yang ada di masyarakat. Sedangkan pemahaman nilai tradisi masa pra-aksara dan aksara yang dituangkan dalam tes tertulis juga dipengaruhi oleh variabel lain yaitu motivasi belajar siswa, serta pengetahuan dan wawasan siswa dalam menjawab pertanyaan tes tertulis pemahaman nilai tradisi masa praaksara dan aksara. Selain itu, menurut Salovey dalam Daniel Goleman (2006: 58), kecerdasan emosional mencakup kemampuan di lima wilayah, yaitu 1) mengenali emosi diri, 2) mengelola emosi, 3) memotivasi diri sendiri, 4) mengenali emosi orang lain, dan 5) membina hubungan. Kelima indikator tersebut ternyata dalam praktiknya sangat berpengaruh terhadap proses pembelajaran dan sikap peserta didik dalam mengimplementasikan nilai-nilai pembelajaran sejarah yang terkandung dalam materi sejarah. Namun dalam tes pemahaman nilai tradisi masa pra-aksara dan aksara, siswa mengalami kesulitan karena tanpa belajar siswa tidak dapat mengerjakan soal dan siswa mengaku harus memperoleh materi pemahaman nilai tradisi masa pra-aksara dan aksara yang dipelajari karena faktor ingatan. Meskipun siswa memiliki kecerdasan emosional tinggi tapi tidak belajar sebelum mengerjakan tes maka skor pemahaman nilai tradisi masa pra-aksara dan aksara mungkin rendah, sebaliknya siswa memiliki kecerdasan emosional rendah tapi belajar sebelum mengerjakan tes maka skor pemahaman nilai tradisi masa praaksara dan aksara mungkin tinggi.
commit to user
144
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 145
3. Tidak terdapat interaksi yang signifikan antara model pembelajaran VCT dan kecerdasan emosional terhadap pemahaman nilai tradisi masa pra-aksara dan aksara SMA Negeri di Kabupaten Kudus. Hipotesis ketiga teruji kebenarannya, dari hasil tersebut diperoleh Fhit 0,82. Adapun Ftab diketahui sebesar 3,11. Karena Fhit lebih besar dari Ftab maka hipotesis statistik (Ho) pertama diterima, hal ini berarti tidak terdapat interaksi antara penggunaan model pembelajaran dan kecerdasan emosional terhadap pemahaman nilai tradisi masa pra-aksara dan aksara. Dari hasil uji anova di atas, model pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) disertai kecerdasan emosional tinggi memperoleh skor rata-rata pemahaman nilai tradisi masa pra-aksara dan aksara sebesar 42,333 dan dibandingkan
dengan model pembelajaran Ekspositori untuk kecerdasan
emosional rendah memperoleh skor rata-rata pemahaman nilai tradisi masa praaksara dan aksara sebesar 41,842, tidak menunjukkan adanya interaksi (yang ditunjukkan dengan perbedaan nilai rata-rata hanya 0,491). Hal ini berati bahwa penggunaan model pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) dan kecerdasan emosional disertakan dalam mendesain pembelajaran belum memberikan interaksi pengaruh terhadap pemahaman nilai tradisi masa pra-aksara dan aksara siswa, karena ternyata dengan kecerdasan emosional yang tinggi meski siswa lebih siap mengikuti pelajaran dengan berbagai perbedaan dan pendapat yang akan ditemui dalam proses pembelajaran belum tentu mencapai pemahaman nilai tradisi masa pra-aksara dan aksara yang lebih tinggi dibanding dengan siswa yang mempunyai kecerdasan emosional rendah. commitlebih to user
145
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 146
Dengan demikian demikian antara model pembelajaran dengan kecerdasan emosional siswa tidak terjadi interaksi yang mempengaruhi pemahaman nilai tradisi masa pra-aksara dan aksara. Siswa yang memiliki kecerdasan emosional tinggi di kelas eksperimen belum tentu memiliki pemahaman nilai tradisi masa pra-aksara dan aksara yang lebih baik dibandingkan dengan siswa yang memiliki kecerdasan emosional tinggi di kelas kontrol. Begitupula dengan siswa yang memiliki kecerdasan emosional rendah di kelas eksperimen belum tentu memiliki pemahaman nilai tradisi masa pra-aksara dan aksara yang lebih baik dibandingkan dengan siswa yang memiliki kecerdasan emosional rendah di kelas kontrol. Hal ini disebabkan faktor-faktor internal lain mempengaruhi keberhasilan pemahaman nilai tradisi masa pra-aksara dan aksara siswa, seperti: motivasi belajar, pengetahuan, dan kecerdasan intelektual siswa.
E. Keterbatasan Penelitian Dalam melakukan eksperimen ini peneliti telah berusaha semaksimal mungkin untuk mendapatkan hasil yang akurat, yang benar-benar sesuai dengan harapan. Namun masih terdapat beberapa faktor yang sulit dikendalikan, sehingga membuat penelitian ini mempunyai beberapa keterbatasan. Adapun keterbatasan itu antara lain: 1. Penerapan model pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) membutuhkan persiapan yang matang karena sama sekali belum pernah diterapkan dalam pembelajaran sejarah di Kabupaten Kudus. Langkahlangkah penerapan model pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) commit to user
146
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 147
melalui choosing, prizing, and doing merupakan tahap panjang yang harus dilalui dan dicapai. Kendala yang dihadapi dalam penerapan model pembelajaran Value Clarification Technique (VCT) tersebut antara lain karakter siswa yang berbeda-beda, kemampuan analisis siswa yang kurang mendalam karena kelas X SMA merupakan masa transisi dari SMP, stimulan guru masih kurang dalam menumbuhkan kesadaran pemahaman nilai-nilai sejarah siswa, materi pembelajaran sejarah masih dianggap ringan karena dianggap sudah dikenal dan ada di lingkungan sekitar siswa, dan rencana pelaksanaan pembelajaran yang panjang belum dapat dilaksanakan secara maksimal karena keterbatasan waktu, pemahaman nilai-nilai sejarah masih dipaksakan. Model pembelajaran Ekspositori masih berkendala pada pemanfaatan media atau sarana pembelajaran, sedang kendala yang lain hampir sama dengan
model pembelajaran Value Clarification Technique
(VCT). 2. Penelitian ini menggunakan rancangan penelitian eksperimen yang menuntut adanya pengendalian terhadap semua variabel penelitian di luar variabel yang telah ditetapkan agar tidak mengganggu perlakuan dalam eksperimen. Sementara ada kecenderungan faktor lain yang mempengaruhi penelitian. Hasil penelitian dapat saja dipengaruhi oleh variabel lain di luar variabel yang telah ditentukan dalam penelitian ini. 3. Instrumen penelitian tes yang berjumlah 50 soal oleh siswa dianggap terlalu banyak sehingga menimbulkan kesulitan tersendiri bagi subyek penelitian.
commit to user
147
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 148
commit to user
148
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
BAB V KESIMPULAN, IMPLIKASI, DAN SARAN
A. Kesimpulan Berdasarkan hasil analisis data penelitian dan pembahasan yang dipaparkan sebelumnya dapat diambil kesimpulan sebagai berikut: 1. Model pembelajaran VCT (Value Clarification Technique) dan Ekspositori dapat mempengaruhi secara signifikan terhadap pemahaman nilai tradisi masa pra-aksara dan aksara siswa SMA Negeri Kabupaten Kudus. 2. Kecerdasan emosional tidak mempengaruhi pemahaman nilai tradisi masa praaksara dan aksara siswa SMA Negeri Kabupaten Kudus. Kecerdasan emosional sangat berperan dalam proses pembelajaran model VCT (Value Clarification Technique) terutama ketika proses diskusi tentang nilai yang diyakini
masing-masing
siswa.
Proses
diskusi
tersebut
memerlukan
pengelolaan kecerdasan emosional peserta didik untuk menerima perbedaan. Sedangkan pemahaman nilai tradisi masa pra-aksara dan aksara yang dituangkan dalam tes tertulis juga dipengaruhi oleh variabel lain yaitu motivasi belajar siswa, kecerdasan intelektual, dan wawasan suswa dalam menjawab pertanyaan tes pemahaman nilai tradisi masa pra-aksara dan aksara. 3. Interaksi antara model pembelajaran dan kecerdasan emosional (emotional quotient) tidak mempengaruhi pemahaman nilai tradisi masa pra-aksara dan aksara siswa SMA Negeri Kabupaten Kudus.
commit to user
149
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 150
B. Implikasi Berdasarkan hasil penelitian diketahui bahwa model pembelajaran VCT (Value Clarification Technique) lebih berpengaruh terhadap pemahaman nilai tradisi masa pra-aksara dan aksara siswa daripada Ekspositori, kecerdasan emosional tidak berpengaruh terhadap pemahaman nilai tradisi masa pra-aksara dan aksara siswa. Hal tersebut membawa implikasi sebagai berikut: 1. Peningkatan pemahaman nilai tradisi masa pra-aksara dan aksara siswa yang lebih baik dengan model pembelajaran VCT (Value Clarification Technique) dikarenakan siswa mengalami proses eksplorasi nilai-nilai yang sudah dimiliki oleh siswa kemudian terjadi penyelarasan antara nilai-nilai yang sudah dimiliki dengan nilai-nilai baru melalui proses inkuiri nilai yang dipicu oleh proses diskusi dan analisis nilai. Proses klarifikasi nilai memungkinkan terjadinya eksplorasi nilai siswa kemudian terjadi keselarasan nilai di tengah beraneka ragam nilai-nilai individu maupun nilai-nilai lingkungan yang dibawa siswa yang dilematis. Eksplorasi pemahaman nilai tradisi masa praaksara dan aksara siswa terjadi dalam pembelajaran tanya jawab guru dan siswa serta diskusi kelompok besar. Klarifikasi nilai menjadikan stabilitas nilai sebagai dasar pegangan siswa untuk terus menjaga dan melestarikan nilai-nilai tradisi masyarakat masa pra-aksara dan masa aksara yang kini telah tergerus oleh globalisasi yang kompleks. Untuk itu, klarifikasi nilai perlu dikembangkan secara seimbang sehingga benar-benar relevan dengan nilainilai baru yang berkembang tanpa melalaikan nilai-nilai luhur bangsa Indonesia. Dengan demikian,commit model to pembelajaran VCT (Value Clarification user
150
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 151
Technique) dapat menjadi alternatif yang dapat dikembangkan dalam pembelajaran sejarah yang mempunyai misi pembentukan pemahaman nilainilai sejarah serta jati bangsa Indonesia. 2. Pemahaman nilai tradisi masa pra-aksara dan aksarasiswa yang memiliki kecerdasan emosional tinggi hampir sama baiknya dengan siswa yang memiliki kecerdasan emosional rendah karena kecerdasan emosional menyangkut seberapa jauh seseorang mampu memahami dan mengelola emosi,
memotivasi diri menjadi pribadi yang mantap, serta membangun
komunikasi efektif dengan orang lain yang dalam proses pembelajaran hal ini sangat berfungsi dalam pelaksanaan diskusi, analisis nilai, dan implementasi nilai dalam kehidupan siswa. Proses pembelajaran akan dapat lebih optimal apabila memanfaatkan dan mengembangkan kecerdasan emosional sehingga proses pembentukan pemahaman nilai-nilai sejarah diwarnai dengan sentuhan pengendalian emosi dalam menyikapi perbedaan pendapat. Namun dalam hal pemahaman nilai siswa tidak hanya dipengaruhi oleh kecerdasan emosional, sekalipun kecerdasan emosional siswa tinggi bila tidak didukung oleh kecerdasan intelektual, motivasi belajar, pengetahuan dan wawasan luas yang dikuasai siswa mengenai tradisi masyarakat Indonesia masa pra-aksara dan aksara maka pemahaman nilai-nilai sejarahnya rendah. Oleh karena itu, pengembangan kecerdasan emosional dan faktor internal lainnya harus ditingkatkan untuk mencapai pemahaman nilai-nilai sejarah yang merupakan tujuan pembelajaran sejarah.
commit to user
151
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 152
3. Model pembelajaran (VCT dan Ekspositori) dan kecerdasan emosional (tinggi dan
rendah)
secara
interaktif
(bersama-sama)
tidak
mempengaruhi
pemahaman nilai tradisi masa pra-aksara dan aksara siswa. Model pembelajaran dan kecerdasan emosional dapat dioptimalkan secara bersamasama dalam proses pembelajaran dalam rangka pembentukan pemahaman nilai tradisi masa pra-aksara dan aksara siswa diselingi dengan motivasi belajar dan latihan ketajaman analisis nilai oleh siswa yang dibantu stimulus analisis nilai oleh guru. Interaksi antara berbagai faktor internal dan faktor eksternal tersebut mampu menciptakan kegiatan pembelajaran yang lebih menarik
dan
menyeluruh,
serta
tidak
semata-semata
pengembangan
rasionalitas tapi nilai-nilai irrasional yang dipercaya masyarakat yang digunakan siswa dala kehidupan sehari-hari.
C. Saran Berdasarkan kesimpulan dan implikasi penelitian di atas maka diajukan saran-saran sebagai berikut. 1. Model
pembelajaran
VCT
(Value
Clarification
Technique)
dalam
pembelajaran sejarah belum familiar bagi guru-guru sejarah di Kabupaten Kudus. Oleh karena itu, dapat diadakan workshop bagi guru-guru sejarah mengenai pelaksanaan proses pembelajaran sejarah menggunakan model pembelajaran VCT (Value Clarification Technique) yang mendukung pemahaman nilai-nilai sejarah untuk penguatan jati diri bangsa.
commit to user
152
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 153
2. Model pembelajaran VCT (Value Clarification Technique) lebih berpengaruh terhadap pemahaman nilai tradisi masa pra-aksara dan aksara siswa daripada Ekspositori sehingga model VCT (Value Clarification Technique) dapat digunakan menjadi model pembelajaran alternatif dalam mata pelajaran sejarah. 3. Guru hendaknya mampu menciptakan suasana pembelajaran yang interaktif dengan menggunakan berbagai model pembelajaran yang inovatif, sehingga pembelajaran sejarah di sekolah tidak monoton hanya membaca, mengerjakan LKS dan menghafal, sehingga pembelajaran sejarah di sekolah cenderung membosankan. 4. Banyak faktor yang mempengaruhi pemahaman nilai tradisi masa pra-aksara dan aksara siswa belum terungkap secara mendalam dalam penelitian ini, misalnya tentang kualitas guru dan sarana prasarana yang mendukung, model pembelajaran di kelas, kualitas pembelajaran sejarah, kualitas siswa, serta kualitas analisis siswa yang berpengaruh besar terhadap pencapaian suatu tujuan pembelajaran. Oleh karena itu, disarankan untuk diadakan penelitian lebih lanjut sehingga model-model pembelajaran sejarah yang tepat dan inovatif dapat diterapkan dalam rangka pembentukan pemahaman nilai-nilai sejarah siswa yang merupakan tujuan utama pembelajaran sejarah.
commit to user
153
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id
DAFTAR PUSTAKA
Agus Efendi. 2005. Revolusi Kecerdasan Abad 21: Kritik MI, EI, AQ & Successfull Intelligence atas IQ. Bandung: Alfabeta. Ary Ginanjar Agustian. 2007. Rahasia Sukses Membangun Kecerdasan Emosi dan Spiritual: ESQ Emotional Spiritual Quotient. Jakarta: Arga. Bobbi dePorter, Mark Reardo, & Sarah Singer-Nourie. 2000. Quantum Teaching: Mempraktikkan Quantum Learing di Ruang-Ruang Kelas. (Terjemahan Ary Nilandari). Bandung: Kaifa. Budiyono. 2003. Metodelogi Penelitian Pendidikan. Surakarta: UNS Press. ________. 2009. Statistika Untuk Penelitian. Surakarta: UNS Press. C. Asri Budiningsih. 2008. Pembelajaran Moral Berpijak Pada Karakteristik Peserta didik dan Budayanya. Jakarta: PT Rineka Cipta. Casmini. 2007. Emotional Parenting: Dasar-Dasar Pengasuhan Kecerdasan Emosi Anak. Yogyakarta: Pilar Media. Darmiyati Zuchdi. 2008. Humanisasi Pendidikan. Jakarta: Bumi Aksara. Dardji Darmadihardjo. 1995. Pembelajaran IPS. Jakarta: Universitas Terbuka. Daryanto. 2007. Evaluasi Pendidikan. Jakarta: Rineka Cipta. Drost. 1998. Sekolah : Mengajar atau Mendidik. Yogyakarta: Kanisius. Endang Wuryaningsih. 2010. “Pengaruh Strategi Pembelajaran Problem Solving, Inquiry, Ekspository Terhadap Prestasi Belajar PKn pada Peserta didik yang Memiliki Minat Belajar Berbeda” dalam Jurnal Teknodika, Volume 8, Nomor 1, Maret 2010, hlm 76-87 Goleman, Daniel. 2006. Emotional Intelligence (Edisi Terjemahan oleh T. Hermaya). Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. H Una Kartawisastra, M. B Soeranto, Waspodo, Darmo Mulkyoatmodjo, Mappasoro. 1980. Strategi Klarifikasi Nilai. Depdikbud: Proyek Pengembangan Pendidikan Guru (P3G) Hamid Darmadi. 2007. Dasar Konsep Pendidikan Moral: Landasan Konsep Dasar dan Implementasi. Bandung: Alfabeta.
commit to user Hamzah B. Uno. 2010. Perencanaan Pembelajaran. Jakarta: Bumi Aksara.
154
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 155
I Gde Widja. 2002. Menuju Wajah Baru Pendidikan Sejarah. Yogyakarta: Lappera Pustaka Utama. Joesmani, 1988, Pengukuran dan Evaluasi dalam Pengajaran, Jakarta: Depdikbud, Dirjen Dikti. Julia Jasmine. 2007. Mengajar dengan Metode Kecerdasan Majemuk: Implementasi Multiple Intelligences. (Edisi Terjemahan oleh Purwanto). Bandung: Nuansa. Kadiyono. 1980. Metode Ceramah Bervariasi. Jakarta: Proyek Pengembangan Pendidikan Guru (P3G) Kaswandi, EM K, A. Sewaka. 1993. Pendidikan Nilai Memasuki Tahun 2000. Jakarta: Gramedia Persada Perss. Kochhar, S. K. 2008. Pembelajaran Sejarah. Jakarta: PT Gramedia Widiasarana Indonesia Lipe, David. 2003. “A Critical Analysis of Value Clarification”dalam http://www.ApologeticsPress.org yang diakses 13 November 2010. Mackin, Deborah. 2005. “Emotional Intelligence” http://www.eiconsortium.org yang diakses 13 November 2010.
dalam
Mappadjantji Amien A. 2005. Kemandirian Lokal Konsepsi Pembangunan, Organisasi, dan Pendidikan dari Pespektif Sains Baru. Jakarta: Gramedia Pustaka Utama. Martiyono. 2010. Pengaruh Model Pembelajaran VCT (Value Clarification Technique) Terhadap Kepribadian Peserta didik SMP Kelas VII di Kabupaten Kebumen Ditinjau dari Kecerdasan Emosional dan Spiritual. Tesis tidak dipublikasikan. Surakarta: Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret. Mawardi Lubis, Zubaedi. 2008. Evaluasi Pendidikan Nilai. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Moh Amien, Moh Noer, Wisnu Harso. 1979. Humanistik Education. Depdikbud: Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi Proyek Normalisasi Kehidupan Kampus. Nunuk Suryani. 2010. ”VCT (Value Clarification Technique) Learning Model Application to Improve Historical Value Understanding” dalam International Journal of History Education, Volume XI, Nomor 2, Desember 2010, hlm 198-217 commit to user
155
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 156
Nurul Zuriah. 2008. Pendidikan Moral dan Budi Pekerti dalam Perspektif Perubahan. Jakarta: Bumi Aksara. Purwanto. 2008. Metodologi Penelitian Kuantitatif untuk Psikologi dan Pendidikan. Yogyakarta: Pustaka Pelajar. Rohmat Mulyana. 2004. Mengartikulasikan Pendidikan Nilai. Bandung: Alfabeta. Sartono Kartodirdjo. 1993. Pembangunan Bangsa. Yogyakarta: Aditya Media. Soedijanto. 1993. Menuju Pendidikan Nasional Yang Relevan dan Bermutu. Jakarta: Balai Pustaka. Siti Nurkhoti’ah. 2009. Pengaruh Metode Studi Mandiri dan Kecerdasan Emosional Terhadap Kemampuan Memahami Nilai-nilai Perjuangan Bangsa Indonesia pada Peserta didik Kelas VIII SMP N Kota Klaten. Tesis Tidak Dipublikasikan. Surakarta: Program Pascasarjana Universitas Sebelas Maret. Sudjana. 1992. Metode Statistika. Bandung: Tarsito Sugiyono. 2008. Metode Penelitian Pendidikan Penelitian Kuantitatif, Kualitatif dan R&D. Jakarta: Alfabeta. Suharsimi Arikunto. 2003. Prosedur Penelitian: Suatu Pendekatan Praktis. Jakarta: Rineka Cipta. Suryaputra N. Awangga. 2008. Tes EQ Plus: Menakar Peluang Sukses Anda dengan Uji Latih Kecerdasan Emosi. Yogyaarta: Pustaka Pelajar. Syaiful Bachri Djamarah & Aswan Zain. 2006. Strategi Belajar Mengajar. Jakarta: Asdi Mahastya. T Raka Joni. 1980. Strategi Belajar Mengajar: Suatu Tinjauan Pengantar. Jakarta: Depdikbud Proyek Pengembangan Pendidikan Guru (P3G). ___________. 1980. Cara Belajar Siswa Aktif: Implikasinya Terhadap Sistem Pengajaran. Jakarta: Proyek Pengembangan Pendidikan Guru (P3G) Depdikbud Taufik Abdullah. 1979. “Masalah Kontemporer Ilmu Sejarah dan Historiografi”. Makalah untuk Kongres Nasional Sejarah Tahun 1996. Jakarta: Departemen Pendidikan dan Kebudayaan, Direktorat Jendral Kebudayaan Sejarah dan Nilai Tradisional Tilaar, H. A. R., 2006. Standarisasi Pendidikan Nasional Suatu Tinjauan Kritis. Jakarta: Rineka Cipta commit to user
156
perpustakaan.uns.ac.id
digilib.uns.ac.id 157
Tjetjep Rohendi Rohadi, dkk. 1994. Pendekatan Sistem Sosial Budaya Dalam Pendidikan. Semarang: IKIP Semarang Perss. Toto Tasmara. 2001. Kecerdasan Ruhaniah (Transcendental Intelligence). Jakarta: Gema Insani. Tulus Winarsunu. 2006. Statistik dalam Penelitian Psikologi dan Pendidikan. Malang: UMM Press. Wina Sanjaya. 2009. Strategi Pembelajaran Berorientasi Standar Proses Pendidikan. Jakarta: Kencana. Winkel, W.S. 1999. Psikologi Pengajaran. Jakarta: Grasindo. Zaim Elmubarok. 2008. Membumikan Pendidikan Nilai: Mengumpulkan yang Terserak, Menyambung yang Terputus, dan Menyatukan yang Tercerai. Bandung: Alfabeta.
commit to user
157