Tenni Teknis Nasional Tenaga Fungsional Pertanian 2006
TEKNIK BUDIDAYA TANAMAN CABAl KERITING DI LAHAN PASANG SURUT
ENGKOS KOSWARA Balai Penelitian Tanainan Sayuran, Jalan Tangkuban Perahu No. 517 Lembang, Bandung 40391 .
RINGKSAN Sayuran merupakan tanaman yang sangat penting yang banyak mengandung mineral dan vitamin guna pertumbuhan dan kesehatan tubuh manusia . Salah satunya adalah cabal keriting yang merupakan komoditas penting dan menjadi penyebab terjadinya laju inflasi dengan fluktuasi harga yang sangat tinggi pada tahun 1986 . Luas tanaman cabai di Indonesia mencapai 202 .000 hektar dengan produksi sebesar 387 .000 ton dan hasil rata-rata per hektar sebesar 1,9 ton . Sentra produksi cabai terdapat di daerah Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sumatera Utara dan Sumatera Barat (WINARNO, F.G . 1982). Cabal telah banyak diusahakan dan dibudidayakan, tetapi para petani banyak yang hampir putus asa karena belum mengetahui cara pemeliharaan dan penanggulangan pemeliharaan dan penanggulangan hama penyakit yang lebih efektif, sehingga hasil yang diperoleh tidak memuaskan . Di antara jenis-jenis cabai yang banyak diusahakan adalah cabai besar yaitu cabai merah, cabai hijau, cabai keriting, paprika dan cabai rawit . Buah cabai diusahakan dengan jalan diperdagangkan dan dikonsumsi dalam bentuk segar, acar, saus dan tepung . Cabal keriting merupakan salah satu komoditas yang memiliki daya adaptasi luas terhadap lingkungan tumbuh (WIDODo dan SATSIJATI . 1988) . Tanaman cabai tennasuk famili Solanaceae atau terung-terungan dari genus Capsicum yang dapat tumbuh di dataran tinggi, dataran rendah dan beradaptasi balk di lahan pasang surut . Tanah yang cocok adalah subur, berstruktur remah dan gembur, kaya bahan organik, pH antara 6,0 sampai 6,5 . Ukuran buah varietas ini rata-rata kecil, pelmukaan buah bergelombang, kulit buah tipis, pangkal buah lurus tidak berpundak dan ujungnya runcing . Umur tanaman lebih panjang sehingga jumlah panen/pemetikan buah lebih banyak dan hasilnya dapat inencapai sekitar 12 t/ha . Kata kunci : Cabal kriting lahan pasang surut PENDAHULUAN Peranan cabai keriting di lahan pasang surut sangat disukai dan disenangi untuk konsumsi bumbu masak, karena selain rasanya pedas, kulit dagingnya tipis mudah untuk digiling . Pada umumnya petani sudah lama menanam cabai keriting di lahan pasang surut Suniatera Selatan, tetapi belum terampil dan menguasai secara balk dan benar dalam teknik budidayanya . Adapun pemasaran cabai keriting selain ke kota Palembang juga ke kota Bangka, dengan ditempuh melalui jalan air selarna 3-4 jam . Dalam membudidayakan cabai merah diperlukan pengetahuan, keterampilan, dan modal yang cukup besar . Komoditas cabai merah memiliki ekonomi tinggi, dan juga mempunyai resiko yang tinggi, sehingga usahatani cabai merah sering menemui kegagalan dan kerugian yang cukup besar . Oleh karena itu, untuk keberhasilan dalam budidaya cabai, selain perlu dipenuhi persyaratan pokok yaitu keadaan ikiim dan tanah yang cocok untuk tanaman cabai, juga
Pusat Penelitian dan Pengembangan Peiernakan
teknik budidaya yang tepat perlu diketahui (SUMARNI, N . 1996) . Tujuan percoban teknik budidaya tanaman cabai keriting di lahan pasang surut, yaitu untuk mendapatkan teknik budidaya yang benar dan balk, agar mendapatkan hasil cabai yang tinggi, juga untuk meningkatkan keterampilan dan pengetahuan petani transmigran, dan salah satu alternatif sumbangan bagi petani untuk meningkatkan tarap hidupnya . BAHAN DAN METODE Percobaan dilaksanakan di lokasi Air Sugian kiri, lahan petani dan petaninya Julisebagai kooperator, pada bulan Desember 1998 dengan menggunakan tipelogi lahan potensial dan tipelogi lahan bergambut, dan pada tipe luapan air pasang tipe C, dengan luasan masing-masing satu hektar . Adapun sumber dana percobaan tersebut dari Proyek Sistem Usaha Pertanian (SUP) Badan Litbang Pertanian tahun 19971999 .
411
Tenni Teknis Nasional Tenaga Fangsional Pertanian 2006
Bahan yang disediakan yaitu benih cabal keriting 700 gram/ha, kapur dolomit 1,5 ton/ha, pupuk kandang 5 t/ha, Urea 200 kg/ha, TSP 300 kg/ha, KCI 150 kg/ha dan pestisida (fungisida dan insektisida) . Alatalat yang disiapkan yaitu meteran, timbangan, sprayer, gembor, tugal, kored dan cangkul . Pada lahan potensial dan pada lahan bergambut, dibuat bedengan dengan ukuran lebar 1,2 m, panjang 50 m, tinggi 0,3 m dan antara bedengan 1 m . Dengan menggunakan jarak tanam 50 x 60 cm, pada lebar bedengan terdapat 3 tanaman cabal . Benih cabai di persemaian disiapkan dengan sistem cabutan, dipindah ke lapangan berumur 35-40 hari . Parameter yang diamati meliputi pertumbuhan tanaman cabal (tinggi tanaman/cm), dilakukan satu bulan sekali selama tiga kali pengamatan . Hasil panen cabal ditimbang setiap panen interval 5-6 hari . Pengamatan hama dan penyakit secara visual dan pengendaliannya . Tingkat kemampuan petani dalam melaksanakan teknik budidaya, berdasarkan tipelogi lahan . Ukuran pengambilan contoh tanaman berdasarkan pada luasan pertanaman, yaitu luasan pertanaman < 0,2 ha = 10 tanaman contoh, > 0,2 ha - < 0,4 ha = 20 tanaman contoh, > 0,4 ha - <_ 0,6 m = 30 tanaman contoh, > 0,6 ha - < 0,8 ha = 40 tanaman contoh, dan > 0,8 ha - <_ 1,0 ha = 50 tanaman contoh (SASTROSISWOJO, et al. 2000) . Teknik Pelaksanaan Percobaan Pengelolaan Tanah Setelah tanah dibajak/dicangkul dan diratakan, tanah diberi kapur pertanian untuk meningkatkan pH tanah, penambahan pupuk N, P dan K serta menambahkan unsur mikro . Sedangkan kahat unsur hara lebih mudah dibandingkan dengan adanya diatasi kemasaman, salinitas, dan toksisitas yang tinggi memerlukan pengelolaan secara khusus dan intensif. Pembuatan surjan dilakukan secara bertahap . Kedalaman lapisan pirit perlu dipertimbangkan untuk menghindari keracunan pada tanaman . Lapisan pirit (F 2 S 2 ) terdiri dari dua unsur yaitu besi dan belerang yang saling mengikat . Apabila pirit dalam keadaan basah (tanpa udara) tidak berbahaya bagi tanaman . Jika pirit mengalami kekeringan
4 12
karena terangkat ke permukaan atau karena air tanahnya sa ngat dalam, mengakibatkan belerang dan besi terpisah . Sewaktu ada air, balk air hujan maupun air pasang, maka besi dan belerang tersebut akan terlarut dan terbawa air sehingga dapat meracuni tanaman . Hal ini dapat menyebabkan tanaman tidak dapat tumbuh dengan balk, bahkan tidak dapat tumbuh . Pengelolaan Air Pada lahan sulfat masam, kedalaman lapisan pirit kurang dari 50 cm, dan pembuatan parit sebagai drainase atau tempat pengaturan keluar masuknya air dalam petak tanah harus berhati-hati agar tidak terjadi keracunan pada tanaman cabai . Sedangkan pada lahan sulfat masam potensial kedalaman lapisan piritnya lebih dari 50 cm . Benih Dalam budidaya cabai perlu dipilih benih dari buah yang bermutu baik dan murni . Benih sebaiknya dipilih dari tanaman induk yang sehat, tidak terserang oleh Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) terutama virus . Bentuk buahnya sempurna, tidak cacat dan buah cukup tua atau merah . Buah dibelah membu. jur, biji-biji dikerluarkan dan dijemur . Bila benih tidak segera disemaikan sebaiknya dibiarkan dalam bentuk buah yang dikeringkan . Penyimpanan benih sebaiknya di tempat yang kering hingga mencapai kadar air biji sekitar 10% . Benih dapat disimpan dalam kaleng, botol maupun kantong kertas semen dan alumunium foil . Sebelum biji disemai sebaiknya diuji daya tumbuhnya, apabila di atas 90% benih dikatakan balk, jika di bawah 80% kurang balk untuk disemaikan . Sebelum disemai benih direndam dalam Kalium Hipoklorit 10% atau Previcur 0,05 cc/liter air selama + 10 menit untuk mencegah terbawanya penyakit virus pada permukaan benih . Untuk mempercepat pertumbuhan dapat dilakukan perendaman biji dalam air hangat (50° C) selama semalam . Untuk lahan satu hektar diperlukan benih 300-600 gram (SATSIJATI . 1989) .
Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan
Tenru Teknis ;1'asional Tenaga Fungsional Perranian 2006
Teknik Budi Daya Persemaian Sebelum benih dischar, dibuat bedengan persemaian dengan ukuran lebar 90-100 cm, panjang disesuaikan dengan kebutuhan dan diberi naungan dari anyaman daun kelapa/daun alang-alang atau lembaran plastik yang disusun rapi menghadap ke Tinnir . Tanah persemaian dicampur dengan pupuk kandang yang telah masak agar bibit tetap segar dan subur . Apahila cara cabutan, lahan untuk persemaian harus luas dan benih disebar jarang, bibit didapatkan dalam kondisi kekar dan sehat pada waktu tanam . Untuk mencegah kematian hibit di lapangan, benih yang tumbuh pada umur dua minggu dapat dibumbun dengan campuran pasir dan pupuk kandang atau kompos harus, dengan perbandingan 1 :1 :1 . Bibit slap ditanam pada umur 6-7 minggu setelah sehar . Pola Tanam Penanaman dilakukan di atas guludan swan . Luas dan tinggi guludan tergantung kepada kondisi ketinggian permukaan air tanah . Dapat juga cabai ditanam dengan sistem harisan tunggal atau dalam 3-4 haris tanaman pada char bedengan 1,8 sampai 2,4 meter . l,ebar parit 20-30 cm dan dalamnya sekitar 30 cm . Sistem bedengan lebih efisien ditinjau dari scgi pengelolaan tanaman . Penanaman cahai keriting dapat dilakukan secara nmonokultur dan tumpangsari atau bersisipan . Cara tumpangsari yang dilakukan adalah cabaibawang merah ; cabal-hawang daun ; cabaijagung ; dan cabal-sawi . Jarak tanam yang dipergunakan dalam hudidaya cabai keriting adalah (50-70) cm x (60-50) cm . Pemupukan Pupuk organik seperti pupuk kandang, pupuk kompos atau pupuk hi jau diherikan pada tanah sekitar 10-20 ton/ha saat tujuh hari sebelum tanam . Hal ini bertujuan untuk memperbaiki struktur tanah dan mengurangi kekompakan tanah, karena pupuk organik mengandung unsur hara dan hesarnya tergantung pada jenis pupuk organik tersehut . tintuk meningkatkan kesuhuran tanah pupuk (cara penanaman diherikan
Pusat Peneliiian c/an Pengrnrbangan Peternakan
monokultur) ; TSP (100-150 kg/ha) yang diberikan seminggu sebelum tanam, kemudian pupuk susulan terdiri dari Urea (150-200 kg/ha) dan KCI (150-200 kg/ha) yang diberikan pada umur 3, 6 dan 9 minggu setelah tanam, masing-masing sepertiga dosis (HILMAN dan SUWANDI, 1992 ; NURTIKA dan HILMAN, 1991) . Sedangkan cara penanaman tumpangsari/tumpanggilir : TSP (150-200 kg/ha) diherikan tujuh hari sebelum tanam, Urea (200-250 kg/ha) dan KCI (250-300 kg/ha) (NURTIKA dan HILMAN, 1991 ; NURTIKA dan SUWANDI, 1992) . Untuk meningkatkan pH tanah diherikan kapur pertanian 1-1,5 ton/ha satu hulan sebelum tanam . Defisiensi unsur mikro dapat diatasi dengan penambahan pupuk yang mengandung unsur mikro, terutama Zn dan Mg, baik melalui tanah atau pernupukan daun tergantung pada jenis pupuk mikro yang digunakan . Pupuk daun yang mengandung unsur mikro seperti Vegimex dan Gandasil dilakukan 2-3 kali yaitu saat tanaman berumur satu dan dua bulan dengan dosis 2-3 cc/liter air . Pemeliharaan Penyiangan dilakukan terutama pada dua hulan pertama, ketika kanopi tanaman cabal belum menutupi tanah . Penyiangan dilakukan 4-6 kali dengan selang waktu dua minggu, yang dimulai sejak tanaman berumur 2-3 minggu setelah tanam . Tujuan penyiangan yaitu selain membersihkan gulma juga untuk menggemburkan tanah di sekeliling tanaman . Pewberian herbisida setelah penyiangan ditujukan untuk menekan pertumbuhan gulma . Pengendalian Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) Kutu daun persik (Mvzus persicae SuIz) Gejala scrangan terlihat pada tanaman yang daunnya keriput, berwarna kekuningan, terpuntir, pertumbuhan kerdil, sehingga tanarnan menjadi layu dan mati, mengakihatkan kerugian dalam produksi . Pengendaliannya dapat dilakukan dengan menggunakan insektisida : Kartap hidroklorida (Padan 50 SP 2 gram/liter) ; Friponil (Regent 50 EC 2 cc/liter) atau
4 13
Temu Teknis Nasional Tenaga Fungsional Pertanian 2006
Diafenthiuron (Pegasus 500 EC 2 cc/liter) . Penyemprotan sebaiknya dilakukan pada senja hari . Pengendalian yang lebih bi .jaksana yaitu menggunakan musuh alami antara lain parasitoid Aphidius sp ., kumbang macan Afenachilis sp . . dan larva Synchidae : Ischio(lan seutallaris . Ketiga musuh alami ini sangat potensial mengurangi populasi kutu daun . Ulat grayak (Spoeloptera litura Fabricius) t_llat ini memakan daun dan buah, dapat dikendalikan dengan disemprot Triazofos (Hostathion 40 EC, 2 cc/liter) ; Lufenuron (Matol 50 EC, 2 cc/liter) atau Flufenoksuron (Cascade 50 EC, 2 cc/liter) dapat juga menggunakan musuh alami seperti parasitoid telur, Taksonemus spodopterae dan predator . Thrips (Thrips parvispinus Karny), Gcjala awal terlihat noda keperakan tidak heraturan akibat luka dari cara makan serangga tersebut, setelah beberapa saat herubah men jadi coklat tembaga dan daundaun mengeriting ke atas . Hama ini dapat dikendalikan dengan menggunakan mulsa jerami, mulsa plastik perak di atas tanaman, pemhersihan gulma dan penggenangan air . Musuh alami hagi hamaThrips yang potensial adalah kumbang Coccinallidae, tungau predator, larva Chrvsopidae . kepik Anthocoridae dan kumbang Siapl?vlinidae . Penyemprotan tanaman dapat menggunakan Kartap hidroklorida (Padan 50 WP, 2 gram/liter) atau Friponil (Regent 50 FC, 2 cc/liter) atau juga Diafenthiuron (Pegasus 500 FC, 2 cc/liter) . Tungau Teh Kuning (Pol ) phagotarsonemus latus Banks) Serangan mulai dari daun-daun muda, permukaan bawah daun berwarna coklat mcngkilat, kaku dan melengkung ke bawah (disebut gejala "scndok terbalik ") . Pertumhuhan pucuk tanaman terlamhat, gejala tampak dalam waktu relatif cepat, 810 hari setelah terinfeksi daun-daun akan mcnjadi coklat, 4-5 hari kemudian pucukpucuk tanaman seperti tcrhakar dan gugur . Serangan herat terjadi pada musim kemarau . Pengendaliannya dapat disemprot dengan
4 14
akarisida dan musuh alami tungau predator Amblyseius sp . atau Phvtoseiulus persimilis . Ulat buah (Helicoverpa armigera Hubner) Serangan dimulai dengan melubangi buah cabai dan masuk, jika buah dibelah di dalamnya terdapat ulat . Pada musim hujan, serangan ulat ini akan terkontaminasi oleh cendawan schingga buah membusuk . Pengendaliannya dapat disemprot dengan Trazofos (Hostathion 40 EC, 2 cc/liter), Luf'enuron (Matol 50 EC, 2 cc/liter) atau Flufenoksuron (Cascade 50 EC, 2 cc/liter) . Selain itu, dapat juga dilakukan dengan mempergunakan musuh alami, parasitoid telur Trichogramma nana, parasitoid larva Diadegma argenteopilolsa, cendawan LIetharrhizium dan nematoda parasit serangga ( " entomophagous nematodes") (Prabaningrurn, L . dan K . Moekasan . 1996) . . Penyakit Antraknose Penyebab penyakit adalah cendawan Colletotrichum capsici Sydow dan Colletotrichum gloeosporioides Pens . Gejala terdapat pada biji sehingga mengakihatkan kegagalan herkecambah dan rebahnya kecambah . Pada tanaman dewasa menimbulkan mati pucuk, infeksi berlanjut ke bagian lebih bawah yaitu daun dan batang membusuk kering berwarna coklat kehitamhitaman . Cendawan C . capsici menyerang buah cabai, buah membusuk berwarna seperti terkena sengatan matahari yang diikuti oleh busuk basah berwarna hitam, karena penuh dengan "setae" (rambut hitam) yang berbentuk konsentrik dan umumnya menyerang buah cabai yang menjelang merah . Pengendaliannya dengan cara menanam bibit yang bebas patogen, perlakuan biji direndam dalam air panas (55 °C) selama 30 menit, dan perlakuan fungisida golongan Triazole serta Pyrimidin (0,5-0,1%) . Sanitasi lingkungan, menanam cabai varietas genjah untuk menghindari infeksi . Penggunaan fungisida Fenarimol (0 .2 cc/liter, interval 4-7 hari), Triazole cc/liter, interval 7 hari), (0,25-0,1 Klorotalonil (2 gram/liter, interval 4 hari) .
Pusat Peie/itian clam Pengemhungan Peternukan
Tenm Teknis Nasional Tenoga Fungsional Pertanian 2006
Penyakit bercak daun Cercospora (Cercospora c•apsici Helad and Wolf) Gejala serangan pada daun, bercak daun herbentuk oblong/bulat sirkuler, bagian tengah berwarna abu-abu, sehingga buah tidak dapat berkembang dan kerdil . Pengendaliannya yaitu menanam bibit yang bebas patogen, baik di persemaian maupun di lapangan, sanitasi lapangan, waktu tanam yang tepat . Penggunaan fungisida secara bijaksana, disemprot dengan Difenoconazole (0,5 cc/liter, interval 7 hari), Flusilozole (0,5 cc/liter, interval 4-7 hari), Fenarimol (0,2 cc/liter, interval 4-7 hari), Klorotalonil (2 interval 4 hari), dan gram/liter, Carbendazem (2 gram/liter, interval 7-10 hari) . Penyakit Virus Penting (CMV, CVMV, PVY) Gejala nampak pada tanaman cabai yang relatif menjadi lebih kecil, daun cabai menjadi belang hijau muda sampai hijau tua, dan ukuran daun relatif lebih kecil . Penyakit ini dapat dikendalikan dengan mencabut tananian yang telah terinfeksi, melakukan penyemprotan terhadap serangan vektor menggunakan insektisida yang efektif seperti Buldok 25 EC, Confidor 200 LC, Curacron 500 EC, Decis 2,5 EC, Dursban 20 EC dan Hostathion 40 EC (ANONIM, 1979) . Selain itu, dapat pula dilakukan pembersihan rumput/gulma dan menggunakan pupuk berimbang (Sl1RYANINGSIH, et (i l. 1996) . . Panen dan Pascapanen Cabai keriting dataran rendah dapat dipanen jika lebih dari 50% buah berwarna merah . Pemetikan dilakukan 15-20 kali dengan selang waktu 3-5 hari tergantung kondisi pertanamannya . Panen pertain a umur sekitar 75 hari setelah tanam, panen maksimum biasanya pada petikan kelima sampai ketu,juh . Untuk menghindarkan adanya residu pestisida, penyemprotan tidak dilakukan menjelang panen, apabila terpaksa dilaksanakan setelah penyemprotan pemetikan . Pemasaran cabai selain dalam bentuk segar juga dalam bentuk kering . Penjemuran secara tradisional dilakukan dengan alas tikar atau di lantai jemur, sedangkan
Pusat Penelitian dan Pengemhangan Peternakan
penjemuran yang baik dengan menggunakan rak-rak yang terbuat dari anyaman kawat . HASIL DAN PEMBAHASAN Dalam pelaksanaan percobaan di wilayah Penelitian Pengembangan Proyek SUP, Badan Litbang Pertanian, di Air Sugian Kiri dengan menggunakan dua tipelogi lahan yaitu pada lahan potensial dan pada lahan bergambut, dengan tipe luapan yaitu tipe C, artinya lahan tidak terluapi oleh pasang besar maupun pasang kecil . Pelaksanaan percobaan dimulai pada bulan Juli sampai dengan bulan Desember 1998 . Cuaca, lingkungan dan iklim pada saat awal percobaan sangat mendukung sekali, dikarenakan awal musim hujan . Dengan melibatkan peran serta petani dalam percobaan ini mempunyai dampak positif terutama mengadopsi basil temuan terknologi khususnya di bidang teknik budidaya tanaman cabai keriting . Petani yang terlibat dalam percobaan ini sangat respon dalam melaksanakannnya, baik pada lahan potensial maupun pada lahan bergambut . Penanaman tanaman cabai dilakukan sore hari pada bulan Agustus 1998, dengan sistem bibit cabutan umur di persemaian 30-40 hari, lahan yang digunakan masing-masing satu hektar . Pengamatan pertumbuhan tinggi tanaman dilakukan pada umur 30 HST, pada lahan potensial rata-rata tinggi tanaman 16,25 cm lebih tinggi dibandingkan pada lahan bergambut rata-rata tinggi tanaman 10,83 Pengamatan pertumbuhan tinggi cm . tanaman dilakukan pada umur 60 HST, pada lahan potensial rata-rata tinggi tanaman 37,55 cm lebih tinggi dibandingkan pada lahan bergambut rata-rata tinggi tanaman 25,86 cm . Dan pengamatan pertumbuhan tinggi tanaman pada umur 90 HST, pada lahan potensial rata-rata tinggi tanaman 62,75 cm lebih tinggi dibandingkan pada lahan bergambut hanya dicapai rata-rata tinggi tanaman 48,97 cm . Pengamatan pertumbuhan tinggi tanaman pada umur 30 HST . 60 HST, 90 HST, disajikan pada (tabel 1) dengan basil panen . Berdasarkan hasil penelitian di lokasi Karang Agung I pada tahun 1991 . Di tipelogi pada lahan potensial, bergambut dan sulfat masam, basil cabai
41 5
Tema Teknis .Nasional Tenaga Fungsional Pertanian 2006
keriting berturut-turut dengan kisaran masing-masing 5,3 t/ha ; 3,3 t/ha, dan 1,3
t/ha (SATSIJATI dan KOSWARA, E . 1993) .
Tabel 1 . Tinggi tanaman dan hasil pada teknik budidaya cabai keriting di lahan pasang surut Sumatera Selatan, 1998 No . 1. 2.
Lahan Potensial Bergambut
Tinggi tanaman 30 HST (cm) 16,25 10,83
Tinggi tanaman 60 HST (cm) 37,55 25,86
Organisme Pengganggu Tanaman (OPT) yang timbul di pertanaman yaitu hama ulat buah, ulat grayak, kutu daun dan penyakit bercak daun persik Cercospora . Antraknose ini kurang berarti, karena bisa diatasi dengan pengendalian disemprot pestisida secara rutin seminggu sekali (sistem kalender) . Pada pertengahan bulan Oktober 1998, umur tanaman cabai berkisar 80 HST . Pada Lahan potensial dan pada lahan bergambut, tanaman cabai sudah mulai dipanen dan akhir panen pada akhir bulan Desember . Hasil buah cabai keriting menunjukkan rata-rata 6 .6 t/ha pada lahan potensial hasilnya lebih tinggi dibandingkan pada lahan bergambut hasilnya rata-rata 4,2 t/ha . Interval panen selang waktu 5-6 hari dan jumlah masa panen 13 kali, harga ratarata pada bulan Oktober-Desember 1998 berkisar Rp 9 .500, -/kg . Dipasarkan ke kota Palembang dan kota Bangka melalui jalan air .
4.
5.
6.
Tinggi tanaman 30 HST (cm) 62,75 48,97
Pelaksanaan percobaan di lahan petani, dan mengikutsertakan petaninya, temuan teknologi akan sangat cepat diadopsi oleh pengguna . Hasil cabai tertinggi pada lahan potensial dengan hasil 6,6 t/ha sedangkan pada lahan bergambut dengan hasil 4,2 t/ha . Tinggi tanaman pun pada tiap pengamatan yaitu 30 HST, 60 HST, dan 90 HST di lahan potensial menunjukkan tinggi tanaman lebih tinggi dibandingkan pada lahan bergambut . Percobaan ini perlu dilanjutkan dengan melibatkan komponen sosial ekonomi . DAFTAR PUSTAKA Pengaruh pupuk nitrogen dan triple super phosphate pada tanaman cabai . Bul . Penel . Hort . 23(1) :
HILMAN, Y . DAN SUWANDI . 1992 .
107-116 . NURTIKA, N . DAN Y.
KESIMPULAN percobaan dapat Dari basil disimpulkan sebagai berikut : 1 . Selama percobaan berlangsung, keadaan cuaca, iklim dan lingkungan sangat mendukung terhadap pertumbuhan dan basil tanaman cabai . Dikarenakan datangnya awal musim hujan . 2 . Untuk melaksanakan teknik budidaya sayuran pada umumnya di lahan pasang surut yang sangat perlu diperhatikan ialah faktor iklim dan cuaca, untuk menghindari resiko kegagalan . 3 . Disamping memperhatikan faktor Mini dan cuaca, dengan melaksanakan teknik budaya yang benar dan baik, akan meraih basil panen cabai yang tinggi, terutama di lahan marginal .
4 16
Bobot buah cabai (ton/ha)6,6 4,2
HILMAN .
1991,
Pengaruh
sumber dan dosis pupuk kalium terhadap dan pertumbuhan dan basil cabai yang ditumpangsarikan dengan bawang merah . Bul . Penel . Hort. EK 20(1) : 131-136 . NURTIKA, N . DAN Y . HILMAN .
1991 . Pengaruh
nitrogen dan pupuk daun terhadap pertumbuhan dan hasil cabai yang ditumpangsarikan dengan bawang merah . Bul . Penel . Hort . EK 20(1) : 135-139 . NURTIKA,
N . DAN
SUWANDI .
1992 .
Pengaruh
sumber dan dosis pupuk fosfat pada tanaman cabai . Bul . Penel . Hort . 2 1(4) : 615 . PRABANINGRUM, L . DAN K . MOEKASAN .
1996 .
Hama-hama tanaman cabai merah dan pengendaliannya . Teknologi Produksi Cabai Merah . ISBN : 979-83-4-II-X . Balai Penelitian Tanaman Sayuran, Puslitbang Hortikultura, Badan Litbang Pertanian . Bandung . Hal . 48-63 .
Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan
Tennr Teknis Nasional Tenaga Fungsional Pertanian 2006
T . DAN SUTARYA, R . 2000 . Penerapan teknologi PHT pada tanaman kubis . Monogafi No . 21 . ISBN : 979-8304-35-7, Balai Penelitian Tanaman Sayuran, hal . 53 .
SASTROSISWOJO, UHAN,
KOSWARA, E. 1992 . Studi DAN penerapan formulasi teknologi budidaya cabai dan bawang merah di lahan pasang 0853-7097 . Jurnal surut . ISSN : Hortikultura Vol . 3 No . 1 . Hal . 13-20 .
DAN DURIAT . 1996 . Penyakit tanaman cabai merah . Teknologi Produksi Cabai Merah . ISBN : 979-83041 I-X . Balai Penelitian Tanaman Sayuran . Puslitbang Hortikultura, Badan Litbang Pertanian . Bandung . Hal : 64-84 .
SURYANINGSIH, SUTARYA
SATSIJATI
1989 . Budidaya cabai keriting pada sistem usahatani di lahan pasang surut dan rawa . Bahan Seminar dan Review Hasil Penelitian Proyek SWAMPS-11 di Bogor pada tanggal 19-21 Oktober 1989 .
SATSUATI .
N . 1996 . Budidaya tanaman cabai merah . Teknologi Produksi Cabai Merah . Balai Penelitian Tanaman Sayuran . Puslitbang Hortikultura . Badan Litbang Pertanian .
SUMARNI,
Pusat Penelitian dan Pengembangan Peternakan
1988 . Cabai keriting di lahan potensial pasang surut . Monthly Desember . Badan Activity Report . Litbang Pertanian . Proyek Penelitian Pasang Surut dan Rawa Lahan SWAMPS-11 (Technical Assisance INDECO-DU/Euroconsult) .
WIDODO DAN SATSIJATI .
WINARNO, F .G . 1982 . Luas panen rata-rata dan
produksi tanaman hortikultura . Direktorat Bina Program Tanaman Pangan . Sub Direktorat Pengumpulan dan Pengelolaan Data . Jakarta.
417