Teknologi Pemulihan Lahan Bekas Tambang Timah untuk Pertanian di Bangka Belitung 1Djadja
33
Subardja, 2Antonius Kasno dan 1Erna Suryani
1
Peneliti Badan Litbang Pertanian di Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian, Jl. Tentara Pelajar No. 12, Bogor 16114. E-mail:
[email protected] 2
Peneliti Badan Litbang Pertanian di Balai Penelitian Tanah, Jl. Tentara Pelajar No. 12, Bogor 16114
Abstrak. Lahan terdegradasi dan terlantar berupa lahan bekas tambang timah di Bangka Belitung diperkirakan lebih dari 200.000 ha dan terus bertambah. Saat ini kondisinya sudah sangat mengkhawatirkan dan mengancam ketahanan pangan. Usaha penambangan timah legal dan atau ilegal yang dilakukan oleh masyarakat bila tidak dikendalikan secara ketat akan mempercepat kerusakan lahan dan lingkungan, secara luas akan mengancam keberlangsungan pembangunan pertanian di daerah tersebut. Rehabilitasi lahan pada lahan bekas tambang timah yang dikelola oleh perusahaan besar (PT. Timah, PT. Koba Tin) pada awalnya telah dilakukan dengan baik, namun saat ini sebagian besar lahan tersebut telah dirusak dan ditambang kembali secara ilegal oleh masyarakat setempat karena alasan ekonomi, tidak memperoleh manfaat langsung, serta kurangnyda pengawasan dan ketegasan hukum. Perubahan paradigma dalam merehabilitasi lahan terdegradasi adalah pemanfaatan lahan bekas tambang timah untuk tujuan pertanian yang produktif. Pencetakan dan pengelolaan sawah pada lahan bekas tambang timah di Bangka Tengah dan Belitung dapat dijadikan contoh yang perlu di kembangkan sebagai model inovasi teknologi pemulihan lahan bekas tambang timah untuk tujuan pertanian yang memberikan dampak nyata terhadap pemenuhan kebutuhan pangan dan kesejahteraan masyarakat secara berkelanjutan. Kata kunci: Teknologi, pemulihan lahan, lahan bekas tambang timah, pertanian Abstract. Degraded and abandoned land as ex tin mining in Bangka Belitung Islands is estimated more than 200,000 ha, and will continue to increase. Currently, condition of ex tin mining is very worrying and threatening food security. The legal tin mining or illegal tin mining gradually accelerate destruction of land and surrounding environment if not strictly controlled, widely would threaten the sustainability of agricultural development in the area. Rehabilitation land on ex tin mining that managed by big companies (PT Timah, PT. Koba Tin) initially has well done , but in the present most of land has been destroyed and illegally mined again by local communities for economic reasons, , as well as the lack of oversight and rigor of law. The changing paradigm on rehabilitation degraded land is using formerly tin mining land to develop productive agriculture. The creating of new paddy field and its management on formerly tin mining in Central Bangka and Belitung can be an example as model of technological innovation restoration of formerly tin mining land for sustainable agriculture. Keyword:Technology, land restoration, ex tin mining land, agriculture
369
Djadja Subardja et al.
PENDAHULUAN Lahan-lahan terlantar dan terdegradasi berat bekas tambang timah di Kepulauan Bangka Belitung cukup luas. Menurut Pemerintah Daerah Kepulauan Bangka Belitung (2010) luas total kuasa penambangan timah di Pulau Bangka mencapai 374 ribu ha atau 35% dari total luasan daratan Pulau Bangka yang sebagian besar dimiliki oleh PT Timah dan PT Kobatin, sisanya merupakan milik perusahaan swasta dan rakyat. Lahan-lahan bekas tambang timah juga terdapat di P. Belitung dan pulau-pulau kecil lainnya. Menurut Ai Dariah et al. (2010), luas areal penambangan yang telah diberi izin eksploitasi secara nasional sampai tahun 2009 mencapai 2,2 juta ha. Lahan-lahan bekas tambang tersebut sebagian besar belum atau tidak direklamasi dan dibiarkan terlantar, atau pernah direklamasi namun ditambang kembali secara ilegal oleh masyarakat setempat. Kegiatan reklamasi dan revegetasi mampu memulihkan dan merubah lahan-lahan tersebut menjadi lahan pertanian produktif melalui perbaikan kualitas lahan. Aktivitas penambangan timah menyebabkan hilangnya biodiversiti flora dan fauna alami, terhentinya kegiatan mikrobiologi tanah dan menurunnya kualitas dan produktivitas tanah (Adewole dan Adesina, 2011). Akibat lain yang ditinggalkan pasca kegiatan penambangan adalah terjadinya perubahan drastis pada sifat fisik dan kimia tanah. Tailing timah bersifat sangat porous, tekstur kasar (pasir) dengan kapasitas memegang air rendah serta kapasitas tukar kation tergolong sangat rendah (Sujitno, 2007). Dalam rangka pemulihan lahan bekas tambang timah tersebut, Badan Litbang Pertanian telah melakukan penelitian dan pengembangan teknologi pencetakan lahan sawah pada lahan bekas tambang timah di Kabupaten Bangka Tengah dan Belitung, Kepulauan Bangka Belitung. Menurut Subardja et al. (2010) teknologi pencetakan sawah spesifik lokasi harus disesuaikan dengan kondisi lapang, sebagai contoh kasus di Perlang, Bangka Tengah, lahan sawah dirancang berteras-teras dengan ukuran petak sawah bervariasi mengikuti kelerengan lahan. Tingkat kesuburan tanah bekas tambang umumnya sangat rendah, ditunjukkan oleh pH tanah sangat masam sampai masam, kadar C-organik, hara N, P, K, KTK dan kejenuhan basa sangat rendah. Kadar besi bekas dan kejenuhan Al cukup tinggi yang berpotensi meracuni tanaman. Oleh karena itu pada pencetakan lahan sawah diperlukan input tinggi untuk memulihkan dan memperbaiki kualitas lahan menjadi lahan-lahan pertanian produktif. Tujuan penelitian adalah untuk mempelajari karakteristik lahan dan menetapkan teknologi pemulihan lahan bekas tambang timah menjadi lahan pertanian produktif dan berkelanjutan di Bangka Belitung.
370
Teknologi Pemulihan Lahan Bekas Tambang Timah
METODOLOGI PENELITIAN Bahan-bahan penelitian diperoleh dari hasil kegiatan survei identifikasi dan karakterisasi lahan pada areal-areal kuasa penambangan PT. Timah dan PT. Koba Tin di Bangka Belitung (Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian, 2009), penelitian dan pengembangan teknologi pencetakan sawah di lahan bekas tambang timah di Perlang, Bangka Tengah (Subardja et al. 2010) serta penelitian keragaan beberapa varietas padi dan pengelolaan lahan, hara dan air untuk tanaman padi dan jagung pada lahan sawah bekas tambang (Asmarhansyah et al. 2010). Beberapa profil tanah asli dan profil tanah bekas tambang dideskripsi, diambil contoh tanah dan dianalisis sifat fisik, kimia dan mineraloginya. Deskripsi profil tanah mengacu pada Guidelines for Soil Profile Description (FAO, 1990). Analisis tanah dilakukan di Laboratorium Balai Penelitian Tanah. Data dari kedua kondisi tanah dibandingkan dan dipelajari tentang kerusakan tanah akibat penambangan berdasarkan penurunan sifat-sifat tanahnya, terutama tekstur, bahan organik, status hara tanah, kemasaman tanah, KB dan KTK tanah. Upaya pemulihan lahan lebih didekati dari inovasi teknologi yang diterapkan kepada lahan bekas tambang (terdegradasi) tersebut agar kembali kepada kondisi aslinya, minimal sama atau lebih baik untuk peningkatan produktivitas lahan secara berkelanjutan. Inovasi teknologi pemulihan lahan diterapkan pada pencetakan sawah bekas tambang di Perlang, Bangka Tengah dan Cerucuk, Belitung. Keberhasilan teknologi pemulihan lahan dapat ditunjukkan oleh adanya perbaikan kualitas lahan dan produktivitas tanaman (Asmarhansyah et al. 2010).
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik iklim Kepulauan Bangka Belitung didominasi oleh tipe iklim basah dengan pola hujan ganda IIIC, tipe iklim ini memiliki curah hujan tahunan 2000-3000 mm, lamanya bulan kering (curah hujan <100 mm/bulan) <4 bulan, dan bulan basah (curah hujan >200 mm/bulan) selama 6-8 bulan. Di bagian utara-barat Pangkal Pinang, antara Tanjungalur-Belinyu, iklim lebih basah dengan pola hujan ganda (IVC), curah hujan tahunan 3000-4000 mm, bulan-bulan kering <3 bulan dan bulan basah 7-9 bulan. Di sebagian kecil wilayah bagian selatan Pulau Bangka, yaitu antara Koba-Air Gegas-Toboali, memiliki tipe iklim kering dengan pola hujan IIB dan curah hujan tahunan 1000-2000 mm (Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi, 2003). Suhu udara rata-rata berkisar antara 26-28oC, lama penyinaran matahari >5 jam/hari dan kelembaban udara >75%. Kondisi iklim seperti ini sangat mendukung pengembangan pertanian, baik untuk komoditas pangan maupun perkebunan (Subardja dan Subandiono, 2011).
371
Djadja Subardja et al.
Karakteristik Tanah Karakteristik tanah asli Tanah asli (bukan bekas tambang) yang dominan di Bangka Belitung terbentuk dari batuan volkan dan sedimen masam berumur tua (tersier) yang tersusun terutama atas batuan granit, batupasir dan batuliat pada dataran tektonik datar sampai bergelombang, menghasilkan tanah-tanah masam yang terlapuk lanjut. Menurut Taksonomi Tanah (Soil Survey Staff, 2010) tanah diklasifikasikan sebagai Hapludox dan atau Kandiudox. Soepraptohardjo (1961) mengklasifikasikannya sebagai Podsolik Merah Kuning. Beberapa karakteristik fisika, kimia dan mineral pasir dari Hapludox disajikan pada (Tabel 1 dan 2). Tanah umumnya memiliki kedalaman efektif dalam (solum tebal >100 cm), berwarna coklat kekuningan sampai merah kekuningan, struktur gumpal halus, gembur, tekstur lempung liat berpasir sampai liat berpasir, drainase baik, pori aerasi sedang sampai tinggi, permeabilitas cepat. Air mudah hilang meresap ke lapisan bawah sehingga tanah dan tanaman, terutama tanaman pangan mudah kekeringan bila tidak turun hujan dalam beberapa hari. Komposisi mineral pasir didominasi oleh kuarsa (>95%) yang resisten terhadap pelapukan dan sangat sedikit sekali atau tidak ada lagi mineral mudah lapuk sebagai sumber cadangan hara. Kesuburan tanah sangat rendah, reaksi tanah masam sampai sangat masam, kandungan bahan organik rendah sampai sedang, kadar hara (N, P, K) dan kation-kation basa Ca, Mg serta KTK dan KB sangat rendah. Sedangkan kejenuhan aluminium tergolong tinggi (>60%) yang dapat meracuni tanaman tertentu. Kondisi tanah tersebut mengindikasikan bahwa tingkat produktivitas tanah sangat ditentukan oleh input produksi (pupuk) yang akan diberikan, tanpa pemberian input maka produktivitas tanah dan produksi pertanian akan rendah. Perbaikan kesuburan tanah melalui pemupukan (organik dan anorganik) mutlak diperlukan untuk memperoleh produktivitas yang optimal. Tabel 1.
Sifat fisik dan komposisi mineral pasir Hapludox (Podsolik Merah Kuning) di Bangka Belitung
Profil
Kedalaman (cm)
BD (g.cc-1)
DS3/I DS3/II DS3/III
0-19 19-51 51-103
0,89 1,05 -
372
Pori aerasi (%) 30,41 16,64 -
Air tersedia (%) 15,14 9,33 -
Permeabilitas (cm.jam-1)
Kuarsa (%)
27,14 17,38 -
99 97 98
Teknologi Pemulihan Lahan Bekas Tambang Timah
Tabel 2. Profil DS3/I DS3/II DS3/III DS3/IV
Sifat kimia Hapludox (Podsolik Merah Kuning) di Bangka Belitung Kedalm (cm) 0-19 19-51 51-103 103-140
Liat (%) 30 32 40 38
pH 4,7 4,7 4,6 4,5
C (%) 2,79 0,69 0,35 0,25
N (%) 0,19 0,05 0,03 0,02
P-tot (mg) 7 2 2 3
K-tot (mg) 2 1 2 2
KTK KTKliat (cmol.kg-1) (cmol.kg-1) 6,34 21 2,81 9 1,78 4 1,81 5
KB (%) 17 16 19 24
K-Al (%) 64 54 58 53
KARAKTERISTIK TANAH BEKAS TAMBANG TIMAH Sifat fisik tanah Lahan bekas tambang timah mempunyai permukaan yang tidak teratur, berlubang-lubang besar dan seringkali diisi oleh air hujan atau air dalam tanah (kolong). Lahan bekas tambang timah, meski sudah direklamasi sering menyisakan berbagai kendala untuk pertanian. Hasil penelitian Tim Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat (1996) menunjukkan bahwa kerusakan lahan yang paling parah adalah berubahnya tekstur dan bahan organik tanah, sehingga tekstur tanah ditetapkan sebagai indikator penilai tingkat kerusakan lahan. Tanah dinyatakan rusak apabila tekstur berubah menjadi pasir (sand), yaitu tersusun dari fraksi pasir ≥ 80%, fraksi liat ≤ 10% dan kandungan bahan organik < 1%. Perubahan tekstur merupakan kerusakan yang bersifat permanen sehingga diperlukan rehabilitasi tanah. Untuk memperbaiki tekstur tidak cukup hanya dengan penambahan bahan organik, tetapi harus ditambahkan bahan tanah mineral berkadar liat > 30%. Tabel 3 menyajikan sifat fisik tanah calon lokasi sawah. Terlihat bahwa lokasi Perlang mempunyai tekstur kasar rata-rata mengandung > 75% fraksi pasir, 15% debu dan <5% liat sedangkan Cerucuk Belitung mempunyai tekstur lebih halus, yaitu >60% pasir, 21% debu dan <17% liat karena adanya penambahan liat dari luapan air sungai di dekat lokasi. Komposisi tekstur demikian masih belum ideal untuk lahan pertanian terutama sawah karena tanah porous yang mudah melalukan air serta sulit dibuat pematang. Permeabilitas tanah tergolong sangat cepat akibatnya air di permukaan mudah hilang meresap ke lapisan bawah. Laju permeabilitas mulai melambat pada kedalaman 20 cm dan sangat lambat pada kedalaman 40 cm. Agar air tergenang di permukaan diperlukan pengisian pori tanah oleh air sampai kedalaman 40 cm. Hal ini menyebabkan jumlah air irigasi yang diperlukan sangat banyak, sementara pematang sebagai batas petakan belum mampu menghambat jalannya air.
373
Djadja Subardja et al.
Tabel 3.
Berat isi tanah dan laju permeabilitas tanah di lokasi calon sawah
Kedalaman (cm)
Perlang Bangka Tengah Berat isi Permeabilitas
Cerucuk Belitung Berat isi Permeabilitas
(g.cc-1)
(g.cc-1)
(cm.jam-1)
(cm.jam-1)
0-10
1,49
20,28
0,91
18,02
10-40 40-70 >70
1,37 0,93
8,82 0,18
1,44 1,60 1,67
11,64 20,33 4,22
Sifat kimia dan kesuburan tanah Tanah di lokasi Cerucuk Belitung sudah ditambang cukup lama dan sebagian sudah direklamasi, namun sebagian sudah ditambang kembali dan belum diratakan. Di Cerucuk terdapat dua kolong yang besar dan letaknya berada di tengah sungai, kolong tersebut dapat digunakan sebagai cadangan air. pH air dalam kolong besar yang relatif baru <4,0, sedangkan di kolong yang sudah lama ditambang dan air sungai sekitar 5,0. Dengan demikian air kolong yang sudah lama dan air sungai dapat digunakan sebagai sumber pengairan lahan pertanian. Lahan bekas tambang sebagian telah ditumbuhi oleh akasia, melastoma dan tumbuhan perdu. Daun melastoma terlihat lebih panjang dari biasanya, hal ini mengindikasikan bahwa tanah mempunyai tingkat kesuburan yang rendah. Sebagian lahan tidak dapat ditumbuhi oleh tumbuhan, karena tanah di permukaan berupa bahan induk dan pasir sisa penambangan. Hasil analisis sifat kimia dan kesuburan tanah bekas tambang di Bangka Belitung disajikan pada (Tabel 4). Tabel 4. Kode UG 07 UG 11 UG 13 UG 16 UG 20 UG 24 KS 15
Hasil analisis sifat kimia tanah bekas tambang di Cerucuk Belitung Tekstur (pipet) Debu Liat .........%.......... 56 10 34 86 4 10 54 9 9 78 8 8 58 12 12 38 25 25 15 47 38
Pasir
pH (1:5) H2O KCl 4,6 4,6 4,5 4,6 4,6 4,5 4,3
4,1 4,3 4,2 4,2 4,1 4,0 3,9
Bahan organik C N C/N ......%...... 0,22 0,02 11 0,23 0,02 12 1,00 0,07 14 0,25 0,02 13 0,57 0,05 11 0,96 0,07 14 1,23 0,11 11
HCl 25% P2O5 K2O Mg.100 g-1 2 3 2 3 3 3 2 2 2 2 2 2 3 4
Bray 1 P2O5 ppm 2,5 3,2 5,4 2,5 3,1 3,5 8,2
Pada tabel tersebut terlihat, kemasaman tanah berkisar antara 4,5-4,6. Meski demikian, penggenangan dapat meningkatkan pH menjadi netralsekitar (pH 6,6). Tanah calon sawah mempunyai tingkat kesuburan sangat rendah dengan kadar P, K dan Corganik rendah, demikian juga kadar Ca, Mg, Cu dan Zn yang tergolong rendah.
374
Teknologi Pemulihan Lahan Bekas Tambang Timah
Karakteristik kimia tanah lahan bekas tambang timah Perlang, Bangka Tengah disajikan pada (Tabel 5). Berdasarkan tabel tersebut tekstur lahan bekas tambang timah didominasi oleh pasir dengan fraksi pasir mencapai 89%. Kandungan pasir yang tinggi tersebut mengakibatkan kemampuan tanah memegang air dan unsur hara sangat rendah. RendaHnya kemampuan memegang hara dapat dilihat dari KTK tanah yang rendah dan kandungan hara seperti N, P, K dan basa-basa dapat tukar rendah serta pH tanah masam. Nilai pH yang rendah tidak memadai untuk pertumbuhan vegetasi alami. Tabel 5. Rata-rata sifat fisik dan kimia tanah dari lahan bekas tambang timah di Perlang, Bangka Tengah No. 1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
Parameter pH H2O C-organik (%) N Total (%) P2O5 (mg.100 g-1) K2O (mg.100 g-1) Ca-dd (cmol(+).kg-1) Mg-dd (cmol(+).kg-1) K-dd (cmol(+).kg-1) Na-dd (cmol(+).kg-1) KTK (cmol(+).kg-1) Tekstur - Pasir (%) - Debu (%) - Liat (%)
Nilai rerata 4,5 0,23 0,02 2 3 0,19 0,05 0,06 0,07 1,77 89 9 2
Kriteria Masam Sangat Rendah Sangat Rendah Sangat Rendah Sangat Rendah Sangat Rendah Sangat Rendah Sangat rendah Sangat Rendah Sangat Rendah Pasir
Sumber : Subardja et al.(2009)
Rendahnya kandungan fraksi liat dan hara tanah pada lahan bekas tambang tersebut merupakan akibat hilangnya partikel liat dan unsur hara pada proses pencucian saat penambangan timah. Penurunan tingkat kesuburan tanah dapat terjadi akibat pencucian, erosi dan terangkut saat panen (Donova and Casey, 1998). Selain itu, rendahnya kandungan unsur hara juga disebabkan oleh rendahnya kandungan bahan organik (0,23%), sehingga kemampuan tanah memegang hara juga menjadi rendah. Kapasitas tukar kation (KTK) tanah yang rendah juga merupakan refleksi dari rendahnya kandungan liat pada lahan-lahan bekas tambang timah. Oleh karena itu, dalam upaya mendapatkan pertumbuhan tanaman yang baik, maka upaya pemulihan lahan bekas tambang timah harus mendapatkan input berupa tanah mineral berliat dan pupuk organik. Hadi dan Sudiharto (2004) menyatakan bahwa langkah awal yang dilakukan untuk meningkatkan kualitas dan kesehatan lahan bekas tambang timah adalah melalui peningkatan kadar bahan organik tanah.
375
Djadja Subardja et al.
PEMULIHAN LAHAN BEKAS TAMBANG TIMAH Tanah bekas tambang umumnya bertekstur pasir, kemampuan tanah memegang hara rendah dan mudah mengalami kekeringan. Penambahan bahan organik dapat meningkatkan kemampuan tanah memegang hara dan air serta kemampuan tanah mendukung pertumbuhan tanaman. Tanah topsoil sebagai urugan untuk pemulihan lahan bekas tambang memiliki sifat yang sama dengan tanah asli, terutama tekstur, pH, bahan organik, hara P dan K. Tanah calon timbunan harus memiliki kadar liat, hara P dan K lebih tinggi, namun kadar Al dan Fe lebih rendah. Pada Tabel 6 disajikan bahan tanah urugan yang diperoleh dari daerah sekitarnya. Tabel 6. Hasil analisis sifat kimia tanah bahan urugan Kode
Tekstur (pipet)
pH (1:5)
Pasir Debu Liat .........%..........
H2O
KCl
Bahan organik C N ......%......
C/N
HCl 25% K2O P2O5
Bray 1 P2O5 ppm
UG 07
56
10
34
4,6
4,1
0,22
0,02
11
Mg.100 g-1 3 2
UG 24
38
25
25
4,5
4,1
0,96
0,07
14
2
2
3,5
KS 15
15
47
38
4,6
4,2
1,23
0,11
11
3
4
8,2
2,5
Berdasarkan perangkat uji tanah kering (PUTK), jika bahan urugan digunakan untuk tanah sawah, maka dosis pupuk yang diperlukan adalah 200 kg Superphos, 100 kg KCl, 500 kg dolomit ha-1 dan pupuk kandang 5 t ha-1 setiap musim tanam. Pupuk Superphos dan dolomit diberikan sehari sebelum tanam dan bahan organik seminggu sebelum tanam. Pupuk KCl diberikan 3 kali, pertama bersamaan pemupukan urea pertama (<14 hari setelah tanam), selanjutnya 21 dan 35 hari setelah tanam, masing-masing dengan 1/3 dosis. Pupuk N diberikan menggunakan bantuan bagan warna daun (BWD). Pupuk N (urea) pertama diberikan 100 kg ha-1, pemberian selanjutnya dipantau menggunakan BWD mulai umur 21 hari setelah tanam.
REKLAMASI LAHAN Reklamasi lahan bekas penambangan timah oleh kuasa penambangan (KP) dilakukan sesuai dengan standar operasional, biasa lahan diratakan, pemberian bahan organik dan pupuk anorganik pada setiap lubang tanam, revegetasi/penanaman tanaman pohon dengan acasia, sengon, eucalyptus dan lain-lain. Kondisi seperti ini ternyata tidak dapat mengatasi kerusakan lahan yang terjadi, malah menambah dan memperluas kerusakan lahan dan lingkungan karena kurangnya pemeliharaan dan pengawasan terhadap lahan yang telah direklamasi. Tidak jarang lahan yang telah direklamasi dirusak dengan ditambang kembali oleh masyarakat secara ilegal. 376
Teknologi Pemulihan Lahan Bekas Tambang Timah
Berdasarkan hal tersebut perlu upaya penanggulangan dan pemulihan lahan bekas tambang secara lebih cepat, produktif dan berkelanjutan. Salah satunya dengan merubah lahan bekas tambang menjadi lahan pertanian yang produktif, yaitu pencetakan lahan sawah baru pada lahan bekas tambang timah sebagaimana telah dilakukan oleh Badan Litbang Pertanian di Perlang, Bangka Tengah.
PENCETAKAN DAN PENGELOLAAN LAHAN SAWAH BARU Pada tahun I (2009), lahan bekas tambang timah di Perlang dicetak menjadi lahan sawah dengan input yang diaplikasikan berupa tanah mineral 1.000 ton ha-1 dan pupuk organik 10 ton ha-1. Kegiatan yang dilakukan dalam proses pencetakan sawah adalah penyiapan lapisan kedap air, penambahan bahan tanah mineral dan bahan organik, pelumpuran dan perbaikan kondisi kimia tanah dan atau pencucian Fe dan Al (Subardja et al. 2010). Pada tahun II (2010) Musim Tanam I (MT I) dilakukan penanaman padi sawah varietas Banyuasin, IR-64, Inpara 1 dan Inpara 2 dengan input produksi 10 ton pupuk organik ha-1, 2,2 ton kapur ha-1, 300 kg Urea ha-1, 200 kg SP-36 ha-1 dan 350 kg KCl ha-1. Sedangkan pada MT II dilakukan penanaman padi sawah varietas Cibogo, Inpari 1 dan Inpari 2 dengan input produksi 7,5 ton pupuk organik ha-1, 2,5 ton kapur ha-1, 300 kg Urea ha-1, 200 kg SP-36 ha-1 dan 350 kg KCl ha-1. Ukuran petak yang digunakan untuk masingmasing varietas adalah 25 m x 50 m. Sifat fisik dan kimia tanah lahan bekas tambang timah di Desa Perlang, Kabupaten Bangka Tengah setelah ditanami padi Banyuasin, IR-64, Inpara 1 dan Inpara 2 pada MK I, serta Cibogo, Inpari 1 dan Inpari 2 pada MK II disajikan pada (Tabel 7). Berdasarkan Tabel 7, pemberian tanah mineral dan pupuk organik secara nyata memberikan pengaruh terhadap sifat fisik tanah (kandungan liat meningkat, tekstur tanah menjadi lebih halus) setelah dua kali penanaman padi. Terjadinya perbaikan tekstur tanah tersebut merupakan implikasi dari aplikasi tanah mineral dan pupuk organik. Menurut Tisdall dan Oades (1982) bahwa pemberian bahan organik sangat berperan sebagai pembenah tanah mengingat senyawa organik mampu mengikat partikel utama pada agregat tanah, sehingga terjadi peningkatan stabilitas agregat. Hasil penelitian Van Veen and Kuikman (1990) dan Giardina et al. (2001) menyatakan bahwa tekstur tanah terkait erat dengan beberapa karakteristik tanah lainnya. Tanah-tanah dengan tekstur lebih halus cenderung memiliki kapasitas memegang air yang lebih tinggi dan memberikan produktivitas tanaman lebih baik.
377
Djadja Subardja et al.
Tabel 7. Sifat fisik dan kimia tanah dari lahan bekas tambang timah Desa Perlang, Kecamatan Lubuk Besar, Bangka Tengah setelah dicetak sawah dan ditanami padi Banyuasin, IR-64, Inpara 1 dan Inpara 2 pada pertanaman I serta Cibogo, Inpari 1 dan Inpari 2. No.
Parameter
1. 2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9. 10. 11.
pH H2O C Organik (%) N Total (%) P2O5 (HCl25% mg.100 g-1) K2O (HCl 25% mg.100 g-1) Ca-dd (cmol(+).kg-1) Mg-dd (cmol(+).kg-1) K-dd (cmol(+).kg-1) Na-dd (cmol(+).kg-1) KTK (cmol(+).kg-1) Tekstur -Pasir (%) -Debu (%) -Liat (%)
Banyuasin IR-64 Cibogo Nilai Nilai 6,6 6,4 0,62 0,72 0,05 0,05 11 12 10 10 2,21 2,19 1,39 1,29 0,19 0,19 0,10 0,05 3,24 2,85 58 9 33
65 8 27
Inpara 1 Inpari 1 Nilai 6,0 0,91 0,08 15 6 2,43 1,19 0,11 0,04 3,06
Inpara 2 Inpari 2 Nilai 7,1 0,61 0,05 21 6 2,70 1,63 0,10 0,09 4,27
63 9 28
59 8 33
Pemberian tanah mineral, pupuk organik dan anorganik, serta kapur (dolomit) secara nyata juga memberikan pengaruh terhadap sifat kimia tanah, yaitu pH tanah, kandungan N, P2O5, K2O, basa-basa dapat tukar (Ca, Mg, K, Na) dan KTK tanah. Perbaikan kualitas lahan tersebut dapat dimengerti mengingat input yang diberikan berupa tanah mineral, pupuk organik dan anorganik, serta kapur mampu memperbaiki kualitas tanah. Menurut Benfeldt et al. (2001), aplikasi bahan organik akan sangat berperan dalam peningkatan KTK, peningkatan kapasitas memegang air dan mensuplai unsur hara. Terkait dengan rendahnya pH tanah dan kandungan unsur hara makro dan mikro pada lahan bekas tambang timah, maka pemberian kapur (dolomit) untuk menetralkan pH tanah dan meningkatkan ketersediaan unsur hara dalam tanah menjadi penting dilakukan. Peningkatan kandungan C-organik tanah dapat dilakukan melalui pemberian bahan organik. Menurut Stevenson (1994), bahan organik berperan sebagai penyedia unsur hara, sumber makanan dan energi bagi mikroorganisme tanah dan mampu untuk mempertahankan kelembaban tanah. Selain peranan pupuk organik, peranan pupuk anorganik juga cukup penting terhadap perbaikan sifat kimia tanah. Pupuk anorganik dapat menyediakan hara secara cepat untuk tanaman. Kombinasi nutrisi asal pupuk organik dan pupuk anorganik memberikan sinergi dan memperbaiki pelepasan dan penyerapan hara oleh tanaman dan meningkatkan hasil (Mugendi et al. 1999). Hal yang sama disampaikan oleh Antill et al. (2001) bahwa pemberian pupuk organik berupa kotoran ternak akan mensuplai hara esensial bagi tanaman, baik secara langsung maupun tidak langsung melalui penurunan keracunan Al atau melalui produksi asam organik dan mengikat Al dan akhirnya akan meningkatkan ketersediaan hara. 378
Teknologi Pemulihan Lahan Bekas Tambang Timah
Hasil penelitian sebelumnya juga menyebutkan bahwa bahan organik sangat berperan penting di dalam perbaikan kualitas lahan (sifat fisik dan kimia tanah). Inonu et al. (2010) melaporkan bahwa pemberian amelioran bahan organik berpengaruh nyata terhadap sifat kimia “sand tailing” pasca penambangan timah pada peubah K-dd, Ca-dd, Mg-dd dan kapasitas tukar kation. Hal ini juga didukung oleh penelitian Bakayoko et al. (2009) yang menyebutkan bahwa amelioran pupuk organik asal kotoran ternak secara nyata meningkatkan kandungan C, N dan KTK tanah. Menurut Stevenson (1994) bahwa penggunaan bahan organik mampu memperbaiki kualitas lahan yaitu meningktakan pH tanah, mampu meningkatkan kapasitas tukar kation dan sebagai pemasok unsur hara bagi tanaman. Produksi Padi Varietas Banyuasin, IR-64, Inpara 1 dan Inpara 2 pada MT I dan Cibogo, Inpari 1, dan Inpari 2 pada MT II di lahan sawah bekas tambang timah Bangka Tengah disajikan pada (Tabel 8). Tabel 8. Produksi padi varietas Banyuasin, IR-64, Inpara 1 dan Inpara 2 pada MT I serta Cibogo, Inpari 1 dan Inpari 2 pada MT II di lahan sawah bekas tambang timah Bangka Tengah No. Varietas Produksi (t ha-1) Ditanam pada MT I (April-Juli 2010) (Asmarhansyah et al. 2011a) 1. Banyuasin 3,71 2. IR-64 3,13 3. Inpara 1 2,47 4. Inpara 2 2,48 Ditanam pada MT II (Nopember 2010-Februari 2011) (Asmarhansyah et al. (2011b) 1. Cibogo 3,54 2. Inpari 1 3,62 3. Inpari 2 3,87
Pengaruh pemberian tanah mineral, kapur, pupuk organik dan pupuk anorganik terhadap produksi padi selama dua kali musim tanam perdana sudah menunjukkan hasil padi yang cukup menggembirakan walaupun belum mencapai produksi optimal bila dibandingkan dengan potensi genetik produksi yang dimiliki oleh masing-masing varietas padi tersebut. Namun tampak jelas dari aspek kualitas tanahnya telah ada perbaikan yang tercermin dari peningkatan pH tanah, kandungan bahan organik, unsur hara N, P, K, basabasa dapat tukar dan KTK tanah. Produksi padi yang belum mencapai optimal bisa terjadi karena pemberian input yang belum optimal atau faktor luar lainnya. Hasil penelitian Kasno et al. (2009) bahwa aplikasi 10 t.ha-1 pupuk kandang belum dapat meningkatkan produksi padi sawah, tetapi neraca unsur hara P dan K menjadi positif.
379
Djadja Subardja et al.
Masih rendahnya produksi padi tersebut juga dapat disebabkan oleh beberapa hal, antara lain pada fase pertumbuhan vegetatif, tanaman padi perdana mendapatkan keracunan Fe. Asmarhansyah et al. (2010) melaporkan bahwa pada persemaian beberapa varietas tanaman padi di lahan sawah bekas tambang timah pada pertumbuhan persemaian padi saat berumur 20 hari setelah tanam menunjukkan warna daun kuning kecoklatan dan warna perakaran coklat kemerahan yang merupakan gejala keracunan Fe.
KESIMPULAN DAN SARAN 1.
Lahan terdegradasi bekas tambang timah di Bangka Belitung cukup mengkhawatirkan perluasannya dan dapat mengancam ketahanan pangan. Pencegahan dan pemulihan lahan bekas tambang perlu diupayakan secara serius dan terkoordinasi baik antar instansi terkait di Pusat dan Daerah. Pemulihan lahan bekas tambang lebih kepada upaya fisik perbaikan lahan melalui pemberian input yang dapat mengembalikan tanah kepada kondisi semula.
2.
Rehabilitasi dan reklamasi lahan bekas tambang timah dengan tanaman kehutanan antara lain Acasia, tidak memberikan manfaat langsung kepada masyarakat sekitarnya sehingga banyak lahan yang telah direklamasi di rusak dan ditambang kembali sehingga menimbulkan kerusakan lahan dan lingkungan yang sulit dikendalikan.
3.
Pencetakan lahan sawah baru pada lahan bekas tambang di Perlang, Bangka Tengah merupakan suatu percontohan yang memberikan manfaat nyata bagi masyarakat sekitar serta sebagai upaya pengendalian dan pemulihan lahan terdegradasi.
4.
Pemberian tanah mineral, pupuk organik, kapur dan pupuk anorganik pada lahan bekas tambang timah, mampu memperbaiki sifat fisik (tekstur) dan sifat kimia tanah (pH, kandungan C-organik, N, P, K, basa-basa dapat tukar dan KTK) serta mampu memberikan hasil panen padi perdana mencapai 3,71 t.ha-1 GKP (Banyuasin) pada MT I dan 3,87 t.ha-1 GKP (Inpari 2) pada MT II.
5.
Untuk mendapatkan pengaruh jangka panjang penggunaan tanah mineral dan pupuk organik terhadap sifat fisika dan kimia tanah, hasil padi optimum dan kandungan logam berat pada gabah, maka disarankan untuk melakukan penelitian lanjutan dengan menggunakan perlakuan input pupuk organik dan pupuk anorganik dengan berbagai tingkat dosis pada varietas harapan pengembangan (IR-64, Banyuasin, Cibogo, Inpari 1 dan Inpari 2).
380
Teknologi Pemulihan Lahan Bekas Tambang Timah
DAFTAR PUSTAKA Adewole, M.B., and M.A. Adesina, 2011. Impact of marble mining on soil properties in a part of Guinea Savanna zone of Southerwestern Nigeria. Ethiopian Journal Environ. Studies Manage. 4:1-8. Ai Dariah, A. Abdurachman dan D. Subardja. 2010. Reklamasi lahan eks-penambangan untuk perluasan areal pertanian. Jurnal Sumberdaya Lahan, Vol. 4 No.1. Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian, Bogor. Antill, R.S., R.D. Lovel, D.J. Hatec, and S.C. Jarvis. 2001. Mineralization of nutrient in permanent pastures amended with fertilizer or dung. Biol. Fertile Soils, 33:132138. Asmarhansyah, Issukindarsyah dan Atekan. 2010. Keragaan Pertumbuhan Beberapa Varietas Padi Pada Persemaian di Sawah Lahan Bekas Galian Timah Desa Perlang, Bangka Tengah, Kepulauan Bangka Belitung. Prosiding Seminar Nasional Inovasi Teknologi Pertanian Spesifik Lokasi Mendukung Kemandirian Pangan. Balai Pengkajian Teknologi Pertanian Papua. Jayapura. Asmarhansyah, M.D. Pertiwi, Issukindarsyah, D. Rusmawan, Muzammil. 2011a. Keragaan beberapa varietas padi di lahan sawah bekas tambang timah, Kepulauan Bangka Belitung. Prossiding Seminar Nasional Strategi Reduksi dan Adaptasi Perubahan Iklim di Bidang Pertanian. Universitas Muhammadiyah Yogyakarta. Asmarhansyah, D. Subardja, D. Rusmawan dan Muzammil. 2011b. Pengelolaan lahan, hara dan air untuk tanaman padi dan jagung di lahan eks tambang timah. Laporan Akhir Pengkajian BPTP Kepulauan Bangka Belitung. Bakayoko, S., D. Soro, C. Nindjin, D. Dao, A. Tschannen, O. Girardin and A. Assa. 2009. Effects of cattle and poultry manures on organic matter content and adsorption complex of a sandy soil under cassava cultivation (Manihot esculenta Crantz.), African Journal of Environmental Science and Technology Vol. 3 (8), pp. 190-197, August, 2009. Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian, 2009. Karakterisasi dan Evaluasi Potensi Lahan Pada Calon-Calon Lokasi Tambang Timah di Bangka Belitung. Laporan Penelitian (Tidak dipublikasikan). Dok. BBSDLP, Bogor. Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi. 2003. Atlas Sumberdaya Iklim Pertanian Indonesia Skala 1:1.000.000. Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Badan Litbang Pertanian, Depertemen Pertanian. Bendfeldt, ES, Burger, J A dan Daniels, WL. 2001. Quality of Amenden Mine Soil After Sixteen Years. Soil sci. Sco. Am : J65. Donova, G. And C. Casey. 1998. Soil fertility management in Sub-Sahara Africa. 2002, Phosphorus and nitrogen based manure and compost application. Agron J., 94:128135. FAO. 1990. Guidelines for Soil Profile Description. FAO Soil Bulletin No. 6, Rome Italy. Giardina CP, Ryan MG, Hubbard RM, Binkley D, 2001. Tree species and soil textural controls on carbon and nitrogen mineralization rates. Soil Sci Soc Am J 65:1272– 1279.
381
Djadja Subardja et al.
Hadi, H. Dan Sudiharto.2004. Pengembangan perkebunan karet di daerah sekitar tambang batubara: Kasus di Kabupaten Tabalong, kalimantan Selatan. Warta Perkaretan 23(3):28-36. Inonu, I., D.Budianta, M. U. Harun, Yakup dan A.Y.A. Wiralaga. 2010. Penggunaan Bahan Organik Lokal Untuk Memperbaiki Sifat Fisik Dan Kimia Tailing Pasir Pascatambang Timah Di Pulau Bangka. Makalah disampaikan pada Seminar Nasional Masyarakat Konservasi Tanah dan Air Indonesia di Jambi tanggal 24-25 November 2010. Kasno, A., Nurjaya dan D.A. Suriadikarta. 2009. Neraca hara N, P, K pada pengelolaan hara terpadu lahan sawah bermineral liat campuran dan 1:1. Dalam: Prosiding Semiloka Nasional Inovasi Sumberdaya Lahan, Bogor 24-25 November 2009. Hal. 205-219. Mugendi, D.N., P.K.R. Nair, J.N. Mugwe, M.K. O’Neill, and P.L. Woomer. 1999. Calliandra and Leucaena alley cropped with maize. Part 1 Soil fertility change and maize roduction in the sub-humid highlands of Kenya. Agrof. Sustems. 46: 39-50. Pemerintah Daerah Kepulauan Bangka Belitung. 2010. Profil bidang pertambangan di Propinsi Kepulauan Bangka Belitung. www.babelprop.go.id Dikunjungi pada 16 Juni 2012. Soepraptohardjo,M. 1961. Sistem Klasifikasi Tanah di Balai Penyelidikan Tanah. Kongres Nasional Ilmu Tanah I. Bogor. Soil Survey Staff, 2010. Keys to Soil Taxonomy. 11 th Edition. NRCS-USDA. Washington, D.C. Stevenson F.J. 1994. Humus Chemistry: Genesis, Composition, Reaction. (John Wiley & Sons. New York). Subardja, D., A. Kasno, Sutono dan H. Sosiawan. 2010. Laporan Penelitian pengembangan teknologi pencetakan dan pengelolaan sawah pada lahan bekas tambang timah di Bangka Tengah dan Belitung. Dok. BBSDLP, Bogor. Subardja, D. dan RE Subandiono. 2011. Karakteristik tanah pada pada lahan potensial tersedia di Sumatera dan arahan penggunaannya untuk pertanian. Prosiding Seminar Nasional Sumberdaya Lahan Pertanian. Buku I. Balai Besar Litbang Sumberdaya lahan Pertanian. Bogor. Sujitno, S. 2007. Sejarah Timah di Pulau Bangka. PT Tambang Timah Tbk. Pangkalpinang. Tim Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat. 1996. Studi Upaya Rehabilitasi Lingkungan Penambangan Timah. Laporan Akhir Penelitian, 66 hal. Kerjasama antara Proyek Pengembangan Penataan Lingkungan Hidup dengan Pusat Penelitian Tanah dan Agroklimat, Bogor. Tisdall, J.M. dan J.M. Oades. 1982. Organic matter and water stable aggregates in soils. J. Soil Sci. 33:41-63. Van Veen JA and Kuikman PJ, 1990. Soil structural aspects of decomposition of organic matter by micro-organisms. Biogeochemistry 13:213-233.
382