11.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Reklamasi Lahan
Menurut Dirjen RRL Departemen Kehutanan, Dirjen Umum Deptamben dan Kantor Menteri Negara dan Lingkungan Hidup (1993), reklamasi adalah usaha memperbaiki (memulihkan kembali) lahan yang rusak sebagai akibat kegiatan usaha pertambangan, agar dapat berfungsi secara optimal sesuai dengan kemampuannya. Kegiatan reklamasi tersebut meliputi dua tahap, yaitu :
+
PemuIihan lahan bekas tambang untuk memperbaiki lahan yang terganggu ekologinya
+
Mempersiapkan lahan bekas tambaxig yang sudah diperbaiki ekologinya untuk pemanfaatan selanjutnya Sasaran akhir dari reklamasi adalah untuk memperbaiki lahan bekas
tambang agar kondisinya aman, stabil dan tidak mudah tererosi sehingga dapat dimanfaatkan kembali Menurut Parotta (1 993), tujuan dari rehabilitasi ekosistem hutan yaitu untuk menyediakan, mempercepat dan melangsungkan proses suksesi alami selain untuk menambah produktifitas biologis, mengurangi laju erosi tanah, menambah kesuburan tanah, dan menambah kontrol biotik terhadap aliran biogeokimia dalam ekosistem yang ditutupi tanarnan. 2.2. Revegetasi
Menurut Setiadi (1991), penglujauan adalah berbagai usaha manusia untuk memulihkan lahan kritis di luar kawasan hutan dengan maksud agar lahan
tersebut dapat kembali berfungsi secara optimal. Di lain pihak, Setiawan (1993) mendetinisikan penghijauan sebagai suatu usaha yang meliputi kegiatankegiatan penanaman tanaman keras, rerumputan, serta pembuatan teras dan bangunan pencegah erosi lainnya di areal yang tidak termasuk areal hutan negara atau di areal lain yang berdasarkan rencana tata guna tanah tidak diperuntukkan sebagai hutan. Lamb (1994) menyatakan bahwa revegetasi merupakan salah satu teknik vegetasi dalam upaya reklamasi lahan-lahan bekas tambang yang bertujuan: (a) memperbaiki lahan-lahan labil dan mengurangi erosi permukaan; (b) dalam jangka panjang memperbaiki iklim mikro dan meningkatkan kondisi lahan ke arah y'ulg lebih produktif. Lovejoy (1988) dan Lugo (1988) dalan~Parotta (1993) menyatakan bahwa penghijauan dengan spesies-spesies pohon dan tumbuhan bawah yang terpilih dapat memberikan peranan penting dalam merehabilitasi hutan tropika. Telah banyak penelitian menunjukkan bahwa penghijauan dengan jenis-jenis lokal dan eksotrk yang telah beradaptasi dengan kondisi tempat tumbuh terdegradasi dapat memulihkan kondisi tanah tersebut dengan cara menstabilkan tanah, penambahan bahan tanah melalui penambahan produksi serasah di lantai hutan. Menurut Montagnini (1 999, serasah yang dihasilkan oleh tanarnan revegetasi dapat b h e r a n sebagai mulsa untuk memperbaiki keseimbangan siklus nutrisi dalam lahan revegetasi. Tanaman revegetasi dapat menyediakan mikrohabitat bagi tumbuhan dan hewan lain, memberikan perlindungan dan proteksi terhadap kondisi ekstrim
6
dari luar (fluktuasi suhu dan kelembaban udara) serta menyediakan iklim mikro yang nyaman.
Dapat dipastikan bahwa p e n m a n kualitas mikroklimat
merupakan alasan utama mengapa spesies pohon dan semak beregenerasi secara lambat (Pameroy dan Sevice, 1992). Knowles dan Parotta (1995) menyatakan bahwa revegetasi dapat mengkatalisasi proses suksesi pada lahan yang telah mengalami degradasi kualitas tempat tunlbuh. Lingkungan yang nyaman di bawah tegakan revegetasi dapat memacu pertumbuhan vegetasi lokal masuk ke dalamnya. 2.3. Jenis Tanaman Lokal
Kerusakan dan degradasi lahan hutan yang diakibatkan oleh kegiatan penebangan hutan, penambangan. pertanian dan perumahan menyebabkan terjadinya erosi, degradasi daerah tangkapan air, kehilangan biodiversity ( Kuarak et al., 2000), berpengaruh negatif terhadap pertumbuhan vegetasi,
iklim mikro, dan kerusakan ekologi (Bruce et al., 1995; Fisher 1995; Lugo 1997; Parotta et al., 1997).
Untuk menurunkan ancaman dan gangguan
terhadap lingkungan, salah satu usahanya adalah dengan revegetasi. Jenis-jenis tanaman yang dipercaya dapat survive pada lokasi bekas penambangan minyak adalah jenis-jenis lokal dibandingkan dengan jenis eksotik. Hal ini disebabkan karena jenis-jenis tanaman lokal lebih adaptif terhadap lingkungan dan iklim mikro setempat. Di samping itu (khususnya daerah pertambangan dan area tererosi) jenis tanaman lokal lebih kuat berkompetisi akibat invasi grasses
( Parotta, 2000), kecepatan perturnbuhannya relatif cepat, planting stock-nya
melimpah dan mudah dipropagasi. Beberapa jenis tanaman lokal yang direkomendasikan untuk program restorasi lahan bekas tarnbang minyak PT. Caltex Pacific Indonesia adalah Macaranga hypoleuca, Vitex pubescens., Ficus microcarpa , Trema orientalis, dan Mallotus sp ( Hatfindo, 2002) Macaranga hypoleuca Pohon yang berfamili Euphorbiaceae ini mempunyai tinggi 30-40 m dan besar batangnya 50-70 cm, sering hidup di Sumatra yang merupakan hutanhutan sekunder di dataran rendah (Heyne, 1987). Macaranga terdiri dari 250 jenis dan merupakan jenis pionir dengan daur hidup 15 - 20 tahun. Jenis ini sering ditemukan berkelompok dan rnembentuk tegakan murni dan sedikit ditemukan di hutan primer. Dilaporkan jenis ini hidup di hutan rawa ( M. recurvata ) dan hutan swamp-peat sekunder ( M. pruinosa). Macaranga dapat dipropagasi dengan benih. Untuk M tanarius 54500 benih keringkg. Jenis ini berkecambah 50% dalam 24 -72 hari, sedangkan jenis M. triloba berkecambah 80% dalarn 19
-
37 hari. Jenis M tanarius
dipercaya sebagai naungan untuk meningkatkan regenerasi alami di lahan kritis. Hanya sedikit jenis Macaranga yang mempunyai diameter 50 cm, misalnya M hypoleuca ( Prosea, 1995).
Vitexpubescens Sering dikenal dengan nama Laban (Sumbar), Heyas (Sunda dan termasuk dalam famili Verbenaceae, dimana pohon tinggi hingga 25 m, tumbuh pda tanah gersang. Pohon ini tersebar di seluruh Asia tropis, tidak pernah turnbuh berkelompok, kecuali pada banyak hutan jati.
Batang umurnnya bengkok,
bercabang tidak teratur sehingga tidak pernah menghasilkan kayu dalam ukuran panjang ( Heyne, 1987). Vitex sering ditemukan di hutan dataran rendah dan hutan deciduous yang mempunyai ketinggian tempat, 2000 m. V: pinnata ditemukan di hutan primer dan termasuk jenis pionir yang mampu hidup di padang alang-alang dan rumput bekas terbakar ( di Kalimantan). Vitex muda tumbuh dengan kecepatan sedang. Vitex altissima di Burma mempunyai peningkatan diameter tahunan rata-rata 0,6 cm, sedangkan jenis V: glabrata sebesar 0,8 cm. Jenis ini akan meningkat perturnbuhannya setelah 3 4 bulan sejak ditanam dan termasuk jenis tahan api (Prosea, 1995) Ficus microcarpa Heyne
1987, tumbuhan ini termasuk dalam famili Moraceae dan
merupakan raksasa rimba, tingginya sampai 40 meter-an. (Van Steenis 1975), daun penumpu tunggal, bentuk lanset tersebar bertangkai cukup panjang, tepi rata, dari atas hijau tua dan mengkilat, dari bawah lebih muda dan buram. Buah Ficus kerapkali duduk berpasangan, kuning kehijauan, 1-1.5 cm panjangnya. Ficus ditemukan di hutan hujan dataran rendah dengan ketinggian tempat
1500 m. Beberapa jenis lainnya ditemukan pada ketinggian 1500 - 2750 m atau jarang di atas 3200 rn. Beberapa jenis Ficus bersifat epifit atau pencekik
Trerna orientalis Tumbuhan ini termasuk daiarn famili Ulrnaceae dan merupakan jenis pohon pionir yang tumbuh dengan cepat dan dapat berkembang dengan baik pada tanah terbuka serta kondisi mikroklimat dan tanah yang ekstrim ( VazquesYanes, 1998). Perrnukaan dam bagian atas kasar, berdaun kecil. Tingginya sarnpai 40 m. Di daerah dataran rendah dan di daerah pegunungan rendah mempunyai tinggi 10-18 m, batang tegak dan bundar; mahkota d a m tinggi dan tidak lebat. Tumbuhan ini tersebar di seluruh nusantara. Vasquez-Yanes (1998) menyatakan bahwa jenis cepat tumbuh dan selalu hijau ini adalah hasil dari beberapa faktor : (I) pucuk-pucuk daun berkembang secara kontinyu membentuk heliophyle baru, (2) daun-dam yang tanggal akan segera digantikan, sehingga akhirnya jenis ini menghasilkan serasah dengan melimpah. Prosea (1995) menyatakan bahwa T. orientalis ditemukan di dataran rendah .
tropika basah, khususnya di Malesia barat dengan ketinggian 2000 m. Curah hujan tahunan 1000 - 2000 rnm dan rata-rata suhu tahunan 20' C - 27' C. Jenis ini toleran terhadap kebasaan dan salinitas, tet6i tidak tahan terhadap
waterlogging. Dikatakan juga bahwa jenis ini tidak tahan terhadap api. Mallotus sp. Pohon yang tingginya hingga 30m ini terkenal dari Sumatera dan Jawa (Heyne, 1987). Jenis pohon ini termasuk jenis pionir dan cepat tumbuh.
-
Pertumbuhan ke atas (tinggi) dan ke samping (diameter) seimbang. Dapat tumbuh pada areal yang kurus hara. Daunnya lebar dan banyak. Kulit batang bagian dalam kadang-kadang dipakai sebagai bahan pengikat.
Daunnya
mengandung zat penyamak dan sedikit alkaloida. Mallotus adalah jenis intoleran dan termasuk pionir yang hidup di hutan hujan evergreen primer, tetapi sebagian di hutan sekunder dan beberapa diantaranya hidup di lahan terbuka, misalnya di savana. Ketinggian tempat di atas 2000 m (Prosea, 1995). 2.4. Asam Humat
Asam humat diyakini berasal dari dekomposisi lignin atau karbohidrat tanaman yang membusuk. Sehingga asam hurnat biasanya kaya akan karbaon (41% - 57%). Namun bahan ini juga dapat mengandung nitrogen dan bahan organik (Tan, 1991; Robinson, 1995). Asam humat adalah molekul berantai panjang dimana molekulnya benvarna gelap dan larut dalam larutan alkalin. Istilah asam humat berasal dari Berzelius pada tahun 1830, yang menggolongkan fiaksi humat tanah dalam : (1) Humic acid yaitu Sraksi yang larut dalam basa, tidak larut dalam asam dan alkohol, (2) Asarn krenik dan apokrenik /asam fblvat (larut dalam air) dan (3) Humin (bagian yang tidak larut). Asam humat mempunyai peranan yang penting dalam menyokong kehidupan mikroorganisme di dalam tanah. Asam humat ini berguna untuk
meningkatkan kapqitas penyimpanan air, aerasi tanah, persentase total nitrogen dalam tanah ,menstimulasi perturnbuhan akar dan meningkatkan respirasi akar. Berdasarkan penelitian yang dilakukan Riniarti (2002) dinyatakan bahwa pemberian asam humat pada beberapa semai Dipterocarpaceae sebanyak 2000 ppm pada semai berumur 1 minggu dapat meningkatkan pertumbuhannya. Selanjutnya Chen dan Aviad (1990) dalam Goenadi (1999), menyatakan bahwa asam hurnat berperan dalam aktifitas enzim, walaupun mekanismenya masaih belum diketahui secara pasti. Sladky ( anonim, 1998) menambahkan bahwa asam humat dapat menyebabkan peningkatan dan kerapatan khlorofil, sehingga akan meningkatkan laju fotosintesis, yang selanjutnya akan meningkatkan pertumbuhan tanaman. 2.5. Pemupukan
Pemupukan bertujuan mengubah persediaan unsur hara yang dibutuhkan oleh tanaman untuk meningkatkan produksi dan mutu hasil yang diperoleh (Syarief, 1985), juga untuk memperbaiki kesuburan tanah dengan memberikan zat-zat kepada tanah sehingga dapat menyediakan bahan makanan bagi tanaman. Elliott et all ( 2000) menyatakan bahwa pemberian pupuk NPK yang terbaik adalah dengan dosis 50 - lOOg yang diaplikasikan pada saat penanaman dan setelah penanaman selama dalam 1 musim penghujan dapat meningkatkan pertumbuhan ke-6 jenis pohon lokal yang ditanam pada lahan hutan terdegradasi di Thailand.
Dalam penelitian ini menggunakan pupuk dasar NPK untuk menambah kebutuhan akan uns1.r. N (nitrogen), P (fosfor) dan K (kalium). Fungsi utarna dari unsur N adalah untuk merangsang pertumblrhan tanaman secara keseluruhan dan pembentukan hijau daun yang berperan dalam proses fotosintesisi. Unsur P berperan penting dalam memacu pertumbuhan akar dan pembentukan sistem perakaran, membantu percepatan asimilasi dan respirasi sekaligus mempercepat pembungaan dan pemasakan buah atau bi-ji. Sedangkan unsur K berperan penting dalam mengatur metabolisme karbohidrat, nitrogen dan sintesa protein, mempercepat jaringan merismatik, mengaktitkan beberapa enzim, dan menambah resistensi tanaman (Setyamidjaya, 1986). 2.6. Jarak Tanam
Pengaturan jarak tanam merupakan salah satu faktor yang rnempengaruhi pertumbuhan tanaman. Jarak tanam berhubungan dengan persaingan dalam kebutuhan cahaya, unsur hara dan ruang tumbuh. Jarak tanam yang optimum akan menghasilkan tegakan yang baik dalam bentuk, ukuran dan kualitas pohon. Menurut Nurjanah N (1990) dikatakan bahwa penanaman pada jar& tanam 3m x 3m dapat meningkatkan pertumbuhan diamater semai Casuarina
equisetifolia terbesar ( 2 1,37 cm) dibandingkan pada jarak tanam lainnya, yaitu l m x 3mdan2mx 3m.