PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7 Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 – 31 Oktober 2014
M1P-01
STRATEGI PENANGANAN ABRASI LAHAN BEKAS TAMBANG DAERAH PANTAI MUDONG, KABUPATEN BELITUNG TIMUR, PROVINSI KEP. BANGKA BELITUNG Mohamad Sakur1*, Kamil Ismail1, Wahyu Wilopo2 1
Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, Jl. Grafika No.2, Bulaksumur, Sleman, D.I.Yogyakarta, 55281, *Email:
[email protected] 2 Staff Pengajar Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik , Universitas Gadjah Mada, Jl. Grafika No. 2, Bulaksumur, Yogyakarta 55281 Diterima 9 September 2014
Abstrak Pantai Mudong merupakan salah satu pantai di daerah Manggar, Kabupaten Belitung Timur yang dahulunya menjadi lahan bekas tambang timah. Tingkat abrasi di pantai ini sangat cepat sekitar 0,5-2 m per bulan sehingga perlu upaya atau strategi untuk memperbaiki kondisi lingkungan yang rusak. Metode penelitian yang dilakukan berupa survei lapangan yang meliputi pengamatan tataguna lahan, morfologi, litologi, kecepatan angin, pH air. Litologi penyusun Pantai Mudong berupa pasir kuarsa yang lepas-lepas sehingga membuat tingkat abrasi pantai sangat cepat. Kecepatan angin di pantai ini cukup besar sekitar 4 – 25 km/jam untuk angin dekat permukaan dan sekitar 12-34 km/jam untuk angin pada ketinggian 2 m. Strategi untuk mengatasi abrasi dan mengembalikan daratan dilakukan dengan dua cara. Pertama, penanaman tumbuhan yang paling cocok untuk mengatasi abrasi dan mampu membentuk daratan baru. Kedua, pembangunan konstruksi pemecah ombak. Rehabilitasi yang dilakukan berupa penanaman cemara udang (Cassuarina equisetifolia) sepanjang bibir pantai Mudong sebagai alternatif awal karena tumbuhan ini memiliki kemampuan bertahan hidup yang baik di lingkungan asam, kecepatan pertumbuhan yang tinggi, mampu menghasilkan humus dan pertumbuhan akar yang melebar. Selain itu, juga bisa dengan membangun konstruksi breakwater untuk menahan laju abrasi pantai sekaligus mencegah terhempasnya pohon cemara udang yang baru ditanam. Kata kunci : abrasi, pasir kuarsa, cemara udang, lingkungan asam
Pendahuluan Endapan timah di Indonesia merupakan salah satu rangkaian jalur timah terkaya di dunia yang membujur dari Cina Selatan, Myanmar, Thailand, Malaysia, hingga Indonesia. Di Indonesia jalur timah tersebut meliputi pulau-pulau Karimun, Kundur, Singkep, Bangka, Belitung, Beling, dan daerah Bangkinang serta Kepulauan Anambas, Natuna dan Karimata (Noer, 1998). Penambangan timah terbesar berada di Pulau Bangka, Belitung, dan Singkep (PT. Timah Tbk., 2006). Kegiatan penambangan timah di pulaupulau ini telah berlangsung sejak zaman kolonial Belanda hingga sekarang. Penambangan timah lepas pantai mulai berkembang sejak penambangan darat berkurang. Penambangan timah lepas pantai terdiri dari penambangan yang dilakukan dengan kapal keruk, kapal isap dan Tambang Inkonvensional (TI) apung masyarakat. Penambangan timah lepas pantai melakukan pembuangan tailing langsung ke perairan. TI apung masyarakat memberi dampak bagi perairan terutama di daerah pesisir dikarenakan tidak adanya pengelolaan lingkungan, jumlah yang banyak dan cenderung berpindah tempat jika hasil yang didapatkan sedikit.
205
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7 Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 – 31 Oktober 2014
Kegiatan operasi tambang berdampak secara nyata terhadap lingkungan hidup. Menurut Sujitno (2007), dampak kegiatan ini terutama perubahan drastis atas sifat fisik dan kimia tanah. Selain itu terjadi gangguan terhadap vegetasi, hewan dan tanah yang ada, serta ekosistem alami (Setiadi, 2006). Dampak kehilangan vegetasi dan degradasi lahan secara potensial dapat menyebabkan erosi tanah serta kehilangan biodiversitas. Kondisi lahan bekas tambang timah yang memiliki sifat fisik dan kimia yang buruk juga menyebabkan lahan-lahan tersebut tidak dapat berfungsi sebagai media tumbuh bagi tanaman, baik alami maupun budidaya. Apalagi lokasi penambangan berada di lepas pantai sehingga akibat perubahan sifat fisik itulah tingkat abrasi pantai akan semakin cepat. Fenomena rusaknya lahan akibat penambangan lepas pantai dapat dilihat di Pantai Mudong, Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung Timur, Provinsi Bangka Belitung yang menjadi daerah penelitian ini (Gambar 1). Di sepanjang Pantai Mudong terdapat jejeran pohon tumbang, garis pantai yang tergerus serta minimnya biodiversitas. Selain itu, garis pantai dari tahun ke tahun juga mengalami kemunduran. Jika kondisi tersebut dibiarkan tanpa adanya tindakan pencegahan, maka abrasi pantai akan terus terjadi dan bisa menyebabkan kemunduran pantai yang semakin jauh. Oleh karena itu perlu adanya penelitian untuk menentukan strategi yang cepat dan tepat.
Metode Metode penelitan yang dilakukan meliputi pengamatan data spasial dan pengamatan lapangan serta mengacu pada literatur yang berhubungan (gambar 2). Pengamatan data spasial menggunakan citra dari google earth untuk mengetahui kondisi morfologi dan tataguna lahan daerah penelitian dilihat dari jauh (inderaja). Selanjutnya, dilakukan pengamatan di lapangan untuk mengetahui kondisi morfologi, litologi, dinamika pantai, kecepatan angin dan tataguna lahan yang lebih detail di lokasi penelitian. Data yang didapatkan dari lapangan kemudian dianalisa untuk mengetahui strategi terbaik dalam mengatasi kerusakan lahan di Pantai Mudong.
Hasil dan Analisis Data Tataguna Lahan Pantai Mudong Tataguna lahan yang ada di Pantai Mudong dapat dibagi menjadi 3 yaitu daerah hutan lindung, daerah pemukiman, dan laut (Gambar 3). Daerah hutan lindung hampir mencakup semua bagian daratan dari Pantai Mudong. Pada daerah ini terdapat biodiversitas seperti pohon kelapa, pohon sejenis kayu putih, tembakau, dan cemara belitung. Namun, daerah hutan lindung ini sudah mengalami degradasi lahan akibat banyaknya warga yang mulai membangun pemukiman di dekat jalan sepanjang pesisir pantai. Akibatnya kepadatan pohon yang ada di pesisir pantai semakin lama semakin sedikit. Daerah pemukiman yang ada di pesisir Pantai Mudong pada umumnya terdapat di sepanjang jalan raya dan dekat bibir pantai. Pemukiman yang sudah ditempati penduduk merupakan bangunan yang belum lama dibangun sehingga keberadaan pemukiman masih jarang. Namun beberapa lokasi menunjukkan sudah mulai dibangun konstruksi perumahan sehingga apabila hal ini terus dibiarkan tanpa terkontrol maka akan terjadi degradasi lahan pesisir yang semakin buruk. Daerah pantai di Pantai Mudong ini pada umumnya dimanfaatkan warga untuk mencari ikan pada sore hari. Sebenarnya penduduk bisa menjadi media untuk memperbaiki kualitas hutan jika dibina dan diawasi dengan baik.
206
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7 Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 – 31 Oktober 2014
Morfologi Berdasarkan morfometri, daratan yang ada di Pantai Mudong termasuk kedalam dataran karena memiliki kemiringan 0-2o (Van Zuidam, 1949). Namun, jika mengacu pada pembagian genesa (Dessaunetts, 1969) kenampakan morfologi yang ada di Pantai Mudong dapat dibagi menjadi 3 yaitu pelataran pengikisan gelombang laut, dataran aluvial, dan dataran banjir (Gambar 4). Dataran banjir Morfologi dataran banjir yang ada di Pantai Mudong merupakan morfologi yang dihasilkan oleh aliran Sungai Mirang. Sungai ini mengalir dari barat ke timur, namun sebelum bermuara ke Pantai Mudong sungai ini berbelok relatife ke utara. Sungai Mirang ini merupakan sungai yang berstadia dewasa dimana kelokan sungai sudah bermeander dan sedimen yang terdeposisi di tepi sungai umumnya berukuran lanau sampai pasir. Sedimen yang diangkut sungai Mirang ini tidak terlalu banyak pada musim kemarau. Hal ini terlihat dari kenampakan air sungai yang cenderung jernih. Dataran banjir yang ada di Pantai Mudong ini akan efektif terbentuk pada musim hujan atau air laut sedang pasang maksimal. Pada dataran banjir ini ditutupi oleh beberapa vegetasi namun tidak begitu lebat seperti tumbuhan bakau, cemara belitung, dan pohon sejenis kayu putih. Dataran Aluvial Dataran aluvial melampar luas disebelah timur jalan. Litologi penyusun dataran aluvial ini berupa pasir kuarsa yang kondisinya lepas-lepas. Namun pada beberapa titik terdapat litologi yang berukuran kerikil hingga kerakal. Pada dataran aluvial ini, keberadaan vegetasi cukup sedikit sehingga litologi yang lapuk menjadi tanah hanya memiliki tebal mencapai 30 cm, sedangkan bagian yang tidak tertutup vegetasi masih berada pada kondisi yang segar. Pelataran Pengikisan Gelombang Laut Pantai Mudong memiliki garis pantai yang relatif lurus, daratan yang datar, dan pemukiman yang relatif sejajar dengan garis pantai. Di sepanjang pesisir Pantai Mudong banyak ditemukan titik-titik dimana pohon berukuran besar tumbang terseret ke bibir pantai (Gambar 6.a). Sebagian besar pohon yang tumbang tersebut berupa pohon Cemara Belitung. Pohon–pohon tersebut dulunya hidup di depan bibir pantai, karena pohon tersebut tidak kuat menahan terjangan ombak pantai maka semakin lama bagian dasar pohon tergerus secara perlahan dan pada akhirnya akan tumbang. Selain itu, di sepanjang pesisir pantai juga dijumpai ranting atau batang pohon yang pecah-belah akibat terjangan ombak. Hal tersebut mengindikasikan bahwa dahulunya pohon-pohon tersebut pernah hidup jauh di depan bibir pantai. Keberadaan gelombang laut yang cukup besar ketika terjadi pasang maksimal membuat daratan yang berada di belakang garis pantai mengalami erosi yang cepat. Daratan yang ada di pantai Mudong tersusun oleh pasir kuarsa yang kondisinya lepas-lepas sehingga akan mudah mengalami erosi oleh gelombang laut. Selain itu, vegetasi yang hidup di belakang bibir pantai hanya berupa rumput liar dan pohon yang hidup setempat-setempat. Sulitnya vegetasi untuk tumbuh dengan baik akibat kondisi fisik dan kimia tanah di lingkungan pantai yang buruk. Hasil pengukuran pH air laut pantai Mudong menunjukkan kisaran 6,5 – 7. Padahal pada umumnya kisaran pH untuk air laut masuk pada kategori basa. Kecepatan abrasi pantai Mudong dalam tiga tahun terakhir ini sekitar 0,5 – 2 m per bulan. Dahulunya sekitar 150 m sebelah timur dari bibir pantai terdapat jalan raya namun karena abrasi terjadi sangat cepat dan penanganan pemerintah daerah belum maksimal maka abrasi terus berlanjut sampai garis pantai mundur pada posisi sekarang (Danarto, 2014, personal communication). 207
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7 Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 – 31 Oktober 2014
Berdasarkan analisis citra Google Earth pada tahun 2006, 2010, dan 2013 menunjukkan bahwa posisi garis Pantai Mudong mengalami kemunduran yang sangat cepat mencapai 50 m dalam kurun waktu 7 tahun (Gambar 5). Pasokan sedimen yang diangkut Sungai Mirang mempengaruhi kecepatan abrasi pantai dimana semakin menuju ke arah muara Sungai Mirang perubahan garis pantai semakin kecil. Berdasarkan pengukuran kecepatan angin yang dilakukan pada tanggal 20 – 23 Juli 2014 di siang hari, interval kecepatan di pantai ini cukup besar sekitar 4 – 25 km/jam dengan kecepatan rata-rata 16 km/jam untuk angin dekat permukaan dan sekitar 12-34 km/jam dengan kecepatan rata-rata 25 km/jam untuk angin pada ketinggian 2 m (Tabel 1). Sedangkan arah anginnya relatif tegak lurus dengan garis pantai sehingga pengaruh longshore current tidak begitu besar. Terjadinya abrasi pantai diawali dengan kondisi pasang air laut sehingga ombak mampu menjangkau bibir pantai (Gambar 6.b). Kemudian ombak ini mengikis sedikit demi sedikit material yang ada di bagian bawah pada kedalaman sekitar 0,5 m. Karena pada bagian permukaan masih terdapat rumput liar, akarnya mampu melindungi material pasir kuarsa dari pengikisan ombak. Namun, karena bagian bawah akar terus dikikis semakin lama akar vegetasi tersebut juga ikit terkikis dan terseret ke pantai.
Pembahasan Abrasi di Pantai Mudong terjadi karena hempasan gelombang menuju daratan memiliki kecepatan tinggi. Tingginya kecepatan gelombang tersebut disebabkan angin yang berhembus tegak lurus pantai juga memiliki kecepatan yang tinggi yaitu sekitar 4-25 km/jam di dekat permukaan dengan kecepatan rata-rata 16 km/jam dan 12-34 km/jam pada ketinggian 2 m dari permukaan dengan kecepatan rata-rata 25 km/jam. Kecepatan angin dekat permukaan akan selalu lebih rendah dibandingkan dengan kecepatan angin pada ketinggian 2 m karena pergerakan angin dekat permukaan sudah mengalami friksi dengan air laut sehingga energinya berkurang untuk menggerakkan air laut. Oleh karena itu, kecepatan angin yang dikonversi menjadi kecepatan gelombang laut yaitu kecepatan angin rata-rata dan maksimal pada ketinggian 2 m. Menurut Thurman, 1985, kecepatan angin sebesar 25 km/jam jika dikonversi menjadi gelombang laut akan memiliki tinggi gelombang rata-rata 0,71 m, panjang gelombang rata-rata mencapai 16,4 m, periode gelombang rata-rata mencapai 4 s, dan tinggi gelombang signifikan mencapai 0,85 m. Sedangkan kecepatan angin sebesar 34 km/jam jika dikonversi menjadi gelombang laut akan memilki tinggi gelombang rata-rata mencapai m, panjang gelombang rata-rata mencapai 29,2 m, periode gelombang rata-rata 5,3 s, dan tinggi gelombang signifikan mencapai 1,7 m (Tabel 2). Berdasarkan hasil konversi tersebut dapat diketahui bahwa kecepatan gelombang laut rata-rata mencapai 4,1 m/s dan maksimal 5,5 m/s. Berdasarkan hasil plotting pada diagram Hjulstrom, kecepatan gelombang laut sebesar 4,1 m/s dan maksimal 5,5 m/s akan sangat mudah untuk melakukan erosi pada litologi pasir kuarsa yang ada di Pantai Mudong bahkan mampu mengerosi litologi berukuran gravel (Gambar 7). Keberadaan pohon yang sangat jarang mengakibatkan hempasan angin tidak terpecahkan sehingga pohon tersebut ikut tumbang karena kekuatannya tidak bisa menahan hempasan angin maupun gelombang. Ilustrasi abrasi di Pantai Mudong dapat dilihat pada Gambar 8. Abrasi Pantai Mudong apabila tidak segera ditangani maka akan terus mengikir bibir pantai dan menumbangkan pepohonan disana. Jika kondisi tersebut terus dibiarkan, jalan raya yang sejajar dengan garis pantai dengan jarak sekitar 100 m dari bibir pantai akan segera ikut terkikis seperti jalan raya yang sebelumnya. Selain itu juga akan memutus 208
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7 Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 – 31 Oktober 2014
aliran Sungai Mirang dan menghanyutkan beberapa pemukiman penduduk yang tinggal di pesisir pantai. Berdasarkan analisis data dan analisis diatas perlu adanya strategi secara buatan maupun alamiah untuk menanganani masalah abrasi Pantai Mudong. Namun yang terpenting adalah strategi alamiah karena biaya yang dibutuhkan lebih sedikit dan dapat meningkatkan produktifitas lahan pesisir. Strategi Alamiah Penanganan abrasi Pantai Mudong secara alami dapat dilakukan dengan penanaman pohon. Pemilihan jenis tanaman untuk menangani masalah abrasi ini merupakan hal yang paling penting karena tanaman yang dipilih harus bisa hidup dengan baik pada kondisi lingkungan asam, salinitas tinggi, tanah pasir,dan sedikit unsur hara. Menurut Nugroho, 2013, jenis tanaman yang memenuhi kriteria tersebut yaitu tanaman cemara udang (Casuarina equisetifolia var incana). Selain mampu hidup pada kondisi lingkungan yang jelek, cemara udang memiliki pertumbuhan yang relatif cepat apalagi jika disiram dengan air laut. Pada umur 3 bulan setelah penanaman cemara udang bisa tumbuh sampai ketinggian 3 m. Pertumbuhan ranting pohon yang melebar dan daun yang rapat membuat cemara udang mampu memecah hembusan angin (Gambar 9). Dengan terpecahnya hembusan angin, kecepatan angin di depan pohon cemara udang tersebut akan melambat. Kecepatan tersebut dapat mengurangi kekuatan hempasan gelombang, sehingga sedimen dapat terendapkan disana dan membuat daratan baru di depan jajaran pohon cemara udang. Selain itu, cemara udang juga mampu menghasilkan humus sendiri karena akarnya mampu mengikat nitrogen. Namun penanaman cemara udang ini sebagai alternatif awal saja. Jika tanaman cemara udang sudah tumbuh dan mampu membuat garis pantai maju ke arah pantai maka dapat dimanfaat sebagai lahan yang lebih produktif (Gambar 10). Strategi buatan Strategi buatan dilakukan dengan membangun konstruksi breakwater atau bangunan pemecah ombak. Bangunan ini dibangun di depan bibir pantai. Fungsi dibangunnya breakwater adalah untuk menahan hembusan gelombang selama menunggu pohon cemara udang tumbuh. Tanpa dibangunnya breakwater, pohon cemara yang ditanam akan ikut terhempas gelombang sebelum pohon tersebut tumbuh dengan baik. Selain itu, pembangunan breakwater juga dapat mengurangi kecepatan gelombang sampai endapan sedimen dapat terkumpul di depan bangunan teknik tersebut.
Kesimpulan Laju abrasi di pesisir Pantai Mudong mencapai 0,5 sampai 2 m per bulan dengan litologi daratan berupa pasir kuarsa yang tidak terkonsolidasi. Kecepatan angin di pantai Mudong mencapai 4-25 km/s pada bagian dekat permukaan, sedangkan pada ketinggian sekitar 2 m mencapai 12-34 km/s. Strategi awal untuk mengatasi masalah abrasi pantai Mudong adalah strategi alamiah berupa penanaman pohon cemara udang yang mampu tumbuh dengan baik di lingkungan yang asam, kering, dan berpasir serta dapat memecah angin. Strategi alamiah tersebut juga dapat dibarengi dengan strategi buatan, yaitu dengan pembangunan breakwater.
Daftar Pustaka Boggs, S., 2006. Principles of Sedimentology and Stratigraphy Forth Edition, Pearson Education, Inc. London. 209
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7 Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 – 31 Oktober 2014
Hidayat, N., 2006. Konstruksi Bangunan Laut dan Pantai Sebagai Alternatif Perlindungan Daerah Pantai, Jurnal SMARTek, Vol. 4, No.1 Februari 2006, hal. 10-16. Maroeta, M. Arifin, Sutoyo, 2007. Identifikasi dan Diagnose Sifat Kimia Tanah Salin Untuk Kesesuaian Tanaman Cemara Udang, Jurnal Pertanian Mapeta Vol 10, No. 1. Hal 13-23. Noer, A., 1998. Potensi dan Prospek Investasi Pertambangan dan Energi 1998-1999 dalam Nazarruddin (ed) Departemen Pertambangan dan Energi dan Yayasan Krida Caraka Bumi, Jakarta. Nugroho, W.A., 2013. Effect of Planting Media Composition on Casuarina equisetifolia var. Incana Growth in the Coastal Sand Dune, Forest Rehabilitation Journal Vol. 1. No. 1, page 113-125. Setiadi, Y., 2006. The Revegetation Strategies for Rehabilitating Degraded Land after Mine Operation, terdapat di:www.mm.helsinki. (diakses tanggal 24 Juli 2014). Sujitno, S., 2007. History of tin in Bangka Belitung Island, PT. Tambang Timah Tbk. Pangkalpinang. Tisdall, J.M. and J.M.Oades. 1982. Organic matter and water stable aggregates in soils. J. Soil Sci. 33:41-63. Thurman, H.V., 1985. Introductory Oceanography Fourth ed,. Columbus: Charles E. Merrill Publishing Company. Van Bemmelen, R.W., 1949. The Geology of Indonesia Vol.1A, Government Printing Office, The Hauge, Amsterdam.
210
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7 Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 – 31 Oktober 2014
Tabel 1. Pengukuran Kecepatan Angin di Pesisir Pantai Mudong Posisi pengukuran Interval Kecepatan Kecepatan Angin Angin (km/jam) Rata-Rata (km/jam) Dekat permukaan 4 - 25 16 Ketinggian 2 m 12 - 34 25 Tabel 2. Konversi kecepatan angin terhadap perkembangan pembentukan gelombang laut (Thurman, 1985) Kecepatan Tinggi Panjang Periode Tinggi Kecepatan Angin Gelombang Gelombang Gelombang Gelombang Gelombang (km/jam) Rata-Rata Rata-Rata Rata-Rata Signifikan Rata-Rata (m) (m) (s) (m) (m/s) 20 0,33 10,6 3,2 0,5 3,313 30 0,88 22,2 4,8 1,2 4,625 40 1,8 39,7 6,2 2,5 6,403 50 3,2 61,8 7,7 4,5 8,026 60 5,1 89,2 9,9 7,1 9,010 70 7,4 121,4 10,5 10,3 11,561 80 10,3 158,6 12,4 14,3 12,790 90 13,9 201,6 13,9 19,3 14,504
Gambar 1. Daerah Penelitian berada di Pantai Mudong, Kecamatan Manggar, Kabupaten Belitung Timur, Provinsi Bangka Belitung (Google Earth, 2013) 211
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7 Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 – 31 Oktober 2014
Gambar 2. Diagram alir daerah penelitian
Gambar 3. Tata guna lahan di Pantai Mudong. Gambar kiri menunjukkan citra Pantai Mudong dari Google Earth 2013 dan gambar kanan menunjukkan sketsa pemanfaatan lahan Pantai Mudong
212
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7 Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 – 31 Oktober 2014
Gambar 4. Kenampakan morfologi di Pantai Mudong. Gambar kiri menunjukkan citra Pantai Mudong dari Google Earth 2013 dan gambar kanan menunjukkan delineasi morfologi Pantai Mudong
213
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7 Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 – 31 Oktober 2014
Gambar 5. Perubahan posisi garis Pantai Mudong berdasarkan delineasi citra Google Earth tahun 2006, 2010, dan 2013
214
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7 Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 – 31 Oktober 2014
(a)
(b) Gambar 6. (a) Beberapa pohon yang tumbang akibat abrasi Pantai Mudong. Kondisi ini banyak ditemukan dengan mudah di sepanjang Pantai Mudong. (b) Kondisi air laut pasang menjadi awal pengikisan Pantai Mudong
215
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7 Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 – 31 Oktober 2014
Gambar 7. Plotting kecepatan rata-rata gelombang laut Pantai Mudong (garis kuning) pada diagram Hjulstrom
216
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7 Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 – 31 Oktober 2014
Gambar 8. Proses terjadinya abrasi di Pantai Mudong. (a) Kondisi air laut pada saat surut, (b) Pada kondisi pasang, proses erosi terjadi pada bagian bawah akar vegetasi, (c). Erosi terus berlanjut sampai merobohkan pohon cemara belitung.
217
PROSIDING SEMINAR NASIONAL KEBUMIAN KE-7 Jurusan Teknik Geologi, Fakultas Teknik, Universitas Gadjah Mada, 30 – 31 Oktober 2014
Gambar 9. Sketsa manfaat penanaman pohon cemara udang dengan jarak yang rapat sebagai pemecah angin.
Gambar 10. Daratan baru yang dapat terbentuk setelah penanaman pohon cemara udang.
218