Teknologi Pencetakan Sawah pada Lahan Bekas Tambang Timah di Bangka Belitung 1Djadja
8
Subardja, 2Antonius Kasno, dan 2Sutono
1
Peneliti Badan Litbang Pertanian di Balai Besar Penelitian dan Pengembangan Sumberdaya Lahan Pertanian, Jl. Tentara Pelajar No. 12, Bogor 16114. Email:
[email protected] 2 Peneliti Badan Litbang Pertanian di Balai Penelitian Tanah, Jl. Tentara Pelajar No. 12, Bogor 16114
Abstrak. Pemanfaatan lahan bekas tambang timah untuk pertanian memiliki tantangan dan peluang yang sangat besar dalam rangka mendukung ketahanan pangan dan memperbaiki kualitas lingkungan. Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari karakteristik lahan dan menyusun teknologi pencetakan sawah pada lahan bekas tambang timah di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung. Lokasi penelitian terletak di lahan bekas penambangan timah PT. Kobatin di Desa Perlang, Kabupaten Bangka Tengah. Tahapan penelitian meliputi: (1) survei identifikasi dan karakterisasi lahan, (2) penyusunan desain pencetakan sawah, (3) teknis pencetakan sawah, dan (4) penyiapan model pertanian terpadu-SITT. Informasi lereng, kedalaman tanah, tekstur, permeabilitas dan kedalaman lapisan kedap air, serta sifat-sifat kimia tanah yang dihasilkan dari kegiatan survei identifikasi lahan digunakan sebagai dasar dalam penyusunan desain pencetakan sawah. Lahan bekas tambang timah umumnya mempunyai permukaan tanah yang tidak teratur, tekstur bervariasi dari kasar sampai sedang, struktur lepas sampai masif, kedalaman efektif tanah dangkal (<50 cm), permeabilitas sangat lambat pada kedalaman 40 cm, tanah sangat masam, bahan organik tanah sangat rendah dan miskin hara. Dalam pencetakan sawah, permukaan tanah dikeruk sedalam 40 cm atau sampai lapisan kedap air, tanah didorong ke tempat lebih rendah dan diratakan dengan alat berat (dozer, excavator). Petakan sawah dibuat rata dan atau berteras dengan ukuran bervariasi 20-50 m x 50 m, tergantung kelerengan lahan, semakin curam lereng maka ukuran petak sawah semakin sempit. Pematang sawah dibuat dari tanah dorongan dozer berukuran lebar 50-60 cm, panjang mengikuti ukuran petak, tinggi 40-60 cm. Pada setiap petak lahan sawah diberikan tanah pucuk (top soil) sebanyak 1.000 t ha-1 atau setinggi 10 cm, pupuk kandang 10 t ha-1, dan kapur (dolomit) 1 t ha-1. Tanah digenangi air yang disalurkan dari kolong setinggi 10 cm selama semalam, kemudian tanah dilumpurkan dengan handtractor dan digenangi air setinggi 5-10 cm. Pada musim tanam padi pertama diberikan pupuk 250 kg urea, 100 kg SP36, dan 100 kg KCl dan pupuk kandang 10 t ha-1. Cara pemberian pupuk dan bahan organik disebar merata. Hasil panen padi perdana secara ubinan rata-rata 3.8 t ha-1 GKP, sedangkan di lokasi lain di Cerucuk, Kabupaten Belitung mencapai 5,6-6,7 t ha1 GKP. Produktivitas lahan sawah di Perlang masih rendah tetapi sudah menunjukkan adanya perkembangan kualitas lahan lebih baik. Kata kunci: Teknologi pencetakan sawah, lahan bekas tambang, Bangka Belitung Abstract. The usefull of land after tin mining for agriculture has a challenge and significant opportunity to support food security and improve of the environmental quality. This research aims to study the land characteristics and to construct technology for create
111
Djadja Subardja et al.
a rice fields in the tin mining land in Bangka Belitung Provincy. Study sites located in the former tin mining area of PT. Kobatin in Perlang village, Central Bangka regency. Stages of research include: (1) survey of land identification and characterization, (2) to set up the model of rice field design, (3) the technic constructed of rice fields, and (4) to prepare the model integrated of agricultural and SITT. Information slope, soil depth, texture, permeability and water-resistant layer depth, and soil chemical properties resulting from the survey as the basis for the identification of land use in the preparation of the design of the rice field construction. Generally, land after tin mining has an irregular surface, the texture varies from coarse to medium, the structure loose to massive, effective soil depth of shallow (<50 cm), very slow permeability at a depth of 40 cm, the soil is very acidic, soil organic very low and nutrient poor. In the construction of rice fields, the surface of the dredged soil as deep as 40 cm or to impermeable layers, soil pushed onto the lower and flattened by heavy equipment (dozer, excavator). Fields plot was made flat or terraced with a size range 20-50 m x 50 m, depending on slope land, the steeper the slope the smaller the size of the rice terraces. Border of plot was making from soil wich thrust by dozer until 50-60 cm width, length of follow length plot size, height 40-60 cm. On the every plot at rice field was added 1,000 t ha-1 of top soil materials or as high as 10 cm, organic matter (manure) 10 t ha-1, and limestone (dolomite) 1 t ha-1. Land were flooded with water which risen 10 cm from channel and wait overnight, then puddling by handtractor and flooded with 5-10 cm. At first the rice growing season provided with 250 kg of urea fertilizer, 100 kg SP36, and 100 kg KCl and organic matter (manure) 10 t ha-1. The method of fertilizer and organic material in Perlang spread evenly. An average of rice yield at first harvest in Perlang was 3.8 t ha-1 harvesting dry rice, while in Cerucuk, Belitung regency the rice yield is about 5.6 to 6.7 t ha-1. Productivity of rice field in Perlang is still low but it shows the development of better land quality. Keywords: Technology of rice field constructions, land pasca mining, Bangka Islands
PENDAHULUAN Perluasan areal sawah untuk meningkatkan produksi beras nasional mengalami hambatan teknis dan sosial ekonomi serta budaya masyarakat setempat. Sementara itu lahan sawah subur terutama di Jawa secara terus menerus mengalami penyusutan akibat konversi ke non pertanian atau ke komoditas pertanian lainnya. Di Provinsi Kepulauan Bangka Belitung diperkirakan lebih dari 300.000 ha lahan bekas tambang timah yang belum atau telah direklamasi namun ditambang kembali oleh masyarakat dan sekarang dalam kondisi terlantar dan terdegradasi berat. Lahan bekas tambang timah di Bangka Belitung mempunyai penyebaran sangat luas dan belum banyak dimanfaatkan untuk pertanian. Badan Litbang Pertanian termotivasi untuk melakukan penelitian dan pengembangan lahan pertanian di lahan bekas tambang sebagai bagian dari upaya meningkatkan ketahanan pangan melalui reklamasi lahan berbasis padi yang diintegrasikan dengan ternak (sapi).
112
Teknologi Pencetakan Sawah pada Lahan Bekas Tambang Timah
Pencetakan sawah pada lahan bekas tambang timah tersebut perlu didukung oleh data dan informasi sumberdaya lahan terkini dan akurat terutama yang berkaitan dengan aspek sifat fisik, kimia, dan kesuburan tanah bekas tambang serta sumberdaya iklim dan air pada lokasi calon pencetakan sawah dan juga karakteristik tanah “top soil” yang akan digunakan sebagai bahan urugannya. Keakuratan data dan informasi sumberdaya lahan tersebut akan sangat membantu dan dapat dijadikan dasar dalam menentukan desain pencetakan sawah, teknik pelaksanaan pencetakan sawah, dan teknologi pengelolaan lahan pertanian secara berkelanjutan. Pemanfaatan lahan bekas tambang timah untuk pertanian memiliki tantangan dan peluang yang sangat besar dalam rangka mendukung ketahanan pangan, memperbaiki dan mencegah kerusakan lingkungan. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk mempelajari karakteristik lahan dan menyusun teknologi pencetakan dan pengelolaan sawah pada lahan bekas tambang timah di Bangka Belitung.
METODE PENELITIAN Kegiatan penelitian dilakukan di kantor (desk work), lapangan, dan di laboratorium, terdiri dari: (1) persiapan penelitian meliputi studi pustaka, kompilasi data, dan penyiapan peta lapang, (2) identifikasi dan karakterisasi lahan, (3) penyusunan desain pencetakan sawah dan sistem pertanian terpadu (SITT), dan (4) teknologi pencetakan sawah pada lahan bekas tambang, Persiapan penelitian untuk mendukung pelaksanaan kegiatan lapang meliputi studi pustaka, kompilasi data dan peta, interpretasi citra, penyusunan peta dasar dan peta satuan lahan dari hasil interpretasi citra. Calon lokasi pencetakan sawah ditetapkan di Perlang, Kabupaten Bangka Tengah. Kegiatan identifikasi dan karakterisasi lahan bekas tambang timah meliputi pengamatan tanah, klasifikasi tanah, dan delineasi unit-unit lahan yang potensial untuk pencetakan sawah. Pengamatan tanah dilakukan dengan sistem grid melalui penjelajahan lapang. Titik observasi, ketinggian tempat, dan kelerengan ditetapkan dengan GPS Navigasi dan GPS Geodetik. Intensitas observasi tanah 50 m x 50100 m (1 observasi mewakili area 0,25-0,5 ha). Karakteristik tanah diamati melalui pemboran, minipit, dan profil tanah sampai kedalaman 1,20 m atau sampai lapisan padas/batuan induk. Metode pengamatan tanah di lapang mengikuti Soil Survey Manual (Soil Survey Division Staff, 1993) dan Pedoman Pengamatan Tanah di Lapang (Balai Penelitian Tanah, 2004). Klasifikasi tanah ditetapkan menurut Keys to Soil Taxonomy (Soil Survey Staff, 2010). Pada lahan bekas tambang timah umumnya tanah sudah tercampur aduk dengan bahan galian (tailing) dan bahkan juga dengan bahan induk (Subardja et al. 2011). Data iklim dikumpulkan dari stasiun iklim terdekat.
113
Djadja Subardja et al.
Contoh tanah diambil dari profil dan minipit serta contoh ring dan contoh komposit untuk dianalisis mineral fraksi pasir, sifat fisik, dan kimia tanah. Contoh air diambil dari sungai terdekat atau kolong bekas tambang untuk penetapan kualitas air untuk irigasi dan air minum. Metode dan prosedur analisis tanah dan air mengacu pada Soil Survey Laboratory Methods and Procedures for Collecting Soil Samples (SCS-USDA, 1982). Dalam analisis tanah dan air termasuk juga penetapan logam berat (Pb, Cd, dan Cr). Untuk memperoleh data sumberdaya air dilakukan pengukuran lebar dan kedalaman sungai di beberapa titik pengamatan serta analisis panjang sungai dan luas kolong dengan menggunakan citra landsat yang tersedia. Pengukuran debit sungai dilakukan dengan menggunakan current meter. Pengolahan data dilakukan secara komputerisasi. Penyajian peta-peta diolah dengan teknik GIS. Faktor pembatas lahan, potensi air irigasi, dan lingkungannya diidentifikasi untuk mendukung penetapan teknologi pencetakan dan pengelolaan sawah. Desain pencetakan sawah disusun berdasarkan karakteristik lahan, penggunaan lahan saat ini, dan sumber air pengairan (sungai, kolong). Mengingat akan diterapkan sistem pertanian terpadu-SITT (Sistem Integrasi Tanaman-Ternak) maka perlu disediakan lahan untuk rumput pakan ternak, kandang sapi, dan rumah kompos. Karakteristik lahan yang diperlukan untuk mendesain dan melaksanakan teknis pencetakan sawah adalah ketinggian tempat, kelerengan, kedalaman tanah, tekstur tanah, dan penggunaan tanah. Hal lainnya lagi berupa informasi ketersediaan air dan “top soil”, sumber bahan organik, status kepemilikan tanah; rencana jalan usahatani, instalasi jaringan irigasi (pompanisasi), dan penyediaan ternak sapi (2 ekor ha-1). Teknologi pencetakan sawah pada lahan bekas tambang timah meliputi pengukuran dan perataan lahan, pembuatan teras pada lahan berlereng, pembuatan pematang antar petak sawah, pemberian bahan organik 10 t ha-1 dan tanah pucuk (top soil) 1.000 t ha-1 atau setebal 10 cm dicampur merata. Petak sawah bibuat dengan ukuran 20-50 m x 50 m, tergantung kelerengan lahan, semakin curam ukuran petak sawah semakin kecil. Pemberian air yang berasal dari kolong atau sungai ke petakan sawah disalurkan melalui pipa-pipa dengan menggunakan mesin air. Sawah digenangi air selama semalam setinggi 10 cm, kemudian tanah dilumpurkan, dan sawah siap ditanami padi. Pengelolaan sawah dalam jangka panjang dirancang untuk menerapkan sistem pertanian terpadu dengan pendekatan sistem integrasi tanaman dan ternak berbasis padi, sehingga akan diperoleh peningkatan produktivitas dan pendapatan petani secara berkelanjutan.
114
Teknologi Pencetakan Sawah pada Lahan Bekas Tambang Timah
HASIL DAN PEMBAHASAN Karakteristik Lahan Lokasi penelitian pencetakan sawah di Perlang, Bangka Tengah merupakan lahan bekas konsesi penambangan PT. Kobatin, terletak pada 2°34’24,38” - 2°34’41,65” LS dan 106°31’08,36” - 106°31’19,12” BT. Jarak dari ibukota kabupaten ke lokasi sekitar 20 km, bisa ditempuh dengan kendaraan roda 4 selama 20-30 menit dengan kondisi jalan beraspal dan sebagian jalan tanah diperkeras. Lokasi untuk sawah di Perlang merupakan bekas konsesi pertambangan PT. Kobatin yang diekplorasi tahun 1982. Lahan tersebut saat ini telah direklamasi dengan ditanami tanaman pohon seperti akasia, sengon, karet, dan kayu putih, namun kurang berhasil dan sebagian lahan ditumbuhi rumput (alang-alang) dan semak. Bentuk lahan datar sampai bergelombang dengan lereng antara 1% sampai 11%, lereng dominan <5%. Tinggi tempat berdasarkan hasil pengukuran dengan GPS geodetik adalah tertinggi 50,6 m dpl dan terendah (permukaan air kolong) 37,9 m dpl. Luas lahan yang diidentifikasi + 17,77 ha. Secara umum tanah yang terbentuk di Perlang berasal dari batuan intrusi (volkan masam), merupakan tanah sisa penambangan yang bertekstur kasar (pasir berkerikil) sampai pasir berlempung yang telah tererosi, permeabilitas sampai dengan 40 cm cepat (9-20 cm.jam-1) dan menurun menjadi lambat (0,2 cm.jam-1) di kedalaman >40 cm. Sebagian besar lahan terbuka karena tanaman dan rumput tidak mampu tumbuh, mungkin disebabkan karena tanahnya merupakan bahan induk yang tersingkap dan belum mengalami pelapukan, tanah berpasir dan hara mudah tercuci sehingga tanah menjadi sangat kurus. Berdasarkan hasil pengukuran pH air kolong dengan menggunakan kertas lakmus, air bersifat agak masam dengan pH sekitar 6,0. Pada kondisi ini air kolong cukup baik digunakan untuk air pengairan lahan sawah. Hasil pengujian tanah dengan menggunakan Perangkat Uji Tanah Kering (PUTK) menunjukkan bahwa hara P, K, dan C-organik rendah, dan agak masam (Tabel 1). Hasil analisis tanah di laboratorium menunjukkan bahwa tanah berpasir dengan kadar pasir berkisar 46-91%. Tanah bersifat masam hingga agak masam (3,8-5,0), kadar C-organik rendah, hara N, P, K, Ca, Mg, Zn, dan Cu rendah. Kapasitas tukar kation tanah dan kejenuhan basa sangat rendah, sedangkan kejenuhan Al berkisar antara 45-85%. Penambahan bahan organik dan pengapuran sangat diperlukan dalam mengelola lahan sawah baru di lahan bekas tambang timah.
115
Djadja Subardja et al.
Tabel 1. Status hara tanah hasil pengukuran dengan Perangkat Uji Tanah Kering (PUTK) di calon lokasi sawah Perlang Kode lokasi Ksn 1 Ksn 2 Ksn 3 Ksn 4 Ksn 5
P R R R R R
K R R R R R
pH 5-6 5-6 5-6 5-6 5-6
C-organik R R R R R
Berdasarkan hasil analisis kimia air kolong menunjukkan bahwa sebagai sumber air untuk pengairan lahan sawah bukaan baru sangat baik dengan pH 6,0. Kandungan logam berat Pb dan Cd sangat rendah (Tabel 3). Tabel 2. Hasil analisis sifat fisik dan kimia tanah pada lahan calon sawah dan tanah calon urugan di Desa Perlang Kode WY 09 WY 12 WY 13 WY 17 WY 18
Tekstur (pipet) Pasir Debu Liat .........%.......... 82 10 8 67 20 13 46 33 21 89 7 4 91 7 2
pH (1:5) H2O KCl 4,7 4,6 3,8 4,8 5,0
4,1 4,0 3,7 4,3 4,7
Bahan organik C N C/N ......%...... 1,43 0,11 13 0,73 0,05 15 3,14 0,23 14 0,53 0,05 11 0,12 0,01 12
HCl 25% P2O5 K2O mg.100g-1 2 3 3 3 3 2 3 3 2 2
Bray 1 P2O5 ppm 3,6 5,2 10,4 7,5 3,7
Catatan: WY12 dan WY13 tanah pucuk (top soil) untuk urugan di lahan sawah baru Kode WY 09 WY 12 WY 13 WY 17 WY 18
Nilai Tukat Kation (NH4-Acetat 1N, pH 7) Ca Mg K Na KTK KB ....................cmol(+) kg-1............... 0,24 0,11 0,06 0,05 3,92 12 0,23 0,10 0,06 0,04 5,84 7 0,00 0,07 0,03 0,02 11,52 1 0,09 0,06 0,06 0,02 1,93 12 0,09 0,04 0,03 0,02 0,81 22
KCl 1N DTPA Al3+ H+ Fe Mn Cu Zn cmol(+) kg-1 ...................ppm................. 0,94 0,15 20,7 0,2 0,8 0,2 1,33 0,15 396,8 0,2 1,1 0,3 2,57 0,34 489,5 0,1 2,8 0,2 0,31 0,15 16,3 0,3 0,7 0,2 0,02 0,04 3,2 0,1 0,4 0,1
Tabel 3. Kandungan hara dalam air yang akan digunakan untuk pengairan lahan sawah bukaan baru di Perlang Contoh air Air kolong Contoh air Air kolong
DHL pH NH4 K Na Ca Mg dS m-1 .................................. mg l-1.................................. 0,03 6,0 0,20 1,91 3,76 1,38 0,38 NO3 PO4 SO4 HCO3 CO3 Pb Cd ............................................... mg l-1 ........................................................ 1,65 0,00 0,21 8,95 0,00 0,03 td
Hasil analisis sifat fisika tanah disajikan pada Tabel 4. Kondisi tanah sangat padat di permukaan tetapi laju permeabilitasnya tinggi, sebab lapisan atas tanah berupa pasir
116
Teknologi Pencetakan Sawah pada Lahan Bekas Tambang Timah
tailing yang tergolong halus. Lapisan permukaan mudah tererosi dan di beberapa tempat sudah terbentuk erosi parit yang cukup dalam. Untuk mencetak sawah diperlukan sifat fisik tanah yang mempunyai laju permeabilitas rendah. Tanah di Perlang mempunyai laju permeabilitas yang rendah pada kedalaman >40 cm. Tabel 4. Berat isi tanah dan laju permeabilitas tanah di lokasi calon sawah Sandi
Kedalaman
SS02/I SS02/II SS03/III
0 - 10 10 - 40 >40
Berat isi (g cc-1) 1,49 1,37 0,93
Permeabilitas (cm jam-1) 20,28 8,82 0,18
Kondisi iklim di sekitar Pangkalpinang relatif basah dengan curah hujan tahunan sekitar 2.449 mm. Curah hujan bulanan berkisar dari 94 mm pada bulan September hingga 348 mm pada bulan Januari. Jumlah bulan basah (>200 mm.bln-1) menurut Oldeman et al. (1978) enam bulan, sedangkan jumlah bulan kering (<100 mm.bln-1) adalah satu bulan. Dengan demikian, areal penelitian termasuk zona agroklimat C-1 dan memiliki potensi masa tanam untuk padi sepanjang 11 bulan, yaitu bulan Oktober sampai dengan Agustus. Menurut Schmidt-Ferguson (1951), areal penelitian memiliki tipe hujan A yang sangat basah. Pola curah hujan di stasiun Pangkalpinang sebagai referensi kondisi iklim Perlang adalah bimodel atau ekuatorial, dimana terjadi dua kali puncak musim basah dan dua kali puncak musim kering. Puncak musim basah utama terjadi pada Januari, sedangkan puncak musim hujan sekunder terjadi pada Maret atau April, sedangkan puncak musim kering utama terjadi pada bulan September. Potensi sumberdaya air yang dapat dimanfaatkan untuk memenuhi kebutuhan irigasi di calon lokasi pencetakan sawah di Perlang, Kabupaten Bangka Tengah berasal dari danau (kolong) yang terletak di sebelah Timur lokasi berjarak 6-10 meter. Berdasarkan hasil interprestasi dan karakterisasi di lapangan, luas danau diperkirakan 100,27 ha, bila kedalaman air berkisar 0,4-30 m maka potensi ketersediaan air kolong yang dapat dimanfaatkan sebagai sumber air irigasi pada musim kemarau sebesar 3.008.100 m3, sehingga sangat cukup untuk memenuhi kebutuhan air tanaman padi sawah di lokasi tersebut. Beda tinggi antara kolong dengan titik tertinggi lahan adalah 12,7 m dengan jarak 110 m. Hasil identifikasi dan karakterisasi lahan, lokasi calon pencetakan sawah di Desa Perlang dapat dikembangkan untuk lahan sawah dengan beberapa syarat yang harus dipenuhi yaitu dengan menerapkan teknologi pencetakan sawah terpadu yang meliputi pembuatan lapisan kedap air (lapisan bajak), pengelolaan hara berimbang (organik, hayati, anorganik), pengelolaan air, pengolahan tanah, teknik budidaya padi (pola tanam, sistem tanam, varietas unggul, pengendalian OPT), pembuatan kompos (kotoran ternak sapi, 117
Djadja Subardja et al.
sampah kota), uji tanah cepat sebagai dasar rekomendasi pemupukan (PUTS, PUTK, PUP), dan penerapan model sistem pertanian terpadu yang mengintegrasikan tanamanternak (SITT: Padi-Sapi). Desain Pencetakan Sawah Desain pencetakan sawah dilakukan dengan mempertimbangkan hasil survei identifikasi lahan dengan mempertimbangkan beberapa faktor utama antara lain ketinggian tempat, kelerengan, kedalaman tanah, tekstur tanah, penggunaan tanah, ketersediaan air dan tanah pucuk, sumber bahan organik (pupuk kandang), status kepemilikan tanah dan faktor pendukung lainnya yaitu jalan usahatani, instalasi jaringan irigasi (pompanisasi), penyediaan kandang dan ternak sapi (2 ekor ha-1), pakan ternak, dan rumah kompos. Dengan mempertimbangkan faktor-faktor tersebut maka lahan yang sesuai untuk pencetakan sawah seluas 6,40 ha dari lahan bekas tambang seluas + 17,8 ha di Perlang. Desain sawah di Perlang, Bangka Tengah disajikan pada Gambar 1.
Gambar 1. Desain sawah di Perlang, Kabupaten Bangka Tengah
118
Teknologi Pencetakan Sawah pada Lahan Bekas Tambang Timah
Teknologi Pencetakan dan Pengelolaan Sawah Teknis pelaksanaan pencetakan sawah di Perlang, Kabupaten Bangka Tengah meliputi beberapa tahapan kegiatan sebagai berikut:
Pengukuran dan pematokan batas lahan, ukuran petak sawah 50 x 50 m atau disesuaikan dengan kelerengan lahan.
Pengerukan permukaan tanah sedalam 40 cm atau sampai lapisan kedap air, tanah didorong ke tempat lebih rendah dan diratakan dengan alat berat (dozer, excavator).
Perataan lahan dan atau penterasan mengikuti kemiringan lahan.
Pemadatan tanah dengan alat berat untuk meningkatkan lapisan kedap air.
Pembuatan pematang sawah selebar 50-60 cm dan tinggi 40-60 cm dengan bahan tanah hasil pengerukan dan dorongan alat berat.
Penimbunan dan perataan tanah pucuk (berliat) sebanyak 1.000 t ha-1 atau setinggi 10 cm.
Pemberian pupuk kandang 10 t ha-1.
Pembuatan jalan usahatani lebar 4 m dan tinggi 80-100 cm.
Instalasi jaringan irigasi (pompanisasi). Air dari kolong dialirkan melalui pipa ke lahan sawah yang lebih tinggi, kemudian secara gravitasi air akan mengalir ke lahan sawah lebih rendah.
Persiapan lahan dilakukan untuk membuat tanah menjadi lumpur dengan menggunakan rotary. Pada awalnya persiapan lahan tidak dilakukan dengan pembajakan karena akan membongkar lapisan kedap yang telah dibuat dengan pemadatan tanah. Pengelolaan air dilakukan secara intensif, hal ini untuk menjaga agar air tetap tersedia di dalam petakan, dipertahankan tinggi air 5-10 cm, karena pada awalnya akan terjadi perkolasi yang sangat hebat. Pemberian pupuk kandang dan pengapuran (pemberian dolomit) dilakukan seminggu sebelum tanam dengan cara disebar merata. Setelah terjadi pelumpuran yang sempurna lahan siap ditanami. Berdasarkan sebaran curah hujan bulanan, lokasi sawah di Perlang memiliki potensi masa tanam sepanjang 11 bulan, yaitu bulan Oktober sampai dengan bulan Agustus. Dengan dukungan sumber air untuk irigasi yang sangat berlimpah dari kolong (danau) maka di lokasi sawah ini dapat dikembangkan sistem usahatani dengan pola tanam padi-padi/palawija-palawija dengan awal musim tanam padi pertama dapat dimulai pada bulan Oktober, musim tanam padi/palawija kedua pada bulan Februari dan musim tanam ketiga untuk palawija pada bulan Juni.
119
Djadja Subardja et al.
Berdasarkan hasil analisis dengan Perangkat Uji Tanah Kering (PUTK), dosis pupuk untuk tanaman padi adalah 200 kg Superphos, 100 kg KCl, 1.000 kg dolomit ha-1, dan pupuk kandang dengan dosis tanam pertama 10 t ha-1 dan selanjutnya 5 t ha-1 diberikan setiap musim tanam. Dosis pupuk N diberikan dengan bantuan alat bantu Bagan Warna Daun (BWD), pupuk urea pertama diberikan dengan dosis 100 kg ha-1, kemudian dipantau dengan BWD mulai pada umur 21 hari, apabila warna hijau daun kurang dari skala 4 maka pupuk urea ditambahkan dengan dosis 75 kg ha-1. Pupuk Superphos dan dolomit diberikan sehari menjelang tanam, pupuk kandang diberikan seminggu sebelum tanam. Pupuk kandang yang telah matang diberikan seminggu sebelum tanam. Pupuk urea diberikan sesuai dengan kondisi tanaman dengan bantuan BWD. Pupuk KCl diberikan 2 kali, pertama bersamaan pemupukan urea pertama (<14 hari setelah tanam), 30 hari setelah tanam, masing-masing setengah dosis yang direkomendasikan. Kebutuhan air tanaman padi selama masa pertumbuhannya adalah antara 450-700 mm (Doorenbos dan Kassam, 1979). Kebutuhan air tersebut harus terpenuhi pada setiap fase pertumbuhan tanaman. Mengacu pada perhitungan neraca air tanaman padi, rekomendasi pemberian irigasi dari Dinas Pekerjaan Umum pada lahan sawah termasuk penggenangan adalah 1 l detik-1 ha-1. Berdasarkan hasil penelitian efisiensi pemanfaatan irigasi pada tanah Oxiaquic Eutrudepts, tekstur lapisan atas lempung berdebu, tekstur lapisan bawah lempung berpasir halus berkerikil, porositas tanah cukup tinggi (pori drainase cepat 32%) di kebun percobaan BB Padi Kuningan (Balitklimat, 2008) pemberian air irigasi dengan menjaga tinggi air genangan 5 cm secara terus menerus pada lahan sawah memberikan hasil yang paling baik. Hasil panen padi varietas Inpari 2 di Perlang secara ubinan (ukuran petak 2,5x2,5 m, diulang 3 kali) rata-rata 3,8 t ha-1 GKP (Asmarhansyah et al. 2011). Di lokasi lain di Cerucuk, Kabupaten Belitung, produksi padi pada panen perdana tanggal 21 Pebruari 2012 mencapai 5,6 t ha-1 GKP (Inpari 13), 5,8 t ha-1 GKP (Sintanur), dan 6,7 t ha-1 GKP (Situ Bagendit). Produktivitas lahan sawah di Perlang masih rendah tetapi sudah menunjukkan perkembangan kualitas lahan lebih baik. Perbedaan hasil yang nyata diduga selain karena perbedaan varietas padi yang ditanam juga ada perbedaan perlakuan dalam pemberian pupuk kandang, dimana pupuk kandang di Perlang adalah kotoran sapi yang diberikan secara disebar merata di lahan sawah, sedangkan di Cerucuk pupuk kandang berasal dari kotoran ayam yang diberikan dalam larikan mengikuti baris tanaman. Pengelolaan sawah bekas tambang di Perlang dirancang dengan menerapkan sistem pertanian terpadu dengan pendekatan sistem integrasi ternak dan tanaman berbasis padi (SITT: padi-sapi). Penerapan sistem (Gambar 2) tersebut diharapkan akan mampu meningkatkan pendapatan petani dan daya saing pertanian yang berkelanjutan serta mengurangi pengangguran dan kemiskinan di pedesaan.
120
Teknologi Pencetakan Sawah pada Lahan Bekas Tambang Timah
Sistem Integrasi Ternak-Tanaman (SITT) berbasis padi sawah SAPI
JERAMI
PRODUKSI
URINE, KOTORAN SAPI
TANAMAN PADI JAGUNG, KACANG SAYURAN, BUAH-BUAHAN
Gambar 2. Sistem Pertanian Terpadu: Sistem Integrasi Ternak-Tanaman
KESIMPULAN 1.
Pencetakan dan pengelolaan sawah pada lahan bekas tambang timah, studi kasus di Perlang, Bangka Tengah, merupakan salah satu percontohan dalam penerapan teknologi dari Badan Litbang Pertanian untuk mereklamasi lahan bekas tambang yang terdegradasi berat dan terlantar menjadi lahan pertanian yang produktif dan bermanfaat bagi kehidupan petani serta sebagai upaya pengendalian kerusakan lingkungan menuju swasembada pangan dan kesejahteraan rakyat.
2.
Informasi karakteristik lahan bekas tambang yang meliputi: kondisi permukaan tanah, kemiringan lahan, kedalaman tanah dan lapisan kedap air, tekstur tanah sifat fisik dan kimia tanah, ketersediaan sumber air pengairan, tanah pucuk, dan bahan organik merupakan faktor-faktor pendukung dalam pencetakan dan pengelolaan sawah pada lahan bekas tambang timah.
3.
Pengembangan teknologi pencetakan dan pengelolaan sawah pada lahan bekas tambang timah di Bangka Belitung akan mendorong percepatan pembangunan pertanian daerah berbasis padi menuju kemandirian pangan regional dan penguatan ketahanan pangan nasional.
4.
Penerapan Sistem Pertanian Terpadu-Sistem Integrasi Ternak dan Tanaman berbasis padi (padi-sapi) akan mampu meningkatkan pendapatan petani dan daya saing pertanian yang berkelanjutan serta mengurangi pengangguran dan kemiskinan di pedesaan. 121
Djadja Subardja et al.
DAFTAR PUSTAKA Asmarhansyah, M.D. Pertiwi, Issukindarsyah, D. Rusmawan, dan Muzammil. 2011a. Keragaan beberapa varietas padi di lahan sawah bekas tambang timah, Kepulauan Bangka Belitung. Prosiding Seminar Nasional Strategi Reduksi dan Adaptasi Perubahan Iklim di Bidang Pertanian. 29 Oktober 2011. Univesitas Muhammadiyah Yogyakarta. Yogyakarta. Balitklimat. 2008. Laporan Akhir Efisiensi Pemanfaatan Air Irigasi untuk Mengantisipasi Kelangkaan Air. Dok. Balai Penelitian Agroklimat dan Hidrologi. Bogor. Balai Penelitian Tanah. 2004. Petunjuk Teknis Pengamatan Tanah. Ed-1. Publ. BPT. Bogor. Doorenbos. J. and A.H. Kassam. 1979. Yield Response to Water. FAO Irrigation and Drainage Paper no 33. 193p Oldeman, L.R., S.N. Darwis, and Irsal Las. 1978. Agroclimatic map of Sumatra. Contr. Central Res. for Agric. Bogor, Indonesia. SCS-USDA, 1982. Soil Survey Laboratory Methods and Procedures for Collecting Soil Samples. Washington D.C. Schmidt, F.H. and J.H.A. Ferguson. 1951. Rainfall types based on wet and dry period ratios for Indonesia with Western New Guinea. Verh. No.42. Publ. LMG.Jakarta. Soil Survey Division Staff. 1993. Soil Survey Manual. Agric. Handbook No. 18. SCSUSDA, Washington D.C. Soil Survey Staff. 2010. Keys to Soil Taxonomy. NRCS-USDA. Subardja, D., A. Kasno, Sutono, dan H. Sosiawan. 2011. Identifikasi dan karakterisasi lahan bekas tambang timah untuk pencetakan sawah baru di Perlang, Bangka Tengah. Prosiding Seminar Nasional Sumberdaya Lahan Pertanian. Buku I. Balai Besar Litbang Sumberdaya Lahan Pertanian, Bogor.
122