TEHNIK PEMBUATAN PUTUSAN Oleh Drs. H. Jojo Suharjo ( Wakil Ketua Pengadilan Agama Brebes Kelas I. A. )
KATA PENGANTAR Tulisan ini pernah diunggah melalui website resmi Pengadilan Agama Purwokerto Kelas I.B ketika penulis bertugas sebagai Wakil Ketua di Pengadilan Agama tersebut. Tulisan ini semula sebuah paper yang dibuat dan diserahkan penulis kepada Panitia Pelatihan Tehnis Yustisial yang diselenggarakan oleh Mahkamah Agung RI, yang kegiatannya di Hotel Patra Jasa Semarang pada bulan April 1998 Walau telah lama disusun dan tidak sempat diperbaharui serta disesuaikan dengan mencantumkan peraturan per-undang-undangan yang baru setelah paper ini dibuat, tetapi isinya masih sangat berguna untuk bahan pengingat terutama untuk penulis sendiri dan barangkali untuk pembaca sekalian. Kini penulis sajikan dan dituangkan kembali seutuhnya,
semoga
bermanfaat.
BAB I PENDAHULUAN Paper ini disusun guna memenuhi salah satu persyaratan mengikuti Pelatihan Tehnis Yustisial yang diselenggarakan oleh Mahkamah Agung RI di Semarang. Karena sempitnya waktu dan keterbatasan mengumpulkan bahanbahan bacaan, maka paper ini banyak mengambil bahan dari buku berjudul : “ CARA PENYELESAIAN PERKARA PERDATA DENGAN SISTEM PUTUSAN SELA “ Jilid I dan II karangan : ELIYANA TANSAH, SH. dan L.J. Teknik Pembuatan Putusan ( Drs. H. Jojo Suharjo)hal- 1 dari 15
FERDINANDUS, SH. dan makalah yang berjudul : “ PENINGKATAN MUTU PUTUSAN HAKIM “ disusun oleh FORUM DISKUSI TETAP ( FOKUSTAP ) HAKIM TINGGI PENGADILAN TINGGI AGAMA JAWA TENGAH tahun 1997. Diharap penyusunan ini dapat bermanfaat bagi kita semua, serta kritik yang membangun dari para pembaca selalu dinanti guna kesempurnaannya. Kendatipun tersebut judul diatas tetapi uraiannya penyusun bagi dalam beberapa bab yakni : Bab I berupa pendahuluan, Bab II berupa jenisjenis putusan Hakim, Bab III urut-urutan proses pengambilan keputusan, Bab IV berupa 6 tahap cara kerja tetap Hakim dalam menyelesaikan perkara dan Bab V berupa kesimpulan. Kini beralih pada Bab berikutnya ;
BAB II JENIS-JENIS PUTUSAN HAKIM Produk Badan Peradilan itu ada dua macam yaitu : 1. Penetapan 2. Putusan Pengertian Penetapan dan Putusan adalah pernyataan Hakim yang diucapkan dalam sidang pengadilan yang terbuka untuk umum guna menyelesaikan atau mengakhiri perkara antara para pihak. Pada umumnya penetapan / putusan mempunyai susunan dan isi sebagai berikut : 1. Kepala Putusan Setiap putusan / penetapan pengadilan harus mempunyai kepala putusan
yang
berbunyi:
DEMI
KEADILAN
BERDASARKAN
KETUHANAN YANG MAHA ESA dan khusus bagi Pengadilan Agama
Teknik Pembuatan Putusan ( Drs. H. Jojo Suharjo)hal- 2 dari 15
dan
Pengadilan
Tinggi
Agama
dimulai
dengan
kalimat
BISMILLAHIRRAHMAANIRRAHIIM. 2. Identitas para pihak 3. Pertimbangan Hal ini terdiri atas dua bagian yaitu pertimbangan tentang duduk perkaranya dan pertimbangan tentang hukumnya 4. Amar ( diktum ) 5. Kaki Putusan 6. Nama dan tanda tangan Hakim dan Panitera Pengganti Dalam Hukum Acara Perdata dikenal dua macam putusan yaitu Putusan Akhir dan Putusan Sela. Putusan Akhir adalah putusan yang mengakhiri suatu sengketa dalam suatu tingkat peradilan tertentu. Macam-macam putusan akhir dari segi sifatnya yaitu: 1. Putusan Deklaratoir adalah putusan yang bersifat menerangkan, menegaskan suatu keadaan hukum semata. 2. Putusan Konstitutif adalah putusan yang meniadakan suatu hukum atau menimbulkan suatu keadaan hukum yang baru. 3. Putusan Kondemnatoir adalah putusan yang berisi penghukuman pihak yang dikalahkan untuk memenuhi prestasi. Pada
hakikatnya
semua
putusan
baik
yang
bersifat
kondemnatoir maupun konstitutif adalah bersifat deklaratoir. Macam-macam putusan akhir dari segi bentuknya ialah: 1. Putusan Kontradiktoir dan verstek. Putusan kontradiktoir atau op tegenspraak artinya putusan hakim yang diberikan tidak dalam verstek atau proses antara dua pihak yang bertentangan yang kedudukannya sama tinggi, Contradiktoir
Teknik Pembuatan Putusan ( Drs. H. Jojo Suharjo)hal- 3 dari 15
vonnis; keputusan yang diambil dengan tantangan pihak yang bersangkutan. Putusan Verstek adalah putusan pengadilan yang dijatuhkan diluar hadirnya Tergugat. 2. Putusan Gugur Gugur dalam bahasa Belanda disebut Vervallon artinya hapus, mati. Jadi putusan gugur adalah suatu putusan yang dijatuhkan dimana penggugat telah dipanggil dengan patut namun tidak datang menghadap, maka perkaranya dinyatakan gugur . Putusan Sela ialah putusan yang dijatuhkan sebelum putusan akhir, tujuannya adalah untuk memperlancar pemeriksan perkara.
Macam-macam putusan sela yaitu: 1. Praeparatoir Putusan praeparatoir adalah putusan sebagai persiapan putusan akhir tanpa mempunyai pengaruh atas pokok perkara atau putusan akhir. 2. Interlocutoir Putusan
Interlocutoir
adalah
putusan
yang
memerintahkan
pembuktian. Putusan ini mempengaruhi putusan akhir. 3. Insidentil Putusan Insidentil adalah putusan yang menghentikan prosedur peradilan
biasa,
karena
adanya
insiden,
putusan
ini
belum
berhubungan dengan pokok perkara.
Teknik Pembuatan Putusan ( Drs. H. Jojo Suharjo)hal- 4 dari 15
4. Provisionil Putusan Provisionil adalah putusan yang menjawab tuntutan provisi, yaitu permintaan pihak yang berperkara agar diadakan tindakan pendahuluan guna kepentingan salah satu pihak sebelum putusan akhir dijatuhkan.
BAB III URUT-URUTAN PROSES PENGAMBILAN KEPUTUSAN Pasal 2 ayat (1) Undang-undang No. 14 tahun 1970, menyatakan bahwa tugas pokok badan-badan Peradilan adalah menerima, memeriksa, dan
mengadili
serta
menyelesaikan
setiap
perkara
yang
diajukan
kepadanya. Kata “mengadili” sebenarnya sudah mencakup yang lain. Perbuatan mengadili bertujuan dan ber-intikan “memberikan suatu keadilan”. Hakim dalam memberikan suatu keadilan melakukan kegiatan dan tidakan : 1. Menelaah tentang kebenaran peristiwa yang diajukan kepadanya. 2. Mempertimbangkan dengan memberikan penilaian atas peristiwa itu serta menghubungkannya dengan hukum yang berlaku. 3. Memberikan suatu kesimpulan dengan menyatakan suatu hukum terhadap peristiwa itu. Dalam mengadili sekaligus tercakup tiga pengertian yaitu : a. Menyelesaikan suatu perkara degan memberikan suatu keadilan; b. Menegakkan hukum; c. Membentuk hukum. Fungsi mengadili tergantung kepada kemampuan serta keterampilan hakim dalam bidang: Teknik Pembuatan Putusan ( Drs. H. Jojo Suharjo)hal- 5 dari 15
a. Hukum Acara; b. Hukum Materiil; c. Metode dan teknik pengambilan keputusan. Dari segi metodologi, urut-urutan proses pengambilan keputusan adalah sebagai berikut : 1. Perumusan masalah atau sengketa Informasi yang disampaikan oleh Penggugat dalam gugatannya, repliknya
dan
kesimpulannya.
Sedangkan
informasi
yang
disampaikan oleh Tergugat dalam jawabannya, dupliknya dan kesimpulannya. Penggugat dalam gugatannya mengajukan pendalilan peristiwa konkrit. Tergugat mengajukan jawabannya dengan 3 kemungkinan : a. Jawabannya mengemukakan peristiwa konkrit yang sama dengan yang diajukan oleh Penggugat; b. Jawabannya mengemukakan peristiwa konkrit yang tidak sama dengan yang diajukan oleh Penggugat; c. Jawabannya mengemukakan peristiwa konkritnya ada yang sama dan ada yang tidak sama dengan yang dikemukakan oleh Penggugat. Hal yang tidak sama inilah yang dirumuskan menjadi pokok masalah atau sengketa. 2. Pengumpulan data Setelah hakim merumuskan pokok masalah atau sengketa, kemudian menentukan siapa yang dibebani pembuktian lebih dahulu. Dari pembuktian inilah hakim memperoleh data untuk diolah guna menemukan fakta yang dikonstatir atau dinyatakan benar.
Teknik Pembuatan Putusan ( Drs. H. Jojo Suharjo)hal- 6 dari 15
3. Penganalisaan data untuk mengemukakan fakta Hal yang dikemukakan oleh Penggugat dan Tergugat yang sudah sama diinventarisasikan, sedang yang berbeda harus dibuktikan kebenarannya dalam pembuktian. Dari pembuktian yang dibebankan kepada para pihak tersebut hakim menilai hasilnya dan menganalisa untuk menemukan fakta yakni sesuatu yang benar-benar ada atau terjadi. 4. Penemuan Hukum Dalam melakukan peradilan, Pengadilan harus mengadili berdasarkan hukum yang berlaku, meliputi hukum tersebut tidak jelas atau kurang jelas, terutama dalam hukum tidak tertulis. Pengadilan tidak boleh menolak untuk memeriksa dan mengadilinya dengan dalih bahwa hukum tidak ada atau kurang jelas. Hakim dianggap tahu hukum, dan kepadanya diberikan wewenang pula untuk melakukan penafsiran ( interpretasi ) hukum. Hakim sebagai penegak hukum dan keadilan wajib menggali, mengikuti dan memahami nilai-nilai hukum yang hidup dalam masyarakat. Hakim merupakan perumus dan penggali dari nilai-nilai hukum yang hidup dikalangan rakyat. 5. Pengambilan Hukum Hal ini erat sekali kaitannya dengan teknik pengambilan keputusan. Dan hal ini harus sesuai dengan hukum acara. Hasil proses pengambilan keputusan dituangkan dalam bentuk putusan atau penetapan. Putusan dan penetapan tersebut merupakan suatu penulisan argumentatif dengan format dan penetapan tersebut dimaksudkan untuk menimbulkan keyakinan atas kebenaran isinya kepada pihak-pihak.
Teknik Pembuatan Putusan ( Drs. H. Jojo Suharjo)hal- 7 dari 15
6. Penulisan Keputusan Untuk hal ini tergantung kasus yang dihadapi. Tetapi tentunya harus ada unsur-unsur sebagaimana telah tertulis diatas pada pembahasan mengenai susunan dan isi suatu putusan atau penetapan.
BAB IV 6 (ENAM) TAHAP CARA KERJA HAKIM DALAM MENYELESAIKAN PERKARA Yaitu : Pertama Tahap Inventarisasi Hakim membaca seluruh berkas perkara gugatan, jawaban, replik, duplik, dan semua surat-surat yang berhubungan dengan itu untuk memperoleh gambaran mengenai perkara yang ia hadapi. Selanjutnya ia meneliti apakah ada hal-hal yang perlu diputus lebih dahulu sebelum pokok perkaranya, antara lain : -
Apakah ada eksepsi;
-
Apakah ada yang oleh hakim karena jabatannya, meskipun tiak ada eksepsi harus diputus lebih dahulu seperti ketidakwenangan hakim atau perkara itu pernah diputus dan telah berkekuatan hukum tetap dan sebagainya.
Setelah itu hakim melakukan inventarisasi pokok-pokok perselisihan dan mencatat: -
Apa yang akhirnya dituntut oleh Penggugat dan dasar tuntutan itu;
-
Apa jawaban/ sanggahan Tergugat atas dasar jawaban/ sanggahan itu; Ada 4 kemungkinan pendirian Tergugat dalam jawabannya yaitu:
Teknik Pembuatan Putusan ( Drs. H. Jojo Suharjo)hal- 8 dari 15
1. Tidak menolak/ menyangkal gugatan Penggugat; 2. Tidak menolak/ menyangkal fakta-fakta yang diajukan Penggugat tetapi mengajukan sanggahan berdiri sendiri; 3. Tidak menolak/ menyangkal fakta-fakta yang diajukan Penggugat tetapi menyangkal akibat hukum yang timbul; 4. Menyangkal/ menolak peristiwa-peristiwa yang diajukan oleh Penggugat. Dari catatan-catatan ini hakim memisah-misahkan apa yang relevan dan yang tidak relevan, sehingga memperoleh gambaran tentang apa yang menyebabkan para pihak berbeda pendapat. Inventarisasi dengan membuat gambaran tersebut diperlukan agar hakim dapat memilih peraturanperaturan hukum ( mayor ) yang tepat untuk diterapkan pada peristiwaperistiwa yang relevan ( minor ). Kedua Tahap Penentuan Sistem Hukum Yang Berlaku Dalam Perkara Yang sedang Dihadapi. Dalam hal ini bagi Pengadilan Agama tidak serumit Pengadilan Negeri, karena bagi Pengadilan Agama kewenangan Absolutnya sudah ditentukan dan telah diatur dalam peraturan perundang-undangan nasional serta telah tertentu pihak-pihak yang berperkara. Ketiga Tahap Seleksi Dengan berpijak pada tuntutan Penggugat yang berpangkal pada peristiwa-peristiwa
yang
dikemukakan
sebagi
dasar
tuntutan
oleh
Penggugat, hakim memilih satu atau lebih peraturan hukum yang tepat bagi peristiwa-peristiwa yang diajukan dasar tuntutan Penggugat itu. Demikian pula bila Tergugat mengajukan sanggahan yang merupakan dalil yang berdiri sendiri. Pada tahap ini hakim meneliti apakah pelanggaran yang dilakukan oleh Tergugat terhadap akibat hukum yang dituju oleh Penggugat sebagaimana yang didalilkan oleh Penggugat merupakan pelanggaran terhadap kaidah hukum. Teknik Pembuatan Putusan ( Drs. H. Jojo Suharjo)hal- 9 dari 15
Dengan berpangkal pada tuntutan dan kumpulan peristiwa yang dikemukakan oleh Penggugat sebagi dasar tuntutannya, hakim meneliti apakah ada satu atau lebih kaidah hukum yang tepat dapat diterapkan. Cara yang sama dilakukan pula oleh hakim terhadap sanggahan yang dikemukakan oleh Tergugat yang merupakan dalil berdiri sendiri. Keempat Tahap Penerapan Dalam tahap ini peristiwa-peristiwa yang relevan telah tersaring dan hakim akan mendapat pandangan secara umum mengenai peristiwaperistiwa yang relevan itu. Dalam pemeriksaan perkara itu hakim akan meneliti apakah unsur-unsur yang disebutkan dalam peraturan hukum yang menimbulkan
akibat
hukum
yang
dituju
oleh
peraturan
tersebut
kenyataannya telah dikemukakan secara lengkap oleh yang berkepentingan. Bila unsur-unsur itu tudak dikemukakan secara lengkap berarti tidak memenuhi tatanan pembuatannya atau “ STELPLICHTNYA” , yaitu kewajiban mendalilkan ; akibatnya maka akibat hukum yang dituju tidak dapat terwujud kecuali bila berdasarkan peraturan hukum lain akibat yang dituju itu tetap timbul. Kemudian hakim akan menelaah peristiwa-peristiwa relevan yang telah tersaring, disamping sanggahan dari pihak lawan dan hakim akan meneliti apakah semua peristiwa-peristiwa yang relevan itu telah menjadi dalil yang tetap karena : telah diakui dan atau tidak disangkal, atau disangkal dengan tanpa alasan yang cukup, dan atau telah didukung oleh bukti-bukti tertulis yang tidak dibantah oleh pihak lawan. Hakim akan menerapkan peraturan hukum yang dipilih
terhadap
yang dikemukakan oleh Penggugat untuk memperoleh akibat hukum yang timbul, juga hakim akan melakukan yang sama terhadap sanggahan lawan untuk memperoleh akibat hukum yang dituju. Dalil-dalil yang telah menjadi tetap berarti tidak ada sesuatu yang dipersengketakan didalamnya, sedangkan dalil yang disanggah oleh pihak lawan merupakan pokok persengketaan dan harus dibuktikan lebih lanjut. Teknik Pembuatan Putusan ( Drs. H. Jojo Suharjo)hal- 10 dari 15
Kelima Tahap Putusan Dengan melalui tahap –tahap yang telah diuraikan diatas, hakim memperoleh pandangan secara umum yang menyeluruh mengenai pokok persengketaan yang masih harus diputuskan. Pokok-pokok persengketaan itu harus disusun secara tertib dengan memprioritaskan yang paling penting atau paling menentukan terlebih dahulu kemudian yang kurang penting dan seterusnya. Kemudian dipertimbangkan dan diputus sesuai dengan urutan tersebut. Bila Tergugat mengajukan eksepsi, maka eksepsi sebagai pokok sengketa yang paling penting. Oleh karena itu ditempatkan sebagai persengketaan yang nomor satu, kemudian disusul dengan pokok persengketaan lainnya. Bila Penggugat tidak cukup dalam mengemukakan dalil-dalilnya sehingga akibat hukum yang dituju tidak timbul, maka putusan hakim dalam perkara tersebut adalah “ Menyatakan gugatan Penggugat tidak diterima “. Bila Tergugat mengajukan gugatan balasan/ rekonpensi maka kedua perkara tersebut yaitu gugat asal dan gugat balasan diselesaikan sekaligus dan diputus dalam satu putusan. Keenam Tahap Redaksi Setelah hakim melalui semua tahap tersebut diatas maka ia memulai menyusun redaksi putusannya dengan baik dan jelas agar para pihak dan siapa saja yang membaca putusan itu memperoleh gambaran mengenai : a. Pokok-pokok perselisihan yang harus diputus; b. Proses jalannya penyelesaian yang ditempuh dan alasan-alasan yang dipakai sebagai dasar pertimbangan hakim. Adapun redaksi (isi) putusan adalah sebagian sebagaimana telah disebut dalam bab II diatas dengan penambahan sebagai berikut dibawah ini: Teknik Pembuatan Putusan ( Drs. H. Jojo Suharjo)hal- 11 dari 15
Dalam pertimbangan tentang duduknya perkara memuat: gugatan dan jawaban serta surat-surat bukti yang diajukan dan keterangan saksi yang diajukan oleh para pihak; ringkasnya menggambarkan proses persidangan sebagaimana tertera dalam berita acara persidangan. Sedangkan pertimbangan dalam pertimbangan hukum dibagi : a. Dalil-dalil Penggugat yang telah menjadi tetap b. Dalil si Penggugat selainnya yang telah menjadi tetap yang dijadikan dasar tuntutan Penggugat c. Sanggahan Tergugat d. Pokok-pokok persengketaan e. Pertimbangan yang memuat analisa secara yuridis mengenai terbukti atau tidaknya dalil-dalil Penggugat atau Tergugat yang menjadi pokok persengketaan. Pertimbangan hukum tersebut harus disusun secara logis dan sistematis dan harus saling berhubungan, sehingga merupakan suatu rangkaian yang logis menuju diktum putusan , dengan mempertimbangkan semua bagian dari petitum gugatan Penggugat dan menyebutkan pasal-pasal dari peraturan perundangundangan yang bersangkutan atau sumber hukum tak terstulis yang dijadikan dasar untuk memutus perkara tersebut. Dalam amar ( diktum ) putusan memuat: a. Apakah seluruh petitum itu dikabulkan, atau dikabulkan untuk sebagian dan selebihnya ditolak, atau seluruhnya ditolak atau tidak diterima; b. Dalam hal yang telah dilaksanakan sita jaminan, maka harus disebut
“menyebutkan sah dan berharga sita jaminan” atau
“memerintahkan agar jurusita jaminan diangkat” c. Pihak mana yang dibebani/ dihukum untuk membayar biaya perkara atau pembebasan biaya perkara untuk perkara prodeo; Teknik Pembuatan Putusan ( Drs. H. Jojo Suharjo)hal- 12 dari 15
d. Mencantumkan besarnya biaya perkara. Demikian uraian dalam bab IV dan kini beralih pada bab berikutnya.
BAB V KESIMPULAN Dari uraian tersebut diatas dapatlah disimpulkan bahwa: 1. Produk badan peradilan itu dua macam yaitu: Penetapan dan Putusan. Dalam Hukum Acara Perdata ada dua macam putusan yaitu: Putusan Akhir dan Putusan Sela, yang dari masing-masing itu ada macam-macamnya. 2. Dalam pembuatan suatu putusan harus melalui pemeriksaan perkara sesuai peraturan perundang-undangan yang berlaku dan tata cara serta teknik tertentu. Demikian paper yang dapat penulis susun. Sekali lagi sebagaimana telah disebut diatas karena sempitnya waktu dan keterbatasan perolehan mengumpulkan bahan-bahan bacaan, kiranya banyak yang perlu diperbaiki dalam penulisan ini.
Teknik Pembuatan Putusan ( Drs. H. Jojo Suharjo)hal- 13 dari 15