SUNSHINE QIU
FRIENDEVIL
Diterbitkan secara mandiri melalui Nulisbuku.com
FRIENDEVIL Oleh: Sunshine Qiu Copyright © 2016 by Sunshine Qiu
Penerbit SUNSHINE QIU
[email protected]
Desain Sampul: Sunshine Qiu
Diterbitkan melalui: www.nulisbuku.com
2
Sunshine Qiu would like to thank:
Thanks to God Almighty who has given me this special gift since I was 12 – a passion for writing and the source of ideas and the strength which enabled me to deliver 'my baby' (finally!). To my Mom and Dad who have always been my best supporters and played a big part in my life of making me someone who loves to read. It is what drives me to write! My brother and sister, Revie and Sharon - thanks for the good and bad times. Whatever happens siblinghood rocks! And to the love of my life, Jason, who never gives up on me through thin and thick, sunshine and rain. My everything!
3
PROLOG Tempat
itu yang semula menyeramkan karena gelap, sunyi dan penghuninya berupa pepohonan yang tinggi - berkesan angkuh namun sekaligus angker - kini seolah mendapatkan hiburan dengan kedatangan sebuah Lamborghini Avendator. Pemiliknya terbaring di jok belakang mobil sport itu. Ia sedang tertidur dalam jangka waktu untuk selamanya. Dalam hitungan detik, kendaraan mewah tersebut, melaju lalu meluncur ke jurang. Pemuda itu sudah pergi ke neraka sebab sang Iblis sendiri yang mengambil nyawanya.
4
CHAPTER 1
Four months earlier...
Sebuah sedan BMW Seri-7 berhenti tepat di depan gerbang salah satu sekolah ternama di Jakarta Barat, Nusantara High School, sebuah sekolah berskala internasional yang tergolong pendatang baru dalam dunia pendidikan di Indonesia, khususnya Jakarta, yang juga tak lepas dari kerjasama antara seorang anak negeri lulusan Amerika dan pengusaha dari Kanada. Biarpun Nusantara High School berdiri belum lama, namun sekolah ini sudah populer dan menjadi perbincangan hangat para anak muda yang mengaku ingin eksis baik di bidang akademis maupun sekedar menginginkan status 'biar keren'. Gerbang sekolah dengan model minimalis, lapangan multi-fungsi, gedung utama bertingkat empat untuk sarana belajar; ruang rapat; kantor kepala sekolah; kantor guru dan Tata Usaha. Dan sebuah gedung berlantai tiga yang terbagi untuk theater, music hall, 5
dan sport hall. Serta kafetaria yang memiliki tiga tingkat. Kembali ke sedan tadi, tampak seorang gadis berusia enam belas tahun bernama Vira, dengan rambut bergelombang bak Vanessa Hudgens di High School Musical (yang dikuncir menjadi empat bagian dengan pita berwarna merah, putih, emas dan ungu!) dan berwajah imut ala Yoon Eun-hye. Yoon Eun-hye adalah aktris Korea yang pernah booming lewat perannya di Princess Hours dan The 1st Shop of Coffee Prince. Gadis itu duduk di samping seorang wanita yang berpenampilan modis di driver's seat. Di jok belakang, duduk seorang pemuda yang berusia tiga tahun lebih tua dari nona manis itu. "Sayang, gak perlu nervous begitu dong. Cheer up, honey!" Wanita itu menghibur anaknya yang terlihat gelisah. "Kamu pasti akan melewati MOS ini baikbaik saja." "Iya, benar kata Mama. Paling-paling kamu hanya di jemur dua jam di lapangan." Goda kakaknya yang duduk di belakang. Sementara - gadis itu - Vira namanya pura-pura cemberut. Tapi itu malah membuatnya semakin menggemaskan. Sang mama hanya bisa tersenyum melihat tingkah putrinya tersebut. "Ayo semangat, Sayang!" Sang Mama tersenyum dan mencium kening Vira lalu mendorongnya secara 6
halus. "Nanti kamu terlambat. You will be fine." Vira meraih tas sekolahnya yang baru dibeli Papanya dari New York serta membuka pintu sedan. Kakaknya sekali lagi mengejeknya. "Semoga MOSnya menyenangkan ya. Bye for now!" Setelah melambaikan tangan pada mamanya dan meleletkan lidah ke kakaknya - sedan itu pun berlalu. Vira berjalan memasuki sekolah megah tersebut dengan perasaan campur aduk. Excited yet nervous! Ini merupakan MOS pertama baginya. Tiga tahun yang lalu saat ia seharusnya mengikuti MOS di SMP, ia terkena chicken pox. Ia sangat tersiksa dengan kondisinya pada saat itu. Satu minggu badannya ditumbuhi bentol-bentol berair dan terasa gatal-gatal, tapi ia tidak boleh menggaruknya. Belum lagi badannya terasa panas, namun ia bahkan tidak boleh terkena AC bahkan kipas angin. Life was like in hell at the moments! Rupanya, cacar air yang membuatnya tersiksa pada waktu itu adalah blessing in disguise. Berkatnya, Vira lolos dari MOS pada waktu itu. Sekarang...ya whatever will be, will be deh, demikian gumam Vira pasrah. Semoga kakak kelasnya baik-baik, doa Vira dalam hati. Ia sedikit terhibur begitu melihat ada banyak anak yang mengenakan pita berwarna-warni seperti dirinya dan ya, ampun...okay, that's fair enough. Ia 7
berusaha untuk tidak tertawa ketika melihat para siswa laki-laki mengenakankan empat pita berwarnawarni layaknya dasi di kerah seragam mereka. Perlahan tapi pasti ia berjalan melewati halaman sekolah yang dipadati oleh siswa-siswi baru dan beberapa senior. Ada yang berkelompok, ada yang cuma berdua. Mereka terlihat asyik berbicara seperti sudah saling kenal padahal para anak baru itu pasti baru saling bertemu hari ini. Tak lama kemudian, Vira melihat kerumunan anak baru di depan papan pengumuman dan teringat bahwa ia harus mencari tahu kelas mana yang akan menjadi kelasnya. Lalu, ia pun mendekati papan tersebut dan tentu saja ia harus berjuang melihat pengumuman tersebut mengingat banyaknya anak baru yang juga mempunyai tujuan yang sama. Akhirnya, Vira berhasil berdiri di baris depan kerumunan tersebut dan melihat sebuah kertas bertuliskan: PENGUMUMAN KELAS SISWASISWI BARU. Ia langsung mencari namanya, Virginia Aprilia Tanoko. Ternyata kelas X-2 akan menjadi ruangan tempatnya belajar. Setelah itu ia mempelajari peta sekolah barunya. All right, ia akan segera menemukan kelasnya. Vira sempat terkagum-kagum ketika melihat kemegahan sekolah barunya ini, Nusantara High School, walaupun ia sudah membaca selebaran mengenai sekolah ini. Melihat sekolah ini secara 8
lansung, justru jauh lebih mengesankan. Awesome! Papa memang tidak salah merekomendasikan Nusantara High School padanya setahun yang lalu, bahkan Papa sudah mendaftarkannya sebagai salah satu siswi. Kata Papa kalau tidak buru-buru, ia tidak akan kebagian tempat. Benar saja, ketika Papa mendaftarkannya pada waktu itu, pendaftaran tersebut ditolak karena sudah tidak ada tempat lagi. Tapi Papanya adalah Darius Tanoko, salah satu pengusaha yang tersukses di Jakarta, yang tentu saja punya banyak koneksi. Entah bagaimana caranya, tahu-tahu Vira mendapat surat dari Nusantara High School, yang menyatakan bahwa ia resmi diterima menjadi siswi sekolah ternama itu. Vira bersorak bahkan meloncat gembira segera setelah membacanya. Ia berlari menghampiri Papanya yang sedang membaca Jakarta Post di teras yang menghadap ke kolam berenang. "Pa, thank you so much!" Vira mencium pipi sang Papa. "No problem, honey." Darius Tanoko mengedipkan sebelah matanya ke arah putrinya. "Belajar yang lebih giat lagi. Don't ever let me down." Vira segera menghentikan lamunannya. Ia harus fokus untuk menemukan kelas barunya. Nah, itu dia. Ia melihat sebuah papan kecil di atas pintu kelasnya dengan tulisan: X-2. Vira melangkah masuk ke kelas 9
dan sekali lagi ia harus mengakui bahwa Nusantara High School bukan saja keren tapi juga bersih. "Aduh!" Seru seseorang ketika tanpa sengaja Vira menabraknya. Atau orang itu yang menabrak duluan? Entahlah. "Maaf, maaf..." Vira spontan mengucapkan kata tersebut. Cewek itu membelalakkan matanya ke arah Vira. "Kalo jalan pake mata!" Dia pun berlalu sambil menggerutu. Vira menghela nafasnya. Ia kini berjalan lebih berhati-hati agar 'kecelakaan' yang tadi tidak terulang. Ia segera melihat beberapa bangku sudah ada yang bertuan. Kini, ia sibuk mencari tempat duduk dan ia melihat ada yang tersenyum padanya tak jauh dari tempat ia berdiri. Ia membalas senyuman ramah tersebut dan mendapati bangku di sebelahnya masih kosong. "Hai," sapa Vira, "Apa bangku ini belum ada yang punya?" Cewek itu tersenyum lagi mendengar pertanyaan Vira dan menjawab sambil menggelengkan kepalanya. "Belum. Belum ada." "Boleh menjadi teman sebangkumu?" "Tentu saja," sahutnya santun. Kemudian ia berdiri 10