Novembri K. Baiin
Diterbitkan secara mandiri melalui Nulisbuku.com
BAB 7 – 9km “Aku rasa aku bisa sekedar berjalan kaki lebih dari 9Km jika itu bersama kamu” Minggu pagi. Saat langit masih berwarna biru pudar dan atmosfer belum tertembus sinar ultraviolet matahari. Mungkin hanya tiga tipe makhluk yang sudah terbangun ; ibu – ibu yang hendak ke pasar, tukang sayur dan Ayam jantan. 14 November. Hari ulang tahun Noah. Bahkan dia sendiri tidak perduli dengan rutinitas yang banyak orang bilang sebagai momen special tiap tahun. Yang biasa dia lakukan tiap tahun Cuma potong kue bikinan ibunya dan makan bersama. Semua itu biasa buat Noah, meskipun Ia tetap bersyukur atas itu semua. Suara Telepon dari ruang tengah rumah keluarga Milian sudah bordering. Suasana pagi yang sepi dan tenang membuat suaranya memenuhi seluruh ruang dan menelusup ke tiap jengkal kamar. Mina sudah terbangun. Dia memang Ibu yang bertanggung jawab, 2
penyayang, bendahara yang baik dan tentu saja super cerewet, itu menjadi standarisasi ibu di seluruh dunia. Begitu
menurut
Noah.
Dengan
Sigap
Mina
mengangkat telepon pagi itu. “Noah.. ada telepon itu, cepat!!”. Kata Mina sambil mengetuk keras pintu kamar Noah yang sudah di batasi garis polisi. Suaranya saja sudah cukup membuat Noah seperti dijewer. Mulut ibunya itu mengeluarkan api, seperti Naga. “Iya maaa iyaa…”.Jawab Noah sambil keluar kamar. Berjalan dan membuka mata seadanya. “Cewe tuh yang nelpon!” Kata Mina berbisik sambil tersenyum. Noah berlalu tak acuh. “Hallo..” “Hallo Noah..” Dua kata pertama si penelpon langsung menjadi electric shock yang membuka lebar – lebar mata Noah. Ia tau betul suara siapa itu. Seketika Pria muda 3
nan (sok) ganteng ini merapikan rambut belah pinggirnya dan lupa fakta bahwa di telepon komunikasi yang bisa ditangkap Cuma suara. “ini Rain ya?” Serunya sambil membelalakan mata. “eh..kok.. kok bisa tau nomer gue?” “..ya ampun..eh ada apa pagi – pagi..eh.. hmm.. lu semalam tidur pake baju ngga? Eh maaf”. Tiba – tiba semua syaraf bicara Noah tidak beraturan. Koneksi Otak dan mulut tersendat. Ia begitu terkejut. Karena sejak Kejadian di malam ketika mereka tidak sengaja bertemu di taman Andromeda, Rain dan Noah tidak lagi terlihat bersama atau berkomunikasi. Ditambah kesembuhan dari Ades, maka kebersamaan mereka di sekolah nyaris tidak ada lagi. Ades selalu terlihat menjadi pelayan dan bodyguard yang setia buat Rain. Sesekali Noah beradu pandang dengan gadis itu, namun Rain membalas dengan pandangan acuh. “hihi..Masih tidur ya No..” Ujar Rain
4
“Oh.. nggak kok.. Tentu nggak lah.. masa jam segini tidur.. biasa lah.. kalo jam segini udah bangun, bantu orang tua,.” Kata Noah sambil menurunkan volume suaranya. Tapi pendengaran Mina terlalu tajam. “Tiap hariii bangun siang teruss, kasur ngga di rapihin abis tiduurr..dasar anak nggak gunaa!!” Ujar Mina setengah berteriak dengan sengaja sambil melirik ke arah Noah. “Maaf ya.. itu emang cerewet emak gue..” “Hihi..Oh iya, aku Cuma mau bilang selamat Ulang tahun yaa.. Hari ini ada acara ngga?“ “trima kasih banyak Rain.. hari ini gue ngga kemana – mana kok emang kenapa?” “Aku mau ajak kamu ke sebuah tempat Noah, mau ngga? Kalo mau pagi ini kita janjian ketemu di stasiun ya..” “Iya bisa – bisa, nanti gue ke Stasiun..”. “Ya udah, oke sampai ketemu nanti di stasiun ya jam 8..daa” tutup Rain. 5
Sayap
Noah
mengembang
diantara
kedua
punggungnya. Ia terbang sampai ke langit langit rumah. Mina Cuma bisa berteriak teriak menyuruh anaknya itu turun. Ini pertama kalinya Ia akan jalan berdua saja dengan Rain.
Semua
kemampuan
terbaiknya
harus
dikerahkan. Jika perlu Ia berniat menyewa kereta kuda atau make up artist agar terlihat sempurna. Tapi urung dilakukan karena uangnya tidak seberapa, bahkan untuk naik ojek sekalipun. Kerinduannya mematahkan semua keraguannya. Dia tidak
perduli
lagi
dengan
Ades.
Kehilangan
kebersamaan di sekolah dan menghadapi kenyataan tidak lagi berhubungan setelah pertemuan di taman Andromeda membuatnya menyadari satu hal; Dia sangat menginginkan Rain. 08.00 wib, Stasiun Kota. Rain terlihat sangat cantik dengan jeans, Sneakers yang dipadu kemeja kotak – kotak yang menjadi ciri khasnya, dan tas ransel merah. Didalamnya ada 6
sebuah kotak yang dibungkus rapi. Dibungkus dengan rasa yang dalam untuk seseorang yang spesial. Dan si orang spesial itu sekarang muncul diantara para calon penumpang yang menunggu kereta diatas peron. Sangat eksentrik. Noah memakai switer hijau dengan turtle neck, dan celana jeans. Sepatu kulit dan kacamata hitam jadul punya Milian, ayahnya. Penampilan serunya itu sukses menjadi pusat perhatian semua orang. Rain Cuma tersenyum menahan tawa. “Mau kemana kita Rain?” Tanya Noah sambil membuka kaca mata hitamnya, dan merapikan rambut belah pinggirnya. Dan Perempuan di depannya itu selalu membuatnya terpesona. Selalu. Tidak terkecuali hari ini. Sesaat kemudian Kereta dengan deru kerasnya datang. Rain menggenggam tangan Noah dan menggandengnya
masuk
ke
dalam
gerbong.
7
Tangannya Halus. Noah bisa mendengar denyut nadi dan aliran darah Rain. Memompanya ke jantung dan bersenandung lagu cinta tentang mereka berdua. “Pokoknya kamu ikut aku aja, ya..ya..” kata Rain sambil terus tersenyum melihat tampilan Noah. Mereka berdua masing – masing lebih banyak diam di sepanjang perjalanan. Noah merasa seperti mimpi bisa jalan berdua dengan Rain, sedangkan Rain merasa sangat senang berada di dekat Noah. Hati mereka saling bicara panjang lebar. Ketika kata – kata tidak bisa lagi menggambarkan rasa, maka biarkan hati yang mengungkapkan semuanya. Yang tidak terlihat namun terasa akan selalu terkoneksi. Rasa yang besar selalu sampai ke yang empunya rasa. Decit rel dan roda besi saling bergesekan. Pelahan laju kereta melambat. Nampak dari kejauhan Tugu 8
Monas menyambut mereka gagah. Pantulan Matahari yang menyapu beberapa sisi lapisan Emas ujung tugu simbol jakarta itu menimbulkan efek kuning dan jingga yang berpadu padan. “Kamu pernah ke Atas situ No?” Ujar Rain menunjuk ke arah ujung monas. “Belum pernah, gue Cuma sampe mangkoknya aja, itu juga waktu dulu banget” Jawab Noah Jujur. Rain tersenyum simpul. “Kita ke sana ya, dari kecil aku pingin banget kesana.. hehe” “Oke!” Jawab Noah Antusias. Awan yang menaungi mereka sepanjang perjalanan seolah mendukung kebersamaan kedua mahluk Tuhan itu. Menjaga mereka dari terik lapangan Monas yang cukup menyengat. “Milian pernah melukis tugu ini nih” Ujar Noah sambil tetap mengenggam tangan Rain. “Milian? Wah teman kamu pelukis No?” 9
“itu nama Bapak gue” “…” Rain terkejut sambil tertawa. “.. haha, kok kamu manggil Bapak kamu pake nama gitu sih, ngga sopan banget” “Lho, itu memang nama Bapak gue, bagian mana yang ngga sopan, kecuali gue bilang ‘Si gendut’ atau ‘si kupret’.. baru itu namanya kurang ajar..” Sanggah Noah, membuat Rain kembali tertawa sekaligus takjub. “Rain.. tau makna dari bentuk monumen nasional?” Ujar Noah sok pintar. Ia teringat Ayahnya pernah menceritakannya panjang lebar tentang Sejarah Monas. Lukisan yang pernah membuat Milian punya banyak uang karena lukisan monasnya dijual ke luar negeri dan dibayar mahal. “Belum tau No, kamu tau?” “Tugu Monas itu pake konsep pasangan universal yang abadi; Lingga dan Yoni. Tugu obelisk yang menjulang tinggi itu lingga yang melambangkan laki-
10
11