Lokakarya Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi
SUMBER-SUMBER PEMBIAYAAN UNTUK AGRIBISNIS ENDANG S THOHARI Direktur Pembiayaan, Ditjen Bina Sarana Pertanian, Jakarta
PENDAHULUAN Sektor pertanian merupakan salah satu sektor yang cukup strategis dalam pembangunan dan pemulihan ekonomi selama berlangsung krisis ekonomi, terutama dalam produksi pangan, pertumbuhan GDP, substitusi impor, penyediaan lapangan kerja dan kesempatan berusaha. Dalam pembangunan sektor pertanian antara lain dilaksanakan melalui pendekatan sistem dan usaha agribisnis yang berdaya saing, berkerakyatan, berkelanjutan dan terdesentralistis serta mencakup baik aspek hulu, budidaya dan aspek hilir, maupun komponen pendukungnya. Salah satu aspek pendukung bergeraknya usaha agribisnis tersebut adalah adanya dukungan permodalan, antara lain melalui skim-skim kredit perbankan dan non perbankan. Adanya UU No. 23 tahun 1999 tentang Bank Indonesia dan LoI antara Pemerintah Indonesia dengan IMF, maka: (1) pemerintah tidak lagi menyediakan KLBI, (2) pola penyaluran kredit tidak lagi channeling tetapi executing, dan (3) resiko kredit 100% ditanggung oleh perbankan. Pada masa transisi masih diperlukan skim kredit yang fleksibel, luwes dan sederhana tetapi ada rambu-rambu yang dapat mencegah terjadinya penyimpangan dan atau penyelewengan, sehingga kredit tersebut dapat mencapai sasaran baik dari segi jumlah, waktu maupun penerima kredit. Skim kredit tersebut adalah Skim Kredit Ketahanan Pangan (KKP) yang dimulai efektif pada bulan Oktober tahun 2000. Pelaksanaan penyaluran kredit dengan pola executing, lembaga keuangan perbankan dan non perbankan cenderung hati-hati dan menerapkan prinsip prudential banking dengan 5 C (Collateral, Capital, Character, Capacity, Condition), sehingga realisasi penyaluran kredit relatif kecil dan lambat. Hal ini antara lain disebabkan adanya trauma kredit macet seperti masa lalu, dimana beberapa bank menerapkan agunan tambahan seperti sertifikat tanah, tidak adanya lembaga penjamin/avalis dan beberapa pelaku usaha tidak layak menerima kredit, antara lain masih adanya tunggakan KUT. Skim kredit untuk sektor pertanian selama ini terfokus pada usaha budidaya (on-farm) dengan komoditas terbatas, misalnya seperti KUT dan KKP. Padahal usaha agribisnis hulu dan hilir juga memerlukan dukungan pembiayaan dan memiliki nilai ekonomis yang cukup baik. Untuk itu, Departemen Pertanian memandang perlu adanya skim kredit yang dapat digunakan untuk membiayai usaha pada aspek hulu, on-farm dan hilir serta pendukungnya dan untuk berbagai komoditas, yaitu Skim Kredit Agribisnis (SKA). Sumber pembiayaan lain yang dapat dimanfaatkan untuk mendukung pengembangan agribisnis antara lain adalah: Kredit Taskin, Modal Ventura, Pemanfaatan Laba BUMN, Pegadaian, Kredit Komersial perbankan, (Kupedes dari BRI, Swamitra dari Bank Bukopin, Kredit Usaha Kecil dari : BNI, Bank Danamon, BII, Bank Mandiri, Kredit BCA, Kredit Pengusaha Kecil dan Mikro (KPKM) dari Bank Niaga, Kredit Modal Kerja dari Bank Agro Niaga), dan pemanfaatan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) di pedesaan.
36
Lokakarya Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi
SKIM KREDIT AGRIBISNIS (SKA) Skim Kredit Agribisnis (SKA) mencakup tidak saja usaha on-farm, tetapi juga untuk usaha agribisnis hulu dan hilirnya. Komoditas yang akan dibiayai meliputi komoditas tanaman pangan, hortikultura, perkebunan, dan peternakan yang merupakan komoditas unggulan (high value commodities). SKA disusun untuk mendukung pengembangan agribisnis sektor hulu, on-farm dan hilir. Prinsip SKA adalah (a) dapat merubah image petani untuk tidak mengandalkan sumber pembiayaan dengan bunga murah, (b) pengelolaan penggunaan kredit yang transparan, (c) sistem pengembalian kredit dengan pola reward dan punishment, (d) fleksibel baik dalam besarnya kredit, pola kredit, jangka pengembalian dan pelayanan, serta (e) prosedur dan mekanisme pengajuan, penyaluran dan pengembalian kredit yang sederhana. Menindaklanjuti MoU antara Gubernur Bank Indonesia dan Menko Kesra tentang penanggulangan kemiskinan melalui pemberdayaan dan pembangunan usaha mikro, kecil dan menengah (UMKM) maka perbankan akan menyalurkan kredit kepada UMKM pada tahun 2003 sebesar Rp. 42,4 Trilyun. Untuk sektor agribisnis telah disepakati sebesar Rp. 12,4 Trilyun melalui SKA. Dalam rangka peluncuran SKA telah dilaksanakan penandatanganan MoU tentang pemanfaatan portofolio kredit untuk UMKM sektor pertanian antara Direktorat Jenderal Bina Sarana Pertanian dengan 9 (sembilan) Perbankan terkemuka yang disaksikan oleh Menteri Pertanian, yaitu: PT Bank Mandiri, PT Bank BRI, PT Bank BNI, PT Bank Danamon, PT Bank Bukopin, Bank Niaga, Bank BCA, Bank BII, Bank Agro Niaga. SKA yang masih dalam proses ini mempunyai ketentuan sebagai berikut: •
Pola penyaluran kredit dilakukan melalui pola executing dengan resiko kredit ditanggung sepenuhnya oleh perbankan.
•
Sumber pendanaan berasal dari perbankan sehingga keputusan akhir penyaluran kredit berada di perbankan.
•
Kegiatan yang dibiayai meliputi agribisnis hulu seperti industri perbenihan/pembibitan, industri agrokimia dan industri agro-otomotif, on-farm yaitu untuk budidaya tanaman, serta hilir yaitu untuk kegiatan pengolahan dan pemasaran.
•
Debitor yang dibiayai adalah usaha individu, usaha kelompok, maupun usaha agribisnis yang dilakukan oleh UMKM.
•
Jenis kredit yang dibiayai adalah kredit modal kerja dan atau kredit investasi.
•
Jangka waktu kredit adalah 1-2 tahun untuk kredit modal kerja.
Total kebutuhan kredit yang diperlukan untuk mendukung SKA adalah sebesar Rp. 12,439 trilyun yang terdiri dari: (a). agribisnis hulu sebesar Rp. 4,750 trilyun; (b). agribisnis on-farm sebesar Rp. 5,448 trilyun; (c). agribisnis hilir sebesar Rp. 2,240 trilyun. Saat ini SKA berlaku bunga komersial sebesar 18%. Departemen Pertanian mengusulkan agar suku bunga SKA diharapkan dapat disubsidi oleh pemerintah sebesar 5%. Secara rinci disampaikan dukungan SKA untuk masing-masing sub sektor dari hulu, on-farm dan hilir.
37
Lokakarya Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi
Subsektor peternakan •
Subsistem hulu
•
Subsistem budidaya : sapi potong, kambing/domba, ayam ras pedaging, ayam petelur dan itik
•
Subsistem hilir
: peralatan inseminasi buatan (IB), alat pencacah pakan ternak, alat ummb, alat press jerami, alat mesin tetas telur
: mesin pellet, mesin penggilling jagung, tangki susu, cooling unit, milk can, pencabut bulu ayam dan alat pengangkut ayam
Subsektor perkebunan • Subsistem hulu
: pembangunan sumber benih, alat penyemprot hama bertekanan, tiang rambat lada, alat angkut perkebunan
• Subsistem budidaya : karet, kelapa sawit, kakao, kapas, tebu, tembakau, lada, jambu mete, rami, nilam, abaca, kelapa dan panili. •
Subsistem hilir
: alat sangrai, penggiling kopi dan kakao
Subsektor tanaman pangan • Subsistem hulu
: benih tanaman, pengadaan benih, peralatan (traktor roda dua, pompa air), kios saprodi
• Subsistem budidaya : kacang tanah, kacang hijau, padi, jagung • Subsistem hilir
: penggilingan padi, alat perontok, pengering serba guna, pengadaan pangan
Subsektor hortikultura • Subsistem hulu
: peralatan pompa air irigasi, irigasi tetes, kios saprodi
• Subsistem budidaya : cabai merah, bawang merah, bawang putih, kentang, tomat, kubis, nenas, mangga, jeruk, salak • Subsistem hilir
: alat pengolah (bawang merah, kripik kentang, kripik pisang, selai nenas)
Guna mendorong realisasi bussiness plan perbankan ke sektor produktif (termasuk agribisnis), maka Bank Indonesia bersama Komite Penanggulangan Kemiskinan (KPK) akan memberdayakan adanya konsultan keuangan mitra bank (KKMB). Peran KKMB dalam merealisasikan business plan perbankan tersebut digunakan untuk pendampingan penyusunan proposal, pemantauan, identifikasi UMKM dan pendampingan UMKM dalam menjalankan usahanya. Di masyarakat cukup banyak jenis dan aneka ragam konsultan/pendamping, baik yang dibina oleh Instansi/ Departemen Teknis (PPS/PPL untuk Deptan, PSL-Depsos, BDS-Kantor Meneg Koperasi dll), Swasta Konsultan (Inkindo, Iwapi, Kadin dan konsultan lainnya), LPSM (Bina Swadaya, LP3ES, dll) maupun lembaga penelitian (perguruan tinggi dan swasta). KKMB ini direncanakan berasal dari konsultan/pendamping tersebut di atas dengan persyaratan tertentu yang selanjutnya akan diberdayakan kompetensinya dalam aspek keuangan/perbankan untuk dapat berfungsi sebagai 38
Lokakarya Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi
intermediasi antara UMKM dan perbankan. Departemen Pertanian sedang berusaha untuk dapat menyiapkan KKMB dalam pelaksanaan SKA. Peluncuran SKA diperlukan dukungan dari berbagai pihak yaitu dari: 1.
Lembaga Legislatif-DPR sebagai mitra pemerintah dalam rangka persetujuan subsidi suku bunga.
2.
Pemerintah melalui Departemen Keuangan dalam hal penyediaan subsidi suku bunga sebesar 5%.
3.
Lembaga penjamin agar perbankan lebih yakin dalam menyalurkan kredit.
4.
Pemerintah daerah terutama dalam hal pemilihan petani/peternak/pekebun yang layak untuk dibiayai, dan pembagian resiko kredit, serta ikut membantu kelancaran pengembalian kredit.
Langkah-langkah operasional SKA meliputi : 1.
Sebagai tahap awal, pemerintah harus memprioritaskan beberapa bank yang mempunyai kompetensi di sektor agribisnis untuk dapat menyalurkan kredit agribisnis.
2.
Pemerintah memfasilitasi pelaksanaan pendidikan perkreditan sektor agribisnis untuk mendidik tenaga-tenaga perbankan agar mempunyai kompetensi yang memadai dalam bidang kredit agribisnis.
3.
Perbankan harus meningkatkan kerjasama dengan Lembaga Asuransi untuk memperkecil risiko kredit agribisnis antara lain kerjasama dengan PT. Askrindo dan Perum Sarana Pengembangan Usaha sebagai penjamin kredit agribisnis.
4.
Perbankan lebih memberikan kelonggaran persyaratan kredit untuk kredit agribisnis antara lain dengan kelonggaran syarat audit laporan keuangan maupun syarat penilaian aset.
5.
Perbankan melakukan kerjasama dengan instansi terkait seperti Departemen Keuangan, Departemen Pertanian, Departemen Kelautan dan Perikanan, dan Ikatan Akuntansi Indonesia. SUMBER PEMBIAYAAN LAINNYA UNTUK USAHA AGRIBISNIS
Sumber-sumber pembiayaan lainnya untuk mendukung pengembangan agribisnis antara lain sebagai berikut: Kredit ketahanan pangan (KKP) KKP adalah kredit investasi dan atau modal kerja yang diberikan oleh Bank Pelaksana kepada petani, peternak, kelompok (tani dan peternak) dalam rangka pembiayaan intensifikasi padi, jagung, kedelai, ubi kayu, ubi jalar, budi daya tebu, peternakan sapi potong, sapi perah, ayam buras, itik, usaha penangkapan ikan dan pengadaan pangan gabah, jagung dan kedelai. Dengan demikian untuk komoditas perkebunan yang lain tidak dapat dibiayai dari skim KKP. Pola penyaluran KKP melalui pola executing, dengan sumber dana 100% berasal dari dana perbankan dan resiko sepenuhnya ditanggung oleh perbankan. Namun demikian, pemerintah masih menyediakan subsidi suku bunga.
39
Lokakarya Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi
Pelaksanaan penyaluran KKP diperpanjang selama 2 (dua) tahun lagi, sehingga ketentuan batas jatuh tempo terakhir pengembalian KKP semula tidak melebihi 31 Desember 2003 berubah menjadi 31 Desember 2005. Dengan adanya penyesuaian tingkat bunga kredit bank, maka dalam rangka pendanaan KKP besarnya subsidi bunga dan tingkat bunga yang dikenakan petani mengalami perubahan seperti pada Tabel 1. Ketentuan subsidi bunga dan tingkat suku bunga penerima KKP tersebut berlaku mulai 1 Mei 2003. Kebutuhan indikatif KKP yang tertuang dalam Keputusan Menteri Pertanian No. 399/Kpts/BM.530/8/2000 mencakup biaya sarana produksi (benih, pupuk, pestisida), biaya garapan dan biaya panen dan pasca panen adalah seperti pada Tabel 2. Tabel 1. Suku bunga dan subsidi bunga KKP Uraian
Semula
Menjadi
- KKP intensifikasi padi, jagung, kedelai, ubi kayu dan ubi jalar.
10%
9%
- KKP perikanan, peternakan, budidaya tebu dan pengadaan pangan
6%
5%
Subsidi bunga
Tingkat suku bunga kepada penerima KKP - KKP intensifikasi padi, jagung, kedelai, ubi kayu dan ubi jalar
11%
9%
- KKP perikanan, peternakan, budidaya tebu dan pengadaan pangan.
15%
13%
Tabel 2. Kebutuhan indikatif KKP No.
Komoditas
Juta Rp.
A.
Intensifikasi tanaman pangan
Per Ha
1.
Padi sawah
2,625
2.
Padi Lebak/Pasang surut
2,410
3.
Jagung Komposit
2,620
4.
Jagung Hibrida
3,600
5.
Kedelai
2,550
6.
Ubi kayu
2,140
7.
Ubi jalar
2,605
B.
Peternakan
Per peternak
1.
Ayam buras
5
2.
Itik
7,5
3.
Sapi potong
15
4.
Sapi perah
15
C.
Perkebunan
Per Ha
1.
Tebu
40
7,5
Lokakarya Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi
Besarnya plafon dana KKP secara nasional yang disediakan oleh perbankan untuk sektor tanaman pangan, perkebunan, peternakan, pengadaan pangan dan perikanan adalah Rp. 2,082 trilyun. Total realisasi penyaluran KKP posisi 1 Juli 2003 mencapai Rp. 1,268 trilyun atau 60,93% dari plafon sebesar Rp. 2,082 trilyun. Realisasi KKP tersebut disalurkan untuk: •
Intensifikasi Tanaman Pangan sebesar Rp. 183,364 milyar (23,35% dari plafon)
•
Budidaya Tanaman Tebu sebesar Rp. 873,824 milyar (93,9% terhadap plafon 2001/2002 dan 76,9% terhadap plafon 2002/2003)
•
Peternakan sebesar Rp. 134,584 milyar (47,69% dari plafon)
•
Usaha Penangkapan Ikan sebesar Rp. 8,224 milyar (18,89% dari plafon)
•
Pengadaan Pangan sebesar Rp. 68,768 milyar (23,32% dari plafon). Adapun lima besar Bank Umum yang telah menyalurkan KKP adalah:
•
Bank BRI sebesar Rp. 578,215 milyar (85,94% dari plafon).
•
Bank Agro Niaga sebesar Rp. 309,684 milyar (98,7% dari plafon 2001/2002 dan 76,7% dari plafon 2002/2003).
•
Bank BNI sebesar Rp. 71,949 milyar (38,48% dari plafon).
•
Bank Bukopin sebesar Rp. 62,489 milyar (19,50% dari plafon). Bank Mandiri sebesar Rp. 55,248 milyar (28,87% dari plafon). Lima besar Bank Pembangunan Daerah yang telah menyalurkan KKP adalah:
•
BPD Jatim sebesar Rp. 50,283 milyar (88,22% dari plafon).
•
BPD Bali sebesar Rp. 42,021 milyar (42,02% dari plafon).
•
BPD Jabar sebesar Rp. 8,872 milyar (35,49% dari plafon).
•
BPD Sumsel sebesar Rp. 3,598 milyar (35,98% dari plafon).
•
BPD Jateng sebesar Rp. 1,501 milyar (5,29% dari plafon).
Realisasi penyaluran KKP tersebut diatas sebesar Rp. 1,268 trilyun (60,93% dari plafon) masih dianggap belum optimal. Secara rinci realisasi KKP posisi 1 Juli 2003 per Bank Pelaksana, per Propinsi dan per Kegiatan Usaha disajikan pada Lampiran-1 dan Lampiran-2. Realisasi penyaluran KKP masih dirasakan belum optimal, hal ini antara lain disebabkan: a.
Adanya kehati-hatian perbankan dalam menyalurkan KKP mengingat trauma tunggakan KUT yang cukup besar.
b.
Beberapa Bank Pelaksana masih memerlukan agunan tambahan berupa sertifikat tanah sebagai persyaratan kredit.
c.
Masih terbatasnya lembaga penjaminan dan avalis.
d.
Adanya sumber dana di daerah yang berasal dari APBD dengan bunga rendah. 41
Lokakarya Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi
Upaya tindak lanjut agar dana KKP dapat dimanfaatkan secara optimal adalah dilakukan melalui Pola Kerjasama Kemitraan antara Perbankan, Konsorsium Sarana Produksi/Sarana Peternakan, Perusahaan Swasta lainnya dan Pemerintah Daerah seperti dilakukan pada komoditi padi, jagung dan peternakan yang telah dikembangkan di beberapa daerah. Kredit Taskin Agribisnis Kredit Taskin Agribisnis merupakan kredit berbunga murah yang ditujukan untuk meningkatkan investasi agribisnis skala kecil/rumah tangga sekaligus untuk mengentaskan kemiskinan di daerah. Kredit ini bersumber dari Yayasan Dakap dan Yayasan Mandiri. Beberapa ketentuan Kredit Taskin Agribisnis adalah sebagai berikut: • Penerima Kredit : Kelompok tani Taskin (keluarga pra sejahtera dan sejahtera I). • Plafon Kredit
: Untuk kelompok maksimun Rp. 50 juta dan untuk anggota kelompok sebesar Rp. 2 juta.
• Suku Bunga
: 12% per tahun
• Jangka waktu
: 1 sampai dengan 3 tahun.
• Jaminan
: Kelayakan usaha
• Bank Pelaksana : Bank BPD Modal Ventura Modal ventura merupakan salah satu sumber pembiayaan non perbankan yang dipergunakan untuk semua sektor usaha produktif melalui kerjasama antara Perusahaan Modal Ventura dengan Pengusaha Kecil/Menengah. Beberapa ketentuan tentang Modal Ventura adalah sebagai berikut : • Penerima kredit : Pengusaha kecil dan menengah. • Plafon kredit
: - Perusahaan Modal Ventura daerah Rp. 100 juta. - PT.Bahana Artha Ventura maksimun Rp. 500 juta.
• Pola pembiayaan : Pola penyertaan langsung dan bagi hasil. • Jangka Waktu
: 3 sampai 6 tahun
• Pelaksana
: PT. Bahana Artha Ventura dan Perusahaan Modal ventura Daerah.
Dana laba BUMN Dana Laba BUMN merupakan salah satu sumber pembiayaan bagi pengusaha kecil dan menengah dengan suku bunga yang sangat rendah. Beberapa ketentuan tentang Dana Laba BUMN adalah sebagai berikut : • Penerima kredit: Pengusaha kecil dan koperasi • Plafon kredit 42
: maksimal Rp. 25 juta
Lokakarya Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi
• Suku bunga
: 6% per tahun
• Jangka waktu : 2 tahun • Sumber dana
: BUMN setempat
Pegadaian Perum Pegadaian telah melaksanakan uji coba gadai gabah di Kabupaten Indramayu bekerjasama dengan Ditjen Bina Sarana Pertanian dengan hasil cukup baik. Perum Pegadaian merencanakan pengembangan sistem tunda jual di beberapa propinsi sentra produksi padi, seperti Jawa Barat, Jawa Tengah, Jawa Timur, Sulawesi Selatan dan sebagainya. Prinsipnya petani dapat memperoleh kredit dari pegadaian dengan jaminan gabah, terutama pada saat panen raya pada saat harga gabah turun. Dengan demikian Perum Pegadaian juga merupakan salah satu alternatif sumber pembiayaan untuk pengembangan alsintan. Namun suku bunga gadai cukup tinggi, yaitu 1,75% per 15 hari maksimum 4 bulan, karena sumber dana yang digunakan berasal dari kredit komersial. Skim kredit komersial Skim Kredit Komersial merupakan sumber permodalan dengan suku bunga komersial dan dapat dimanfaatkan untuk mengembangkan sektor pertanian. Secara garis besar skim kredit komersial antara lain adalah: KUPEDES (Kredit Umum Pedesaan) dari BRI KUPEDES merupakan sumber permodalan di pedesaan yang disalurkan oleh BRI Unit kepada masyarakat pedesaan untuk sektor pertanian, industri dan jasa. Beberapa ketentuan tentang KUPEDES adalah sebagai berikut: •
Penerima kredit : Perorangan/perusahaan yang layak
•
Sektor usaha
: Sektor pertanian, perdagangan, industri dan jasa
•
Plafon
: Rp. 50 ribu sampai dengan Rp. 50 juta
•
Suku bunga
: komersial
•
Jaminan
: Agunan berupa benda bergerak dan tidak bergerak
SWAMITRA dari Bank Bukopin •
Penerima kredit
: Pengusaha/perorangan anggota dan non anggota
•
Sektor usaha
: Semua usaha produktif
•
Plafon
: Rp. 1 juta s/d Rp. 50 juta
•
Suku bunga
: 30% per tahun (berubah sesuai kondisi pasar)
•
Jangka waktu
: 1 s/d 3 tahun
•
Jaminan
: Agunan barang bergerak dan tidak bergerak 43
Lokakarya Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi
Kredit Usaha Kecil dari BNI •
Penerima kredit
: Pengusaha kecil
•
Plafond kredit
: Rp. 50 Juta s/d Rp. 350 Juta (melampirkan NPWP)
•
Suku bunga
: Komersial
•
Jangka waktu
: Maksimum 1 tahun (untuk Kredit Modal Kerja), untuk Kredit Investasi disesuaikan dengan jenis investasi yang dibiayai
•
Jaminan
: Agunan barang bergerak maupun tidak bergerak
Kredit Usaha Kecil dari Bank Danamon • Penerima kredit
: Pengusaha kecil
• Plafond kredit
: 1. KUK mikro : s/d Rp. 50 juta 2. KUK dasar: Rp. 50 juta s/d Rp. 100 juta 3. KUK prima: Rp. 100 juta s/d Rp.350 juta
• Suku bunga
: Komersial yang berlaku di pasar
• Jangka waktu
: Maksimum 1 tahun (untuk kredit modal kerja), untuk kredit investasi 5 tahun
• Jaminan
: Agunan barang bergerak maupun tidak bergerak
Kredit BCA •
Penerima kredit
: Pengusaha produktif
•
Syarat
: Telah menjadi nasabah BCA Selama 3 Bulan, Prudential Banking (5C)
•
Plafond kredit
: Sesuai kebutuhan debitur
•
Suku bunga
: Komersial sesuai ketentuan BCA
•
Jangka Waktu
: Maksimum 1 tahun dapat diperpanjang
•
Jaminan
: Agunan barang bergerak atau tidak bergerak
Kredit Usaha Kecil dari Bank Mandiri •
Penerima kredit
: Pengusaha kecil
•
Plafond kredit
: Maksimum s/d Rp. 350 Juta
•
Suku bunga
: Komersial sesuai ketentuan Bank Mandiri
•
Jangka waktu
: Maksimum 1 tahun (untuk Kredit Modal Kerja), dan 10 tahun (untuk Kredit Investasi)
44
Lokakarya Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi
•
Jaminan
: Agunan barang bergerak maupun tidak bergerak
Kredit Usaha Kecil dari BII • Penerima Kredit
: Pelaku usaha perusahaan atau perorangan
• Sektor Usaha
: Semua usaha produktif (modal kerja dan investasi)
• Plafond Kredit
: Maksimum s/d Rp. 350 Juta
• Suku Bunga
: Komersial sesuai ketentuan BII
• Jangka Waktu
: 1. Kredit Modal Kerja: Maksimal 1 Tahun 2. Kredit Investasi: Maksimal 10 tahun
• Jaminan
: Agunan barang bergerak maupun tidak bergerak
Kredit Kepada Pengusaha Kecil dan Mikro dari Bank Niaga •
Penerima kredit
: Pengusaha mikro dan kecil perseorangan ataupun perusahaan
•
Sektor Usaha
: Semua usaha produktif
•
Suku Bunga
: Komersial sesuai ketentuan Bank Niaga
•
Jangka waktu
: 1 Tahun
•
Jaminan
: Agunan barang bergerak maupun tidak bergerak
Kredit Modal Kerja dari Bank Agro Niaga •
Penerima kredit
: Usaha perorangan/perusahaan yang memiliki ijin usaha
•
Sektor usaha
: Semua usaha produktif
•
Suku bunga
: Komersial sesuai ketentuan Bank Agro Niaga
•
Jangka waktu
: Data tidak tersedia
•
Jaminan
: sertifikat tanah dan bangunan
Lembaga Keuangan Mikro (LKM) Untuk mengantisipasi kondisi kebijakan perbankan yang bersifat branch banking system maka dari aspek pembiayaan, Departemen Pertanian mempunyai kebijakan untuk mengembangkan dan memberdayakan Lembaga Keuangan Mikro (LKM) yang dapat menjadi sumber pembiayaan dan mudah diakses oleh petani. Kebijakan pengembangan LKM untuk Agribisnis ini didasari atas pertimbangan teknis sebagai berikut: (1) LKM umumnya berada di lokasi yang mudah diakses oleh petani, (2) Kultur petani kecil, cenderung akan lebih menyukai proses yang singkat, tanpa banyak prosedur dan memerlukan kredit yang tepat dalam jumlah yang kecil (sesuai kebutuhan), dan (3) dengan menggunakan LKM yang umumnya mempunyai keterikatan socio-historical dengan daerah,
45
Lokakarya Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi
(dengan petani di sekitarnya) maka diasumsikan akan mengurangi masalah “moral hazard” dalam pengembalian kredit. Untuk mewujudkan program Departemen Pertanian tersebut maka Direktorat Jenderal Bina Sarana telah mendapatkan bantuan/grant dari pemerintah Perancis melalui Asian Development Bank dengan tujuan pengembangan keuangan mikro pedesaan untuk agribisnis melalui 2(dua) pendekatan yaitu: • Departemen Pertanian akan menggunakan LKM yang sudah ada, berkembang dan mengakar sesuai dengan kultur masyarakat setempat sebagai lembaga intermediasi penyaluran kredit mikro agribisnis. LKM ini diharapkan dapat menjadi jejaringan (networking) Departemen Pertanian dalam menyediakan fasilitas kredit bagi petani atau berfungsi sebagai lembaga intermediasi penyaluran kredit. Kategori LKM yang berpotensi untuk dijadikan jejaring LKM Agribisnis adalah BPR di pedesaan, LDKP, Credit Union, BMT dan Koperasi Simpan Pinjam. • Departemen Pertanian juga akan mendorong tumbuhnya LKM Agribisnis yang berasal dari embrio LKM sebagai tindak lanjut dari program pengembangan kelompok dana bergulir di Departemen Pertanian. Program-progam yang dapat dikategorikan embrio LKM pertanian antara lain : Kel. Delivery, P4K, PKP, UPKD, Koptan dll. Kebijakan untuk mendorong penumbuhan LKM yang berasal dari embrio LKM merupakan peningkatan konsep pemberdayaan kelompok sehingga menjadi melembaga melalui capacity building atau dalam bentuk training pendampingan sampai pada titik penguatan modal kerja. PENUTUP Departemen Pertanian sedang mengusulkan SKA yang dapat dimanfaatkan untuk usaha agribisnis hulu, budidaya dan hilir untuk komoditas tanaman pangan, hortikultura, perkebunan dan peternakan. Skim kredit tersebut kiranya dapat dimanfaatkan dengan kombinasi pemanfaatan sumber-sumber pembiayaan lain yang dapat dimanfaatkan adalah KKP, Kredit Taskin Agribisnis, Modal Ventura, Laba BUMN, Kredit Komersial dari Perbankan seperti Kredit Usaha Kecil dari BNI, Bank Danamon, BII, Bank Mandiri, Kredit BCA, Kredit Pengusaha Kecil dan Mikro (KPKM) dari Bank Niaga, kredit Modal Kerja dari Bank Agro Niaga, dan pemanfaatan LKM di pedesaan. SKA sebesar Rp. 12,4 trilyun berlaku bunga komersial sebagai komitmen perbankan untuk pengembangan agribisnis. Departemen sedang mengusulkan adanya subsidi bunga oleh pemerintah sebesar 5%. Guna mendorong realisasi bussiness plan perbankan ke sektor produktif (termasuk agribisnis), maka Bank Indonesia bersama Komite Penanggulangan Kemiskinan (KPK) akan memberdayakan adanya Konsultan Keuangan Mitra Bank (KKMB). KKMB ini direncanakan berasal dari konsultan/pendamping yang ada di masyarakat dengan persyaratan tertentu yang selanjutnya akan diberdayakan kompetensinya dalam aspek keuangan/perbankan untuk dapat berfungsi sebagai intermediasi antara UMKM dan perbankan. Departemen Pertanian sedang berusaha untuk dapat menyiapkan KKMB dalam pelaksanaan SKA. Departemen Pertanian terus berupaya dapat mengusulkan kepada pengelola moneter (Bank Indonesia) agar suku bunga kredit terus dapat ditekan serendah mungkin, seperti yang terjadi di negara Asia maupun Eropa. Harapannya sektor pertanian dapat tumbuh dan berkembang lebih cepat dan dapat bersaing dengan produk-produk luar negeri. Dalam jangka panjang Departemen Pertanian berupaya untuk memprakarsai didirikannya Bank Pertanian seperti yang ada di beberapa negara 46
Lokakarya Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi
tetangga ASEAN, sehingga bank tersebut dapat menyesuaikan dengan kultur-budaya sektor pertanian setempat. Lampiran 1. Realisasi penyaluran KKP (kumulatif) posisi 1 Juli 2003 Bank pelaksana
Plafon (Rp. Juta)
Realisasi (Rp. Juta)
% THDP Plafon
Bank Umum
1.820.000
1.157.261
63,59
Bank BRI
672.800
578.215
85,94
Bank BNI
187.000
71.949
38,48
Bank Mandiri
191.400
55.248
28,87
Bank Bukopin
320.400
62.489
19,50
Bank BCA
50.000
12.208
24,42
Bank Agro Niaga
232.400
309.684
133,25
Bank BII
25.000
1.265
5,06
Bank Niaga
50.000
39.514
79,03
Bank Danamon
91.000
26.689
29,33
Bank Pembangunan Daerah
262.240
111.503
42,52
BPD DKI Jakarta
2.000
0
0,00
BPD Jawa Barat
25.000
8.872
35,49
BPD Jawa Tengah
28.370
1.501
5,29
BPD DI Yogyakarta
1.500
784
52,27
BPD Jawa Timur
57.000
50.283
88,22
BPD Sumatera Utara
2.620
317
12,10
BPD Riau
10.000
160
1,60
BPD Sumatera Barat
2.000
517
25,85
BPD Sumatera Selatan
10.000
3.598
35,98
BPD Lampung
1.500
866
57,73
BPD Bali
100.000
42.021
42,02
BPD Kalimantan Barat
5.000
48S
9,70
BPD Kalimantan Tengah
1.500
827
55,13
BPD Kalimantan Selatan
1.500
482
32,13
BPD Kalimantan Timur
1.500
422
2813
BPD Sulawesi Tengah
1.500
0
0,00
BPD Sulawesi Selatan
3.000
196
6,53
BPD Sulawesi Utara
5.000
0
0,00
BPD Maluku
1.250
0
0,00
BPD Papua
2.000
172
8,60
Total
2.082.240
1.268.764
60,93
47
Lokakarya Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi
Lampiran 2. Realisasi KKP menurut kegiatan per propinsi posisi 1 Juli 2003 Propinsi N. Aceh D.
Tanaman pangan Budidaya tebu (Rp. juta) (Rp. juta)
Peternakan Perikanan Pengadaan pangan Total (Rp. juta) (Rp. juta) (Rp. juta) (Rp. juta)
549
---
0
---
1.976
2.525
Sumut
5.962
---
831
2.331
603
9.727
Sumbar
1.818
---
1.517
0
55
3.390
Riau
51
---
495
22
15
583
Jambi
447
---
---
0
97
544
Sumsel
5.820
0
1.685
876
175
8.556
Bengkulu
311
---
642
---
0
953
Lampung
3.798
10.274
25.583
96
942
40.693
DKI
376
---
141
0
200
717
Jabar
47.004
43.346
21.343
1.931
13.380
127.004
Jateng
15.056
206.614
11.310
156
10.677
243.813
DIY
14.139
55.281
4.183
151
7.970
81.724
Jatim
36.574
557.067
14.462
1.164
19.199
628.466
Bali
25.451
---
48.753
146
10.552
84.902
NTB
7.812
---
504
---
525
8.841
NTT
1.075
---
255
---
407
1.737
Kalbar
79
---
370
174
145
768
Kalteng
346
---
965
276
100
1.687
Kalsel
3.813
---
893
65
375
5.146
Kaltim
316
---
183
422
90
1.011
2.486
192
0
0
0
2.678
0
---
0
0
0
0
Sulsel
6.275
1.050
319
314
985
8.943
Sultra
898
---
---
---
0
898
Maluku
160
---
0
0
0
160
Papua
2.748
---
150
100
300
3.298
Total
183.364
873.824
134.584
8.224
68.768
1.268.764
Plafon
785.135
676.500
282.231
43.529
294.845
2.082.240
23,35
129,17
47,69
18,89
23,32
60,93
Sulut Sulteng
% terhadap plafon
Realisasi Tebu sebesar Rp. 873.824 milyar adalah: Realisasi MTT 2001/2002 93,90% dari plafon dan Realisasi MTT 2002/2003 76,9% dari plafon.
48
Lokakarya Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi
Lampiran 3. Kelayakan usaha beberapa usaha agribisnis Jenis usaha Alat inseminasi buatan Alat pencacah Alat UMBB Alat press jerami Kacang tanah Kacang hijau Kelapa Integrasi sapi potong−padi Integrasi sapi perah−padi Integrasi ternak sapi di perkebunan Kelapa sawit Kakao Mesin pelet Alat penggiling jagung Alat tangki susu Alat cooling unit Alat milk can Alat pencabut bulu ayam Alat angkut ayam
Kelayakan usaha R/C IRR (%) 39 139 152 34 1.77 1.98 13.94 3.2 1.84 20.57
Keterangan
38.34 36 67 34 38 27 159 118
Diolah dari berbagai sumber
DISKUSI Pertanyaan: 1.
Informasi tentang sumber-sumber pembiayaan pada subsektor peternakan sangat diperlukan bagi para pelaku usaha, utamanya adalah para petani/peternak skala kecil-menengah. Bagaimana hal tersebut bisa sampai kepada mereka, apakah Dit. Pembiayaan Ditjen Bina Sarana Pertanian mempunyai publikasi yang bersifat reguler (buletin, majalah, koran, etc) yang dapat diakses oleh petani, dan bagaimana caranya?
2.
Pengamatan di lapang menunjukkan bahwa realisasi kredit subsektor peternakan lebih dapat dimanfaatkan oleh pengusaha/industri bukan para petani/peternak/pekebun. Melalui program kemitraan yang menjadi salah satu syarat dalam mengajukan KKP, pada kenyataannya petani/peternak sebagai plasma hanya bersifat superficial, karena pembuatan plasma tersebut bersifat “instant”. Apakah mungkin untuk diciptakan mekanisme kredit secara langsung yang dapat diterima oleh petani tanpa melalui tuntutan agunan yang relatif besar?
Jawaban: 1.
Dit. Pembiayaan Ditjen Bina Sarana Pertanian tidak mengeluarkan publikasi secara reguler tentang sumber-sumber pembiayaan tersebut. Namun beberapa terbitan tentang hal tersebut 49
Lokakarya Sistem Integrasi Kelapa Sawit-Sapi
telah dikeluarkan oleh Ditjen Bina Sarana Pertanian. Hal tersebut seperti: Pedoman umum dan teknis SKA, KKP, LKM, Taskin, dlsb. disertai dengan buku analisis kelayakan komoditas unggulan. Memang buku-buku tersebut tidak dapat diakses langsung oleh para petani, namun melalui instansi di daerah baik Dinas terkait maupun BPTP harapannya informasi tersebut dapat sampai ke petani. 2.
50
Lembaga Perbankan memang sulit untuk dapat memberikan kreditnya kepada petani/peternak/pekebun secara langsung, karena prinsip 5 C dipegang betul oleh pihak perbankan. Prinsip tersebut meliputi collateral (agunan), capital, character, capacity dan condition. Hal tersebut masih ditambah lagi dengan 2 C yang lain, yakni connection dan commision, dimana sangat sulit bagi petani untuk memperolehnya. Sehingga harapannya ke depan Indonesia dapat memiliki lembaga keuangan pertanian, dengan fokus utama pada pemberian kredit langsung bagi para petani dengan tingkat bunga yang layak.