ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBIAYAAN SYARIAH PADA SEKTOR AGRIBISNIS
SKRIPSI
FEHMI KURNIA H 34050122
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009 1
RINGKASAN
FEHMI KURNIA. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembiayaan Syariah Pada Sektor Agribisnis. Skripsi. Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di Bawah Bimbingan DWI RACHMINA) Koperasi Baitul Maal Waat Tamwil memiliki peran dalam pembangunan sektor ekonomi pada skala UMKM salah satunya ialah sektor agribisnis. KBMT Tadbiirul Ummah merupakan salah satu Koperasi Baitul Maal Waat Tamwil yang berada di Kabupaten Bogor. KBMT Tadbiirul Ummah pada saat ini menyalurkan dana pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis, sebagai lembaga pembiayaan syariah, apakah KBMT Tadbiirul Ummah dapat menjadi alternatif dalam menyalurkan pembiaayaannya untuk sektor agribisnis. Tujuan penelitian ini adalah (1) mengidentifikasi dan menganalisis skim pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis yang diterapkan oleh KBMT Tadbiirul Ummah (2) mengidentifikasi dan menganalisis efektivitas penyaluran pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis pada KBMT Tadbiirul Ummah. (3) mengidentifikasi dan menganalisis faktor-faktor yang mempengaruhi dalam realisasi pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis pada KBMT Tadbiirul Ummah. (4) mengidentifikasi dan menganalisis pemanfaatan pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis pada KBMT Tadbiirul Ummah.Penelitian dilakukan pada KBMT Tadbiirul Ummah di Dramaga Kabupaten Bogor, penelitian berjalan selama tiga bulan dari April hingga Juni 2009. Responden pada penelitian ialah mitra KBMT Tadbiirul Ummah yang memiliki usaha pada sektor agribisnis, dengan jumlah responden sebanyak 22 orang. Analisis yang digunakan ialah analisis deskriptif dan analisis linear berganda untuk mencari faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis. Hasil yang didapatkan pada penelitian ini menunjukan bahwa efektivitas penyaluran pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis mencapai efektivitas sebesar 81 persen untuk jumlah nominal pembiayaan dan sebesar 88 persen untuk jumlah mitra pembiayaan. Sedangkan, faktor yang signifikan mempengaruhi realisasi pembiayaan syariah adalah bagi hasil. Oleh karena itu, pembiayaan syariah pada KBMT Tadbiirul Ummah hanya menilai realisasi pembiayaan pada satu komponen saja yaitu bagi hasil. Pemanfaatan pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis yang tepat disalurkan ialah pembiayaan untuk modal kerja dan investasi sebesar 81,8 persen dan untuk pembiayan yang digunakan untuk konsumsi mencapai sebesar 18,2 persen. Sehingga dapat dinyatakan bahwa pembiayaan syariah yang ada dapat dikatakan efektif dalam operasional pembiayaannya.
2
ANALISIS FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PEMBIAYAAN SYARIAH PADA SEKTOR AGRIBISNIS
FEHMI KURNIA H 34050122
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2009
3
Judul skripsi
: Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembiayaan Syariah pada Sektor Agribisnis
Nama
: Fehmi Kurnia
NIM
: H34050122
Menyetujui, Pembimbing
Ir. Dwi Rachmina, MSi NIP. 19631227 199003 2 001
Mengetahui Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi Manajemen Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP. 19580908 198403 1 002
Tanggal Lulus :
4
PERNYATAAN
Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Analisis FaktorFaktor yang Mempengaruhi Pembiayaan Syariah pada Sektor Agribisnis” adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, September 2009
Fehmi Kurnia H34050122
5
RIWAYAT HIDUP
Penulis dilahirkan di Rangkasbitung pada tanggal 4 Oktober 1987. Penulis adalah anak kedua dari tiga bersaudara dari Pasangan Bapak Drs. H. Suhaeri, MSi dan Ibunda Hj. Nia Rahayu, Sag. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN 3 Serang pada tahun 1999 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2002 di SLTPN 1 Serang. Pendidikan menengah atas di SMUN 1 Serang diselesaikan pada tahun 2005. Penulis diterima pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2005. Selama mengikuti pendidikan, penulis tercatat sebagai mahasiswa yang aktif berbagai macam organisasi. Pada tahun 2005-2006 penulis menjadi pengurus Dewan Perwakilan Mahasiswa Keluarga Mahasiswa IPB (DPM KM IPB). Pada tahun 2006-2007 penulis aktif sebagai pengurus Badan Eksekutif Mahasiswa Fakultas Ekonomi dan Manajemen (BEM FEM). Pada tahun 2006-2008 penulis mulai merintis bidang Ekonomi Syariah dengan bergabung menjadi pengurus Sharia Economic Student Club (SES-C). Penulis menjadi Wakil Ketua pada tahun 2006-2007 dan menjadi Ketua Umum pada tahun 2007-2008. Selain itu, pengurus aktif secara nasional dalam Forum Silaturahmi Studi Ekonomi Islam (FOSSEI) pada masa periode jabatan 20082010 sebagai Kepala Departemen Nasional Kaderisasi.
6
KATA PENGATAR
Puji syukur kepada Allah SWT atas segala berkat dan karunia-Nya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Analisis FaktorFaktor yang Mempengaruhi Pembiayaan Syariah pada Sektor Agribisnis”. Penelitian ini bertujuan untuk melihat skim penyaluran dana yang diberikan oleh KBMT Tadbiirul Ummah pada sektor Agribisnis melalui efektivitas dan faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi pembiayaan syariah.
Sehingga
pembiayaan yang ada dapat dilihat keragaan pembiayaan syariah yang diterapkan oleh lembaga keuangan mikro syariah. Namun demikian, sangat disadari masih terdapat kekurangan karena keterbatasan dan kendala yang dihadapi. Untuk itu, penulis mengharapkan saran dan kritik yang membangun ke arah penyempurnaan pada skripsi ini sehingga dapat bermanfaat bagi semua pihak.
Bogor, September 2009 Fehmi Kurnia
7
UCAPAN TERIMAKASIH
Penyelesaian skripsi ini tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada : 1. Ir. Dwi Rachmina, M.Si selaku dosen pembimbing atas bimbingan, arahan, waktu dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini 2. Dr. Ir Nunung Kusnadi, MS yang telah berkenan untuk menjadi dosen penguji utama. 3. Eva Yolynda Aviny SP MM yang telah berkenan untuk menjadi dosen penguji dari Komisi Pendidikan Departemen Agribisnis. 4. Ir. Burhanudin, MS yang telah menjadi pembimbing akademik, serta seluruh dosen dan staf kependidikan Departemen Agribisnis. 5. Pihak KBMT Tadbiirul Ummah, Ibu Syamsiah, Pak Rizky, Pa Ifan, Pa Iyan dan seluruh staf atas waktu, kesempatan, informasi, dan dukungan yang diberikan. 6. Almarhum Bapak yang telah dengan keras berjuang untuk hidup demi melihat kesuksesan anak-anaknya dan Mamah yang selalu dengan ikhlas mendoakan dalam cintanya. Semua keluarga tercinta yang selalu penulis banggakan, tanpa kalian perjuangan yang telah dilakukan tak akan pernah berarti. 7. Adikku tersayang terimakasih atas segala waktu indah bersamamu, semangat dan do’amu terus menemaniku selamanya. Hingga karya ini hadir. 8. Teman-teman yang berharga dalam mengarungi kehidupan yang penuh makna Ikhsan, Fatwa, Anhar, Oki, Ari 9. Guru-guru yang telah mengajarkan aku baca dan memahami ayat-ayatNya lebih dalam Ustad Hajarul, Ustad Sofyan Afif, Ka Irfan Sauqi Beik, Ustad Didin Hafizdudin yang telah mengajarkan penulis tentang ekonomi syariah dengan baik.
8
10. Teman-teman seperjuangan di SES-C Ka Dimas, Ka Rio, Ka Andri, Fany Annisa A, Ade, Emi, Tiara, Miqdam, Ali, Rizal, Ridy, Iqbal dan Doni. 11. Teman-teman Asrama PPSDMS Nurul Fikri, Shoib, Nazrul, Gema, Fery dll yang selalu semangat berjuang untuk menjadi pemimpin masa depan, dan selalu memberi inspirasi untuk terus sukses. 12. Teman-Teman Al-Ahsan satu, Ahsan, Awi, Ridwan dan Suwarno yang selalu bersama-sama dalam canda tawa dan kehangatan silaturahmi. 13. Teman-teman seperjuangan dalam Satuan Barisan Islam Fuji, Iqbal, Fazrul, Wahyu dan lain-lain. Semangat perjuanganmu tak pernah terbayar dengan materi semata. 14. Teman-teman Departemen Agribisnis 42 yang tidak dapat disebutkan satu persatu. Terima kasih atas kenangan indah yang terukir selama perkuliahan.
Bogor, September 2009 Fehmi Kurnia
9
DAFTAR ISI
Halaman DAFTAR TABEL ................................................................................. xiii DAFTAR GAMBAR..............................................................................
xv
DAFTAR LAMPIRAN.......................................................................... xvi I.
PENDAHULUAN........................................................................... 1.1. Latar Belakang ........................................................................ 1.2. Perumusan Masalah................................................................. 1.3. Tujuan Penelitian..................................................................... 1.4. Manfaat Penelitian................................................................... 1.5. Ruang Lingkup Penelitian........................................................
1 1 7 9 9 10
II. TINJAUAN PUSTAKA ................................................................. 2.1. Kredit dan Pembiayaan ........................................................... 2.2. Karakteristkik Usaha BMT ...................................................... 2.3. Sistem Pembiayaan Syariah ..................................................... 2.4. Manajemen Pembiayaan BMT................................................. 2.5. Jenis-Jenis Akad Pembiayaan .................................................. 2.6. Jenis-Jenis Pembiayaan Bank Syariah...................................... 2.7. Efektivitas Pembiayaan BMT .................................. ............... 2.8. Penelitian Terdahulu ...............................................................
11 11 12 16 17 18 21 22 26
III. KERANGKA PEMIKIRAN ....................................................... ... 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis .................................................. 3.1.1. Pembiayaan Syariah Untuk Sektor Agribisnis ............... 3.1.2. Permintaan Pembiayaan................................................. 3.1.3. Peranan Kredit atau Pembiayaan.................................... 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional ............................................
29 29 29 30 31 33
IV. METODE PENELITIAN.............................................................. 4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian ................................................... 4.2. Metode Pengumpulan Data ..................................................... 4.3. Jenis dan Sumber Data ............................................................ 4.4. Metode Pengambilan Sampel .................................................. 4.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data..................................... 4.5.1.Analisis Deskriptif.......................................................... 4.5.2.Analisis Data dan Interpretasi .........................................
37 37 37 37 38 39 39 40
V. GAMBARAN UMUM KBMT TADBIIRUL UMMAH ............... 5.1. Sejarah dan Perkembangan...................................................... 5.2. Ruang Lingkup dan Struktur Organisasi .................................. 5.2.1. Visi dan Misi ................................................................ 5.2.2. Struktur dan Susunan Organisasi ...................................
46 46 47 47 48
10
Halaman 5.3. Produk-Produk KBMT Tadbiirul Ummah ............................... 5.4. Pertumbuhan Laba-Rugi KBMT Tadbiirul Ummah ................. 5.5. Perkembangan Mitra dan Nominal Pembiayaan Syariah .......... 5.5.1. Kondisi Mitra dan Jumlah Pembiayaan Berdasarkan Sektor usaha ................................................................ 5.5.2. Kondisi Mitra dan Jumlah Pembiayaa Berdasarkan Peruntukan.................................................................... 5.5.3. Kondisi Mitra dan Jumlah Pembiayaan Berdasarkan Akad............................................................................. 5.6. Mekansime Pembiayaan Syariah .............................................
50 51 53
VI. EFEKTIVITAS PENYALURAN PEMBIAYAAN ...................... 6.1. Efektivitas Penyaluran Pembiayaan Secara Umum .................. 6.1.1. Efektivitas Penyaluran Pembiayaan Berdasarkan Wilayah Usaha ............................................................. 6.1.2. Efektivitas Penyaluran Pembiayaan Berdasarkan Jenis Mitra.................................................................... 6.1.3. Efektivitas Penyaluran Pembiayaan Berdasarkan Profesi Mitra................................................................. 6.1.4. Efektivitas Penyaluran Pembiayaan Berdasarkan Peruntukan ................................................................... 6.1.5. Efektivitas Penyaluran Pembiayaan Berdasarkan Jenis Akad .................................................................... 6.1.6. Efektivitas Penyaluran Pembiayaan Berdasarkan Sektor Usaha ................................................................ 6.2. Efektivitas Pembiayaan Syariah untuk Semua Aspek Pencapaian Pembiayaan Syariah .............................................
68 68
VII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REALISASI PERMINTAAN PEMBIAYAAN SYARIAH UNTUK SEKTOR AGRIBISNIS.............................................................. 7.1. Karakteristik Responden........................................................ 7.2. Keragaan Regresi Realisasi Pembiayaan Syariah .................. 7.3. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Realisasi Pembiayaan syariah untu Sektor Agribisnis ........................... 7.3.1. Pengalaman Usaha...................................................... 7.3.2. Profit Usaha................................................................ 7.3.3. Frekuensi Pembiayaan ................................................ 7.3.4. Bagi Hasil................................................................... 7.3.5. Tahun Pendidikan ....................................................... 7.3.6. Komposisi Modal Usaha............................................. 7.3.7. Sektor Usaha............................................................... 7.4. Pemanfaatan Pembiayaan Syariah untuk Sektor Agribisnis..............................................................................
56 58 61 63
69 72 74 77 80 83 87
89 89 94 95 97 99 102 104 106 109 111 113
VIII. KESIMPULAN DAN SARAN .................................................... 116 8.1. Kesimpulan............................................................................. 116
11
Halaman 8.2 Saran ....................................................................................... 116 D AFTAR PUSTAKA............................................................................. 118 LAMPIRAN ........................................................................................... 120
12
DAFTAR TABEL
Nomor 1.
Halaman
Penyaluran Pembiayaan Bank Umum Syariah (BUS) dan Unit-unit Usaha Syariah (UUS) Berdasarkan Sektor Ekonomi Tahun 2005-2009........................................................................................
5
Penyaluran Pembiayaan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah berdasarkan Sektor Ekonomi Tahun 2005-2009 ...............................
6
Pembiayaan Syariah KBMT Tadbiirul Ummah Berdasarkan Sektor Usaha Pada Tahun 2004-2008..........................................................
8
Jenis data yang dibutuhkan dalam Penelitian di BMT Tadbiirul Ummah Tahun 2004-2008................................................................
38
Target dan Realisasi Pembiayaan Berdasarkan Wilayah Usaha Tahun 2008.....................................................................................
70
Proporsi Target dan Realisasi Pembiayaan Berdasarkan Wilayah Usaha pada Tahun 2008 ..................................................................
72
Target dan Realisasi Pembiayaan Berdasarkan Jenis Mitra Tahun 2008 ....................................................................................
73
Proporsi Target dan Realisasi Pembiayaan Berdasarkan Jenis mitra Pada Tahun 2008 ............................................................................
74
Tabel Target dan Realisasi Pembiayaan Berdasarkan Profesi Mitra Tahun 2008.....................................................................................
75
10. Proporsi Target dan Realisasi Pembiayaan Berdasarkan Jenis Mitra Pada Tahun 2008 ............................................................................
77
11. Target dan Realisasi Pembiayaan Syariah Berdasarkan Peruntukan Tahun 2008.....................................................................................
78
12. Proporsi Target dan Realisasi Pembiayaan Berdasarkan Peruntukan Pada Tahun 2008 ............................................................................
79
13. Tabel Target dan Realisasi Pembiayaan Berdasarkan Akad Tahun 2008.....................................................................................
81
14. Proporsi Target dan Realisasi Pembiayaan Berdasarkan Jenis Akad Pada Tahun 2008 ............................................................................
83
15. Target dan Realisasi Pembiayaan Syariah Berdasarkan Sektor Usaha Tahun 2008 ..........................................................................
84
16. Proporsi Target dan Realisasi Pembiayaan Berdasarkan Jenis Akad Pada Tahun 2008 ............................................................................
86
2. 3. 4. 5. 6. 7. 8. 9.
13
Halaman 17. Karakteristik Responden Pembiayaan Syariah Untuk Sektor Agribisnis pada KBMT Tadbiirul Ummah Berdasarkan Pendidikan, Jenis Kelamin, Wilayah Usaha Tahun 2008..............
89
18. Karaktersitik Responden Pembiayaan Syariah untuk Sektor Agribisnis Pada KBMT Tadbiirul Ummah Berdasarkan Profit, Asset, Pengalaman, Komposisi modal, Frekuensi Pembiayaan, Nisbah Bagi Hasil dan Realisasi Pembiayaan Tahun 2008 ………………………………………………………
91
19. Hasil Regresi Linear Berganda Model Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembiayaan Syariah untuk Sektor Agribisnis ......
96
20. Pengalaman Usaha Responden dari KBMT Tadbiirul Ummah Tahun 2008 .................................................................................
98
21. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Besarnya Profit Usaha Pada Responden KBMT Tadbiirul Ummah....................... 100 22. Komposisi Antara Realisasi Pembiayaan dan Profit Usaha Mitra KBMT Tadbiirul Ummah yang Memanfaatkan Pembiayaan Syariah Untuk Sektor Agribisnis Tahun 2008.............................. 101 23. Frekuensi Pembiayaan Responden KBMT Tadbiirul Ummah Berdasarkan Jumlah Mitra dan Persentasenya Tahun 2008 .......... 103 24. Persentase Nisbah Bagi Hasil Pembiayaan Syariah pada KBMT Tadbiirul Ummah Tahun 2008..................................................... 105 25. Tingkat Pendidikan Responden KBMT Tadbiirul Ummah Tahun 2008 ................................................................................. 107 26. Komposisi Modal Usaha Responden KBMT Tadbiirul Ummah Tahun 2008 ................................................................................. 109 27. Komposisi Jumlah Responden Berdasarkan on-farm dan off-farm pada KBMT Tadbiirul Ummah Tahun 2008 ............ 111 28. Target dan Realisasi Pembiayaan Syariah Berdasarkan Sektor Usaha Pada KBMT Tadbiirul Ummah Tahun 2008 ..................... 112 29. Kesesuaian Pemanfaatan Pembiayaan Syariah Untuk Sektor Agribisnis untuk Setiap Jenis Usaha ............................................ 114
14
DAFTAR GAMBAR
Nomor
Halaman
1. Skema Akad Murabahah .................................................................
18
2. Skema Akad Salam...........................................................................
19
3. Skema Pembiayaan Berdasarkan Akad Musyarakah .........................
20
4. Skema Pembiayaan dengan Akad Mudharabah.................................
21
5. Kerangka Pemikiran Operasional ......................................................
36
6. Struktur Organisasi KBMT Tadbiirul Ummah...................................
48
7. Pertumbuhan Laba/Rugi KBMT Tadbiirul Ummah Tahun 2008 .......
52
8. Jumlah Mitra terlayani pada KBMT Tadbiirul Ummah Tahun 2008..
54
9. Jumlah Nominal Perguliran Pembiayaan Syariah KBMT Tadbiirul Ummah Pada Tahun 2004-2008 ........................................................
55
10. Perkembangan Jumlah Mitra Berdasarkan Sektor Usaha Pada Tahun 2004-2008..............................................................................
56
11. Perkembangan Jumlah Nominal Pembiayaaan Berdasarkan Sektor Usaha Pada Tahun 2004-2008...........................................................
57
12. Perkembangan Mitra Berdasarkan Peruntukan pada Tahun 2004-2008.........................................................................................
59
13. Perkembangan Jumlah Nominal Pembiayaan Berdasarkan Peruntukan Pada Tahun 2004-2008 ...................................................
60
14. Jumlah Mitra Pembiayaan Berdasarkan Akad Pada Tahun 2004-2008..............................................................................
61
15. Perkembangan Nominal Pembiayaan Berdasarkan Akad Pada Tahun 2004-2008 .....................................................................
62
16. Proses Pembiayaan Syariah Di BMT.................................................
65
17. Mekanisme Pembiayaan Salam .........................................................
82
15
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
Halaman
1. Laporan Pertumbuhan Laba/Rugi KBMT Tadbiirul Ummah Pada Tahun 2004-2008........................................................................... 120 2. Jumlah Nominal Penyaluran Pembiayaan dan Mitra yang terlayani Usaha Pada Tahun 2004-2008........................................................ 121 3. Jumlah Nominal Penyaluran Pembiayaan dan Mitra yang terlayani Berdasarkan Sektor Usaha Pada Tahun 2004-2008 ......................... 122 4. Jumlah Nominal Penyaluran Pembiayaan dan Mitra yang terlayani Berdasarkan Peruntukan Pada Tahun 2004-2008............................. 123 5. Jumlah Nominal Penyaluran Pembiayaan dan Mitra yang terlayani Berdasarkan Jenis Akad Pada Tahun 2004-2008 ............................. 124 6. Data Responden Data Responden Berdasarkan Realisasi Pembiayaaan dan Faktor-faktor yang diduga Mempengaruhi Realisasi Pembiayaan Syariah Untuk Sektor Agribisnis.................. 125 7. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin, Pendidikan Formal, Pengalaman Usaha dan Pekerjaan Mitra............................ 126 8. Uji Normalitas pada Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Realisasi Pembiayaan Syariah untuk Sektor Agribisnis ................. 127 9. Uji Heteroskedastisitas pada Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Realisasi Pembiayaan Syariah untuk Sektor Agribisnis. ......................................................................... 128 10. Out Put Regresi Linear Minitab Versi 15 pada Analisis FaktorFaktor yang Mempengaruhi Realisasi Pembiayaan Syariah untuk Sektor Agribisnis. .......................................................................... 129 11. Alokasi Pembiayaan Syariah untuk Sektor Agribisnis .................... 130
I. PENDAHULUAN 16
1.1. Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peran yang sangat besar dalam perekonomian Indonesia. Peran tersebut dicirikan oleh berbagai hal. Pertama, besarnya jumlah tenaga kerja yang bekerja di sektor pertanian.
Badan Pusat Statistik (2006)
melaporkan bahwa pada tahun 2005 ada sekitar 94,95 juta penduduk Indonesia yang berusia 15 tahun ke atas yang menyatakan “bekerja selama seminggu yang lalu”. Kurang lebih 41,8 juta dari total penduduk yang bekerja tersebut (44 persen) menyatakan bahwa mereka bekerja di sektor pertanian dalam arti luas (pertanian, kehutanan, perburuan, perikanan dan peternakan). Sekitar 18,9 juta orang (20 persen) bekerja di sektor perdagangan besar, eceran, rumah makan dan hotel, dan 11,6 juta orang (12,3 persen) bekerja di sektor industri pengolahan. Data ini menunjukkan bahwa sektor pertanian merupakan sektor ekonomi yang menyerap paling banyak tenaga kerja. Kedua, jumlah persentase luas lahan yang digunakan untuk usaha pertanian. BPS (2006) menyebutkan bahwa 71,33 persen dari seluruh luas lahan yang ada di Indonesia digunakan untuk usaha pertanian yang meliputi: tegal/ladang/kebun/huma, tambak, kolam/tebat/empang, lahan untuk tanaman kayu-kayuan, perkebunan negara/swasta dan sawah. Besarnya penyerapan tenaga kerja dan luasnya lahan yang digunakan untuk usaha pertanian, merupakan dua faktor penting yang memberikan argumentasi kuat bahwa pembangunan sektor pertanian merupakan pilihan strategis dan harus mendapat prioritas utama dalam kerangka pembangunan nasional. Saat ini, sumber daya ekonomi yang dikuasai oleh rakyat di setiap daerah adalah sumber daya agribisnis, yaitu sumber daya agribinis berbasis tanaman pangan, holtikultura, perkebunan, perikanan, peternakan, dan kehutanan. Oleh karena itu, cara yang paling efektif untuk mengembangkan perekonomian adalah melalui pengembangan agribisnis.
Pengembangan agribisnis yang dimaksud
bukan hanya pengembangan pertanian primer atau subsistem on farm agribusiness, tetapi juga mencakup subsistem agribisnis hulu (up stream agribusiness), yaitu industri-industri yang menghasilkan sarana produksi bagi pertanian primer, seperti industri pembibitan/perbenihan, industri agro-otomotif,
17
industri agro-kimia, dan susbsistem agribisnis hilir (down stream agribusiness), yaitu industri-industri yang mengeloh hasil pertanian primer menjadi produk olahan beserta kegiatan perdagangannya. Pengembangan agribisnis di setiap daerah jangan hanya puas pada pemanfaatan kelimpahan sumber daya yang ada (factor driven) atau mengandalkan keunggulan komparatif (comparative advantage) seperti sekarang ini, tetapi secara bertahap harus dikembangkan ke arah agribisnis yang didorong oleh modal (capital driven) dan kemudian kepada agribisnis yang didorong oleh inovasi (innovation driven). Dengan perkataan lain, keunggulan komparatif agribisnis pada setiap daerah ditranformasi menjadi keunggulan bersaing (competitive advantage) melalui pengembangan mutu sumber daya manusia, teknologi, kelembagaan dan organisasi ekonomi lokal yang telah ada pada masyarakat setiap daerah (bukan menggantikannya dengan sesuatu yang benarbenar baru). Transformasi
agribisnis
seperti
ini,
kemampuan
rakyat
untuk
menghasilkan produk-produk agribisnis yang saat ini masih didominasi oleh produk-produk yang bersifat natural resources and unskill labor based, secara bertahap beralih kepada produk-produk agribisnis yang bersifat capital and skill labor based dan kemudian kepada produk yang bersifat knowledge and skill labor based. Dengan transformasi produk agribisnis yang demikian, maka produkproduk agribisnis yang dihasilkan oleh setiap daerah dapat mampu bersaing dan memasuki segmen pasar yang lebih luas di pasar internasional. Pengembangan produk yang demikian juga akan memperbesar manfaat ekonomi yang dapat dinikmati oleh rakyat. Pengembangan agribisnis harus juga disertai dengan pengembangan organisasi ekonomi, khususnya rakyat petani, agar manfaat ekonomi yang dihasilkan dapat benar-benar dinikmati oleh rakyat dan daerah. Di masa lalu, rakyat petani (bahkan daerah sentra-sentra agribisnis) hanya menikmati nilai tambah dari subsistem on farm agribisnis yang umumnya relatif kecil. Nilai tambah yang paling besar, yakni pada subsistem agribisnis hulu dan hilir, dinikmati oleh para pedagang atau pengusaha luar daerah. Hal inilah yang
18
menyebabkan mengapa pendapatan petani tetap rendah dan ekonomi daerah sentra-sentra agribisnis kurang berkembang. Berdasarkan hal tersebut permasalahan pengembangan agribisnis yang ada di Indonesia sangatlah kompleks. Permasalahan pengembangan pasar dan tata niaga, kepemilikan lahan, birokrasi di pemerintahan, keterampilan, tekhnologi, mentalitas, organisasi tani, kebijakan pertanian, informasi dan modal pertanian (Apriyantono, 2004). Namun, dalam hal ini permasalahan yang akan fokus dibahas adalah permasalahan modal pertanian. Permasalahan modal yang melanda petani membuat usaha pertanian semakin sulit untuk bertahan dengan usahanya. Permasalahan modal di pertanian pun disebabkan kurang pedulinya perbankan terhadap petani dan belum adanya proteksi bagi petani seperti asuransi pertanian serta banyaknya sistem ijon yang terjadi di petani dan pertanian di Indonesia. Berdasarkan Departemen Pertanian, panca yasa pembangunan pertanian salah satunya ialah fasilitas pembiayaan. Namun, dalam hal ini perlu ada segementasi pelaku usaha agribisnis ditinjau dari sisi perbankan. Ada empat segmentasi yaitu, pertama kelompok usaha agribisnis yang feasible dan bankable, kedua kelompok usaha agribisnis yang feasible tapi tidak bankable, ketiga kelompok usaha agribisnis yang tidak feasible tapi bankable dan keempat kelompok usaha agribisnis yang tidak feasible dan tidak bankable1. Saat ini tantangan paling besar dalam permodalan dibidang pertanian terletak pada jumlah proporsi dari UMKM yang usaha menengah sebesar 0.5 persen, usaha kecil sebesar 1.5 persen dan usaha mikro sebesar 98 persen atau sebanyak 42, 398 juta unit usaha pertanian. Besarnya jumlah proporsi usaha mikro mengakibatkan sebagian besar bank tidak tertarik untuk menyalurkan dananya dalam pembiayaan pertanian. Pihak bank beranggapan bahwa usaha pertanian tersebut masuk dalam segmentasi usaha yang feasible dan tidak bankable. Pihak lembaga keuangan bank dan non-bank yang tidak mendukung pembiayaan kepada sektor agribisnis menunjukan bahwa hal tersebut sangat bertolak-belakang dengan rencana pembangunan pertanian. Oleh karena itu, perlu sebuah inovasi baru dan
1
Disampaikan oleh Dr. Mat Syukur dalam Seminar Ekonomi Syariah IPB SENSASI dengan Judul Pembiayaan Syariah untuk Sektor Pertanian. IPB 14 Desember 2008
19
kontinu untuk mendukung pembangunan pertanian. Salah satunya ialah dengan perbaikan dalam sistem pembiayaan pertanian. Menurut Hafidhuddin (2008) Sejarah pembangunan pertanian di Indonesia mencatat bahwa kredit adalah salah satu sumber pembiayaan pertanian yang sangat penting.
Sejak awal pembangunan pertanian dilaksanakan pada tahun
1960an, kredit telah disediakan oleh pemerintah dan lembaga keuangan, sebagai bagian dari paket pembangunan pertanian. Kredit memberikan manfaat kepada pelaku usaha pertanian terutama yang menjalankan skala usaha kecil. Pertama, kredit merupakan modal kerja bagi pelaku usaha pertanian yang memiliki keterbatasan modal sendiri. Kedua, kredit dapat menjadi pendorong bagi pelaku usaha pertanian untuk mandiri sehingga dapat terlepas dari ketergantungan pada pedagang perantara maupun tengkulak yang merugikan pelaku usaha pertanian. Namun demikian, ketersediaan kredit untuk pembiayan pertanian masih sangat minim. Pembiayaan pertanian saat ini dapat dilakukan dengan dua alternatif pembiayaan, yaitu pembiayaan konvensional dan pembiayaan syariah, hal lama yang tampak baru yaitu pembiayaan syariah untuk pertanian sangatlah menarik untuk dikaji lebih mendalam. Adanya pembiayaan usaha pertanian (agribisnis) syariah tersebut diharapkan dapat memecahkan masalah-masalah permodalan petani. Era pembiayaan syariah di Indonesia mulai dikenal sejak berdirinya Bank Muamalat pada tahun 1992. Undang-Undang No. 10 tahun 1998 tentang perubahan UU No.7 tahun 1992 tentang perbankan, memberikan landasan hukum yang lebih kuat bagi keberadaan sistem perbankan syariah di Indonesia. Pemberlakuan undang-undang perbankan syariah mengakibatkan praktek industri perbankan syariah mulai berkembang secara signifikan. Sebagai sebuah skim pembiayaan, pembiayaan syariah dapat dimanfaatkan untuk investasi di sektor riil maupun konsumsi, skim pembiayaan syariah masih tergolong relatif baru dalam khasanah pasar keuangan (financial market) nasional. Namun, perkembangan pembiayaan sistem syariah selama beberapa tahun terakhir peningkatannya terlihat cukup pesat, tidak hanya pada jumlah bank yang beroperasi dengan prinsip syariah, tetapi juga dalam mobilisasi dana pihak ketiga dan pembiayaan yang disalurkan. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 1 dimana
20
jumlah dana yang tersalurkan tiap tahunnya mengalami peningkatan, pada april 2009 pembiayaan syariah yang tersalurkan secara total mencapai sebesar Rp 39.726 Milyar dan untuk sektor pertanian mampu mencapai jumlah pembiayaan sebesar Rp 1.298 Milyar. Tabel 1. Penyaluran Pembiayaan Bank Umum Syariah (BUS) dan Unit-unit Usaha Syariah (UUS) Berdasarkan Sektor Ekonomi Tahun 2005- 2009
SEKTOR EKONOMI Pertanian. kehutanan dan sarana pertanian Pertambangan Perindus trian Listrik. gas dan air Konstruksi Perdagangan. Restoran dan Hotel Pengangkutan. pergudangan dan komunikasi Jasa dunia usaha Jasa sosial /masyarakat Lain-lain Total
Penyaluran Pembiayaan Bank Umum Syariah (dalam milyar rupiah) Laju 2008 2009 2009 Pertumbuhan 2005 2006 2007 (Dec) (Mar) (Apr) 2005-2008 (%/Tahun) 687
701
837
1.177
1.303
1.298
84
395 933 66 1.548
375 940 17 1.637
511 1.371 166 2.371
965 1.340 248 3.368
1.021 1.305 299 3.248
1.032 1.236 352 3.217
77 90 155 78
1.716
3.041
4.152
4.426
4.745
4.853
74
1.261
1.165
1.569
2.759
2.839
2.849
80
4.504
5.458
8.425
11.757
11.606
11.819
73
1.208
1.456
1.904
2.463
2.476
2.529
79
2.913 15.232
5.655 20.445
6.639 27.944
9.693 38.195
10.465 39.308
10.542 39.726
68 74
Sumber: Laporan Tahunan Bank Indonesia (April 2009) Selain itu, kerjasama yang dilakukan oleh BMT tidak hanya dilakukan dengan BUS dan UUS. Namun, kerja sama pun dilakukan dengan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah (BPRS). Perkembangan pembiayaan yang terus meningkat untuk sektor ekonomi menunjukan bahwa pembiayaan syariah yang disalurkan tiap tahunnya selalu bertumbuh kembang dengan baik. Pembiayaan yang disalurkan untuk sektor pertanian meningkat tiap tahunnya hingga tahun 2009 mencapai 1.298 Milyar Rupiah. Pembiayaan yang dilakukan oleh Bank Umum Syariah dan Unit-Unit Usaha Syariah ini dilakukan dengan cara Linkage Program dengan Lembaga Keuangan Mikro (LKM)2. Lembaga Keuangan Mikro ini menjadi bagian dari lembaga yang melakukan 2
Merza Gamal. Pola Kemitraan Syariah pada usaha Mikro. Republika 9 April 2005.
21
pembiayaan terhadap usaha pertanian (agribisnis). Salah satu jenis LKM yang pesat berkembang di Indonesia adalah Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) yang menjalankan prinsip syariah agama Islam. Perkembangan BMT dari sisi kuantitas telah mencatat hasil yang cukup mengesankan. Contohnya BMT Tumang, Desa Cepogo, Boyolali misalnya. didirikan tanggal 1 Oktober 1998, dengan modal awal Rp.7.050.000.- terkumpul dari 60 orang pendirinya. BMT Tumang berkembang dari asset Rp 18 juta akhir Oktober 1998. Rp 95 juta di akhir 1999, Rp.212 juta di akhir 2000, Rp.406 juta di akhir 2001 dan hampir Rp 2 Milyar di akhir 2003, melayani lebih dari 1.000 anggota peminjam pengrajin-pengrajin tradisional dan semi-modern alat-alat rumah tangga dan kerajinan seni untuk perlengkapan rumah tangga dan perkantoran, disamping menerima simpanan dari lebih 1800 anggota penabung (PKES 2008). Tabel 2. Penyaluran Pembiayaan Bank Pembiayaan Rakyat Syariah berdasarkan Sektor Ekonomi Tahun 2005-2009 Penyaluran Pembiayaan Pada BPRS (dalam juta rupiah) SEKTOR EKONOMI Pertanian. kehutanan dan sarana pertanian
2005
2006
2007
2008 (Dec)
2009 (Mar)
2009 (Apr)
Laju Pertumbuhan 2005-2008 (%/Tahun)
11.874
17.720
24.436
41.613
43.618
44.483
66
138
485
944
1.287
2.206
1.528
51
9.207
12.465
12.447
15.885
17.095
17.323
84
109
748
367
1.146
557
928
83
3.495
6.570
16.051
26.536
34.913
31.685
52
190.583
255.559
295.195
370.907
428.840
446.070
80
3.618
8.704
9.075
17.697
19.729
19.670
63
49.031
72.194
99.050
140.989
147.575
151.237
70
5.155
5.632
6.402
22.609
11.494
9.400
69
Lain-lain
144.072
235.392
422.148
617.942
626.391
638.589
62
Total
417.282
615.469
886.117
1.256.610
1.332.419
1.360.913
69
Pertambangan Perindustrian Listrik. gas dan air Konstruksi Perdagangan. restoran dan hotel Pengangkutan. pergudangan dan komunikasi Jasa dunia usaha Jasa sosial /masyarakat
Sumber: Laporan Tahunan Bank Indonesia (April 2009)
Munculnya Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) yang berpihak kepada pengusaha mikro, kecil, dan menengah termasuk sektor pertanian tentu memberikan dampak positif tersendiri bagi para pengusaha tersebut. Sistem bagi hasil yang ditawarkannya mengakibatkan para pengusaha kecil menjadi leluasa
22
bergerak karena tidak terbebani akan adanya bunga yang terus bertambah. BMT dipandang
sebagai
salah
satu
alternatif
sehubungan
dengan
usaha
memperjuangkan nasib pengusaha kecil dan petani. Baitul Maal Waat Tamwill dapat mengurangi atau meniadakan syarat-syarat dipandang memberatkan para pengusaha kecil dan petani tersebut. Namun, perkembangan BMT yang semakin bertambah jumlahnya harus terkendali. Baitul Maal Waat Tamwill harus mampu berkembang tidak hanya kuantitas lembaganya saja, tapi juga kualitasnya yang pada akhirnya diarahkan pada efesiensi dan efektivitas kerja. Pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis yang terdapat pada KBMT dilihat perkembangannya, sehingga pembiayaan syariah yang ada pada KBMT Tadbiirul Ummah dapat menjadi alternatif pembiayaan untuk sektor agribisnis. Oleh karena itu, perlu dikaji secara lebih mendalam mengenai skim pembiayaan syariah yang ada pada KBMT Tadbiirul Ummah. Selain itu, perlu juga untuk mengetahui efektivitas pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis. Hal tersebut dimanfaatkan pula untuk mengetahui faktorfaktor apa saja yang mempengaruhi realisasi pembiayaan syariah untuk sektor 1.2. Perumusan Masalah Lembaga Keuangan Mikro Syariah atau dalam hal ini BMT sebagai lembaga keuangan dengan sistem syariah di tingkat mikro. KBMT Tadbiirul Ummah memiliki akses terhadap usaha menengah kecil dan mikro (UMKM) salah satunya ialah usaha agribisnis. Berdasarkan hasil kajian Departemen Pertanian tahun 2008 usaha skala mikro mendominasi sebesar 98 persen. Namun, sangat sedikit sekali lembaga keuangan yang mau berkontribusi untuk
memajukan
sektor pertanian dalam skala mikro. Padahal potensi yang sangat besar tersebut masih belum teroptimalkan dengan baik. Saat ini yang dibutuhkan oleh sektor agribisnis skala mikro salah satunya ialah pembiayaan terhadap petani agar usahanya mampu berjalan secara berkelanjutan (sustainability). Pembiayaan syariah yang ada pada saat ini mulai mengarahkan pembiayaanya pada sektor agribisnis. Hal tersebut dapat dilihat padaTabel 1 dan 2, pembiayaan syariah untuk sektor ekonomi pertanian, kehutanan dan sarana pertanian mengalami laju pertumbuhan pertahun yang cukup besar. Berdasarkan data dari Bank Umum Syariah atau BUS pembiayaan untuk sektor tersebut 23
memiliki laju sebesar 84 persen dan data yang diperoleh dari Bank Pembiayaan Rakyat Syariah menunjukan laju pertumbuhan sebesar 66 persen. Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan bahwa pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis menarik untuk dikaji. Sedangkan, berdasarkan kasus pada penyaluran pembiayaan syariah yang disalurkan oleh KBMT Tadbirul Ummah masih sangat minim dari apa yang diharapkan, pada tahun 2008 alokasi pembiayaan untuk pertanian murni sebesar Rp 22.800.000 dan peternakan sebesar Rp 31.700.000. Walaupun secara laju pertumbuhannya sangat besar khusus untuk pertanian dan peternakan masingmasing memiliki laju pertumbuhan sebesar 146 persen dan 73 persen. Tetapi, perkembangan secara nominal masih jauh dibandingkan dengan sektor perdagangan dan jasa yang mendominasi tiap tahunnya. Minimnya pembiayaan syariah yang dialokasikan menunjukan bahwa pembiayaan syariah apakah dapat menjadi alternatif pembiayaan. Tabel 3. Pembiayaan Syariah KBMT Tadbiirul Ummah Berdasarkan Sektor Usaha Pada Tahun 2004-2008 Pembiayaan Berdasarkan Sektor Usaha (dalam ribu rupiah)
SEKTOR USAHA Perdagangan Jasa Home Industri Pertanian Peternakan Lain - lain Total
2004
2005
2006
2007
2008
Laju Pertumbuhan 2004-2008 (%/tahun) 85
1.166.400
1.774.527
1.815.821
2.752.270
2.447.160
702.520
693.585
391.177
354.084
573.650
113
28.000
164.910
102.968
53.970
552.680
94
16.050
146
8.000
64.480
10.500
10.000
91.206
211.120
2.006.626
2.918.623
16.700
22.800
20.000
31.700
73
55.605
-
19.240
237
2.381.622
3.197.024
3.647.230
88
Oleh karena itu, perlu dilihat seberapa besar efektivitas pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis dan apa saja faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi pembiayaan syariah.
Selain itu, mitra yang menjadi objek sasaran
pembiayaan BMT Tadbiirul Ummah dalam hal ini perlu dilakukan kajian secara faktual untuk melihat manfaat yang muncul secara langsung dan objektif. Berdasarkan uraian diatas maka dalam ini ada beberapa permasalahan yang harus dijawab dalam penelitian ini. yaitu:
24
1) Apakah skim pembiayaan syariah yang diterapkan oleh KBMT Tadbiirul Ummah dapat menjadi alternatif pembiayaan untuk sektor agribisnis? 2) Apakah tingkat efektivitas penyaluran dari skim pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis KBMT Tadbiirul Ummah dapat berjalan dengan baik? 3) Apa sajakah faktor–faktor yang mempengaruhi permintaan pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis pada KBMT Tadbiirul Ummah? 4) Bagaimanakah pemanfaatan pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis pada KBMT Tadbiirul Ummah? 1.3. Tujuan Penelitian Berkaitan dengan permasalahan di atas, maka tujuan dari penelitian ini adalah: 1) Mengidentifikasi dan menganalisis skim pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis yang diterapkan oleh KBMT Tadbiirul Ummah. 2) Mengidentifikasi dan menganalisis efektivitas penyaluran pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis pada KBMT Tadbiirul Ummah. 3) Mengidentifikasi dan menganalisis faktor- faktor yang mempengaruhi dalam realisasi pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis pada KBMT Tadbiirul Ummah. 4) Mengidentifikasi dan menganalisis pemanfaatan pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis pada KBMT Tadbiirul Ummah. 1.4. Manfaat Penelitian Adapun manfaat yang ingin didapatkan dalam penelitian ini adalah: 1. Tersedianya informasi mengenai kondisi skim pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis yang efektif yang diterapkan oleh BMT. Hasil penelitian dapat menjadi bahan kajian lembaga keuangan lainnya untuk memajukan pertanian skala mikro melalui pembiayaan. 2. Tersedianya informasi untuk mengetahui faktor-faktor yang tepat untuk dijadikan sebagai acuan dalam pengambilan dan penyaluran skim pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis baik itu bagi lembaga keuangan lainnya dalam mekanisme pembiayaan dan pihak nasabah atau petani dalam proses pemanfaatannya.
25
3. Tersedianya informasi bagi pihak nasabah/masyarakat, lembaga keuangan, lembaga penjamin maupun pemerintah untuk menunjukan pembiayaan agribisnis syariah yang dapat mencapai tingkat efektivitas terbaik agar semua pihak baik itu pemerintah, lembaga keuangan dan lembaga penjamin mendapat kemaslahatan bersama. Begitu pula jika diterapkan pada sektor pertanian secara luas, sehingga mampu menumbuhkembangkan sektor petanian yang menjadi tugas utama pembangunan bangsa ini.
1.5. Ruang Lingkup Penelitian Ruang lingkup dari penelitian ini adalah penelitian dilakukan dengan mengkaji lebih dalam tentang pembiayaan yang dilakukan oleh BMT Tadbiirul Ummah. Dalam hal ini pembiayaan merupakan bagian dari sub-sistem penunjang dari sistem agribisnis. Pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis merupakan bagian
pembiayaan
yang
dilakukan
terhadap
sektor agribisnis
dengan
menggunakan pola syariah. Pada penelitian ini pembatasan dilakukan pada sektor agribisnis yang memanfaatkan fasilitas skim pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis baik itu pada sisi penawaran melalui efektivitas mekanisme penyaluran pembiayaan syariah pada BMT Tadbiirul Ummah dan sisi permintaan melalui pemanfaatan pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis oleh nasabah/petani. Data didapatkan melalui data internal BMT Tadbiirul Ummah dan berdasarkan info secara objektif melalui petani secara langsung. Data yang dicari berkaitan dengan kondisi skim pembiayaan agribisnis syariah.
26
II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Kredit dan Pembiayaan Agribisnis merupakan suatu sistem yang terdiri atas subsistem hulu, usahatani, hilir,dan penunjang. Soekartawi (1993) batasan agribisnis adalah sistem yang utuh dan saling terkait di antara seluruh kegiatan ekonomi (subsistem agribisnis hulu, subsistem agribisnis budidaya, subsistem agribisnis hilir, subsistem jasa penunjang agribisnis) yang terkait langsung dengan pertanian. Agribisnis diartikan sebagai sebuah sistem yang terdiri dari unsur-unsur kegiatan : (1) pra-panen, (2) panen, (3) pasca-panen dan (4) pemasaran. Sebagai sebuah sistem, kegiatan agribisnis tidak dapat dipisahkan satu sama lainnya, saling menyatu dan saling terkait. Terputusnya salah satu bagian akan menyebabkan timpangnya sistem tersebut. Sedangkan kegiatan agribisnis melingkupi sektor pertanian, termasuk perikanan dan kehutanan, serta bagian dari sektor industri. Sektor pertanian dan perpaduan antara kedua sektor inilah yang akan menciptakan pertumbuhan ekonomi yang baik secara nasional Agribisnis didefiniskan sejumlah operasi atau kegiatan yang terdiri dari manufaktur dan distribusi penawaran produk pertanian; produksi operasi di lahan pertanian dan penyimpanan, pengolahan dan distribusi komoditas hasil pertanian. Sering ditemukan bahwa konsep agribisnis diartikan dengan sempit, yaitu perdagangan atau pemasaran hasil pertanian. Padahal, pengertian agribisnis tersebut masih jauh dari konsep yang dimaksud (Soekartawi 1993). Konsep agribisnis sebenarnya adalah suatu konsep yang utuh, mulai dari proses produksi, mengolah hasil, pemasaran dan aktivitas lain yang berkaitan dengan kegiatan pertanian. Menurut Soekartawi (1993), yang dimaksudkan dengan agribisnis adalah suatu kesatuan kegiatan usaha yang meliputi salah-satu atau keseluruhan dari mata rantai produksi, pengolahan hasil dan pemasaran yang ada hubungannya dengan pertanian dalam arti luas. Yang dimaksud dengan ada hubungannya dengan pertanian dalam arti luas adalah kegiatan usaha yang menunjang kegiatan pertanian dan kegiatan usaha yang ditunjang oleh kegiatan pertanian.
27
Pada sistem agribisnis perlu ada dukungan pendanaan atau modal, modal yang ada dapat diperoleh dari dana pribadi maupun dana pinjaman. Pinjaman modal yang lazimnya dinamakan kredit. Dengan cara meminjam, pelaku pertanian mendapat modal dengan perjanjian bahwa waktu yang akan datang dia harus mengembalikan modal itu berdasarkan syarat-syarat yang telah disetujui kedua belah pihak, yaitu pelaku pertanian sebagai penerima pinjaman dan pemilik modal sebagai pemberi pinjaman. Modal ini dapat merupakan perseorangan, tetapi dapat pula merupakan badan-badan perkreditan atau lembaga keuangan mikro. Dalam hal ini, kredit dan pembiayaan merupakan bagian yang tidak terpisahkan dalam sistem agribisnis. Secara lebih khusus masuk kedalam subsistem penunjang agribisnis. Menurut undang-undang No.10 tahun 1998 tentang perbankan, pengertian kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antar bank dengan pihak lain yang mewajibkan untuk melunasi utangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Sedangkan dengan adanya Undang-Undang No 21 Tahun 2008 tentang perbankan syariah maka kredit pun diatur dengan menggunakan istilah pembiayaan.
Pembiayaan
adalah
penyediaan
dana
atau
tagihan
yang
dipersamakan dengan itu berupa : 1) Transaksi bagi hasil dalam bentuk mudharabah dan musyarakah; 2) Transaksi sewa-menyewa dalam bentuk ijarah atau sewa beli dalam bentuk ijarah muntahiya bittamlik; 3) Transaksi jual beli dalam bentuk piutang mudharabah, salam dan istishna; 4) Transaksi pinjam meminjam dalam bentuk piutang qardh; dan 5) Transaksi sewa-menyewa jasa dalam bentuk ijarah untuk transaksi multijasa. Berdasarkan persetujuan atau kepakatan antara Bank Syariah dan/atau UUS dan pihak yang dibiayai dan/atau diberi fasilitas dana untuk mengembalikan dana tersebut setelah jangka waktu tertentu dengan imbalan ujrah, tanpa imbalan, atau bagi hasil. 2.2. Karakeristik Usaha BMT Istilah BMT adalah penggabungan dari Baitul Maal dan Baitut Tamwil. Baitul Maal adalah lembaga keuangan yang kegiatannya mengelola dana yang 28
bersifat nirlaba. Sumber dana yang diperoleh dari zakat, infak, dan sedekah atau sumber lain yang halal dan kemudian dana tersebut disalurkan kepada mustahik yang berhak menerima atau yang untuk kebaikan. Adapun Baitut Tamwil adalah lembaga keuangan yang kegiatannya berupa menghimpun dan menyalurkan dana kepada masyarakat dan bersifat profit motive. Pada masa Rasullullah eksistensi Baitul Mal pada awalnya merupakan konsekuwensi profesionalitas manejemen yang dilakukan pengelola zakat (amil). Namun ia juga merefleksikan ruang lingkup Islam, dimana Islam didefinisikan juga sebagai agama dan pemerintahan, quran dan kekuasaan, sehingga Baitul Mal menjadi salah satu komponen yang menjalankan fungsi-fungsi pemerintahan dan kekuasaan negara Sakti (2007). Penghimpunan dana diperoleh melalui simpanan pihak ketiga dan penyaluran dilakukan dalam bentuk pembiayaan atau investasi yang dijalankan berdasarkan syariat. Terdapat tiga jenis aktivitas yang dijalankan BMT, yaitu (Widodo et al diacu dalam Hidayat 1999) : 1. Jasa Keuangan Kegiatan jasa keuangan yang dikembangkan oleh BMT berupa penghimpunan dan penyalurannya melalui kegiatan pembiayaan dari dan untuk anggota atau non anggota. Kegiatan ini dapat disamakan secara operasional simpan pinjam dalam koperasi atau kegiatan perbankan secara khusus. a) Penghimpunan Dana Penghimpunan dana oleh BMT diperoleh melalui simpanan, yaitu dana yang dipercayakan oleh nasabah kepada BMT untuk disalurkan ke sektor produktif dalam bentuk pembiayaan. b) Penyaluran Dana Penyaluran dana BMT kepada nasabah terdiri dari atas dua jenis, pertama, pembiayaan dengan bagi hasil sebagai alternatif pengganti bunga. Dimana di dalam operasinya menerapkan sistem kebersamaan dalam menanggung resiko usaha nasabahnya dan berbagi keuntungan dan kerugian secara adil antara pihak BMT dan nasabah. Pembiayaan ini merupakan penyaluran dana BMT dari pihak ketiga berdasarkan kesepakatan pembiayaan antara BMT dengan pihak nasabah dengan jangka waktu tertentu dan nisbah bagi hasil yang disepakati.
Pembiyaan ini dibedakan menjadi Musyarakah
29
(Pathnership, Project Financing, dan Participation) dan Mudharabah (Trust Financing, Trust Invesmetn). Kedua adalah jual beli dengan pembiayaan ditangguhkan, yaitu penjualan barang dari BMT kepada nasabah, dengan harga ditetapkan sebesar biaya perolehan barang ditambah margin keuntungan yang disepakati untuk keuntungan BMT. Bentuknya dapat berupa Ba’i Bitsaman Ajil (pembiayaan dilakukan secara angsuran). BMT memiliki bagian tersendiri yang bertugas untuk melakukan pembiayaan yaitu (PKES, 2008) : i)
Melakukan pelayanan dan pembinaan kepada peminjam.
ii)
Menyusun rencana pembiayaan.
iii)
Menerima berkas pengajuan pembiayaan.
iv)
Melakukan analisis pembiayaan.
v)
Mengajukan berkas pembiayaan hasil analisis kepada komisi pembiayaan.
vi)
Melakukan administrasi pembiayaan.
vii)
Melakukan pembinaan anggota pembiayaan agar tidak macet.
viii)
Membuat laporan perkembangan pembiayaan.
2. Sektor Riil Pada dasarnya kegiatan sektor riil juga merupakan bentuk pelayanan dana BMT. Namun berbeda dengan kegiatan sektor jasa keuangan yang penyalurannya berjangka waktu tertentu, penyaluran dana pada sektor riil bersifat permanen atau jangka panjang dan dan terdapat unsur kepemilikan di dalamnya. Penyaluran dana ini selanjutnya disebut investasi atau penyertaan. Investasi yang dilakukan BMT dapat dengan mendirikan usaha baru dengan masuk ke usaha yang sudah ada dengan cara membeli saham. Akad sesuai dengan prinsip ini adalah al-mudharabah (Trust Financing, Trust Invesent). 3. Sosial (Zakat, Infak dan Sedekah) Kegiatan pada sektor ini adalah pengelolaan zakat, infak dan sedekah. Sektor ini merupakan salah satu kekuatan BMT karena juga berperan dalam pembinaan agama bagi para nasabah sektor keuangan BMT. Dengan demikian perberdayaan yang dilakukan BMT tidak terbatas pada sisi ekonomi, tetapi juga dalam hal agama. Zakat, Infak, dan Sedekah (ZIS) yang
30
telah disalurkan oleh nasabah kepada BMT akan disalurkan dalam bentuk produk Qordul Hasan (Soft Loan and Benevolen Loan), dimana dalam produk ini pihak BMT tidak mengharapkan imbalan. Oleh karena itu, para nasabah BMT tersebut diharapkan dapat turut memperkuat sektor sosial BMT ini dengan menyalurkan ZIS-nya kepada BMT. BMT pada awal pendiriannya tidak memiliki badan hukum resmi. BMT berkembang sebagai Kelompok Swadaya Masyarakat (KSM) atau kelompok simpan pinjam. Namun dalam perkembangan selanjutnya, BMT memperoleh legalitas dengan badan hukum berbetuk Koperasi Serba Usaha (KSU) atau Koperasi Simpan Pinjam (KSP) mengingat BMT berkembang ke berbagai sektor usaha seperti keuangan atau sektor riil. Bentuk ini juga diharapkan dapat memenuhi tujuan memberdayakan masyarakat luas, sehingga kepemilikan kolektif BMT sebagaimana konsep koperasi akan lebih mengenai sasaran (Widodo dalam Hidayat 1999). Adanya legalitas akan melindung kepentingan masyarakat dan menjamin keamanan pihak pengelola BMT dalam menjalankan kegiatannya. Sedangkan pemilihan badan hukum koperasi diperkuat dengan hadirnya PP No. 9/1995, dimana dalam penjelasan pasal 2 ayat 1 membolehkan penerapan sistem bagi hasil pada koperasi. BMT sebagai gerakan pemberdayaan umat yang bertumpu pada syariat Islam, pada umumnya memiliki misi yang senantiasa akan diimplementasikan dalam setiap aktivitasnya. Misi yang diemban BMT dapat dirumuskan sebagai berikut: “Pemberdayaan masyarakat bawah sebagai upaya untuk meningkatkan kemampuan tawar, kemampuan mengakses sumber daya ekonomi, politik dan sosial. Sehingga terwujud hubungan kemanusian yang adil dengan berlandaskan pada syariat islam”. (Saktiwan diacu dalam Hidayat, 1999). Sedangkan sebagai lembaga keuangan islam, BMT mempunyai tujuan sebagai berikut (Sumitro diacu dalam Hidayat, 1999) : a. Mengarahkan kegiatan ekonomi umat untuk bermu’amalah secara Islam khususnya yang berhubungan dengan perbankan agar terhindar dari praktek riba. b. Untuk menciptakan keadilan dibidang sosial.
31
c. Untuk menciptakan kualitas hidup umat dengan jalan membuka peluang berusaha yang lebih besar terutama keluarga miskin, yang diarahkan pada kegiatan usaha yang produkif menuju terciptanya kemandirian berusaha (wirausaha). d. Untuk membantu mengentaskan masalah kemiskinan dengan upaya pembinaan nasabah yang menonjolkan sifat kebersamaan dari siklus usaha yang lengkap seperti program pembinaan pengusaha produsen, pedagang perantara,
konsumen,
pengembangan
modal
kerja
dan
program
pengembangan usaha bersama. e. Untuk menyelamatkan ketergantungan umat islam terhadap bank nonislam (konvensional) yang masih menerapkan sistem riba. BMT yang menjadi lembaga keuangan mikro syariah merupakan salah satu bagian kecil dari sistem agribisnis sebagai sub-sistem penunjang dalam membangun agribisnis. Oleh karena itu, salah satu fungsi BMT yang melakukan penyaluran dana. Penyaluran dana tersebut dilakukan terhadap sektor usaha pertanian dari hulu sampai hillir. 2.3. Sistem Pembiayaan Syariah Bank syariah menunjukan pertumbuhan yang meningkat. Ini didorong oleh makin tumbuhnya kesadaran masyarakat untuk memilih produk yang halal. Karena jumlah penduduk muslim di Indonesia yang paling banyak di dunia, merupakan potensi bagi keuangan syariah untuk menjadi bagian dalam pembiayaan ekonomi masyarakat. Prinsip pembiayaan syariah yang mendasar adalah Bank Indonesia (2007) : 1)
Keadilan, pembiayaan saling menguntungkan baik pihak yang menggunakan dana maupun pihak yang menyediakan dana.
2)
Kepercayaan,
merupakan
landasan
dalam
menentukan
persetujuan
pembiayaan maupun dalam menghitung margin keuntungan maupun bagi hasil yang menyertai pembiayaan tersebut. Untuk mendukung prinsip – prinsip tersebut agar dapat berjalan jauh dari prasangka, manipulasi, korupsi dan kolusi maka dibutuhkan informasi yang memadai. Informasi ini menjadi data pendukung yang dapat digunakan untuk
32
mengambil keputusan yang proporsional. Jenis informasi yang dimaksud antara lain: 1) Informasi dasar nasabah 2) Informasi data penjualan/pembelian/penyewaan riil 3) Proyeksi laporan keuangan 4) Akad pembiayaan 2.4. Manajemen Pembiayaan BMT Menurut Farida (2007), manajemen pembiayaan merupakan suatu proses yang terintegrasi dari sumber-sumber dana pembiayaan, alokasi dana yang dapat dijadikan pembiayaan dengan perencanaan, pengorganisasian, pemberian administrasi dan pengamanan pembiayaan. Bagi suatu lembaga keuangan dalam mengalokasikan dana yang dijadikan pembiayaan perlu suatu sistem/mekanisme dan prosedur penyaluran serta analisa pembiayaan Hal umum yang perlu diperhatikan dalam proses pembiayaan pada BMT, antara lain : 1) Pembiayaan diberikan kepada mitra yang dikenal dalam hal karakter usaha. Karakter mencerminkan willingness to pay (tanggung jawab akan hutang), sedangkan usaha mencerminkan ability to pay (kemampuan membayar). 2) Barang jaminan bukan sebagai pengganti karakter atau pembayaran. BMT mengartikan barang jaminan sebagai keberlangsungan usaha bukan sebagai jaminan harta. 3) Pembiayaan yang diperuntukan untuk usaha, harus memiliki criteria : bukan usaha baru, tingkat keuntungan usaha minimal 3 kali mark-up BMT, pengembalian harus dari usaha utama yang dibiayai, usaha sudah dimengerti oleh BMT. 4) Hal yang perlu diperhatikan dalam pembiayaan adalah melihat keamanan sumber pengembaliannya. 5) Memprioritaskan
kualitas
daripada
kuantitas
pembiayaan.
Kualitas
pembiayaan yang baik akan mempengaruhi tingkat keuntungan yang akan diperoleh. 6) Komite pembiayaan bersifat independen bebas dari intervensi siapapun karena keputusan pembiayaan bersifat personal. Account officer (AO) harus yakin 33
dengan rekomendasinya karena ia bertanggung jawab sampai pembiayaan itu selesai. 7) Melakukan pengecekan agar data yang diperoleh akurat. Keakuratan data diperlukan dalam pengambilan keputusan, sehingga keputusan yang diambil benar. 2.5. Jenis-Jenis Akad Pembiayaan Ada bermacam-macam akad yang biasanya digunakan dalam transaksi keuangan syariah dalam menopang kegiatan bisnis. Jenis-jenis akad berdasarkan Bank Indonesia (2008) yaitu; 1) Pembiayaan berdasarkan prinsip jual beli dengan marjin (Murabahah) Murabahah adalah transaksi jual-beli di mana bank bertindak sebagai penjual sementara nasabah sebagai pembeli. Harga jual adalah harga beli bank dari pemasok ditambah keuntungan tertentu. Kedua belah pihak harus menyepakati harga jual dan jangka waktu pembayaran. Harga jual dicantumkan dalam akad jual beli dan jika telah disepakati tidak dapat berubah selama berlakunya akad. Dalam perbankan, murabahah lazimnya dilakukan dengan cara membayar cicilan. Dalam transaksi ini barang diserahkan segera setelah akad sedangkan pembayaran dilakukan secara tangguh. Contoh: pembiayaan pembelian kendaraan bermotor 1.Perjanjian pembiayaan berdasarkan prinsip jual beli
2a.Barang Bank
Pembeli
2b. Cost +Marjin
Gambar 1. Skema Akad Murabahah
34
2) Pembiayaan Berdasarkan Prinsip jual beli dengan pembayaran dimuka (Salam) 1b.pesanan dengan spesifikasi
1a.pesanan dengan spesifikasi
2. Negosiasi dan perjanjian dimuka
3.Bayar dimuka Penjual
Bank
6.membayar secara tangguh
4. Produksi sesuai pesanan
Pembeli
5.Kirim Barang
Gambar 2. Skema Akad Salam Salam adalah transaksi jual beli di mana barang yang diperjualbelikan belum ada, namun kualitas, kuantitas, harga dan waktu penyerahan barang harus ditentukan secara pasti. Bank membayar secara tunai kepada supplier dan barang diserahkan kepada bank, maka bank akan menjualnya kepada rekanan nasabah atau kepada nasabah itu sendiri secara tunai atau secara cicilan. Contoh:pembiayaan untuk pembelian hasil pertanian. 3) Pembiayaan berdasarkan prinsip jual beli dengan pesanan (Istishna) Produk
istishna
menyerupai
produk
salam,
namun
dalam
istishna
pembayarannya dapat dilakukan oleh bank dalam beberapa kali (termin) pembayaran. Skim istishna dalam bank syariah umumnya diaplikasikan pada pembiayaan manufaktur dan konstruksi. 4) Pembiayaan berdasarkan prinsip sewa (Ijarah) Transaksi ijarah adalah transaksi dimana bank menyewakan suatu objek sewa kepada nasabah, dan atas manfaat yang diterima oleh nasabah atas penngunaan objek sewa yang disewa tersebut, bank memperoleh ongkos sewa. Pada akhir masa sewa, bank dapat mengalihkan kepemilikan barang yang disewakan kepada nasabah. Karena itu dalam perbankan syariah dikenal 35
ijarah muntahhiyah bittamlik (sewa yang diikuti dengan berpindah tanggannya kepemilikan). 5) Kemitraan (Musyarakah) 1.Perjanjian Bagi Hasil
Pemodal
Nasabah Modal & skiil
Kegiatan Usaha
Bagian Keuntungan X
Modal & skiil Bagian Keuntungan
Keuntungan Bagian Modal X Modal
Bagian Modal Y
Gambar 3. Skema Pembiayaan Bedasarkan Akad Musyarakah Bentuk umum dari usaha bagi hasil adalah kemitraan (musyarakah). Transaksi musyarakah adalah semua bentuk usaha yang melibatkan dua pihak atau lebih dimana mereka secara bersama-sama memadukan seluruh bentuk sumber daya baik yang berwujud maupun tidak berwujud. Secara spesifik bentuk kontribusi dari pihak yang bekerjasama dapat berupa dana, barang dagangan (trading
asset),
kewiraswastaan
(entrepreneurship),
kepandaian
(skill),
kepemilikan (property), peralatan (equipment), atau intangible asset (seperti hak paten atau goodwill), kepercayaan/reputasi (credit worthiness) dan barang-barang lainnya yang dapat dinilai dengan uang. Contoh : pembiayaan KPR dimana proporsi kepemilikan bank semakin lama semakin menurun sedangkan kepemilikan nasabah semankin meningkat. 6) Penyertaan Modal (Mudharabah) Mudharabah adalah bentuk kerjasama antara dua atau lebih pihak dimana salah satu pihak mempercayakan sejumlah modal kepada pihak lain yang bertindak sebagai pengelola (mudharib) dengan suatu perjanjian pembagian keuntungan. Dalam mudharabah tidak dipersyaratkan adanya wakil pemilik
36
modal (shohibul maal) dalam manajemen proyek. Contoh : pembiayaan modal kerja perusahaan tekstil. 1.Perjanjian Bagi Hasil
Pemodal
Modal 100 % pinjaman
Nasabah Kegiatan Usaha
Bagian Keuntungan X
Modal & skiil Bagian Keuntungan
Keuntungan Modal 100% X Modal
Gambar 4. Skema Pembiayaan dengan Akad Mudharabah 2.6. Jenis-jenis Pembiayaan Bank Syariah Pembiayaan yang terdapat dalam BMT pada prinsipnya secara operasional tidak jauh berbeda dengan bank islam. Pada pembiayaan syariah lebih banyak menekankan pada pembiayaan bagi hasil, bentuk pembiayaan ini menekankan pada aspek bagi hasil dari usaha yang dibiayai. Pola pembiayaan bagi hasil ini merupakan instrumen pembiayaan yang dimodifikasi untuk menjembatani kendala pembiayaan bagi badan usaha yang belum berbadan hukum, terutama usaha kecil Siamat (2004). Banyak jenis–jenis pembiayaan bank syariah, yaitu (Karim, 2007): 1)
Pembiayaan Modal Kerja Syariah. Pembiayaan modal kerja syariah adalah pembiayaan jangka pendek yang diberikan kepada perusahaan untuk membiayai kebutuhan modal kerja usahanya berdasarkan prinsip-prinsip syariah.
2)
Pembiayaan Investasi Syariah. Pembiayaan investasi adalah pembiayaan jangka menengah atau jangka panjang untuk pembelian barang-barang modal yang diperlukan untuk :
37
a) Pendirian proyek baru, yakni pendirian atau pembangunan proyek/pabrik dalam rangka usaha baru. b) Rehabilitasi, yakni pengantian mesin/peralatan lama yang sudah rusak dengan mesin/peralatan baru yang lebih baik. c) Modernisasi, yakni penggantian menyeluruh mesin/peralatan lama mesin/peralatan baru yang tingkat teknologinya lebih baik/tinggi. d) Ekspansi, yakni penambahan mesin/peralatan yang telah ada dengan mesin/peralatan baru dengan tekhnologi sama atau lebih baik/tinggi, atau e) Relokasi
proyek
yang
sudah
ada,
yakni
pemindahan
lokasi
proyek/pabrik secara keseluruhan (temasuk sarana penunjang kegiatan pabrik, seperti laboratorium 3)
Pembiayaan Konsumsi Syariah Pembiayaan konsumsi adalah jenis pembiayaan yang diberikan untuk tujuan di luar usaha dan umumnya bersifat perorangan.
2.7. Efektivitas Pembiayaan BMT BMT harus mampu menyalurkan pembiayaan seefektif mungkin untuk menghindari terjadinya permasalahan-permasalahan dalam pembiayaan. Soetrisno (1986) diacu dalam Syafar (2006) mengemukakan bahwa untuk menolong permodalan usaha masyarakat pedesaan, efektivitas harus terlebih dahulu dicapai namun juga tanpa mengabaikan aspek efisiensi. Lembaga keuangan yang ditujukan untuk masyarakat seharusnya suatu lembaga khas pemerintah untuk melayani golongan miskin, sehingga mempunyai tingkat efektivitas yang baik dalam kecepatan kemampuannya mencapai sasaran. Efektifitas pembiayaan pada BMT dapat dinilai dari efektivitas pengajuan pembiayaan, penyaluran pembiayaan, penggunaan/pemanfaatan pembiayaan dan pengembalian pembiayaan tersebut. Efektivitas pembiayaan dapat diukur dengan cara melihat kemantapan prosedur pembiayaan atau efektivitas pembiayaan menurut shahibul maal yang berdasarkan faktor-faktor sebagai berikut Hamid (1986) diacu dalam Syafar (2006) : 1) Jumlah nasabah yang menunjukkan bahwa sistem pembiayaan dapat diterima dan mampu menjangkau sasaran secara luas.
38
2) Keragaman mata pencaharian nasabah yang menunjukkan fleksibilitas prosedur pembiayaan yang dijalankan. 3) Frekuensi pinjaman nasabah, sebagai tingkat keseringan nasabah dalam mengambil pembiayaan. 4) Frekuensi tunggakan, sebagai tingkat keseringan nasabah dalam menunggak pembayaran dalam satu proses peminjaman. 5) Pelayanan pembiayaan, sejauh mana tingkat pelayanan yang dilakukan, mulai dari pengajuan pembiayaan sampai realisasi pembiayaan. Sedangkan efektivitas pembiayaan menurut mudharib berdasarkan beberapa parameter, antara lain Admiral (1998) diacu dalam Syafar (2006): 1) Prosedur pembiayaan yang menunjukkan kemudahan bagi calon nasabah untuk memahaminya. 2) Persyaratan pembiayaan yang menunjukkan kesanggupan/kemudahan bagi calon nasabah pembiayaan untuk memenuhinya, termasuk ada/tidak adanya jaminan. 3) Waktu pencairan atau realisasi yang menunjukkan kecepatan pihak BMT untuk mewujudkan pembiayaan yang diajukan. 4) Lokasi BMT yang menunjukkan kemudahan bagi nasabah pembiayaan untuk mengakses sumber permodalan yang disediakan. 5) Dampak pembiayaan yang menunjukkan tingkat kemanfaatan pembiayaan. 6) Hasil analisis akan menunjukkan dua kemungkinan yaitu baik dan kurang baik. Jika terbukti bahwa hasil penelitian menunjukkan pengelolaan pembiayaan agribisnis syariah baik maka hal ini akan tercermin pada diri pelaku shahibul maal maupun mudharib. Namun, jika hasil evaluasi ternyata menunjukkan pengelolaan pembiayaan agribisnis kurang baik, maka harus ada umpan balik (feedback) kepada pihak shahibul maal guna memberikan solusi dan strategi dalam melaksanakan perbaikan-perbaikan atas kekurangan pengelolaan pembiayaan tersebut. Menurut Admiral (1998) diacu dalam Syafar (2006), suatu lembaga keuangan yang melayani golongan ekonomi menengah ke bawah dalam upaya memperluas
jangkauan
pemberian
pembiayaannya
di
pedesaan
harus
memperhatikan beberapa unsur, yaitu : hubungan antara kreditur dengan nasabah
39
harus bersifat hubungan informal, dalam pemberian pembiayaan maupun penagihannya harus aktif dalam arti harus sering mengunjungi tempat tinggal atau tempat usaha nasabah, pengawasan serta pembinaan harus dilakukan secara terusmenerus, kondisi sosial budaya setempat, bantuan teknik perlu ditingkatkan disamping bantuan dana yang selama ini diberikan. Admiral (1998) diacu dalam Syafar (2006) menyatakan bahwa efektif atau tidaknya suatu penyaluran pembiayaan pada BMT dapat dinilai berdasarkan beberapa parameter antara lain : persayaratan peminjaman, prosedur peminjaman, realisasi pembiayaan, besar kecilnya biaya administrasi, pelayanan petugas bank, lokasi bank, jaminan/agunan, pengetahuan dan partisipasi nasabah/calon nasabah, serta memberikan dampak positif. Selain itu, Farida (2007) mengatakan bahwa faktor-faktor yang mempengaruhi dalam penyaluran pembiayaan mudharabah, antara lain: 1) Kepercayaan antara mitra dan KBMT 2) Keterbukaan atau transparansi dalam mengelola usaha antara mitra dan KBMT. 3) Pemahaman mitra mengenai sistem bagi hasil 4) Kemampuan mitra dalam manajemen usaha, seperti pembukuan. 5) Faktor resiko dan biaya yang lebih besar. 6) Likuiditas atau ketersediaan dana. Lembaga keuangan mempunyai tujuan untuk memperbesar peluang berusaha yang pada akhirnya dapat meningkatkan pendapatan penerima pembiayaan, memberikan alternatif mata pencaharian serta memberikan kemampuan untuk mengintegrasikan diri dengan proses perubahan ekonomi yang ditandai oleh peningkatan proses komersialisasi dan moneterisasi. Perluasan usaha bisa dilihat dari Rifiani (1994) diacu dalam Syafar: 1) Jumlah dan satuan usaha. Diukur dari tambahan unit usaha dan jenis/ragam usaha yang ada atau yang dapat dibentuk sejak menerima pembiayaan. 2) Perkembangan usaha. Dilihat dari kemampuan untuk mengembangkan suatu satuan usaha pada kondisi yang lebih baik akibat adanya pembiayaan. Hal tersebut meliputi aspek :
40
a) Produksi,
ukurannya
adalah
peningkatan
volume
produksi/omset
perdagangan. b) Pemasaran, berkaitan dengan usaha memperluas pangsa pasar dan tataniaga pemasaran. c) Manajemen, kemampuan mengelola usaha menyangkut dari penyediaan barang, pembelian bahan sampai ke penjualan barang yang dinilai secara kualitatif. d) Keuangan, menyangkut kebutuhan modal usaha, peningkatan pendapatan dan keuntungan usaha. Salah satu indikator yang digunakan dalam menilai keberhasilan suatu program pembiayaan dan program-program sejenis adalah perubahan pendapatan sasaran program. Program pembiayaan selain berorientasi pada peningkatan produk atau optimalisasi penggunaan sumber daya yang lain, pada akhirnya juga dimaksudkan meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan sasaran program. Mosher (1993) menyebutkan bahwa suatu program keuangan dikatakan efektif apabila dapat menghapuskan hambatan-hambatan yang timbul akibat dari kebiasaan pinjam-meminjam untuk keperluan konsumsi, salah satunya yaitu hambatan berupa kelemahan dalam melunasi hutang. Jadi, keberhasilan suatu program keuangan tidak hanya dilihat dari jumlah pembiayaan yang dapat disalurkan oleh lembaga keuangan yang bersangkutan, tetapi juga dilihat dari tingkat pengembaliannya karena tingkat pengembalian pembiayaan akan mempengaruhi program keuangan selanjutnya. Faktor-faktor
yang
diduga
mempengaruhi
peluang
pengembalian
pembiayaan oleh nasabah BMT Renggani (1998) diacu dalam Syafar (2006): 1) Faktor ekonomi yaitu jumlah pinjaman, jumlah selisih pendapatan dan pengeluaran keluarga, biaya transportasi ke BMT dan borrowing cost. 2) Faktor-faktor non ekonomi yaitu tingkat pendidikan nasabah, jangka waktu realisasi pembiayaan dan jenis penggunaan pembiayaan. Tingkat pengembalian pembiayaan merupakan kemampuan debitur dalam membayar kembali pembiayaannya. Selain itu, efektivitas program pembiayaan juga dapat ditunjukan dengan penunggakan yang terjadi. Hasil penelitian tim Unibraw (1998) yang diacu dalam Syafar (2006) menunjukkan bahwa penyebab
41
lemahnya pengembalian pembiayaan oleh petani dapat dikarenakan oleh beberapa hal yaitu : prosedur yang berbelit, rendahnya hasil usaha (pendapatan rendah), penyimpangan penggunaan pembiayaan (untuk memenuhi kebutuhan konsumsi), tidak adanya hukuman atas keterlambatan dalam pengembalian pembiayaan, kurangnya perangsang pengembalian, adanya permintaan pembiayaan fiktif dan rendahnya efektivitas penagihan oleh petugas pembiayaan. 2.8. Penelitian Terdahulu 1. Penelitian yang dilakukan oleh Farida (2008) dengan judul “Analisis Penilaian dan Faktor-faktor
Penyaluran Pembiayaan Syariah dalam
Pembiayaan Agribisnis pada KBMT Khidmatul Ummah ” yang menjelaskan penilaian mitra terhadap penyaluran pembiayaan syariah dan menjelaskan faktor-faktor yang mempengaruhi penyaluran dan penggambilan pembiayaan mudharabah dan murabahah, serta menjelaskan keterikatan pembiayaan syariah dengan pembiayaan agribisnis. Penelitian ini menunjukan hasil keterikatan pembiayaan syariah dengan pembiayaan agribisnis membuktikan bahwa lembaga keuangan mikro menawarkan sistem administrasi
lebih
sederhana yang tercermin dari jumlah syarat aplikasi yang lebih sedikit dan kualitas aplikasi pinjaman yang lebih terjangkau oleh pelaku usaha kecil dan mikro. Pada hasil penelitian ini juga ditemukan bahwa KBMT perlu meningkatkan pembiayaan mudharabah dari total pembiayaan yang disalurkan, meningkatkan pengetahuan dan kepahaman mitra terhadap prinsip syariah/bagi hasil perlu ditingkatkan dengan mengadakan pengajian rutin minimal satu bulan sekali untuk mitra KBMT pada umumnya dan anggota KBMT pada khususnya, serta memberikan pelatihan pada karyawan KBMT
secara
berkala
untuk
menyamaratakan
informasi mengenai
kelembagaan dan pembiayaan syariah. pada penelitian ini ada persamaan terkait dengan subjek penelitian yaitu KBMT tetapi pada KBMT yang berbeda. Penelitian ini pun menentukan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi penyaluran pembiayaan namun hal yang lebih banyak dikaji ialah terkait dengan administrasi yang berlaku. Kelemahannya, tidak secara menyeluruh langsung dan fokus mengamati penelitian terkait dengan agribisnis. Sehingga perlu ada kajian lebih untuk pembiayaan syariah untuk 42
sektor agribisnis. Selain itu, masih belum diketahui seberapa besar efektivitas pembiayaan syariah tersebut. 2. Penelitian yang dilakukan oleh Syafar (2006) dengan judul “Analisis Efektivitas Pembiayaan Sistem Syariah Terhadap Petani Agribisnis Sayuran Pada Program UPK Ikhtiar Yayasan Peramu Bogor” yang menjelaskan penerapan efektivitas pembiayaan sistem syariah UPK Ikhtiar terhadap petani agribisnis di desa Ciaruteun Ilir dan menjelaskan pengaruh program dalam peningkatan pembayaran angsuran dan jumlah tabungan petani agribisnis di Desa Ciaruteun Ilir. Hasil penelitian juga membuktikan bahwa partisipasi anggota dalam mengikuti program UPK Ikhtiar dapat meningkatkan jumlah tabungan. Tabungan sukarela pada akhir maret 2006 di Desa Ciaruteun Ilir sebesar Rp 64.300.000 jumlah ini cukup besar dibandingkan pada tahun 2005 sebesar Rp 11.227.500 yang mengalami peningkatan sebesar 424,8 persen dan 311 persen. Meningkatnya jumlah pembayaran angsuran pembiayaan anggota dilihat dari tingkat resiko pengembalian pembiayaan. Resiko tingkat pengembalian pembiayaan relatif sangat kecil sebesar 9,16 persen. Data tersebut berdasarkan dengan periode tunggakkan dari tahun sebelumnya, resiko portofolio 47 persen bulan Desember 2005 dan menurun 24,27 persen pada bulan Maret 2006. Hasil analisis diperoleh bahwa dalam meningkatkan efekivitas pembiayaan sistem syariah pada petani sayuran di Desa Ciaruteun Ilir dalam menggunakan pembiayaan UPK Ikhtiar adalah peningkatan pembayaran pembiayaan. Pada penelitian ini terdapat kesamaan bahwa penelitian mengukur seberapa besar efektivitas pembiayaan syariah. responden yang dijadikan objek penelitian pun memiliki karaktersitik yang sama yaitu mitra yang bergerak pada sektor agribisnis. Tetapi penelitian ini lebih banyak membahas terkait peningkatan pendapatan petani pada pembiayaan syariah. Pembahasan yang ada pada penelitian ini pun masih pada tahap penelitian pada daerah yang cakupannya kecil. Efektivitas yang diukur pun masih belum menunjukan apakah hasil yang didapatkan dari pemanfaatan pembiayaan syariah. Sehingga, dalam hal ini aspek pendapatan saja yang menjadi kajian untuk diteliti. Selain itu, tidak secara menyeluruh subsistem agribisnis menjadi kajian pada penelitian ini.
43
3. Penelitian yang dilakukan oleh Pursito (2003) dengan judul “Kajian Efektivitas dan Faktor-faktor Penyaluran Kredit dalam Pembiayaan Industri Kecil dan Menengah Pangan Oleh Bank Rakyat Indonesia di Semarang” penelitian ini menjelaskan tentang fungsi bank salah satu penyedia modal yang penting bagi industri pangan melalui penyaluran berbagai skema kredit. Penelitian ini menunjukan kajian eksplorasi untuk menjawab permasalahan kajian mekanisme dan prosedur pelayanan kredit dari Bank Rakyat Indonesia (BRI), efektivitas penyaluran kredit dari sisi nasabah Industri Kecil Menengah (IKM) pangan maupun sisi Bank, identifikasi faktor-faktor yang mempengaruhi keputusan pengusaha IKM pangan untuk mengambil kredit dan kajian strategi yang ditempuh BRI dalam mengantisipasi kredit bermasalah. Pengolahan data dilakukan dengan software Minitab 13.20 dan SPSS. Untuk keefektifitan penyaluran kredit dianalisis melalui skala likert. Faktor-faktor yang berpengaruh pada pengambilan kredit dianalisis dengan model logit atau binary logistic regression. Berdasarkan penelitian yang telah dilakukan, dalam melakukan proses penyaluran kredi, BRI mewajibkan calon debitur (termasuk IKM pangan) untuk mengikuti prosedur baku (Kriteria 5 C’s), diantaranya memenuhi kelayakan usaha (aspek manajemen, produksi, pemasaran, personalia dan finansial). Hal lainnya berpedoman pada prudential banking, terutama kelangsungan industri yang berkaitan dengan resiko (faktor controllable dan uncontrollable). Pada penelitian ini lebih banyak kesamaan pada apa yang diteliti baik itu dari segi pokok penelitian terkait dengan efektivitas dan faktor-faktor yang mempengaruhi pembiayaan syariah itu sendiri. Dan pada penelitian ini memiliki kelebihan pada skala yang lebih besar yaitu pada tingkat perbankkan sedangkan pada penelitian ini pun memiliki kefokusan pada penelitian pada IKM Pangan dan tidak melakukan kajian pada sektot agribisnis. Tetapi secara keseluruhan menunjukan konsep penelitian yang sama. Selain itu pembiayaan ini pun melakukan kajian berdasarkan prosedur baku yaitu proses 5 C. Pada penelitian yang dilakukan pun proses 5 C menjadi acuan awal. Tetapi apakah menjadi karakteristik yang sama antara 5 C pada pihak perbankan dengan lembaga keuangan mikro syariah seperti KBMT.
44
III. KERANGKA PEMIKIRAN
3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Pembiayaan Syariah Untuk Sektor Agribisnis. Program pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis merupakan suatu program pembiayaan yang bertujuan untuk mengayomi dan mengangkat kaum petani untuk jadi lebih baik dalam melakukan usaha pertaniannya. Dengan demikian, kriteria efisiensi dalam pengertian ekonomis tidak sepenuhnya dapat diterapkan dalam mengevaluasi program pembiayaan sejenis ini. Kriteria efektivitas dirasakan lebih tepat dibandingkan dengan kriteria efisiensi, dalam arti sejauh mana program pembiayaan tersebut dapat dengan cepat dan luas menjangkau sasaran mereka. Penilaian yang dilakukan terhadap permohonan pembiayaan, pemberian dana harus memperhatikan beberapa prinsip utama yang berkaitan dengan kondisi secara keseluruhan calon peminjam. Prinsip ini dikenal dengan prinsip 5C, yaitu: 1)
Caracter yaitu penilaian terhadap karakter atau kepribadian calon peminjam dengan tujuan untuk memperkirakan kemungkinan bahwa peminjam dapat memenuhi kewajibannya.
2)
Capacity yaitu penilaian secara subjektif tentang kemampuan peminjam untuk melakukan pembayaran. Kemampuan diukur dengan catatan prestasi peminjam di masa lalu yang didukung dengan pengamatan dilapangan atas sarana usahanya seperti toko, karyawan, alat-alat, pabrik serta metode kegiatannya.
3)
Capital yaitu penilaian terhadap kemampuan modal yang dimiliki oleh calon peminjam, yang diukur dengan posisi perusahaan secara keseluruhan yang ditunjukkan oleh rasio finansialnya dan penekanan pada komposisi modalnya
4)
Collateral yaitu jaminan yang dimiliki calon peminjam. Penilaian ini bertujuan untuk lebih meyakinkan bahwa jika suatu risiko kegagalan pembayaran tercapai terjadi, maka jaminan dapat dipakai sebagai pengganti dari kewajibannya.
5)
Conditions yaitu pihak pemberi dana harus melihat kondisi ekonomi yang terjadi di masyarakat dan secara spesifik melihat adanya keterkaitan dengan
45
jenis usaha yang dilakukan oleh calon peminjam. Hal tersebut dilakukan karena kondisi ekternal berperan besar dalam proses berjalannya usaha calon peminjam. 3.1.2. Permintaan Pembiayaan Pembiayaan yang dijelaskan diawal sama dengan kredit mempunyai dua makna, yaitu sebagai barang ekonomi dan sebagai sumber modal. Kedua pengertian tersebut akan digunakan dalam menganalisis permintaan pembiayaan. Analisis permintaan terhadap pembiayaan dapat dilakukan melalui dua pendekatan, yaitu pendekatan lansung dan tidak langsung. Pendekatan langsung dilakukan melalui fungsi permintaan dimana pembiayaan dianggap sebagai barang ekonomi. Sedangkan pendekatan tidak langsung dilakukan melalui fungsi produksi dimana pembiayaan dianggap sumber modal dalam kegiatan produksi. Sehingga dalam kaitannya dengan pemakaian pembiayaan untuk membiayai kegiatan produksi lebih relevan menggunakan pendekatan tak langsung melalui fungsi produksi. Jumlah pembiayaan yang diambil sangat tergantung pada tingkat aksesbilitas debitur yang dipengaruhi faktor ekonomi dan non-ekonomi dengan penjabaran sebagai berikut: 1) Faktor ekonomi a) Jumlah tanggungan keluarga yaitu jumlah anggota keluarga yang harus dihidupi atau merasakan manfaat dari kredit yang bersangkutan. b) Pendapatan usaha yaitu rasio pendapatan dari usaha yang dibiayai oleh kredit terhadap pendapatan total c) Biaya transportasi 2) Faktor non ekonomi a) Umur yang berhubungan dengan kematangan berpikir arau kedewasaan seseorang dalam menentukan tindakan b) Tingkat pendidikan. c) Pemahaman mengambil kredit bersangkutan yang berpengaruh pada pemahaman prosedur pembiayaan d) Pengalaman usaha e) Jarak lokasi 46
f) Tingkat pengenalan pengurus 3.1.3. Peranan Kredit atau Pembiayaan Peranan kredit pertanian berdasarkan beberapa literatur yang ditulis para ahli kredit dapat dipandang dari dua aspek yaitu aspek makro dan mikro. Dari segi makro peranan kredit dilihat sebagai salah satu alat kebijaksanaan dalam pembangunan pertanian, atau dalam lingkup yang lebih luas yaitu pembangunan perdesaan. Pembahasan peranan pasar modal di pedesaan (Rural Financial Market) dan pengaturan suku bunga kredit, namun pada pembiayaan tidak ada unsur bunga didalamnya tapi lebih kepada bagi hasil, merupakan contoh pembahasan peranan kredit dari aspek makro. Peranan kredit dari aspek mikro banyak ditujukan kepada mamandang kredit sebagai penambah modal usaha, bahkan kredit dipandang indentik dengan input faktor. Pemberian kredit pertanian merupakan salah satu alat kebijaksanan pembangunan pertanian atau perdesaan telah banyak dilakukan di negara- negara berkembang. Kredit tersebut dapat disebut dengan berbagai sebutan antara lain “agricultural credit”, “small farm credit” dan biasa juga disebut dengan “supervised credit” atau kredit terbimbing. Dari sebutan-sebutan tersebut menujukan bahwa kredit ini ditujukan pada masyarakat pedesaan terutama petani kecil, sebagai kelompok ekonomi lemah yang banyak ditemui di negara-negara berkembang. Menurut Johnson dan Johnson diacu dalam Kusnadi (1990) memandang kredit sebagai unsur yang perlu terintegrasi dengan pendidikan yang akan menunjang pembangunan perdesaan. Selanjutnya dikemukakan bahwa program kredit pertanian ditujukan untuk (1) menyediakan kredit dalam jumlah yang cukup untuk tujuan produktif bagi petani kecil dan menengah, (2) penggunaan kredit adalah bagian dari program untuk memperbaiki cara berusahatani dan taraf hidup petani, serta manjadi faktor yang dapat memperluas program perbaikan desa. Agar kredit mampu berperan seperti diatas, pemberiannya selalu menyertai program perbaikan tekhnologi baru, khususnya teknologi pertanian. Mosher (1993) misalnya menempatkan kredit produksi sebagai salah satu unsur untuk mempermudah pembangunan pertanian. Salah satu unsur pokoknya adalah adanya teknologi yang selalu berubah. Secara teoritis dengan adanya kredit 47
produksi menyebabkan petani mempunyai kesempatan untuk mereorganisasi penggunaan sumberdaya sampai tingkat yang optimal. Kuntjoro diacu dalam Kusnadi (1990) menyebutkan bahwa petani yang menggunakan kredit dapat meningkatkan faktor-faktor produksinya pada tingkat yang optimal, sehingga dapat meningkatkan produksi total secara optimal pula. Peningkatan penggunanan faktor-faktor produksi tersebut dimungkinkan karena adanya tambahan dana. Dengan adanya tambahan dana ini petani dapat membeli faktor-faktor produksi yang dibutuhkan pada tingkat yang optimal. Baker dan Bargava diacu dalam Kusnadi (1974) menyatakan bahwa kegagalan program kredit dalam bentuk kurang partisipasi petani dengan menunggak, karena adanya perbedaan pandangan peranan kredit sering diberikan khusus untuk membiayai kegiatan produksi atau teknologi baru. Di pihak petani disamping harus membiayai produksi juga harus membiayai kebutuhan konsumsi keluarga. Dengan demikian pada dasarnya petani dihadapkan pada usaha mengatur keseimbangan antara saat surplus dengan saat defisit keuangan. Saat surplus dan defisit tersebut sangat berkaitan dengan arus pendapatan dan pengeluaran keuangan keluarga. Pada usahatani, sifat pendapatan petani yang musiman merupakan salah satu faktor penyebab petani selalu menghadapi masa defisit dan surplus dana tersebut. Oleh karena itu penyediaan kredit bagi petani secara ideal tidak harus terbatas pada kredit produksi, tetapi perlu disediakan kredit untuk keperluan yang lebih luas. Peranan kredit pada tingkat usahatani telah banyak diteliti oleh pada ahli. Colyer dan Jimenez diacu dalam Kusnadi (1977) telah menunjukan peranan kredit bagi usaha tani di Columbia. Hasil penelitian tersebut menunjukan bahwa usahatani peserta kredit rata-rata mempunyai produktivitas lebih tinggi dibanding bukan peserta. Di samping itu mereka juga menggunakan input modern lebih tinggi, seperti produk buatan, pestisida dan benih unggul. Hal ini menunjukkan bahwa adanya kredit dapat mempercepat proses adopsi teknologi baru. Walaupun banyak penelitian yang membuktikan peran positif pemberian kredi tersebut, penelitian lain yang dilakukan Penny diacu dalam Kusnadi (1990) menunjukan bahwa kredit produksi bukan merupakan faktor penentu dalam memacu pertumbuhan produksi. Peranan kredit di dalam hal ini sangat tergantung
48
pada kemampuan dan kemauan petani untuk menggunakannya pada kegiatan produktif. Pada petani yang belum berorientasi pada kesempatan ekonomi, kredit lebih banyak digunakan untuk keperluan konsumtif. Menurut Yunus (2007) mengatakan bahwa kredit mikro bukan hanya soal memberi orang peluang ekonomi. Ini menyangkut komunitas. Ini menyangkut tanggung jawab. Ini soal cara pandang bagaimana kita semua saling terhubung dan bergantung di dunia masa kini. Ini adalah pengakuan bahwa di negara kami, nasib penerima tunjangan di Denver atau Washington terjalin tak terelakkan dengan kita semua. Ini soal pemahaman tentang bagaimana mengangkat masyarakat keluar dari kemiskinan di India atau Bangladesh akan memantulkan kembali manfaatnya bagi seluruh komunitas dan menciptakan ladang subur agar demokrasi bisa hidup dan bertumbuh, karena masyarkat memiliki harapan di masa depan. Pada akhirnya Donal diacu dalam Kusnadi (1990) menyebutkan bahwa teknologi baru yang diintroduksikan dengan menyertakan kredit harus mampu menciptakan kesempatan ekonomi (Economic Opportunity). Kesempatan ekonomi ini menyangkut banyak aspek, bukan hanya pada teknologi itu sendiri. Setiap teknologi yang dianjurkan harus ditunjang dengan tersedianya pasar input yang memadai. Kemudian kenaikan produksi akibat teknologi itu sendiri harus dapat diserap oleh pasar. 3.2. Kerangka Pemikiran Operasional Pada sistem agribisnis yang begitu kompleks maka perlu ada pengembangan sistem agribisnis untuk memajukan sektor pertanian secara lebih luas. Salah satunya ialah dengan pegembangan sub-sistem penunjang agribisnis melalui Lembaga Keuangan Mikro Syariah atau BMT yang dimana secara badan hukum dapat berbentuk koperasi. Pada Lembaga Keuangan Mikro Syariah ini akan dikaji pembiayaan sistem syariah untuk sektor agribisnis. Pada tahap selanjutnya akan dilihat bagaimana mekanisme pembiayaan berupa pengajuan, penyaluran dana pembiayaan. Mekanisme yang ada akan dikaji berdasarkan realisasi pembiayaan yang terlaksana terhadap nasabah atau petani. Realisasi pembiayaan akan dilihat efektivitas pembiayaanya. Efektivitas ini akan dilihat dari dua sisi. 49
Pertama analisis efektivitas penyaluran dan pemanfaatan pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis. Pengukuran ini dilakukan pada dua pihak antara pihak BMT dan mitra BMT. Efektivitas penyaluran akan ditunjukan melalui persentase jumlah penyaluran pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis. Persentase tersebut akan menunjukan perkembangan secara kuantitatif jumlah mitra maupun nominal pembiayaan yang mampu dicapai. Hal tersebut dilihat pada gap antara target dan realisasi pembiayaan yang ada pada BMT Tadbiirul Ummah. Sedangkan, efektivitas pemanfaatan akan ditunjukkan secara kualitatif dengan dideskripsikan pemanfaatan pembiayaan yang terjadi dilapangan. Pembiayaan yang dialokasikan akan dilihat kesesuaianya dengan akadnya. Apakah terdapat penyimpangan dalam penggunaannya. Hal tersebut dilakukan untuk mengetahui tingkat efektivitas penyaluran dan pemanfaatan pembiayaan untuk sektor agribisnis. Setelah mengetahui efektivitas penyaluran dan pemanfaatan pembiayaan syariah untuk sektor syariah maka dicari faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis. Ada beberapa faktor yang diduga mempengaruhi pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis. Faktor-faktor penduga tersebut ialah pengalaman usaha, profit usaha, frekuensi pembiayaan, nisbah bagi hasil, tahun pendidikan, komposisi modal, dan sektor usaha sebagai variabel boneka (dummy). Variabel yang diukur tersebut didapatkan berdasarkan kajian literatur berdasarkan 5 C. Variabel pengalaman usaha, frekuensi pembiayaan dan tahun dapat menjadi bagian dari Character karena menunjukan seberapa lama perjalanan usahannya, kondisi pengetahuan dan pengalaman pembiayaan hal tersebut dapat menjadi dasar untuk melihat karakteristik calon mitra. Profit dan sektor usaha dipilih karena berhubungan dengan kondisi (condition) usaha yang dimiliki oleh KBMT Tadbiiru Ummah, apakah seorang mitra mampu dan layak untuk mendapatkan pembiayaan syariah. Sedangkan untuk variabel komposisi modal akan menunjukan capital yang dimiliki calon mitra., seberapa besar modal yang dimiliki oleh mitra sehingga KBMT dapat mengetahui apakah modal yang dimiliki merupakan modal pribadi atau modal orang lain (hutang), sedangkan untuk nisbah bagi hasil tidak termasuk pada 5 C.
50
Penentuan faktor-faktor ini menggunakan alat analisis regresi berganda dengan menggunakan software minitab versi 15. Setelah out put regresi berganda didapatkan maka akan diinterpretasikan untuk menunjukan faktor apa saja yang signifikan mempengaruhi permintaan pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis. Dua sisi analisis ini akan menjadi bahan evaluasi pembiayaan agrbisnis syariah dalam hal skema usaha. Hasil evaluasi ini akan berpengaruh besar untuk kemajuan dan masukan penembangan sistem agribisnis. Selain itu, pihak BMT dapat melihat secara terperinci perkembangan yang ada dan trend yang ada dimasyarakat dalam hal pemanfaatan pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis.
51
Sistem Agribisnis Sus-Sistem Penunjang Agribisnis : Lembaga Keuangan Mikro Syariah (BMT)
Skim Pembiayaan Sistem Syariah Sektor Agribisnis
Lembaga keuangan Mikro Syariah (BMT)
Mekanisme Pembiayaan Berupa Pengajuan, Penyaluran Dana Pembiayaan
Pembiayaan Syariah Terhadap Mitra/Petani
Efektivitas Penyaluran dan Pemanfaatan Pembiayaan Syariah untuk Sektor Agribisnis
Pihak BMT
Faktor-faktor yang Mempengaruhi Realisasi Pembiayaan Syariah untuk Sektor Agribisnis
Mitra BMT
1. 2. 3.
Pengalaman usaha Profit usaha Frekuensi pembiayaan 4. Nisbah bagi hasil 5. Tahun pendidikan 6. Komposisi modal
Mengetahui Tingkat Efektivitas penyaluran dan pemanfaatan pembiayaan syariah
Evaluasi Pembiayaan Syariah Untuk Sektor Agribisnis
Gambar 5. Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian Keterangan : = Lingkup Penelitian
52
IV. METODE PENELITIAN
4.1. Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilaksanakan di BMT Tadbiirul Ummah yang beralamat di Jalan Raya Darmaga Bogor 16620 Jawa Barat. Pemilihan BMT ini dilakukan secara sengaja (purposive) dengan pertimbangan bahwa BMT Tadbiirul Ummah memiliki nasabah untuk pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis yaitu petani. Selain itu, alasan memilih lokasi BMT Tadbiirul Ummah di Kabupaten Bogor karena BMT Tadbiirul Ummah menerapkan sistem pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis yang murni sesuai dengan prinsip syariah yaitu berbisnis sesuai dengan keadilan dan kepercayaan serta menerapkan prinsip bagi untung dan bagi rugi (profit and loss sharing) dalam usaha untuk membantu petani, sehingga dalam hal ini dapat dilihat peran dari lembaga keuangan mikro syariah untuk pembangunan pertanian. Waktu yang dibutuhkan untuk penelitian ini selama tiga bulan April-Juni 2009. Namun, secara menyeluruh dalam pembuatan skripsi ini membutuhkan waktu enam bulan. 4.2. Metode Pengumpulan Data Metode pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini yaitu dengan metode pengamatan (observasi), penelusuran literatur, penggunaan kuisioner (angket), dan wawancara (interview). Dalam hal ini, informasi atau keterangan diperoleh melalui data primer langsung dari responden dan pihak KBMT Tadbiirul Ummah dengan cara tatap muka atau bercakap-cakap dan alat yang digunakan berupa kuisioner dan data-data sekunder yang didapatkan dari berbagai macam sumber terkait baik dari KBMT Tadbiirul Ummah maupun dari berbagai macam literatur. 4.3. Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan data sekunder baik yang bersifat kuantitatif maupun kualitatif yang berkaitan dengan penelitian ini. Data primer didapatkan dari hasil penyebaran kuisioner kepada para nasabah responden dan hasil wawancara langsung dengan pihak pengelola BMT. Sedangkan data sekunder akan didapatkan dari berbagai arsip dan administrasi 53
BMT, Bank Indonesia, Badan Pusat Statistik, Departemen Pertanian, Masyarakat Ekonomi Syariah, Pusat Ekonomi Syariah serta literatur terkait yang diperlukan untuk menunjang pembuatan laporan penelitian ini. Data yang diperoleh melalui BMT merupakan data pada tahun 2004-2008, data tersebut digunakan untuk menunjukan trend perkembangan pembiayaan yang terjadi. Sedangakan, data yang diperoleh dari responden merupakan data yang berasal pada tahun 2008 saja. Data tersebut digunakan untuk menunjukan permintaan pembiayaan yang menjadi trend saat ini. Jenis data yang dibutuhkan dalam penelitian ini dapat dilihat pada Tabel 4. Tabel 4. Jenis data yang dibutuhkan dalam Penelitian di BMT Tadbiirul Ummah Tahun 2004-2008 JENIS DATA SATUAN 1. Data Kuantatif Rupiah a. Jumlah pengambilan pembiayaan Persentase b. Bagi hasil Rupiah perbulan c. Pendapatan usaha keluarga Tahun d. Pengalaman usaha Kali e. Frekuensi pinjaman X % dari pinjaman f. Besar tunggakan Bulan g. Jangka waktu angsuran Orang h. Jumlah tanggungan keluarga i. Alamat nasabah pembiayaan pertanian. 2. Data Kualitatif a. Tahap pengajuan pembiayaan b. Produk-produk pembiayaan BMT c. Tahap penyaluran pembiayaan d. Tahap pengelolaan pembiayaan e. Tahap pengembalian pembiayaan. f. Dampak pembiayaan terhadap nasabah. g. Tingkat pendidikan.
4.4. Metode Pengambilan Sampel Contoh (sampel) yang diambil adalah nasabah pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis. Alasan fokus penelitian hanya pada pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis yaitu karena jenis pembiayaan tersebut termasuk pembiayaan modal kerja dan investasi sehingga semua nasabah peminjam pembiayaannya merupakan nasabah yang mempunyai kegiatan usaha produktif dalam bidang
54
pertanian. Selain itu, pada dasarnya secara operasional pada jenis pembiayaan inilah yang benar-benar menawarkan prinsip bagi untung dan bagi rugi (profit and loss sharing) dalam usaha untuk membantu petani. Pengambilan contoh dilakukan secara Sampel Acak Sederhana (Simple Random Sampling) dengan metode berimbang (proporsional).
Dalam hal ini
nasabah yang menjadi anggota KBMT Tadbiirul Ummah memiliki peluang yang sama untuk dipilih sebagai sampel khususnya untuk nasabah yang memiliki unit usaha pertanian atau agribisnis. Hal tersebut digunakan untuk mempermudah dalam melihat karakteristik yang terjadi pada pola pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis. Berdasarkan data yang didapat maka jumlah yang sampel yang diambil sebanyak 22 orang. Jumlah tersebut diambil secara proposional sebanyak 50 persen dari jumlah seluruh populasi yang layak untuk diwawancarai yaitu sebanyak 44 orang.
Responden yang berjumlah 22 orang distratifikasi
berdasarkan sektor usaha yaitu sektor usaha berbasis on-farm dan off-farm. Selanjutnya distratifikasi berdasarkan jumlah plafon pembiayaan yang didapatkan yaitu jumlah plafon yang memiliki rentang Y < Rp 1.000.000, Rp 1.000.000
Rp 3.000.000. Stratifikasi yang dibuat dilakukan untuk memenuhi keterwakilan jumlah responden pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis. 4.5. Metode Pengolahan dan Analisis Data Data yang diperoleh merupakan data kualitatif dan data kuantitatif. Sebelum diolah dan dianalisis, dilakukan beberapa prosedur pendahuluan terhadap data yang diperoleh yaitu mengedit data, membuat koding, melakukan skoring dan menggolongkan beberapa kategori jawaban. Data akan disajikan dalam bentuk uraian, bagan/gambar dan tabel. Pengolahan dan analisis data untuk menjawab tujuan penelitian dilakukan dengan dua metode, yaitu : 4.5.1. Analisis Deskriptif Analisis deskriptif digunakan untuk mengetahui apakah pemberian pembiayaan dari BMT efektif dalam pengelolaannya maupun dampaknya terhadap usaha yang dijalankan, apakah pemanfaatannya sudah tepat atau belum.
55
Analisis dampak pembiayaan tersebut menggunakan perbandingan antara kondisi sebelum pembiayaan dengan sesudah pembiayaan secara kualitatif. Untuk analisis ini akan digunakan data kaulitatif yang dibuat dalam bentuk tabulasi dan kemudian dideskripsikan. Faktor-faktor yang berpengaruh pada penyaluran pembiayaan sistem syariah sektor agribisnis diuraikan secara deskriptif. Faktor-faktor yang berpengaruh terhadap keinginan responden untuk memperoleh pembiayaan sistem syariah sektor agribisnis dilakukan secara deskriptif, yang sebelumnya dianalisa melalui model persamaan regresi linear berganda, yang dipakai melihat faktorfaktor yang berhubungan nyata dan tidak berpengaruh nyata serta mempengaruhi secara signifikan. Analisis efektivitas yang dilakukan dengan cara melakukan persentase pencapaian antara target dan realisasi pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis. Persentase tersebut akan menunjukan jumlah pencapaian berdasarkan akad, sektor usaha, dan peruntukan baik dilihat secara jumlah mitra maupun dihitung secara nominal jumlah pembiayaan yang bergulir. 4.5.2. Analisis Data dan Interpretasi Pada penelitian untuk mencari faktor-faktor apa saja yang berpengaruh pada efektivitas pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis. Dalam hal ini akan dikaji bagaimana beberapa variabel independen mempengaruhi variabel dependen dalam suatu fenomena yang kompleks. Jika X1, X2, X3…Xk adalah variabelvariabel independen dan Y adalah variabel dependen, maka terdapat hubungan fungsional antara variabel X dan Y, dimana variasi dari X akan diiringi pula oleh variasi dari Y. secara matematika, hubungan diatas dapat dijabarkan sebagai berikut, Nazir (2005) :
Dimana: Y = Variabel Dependen. X = Variabel Independen. e = Disturbance Term. Dengan perkataan lain, variasi dari Y disebabkan oleh variasi dari variabel independen X dan oleh variasi random lainnya yang tidak dapat diketahui secara 56
pasti. Perlu perhitungan lebih detail untuk mengetahui apa yang menjadi variabel Y dan apa yang menjadi varibel X analisis regresi yang digunakan ialah analisis regresi berganda. Oleh karena itu, analisis regresi bergandalah yang digunakan sebagai pengukur pencarian faktor penduga penyaluran pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis yang signifikan mempengaruhi variabel dependen. Jika parameter dari suatu hubungan fungsional antara satu variabel dependen dengan lebih dari satu variabel ingin diestimasikan, maka analisis regresi yang dikerjakan berkenaan dengan regresi berganda (multiple regression). Analisis regresi berganda mempunyai kaedah yang sama seperti analisis regresi sederhana. Rumus-rumus yang digunakan pun tidak lain dari pengembangan dari rumus-rumus yang digunakan pada regresi sederhana. Teknik regresi untuk berhubungan variabel yang mempunyai lebih dari dua variabel independen dapat dikembangkan dari prosedur di atas. Misalnya, untuk analisis regresi dari persamaan stokhastik.
Berdasarkan persamaan diatas maka untuk menentukan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi pembiayaan agribisnis syariah dapat diturunkan pada persamaan rumus dibawah ini:
Dugaan nilai parameter: a0 ,a1, a2, a3, a4, a5, a6, a7 dan, b1 < 0 adalah nilai koefisien untuk setiap faktor Dimana: Y
= Jumlah pembiayaan yang diambil (rupiah/tahun)
X1 = Pengalaman usaha (tahun) X2 = Profit usaha (rupiah/tahun) X3 = Frekuensi pembiayaan(kali/tahun) X4 = Nisbah bagi hasil((persen/rupiah)/tahun) X5 = Tahun pendidikan(tahun) X6 = Komposisi modal usaha (Rupiah/tahun) D1 = Sektor usaha D1 Bernilai 1 jika sektor usaha on-farm secara luas dan 0 untuk yang lain.
57
b1 = Koefisien dummy e
= Galat (variabel penggangu)
a0 = Intersep Berdasarkan persamaan diatas perlu ada beberapa hipotesis awal yang akan dilihat sesuai dengan persamaan diatas. Dalam penelitian ini, hipotesis faktorfaktor yang diduga mempengaruhi realisasi pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis adalah sebagai berikut : 1) Pengalaman usaha, semakin lama seseorang berpengalaman dalam usaha maka diduga akan lebih memiliki kemampuan dalam memperhitungkan kebutuhan pembiayaan dalam menjalankan usahanya, sehingga dapat memanfaatkan pembiayaan relatif lebih besar, berdasarkan hal tersebut digunakan hipotesis sebagai berikut: Ho = Koefisien pengalaman usaha tidak signifikan atau bernilai 0 Ha1 = Koefisien pengalaman usaha signifikan atau tidak bernilai 0 2) Profit usaha merupakan bagian yang muncul atas biaya dan pendapatan usaha. Diduga akan mempengaruhi jumlah nilai pembiayaan yang diambil, semakin baik profit usaha seseorang maka akan semakin tinggi pihak KBMT memberikan dana pembiayaan pada usahanya, berdasarkan hal tersebut digunakan hipotesis sebagai berikut: H0 = Koefisien profit usaha tidak signifikan atau bernilai 0 Ha2 = Koefisien profit usaha signifikan atau tidak bernilai 0 3) Frekuensi pembiayaan merupakan pengalaman mengambil pembiayaan. Semakin tinggi frekuensi pengambilan pembiayaan diduga akan menimbulkan kepercayaan antara KBMT dan mitra. Sehingga, peluang mitra untuk pembiayaan akan lebih besar pada frekuesi ini juga akan dilihat data jangka waktu angsuran dan jangka waktu pembiayaan yang akan diberikan oleh pihak KBMT, berdasarkan hal tersebut digunakan hipotesis sebagai berikut: H0 = Frekuensi pembiayaan tidak signifikan atau bernilai 0 Ha3 = Frekuensi pembiayaan signifikan atau tidak bernilai 0 4) Nisbah bagi hasil merupakan bagian dari profit sharing dan risk sharing dalam pengambilan pembiayaan. Nasabah diduga akan tertarik untuk mengambil pembiayaan yang ada pada BMT dengan nisbah bagi hasil yang
58
ditawarkan. Semakin besar nisbahnya akan semakin tertarik mitra untuk melakukan pembiayaan pada usahanya, berdasarkan hal tersebut digunakan hipotesis sebagai berikut: H0 = Nisbah bagi hasil tidak signifikan atau bernilai 0 Ha4 = Nisbah bagi hasil signifikan atau tidak bernilai 0 5) Tahun pendidikan merupakan waktu yang dimiliki oleh nasabah untuk mengenyam pendidikan secara formal. Faktor ini diduga berimplikasi pada pengetahuan nasabah/petani terhadap pembiayaan. Semakin besar tahun pendidikan mengidentikan semakin tinggi mengenyam pendidikan maka peluang untuk mendapatkan pembiayaan lebih besar karena memiliki pengetahuan. H0 = Tahun pendidikan tidak signifikan atau bernilai 0 Ha5 = Tahun pendidikan signifikan atau tidak bernilai 0 6) Komposisi modal usaha merupakan bagian yang harus diketahui pada awal permintaan pembiayaan. Karena faktor ini akan diduga berpengaruh kepada pengambilan keputusan BMT untuk memberikan bantuan pembiayaan jika komposisi modal yang dimiliki secara pribadi lebih besar dibandingkan modal bantuan dari pihak lain. H0 = komposisi modal usaha tidak signifikan atau bernilai 0 Ha6 = komposisi modal usaha signifikan atau tidak bernilai 0 7) Sektor usaha merupakan ukuran apakah nasabah melakukan usaha pertanian pada sistem on-farm atau sektor usaha perdagangan, pengolahan produk pertanian. Hal ini diduga bahwa sektor usaha yang off-farm akan lebih besar mendapatkan pembiayaan karena resiko yang muncul lebih sedikit dan siklus bisnis yang cepat dibandingkan dengan sektor usaha yang on farm. H0 = sektor usaha tidak signifikan atau bernilai 0 Ha7 = sektor usaha signifikan atau tidak bernilai 0 Koefisien determinasi dihitung dengan rumus:
59
Uji t digunakan untuk melihat apakah koefisien berbeda signifikansi dari nol atau tidak untuk menentukan faktor yang berpengaruh nyata dan tidak berpengaruh nyata digunakan uji, sebagai berikut : 1.
Pengujian parsial terhadap parameter dugaan (uji-t) Statistik yang digunakan, Untuk Dimana: ai
= parameter penduga.
Sai
= standar deviasi parameter a0
Hipotesa: H 0 = ai
=0
H 1 = ai
≠0
Kriteria uji:
2.
H0 ditolak apabila
: thitung > ttabel, derajat bebas tertentu
H0 diterima apabila
: thitung < ttabel, derajat bebas tertentu
Pengujian serentak seluruh parameter dugaan (uji-F) Statistik uji: Dimana: ESS= jumlah kuadrat yang dijelaskan RSS= jumlah kuadrat residual k
= banyaknya parameter dugaan termasuk intersep
n
= jumlah sampel
Hipotesa: H 0 = ai
=0
H 1 = ai
≠0
Kriteria uji: H0 ditolak apabila : Fhitung > Ftabel, derajat bebas tertentu H1 diterima apabila: Fhitung < Ftabel, derajat bebas tertentu 3.
Pengujian terhadap adanya masalah multikolinearitas, autokorelasi, dan heteroskedasitas
60
Pengujian masalah multikoliniearitas dilakukan dengan melihat nilai VIF (Variance Inflation Factors) pada setiap variabel bebas, jika nilai VIF lebih besar dari sepuluh menunjukan adanya masalah multikolinearitas. Pengujian masalah autokorelasi digunakan uji Durbin-Wastson, jika nilai d yang berkisar pada angka 2 menunjukan bahwa model tersebut tidak mengandung autokorelasi. Sedangkan
penguian
masalah
heteroskedasitas
digunakan
uji
white
heterokedasticity. Jika nilai obs*R-square > X2 df = 2 atau probability (P-value) < α, maka model tersebut tidak mengadung heteroskedasitas. Analisis dilakukan dengan software Minitab versi 15 untuk mengetahui hasil-hasil analisisnya.
61
V. GAMBARAN UMUM KBMT TADBIIRUL UMMAH
5.1. Sejarah dan Perkembangan Koperasi Baitul Maal wat Tamwil (KBMT) Tadbiirul Ummah terletak di Jalan Raya Dramaga No. 37 Kecamatan Dramaga Bogor, Jawa Barat. Jumlah pendiri awal adalah 30 orang, pendirian Koperasi Baitul Maal Wat Tamwil (KBMT) Tadbiirul Ummah merupakan lembaga yang lahir sebagai representasi dari kegiatan lembaga swadaya masyarakat di lingkungan kampus IPB Dramaga Bogor. Kata Tadbiirul Ummah diambil dari bahasa Arab yang berarti memberdayakan masyarakat atau umat. Pertama dibentuk pada 25 Desember 1995 sebagai BMT (Baitul Maal Wat Tamwil) atau Lembaga Pembiayaan Swadaya Masyarakat
(LPSM)
dan
berbadan
hukum
koperasi
No.
05/BH/KDK.105/VIII/1998 pada tanggal 08 Agustus 1998 dengan nama KBMT Tadbiirul Ummah. Koperasi Baitul Maal wat Tamwil Tadbiirul Ummah pada tahun 2003 memperoleh kepercayaan dari pemerintah dalam hal ini Departemen Koperasi, Kantor Koperasi Kabupaten Bogor untuk menyalurkan/menggulirkan dana bergulir sebesar Rp. 100.000.000,- sebagai bentuk program kompensasi BBM, dan sebelumnya pada tahun 2000 sebesar Rp. 40.000.000, diperoleh dari Program P2KER. Sampai akhir 2008, program pemerintah dan swasta untuk penguatan usaha mikro yang dipercayakan kepada KBMT Tadbiirul Ummah, yaitu: kompensasi BBM, P2KER, Dana Bergulir Syariah (DBS-BBM), dana bergulir Bank Syariah Mandiri (BSM) khusus untuk modal kerja dan dana dari KBMT lain. Pada tanggal 24 Februari 2008 KBMT Tadbiirul Ummah dan Mien R. Uno Foundation melakukan kerjasama dengan adanya penandatanganan MoU untuk memfasilitasi pembiayaan usaha mikro dan kecil, terutama bagi wirausaha muda yang bergerak di sektor agribisnis, hal tersebut merupakan komitmen untuk memberdayakan generasi muda. Kerjasama yang dilakukan diharapkan dapat meningkatkan kesejateraan masyarakat dan mengurangi angka pengangguran di Indonesia. KBMT Tadbiirul Ummah dalam hal ini menyediakan fasilitas pembiayaan bagi usaha mikro dan kecil untuk mengembangkan usahanya. Selain
62
memberikan fasilitas pembiayaan, KBMT Tadbiirul Ummah dan Mien R.Uno Foundation juga akan memfasilitasi para wirausaha muda melalui kegiatan pelatihan dan pendampingan. Koperasi Baitul Maal wat Tamwil Tadbiirul Ummah saat ini sedang melakukan program pembiayaan dengan sistem kelompok (tanggung renteng) di desa. Sistem kelompok yang sedang dibangun dan dikembangkan tersebar di beberapa desa-desa di wilayah Bogor Bagian Barat, diantaranya: Situleutik, Kekoncong, Situdaun, Cisasah, Cibitung, Cibuntu Malang, Cibuntu Aliodah, Bantar Kambing, Cinangneng, Pasar Rebo dan Pasar TU Kemang. Program pembiayaan individu, lokasi mitra tersebar di wilayah Lingkar Kampus IPB Dramaga, Pasar Anyar dan pemukiman penduduk di Kecamatan Dramaga Bogor. KBMT Tadbiirul Ummah sebagai Lembaga Keuangan Mikro Syariah memiliki tugas yang sangat berat dalam menjalankan usahanya. Pada dasarnya selain melakukan fasilitasi transaksi keuangan, KBMT mempunyai tugas lain yaitu menjelaskan nilai-nilai syariah dalam transaksi keuangan. Hal tersebut dikarenakan mayoritas masyarakat belum paham dengan nilai-nilai syariah itu sendiri. Sehingga ciri khas inilah yang membedakan antara lembaga kuangan syariah dengan lembaga keuangan lainnya. Selain itu KBMT harus secara tepat melakukan penyaluran pembiayaan pada sektor mikro. Sehingga dapat terwujud secara ideal manfaat dari hadirnya Lembaga Kuangan Mikro Syariah. 5.2. Ruang Lingkup dan Struktur Organisasi 5.2.1. Visi dan Misi Visi KBMT Tadbiirul Ummah adalah menjadi lembaga sehat yang mengedepankan nilai-nilai syari’ah dengan manajemen yang siddiq, istiqomah, fathonah, amanah dan tabligh, sehingga terwujud rakyat mikro yang mandiri sehingga terjadi transaksi yang berkeadilan dan dekonsentrasi asset bagi komunitas usaha rakyat mikro. Misi yang dimiliki oleh KBMT Tadbiirul Ummah yaitu : a)
Menjadi lembaga yang sehat dan terpercaya.
b)
Manajemen yang siddiq, istiqomah, fathonah, amanah dan tabligh
63
c)
Lembaga menjalankan dan mentaati aturan/prinsip ekonomi syari’ah Islam – kesesuaian dengan fatwa-fatwa Dewan Syariah Nasional Majelis Ulama Indonesia (DSN-MUI).
d)
Memprioritaskan pelayanan kepada rakyat mikro.
e)
Menumbuhkan kepedulian/respek masyarakat aghniya terhadap rakyat mikro.
f)
Menumbuhkan daya kritis, keinginan untuk maju dan berkembang secara bersama-sama sehingga rakyat mikro dapat mandiri.
5.2.2. Struktur dan Susunan Organisasi. Kemajuan suatu usaha perusahaan merupakan perwujudan dari organisasi itu sendiri yang didukung oleh para pegawai dan pemimpin perusahaan. Adanya struktur organisasi yang tepat, maka masing-masing bagian mengetahui dengan jelas wewenang dan tanggung jawabnya serta pembagian tugas dan wewenang yang baik, maka setiap pekerjaan dapat dilakukan dengan efektif dan efesien. Struktur organisasi yang dimiliki oleh KBMT Tadbiirul Ummah dapat dilihat pada Gambar 6. Musyawarah Anggota Tahunan (MAT ) - Pengawas PENGURUS - Dewan Syariah MANAJER
Kabag Operasional
Pembukuan
Administrasi Pembiayaan
Kabag Marketing
Account Officer
Teller
Anggota
Gambar 6. Struktur Organisasi KBMT Tadbiirul Ummah Keterangan : Garis Komando ---------- Garis Layanan
64
Kolektor
Susunan Organisasi : Pengurus Ketua Sekretaris Bendahara
: M. Ali Fikri S. Hut : Siti Aminah : Ir. Dina Herdini
Manajemen Manajer Kabag Operasional Pembukuan Adm Pembiayaan Teller Kabag Marketing Account Officer Account Officer Kollektor
: Syamsiah Anwar : Hoerudin, SE. : Hoerudin, SE. : Eni Munigar : Niki Laksmi Dewi, S.Pd. : Muhammad Rizkie, A.Md. : Ifan Sugiarto, S.Pd. : Iyan Sopyan, S.EI. : Gunawan
Sumber: KBMT Tadbiirul Ummah, (2009) : 1)
Musyawarah Anggota Tahunan (MAT) Musyawarah Anngota Tahunan merupakan kekuasaan tertinggi dalam koperasi dengan tugas menetapkan anggaran dasar. Musyawarah anggota merupakan perangkat organisasi yang menentukan arah dari kegiatan usaha dan organisasi melalui suatu kesepakatan bersama diantara seluruh anggota. Hasil kesepakatan tersebut kemudian dimandatkan kepada penggurus selaku wakil anggota.
2)
Pengurus Pengurus sebagai salah satu perangkat organisasi koperasi yang dipilih dari dan
oleh
anggota
dalam
rapat
anggota,
bertanggung
jawab
atas
penyelenggaraan dan pengendalian usaha koperasi. 3)
Pengawas Pengawas memiliki hak dan kewajiban melakukan pengawasan terhadap pelaksanaan kebijaksanan dan pengelolaan koperasi.
4)
Dewan Syariah Dewan syariah merupakan memiliki hak dan kewajiban untuk melakukan pengawasan terhadap keberlangsungan kegiatan BMT agar sesuai dengan prinsip syariah.
65
5)
Manajemen Manajemen KBMT Tadbiirul Ummah dilakukan oleh seorang manajer dengan dibantu
oleh
Kabag
Operasional
dimana
membawahi
pembukuan,
administrasi pembiayaan dan teller. Selain itu, dibantu pula oleh kabag marketing yang membawahi account officer dan kollektor. Manajemen KBMT memiliki tugas melaksanakan kebijakan pengurus dalam pengelolaan usaha. Menajemen mimiliki tugas melaksanakan tugas melaksanakan kebijakan pengurus dalam pengelolaan usaha. 6) Anggota Anggota dalam koperasi mempunyai identitas ganda (dual identity), yaitu sebagai pemilik sekaligus sebagai pengguna jasa layanan koperasi. Aggota berperan sebagai pemilik karena berkewajiban memberikan modal serta mengawasi jalannya organisasi. Anggota berperan sebagai pengguna jasa layanan koperasi dimana anggota berkewajiban untuk berpartisipasi aktif memanfaatkan jasa layanan yang ada dikoperasi. 5.3. Produk-Produk KBMT Tadbiirul Ummah Produk yang sedang dijalankan oleh Koperasi Baitul Maal wat Tamwil Tadbiirul Ummah terdiri dari dua kelompok, yaitu: 1.
Produk Simpanan, yang terdiri dari: a)
Simpanan Wadi’ah (TAMAM), produk ini diperuntukan untuk perorangan/lembaga yang menginginkan berbagai kemudahan dan tidak menggangu aktivitas usaha dalam melakukan transaksi (sistem jemput bola) dan dapat ditarik setiap saat (hari/jam kerja)
b)
Simpanan Berjangka (DERMA), produk investasi
modhorobah
mutlaqoh
ini
diperuntukan
bagi
perorangan/lembaga yang berkeinginan berinvestasi dengan tingkat bagi hasil yang menguntungkan. 2.
Jasa Pembiayaan, yang terdiri dari : a) Modal Kerja b) Investasi Usaha c) Barang Kebutuhan Rumah Tangga 66
Jasa pembiayaan yang ada menggunakan pilihan jangka waktu dan nisbah bagi hasil yang beragam yaitu 1-3 bulan sebesar 45 persen, 4-6 bulan sebesar 50 persen dan 7-9 bulan sebesar 55 persen. Pada proses pengajuan pembiayaan ada beberapa persyaratan yang harus dipenuhi yaitu : 1) Memiliki usaha/penghasilan tetap lebih dari 1 tahun 2) Fotokopi tanda pengenal (suami istri) 3) Fotokopi kartu keluarga 4) Fotokopi rekening-rekening 5) Fotokopi jaminan 6) Mengisi formulir. Pada KBMT Tadbiirul Ummah ada berbagai jenis akad yang biasa digunakan dalam jasa pembiayaan, 1)
Murobahah (Jual Beli)
2)
Musyarokah (Bagi Hasil)
3)
Mudhorobah (Bagi Hasil)
4)
Ijaroh (Sewa)
5)
Ijaroh Multijasa (Jasa)
6)
Al Qord (Pinjaman)
7)
Qordun Hasan (Pinjaman Kebajikan) KBMT Tadbiirul Ummah dalam mengembangkan produk pembiayaan
yang ada disesuaikan dengan kebutuhan masyarakat. Namun, tidak meninggalkan kaidah-kaidah yang telah atur dalam sistem syariah. Produk pembiayaan yang ada diharapkan dapat mengakomodasi keinginan dari setiap calon mitra yang ingin melakukan pemanfaatan untuk pembiayaan. 5.4. Pertumbuhan Laba-Rugi KBMT Tadbiirul Ummah KBMT Tadbiirul Ummah sebagai Lembaga Keuangan Mikro Syariah (LKMS) tidak hanya melakukan aktivitas sosial. Tetapi berperan juga sebagai lembaga yang berorientasi bisnis dengan sistem syariah atau adanya nilai-nilai keislaman. Profit dapat dilihat menunjukkan bahwa profit yang dimiliki oleh KBMT Tadbiirul Ummah meningkat tiap tahunnya dan pada tahun 2008 profit yang didapatkan oleh KBMT sebesar Rp. 70.475.249,97 (Lampiran 1),
67
perkembangan profit yang dimiliki oleh KBMT Tadbiirul Ummah dapat dilihat pada Gambar 7.
Gambar 7. Pertumbuhan Laba/Rugi KBMT Tadbiirul Ummah Tahun 2004-2008 Pada gambar diatas terlihat bahwa grafik dari keuntungan yang didapatkan selalu meningkat pada tiap tahunnya. Perkembangan laba dari KBMT menunjukan bahwa usaha yang dilakukan mampu mendapatkan margin lebih sehingga dapat dinilai bahwa KBMT memiliki usaha yang. Pada tahun 2004 keuntungan yang didapatkan Rp 31.415.165,64, keuntungan pada tahun ini merupakan laba terkecil yang didapatkan oleh KBMT selama lima tahun berjalan sebagai usaha Lembaga Keuangan Mikro Syariah dan pada tahun 2008 keuntungan KBMT yang didapatkan sebesar Rp
70.457.249.97(Lampiran 1).
Keuntungan pada tahun ini merupakan keuntungan yang didapatkan terbesar oleh KBMT. Hal tersebut dapat dilihat pada (Gambar 7). Keuntungan yang selalu meningkat menunjukan bahwa lembaga Keuangan Mikro Syariah seperti KBMT Tadbiirul Ummah mampu bertahan ditengah arus persaingan jasa keuangan, baik itu dari lembaga keuangan bank maupun non bank yang berbasis syariah ataupun lembaga keuangan umum atau konvensional. LKMS berbentuk KBMT ini selain memiliki target untuk meraih keuntungan, tetapi harus berperan aktif dalam meningkatkan kesejahteraan masyarakat dan membangun perekonomian masyarakat. LKMS memiliki fasilitas layanan basic bank, seperti simpanan, pinjaman dan pembayaran, fokus melayani
68
usaha mikro kecil, menggunakan prosedur dan mekanisme yang simpel dan fleksibel dan berada ditengah-tengah masyarakat (Syukur, 2008). Selain itu, perkembangan keuangan pada KBMT Tadbiirul Ummah yang baik diikuti juga oleh jumlah biaya penghapusan yang kecil atau dapat dikatakan sebagai pembiayaan non lancar (non performing financing) yang tidak besar proporsinya, walaupun secara agregat selama lima tahun ada penurunan dan peningkatan. Tahun 2008 rasio jumlah biaya penghapusan dengan total biaya hanya 5,18 persen atau sebesar Rp 28.619.866. Pembiayaan non lancar (non performing financing) yang jumlahnya tidak besar. Menunjukkan bahwa kesadaran masyarakat untuk melakukan pelunasan angsuran pembiayaan dengan baik terhadap pinjaman yang dilakukan. Ada berbagai sebab yang membuat seorang mitra tidak melakukan pelunasan terhadap pembiayaan yang dilakukan. Penyebab terjadinya pembiayaan non lancar karena adanya penyalahgunaan pembiayaan yang diberikan, kerusakan usaha akibat bencana alam dan mitra pergi atau kabur agar tidak membayar pembiayaan yang dilakukan serta mitra yang memiliki kerusakan moral karena sengaja untuk melarikan pembiayaan yang dipinjam. Pembiayaan non lancar (non perfoming financing) ini sangat merugikan pihak KBMT Tadbiirul Ummah. Selain itu, mitra yang lain juga akan sangat dirugikan. Mitra dirugikan karena dana yang seharusnya disalurkan kembali kepada mitra lain ternyata tidak dapat kembali, sehingga hal tersebut tetap mengurangi komposisi pembiayaan yang akan disalurkan pada pembiayaan berikutnya. Agar tidak terjadinya jumlah pembiayaan non lancar pihak KBMT Tadbiirul Ummah melakukan analisis dan kelayakan yang sangat ketat terhadap calon mitra KBMT. Selain melakukan seleksi yang ketat dalam melakukan penyaluran pembiayaan pihak KBMT pun melakukan pembinaan terhadap mitra agar terjalin hubungan secara informal antara pihak BMT dan mitra sehingga timbul kedekatan secara emosional yang memudahkan KBMT melakukan penagihan angsuran.
69
5.5. Perkembangan Mitra dan Nominal Skim Pembiayaan Syariah Jumlah mitra yang ada di BMT tiap tahunnya mengalami
maupun
peningkatan. Mitra yang ada di BMT jumlahnya pun tiap tahun selalu berubah. Jumlah mitra terbanyak yang dilayani oleh KBMT Tadbiirul Ummah terjadi pada tahun 2006 dengan jumlah mitra terlayani sebanyak 603 orang (Lampiran 2). Perkembangan mitra terlayani beragam jumlahnya sesuai dengan tahun berjalan. Perkembangan jumlah mitra KBMT dapat dilihat pada Gambar 8 .
Gambar 8. Jumlah Mitra Terlayani Pada KBMT Tadbiirul Ummah Tahun 20042008 Berdasarkan Gambar diatas menunjukan bahwa pada tahun 2004 jumlah mitra yang terlayani sebanyak 377 orang, tahun 2005 mitra yang terlayani sebanyak 565 orang, tahun 2006 terdapat 603 orang yang terlayani sebagai mitra, tahun 2007 terdapat 475 orang terlayani oleh KBMT Tadbiirul Ummah dan pada tahun 2008 jumlah mitra yang terlayani oleh KBMT sebanyak 465 orang. Walaupun secara jumlah mitra menurun tetapi skala pembiayaan yang disalurkan semakin meningkat. Hal tersebut menunjukan bahwa untuk tiap mitra mendapatkan skala pembiayaan yang lebih besar dari sebelumnya. Semakin berkembangnya sejumlah lembaga keuangan mikro syariah membuat KBMT Tadbiirul Ummah terus berupaya meningkatkan layanannya kepada masyarakat dalam hal jasa keuangan. Peningkatan pelayanan yang diberikan oleh KBMT Tadbiirul Ummah dapat dilihat dari kondisi pelayanan keuangan yang terus meningkat setiap tahunnya.
70
Pelayanan yang meningkat
dapat dilihat melalui proporsi dana yang bergulir dalam penyaluran pembiayaan oleh KBMT Tadbiirul Ummah.
Perkembangan tersebut dapat dilihat pada
Gambar 8. Pada tahun 2006 terjadi penurunan penyaluran dana pembiayaan, hal ini selaras dengan berkurangnya pelayanan yang diberikan oleh KBMT Tadbiirul Ummah hal tersebut terjadi karena pada internal KBMT terjadi pergantian personel petugas yang menyebabkan kekosongan posisi tertentu sehingga berdampak pada berkurangnya pelayanan yang diberikan KBMT untuk penyaluran pembiayaan. Namun, pada tahun 2007 perguliran dana pembiayaan kembali meningkat dengan jumlah pembiayaan sebesar Rp 3.197.024.300 dan kembali meningkat dengan jumlah Rp 3.647.230,000 pada tahun 2008 (Gambar 9). Perguliran pembiayaan yang semakin meningkat terjadi karena stabilnya kondisi internal dari BMT terkait dengan kekurangan SDM yang bertugas dalam memasarkan pembiayaan syariah kepada masyarakat.
Gambar 9. Jumlah Nominal Perguliran Pembiayaan Syariah KBMT Tadbiirul Ummah Pada KBMT Tadbiirul Ummah Tahun 2004-2008 Pembiayaan yang terjadi di KBMT Tadbiirul Ummah antara jumlah mitra dengan jumlah nominal perguliran pembiayaan tidak berbanding lurus. Karena banyaknya jumlah mitra tidak menunjukkan jumlah pembiayaan yang banyak pula. Pada kondisi tertentu jumlah mitra yang sedikit bisa memiliki kapasitas
71
pembiayaan yang besar, sehingga hal tersebut dapat menyebabkan jumlah perguliran dana lebih besar dibandingkan dengan jumlah mitra yang ada, begitu juga sebaliknya (Lampiran 2) 5.5.1. Kondisi Mitra dan Jumlah Skim Pembiayaan Syariah Berdasarkan Sektor Usaha Perkembangan mitra BMT Tadbiirul Ummah selama lima tahun dari setiap sektor sangatlah beragam jumlahnya. Namun, pembiayaan yang disalurkan berdasarkan sektor usaha menunjukan bahwa pada tahun 2004-2008 sektor perdagangan lebih mendominasi dibandingkan dengan sektor lainnya. Dapat dilihat pada gambar perkembangan mitra pada Gambar 10. Pada gambar tersebut terlihat bahwa pada tahun 2006 sektor perdagangan mengalami pertumbuhan paling tinggi dengan jumlah mitra mencapai 603 orang. Sektor perdagangan yang mendominasi pembiayaan pada BMT menunjukan bahwa penyaluran pembiayaan yang dilakukan masih melihat pada siklus usaha yang relatif cepat dalam perputaran keuangannya salah satunya sektor perdagangan.
Gambar 10. Perkembangan Jumlah Mitra Berdasarkan Sektor Usaha Pada KBMT Tadbiirul Ummah Tahun 2004-2008 Gambar 10 juga menunjukan sebaran mitra terbesar terdapat pada sektor perdagangan. Tetapi juga menunjukan perkembangan sektor lain. Pada sektor jasa jumlah mitra yang ada tidak lebih dari 100 orang yang memanfaatkan
72
pembiayaan syariah (Lampiran 3).
Sedangkan, untuk sektor home industry
jumlah mitra yang memanfaatkan pembiayaan syariah pada KBMT Tadbiirul Ummah tidak lebih dari 30 orang. Selain itu, sektor pertanian maupun peternakan ternyata jumlah mitra yang ada pada tahun 2004-2005 tidak lebih dari 20 orang atau sebesar 3,4 persen dan untuk sektor peternakan bahkan tidak lebih dari 5 orang atau hanya sebesar 1 persen saja yang memanfaatkan pembiayaan syariah sebagai sebagai bantuan permodalan. Selisih jumlah nasabah yang begitu besar antara sektor perdagangan dan sektor pertanian secara luas membuktikan bahwa skim pembiayaan syariah yang ada masih belum menjadi alternatif dalam mendukung pembiayaan untuk sektor agribisnis.
Gambar 11. Perkembangan Jumlah Nominal Pembiayaan Berdasarkan Sektor Usaha Pada KBMT Tadbiirul Ummah Tahun 2004-2008 Belum menjadi alternatifnya pembiayaan syariah dalam mendukung sektor agribisnis, menunjukan bahwa sektor agribisnis masih dianggap memiliki resiko tinggi. Berdasarkan penelitian Bank Indonesia yang dilakukan tahun 2008 mengatakan bahwa 80 persen
resiko yang muncul dalam sektor pertanian
merupakan persepsi dari pihak perbankan. Padahal berdasarkan data empiris peningkatan return menunjukan bahwa pertanian memiliki prosepek yang besar. Sektor usaha yang memiliki jumlah pembiayaan bergulir pada tiap tahunnya sesuai dengan jumlah mitra maka yang selalu terbesar memperoleh dana
73
pembiayaan ialah sektor perdagangan. Sebaran jumlah dana perguliran pembiayaan dapat dilihat pada Gambar 11. Pada sektor perdagangan perguliran dana yang terbesar terjadi pada tahun 2007 dengan nominal sebesar Rp 2.752.270.300. Sedangkan untuk sektor perdagangan penyaluran pembiayaan yang terkecil terjadi pada tahun 2004 dengan jumlah Rp 1.166.400.150. Penyaluran dana untuk sektor jasa tiap tahunnya berkisar Rp 354.084.000-Rp 702.520.000, untuk sektor Home Industry setiap tahunnya berkisar antara Rp 28.000.000-Rp 552.680.000. Untuk sektor Pertanian dan Peternakan setiap tahunnya berkisar antara Rp 8.000.000-Rp 64.480.000 sedangkan untuk sektor yang lainnya berkisar Rp 19,240,000-Rp 211,120,500 (Lampiran 3). Penelitian tersebut menunjukan bahwa jumlah mitra dan nominal pembiayaan yang diberikan, alokasi terbesar untuk sektor perdagangan sedangkan untuk sektor pertanian sendiri masih sangat sedikit sekali alokasi pembiayaan yang tersalurkan. Hal ini membuktikan hipotesis bahwa perbankan yang menilai sektor pertanian memiliki risiko tinggi karena pada umumnya perbankan tidak memiliki pengalaman sekaligus informasi yang cukup mengenai sektor tersebut. Oleh karena itu, BMT pun sebagai Lembaga Keuangan Mikro Syariah harusnya mulai lebih berani untuk mengalihkan pembiayaan syariah kepada sektor Agribisnis agar pembiayaan yang ada di BMT tidak hanya didominasi oleh sektor perdagangan. tetapi alokasi pembiayaan pada sektor agribisnis dapat lebih ditingkatkan, sehingga skim pembiayaan syariah pada KBMT Tadbiirul Ummah dapat menjadi alternatif pembiayaan untuk sektor agribisnis. 5.5.2.
Kondisi Mitra Peruntukan
dan
Jumlah
Skim
Pembiayaan Berdasarkan
Mitra BMT Tadbirul Ummah berdasarkan peruntukan dibagi tiga kategori yaitu untuk Modal Kerja/Usaha, Investasi dan Konsumsi. Berdasarkan tiga kategori tersebut ternyata pembiayaan syariah yang ada pada BMT Tadbiirul Ummah sangat besar bagi mitra yang membutuhkan modal kerja. Pembiayaan syariah untuk modal kerja pada tahun 2004-2005 diberikan pada lebih dari 300 orang (Lampiran 4). Sedangkan, pembiayaan untuk investasi diberikan kepada
74
mitra dengan jumlah yang berkisar 19-45 mitra (Lampiran 4). Selain itu, jumlah mitra untuk pembiayaan konsumsi berkisar antara 44-129 mitra pembiayaan. Gambar 12 menggambarkan bahwa jumlah mitra yang memanfaatkan pembiayaan untuk modal kerja lebih dominan dibandingkan dengan mitra yang memanfaatkannya untuk keperluan Investasi maupun konsumsi. Jumlah mitra yang memanfaatkan pembiayaan untuk modal kerja berkembang pesat pada tahun 2006 dengan jumlah mitra sebanyak 491 mitra (Lampiran 4).
Gambar 12. Perkembangan Jumlah Mitra Berdasarkan Peruntukan Pada KBMT Tadbiirul Ummah Tahun 2004-2008 Mitra KBMT untuk pembiayaan investasi pada gambar diatas menunjukan bahwa tidak adanya perubahan yang signifikan dalam peningkatannya. Lain halnya dengan pembiayaan syariah yang dimanfaatkan untuk konsumsi. Jumlah mitra yang memanfaatkan pembiayaan syariah paling tinggi pada tahun 2008 dengan 129 mitra pembiayaan. Pada pembiayaan syariah untuk konsumsi ada kecenderungan peningkatan tiap tahunnya. Hal ini menunjukan bahwa tingkat pemanfaatan masyarakat semakin meningkat untuk pembiayaan syariah yang diberikan oleh KBMT Tadbiirul Ummah. Hal tersebut menunjukan bahwa tingkat konsumsi akan barang kebutuhan rumah tangga semakin meningkat pada masyarakat. Hal tersebut berbeda dengan pembiayaan yang diperuntukan untuk modal kerja yang terlihat pada Gambar 12 mengalami penurunan. Berdasarkan perkembangan, jumlah mitra mengalami penurunan jumlah mitra yang
75
memanfaatkan pembiayaan untuk modal kerja, sedangkan jumlah mitra pembiayaan untuk investasi relatif sama. Terkonsentrasinya mitra yang melakukan pembiayaan untuk modal kerja, berpengaruh pada tingginya juga jumlah nominal yang disalurkan kepada nasabah. Jumlah pembiayaan untuk modal kerja paling tinggi pada tahun 2007 dengan jumlah Rp. 2.761.170.000, untuk investasi paling tinggi pada tahun 2008 dengan jumlah Rp 468.200.000 dan pembiayaan untuk konsumsi paling tinggi pada tahun 2008 dengan jumlah Rp 514.150. 000 (Lampiran 4). Perkembangan pembiayaan dapat dilihat pada Gambar 13.
Gambar
13.
Perkembangan Jumlah Nominal Pembiayaan Berdasarkan Peruntukan Pada KBMT Tadbiirul Ummah Tahun 2004-2008
Walaupun secara jumlah mitra ada kecenderungan trendnya menurun, pembiayaan untuk modal kerja secara jumlah nominal masih sangat tinggi berdasarkan Gambar 13. Hal ini menunjukan bahwa pembiayaan yang dilakukan oleh KBMT Tadbiirul Ummah mampu mendukung dan berpihak pada sektor Usaha Menengah, Mikro, dan Kecil karena alokasi pembiayaan yang diberikan secara proporsi terbesar digunakan untuk modal kerja. Selain itu, pembiayaan yang dialokasikan untuk modal kerja dan investasi harus mampu mendorong sektor pertanian agar berkembang lebih baik. Karena jenis pembiayaan yang tepat pada sektor pertanian adalah pembiayaan modal
76
kerja dan Investasi. Karena dengan adanya pembiayaan modal kerja, mitra diharapkan mampu melakukan pembiayaan untuk proses produksi seperti pembiayaan
likuiditas,
pembiayaan
piutang
dan
pembiayaan
persedian.
Sedangkan pembiayaan investasi, diharapkan dapat memenuhi kebutuhankebutuhan barang modal serta fasilitas yang terkait dengan itu, seperti pembiayaan mesin produksi dan pembangunan pabrik atau pergudangan (Syukur, 2008). 5.5.3. Kondisi Mitra dan Jumlah Skim Pembiayaan Berdasarkan Akad Ada beberapa Akad yang diterapkan oleh BMT dalam melakukan pelayanan pembiayaan terhadap mitra. Akad-akad tersebut ialah jual beli (Murabahah), Bagi Hasil (Mudarabah dan Musyarakah), Sewa (Ijarah) dan lainlain (Al-qord dan Qordul Hasan). Berdasarkan akad-akad tersebut dapat dilihat pada Gambar 14, jumlah mitra pada BMT Tadbiirul Ummah mayoritas memilih akad jual beli (Murabbahah). Hal tersebut ditunjukan dengan perkembangan pada tahun 2004-2008, pilihan mitra terhadap akad jual beli selalu mendominasi.
Gambar 14. Jumlah Mitra Pembiayaan Berdasarkan Akad Pada KBMT Tadbiirul Ummah Tahun 2004-2008 Jumlah mitra pada akad jual beli pada tahun 2004-2008 paling mendominasi jumlahnya. Namun, jumlah mitra yang paling banyak melakukan pembiayaan beradasarkan akad jual beli terjadi pada tahun 2006 dengan jumlah 517 mitra pembiayaan (Lampiran 5). Sedangkan pada tahun 2004 jumlah mitra yang melakukan pembiayaan berdasarkan akad jual beli tergolong paling sedikit dengan jumlah 260.
77
Akad yang lainnya baik itu bagi hasil, sewa dan lain-lain jumlahnya relatif sama. Perbedaan jumlah yang besar terjadi antara akad jual beli dengan akadakad yang lainnya (bagi hasil, sewa dan lain-lain). Padahal akad yang murni syariah dalam transaksi keuangan syariah adalah akad yang berbasis pada bagi hasil yaitu Mudarabbah dan Musyarakah (Syauqibeik, 2009). kenyataanya
mitra BMT
Namun, pada
lebih memilih kemudahan dalam pemanfaatan
pembiayaan syariah atau kemudahan melakukan pinjaman. Hal ini menunjukan bahwa transaksi keuangan yang benar-benar menerapkan bagi hasil belum optimal dilakukan. Tanggung
jawab
manajemen
dan
Account
Officer
untuk
lebih
meningkatkan lagi transaksi yang murni pada bagi hasil. Tidak hanya transaksi yang menggunakan pengambilan margin atas suatu akad pada akad murabahah. Selain itu, tanggung jawab petugas baik itu manajemen ataupun Account Officer untuk mampu menjelaskan nilai-nilai lebih yang dimiliki oleh pembiayaan syariah dibandingkan dengan pembiayaan biasanya pada umumnya.
Gambar 15. Perkembangan Nominal Pembiayaan Berdasarkan Akad Pada KBMT Tadbiirul Ummah Tahun 2004-2008 Jumlah mitra yang melakukan pembiayaan pada akad jual beli paling besar jumlahnya dibandingkan dengan yang lain, dan ada kecenderungan semakin berkurang jumlahnya. Namun, secara nominal perguliran dana untuk akad jual beli memiliki trend terus meningkat jumlahnya. Pada tahun 2008 saja pembiayaan yang menggunakan akad jual beli berjumlah Rp 3.324.860.000. Kondisi tersebut berbeda dengan pembiayaan yang mengunakan akad bagi hasil, sewa dan akad
78
yang lainya, kecenderungannya menurun sama seperti jumlah mitra yang memanfaatkan pembiayaan berdasarkan akad. Hal tersebut dapat dilihat pada Gambar 15. Skim pembiayaan syariah dengan Akad jual beli, bagi hasil, sewa dan lainlainnya merupakan akad yang diterapkan pada KBMT Tadbiirul Ummah. Pemanfaatan yang paling besar pada akad murabahah atau jual beli. Pemanfaatan yang besar ini mengindikasikan bahwa akad yang digunakan merupakan akad yang mudah untuk diterapkan dan berdasarkan Bank Indonesia akad jual beli memiliki nilai terbesar dalam penyalurannya secara nasional perguliran pembiayaan yang menggunakan akad murabahah pun mencapai nilai sebesar Rp 23.001 Milyar. Hal tersebut menunjukan masih sedikitnya lembaga keuangan mikro syariah memanfaatkan jenis akad lainnya. Skim pembiayaan syariah yang ada pada KBMT Tadbiirul Ummah saat ini masih disalurkan dengan jenis akad Murabahah, hal tersebut memang berdasarkan fakta dilapangan bahwa secara praktis masyarakat lebih mudah memahami pembiayaan dengan jenis akad Murabahah dan pihak KBMT pun secara fleksibel menerapkan jenis akad yang diinginkan sesuai dengan kesepakatan bersama mitra. Secara teori seharusnya pembiayaan syariah yang betul-betul murni syariah harus menggunakan jenis akad yang menerapkan bagi hasil atau bagi rugi.
5.6. Mekanisme Pembiayaan Syariah KBMT Tadbiirul Ummah memberikan pembiayaan melalui berbagai macam tahap sebelum memutuskan bahwa seorang mitra layak untuk diberikan pembiayaan. KBMT Tadbiirul Ummah dalam melakukan penilaian terhadap permohonan pembiayaan, BMT pun memperhatikan beberapa prinsip utama yang berkaitan dengan kondisi secara keseluruhan calon peminjam. Prinsip ini dikenal dengan prinsip 5C, yaitu: 6) Character, yaitu penilaian terhadap karakter atau kepribadian calon peminjam dengan tujuan untuk memperkirakan kemungkinan bahwa peminjam dapat memenuhi kewajibannya. Karakter ini dapat diketahui oleh pada account officer melalui wawancara dengan panduan form penilaian yang sudah terstrandarisasi di BMT. Pembiayaan diberikan kepada mitra yang dikenal
79
dalam hal karakter usaha. Dalam hal ini, karakter mencerminkan willingness to pay (tanggung jawab akan hutang), sedangkan usaha mencerminkan ability to pay (kemampuan membayar). Penilaian ini dilakukan berdasarkan pengalaman KBMT TBU dalam menyalurkan pembiayaannya kepada mitra. 7) Capacity, yaitu penilaian secara subjektif tentang kemampuan peminjam untuk melakukan pembayaran. Kemampuan diukur dengan catatan prestasi peminjam di masa lalu yang didukung dengan pengamatan lapangan atas sarana usahanya seperti toko, karyawan, alat-alat, pabrik serta metode kegiatannya. Penilaian ini dapat dilakukan melalui catatan sejarah mitra dalam meminjam ke pada BMT. Pengembalian angsuran yang baik selama menjadi mitra BMT dapat menjadi nilai tambah untuk mitra ketika melakukan pengajuan pembiayaan kembali. Karena BMT dalam melakukan pembiayaan selalu melihat keamanan sumber pengembaliannya. 8)
Capital, yaitu penilaian terhadap kemampuan modal yang dimiliki oleh calon peminjam, diukur dengan rasio finansial dan komposisi modalnya. Pengajuan pembiayaan pun melihat pada kemampuan modal yang dimiliki oleh mitra. Mitra yang memiliki modal dari pihak lain menunjukan mitra tersebut memiliki hutang kepada pihak lain. Oleh karena itu, pihak KBMT TBU sangat berhati-hati menyalurkan pembiayaan kepada mitra yang memiliki hutang. Hal tersebut dilakukan untuk mencegah terjadinya pembiayaan bermasalah.
9)
Collateral, yaitu jaminan yang dimiliki calon peminjam. Penilaian ini bertujuan untuk lebih meyakinkan bahwa jika suatu risiko kegagalan pembayaran tercapai terjadi, maka jaminan dapat dipakai sebagai pengganti dari kewajibannya. Namun, penerapan yang dilakukan oleh BMT cukup baik karena barang jaminan bukan sebagai pengganti karakter atau pembayaran. BMT mengartikan barang jaminan sebagai keberlangsungan usaha bukan sebagai jaminan harta. Hal tersebut menunjukan bahwa pembiayaan yang dilakukan pada KBMT TBU tidak menjadikan barang jaminan sebagai barang utama dalam memanfaatkan pembiayaan syariah.
10) Conditions, yaitu pihak pemberi dana harus melihat kondisi ekonomi yang terjadi di masyarakat dan secara spesifik melihat adanya keterkaitan dengan jenis usaha yang dilakukan oleh calon peminjam. Hal tersebut dilakukan
80
karena kondisi eksternal berperan besar dalam proses berjalannya usaha calon peminjam. Oleh karena itu dalam hal penyaluran pembiayaan syariah BMT memprioritaskan
kualitas
daripada
kuantitas
pembiayaan.
Kualitas
pembiayaan yang baik akan mempengaruhi tingkat keuntungan yang akan diperoleh. Walaupun sudah ada penerapan prinsip 5 C, pada pengajuan pembiayaan syariah masih sering terjadi pelanggaran aturan karena pada saat pengajuan beragam mitra melakukan peminjaman berdasarkan berbagai motif, yaitu : pengajuan pembiayaan untuk orang lain, pengajuan dilakukan untuk memenuhi kebutuhan, pengajuan spekulasi dimana pada saat pengajuan mitra melakukan mark-up terhadap dana yang akan dipinjam. Sehingga, Ketika disetujui, harapannya mendapat nominal yang tinggi walaupun ada kemungkinan hanya mendapatkan setengah dari apa yang diajukan. Karena kebutuhan yang sebenarnya, nilainya dinaikan sebesar 2 kali lipat ketika melakukan pengajuan. Berbagai
macam
motif
peminjaman
pembiayaan
yang
dimiliki
mitra
mengharuskan pihak KBMT melakukan seleksi yang ketat dengan sistem yang telah terstandarisasi, sehingga pembiayaan yang diberikan oleh pihak KBMT TBU dapat berjalan dengan optimal. Mekanisme atau sistem yang dijalan oleh KBMT Tadbiirul Ummah dapat ditunjukan pada Gambar 16.
Pengajuan Pembiayaan Oleh Mitra
Wawancara Cross Chek
Analisis Pembiayaan Rapat Komite Penyampaian Hasil, Rekomendasi Dan Negosiasi. Proses/Prapencairan atau pengikatan.
Pencairan Pembiayaan
Monitoring Akad / Monitoring Anggsuran
81
Gambar 16. Proses Pembiayaan Syariah Pada KBMT Tadbiirul Ummah Selain itu, wawancara dilakukan untuk pengecekan terhadap kondisi calon mitra BMT. Pengecekan ini dilakukan dengan independen bebas dari intervensi siapapun karena keputusan pembiayaan bersifat personal. Selain itu, penerapan sistem perputaran terhadap penilaian suatu mitra membuat penilaian terhadap calon mitra dibuat seobjektif mungkin. Hal ini, dilakukan bertujuan agar data yang diperoleh akurat. Keakuratan data diperlukan dalam pengambilan keputusan, sehingga keputusan yang diambil benar. Oleh karena itu, Account officer (AO) harus yakin dengan rekomendasinya apabila seorang calon mitra layak mendapatkan pembiayaan, karena account officer bertanggung jawab sampai pembiayaan itu selesai. Analisis pembiayaan dilakukan oleh Account officer, setelah analisis dilakukan oleh AO, maka rekomendasi disampaikan kepada rapat komite untuk ditentukan apakah seorang calon mitra berhak atau tidak untuk mendapatkan pembiayaan syariah. Manajer pun memiliki tanggung jawab penuh dalam menentukan seseorang layak untuk mendapatkan pembiayaan. Manajer memiliki peran besar dalam memimpin opersional BMT sesuai dengan tujuan dan kebijakan umum yang digariskan oleh pengurus sehingga manajer sangat penting dalam menentukan perguliran dana pembiayaan dari pihak KBMT terhadap calon mitra yang mengajukan pembiayaan syariah. Setelah adanya keputusan diterima atau ditolak, maka AO langsung menyampaikan keputusan tersebut kepada calon mitra yang mengajukan pembiayaan kepada BMT. Berdasarkan keputusan yang telah dibuat oleh rapat komite maka AO akan memberikan hasil-hasil penilaian yang dilakukan, rekomendasi yang bermanfaat bagi mitra yang belum dapat dikabulkan permintaan
pembiayaannya
bahkan
dapat
pula
bernegosiasi,
sebelum
dilakukannya pengikatan melalui akad yang akan disepakati bersama antara pihak BMT dan Mitra Pembiayaan Syariah. Setelah melakukan penandatanganan akad atau perjanjian maka mitra berhak mendapatkan pencairan bantuan pembiayaan. Berdasarkan informasi yang didapatkan di lapangan, pemprosesan pembiayaan harus selesai dalam jangka
82
waktu tujuh hari atau satu minggu. Namun, seringkali proses dapat lebih cepat ataupun dapat lebih lama. Hal tersebut dipengaruhi oleh pengajuan pembiayaan yang harus diproses pada saat bersamaan oleh KBMT. Selain itu, keterbatasan SDM dan waktu maka penangananya terlambat. Walaupun, selalu diupayakan dapat tersalurkan berdasarkan waktu yang telah ditargetkan.
83
VI. EFEKTIVITAS PENYALURAN PEMBIAYAAN PEMBIAYAAN SYARIAH
6.1. Efektivitas Penyaluran Pembiayaan Secara Umum Koperasi Baitul Maal Waat Tamwill Ummah memiliki fungsi dasar sebagai bank. Namun harus ada hal berbeda yang ditunjukan oleh BMT dalam hal penyaluran dana. Penyaluran dana dapat dilakukan dalam dua jenis, pertama, pembiayaan dengan sistem bagi hasil sebagai alternatif pengganti bunga. Kedua adalah jual beli dengan pembiayaan ditangguhkan, yaitu penjualan barang dari BMT kepada nasabah, dengan harga ditetapkan sebesar biaya perolehan barang ditambah margin keuntungan yang disepakati untuk keuntungan BMT. Dengan karakteristik BMT yang memiliki fungsi dasar sebagai bank, maka BMT pun melakukan pelayanan kepada para konsumen.
Pelayanan yang
dilakukan dapat berupa pelayanan dikantor atau pun pihak BMT melakukan kunjungan langsung kepada pada calon mitra yang ingin mengetahui informasi lebih banyak mengenai pembiayaan syariah. Informasi yang biasanya didapatkan terkait dengan pembiayaan ialah melalui brosur yang disebarkan ataupun pihak BMT melakukan presentasi dihadapan calon mitra. Selain itu, pembinaan yang dilakukan oleh BMT Tadbiirul Ummah kepada para mitra cukup baik.
Pembinaan tersebut dilakukan pada saat penagihan
pembayaran, berupa konsultasi bisnis terkait dengan administrasi keuangan maupun rencana usaha, pembinaan dilakukan secara langsung oleh account officer, agar pembiayaan yang disalurkan tidak mengalami kemacetan pada saat pembayaarannya. Selain melakukan pelayanan dan pembinaan, maka BMT menyusun rencana atau target pembiayaan. Hal ini dilakukan untuk menciptakan iklim yang dinamis agar penyaluran dana kepada para mitra BMT dapat berjalan dengan baik. Berdasarkan hasil temuan dilapangan ada beberapa target yang ditetapkan oleh BMT dalam menyalurkan pembiayaannya baik itu berdasarkan jumlah mitra, jumlah nominal, wilayah usaha, jenis mitra, jenis profesi mitra, jenis pemanfaatan, jenis akad maupun sektor usaha. Untuk mengetahui target dan realisasi
84
pembiayaan maka data yang digunakan ialah data pada tahun 2008, agar data yang ada masih update dan tidak usang. Secara umum pembiayaan yang terjadi pada KBMT Tadbiirul Ummah mencapai total pencapaian sebesar Rp 3.647.230.000 dari target yang telah ditetapkan sebesar Rp 4.479.280.000 atau secara persentase pencapaiannya mampu mencapai 81 persen untuk jumlah nominal pembiayaan syariah yang ditargetkan. Sedangkan, untuk pencapaian total jumlah mitra yang memperoleh pembiayaan berjumlah sebanyak 456 orang dari 527 orang yang ditargetkan atau secara persentase maka besarnya ialah 88 persen. Walaupun belum mampu memenuhi target secara optimal baik dari sisi jumlah nominal dana yang bergulir ataupun jumlah mitra, pencapaian yang dihasilkan dapat dikatakan sangat baik karena mampu mencapai target melebihi 80 persen. Pencapaian dari segi jumlah nominal yang mampu mencapai nilai sebesar 81 persen menunjukan efektivitas yang baik pada penyaluran pembiayaan yang dilakukan oleh pihak KBMT. Kemampuan menyalurkan dana sebesar Rp 3.647.230.000 kepada mitra menunjukkan bahwa KBMT memiliki sumber daya yang baik dalam memasarkan produk pembiayaan. Sumber daya yang berperan dalam hal ini ialah account officer yang memiliki kemampuan yang baik dalam menawarkan pembiayaan syariah kepada calon mitra. Efektivitas penyaluran pembiayaan akan disegmentasi dalam beberapa bagian, pembagian tersebut berdasarkan wilayah usaha, jenis mitra, profesi mitra, peruntukan, akad dan berdasarkan sektor usaha. Pembagian tersebut menunjukan seberapa besar pencapaian efektivitas apabila tersegmentasi dalam beberapa bagian. Sehingga, dapat dilihat secara jelas seberapa besar efektivitas pembiayaan syariah yang diterapkan oleh KBMT Tadbiirul Ummah. 6.1.1. Efektivitas Penyaluran Pembiayaan Berdasarkan Wilayah Usaha Efektivitas pada pembiayaan yang dilakukan berdasarkan wilayah dipengaruhi pula oleh letak kantor KBMT Tadbiirul Ummah yang berada di Kecamatan Dramaga.
Berdasarkan Tabel 5 secara nominal yang ditargetkan
untuk penyaluran pembiayaan paling besar ialah daerah Bogor Kota sebesar Rp 2,506,250,000. Namun pencapaiannya tidaklah terlalu besar hanya sebesar Rp 1,623,850,000 atau secara persentase hanya mencapai 65 persen. Sedangkan 85
target pembiayaan yang paling kecil yang dilakukan berdasarkan wilayah ialah wilayah usaha luar Bogor yaitu sebesar Rp 19,000,000, walaupun targetnya paling kecil namun pencapaian paling besar sebesar Rp 148,500,000. Tabel 5. Target dan Realisasi Pembiayaan Berdasarkan Wilayah Usaha Pada KBMT Tadbiirul Ummah Tahun 2008 Wilayah Usaha
Target (Rp)
Pencapaian (Rp)
% Pencapaian
Bogor kota Dramaga Cibanteng Ps. Induk K Tenjolaya Ciampea Ps. Anyar Sd. Barang Luar Bogor Bojong Gede Bogor Barat Ranca Bungur Grand Total
2506250000 924750000 468400000 0 219250000 213830000 38500000 79300000 19000000 0 0 10000000 4,479,280,000
1623850000 761050000 268190000 211750000 136100000 262580000 131580000 55490000 148500000 23800000 10800000 13620000 3,647,230,000
65 82 57 62 123 342 70 782 136 81
Target Jumlah Mitra (Orang) 52 210 58 0 93 70 11 18 5 0 0 10 527
Pencapaian (Orang)
% Pencapaian
45 136 65 29 79 31 20 17 11 13 4 15 465
87 65 112 85 44 182 94 220 150 88
Pencapaian target pembiayaan untuk daerah Bogor Kota yang mencapai 65 persen dapat dikatakan tidak efektif karena tidak mampu mencapai target secara baik. Efektivitas penyaluran pembiayaan untuk daerah Dramaga mampu mencapai 82 persen, pencapaian yang besar tersebut menunjukan bahwa KBMT mampu mengoptimalkan peyaluran pembiayaan pada daerah dimana kantornya berada. Daerah Cibanteng hanya mampu mencapai penyaluran sebanyak 57 persen, hal tersebut menunjukan bahwa pencapaian target tidak optimal atau dapat dikatakan tidak efektif. Pencapaian target untuk Tenjolaya mampu mencapai 62 persen pencapaian, hal tersebut masih belum mencapai tingkat optimalitas penyaluran untuk daerah Tenjolaya. Pencapaian target untuk daerah Ciampea mampu mencapai 123 persen, hal terebut menunjukan bahwa penyaluran pembiayaan untuk daerah Ciampea mampu mencapai tingkat efektivitas yang sangat baik.
Begitu pula dengan
wilayah Pasar Anyar, mampu mencapai penyaluran pembiayaan sebesar 342 persen. Pencapaian tersebut mampu melebih target yang ditentukan dan dapat dikatakan pembiayaan syariah untuk daerah Pasar Anyar mencapai tingkat efektivitas yang sangat baik. Pencapaian target untuk wilayah sindang barang hanya mampu mencapai efektivitas pencapaian target penyaluran sebesar 70 persen, hal tersebut 86
menunjukan bahwa pembiayaan untuk daerah Sindang Barang dapat disimpulkan cukup efektif. Pembiayaan untuk daerah luar Bogor mampu mencapai target sebesar 782 persen, hal tersebut dapat disimpulkan bahwa pembiayaan untuk daerah luar bogor sangat tinggi pencapaian efektifitasnya. Sedangkan, pembiayaan untuk daerah ranca bunggur mampu mencapai target pembiayaan sebesar 136 persen dimana pencapaian tersebut sangat tinggi. Selain berdasarkan nominal, maka target pun dibuat berdasarkan jumlah mitra. Jumlah mitra yang ditargetkan paling banyak berdasarkan wilayah adalah daerah Dramaga yaitu sebesar 210 mitra. Namun, pencapaiannya tidaklah terlalu besar hanya mampu mencapai sebanyak 136 mitra atau secara persentase hanya sebesar 65 persen. Sedangkan untuk target paling kecil berdasarkan mitra adalah wilayah luar Bogor hanya sebanyak 5 mitra yang ditargetkan, namun realisasi yang terjadi mampu mencapai lebih dari yang diharapkan dengan jumlah 11 mitra atau secara persentase sebesar 220 persen. Target yang dibuat berdasarkan wilayah usaha menunjukan, bahwa ada beberapa daerah baru yang mampu menjadi pasar bagi pembiayaan syariah yang dilakukan oleh KBMT Tadbiirul Ummah. Daerah tersebut yaitu Pasar Induk Kemang, Bojong Gede dan Bogor Barat. Penambahan jumlah nominal dan mitra yang melakukan pembiayaan berapa pada Pasar Induk Kemang. Perluasan wilayah usaha ini membuktikan bahwa semakin besarnya kebutuhan masyaraakat akan bantuan pembiayaan syariah. Selain itu, terbukti bahwa sektor perdagangan (Pasar Induk Kemang) yang merupakan usaha yang berbasiskan sektor riil yang membuat keberpihakan BMT pada sektor usaha perdagangan. Sehingga, BMT mau melakukan penyaluran dana dengan cara mendirikan usaha baru atau dengan cara masuk ke usaha yang sudah ada dengan cara membeli saham. Penyaluran dana pada sektor riil terbukti bahwa harus bersifat permanen atau jangka panjang dan terdapat unsur kepemilikan didalamnya. Pencapaian target baik secara nominal dan jumlah mitra pembiayaan berdasarkan wilayah menunjukan tingkat efektivitas pembiayaan yang berbedabeda. Beberapa wilayah hanya mampu mencapai tingkat efektivitas yang rendah dalam penyalurannya. Namun, dapat ditutupi oleh beberapa wilayah yang mampu
87
mencapai efektivitas yang tinggi dan beberapa wilayah ekspansi baru dalam penyaluran pembiayaan. Berdasarkan wilayah penyaluran pembiayaan, penyaluran terbesar terdapat pada wilayah Kota Bogor dan penyaluran terbanyak untuk jumlah mitra terdapat pada daerah Dramaga. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 6, secara proporsi untuk jumlah pembiayaan yang disalurkan lebih dominan disalurkan kepada wilayah Bogor Kota sebesar 55,59 persen dan mampu mencapai proporsi pencapaian sebesar 44,52 persen. Sedangkan, jumlah mitra yang tesebar lebih besar pada wilayah Dramaga dengan proporsi target sebesar 39,84 persen dengan proporsi pencapaian sebesar 29,24 persen. Pertambahan yang paling signifikan terdapat pada wilayah Pasar Induk Kemang yang mampu mencapai proporsi pencapaian sebesar 5,8 persen untuk jumlah pembiayaan dan 6,23 persen untuk proporsi pencapaian jumlah mitra.
Tabel 6. Proporsi Target dan Realisasi Pembiayaan Berdasarkan Wilayah Usaha pada KBMT Tadbiirul Ummah Tahun 2008
Wilayah Usaha Bogor kota Dramaga Cibanteng Ps. Induk Kemang Tenjolaya Ciampea Ps. Anyar Sd. Barang Luar Bogor Bojong Gede Bogor Barat Ranca Bungur Grand Total
Jumlah Pembiayaan Proporsi Proporsi Nilai Target Nilai Realisasi (%) (%) 55.95 44.52 20.64 20.86 10.45 7.35 0 5.80 4.89 3.73 4.77 7.19 0.86 3.60 1.77 1.52 0.42 4.071 0 0.65 0 0.29 0.22 0.37 100 100
Jumlah Mitra Proporsi Proporsi Target Realisasi (%) (%) 9.86 9.67 39.84 29.24 11.00 13.97 0 6.23 17.64 16.98 13.28 6.66 2.08 4.30 3.41 3.65 0.94 2.36 0 2.79 0 0.86 1.89 3.22 100 100
6.1.2. Efektivitas Penyaluran Pembiayaan Berdasarkan Jenis Mitra KBMT Tadbiirul Ummah tidak hanya mengandalkan mitra lama dalam pembiayaan yang disalurkan. Tetapi tiap tahunnya selalu melakukan target untuk
88
mendapatkan mitra baru, pembiayaan berdasarkan jenis mitra baik itu secara nominal maupun jumlah mitra. Pada Tabel 7 ditunjukkan bahwa target pembiayaan yang diperuntukan kepada jenis mitra lama hanya mampu mencapai Rp 2,808,010,000 dari target yang dibuat sebesar Rp 3,952,480,000 atau secara persentase hanya mampu mencapai 71 persen. Sedangkan, berdasarkan jenis mitra baru pencapaian jumlah nominal pembiayaan melebih jumlahnya sebesar Rp 839,220,000 dari pembiayaan yang ditargetkan sebesar Rp 526,800,000 atau secara persentase sebesar 159 persen. Pencapaian target tersebut menunjukkan bahwa KBMT telah cukup efektif dalam melakukan segmentasi untuk jenis mitra lama dengan pencapaian target sebesar 71 persen. Sedangkan, untuk pencapaian target untuk jenis mitra baru mampu mencapai persentase sebesar 159 persen dengan pencapaian tersebut dapat dinilai pembiayaan untuk jenis mitra baru dapat dikatakan mencapai tingkat efektifitas yang sangat tinggi, karena melebih target yang telah dibuat oleh pihak KBMT Tadbiirul Ummah. Sedangkan, berdasarkan jumlah mitra maka dapat terlihat bahwa antara mitra lama yang ditargetkan sebanyak 352 mitra hanya mampu mencapai 311 mitra atau menunjukan 88 persen secara persentase. Untuk jumlah mitra baru yang ditargetkan untuk pembiayaan sebanyak 175 orang namun pencapaianya hanya mampu mencapai 154 mitra atau sebesar 88 persen. Pencapaian sebesar 88 persen, baik itu jumlah mitra lama maupun baru dapat dinilai bahwa pembiayaan untuk pecapaian target penyaluran pembiayaan dapat dinilai efektif, karena mampu mencapai hasil yang baik walaupun belum mampu mencapai pada tingkat paling optimal sebesar 100 persen. Tabel 7. Target dan Realisasi Pembiayaan Berdasarkan Jenis Mitra pada KBMT Tadbiirul Ummah Tahun 2008
Jenis Mitra
Target (Rp)
Pencapaian (Rp)
% Pencapaian
Lama Baru Grand Total
3952480000 526800000 4,479,280,000
2,808,010,000 839,220,000 3,647,230,000
71 159 81
89
Target Jumlah Mitra (Orang) 352 175 527
Pencapaian (Orang)
% Pencapaian
311 154 465
88 88 88
Ekspansi yang dilakukan oleh BMT ternyata mampu mengarahkan kegiatan ekonomi masyarakat untuk memanfaatkan pembiayaan syariah dalam bermu’amalah secara Islam agar terhindar dari praktek riba. Selain itu dengan adanya pembiayaan syariah yang terus bergulir kepada mitra yang baru maka BMT sebagai LKMS harus mampu menciptakan kualitas hidup umat dengan jalan yang lebih besar terutama keluarga miskin, yang diarahkan kepada kegiatan usaha yang produktif menuju terciptanya kemandirian bewirausaha. Pemanfaatan pembiayaan syariah ini dapat dilihat pada besarnya jumlah peningkatan secara nominal dana untuk alokasi jumlah mitra baru. Sedangkan, untuk pencapaian secara jumlah mitra maka pembiayaan lama ataupun baru memiliki proporsi yang sama, hal tersebut dapat dilihat pada Tabel dibawah ini. Tabel 8. Proporsi Target dan Realisasi Pembiayaan Berdasarkan Jenis Mitra pada KBMT Tadbiirul Ummah Tahun 2008 Jenis Mitra Lama Baru Grand Total
Jumlah Nominal Proporsi Proporsi Target (%) Realisasi (%) 88.24 76.99 11.76 23.01 100 100
Jumlah Mitra Proporsi Proporsi Target (%) Realisasi (%) 66.79 66.88 33.21 33.12 100 100
Berdasarkan Tabel 8 ditunjukan bahwa proporsi realisasi dari jenis mitra jelas terlihat menurun, jenis mitra lama tidak dapat memenuhi target yang dibuat, hanya dapat mencapai sebesar 76,99 persen. Sedangkan, proporsi untuk jenis mitra baru mampu mencapai 23,01 persen lebih besar dari proporsi target yang dibuat dari jumlah nominal pembiayaan. Selain itu, berdasarkan jumlah mitra maka proporsi yang mampu dicapai sebesar 66,88 persen untuk jenis mitra lama dan 33,12 persen untuk mitra baru. Hal tersebut menunjukan perbedaan yang tidak signifikan berbeda karena antara proporsi pencapaian dan realisasi tidak terlalu jauh berbeda jumlahnya. 6.1.3. Efektivitas Penyaluran Pembiayaan Berdasarkan Profesi Mitra KBMT Tadbiirul Ummah dapat melayani pembiayaan untuk semua kalangan dengan syarat mampu mengembalikan dana yang dipinjam dengan jangka waktu tertentu. Kalangan yang ditargetkan oleh BMT untuk penyaluran 90
pembiayaan ialah orang-orang yang berwiswasta dan pedagang. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 9. Target terbesar dalam penyaluran dana dialokasikan untuk mitra yang berprofesi sebagai wiraswasta dengan target sebesar Rp 2,639,050,000 pencapaian target untuk mitra berprofesi wiraswasta sangat baik sebesar Rp 2,122,610,000. Secara persentase maka pencapaiannya sebesar 80 persen. Sedangkan untuk profesi yang pada penyalurannya ditargetkan tidak terlalu besar yaitu petani sebesar Rp 6,250,000 mampu mencapai hasil dari yang ditargetkan sebesar Rp 51,950,000 secara persentase maka pencapaiannya sebesar 831 persen. Tabel 9. Target dan Realisasi Pembiayaan Berdasarkan Profesi Mitra Pada KBMT Tadbiirul Ummah Tahun 2008 Jenis Profesi Mitra Wiraswasta Pedagang Pegawai Swasta PNS Guru IRT Petani Pengemudi Buruh Konsultan Mahasiswa Penjahit Pensiunan Grand Total
Target (Rp)
Pencapaian (Rp)
% Pencapaian
2,639,050,000 1,376,580,000
2,122,610,000 1,146,230,000
80 83
Target Jumlah Mitra (Org) 70 344
203,000,000
141,500,000
70
20,000,000 113,500,000 5,400,000 6,250,000 44,000,000 71,500,000 0 0 0 0 4,479,280,000
44,100,000 61,700,000 33,540,000 51,950,000 15,370,000 26,430,000 0 3,800,000 0 0 3,647,230,000
221 54 621 831 35 37 0 0 0 81
Pencapaian (Org)
% Pencapaian
63 281
90 82
44
33
75
2 25 2 6 23 11 0 0 0 0 527
10 10 23 20 13 11 0 1 0 0 465
500 40 1150 333 57 100 0 1 0 0 88
Selain itu, jumlah mitra yang ditargetkan berdasarkan profesi ternyata jumlah paling banyak ialah pedagang hingga mencapai 344 mitra namun pencapaian dari target yang dibuah hanya mampu mencapai 281 mitra atau pencapaian sebesar 82 persen. Hal tersebut menunjukan pencapaian yang sudah sangat baik. Namun pencapaian tertinggi dari segi jumlah mitra berdasarkan jenis profesi maka IRT (ibu-ibu rumah tangga) mampu mencapai target sebesar 1150 persen. Target yang dibuat hanya 2 orang sedangkan hasil yang dicapainnya mampu berjumlah 23 orang.
Pencapaian yang luar biasa untuk memperluas
segmentasi pemanfaatan pembiayaan syariah pada BMT kepada setiap komponen masyarakat.
91
Secara keseluruhan ada beberapa hal yang menarik yang dapat dilihat pada target dan realisasi. Dari segi nominal maka pencapaian persentase paling besar ialah pada profesi petani.
Hal ini menunjukan sudah mulai meningkatnya
pemanfaatan pembiayaan syariah yang dilakukan oleh petani. Sedangkan, dari sisi jumlah mitra maka profesi IRT ternyata secara persentase meningkat paling tinggi dari apa yang ditargetkan. Hal ini menunjukan bahwa masyarakat sudah mulai sadar betul akan manfaat pembiayaan syariah. Disisi lain pembiayaan yang telah ditargetkan ada beberapa jenis profesi ternyata belum mampu optimal dicapai. Mahasiswa pun sudah mulai meminjam dana pembiayaan syariah di BMT Tadbiirul Ummah untuk bantuan usaha dan kuliah yang sedang mereka jalani. Dari penjelasan diatas jelas bahwa pembiayaan syariah sangat berperan pada segala jenis profesi. Selain itu, berguna bagi masyarakat untuk membantu mengentaskan masalah kemiskinan dengan upaya pembinaan nasabah yang menonjolkan sifat kebersamaan dari siklus usaha yang lengkap seperti program pembinaan pengusaha produsen, pedagang perantara, konsumen, pengembangan modal kerja dan program pengembangan usaha bersama. Selain itu, berperan untuk menyelamatkan ketergantungan umat Islam terhadap bank non-islam (konvensional) yang masih menerapkan sistem riba (Sumitro dalam Hidayat, 1999). Efektivitas penyaluran pembiayaan berdasarkan jenis profesi mitra, menunjukan bahwa KBMT mampu mencapai efektivitas yang sangat tinggi pada jenis profesi Pegawai Negri Sipil (PNS), Ibu Rumah Tangga (IRT) dan Petani sebagai target konsumen pembiayaan syariah.
Walaupun, ada sebagian jenis
profesi yang tidak mencapai tingkat efektivitas yang baik, diantaranya ialah guru, pengemudi, dan mahasiswa. Sehingga, dapat disimpulkan efektivitas pembiayaan syariah berdasarkan jenis profesi berbeda-beda. Perbedaan tersebut terjadi akibat dari pencapaian penyaluran pembiayaan ada yang optimal dan tidak.
92
Tabel 10. Proporsi Target dan Realisasi Pembiayaan Berdasarkan Jenis Mitra pada KBMT Tadbiirul Ummah Tahun 2008 Jumlah Nominal Profesi Proporsi Proporsi Target (%) Realisasi (%) Wiraswasta 58.91 58.19 Pedagang 30.73 31.42 Pegawai Swasta 4.53 3.87 PNS 0.44 1.20 Guru 2.53 1.69 IRT 0.12 0.91 Petani 0.13 1.42 Pengemudi 0.98 0.42 Buruh 1.59 0.72 Konsultan 0 0 Mahasiswa 0 0.10 Penjahit 0 0 Pensiunan 0 0 100 100 Grand Total Jenis Mitra
Jumlah Mitra Proporsi Proporsi Target (%) Realisasi (%) 13.28 13.54 65.27 60.43 8.34 7.09 0.37 2.15 4.74 2.15 0.37 4.94 1.13 4.30 4.36 2.79 2.08 2.36 0 0 0 0.21 0 0 0 0 100 100
Sumber : KBMT Tadbiirul Ummah (2009) Berdasarkan jumlah proporsi jumlah nominal pembiayaan realisasi terbesar mampu dialokasikan kepada jeni profesi wiraswasta sebesar 58,19 persen hal tersebut menunjukan bahwa usaha mendukung para pengusaha UMKM. Sedangkan, berdasarkan jenis mitra pencapaian proporsi terbesar ditunjukan oleh jenis mitra sebagai pedagang dengan proporsi sebesar 60,43 persen. Jumlah proporsi realisasi yang besar untuk pedagang menunjukan bahwa BMT lebih tertarik menyalurkan dananya kepada sektor usaha yang lebih cepat perputaran usahanya. 6.1.4. Efektivitas Penyaluran Pembiayaan Berdasarkan Peruntukan Pembiayaan yang ada pada KBMT Tadbiirul Ummah pada prinsipnya secara operasional tidak jauh berbeda dengan bank Islam. Pembiayaan yang ada terbagi pada 3 jenis pembiayaan, yaitu : modal kerja, investasi dan konsumsi. Pada penyaluran pembiayaan berdasarkan peruntukan maka BMT pun melakukan
93
target pasar, agar dana yang bergulir mudah diserah oleh mitra. Target yang ingin dicapai paling besar ialah pembiayaan peruntukan modal kerja sebesar Rp 3.890.400.000. Namun, hasil yang dicapai hanya sebesar 2.664.880.000 atau secara persentase sebesar 68 persen. Hal tersebut menunjukan bahwa pembiayaan syariah peruntukan modal kerja tidak mampu mencapai hasil yang optimal dalam penyalurannya, kurang optimalnya pembiayaan pada modal kerja dinilai bahwa pembiayaan tersebut cukup efektif dalam penyaluran pembiayaan syariah untuk modal kerja (Tabel 11). Tabel 11. Target dan Realisasi Pembiayaan Syariah Berdasarkan Peruntukan pada KBMT Tadbiirul Ummah Tahun 2008 Peruntukan
Target (Rp)
Pencapaian (Rp)
% Pencapaian
Target Jumlah Mitra (Org)
Pencapaian (Org)
% Pencapaian
Modal kerja
3,890,400,000
2,664,880,000
68
379
309
82
Investasi
347,330,000
437,700,000
126
81
23
28
Konsumtif
241,550,000
544,650,000
225
67
133
199
Grand Total
4,479,280,000
3,647,230,000
81
527
465
88
Sedangkan untuk pembiayaan syariah peruntukan Investasi dan Konsumsi, masing-masing mengalami peningkatan dari Rp 347,330,000 hingga Rp 437,700,000 atau secara persentase peningkatan yang tercapai sebesar 126 persen dan untuk pembiayaan konsumsi terjadi pencapaian hasil sebesar 225 persen atau pencapaian nominal sebesar Rp 544,650,000 dari target sebesar Rp 241,550,000. Pencapaian yang melebihi target pada investasi dan konsumsi menunjukan bahwa pembiayaan syariah sangat efektif disalurkan kepada mitra KBMT Tadbiirul Ummah. Ada perbedaan yang terjadi dalam hal pencapaian target berdasarkan peruntukan dari sisi jumlah mitra. Walaupun secara nominal tidak terlalu baik pencapainnya, jumlah mitra pembiayaan syariah untuk modal kerja mencapai hasil yang cukup baik yaitu sebesar 82 persen atau mampu memenuhi pencapaian sebesar 309 dari target yang telah dibuat sebesar 379. Pencapaian jumlah mitra sebesar 82 persen menunjukan bahwa pencapaian penyaluran pembiayaan syariah efektif. Sedangkan, pembiayaan syariah yang diperuntukan investasi ternyata jumlah nominal yang besar tidak menunjukan target pencapaian jumlah mitra
94
yang besar juga, karena hanya mampu mencapai target sebesar 28 persen hal tersebut dapat dinilai sangat tidak efektif dalam penyaluran kepada mitra untuk investasi. Hal ini membuktikan bahwa plafon yang diberikan semakin meningkat walaupun jumlah mitranya sedikit. Pembiayaan syariah untuk konsumsi secara jumlah mitra mengalami kelebihan pencapaian target sebesar 199% atau mampu mencapai sebesar 133 orang dari target yang dibuat sebanyak 67 orang. Pencapaian yang melebih target ini menunjukan bahwa penyaluran pembiayaan syariah berdasarkan peruntukan konsumsi sangat efektif. Tabel 12. Proporsi Target dan Realisasi Pembiayaan Berdasarkan Peruntukan pada KBMT Tadbiirul Ummah Tahun 2008 Peruntukan Modal kerja Investasi Konsumtif Grand Total
Jumlah Nominal Proporsi Proporsi Target (%) Realisasi (%) 86.85 73.06 7.75 12.00 5.40 14.94 100 100
Jumlah Mitra Proporsi Proporsi Target (%) Realisasi (%) 71.91 66.45 15.37 4.95 12.72 28.60 100 100
Berdasarkan Tabel 12 ditunjukan bahwa proporsi realisasi untuk peruntukan pembiayaan modal kerja menurun dan hanya mampu mencapai sebesar 73,06 persen. Peruntukan investasi dan konsumsi masing-masing mampu meningkat hingga mencapai persentase sebesar 12 persen dan 14,94 persen. Apabila dilihat dari proporsi realisasi jumlah mitra maka pembiayaan peruntukan modal kerja dan investasi ternyata menurun sedangkan pembiayaan peruntukan konsumsi tenyata jumlahnya meningkat hingga mencapai 28,60 persen. Pembiayaan yang dialokasikan untuk konsumsi menunjukan bahwa pemanfaatan pembiayaan syariah lebih besar dialokasikan untuk tujuan diluar usaha dan bersifat pribadi, hal ini dapat dijadikan peluang untuk terus dikembangkan. Namun, pembiayaan syariah yang tepat digunakan untuk sektor agribisnis adalah pembiayaan yang peruntukannya digunakan untuk modal kerja dan investasi. Karena selain membiayai kebutuhan modal kerja, pembiayaan syariah juga diperlukan untuk pendirian proyek baru, rehabilitasi usaha,
95
modernisasi, ekspansi dan relokasi proyek yang sudah ada. Sehingga hal tersebut dapat mendukung terciptanya
iklim
usaha
yang
baik
karena
mampu
memanfaatkan pembiayaan syariah terutama untuk menopang Usaha Mikro Kecil dan Menengah sehingga dapat terwujud pemberdayaan masyarakat, terutama masyarakat Bogor. 6.1.5. Efektivitas Penyaluran Pembiayaan Berdasarkan Jenis Akad Pembiayaan pada KBMT Tadbiruul Ummah memiliki target berdasarkan akad yang disepakati bersama mitra. Akad-akad yang ada terdiri dari akad Murabahah, Al-Qord, Ijaroh, Musyarakah, Hawalah, Mudarabah, dan Qordul Hasan. Namun, berdasarkan hasil pengamatan dilapangan ternyata hampir lebih dari 91 persen pembiayaan yang ada di KBMT Tadbiirul Ummah menggunakan akad Murabahah (Tabel 13). Berdasarkan Tabel 13 terlihat bahwa akad Murabahah mendominasi jumlah nominal pencapaian pembiayaan syariah sebesar Rp 3,324,860,000 begitu halnya jumlah mitra yang menggunakan akad Murabahah berjumlah 401 orang. Hal tersebut menunjukkan bahwa akad Murabahah secara teknis merupakan akad jual beli antara BMT selaku penyedia barang dengan mitra yang memesan untuk membeli barang. Berdasarkan transaksi tersebut BMT mendapatkan keuntungan jual beli yang disepakati bersama. Berdasarkan hal tersebut KBMT mampu mencapai target penyaluran berdasarkan akad jual beli sebesar 76 persen, sehingga penyaluran pembiayaan syariah dengan akad jual beli dapat dikatakan efektif. Sedangkan, untuk pembiayaan dengan akad al-qord mampu mencapai persentase secara nominal sebesar 224 persen dan jumlah mitra mampu mencapai 225 persen, pencapaian tersebut menunjukan efektivitas yang sangat tinggi. Alokasi pembiayaan Ijaroh mampu mencapai 129 persen secara jumlah nominal dan 222 persen secara jumlah mitra yang memanfaatkan pembiayaan dengan akad tersebut. Akad-akad lain pada pembiayaan syariah proporsinya berbeda jauh dari akad murabahah. Hal tersebut harus menjadi tanda tanya besar, mengapa akad yang paling besar proporsinya ialah akad murabahah. Berdasarkan hasil wawancara dikatakan bahwa masyarakat yang menjadi mitra lebih banyak melakukan pinjaman pembiayaan kepada BMT bukan atas dasar pemahaman 96
terkait akad-akad syariah yang ada. Namun, aspek kemudahan yang dipilih dalam melakukan pemilihan akad sehingga dapat dikatakan walaupun efektif dalam penyalurannya. Namun, secara normatif masyarakat belum banyak faham atas akad-akad pembiayaan syariah yang diterapkan oleh pihak KBMT Tadbiirul Ummah.
Tabel 13. Target dan Realisasi Pembiayaan Berdasarkan Akad Pada KBMT Tadbiirul Ummah Tahun 2008
Jenis Akad
Target (Rp)
Pencapaian (Rp)
% Pencapaian
Murabahah
4.389.880.000 32.400.000 41.000.000 0 0 7.500.000 8.500.000 4.479.280.000
3.324.860.000 72.580.000 52.940.000 143.750.000 29.700.000 20.000.000 3.400.000 3.647.230.000
76 224 129 267 40 81
Al qord Ijaroh Musyarakah Hawalah Mudharabah Qardul hasan
Grand Total
Target Jumlah Mitra (Org) 503 8 9 0 0 2 5 527
Pencapaian (Org)
% Pencapaian
401 18 20 9 11 2 4 465
80 225 222 100 80 88
Oleh karena itu, BMT perlu mensosialisasikan lebih gencar terkait akadakad syariah lainya. Walaupun jumlahnya tidak ditargetkan, pengunaan akad berdasarkan akad selain akad Murabahah sudah ada. Seperti akad Musyarakah dan Hawalah. Dimana akad Musyarakah berjumlah Rp 143.750.000 dengan jumlah mitra sebanyak 9 orang. Sedangkan, untuk akad Hawalah mampu mencapai hasil sebesar Rp 29.700.000 dengan jumlah mitra yang melakukan pembiayaan sebanyak 11 orang. Pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis dapat menggunakan berbagai macam akad sesuai dengan kesepakatan.
Namun, ada akad yang khusus
dilakukan untuk pembiayaan pada sektor pertanian yaitu Salam.
Salam
merupakan sebuah teknik/kontrak dimana penjual produk pertanian (petani) dapat menjual produk pertaniannya pada awal musim tanam dan kemudian mengirimkan hasil produknya kepada pembeli di masa yang akan datang, pembeli melakukan pembayaran di muka (Karim, 2007). Hal tersebut dilakukan untuk memenuhi kebutuhan petani, dimana membutuhkan modal ketika diawal musim tanam. Pada pembiayaan yang menggunakan akad salam maka banyak syarat yang perlu dipenuhi yaitu pembiayaan harus dibayar dimuka dengan sekaligus dan
97
komoditi yang diminta harus jelas dan mendetil kuantitas dan kualitasnya agar tidak menimbulkan konflik dimasa yang akan datang ketika panen.
Pada
prakteknya mekanisme pembiayaan Salam yang biasa diterapkan adalah Salam Paralel seperti pada Gambar 17.
Petani (Penjual)
Salam 1
BMT
Salam 2
Pihak Ketiga
Gambar 17. Mekanisme Pembiayaan Salam
Ada 2 kontrak Salam yaitu antara Petani dan Pihak BMT (Salam 1) dan antara BMT dengan Pihak Ketiga (Salam 2). Namun, ada persyaratan mengenai Salam Paralel ini, yaitu : 1) Kedua kontrak yang dibuat tersebut tidak boleh saling mengikat (harus saling independen), misal dengan cara BMT ingin mengadakan Salam 2 dengan syarat Salam 1 berjalan dengan lancar. Hal tersebut dilarang untuk dilakukan karena hal tersebut dapat mengikat kontrak yang dapat menyalahi aturan pembiayaan salam itu sendiri 2) Salam Paralel tidak boleh dilakukan sebagai “buy back clause” (misal : Petani bertindak sebagai pihak ketiga yang membeli kembali dari BMT dalam kontrak Salam 2). Oleh karena itu, untuk meningkatkan pembiayaan pada Sektor agribisnis, selain penyaluran pembiayaan, perlu penguatan terkait dengan pemahaman akadakad syariah khususnya untuk sektor pertanian. Berdasarkan uraian diatas dapat disimpulkan bahwa efektivitas penyaluran pembiayaan syariah masih sangat efektif dengan menggunakan akad Murabahah dan perlu ditingkatkan pembiayaan dengan menggunakan akad-akad lainnya terutama akad yang benar-benar murni menerapkan sistem bagi hasil (profit sharing).
98
Tabel 14. Proporsi Target dan Realisasi Pembiayaan Berdasarkan Jenis Akad pada KBMT Tadbiirul Ummah Tahun 2008 Jenis Akad Murabahah Al-qord Ijaroh Musyarakah Hawalah Mudharabah Qardul Hasan Grand Total
Jumlah Nominal Proporsi Target (%) 98.00 0.72 0.91 0 0 0.16 0.18 100
Jumlah Mitra Proporsi Realisasi (%) 91.16 1.99 1.45 3.94 0.81 0.55 0.09 100
Proporsi Target (%) 95.44 1.51 1.71 0 0 0.38 0.95 100
Proporsi Realisasi (%) 86.24 3.87 4.30 1.94 2.37 0.43 0.86 100
Berdasarkan Tabel 14 ditunjukkan bahwa hampir semua pembiayaan yang dilakukan di KBMT Tadbiirul Ummah untuk pembiayaan dengan jenis akad murabahah atau jual beli. Secara jumlah nominal dan mitra proporsi pembiayaanya masing-masing mampu mencapai 91,16 persen dan 86,24 persen. Berdasarkan hal tersebut terlihat dengan jelas bahwa pembiayaan yang berdasarkan jual beli masih mendominasi pembiayaan syariah di KBMT Tadbiirul Ummah. Sedangkan, pembiayaan yang menggunakan jenis akad yang lain masih belum dimanfaatkan secara optimal.
6.1.6. Efektivitas Penyaluran Pembiayaan Berdasarkan Sektor Usaha. Target yang dibuat oleh BMT berdasarkan sektor usaha lebih besar proporsinya untuk sektor perdagangan dengan jumlah sebesar Rp 3.955.050.000. Namun, pencapaiannya hanya sebesar 49 persen. Walaupun, pencapaian secara nominal tidak optimal. Pencapaian target jumlah mitra berdasarkan sektor usaha, perdagangan mampu mencapai hasil sebanyak 318 orang dari yang dibuat sebesar 397 atau secara persentase mampu mencapai 80 persen. Berdasarkan hal tersebut menunjukan bahwa pencapaian penyaluran pembiayaan syariah untuk sektor perdagangan kurang efektif pencapaiaanya dari segi nominal dan berdasarkan jumlah mitra maka dapat dikatakan efektif karena mampu mencapai target sebesar 80 persen. Hal tersebut menunjukan bahwa jumlah mitra yang mendapatkan pembiayaan pada sektor perdagangan lebih banyak dari pada dana yang digulirkan. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 15.
99
Tabel 15. Target dan Realisasi Pembiayaan Syariah Berdasarkan Sektor Usaha Pada KBMT Tadbiirul Ummah Tahun 2008
Keterangan
Target (Rp)
Pencapaian (Rp)
Perdagangan Industri Jasa
3,955,050,000 0 281,500,000
1,921,160,000 960,000,000 414,450,000
Home Industri Peternakan Pertanian Lain-lain Grand Total
30,750,000 0 14,250,000 171,900,000 4,479,280,000
94,860,000 31,700,000 19,600,000 205,460,000 3,647,230,000
Pencapaian (Org)
% Pencapaian
49 147 308
Target Jumlah Mitra (Org) 397 0 78 7
318 7 54 14
80 69 200
138 120 81
0 10 31 527
4 15 53 465
150 171 88
% Pencapaian
Pembiayaan syariah untuk sektor industri tidak masuk dalam target, namun pada tahun 2008 target yang dicapai sangat tinggi.
Karena tidak
ditargetkan untuk masuk menjadi mitra BMT tetapi secara nominal hasil yang dicapai untuk pembiayaan sektor industri sangat besar yaitu sebesar Rp 960,000,000 walaupun secara jumlah mitra hanya ada 7 mitra bekerja pada sektor industri.
Berdasarkan hal tersebut, dapat dinilai bahwa pihak KBMT dapat
dengan efektif melakukan perluasan pasar dalam hal penyaluran pembiayaan syariah, sebagai contohnya sektor industri mampu menjadi salah satu mitra yang tergabung dalam KBMT Tadbiirul Ummah. Pembiayaan untuk sektor jasa mampu mencapai hasil pembiayaan sebesar Rp. 414,450,000 pembiayaan yang teralisasi untuk sektor jasa mampu melebih target yang dinginkan bahkan secara persentase mampu mencapai 147 persen. Namun, secara target jumlah mitra BMT hanya mampu mencapai hasil sebanyak 54 orang dari 78 orang yang ditargetkan secara persentase dapat dilihat pada Tabel 10 dengan nilai sebesar 69 persen. Berdasarkan jumlah nominal dapat dinilai bahwa penyaluran pembiayaan syariah untuk sektor jasa berjalan dengan efektif. Sedangkan, untuk jumlah mitra tingkat keefektifanya sangat tinggi karena pencapaiannya mampu melebihi target yang dibuat oleh pihak KBMT Tadbiirul Ummah. Pembiayaan untuk sektor home industry pencapaian targetnya sangat baik. Hal tersebut terlihat dari pencapaian hasil secara nominal sebesar Rp 94,860,000 atau secara persentase pencapaiannya sebesar 308 persen. Begitu pula halnya dengan pencapaian untuk jumlah mitra berdasarkan sektor usaha home industry 100
mampu mencapai jumlah 14 orang dengan kenaikan jumlah mitra sebesar 200 persen. Pencapaian penyaluran pembiayaan syariah yang melebih target yang telah ditetapkan menunjukan bahwa tingkat efektivitas pembiayaan syariah untuk sektor home industry sangat tinggi. Sedangkan, ada beberapa sektor usaha yang tidak dilakukan pentargetan seperti sektor peternakan. Namun, karena ada permintaan dari beberapa mitra maka ada pembiayaan yang disalurkan untuk menjalankan usaha disektor peternakan. Sehingga, boleh dikatakan pembiayaan yang ada pada sektor ini tergolong baru. Nilai nominal yang masuk untuk sektor usaha peternakan sebesar Rp. 31,700,000 dengan jumlah mitra yang dibiayai sebanyak 4 orang. Hal ini menunjukan bahwa pembiayaan syariah untuk sektor peternakan mulai dimasuki oleh BMT sebagai prospek penyaluran pembiayaan syariah. Selain itu, ekspansi pihak KBMT semakin terbukti nyata dengan mulai menginvestasikan dananya pada pembiayaan untuk sektor peternakan.
Sektor usaha baru yang dijajaki
seperti peternakan dapat menjadi penilaian bahwa pihak KBMT sangat efektif dalam menjalankan promosi dalam penyaluran pembiayaan syariah. Sedangkan, pembiayaan syariah sediri ditargetkan untuk sektor pertanian tidaklah terlalu besar hanya sebesar Rp 14,250,000 namun pada hasilnya sebesar Rp 19,600,000 atau secara persentase pembiayaan tersebut mampu mencapai targetnya melebihi dari apa yang harapkan sebesar 138 persen. Walaupun, jumlah nominalnya meningkat tetap saja skala pembiayaan masih tergolong kecil. Selain itu, jumlah petani yang ditargetkan untuk mendapatkan pembiayaan hanya sebanyak 10 orang dengan hasil pencapaian sebanyak 15 orang atau meningkat sebanyak 150 persen. Skala yang kecil tersebut dipengaruhi pula oleh jumlah target yang sangat kecil yang dibuat oleh pihak KBMT Tadbiirul Ummah. Namun, pencapaiannya sangatlah efektif karena mampu melebih apa yang telah ditargetkan oleh lembaga. Sektor yang lainnya mampu mencapai jumlah pembiayaan sebesar Rp 205,460,000 secara jumlah nominal atau sebesar 120 persen. Sedangkan secara jumlah mitra maka hasil pencapaian mitra mampu mencapai sebanyak 53 orang dengan pencapaian persentase sebesar 171 persen.
101
Tabel 16. Proporsi Target dan Realisasi Pembiayaan Berdasarkan Jenis Akad pada KBMT Tadbiirul Ummah Tahun 2008
Sektor Usaha
Perdagangan Industri Jasa Home industri Peternakan Pertanian Lain-lain Grand Total
Jumlah Nominal Proporsi Proporsi Nilai Nilai Target Realisasi (%) (%) 88.30 52.67 0 26.32 6.28 11.36 0.69 2.60 0 0.87 0.32 0.54 3.84 5.63 100 100
Jumlah Mitra Proporsi Proporsi Nilai Nilai Target Realisasi (%) (%) 75.33 68.39 0 1.51 14.80 11.61 1.33 3.01 0 0.86 1.90 3.23 5.88 11.40 100 100
Berdasarkan sektor usaha (Tabel 16) proporsi terbesar untuk realisasi jumlah nominal pembiayaan mampu mencapai 52,67 persen. Pencapaian tersebut jauh dari proporsi yang telah ditargetkan.
Walaupun, pencapaian dari sektor
perdagangan jumlahnya menurun namun dapat dibantu dengan pencapaian dari jumlah realisasi pembiayaan untuk sektor usaha industri sebesar 26,32 persen. Sedangkan, berdasarkan jumlah mitra maka pembiayaan syariah untuk sektor usaha proporsi pencapaiannya tidak berbeda jauh atau signifikan, dengan kata lain proporsi pembiayaan yang ada hampir sesuai dengan apa yang ditargetkan. Hal tersebut menunjukan bahwa pembiayaan syariah berdasarkan sektor usaha untuk sektor yang lainnya memiliki pangsa pasar (market share) yang besar.
Selain itu, hal ini juga menunjukan begitu beragamnya segmetasi
pembiayaan syariah untuk segala macam sektor usaha. Walaupun, sektor usaha yang ada beragam jenisnya, KBMT Tadbiirul Ummah harus tetap konsisten melakukan pembiayaan terhadap sektor usaha yang berskala UMKM. Salah satunya ialah sektor pertanian sebagai tulang punggung perekonomian masyarakat Indonesia yang hampir mayoritas memiliki mata pencaharian sebagai petani. Berdasarkan hasil nilai tersebut dapat disimpulkan bahwa penyaluran pembiayaan syariah untuk sektor lainnya mampu mencapai tingkat efektivitas yang sangat tinggi, karena melebih target yang dibuat oleh KBMT Tadbiirul Ummah.
102
6.2.
Efektivitas Pembiayaan Untuk Semua Aspek Pencapaian Pembiayaan Syariah Efektivitas pembiayaan berdasarkan wilayah usaha memiliki proporsi
pembiayaan terbesar pada wilayah Bogor Kota sebesar 44,52 persen untuk jumlah pembiayaannya dan daerah Dramaga untuk proporsi jumlah mitra sebesar 29 persen perbedaan tersebut menunjukan bahwa dana pembiayaan yang mengalir lebih banyak pada daerah Bogor Kota sedangkan mitra yang banyak memanfaatkan pembiayaan syariah adalah masyarakat terdekat dengan wilayah operasional KBMT Tadbiirul Ummah. Efektivitas pembiayaan berdasarkan jenis mitra memiliki proporsi pembiayaan terbesar pada jenis mitra lama baik itu berdasarkan jumlah nominal sebesar 76 persen ataupun berdasarkan jumlah mitra mampu mencapai sebesar 66,88 persen. Hal tersebut menggambarkan bahwa pembiayaan yang ada di KBMT Tadbiirul Ummah masih didominasi oleh jenis mitra lama yang melakukan pembiayaan syariah. hal ini harusnya membuat KBMT harus lebih bisa mengekspansi lebih baik agar jumlah mitra baru terus bertambah. Efektivitas pembiayaan berdasarkan profesi mitra memiliki proporsi pembiayaan terbesar pada mitra yang memiliki profesi sebagai wiraswasta sebesar 58,19 persen pada jumlah nominal pembiayaan yang disalurkan kepada mitra. Sedangkan, jumlah proporsi mitra terbesar pada profesi mitra pedagang sebesar 60,43 persen. Hal tersebut menunjukan bahwa usaha yang berbasiskan perdagangan proporsinya sangat besar, proporsi yang besar tersebut menunjukan bahwa pembiayaan yang diberikan oleh KBMT Tadbiirul Ummah ternyata lebih didominasi oleh pembiayaan pada sektor yang perputaran usahanya sangat cepat yaitu perdagangan. Sedangkan, untuk petani sendiri hanya mampu mencapai proporsi pembiayaan sebesar 1,42 persen dari segi jumlah pembiayaan dan dari sisi jumlah mitra mampu mencapai 4,3 persen. Efektivitas Pembiayaan berdasarkan peruntukan memiliki proporsi terbesar pada peruntukan modal kerja baik itu berdasarkan jumlah nominal pembiayaan sebesar 73,06 persen maupun berdasarkan jumlah mitra sebesar 66,45 persen. Berdasarkan hasil tersebut menunjukan bahwa pembiayaan syariah yang ada pada KBMT Tadbiirul Ummah memiliki penyaluran yang besar untuk modal
103
kerja. Hal tersebut dapat dikatakan sesuai karena pembiayaan syariah yang produktif seharusnya dialokasikan untuk modal kerja dan investasi. Walaupun ada kecenderungan saat ini pembiayaan syariah untuk konsumsi pun terus meningkat. Efektivitas pembiayaan syariah berdasarkan jenis akad memiliki proporsi terbesar pada akad murabahah atau jual beli berdasarkan jumlah nominal yang tersalurkan proporsinya mampu mencapai sebesar 91,16 persen dan berdasarkan jumlah mitra mampu mencapai proporsi sebesar 86,24 persen. Berdasarkan hal tersebut menunjukan bahwa pembiayaan syariah yang ada di KBMT Tadbiirul Ummah masih lebih banyak didominasi untuk pembiayaan dengan basis jual beli. Sedangkan konsep yang sebenarnya untuk pembiayaan syariah yang berbasiskan bagi hasil seperti musyarakah dan mudharabah masih memiliki proporsi pembiayaan yang sangat kecil. Proporsi yang besar untuk jenis akad jual beli juga masih menunjukan bahwa mitra masih memilih aspek kemudahaan dalam melakukan pinjamannya dibandingkan harus menggunakan akad yang berbasis pada bagi hasil yang dianggap rumit dan sulit dipahami. Efektivitas pembiayaan berdasarkan sektor usaha memiliki proporsi terbesar pada sektor perdagangan sebesar 52,57 persen untuk jumlah nominal pembiayaan dan sebesar 68,39 persen untuk jumlah mitra. Hal ini menunjukan bahwa pembiayaan yang ada pada KBMT Tadbiirul Ummah masih melihat bahwa sektor perdagangan sangat prospektif dan pembiayaan yang diberikan dapat berputar dengan cepat dibandingkan dengan sektor usaha lain. Walaupun, sektor usaha perdagangan sangat mendominasi pembiayaan syariah yang ada.
Ada
beberapa sektor yang mengalami perkembangan yang cukup baik dari sisi jumlah nominalnya yaitu sektor industri. Sedangkan, proporsi pembiayaan untuk sektor agribisnis sendiri masih sangat kecil dengan proporsi sebesar 1,41 persen berdasarkan jumlah nominal dan proporsi berdasarkan jumlah mitra sebesar 4,09 persen.
104
VII. FAKTOR-FAKTOR YANG MEMPENGARUHI REALISASI PEMBIAYAAN SYARIAH UNTUK SEKTOR AGRIBISNIS
7.1. Karakteristik Responden Responden yang diambil dalam penelitian ini ialah 22 responden yang menjadi mitra BMT Tadbiirul Ummah. Keseluruh responden tersebut memiliki usaha di sektor agribisnis baik itu on-farm maupun off-farm (Tabel 17). Tabel 17. Karakteristik Responden Pembiayaan Syariah untuk Sektor Agribisnis Pada KBMT Tadbiirul Ummah Berdasarkan Pendidikan, Jenis Kelamin, Wilayah Usaha Tahun 2008 Karakteristik
Pendidikan
Jenis Kelamin
Wilayah Usaha
Tidak Tamat SD (orang) Tamat SD(orang) SMP (orang) SMA (orang) Laki-laki (orang) Perempuan (orang) Situ daun (orang) Tenjolaya (orang) Dramaga (orang) Ciampea (orang) Lain-lain (orang)
Pertanian N=8
Peternakan N=4
Industri Kecil N=2
Perdagangan N=8
1
2
0
6
1
0
Total Jumlah N=22
Komposisi %
2
5
23
2
6
15
68
0
0
0
0
0
1
1
0
0
2
9
8
3
1
7
19
86
0
1
1
1
3
14
4
0
1
0
5
23
3
1
0
2
6
27
0
1
1
2
4
18
0
1
0
0
1
5
1
1
0
4
6
27
Berdasarkan Tabel karakteristik diatas dapat ditunjukan bahwa pada bidang pertanian mitra yang memiliki tingkat pendidikan tidak tamat SD terdapat 1 orang, pada tingkat tamat SD terdapat 6 orang mitra dan satu orang memiliki tingkat pendidikan. Hal tersebut menunjukan bahwa pada usaha pertanian tingkat pendidikan yang dimiliki oleh responden sangat rendah. Karena dominasi tingkat pendidikan pada sekolah dasar. Pada usaha peternakan terdapat dua orang yang tidak menamatkan pendidikan dasarnya, satu orang yang mampu menamatkan pendidikan dasarnya dan satu orang memiliki pendidikan hingga lulus sekolah menengah atas.
Berdasarkan hal tersebut pada sektor usaha peternakan,
105
responden memiliki masih didominasi dengan tingkat pendidikan yang rendah yaitu tidak tamat sekolah dasar dan tamat sekolah dasar. Pada sektor industri kecil, karakteristik pendidikan yang dimiliki oleh responden pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis adalah memiliki tingkat pendidikan sekolah dasar dengan jumlah responden sebanyak 2 orang.
Hal
tersebut menunjukan pula bahwa sektor industri kecil masih didominasi oleh responden yang memiliki tingkat pendidikan yang rendah. Pada sektor usaha perdagangan jumlah responden yang memiliki tingkat pendidikan tidak tamat sekolah dasar sebanyak dua orang dan untuk mitra yang memiliki tingkat pendidikan tamat sekolah dasar sebanyak enam orang. Pada sektor perdagangan pun masih didominasi oleh responden yang memiliki tingkat pendidikan sekolah dasar. Berdasarkan jenis kelamin maka laki-laki mendominasi pada bidang pertanian dimana sebanyak delapan orang mampu memanfaatkan pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis. Pada sektor peternakan terdapat tiga responden berjenis kelamin laki-laki dan satu orang berjenis kelamin perempuan. Untuk sektor industri kecil dapat dikatakan seimbang karena terdapat satu orang yang berjenis kelamin laki-laki dan satu orang perempuan yang memanfaatkan pembiayaan syariah pada KBMT Tadbiirul Ummah dan pada sektor perdagangan ada tujuh orang yang memanfaatkan pembiayaan syariah dan hanya ada satu orang yang
memanfaatkan pembiayaan syariah. Berdasarkan jenis kelamin
hampir sebanyak 19 orang laki-laki menguasai pemanfaatan pembiayaan syariah pada KBMT Tadbiirul Ummah, sehingga dalam hal ini dapat disimpulkan bahwa pembiayaan syariah lebih banyak disalurkan kepada jenis kelamin laki-laki dibandingkan kepada perempuan. Berdasarkan wilayah usaha dapat dilihat sebaran wilayah usaha dari tiap mitra yang ada pada KBMT Tadbiirul Ummah, pada sektor pertanian terdapat sebaran sebanyak empat orang untuk wilayah Situ Daun, tiga mitra pada wilayah Tenjolaya dan satu orang untuk wilayah lainnya. Pada sektor peternakan terdapat sebaran wilayah sebanyak satu orang untuk daerah Tenjolaya, satu orang yang memiliki wilayah usaha di Dramaga, satu orang pada daerah Ciampea dan satu orang terdapat pada wilayah lainnya. Sedangkan untuk sektor industri kecil
106
sebarannya hanya terdapat pada dua wilaya yaitu satu orang pada daerah situ daun dan satu orang lainnya terdapat pada wilayah Dramaga. Sedangkan, pada sektor usaha perdagangan sebaran wilayah usaha terdapat pada daerah Tenjolaya sebanyak dua orang, pada wilayah Dramaga terdapat sebanyak dua orang mitra dan sebaran wilayah lebih banyak tersebar pada wilayah lainnya, wilayah tersebut lebih banyak terdapat pada daerah Pasar Induk Kemang. Tabel 18. Karakteristik Responden Pembiayaan Syariah untuk Sektor Agribisnis pada KBMT Tadbiirul Ummah Berdasarkan Profit, Aset, Pengalaman, komposisi modal, Frekuensi Pembiayaan, Nisbah Bagi Hasil dan Realisasi Pembiayaan Tahun 2008 Keterangan Profit Usaha (Rupiah/Thn) Total Asset Usaha (Rupiah) Pengalaman usaha (Tahun) Komposisi Modal usaha (Rupiah) Frekuensi Pembiyaaan (Kali) Nisbah Bagi Hasil (Rupiah) Realisasi Pembiayaan (Rupiah)
Pertanian
Peternakan
Industri Kecil
Perdagangan
Rata-rata Total
15,929,400.0
13,870,000.0
6,292,000.0
43,817,502.6
19,977,225.7
31,612,500.0
59,125,000.0
185,000.0
76,737,500.0
41,915,000.0
16.5
10.3
6.0
17.4
12.5
4,050,001.6
8,950,000.0
85,000.0
24,550,000.0
9,408,750.4
5.5
1.8
3.5
4.3
3.8
220,000.0
1,387,500.0
225,000.0
1,230,000.0
765,625.0
1,406,250.0
7,700,000.0
750,000.0
4,187,500.0
3,510,937.5
Berdasarkan Tabel 18 terdapat beberapa karakteristik rata-rata yang dapat dideskripsikan berdasarkan profit usaha, total asset usaha, pengalaman usaha, komposisi modal usaha, frekuensi pembiayaan, nisbah bagi hasil dan realisasi pembiayaan itu sendiri. Berdasarkan hal tersebut dapat dilihat karakteristik serta kecenderungan dari setiap sub-sistem yang ada pada sistem agribisnis. Sehingga, karakteristik usaha dapat ditunjukan bersama dengan karakteristik pembiayaan itu sendiri. Pada sektor pertanian profit usaha rata-rata yang dimiliki oleh responden pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis sebesar Rp 15.929.400 pertahun, untuk sektor peternakan profit usaha yang dimiliki sebesar Rp. 13.870.000 107
pertahun rata-ratanya, untuk industri kecil hanya memiliki profit usaha sebesar Rp 6.292.000 pertahun sedangkan untuk sektor perdaganngan memiliki profit usaha hingga mencapai Rp 43.817.502. Hal tersebut menunjukan bahwa profit terbesar pada sektor usaha perdagangan dan paling kecil pada sektor usaha industri kecil. Profit usaha yang besar pada sektor perdagangan menunjukan bahwa usaha perdagangan sangat menguntungkan dan memiliki perputaran bisnis yang sangat cepat sehingga dapat dengan mudah mendatangkan keuntungan. Berdasarkan total asset usaha maka akan terlihat bahwa total asset yang dimiliki oleh mitra KBMT yang memanfaatkan pembiayaa syariah untuk sektor agribisnis. Pada usaha pertanian mitra memiliki asset usaha rata-rata sebesar Rp 31.612.500, untuk sektor peternakan rata-rata mitra memiliki asset usaha sebesar Rp 59.125.000. Untuk sektor industri kecil sendiri memiliki asset usaha sebesar Rp 185.000 dan untuk sektor usaha perdagangan rata-rata asset responden sebesar Rp 76.737.500 nilai asset dari sektor perdagangan masih tetap yang terbesar sehingga dapat dilihat dalam hal ini bahwa asset usaha perdagangan sangat besar dibandingkan dengan asset usaha sektor lainnya. Secara keseluruh mitra dapat diketahui bahwa total asset yang ada sebesar Rp 41.915.500. berdasarkan Tabel 18 juga dilihat bahwa ternyata sektor industri kecil memiliki asset usaha yang paling kecil diantara yang lainnya. Hal tersebut menunjukan bahwa pada proses produksi industri kecil sangat sedikit total asset yang dimiliknya dibanding dengan total perdagangan. Selain itu, karakteristik responden pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis dapat dilihat pada pengalaman usaha yang dimiliki oleh mitra KBMT Tadbiirul Ummah. Pengalaman usaha untuk sektor pertanian memiliki rata-rata pengalaman usaha selama 16,5 tahun dalam menjalankan usahannya, untuk sektor peternakan memiliki rata-rata pengalaman usaha selama 10,3 tahun, untuk usaha industri kecil rata-rata mitra memiliki pengalaman usaha selama enam tahun. Sedangkan, untuk sektor perdagangan memiliki rata-rata pengalaman usaha dari setiap mitra selama 17,4 tahun dalam menjalankan usahanya. Berdasarkan hal tersebut dapat dilihat ternyata pengalaman usaha paling sebenta ialah pada sektor industri kecil sedangkan pengalaman usaha yang paling lama terdapat pada sektor perdangan. Hal tersebut dapat menjadi acuan bahwa usaha perdagangan yang
108
lebih lama mampu memiliki asset yang lebih besar dibandingkan dengan sektor usaha lainnya. Apabila melihat komposisi modal uaha maka akan terlihat bahwa pada sektor pertanian rata-rata petani memiliki komposisi modal pribadi untuk digunakan pada usahannya sebesar Rp 4.050.001, untuk sektor usaha peternakan memiliki komposisi modal usaha sebesar Rp 8.950.000, besarnya komposisi modal usaha untuk sektor industri kecil memiliki nilai sebesar Rp 85.000 dan pada sektor perdagangan dapat dilihat memiliki nilai sebesar komposisi modal usaha sebesar Rp24.550.000, berdasarkan hal tersebut dapat diketahui ternyata butuh lebih besar modal dalam menjalankan usahannya pada sektor agribisnis. Nominal terbesar masih dimiliki oleh sektor perdagangan.
Namun, secara
keseluruhan mitra pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis memiliki rata-rata total pembiayaan sebesar Rp 9.408.750. Karakteristik mitra KBMT Tadbiirul ummah yang memanfaatkan pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis dapat dilihat melalui frekuensi pembiayaan yang telah dilakukan oleh pihak mitra.
Berdasarkan Tabel 18
diketahui bahwa rata-rata mitra yang berada pada sektor usaha pertanian memiliki rata-rata pemanfaatan pembiayaan sebanyak enam kali sebagai hasil pembulatan. Pada sektor peternakan mitra pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis melakukan pembiayaan sebanyak dua kali hal ini didapatkan hasil pembulatan. Pada sektor usaha industri kecil sendiri frekuensi pembiayaan rata-rata yang dilakukan mitra pembiayaan syariah sebanyak empat kali dan pada sektor usaha perdagangan memiliki frekuensi pembiayaan pada KBMT TBU sebanyak empat kali saja. Pada rata-rata total sektor usaha dapat diketahui frekuensi pembiayaan yang telah dilakukan oleh mitra KBMT Tadbiirul Ummah sebanyak empat kali. Apabila dilihat ternyata frekuensi pembiayaan dari setiap sektor hampir menyeluruh memiliki rataan yang sama dan tidak berbeda jauh. Nisbah bagi hasil yang dimiliki oleh mitra KBMT TBU untuk tiap sektor akan menunjukan seberapa besar nilai nibah bagi hasil yang dibagi dengan pihak KBMT TBU sendiri.
Berdasarkan sektor pertanian didapatkan nisbah bagi
hasilnya sebesar Rp 220.000, untuk sektor peternakan sendiri memiliki nisbah bagi hasil sebesar Rp 1.387.5000, untuk sektor industri kecil memiliki nilai nisbah
109
bagi hasil Rp 225.000, dan untuk sektor perdagangan memiliki nisbah bagi hasil sebesar Rp 1.230.000. Sedangkan, untuk rata-rata total dari seluruh sektor usaha memiliki nisbah bagi hasil sebesar Rp 765.625. Tetapi ada kecenderungan bahwa sektor peternakan memiliki nisbah bagi hasil yang lebih besar dibandingkan dengan sektor perdangangan. Hal ini menunjukan bahwa mitra pada sektor peternakan melakukan pembiayaan lebih besar dibandingkan sektor lainnya, walaupun secara jumlah mitra pada sektor peternakan hanya ada empat responden yang menjalankan usahannya disektor peternakan. Pada realisasi pembiayaan oleh KBMT TBU dapat diketahui karakteristik rata-rata sektor mana pada agribisnis yang paling besar realisasi pembiayaannya. Pada sektor pertanian realisasi total pembiayaan hanya sebesar Rp 1.406.250. pada sektor peternakan memiliki realisasi pembiayaan sebesar Rp 7.700.000. Pada sektor industri kecil realisasi pembiayaan yang ada hanya sebesar Rp 750.000 dan untuk perdagangan sendiri hanya memiliki realisasi pembiayaan syariah sebesar Rp 4.187.500, sedangkan secara keseluruhan didapatkan rata-rata total dari setiap sektor usaha sebesar Rp 3.510.937,5. Pada realisasi pembiayaan ini dapat dilihat bahwa pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis paling besar dialokasikan untuk usaha peternakan. Hal ini sesuai degan nisbah bagi hasil yang sebelumnya dibahas, ditunjukan bahwa nisbah bagi hasil dengan realisasi pembiayaan syariah nilai besarnya selalu berimbang. 7.2. Keragaan Regresi Faktor-Faktor Realisasi Pembiayaan Syariah Analisis linear berganda pada pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis mencari faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis disusun dalam penelitian ini, setelah dianalisis maka diharapkan mampu memenuhi beberapa asumsi yang disyaratkan yaitu asumsi normalitas, heteroskedasitas, multikoinieritas, dan auto korelasi.
Dengan terpenuhinya
asumsi-asumsi tersebut maka akan menghasilkan variabel penduga terbaik yang tidak bias atau disebut BLUE (Best Linier Unbiased Estimator). Sebaliknya, jika ada (paling tidak satu) asumsi dalam model regresi yang tidak dapat dipenuhi oleh fungsi regresi yang diperoleh maka kebenaran pendugaan model itu atau pengujian hipotesis untuk pengambilan keputusan diragukan.
110
Secara umum, analisis linear berganda permintaan pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis yang disusun dalam penelitian ini telah memenuhi asumsi normalitas, hal ini ditunjukan dengan oleh hasil pengujian Kolmogorov Smirnov (Lampiran 8). Pada taraf nyata lima persen diperoleh nilai P-Value yang lebih besar dari 0,15 artinya nilai tersebut lebih besar dari lima persen atau 0,005. Dengan demikian disimpulkan bahwa asumsi normalitas sudah terpenuhi. Asumsi selanjutnya yang harus dipenuhi adalah heteroskedastisitas. Untuk mendeteksi masalah ini dapat dilihal melalui gambar plot residual (Lampiran 8). Dari grafik plot tersebut diketahui bahwa data tersebar ada yang di bawah nol dan ada yang diatas nol. Selain itu, data juga tidak menggambarkan pola tertentu, sehingga dapat disimpulkan bahwa tidak terjadi heteroskedastisitas. Dapat dilihat pada Lampiran 9. dimana berdasarkan hasil uji Barlet didapatkan P value yang lebih besar dari α sebesar 5 persen yaitu sebesar 0,182. Berdasarkan hasil pengujian tersebut asumsi heteroskedastisitas sudah terpenuhi. Untuk mengetahui tidak adanya multikolinearitas yang sempurna antar variabel independen pada model dapat dilihat dari nilai VIF yang dihasilkan oleh masing-masing variabel independen pada model yang dibangun. Jika seluruh variabel independen pada model memiliki nilai VIF kurang dari sepuluh maka kondisi ini menunjukan bahwa asumsi multikolinearitas telah terpenuhi. Dari hasil analisis regresi nilai VIF untuk masing-masing variabel adalah dibawah 10 yang berarti asumsi multikolinearitas telah terpenuhi.
Sedangkan untuk
mendeteksi apakah model yang dibandun steril dari masalah autokorelasi adalah dengan menggunkan uji Durbin-Watson (Lampiran 10). Setelah diuji dengan menggunakan uji statistik Durbin-Watson diperoleh nilai 2,52. Dengan demikian diperoleh kesimpulan tidak ada masalah autokorelasi pada model. 7.3. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Realisasi Pembiayaan Syariah untuk Sektor Agribisnis Analisis permintaan pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis adalah analisis faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis. Ada beberapa faktor yang mempengaruhi permintaan pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis. Faktor-faktor tersebut, yaitu : pengalaman usaha (X1), profit Usaha (X2), frekuensi pembiayaan(X3), nisbah bagi 111
hasil (X4), tahun pendidikan (X5), komposisi modal usaha (X6) dan sektor usaha (D1). Ketepatan model yang diuji dengan menggunakan uji statistik, yaitu uji thitung, uji f-hitung, dan koefisien determinasi yang disesuaikan dengan R-sq (adj). Berdasarkan hasil analisis regresi linear berganda terhadap faktor-faktor yang mempengaruhi permintaan pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis pada KBMT Tadbiirul Ummah diperoleh persamaan : Y = 3903998 - 109346 X1 - 0.0418 X2 + 155797 X3+ 4.50 X4- 448258 X5+ 0.0107 X6+ 1349909 D1 Persamaan tersebut dihasilkan dari pengolahan dara 22 responden pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis ditahun 2008, dengan berbagai macam wilayah usaha.
Tabel 19. Hasil Regresi Linear Berganda Model Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pembiayaan Syariah untuk Sektor Agribisnis di KBMT Tadbiiru Ummah pada Tahun 2008 No
Variabel
Koefisien
T-hitung
P-value
VIF
1
Konstanta
3903998
0,227
2
Pengalaman Usaha
-109346
-1,56
0,140
1,209
3
Profit Usaha
-0,04178
-1,38
0,190
2,254
4
Frekuensi Pembiayaan
155797
0,64
0,534
1,271
5
Nisbah Bagi Hasil
4,5045
7,45
0,000
1,513
6
Tahun Pendidikan
-448258
-1,30
0,215
1,272
7
Komposisi Modal Usaha
0,01066
0,32
0,750
1,940
8
Dummy sektor usaha
1349909
1,02
0,324
1,250
R2 = 83.7%
R2 (adj) = 75.6%
F-hitung = 10,28
P-value = 0,00
Durbin Watson = 2.5218
Tabel
18
merangkum
hasil
regresi
model
faktor-faktor
yang
mempengaruhi permintaan pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis. Hasil
112
regresi yang diperoleh menunjukan nilai koefisien determinasi R2 (adj) sebesar 75,6 persen yang menunjukan bahwa variabel-variabel independen dalam model yang dibangun mampu mejelaskan sebanyak 75,6 persen perubahan yang terjadi pada permintaan pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis pada KBMT Tadbiirul Ummah.
Sedangkan, sisanya sebesar 24,4 persen diterangkan oleh
faktor lain diluar model. Nilai F-hitung yang dihasilkan dari hasil analisis model regresi tersebut adalah 10,28 dengan nilai Pvaluenya sebesar 0,00 hal tersebut menunjukan bahwa model menunjukan keragaan terhadap seluruh faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi pembiayaan. Kesimpulan yang dapat diambil adalah secara bersama-sama semua variabel dependen dalam model permintaan pembiayaan syariah yang dibangun dapat menjelaskan perubahan yang terjadi pada tingkat realisasi pembiayaan syariah yang akan disalurkan. Berdasarkan uji statistik-t, variabel bebas yang berpengaruh signifikan pada taraf nyata lima persen realisasi permintaan pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis pada KBMT Tadbiirul Ummah adalah variabel nisbah bagi hasil. Sedangkan untuk faktor-faktor yang lain seperti pengalaman usaha, profit usaha, frekuensi pembiayaan, komposisi modal, tingkat pendidikan dan sektor usaha tidak berpengaruh secara signifikan terhadap penyaluran pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis. 7.3.1. Pengalaman Usaha (X1). Pengalaman usaha menjadi faktor penduga untuk mengetahui pengaruh realisasi pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis.
Berdasarkan dugaan
pengalaman usaha mempengaruhi realisasi permintaan pembiayaan syariah. Karena semakin lama seseorang mitra memiliki pengalaman usaha maka akan lebih memiliki kemampuan dalam memperhitungkan kebutuhan pembiayaan dalam menjalankan usahanya, sehingga dapat memanfaatkan pembiayaan relatif lebih besar. Namun berdasarkan analisis menggunakan Minitab Versi 15 didapatkan bahwa nilai p-value untuk pengalaman usaha (X1) sebesar 0.140 apabila dibandingkan dengan nilai α (0,05), maka p-value > α maka hal ini menunjukkan bahwa koefisien yang ada bagi pengalaman usaha tidak signifikan mempengaruhi realiasi permintaan pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis.
113
Pengalaman usaha mitra untuk sektor agribisnis begitu beragam menyebabkan pemanfaatan pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis tidak signifikan dalam mempengaruhi pembiayaan. Selain itu, pengalaman usaha yang harusnya menjadi tolak ukur ternyata tidak dapat berpengaruh signifikan dalam pemanfaatannya untuk sektor agribisnis. Karena KBMT Tadbiirul Ummah memberikan pembiayaan terhadap calon mitra bukan pada lamanya mitra tersebut dalam menjalani usahanya pada bidang pertanian.
Tetapi sejauh mana mitra
mampu menjalankan usahanya dengan berjalannya usaha sebagai pengalaman usaha. Pengalaman usaha mitra dapat dilihat pada Tabel dibawah ini.
Tabel 20. Pengalaman Usaha dari Responden KBMT Tadbiirul Ummah Tahun 2008 1-10 Tahun 11-20 Tahun > 21 Tahun
Jumlah Total
Jumlah Mitra (orang)
11
7
4
22
Jumlah Proporsi (%)
50
32
18
100
Pengalaman Berusaha
Berdasarkan Tabel tersebut ditunjukan bahwa hampir sebanyak 50 persen atau sebanyak 11orang yang memiliki pengalaman usaha antara 1-10 tahun pengalaman, untuk pengalaman usaha yang 11-20 tahun hanya sebanyak 7 orang atau memiliki proporsi sebesar 32 persen, dan untuk mitra yang memiliki pengalaman usaha yang lebih dari 21 tahun hanya sebanyak 4 orang atau proporsinya sebesar 18 persen.
Hal tersebut menunjukan bahwa pembiayaan
tidak melihat lamanya pengalaman usaha mitra berjalan. Karena pembiayaan yang disalurkan dengan jumlah nominal yang sangat besar pun banyak dialirkan kepada mitra yang memiliki pengalaman usaha 1-10 tahun.
Hal ini yang
menyebabkan faktor pengalaman tidak berpengaruh signifikan dalam realisasi pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis. Berdasarkan karakteristik usaha responden pun diketahui bahwa rata-rata total dari setiap usaha, mitra memiliki pengalaman usaha selama 12,5 tahun dan sebaran tersebut dapat dilihat pada sebaran mitra yang lebih banyak memiliki pengalaman usaha pada 1-10 tahun. Apabila dilihat dari besarnya pengalaman 114
usaha ternyata tidak menjadi hal yang signifikan dalam merealisasikan pembiayaan syariah untuk mitra yang memanfaatkan pembiayaannya untuk sektor agribisnis. 7.3.2. Profit Usaha (X2) Profit usaha merupakan bagian yang muncul atas biaya dan pendapatan usaha.
Pada realisasi permintaan pembiayaan diduga menjadi faktor yang
mempengaruhi jumlah pembiayaan yang diambil, semakin baik profit usaha seorang mitra maka akan semakin tinggi pihak KBMT memberikan dana pembiayaan pada usahannya. Namun berdasarkan hasil perhitungan didapatkan nilai p-value sebesar 0,190 hal tersebut menunjukan bahwa nilai p-value > α (0,05), dengan lebih besarnya nilai p-value berarti dapat diinterpretasikan bahwa profit usaha tidak signifikan mempengaruhi efektivitas pembiayaan syariah untuk agribisnis. Profit yang besar tidak langsung mempengaruhi KBMT untuk langsung memberikan dana yang besar untuk dimanfaatkan oleh mitra. Karena, BMT berhati-hati dalam memberikan dananya.
Karena besarnya profit usaha yang
dimiliki belum tentu menggambarkan kemampuan seorang mitra untuk membayar pinjaman pembiayaan yang diberikan. Pembiayaan yang diberikan dilihat dari tujuan pemanfaatan yang direalisasikan dan berdasarkan barang yang riil yang dibantukan dengan adanya pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis. Oleh karena itu, KBMT memberikan bantuan pembiayaan bukan hanya pada usaha yang memiliki profit usaha yang besar.
Namun, KBMT memberikan bantuan kepada mitra yang mampu
menjalankan usahanya dengan stabil dan memiliki kontinuitas yang baik. Sehingga KBMT tidak sekedar melihat keadaan profit saja, namun keragaan usaha yang mampu menopang ekonomi keluarga dan mampu menyisihkan untuk melakukan pengangsuran pembiayaan. Hal tersebut menunjukan bahwa KBMT Tadbiirul Ummah memiliki komitmen untuk tetap melakukan pembiayaan pada sektor UMKM. Sektor yang keberadaannya profitnya tidak besar seperti profit industi. Walaupun tidak terlalu besar KBMT tetap memberikan pembiayaan calon mitra. KBMT juga menerapkan
115
prinsip tolong menolong untuk menyalurkan dananya untuk dapat dialokasi kepada calon mitra yang membutuhkan pembiayaan. Nilai uji statistik menunjukan bahwa ada karakteristik yang berbeda dari KBMT Tadbiirul Ummah dalam menjalakan realisasi pembiayaannya. Walaupun, seorang mitra memiliki jumlah profit yang kecil bisa saja mendapatkan pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis. Begitu pula halnya bagi mitra yang memiliki jumlah profit yang sangat besar yang seharusnya mendapatkan pembiayaan yang besar pula.
Namun, hanya memperoleh pembiayaan yang
standar saja. Pihak KBMT Tadbiirul Ummah dalam mengukur profit bukan pada nilai nominalnya yang besar tetapi kondisi usaha yang stabil dan normal pada saat berjalannya usaha milik mitra KBMT Tadbiirul Ummah.
Tabel 21. Jumlah dan Persentase Responden Berdasarkan Besarnya Profit Usaha pada Responden KBMT Tadbiirul Ummah 2008 Besarnya Profit (Rupiah)
1-30 Juta
31-60 Juta
> 61 Juta Total
Jumlah Mitra (orang)
16
3
3
22
Persentase (%)
72
14
14
100
Faktor profit usaha pada hipotesisnya diduga akan mempengaruhi realisasi pembiayaan syariah pada KBMT Tadbiirul Ummah, semakin besar profit maka akan semakin besar juga pembiayaan yang direalisasikan. Namun, ternyata faktor tersebut tidak signifikan mempengaruhi jumlah realisasi pembiayaan syariah yang ada di KBMT Tadbiirul Ummah.
Berdasarkan Tabel 20 diatas menunjukan
bahwa sebanyak 72 persen pembiayaan disalurkan kepada mitra yang memiliki profit antara 1-30 juta rupiah. Pemberian pada rentang profit tersebut pun sangat beragam ada yang sangat besar sebesar Rp 25.000.000 seperti Bapak Oding sedangkan profit yang dimilikinya pun sama sebesar Rp 25.000.000. Hal tersebut beda halnya dengan pembiayaan yang memiliki rentang 31-60 juta rupiah dan lebih besar dari 61 juta rupiah pembiayaan yang diberikan tidak seimbang dengan profit yang dimiliki. Hal tersebut menunjukan bahwa profit yang besar belum pasti akan diikuti untuk realisasi yang semakin besar pula seperti profit Bapak
116
Amsir, pembiayaan yang diberikan sebesar Rp 10.000.000 sedangkan jumlah profit pertahunnya mampu mencapai Rp 92.100.000. KBMT Tadbiirul Ummah pun dalam hal ini memang tidak menyalurkan pembiayaan dalam jumah yang besar, karena memang dana yang disalurkan pun memang digunakan untuk sektor mikro. Sehingga dana yang disalurkan sesuai dengan kebutuhan usaha mikro, dimana pembiayaan yang disalurkan sesuai dengan kebutuhan yang diperlukan oleh calon mitra. Penyaluran yang sesuai kebutuhan tadi dilakukan agar pembiayaan syariah yang diberikan oleh KBMT Tadbiirul Ummah dapat berjalan dengan tepat dan efektif. Sehingga, hal tersebut dapat mengurangi resiko pembiayaan yang dimiliki oleh KBMT Tadbiirul Ummah. Resiko tersebut dapat dikurangi dengan melihat kemampuan pelunasan pembiayaan melalui jumlah profit yang dimiliki oleh mitra. Hal ini terbukti pula pada beberapa mitra yang memiliki pembiayaan yang kecil sebesar Rp 1.000.000, namun jumlah profitnya mampu mencapai Rp 108.000.000 apabila dihitung pertahun. Tabel 22. Komposisi antara Realisasi Pembiayaan dan Profit usaha Mitra KBMT Tadbiirul Ummah yang Memanfaatkan Pembiayaan Syariah untuk Sektor Agribisnis Tahun 2008 Jenis Usaha
Pertanian Peternakan Industri Kecil Perdagangan Total Rata-Rata
Realisasi Pembiayaan (Rupiah) 1,406,250.0 7,700,000.0 750,000.0 4,187,500.0 4,187,500.0
Profit Usaha (Rupiah)
Komposisi (%)
15,929,400.0 13,870,000.0 6,292,000.0 43,817,502.6 19,977,225.7
8.83 55.52 11.92 9.56 17.57
Pada Tabel diatas dapat dilihat bahwa komposisi realisasi pembiayaan dan profit usaha memiliki perberdaaan yang sangat signifikan pada usaha pertanian memiliki komposisi hanya 8,83 persen, untuk peternakan memiliki komposisi yang cukup besar yaitu sebesar 55,52 persen. Pada usaha industri kecil memiliki komposisi sebesar 11,92 persen dan pada sektor perdangangan hanya memiliki komposisi yang tidak besar hanya sebesar 9,56 persen. Hal tersebut menunjukan bahwa profit yang dimiliki oleh mitra lebih besar dibandingkan dengan realisasi
117
pembiayaan syariah yang diberikan oleh KBMT Tadbiirul Ummah sehingga hal tersebut dapat dikatakan tidak efektif mempengaruhi secara signifikan pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis. Dalam hal ini, nilai profit yang besar dari pihak mitra tidak diikuti oleh nilai realisasi pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis.
7.3.3. Frekuensi Pembiayaan (X3) Frekuensi pembiayaan merupakan pengalaman mengambil pembiayaan, semakin tinggi frekuensi pengambilan akan diduga mempengaruhi realisasi permintaan pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis. Namun, hal tersebut tidaklah sesuai dengan prediksi, karena berdasarkan nilai p-value hasil perhitungan menunjukan bahwa nilai p-value untuk frekuensi pembiayaan menunjukan nilai sebesar 0,530. Nilai tersebut lebih besar dari nilai α, berarti menunjukan bahwa nilai koefisien untuk frekuensi pembiayaan tidak signifikan dalam mempengaruhi pembiayaan syariah untuk agribisnis. Berdasarkan perhitungan menunjukan bahwa frekuensi pembiayaan tidak signifikan mempengaruhi.
Hal tersebut jelas terjadi pada KBMT Tadbiirul
Ummah, karena mitra yang sudah berkali-kali melakukan pembiayaan pada KBMT tidak berarti langsung dapat dipercayai. Karena BMT memiliki prosedur untuk selalu melakukan kelayakan kembali walaupun sudah sering mendapatkan pembiayaan. Oleh karena itu, frekuensi pembiayaan bukan menjadi tolak ukur untuk dijadikan sebagai faktor yang mempengaruhi realisasi permintaan pembiayaan syariah yang ada. Walaupun mitra mampu melakukan pembayaran pembiayaan dengan lancar dan baik. BMT menjalankan aturan dengan konsisten selalu melakukan pengecekan sebelum menyalurkan dana pada mitra yang melakukan pembiayaan kembali. Frekuensi pembiayaan yang semakin sering dan pembayaran yang baik serta lancar belum tentu membuat pihak KBMT memberikan peningkatan jumlah pembiayaan yang diberikan untuk pembiayaan yang selanjutnya. Karena BMT melakukan pengukuran terhadap keinginan mitra. Apabila permintaan dari mitra dirasa tidak rasional maka pihak BMT pun akan melakukan kaji ulang. Hal
118
tersebut dilakukan untuk mencegah terjadinya penyelewengan akibat besarnya dana yang diberikan dan akan merugikan BMT serta mitra yang lain. Karena dana yang diberikan merupakan dana yang diamanahkan kepada pihak BMT untuk disalurkan kembali kepada mitra yang membutuhkan pembiayaan.
Tabel 23. Frekuensi Pembiayaan Responden KBMT Tadbiirul Ummah Berdasarkan Jumlah Mitra dan Persentasenya Tahun 2008 Frekuensi Pembiayaan (Kali)
1-3 kali 4-6 kali
> 7 kali
Total
Jumlah Mitra (orang)
10
7
5
22
Persentase (%)
45
32
23
100
Pada contoh kasus ada mitra yang telah sepuluh kali memanfaatkan pembiayaan syariah. Namun, nilai nominal yang direalisasikan hanya Rp 2.000.000 tiap melakukan pinjaman.
Kasus seperti inilah yang menunjukan
bahwa pembiayaan syariah dilihat bukan pada berapa lama frekuensi pembiayaan syariah yang telah dijalankan, tetapi berapa besar kebutuhan pembiayaan yang diperlukan oleh mitra dalam menjalankan usahanya. Selain itu pada Tabel 23 ditunjukan bahwa pembiayaan syariah disalurkan didominasi oleh jenis responden yang memiliki frekuensi pembiayaan syariah disektor agribisnis pada rentang 1-3 kali pembiayaan yaitu sebesar 45 persen jumlahnya dari keseluruhan responden pembiayaan syariah ini.
Sedangkan
frekuensi untuk mitra yang memiliki rentang pembiayaan 4-6 kali memiliki persentase sebesar 32 persen dan pembiayaan yang dilakukan lebih dari 7 kali memiliki proporsi sebesar 23 persen. Faktor frekuensi pembiayaan tidak signifikan mempengaruhi realisasi pembiayaan syariah karena ternyata ada beberapa mitra yang baru meminjam dua kali saja sudah dapat melakukan pinjaman sebesar Rp 10.000.000 sedangkan disisi lain ada mitra yang sudah melakukan pinjaman lebih dari 7 kali ternyata pada realisasi pembiayaanya selalu sama sebesar Rp 1.500.000, walaupun sudah berkali-kali minjam KBMT tetap memperhatikan aspek pemanfaatan dari dana pembiayaan tersebut pada mitra. Sehingga pembiayaan yang diberikan memang
119
sesuai dengan kebutuhan dan kecukupan dalam meminjam serta kemampuan mengembalikan pembiayaan yang diterima oleh mitra. Selain itu, KBMT Tadbiirul Ummah dalam hal ini jelas sangat menerapakan prinsip kehati-hatian sangat tinggi karena pembiayaan yang diberikan oleh KBMT terhadap mitra merupakan dana titipan yang diamanahkan kepada KBMT untuk dapat dimanfaatkan secara produktif lebih baik dan dana ada semakin berkembangang untuk memajukan kesejahteraan masyarakat. Berdasarkan karakteristik dari responden pun diketahui bahwa dari seluruh usaha baik itu pertanian, peternakan, industri keci dan perdagangan mampu mencapai rata-rata frekuensi pembiayaan sebanyak empat kali. Namun, frekuensi pembiayaan yang semakin besar tersebut tidak mempengaruhi realisasi pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis itu sendiri. Sehingga wajar apabila dilihat bahwa pembiayaan yang diberikan tidak pula melihat banyaknya frekuensi pembiayaan yang terlah dilakukan oleh mitra KBMT TBU
7.3.4. Bagi Hasil (X4) Bagi hasil diduga menjadi faktor yang mempengaruhi realisasi permintaan pembiyaan syariah untuk sektor agribisnis. Karena, calon mitra akan melihat berapa persen besarnya margin atau nilai bagi hasil pembiayaan yang dilakukan oleh hal tersebut terbukti dari hasil perhitungan menunjukan bahwa nilai p-value dari nisbah bagi hasil bernilai 0,000 atau P-value < α (0,05). Berdasarkan hal tersebut dapat dikatakan bahwa bagi hasil berpengaruh signifikan dalam mempengaruhi pembiayaan syariah untuk sektor agribinis. Karena dengan jelasnya akad yang dilakukan antara mitra dan pihak BMT membuat faktor bagi hasil sangat signifikan mempengaruhi. Karena mitra akan mengukur kemampuan untuk memanfaatkan pembiayaan yang ada di BMT dengan melihat margin yang akan diberikan. Sehingga mitra pun tidak melakukan peminjaman dana melebihi kemampuan untuk membayar kembali ketika waktu angsuran tiba. Bagi hasil yang ditetapkan merupakan kesepakatan antara pihak mitra dan KBMT Tadbiirul Ummah sehingga akan ada keadilan dalam menentukan keuntungan. Hal ini, semakin besarnya bagi hasil yang disepakati maka akan
120
semakin besar jumlah realisasi permintaan pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis. Berdasarkan bagi hasil yang ditentukan maka pihak mitra dan KBMT wajib menjaga kesepakatan yang dibuat dalam akad yang telah disepakati. Keberanian mitra untuk memanfaatkan pembiayaan syariah lebih besar membuat mitra harus berani mempertangungjawabkan jumlah bagi hasil yang akan diberikan kepada pihak KBMT Tadbiirul Ummah. Hal inilah yang mengharuskan ada rasa saling percaya dalam menjalankan kerjasama dan harus ada perjanjian yang jelas dalam pemanfaatan pembiayaan syariah yang ada. Bagi hasil yang ada sesuai dengan jumlah realisasi pembiayaan syariah yang ada. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel 24. Tabel 24. Persentase Bagi Hasil Pembiayaan Syariah pada KBMT Tadbiirul Ummah Tahun 2008 No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22
Realisasi (Rupiah) 8,000,000 1,500,000 10,000,000 3,000,000 2,000,000 1,000,000 1,000,000 500,000 10,000,000 1,000,000 1,000,000 500,000 1000000 750,000 1,500,000 800,000 25,000,000 1,000,000 1,500,000 2,500,000 2,000,000 1,500,000
Pembiayaan
Bagi Hasil (Rupiah) 1,440,000 200,000 3,000,000 900,000 600,000 240,000 300,000 150,000 4,320,000 290,000 150,000 150,000 300,000 225,000 225,000 300,000 3,750,000 150,000 200,000 210,000 300,000 200,000
Persentase Pembiayaan (%) 18 13 30 30 30 24 30 30 43 29 15 30 30 30 15 38 15 15 13 8 15 13
Berdasarkan hal tersebut dapat ditunjukkan bahwa bagi hasil pun di tetapkan besarnya dengan berapa lama pembiayaan tersebut dilakukan. Sehingga akan mempengaruhi besarnya bagi hasil yang diambil oleh pihak KBMT
121
Tadbiirul Ummah. Berdasarkan Tabel dapat ditunjukan bahwa pembiayaan yang ada memliki kisaran bagi hasil sebesar 13-45 persen, nisbah bagi hasil tersebut ditetapkan berdasarkan kesepakatan bersama sehingga tidak ada yang merasa dirugikan dan keberatan.
Hal tersebut dapat dilihat pada mitra satu terlihat
pembiayaan yang dipinjam sebesar Rp 8.000.000 namun bagi hasilnya hanya sebesar 13 persen atau senilai Rp 1.440.000 dan berbeda dengan mitra sembilan yang melakukan pembiayaan syariah dengan realisasi pembiayaan sebesar Rp 10.000.000, namun besarnya nisbah bagi hasil mencapai 43 persen atau senilai Rp 4.320.000, perbedaan ini selain ditentukan berdasarkan jangka waktu anggsuran tetapi juga dari besarnya pembiayaan yang disalurkan untuk mitra pembiayaan syariah yang ada. Selain itu, ada mitra yang hanya meminjam pembiayaan sebesar Rp. 800.000 tetapi memperoleh bagi hasil yang sangat besar yaitu sebesar 38 persen atau senilai Rp. 300.000, besarnya bagi hasil tersebut melihat kondisi atau kemampuan calon mitra untuk melakukan pelunasan terhadap pembiayaan syariah yang diberikan kepada mitra yang bergerak pada sektor agribisnis. Apabila dilihat pada karakteristiknya dapat ditunjukan bahwa nisbah bagi hasil sangat berhubungan erat.
Semakin besar realisasi pembiayaan yang
diberikan maka akan semakin besar pula bagi hasil yang disepakati. Hal tersebut dapat dilihat pada Tabel karakteristik usaha.
Hal tersebut terbukti bahwa
pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis dipengaruhi oleh bagi hasil yang disepakati bersama antara pihak KBMT dan mitra. Bagi hasil semakin besar dengan mengikuti besarnya nilai realisasi pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis. Namun pada bagi hasil yang ditetapkan oleh KBMT Tadbiirul Ummah pada realisasinya tidak semuanya menggunakan akad mudharabah yang benarbenar bagi hasil tetapi ada pula akan murabahah dimana menggunakan sistem margin sharing. Sehingga bagi hasil yang ditetapkan pun secara nominal akan menguntungkan bagi pihak KBMT Tadbiirul Ummah. 7.3.5. Tahun Pendidikan (X5) Tahun pendidikan diduga menjadi faktor yang berimplikasi kepada pengetahuan mitra terhadap pembiayaan, karena semakin tinggi tingkat pendidikan yang dimiliki maka peluang untuk mendapatkan pembiayaan lebih 122
besar karena memiliki pengetahuan.
Namun, berdasarkan hasil perhitungan
didapatkan nilai p-value sebesar 0,215 dimana nilai tersebut lebih besar dari nilai α (0,05) sehingga hal tersebut menunjukan bahwa tahun pendidikan tidak signifikan dalam mempengaruhi realisasi permintaan pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis. Berdasarkan hasil tersebut jelas bahwa tahun pendidikan bukan menjadi faktor penentu bagi pemanfaatan pembiayaan syariah, karena pihak BMT pun akan memberikan penjelasan bagi mitra yang tidak mengetahui sama sekali tentang pembiayaan syariah, sehingga jenjang pendidikan apapun dapat menjadi target bagi pihak KBMT. Oleh karena itu, jenjang pendidikan tidak menjadi panduan dasar bagi BMT untuk memberikan pembiayaan. Hal tersebut dapat dilihat pada jenjang pendidikan yang dimiliki oleh mitra, baik itu pada tingkat sekolah dasar, sekolah menengah pertama dan sekolah menengah atas. Mitra yang memiliki tingkat pendidikan pada jenjang apapun berkesempatan mendapatkan nilai pembiayaan yang besar atau mitra yang berpendidikan tinggi pun berkesempatan mendapatkan pembiayaan syariah pada tingkat yang standar saja.
Tabel 25. Tingkat Pendidikan Responden KBMT Tadbiirul Ummah Tahun 2008 No
Tingkat Pendidikan
1 2 3 4 5
Tidak Tamat SD Tamat SD SMP SMA Kuliah
Jumlah (orang) 5 15 0 2 0
Jumlah Total
22
mitra Proporsi (%) 23 68 0 9 0 100
Tabel 23 menunjukan bahwa pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis yang dimanfaatkan oleh para mitra tidak dipengaruhi oleh tingkat pendidikan, karena tingkat pendidikan yang paling mendominasi mitra yang melakukan pinjaman pembiayaan berpendidikan tamat sekolah dasar sebanyak 15 orang atau sebesar 68 persen dari jumlah pembiayaan yang ada. Berdasarkan hal tersebut
123
ternyata tingkat pendidikan tidak mampu memberikan kontribusi dalam peningkatan realisasi permintaaan pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis. Pada dasarnya penyaluran dana dari pihak KBMT diawali dengan penjelasan mengenai pembiayaan syariah itu sendiri.
Permintaan pembiayaan syariah pun
dapat dimengerti oleh mitra nantinya. Sehingga pada jenjang pendidikan apapun KBMT Tadbiirul Ummah dapat memberikan kepada calon mitra. Selain itu, data tersebut menunjukan bahwa mitra yang memiliki kemampuan usaha dalam skala UMKM ternyata kebanyakan ialah berpendidikan rendah. Hal inilah yang menggambarkan bahwa masih sangat sedikit inovasi atau tekhnologi yang berperan dalam usaha mereka karena kompetensi pendidikan dari mitra masih belum sempurna secara tingkat pendidikan.
Dan mitra untuk
mengerti dan memahami usaha agribisnis didapatkan dari pengalaman usaha yang telah mereka lakukan. Tingkat pendidikan tersebut dapat menjadi bahan acuan bahwa semakin tinggi tingkat pendidikan yang ada semakin tinggi pula kesejahteraan ekonomi yang ada pada pihak mitra.
Walaupun hal tersebut dapat dibantah dengan
kesejahteraan orang yang hanya lulusan sekolah dasar. Namun, mampu mencapai tingkat kesejahteraan yang tinggi. Berdasarkan tingkat pendidikan yang rendah tersebut membuat KBMT TBU tidak merasa pesimis dalam menyalurkan pembiayaannya karena, berdasarkan tujuan awalnya ialah untuk membantu mitra dalam menjalankan usahanya dengan adanya bantuan modal mikro syariah.
Walaupun setelah
dilakukan kajian ternyata tingkat pendidikan tidak berpengaruh signifikan terhadap realisasi pembiayaan syariah. Tingkat pendidikan ini digunakan oleh KBMT untuk mempermudah dalam memahami pembiayaan syariah.
Karena
tingkat pendidikan akan menjadi acuan seberapa kemampuan orang dapat menyerap hal-hal yang harus diperhatikan dalam menjalankan kesepakatan pembiayaan syariah. Namun, yang ada selama ini adalah mitra lebih mencari kemudahannya dalam melakukan pinjaman pembiayaan. Bukan terletak pada substansi untuk memanfaatkan pembiayaan syariah.
124
7.3.6. Komposisi Modal Usaha Komposisi modal usaha merupakan bagian yang diduga menjadi faktor yang berpengaruh pada pengambilan keputusan BMT untuk memberikan bantuan pembiayaan jika komposisi modal yang dimiliki secara pribadi lebih besar dari pihak lain. Namun, dugaan tersebut tidaklah sesuai dengan hasil perhitungan. Berdasarkan analisis didapatkan nilai p-value sebesar 0,750, dimana nilai tersebut menunjukan bahwa nilai yang ada tidak signifikan mempengaruhi realisasi permintaan pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis. Walaupun berdasarkan hasil perhitungan mendapatkan koefisien bernilai positif, komposisi modal tidak berpengaruh nyata karena pihak BMT tidak melihat jumlah atau komposisi modal yang dimiliki. Karena ada mitra yang memiliki komposisi modal yang besar dan ada pula mitra yang tidak memiliki modal sama sekali ketika melakukan pinjaman pembiayaan syariah kepada BMT Tadbiirul Ummah.
Jadi besarnya komposisi modal tidak berpengaruh pada
pembiayaan syariah. karena pembiayaan dilakukan merupakan tambahan modal bagi mitra yang melakukan pembiayaan.
Tabel 26. Komposisi Modal Usaha Responden KBMT Tadbiirul Ummah Tahun 2008 Komposisi
Modal 0-10.000.000
10.000.001- >
Usaha (Rupiah)
20.000.000
Total
20.000.001
Jumlah Mitra (orang)
17
2
3
22
Persentase (%)
77
9
14
100
Modal yang dimiliki oleh mitra terkadang lebih besar dibandingkan dengan modal yang diterima oleh mitra dari KBMT Tadbiirul Ummah. Sehingga, dalam hal ini komposisi modal yang ada menunjukan perbedaan yang beragam.
Kebutuhan pembiayaan syariah dari pihak KBMT terkadang pada
beberapa mitra bukan menjadi komposisi modal utama dalam melakukan pembiayaan syariah tetapi menjadi modal pelengkap untuk menambahkan modal pribadi yang sudah ada, sehingga mitra dapat menutupi kekurangan modal yang ada. 125
Pada Tabel 26, pada kasus tertentu ada beberapa mitra yang tidak memiliki modal sama sekali untuk menjalankan usahanya atau murni modal yang diberikan merupakan modal dari pihak KBMT, untuk menjalankan usaha.
Komposisi
modal ini pada dasarnya ingin diketahui seberapa besar seorang mitra memiliki modal dari pihak lain. Hal tersebut dilakukan agar pihak KBMT dapat melihat apakah seorang mitra memiliki hutang dari pihak lainnya. Karena hal tersebut menjadi pertimbangan pihak BMT Tadbiirul Ummah memberikan pembiayaan syariah pada calon mitra. Karakteristik mitra yang miliki hutang yang sangat banyak harus menjadi peringatan pihak KBMT dalam menyalurkan pembiayaan syariah. Berdasarkan Tabel 26 juga ditunjukkan bahwa hampir sebesar 77 persen atau sebanyak 17 orang mitra dari yang tidak memiliki modal sama sekali sampai dengan yang memiliki modal sebesar Rp 10.000.000 hampir mendominasi. Hal tersebut menunjukkan bahwa mitra memiliki komposisi modal yang sangat kecil sehingga membutuhkan bantuan dana dan salah satunya melalui pembiayaan syariah yang diberikan oleh KBMT Tadbiirul Ummah. Pembiayaan syariah ini ternyata kadang tidak sebanding dengan komposisi modal awal yang dimiliki oleh mitra, sehingga wajar apabila komposisi modal tidak berpengaruh signifikan dalam faktor-faktor yang mempengaruhi realisasi pembiayaan syariah. Koperasi Baitul Maal Tamwill TBU pun memang tidak mengharuskan seorang mitra memiliki komposisi modal, karena hadirnya KBMT TBU memang berfungsi sebagai lembaga yang membantu permodalan bagi calon mitra yang membutuhkan modal untuk menjalankan usahanya. Sehingga usaha yang dimiliki oleh mitra dapat berjalan dengan baik. Usaha yang dimodali oleh KBMT TBU pun dapat kembali beroperasi dengan kontinuitas yang baik, sehingga mitra mendapat keuntungan untuk dapat menjalankan usahanya kembali dan KBMT memperoleh keuntungan dari nisbah bagi hasil yang telah disepakati dengan mitra. Selain itu, KBMT tidak menitik beratkan seorang mitra harus memiliki modal awal. Tetapi, mitra tersebut dapat menjalankan usahanya dengan baik agar pengembalian pembiayaan menjadi lancar dan tanpa adanya tunggakan yang merugikan pihak KBMT TBU dan mitra lain yang seharusnya berkesempatan mendapatkan pembiayaan selanjutnya.
126
7.3.7. Sektor Usaha Sektor usaha merupakan ukuran apakah nasabah melakukan usaha pertanian pada sistem on-farm atau sektor perdagangan, pengelolahan produk pertanian. Hal ini diduga bahwa sektor usaha yang off-farm akan lebih besar mendapatkan pembiayaan karena resiko yang muncul lebih sedikit dan siklus bisnis yang cepat dibandingkan dengan sektor usaha yang berbasiskan on-farm. Namun, berdasarkan hasil perhitungan didapatkan nilai sebesar 0,324.
Nilai
tersebut menunjukan bahwa nilai tersebut lebih kecil dari nilai α (0,005). Maka, sektor usaha tidak signifikan dalam mempengaruhi realisasi permintaan pembiayaan syariah bagi sektor pertanian. BMT akan memberikan kepada mitra yang memang dianggap layak untuk menerima pembiayaan.
Kelayakan tersebut tidak membedakan sektor usaha
apapun. Walaupun KBMT memiliki target berdasarkan sektor usaha untuk penyaluran pembiayaan.
Tetapi bukan menjadi batasan bagi KBMT untuk
menyalurkan pembiayaanya. Sektor usaha ini merupakan hal penting yang dilihat sebagai landasan utama untuk melakukan kelayakan untuk memberikan pemberian pembiayaan.
Namun, berdasarkan hasil pembahasan pada subbab
sebelumnya. Sektor agribisnis yang terbagi dalam beberapa subsistem tidak mempengaruhi secara nyata realisasi permintaan pembiayaan syariah.
Hal
tersebut dapat dilihat pula pada penilaian efektivitas pencapaian target jumlah mitra ataupun nominal pembiayaan syariah pada tahun 2008.
Ada beberapa
sektor yang tidak ditargetkan untuk penyaluran pembiayaan syariah ternyata pasarnya mampu dimasuki oleh pihak KBMT untuk mengekspansi pembiayaan syariah pada beberapa sektor usaha yang baru tersebut. Berdasarkan hal tersebut dapat dilihat pada tabel dibawah ini Tabel 27. Komposisi Responden Berdasarkan On-farm dan Off-farm pada KBMT Tadbiirul Ummah Tahun 2008 Sektor Usaha
On-Farm
Off-Farm
Jumlah Mitra (orang)
11
11
22
Persentase (%)
50
50
100
127
Total
Pihak KBMT Tadbiirul Ummah tidak kaku dalam menentukan target pasar, ketika calon mitra dengan berbagai macam latar usaha yang berbeda dianggap layak dan mampu untuk mengembalikan maka dana pembiayaan syariah dapat digulirkan kepada calon mitra tersebut. Sehingga, dapat disimpulkan bahwa sektor usaha tidak berpengaruh secara signifikan dalam realisasi permintaan pembiayaan syariah. Komposisi on-farm dan off-farm diambil secara proporsional sebanyak 50 persen masing-masing, hal tersebut dilakukan untuk menunjukan keterwakilan dari setiap sektor. Berdasarkan hasil ternyata realisasi pembiayaan syariah pada KBMT Tadbiirul Ummah tidak signifikan dalam mempengaruhi realisasi pembiayaan syariah. Oleh karena itu walaupun secara menyeluruh pembiayaan syariah dibagi berdasarkan sektor usaha KBMT akan melihat keragaan usahanya apakah mampu berjalan dengan baik atau tidak. Berdasarkan efektivitas saja pada Tabel 28 dapat ditunjukan bahwa pembiayaan untuk sektor perdagangan sangat besar komposisinya. Dalam hal ini, seharusnya faktor sektor usaha berpengaruh signifikan pula pada realisasi pembiayaan syariah. Tetapi komposisi yang kecil dari jumlah sampel pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis menunjukan bahwa pembiayaan untuk sektor agribisnis masih sangat kecil komposisinya. Tabel 28. Target dan Realisasi Pembiayaan Syariah Berdasarkan Sektor Usaha Pada KBMT Tadbiirul Ummah Tahun 2008 Pencapaian (Org)
% Pencapaian
49 147 308
Target Jumlah Mitra (Org) 397 0 78 7
318 7 54 14
80 69 200
138 120 81
0 10 31 527
4 15 53 465
150 171 88
Keterangan
Target (Rp)
Pencapaian (Rp)
% Pencapaian
Perdagangan Industri Jasa
3,955,050,000 0 281,500,000
1,921,160,000 960,000,000 414,450,000
Home Industri Peternakan Pertanian Lain-lain Grand Total
30,750,000 0 14,250,000 171,900,000 4,479,280,000
94,860,000 31,700,000 19,600,000 205,460,000 3,647,230,000
Realisasi untuk pembiayaan peternakan saja masih sangat kecil hanya sebesar Rp 31.700.000 dan untuk sektor pertanian lebih kecil lagi yaitu sebesar Rp 19.600.000.
Hal ini menunjukan bahwa pembiayaan syariah untuk sektor
128
agribisnis masih sangat minim sehingga wajar pembiayaan syariah untuk usaha dalam skala mikro pada sektor agribisnis masih sangat kecil jumlahnya.
7.4. Pemanfaatan Pembiayaan Syariah Untuk Sektor Agribisnis Pada penjelasan sub-bab sebelumnya, bahwa pembiayaan syariah yang tepat dalam pemanfaatannya ialah pembiayaan yang dimanfaatkan untuk modal kerja dan investasi. Karena dengan pembiayaan yang dimanfaatkan untuk modal kerja dan investasi, sangat tepat untuk menambah volume usaha agribisnis yang dilakukan. Berdasarkan
hasil
penelitian
menunjukkan
bahwa
pemanfaatan
pembiayaan syariah yang tepat sasaran yaitu pembiayaan yang dialokasi untuk modal kerja dan investasi sebesar 81,8 persen. Sedangkan, pembiayaan syariah yang tidak sesuai untuk sektor agribisnis yaitu pembiayaan yang dialokasikan untuk konsumsi sebesar 18,2 persen (Lampiran 11). Hal tersebut menunjukan bahwa pemanfaatan untuk modal kerja dan investasi masih tepat sasaran dan sesuai, walaupun ada penyimpangan yang terjadi. Pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis yang ada saat ini di KBMT Tadbiirul Ummah yang digunakan untuk modal kerja untuk perdagangan (offfarm) lebih banyak dimanfaatkan untuk menambah dana penebusan kios dagang di Pasar. Selain itu, pembiayaan syariah digunakan untuk menambah volume usaha dengan menambah jumlah persediaan barang dagangan berupa komiditi agribisnis serta dimanfaatkan pula untuk pembeliaan bahan baku untuk berdagang. Pada susbsistem off-farm pembiayaan syariah untuk sektor agribinis yang digunakan sebagai modal kerja dan investasi dialokasikan untuk pembelian pupuk, pembelian hewan ternak, pembeliaan bahan bangunan peternakan, pembayaran sewa atau penebusan gadai tanah dan penebusan tanaman pertanian. Hal tersebut dilakukan untuk menambah volume usaha yang dijalankan serta untuk melangsungkan jalannya usaha. Realisasi pemanfaatan pembiayaan yang terjadi dilapangan sering tidak sama pada perjanjian yang telah ditentukan.
Hal tersebut disebabkan oleh
berbagai macam faktor yang terjadi. Karena, permasalahan yang terjadi pada
129
mitra bisa datang tiba-tiba dan hal tersebut yang membuat mitra menggunakan dana pembiayaan syariah tersebut untuk hal lain diluar usaha agribisnisnya. Untuk dapat lebih jelas dapat dilihat pembagian pemanfaatan pembiayaan pada Tabel dibawah ini.
Tabel 29. Kesesuaian Pemanfaatan Pembiayaan Syariah untuk Sektor Agribisnis untuk Setiap Jenis Usaha Jenis usaha Pertanian (orang) Peternakan (orang) Industri Kecil (orang) Perdagangan (orang) Total (orang) Komposisi (%)
Kesesuaian Pemanfaatan Ya
Tidak
8 3 1 6 18 81.82
0 1 1 2 4 18.18
Total 8 4 2 8 22 100
Berdasarkan Tabel diatas didapatkan bahwa pada jenis usaha pertanian hampir seluruh mitra memanfaatkan pembiayaan yang diberikan sesuai dengan apa yang telah disepakati. Hal tersebut dilihat dari tidak adanya mitra yang menyalahgunakan pemanfaatan pembiayaan syariah. Berdasarkan Tabel semua mitra pada usaha pertanian yang memanfaatkan pembiayaan syariah ini sebanyak delapan orang memanfaatkan dengan baik pembiayaan yang diberikannya. Pada jenis usaha peternakan yang diwakili oleh empat mitra ternyata ada satu mitra pembiayaan syariah yang tidak memanfaatkan pembiayaan tersebut dengan dan tiga mitra lainnya memanfaatkan pembiayaan syariah tersebut dengan baik.
Penyalahgunaan ini diakibatkan dari pemanfaatan lain dari dana
pembiayaan yang disalurkan oleh KBMT TBU ke pada mitra. Pemanfaatan yang lain tersebut tidak disalurkan untuk usaha peternakan, tetapi untuk usaha pada sektor lain. Hal ini dapat dikatakan baik sebenarnya tapi tetap saja tidak sesuai dengan akad yang telah diperjanjikan pada sebelumnya. Pada industri kecil pun ada mitra yang tidak memanfaatkan pembiayaan yang diberikan tidak sesuai dengan apa yang diperjanjikan. Ada satu orang yang tepat dalam pemanfaatanya dan ada satu orang pula yang tidak mampu memanfaatkan pembiayaan tersebut dengan tidak tepat. Walaupun hanya dua 130
mitra, seharusnya pihak KBMT mampu mengawasi pembiayaan syariah yang diberikan pada sektor industri kecil ini sehingga mitra dapat memanfaatkannya dengan sesuai. Pada usaha perdagangan terdapat enam orang yang memanfaatkan pembiayaan syariah dengan tepat dan dua orang memanfaatkannya untuk keperluan lain diluar usaha agribisnis. Hal ini menunjukan bahwa pembiayaan syariah untuk sektor usaha agribinis pada perdagangan lebih banyak terjadi penggunaan lain diluar usaha.
Pemanfaatan pembiayaan syariah tersebut
digunakan untuk konsumsi rumah tangga dari mitra tersebut. Walaupun pada pemanfaatannya tidak sesuai untuk usaha agribisnis. Namun, dalam pelunasan pembiayaan yang diberikan mitra tetap mampu membayarnya. Selain itu, pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis yang dimanfaatkan untuk konsumsi merupakan ketidaksesuaian pembiayaan, yang sering terjadi ialah pemanfaatan untuk konsumsi rumah tangga dan alokasi untuk kepentingan yang lainnya. Walaupun, secara alokasi tidak sesuai dari yang diharapakan, yaitu untuk pembiayaan modal kerja dan investasi. Namun, mitra tetap mampu membayar anggsurannya dengan baik dan lancar. Kemampuan membayar ini didapatkan dari hasil usaha agribisnis yang mereka lakukan. Ketidaksesuaian yang terjadi bukan berarti mitra bertindak curang untuk tidak membayar pembiayaan syariah yang telah diberikan oleh KBMT Tadbiirul Ummah.
131
VIII. KESIMPULAN DAN SARAN
8.1. Kesimpulan Pada KBMT Tadbiirul Ummah Skim pembiayaan syariah berdasarkan sektor usaha didapatkan bahwa sektor usaha perdagangan mendominasi pembiayaan.
Berdasarkan peruntukkan maka skim pembiayaan syariah
didominasi pembiayaan untuk modal kerja. Berdasarkan akad maka pembiayaan syariah didominasi oleh pembiayaan yang menggunakan akad jual beli atau murabahah. Berdasarkan perkembangan ditunjukkan bahwa pembiayaan untuk sektor agribisnis masih sangat minim dan masih belum dapat dijadikan alternatif pembiayaan. KBMT Tadbiirul Ummah mampu mencapai efektivitas pembiayaan sebesar 81 persen berdasarkan jumlah nominal pembiayaan atau bernilai sebesar Rp 3.647.230.000. Sedangkan, berdasarkan jumlah mitra maka efektivitasnya mampun mencapai sebesar 88 persen atau mampu membiayai nasabah sebanyak 465 orang. Secara keseluruhan menunjukan bahwa pencapaian dari pembiayaan sangatlah baik.
Sehingga, efektivitas penyaluran pembiayaan syariah yang
dilakukan oleh pihak KBMT Tadbiirul Ummah dapat dikatakan efektif. Faktor yang signifikan mempengaruhi realisasi pembiayaan untuk sektor agribisnis adalah bagi hasil. Sedangkan, pada pemanfaatannya pembiayaan syariah mampu dimanfaatkan sebesar 81,8 persen, sedangkan pembiayaan yang dimanfaatkan untuk konsumsi dan keperluan lainnya mencapai sebesar 18,2 persen. Penyimpangan yang terjadi dalam hal ini ialah penyalahgunaan akad. Tetapi pada prakteknya penyalahgunaan yang dilakukan tidak menyebabkan kemacetan pembiayaan yang diberikan. 8.2. Saran Saran yang dapat diberikan pada penelitiaan ini, yaitu : 1. Mekanisme pembiayaan syariah yang ada pada KBMT Tadbiirul Ummah harus berjalan sesuai dengan aturan yang telah distandarkan oleh pihak KBMT agar waktu penyaluran pencairan pembiayaan tidak terlambat sampai ke mitra.
132
2. Pembiayaan syariah untuk sektor agribisnis perlu ditingkatkan secara proporsi baik itu berdasarkan jumlah nominal yang digulirkan maupun berdasarkan jumlah mitra, sehingga mampu meningkatkan pangsa pasarnya untuk sektor agribisnis dan mampu menjadi alternatif pembiayaan bagi sektor agribisnis. 3. Realisasi pembiayaan syariah terhadap mitra tidak hanya dilihat dari margin keuntungan untuk KBMT dengan adanya faktor nisbah bagi hasil yang signifikan mempengaruhi. Namun, pada penyaluran berdasarkan akad, akad jual beli (murabahah) masih sangat mendominasi dalam transaksi keuangan yang dijalankan oleh KBMT Tadbiirul Ummah, hal tersebut harus dijadikan bahan evaluasi bahwa penyaluran pembiayaan syariah secara akad berdasarkan proporsi untuk akad bagi hasil seperti musyarakah dan mudharabah masih kecil. 4. KBMT Tadbiirul Ummah harus menentukan jenis pembiayaan yang tepat bagi calon mitra agar pemanfaatan pembiayaan yang ada tidak disalahgunakan oleh mitra.
133
DAFTAR PUSTAKA
Apriyantono. 2004. Pembangunan Pertanian http://www.deptan.go.id/pdf [10 April 2009]
di
Indonesia.
[BI]
Bank Indonesia. 2007. Menjaga Stabilitas, Mendukung Pembangunan Ekonomi Negeri. Laporan Perekonomian Indonesia 2007. Jakarta : Bank Indonesia.
[BI]
Bank Indonesia. 2008. Perbankan Syariah Lebih Dari Sekedar Bank. Jakarta: Bank Indonesia.
[BPS] Badan Pusat Statistika. 2006. Laporan Tahunan. Farida R. 2007. Analisis Penilaian dan Faktor-Faktor Penyaluran Pembiayaan Syariah dalam Pembiayaan Agribisnis Pada KBMT Khidmatul Ummah, Bogor, Jawa Barat [Skripsi] Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Hafidhuddin D.(2008). Peran Pembiayaan Syariah dalam Pembangunan Pertanian Indonesia. Majalah AGRI. Jakarta. Hidayat Y. 2004. Efetivitas Pembiayaan Pola Bagi Hasil pada Baitul Maal Wat Tamwil (BMT) Koperasi Pondok Pesantren (kopontren) Hubbul Wathon Kecamatan Cimalaya, Kabupaten Karawang, Jawa Barat [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Karim A. 2007. Bank Islam Analsis Fiqih dan Keuangan. Jakarta : PT Raja Grafindo Persada. Kusnadi N. 1990. Penyediaan dan Penggunaan Kredit pada Usahatani Dampak ”Model Farm” Di Wilayah Hulu DAS Citanduy [Tesis] Bogor: Program Studi Ekonomi Pertanian, Fakultas Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. Nazir M. 2005. Metode Penelitian. Jakarta : Penerbit Ghalia Indonesia Mosher A. 1993. Getting Agriculture Moving. New York : The Agricultural Development Council. [PKES] Pusat Komunikasi Ekonomi Syariah. 2008. Tata Cara Pendirian BMT. Jakarta : PKES Publishing. Pursito D. 2003. Kajian Efektivitas dan Faktor-Faktor Penyaluran Kredit dalam Pembiayaan Industri Kecil dan Menengah Pangan oleh Bank Rakyat Indonesia di Semarang [Tesis]. Bogor: Program Pascasarjana, Institut Pertanian Bogor. 134
Rachmina D. 1994. Analisis Permintaan Kredit Pada Industri Kecil (Kasus Jawa Barat Dan Jawa Timur) [Tesis]. Bogor : Program Pascasarjana. Institut Pertanian Bogor. Sakti
A. 2007. Analisis Teoritis Ekonomi Islam (Jawaban Atas Kekacauan Ekonomi Modern). Jakarta : Paradigma & Aqsa Publishing.
Siamat D. 2004. Manajemen Lembaga Keuangan. Jakarta: Lembaga Penerbit Fakutas Ekonomi Universitas Indonesia Soekartawi. 1993. Agribisnis Aplikasi Dan Teorinya Universitas Brawijaya. Jakarta : PT Rajagrafindo Persada. Syafar M. 2006. Analisis Efektifitas Pembiayaan Sistem Syariah Terhadap Petani Agribisnis Sayuran Pada Program UPK Ikhtiar Yayasan Peramu Bogor [Skripsi]. Bogor : Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Syukur M. 2008. Pembiayaan Syariah untuk Sektor Pertanian. Prosiding dari seminar SENSASI 4; Bogor, 14 Desember 2008. Bogor; Shariah Economics Student Club. Yunus M. 2007. Bank Kaum Miskin (Kisah Yunus dan Grameen Bank Memerangi Kemiskinan). Depok : PT Cipta Lintas Wacana.
135
LAMPIRAN
136
Lampiran 1. Laporan Pertumbuhan Laba/Rugi KBMT Tadbiirul Ummah Pada Tahun 2004-2008 Tahun PENDAPATAN
2004
2005
2006
Profit Pembiayaan (Rp) 190,493,952 338,291,098.00 439,300,822.00 426,411,19 Pendapatan Investasi (Rp) 595,150 102,595.25 Pendapatan Operasional Lainnya (Rp) 26,027,726 19,716,817.49 25,387,677.52 47,487,97 Pendapatan Non Operasional (Rp) 1,173,630 3,444,889.95 26,584,595.00 3,847,96 TOTAL PENDAPATAN (Rp) 218,290,458.53 361,555,400.69 491,273,094.52 477,747,13 BIAYA - BIAYA Biaya Bonus dan biaya Bagi Hasil (Rp) 38,273,126.00 94,726,051.65 129,828,015 108,876 Biaya Tenaga Kerja (Rp) 78,910,471.38 127,134,910.03 175,919,278 195,490 Biaya Sewa (Rp) 10,474,668.00 10,474,668.00 8,262,164 Biaya Pajak (Rp) 1,920,500.00 4,042,000.00 4,761,700 Biaya Pemeliharaan (Rp) 2,681,700.00 2,286,500.00 3,369,500 Biaya Penghapusan (Rp) 6,390,463.75 4,914,279.70 33,975,866 Biaya Penyusutan Inventaris (Rp) 10,498,263.68 13,388,375.04 18,396,837 25,396 Biaya Pengembangan (Rp) 8,853,114.48 8,370,894 11,216 Biaya Barang dan Jasa (Rp) 21,766,200.00 34,231,525.00 40,742,228 38,903 Biaya Operasional Lainnya (Rp) 12,972,700.08 19,373,482.84 20,851,839 19,104 Biaya Non Operasional (Rp) 2,987,200.00 1,911,500.00 6,117,750 TOTAL BIAYA (Rp) 186,875,292.89 321,336,406.74 450,596,069.68 428,478,40 LABA/RUGI (Rp) 31,415,165.64 40,218,993.95 40,677,024.84 49,268,73 Sumber : KBMT Tadbiirul Ummah (2009)
Lampiran 2. Jumlah Nominal Penyaluran Pembiayaan dan Mitra yang Dilayani Pada Tahun 2004-2008 Keterangan Jumlah nominal perguliran (Rp) Jumlah mitra yang dilayani (Orang)
2004 2,006,626,650 377
Sumber : KBMT Tadbiirul Ummah (2009)
137
2005 2,918,623,000 565
2006 2,381,622,950 603
2007 3,197,024,300 475
3,647
Lampiran 3. Jumlah Mitra dan Nominal Dana yang Terlayani Berdasarkan Sektor Usaha Pada Tahun 2004-2008
Berdasarkan sektor usaha Perdagangan Jasa Home Industri Pertanian Peternakan lain - lain Total
Berdasarkan sektor usaha Perdagangan Jasa Home Industri Pertanian Peternakan Lain - lain Total
Jumlah Mitra (Orang) 2004 2005 273 427 61 74 6 20 3 10 2 1 32 33 377 565
2004 1,166,400,150 702,520,000 28,000,000 8,000,000 10,500,000 91,206,500 2,006,626,650
138
2006 488 79 14 8 14 603
Nominal (Rp) 2005 1,774,527,500 693,585,000 164,910,000 64,480,000 10,000,000 211,120,500 2,918,623,000
2007 355 96 13 9 2 475
2006 1,815,821,500 391,177,500 102,968,950 16,050,000 55,605,000 2,381,622,950
2008 322 96 18 16 4 9 465
2007 2,752,270,300 354,084,000 53,970,000 16,700,000 20,000,000 3,197,024,300
2008 2,447,160,00 573,650,00 552,680,00 22,800,00 31,700,00 19,240,00 3,647,230,00
Sumber : KBMT Tadbiirul Ummah (2009)
Lampiran 4. Jumlah Mitra dan Nominal yang Terlayani Berdasarkan Peruntukan Pada Tahun 2004-2008
Berdasarkan peruntukkan Modal kerja Investasi Konsumtif Total
Berdasarkan peruntukkan Modal kerja Investasi Konsumtif Total
Jumlah Mitra (Orang) 2004 2005 2006 309 476 491 19 45 40 49 44 72 377 565 603
2004 1,781,020,150 105,100,000 120,506,500 2,006,626,650
Sumber : KBMT Tadbiirul Ummah (2009)
139
2007 348 22 105 475
Nominal (Rp) 2005 2006 2,439,702,500 1,854,605,450 284,000,000 272,855,000 194,920,000 254,162,500 2,918,622,500 2,381,622,950
2008 309 27 129 465
2007 2,761,170,000 188,100,000 247,754,300 3,197,024,300
2008 2,664,88 468,20 514,15 3,647,23
Lampiran 5. Jumlah Mitra dan Nominal yang Terlayani Berdasarkan Jenis Akad Pada Tahun 2004-2008
Berdasarkan aqad Jual beli Bagi hasil Sewa Lain - lain Total
Berdasarkan aqad Jual beli Bagi hasil Sewa Lain - lain Total
2004 260 42 24 51 377
Jumlah Mitra (Orang) 2005 2006 451 517 45 18 19 17 50 51 565 603
2004 1,065,545,000 581,896,650 72,150,000 287,035,000 2,006,626,650
Nominal (Rp) 2005 2006 1,934,518,500 1,926,374,500 478,076,500 113,833,450 266,250,000 87,435,000 239,777,500 253,980,000 2,918,622,500 2,381,622,950
Sumber : KBMT Tadbiirul Ummah (2009)
140
2007 404 17 24 30 475
2007 2,824,935,000 175,115,000 100,000,000 96,974,300 3,197,024,300
2008 401 11 20 33 465
2008 3,324,860,000 163,750,000 52,940,000 105,680,000 3,647,230,000
Lampiran 6. Data Responden Berdasarkan Realisasi Pembiayaaan dan Faktorfaktor yang diduga Mempengaruhi Realisasi Pembiayaan Syariah Untuk Sektor Agribisnis
N O
NAMA
REALIS ASI PEMBI AYAAN (Rp)
PENGA LAMAN USAHA (Tahun)
5
Tuti Susilawati
8,000,00 0 1,500,00 0 10,000,0 00 3,000,00 0 2,000,00 0
6
Abdurrohi m
1,000,00 0
9
7 Ernawati
1,000,00 0
2
8 Halimah
500,000
9
1 Sarinan 2 Usup 3 Amsir 4 Kosasih
9 Herman 1 0 1 1 1 2
Joko Purnomo Lomri M. Ali
Neneng 1 QQ 3 Sahata 1 Udin 4 1 Urip 5 1 Ocim 6 1 Oding 7 1 Ening 8 1 M. Runa
1000000 0 1,000,00 0 1,000,00 0
19 9 9 7 5
30 12 11
500,000
10
1000000
17
750,000
20
1,500,00 0
37
800,000
20
25,000,0 00 1,000,00 0 1,500,00
9 14 22
PRO FIT USA HA (Rp/T ahun) 4,250, 000 3,360, 000 92,10 0,000 15,87 6,000 48,91 5,000 108,0 00,00 0 5,000, 000 12,00 0,000 75,00 0,000 19,95 0,000 5,920, 000 7,584, 000
FREKUE NSI PEMBIA YAAN (Kali) 8 10 2 1 3 7 3 1 2 4 4 4
9,000, 000
1
8,460, 000 4,795, 200 2,740, 000 25,00 0,000 18,40 0,000 27,21
2 5 1 2 7 5
141
NISB AH BAGI HASI L (Rp) 1,440, 000 200,00 0 3,000, 000 900,00 0 600,00 0 240,00 0 300,00 0 150,00 0 4,320, 000 290,00 0 150,00 0 150,00 0 300,00 0 225,00 0 22500 000% 300,00 0 3,750, 000 150,00 0 200,00
PENDI DIKAN (Tahun)
KOMPO SISI MODAL USAHA (Rp)
SEK TO R USA HA
6
6,500,000
0
6
1,000,000
1
6 12
115,000,0 00 23,700,00 0
0 1
6
1,600,000
1
6
50,000,00 0
0
6
50,000
0
6
900,000
0
6
10,000,00 0
0
6
1,500,000
0
6
2,500,000
1
6
120,000
0
6
700,000
0
6
5,700,000
1
6
16,800,00 0
1
5
500,000
1
4
10,000,00 0
1
5
5,700,000
1
4
12,500,00
0
9 2 0 2 1 2 2
0 2,500,00 0 2,000,00 0 1,500,00 0
Idrus Supandi Sugani Suma bin Mimin
2 2 29
6,000 29,90 0,000 47,60 0,000 39,24 0,000
0 210,00 0 300,00 0 200,00 0
5 10 5
0 12
0
1
6
2,500,000
1
5
0
0
Lampiran 7. Karakteristik Responden Berdasarkan Jenis Kelamin, Pendidikan Formal, Pengalaman Usaha dan Pekerjaan Mitra Jenis Kelami n L L L L P L P P L L L L L L L
No
Nama Mitra
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15
Sarinan Usup Amsir Kosasih Tuti Susilawati Abdurrohim Ernawati Halimah Herman Joko Purnomo Lomri M. Ali Neneng Udin Urip
16
Ocim
L
17
Oding
L
18
Ening
L
19 20 21
M.runa Idrus Supandi Sugani Suma bin mimin
L L L
22
L
Pendidikan Formal
Pengalaman Usaha
Pekerjaan Mitra
19 9 9 7 5 9 2 9 30 12 11 10 17 20 37
Pedagang Petani Tanaman Holtikultura Pedagang Peternak Peternak Pedagang Home Industri Pedagang Pedagang Pedagang Petani Tanaman Pangan Home Industri Petani Tanaman Pangan Petani Tanaman Holtikultura Petani Tanaman Pangan
20
Peternak
9
Peternak
14
Petani Tanaman Holtikultura
22 2 2
Pedagang Petani Palawija Petani Tanaman Pangan
29
Pedagang
Tamat SD Tamat SD Tamat SD Tamat SMA Tamat SD Tamat SD Tamat SD Tamat SD Tamat SD Tamat SD Tamat SD Tamat SD Tamat SD Tamat SD Tamat SD Tidak Tamat SD Tidak Tamat SD Tidak Tamat SD Tidak Tamat SD Tamat SMA Tamat SD Tidak Tamat SD
142
Lampiran 8. Uji Normalitas pada Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhis Realisasi Pembiayaan Syariah untuk Sektor Agribisnis. Normal Probability Plot (response is Realisasi) 99
95 90
Percent
80 70 60 50 40 30 20 10 5
1
-4
-3
-2
-1 0 1 Standardized Residual
2
3
4
Lampiran 9. Uji Heteroskedastisitas pada Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Realisasi Pembiayaan Syariah untuk Sektor Agribisnis.
143
Test for Equal Variances for SRES1 500000
Bartlett's Test Test Statistic P-Value
750000 800000
Lev ene's Test Test Statistic P-Value
1000000 Realisasi
6.23 0.182
1.27 0.340
1500000 2000000 2500000 3000000 8000000 10000000 25000000 0 50 100 150 200 250 95% Bonferroni Confidence Intervals for StDevs
Lampiran 10. Out Put Regresi Linear Minitab Versi 15 pada Analisis FaktorFaktor yang Mempengaruhis Realisasi Pembiayaan Syariah untuk Sektor Agribisnis. The regression equation is Realisasi = 3903998 - 109346 Pengalaman usaha - 0.0418 Profit Usaha + 155797 Frekuensi pembiayaan + 4.50 Nisbah bagi hasil - 448258 Tahun Pendidikan + 0.0107 Komposisi Modal Usaha + 1349909 Sektor Usaha
Predictor Constant Pengalaman usaha Profit Usaha Frekuensi pembiayaan Nisbah bagi hasil Tahun Pendidikan Komposisi Modal Usaha Sektor Usaha
S = 2769131
Coef 3090223 -109346 -0.04178 155797 4.5045 -448258 0.01066 1349909
R-Sq = 83.7%
PRESS = 8.493980E+14
SE Coef 1.26 69942 0.03035 244314 0.6045 345195 0.03283 1319894
T 0.227 -1.56 -1.38 0.64 7.45 -1.30 0.32 1.02
P
VIF
0.140 0.190 0.534 0.000 0.215 0.750 0.324
1.209 2.254 1.271 1.513 1.272 1.940 1.250
R-Sq(adj) = 75.6%
R-Sq(pred) = 0.00%
Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 7 14 21
SS 5.51749E+14 1.07353E+14 6.59102E+14
MS 7.88213E+13 7.66809E+12
F 10.28
No replicates. Cannot do pure error test.
Source Pengalaman usaha
1
DF 23621014442
144
Seq SS
P 0.000
Profit Usaha Frekuensi pembiayaan Nisbah bagi hasil Tahun Pendidikan Komposisi Modal Usaha Sektor Usaha
1 1 1 1 1 1
3.45790E+13
2.47089E+13 4.75128E+14 8.67759E+12 6.11077E+11 8.02080E+12
Unusual Observations
Obs 9 17
Pengalaman usaha 30.0 9.0
Realisasi 10000000 25000000
Fit 14678356 18742321
SE Fit 2413745 2141253
Residual -4678356 6257679
St Resid -3.45R 3.56R
R denotes an observation with a large standardized residual. Durbin-Watson statistic = 2.52180
Lampiran 11. Alokasi Pembiayaan Syariah untuk Sektor Agribisnis
1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11
Nama Sarinan Usup Amsir Kosasih Tuti Susilawati Abdurrohim Ernawati Halimah Herman Joko Purnomo Lomri
12
M. Ali
Realisasi penebusan gadai sawah pembelian pupuk penambahan pembelian kios pembelian kayu bahan kandang pembelian kambing 3 ekor modal sayuran penambahan modal kerja pembelian bahan baku bakso penambahan beli lapak dagang sayuran renovasi rumah pembelian kambing 3 ekor, sembelumnya 4 ekor kambing modal warung sembako istri
13 14
Neneng QQ Sahata Udin
pembelian kambing 3 ekor pembelian sayuran
15 16 17 18
Urip Ocim Oding Ening
Menebus 6 pohon jambu yang digadaikan pembelian kambing Alokasi untuk dana adik usaha pembayaran sewa tanah
19
M.runa
pembelian barang dagangan
20 21 22
Idrus Supandi Sugani Suma
sewa tanah sewa tanah perbaikan renovasi rumah
No
145
Kesesuaian ya ya ya ya ya ya ya ya ya tidak ya tidak ya ya ya ya tidak ya ya ya ya tidak