ANALISIS EFEKTIVITAS PEMBIAYAAN SISTEM SYARIAH TERHADAP PETANI AGRIBISNIS SAYURAN PADA PROGRAM UPK IKHTIAR YAYASAN PERAMU BOGOR (Studi Kasus Petani Sayuran Desa Ciaruteun Ilir Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor)
Oleh MUHAMMAD SYAFAR H24102052
DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
ABSTRAK Muhammad Syafar. H24102052. Analisis Efektivitas Pembiayaan Sistem Syariah terhadap Petani Agribisnis Sayuran Pada Program UPK Ikhtiar Yayasan Peramu Bogor (Studi Kasus Petani Sayuran Desa Ciaruteun Ilir Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor). Di bawah bimbingan Budi Purwanto Program UPK Ikhtiar merupakan program untuk membangun kapasitas sosial dan kapasitas ekonomi keluarga berpenghasilan rendah agar mereka mampu memenuhi kebutuhan dasar seperti pangan perumahan, pendidikan, kesehatan, dan sebagainya melalui pengelolaan aset ekonomi rumah tangga dan pengembangan kewirausahaan. Program UPK Ikhtiar dibentuk ketika pembiayaan lembaga keuangan syariah BPRS Ri’fatul Ummah (RU), BMT Wihdatul Ummah (WU), BMT Khidmatul Ummah (KU) dan BMT Tabdiirul Ummah (TbU) yang dimiliki serta dibawah pembinaan yayasan Peramu Bogor belum efektif. Pembiayaan yang dilakukan oleh BPRS RU, BMT KU, BMT TbU dan BMT WU belum efektif terutama pada sektor riil, yaitu sektor agribisnis/pertanian. Untuk itu, kebijakan Program UPK Ikhtiar dalam meningkatkan pembiayaan sistem syariah menjadi latar belakang untuk dianalisis efektifitas penerapannya di lapangan, apakah program ini mampu menarik masyarakat untuk berpartisipasi menjadi anggota UPK Ikhtiar, sehingga perlu mencari strategi yang tepat untuk meningkatkan efektifitas pembiayaan sistem syariah terhadap petani agribisnis sayuran di Desa Ciaruteun Ilir melaui program UPK Ikhtiar Yayasan Peramu Bogor. Penelitian ini bertujuan untuk: 1) Mengevaluasi penerapan efektifitas pembiayaan sistem syariah UPK Ikhtiar terhadap petani agribisnis di Desa Ciaruteun Ilir. 2) Mengidentifikasi partisipasi anggota dalam mengikuti program UPK Ikhtiar dalam mempengaruhi peningkatan pembayaran angsuran dan jumlah tabungan petani agribisnis di Desa Ciaruteun Ilir. 3) Menganalisis dan merekomendasikan strategi yang tepat dalam meningkatkan efektifitas pembiayaan sistem syariah UPK Ikhtiar terhadap petani agribisnis di Desa Ciaruteun Ilir. Pengumpulan data dan informasi dilakukan dengan metode kualitatif dan kuantitatif. Pengumpulan data kualitatif dilakukan melalui teknik Focus Group Discussion (FGD), dan Indepth Interview terutama kepada pihak/aktor yang terlibat langsung dalam program UPK Ikhtiar, yaitu ; Petani Sayuran, Tenaga Pendamping Lapangan (TPL), Fasilitator Wilayah (FW) dan Manajer Operasional (MO). Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Dalam pengambilan sampel, jumlah responden tidak digunakan sebagai validitas, sebab syarat responden yang valid dalam AHP adalah bahwa mereka adalah orang-orang yang ahli (expert) di bidangnya. Pengolahan data menggunakan AHP adalah dengan mengolah data Matriks Pendapat Individu (MPI) dan Matriks Pendapat Gabungan (MPG) yang dilakukan dan dianalisis secara horizontal untuk memperoleh hasil yang konsisten dengan melihat consistency Indeks (CI) ≤ 0,1. Kemudian dilakukan pengolahan data secara vertikal untuk memperoleh vektor prioritas (bobot) dari struktur yang telah dibuat. Jika bobot pada level-level di struktur itu tinggi, maka level-level itulah yang menjadi prioritas dalam mengambil keputusan.
Hasil penelitian menyatakan bahwa penerapan program UPK Ikhtiar di Desa Ciaruteun yang merupakan daerah agribisnis sayuran sangat efektif. Hal ini berdasarkan perkembangan partisipasi anggota UPK Ikhtiar bulan Maret 2006 Di Desa Ciaruteun sampai Maret 2006 mengalami peningkatan sebesar 257,6 persen dari tahun sebelumnya. Jumlah anggota pada akhir Maret 2006 tercatat 448 orang yang meningkat dibandingkan pada tahun 2005 sebanyak 125 orang. Jumlah majelis meningkat pesat sebesar 255,56 persen dari tahun 2005 sebanyak 9 majelis dan meningkat menjadi 32 majelis pada akhir Maret 2006. Meningkatnya jumlah anggota membuat total penyaluran dana pembiayaan juga meningkat. Penyaluran dana sampai dengan bulan Desember 2005 sebesar Rp 27.400.000 dan meningkat sampai dengan akhir Maret 2006 sebesar Rp 44.700.000. Jumlah ini menunjukan peningkatan sebesar 63,14 persen dari penyaluran dana pembiayaan tahun sebelumnya. Hasil penelitian juga membuktikan bahwa partispasi anggota dalam mengikuti program UPK Ikhtiar dapat meningkatkan jumlah tabungan. Tabungan sukarela pada akhir Maret 2006 di Desa Ciaruteun Ilir sebesar Rp 64.300.000 jumlah ini cukup besar dibandingkan pada tahun 2005 hanya sebesar Rp 11.227.500 yang mengalami peningkatan sebesar 472,7 persen. Sedangkan untuk tabungan wajib dan tabungan kelompok pada bulan Maret 2006 sebesar Rp 1.276.900 dan Rp 1.444.800. Jumlah ini pula cukup besar dibandingkan pada tahun 2005 yaitu masing-masing sebesar Rp 243.300 dan Rp 351.450 dengan peningkatan sebesar 424,8 persen dan 311 persen. Meningkatnya jumlah pembayaran angsuran pembiayaan anggota dilihat dari tingkat resiko pengembalian pembiayaan. Resiko tingkat pengembalian pembiayaan relatif sangat kecil sebesar 9,16 persen. Data ini berdasarkan dengan periode tunggakan dari tahun sebelumnya, resiko portofolio yang paling besar berada pada periode tunggakan 1 sampai 30 hari, dengan portofolio 47 persen bulan Desember 2005 dan menurun 24,27 persen pada bulan Maret 2006. Hasil penelitian dengan menggunakan metode AHP sebagai rekomendasi strategi kepada Pihak UPK Ikhtiar mendapat hasil yang konsisten. Hasil analisis diperoleh bahwa dalam meningkatkan efektifitas pembiayaan sistem syariah pada petani sayuran di Desa Ciaruteun Ilir dalam menggunakan pembiayaan UPK Ikhtiar adalah peningkatan pembayaran pembiayaan. Hal ini dilihat dari faktor yang paling penting dalam mempengaruhi efektifitas pembiayaan yang memiliki bobot sebesar 0,318 dengan consistency Indeks (CI) 0,0136. Pada level aktor menyatakan bahwa TPL merupakan aktor yang sangat berpengaruh untuk mencapai sasaran efektivitas pembiayaan dengan bobot 0,318. TPL menjadi aktor utama yang diprioritaskan untuk mengelola UPK Ikhtiar karena perannya yang langsung terjun kepada para petani sayuran. Kemudian pada level tujuan menyatakan bahwa Mendorong Anggota Membayar Angsuran (MAMA) mendapat prioritas paling tinggi dengan bobot sebesar 0,344. Hal ini dapat berkaitan dengan level faktor di mana faktor yang menjadi prioritas adalah meningkatkan pembayaran pembaiyaan. Strategi yang digunakan adalah Membentuk Majelis Konsultasi Anggota (MMKA) yang merupakan strategi yang mendapat prioritas paling tinggi dengan bobot sebesar 0,284. Hal ini dapat berkaitan dengan level faktor di mana faktor yang menjadi prioritas adalah meningkatkan pembayaran pembiayaan yang memang harus ada sebuah majelis untuk berkonsultasi bagi para anggota yang belum bisa membayar angsuran.
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN MANAJEMEN
ANALISIS EFEKTIVITAS PEMBIAYAAN SISTEM SYARIAH TERHADAP PETANI AGRIBISNIS SAYURAN PADA PROGRAM UPK IKHTIAR YAYASAN PERAMU BOGOR ( Studi Kasus Petani Sayuran Desa Ciaruteun Ilir Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor) SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk melakukan Sidang Tugas Akhir Tingkat Sarjana pada Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Oleh MUHAMMAD SYAFAR H24102052
DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
INSTITUT PERTANIAN BOGOR FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN DEPARTEMEN MANAJEMEN
ANALISIS EFEKTIVITAS PEMBIAYAAN SISTEM SYARIAH TERHADAP PETANI AGRIBISNIS SAYURAN PADA PROGRAM UPK IKHTIAR YAYASAN PERAMU BOGOR ( Studi Kasus Petani Sayuran Desa Ciaruteun Ilir Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor) SKRIPSI
Sebagai salah satu syarat untuk melakukan Sidang Tugas Akhir Tingkat Sarjana pada Departemen Manajemen Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Oleh MUHAMMAD SYAFAR H24102052
Menyetujui, Bogor,
Agustus 2006
Ir. Budi Purwanto, ME Dosen Pembimbing
RIWAYAT HIDUP Penulis di lahirkan di Depok pada hari minggu tanggal 13 November 1983 Masehi bertepatan dengan 17 Shafar 1404 Hijriyah dari pasangan Djliteng Tjipto Supardjan dan Kafiya Supardjan sebagai anak keempat dari lima bersaudara. Penulis menuntut ilmu di pendidikan formal dan informal di beberapa daerah di pulau jawa. Pendidikan Formal dan informal di mulai dari Taman Kanak-kanak (TK) sampai Sekolah Menengah Atas (SMA) serta Pondok Pesantren. Pada tingkat TK, penulis menuntut ilmu di TK Tunas Bangsa Depok pada tahun 1988-1989. Kemudian melanjutkan ke SDN Sudimoro Kabupaten Malang Jawa Timur sekaligus menjadi Santri di Pondok Pesantren Al Munawwriyyah pada tahun 1989-1996. Setelah itu penulis melanjutkan sekolah di Madrasah Tsanawiyah (MTs) Assa’adah sekaligus menjadi santri di Pondok Pesantren Al Amin Cabang Gontor Ponorogo di Cilacap Jawa Tengah pada tahun 1996-1999. Kemudian karena orang tua pindah ke Bogor, maka penulis melanjutkan sekolah di Madrasah Aliyah Negeri (MAN) I Kota Bogor pada tahun 1999-2002. Dan pada tahun yang sama, penulis mendaftarkan diri diterima menjadi mahasiswa di Departemen Manajemen Institut Pertanian Bogor (IPB) melalui Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI). Selama menjadi mahasiswa, penulis aktif menjadi anggota dan pengurus di organisasi ektra maupun ekstra kampus. Pada organisasi intra kampus, penulis menjadi pengurus BEM TPB IPB periode 2002-2003 sebagai staf bidang politik. Kemudian pada tahun 2002 penulis mendaftarkan diri dan diterima menjadi anggota Resimen Mahasiswa (MENWA) IPB. Penulis juga menjadi pengurus DPM FEM IPB periode 2003-2004 sebagai sekretaris umum dan juga mejadi pengurus Forum Mahasiswa Muslim dan Studi Islam (FORMASI) FEM IPB periode 2004-2005 sebagai ketua. Kemudian di Organisasi Eksternal Kampus, penulis mengikuti Basic training HMI Cabang Bogor Komisariat FEM IPB tahun 2004 sebagai syarat menjadi anggota. Jenjang perkaderan di HMI penulis ikuti dari pengurus Komisariat FEM IPB hingga sekarang diamanahkan menjadi Sekretaris Umum HMI Cabang Bogor Periode 2006-2007.
KATA PENGANTAR Segala puji senantiasa dipanjatkan kehadirat Allah SWT yang telah memberikan
rahmat
dan
karunia-Nya
kepada
penulis,
sehingga
dapat
menyelesaikan penelitian ini dengan baik. Tugas akhir ini disusun sebagai syarat untuk mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Manajemen, Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor. Pada saat ini, perkembangan lembaga keuangan syariah mengalami kamajuan yang pesat. Jumlah lembaga keuangan syariah di Indonesia dari tahun ke tahun semakin meningkat. Penghimpunan dana lembaga keuangan syariah mampu mengimbangi penghimpunan dana bank konvensional yang sudah sejak lama berdiri. Kemudian dari segi penyaluran dana melalui pembiayaan sistem bagi hasil bank syariah semakin banyak diminati oleh sektor riil, terutama sektor agribisnis. Untuk itu, perlu dianalisis efektifitasnya dengan metode yang baik sehingga menghasilkan strategi yang tepat dalam meningkatkan pembiayaan sistem syariah. Skripsi ini berjudul “Analisis Efektivitas Pembiayaan Sistem Syariah terhadap Petani Agribisnis Sayuran pada Program UPK Ikhtiar Yayasan Peramu Bogor” (Studi Kasus Petani Sayuran Desa Ciaruteun Ilir Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor). Penyusunan skripsi ini banyak dibantu oleh berbagai pihak secara moril maupun materil. Oleh karena itu, penulis mengucapkan terima kasih yang sebesarbesarnya kepada : 1.
Ir. Budi Purwanto, ME sebagai dosen pembimbing yang telah banyak meluangkan waktunya untuk memberikan bimbingan, saran, motivasi, dan pengarahan kepada penulis.
2.
Heti Mulyati, S.TP. MT dan Farida Ratna Dewi, SE, MM yang telah bersedia menjadi dosen penguji dalam ujian sidang tugas akhir, berbagai masukan dalam memperkaya tugas akhir ini sangat berharga sehingga dapat terlaksana dengan baik dan lancar.
3.
Kepada Ayahanda dan Ibunda tercinta yang saya hormati seumur hidup Djliteng Tjipto Supardjan dan Kafiya Supardjan yang telah memberikan curahan kasih sayang, inspirasi hidup, dan do’a yang tulus.
4.
Saudara-saudaraku yang saya sayangi sepanjang waktu Rahmat Fitri Adam, Nispu Rahmalia, Aang Burhanuddin, Barkah Noor Rahmat, dan Wasi Nursalamah yang telah membantu baik secara materi maupun do’a dan motivasi dalam menyelesaikan kuliah di IPB.
5.
Kepada keluargaku di Bali dan Banyuwangi Mbah Abdullah Munawar, Mbah Uti, Tante Yayuk, Om Bahri, Om Bambang, Mba Vera, Mas Dian, Dik Lia yang telah memberikan ucapan selamat ketika aku lulus ujian sidang tugas akhir.
6.
Adinda Rizca Febrina Ariyanti di Banyuwangi yang telah memberikan inspirasi hidup dalam bentuk motivasi, do’a dan kasih sayang.
7.
Kepada seluruh dosen TPB IPB dan Fakultas Ekonomi dan Manajemen yang telah memberikan ilmu pengetahuan kepada saya. Semoga semua ilmu yang diberikan dapat diamalkan dengan sebaik-baiknya.
8.
Kepada seluruh staf pegawai tata usaha fakultas dan departemen di kampus FEM IPB yang telah membantu dalam menyelesaikan proses administrasi.
9.
Kepada seluruh kawan-kawanku di Departemen Manajemen dan Ilmu Ekonomi angkatan 39, 40, dan 41.
10.
Kepada seluruh senior-seniorku di Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) yang telah berusaha mengkader diriku dengan memberikan wacana-wacana intelektual untuk menjadi seorang manusia dengan kualitas insan cita.
11.
Para pengurus HMI Cabang Bogor dan Komisariat se-Cabang Bogor Periode 2005-2006 serta seluruh kader HMI yang telah memberikan motivasi dalam menyelsaikan tugas akhir ini. Tidak ada gading yang tidak retak. Skripsi ini masih banyak kekurangannya.
Oleh karena itu, saran dan kritik konstruktif diperlukan untuk hal yang lebih baik. Akhirnya penulis berharap, semoga skripsi ini berharap bagi kemaslahatan umat dan bernilai ibadah dalam pandangan Allah SWT, Amin. Bogor, Agustus 2006 M
Penulis
DAFTAR ISI Halaman ABSTRAK RIWAYAT HIDUP ........................................................................................... iii KATA PENGANTAR........................................................................................ iv DAFTAR ISI ...................................................................................................... vi DAFTAR TABEL ............................................................................................. viii DAFTAR GAMBAR ......................................................................................... ix DAFTAR LAMPIRAN .....................................................................................
x
I. PENDAHULUAN .......................................................................................
1
1.1. Latar Belakang ...................................................................................... 1.2. Perumusan Masalah .............................................................................. 1.3. Tujuan Penelitian .................................................................................. 1.3.1. Tujuan Umum .............................................................................. 1.3.2. Tujuan Khusus ............................................................................. 1.4. Manfaat Penelitian ................................................................................
1 6 8 8 8 8
II. TINJAUAN PUSTAKA .............................................................................. 10 2.1. Sistem Pembiayaan Syariah .................................................................. 10 2.2. Pembiayaan Sistem Bagi Hasil Bank Syariah Terhadap Perusahaan Agribisnis .......................................................................... 14 2.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Efektivitas Pembiayaan Sistem Bagi Hasil Bank Syariah ...................................... 14 III. METODOLOGI PENELITIAN ................................................................ 18 3.1. 3.2. 3.3. 3.4. 3.5.
Kerangka Pemikiran .............................................................................. Pengumpulan Data ................................................................................ Jenis Data .............................................................................................. Pengambilan Sampel ............................................................................. Analisis Data .........................................................................................
18 24 25 26 26
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN ................................................................... 31 4.1. Gambaran Umum Obyek Penelitian ..................................................... 31 4.1.1. Kondisi Umum Desa Ciaruteun Ilir ............................................. 31 4.1.2. Unit Pelayanan Keuangan (UPK) Ikhtiar .................................... 32 4.1.3. Prosedur Operasi Standar ............................................................ 37 4.1.4. Unit Pelaksana Program Ikhtiar .................................................. 38 4.2. Evaluasi Efektivitas Metode dan Tahapan Program UPK Ikhtiar ............................................................................ 40 4.2.1 Mekanisme Penentuan Wilayah Sasaran Desa Ciaruteun ............................................................................ .40
4.2.2 Mekanisme Persiapan Sosial ....................................................... 4.2.3 Mekanisme Rekrutmen Anggota ................................................. 4.2.4 Mekanisme Pelayanan Pembiayaan ............................................ 4.2.5 Mekanisme Pertemuan Rutin ...................................................... 4.2.6 Mekanisme Pemantauan dan Evaluasi Program ......................... 4.3. Partisipasi Anggota dalam Mengikuti Program UPK Ikhtiar ............... 4.4. Strategi Efektifitas Pembiayaan Sistem Syariah ................................... 4.4.1 Analisis Fokus ............................................................................. 4.4.2 Analisis Faktor ............................................................................. 4.4.3 Analisis Aktor .............................................................................. 4.4.4 Analisis Tujuan ............................................................................ 4.4.5 Analisis Strategi ...........................................................................
44 46 47 50 52 53 57 59 61 63 64 66
V. KESIMPULAN DAN SARAN.................................................................... 69 1. Kesimpulan .............................................................................................. 69 2. Saran ........................................................................................................ 71 DAFTAR PUSTAKA ........................................................................................ 72 LAMPIRAN ....................................................................................................... 74
DAFTAR TABEL
No
Halaman
1. Jaringan kantor perbankan syariah bulan Januari – Maret 2005 ................... 2. Komposisi pembiayaan perbankan syariah (juta rupiah) .............................. 3. Pembiayaan BPRS Ri’fatul Ummah berdasarkan sektor usaha .................... 4. Pembiayaan BMT Tadbiirul Ummah berdasarkan sektor usaha ................... 5. Rekap data perkembangan keuangan UPK Ikhtiar ........................................ 6. Perbandingan antara pembiayaan sistem syariah dan konvensional ............. 7. Aspek-aspek yang mempengaruhi ketidakefektifan pembiayaan ................. 8. Hasil analisis level faktor terhadap efektifitas pembiayaan .......................... 9. Hasil analisis level aktor terhadap faktor ...................................................... 10. Hasil analisis level tujuan terhadap aktor ...................................................... 11. Hasil analisis level tujuan terhadap strategi ..................................................
2 3 4 4 5 14 17 60 61 63 64
DAFTAR GAMBAR
No
Halaman
1. Skema Musyarakah ....................................................................................... 2. Skema Mudharabah ...................................................................................... 3. Kerangka pemikiran operasional ................................................................... 4. Tahapan metode Analytical Hierarchy Process (AHP) ................................ 5. Lembaga penyandang dana UPK Ikhtiar ....................................................... 6. Manajemen dana UPK Ikhtiar ....................................................................... 7. Struktur organisasi UPK Ikhtiar .................................................................... 8. Mekanisme penentuan wilayah program UPK Ikhtiar .................................. 9. Skema transaksi penjualan sayuran di pasar ................................................. 10. Plafon pembiayaan upk ikhtiar desa ciaruteun (Des 2005-Mei 2006) ........... 11. Resiko atas pinjaman (Des 2005-Maret 2006) .............................................. 12. Skim pembiayaan UPK Ikhtiar (Des 2005-Mei 2006) .................................. 13. Jumlah pinjaman dan akad (Des 2005-Mei 2006) ......................................... 14. Data perkembangan tabungan (Tahun 2005 – Maret 2006) .......................... 15. Struktur AHP pada efektifitas pembiayaan UPK Ikhtiar .............................. 16. Prioritas petani pada efektifitas pembiayaan UPK Ikhtiar ............................ 17. Hasil analisis struktur proses hirarki analitik pada efektivitas pembiayaan UPK Ikhtiar ...............................................................................
11 12 22 28 31 33 36 38 40 45 47 52 53 54 56 57 65
DAFTAR LAMPIRAN
No
Halaman
1. Kuesioner penelitian ...................................................................................... 72 2. Profil pesponden ............................................................................................ 85 3. Kerangka kerja AHP ...................................................................................... 86 4. Matriks pendapat gabungan............................................................................ 91 5. Hasil pengolahan vertikal ............................................................................... 94 6. Data perkembangan keuangan UPK Ikhtiar desa ciaruteun .......................... 95 7. Data anggota UPK Ikhtiar di desa ciaruteun ................................................. 96 8. Laporan realisasi penyaluran wilayah ciaruteun per 31 Des 2005 ................. 97 9. Laporan realisasi penyaluran wilayah ciaruteun per 31 Januari 2006 ........... 98 10. Laporan realisasi penyaluran wilayah ciaruteun per 31 Februari 2006 ......... 99 11. Laporan realisasi penyaluran wilayah ciaruteun per 31 Maret 2006 ............. 100 12. Laporan realisasi penyaluran wilayah ciaruteun per 31 April 2006 .............. 102 13. Laporan realisasi penyaluran wilayah ciaruteun per 31 Mei 2006 ................ 103
I. PENDAHULUAN
1.1. Latar Belakang Pembiayaan sistem bagi hasil bank syariah di Indonesia mulai dikenal sejak Bank Muamalat Indonesia (BMI) didirikan pada tanggal 01 November 1991. Pada awalnya, keberadaan bank syariah belum mendapat perhatian dari masyarakat. Perangkat hukum tentang perbankan yaitu Undang-Undang (UU) No. 7 Tahun 1992 hanya membahas pembiayaan sistem bagi hasil secara sepintas yang sesuai dengan prinsip syariah. Jasa perbankan yang ditawarkan sesuai prinsip syariah khususnya berkaitan dengan pelarangan praktek riba, pelanggaran prinsip keadilan dalam bertransaksi, dan keharusan pembiayaan dan investasi pada kegiatan yang etis dan halal secara syariah. Perkembangan perbankan syariah cukup pesat ketika pemerintah dan Bank Indonesia (BI) memiliki komitmen untuk mengembangkan perbankan syariah. Bentuk komitmen tersebut dengan mengesahkan Undang-undang (UU) No. 10 Tahun 1998 tentang perbankan yang memberikan landasan hukum yang lebih kuat bagi keberadaan sistem perbankan syariah (Muhammad, 2005). Keberadaan UU No. 10 tersebut memberikan kepada industri perbankan untuk meningkatkan penawaran dengan cara membuka sejumlah bank-bank syariah baru. Sebab UU No. 10 tersebut menetapkan dual banking system yang memperbolehkan bank-bank konvensional untuk membuka cabang syariah atau mengkonversi diri menjadi bank syariah. Pesatnya perkembangan bank syariah juga diikuti oleh Baitul Mal wat Tamwil (BMT) sebagai koperasi syariah bagi masyarakat. Di mana BMT sebagai penyangga ekonomi masyarakat di level menengah dengan sistem syariah yang mensyaratkan nasabahnya menjadi anggota BMT. Sebab untuk menjangkau masyarakat yang memang belum mampu dalam ekonomi, mereka dapat langsung bergabung menjadi anggota BMT tersebut. Mereka dapat menjadi nasabah untuk melakukan transaksi ekonomi berdasarkan prinsip syariah. Selain itu, anggota juga sering dilibatkan dalam kegiatan
yang diadakan oleh pengurus BMT, sehingga dapat meningkatkan hubungan antara anggota dan pengurus BMT. Pertumbuhan
bank
syariah
sampai
tahun
2005
mengalami
perkembangan yang sangat signifikan. Pesatnya perbankan syariah ditandai dengan bertambahnya Bank Umum Syariah (BUS), Unit Usaha Syariah, dan Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS). Pada akhir bulan Juni 2004 jumlah Kantor pusat (KP) BUS sebanyak 2 unit, 83 unit kantor cabang (KC), 28 unit kantor cabang pembantu (KCP), dan 112 unit kantor kas (KK). Padahal sampai akhir bulan Maret tahun 2005, jumlah Kantor pusat (KP) BUS sebanyak 3 unit, 94 unit kantor cabang (KC), 45 unit kantor cabang pembantu (KCP), dan 133 unit kantor kas (KK) seperti yang diperlihatkan pada Tabel 1 di bawah ini. Tabel 1. Jaringan kantor perbankan syariah Bulan Januari – Maret 2005 Kelompok Bank Bank Umum Syariah (BUS) Unit Usaha Syariah (UUS) BPRS TOTAL
Jan-05 Feb-05 Mar-05 KP KC KCP KK KP KC KCP KK KP KC KCP KK 3 93 41 131 3 94 43 133 3 94 45 133 15 57 18 0 15 57 18 1 15 58 51 1 88 0 0 0 88 0 0 0 89 0 0 0 106 150 59 131 106 151 61 134 107 152 96 134
Sumber : Statistik Perbankan Syariah, Bank Indonesia (2005) Dari Tabel 1 di atas memperlihatkan bahwa jumlah masing-masing kantor bank syariah setiap bulan pada tahun 2005 mengalami peningkatan. Kantor Pusat (KP) pada bulan Januari 2005 berjumlah 106 unit menjadi 107 unit pada bulan Maret 2005, Kantor cabang (KC) pada bulan Januari 2005 berjumlah 150 unit menjadi 152 unit pada bulan Maret 2005. Begitu juga dengan Kantor Cabang Pembantu (KCP) dan Kantor Kas (KK) masingmasing naik 59 dan 131 bulan Januari 2005 menjadi 96 dan 134 pada bulan Maret 2005. Perkembangan yang pesat juga dapat dilihat dari penyaluran dana perbankan syariah. Dari sisi simpanan masyarakat, Dana Pihak Ketiga (DPK) pada akhir tahun 2000 berjumlah Rp 1,03 triliun dan pada akhir Juni tahun 2004 menjadi 8,48 triliun. Sedangkan dari sisi penyaluran dana atau pembiayaan yang diberikan pada akhir tahun 2000 berjumlah Rp 1,27 triliun
dan pada akhir Juni tahun 2004 telah menjadi Rp 8,12 triliun (Statistik Perbankan Syariah – BI, 2004). Namun demikian, jika dilihat lebih jauh lagi, khususnya terkait dengan pembiayaan sistem bagi hasil di bank syariah dengan prinsip mudharabah dan musyarakah, maka tampak bahwa komposisi pembiayaan bagi hasil dengan prinsip mudharabah dan musyarakah masih relatif rendah. Pada akhir Maret tahun 2004 komposisi pangsa (share) pembiayaan mudharabah dan musayarakah masing masing sebesar 16,03 persen dan 8,23 persen. Sedangkan pada akhir Februari tahun 2005 komposisi pangsa (share) pembiayaan mudharabah dan musayarakah masing masing sebesar 18,42 persen dan 11,80 persen. Hal ini menunjukkan bahwa komposisi pembiayaan sistem bagi hasil ini dari tahun 2004 mengalami kenaikan pada tahun 2005, tetapi pangsa komposisi pembiayaannya relatif masih rendah di bawah 20 persen. Untuk lebih jelasnya, komposisi pembiayaan perbankan syariah dapat diperlihatkan pada Tabel 2 di bawah ini. Tabel 2. Komposisi pembiayaan perbankan syariah (juta rupiah) Tahun 2004 Rincian Pembiayaan Yang Diberikan Mar Jun Sept Des 528.248 944.472 1.118.082 1.270.868 Nilai Pembiayaan Musyarakah
Pangsa (%)
Pembiayaan Nilai Pangsa Mudharabah (%)
Tahun 2005 Jan Feb 1.285.404
1.432.462
8,23
11,30
11,04
11,06
11,02
11,80
1.028.569
1.459.218
1.702.036
2.062.202
2.105.554
2.235.654
16,03
17,46
16,80
17,95
18,05
18,42
Sumber : Statistik Perbankan Syariah – BI (2005) Pangsa pembiayaan sistem bagi hasil bank syariah akan berdampak pada sektor riil, termasuk sektor agribisnis. Keinginan pengusaha sektor agribisnis terhadap pembiayaan sistem bagi hasil bank syariah masih relatif rendah. Hal ini terjadi pada Yayasan Pemberdayaan Dhu’afa dan Mustad’afin (Peramu) Bogor yang memiliki dan membina BPRS Ri’fatul Ummah (RU) serta tiga BMT yaitu : BMT Khidmatul Ummah (KU), BMT Wihdatul Ummah (WU) dan BMT Tadbiirul Ummah (TbU). Dalam laporan keuangan tahun 2005 masing-masing lembaga tersebut menyatakan bahwa pembiayaan sistem syariah untuk sektor agribisnis sangat rendah. Pada tahun 2005, pembiayaan sistem bagi hasil BPRS RU untuk sektor agribisnis
adalah sebesar 0 persen dari jumlah pembiayaan yang diberikan sampai dengan Desember 2005 seluruhnya sebesar Rp 3.476.640.000, sedangkan untuk perdagangan, jasa dan konsumsi masing-masing 73,28 persen, 5,99 persen, dan 20,73 persen. Seperti yang diperlihatkan dalam Tabel 3 di bawah ini. Tabel 3. Pembiayaan BPRS Ri’fatul Ummah berdasarkan sektor usaha Jenis Realisasi s.d Des 04 Persentase (%) Penggunaan (Rp 000) Perdagangan 2.547.603 73,28 Pertanian 0 0 Industri 0 0 Jasa 208.438 5,99 Konsumsi 720.559 20,73 Jumlah 3.476.640 100 Sumber : Laporan Keuangan BPRS RU Tahun 2005 Pembiayaan sistem syariah di BMT juga relatif sangat rendah. Laporan keuangan tahun 2005 BMT TbU menyatakan bahwa untuk pembiayaan berdasarkan sektor usaha yang paling rendah adalah peternakan dan pertanian masing-masing 0,003 persen dan 2,209 persen. Sedangkan untuk pembiayaan yang paling besar adalah untuk sektor perdagangan dan jasa masing-masing sebesar 61 persen dan 24 persen. Hal ini dapat dilihat pada Tabel 4 dibawah ini. Tabel 4. Pembiayaan BMT Tadbiirul Ummah berdasarkan sektor usaha Jenis Penggunaan Nominal (RP) Persentase (%) Perdagangan 1.774.527.000 Jasa 693.585.000 Lain-lain 211.120.500 Home Industri 164.910.000 Pertanian 64.480.000 Peternakan 10.000.000 Jumlah 2.918.623.000 Sumber : Laporan Keuangan BMT TbU Tahun 2005
60,800 23,764 7,233 5,650 2,209 0,003 100persen
Alasan utama rendahnya pembiayaan sistem syariah di BPRS RU dan BMT TU disebabkan oleh tingkat pemahaman pengusaha agribisnis tentang penerapan pembiayaan sistem syariah masih rendah. Ashari dan Saptana (2005) menyatakan bahwa pengembangan lembaga pembiayaan sistem
syariah dengan prinsip mudharabah dan musyarakah sebagai lembaga alternatif dalam pembiayaan sektor agribisnis merupakan alternatif yang strategis, karena secara konseptual relevan dengan sektor agribisnis. Alasannya adalah pembiayaan sistem bagi hasil berbasis syariah memiliki ciri bebas bunga, berprinsip bagi hasil dan risiko, serta perhitungan bagi hasil dilakukan setelah periode transaksi. Yayasan Peramu sebagai lembaga yang memiliki dan membina BPRS RU dan BMT WU, BMT KU dan BMT TU melakukan program keuangan mikro (micro finance) yang langsung kepada masyarakat pedesaan. Hal ini untuk mengatasi fenomena yang terjadi pada rendahnya pembiayaan sistem syariah yang merupakan permasalahan penting untuk dibahas dan dicari solusinya. Program yang dilakukan adalah Unit Pelayanan Keuangan (UPK) Ikhtiar yang di mulai sejak tahun 1999 yang nasabahnya merupakan masyarakat pedesaan yang cenderung bekerja pada sektor agribisnis dan langsung tercatat sebagai anggotanya. Dalam Laporan Keuangan Triwulan I Tahun 2006, pembiayaan UPK Ikhtiar yang disalurkan dari tahun 2003 sebesar Rp 725.986.000 meningkat menjadi Rp 2.436.736.000 di bulan Maret 2006 dengan jumlah anggota masing-masing 1.377 orang meningkat menjadi 2.481 orang seperti yang diperlihatkan pada Tabel 5 di bawah ini. Tabel 5. Rekap Data Perkembangan Keuangan UPK Ikhtiar Keterangan Tahun Tahun Tahun Maret 2003 2004 2005 2006 Majelis 79 98 146 172 Anggota (orang) 1.377 1.851 2.360 2.481 Penyaluran dana sampai dengan (ribu rupiah) 725.986 1.307.236 2.181.986 2.436.736 Sumber : Laporan Keuangan UPK Ikhtiar Triwulan I Tahun 2006 Program UPK Ikhtiar merupakan program yang digunakan untuk mengatasi belum efektifnya pembiayaan yang dilakukan oleh BPRS RU dan BMT TU, BMT TU dan BMT WU pada sektor riil, terutama sektor agribisnis. Padahal untuk melihat suatu efektivitas pembiayaan syariah adalah dengan melihat sejauh mana pembiayaan yang disalurkan kepada masyarakat dengan efektif. Untuk itu, kebijakan Program UPK Ikhtiar
dalam meningkatkan pembiayaan sistem syariah menjadi latar belakang untuk dianalisis efektivitas penerapannya di lapangan, faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi efektivitas pembiayaan sehingga perlu mencari strategi yang tepat untuk meningkatkan pembiayaan sistem syariah BPRS RU, BMT WU, BMT KU, BMT Tbu terhadap petani agribisnis melalui program UPK Ikhtiar. 1.2. Perumusan Masalah Perkembangan lembaga keuangan syariah tidak terlepas dari kondisi sektor riil, khususnya sektor agribisnis. Sektor pertanian (agribisnis) menjadi salah satu sektor yang mampu menghidupkan lembaga keuangan syariah, baik itu bank syariah, BMT maupun unit-unit syariah lainnya serta menjadi tujuan utama pembiayaan sistem syariah. Hal ini mengingat bahwa Indonesia sebagai negara agraris, dimana sektor agribisnis mampu memberikan nilai tambah yang cukup besar terhadap nilai Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia sekitar 24 persen dan juga mampu menyediakan lapangan pekerjaan sebanyak 55 persen di pedesaan (Soekartawi, 2002). Sehingga sangat tepat pola pengelolaan investasi untuk sektor agribisnis yang penuh dengan risiko (produksi maupun jatuhnya harga) dilakukan melalui pembiayaan sistem bagi hasil (profit and loss sharing), baik menggunakan prinsip mudharabah maupun musyarakah. Implementasi prinsip mudharabah maupun musyarakah di sektor agribisnis dapat dilakukan dengan kemitraan usaha. Pola kemitraan yang dekat dengan mudharabah maupun musyarakah adalah model contract farming yang telah dikembangkan dalam bentuk Perusahaan Inti Rakyat (PIR) serta kerja sama operasional agribisnis (Deptan, 1997). Begitu juga dengan pola kemitraan yang dilakukan oleh Yayasan Peramu yang memiliki dan membina BPRS RU, BMT WU, BMT TbU dan BMT KU adalah dengan program UPK Ikhtiar yang memang langsung melakukan transaksi syariah ke pedesaan. Dengan pola kemitraan tersebut, penyaluran dana akan lancar melalui pembiayaan sistem syariah kepada petani agribisnis sayuran sehingga memungkinkan percepatan perputaran arus kas pada sektor agribisnis di pedesaan.
Program UPK Ikhtiar ini memiliki beberapa faktor dalam menunjang efektivitas pembiayaan sistem syariah. Pertama, tabungan anggota. Hal ini merupakan salah cara UPK Ikhtiar untuk menghimpun Dana Pihak Ketiga (DPK) dari anggota yang akan diputar kembali untuk dipinjamkan kepada para petani agribisnis yang ingin meminjam. Kedua, pembayaran pinjaman. Hal ini merupakan faktor penting di mana petani agribisnis mampu mengembalikan pembiayaan dengan cara mengangsur melalui pertemuan rutin setiap minggu. Ketiga, kesejahteraan rumah tangga petani. Faktor ini sangat mempengaruhi efektivitas pembiayaan, sebab dengan memberikan pinjaman untuk modal usaha pertanian, petani mampu menghidupi keluarganya dalam hal pendidikan, kesehatan dan kebutuhan sehari-hari. Keempat, pemberdayaan agribisnis. Hal ini terkait dengan sejauh mana UPK
Ikhtiar
mampu
membina
para
petani
dengan
melakukan
pendampingan agribisnis, sehingga mampu meningkatkan pemahaman petani dalam melakukan kegiatan agribisnis. Dalam prakteknya, penerapan UPK Ikhtiar sebagai program di sektor agribisnis perlu dikaji efektivitas pembiayaannya. Selain pelayanan pembiayaan, UPK Ikhtiar juga melakukan pelayanan simpanan (tabungan) bagi masyarakat yang ingin menabung dengan sistem syariah. Sebab tabungan juga menjadi salah satu faktor pendukung untuk menjamin keseriusan petani dalam meminjam uang dari UPK Ikhtiar. Kemudian, bagaimana tingkat kesejahteraan rumah tangga petani ketika mereka aktif menjadi anggota UPK Ikhtiar, karena ini menjadi ukuran apakah pembiayaan sistem syariah itu cukup efektif pada keluarga petani. Begitu juga dengan pendampingan petani melalui penyuluhan dan pemberdayaan kegiatan agribisnis yang menjadi usaha mereka dalam memenuhi kebutuhan hidup keluarganya. Sehingga masalah yang diangkat dalam penelitian ini adalah sejauh mana efektivitas pembiayaan sistem syariah melalui UPK Ikhtiar yang akan berdampak pada petani agribisnis khususnya di Desa Ciaruteun.
Dari penjelasan tersebut di atas dapat dirumuskan permasalahannya sebagai berikut : 1.
Apakah penerapan pembiayaan sistem syariah UPK Ikhtiar dapat efektif terhadap petani agribisnis sayuran di Desa Ciaruteun Ilir?
2.
Apakah partisipasi anggota dalam mengikuti program UPK Ikhtiar dapat mempengaruhi peningkatan pembayaran angsuran dan jumlah tabungan petani agribisnis di Desa Ciariteun Ilir ?
3.
Strategi apa yang efektif dalam meningkatkan pembiayaan sistem syariah UPK Ikhtiar terhadap petani agribisnis di Desa Ciaruteun Ilir?
1.3. Tujuan Penelitian 1.3.1. Tujuan Umum Penelitian Tujuan umum peneltian ini adalah untuk mengetahui efektivitas pembiayaan sistem syariah melalui program UPK Ikhtiar terhadap petani agribisnis di Desa Ciaruteun Ilir Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor. 1.3.2. Tujuan Khusus Penelitian 1.
Mengevaluasi penerapan efektivitas pembiayaan sistem syariah UPK Ikhtiar terhadap petani agribisnis di Desa Ciaruteun Ilir.
2.
Mengidentifikasi partisipasi anggota dalam mengikuti program UPK Ikhtiar dalam mempengaruhi peningkatan pembayaran angsuran dan jumlah tabungan petani agribisnis di Desa Ciaruteun Ilir.
3.
Menganalisis dan merekomendasikan strategi yang tepat dalam meningkatkan efektivitas pembiayaan sistem syariah UPK Ikhtiar terhadap petani agribisnis di Desa Ciaruteun Ilir.
1.4. Manfaat Penelitian Penelitian ini akan banyak berguna bagi masyarakat, khususnya para akademisi, baik dosen maupun mahasiswa yang senang terhadap kajian perkembangan ekonomi syariah di Indonesia. Berikut akan dijelaskan manfaat penelitian ini :
1.
Para Akademisi Penelitian ini sangat berguna bagi para akademisi seperti dosen dan mahasiswa yang memang menjadi salah satu sistem ekonomi alternatif. Hasil penelitian ini sangat cocok diterapkan pada sektor rill terutama pertanian yang dapat mengubah paradigma akademisi tentang sistem ekonomi syariah yang hanya sebatas pada dunia perbankan saja, sehingga diharapkan banyak para akademisi yang melakukan penelitian ekonomi syariah khususnya pada sektor agribisnis.
2.
Para Peneliti Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Hasil penelitian ini sangat berguna bagi LSM yang memang memiliki
program
pendampingan
kepada
masyarakat
miskin.
Bagaimana membangun kekuatan kelompok di dalam masyarakat sehingga terjadi suatu kohesifitas sosial dengan anggota kelompok yang lain melalui program pelayanan keuangan mikro berbasis pengembangan kelompok 3.
Para Pengamat dan Praktisi Ekonomi Syariah Bagi para pengamat dan praktisi, hasil penelitian ini akan berguna untuk menerapkan sistem pembiayaan dengan sistem pendampingan. Hal ini cukup efektif dilakukan dan banyak manfaat bagi lembaga yang menyalurkan pembiayaan kepada masyarakat karena akan mengurangi dari tingginya tingkat kredit macet (non performing loans-NPL).
II.
TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Sistem Pembiayaan Syariah Menurut
Muhammad
(2005)
pembiayaan
(financing)
adalah
pendanaan yang diberikan oleh suatu pihak kepada pihak lain untuk mendukung investasi yang telah direncanakan, baik dilakukan sendiri maupun lembaga. Dengan kata lain, pembiayaan merupakan pendanaan yang dikeluarkan untuk mendukung investasi yang telah direncanakan. Lembaga keuangan syariah dalam menggunakan kata pinjaman tidak menyebutkan kredit, melainkan pembiayaan. Dalam kaitannya dengan lembaga keuangan syariah, jenis pembiayaan dibagi menjadi aktiva produktif dan aktiva tidak produktif (Muhammad, 2005), yang masing-masing dapat disebutkan sebagai berikut : 1.
Jenis aktiva produktif. a.
Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil (Mudharabah dan Musyarakah)
b.
Pembiayaan dengan prinsip jual–beli (Mutabahah, Salam dan Istishna)
c.
Pembiayaan dengan prinsip sewa (Ijarah, Ijarah Muntahiya Biltamlik/Wa iqtina)
2.
d.
Surat berharga syariah
e.
Penempatan
f.
Penyertaan modal
g.
Penyertaan modal sementara
h.
Transaksi Rekening Administratif
i.
Sertifikat Wadiah Bank Indonesia (SWBI)
Jenis aktiva tidak produktif. Jenis aktiva tidak produktif yang berkaitan dengan aktivitas pembiayaan adalah berbentuk pinjaman yang disebut dengan pinjaman Qardh.
Secara umum prinsip bagi hasil dalam lembaga keuangan syariah dapat dilakukan dengan empat akad utama, yaitu : Musyarakah, Mudharabah, Muzara’ah dan Musqah (Zulkifli, 2003). Namun yang banyak dipakai lembaga keuangan syariah adalah Musyarakah dan Mudharabah, karena kedua akad produk tersebut tergolong sebagai kontrak bagi hasil. Berikut akan dijelaskan kedua akad produk bank syariah tersebut. 1.
Musyarakah Menurut Zulkifli (2003) Musyarakah adalah akad kerja sama atau percampuran antara dua pihak atau lebih untuk melakukan suatu usaha tertentu yang halal dan produktif dengan kesepakatan bahwa keuntungan akan dibagikan sesuai nisbah yang disepakati dan resiko akan ditanggung sesuai porsi kerja sama. Dua pengusaha yang saling bekerja sama dengan menyumbangkan dananya masing-masing sebagai modal usaha. Kemudian hasil keuntungan pendapatan dari usaha tersebut akan akan dibagi sesuai dengan perjanjian yang telah disepakati. Jika usaha tersebut mengalami kerugian, maka akan ditanggung secara bersama-sama. Contoh usaha yang dapat dibiayai oleh musyarakah seperti jenis usaha Perseroan Terbatas (PT), CV, dan koperasi yang skemanya terlihat pada Gambar 1 dibawah ini. PENGUSAHA I
PENGUSAHA II
DANA X
DANA X
USAHA
LABA/RUGI
BAGI HASIL
Gambar 1. Skema Musyarakah (Zulkifli, 2003)
Menurut Biro Perbankan Syariah Bank Indonesia (BPS-BI, 2001) menyatakan bahwa secara spesifik bentuk kontribusi dari pihak yang bekerja sama dapat berupa dana, barang perdagangan, kewiraswastaan, keahlian, kepemilikan, peralatan dan barang-barang lainnya yang dapat dinilai dengan uang. Semua modal tersebut disatukan untuk dikelola secara bersama-sama, dan setiap pemodal memiliki hak untuk turut serta dalam menentukan kebijakan usaha yang dijalankan. 2.
Mudharabah Menurut Muhammad (2005) pengertian Mudharabah adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (sohibul maal) menyediakan seluruh (100%) modal, sedangkan pihak lainnya sebagai pengelola (mudharib). Keuntungan usaha dibagi menurut kesepakatan yang dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian si pengelola. Menurut Ashari dan Saptana (2005) menyatakan bahwa keuntungan yang diperoleh dalam kerja sama ini (mudharabah) dibagi menurut kesepakatan yang telah dituangkan dalam kontrak. Risiko kerugian ditanggung sepenuhnya oleh pemilik modal, kecuali kerugian
ditimbulkan
akibat
kelalaian
pengelola
seperti
penyelewengan, penyalahgunaan, atau bentuk kecurangan lainnya. Jika demikian, maka kerugian ditanggung oleh pengelola modal (mudharib). Kerja sama antara pemilik modal dengan pengelola saling mendukung antara satu sama lain. Pengusaha I memiliki kemampuan untuk mengelola usaha dan pengusaha II memberikan modal untuk usaha tersebut. Akad yang disepakati tergantung pembagian persentase berdasarkan perjanjian dalam hal pembagian hasil. jika usaha tersebut mendapatkan keuntungan, maka akan dibagi sesuai dengan porsinya masing-masing. Jika mengalami kerugian, maka akan ditanggung secara bersama-sama seperti diperlihatkan pada Gambar 2.
PENGUSAHA I
PENGUSAHA II
PROFESIONALISME
MODAL 100 %
USAHA
LABA/RUGI
BAGI HASIL
Gambar 2. Skema Mudharabah (Zulkifli, 2003) Adapun ketentuan BPS-BI (2001) tentang Mudharabah adalah sebagai berikut : a.
Jumlah modal yang diserahkan kepada nasabah selalu pengelola modal harus diserahkan tunai dan dapat berupa uang atau batang yang dinyatakan nilainya dalam satuan uang. Apabila modal diserahkan secara bertahap, harus jelas tahapannya dan disepakati bersama.
b.
Hasil
pengelolaan
modal
pembiayaan
Mudharabah
dapat
diperhitungkan dengan dua cara :
c.
1
Perhitungan dari pendapatan proyek (revenue sharing)
2
Perhitungan dari keuntungan proyek (profit sharing)
Hasil usaha dibagi sesuai dengan persetujuan dalam akad, pada setiap bulan atau waktu yang disepakati. Bank selaku pemilik modal menanggung
seluruh
kerugian
kecuali
akibat
kelalaian
dan
penyimpangan pihak nasabah, seperti penyelewengan, kecurangan dan penyalahgunaan dana. d.
Bank berhak melakukakan pengawasan terhadap pekerjaan nasabah, namun tidak berhak mencampuri urusan/usaha nasabah. Jika nasabah cedera janji dengan sengaja, misalnya tidak mau membayar kewajiban, maka dapan dikenakan sanksi administrasi.
Pembiayaan dengan prinsip bagi hasil pada lembaga keungan sering disebut dengan transaksi Natural Uncertainty Contract (NUC). Menurut Zulkifli (2003) transaksi Natural Uncertainty Contract (NUC) adalah suatu jenis kontrak transaksi dalalm bisnis yang tidak memiliki kepastian atas keuntungan dan pendapatan, baik dari segi jumlah maupun penyerahannya. Hal ini disebabkan karena transaksi ini sangat terkait dengan kondisi di masa yang akan datang, yang tidak dapat ditentukan. Untuk mengatasi ketidakpastian dalam tarnsaksi NUC, maka dua pihak atau lebih saling mencampurkan asetnya (baik real asset maupun financial
asset)
menjadi
satu
kesatuan
untuk
mengatasi
resiko
ketidakpastian usaha, proses percampuran ini lazim disebut dengan syirkah (Zulkifli, 2003). Menurut Antonio dalam Irvansyah (2005) menyatakan bahwa perbedaan antara pemberian pembiayaan sistem syariah dengan sistem konvensional adalah seperti yang diperlihatkan pada Tabel 6 berikut ini. No 1
2 3
Tabel 6. Perbandingan pembiayaan sistem syariah dengan konvensional Pembiayaan Sistem Syari’ah Pembiayaan Sistem Konvensional Penentuan besarnya rasio bagi hasil dibuat pada waktu akad dengan berpedoman pada kemungkinan untung rugi. Besarnya rasio bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh. Bagi hasil tergantung pada keuntungan proyek yang dijalankan, sekiranya itu tidak mendapatkan keuntungan, maka kerugian akan ditanggung bersama oleh kedua belah pihak. Jumlah pembagian laba meningkat sesuai dengan peningkatan jumlah pendapatan
Penentuan bunga dibuat pada waktu akad dengan asumsi harus selalu untung. Besarnya persentase berdasarkan pada jumlah uang yang dipinjamkan. Pembayaran bunga tetap seperti yang dijanjikan tanpa pertimbangan apakan proyek yang dijalankan oleh pihak nasabah untung atau rugi.
Jumlah pembayaran bunga tidak meningkatkan sekalipun jumlah keuntungan berlipat ganda atau keadaan ekonomi sedang booming. 5 Tidak ada yang meragukan keabsahan Eksistensi bunga diragukan keuntungan bagi hasil (setidaknya dikecam bahkan diancam) oleh semua agama, terutama islam. Sumber : Antonio dalam Irvansyah (2005) 4
Tabel 6 menjelaskan bahwa perbedaaan pembiayaan sistem syariah dengan sistem konvensional telihat jelas pada pembagian bagi hasil. Pembiayaan sistem syariah yang berpedoman pada kemungkinan untung rugi akan melihat lebih jauh prospek dari usaha yang dijalankan tersebut. Hal ini dapat mengukur besarnya rasio bagi hasil berdasarkan pada jumlah keuntungan yang diperoleh sehingga ada unsur keadilan antara kedua belah pihak. Tidak seperti pembiayaan sistem konvensional yang menentukan bunga sebagai ukuran pembagian keuntungan tanpa melihat untung dan rugi, Tetapi melihat besarnya persentase berdasarkan pada jumlah uang yang dipinjamkan. 2.2. Pembiayaan Sistem Bagi Hasil Bank Syariah Terhadap Usaha Sektor Agribisnis Indonesia sebagai negara agraris memiliki peran yang sangat strategis dalam
pembagunan
sektor
agribisnis.
Sebagian
besar
masyarakat
menganggap bahwa sektor agribisnis menjadi andalan mata pencaharian mereka, sebab sektor ini mampu menjadi penyangga perekonomian bangsa Indonesia. Untuk itu, sektor agribisnis memiliki peluang yang sangat besar apabila menjadi perhatian semua pihak, khususnya dunia lembaga keuangan syariah. Sektor agribisnis yang penuh dengan resiko yang menyebabkan rendahnya minat lembaga perkreditan untuk mendanai sektor ini. Sehingga pembiayaan sistem bagi hasil lembaga keuangan syariah menjadi alternatif pendanaan untuk sektor agribisnis. Menurut Ashari dan Saptana (2005) menyatakan bahwa beberapa hal yang melandasi prospek pembiayaan sistem bagi hasil lembaga keuangan syariah untuk sektor agribisnis adalah sebagai berikut : a.
Karakteristik pembiayaan syariah sesuai dengan kondisi bisnis pertanian.
b.
Skim pembiayaan syariah sudah dipraktekkan secara luas oleh petani di Indonesia.
c.
Luasnya cakupan usaha di sektor pertanian.
d.
Produk pembiayaan syariah cukup beragam.
e.
Tingkat kepatuhan petani yang menghormati aturan keagamaan.
f.
Komitmen lembaga keuangan syariah untuk Usaha Kecil dan Menengah (UKM) karena usaha di sektor pertanian merupakan bisnis pada sektor riil.
2.3. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Efektivitas Pembiayaan Sistem Syariah. Efektivitas pembiayaan sistem syariah dengan prinsip mudharabah maupun musyarakah tercermin dari pemilik modal dan pengelola modal (nasabah) itu sendiri. Menurut Admiral dalam Hidayat (2005) menyatakan bahwa efektivitas pembiayaan dari sisi pengelola modal (nasabah) berdasarkan beberapa parameter, yaitu : a.
Prosedur pembiayaan yang menunjukkan kemudahan bagi calon nasabah untuk memahaminya.
b.
Persyaratan
pembiayaan
yang
menunjukkan
kesanggupan
/
kemudahan bagi calon nasabah pembiayaan untuk memenuhinya, termasuk ada atau tidak adanya jaminan. c.
Waktu pencairan / atau realisasi yang menunjukkan kecepatan bank syariah untuk mewujudkan pembiayaan yang diajukan.
d.
Lokasi bank yang menunjukkan kemudahan bagi nasabah untuk mengakses sumber permodalan yang disediakan.
e.
Dampak
pembiayaan
yang
menunjukkan
tingkat
kemantapan
pembiayaan. Jika dilihat dari sisi pengelola modal, efektivitas pembiayaan bagi hasil dengan prinsip mudharabah dan musyarakah adalah dapat diukur melalui penyaluran dana. Hal ini terkait dengan seejauh mana pihak pemilik modal menyalurkan pembiayaan dengan sistem syariah, artinya semakin banyak dana yang disalurkan, maka pembiayaan sistem syariah tersebut semakin efektif. Efektivitas pembiayaan menurut Hamid dalam Hidayat (2005) dapat diukur dengan cara melihat kemantapan prosedur pembiayaan berdasarkan faktor-faktor sebagai berikut : a.
Jumlah nasabah yang menunjukkan bahwa sistem pembiayaan dapat diterima dan mampu menjangkau secara luas.
b.
Keragaman mata pencaharian nasabah yang menunjukkan fleksibilitas prosedur pembiayaan yang dijalankan.
c.
Frekuensi pinjaman nasabah, sebagai tingkat keseringan nasabah dalam mengambil pembiayaan.
d.
Frekuensi tunggakan, sebagai tingkat keseringan nasabah dalam menunggak pembayaran dalam suatu proses peminjaman.
e.
Pelayanan pembiayaan, sejauh mana tingkat pelayanan yang dilakukan, mulai dari pengajuan pembiayaan sampai realisasi pembiayaan.
Jika dilihat dari segi ketidakefektifannya, menurut Yumanita (Juni, 2005) bahwa beberapa pakar telah mengidentifikasi sumber-sumber penyebab tidak efektifnya pembiayaan sistem syariah dapat dilihat dari empat aspek, yaitu ; 1) internal lembaga keuangan syariah, 2) Nasabah, 3) Regulasi dan 4) Pemerintah dan institusi lain. Dengan rincian yang diperlihatkan pada Tabel 7 sebagai berikut. Tabel 7. Aspek-aspek yang Mempengaruhi Ketidakefektifan Pembiayaan Sistem Syariah Aspek Masalah Utama 1. Internal lembaga a. Kualitas sumber daya insani (SDI) yang belum keuangan Syariah memadai untuk menangani, memproses, memonitor, menyelia dan mengaudit beberapa proyek syariah. b. Lembaga Keuangan syariah belum dapat menanggung resiko besar, karena belum memiliki bentuk keahlian yang dibutuhkan untuk memproses, memonitor, menyelia bagi hasil. c. Kompetisi ketat dengan bank konvensional memaksa bank syariah harus menyediakan pembiayaan alternatif yang beresiko lebih kecil. d. Tidak dapat membiayai proyek jangka panjang, karena rumit dan makan waktu dari sisi prosedur, kurangnya pengalaman dan keahlan SDI, dan kurangnya penggunaan dana akibat modal tertanam untuk jangka waktu lama. e. Tidak dapat membiayai usaha kecil, karena tidak adanya personal guatantee maupun collateral.
2. Nasabah
3. Regulasi
4. Pemerintah
a. Sebagian nasabah penyimpan/peminjam bersifat risk averse, karena belum terbiasa dengan kemungkinan rugi dan sudah terbiasa dengan sistem bunga. b. Moral hazard, karena pengusaha enggan menyampaikan laporan keuangan/laba yang sebenarya untuk menghindar pajak dan untuk menyembunyikan keuntungan yang sebenarnya. c. Permintaan pembiayaan masih kecil dari nasabah. a. Kurangnya dukungan dari regulator, karena tidak melakukan inesiatif-inesiatif untuk mengadakan perubahan-perubahan peraturan dan institusional yang diperlukan untuk mendukung bekerjanya sistem perbankan dengan baik. b. Tidak adanya institusi pendukung untuk mendorong penggunaan bagi hasil. c. Tidak adanya prosedur operasional yang seragam. a. Tidak ada kebijakan pendukung yang mendorong penggunaan pembiayaan bagi hasil untuk proyekproyek pemerintah. b. Perlakuan pajak yang tidak adil, yang memperlakukan keuntungan sebagai objek pajak sedangkan bunga bebas dari pajak. c. Pasar sekunder instrumen keuangan syariah belum ada, sehingga menyulitkan bank untuk menyalurkan atau mendapatkan akses likuiditas.
Sumber : Yumanita (2005) 2.4. Hasil Penelitian Terdahulu Hidayat (2005) menyatakan bahwa manfaat pembiayaan pada BMT Koppontren Hubbul Wathon adalah prosedur pembiayaan yang sederhana, kemudahan dalam persyaratannya dengan tidak ada jaminan, realisasinya relatif cepat, kecilnya biaya administrasi, pelayanan petugas yang ramah dan tidak kaku dalam berhubungan,lokasi BMT yang dekat, dan yang terpenting yaitu sebagian besar nasabah merasakan dampak positif atas pembiayaan yang diberikan oleh BMT. Efektivitas pembiayaan pada BMT Koppontren Hubbul Wathon dapat lebih ditingkatkan dengan cara meningkatkan pengawasan dan pembinaan terhadap usaha para nasabah. Kemudian faktorfaktor yang mempengaruhi jumlah pengammbilan pembiayaan oleh nasabah yaitu faktor besarnya tunggakan dan jangka waktu angsuran pada koefisien keyakinan 90 persen. Sedangkan faktor pendapatan usaha keluarga dan jumlah tanggungan keluarga berpengaruh pada jumlah pembiayaan yang
diambil pada koefisien keyakinan 85 persen. Diantara faktor-faktor tersebut, faktor jangka waktu angsuran memiliki tingkat elastisitas tertinggi. Imran (2004) menyatakan bahwa kajian pemanfatan pembiayaan system syariah pada komunitas petani ikan Gurame di Desa Petir Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor belum bisa dioptimalkan dengan sebaik-baiknya. Alasan ini disebabkan oleh tingkat pemahaman petani untuk menerima informasi tentang pembiayaan syariah dan prosedur pembiayaan yang cukup rumit yang dirasakan oleh petani ikan Gurame. Kemudian yang lebih penting adalah rendahnya mobilitas petani dalam mengunjungi lembaga keuangan syariah yang ada di Kabupaten Bogor. Hal ini disebabkan oleh rendahnya upaya pihak lembaga keuangan syariah dalam mensosialisasikan dan mempromosikan pembiayaan syariah kepada petani ikna Gurame di Desa Petir Kecamatan Dramaga Kabupaten Bogor.
III. METODOLOGI PENELITIAN
3.1. Kerangka Pemikiran. Lembaga keuangan syariah merupakan lembaga yang usaha pokoknya memberikan pembiayaan dan jasa-jasa lainnya dalam lalu lintas pembayaran serta peredaran uang yang pengoperasiannya disesuaikan dengan dengan prinsip syariat (Muhammad, 2005). Pengoperasian lembaga keuangan syariah tidak mengandalkan pada bunga bank dan menjauhkan dari unsur riba, tetapi menerapkan sistem bagi hasil serta mengembangkan produknya yaitu pembiayaan dengan sistem bagi hasil. BPRS RU, BMT KU, BMT WU dan BMT Tbu merupakan lembaga keuangan
syariah
yang
pengoperasiannya
memberikan
pelayanan
pembiayaan. BPRS RU memberikan pelayanan pembiayaan untuk usaha yang relatif besar di atas Rp 10.000.000 sedangkan BMT WU, BMT KU dan BMT TbU merupakan lembaga koperasi syariah yang memberikan pelayanan pembiayaan kepada anggotanya untuk skala usaha yang relatif sedang antara Rp 1.000.000 sampai Rp 10.000.000 untuk semua sektor. Keempat lembaga keuangan tersebut beroperasi sesuai dengan prinsip syariah, yaitu lebih mengutamakan keadilan dan kesetaraan dalam menerapkan instrumen pembiayaan syariah (mudharabah dan musyarakah). Pembiayaan sistem bagi hasil dengan prinsip mudharabah dan musyarakah merupakan core product
lembaga keuangan syariah yang
bebas dari mekanisme bunga. Dalam penerapannya di lapangan, salah satu contoh di daerah jawa tengah dan DI Yogyakarta sebanyak 47,27 persen masyarakat menyatakan bunga bank adalah haram, 20,47 persen halal, dan 31,06persen subhat (BPS – BI, 2005). Persepsi masyarakat yang menyatakan bunga haram mengakibatkan banyak petani agribisnis menginginkan untuk mendapatkan pendanaan dari bank syariah. Menurut Muhammad (2005) menyatakan bahwa unsur-unsur perjanjian mudharabah yaitu ; 1) Ijab Qobul, 2) Adanya dua pihak (Pemilik dana dan pengusaha), 3) Adanya modal, 4) Adanya usaha, 5) Adanya keuntungan.
Produk pembiayaan dengan sistem syariah diantaranya adalah produk pembiayaan mudharabah dan musyarakah. Pembiayaan sistem bagi hasil dengan prinsip mudharabah menurut Muhammad (2005) adalah akad kerja sama usaha antara dua pihak dimana pihak pertama (sohibul maal) menyediakan seluruh modal, sedangkan pihak lainnya sebagai pengelola (mudharib).
Keuntungan
usaha
dibagi
menurut
kesepakatan
yang
dituangkan dalam kontrak, sedangkan apabila rugi ditanggung oleh pemilik modal selama kerugian itu bukan akibat kelalaian si pengelola. Sedangkan pembiayaan sistem bagi hasil dengan prinsip musyarakah menurut Zulkifli (2003) adalah akad kerja sama atau percampuran antara dua pihak atau lebih untuk melakukan suatu usaha tertentu yang halal dan produktif dengan kesepakatan bahwa keuntungan akan dibagikan sesuai nisbah yang disepakati dan risiko akan ditanggung sesuai porsi kerja sama. Kegiatan sektor agribisnis dengan berbagai jenis usaha yang sangat luas memungkinkan memakai produk pembiayaan sistem bagi hasil lembaga keuangan syariah dengan prinsip musyarakah. Namun demikian, jika dilihat lebih jauh lagi, pembiayaan sistem bagi hasil lembaga keuangan syariah perlu dievaluasi penerapannya di lapangan. Sebab ada indikasi komposisi persentase pembiayaan sistem bagi hasil syariah relatif rendah untuk sektor agribisnis. Hal ini tampak pada nilai pangsa pembiayaan mudharabah dan musyarakah pada akhir Februari tahun 2005 komposisi pangsa (share) pembiayaan mudharabah dan musyarakah masing masing sebesar 18,42 persen dan 11,80 persen (Statistik Perbankan Syariah – BI, 2005). Hal ini menunjukkan bahwa komposisi pembiayaan sistem bagi hasil bank syariah relatif masih rendah di bawah 20 persen. Begitu juga dengan rendahnya pembiayaan sektor agribisnis pada BPRS RU, BMT WU, BMT KU dan BMT TbU juga rendah. Pada pembiayaan sektor agribisnis di keempat lembaga keuangan tersebut nilai persentasenya antara 0 persen sampai 2,2 persen yang mengindikasikan masih rendahnya pembiayaan yang diberikan untuk usaha pertanian kepada petani di desa. Padahal jika diperhatikan lebih jauh lagi, keempat lembaga keuangan tersebut beroperasi di wilayah Bogor yang memang sangat cocok
untuk usaha pertanian. Sehingga dapat dibayangkan bahwa jika keempat lembaga keuangan tersebut mampu memberikan pelayanan pembiayaan kepada para petani di wilayah bogor, maka pembiayaan sektor agribisnis akan meningkat dengan menjangkau desa-desa yang potensial untuk diberikan pembiayaan. Melihat kondisi objektif di atas, maka komposisi pembiayaan sistem bagi hasil dengan prinsip mudharabah maupun musyarakah belum mengalami pertumbuhan yang pesat. Artinya pembiayaan sitem bagi hasil lembaga keuangan syariah belum efektif penerapannya di lapangan, sehingga kebijakan pendanaannya belum optimal. Menurut Yumanita (2005) menyatakan bahwa beberapa pakar telah mengidentifikasi sumbersumber penyebab tidak efektifnya pembiayaan lembaga keuangan syariah yang dapat dilihat dari empat aspek, yaitu ; 1) internal lembaga keuangan, 2) Nasabah, 3) Regulasi dan 4) Pemerintah dan institusi lain. Untuk mengatasi rendahnya pembiayaan pada sektor agribisnis, maka Yayasan Peramu Bogor yang memiliki dan membina keempat lembaga keuangan tersebut membuat program UPK Ikhtiar yang dikhususkan untuk para petani di desa. Program UPK Ikhtiar merupakan program pelayanan pembiayaan dan tabungan di desa untuk para petani dalam rangka membantu petani memenuhi kebutuhan dasar (pangan, perumahan, pendidikan, kesehatan dan sebagainya) melalui pengelolaan aset ekonomi rumah tangga dan pengembangan kewirausahaan. Kegiatan utama program UPK Ikhtiar adalam melakukan pendampingan ekonomi rumah tangga petani melaui tabungan (saving) serta pendampingan usaha rumah tangga melaui pelayanan pembiayaan BMT dan BPRS yang dikhususkan pada keluarga yang dikategorikan miskin. Terdapat empat faktor yang mempengaruhi efektifitas pembiayaan sistem syariah UPK Ikhtiar. Pertama, tabungan anggota. Hal ini merupakan salah satu cara UPK Ikhtiar untuk menghimpun Dana Pihak Ketiga (DPK) dari anggota yang akan diputar kembali untuk dipinjamkan kepada para petani agribisnis yang ingin meminjam. Kedua, pembayaran pinjaman. Hal ini merupakan faktor penting di mana petani agribisnis mampu
mengembalikan pembiayaan dengan cara mengangsur melalui pertemuan rutin setiap minggu. Ketiga, Kesejahteraan rumah tangga petani. Faktor ini sangat mempengaruhi efektifitas pembiayaan, sebab dengan memberikan pinjaman untuk modal usaha pertanian, petani mampu menghidupi keluarganya dalam hal pendidikan, kesehatan dan kebutuhan sehari-hari. Keempat, pemberdayaan agribisnis. Hal ini terkait dengan sejauh mana UPK
Ikhtiar
mampu
membina
para
petani
dengan
melakukan
pendampingan agribisnis, sehingga mampu meningkatkan pemahaman petani dalam melakukan kegiatan agribisnis. Keempat faktor tersebut akan dianalisis dengan menggunakan Analytical Hierarchy Process (AHP). Sebelum melakukan analisis dengan menggunakan metode AHP adalah melakukan pengumpulan data dan informasi
dengan
metode
kualitatif
maupun
kuantitatif.
Metode
pengumpulan data kualitatif adalah dengan melakukan Focus Group Discussion (FGD) dan Indepth Interview yang melibatkan semua aktor yang terlibat dalam program UPK. Kemudian untuk metode kuantitatif yaitu membuat kuesioner berdasarkan hasil pengumpulan data kualitif yang diberikan kepada aktor yang terlibat dalam program UPK. Hasil dari pengumpulan data tersebut menjadi input dalam menganalisis efektifitas pembiayaan sistem syariah dengan menggunakan metode AHP. Terdapat delapan langkah utama yang harus dilakukan dalam analisis ini. Pertama, mendefinisikan persoalan dan merinci pemecahan yang diinginkan. Kedua, membuat struktur hirarki dan sudut pandang manajemen secara menyeluruh. Ketiga, menyusun matriks banding berpasangan. Keempat, mengumpulkan semua pertimbangan yang diperlukan dari hasil yang diperoleh pada langkah tiga. Kelima, mamasukkan nilai–nilai kebalikannya beserta bilangan satu sepanjang diagonal utama. Keenam, melaksanakan langkah tiga, empat, dan lima untuk semua tingkat dan gugusan dalam hirarki tersebut. Ketujuh, mensintesis prioritas untuk melakukan
pembobotan
vektor
prioritas.
Kedelapan,
mengevaluasi
konsistensi untuk semua hirarki (Saaty, 1993). Berikut akan diperlihatkan kerangka pemikiran operasional penelitian ini pada Gambar 3 di bawah ini.
BPRS RU, BMT WU, BMT KU, BMT TbU PEMBIAYAAN SISTEM SYARIAH SEKTOR AGRIBISNIS
MUDHARABAH
MUSYARAKAH
PENERAPAN PEMBIAYAAN SISTEM SYARIAH SEKTOR AGRIBISNIS EVALUASI PENERAPAN PEMBIAYAAN SISTEM SYARIAH
PERTUMBUHAN
PENURUNAN
PEMBIAYAAN SISTEM SYARIAH YANG RENDAH PROGRAM UPK IKHTIAR
a. b. c. d.
FAKTOR-FAKTOR EFEKTIVITAS PEMBIAYAAN SISTEM SYARIAH PETANI AGRIBISNIS Jumlah Tabungan Anggota Pembayaran Pinjaman Kesejahteraan Rumah Tangga Petani Pemberdayaan Pengelolaan Agribisnis ANALYTICAL HIERARCHY PROCESS (AHP)
EFEKTIVITAS PEMBIAYAAN SISTEM SYARIAH
Gambar 3. Kerangka Pemikiran Operasional
3.2. Pengumpulan Data Pengumpulan data dan informasi dilakukan dengan metode kualitatif dan kuantitatif. Pengumpulan data kulaitif dilakukan melalui teknik Focus Group Discussion (FGD), dan Indepth Interview terutama kepada
pihak/aktor yang terlibat langsung dalam program UPK, yaitu ; Petani Sayuran, Tenaga Pendamping Lapangan (TPL), Fasilitator Wilayah (FW) dan Manajer Operasional (MO). Pada FGD dilakukan dalam sebuah majelis yang membahas tentang program UPK bagi anggota yang diuraikan berdasarkan pengetahuan mereka sebelum dan setelah mengikuti program ini. Setelah itu dilakukan wawancara mendalam dengan beberapa anggota yang memang sudah lama bergabung menjadi anggota UPK Ikhtiar dan juga dari pihak TPL, FW dan MO yang menjalankan program ini. Hasil metode kualitatif dijadikan sebagai masukan untuk membuat pengumpulan data dengan metode kuantitatif melalui pengisian kuesioner yang telah dibuat. Kuesioner ini akan diisi oleh pihak/aktor yang sangat berperan penting dalam program UPK, karena mereka adalah orang yang memiliki akses yang banyak dengan program ini. Mereka dapat dijadikan responden berdasarkan tingkat kepahaman dan keahlian (expert) mereka dalam menerima manfaat apa yang diperoleh dari program ini, serta kekurangan apa saja yang menjadi hambatan dari program ini. Sehingga informasi dari mereka digali melalui pertanyaan-pertanyaan dalam kuesioner dengan skala penilaian antara 1-9 yang telah ditentukan di dalam metode AHP ini seperti yang tertera pada Lampiran 1. 3.3. Jenis Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini adalah data primer dan sekunder. Jenis data primer diperoleh dari pengumpulan data kualitatif dan kuantitatif melalui teknik Focus Group Discussion (FGD), Indepth Interview, dan pengisian kuesioner terutama kepada pihak/aktor yang terlibat langsung dalam program UPK Ikhtiar. Sedangkan data sekunder diperoleh dari studi literatur di IPB, UI, Bank Indonesia (BI) yang memuat tentang data statistik lembaga keuangan syariah, Badan Pusat Statistik (BPS), beberapa lembaga keuangan syariah seperti BPRS RU, BMT KU, BMT WU dan BMT TbU, Yayasan Peramu Bogor, Pemerintah Daerah (Pemda) baik Pemerintah Kota (Pemkot) Bogor maupun Pemerintah Kabupaten (Pemkab) Bogor, dan lembaga lain dalam rangka identifikasi potensi dari sisi pembiayaan sistem syariah terhadap petani agribisnis.
3.4. Pengambilan Sampel Dalam pengambilan sampel, jumlah responden tidak digunakan sebagai validitas. Syarat responden yang valid dalam AHP adalah bahwa mereka adalah orang-orang yang ahli (expert) di bidangnya. Oleh karena itu, responden yang dipilih dalam survey ini adalah pihak-pihak yang terlibat dalam pembiayaan sistem syariah antara lembaga keuangan syariah sebagai pemilik dana (sohibul mal) dan pihak petani agribisnis sayuran sebagai pengelola dana (mudharib) termasuk juga pihak isteri petani yang memiliki peran dalam mengelola rumah tangga termasuk pendidkan, keuangan dan kesehatan keluarga. Responden dari pihak UPK Ikhtiar merupakan orang pilihan yang mewakili dengan jabatan sebagai Tenaga Pendamping Lapangan (TPL), Fasilitator Wilayah (FW) dan Manajer Operasional (MO). Sedangkan responden dari pihak petani agribisnis adalah para petani yang memiliki usaha pertanian untuk produk sayuran seperti bayam, kangkung, salada, dan kemangi yang modal usahanya diperoleh dari pembiayaan sistem syariah dengan prinsip mudharabah dan musyarakah. Dan responden terakhir yang dapat menjelaskan kondisi kesejahteraan rumah tangga adalah isteri dari petani yang memiliki peran dalam mengelola rumah tangga untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari mereka seperti yang diperlihatkan pada Lampiran 2. 3.5. Analisis Data Analisis terhadap faktor-faktor yang paling berpengaruh terhadap penyusunan efektifitas pembiayaan sistem syariah pada program UPK Ikhtiar dilakukan dengan menggunakan metode AHP. Metode ini pertama kali dikembangkan oleh Thomas L. Saaty, ahli matematika dari Universitas Pitsburg, Amerika Serikat pada awal tahun 1970-an. Pengamatan mendasar tentang sifat manusia, pemikiran analitik, dan pengukuran membawa pada pengembangan suatu model yang berguna untuk memecahkan persoalan secara kuantitatif. AHP adalah suatu model yang memberikan kesempatan bagi perorangan atau kelompok untuk membagun gagasan-gagasan dan mendefinisikan persoalan dengan cara membuat asumsi mereka masing-
masing dan memperoleh pemecahan yang diinginkan darinya. Proses ini juga memungkinkan seseorang menguji kepekaan terhadap perubahan informasi. Dirancang untuk lebih menampung sifat alamiah manusia daripada memaksa kita ke cara berfikir yang mungkin justru berlawanan dengan hati nurani. AHP merupakan proses yang ampuh untuk menanggulangi berbagai persoalan yang kompleks. Ada tiga perinsip utama dalam memecahkan masalah menggunakan metode AHP. Pertama, prinsip menyusun hierarki, yaitu untuk memperoleh pengetahuan, pikiran kita menyususn realitas yang kompleks ke dalam bagian yang menjadi elemen pokoknya, dan seterusnya secara hierarkis. Kedua, prinsip menetapkan prioritas, yaitu kemampuan untuk mempersepsi hubungan antar sesuatu hal yang diamati dan membandingkan dengan yang lainnya. Ketiga, prinsip konsistensi logis, yaitu kemampuan untuk menetapkan relasi antar obyek sedemikian sehingga koheren, saling terkait dengan baik dan menunjukkan konsistensi. Pada dasarnya metode AHP ini memecah-mecahkan situasi kompleks dan tidak terstruktur ke dalam bagian-bagian komponen dan menata bagian atau variabel ini ke dalam suatu hierarki. Elemen-elemen dari suatu persoalan diidentifikasi, mengelompokkan elemen itu ke dalam kumpulan yang homogen dan menata kumpulan itu pada tingkat-tingkat yang berbeda. Tingkat yang pertama adalah fokus (ultimate goal) yang terdiri dari satu elemen. Kedua adalah faktor, yaitu elemen yang sangat berpengaruh untuk mencapai sasaran dari elemen fokus. Ketiga adalah aktor, yaitu elemen yang terdiri dari pihak-pihat yang berperan dalam mencapai elemen fokus dengan berbagai pertimbangan faktor. Keempat adalah tujuan, yaitu elemen yang terdiri dari beberapa tujuan untuk mencapai sasaran tersebut. Kelima adalah strategi, yaitu elemen yang berisi tentang bagaimana cara/metode yang digunakan untuk mencapai sasaran tersebut. Hierarki
tersebut
dibuat
dalam
sebuah
struktur
selanjutnya
dikembangkan melalui pembandingan elemen-elemen dalah hierarki secara berpasangan dan melaui sintesis. Melalui serangkaian kerja matematis, AHP mensintesis penilaian-penilaian menjadi suatu taksiran menyeluruh dari
prioritas-prioritas
relatif
dari
berbagai
alternatif
tindakan
dengan
memberikan nilai numerik pada pertimbangan subjektif tentang relatif pentingnya setiap variabel, dan mensintesis berbagai pertimbangan ini untuk menetapkan variabel mana yang memiliki prioritas paling tinggi dan bertindak untuk mempengaruhi hasil pada situasi tersebut. Adapaun tahapan kerangka kerja AHP tertera pada Lampiran 3. Dalam perhitungan analisis AHP ada dua matriks pembanding, yaitu Matriks Pendapat Individu (MPI) dan Matriks Pendapat Gabungan (MPG). MPI adalah matriks hasil pembandingan yang dilakukan individu (responden individu). Variabelnya disimbolakn dengan aij , artinya variabel matriks baris ke-i dengan kolom ke-j. Sedangkan MPG adalah susunan matriks baru yang berasal dari rata-rata geometrik pendapat individu yang rasio inkonsistensinya lebih kecil atau sama dengan 10 persen. Disimbolkan dengan gij . Rumus Matematika untuk rata-rata geometrik adalah : m
gij = m ∏ (aij )
....................................................................................
(1)
k =1
Tahap selanjutnya adalah penentuan vektor prioritas yang dapat dicari dengan metode menjumlahkan setiap elemen masing-masing kolom Matriks Membandingan Berpasangan (MPB) yang telah terisisi, dan dapatkan vektor baris Cj . dengan rumus sebagai berikut : Cj = [Cj ] dan Cj = ∑aij
......................................................................
(2)
Kemudian MPB yang yang ada dinormalisasi dengan cara membagi setiap elemen matriks pada setiap kolom dengan elemen vektor baris Cj pada kolom tersebut yang telah didapat dari pengolahan pada langkah sebelumnya. Diperoleh matriks normalisasi dij dengan rumus sebagai berikut:
dij =
aij cj
....................................................................................
(3)
Elemen-elemen matriks normalisasi yang berada dalam satu baris dijumlahkan dan dapat vektor kolom Ei dengan ei sebagai elemennya. Dengan rumus dibawah ini : fi =
ei dan F = ( fi ) n
......................................................................
(4)
Maka akan diperoleh vektor prioritas (Fi ) dalam bentuk vektor kolom dengan cara menjumlahkan vektor fi pada baris ke-i dan membaginya dengan jumlah baris atau kolom MPB, dalam mencari Eigen Value dengan rumus :
gij = fi × aij
....................................................................................
(5)
hi = ∑ gij
....................................................................................
(6)
....................................................................................
(7)
ii =
hi fi
Sehingga didapat rumus Eigen Value sebagai berikut : λ
max
=∑
ii n
....................................................................................
(8)
Setelah itu mencari Rasio Konsistensi (CR) sebagai syarat untuk melakukan pengolahan vertikal. Nilai CR itu sendiri yang memenuhi syarat pada skala 0-1, jika selain itu, maka harus ada revisi pendapat dengan melakukan penilaian ulang MPI. Sebelum menghitung CR, maka harus menghitung Indeks Konsistensi (CI) sebagaimana pada rumus di bawah ini : CI =
CR =
λ
−n n −1 max
CI RI
....................................................................................
(9)
.................................................................................... (10)
Terakhir, pengolahan vertikal untuk mendapatkan suatu prioritas pengaruh setiap elemen pada level tertentu dalam suatu hirarki terhadap fokus atau tujuan utamanya, dengan rumus sebagai berikut :
Xij = ∑[ yij(i − 1) Zt (i − 1)]
...................................................................... (11)
Berikut diperlihatkan tahapan dalam menyusun model AHP pada Gambar 4 di bawah ini :
Mulai Identifikasi Sistem Penyusunan Hirarki Penilaian MPI Vektor Eigen Matriks Pendapat
Revisi Pendapat
Vektor Prioritas Matriks Pendapat
Jika Tidak
Rasio Konsistensi (CR) ≤ 0,1 ?
Jika Ya
Pengolahan Vertikal
Vektor Prioritas Sistem
Selesai Gamabar 4. Tahapan Metode Analytical Hierarchy Process (AHP)
IV. HASIL DAN PEMBAHASAN
4.1. Gambaran Umum Obyek Penelitian 4.1.1. Kondisi Umum Desa Ciaruteun Ilir Desa Ciaruteun Ilir termasuk dalam wilayah Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor. Desa ini terletak pada wilayah Bogor bagian barat yang berbatasan dengan Sungai Ciaten Kecamatan Rumpin. Di sebelah Utara terletak Desa Leuwikolot, sebelah Selatan Desa Cijujung, sebelah Timur Kecamatan Ciampea, serta sebelah Barat Kecamatan Cibungbulang. Jarak Desa Ciaruteun Ilir sekitar 20 km dari Kota Bogor dengan waktu tempuh sekitar 30 menit dengan menggunakan kendaraan roda empat maupun roda dua. Desa Ciaruteun Ilir secara adminitrasi kewilayahan terbagi dalam 10 Rukun Warga (RW), 30 Rumah Tangga (RT) yang tersebar dalam 13 kampung (dusun). Total penduduk Desa Ciaruteun Ilir pada tahun 2005 berjumlah 9.259 jiwa yang terdiri dari laki-laki 4.670 jiwa dan perempuan 4.589 jiwa dengan tingkat kepadatan penduduk sebesar 16 jiwa/km/Ha (Lampiran 4). Jenis pekerjaan penduduk Desa Ciaruteun mayoritas adalah petani dan pedagang yang masing-masing jumlahnya sebanyak 223 orang dan 120 orang. Tingkat pendidikan formalnya adalah Sekolah Dasar (SD), Sekolah Menengah Pertama (SMP), dan Sekolah Menengah Atas (SMA) dengan jumlah masingmasing sebanyak 943 orang, 449 orang, dan 346 orang. Sedangkan tingkat pendidikan informalnya adalah Pondok Pesantren (Pon-Pes) dan Madrasah sebanyak 291 orang dan 700 orang. (Lampiran 5) Sarana fasilitas umum yang dimiliki oleh Kelurahan Ciaruteun Ilir cukup lengkap. Pada pada sarana pendidikan, Desa tersebut memiliki fasilitas satu Taman Kanak-kanak (TK), sembilan SD, satu Madrasah, dan satu Pon-Pes. Sedangkan untuk sekolah SMP dan SMA berada di Kecamatan Cibungbulang dan Ciampea. Kemudian pada sarana kesehatan terlihat masih sangat sedikit, fasilitas klinik kebidanan hanya ada satu, yaitu di kampung Wangun Jaya.
Desa Ciaruteun Ilir terletak pada ketinggian 700 m dari permukaan air laut dengan luas wilayah 600 Ha. Suhu rata-rata harian berkisar 23-28oC dengan curah hujan diatas 4000 mm/tahun. Tanah persawahan yang dimiliki Desa Ciaruteun Ilir adalah 56 Ha dengan kapasitas produksi padi sebanyak 224 ton per panen dan kebun jagung seluas 68 Ha dengan kapasitas produksi 467 ton per panen. Kepemilikan tanah di Desa Ciaruteun Ilir sampai saat ini masih banyak dimiliki oleh warga setempat. Berdasarkan informasi yang diperoleh kemilikan lahan di Desa Ciaruteun Ilir tidak ada dari pihak luar kecuali di RW 08 dan 09 sebagian besar tanah dimiliki oleh pabrik pembakaran kapur. Sumberdaya Air di Desa Ciaruteun Ilir cukup melimpah kecuali untuk RT 03/02 sebagai penduduk kesulitan memperoleh air, karena kedalaman mata air dapat mencapai 20 meter ke atas. Kondisi alam Desa Ciaruteun Ilir yang subur ini menumbuhkan niat para pemilik tanah untuk menanam berbagai komoditi sayur mayur seperti ; Bayam, Kangkung, Selada, Cesim, dan Kemangi. 4.1.2. Unit Pelayanan Keuangan (UPK) Ikhtiar Program
UPK
Ikhtiar
didefinisikan
sebagai
program
pemberdayaan berbasis komunitas (community based empowerment) melalui pelayanan keuangan mikro (microfinance services), dengan mekanisme kelompok (participatory group), yang ditujukan secara khusus bagi kaum perempuan dari keluarga berpenghasilan rendah (women of the poor or low income household). Program ini dimulai pada akhir tahun 1999 di wilayah pedesaan Kecamatan Tamansari, dan tahun 2002 program ini untuk kawasan miskin perkotaan di kota Bogor serta tahun 2003 pelayanan keuangan mikro juga digunakan sebagai proses pembentukan kelompok pedagang sayuran di pasar Jambu Dua kota Bogor yang umumnya berasal dari wilayah Desa Ciaruteun Ilir Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor . Tujuan program ini adalah untuk membangun kapasitas sosial dan kapasitas ekonomi keluarga berpenghasilan rendah agar mereka
mampu memenuhi kebutuhan dasar seperti pangan perumahan, pendidikan, kesehatan, dan sebagainya melalui pengelolaan aset ekonomi rumah tangga dan pengembangan kewirausahaan. Program ini memberikan pelayanan keuangan berupa simpan pinjam yang dananya berasal dari lembaga keuangan syariah yang dimiliki oleh Yayasan Peramu Bogor serta dari Baitul Mal (BM) yang memiliki dana zakat untuk disalurkan kepada orang-orang yang kurang mampu. Selain itu, program ini juga sebagai wahana pemberdayaan masyarakat
dengan
melakukan
proses
pendidikan
dan
pengorganisasian kepada para anggota UPK Ikhtiar seperti pada Gambar 5 berikut.
PEMBERDAYAAN MASYARAKAT MISKIN
Usaha Kecil Menengah (UKM)
Masyarakat Miskin
ORGANISASI KELOMPOK PENDIDIKAN KELOMPOK
BMT
UPK PELAYANAN ANGGOTA
BPRS
MI
BM
Gambar 5. Hubungan Lembaga penyandang dana dengan BMT dan UPK Ikhtiar dalam menyediakan pembiayaan kepada masyarakat dengan metode pemberdayaan. Keterangan : BPRS : Bank Perkreditan Rakyat Syariah BMT : Baitul Mal wat Tamwil MI : Micro Insurance BM : Baitul Mal UPK : Unit Pelayanan Keuangan
: Garis Penyandang Dana : Garis Koordinasi : Garis Pendukung Program
Gambar 5 menjelaskan bahwa penyandang dana untuk program UPK Ikhtiar dan BMT adalah BPRS, MI dan BM. BPRS sebagai lembaga yang dimiliki dan dibina oleh Yayasan Peramu menyalurkan dana pinjaman kepada BMT dan UPK Ikhtiar, sebab BPRS merupakan lembaga keuangan yang melayani nasabah menengah ke atas dan memiliki cadangan dana yang cukup besar. Kemudian BM menyalurkan dananya yang telah dihimpun baik itu dana zakat, infaq dan shadaqah untuk membantu orang-orang miskin yang tidak mampu. Pembiayaan di BMT dikhususkan untuk melayani anggota yang bergerak di bidang Usaha Kecil Menengah (UKM). BMT dibentuk untuk memberikan pelayanan pembiayaan kepada anggota di atas Rp 1.000.000 sampai Rp 10.000.000. Sedangkan program UPK Ikhtiar dikhususkan untuk melayani pembiayaan kepada masyarakat menengah ke bawah (miskin). Pembiayaan yang diberikan kepada anggota antara Rp 100.000 sampai Rp 1.000.000. Sasaran dari program UPK Ikhtiar ini adalah para petani yang memiliki usaha dan berpenghasilan rendah. Usaha yang mereka lakukan adalah berdagang sayur di pasar Bogor atau sayur keliling, membuka warung, dan bertani sayuran. Kelompok ini secara umum memiliki akses yang sangat terbatas pada pelayanan keuangan mikro. Kegiatan usaha yang mereka lakukan cenderung subsisten, dan pendapatan bersifat harian, sehingga mereka kesulitan untuk menyisihkan pendapatan dan mengakumulasi tabungan (saving). Pelayanan simpan pinjam dimaksudkan untuk mengelola dan mengakumulasi kekuatan tabung (saving power) petani sehingga dapat dimanfaatkan dalam keadaan mendesak. Pinjaman yang diberikan merupakan untuk meningkatkan kapasitas mereka, sehingga sumberdaya yang dikelola menjadi lebih besar baik menggunakan sistem bagi hasil maupun hanya dengan meminjamkan dengan sukarela. Pengelolaan dana simpan pinjam yang dilakukan oleh UPK Ikhtiar dapat dijelaskan pada Gambar 6 berikut ini.
MANAJEMEN DANA UPK IKHTIAR
PENDANAAN
ANGGOTA
simpanan modal
PEMBIAYAAN
DEVIDEN Biaya lain Biaya administrasi
+
Sukarela
Biaya administrasi
+
Biaya administrasi
+
Biaya administrasi
+
gross profit
DANA
BAITUL MAL
Sukarela
BPRS DAN BMT
Bonus/ Bagi Hasil
Bagi Hasil
SIMPANAN ANGGOTA
Bonus
Bagi Hasil
Bagi Hasil
keuntungan +
KERJASAMA MODAL
PEMBIAYAAN JUAL BELI
PEMBIAYAAN JASA
Fee
sumbangan sukarela
PINJAMAN KEBAJIKAN
Arus pendapatan Pengumpulan dana Arus sumber dana
Cadangan Liquiditas
Fasilitasi Pinjaman & Pembiayaan
Cadangan Penghapusan Piutang
Gambar 6. Manajemen dana unit pelayanan keuangan UPK Ikhtiar
PENYALURAN DANA
Biaya operasional
Gambar 6 menjelaskan bahwa manajemen dana UPK Ikhtiar terbagi dalam tiga bagian, yaitu; 1. Pendanaan. Pendanaan merupakan sumber utama program UPK Ikhtiar melalui pengelolaan dana mulai dari perolehan sumber dana, penyaluran dana dan pembagian dana berdasarkan akad yang disepakati. Perolehan sumber dana berasal dari dana amanah yang dikeluarkan oleh BPRS, BMT, simpanan anggota, dan Baitul Mal (BM). Dana yang berasal dari BM seperti dana infaq, sodaqoh dan zakat yang memang khusus disalurkan kepada masyarakat yang kurang mampu. Dana yang dikumpulkan tersebut tidak semuanya disalurkan kepada anggota dalam bentuk pembiayaan. Ada beberapa dana yang disimpan sebagai cadangan likuiditas dan cadangan
penghapusan
mengantisipasi
adanya
piutang. kredit
Hal macet
ini yang
dilakukan
untuk
memungkinkan
pengembalian pinjaman terganggu dengan periode waktu yang lama, atau sebagai cadangan dana dalam memperlancar arus kas UPK Ikhtiar yang sewaktu-waktu dibutuhkan. 2. Keanggotaan. Dana yang telah dihimpun akan disalurkan kepada para petani sayuran yang tidak memiliki modal usaha dan mendaftarkan diri menjadi anggota UPK Ikhtiar. Banyaknya jumlah anggota yang bersedia untuk meminjam dana merupakan salah satu cara untuk meningkatkan jumlah penyaluran pembiayaan. Dalam hal ini, penyaluran
pembiayaan
diberikan
kepada
anggota
yang
membutuhkan dana sebagai modal usaha serta memiliki komitmen untuk membayar angsuran pinjaman. Selain itu, UPK Ikhtiar juga membuka pelayanan tabungan kepada yang memiliki niat menyisihkan
uangnya
setiap
dikumpulkan dan dikelola
minggu.
Tabungan
ini
akan
oleh UPK Ikhtiar serta tidak
dipergunakan untuk pembiayaan, tetapi akan dikembalikan kepada anggota jika mereka membutuhkannya.
37
3. Pembiayaan. Dana pinjaman UPK Ikhtiar disalurkan untuk pembiayaan yang sesuai dengan prinsip syariah, seperti; pinjaman kebajikan, pembiayaan jasa, pembiayaan jual beli dan kerja sama modal. Pendapatan dana dari pembiayaan yang disalurkan akan dilakukan kesepakatan (akad) pembagian hasil dari pinjaman yang diberikan tersebut. Pembiayaan untuk kerja sama modal akan dilakukan kesepakatan pembagian keuntungan dengan prinsip bagi hasil (profit & loss sharing). Kemudian untuk pembiayaan jasa dan jual beli, pembagian keuntungan disepakati hanya sebatas pembagian honor (fee) dan keuntungan (profit) saja. Sedangkan untuk pinjaman dana kebajikan, kesepakatan yang dibuat tidak ada pembagian keuntungan melainkan sumbangan sukarela dari anggota yang meminjam. Pembagian hasil dari pendapatan ini akan dihimpun terlebih dahulu sebelum dikurangi oleh biaya administrasi. Para anggota yang meminjam dikenakan biaya administrasi yang digunakan untuk memperlancar operasional UPK Ikhtiar. Hasil keuntungan yang diperoleh anggota dari bagi hasil akan dikurangi dengan biaya operasional ini serta biaya-biaya lain, dan menjadi laba yang dibagikan (deviden) kepada anggota. Sedangkan ada beberapa dana yang dikembalikan kepada penyandang dana dalam bentuk bagi hasil, bonus maupun hanya sukarela saja berdasarkan kesepakatan yang dibuat bersama oleh UPK Ikhtiar. 4.1.3. Prosedur Operasi Standar. Secara formal belum ada validasi dari lembaga lain atas prosedur yang berlaku dalam unit pelayanan
keuangan mikro.
Prosedur Operasi Standar dirancang sendiri berdasarkan best practises dalam pelayanan yang telah dilakukan, serta mengacu pada beberapa pedoman standar yang ada seperti; manual grameen bank, dan prosedur
praktek
keuangan
syari’ah
maupun
panduan
yang
dikeluarkan oleh CGAP (Consultative Group to Assist the Poor).
38
Sejak pertengahan tahun 2003, telah dirintis penyusunan Standard Operational Procedure (SOP), yang terdiri dari ; 1)
Sistem dan Prosedur Pelayanan Anggota, seperti; transaksi kas dan
brankas,
pertemuan
majelis,
pelayanan
pinjaman/
pembiayaan, pembubaran majelis dan mutasi anggota, serta kebijakan dana infak anggota. 2)
Sistem
dan
Prosedur
Dukungan
administrasi
pra-penyaluran,
monitoring
prestasi
Operasional,
audit
pinjaman,
seperti;
transaksi
lapangan,
penanganan
pinjaman
bermasalah, pencadangan pinjaman berisiko, dan penghapusan pinjaman. 3)
Sistem dan Prosedur Keuangan dan Auditing UPK Ikhtiar, seperti; akuntansi keuangan, manajemen dana, penilaian kinerja dan kesehatan, internal audit manajemen dan keuangan serta standar pelaporan.
4.1.4. Unit Pelaksana Program Ikhtiar. Organisasi program
dipisahkan menurut fungsi pelayanan
keuangan mikro dan fungsi pendampingan anggota. Organisasi Unit Pelayanan Keuangan (UPK) Ikhtiar pada level pertama dipimpin oleh kepala unit yang fungsinya adalah melakukan tugas-tugas manajerial pada kegiatan UPK Ikhtiar dalam rangka mencapai target dan tujuan organisasi. Kemudian dalam melaksanakan tuganya, kepala unit dibantu oleh para staf yang terdiri dari; kepala operasional, fasilitator wilayah, pembina pembiayaan (Financing Officer), staf operasional, dan Tenaga Pendamping Lapangan (TPL) yang cenderung turun ke lapangan untuk melayani anggota. Unit ini bertugas untuk memberikan
pelayanan
keuangan
mikro
berbasis
kelompok
(participatory group of microfinance services), bagi komunitas miskin di Desa Ciaruteun Ilir yang penduduknya mayoritas adalah petani dan pedagang sayuran. Unit-unit ini bekerja dan saling mendukung antara satu sama lain dalam mencapai sasaran agar sesuai dengan tujuan organisasi seperti yang diperlihatkan pada Gambar 7 berikut ini.
39
Kepala Unit Kesekretariatan & Umum
Fasilitator Wilayah
Kepala Operasional
Financing Officer
Administrasi Pembiayaan
Pembukuan
Tenaga Pendamping Lapangan (TPL)
Fasilitator Kelompok
Teller
Anggota Majelis/ Kelompok
Gambar 7. Struktur organisasi unit pelayanan keuangan (UPK) Ikhtiar Keterangan : Garis Instruksi
:
Garis Koordinasi
:
Fungsi Utama Jabatan : Kepala Unit : Melakukan fungsi manajerial UPK dan kegiatan secara langsung dalam rangka mencapai target. Fasilitator Wilayah : Melakukan pengorganisasian masyarakat dalam rangka penyiapan wilayah dan pertumbuhan kelompok/majelis baru. Kepala Operasional : Melakukan fungsi manajerial seluruh aktifitas operasional sesuai dengan rencana dan tata prosedur Kesekretariatan : Meneyelenggarakan kegiatan kesekretariatan UPK Financing Officer : Terlaksananya proses pinjaman kepada anggota secara benar dan sesuai dengan aturan yang tetap. Administrasi : Melakukan proses administrasi pembiayaan dan membuat laporan yang dibutuhkan pihak UPK. Pembukuan : Membuat laporan keuangan yang akurat dan bisa dipertanggungjawbkan kepada publik. Bagian Kas (Teller) : Melakukan pencatatan dan pengadministrasian bukti-bukti transaksi serta menyiapkan kas UPK yang sesuai dengan prosedur yang telah ditetapkan. TPL : melakukan pendampingan atas aktivitas kelompok dan majelis khususnya kegiatan rutin pelayanan simpan pinjam. Anggota Majelis : Orang yang ikut serta dalam program UPK Ikhtiar yang dijadikan anggota dan memiliki akses untuk meminjam uang, menabung dan membayar angsuran
40
4.2. Evaluasi Efektifitas Metode dan Tahapan Program UPK Ikhtiar 4.2.1. Mekanisme Penentuan Wilayah Sasaran Desa Ciaruteun Ilir. Wilayah sasaran program ikhtiar Desa Ciaruteun Ilir adalah desa yang merupakan tempat para petani sayuran di pedesaan yang wilayahnya terletak di Bogor bagian barat. Secara fisik wilayah tersebut memiliki keterbatasan dalam sarana jalan dan angkutan, sarana pendidikan baik SMP maupun SMA dan kesehatan masyarakat dalam bentuk Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu). Kemudian kondisi rumah dan sanitasi lingkungan, akses terhadap air bersih, listrik dan telepon umum, pelayanan kesehatan, dan pelayanan publik lainnya masih sangat terbatas. Untuk itu, perlu dilakukan studi kelayakan tentang kriteria wilayah sebagai syarat untuk dimasuki program UPK Ikhtiar. Mekanisme studi kelayakan wilayah Desa Ciaruteun Ilir dapat dilihat pada Gambar 8. Pendidikan Jarak Wilayah
Potensi Wilayah PENENTUAN WILAYAH
Penduduk
Jika Tidak SESUAI ? PKK Posyandu
Jika Ya PERSIAPAN SOSIAL
Disiplin Tabungan
STOP Lembaga Lokal Tokoh Disiplin Angsuran
PEMBIAYAAN Disiplin Kehadiran Pencairan Pinjaman
Disiplin Plafond PERTEMUAN RUTIN
Penarikan Tabungan
Menabung Bayar Angsuran
MONITORING KINERJA Gambar 8. Mekanisme penentuan wilayah sasaran program UPK Ikhtiar
41
Secara statistik desa Ciaruteun memiliki indikator tingkat pendidikan yang rendah. Dari segi pendidikan, jumlah penduduk Desa Ciaruteun Ilir yang bersekolah baik formal maupun informal sebanyak 2.744 orang dari jumlah total penduduk sebanyak 9.259 jiwa. Jika diperhatikan lebih dalam bahwa jumlah penduduk yang bersekolah hanya sekitar 29,64 persen dari jumlah penduduk Desa Ciaruteun Ilir. Data dari kantor kelurahan Desa Ciaruteun Ilir pada tahun 2004 mencatat bahwa penduduk yang jenjang pendidikan formal Taman Kanak-kanak (TK) sebanyak 10 orang (0,36 %) dari jumlah penduduk yang bersekolah, Sekolah Dasar (SD) 943 orang (34,37 %), Sekolah Menengah Pertama (SMP) 449 orang (16,36 %), Sekolah menengah Atas (SMA) 346 orang (12,61 %), dan Diploma (D3) 5 orang (0,18 %) dan Strata-1 (S1) tidak ada. Sedangkan jenjang pendidikan informal Pondok Pesantren (Pon-Pes) 291 orang (10,6 %) dan Madrasah Diniyah 700 orang (25,5 %) seperti yang tertera pada Lampiran 5. Potensi Desa Ciaruteun Ilir memiliki kegiatan produktif berupa pertanian sayuran yang menjadi usaha bersama sebagian besar penduduk. Desa Ciaruteun Ilir terletak pada ketinggian 700 m dari permukaan air laut dengan luas wilayah 600 Ha memiliki suhu ratarata harian berkisar 23-28oC dengan curah hujan diatas 4000 mm/tahun. Tanah persawahan yang dimiliki desa ciaruteun adalah 56 Ha dengan kapasitas produksi padi sebanyak 224 ton per panen dan kebun jagung seluas 68 Ha dengan kapasitas produksi 467 ton per panen. Sumberdaya air di Desa Ciaruteun Ilir cukup melimpah membuat kondisi alam Desa Ciaruteun Ilir yang subur ini menumbuhkan niat para pemilik tanah untuk menanam berbagai komoditi sayuran seperti; bayam, kangkung, selada, cesim dan kemangi. Data Kantor Kelurahan Desa Ciaruteun Ilir tahun 2004 mencatat bahwa terdapat 606 orang yang bekerja pada berbagai jenis pekerjaan. Jumlah Pegawai Negeri Sipil (PNS) 25 orang (4,13 %) dari jumlah penduduk yang bekerja, 120 orang Pedagang (19,8 %), 121 orang
42
Petani (19,9 %) dan 102 orang Buruh Tani (16,8 %), 50 orang Pegawai Swasta (8,3 %), 42 orang Buruh Bangunan (6,9 %), 21 orang Pensiunan PNS (3,5 %) dan 125 orang yang bekerja pada sektor jasa (20,63 %). Data di atas menunjukkan bahwa penduduk yang bekerja pada sektor pertanian dan perdagangan sayuran cukup tinggi, di mana kondisi wilayah ini sangat berpotensi dalam sektor pertanian sayuran (Lampiran 5). Pada mulanya, penentuan wilayah desa Ciaruteun Ilir secara tidak sengaja ketika pihak UPK Ikhtiar mengunjungi para pedagang sayur di pasar Bogor. Para pedagang itu mengaku berasal dari daerah yang memiliki potensi pertanian sayuran dan membutuhkan pembiayaan dari lembaga keuangan yang siap turun ke desanya. Para petani memiliki harapan untuk mendapatkan modal yang digunakan untuk membeli bibit sayuran dan pupuk. Kemudian sebagai biaya operasional untuk mengangkut sayuran ke pasar bogor. Begitu juga para pedagang sayuran di pasar, mereka membutuhkan modal untuk membeli sayuran dari para petani yang membawa sayuran dari desa. Berikut akan digambarkan sirkulasi transaksi penjualan sayuran di pasar bogor pada program pembiayaan UPK Ikhtiar pada Gambar 9. .
43
UPK IKHTIAR
BANDAR
CENTENG
KADAL
KONSUMEN
P E D A G A N G
PETANI
B I A Y A O P E R A S I O N A L
B I B I T
B I A Y A
&
B U R U H
P U P U K
Gambar 9. Skema transaksi penjualan sayuran di pasar Keterangan : : Pinjaman dari UPK ke Petani & Pedagang : Distribusi Sayuran : Transaksi jual beli : Pembayaran Angsuran Pinjaman : Arus Pembayaran Gambar 9 menjelaskan bahwa UPK Ikhtiar memberikan pembiayaan kepada para petani dan bandar yang digunakan untuk usaha mereka. Para petani menggunakan pinjaman sebagai modal untuk membeli pupuk, bibit, biaya buruh dan biaya operasional lainnya, sedangkan para bandar menggunakan pinjaman sebagai modal untuk membayar sayuran kepada para petani. Para bandar mendistribusikan sayuran tersebut ke centeng dan kadal, kemudian menjualnya ke konsumen. Ketika sudah selesai menjualnya dengan konsumen, maka mereka membayar setoran kepada bandar.
Para
44
petani dan bandar juga harus membayar angsuran pinjaman setiap minggu berdasarkan kesepakatan dengan pihak UPK Ikhtiar. Fasilitator Wilayah (FW) sebagai pelaksana tugas menyusun analisis kelayakan seperti sketsa wilayah di Desa Ciaruteun Ilir, data potensi wilayah, dan analisa kelayakan, dan rekomendasi kegiatan persiapan sosial. Dokumen hasil tugas tersebut disampaikan dan dibahas dalam rapat komite program, sehingga diputuskan kelayakan dan rencana tidak lanjut perluasan wilayah. Tugas dari Fasilitator Wilayah (FW) yang pertama adalah membuka wilayah yang dilihat dari kelayakan wilayah itu. Artinya akan melakukan tugas untuk melihat wilayah dengan hanya sebatas pengamatan. Melihat potensi yang ada di wilayah itu seperti jumlah warung dan bertanya untuk mendapatkan informasi tentang bank keliling, arisan, dan sebagainya. Informasi ini digunakan untuk melihat kelayakan dari wilayah untuk dilakukan program UPK Ikhtiar di Desa Ciaruteun Ilir berdasarkan informasi dari para pedagang sayuran di pasar Bogor. Tahap kedua adalah menganalisis kelayakan wilayah secara kuantitatif. Salah satu metode yang digunakan adalah Criteria House Index (CHI), yaitu mengecek jumlah rumah di desa tersebut apakah rumah itu terbuat dari bangunan, bilik atau teras rumah di wilayah tersebut. Metode lainnya adalah dengan melihat jumlah arisan, jimlah kelompok pengajian, dan Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu). Kemudian FW melakukan kesimpulan dari analisis kelayakan wilayah tersebut. Data tersebut menjadi masukan bagi pimpinan program UPK Ikhtiar untuk mengambil keputusan apakah wilayah tersebut dapat dijadikan sebagai wilayah program pelayanan keuangan. 4.2.2. Mekanisme Persiapan Sosial. Persiapan sosial dimaksudkan untuk memperkenalkan tujuan dan mekanisme program UPK Ikhtiar di Desa Ciaruteun Ilir. Kemudian juga untuk meningkatkan penerimaan dan dukungan masyarakat terhadap program ini. Rangkaian kegiatan yang dilakukan dalam persiapan sosial antara lain seperti kunjungan kepada tokoh
45
masyarakat, kelembagaan lokal, Pos Pelayanan Terpadu (Posyandu) dan kelompok pengajian. Pihak UPK Ikhtiar melakukan diskusi bersama mereka dengan memperkenalkan program pembiayaan ini, sehingga mereka mengerti manfaat dari program ini. Selain diskusi dengan warga masyarakat, masih ada cara lain dalam meningkatkan keyakinan mereka pada program UPK Ikhtiar ini. Diantaranya melakukan wawancara, presentasi pada pertemuan warga, Focus Group Discussion (FGD) bersama warga lokal, dan pendataan awal yang biasanya dikaitkan dengan kegiatan bakti sosial, seperti santunan bahan pokok, distribusi
daging kurban, dan
sebagainya. Sehingga kegiatan ini dapat menghasilkan data dasar calon peserta yang benar-benar tertarik pada program UPK Ikhtiar. Sosialisasi
kepada
kelembagaan
lokal
adalah
dengan
mendatangi kepala Desa Ciaruteun Ilir, ketua RT dan RW. Mereka secara sengaja mengundang pihak UPK Ikhtiar untuk duduk bersama dan memperkenalkan progran pelayanan keuangan ini kepada mereka. Dalam menjelaskan program ini membutuhkan waktu selama enam bulan, harus memberikan pengertian yang lebih mendalam kepada warga masyarakat tentang manfaat dari program ini. Pendekatan yang bisa dilakukan adalah melalui kumpulan pengajian dan arisan ibu-ibu. Melalui pendekatan ini, mereka lebih mengetahui kebutuhan rumah tangganya sendiri dan melihat program pelayanan keuangan sebagai salah satu sumber keuangan untuk memenuhi kebutuhannnya. 4.2.3. Mekanisme Rekrutmen Anggota. Pada awalnya, rekrutmen anggota melalui proses ketika para pedagang dan petani ingin meminjam uang. TPL sebagai orang yang melayani anggota di lapangan harus mengetahui terlebih dahulu lokasi rumah dan usahanya. Jadi, setelah mengetahui rumah dan usahanya, TPL dan FW melakukan pengamatan untuk melihat kelayakan petani dan pedagang dalam mendapatkan pembiayaan dari program UPK Ikhtiar. Pengamatan dilakukan pertama kali di pasar yang berada di Bogor seperti; Pasar Bogor, Pasar Merdeka dan Pasar Jambu Dua
46
karena pedagang sayur tersebut sebagian besar berasal dari desa Ciaruteun. Tahap awal adalah program ini adalah membuka tabungan di rumah salah satu tokoh masyarakat. Pembuatan kelompok baru bisa dilakukan ketika jumlah anggota semakin bertambah banyak. Program UPK Ikhtiar melakukan pelayanan kepada masyarakat dengan metode jemput bola, artinya jika anggota ingin hadir pada satu tempat dengan jumlah 16 orang dan berkumpul bersama. Pinjaman yang diberikan oleh UPK tidak terlalu banyak antara Rp 100.000 sampai Rp 1.000.000 sebab pinjaman tersebut untuk usaha berdagang di pasar dan untuk modal menanam sayuran di kebun. Hasil laporan perkembangan data anggota UPK Ikhtiar pada tahun 2005 sampai Maret 2006 meningkat sebesar 257,6 persen. Pada tahun 2005 jumlah anggota sebanyak 125 orang, kemudian meningkat sebanyak 447 orang pada Maret 2006. Data ini mengindikasikan bahwa proses rekrutmen anggota cukup efektif yang disebabkan oleh banyaknya minat masyarakat terhadap program UPK Ikhtiar ini. Masyarakat cukup tertarik dengan program pelayanan keuangan ini karena prosedur pembiayaannya cukup mudah dan dapat dimengerti oleh mereka sehingga mereka mendaftar menjadi anggota seperti yang diperlihatkan pada Lampiran 6. Proses penerimaan anggota dilakukan dengan mencatatkan diri secara berkelompok minimal 15 orang kepada petugas lapangan lokal (TPL). Data perkembangan kelompok mengalami peningkatan dari tahun 2005 sampai Maret 2006. Pada tahun 2005 terdapat 9 kelompok dan meningkat pada Maret 2006 menjadi 32 kelompok. Jumlah kelompok ini mengalami peningkatan yang cukup pesat mencapai 255,56 persen pada tahun sebelumnya. Hal ini terjadi ketika anggota UPK Ikhtiar di Desa Ciaruteun Ilir semakin bertambah banyak, maka untuk mengefektifkan pelayanan keuangan anggota dibuat anggota menjadi
beberapa
kelompok,
sehingga
memudahkan
dalam
memberikan pelayanan kepada anggota UPK Ikhtiar (Lampiran 6).
47
Satu hal yang terpenting dalam melakukan proses rekrutmen anggota adalah menguji kelayakan dengan menggunakan kriteria indeks rumah, indeks pendapatan dan power saving, serta indeks aset rumah tangga. Hal ini semata-mata untuk melihat kemampuan calon anggota dari segi kesejahteraannya dalam memenuhi kebutuhan hidup sehari-hari. Keluarga yang dikategorikan tidak miskin atau keluarga miskin tanpa sumber pendapatan tidak menjadi target kelompok pelayanan UPK Ikhtiar. Keluarga yang lulus dalam uji kelayakan akan mengikuti latihan wajib kelompok selama tiga hari berturut-turut dengan waktu pertemuan maksimum satu jam. Apabila lulus dalam latihan wajib ini maka kelompok telah terbentuk dan semua anggota berhak atas pinjaman. 4.2.4. Mekanisme Pelayanan Pembiayaan. Pembiayaan diberikan yang pertama kali pada wilayah yang baru dimasuki oleh program UPK Ikhtiar sebesar Rp 200.000. Pembiayaan ini diberikan kepada seluruh anggota baru dengan jumlah yang sama rata, dengan jangka waktu angsuran 50 minggu. Dalam satu tahun setiap anggota berhak atas dua kali pinjaman. Pinjaman berikut dapat diberikan apabila umur pertemuan minimal 50 kali dalam masa angsur. Plafon pinjaman pertama maksimal Rp 200.000 untuk setiap kenaikan plafon pinjaman diberikan secara bertahap dengan mempertimbangkan disiplin anggota kehadiran, disiplin angsur dan disiplin tabungan serta kesepakatan oleh anggota lainnya. Kenaikan selanjutnya maksimal Rp 500.000 sampai Rp 750.000 dan plafon maksimum Rp 1.000.000. Jika pinjaman lebih dari itu, maka dikerjasamakan dengan BMT atau BPRS yang memang dikhususkan untuk melayani pinjaman di atas Rp 1.000.000 Plafon pembiayaan yang disalurkan oleh UPK Ikhtiar kepada anggota di Desa Ciaruteun sangat fluktuatif. Pada bulan Desember 2005 jumlah plafon yang disalurkan untuk pembiayaan sebesar Rp 18.500.000, kemudian menurun pada bulan Januari dan Februari 2006 masing-masing sebesar Rp 5.800.000 dan Rp 600.000. Kemudian
48
pada akhirnya mengalami peningkatan pada bulan Maret 2006 dan turun sedikit di bulan April 2006 yang masing-masing sebesar Rp 10.900.000 dan Rp 6.400.000 serta meningkat kembali pada bulan Mei 2006 sebesar Rp 10.900.000 (Lampiran 7). Seperti yang diperlihatkan pada Gambar 10 dibawah ini. 12 10 8
Jumlah 6 (Juta Rupiah) 4
2 0
Des-05
Jan-06
Feb-06
Mar-06
Apr-06
Mei-06 Waktu
Gambar 10. Plafon pembiayaan UPK Ikhtiar desa Ciaruteun (Des 2005 Mei 2006) Fasilitator Wilayah (FW) dalam melihat pembiayaan pertama kali memperhatikan kesesuaian plafon, disiplin alokasi (hitungan rasional) dan disiplin angsuran (selalu disiplin dalam membayar). Kedua melihat disiplin kehadiran, dan ketiga melihat disiplin tabungan. Kesesuaian plafon dilihat dari kelayakan usaha yang dihitung secara rasional dengan memperhatikan jumlah angsuran yang dibayarkan setiap minggunya. Disiplin kehadiran terkait dengan kesepakatan antara anggota dengan FW untuk menghadiri pertemuan setiap minggu dalam transaksi membayar angsuran dan menabung. Disiplin menabung dalam hal ini bukan melihat besarnya jumlah tabungan anggota, tetapi bagaimana melihat tingkat keseringan menabung setiap minggu secara berkelanjutan. Pengajuan pinjaman oleh anggota dilakukan dalam pertemuan majelis dan harus mendapat persetujuan anggota yang lain. Sebab hal ini menjadi prasyarat sebelum pengajuan ke pembina pembiayaan (financing officer). Tingkat kehadiran, prestasi angsuran, dan dinamika tabungan menjadi indikator dalam persetujuan pinjaman. Pengajuan anggota yang telah direkomendasikan oleh majelis diproses
49
dalam komite pinjaman yang dipimpin oleh kepala operasional dan pembina pembiayaan. Setelah
mendapat persetujuan dalam rapat
komite, pencairan pinjaman dapat dilakukan dalam pertemuan majelis. Angsuran pinjaman dibayarkan setiap minggu dengan jangka waktu 50 minggu. Angsuran pokok yang harus dibayar setiap minggu adalah Rp 5000 sampai Rp 20.000 yang disesuaikan dengan jumlah plafon yang ditetapkan. Dalam jangka waktu pembayaran angsuran yang cukup lama ini, anggota diharapkan konsisten untuk terus membayar pinjaman sesuai dengan kesepakatan bersama antara anggota dan pihak UPK Ikhtiar. Dalam hal ini, TPL setiap minggu melakukan
pertemuan
bersama
dengan
anggota
majelis
dan
mengingatkan kepada anggota untuk selalu terus membayar angsuran secara rutin sebagai bentuk komitmen yang telah disepakati. Selain melihat angsuran pokok yang dibayar setiap minggu sebagai syarat disiplin pembayaran pembiayaan, anggota juga harus membayar simpanan (saving) wajib dan juga tabungan kelompok. Tabungan wajib merupakan iuran keanggotaan yang dibayarkan pada setiap pertemuan mingguan sebesar Rp 200 dan meningkat sesuai dengan kenaikan plafon pinjaman. Tabungan kelompok merupakan iuran pelayanan yang dibayarkan oleh kelompok yang jumlahnya disesuaikan dengan plafon pinjaman, misalnya Rp 300
untuk
pinjaman Rp 300.000, dan Rp 500 untuk pinjaman Rp 500.000 hingga Rp 1.000.000. Uang ini merupakan milik anggota yang dapat diambil ketika keluar dari keanggotaan. Tingkat risiko tunggakan pengembalian pembiayaan UPK Ikhtiar relatif sangat rendah. Data pada akhir Maret 2006 jumlah anggota yang menunggak secara keseluruhan memiliki rata-rata portofolio berisiko sebesar 9,16 persen. Data ini berdasarkan dengan periode tunggakan dari tahun sebelumnya, risiko portofolio yang paling besar berada pada periode tunggakan 1 sampai 30 hari, dengan portofolio 47 persen bulan Desember 2005 dan menurun 24,27 persen
50
pada bulan Maret 2006 (Lampiran 7). Seperti diperlihatkan pada Gambar 11 di bawah ini. 50% 40% Resiko (%)
1-30 hari
30%
31-60 hari
20%
61-90 hari
10% 0%
91-120 hari Des-05
Jan-06
Feb-06
Mar-06
Lebih dari 120 hari
Waktu
Gambar 11. Risiko atas pinjaman (Des 2005-Maret 2006) 4.2.5. Mekanisme Pertemuan Rutin. Pertemuan rutin menjadi wahana pelayanan kas angsuran dan tabungan, pengajuan dan pencairan pembiayaan. pada pertemuan dilakukan evaluasi kinerja kelompok dalam hal kehadiran, pinjaman, dan tabungan. Pertemuan rutin dipandu oleh fasilitator, didampingi oleh Tenaga Pendamping Kelompok. Proses dimulai dengan memeriksa kehadiran anggota dan pembacaan ikrar yang dipimpin oleh ketua kelompok. Kemudian dilanjutkan dengan pelayanan kas setoran angsuran dan tabungan, pengambilan tabungan dan pencairan pembiayaan. Apabila ada pengajuan baru, maka anggota yang mengajukan pinjaman berbicara secara verbal di depan anggota kelompoknya, kemudian dilanjutkan dengan pembahasan pengajuan tersebut oleh anggota. Agenda akhir pertemuan biasanya diisi dengan membahas kondisi kelompok, dan pembahasan usul-usul anggota. Anggota yang disiplin menabung dapat menggunakan uang tabungannya ketika sewaktu-waktu dibutuhkan oleh anggota. Ada dua kemungkinan manfaat uang tabungan, yaitu; pertama, tabungan bermanfaat untuk keperluan anggota yang dapat diambil secara mendadak ketika dibutuhkan. Kedua, tabungan dapat digunakan untuk pengganti dalam membayar pinjaman ketika anggota tidak mampu lagi membayar angsuran setiap minggunya secara rutin.
Disiplin
menabung dalam hal ini bukan melihat ukuran besar nominalnya,
51
tetapi tingkat keseringan menabung walaupun hanya Rp 1000 per hari. Jadi, manfaat anggota yang suka menabung salah satunya adalah komitmen anggota dalam membayar pinjaman. Hasil dari usaha agribisnis sayuran yang kecil itu bisa terakumulasi. Kebutuhan petani di pedesaan itu bukan hanya pinjaman/kredit/pembiayaan, tetapi tabungan juga dibutuhkan oleh masyarakat. Maksimum petani dapat menabung dari Rp1.000 sampai Rp 2.000 per hari dibandingkan menabung di bank yang minimal hanya Rp 5.000 dalam satu tahun menjadi Rp 240.000. Jika dihitung oleh uang transportasi yang dikeluarkan akan lebih banyak menghabiskan biaya. Dengan uang itu, maka kegiatan/usaha agribisnis sayuran yang anggota lakukan sudah memiliki modal terlebih dahulu. Bahkan hanya untuk menanam bayam mereka bisa membeli pupuk dan bibitnya. Monitoring kinerja kelompok dilakukan dengan pembahasan bersama di tingkat kelompok, terutama pada kelompok yang kinerjanya menurun. Data pendukung yang diberikan antara lain; prestasi angsuran, dinamika tabungan, dan kehadiran anggota, yang merupakan indikator awal kinerja kelompok. Meskipun demikian, prestasi angsuran dan dinamika tabungan yang positif tidak mengindikasikan bagusnya kinerja kelompok, tetapi seringkali menunjukkan turunnya solidaritas dan kepercayaan antar anggota dalam kelompok. Rapat pendampingan dilakukan satu kali dalam sebulan yang memetakan kualitas kelompok dan memberikan rekomendasi kegiatan pendampingan pada setiap kelompok. Program UPK Ikhtiar tidak hanya sebagai program yang menyalurkan dana ke masyarakat desa saja. Tetapi membina masyarakat desa agar memiliki kesadaran kolektif yang berkelanjutan memiliki pengorganisasian mandiri. Dalam hal ini, program tersebut membantu kesadaran kritis masyarakat yang metodenya diserahkan kepada anggota majelis. Contohnya adalah bagaimana anggota memecahkan masalah rumah tangga. Tugas TPL juga akan
52
memfasilitasi kesadaran kritis anggota dari masalah yang mereka hadapi. Masalah utama yang terjadi adalah masalah kesehatan, pendidikan, dan sanitasi. 4.2.6. Pemantauan dan Evaluasi Program. Pemantauan dan evaluasi program dilakukan selama satu kali dalam setahun. Untuk melihat apakah program ini sesuai dengan tujuan yang telah direncanakan. Artinya sejauh mana program ini mencapai target yang tepat sasaran sesuai dengan penemuan wilayah yang dilakukan dengan mengamati potensi wilayah sehingga program UPK Ikhtiar dapat dijalankan. Proses evaluasi program UPK Ikhtiar dilakukan dalam mekanisme rapat mingguan dan bulanan. Rapat mingguan membahas tentang laporan dari proses transaksi anggota setiap minggu dengan melihat laporan transaksi keuangan dari TPL. Rapat bulanan membahas laporan dan proyeksi keuangan, perkembangan kinerja majelis/kelompok. Evaluasi program UPK Ikhtiar dilihat dari sejauh mana program ini mampu memberikan pelayanan keuangan, pendidikan anggota dan pengorganisasian kelompok. Dari segi pelayanan, TPL sebagai petugas yang melayani anggota setiap minggu dari hari Senin sampai Kamis melakukan transaksi keuangan dengan anggota. Selain itu, TPL juga memberikan pembelajaran tentang bagaimana bersikap toleransi terhadap sesama anggota, memfasilitasi anggota kelompok dalam menyelesaikan masalah dan mencari solusi apa yang dihadapi oleh salah satu anggota. Fasilitator Wilayah yang memiliki tugas untuk mengembangkan kelompok juga mengevaluasi bagaimana kelompok ini memiliki pengorganisasian yang baik. Salah satu upaya adalah melalui pelatihan kader supaya anggota kelompok dapat berfikir kritis tentang permasalahan sosial seperti; pentingnya meningkatkan pendidikan bagi keluarga mereka, dan sebagainya.
53
4.2. Partisipasi Anggota dalam Mengikuti Program UPK Ikhtiar Data perkembangan anggota UPK Ikhtiar bulan Maret 2006 di Desa Ciaruteun Ilir mengalami peningkatan dari tahun sebelumnya. Jumlah anggota pada akhir Maret 2006 tercatat 447 orang yang meningkat dibandingkan pada tahun 2005 sebanyak 125 orang. Jumlah majelis pada tahun 2005 sebanyak 9 majelis dan meningkat menjadi 32 majelis pada akhir Maret 2006. Data ini mengindikasikan bahwa terjadi peningkatan jumlah anggota dan majelis setiap tahunnya masing-masing sebesar 257,6 persen dan 255,56 persen, dengan begitu jumlah anggota yang meminjam uang dan menabung untuk kebutuhan mereka juga meningkat secara signifikan. Total jumlah dana yang disalurkan untuk pembiayaan juga menunjukan peningkatan. Penyaluran dana sampai dengan bulan Desember 2005 sebesar Rp 27.400.000 dan meningkat sampai dengan akhir Maret 2006 sebesar Rp 44.700.000. Jumlah ini menunjukan peningkatan 63,14 persen dari penyaluran dana pembiayaan tahun sebelumnya (Lampiran 6). Penyaluran dana ini juga tidak sepenuhnya untuk pembiayaan yang jumlah pinjaman pokoknya harus dikembalikan dan keuntungannya di bagi bersama sesuai prinsip syariah. Sebab ada juga penyaluran dana ini untuk kebajikan yang hanya besar pinjaman pokoknya saja yang dikembalikan, yang disebut penyaluran dana Qordun Hasan (QH). Sedangkan penyaluran dana dengan pembiayaan yang pengembaliannya berdasarkan aqad dan dibebankan pembagian keuntungan disebut dengan pembiayaan Murabahah (MBA). Total penyaluran dana untuk pembiayaan QH dan MBA sampai akhir Maret 2006 sebesar Rp 10.900.000. Di mana penyaluran dana untuk QH sampai akhir Maret 2006 Rp 9.800.000 sedangkan untuk pembiayaan MBA sebesar Rp 1.100.000. Data ini menunjukkan bahwa partisipasi anggota dalam meminjam melalui program UPK Ikhtiar memang beragam, ada yang meminjam melalui pembiayaan QH dan MBA (Lampiran 6). Perolehan sumbangan dana UPK Ikhtiar untuk Desa Ciaruteun Ilir berasal dari Yayasan Peramu dan Baitul Mal Bogor. Sampai dengan periode bulan Desember 2005 kedua lembaga tersebut menyumbang dana sejumlah
54
Rp 14.800.000 dan sampai dengan bulan Maret 2006 sumbangan yang diberikan tidak ada perubahan sejumlah Rp 14.800.000. Data ini mengindikasikan bahwa kedua lembaga tersebut menyalurkan dana untuk UPK Ikhtiar yang dikhususkan untuk para anggota di Desa Ciaruteun Ilir yang mata pencahariannya adalah sebagai petani dan pedagang sayuran. Biasanya dana yang mereka pinjam untuk keperluan membiayai usaha mereka, seperti modal untuk menanam sayuran, berdagang, dan sebagainya
La in ny a
K ec il
Ja sa
U sa ha
P er ta ni an
60 50 40 30 20 10 0 P er da g an ga n
Jumlah (kali)
seperti yang diperlihatkan pada Gambar 12 di bawah ini.
Sektor
Gambar 12. Skim pembiayaan UPK Ikhtiar (Des 2005-Mei 2006) Gambar tersebut menunjukkan bahwa skim pembiayaan sangat beragam untuk berbagai sektor. Pada sektor pertanian dalam periode Desember 2005 sampai Mei 2006 menempati skim pembiayaan
tinggi
dibandingkan dengan sektor yang lain dengan jumlah 54 kali. Kemudian sektor perdagangan menempati urutan kedua dari skim pembiayaan dengan jumlah 49 kali. Sedangkan untuk sektor lainnya adalah seperti pendidikan, kesehatan, bayar utang dan keperluan operasional berada pada urutan ketiga dengan jumlah pembiayaan 23 kali. Selanjutnya pada urutan keempat dan kelima skim pembiayaan untuk sektor jasa dan usaha kecil dengan jumlah 17 dan 4 (Lampiran 7). Dari segi jumlah anggota yang meminjam dan akad yang disepakati bersama dengan UPK Ikhtiar sangat fluktuatif. Jika dilihat lebih dalam bahwa banyak juga anggota yang meminjam uang melalui pembiayaan QH,
55
dimana
bentuk
pinjamannya
hanya
berupa
dana
kebajikan
yang
pengembaliannya sebatas jumlah dana pokoknya saja. Sedangkan pinjaman MBA relatif sedikit, sebab anggota belum bisa menjamin untuk membagi keuntungan dengan pihak UPK yang memang usaha mereka rata-rata bertani sayuran dengan risiko yang cukup besar. Pada bulan Desember 2005, jumlah anggota yang meminjam dari UPK Ikhtiar sebanyak 15 orang dengan akad 12 MBA dan 3 QH. Kemudian pada bulan Januari 2006, jumlah anggota yang meminjam sebanyak 28 orang dengan akad semuanya untuk pembiayaan kebajikan QH. Pada bulan Februari 2006 jumlah pembiayaan cukup rendah dengan akad QH yang sama jumlahnya dengan jumlah peminjam yaitu sebanyak 3 orang. Pembiayaan yang paling tinggi adalah pada bulan Maret 2006 dengan jumlah peminjam 48 orang dengan akad 45 QH dan 3 MBA (Lampiran 8). Seperti yang diperlihatkan pada Gambar 13 dibawah ini. 60
Jumlah
50 40
Peminjam
30
MBA
20
QH
10 0 Des-05 Jan-06 Feb-06 Mar-06 Apr-06 Mei-06 Waktu
Gambar 13. Jumlah pinjaman dana dan akad (Des 2005-Mei 2006) Di samping meminjam uang, anggota UPK Ikhtiar juga diwajibkan untuk menabung. Data tabungan sukarela pada akhir Maret 2006 di Desa Ciaruteun sebesar Rp 64.300.000. Jumlah tabungan ini cukup besar dibandingkan pada tahun sebelumnya (2005) hanya sebesar Rp 11.227.500 yang mengalami peningkatan 472,7 persen. Sedangkan untuk tabungan wajib dan tabungan kelompok pada bulan Maret 2006 sebesar Rp 1.276.900 dan Rp 1.444.800. Jumlah ini cukup besar dibandingkan tahun 2005 yaitu masing-masing sebesar Rp 243.300 dan Rp 351.450 (Lampiran 6). Data ini menunjukkan bahwa semakin banyak anggota yang meminjam uang dari UPK Ikhtiar, maka tingkat menabung anggota juga semakin meningkat. Hal
56
ini disebabkan oleh komitmen anggota bersama pihak UPK Ikhtiar untuk selalu konsisten dalam menyisihkan uang setiap minggunya seperti yang diperlihatkan pada Gambar 14 berikut ini. 70
Jumlah (Juta Rupiah)
60 50 Tabungan Sukarela 40
Tabungan Wajib Tabungan Kelompok
30 20 10 0 Tahun 2005
Mar-06
Waktu
Gambar 14. Data perkembangan tabungan (Tahun 2005-Maret 2006) Gambar di atas menjelaskan bahwa terjadi peningkatan jumlah tabungan sukarela yang sangat signifikan. Dari tahun 2005 sampai Maret 2006 anggota yang menabung pada UPK Ikhtiar mengalami peningkatan 472,7 persen. Hal ini menunjukkan dengan semakin banyaknya anggota yang meminjam uang, maka jumlah anggota yang menabung juga semakin banyak. perkembangan ini juga dipengaruhi oleh peningkatan jumlah anggota UPK Ikhtiar yang mencapai 256,7 persen dari tahun 2005 sampai dengan Maret 2006. Sehingga dapat dibuktikan bahwa partisipasi anggota dalam mengikuti program UPK Ikhtiar dapat meningkatkan jumlah tabungan (Lampiran 6). Pihak UPK Ikhtiar juga menghadapi para anggota yang masih menunggak dalam membayar angsuran. Data pada akhir Maret 2006 jumlah anggota yang menunggak secara keseluruhan memiliki rata-rata portofolio berisiko sebesar 9,16 persen. Hal ini menunjukkan bahwa risiko atas pinjaman portofolio pada program UPK Ikhtiar memiliki risiko yang relatif sangat kecil, sebab para petani lebih mementingkan mengembalikan uang pinjaman itu dengan membayar angsuran secara rutin setiap minggunya.
57
Sehingga
pembiayaan
UPK
Ikhtiar
dapat
meningkatkan
tingkat
pengembalian yang tinggi dan jumlah tabungan yang diiringi dengan peningkatan jumlah anggota yang cukup banyak. 4.3. Strategi Efektifitas Pembiayaan Sistem Syariah Efektifitas pembiayaan sistem syariah dianalisisis dengan menyusun hierarki dalam bentuk struktur. Struktur pada level pertama adalah fokus (ultimate goal) sebagai sasaran utama yaitu efektifitas pembiayaan sistem syariah. Penyusun struktur pada level kedua adalah faktor-faktor yang mempengaruhi efektivitas pembiayaan sistem syariah berdasarkan kriteria yang dibutuhkan oleh UPK Ikhtiar untuk mencapai sasaran tersebut seperti jumlah tabungan anggota, pembayaran pembiayaan, kesejahteraan rumah tangga petani, dan pemberdayaan pengelolaan agribisnis sayuran. Level ketiga penyusun struktur dalam hierarki ini adalah aktor yang berpengaruh dalam meningkatkan efektivitas pembiayaan, yaitu; petani sayuran, Tenaga Pendamping Lapangan, Fasilitator Wilayah dan Manajer Operasional. Di mana masing-masing aktor tersebut memiliki peran yang sangat mempengaruhi jalannya roda UPK Ikhtiar. Kemudian penyusun struktur selanjutnya adalah level tujuan yang terdiri dari bagaimana UPK Ikhtiar ini dapat memenuhi kebutuhan anggota, mendorong anggota membayar angsuran, membantu tingkat pendapatan petani, dan memberikan modal kepada petani itu sendiri. Level yang terakhir dalam struktur ini adalah strategi yang digunakan untuk meningkatkan efektivitas pembiayaan. Strategi yang direkomendasikan adalah membentuk majelis konsultasi anggota, membangun kekuatan kelompok, membina kesadaran kritis anggota, dan memberikan pelatihan manajemen agribisnis. Kemudian level-level penyusun struktur tersebut akan dianalisis dengan metode AHP. Masing-masing elemen dalam level tersebut akan dilakukan pengujian dengan membandingkan prioritas mana yang lebih penting atau tingkat keperluan yang diutamakan, sehingga akan diketahui tingkat konsistensi dari elemen-elemen penyusun struktur tersebut secara kuantitatif. Analisis ini berdasarkan kuesioner yang diisi oleh responden dengan memasukkan nilainya dalam matriks pendapat individu (MPI),
58
kemudian analisisnya digabung menjadi matriks pendapat gabungan (MPG) dengan consistency index (CI) lebih kurang sama dengan 0,1 (CI ≤ 0,1). Berikut akan dijelaskan secara lebih ternci analisis struktur tersebut. Berikut akan diperlihatkan struktur dalam menganlisis efektifitas pembiayaan sistem syariah UPK Ikhtiar pada Gambar 15. EFEKTIVITAS PEMBIAYAAN SISTEM SYARIAH
PENINGKATAN JUMLAH TABUNGAN ANGGOTA (PJTA)
PETANI SAYURAN (PS)
MEMENUHI KEBUTUHAN SEHARI-HARI ANGGOTA
(MKHA)
MEMBENTUK MAJELIS KONSULTASI KELOMPOK (MMKK)
PENINGKATAN PEMBAYARAN PEMBIAYAAN (PPP)
TENAGA PENDAMPING LAPANGAN (TPL)
PENINGKATAN KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA PETANI (PKRTP)
FASILITATOR WILAYAH (FW)
PEMBERDAYAAN PENGELOLAAN AGRIBISNIS SAYURAN
(PPAS)
MANAJER OPERASIONAL (MO)
MENDORONG ANGGOTA MEMBAYAR ANGSURAN (MAMA)
MEMBANTU TINGKAT PENDAPATAN PETANI (MTPP)
MEMBERIKAN MODAL PETANI SAYURAN (MMPS)
MEMBANGUN KEKUATAN KELOMPOK (MKK)
MEMBINA KESADARAN KRITIS ANGGOTA
MEMBERIKAN PELATIHAN MANAJEMEN AGRIBISNIS (MPMA)
(MKKA)
Gambar 15. Struktur proses hirarki analitik pada efektivitas pembiayaan UPK Ikhtiar.
59
4.3.1. Analisis Fokus Penyusun struktur pada hierarki di level pertama adalah menganalisis efektifitas pembiayaan sistem syariah terhadap petani agribisnis sayuran pada program UPK Ikhtiar. Efektivitas pembiayaan syariah adalah seberapa besar tingkat pembayaran pinjaman yang diberikan oleh UPK Ikhtiar kepada petani berdasarkan penyaluran dana yang digulirkan. Hal ini sangat penting kaitannya dengan konsistensi petani dalam mengembalikan pinjaman agar pembiayaan tersebut dapat dikembalikan sesuai dengan perjanjian pengembalian dengan jangka waktu yang ditetapkan oleh kedua belah pihak. Dalam menganalisis efektivitas pembiayaan ini terdapat anggapan yang berbeda antara pihak petani dengan pihak UPK Ikhtiar sendiri. Hasil kuesioner dari petani menyatakan bahwa kesejahteraan rumah tangga petani merupakan hal penting dalam melihat efektivitas pembiayaan tersebut. Sebab dengan pembiayaan tersebut, para petani mampu memenuhi kebutuhan hidup rumah tangganya serta bagaimana ada pemberdayaan/penyuluhan tentang pengelolaan agribisnis dari pihak UPK Ikhtiar kepada petani. Sedangkan untuk membayar pembiayaan UPK Ikhtiar dapat dibayar setelah memenuhi kebutuhan hidup rumah tangga. Seperti yang diperlihatkan pada Gambar 16 berikut ini.
Gambar 16. Prioritas petani pada efektifitas pembiayaan UPK Ikhtiar
60
Gambar 16 menjelaskan bahwa prioritas petani sayuran di Desa Ciaruteun dalam menggunakan pembiayaan UPK Ikhtiar adalah menginginkan
bagaimana
meningkatkan
kesejahteraan
rumah
tangganya dengan bobot 0,549 serta indeks konsistensi sebesar 0,07 yang menyatakan bahwa pilihan petani lebih memprioritaskan kesejahteraan rumah tangga dibandingkan dengan yang lain. 4.3.2. Analisis Faktor Dalam menganalis faktor terdapat beberapa elemen yang sangat mempengaruhi efektifitas pembiayaan sistem syariah UPK Ikhtiar. Faktor pertama adalah peningkatan jumlah tabungan anggota, di mana elemen-elemen yang mempengaruhinya adalah jumlah tabungan anggota itu sendiri. Jumlah tabungan yang dimaksud adalah jumlah uang yang disimpan atau ditabung oleh anggota majelis setiap minggu. Menabung secara rutin setiap minggu merupakan komitmen awal yang dibangun oleh UPK Ikhtiar kepada anggota sebelum mereka menjadi anggota. Sebab pihak UPK Ikhtiar memiliki asumsi bahwa semakin rajin anggota itu menabung, maka semakin rajin anggota itu untuk membayar angsuran. Kemudian faktor kedua dalam mempengaruhi efektifitas pembiayaan adalah peningkatan pembayaran pembiayaan/pinjaman. Hal ini berkaitan dengan uang yang dibayarkan oleh anggota setiap minggu secara rutin ketika meminjam uang dari UPK Ikhtiar dalam bentuk angsuran. Jumlah uang yang diangsur setiap minggu berbeda, yang besarnya disesuaikan dengan jumlah uang yang dipinjamkan. Pembayaran angsuran antara Rp 5000 sampai Rp 20.000. Jangka waktu yang ditetapkan adalah berdasarkan kesepatan bersama antara pihak petani sayuran (anggota) dengan UPK Ikhtiar, biasanya jangka waktunya adalah 30 sampai 50 minggu. Jangka waktu yang relatif lama ini sangat meringankan anggota dalam membayar angsuran, karena tidak memberatkan mereka. Terkadang jika mereka tidak memiliki uang, maka mereka berhenti dulu untuk mengangsur pada minggu itu dan akan dibayar minggu depan jika punya uang.
61
Faktor ketiga adalah peningkatan kesejahteraan rumah tangga petani sayuran. Hal ini merupakan faktor yang menjadi perhatian pihak UPK Ikhtiar, bahwa yang menjadi tujuan utama program ini adalah bagaimana meningkatkan kesejahteraan rumah tangga anggota UPK Ikhtiar yang memang mereka bekerja sebagai petani sayuran. Kesejahteraan anggota berkaitan dengan urusan hidup keluarga petani yang terlepas dari segala urusan pemenuhan kebutuhan, seperti; belanja, pendidikan anak dan kesehatan keluarga. Pada dasarnya, para anggota menginginkan program ini mampu memenuhi kebutuhan hidup keluarga petani yang tinggal di desa dan jauh dari kota agar dapat bertahan hidup baik dari segi belanja sehari-hari, pendidikan anak-anak dan kesehatan keluarga. Hal ini menjadi harapan anggota ketika program UPK Ikhtiar masuk ke desa, sehingga kehidupan anggota dapat berjalan sejahtera. Faktor keempat adalah pemberdayaan pengelolaan agribisnis sayuran. Hal ini berkaitan dengan sejauh mana peran UPK Ikhtiar dalam membantu usaha anggotanya yang memang banyak pada sektor pertanian sayuran, seperti : bayam, kangkung, salada, kemangi dan sebagainya. Pemberdayaan agribisnis ini dapat berupa penyuluhan pertanian tentang bagaimana cara bercocok tanam yang efisien dan efektif agar menghasilkan panen yang baik. Hal ini disebabkan hasil pertanian akan dijual di pasar sebagai pendapatan usaha mereka. Secara alami, anggota lebih mengetahui cara bercocok tanam, tetapi ketika yang tidak mendukung, maka cenderung menyerahkan semuanya pada faktor alam. Jika mereka memiliki pengetahuan yang lebih tentang cara bertanam yang beragam, maka hasil yang diperoleh juga akan beragam sesuai dengan kebutuhan yang berbeda di masyarakat. Faktor-faktor di atas sangat penting dalam mempengaruhi efektivitas pembiayaan sistem syariah program UPK Ikhtiar. Hasil analisis MPG menyatakan bahwa pembiayaan
merupakan
faktor
yang
peningkatan pembayaran paling
penting
dalam
62
mempengaruhi efektifitas pembiayaan. Hasil analisis faktor diperoleh bahwa peningkatan pembayaran pembiayaan (PPP) memiliki vektor prioritas (bobot) yang paling tinggi sebesar 0,318 dengan consistency Indeks (CI) 0,0136 yang menyatakan bahwa penilaian akan konsisten ketika CI lebik kecil sama dengan 0,1. Kemudian yang diikuti oleh faktor peningkatan kesejahteraan rumah tangga petani (PKRTP) yang memiliki bobot 0,292. Sedangkan faktor pemberdayaan pengelolaan agribisnis sayuran (PPAS) dan Peningkatan jumlah tabungan anggota (PJTA) masing-masing memiliki bobot 0,222 dan 0,168 (Lampiran 9). Berikut akan diperlihatkan hasil analisis pada Tabel 8 di bawah ini. Tabel 8. Hasil analisis level faktor terhadap efektivitas pembiayaan. EP PJTA PPP PKRTP PPAS
PJTA 1 2,41889 1,67717 1,06415
PPP 0,41341 1 0,97995 0,83625
PKRTP 0,59624 1,02046 1 0,78338
PPAS 0,93971 1,19581 1,27652 1
Rata 0,73734 1,40879 1,23341 0,92095 4,3005
VE 0,694 1,311 1,204 0,914 4,122
VP 0,16831 0,31801 0,29199 0,22169 1
4.3.3. Analisis Aktor Tahapan analisis selanjutnya adalah melakukan penilaian terhadap aktor-aktor yang mempengaruhi efektivitas pembiayaan sistem syariah pada program UPK Ikhtiar. Ada empat aktor yang berpengaruh dalam mencapai sasaran utama, yaitu ; Petani Sayuran (PS), Tenaga Pendamping Lapangan (TPL), Fasilitator Wilayah (FW) dan Manajer Operasional (MO). Keempat aktor tersebut merupakan pihak yang sangat mendukung program UPK Ikhtiar, apabila aktor ini mampu bekerja dengan baik, maka hasil dari program ini juga akan baik. Semua aktor saling berkaitan antara yang satu dengan yang lainnya, saling bekerja sama untuk mencapai sasaran utama yang diinginkan, yaitu efektifitas pembiayaan. Petani Sayur (PS) merupakan orang yang melakukan kegiatan atau usaha pertanian di ladang, sawah dan kebun yang bertujuan untuk memperoleh hasil tani dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Tenaga Pendamping Lapangan (TPL) merupakan orang yang berfungsi untuk
63
melakukan penyiapan wilayah untuk penumbuhan kelompok baru, dan melakukan pengelolaan komunitas serta melakukan pendampingan terhadap anggota. Fasilitator Wilayah (FS) merupakan orang yang berfungsi
untuk
melakukan
pendampingan
terhadap
aktivitas
kelompok dan majelis khususnya kegiatan rutin pelayanan simpan pinjam. Manajer Operasional (MO) merupakan orang yang mengelola kegiatan UPK Ikhtiar agar dapat berjalan dengan baik sesuai dengan rencana. Hasil analisis menyatakan bahwa TPL merupakan aktor yang sangat berpengaruh untuk mencapai sasaran efektivitas pembiayaan dengan bobot 0,318. TPL menjadi aktor utama yang diprioritaskan untuk mengelola UPK Ikhtiar karena perannya yang langsung terjun ke masyarakat desa, terutama para petani sayuran. Kemudian aktor kedua yang berpengaruh terhadap sasaran utama adalah fasilitator wilayah (FW) dengan bobot 0,270. Sesuai dengan tugasnya, FW merupakan orang yang melakukan pendampingan kepada anggota dan aktivitas kelompok di dalam program Ikhtiar dan juga melihat bagaimana perkembangan
masing-masing
kelompok
di Desa.
Sedangkan aktor PS dan MO merupakan aktor yang memiliki prioritas ketiga dan keempat dengan bobot masing-masing 0,235 dan 0,177 karena memiliki peran yang sedikit dalam pendampingan masyarakat, MO memiliki peran dalam mengontrol semua aktifitas program UPK Ikhtiar (Lampiran 10). Berikut diperlihatkan pada Tabel 9. Tabel 9. Hasil analisis level aktor terhadap faktor. LEVEL PS TPL FW MO
PJTA 0,1998 0,3357 0,2825 0,182
PPP 0,267 0,321 0,245 0,167
PKRTP 0,1946 0,3266 0,2883 0,1905
PPAS 0,2683 0,2876 0,2726 0,1714
X X X X
VP Faktor 0,16831298 0,31800697 0,29199033 0,22168972
= = = =
VP Aktor 0,235 0,318 0,270 0,177
4.3.4. Analisis Tujuan Tahapan analisis selanjutnya adalah melakukan penilaian terhadap level tujuan. Pada level ini terdapat empat tujuan, yaitu ; Memenuhi Kebutuhan Sehari-hari Anggota (MKHA), Mendorong
64
Anggota
Membayar
Angsuran
(MAMA),
Membantu
Tingkat
Pendapatan Petani (MTPP) dan Memberikan Pinjaman Modal (MPM). Keempat tujuan tersebut saling berkaitan dan mempengaruhi antara yang satu dengan yang lainnya. Tujuan ini adalah bagaimana program UPK Ikhtiar ini dapat berjalan yang diikuti oleh faktor dan aktor yang mendukung dalam mencapai sasaran utama sasaran utama, yaitu efektifitas pembiayaan. Memenuhi Kebutuhan Sehari-hari Anggota (MKHA) berkaitan dengan sesuatu yang sangat diperlukan oleh keluarga petani dalam membeli bahan pokok untuk dikonsumsi setiap hari. Mendorong Anggota Membayar Angsuran (MAMA) berkaitan dengan usaha anggota majelis untuk menyisihkan uangnya dalam membayar pinjaman dengan cara mencicil sedikit demi sedikit. Membantu Tingkat Pendapatan Petani (MTPP) berkaitan dengan hasil usaha yang diperoleh petani dari panen sayur mayur yang dijual di pasar. Memberikan Pinjaman Modal (MPM) berkaitan dengan proses atau cara memberi uang yang dipakai sebagai pokok untuk bertani, berdagang dan memenuhi kebutuhan hidup keluarga petani lainnya. Hasil
analisis
menyatakan
bahwa
Mendorong
Anggota
Membayar Angsuran (MAMA) merupakan tujuan yang mendapat prioritas paling tinggi dengan bobot sebesar 0,344. Hal ini dapat berkaitan dengan level faktor dimana faktor yang menjadi prioritas adalah meningkatkan pembayaran pembaiyaan. Sedangkan level tujuan yang menjadi prioritas kedua adalah Memenuhi Kebutuhan Sehari-hari Anggota (MKHA) dengan bobot 0,319. MKHA sangat penting dalam meningkatkan kesejahteraan rumah tangga petani, mereka dapat memenuhi kebutuhan sehari-harinya untuk keperluan belanja, pendidikan anak dan kesehatan keluarga. Kemudian level tujuan yang menjadi prioritas ketiga dan keempat adalah MTPP dan MPM dengan bobot masing-masing sebesar 0,173 dan 0,165 dimana tujuan ini merupakan tujuan dari aspek finansial yang memang
65
penting menjadi kebutuhan modal petani (Lampiran 10). berikut diperlihatkan pada Tabel 10. Tabel 10. Hasil Analisis level tujuan terhadap aktor. LEVEL MKHA MAMA MTPP MPM
PS 0,3477 0,2886 0,1943 0,1694
TPL 0,268 0,372 0,173 0,187
FW 0,3386 0,3456 0,1643 0,1515
MO 0,3411 0,3643 0,1569 0,1377
X X X X
VP Aktor 0,235 0,318 0,270 0,177
= = = =
VP Tujuan 0,319 0,344 0,173 0,165
4.3.5. Analisis Strategi Tahapan analisis selanjutnya adalah melakukan penilaian terhadap level strategi. Pada level ini terdapat empat strategi yang harus dilakukan untuk mencapai sasaran utama, yaitu ; Membentuk Majelis Konsultasi Anggota (MMKA), Membangun Kekuatan Kelompok (MKK), Membina Kesadaran Kritis Anggota (MKKA) dan Memberikan Pelatihan Manajemen Agribisnis (MPMA). Keempat strategi tersebut merupakan strategi yang memang saat ini menjadi kebutuhan anggota agar pihak UPK Ikhtiar merealisasikannya. Strategi ini saling berkaitan dan mempengaruhi antara yang satu dengan yang lainnya, dimana dalam strategi ini adalah bagaimana program UPK Ikhtiar ini dapat berjalan dengan yang dikuti oleh faktor, aktor dan tujuan yang mendukung strategi tersebut untuk mencapai sasaran utama sasaran utama, yaitu efektifitas pembiayaan. Membentuk Majelis Konsultasi Anggota (MMKA) berkaitan dengan suatu wadah sebagai tempat pertukaran pikiran antara anggota majelis UPK Ikhtiar dengan TPL maupun FW untuk mendapatkan masukan berupa saran dan nasehat yang sebaik-baiknya. Membangun Kekuatan kelompok (MKK) merupakan bagunan keeratan yang memiliki keunggulan dalam suatu pengetahuan yang diterapkan pada anggota anggota majelis UPK Ihktiar. Membina Kesadaran Kritis Anggota (MKKA) meruapakan proses keinsafan dari keadaan tidak tahu menjadi tahu dengan meningkatkan daya analisis anggota dalam menghadapi berbagai persoalan dan masalah. Memberikan Pelatihan Manajemen Agribisnis (MPMA) berkaitan dengan cara proses atau
66
cara melatih anggota majelis untuk bisa mengelola usaha pertaniannya agar dapat efisien dan efektif sesuai dengan tujuan dan harapannya. Hasil
analisis
menyatakan
bahwa
Membentuk
Majelis
Konsultasi Anggota (MMKA) merupakan strategi yang mendapat prioritas paling tinggi dengan bobot sebesar 0,284. Hal ini dapat berkaitan dengan level faktor dimana faktor yang menjadi prioritas adalah meningkatkan pembayaran pembiayaan yang harus ada sebuah majelis untuk berkonsultasi bagi para anggota yang belum bisa membayar angsuran dengan mencari solusi secara bersama-sama. Sedangkan level strategi yang menjadi prioritas kedua adalah Membangun Kekuatan Kelompok (MKK) dengan bobot 0,283. MKK sangat penting dalam meningkatkan kohesifitas antara petani dan pihak UPK Ikhtiar. Dalam hal ini, terdapat hubungan yang erat antara satu sama lainnya dalam memenuhi kebutuhan dan keperluan belanja sehari-hari, pendidikan anak dan kesehatan keluarga. Kemudian level strategi yang menjadi prioritas ketiga dan keempat adalah MKKA dan MPMA dengan bobot masing-masing sebesar 0,228 dan 0,205 di mana strategi ini merupakan strategi dari aspek pemahaman tentang pengetahuan yang lebih baik dari sisi ilmu pertanian yang efisien dan efektif, sosial dan ekonomi yang memang penting menjadi kebutuhan pengetahuan petani (Lampiran 10). Berikut diperlihatkan pada Tabel 11 dibawah ini. Tabel 11. Hasil analisis level strategi terhadap tujuan. LEVEL MMKA MKK MKKA MPMA
MKHA 0,2376 0,3155 0,2381 0,2088
MAMA 0,338 0,269 0,216 0,177
MTPP 0,264 0,2293 0,2208 0,286
MPM 0,2828 0,304 0,2432 0,17
X X X X
VP Tujuan 0,319 0,344 0,173 0,165
= = = =
VP Skenario 0,284 0,283 0,228 0,205
Dari analisis struktur yang telah dijelaskan dapat diketahui bahwa untuk mencapai efektifitas pembiayaan sistem syariah pada UPK Ikhtiar adalah dengan merunut pada vektor prioritas terbesar di masing-masing level pada struktur tersebut. Pada level faktor, aktor, tujuan dan strategi yang memiliki bobot terbesar adalah peningkatan
67
pembayarn pembiayaan, tenaga pendamping lapangan, mendorong anggota membayar angsuran serta membentuk majelis konsultasi anggota seperti yang diperlihatkan pada Gambar 17. EFEKTIVITAS PEMBIAYAAN SISTEM SYARIAH
PENINGKATAN JUMLAH TABUNGAN ANGGOTA 0.1683
PENINGKATAN PEMBAYARAN PEMBIAYAAN 0.318
PETANI SAYURAN (PS) 0.235
TENAGA PENDAMPING LAPANGAN (TPL) 0.318
PENINGKATAN KESEJAHTERAAN RUMAH TANGGA PETANI 0.292
PEMBERDAYAAN PENGELOLAAN AGRIBISNIS SAYURAN 0.2217
FASILITATOR WILAYAH (FW) 0.270
MANAJER OPERASIONAL (MO) 0.177
MEMENUHI KEBUTUHAN SEHARI-HARI ANGGOTA 0.319
MENDORONG ANGGOTA MEMBAYAR ANGSURAN 0.344
MEMBANTU TINGKAT PENDAPATAN PETANI 0.173
MEMBERIKAN MODAL PETANI SAYURAN 0.165
MEMBENTUK MAJELIS KONSULTASI KELOMPOK 0.284
MEMBANGUN KEKUATAN KELOMPOK 0.283
MEMBINA KESADARAN KRITIS ANGGOTA 0.228
MEMBERIKAN PELATIHAN MANAJEMEN AGRIBISNIS 0.205
Gambar 17. Hasil analisis struktur proses hirarki analitik pada efektivitas pembiayaan UPK Ikhtiar
68
KESIMPULAN DAN SARAN
1.
Kesimpulan a.
Program UPK Ikhtiar bertujuan untuk membangun kapasitas sosial dan kapasitas ekonomi keluarga berpenghasilan rendah agar mereka mampu memenuhi kebutuhan dasar seperti pangan perumahan, pendidikan, kesehatan, dan sebagainya melalui pengelolaan asset ekonomi rumah tangga dan pengembangan kewirausahaan. Dana pembiayaan program ini diperoleh dari BPRS,BMT dan Baitul Mal yang disalurkan kepada anggota UPK Ikhtiar. Hasil penelitian menyatakan bahwa penerapan program UPK Ikhtiar di Desa Ciaruteun yang merupakan daerah agribisnis sayuran sangat efektif. Hal ini berdasarkan perkembangan partisipasi anggota UPK Ikhtiar bulan Maret 2006 Di Desa Ciaruteun sampai Maret 2006 mengalami peningkatan sebesar 257,6% dari tahun sebelumnya. Jumlah anggota pada akhir Maret 2006 tercatat 448 orang yang meningkat dibandingkan pada tahun 2005 sebanyak 125 orang. Jumlah majelis meningkat pesat sebesar 255,56% dari tahun 2005 sebanyak 9 majelis dan meningkat menjadi 32 majelis pada akhir Maret 2006. Meningkatnya jumlah anggota membuat total penyaluran dana pembiayaan juga meningkat. Penyaluran dana sampai dengan bulan Desember 2005 sebesar Rp. 27.400.000 dan meningkat sampai dengan akhir Maret 2006 sebesar Rp. 44.700.000. Jumlah ini menunjukan peningkatan sebesar 63,14% dari penyaluran dana pembiayaan tahun sebelumnya. Mekanisme pertemuan rutin yang dilakukan dalam rangka memberikan pelayan keuangan kepada anggota cukup efektif.
b.
Hasil penelitian juga membuktikan bahwa partispasi anggota dalam mengikuti program UPK Ikhtiar dapat meningkatkan jumlah tabungan. Tabungan sukarela pada akhir Maret 2006 di Desa Ciaruteun Ilir sebesar Rp. 64.300.000 jumlah ini cukup besar dibandingkan pada tahun 2005 hanya sebesar Rp. 11.227.500 yang
69
mengalami peningkatan sebesar 472,7%. Sedangkan untuk tabungan wajib dan tabungan kelompok pada bulan Maret 2006 sebesar Rp. 1.276.900 dan Rp. 1.444.800. Jumlah ini pula cukup besar dibandingkan pada tahun 2005 yaitu masing-masing sebesar Rp. 243.300 dan Rp. 351.450 dengan peningkatan sebesar 424,8% dan 311%. Resiko tingkat pengembalian pembiayaan relatif sangat kecil sebesar 9,16%. Data ini berdasarkan dengan periode tunggakan dari tahun sebelumnya, resiko portofolio yang paling besar berada pada periode tunggakan 1 sampai 30 hari, dengan portofolio 47% bulan Desember 2005 dan menurun 24,27% pada bulan Maret 2006. c.
Rekomendasi strategi kepada Pihak UPK Ikhtiar mendapat hasil yang konsisten. Hasil analisis diperoleh bahwa dalam meningkatkan efektifitas pembiayaan sistem syariah pada petani sayuran di Desa Ciaruteun Ilir adalah peningkatan pembayaran pembiayaan. Hal ini dilihat dari faktor yang paling penting dalam mempengaruhi efektifitas pembiayaan yang memiliki bobot sebesar 0,318 dengan consistency Indeks (CI) 0,0136. Pada level aktor menyatakan bahwa TPL merupakan aktor yang sangat berpengaruh untuk mencapai sasaran efektivitas pembiayaan dengan bobot 0,318. TPL menjadi aktor utama yang diprioritaskan untuk mengelola UPK Ikhtiar karena perannya yang langsung terjun kepada para petani sayuran. Kemudian pada level tujuan menyatakan bahwa Mendorong Anggota Membayar Angsuran (MAMA) mendapat prioritas paling tinggi dengan bobot sebesar 0,344. Hal ini dapat berkaitan dengan level faktor di mana faktor yang menjadi prioritas adalah meningkatkan pembayaran pembaiyaan. Strategi yang digunakan adalah Membentuk Majelis Konsultasi Anggota (MMKA) yang merupakan strategi yang mendapat prioritas paling tinggi dengan bobot sebesar 0,284. Hal ini dapat berkaitan dengan level faktor di mana faktor yang menjadi prioritas adalah meningkatkan pembayaran pembiayaan yang memang harus ada
70
sebuah majelis untuk berkonsultasi bagi para anggota yang belum bisa membayar angsuran. 2.
Saran Berdasarkan hasil penelitian ini, maka terdapat beberapa saran yang perlu menjadi perhatian bagi pihak UPK Ikhtiar dalam melakukan efektifitas pembiayaan sistem syariah terhadap para petani agribisnis sayuran di Desa Ciaruteun Ilir, yaitu : a.
Meningkatkan jumlah sumberdaya manusia (SDM) terutama Tenaga Pendamping Lapangan (TPL) yang cenderung memiliki tugas ke lapangan untuk bertemu dengan para anggota UPK Ikhtiar di wilayah Desa Ciaruteun maksimal 3 orang untuk tahun ini mengingat jumlah anggota yang semakin banyak jumlahnya.
b.
Membentuk majelis konsultasi anggota yang berjumlah tiga orang yang terdiri dari TPL, FW dan tokoh masyarakat (anggota) sebagai wadah untuk memberikan masukan ataupun nasehat bagi para petani tentang kondisi yang memang menjadi permasalahan mereka serta mendampinginya dalam mencari solusi secara bersama-sama.
c.
Fasilitator Wilayah sebagai aktor yang berperan sebagai pendamping anggota mampu memberikan penyuluhan pertanian sayuran kepada para anggota untuk meningkatkan pemahaman petani dalam tata cara bercocok tanam dengan metode yang efisien, efektif dan produktif supaya mendapatkan hasil yang optimal.
d.
Mempererat kembali kekuatan kelompok kepada para petani sayuran (suami) yang sudah jarang mengumpul/bertemu dalam pertemuan rutin minimal sebulan sekali untuk membangun kohesifitas sosial bersama pihak UPK Ikhtiar.
e.
Membangun komunitas baru di pasar untuk hasil pertanian selain sayuran yang mampu memperkuat posisi ekonomi mereka di pasar dengan mempertimbangkan hasil pertanian yang menjadi kebutuhan konsumen di pasar selain sayuran agar mampu meningkatkan pendapatan anggota.
71
DAFTAR PUSTAKA
Ascarya, dan D. Yumanita. 2005. Mencari Solusi Rendahnya Pembiayaan Bagi Hasil di Perbankan Syariah Indonesia. Jurnal Perbankan Syariah, Volume 20, No. 4. September. Ashari, dan Saptana. 2005. Prospek Pembiayaan Syariah Untuk Sektor Pertanian. Forum Penelitian Agro Ekonomi, Volume 23, No. 2. Desember. Bank Indonesia dan Lembaga Penelitian UNDIP. 2000. Penelitian Potensi, Preferensi & Perilaku Masyarakat Terhadap bank Syariah di Wilayah Jawa Tengah dan Daerah Istimewa Yogyakarta. BI & UNDIP. Semarang. Biro Perbankan Syariah Bank Indonesia. 2001. Statistik Perbankan Syariah. Bank Indonesia. Jakarta. 2004. Statistik Perbankan Syariah. Bank Indonesia. Jakarta. 2005. Statistik Perbankan Syariah. Bank Indonesia. Jakarta. Deptan. 1997. SK Mentan No. 994/Kpts/OT.210/10/1997 Tentang Pedoman Penetapan Tingkat Hubungan Kemitraan Usaha Pertanian. Departemen Pertanian. Jakarta. Hidayat, Y. 2005. Efektivitas Pembiayaan Pola Bagi Hasil Pada BMT Keponteren Hubbul Wathan. Skripsi pada Departemen Sosial Ekonomi Pertanian, Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Imran, Oka. 2004. Kajian Pemanfaatan Sistem Pembiayaan Syariah pada Komunitas Petani Ikan Gurame di Desa Petir Kecamatan Dramaga. Skripsi pada Departemen Sosial Ekonnomi Perikanan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Irvansyah, A. 2005. Faktor-faktor yang Mempengaruhi Pembiayaan dengan Metode Mudharabah dan Musyarakah. Skripsi pada Departemen Manajemen, Fakultas Ekonnomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor, Bogor. Muhammad. 2005. Manajemen Pembiayaan Bank Syariah. UPP YKPN, Yogyakarta. 2004. Manajemen Dana Bank Syariah. FE UII. Yogyakarta.
72
Saaty, T. L. 1991. Pengambilan Keputusan Bagi Para Pemimpin dengan Proses Hirarki Analitik untuk Pengambilan Keputusan dalam Situasi yang Kompleks. PT. Dharma Aksara, Jakarta. Soekartawi. 2002. Prinsip Dasar Manajemen Pemasaran Hasil-hasil Pertanian; Teori & Aplikasinya. Raja Grafindo Persada, Jakarta. Undang-Undang No. 10 Tahun 1998, Tentang Perubahan atas Undang-Undang No. 7 Tahun 1992 Tentang Perbankan. Zulkifli, S. 2003. Panduan Praktis Transaksi Perbankan Syariah. Zikrul Hakim, Jakarta.
73
74
Lampiran 1. Kuesioner Penelitian
KUESIONER PENELITIAN TUGAS AKHIR TAHUN 2006
Judul Penelitian
: Analisis
Efektivitas
Pembiayaan
Sistem
Syariah
Terhadap Petani Agribisnis Sayuran Pada Program UPK Ikhtiar Yayasan Peramu Bogor (Studi
Kasus
Petani
Agribisnis
Sayuran
Desa
Ciaruteun Ilir Kecamatan Cibungbulang Kabupaten Bogor)
Oleh : MUHAMMAD SYAFAR ( H24102052 )
DEPARTEMEN MANAJEMEN FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR 2006
75
Lanjutan Lampiran 1.
LEMBAR KUESIONER RESPONDEN ANGGOTA UPK IKHTIAR Majelis ................................ Nomor : / Agustus /2006 M
IDENTITAS RESPONDEN Nama Lengkap
: ........................................................................
Tempat Tanggal Lahir
: ................, Bulan............, Tahun.....................
Jenis Kelamin
:L/P
Agama
: ........................................................................
Alamat Lengkap
: ........................................................................ RT........ RW......... Kel./Desa. ......................... Kec.................................... Kab. .....................
Umur
: ....................... Tahun
Pendidikan Formal
: ( ( ( ( ( ( ( (
Pendidikan Non Formal
: ( ) Pernah ( ) Tidak Pernah Jika Pernah, Sebutkan : ( ) Penyuluhan Pertanian ( ) Pengolahan Lahan Pertanian ( )Teknologi Pertanian ( ) Pemasaran ( ) ...............................................................
) Tidak Sekolah ) Tidak Tamat SD ) Tamat SD / Ibtidaiyah ) Tidak Tamat SLTP / Tsanawiyah ) Tamat SLTP / Tsanawiyah ) Tidak Tamat SLTA / Aliyah ) Tamat SLTA / Aliyah ) Perguruan Tinggi
( ) ............................................................... Pekerjaan
: ( ( ( ( ( ( (
) Pegawai Negeri Sipil (PNS) ) Pensiunan PNS ) Karyawan Swasta ) Buruh Tani / Pabrik ) Pengusaha / Wiraswasta ) Petani ) ...............................................................
76
Lanjutan Lampiran 1. Isilah Pertanyaan Kuesioner Dibawah ini dengan Cara Melingkari Salah Satu Nomor yang Ada Di Dalam Tabel. PETUNJUK NILAI SKALA BANDING Bila A sama penting dengan B Bila A sedikit lebih penting dibandingkan B Bila A lebih penting dibandingkan B Bila A sangat lebih penting dibandingkan B Bila A mutlak lebih penting dibandingkan B
=1 =3 =5 =7 =9
Bila A sama penting hingga sedikit lebih penting dibandingkan B Bila A sedikit lebih penting hingga lebih penting dibandingkan B Bila A lebih penting hingga sangat lebih penting dibandingkan B Bila A sangat lebih penting hingga mutlak lebih penting dibandingkan B
=2 =4 =6 =8
PETUNJUK NILAI SKALA BANDING TERBALIK Bila B sama penting dengan A Bila B sedikit lebih penting dibandingkan A Bila B lebih penting dibandingkan A Bila B sangat lebih penting dibandingkan A Bila B mutlak lebih penting dibandingkan A
=1 = 1/3 = 1/5 = 1/7 = 1/9
Bila B sama penting hingga sedikit lebih penting dibandingkan A Bila B sedikit lebih penting hingga lebih penting dibandingkan A Bila B lebih penting hingga sangat lebih penting dibandingkan A Bila B sangat lebih penting hingga mutlak lebih penting dibandingkan A
= 1/2 = 1/4 = 1/6 = 1/8
Contoh : Jika Jumlah Tabungan (A) Lebih Penting / Lebih Perlu dibanding Pembayaran Pinjaman (B) 1. Jumlah Tabungan (A) dibandingkan dengan Pembayaran Pinjaman (B) 1 2 3 4 6 7 8 9 5
Jika Pembayaran Pinjaman (B) Lebih Penting / Lebih Perlu dibanding Jumlah Tabungan (A) 2. Jumlah Tabungan (A) dibandingkan dengan Pembayaran Pinjaman (B) 1 2 3 4 6 7 8 9 1/5
77
Lanjutan Lampiran 1. BAGIAN I Keterangan : Terdapat beberapa Faktor-Faktor Kunci Yang Mempengaruhi Efektivitas Pembiayaan Sistem Syariah seperti yang tercantum di bawah ini : 1. Jumlah Tabungan, merupakan jumlah uang yang disimpan (ditabung) oleh anggota mejelis setiap minggu di Baitul Mal dalam program UPK Ikhtiar Yayasan Peramu Bogor. 2. Pembayaran Pinjaman, berkaitan dengan uang yang dibayarkan oleh anggota majelis setiap minggu ketika meminjam uang dari baitul mal dalam bentuk angsuran. 3. Kesejateraan Rumah Tangga, berkaitan dengan urusan hidup keluarga petani yang terlepas dari segala kesulitan pemenuhan kebutuhan seperti belanja, pendidikan dan kesehatan. 4. Pengelolaan Usaha Tani, berkaitan dengan proses atau cara usaha pertannian dengan menggunakan tenaga dan pikiran yang efisien untuk mencapai tujuan hasil yang baik. Insturksi 1 Untuk dapat melihat Efektifitas Pembiayaan Sistem Syariah, maka bandingkan uraian faktor-faktor kunci dengan menggunakan nilai skala banding yang tercantum di atas. 1. Jumlah Tabungan dibandingkan dengan Pembayaran Pinjaman 1 2 3 4 5 6 7 8 9 2. Jumlah Tabungan dibandingkan dengan Kesejahteraan Rumah Tangga 1 2 3 4 5 6 7 8 9 3. Jumlah Tabungan dibandingkan dengan Pengelolaan Usaha Tani 1 2 3 4 5 6 7 8 9 4. Pembayaran Pinjaman dibandingkan dengan Kesejahteraan Rumah Tangga 1 2 3 4 5 6 7 8 9 5. Pembayaran Pinjaman dibandingkan dengan Pengelolaan Usaha Tani 1 2 3 4 5 6 7 8 9 6. Kesejahteraan Rumah Tangga dibandingkan dengan Pengelolaan Usaha Tani 1 2 3 4 5 6 7 8 9
78
Lanjutan Lampiran 1. BAGIAN II Keterangan : Terdapat beberapa aktor-aktor kunci yang mempengaruhi efektivitas pembiayaan seperti yang tercantum di bawah ini : 1. Petani Sayur, merupakan orang yang melakukan kegiatan atau usaha pertanian di ladang, sawah dan kebun yang bertujuan untuk memperoleh hasil tani dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. 2. Tenaga Pendamping Lapangan (TPL), merupakan orang yang berfungsi untuk melakukan penyiapan wilayah untuk penumbuhan kelompok baru, dan melakukan pengelolaan komunitas serta melakukan pendampingan terhadap anggota. 3. Fasilitator Wilayah (FS), merupakn orang yang berfungsi untuk melakukan pendampingan atas aktivitas kelompok dan majelis khususnya kegiatan rutin pelayanan simpan pinjam 4. Manajer Operasional (MO), merupakan orang yang mengelola kegiatan UPK Ikhtiar agar dapat berjalan dengan baik sesuai dengan rencana. Insturksi 2 Untuk dapat melihat Faktor Peningkatan Jumlah Tabungan Anggota, maka bandingkan uraian aktor-aktor kunci dengan menggunakan nilai skala banding yang tercantum di atas. 1. Petani Sayur dibandingkan dengan Tenaga Pendamping Lapangan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 2. Petani Sayur dibandingkan dengan Fasilitator Wilayah 1 2 3 4 5 6 7 8
9
3. Petani Sayur Dibandingkan dengan Manajer Operasional 1 2 3 4 5 6 7 8
9
4. Tenaga Pendamping Lapangan dibandingkan dengan Fasilitator Wilayah 1 2 3 4 5 6 7 8 9 5. Tenagag Pendamping Wilayah dibandingkan dengan Manajer Operasional 1 2 3 4 5 6 7 8 9 6. Fasilitator Wilayah dibandingkan dengan manajer operasional 1 2 3 4 5 6 7 8 9
79
Lanjutan Lampiran 1. Insturksi 3 Untuk dapat melihat Faktor Peningkatan Pembayaran Pembiayaan maka bandingkan uraian aktor-aktor kunci dengan menggunakan nilai skala banding yang tercantum di atas. 1. Petani Sayur dibandingkan dengan Tenaga Pendamping Lapangan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 2. Petani Sayur dibandingkan dengan Fasilitator Wilayah 1 2 3 4 5 6 7 8
9
3. Petani Sayur Dibandingkan dengan Manajer Operasional 1 2 3 4 5 6 7 8
9
4. Tenaga Pendamping Lapangan dibandingkan dengan Fasilitator Wilayah 1 2 3 4 5 6 7 8 9 5. Tenagag Pendamping Wilayah dibandingkan dengan Manajer Operasional 1 2 3 4 5 6 7 8 9 6. Fasilitator Wilayah dibandingkan dengan manajer operasional 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Insturksi 4 Untuk dapat melihat Faktor Peningkatan Kesejahteraan Rumah Tangga Petani maka bandingkan uraian aktor-aktor kunci dengan menggunakan nilai skala banding yang tercantum di atas. 1. Petani Sayur dibandingkan dengan Tenaga Pendamping Lapangan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 2. Petani Sayur dibandingkan dengan Fasilitator Wilayah 1 2 3 4 5 6 7 8
9
3. Petani Sayur Dibandingkan dengan Manajer Operasional 1 2 3 4 5 6 7 8
9
4. Tenaga Pendamping Lapangan dibandingkan dengan Fasilitator Wilayah 1 2 3 4 5 6 7 8 9 5. Tenagag Pendamping Wilayah dibandingkan dengan Manajer Operasional 1 2 3 4 5 6 7 8 9
80
Lanjutan Lampiran 1. 6. Fasilitator Wilayah dibandingkan dengan manajer operasional 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Insturksi 5 Untuk dapat melihat Faktor Pemberdayaan Pengelolaan Agribisnis maka bandingkan uraian aktor-aktor kunci dengan menggunakan nilai skala banding yang tercantum di atas. 1. Petani Sayur dibandingkan dengan Tenaga Pendamping Lapangan 1 2 3 4 5 6 7 8 9 2. Petani Sayur dibandingkan dengan Fasilitator Wilayah 1 2 3 4 5 6 7 8
9
3. Petani Sayur Dibandingkan dengan Manajer Operasional 1 2 3 4 5 6 7 8
9
4. Tenaga Pendamping Lapangan dibandingkan dengan Fasilitator Wilayah 1 2 3 4 5 6 7 8 9 5. Tenagag Pendamping Wilayah dibandingkan dengan Manajer Operasional 1 2 3 4 5 6 7 8 9 6. Fasilitator Wilayah dibandingkan dengan manajer operasional 1 2 3 4 5 6 7 8 9
BAGIAN III Keterangan : Terdapat beberapa tujuan-tujuan kunci yang mempengaruhi efektivitas pembiayaan sistem syariah seperti yang tercantum di bawah ini : 1. Memenuhi Kebutuhan Sehari-hari Anggota, berkaitan dengan sesuatu yang sangat diperlukan oleh keluarga petani dalam membeli bahan pokok untuk dikonsumsi setiap hari. 2. Mendorong Anggota Membayar Angsuran, berkaitan dengan usaha anggota majelis untuk menyisihkan uangnya dalam membayar pinjaman dengan cara mencicil sedikit demi sedikit. 3. Membantu Tingkat Pendapatan Petani, berkaitan dengan hasil usaha yang diperoleh petani dari panen sayur mayur yang dijual di pasar. 4. Memberikan Pinjaman Modal, berkaitan dengan proses atau cara memberi uang yang dipakai sebagai pokok untuk bertani, berdagang dan memenuhi kebutuhan hidup keluarga petani lainnya.
81
Lanjutan Lampiran 1. Insturksi 6 Untuk dapat melihat Aktor Petani Sayuran, maka bandingkan uraian tujuantujuan kunci dengan menggunakan nilai skala banding yang tercantum di atas. 1. Memenuhi Kebutuhan Sehari-hari dibandingkan dengan Mendorong untuk Membayar Angsuran 1 2 3 4 5 6 7 8 9 2. Memenuhi Kebutuhan Sehari-hari dibandingkan dengan Membantu Tingkat Pendapatan Petani 1 2 3 4 5 6 7 8 9 3. Memenuhi Kebutuhan Pinjaman Modal 1 2 3 4
Sehari-hari 5
6
dibandingkan 7
dengan 8
Memberikan
9
4. Mendorong Membayar Angsuran dibandingkan dengan Membantu Tingkat Pendapatan Petani 1 2 3 4 5 6 7 8 9 5. Mendorong Membayar Angsuran dibandingkan dengan Memberikan Pinjaman Modal 1 2 3 4 5 6 7 8 9 6. Membantu Tingkat Pendapatan Petani dibandingkan dengan Memberikan Pinjaman Modal 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Insturksi 7 Untuk dapat melihat Aktor Tenaga Pendamping Lapangan, maka bandingkan uraian tujuan-tujuan kunci dengan menggunakan nilai skala banding yang tercantum di atas. 1. Memenuhi Kebutuhan Sehari-hari dibandingkan dengan Mendorong untuk Membayar Angsuran 1 2 3 4 5 6 7 8 9 2. Memenuhi Kebutuhan Sehari-hari dibandingkan dengan Membantu Tingkat Pendapatan Petani 1 2 3 4 5 6 7 8 9 3. Memenuhi Kebutuhan Pinjaman Modal 1 2 3 4
Sehari-hari 5
6
dibandingkan 7
dengan 8
9
Memberikan
82
Lanjutan Lampiran 1. 4. Mendorong Anggota untuk Membayar Angsuran dibandingkan dengan Membantu Tingkat Pendapatan Petani 1 2 3 4 5 6 7 8 9 5. Mendorong Anggota untuk Membayar Angsuran dibandingkan dengan Memberikan Pinjaman Modal 1 2 3 4 5 6 7 8 9 6. Membantu Tinglat Pendapatan Petani dibandingkan dengan Memberikan Pinjaman Modal 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Insturksi 8 Untuk dapat melihat Aktor Fasilitator Wilayah, maka bandingkan uraian tujuantujuan kunci dengan menggunakan nilai skala banding yang tercantum di atas. 1. Memenuhi Kebutuhan Sehari-hari dibandingkan dengan Mendorong untuk Membayar Angsuran 1 2 3 4 5 6 7 8 9 2. Memenuhi Kebutuhan Sehari-hari dibandingkan dengan Membantu Tingkat Pendapatan Petani 1 2 3 4 5 6 7 8 9 3. Memenuhi Kebutuhan Pinjaman Modal 1 2 3 4
Sehari-hari 5
6
dibandingkan 7
dengan 8
Memberikan
9
4. Mendorong Membayar Angsuran dibandingkan dengan Membantu Tingkat Pendapatan Petani 1 2 3 4 5 6 7 8 9 5. Mendorong Membayar Angsuran dibandingkan dengan Memberikan Pinjaman Modal 1 2 3 4 5 6 7 8 9 6. Membantu Tinglat Pendapatan Petani dibandingkan dengan Memberikan Pinjaman Modal 1 2 3 4 5 6 7 8 9
83
Lanjutan Lampiran 1. Insturksi 9 Untuk dapat melihat Aktor Manajer Operasional, maka bandingkan uraian tujuan-tujuan kunci dengan menggunakan nilai skala banding yang tercantum di atas. 1. Memenuhi Kebutuhan Sehari-hari dibandingkan dengan Mendorong untuk Membayar Angsuran 1 2 3 4 5 6 7 8 9 2. Memenuhi Kebutuhan Sehari-hari dibandingkan dengan Membantu Tingkat Pendapatan Petani 1 2 3 4 5 6 7 8 9 3. Memenuhi Kebutuhan Pinjaman Modal 1 2 3 4
Sehari-hari 5
dibandingkan
6
7
dengan 8
Memberikan
9
4. Mendorong Membayar Angsuran dibandingkan dengan Membantu Tingkat Pendapatan Petani 1 2 3 4 5 6 7 8 9 5. Mendorong Membayar Angsuran dibandingkan dengan Memberikan Pinjaman Modal 1 2 3 4 5 6 7 8 9 6. Membantu Tinglat Pendapatan Petani dibandingkan dengan Memberikan Pinjaman Modal 1 2 3 4 5 6 7 8 9
BAGIAN IV Keterangan : Terdapat beberapa tujuan-tujuan kunci yang mempengaruhi efektivitas pembiayaan sistem syariah seperti yang tercantum di bawah ini : 1. Membentuk Majelis Konsultasi Anggota, berkaitan dengan suatu wadah sebagai tempat pertukaran pikiran antara anggota majelis UPK Ikhtiar dengan TPL maupun FW untuk mendapatkan masukan berupa saran dan nasehat yang sebaik-baiknya. 2. Membangun Kekuatan kelompok, merupakan bagunan keeratan yang memiliki keunggulan dalam suatu pengetahuan yang diterapkan pada anggota anggota majelis UPK Ihktiar.
84
Lanjutan Lampiran 1. 3. 4.
Membina Kesadaran Kritis Anggota, meruapakan proses keinsafan dari keadaan tidak tahu menjadi tahu dengan meningkatkan daya analisis anggota dalam menghadapi berbagai persoalan dan masalah. Memberikan Pelatihan Manajemen Agribisnis, berkaitan dengan cara proses atau cara melatih anggota majelis untuk bisa mengelola usaha pertaniannya agar dapat efisien dan efektif sesuai dengan tujuan dan harapannya.
Insturksi 10 Untuk dapat melihat Tujuan Memenuhi Kebutuhan Sehari-hari Anggota, maka bandingkan uraian skenario-skenario kunci dengan menggunakan nilai skala banding yang tercantum di atas. 1. Membentuk Majelis Konsultasi Anggota dibandingkan dengan Membangun Kekuatan kelompok 1 2 3 4 5 6 7 8 9 2. Membentuk Majelis Konsultasi Anggota dibandingkan dengan Membina Kesadaran Kritis Anggota 1 2 3 4 5 6 7 8 9 3. Membentuk Majelis Konsultasi Anggota dibandingkan dengan Memberikan Pelatihan Manajemen Agribisnis 1 2 3 4 5 6 7 8 9 4. Membagun Kekuatan Kelompok dibandingkan dengan Membina Kesadaran Kritis Anggota 1 2 3 4 5 6 7 8 9 5. Membagun Kekuatan Kelompok dibandingkan dengan Memberikan Pelatihan Manajemen Agribisnis 1 2 3 4 5 6 7 8 9 6. Membina Kesadarn Kritis Anggota dibandingkan dengan Memberikan Pelatihan Manajemen Agribisnis 1 2 3 4 5 6 7 8 9 Insturksi 11 Untuk dapat melihat Tujuan Mendorong Anggota Membayar Angsuran, maka bandingkan uraian skenario-skenario kunci dengan menggunakan nilai skala banding yang tercantum di atas. 1. Membentuk Majelis Konsultasi Anggota dibandingkan dengan Membangun Kekuatan kelompok 1 2 3 4 5 6 7 8 9
85
Lanjutan Lampiran 1. 2. Membentuk Majelis Konsultasi Anggota dibandingkan dengan Membina Kesadaran Kritis Anggota 1 2 3 4 5 6 7 8 9 3. Membentuk Majelis Konsultasi Anggota dibandingkan dengan Memberikan Pelatihan Manajemen Agribisnis 1 2 3 4 5 6 7 8 9 4. Membagun Kekuatan Kelompok dibandingkan dengan Membina Kesadaran Kritis Anggota 1 2 3 4 5 6 7 8 9 5. Membagun Kekuatan Kelompok dibandingkan dengan Memberikan Pelatihan Manajemen Agribisnis 1 2 3 4 5 6 7 8 9 6. Membina Kesadarn Kritis Anggota dibandingkan dengan Memberikan Pelatihan Manajemen Agribisnis 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Insturksi 12 Untuk dapat melihat Tujuan Membantu Tingkat Pendapatan Petani, maka bandingkan uraian skenario-skenario kunci dengan menggunakan nilai skala banding yang tercantum di atas. 1. Membentuk Majelis Konsultasi Anggota dibandingkan dengan Membangun Kekuatan kelompok 1 2 3 4 5 6 7 8 9 2. Membentuk Majelis Konsultasi Anggota dibandingkan dengan Membina Kesadaran Kritis Anggota 1 2 3 4 5 6 7 8 9 3. Membentuk Majelis Konsultasi Anggota dibandingkan dengan Memberikan Pelatihan Manajemen Agribisnis 1 2 3 4 5 6 7 8 9 4. Membagun Kekuatan Kelompok dibandingkan dengan Membina Kesadaran Kritis Anggota 1 2 3 4 5 6 7 8 9
86
Lanjutan Lampiran 1. 5. Membagun Kekuatan Kelompok dibandingkan dengan Memberikan Pelatihan Manajemen Agribisnis 1 2 3 4 5 6 7 8 9 6. Membina Kesadarn Kritis Anggota dibandingkan dengan Memberikan Pelatihan Manajemen Agribisnis 1 2 3 4 5 6 7 8 9
Insturksi 13 Untuk dapat melihat Tujuan Memberikan Modal Pembiayaan, maka bandingkan uraian skenario-skenario kunci dengan menggunakan nilai skala banding yang tercantum di atas. 7. Membentuk Majelis Konsultasi Anggota dibandingkan dengan Membangun Kekuatan kelompok 1 2 3 4 5 6 7 8 9 8. Membentuk Majelis Konsultasi Anggota dibandingkan dengan Membina Kesadaran Kritis Anggota 1 2 3 4 5 6 7 8 9 9. Membentuk Majelis Konsultasi Anggota dibandingkan dengan Memberikan Pelatihan Manajemen Agribisnis 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10. Membagun Kekuatan Kelompok dibandingkan dengan Membina Kesadaran Kritis Anggota 1 2 3 4 5 6 7 8 9 11. Membagun Kekuatan Kelompok dibandingkan dengan Memberikan Pelatihan Manajemen Agribisnis 1 2 3 4 5 6 7 8 9 12. Membina Kesadarn Kritis Anggota dibandingkan dengan Memberikan Pelatihan Manajemen Agribisnis 1 2 3 4 5 6 7 8 9
87
Lampiran 2. Profil Responden
N o 1
2.
3.
4.
5.
6.
7.
8.
9.
Umur Nama Lengka (tahun Alamat ) p Taufiq 26 Puri Alam Ilmawan Kencana Nanggaw er Bogor Aziz M. 31 Komplek Abduh IPB Alam Sinar Sari Bogor Mulyadi 36 Komplek h Hasan Taman Yasmin Jalan Pinang No. 26 Bogor Latif 35 Jalan Efendy Cempeda k Taman Pagelaran Bogor Hifni 36 Jalan Permadi Taman Sari Taman Cimangg u Bogor Kusnadi 35 Desa Ciaruteun Ilir Rt. 01/04 Bogor Surini 40 Desa Ciaruteun Ilir Rt. 01/02 Bogor Mat 42 Desa Soleh Ciaruteun Ilir Rt. 01/02 Bogor Saim 50 Desa
Pendidika n
Jenis Kelamin
Agam a
Pekerjaa n
Strata-1 IPB
Laki-laki
Islam
TPL UPK Ikhtiar
Strata-1 IPB
Laki-laki
Islam
FW UPK Ikhtiar
Strata-1 IPB
Laki-laki
Islam
Kepala UPK Ikhtiar
SMA
Laki-laki
Islam
MO UPK Ikhtiar
Strata-1
Laki-laki
Islam
TPL UPK Ikhtiar
Tidak Tamat SD
Laki-laki
Islam
Petani & Pedagang Sayuran
Tidak Tamat SD
Perempua Islam n
Istri Petani& Pedagang sayur
Tidak Tamat SD
Laki-laki
Islam
Petani & Pedagang Sayur
Tidak
Laki-laki
Islam
Petani &
88
10 .
Suatma
40
Ciaruteun Ilir Rt. 01/04 Bogor Desa Ciaruteun Ilir Rt. 02/02 Bogor
Tamat SD
SMP
Pedagang Sayur Laki-laki
Islam
Pedagang Sayur
89
Lampiran 3. Kerangka Kerja AHP. Kerangka kerja AHP terdiri dari delapan langkah utama (Saaty, 1993). Adapun penjelasan dari setiap langkah adalah sebagai berikut : a.
Mendefinisikan persoalan dan merinci pemecahan yang diinginkan. Hal yang perlu diperhatikan dalam langkah ini adalah penguasaan masalah secara mendalam, karena yang menjadi perhatian adalah pemilihan tujuan, kriteria dan elemen-elemen yang menyususn hirarki. Tidak dapat prosedur yang pasti untuk menidentifikasi komponen-komponen sistem seperti tujuan, kriteria dan aktivitas-aktivitas yang akan dilibatkan dalam suatu sistem hirarki. Komponen sistem dapat diidentifikasi untuk menemukan unsur-unsur yang dapat dilibatkan dalam suatu sistem.
b.
Membuat struktur hirarki dan sudut pandang manajemen secara menyeluh. Hirarki adalah abstraksi struktur suatu sistem yang mempelajari fungsi interaksi antar komponen dan dampaknya terhadap suatu sistem. Penyususnan model hirarki ini terdiri dari beberapa tingkat, yang memiliki seperangkat variabel. Tingkat puncak hanya terdiri dari satu variabel atau disebut dengan fokus.
c.
Menyusun matriks banding berpasangan. Matriks banding berpasangan dimulai dari puncak hirarki untuk fokus G, yang merupakan dasar untuk melakukan perbandingan berpasangan antar variabel yang terkait yang ada dibawahnya. Pembandingan berpasangan, pertama dilakukan pada variabel level kedua (F1, F2, F3, Fn) terhadap fokus G yang ada di puncak hirarki, begitu pula seterusnya sampai hirarki tamhkat akhir.
d.
Mengumpulkan semua pertimbangan yang diperlukan dari hasil yang diperoleh pada langkah 3. Pada langkah ini dilakukan perbandingan berpasangan antara setiap variabel pada kolom ke-i dengan setiap variabel pada baris ke-j yang berhubungan dengan fokus G. Perbandingan berpasangan antar variabel tersebut dilakukan dengan pertanyaan “seberapa kuat variabel baris ke-i didominasi oleh fokus G, dibandingkan kolom kej?”. Untuk mengisi nilai-nilai dalam matriks banding berpasangan tersebut digunakan angka-angka tertentu sebagai skala banding, seperti tertera pada
90
Lanjutan Lampiran 3. tabel 3. Pengisian matriks hanya dilakukan untuk bagian di atas garis diagonal dari kiri ke kanan bawah. Tabel 3. Skala Banding Berpasangan. Nilai 1
Penjelasan Dua variabel menyumbangnya sama besar pada sifat itu 3 Variabel yang satu sedikit lebih Pengalaman dan penting ketimbang yang lainnya pertimbangan sedikit menyokong satu variabel atas yang lainnya. 5 Variabel yang satu lebih penting Pengalaman dan dari variabel lainnya pertimbangan sedikit menyokong satu variabel atas yang lainnya. 7 Satu variabel sangat lebih penting Satu variabel dengan kuat dari variabel lainnya disokong dan dominannya telah terlihat dalam praktek 9 Satu variabel mutlak lebih Bukti yang menyokong penting dari variabel lainnya variabel yang satu atas variabel lainnya memiliki tingkat penegasan tertinggi yang mungkin menguatkan 2,4,6,8 Nilai-nilai di antara dua Kompromi diperlukan antara pertimbangan yang berdekatan dua pertimabangan. Nilai–nilai Untuk aktivitas i mendapat satu angka bila dibandingkan dengan kebalikan aktivitas j, maka j memiliki nilai kebalikannya bila dibandingkan dengan i. Sumber : Saaty (1993) e.
Definisi Kedua variabel sama pentingnya
Mamasukkan nilai–nilai kebalikannya beserta bilangan 1 sepanjang diagonal utama. Pengisian matriks banding berpasangan hanya dilakukan pada bagian di atas garis diagonal dari kiri atas ke kanan bawah. Sedangkan bagian di bawah diagonal diisi dengan nilai-nilai kebalikan dari bagian di atas garis diagonal, contohnya adalah bila variabel F11 memiliki nilai 8, maka nilai variabel F21 adalah 1/8 .
f.
Melaksanakan langkah 3, 4, dan 5 untuk semua tingkat dan gugusan dalam hirarki tersebut. Ada dua macam matriks pembanding dalam AHP yaitu
91
Lanjutan Lampiran 3. Matriks Pendapat Individu (MPI) dan Matriks Pendapat Gabungan (MPG). MPI adalah matriks hasil pembandingan yang dilakukan individu. Variabelnya disimbolakn dengan aij , artinya variabel matriks baris ke-i dengan kolom ke-j. Tabel 1. Matriks Pendapat Individu (MPI) G A1 A2 A3 A1 a11 a12 a31 A2 a21 a22 a32 A3 a31 a23 a33 . . . . . . . . an an1 an2 an3 Sumber : Saaty (1993)
.................. .................. .................. .................. . . ..................
An a1n a2n a3n . . ann
MPG adalah susunan matriks baru yang berasal dari rata-rata geometrik pendapat individu yang rasio inkonsistensinya lebih kecil atau sama dengan 10 %. Disimbolkan dengan gij . Tabel 2. Matriks Pendapat Individu (MPI) G2 G3 G G1 g1 g11 g12 g31 g2 g21 g22 g32 g3 g31 g23 g33 . . . . . . . . gn gn1 gn2 gn3 Sumber : Saaty (1993) Rumus matematika untuk rata-rata geometrik adalah : m
g ij
=
Keterangan :
m
∏ (a
ij
)
k =1
gij
= Elemen MPG baris ke-i kolom ke-j
(aij)k
= Elemen Baris ke-i kolom ke-j dari MPI ke-k
m
= Jumlah MPI yang memenuhi persyaratan
∏
= Perkalian dari elemen k=1 sampai k=m
√
= Akar pangkat m
.................. .................. .................. .................. . . ..................
Gn g1n g2n g3n . . gnn
92
Lanjutan Lampiran 3. g.
Mensintesis prioritas untuk melakukan pembobotan vektor prioritas. Pengolahan matriks pendapat terdiri dari dua tahap, yaitu pengolahan horizontal dan pengolahan vertikal. Kedua-duanya dapat digunakan untuk MPI maupun MPG. 1. Pengolahan Horizontal, yaitu terdiri dari penentuan vektor prioritas uji konsistensi , dan revisi pendapat bila diperlukan. Tahapan perhitungan dalam pengolahan horizontal adalah : i. Penentuan Vektor Prioritas ii. Uji Konsistensi 2. Pengolahan Vertikal, yaitu merupakan tahap lanjutan MPI dan MPG diolah secara horisontal. Pengolahan ini bertujuan untuk mendapatkan suatu prioritas pengaruh setiap elemen pada level tertentu dalam suatu hirarki terhadap fokus atau tujuan utamanya. Hasil akhir pengolahan vertikal adalah mendapatkan suatu bobot prioritas setiap elemn pada level terakhir dalam suatu hirarki terhadap sasarannya. Prioritas-prioritas yang diperoleh dalam pengolahan horizontal sebelumnya disebut dengan prioritas lokal, karena hanya berkenaan dengan sebuah kriteria pembanding yang merupakan anggota elemen-elemen level di atasnya. Apabila Xij merupakan nilai prioritas pengaruh elemen ke-j pada level ke-i dari suatu hirarki keputusan terhadap fokusnya, maka diformulasikan Xij = ∑ {yij(i-1) zt(i-1)} Untuk
i = 1,2,...,p j = 1,2,...,r t = 1,2,...,s
yij = Nilai prioritas pengaruh elemen ke-j pada level ke-i berkenaan dengan elemen ke-t pada level diatasnya (i-1) yang menjadi sifat pembanding (sama dengan prioritas lokal elemen ke-j pada level ke-i)
zt = Nilai prioritas pengaruh elemen ke-t pada level ke i-1 terhadap sasaran utama (fokus), didapat dari hasil pengolahan vertikal. p=
Jumlah level keputusan dalam hirarki
93
Lanjutan Lampiran 3.
h.
r=
Jumlah elemen pada level ke-i
s=
Jumlah elemen pada level ke i-1
Mengevaluasi konsistensi untuk semua hirarki. Pengevaluasian dimulai dari penjumlahan hasil penelitian hasil perkalian setiap indeks konsistensi (CI) dengan prioritas kriteria yang bersangkutan. Kemudian hasil penjumlahan tersebut dibagi dengan pernyataan sejenis yang menggunakan indeks konsistensi acak, yang sesuai dengan dimensi masing-masing matriks. Selain itu, indeks inkonsistensi acak juga dinilai berdasarkan prioritas kriteria yang bersangkutan yang hasilnya dijumlahkan. Hasil dari pengevaluasian ini dikatakan baik apabila nailai rasio inkonsistensi lebih kecil atau sama dengan 10 %. Jika nilainya di atas 10 %, maka mutu informasi harus ditinjau kembali dan diperbaiki, antara lain dengan cara menggunakan pertanyaan ketika melakukan pengisian ulang kuesioner dan dengan lebih mengarahkan responden yang mengisi kuesioner.
94
Lampiran 4. Jumlah Penduduk Kelurahan Ciaruteun Ilir pada Tiap RW.
Jumlah Penduduk No RW Laki-laki Perempuan 1 01 458 446 2 02 385 371 3 03 762 711 4 04 443 443 5 05 451 486 6 06 446 450 7 07 445 473 8 08 462 441 9 09 457 416 10 10 361 352 Total 4670 4589 Sumber : Data Monografi Kelurahan
Total 904 756 1473 886 937 896 918 903 873 713 9259
95