DAMPAK PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN (PUAP) TERHADAP PENDAPATAN PETANI (Studi Kasus di Desa Hasang Kecamatan Kualuh Selatan Kabupaten Labuhan Batu, Sumatera Utara)
SKRIPSI
ZAGARUDDIN SAGALA H 34076157
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Dampak Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) Terhadap Pendapatan Petani (Studi Kasus di Desa Hasang Kecamatan Kualuh Selatan Kabupaten Labuhan Batu, Sumatera Utara)” adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun.
Sumber
informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulisan lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor , April 2010
Zagaruddin Sagala H 34076157
RINGKASAN ZAGARUDDIN SAGALA. Dampak Program Pengembangan Agribisnis Pedesaan Terhadap Pendapatan Petani (Studi kasus di Desa Hasang Kecamatan Kualuh Selatan Kabupaten Labuhan Batu, Sumatera Utara. Skripsi. Departemen Agribisnis. Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan EVA YOLYNDA AVINY).
Masalah paling dasar bagi sebagian besar petani Indonesia adalah masalah keterbatasan modal yang dimiliki oleh para petani. Permasalahan yang dihadapi dalam permodalan pertanian berkaitan langsung dengan kelembagaan selama ini, yaitu lemahnya organisasi tani, sistem dan prosedur penyaluran kredit yang rumit, birokratis dan kurang memperhatikan kondisi lingkungan sosial budaya perdesaan, sehingga sulit menyentuh kepentingan petani yang sebenarnya. Dalam rangka menanggulangi permasalahan tersebut, dicanangkan program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP). Program ini bertujuan untuk membantu mengurangi tingkat kemiskinan dan menciptakan lapangan pekerjaan di perdesaan serta membantu penguatan modal dalam kegiatan usaha di bidang pertanian sehingga dapat meningkatkan kesejahteraan petani. Kehadiran program PUAP diharapkan dapat mengatasi masalah kesulitan modal yang dihadapi petani. Program PUAP di Sumatera Utara khususnya di Kabupaten Labuhan Batu telah dilaksanakan dengan jumlah dana yang diterima sebesar Rp 100 juta untuk setiap desa miskin atau Gapoktan. Salah satu Kecamatan yang telah menerima bantuan dana PUAP adalah Kecamatan Kualuh Selatan Desa Hasang. Penyaluran dana PUAP ini dilakukan melalui Gapoktan Satahi Desa Hasang dimana Gapoktan ini memiliki 8 kelompok tani. Tujuan penelitian ini adalah (1) Menganalisis karakteristik anggota Gapoktan PUAP di Kecamatan Kualuh Selatan, Kabupaten Labuhan Batu. (2) Menganalisis dampak program PUAP dilihat dari pendapatan anggota kelompok tani yang mengambil PUAP di Desa Hasang, Kecamatan Kualuh Selatan, Kabupaten Labuhan Batu. Penelitian ini dilaksanakan di Gapoktan atau di Desa Hasang di Kecamatan Kualuh Selatan, Kabupaten Labuhan Batu, Sumatera Utara. Waktu penelitian dilakukan pada bulan Desember 2009. Responden penelitian adalah para petani Domba anggota Gapoktan penerima BLM-PUAP sebanyak 53 responden dan penelitian ini menggunakan analisis pendapatan usahatani. Gapoktan di Kecamatan Kualuh Selatan memiliki karakteristik sebagai lembaga sosial ekonomi perdesaan yang memiliki struktur kepengurusan terdiri dari ketua, sekretaris, bendahara dan beberapa seksi. Masing-masing jabatan mempunyai tugas dan tanggung jawab yang sama penting. Berdasarkan hasil analisis pendapatan usahatani domba di Desa Hasang menunjukkan bahwa pelaksanaan program PUAP pada dasarnya memberikan dampak terhadap produksi Domba dan tingkat pendapatan petani peserta program. Hal ini dapat dilihat dari pendapatan usahataninya bahwa pada awal berjalannya program PUAP, jumlah rata-rata domba Gapoktan Desa Hasang per petani sebanyak 4 ekor dengan rata-rat bobot badan sebesar 30 kg dengan harga jual Rp 16.000 per kilogramnya, sehingga penerimaan tunai yang diperoleh petani anggota Gapoktan adalah sebesar Rp 1.920.000. Namun, setelah berjalannya program PUAP maka
jumlah produksi yang dihasilkan mengalami peningkatan sebanyak 3 ekor sehingga jumlahnya menjadi 7 ekor maka penerimaan tunai yang diperoleh sebesar Rp 3.360.000. Penerimaan diperhitungkan berdasarkan dari jumlah tenaga kerja, penyusutan alat dan material kandang, dimana ketiga komponen ini seharusnya diperhitungkan tetapi biaya yang dikeluarkan tidak dalam bentuk tunai. Dari penerimaan yang diperhitungkan dapat dilihat jumlah penerimaan yang diperoleh dari ketiga komponen tersebut pada awal PUAP dan setelah PUAP sebesar Rp 4.200.283. Hasil analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C ratio analysis) usahatani domba yang diusahakan oleh petani responden menunjukkan bahwa usahatani ini memiliki penerimaan yang lebih besar dibanding biaya usahatani. Hal tersebut ditunjukkan oleh nilai R/C rasio lebih besar dari satu. Artinya setiap satu satuan biaya yang dikeluarkan maka akan memberikan penerimaan sebesar lebih dari satu satuan biaya atau usahatani tersebut menghasilkan penerimaan yang lebih besar dari total biaya yang dikeluarkan. Nilai R/C rasio atas biaya tunai pada awal program PUAP sebesar 1.13. Artinya setiap Rp 1 biaya yang dikeluarkan pada usahatani domba dengan dengan jumlah awal program sebesar 4 ekor maka akan memberikan keuntungan sebesar Rp 1,13. Sementara itu apabila memasukkan sejumlah biaya yang diperhitungkan sebagai komponen biaya total, maka nilai R/C rasio sebesar 1,85. Rasio dengan nilai 1,85 berarti setiap pengeluaran biaya total sebesar Rp 1 akan memberikan keuntungan sebesar Rp 1,85 dengan jumlah domba 4 ekor pada awal program PUAP berjalan. Selanjutnya adalah melihat nilai R/C rasio dari usahatani domba setelah berjalannya program PUAP. Analisis imbangan R/C rasio biaya tunai sebesar 0,33. Artinya adalah setiap pengeluaran tunai sebesar Rp 1 akan memberikan kerugian sebesar Rp 0,33. Apabila dimasukkan biaya yang diperhitungkan sebagai komponen total biaya maka R/C rasio yang dihasilkan sebesar 0,54 yang berarti setiap pengeluaran biaya total Rp 1 maka akan memberikan kerugian sebesar Rp 0.54 Berdasarkan hasil uraian di atas dapat diinformasikan bahwa nilai kedua R/C rasio di atas setelah berjalannya program PUAP menunjukkan nilai R/C rasio lebih besar dari satu, yang berarti dapat dikatakan bahwa usahatani domba pada Gapoktan Desa Hasang di Kecamatan Kualuh Selatan Kabupaten Labuhan Batu layak diusahakan untuk R/C rasio atas biaya tunai sedangkan R/C rasio atas biaya total secara binis tidak layak untuk dijalankan.
DAMPAK PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN (PUAP) TERHADAP PENDAPATAN PETANI (Studi Kasus di Desa Hasang Kecamatan Kualuh Selatan Kabupaten Labuhan Batu, Sumatera Utara)
ZAGARUDDIN SAGALA H 34076157
Skripsi merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR
2010
Judul Skripsi : Dampak Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP)
Terhadap
Pendapatan
Petani
di
Desa
Hasang
Kecamatan Kualuh Selatan Kabupaten Labuhan Batu Sumatera Utara. Nama
: Zagaruddin Sagala
NIM
: H34076157
Disetujui, Pembimbing
Eva Yolynda Aviny, SP.MM NIP. 19710402 200604 2 008
Diketahui Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP 19580908 198403 1 002
Tanggal Lulus:
KATA PENGANTAR Puji syukur Kepada Allah SWT yang telah memberikan nikmat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi ini dengan judul ”Dampak Program Pengembangan Usaha Agribisnis (PUAP) Terhadap Pendapatan Petani di Desa Hasang Kualuh Selatan Kabupaten Labuhan Batu Sumatera Utara”. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis karakteristik petani penerima bantuan dana program PUAP serta dampak terhadap tingkat pendapatan petani di Desa Hasang Kecamatan Kualuh Selatan Kabupaten Labuhan Batu, Sumatera Utara. Skripsi ini sangat bermanfaat bagi penulis sebagai salah satu syarat menyelesaikan tugas akhir pada Program Sarjana Agribisnis, Institut Pertanian Bogor. Skripsi ini merupakan hasil karya yang dapat diselesaikan oleh penulis selama mengikuti kegiatan pembelajaran dalam kegiatan kuliah maupun tugas akhir ini. Penulis berharap semoga skripsi ini dapat bermanfaat bagi semua pihak yang memang membutuhkan.
Bogor, April 2010 Zagaruddin Sagala
UCAPAN TERIMAKASIH Penyelesaian skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Allah SWT, penulis ingin menyampaikan terimakasih dan penghargaan kepada: 1.
Eva Yolynda Aviny, SP.MM selaku dosen pembimbing atas bimbingan, arahan, waktu dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.
2.
Dr. Ir. Anna Fariyanti, MS. selaku dosen evaluator penulis pada saat kolokium proposal, atas waktu dan kritiknya didalam perbaikan skripsi ini.
3.
Ir. Popong Nurhayati, MM selaku dosen penguji utama yang telah memberikan kritik dan saran yang sangat bermanfaat bagi penulis dalam memperbaiki penulisan skripsi ini.
4.
Rahmat Yanuar, SP. MSi selaku dosen penguji komisi pendidikan yang telah memberikan saran dan kritik kepada penulis dalam upaya memaksimalkan penulisan skripsi ini.
5.
Ayah, Mamak, adik-adikku dan seluruh keluarga besar “Sagala” atas segala kasih sayang serta dukungan lahir dan batin, semoga ini menjadi persembahan yang terbaik.
6.
Pihak Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Desa Hasang atas waktu, kesempatan, informasi, dan dukungan yang diberikan.
Bogor, Mei 2010 Zagaruddin Sagala
DAFTAR LAMPIRAN
Nomor
1. Kuisioner penelitian
Halaman
...........................................................
89
2. Struktur Organisasi Gapoktan Desa Hasang .......................
95
3. Daftar Desa Penerima PUAP Kabupaten Labuhan Batu 2008 ...........................................................................
96
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL................................................................................ DAFTAR GAMBAR ........................................................................ DAFTAR LAMPIRAN .................................................................. I PENDAHULUAN ....................................................................... 1.1 Latar Belakang ...................................................................... 1.2 Perumusan Masalah ............................................................... 1.3 Tujuan Penelitian ..................................................................... 1.4 Manfaat Penelitian ....................................................................
i ii iii 1 1 8 13 13
II TINJAUAN PUSTAKA ............................................................... 2.1 Gambaran Umum Bentuk Bantuan Modal Pada Pertanian ...... 2.1.1 Tujuan PUAP ................................................................. 2.1.2 Sasaran Program PUAP ................................................. 2.2 Kelembagaan dan Peran Kelembagaan ................................... 2.3 Gabungan Kelompok Tani ....................................................... 2.4 Kelompok Tani .......................................................................... 2.5 Pengertian Kredit ...................................................................... 2.6 Penelitian Terdahulu .................................................................
14 14 16 17 17 19 20 20 22
III KERANGKA PEMIKIRAN ........................................................ 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis .................................................. 3.2.1 Pendapatan Usahatani .................................................... 3.2.2 Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C Rasio) .............. 3.3.3 Sistem Integrasi Ternak Dengan Tanaman ..................... 3.2 Kerangka Pemikiran Operasional ............................................
25 25 29 31 32 32
IV METODE PENELITIAN ............................................................ 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian .................................................... 4.2 Jenis dan Sumber Data ............................................................. 4.3 Metode Pengumpulan Data ....................................................... 4.4 Metode Pengambilan Sampel .................................................. 4.5 Metode Pengolahan dan Analisis Data ..................................... 4.5.1 Analisis Pendapatan Petani .............................................. 4.5.2 Analisis R/C rasio .............................................................
36 36 36 36 37 38 38 39
V GAMBARAN UMUM .................................................................. 5.1 Gambaran Umum Wilayah Penelitian ....................................... 5.2.1 Desa Hasang ............................................................................
41 41 43
VI HASIL DAN PEMBAHASAN .................................................. 6.1 Mekanisme penyaluran PUAP Desa Hasang ..............................
45 45
6.2 Karakteristik responden di Gapoktan Desa Hasang ................ 6.2.1 Jenis Kelamin ..................................................................... 6.2.2 Usia Responden ................................................................ 6.2.3 Tingkat Pendidikan ............................................................ 6.2.4 Jenis Pekerjaan Responden ................................................. 6.2.5 Pengalaman Mengambil Kredit .......................................... 6.2.6 Jumlah Tanggungan ............................................................ 6.2.7 Status Kepemilikan dan Luas Lahan .................................. 6.2.8 Status Kepemilikan Ternak Domba ................................... 6.4 Proses Budidaya ...................................................................... 6.4.1 Persiapan Kandang ............................................................. 6.4.2 Pemilihan Ternak ............................................................. 6.4.3 Pemeliharaan dab Penanganan Penyakit Ternak ................ 6.4.4 Ternak Siap Panen dan Pemanenan .................................... 6.5 Kinerja Gapoktan Dalam Menyalurkan BLM PUAP ................... 6.5.1 Evektivitas Penyaluran BLM PUAP Berdasarkan Kriteria Pihak Penyalur ...................................................... 6.5.1.1 Target dan Realisasi Pinjaman PUAP .................... 6.5.1.2 Jangkauan Realisasi Pinjaman PUAP ................... 6.5.1.3 Frekuensi Pinjaman .............................................. 6.5.1.4 Persentase Tunggakan ........................................... 6.5.1.5 Penyaluran BLM PUAP pada petani .................... 6.6.2 Persyaratan Awal .............................................................. 6.6.3 Prosedur Pinjaman ........................................................... 6.6.4 Realisasi Pinjaman ............................................................. 6.6.5 Biaya Administrasi .............................................................. 6.6.6 Tingkat Bunga ..................................................................... 6.7 Dampak PUAP dilihat dari pendapatan anggota Gapoktan ...... 6.7.1 Pemanfaatan Dana BLM PUAP ........................................ 6.7.2 Analisis Usahatani Awal dan Setelah Program PUAP .. 6.7.3 Alat-alat Pertanian.............................................................. 6.7.4 Output Usahatani................................................................. 6.7.5 Pendapatan Anggota Gapoktan Awal dan SetelahPUAP 6.7.6 Analisis R/C Rasio Awal dan Setelah PUAP..................... 6.7.8 Analsis Usahatani Karet,Sawit dan Domba ........................ 6.8 Manfaat Program PUAP Terhadap Ekonomi dan Non Ekonomi Petani .................................................................. 6.9 Manfaat Ternak Domba Dalam Bentuk Lain ................................ 6.9.1 Manfaat Pengembangan Bisnis ........................................... 6.9.2 Manfaat integrasi terhadapat produksi ................................ 6.10 Implikasi Dari Penelitian.............................................................
46 46 46 48 49 49 50 51 52 56 56 57 57 58 58
VII KESIMPULAN DAN SARAN ................................................ DAFTAR PUSTAKA ..................................................................... LAMPIRAN ......................................................................................
83 85 88
59 59 61 62 63 64 64 65 65 65 65 66 66 67 67 69 70 73 76 78 79 79 80 81
DAFTAR TABEL Nomor
Halaman
1. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Indonesia Menurut Daerah Tahun 2001-2007 .......................................
2
2. Kesempatan Kerja Menurut Sektor Ekonomi Tahun 2006-2007 ...................................................................
4
3. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Sumatera Utara Tahun 1999-2009 .........................................
8
4. Luas, Jumlah Penduduk dan Kepadatan Penduduk Menurut Desa/Kelurahan 2007 ..........................................................
43
5. Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian Masyarakat Desa Hasang, Kecamatan Kualuh SelatanTahun 2007 ...............................................................
44
6. Jumlah Responden Yang Mengambil Dana PUAP Berdasarkan Jenis Kelamin ...................................................
46
7. Data Jumlah Responden Berdasarkan Tingkat Usia .............
47
8. Sebaran Responden Petani Domba Berdasarkan Tingkat Pendidikan ............................................................................
48
9. Data Jumlah Tanggungan Keluarga Responden ..................
51
10. Jumlah Petani Responden Berdasarkan Kriteria Luasan Lahan Sawit/Karet yang Dimiliki Tahun 2009 ...................
52
11. Data Jumlah Kepemilikan Dombaan Pada Awal Dan Setelah Berjalannya PUAP. ...............................................
53
12. Realisasi Dana BLM-PUAP di Desa Hasang Menurut Kelompok Tani Tahun 2009 ...............................................
60
13. Realisasi Penerima PUAP di Desa Hasang berdasarkan kelompok tani Tahun 2009....................................................
61
14. Tingkat Bunga Pinjaman pada Gapoktan Desa Hasang PUAP ..................................................................................
63
15. Rata-Rata Nilai Penggunaan Peralatan Pada Usahatani Domba Desa Hasang Kecamatan Kualuh Selatan Labuhan Batu ........................................................................
67
16. Nilai Penyusutan Peralatan Pada Usahatani Petani Responden Anggota Gapoktan di Kecamatan Bram Itam dan Seberang Kota ....................................................................................
68
17. Jumlah Domba pada Awal Berjalannya PUAP dan Setelah Berjalannya PUAP. ............................................................
69
18. Jumlah Rata-Rata Kepemilikan Domba Oleh Petani pada Awal Dan Setelah Berjalannya PUAP ...................................
71
19. Pendapatan Usahatani Domba Desa Hasang Awal Berjalan dan Setelah Berjalan PUAP ................................
72
20. Perbandingan R/C Rasio Sebelum dan Setelah PUAP .........
74
21. Jumlah Rata-Rata Pendapatan Usahatani Sawi, Karet Serta Domba Dalam Periode 13 Bulan. .................................
77
DAFTAR GAMBAR
Nomor 1. Kerangka Pemikiran Operasional Penelitian
Halaman ......................
35
I PENDAHULUAN 1.1 Latar Belakang Sebagian besar penduduk Indonesia berdomisili di daerah perdesaan dan memiliki mata pencaharian di sektor pertanian. Pada tataran tingkat nasional jumlah daerah perdesaan dan cakupan daerah perdesaan jauh lebih luas dibanding daerah kota. Namun akibat pertumbuhan jumlah penduduk yang tinggi sementara ketersediaan sumberdaya lahan dan air yang merupakan faktor produksi utama pada usaha pertanian relatif tetap maka telah terjadi marjinalisasi daerah perdesaan.
Pada sisi lain pembangunan di daerah kota yang identik dengan
pembangunan sektor industri dan jasa belum sepenuhnya mampu menimbulkan dampak positif bagi kehidupan msyarakat desa sehingga daerah perdesaan relatif tertinggal dibanding daerah kota, dan dalam banyak kasus daerah perdesaan identik dengan daerah miskin. Petani miskin tersebut pada umumnya tergolong petani berlahan sempit atau petani tanpa lahan yang pekerjaan utamanya adalah sebagai buruh tani. Pada umumnya penduduk miskin tersebut memiliki akses yang lemah terhadap sumberdaya lahan pertanian, permodalan, teknologi pertanian, pasar input dan pasar output sehingga mereka tidak mampu meningkatkan taraf hidupnya secara mandiri dan tanpa didukung secara memadai sehingga menyebabkan kemiskinan selalu ada. Dari data persentase penduduk miskin Indonesia menurut daerah tahun 2001-2007, penduduk miskin lebih besar terdapat di perdesaan dibanding dengan perkotaan. Sesuai dengan kesempatan kerja terbesar terjadi pada sektor pertanian sehingga terlihat sinkronisasi antara kesempatan kerja terbanyak dengan penduduk miskin, artinya penduduk miskin banyak yang bekerja di sektor pertanian khususnya di Desa. Hasil perhitungan jumlah penduduk miskin di Indonesia yang dilakukan oleh Badan Pusat Statistik (BPS) pada Tabel 1 menunjukkan jumlah penduduk miskin dari tahun ke tahun baik di kota maupun di desa terus berfluktuatif. Pada periode yang sama tahun 2001-2007 dapat terlihat bahwa jumlah penduduk miskin lebih banyak di daerah perdesaan dari pada di perkotaan.
Tabel 1. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin di Indonesia Menurut Daerah Tahun 2001-2007 Jumlah Penduduk Miskin
Persentase Penduduk Miskin
(Juta)
Tahun Kota
Desa
Kota+Desa
Kota
Desa
Kota+Desa
2001
8,60
29,30
37,90
9,76
24,84
18,41
2002
13,30
25,10
38,40
14,46
21,10
18,20
2003
12,20
25,10
37,30
13,57
20,23
17,42
2004
11,40
24,80
36,10
12,13
20,11
16,66
2005
12,40
22,70
35,10
11,68
19,98
15,97
2006
14,49
24,81
39,30
13,47
21,81
17,75
2007
14,20
24,32
38,52
12,49
21,89
17,19
Sumber : BPS, (2008)1 (diolah)
Ini membuktikan bahwa desa masih menjadi pusat kemiskinan. Dilihat dari sisi mata pencaharian penduduk desa, dapat dikatakan bahwa kemiskinan mayoritas terjadi pada penduduk yang menggantungkan hidupnya pada sektor pertanian. Hal ini selaras dengan pernyataan Menteri Pertanian pada suatu kesempatan bahwa 70 persen masyarakat miskin Indonesia adalah petani, terutama buruh tani yang jumlahnya sangat besar dan memang rawan terhadap kemiskinan (Deptan, 2008) Pada umumnya suatu masalah kemiskinan berhubungan erat dengan permasalahan pertanian di Indonesia. Menurut Lukman Hakim (2008)2, beberapa masalah pertanian yang dimaksud yaitu pertama, sebagian besar petani Indonesia sulit untuk mengadopsi teknologi sederhana untuk meningkatkan produktivitas hasil pertaniannya. Selain itu, masih banyak petani yang menggunakan cara-cara tradisional. Hal ini berkaitan dengan keterbatasan ruang gerak petani terhadap fasilitas yang dimiliki sehingga membuat petani menjadi tertutup dan lambat dalam merespon perubahan yang terjadi di dunia luar. 1
BPS.2008.Penduduk Miskin Indonesia.[Terhubung Berkala]. http://www. Google.com//search//penduduk Indonesia//penduduk miskin indonesia .html. [15 April 2009]. 2
Lukman Hakim.2008. Kelembagaan dan Kemiskinan Indonesia. http://www.google.com//kelembagaan//html. [17 April 2009].
2
Dalam kemajuan berusahatani harus memiliki akses informasi yang baik sehingga teknologi tentang pertanian dapat cepat diterima oleh petani. Akses informasi selama ini sangat sulit diterima oleh petani sehingga timbul masalah kedua yaitu
petani mengalami keterbatasan pada akses informasi pertanian.
Adanya penguasaan informasi oleh sebagian kecil pelaku pasar komoditas pertanian menjadikan petani semakin tersudut. Terlihat dari realitas ketidaktahuan petani akan adanya HPP (Harga Pembelian Pemerintah) dan pembelian oleh oknum terhadap hasil pertanian dibawah harga yang ditentukan oleh pemerintah, sehingga tidak sedikit petani yang tidak memperoleh keuntungan dari hasil pertaniannya bahkan mengalami kerugian. Oleh sebab itu, untuk memenuhi kebutuhan hidupnya sebagian besar petani Indonesia tidak mengandalkan dari sektor pertanian, tetapi dari luar sektor petanian, misalnya kerja sampingan buruh pabrik, kuli bangunan dan lain sebagainya. Selain kendala akses informasi masalah yang ketiga yaitu petani memiliki kendala atas sumberdaya manusia yang dimiliki. Terlihat dari rendahnya pendidikan yang dimiliki petani dan keterbatasan atas kepemilikan lahan garapan terutama sawah. Ini terjadi karena masih adanya stigma yang berkembang di tengah masyarakat bahwa menjadi petani adalah pilihan terakhir setelah tidak memperoleh tempat di sektor lain. Faktor penyebab lainnya adalah banyaknya lahan pertanian yang dikonversi menjadi lahan industri diluar pertanian seperti pemukiman, industri otomotif, elektronik dan lain sebagainya yang menyebabkan lahan pertanian semakin menyempit. Selanjutnya masalah keempat adalah masalah paling dasar bagi sebagian besar petani Indonesia adalah masalah keterbatasan modal yang dimiliki oleh para petani. Masalah modal tersebut diantaranya adalah sebagian besar petani yang mengalami kekurangan modal untuk berusaha dan memenuhi kebutuhan hidupnya, belum adanya asuransi pertanian, masih adanya praktek sistem ijon dan sistem perbankan yang kurang peduli kepada petani3. Dalam mengatasi permasalahan permodalan pada petani, biasanya petani melakukan peminjaman atau kredit kepada lembaga Bank dan non Bank. Akan tetapi pada pada umumnya pihak Bank sangat sulit memberikan kredit ke petani 3
Apriyantono, A. 2004 Pembangunan Pertanian di Indonesia.http://www.pdfgeni.com//pertanian indonesia.html. [17 April 2009].
3
karena sifat pertanian yang tergantung pada musim, perishable, bulky, voluminous yang pada akhirnya akan mempengaruhi produk ketika pemanenan sehingga kondisi ini merupakan kendala bagi pihak perbankan dalam memberikan kredit. Umumnya pihak perbankan lebih suka untuk memberikan dananya ke sektor lain yang tingkat pengembaliannya lebih tinggi, seperti sektor perdagangan, jasa, perindustrian dan sebagainya. Dengan keberpihakan Bank pada sektor non pertanian mengakibatkan petani semakin sulit untuk memajukan usahatani diakibatkan modal yang terbatas. Dengan keterbatasan modal tersebut sektor jauh lebih maju dibandingkan dengan sektor pertanian. Akan tetapi meskipun sektor diluar pertanian jauh lebih pesat, sektor pertanian merupakan penyerap tenaga kerja terbesar seperti pada Tabel 2 yang mencapai 0,22 persen untuk tenaga kerja laki-laki dan 0,41 persen tenaga kerja perempuan. Data kesempatan kerja di sektor pertanian menunjukkan bahwa dorongan permodalan pada sektor pertanian sangat dibutuhkan mengingat banyaknya tenaga kerja yang bergerak di bidang pertanian. Tabel 2. Kesempatan Kerja Menurut Sektor Ekonomi Tahun 2006-2007 Tahun 2006 (%) Tahun 2007 (%) Laki-laki Perempuan Laki-laki Perempuan 0,22 0,41 0,41 0,41 dan 0,01 0,00 0,01 0,00
No
Lapangan Usaha
1 2
Pertanian Pertambangan Penggalian Industri Pengolahan Listrik, Gas dan Air Bangunan Perdagangan Besar, Eceran, Hotel dan Rumah Makan Angkutan, Pergudangan dan Komunikasi Keuangan, Asuransi, Usaha Sewa Bangunan, Tanah dan Jasa Perusahaan Jasa Kemasyarakatan
3 4 5 6
7
8
9
0,11 0,00 0,07 0,17
0,15 0,00 0,00 0,27
0,11 0,00 0,08 0,16
0,14 0,00 0,00 0,28
0,09
0,01
0,09
0,01
0,02
0,01
0,02
0,01
0,10
0,15
0,11
0,14
Sumber : BPS, (2009)4
4
BPS. Berita Resmi Statistik No.11/02/Th. XII,16 Februari 2009.[Terhubung Berkala]. http://www. Google.com//search//PDB Indonesia. html. Diakses tanggal 15 April 2009.
4
Bila ditelusuri lebih jauh lagi, permasalahan yang dihadapi dalam permodalan pertanian berkaitan langsung dengan kelembagaan selama ini yaitu lemahnya organisasi tani, sistem dan prosedur penyaluran kredit yang rumit, birokratis dan kurang memperhatikan kondisi lingkungan sosial budaya perdesaan, sehingga sulit menyentuh kepentingan petani yang sebenarnya. Kemampuan petani dalam mengakses sumber-sumber permodalan sangat terbatas karena lembaga keuangan perbankan dan non perbankan menerapkan prinsip 5-C (Character, Collateral, Capacity, Capital dan Condition) dalam menilai usaha pertanian yang tidak semua persyaratan yang diminta dapat dipenuhi oleh petani. Secara umum usaha di sektor pertanian masih dianggap beresiko tinggi, sedangkan skim kredit masih terbatas untuk usaha produksi, belum menyentuh kegiatan pra dan pasca produksi, dan saat ini belum berkembang lembaga penjamin maupun lembaga keuangan khusus yang menangani sektor pertanian (Syahyuti, 2007). Dengan adanya prinsip 5C yang diberikan oleh pihak perbankan akan mengakibatkan keterbatasan petani dalam mengakses permodalam untuk usahatani.
Keterbatasan tersebut berdampak
terhadap pendapatan petani menurun yang berakibat kepada kemiskinan ditingkat petani. Untuk mengatasi kekurangan tersebut petani bisanya akan mencari modal ke pihak lain seperti tengkulak dan pihak pemberi modal lainnya, akan tetapi dalam kondisi ini pihak petani selalu dirugikan karena adanya keterikatan antara pemberi modal dengan petani. Keterikatan tersebut membuat petani dirugikan karena pihak pemberi modal dapat memberikan harga pembelian yang murah. Dalam rangka menanggulangi permasalahan kemiskinan ditingkat petani, Presiden Republik Indonesia Susilo Bambang Yudoyono telah mencanangkan program Revitalisasi pertanian pada tanggal 11 Juni 2005 dengan programprogram utama antara lain: Peningkatan Ketahanan Pangan, Pengembangan Agribisnis, Peningkatan Kesejahteraan Petani dan Pengembangan Sumberdaya dan Pemantapan Pemanfaatannya, baik di bidang perikanan maupun kehutanan yang bertujuan untuk meningkatkan kesejahteraan petani dan nelayan. Program
revitalisasi
yang
dicanangkan
oleh
presiden
dalam
pengembangan agribisnis memang sudah seharusnya segera dilakukan mengingat tingginya masalah petani dibidang agribisnis. Dengan demikian maka pemerintah
5
melalui departemen pertanian membuat suatu program terobosan dalam pengembangan agribisnis di perdesaan karena pada umumnya pusat agribisnis terdapat diperdesaan.
Salah satu program jangka menengah (2005-2009) yang
dicanangkan Departemen Pertanian adalah memfokuskan pada pembangunan pertanian perdesaan. Langkah yang ditempuh adalah melalui pendekatan pengembangan usaha agribisnis dan memperkuat kelembagaan pertanian di perdesaan. Melalui Keputusan Menteri Pertanian (KEPMENTAN) Nomor 545/Kpts/OT.160/9/2007
dibentuk
tim
Pengembangan
Usaha
Agribisnis
Perdesaan (Departemen Pertanian, 2008) Program PUAP merupakan program terobosan Departemen Pertanian untuk penanggulangan kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja, sekaligus mengurangi kesenjangan pembangunan antar wilayah pusat dan daerah serta antara subsektor. PUAP berbentuk fasilitasi bantuan modal usaha petani anggota, baik petani pemilik, petani penggarap, buruh tani maupun rumah tangga tani. Program ini memiliki tujuan yaitu; (1) untuk mengurangi tingkat kemiskinan dan pengangguran melalui penumbuhan dan pengembangan kegiatan usaha agribisnis di perdesaan sesuai dengan potensi wilayah. (2) meningkatkan kemampuan pelaku usaha agribisnis, pengurus Gapoktan, penyuluh dan penyedia mitra tani. (3) memberdayakan
kelembagaan
petani
dan
ekonomi
perdesaan
untuk
pengembangan kegiatan usaha agribisnis. (4) meningkatkan fungsi kelembagaan ekonomi petani menjadi jejaring atau mitra lembaga keuangan dalam rangka akses ke permodalan (Syahyuti, 2007) Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan dimulai sejak tahun 2008. Dana Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) tersebut telah disalurkan sebagian besar kepada gapoktan-gapoktan dengan nilai sebesar
Rp. 1,0573
Trilyun dengan jumlah rumah tangga petani yang terlibat adalah sekitar 1,32 juta5. Penyaluran dana PUAP disalurkan melalui gabungan kelompok tani (Gapoktan) selaku kelembagaan tani yang berfungsi sebagai pelaksana PUAP. Hal ini dilakukan dengan harapan Gapoktan PUAP dapat menjadi kelembagaan ekonomi
5
Anwar, Khoiril. 2008. Bahan Penjelasan Kepada Pers Tentang Pelaksanaan PNPM Mandiri Tahun Anggaran 2007-2008. www.google.com//search//PNPM mandiri.html. [Terhubung Berkala]. Diakses tanggal 30 mei 2009.
6
yang dimiliki dan dikelola oleh petani. Penyaluran dana PUAP difokuskan untuk daerah-daerah yang tertinggal namun memiliki potensi pengembangan agribisnis ke depannya. Berdasarkan kebijakan teknis program PUAP, sebaran lokasi PUAP meliputi 33 propinsi, 379 kabupaten atau kota, 1.834 kecamatan miskin dan 10.524 desa miskin. Salah satu provinsi yang memperoleh PUAP adalah Provinsi Sumatera Utara. Jumlah kuota PUAP untuk Sumatera Utara berjumlah 175 yang terbagi kabupaten atau kota6. Sumatera Utara merupakan salah satu provinsi yang mendapat bantuan dana PUAP , bantuan tersebut pada dasarnya sangat membantu petani dalam pengadaan input usahataninya.
Program PUAP di
Sumatera Utara sudah berjalan selama satu tahun. Berdasarkan data susenas 2008 jumlah penduduk miskis Sumatera Utara cenderung menurun akibat adanya guliran dana bantuan pemerintah sejak jaman orde baru dan salah satunya adalah program PUAP. Hasil Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) yang dilaksanakan pada bulan 2008 yang disajikan pada Tabel 3 menunjukkan bahwa jumlah penduduk miskin di Provinsi Sumatera Utara setiap tahunnya cenderung menurun. Melihat tahun 2008 sampai dengan 2009 dimana pada tahun ini program PUAP telah berjalan kondisi jumlah kemiskinan Sumatera Utara juga menurun, hal ini mengindikasikan program yang diberikan pemerintah sangat berpengaruh signifikan. Pada tahun 2009 jumlah penduduk miskin Sumatera Utara sebanyak 1.499.700 orang atau sebesar 11,51 persen. Kondisi ini masih lebih baik jika dibandingkan dengan tahun 2008 yang jumlah penduduk miskinnya sebanyak 1.613.800 orang. Dengan demikian, ada penurunan jumlah penduduk miskin sebanyak 114.100 orang atau sebesar 1,04 persen.
6
Departemen Pertanian.2008. Petunjuk Teknis PUAP
7
Tabel 3. Jumlah dan Persentase Penduduk Miskin Sumatera Utara Tahun 1999 – Maret 2009 Tahun
Jumlah (Ribu Jiwa)
Persentase
Februari 1999
1 972,7
16,74
Februari 2002
1 883,9
15,84
Februari 2003
1 889,4
15,89
Maret 2004
1 800,1
14,93
Juli 2005
1 840,2
14,68
Mei 2006
1 979,7
15,66
Maret 2007
1 768,4
13,90
Maret 2008
1 613,8
12,55
Maret 2009
1 499,7
11,51
Sumber : Diolah Dari Data Survei Sosial Ekonomi Nasional (Susenas) 2008
Penurunan jumlah penduduk miskin di Sumatera Utara mengindikasikan bahwa diduga dampak dari program pengentasan kemiskinan yang dilakukan oleh Pemerintah cukup berperan dalam menurunkan penduduk miskin di Sumatera Utara. Pada tahun 2008 pemerintah kembali melakukan program bantuan kepada msyarakat khususnya petani yang bertujuan dalam pengentasan kemiskinan seperti PNPM Mandiri, Kredit Usaha Rakyat (KUR) dan Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP).
Dari program pemerintah tersebut diharapkan
masyarakat khususnya petani dapat terbantu dalam masalah yang dihadapi dan diduga penurunan tingkat kemiskinan pada tahun 2008 sampai dengan Maret 2009 dikarenakan adanya dampak dari program pemerintah tersebut. 1.2 Perumusan Masalah Sumber modal bagi pembiayaan dan modal pertanian dapat diperoleh dari lembaga Bank dan non Bank. Namun sebagian besar petani belum dapat mengakses
sumber
modal
tersebut
karena
adanya
keterbatasan
dan
ketidakmampuan petani untuk memenuhi persyaratan yang diajukan oleh pihak Bank. Adanya keterbatasan dan ketidakmampuan petani dalam mengakses sumber modal dikarenakan petani tidak dapat memenuhi syarat untuk pengajuan kepihak kreditor.
8
Di sisi debitor, karakteristik dari sebagian besar petani antara lain masih belum menjalankan bisnisnya dengan prinsip-prinsip manajemen modern, tidak atau belum memiliki badan usaha resmi, keterbatasan aset yang dimiliki, berlahan sempit, bermodal rendah, minim teknologi serta jumah tenaga kerja yang banyak. Sementara itu, di sisi kreditor sebagai lembaga pemodal menuntut adanya kegiatan bisnis yang dijalankan dengan prinsip-prinsip manajemen modern, ijin resmi serta adanya jaminan. Relatif tingginya tingkat bunga kredit perbankan, prosedur persyaratan yang relatif sulit untuk dipenuhi serta tidak adanya jaminan merupakan faktor penyebab petani menjadi tidak Bankable atau kesulitan mengakses kredit Bank. Keterbatasan petani dalam mengakses sumber modal membuat petani mengalami beragam tekanan baik tekanan ekonomi maupun tekanan sosial. Tekanan ekonomi berhubungan langsung dalam pengadaan sarana produksi meliputi bibit, pupuk maupun obat-obatan dan kemampuan untuk memenuhi kebutuhan hidup. Sementara itu, tekanan sosial lebih bersifat kepada penilaian sebagian besar masyarakat di luar petani yang menilai bahwa petani itu terbelakang dan tertinggal karena tidak mempunyai keinginan untuk maju. Ini yang menyebabkan sebagian besar petani mengalami kemunduran dan kemiskinan. Sehubungan dengan hal tersebut, pemerintah telah berupaya mengatasi permasalahan modal petani
melalui program pemberdayaan masyarakat
perdesaan yang dituangkan dalam program pengembangan usaha agribisnis perdesaan (PUAP). PUAP merupakan bagian dari pelaksanaan program PNPMMandiri melalui bantuan modal usaha dalam menumbuhkembangkan usaha agribisnis sesuai dengan potensi pertanian desa sasaran. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri adalah program pemberdayaan masyarakat yang ditujukan untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kesempatan kerja. Kehadiran program PUAP diharapkan dapat mengatasi masalah kesulitan modal yang dihadapi petani. Program ini bertujuan untuk membantu mengurangi tingkat kemiskinan dan menciptakan lapangan kerja di perdesaan serta membantu penguatan modal dalam kegiatan usaha di bidang pertanian sehingga pada akhirnya dapat meningkatkan kesejahteraan petani.
9
Dalam upaya meningkatkan kesejateraan petani di tingkat desa maka pemerintah melalui Departemen Pertanian memberikan bantuan permodalan dalam bentuk kredit yang disalurkan melalui gabungan kelompok tani (Gapoktan). Gapoktan merupakan salah satu lembaga yang dibentuk untuk mempermudah akses petani dalam mengadopsi informasi atau teknologi terbaru dibidang pertanian. Selain itu Gapoktan juga merupakan wadah bagi petani dan anggotanya dalam pengadaan sarana produksi pertanian seperti bibit tanaman, pupuk, benih unggul, alat dan mesin pertanian. Dengan adanya Gapoktan maka segala sesuatu yang diinginkan petani mengenai Saprodi dapat dikoordinir melalui Gapoktan tidak secara individu. Bantuan permodalan yang diberikan kepada Gapoktan dalam bentuk PUAP ini dilakukan agar tingkat pendapatan petani jauh lebih meningkat. Program dana PUAP yang diberikan oleh Departemen Pertanian diberikan langsung ke Gapoktan guna memastikan dana tersebut sudah sampai ke petani. Dalam penelitian ini Gapoktan yang mendapat dana PUAP adalah Gapoktan Satahi Desa Hasang. Gapoktan Desa Hasang ini mendapat dana sebesar 100 juta dan dana tersebut telah disalurkan ke petani. Dalam penyalurannya dana tersebut tidak akan dapat dibagi secara merata keseluruh petani sebab jumlah petani yang sangat besar, oleh sebab itu dilakukannya pemberian dana ke petani secara bertahap agar dana tersebut dapat dimanfaatkan oleh seluruh petani. Pemanfaatan dana PUAP oleh Gapoktan dialokasikan dengan memberikan kredit kepada anggota kelompok tani, dimana penyaluran tersebut tidak diberikan dalam bentuk uang akan tetapi diberikan dalam bentuk hewan ternak domba. Domba yang diberikan ke anggota kelompok tani dilakukan dengan membayar kredit bulanan sesuai dengan harga domba sebesar 500 ribu. Kredit yang disalurkan oleh Gapoktan memiliki bunga 1,2 persen dari jumlah domba yang disalurkan kepada petani. Pemberian hewan ternak sebagai bantuan program PUAP diakibatkan adanya interfensi dari pemerintah daerah dimana wakil Bupati Labuhan Batu
H.
Sudarwanto menyatakan bahwa kebutuhan daging untuk Kabupaten Labuhan Batu hanya terpenuhi sebesar 30 persen dari kebutuhan dan masih memiliki kekurangan pasokan sebanyak 70 persen. Kekurangan sebanyak 70 persen ini
10
diperoleh dari daerah lain diluar daerah Labuhan Batu.
Dengan melihat
kekurangan ini pemerintah daerah membuat suatu program bahwa dimana pasokan yang sebanyak 70 persen dari luar dapat dipenuhi dari daerah sendiri. Program ini dinyatakan wakil Bupati pada saat penyerahan simbolis bantuan ternak pada masyarakat di Kabupaten Labuhan Batu. Walau demikian program tersebut tidak merupakan salah satu syarat yang harus dilakukan oleh setiap Desa karena setiap Desa tidak memiliki kriteria yang cocok untuk dilakukan pengembangan peternakan khususnya ternak ruminansia kecil dan besar. Desa Hasang sebagai salah satu daerah penghasil perkebunan di Kecamatan Kualuh Selatan Kabupaten Labuhan Batu, mempunyai peluang yang cukup baik untuk terus dikembangkan. Dengan melihat kondisi perkebunan yang sangat luas maka Desa Hasang merupakan tempat yang baik untuk pengembangan peternakan khususnya ruminansia kecil seperti domba karena jumlah pakan yang hijauan yang melimpah. Sesuai dengan program PUAP yang sedang berjalan di Desa Hasang, bentuk bantuan permodalan dalam meningkatkan pendapatan petani Gapoktan Satahi Desa Hasang membuat suatu kesepakatan bahwa penyaluran dana PUAP tersebut dilakukan dengan memberikan hewan ternak domba sesuai dengan program yang dilakukan pemerintah daerah. Selain dari kesepakatan dari musyawarah Gapoktan Desa Hasang pemilihan domba sebagai bentuk bantuan dikarenakan adanya pengalaman sebelumnya yang merupakan bantuan akan tetapi bantuan tersebut tidak berjalan dengan sebagai mana mestinya karena bantuan tersebut tidak digunakan dalam keprluan usahatani melainkan untuk kebutuhan konsumsi rumah tangga. Penyaluran ternak domba yang diberikan kepada petani di Desa Hasang ini sudah berjalan selama 1,1 tahun akan tetapi selama kurun waktu tersebut belum pernah dilakukannya evaluasi mengenai dampak dari program PUAP. Evaluasi yang dimaksud adalah ingin melihat apakah program PUAP tersebut memiliki dampak yang signifikan terhadap pendapatan petani atau tidak. Sesuai dengan tujuan program PUAP bahwa program ini bertujuan untuk memberdayakan kelembagaan petani dan ekonomi pedesaan untuk pengembangan kegiatan agribisnis.
Untuk mewujudkan tujuan ini Gapoktan harus mampu sebagai
mediator untuk dapat mengupah pola pikir petani untuk bergerak dalam
11
pengembangan agribisnis pedesaan guna menunjang kesejahteraan petani. Dalam hal ini apabila perubahan pola pikir petani telah terbentuk khususnya karakter, dimana tadinya petani melihat bantuan untuk usahatani konsumsi keluarga berubah
menjadi
melihat
bantuan
tersebut
merupakan
peluang
dalam
pengembangan agribisnis akan dapat menunjang kesejahteraan petani. Gapoktan Desa Hasang ini memiliki jumlah anggota sebanyak 228 anggota dengan jumlah 8 kelompok tani. Dari jumlah anggota sebanyak 228 yang mendapat dana PUAP sebanyak 53 orang. Dilihat dari jumlah anggota, dana PUAP tersebut belum menyebar secara merata, hal ini diakibatkan jumlah pengajuan Rencana Usaha Anggota (RUA) ditiap kelompok tani untuk tahap pertama hanya
53 anggota dengan total bantuan dana 100 juta.
Sesuai
wawancara di lapangan sedikitnya anggota yang mengajukan pinjaman dana PUAP diakibatkan adanya ketidakmampuan petani dalam mengambil kredit diakibatkan banyaknya pengeluaran keluarga petani.
Selain pengeluaran di
tingkat petani, ada juga petani yang masih merasa tidak mampu melakukan budidaya domba karena pekerjaan yang sangat padat, sehingga tidak berani mengambil kredit PUAP tersebut. Melihat pendapat langsung dari petani yang tidak mengambil dana PUAP pada dasarnya petani tidak mengambil dana PUAP tersebut diakibatkan belum terbentuknya pola pikir untuk melakukan suatu pengembangan bisnis yang dapat meningkatkan pendapatan yang dapat mengatasi pengeluaran keluarga yang basar. Dari 53 petani yang mengambil dana PUAP tersebut beranggapan bahwa bantuan tersebut sangat baik untuk dikembangkan dalam menunjang kesejahteraan dan peningkatan pendapatan. Berdasarkan hal tersebut menarik untuk diteliti apakah program PUAP di Desa Hasang telah mampu mewujudkan tujuan dari program PUAP tersebut. Rumusan masalah yang dikaji dalam penelitian ini, yaitu : 1. Bagaimana karakteristik anggota Gapoktan yang mendapat dana PUAP di Desa Hasang, Kecamatan Kualuh Selatan, Kabupaten Labuhan Batu Utara, Sumatera Utara? 2. Bagaimana dampak program
PUAP dalam bentuk bantuan domba
terhadap pendapatan petani yang mengambil PUAP di Desa Hasang,
12
Kecamatan Kualuh Selatan, Kabupaten Labuhan Batu Utara, Sumatera Utara? 1.3 Tujuan Penelitian Berdasarkan perumusan masalah tersebut, maka tujuan yang ingin dicapai dalam penelitian ini adalah: 1. Menganalisis karakteristik anggota Gapoktan yang mendapat dana PUAP di Desa Hasang, Kecamatan Kualuh Selatan, Kabupaten Labuhan Batu Utara, Sumatera Utara. 2. Menganalisis dampak program
PUAP terhadap pendapatan anggota
kelompok tani yang mengambil PUAP di Desa Hasang, Kecamatan Kualuh Selatan, Kabupaten Labuhan Batu Utara, Sumatera Utara. 1.4 Manfaat Penelitian Hasil penelitian ini diharapkan dapat memberikan manfaat bagi semua pihak yang terkait dengan program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan Desa Hasang, antara lain: 1. Bagi Gapoktan Desa Hasang Kecamatan Kualuh Selatan diharapkan dapat bermanfaat untuk melihat dampak PUAP terhadap petani yang mendapat bantuan PUAP. 2. Bagi mahasiswa, diharapkan dapat dijadikan sebagai bahan pustaka dan referensi untuk penelitian yang akan dilakukan. 3. Bagi penulis, yaitu dapat menerapkan disiplin ilmu yang diperoleh saat kuliah, mengaplikasikan teori, berfikir kristis dan sistematis.
13
II TINJAUAN PUSTAKA 2.1 Gambaran Umum Bentuk Bantuan Modal pada Pertanian Bentuk program bantuan penguatan modal yang diperuntukkan bagi petani pertama kali diperkenalkan pada Tahun 1964 dengan nama Bimbingan Masal (BIMAS). Tujuan dibentuknya program tersebut adalah untuk meningkatkan produksi, meningkatkan penggunaan teknologi baru dalam usahatani dan peningkatan produksi pangan secara nasional. Dalam perjalanannya, program BIMAS dan kelembagaan kredit petani mengalami banyak perubahan dan modifikasi yang disesuaikan dengan perkembangan teknologi dan kebijakan (Hasan, 1979 dalam Lubis 2005). Pada Tahun 1985, kredit BIMAS dihentikan dan diganti dengan Kredit Usaha Tani (KUT) sebagai penyempurnaan dari sistem kredit massal BIMAS, dimana pola penyaluran yang digunakan pada saat itu adalah melalui KUD. Sejalan dengan perkembangannya, ternyata pola yang demikian banyak menemui kesulitan, utamanya dalam penyaluran kredit. Hal ini disebabkan karena tingkat tunggakan pada musim tanam sebelumnya sangat tinggi. Namun dalam kenyataannya, banyak kelompok tani yang berada dalam wilayah KUD yang tidak menerima dana KUT, padahal mereka yang berada di wilayah KUD tersebut justru memiliki kemampuan yang baik dalam pengembalian kredit. Untuk mengatasi hal tersebut, Tahun 1995 pemerintah mencanangkan skim kredit KUT pola khusus. Pada pola ini, kelompok tani langsung menerima dana dari Bank pelaksana. Berbeda dari pola sebelumnya (pola umum) dimana kelompok tani menerima kredit dari KUD. Sepanjang perkembangannya, timbul masalah lain dalam penyaluran KUT yaitu terjadi tunggakan yang besar di sebagian daerah yang menerima dana program tersebut. Beberapa penyebab besarnya tunggakan tersebut antara lain karena rendahnya harga gabah yang diterima petani, faktor bencana alam, dan penyimpangan yang terjadi dalam proses penyaluran serta pemanfaatan dana tersebut. Salah satu contohnya adalah sebagian petani mengalihkan dana KUT dari yang tadinya untuk keperluan usahatani, kemudian digunakan untuk keperluan konsumsi rumah tangga.
Selanjutnya perkembangan bentuk program bantuan penguatan modal dari pemerintah lainnya adalah kredit ketahanan pangan (KKP). Program KKP diperkenalkan oleh pemerintah pada Oktober 2000 sebagai pengganti KUT. Program KKP merupakan bentuk fasilitasi modal untuk usahatani tanaman pangan (padi dan palawija), tebu, peternakan, perikanan dan pengadaan pangan. Tujuannya adalah untuk meningkatkan ketahanan pangan nasional dan pendapatan petani (Lubis, 2005). Skim program ini pengaturannya melalui Bank pelaksana yang disalurkan melalui koperasi dan atau kelompok tani. Selanjutnya oleh kedua lembaga tersebut dana tersebut disalurkan kepada anggotanya. Pengajuan untuk memperoleh dana tersebut dilakukan melalui RDKK (Rencana Definitif Kebutuhan Kelompok). Pada dasarnya program yang diberikan kepada petani sangat membantu dalam mempermudah pengambilan kredit. Peran kredit yang strategis dalam pembangunan pertanian dan perdesaan telah mendorong pemerintah untuk menjadikannya sebagai instrumen kebijakan penting dalam pembangunan perekonomian. Menurut (Nasution, 1990), pemerintah sebenarnya telah memberikan subsidi pada beberapa hal, antara lain subsidi terhadap tingkat suku bunga, subsidi terhadap risiko kegagalan kredit, serta subsidi kepada biaya administrasi dalam penyaluran, pelayanan dan penarikan kredit. Tahun 2002, pemerintah melalui Departemen Pertanian mengeluarkan kebijakan baru dalam upaya untuk memberdayakan masyarakat dalam berusaha berupa program fasilitasi Bantuan Langsung Masyarakat (BLM). Program BLM ini diarahkan untuk pemberdayaan masyarakat yang mencakup bantuan modal untuk pengembangan kegiatan sosial ekonomi produktif, bantuan sarana dan prasarana
dasar
yang
mendukung
kegiatan
sosial
ekonomi,
bantuan
pengembangan sumberdaya manusia untuk mendukung penguatan kegiatan sosial ekonomi, bantuan penguatan kelembagaan untuk mendukung pengembangan proses hasil-hasil kegiatan sosial ekonomi secara berkelanjutan melalui penguatan kelompok masyarakat dan unit pengelola keuangan, dan bantuan pengembangan sistem pelaporan untuk mendukung pelestarian hasil-hasil kegiatan sosial ekonomi produktif (Sumodiningrat, 1990 dalam Kasmadi, 2005).
15
Seiring
dengan
perkembangan
dan
perubahan
kepemimpinan
di
pemerintahan, maka kebijakan penguatan modal di bidang pertanian pun berubah untuk lebih baik. Tahun 2008, pemerintah melalui Departemen Pertanian RI mencanangkan program baru yang diberi nama Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP). PUAP merupakan bagian dari pelaksanaan program PNPMMandiri melalui bantuan modal usaha dalam menumbuhkembangkan usaha agribisnis sesuai dengan potensi pertanian desa sasaran. Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat Mandiri adalah program pemberdayaan masyarakat yang ditujukan untuk mengurangi kemiskinan dan meningkatkan kesempatan kerja. Jadi dapat dikatakan bahwa PUAP merupakan bagian yang tidak terpisahkan dari Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri. Kebijakan Departemen Pertanian dalam pemberdayaan masyarakat diwujudkan dengan penerapan pola bentuk fasilitasi bantuan penguatan modal usaha untuk petani anggota, baik petani pemilik, petani penggarap, buruh tani maupun rumah tangga tani. Operasional penyaluran dana PUAP dilakukan dengan memberikan kewenangan kepada Gapoktan sebagai pelaksana PUAP dalam hal penyaluran dana penguatan modal kepada anggota. Agar mencapai hasil yang maksimal dalam pelaksanaan PUAP, Gapoktan didampingi oleh tenaga penyuluh pendamping dan penyelia mitra tani. Gapoktan PUAP diharapkan dapat menjadi kelembagaan ekonomi yang dimiliki dan dikelola oleh petani (Deptan, 2008). 2.1.1 Tujuan PUAP Tujuan utama Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan PUAP berdasarkan pedoman umum PUAP adalah untuk1 : 1. Mengurangi kemiskinan dan pengangguran melalui penumbuhan dan pengembangan kegiatan usaha agribisnis di perdesaan sesuai dengan potensi wilayah. 2. Meningkatkan kemampuan pelaku usaha agribisnis, Pengurus Gapoktan, Penyuluh dan Penyelia Mitra Tani. 3. Memberdayakan kelembagaan petani dan ekonomi perdesaan
untuk
pengembangan kegiatan usaha agribisnis. 1 Kebijakan Teknis Program Kebijakan PUAP, Deptan, 2008
16
4. Meningkatkan fungsi kelembagaan ekonomi petani menjadi jejaring atau mitra lembaga keuangan dalam rangka akses ke permodalan. 2.1.2 Sasaran Program PUAP Adapun sasaran yang diharapkan dari program PUAP ini adalah : a. Berkembangnya usaha agribisnis di 10.000 desa miskin atau tertinggal sesuai dengan potensi pertanian desa. b. Berkembangnya 10.000 Gapoktan/Poktan yang dimiliki dan dikelola oleh petani. c. Meningkatnya kesejahteraan rumah tangga tani miskin, petani atau peternak (pemilik dan atau penggarap) skala kecil, buruh tani, dan d. Berkembangnya usaha pelaku agribisnis yang mempunyai usaha harian, mingguan maupun musiman. 2.2 Kelembagaan dan Peran Kelembagaan Menurut Mubyarto (1989), yang dimaksud lembaga adalah organisasi atau kaedah-kaedah baik formal maupun informal yang mengatur perilaku dan tindakan anggota masyarakat tertentu baik dalam kegiatan-kegiatan rutin seharihari maupun dalam usahanya untuk mencapai tujuan tertentu. Sementara Gunadi (1998) dalam Nasution (2002), berpendapat bahwa kelembagaan mempunyai pengertian sebagai wadah dan sebagai norma. Lembaga atau institusi adalah seperangkat aturan, prosedur, norma perilaku individual dan sangat penting artinya bagi pengembangan pertanian. Pada dasarnya kelembagaan mempunyai dua pengertian yaitu : kelembagaan sebagai suatu aturan main (rule of the game) dalam interaksi personal dan kelembagaan sebagai suatu organisasi yang memiliki hierarki (Hayami dan Kikuchi, 1987)2. Kelembagaan sebagai aturan main diartikan sebagai sekumpulan aturan baik formal maupun informal, tertulis maupun tidak tertulis mengenai tata hubungan manusia dan lingkungannya yang menyangkut hak-hak dan perlindungan hak-hak serta tanggung jawabnya. Kelembagaan sebagai organisasi biasanya merujuk pada lembaga-lembaga formal seperti departemen dalam pemerintah, koperasi, Bank dan sebagainya. 2
Dalam Baga, dkk.2008. Diktat Kuliah Koperasi dan Kelembagaan Agribisnis.
17
Suatu kelembagaan (instiution) baik sebagai suatu aturan main maupun sebagai suatu organisasi, dicirikan oleh adanya tiga komponen utama (Pakpahan, 1990 dalam Nasution, 2002) yaitu : 1. Batas kewenangan ( jurisdictional boundary) Batas kewenangan merupakan batas wilayah kekuasaan atau batas otoritas yang dimiliki oleh seseorang atau pihak tertentu terhadap sumberdaya, faktor produksi, barang dan jasa. Dalam suatu organisasi, batas kewenangan menentukan siapa dan apa yang tercakup dalam organisasi tersebut. 2. Hak Kepemilikan (Property right) Konsep property right selalu mengandung makna sosial yang berimpiklasi ekonomi. Konsep property right atau hak kepemilikan muncul dari konsep hak (right) dan kewajiban (obligation) dari semua masyarakat yang diatur oleh suatu peraturan yang menjadi pegangan, adat dan tradisi atau consensus yang mengatur hubungan antar anggota masyarakat. Oleh karena itu, tidak ada seorang pun yang dapat mengatakan hak milik atau penguasaan apabila tidak ada pengesahan dari masyarakat sekarang. Pengertian diatas mengandung dua implikasi yakni, hak seseorang adalah kewajiban orang lain dan hak yang tercermin oleh kepemilikan (ownership) adalah sumber kekuasaan untuk memperoleh sumberdaya. 3. Aturan Representasi (Rule of representation) Aturan representasi mengatur siapa yang berhak berpartisipasi dalam proses pengambilan keputusan. Keputusan apa yang diambil dan apa akibatnya terhadap performance akan ditentukan oleh kaidah representasi yang digunakan dalam proses pengambilan keputusan. Dalam proses ini bentuk partisipasi ditentukan oleh keputusan kebijakan organisasi dalam membagi beban dan manfaat terhadap anggota dalam organisasi tersebut. Terkait dengan komunitas perdesaan, maka terdapat beberapa unit-unit sosial (kelompok, kelembagaan dan organisasi) yang merupakan aset untuk dapat dikembangkan dalam rangka mencapai tujuan pembangunan. Pengembangan kelembagaan di tingkat lokal dapat dilakukan dengan sistem jejaring kerjasama yang setara dan saling menguntungkan. Menurut Sumarti, dkk (2008), kelembagaan di perdesaan dapat dibagi ke dalam dua kelompok yaitu : pertama, lembaga formal seperti pemerintah desa,
18
BPD, KUD, dan lain-lain. Kedua, kelembagaan tradisional atau lokal. Kelembagaan ini merupakan kelembagaan yang tumbuh dari dalam komunitas itu sendiri yang sering memberikan “asuransi terselubung” bagi kelangsungan hidup komunitas tersebut. Kelembagaan tersebut biasanya berwujud nilai-nilai, kebiasaan-kebiasaan dan cara-cara hidup yang telah lama hidup dalam komunitas seperti kebiasaan tolong-menolong, gotong-royong, simpan pinjam, arisan, lumbung paceklik dan lain sebagainya. Keberadaan lembaga di perdesaan memiliki fungsi yang mampu memberikan “energi sosial” yang merupakan kekuatan internal masyarakat dalam mengatasi masalah-masalah mereka sendiri. Lembaga di perdesaan bukan hanya memberikan energi sosial pada masyarakat akan tetapi juga dapat sebagai tempat untuk membangun perekonomian ditingkat desa. Sesuai dengan terobosan Departemen Pertanian Republik Indonesia yang membuat suatu kelembagaan ditingkat perdesaan yang disebut Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan). Gapoktan yang ada ditingkat perdesaan memiliki bagian yang disebut Kelompok Tani (Poktan). Lembaga ini bertujuan untuk membuat suatu terobosan agar petani ditingkat perdesaan terbantu dalam pengembangan desa khususnya pertanian, karena yang tadinya petani melakukan budidaya pertanian dan pemasaran pertanian secara sendiri, dengan adanya kelembagaan ini semua kegiatan budidaya maupun pemasaran produk pertanian dapat dikoordinir secara berkelompok. 2.3 Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Departemen Pertanian (2008) mendefinisikan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) sebagai kumpulan beberapa kelompok tani yang bergabung dan bekerjasama untuk meningkatkan skala ekonomi dan efisiensi usaha. Gapoktan terdiri atas kelompok tani yang ada dalam wilayah suatu wilayah administrasi desa atau yang berada dalam satu wilayah aliran irigasi petak pengairan tersier. Menurut Syahyuti (2007), Gapoktan adalah gabungan dari beberapa kelompok tani yang melakukan usaha agribisnis di atas prinsip kebersamaan dan kemitraan sehingga mencapai peningkatan produksi dan pendapatan usahatani bagi anggotanya dan petani lainnya. Pengembangan Gapoktan dilatarbelakangi oleh kenyataan kelemahan aksesibilitas petani terhadap berbagai kelembagaan
19
layanan usaha, misalnya lemah terhadap lembaga keuangan, terhadap lembaga pemasaran, terhadap lembaga penyedia sarana produksi pertanian serta terhadap sumber informasi. Pada prinsipnya, lembaga Gapoktan diarahkan sebagai sebuah kelembagaan ekonomi, namun diharapkan juga mampu menjalankan fungsifungsi lainnya serta memiliki peran penting terhadap pertanian. 2.4 Kelompok Tani Menurut Departemen Pertanian (2008), kelompok tani diartikan sebagai kumpulan orang-orang tani atau petani yang terdiri dari petani dewasa (pria atau wanita) maupun petani taruna (pemuda atau pemudi), yang terikat secara informal dalam suatu wilayah kelompok atas dasar keserasian dan kebutuhan bersama, kesamaan kepentingan, kesamaan kondisi lingkungan (sosial, ekonomi, sumber daya) dan keakraban untuk meningkatkan dan mengembangkan usaha anggota. Gapoktan yang berada di desa merupakan wadah bagi Departemen Pertanian untuk meningkatkan kesejahteraan petani. Dalam pengembangannya, Gapoktan selama ini petani banyak mendapatkan subsidi dari pemerintah seperti bibit, benih, dan yang saat ini yang diberikan pemerintah adalah Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP). PUAP yang diberikan ini adalah bantuan pendanaan kepada petani agar petani terbantu dalam melakukan usahataninya. Dana yang diberikan ini berupa kredit pertanian, dimana dana tersebut diberikan kepada petani dengan syarat yang mudah seperti bunga yang rendah, kredit tanpa agunan dan sebagainya yang selama ini mempersulit petani. 2.5 Pengertian Kredit Kata kredit berasal dari bahasa latin “credere” yang artinya percaya, maka dalam arti luas kredit diartikan kepercayaan. Maksud dari percaya bagi si pemberi kredit adalah percaya kepada si penerima kredit merupakan penerimaan kepercayaan yang mempunyai kewajiban untuk membayar sesuai jangka waktu. Menurut Undang-Undang Perbankan No.7 Tahun 1992 tentang pokokpokok perbankan, kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam meminjam antara pihak bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak peminjam
20
melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan jumlah bunga, imbalan atau pembagian hasil keuntungan. Berdasarkan Undang-Undang No. 10 tahun 1998 yang merupakan perubahan dari Undang-Undang No.7 Tahun 1992, kredit adalah penyediaan uang atau tagihan yang dapat dipersamakan dengan itu, berdasarkan persetujuan atau kesepakatan pinjam-meminjam antara bank dengan pihak lain yang mewajibkan pihak meminjam melunasi hutangnya setelah jangka waktu tertentu dengan pemberian bunga. Maksud pemberian atau pengambilan kredit pada umumnya bertujuan agar penggunaan faktor-faktor produksi dapat dilakukan
lebih
intensif,
sehingga
pada
akhirnya
dapat
meningkatkan
produktivitas dan pendapatan. Kredit sangat dibutuhkan dalam rangka pelaksanaan pembangunan ekonomi.
Pembangunan ekonomi mempunyai tiga komponen penting, yaitu
pertumbuhan, perubahan struktur ekonomi dan pengurangan jumlah kemiskinan. Pertumbuhan ekonomi ditunjukkan oleh adanya peningkatan produksi (output). Peningkatan produksi hanya dapat dicapai dengan cara menambah jumlah input atau dengan cara menerapkan teknologi baru.
Penambahan input maupun
penggunaan teknologi baru akan selalu diikuti dengan penambahan modal. Dengan kata lain, pelaksanaan pembangunan berarti pula peningkatan penggunaan modal. Modal yang digunakan bersumber dari modal sendiri atau dari modal pinjaman (kredit). Namun, mengingat modal sendiri umumnya relatif sedikit, maka kebutuhan akan kredit yang tersedia tepat waktu sangat diperlukan. Berdasarkan kepentingannya jenis kredit dapat dikelompokkan menjadi dua, yaitu kredit produksi dan kredit konsumsi. Kredit produksi diberikan kepada peminjam untuk membiayai kegiatan usahanya yang bersifat produktif. Sedangkan kredit konsumsi diberikan kepada peminjam yang kekurangan dana membiayai konsumsi keluarga. Menurut Suyatno (2006), dalam transaksi kredit terdapat unsur-unsur kredit, yaitu: 1. Kepercayaan Merupakan keyakinan dari pihak pemberi kredit bahwa prestasi yang diberikan baik dalam bentuk uang, barang atau jasa akan benar-benar
21
diterimanya kembali dalam jangka waktu tertentu pada masa yang akan datang. Kepercayaan ini timbul karena sebelumnya pihak pemberi kredit telah melakukan penyelidikan dan analisa terhadap kemampuan dan kemauan calon nasabah dalam membayar kembali kredit yang akan disalurkan. 2. Suatu masa yang akan memisahkan antara pemberi prestasi dengan kontraprestasi yang akan diterima pada masa yang akan datang. Dalam unsur waktu ini terkandung pengertian nilai uang, yaitu uang yang ada sekarang lebih tinggi nilainya dari uang yang akan diterimanya kembali pada masa yang akan datang. 3. Degree of Risk Suatu tingkat risiko yang akan dihadapi sebagai akibat dari jangka waktu yang memisahkan antara pemberi prestasi dengan kontraprestasi yang akan diterimanya pada masa yang akan datang. Semakin lama jangka panjang waktu kredit yang diberikan semakin tinggi resiko yang dihadapinya, karena dalam waktu tersebut terdapat juga unsur ketidakpastian yang tidak diperhitungkan. Keadaan inilah yang menyebabkan timbulnya unsur resiko. Oleh karena itu, dalam pemberian kredit timbul adanya jaminan. 4. Prestasi atau Objek Kredit Pemberian kredit tidak saja diberikan dalam bentuk uang, tetapi juga dapat diberikan dalam bentuk barang dan jasa, namun dapat dinilai dengan bentuk uang. Dalam prakteknya transaksi kredit pada umumnya adalah menyangkut uang. 2.6 Penelitian Terdahulu Sejak pemerintahan dijaman orde baru telah meluncurkan kredit program yang diawali dengan kredit Bimas guna mendukung ketersediaan modal petani. Dari waktu ke waktu model program kredit pertanian ini telah mengalami perubahan, baik yang terkait dengan prosedur penyaluran, besaran dan bentuk kredit, bunga kredit maupun tenggang waktu pengembalian. Pemerintah juga memberikan bantuan modal dalam bentuk Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) atau dana bergulir, maupun subsidi bunga. Bantuan yang selama ini sudah berjalan adalah; (1) Bentuk Bantuan Langsung Masyarakat (BLM); (2) Bantuan
22
Pinjaman Langsung Masyarakat (BPLM); (3) Kredit Ketahanan Pangan (KKP); (4) Dana Penguatan Modal Lembaga Usaha Ekonomi Perdesaan (DPM-LUEP); (5) Kredit Kepada Koperasi Primer untuk Anggota (KKPA). Dari program pemerintah tersebut telah dikaji dalam penelitian terdahulu yang telah diteliti oleh oleh masing-masing yaitu; (1)
Kasmadi (2005); (2) Filtra (2007);(3) Lubis
(2005); (4) Sume (2008); (5) Perdana (2007). Dalam penelitian terdahulu terdapat beberapa alat analisis yang digunakan dalam mengukur keberhasilan program bantuan permodalan petani yaitu ; (1)uji t; (2) uji regresi logistik; (3) analisis pendapatan usaha tani. Untuk uji t terdapat pada penelitian kasmadi (2005) yang dilakukan untuk mengukur keberhasilan dampak BLM terhadap kemandirian petani ternak di kelompok tani ternak Desa Tambun Jaya dan Tambun Raya Kecamatan Barasang. Uji t yang digunakan berfungsi untuk melihat apakah apakah ada perbedaan pendapatan setelah adanya pemeberian bantuan modal tersebut. Dari hasil uji t menunjukkan bahwa BLM yang diberikan kepada kelompok tani sangat bermanfaat dan berpengaruh signifikan terhadap pendapatan petani. Untuk uji regresi logistik terdapat pada penelitian yang dilakukan oleh Filtra (2007). Uji regresi logistik yang digunakan berfungsi untuk melihat apakah ada pengaruh dari pinjaman kredit pemerintah terhadap pertambahan pendapatan petani. Dari hasil penelitian tersebut menunjukkan bahwa program BPLM di Kabupaten Agam di nilai berhasil sehingga layak uuntuk dilanjutkan. Kemudian untuk alat analisis pendapatan usahatani terdapat pada penelitian Lubis (2005), Sume (2008), Perdana (2007). Analisis pendapatan usahatani ini dipakai peneliti untuk melihat bahwa dengan adanya bantuan permodalan berupa kredit yang diberikan kepada petani akan mengakibatkan petambahan pendapatan, kemudahan dalam mendapatkan saprodi, pasar dan yang lainnya. Dari ketiga peneliti tersebut menunjukkan bahwa dengan adanya bantuan modal tersebut petani terbantu dalam pengadaan saprodi seperti bibit, pestisida, alat dan mesin pertanian serta aspek pasar yang baik.
Dengan terbantunya petani dalam pengadaan saprodi dan
pemasaran maka mengakibatkan pertambahan pendapatan yang baik dari sebelum adanya program bantuan tersebut.
23
Dari penelitian terdahulu tersebut memiliki persamaan dan perbedaan dengan penelitian yang akan dilakukan. Dampak Program
Penelitian ini
Pengembangan Usaha
Agribisnis
membahas tentang Perdesaan
terhadap
pendapatan petani di Desa Hasang Kualuh Selatan Kabupaten Labuhan Batu Utara, Sumatera Utara. Selain itu penelitian ini akan dilakukan di kelembagaan yang di tunjuk oleh Departemen Pertanian yang dikhususkan untuk petani yang memiliki ekonomi lemah yaitu Gapoktan. Alat analisis yang digunakan yaitu dengan menggunakan analisis usahatani, dimana analisis ini ingin melihat bagaimana dampak PUAP terhadap pendapatan petani penerima PUAP pada awal dan setelah berjalannya program PUAP.
24
III KERANGKA PEMIKIRAN 3.1 Kerangka Pemikiran Teoritis Pembiayaan dalam dunia usaha sangat dibutuhkan dalam mendukung keberlangsungan suatu usaha yang dijalankan.
Dari suatu usaha yang
memerlukan pembiayaan adalah usaha dibidang agribisnis pertanian. Saat ini pembiayaan agribisnis merupakan salah satu langkah dalam mendukung kemajuan petani dalam menjalankan usahataninya hingga proses pasca panen.
Pada
dasarnya perkembangan suatu usaha dipengaruhi oleh ketersediaan modal. Secara garis besar terdapat dua jenis modal (Tarigan, 2006), yaitu: 1. Modal sendiri, yaitu modal yang dimiliki secara pribadi yang dapat digunakan untuk mengembangkan usahanya. 2. Modal dari luar (kredit), yaitu modal yang berasal dari pihak lain yang dapat digunakan untuk mengembangkan suatu usaha. Untuk memperoleh modal ini, seluruh prosedur yang ada harus dapat dipenuhi oleh calon debitur. Modal sendiri, umumnya tidak cukup untuk memenuhi kebutuhan suatu usaha. Oleh karena itu, ketersediaan modal dari pihak luar atau kredit sangat diperlukan. Sumber modal yang berasal dari luar dapat berasal dari sumber formal maupun non formal. Kredit menurut kegunaannya dapat terbagi menjadi dua yaitu, kredit konsumtif dan kredit produktif. Kredit konsumtif merupakan sejumlah pinjaman yang digunakan untuk memenuhi kebutuhan sehari-hari, sedangkan kredit produktif merupakan pinjaman yang digunakan dalam satu kegiatan produksi atau melakukan suatu usaha. Kebutuhan akan kredit juga menjadi sesuatu yang tidak asing lagi bagi masyarakat Indonesia. Oleh karena itu, pemerintah dalam usahanya meningkatkan sektor usaha pertanian, telah melaksanakan dan mengeluarkan beberapa kebijakan dibidang pembiayaan disektor pertanian. Kebijakan dimulai dengan adanya kredit berupa Kredit Usaha Tani (KUT), Bimbingan Massal (Bimas), Kredit Kepada Koperasi (Kkop) dan sebagainya sampai dengan saat ini dengan konsep pembiayaan yang disalurkan kepada Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) yaitu Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP).
Menurut Ashari (2009) kredit program memiliki posisi strategis dalam konteks pembangunan ekonomi makro serta dalam peningkatan pendapatan masyarakat petani. Hal ini terkait dengan sumber dana kredit program yang berasal dari APBN yang notabene merupakan dana publik. Dengan demikian setiap rupiah dari penggunaan dana APBN seharusnya dapat dimanfaatkan secara efektif dan efisien untuk dialokasikan untuk mendanai suatu kegiatan (kredit program) yang tentunya akan mengurangi porsi anggaran untuk penggunaan lainnya. Walau demikian adanya pada dasarnya dalam merealisasikan kredit disektor pertanian pemerintah telah memberikan subsidi pada berbagai hal yaitu (1) subsidi terhadap bunga kredit (2) subsidi terhadap resiko kredit (3) subsidi untuk biaya administrasi, penyaluran serta penarikan kredit. 3.1.1 Evaluasi Program PUAP Evaluasi pelaksanaan program PUAP dilakukan untuk mengetahui apakah pelaksanaan program tersebut telah sesuai atau berhasil berdasarkan indikatorindikator yang ada. Keberhasilan program PUAP akan memberikan dampak berupa manfaat yang optimal dan oleh karena itu evaluasi pelaksanaan program ini sangat diperlukan untuk menilai indikator-indikator keberhasilan PUAP antara lain1: 1. Indikator keberhasilan output meliputi : a. Tersalurkannya BLM – PUAP kepada petani, buruh tani dan rumah tangga tani miskin dalam melakukan usaha produktif pertanian; dan b. Terlaksananya fasilitasi penguatan kapasitas dan kemampuan sumber daya manusia pengelola Gapoktan, Penyuluh Pendamping dan Penyelia Mitra Tani. 2. Indikator keberhasilan outcome meliputi : a. Meningkatnya kemampuan Gapoktan dalam memfasilitasi dan mengelola bantuan modal usaha untuk petani anggota baik pemilik, petani penggarap, buruh tani maupun rumah tangga tani. b. Meningkatnya jumlah petani, buruh tani dan rumah tangga tani yang mendapatkan bantuan modal usaha.
1
Deptan.2008. Pedoman Teknis PUAP.
26
c. Meningkatnya
aktivitas
kegiatan
agribisnis
(budidaya
dan
hilir) di
perdesaan; dan d. Meningkatnya pendapatan petani (pemilik dan atau penggarap), buruh tani dan rumah tangga tani dalam berusaha tani sesuai dengan potensi daerah. 3. Indikator benefit dan Impact antara lain: a. Berkembangnya usaha agribisnis dan usaha ekonomi rumah tangga tani di lokasi desa PUAP. b. Berfungsinya Gapoktan sebagai lembaga ekonomi yang dimiliki dan dikelola oleh petani. c. Berkurangnya jumlah petani miskin dan pengangguran di perdesaan. Berdasarkan indikator-indikator tersebut, maka untuk menilai keberhasilan program PUAP, akan digunakan salah satu indikator yang dianggap bisa mewakili keberhasilan program tersebut. Indikator yang dimaksud adalah menilai tingkat pendapatan. Pemilihan indikator ini dengan pertimbangan bahwa pendapatan merupakan salah satu parameter yang bisa digunakan untuk menilai tingkat kesejahteraan seseorang. Dalam melakukan indikator untuk mengetahui seberapa besar pendapatan yang diperoleh petani setelah adanya program PUAP dapat diukur dengan konsep usahatani. Pendapatan usahatani yang dilihat adalah pendapatan petani serta efiiansi pelaksanaan usahataninya. 3.2 Konsep Usahatani Usahatani adalah proses pengorganisasian faktor-faktor produksi yaitu alam, tenaga kerja, modal dan pengelolaan yang dilakukan oleh perorangan ataupun sekumpulan orang-orang untuk menghasilkan output yang dapat memenuhi kebutuhan keluarga ataupun orang lain disamping bermotif mencari keuntungan (Soeharjo dan Patong, 1973). Organisasi ini ketatalaksanaannya berdiri sendiri dan sengaja diusahakan oleh seseorang atau sekumpulan orang, segolongan sosial, baik yang terikat genologis, politis maupun teritorial sebagai pengelolanya. Berdasarkan batasan tersebut dapata diketahui bahwa usahatani terdiri atas manusia petani (bersama keluarganya), tanah (bersama dengan fasilitas yang ada diatasnya seperti bangunan-bangunan, salurang air) dan tanaman maupun hewan ternak (Soeharjo dan Patong, 1973).
27
Mubyarto (1989) mengemukakan bahwa usahatani merupakan himpunan dari sumber-sumber alam yang terdapat di tempat itu yang diperlukan untuk produksi pertanian. Tujuan setiap petani dalam melaksanakan usahataninya berbeda-beda. Apabila dorongannya untuk memenuhi kebutuhan keluarga baik melalui atau tanpa peredaran uang, maka usahatani tersebut disebut usahatani pencukup kebutuhan keluarga (Subsistence Farm). Sedangkan bila motivasi yang mendorongnya untuk mencari keuntungan, maka usahatani yang demikian disebut usahatani komersial (Commercial Farm). Faktor-faktor yang mempengaruhi produki dalam usahatani terdiri dari faktor internal dan eksternal. Faktor internal antara lain penggunaan input, teknik bercocok tanam dan teknologi. Sedangkan faktor eksternal seperti cuaca, iklim, hama dan penyakit. Lebih jelas lagi Hernanto (1989) menyatakan bahwa dalam usahatani ada empat unsur pokok penting yang mempengaruhi produksi. Faktorfaktor tersebut sering disebut sebagai faktor-faktor produksi antara lain : 1. Tanah Tanah dalam usahatani dapat berupa tanah pekarangan, tegalan, sawah dan sebagainya. Tanah tersebut dapat diperoleh dengan cara membuka lahan sendiri, membeli, menyewa, bagi hasil (menyakap), pemberian negara, warisan ataupun wakaf. Penggunaan tanah dapat diusahakan secara monokultur, polikultur maupun tumpangsari. 2. Tenaga Kerja Tenaga kerja dalam usahatani adalah tenaga kerja manusia. Tenaga kerja manusia dibedakan menjadi tenaga kerja pria, wanita dan anak-anak dimana tenaga kerja tersebut dipengaruhi oleh umur, tingkat pendidikan, keterampilan, pengalaman, tingkat kesehatan dan faktor alam seperti iklim dan kondisi lahan. Tenaga kerja ini dapat berasal dari dalam maupun dari luar keluarga. Dalam teknis perhitungan, dapat digunakan ukuran konversi tenaga kerja dengan cara membandingkan tenaga kerja pria sebagai ukuran baku, yakni : 1 pria = 1 Hari Kerja Pria (HKP); 1 wanita = 0,8 HKP dan 1 anak = 0,5 HKP. 3. Modal Modal dalam usahatani digunakan untuk membeli sarana produksi dan untuk membiayai pengeluaran selama kegiatan usahatani berlangsung. Sumber
28
modal dapat diperoleh dari milik sendiri, pinjaman atau kredit (pinjaman dari lembaga keuangan formal maupun non formal), hadiah, warisan ataupun dapat berupa kontrak sewa. 4. Manajemen Manajemen dalam usahatani merupakan kemampuan petani untuk menentukan, mengorganisir dan mengkoordinasikan faktor-faktor produksi yang dikuasai dengan sebaik-baiknya, sehingga mampu menghasilkan produksi pertanian sebagaimana yang diharapkan. Agar dapat berhasil mengelola suatu usahatani maka perlu memahami prinsip teknik meliputi: (a) perilaku cabang yang diputuskan; (b) perkembangan teknologi; (c) daya dukung faktor cara yang dikuasai. Selain itu, juga perlu memahami prinsip ekonomis antara lain: (a) penentuan perkembangan harga; (b) kombinasi cabang usaha; (c) tataniaga hasil; (d) pembiyaan usahatani; (e) pengalokasian modal dan pendapatan serta (f) tolak ukur keberhasilan yang lazim. Dengan memahami prinsip teknik usahatani pada dasarnya akan mempengaruhi komponen biaya, seperti pada perkembangan teknologi sangat berpengaruh terhadap komponen biaya.
Penggunaan teknologi baru maupun
adopsi teknologi dalam kegiatan pertanian akan mempengaruhi biaya usahatani. Pengaruh ini dianalisis dari biaya yang dikeluarkan maupun penerimaan yang diperoleh petani dengan analisis pendapatan usahatani. 3.2.1. Pendapatan Usahatani Pada akhirnya usahatani yang dilakukan akan memperhitungkan biayabiaya yang telah dikeluarkan dengan penerimaan yang diperoleh. Selisih antara biaya yang dikeluarkan dengan penerimaan yang diperoleh tersebut merupakan pendapatan dari usahatani yang dijalankan. Tujuan utama dari analisis pendapatan adalah
menggambarkan
keadaan
sekarang
suatu
kegiatan
usaha
dan
menggambarkan keadaan yang akan datang dari perencanaan atau tindakan (Soeharjo dan Patong, 1973). Analisis pendapatan usahatani sangat bermanfaat bagi petani untuk mengukur tingkat keberhasilan usahanya. Analisis pendapatan usahatani memerlukan dua keterangan pokok, yaitu keadaan penerimaan dan keadaan pengeluaran selama jangka waktu tertentu. Penerimaan merupakan total nilai produk yang dihasilkan yang diperoleh dari
29
hasil perkalian antara jumlah output (produk yang dihasilkan) dengan harga produk tersebut. Sedangkan pengeluaran atau biaya merupakan semua pengorbanan sumberdaya ekonomi dalam satuan uang yang diperlukan untuk menghasilkan suatu output dalam suatu periode produksi. Penerimaan usahatani dapat berbentuk tiga hal yakni; (1) hasil penjualan tunai (seperti tanaman pangan, ternak, ikan dan lain sebagainya); (2) produk yang dikonsumsi keluarga petani; (3) kenaikan nilai inventaris selisih nilai akhir tahun dengan nilai awal tahun). Sementara itu, pengeluaran usahatani tani meliputi biaya tetap dan biaya tidak tetap (variabel). Bentuk pengeluaran dalam usahatani berupa pengeluaran tunai dan pengeluaran yang diperhitungkan. Pengeluaran tunai adalah pengeluaran yang dibayarkan dengan menggunakan uang, seperti biaya pengadaan sarana produksi usahatani dan pembayaran upah tenaga kerja. Sedangkan pengeluaran yang diperhitungkan adalah pengeluaran yang digunakan untuk menghitung nilai pendapatan kerja petani apabila nilai kerja keluarga diperhitungkan. Analisis pendapatan tunai dan pendapatan total produksi usahatani merupakan bentuk analisis dalam usahatani yang digunakan untuk melihat keuntungan relatif dari suatu kegiatan cabang usahatani berdasarkan perhitungan finansial. Dalam analisis ini dilakukan dua pendekatan, yaitu perhitungan pendapatan atas dasar biaya tunai dan perhitungan atas dasar biaya total (biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan). Soekartawi (1986) menjelaskan beberapa istilah yang terkait dengan pengukuran pendapatan usahatani antara lain : 1. Pendapatan kotor usahatani adalah ukuran hasil perolehan total sumberdaya yang digunakan dalam usahatani. Istilah lain untuk pendapatan kotor usahatani adalah nilai produksi atau penerimaan kotor usahatani. 2. Pendapatan kotor tunai didefinisikan sebagai nilai mata uang yang diterima dari penjualan produk usahatani. Pendapatan kotor tunai usahatani tidak mencakup pinjaman uang untuk keperluan usahatani yang berbentuk benda dan yang dikonsumsi. 3. Pendapatan kotor tidak tunai adalah pendapatan yang bukan dalam bentuk uang, seperti hasil panen yang dikonsumsi, hasil panen yang digunakan untuk
30
bibit atau makanan ternak, untuk pembayaran, disimpan di gudang, dan menerima pembayaran dalam bentuk benda. 4. Pengeluaran total usahatani didefinisikan sebagai nilai semua input yang habis terpakai di dalam produksi, tetapi tidak termasuk tenaga kerja keluarga petani. Pengeluaran usahatani meliputi pengeluaran tunai dan pengeluaran tidak tunai. 5. Pengeluaran tunai adalah pengeluaran berdasarkan nilai uang. Jadi segala pengeluaran untuk keperluan kegiatan usahatani yang dibayar dalam bentuk benda tidak termasuk dalam pengeluaran tunai. 6. Pengeluaran tidak tunai adalah nilai semua input yang digunakan namun tidak dalam bentuk uang. Misalnya nilai barang dan jasa untuk keperluan usahatani yang dibayar dengan benda. 7. Pendapatan bersih adalah selisih antara pendapatan kotor usahatani dengan total pengeluaran usahatani. Pendapatan bersih usahatani mengukur imbalan yang diperoleh keluarga petani akibat dari penggunaan faktor-faktor produksi. 3.2.2. Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C Rasio) Soeharjo dan Patong (1973) menyatakan bahwa pendapatan yang besar bukanlah sebagai petunjuk bahwa usahatani efisien. Ukuran efisiensi pendapatan usahatani dapat diukur atau dihitung melalui perbandingan penerimaan dengan biaya yang dikeluarkan (R/C Rasio). R/C rasio menunjukkan berapa besarnya penerimaan usahatani yang akan diperoleh petani untuk setiap rupiah biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan usahatani. Apabila usahatani memiliki nilai R/C rasio lebih besar dari satu dapat dikatakan menguntungkan. Sebaliknya, apabila nilai R/C rasio lebih kecil dari satu, berarti penerimaan biaya satu satuan akan mengurangi penerimaan sebesar satu
satuan,
atau
dapat
dikatakan
bahwa
usahatani
tersebut
belum
menguntungkan. Sedangkan jika kegiatan usahatani memiliki nilai R/C rasio sama dengan satu, maka kegiatan usahatani tersebut berada pada keuntungan normal. Artinya setiap satu satuan biaya yang dikeluarkan, maka kegiatan usaha mampu menghasilkan manfaat bersih sebesar satu satuan atau dapat dikatakan impas.
31
3.2.3 Sitem Integrasi Ternak Dengan Tanaman Usaha ternak seperti sapi dan kambing telah banyak berkembang di Indonesia, akan tetapi petani pada umumnya masih memelihara sebagai usaha sambilan, dimana tujuan utamanya adalah sebagai tabungan, sehingga manajemen pemeliharaannya masih dilakukan secara konvensional.
Kendala utama yang
dihadapi petani yang belum memadukan usaha ini dengan tanaman adalah tidak tersedianya
pakan
secara
memadai
terutama
pada
musim
kemarau
(Kariyasa,2004). Upaya mengatasi permasalahan tersebut, petani di beberapa lokasi di Indonesia sejak dulu telah mengembangkan sistem integrasi tanaman ternak (Crops Livestock System, CLS). Menurut
Kariyasa (2004) CLS pada
umumnya telah berkembang di daerah dimana terdapat perbedaan nyata antara musism hujan dan musim kemarau. Dalam penelitian ini pemeliharaan domba memakai konsep integrasi dengan tanaman perkebunan sawit dan karet.
Dalam integrasi ini domba
digembala dibawah kebun sawit dan juga karet karena perkebunan di Desa Hasang ini memiliki hijauan yang sangat baik untuk pakan ternak domba. Dengan kondisi pakan yang baik untuk domba, maka pemeliharaan domba dapat berkembangbiak. Selain itu integrasi ini juga sangat bermanfaat bagi tanaman kebun karena selain ternak domba dapat memberikan pupuk kandang juga dapat menekan gulma yang menjadi pakan domba, sehingga hal ini dapat dikatakan integrasi yang baik. 3.3 Kerangka Pemikiran Operasional Program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) merupakan program terobosan Departemen Pertanian untuk penanggulangan kemiskinan dan penciptaan lapangan kerja, sekaligus mengurangi kesenjangan pembangunan antar wilayah pusat dan daerah serta antara subsektor. Keberlanjutan program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP) sangat ditentukan pada keberhasilan pengelolaan dana tersebut oleh kinerja Gapoktan sebagai lembaga pelaksana yang dipercaya untuk mengelola dana tersebut. Salah satu pendekatan yang dapat dilakukan untuk melihat keberhasilan PUAP yaitu dengan mengukur dan menilai dampak dari program PUAP serta peranannya dalam meningkatkan pendapatan usaha pertanian hingga pada akhirnya mampu mensejahterakan para
32
petani di perdesaan. Pengelolaan dan pencapaian tujuan dari program PUAP (peningkatan pendapatan usaha) juga dipengaruhi oleh karakteristik Gapoktan sebagai pelaksana program PUAP. Pada penelitian ini, evaluasi dilakukan dari sisi dampak program PUAP serta dampak terhadap kinerja Gapoktan PUAP itu sendiri . Penilaian keberhasilan program ini didasarkan pada indikator yang ada, salah satunya adalah dengan melihat tingkat pendapatan petani sebelum dan sesudah adanya program PUAP. Sementara itu, penilaian kinerja Gapoktan setelah adanya pogram PUAP ini dinilai dengan melihat kemampuan Gapoktan dalam mengelola dan menyalurkan dana bantuan PUAP secara efektif. Analisis efektivitas pengelolaan dan penyaluran dana PUAP melalui pola pinjaman dapat dilihat dari dua sisi, yaitu pihak Gapoktan sebagai penyalur atau pemberi pinjaman dan dari pihak petani sebagai peminjam atau pengguna. Penilaian keefektifan pengelolaan dan penyaluran pinjaman dana PUAP kepada petani yang didasarkan pada kriteria pihak Gapoktan sebagai pemberi pinjaman dengan menggunakan beberapa parameter. Parameter yang digunakan antara lain : target dan realisasi kredit (pinjaman PUAP), jangkauan kredit (pinjaman PUAP), frekuensi serta banyaknya tunggakan. Sementara kriteria dari sisi pengguna kredit (petani) diukur dengan menggunakan tolok ukur : persyaratan awal, prosedur peminjaman. Secara umum, kerangka pemikiran operasional dalam penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 1. Penelitian ini diawali dari adanya permasalahan pertanian yaitu : pertama, sebagian besar petani sulit untuk mengadopsi teknologi sederhana untuk meningkatkan produktivitas hasil pertaniannya, sehingga petani relatif lambat dalam merespon perubahan yang terjadi di dunia luar. Kedua, aksesibilitas petani terhadap informasi pertanian terbatas yang berakibat terjadi ketidakadilan harga yang diterima oleh petani. Ketiga, petani memiliki kendala atas sumberdaya manusia yang dimiliki, terlihat dari rendahnya pendidikan yang dimiliki petani dan keterbatasan atas kepemilikan lahan garapan terutama sawah. Keempat, yang merupakan masalah paling dasar bagi sebagian besar petani adalah masalah keterbatasan modal yang dimiliki oleh para petani. Kemampuan petani dalam mengakses sumber-sumber permodalan sangat terbatas karena lembaga keuangan
33
perbankan dan non perbankan menerapkan prinsip 5-C (Character, Collateral, Capacity, Capital dan Condition) dalam menilai usaha pertanian dimana tidak semua petani dapat memenuhi semua persyaratan tersebut. Dalam rangka mengatasi masalah tersebut, pemerintah membuat alternatif sebagai upaya untuk mengatasi masalah tersebut dengan mencanangkan program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan (PUAP). Bantuan dana PUAP ini disalurkan melalui Gapoktan sebagai lembaga pelaksana yang dipercaya oleh Departemen Pertanian. Pelaksanaan program PUAP perlu di evaluasi untuk menilai apakah ada dampak yang berarti dari pemanfaatan dana bantuan tersebut. Penilaian dilakukan dengan melihat indikator keberhasilan PUAP, salah satu indikatornya adalah keberhasilan Gapoktan dalam menyalurkan dana PUAP kepada anggota kelompok tani secara merata.
34
Permasalahan pertanian 1. Aksebilitas 2. SDM Petani 3. Kemampuan Modal
Tingkat kemiskinan dan pengangguran di desa meningkat
Program PUAP 1. Pengentasan kemiskinan 2. Menciptakan lapangan kerja di pedesaan 3. Penguatan Modal Usaha 4. Pemerataan Disalurkan melalui Gapoktan dengan kredit PUAP
Pelaksanaan Evaluasi Program PUAP dilihat dari tingkat pendapatan dengan metode Usahatani
Awal berjalan program PUAP
Setelah berjalan program PUAP
Evaluasi dan Saran Perbaikan Gambar 1. Kerangka Pemikiran Operasional
35
IV METODE PENELITIAN 4.1 Lokasi dan Waktu Penelitian Penelitian ini dilakukan di gabungan gelompok tani (Gapoktan) Desa Hasang, Kecamatan Kualuh Selatan, Kabupaten Labuhan Batu, Sumatera Utara. Pemilihan lokasi ini dilakukan atas dasar pertimbangan bahwa Desa Hasang merupakan salah satu Desa Penerima PUAP dari 474 desa, dan 107 Kecamatan dan 19 Kabupaten tingkat Sumatera Utara. Selain itu Desa Hasang ini merupakan salah satu desa peraih juara tiga Gapoktan tingkat Propinsi Sumatera Utara setelah adanya Program PUAP di Desa Hasang. Waktu penelitian dilakukan bulan Desember tahun 2009. Alokasi waktu yang ditetapkan ini didasarkan pada pertimbangan keterbatasan waktu, dana dan tenaga.
Namun demikian, diharapkan penelitian ini tetap dapat memberikan
gambaran yang baik dan representatif dari program PUAP pada lembaga terkait di Desa Hasang. 4.2 Jenis dan Sumber Data Data yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari data primer dan sekunder. Data primer diperoleh melalui kuesioner dan wawancara langsung dengan para responden yaitu petani (anggota Gapoktan) serta kepada pengurus Gapoktan atau Poktan. Sedangkan data sekunder diperoleh dari instansi terkait meliputi BPS Pusat, BPS Kabupaten Labuhan Batu , Dinas Pertanian Kabupaten Labuhan Batu , Badan Penyuluhan pertanian, Kabupaten Labuhan Batu. Selain itu, data sekunder juga diperoleh dari penelusuran kepustakaan, internet dan literatur lain yang berhubungan dengan penelitian. 4.3 Metode Pengumpulan Data Beberapa metode yang digunakan dalam pengumpulan data yakni dengan metode wawancara langsung terhadap pihak-pihak terkait, penyebaran kuesioner dan studi literatur. Data primer didapat melalui wawancara langsung dengan responden dengan harapan agar peneliti memperoleh informasi secara langsung mengenai karakteristik responden, karakteristik usaha, pendapatan usaha serta tanggapan respon terhadap program PUAP. Pengumpulan data dengan cara ini
akan dibantu menggunakan kuesioner yang berisikan daftar-daftar pertanyaan yang relevan dengan tujuan penelitian. Penggunaan kuesioner bermanfaat sebagai pemandu agar pertanyaan-pertanyaan yang diajukan lebih terarah dan sesuai dengan tujuan penelitian. Teknis penggunaan atau pengisian kuesioner ini dipandu oleh peneliti. Data sekunder yang dikumpulkan meliputi perkembangan pelaksanaan program PUAP, mekanisme proses penyaluran PUAP dan lain sebagainya yang berhubungan dengan penelitian. Selain itu, juga dikumpulkan data-data penunjang seperti gambaran umum lembaga di desa dalam hal ini Gapoktan serta potensi usaha di wilayah penelitian. 4.4 Metode Penentuan Sampel Jumlah populasi Gapoktan keseluruhan sebanyak 228 orang akan tetapi yang
diambil sebanyak 53 responden. Alasan mengambil jumlah responden
sebanyak 53 orang dikarenakan jumlah anggota yang mendapat bantuan dana PUAP hanya sebanyak 53 orang. Selain itu alasan lain mengapa mengambil responden tersebut adalah untuk mengetahui dampak program PUAP di Gapoktan Desa Hasang. Metode pengambilan sampel menggunakan dua metode yang berbeda yaitu metode sensus, dan purposive sampling (sengaja). Metode sensus yang dilakukan yaitu mendatangi satu persatu petani yang mendapat dana PUAP yaitu sebanyak 53 orang, metode sensus ini bertujuan mendapatkan data serta informasi yang jauh lebih akurat. Sedangkan
metode purposive yakni memilih ketua
kelompok tani. Pemilihan ketua kelompok tani dengan pertimbangan beberapa kriteria ; (1) bahwa ketua kelompok tani memiliki informasi yang lebih banyak seputar implementasi dan alokasi pemanfaatan bantuan PUAP; (2) lebih paham mengenai permasalahan dan kendala yang dihadapi petani anggota; serta (3) dapat memberikan informasi pendukung lainnya yang lebih jelas lagi untuk penelitian ini. Dalam penelitian kelompok tani tersebut juga sudah merupakan tergabung kedalam 53 anggota yang mendapat dana program PUAP.
37
4.5 Metode Pengolahan dan Analisis Data Metode analisis data yang digunakan yaitu analisis deskriptif dan analisis kuantitatif. Analisis deskriptif bertujuan untuk membuat deskripsi, gambaran atau lukisan secara sistematis, faktual dan akurat, mengenai fakta-fakta, sifat-sifat, serta hubungan antara fenomena yang diselidiki. Metode deskriptif ini digunakan untuk menjelaskan gambaran secara umum tentang PUAP, syarat-syarat penyaluran kredit serta prosedur yang diterapkan untuk memperoleh kredit yang dikeluarkan oleh Gapoktan Desa Hasang, Kecamatan Kualuh Selatan Kabupaten Labuhan Batu. Analisis data kuantitatif dalam penelitian ini akan digunakan untuk melihat pengaruh program PUAP terhadap tingkat pendapatan petani.data yang diperoleh selanjutnya dianalisis dengan melakukan analisis pendapatan usahatani domba di lokasi penelitian untuk melihat pengaruh nyata dari pelaksanaan program PUAP tersebut. Data-data yang diperoleh akan diolah dengan menggunakan software Microsoft Excel 2007. 4.6 Analisis Pendapatan Petani Dampak program PUAP terhadap pendapatan anggota (petani) Gapoktan PUAP dapat dilihat dengan membandingkan pendapatan petani sebelum adanya program PUAP dengan pendapatan setelah adanya program PUAP. Analisis ini digunakan untuk mengetahui sejauh mana pengaruh dampak program PUAP terhadap pendapatan usahatani padi di Kecamatan Kualuh Selatan. Analisis pendapatan usahatani pada kambing dilakukan pada satu periode yaitu satu tahun setelah adanya program PUAP dengan memberikan hewan ternak. Pendapatan bersih usahatani adalah selisih antara pendapatan kotor usahatani dan pengeluaran kotor usahatani tani. Menurut (Soekartawi et al, 1986) perhitungan pendapatan usahatani dilakukan dengan menggunakan formulasi : P = TP – (Bt + Btt) Dimana : P
= Pendapatan bersih usahatani (Rp)
TP = Total penerimaan usahatani (Rp) Bt
= Biaya tunai (Rp)
Btt = Biaya tidak tunai (Rp)
38
Penerimaan sering disebut juga dengan pendapatan kotor (gross farm income), merupakan nilai produk total usahatani dalam periode tertentu, baik yang dijual maupun yang tidak dijual. Penerimaan diperoleh dari hasil kali antara jumlah produk yang dihasilkan dengan harga jual produk tersiebut. Sementara itu pengeluaran total usahatani (total farm expenses) terdiri dari biaya tunai dan biaya tidak tunai (biaya yang diperhitungkan). 4.7 Analisis R/C Rasio Suatu usaha dikatakan efisien secara ekonomis dari usaha lain apabila rasio output terhadap inputnya lebih menguntungkan dari usaha lain. Return and Cost Ratio (R/C ratio) merupakan perbandingan antara nilai output terhadap nilai inputnya atau perbandingan antara penerimaan usahatani dengan pengeluaran usahatani. Rasio pendapatan terhadap biaya merupakan perbandingan antara total penerimaan yang diperoleh dari setiap satuan uang yang dikeluarkan dalam proses produksi usahatani. Analisis pendapatan dibagi menjadi dua yakni analisis pendapatan atas biaya tunai dan analisis pendapatan atas biaya total. Semakin besar nilai R/C rasio maka semakin menguntungkan usahatani tersebut. Dalam penelitian
ini
untuk
mengetahui
keuntungan
dari
usahatani
kambing
dipergunakan R/C ratio dengan rumus yang digunakan oleh Soeharjo dan Patong (1973), yaitu :
(Rasio atas biaya total)
R/C
TP BT
(Rasio atas biaya tunai)
R/C
TP Bt
BT = Bt + Btt
Dimana : TP = Total penerimaan usahatani (Rp) BT = Biaya total (Rp) Bt
= Biaya tunai (Rp)
Btt = Biaya tidak tunai (Rp)
39
4.8 Definisi Operasional 1. Debitur
adalah pihak yang menggunakan jasa Gapoktan, pada penelitian ini
debitur yang dimaksud adalah petani pengguna dana PUAP Desa Hasang. 2. Karakteristik petani merupakan salah satu dari prinsip 5 C yang akan dilihat dalam penelitian ini. 3. Tingkat pendapatan perbulan adalah jumlah pendapatan yang diterima oleh petani dari hasil karet, sawit dan domba 4. Frekuensi pinjaman atau pengalaman kredit adalah berapa kali peminjaman kredit yang telah dilakukan petani responden. 5. Lama pendidikan adalah berapa lama pendidikan terakir yang diselesaikan oleh petani. 6. Gembala adalah pemeberian pakan kepada hewan ternak (domba) dengan cara tradisional dengan melepas domba ke areal kebun. 7. Material kandang yang dimaksud dalam penelitian ini adalah seperti kayu yang diambil dari hutan 8. Tenaga kerja dalam keluarga yaitu tenaga kerja yang berasal dari keluarga petani. 9. Penerimaan tunai domba adalah penerimaan yang diperoleh dari usaha tani domba, dalam penelitian ini di asumsikan penerimaan diperoleh dari penjualan domba. 10. Penerimaan karet dan sawit adalah penerimaan yang diperoleh dari hasil penjualan sawit dan karet, dalam penelitian ini karet dan sawit merupakan penghasilan utama sedangkan domba merupakan usaha sampingan. 11. Harga domba adalah harga domba berdasarkan daerah penelitian yang diperoleh sebesar 16.000/Kg/ekor. 12. Berat rata-rata domba dalam penelitian ini adalah diasumsikan bahwa dengan budidaya secara gembala berat rata-rata domba sebesar 30 Kg/ekor. 13. Angsuran pinjaman dalam penelitian ini adalah besarnya bunga beserta pokok modal kredit yang diberikan kepada petani yang dibayarkan setiap bulannya.
40
V GAMBARAN UMUM 5.1 Gambaran Umum Wilayah Penelitian Letak geografis Kabupaten Labuhan Batu berada pada 1026’-2011’ Lintang Utara dan antara 91001’-97007’ Bujur Timur. Kabupaten Labuhan Batu Utara merupakan salah satu kabupaten di Propinsi Sumatera Utara yang berbatasan dengan Propinsi Riau di sebelah Timur, Kabupaten Tapanuli Utara dan Kabupaten Asahan di sebelah Barat, Kabupaten Tapanuli Selatan di sebelah Selatan dan Selat Malaka sebelah Utara. Jumlah kecamatan di Kabupaten Labuhan Batu sebanyak 22 kecamatan serta 215 Desa dan 27 Kelurahan. Kabupaten Labuhan Batu beribukota di Rantau Prapat dengan luas wilayah 9 223.18 Km2, dimana luas wilayah yang digunakan untuk kegiatan pertanian khususnya perkebunan rakyat kelapa sawit seluas 441 136 hektar dan sementara lahan yang digunakan untuk bangunan perumahan, perkantoran, industri, pendidikan, jalan dan lain-lain seluas 31.614 hektar. Berdasarkan angka hasil Sensus Penduduk 2000, penduduk Kabupaten Labuhan Batu berjumlah 832.450 jiwa dengan kepadatan penduduk sebesar 90,00 jiwa per Km², terdiri dari 414 747 jiwa laki-laki dan 417.703 jiwa perempuan. Untuk tahun 2007 berdasarkan hasil proyeksi Sensus Penduduk 2000, penduduk Kabupaten Labuhan Batu sebanyak 1.007.185 jiwa. Jumlah penduduk terbanyak terdapat di Kecamatan Torgamba yaitu sebanyak 94.752 jiwa dengan kepadatan penduduk 85 jiwa per Km², sedangkan penduduk paling sedikit berada di Kecamatan Silangkitang sebanyak 26.724 jiwa dengan kepadatan penduduk 88 jiwa per Km². Kecamatan Rantau Selatan merupakan Kecamatan yang paling padat penduduknya dengan kepadatan 787 jiwa per Km² dan Kecamatan Aek Natas merupakan Kecamatan dengan kepadatan penduduk terkecil yaitu sebesar 49 jiwa per Km². Jumlah penduduk Kabupaten Labuhan Batu dengan jenis kelamin perempuan lebih sedikit dibandingkan penduduk laki-laki. Pada tahun 2007 jumlah penduduk laki-laki sebesar 508.524 jiwa, sedangkan penduduk perempuan sebanyak 498.661 jiwa dengan rasio jenis kelamin sebesar 101,98 persen. Penelitian ini dilakukan di Labuhan Batu yang terletak di Kecamatan Kualuh Selatan. Kecamatan Kualuh Selatan ini memiliki letak Geografis sebelah
utara berbatasan dengan Kecamatan Kualuh Hulu, sebelah Timur berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Utara, sebelah Selatan berbatasan dengan Kecamatan Aek Natas, dan sebelaha Barat berbatasan dengan Kecamatan Kualuh Hilir. Kecamatan Kualuh Selatan menempati area seluas 344,51Km2 yang terdiri dari 12 desa/ kelurahan definitif. Wilayah Kecamatan Kualuh Selatan di sebelah utara berbatasan dengan Kecamatan Kualuh Hulu di sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Tapanuli Utara, di sebelah selatan berbatasan dengan Kecamatan Aek Natas, di sebelah barat berbatasan dengan Kecamatan Kualuh Hilir. Dari 12 Desa yang terdapat di Kecamatan Kualuh Selatan, yang memiliki wilayah terluas adalah Siamporik dengan luas 84,60 Km2 dan yang terkecil adalah Gunung Melayu dan Gunting Saga dengan luas masing-masing 10,00 Km2. Berdasarkan jumlah penduduk Kecamatan Kualuh Selatan jumlah penduduk pada tahun 2007 sebanyak 54.751 jiwa yang terdiri dari 27.553 jiwa laki-laki dan 27.198 jiwa perempuan. Jumlah Penduduk terbanyak terdapat di Desa Tanjung Pasir yaitu sebanyak 8.503 jiwa, sedangkan yang paling sedikit berada di Desa Lobu Huala yaitu sebanyak 1.806 jiwa. Sebagian besar penduduk Kecamatan Kualuh Selatan beragama Islam yaitu sebanyak 76,50 %, sedangkan yang beragama Kristen Protestan sebanyak 15,25 %, Kristen Katholik sebanyak 8,18 % sedangkan agama Hindu 1,00 %. Banyaknya tenaga kerja di Kecamatan tahun 2007 sebanyak 47.327 orang, dimana yang bekerja di bidang pertanian sebanyak 29.336 orang, industri 1.172 orang, PNS/TNI/Polri 637 orang dan lainnya 16.182 orang. Sebagian besar PNS di Kecamatan Kualuh Selatan merupakan Guru SD yaitu sebanyak 454 orang. Dilihat dari luasan daerah Desa Hasang yang mayoritas bermatapencaharian dengan perkebunan sawit dan karet maka diasumsikan bahwa daerah ini memiliki potensi yang besar untuk mengembangkan peternakan khususnya ternak ruminansia kecil seperti kambing dan domba. Untuk lebih lengkapnya dapat dilhat pada Tabel 4.
42
Tabel 4. Luas, Jumlah Penduduk Dan Kepadatan Penduduk Menurut Desa/ Kelurahan Tahun 2007 Luas (Km2)
No
Desa/Kelurahan
1
Lobu Huala
23,00
1.908
2
Siamporik
84,60
3.268
3
Simangalam
33,50
5.937
4
Gunung Melayu
10,00
4.983
5
Damuli Pekan
20,00
6.684
6
Perkebunan Damuli
25,00
3.749
7
Hasang
20,50
1.896
8
Bandar Lama
42,39
3.339
9
Sidua-dua
13,50
3.149
10
Gunting Saga
10,00
7.541
11
Tanjung Pasir
40,34
8.503
12
Sialang Taji
21,68
3.794
344,51
54.751
Jumlah
Jumlah penduduk
Sumber : BPS Kabupaten Labuhan Batu, 2009 (diolah)
Dari Tabel 4 dapat dilihat bahwa luas daerah lokasi penelitian Desa Hasang merupakan urutan ke delapan terkecil dari dua belas desa di Kecamatan Kualuh Selatan.
Berdasarkan jumlah penduduk Desa Hasang merupakan Desa yang
memiliki jumlah penduduk terkecil dibandingkan dari dua belas desa lainnya yang berada di kecamatan Kualuh Selatan. 5.2 Desa Hasang Desa Hasang memiliki luas wilayah sebesar 20,50 Km2. Penggunaan lahan terbesar adalah untuk perkebunan dengan luas 891,5 ha dan sawah seluas 350 Ha. Desa Hasang terdiri dari delapan dusun yaitu Dusun satu Hasang, Dusun dua Hasang, Dusun tiga Hasang, Dusun empat Lubuk Lambung, Dusun lima Aek Jottihan, Dusun enam Pangujungan, Dusun tujuh Pangujungan dan Dusun delapan Aek Ronggas. Jumlah penduduk desa sebesar 1.896 jiwa dengan jumlah penduduk laki-laki sebanyak 946 jiwa dan penduduk perempuan berjumlah 950 jiwa.
43
Sebagian besar penduduk di Desa Hasang memiliki mata pencaharian sebagai petani (85,63 persen). Data mata pencaharian utama masyarakat di Desa Hasang dapat dilihat pada Tabel 5. Tabel 5. Jumlah Penduduk Berdasarkan Mata Pencaharian Masyarakat Desa Hasang, Kecamatan Kualuh Selatan Tahun 2007 Jenis Mata Pencaharian
Jumlah Penduduk (Jiwa)
Persentase (%)
Petani
286
85,63
Buruh
0
0,00
Nelayan
0
0,00
Pedagang
30
8,98
6
1,88
12
3,59
334
100,00
Pegawai Negeri TNI/Polri Total Sumber : BPS Kabupaten Labuhan Batu, 2009 (diolah)
Pada Tabel 5 dapat dilihat bahwa penduduk Desa Hasang merupakan masyarakat yang bermata pencaharian sebagai petani sebanyak 228 dari jumlah total 334.
Dengan kondisi ini mengindikasikan bahwa Desa Hasang ini
merupakan Desa yang memiliki potensi dalam pengembangan pertanian khususnya perkebunan. Dari 228 orang tersebut adalah petani yang bergerak dibidang perkebunan karet dan sawit.
Dengan potensi yang baik dalam
pengembangan pertanian maka Desa ini adalah penerima dana PUAP yang disalurkan kepetani dalam bentuk domba. Pemberian domba tersebut berdsarkan ;potensi hijauan yang sangat besar di perkebunan sawit dan karet sehingga baik untuk pengembangan domba.
44
VI HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Mekanisme Penyaluran PUAP Desa Hasang Program pengembangan usaha agribisnis pedesaan (PUAP) merupakan bantuan langsung masyarakat yang diberikan langsung kepada petani melalui lembaga gabungan kelompok tani (Gapoktan).
Dana PUAP yang diberikan
langsung diterima melalui rekening Gapoktan yaitu sebesar 100 juta rupiah dengan pengawasan oleh dinas peternakan. Dalam penyaluran di lapangan Gapoktan langsung memberikan dana tersebut kepada petani dengan persyaratan petani tersebut membuat Rencana Usaha Anggota (RUA). Dalam RUA tersebut dimana petani merencanakan jumlah dana yang akan diajukan. Dana tersebut dikonversi kedalam hewan ternak domba. Setelah membuat RUA kemudian RUA tersebut diajukan kepada ketua kelompok tani yang nantinya dilakukan Rencana Usaha Kelompok (RUK). Rencana Usaha Kelompok ini merupakan jumlah dana yang diajukan oleh anggota dalam kelompok tani dimana RUK ini diajukan ke Gapoktan yang nantinya akan diproses dalam penyusunan Rencana Usaha Bersama (RUB). Rencana Usaha Bersama ini merupakan perencanaan usaha yang akan dijalankan oleh Gapoktan Desa Hasang dengan jumlah dana 100 juta rupiah. Pada Desa Hasang ini dana tersebut habis tersalur kepada petani dengan jumlah domba 200 ekor dengan harga per ekornya Rp 500.000. Hewan ternak yang diberikan ke petani tidak langsung diberikan oleh Gapoktan akan tetapi petani tersebut mencari hewan ternak yang akan dipelihara. Dalam pencarian hewan ternak tersebut petani didampingi oleh dokter hewan, hal ini dilakukan untuk mengantisipasi adanya hewan ternak yang terserang penyakit. Domba yang sudah dipilih oleh petani yang tentunya didampingi dengan surat sehat dari dokter hewan langsung ditinjau oleh ketua gapoktan yang selanjutnya domba tersebut dibeli kepada kepada yang menjual domba tersebut dan setelah itu petani dapat membawa domba tersebut untuk dipelihara. Pada umumnya sebelum domba dibeli petani harus terlebih dahulu membuat kandang, karena apabila petani belum memiliki kandang maka Gapoktan tidak akan memberikan bantuan hewan ternak, sebab di lapangan ketua gapoktan sepakat dengan semua anggotanya bahwa ternak akan diberikan apabila kandang sudah siap dihuni oleh hewan ternak domba.
6.2. Karakteristik responden di Gapoktan Desa Hasang Responden dalam penelitian ini adalah anggota kelompok tani Gapoktan Desa Hasang yang berjumlah 53 orang dan berdomisili di Desa Hasang. Karakteristik responden yang dilihat dalam penelitian ini adalah jenis kelamin, umur responden, tingkat pendidikan, pengalaman mengambil kredit, jumlah tanggungan keluarga, dan pekerjaan. 6.2.1. Jenis kelamin Berdasarkan hasil wawancara dengan ketua Gapoktan Desa Hasang, dalam pemberian dana PUAP tidak membedakan laki-laki dan perempuan, oleh karena itu responden yang mengambil dana PUAP terdiri dari laki-laki dan perempuan. Berdasarkan hasil penelitian yang diperoleh, petani yang menjadi responden di Desa Hasang mayoritas berjenis kelamin laki-laki sebesar 85 persen lebih banyak dibandingkan dengan responden berjenis perempuan sebesar 15 persen (Tabel 6) Tabel 6. Jumlah Responden Yang Mengambil Dana Puap Berdasarkan Jenis Kelamin Jenis Kelamin
Jumlah Responden (orang)
Laki-laki
46
86,79
7
13,21
53
100,00
Perempuan Total
Persentase (%)
Sumber: Data Primer, diolah Berdasarkan Tabel 6,
dapat dilihat bahwa responden Gapoktan Desa
Hasang berjenis kelamin laki-laki berjumlah 46 orang, sedangkan responden perempuan berjumlah 7 orang. Hal ini dapat dipahami karena adanya norma yang berlaku di masyarakat bahwa tugas mencari penghasilan lebih dititikberatkan kepada kaum laki-laki. Oleh karena laki-laki merupakan kepala rumah tangga yang harus memiliki pekerjaan dan penghasilan tetap setiap bulannya.
6.2.2 Usia Responden Mulyarto (2009) mengemukakan bahwa dalam dunia perbankan usia menjadi kriteria lainnya dalam melihat karakter nasabah, dikarenakan apabila usia
46
responden yang mengambil dana kredit terlalu muda dikhawatirkan belum memiliki pekerjaan yang tetap, atau belum mempunyai pengalaman yang cukup dalam menjalankan pekerjaan akan mengalami kesulitan dalam melunasi kredit kepada pihak perbankan. Dalam penelitian pernyataan tersebut tidak sama dengan perkreditan yang diberikan pemerintah tersebut dalam Program Pengembangan Usaha Agribisnis.
Karena program PUAP merupakan program kredit yang
diberikan langsung kepada petani tanpa syarat yang berat seperti yang diberikan oleh pihak perbankan. Berdasarkan kriteria usia, petani responden penerima BLM-PUAP yang berusahatani domba dibagi menjadi tiga kelompok usia, yaitu kelompok usia lebih kecil 25 sampai 35 tahun, kemudian dari umur 36 tahun sampai 45 tahun dan dari 46 tahun sampai umur 56 tahun. Sebaran usia petani responden penerima BLM-PUAP dari masing-masing kelompok usia dapat dilihat pada Tabel 7. Tabel 7. Data Jumlah Responden Berdasarkan Tingkat Usia Golongan Umur (Tahun)
Jumlah (Orang)
Persentase (%)
25-35
21
39,62
36-45
23
43,40
46-56
9
16,98
Total
53
100,00
Sumber: Data Primer, diolah
Pada Tabel 7 dapat dijelaskan bahwa para responden yang melakukan kegiatan usahatani padi sebagian besar berada pada usia yang produktif yaitu pada rentang umur 26 tahun sampai 45 tahun. Kondisi umur produktif ini juga terdapat dalam penelitian Mulyarto (2009) bahwa rata-rata usia yang mengambil kredit ada pada kisaran umur produktif.
Namun, faktor usia dalam penelitian ini tidak
membatasi para petani untuk melakukan kegiatan usahatani domba, hal ini terbukti dari jumlah responden yang berusia lanjut dan tergolong bukan usia produktif masih mengambil kredit PUAP tersebut sebesar 16,98 persen yang berada pada kisaran usia 46-56 tahun.
47
6.2.3. Tingkat Pendidikan Selain jenis kelamin dan usia responden, tingkat pendidikan juga merupakan indikator yang perlu dilihat dari petani. Secara umum perbankan dalam menyalurkan kreditnya melihat tinggi rendahnya pendidikan seorang debitur karena perbankan beranggapan bahwa tingginya pendidikan debitur berbanding lurus dengan kemampuan mengembaliklan kredit karena dengan asumsi pendapatan jauh lebih tinggi dibandingkan dengan yang berpendidikan rendah seperti yang telah dinyatakan dalam hasil penelitian Mulyarto. Dalam penelitian tingkat pendidikan dibagi menjadi beberapa kategori dari tidak sekolah sampai dengan Sekolah Menengah Atas (SMA).
Berdasarkan
penelitian terhadap tingkat pendidikan responden yang dilakukan pada petani di Gapoktan Desa Hasang (Tabel 8), diketahui bahwa tingkat pendidikan sebagaian petani penerima program adalah Sekolah Dasar (SD) sebesar 54,71 persen. Petani yang menyelesaikan pendidikannya hingga Sekolah Menengah Pertama (SMP) sebesar 16,98 persen, Sekolah Menengah Atas (SMA) sebesar 28,30. Tabel 8. Sebaran Responden Petani Domba Berdasarkan Tingkat Pendidikan Tingkat Pendidikan
Jumlah Responden (Orang)
Persentase (%)
-
-
29
54,71
SMP
9
16,98
SMA
15
28,30
Total
53
100,00
Tidak sekolah SD
Sumber : Data Primer, diolah
Berdasarkan hasil penelitian, petani di Gapoktan Desa Hasang memiliki tingkat pendidikan yang beragam, akan tetapi mayoritas petani responden berpendidikan akhir SD, hal ini diakibatkan kondisi ekonomi yang tidak memadai sehingga pendidikan yang ada pada petani tergolong rendah. Rendahnya tingkat pendidikan menyebabkan para responden tidak mudah untuk memperoleh pekerjaan sehingga mereka memilih untuk meneruskan warisan orang tuanya yakni menjadi petani. Dalam hal ini petani melakukan kegiatan usahatani
48
khususnya karet dan sawit dengan memanfaatkan keterampilan yang diperoleh langsung dari orang tua merupakan salah satu alternatif yang dapat dilakukan oleh para petani responden berpendidikan rendah. 6.2.4. Jenis Pekerjaan Responden Kecamatan Kualuh Selatan merupakan kecamatan yang memiliki luas perkebunan rakyat yang sangat besar.
Tanaman perkebunan rakyat yang
terbanyak adalah karet dengan luas panen 6.905 hektar dan produksi sebanyak 86.303 ton, sedangkan kelapa sawit 5.378 hektar dan produksi sebanyak 5.090 ton, kopi 910 hektar dan produksi sebanyak 2.734 ton dan kakao 19 hektar dan produksi 8,70 ton (BPS Labuhan Batu (2007). Kondisi daerah yang merupakan penghasil perkebunan, maka daerah ini sangat baik untuk dilakukan budidaya hewan ruminansia khususnya domba.
Budidaya domba sangat baik untuk
dibudidayakan karena memiliki jumlah hijauan yang sangat melimpah. Dalam hasil survei dilapang pemeliharaan domba yang dilakukan oleh petani yaitu dengan melakukan integrasi dengan tanaman karet dan kelapa sawit. Integrasi yang dilakukan dengan cara gembala domba dibawah perkebunan karet dan sawit, karena dibawah tanaman karet dan sawit sangat banyak terdapat rumput yang dapat dimakan oleh domba. Berdasarkan hasil penelusuran secara langsung di Gapoktan atau desa wilayah penelitian, diperoleh bahwa seluruh responden penerima BLM-PUAP memiliki pekerjaan utama sebagai petani Karet dan Sawit. Dalam hasil penelitian seluruh petani yang mendapat dana program PUAP memiliki mata pencaharian kebun karet dan sawit. 6.2.5. Pengalaman Mengambil Kredit Dalam penelitian yang dilakukan oleh Mulyarto (2009) dihasilkan bahwa pengalaman dalam mengambil kerdit sangat dibutuhkan oleh perbankan dalam memberikan Kredit Usaha Rakyat kepada debitur. Dari debitur yang mengajukan Kredit Usaha Rakyat didapatkan bahwa rata-rata debitur yang mengambil kredit merupakan debitur yang sebelumnya sudah pernah mengambil kredit. Dalam penelitian ini ada kesamaan yaitu petani yang mengambil kredit PUAP rata-rata
49
sudah pernah mengambil kredit. Dari hasil survei dilapangan dari 53 petani responden terdapat 32 petani responden yang sudah pernah mengambil kredit. Dengan adanya kesamaan ini bukan berarti Gapoktan Desa Hasang dalam memberikan kredit PUAP sangat memperhatikan pengalaman dalam mengambil kredit. Hasil wawancara dengan ketua Gapoktan beserta stafnya bahwa pengalaman kredit tidak terlalu syarat mutlak atau hal yang sangat penting dalam pemberian kredit kapada petani karena pada dasarnya Gapoktan memberikan syarat yang mudah yaitu apabila petani mampu untuk mengembalikan kredit maka kredit tersebut dapat diajukan. Kenyataan dilapangan
petani responden yang
mengambil kredit PUAP adalah petani yang sudah pernah mengambil kredit di Bank Rakyat Indonesia. Banyaknya petani yang sudah pernah mengambil kredit sebelum PUAP ternyata memiliki pengaruh yang positif dalam pengambilan kredit, sebab petani yang mengambil kredit di luar PUAP masih berani dengan bunga yang jauh lebih besar dibanding PUAP yang hanya menawarkan bunga 1,2 persen. 6.2.6. Jumlah Tanggungan Tarigan (2006) dalam penelitiannya membuat kriteria pembagian jumlah tanggungan guna untuk melihat apakah jumlah tanggungan sangat berpengaruh dalam
merealisasikan
perealisasiannya
pengambilan
responden
Kredit
yang mengambil
Umum Kupedes
Pedesaan.
Dalam
memiliki
jumlah
tanggungan 1 sampai dengan 5 tanggungan. Dari hasil penelitian ini didapat bahwa rata-rata petani responden yang mengambil dana program PUAP adalah petani yang memiliki jumlah tanggungan lebih kecil dari 5 anak tanggungan yaitu sebesar 40 petani. Sedangkan petani yang memiliki tanggungan lebih besar dari 5 tanggungan keluarga sebanyak 13 petani.
Untuk jumlah tanggungan keluarga
dalam penelitian ini dibagi menjadi dua bagian seperti pada Tabel 9.
50
Tabel 9. Data Jumlah Tanggungan Keluarga Responden Jumlah Tanggungan
Jumlah Responden (orang)
Persentase (%)
<5
40
75,47
≥5
13
24,52
Total
53
100,00
Sumber: Data Primer, diolah
Berdasarkan Tabel 9 banyaknya jumlah tanggungan sangat berpengaruh dalam mengambil kredit sebab apabila jumlah tanggungan keluarga semakin besar maka petani cenderung enggan untuk mengambil kredit, karena sesuai dengan wawancara langsung dengan petani bahwa mereka akan merasa kesulitan dalam mengambil kredit apabila pengeluaran untuk sekolah anak-anaknya sangat tinggi. Selain itu hasil survei kepada petani yang tidak mengambil kredit program PUAP banyak menyatakan berbagai alasan kenapa tidak mengambil dana PUAP tersebut, salah satu
alasannya adalah tidak sanggupnya petani untuk
mengembalikan kredit tersebut akibat dari jumlah tanggungan anak yang bersekolah membutuhkan biaya yang cukup tinggi. 6.2.7. Status Kepemilikan dan Luas Lahan Lahan perkebunan yang dimiliki oleh seluruh petani responden penerima BLM-PUAP merupakan lahan milik pribadi. Dari hasil wawancara melalui penyebaran kuisioner, tidak ada satu pun petani responden yang status lahannya adalah lahan sewa. Lahan perkebunan yang dimiliki petani rata-rata merupakan suatu warisan yang diberikan oleh orang tua terdahulu para petani pengambil dana Program PUAP. Selengkapnya mengenai status lahan dan luasan lahan yang dimiliki oleh petani responden dapat dilihat pada Tabel 10.
51
Tabel 10. Jumlah Petani Responden Berdasarkan Kriteria Luasan Lahan Sawit/Karet yang Dimiliki Tahun 2009 Luas Lahan (Ha)
Jumlah Responden (Orang)
Persentase (%)
≤ 0,5
5
9,43
>0,5-2
10
18,86
>2
38
71,69
Total
53
100,00
Sumber: Data Primer, diolah
Pada Tabel 10 terlihat bahwa petani yang memiliki luas lahan perkebunan dibawah 0,5 hektar sebesar 9,43 persen, kemudian petani yang memiliki luas lahan perkebunan antara 0,5 sampai 2 hektar sebanyak 18,86 persen atau sebanyak 10 orang. Kemudian petani yang memiliki lahan lebih besar dari dua hektar sebanyak 71,69. persen atau sebanyak 38 orang. Dari data tersebut dapat dilihat bahwa rata-rata kepemilikan lahan petani di Desa Hasang terbesar pada lahan yang luasnya lebih dari 2 hektar dengan jumlah petani 38 petani. 6.2.8. Status Kepemilikan Ternak Domba Dalam pemberian hewan ternak kepada petani dikelompokkan dalam dua bagian yaitu petani yang mendapat bantuan ternak lebih kecil dari lima ekor dan petani yang mendapat ternak lebih besar dari lima ekor. Dasar dalam pembagian kepemilikan domba kedalam dua kelompok yaitu guna melihat keragaman petani dalam mengambil kredit.
Dari keragaman jumlah domba yang diambil oleh
petani akan dapat dilihat kemampuan petani dalam mengambil kredit, karena dari jumlah tersebut dapat dilihat berapa besar jumlah dana yang diajukan oleh petani. Hasil survei lapangan bahwa rata-rata jumlah dana yang diajukan sebesar lebih kecil dari Rp 2.500.000. Untuk lebih lengkapnya hasil data dilapangan dapat dilihat pada Tabel 11.
52
Tabel 11. Data Jumlah Kepemilikan Dombaan Pada Awal Dan Setelah Berjalannya PUAP. Jumlah kepemilikan ternak
Jumlah pemilik (orang)
Jumlah awal
Setelah berjalan
<5
35
112
106
≥5
18
88
43
Sumber: Data Primer, diolah
Pada Tabel 11 terlihat bahwa petani responden lebih banyak mengambil ternak domba lebih kecil dari 5 ekor dengan jumlah petani 35 orang. Sesuai dengan wawancara dengan petani dilapangan mengatakan bahwa kemampuan petani dalam mengambil dana PUAP dalam jumlah besar sangat kecil karena petani memperkirakan jumlah kredit yang dikembalikan akan cukup besar sehingga mereka mengambil jumlah domba yang sesuai dengan kemampuan responden. Besar atau kecilnya jumlah kredit yang diambil oleh petani terlihat dari jumlah domba yang diperoleh, semakin banyak jumlah domba maka kemampuan petani dalam mengambil kredit semakin besar. 6.3 Hubungan Karakteristik Petani Dengan Realisasi Pinjaman Serta Terhadap Pendapatan Petani. Dari hasil survei di lapangan ada beberapa karakteristik petani yang dapat berpengaruh terhadap pendapatan diantaranya yaitu; (1) jenis kelamin; (2) usia petani; (3) tingkat pendidikan; (4) jenis pekerjaan; (5) pengalaman kredit; dan (6) jumlah tanggungan 1. Jenis Kelamin Dari hasil identifikasi di lapangan, jenis kelamin sangat erat kaitannya dengan pengambilan kredit PUAP karena jenis kelamin laki-laki masih merupakan kepala keluarga
yang paling dominan dalam pengambilan suatu
keputusan. Dengan demikian dominansi laki-laki dalam pengambilan kredit akan sangat berpengaruh terhadap pertambahan pendapatan, karena sebelum ada kredit PUAP petani hanya mengandalkan kebun sawit dan karet dan setelah adanya
53
PUAP petani sudah memiliki tabungan berupa domba. Sesuai dengan wawancara di lapangan bahwa rata-rata petani memutuskan untuk mengambil kredit PUAP diakibatkan adanya keberanian dari kepala keluarga dalam mengambil kredit. Keputusan dalam mengambil kredit akan berdampak terhadap pendapatan petani bila dalam jangka pangjang, walapun dalam proses berjalannya PUAP selam 13 bulan pertambahan pendapatan petani belum terlalu signifikan. 2. Usia Responden Dalam pengambilan kredit PUAP usia responden sangat berpengaruh, karena apabila umur petani masih produktif maka untuk melakukan usahatani petani masih mampu menjalankan usahataninya dengan baik. Dengan usia yang produktif dalam menjalankan usahatani maka petani akan memiliki kemampuan dalam pengembalian kredit kepada Gapoktan, sebab apabila petani tersebut tidak produktif maka dikhawatirkan petani tidak maksimal dalam berusahatani baik kebun maupun ternak. Dalam penelitian ini ternyata umur petani yang mengambil PUAP sebanyak 53 orang adalah petani yang masih berusia produktif dalam menjalankan usahatani.
Produktifnya umur petani sangat berpengaruh dalam
peningkatan pendapatan petani khususnya dari ternak karena petani akan mampu melakukan budidaya ternak domba dengan baik sehingga dalam jangka panjang pertambahan pendapatan dari domba akan berdampak signifikan terhadap pendapatan. 3. Tingkat Pendidikan Pada dasarnya pendidikan sangat berpengaruh dalam peningkatan pendapatan, karena semakin tinggi pendidikan seseorang maka kesejahteraan seseorang tersebut akan semakin baik. Akan tetapi dalam penelitian ini pernyataan ini sangat bertolak belakang sebab dari 53 petani 29 diantaranya adalah berpendidikan ditingkat Sekolah Dasar, 9 orang Sekolah Tingkat Pertama dan 15 orang ditingkat pendidikan Sekolah Menengah Umum. Besarnya petani yang mengambil kredit PUAP dengan tingkat pendidikan Sekolah Dasar diakibatkan adanya kemudahan yang diberikan oleh Gapoktan kepada petani dimana tingkat pendidikan tidak terlalu menjadi tolak ukur dalam pemberian dana PUAP.
54
Kemudahan tersebut diberikan karena apabila petani tersebut mampu maka petani tersebut dapat mengajukan permohonan pengambilan dana PUAP tanpa harus memiliki pendidikan yang tinggi.
Hasil wawancara di lapangan
bahwa tingkat pendidikan sangat berpengaruh dalam dalam adopsi informasi dan teknologi di bidang pertanian karena petani yang memiliki pendidikan ditingkat SMA jauh lebih agresif dalam menjalankan usahatani domba dan juga peka terhadap perubahan-perubahan yang terjadi.
Dengan melihat kondisi tingkat
pendidikan yang semakin tinggi ternyata jauh lebih agresif dibandingkan dengan petani yang berpendidikan rendah, sehingga untuk kelanjutan usahatani yang jauh lebih baik dibutuhkan pendidikan yang semakin tinggi. Sehingga dengan adanya pendidikan yang lebih tinggi akan berdampak terhadap kesejahteraan petani yang dapat diukur dari pendapatan petani. 4. Jenis Pekerjaan Jenis pekerjaan merupakan salah satu tolak ukur melihat tingkat pendapatan petani karena berbeda pekerjaan sudah pasti jelas pendapatan yang diperoleh juga akan berbeda. Dalam penelitian ini dari 53 orang petani yang mengambil dana PUAP semuanya memiliki pekerjaan sebagai petani kebun karet dan sawit. Dilihat dari jenis pekerjaan petani yang mengambil dana PUAP, petani mampu untuk mengambil kredit sebab memiliki pendapatan yang baik dari hasil karet dan sawit.
Dengan jenis pekerjaan berkebun diharapkan pengembalian
kredit terhadap Gapoktan dapat dilunasi dengan baik. Selain mampu mengambil kredit kondisi kebun juga sangat mendukung untuk dilakukannya budidaya ternak domba karena akan dapat dilakukan sistem integrasi domba dengan tanaman sawit dan karet. 5. Pengalaman Kredit Dari hasil survey dari 53 orang petani yang mengambil dana PUAP 32 orang diantaranya adalah petani yang sudah pernah mengambil kredit.
Dilihat
dari pengalaman kredit bahwa petani merupakan petani yang sudah pernah mengalami kredit sehingga dengan adanya bantuan kredit dari pemerintah dengan bunga yang rendah petani langsung mengambil kredit tersebut. Dengan adanya pengalaman kredit oleh petani maka dalam pengembaliannya kepada Gapoktan
55
akan menjadi lancar.
Hubungan pengalaman kredit dengan peningkatan
pendapatan dapat dilihat dari kemampuan petani yang dapat mengembalikan kredit tanpa tunggakan sehingga proses pelunasan akan lancar sehingga untuk kepemilkan domba selama delapan belas bulan dapat dilunasi dengan baik. 6. Jumlah Tanggungan Jumlah tanggungan merupakan salah satu pertimbangan bagi petani dalam pengambilan keputusan untuk mengambil kredit PUAP. Semakin banyak tanggungan petani maka kemampuan dalam melakukan kredit akan semakin kecil. Dari hasil survei dilapangan petani yang paling banyak mengambil kredit adalah petani yang mempunyai tanggungan lebih kecil dari 5 orang yaitu sebanyak 40 orang petani. Hasil ini mngindikasikan bahwa semakin banyak tanggungan maka kemampuan petani dalam mengambil kredit semakin kecil. Akan tetapi pada dasarnya justru petani yang memiliki jumlah tanggungan yang banyak yang mestinya mengambil kredit tersebut karena dalam jangka panjang usahatani domba akan mengasilkan pendapatan yang dapat membantu petani yang memiliki jumlah tanggungan yang banyak.
6.4 Proses Budidaya 6.4.1 Persiapan Kandang Persiapan kandang yang dilakukan oleh petani penerima bantuan BLMPUAP di Desa Hasang yaitu dengan membuat kandang yang terbuat dari kayu yang diambil dari hutan. Dalam persiapan kandang domba oleh petani, kandang tersebut dibuat sesuai dengan banyak jumlah domba yang didapat oleh petani. Rata-rata luas kandang domba yang dibangun petani memiliki luas panjang 3 meter dan lebar 2 meter, hal ini dengan alasan ternak tersebut dapat berkembang biak dengan baik dan akan terjadi perbesaran kandang apabila jumlah domba tersebut sudah semakin banyak. Pembuatan kandang melibatkan tenaga kerja yang berasal dari dalam dan luar keluarga. Rata-rata penggunaan tenaga kerja untuk
pembuatan kandang
sebesar 3 Hari Orang Kerja (HOK). Dalam proses pembuatan kandang dapat diselesaikan dalam dua sampai dengan tiga hari dan tenaga kerja yang dipakai
56
adalah tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) dan luar keluarga. Tenaga kerja yang berasal dari luar tersebut adalah tetangga dari petani yang mendapat domba, dalam artian tetangga tersebut membantu dalam membuat kandang, karena di Desa Hasang sifat kegotongroyongan antar keluarga masih sangat baik. 6.4.2 Pemilihan Ternak Dalam pemilihan hewan ternak di Desa Hasang diberikan sepenuhnya kepada petani yang mendapat bantuan,dimana petani mencari hewan ternak domba ke peternak yang berada di Desa lain. Jumlah pemilihan hewan ternak tergantung dari RUA yang diajukan dan telah disepakati oleh Gapoktan. Setelah petani telah memilih ternak kemudian ternak tersebut dilihat dan ditinjau oleh ketua Gapoktan dan Dokter hewan. Fungsi Dokter hewan tersebut adalah untuk melihat apakah hewan yang dipilih oleh petani sehat dan baik untuk dipelihara. Setelah Dokter memberi rekomendasi kepada ketua Gapoktan yang menyatakan bahwa domba tersebut sehat dan tidak terserang penyakit maka ketua Gapoktan tersebut membeli domba yang telah dipilih dan diberikan kepada petani yang akan memelihara domba. 6.4.3
Pemeliharaan dan Penanganan Penyakit Ternak Dalam pemeliharaan ternak domba petani biasanya melakukan sanitasi
kandang, pemberian obat cacing, pemberian suplemen. Sanitasi yang dilakukan petani adalah membersihkan kandang dengan menyapu kotoran domba yang berada dalam kandang dengan cara menyapu dengan alat sapu lidi. Kotoran yang telah disapu dibersihkan dalam satu wadah dimana kotoran ternak ini akan dijadikan pupuk kandang. Untuk obat cacing diberikan petani secara selektif dalam artian obat cacing diberikan hanya kepada domba yang terkena serangan cacing.
Obat tersebut diberikan dengan cara injeksi ke dalam mulut domba
dengan alat spuilt atau yang dikenal masyarakat Desa Hasang alat jarum suntik. Sedangkan suplemen diberikan kepada seluruh domba, akan tetapi pemberian tersebut tidak diberikan setiap hari melainkan diberikan 3 hari sekali. Nama suplemen yang diberikan adalah KALBAZEN –SG yang diperuntukkan untuk domba.
Rangkaian kegiatan pemeliharaan tersebut dilakukan guna menjaga
57
kesehatan domba sehingga dalam perkembangbiakannya dapat berjalan dengan baik. 6.4.4
Ternak Siap panen dan Pemanenan Ternak siap panen pada domba secara umum apabila bobot badan domba
sebesar 30 Kg dengan umur perawatan ± 1,5 tahun. Domba yang dipelihara oleh petani saat ini rata-rata berumur ± 1,1 tahun, karena realisasi pemberian ternak domba dilaksanakan pada bulan Desember tahun 2009. Pemanenan domba dapat dilakukan apabila kredit yang diberikan oleh Gapoktan telah lunas dikembalikan kepada Gapoktan dengan waktu yang diberikan oleh Gapoktan 1,8 bulan. Lama dari kredit tersebut merupakan sudah perjanjian antara petani dengan perjanjian dengan pihak Gapoktan. Perjanjian tersebut dibuat agar petani tidak menjual domba tersebut sebelum kredit lunas terbayar. Sesuai dengan perjanjian antara Gapoktan terhadap anggotanya bahwa sebelum kredit lunas domba tidak dapat dijual, hal ini untuk mengantisipasi terjadinya moral hazard pada petani. Akan tetapi apabila setelah 1,8 tahun kredit lunas maka domba sudah merupakan sepenuhnya hak petani dan berhak menjual atau tidak domba tersebut. Rencananya penjualan domba akan dilakukan secara kolektif melalui Gapoktan agar petani tidak tertipu oleh oknum-oknum seperti tengkulak yang selalu mengambil kesempatan meraup keuntungan yang tidak sewajarnya. Penjualan ini akan dilakukan oleh Gapoktan dengan cara menjual dalam bentuk per ekor.
6.5 Kinerja Gapoktan dalam Menyalurkan BLM-PUAP Keberhasilan pelaksanaan program PUAP ditentukan salah satunya oleh keberhasilan penyaluran dana bantuan tersebut. Berdasarkan kriteria pihak penyalur yakni Gapoktan dan berdasarkan hasil penelitian terdahulu, maka untuk menilai keefektifan penyaluran bantuan PUAP digunakan beberapa tolak ukur meliputi : 1) target dan realisasi; 2) jangkauan pinjaman; 3) frekuensi pinjaman; dan 4) persentase tunggakan.
58
6.5.1
Efektivitas Penyaluran BLM-PUAP Berdasarkan Kriteria Pihak Penyalur Efektivitas dalam penyaluran kredit PUAP merupakan salah satu kriteria
bahwa kredit tersebut dapat tersalur dengan baik kepada petani. Hasil survei dilapangan dana PUAP tersebut tersalur semua dan sampai ditangan para petani. Dengan tersalurnya PUAP secara efektif kepada petani merupakan salah satu penilaian yang baik terhadap Gapoktan Desa Hasang oleh dinas pertanian setempat. Salah satu penilaian saat Gapoktan Desa Hasang pada saat Gapoktan ini peraih juara 3 tingkat Provinsi Sumatera Utara adalah efektivitas penyaluran PUAP tersebut sesuai dengan realita dan berjalan dengan baik. Untuk mengetahui peyaluran dana tersebut baik pihak dinas pertanian dan penyuluh pertanian langsung meninjau ke lapangan tetapi semua dapat dipertanggungjawabkan dengan baik. 6.5.1.1 Target dan Realiasi Pinjaman PUAP Pelaksanaan penyaluran dana PUAP yang pemanfaatannya sebagian besar untuk kegiatan simpan pinjam telah dimulai tahun 2009. Pada saat penelitian dilakukan, masing-masing kelompok Tani di Desa Hasang mendapatkan dana yang di konversi ke ternak domba. Konversi dana tersebut kedalam domba dilakukan bukan merupakan keputusan sepihak Gapoktan akan tetapi merupakan hasil musyawarah dengan petani.
Kesepakatan tersebut dilakukan agar dana
tersebut tidak diberikan dalam uang tunai tetapi dalam bentuk hewan ternak, sebab apabila dengan uang tunai dikhwatirkan uang tunai tersebut ke lain tempat. Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 12 berikut.
59
Tabel 12. Realisasi Dana BLM-PUAP di Desa Hasang Menurut Kelompok TaniTahun 2009 Nama kelompok
Desa
tani
Jumlah
Realisasi (Rp) Jumlah
Domba (ekor)
Domba x 500 000
Tunas jaya
Hasang
28
14.000.000
Rukun
Hasang
32
16.000.000
Mari Bersatu
Hasang
10
5.000.000
Satahi
Hasang
61
30.500.000
Karya Bersama
Hasang
69
34.500.000
Total
Hasang
200
100.000.000
Sumber : Data Primer, diolah
Berdasarkan Tabel 12 di atas dapat dijelaskan bahwa jumlah dana alokasi BLM-PUAP bernilai Rp 100 juta habis tersalur ke semua petani. Adanya perbedaan besaran kredit antar kelompok tani lebih disebabkan adanya perbedaan pangajuan rencana usaha angogota yang diajukan kepada ketua kelompok. Selain itu sebagian petani juga terhambat dalam menyusun Rencana Usaha Anggota (RUA) akibat petani masih bimbang untuk mengambil dana PUAP tersebut, sehingga hal-hal tersebut mengakibatkan petani sedikit terlambat dalam menerima bantuan PUAP. Hambatan tersebut sesuai survei di lapangan banyaknya petani anggota yang masih bingung apakah mengambil dana PUAP tersebut atau tidak sehingga dengan lamanya pertimbangan petani telah terdahului dengan kelompok tani yang lain. Maksud dari terdahului oleh petani yang lain karena dalam tahap pertama Gapoktan Desa Hasang tidak membatasi kelompok tani dalam pengajuan dana PUAP.
Dalam penyaluran PUAP tersebut memang tidak merata secara
menyeluruh kepada para petani, hal ini diakibatkan keterbatasan dana tersebut. Akan tetapi apabila dana tersebut tidak tersebar secara merata maka akan dilakukan pemutaran dana tahap kedua dengan dana yang berasal dari pengembalian dari kredit tahap pertama.
60
6.5.1.2 Jangkauan Realiasi Pinjaman PUAP Evaluasi penyaluran pinjaman BLM-PUAP selanjutnya adalah menilai pelayanan Gapoktan dalam merealisasikan kegiatan simpan pinjam. Selain itu, dinilai juga sejauh mana jangkauan pelayanan simpan pinjam mampu menyentuh kebutuhan para petani dalam menjalankan usahataninya. Sasaran BLM-PUAP ditujukan kepada Gapoktan di tiap Desa. Harapannya adalah agar Gapoktan memiliki kemampuan mengelola dana tersebut dalam mengembangkan kegiatan pertanian yang pada akhirnya mampu mengembangkan kegiatan agribisnis berkelanjutan. Dana PUAP tersebut akan disalurkan pada anggota Gapoktan masing-masing guna menambah modal usaha baik tanaman pertanian (pangan), peternakan maupun pengadaan sarana produksi pertanian. Berikut Tabel 13 realisasi penerima PUAP berdasarkan kelompok tani, Gapoktan Desa Hasang, Kecamatan Kualuh Selatan Kabupaten Labuhan Batu. Tabel 13. Realisasi Penerima PUAP di Desa Hasang Berdasarkan Kelompok Tani Tahun 2009 No
Nama Kelompok
Jumlah anggota kelompok 30
Jumlah Anggota Penerima PUAP 7
Persentase (%) 13,20
1
Tunas jaya
2
Rukun
32
5
9,43
3
Mari Bersatu
32
3
5,66
4
Satahi
36
14
26,41
5
Karya Bersama
39
24
45,28
169
53
100,00
Total Sumber : Data Primer, diolah
Dari Tabel 13 di atas dapat diinformasikan bahwa jumlah jangkauan penyaluran di
Desa Hasang masih relatif sedikit. Hal ini diakibatkan masih
banyaknya petani yang masih ragu, selain itu petani juga masih banyak yang mempertimbangkan kebutuhan lainnya karena dana tersebut bukan dana hibah dari pemerintah akan tetapi dana tersebut merupakan pembiayaan yang berupa
61
kredit yang mudah didapat oleh petani karena tidak membutuhkan syarat yang berat seperti pihak pembiayaan lainnya. 6.5.1.3 Frekuensi Peminjaman Keberhasilan penyaluran pinjaman oleh Gapoktan kepada anggotanya dapat dilihat dari frekuensi atau banyaknya transaksi pinjaman. Penyaluran pinjaman BLM-PUAP di Desa Hasang selama tahun 2009 ini hanya dilakukan satu kali saja dalam tahap pertama dan selanjutnya akan dilakukan tahap kedua. Penyaluran dana pada tahap kedua akan diambil dari pengembalian kredit tahap pertama, sehingga dengan demikian diharapkan semua anggota dapat menerima bantuan secara merata. Penyaluran dana PUAP di Desa Hasang ini masih dilakukan satu kali saja oleh karena itu untuk frekuensi peminjaman dana PUAP belum dapat dilihat. 6.5.1.4 Persentase Tunggakan Kredit PUAP Tunggakan pengembalian pinjaman merupakan salah satu hal yang sangat penting dalam menentukan efektivitas penyaluran pinjaman. Apabila tingkat realisasi pinjaman tercapai, frekuensi peminjam meningkat dan jangkauan kredit meluas, namun persentase tunggakan meningkat maka akan mempengaruhi keberhasilan dari program simpan pinjam tersebut. Penyaluran BLM-PUAP melalui Gapoktan di masing-masing desa akan memudahkan penyalurannya sampai ke tangan para anggotanya. Proses pelunasan pinjaman oleh petani sebagai anggota Gapoktan penerima PUAP dilakukan dengan cara pengangsuran secara bulanan dengan sistem penetapan bunga tetap. Besarnya bunga yang ditetapkan oleh pengurus Gapoktan telah ditetapkan dalam Anggaran Dasar dan Rumah Tangga (ADRT) masing-masing Gapoktan. Bunga tetap yang diberikan oleh Gapoktan Desa Hasang sebesar 1,2 persen, bunga tersebut merupakan bunga yang relatif murah dari pihak pendanaan lainnya seperti perbankan pernyataan ini dikatakan oleh petani pada saat wawancara dilapangan. Berikut Tabel 14 mengenai besarnya bunga pinjaman di masingmasing Gapoktan PUAP.
62
Tabel 14. Tingkat Bunga Pinjaman pada Gapoktan Desa Hasang PUAP Nama Kelompok Tani Tunas jaya
Hasang
Tingkat Bunga (%) 1,2
Jangka Waktu (Bulan) 18
Rukun
Hasang
1,2
18
Mari Bersatu
Hasang
1,2
18
Satahi
Hasang
1,2
18
Karya Bersama
Hasang
1,2
18
Desa
Sumber : ADRT Gapoktan, diolah
Pada Tabel 14 dapat dijelaskan bahwa penentuan besarnya tingkat bunga pada
Gapoktan PUAP, selain didasarkan pada Anggaran Dasar dan Rumah
Tangga (ADRT) Gapoktan juga didasarkan pada kemampuan para petani anggota. Dengan adanya penetapan bunga yang relatif rendah maka para petani termotivasi untuk meminjam dana PUAP sebagai modal tambahan usahanya. Agar pengembalian pinjaman dapat berjalan lancar, pengurus dan PPL (Penyuluh Pertanian Lapangan) melakukan suatu fungsi kontrol. Selain kontrol sebelum peminjaman meliputi persyaratan pinjaman, juga dilakukan kontrol pada waktu proses pengembalian pinjaman tersebut. Pengontrolan pada saat pengembalian pinjaman oleh petani dilakukan dengan mengadakan pertemuan akhir bulan guna membahas beragam dinamika masalah pertanian di lapangan serta sekaligus mengumpulkan dana angsuran pinjaman oleh petani yang meminjam. Selama waktu penelitian, peneliti melihat belum terjadi penunggakan pengembalian pinjaman. Setiap bulan para petani yang memperoleh pinjaman PUAP menyetorkan uang pinjaman beserta bunga pinjamannya kepada pengurus Gapoktan artinya tingkat pengembalian yang diberikan petani kepihak Gapoktan sebesar 100 persen. 6.6.1 Penyaluran BLM-PUAP Pada Petani Petani pemilik, petani penggarap, rumah tangga tani adalah kelompok sasaran dalam pelaksanaan program PUAP. BLM PUAP merupakan program bantuan yang diberikan kepada mereka melalui Gapoktan dengan tujuan agar
63
pendapatan mereka dapat meningkat. Penyaluran BLM-PUAP bagi para petani harus mengutamakan pelayanan yang baik. Pelayanan yang dimaksud adalah begaimana bantuan tersebut dapat menjangkau para petani yang membutuhkan dana tersebut. Oleh karena itu, diperlukan suatu pola pelayanan penyaluran BLMPUAP yang diinginkan oleh kelompok sasaran tersebut sehingga penyaluran BLM-PUAP efektif menurut petani pengguna. Efektivitas penyaluran BLM-PUAP dari sisi pengguna (petani) dapat dilihat dari faktor-faktor sebagai berikut yaitu persyaratan awal, prosedur realisasi pinjaman, tingkat bunga, biaya administrasi, pelayanan dan jarak atau lokasi. 6.6.2 Persyaratan Awal Pengajuan permohonan pinjaman oleh petani dapat diterima apabila telah memenuhi syarat-syarat yang berlaku. Adapun secara umum persyaratan tersebut adalah calon peminjam benar-benar merupakan petani, petani penggarap atau rumah tangga tani yang tergabung dalam kelompok tani dan Gapoktan aktif di desanya. Selain itu, calon peminjam yang akan mengajukan permohonan pinjaman harus melengkapi beberapa ketentuan administratif antara lain: foto copy KTP (Kartu Tanda Penduduk) dan photo ukuran 2X3 sebanyak dua lembar, menandatangani surat perjanjian di atas materai, menandatangani kwitansi diatas materai serta mengisi dan menandatangani formulir permohonan pinjaman. 6.6.3 Prosedur Pinjaman Prosedur pinjaman merupakan tahapan yang harus dilalui mulai dari pertama kali mengajukan suatu pinjaman hingga pada tahap realisasi pinjaman tersebut diperoleh peminjam. Prosedur dalam peminjaman dana PUAP dimulai dari tahap dimana para anggota kelompok tani yang tergabung dalam Gapoktan PUAP harus menyusun Rencana Usaha Anggota (RUA) yang kemudian disusul dengan menyusun Rencana Usaha Kelompok (RUK). Dalam penyusunan RUA dan RUK akan dibantu oleh PPL. RUK yang telah disetujui oleh ketua kelompok tani dan PPL selanjutnya disampaikan langsung kepada pengurus Gapoktan. Rencana Usaha Kelompok (RUK) kemudian akan diproses oleh pengurus Gapoktan. Proses penilaian tersebut meliputi kelengkapan secara administratif.
64
Setelah disetujui oleh pengurus Gapoktan maka ketua kelompok tani diberikan suatu kewenangan dan kepercayaan untuk menyalurkan dana pinjaman tersebut kepada anggotanya sesuai dengan RUA masing-masing anggota. 6.6.4 Realisasi Pinjaman Lama realisiasi kredit sejak pengajuan sampai pemberian pinjaman cukup bervariasi. Lama realisasi pinjaman juga tidak ditentukan oleh pengurus Gapoktan, namun semua itu tergantung dari waktu RUK (Rencana Usaha Kelompok) yang diajukan oleh ketua kelompok tani kepada pengurus Gapoktan hingga akad pinjaman ditandatangani oleh kelompok tani bersama dengan pengurus yang juga diketahui oleh PPL sebagai pendamping. Pada awal penyaluran BLM-PUAP para anggota yang meminjam dana tersebut ke Gapoktan masing-masing hanya memerlukan waktu dua sampai tiga hari sejak pengajuan sampai pinjaman tersebut cair. 6.6.5 Biaya Administrasi Dalam mengurus persyaratan dalam pengajuan dana PUAP ada beberapa persyaratan administrasi yang harus diselesaikan petani. Biaya administrasi yang dikeluarkan mencakup materai, foto copy bahan tertentu dan sebagainya. Biaya yang dikeluarkan oleh petani semuanya merupakan tanggung jawab petani, akan tetapi walau demikian biaya yang dikeluarkan oleh petani tidah begitu besar dan petani merasa tidak terbebani dengan biaya administrasi tersebut. 6.6.6 Tingkat Bunga Tingkat Bunga adalah bunga nominal dalam persen yang harus dibayar peminjam berdasarkan perjanjiannya dengan pihak Gapoktan. Tingkat bunga yang dibebankan kepada petani merupakan hasil dari Anggaran Dasar dan Rumah Tangga.
Besarnya tingkat bunga yang diberikan di Desa Hasang adalah 1,2
persen. Bila dibandingkan dengan bunga pinjaman di lembaga keuangan formal maupun non formal lainnya, besarnya tingkat bunga pengguna dana PUAP termasuk relatif ringan. Hal ini sesuai dengan penilaian para responden dimana rata-rata responden mengatakan bahwa bunga yang diberikan relatif ringan
65
dibandingkan dengan lembaga keuangan lainnya seperti perbankan.
Karena
menurut pengalaman petani bunga yang ditawarkan pihak pembiayaan lainnya seperti perbankan sangat tinggi mencapai 6 persen. 6.7 Dampak PUAP Dilihat Dari Pendapatan Petani 6.7.1 Pemanfaatan Dana BLM-PUAP Suatu program akan menjadi sarana yang baik apabila dilakukan dengan tepat, baik tepat waktu, tepat sasaran, tepat perencanaan maupun tepat prosedur. Hal tersebut senada dengan program PUAP sendiri yang mengedepankan pelaksanaan yang efektif. Efektif dalam arti diberikan pada orang yang tepat, dalam jumlah yang tepat dan pemanfaatannya pun tepat. Apabila pemberian dana tersebut tidak tepat pada sasarannya maka akan berdampak negatif bagi keberlanjutan program tersebut. Selain dinilai dari ketepatan dalam sasaran, pelaksanaan program PUAP juga dinilai dari ketepatan pemanfaatan dana tersebut. Berdasarkan pengamatan, para petani yang memperoleh pinjaman sebagian
besar
memanfaatkan
dana
tersebut
untuk
menambah
modal
usahataninya. Menurut para responden yang telah diwawancara, dengan adanya BLM PUAP mempermudah untuk dalam penambahan tabungan yang berbentuk ternak domba yang mana ternak tersebut dapat dimanfaatkan untuk biaya sekolah dan kehidupan sehari-hari, karena petani dapat mejual ternak tersebut untuk keperluan petani setelah kredit pengembalian dana pinjaman PUAP telah lunas terbayar. Peningkatan hasil produksi domba tentunya mendatangkan keuntungan, minimal para petani tidak lagi membeli daging ke pasar pada saat diperlukan terutama pada saat lebaran ketika harga daging melonjak naik, maksimalnya adalah pendapatan mereka dapat meningkat sehingga pada akhirnya diharapkan kesejahteraan mereka pun meningkat. 6.7.2 Analisis Usahatani Ternak Awal dan Setelah Berjalan Program PUAP Faktor-faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi usahatani padi dikategorikan ke dalam biaya-biaya. Biaya dalam usahatani dibedakan
66
menjadi dua diantaranya adalah biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Biaya tunai merupakan pengeluaran secara tunai yang dikeluarkan guna untuk pembelian barang dan jasa usahatani. Sedangkan biaya yang diperhitungkan adalah pengeluaran yang secara tidak tunai dikeluarkan oleh petani. Biaya yang tergolong biaya tunai meliputi biaya yang dikeluarkan untuk pengadaan pakan, obat-obatan, suplemen, kredit, pembuatan kandang dan biaya untuk membayar tenaga kerja luar keluarga (TKLK). Sedangkan yang termasuk biaya diperhitungkan adalah biaya yang dikeluarkan untuk membiayai tenaga kerja dalam keluarga (TKDK) dan biaya penyusutan alat pertanian. Berikut penjelasan secara umum mengenai penggunaan faktor produksi (input) dalam usahatani domba di Gapoktan Desa Hasang Kecamatan Kualuh Selatan pada awal program dan setelah berjalannya program PUAP. 6.7.3
Alat-Alat Pertanian Jenis alat-alat pertanian yang umumnya digunakan dalam kegiatan
usahatani domba antara lain cangkul, parang, arit dan ember. Rata-rata jumlah alat pertanian yang dimiliki petani responden adalah sebanyak satu buah. Nilai penggunaan dari masing-masing alat pertanian yang digunakan disajikan pada Tabel 15. Tabel 15. Rata-Rata Nilai Penggunaan Peralatan Pada Usahatani Domba Desa Hasang Kecamatan Kualuh Selatan Labuhan Batu.
1
Cangkul
Jumlah Yang Dimiliki 1
2
Parang
3 4
No.
50.000
Nilai Ekonomis (Rp) 50.000
1
30.000
30.000
2
Arit
1
15.000
15.000
2
Ember
1
20.000
20.000
1
Jumlah
4
115.000
115.000
9
Jenis Peralatan
Harga/Satuan (Rp)
Umur teknis (tahun) 4
Sumber: Data Primer, diolah
Berdasarkan Tabel 15 dapat dilihat bahwa nilai penggunaan dari alat-alat pertanian yang digunakan oleh petani responden adalah sebesar Rp 115.000. Nilai
67
terbesar dikeluarkan untuk pembelian alat cangkul yakni sebesar Rp 50.000 per unitnya. Pengeluaran terbesar ke dua adalah pengadaan parang yaitu sebesar Rp 30.000. Sedangkan untuk pengeluaran ember sebesar
Rp 30.000,dan terakhir
adalah pengadaan arit biayanya sebesar Rp 15.000. Para petani yang tergabung dalam anggota Gapoktan Desa Hasang di Kecamatan Kualuh Selatan umumnya tidak selalu membeli alat pertanian selama satu tahun. Pertimbangannnya adalah alat-alat pertanian tersebut masih layak dan dapat dimanfaatkan beberapa kali sampai sudah tidak layak digunakan lagi, sehingga yang diperhitungkan dalam analisis pendapatan hanya nilai penyusutan dari penggunaan alat-alat pertanian tersebut. Nilai penyusutan dari peralatan yang digunakan oleh petani responden dapat dilihat pada Tabel 16. Perhitungan nilai penyusutan dilakukan dengan metode garis lurus dimana formulasinya sebagai berikut: Nilai ekonomis Penyusutan Umur ekonomis Tabel 16. Nilai Penyusutan Peralatan Pada Usahatani Petani Responden Anggota Gapoktan di Kecamatan Kualuh Selatan
1
Jenis Peralatan Cangkul
2
Parang
30.000
2
15.000
3
Arit
15.000
2
7.500
4
Ember
20.000
1
20.000
No.
Nilai Ekonomis (Rp) 50.000
Umur Ekonomis (Tahun) 4
Nilai Penyusutan (Rp)/tahun 12.500
Jumlah
55.000
Sumber: Data Primer, diolah
Peralatan petani responden pada umumnya memiliki umur ekonomis satu sampai empat tahun dan proses usahatani ini dilakukan dalam satu tahun. Berdasarkan Tabel 16 diketahui bahwa nilai penyusutan peralatan pertanian yang digunakan oleh petani responden yakni sebesar Rp 55.000 per tahun, terdiri dari nilai penyusutan cangkul sebesar Rp 12.500, nilai penyusutan parang sebesar
68
Rp 15.000, nilai penyusutan arit sebesar Rp 7.500, dan nilai penyusutan ember sebesar Rp 20.000. Besarnya nilai penyusutan alat-alat pertanian pada awal berjalannya program dan setelah berjalannya program PUAP tidak mengalami perubahan. Alat-alat pertanian tersebut memang sudah ada ketika para petani memulai usahataninya. Namun biaya pengeluaran akan kembali dipergunakan apabila alatalat pertanian sudah tidak layak pakai lagi dan harus digantikan dengan peralatan yang baru. 6.7.4 Output Usahatani Output usahatani domba merupakan tolak ukur keberhasilan usahatani di Desa Hasang. Dilihat dari pertambahan domba dan penerimaan yang diperoleh petani, domba yang sudah dipelihara memiliki pertambahan yang sangat baik. Untuk lebih lengkapnya pertambahan domba pada awal program PUAP dan setelah berjalannya program PUAP disajikan pada Tabel 17. Tabel 17. Jumlah Domba Pada Awal Berjalannya PUAP dan Setelah Berjalannya PUAP. Awal berjalan PUAP
Uraian
Setelah berjalan PUAP
Produksi (ekor)
(A)
200
349
Harga Jual (Rp/Kg)
(B)
16.000
16.000
Berat rata-rata
(C)
30
30
96.000.000
167.520.000
Penerimaan (Rp) (AxBxC) Sumber: Data Primer, diolah
Dari Tabel 17 dapat dijelaskan bahwa jumlah pertambahan domba setelah berjalannya PUAP sangat signifikan, karena dilihat pada awal pemberian domba didapat sebanyak 200 ekor domba dan dari 200 ekor mengalami pertambahan sebesar 149 ekor jadi total jumlah menjadi 349 ekor. Melihat pertambahan jumlah domba ini maka dapat dilihat pertambahan tabungan petani dalam bentuk domba sangat baik. Sesuai dengan survei dilapangan petani merasa sangat senang dengan
69
bantuan tersebut karena dengan memelihara selama setahun para petani sudah memiliki pertambahan domba yang cukup banyak. 6.7.5 Pendapatan Anggota Gapoktan Awal dan Setelah Berjalannya PUAP Pendapatan yang digunakan dalam analisis adalah pendapatan usaha ratarata, yaitu total penerimaan usaha dikurangi dengan total biaya pengeluaran usahatani domba milik petani. Pendapatan usahatani diperoleh dengan cara mengurangkan penerimaan rata-rata dengan biaya rata-rata yang dikeluarkan. Biaya yang dikeluarkan meliputi biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan yang jika dijumlahkan menjadi biaya total usahatani. Sedangkan pendapatan tunai usahatani merupakan pengurangan antara penerimaan tunai dengan total biaya tunai. Penerimaan usahatani adalah nilai produksi yang diperoleh dalam jangka waktu tertentu. Penerimaan usahatani merupakan hasil perkalian antara jumlah produksi total domba dengan harga jual dari hasil produksi tersebut. Sedangkan biaya usahatani yakni nilai penggunaan faktor-faktor produksi yang digunakan dalam melakukan proses produksi usahatani. Biaya dalam usahatani dibedakan menjadi biaya tunai dan biaya yang diperhitungkan. Biaya tunai usahatani merupakan pengeluaran tunai yang dikeluarkan oleh petani untuk pembelian barang dan jasa bagi usahataninya. Sedangkan biaya yang diperhitungkan adalah pengeluaran yang secara tidak tunai dikeluarkan oleh petani. Biaya tunai meliputi biaya yang dikeluarkan untuk pengadaan obat-obatan, suplemen tambahan, kandang, angsuran pinjaman. Sedangkan yang termasuk dalam biaya yang diperhitungkan meliputi biaya tenaga kerja dalam keluarga, biaya penyusutan alat pertanian dan biaya material kandang. Pendapatan usahatani dihitung pada awal berjalannya program PUAP sampai dengan setelah berjalannya program PUAP terhitung selama satu tahun yaitu tahun 2009 dan pendapatan rata-rata diukur dalam satuan rupiah. Dalam perhitungan usahatani ini didasarkan dari rata-rata kepemilikan domba oleh petani pada awal dan setelah berjalannya program PUAP seperti pada Tabel 18.
70
Tabel 18. Jumlah Rata-Rata Kepemilikan Domba Oleh Petani Pada Awal dan Setelah Berjalannya PUAP Awal berjalannya PUAP (ekor)
Setelah berjalannya PUAP (ekor)
Jumlah petani (orang)
Rata-rata awal PUAP (ekor)
Rata-rata setelah PUAP (ekor)
200
349
53
4
7
Sumber: Data Primer, diolah
Berdasarkan Tabel 18 pada awal program PUAP rata-rata kepemilikan domba sebanyak 4 ekor untuk satu petani, hasil ini didapat dari jumlah penyaluran domba diawal program sebanyak 200 dan yang mengambil domba sebanyak 53 orang sehingga dari hasil pembagian tersebut didapat jumlah rata-rata 4 ekor dalam satu petani. Selanjutnya setelah program PUAP berjalan selama satu tahun domba yang diternakkan mengalami pertambahan sebanyak 149 dari awal 200 ekor, sehingga dengan pertambahan tersebut jumlah total domba sebanyak 349 ekor. Dari jumlah total domba sebanyak 349 ekor dengan jumlah petani yang mengambil domba sebanyak 53 orang maka didapat jumlah rata-rata per petani mendapat domba sebanyak 7 ekor. Dalam perhitungan usahatani dilakukan tidak dengan secara menyeluruh atau satu persatu petani akan tetapi dilakukan perhitungan berdasarkan hasil rata-rata pada awal dan setelah program PUAP. Untuk lebih lengkapnya dalam perhitungan usahatani dapat disajikan pada Tabel 19. Pada Tabel 19 merupakan analisis pendapatan usahatani ternak domba selama kurun waktu 1,1 tahun. Untuk perhitungan bunga pembayaran bunga selama 1,1 tahun dapat dilihat pada Lampiran 2.
71
Tabel 19. Pendapatan Usahatani Domba Rata-Rata Petani Desa Hasang awal berjalan dan Setelah berjalan PUAP . Uraian Jumlah domba Harga domba/kg Berat rata-rata domba/kg A. Penerimaan A1. Penerimaan Tunai Domba B. Biaya Usahatani B.1 Biaya Tunai: 1. Obat- obatan 2. Suplemen tambahan 3. Kandang 4. Angsuran pinjaman Total Biaya Tunai B.2 Biaya Diperhitungkan: 1. Tenaga Kerja Dalam Keluarga 2. Penyusutan Alat 3. Material kandang Total Biaya Diperhitungkan C. Total Biaya Usahatani (B1+B2) D. Pendapatan Atas Biaya Tunai(A3-B1) E. Pendapatan Atas Biaya Total (A3-C) F. R/C atas Biaya Tunai (A3/B1) G. R/C atas Biaya Total (A3/C)
Satuan
Awal berjalan PUAP (Rp)
Setelah berjalan PUAP (Rp)
4 16.000 30
7 16.000 30
Kg
1.920.000
3.360.000
Kg Kg
2.830 1.019 45.283 1.657.023 1.706.155
2.830 1.019 45.283 1.657.023 1.706.155
HOK -
3.900.000 55.000 200.000 4.155.000
3.900.000 55.000 200.000 4.155.000
-
5.861.155
5.861.155
213.845
1..454.600
-
-3.941.155
-2.700.400
-
1,13 0,33
1,85 0,54
-
-
Sumber : Data primer, diolah
Berdasarkan Tabel 19 dapat dijelaskan bahwa penerimaan tunai anggota Gapoktan diperoleh dari hasil kali antara jumlah ekor dan bobot rata-rata dengan harga jualnya. Pada awal berjalannya program PUAP, jumlah rata-rata domba Gapoktan Desa Hasang per petani sebanyak 4 ekor dengan rata-rata bobot badan sebesar 30 kg dengan harga jual Rp 16.000 per kilogramnya, sehingga penerimaan tunai yang diperoleh petani anggota Gapoktan adalah sebesar Rp 1.920.000. Namun, setelah berjalannya program PUAP maka jumlah produksi yang
72
dihasilkan mengalami peningkatan sebanyak 3 ekor sehingga jumlahnya menjadi 7 ekor sehingga penerimaan tunai yang diperoleh sebesar Rp 3.360.000. Penerimaan diperhitungkan diperoleh dari jumlah tenaga kerja, penyusutan alat
dan
material
kandang,
dimana
ketiga
komponen
ini
seharusnya
diperhitungkan tetapi biaya yang dikeluarkan tidak dalam bentuk tunai. Dari penerimaan yang diperhitungkan dapat dilihat jumlah penerimaan yang diperoleh dari ketiga komponen tersebut pada awal PUAP dan setelah PUAP sebesar Rp 4.155.000. Dari hasil analisis usahatani pada Tabel 19 jumlah pendapatan domba dalam 13 bulan pendapatan domba selama 13 tahun sebesar Rp 3.360.000. 6.7.6 Analisis R/C Rasio Awal dan Setelah PUAP Hasil analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C ratio analysis) usahatani domba yang diusahakan oleh petani responden menunjukkan bahwa usahatani ini memiliki penerimaan yang lebih besar dibanding biaya usahatani. Hal tersebut ditunjukkan oleh nilai R/C rasio lebih besar dari satu. Artinya setiap satu satuan biaya yang dikeluarkan maka akan memberikan penerimaan sebesar lebih dari satu satuan biaya atau usahatani tersebut menghasilkan penerimaan yang lebih besar dari total biaya yang dikeluarkan. Nilai R/C rasio atas biaya tunai pada awal program PUAP sebesar 1,13. Artinya setiap Rp 1 biaya yang dikeluarkan pada usahatani domba dengan dengan jumlah awal program sebesar 4 ekor maka akan memberikan keuntungan sebesar Rp 1,13. Sementara itu apabila memasukkan sejumlah biaya yang diperhitungkan sebagai komponen biaya total, maka nilai R/C rasio sebesar 0,33. Rasio dengan nilai 0,33 berarti setiap pengeluaran biaya total sebesar Rp 1 akan memberikan kerugian sebesar Rp 0,33 dengan jumlah domba 4 ekor pada awal program PUAP berjalan. Selanjutnya adalah melihat nilai R/C rasio dari usahatani domba setelah berjalannya program PUAP. Analisis imbangan R/C rasio biaya tunai sebesar 1,85. Artinya adalah setiap pengeluaran tunai sebesar Rp 1 akan memberikan penerimaan sebesar Rp 1,85. Apabila dimasukkan biaya yang diperhitungkan sebagai komponen total biaya maka R/C rasio yang dihasilkan sebesar 0,54 yang
73
berarti setiap pengeluaran biaya total Rp 1 maka akan memberikan kerugian sebesar Rp 0,54. Berdasarkan hasil uraian di atas dapat dilihat bahwa nilai R/C rasio atas biaya tunai pada awal berjalannya PUAP memberikan keuntungan karena belum adanya penjumlahan dari biaya diperhitungkan.
Setelah berjalannya program
PUAP pada biaya tunai menunjukkan nilai R/C rasio lebih besar dari satu yang berarti dapat dikatakan bahwa usahatani domba pada Gapoktan Desa Hasang di Kecamatan Kualuh Selatan Kabupaten Labuhan Batu layak diusahakan, akan tetapi pada penambahan jumlah biaya diperhitungkan hasil usahatani mengalami kerugian. Kerugian yang diperoleh diakibatkan jumlah biaya diperhitungkan yang mencapai 4.155.000, dan jumlah ini sangat berpengaruh dalam efisiensi usahatani. Namun antara awal program dan setelah berjalannya program PUAP terdapat perbedaan R/C rasio biaya tunai dengan R/C rasio biaya total. Selengkapnya dapat dilihat pada Tabel 20. Tabel 20. Perbandingan R/C Rasio Sebelum dan Setelah PUAP Uraian
Awal Program PUAP
Setelah Berjalannya PUAP
R/C rasio biaya tunai R/C rasio biaya total
1,13 0,33
1,85 0,54
Sumber : Data primer, diolah
Berdasarkan Tabel 20 diketahui bahwa terdapat perbedaan yang cukup signifikan antara R/C rasio biaya tunai dengan R/C rasio biaya total. Adanya perbedaan di kedua R/C rasio diakibatkan adanya perbedaan jumlah kambing yang besar karena pada awal berjalannya PUAP jumlah domba tetap sedangkan untuk program PUAP setelah berjalan jumlah domba mengalami pertambahan sehingga menyebabkan terjadinya perbedaan R/C rasio. Selain itu nilai R/C rasio biaya total yang lebih kecil dibandingkan dengan R/C rasio atas biaya tunai karena pada R/C rasio biaya total disertakan biaya yang diperhitungkan, sehingga hal tersebut mempengaruhi hasil akhir perhitungan R/C rasio atas biaya total.
74
Diketahui bahwa biaya yang diperhitungkan memiliki kontribusi yang cukup besar terhadap biaya pengeluaran dalam usahatani domba di Gapoktan Desa Hasang. Dilihat dari hasil analisis usahatani selama kurun waktu 13 bulan pendapatan petani secara umum untuk
pendapatan atas biaya tunai
menguntungkan, akan tetapi bila dilihat dari pendapatan atas biaya total usahani domba sangat merugikan dilihat dari terjadinya kerugian sebesar -3.941.155 pada awal berjalannya PUAP sedangkan setelah berjalannya PUAP juga mengalami kerugian sebesar -2.700.400. Kerugian yang terjadi ini diakibatkan oleh adanya pengembalian bunga yang dapat berpengaruh dalam jangka pendek sela 13 bulan berjalannya PUAP. Selain dari pengembalian bunga yang sangat berpengaruh adalah adanya jumlah biaya diperhitungkan yang sangat besar apabila dikeluarkan ke dalam bentuk usahatani. Walau demikian dalam jangka pendek usahatani domba memang merugikan, akan tetapi bila dilihat dalam jangka panjang usahatani domba di Desa Hasang akan memberikan dampak yang baik terhadap pendapatan petani. Pemberian bunga pinjaman petani pada dasarnya sangat memberatkan petani walaupun bunga tersebut kecil dibandingkat dengan bunga pinjaman bank. Dengan adanya bunga pinjaman tersebut akan mewajibkan petani sebagai penerima modal pinjaman untuk mengembalikan modal tersebut. Langkah ini dilakukan untuk menanggulangi terjadinya penyalahgunaan pemeberian modal, seperti mengalokasikan bantuan modal untuk keperluan lain misalnya konsumsi rumah tangga atau lainnya. Hasil survei lapangan bahwa dari jumlah kesluruhan petani masih ada yang menginginkan bentuk bantuan lain karena alasan dimana petani tersebut tidak mampu untuk melakukan usahatani. Kondisi ini seharusnya harus dilakukan penanganan yang baik agar pemertaan pemberian modal tersebut dapat merata kepada setiap petani. Pada dasarnya pendapatan petani utama pada tingkat petani adalah petani karet dan sawit, sedangkan bantuan dalam bentuk domba merupakan suatu bentuk usaha angribisnis dimana nantinya petani akan mempunyai unit bisnis dibidang peternakan.
Jadi dalam penelitian ini ingin
melihat apakah dengan adanya bantuan ternak domba selama 13 bulan dapat memberikan kontribusi yang sangat baik bagi pertambahan pendapatan petani.
75
6.7.7
Analisis Usahatani Sawit, Karet dan Domba
Pada umumnya petani di Desa Hasang merupakan petani karet dan sawit sehingga penghasilan utama yang diperoleh petani berasal dari kebun sawit dan karet. Usahatani kambing merupakan salah satu aset tabungan atau usaha agribisnis peternakan yang diberikan pemerintah, dimana sifat usahatani dapat disebut sampingan. Dengan adanya bantuan dalam bentuk ternak domba maka pendapatan petani seharusnua bertambah selama periode 13 bulan, karena apabila pendapatan usahatani karet dan sawit dalam 13 bulan digabung dengan pendapatan dari usahatani domba akan sangat membantu petani. Untuk lebih lengkap pendapatan usahatani karet dan sawit
petani dalam 13 bulan untuk
usahatani kebun dan domba dapat dilihat pada Tabel 21.
76
Tabel 21. Rata-rata Jumlah Pendapatan usahatani Sawit Dan Karet Serta Domba Dalam periode 13 Bulan. Uraian Jumlah domba Harga domba/kg Berat rata-rata domba/kg A. Penerimaan A1. Penerimaan Tunai Domba A2. Pendapatan Sawit dan Karet A3. Jumlah A1 dan A2 B. Biaya Usahatani B.1 Biaya Tunai: 1. Obat- obatan 2. Suplemen tambahan 3. Kandang 4. Angsuran pinjaman B2.biaya tunai kebun Total Biaya Tunai B.2 Biaya Diperhitungkan: 1. Tenaga Kerja Dalam Keluarga 2. Penyusutan Alat 3. Material kandang Total Biaya Diperhitungkan C. Total Biaya Usahatani (B1+B2) D. Pendapatan Atas Biaya Tunai(A3-B1) E. Pendapatan Atas Biaya Total (A3-C) F. R/C atas Biaya Tunai (A3/B1) G. R/C atas Biaya Total (A3/C)
Satuan
Awal berjalan PUAP (Rp)
Setelah berjalan PUAP (Rp)
4 16.000 30
7 16.000 30
Kg
1.920.000 39.981.132 41.901.132
3.360.000 39.981.132 41.901.132
Kg Kg
2.830 1.019 45.283 1.657.023 29.777.358 31.483.514
2.830 1.019 45.283 1.657.023 29.777.358 31.483.514
-
3.900.000 55.000 200.000 4.155.000
3.900.000 55.000 200.000 4.155.000
-
35.638.514
35.638.514
10.417.618
10.417.618
-
6.262.618
6.262.618
-
1,33 1,18
1,38 1,22
HOK -
-
-
Sumber: data primer (diolah)
Dari Tabel 21 dapat dilihat bahwa terjadi peningkatan jumlah pendapatan petani dalam 13 bulan akibat dari pertambahan pendapatan usahatani domba. Sebelum adanya program PUAP pendapatan atas biaya tunai petani dalam 13 bulan sebesar
Rp. 10.417.618, sedangkan pada pendapatan atas biaya total
sebesar Rp. 6.262.618. Dari kedua pendapatan ini petani memiliki penghasilan
77
yang jauh lebih baik sebelum adanya program PUAP. Dilihat dari R/C rasio usahatani setelah adanya penambahan pendapatan dari karet dan sawit usaha tersebut layak untuk dijalankan karena memiliki jumlah R/C rasio lebih besar dari 1 pada awal PUAP. Setelah berjalannya PUAP juga terlihat jelas bahwa adanya peningkatan R/C rasio atas biaya tunai dari 1,33 menjadi 1,38, sedangkan pada R/C rasio atas biaya total dari 1,18 meningkat menjadi 1,22. Dalam penelitian ini dilihat dari perbandingan pertambahan pendapatan petani tidak terlalu signifikan diakibatkan program PUAP tersebut masih baru dan masih berjalan selama 13 bulan. Bila dilihat dalam jangka panjang usahatani ternak domba tersebut akan memberikan dampak yang signifikan dalam pertambahan pendapatan petani. Pendapatan petani akan jauh lebih baik lagi apabila dilakukan pemeliharaan domba secara intensif. Pemeliharaan secara intensif maksutnya adalah pemeliharaan domba dilakukan dengan memberikan perlakuan teknologi seperti memberikan konsentrat dan suplemen pada domba yang dapat meningkatkan pertumbuhan produksi. Dalam penelitian ini domba dipelihara hanya dengan digembalakan di areal perkebunan karet dan sawit.
Dengan kondisi yang
pemeliharaan konvensional membuat pertumbuhan domba tidak sebanding dengan domba yang dipelihara secara intensif. Pemeliharaan intensif yang baik yaitu melakukan pemeliharaan dengan memberikan
konsentrat dan suplemen
lainnya yang dapat memicu pertumbuhan domba secara baik. 6.8 Manfaat Program PUAP Terhadap Ekonomi dan Non Ekonomi Petani Manfaat ekonomi yang dapat terlihat bagi petani yang mendapat PUAP dapat dilihat dari adanya pertambahan pendapatan yang diperoleh setelah adanya program PUAP.
Penambahan pendapatan diperoleh dari hasil perkembangan
domba yang dipelihara, hal ini mengakibatkan ekonomi ditingkat keluarga petani semakin meningkat. Sedangkan manfaat non ekonomi yang diperoleh oleh petani yang mendapat bantuan dana program PUAP yaitu terbentuknya pola pikir petani yang mau melakukan bisnis yang bergerak di peternakan, hal ini ditunjukkan oleh antusias petani yang mendapat bantuan. Dengan adanya bantuan tersebut petani beranggapan bantuan tersebut merupakan suatu peluang dalam pengembangan
78
binis untuk meningkatkan kesejahteraan petani.
Selain dari pengembangan
peternakan petani juga sudah bergerak dalam pengembangan bisnis seperti pembuatan pupuk kandang dan pupuk cair dari kotoran domba. Melihat kondisi ini maka diharapkan kedepannya di Desa Hasang khususnya petani dapat melakukan unit bisnis yang bergerak dibidang agribisnis, dimana kegiatan tersebut akan sesuai dengan tujuan PUAP sehingga tujuan untuk mensejahterakan petani melalui program agribisnis dapat tercapai dengan baik. Selama berjalannya program PUAP di Desa Hasang memiliki pengaruh terhadap pola perilaku petani dalam menjalankan usahataninya. Perubahan perilaku yang terjadi adalah sebelum adanya program PUAP petani hanya mengerjakan usahatani karet dan sawit. Dari 53 petani yang mendapat domba ada beberapa diantaranya sebelum jam tiga sore sudah selesai mengerjakan usahatani karet dan sawit. Setelah selesai bekerja di kebun biasanya petani masih memiliki waktu yang dapat digunakan untuk kegiatan yang dapat menambah penghasilan. Sebelum adanya PUAP waktu tersebut hanya dipakai untuk bersantai dirumah, setelah adanya program PUAP dalam bentuk domba maka petani menjadi memiliki kegiatan untuk memelihara domba. Dengan demikian program PUAP telah mampu mengubah pola perilaku petani yang lebih produktif dan memiliki pekerjaan sampingan untuk memelihara domba yang akan dapat meningkatkan pendapatan petani dalam jangka panjang. 6.9 Manfaat Ternak Domba Dalam Bentuk Lain 6.9.1 Manfaat Pengembangan Bisnis Sesuai dengan survei lapangan ada pengembangan bisnis yang dapat dilakukan sehingga menghasilkan pendapatan tambahan bagi petani.
Potensi
pengembangan bisnis yang dapat dilakukan adalah membuat pupuk cair organik dan pupuk kandang yang berasal dari kotoran domba. Pengembangan bisnis ini tidak terlepas dari bantuan penyuluh pertanian. Peranan penyuluh pertanian yang dapat diterapkan adalah meliputi teknih pembuatan pupuk, promosi produk baik ke petani maupun ke dinas terkait seperti dinas pertanian. Dalam promosi ini di harapkan produk yang dibuat oleh petani dapat diterima pasar khususnya pasar untuk petani sawit dan karet di Kabupaten Labuahan Batu.
Dengan adanya
79
promosi yang baik oleh pihak penyuluh pertanian diharapkan petani dapan mengembangkan bisnis pupuk tersebut sehingga dapat menambah pendapatan pendapatan petani. Dalam pengembangan bisnis ini petani sudah mampu membuat dan memproduksi pupuk akan tetapi masih lemah dalam pemasarannya, sehingga membutuhkan wadah yang dapat membantu pengembangannya. Sesuai survey lapang pupuk tersebut sedang diuji melalui labratorium Universitas Sumatera Utara guna mendukung dalam legalisasi dan untuk mengetahui kandungan unsurhara tersebut sehingga dalam promosinya dapat bejalan dengan baik. Dalam uji pupuk untuk tanaman padi sawah, ternyata hasilnya cukup baik akan tetapi para petani khususnya kecamatan Kualuh Selatan belum meyakini produk tersebut akibat promosi dan legalisasi produk yang belum ada, sehingga dalam hal ini peranan dari badan penyuluh pertanian sangat berperan penting dalam pengembangan bisnis ini. 6.9.2
Manfaat Integrasi Terhadap Produksi Ciri utama integrasi tanaman ternak adalah adanya sinergisme atau
keterkaitan yang saling menguntungkan antara tanaman dan ternak. Petani memanfaatkan kotoran ternak sebagai pupuk organik untuk tanamannya, kemudian memanfaatkan limbah pertanian sebagai pakan ternak (Kariyasa 2005). Dalam penelitian ini konsep integrasi juga dipakai yaitu dengan mengintegrasikan tanaman sawit dan karet dengan ternak domba. Integrasi yang dilakukan banyak memiliki keuntungan yaitu; (1) menekan gulma pada tanaman; (2) penyedia bahan pakan untuk domba; (3) penyedia pupuk untuk tanaman karet dan sawit. Dalam usahatani perkebunan ada yang dinamakan pengendalian gulma dimana gulma tersebut biasanya dikendalikan dengan melakukan sanitasi dengan alat-alat pertanian serta penyemprotan dengan herbisida. Pengendalian gulma ini selama ini dilakukan petani dengan mengeluarkan biaya, sehingga dengan adanya domba maka gulma yang tadinya dikendalikan dengan mengeluarkan biaya dapat ditekan dengan integrasi ternak domba karena gulma yang mengganggu tanaman sawit dan karet akan menjadi pakan bagi ternak domba
sehingga
pertumbuhan
gulma
akan
terhambat.
Terhambatnya
pertumbuhan mengakibatkan pertumbuhan tanaman sawit dan karet akan jauh lebih baik karena kompetisi unsurhara antara tanaman dapat diminimalisir. Selain
80
penghasil pakan dan penekan gulma disisi lain penggunaan pupuk yang dilakukan petani dapat di tekan, karena petani karet dan sawit dapat menggunakan pupuk kandang atau limbah dari ternak domba sebagai pupuk pengganti pupuk kimia seperti yang sudah sering dilakukan oleh petani. Penggunaa pupuk kandang ini akan dapat memacu pertumbuhan dan produksi tanaman sawit dan karet sebab sifat pupuk kandang tersebut dapat memperbaiki kesuburan dan struktur tanah yang akan berdampak kepada produksi yang jauh akan lebih baik dari sebelumnya.
6.10 Implikasi dari Penelitian Tujuan dari program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) adalah untuk mengurangi kemiskinan dan pengangguran melalui penumbuhan dan pengembangan kegiatan usaha agribisnis di perdesaan sesuai dengan potensi wilayah. Meningkatkan kemampuan pelaku usaha agribisnis, Pengurus Gapoktan, Penyuluh dan Penyedia Mitra Tani. Memberdayakan kelembagaan petani dan ekonomi perdesaan untuk pengembangan kegiatan usaha agribisnis. Terakhir adalah untuk meningkatkan
fungsi
kelembagaan
ekonomi
petani menjadi
jejaring atau mitra lembaga keuangan dalam rangka akses ke permodalan. Salah satu tujuan utama yang terkait dengan pelaksanaan program PUAP adalah peningkatan kesejahteraan petani yang dinilai dari peningkatan pendapatan petani. Walaupun dari hasil penelitian menunjukkan bahwa telah terjadi perubahan pendapatan secara positif atau mengalami peningkatan yang masih kecil, namun hal tersebut tidak mempengaruhi para responden dalam membayar angsuran pinjaman dengan tepat waktu. Kemampuan para petani penerima BLMPUAP dalam mengembalikan angsuran telah menunjukkan bahwa mereka memiliki kemampuan dalam mengatur keuangan usaha dan keluarga. Walaupun mereka belum bisa membuat pembukuan secara mendetail dan teratur. Namun hal tersebut merupakan potensi yang perlu ditingkatkan dan dijadikan dasar agar program PUAP di masa mendatang dapat terus dilaksanakan dan ditingkatkan.
81
Meninjau hal-hal yang telah diuraikan di atas, perlu dipertimbangkan pula peran dari para penyuluh pertanian lapangan sangat diperlukan untuk memberikan masukan dan pengawasan terhadap pelaksanaan program PUAP ini. Pertimbangan pentingnya penyuluh pendamping perlu ditingkatkan baik kuantitas maupun kualitas sumberdaya manusianya adalah karena penyuluh pendamping memiliki peran penting dalam menghubungkan dan mentransfer baik ilmu, teknologi baru hingga pada pemberian pelatihan guna meningkatkan keterampilan para petani. Selain itu dengan adanya penyuluh pertanian pendamping yang ditempatkan di tiap desa atau Gapoktan akan memberikan efek positif terhadap perkembangan Gapoktan sebagai lembaga sosial ekonomi perdesaan.
82
VII KESIMPULAN DAN SARAN 7.1. Kesimpulan Berdasarkan dari hasil pembahasan karakteristik petani, dari 53 responden petani berada pada rentang usia produktif dan terbanyak berada pada kisaran umur 26-50 tahun dengan tingkat pendidikan relatif rendah. Penerima BLMPUAP yang berprofesi sebagai petani sebagian besar berpendidikan rendah yakni hanya sampai Sekolah Dasar (SD) dan rata-rata telah berkeluarga. Selain itu jenis pekerjaan merupakan salah satu kriteria karakter petani, secara umum petani berprofesi sebagai petani kebun sawit dan karet. Petani di Desa Hasang memiliki rata-rata penghasilan satu juta sampai dengan tujuh juta rupiah.
Rata-rata
pengajuan dana program PUAP yang diajukan oleh petani adalah 2,5 juta rupuah. Dilihat dari pendapatan dan jenis pekerjaan petani di Desa Hasang merupakan petani yang mampu dalam mengambil kredit dengan bunga yang relatif rendah. Hasil dari karakteristik tersebut sangat erat kaitannya dengan pertambahan pendapatan petani seperti tingginya pendidikan akan membuat petani lebih cepat dan agresif dalam mengadopsi informasi dan teknologi yang terbaru, sehingga dengan demikian usahatani yang dijalankan akan lebih maju dan pendapatan petani juga akan meningkat. Selain karakteristik petani yang mengambil dana PUAP, karakter petani sudah terbentuk lainnya adalah pola pikir dalam pengembangan bisnis, dimana dari 53 orang petani yang mengambil dan PUAP beranggapan bahwa bantuan dana PUAP merupakan suatu peluang untuk pengembangan bisnis.
Dalam
penelitian ini yang dimaksut bisnis tersebut adalah bisnis ternak domba. Dengan adanya pengembangan agribisnis khususnya domba maka pendapatan yang melakukan usahatani domba tersebut akan bermanfaat dalam penambahan pendapatan petani. Skala bisnis yang akan dilakukan adalah sistem kolektif dalam artian penjualan dilakukan dengan peranan bantuan Gapoktan sehingga petani tidak dapat ditekan oleh oknum-oknum yang dapat merugikan petani seperti tengkulak. Selain pola piker petani yang terbentuk dengan adanya PUAP di sisi lain pola perilaku petani juga mengalami perubahan. Perubahan yang terjadi dapat dilihat dari pekrjaan petani, yaitu dimana sebelum adanya PUAP petani
hanya mengerjakan kebun karet dan sawit saja, kemudian setelah adanya PUAP petani menjadi memiliki tambahan pekerjaan yang dapat membantu dalam peningkatan pendapatan petani dengan memelihara ternak domba. Dilihat dari analisis usaha tani domba menunjukkan bahwa di Desa Hasang selama kurun waktu 13 bulan belum menimbulkan dampak pendapatan yang begitu signifikan. Tidak signifikannya perubahan pendapatan petani dari domba terlihat dari R/C rasio atas biya total yang kurang dari 1 yang artinya secara bisnis tidak layak untuk dijalankan dalam jangka pendek, aka tetapi apabila dijalankan dalan jangka pangjang akan memberikan dampak yang besar terhadap pendapatan petani. 7.2 Saran 1. Dalam pemeliharaan domba masih dilakukan secara konvensional oleh karena itu perlu dilakukankan pemeliharaan lebih intensif agar pertumbuhan produksi domba jauh lebih baik. 2. Peran penyuluh pertanian sangat diperlukan dan ditingkatkan lagi dalam upaya memotori, mengawasi dan memberikan arahan kepada petani agar dalam
budidaya domba lebih baik sehingga produksi domba dapat
ditingkatkan.
84
DAFTAR PUSTAKA Ariningsih E, Rachman H PS. 2008. Strategi peningkatan ketahanan pangan rumah tangga rawan pangan. Jurnal Analisis kebijakan pertanian volume 6 No 3 september: 239-255 Ashari. 2009. Optimalisasi kebijakan kredit program sektor pertanian di indonesia. Jurnal Analisis kebijakan pertanian volume 7 No 1 maret: 21-42 [BPS]
Badan Pusat Statistik Kabupaten Labuhan Batu. 2008. Kabupaten Labuhan Batu Dalam Angka. Rantau Prapat: BPS Kabupaten Labuhan Batu.
[BPS] Badan Pusat Statistik Provinsi Sumatera Utara. 2009. Profil Kemiskinan Provinsi Sumatera Utara. Medan: BPS Provinsi Sumatera Utara. Departemen Pertanian. 2008. Kebijakan Teknis Program Pengembangan Usaha Agribisnis Pedesaan. Jakarta: Departemen Pertanian RI. Departemen Pertanian. 2008. Peraturan Menteri Pertanian No. 16/OT.140/2/2008. Jakarta: Departemen Pertanian RI. Filtra, Eko. 2007. Evaluasi Program Bantuan Pinjaman Langsung Masyarakat (BPLM) Sapi Potong Di Kabupaten Agam, Sumatera Barat. [Skripsi]. Bogor: Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Hernanto. F. 1989. Ilmu Usahatani. Jakarta.: Penebar Swadaya. Ilham N, 2009. Kelangkaan produksi daging: indikasi dan implikasi kebijakannya. Jurnal Analisis kebijakan pertanian volume 7 No 1 maret: 43-63 Ilham N. 2006. Analisis sosial ekonomi dan strategi pencapaian swasembada daging 2010. Jurnal Analisis kebijakan pertanian volume 4 No 2 juni: 131-145 Ilham N. 2007. Alternatif kebijakan peningkatan pertumbuhan PDB subsektor peternakan di indonesia. Jurnal Analisis kebijakan pertanian volume 5 No 4 desember: 335-357 Kasmadi. 2005. Pengaruh Bantuan Langsung Masyarakat Terhadap Kemandirian Petani Ternak. (Kasus pada Kelompok Tani Ternak Desa Bungai Jaya dan Desa Tambun Raya, Kecamatan Basarang, Kabupaten Kapuas Kalimantan Tengah. [Skripsi]. Bogor: Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Lubis.
2005. Efektivitas Penyaluran Kredit Ketahanan Pangan dan Analisis Pendapatan Petani Pengguna Kredit (Studi Kasus pada Petani Tebu Anggota Koperasi Madusari, Pabrik Gula Tasikmadu Karanganyar, Solo). [Skripsi]. Bogor: Departemen Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor.
Kariyasa K. 2005. Sistem integrasi tanaman-ternak dalam perspektif reorientasi kebijakan subsidi pupuk dan peningkatan pendapatan petani. Jurnal Analisis kebijakan pertanian volume 3 No 1 maret: 68-80 Muslim C. 2006. Pengembangan sistem integrasi padi-ternak dalam upaya pencapaian swasembada daging di indonesia:suatu tinjauan evaluasi. Jurnal Analisis kebijakan pertanian volume 4 No 3 september: 226239 Mulyarto EP. 2009. Faktor faktor yang mempengaruhi realisasi kredit usaha rakyat (KUR) di Bank Rakyat Indonesia Leuwiliang Kabupaten Bogor. [Skripsi]. Bogor.Depaetemen Agribisnis.Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor. Mubyarto. 1989. Pengantar Ekonomi Pertanian. Jakarta. LP3ES. Nasution, Muslimin. 2002. Pengembangan Kelembagaan Koperasi Pedesaan Untuk Agroindustri. Bogor: IPB Press. Tidak dipublikasikan. Nazir, M. 2003. Metodologi Penelitian . Ghalia Indonesia. Jakarta. Perdana. 2007. Analisis Dampak Pelaksanaan Program Kredit Kepada Koperasi Primer Untuk Anggotanya (KKPA) Terhadap Pendapatan Usahatani Peserta Plasma (Studi Pada PT. Sinar Kencana Inti Perkasa di Kabupaten Kota Baru, Kalimantan Selatan). [Skripsi]. Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Sumarti, Titik, dkk. 2008. Model Pemberdayaan Petani Dalam Mewujudkan Desa Mandiri dan Sejahtera (Kajian Kebijakan dan Sosial Ekonomi Tentang Ketahanan Pangan Pada Komunitas Desa Rawan Pangan di Jawa). [Laporan Akhir].Bogor: Lembaga Penelitian dan Pengabdian Kepada Masyarakat. Institut Pertanian Bogor. Sume, Harun A. 2007. Analisis Efektivitas Bantuan Dana Penguatan Modal Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan (DPM-LUEP) (Studi Kasus DPMLUEP Kabupaten Bogot). [Tesis]. Bogor: Sekolah Pasca Sarjana. Institut Pertanikan Bogor. Syahyuti. 2007. Kebijakan Pengembangan Kelompok Tani (GAPOKTAN) Sebagai Kelembagaan Ekonomi Di Pedesaan. Jurnal Analisis Kebijakan Pertanian volume 5 No 1 Maret : 15-35.
Soeharjo, A dan D. Patong. 1973. Sendi-Sendi Pokok Ilmu Usahatani. Jurusan Ilmu-Ilmu Sosial Ekonomi Pertanian. Fakultas Pertanian. IPB. Bogor. Soekartawi, et al. 1986. Ilmu Usahatani dan Penelitian Untuk Pengembangan Petani Kecil. UI-Press. Jakarta. Suyatno, S, S. 2006. Kelembagaan Perbankan. Edisi Ketiga. PT. Gramedia Pustaka Utama. Jakarta. Tarigan, K.P. 2006. Analisis Faktor-Faktot Yang Mempengaruhi Permintaan Kredit Umum Pedesaan (Kupedes) Dalam Sektor Pertanian di BRI Unit Parung Bogor. [Skripsi]. Program Sarjana Ekstensi Manajemen Agribisnis. Fakultas Pertanian. Institut Pertanian Bogor. Yusdja Y, Ilham N. 2006. Arah kebijakan pembangunan peternakan rakyat. Jurnal Analisis kebijakan pertanian volume 4 No 1 maret: 18-38
LAMPIRAN