PENGARUH PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN (PUAP) TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI (Studi Kasus Pada Anggota Gapoktan Mekarsari, Desa Purwasari, Kecamatan Darmaga, Kabupaten Bogor Jawa Barat)
SKRIPSI
TITA NURSYAMSIAH H34060299
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
i
RINGKASAN TITA NURSYAMSIAH. Pengaruh Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) terhadap Produksi dan Pendapatan Usahatandi Padi (Studi Kasus Anggota Gapoktan Mekarsari, Desa Purwasari, Kecamatan Darmaga, Kabupaten Bogor Jawa Barat). Skripsi. Departemen Agribisnis. Fakultas Ekonomi dan Manajemen. Institut Pertanian Bogor (Di bawah bimbingan RATNA WINANDI). Sektor pertanian memiliki peranan penting dalam perekonomian Indonesia. Pada Produk Nasional Bruto (PDB), sektor pertanian secara keseluruhan mampu menyumbang sekitar 42 persen dari seluruh sektor usaha yang ada. Selain sebagai penyumbang PDB yang cukup tinggi, sektor pertanian juga memiliki peran yang besar dalam hal penyerapan tenaga kerja, penyedia pangan dan penyedia bahan baku bagi industri. Akan tetapi dibalik itu semua, sektor pertanian tidak terlepas dari berbagai macam masalah, terutama terkait dengan sektor pertanian primer. Sektor pertanian primer pada umumnya berpusat di perdesaan. Dari data yang diperoleh, sekitar 63,4 persen dari total penduduk miskin di Indonesia berada di perdesaan, dengan mata pencahatian utama sektor pertanian dan 80 persen berada pada skala usaha mikro yang memiliki luas lahan lebih kecil dari 0,3 hektar. Hal ini menunjukkan bahwa sektor pertanian primer memiliki peranan pada tingginya tingkat kemiskinan di Indonesia karena masih rendahnya skala ekonomi yang diusahakan. Dalam rangka mengatasi masalah-masalah tersebut dan meningkatkan kinerja serta produktivitas pertanian dan pengembangan perdesaan, maka pemerintah mencanangkan Program Pembangunan Pertanian. Program Pembangunan Pertanian dirumuskan dalam tiga program antara lain : (1) Program Peningkatan Ketahanan Pangan, (2) Program Pengembangan Agribisnis, dan (3) Program Peningkatan Kesejahteraan Petani. Salah satu Program Pembangunan Pertanian adalah Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP). Program PUAP merupakan progam jangka menengah (2005-2009) yang dicanangkan Departemen Pertanian RI dengan memfokuskan pada pembangunan pertanian perdesaan. Langkah yang ditempuh adalah melalui pendekatan pengembangan usaha agribisnis dan memperkuat kelembagaan pertanian di perdesaan. Salah satu Gapoktan penerima dana PUAP adalah Gapoktan Mekarsari yang terletak di Desa Purwasari, Kecamatan Darmaga, Kabupaten Bogor. Gapoktan Mekarsari yang terletak di Desa Purwasari merupakan satu-satunya Gapoktan yang menerima dana PUAP di Kecamatan Darmaga pada tahun 2008. Komoditas utama Desa Mekarsari adalah padi karena luas areal tanamnya yang paling besar diantara komoditas lainnya. Dalam penelitian ini dirumuskan beberapa permasalahan yang akan dikaji, yaitu (1) Bagaimanakah proses penyaluran dana PUAP yang dilakukan oleh Gapoktan Mekarsari kepada anggotanya? (2) Bagaimanakah produksi dan pendapatan petani padi anggota Gapoktan Mekarsari yang menerima dana PUAP dan anggota Gapoktan Mekarsari yang tidak menerima dana PUAP? Ada beberapa ketentuan dalam peminjaman dana PUAP di Gapoktan Mekarsari, yaitu anggota Gapoktan yang memenuhi persyaratan, memenuhi jasa ii
pinjaman 2 persen per bulan, jangka waktu pengembalian disesuaikan dengan kemampuan anggota tiap minggu, besarnya pinjaman adalah Rp 500.000 dan Rp 1.000.0000, dan anggota mempunyai usaha. Jangka waktu pinjaman antara 20 hingga 40 minggu dengan angsuran sebesar Rp 15.000 – Rp 30.000. Kendala terbesar dalam pengelolaan dan penyaluran dana PUAP adalah tingginya anggota yang terlambat mengembalikan pinjaman terutama petani yang bergerak hanya di sektor primer. Namun dalam kenyataannya terdapat penyimpangan yang terjadi di lapangan dalam penyaluran dana PUAP. Penyimpangan tersebut adalah penerima PUAP di sektor primer yang sebagian besar berpusat pada satu Poktan, dana yang digunakan banyak untuk kegiatan non produktif, masih kentalnya unsur nepotisme dalam pemilihan peminjam dana PUAP, adanya pungutan tambahan di luar yang telah ditetapkan Gapoktan, dan banyaknya data fiktif penerima PUAP. Dari hasil analisis regresi dengan menggunakan variabel dummy dengan metode OLS, diperoleh hasil bahwa penerima PUAP produksinya lebih besar 333,6 kg dibandingkan non penerima PUAP pada taraf kepercayaan 90 persen. Selain dana PUAP, faktor-faktor yang mempengaruhi produksi padi antara lain luas lahan, pupuk Urea, Phonska, pupuk organik, dan obat-obatan. Adapun faktorfaktor produksi yang berbeda rata-rata penggunaannya setelah melalui uji-t statistik pada taraf nyata 90 persen adalah pada penggunaan pupuk TS, pupuk organik, TKLK, dan obat-obatan. Dari analisis perbandingan antara analisis regresi, uji-t statistik, dan rata-rata penggunaan input per Ha, PUAP berpengaruh terhadap produksi karena anggota penerima PUAP memiliki produktivitas lahan yang lebih baik dibandingkan dengan non penerima PUAP. Selain itu, hal ini juga bisa jadi karena pengaruh dari program-program sebelum PUAP. Gapoktan Mekarsari merupakan Gapoktan yang banyak menerima bantuan dari Dinas Pertanian, seperti bantuan pupuk bersubsidi, penyuluhan mengenai produksi padi, bantuan traktor, dan sebagainya. Dari analisis usahatani padi, diperoleh kesimpulan bahwa penerimaan antara usahatani padi petani penerima dan non penerima PUAP memiliki perbedaan. Hal ini bisa dilihat dari analisis struktur biaya, penerimaan, dan pendapatan. Dari segi struktur biaya, petani penerima PUAP biaya totalnya mencapai Rp 13.775.159, sedangkan non penerima PUAP mencapai 13.786.517. Dari segi penerimaan, petani penerima PUAP penerimaan totalnya mencapai Rp 14.490.803 dan non penerima Rp 13.893.822. Dari segi pendapatan, petani penerima PUAP pedapatan totalnya mencapai Rp 939.960 dan non penerima PUAP Rp 107.305. Nilai R/C atas biaya tunai petani penerima PUAP adalah 2,822, sedangkan pada non penerima nilai R/C atas biaya tunai adalah 2,601. Nilai R/C atas biaya total petani penerima PUAP adalah 1,505, sedangkan nilai R/C atas biaya total petani non penerima PUAP adalah 1,219. Dari hasil pembahasan, ada beberapa saran yang dapat diberikan. Saransaran tersebut diantaranya Gapoktan perlu memberlakukan sistem pengembalian khusus bagi petani yang khusus berkecimpung di sektor primer, pemerintah perlu melakukan pengawasan lebih lanjut kepada pengurus Gapoktan yang menerima dana PUAP, pendistribusian pinjaman yang tidak hanya diberikan pada petani dengan tingkat produktivitas yang tinggi, dan pengkajian kembali faktor-faktor produksi yang dapat meningkatkan produksi padi yang dalam penelitian ini adalah pada penggunaan pupuk Urea maupun Phonska.
iii
PENGARUH PROGRAM PENGEMBANGAN USAHA AGRIBISNIS PERDESAAN (PUAP) TERHADAP PRODUKSI DAN PENDAPATAN USAHATANI PADI (Studi Kasus Pada Anggota Gapoktan Mekarsari, Desa Purwasari, Kecamatan Darmaga, Kabupaten Bogor Jawa Barat)
TITA NURSYAMSIAH H34060299
Skripsi ini merupakan salah satu syarat untuk memperoleh gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis
DEPARTEMEN AGRIBISNIS FAKULTAS EKONOMI DAN MANAJEMEN INSTITUT PERTANIAN BOGOR BOGOR 2010
iv
Judul Skripsi
Nama NIM
: Pengaruh Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) terhadap Produksi dan Pendapatan Usahatani Padi (Studi Kasus Anggota Gapoktan Mekarsari, Desa Purwasari, Kecamatan Darmaga, Kabupaten Bogor Jawa Barat) : Tita Nursyamsiah : H34060299
Menyetujui, Pembimbing
Dr.Ir. Ratna Winandi, MS NIP. 19530718 197803 2 001
Mengetahui Ketua Departemen Agribisnis Fakultas Ekonomi dan Manajemen Institut Pertanian Bogor
Dr. Ir. Nunung Kusnadi, MS NIP. 19580908 198403 1 002
Tanggal Lulus:
v
PERNYATAAN Dengan ini saya menyatakan bahwa skripsi saya yang berjudul “Pengaruh Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) terhadap Produksi dan Pendapatan Usahatandi Padi (Studi Kasus Anggota Gapoktan Mekarsari, Desa Purwasari, Kecamatan Darmaga, Kabupaten Bogor Jawa Barat)” adalah karya sendiri dan belum diajukan dalam bentuk apapun kepada perguruan tinggi manapun. Sumber informasi yang berasal atau dikutip dari karya yang diterbitkan maupun tidak diterbitkan dari penulis lain telah disebutkan dalam teks dan dicantumkan dalam bentuk daftar pustaka di bagian akhir skripsi ini.
Bogor, September 2010
Tita Nursyamsiah H34060299
vi
RIWAYAT HIDUP Penulis dilahirkan di Bogor pada tanggal 28 Januari 1988. Penulis adalah anak ketiga dari tiga bersaudara dari pasangan Bapak Hidayat Wiranegara dan Ibunda Lia Karlia. Penulis menyelesaikan pendidikan dasar di SDN Pengadilan 5, Bogor pada tahun 2000 dan pendidikan menengah pertama diselesaikan pada tahun 2003 di SLTPN 1 Bogor. Pendidikan lanjutan menengah atas di SMAN 1 Bogor pada tahun 2006. Penulis diterima pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor melalui jalur Undangan Seleksi Masuk IPB (USMI) pada tahun 2006. Selama mengikuti pendidikan, penulis tercatat sebagai pengurus organisasi Sharia Economics Student Club (SESC). Selain itu penulis pun aktif dalam berbagai kepanitiaan baik tingkat Departemen, Fakultas maupun Institut.
vii
KATA PENGANTAR Puji syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa atas segala berkat dan karuniaNya sehingga penulis dapat menyelesaikan skripsi yang berjudul “Pengaruh Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) terhadap Produksi dan Pendapatan Usahatandi Padi (Studi Kasus Anggota Gapoktan Mekarsari, Desa Purwasari, Kecamatan Darmaga, Kabupaten Bogor Jawa Barat)”. Penyusunan skripsi ini sebagai salah satu syarat untuk menyelesaikan studi dan mendapatkan gelar Sarjana Ekonomi pada Departemen Agribisnis, Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan proses penyaluran dana PUAP yang dilakukan oleh Gapoktan Mekarsari kepada anggotanya dan menganalisis produksi dan pendapatan petani padi anggota Gapoktan Mekarsari yang menerima dana PUAP dan anggota Gapoktan Mekarsari yang tidak menerima dana PUAP. Penelitian ini menggunakan analisis regresi dengan metode OLS untuk mengetahui faktor-faktor yang mempengaruhi produksi, termasuk PUAP yang dijadikan sebagai salah satu variabel. Selain analisis regresi, penelitian ini menggunakan
analisis
pendapatan
usahatani
dan
R/C
Rasio
untuk
membandingkan tingkat efisiensi antara penerima dan non penerima PUAP. Akhirnya penulis mengharapkan semoga skripsi ini dapat berguna bagi siapa saja yang ingin memperdalam mengenai program PUAP. Penulis mohon maaf apabila dalam penulisan skripsi ini masih terdapat banyak kekurangan dan kelemahan.
Bogor, September 2010
Tita Nursyamsiah
viii
UCAPAN TERIMAKASIH Penyelesain skripsi ini juga tidak terlepas dari bantuan berbagai pihak. Sebagai bentuk rasa syukur kepada Tuhan Yang Maha Esa, penulis ingin menyampaikan terima kasih dan penghargaan kepada: 1.
Dr. Ir. Ratna Winandi, MS selaku dosen pembimbing atas bimbingan, arahan, waktu, dan kesabaran yang telah diberikan kepada penulis selama penyusunan skripsi ini.
2.
Ir. Lusi Fausia, M.Ec dan Dr. Ir Henny K Daryanto, M.Ec selaku dosen penguji pada ujian sidang penulis yang telah meluangkan waktunya, serta memberikan kritik dan saran demi perbaikan skripsi ini.
3.
Ir. Juniar Atmakusuma, MS yang telah menjadi pembimbing akademik atas waktu dan masukannya kepada penulis selama menjadi mahasiswi Agribisnis.
4.
Ir. Popong Nurhayati, M.Sc yang telah menjadi pembimbing penulis saat melakukan gladikarya di Desa Cikahuripan.
5.
Seluruh dosen dan staf Departemen Agribisnis, Bu Ida, Mba Dian, Pak Yusuf, Mas Hamid Pak Cecep, Mas Arif, Bu Yoyoh atas kesediaan untuk membantu selama masa perkuliahan dan penulisan skripsi.
6.
Orang tua (Hidayat Wiranegara dan Lia Karlia) dan kakak (Andi Ahmad, Rita Widiastuti, Anri Febiarti, dan Prasetyo Nugroho) tercinta, serta keluarga besar lainnya untuk setiap dukungan, motivasi, finansial, cinta kasih, dan doa yang diberikan. Semoga ini bisa menjadi persembahan yang terbaik dari penulis.
7.
Pihak Gapoktan Mekarsari, khususnya kepada Pak Suhanda, Pak Ugan, dan anggota Gapoktan Mekarsari atas waktu, kesempatan, informasi, dan dukungan yang diberikan.
8.
Pihak-pihak dari BP4K, Dinas Pertanian Kota Bogor, BPS Kabupaten Bogor, dan instansi-instansi yang terkait dengan penelitian saya.
9.
Rekso Priyohutomo atas kesediaannya untuk mendengarkan keluh kesah penulis, bantuan, dorongan semangat, serta waktu untuk sharing bersama.
10. Sahabatku satu bimbingan skripsi Ichfani, Revi, dan Rina. Terima kasih atas segala kebersamaan, motivasi, semangat, dan masukan yang diberikan bagi penulis. ix
11. Sahabatku Rizka dan Lina yang selalu ada untukku selama tiga tahun. Terima kasih atas waktu dan ketulusan hati yang telah diberikan untuk selalu menemani penulis dalam suka dan duka. 12. Sahabat-sahabat tercinta Dandindun (Fuji, Shara, Triana, Mila, dan Ayun) yang selalu mewarnai hari, mengajari arti hidup dan persahabatan, serta senantiasa mengingatkan dan mengajak penulis pada kebaikan. Terima kasih pula pada kalian yang telah bersedia menjadikan tempat tinggal kalian seperti tempat tinggal penulis sendiri. 13. Elva, Aries, Randi, dan Syura yang selama ini banyak memberikan bantuan, saran, dan motivasi yang sangat membangun. Terima kasih atas waktu yang diberikan kepada penulis untuk berdiskusi, sehingga karya ini bisa menjadi lebih baik lagi. 14. Sahabat penulis SMAN 1 Bogor (Nurul, Heni, Siska, Chandra, Ica, Anis, Ai, Pepey, dan Rakhma). 15. Sahabat-sahabat pengurus SESC (Sharia Economis Student Club) yang menjadi tempat penulis untuk belajar berorganisasi dengan baik dan memberikan penulis banyak ilmu yang nantinya akan bermanfaat. 16. Teman-teman satu penelitian, yaitu Tommy, teman-teman satu gladikarya, yaitu Ella, Eka, Firza, dan Achmad atas kebersamaan dan sharing selama ini. Kalian benar-benar mengajariku untuk memecahkan masalah dengan baik. 17. Sahabat-sahabat, teman-teman seperjuangan, teman-teman TPB, AGB 43, IE 43, Man 43, ESL 43 atas semangat dan sharing selama penelitian hingga penulisan skripsi, serta seluruh pihak yang tidak dapat disebutkan satu per satu, terima kasih atas bantuannya.
Bogor, September 2010
Tita Nursyamsiah
x
DAFTAR ISI Halaman DAFTAR TABEL
xiv
DAFTAR GAMBAR
xvii
DAFTAR LAMPIRAN
xviii
I
II
III
IV
V
PENDAHULUAN 1.1. Latar Belakang 1.2. Perumusan Masalah 1.3. Tujuan 1.4. Manfaat 1.5. Ruang Lingkup TINJAUAN PUSTAKA 2.1. Gambaran Umum Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaaan (PUAP) 2.2. Konsep Kelembagaan 2.3. Konsep Usahatani 2.4. Penelitian Terdahulu 2.4.1. Penelitian Terdahulu mengenai Pengaruh Program Bantuan Modal dari Pemerintah 2.4.2. Penelitian Terdahulu mengenai Analisis Pendapatan dan Produksi Padi 2.5. Kajian Penelitian Terdahulu KERANGKA PEMIKIRAN 3.1. Kerangka Pemikiran Teoritis 3.1.1. Konsep Produksi 3.1.2. Konsep Pendapatan Usahatani 3.1.3. Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C Rasio) 3.2. Kerangka Operasional METODE PENELITIAN 4.1. Lokasi dan Waktu 4.2. Jenis dan Sumber Data 4.3. Metode Pengumpulan Sampel 4.4. Metode Pengolahan Data 4.4.1. Uji Statistik dengan Uji-t 4.4.2. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi 4.4.3. Analisis Pendapatan Usahatani 4.4.4. Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya 4.4.5. Pendugaan Nilai Elastisitas GAMBARAN UMUM 5.1. Gambaran Wilayah Desa Penelitian PUAP 5.2. Gambaran Umum Gapoktan Mekarsari 5.3. Gambaran Umum Usahatani Padi Penerima PUAP
1 8 10 10 10
12 14 16 17 17 22 25 27 27 30 32 33 36 36 36 37 38 39 42 43 43 45 46 50 xi
5.3.1. Pesemaian 5.3.2. Pengolahan Tanah 5.3.3. Penanaman 5.3.4. Penyiangan dan Penyulaman 5.3.5. Pemupukan 5.3.6. Pengendalian Hama dan Penyakit 5.3.7. Pemanenan 5.4. Gambaran Umum Usahatani Padi Non Penerima PUAP 5.4.1. Pesemaian 5.4.2. Pengolahan Tanah 5.4.3. Penanaman 5.4.4. Penyiangan dan Penyulaman 5.4.5. Pemupukan 5.4.6. Pengendalian Hama dan Penyakit 5.4.7. Pemanenan 5.5. Karakteristik Responden Petani Penerima dan Non Penerima PUAP 5.5.1. Usia Petani Responden 5.5.2 Tingkat Pendidikan 5.5.3 Status Kepemilikan 5.5.4. Luas Lahan 5.5.5. Pengalaman Berusaha Petani Responden VI
HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1. Gambaran Umum Proses Penyaluran PUAP di Gapoktan Mekarsari 6.2. Penggunaan Imput Pada Usahatani Padi 6.2.1. Penggunaan Lahan 6.2.2. Penggunaan Benih 6.2.3. Penggunaan Pupuk Urea, TS, KCl, Phonska dan Pupuk Organik 6.2.4. Penggunaan Obat-obatan 6.2.5. Penggunaan Peralatan 6.2.6. Penggunaan Tenaga Kerja 6.3. Analisis Fungsi Regresi Untuk Produksi Padi 6.3.1. Model Penduga Fungsi Regresi 6.3.2. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Padi 6.3.2.1. Luas Lahan 6.3.2.2. Benih 6.3.2.3. Pupuk Urea 6.3.2.4. Pupuk TS 6.3.2.5. Pupuk KCl 6.3.2.6. Pupuk Phonska 6.3.2.7. Pupuk Organik 6.3.2.8. Obat-obatan 6.3.2.9. Tenaga Kerja 6.3.2.10. Dummy PUAP
51 51 52 52 53 53 53 54 54 55 55 55 56 56 57 57 57 58 59 59 60
62 66 66 67 68 70 71 72 75 75 77 77 78 78 79 80 80 81 81 82 82 xii
VII
6.4. Analisis Usahatani Padi Pada Petani Penerima dan Non Penerima 6.4.1. Biaya Produksi Usahatani Padi 6.4.1.1. Biaya Tunai 6.4.1.2. Biaya Diperhitungkan 6.4.2. Penerimaan Usahatani Padi 6.4.3. Pendapatan Usahatani Padi
84 85 85 88 93 94
PENUTUP 7.1. Kesimpulan 7.2. Saran
96 97
DAFTAR PUSTAKA
99
LAMPIRAN
101
xiii
DAFTAR TABEL Nomor 1.
Halaman Kontribusi Produk Domestik Bruto (PDB) Nasional Atas Dasar Harga BerlakuMenurut Lapangan Usaha (Milyaran RupiahTahun 2005-2008 .....................................................
1
Struktur Lapangan Kerja Nasional Menurut Sektor Ekonomi Tahun 2005-2008 .................................................................
2
Tingkat Produktivitas, Produksi, dan Luas Panen Kecamatan Darmaga, Kabupaten Bogor Tahun 2006-2008 ...................
7
Produksi, Produktivitas, dan Luas Lahan Komoditas Unggulan Desa Purwasari Tahun 2008 ................................
8
5.
Kajian mengenai perbedaan dan persamaan penelitian .......
26
6.
Struktur Mata Pencaharian Desa Purwasari Menurut Sektor Tahun 2010 ..........................................................................
46
Perkembangan Jumlah Anggota Gapoktan Mekarsari Sebelum dan Sesudah adanya PUAP ...................................
50
Sebaran Petani Responden Penerima dan Non Penerima PUAP Berdasarkan Kelompok Usia ....................................
57
Sebaran Petani Responden Penerima dan Non Penerima PUAP Berdasarkan Tingkat Pendidikan ..............................
58
Sebaran Petani Responden Penerima dan Non Penerima PUAP Berdasarkan Kriteria Status Kepemilikan Lahan .....
59
Sebaran Petani Responden Penerima dan Non Penerima PUAP Berdasarkan Kriteria Luas Lahan .............................
60
Sebaran Petani Responden Penerima dan Non Penerima PUAP Berdasarkan Kriteria Pengalaman Berusahatani ......
60
Jumlah Anggota yang Terlambat Mengembalikan Pinjaman Pada Setiap Tahap Peminjaman ...........................................
64
Penggunaan Rata-rata Pupuk Urea, TS, KCL, Phonska, dan Pupuk Organik pada Responden Petani Penerima PUAP dan Non Penerima PUAP per 1 Ha.............................
69
Penggunaan Rata-rata Obat-obatan pada Responden Petani Penerima PUAP dan Non Penerima PUAP per 1 Ha ............
71
Penggunaan Rata-rata Tenaga Kerja Dalam Keluarga (TKDK) pada Responden Petani Penerima PUAP dan Non Penerima per 1 Ha ........................................................
72
2. 3. 4.
7. 8. 9. 10. 11. 12. 13. 14.
15. 16.
xiv
17.
18. 19. 20.
21.
22. 23.
24.
25.
26. 27. 28. 29.
Penggunaan Rata-rata Tenaga Kerja Luar Keluarga (TKLK) pada Responden Petani Penerima PUAP dan Non Penerima PUAP per 1 Ha .............................................
74
Penggunaan Tenaga Kerja Total pada Responden Petani Penerima PUAP dan Non Penerima PUAP .........................
75
Hasil Pendugaan Parameter Model Fungsi Produksi Padi Petani Penerima PUAP dan Non Penerima PUAP ..............
76
Rata-rata Penggunaan, Hasil Uji T-Statistik, dan Pengaruh Variabel Faktor Produksi Petani Penerima PUAP dan Non Penerima PUAP ...........................................
83
Rata-rata Penggunaan Benih serta dan Obat-obat dan Biaya yang Digunakan oleh Petani Penerima dan Non Penerima PUAP .....................................................................
86
Rata-rata Penggunaan Pupuk dan Biaya yang Digunakan oleh Petani Penerima dan Non Penerima PUAP....................
86
Rata-rata penggunaan Tenga Kerja Luar Keluarga (TKLK) dan Biaya yang Digunakan oleh Petani Penerima dan Non Penerima PUAP.......................................................
87
Rata-rata penggunaan Tenaga Kerja Dalam Keluarga (TKDK) dan Biaya yang Digunakan oleh Petani Penerima dan Non Penerima PUAP.......................................................
90
Rata-rata penggunaan Benih yang Dibuat Sendiri dan Biaya yang Digunakan oleh Petani Penerima dan Non Penerima PUAP .............................................................
90
Biaya Penyusutan Alat Pertanian Penerima maupun Non Penerima PUAP .............................................................
91
Struktur Biaya Rata-rata Usahatani Padi Petani Penerima dan Non Penerima PUAP per 1 Ha ......................................
92
Komposisi Penerimaan Usahatani Padi Petani Penerima PUAP dan Non Penerima PUAP per 1 Ha ...........................
93
Pendapatan Usahatani Petani Penerima PUAP dan Non Penerima PUAP Per 1 Ha ............................................
95
xv
DAFTAR GAMBAR Nomor
Halaman
1.
Kurva Fungsi Produksi ........................................................
29
2.
Kerangka Pemikiran .............................................................
35
xvi
DAFTAR LAMPIRAN Nomor
Halaman
1.
Data Input Produksi Petani Penerima PUAP .......................
102
2.
Data Input Produksi Petani Non Penerima PUAP ...............
103
3.
Hasil Perhitungan Analisis Regresi .....................................
104
4.
Hasil Uji-t Terhadap Penggunaan Input Antara Petani Penerima dan Non Penerima PUAP ..................................................... 109
5.
Analisis Usahatani Padi Responden Penerima PUAP .........
112
6.
Analisis Usahatani Padi Responden Non Penerima PUAP .
113
7.
Jumlah dan Rata-rata Produksi Padi Responden .................
114
8.
Jumlah, Rata-rata, dan Biaya Penggunaan Pupuk Urea .......
115
9.
Jumlah, Rata-rata, dan Biaya Penggunaan Pupuk TS ..........
116
10.
Jumlah, Rata-rata, dan Biaya Penggunaan Pupuk KCl ........
117
11.
Jumlah, Rata-rata, dan Biaya Penggunaan Pupuk Phonska ..
118
12.
Jumlah, Rata-rata, dan Biaya Penggunaan Pupuk Organik .
119
13.
Jumlah, Rata-rata, dan Biaya Penggunaan Tenaga Kerja ....
120
14.
Jumlah, Rata-rata, dan Biaya Penggunaan Benih ................
121
15.
Jumlah, Rata-rata, dan Biaya Penggunaan Obat-Obatan Penerima PUAP .....................................................................
122
Jumlah, Rata-rata, dan Biaya Penggunaan Obat-Obatan Non Penerima PUAP .............................................................
123
16.
xvii
I. PENDAHULUAN 1.1.
Latar Belakang Sektor pertanian memiliki peranan penting dalam perekonomian
Indonesia. Hal ini dapat dilihat pada Produk Nasional Bruto (PDB). Sektor pertanian, baik primer maupun sekunder mampu menyumbang sekitar 42 persen dari seluruh sektor usaha yang ada (BPS 2009). Secara terinci PDB Indonesia pada periode Tahun 2005-2008 dapat dilihat pada Tabel 1. Tabel 1. Kontribusi Produk Domestik Bruto (PDB) Atas Dasar Harga Berlaku Menurut Lapangan Usaha (Milyaran Rupiah) Tahun 2005-2008 Lapang Usaha
2005
2006
2007
2008*
Sektor Pertanian Primer
364.169,3
433.223,4
541.592,6
713.291,4
Tanaman Bahan Makanan
181.331,6
214.346,3
265.090,9
347.841,7
Tanaman Perkebunan
56.433,7
63.401,4
81.595,5
106.186,4
Peternakan
44.202,9
51.074,7
61.325,2
82.835,4
Perikanan
59.639,3
74.335,3
97.697,3
136.435,8
Kehutanan
22.561,8
30.065,7
35.883,7
39.992,1
831.820,4
982.697,3
1.158.104,3
1.422.359.8
Industri Makanan dan Minuman
177.753,1
212.738,0
264.100,5
346.185,6
Industri Tekstil, Barang dari Kulit dan Alas Kaki Industri Kayu dan Produk Lainnya Industri Produk Kertas dan Percetakan Industri Produk Pupuk, Kimia dan Karet Perdagangan, Hotel & Restoran
77.087,2
90.116,5
93.598,4
104.829,7
35.247,5
44.602,6
54.880,9
73.196,2
33.898,8
39.637,0
45.403,1
51.912,3
76.213,6
94.078,8
110.769,6
154.117,2
431.620,2
501.542,4
589.351,8
692.118,8
1.155.989,7
1.415.920,7
1.699.696,9
2.135.651,2
2.774.281
3.339.216,8
3.949.321,4
4.954.028,9
Sektor Pertanian Turunan
Total Sektor Pertanian Total Produk Domestik Bruto Sumber: BPS 2009 data diolah *) Angka sementara
Sektor pertanian juga memiliki peranan yang besar dalam penyerapan tenaga kerja. Sektor pertanian primer saja mampu menyerap sekitar 40 persen dari seluruh sektor yang ada (BPS 2009). Sektor pertanian, baik primer maupun turunan mampu menyerap lebih dari 50 persen total penyerapan lapangan kerja di Indonesia (BPS 2009). Secara terinci persentase tenaga kerja Indonesia pada
1
periode Tahun 2005-2008 dapat dilihat pada Tabel 2. Selain sebagai penyumbang PDB dan penyerap tenaga kerja, sektor pertanian juga berperan sebagai penyedia pangan dan penyedia bahan baku bagi industri (Deptan 2006). Tabel 2. Struktur Lapangan Kerja Nasional Menurut Sektor Ekonomi Tahun 2005-2008 Tahun No Lapangan Usaha 2005 2006 2007 2008* (%) (%) (%) (%) Pertanian Primer 1. 43.9 42.0 41.2 41.8 2.
Pertambangan dan Penggalian
0.9
0.9
0.9
1.0
3.
Industri Pengolahan
12.7
12.4
12.3
12.2
4.
Listrik, Gas, dan Air
0.2
0.2
0.2
0.2
5.
Bangunan
4.8
4.9
5.2
4.6
6.
19.1
20.1
20.5
20.2
7.
Perdagangan Besar, Eceran, rumah Makan, dan Hotel Angkutan, Pergudangan, dan Komunikasi
6.0
5.9
5.9
5.8
8.
Keuangan, Asuransi, Usaha Sewa Bagunan
1.2
1.4
1.4
1.4
9.
Jasa Kemasyarakatan
10.0
11.9
12.0
12.5
Sumber: BPS 2009 data diolah *) Angka sementara
Akan tetapi dibalik itu semua, sektor pertanian tidak terlepas dari berbagai macam masalah. Masalah-masalah tersebut terutama terkait dengan sektor pertanian primer. Sektor pertanian primer pada umumnya berpusat di perdesaan. Dari data yang diperoleh, sekitar 63,4 persen dari total penduduk miskin di Indonesia berada di perdesaan, dengan mata pencahatian utama sektor pertanian dan 80 persen berada pada skala usaha mikro yang memiliki luas lahan lebih kecil dari 0,3 hektar (Deptan 2008). Hal ini menunjukkan bahwa sektor pertanian primer memiliki peranan pada tingginya tingkat kemiskinan di Indonesia karena masih rendahnya skala usaha yang diusahakan. Selain itu tingginya penyerapan tenaga kerja di sektor pertanian primer, yaitu sebesar 42.689.635 (BPS 2009) atau sekitar 41,8 persen dari total penyerapan tenaga kerja tidak sebanding dengan sumbangan PDB sektor pertanian primer yang hanya mencapai 14 persen dari total keseluruhan PDB. Hal ini mengindikasikan adanya tingkat produktivitas tenaga kerja yang rendah untuk sektor pertanian primer. 2
Masalah-masalah yang terkait di sektor pertanian primer umumnya disebabkan oleh sulitnya petani dalam mengadopsi teknologi sederhana untuk meningkatkan produktivitas hasil pertanian, keterbatasan petani dalam akses informasi harga pertanian, keterbatasan sumberdaya manusia, dan masalah keterbatasan modal (Hakim 2008, diacu dalam Prihartono 2009). Masalah yang paling yang sering dikeluhkan para petani adalah masalah keterbatasan modal (Apriyantono 2004). Masalah modal yang dihadapi oleh sebagian besar petani diantaranya adalah kekurangan modal untuk berusaha serta memenuhi kebutuhan hidupnya, belum adanya asuransi pertanian, masih banyaknya praktek sistem ijon, dan sistem perbankan yang kurang peduli kepada petani (Apriyantono 2004). Keterbatasan modal inilah yang menyebabkan sebagian besar petani di Indonesia memiliki keterbatasan faktor produksi, contohnya pada kepemilikan lahan. Dari rumah tangga petani (RTP) yang memiliki lahan, petani gurem (kepemilikan lahan kurang dari 0,5 Ha) mendominasi sebesar 56,2 persen (Deptan 2006). Dalam rangka mengatasi masalah-masalah tersebut dan meningkatkan kinerja serta produktivitas pertanian, maka pemerintah mencanangkan Program Pembangunan Pertanian. Program Pembangunan Pertanian pada hakekatnya adalah rangkaian upaya untuk memfasilitasi, melayani, dan mendorong berkembangnya usaha-usaha pertanian sehingga memiliki nilai tambah, daya saing, dan pada akhirnya mampu meningkatkan kesejahteraan masyarakat terutama petani (Deptan 2006). Program Pembangunan Pertanian dirumuskan dalam tiga program antara lain : (1) Program Peningkatan Ketahanan Pangan, (2) Program Pengembangan Agribisnis, dan (3) Program Peningkatan Kesejahteraan Petani (Deptan 2006). Ketiga Program Pembangunan Pertanian secara langsung dan tidak langsung berkaitan dengan peningkatan kesejahteraan dan kualitas kehidupan masyarakat yang ada di perdesaan. Pada Program Ketahanan Pangan, pemerintah memfasilitasi masyarakat untuk memperoleh pangan yang cukup setiap saat, sehat, dan halal (Deptan 2006). Untuk mencapai tujuan tersebut, maka pemerintah berusaha memfasilitasi petani agar mampu meningkatkan produksinya, contohnya dengan pengembangan jaringan modal (Deptan 2006).
3
Program Pengembangan Agribisnis diarahkan untuk meningkat kinerja dan produktivitas sektor pertanian, yang terdiri dari sektor primer, maupun sektor turunan. Program ini sebenarnya lebih menitikbertakan pada peningkatan nilai tambah dan daya saing produk dan komoditas pertanian, seperti peningkatan teknologi budidaya, pengolahan hasil produk primer, dan peningkatan pengolahan hasil di perdesaan (Deptan 2006). Program Pengembangan Agribisnis memiliki pengaruh pada pembangunan perdesaan. Hal ini terjadi karena sektor pertanian terutama yang berkaitan dengan sektor pertanian primer dan pengembangan hasil olahan primer pada umumnya berpusat di perdesaan. Program Peningkatan Kesejahteraan Petani bertujuan untuk memfasilitasi peningkatan pendapatan petani melalui pemberdayaan, peningkatan akses terhadap sumberdaya usaha pertanian, pengembangan kelembagaan, dan perlindungan terhadap petani. Program ini secara tidak langsung membantu masyarakat perdesaan yang sebagian besar masyarakatnya bermata pencaharian sebagai petani. Sejalan dengan Program Pembangunan Pertanian yang berkaitan erat dengan pembangunan perdesaan dan peningkatan kesejahteraan masyarakat, terutama yang bergerak pada sektor pertanian, maka pemerintah mencanangkan Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP). Program PUAP merupakan salah satu progam jangka menengah (2005-2009) yang dicanangkan Departemen Pertanian RI dengan memfokuskan pada pembangunan pertanian perdesaan. Langkah yang ditempuh adalah melalui pendekatan pengembangan usaha agribisnis dan memperkuat kelembagaan pertanian di perdesaan (Deptan 2008). Program PUAP merupakan program Kementrian Pertanian untuk menanggulangi
kemiskinan
dan
menciptakan
lapangan
kerja,
sekaligus
mengurangi kesenjangan kemiskinan pembangunan antar wilayah pusat dan daerah serta antar sub sektor. Program PUAP yang dilaksanakan sejak tahun 2008 merupakan program pemerintah dalam bentuk bantuan modal yang diberikan kepada Gapoktan yang selanjutnya disalurkan kepada petani anggota baik petani pemilik, petani penggarap, buruh tani maupun rumah tangga tani. Program PUAP memiliki tujuan antara lain: (1) Mengurangi tingkat kemiskinan dan
4
pengangguran melalui penumbuhan dan pengembangan kegiatan usaha agribisnis di perdesaan sesuai dengan potensi wilayah, (2) Meningkatkan kemampuan pelaku usaha agribisnis, pengurus Gapoktan, penyuluh, dan penyelia mitra tani, (3) Memberdayakan kelembagaan petani dan ekonomi perdesaan untuk pengembangan kegiatan usaha agribisnis, dan (4) Meningkatkan fungsi kelembagaan ekonomi petani menjadi jejaring atau mitra lembaga keuangan dalam rangka akses ke permodalan (Deptan 2008). Penyaluran dana PUAP disalurkan melalui Gapoktan selaku kelembagaan pertanian yang berfungsi sebagai pelaksana PUAP. Hal ini dilakukan dengan harapan Gapoktan penerima dana PUAP dapat menjadi kelembagaan ekonomi yang dimiliki dan dikelola oleh petani. Agar mencapai hasil yang maksimal dalam pelaksanaan PUAP, Gapoktan didampingi oleh penyuluh pendamping dan Penyelia Mitra Tani (PMT). Dana PUAP tahun 2008-2009 yang diterima Gapoktan sebesar Rp 100 juta telah bertumbuh dan meningkat sebesar 5-30 % (Kementan 2009). Pada beberapa kasus, program PUAP ini berhasil membawa pengaruh positif bagi peningkatan pendapatan anggota Gapoktan. Menurut penelitian yang dilakukan di empat Gapoktan di daerah Jambi oleh Prihartono (2009), adanya program PUAP memberikan pengaruh pada peningkatan total rata-rata pendapatan usahatani dari Rp 778.625 menjadi Rp 1.044.887 dengan persentase perubahan meningkat sebesar 34,20 persen. Dalam pelaksanaannya, program PUAP juga sebenarnya memiliki banyak persamaan dengan program Kredit Usaha Tani atau KUT yang mengalami kegagalan di masa lalu. Beberapa faktor yang menyebabkan kegagalan KUT adalah rendahnya kesadaran petani dalam pengembalian pinjaman, kurangnya pembinaan terhadap petani anggota, dan kurangnya ketersediaan SDM yang mengelola dana baik secara kuantitas maupun kualitas (Andriani 1996). Persamaan antara KUT dengan PUAP diantaranya adalah dalam prosedur yang berlaku berupa penyusunan rancangan kebutuhan petani yang pada program KUT dikenal dengan Rancangan Definitif Kebutuhan Kelompok (RDKK) sedangkan pada PUAP dikenal dengan Rancangan Usaha Bersama (RUB). Pada KUT, terjadi banyak penyimpangan dalam penyusunan RDKK dimana terdapat
5
banyak temuan luasan lahan fiktif. Persamaan lainnya adalah dana yang kemudian dikelola oleh kelompok tani atau Koperasi, dan adanya pendamping dari dinas pertanian, seperti penyuluh pertanian. Adapun perbedaannya terletak pada status pembiayaan yang diberikan. Program KUT merupakan kredit yang wajib dikembalikan kepada pemerintah, sedangkan PUAP merupakan Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) yang dananya hanya bergulir pada Gapoktan dan tidak dikembalikan kepada pemerintah. Pada suatu kasus, ternyata program PUAP ini memiliki beberapa penyimpangan, seperti yang terjadi di Kabupaten Lebak (Detik 2010). Penyimpangan ini terjadi karena sebagian besar anggota Gapoktan tidak merasa menerima dana PUAP yang diterima pada tahun 2009, padahal nama mereka terdaftar sebagai penerima pinjaman. Para anggota Gapoktan ini melihat adanya penyimpangan yang terjadi karena sebagian besar dana PUAP disalurkan kepada beberapa anggota yang tidak memiliki usaha produktif. Melihat adanya keberhasilan program PUAP pada suatu daerah, tetapi diiringi dengan adanya persamaan program PUAP dengan program penguatan modal terdahulu seperti KUT yang mengalami kegagalan dan adanya penyimpangan penyaluran dana PUAP yang terjadi di satu daerah, maka menjadi menarik untuk meneliti program PUAP dan pengaruhnya bagi peningkatan produksi dan pendapatan petani. Selain itu, akan sangat menarik pula untuk mendeskripsikan proses penyaluran dana PUAP kepada anggotanya. Berdasarkan kebijakan teknis program PUAP, sebaran lokasi PUAP meliputi 33 provinsi, 379 kabupaten atau kota, 1.834 kecamatan miskin, dan 10.524 desa miskin (Deptan 2008). Penerima dana PUAP salah satunya adalah Kabupaten Bogor. Kabupaten Bogor memiliki potensi pertanian, salah satunya adalah tanaman padi. Tanaman padi merupakan tanaman penting dalam sektor pertanian Indonesia karena merupakan tanaman penghasil beras yang sebagian besar dikonsumsi masyarakat Indonesia sebagai makanan pokok. Pada tahun 2008, Indonesia dapat menghasilkan 60.325.925 ton padi dengan luas lahan 12.327.425 dan produktivitas 48,94 ku/Ha (BPS 2009). Produktivitas tanaman padi di Kabupaten Bogor sendiri mencapai 59,07 ku/Ha (BPS 2009). Angka ini
6
termasuk tinggi, karena masih di atas rata-rata produktivitas padi Jawa Barat yang mencapai 56,06 ku/Ha. Menurut data Dinas Pertanian Kabupaten Bogor (2009), ada 28 desa penerima PUAP. Salah satunya adalah Desa Purwasari yang terletak di Kecamatan Darmaga. Kecamatan Darmaga memiliki potensi pertanian salah satunya adalah tanaman padi. Produktivitas tanaman padi di Kecamatan Darmaga dalam kurun tiga tahun terakhir mengalami
peningkatan. Peningkatan
produktivitas ini sejalan dengan peningkatan produksi, tetapi berlawanan dengan penurunan areal luas panen. Hal ini dapat mengindikasikan berbagai macam hal, antara lain adanya potensi dalam peningkatan produksi, keterbatasan petani dalam sumberdaya lahan, dan adanya upaya peningkatan produksi dengan usaha intensifikasi pertanian dari tahun ke tahun. Tingkat produktivitas, produksi, dan luas panen dalam tiga tahun terkahir untuk Kecamatan Darmaga dapat dilihat pada Tabel 3. Tabel 3. Tingkat Produktivitas, Produksi, dan Luas Panen Kecamatan Darmaga, Kabupaten Bogor Tahun 2006-2008 Keterangan 2006 2007 2008 Produktivitas (ton/Ha)
5,12
5,48
5,84
Produksi (ton)
7125
7601
8050
Luas Panen (Ha)
1391
1387
1378
Sumber : BPS 2009, diolah
Gapoktan Mekarsari yang terletak di Desa Purwasari merupakan satusatunya Gapoktan yang menerima dana PUAP di Kecamatan Darmaga pada tahun 2008. Pada Gapoktan ini, ada beberapa anggota yang tidak menerima dana PUAP. Desa Purwasari merupakan desa penghasil padi terbesar di Kecamatan Darmaga. Padi merupakan komoditas utama Desa Mekarsari karena luas areal tanamnya yang paling besar diantara komoditas lainnya. Selain itu, produksi dan produktivitas padi di Desa Purwasari merupakan yang terbesar di Kecamatan Darmaga. Produksinya mencapai 1.926,4 ton atau sebesar 23,93 persen dari total produksi padi di Kecamatan Darmaga yang menghasilkan 8.050 ton dan tingkat produktivitasnya mencapai 6,4 ton/Ha. Selain padi, komoditas unggulan lainnya adalah tanaman palawija seperti ubi jalar dan ubi kayu, serta pembesararan ikan
7
mas dan gurame. Produksi, produktivitas, dan luas lahan komoditas unggulan Desa Purwasari Tahun 2008 dapat dilihat pada Tabel 4 berikut ini. Tabel 4.
Produksi, Produktivitas, dan Luas Lahan Komoditas Unggulan Desa Purwasari Tahun 2008 Komoditas Produksi (ton) Produktivitas (ton/Ha) Luas Lahan (Ha)
Padi
1926,4
6,4
301
Ubi Kayu
604
201,3
3
Ubi Jalar
2430
142,9
17
Sumber: BPS, 2009
1.2.
Perumusan Masalah Dalam mengatasi permasalahan yang ada pada sektor pertanian,
pemerintah mencanangkan Program Pembangunan Pertanian (2005-2009) yang dirumuskan dalam tiga program, yaitu (1) Program Peningkatan Ketahan Pangan, (2) Program Pengembangan Agribisnis, dan (3) Program Peningkatan Kesejahteraan Petani. Sejalan dengan ketiga Program Pembangunan Pertanian yang berkaitan dengan pembangunan perdesaan, maka pemerintah mencanangkan Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP). Program ini dijalankan untuk mengembangkan usaha agribisnis perdesaan dan memperkuat kelembagaan pertanian di desa. Kelembagaan pertanian di desa yang dimaksud adalah Gapoktan (Gabungan Kelompok Tani). Gapoktan Mekarsari merupakan salah satu Gapoktan penerima PUAP di Kabupaten Bogor. Gapoktan ini menaungi lima kelompok tani (Poktan). Gapoktan Mekarsari memperoleh dana PUAP tahap pertama, yaitu pada tahun 2008. Permasalahan yang dialami Gapoktan Mekarsari pada umumnya adalah sebagian besar anggotanya memiliki keterbatasan terhadap faktor produksi, sehingga tidak mampu meningkatkan skala produksi dengan optimal. Anggota Gapoktan Mekarsari pada umumnya memiliki lahan yang terbatas ,yaitu kurang dari 0,5 hektar (Monografi Desa Purwasari 2010). Dalam pelaksanaannya, ada juga anggota Gapoktan Mekarsari yang tidak menerima dana PUAP. Padahal jika dikaitkan dengan kebutuhan akan modal untuk membeli faktor produksi, beberapa anggota yang tidak menerima dana PUAP ini sebenarnya juga membutuhkan tambahan modal terkait dengan proses
8
produksinya. Untuk memebuhi kebutuhan faktor produksinya, banyak diantara anggota non penerima yang meminjam uang pada bank keliling dengan bunga yang cukup memberatkan (5 persen per bulan). Sanim (1998) menyatakan upaya pemberian bantuan modal oleh pemerintah dengan meningkatkan penggunaan faktor produksi memang tepat untuk meningkatkan pendapatan petani. Permasalahnnya adalah dengan anggota yang tidak menerima dana PUAP. Salah satu indikator adanya pengaruh PUAP adalah dengan adanya tambahan modal dari dana PUAP, maka penerima PUAP akan dapat meningkatkan kesejahteraan dengan peningkatan aktivitas produksi. Oleh karena itu, pengaruh program PUAP ini dapat dilihat dengan membandingkan anggota yang menerima PUAP dan anggota yang tidak menerima PUAP. Adanya program PUAP ini juga berpengaruh pada aktivitas kelembagaan Gapoktan, terutama yang berkaitan dengan penyaluran dana PUAP (Deptan 2008). Pemerintah dalam hal ini memberikan kewenangan kepada masing-masing Gapoktan dalam hal penyaluran dana PUAP. Hal ini membuat masing-masing Gapoktan penerima PUAP memiliki beberapa perbedaan dalam penyaluran dana PUAP. Pada salah satu daerah penerima dana PUAP yaitu Kabupaten Lebak, penyaluran dana PUAP ini ternyata mengalami penyimpangan (Detik 2010). Penyimpangan tersebut diantaranya banyak anggota yang memiliki usaha produktif tidak menerima dan PUAP, sedangkan yang tidak memiliki kegiatan produktif banyak yan menerima pinjaman. Dana PUAP sebagian besar diberikan kepada anggota yang memiliki usaha non produktif dan tidak berkaitan dengan sektor agribisnis. Hal ini menjadi menarik untuk dideskripsikan tentang bagaimana pengurus Gapoktan menyalurkan dana PUAP yang ada. Dari penjelasan di atas, secara umum masalah penelitian adalah bagaimana pengaruh program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) pada Gapoktan Mekarsari? Secara khusus masalah penelitian adalah : 1.
Bagaimanakah proses penyaluran dana PUAP yang dilakukan oleh Gapoktan Mekarsari kepada anggotanya?
9
2.
Bagaimanakah
produksi dan pendapatan petani padi anggota Gapoktan
Mekarsari yang menerima dana PUAP dan anggota Gapoktan Mekarsari yang tidak menerima dana PUAP? 1.3.
Tujuan Adapun tujuan dari dilaksanakannya penelitian ini adalah:
1.
Mendeskripsikan proses pengelolaan dan penyaluran dana PUAP yang dilakukan oleh Gapoktan Mekarsari kepada anggotanya,
2.
Menganalisis produksi dan pendapatan petani padi anggota Gapoktan Mekarsari yang menerima dana PUAP dan anggota Gapoktan Mekarsari yang tidak menerima dana PUAP.
1.4.
Manfaat Adapun manfaaat dari dilaksanakannya penelitian ini adalah:
1.
Bagi Mahasiswa Mahasiswa dapat mengetahui pengaruh dari program PUAP bagi Gapoktan Mekarsari, baik dari segi produksi dan pendapatan antara anggota yang menerima dana PUAP dan anggota yang tidak menerima dana PUAP, serta mendeskripsikan proses pengelolaan dan penyaluran dana PUAP yang dilakukan oleh Gapoktan Mekarsari kepada anggotanya,
2.
Bagi Masyarakat Masyarakat yang dalam hal ini anggota dan pengurus dari Gapoktan Mekarsari dapat mempertimbangkan hasil dari penelitian ini untuk memperbaiki kinerja dan kualitas kesejateraan masyarakat.
3.
Bagi Pemerintah Pemerintah dapat menjadikan tulisan dari hasil penelitian ini sebagai bahan pertimbangan untuk evaluasi agar program PUAP ke depannya menjadi lebih baik lagi.
1.5.
Ruang Lingkup Penelitian dilakukan di Desa Purwasari, Kecamatan Darmaga, Kabupaten
Bogor. Penelitian ini dilakukan di Gapoktan Mekarsari. Adapun pembahasan dititikberatkan pada pengaruh jangka pendek pemanfaatan dana PUAP bagi petani padi anggota Gapoktan Mekarsari yang melakukan masa tanam pada bulan 10
Oktober dan November 2009. Dalam hal ini pengaruh tersebut dapat dilihat dengan menganalisis produksi dan pendapatan petani padi anggota Gapoktan yang menerima dana PUAP dan yang tidak menerima dana PUAP. Selain itu penelitian ini juga akan mendeskripsikan proses pengelolaan penyaluran dana PUAP dari Gapoktan kepada anggotanya. Keterbatasan penelitian ini adalah penelitian ini merupakan respon yang terjadi mulai dari tahun 2009 semenjak dana PUAP diberikan kepada Gapoktan Mekarsari, sehingga pengaruh dalam bidang produksi dan pendapatan ini juga bisa karena merupakan pengaruh dari program-program lain yang pernah diterima Gapoktan Mekarsari seperti program bantuan pupuk bersubsidi, penyuluhan produksi, dan sebagainya. Penelitian mengenai analisis pengaruh PUAP pada Gapoktan Mekarsari ini menggunakan analisis regresi dengan metode OLS, analisis pendapatan usahatani dan analisis uji-t statistik untuk melihat perbedaan penggunaan variabel input produksi antara petani padi anggota Gapoktan yang menerima dana PUAP dengan yang tidak menerima dana PUAP.
11
II. TINJAUAN PUSTAKA 2.1.
Gambaran Umum Perdesaan (PUAP)
Program
Pengembangan
Usaha
Agribisnis
Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) merupakan bentuk fasilitasi bantuan modal pemerintah untuk petani anggota Gapoktan, baik petani pemilik, petani penggarap, buruh tani, maupun rumah tangga tani (Deptan 2008). Program PUAP dilaksanakan sejak tahun 2008. Tujuan utama program PUAP adalah : (1) Mengurangi tingkat kemiskinan dan pengangguran melalui penumbuhan dan pengembangan kegiatan usaha agribisnis di perdesaan sesuai dengan potensi wilayah, (2) Meningkatkan kemampuan pelaku usaha agribisnis, pengurus Gapoktan, penyuluh, dan penyelia mitra tani, (3) Memberdayakan kelembagaan petani dan ekonomi perdesaan untuk pengembangan kegiatan usaha agribisnis, dan (4) Meningkatkan fungsi kelembagaan ekonomi petani menjadi jejaring atau mitra lembaga keuangan dalam rangka akses ke permodalan (Deptan 2008). Selain itu, program ini memiliki sasaran yang diharapkan, yaitu : (1) Berkembangnya usaha agribisnis di 10.524 desa miskin atau tertinggal dengan potensi pertanian desa, (2) Berkembangnya 10.524 Gapoktan atau Poktan yang dimiliki dan dikelola oleh petani, (3) Meningkatnya kesejahteraan rumah tangga tani miskin, petani, atau peternak (pemilik dan penggarap) skala kecil, buruh tani, dan (4) Berkembangnya usaha pelaku agribisnis yang mempunyai usaha harian, mingguan, maupun musiman (Deptan 2008). Pada pelaksanaannya program PUAP menyalurkan dana sebesar Rp 100 juta kepada sekitar 10.000 desa pertanian untuk mengembangkan komoditas agribisnis yang ada di desa penerima dana PUAP. Operasional penyaluran dana PUAP dilakukan dengan memberikan kewenangan kepada Gapoktan terpilih sebagai pelaksana PUAP (Deptan 2008). Dalam penyaluran dana PUAP, terdapat beberapa prosedur yang harus dipenuhi. Pertama-tama Gapoktan menyusun Rencana Usaha Bersam (RUB) berdasarkan hasil identifikasi potensi usaha agribisnis yaang dilakukan oleh Penyuluh Pendamping. Rencana Usaha Bersama (RUB) yang sudah disusun Gapoktan diverifikasi tahap awal oleh Penyelia Mitra Tani (PMT) untuk disetujui oleh Tim Teknis Kabupaten atau Kota. Rencana Usaha Bersama (RUB) yang
12
sudah disetujui selanjutnya dikirim bersama dengan dokumen administrasi pendukung kepada Tim Pembina PUAP Provinsi. Rencana Usaha Bersama (RUB) diteliti dan diverifikasi oleh Tim Pembina PUAP Provinsi. Apabila RUB belum memenuhi syarat, dikembalikan kepada Tim Teknis Kabupaten atau Kota untuk diperbaiki dan dilengkapi. Rencana Usaha Bersama (RUB) dan dokumen administrasi yang sudah memenuhi syarat selanjutnya dibuat rekapitulasi dokumen kemudian dikirimkan kepada Tim PUAP Pusat. Penyaluran dana BLMPUAP dilakukan dengan mekanisme Surat Pembayaran Langsung (SPP-LS) ke rekening Gapoktan (Deptan 2008). Dalam rangka mengantisipasi agar penyaluran dan pemanfaatan PUAP berjalan lancar dan terkendali, maka dibentuk pembinaan dan pengendalian di tingkat provinsi dan kabupaten atau kota. Tim pusat melakukan pembinaan terhadap SDM ditingkat provinsi dan kabupaten atau kota dalam bentuk pelatihan. Pembinaan pelaksanaan PUAP oleh tim pembina provinsi kepada tim teknis kabupaten atau kota difokuskan anatara lain pada peningkatan kualitas SDM yang menangani BLM-PUAP ditingkat kabupaten atau kota, koordinasi pengendalian dan pengawasan, serta mengembangkan sistem pelaporan PUAP. Selanjutnya pembinaan pelaksanaaan PUAP oleh tim teknis kabupaten atau kota kepada tim teknis kecamatan dilakukan dalam format pelatihan peningkatan pemahaman terhadap pelaksanaan PUAP di lapangan nantinya. Pembinaan pelaksanaan PUAP oleh tim teknis kabupaten atau kota maupun tim teknis kecamatan kepada Gapoktan dilakukan dalam bentuk kunjungan, rapat-rapat, pendampingan dalam rangka meningkatkan pemahaman terhadap pola pelaksanaan PUAP (Deptan 2008). Disamping melakukan pembinaan, pengendalian juga dilakukan oleh tim pusat PUAP melalui pertemuan reguler dan kunjungan lapangan ke provinsi dan kota atau kabupaten untuk menjamin pelaksanaan PUAP sesuai dengan kebijakan umum Menteri Pertanian. Pelaksanaan pengendalian dari tim pembina PUAP provinsi hingga kepada tim teknis kecamatan dilakukan dengan cara pertemuan reguler dan kunjungan lapangan serta mendiskusikan permasalahan yang terjadi di lapangan (Deptan 2008).
13
2.2.
Konsep Kelembagaan Menurut Mubyarto (1989), yang dimaksud lembaga adalah organisasi atau
kaedah-kaedah baik formal maupun informal yang mengatur perilaku dan tindakan anggota masyarakat tertentu baik dalam kegiatan-kegiatan rutin seharihari maupun dalam usahanya untuk mencapai tujuan tertentu. Pada dasarnya kelembagaan mempunyai dua pengertian yaitu : kelembagaan sebagai suatu aturan main (rule of the game) dalam interaksi personal dan kelembagaan sebagai suatu organisasi yang memiliki hierarki (Hayami & Kikuchi 1987, diacu dalam Prihartono 2009s). Kelembagaan sebagai aturan main diartikan sebagai sekumpulan aturan baik formal maupun informal, tertulis maupun tidak tertulis mengenai tata hubungan manusia dan lingkungannya yang menyangkut hak-hak dan perlindungan hak-hak serta tanggung jawabnya. Kelembagaan sebagai organisasi biasanya merujuk pada lembaga-lembaga formal seperti departemen dalam pemerintah, koperasi, bank dan sebagainya. Menurut Arifin (2005), ruang lingkup kelembagaan dapat dibatasi pada hal-hal berikut ini : 1) Kelembagaan adalah kreasi manusia (human creation). Beberapa bagian penting dari kelembagaan adalah hasil akhir dari upaya atau kegiatan manusia yang dilakukan secara sadar. Apabila manusia hanya pasif saja dalam suatu sistem, maka sistem itu tidak ubahnya seperti kondisi alami atau sistem fisik yang mungkin saja dapat lebih menguasai kelangsungan kepentingan manusia. 2) Kumpulan individu (group of individuals). Kelembagaan hanya berlaku pada sekelompok individu, setidaknya dua orang atau bagi seluruh anggota masyarakat. Kelembagaan seharusnya dirumuskan dan diputuskan bersamasama oleh kelompok individu, bukan secara perorangan. 3) Dimensi waktu (time dimension). Karakteristik suatu institusi adalah apabila sesuatu dapat diaplikasikan pada situasi yang berulang (repeated situasions) dalam suatu dimensi waktu. Kelembagaan tidak diciptakan hanya untuk satu atau dua momen pada suatu kurun waktu tertentu saja. 4) Dimensi tempat (place dimension). Suatu lingkungan fisik adalah salah satu determinan penting dalam aransemen kelembagaan, yang juga dapat berperan
14
penting dalam pembentukkan suatu struktur kelembagaan. Akan tetapi, aransemen kelembagaan juga dapat berperan penting pada perubahan atau kondisi lingkungan fisik. Hal inilah yang sering dikenal sebagai hubungan timbal balik (feed-back relationship). 5) Aturan main dan norma (rules and norms). Kelembagaan itu ditentukan oleh konfigurasi aturan main dan norma, yang telah dirumuskan oleh suatu kelompok masyarakat. Anggota masyarakat harus mengerti rumusan-rumusan yang mewarnai semua tingkah laku dan norma yang dianut dalam kelembagaan tersebut. 6) Pemantauan dan penegakan aturan (monitoring and enforcement). Aturan main dan norma harus dipantau dan ditegakkan oleh suatu badan yang kompeten, atau oleh masyarakat secara internal pada tingkah individu. Artinya, sistem pemantauan dan penegakan aturan ini tidak sekedar aturanaturan di atas, tetapi lebih lengkap dari itu. 7) Hierarki dan jaringan (nested levels and institutions). Kelembagaan bukanlah struktur yang terisolasi, tetapi merupakan bagian dari hierarki dan jaringan atau sistem kelembagaan yang lebih kompleks. Pola hubungan ini sering menimbulkan keteraturan yang berjenjang dalam masyarakat, sehingga setiap kelembagaan pada setiap hierarki dapat mewarnai proses evolusi dari setiap kelembagaan yang ada. 8) Konsekuensi kelembagaan (consequences of institutions). Di sini umumnya dikenal dua tingkatan konsekuensi. Pertama, kelembagaan meningkat rutinitas, keteraturan, atau tindakan manusia yang tidak memerlukan pilihan lengkap dan sempurna. Namun demikian, kelembagaan mempengaruhi tingkah laku individual melalui sistem insentif dan disinsentif. Kedua, kelembagaan memiliki pengaruh bagi terciptanya suatu pola interaksi yang stabil yang diinternalisasi oleh setiap individu. Hal inilah yang menimbulkan ekspektasi keteraturan di masa mendatang, tentunya dalam batas-batas aransemen kelembagaan dimaksud. Oleh karena itu, kelembagaan mampu menurunkan ketidakpastian dan mengurangi biaya transaksi aktivitas perekonomian.
15
Salah satu kelembagaan yang ada di tingkat desa adalah Kelompok Tani (Poktan) dan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan). Kelompok tani (Poktan) diartikan sebagai kumpulan orang-orang tani atau petani yang terdiri dari petani dewasa (pria atau wanita) maupun petani taruna (pemuda atau pemudi), yang terikat secara informal dalam suatu wilayah kelompok atas dasar keserasian dan kebutuhan bersama, kesamaan kepentingan, kesamaan kondisi
lingkungan
(sosial, ekonomi, sumber daya) dan keakraban untuk meningkatkan dan mengembangkan
usaha
anggota,
sedangkan
Gabungan
Kelompok
Tani
(Gapoktan) adalah kumpulan beberapa kelompok tani yang bergabung dan bekerjasama untuk meningkatkan skala ekonomi dan efisiensi usaha (Deptan 2008). Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) terdiri atas kelompok tani yang ada dalam wilayah suatu wilayah administrasi desa atau yang berada dalam satu wilayah aliran irigasi petak pengairan tersier. Menurut Syahyuti (2005), Gapoktan adalah gabungan dari beberapa kelompok tani yang melakukan usaha agribisnis di atas prinsip kebersamaan dan kemitraan sehingga mencapai peningkatan produksi dan pendapatan usahatani bagi anggotanya dan petani lainnya. Pengembangan Gapoktan dilatarbelakangi oleh kenyataan kelemahan aksesibilitas petani terhadap berbagai kelembagaan layanan usaha, misalnya lemah terhadap lembaga keuangan, terhadap lembaga pemasaran, terhadap lembaga penyedia sarana produksi pertanian serta terhadap sumber informasi. 2.3.
Konsep Usahatani Usahatani adalah proses pengorgaisasian faktor-faktor produksi yaitu yang
terdiri dari alam, tenaga kerja, modal, dan pengelolaan yang dilakukan oleh perorangan ataupun sekumpulan orang-orang untuk menghasilkan output yang dapat memenuhi kebutuhan keluarga ataupun orang lain disamping bermotif mencari keuntungan (Soeharjo & Patong 1973). Organisasi ini ketatalaksanaannya berdiri sendiri dan sengaja diusahakan oleh seseorang atau sekumpulan orang, segolongan sosial, baik yang terikat genelogis, politis maupun terorial sebagai pengelolanya. Berdasarkan batasan tersebut dapat diketahui bahwa usahatani terdiri atas manusia petani (bersama keluarganya), tanah (bersama dengan fasilitas yang ada diatasnya seperti bangunan-bangunan, saluran air), dan tanaman maupun 16
hewan ternak (Soeharjo & Patong 1973). Menurut Soekartawi (1985), usahatani adalah ilmu yang mempelajari bagaimana seseorang mengalokasikan sumber daya yang ada secara efektif dan efisien untuk memperoleh keuntungan yang tinggi pada waktu tertentu. Tujuan setiap petani dalam melaksanakan usahataninya berbeda-berbeda. Apabila dorongannya untuk memenuhi kebututuhan keluarga baik melalui atau tanpa peredaran uang, maka usahatani tersebut disebut usahatani pencukup kebutuhan keluarga (subsistence farm). Sedangkan bila motivasi yang mendorongnya untuk mencari keuntungan, maka usahatani yang demikian disebut usahatani komersial (commercial farm). Faktor-faktor yang mempengaruhi produksi dalam usahatani terdiri dari faktor internal dan eksternal. Faktor internal terdiri dari penggunaan input, teknik bercocok tanam, dan teknologi, sedangkan faktor eksternal seperti cuaca, iklim, hama, dan penyakit (Prihartono 2009). 2.4.
Penelitian Terdahulu
2.4.1. Penelitian Terdahulu Mengenai Pengaruh Program Bantuan Modal dari Pemerintah Seperti penelitian yang dilakukan, penelitian terdahulu mengenai program bantuan modal dari pemerintah pada umumnya mengkaji mengenai pengaruh yang diberikan dari adanya program tersebut. Beberapa penelitian mengenai pengaruh program bantuan modal dari pemerintah antara lain pernah dilakukan oleh Lubis dan Kasmadi (2005), Filtra dan Perdana (2007), Sume (2008), dan Prihartono (2009). Pada beberapa penelitian terdahulu dan penelitian yang dilakukan, analisis pengaruh biasanya dilihat dengan menggunakan analisis pendapatan usahatani (Lubis 2005; Perdana 2007; Prihartono 2009). Adapun bentuk program bantuan pemerintah yang menjadi bahan penelitian adalah Program Bantuan Langsung (BLM) seperti yang dilakukan oleh Kasmadi (2007) dan Prihartono (2009). Penelitian mengenai Kredit Ketahanan Pangan (KKP) pernah dilakukan oleh Lubis (2005). Penelitian yang berjudul Penyaluran Kredit Ketahanan Pangan dan Analisis Pendapatan Petani Pengguna Kredit (Studi Kasus Pada Petani Tebu Anggota Koperasi Madusari, Pabrik Gula Tasikmadu Karanganyar, Solo) ini 17
menggunakan metode analisis Efektivitas penyaluran KKP dan metode pendapatan usahatani. Hasil analisis menunjukkan bahwa efektivitas dari sisi bank telah menunjukkan hasil yang positif dan dari sisi nasabah menunjukkan hasil yang cukup efektif. Sementara itu, hasil pendapatan menunjukkan bahwa usahatani tebu pada tahun 2004 menunjukkan hasil yang positif, karena penerimaan yang diperoleh tiap satuan lebih besar daripada biaya yang dikeluarkan. Jadi program KKP membuat petani tebu mengalami peningkatan kualitas dan peningkatan produksi tebu. Perbedaan antara penelitan yang dilakukan adalah penelitian Lubis (2005) menggunakan analisis efektivitas penyaluran. Penelitian ini tidak menggunakan analisis efektivitas karena lebih terfokus pada analisis pendapatan dan produksi yang merupakan pengaruh dari program PUAP. Kasmadi (2005) dalam penelitiannya yang berjudul Pengaruh Bantuan Langsung Masyarakat Terhadap Kemandirian Petani Ternak (Kasus pada Kelompok Tani Ternak Desa Bungai Jaya dan Desa Tambun Raya, Kecamatan Basarang, Kabupaten Kapuas Kalimantan Tengah) mengambil kesimpulan bahwa manfaat program Bantuan Langsung Masyarakat (BLM) bagi petani penerima program sangat besar terutama dalam meningkatkan usaha beternak. Hal ini dapat dilihat dari ternak yang dikelola telah berkembang dan rata-rata telah menyetor untuk digulirkan kepada petani yang belum memperoleh bantuan BLM tersebut. Perguliran dana BLM telah mencapai 70 persen, dimana perguliran dana tersebut pengaturannya diatur oleh kelompok sendiri di bawah bimbingan pemerintah dan petugas pendamping. Keberhasilan program BLM tersebut tidak terlepas dari kesadaran petani dalam mengembangkan ternak tersebut yang juga dibantu oleh pemerintah setempat seperti Dinas Peternakan, petugas pendamping, dan aparat pemerintah desa. Perbedaan antara penelitian Kasmadi (2005) dengan penelitian yang dilakukan adalah dari metode penelitian. Pada penelitian ini, peneliti hanya mendeskripsikan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi keberhasilan BLM, tanpa menggunakan metode analisis kuantitatif. Filtra (2007) dalam penelitiannya yang berjudul Evaluasi Program Bantuan Pinjaman Langsung Masyarakat (BPLM) Sapi Potong di Kabupaten Agam, Sumatera Barat menggunakan analisis berdasarkan buku pedoman BPLM
18
yang diterbitkan oleh Direktorat Pengembangan Peternakan, dimana evaluasi program BPLM dinilai dari tiga aspek, yaitu aspek teknis, aspek usaha, dan aspek kelembagaan. Hasil penelitian tersebut menyatakan bahwa secara keseluruhan program BPLM di Kabupaten Agam dinilai berhasil sehingga sangat layak untuk dilanjutkan. Keberhasilan tertinggi ada pada aspek teknis peternakan. Berikutnya aspek kelembagaan dan aspek ekonomi usaha peternakan dengan nilai cukup berhasil. Pada aspek ekonomi usaha, kendala utama yang dihadapi adalah kurangnya sumberdaya dalam pelaksanaan Rencana Usaha Kelompok (RUK) serta masih rendahnya tingkat pengembalian kredit. Pada aspek kelembagaan, peternak masih sulit diberdayakan dengan minimnya perkembangan jumlah anggota kelompok, masih rendahnya tingkat partisipasi dan penyaluran aspirasi anggota serta lemahnya kerjasama yang saling menguntungkan dengan pedagang pakan konsentrat dan pedagang sapi. Hasil lainnya yaitu jumlah tanggungan keluarga, penguasaan lahan, dan jumlah ternak setelah kredit memberikan pengaruh yang nyata terhadap keberhasilan pengembalian kredit di Kabupaten Agam, Sumatera Barat.
Perbedaan antara penelitian Filtra (2007) dengan
penelitian yang dilakukan adalah dari metode penelitian dimana Filtra menganlisis keberhasilan program melalui tiga aspek, yaitu yaitu aspek teknis, aspek usaha, dan aspek kelembagaan Program penguatan modal dari pemerintah diberikan melalui koperasi. Program ini disebut dengan Kredit Kepada Koperasi Primer Untuk Anggotanya (KKPA). Penelitian mengenai Program Kredit Kepada Koperasi Primer Untuk Anggotanya (KKPA) pernah dilakukan oleh Perdana (2007). Dalam penelitiannya yang berjudul Dampak Pelaksanaan Program Kredit Kepada Koperasi Primer Untuk Anggotanya (KKPA)
Terhadap Pendapatan Usahatani Peserta Plasma
(Studi Kasus Pada PT. Sinar Kencana Inti Perkasa di kabupaten Kota Baru, Kalimantan Selatan), peneliti menganalisis dampak pelaksanaan program KKPA terhadap pendapatan usahatani petani serta plasma dan petani non peserta KKPA. Analisis yang digunakan adalah metode analisis pendapatan usahatani. Berdasarkan hasil penelitiannya, dapat disimpulkan bahwa secara garis besar pelaksanaan program KKPA sangat efektif dalam meningkatkan pendapatan petani peserta KKPA. Pembangunan sarana dan prasarana memudahkan
19
aksesibilitas ke kota dan memudahkan masuknya barang-barang yang dibutuhkan masyarakat di Kecamatan Kelumpang Selatan, dan secara tidak langsung menunjukkan perbaikan dibandingkan sebelum adanya program KKPA. Keberhasilan secara umum dari program KKPA mungkin masih memerlukan waktu dan peninjauan kembali di masa mendatang, sejauh mana petani di lokasi program KKPA dapat mengadopsi kegiatan-kegiatan yang telah dianjurkan dalam meningkatkan keterampilan di dalam pengelolaan usahatani untuk mendapatkan hasil yang optimal dan semangat berinisiatif. Jumlah produksi kelapa sawit yang dihasilkan petani peserta KKPA lebih besar daripada petani non KKPA. Ini dapat dilihat dari rata-rata produksi kelapa sawit yang dihasilkan petani peserta KKPA untuk luasan rata-rata satu hektar per tahunnya sebanyak 27.757 kilogram. Sedangkan produksi kelapa sawit yang dihasilkan oleh petani non peserta KKPA untuk luasan rata-rata satu hektar per tahunnya sebanyak 17.432 kilogram. Kemudian berdasarkan analisis pendapatan usahatani dapat diketahui nilai R/C rasio petani peserta KKPA lebih besar dari petani non KKPA, masing-masing sebesar 5,06 dan 4,17. Hal ini menunjukkan bahwa usahatani kelapa sawit petani peserta KKPA yang dijalankan cukup baik dan layak, namun kelayakan ini harus didukung pelaksanaan teknis, pembinaan lebih lanjut, dan diperlukan tingkat produktivitas yang lebih meningkatkan lagi serta memberikan harga yang berlaku di pasaran sehingga tercipta kestabilan harga. Perbedaan antara penelitan yang dilakukan adalah penelitian Perdana (2007) menggunakan analisis efektivitas. Program bantuan penguatan modal dari pemerintah juga diberikan melalui Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan (LUEP). Program ini dikenal dengan Dana Penguatan Modal Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan (DPM-LUEP). Penelitian DPM-LUEP dilakukan oleh Sume (2008) dengan judul Efektivitas Bantuan Dana Penguatan Modal Lembaga Usaha Ekonomi Pedesaan (DPM-LUEP) dengan Studi Kasus DPM LUEP Kabupaten Bogor. Menurut penelitian ini, karakteristik kelompok penerima DPM-LUEP di Kabupaten Bogor secara umum masih merupakan kelompok usaha kecil menengah yang tergambar dari kelembagaan kelompok yang telah berbadan hukum dengan tenaga kerja 5-19 orang, akses permodalan masih sangat lemah, administrasi dan manajerial kelompok yang lemah, serta sistem pemasaran yang masih terbatas wilayah pemasarannya,
20
sehingga diperlukan penguatan kelembagaan dan ekonomi kelompok. Faktorfaktor yang dapat meningkatkan pendapatan atau keuntungan pada lembaga ekonomi perdesaan penerima DPM antara lain : (a) efektivitas dalam pembelian bahan baku atau gabah (putaran/daur), dalam hal ini memaksimalkan DPM yang dipinjam untuk pembelian gabah dalam beberapa kali perputaran pembelian; (b) peningkatan pembelian bahan baku yang akan meningkatkan hasil produk yang diolah; (c) menurunkan biaya total terhadap pendapatan penjualan, khususnya efisiensi biaya variable total yaitu pada biaya upah giling, upah jemur, pemasaran, dan lain-lain; (d) melakukan stok produk menunggu peningkatan harga jual produk di pasaran. Berdasarkan hasil analisis menggunakan FGD masih ditemui permasalahan yang dominan pada persyaratan penetapan, proses penetapan, dan proses penyaluran DPM pada kelompok. Upaya mengatasi permasalahan guna meningkatkan efektivitas pendapatan dan penyaluran DPM-LUEP adalah : penguatan kelembagaan dan manajerial kelompok, meningkatkan mutu pelayanan, kemampuan dan jumlah petugas serta dukungan sarana dan prasarana, memperpendek jalur birokrasi dalam proses penetapan dan penyaluran DPMLUEP melalui usulan penyempurnaan mekanisme ke penanggung jawab kegiatan DPM-LUEP di tingkat pusat. Dari hasil CPM, menunjukkan bahwa keberhasilan terselesaikannya suatu pekerjaan proyek pada waktunya, sehingga sumber-sumber tidak terbuang dengan percuma. Perbedaan antara penelitian ini dengan penelitian yang akan dijalankan adalah terletak pada metode analisis dan bentuk bantuan modal. Pada penelitian ini, peneliti hanya mendeskripsikan apa yang diperoleh melalui FGD, tanpa adanya metode analisis kuantitatif seperti penelitian yang dijalankan. Selanjutnya adalah program penguatan modal yang sekarang sedang giat dilaksanakan oleh pemerintah, yaitu Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP). Penelitian mengenai PUAP dilakukan oleh Prihartono (2009) dengan judul Dampak Program Pengembangan Agribisnis Perdesaan. Penelitian ini dilaksanakan di tiga gapoktan atau tiga desa di Kecamatan Bram Itam dan Seberang Kota, Kabupaten Tanjung Jabung Barat, Jambi. Penelitian ini menggunakan analisis pendapatan usahatani dan perhitungan uji t-statistik. Dari penelitian ini dapat disimpulkan bahwa pengaruh PUAP terhadap kinerja
21
Gapoktan sebelum dan sesudah adanya PUAP menurut indikator organisasi memiliki pengaruh positif terhadap kinerja Gapoktan itu sendiri. Pengaruh PUAP terhadap kinerja Gapoktan dalam menyalurkan BLM-PUAP ke anggotanya dapat dilihat dari kriteria keefektifan penyalurannya. Penyaluran BLM-PUAP dapat dikatakan sudah efektif karena tiga dari kriteria efktivitas penyaluran telah memenuhi kategori efektif (persentase tunggakan, tingkat bunga, dan jangkauan pinjaman). Dari ketujuh indikator kinerja Gapoktan, dapat diinformasikan bahwa hanya terdapat tiga indikator kinerja Gapoktan yang memiliki pengaruh terhadap perubahan pendapatan anggota Gapoktan, yakni indikator keterlibatan anggota dalam penyusunan rencana usaha bersama, indikator anggota mengerjakan kegiatan pertanian secara bersama, dan indikator adanya aktivitas pendidikan untuk meningkatkan pengetahuan anggota maupun pengurus. Jadi tanggapan para responden dengan adanya program PUAP adalah bahwa sebagian besar responden menyatakan ingin melakukan peminjaman kembali karena mereka merasakan manfaat dari pinjaman tersebut. Rata-rata pendapatan anggota Gapoktan sebelum dan sesudah menerima BLM-PUAP mengalami peningkatan. Perbedaannya adalah pada penelitian ini, peneliti menggunakan analisis efektivitas penyaluran kredit dan analisis penilaian kinerja Gapoktan. 2.4.2. Penelitian Terdahulu Mengenai Analisis Pendapatan dan Produksi Padi Seperti penelitian yang dilakukan, penelitian terdahulu mengenai analisis usahatani padi pada umumnya menggunakan analisis pendapatan dan imbangan biaya atau R/C rasio (Riyanto dan Damayanti, 2007; Basuki, 2008). Untuk analisis
produksi,
penelitian
terdahulu
dan
penelitian
yang
dilakukan
menggunakan analisis regresi yang bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang berpengaruh secara nyata bagi produksi padi (Riyanto & Damayanti 2007; Basuki 2008). Penelitian yang dilakukan oleh Riyanto (2007) yang berjudul Pendapatan dan Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Usahatani Padi Ladang Di Kabupaten Purwakarta (Kasus : Kelompok Tani Jaya Desa Sukatani, Kecamatan Sukatani, Kabupaten Purwakarta, Jawa Barat). Penelitian tersebut menggunakan metode analisis berupa analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C ratio),
22
pendekatan fungsi produksi Cobb-Douglas, dan analisis efisiensi ekonomi dengan rasio Nilai Produk Marjinal (NPM) dan Biaya Korbanan Marjinal (BKM). Hasil penelitian menjelaskan bahwa pendapatan atas biaya tunai usahatani padi ladang Kelompok Tani Jaya Desa Sukatani per hektarnya adalah sebesar Rp 3.245.465,00, sedangkan pendapatan atas biaya total sebesar Rp 981.765,00. Kemudian dengan analisis imbangan penerimaan dan biaya (R/C ratio) diperoleh nilai rasio R/C atas biaya total sebesar 1,19 dan rasio atas biaya tunai sebesar 2,07. Dari nilai tersebut dapat terlihat bahwa usahatani padi ladang kelompok tani Jaya di Desa Sukatani menguntungkan untuk dilaksanakan. Faktor-faktor produksi yang berpengaruh nyata terhadap produksi padi ladang adalah tenaga kerja, benih dan pupuk area. Ketiga faktor tersebut signifikan pada taraf kepercayaan 90 %. Sedangkan faktor pestisida, pupuk TSP dan pupuk kandang tidak berpengaruh nyata pada taraf kepercayaan yang telah ditetapkan. Kemudian, penggunaan faktor produksi tenaga kerja dan benih di daerah penelitian masih kurang, sedangkan penggunaan pupuk urea sudah berlebihan sehingga perlu dikurangi. Perbedaan penelitian Riyanto (2007) dengan penelitian yang dilakukan adalah pada penelitian Riyanto (2007), peneliti menggunakan analisis efisiensi ekonomi dengan rasio Nilai Produk Marjinal (NPM), dan Biaya Korbanan Marjinal (BKM). Selain penelitian yang dilakukan Riyanto (2007), penelitian serupa juga dilakukan oleh Damayanti (2007) dengan judul Analisis Pendapatan dan Efisiensi Produksi Usahatani Padi Sawah (Kasus di Desa Purwodadi, Kecamatan Timurjo, Kabupaten Lampung Tengah, Propinsi Lampung). Dalam penelitiannya, peneliti menggunakan analisis pendapatan usahatani. Hasil penelitiannya menjelaskan bahwa hasil analisis pendapatan usahatani padi sawah di daerah penelitian secara umum dikatakan menguntungkan dan layak untuk diusahakan. Petani memperoleh R/C rasio atas biaya tunai sebesar 2,89 dan nilai R/C rasio atas biaya total sebesar 1,70. Hal ini berarti penerimaan yang diperoleh petani dapat menutupi seluruh biaya usahatani. Selanjutnya dari hasil uji-t student memberikan hasil bahwa faktor-faktor seperti luas lahan, benih, pupuk urea, dan tenaga kerja berpengaruh terhadap produksi padi sawah di daerah penelitian. Hasil analisis efisiensi ekonomi terhadap faktor-faktor produksi usahatani padi sawah di Desa Purwoadi
23
menunjukkan bahwa kondisi usahatani di daerah tersebut tidak efisien. Sementara untuk faktor produksi seperti luas lahan, pupuk urea, pupuk SP-36, pupuk ZA, pestisida dan tenaga kerja menunjukkan bahwa rasio NPM dan BKM-nya lebih dari satu. Hal ini berarti jumlah dari penggunaan masing-masing faktor produksi tersebut harus ditambah untuk mendapatkan hasil yang optimal. Sedangkan faktor produksi benih dan pupuk KCL tidak dapat diramalkan secara tepat penggunaan rata-rata efisiennya karena perbandingan NPM dan BKM-nya bernilai negatif. Perbedaannya adalah pada penelitian terdahulu ini, peneliti menggunakan analisis efisiensi ekonomi dengan rasio Nilai Produk Marjinal (NPM), dan Biaya Korbanan Marjinal (BKM). Terakhir adalah penelitian yang dilakukan oleh Basuki (2008) yang berjudul
Analisis
Pendapatan
Usahatani
Padi
dan
Faktor-Faktor
yang
Mempengaruhi Petani Untuk Menanam Padi Hibrida (Studi Kasus Kecamatan Cibuaya, Kabupaten Karawang, Jawa Barat), dengan menggunakan analisis usahatani dan regresi logistik. Hasil penelitian tersebut menjelaskan bahwa usahatani padi hibrida yang dilaksanakan oleh petani padi Kecamatan Cibuaya, Kabupaten Karawang pada Musim Rendeng 2006/2007 memberikan keuntungan (pendapatan) yang lebih kecil daripada usahatani padi inhibrida pada waktu dan tempat yang sama. Pendapatan atas biaya dibayarkan usahatani padi inhibrida dan padi hibrida adalah Rp 6.152.080,57 dan Rp 4.384.536,55. Kemudian hasil R/C rasio usahatani padi inhibrida lebih besar daripada R/C rasio usahatani hibrida masing-masing sebesar 2,10 dan 1,62 menandakan bahwa usahatani inhibrida lebih efisien daripada usahatani hibrida. Hasil analisis regresi logistik untuk menentukan faktor-faktor yang mempengaruhi adopsi benih padi hibrida menunjukkan bahwa ada empat variabel yang mempunyai pengaruh signifikan terhadap penerapan benih padi hibrida di Kecamatan Cibuaya yaitu luas lahan, status lahan, rasio pendapatan usahatani padi terhadap pendapatan total dan umur. Semakin luas lahan yang digarap maka kemungkinan petani untuk mengadopsi benih padi hibrida juga semakin tinggi. Petani penggarap bukan pemilik tanah memiliki kemungkinan yang lebih tinggi untuk menggunakan benih padi hibrida. Semakin tinggi rasio pendapatan usahatani padi terhadap pendapatan total, semakin kecil kemungkinan petani untuk menggunakan inovasi benih padi
24
hibrida. Semakin tua petani maka kemungkinan petani untuk menanam inovasi padi hibrida semakin kecil. Perbedaannya adalah pada penelitian yang dilaksanakan, peneliti menggunakan uji-t statistik untuk membedakan antara penggunaan padi hibrida dan inbrida. 2.5.
Kajian Penelitian Terdahulu dengan Penelitian yang Dilaksanakan Penelitian-penelitian tedahulu mengenai program bantuan penguatan
modal menjadi acuan bagi penelitian penulis dalam pemetaan permasalahan yang menjadi latar belakang penelitian. Penelitian mengenai pengaruh program bantuan modal dari pemerintah antara lain yang dilakukan oleh Lubis dan Kasmadi (2005), Filtra dan Perdana (2007), Sume (2008), dan Prihartono (2009) mambawa pengaruh positif bagi masyarakat yang menerimanya. Hal ini melatarbelakangi penulis dalam menganalisis pengaruh program PUAP sebagai salah satu program bantuan modal dari pemerintah. Program PUAP ini sebelumnya pernah diteliti oleh Prihartono (2009). Hasil penelitian ini membawa pengaruh positif, yaitu adanya peningkatan pendapatan dan kinerja Gapoktan sebelum dan sesudah adanya program PUAP. Beberapa penelitian terdahulu mengenai program bantuan pemerintah menjadi acuan penulis dalam menentukan alat analisis, seperti penggunaan alat analisis pendapatan usahatani (Lubis 2005; Perdana 2007; Prihartono 2009). Penelitian-penelitian mengenai usahatani padi menjadi acuan penulis menggunakan alat analisis yang digunakan. Seperti penelitian yang dilakukan, penelitian
terdahulu
mengenai
analisis
usahatani
padi
pada
umumnya
menggunakan analisis pendapatan dan imbangan biaya atau R/C rasio (Riyanto & Damayanti 2007; Basuki 2008). Untuk analisis produksi, penelitian terdahulu dan penelitian yang dilakukan menggunakan metode analisis regresi yang bertujuan untuk mengetahui faktor-faktor apa saja yang berpengaruh secara nyata bagi produksi padi (Riyanto & Damayanti 2007; Basuki
2008). Kajian mengenai
perbedaan dan persamaan penelitian terdahulu dapat dilihat pada Tabel 5.
25
Tabel 5. Kajian Mengenai Perbedaan dan Persamaan Penelitian Terdahulu No. 1.
Peneliti Terdahulu Lubis
2.
Kasmadi
3.
Filtra
4.
Perdana
5.
Sume
6.
Prihartono
7.
Riyato
8.
Damayanti
9.
Basuki
Persamaan
Perbedaan
Topik mengenai program bantuan pemerintah, penggunaan metode analisis pendapatan usahatani dan imbangan (R/C Rasio).analisis (analisis usahatani. Topik mengenai program bantuan pemerintah.
Menggunakan efektivitas.
analisis
Metode penelitian hanya terfokus untuk mendeskripsikan faktor-faktor yang mempengaruhi program, tanpa menggunakan metode kuantitatif. Topik mengenai program Metode analisis melalui tiga bantuan pemerintah. aspek yaitu aspek teknis, aspek usaha, dan aspek kelembagaan analisis Topik mengenai program Menggunakan bantuan pemerintah, efektivitas. penggunaan metode analisis pendapatan usahatani dan imbangan (R/C Rasio). Topik mengenai program Metode penelitian hanya bantuan pemerintah. menggunakan analisis kualitatif, tanpa menggunakan metode kuantitatif. analisis Topik mengenai program Menggunakan bantuan pemerintah, efektivitas dan penilaian kinerja penggunaan metode analisis Gapoktan. pendapatan usahatani dan imbangan (R/C Rasio). Topik penelitan mengenai Penggunaaan analisis efisiensi analisis pendapatan dan ekonomi dengan rasio Nilai produksi padi, penggunaan Produk Marjinal (NPM), dan Korbanan Marjinal metode analisis pendapatan Biaya usahatani dan imbangan (R/C (BKM). Rasio). Topik penelitan mengenai Penggunaan analisis efisiensi analisis pendapatan dan ekonomi dengan rasio Nilai produksi padi, penggunaan Produk Marjinal (NPM), dan Korbanan Marjinal metode analisis pendapatan Biaya usahatani dan imbangan (R/C (BKM). Rasio). Topik penelitan mengenai Tidak menggunaka uji-t untuk antara analisis pendapatan dan membandingkan produksi padi, penggunaan penggunaan padi hibrida dan metode analisis pendapatan non hibrida usahatani dan imbangan (R/C Rasio).
26
III. KERANGKA PEMIKIRAN 3.1.
Kerangka Pemikiran Teoritis
3.1.1. Konsep Produksi Produksi merupakan serangkaian proses dalam penggunaan berbagai input yang ada guna menghasilkan output tertentu. Produksi terkait erat dengan jumlah penggunaan berbagai kombinasi input dengan jumlah dan kualitas output yang dihasilkan. Dalam usahatani, produksi menjadi suatu proses yang penting. Hal tersebut berkaitan dengan kemampuan petani untuk mengelola berbagai sumberdaya yang mereka miliki untuk menghasilkan output yang diinginkan. Namun akan banyak kendala yang dihadapi petani, terutama yang berkaitan dengan faktor-faktor yang berkaitan dengan produksi tetapi petani sendiri tidak dapat mengendalikannya, seperti iklim, curah hujan, dan hama serta penyakit. Risiko-risiko tersebut dapat diatasi dan diminimalkan oleh petani dengan melakukan pengelolaan atau manajemen usahatani yang baik. Fungsi produksi dalam usahatani merupakan hubungan kuantitatif antara masukan dan produksi (Soekartawi, 1986). Fungsi produksi menggambarkan hubungan fisik antara input dan output (Doll & Orazem 1984) Secara matematis, fungsi produksi dapat dinyatakan sebagai berikut (Doll & Orazem 1984) : Y = f ( X1,X2,X3,…….Xn) Keterangan : Y
= jumlah produksi yang dihasilkan dalam proses produksi
X1,X2,…..Xn = f
faktor-faktor produksi yang digunakan dalam proses produksi
= bentuk hubungan yang mentransformasikan faktor-faktor produksi ke-n dalam hasil produksi Doll dan Oranzem (1984) menyatakan ada asumsi-asumsi yang digunakan
dalam fungsi produksi. Asumsi-asumsi tersebut antara lain: 1) Kepastian. Dalam pertanian, hasil produksi yang lalu mungkin kurang baik untuk mengestimasi hasil produksi tahun sekarang, sedangkan dalam bisnis yang menggunakan mesin buatan mungkin hasil produksi yang lalu dapat digunakan untuk mengestimasi hasil produksi sekarang. Permasalahan dalam
27
pertanian muncul karena masa depan tidak dapat diketahui atau diperkirakan. Hal ini disebut risiko dan ketidakpastian. Oleh karena itu digunakan asumsi Perfect certainty. 2) Tingkat Teknologi. Sebuah produk atau output dapat dihasilkan dengan berbagai cara. Oleh karena itu, petani harus menggunakan cara atau teknik yang paling efisien. 3) Panjang Periode Waktu. Fungsi produksi menggambarkan output yang dihasilkan dari proses produksi selama periode waktu tertentu. Input tetap jumlahnya tidak berubah selama proses produksi, sedangkan input variabel berubah-ubah selama proses produksi. Fungsi produksi klasik menunjukkan tiga daerah produksi dalam suatu fungsi produksi, yaitu ketika MPP lebih besar dibandingkan APP, ketika MPP lebih kecil dibandingkan APP, dan ketika MPP negatif (Doll dan Oranzem 1984). Marginal Physical Product atau MPP merupakan perubahan output akibat dari perubahan input variabel, sedangkan Averange Physical Product atau APP merupakan total output dibagi dengan total variabel input (Doll dan Oranzem 1984). Daerah-daerah tersebut dibedakan berdasarkan elastisitas produksi, yaitu ukuran derajat kepekaan output terhadap perubahan input (Doll dan Orazem 1984). Pada Gambar 1, daerah-daerah tersebut ditunjukkan oleh daerah I, daerah II, dan daerah III. Daerah I terletak antara 0 dan X2 dengan nilai elastisitas yang lebih besar dari satu (
> 1), artinya bahwa setiap penambahan faktor produksi sebesar satu
satuan, akan menyebabkan pertambahan produksi yang lebih besar dari satu satuan. Kondisi ini terjadi jika MPP lebih besar dari APP. Pada kondisi ini, keuntungan maksimum belum tercapai karena produksi masih dapat diperbesar dengan menggunakan faktor produksi yang lebih banyak. Daerah I disebut juga sebagai daerah irrasional atau inefisien.
28
Y
TPP
X
APP X1
X2
X3
Gambar 1. Kurva Fungsi Produksi Sumber : Doll dan Oranzem (1984)
MPP
29
Daerah II terletak antara X2 dan X3 dengan nilai elastisitas produksi yang berkisar antara nol dan satu (0 <
< 1).Hal ini menunjukkan bahwa setiap
penambahan input sebesar satu satuan akan meningkatkan produksi paling besar satu satuan dan paling kecil nol satuan. Daerah ini menunjukkan tingkat produksi
memenuhi syarat keharusan tercapainya keuntungan maksimum. Daerah ini dicirikan dengan penambahan hasil produksi yang semakin menurun (diminishing returns). Kondisi ini terjadi ketika MPP lebih kecil dibandingkan APP. Pada tingkat tertentu dari penggunaan faktor-faktor produksi di daerah ini akan memberikan keuntungan maksimum. Hal ini menunjukkan penggunaan faktorfaktor produksi telah optimal sehingga daerah ini disebut daerah rasional atau efisien (rational region atau rational stage of production). Daerah III merupakan daerah yang dengan nilai elastisitas lebih kecil dari nol (
< 0)yang terjadi ketika MPP bernilai negatif yang berarti bahwa setiap
penambahan satu satuan input akan menyebabkan penurunan produksi. Penggunaan faktor produksi di daerah ini sudah tidak efisien sehingga disebut daerah irrasional (irrational region atau irrational stage of production). Penelitian ini menggunakan analisis regresi linear berganda dimana penambahan input variabel dapat meningkatkan atau menurunkan ouput yang digambarkan dalam grafik linear. Pada penelitian ini, daerah produksi pada umumnya terletak pada daerah II dan III. Daerah II merupakan daerah dengan elastisitas antara nol dan satu. Daerah ini merupakan daerah Increasing Return to Scale dimana penambahan input variabel akan meningkatkan hasil produksi. Daerah III merupakan daerah dengan nilai elastisitas lebih kecil dari nol. Daerah ini merupakan daerah Decreasing Return to Scale dimana penambahan input juga dapat menurunkan hasil produksi. Fungsi produksi merupakan hubungan fisik antara input dan output. Hal ini akan berpengaruh baik secara langsung maupun tidak langsung pada pendapatan dan efisiensi usahatani. Fungsi produksi menggambarkan penggunaan variabel-variabel input yang menjadi bagian dari struktur biaya dan juga menggambarkan hasil produksi yang merupakan bagian dari penerimaan. Selisih antara penerimaan dengan biaya merupakan pendapatan usahatani dan perbandingan antara penerimaan dan biaya (R/C Rasio) menggambarkan efisiensi
30
usahatani yang terjadi. Seperti yang telah dijelaskan, pada fungsi produksi klasik terdapat tiga derah produksi dimana daerah-daerah tersebut dibedakan berdasarkan elastisits produksi. Elastisitas produksi dapat menjelaskan berapa banyak penambahan input yang dapat dilakukan agar output dapat berproduksi pada tingkat yang maksimum. Tingkat produksi maksimum merupakan hal yang ingin dicapai agar tercapai tingkat efisiensi yang maksimum sehingga nantinya diperoleh pendapatan yang maksimum. 3.1.2. Konsep Pendapatan Usahatani Pendapatan usahatani merupakan selisih antara biaya yang dikeluarkan dengan penerimaan yang diperoleh. Tujuan utama dari analisis pendapatan adalah menggambarkan keadaan sekarang suatu kegiatan usaha dan menggambarkan keadaan yang akan dating dari perencanaan atau tindakan (Soeharjo & Patong 1973). Analisis pendapatan usahatani sangat bermanfaat bagi petani untuk mengukur tingkat keberhasilan usahanya. Analisis pendapatan usahatani memerlukan dua keterangan pokok, yaitu keadaan penerimaan dan keadaan pengeluaran selama jangka waktu tertentu. Penerimaan merupakan total nilai produk yang dihasilkan dari hasil perkalian antara jumlah produk yang dihasilkan dengan harga dari produk tersebut. Sedangkan pengeluaran atau biaya merupakan semua pengorbanan sumberdaya ekonomi dalam satuan uang yang diperlukan untuk menghasilkan suatu output dalam satu periode produksi. Penerimaan usahatani dapat terbentuk tiga hal, yakni (1) hasil penjualan tunai (seperti tanaman pangan, ternak, ikan, dan lain sebagainya), (2) produk yang dikonsumsi keluarga petani, (3) kenaikan hasil inventaris selisih nilai akhir tahun dengan nilai akhir tahun (Prihartono 2009). Sementara itu, pengeluaran usahatani meliputi biaya tetap dan biata tidak tetap (variabel). Bentuk pengeluaran dalam usahatani berupa pengeluaran tunai dan pengeluaran yang diperhitungkan. Pengeluaran tunai adalah pengeluaran yang dibayarkan menggunakan uang tunai, seperti biaya pengadaan sarana produksi usahatani dan pembayaran uapah tenaga kerja luar keluarga, sedangkan pengeluaran yang diperhitungkan adalah pengeluaran yang digunakan untuk memperhitungkan nilai pendapatan kerja petani apabila nilai kerja keluarga diperhitungkan (Prihartono 2009). 31
Menurut Soekartawi (1985), ada beberapa istilah yang terkait dengan pengukuran pendapatan usahatani, yaitu: 1) Pendapatan kotor usahatani adalah ukuran hasil perolehan total yang sumberdaya yang digunakan dalam usahatani. Istilah lain untuk pendapatan kotor usahatani adalah nilai produksi atau penerimaan kotor usahatani. 2) Pendapatan kotor tunai didefinisikan sebagai nilai mata uang yang diterima dari penjualan produk usahatani. Pendapatan kotor usahatani tidak mencakup pinjaman uang untuk keperluan usahatani yang berbentuk benda dan dikonsumsi. 3) Pendapatan kotor tidak tunai atau pendapatan diperhitungkan adalah pendapatan yang bukan dalam bentuk uang, seperti hasil yang dikonsumsi, hasil panen yang digunakan untuk bibit atau makanan ternak, untuk pembayaran, disimpan di gudang, dan menerima pembayaran dalam bentuk benda. 4) Pengeluaran total usahatani didefinisikan sebagai nilai semua input yang habis terpakai di dalam produksi, tetapi tidak termasuk tenaga kerja keluarga petani. Pengeluaran usahatani meliputi pengeluaran tunai danpengeluaran tidak tunai. 5) Pengeluaran tunai (explicit cost) adalah pengeluaran berdasarkan nilai uang. Jadi, segala pengeluaran untuk keperluan kegiatan usahatani yang dibayar dalam bentuk benda tidak termasuk dalam pengeluaran tunai. 6) Pengeluaran tidak tunai (implicit cost) atau biaya diperhitungkan adalah nilai semua input yang digunakan namun tidak dalam bentuk uang. Misalnya nilai barang dan jasa untuk keperluan usahatani yang dibayar dengan benda atau nilai input yang dibuat sendiri seperti benih. 7) Pendapatan bersih adalah selisih antara pendapatan kotor usahatani dengan total pengeluaran usahatani. Pendapatan bersih usahatani mengukur imbalan yang diperoleh keluarga petani akibat dari penggunaan faktor-faktor produksi. 3.1.3 Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C Rasio) Soeharjo dan Patong 1973 menyatakan bahwa pendapatan yang besar bukanlah sebagai petunjuk bahwa usahatani efisien. Ukuran efisiensi pendapatan
32
usahatani dapat diukur atau dihitung melalui perbandingan penerimaan dengan biaya yang dikeluarkan (R/C Rasio). Analisis R/C rasio menunjukkan berapa besarnya penerimaan usahatani yang akan diperoleh petani untuk setiap rupiah biaya yang dikeluarkan dalam kegiatan usahatani. Apabila usahatani memiliki nilai R/C rasio lebih besar dari satu, maka dapat dikatakan menguntungkan. Sebaliknya, apabila nilai R/C rasio lebih kecil dari satu berarti penerimaan biaya satu satuan akan mengurangi penerimaan sebesar satu satuan, atau dapat dikatakan usahatani tersebut belum menguntungkan. Sedangkan jika kegiatan usahatani memiliki nilai R/C rasio sama dengan satu, maka kegiatan usahatani tersebut berada pada titik impas. Artinya setiap satu satuan biaya yang dikeluarkan, maka kegiatan usaha mampu menghasilkan penerimaan sebesar satu satuan atau dapat dikatakan impas. 3.2.
Kerangka Operasional Dalam mengatasi permasalahan yang ada pada sektor pertanian,
pemerintah mencanangkan Program Pembangunan Pertanian (2005-2009) yang dirumuskan dalam tiga program, yaitu (1) Program Peningkatan Ketahanan Pangan, (2) Program Pengembangan Agribisnis, dan (3) Program Peningkatan Kesejahteraan Petani. Program Pembangunan Pertanian. Sejalan dengan ketiga Program Pembangunan Pertanian yang berkaitan dengan pembangunan perdesaan, maka pemerintah mencanangkan Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP). Inti dari tujuan program ini adalah meningkatkan kesejahteraan petani dan menggerakkan kelembagaan petani melalui Gapoktan. Salah satu Gapoktan penerima dana PUAP adalah Gapoktan Mekarsari yang ada di Desa Purwasari, Kecamatan Darmaga, Kabupaten Bogor. Gapoktan ini menerima dana PUAP sejak tahun 2008. Adanya program PUAP ini diharapkan dapat membawa pengaruh bagi Gapoktan penerima. Salah satu indikator dari keberhasilan pencapaian tujuan PUAP adalah peningkatan kesejahteraan yang dapat dilihat dari peningkatan pendapatan petani. Namun dalam pelaksanaannya, ternyata ada beberapa anggota Gapoktan yang menerima dan tidak menerima dana PUAP. Padahal, jika dikaitkan dengan kebutuhan akan modal, beberapa anggota yang tidak menerima dana PUAP ini sebenarnya sama-sama membutuhkan modal terkait dengan proses produksinya. 33
Untuk melihat pengaruh PUAP pada produksi dan pendapatan usahatani, penelitian ini membandingkan antara anggota yang menerima dana PUAP dengan anggota yang tidak menerima dana PUAP. Selain analisis yang bersifat kuantitatif, penelitian ini mendeskripsikan proses penyaluran dana PUAP dari Gapoktan kepada anggotanya. Penelitian ini menggunakan fungsi produksi dengan analisis regresi linear berganda karena penelitian ini akan menjelaskan faktor-faktor apa saja yang mempengaruhi produksi padi pada anggota Gapoktan Mekarsari. Metode regresi yang digunakan merupakan metode ordinary least square (OLS) agar diperoleh variabel-variabel yang signifikan berpengaruh pada produksi padi. Pengaruh dari program PUAP sendiri dapat dilihat dari penggunaan variabel dummy atau variabel boneka dari fungsi produksi ini. Selain menggunakan analisis regresi, penelitian ini menggunakan uji-t untuk mengetahui perbedaan rata-rata yang nyata pada penggunaan input antara penerima PUAP dan non penerima PUAP. Data responden yang dipilih kemudian diolah menggunakan Minitab 14 dan Ms Excell. Untuk
mengetahui
pengaruh
pada
pendapatan
petani,
penulis
menggunakan analisis pendapatan usahatani dan analisis R/C Rasio. Pada analisis pendapatan usahatani, penulis membandingkan tingkat pendapatan anggota Gapoktan penerima dan non penerima. Perngaruh dana PUAP dari segi pendapatan dapat dilihat dan dianalisis dari analisis struktur biaya, analisis penerimaan, dan analisis pendapatan. Untuk melihat efisiensi usahatani, penulis menggunakan analisis R/C Rasio dan membandingkannya antara anggota penerima dan non penerima PUAP. Secara umum kerangka berpikir penelitian ini dapat dilihat pada Gambar 2.
34
Penerima PUAP : Gapoktan Mekarsari
Analisis Pengaruh PUAP bagi Gapoktan Mekarsari
1. 2.
Bagaimanakah proses penyaluran dana PUAP yang dilakukan oleh Gapoktan Mekarsari kepada anggotanya? Bagaimanakah produksi dan pendapatan petani padi anggota Gapoktan Mekarsari yang menerima dana PUAP dan anggota Gapoktan Mekarsari yang tidak menerima dana PUAP?
Proses Penyaluran
Deskripsi Penyaluran Dana PUAP
Pengaruh Produksi dan Pendapatan
Penerima Dana PUAP
Analisis Pendapatan dan R/C Rasio
Non Penerima Dana PUAP
Analisis Regresi Uji-t Statistik
Evaluasi Program PUAP
Gambar 2. Kerangka Pemikiran Operasional = Lingkup Penelitian Keterangan:
35
IV. METODE PENELITIAN 4.1.
Lokasi dan Waktu Penelitian ini dilaksanakan di Gapoktan Mekarsari yang bertempat di Desa
Purwasari, Kecamatan Darmaga, Kabupaten Bogor, Provinsi Jawa Barat sdengan responden adalah anggota Gapoktan Mekarsari yang sudah menerima dana PUAP dengan yang belum menerima dana PUAP. Pemilihan lokasi dilakukan dengan dasar bahwa Gapoktan Mekarsari selain telah menerima dana bantuan PUAP tahun 2008 (periode awal), juga anggotanya sebagian besar anggotanya memiliki tingkat produktivitas usahatani yang cukup tinggi (rata-rata produktivitas 6,4 ton/Ha) dan merupakan desa di Kecamatan Darmaga yang tingkat produksi dan produktivitas yang paling tinggi. Adapun pengumpulan data dilakukan sejak bulan Maret hingga Juni 2010. 4.2.
Jenis dan Sumber Data Jenis data yang digunakan dalam penelitian ini meliputi data primer dan
data sekunder. Data primer diperoleh melalui wawancara langsung dengan anggota dan pengurus Gapoktan Mekarsari menggunakan kuesioner yang disediakan. Data sekunder diperoleh dengan mempelajari buku-buku yang berkaitan dengan tema penelitian, seperti jurnal ilmiah, buku, data dari Badan Pusat Statistik (BPS), data dari Dinas Pertanian Kabupaten Bogor, data dari Kementrian Pertanian, serta data yang diperoleh dari internet. 4.3.
Metode Pengumpulan Responden Gapoktan Mekarsari terdiri dari lima Poktan. Responden diambil dari tiga
Poktan yang aktif, yaitu Poktan Mekarsari, Rawasari, dan Hegarsari. Data mengenai karakteristik usahatani petani padi yang terkumpul diperoleh dari responden yang terkait dengan penelitian, dalam hal ini adalah petani anggota Gapoktan Mekarsari yang terbagi menjadi dua kelompok, yaitu anggota yang sudah menerima dana PUAP dan anggota yang tidak menerima dana PUAP. Jumlah keseluruhan anggota Gapoktan yang melakukan usahatani padi adalah 115 orang. Jumlah responden non penerima PUAP sebanyak 25 orang petani. Jumlah ini merupakan jumlah keseluruhan anggota Gapoktan yang tidak menerima dana 36
PUAP. Pada saat pengambilan responden, ada sekitar 58 orang petani penerima PUAP yang ada pada masa tanam bulan Oktober dan November. Untuk menyamakan proporsi responden dengan non penerima PUAP, maka jumlah responden penerima PUAP diambil sebanyak 25 orang. Responden penerima PUAP diambil menggunakan metode pengambilan contoh secara acak atau simple random sampling. Jumlah responden keseluruhan adalah 50 orang petani. Jumlah responden ini pun sebenarnya sudah memenuhi sebaran normal, karena jumlah responden yang digunakan ≥ 30 (Walpole 1992). 4.4.
Metode Pengolahan Data Menganalisis data merupakan proses lanjutan setelah dilakukannya
pengumpulan data. Menganalisis data ditujukan agar data yang telah dikumpulkan dapat lebih berarti serta dapat memberikan informasi. Adanya hasil analisis terhadap data ini dapat memberikan berbagai jawaban atas perumusan permasalahan yang terdapat dalam penelitian ini. Langkah awal sebelum melakukan analisis data adalah dengan mengelompokkan data yang diperoleh menjadi dua, yaitu data kuantitatif dan data kualitatif. Analisis kuantitatif digunakan untuk melihat pengaruh dana PUAP terhadap produksi dan juga pendapatan usahatani padi petani Gapoktan. Data yang diperoleh dari penelitian diolah dengan analisis fungsi produksi dengan analisis regresi berganda. Analisis ini digunakan untuk mengukur pengaruh berbagai variabel bebas terhadap produksi padi. Salah satu variabel bebas yang dimasukkan adalah variabel dummy penerima PUAP, dimana pada variabel ini dapat dilihat pengaruh dana PUAP bagi produksi petani. Analisis pendapatan untuk melihat pengaruh
PUAP
bagi
petani
anggota
Gapoktan
adalah
dengan
cara
membandingkan antara pendapatan dan R/C rasio usahatani padi anggota penerima dana PUAP dengan anggota yang tidak menerima dana PUAP. Data yang telah dikumpulkan diolah dengan menggunakan Microsoft Excell dan Minitab 14. Analisis secara deskriptif digunakan juga untuk menguraikan proses penyaluran dana PUAP yang dilakukan oleh pihak Gapoktan kepada anggotnya.
37
4.4.1. Uji Statistik dengan Uji-t Uji-t statistik digunakan untuk melihat perbedaan nyata rata-rata penggunaan input nyata antara petani anggota Gapoktan Mekarsari penerima dana PUAP dengan petani anggota Gapoktan Mekarsari yang belum menerima dana PUAP. Uji-t ini merupakan uji hipotesis dengan selang kepercayaan 90 persen, seperti yang tergambarkan dalam rumus berikut ini : H0
: µ1 = µ2
H1
: µ1 ≠ µ2
Dimana H0 merupakan hipotesis awal dan H1 merupakan hipotesis alternatif. Hipotesis alternatif µ1 ≠ µ2 menyatakan bahwa µ1 < µ2 atau µ1 > µ2. Dalam uji-t untuk membedakan dua buah mean, perlu dihitung standar error dari beda (Nasir 1983). Rumus untuk mencari standar error dari beda adalah: SS1+SS2 1 1 + + n1+n2-2 n1 n2 dimana : SS1
= sumsquare dari sampel 1
SS2
= sumsquare dari sampel 2
n1
= besar sampel 1
n2
= besar sampel 2
Sx1-x2 = Standar error dari beda Sumsquare tidak lain dari : SS Dimana : Xi
= pengamatan variabel ke-i
ni
= besar sampel
SS
= sumsquare
Xi
2
(∑ Xi)2 ni
Kriteria uji: Tolak H0, terima H1 jika t > t 1/2α,df = n1+n2-2 atau p-value < α Terima H0, tolak H1 jika t < t 1/2α,df = n1+n2-2 atau p-value > α Dimana t statistik adalah :
38
t
|X1-X2| Sx1-x2
4.4.2. Analisis Faktor-faktor yang Mempengaruhi Produksi Fungsi yang digunakan dalam penelitian ini adalah fungsi produksi linier berganda. Fungsi linier berganda ini digunakan untuk mengetahui pengaruh secara nyata antara variabel Y (output) dengan variabel X (input) dalam produksi padi yang dihasilkan anggota Gapoktan Mekarsari. Variabel-variabel yang ada didapatkan dari survey pendahuluan pada beberapa petani padi anggota Gapoktan Mekarsari dan beberapa referensi pustaka (Damayanti 2007; Riyanto 2007; Basuki 2008) . Analisis fungsi produksi adalah analisis yang menjelaskan hubungan antara produksi dengan faktor-faktor produksi yang mempengaruhinya. Fungsi produksi pada penelitian ini dirumuskan sebagai berikut: Y = a+b1X1+b2X2+b3X3+b4X4+ b5X5 +b6X 6+ b7X 7+b8X8+b9X9+b10D Keterangan: Y
= Variabel yang dijelaskan (produksi)
a
= intersep
bi
= koefisien regresi
X1
= Luas tanam (Ha)
X2
= Jumlah benih (kg)
X3
= Jumlah pupuk Urea (kg)
X4
= Jumlah pupuk TS (kg)
X5
= Jumlah pupuk KCl (kg)
X6
= Jumlah pupuk Phonska (kg)
X7
= Jumlah pupuk organik (Kg)
X8
= Jumlah obat-obatan (ml)
X9
= Jumlah penggunaan tenaga kerja (HOK)
D
= Dummy PUAP (penerima PUAP = 1 dan non penerima PUAP = 0) Gambaran dari variabel-variabel tersebut adalah :
1) Variabel yang menjadi variabel dependent adalah produksi. Produksi ini merupakan hasil dari jumlah tanaman padi yang dihasilkan petani anggota Gapoktan Mekarsari dalam satu musim, yaitu pada musim tanam Oktober – November. 39
2) Variabel yang menjadi variabel independen dalam penelitian ini meliputi : a) Luas tanam adalah luas lahan yang ditanami dan digunakan petani dalam satu musim tanam, b) Jumlah benih adalah jumlah benih yang digunakan petani dalam satu musim tanam, c) Jumlah pupuk adalah jumlah pupuk yang digunakan dan terdiri dari berbagai macam pupuk seperti Urea, SP36, KCl, dan pupuk organik secara masing-masing yang digunakan dalam satu musim tanam, d) Jumlah obat-obatan adalah banyaknya pestisida yang digunakan oleh petani dalam satu musim tanam, e) Jumlah tenaga kerja adalah jumlah Hari Orang Kerja (HOK) dalam satu tahun terakhir yang digunakan untuk pemeliharaan tanaman pangan (dalam HOK), f) Dummy penerima PUAP (penerima = 1 dan non penerima = 0) merupakan banyak responden yang ada yang menerima PUAP dan tidak menerima PUAP. Metode penduga yang digunakan merupakan metode kuadrat terkecil atau Ordinary Least Square (OLS). Metode ini dugunakan untuk menguji nilai thitung, F-hitung, dan R2. Oleh karena itu, kelayakan model tersebut akan diuji berdasarkan asumsi OLS yang meliputi tidak adanya hubungan linear sempurna antar peubah bebas (multikolinearitas), homoskedastisitas, dan normalitas error. Pengujian model penduga ini dilakukan untuk mengetahui apakah model penduga yang diajukan sudah layak untuk menduga parameter dan fungsi produksi. Pendugaan apakah seluruh variabel yang ada dalam model dapat berpengaruh nyata terhadap produksi tanaman padi apabila digunakan secara bersamaan, maka akan digunakan Uji F-hitung. Pengujian ini dilakukan dengan cara membandingkan antara F-hitung dengan F-tabel (Walpole, 1992) Jika F-hitung > F-tabel, maka tolak H0 pada taraf nyata α (berpengaruh nyata) artinya pada taraf nyata α variabel-variabel penduga secara bersama-sama berpengaruh nyata terhadap produksi padi yang dihasilkan anggota Gapoktan Mekarsari. Apabila F-hitung < F- tabel, maka terima H0 pada taraf nyata α (tidak berpengaruh nyata) artinya pada taraf nyata α variabel-variabel penduga tidak
40
berpengaruh nyata terhadap produksi padi yang dihasilkan anggota Gapoktan Mekarsari. Selanjutnya akan dilakukan Uji-t untuk menguji secara statistik bagaimana pengaruh nyata dari setiap parameter bebas (X) yang digunakan secara terpisah terhadap parameter tidak bebas (Y). Hipotesa pengujian secara statistik adalah sebagai berikut L Statistik Uji : t hitung
bi se(bi)
t-tabel = t α/2(n-k) Dimana : bi
= koefisien regresi
se
= parameter penduga dari unsur sisa
n
= jumlah pengamatan (sampel)
k
= jumlah koefisien regresi dugaan termasuk konstanta
Kriteria uji : t-hitung > t-tabel, maka tolak H0 pada taraf nyata α (berpengaruh nyata) t-hitung < t-tabel, maka terima H0 pada taraf nyata α ( tidak berpengaruh nyata) Jika t-hitung lebih besar dari t-tabel maka parameter bebas yang diuji berpengaruh nyata terhadap parameter tidak bebas. Sebaliknya jika t hitung lebih kecil dari t-tabel maka parameter bebas yang diuji tidak berpengaruh nyata terhadap parameter bebas. Batas α pada penelitian ini adalah sebesar 10 persen. Untuk menguji model yang ada maka perlu dihitung besarnya nilai koefisien determinasi (R2). Perhitungan ini dugunakan untuk mengetahui sejauh mana keragaman yang diterangkan oleh faktor produksi terhadap produksi padi yang dihasilkan anggota Gapoktan Mekarsari. Adapun koefisien dari determinasi dapat dirumuskan sebagai berikut :
Keterangan :
R2 =
∑ e12 Jumlah kuadrat Regresi =1Jumlah Kuadrat Total ∑ Y12
∑ e12 = Jumlah kuadrat unsur sisa (galat) ∑ Y12 = Jumlah kuadrat total
41
Pada dasarnya untuk melihat terjadinya multikoliniaritas atau tidak, maka ada banyak cara untuk mendeteksinya yaitu dengan koefisien determinasi (R2) yang tinggi, namun dari uji t banyak variabel bebas yang tidak signifikan (Gujarati 1978). Selain itu, multikoliniaritas dapat diukur dengan Variance inflation Factor (VIF) sebagai berikut: VIF(Xj)=
Keterangan: Rj
1 (1-Rj)
= Koefisien determinasi dari model regresi dengan variabel dependen Xj dan variabel independen adalah variabel X lainnya. Jika nilai VIF (Xj) > 10, maka dapat disimpulkan bahwa terdapat
mulkoliniaritas antar peubah bebas. 4.4.3 Analisis Pendapatan Usahatani Pendapatan usahatani tanaman pangan yang dihasilkan anggota Gapoktan Mekarsari merupakan hasil pengurangan antara total penerimaan tanaman padi yang dihasilkan anggota Gapoktan Mekarsari dikurangi dengan total pengeluaran tanaman padi yang dihasilkan anggota Gapoktan Mekarsari. Penerimaan merupakan total nilai tanaman padi yang dihasilkan anggota Gapoktan Mekarsari dari hasil perkalian antara jumlah tanaman padi yang dihasilkan anggota Gapoktan Mekarsari dengan harga dari tanaman padi yang dihasilkan anggota Gapoktan Mekarsari tersebut. Sedangkan pengeluaran atau biaya merupakan semua pengorbanan sumberdaya ekonomi dalam satuan uang yang diperlukan untuk menghasilkan tanaman padi yang dihasilkan anggota Gapoktan Mekarsari dalam satu periode produksi. Berikut ini adalah rumus pendapatan total, penerimaan total, dan pengeluaran total usaha tanaman padi yang dihasilkan anggota Gapoktan Mekarsari : Z
= TR - TC
TR
=A+B+C
TC
= BP + BI + BS + Bpj + BL
Keterangan : Z
= Pendapatan
42
TR
= Total Revenue atau total penerimaan
TC
= Total Cost atau total pengeluaran
A
= Penerimaan penjualan tanaman padi
B
= Penerimaan sisa hasil usaha
C
= Penerimaan penjualan tanaman lain
BP
= Biaya pengelolaan usahatani (pupuk, obat, dan tenaga kerja)
BI
= Biaya penyusutan peralatan
BS
= Biaya sewa peralatan
Bpj
= Biaya pajak
BL
= Biaya lain-lain
4.4.4 Analisis Imbangan Penerimaan dan Biaya (R/C Rasio) Rasio penerimaan dan biaya ini menunjukkan pendapatan kotor yang diterima untuk setiap rupiah yang dikeluarkan untuk memproduksi tanaman padi. Analisis ini digunakan untuk mengetahui tingkat keuntungan relatif kegiatan usahatani tanaman pangan. Rumus matematis R/C adalah sebagai berikut : R/C=
Revenue Cost
R/C digunakan untuk menganalisis usahatani selama periode tertentu. Apabila hasil perhitungan Apabila usahatani memiliki nilai R/C > 1, maka dapat dikatakan menguntungkan. Sebaliknya, apabila nilai R/C < 1 berarti penerimaan biaya satu satuan akan mengurangi penerimaan sebesar satu satuan, atau dapat dikatakan usahatani tersebut belum menguntungkan. Sedangkan jika kegiatan usahatani memiliki nilai R/C = 1, maka kegiatan usahatani tersebut berada pada titik impas. Artinya setiap satu satuan biaya yang dikeluarkan, maka kegiatan usaha mampu menghasilkan penerimaan sebesar satu satuan atau dapat dikatakan impas. 4.4.5. Pendugaan Nilai Elastisitas Elastisitas produksi adalah suatu konsep untuk mengukur derajat kepekaan perubahan antara input dan output (Doll dan Orazem 1984). Elastisitas produksi dapat didefinisikan sebagai persentase perubahan output akibat dari
43
persentase perubahan input (Doll dan Orazem 1984). Menurut Doll dan Oranzem 1984, nilai Elastisitas produksi dapat dijabarkan sebagai berikut: =
∆
×
Dimana: = elasitisitas produksi
∆X X ∆Y MPP = × = Y ∆X APP X
∆
= perubahan variabel produksi (Y)
∆X
= perubahan variabel input (Xi)
X
= peubah input
Y
= peubah output (produksi)
MPP = perubahan fisik produk APP
= rata-rata fisik produk Selain itu, pendugaan nilai elastisitas didapat dengan cara mengalikan
koefisien hasil estimasi dengan rata-rata variabel eksogen dibagi dengan rata-rata variabel endogennya. Jika elastisitas lebih besar dari satu (> 1) maka peubah endogen memiliki tingkat kepekaan yang tinggi atau responsif terhadap perubahan dari peubah eksogen. Jika elastisitas kurang dari satu (< 1) maka peubah endogen memiliki tingkat kepekaan yang rendah atau tidak reponsif terhadap perubahan dari peubah eksogen (Lipsey dkk, 1995).
44
V. GAMBARAN UMUM 5.1.
Gambaran Wilayah Desa Penelitian PUAP Desa Purwasari merupakan desa yang terletak di Kecamatan Darmaga,
Kabupaten Bogor. Secara administratif, desa ini berbatasan dengan Desa Petir di sebelah Utara, Desa Sukajadi di sebelah selatan, Desa Situ Daun di sebelah Barat serta Desa Petir dan Sukajadi di sebelah Timur. Desa ini berada pada ketinggian 535 meter dpl dengan curah hujan 2000-2500 mm/tahun yang cocok sebagai daerah penanaman padi. Desa Purwasari memiliki suhu udara dengan kisaran 280300C. Desa Purwasari memiliki luas wilayah sebesar 211.016 Ha, topografi lahan datar dan bergelombang, dengan jenis tanah latosol dengan tingkat keasaman tanah (PH) berkisar antara 5,5-5,9 (Monografi Desa 2010). Sebagian besar lahan di Desa Purwasari diperuntukkan untuk sawah dan ladang seluas 158.181 hektar dengan perbandingannya yakni 99.382 Ha digunakan untuk irigasi teknis, 49.292 Ha untuk irigasi setengah teknis, dan 9.507 Ha untuk perladangan. Padi merupakan komoditas utama yang diusahakan di Desa Purwasari. Produksi padi di Desa Purwasari merupakan yang terbesar di Kecamatan Darmaga. Produksinya mencapai 1.926,4 ton atau sebesar 23,93 persen dari total produksi padi di Kecamatan Darmaga yang menghasilkan 8.050 ton. Produktivitas Desa Purwasari juga merupakan yang terbesar di Kecamatan Darmaga, yaitu sebesar 6,4 ton/Ha. Selain padi, komoditas unggulan lainnya adalah tanaman palawija seperti ubi jalar dan ubi kayu, serta pembesararan ikan mas dan gurame. Desa Purwasari terbagi dalam tiga dusun, tujuh rukun warga (RW) dan tiga puluh RT. Jumlah penduduk Desa Purwasari sampai bulan Juli 2009 adalah 6.773 jiwa dengan jumlah penduduk laki-laki sebanyak 3.434 jiwa dan penduduk perempuan berjumlah 3.339 jiwa, serta jumlah kepala keluarga adalah 1.737 Kepala Keluarga (Monografi Desa 2010) . Sektor pertanian merupakan sektor utama di Desa Purwasari. Penduduk Desa Purwasari pada umumnya bekerja sebagai petani padi dan palawija. Selain sektor pertanian, ada berbagai macam lapangan pekerjaan yang diusahakan di Desa Purwasari. Struktur mata pencaharian Desa Purwasari menurut sektor pada tahun 2010 dapat dilihat pada Tabel 6 di bawah ini.
45
Tabel 6. Struktur Mata Pencaharian Desa Purwasari Menurut Sektor Tahun 2010 No Jenis Mata Pencaharian Jumlah orang Persentase 1.
Sektor pertanian (usahatani)
1.266
74,25
2.
Sektor peternakan
10
0,58
3.
Sektor perikanan
100
5,86
4.
128
7,51
5.
Sektor industri kecil dan kerajinan rumah tangga Sektor industri menengah dan besar
27
1,58
6.
Sektor perdagangan
46
2,69
1.705
100
Jumlah Sumber: Monografi Desa Purwasari 2010
5.2.
Gambaran Umum Gapoktan Mekarsari Sejarah berdirinya Gapoktan Mekarsari dimulai dari dibentuknya
kelompok tani yang bernama Kelompok Tani Mekarsari. Kelompok Mekarsari ini didirikan oleh Bapak M. Anduy pada tanggal 11 Maret 1986 dan resmi dikukuhkan oleh Kepala Desa Purwasari pada saat itu yaitu Drs. H. Sarnata. Jumlah anggota Kelompok Tani Mekarsari ini pada awalnya berjumlah 85 orang. Kelompok ini merupakan kelompok bagi para petani padi. Akan tetapi ada juga beberapa petani yang mempunyai usaha sampingan seperti berdagang. Sesuai dengan AD/ART Poktan Mekarsari, tujuan dibentuknya kelompok tani ini adalah : 1) Meningkatkan taraf hidup petani yang ada di Desa Purwasari, 2) Meningkatkan kemampuan para petani dalam melakukan usahatani, 3) Mengurangi
ketergantungan
para
petani
terhadap
tengkulak
dalam
memperoleh tambahan modal, 4) Membantu para petani dalam pemasaran produk, 5) Meningkatkan produktivitas petani dalam usahatani yang berdampak terhadap peningkatan pendapatan. Pada tahun 1993, kelompok tani ini berubah menjadi kelompok tani pemula yang dikukuhkan oleh perangkat desa pada waktu itu. Jumlah anggota kelompok tani masih tidak mengalami perubahan. Akan tetapi kondisi kelompok tani tidak lagi seperti ketika kelompok tani ini dibentuk pertama kali. Terdapat
46
beberapa perubahan yang cukup signifikan, yakni adanya peningkatan kemampuan para anggota kelompok tani dalam melakukan kegiatan usahatani. Peningkatan ini disebabkan adanya beberapa program pelatihan yang diadakan pemerintah baik pusat maupun daerah bagi para anggota kelompok tani ini. Program tersebut antara lain : 1) Pelatihan penanaman padi dengan pola tanam yang baik dan benar. 2) Pelatihan pemilihan benih/bibit yang baik 3) Pelatihan cara pengolahan lahan yang baik 4) Pelatihan cara pemupukkan yang baik 5) Diadakannya sekolah lapang seperti : SLPTT (Sekolah Lapang Pengelolaan Tanaman
dan
Sumber
Daya
Terpadu),
SRI
(Sanitation
of
Rice
Intensification), dan SLPHT ( Sekolah Lapang Pengamatan Hama Terpadu). Kelompok tani Mekarsari telah melaksanakan SLPHT sebanyak tiga kali. SLPHT pertama diselenggarakan karena program nasional pada tahun 1991-1992. Pada tahun 1994, para petani mulai menanam padi non pestisida dan kemudian dilaksanakan kembali SLPHT pada tahun 1996-1997 dan ketiga kalinya adalah SLPHT tingkat lanjut pada tahun 1999 yang pelaksanaannya dibantu mahasiswa APP (Akademi Penyuluh Pertanian). Pada tahun 1995, Kelompok Tani Mekarsari berubah tingkatnya menjadi kelompok tani kelas lanjut yang dikukuhkan oleh perangkat kecamatan. Jumlah anggota mengalami peningkatan menjadi 88 orang. Maka pada tahun 1996 kelompok tani ini berubah menjadi kelompok tani kelas madya yang dikukuhkan oleh perangkat kabupaten. Akan tetapi disini kelompok tani Mekarsari belum menjadi Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan). Pusat kegiatan dan pelatihan masih terpusat di Kelompok Tani Mekarsari. Kelompok tani yang lain masih dalam tahap proses belajar dari Kelompok Tani Mekarsari. Menurut data Poktan, pada periode ini juga Kelompok Tani Mekarsari telah mampu berprestasi di tingkat kabupaten dan provinsi. Prestasi yang pernah diraih oleh Kelompok Tani Mekarsari yakni : 1) Tahun 1996/1997, Juara I lomba Intensifikasi Mina Padi (Inmindi) Tingkat Kabupaten Dati II Bogor (Dinas Perikanan Kabupaten Dati II Bogor), 2) Tahun 1996/1997, Juara I Kelompok Tani Inmindi Tingkat Provinsi Dati I Jawa Barat,
47
3) Tahun 1997, Penghargaan kepada Kelompok Tani Mekar Sari sebagai pemenang Harapan I Lomba Kelompok Tani Inmindi Tingkat Nasional tahun 1997, 4) Tahun 1996/1997, Penghargaan Camat Darmaga kepada kelompok tani Mekar Sari dalam Lomba Inmindi, 5) Pada tanggal 28 Juli 1997, Penghargaan kepada M. Anduy sebagai Ketua Kelompok Tani Pemenang Terbaik Lomba Inmindi Tingkat Provinsi jawa Barat, 6) Pada tanggal 19 Januari 1998, Pemenang Harapan Pertama Perlombaan Inmindi Tingkat Nasional tahun 1997, 7) Pada tanggal 19 Januari 1998, memperoleh Penghargaan oleh Presiden RI Soeharto yang ditujukan kepada kelompok tani dalam program pemerintah Tingkatkan
Peranan
Kelompok
Tani-Nelayan
Dalam
Pelaksanaan
Intensifikasi Pertanian Berorientasi Agribisnis, 8) Pada tanggal 20 Januari 1998, Penghargaan kepada kelompok tani Mekar Sari sebagai Pemenang Harapan I Lomba Kelompok Tani Inmindi Tingkat Nasional tahun 1997 oleh Direktorat Jenderal Perikanan yang diserahkan melalui Bapak F.X. Murdjito, 9) Pada tanggal 17 Juli 1998, Pemenang Harapan I Lomba Inmindi Tingkat Nasional Tahun 1997/1998, 10) Pada tanggal 16 September 2001, Penghargaan Ketahanan Pangan Tingkat Nasional Tahun 2001 di Istana Negara Jakarta, 11) Pada tanggal 18-24 September 2001, Penghargaan atas partisipasi dan kerjasama dalam acara Forum Komunikasi Seminar Ilmiah Mahasiswa Perlindungan Tanaman Indonesia XV (FX SIMPATI XV) MUNAS dan MUKERNAS IX: Reposisi Peran dan Fungsi Perlindungan Tanaman dalam mendukung Keamanan dan Ketahanan Pangan yang Berbasiskan Pertanian Berkelanjutan Memasuki Era Pasar Bebas HIMASITA IPB, 12) Pada tanggal 9 Oktober 2001, Juara I Lomba Intensifikasi Khusus (Insus) Padi Tingkat Provinsi Tahun 2001 oleh Gubernur Jawa Barat,
48
13) Pada tanggal 16 November 2001, mewakili Provinsi Bogor mengikuti Perlombaan Insus Padi Tingkat Provinsi Tahun 2001 oleh Menteri Pertanian (Prof. Dr. Ir. Bungaran Saragih, M.Ec), 14) Pada tanggal 3 Juni 2002, Penghargaan kepada M. Anduy sebagai juara I Perlombaan Intensifikasi Pertanian Tingkat Provinsi Jawa Barat. Pada tingkat madya ini, jumlah anggota kelompok tani Mekarsari meningkat menjadi 90 orang. Pada tahun 1997, kelompok tani Mekarsari berubah tingkatnya menjadi kelompok tani kelas utama yakni tingkat provinsi. Anggota kelompok tani ini tidak mengalami perubahan. Pada tahun 2008, pemerintah membuat sebuah program dalam rangka meningkatkan taraf hidup petani melalui program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP). Program ini berupa pemberian bantuan modal yang akan dikelola oleh lembaga perdesaan yakni Gapoktan. Desa Purwasari menjadi salah satu desa penerima bantuan dana tersebut. Akan tetapi karena di desa ini belum memiliki Gapoktan, maka dibentuklah Gapoktan yang terdiri dari beberapa kelompok tani yang sudah ada dan sudah tergabung sebelumnya yakni Kelompok Tani Mekarsari, Kelompok Tani Hegarsari, Kelompok Tani Rawasari, dan Kelompok Tani Keramat Sari, serta Kelompok Tani Bakti tani. Kelima kelompok tani ini bergabung menjadi sebuah Gapoktan yang bernama Gapoktan Mekarsari. Gapoktan Mekar Sari ini resmi berdiri pada tanggal 3 Maret 2008. Perkembangan jumlah anggota kelompok tani dan anggotanya pada Gapoktan Mekarsari mengalami perubahan pada saat sebelum dan sesudah PUAP. Pada saat sebelum diadakannya PUAP di Desa Purwasari, anggota Gapoktan hanya sebanyak 32 orang. Akantetapi sesudah adanya proram PUAP, anggota Gapoktan bertambah menjadi 178 orang. Peningkatan anggota yang terjadi sebesar 456 persen. Perubahan yang sangat tinggi ini terjadi karena adanya program PUAP. Program PUAP ini menarik karena menawarkan bantuan modal bagi semua petani, baik perempuan maupun laki-laki. Perkembangan jumlah anggota Gapoktan Mekarsari sebelum dan sesudah adanya PUAP dapat dilihat pada Tabel 7 di bawah ini.
49
Tabel 7. Perkembangan Jumlah Anggota Gapoktan Mekar Sari Sebelum dan Sesudah adanya PUAP Jumlah anggota (orang) Nama Kelompok Persentase Tani Perubahan (%) Sebelum PUAP Sesudah PUAP Mekarsari
20
53
165
Hegarsari
13
78
500
Rawasari
14
36
157
Keramatsari
1
1
0
Bakti Tani
2
11
450
Total
32
178
456
Gapoktan Mekarsari memiliki struktur kepengurusan baru setelah Gapoktan ini resmi dibentuk pada tahun 2008. Adapun struktur Kepengurusan pada Gapoktan Mekarsari adalah sebagai berikut : a. Ketua
: Suhanda
b. Sekretaris
: Dindin
c. Bendahara
: Suganda
d. Seksi – seksi
5.3.
Seksi Tanaman dan Kehutanan
: H. Andung
Seksi Peternakan
: Abdul Hadi
Seksi Pengamatan Hama Terpadu
: Inan Sarta
Seksi Usaha
: Edi Basri
Seksi Mitra Cai
: U. Juarsah
Seksi Wanita Tani
: Euis Fatimah
Seksi Taruna Tani
: Supriadi
Gambaran Umum Usahatani Petani Padi Penerima PUAP Petani di Desa Mekarsari, baik penerima maupun non penerima PUAP
memiliki bermacam-macam cara dalam melakukan usahatani padi. Desa Mekarsari sendiri memiliki tiga dusun yang terdiri dari Dusun Situ Uncal, Dusun Rawasari, dan Dusun Cisasah. Masing-masing dusun terkadang memiliki cara berbeda karena adanya perbedaan topografi dan kesuburan lahan. Hal inilah yang menyebabkan adanya perbedaan pola tanam dan penggunaan input. Proporsi
50
responden penerima PUAP meliputi Dusun Situ Uncal 12 orang, Dusun Rawasari 8 orang, dan Dusun Cisasah 5 orang. 5.3.1. Pesemaian Proses ini meliputi penebaran benih pada sepetak lahan. Benih yang ditebar selanjutnya berkembang menjadi bibit yang siap untuk ditanam. Varietas benih padi yang umum digunakan oleh petani Desa Purwasari adalah benih padi Ciherang.
Perlakuan benih sebelum disebar di tempat persemaian adalah
perendaman benih yang dilakukan untuk merangsang perkecambahan, sehingga diperoleh benih yang siap disebar dan tumbuh secara optimal di lahan persemaian. Benih dimasukkan ke dalam karung, kemudian direndam selama 48 jam, setelah itu diperam kembali di darat yaitu di tempat yang lembab dan terlindung dari sinar matahari selama 48 jam. Benih yang telah diperam tersebut kemudian disebar di lahan persemaian, baik itu di darat maupun di air (sawah). Lama waktu persemaian di darat dan di air memiliki perbedaan yaitu, lama waktu persemaian benih padi di darat lebih lama dibandingkan dengan lama waktu persemaian di darat.
Lama waktu
persemaian benih di air sekitar 20-25 hari, sedangkan di darat sekitar 17-22 hari. Penggunaan benih pada petani penerima PUAP mencapai 36,04 kg per Ha atau di atas rata-rata dari yang dianjurkan sebesar 25 kg per Ha.. Hal ini terjadi karena pada umumnya petani penerima PUAP membeli benih padi yang lebih murah di Gapoktan. Petani juga cenderung menebar benih lebih banyak agar benih tersebut tidak dimakan burung. Biasanya untuk beberapa petani kecil di Desa Mekarsari, dengan luas lahan kurang dari satu Ha pesemaian dilakukan secara bersamaan. 5.3.2. Pengolahan Tanah Pengolahan tanah yang dilakukan petani responden penerima PUAP bertujuan untuk menciptakan struktur tanah yang mendukung pertumbuhan dan perkembangan tanaman. Selain itu untuk menstabilkan kondisi tanah yakni memperbaiki sifat fisik tanah dan memperbaiki pengairan sehingga diharapkan hasil yang diperoleh akan maksimal (Purwono & Purnamawati 2007). Proses pengolahan tanah biasanya dilakukan antara 25-30 hari sebelum masa tanam, yaitu sambil menunggu benih yang disemai. Kegiatan pengolahan tanah meliputi
51
(1) penguatan dan perbaikan pematang, (2) pengolahan tanah, (3) perataan tanah dan pembersihan di sekitar pematang, serta (4) pembuatan garis tanaman. Pada proses pengolahan tanah, biasanya memerlukan HOK yang relatif besar. Namun untuk sebagian besar petani penerima PUAP, pengolahan tanah tidak memerlukan HOK sebesar non penerima PUAP. Hal ini terjadi karena sebagian besar responden bertempat tinggal di Dusun Situ Uncal, dimana tekstur tanah di dusun ini memang tidak terlalu keras seperti di Dusun Cisasah maupun Rawasari. 5.3.3. Penanaman Penanaman bibit yang dilakukan oleh petani responden penerima PUAP di Desa Purwasari pada umunya masih secara konvensional dimana jarak tanam antar bibit relatif dekat. Selain itu jumlah bibit per rumpun yang ditanam masih banyak yaitu berkisar 3-5 bibit per rumpun. Hal ini dilakukan karena adanya kekhawatiran merebaknya keong mas sehingga apabila bibit yang ditanam sedikit akan habis dimakan keong. Penanaman atau nandur biasa dilakukan oleh tenaga kerja wanita baik dari dalam maupun luar keluarga. 5.3.4. Penyiangan dan Penyulaman Penyiangan dan penyulaman bertujuan untuk mencabut gulma yang dapat mengganggu
pertumbuhan
padi,
menghindari
serangan
hama/penyakit,
membuang tanaman padi yang dapat menyiangi penyerapan unsur hara, dan menggemburkan tanah di sekitar tanaman.
Penyiangan (ngarambet) pada
umumnya dilakukan dua kali. Sebagian besar petani penerima PUAP memiliki lahan yang lebih tahan dari serangan gulma, sehingga rata-rata per luasan lahannya hanya menggunakan 14,864 HOK atau lebih rendah dari non penerima PUAP yang memang rentan dari serangan gulma sehingga memerlukan lebih banyak jumlah tenaga kerja. Penyiangan dan penyulaman pada umumnya dilakukan oleh tenaga kerja wanita.
Akan tetapi, apabila dilakukan oleh tenaga kerja dalam keluarga,
penyiangan dan penyulaman juga dilakukan oleh pria. 5.3.5. Pemupukan Pemupukan pada umumnya dilakukan 2 hingga 3 kali untuk setiap musim tanam yaitu pada saat pengolahan lahan, sekitar 7-14 hari penanaman dan 40-50 52
hari setelah penanaman.
Pupuk yang digunakan petani responden penerima
PUAP sebagian besar merupakan pupuk anorganik, yaitu pupuk Urea, TSP, KCl, dan Phonska. Anjuran penggunaan pupuk Urea, TSP, KCL, dan Phonska masingmasing per Ha adalah 200 kg, 75 – 100 kg, 75 – 100 kg, dan 300 kg, sedangkan penggunaannya pada petani padi penerima PUAP adalah pupuk Urea per Ha mencapai 228,952 kg, pupuk TS 106,027 kg, pupuk KCl 17,197 kg, dan pupuk Phonska 59,069 kg. Responden penerima PUAP juga sudah mulai menggunakan pupuk organik seperti pupuk kandang. Hal ini terjadi karena sebagian besar responden penerima PUAP sudah mulai beralih pada sistem pertanian semi organik. Anjuran penggunaan pupuk kandang adalah 2000 – 5000 kg, sedangkan penggunaan pupuk organik per Ha mecapai 336,474 kg. 5.3.6. Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman Aktivitas pengendalian hama dan penyakit tanaman dengan penyemprotan yang dilakukan petani responden disesuaikan dengan kondisi hama yang menyerang lahan pertanian.
Obat cair yang umum digunakan oleh petani
responden adalah decis dan matador.
Frekuensi penyemprotan disesuaikan
dengan tingkat kerusakan yang dialami tanaman padi. Biasanya penyemprotan dilakukan 1 – 3 kali dalam satu musim. Pada sebagian besar responden penerima PUAP terutama yang sudah mulai beralih pada sistem pertanian semi organik, penyemprotan dengan bahan-bahan kimia sudah dikurangi atau tidak lagi digunakan. 5.3.7. Pemanenan Tahapan panen dilakukan ketika padi sudah berumur sekitar 100-120 hari. Kegiatan pemanenan ini terdiri dari kegiatan mengarit, ngagebot atau merontokkan padi dari pohonnya, penjemuran atau pengeringan gabah, dan pengangkutan. Jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan untuk kegiatan ini cukup besar. Tenaga kerja yang digunakan bisa dari dalam dan luar keluarga. Jika dari dalam keluarga, biasanya seluruh anggota keluarga diturunkan langsung. Biasanya pemanenan membutuhkan waktu antara satu hingga dua hari. Sebagian besar petani penerima PUAP merupakan petani yang memiliki produktivitas kerja yang cukup tinggi, sehingga jumlah HOK yang digunakan lebih sedikit dibandingkan
53
dengan non penerima PUAP. Hal ini terjadi karena faktor usia dimana petani penerima banyak yang berada pada usia produktif. 5.4.
Gambaran Umum Usahatani Petani Padi Non Penerima PUAP Seperti yang telah disebutkan, petani di Desa Mekarsari, baik penerima
maupun non penerima PUAP memiliki bermacam-macam cara dalam melakukan usahatani padi. Desa Mekarsari sendiri memiliki tiga dusun yang terdiri dari Dusun Situ Uncal, Dusun Rawasari, dan Dusun Cisasah. Sebagian besar responden non penerima PUAP berada di daerah ini. Proporsi responden penerima PUAP meliputi Dusun Situ Uncal 5 orang, Dusun Rawasari 8 orang, dan Dusun Cisasah 12 orang. 5.4.1. Pesemaian Proses ini meliputi penebaran benih pada sepetak lahan. Benih yang ditebar selanjutnya berkembang menjadi bibit yang siap untuk ditanam. Varietas benih padi yang umum digunakan oleh petani Desa Purwasari adalah benih padi Ciherang.
Perlakuan benih sebelum disebar di tempat persemaian adalah
perendaman benih yang dilakukan untuk merangsang perkecambahan, sehingga diperoleh benih yang siap disebar dan tumbuh secara optimal di lahan persemaian. Benih dimasukkan ke dalam karung, kemudian direndam selama 48 jam, setelah itu diperam kembali di darat yaitu di tempat yang lembab dan terlindung dari sinar matahari selama 48 jam. Benih yang telah diperam tersebut kemudian disebar di lahan persemaian, baik itu di darat maupun di air (sawah). Lama waktu persemaian di darat dan di air memiliki perbedaan yaitu, lama waktu persemaian benih padi di darat lebih lama dibandingkan dengan lama waktu persemaian di darat.
Lama waktu
persemaian benih di air sekitar 20-25 hari, sedangkan di darat sekitar 17-22 hari. Responden non penerima PUAP rata-rata per Ha menggunakan benih sebanyak 26,087 kg per Ha. Penggunaan benih pada responden non penerima PUAP jauh lebih sedikit dibandingkan penerima PUAP. Hal ini terjadi karena harga benih yang lebih mahal terkait banyak responden non penerima PUAP yang jauh dari Dusun Situ Uncal yang merupakan tempat Gapoktan menjual benih murah. Akan tetapi penggunaan benih yang lebih mahal lebih meyakinkan karena kualitasnya
54
yang lebih baik. Biasanya untuk beberapa petani kecil di Desa Mekarsari, dengan luas lahan kurang dari satu Ha pesemaian dilakukan secara bersamaan. 5.4.2. Pengolahan Tanah Pengolahan tanah yang dilakukan petani responden bertujuan untuk menciptakan struktur tanah yang mendukung pertumbuhan dan perkembangan tanaman, selain itu untuk menstabilkan kondisi tanah yakni memperbaiki sifat fisik tanah dan memperbaiki pengairan sehingga diharapkan hasil yang diperoleh akan maksimal (Purwono & Purnamawati 2007). Proses pengolahan tanah biasanya dilakukan antara 25-30 hari sebelum masa tanam, yaitu sambil menunggu benih yang disemai. Kegiatan pengolahan tanah meliputi (1) penguatan dan perbaikan pematang, (2) pengolahan tanah, (3) perataan tanah dan pembersihan di sekitar pematang, serta (4) pembuatan garis tanaman. Pada proses pengolahan tanah, petani non penerima PUAP memerlukan HOK yang relatif besar dibandingkan responden penerima PUAP. Hal ini terjadi karena responden non penerima PUAP banyak yang menanam di daerah-daerah di sekitar Dusun Rawasari dan Dusun Cisasah. Kedua dusun ini pada umumnya lebih sulit untuk keras dan sulit diolah dibandingkan dengan Dusun Situ Uncal. 5.4.3. Penanaman Penanaman bibit yang dilakukan oleh petani responden di Desa Purwasari pada umunya masih secara konvensional dimana jarak tanam antar bibit relatif dekat. Selain itu jumlah bibit per rumpun yang ditanam masih banyak yaitu berkisar 3-5 bibit per rumpun. Hal ini dilakukan karena adanya kekhawatiran merebaknya keong mas sehingga apabila bibit yang ditanam sedikit akan habis dimakan keong. Penanaman atau nandur biasa dilakukan oleh tenaga kerja wanita baik dari dalam maupun luar keluarga. 5.4.4. Penyiangan dan Penyulaman Penyiangan dan penyulaman bertujuan untuk mencabut gulma yang dapat mengganggu
pertumbuhan
padi,
menghindari
serangan
hama/penyakit,
membuang tanaman padi yang dapat menyiangi penyerapan unsur hara, dan menggemburkan tanah di sekitar tanaman.
Penyiangan (ngarambet) pada
umumnya dilakukan dua kali. Petani non penerima PUAP yang sebagian besar 55
menanam padi di Dusun Rawasari dan Dusun Cisasah, pertumbuhan tanaman yang tidak diinginkan relatif lebih cepat, sehingga biasanya memerlukan jumlah HOK yang lebih banyak. Penyiangan dan penyulaman pada umumnya dilakukan oleh tenaga kerja wanita.
Akan tetapi, apabila dilakukan oleh tenaga kerja dalam keluarga,
penyiangan dan penyulaman juga dilakukan oleh pria. 5.4.5. Pemupukan Pemupukan pada umumnya dilakukan 2 hingga 3 kali untuk setiap musim tanam yaitu pada saat pengolahan lahan, sekitar 7-14 hari penanaman dan 40-50 hari setelah penanaman. Pupuk yang digunakan petani responden sebagian besar merupakan pupuk anorganik, yaitu pupuk Urea, TSP, KCl, dan Phonska. Anjuran penggunaan pupuk Urea, TSP, KCL, dan Phonska per Ha masing-masing adalah 200 kg, 75 – 100 kg, 75 – 100 kg, dan 300 kg, sedangkan penggunaannya pada petani padi non penerima PUAP adalah pupuk Urea per Ha mencapai 308,924 kg, pupuk TS 210,526 kg, pupuk KCl 11,441 kg, dan pupuk Phonska 82,685 kg Pada responden non penerima PUAP, jarang yang menggunakan pupuk organik. Hanya beberapa orang petani saja yang menggunakan pupuk organik. Sebagian dari petani menuturkan alasan mengapa tidak menggunakan pupuk kandang sebagai pupuk dasar adalah dengan penggunaan pupuk kandang maka akan menambah biaya sedangkan hasil panen yang diperoleh tidak akan jauh berbeda. 5.4.6. Pengendalian Hama dan Penyakit Tanaman Aktivitas pengendalian hama dan penyakit tanaman dengan penyemprotan yang dilakukan petani responden disesuaikan dengan kondisi hama yang menyerang lahan pertanian.
Obat cair yang umum digunakan oleh petani
responden adalah decis dan matador.
Frekuensi penyemprotan disesuaikan
dengan tingkat kerusakan yang dialami tanaman padi. Biasanya penyemprotan dilakukan 1 – 3 kali dalam satu musim. Bagi sebagian besar responden non penerima padi yang menanam padi pada Dusun Cisasau dan Dusun Rawasari yang relatif lebih sering diserang hama dan penyakit, upaya pemberantasan OPT seperti penyemprotan obat-obatan lebih sering dilakukan. Sebagian besar petani bahkan menggunakan obat-obatan pemberantas hama di atas batas yang dianjurkan yaitu
56
sebanyak 408,543 ml per Ha. Untuk sayuran sendiri, penggunaan obat-obatan yang dianjurkan sebesar 200 ml per Ha. Pada tanaman padi, penggunaan merek obat-obatan yang disebutkan di atas sebenarnya sudah tidak diperbolehkan lagi karena dapat merusak tanaman. 5.4.7. Pemanenan Tahapan panen dilakukan ketika padi sudah berumur sekitar 100-120 hari. Kegiatan pemanenan ini terdiri dari kegiatan mengarit, ngagebot atau merontokkan padi dari pohonnya, penjemuran atau pengeringan gabah, dan pengangkutan. Jumlah tenaga kerja yang dibutuhkan untuk kegiatan ini relatif besar, sehingga HOK yang digunakan juga besar. Tenaga kerja yang digunakan bisa dari dalam dan luar keluarga. Jika dari dalam keluarga, biasanya seluruh anggota keluarga diturunkan langsung. Biasanya pemanenan membutuhkan waktu antara satu hingga dua hari.
Petani non penerima PUAP lebih banyak
menggunakan tenaga kerja karena petani non penerima PUAP banyak yang usianya sudah tidak produktif lagi, sehingga memerlukan TKLK lebih banyak. 5.5.
Karakteristik Responden Petani Padi Penerima dan Non Penerima PUAP di Desa Mekarsari
5.5.1.
Usia Petani Responden Berdasarkan kriteria usia, petani responden penerima BLM-PUAP yang
berusahatani padi dibagi menjadi tiga kelompok angkatan kerja, yaitu kelompok usia 0 sampai 25 tahun, kemudian dari umur 26 tahun sampai 50 tahun dan dari 51 tahhun sampai umur 75 tahun. Sebaran petani responden penerima dan non penerima PUAP dari masing-masing kelompok usia dapat dilihat pada Tabel 8. Tabel 8. Sebaran Petani Responden Penerima dan Non Penerima PUAP Berdasarkan Kelompok Usia Persentase (%) Golongan Umur (Tahun) Penerima PUAP Non Penerima PUAP 0-25
4
4
26-50
76
56
51-75
20
40
Total
100
100
57
Dari kedua jenis kelompok responden ini, dapat disimpulkan bahwa sebagian besar petani di Desa Purwasari merupakan petani padi yang tegolong dalam usia yang produktif, tetapi tidak menutup kemungkinan untuk yang berusia lanjut melakukan usahatani padi ini. Akan tetapi apabila dibandingkan, kelompok penerima PUAP lebih banyak yang berusia produktif dibandingkan dengan non penerima. Petani non penerima PUAP lebih banyak yang melakukan usahatani pada usia di atas produktif, yaitu pada rentang usia 51-75 tahun dibandingkan non penerima PUAP. Jika dilihat dari tenaga kerja, maka wajar jika lebih banyak petani non penerima PUAP menggunakan tenaga kerja luar keluarga (TKLK) karena rentang usia ini, produktivitas tenaga kerja sudah mulai menurun, sehingga para petani responden ini banyak memilih untuk menggunakan TKLK. 5.5.2. Tingkat Pendidikan Tingkat pendidikan rendah merupakan salah satu hal yang masih melekat pada karakteristik petani pada umunya. Tingkat pendidikan dari sebagian besar petani responden adalah sekolah dasar.
Gambaran tingkat pendidikan petani
penerima dan non penerima PUAP dapat dilihat pada Tabel 9. Tabel 9.
Sebaran Responden Petani Responden Penerima dan Non Penerima PUAP Berdasarkan Tingkat Pendidikan Persentase (%) Tingkat Pendidikan Penerima PUAP Non Penerima PUAP
SD
68
68
SMP
16
20
SMA
16
12
Total
100
100
Dari Tabel 9, dapat disimpulkan bahwa petani di Desa Mekarsari sebagian besar atau sekitar 68 persen merupakan responden yang hanya mengenyam pendidikan SD. Namun apabila dibandingkan, responden penerima PUAP lebih banyak yang mengenyam pendidikan yang lebih tinggi, seperti SLTA dibandingkan non penerima PUAP.
58
5.5.3. Status Kepemilikan Lahan sawah yang dimiliki oleh petani responden, baik penerima maupun non penerima sebagian besar merupakan lahan milik pribadi yang kemudian digarap sendiri ataupun menggunakan sistem ngepak dengan perbandingan 4:1. Jumlah petani responden penerima dan non penerima PUAP berdasarkan kriteria status kepemilikan lahan dapat dilihat pada Tabel 10. Tabel 10. Sebaran Petani Responden Penerima dan Non Penerima PUAP Berdasarkan Kriteria Status Kepemilikan Lahan Persentase (%) Status Kepemilikan Penerima PUAP Non Penerima PUAP Pemilik penggarap
88
100
Penyewa
8
0
Penyakap/bagi hasil
4
0
100
100
Total
Dari Tabel 10 dapat disimpulkan bahwa sebagian besar petani responden merupakan pemilik sekaligus penggarap lahan. Status kepemilikan lahan ini akan berpengaruh pada analisis pendapatan usahatani, dimana akan terdapat perbedaan antara pengklasifikasian biaya tunai dan biaya diperhitungkan. Dapat dipastikan bahwa pada petani non penerima PUAP, 100 persen biaya sewa lahan akan masuk pada biaya diperhitungkan. Lain halnya dengan responden penerima PUAP dimana biaya sewa lahan akan dimasukkan pada biaya tunai maupun biaya diperhitungkan sesuai dengan proporsi kepemilikan lahan. 5.5.4. Luas Lahan Berdasarkan luas lahan, petani responden dibagi menjadi dua kategori, yaitu < 0,5 Ha dan 0,5 – 1 Ha. Jumlah petani responden penerima dan non penerima PUAP berdasarkan kriteria luas lahan dapat dilihat pada Tabel 11.
59
Tabel 11. Sebaran Petani Responden Penerima dan Non Penerima PUAP Berdasarkan Kriteria Luas Lahan Persentase (%) Luas Lahan (Ha) Penerima PUAP Non Penerima PUAP < 0,5
72
88
0,5 – 1
28
12
Total
100
100
Dari Tabel 11 dapat disimpulkan bahwa responden petani penerima PUAP lebih banyak yang memiliki lahan antara 0,5 hingga 1 Ha (rata-rata 0,25 Ha). Namun tidak dapat dipungkiri bahwa sebagian besar responden, baik penerima maupun non penerima PUAP memiliki lahan kurang dari 0,5 Ha. Hal ini mengindikasikan bahwa sebagian besar responden merupakan kategori petani yang memiliki skala usaha yang rendah. 5.5.5. Pengalaman Berusaha Petani Responden Pengalaman berusahatani yang dimiliki oleh petani responden dapat mempengaruhi terhadap kemampuan petani dalam mengetahui dan menguasai teknik budidaya dalam kegiatan usahatani
yang dijalankan. Pengalaman
berusahatani petani responden penerima dan non penerima PUAP dapat dilihat pada Tabel 12. Tabel 12. Sebaran Petani Responden Penerima dan Non Penerima PUAP Berdasarkan Kriteria Pengalaman Berusahatani Persentase (%) Lama Pengalaman Bertani (Tahun) Penerima PUAP Non Penerima PUAP ≤ 10
12
12
11-20
40
28
21-30
16
28
>30
32
28
Total
100
100
60
Dari Tabel 12, dapat disimpulkan bahwa petani responden di Desa Mekarsari sebagian besar memiliki pengalaman di atas 10 tahun pada usahatani padi. Rata-rata petani di Desa Purwasari menggunakan pengalaman mereka untuk menggunakan input produksi mereka, seperti pada penggunaan pupuk, benih, maupun pestisida. Tak heran jika penggunaan input-input tersebut tidak sesuai dengan dosis yang yang dianjurkan. Walaupun tidak sesuai dengan dosis yang dianjurkan, tetapi produksi mereka cukup tinggi.
61
VI. HASIL DAN PEMBAHASAN 6.1.
Proses Penyaluran PUAP di Gapoktan Mekarsari Pemerintah menunjuk Gapoktan sebagai kelembagan perdesaan yang
mengelola dan menyalurkan dana PUAP.
Gapoktan sebagai salah satu
kelembagaan pertanian berperan dalam mengatur dana PUAP agar dana tersebut dapat bermanfaat bagi anggotanya. Dalam hal ini, pemerintah menetapkan beberapa kriteria Gapoktan yang dapat menerima dana PUAP. Kriteria tersebut diantaranya : 1) Memiliki SDM yang mampu mengelola usaha agribisnis, 2) Memiliki struktur kepengurusan yang aktif, 3) Dimiliki dan dikelola oleh petani, 4) Ketua Gapoktan adalah petani yang berdomisili di lokasi, 5) Dikukuhkan dan ditetapkan oleh Bupati atau Walikota, 6) Apabila pada desa tersebut tidak terdapat Gapoktan dan baru ada Poktan, maka Poktan dapat ditunjuk menjadi penerima PUAP dan untuk selanjutnya ditumbuhkan menjadi Gapoktan. Pemerintah memberikan kewenangan pada masing-masing Gapoktan dalam penyaluran dana PUAP kepada anggotanya (Deptan 2008). Dalam hal ini, tidak ada Standard Operational Prosedure (SOP) khusus yang ditetapkan pemerintah pada penyaluran dana PUAP kepada anggotanya. Yang perlu diperhatikan adalah dana tersebut harus disalurkan untuk keperluan peningkatan kesejateraan masyarakat dengan pengembangan usaha agribisnis. Menurut Hayami dan Kikuchi 1987, diacu dalam Prihartono 2009, kelembagaan sebagai salah satu aturan main dalam interaksi personal. Dalam hal ini, Gapoktan memiliki aturan main sendiri dalam menyalurkan dana PUAP kepada anggotanya, baik tertulis maupun tidak tertulis, baik formal maupun informal. Pada Gapoktan Mekarsari sendiri, penyaluran dana PUAP kepada anggotanya menerapkan beberapa persyaratan, diantaranya mengumpulkan Kartu Tanda Penduduk (KTP), Kartu Keluarga (KK), dan telah terdaftar menjadi anggota Gapoktan Mekarsari. Adapun persyaratan menjadi anggota Gapoktan antara lain: 1) Anggota kelompok tani, 2) Membayar simpanan pokok sebesar Rp 50.000,
62
3) Membayar simpanan wajib Rp 5.000/bulan, 4) Aktif dalam kegiatan yang diselenggarakan oleh kelompok tani maupun Gapoktan, 5) Memenuhi ketentuan Anggaran Dasar (AD) maupun Anggaran Rumah Tangga (ART) Gapoktan, 6) Mendapat persetujuan tim verifikasi. Adapun ketentuan dalam peminjaman antara lain : 1) Anggota Gapoktan yang memenuhi persyaratan, 2) Jasa pinjaman 2 persen per bulan, 3) Jangka waktu pengembalian disesuaikan dengan kemampuan anggota tiap minggu, 4) Besarnya pinjaman adalah Rp 500.000 dan Rp 1.000.0000, 5) Anggota mempunyai usaha. Pada teknisnya, setiap anggota yang meminjam uang sebesar Rp 500.000 diberikan jangka waktu antara 20 hingga 40 minggu dengan angsuran sebesar Rp 15.000 – Rp 30.000. Jika anggota meminjam dalam jangka waktu 40 minggu, maka angsuran yang harus dibayar per minggunya sebesar Rp 15.000 dan jika anggota meminjam dalam jangka waktu 20 minggu, maka angsuran yang harus dibayarkan tiap minggunya sebesar Rp 30.000. Ini artinya total pengembalian yang dibayarkan sebesar Rp 600.000, sehingga ada jasa peminjaman sebesar Rp 100.000 setiap pinjaman atau sebesar 20 persen atau 2 persen tiap bulannya. Jika anggota ingin meminjam kembali atau menambah jumlah pinjaman, pengurus Gapoktan akan melihat riwayat pengembalian anggota
yang
bersangkutan. Jika pada waktu sebelumnya anggota meminjam uang dan mengembalikannya secara tepat waktu, maka pengurus akan memberikan pinjaman kembali, atau bahkan menaikkan jumlah pinjaman sebesar Rp 1.000.000. Tetapi sebaliknya, jika anggota tidak mengembalikan tepat waktu pada pinjaman sebelumnya, maka pengurus Gapoktan akan menunda pinjaman berikutnya. Seperti yang telah disebutkan bahwa total keseluruhan dana PUAP yang diterima Gapoktan sebesar Rp 100.000.000,00. Sebagian besar dana tersebut dialokasikan dalam kegiatan simpan-pinjam kepada petani untuk keperluan
63
produksi atau untuk kegiatan pemasaran hasil dan usaha lainnya. Selain dialokasikan untuk simpan-pinjam, dana PUAP juga digunakan untuk kegiatan penyediaan saprodi seperti pupuk, benih, dan obat-obatan. Pihak pengurus Gapoktan merealisasikan dana pinjaman kepada anggota (petani) sesuai dengan jenis usaha yang benar-benar diminati dan telah berpengalaman. Hal ini dilakukan dengan harapan petani tersebut mampu mengembalikan kredit sesuai dengan ketentuan yang telah disepakati. Dalam menentukan kelayakan calon peminjam, maka pengurus gapoktan membentuk Tim Verifikasi. Tim Verifikasi tersebut beranggotakan masingmasing ketua kelompok dan tokoh masyarakat sekitar. Tim inilah yang nantinya menentukan layak atau tidaknya seorang calon peminjam memperoleh pinjaman. Tim ini juga sekaligus menjadi penjamin jika suatu saat terjadi penunggakan pinjaman.
Untuk
memudahkan
proses
pengembalian,
Ketua
Gapoktan
memberikan tugas kepada Ketua Poktan masing-masing. Setelah pinjaman dibayarkan kepada Ketua Poktan, maka Ketua Poktan wajib menyetorkannya pada Gapoktan. Dalam penyalurannya, terdapat beberapa kendala yang dihadapi Gapoktan. Kendala yang paling berpengaruh adalah banyaknya anggota yang terlambat dalam mengembalikan pinjaman. Jumlah anggota yang terlambat mengembalikan pinjaman pada setiap tahap peminjaman dapat dilihat pada Tabel 13. Tabel 13.
Jumlah Anggota yang Terlambat Mengembalikan Pinjaman Pada Setiap Tahap Peminjaman Nama Poktan Tahap I Tahap 2 Tahap 3 Tahap 4 Mekarsari
32
5
2
0
Hegarsari
13
5
2
1
Rawasari
2
14
4
1
Keramat Sari
1
0
0
0
Bhakti Tani
4
1
0
0
Total Penunggak
52
25
8
2
Total Peminjam
98
62
16
4
Banyaknya anggota yang terlambat mengembalikan pinjaman ini sebagian besar dilakukan oleh petani yang bergerak hanya di sektor primer. Hal ini terjadi 64
karena pada masa tertentu, petani tersebut tidak memiliki biaya untuk mengembalikan pinjaman mingguan. Mereka hanya bisa mengembalikan ketika panen tiba. Akibatnya, biasanya pengurus tidak lagi memberikan pinjaman tahap kedua karena riwayat peminjam yang sulit mengembalikan pinjaman. Selain karena hanya bergerak di sektor primer, adanya mindset petani bahwa pinjaman PUAP ini merupakan bantuan langsung pemerintah seperti BLT membuat sebagian besar penunggak menganggap bahwa pinjaman ini memang untuk mereka, bukan untuk dikembalikan. Pada kenyataannya di lapangan, ada beberapa penyimpangan pada proses penyaluran apabila dikaitkan dengan ketentuan mutlak yang telah ditetapkan oleh pemerintah. Pertama adalah masalah penerima dana PUAP pada petani padi yang sebagian besar berada di satu Dusun, yaitu Dusun Situ Uncal. Dusun Situ Uncal merupakan dusun yang kondisi lahannya paling baik dibandingkan dengan dusun lainnya. Hal ini dapat dilihat dengan tingkat produktivitas lahan yang rata-rata berada pada 6 ton per Ha. Masalahnya adalah petani padi dari Poktan lain yang sebenarnya juga memerlukan dana untuk urusan produksi tidak diberikan kesempatan untuk meminjam. Perputaran modal hanya diberikan pada petani yang sama tanpa memberikan kesempatan kepada petani yang lain. Responden non penerima PUAP yang sudah sering menerima dana PUAP dan tidak difasilitasi oleh Gapoktan biasanya meminjam modal kepada bank keliling. Adapun Dusun Cisasah dan Dusun Rawasari yang merupakan daerah Poktan Hegarsari dan Rawasari juga memang banyak diberikan pinjaman, tetapi pinjaman untuk sektor di luar agribisnis. Dari sini dapat disimpulkan bahwa Gapoktan sebenarnya hanya mendahulukan
petani-petani
yang
memang
memiliki
potensi
untuk
mengembalikan pinjaman tepat waktu tanpa memikirkan untuk apa dana tersebut digunakan. Namun demikian juga tidak dapat dipungkiri masih banyak anggota yang terlambat mengembalikan pinjaman, seperti pada yang terlihat pada Tabel 18. Padahal sesuai dengan ketentuan, seharusnya dana PUAP tersebut digunakan untuk sektor agribisnis. Dari sini dapat disimpulkan juga bahwa peran Gapoktan sebagai penyalur dana PUAP sudah seperti bank keliling biasa. Hal kedua yang dianggap janggal adalah banyaknya penerima PUAP yang sebagian besar merupakan satu keluarga dengan Tim verifikasi, seperti ketua
65
Poktan. Hal ini mengindikasikan adanya unsur nepotisme yang dilakukan oleh salah satu Ketua Poktan. Adanya unsur nepotisme ini juga membuat dana yang seharusnya digunakan untuk usaha di sektor agribisnis malah digunakan untuk kegiatan non produktif. Hal ini terjadi karena peminjam yang terkait dengan unsur nepotisme tersebut ternyata tidak memiliki usaha. Penulis menemukan fakta ini ketika sedang melakukan pengambilan data responden di salah satu Poktan. Sebagian besar peminjamnya merupakan satu keluarga dengan ketua Poktan dan beberapa diantaranya ketika ditanyakan mengenai usaha apa yang dijalankan, ternyata mereka menjawab tidak melakukan kegiatan usaha sama sekali. Hal yang ketiga adalah adanya pungutan tambahan di luar biaya administrasi yang telah ditetapkan Gapoktan. Biaya ini dipungut oleh salah satu Ketua Poktan dengan alasan biaya administrasi tambahan. Hal ini terlihat ketika penulis mengambil data di salah satu Poktan. Petani penerima PUAP pada Poktan tersebut mengaku dikenai biaya tambahan untuk administrasi. Padahal menurut pengakuan dari Ketua Gapoktan, bunga pinjaman yang dibebankan kepada peminjam digunakan untuk biaya adminstasi seperti buku anggota. Hal keempat adalah mengenai banyaknya data penerima PUAP yang sebenarnya tidak menerima dana PUAP (fiktif). Hal ini terlihat ketika pemilihan calon responden penerima PUAP. Ketika didatangi, ternyata calon responden tersebut mengaku tidak pernah menerima dana PUAP. 6.2.
Penggunaan Input pada Usahatani Padi Sarana produksi merupakan input yang dibutuhkan dalam menjalankan
suatu usahatani. Jenis sarana produksi yang digunakan antara petani penerima PUAP dengan non penerima PUAP pada dasarnya adalah sama, tetapi berbeda dalam hal jumlah. Sarana produksi yang digunakan umumnya terdiri dari lahan, benih, pupuk Urea, TS, KCl, Phonska, pupuk organik, obat-obatan, peralatan seperti cangkul, arit, parang, dan tenaga kerja. 6.2.1. Penggunaan Lahan Luas tanam rata-rata, baik yang dimiliki responden penerima PUAP maupun non penerima PUAP adalah rata-rata kurang dari 1 Ha. Total luas tanam yang digunakan oleh responden penerima PUAP adalah 6,687 Ha dengan rata-rata
66
penggunaan luas tanam 0,247 Ha, sedangkan responden non penerima PUAP adalah sekitar 6,555 Ha dengan rata-rata penggunaan luas tanam 0,262 Ha. Secara uji statistik (Lampiran 4) menunjukkan bahwa p-value (0,921) lebih besar dari derajat kesalahan atau α (0,10), sehingga dapat disimpulkan bahwa penggunaan rata-rata luas tanam yang digunakan antara petani penerima PUAP dan non penerima PUAP tidak berbeda nyata. Dalam hal ini penerima PUAP tidak memiliki perbedaan dalam hal pemanfaatan luas tanam dengan petani non penerima PUAP.
Rata-rata responden petani, baik penerima maupun non
penerima menggunakan lahan kurang dari 0,5 hektar. Dengan ini disimpulkan bahwa responden petani penerima dan non penerima melakukan skala usaha yang kecil atau sebagian besar adalah petani gurem. 6.2.2. Penggunaan Benih Varietas benih yang pada umumnya digunakan oleh responden penerima PUAP maupun non penerima PUAP adalah varietas Ciherang. Idealnya jumlah benih yang digunakan adalah sekitar 20 – 25 kg per hektar (Purwono & Purnamawati, 2007). Namun rata-rata penggunaan benih yang digunakan oleh responden penerima PUAP dan non penerima PUAP di atas dari penggunaan yang dianjurkan. Hal ini menyebabkan ketidakefisienan dalam biaya, karena benih yang digunakan banyaknya di atas rata-rata. Untuk luas lahan1 Ha, responden petani penerima PUAP menggunakan 37,086 kg benih (Lampiran 1) dan responden petani non penerima menggunakan 29,595 kg benih (Lampiran 2). Petani penerima PUAP rata-rata menggunakan benih per Ha lebih banyak dibandingkan dengan petani non penerima PUAP. Menurut beberapa responden, murahnya harga benih yang dijual oleh Gapoktan membuat mereka menggunakan lebih banyak benih untuk ditebar. Harga yang lebih murah ini menyebabkan petani cenderung merasa aman untuk menggunakan benih lebih banyak dengan harapan akan menghasilkan bibit yang baik. Harga yang ditawarkan Gapoktan untuk benih berlabel biru berkisar antara Rp 4000 hingga Rp 5000 per kg (Lampiran 14). Harga ini lebih murah dibandingkan dengan harga di warung atau toko yang berkisar antara Rp 6000 hingga Rp 7000 per kg. Walaupun Gapoktan menjual benihnya pada semua petani di Desa Mekarsari, tetapi biasanya pengurus lebih memprioritaskan petani penerima PUAP untuk membeli benih yang dijual. 67
Akan tetapi ada juga petani penerima PUAP yang membeli di toko. Hal ini terjadi karena lokasi petani yang cukup jauh dengan Gapoktan atau petani tersebut memiliki keyakinan bahwa benih yang dibeli di toko menghasilkan padi yang lebih baik. Responden petani non penerima PUAP biasanya membeli di toko maupun di Gapoktan. Petani yang tempat tinggalnya dekat dengan Gapoktan atau di sekitar kampung Situ Uncal biasanya membeli di Gapoktan. Petani yang berlokasi jauh dari Gapoktan biasanya membeli di toko atau warung. Selain karena lokasi, keyakinan petani bahwa benih yang dijual di toko lebih baik juga mempengaruhi petani untuk lebih membeli benih di toko. Secara uji t-statistik dengan taraf kepercayaan 90 persen, (Lampiran 4), penggunaan rata-rata benih pada petani penerima PUAP dan non penerima PUAP tidak berbeda secara nyata, karena p-value (0,157) yang lebih besar dari α (0,10). Hal ini mengindikasikan bahwa sebenarnya rata-rata penggunaan benih antara responden penerima PUAP dan non penerimaa PUAP adalah sama. 6.2.3. Penggunaan Pupuk Urea, TS, KCl, Phonska, dan Pupuk Organik Pemupukan biasanya dilakukan 2 hingga 3 kali selam musim tanam. Pupuk yang digunakan antara lain pupuk Urea, TS, KCl, Phonska, dan pupuk kandang. Semua responden, baik penerima maupun non penerima PUAP menggunakan pupuk Urea sebagai pupuk dasar maupun pupuk susulan satu dan dua. Selain Urea, TS dan Phonska pun banyak digunakan oleh petani. Walaupun sudah mulai beralih ke pertanian semi organik dengan mengurangi penggunaan obat-obatan, tetapi sedikit petani yang menggunakan pupuk organik. Pupuk organik sebaiknya digunakan dengan dosis 2 hingga 5 ton/ha sebagai pupuk dasar (Purwono&Purnamawati 2007). Namun pada petani responden, penggunaan pupuk organik masih jauh dari yang dianjurkan. Penggunaan pupuk Urea pada petani responden, baik penerima maupun non penerima PUAP sebenarnya melebihi dosis yang dianjurkan yaitu untuk setiap hektarnya, yaitu 200 kg/ha (Purwono&Purnamawati, 2007). Begitu juga dengan penggunaan pupuk TS yang seharusnya dianjurkan pada dosis 75 hingga 100 kg/ha (Purwono&Purnamawati 2007). Berbeda dengan penggunaan tenaga kerja maupun KCl yang sebenarnya masih di bawah dosis yang dianjurkan. 68
Padahal untuk jenis tanah Latosol, penggunaan KCL dan Phonska sangat diperlukan, karena pada tanah jenis ini kurang mengandung unsur P dan K seperti yang terkandung pada pupuk KCl dan Phonska. Dosis yang dianjurkan untuk penggunaan pupuk KCl dan Phonska masing-masing 75 – 100 kg/ha dan 300 kg/ha (Purwono&Purnamawati, 2007). Selanjutnya penggunaan pupuk Pupuk Urea, TS, KCL, Phonska, dan Pupuk Organik pada responden petani penerima PUAP dan non penerima PUAP dapat dilihat pada Tabel 14. Tabel 14.
Penggunaan Rata-rata Pupuk Urea, TS, KCL, Phonska, dan Pupuk Organik pada Responden Petani Penerima PUAP dan Non Penerima PUAP per 1 Ha Penerima PUAP Non Penerima PUAP Pupuk Anjuran (kg) Jumlah (kg) Jumlah (kg)
Urea
228,951
308,924
200*
TS
106,026
210,526
75 – 100*
KCl
17,197
11,441
75 – 100*
PHONSKA
59,069
82,684
300*
336,473
67,124
2000 – 5000*
Pupuk Organik
*Berdasarkan Purwono&Purnamawati 2007
Seperti yang telah dijelaskan bahwa penggunaan pupuk pada responden petani memang ada yang melebihi dan kurang dari dosis yang dianjurkan. Penggunan dosis yang melebihi antara lain penggunaan pupuk Urea dan TS, sedangkan untuk yang dosis pupuknya masih kurang antara lain KCl, Phonska, dan pupuk kandang. Kecuali untuk pupuk Phonska, petani penerima PUAP menggunakan dosis yang lebih mendekati dosis yang dianjurkan.
Hal ini
dimungkinkan karena kebanyakan responden petani penerima PUAP berlokasi lebih dekat dengan Gapoktan, sehingga lebih sering mendapatkan penyuluhan yang diadakan oleh Gapoktan ataupun Poktan. Kegiatan Gapoktan sebenarnya lebih berpusat di Dusun Situ Uncal atau di daerah berdomisilinya Poktan Mekarsari. Tak heran jika pertanian di Kampung Situ Uncal lebih produktif dibandingkan dengan kampung lainnya seperti Kampung Rawasari dan Cisasah yang merupakan pusat dari Poktan Rawasari dan Hegarsari. Lokasi yang cukup jauh membuat petani dari Poktan lain biasanya tidak datang pada penyuluhan
69
ataupun kegiatan-kegiatan yang dilakukan Gapoktan. Untuk mengatasi itu semua, Poktan yang lain seperti Rawasari biasanya berinisiatif mengadakan penyuluhan sendiri. Petani non penerima PUAP diasumsikan sebagian besar merupakan petani yang sudah tidak aktif lagi dengan penyuluhan ataupun kegiatan yang dilakukan oleh Gapoktan. Hal ini karena petani non penerima merasa tidak ada kepentingan terhadap Gapoktan, dengan kata lain sudah tidak aktif dalam keanggotaan Gapoktan. Secara uji t-statistik pada taraf kepercayaan 90 persen, penggunaan pupuk Urea, KCl, dan Phonska tidak berbeda nyata, karena p value lebih besar dibandingkan α (0,10). Nilai p-value Urea Urea 0,231; KCl 0,566; dan Phonska 0,474 (Lampiran 4). Hal ini mengindikasikan bahwa rata-rata penggunaan pupuk Urea, KCl, dan Phonska antara penerima dan non penerima PUAP adalah sama. Berbeda halnya dengan pupuk TS dan pupuk organik. Secara uji-t statistik, penggunaan pupuk TS dan pupuk organik pada petani penerima PUAP dan non penerima PUAP berbeda secara nyata pada α 010, karena nilai p-value lebih kecil dibandingkan α (Lampiran 4). Hal ini terjadi karena responden penerima PUAP yang sebagian besar beralih dari pertanian konvensional ke pertanian semi organik. Dengan adanya program ini, petani penerima PUAP mulai menggunakan pupuk organik dan mulai meninggalkan penggunaan pestisida. Walaupun semi organik, pupuk kimia masih tetap tetap digunakan pada dosis yang sama. 6.2.4. Penggunaan Obat-Obatan Pada Gapoktan Mekarsari, anggota sebenarnya sudah dianjurkan untuk tidak menggunakan obat-obatan atau pestisida karena penggunaannya yang berlebihan dapat merusak ekosistem alam. Terlebih pada penggunaan merek yang digunakan petani sebenarnya sudah tidak dianjurkan untuk digunakan pada tanaman padi. Pada penerima dana PUAP, penggunaan obat-obatan atau pestisida jauh lebih sedikit dibandingkan dengan penggunaan pada non penerima PUAP. Responden petani penerima PUAP biasanya lebih sering menerima penyuluhan tentang bahayanya obat-obatan bagi lingkungan karena pada akhir-akhir ini pun Gapoktan sedang menggalakkan program padi semi organik. Penggunaan obatobatan pada responden petani penerima PUAP dan non penerima PUAP dapat dilihat pada Tabel 15. 70
Tabel 15. Penggunaan Rata-rata Obat-obatan pada Responden Petani Penerima PUAP dan Non Penerima PUAP per 1 Ha Penerima PUAP Non Penerima PUAP Obat-obatan Anjuran Jumlah (ml) Jumlah (ml) Decis
54,583
230,816
200
Matador
40,376
177,726
750
Obat-obatan
94,960
408,543
-
Secara uji-t statistik, penggunaan rata-rata obat-obatan antara petani penerima PUAP dan petani non penerima PUAP memiliki perbedaan yang nyata, karena nilai p-value (0,016) lebih kecil dibandingkan α (Lampiran 4). Hal ini terjadi karena petani penerima PUAP sebagian besar tidak menggunakan obatobatan untuk membasmi hama. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, petani penerima PUAP sudah mulai beralih kearah pertanian semi organik, sehingga penggunaan pestisida mulai sudah dikurangi. Selain itu, daerah petani responden non penerima PUAP berdomisili di Dusun Rawasari dan Dusun Cisaasah. Kedua dusun ini memang sering diserang hama dan penyakit, sehingga petani lebih sering mengambil keputusan menggunakan obat-obatan atau menggunakan obatobatan tersebut dengan dosis yang tinggi. 6.2.5. Penggunaaan Peralatan Peralatan menjadi salah satu hal penting yang harus dimiliki oleh petani untuk menjalankan usahataninya. Peralatan ini sangat menunjang petani untuk bekerja dalam melakukan budidaya. Peralatan yang digunakan oleh petani padi, baik petani penerima maupun non penerima adalah sama yaitu cangkul, arit, parang, garpu, golok, dan semprot untuk membasmi hama jika ada. Pada petani penerima, sedikit yang mempunyai alat semprotan karena penggunaan obatobatan yang sudah dikurangi. Peralatan yang dimiliki petani sangat berpengaruh pada biaya tetap yang akan dikeluarkan oleh petani padi, yaitu biaya penyusutan peralatan. Penghitungan nilai penyusutan dengan menggunakan metode garis lurus antara nilai beli dan umur teknis peralatan tersebut.
71
6.2.6. Penggunaan Tenaga Kerja Penggunaan tenaga kerja menjadi suatu hal yang penting karena tenaga kerja inilah yang akan melakukan kegiatan usahatani, mulai dari persemaian, pengolahan lahan, penanaman, penyiangan, pemupukan, pemberantasan hama, serta panen dan pasca panen. Penggunaan tenaga kerja dalam analisis usahatani menggunakan satuan tenaga kerja Hari Orang Kerja (HOK), sehingga apabila tenaga kerja yang digunakan adalah perempuan, maka harus dikonversikan terlebih dahulu. Upah yang diterima tenaga kerja wanita adalah Rp 17.500 dan upah yang diperoleh tenaga kerja pria adalah Rp 25.000, sehingga 1 HKP = 0,7 HKW (Hari Kerja Wanita) dan 1 HKP = 1 HOK. Tenaga kerja yang digunakan dibagi ke dalam Tenaga Kerja Dalam Keluarga (TKDK) dan Tenaga Kerja Luar Keluarga (TKLK). Tabel 16 menunjukkan rata-rata penggunaan TKDK untuk masing-masing jenis kegiatan yang diperlukan petani penerima PUAP dan non penerima PUAP per 1 Ha. Tabel 16. Penggunaan Rata-rata Tenaga Kerja Dalam Keluarga (TKDK) pada Responden Petani Penerima PUAP dan Non Penerima PUAP per 1 Ha Kegiatan Pesemaian
Penerima PUAP TK/Ha (HOK)
Non Penerima PUAP %
TK/Ha (HOK)
%
3,439
6,853
3,813
6,8101
17,257
34,386
17,086
30,509
Penanaman
4,157
8,283
3,844
6,864
Penyiangan
6,699
13,349
6,483
11,577
Pemupukan
3,7685
7,508
6,407
11,441
1,644
3,277
3,9664
7,082
Panen dan Pascapanen
13,219
26,340
14,401
25,715
Total
50,186
100
56,003
100
Pengolahan Lahan
OPT
Tenaga Kerja Dalam Keluarga (TKDK) adalah tenaga kerja yang diperhitungkan dalam biaya usahatani padi. Hal ini dikarenakan tenaga kerja ini merupakan tenaga kerja yang berasal dari anggota keluarga sendiri yang biasanya upahnya tidak diperhitungkan oleh petani sehingga ini menjadi biaya yang harus diperhitungkan untuk melihat seberapa banyak kebutuhan tenaga kerja dan seberapa besar biaya yang semestinya dikeluarkan oleh petani untuk tega kerja dalam keluarga. Pada Tabel 16, dapat dilihat bahwa petani non penerima PUAP
72
lebih banyak menggunakan tenaga kerja dalam keluarga dibandingkan petani penerima PUAP. Hal ini terjadi salah satunya karena petani penerima PUAP sebagian besar tidak melakukan kegiatan penyemprotan (OPT). Baik pada petani penerima maupun non penerima, kegiatan pengolahan lahan memiliki proporsi yang paling besar dibandingkan dengan kegiatan lainnya. Kegiatan pengolahan lahan bisa berlangsung antara tiga hingga enam hari. Proses pengolahan lahan biasanya dilakukan oleh tenaga kerja pria. Selain proses pengolahan, proses pesemaian, pemupukan dan penyemprotan pun biasanya menggunakan tenaga kerja pria. Pada proses penanaman dan penyiangan, tenaga kerja wanita yang biasanya digunakan. Proses panen dan pascapanen melibatkan tenaga kerja wanita dan pria. Secara uji-t statistik penggunaan TKDK antara petani penerima PUAP dan petani non penerima PUAP tidak memiliki perbedaan yang nyata, karena nilai pvalue (0,315) lebih besar dibandingkan α (Lampiran 4). Jadi penggunaan dana PUAP yang ada tidak membuat penggunaan TKDK lebih intensif pada petani penerima PUAP. Tenaga Kerja Luar Keluarga (TKLK) merupakan tenaga kerja yang berasal dari luar keluarga, sehingga akan berpengaruh pada proporsi pembiayaan usahatani petani padi. Tenaga kerja ini akan membuat petani harus mengeluarkan biaya tunai sebagai upah. Panggunaan TKLK pada responden petani penerima dan non penerima dapat dilihat pada Tabel 17. Tenaga Kerja Luar Keluarga (TKLK) lebih banyak dibutuhkan petani non penerima dibandingkan petani penerima PUAP. Seperti halnya pada penggunaan TKDK, kegiatan pengolahan lahan memiliki proporsi yang paling besar dibandingkan dengan kegiatan lainnya. Kegiatan pengolahan lahan biasanya memakan waktu antara tiga hingga enam hari, tergantung pada lahan dan penggunaan tenaga kerja. Seperti pada TKDK, proses pengolahan lahan biasanya dilakukan oleh tenaga kerja pria. Selain proses pengolahan, proses pesemaian, pemupukan dan penyemprotan pun biasanya menggunakan tenaga kerja pria. Pada proses penanaman dan penyiangan, tenaga kerja wanita yang biasanya digunakan. Proses panen dan pascapanen melibatkan tenaga kerja wanita dan pria.
73
Tabel 17. Penggunaan Rata-rata Tenaga Kerja Luar Keluarga (TKLK) pada Responden Petani Penerima PUAP dan Non Penerima PUAP per 1 Ha Kegiatan Pesemaian
Penerima PUAP TK/Ha(HOK)
Non Penerima PUAP %
TK/Ha(HOK)
%
0,598
0,738
0,152
0,138
40,077
49,510
43,783
39,783
Penanaman
5,338
6,595
10,373
9,426
Penyiangan
8,165
10,086
18,581
16,883
Pemupukan
0,747
0,923
2,135
1,940
OPT
0,149
0,184
0,915
0,831
Panen dan Pascapanen
25,871
31,96
34,111
30,995
Tota
80,948
100
110,053
100
Pengolahan Lahan
Secara uji-t statistik, rata-rata penggunaan TKLK antara petani penerima PUAP dan petani non penerima PUAP memiliki perbedaan yang nyata, karena nilai p-value (0,055) lebih kecil dibandingkan α 10 persen (Lampiran 4). Hal ini terjadi karena dari segi kualitas tenaga kerja, petani penerima PUAP terbukti lebih optimal dan produktif, walaupun dalam jumlah yang jauh lebih sedikit. Selain itu, responden non penerima PUAP lebih banyak yang berada di usia non produktif, sehingga membutuhkan tenaga luar keluarga lebih banyak. Secara keseluruhan, penggunaan tenaga kerja, baik dalam maupun luar keluarga dapat dilihat pada Tabel 18. Secara keseluruhan penggunaan tenaga kerja total antara petani penerima dan non penerima PUAP memiliki perbedaan dalam hal jumlah penggunaan HOK. Hal ini terjadi karena sebagian besar responden non penerima memiliki lahan yang relatif lebih membutuhkan pengolahan dan perawatan ekstra. Lahan pada responden non penerima PUAP pada umumnya berada di Dusun Rawasari dan Cisasah yang memiliki tingkat kesuburan di bawah Dusun Situ Uncal. Selain itu, karakteristik petani antara dusun pun berbeda. Petani penerima PUAP pada umumnya sudah menjalankan sistem pertanian semi organik dimana petani sudah mengurani dan tidak lagi menggunakan obat-obatan serta mengurangi penggunaan bahan-bahan kimia pada tanaman. Dari segi kualitas tenaga kerja, petani penerima PUAP terbukti lebih optimal dan produktif, walaupun dalam jumlah yang jauh lebih sedikit. Selain itu, responden non penerima PUAP lebih banyak yang berada di usia non produktif. 74
Tabel 18. Penggunaan Rata-rata Tenaga Kerja Total pada Responden Petani Penerima PUAP dan Non Penerima PUAP per 1 Ha Penerima PUAP
Non Penerima PUAP
Kegiatan TK/Ha (HOK) Pesemaian
%
TK/Ha (HOK)
%
4,037
3,079
3,966
2,388
57,335
43,722
60,869
36,655
Penanaman
9,496
7,241
14,218
8,562
Penyiangan
14,864
11,335
25,064
15,094
Pemupukan
4,516
3,443
8,543
5,144
OPT
1,794
1,368
4,881
2,939
39,090
29,809
48,512
29,214
131,135
100
166,056
100
Pengolahan Lahan
Panen dan Pascapanen Jumlah
6.3.
Analisis Fungsi Regresi Untuk Produksi Padi Model penduga yang dianalisis adalah model penduga yang berasal dari
petani penerima PUAP maupun non penerima PUAP. Model penduga produksi ini menggunakan metode penduga kuadrat terkecil atau Ordinary Least Square (OLS) untuk mengetahui serta menilai faktor input yang berpengaruh terhadap produksi petani penerima PUAP maupun non penerima PUAP dengan batas α 10 persen atau pada taraf kepercayaan 90 persen. Faktor-faktor penduga produksi merupakan faktor-faktor input yang digunakan oleh petani selama satu musim, sedangkan produksi merupakan hasil produksi petani baik petani penerima maupun non penerima PUAP selama satu musim. 6.3.1. Model Penduga Fungsi Produksi Usahatani Padi Faktor input produksi yang mempengaruhi produksi padi adalah luas lahan, benih, Urea, TS, KCl, Phonska, pupuk organik, pestisida, tenaga kerja, dan dummy yaitu antara petani penerima dan petani non penerima. Adapun hasil penghitungan regresi berganda dapat dilihat pada Lampiran 3. Hipotesis yang dibuat untuk melakukan analisis pada model fungsi produksi padi adalah H0 : variabel-variabel penduga tidak berpengaruh terhadap produksi padi, dan H1 : variabel-variabel penduga berpengaruh terhadap produksi padi. Perhitungan hasil regresi telah membentuk suatu model pendugaan untuk produksi
padi. Berdasarkan hasil pendugaan fungsi produksi diperoleh hasil
bahwa koefisien determinasi (R-Sq) sebesar 88,5 persen. Hal ini menunjukkan bahwa 88,5 persen dari keragaman yang mempengaruhi produksi padi dapat 75
dijelaskan oleh model, sedangkan sisanya sebesar 11,5 persen dapat dijelaskan oleh variabel lain yang tidak terdapat dalam model. Adapun pendugaan parameter model produksi padi petani penerima dan non penerima PUAP dapat dilihat pada Tabel 19. Tabel 19. Peubah
Hasil Pendugaan Parameter Model Fungsi Produksi Padi Petani Penerima PUAP dan Non Penerima PUAP Koefisien T P VIF Elastisitas
Intersep
-572,6
-1,78
0,083
Luas Lahan (X1)
2089
1,86
0,071
8,4
Benih (X2)
24,36
0,95
0,347
3,7
Urea (X3)
11,971
3,51
0,001
7,4
TS (X4)
-4,338
-1,51
0,140
4,4
KCl (X5)
-7,426
-0,83
0,414
1,5
Phonska (X6)
19,338
6
0,000
1,7
Organik (X7)
-1,7742
-2,31
0,026
1,5
Obat-obatan (X8)
-1,4648
-1,81
0,077
1,9
Tenaga Kerja (X9)
12,036
1,37
0,178
2,5
Dummy PUAP (D)
333,6
1,69
0,099
2,0
R-Square
0,885
F-Hitung
30,09
0,331 0,129 0,524 -0,108 -0,017 0,217 -0,057 -0,058 0,283
Keterangan t-Tabel : t 0,10 (n-11) : 1,282 t 0,05 (n-11) : 1,645 t 0,01 (n-11) : 2,326
Pengujian secara menyeluruh model menggunakan uji F, dimana F-hitung yang diperoleh dari perumusan model adalah 30,09. Nilai F-hitung yang dihasilkan oleh model ini lenih besar dari nilai F-tabel (F(0,05)(11,39) = 2,75 ). Oleh karena itu dapat disimpulkan bahwa seluruh variabel penduga yang digunakan dalam model tersebut secara bersama-sama memiliki pengaruh pada produksi padi pada selang kepercayaan 95 persen. Nilai P-value pada model ini sebesar 0,00 (pada Lampiran 3) atau P-value lebih kecil dibandingkan α (0,05), hal ini berarti model penduga tersebut berpengaruh secara nyata pada taraf kepercayaan 95 persen. Nilai VIF (Variance Inflation Factors) dari masing-masing variabel
76
penduga memiliki nilai di bawah 10, hal ini berarti masing-masing variabel bebas tidak saling mempengaruhi atau tidak ada multikolinear. Nilai Durbin-Watson (pada Lampiran 3), yaitu sebesar 2,42823 menunjukkan bahwa model penduga tidak mengalami autokolinear. Dengan meregresikan semua peubah bebas dengan mutlak residualnya maka diperoleh nilai P-value sebesar 0,081. Nilai P-value yang lebih besar dari α (0,05), menunjukkan bahwa asumsi homoskedastisitas terpenuhi. 6.3.2. Analisis Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Produksi Padi Pengujian pengaruh nyata dari masing-masing variabel bebas terhadap produksi padi akan diuji dengan menggunakan uji t dengan membandingkan antara t-hitung dengan t-tabel. Hipotesis awal adal H0 : variabel bebas berpengaruh nyata pada produksi dan H1 : variabel bebas tidak berpengaruh nyata pada produksi. Pengujian variabel bebas terhadap produksi padi dilakukan pada taraf kepercayaan 90 persen dengan tingkat derajat kesalahan atau α 10 persen. 6.3.2.1. Luas Lahan Nilai p-value pada Tabel 18 membuktikan bahwa variabel luas lahan dapat berpengaruh secara nyata terhadap produksi pada selang kepercayaan 90 persen. Nilai t-hitung urea pada hasil regresi mencapai 1,86. Hal ini berarti luas lahan berpengaruh secara signifikan terhadap produksi padi. Nilai koefisien untuk variabel luas lahan adalah sebesar 2089. Hal ini berarti jika terjadi penambahan faktor produksi lahan sebesar satu hektar, maka produksi akan meningkat sebesar 2089 kg dengan menganggap faktor produksi lainnya tetap (cateris paribus). Elastisitas luas lahan terhadap produksi padi dapat dikatakan kurang elastis, yaitu sebesar 0,331. Artinya perubahan input satu persen dari luas lahan maka akan merubah 0,331 persen dari produksi. Penggunaan lahan memang sangat dibutuhkan oleh petani, karena petani responden keseluruhan memiliki lahan di bawah satu hektar. Secara umum, petani di Indonesia merupakan petani gurem dengan luas kepemilikan lahan kurang dari 0,3 hektar (Soekartawi 1982). Pada penelitian ini, rata-rata penggunaan luas lahan adalah 0,25 Ha. Dengan bertambahnya luas lahan, diharapkan petani dapat meningkatkan skala usahanya. Akan tetapi, penambahan luas lahan memerlukan
77
biaya yang tinggi. Untuk menyewa lahan saja diperlukan sekitar Rp 3.000.000 hingga Rp 4.000.000 per Ha. Oleh karena itu, penambahan luas lahan masih dirasa berat untuk sebagaian besar responden. Ditambah lagi dengan semakin menurunnya luas areal tanam di Desa Mekarsari akibat dari banyaknya lahan pertanian yang dibeli. Adanya penambahan luas lahan
sebenarnya dapat
membantu untuk meningkatkan produksi padi. Hal ini juga menjadi jawaban bahwa sebenarnya Kabupaten Bogor memiliki potensi untuk menjadi sentra padi jika luas areal tanam ditambah, karena untuk tingkat produktivitas sendiri Kabupaten Bogor sudah cukup tinggi. 6.3.2.2. Benih Benih merupakan faktor produksi yang dibutuhkan untuk petani. Benih padi memiliki beberapa varietas, seperti Ciherang, Cisadane, IR 64, dan sebagainya. Petani responden menggunakan benihg varietas Ciherang. Koefisien dugaan variabel benih bernilai positif sebesar 24,36 yang berarti setiap peningkatan benih sebesar 1 kg, maka produksi akan meningkat sebesar 24,26 kg. Elastisitas benih terhadap produksi padi dapat dikatakan kurang elastis, yaitu sebesar 0,129. Artinya perubahan input satu persen dari benih maka akan merubah 0,129 persen dari produksi. Pada hasil regresi pada penelitian ini menunjukkan nilai p-value sebesar 0,347. Hal ini membuktikan bahwa variabel benih tidak berpengaruh secara nyata terhadap produksi pada selang kepercayaan 90 persen. Nilai t-hitung urea pada hasil regresi hanya mencapai 0,95. Kondisi ini terjadi karena akhir-akhir ini sering beredar benih padi yang ternyata tidak berkualitas. Hal ini sangat merugikan petani karena dari sekitar 5 kg benih, hanya yang sekitar 2 – 3 kg saja yang bisa disemaikan. 6.3.2.3. Pupuk Urea Pupuk Urea merupakan pupuk yang selalu digunakan oleh keseluruhan responden petani padi. Koefisien dugaan variabel urea bernilai positif sebesar 11,971 yang berarti setiap peningkatan pupuk urea sebesar 1 kg, maka produksi akan meningkat sebesar 11,971 kg. Elastisitas pupuk urea terhadap produksi padi dapat dikatakan kurang elastis, yaitu sebesar 0,524. Artinya perubahan input satu persen dari pupuk Urea maka akan merubah 0,524 persen dari produksi. Nilai p-
78
value pada Tabel 18 membuktikan bahwa variabel Urea dapat berpengaruh nyata terhadap produksi pada selang kepercayaan 90 persen. Nilai t-hitung urea pada hasil regresi mencapai 1,86 atau lebih besar dari t-tabel. Penggunaan pupuk Urea memang dibutuhkan oleh petani responden. Urea merupakan pupuk dengan unsur N yang tinggi. Unsur N digunakan untuk mambantu proses vegetatif tanaman. Pertumbuhan vegetatif merupakan proses pertumbuhan daun dan ranting. Pertumbuhan daun dan ranting yang baik akan membuat proses fotosintesis berjalan dengan baik. Selain itu, pupuk Urea sangat sulit untuk dipalsukan. Hal ini bisa mengurangi risiko penggunaan pupuk palsu yang sekarang sering dikeluhkan masyarakat. 6.3.2.4. Pupuk TS Pupuk TS merupakan pupuk tunggal yang mengandung unsur P. Unsur P digunakan untuk pertumbuhan akar agar daya unsur yang ada di dalam tanah dapat diserap dengan baik. Unsur P juga menyebabkan tanaman menjadi lebih kokoh. Koefisien dugaan variabel pupuk TS bernilai negatif sebesar 4,338 yang berarti setiap peningkatan pupuk TS sebesar 1 kg, maka produksi akan menurun sebesar 4,338 kg. Elastisitas pupuk TS terhadap produksi padi dapat dikatakan kurang elastis, yaitu sebesar 0,108. Artinya perubahan input satu persen dari pupuk TS maka akan merubah 0,108 persen dari produksi. Pada penelitian ini, nilai p-value pupuk TS sebesar 0,140 apabila dibandingkan dengan nilai α (0,1), maka P-value > α. Hal ini menunjukkan bahwa variabel pupuk TS tidak signifikan mempengaruhi produksi padi. Penggunaan pupuk TS yang tidak berpengaruh secara nyata bisa diakibatkan oleh penggunaan dosis yang tidak berimbang. Pada responden yang diwawancarai, sebagian besar menggunakan pupuk TS dalam dosis yang tinggi. Padahal tanah mempunyai kemampuan menyerap unsur hara yang terbatas. Kemampuan menyerap unsur hara yang terbatas membuat tanah tidak dapat menyerap unsur P yang terkandung pada TS, sehingga penggunaan pupuk TS tidak memiliki pengaruh pada produksi padi. Selain itu, pupuk TS mudah untuk dipalsukan. Saat ini petani mengeluhkan pupuk palsu yang sering beredar di masyarakat.
79
6.3.2.5. Pupuk KCl Pupuk KCl mengandung unsur K yang membantu pada proses pembuahan pada tanaman buah-buahan atau biji pada tanaman biji-bijian. Pemberian KCL pada tanaman padi akan memberikan hasil yang baik pada gabah yang dihasilkan. Koefisien dugaan variabel pupuk KCl bernilai negatif sebesar 7,426 yang berarti setiap peningkatan pupuk KCl sebesar 1 kg, maka produksi akan menurun sebesar -7,426 kg. Elastisitas pupuk KCl terhadap produksi padi dapat dikatakan kurang elastis, yaitu sebesar 0,017. Artinya perubahan input satu persen dari pupuk KCl maka akan merubah 0,017 persen dari produksi. Pada penelitian ini, nilai p-value pupuk KCl sebesar 0,414 apabila dibandingkan dengan nilai α (0,1), maka P-value > α. Hal ini menunjukkan bahwa variabel pupuk KCl tidak
signifikan
mempengaruhi produksi padi. Pupuk KCl pada responden petani tidak memiliki pengaruh kemungkinan karena rendahnya dosis yang diberikan pada tanaman. Selain itu, adanya kemungkinan penggunaan pupuk palsu yang digunakan. Saat ini, pupuk yang sering dipalsukan adalah pupuk TS dan KCL. 6.3.2.6. Pupuk Phonska Pupuk Phonska adalah pupuk majemuk yang mengandung unsur-unsur makro yang diperlukan tanaman, seperti N, P, dan K. Koefisien dugaan variabel pupuk Phonska bernilai positif sebesar 19,338 yang berarti setiap peningkatan pupuk Phonska sebesar 1 kg, maka produksi akan meningkat sebesar 19,338 kg. Elastisitas pupuk Phonska terhadap produksi padi dapat dikatakan kurang elastis, yaitu sebesar 0,217. Artinya perubahan input satu persen dari pupuk Phonska maka akan merubah 0,217 persen dari produksi. Pada penelitian ini, nilai p-value pupuk Phonska sebesar 0,000 apabila dibandingkan dengan nilai α (0,1), maka Pvalue < α. Hal ini menunjukkan bahwa variabel pupuk Phonska signifikan mempengaruhi produksi padi. Pupuk Phonska sangat baik bagi tanaman. Hal ini terjadi karena pupuk Phonska mengandung semua unsur yang dibutuhkan bagi tanaman, seperti N, P, K dengan komposisi 15:15:15 (Purwono&Purnamawati 2007).
80
6.3.2.7. Pupuk Organik Pupuk organik bagi sebagian responden mulai digunakan, terlebih pada responden penerima PUAP yang sedang giat melaksanakan program semi organik. Koefisien dugaan variabel pupuk organik bernilai negatif sebesar 1,7742 yang berarti setiap peningkatan pupuk organik sebesar 1 kg, maka produksi akan menurun sebesar 1,7742 kg. Elastisitas pupuk organik terhadap produksi padi dapat dikatakan kurang elastis, yaitu sebesar 0,057. Artinya perubahan input satu persen dari pupuk organik maka akan merubah 0,057 persen dari produksi. Pada penelitian ini, nilai p-value pupuk organik sebesar 0,026 apabila dibandingkan dengan nilai α (0,1), maka P-value < α. Hal ini menunjukkan bahwa variabel pupuk organik signifikan mempengaruhi produksi padi. Hubungan yang negatif antara produksi dan pupuk organik biasanya terjadi karena pupuk kandang yang digunakan belum mengalami proses pembusukan dengan sempurna. Akibatnya proses pembusukan pupuk organik terjadi pada tanah dan menyerap unsur hara yang yang seharusnya diperlukan tanaman. 6.3.2.8. Obat-Obatan Obat-obatan atau pestisida yang digunakan oleh petani responden adalah pestisida cair dengan merek Decis dan Matador. Koefisien dugaan variabel obatobatan bernilai negatif sebesar 1,4648 yang berarti setiap peningkatan obat-obatan sebesar 1 ml, maka produksi akan menurun sebesar 1,4648 kg. Elastisitas obatobatan terhadap produksi padi dapat dikatakan kurang elastis, yaitu sebesar 0,058. Artinya perubahan input satu persen dari obat-obatan maka akan merubah 0,058 persen dari produksi. Pada penelitian ini, nilai p-value obat-obatan sebesar 0,077 apabila dibandingkan dengan nilai α (0,1), maka P-value < α. Hal ini menunjukkan bahwa variabel obat-obatan signifikan mempengaruhi produksi padi. Hubungan yang negatif
antara produksi dengan obat-obatan terjadi
karena penggunaan dosis yang berlebih. Terlebih untuk merek-merek yang digunakan petani sebenarnya sudah tidak dianjurkan digunakan untuk tanaman padi. Bila dosis yang diberikan berlebihan, maka obat-obatan yang digunakan malah akan menjadi racun bagi tanaman. Sebaliknya apabila dosis yang diberikan 81
kurang, maka yang akan terjadi adalah seperti pada penggunaan obat antibiotik. Obat antibiotik apabila diberikan tidak sampai habis, maka yang terjadi adalah tubuh semakin kebal terhadap serangan penyakit. Begitu pula dengan pestisida yang diberikan secara tidak tuntas akan membuat tanaman menjadi lebih kebal terhadap penyakit. 6.3.2.9. Tenaga Kerja Koefisien dugaan variabel tenaga kerja bernilai positif sebesar 12,036 yang berarti setiap peningkatan tenaga kerja sebesar 1 HOK, maka produksi akan meningkat sebesar 12,036 kg. Elastisitas tenaga kerja terhadap produksi padi dapat dikatakan kurang elastis, yaitu sebesar 0,217. Artinya perubahan input satu persen dari tenaga kerja maka akan merubah 0,217 persen dari produksi. Pada penelitian ini, nilai p-value tenaga kerja sebesar 0,000 apabila dibandingkan dengan nilai α (0,1), maka P-value > α. Hal ini menunjukkan bahwa variabel tenaga kerja tidak signifikan mempengaruhi produksi padi. Hal ini dapat terjadi karena penggunaan tenaga kerja pada produksi dengan skala produksi berapapun cenderung memiliki kesamaan dalam jumlah tenaga kerja. Misalnya saja untuk pengolahan lahan yang menghasilkan produksi sebesar tiga ton dibutuhkan tenaga kerja yang sama dengan pengolahan lahan yang hanya menghasilkan satu ton. Akibatnya penggunaan tenaga kerja pada tingkat produksi berapa pun tidak berpengaruh pada produksi. 6.3.2.10. Dummy PUAP Dummy PUAP dalam hal ini adalah antara penerima PUAP dengan non penerima PUAP. Satu Nilai p-value pada Tabel 18 membuktikan bahwa variabel dummy PUAP dapat berpengaruh secara nyata terhadap produksi pada selang kepercayaan 90 persen. Nilai koefisien dugaan untuk variabel dummy PUAP adalah sebesar 333,6. Hal ini menunjukkan apabila petani dalam kepesertaan PUAP sebagai penerima PUAP, maka produksi padi penerima PUAP per hektar lebih banyak 333,6 kg dibandingkan dengan petani non penerima PUAP, ceteris paribus. Namun dalam hal ini belum dapat disimpulkan bahwa program PUAP memiliki pengaruh langsung terhadap produksi padi. Oleh karena itu, dilakukan
82
analisis perbandingan antara data rata-rata penggunaan input dengan data regresi pada responden penerima PUAP dan non penerima PUAP seperti pada Tabel 20. Tabel 20. Rata-rata Penggunaan, Hasil Uji T-Statistik, dan Pengaruh Variabel Faktor Produksi Petani Penerima PUAP dan Non Penerima PUAP Faktor Produksi Lahan Benih
Rata-rata Penggunaan Per Ha Hasil Uji-t statistik (α = 0,1) Penerima Non Penerima 6,687 6,555 Tidak berbeda nyata
Pengaruh Variabel (α = 0,1) Signifikan
37,086
29,595 Tidak berbeda nyata
Tidak signifikan
Urea
228,951
308,924 Tidak berbeda nyata
Signifikan
TS
106,026
210,526 Berbeda nyata
Tidak signifikan
KCl
17,197
11,441 Tidak berbeda nyata
Tidak signifikan
Phonska
59,069
82,684 Tidak berbeda nyata
Signifikan
Pupuk Organik Obat-obatan
336,473
67,124 Berbeda nyata
Signifikan
94,960
408,543 Berbeda nyata
Signifikan
Tenaga Kerja
131,135
166,056 Berbeda nyata
Tidak signifikan
Dari Tabel 20 dapat dilihat bahwa variabel lahan yang berpengaruh nyata terhadap produksi ternyata tidak berbeda nyata rata-rata penggunaannya antara penerima dan non penerima PUAP pada α 10 persen. Variabel pupuk urea yang berpengaruh secara signifikan pun ternyata tidak berbeda nyata rata-rata penggunaannya antara penerima dan non penerima PUAP pada α 10 persen. Namun apabila dihubungkan dengan penggunaan rata-rata per Ha, penggunaan pupuk Urea lebih banyak pada responden non penerima PUAP. Begitu pula dengan variabel pupuk Phonska yang berpengaruh secara signifikan pun ternyata tidak berbeda nyata rata-rata penggunaannya antara penerima dan non penerima PUAP pada α 10 persen. Namun apabila dihubungkan dengan penggunaan ratarata per Ha, penggunaan pupuk Phonska lebih banyak pada responden non penerima PUAP. Baik untuk pupuk Urea maupun pupuk Phonska memiliki koefisien positif, dimana ketika penggunaan variabel tersebut ditambah satu satuan, maka produksi akan meningkat sebesar koefiesien penduga parameter. Dari sini dapat disimpulkan penerima PUAP seharusnya memiliki produksi yang lebih baik dibandingkan dengan penerima PUAP.
83
Selain variabel-variabel yang disebutkan di atas, variabel pupuk organik dan obat-obatan memiliki pengaruh yang nyata terhadap produksi dan rata-rata penggunaannya dengan α 10 persen berbeda nyata. Koefisien penduga parameter bernilai negatif yang berarti ketika penggunaan variabel tersebut ditambah satu satuan, maka produksi akan menurun sebesar koefiesien penduga parameter. Dari sini seharusnya dapat disimpulkan bahwa non penerima PUAP yang menggunakan pupuk organik dalam jumlah yang lebih sedikit per Ha memiliki produksi yang lebih baik dibandingkan dengan penerima PUAP karena penggunaan pupuk organik dapat mengurangi produksi padi. Lain halnya dengan obat-obatan dimana penerima PUAP menggunakannya lebih sedikit dibandingkan dengan non penerima PUAP. Seharusnya petani penerima PUAP memiliki produksi yang lebih baik dibandingkan dengan petani non penerima PUAP karena penggunaan obat-obatan dapat mengurangi produksi padi. Dari hal-hal yang telah dijabarkan, dapat ditarik kesimpulan bahwa yang menyebabkan penerima PUAP lebih baik dibandingkan non penerima PUAP kemungkinan besar tidak berkaitan dengan variabel-variabel input yang ada. Hal ini kemungkinan terkait dengan produktivitas lahan. Produktivitas lahan penerima PUAP memang lebih baik dibandingkan non penerima PUAP. Hal ini terlihat dari penggunaan input variabel seperti pupuk Urea yang lebih sedikit ataupun rata-rata tidak berbeda penggunaannya , tetapi penerima PUAP produksinya dapat lebih baik dibandingkan non penerima PUAP. Selain itu, hal ini juga bisa jadi karena pengaruh dari program-program sebelum PUAP. Gapoktan Mekarsari merupakan Gapoktan yang banyak menerima bantuan dari Dinas Pertanian, seperti bantuan pupuk bersubsidi, penyuluhan mengenai produksi padi, bantuan traktor, dan sebagainya. Bantuan-bantuan tersebut biasanya juga disalurkan pada petani yang sama dengan penerima PUAP, sehingga dapat dikatakan bahwa bantuan-bantuan yang selama ini diberikan hanya berputar pada petani yang sama. 6.4.
Analisis Usahatani Padi Pada Petani Penerima dan Non Penerima Analisis usahatani digunakan untuk melihat seberapa besar tingkat biaya,
penerimaan, dan pendapatan petani padi pada satu musim. Analisis usahatani ini juga digunakan untuk melihat seberapa besar perbandingan tingkat biaya, penerimaan, dan pendapatan yang diperoleh masing-masing petani yang 84
menerima dan tidak menerima dana PUAP. Hasil perbandingan tersebut digunakan untuk melihat seberapa besar pengaruh adanya dana PUAP terhadap pendapatan petani padi. 6.4.1. Biaya Produksi Usahatani Padi Komponen biaya yang dikeluarkan oleh petani padi selama satu musim terdiri dari biaya tunai dan biaya diperhitungkan. Biaya tunai merupakan biaya yang benar-benar dikeluarkan oleh petani untuk penggunaan input selama satu musim. Lain halnya dengan biaya diperhitungkan, biaya ini adalah biaya yang dihitung berdasarkan penggunaan input yang tidak dibayar tunai oleh petani karena input yang digunakan merupakan milik sendiri, penyusutan nilai investasi dan beberapa bantuan. Berikut ini adalah pembagian biaya berdasarkan biaya tunai dan biaya diperhitungkan. 6.4.1.1. Biaya Tunai Komponen biaya tunai terdiri dari biaya pembelian benih, pupuk, obatobatan, upah tenaga kerja luar keluarga, sewa traktor, lahan, dan ternak. 1.
Biaya Pembelian Benih dan Obat-obatan Benih yang digunakan untuk usahatani responden adalah varietas ciherang.
Benih rata-rata diperoleh dari Gapoktan, toko, ataupun warung. Benih yang diperoleh dari Gapoktan biasanya memiliki harga yang lebih rendah dibandingkan dengan benih yang diperoleh dari toko ataupun warung. Biaya yang dikeluarkan untuk pembelian benih pada anggota penerima PUAP lebih banyak dibandingkan dengan anggota non anggota. Hal ini disebabkan oleh besarnya jumlah benih yang digunakan oleh anggota penerima PUAP. Walaupun harga rata-rata lebih besar pada petani non penerima PUAP, tetapi karena jumlah yang dibutuhkan petani penerima PUAP lebih banyak, maka total biaya penerima PUAP menjadi lebih tinggi. Pembentukkan harga rata-rata benih dapat dilihat pada Lampiran 14. Selain benih, penggunaan dan biaya rata-rata obat-obatan pada petani penerima dan non penerima PUAP juga memiliki perbedaan. Biaya untuk membeli obat-obatan pada petani penerima PUAP lebih kecil dibandingkan dengan petani non penerima PUAP. Hal ini disebabkan oleh kecilnya kebutuhan petani penerima PUAP akan penggunaan obat-obatan karena sebagian besar petani penerima PUAP sudah 85
mulai menerapkan sistem pertanian semi organik. Semi pertanian semi organik ini lebih menitikberatkan pada anjuran untuk mengurangi atau tidak menggunakan pestisida. Walaupun semi organik, penggunaan pupuk kimia masih banyak dilakukan oleh sebagian besar petani, bahkan dalam jumlah yang melebihi dosis. Pembentukkan harga rata-rata obat-obatan penerima PUAP dan non penerima PUAP masing-masing dapat dilihat pada Lampiran 15 dan Lampiran 16. Rata-rata Penggunaan Benih dan Obat-obatan serta Biaya yang Digunakan oleh Petani Penerima dan Non Penerima PUAP dapat dilihat pada Tabel 21. Tabel 21.
Rata-rata Penggunaan Benih dan Obat-obatan serta Biaya yang Digunakan oleh Petani Penerima dan Non Penerima PUAP Penerima PUAP Non Penerima PUAP
Keterangan Benih
Jumlah Harga Total (Rp) Jumlah Harga Total (Rp) (Kg) (Rp) (Kg) (Rp) 36,04 5414,93 195.154,80 26,39 6125,72 161.670,48
Obat-obatan 2.
94,96
429,921
40.825,50
408,54
425,990 174.035,10
Biaya Pembelian Pupuk Pupuk yang digunakan dalam budidaya padi adalah pupuk Urea, TS, KCl,
Phonska dan pupuk kandang. Adapun penggunaan dan biaya yang dikeluarkan rata-rata oleh petani penerima maupun petani non penerima pada dilihat pada Tabel 22. Tabel 22. Rata-rata Penggunaan Pupuk dan Biaya yang digunakan oleh Petani Penerima dan Non Penerima PUAP Petani Penerima PUAP Pupuk
Petani Non Penerima PUAP
Urea
228,95
Harga satuan (Rp) 1521,41
TS
106,02
2236,24
237101,8
24,53
210,52
2344,20
493516,4
40,76
KCl
17,19
2778,26
47779,27
4,943
11,44
2920
33409,611
2,759
Phonska
59,06
1960,75
115821,7
11,98
82,68
2007,93
166025,93
13,71
Organik
336,47
646,67
217586,4
22,51
67,12
645,45
43325,706
3,578
966.620,5
100
1.210.877,2
100
Jumlah (kg)
Jumlah
Biaya (RP)
%
Jumlah (kg)
348331,2
36,04
308,92
Harga satuan (Rp) 1536,29
Jumlah
Biaya (Rp)
%
474599,54
39,19
Pada Tabel 22 menunjukkan bahwa biaya untuk membeli pupuk pada petani penerima PUAP lebih kecil dibandingkan dengan petani non penerima
86
PUAP. Hal ini disebabkan oleh peran Gapoktan dalam menyediakan sarana pertanian seperti pupuk dan benih dengan harga yang lebih murah dibandingkan dengan harga warung atau toko. Pupuk yang disediakan lebih murah karena pada Gapoktan Mekarsari sendiri sering mendapatkan bantuan pupuk bersubsidi dari Dinas Pertanian. Pembentukkan harga rata-rata pupuk Urea, TS , KCl, Phonska, dan pupuk organik penerima PUAP dan non penerima PUAP masing-masing dapat dilihat pada Lampiran 8, Lampiran 9, Lampiran 10, Lampiran 11, dan Lampiran 12. 4.
Upah Tenaga Kerja Luar Keluarga Tenaga kerja luar keluarga biasanya digunakan mulai dari proses
pengolahan, penanaman, penyiangan, dan panen serta pasca panen. Upah yang berlaku untuk tenaga kerja laki-laki sebesar Rp 25.000, sedangkan untuk upah perempuan Rp 17.500. Oleh karena itu, ditetapkan 1 HOK = 1 HKP (Hari Kerja Pria) = 0,7 HKW (Hari Kerja Wanita). Adapun penggunaan dan biaya yang dikeluarkan rata-rata oleh petani penerima maupun petani non penerima untuk penggunaan tenaga kerja luar keluarga dapat dilihat pada Tabel 23. Tabel 23. Rata-rata Penggunaan Tenaga Kerja Luar Keluarga (TKLK) dan Biaya yang digunakan oleh Petani Penerima dan Non Penerima PUAP Penerima PUAP Kegiatan
Non Penerima PUAP
Biaya (Rp)
%
0,59
Harga Satuan (Rp) 25000
14954,39
0,73
0,15
Harga Satuan (Rp) 25000
40,077
25000
1001944
49,51
43,783
Penanaman
5,338
25000
133467,9
6,59
Penyiangan
8,165
25000
204127,4
Pemupukan
0,747
25000
OPT
0,149
Pesemaian Pengolahan Lahan
Panen dan Pascapanen Jumlah
Jumlah (HOK)
Jumlah (HKP)
Biaya (Rp)
%
3813,88
0,13
25000
1094584,28
39,78
10,37
25000
259344,01
9,42
10,08
18,58
25000
464530,89
16,88
18692,99
0,92
2,13
25000
53394,35
1,94
25000
3738,597
0,18
0,91
25000
22883,29
0,83
25,871
25000
646777,3
31,96
34,11
25000
852784,13
30,99
80,94
25000
2.023.703
100
110,05
25000
2751.334,85
100
Dari Tabel 23 dapat dilihat bahwa biaya yang dikeluarkan oleh petani non penerima lebih rendah karena penggunaan tenaga kerja pada petani penerima
87
lebih kecil dibandingkan dengan petani non penerima. Hal in dikarenakan sebenarnya pada beberapa kegiatan tertentu seperti panan, petani penerima PUAP dapat mengerjakannya lebih efisien dibandingkan petani non penerima. Petani penerima yang umumnya lebih sering menerima ilmu dari pelatihan budidaya tanaman
biasanya
menggunakan
tenaga
kerja
lebih
sedikit
ataupun
mengerjakannya dalam waktu yang lebih singkat. Selain itu dari segi produktivitas, petani penerima lebih produktif dibandingkan non penerima. Hal ini salah satunya terjadi karena faktor usia dimana petani non penerima lebih banyak yang berada pada usia yang tidak produktif lagi. Dari segi kondisi lahan, lahan pada non penerima PUAP strukturnya lebih keras dan lebih rentan diserang hama dan gulma sehingga lebih banyak memerlukan perawatan. 5.
Sewa Traktor, Sewa Lahan, dan Sewa Ternak Biaya sewa traktor di Desa Purwasari adalah sekitar Rp 150.000 per Ha.
Biaya sewa ini sudah termasuk dengan operator yang menjalankan traktornya. Selain traktor, ternak kerbau juga masih menjadi alternatif pilihan untuk mengolah tanah. Harga sewa ternak adalah Rp 100.000 per hari. Biasanya untuk tanah seluas sati hektar, membajak dengan menggunakan kerbau bisa menghabiskan waktu satu hari. Harga Rp 150.000 ribu belum termasuk dengan yang menjalankan kerbaunya. Harga sewa lahan di Desa Purwasari rata-rata sekitar Rp 3.000.000 hingga Rp 4.000.0000 per hektar untuk satu musim tanam. Harga Rp 3.000.000 adalah harga sewa di sekitar Dusun Cisasah dan Dusun Rawasari dimana mayoritas responden non penerima berada dan Rp 4.000.000 untuk sekitar Dusun Situ Uncal dimana mayoritas responden penerima berada. Perbedaan harga ini disebabkan oleh tingginya produktifitas lahan pada Dusun Situ Uncal dibandingkan dengan dusun lainnya. 6.4.1.2. Biaya Diperhitungkan Biaya yang diperhitungkan terdiri dari sewa lahan pribadi, upah tenaga kerja dalam keluarga, benih yang dibuat sendiri, dan penyusutan peralatan 1.
Sewa Lahan Pribadi Sebagian besar petani responden, baik yang menerima maupun yang tidak
menerima adalah pemilik lahan (sebesar 96%). Harga sewa lahan di Desa 88
Purwasari rata-rata sekitar Rp 3.000.000 hingga Rp 4.000.0000 per hektar untuk satu musim tanam. Harga Rp 3.000.000 adalah harga sewa di sekitar Dusun Cisasah dan Dusun Rawasari dimana mayoritas responden non penerima PUAP berada dan Rp 4.000.000 untuk sekitar Dusun Situ Uncal dimana mayoritas responden penerima PUAP berada. Perbedaan harga ini disebabkan oleh tingginya produktifitas lahan pada Dusun Situ Uncal dibandingkan dengan dusun lainnya. 2.
Upah Tenaga Kerja Dalam Keluarga Tenaga kerja dalam keluarga harus diperhitungkan karena sebagian besar
petani yang ada apabila menggunakan biaya tenaga kerja dalam keluarga tidak memperhitungkan upah yang harus dibayarkan dengan penggunaan tenaga kerja tersebut. Hal ini dapat membuat besarnya pendapatan yang diterima oleh petani bukanlah pendapatan yang bersih karena petani belum sepenuhnya membayar tenaga kerja keuarga yang dicurahkan. Tenaga kerja keluarga oleh petani banyak digunakan untuk semua kegiatan, mulai dari pesemaian hingga panen dan pascapanen. Namun biasanya yang membedakan antara tenaga kerja dalam keluarga dengan tenaga kerja lua keluarga adalah pada kegiatan pesemaian, pemupukan, dan penyemprotan. Biasanya tiga kegiatan ini ditangani langsung oleh pemilik lahan, karena kegiatan-kegiatan ini biasanya hanya memakan waktu yang tidak terlalu lama dan mudah untuk dilakukan sendiri. Adapun penggunaan dan biaya yang dikeluarkan rata-rata oleh petani penerima maupun petani non penerima untuk penggunaan tenaga kerja dalam keluarga dapat dilihat pada Tabel 24. Dari Tabel 24 dapat terlihat bahwa biaya penggunaan tenaga kerja dalam keluarga pada petani penerima PUAP lebih rendah dibandingkan dengan responden petani non penerima PUAP. Hal ini bisa disebabkan oleh biaya yang dihemat untuk kegiatan OPT yang sebagian besar responden penerima tidak melakukan kegiatan tersebut. Selain itu, hal ini juga bisa disebabkan lebih efisiennya penggunaan tenaga kerja oleh petani penerima PUAP karena lebih sering mengikuti pelatihan budidaya tanaman. Selain itu kondisi lahan pada petani penerima PUAP yang lebih mudah diolah serta tahan terhadap hama dan gulma membuat HOK yang dibutuhkan lebih sedikit dibandingkan non penerima.
89
Tabel 24. Rata-rata Penggunaan Tenaga Kerja Dalam Keluarga dan Biaya yang Digunakan oleh Petani Penerima dan Non Penerima PUAP Penerima PUAP Kegiatan
Jumlah (HOK)
Harga Satuan (Rp)
Biaya (Rp)
Non Penerima PUAP Jumlah
%
(HKP)
Harga Satuan
Biaya (Rp)
%
(Rp)
Pesemaian
3,43
25000
85987,74
6,85
3,81
25000
95347,06
6,81
Pengolahan Lahan Penanaman
17,25
25000
431434,1
34,38
17,08
25000
427154,84
30,50
4,15
25000
103933
8,28
3,84
25000
96109,83
6,86
Penyiangan
6,69
25000
167489,2
13,34
6,48
25000
162090,00
11,57
Pemupukan
3,76
25000
94212,65
7,50
6,40
25000
160183,06
11,44
OPT
1,64
25000
41124,57
3,27
3,96
25000
99160,94
7,08
25000
330492
26,34
14,40
25000
360030,51
25,71
25000
1254673
100
56,00
25000
1400076,27
100
Panen dan Pascapanen Jumlah
3.
13,21 50,18
Benih yang Dibuat Sendiri Sebagian kecil responden menggunakan benih yang dibuat sendiri karena
mereka tidak mempunyai biaya untuk membeli benih. Oleh karena itu, dari sisa hasil panen, petani menyisakan benih padinya untuk ditanam kembali. Namun hal ini jarang dilakukan karena sebagian besar responden merasa tidak yakin dengan benih yang dibuat sendiri, karena pada saat akan menanam benih mereka sendiri, banyak yang sudah mengalami kerusakan dan tidak berkualitas. Adapun penggunaan dan biaya yang dikeluarkan rata-rata oleh petani penerima maupun petani non penerima untuk penggunaan benih yang dibuat sendiri dapat dilihat pada Tabel 25 di bawah ini. Tabel 25. Rata-rata Penggunaan Benih yang Dibuat Sendiri dan Biaya yang Digunakan oleh Petani Penerima dan Non Penerima PUAP Keterangan Penerima PUAP Non Penerima PUAP Jumlah (Kg)
1,046
3,508
Harga (Rp)
3214,280
3285,711
Total (Rp)
3.365,000
11.529,000
Besarnya biaya untuk penggunaan benih yang dibuat sendiri oleh petani non penerima dikarenakan lebih banyaknya jumlah penggunaan benih yang dibuat
90
sendiri. Petani penerima PUAP biasanya membeli langsung benih dari Gapoktan, sehingga jarang membuat benih sendiri. 4.
Penyusutan Peralatan Penyusutan menjadi biaya yang diperhitungkan karena dihitung sebagai
biaya yang harus dikeluarkan oleh petani untuk melakukan perawatan terhadap peralatan selama periode produksi atau biaya tersebut adalah biaya yang harus dikeluarkan untuk membeli peralatan bary setelah peralatan lama telah habis umur pakainya.
Tabel 26 menunjukkan biaya penyusutan berbagai peralatan yang
dimiliki oleh petani penerima maupun non penerima. Tabel 26. Biaya Penyusutan Alat Pertanian Penerima maupun Non Penerima PUAP Jenis Alat Penerima PUAP Non Penerima PUAP Cangkul 4.168,889 4.440,000 Garpu 5.036,667 5.090,000 Arit 4.446,667 4.720,000 Parang 3.200,000 3.413,333 Semprotan 4.00,000 6.400,000 Golok 5.666,667 6.020,000 Jumlah 22.918,889 30.083,333 Biaya penyusutan untuk non penerima PUAP lebih tinggi karena pada responden non penerima PUAP terdapat digunakan banyak alat penyemprotan untuk pestisida. Pada responden penerima PUAP, petani pada umumnya sudah beralih pada sistem pertanian semi organik yang mulai mengurangi atau tidak lagi menggunakan pestisida, sehingga alat semprotan tidak banyak dimiliki oleh responden penerima PUAP. Secara keseluruhan struktur biaya keseluruhan antara petani penerima dan non penerima PUAP dapat dilihat pada Tabel 27. Struktur biaya ini merupakan rata-rata penggunaan sarana produksi untuk penggunaan satu hektar pada satu musim tanam. Struktur biaya petani penerima dangan non penerima memiliki perbedaan, dimana biaya yang dikeluarkan untuk petani non penerima PUAP lebih rendah dibandingkan petani penerima PUAP. Biaya tunai yang dikeluarkan antara petani penerima PUAP dengan non penerima PUAP tidak berbeda jauh. Biaya terbesar baik untuk penerima maupun non penerima adalah untuk
91
pembayaran tenaga kerja luar keluarga. Selain itu, Gapoktan banyak memfasilitasi anggota penerima PUAP untuk memperoleh saprodi seperti pupuk dan benih. Harga yang ditawarkan Gapoktan lebih rendah dibandingkan dengan yang dijual di warung. Tabel 27. Struktur Biaya Rata-rata Usahatani Padi Petani Penerima dan Non Penerima PUAP per 1 Ha Uraian
Satuan
Penerima PUAP
Non Penerima PUAP
B.1. Biaya Tunai 1. Benih
Kg
195.155
159.801
a. Urea
Kg
348.331
474.600
b. TS
Kg
237.102
493.516
c. PHONSKA
Kg
115.822
166.026
d. KCl
Kg
47.779
33.410
e. Organik
Kg
309.556
62.548
3. Pestisida
ml
40.825
174.035
4. Tenaga Kerja Luar Keluarga
HKP
2.023.703
2.751.335
5. Sewa Traktor
Ha
150.000
150.000
6. Sewa Lahan
Ha
720.000
-
7. Sewa Ternak
Ha
100.000
100.000
8. Iuran Pengairan
675.751
775.744
9. Biaya bunga pinjaman
124.000
2. Pupuk:
Total Biaya Tunai
5.214.202
5.341.014
B.2. Biaya Diperhitungkan 1. Oppprtunity Lahan
Ha
3.280.000
3.000.000
2. Tenaga Kerja Dalam Keluarga
HOK
1.254.673
1.403.890
3. Benih yang Diperoleh Sendiri
Kg
3.365
11.529
22.919
30.083
Total Biaya Diperhitungkan
4.560.957
5.445.202
Total Biaya Usahatani (B.1+B.2)
9.775.159
10.786.517
4. Penyusutan
Pada biaya diperhitungkan, terjadi perbedaan yang relatif tinggi antara petani penerima maupun non penerima PUAP. Perbedaan yang tinggi ini antara lain terletak pada biaya sewa lahan dan biaya tenaga kerja. Pada responden penerima PUAP, ada dua orang responden yang benar-benar membayar sewa sebagai biaya tunai, sedangkan pada responden non penerima semua responden merupakan pemilik lahan. Selain pada sewa lahan, biaya tenaga kerja diperhitungkan juga memiliki perbedaan yang cukup tinggi. Pada responden
92
penerima PUAP, banyak petani yang tidak menggunakan tenaga kerja untuk penyemprotan OPT, sedangkan untuk non penerima PUAP masih banyak yang menggunakan biaya tenaga kerja untuk penyemprotan OPT. Jika untuk kegiatan OPT dibutuhkan sekitar satu hingga dua HKP, berarti ada selisih sekitar Rp 50.000.00 untuk satu responden pada masing-masing kelompok. 6.4.2. Penerimaan Usahatani Padi Penerimaan petani padi penerima ataupun non penerima PUAP berasal dari jumlah produksi padi yang dihasilkan dikali dengan rata-rata harga yang berlaku pada petani. Penerimaan terdiri dari penerimaan tunai dan penerimaan diperhitungkan. Penerimaan tunai adalah penerimaan yang dijual dalam bentuk gabah kering untuk keperluan komersial. Harga gabah rata-rata yang ada di tengah masyarakat adalah antara Rp 2.000 –Rp 2.500. Penerimaan diperhitungkan adalah hasil produksi petani yang digunakan untuk konsumsi pribadi. Rata-rata penggunaan untuk konsumsi pribadi adalah sekitar dua hingga tiga kuintal. Komposisi penerimaan usahatani padi petani penerima PUAP dan non penerima PUAP terdapat pada Tabel 28. Tabel 28. Komposisi Penerimaan Usahatani Padi Petani Penerima PUAP dan Non Penerima PUAP per 1 Ha Penerima Non Penerima Uraian Satuan PUAP PUAP Penerimaan Usahatani Penerimaan Tunai
Kg
12.801.124
12.061.462,8
Penerimaan Diperhitungkan
Kg
1.913.994
1.661.589,03
Total Penerimaan Usahatani
Kg
14.715.119
13.893.821,51
Penerimaan total usahatani padi pada petani penerima PUAP lebih besar dibandingkan dengan non penerima PUAP.
Pada penerimaan tunai,
petani
responden penerima PUAP memiliki jumlah penerimaan lebih besar dibandingkan dengan non penerima PUAP. Demikian juga dengan penerimaan diperhitungkan dimana petani penerima PUAP lebih besar dibandingkan dengan non penerima PUAP. Hal ini diakibatkan oleh tingginya produksi padi yang dihasilkan oleh petani non penerima. Selain itu, harga yang ditawarkan pada petani penerima PUAP lebih tinggi dibandingkan dengan non penerima PUAP. Hal ini terjadi 93
karena responden penerima PUAP lebih dekat dengan pasar, sehingga petani penerima lebih mengetahui informasi pasar 6.4.3. Pendapatan Usahatani Pendapatan usahatani padi merupakan selisih antara penerimaan total usahatani padi dikurangi dengan biaya pengeluaran total. Pendapatan usahatani padi pada responden penerima dan non penerima PUAP dapat dilihat pada Tabel 29 di bawah ini. Dari Tabel 29 dapat dilihat bahwa pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total petani penerima PUAP lebih besar dibandingkan petani non penerima PUAP. Hal ini disebabkan karena total biaya petani penerima PUAP lebih kecil dibandingkan petani non penerima. Selain itu, penerimaan petani penerima PUAP jauh lebih besar dibandingkan petani non penerima. Selain itu, R/C atas biaya tunai dan biaya total lebih tinggi pada penerima PUAP. Nilai R/C atas biaya tunai petani penerima PUAP adalah 2,822, yang artinya setiap pengeluaran atau biaya yang dikeluarkan sebesar Rp 1 akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 2,822. Nilai R/C atas biaya total petani penerima PUAP adalah 1,505, yang artinya setiap pengeluaran atau biaya yang dikeluarkan sebesar Rp 1 akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 1, 505. Pada petani non penerima PUAP, nilai R/C atas biaya tunai adalah 2,601, yang artinya setiap pengeluaran atau biaya yang dikeluarkan sebesar Rp 1 akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 2,601, sedangkan nilai R/C atas biaya total petani non penerima PUAP adalah 1,419, yang artinya setiap pengeluaran atau biaya yang dikeluarkan sebesar Rp 1 akan menghasilkan penerimaan sebesar Rp 1,419. Secara keseluruhan analisis pendapatan usahatani penerima PUAP dan non penerima PUAP terdapat pada Lampiran 5 dan Lampiran 6. Secara uji-t statistik, diperoleh hasil bahwa rata-rata nilai R/C Rasio antara penerima dan non penerima PUAP tidak berbeda secara nyata pada taraf kepercayaan 90 persen (α = 0,1). Hal ini mengindikasikan bahwa usahatani yang dilakukan oleh penerima PUAP tidak lebih efisien dibandingkan dengan non penerima PUAP.
94
Tabel 29. Pendapatan Usahatani Petani Penerima dan Non Penerima PUAP per 1 Ha Keterangan Satuan Petani Penerima Petani Non Penerima Total Biaya Tunai (A) Rp 5.214.202 5.341.014 Total Biaya Diperhitungkan Rp 4.445.502 4.560.957 (B) Total Biaya (C = A+B) Rp 9.775.159 9.786.517 Total Penerimaan (D)
Rp
14.715.119
13.893.821,51
Pendapatan Atas Biaya Tunai Rp (D-A) Pendapatan Atas Biaya Total Rp (D-C) R/C atas Biaya Tunai
9.500.917
8.552.807
4.939.960
4.107.305
2,822
2,601
1,505
1,419
R/C atas Biaya Total
95
VII. KESIMPULAN DAN SARAN 7.1
Kesimpulan Dari hasil pembahasan, maka dapat disimpulkan :
1.
Proses penyaluran dana PUAP di Gapoktan Mekarsari melalui beberapa ketentuan, yaitu anggota Gapoktan yang memenuhi persyaratan, memenuhi jasa pinjaman 2 persen per bulan, jangka waktu pengembalian disesuaikan dengan kemampuan anggota tiap minggu, besarnya pinjaman Rp 500.000 dan Rp 1.000.0000, serta anggota mempunyai usaha. Jangka waktu pinjaman antara 20 hingga 40 minggu dengan angsuran sebesar Rp 15.000 – Rp 30.000. Kendala terbesar dalam penyaluran dana PUAP adalah banyaknya anggota yang bermasalah dalam membayar pinjaman terutama yang hanya bergerak di sektor primer saja. Dalam penelitian ini ditemukan beberapa kejanggalan, yaitu penerima PUAP di sektor primer yang sebagian besar berpusat pada satu Poktan, dana yang digunakan banyak untuk kegiatan non produktif, masih kentalnya unsur nepotisme dalam pemilihan peminjam dana PUAP, adanya pungutan tambahan di luar yang telah ditetapkan Gapoktan, dan banyaknya data fiktif penerima PUAP.
2.
Dari analisis fungsi produksi, diperoleh kesimpulan bahwa PUAP memiliki pengaruh pada produksi padi di Desa Mekarsari pada taraf kepercayaan 90 persen. Koefien variabel 333,6 menunjukkan apabila petani dalam kepesertaan PUAP sebagai penerima PUAP, maka produksi padi penerima PUAP per hektar lebih banyak 333,6 kg dibandingkan dengan petani non penerima PUAP, ceteris paribus. Selain dana PUAP, faktor-faktor yang mempengaruhi produksi padi antara lain luas lahan, pupuk Urea, Phonska, organik, dan obat-obatan. Adapun faktor-faktor produksi yang berbeda setelah melalui uji-t statistik pada taraf nyata 90 persen adalah pada penggunaan pupuk TS, pupuk organik, TKLK, dan obat-obatan. Dari analisis perbandingan antara analisis regresi, uji-t statistik, dan rata-rata penggunaan input per Ha, PUAP berpengaruh terhadap produksi karena anggota penerima PUAP memiliki produktivitas lahan yang lebih baik dibandingkan dengan non penerima PUAP. Hal ini dapat terlihat dari penggunaan beberapa input variabel yang lebih sedikit ataupun rata-rata tidak berbeda penggunaannya,
96
tetapi penerima PUAP produksinya dapat lebih baik dibandingkan non penerima PUAP. Selain itu, hal ini juga bisa jadi karena pengaruh dari program-program sebelum PUAP. Gapoktan Mekarsari merupakan Gapoktan yang banyak menerima bantuan dari Dinas Pertanian, seperti bantuan pupuk bersubsidi, penyuluhan mengenai produksi padi, bantuan traktor, dan sebagainya. Bantuan-bantuan tersebut biasanya juga disalurkan pada petani yang sama dengan penerima PUAP, sehingga dapat dikatakan bahwa bantuan-bantuan yang selama ini diberikan hanya berputar pada petani yang sama. 3.
Dari analisis pendapatan usahatani padi, diperoleh kesimpulan bahwa penerimaan antara usahatani padi petani penerima dan non penerima PUAP mengalami perbedaan. Petani penerima PUAP memiliki total penerimaan yang lebih tinggi dibandingkan dengan non penerima. Penerimaan total responden penerima PUAP adalah Rp 14.715.119, sedangkan non penerima adalah Rp 13.893.822. Selain penerimaan, biaya yang dikeluarkan petani penerima PUAP lebih kecil dibandingkan dengan non penerima PUAP. Biaya total responden penerima PUAP adalah Rp 9.775.159, sedangkan non penerima PUAP adalah RP 9.786.517. Nilai R/C atas biaya tunai petani penerima PUAP adalah 2,822, sedangkan pada non penerima nilai R/C atas biaya tunai adalah 2,601. Nilai R/C atas biaya total petani penerima PUAP adalah 1,505, sedangkan nilai R/C atas biaya total petani non penerima PUAP adalah 1,419. Dari hasil uji-t pada taraf kepercayaan 90 persen diperoleh hasil bahwa rata-rata nilai R/C Rasio antara penerima dan non penerima PUAP tidak berbeda secara nyata. Hal ini mengindikasikan bahwa usahatani yang dilakukan oleh penerima PUAP tidak lebih efisien dibandingkan dengan non penerima PUAP.
7.2
Saran Adapun saran yang dapat diberikan bagi program PUAP di Gapoktan
Mekarsari adalah : 1.
Adanya kendala pengembalian pinjaman pada petani yang bergerak hanya di sektor primer, maka Gapoktan perlu memberlakukan sistem pengembalian
97
khusus bagi petani yang khusus berkecimpung di sektor primer. Oleh karena itu khusus untuk petani tipe ini, pengembalian tidak harus seminggu sekali, tetapi dengan memotong dari hasil panen. Selain itu, hendaknya Gapoktan memberikan arahan khusus agar petani yang hanya bergerak di sektor primer sedikit demi sedikit agar memulai usaha di sektor turunan. 2.
Pemerintah perlu melakukan pengawasan lebih lanjut kepada pengurus Gapoktan yang menerima dana PUAP. Hal ini terjadi karena masih ada pelanggaran yang terjadi di lapangan. Walaupun pemerintah memberikan kebebasan bagi Gapoktan untuk mengelola dana PUAP, tetapi penyaluran yang berkaitan dengan unsur nepotisme sebenarnya tidak diperbolehkan.
3.
Selama ini Gapoktan Mekarsari pada umumnya memberikan bantuan untuk sektor primer hanya pada daerah dengan tingkat produktivitas lahan yang cukup tinggi atau daerah Dusun Situ Uncal yang dekat dengan pusat Gapoktan. Namun apabila dikaji lagi, ada baiknya Gapoktan mulai mendistribusikan pinjaman pada petani yang lebih membutuhkan. Jadi dalam pelaksanaannya, pinjaman tidak hanya diberikan pada petani yang sama, tetapi secara bergilir.
4.
Agar produksi petani dapat meningkat, sebaiknya petani anggota Gapoktan Mekarsari memperhatikan kembali penggunaan faktor produksi seperti pupuk dan obat-obatan
sesuai dengan kondisi pertanian di Desa Purwasari.
Penggunaan pupuk Urea dan Phonska yang dalam penelitian ini dapat meningkatkan produksi padi diharapkan dikaji kembali penggunaannya agar terjadi peningkatan produksi padi yang diharapkan dapat meningkatkan pendapatan dan kesejahteraan masyarakat.
98
DAFTAR PUSTAKA Andriani R. 1996. Pelaksanaan Kredit Usaha Tani (KUT) dan Identifikasi FaktorFaktor yang Mempengaruhi Petani dalam Pengembaliannya [Skripsi]. Bogor: Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Apriyantono A. 2004. Pembangunan Pertanian di Indonesia. http://www.pdfgeni.com//pertanianindonesia.html. [28 Januari 2010]. Arifin B. 2005. Ekonomi Kelembagaan Pangan. Jakarta : LP3ES. Basuki. 2008. Analisis Pendapatan Usahatani Padi dan Faktor-faktor yang Mempengaruhi Petani untuk Menanam Padi Hibrida [skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. [BPS] Badan Pusat Statistika Kabupaten Bogor. 2009. Kabupaten Bogor Dalam Angka. Bogor : BPS Kabupaten Bogor. [BPS] Badan Pusat Statistika Kabupaten Bogor. 2009. Desa Kabupaten Bogor Dalam Angka. Bogor : BPS Kabupaten Bogor. [BPS] Badan Pusat Statistika. 2009. Struktur Lapangan Kerja Menurut Sektor Ekonomi. http://www.bps.go.id [28 Januari 2010]. [BPS] Badan Pusat Statistika. 2009. Kontribusi PDB Atas Dasar Harga Berlaku. http://www.bps.go.id [28 Januari 2010]. [BPS] Badan Pusat Statistika. 2009. Produksi Padi Nasional. http://www.bps.go.id [28 Januari 2010]. Damayanti. 2007. Analisis Pendapatan dan Produksi Usahatani Padi Sawah [skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Departemen Pertanian. 2006. Rencana Pembangunan Pertanian 2005-2009. Jakarta : Departemen Pertanian Departemen Pertanian. 2008. Pedoman Umum Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan. Jakarta : Departemen Pertanian. Desa Purwasari.2010. Monografi Desa Purwasari. Bogor : Desa Purwasari. Doll PJ, Orazem F. 1984. Production Economic Theory with Applications. Edisi Ke-2. Kanada: John Wiley and Sons. Filtra. 2007. Evaluasi Program Bantuan Pinjaman Langsung Masyarakat Sapi Potong di Kabupaten Agam, Sumatera Barat [skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Gujarati D. 1978. Ekonometrika Dasar. Jakarta: PT Erlangga. Kasmadi. 2005. Pengaruh Bantuan Langsung Masyarakat Terhadap Kemandirian Petani Ternak. [skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. 99
Lipsey et al. 1995. Pengantar Mikroekonomi. Ed Ke-10. Wasana, Kirbandoko, penerjemah. Jakarta: Binarupa Aksara. Terjemahan dari: Introduction to Microeconomics. 10th Editions. Lubis. 2005. Penyaluran Kredit Ketahanan Pangan dan Analisis Pendapatan Petani Pengguna Kredit [skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Nazir M. 2005. Meyode Penelitian. Bogor. PT Ghalia Indonesia. Perdana. 2007. Dampak Pelaksanaan Program Kredit Kepada Koperasi Primer untuk Anggotanya (KKPA) terhadap Pendapatan Usahatani Peserta Plasma [skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Prihartono M.K. 2009. Dampak Program Pengembangan Agribisnis Perdesaan Terhadap Kinerja Gapoktan dan Pendapatan Anggota Gapoktan [skripsi]. Bogor :Fakultas Ekonomi dan Manajemen, Institut Pertanian Bogor. Purwono, Purnamawati H. 2007. Budidaya 8 Jenis Tanaman Pangan Unggul. Depok:Penebar Swadaya. Riyanto. 2007. Faktor-faktor yang mempengaruhi Produksi Usahatani Padi Ladang di Kabupaten Purwakarta [skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Sadikin I, Suhaeti R.N, Suradistra K. 1999. Kajian Kelembagaan Agribisnis dalam Mendukung Pengembangan Sistem Usaha Pertanian Berbasis Agroekosistem.http://www.akademik.unsri.ac.id/download/journal/files. [12 Februari 2010] Sanim B. 1998. Efektivitas Penyaluran dan Pengembalian KUT Pola Khusus. Jurnal Agro Ekonomi 17 (Mei):51-65. Soeharjo A, Patong D. 1973. Sendi-Sendi Pokok Ilmu Usahatani. Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Soekartawi, Soeharjo A, Dillon JL, Hardaker, Jb. 1984. Ilmu Usahatani dan Penelitian Untuk Pengembangan Petani Kecil. Jakarta : UI. Soekartawi. 2002. Analisis Usahatani. Jakarta : UI-Press. Sume. 2008. Efektivitas Bantuan Dana Penguatan Modal Lembaga Ekonomi Pedesaan (DPM-LUEP) [skripsi]. Bogor : Fakultas Pertanian, Institut Pertanian Bogor. Walpole. RE. 1992. Pengantar Statistika. PT Gramedia Pustaka Utama : Jakarta.
100
LAMPIRAN
101
Lampiran 1. Data Input Produksi Petani Penerima PUAP Luas Lahan Produksi Benih Urea TS Responden (Ha) (Kg) (Kg) (Kg) (Kg) 1 0,04 300 3 10 3 2 0,04 300 3 10 3 3 0,075 450 4 8 3 4 0,4 2500 10 60 40 5 0,5 3500 12 100 0 6 0,5 4000 15 75 0 7 0,6 4000 16 200 100 8 0,15 1000 6 50 25 9 0,057 350 5 30 10 10 0,08 650 4 28 7 11 0,5 3200 30 100 60 12 0,2 800 6 30 0 13 0,07 350 4 30 20 14 0,5 3000 15 75 25 15 0,125 600 5 20 10 16 0,5 1650 15 55 0 17 0,125 250 5 15 13 18 0,25 2000 10 125 125 19 0,25 2000 10 100 100 20 0,125 1000 10 50 0 21 0,1 1000 5 60 60 22 0,25 2000 15 50 5 23 0,25 2000 15 100 50 24 0,5 3000 10 150 50 25 0,5 3000 15 100 0 Jumlah 6,687 42900 248 1631 709 Rata2/Ha 6415,432 37,086 243,906 106,026
KCl (Kg) 2 2 0 20 0 0 30 5 10 0 0 0 0 0 5 0 6 0 0 0 30 5 0 0 0 115 17,197
Phonska (Kg) 0 0 0 0 50 50 0 0 10 0 0 20 15 50 0 50 0 0 0 50 30 0 0 20 50 395 59,069
Organik (Kg) 0 0 0 0 150 0 0 0 100 0 0 150 200 500 50 300 100 0 150 0 0 50 0 0 500 2250 336,473
Obat (ml) 0 0 0 0 0 0 0 0 20 0 0 0 0 0 0 0 115 50 50 50 20 180 50 100 0 635 94,960
TK (HOK) 19,4 19,4 25,3 38,5 53,5 61,4 66,8 28,8 19,6 21,2 40,2 22,6 28 36,2 22,6 41,6 30,7 36,5 35,2 35,1 29 40,5 35,2 42,6 47 876,9 131,135 102
Lampiran 2. Data Input Produksi Petani Non Penerima PUAP Luas Lahan Produksi Benih Urea TS Responden (Ha) (Kg) (Kg) (Kg) (Kg) 1 0,125 300 5 30 10 2 0,4 2500 10 200 200 3 0,8 3500 20 120 80 4 0,16 1000 10 60 0 5 0,3 2000 6 100 10 6 0,1 300 5 40 20 7 0,125 700 4 50 40 8 0,12 700 4 50 50 9 0,13 900 5 40 40 10 0,6 3500 16 200 200 11 0,25 1500 7 60 60 12 0,25 1500 8 60 60 13 0,12 600 5 40 40 14 0,15 1200 4 50 50 15 0,15 1000 6 50 50 16 0,2 1200 6 50 50 17 0,2 800 6 50 20 18 0,35 6380 10 105 0 19 0,35 1800 9 100 30 20 0,1 350 3 20 10 21 0,2 900 7 70 15 22 0,625 3700 16 300 200 23 0,25 1500 7 100 100 24 0,13 650 5 30 15 25 0,37 2200 10 50 30 Jumlah 6,555 40680 194 2025 1380 Rata2/Ha 6205,949 29,595 308,924 210,526
KCl (Kg) 0 0 0 0 0 0 0 0 20 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 5 50 0 0 0 75 11,441
Phonska (Kg) 0 0 100 40 0 0 20 0 20 50 0 0 0 15 20 30 10 145 10 7 0 0 25 0 50 542 82,684
Organik Obat (Kg) (ml) 0 50 0 380 100 760 100 64 120 120 0 20 0 25 0 24 0 30 0 120 0 50 0 50 0 90 120 130 0 30 0 40 0 40 0 70 0 70 0 75 0 40 0 250 0 50 0 25 0 75 440 2678 67,124 408,543
TK (HOK) 20,2 55,8 40,6 31 32,6 18,4 46,7 46 48,3 49,1 58,5 63,2 41,3 40,6 40,3 43,3 44,1 45,1 57,2 40,1 47,8 68,9 45,3 25,3 38,8 1088,5 166,056 103
Lampiran 3. Hasil Perhitungan Analisis Regresi Regression Analysis: Produksi versus Luas Lahan; Benih; ... The regression equation is Produksi = - 573 + 2089 Luas Lahan + 24,4 Benih + 12,0 Urea - 4,34 TS 7,43 KCl + 19,3 PHONSKA - 1,77 Organik - 1,46 Pestisida + 12,0 TK + 334 PUAP Predictor Constant Luas Lahan Benih Urea TS KCl PHONSKA Organik Pestisida TK PUAP
Coef -572,6 2089 24,36 11,971 -4,338 -7,426 19,338 -1,7742 -1,4648 12,036 333,6
S = 500,170
SE Coef 321,9 1125 25,58 3,411 2,878 8,998 3,224 0,7687 0,8075 8,772 197,6
R-Sq = 88,5%
PRESS = 33217703
T -1,78 1,86 0,95 3,51 -1,51 -0,83 6,00 -2,31 -1,81 1,37 1,69
P 0,083 0,071 0,347 0,001 0,140 0,414 0,000 0,026 0,077 0,178 0,099
VIF 8,4 3,7 7,4 4,2 1,5 1,7 1,5 1,9 2,5 2,0
R-Sq(adj) = 85,6%
R-Sq(pred) = 60,94%
R-sq 88,5% artinya 88,5% keragaman dari produksi mampu dijelaskan oleh faktor2 dalam model, sedangkan sisanya dijelaskan oleh factor lain di luar model Analysis of Variance Source Regression Residual Error Total
DF 10 39 49
SS 75285454 9756618 85042072
MS 7528545 250170
F 30,09
P 0,000
Hipotesis H0 : β0= β1=……=βi=0 H1 : minimal ada satu βi≠0
model tidak nyata model nyata (significant)
Nilai-p (0.000) < alpha 5% maka tolak H0 artinya model regresi diatas significant Source Luas Lahan Benih Urea TS KCl PHONSKA Organik Pestisida TK PUAP
DF 1 1 1 1 1 1 1 1 1 1
Seq SS 59479572 229217 1305195 3324518 320635 6997728 870550 1916049 128828 713161
Durbin-Watson statistic = 2,42823
104
Uji Asumsi 1. Kenormalan H0 : Galat menyebar normal H1 : Galat tidak menyebar normal
kenormalan Normal 99
Mean StDev N KS P-Value
95 90
-4,44516E-13 446,2 50 0,123 0,060
Percent
80 70 60 50 40 30 20 10 5
1
-1000
-500
0 RESI1
500
1000
1500
Nilai-p(0,060) > alpha 5% maka terima H0 artinya Galat menyebar normal 2. Asumsi Homoskedastisitas H0 : Homoskedastisitas H1 : Heteroskedastisitas Dengan meregresikan semua peubah bebas dengan mutlak residualnya maka diperoleh anova secara keseluruhan sebagai berikut Source Regression Residual Error Total
DF 10 39 49
SS 1634969 3415949 5050918
MS 163497 87588
F 1,87
P 0,081
Nilai-p (0.081) > alpha 5% maka terima H0 artinya Homoskedastisitas terpenuhi 3. Uji Autokorelasi Durbin-Watson statistic = 2,42823 Nilai DW disekitar 2 artinya tidak ada autokorelasi 4. Multikolinieritas. Pada uji ini bisa dilihat dari nilai VIF, dimana nilai VIF < 10 artinya tidak ada multikolinieritas
105
Lampiran. Hasil Uji-t Terhadap Penggunaan Input Antara Petani Penerima dan Non Penerima PUAP Two-Sample T-Test and CI: PUAP, non PUAP (Luas Lahan) Two-sample T for PUAP vs non PUAP PUAP non PUAP
N 25 25
Mean 0.267 0.262
StDev 0.191 0.182
SE Mean 0.038 0.036
Difference = mu (PUAP) - mu (non PUAP) Estimate for difference: 0.005280 95% CI for difference: (-0.100791, 0.111351) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 0.10 = 48 Both use Pooled StDev = 0.1865
P-Value = 0.921
DF
Hipotesis H0 : H1 :
µPUAP = µnonPUAP µPUAP ≠ µnonPUAP
p-value (0.921) > alpha 5% maka terima H0 artinya antara PUAP dan non PUAP tidak berbeda nyata
Two-Sample T-Test and CI: PUAP, non PUAP (Benih) Two-sample T for PUAP vs non PUAP PUAP non PUAP
N 25 25
Mean 9.92 7.76
StDev 6.22 4.21
SE Mean 1.2 0.84
Difference = mu (PUAP) - mu (non PUAP) Estimate for difference: 2.16000 95% CI for difference: (-0.85863, 5.17863) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 1.44 = 48 Both use Pooled StDev = 5.3080
P-Value = 0.157
DF
Hipotesis H0 : H1 :
µPUAP = µnonPUAP µPUAP ≠ µnonPUAP
p-value (0.157) > alpha 5% maka terima H0 artinya antara PUAP dan non PUAP tidak berbeda nyata
106
Two-Sample T-Test and CI: PUAP, non PUAP ( UREA ) Two-sample T for PUAP vs non PUAP PUAP non PUAP
N 25 25
Mean 61.2 81.0
StDev 49.0 65.1
SE Mean 9.8 13
Difference = mu (PUAP) - mu (non PUAP) Estimate for difference: -19.7600 95% CI for difference: (-52.5231, 13.0031) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = -1.21 = 48 Both use Pooled StDev = 57.6112
P-Value = 0.231
DF
Hipotesis H0 : H1 :
µPUAP = µnonPUAP µPUAP ≠ µnonPUAP
p-value (0.231) > alpha 5% maka terima H0 artinya antara PUAP dan non PUAP tidak berbeda nyata
Two-Sample T-Test and CI: PUAP, non PUAP (TS) Two-sample T for PUAP vs non PUAP PUAP non PUAP
N 25 25
Mean 28.4 55.2
StDev 36.2 59.7
SE Mean 7.2 12
Difference = mu (PUAP) - mu (non PUAP) Estimate for difference: -26.8400 95% CI for difference: (-54.9184, 1.2384) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = -1.92 = 48 Both use Pooled StDev = 49.3735
P-Value = 0.061
DF
Hipotesis H0 : H1 :
µPUAP = µnonPUAP µPUAP ≠ µnonPUAP
p-value (0.061) > alpha 5% maka terima H0 artinya antara PUAP dan non PUAP tidak berbeda nyata
107
Two-Sample T-Test and CI: PUAP, non PUAP (KCL) Two-sample T for PUAP vs non PUAP PUAP non PUAP
N 25 25
Mean 4.60 3.0
StDev 8.87 10.6
SE Mean 1.8 2.1
Difference = mu (PUAP) - mu (non PUAP) Estimate for difference: 1.60000 95% CI for difference: (-3.96739, 7.16739) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 0.58 = 46
P-Value = 0.566
DF
Hipotesis H0 : H1 :
µPUAP = µnonPUAP µPUAP ≠ µnonPUAP
p-value (0.566) > alpha 5% maka terima H0 artinya antara PUAP dan non PUAP tidak berbeda nyata
Two-Sample T-Test and CI: PUAP, non PUAP (PHONSKA) Two-sample T for PUAP vs non PUAP PUAP non PUAP
N 25 25
Mean 15.8 21.7
StDev 21.2 34.8
SE Mean 4.2 7.0
Difference = mu (PUAP) - mu (non PUAP) Estimate for difference: -5.88000 95% CI for difference: (-22.26748, 10.50748) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = -0.72 = 48 Both use Pooled StDev = 28.8160
P-Value = 0.474
DF
Hipotesis H0 : H1 :
µPUAP = µnonPUAP µPUAP ≠ µnonPUAP
p-value (0.474) > alpha 5% maka terima H0 artinya antara PUAP dan non PUAP tidak berbeda nyata
108
Two-Sample T-Test and CI: PUAP, non PUAP (ORGANIK) Two-sample T for PUAP vs non PUAP PUAP non PUAP
N 25 25
Mean 90 17.6
StDev 147 41.4
SE Mean 29 8.3
Difference = mu (PUAP) - mu (non PUAP) Estimate for difference: 72.4000 95% CI for difference: (10.9162, 133.8838) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = 2.37 = 48 Both use Pooled StDev = 108.1141
P-Value = 0.022
DF
Hipotesis H0 : H1 :
µPUAP = µnonPUAP µPUAP ≠ µnonPUAP
p-value (0.022) < alpha 5% maka tolak H0 artinya antara PUAP dan non PUAP berbeda nyata
Two-Sample T-Test and CI: PUAP, non PUAP (PESTISIDA) Two-sample T for PUAP vs non PUAP PUAP non PUAP
N 25 25
Mean 25.4 107
StDev 45.8 158
SE Mean 9.2 32
Difference = mu (PUAP) - mu (non PUAP) Estimate for difference: -81.7200 95% CI for difference: (-147.6789, -15.7611) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = -2.49 = 48 Both use Pooled StDev = 115.9832
P-Value = 0.016
DF
Hipotesis H0 : H1 :
µPUAP = µnonPUAP µPUAP ≠ µnonPUAP
p-value (0.016) < alpha 5% maka tolak H0 artinya antara PUAP dan non PUAP berbeda nyata
109
Two-Sample T-Test and CI: PUAP; non PUAP (TK) Two-sample T for PUAP vs non PUAP PUAP non PUAP
N 25 25
Mean 35,1 43,5
StDev 12,6 12,1
SE Mean 2,5 2,4
Difference = mu (PUAP) - mu (non PUAP) Estimate for difference: -8,46400 95% CI for difference: (-15,50808; -1,41992) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = -2,42 = 48 Both use Pooled StDev = 12,3864
P-Value = 0,020
DF
Hipotesis H0 : H1 :
µPUAP = µnonPUAP µPUAP ≠ µnonPUAP
p-value (0.020) < alpha 5% maka tolak H0 artinya antara PUAP dan non PUAP berbeda nyata
Two-sample T for PUAP vs Non (TKDK) PUAP Non
N 25 25
Mean 13,42 14,68
StDev 4,15 4,62
SE Mean 0,83 0,92
Difference = mu (PUAP) - mu (Non) Estimate for difference: -1,26000 95% CI for difference: (-3,75718; 1,23718) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = -1,01 = 48 Both use Pooled StDev = 4,3911
P-Value = 0,315
DF
Hipotesis H0 : H1 :
µPUAP = µnonPUAP µPUAP ≠ µnonPUAP
p-value (0.315) > alpha 5% maka terima H0 artinya antara PUAP dan non PUAP tidak berbeda nyata
110
Two-sample T for PUAP vs Non (TKLK) PUAP Non
N 25 25
Mean 21,7 28,9
StDev 14,3 11,5
SE Mean 2,9 2,3
Difference = mu (PUAP) - mu (Non) Estimate for difference: -7,20400 95% CI for difference: (-14,57553; 0,16753) T-Test of difference = 0 (vs not =): T-Value = -1,96 = 48 Both use Pooled StDev = 12,9622
P-Value = 0,055
DF
Hipotesis H0 : H1 :
µPUAP = µnonPUAP µPUAP ≠ µnonPUAP
p-value (0.055) > alpha 5% maka terima H0 artinya antara PUAP dan non PUAP tidak berbeda nyata
111
Lampiran 5. Hasil Analisis Usahatani Padi Responden Penerima PUAP No
Uraian
A.
Penerimaan Usahatani
B.
Satuan
Harga/satuan
Volume
Nilai
Persentase
A.1. Penerimaan Tunai
kg
2293,706
5580,980
12.801.124
86,993
A.2. Penerimaan Diperhitungkan
kg
2293,706
834,455
1.913.994
13,007
A.3. Total Penerimaan Usahatani
kg
2293,706
6415,430
14.715.119
100,000
1. Benih
kg
5414,937
36,0401
195.155
1,996
2. Pupuk:
kg
a. Urea
kg
1521,418
228,952
348.331
3,563
b. TS
kg
2236,248
106,027
237.102
2,426
c. PHONSKA
kg
1960,759
59,069
115.822
1,185
d. KCl
kg
2778,260
17,197
47.779
0,489
e. Organik
kg
920
336,474
309.556
3,167
3. Pestisida
ml
429,921
94,960
40.825
0,418
4. Tenaga Kerja Luar Keluarga
HOK
25000
80,948
2.023.703
20,703
5. Sewa Traktor
Ha
150000
1
150.000
1,535
6. Sewa Lahan
Ha
4000000
0,18
720.000
7,366
7. Sewa Ternak
Ha
100000
1
100.000
1,023
8. Iuran Pengairan
Ha
801929,116
1
801.929
8,204
Biaya Usahatani B.1. Biaya Tunai
9. Marjin keuntungan/bunga pinjaman
124000
124.000
Total Biaya Tunai
5.214.202
53,341
B.2. Biaya Diperhitungkan 1. Sewa Lahan
Ha
2. Tenaga Kerja Dalam Keluarga
HKP
3. Benih yang Diperoleh Sendiri
kg
4000000
0,82
3.280.000
33,554
25000
50,186
1.254.673
12,835
3214,285
1,0468
3.365
0,034
22.919
0,234
C.
4. Penyusutan
D.
Total Biaya Diperhitungkan
4.560.957
46,659
E.
9.775.159
100,000
F.
Total Biaya Usahatani (B1 + B2) Pendapatan Atas Biaya Tunai (A3 B1)
G.
Pendapatan Atas Biaya Total (A3 - C)
4.939.960
H.
Pendapatan Tunai (A1 - B1)
7.586.922
I.
R/C atas Biaya Tunai (A3/B1)
2,822
J.
R/C atas Biaya Total (A3/C)
1,505
9.500.917
112
Lampiran 6. Analisis Usahatani Padi Responden Non Penerima PUAP No
Uraian
A.
Penerimaan Usahatani
B.
Satuan
Harga/satuan
Volume
Nilai
Persentase
A.1. Penerimaan Tunai
kg
2238,790
5387,490
12.061.463
86,812
A.2. Penerimaan Diperhitungkan A.3. Total Penerimaan Usahatani
kg
2238,790
742,182
1.661.589
11,959
kg
2238,790
6205,950
13.893.822
100,000
kg
6125,722
26,087
159.801
1,481
a. Urea
kg
1536,296
308,924
474.600
4,400
b. TS
kg
2344,202
210,526
493.516
4,575
c. PHONSKA
kg
2007,933
82,685
166.026
1,539
d. KCl
kg
2920
11,441
33.410
0,310
e. Organik
kg
931,818
67,124
62.548
0,580
3. Pestisida
ml
425,989
408,543
174.035
1,613
4. Tenaga Kerja Luar Keluarga
HKP
25000
110,053
2.751.335
25,507
5. Sewa Traktor
Ha
150000
1
150.000
1,391
6. Sewa Lahan
Ha
4000000
0
-
7. Sewa Ternak
Ha
100000
1
100.000
0,927
775743,707
1
775.744
7,192
5.341.014
49,516
Biaya Usahatani B.1. Biaya Tunai 1. Benih 2. Pupuk:
8. Iuran Pengairan Total Biaya Tunai
-
B.2. Biaya Diperhitungkan 1. Sewa Lahan
Ha
2. Tenaga Kerja Dalam Keluarga
HOK
3. Benih yang Diperoleh Sendiri
kg
4. Penyusutan
3000000
1
3.000.000
37,083
25000
56,155
1.403.890
13,015
3285,714
3,508
11.529
0,107
30.083
0,279
C.
Total Biaya Diperhitungkan
5.445.502
50,484
D.
9.786.517
100,000
F.
Total Biaya Usahatani (B.1+B.2) Pendapatan Atas Biaya Tunai (A3 - B1) Pendapatan Atas Biaya Total (A3 - C)
G.
Pendapatan Tunai (A1 - B1)
6.720.448
H.
R/C atas Biaya Tunai (A3/B1)
2,601
I
R/C atas Biaya Total (A3/C)
1,419
E.
8.552.807 4.107.305
113
Lampiran 7. Jumlah dan Rata-rata Produksi Padi Responden Penerima PUAP Non Penerima PUAP No Produksi Harga total Produksi Harga Total 1 300 2200 660000 300 2200 660000 2 300 2200 660000 2500 2200 5500000 3 450 2200 990000 3500 2300 8050000 4 2500 2300 5750000 1000 2200 2200000 5 3500 2500 8750000 2000 2200 4400000 6 4000 2500 10000000 300 2200 660000 7 4000 2300 9200000 700 2200 1540000 8 1000 2200 2200000 700 2200 1540000 9 350 2200 770000 900 2200 1980000 10 650 2200 1430000 3500 2200 7700000 11 3200 2300 7360000 1500 2200 3300000 12 800 2200 1760000 1500 2200 3300000 13 350 2200 770000 600 2200 1320000 14 3000 2200 6600000 1200 2200 2640000 15 600 2200 1320000 1000 2200 2200000 16 1650 2200 3630000 1200 2200 2640000 17 250 2200 550000 800 2200 1760000 18 2000 2200 4400000 6380 2300 14674000 19 2000 2200 4400000 1800 2200 3960000 20 1000 2200 2200000 350 2200 770000 21 1000 2200 2200000 900 2200 1980000 22 2000 2300 4600000 3700 2300 8510000 23 2000 2200 4400000 1500 2200 3300000 24 3000 2300 6900000 650 2200 1430000 25 3000 2300 6900000 2200 2300 5060000 Jumlah 42900 98400000 40680 91074000 rata 2293,7063 2238,7906
114
Lampiran 8. Jumlah, Rata-rata, dan Biaya Penggunaan Pupuk Urea No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
Urea Penerima PUAP Urea Non Penerima PUAP jumlah Harga Total jumlah Harga Total 10 1500 15000 30 1600 48000 10 1500 15000 200 1600 320000 8 1500 12000 120 1600 192000 60 1500 90000 60 1600 96000 500 1500 750000 100 1600 160000 75 1500 112500 40 1600 64000 200 1500 300000 50 1500 75000 50 1500 75000 50 1500 75000 30 1500 45000 40 1500 60000 28 1500 42000 200 1500 300000 100 1500 150000 60 1500 90000 30 1500 45000 60 1500 90000 30 1500 45000 40 1500 60000 75 1500 112500 50 1500 75000 20 1500 30000 50 1500 75000 55 1500 82500 50 1500 75000 15 1500 22500 50 1500 75000 125 1600 200000 105 1500 157500 100 1600 160000 100 1500 150000 50 1600 80000 20 1500 1500 60 1600 96000 70 1600 112000 50 1500 75000 300 1600 480000 100 1600 160000 100 1600 160000 150 1500 225000 30 1500 45000 100 1500 150000 50 1500 75000 2031 3090000 2025 3111000 Rata-rata 1521,418 1536,296
115
Lampiran 9. Jumlah, Rata-rata, dan Biaya Penggunaan Pupuk TS No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
TS Non Penerima PUAP TS Penerima PUAP jumlah Harga Total jumlah Harga Total 3 2000 6000 10 2500 25000 3 2000 6000 200 2500 500000 3 2000 6000 80 2500 200000 40 2000 80000 0 0 0 0 0 0 10 2500 25000 0 0 0 20 2500 50000 100 2000 200000 40 2000 80000 25 2000 50000 50 2000 100000 10 2000 20000 40 2000 80000 7 2000 14000 200 2000 400000 60 2000 120000 60 2000 120000 0 0 0 60 2000 120000 20 2000 40000 40 2000 80000 25 2000 50000 50 2000 100000 10 2000 20000 50 2000 100000 0 0 0 50 2000 100000 13 2000 26000 20 2000 40000 125 2500 312500 0 0 0 100 2500 250000 30 2000 60000 0 0 0 10 2000 20000 60 2500 150000 15 3000 45000 5 2000 10000 200 3000 600000 50 2500 125000 100 3000 300000 50 2000 100000 15 2000 30000 0 0 0 30 2000 60000 709 1585500 1380 3235000 Rata-rata 2236,25 2344,2
116
Lampiran 10. Jumlah, Rata-rata, dan Biaya Penggunaan Pupuk KCl No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
KCl Penerima PUAP KCl Non Penerima PUAP jumlah Harga Total jumlah Harga Total 2 2700 5400 0 0 0 2 2700 5400 0 0 0 0 0 0 0 0 0 20 2700 54000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 30 2700 81000 0 0 0 5 2700 13500 0 0 0 10 2700 27000 20 2700 54000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 5 2700 13500 0 0 0 0 0 0 0 0 0 6 2700 16200 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 30 3000 90000 5 3000 15000 5 2700 13500 50 3000 150000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 115 319500 75 219000 Rata-rata 2778,26 2920
117
Lampiran 11. Jumlah, Rata-rata, dan Biaya Penggunaan Pupuk Phonska No 1 2 3 4 5 6 7 8 9 10 11 12 13 14 15 16 17 18 19 20 21 22 23 24 25
Phonska Penerima PUAP Phonska Non Penerima PUAP jumlah Harga Total jumlah Harga Total 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 100 2200 220000 0 0 0 40 2200 88000 50 1900 95000 0 0 0 50 1900 95000 0 0 0 0 0 0 20 2000 40000 0 0 0 0 0 0 10 1900 19000 20 2000 40000 0 0 0 50 2000 100000 0 0 0 0 0 0 20 1900 38000 0 0 0 15 1900 28500 0 0 0 50 1900 95000 15 1900 28500 0 0 0 20 1900 38000 50 1900 95000 30 1900 57000 0 0 0 10 1900 19000 0 0 0 145 1900 275500 0 0 0 10 1900 19000 50 2200 110000 7 1900 13300 30 2200 66000 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 0 25 2200 55000 20 1900 38000 0 0 0 50 1900 95000 50 1900 95000 395 774500 542 1088300 Rata-rata 1960,76 2007,9336
118
Lampiran 12. Jumlah, Rata-rata, dan Biaya Penggunaan Pupuk Organik Pupuk Organik Penerima PUAP Pupuk Organik Non Penerima PUAP No jumlah Harga Total jumlah Harga Total 1 0 0 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0 0 3 0 0 0 100 1000 100000 4 0 0 0 100 700 70000 5 150 1000 150000 120 1000 120000 6 0 0 0 0 0 0 7 0 0 0 0 0 0 8 0 0 0 0 0 0 9 100 1000 100000 0 0 0 10 0 0 0 0 0 0 11 0 0 0 0 0 0 12 150 1000 150000 0 0 0 13 200 1000 200000 0 0 0 14 500 1000 500000 120 1000 120000 15 50 1000 50000 0 0 0 16 300 1000 300000 0 0 0 17 100 700 70000 0 0 0 18 0 0 0 0 0 0 19 150 1000 150000 0 0 0 20 0 0 0 0 0 0 21 0 0 0 0 0 0 22 50 1000 50000 0 0 0 23 0 0 0 0 0 0 24 0 0 0 0 0 0 25 500 700 350000 0 0 0 2250 2070000 440 410000 Rata-rata 920 931,818182
119
Lampiran 13. Jumlah, Rata-rata, dan Biaya Penggunaan Tenaga Kerja TK Total Penerima PUAP
TK Total Non Penerima PUAP
No
jumlah
Harga
Jumlah
Harga
1
19,4
25000
485000
20,2
25000
505000
1
19,4
25000
485000
14,2
25000
355000
2
19,4
25000
485000
55,8
25000
1395000
2
19,4
25000
485000
11
25000
275000
3
25,3
25000
632500
40,6
25000
1015000
3
25,3
25000
632500
22,4
25000
560000
4
38,5
25000
962500
31
25000
775000
4
9,4
25000
235000
5
25000
125000
5
53,5
25000
1337500
32,6
25000
815000
5
8
25000
200000
7
25000
175000
6
61,4
25000
1535000
18,4
25000
460000
6
10,4
25000
260000
3
25000
75000
7
66,8
25000
1670000
46,7
25000
1167500
7
11,8
25000
295000
18,9
25000
472500
8
28,8
25000
720000
46
25000
1150000
8
11,8
25000
295000
14,2
25000
355000
9
19,6
25000
490000
48,3
25000
1207500
9
10
25000
250000
14,5
25000
362500
10
21,2
25000
530000
49,1
25000
1227500
10
8,4
25000
210000
15,3
25000
382500
11
40,2
25000
1005000
58,5
25000
1462500
11
11,1
25000
277500
18,3
25000
457500
12
22,6
25000
565000
63,2
25000
1580000
12
15,2
25000
380000
18,6
25000
465000
13
28
25000
700000
41,3
25000
1032500
13
10,5
25000
262500
13,1
25000
327500
14
36,2
25000
905000
40,6
25000
1015000
14
13,2
25000
330000
19,2
25000
480000
15
22,6
25000
565000
40,3
25000
1007500
15
11,2
25000
280000
17,5
25000
437500
16
41,6
25000
1040000
43,3
25000
1082500
16
18,8
25000
470000
19,5
25000
487500
17
30,7
25000
767500
44,1
25000
1102500
17
14,6
25000
365000
16,9
25000
422500
18
36,5
25000
912500
45,1
25000
1127500
18
10,4
25000
260000
14,5
25000
362500
19
35,2
25000
880000
57,2
25000
1430000
19
17
25000
425000
16,2
25000
405000
20
35,1
25000
877500
40,1
25000
1002500
20
10,1
25000
252500
19,1
25000
477500
21
29
25000
725000
47,8
25000
1195000
21
13,6
25000
340000
14
25000
350000
22
40,5
25000
1012500
68,9
25000
1722500
22
12,1
25000
302500
11,1
25000
277500
23
35,2
25000
880000
45,3
25000
1132500
23
12,9
25000
322500
12,1
25000
302500
24
42,6
25000
1065000
25,3
25000
632500
24
13,6
25000
340000
16,1
25000
402500
25
47
25000
1175000
38,8
25000
970000
25
17,4
25000
435000
15,4
25000
385000
21922500
1088,5
876,9 Rata-rata
Total
3278375,95
Total
TKDK Penerima PUAP No
Jumlah
Harga
27212500 4151411,137
Rata-rata
TKDK Non Penerima PUAP
Total
jumlah
Harga
Total
8390000
9177500
1254673,2
1400076,3
120
Lampiran 14. Jumlah, Rata-rata, dan Biaya Penggunaan Benih Benih 1
No
Benih Penerima PUAP Benih Harga Total 2 Harga
1
2
3000
2
2
3
3
4
Total
Benih 1
Benih Non Penerima PUAP Benih Total 2 Harga Total
Harga
6000
1
5000
5000
3
3500
10500
2
7000
3000
6000
1
5000
5000
0
0
0
10
7000
70000
3500
10500
1
5000
5000
0
0
0
20
7000
140000
0
0
0
10
5000
50000
0
0
0
10
7000
70000
5
0
0
0
12
5000
60000
0
0
0
6
7000
42000
6
0
0
0
15
5000
75000
5
3500
17500
0
7000
0
7
0
0
0
16
5000
80000
4
3500
14000
0
6250
0
8
0
0
0
6
5000
30000
4
3000
12000
0
6250
0
9
0
0
0
5
5000
25000
5
3000
15000
0
6250
0
10
0
0
0
4
5000
20000
0
0
0
16
6250
100000
11
0
0
0
30
5000
150000
0
0
0
7
6250
43750
12
0
0
0
6
5000
30000
0
0
0
8
6250
50000
13
0
0
0
4
5000
20000
0
0
0
5
5000
25000
14
0
0
0
15
5000
75000
0
0
0
4
5000
20000
15
0
0
0
5
5000
25000
0
0
0
6
5000
30000
16
0
0
0
15
5000
75000
0
0
0
6
5000
30000
17
0
0
0
5
5000
25000
0
0
0
6
5000
30000
18
0
0
0
10
7000
70000
0
0
0
10
5000
50000
19
0
0
0
10
7000
70000
0
0
0
9
5000
45000
20
0
0
0
10
7000
70000
0
0
0
3
5000
15000
21
0
0
0
5
7000
35000
0
0
0
7
7000
49000
22
0
0
0
15
5000
75000
0
0
0
16
7000
112000
23
0
0
0
15
7000
105000
0
0
0
7
7000
49000
24
0
0
0
10
5000
50000
0
0
0
5
5000
25000
25
0
0
0
15
5000
75000
0
0
0
10
5000
50000
69000
173
Total
7
Harga Rata-rata
22500 3214
241
1305000
21
5414,94
Harga Rata-rata
14000
1059750
3285,71
6125,72
121
Lampiran 15. Jumlah, Rata-rata, dan Biaya Penggunaan Obat-Obatan Penerima PUAP Pestisida Penerima PUAP No Decis Harga Total Matador Harga Total 1 0 0 0 0 0 0 2 0 0 0 0 0 0 3 0 0 0 0 0 0 4 0 0 0 0 0 0 5 0 0 0 0 0 0 6 0 0 0 0 0 0 7 0 0 0 0 0 0 8 0 0 0 0 0 0 9 20 600 12000 0 0 0 10 0 0 0 0 0 0 11 0 0 0 0 0 0 12 0 0 0 0 0 0 13 0 0 0 0 0 0 14 0 0 0 0 0 0 15 0 0 0 0 0 0 16 0 0 0 0 0 0 17 25 600 15000 90 200 18000 18 50 600 30000 0 0 0 19 50 600 30000 0 0 0 20 50 600 30000 0 0 0 21 20 600 12000 0 0 0 22 0 0 0 180 200 36000 23 50 600 30000 0 0 0 24 100 600 60000 0 0 0 25 0 0 0 0 0 0 jumlah 365 219000 270 54000 Harga 429,9213
122
Lampiran 16. Jumlah, Rata-rata, dan Biaya Penggunaan Obat-Obatan Non Penerima PUAP Pestisida Non Penerima PUAP No Decis Harga Total Matador Harga Total 1 50 600 30000 0 0 0 2 80 600 48000 300 200 60000 3 160 600 96000 600 200 120000 4 64 600 38400 0 0 0 5 120 600 72000 0 0 0 6 20 600 12000 0 0 0 7 25 600 15000 0 0 0 8 24 600 14400 0 0 0 9 30 600 18000 0 0 0 10 120 600 72000 0 0 0 11 50 600 30000 0 0 0 12 50 600 30000 0 0 0 13 0 0 0 90 200 18000 14 30 600 18000 100 200 20000 15 30 600 18000 0 0 16 40 600 24000 0 0 0 17 40 600 24000 0 0 0 18 70 600 42000 0 0 0 19 70 600 42000 0 0 0 20 0 0 0 75 200 15000 21 40 600 24000 0 0 0 22 250 600 150000 0 0 0 23 50 600 30000 0 0 0 24 25 600 15000 0 0 0 25 75 600 45000 0 0 0 jumlah 1513 907800 1165 233000 Harga 425,9895
123