II. TINJAUAN PUSTAKA
2.1. Program Pengembangan Usaha Agribinis Perdesaan (PUAP) PUAP adalah sebuah program peningkatan kesejahteraan masyarakat, merupakan bagian dari pelaksanaan program PNPM Mandiri yang melakukan penyaluran bantuan modal usaha dalam upaya menumbuhkembangkan usaha agribisnis sesuai dengan potensi pertanian desa sasaran, yang diwujudkan dengan penerapan pola bentuk fasilitas bantuan penguatan modal usaha untuk petani anggota, baik petani pemilik, petani penggarap, buruh tani maupun rumah tangga tani. Operasional penyaluran dana PUAP dilakukan dengan memberikan kewenangan kepada Gapoktan melalui PUAP dalam hal penyaluran dana penguatan modal kepada anggota. Agar mencapai hasil yang maksimal dalam pelaksanaan PUAP, Gapoktan didampingi oleh tenaga penyuluh pendamping dan Penyelia Mitra Tani (PMT). Jumlah dana yang disalurkan ke setiap Gapoktan maksimal sebesar Rp 100 juta. Dana tersebut disalurkan kepada anggota Gapoktan untuk menunjang kegiatan usahataninya. Dengan demikian, Gapoktan diharapkan mampu menjadi lembaga ekonomi yang dimiliki dan dikelola oleh petani. Beberapa persyaratan yang harus dipenuhi oleh Gapoktan sebagai penyalur PUAP antara lain : memiliki sumber daya manusia yang mampu mengelola usaha agribisnis; struktur kepengurusan yang aktif; dimiliki dan dikelola oleh petani; dan dikukuhkan oleh bupati atau walikota (Kementerian Pertanian, 2010). Untuk mengantisipasi agar penyaluran dan pemanfaatan dana PUAP berjalan lancar, maka dibentuklah suatu tim pemantau, pembinaan dan pengendalian di tingkat pusat, propinsi dan kabupaten/ kota.
Pembinaan difokuskan terhadap
peningkatan kualitas SDM yang menangani BLM-PUAP di tingkat kabupaten atau kota; koordinasi dan pengendalian; serta mengembangkan sistem pelaporan PUAP melalui pelatihan peningkatan pemahaman terhadap pelaksanaan PUAP di lapangan nantinya. Di samping melakukan pembinaan, pengendalian juga dilakukan oleh tim pusat PUAP melalui pertemuan reguler dan kunjungan lapangan ke propinsi dan kabupaten/kota untuk menjamin pelaksanaan PUAP sesuai dengan kebijakan umum
13
Menteri Pertanian. Pelaksanaan pengendalian dari tim pembina PUAP propinsi hingga ke tim teknis PUAP kecamatan dilakukan dengan cara pertemuan regular dan kunjungan lapangan serta mendiskusikan permasalahan yang terjadi di lapangan. Program PUAP yang dilaksanakan oleh Kementerian Pertanian sejak dari tahun 2008, pelaksanaannya melalui pendekatan dan strategi sebagai berikut : (1) Memberikan bantuan stimulus modal usaha kepada petani untuk membiayai usaha ekonomi produktif dengan membuat usulan dalam bentuk RUA, RUK dan RUB dan menggunakan dana PUAP sesuai dengan usulan (tahun ke-I); (2) Petani penerima manfaat program PUAP tersebut harus mengembalikan dana stimulasi modal usaha kepada Gapoktan sehingga dapat digulirkan lebih lanjut oleh Gapoktan melalui kaidah-kaidah usaha simpan-pinjam (tahun ke-II); (3) Dana stimulasi modal usaha yang sudah digulirkan melalui pola simpan–pinjam selanjutnya melalui keputusan seluruh anggota gapoktan daharapkan dapat ditumbuhkan menjadi LKM-A, dan pada akhirnya difasilitasi menjadi jejaring pembiayaan (Linkages) dari perbankan/lembaga keuangan. 2.1.1. Tujuan Program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) Tujuan utama dari PUAP adalah sebagai berikut: 1) Mengurangi
kemiskinan
dan
pengangguran
melalui
penumbuhan
dan
pengembangan kegiatan usaha agribisnis di perdesaan sesuai dengan potensi wilayah. 2) Meningkatkan kemampuan pelaku usaha agribisnis, Pengurus Gapoktan, Penyuluh dan Penyelia Mitra Tani. 3) Memberdayakan
kelembagaan
petani
dan
ekonomi
perdesaan
untuk
mengembangkan kegiatan agribisnis. 4) Meningkatkan fungsi kelembagaan menjadi jejaring atau mitra kelembagaan keuangan dalam rangka akses ke permodalan. 2.1.2. Sasaran Program PUAP Adapun sasaran yang diharapkan dari program PUAP adalah sebagai berikut: 1) Berkembangnya usaha agribisnis di 10.000 desa miskin atau tertinggal sesuai dengan potensi pertanian desa. 2) Berkembangnya 10.000 Gapoktan/Poktan yang dimiliki dan dikelola petani.
14
3) Meningkatnya kesejahteraan rumah tangga tani miskin, petani atau peternak (pemilik dan atau penggarap) skala kecil maupun buruh tani. 4) Berkembangnya usaha pelaku agribisnis yang mempunyai usaha harian, mingguan atau musiman. 2.1.3. Kelompok Tani dan Gabungan Kelompok Tani (Gapoktan) Kelompok tani adalah kumpulan orang-orang tani atau petani yang terdiri dari petani dewasa (pria maupun wanita) maupun petani taruna (pemuda atau pemudi), yang terikat secara informal dalam suatu wilayah kelompok atas dasar keserasian dan kebutuhan bersama, kesamaan kepentingan, kesamaan kondisi lingkungan (sosial, ekonomi, sumberdaya) dan keakraban untuk meningkatkan dan mengembangkan usaha anggota (Kementerian Pertanian, 2010). Gabungan kelompok tani (Gapoktan) adalah kumpulan beberapa kelompok tani yang bergabung dan bekerjasama untuk meningkatkan skala ekonomi dan efisiensi usaha. Gapoktan terdiri atas kelompok tani yang ada dalam wilayah suatu wilayah administrasi desa atau yang berada dalam suatu wilayah aliran irigasi petak tersier (Kementerian Pertanian, 2010). Syahyuti (2005) mendefinisikan Gapoktan sebagai gabungan dari beberapa kelompok tani yang melakukan usaha agribisnis berdasarkan prinsip kebersamaan dan kemitraan sehingga mencapai peningkatan produksi dan pendapatan usahatani bagi anggota dan petani lainnya. Pengembangan Gapoktan dilatarbelakangi oleh adanya kelemahan aksesibilitas petani terhadap berbagai kelembagaan layanan usaha, misalnya terhadap lembaga keuangan, terhadap lembaga pemasaran, terhadap lembaga penyedia sarana produksi pertanian serta terhadap sumber informasi. Pada prinsipnya, Gapoktan diarahkan sebagai sebuah kelembagaan ekonomi, namun diharapkan juga mampu menjalankan fungsi-fungsi lainnya serta memiliki peran penting dalam pertanian. Keterlibatan Gapoktan secara aktif sebagai bagian dari gerakan koperasi pada sektor pertanian menjadi penting dalam peningkatan produksi serta kesejahteraan hidup petani (Biro Perencanaan Departemen Pertanian, 2009) di mana: 1) Melalui Gapoktan petani dapat memperbaiki posisi rebut tawar mereka, baik dalam memasarkan hasil produksi maupun dalam pengadaan input produksi yang dibutuhkan. Posisi rebut tawar (bargaining power) ini bahkan dapat berkembang
15
menjadi
kekuatan
penyeimbang
(countervailing
power)
dari
berbagai
ketidakadilan pasar yang dihadapi para petani. 2) Dalam hal mekanisme pasar tidak menjamin terciptanya keadilan, Gapoktan dapat mengupayakan pembukaan pasar baru bagi produk anggotanya. Pada sisi lain Gapoktan dapat memberikan akses kepada anggotanya terhadap berbagai penggunaan faktor produksi dan jasa yang tidak ditawarkan pasar. 3) Dengan bergabung dalam wadah Gapoktan, para petani dapat lebih mudah melakukan
penyesuaian
produksinya
melalui
pengolahan
pasca
panen
sehubungan dengan perubahan permintaan pasar. Pada gilirannya hal ini akan memperbaiki efisiensi pemasaran yang memberikan manfaat bagi kedua belah pihak, dan bahkan kepada masyarakat umum maupun perekonomian nasional. 4) Dengan penyatuan sumberdaya para petani dalam sebuah Gapoktan, para petani lebih mudah dalam menangani risiko yang melekat pada produksi pertanian, seperti: pengaruh iklim, heterogenitas kualitas produksi dan sebaran daerah produksi. 5) Dalam wadah organisasi Gapoktan, para petani lebih mudah berinteraksi secara positif terkait dalam proses pembelajaran guna meningkatkan kualitas SDM mereka. Koperasi sendiri memiliki misi khusus dalam pendidikan bagi anggotanya. 6) Hadirnya Gapoktan di perdesaan dengan berbagai unit usaha yang dijalankan sekaligus membuka lapangan kerja dan sumber pendapatan bagi para petani anggota maupun masyarakat di sekitarnya. Beberapa alasan yang disebutkan di atas mengisyaratkan bahwa peran Gapoktan tidak hanya akan meningkatkan kesejahteraan petani anggotanya, namun pada gilirannya juga akan menyebabkan berkembangnya sistem agribisnis untuk satu bahkan beberapa komoditas. Pada prinsipnya, apabila Gapoktan sudah memiliki tingkat kemampuan yang tinggi dan telah mampu mengelola usahatani secara komersial, serta memerlukan bentuk badan hukum untuk mengembangkan usahanya; maka dapat ditingkatkan menjadi bentuk organisasi yang formal dan berbadan hukum, sesuai dengan kesepakatan para petani anggotanya. Disini terlihat, bahwa pengembangan Gapoktan merupakan suatu proses lanjut dari lembaga petani yang sudah berjalan baik, misalnya kelompok-kelompok tani.
16
2.2.
Pemberdayaan Pemberdayaan masyarakat menyangkut dua kelompok yang saling terkait,
yaitu masyarakat yang belum berkembang sebagai pihak yang harus diberdayakan, dan pihak yang menaruh kepedulian sebagai pihak yang memberdayakan (Sumodiningrat, 1997). Adimiharja dan Hikmat (2001) mengemukakan bahwa pemberdayaan merupakan pelimpahan proses pengambilan keputusan dan tanggung jawab secara penuh. Pemberdayaan bukan berarti melepaskan pengendalian, tapi menyerahkan pengendalian. Dengan demikian pemberdayaan bukanlah masalah hilangnya pengendalian atau hilangnya hal-hal lain. Yang paling penting, pemberdayaqan
memungkinkan
pemanfaatan
kecakapan
dan
pengetahuan
masyarakat seoptimal mungkin untuk kepentingan masyarakat itu sendiri. Konsep
pemberdayaan
masyarakat
sebagai
upaya
membantu
klien
memperoleh kekuasaan dalam pengambilan keputusan dan menentukan tindakan yang dilakukan melalui peningkatan kemampuan dan rasa percaya diri untuk menggunakan kekuasaan yang dimiliki seperti melalui transfer kekuasaan. Sejalan dengan itu Ife (1996) dalam Irawati (2006) mengartikan, konsep pemberdayaan (empowerment) sebagai upaya memberikan otonomi, wewenang, dan kepercayaan kepada setiap individu dalam suatu organisasi, serta mendorong mereka untuk kreatif agar dapat menyelesaikan tugasnya sebaik mungkin. Pemahaman ini menurut Masik (2005) dalam Irawati (2006), menyatakan bahwa interaksi yang terjalin merupakan modal sosial yang memberikan keuntungan dalam perspektif individu maupun kelompok dengan mengakui pentingnya interaksi dan jaringan social sebagai aset kolektif, di mana hubungan antara interaksi sosial yang dilakukan secara individual dan norma serta nilai kepercayaan pada kelompok bersifat timbal balik. Dengan demikian, konsep pemberdayaan merupakan upaya memandirikan masyarakat lewat perwujudan potensi kemampuan yang mereka miliki dalam menentukan pilihan kegiatan untuk menjadi lebih baik dengan memberikan kepercayaan kepada setiap individu dalam suatu organisasi melalui serangkaian proses. Pemberdayaan dan pengembangan kelembagaan di perdesaan, meliputi: (1) pola pengembangan pertanian berdasarkan luas dan intensifitas lahan, perluasan kesempatan kerja dan berusaha yang dapat memperluas penghasilan; (2) perbaikan dan penyempurnaan keterbatasan pelayanan sosial (pendidikan, gizi dan kesehatan,
17
dan sebagainya); (3) program memperkuat prasarana kelembagaan dan ketrampilan mengelola kebutuhan perdesaan. Untuk keberhasilannya diperlukan kerjasama antara:
administrasi
lokal,
pemerintah
lokal,
kelembagaan/organisasi
yang
beranggotakan masyarakat lokal, kerjasama usaha, pelayanan dan bisnis swasta yang dapat diintegrasikan ke dalam pasar baik lokal, regional dan global (Elizabeth, 2003). Rubin dalam Sumaryadi (2005: 94-96) mengemukakan 5 prinsip dasar dari konsep pemberdayaan masyarakat sebagai berikut: 1. Pemberdayaan masyarakat memerlukan break-even dalam setiap kegiatan yang dikelolanya, meskipun orientasinya berbeda dari organisasi bisnis, dimana dalam pemberdayaan masyarakat keuntungan yang diperoleh didistribusikan kembali dalam bentuk program atau kegiatan pembangunan lainnya. 2. Pemberdayaan masyarakat selalu melibatkan partisipasi masyarakat baik dalam perencanaan maupun pelaksanaan yang dilakukan. 3. Dalam melaksanakan program pemberdayaan masyarakat, kegiatan pelatihan merupakan unsur yang tidak bisa dipisahkan dari usaha pembangunan fisik. 4. Dalam implementasinya, usaha pemberdayaan harus dapat memaksimalkan sumber daya, khususnya dalam hal pembiayaan baik yang berasal dari pemerintah, swasta maupun sumber-sumber lainnya. 5. Kegiatan pemberdayaan masyarakat harus dapat berfungsi sebagai penghubung antara kepentingan pemerintah yang bersifat makro dengan kepentingan masyarakat yang bersifat mikro. 2.2.1. Pemberdayaan Gapoktan Pemberdayaan Gapoktan berada dalam konteks penguatan kelembagaan. Untuk dapat berkembang sistem dan usaha agribisnis memerlukan penguatan kelembagaan baik kelembagaan petani, maupun kelembagaan usah. Kelembagaan petani dibina dan dikembangkan berdasarkan kepentingan masyarakat dan harus tumbuh dan berkembang dari masyarakat itu sendiri. Kelembagaan pertanian tersebut meliputi kelembagaan penyuluhan (BPP), kelompok tani, Gapoktan, koperasi tani (Koptan), penangkar benih, pengusaha benih, institusi perbenihan lainnya, kios, KUD, pasar desa, pedagang, asosiasi petani, asosiasi industri olahan, asosiasi benih, P3A, UPJA, dan lain-lain.
18
Pendekatan utama dalam konsep pemberdayaan petani adalah bahwa petani tidak dijadikan sebagai objek dari berbagai proyek pemerintah, tetapi merupakan subyek dalam pembangunan tersebut, Menurut Ginanjar (1997) pendekatan pemberdayaan petani harus mengikuti pendekatan sebagai berikut : Pertama, upaya itu harus terarah langsung kepada yang memerlukan dengan program yang dirancang untuk mengatasi masalahnya dan sesuai dengan kebutuhannya. Kedua, program ini harus langsung mengikutsertakan atau bahkan dilaksanakan oleh masyarakat yang menjadi sasaran. Ketiga, menggunakan pendekatan kelompok, karena secara sendiri-sendiri masyarakat miskin sulit dapat memecahkan masalah-masalah yang di hadapinya. 2.2.2. Kelembagaan Petani Kelembagaan petani di perdesaaan memiliki peran yang strategis dalam peningkatan pemberdayaan masyarakat desa dalam hal ini para petani. Kelembagaan merupakan himpunan norma-norma dan tindakan yang berhubungan dengan kebutuhan pokok kehidupan bersosial masyarakat, dan membentuk piranti sosial untuk memenuhi kebutuhan manusia ketika bersosialisasi dalam bermasyarakat (Elizabeth. 2003). Lembaga
di
perdesaan
lahir
untuk
memenuhi
kebutuhan
sosial
masyarakatnya. Sifatnya tidak linier, namun cenderung merupakan kebutuhan individu anggotanya, berupa: kebutuhan fisik, kebutuhan rasa aman (safe), kebutuhan hubungan sosial (social affilination), pengakuan (esteem), dan pengembangan pengakuan (self actualization). Manfaat utama lembaga adalah mewadahi kebutuhan salah satu sisi kehidupan social masyarakat, dan sebagai social control, sehingga setiap orang dapat mengatur perilakunya menurut kehendak masyarakat (Elizabeth, 2003). Menurut Syahyuti (2008), terdapat beberapa peran pokok kelembagaan yang diharapkan dapat dimainkan oleh Gapoktan. Pertama, Gapoktan difungsikan sebagai lembaga sentral dalam sistem yang terbangun, misalnya terlibat dalam penyaluran benih bersubsidi yaitu bertugas merekap daftar permintaan benih dan nama anggota. Demikian pula dalam pencairan anggaran subsidi benih dengan menerima voucher dari Dinas Pertanian setempat. Gapoktan merupakan lembaga strategis yang akan
19
merangkum seluruh aktifitas kelembagaan petani di wilayah tersebut. Gapoktan dijadikan sebagai basis usaha petani peternak di setiap perdesaan. Kedua, Gapoktan juga dibebankan untuk peningkatan ketahanan pangan di tingkat lokal. Mulai tahun 2006 melalui Badan Ketahanan Pangan telah dilaksanakan “Program Desa Mandiri Pangan” dalam rangka mengatasi kerawanan dan kemiskinan di perdesaan. Pengentasan kemiskinan dan kerawanan pangan dilakukan melalui pendekatan pemberdayaan masyarakat secara partisipatif. Dalam hal ini, masyarakat yang tergabung dalam suatu kelompok tani dibimbing agar mampu mengidentifikasi permasalahan yang dihadapi dan potensi yang mereka miliki, serta mampu secara mandiri membuat rencana kerja untuk meningkatkan pendapatannya melalui usahatani dan usaha agribisnis berbasis perdesaan. Tahapan selanjutnya adalah, bahwa beberapa kelompok tani dalam satu desa yang telah dibina kemudian difasilitasi untuk membentuk Gapoktan. Ketiga, mulai tahun 2007, Gapoktan dianggap sebagai Lembaga Usaha Ekonomi Perdesaan (LUEP) sehingga dapat menerima Dana Penguatan Modal (DPM), yaitu dana pinjaman yang dapat digunakan untuk membeli gabah petani pada saat panen raya, sehingga harga tidak terlalu jatuh. Kegiatan DPM-LUEP telah dimulai semenjak tahun 2003, namun baru mulai tahun 2007 Gapoktan dapat sebagai penerima. Dalam konteks ini, Gapoktan bertindak sebagai “pedagang gabah”, dimana ia akan membeli gabah dari petani lalu menjualkannya berikut berbagai fungsi pemasaran lainnya. Keempat, sejak tahun 2008, Gapoktan sebagai kelembagaan tani pelaksana PUAP untuk penyaluran bantuan modal usaha bagi anggota. Melalui pelaksanaan PUAP diharapkan Gapoktan dapat menjadi kelembagaan ekonomi yang dimiliki dan dikelola petani. 2.2.3. Kinerja Kelembagaan Petani Kinerja adalah gambaran mengenai tingkat pencapaian pelaksanaan kegiatan/program/kebjiakan dalam mewujudkan sasaran, tujuan, misi dan visi organisasi. Kinerja juga dapat dikatakan sebagai perilaku berkarya, penampilan, atau hasil karya. Karena itu kinerja merupakan bentuk yang multidimensional, sehingga cara mengukurnya sangat bervariasi tergantung dari banyak faktor (Solihin, 2008).
20
Kinerja kelembagaan petani di Indonesia sebagaimana yang dipaparkan oleh Dwi Purnomo (2010), masih belum sesuai yang diharapkan. Hal ini menurutnya disebabkan oleh : 1.
Kelompok tani pada umumnya dibentuk berdasarkan kepentingan teknis dan berdasarkan konsep cetak biru (blue print approach) yang seragam untuk memudahkan pengkoordinasian apabila ada kegiatan atau program pemerintah, sehingga lebih bersifat orientasi program, dan kurang menjamin kemandirian kelompok dan keberlanjutan kelompok.
2.
Pembentukan dan pengembangan kelembagaan tidak menggunakan basis social capital setempat dengan prinsip kemandirian lokal, yang dicapai melalui prinsip keotonomian dan pemberdayaan.
3.
Meskipun kelembagaan sudah dibentuk, namun pembinaan yang dijalankan cenderung individual, yaitu hanya kepada pengurus. Pembinaan kepada kontak tani memang lebih murah, namun pendekatan ini tidak mengajarkan bagaimana meningkatkan kinerja kelompok misalnya, karena tidak ada social learning approach.
4.
Pengembangan kelembagaan selalu menggunakan jalur struktural, dan lemah dari pengembangan aspek kulturalnya. Struktural organisasi dibangun lebih dahulu, namun tidak diikuti oleh pengembangan aspek kulturalnya. Sikap berorganisasi belum tumbuh pada diri pengurus dan anggotanya, meskipun wadahnya sudah tersedia. Sehingga partisipasi dan kekompakan anggota kelompok dalam kegiatan kelompok masih relatif rendah, ini tercermin dari tingkat kehadiran anggota dalam pertemuan kelompok rendah
2.2.4. Kinerja Pengelolaan Usahatani Sejak pemerintahan orde baru kegiatan pertanian diarahkan kepada bagaimana pencapaian produksi atau lebih kepada pengembangan subsistem usaha pertanian. Pada kegiatan on-farm yang didukung dengan kebijakan untuk peningkatan produksi melalui program intensifikasi pertanian. Hal ini terkait dengan program pemerintah melalui pengadaan pengairan, sarana produksi, benih unggul, pestisida serta pembukaan lahan-lahan pertanian terutama di luar Jawa seperti proyek gambut sejuta hektar di Kalimantan. Program tersebut bermuara pada pengadaan pangan nasional. Namun disadari bahwa program tersebut belum memberi kepada 21
peningkatan pendapatan dan kesejahteraan petani (Soetrisno, 2003 dalam Anomim, 2006). Program intensifikasi usahatani, khususnya padi sebagai makanan pokok, terutama diprioritaskan pada pemakaian benih varietas unggul, pupuk kimia, dan obat-obatan pemberantas hama dan penyakit. Kebijakan pemerintah saat itu secara jelas merekomendasikan penggunaan energi dari luar, serta didukung dengan pemberian subsidi harga pupuk dan obat-obatan, sehingga sangat terjangkau oleh petani-petani kecil. Penerapan program intensifikasi pertanian berbasis teknologi revolusi hijau telah mengubah pola bertani, di antaranya pola pemupukan, pola tanam dan pemakaian pestisida. Revolusi hijau dimotori oleh penggunaan varietas unggul responsif terhadap pupuk anorganik tetapi sering memerlukan pestisida untuk proteksi dari serangan hama penyakit, sehingga boros sumber daya dan tidak ramah lingkungan (Praptono, 2010). Sejalan dengan format penumbuhan gapoktan menjadi kelembagaan tani di perdesaan
sesuai
Peraturan
Menteri
Pertanian
(Permentan)
Nomor
273/Kpts/OT.160/4/2007, maka Gapoktan penerima BLM PUAP harus menunjukkan bahwa lembaga ini mampu mengelola dan mengembangkan usahataninya menjadi lembaga ekonomi ataupun lembaga keuangan mikro agribisnis. Kemudaian lembaga ini menjadi salah satu unit usaha dalam Gapoktan sehingga dapat mengelola dan melayani pembiayaan bagi petani anggota secara berkelanjutan. Lembaga Keuangan Mikro Agribisnis (LKM-A) merupakan lembaga keuangan mikro yang ditumbuhkan dari Gapoktan pelaksana PUAP dengan fungsi utamanya adalah untuk mengelola aset dasar dari dana PUAP dan dana keswadayaan angggota (Kementerian Pertanian, 2010). Dana yang dikelola LKM-A dimanfaatkan secara maksimal untuk membiayai usaha agribisnis anggota. Pengukuran kinerja aspek managemen pengelolaan LKM-A pada Gapoktan merupakan suatu kegiatan untuk mengetahui pola pengelolaan keuangan (manajemen keuangan) di tingkat Gapoktan PUAP oleh pengurus. Sesuai dengan kaidah-kaidah pengelolaan keuangan, pencatatan keuangan bertujuan untuk: (a) Meningkatkan tata cara pengelolaan keuangan dan pelaksanaan teknis di lapangan; (b) Mengetahui tata cara penggunaan dana; (c) Dalam tahap awal dapat diketahui tingkat efesiensi atau adanya penyimpangan dalam penggunaan dana; (d) Memudahkan dalam pembuatan laporan
22
keuangan kepada pihak eksternal terutama mempersiapkan Gapoktan masuk pada jaringan Linkages program dari bank/lembaga keuangan; (e) Memudahkan badan/tim pengawas melakukan pemeriksaan dalam penggunaan uang organisasi. Pengukuran manajemen pengelolaan LKM-A dilakukan untuk beberapa pertimbangan yaitu: (1) Mengukur tingkat keberhasilan dari proses pendampingan terkait dengan pengelolaan keuangan dan peningkatan skala usaha. Proses pendampingan ini secara nyata ditunjukkan adanya peningkatan kemampuan pengurus Gapoktan dalam mengelola keuangan dan usaha kelompoknya. Setiap kebijakan yang berkaitan dengan pengelolaan keuangan dan usaha tersebut didasarkan pada AD/ART dan standar manajemen keuangan yang telah ditetapkan; (2) Mengukur proses pencatatan dan pelaporan keuangan terhadap proses pengembangan usaha, untuk menjamin akuntabilitas pengelolaan keuangan. 2.3. Tingkat Pendapatan Petani 2.3.1. Pengertian Pendapatan Petani Pendapatan merupakan keseluruhan penerimaan yang diterima pekerja, buruh, atau rumah tangga, baik berupa fisik maupun non fisik selama ia melakukan pekerjaan pada suatu perusahaan atau instansi atau pendapatan selama ia bekerja atau berusaha (Nababan. 2009). Dari Definisi yang dipaparkan oleh Nababan, maka pengertian pendapatan petani adalah penerimaan yang didapatkan oleh petani, baik fisik maupun non fisik selama ia melakukan pekerjaan di bidang pertanian. Pendapatan yang diterima petani merupakan hasil penjualan dari komoditi pertanian yang dijualnya sebagai usaha dalam memenuhi kebutuhan hidupnya. Pendapatan petani dapat bermacam-macam sumbernya yaitu sektor formal berupa gaji atau upah yang diterima dan sektor informal berupa penghasilan tambahan dagang, tukang, buruh dan lain-lain dan di sektor subsistem berupa hasil usaha sendiri.
Pendapatan usahatani tergantung pada faktor produksi, yaitu (1)
Penggunaan varietas unggul, (2) pemupukan yang seimbang, (3) pengolahan tanah, (4) pengairan yang baik, (5) pemberantasan hama dan penyakit, (6) penanganan pasca panen, (7) penggunaan lahan secara intensifikasi, (8) penggunaan peralatan dan mesin yang canggih dan modern, (9) peningkatan sumberdaya manusia, (10) penambahan modal usaha. Kesepuluh faktor produksi diatas menentukan tingkat kemiskinan petani serta usahatani (Ginting. 2004). 23
2.3.2. Faktor-faktor yang mempengaruhi pendapatan petani 2.3.2.1. Tenaga Kerja Berdasarkan publikasi ILO (International Labour Organization) penduduk dapat dikelompokkkan menjadi tenaga kerja (angkatan kerja) dan bukan tenaga kerja. Tenaga kerja didefinisikan sebagai penduduk yang berada pada usia kerja (15-64 tahun) atau jumlah seluruh penduduk dalam suatu negara yang dapat memproduksi barang dan jasa jika ada permintaan terhadap tenaga mereka, dan jika mereka mau berpartisipasi dalam aktifitas tersebut. Menurut Undang-Undang Nomor 25 tahun 1997 tentang ketentuan-ketentuan pokok ketenaga kerjaan disebutkan bahwa:’’Tenaga kerja adalah setiap orang lakilaki atau perempuan yang sedang mencari pekerjaan, baik di dalam maupun diluar hubungan kerja guna menghasilkan barang atau jasa untuk memenuhi kebutuhan masyarakat”. 2.3.2.2. Teknologi Penggunaan teknologi dalam pertanian akan mempengaruhi berapa jumlah tenaga kerja yang di butuhkan, penggunaan teknologi akan meningkatkan kualitas hasil pertanian sehingga produksi hasil pertanian mengalami efisiensi dan memberikan keuntukan yang maksimal kepada petani. 2.3.2.3 Modal Penggunaan sumber daya yang optimal terutama fasilitas modal sangat berpengaruh dalam memproduksi hasil pertanian karena semakin besar modal yang dimiliki oleh petani maka akan mengoptimalkan pembelian barang input dalam proses produksi. 2.4. Strategi Strategi adalah pendekatan secara keseluruhan yang berkaitan dengan pelaksanaan gagasan,
perencanaan,
dan
eksekusi
sebuah
aktivitas
dalam
kurun waktu tertentu. Di dalam strategi yang baik terdapat koordinasi tim kerja, memiliki tema, mengidentifikasi faktor pendukung yang sesuai dengan prinsipprinsip pelaksanaan gagasan secara rasional, efisien dalam pendanaan, dan memiliki taktik untuk mencapai tujuan secara efektif (wikipedia. 2011). Strategi adalah cara yang dilakukan untuk mencapai sasaran atau tujuan yang telah ditetapkan. Sebagai langkah-langkah pelaksanaan diperlukan perumusan 24
serangkai kebijakan (policy formulation method and technique). Strategi untuk seluruh pembangunan adalah mewujudkan keadilan dan kemakmuran , sedangkan kebijakan untuk membangun sektor adalah mengatasi berbagai hambatan dan kendala yang dihadapi (Zahiri. 2008) Dalam mewujudkan tujuan pembangunan masyarakat terdapat paling sedikit empat jenis srategi : 1. Strategi pembangunan (growth strategy) 2. Strategi kesejahteraan (welfare strategi) 3. Strategi yang tanggap terhadap kebutuhan masyarakat (responsive strategy) 4. Strategi terpadu atau strategi yang menyeluruh (integrated or holistic strategy). (Raharjo Adisasmita, 2006) Pada dasarnya strategi pembangunan masyarakat adalah mirip dengan strategi pembangunan perdesaan. Azas atau karakteristik masyarakat adalah memiliki sifat semangat masyarakat bergotong royong dan saling tolong menolong, tidak bersifat individualitas, membangun secara bersama-sama, pelibatan anggota masyarakat atau peran serta masyarakat adalah besar. Demikian pula dengan masyarakat perdesaan, oleh karena itu strategi pembangunan masyarakat atau community development strategi mempunyai azas yang serupa dengan strategi pembangunan perdesaan. Apa bila dikaji lebih dalam dan lebih luas konsep community development dapat dikembangkan sebagai mekanisme perencanaan pembangunan yang bersifat bottomup yang melibatkan peran serta masyarakat dalam berbagai kegiatan perencanaan dan pembangunan perkotaan. Kabinet Indonesia bersatu telah menetapkan program pembangunanya dengan menggunakan strategi tiga jalur (Triple track strategy) yang berazaskan progrowh, pro-employment dan pro-poor. Operasional konsep strategi tiga jalur tersebut dirancang melalui: (1) peningkatan pertumbuhan ekonomi di atas 6,5 % / tahun melalui percepatan investasi dan ekspor; (2) pembenahan sektor riil untuk mampu menyerap tambahan angkat kerja dan menciptakan lapangan kerja baru, dan (3) revitaslisasi sektor pertanian dan perdesaan untuk berkontribusi pada pengentasan kemiskinan (Rivai, dkk. 2010). Strategi kebijaksanaan pembangunan perdesaan diarahkan kepada:
25
1. Pengembangan kelembagaan yang dapat mempercepat proses modernisasi perekonomian masyarakat perdesaan melalui pengembangan agribisnis, jaringan kerja produksi dan jaminan pemasaran. 2. Peningkatan investigasi dalam pengembangan sumber daya manusia yang dapat mendorong produktivitas, kewiraswastaan dan ketahanan social masyarakat perdesaan. 3. Peningkatan ketersediaan pelayanan prasarana dan sarana perdesaan untuk mendukung proses produksi, pengolahan, pemasaran dan pelayanan social masyarakat. 4. Peningkatan kapasitas masyarakat dalam pengolahan lahan untuk menopang kegiatan usaha ekonomi masyarakat perdesaan secara berkelanjutan. 5. Peningkatan kemampuan organisasi pemerintah dan lembaga masyarakat perdesaan untuk mendukung pengembngan agribisnis dan pemberdayaan petani dan nelayan. 6. Penciptaan iklim social yang memberi kesempat masyarakat perdesaan untuk berpartisipasi dalam pembangunan, pengawasan, terhadap jalannya pemerintahan di perdesaan. Pola dasar PUAP dirancang untuk meningkatkan keberhasilan penyaluran dana BLM PUAP kepada Gapoktan dalam mengembangkan usaha produktif petani dalam mendukung 4 (empat) sukses Kementerian Pertanian yaitu: 1) Swasembada dan swasembada berkelanjutan; 2) Diversifikasi pangan; 3) Nilai tambah, Daya saing dan Ekspor, dan 4) Peningkatan kesejahteraan petani. Untuk pencapaian tujuan tersebut diatas, komponen utama dari pola dasar pengembangan PUAP adalah 1) Keberadaan Gapoktan; 2) Keberadaan Penyuluh Pendamping dan Penyelia Mitra Tani sebagai pendamping; 3) Pelatihan bagi petani, pengurus Gapoktan,dll; dan 4) penyaluran dana BLM kepada petani (pemilik dan atau penggarap), buruh tani dan rumah tangga tani. Strategi dasar Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) adalah: 1) Pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan PUAP; 2)
Optimalisasi potensi
agribisnis di desa miskin yang terjangkau; 3) Fasilitasi modal usaha bagi petani kecil, buruh tani dan rumah tangga tani miskin; dan 4) Penguatan kelembagaan Gapoktan.
26
Strategi Operasional Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) adalah: 1. Pemberdayaan masyarakat dalam pengelolaan PUAP dilaksanakan melalui: a) pelatihan bagi petugas pembina dan pendamping PUAP; b) rekrutmen dan pelatihan bagi Penyuluh dan PMT; c) pelatihan bagi pengurus Gapoktan; dan d) pendampingan bagi petani oleh penyuluh dan PMT. 2. Optimalisasi potensi agribisnis di desa miskin yang terjangkau dilaksanakan melalui: identifikasi potensi desa, penentuan usaha agribisnis (hulu, budidaya dan hilir) unggulan; dan penyusunan dan pelaksanaan RUB berdasarkan usaha agribisnis unggulan. 3) Fasilitasi modal usaha bagi petani kecil, buruh tani dan rumah tangga tani miskin kepada sumber permodalan dilaksanakan melalui: penyaluran BLM PUAP kepada pelaku agribisnis melalui Gapoktan, pembinaan teknis usaha agribisnis dan alih teknologi; dan fasilitasi pengembangan kemitraan dengan sumber permodalan lainnya. 4) Penguatan kelembagaan Gapoktan dilaksanakan melalui: pendampingan Gapoktan oleh Penyuluh Pendamping; pendampingan oleh PMT di setiap Kabupaten/Kota; dan fasilitasi peningkatan kapasitas Gapoktan menjadi lembaga ekonomi yang dimilki dan dikelola petani. 2.5. Konsep keberlanjutan Budimanta (2005) menyatakan bahwa pembangunan berkelanjutan adalah suatu cara pandang mengenai kegiatan yang dilakukan secara sistematis dan terencana dalam kerangka peningkatan kesejahteraan, kualitas kehidupan dan lingkungan umat manusia tanpa mengurangi akses dan kesempatan kepada generasi yang akan datang untuk menikmati dan memanfaatkannya. Dalam proses pembangunan berkelanjutan terdapat proses perubahan yang terencana, yang didalamnya terdapat eksploitasi sumberdaya, arah investasi orientasi pengembangan teknologi, dan perubahan kelembagaan yang kesemuanya ini dalam keadaan yang selaras, serta meningkatkan potensi masa kini dan masa depan untuk memenuhi kebutuhan dan aspirasi masyarakat. Selanjutnya pada era pembangunan berkelanjutan saat ini ada 3 tahapan yang dilalui oleh setiap Negara. Pada setiap tahap, tujuan pembangunan adalah 27
pertumbuhan ekonomi namun dengan dasar pertimbangan aspek-aspek yang semakin komprehensif dalam tiap tahapannya. Tahap pertama dasar pertimbangannya hanya pada keseimbangan ekologi. Tahap kedua dasar pertimbangannya harus telah memasukkan pula aspek keadilan sosial. Tahap ketiga, semestinya dasar pertimbangan dalam pembangunan mencakup pula aspek aspirasi politis dan sosial budaya dari masyarakat setempat (Soegijoko, et all. 2005). Tahapan tersebut digambarkan sebagai evolusi konsep pembangunan berkelanjutan, seperti dalam Tabel 3 berikut ini. Tabel 3. Tahapan dalam konsep pembangunan berkelanjutan Pra-pembangunan berkelanjutan Pertumbuhan produktivitas ekonomi Sebagai obyek utama pembangunan
Tahap 1
Pembangunan berkelanjutan Tahap 2
Tahap 3
Produktivitas ekonomi dan keberlanjutan ekologi
Produktivitas ekonomi dan keberlanjutan ekologi
Produktivitas ekonomi dan keberlanjutan ekologi
Harus di capai dan diseimbangkan dalam pembangunan
Keadilan sosial
Keadilan social dan partisipasi politik dan semangat kebudayaan
Harus di capai dan diseimbangkan dalam pembangunan
Harus di capai dan diseimbangkan dalam pembangunan Sumber : Soegijoko, et all dalam Bunga Rampai Pembangunan Kota Indonesia dalam Abad 21. 2005
Dalam konteks pembangunan pertanian yang berkelanjutan, konsep dasar pertanian berkelanjutan adalah mempertahankan ekosistem alami lahan pertanian yang sehat, bebas dari bahan-bahan kimia yang meracuni lingkungan. Pertanian berkelanjutan memutus ketergantungan terhadap pupuk dan pestisida kimiawi dalam kegiatan pertania. Sehingga lingkungan pertanian yang sehat dan berkelanjutan dapat terus diupayakan. (Anneahira. 2011). Guna mencapai hal tersebut diperlukan program yang diarahkan pada upaya memperpanjang siklus biologis dengan mengoptimalkan pemanfaatan hasil samping pertanian dan peternakan atau hasil ikutannya, dimana setiap mata rantai siklus menghasilkan produk baru yang memiliki nilai ekonomi tinggi. Program ini diharapkan mampu mengoptimalkan pemberdayaan masayarakat dan pemanfaatan lahan marginal di seluruh daerah (kabupaten/kota) serta mampu mengantisipasi berbagai tantangan dalam pasar global dan otonomi daerah. Berdasarkan konsep pembangunan berkelanjutan tersebut, maka indikator pembangunan berkelanjutan tidak akan terlepas dari aspek-aspek tersebut diatas, yaitu aspek ekonomi, ekologi/lingkungan, sosial, politik, dan budaya. Prof. Otto
28
Soemarwoto dalam Sutisna (2006), mengajukan enam tolok ukur pembangunan berkelanjutan secara sederhana yang dapat digunakan baik untuk pemerintah pusat maupun di daerah untuk menilai keberhasilan seorang Kepala Pemerintahan dalam pelaksanaan proses pembangunan berkelanjutan. Keenam tolok ukur itu meliputi: a. Tolok ukur pro lingkungan hidup (pro-environment) dapat diukur dengan berbagai indikator. Salah satunya adalah indeks kesesuaian,seperti misalnya nisbah luas hutan terhadap luas wilayah (semakin berkurang atau tidak), nisbah debit air sungai dalam musim hujan terhadap musim kemarau, kualitas udara, dan sebagainya. Berbagai bentuk pencemaran lingkungan dapat menjadi indikator yang mengukur keberpihakan pemerintah terhadap lingkungan. b. Tolok ukur pro rakyat miskin (pro-poor) bukan berarti anti orang kaya. Yang dimaksud pro rakyat miskin dalam hal ini memberikan perhatian pada rakyat miskin yang memerlukan perhatian khusus karena tak terurus pendidikannya, berpenghasilan rendah, tingkat kesehatannya juga rendah serta tidak memiliki modal usaha sehingga daya saingnya juga rendah. Pro rakyat miskin dapat diukur dengan indikator Indeks Pembangunan Manusia (IPM) atau Human Development Index (HDI) dan Indeks Kemiskinan Manusia (IKM) atau Human Poverty Index (HPI) yang dikembangkan PBB. Kedua indikator ini harus dilakukan bersamaan sehingga dapat dijadikan tolok ukur pembangunan yang menentukan. Nilai HDI dan HPI yang meningkat akan dapat menunjukkan pembangunan yang pro pada rakyat miskin. c. Tolok ukur pro kesetaraan jender/pro-perempuan (pro-women), dimaksudkan untuk lebih banyak membuka kesempatan pada kaum perempuan untuk terlibat dalam arus utama pembangunan. Kesetaraan jender ini dapat diukur dengan menggunakan
Genderrelated.
Develotmenta.Index
(GDI)
dan
Gender
Empowerment Measure (GEM) untuk suatu daerah. Jika nilai GDI mendekati HDI, artinya di daerah tersebut hanya sedikit terjadi disparitas jender dan kaum perempuan telah semakin terlibat dalam proses pembangunan. d. Tolok ukur pro pada kesempatan hidup atau kesempatan kerja (prolivelihood opportunities) dapat diukur dengan menggunakan berbagai indikator seperti misalnya indikator demografi (angkatan kerja, jumlah penduduk yang bekerja, dan sebagainya), pendapatan perkapita, dan lain-lain. Indikator
29
Kesejahteraan Masyarakat juga dapat menjadi salah satu hal dalam melihat dan menilai tolok ukur ini e. Tolok ukur pro dengan bentuk negara kesatuan RI merupakan suatu keharusan, karena pembangunan berkelanjutan yang dimaksud adalah untuk bangsa Indonesia yang berada dalam kesatuan NKRI. f. Tolok ukur anti korupsi, kolusi dan nepotisme (KKN) dapat dilihat dari berbagai kasus yang dapat diselesaikan serta berbagai hal lain yang terkait dengan gerakan anti KKN yang digaungkan di daerah bersangkutan.
2.6. Kerangka Pemikiran Kerangka pemikiran dibuat untuk memahami arah kajian yang dilakukan mengenai evaluasi dan strategi program Pengembangan Usaha Agribisnis Perdesaan (PUAP) terhadap kinerja kelembagaan Gapoktan dan tingkat pendapatan petani Kabupaten Karawang Propinsi Jawa Barat, berikut ini merupakan bagan kerangka pemikiran. PUAP
KEBERLANJUTAN PROGRAM PUAP
ANALISIS IPA
KINERJA GAPOKTAN
TINGKAT PENDAPATAN
ALTERNATIF STRATEGI
- MATRIKS IE - MATRIKS SWOT
PERUMUSAN STRATEGI TERBAIK
QSPM
Gambar 1. Kerangka Pemikiran
30
- ANALISIS USAHA TANI - UJI STATISTIK t-HITUNG